BAB I PENDAHULUAN I-1 A. LATAR BELAKANG.
|
|
- Yandi Darmali
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Pada pengangkutan barang melalui laut, pengangkut mempunyai kewajiban dan tanggung jawab untuk melindungi dan menjamin keamanan serta keselamatan muatan selama dalam kekuasaannya. Jika dalam pengangkutan barang khususnya muatan barang berbahaya melalui laut terjadi kecelakaan akibat terbakarnya muatan barang berbahaya tersebut, maka akan timbul permasalahan siapa yang harus bertanggungjawab terhadap kerugian/ kerusakan muatan serta kapalnya. Dalam menentukan siapa yang harus bertanggung jawab harus dilihat apakah pengangkut sudah memenuhi segala kewajibannya atau belum dan untuk dapat mengetahui hal itu terlebih dahulu harus melihat peraturan-peraturan yang mengatur mengenai tanggung jawab tersebut. Indonesia memiliki peraturan mengenai pangangkutan barang berbahaya melalui laut yang diatur dalam Undang-Undang No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran dan dalam Keputusan Menteri No. KM 02 Tahun Pengangkutan barang berbahaya melalui laut memerlukan penanganan khusus, seperti dari kemasan, penyimpanan dan persyaratan jenis kapal untuk mengangkut barang berbahaya. Sebagai contoh barang-barang berbahaya harus dimuat, disimpan dan diikatdengan aman dan benar sesuai dengan sifat barang-barang tersebut. Barang-barang yang tidak dapat digabung harus dipisahkan satu dengan lainnya. Barang yang mudah meledak (kecuali amunisi) yang beresiko tinggi harus disimpan dalam gudang khusus yang harus senantiasa terjaga dalam kendaraan tertutup selama di laut. Kapal yang mengangkut cairan atau gas yang mudah terbakar sarana pencegahan khusus harus disiapkan bila diperlukan untuk mencegah kebakaran atau ledakan. Berkaitan dengan hal tersebut diatas, maka perlu dilakukan studi peningkatan penanganan pengangkutan barang berbahaya di sektor transportasi laut yang bertujuan untuk menjaga keselamatan dan keamanan pengangkut, barang yang diangkut dan keamanan penyimpanan. Kebutuhan peraturan mengenai pengangkutan barang berbahaya mulai dipenuhi dalam Konvensi Internasional SOLAS (Safety of Life at Sea = Keselamatan Jiwa di Laut) I-1
2 1. Keputusan Menteri Perhubungan No. KM 17 Tahun 2000 telah ditetapkan Pedoman Penanganan Barang Berbahaya dalam kegiatan Pelayaran di Indonesia telah diatur berdasarkan ketentuan IMDG Code; 2. Keputusan Komite Keselamatan Maritim (Maritime Safety Committee Resolution) MSC Res ~ telah dilakukan Amandemen terhadap International Maritime Dangerous Goods Code/ IMDG Code dengan Amandemen (lmdg Code 2008); 3. Merubah Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM. 17 Tahun 2000 tentang Pedoman Penanganan Bahan/ Barang Berbahaya Dalam Kegiatan Pelayaran di Indonesia dengan Peraturan Menteri Perhubungan; Memutuskan dan Menetapkan Peraturan Menteri Perhubungan Tentang Perubahan atas Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 17 TAHUN 2000 Tentang Pedoman Penanganan Bahan/ Barang Berbahaya Dalam Kegiatan Pelayaran di Indonesia pada Pasal l diantara Pasal 1 dan Pasal 2 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 1 A sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 1 A (1) Menunjuk Direktur Jenderal Perhubungan Laut sebagai Otoritas yang berkompeten (Competent Authority) dalam pelaksanaan peraturan Internasional tentang Pengangkutan Barang Berbahaya melalui laut (International Maritime Dangerous Goods/ IMDG Code 2008) di wilayah Perairan Indonesia. (2) Direktur Jenderal Perhubungan Laut dalam melaksanakan tugasnya sebagai Otoritas yang berkompeten (Competent Authority) sebagaimana dimaksud pada ayat (1), mempunyai wewenang: a. menyelenggarakan dan menetapkan persyaratan pelatihan penanganan barang berbahaya; b. menetapkan klasifikasi barang berbahaya; c. mengesahkan kemasan barang berbahaya; d. memberikan pengesahan terhadap persyaratan tertentu dari IMDG Code 2008; e. memberikan pembebasan terhadap persyaratan dari IMD Code I-2
3 (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan wewenang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Laut. Merupakan wujud pembaharuan dan perubahan mendasar pada bidang peningkatan penanganan pengangkutan barang berbahaya di bidang pelayaran dan perwujudan pelayanan transportasi yang aman, efektif dan selamat. Sasaran yang ingin dicapai adalah sistem, proses dan prosedur kerja yang jelas, aman, efektif, terukur, sesuai dengan prinsip prinsip Keselamatan Jiwa di Laut (Safety of Life at Sea) dan International Maritime Dangerous Goods- Code (IMDG-Code) serta Ketentuan di pelabuhan laut; Reeden Reglement 1926, Petroleum Vervoer Ordonante STBL 1927 no.234 yaitu: 1. Persyaratan pengangkutan barang berbahaya 2. Klasifikasi dan pengepakan 3. Pemberian tanda, lebel & plakat (marking, labeling and placarding) 4. Dokumen-dokumen dan persyaratan pemadatan 5. Muatan eksplosif di kapal-kapal penumpang (Explosive in passenger ships) 6. Memahami sifat barang berbahaya 7. Sifat kimia barang berbahaya 8. Mengenal bahan kimia beracun 9. Marine pollutants, radioactive dan waste material 10. Persyaratan pengepakan dan tangki-tangki 11. Pengepakan untuk mengantisipasi mengantisipasi gerakan kapal/ alat angkut 12. Ketentuan pemisahan barang berbahaya di kapal barang konvesional, kapal pengangkut peti kemas, kapal roll on/ roll of (RoRo), kapal-kapal jenis lain. 13. Kewajiban perusahaan pelayaran 14. Sistem dan prosedur barang berbahaya di pelabuhan 15. Sistem dan prosedur barang berbahaya di UTPK 16. Dangerous goods information system (DGIS) I-3
