Problem Based Instruction sebagai alternatif Model Pembelajaran Fisika di SMA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Problem Based Instruction sebagai alternatif Model Pembelajaran Fisika di SMA"

Transkripsi

1 Prayekti, Probem Based Instruction sebagai aternatif Mode Pembeajaran Fisika di SMA Probem Based Instruction sebagai aternatif Mode Pembeajaran Fisika di SMA Prayekti FKIP-Universitas Terbuka, emai: Abstrak: Peneitian ini diakukan untuk membuktikan mode Probem Based Instructiona (PBI) dapat meningkatkan hasi beajar, aktivitas dan respon siswa daam pembeajaran. Mode diterapkan pada 2 keas XI parae SMA Swasta di Jakarta Seatan. keas XI IPA1 dan keas XI IPA2 Siswa keas XI IPA1 diberikan treatment dengan menerapkan mode pembeajaran PBI sedangkan untuk keas XI IPA2 diakukan pembeajaran kasika seperti biasa. Hasi penerapan mode pembeajaran PBI treatment pertama diperoeh hasi Keas XI IPA1 niai rata-rata terendah untuk pretes 3,25 sedangkan niai ratarata tertinggi 6,75. Sementara itu untuk keas XI IPA2 niai rata-rata terendah 3,25 dan tertinggi 6,25. Postes untuk keas pertama niai rata-rata terendah 6,45 dan tertinggi 8,75, sedangkan postes untuk keas XI IPA2 niai rata-rata terendah 6,75 dan niai tertinggi sebesar 9,00. Pada treatment kedua keas XI IPA1, niai rata-rata siswa terendah 5,00 dan niai rata-rata tertinggi 7,35, sedangkan keas XI IPA2 niai rata-rata terendah 6,45 dan tertinggi 8,5. Pada treatment ketiga hasi pretes diperoeh niai ratarata siswa keas XI IPA1 terendah 3,25 dan tertinggi 4,25. Niai rata-rata postes terendah yang diperoeh siswa 1 adaah 7,25 dan tertinggi 9,75. Untuk keas XI IPA22 niai rata-rata siswa pada pretes terendah 3,00 dan tertinggi 4,5 sedangkan niai postes rata-rata terendah 7,00 dan tertinggi 9,00. Pada akhirnya, guru dapat merancang mode pembeajaran PBI dengan baik dan dapat memotivasi siswa teribat aktif pada kegiatan pemecahan masaah, mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas beajar serta menentukan angkah-angkah memecahkan masaah. Kata kunci: probem based instruction, kerja keompok,dan embar kerja siswa Abstract: This research was conducted to prove the PBI mode can improve earning outcomes, activities and responses of students in earning. The mode is appied to two casses XI of High schoo in South Jakarta. The first is cass-xi of IPA1 and the other is cass-xi of IPA2. IPA1 given treatment by appying PBI earning mode, whie for cass-xi IPA2 performed as conventiona cassica earning. After the appication of earning modes obtained PBI s first treatment of Cass-XI of IPA1 average vaue for the owest pretes is 3.25 whie the average vaue is the highest Meanwhie, for cass-xi of IPA2, vaue of the owest average is 3.25 and the highest is Posttes for first-cass average score is 6.45 and the owest the highest is 8.75, whereas for cass XI posttes vaue IPA2 owest average is 6.75 and the highest vaue of In the second treatment avaiabe, IPA1 cass-xi, the average vaue of the owest student score is 5.00 and the highest average is 7.35, whie for cass-xi IPA2 average vaue is 6.45 the owest and the highest is 8.5. In the third treatment resuts obtained pretes average grade XI of IPA1 owest and the highest 3.25 for and the average vaue posttes students obtained the owest IPA1 is 7.25 and the highest For cass-xi IPA2 average score of students in the owest pretes is 3.00 and the highest is 4.5. Whie the vaue posttes owest average is 7.00 and the highest is At first teachers were not used but the impementation of the third treatment teachers have mastered the earning mode PBI we. Teachers have been abe to design a mode of the PBI with a good earning, teachers have been abe to motivate students activey invoved in probem-soving activities, define and organize earning tasks and determine the steps to sove the probem. Teachers motivate students to do refection, and have been abe to evauate the process of investigations conducted so that students can understand their weaknesses and shortcomings of the refection done. Keywords: Probem Based Instruction, working groups, Student Worksheet 51

2 Jurna Pendidikan dan Kebudayaan, Vo. 16, Nomor 1, Januari 2010 Pendahuuan Hasi beajar siswa pada mata peajaran fisika masih beum sesuai harapan. Rendahnya hasi beajar siswa ini tidak terepas dari proses pembeajaran yang diaksanakan oeh guru di keas. Guru adaah orang yang memegang peranan penting daam pembentukan sumber daya manusia yang berkuaitas. Daam pembeajaran fisika guru dapat menerapkan berbagai macam strategi pembeajaran dan berbagai variasi metode, namun hasi beajar siswa beumah optima. Hasi observasi awa menunjukkan bahwa strategi dan metode pembeajaran yang diterapkan guru kurang memperhatikan proses pembentukan pengetahuan sehingga pembeajaran kurang bermakna bagi siswa. Seain itu, interaksi dan komunikasi antara guru dan siswa maupun antar siswa kurang berjaan dengan baik. Saah satu upaya untuk mengatasi permasaahan tersebut, mode pembeajaran Probem Based Instructiona (PBI) menjadi aternatif mode pembeajaran yang dapat diterapkan guru daam pembeajaran fisika di keas yang dapat meningkatkan hasi beajar, aktivitas dan respon siswa daam pembeajaran. Daam menjeaskan konsep-konsep fisika guru masih menerapkan metode ceramah dan pemberian tugas saja. Siswa tidak pernah diperkenakan dengan kerja di aboratorium atau praktikum fisika. Siswa tidak diatih untuk membuktikan suatu teori atau konsep fisika, demikian juga siswa tidak pernah mengaami kerja imiah seperti para ahi fisika meakukannya untuk menemukan teori ataupun membuktikan kebenaran suatu teori. Pembeajaran masih didominasi oeh kegiatan guru saja, siswa bersikap pasif, hanya diam saja mendengarkan penjeasan guru. Teori beajar yang paing mendasari mode pembeajaran PBI adaah teori beajar penemuan (discovery earning) merupakan teori beajar penemuan sesuai dengan pembentukan pengetahuan secara aktif oeh manusia, dan dengan sendirinya memberikan hasi yang paing baik. Berusaha sendiri untuk mencari pemecahan masaah serta pengetahuan yang menyertainya sehingga menghasikan pengetahuan yang benarbenar bermakna. Persepsi seseorang tentang suatu peristiwa merupakan suatu proses konstruktif. Jadi seseorang tidak dianggap sebagai organisme yang pasif tetapi seseorang yang memiih informasi secara aktif. Pengetahuan yang diperoeh meaui beajar penemuan memiiki beberapa kebaikan yaitu pengetahuan yang diperoeh ebih bertahan ama, memiiki efek transfer yang ebih baik, meningkatkan penaaran siswa dan kemampuan berpikir bebas. Mode pembeajaran PBI diharapkan dapat menjadi mode aternatif yang digunakan guru daam mengajar fisika di keas. Pada peaksanaannya, siswa diminta membentuk daam keompok-keompok keci dan diberi tugas untuk membahas topik fisika dan meakukan kerja keompok untuk meaksanakan percobaan. Daam pengaturan keompok beajar diupayakan semua siswa dapat teribat aktif pada kegiatan penyeesaian masaah sehingga dapat mencapai hasi yang optima. Dengan demikian keterbatasan mode pembeajaran PBI dapat diatasi. Peneitian ini dimaksudkan untuk mengembangkan mode PBI guna meningkatkan hasi beajar siswa daam peajaran fisika. Daam peneitian ini pengembangan perangkat pembeajaran dimuai pada tahap pengembangan sampai dengan tahap uji coba. Apabia memungkinkan perangkat yang digunakan dapat disebarkan ke sekoah-sekoah yang ain artinya perangkat tersebut digunakan pada sekoah uji coba. Berdasarkan atar beakang yang teah diuraikan sebeumnya, maka yang menjadi perumusan masaah adaah dengan mengembangkan mode pembeajaran PBI diharapkan pembeajaran fisika menjadi efektif dan dapat meningkatkan hasi beajar siswa. Adapun tujuan peneitian adaah sebagai berikut. 1) Merancang mode pembeajaran Probem Based Instruction; 2) Mengembangkan mode pembeajaran PBI untuk mata peajaran Fisika; 3) menerapkan mode pembeajaran Probem Based Instruction untuk mata peajaran fisika di keas XI. Penerapan mode pembeajaran Probem Based Instruction daam peajaran fisika sebagai masukan yang berharga bagi guru fisika dan sebagai mode aternatif daam mengajarkan fisika di SMA serta memberi pengaaman baru bagi guru maupun siswa. 52

