4 KEADAAN UMUM PERAIRAN JAKARTA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "4 KEADAAN UMUM PERAIRAN JAKARTA"

Transkripsi

1 4 KEADAAN UMUM PERAIRAN JAKARTA 4.1 Perairan Jakarta Perairan Jakarta dipengaruhi oleh dua wilayah yang memiliki karakterisktik berbeda yaitu wilayah pesisir Teluk Jakarta dan Kepulauan Seribu. Keseluruhan wilayah terbentang dari dan BT hingga 5 10 sampai 6 10 LS. Wilayah pesisir Teluk Jakarta terbentang dari Tanjung Pasir sebelah Barat hingga ke Tanjung Karawang di sebelah Timur, mempunyai rentang mulut sepanjang kurang lebih 40 km dan luas kira-kira 490 km 2 (Nontji 1984). Sebanyak 13 sungai yang bermuara di perairan Jakarta yaitu Angke, Bekasi, Cakung, Cidurian, Ciliwung, Cikarang, Cimandiri, Ciranjang, Cisadane, Citarum, Karawang, Krukut dan Sunter. Kepulauan Seribu terbentang sepanjang 80 km dari Utara ke Selatan, memiliki 110 pulau, dimana 45 % dari pulau-pulau tersebut berukuran lebih kecil dari 5 ha, 25% berukuran antara 5 ha- 10 ha, dan 305 berukuran lebih luas dari 10 ha. (Bapedal DKI Jakarta 2002, diacu dalam Sonari 2009) Kehidupan komunitas lokal di pesisir Teluk Jakarta dan Kepulauan Seribu serta kehidupan di perairannya dipengaruhi oleh sub-sistem utama alamiah yaitu hutan bakau, terumbu karang, dan padang lamun. Di Kepulauan Seribu, aktivitas perikanan tangkap dan budidaya serta wisata merupakan aktivitas yang menjadi sumber pendapatan bagi masyarakatnya, sedangkan di wilayah pesisir Teluk Jakarta terdapat hampir 50 industri yang bergerak di bidang transportasi, galangan kapal, produk makanan dan wisata. Perkembangan kota Jakarta sebagai kota metropolitan dan Jabotabek dalam kurun waktu 20 tahun terakhir sangat mempengaruhi ekosistem perairan Jakarta baik itu merupakan kombinasi dampak alamiah maupun akibat aktivitas manusia antara lain adalah perubahan fungsi alamiah ekosistem/sistem lingkungan, eksploitasi sumberdaya yang berlebihan dan polusi. 60

2 Gambar 7 Teluk Jakarta dan Kepulauan Seribu (William et al. 2000, diacu dalam Arifin 2004) 4.2 Iklim di Perairan Jakarta Perairan Jakarta termasuk wilayah yang beriklim tropika panas, mempunyai suhu rata-rata 27,0 o C. Kondisi suhu harian di sekitar pantai Teluk Jakarta berkisar antara 24,1-32,5 C, sedangkan kecepatan angin berkisar 2,5 3,5 knots. Kelembaban udara bulanan rata-rata berkisar % (BMG 2009). Curah hujan setiap tahun rata-rata 142,54 mm. Curah hujan tersebut ditentukan oleh fluktuasi musim hujan dan kemarau, dimana musim barat/hujan 61

3 berlangsung sejak bulan Nopember sampai dengan Maret dan musim timur/kemarau berlangsung antara bulan April sampai dengan Oktober setiap tahunnya. Bulan April Mei dan Oktober November merupakan bulan peralihan. Curah hujan maksimal terjadi pada bulan September setiap tahunnya. Tabel 7 menyajikan karakteristik iklim di perairan Jakarta. Informasi tentang karakteristik iklim di perairan Jakarta diperlukan sebagai parameter kesesuaian kawasan perairan dalam rangka pengembangan kegiatan usaha perikanan baik itu perikanan tangkap, perikanan budidaya baik budidaya rumput laut maupun budidaya ikan, aktivitas penelitian maupun konservasi yang bertujuan untuk optimalisasi pemanfaatan dan pengelolaan yang berkelanjutan di perairan Jakarta. Tabel 7 Karakteristik iklim di perairan Jakarta No. Parameter Iklim Nilai Parameter 1. Suhu/temperatur harian 24,1-32,5 C 2. Kecepatan angin 2,5-3,5 knots 3. Curah hujan 142,54 mm/tahun 4. Musim barat Nopember Maret 5. Musim timur April Oktober 6. Bulan curah hujan maksimal Bulan September setiap tahunnya 7. Suhu udara maksimum 27,2 37,2 o C 8. Suhu udara minimum 18,2 23,1 o C 9. Kelembaban nisbi % sepanjang tahun Sumber : Hasil analisis data lapang (2009) dan BMKG (2009) 4.3 Sosial dan Ekonomi Wilayah Sebagaimana masyarakat yang tinggal di pesisir, masyarakat pesisir Teluk Jakarta seperti di Muara Baru, Kali Baru, Muara Angke, dan Kepulauan Seribu bermata pencaharian sebagai nelayan dan menggantungkan hidupnya sehari-hari dari hasil usaha penangkapan ikan di laut. Kegiatan penangkapan ikan di laut telah dilakukan nelayan secara turun-temurun, namun skala usahanya tidak 62

4 mengalami perkembangan berarti. Hal demikian terjadi karena adanya kendala baik di bidang penguasaan teknologi, pendidikan, modal dan faktor sosial budaya masyarakat setempat. Disisi lain, potensi perikanan yang ada seharusnya dapat memberikan manfaat yang besar bagi masyarakat pesisir. Penduduk Kota Jakarta Utara berjumlah jiwa yang terdiri dari jiwa pria dan jiwa wanita, dengan tingkat pertumbuhan rata-rata sebesar 0,32% hingga tahun Kabupaten Kepulauan Seribu, hingga tahun 2008 mempunyai jumlah penduduk jiwa yang terdiri dari jiwa pria dan jiwa wanita yang tersebar di dua kecamatan dan terbagi dalam enam kelurahan. Dilihat dari segi ekonomi yang diukur berdasarkan besaran Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), total nilai PDRB DKI Jakarta atas dasar harga konstan 2000 pada triwulan III tahun 2009 sebesar Rp 94,18 triliun, sedangkan berdasarkan harga berlaku mencapai sekitar Rp 194,89 triliun, dimana sektor produksi dan jasa menghasilkan nilai tambah bruto terbesar yaitu sektor keuangan-real estate-jasa perusahaan disusul sektor perdagangan-hotel-restoran dan angkutan-komunikasi. Untuk kegiatan ekspor, total nilai ekspor non migas DKI Jakarta pada Januari-Maret 2010 sebesar US $ 1.346,23 juta nilai Free on Board (FOB), dengan konstribusi terbesar berasal dari sektor kendaraaan dan bagiannya, sedangkan ekspor ikan dan udang sebesar US $ 88,4 juta. Eskpor nonmigas memberikan kontribusi sebesar 73.36% terhadap total ekspor DKI Jakarta dimana pada periode Januari-Maret 2010 sebesar US $ 1.829,36 juta (BPS-DKI 2009). Ekspor yang berpengaruh terhadap perekonomian DKI Jakarta adalah ekspor yang produksinya dihasilkan oleh unit usaha yang berdomisili di DKI Jakarta. PDRB DKI Jakarta setiap tahunnya rata-rata kontribusinya terhadap PDRB nasional sebesar 15% (BPS-DKI 2009). 63

5 4.4 Keragaan Perikanan Tangkap Untuk mendorong iklim investasi di bidang perikanan, baik pemerintah pusat melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Kementerian BUMN serta Kementerian Perhubungan maupun pemerintah Provinsi DKI Jakarta telah membangun dan mengelola berbagai sarana dan prasarana penunjang aktivitas usaha perikanan, diantaranya Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman di Muara Baru sebagai unit pelaksana teknis (UPT) dari KKP, kawasan industri perikanan di Muara Baru yang dikelola oleh Perum Prasarana Perikanan Samudra, TPI Kamal Muara, PPI Muara Angke, TPI Cakung Drain, TPI Cilincing, TPI Kalibaru dan PPI Pulau Pramuka yang dikelola oleh Dinas Kelautan dan Pertanian Provinsi DKI Jakarta. Bandara Internasional Soekarno-Hatta di Cengkareng, Bandara Pulau Panjang di Kepulauan Seribu, Pelabuhan Tanjung Priok dan Pelabuhan Sunda Kelapa serta Pelabuhan Khusus Pulau Pabelokan merupakan sarana pendukung utama bagi distribusi produk perikanan baik untuk pasar lokal maupun pasar luara negeri (ekspor). Kawasan pelabuhan umum dilengkapi pergudangan, kawasan industri non-perikanan, daerah tangkapan air serta daerah wisata bahari. Dalam rangka menunjang berkembangnya usaha perikanan tangkap, Pemerintah Provinsi DKI membuat kebijakan membentuk UPT Balai Teknologi Penangkapan Ikan (UPT BTPI). UPT BTPI merupakan balai dibawah Dinas Kelautan dan Pertanian DKI Jakarta yang khusus dibentuk guna mendukung dan mengkoordinasikan kegiatan perikanan tangkap di perairan Jakarta. Adapun aksi kerja tersebut adalah : 1) Mendorong perkembangan teknologi permesinan dan kapal ikan serta perkembangan teknologi alat tangkap, penyediaan sarana penunjang yang berfungsi sebagai tempat pelatihan dan pembinaan berupa sarana perbengkelan. 2) Mendorong penciptaan Sumberdaya Manusia (SDM) perikanan yang mampu menjawab tantangan terhadap pengaruh globalisasi, antara lain mampu mengoperasikan kapal penangkap ikan yang modern yang dapat 64