4 17. Penanggulangan bahaya kebakaran dan kebocoran barang berbahaya 18. Tindakan darurat dan diagnosis Sebagai tindak lanjut dalam mendukung kinerja pengelola pelabuhan di bidang transportasi laut untuk meningkatkan pelayanan penanganan pengakutan barang berbahaya maka perlu peningkatan kompetensi petugas, mengefektifkan dan keselamatan waktu pelayanan penanganan pengangkutan barang berbahaya di pelabuhan laut. Berkaitan dengan hal tersebut di atas, maka dalam rangka meningkatkan penanganan pengangkutan barang berbahaya di bidang pelayaran, maka perlu dilakukan Studi Peningkatan Penanganan Pengangkutan Barang Berbahaya di Bidang Pelayaran. B. RUMUSAN MASALAH Bertolak dari latar belakang studi, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut 1. Bagaimana gambaran umum pelaksanaan penanganan pengangkutan barang berbahaya di bidang pelayaran. 2. Bagaimana penerapan prosedur baku dalam penanganan pengangkutan barang berbahaya di bidang pelayaran. 3. Bagaimana pelaksanaan pelatihan dan penetapan kompetensi petugas penanganan barang berbahaya di bidang pelayaran. 4. Kemungkinan terbaik peningkatan penanganan pengangkutan barang berbahaya di bidang Pelayaran. C. RUANG LINGKUP DAN BATASAN KEGIATAN. 1. Ruang Lingkup Kegiatan a. Inventarisasi peraturan perundangan terkait pengangkutan dengan barang berbahaya baik nasional maupun Internasional. b. Identifikasi dan inventarisasi jenis barang berbahaya; c. Identifikasi dan inventarisasi jenis kemasan untuk pengangkutan barang berbahaya. d. Identifikasi dan inventarisasi persyaratan jenis kapal yang dapat digunakan untuk angkutan barang berbahaya; I-4
5 e. Identifikasi dan inventarisasi konsep-konsep pengangkutan laut; f. Identifikasi kondisi eksisting penanganan barang berbahaya melalui laut; g. Identifikasi kendala yang dihadapi dalam pengangkutan barang berbahaya; h. Analisis kelemahan penanganan barang berbahaya melalui laut dilihat dari kondisi eksisting; i. Analisis kebutuhan peningkatan penanganan pengangkutan barang berbahaya di sektor transportasi laut dilihat dari aspek prasarana, SDM, sistem dan prosedur serta pengawasan. j. Rekomendasi. KESIMPULAN dan SARAN 2. Batasan Kegiatan Menyusun konsep peningkatan penanganan pengangkutan barang berbahaya di sektor transportasi laut A. MAKSUD DAN TUJUAN 1. Maksud studi untuk melakukan evaluasi terhadap kondisi penangangan pengangkutanbarang berbahaya melalui laut saat ini. 2. Tujuan studi adalah tersusunnya konsep peningkatan penanganan pengangkutan barang berbahaya melalui laut. E. SISTEMATIKA STUDI Dalam penyusunan studi ini akan diuraikan secara singkat mengenai pembagian bab per bab, sehingga akan mudah memahami isi dan masalah yang dibahas. Untuk gambaran lebih jelasnya dipersiapkan dalam 5 (lima) bab, sebagai berikut: BAB I PENDAHULUAN Dalam bab ini dikemukakan mengenai latar belakang masalah, alasan pelaksanaan studi, kegiatan yang akan dilaksanakan, maksud dan tujuan penelitian, sistematika penelitian. I-5
6 BAB II BAB III BAB IV BAB V BAB VI TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini akan dikemukan secara sistematis kajian teoritis dan konsep, kajian sebelumnya, kerangka konseptual dan definisi dan istilah yang berhubungan dengan rumusan permasalahan penanganan pengankutan barang berbahaya dibidang pelayaran METODOLOGI PENELITIAN Dalam bab ini akan dijelaskan rancangan kajian, lokasi dan waktu, populasi dan teknik sampel, instrumen pengumpulan data, definisi operasional dan teknik analisis data yang terkait dengan ruang lingkup kajian penanganan pengankutan barang berbahaya dibidang pelayaran. DATA DAN INFORMASI Dalam bab ini menjelaskan data dan informasi sarana, prasarana dan petugas pelaksana penanganan barang berbahaya di bidang pelayaran setiap lokasi survei ANALISIS DAN PEMBAHASAN Dalam bab ini dikemukakan analisia dan pembahasan dari rumuan permasalahan yang mengerucut menjadi penyusunan konsep prosedur penanganan pengakutan barang berbahaya aman, efektif dan selamat untuk penyelenggaraan transportasi laut KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Dalam bab ini disajikan kesimpulan dan rekomendasi yang hasil analisis dan pembahasan yang tertuang pada Bab V sesuai rumusan masalah pada Bab I studi ini. I-6