3 Prayekti, Probem Based Instruction sebagai aternatif Mode Pembeajaran Fisika di SMA Kajian Literatur Guru sebagai agen pembeajaran harusah memiiki berbagai kompetensi. Komptensi merupakan kebuatan penguasaan pengetahuan, keterampian, dan sikap yang ditampikan meaui unjuk kerja. Kepmendiknas No. 045/U/2002 Pasa 1 menyebutkan kompetensi sebagai seperangkat tindakan cerdas dan penuh tanggung jawab yang dimiiki seseorang sebagai syarat untuk dianggap mampu oeh masyarakat daam meaksanakan tugas-tugas sesuai dengan pekerjaan tertentu. Kompetensi guru dapat dimaknai sebagai kebuatan pengetahuan, keterampian dan sikap yang terwujud tindakan cerdas dan penuh tanggung jawab daam meaksanakan tugas sebagai agen pembeajaran. Undang-undang Guru dan Dosen tercakup pada undang-undang No 14 tahun 2005 menyatakan kompetensi guru meiputi kompetensi kepribadian, pedagogik, profesiona dan sosia. Dari keempat kompetensi di atas, kompetensi pedagogik merupakan kajian daam peneitian ini. Kompetensi pedagogik meiputi pemahaman terhadap siswa, perencanaan dan peaksanaan pembeajaran, evauasi hasi beajar, dan pengembangan peserta didik untuk mengaktuaisasikan berbagai potensi yang dimiikinya. Secara rinci setiap subkompetensi dapat dijabarkan menjadi indikator esensia sebagai berikut: 1) Subkompetensi memahami peserta didik secara mendaam memiiki indikator essensia: memahami peserta didik dengan memanfaatkan prinsip-prinsip kepribadian dan mengidentifikasi beka ajar awa peserta didik; 2. Merancang pembeajaran, termasuk memahami andasan pendidikan untuk kepentingan pembeajaran. Subkompetensi ini memiiki indikator esensia: memahami andasan kependidikan; menerapkan teori beajar dan pembeajaran; menentukan strategi pembeajaran berdasarkan ka-rakteristik peserta didik, kompetensi yang ingin dicapai, materi ajar dan menyusun rancangan pembeajaran berdasarkan stretegi yang dipiih; 3. Subkompetensi meaksanakan pembeajaran memiiki indikator esensia: menata atar (setting) pembeajaran; dan meaksanakan pembeajaran yang kondusif; 4. Subkompetensi merancang dan meaksanakan evauasi pembeajaran memiiki indikator esensia: merancang dan meaksanakan evauasi (assessment) proses dan hasi beajar secara berkesinambungan dengan berbagai metod; menganaisis hasi evauasi proses dan hasi beajar untuk menentukan tingkat ketuntasan beajar (mastery earning); dan memanfaatkan hasi peniaian pembeajaran untuk perbaikan kuaitas program pembeajaran secara umum; 5) Subkompetensi mengembangkan peserta didik untuk mengaktuaisasikan berbagai potensinya, memiiki indikator esensia : memfasitasi peserta didik untuk pengembangan berbagai potensi akademik ; dan memfasiitasi peserta didik untuk mengembangkan berbagai potensi nonakademik/ Probem Based Instruction (PBI) Merujuk kepada peneitian yang diakukan oeh Nurhayati daam skripsi onine Pengembangan mode pembeajaran Probem Based Instruction merupakan proses memperuas, memvariasikan atau memperbaiki sesuatu yang sudah ada. Saah satu ciri khusus mode pembeajaran yang tidak dimiiki oeh strategi atau prosedur tertentu yaitu tingkah aku mengajar (sintaks) yang menggambarkan poa kegiatan guru dan siswa daam berinteraksi sehingga tujuan pembeajaran dapat tercapai. Pengembangan mode merupakan suatu usaha yang sistematis untuk menganaisis masaah, mengidentifikasi, memiih, merancang, dan meniai pemecahannya. Seanjutnya, pengembangan mode pembeajaran mempunyai tiga prinsip dasar yang berfokus pada siswa, menggunakan pendekatan sistem dan pemanfaatan sumber beajar secara maksima supaya tercipta proses pembeajaran yang efektif dan efisien. Mode pembeajaran yang dikembangkan pada peneitian adaah mode Probem Based Instruction (PBI). PBI memiiki ciri yang berbeda dengan mode pembeajaran angsung, pada pembeajaran angsung guru mendemonstrasikan dan menginformasikan secara detai angkahangkah yang harus dikerjakan. Tetapi pada mode pembeajaran berbasis masaah diawai dengan menyajikan masaah kepada siswa. Masaah ini harus otentik atau nyata daam kehidupan seharihari berupa fakta-fakta atau fenomena yang sering dijumpai siswa. Mode pembeajaran berbasis masaah ini disajikan daam bentuk 53

4 Jurna Pendidikan dan Kebudayaan, Vo. 16, Nomor 1, Januari 2010 penyeidikan dan inkuiri sehingga dapat memberikan kemudahan bagi siswa untuk memperoeh konsep-konsep. Peran guru daam PBI saah satunya adaah mengajukan masaah dan memfasiitasi penyeidikan serta meakukan diaog dengan siswa, sampai masaah tersebut terpecahkan. Masaah yang diajukan guru diperoeh dari situasi kehidupan nyata dan memerukan berpikir tingkat tinggi dan untuk mengundang berbagai pemecahan masaah. Adapun ciri-ciri utama PBI meiputi suatu pengajuan pertanyaan atau masaah, meakukan penyeidikan autentik dan kerjasama antar siswa. PBI didasarkan pada teori beajar psikoogi kognitif dan pendekatan konstruktivis mengenai beajar dan sangat efektif untuk mengajarkan proses-proses berfikir tingkat tinggi. Diharapkan dengan PBI ini siswa dapat memproses informasi yang baru diperoehnya menjadi bermakna (Januis P. Purba: 2003). Pada awa perkembangannya, PBI ebih dikena dengan istiah Probem Based Instructiona (PBI). PBI merupakan suatu pendekatan pembeajaran yang menghadapkansiswa pada masaah dunia nyata untuk beajar. PBI pertama kai dikembangkan oeh Barbara J Dutch pada pendidikan kedokteran awa tahun 1970 an dan dikemukakan bahwa In probem-based earning (PBI), student are presented with an interesting, reevant probem up front, so that they can experience for themseves the process of doing science. Dua ha yang harus dijadikan pedoman daam menyajikan permasaahan yaitu pertama bahwa permasaahan harus sesuai dengan konsep dan prinsip yang akan dipeajari dan kedua bahwa permasaahan yang disajikan harus rea artinya sesuai dengan kehidupan sehari-hari siswa. Adapun fase-fase daam penerapan mode pembeajaran PBI menurut Survery dan Duffy (1995) adaah seperti Tabe 1. Lingkungan beajar PBI dirancang sesuai dengan materi yang dibahas dan memberikan kesempatan untuk proses diskusi yang demokrasi sehingga siswa memiiki peranan yang aktif. Daam peaksanaan keseuruhan proses, guru membantu Tabe 1. Fase-fase Penerapan Mode Pembeajaran PBI FASE-FASE 1. Orientasi siswa pada masaah 2. Mengorganisasikan siswa untuk beajar 3. Membimbing penyeidikan individua maupun keompok 4. Mengembangkan dan menyajikan hasi karya 5. Menganaisis dan mengevauasi proses pemecahan masaah TINGKAH LAKU GURU Menjeaskan tujuan pembeajaran; menjeaskan aat dan bahan yang diperukan; memotivasi siswa untuk teribat pada kegiatan pemecahan masaah Membantu siswa mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas beajar yang berhubungan dengan masaah tersebut. Mendorong siswa untuk mengumpukan informasi yang sesuai; Meaksanakan eksperimen untuk mendapatkan penjeasan dan pemecahan masaah Membantu siswa daam merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti aporan; Membantu siswa untuk berbagi tugas dengan temannya Membantu siswa untuk meakukan refeksi; Mengevauasi terhadap penyeidikan siswa dan proses yang siswa gunakan sumber: Survery dan Duffy,