6 menjangkau wilayah perairan ZEE, yang selama ini dikuasai kapal-kapal asing. 3) Mengkoordinasikan penataan lingkungan di kawasan pesisir Teluk Jakarta sebagai kawasan yang asri yang dapat menjadi modal peningkatan pelayanan dan peningkatan produksi serta untuk peningkatan kualitas sumberdaya manusia perikanan. 4) Mengembangkan kerjasama dengan pihak-pihak yang bergerak dibidang perikanan antara lain: pengusaha dibidang perikanan, lembaga pendidikan dibidang perikanan dan kelautan, dan organisasi yang bergerak dibidang kebaharian. 5) Mengembangkan pelayanan keliling di bidang teknologi penangkapan ikan, permesinan dan perbaikan kapal. Selain faktor kebijakan pemerintah pusat maupun daerah, beberapa faktor yang memberikan gambaran keragaan perikanan tangkap di perairan Jakarta di uraikan di bawah ini Potensi sumber daya ikan Wilayah perairan Jakarta yaitu Teluk Jakarta dan Kepulauan Seribu merupakan bagian dari Wilayah Pengelolaan Perikanan Laut Jawa (WPP-RI 712), sesuai Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No. Per.01/MEN/2008 (Lampiran 2). Berdasarkan data dari Direktorat Jenderal PerikananTangkap tahun 2009 potensi di WPP-RI 712 Laut Jawa memiliki total potensi sumber daya ikan sebesar 1130,8 ribu ton/tahun, dengan tingkat pemanfaatan semua kelompok sumberdaya ikan sudah penuh kecuali pelagis besar (DJPT-DKP 2009b) Produksi perikanan tangkap DKI Jakarta Daerah penangkapan ikan Provinsi DKI Jakarta mencakup perairan Teluk Jakarta dan perairan Kepulauan Seribu. Pada tahun 2008 produksi penangkapan ikan mencapai 144,7 metrik ton (DKPP 2009), memberikan kontribusi sebesar 3% terhadap produksi perikanan tangkap nasional. 65

7 Keberadaan kawasan Taman Nasional Laut (TNL) di Kepulauan Seribu yang ditetapkan pada tahun 1995 berpengaruh terhadap produksi ikan yang cenderung selalu meningkat, namun peningkatan produksi tersebut diikuti oleh peningkatan jumlah nelayan yang beroperasi di Kepulauan Seribu (Hariyadi 2004). Perbandingan hasil perikanan tangkap yang didaratkan di pelabuhan/tempat pendaratan ikan di Jakarta tahun 2007, serta perbandingannya dengan hasil perikanan tangkap yang didaratkan di pantai Utara Jawa dan secara Nasional dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8 Hasil perikanan tangkap yang didaratkan di DKI Jakarta, Utara Jawa, dan Nasional pada tahun 2007 No. Jenis Ikan Jumlah yang didaratkan (ton) DKI Jakarta Utara Jawa Nasional 1 Ekor Kuning (Caesio cuning) Bawal Hitam (Formio niger) Selar Bentong (Oxeye scad) Layang (Decapterus spp.) Kakap merah (Lutjanus spp.) Tongkol Abu-Abu (Tunnus tonggol) Kembung (Rastrelliger spp.) Layur (Trichiurus spp.) Kerapu Lumpur (Epinephelus tauvina) Sumber : DKP (2008a) Jenis ikan tongkol abu-abu dan layur (Tabel 8) merupakan jenis ikan yang berasal dari luar perairan Jakarta, karena ikan yang didaratkan di Jakarta bukan hanya berasal dari hasil tangkapan di perairan Jakarta namun juga berasal dari kapal penangkap ikan dari luar perairan Jakarta, antara lain hasil tangkapan di Laut Jawa, pesisir Jawa Barat, pesisir Utara Jawa yaitu Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan Selatan, Selat Malaka, ZEEI Samudera Hindia. 66

8 Sebagai gambaran produksi ikan luar daerah yang masuk ke tempat pendaratan ikan di Provinsi DKI Jakarta dapat dilihat pada Tabel 9, dimana pada tahun 2007, pasokan ikan luar daerah terbesar berasal dari daerah Tegal sebesar 42,6 juta ton. Tabel 9 Volume produksi ikan luar daerah yang masuk ke DKI Jakarta tahun (dalam kg) Total 6,553,077 7,995,006 65,330,468 86,426,206 56,181,028 TPI Muara Baru 2,181,971 2,387,634 57,735,460 77,903,737 47,909,326 TPI Muara Angke 3,625,562 4,969,376 6,906,787 7,800,164 8,087,962 TPI Pasar Ikan 745, , , , ,740 Sumber : DKPP (2009) Sebagian besar hasil tangkapan ikan yang didaratkan di Jakarta, tersebut terdiri dari kelompok ikan pelagis dan ikan demersal. Kelompok pelagis meliputi jenis tuna (Thunnus spp.), cakalang (Katsuwonus pelamis), tongkol (Euthynnus sp. dan Auxis sp.), tenggiri (Scomberomorus commersoni), kembung (Rastrelliger spp.) dan tembang (Sardinella fimbriata). Ikan demersal meliputi ikan cucut (Charcarinus sp.), layur (Trichiurus spp.), pari (Dasyatis sp.) dan pepetek (Leiognathus sp.). Produksi perikanan tangkap Provinsi DKI Jakarta mengalami peningkatan dari tahun ke tahun, seperti dilihat pada Tabel 10, tahun 2004 produksi mencapai ,40 ton dengan nilai mencapai Rp , mengalami peningkatan di tahun 2008 menjadi ,17 ton dengan nilai mencapai Rp Binatang berkulit keras (crustaceans) dan binatang lunak (molluscs),di Jakarta didaratkan cukup banyak. Menurut DKP (2008), jumlah produksi binatang berkulit keras (crustaceans) pada tahun 2007 mencapai ton dari total ton di pantai utara Pulau Jawa. Produksi binatang lunak (molluscs) pada tahun 2007 mencapai ton dari total ton di pantai Utara Pulau Jawa. Binatang berkulit keras (crustaceans), yang cukup dominan didaratkan pada tahun 2007 di Jakarta diantaranya udang putih (1.040 ton), udang windu (1.235 ton), dan kepiting (595 ton). Untuk binatang binatang lunak (molluscs), 67

9 yang cukup dominan didaratkan pada tahun 2007 di Jakarta diantaranya cumicumi (5.331 ton), sotong (777 ton), dan gurita (736 ton). Tabel 10 Volume dan nilai produksi perikanan tangkap menurut jenis alat tangkap di DKI Jakarta tahun No Jenis Alat Tangkap Nilai Produksi (ribuan Rp) 872,847, ,596,977 1,335,029,972 1,540,749,111 1,209,251,491 Jumlah Produksi (ton) 123, , , , , Pukat Tarik Udang Ganda Pukat Tarik Udang Tunggal Payang 4 Dogol 5 Pukat Cincin 6 Jaring Insang Hanyut 7 Jaring Klitik 8 Jaring Insang Tetap 9 Bagan Perahu 10 Bagan Tancap 11 Rawai 12 Pancing Tonda 13 Pancing Yang Lain 14 Sero 15 Bubu 16 Alat Penangkap Kerang 17 Muro Ami 18 Lain-lan Sumber : DKPP (2009) , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,