PENDAHULUAN LATAR BELAKANG
PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Indonesia sebagai negara yang terdiri dari ribuan pulau dan memiliki wilayah laut yang sangat luas maka salah satu moda transportasi yang sangat diperlukan adalah angkutan
Lebih terperinciDrs. Eko Hariyadi Budiyanto, Ak.MM.Msc Raja Oloan Saut Gurning, ST.Msc.CMarTech.GMRINA.MIMarEST Penerbit : PT. Andhika Prasetya Ekawahana
Drs. Eko Hariyadi Budiyanto, Ak.MM.Msc Raja Oloan Saut Gurning, ST.Msc.CMarTech.GMRINA.MIMarEST Penerbit : PT. Andhika Prasetya Ekawahana IMDG CODE Seri: Manajemen Pelabuhan Drs. Eko Hariyadi Budiyanto,
Lebih terperinci2 2. Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 1998 tentang Pemeriksaan Kecelakaan Kapal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 1, Tambahan Lem
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 272, 2015 KEMENHUB. Keselamatan Pelayaran. Standar. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 20 TAHUN 2015 TENTANG STANDAR KESELAMATAN PELAYARAN DENGAN
Lebih terperinciPEDOMAN PENYELENGGARAAN DIKLAT KETERAMPILAN KHUSUS PELAUT INTERNATIONAL MARITIME DANGEROUS GOODS (IMDG) CODE
Lampiran XLI Peraturan Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Perhubungan Nomor : SK.2162/HK.208/XI/Diklat-2010 Tanggal : 16 November 2010 PEDOMAN PENYELENGGARAAN DIKLAT KETERAMPILAN KHUSUS PELAUT
Lebih terperinciLaporan Akhir Studi Penyusunan Kebutuhan Norma, Standar, Pedoman, dan Kriteria (NSPK)di Bidang Pelayaran KATA PENGANTAR
KATA PENGANTAR Undang Undang 17 tahun 2008 tentang Pelayaran, dalam ketentuan umum dinyatakan bahwa keselamatan dan keamanan pelayaran adalah suatu keadaan terpenuhinya persyaratan keselamatan dan keamanan
Lebih terperinci[Standar Pelayanan Minimum KM. Andalus] 1
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, dijelaskan dalam pasal 1 poin 36 bahwa kapal adalah kendaraan air dengan bentuk
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.879, 2012 KEMENTERIAN PERHUBUNGAN. Manajemen Keselamatan kapal. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 45 TAHUN 2012 TENTANG MANAJEMEN KESELAMATAN
Lebih terperinciLampiran III MARPOL 73/78 PERATURAN TENTANG PENCEGAHAN PENCEMARAN OLEH BAHAN BAHAN BERBAHAYA YANG DIANGKUT MELALUI LAUT DALAM BENTUK KEMASAN
Lampiran III MARPOL 73/78 PERATURAN TENTANG PENCEGAHAN PENCEMARAN OLEH BAHAN BAHAN BERBAHAYA YANG DIANGKUT MELALUI LAUT DALAM BENTUK KEMASAN Peraturan 1 Penerapan 1 Kecuali secara tegas ada ketentuan lain,peraturan
Lebih terperinciBAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN 1. Kriteria Pelabuhan yang Dapat Diusahakan Secara Komersial dan Non Komersial a. Kriteria Pelabuhan yang Dapat Diusahakan Secara Komersial 1) Memiliki fasilitas
Lebih terperinci1 PENDAHULUAN Latar Belakang
1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai negara kepulauan (Archipelagic State) memiliki lebih kurang 17.500 pulau, dengan total panjang garis pantai mencapai 95.181 km
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. terletak pada lokasi yang strategis karena berada di persilangan rute perdagangan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang memiliki lebih dari 17.000 pulau dengan dua pertiga wilayahnya adalah perairan dan terletak pada lokasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Seiring dengan perkembangan dunia yang menuntut kemajuan IPTEK
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring dengan perkembangan dunia yang menuntut kemajuan IPTEK disegala kebutuhannya, IPTEK berkembang dengan pesat hampir di seluruh negara. Dari negara maju sampai
Lebih terperinciTechnical Information
Technical Information No. : 079 2016 19 Desember 2016 Kepada : Semua Pihak yang Berkepentingan Perihal : Instrumen Wajib IMO yang mulai berlaku pada Ringkasan Informasi Teknik ini berisi informasi mengenai
Lebih terperinciRANCANGAN KRITERIA DI BIDANG TRANSPORTASI LAUT PENETAPAN KRITERIA PEMERIKSA DAN PENGUJI KESELAMATAN DAN KEAMANAN KAPAL
PENETAPAN KRITERIA PEMERIKSA DAN PENGUJI KESELAMATAN DAN KEAMANAN KAPAL LAMPIRAN 8 i DAFTAR ISI 1. Ruang Lingkup 2. Acuan 3. Istilah dan Definisi 4. Persyaratan 4.1. Persyaratan Utama 4.2. Kompetensi Marine
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1298, 2013 KEMENTERIAN PERHUBUNGAN. Pelabuhan Tegal. Jawa Tengah. Rencana Induk. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 89 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2012 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION MARITIME SEARCH AND RESCUE, 1979 WITH ANNEX AND 1998 AMENDMENTS TO THE INTERNATIONAL CONVENTION ON
Lebih terperinciISPS CODE Seri: Manajemen Pelabuhan
Seri: Manajemen Pelabuhan Drs. Eko Hariyadi Budiyanto, Ak.MM.Msc Raja Oloan Saut Gurning, ST.Msc.CMarTech.GMRINA.MIMarEST Penerbit : PT. Andhika Prasetya Ekawahana Seri - Manajemen Pelabuhan Oleh : - Drs.