5 Prayekti, Probem Based Instruction sebagai aternatif Mode Pembeajaran Fisika di SMA siswa untuk menjadi mandiri, otonom, percaya pada keterampian inteektuanya, harus teribat aktif daam diskusi yang beorientasi inkuiri. Lingkungan beajar menekankan pada peranan sentra siswa bukan guru. PBI adaah metode yang menggunakan masaah sebagai angkah awa daam mengumpukan dan mengintegrasikan pengetahuan baru, sedangkan Menurut Suradijono (2004) PBI adaah metode yang menggunakan masaah sebagai angkah awa daam mengumpukan dan mengintegrasikan pengetahuan baru. Menurut Boud & Feeti (1991), daam Saptono (2003) mengemukakan bahwa Probem based earning is a way of constructing and teaching course using probem as a stimuus and focus on student activity Fisika untuk Sekoah Menengah Atas (SMA) Fisika merupakan saah satu cabang IPA yang mendasari perkembangan teknoogi maju dan konsep hidup harmonis dengan aam. Perkembangan pesat di bidang teknoogi informasi dan komunikasi dewasa ini dipicu oeh temuan di bidang fisika materia meaui penemuan piranti mikroeektronika yang mampu memuat banyak informasi dengan ukuran sangat keci. Sebagai imu yang mempeajari fenomena aam, fisika juga memberikan peajaran yang baik kepada manusia untuk hidup searas berdasarkan hukum aam. Pengeoaan sumber daya aam dan ingkungan serta pengurangan dampak bencana aam tidak akan berjaan secara optima tanpa pemahaman yang baik tentang fisika. Pada tingkat SMA/MA, fisika dipandang penting untuk diajarkan sebagai mata peajaran tersendiri dengan beberapa pertimbangan. Pertama, seain memberikan beka imu kepada peserta didik, mata peajaran Fisika dimaksudkan sebagai wahana untuk menumbuhkan kemampuan berpikir yang berguna untuk memecahkan masaah di daam kehidupan seharihari. Kedua, mata peajaran Fisika peru diajarkan untuk tujuan yang ebih khusus yaitu membekai peserta didik pengetahuan, pemahaman dan sejumah kemampuan yang dipersyaratkan untuk memasuki jenjang pendidikan yang ebih tinggi serta mengembangkan imu dan teknoogi. Pembeajaran Fisika diaksanakan secara inkuiri imiah untuk menumbuhkan kemampuan berpikir, bekerja dan bersikap imiah serta berkomunikasi sebagai saah satu aspek penting kecakapan hidup Mata peajaran Fisika bertujuan agar peserta didik memiiki kemampuan sebagai berikut: 1) Membentuk sikap positif terhadap fisika dengan menyadari keteraturan dan keindahan aam serta mengagungkan kebesaran Tuhan Yang Maha Esa; 2) Memupuk sikap imiah yaitu jujur, obyektif, t erbuka, uet, krit is dan dapat bekerj asama dengan orang ain; 3) Mengembangkan pengaaman untuk dapat merumuskan masaah, mengaj ukan dan menguj i hipot esis meaui percobaan, merancang dan merakit instrumen per cobaan, mengumpukan, mengoah, dan menafsirkan data, serta mengkomunikasikan hasi percobaan secara isan dan t ert uis; 4) Mengembangkan kemampuan bernaar daam berpikir anaisis induktif dan deduktif dengan menggunakan konsep dan prinsip fisika untuk menj easkan berbagai per ist iwa aam dan menyeesaian masaah baik secara kuait at if maupun kuantitatif; dan 5) Menguasai konsep dan prinsip fisika sert a mempunyai ket erampian mengembangkan penget ahuan, dan sikap percaya diri sebagai beka untuk meanjutkan pendidikan pada jenjang yang ebih tinggi serta mengembangkan imu pengetahuan dan teknoogi. Mata peajaran Fisika di SMA/ MA merupakan pengkhususan IPA di SMP/ MTs yang menekankan pada fenomena aam dan pengukurannya dengan peruasan pada konsep abstrak yang meiputi aspek-aspek sebagai berikut: 1) Pengukuran berbagai besaran, karakteristik gerak, penerapan hukum Newton, aat-aat optik, kaor, konsep dasar ist rik dinamis, dan konsep dasar geombang eektromagnetik; 2) Gerak dengan anaisis vektor, hukum Newton tentang gerak dan gravitasi, gerak getaran, energi, usaha, dan daya, impus dan momentum, momentum sudut dan rotasi benda t egar, fuida, t ermodinamika; dan 3) Gej aa geombang, geombang bunyi, gaya istrik, medan ist rik, pot ensia dan energi potensia, medan magnet, gaya magnetik, induksi eektromagnetik dan arus boak-baik, geombang eektromagnetik, radiasi benda hit am, t eori at om, reat ivit as, radioaktivitas. 55

6 Jurna Pendidikan dan Kebudayaan, Vo. 16, Nomor 1, Januari 2010 Materi Gerak Paraboa di Keas XI IPA SMA Pada peneitian ini, kami mencoba pembeajaran berbasis masaah atau yang biasa disingkat PBI (Probem Based Instruction) pada topik gerak paraboa. Materi kinematika adaah mengkaji gerak benda tanpa memperhitungkan gaya-gaya yang bekerja pada benda itu. Beberapa asumsi penyederhanaan yang digunakan daam membahas gerak paraboa daam kajian ini adaah bahwa gesekan udara dan rotasi bumi tidak mempengaruhi seama benda bergerak. Daam gerak paraboa daam bidang vertika ada yang dipengaruhi percepatan gravitasi bumi dan tanpa dipengaruhi gravitasi bumi. Daam ha ini dengan menganggap dapat terjadi pada ruang hampa, tanpa adanya pengaruh percepatan gravitasi atau panet-panet yang ain. Jika sebuah benda meakukan gerak urus beraturan ke arah sumbu x dan gerak urus berubah beraturan tanpa kecepatan awa ke arah sumbu y, maka intasan benda tersebut akan berbentuk suatu paraboa terbuka ke atas. Materi yang mendasari pembahasan ini adaah Gerak beraturan: Pada arah mendatar beraku gerak beraturan dengan kecepatan v x konstan, sehingga komponen jarak tempuh mendatar dapat dirumuskan menjadi: x = v x. t Gerak berubah beraturan : Pada arah vertika beraku gerak berubah beraturan dengan kecepatan awa no (v o = 0), sehingga komponen jarak tempuh mendatar dapat dirumuskan menjadi: y = ½ at 2 Kecepatan benda di titik seberang seteah seang waktu t dihitung dengan menghitung v x yang merupakan kecepatan arah sumbu x (konstan / GLB) dan v y yang merupakan kecepatan arah sumbu y dengan v o = 0 (GLBB). Gerak Paraboa pada Bidang Vertika dengan Percepatan Gravitasi Jika sebuah boa diemparkan ke atas dari titik 0 dengan sudut á dan dengan kecepatan awa v o, maka boa dapat dianggap mengaami dua gerakan pada sumbu x dan y yang saing tegak urus. Gerak boa berbeda antara arah sumbu x dan arah sumbu y, yaitu: 1) arah sumbu x: gerak beraturan dengan kecepatan v ox ; dan 2) a r a h sumbu y: gerak berubah beraturan dengan kecepatan awa v oy dan sepanjang perjaanan boa, boa memperoeh per-ambatan g m/s 2 Gambar 1. Gerak Paraboa. Beberapa persamaan yang berhubungan dengan gerak boa adaah : Sumbu x : v ox = v o. cos θ Sumbu y : v oy = v o. sin θ Jarak mendatar yang ditempuh boa padat sembarang: x = v o cos a.t Ketinggian pada t sembarang: y = v o sin a.t - ½ gt 2 Persamaan kecepatan dan arah gerakan partike: v x = v o. cos θ v y = v o. sin θ g. t Kecepatan tota boa menggunakan teorema Phitagoras. Arah intasan boa terhadap horizonta adaah: tan = v y/ v x Dinamika Benda yang Bergerak Paraboa Secara umum gerak sebuah benda tegar, misanya boa sepak boa, dapat diuraikan atas gerak pusat massa benda terhadap suatu acuan yang diam, misanya permukaan tanah dan gerak benda terhadap suatu garis atau sumbu yang meewati pusat massa benda. Jika gaya berat (gaya gravitasi) adaah satu-satunya gaya yang bekerja pada boa maka pusat boa bergerak daam 56