10 Terlepas dari jumlah dan nilai produksi perikanan yang cenderung meningkat, optimalisasi komposisi armada perikanan dan alat tangkapnya perlu diatur disesuaikan dengan daya dukung sumberdaya perikanan di perairan Jakarta Jenis alat tangkap yang digunakan Dari 18 jenis alat tangkap yang dikelompokkan dalam statistik DKPP (2009) hanya 13 alat tangkap (termasuk kategori lain-lain) yang digunakan oleh nelayan / pengusaha perikanan tangkap yang berbasis di Teluk Jakarta dan atau Kepulauan Seribu. Jumlah alat tangkap mengalami peningkatan dari sekitar pada tahun 2004 unit menjadi unit pada tahun 2008 (Tabel 11). Armada penangkapan periode didominasi jenis perahu motor tempel, yaitu sekitar 45 %. Peningkatan jumlah alat tangkap secara signifikan pada alat tangkap rawai dari 294 unit pada tahun 2004 menjadi unit pada tahun 2008 (Gambar 8), namun demikian volume produksi menurun tajam di tahun 2008 dari 46,8 ribu ton menjadi 4,9 ribu ton (Tabel 10). Peningkatan jumlah alat tangkap yang diikuti penurunan produksi terjadi pula pada jaring insang hanyut, yaitu dari 396 unit pada tahun 2004 meningkat 960 unit pada tahun 2008, akan tetapi produksi menurun dari 48 ribu ton menjadi 43,6 ribu ton. Peningkatan muro ami dari 75 unit di tahun 2004 menjadi 798 unit di tahun 2008, tetapi kenaikan produksi tidak signifikan yaitu dari 0.9 ribu ton meningkat menjadi 1,01 ribu ton. Lain halnya dengan penggunaan bagan perahu dimulai sejak tahun 2005 sebanyak 133 meningkat menjadi 553 pada tahun 2008, dengan nilai produksi meningkat signifikan yaitu dari 1,9 ribu ton menjadi 14,2 ribu ton. Penggunaan bagan perahu ini diduga sebagai salah satu cara untuk mensiasati kenaikan BBM pada tahun 2005, karena bagan perahu merupakan jenis penangkap ikan yang statis yang tidak banyak memerlukan BBM. Peningkatan alat tangkap pukat cincin hanya 10 unit dari tahun 2004 sebanyak 269 unit menjadi 279 unit di tahun 2008, namun peningkatannya sangat signifikan dari 1,8 ribu ton tahun 2004 menjadi 6,9 ribu ton Penurunan jumlah alat tangkap yang signifikan terjadi pada bubu, tercatat pada tahun 2004 terdapat 6893 unit pada tahun 2008 menjadi 4927 unit, akibat 69

11 pengurangan jumlah bubu angka produksi menurun namun tidak signifikan yaitu dari 2,3 ribu ton menjadi 2,2 ribu ton. Penurunan penggunaan alat tangkap terjadi pada jenis alat tangkap pancing lainnya turun sebesar 41 %, alat tangkap lain-lain turun sebesar 23%, sedang alat tangkap bagan tancap, jaring angkat lainnya mengalami penurunan yang tidak signifikan. Dari kecenderungan yang terjadi di perairan Jakarta pada jumlah alat tangkap dan produksi diuraikan diatas, dapat diartikan bahwa tidak semua alat tangkap yang bertambah jumlahnya akan meningkatkan produksinya secara total, seperti rawai. Untuk alat tangkap payang, pada kurun waktu terjadi penurunan jumlah alat tangkap namun produksinya meningkat tajam. Tabel 11 Jenis alat tangkap di DKI Jakarta tahun (dalam unit) Jenis Alat Tangkap Payang Dogol Pukat Cincin Jaring Insang Hanyut Bagan Perahu Bagan Tancap Jaring Angkat lain-lain Rawai ,822 2,822 2,822 Pancing yang lain 1,152 1, Pancing Tonda Bubu 6,893 6,715 5,420 5,420 4,927 Muro Ami Lain-lain 6,517 6,695 4,636 4,974 5,026 Jumlah 16,972 17,367 17,018 17,438 17,917 Sumber : DKPP (2009) Hasil perhitungan Catch Per Unit Efforts (CPUE) total dari ke enam alat tangkap potensial di perairan Jakarta yaitu payang, jaring insang hanyut, bagan perahu, rawai, bubu dan muro ami untuk periode tahun digambarkan pada Gambar 8. Gambar 8 menunjukkan bahwa hasil tangkapan per satuan upaya di perairan Jakarta berkecenderungan menurun. 70

12 Trend CPUE Total 6 Alat Tangkap Potensial CPUE Tota CPUE total (ton/unit) Tahun Gambar 8 Trend CPUE tahun Hasil perhitungan CPUE total dari tahun 2004 sampai 2008 berturut-turut adalah 11,81 ton/trip; 10,35 ton/trip; 2,27 ton/trip; 4,21 ton/trip dan 2,74 ton/trip. CPUE total alat tangkap potensial di perairan Jakarta pada tahun 2004 sebesar 11,81 ton/trip, terus menurun hingga 2,74 ton/trip di tahun Masing-masing CPUE untuk alat tangkap payang 0,41 ton/trip, jaring insang hanyut 10,9 ton/trip, bagan perahu 5,45 ton/trip, rawai 14,4 ton/trip, bubu 0,01 ton/trip dan muro ami 0,14 ton/trip Rumah Tangga Perikanan (RTP)/Perusahaan Perikanan (PP) tangkap yang berbasis di Jakarta Jumlah RTP/PP yang dihitung berdasarkan domisili atau wilayah hukum, dan dihitung berdasarkan jumlah tonnage kepemilikan kapal dimana armada yang dimiliki untuk menangkap ikan maupun yang berbasis di Jakarta bervariasi, mulai dari perahu tanpa motor (jukung dan perahu papan), perahu dengan motor tempel (outboard motor) dan kapal motor (inboard motor). Kapal motor terbuat dari kayu, besi dan beberapa ada yang dilapisi oleh seng plat agar tahan dan kedap terhadap pengaruh air laut. Ukuran kapal motor mulai dari ukuran <5 GT sampai ukuran >1000 GT (Tabel 12). 71

13 Tabel 12 Jumlah RTP/perusahaan perikanan tangkap di laut menurut kategori besarnya usaha, daerah perairan pantai dan Provinsi (DKI Jakarta, Utara Jawa, dan Nasional) tahun 2007 No. Kategori Besarnya Jumlah (buah) Usaha DKI Utara Jawa Nasional Jakarta I Perahu tanpa motor II Perahu dgn motor tempel (outboard motor) III Kapal motor (inboard motor) 1 < 5 GT GT GT GT GT GT GT GT GT GT > 1000 GT Sumber : DKP (2008) Berdasarkan data Tabel 12, RTP/PP yang berskala besar relatif lebih banyak berbasis dan/atau berdomisili di Jakarta dibandingkan dengan lokasi lain di Utara Jawa maupun di Indonesia. Hal ini terlihat mulai dari RTP/PP yang memiliki total tonnage GT, GT, GT, dan >1000 GT masing-masing 24 buah, 44 buah, 44 buah, dan 64 buah, sedangkan yang berbasis di pantai Utara Jawa secara keseluruhan hanya 73 buah, 67 buah, 60 buah, dan 72 buah. Hal ini sebagai indikator bahwa Jakarta banyak dijadikan basis usaha perikanan tangkap karena lokasi yang strategis dan memiliki infrastruktur yang memadai, selain karena Jakarta merupakan pusat ekonomi nasional. 72

14 4.4.5 Pemasaran produk perikanan tangkap Pemasaran produk perikanan tangkap dari perairan Jakarta termasuk lebih menjanjikan dibandingkan dengan lokasi lainnya di Indonesia. Hal ini karena produk tersebut sangat dekat dengan pasar potensial lokal (DKI Jakarta dan sekitarnya) dan jalur distribusi untuk pasar eksport yang memadai. Di DKI Jakarta, eksport hasil perikanan tangkap sangat mudah karena mempunyai bandara internasional (Bandara Soekarno-Hatta) dan pelabuhan internasional (Pelabuhan Tanjung Priok). Ekspor produk perikanan tangkap melalui bandara internasional (Bandara Soekarno-Hatta) dan pelabuhan internasional (Pelabuhan Tanjung Priok) banyak diekspor ke Jepang, Singapura, Hongkong, dan beberapa negara Eropa. Negara maju tersebut mempunyai indeks konsumsi produk hasil perikanan per kapita yang tinggi, yaitu diatas standar FAO dan Jepang mencapai diatas 60 kg per kapita per tahun (FAO 2002 diacu dalam PK2PTM 2005). Di Indonesia, indeks konsumsi ikan perkapita tahun 2007 sebesar 28,28 kg/tahun (Indonesian Fishery Statistic Index 2009), sedangkan di DKI Jakarta memiliki indeks konsumsi ikan perkapita sebesar 23,24 kg/tahun dan sedikit meningkat di tahun 2008 menjadi 23,52 kg/tahun. Bila dibandingkan dengan standar FAO (30 kg/tahun per kapita) Indonesia masih dibawah, tetapi diatas tingkat rata-rata dunia yang hanya 16,6 kg/tahun per kapita (Soenan 2009). Salah satu komponen untuk meningkatkan indeks konsumsi ikan per kapita adalah tingkat produksi perikanan yang didaratkan. Indeks konsumsi ikan per kapita merupakan indikator kecenderungan permintaan pasar lokal dan eksport yang kemungkinan akan meningkat dari tahun ke tahun seiring dengan tingkat konsumsi masyarakat dunia terhadap produk perikanan yang terus meningkat akibat pertumbuhan penduduk dan membaiknya perekonomian dunia (FAO 1999 diacu dalam DKBU BI 2009). Pada tahun 2030, konsumsi produk perikanan tangkap dunia rata-rata diprediksi meningkat hingga mencapai 22,5 kg per kapita per tahun. Kondisi ini tentu merupakan pasar potensial bagi produk perikanan pada umumnya dan khususnya produk perikanan tangkap dari perairan Jakarta, terutama untuk membuka jalur ekspor baru ke negara-negara yang tidak mempunyai produk perikanan hasil laut. 73