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. yang mengalami kecelakaan di perairan Indonesia koordinasi terhadap
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Dari hasil penelitian yang telah penulis lakukan serta dengan melakukan analisa terhadap hasil penelitian tersebut, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan yaitu : 1. Imigran
Lebih terperinciASSALAMU ALAIKUM WARAHMATULLAHI WABAROKATUH SALAM SEJAHTERA BAGI KITA SEMUA,
SAMBUTAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT PADA ACARA ROUNDTABLE DISCUSSION DENGAN TEMA PENGANGKUTAN BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN (B3) YANG LAIK SECARA TEKNIS DAN AMAN BAGI LINGKUNGAN Surabaya, 15-16
Lebih terperinci2017, No Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2009 tentang Kepelabuhanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 151, Tambahan L
No.394, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENHUB. Terminal Khusus. Terminal untuk Kepentingan Sendiri. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 20 TAHUN 2017 TENTANG
Lebih terperinci2016, No kepelabuhanan, perlu dilakukan penyempurnaan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 51 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Pelabuhan L
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1867, 2016 KEMENHUB. Pelabuhan Laut. Penyelenggaraan. Perubahan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 146 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. merupakan kekayaan yang luar biasa bagi bangsa Indonesia. 1
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia sebagai negara maritim terbesar di dunia, yang memiliki lebih dari 17.000 (tujuh belas ribu) pulau yang membentang dari 6 LU sampai 11 LS dan 92 BT sampai
Lebih terperinciby Sanoesi Setrodjijo jj 10/17/2010 San Set 1 SOLAS : the International Convention for the Safety of Life at Sea, 1974 Latar belakang : Terjadinya suatu kecelakaan k kapal, yaitu tenggelamnya S.S. TITANIC
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM. 84 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA INDUK PELABUHAN LINAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM. 84 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA INDUK PELABUHAN LINAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA, Membaca : 1. surat
Lebih terperinciKATA PENGANTAR. Jakarta, Nopember 2013 PT. Qorina Konsultan Indonesia. Tim Pelaksana
KATA PENGANTAR Puji syukur selalu kita panjatkan kehadhirat Allah SWT dimana Tim Konsultan Studi Peningkatan Penanganan Pengangkutan Barang Berbahaya di bidang Pelayaran telah menyelesaikan Laporan Akhir
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.633, 2015 KEMENHUB. Angkutan Penyeberangan. Penyelenggaraan. Perubahan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 80 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.363, 2013 KEMENTERIAN PERHUBUNGAN. Pelabuhan. Tanjung Balai Karimun. Rencana Induk. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 17 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA
Lebih terperinci2 Tahun 2009 Nomor 151, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5070); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2010 tentang Kenavigasian (Lemb
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.216, 2015 KEMENHUB. Penyelenggara Pelabuhan. Pelabuhan. Komersial. Peningkatan Fungsi. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 23 TAHUN 2015 TENTANG
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
No.118, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERHUBUNGAN. Penyelenggaraan. Pengusahaan. Angkutan Multimoda. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM. 8 TAHUN 2012 TENTANG
Lebih terperinciKEBIJAKAN SEKTOR PERHUBUNGAN DALAM RANGKA PENGANGKUTAN LIMBAH B3
KEBIJAKAN SEKTOR PERHUBUNGAN DALAM RANGKA PENGANGKUTAN LIMBAH B3 disampaikan oleh : Kepala Pusat Kajian Kemitraan dan Pelayanan Jasa Transportasi Kementerian Perhubungan dalam acara : Sosialisasi Kebijakan
Lebih terperinciP E N J E L A S A N ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG ANGKUTAN MULTIMODA
P E N J E L A S A N ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG I. UMUM ANGKUTAN MULTIMODA Angkutan multimoda (Multimodal Transport) adalah angkutan barang dengan menggunakan
Lebih terperinciSTATUS REKOMENDASI KESELAMATAN SUB KOMITE INVESTIGASI KECELAKAAN PELAYARAN KOMITE NASIONAL KESELAMATAN TRANSPORTASI. Penerima Receiver.