7 Prayekti, Probem Based Instruction sebagai aternatif Mode Pembeajaran Fisika di SMA intasan paraboik pada sebuah bidang vertika. Gerakan ini merupakan gerakan meengkung tetapi daam arah vertika ke bawah, tidak menyamping. Untuk seang waktu yang sangat pendek dan kecepatan yang besar engkungan paraboik tersebut mendekati bentuk garis urus. Gerakan kedua berupa gerak spin, yaitu gerak meingkar terhadap suatu sumbu putar. Kombinasi kedua gerak ini yang memungkinkan boa membeok ke arah samping kiri atau kanan. Jadi contoh tendangan pisang dari pemain-pemain boa terkena seperti Caros atau Beckam merupakan tendangan yang membuat boa memiiki kedua macam gerak di atas. Ketika boa ditendang dan meayang di udara dengan spin/putaran boa, maka seama meawan airan udara, menurut prinsip Bernoui pada kedua sisi boa terjadi tekanan yang berbeda. Perbedaan tekanan ini menghasikan gaya yang dikena sebagai gaya Magnus, atau kadang dikena juga sebagai gaya angkat/ift. Boa, yang berputar dengan arah berawanan dengan arah jarum jam di udara, akan mengaami gaya Magnus ke arah kiri. Fenomena ini terjadi akibat tekanan udara di kiri boa ebih rendah dari sisi yang ain. Oeh karena kecepatan udara di sekitar boa reatif terhadap boa sama besar tetapi berawanan arah dengan kecepatan titik-titik pada boa yang dekat dengan udara tersebut maka besar kecepatan udara di sekitar titik A ebih besar daripada besar kecepatan udara di sekitar titik B. Dengan memandang bahwa kerapatan udara di sekitar kedua titik sama maka menurut hukum Bernoui untuk fuida tekanan udara di sekitar titik A ebih rendah daripada tekanan udara di sekitar titik B. Dengan kata ain boa mendapatkan tekanan udara yang ebih besar pada bagian di sekitar B daripada bagian di sekitar A. Karena tekanan adaah gaya per satuan uas maka boa mengaami gaya dorong, yang dinamakan gaya Magnus, dari arah B ke A. Metode Peneitian Variabe dan Instrumen Merujuk pada pendekatan peneitian dan pengembangan (research and deveopment), maka peneitian ini diaksanakan dengan uji coba terbatas dengan desain 2 keas parae. Keas pertama diberikan treatment dengan menerapkan mode pembeajaran PBI sedangkan untuk keas kedua diakukan pembeajaran kasika seperti biasanya. Langkah-angkah peneitian yang diakukan adaah sebagai berikut: 1) observasi awa pada keas XI IPA1 dan keas XI IPA2; 2) Perencanaan dan penyusunan mode; 3) Penerapan mode PBI pada pembeajaran Fisika. Adapun desain peneitian yang akan digunakan daam peneitian ini adaah sebagai berikut. Desain Peneitian KELAS/KELOMPOK PRETES TREATMENT POSTES Pertama T 1 X 1 T 1 T 2 X 2 T 2 T 3 X 3 T 3 Kedua T 1 X 1 T 1 T 2 X 2 T 2 T 3 X 3 T 3 Popuasi dan Sampe Subjek peneitian adaah siswa SMA Swasta di Jakarta Seatan keas XI IPA1 dan XI IPA 2 tahun ajaran 2008/2009. Siswa keas XI IPA1 diberikan perakuan khusus yaitu menerapkan mode pembeajaran PBI daam pembeajaran fisika, sedangkan siswa keas XI IPA2 menggunakan metode yang biasa diterapkan guru yang bersangkutan. Metode Pengumpuan Data Pembeajaran fisika dengan menerapkan mode PBI diberikan sebanyak tiga seri pembeajaran. Setiap seri pembeajaran, siswa terebih dahuu diberikan pretes T 1 kemudian diberikan perakuan pembeajaran mode PBI yang teah disusun dan di akhir pembeajaran pembeajaran siswa diberikan pos tes T 1. Seteah seesai postes T 1 maka uji coba seri 1 seesai, seanjutnya diakukan anaisis proses dan hasi uji coba seri 1 sebagai bahan perbaikan untuk penerapan mode pembeajaran PBI seri II. Begitu seterusnya sampai uji coba mode pembeajaran PBI seri III. Hasi yang diperoeh dari setiap seri berupa peniaian kognitif, afektif dan psikomotor. 57

8 Jurna Pendidikan dan Kebudayaan, Vo. 16, Nomor 1, Januari 2010 Pembeajaran fisika yang menerapkan mode PBI diberikan sebanyak tiga seri pembeajaran. Setiap seri pembeajaran, siswa terebih dahuu diberikan pretes T 1 kemudian diberikan perakuan pembeajaran mode PBI yang teah disusun dan di akhir pembeajaran pembeajaran siswa diberikan pos tes T 1. Seteah seesai postes T 1 maka uji coba seri 1 seesai, seanjutnya diakukan anaisis proses dan hasi uji coba seri 1 sebagai bahan perbaikan untuk penerapan mode pembeajaran PBI seri II. Begitu seterusnya sampai uji coba mode pembeajaran PBI seri III. Hasi yang diperoeh dari setiap seri berupa peniaian kognitif, afektif dan psikomotor. Niai kognitif berupa skor gain yaitu seisih antara skor pretes dan postes, sedangkan afektif dan psikomotor diperoeh dari hasi observasi. Skor gain yang diperoeh kemudian dioah dan dianaisis dengan uji statistik untuk mengetahui apakah terdapat peningkatan yang signifikan pada setiap perakuan mode PBI yang dikembangkan. Untuk aspek afektif dan psikomotor dianaisis secara kuaitatif. Adapun anaisis efektivitas dan efisien pembeajaran dianaisis dari skor gain ternormaisasi yaitu skor gain aktua dibagi dengan skor gain maksimum (Hake, 1998). Skor gain setiap seri pembeajaran kemudian dibuat grafik untuk meihat poa perkembangannya. Hasi Peneitian dan Pembahasan Daam penerapan mode pembeajaran PBI pada pembeajaran fisika mengacu pada pendapat Survery dan Duffy (1995), maka rancangan mode pembeajaran Probem Based Instructiona dibagi ke daam 5 fase dan diterapkan pada keas XI IPA1. Pengembangan mode PBI untuk pembeajaran Fisika oeh Guru dengan materi bahasan Gerak dan Gaya dengan sub pokok bahasan: 1) gerak urus beraturan, 2) gerak urus berubah beraturan, 3) gerak vertika, 4) gerak paraboa, dan 5) gerak meingkar. Masing-masing materi bahasan dibuat 5 (ima) pertanyaan. Pengumpuan data diaksanakan pada awa tahun ajaran baru diharapkan siswa termotivasi dan bersemangat beajar fisika. Jumah siswa keas XI IPA1 sebanyak 34 siswa. Langkah-angkah keima Fase adaah sebagai berikut. Fase 1. Kegiatan orientasi siswa pada masaah Pada saat guru menjeaskan tujuan pembeajaran fisika, tampak siswa memperhatikan guru dengan seksama. Situasi keas menjadi hening karena siswa banyak yang beum saing mengena dengan baik. Mereka berasa dari keas satu yang berbeda dan baru disatukan daam jurusan IPA sehingga tampak siswa masih saing beradaptasi dan mencari teman yang cocok dengan dirinya. Guru menjeaskan kegunaan aat dan bahan yang diperukan pada kegiatan pembeajaran, siswa memperhatikan dengan serius. Saah seorang siswa yang menanyakan kegunaan aat-aat tersebut dan bagaimana mengoperasikannya. Tampak terihat siswa termotivasi ingin segera mencobakan aat tersebut untuk memecahkan masaah yang diajukan guru. Fase 2. Mengorganisasikan siswa untuk beajar Siswa dibagi daam 7 keompok, setiap keompok terdiri dari 5 siswa dan satu keompok siswa yang beranggotakan 4 orang siswa. Guru meminta siswa untuk bertanya tentang aat-aat dan bahan yang ada dihadapan mereka. Setiap keompok diberi tugas oeh guru untuk memecahkan masaah yang terdapat pada embar kerja siswa (LKS). Guru berjaan mendekati keompok yang beum meakukan kegiatan diskusi maupun pembagian tugas masing-masing anggota keompok. Guru berjaan mendekati keompok siswa yang sedang berdikusi dan kerja keompok daam menggai jawaban yang dituiskan sebagai hasi diskusi keompok. Guru menanyakan kesuitan yang dihadapi atau beum memahami topik yang sedang dibahas, dan menentukan angkahangkah untuk memecahkan masaah. Fase 3. Membimbing penyeidikan individua maupun keompok Pada fase ini guru berkeiing ruangan dan memperhatikan kegiatan masing-masing keompok, sambi bertanya tentang kesuitan yang mungkin dihadapi oeh keompok ataupun perorangan. Ada satu keompok yang sangat aktif meakukan diskusi dan teah dapat memecahkan 58