15 4.4.6 Nelayan dan pendapatan nelayan Nelayan merupakan bagian penting dalam kegiatan perikanan tangkap, karena nelayan merupakan stakeholder bagi kegiatan produksi perikanan tangkap. Karena berhubungan dengan produksi, maka mempunyai hubungan positif dengan tingkat produktifitas, sebagai mana produksi perikanan tangkap dari tahun meningkat, jumlah nelayan juga mengalami peningkatan seperti dapat dilihat pada Tabel 13. Pada tahun 2004 jumlah nelayan di DKI Jakarta 24,095 orang meningkat signifikan pada tahun 2008 menjadi 30,091 orang. Jumlah tersebut pernah menurun pada tahun 2007 menjadi sekitar 22,690 orang diperkirakan karena kenaikan harga BBM dan kebijakan subsidi BBM untuk kapal perikanan nasional belum direalisasi. Peningkatan tersebut umumnya disebabkan dari meningkatnya nelayan pekerja dengan status nelayan penetap yaitu dari 11,223 orang pada tahun 2004 menjadi 17,036 orang pada tahun 2009, sehingga nelayan pekerja total tahun 2004 dari 18,959 orang meningkat pada tahun 2008 menjadi 25,959 orang. Tabel 13 Jumlah nelayan di DKI Jakarta tahun (satuan : orang) Status Nelayan Nelayan Penetap 14,217 15,742 16,988 14,936 19, Pemilik 2,994 3,395 3,588 3,484 2, Pekerja 11,223 12,347 13,400 11,452 17,036 Nelayan Pendatang 9,878 8,294 8,002 7,754 10, Pemilik 2,142 1,096 1,305 1,758 1, Pekerja 7,736 7,198 6,697 5,996 8,923 Jumlah Nelayan 24,095 24,036 24,990 22,690 30, Pemilik 5,136 4,491 4,893 5,242 4, Pekerja 18,959 19,545 20,097 17,448 25,959 Sumber : DKPP (2009) 74

16 Pada sisi pendapatan nelayan, dari tahun 2004 hingga 2008 terjadi peningkatan dari Rp per bulan meningkat menjadi Rp per bulan pada tahun Disamping peningkatan pendapatan terjadi pada nelayan tangkap, peningkatan juga terjadi pada petani/nelayan ikan hias, yaitu dari Rp per bulan pada tahun 2004 meningkat menjadi Rp per bulan padan tahun Peningkatan pendapatan juga terjadi pada pengolah ikan hasil tangkapan, yaitu dari Rp per bulan pada tahun 2004 meningkat menjadi Rp per bulan pada tahun Pada Tabel 14 menyajikan pendapatan nelayan di DKI Jakarta untuk kurun waktu tahun Tabel 14 Pendapatan nelayan, petani/nelayan ikan hias, dan pengolah ikan di DKI Jakarta tahun (dalam Rp) dan pertumbuhannya (%). Tahun (%) Nelayan/bulan 1,100,000 1,100,000 1,100,000 1,250,000 1,250,000 11,36 Petani/Nelayan Ikan Hias/bulan 1,250,000 1,250,000 1,500,000 1,600,000 1,600,000 12,8 Petani Ikan Konsumsi/bulan 1,100,000 1,100,000 1,100,000 1,250,000 1,250,000 11,36 Pengolah Ikan/bulan 1,500,000 1,500,000 1,600,000 1,750,000 1,750,000 11,66 Sumber : DKPP (2009) 4. 5 Tata Ruang Wilayah Wilayah administratif Kota Jakarta Utara mencakup wilyah perairan Teluk Jakarta dan wilayah daratan seluas 155,01 km 2, secara administratif dibagi menjadi enam wilayah kecamatan yaitu Penjaringan, Tanjung Priok, Koja, Cilincing, Pademangan dan Kelapa Gading serta memiliki 31 wilayah kelurahan. Kabupaten Kepulauan Seribu mencakup wilayah daratan dan lautan dengan sekurangnya 110 pulau. Luas wilayah darat mencapai 11,80 km 2, secara administratif dibagi dua wilayah kecamatan yaitu Kecamatan Kepulauan Seribu Utara dan Kecamatan Kepulauan Seribu Selatan, dan memiliki enam wilayah kelurahan. Meningkatnya kebutuhan lahan bagi penduduk dan pesatnya kegiatan ekonomi di Provinsi DKI Jakarta sebagai ibu kota negara RI, menjadi salah satu 75

17 alasan dilakukannya reklamasi pantai di Jakarta Utara. Reklamasi pantai ini menjadi penyebab utama kerusakan habitat pesisir / pantai di beberapa tempat di kawasan Dadap, Muara Angke dan Ancol. Selain rusaknya habitat pesisir, perubahan secara fisik juga terjadi yaitu perubahan bentang lahan dan perubahan garis pantai. Perubahan peruntukkan lahan seperti di daerah Muara Angke yang semula merupakan kawasan ekosistem mangrove telah dikonversi lahannya untuk peruntukkan lain telah mempunyai dampak significant mempengaruhi habitat di lokasi tersebut (Kusumastanto 2007). Perikanan tangkap berkelanjutan tidak dapat terlepas dari perencanaan tata ruang wilayah di pesisir / pantai Teluk Jakarta, dimana wilayah pesisir / pantai Teluk Jakarta tidak terlepas dari kondisi obyektif dari keseluruhan wilayah Propinsi DKI Jakarta, yaitu : (1) Luas Jakarta ha (2) 40% ( ha) daratan rendah di bawah permukaan laut 1 1,5 m (3) Dari 40% lahan di bawah permukaan laut, baru seluas ha sudah dilayani dengan sistem polder. (4) Daerah tangkapan hujan yang mempengaruhi Jakarta meliputi Bopunjur (Bogor-Puncak-Cianjur) dengan luas ha (5) Air dari hulu mengalir malalui 13 sungai/kali melewati Jakarta menuju laut (Teluk Jakarta) (6) DAS dari sungai/ kali dijadikan tempat hunian sehingga terjadi penyempitan penampungan air hujan (7) Water Ratio baru mencapai 2,41% (target 2010 : 4,92%) (8) Penambahan debit air sungai (run-off air) akibat pembangunan dan perubahan fungsi lahan di Bopunjur dan Jabodetabek yang pesat (9) Eksploitasi air tanah yang berlebihan dan beban bangunan bertingkat menyebabkan terjadinya penurunan tanah yang menambah daerah rawan banjir 76

18 Perikanan tangkap berkelanjutan di perairan Jakarta sangat dipengaruhi oleh kondisi obyektif di atas, terutama pada daerah hulu sungai, sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari ekosistem perairan Jakarta. Air yang dialirkan, baik itu volume dan kualitasnya mempengaruhi perairan Jakarta antara lain terjadinya sedimentasi di hilir sungai, pencemaran, dan banjir didaerah pesisir/pantai. Oleh karena itu perlu segera direalisasikan rencana tata ruang (RTRW) wilayah Kepulauan Seribu dan pesisir Jakarta Utara secara terpadu. Untuk RTRW Kepulauan Seribu, karena kondisi fisik merupakan gugusan pulau-pulau, maka dalam perencanaan tata ruang wilayah dipengaruhi oleh kondisi perairan saat ini, struktur ruang (jalur-jalur pipa minyak, kabel bawah laut serta rute-rute pelayaran) dan kawasan strategis yang telah ditetapkan sebelumnya (kawasan latihan militer, konservasi, pertambangan, wisata, pemukiman dan pemerintahan). Saat ini pemerintah DKI Jakarta dalam proses finalisasi Peta RTRW Kabupaten Kepulauan Seribu untuk tahun , sebagai bagian dari RTRW Provinsi DKI Jakarta Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Sesuai dengan Perda No. 1 tahun 2008 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Tahun , kebijakan pengembangan tata ruang Provinsi DKI Jakarta adalah : (1) Menetapkan fungsi Kota Jakarta sebagai kota jasa skala nasional dan internasional; (2) Memprioritaskan arah pengembangan kota kearah koridor Timur, Barat, Utara dan membatasi pengembangan ke arah Selatan agar tercapai keseimbangan ekosistem; (3) Melestarikan fungsi dan keserasian lingkungan hidup di dalam penataan ruang dengan mengoptimalkan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup; (4) Mengembangkan sistem prasarana dan sarana kota yang berintegrasi dengan sistem regional, nasional dan internasional. 77