STATUS REKOMENDASI KESELAMATAN SUB KOMITE INVESTIGASI KECELAKAAN PELAYARAN KOMITE NASIONAL KESELAMATAN TRANSPORTASI Investigasi Investigation Tanggal Kejadian Date of Occurrence Sumber Source Tanggal Dikeluarkan
Lebih terperinci1998 Amandments to the International Convention on Maritime Search and Rescue, 1979 (Resolution MCS.70(69)) (Diadopsi pada tanggal 18 Mei 1998)
1998 Amandments to the International Convention on Maritime Search and Rescue, 1979 (Resolution MCS.70(69)) (Diadopsi pada tanggal 18 Mei 1998) Adopsi Amandemen untuk Konvensi Internasional tentang Pencarian
Lebih terperinciKONVENSI INTERNASIONAL TENTANG PENCARIAN DAN PERTOLONGAN MARITIM, 1979 (Hamburg, 27 April 1979)
KONVENSI INTERNASIONAL TENTANG PENCARIAN DAN PERTOLONGAN MARITIM, 1979 (Hamburg, 27 April 1979) PARA PIHAK DALAM KONVENSI MEMPERHATIKAN arti penting yang tercantum dalam beberapa konvensi mengenai pemberian
Lebih terperincipres-lambang01.gif (3256 bytes)
pres-lambang01.gif (3256 bytes) Menimbang Mengingat PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2002 TENTANG HAK DAN KEWAJIBAN KAPAL DAN PESAWAT UDARA ASING DALAM MELAKSANAKAN HAK LINTAS ALUR
Lebih terperinciPRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2002 TENTANG HAK DAN KEWAJIBAN KAPAL DAN PESAWAT UDARA ASING DALAM MELAKSANAKAN HAK LINTAS ALUR LAUT KEPULAUAN MELALUI ALUR LAUT KEPULAUAN YANG DITETAPKAN
Lebih terperinciKeputusan Menteri Perhubungan No. 86 Tahun 1990 Tentang : Pencegahan Pencemaran Oleh Minyak Dari Kapal-Kapal
Keputusan Menteri Perhubungan No. 86 Tahun 1990 Tentang : Pencegahan Pencemaran Oleh Minyak Dari Kapal-Kapal MENTERI PERHUBUNGAN Menimbang : a. bahwa dalam rangka melindungi kelestarian lingkungan laut
Lebih terperinci2015, No ruang wilayah Kabupaten Manggarai Barat sebagaimana yang direkomedasikan oleh Bupati Manggarai Barat melalui surat Nomor BU.005/74/IV
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1764, 2015 KEMENHUB. Pelabuhan. Labuan Bajo. NTT. Rencana Induk PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 183 TAHUN 2015 TENTANG RENCANA INDUK PELABUHAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Indonesia adalah negara kepulauan (archipelagic state) terbesar di dunia, terdiri dari 17.508 pulau yang tersebar di seluruh wilayah, 2/3 bagian wilayahnya merupakan
Lebih terperinciNo Undang Nomor 17 tahun 2008 tentang Pelayaran, Pasal 369 Undang- Undang Nomor 1 tahun 2009 tentang Penerbangan, dan Undang- Undang Nomor 22
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No. 5448 TRANSPORTASI. Darat. Laut. Udara. Kecelakaan. Investigasi. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 156) PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH
Lebih terperinciRANCANGAN KRITERIA KLASIFIKASI PELAYANAN PELABUHAN
RANCANGAN KRITERIA KLASIFIKASI PELAYANAN PELABUHAN LAMPIRAN 1 i DAFTAR ISI 1. Ruang Lingkup 2. Acuan 3. Istilah dan Definisi 4. Persyaratan 4.1. Kriteria dan Variabel Penilaian Pelabuhan 4.2. Pengelompokan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. teknologi sederhana atau tradisional menjadi teknologi maju dan sangat maju. dari segi modal maupun sumber daya manusia.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam perkembangan dunia industri saat ini mendorong berbagai teknologi sederhana atau tradisional menjadi teknologi maju dan sangat maju. Semakin tinggi teknologi yang
Lebih terperinciBAB III PROFIL PERUSAHAAN. Lembaga non struktural di lingkungan Departemen Perhubungan.Melakukan
18 BAB III PROFIL PERUSAHAAN 3.1 Sejarah Perusahaan KNKT berdasarkan : Keputusan Presiden nomor 105 tahun 1999 Bab I Psl 1 ayat (1) Lembaga non struktural di lingkungan Departemen Perhubungan.Melakukan
Lebih terperinciPRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Copyright (C) 2000 BPHN PP 37/2002, HAK DAN KEWAJIBAN KAPAL DAN PESAWAT UDARA ASING DALAM MELAKSANAKAN HAK LINTAS ALUR LAUT KEPULAUAN MELALUI ALUR LAUT KEPULAUAN YANG DITETAPKAN *39678 PERATURAN PEMERINTAH
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.633, 2012 KEMENTERIAN PERHUBUNGAN. Pelabuhan. Tanjung Priok. Rencana Induk. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 38 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA INDUK
Lebih terperinciLEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 220, 2015 KEUANGAN. PPN. Jasa Kepelabuhanan. Perusahaan Angkutan Laut. Luar Negeri. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5742). PERATURAN
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1522,2013 KEMENTERIAN PERHUBUNGAN. Pelabuhan Makassar. Sulawesi Selatan. Rencana Induk. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 92 TAHUN 2013 TENTANG
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara yang dikenal sebagai negara maritim yang sebagian besar luas wilayahnya merupakan perairan dan terdiri atas pulau pulau. Oleh sebab itu
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA NOMOR 05 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH DI PELABUHAN
PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA NOMOR 05 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH DI PELABUHAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam upaya
Lebih terperinci2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 64, Tambahan L
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.965, 2016 KEMENHUB. Terminal Khusus. Terminal Kepentingan Sendiri. Perubahan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 71 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN
Lebih terperinci2016, No Keputusan Presiden Nomor 65 Tahun 1980 tentang Pengesahan International Convention For The Safety of Life at Sea, 1974 (SOLAS 74)
No.1396, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMHUB. Pejabat Pemeriksa Keselamatan Kapal. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 110 TAHUN 2016 TENTANG PEJABAT PEMERIKSA KESELAMATAN
Lebih terperinciBadan Litbang Perhubungan telah menyusun kegiatan penelitian yang dibiayai dari anggaran pembangunan tahun 2010 sebagai berikut.