9 Prayekti, Probem Based Instruction sebagai aternatif Mode Pembeajaran Fisika di SMA masaah dengan cepat dan benar. Sementara itu ada dua keompok yang masih sibuk membagi tugas pada anggota keompoknya dan masih bingung menentukan angkah-angkah pemecahan masaah. Terihat guru mendekati kedua keompok itu dan menanyakan apa kesuitan yang dihadapinya, au guru memberi bimbingan dengan menguraikan angkah-angkah kegiatan yang harus diakukan oeh anggota keompok. Pada awa bimbingan guru memberi pengarahan kepada keompok tentang pembagian tugas dan peran masing-masing anggota keompok, agar semua anggota bekerja dan tidak ada yang hanya berpangku tangan (menjadi penonton) saja. Seteah itu baruah guru memberi caontoh bagaimana cara mengumpukan informasi yang dibutuhkan oeh keompok. Pada akhirnya guru membimbing keompok meakukan percobaan dengan benar dan teiti, sehingga dapat memecahkan masaah. Fase 4. Mengembangkan dan menyajikan hasi karya Seteah semua keompok seesai menjawab embar tugas siswa dan memecahkan masaah, maka setiap keompok harus membuat aporan hasi kerja keompok yang harus dipresentasikan di depan keas daam diskusi umum yang dipimpin oeh guru. Laporan kerja keompok harus dibuat secara bersama-sama, untuk itu setiap anggota keompok harus ikut serta berperan aktif dan berbagi tugas sehingga akan menghasikan aporan yang baik. Terihat guru seau mengingatkan kepada setiap keompok agar seau berbagi tugas dengan anggota keompoknya, jangan dikerjakan sendiri atau berdua saja meainkan harus musyawarah seuruh anggota keompok. Hasi karya (aporan) keompok benarbenar dikerjakan oeh keompok dan isinya menjadi tanggung jawab bersama. Fase 5. Menganaisis dan mengevauasi proses pemecahan masaah samping itu guru juga berperan moderator dan memimpin diskusi keas. Untuk itu keompok yang maju harus dapat menjawabnya atau diaihkan ke keompok ain ataupun siswa ain untuk menjawabnya. Apabia siswa mengaami kesuitan maka guru akan memberi penjeasan atau penguatan terhadap jawaban yang diberikan keompok yang presentasi atau siswa ain. Diskusi berjaan hingga pada keompok terakhir yang meakukan presentasi, begitu juga dengan diskusi keas terus berjaan sehingga semua siswa memiiki persamaan pendapat tentang pemecahan masaah yang dihadapi. Guru sudah dapat mengevauasi pemecahan masaah yang disajikan masing-masing keompok. Seteah itu guru menutup diskusi dengan menyimpukan hasi diskusi keompok dan mengevauasi hasi penyeidikan, pemecahan masaah siswa dan proses yang diakukan siswa sekaigus menutup peajaran dengan memberi tugas kepada untuk pertemuan berikutnya. Keas XI IPA1 niai ratarata terendah untuk pretes adaah 3,25 sedangkan niai rata-rata tertinggi adaah 6,75. Untuk keas XI IPA1 niai rata-rata terendah adaah 6,45 dan tertinggi 8,75. Perakuan (treatment) pertama Pembeajaran fisika di keas XI IPA2 berangsung seperti biasa, materi yang dibahas sama seperti keas XI IPA1. jumah siswa keas XI IPA2 sebanyak 33 siswa. Pada awa pembeajaran fisika siswa masing-masing keas diberi soa fisika tentang gerak sebagai pretes ternyata ada beberapa siswa saja yang mendapat niai di atas 6,00 seebihnya mendapat niai di bawah 5,00. Sementara itu untuk keas 2 niai rata-rata terendah 3,25 dan tertinggi adaah 6,25. keas XI IPA2 niai rata-rata terendah adaah 6,75 dan niai tertinggi sebesar 9,00. Per-bandingan niai Fisika untuk siswa keas XI IPA1 dan XI IPA2 untuk ebih jeasnya dipaparkan pada grafik 1 berikut. Masing-masing keompok mempresentasikan hasi diskusi keompoknya, apabia ada siswa yang tidak mengerti atau berbeda dengan pendapat keompoknya, maka guru berperan sebagai penengah dan sekaigus memberi penguatan sehingga siswa memiiki persepsi yang sama. Di 59

10 Jurna Pendidikan dan Kebudayaan, Vo. 16, Nomor 1, Januari X1 X1' X1 X1' IPA1 IPA2 Series1 Grafik 1. Perbandingan Niai Pretes dan Postes pada Perakuan Pertama dan fasiitator diskusi keas. Apabia ada anggota keompok yang beum memahami dapat bertanya kepada keompok yang sedang presentasi. Jika keompok presentasi tidak dapat menjawab pertanyaan maka guru dapat menjawabnya sekaigus memberi penguatan atas jawaban yang diberikan. Diskusi keas ini berjaan agak ambat karena keompok yang presentasi beum dapat menampikan dengan baik sehingga respon anggota keompok ainnya maksima. Ha tersebut dimungkinkan siswa beum saing mengena dengan akrab sehingga mereka merasa kaku dan beum berani bertanya. Pada grafik tampak terjadi peningkatan yang signifikan antara niai pretes dan niai postes. Ha tersebut menunjukkan adanya pengaruh penerapan mode pembeajaran PBI yang diaksanakan guru. Sebeum pembeajaran di keas 1 dimuai guru memberikan beberapa pertanyaan yang harus dijawab oeh siswa, terihat siswa ada yang masih kesuitan menjawabnya. Seteah siswa seesai menjawab pretes dan mengumpukannya, guru meminta siswa untuk membentuk keompok. Siswa dibagi daam keompok yang terdiri dari 5 orang siswa dan saah satu dari mereka berperan sebagai ketua keompok. Kemudian guru memberikan seperangkat peraatan untuk meakukan percobaan tentang gerak. Pada awa pembeajaran tampak siswa masih bingung apa yang harus diakukan terhadap aat-aat praktikum yang ada dihadapan mereka. Di antara anggota keompok masih keihatan asing beum saing mengena secara dekat (karena siswa beum ama di juruskan ke IPA dan mereka berasa dari keas satu yang berbeda) Setiap anggota keompok hanya memegang-megang aat praktikum tanpa mengetahui kegunaan aat tersebut. Siswa masih merasa aneh meihat aat-aat tersebut. Seteah guru memberikan LKS, tampak siswa muai memahami kegunaan aat-aat tersebut dan keterkaitan aat tersebut dengan teori yang diterimanya di keas minggu au. Siswa muai mengaitkan antara teori dengan praktiknya dan menjawab LKS dengan sebaik-baiknya. Seesai LKS di jawab berdasarkan hasi percobaan masing-masing keompok mempresentasikan ke depan keas. Guru bertindak sebagai moderator Perakuan (treatment) kedua Dari hasi pretes keas XI IPA1 diperoeh niai ratarata siswa terendah adaah 3,25 dan tertinggi 4,5 seteah pembeajaran yang menerapkan mode PBI, niai rata-rata siswa adaah sebagai berikut. Niai rata-rata terendah 5,00 dan niai rata-rata tertinggi adaah 7,35. Proses pembeajaran fisika di keas XI IPA2, tidak menerapkan mode pembeajaran PBI. Awa pembeajaran fisika guru memberikan pretes kepada siswa untuk mengaitkan pengetahuan awa yang dimiiki siswa dikaitkan dengan tentang materi yang akan dibahas. Seteah seesai pembeajaran siswa diberi postes untuk mengetahui kemampuan siswa menerima materi yang diberikan guru. Pada pertemuan berikutnya, pembeajaran Fisika dimuai puku Materi yang dibahas adaah Gerak Paraboa. Sebeum pembeajaran dimuai terebih dahuu diberikan pretes kepada siswa bertujuan untuk mengetahui pengetahuan awa yang dimiiki siswa tentang yang akan dibahas. Untuk keas 2 memiiki niai rata-rata siswa terendah adaah 3,25 dan niai tertinggi 4,5., sedangkan untuk keas 2 niai ratarata terendah adaah 6,45 dan tertinggi 8,5. 60

11 Prayekti, Probem Based Instruction sebagai aternatif Mode Pembeajaran Fisika di SMA X2 X2' X2 X2' Series X3 X3' X3 X3' Series1 IPA1 IPA2 IPA1 IPA2 Grafik 2. Perbandingan Niai Pretes dan Postes pada Perakuan Kedua Grafik 3. Perbandingan Niai Pretes dan Postes pada Perakuan Ketiga Pada grafik terihat peningkatan niai antara pretes dan postes yang dimiiki keas 1 tidak terau baik jika dibandingkan dengan niai pretes dan postes yang dimiiki siswa keas 2. Perakuan (Treatment) ketiga Pada pertemuan berikutnya siswa terihat ebih akrab satu sama ain, mereka umumnya sudah saing mengena. Tidak seperti pada pertemuanpertemuan sebeumnya siswa masih saing asing beum saing mengena. Terihat pua siswa sudah terbiasa mengaami mode pembeajaran yang diterapkan guru. Saat guru menyiapkan peratan untuk percobaan siswa banyak membantu, sehingga persiapan pembeajaran ebih cepat seesai dan dapat segera dimuai. Dari hasi pretes diperoeh niai rata-rata siswa terendah 3,25 dan tertinggi sebesar 4,25. Saat pembeajaran terihat siswa aktif meakukan percobaan dan menjawab LKS yang diberikan guru, maka niai rata-rata postes terendah yang diperoeh siswa adaah 7,25 dan tertinggi 9,75. Untuk keas XI IPA2 niai rata-rata siswa pada pretes terendah 3,00 dan tertinggi 4,5 sedangkan niai postes rata-rata terendah adaah 7,00 dan tertinggi 9,00. Untuk ebih jeasnya niai pretes dan postes siswa dipaparkan pada grafik 3 berikut. Secara umum peran guru sudah dapat sebagai fasiitator, mengamati dan memotivasi agar kerja keompok dapat berjaan ancar, guru dapat meniai dan mengevauasi keefektifannya. Guru meakukan evauasi terhadap partisipasi dan aktivitasnya maupun hasi pemikiran siswa pada kegiatan diskusi dan kerja keompok. Beajar berdasarkan masaah adaah suatu proses pembeajaran yang diawai dari masaahmasaah yang ditemukan daam kehidupan seharihari di masyarakat. Pada penerapan mode pembeajaran PBI dapat dibuat tahap kegiatan yang meiputi proses, tujuan dan hasi. Pada Proses, Guru memuai sesi awa PBI dengan mengungkapkan permasaahan yang akan dihadapi oeh siswa. Meakukan pendekatan kepada siswa agar tidak merasa sungkan atau takut untuk bertanya apabia ada ha- ha yang tidak dimengertinya. Untuk seanjutnya guru dapat dengan mudah mengatur dan meminta siswa untuk beajar fisika dengan mode pembeajaran yang akan diterapkan oeh guru. Siswa teah dapat mengorganisasikan apa yang teah mereka pahami tentang permasaahan dan mencoba mengidentifikasi ha-ha terkait : 1) Apa yang diketahui; 2) apa yang terjadi. Seteah seesai brainstorming dan diskusi 3) bisakah itu jawabnya; siswa meanjutkan kepada 4) evauasi kritis terhadap saran. Untuk memantapkan jawaban yang keompok buat maka seama diskusi siswa mengajukan pertanyaan kepada guru baik secar perorangan maupun secara keompok tentang ha-ha yang tidak mereka pahami (apa yang ingin diketahui). Ha tersebut sangat baik sekai, tanpa disadarinya siswa teah meakukan proses penyeidikan dan pemecahan 61