19 Sesuai dengan karakteristik fisik dan perkembangannya, Jakarta dibagi atas 3 (tiga) Wilayah Pengembangan (WP) utama yaitu : (1) WP Utara yang terdiri dari WP Kepulauan Seribu (WP-KS) dan WP Pantai Utara (WP-PU) (2) WP Tengah terdiri dari WP Tengah Pusat (WP-TP), WP Tengah Barat (WP-TB) dan WP Tengah Timur (WP-TT) (3) WP Selatan terdiri dari WP Selatan Utara (WP-SU) dan WP Selatan (WP- SS) Wilayah penelitian penulis berada pada WP Utara, dengan kebijakan pengembangan tata ruang sebagai berikut : (1) WP Kepulauan Seribu (WP-KS), kebijakan pengembangan yang terutama diarahkan untuk meningkatkan kegiatan wisata, kualitas kehidupan masyarakat nelayan melalui peningkatan budidaya laut dan pemanfaatan sumber daya perikanan dengan konservasi ekosistem terumbu karang dan hutan mangrove. (2) WP Pantai Utara (WP-PU), kebijakan meliputi : 1) Pantai Lama : Meningkatkan dan melestarikan kualitas lingkungan Jakarta Utara; Mempertahankan permukiman nelayan; Mengembangkan fungsi pelabuhan dan perniagaan. 2) Pantai Baru : Melalui pengembangan reklamasi yang terpisah secara fisik dari pantai lama dengan kegiatan utama jasa dan perdagangan berskala internasional, perumahan, pelabuhan serta wisata Strategi pengembangan tata ruang provinsi Dalam upaya mewujudkan visi dan misi pembangunan daerah, maka strategi pengembangan tata ruang yang ditempuh adalah : (1) Mengembangkan pemanfaatan ruang secara terpadu dengan pola penggunaan campuran di kawasan prospektif dan sistem pusat kegiatan kota. 78

20 (2) Mengembangan sentra-sentra primer baru di Timur, Barat, dan Utara. (3) Menata kawasan taman Medan Merdeka untuk bangunan umum pemerintahan, fasilitas umum, dan fasilitas sosial. (4) Mengembangkan kawasan pantai utara sebagai kawasan pusat niaga terpadu skala internasional di masa depan. (5) Mengembangkan sistem angkutan umum massal sebagai modal angkutan utama antar pusat-pusat kegiatan dan antar bagian-bagian kota. (6) Mengembangkan dan mengoptimalkan penataan ruang daerah aliran 13 sungai, situ, waduk, banjir kanal dan lokasi tangkapan air sebagai orientasi pengembangan kawasan sesuai dengan fungsi Wilayah Pengembangan (WP) tempat badan air tersebut berlokasi. (7) Mempertahankan dan mengembangkan RTH di setiap wilayah kotamadya baik sebagai sarana kota maupun untuk keseimbangan ekologi kota. (8) Mengembangkan dari mengoptimalkan penataan ruang berdasarkan tipologi kawasan Pengembangan tata ruang Kota Jakarta Utara dan Kabupaten Adm. Kep. Seribu Visi dan misi Pembangunan Provinsi sebagai mana dimaksud dalam Perda No.1 tahun 2008, Pasal 4 dan Pasal 5. Misi dan strategi pengembangan tata ruang kota dan kabupaten wilayah penelitian adalah sebagai berikut : (1) Kota Jakarta Utara : - Misi : 1) Mengembangkan Jakarta Utara sebagai kota pantai dan kawasan wisata bahari dengan menjaga kelestarian lingkungannya; 2) Mendukung pengembangan kawasan pelabuhan, industri selektif dibagian Timur dan pusat niaga terpadu berskala internasional di bagian tengah Pantura. - Strategi : 1) Mendorong revitalisasi kawasan kota tua sebagai objek wisata dengan meningkatkan sarana dan prasarana pendukungnya guna mendorong 79

21 pengembangan pusat niaga baru bertaraf internasional di kawasan reklamasi; 2) Menata kembali kawasan pantai lama secara terpadu dengan pengembangan reklamasi; 3) Mempertahankan kelestarian lingkungan kawasan perairan dan pulaupulau di Kepulauan Seribu; 4) Menata kawasan hilir sungai dengan badan air lainnya sebagai upaya pengendali banjir dengan penyediaan permukiman bagi penduduk sekitar; 5) Mengembangkan sistem jaringan transportasi darat dan laut untuk angkutan penumpang dan angkutan barang secata terpadu dengan sistem transportasi makro. (2) Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu - Misi : 1) Mewujudkan wilayah Kep. Seribu sebagai kawasan wisata bahari yang lestari; 2) Menegakkan hukum terkait dengan pelestarian lingkungan kebaharian dan segala aspek kehidupan; 3) Meningkatkan kesejahteraan melalui pemberdayaan masyarakat Kep. Seribu dengan perekonomian berbasis kelautan. - Strategi : 1) Mengembangkan Kep. Seribu sebagai destinasi wisata bahari yang lestari; 2) Pengembangan perekonomian berbasis SDA kelautan; 3) Pengembangan kegiatan perikanan laut; 4) Pembangunan pembangkit listrik tenaga gas. 80

V. GAMBARAN UMUM PROVINSI DKI JAKARTA

V. GAMBARAN UMUM PROVINSI DKI JAKARTA 103 V. GAMBARAN UMUM PROVINSI DKI JAKARTA Kota Jakarta merupakan dataran rendah dengan ketinggian rata-rata tujuh meter di atas permukaan laut. Terletak pada posisi 6 12 LS dan 106 48 BT. Luas wilayah

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Daerah Penelitian Kabupaten Kupang merupakan kabupaten yang paling selatan di negara Republik Indonesia. Kabupaten ini memiliki 27 buah pulau, dan 19 buah pulau

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 27 4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Daerah Penelitian 4.1.1 Letak geografis Kabupaten Sukabumi berada di wilayah Propinsi Jawa Barat, secara geografis terletak di antara 6 0.57`- 7 0.25`

Lebih terperinci

5 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

5 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Keadaan Umum Kota Serang Kota Serang adalah ibukota Provinsi Banten yang berjarak kurang lebih 70 km dari Jakarta. Suhu udara rata-rata di Kota Serang pada tahun 2009

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM PERAIRAN SELAT BALI

V. GAMBARAN UMUM PERAIRAN SELAT BALI V. GAMBARAN UMUM PERAIRAN SELAT BALI Perairan Selat Bali merupakan perairan yang menghubungkan Laut Flores dan Selat Madura di Utara dan Samudera Hindia di Selatan. Mulut selat sebelah Utara sangat sempit

Lebih terperinci

4. KEADAAN UMUM 4.1 Kedaan Umum Kabupaten Banyuwangi Kedaan geografis, topografi daerah dan penduduk 1) Letak dan luas

4. KEADAAN UMUM 4.1 Kedaan Umum Kabupaten Banyuwangi Kedaan geografis, topografi daerah dan penduduk 1) Letak dan luas 26 4. KEADAAN UMUM 4.1 Kedaan Umum Kabupaten Banyuwangi 4.1.1 Kedaan geografis, topografi daerah dan penduduk 1) Letak dan luas Menurut DKP Kabupaten Banyuwangi (2010) luas wilayah Kabupaten Banyuwangi

Lebih terperinci

V. KEADAAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

V. KEADAAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 40 V. KEADAAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 5.1. Kondisi Fisik Geografis Wilayah Kota Ternate memiliki luas wilayah 5795,4 Km 2 terdiri dari luas Perairan 5.544,55 Km 2 atau 95,7 % dan Daratan 250,85 Km 2 atau

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan di sub-sektor perikanan tangkap telah memberikan kontribusi yang nyata dalam pembangunan sektor kelautan dan perikanan. Hal ini ditunjukkan dengan naiknya produksi

Lebih terperinci

5 KONDISI PERIKANAN TANGKAP KABUPATEN CIANJUR

5 KONDISI PERIKANAN TANGKAP KABUPATEN CIANJUR 5 KONDISI PERIKANAN TANGKAP KABUPATEN CIANJUR 5.1 Sumberdaya Ikan Sumberdaya ikan (SDI) digolongkan oleh Mallawa (2006) ke dalam dua kategori, yaitu SDI konsumsi dan SDI non konsumsi. Sumberdaya ikan konsumsi

Lebih terperinci

V. DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Morowali merupakan salah satu daerah otonom yang baru

V. DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Morowali merupakan salah satu daerah otonom yang baru V. DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN Geografis dan Administratif Kabupaten Morowali merupakan salah satu daerah otonom yang baru terbentuk di Provinsi Sulawesi Tengah berdasarkan Undang-Undang Nomor 51 tahun

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 20 4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Daerah 4.1.1 Geografi, topografi dan iklim Secara geografis Kabupaten Ciamis terletak pada 108 o 20 sampai dengan 108 o 40 Bujur Timur (BT) dan 7 o

Lebih terperinci

kumulatif sebanyak 10,24 juta orang (Renstra DKP, 2009) ikan atau lebih dikenal dengan istilah tangkap lebih (over fishing).