Badan Litbang Perhubungan telah menyusun kegiatan penelitian yang dibiayai dari anggaran pembangunan tahun 2010 sebagai berikut. A. KEGIATAN POKOK 1. Studi Besar a. Sektoral/Sekretariat 1) Studi Kelayakan
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2009 TENTANG KEPELABUHANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2009 TENTANG KEPELABUHANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 78,
Lebih terperinciPERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 109 TAHUN 2006 TENTANG PENANGGULANGAN KEADAAN DARURAT TUMPAHAN MINYAK DI LAUT
PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 109 TAHUN 2006 TENTANG PENANGGULANGAN KEADAAN DARURAT TUMPAHAN MINYAK DI LAUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa
Lebih terperinciPRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
www.legalitas.org PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2002 TENTANG HAK DAN KEWAJIBAN KAPAL DAN PESAWAT UDARA ASING DALAM MELAKSANAKAN HAK LINTAS ALUR LAUT KEPULAUAN MELALUI ALUR LAUT
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. amanat Undang-Undang No.17 Tahun 2008 menjadi suatu yang sangat strategis
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pelayaran merupakan bagian dari sarana transportasi laut sebagaimana amanat Undang-Undang No.17 Tahun 2008 menjadi suatu yang sangat strategis bagi wawasan nasional serta
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
No.731, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERHUBUNGAN. Pencemaran. Perairan. Pelabuhan. Penanggulangan PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 58 TAHUN 2013 TENTANG PENANGGULANGAN
Lebih terperinciMENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 70/PMK.04/2007 TENTANG KAWASAN PABEAN DAN TEMPAT PENIMBUNAN SEMENTARA
PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 70/PMK.04/2007 TENTANG KAWASAN PABEAN DAN TEMPAT PENIMBUNAN SEMENTARA MENTERI KEUANGAN, Menimbang : bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 5 ayat (4), Pasal 10A
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN
BAB III METODOLOGI PENELITIAN Acuan dari pelaksanaan studi ini adalah Kerangka Acuan yang tim konsultan lampirkan dalam Laporan Pendahuluan ini, di mana secara garis besar catatan waktu pelaksanaan dan
Lebih terperinciKEPUTUSAN BERSAMA MENTERI PERHUBUNGAN DAN KEPALA BADAN PENGUSAHAAN KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS DAN PELABUHAN BEBAS BATAM
KEPUTUSAN BERSAMA MENTERI PERHUBUNGAN DAN KEPALA BADAN PENGUSAHAAN KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS DAN PELABUHAN BEBAS BATAM NOMOR: KP 99 TAHUN 2017 NOMOR: 156/SPJ/KA/l 1/2017 TENTANG PENYELENGGARAAN PELABUHAN
Lebih terperinciPENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2010 TENTANG PERLINDUNGAN LINGKUNGAN MARITIM
PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2010 TENTANG PERLINDUNGAN LINGKUNGAN MARITIM I. UMUM Angkutan laut sebagai salah satu moda transportasi, selain memiliki peran sebagai
Lebih terperinciPERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 109 TAHUN 2006 TENTANG PENANGGULANGAN KEADAAN DARURAT TUMPAHAN MINYAK DI LAUT
PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 109 TAHUN 2006 TENTANG PENANGGULANGAN KEADAAN DARURAT TUMPAHAN MINYAK DI LAUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 23/M-DAG/PER/9/2011 TENTANG
PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 23/M-DAG/PER/9/2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN NOMOR 44/M-DAG/PER/9/2009 TENTANG PENGADAAN, DISTRIBUSI, DAN PENGAWASAN
Lebih terperinciRANCANGAN PERATURAN MENTERI TENTANG PENYELENGGARAAN PELABUHAN PENYEBERANGAN MENTERI PERHUBUNGAN,
Menimbang RANCANGAN PERATURAN MENTERI TENTANG PENYELENGGARAAN PELABUHAN PENYEBERANGAN MENTERI PERHUBUNGAN, : a. bahwa dalam Peraturan Pemerintah Nomor 61 tahun 2009 tentang Kepelabuhanan telah diatur ketentuan
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
No.865, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKES. Sanitasi Kapal. Sertifikat. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2015 TENTANG SERTIFIKAT SANITASI KAPAL DENGAN RAHMAT TUHAN
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1975 TENTANG PENGANGKUTAN ZAT RADIOAKTIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1975 TENTANG PENGANGKUTAN ZAT RADIOAKTIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa zat radioaktif mengandung bahaya radiasi, baik terhadap
Lebih terperinciPenerapan Pengendalian Visual di Tempat Kerja. Rambu K3 : Kumpulan Rambu Bahaya K3 (Safety Sign)
Penerapan Pengendalian Visual di Tempat Kerja Rambu K3 : Kumpulan Rambu Bahaya K3 (Safety Sign) Penerapan Pengendalian Visual di Tempat Kerja Contoh Penerapan Pengendalian Visual 5R di Tempat Kerja Label
Lebih terperinciPERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 109 TAHUN 2006 TENTANG PENANGGULANGAN KEADAAN DARURAT TUMPAHAN MINYAK DI LAUT
PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 109 TAHUN 2006 TENTANG PENANGGULANGAN KEADAAN DARURAT TUMPAHAN MINYAK DI LAUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa
Lebih terperinciB A B 1 P E N D A H U L U A N. bernama Pelabuhan Panjang yang merupakan salah satu Pelabuhan Laut kelas
1 B A B 1 P E N D A H U L U A N 1.1. Latar Belakang Provinsi Lampung sebagai gerbang pulau Sumatra memiliki pelabuhan yang bernama Pelabuhan Panjang yang merupakan salah satu Pelabuhan Laut kelas 1 yang
Lebih terperinciBUPATI BANGKA TENGAH
BUPATI BANGKA TENGAH SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA TENGAH NOMOR 36 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN KEPELABUHANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA TENGAH, Menimbang : a. bahwa
Lebih terperincinamun metode ini hanya dapat membekali operator kapal yang merupakan subyek langsung dari kecelakaan kapal.