12 Jurna Pendidikan dan Kebudayaan, Vo. 16, Nomor 1, Januari 2010 masaah terhadap permasaahan fisika. Ha tersebut sesuai dengan tujuan dari mode pembeajaran Probem Based Instruction. Sebeum akhir sesi pertama guru mendampingi siswa untuk fokus terhadap pertanyaan yang dianggap penting. Ha tersebut peru diakukan guru agar siswa mampu menentukan cara membagi tanggung jawab untuk menyeidiki pertanyaan: 1) apa yang akan diakukan; 2) Apa yang harus diakukan sebagian dari kita; dan 3) siapa yang meakukan apa. Hasinya cukup memuaskan masing-masing sudah dapat berperan aktif daam kegiatan keompoknya masing-masing, tidak ada siswa yang diam dan berpangku tangan saja atau tidak ada siswa yang merasa ebih dari siswa ainnya, semua sama tidak ada perbedaan. Maju bersama dan tidak ada siswa yang tertingga atau ditinggakan ituah prinsip keompok yang harus dipuji dan diberi penghargaan. Ituah saah satu keungguan mode pembeajaran PBI. Tujuan, dengan menerapkan mode pembeajaran PBI guru dapat membuat siswa termotivasi, berusaha menyeesaikan permasaahan yang akan dihadapi daam pembeajaran dan daam kehidupan sehari-hari. Ha tersebut tergambar dari pertanyaan-pertanyaan yang diontarkan siswa terhadap masaah-masaah yang diberikan guru, proses eksporasi yang diakukan siswa secara berkeompok saat memecahkan masaah. Pada pembeajaran PBI Siswa terdorong mengidentifikasi apa yang tidak mereka ketahui atau pahami. Ini meengkapi dasar mereka daam menghadapi tantangan beajar seanjutnya. Ha tersebut dapat memacu siswa untuk ebih banyak membaca dan beajar fisika sebeum pembeajaran di keas berangsung, mereka teah siap menghadapi permasaahan yang akan diajukan guru maupun oehb siswa ainnya. Ha tersebut sangat positif karena siswa seakan beromba untuk dapat menjawab tantangan yang diberikan guru daam peajaran fisika. Siswa seau membekai diri dengan membaca dan beajar fisika agar dapat bersaing dengan siswa ainnya daam mengemukakan ide-ide menjawab semua permasaahan yang ada. Apabia ha tersebut berangsung setiap saat maka dapat dipastikan prestasi siswa akan sangat baik. Pada akhirnya siswa bisa memahami ha yang terjadi secara engkap dan beajar menggunakan intereating ide serta pengetahuan dari bermacam-macam disipin. Di samping itu kerja tim dan rasa kebersamaan juga akan berkembang, maka hubungan sosia siswa akan menjadi semakin baik dan sehat. Hasi, beajar sesuai konteksnya akan diingat ebih ama dan ebih mudah dipahami oeh siswa, karena siswa mengaami sendiri proses pembeajarannya. Bagaimana siswa harus dapat bekerja secara keompok bagaimana pengetahuan tersebut dibangun dan bagaimana proses eksporasi tersebut diakukan. Konteksnya yang reevan dengan kejadian dan pengetahuan yang dimiiki siswa sehingga akan ebih memotivasi siswa untuk beajar fisika ebih jauh agi. Apabia setiap pembeajaran fisika menerapkan mode PBI dapat membuat beajar fisika menjadi kebiasaan, karena beajar secara terus menerus mengarah kepada kebiasaan. Penstimuusan pengetahuan yang ada akan memfasiitasi integrasi pengetahuan baru. Apabia penerapan mode PBI dapat dikatakan sebagai fasiitas, maka fasiitas ini akan seau dibutuhkan siswa daam beajar fisika. Fasiitas ini secara progresif akan membangun menta untuk menyimpan, mendapatkan dan mengapikasikan pengetahuan yang dimiiki siswa. Dapat disimpukan karak-teristika mode PBI adaah : Beajar akan ebih baik jika siswa bisa mengajukan pertanyaan dan mencari jawabnya sendiri. berdasarkan pengaaman siswa daam beajar fisika dengan mode PBI dapat disimpukan integrasi dari beajar membantu siswa untuk menggabungkan pemahaman kerja tim (keompok) dan keahian manajemen (pembagian kerja anggota keompok) akan terbangun. Dengan diterapkan mode PBI daam peajaran Fisika diharapkan dapat mengurangi terjadinya miskonsepsi, sehingga konsep fisika yang diterima siswa dapat menjadi beka pengetahuan yang berguna di masa datang. Mode PBI dapat menjadi aternatif yang dipiih guru daam mengajar fisika di keas, sehingga siswa dapat mengaami pengaaman baru daam beajar fisika dan dapat memahami fisika secara mendaam bahkan dapat meningkat. 62

13 Prayekti, Probem Based Instruction sebagai aternatif Mode Pembeajaran Fisika di SMA Simpuan dan Saran Simpuan Guru teah dapat merancang mode pembeajaran Probem Based Instruction meskipun prestasi siswa yang ditreatment beum mengaami peningkatkan yang signifikan dibandingkan dengan siswa yang tidak ditreatment. Guru membantu siswa daam mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas beajar yang berhubungan dengan masaah, membantu menentukan angkah-angkah memecahkan masaah pada setiap keompok siswa Guru teah dapat mendorong siswa untuk mengumpukan informasi yang sesuai, meaksanakan eksperimen guna mendapatkan penjeasan dan pemecahan masaah. Penerapan mode PBI Guru memberikan bantuan seperunya terutama tentang pembagian tugas daam keompok dan siswa teah dapat merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti aporan, membantu siswa untuk berbagi tugas dengan temannya. Guru teah membantu siswa untuk meakukan refeksi, dan mengevauasi terhadap penyeidikan siswa dan proses yang siswa gunakan sehingga siswa dapat mengetahui keemahan dan kekurangannya dari hasi refeksi yang diakukan. Saran Guru harus ebih sering menerapkan mode Pembeajaran Based Instructiona daam pembeajaran fisika agar siswa terbiasa berdiskusi dan dapat memecahkan masaah yang dihadapi yang pada akhirnya prestasi beajar siswa dapat meningkat. Pustaka Acuan Kepmendiknas No. 045/U/2002. Tentang kurikuum inti Pendidikan Tinggi. Kepmendiknas No. 045/U/ Suradijono. SHR Probem Based Learning. Apa dan Bagaimana? Makaah seminar Pertumbuhan Inovasi Sistem Pembeajaran. Boud & Faeti (daam Saptono) (2003) di unduh dari ( earning.unima.ac.id Saptono 2003 diunduh dari earning.unima.ac.id Savery.J.R.and Duffy. T. M Probem Based earning An Instructiona Mode and Its Constructivist. Framework Educationa Technoogy. Undang- Undang No. 14 Tahun Tentang Guru dan Dosen 63

Jawaban Tugas 02 Program Pendidikan Fisika. [Setiya Utari]

Jawaban Tugas 02 Program Pendidikan Fisika. [Setiya Utari] Jawaban Tugas 0 Program Pendidikan Fisika [Setiya Utari] Program Pendidikan Fisika Tujuan Mata peajaran Fisik Membentuk sikap positif terhadap fisika Keteraturan aam semesta, Kebesaran TYME. Memupuk sikap

Lebih terperinci

Manajemen Kinerja Pokok Bahasan:

Manajemen Kinerja Pokok Bahasan: Manajemen Kinerja Pokok Bahasan: Manajemen Kinerja: Peatihan dan Penghargaan Sub Pokok Bahasan Pengertian Peatihan Proses pembeajaran dan pengembangan individu Jenis-jenis peatihan karyawan Manfaat peatihan