kumulatif sebanyak 10,24 juta orang (Renstra DKP, 2009) ikan atau lebih dikenal dengan istilah tangkap lebih (over fishing). I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Potensi sumberdaya perikanan di Indonesia cukup besar, baik sumberdaya perikanan tangkap maupun budidaya. Sumberdaya perikanan tersebut merupakan salah satu aset nasional

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Jakarta, Sekretaris Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Saefullah NIP

KATA PENGANTAR. Jakarta, Sekretaris Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Saefullah NIP KATA PENGANTAR Alhamdulillah, puji syukur dipanjatkan kehadirat Allah SWT atas selesainya penyusunan KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta dengan baik. Kegiatan ini adalah kelanjutan

Lebih terperinci

4. GAMBARAN UMUM WILAYAH

4. GAMBARAN UMUM WILAYAH 4. GAMBARAN UMUM WILAYAH 4.1. Letak Geografis Kabupaten Sukabumi yang beribukota Palabuhanratu termasuk kedalam wilayah administrasi propinsi Jawa Barat. Wilayah yang seluas 4.128 Km 2, berbatasan dengan

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 25 4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Kabupaten Cirebon 4.1.1 Kondisi geografis dan topografi Kabupaten Cirebon dengan luas wilayah 990,36 km 2 merupakan bagian dari wilayah Provinsi Jawa

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perikanan tangkap merupakan suatu sistem yang terdapat dalam sektor perikanan dan kelautan yang meliputi beberapa elemen sebagai subsistem yang saling berkaitan dan mempengaruhi

Lebih terperinci

4 KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 4 KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Letak Geografis dan Batas Administrasi Secara geografis Kabupaten Halmahera Utara terletak antara 127 O 17 BT - 129 O 08 BT dan antara 1 O 57 LU - 3 O 00 LS. Kabupaten

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara umum aktivitas perikanan tangkap di Indonesia dilakukan secara open access. Kondisi ini memungkinkan nelayan dapat bebas melakukan aktivitas penangkapan tanpa batas

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM. 4.1 Letak Geografis

KEADAAN UMUM. 4.1 Letak Geografis III. KEADAAN UMUM 4.1 Letak Geografis Kabupaten Bangka Selatan, secara yuridis formal dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2003 tentang Pembentukan Kabupaten Bangka Selatan, Kabupaten Bangka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Unisba.Repository.ac.id

BAB I PENDAHULUAN. Unisba.Repository.ac.id BAB I PENDAHULUAN Segala sesuatu yang diciptakan Allah SWT di Bumi ini tiada lain untuk kesejahteraan umat manusia dan segenap makhluk hidup. Allah Berfirman dalam Al-Qur an Surat An-Nahl, ayat 14 yang

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 53 IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1 Kondisi Geografis Selat Rupat merupakan salah satu selat kecil yang terdapat di Selat Malaka dan secara geografis terletak di antara pesisir Kota Dumai dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sumberdaya ikan merupakan sumberdaya yang dapat pulih (renewable resources) dan berdasarkan habitatnya di laut secara garis besar dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu

Lebih terperinci

4. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

4. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 4. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1. Kondisi Geografis Kota Makassar secara geografi terletak pada koordinat 119 o 24 17,38 BT dan 5 o 8 6,19 LS dengan ketinggian yang bervariasi antara 1-25 meter dari

Lebih terperinci

4 KERAGAAN PERIKANAN DAN STOK SUMBER DAYA IKAN

4 KERAGAAN PERIKANAN DAN STOK SUMBER DAYA IKAN 4 KERAGAAN PERIKANAN DAN STOK SUMBER DAYA IKAN 4.1 Kondisi Alat Tangkap dan Armada Penangkapan Ikan merupakan komoditas penting bagi sebagian besar penduduk Asia, termasuk Indonesia karena alasan budaya

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Lokasi Penelitian Pulau Pramuka secara administratif termasuk ke dalam wilayah Kelurahan Pulau Panggang, Kecamatan Kepulauan Seribu, Kotamadya Jakarta

Lebih terperinci

6 PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN TANGKAP BERBASIS KEWILAYAHAN. 6.1 Urgensi Sektor Basis Bagi Pengembangan Usaha Perikanan Tangkap di Kabupaten Belitung

6 PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN TANGKAP BERBASIS KEWILAYAHAN. 6.1 Urgensi Sektor Basis Bagi Pengembangan Usaha Perikanan Tangkap di Kabupaten Belitung 6 PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN TANGKAP BERBASIS KEWILAYAHAN 6.1 Urgensi Sektor Basis Bagi Pengembangan Usaha Perikanan Tangkap di Kabupaten Belitung Supaya tujuh usaha perikanan tangkap yang dinyatakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan memiliki luas perairan wilayah yang sangat besar. Luas perairan laut indonesia diperkirakan sebesar 5,4 juta km 2 dengan garis pantai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 143,5 mm/tahun dengan kelembaban 74% - 85%. Kecepatan angin pada musim

I. PENDAHULUAN. 143,5 mm/tahun dengan kelembaban 74% - 85%. Kecepatan angin pada musim I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kabupaten Aceh Singkil beriklim tropis dengan curah hujan rata rata 143,5 mm/tahun dengan kelembaban 74% - 85%. Kecepatan angin pada musim timur maksimum 15 knot, sedangkan

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 27 4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Geografis, Topografis dan Luas Wilayah Kabupaten Ciamis merupakan salah satu kota yang berada di selatan pulau Jawa Barat, yang jaraknya dari ibu kota Propinsi

Lebih terperinci

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN 92 IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN 4.1. Kota Bekasi dalam Kebijakan Tata Makro Analisis situasional daerah penelitian diperlukan untuk mengkaji perkembangan kebijakan tata ruang kota yang terjadi

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 28 4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Keadaan Geografis dan Perairan Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu adalah sebuah kabupaten administrasi di Provinsi DKI Jakarta dimana sebelumnya menjadi salah

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 44 4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Letak Geografis Selat Malaka Perairan Selat Malaka merupakan bagian dari Paparan Sunda yang relatif dangkal dan merupakan satu bagian dengan dataran utama Asia serta

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 27 4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Daerah Kota Serang 4.1.1 Letak geografis Kota Serang berada di wilayah Provinsi Banten yang secara geografis terletak antara 5º99-6º22 LS dan 106º07-106º25

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 31 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Gambaran Geografis Wilayah Secara astronomis, wilayah Provinsi Banten terletak pada 507 50-701 1 Lintang Selatan dan 10501 11-10607 12 Bujur Timur, dengan luas wilayah

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jakarta sebagai ibukota negara dan pusat pemerintahan sejak abad ke- 17 telah menjadi kota Bandar, karena memiliki posisi sangat strategis secara geopolitik dan geostrategis.

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 31 4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Kota Jakarta Utara Keadaan umum Kota Jakarta Utara dikemukakan dalam subbab 4.1.1 sampai dengan 4.1.3 di bawah ini ; meliputi keadaan geografis, keadaan

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 15 4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Keadaan Geografis dan Topografis Kabupaten Indramayu terletak di pesisir utara Pantai Jawa, dengan garis pantai sepanjang 114 km. Kabupaten Indramayu terletak pada

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia. Berdasarkan data PBB pada tahun 2008, Indonesia memiliki 17.508 pulau dengan garis pantai sepanjang 95.181 km, serta

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM. 4.1Keadaan umum Kabupaten Sukabumi

4 KEADAAN UMUM. 4.1Keadaan umum Kabupaten Sukabumi 16 4 KEADAAN UMUM 4.1Keadaan umum Kabupaten Sukabumi 4.1.1 Letak geografis Kabupaten Sukabumi berada di wilayah Provinsi Jawa Barat dengan jarak tempuh 96 km dari Kota Bandung dan 119 km dari Kota Jakarta.

Lebih terperinci

4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Kabupaten Sukabumi Secara geografis wilayah Kabupaten Sukabumi terletak di antara 6 o 57-7 o 25 Lintang Selatan dan 106 o 49-107 o 00 Bujur Timur dan mempunyai

Lebih terperinci

Gambar 10. Peta Jakarta dan Teluk Jakarta

Gambar 10. Peta Jakarta dan Teluk Jakarta IV. KONDISI UMUM WILAYAH STUDI 4.1. Kondisi Geografis Kota Jakarta merupakan dataran rendah dengan ketinggian rata-rata ± 7 meter di atas permukaan laut, terletak pada posisi 6 12' Lintang Selatan dan

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Kabupaten Serang 4.1.1 Letak geografis dan kondisi perairan pesisir Pasauran Serang Secara geografis Kabupaten Serang terletak pada koordinassi 5 5 6 21 LS dan 105

Lebih terperinci

4 KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 4 KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Daerah Penelitian Wilayah Banten berada pada batas astronomi 5º7 50-7º1 11 Lintang Selatan dan 105º1 11-106º7 12 Bujur Timur. Luas wilayah Banten adalah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki lautan yang lebih luas dari daratan, tiga per empat wilayah Indonesia (5,8 juta km 2 ) berupa laut. Indonesia memiliki lebih dari 17.500 pulau dengan