BAB I. PENDAHULUAN Proses terbitnya peraturan-peraturan internasional dalam penanggulangan bencana di laut boleh dikatakan sudah sangat reaktif terhadap pengalaman terjadinya beberapa bencana laut dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. serta sebagai tempat perpindahan intra-dan antarmoda transportasi.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut Pasal 1 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, Pelabuhan merupakan tempat yang terdiri atas daratan dan/atau perairan dengan batas-batas tertentu
Lebih terperinciBAB 1 : PENDAHULUAN. industri penyedia jasa angkutan laut seperti pelayaran kapal laut. (1)
BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Negara Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki banyak wilayah perairan dan lautan. Banyak aktifitas yang dilakukan dengan mengandalkan perhubungan melalui
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2009 TENTANG KEPELABUHANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2009 TENTANG KEPELABUHANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 78,
Lebih terperinci2015, No Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1997 tentang
No.185, 2015 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LINGKUNGAN HIDUP. Keselamatan. Keamanan. Zat Radio Aktif. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5728). PERATURAN PEMERINTAH
Lebih terperinciPENYELENGGARAAN PENGANGKUTAN BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN (B3) DI JALAN
KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT NOMOR : SK.725/AJ.302/DRJD/2004 TANGGAL : 30 April 2004 PENYELENGGARAAN PENGANGKUTAN BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN (B3) DI JALAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pemerintah No. 69 Tahun 2001 tentang Kepelabuhanan, pelabuhan adalah
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pelabuhan merupakan simpul transportasi laut yang menjadi fasilitas penghubung dengan daerah lain untuk melakukan aktivitas perdagangan. Pelabuhan memiliki
Lebih terperinciMENTERIPERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA
MENTERIPERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTER! PERHUBUNGAN REPUBLIK IUDONESIA NOMOR PM 58 TAHUN 2016 TENT ANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTER! PERHUBUNGAN NOMOR PM 90 TAHUN 2013 TENTANG KESELAMATAN
Lebih terperinciInformasi Teknik. : Laporan Singkat Sidang Sesi ke2 dari SubCommittee on Implementation of IMO Instruments (III 2)
Informasi Teknik No. : 038 2015 29 Juli 2015 Kepada Perihal : Semua Pengguna jasa BKI : Laporan Singkat Sidang Sesi ke2 dari SubCommittee on Implementation of IMO Instruments (III 2) Ringkasan Informasi
Lebih terperinciSALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 146/PMK.011/2013 TENTANG
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 146/PMK.011/2013 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 154/PMK.03/2010 TENTANG PEMUNGUTAN
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2009 TENTANG KEPELABUHANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2009 TENTANG KEPELABUHANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 78,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN pulau. Dan Indonesia adalah Negara Maritim. Oleh sebab transportasi laut sangat
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Indonesia merupakan Negara kepulauan dengan 735.355 mill persegi yang terdiri dari 17.000 pulau. Dan Indonesia adalah Negara Maritim. Oleh sebab transportasi laut sangat
Lebih terperinciAdvisory Circular 92-01
LAMPIRAN KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : SKEP/27/ II / 2009 TANGGAL : 13 FEBRUARY 2009 Advisory Circular 92-01 THE HANDLING AND CARRIAGE OF DANGEROUS GOODS ON THE OPERATOR S AIRCRAFT.