Lebih terperinci

MANAJEMEN KINERJA. Pokok Bahasan: Proses Manajemen Kinerja

MANAJEMEN KINERJA. Pokok Bahasan: Proses Manajemen Kinerja MANAJEMEN KINERJA Pokok Bahasan: Proses Manajemen Kinerja Manajemen kinerja sebagai proses manajemen Preses manajemen kinerja menurut Wibowo (2007:19) mencakup suatu proses peaksanaan kinerja dan bagaimana

Lebih terperinci

KISI-KISI MATERI PLPG MATA PELAJARAN AGRIBISNIS TERNAK RUMINANSIA. Kompetensi Guru Mata Pelajaran (KD) A B C D E

KISI-KISI MATERI PLPG MATA PELAJARAN AGRIBISNIS TERNAK RUMINANSIA. Kompetensi Guru Mata Pelajaran (KD) A B C D E KISI-KISI MATERI PLPG MATA PELAJARAN AGRIBISNIS TERNAK RUMINANSIA Kompeten Kompetensi Guru Mata Peajaran 1 Pedagogik Menguasai karakteristik Memahami karakteristik peserta peserta didik dari aspek fisik,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 71 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pembuatan Basis Data Langkah pertama daam membangun apikasi adaah meakukan instaasi apikasi server yaitu menggunakan SQLite manager yang di insta pada browser Mozia Firefox.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 42 BAB III METODE PENELITIAN 3. Teknik Peneitian Peneitian dengan metode perbandingan eksperimenta berisikan kegiatan yang direncanakan dan diaksanakan oeh peneiti, maka dapat diperoeh bukti-bukti yang

Lebih terperinci

FOURIER Oktober 2014, Vol. 3, No. 2,

FOURIER Oktober 2014, Vol. 3, No. 2, FOURIER Oktober 2014, Vo. 3, No. 2, 98 116 PENYELESAIAN MATCHING GRAF DENGAN MENGGUNAKAN METODE HUNGARIAN DAN PENERAPANNYA PADA PENEMPATAN KARYAWAN DI SUATU PERUSAHAAN Auia Rahman 1, Muchammad Abrori 2,

Lebih terperinci

FISIKA SEKOLAH 1 FI SKS

FISIKA SEKOLAH 1 FI SKS FISIKA SEKOLAH 1 FI 132 2 SKS Latar Belakang Standar Isi UU RI No. 20/2003 tentang S P N PP RI No 19/2005 tentang S N P PERMENDIKNAS No.22/2006 tentang Standar ISI IPA berkaitan dengan cara mencari tahu

Lebih terperinci

Gambar 3.1 Lokasi Museum Konperensi Asia Afrika Sumber :

Gambar 3.1 Lokasi Museum Konperensi Asia Afrika Sumber : BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Lokasi dan Objek Peneitian Lokasi peneitian ini diaksanakan di Museum Konperensi Asia Afrika berokasi di Gedung Merdeka, jaan Asia Afrika No. 65 Bandung, Keurahan Braga,

Lebih terperinci

Jurnal Akademis dan Gagasan matematika Edisi Ke Dua Tahun 2015 Halaman 1 hingga 8

Jurnal Akademis dan Gagasan matematika Edisi Ke Dua Tahun 2015 Halaman 1 hingga 8 Jurna Akademis dan Gagasan tetika Edisi Ke Dua Tahun 2015 Haan 1 hingga 8 PEMBELAJARAN MATEMATIKA MENGGUNAKAN NUMBERED HEADS TOGETHER (NHT) DENGAN MEDIA POWERPOINT DAN BAGAN DITINJAU DARI KEMAMPUAN MEMORI

Lebih terperinci

Manajemen Kinerja, Manajemen, 2 sks. Umpan Balik

Manajemen Kinerja, Manajemen, 2 sks. Umpan Balik Manajemen Kinerja, Manajemen, 2 sks Umpan Baik POKOK BAHASAN Umpan Baik Pengertian dan penerapan Umpan Baik 360 derajat Kriteria dan keberhasian Umpan Baik 360 derajat Keebihan dan keemahan Umpan Baik

Lebih terperinci

guru dan berperan aktif memotivasi

guru dan berperan aktif memotivasi Jurnq miah Guru "COPE", No. 0/Tahun V/Pebruari 2004 PERANAN PERSATUAN GURU REPUBLK NDONESA (PGR) DALAM UPAYA PENNGKATAN PROFESONALSME GURU oeh: Tri Murwaningsih *) Abstrak Masaah tenaga pendidikan di ndonesia

Lebih terperinci

52. Mata Pelajaran Fisika untuk Sekolah Menengah Atas (SMA)/Madrasah Aliyah (MA) A. Latar Belakang B. Tujuan

52. Mata Pelajaran Fisika untuk Sekolah Menengah Atas (SMA)/Madrasah Aliyah (MA) A. Latar Belakang B. Tujuan 52. Mata Pelajaran Fisika untuk Sekolah Menengah Atas (SMA)/Madrasah Aliyah (MA) A. Latar Belakang Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang fenomena alam secara sistematis,

Lebih terperinci

BAB. 6 DINAMIKA ROTASI DAN KESETIMBAGAN BENDA TEGAR A. MOMEN GAYA DAN MOMEN INERSIA

BAB. 6 DINAMIKA ROTASI DAN KESETIMBAGAN BENDA TEGAR A. MOMEN GAYA DAN MOMEN INERSIA BAB. 6 DINAMIKA OTASI DAN KESETIMBAGAN BENDA TEGA A. MOMEN GAYA DAN MOMEN INESIA 1. Momen Gaya Benda hanya dapat mengaami perubahan gerak rotasi jika pada benda tersebut diberi momen gaya, dengan adanya

Lebih terperinci

10. Mata Pelajaran Fisika Untuk Paket C Program IPA

10. Mata Pelajaran Fisika Untuk Paket C Program IPA 10. Mata Pelajaran Fisika Untuk Paket C Program IPA A. Latar Belakang Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) bukan hanya kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi

Lebih terperinci

PENENTUAN CADANGAN PREMI MENGGUNAKAN METODE FACKLER PADA ASURANSI JIWA DWI GUNA

PENENTUAN CADANGAN PREMI MENGGUNAKAN METODE FACKLER PADA ASURANSI JIWA DWI GUNA Buetin Imiah Mat. Stat. dan Terapannya (Bimaster) Voume 02, No. 2 (203), ha 5 20. PENENTUAN CAANGAN PREMI MENGGUNAKAN METOE FACKLER PAA ASURANSI JIWA WI GUNA Indri Mashitah, Neva Satyahadewi, Muhasah Novitasari

Lebih terperinci

PENENTUAN MOMEN INERSIA BENDA TEGAR DENGAN METODE BANDUL FISIS. Stepanus Sahala S. Prodi Pend. Fisika, Jurusan PMIPA FKIP Untan.

PENENTUAN MOMEN INERSIA BENDA TEGAR DENGAN METODE BANDUL FISIS. Stepanus Sahala S. Prodi Pend. Fisika, Jurusan PMIPA FKIP Untan. 36 PENENTUAN MOMEN INERSIA BENDA TEGAR DENGAN METODE BANDUL FISIS Stepanus Sahaa S. Prodi Pend. Fisika, Jurusan PMIPA FKIP Untan Abstract The aim of this research is the define rigid inert moment with

Lebih terperinci

PERHITUNGAN CADANGAN PADA ASURANSI JIWA BERJANGKA MENGGUNAKAN METODE FACKLER DENGAN PRINSIP PROSPEKTIF

PERHITUNGAN CADANGAN PADA ASURANSI JIWA BERJANGKA MENGGUNAKAN METODE FACKLER DENGAN PRINSIP PROSPEKTIF PERHITUNGAN ADANGAN PADA ASURANSI JIWA BERJANGKA MENGGUNAKAN METODE FAKLER DENGAN PRINSIP PROSPEKTIF Riaman, Kankan Parmikanti 2, Iin Irianingsih 3, Sudradjat Supian 4 Departemen Matematika, Fakutas MIPA,

Lebih terperinci

PENERAPAN MANAJEMEN KINERJA DI PERUSAHAAN MANAJEMEN KINERJA PERTEMUAN KETIGA

PENERAPAN MANAJEMEN KINERJA DI PERUSAHAAN MANAJEMEN KINERJA PERTEMUAN KETIGA PENERAPAN MANAJEMEN KINERJA DI PERUSAHAAN MANAJEMEN KINERJA PERTEMUAN KETIGA PENERAPAN MANAJEMEN KINERJA Daam pertemuan pekan ini pokok bahasan kita adaah penerapan manajemen kinerja di perusahaan, dampaknya