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Kabupaten Indramayu Kabupaten Indramayu secara geografis berada pada 107 52'-108 36' BT dan 6 15'-6 40' LS. Berdasarkan topografinya sebagian besar merupakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemberlakuan Otonomi Daerah yang diamanatkan melalui Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 yang termaktub pada pasal 117, yang berbunyi : "Ibukota Negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 20 4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Geografis, Letak Topografi dan Luas Sibolga Kota Sibolga berada pada posisi pantai Teluk Tapian Nauli menghadap kearah lautan Hindia. Bentuk kota memanjang

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM KABUPATEN KEPULAUAN ARU

IV. GAMBARAN UMUM KABUPATEN KEPULAUAN ARU 48 IV. GAMBARAN UMUM KABUPATEN KEPULAUAN ARU 4.1 Geografi dan Pemerintahan 4.1.1 Geografi Secara geografi Kabupaten Kepulauan Aru mempunyai letak dan batas wilayah, luas wilayah, topografi, geologi dan

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM. 25 o -29 o C, curah hujan antara November samapai dengan Mei. Setiap tahun

4 KEADAAN UMUM. 25 o -29 o C, curah hujan antara November samapai dengan Mei. Setiap tahun 4 KEADAAN UMUM 4.1 Keadaan Umum Kabupaten Banyuwangi 4.1.1 Keadaan geografis, topografis, iklim, dan penduduk 1) Geografis dan topografis Kabupaten Banyuwangi terletak diantara koordinat 7 o 43` 8 o 46`

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Letak Geografis Kabupaten Seram Bagian Timur memiliki luas wilayah 20.656.894 Km 2 terdiri dari luas lautan 14,877.771 Km 2 dan daratan 5,779.123 Km 2. Dengan luas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan sebuah negara kepulauan yang terdiri dari belasan ribu

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan sebuah negara kepulauan yang terdiri dari belasan ribu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan sebuah negara kepulauan yang terdiri dari belasan ribu pulau. Kenyataan ini memungkinkan timbulnya struktur kehidupan perairan yang memunculkan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 2 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Provinsi Kepulauan Bangka Belitung merupakan daerah kepulauan dengan luas wilayah perairan mencapai 4 (empat) kali dari seluruh luas wilayah daratan Provinsi Kepulauan

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Kabupaten Pandeglang 4.1.1 Keadaan geografis dan topografi Wilayah Kabupaten Pandeglang secara geografis terletak antara 6 21-7 10 Lintang Selatan dan

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak Geografis dan Luas Wilayah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung secara geografis terletak pada 104 0 50 sampai 109 0 30 Bujur Timur dan 0 0 50 sampai 4 0 10 Lintang

Lebih terperinci

BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN

BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN 2.1 Tujuan Penataan Ruang Dengan mengacu kepada Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, khususnya Pasal 3,

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 35 4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Kota Jakarta Utara 4.1.1 Letak geografis dan topografi Jakarta Utara Muara Angke berada di wilayah Jakarta Utara. Wilayah DKI Jakarta terbagi menjadi

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN aa 16 a aa a 4.1 Keadaan Geografis dan Topografis Secara geografis Kabupaten Indramayu terletak pada posisi 107 52' 108 36' BT dan 6 15' 6 40' LS. Batas wilayah Kabupaten

Lebih terperinci

ARAHAN LOKASI DAN STRATEGI PENGEMBANGAN TEMPAT PELELANGAN IKAN DI KAWASAN PESISIR UTARA KABUPATEN SIKKA NUSA TENGGARA TIMUR TUGAS AKHIR

ARAHAN LOKASI DAN STRATEGI PENGEMBANGAN TEMPAT PELELANGAN IKAN DI KAWASAN PESISIR UTARA KABUPATEN SIKKA NUSA TENGGARA TIMUR TUGAS AKHIR ARAHAN LOKASI DAN STRATEGI PENGEMBANGAN TEMPAT PELELANGAN IKAN DI KAWASAN PESISIR UTARA KABUPATEN SIKKA NUSA TENGGARA TIMUR TUGAS AKHIR Oleh : FRANSISKUS LAKA L2D 301 323 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN

Lebih terperinci

BUPATI PACITAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG

BUPATI PACITAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG BUPATI PACITAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA KELAUTAN DAN PERIKANAN

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 38 4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Daerah Jakarta Utara 4.1.1 Letak geografi dan keadaan topografi Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS) Nizam Zachman Jakarta terletak di Muara Baru. Kawasan

Lebih terperinci

Potensi Terumbu Karang Luwu Timur

Potensi Terumbu Karang Luwu Timur Potensi Terumbu Karang Luwu Timur Kabupaten Luwu Timur merupakan kabupaten paling timur di Propinsi Sulawesi Selatan dengan Malili sebagai ibukota kabupaten. Secara geografis Kabupaten Luwu Timur terletak

Lebih terperinci

BAB III Data Lokasi 3.1. Tinjauan Umum DKI Jakarta Kondisi Geografis

BAB III Data Lokasi 3.1. Tinjauan Umum DKI Jakarta Kondisi Geografis BAB III Data Lokasi 3.1. Tinjauan Umum DKI Jakarta 3.1.1. Kondisi Geografis Mengacu kepada Laporan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah Akhir Masa Jabatan 2007 2012 PemProv DKI Jakarta. Provinsi DKI Jakarta

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Babel) merupakan salah satu provinsi yang masih relatif muda. Perjuangan keras Babel untuk menjadi provinsi yang telah dirintis sejak

Lebih terperinci

Kimparswil Propinsi Bengkulu,1998). Penyebab terjadinya abrasi pantai selain disebabkan faktor alamiah, dikarenakan adanya kegiatan penambangan pasir

Kimparswil Propinsi Bengkulu,1998). Penyebab terjadinya abrasi pantai selain disebabkan faktor alamiah, dikarenakan adanya kegiatan penambangan pasir I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah pesisir merupakan wilayah yang memberikan kontribusi produksi perikanan yang sangat besar dan tempat aktivitas manusia paling banyak dilakukan; bahkan menurut

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Terumbu karang dan asosiasi biota penghuninya secara biologi, sosial ekonomi, keilmuan dan keindahan, nilainya telah diakui secara luas (Smith 1978; Salm & Kenchington

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Sumberdaya perikanan laut di berbagai bagian dunia sudah menunjukan

PENDAHULUAN. Sumberdaya perikanan laut di berbagai bagian dunia sudah menunjukan PENDAHULUAN Latar Belakang Sumberdaya perikanan laut di berbagai bagian dunia sudah menunjukan adanya kecenderungan menipis (data FAO, 2000) terutama produksi perikanan tangkap dunia diperkirakan hanya

Lebih terperinci

ARAH KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KONSEP MINAPOLITAN DI INDONESIA. Oleh: Dr. Sunoto, MES

ARAH KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KONSEP MINAPOLITAN DI INDONESIA. Oleh: Dr. Sunoto, MES ARAH KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KONSEP MINAPOLITAN Potensi dan Tantangan DI INDONESIA Oleh: Dr. Sunoto, MES Potensi kelautan dan perikanan Indonesia begitu besar, apalagi saat ini potensi tersebut telah ditopang

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Posisi Geografis dan Kondisi Perairan Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu terdiri atas dua kecamatan, yaitu Kecamatan Kepulauan Seribu Utara dan Kecamatan Kepulauan

Lebih terperinci

ANALISIS KEBUTUHAN ENERGI UNTUK SEKTOR PERIKANAN DI PROVINSI GORONTALO

ANALISIS KEBUTUHAN ENERGI UNTUK SEKTOR PERIKANAN DI PROVINSI GORONTALO Perencanaan Energi Provinsi Gorontalo 2000-2015 ANALISIS KEBUTUHAN ENERGI UNTUK SEKTOR PERIKANAN DI PROVINSI GORONTALO Hari Suharyono Abstract Gorontalo Province has abundace fishery sources, however the

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dimana pada daerah ini terjadi pergerakan massa air ke atas

TINJAUAN PUSTAKA. dimana pada daerah ini terjadi pergerakan massa air ke atas TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Pustaka Wilayah laut Indonesia kaya akan ikan, lagi pula sebagian besar merupakan dangkalan. Daerah dangkalan merupakan daerah yang kaya akan ikan sebab di daerah dangkalan sinar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Potensi perikanan laut meliputi perikanan tangkap, budidaya laut dan

I. PENDAHULUAN. Potensi perikanan laut meliputi perikanan tangkap, budidaya laut dan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Potensi perikanan laut meliputi perikanan tangkap, budidaya laut dan industri bioteknologi kelautan merupakan asset yang sangat besar bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia,

Lebih terperinci

2.1 Gambaran Umum Provinsi Kalimantan Timur A. Letak Geografis dan Administrasi Wilayah

2.1 Gambaran Umum Provinsi Kalimantan Timur A. Letak Geografis dan Administrasi Wilayah 2.1 Gambaran Umum Provinsi Kalimantan Timur A. Letak Geografis dan Administrasi Wilayah Provinsi Kalimantan Timur dengan ibukota Samarinda berdiri pada tanggal 7 Desember 1956, dengan dasar hukum Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI

BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI 2.1 Geografis dan Administratif Sebagai salah satu wilayah Kabupaten/Kota yang ada di Provinsi Jawa Tengah, Kabupaten Kendal memiliki karakteristik daerah yang cukup

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Kabupaten Bekasi Secara administratif Kabupaten Bekasi termasuk salah satu Kabupaten di Propinsi Jawa Barat yang berbatasan langsung dengan DKI Jakarta.