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG ANGKUTAN MULTIMODA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG ANGKUTAN MULTIMODA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.627, 2012 KEMENTERIAN PERHUBUNGAN. Kantor Kesyahbandaran. Utama. Organisasi. Tata Kerja. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 34 TAHUN 2012 TENTANG
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG ANGKUTAN MULTIMODA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
www.bpkp.go.id PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG ANGKUTAN MULTIMODA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG ANGKUTAN MULTIMODA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG ANGKUTAN MULTIMODA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal
Lebih terperinciKEPUTUSAN DIREKSI (Persero) PELABUHAN INDONESIA II NOMOR HK.56/2/25/PI.II-02 TANGGAL 28 JUNI 2002
KEPUTUSAN DIREKSI (Persero) PELABUHAN INDONESIA II NOMOR HK.56/2/25/PI.II-02 TANGGAL 28 JUNI 2002 TENTANG TARIF PELAYANAN JASA PETIKEMAS PADA TERMINAL PETIKEMAS DI LINGKUNGAN PT (PERSERO) PELABUHAN INDONESIA
Lebih terperinciKEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN. NOMOR : KM 73 Tahun 2004 TENTANG PENYELENGGARAAN ANGKUTAN SUNGAI DAN DANAU MENTERI PERHUBUNGAN,
KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 73 Tahun 2004 TENTANG PENYELENGGARAAN ANGKUTAN SUNGAI DAN DANAU MENTERI PERHUBUNGAN, Menimbang : a. bahwa dalam Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 1999 tentang
Lebih terperinciKONVENSI INTERNASIONAL TENTANG PENCARIAN DAN PERTOLONGAN MARITIM, 1979 LAMPIRAN BAB 1 ISTILAH DAN DEFINISI
KONVENSI INTERNASIONAL TENTANG PENCARIAN DAN PERTOLONGAN MARITIM, 1979 LAMPIRAN BAB 1 ISTILAH DAN DEFINISI 1.1 "Wajib" digunakan dalam Lampiran untuk menunjukkan suatu ketentuan, penerapan yang seragam
Lebih terperinciPerancangan Fire Control and Safety Plan pada Kapal Konversi LCT menjadi Kapal Small Tanker
Perancangan Fire Control and Safety Plan pada Kapal Konversi LCT menjadi Kapal Small Tanker Tri Octa Kharisma Firdausi 1*, Arief Subekti 2, dan Rona Riantini 3 1 Program Studi Teknik Keselamatan dan Kesehatan
Lebih terperinciBAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. KESIMPULAN 1. PROSES PENANGANAN BARANG BERBAHAYA DI SETIAP PELABUHAN a) Proses penanganan serta pengelolaan bahan berbahaya dan beracun (B3) di setiap Pelabuhan dinilai
Lebih terperinciKEMENTERIAN PERHU BUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN LAUT GEDUNG KARYA LANTAI 12 S.D 17
KEMENTERIAN PERHU BUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN LAUT GEDUNG KARYA LANTAI 12 S.D 17 JL. MEDAN MERDEKA BAMT NO.8 JAKARTA- 10110 TEL. : 3811308,3505006,3813269,3447017 TLX. '. 38M492,3458540 3842440
Lebih terperinciSTUDI PENYUSUNAN KONSEP KRITERIA DI BIDANG PELAYARAN KATA PENGANTAR
KATA PENGANTAR Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT, karena hanya dengan rahmat dan hidayah-nya kami dapat menyusun Studi Penyusunan Konsep Kriteria Di Bidang Pelayaran. ini berisi penjabaran Kerangka
Lebih terperinciKEMENTERIAN PERHUBUNGAN MINISTRY OF TRANSPORTATION DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN LAUT DIRECTORATE GENERAL OF SEA TRANSPORTATION
KEMENTERIAN PERHUBUNGAN MINISTRY OF TRANSPORTATION DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN LAUT DIRECTORATE GENERAL OF SEA TRANSPORTATION LAPORAN PEMERIKSAAN KAPAL UNTUK PENERBITAN DOKUMEN OTORISASI PENGANGKUTAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara maritim dengan luas wilayah laut terbesar di
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Industri Pertambangan khususnya tambang batu bara dinegara Indonesia sangat pesat pertumbuhannya seiring dengan permintaan pasar dunia akan kebutuhan batu
Lebih terperinciLAMPIRAN VI PERATURAN BUPATI KARANGASEM NOMOR 41 TAHUN 2014 TENTANG URAIAN TUGAS DINAS DAERAH KABUPATEN KARANGASEM
114 LAMPIRAN VI PERATURAN BUPATI KARANGASEM NOMOR 41 TAHUN 2014 TENTANG URAIAN TUGAS DINAS DAERAH KABUPATEN KARANGASEM Dinas Perhubungan Pemadam Kebakaran 1. KEPALA DINAS Kepala Dinas Perhubungan Pemadam
Lebih terperinciBAB II PEMUTAKHIRAN PETA LAUT
BAB II PEMUTAKHIRAN PETA LAUT 2.1 Peta Laut Peta laut adalah representasi grafis dari permukaan bumi yang menggunakan simbol, skala, dan sistem proyeksi tertentu yang mengandung informasi serta menampilkan
Lebih terperinciMenteri Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA
Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 254/MPP/Kep/7/2000 T E N T A N G TATA NIAGA IMPOR DAN PEREDARAN BAHAN
Lebih terperinciStudi Master Plan Pelabuhan Bungkutoko di Kendari KATA PENGANTAR
KATA PENGANTAR Buku Laporan ini disusun oleh Konsultan PT. Kreasi Pola Utama untuk pekerjaan Studi Penyusunan Master Plan Pelabuhan Bungkutoko di Kendari Provinsi Sulawesi Tenggara. Laporan ini adalah
Lebih terperinci