Lebih terperinci

Indonesia merupakan negara kepulauan dan maritim yang. menyimpan kekayaan sumber daya alam laut yang besar dan. belum di manfaatkan secara optimal.

Indonesia merupakan negara kepulauan dan maritim yang. menyimpan kekayaan sumber daya alam laut yang besar dan. belum di manfaatkan secara optimal. A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan dan maritim yang memiliki lebih dari 17.508 pulau dan garis pantai sepanjang 81.000 km. Hal ' ini menjadikan Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar

Lebih terperinci

BAB III KONDISI EKSISTING DKI JAKARTA

BAB III KONDISI EKSISTING DKI JAKARTA BAB III KONDISI EKSISTING DKI JAKARTA Sejalan dengan tingginya laju pertumbuhan penduduk kota Jakarta, hal ini berdampak langsung terhadap meningkatnya kebutuhan air bersih. Dengan meningkatnya permintaan

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 21 4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Daerah Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Palabuhanratu Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Palabuhanratu terletak di Kecamatan Palabuhanratu yang

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM WILAYAH

IV. KONDISI UMUM WILAYAH 29 IV. KONDISI UMUM WILAYAH 4.1 Kondisi Geografis dan Administrasi Jawa Barat secara geografis terletak di antara 5 50-7 50 LS dan 104 48-104 48 BT dengan batas-batas wilayah sebelah utara berbatasan dengan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Kabupaten Buton diperkirakan memiliki luas sekitar 2.509,76 km 2, dimana 89% dari luas wilayah tersebut merupakan perairan laut. Secara geografis Kabupaten Buton terletak

Lebih terperinci

4 KONDISI UMUM KABUPATEN HALMAHERA UTARA

4 KONDISI UMUM KABUPATEN HALMAHERA UTARA 4 KONDISI UMUM KABUPATEN HALMAHERA UTARA 4.1 Gambaran Umum Kecamatan Tobelo 4.1.1 Kondisi kewilayahan Kecamatan Tobelo 1) Letak geografis Kabupaten Halmahera Utara terletak pada posisi koordinat 0 o 40

Lebih terperinci

4 TINJAUAN UMUM PERIKANAN TANGKAP DI MALUKU

4 TINJAUAN UMUM PERIKANAN TANGKAP DI MALUKU 4 TINJAUAN UMUM PERIKANAN TANGKAP DI MALUKU 4.1 Provinsi Maluku Dengan diberlakukannya Undang-Undang RI Nomor 46 tahun 1999 tentang pemekaran wilayah Provinsi Maluku menjadi Provinsi Maluku Utara dan Provinsi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengelolaan perikanan di Indonesia secara umum bersifat terbuka (open access), sehingga nelayan dapat dengan leluasa melakukan kegiatan penangkapan di wilayah tertentu

Lebih terperinci

Tabel 7. Luas wilayah tiap-tiap kabupaten di Provinsi Jawa Barat. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Tabel 7. Luas wilayah tiap-tiap kabupaten di Provinsi Jawa Barat. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. 1. Kondisi Geografis Wilayah Provinsi Jawa Barat Provinsi Jawa Barat secara geografis terletak antara 5 54' - 7 45' LS dan 106 22' - 108 50 BT dengan areal seluas 37.034,95

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM PROVINSI JAMBI. Undang-Undang No. 61 tahun Secara geografis Provinsi Jambi terletak

IV. GAMBARAN UMUM PROVINSI JAMBI. Undang-Undang No. 61 tahun Secara geografis Provinsi Jambi terletak IV. GAMBARAN UMUM PROVINSI JAMBI 4.1 Keadaan Umum Provinsi Jambi secara resmi dibentuk pada tahun 1958 berdasarkan Undang-Undang No. 61 tahun 1958. Secara geografis Provinsi Jambi terletak antara 0º 45

Lebih terperinci

3 DESKRIPSI UMUM DAERAH PENELITIAN

3 DESKRIPSI UMUM DAERAH PENELITIAN 38 3 DESKRIPSI UMUM DAERAH PENELITIAN 3.1 Kondisi Geografis Daerah Penelitian Kabupaten Situbondo merupakan salah satu Kabupaten di Jawa Timur yang dikenal dengan daerah wisata pantai Pasir Putih dan cagar

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Perikanan Tangkap 4.1.1 Armada Kapal Perikanan Kapal penangkapan ikan merupakan salah satu faktor pendukung utama dalam melakukan kegiatan penangkapan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI PENYEMPURNAAN RANCANGAN RTR KAWASAN STRATEGIS PANTURA JAKARTA

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI PENYEMPURNAAN RANCANGAN RTR KAWASAN STRATEGIS PANTURA JAKARTA BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI PENYEMPURNAAN RANCANGAN RTR KAWASAN STRATEGIS PANTURA JAKARTA 5.1. KESIMPULAN Kawasan Strategis Pantai Utara yang merupakan Kawasan Strategis Provinsi DKI Jakarta sesuai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam 10 tahun terakhir, jumlah kebutuhan ikan di pasar dunia semakin meningkat, untuk konsumsi dibutuhkan 119,6 juta ton/tahun. Jumlah tersebut hanya sekitar 40 %

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki potensi sumber daya alam

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki potensi sumber daya alam 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki potensi sumber daya alam yang melimpah, di mana sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai petani.

Lebih terperinci

VIII. KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN MANGROVE BERKELANJUTAN Analisis Kebijakan Pengelolaan Hutan Mangrove

VIII. KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN MANGROVE BERKELANJUTAN Analisis Kebijakan Pengelolaan Hutan Mangrove VIII. KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN MANGROVE BERKELANJUTAN 8.1. Analisis Kebijakan Pengelolaan Hutan Mangrove Pendekatan AHP adalah suatu proses yang dititikberatkan pada pertimbangan terhadap faktor-faktor

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU

IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU 4.1 Kondisi Geografis Secara geografis Provinsi Riau membentang dari lereng Bukit Barisan sampai ke Laut China Selatan, berada antara 1 0 15 LS dan 4 0 45 LU atau antara

Lebih terperinci

5 KEADAAN PERIKANAN TANGKAP KECAMATAN MUNDU KABUPATEN CIREBON

5 KEADAAN PERIKANAN TANGKAP KECAMATAN MUNDU KABUPATEN CIREBON 28 5 KEADAAN PERIKANAN TANGKAP KECAMATAN MUNDU KABUPATEN CIREBON Perikanan tangkap di Kabupaten Cirebon memiliki prasarana perikanan seperti pangkalan pendaratan ikan (PPI). Pangkalan pendaratan ikan yang

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 61 4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Kondisi Geografis 4.1.1 Kota Ambon Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 1979, luas Kota Ambon adalah 377 Km 2 atau 2/5 dari luas wilayah Pulau Ambon.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bab I Pendahuluan

BAB I PENDAHULUAN. Bab I Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN 1.1. TINJAUAN UMUM Drainase merupakan prasarana suatu kawasan, daerah, atau kota yang berfungsi untuk mengendalikan dan mengalirkan limpasan air hujan yang berlebihan dengan aman, juga

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam

1. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam 1 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam perekonomian nasional melalui pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB), perolehan devisa,

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI. Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37 -

IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI. Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37 - IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI 4.1 Kondisi Geografis Kota Dumai merupakan salah satu dari 12 kabupaten/kota di Provinsi Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37-101 o 8'13

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk dan kebutuhan akan bahan pangan dan gizi yang lebih baik, permintaan ikan terus meningkat dari tahun ke tahun. Permintaan ikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan

BAB I PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, yang memiliki ± 18.110 pulau dengan garis pantai sepanjang 108.000 km, serta

Lebih terperinci

7 PEMBAHASAN 7.1 Pemilihan Teknologi Perikanan Pelagis di Kabupaten Banyuasin Analisis aspek biologi

7 PEMBAHASAN 7.1 Pemilihan Teknologi Perikanan Pelagis di Kabupaten Banyuasin Analisis aspek biologi 7 PEMBAHASAN 7.1 Pemilihan Teknologi Perikanan Pelagis di Kabupaten Banyuasin Teknologi penangkapan ikan pelagis yang digunakan oleh nelayan Sungsang saat ini adalah jaring insang hanyut, rawai hanyut

Lebih terperinci

4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Lokasi Penelitian Perairan Palabuhanratu terletak di sebelah selatan Jawa Barat, daerah ini merupakan salah satu daerah perikanan yang potensial di Jawa

Lebih terperinci