Lebih terperinci

ANALISIS DANA TABARRU ASURANSI JIWA SYARIAH MENGGUNAKAN PERHITUNGAN COST OF INSURANCE

ANALISIS DANA TABARRU ASURANSI JIWA SYARIAH MENGGUNAKAN PERHITUNGAN COST OF INSURANCE Buetin Imiah Math. Stat. dan Terapannya (Bimaster) Voume 05, No. (206), ha 53-60. ANALISIS DANA TABARRU ASURANSI JIWA SYARIAH MENGGUNAKAN PERHITUNGAN COST OF INSURANCE Amanah Fitria, Neva Satyahadewi,

Lebih terperinci

PEMODELAN TARIKAN PERJALANAN PADA RUMAH SAKIT DI KOTA PADANG

PEMODELAN TARIKAN PERJALANAN PADA RUMAH SAKIT DI KOTA PADANG No. Vo. Thn. XIV Apri 00 ISSN: 84-84 PEMODELAN TARIKAN PERJALANAN PADA RUMAH SAKIT DI KOTA PADANG Hendra Gunawan ),Titi Kurniati ),Dedi Arnadi ) )Staf Pengajar Jurusan Teknik Sipi Universitas Andaas )Mahasiswa

Lebih terperinci

Water Hammer Press Untuk Pengurangan Kadar Air Komoditas Onggok

Water Hammer Press Untuk Pengurangan Kadar Air Komoditas Onggok Water Hammer Press Untuk Pengurangan Kadar Air Komoditas Onggok A. Yudi Eka Risano 1, Indra Mamad Gandidi 2 1,2 Teknik Mesin Konversi Energi, Fakutas Teknik Universitas Lampung J. Prof. Soemantri Brojonegoro

Lebih terperinci

Jurnal Ilmiah Guru COPE, No. 01/Tahun XVII/Mei 2013 METODE DISKUSI KELOMPOK BERBASIS INQUIRI UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR FISIKA DI SMA

Jurnal Ilmiah Guru COPE, No. 01/Tahun XVII/Mei 2013 METODE DISKUSI KELOMPOK BERBASIS INQUIRI UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR FISIKA DI SMA METODE DISKUSI KELOMPOK BERBASIS INQUIRI UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR FISIKA DI SMA Lutfatul Latifah 1 Guru mata pelajaran Fisika di SMA Negeri 1 Imogiri Kab. Bantul ABSTRAK Fisika sebagai bagian dari

Lebih terperinci

STANDAR KOMPETENSI DAN KOMPETENSI DASAR MATA PELAJARAN FISIKA

STANDAR KOMPETENSI DAN KOMPETENSI DASAR MATA PELAJARAN FISIKA STANDAR KOMPETENSI DAN KOMPETENSI DASAR MATA PELAJARAN FISIKA A. Latar Belakang Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang fenomena alam secara sistematis, sehingga IPA bukan

Lebih terperinci

SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN FISIKA 2018

SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN FISIKA 2018 ISSN : 2527 5917, Vo.3 Impementasi Pendidikan Karakter dan IPTEK untuk Generasi Mienia Indonesia daam Menuju SDGs 2030 KAJIAN DINAMIKA FLUIDA PADA ALIRAN AIR TERJUN TUJUH BIDADARI KABUPATEN JEMBER BERBASIS

Lebih terperinci

ALTERNATIVE ASSESMENT. (Penilaian Alternatif) LEMBAGA PENGKAJIAN DAN PENGEMBANGAN PENDIDIKAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

ALTERNATIVE ASSESMENT. (Penilaian Alternatif) LEMBAGA PENGKAJIAN DAN PENGEMBANGAN PENDIDIKAN UNIVERSITAS AIRLANGGA ALTERNATIVE ASSESMENT (Peniaian Aternatif) LEMBAGA PENGKAJIAN DAN PENGEMBANGAN PENDIDIKAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 1 BENTUK UJIAN Tuis In cass Take home Achievement Aptitude Course-based Non course based

Lebih terperinci

UNIVERSITAS AIRLANGGA FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS AIRLANGGA FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS AIRLANGGA Kampus B Jaan Airangga 4 Surabaya 60286 Tep. 01-50642, 506584 Fax. 01-5026288 Website: http://www.fe.unair.ac.id E-mai: fe@unair.ac.id, info@fe.unair.ac.id Nomor : 125/UN.4/PPd/Dept/Ak/201

Lebih terperinci

HANDOUT PERKULIAHAN. Kode Mata Kuliah : LB 461 Jumlah SKS : 2 Semester : Genap (6) Kelompok Mata Kuliah

HANDOUT PERKULIAHAN. Kode Mata Kuliah : LB 461 Jumlah SKS : 2 Semester : Genap (6) Kelompok Mata Kuliah HANDOUT PERKULIAHAN Nama Mata Kuiah : Orientasi dan Mobiitas Kode Mata Kuiah : LB 461 Jumah SKS : 2 Semester : Genap (6) Keompok Mata Kuiah : MKPS Status Mata Kuiah : Wajib bagi spesiaisasi A Prasyarat

Lebih terperinci

Modul Praktikum Fisika Matematika: Mengukur Koefisien Gesekan pada Osilasi Teredam Bandul Matematika.

Modul Praktikum Fisika Matematika: Mengukur Koefisien Gesekan pada Osilasi Teredam Bandul Matematika. PROSIDING SKF 016 Modu Praktikum Fisika Matematika: Menukur Koefisien Gesekan pada Osiasi Teredam Bandu Matematika. Rizqa Sitorus 1,a), Triati Dewi Kencana Wunu,b dan Liik Hendrajaya 3,c) 1 Maister Penajaran

Lebih terperinci

Selanjutnya rancangan perkuliahan setiap pertemuan adalah sebagai berikut: Jenis Tugas TR CBR CJR MR RI PJCT M K M K M K M K M K M K T P L

Selanjutnya rancangan perkuliahan setiap pertemuan adalah sebagai berikut: Jenis Tugas TR CBR CJR MR RI PJCT M K M K M K M K M K M K T P L Seanjutnya rancangan perkuiahan setiap pertemuan adaah sebagai berikut: Pert. Ke Aktivitas Perkuiahan Softski yang Diharapkan 1 Learning Contract - - - - - - - - - - - - Ketekunan Kedisipinan 1 Dosen membagikan

Lebih terperinci

RANCANGAN ANIMASI INTERAKTIF PENGENALAN ALAT-ALAT TRANSPORTASI UNTUK SISWA TAMAN KANAK-KANAK ISLAM AL AZZAM CILEDUK TANGERANG

RANCANGAN ANIMASI INTERAKTIF PENGENALAN ALAT-ALAT TRANSPORTASI UNTUK SISWA TAMAN KANAK-KANAK ISLAM AL AZZAM CILEDUK TANGERANG SNIPTEK 2016 ISBN: 978-602-72850-3-3 RANCANGAN ANIMASI INTERAKTIF PENGENALAN ALAT-ALAT TRANSPORTASI UNTUK SISWA TAMAN KANAK-KANAK ISLAM AL AZZAM CILEDUK TANGERANG Indah Puspitorini AMIK BSI Bekasi J. Raya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. utamanya adalah menentukan struktur yang mendasari keterkaitan (korelasi)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. utamanya adalah menentukan struktur yang mendasari keterkaitan (korelasi) BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Anaisis aktor Menurut Hair, et a. (995) anaisis faktor adaah sebuah nama umum yang diberikan kepada sebuah keas dari metode statistika mutivariat yang tujuan utamanya adaah menentukan

Lebih terperinci

Nomor : 361/UN.3.1.4/PPd/ Maret 2015 Lampiran : 1 (satu) eksemplar : Penyebaran Informasi Beasiswa S2 STAR

Nomor : 361/UN.3.1.4/PPd/ Maret 2015 Lampiran : 1 (satu) eksemplar : Penyebaran Informasi Beasiswa S2 STAR UNIVERSITAS AIRLANGGA Kampus B Jaan Airangga 4 Surabaya 60286 Tep. 01-50642, 506584 Fax. 01-5026288 Website: http://www.fe.unair.ac.id E-mai: fe@unair.ac.id, info@fe.unair.ac.id Nomor : 61/UN..1.4/PPd/2015

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Stevida Sendi, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Stevida Sendi, 2013 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang fenomena alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan

Lebih terperinci

SIMAK UI 2011 Fisika. Kode Soal

SIMAK UI 2011 Fisika. Kode Soal SIMAK UI 2011 Fisika Kode Soa Doc. Name: SIMAKUI2011FIS999 Version: 2012-11 haaman 1 01. Sebuah mikroskop terdiri dari ensa obyektif (f 1 = 0,5 cm) dan ensa okuer (f 2 = 2 cm). Jarak antara kedua ensa

Lebih terperinci

Manajemen Operasional KEPUTUSAN PERENCANAAN STRATEGI

Manajemen Operasional KEPUTUSAN PERENCANAAN STRATEGI Manajemen Operasiona KEPUTUSAN PERENCANAAN STRATEGI Putri Irene Kanny Putri_irene@staff.gunadarma.ac.id Sub Pokok bahasan pertemuan ke-2 Formuasi strategi Prioritas bersaing Peran operasi daam strategi

Lebih terperinci

MENINGKATKAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DI TINGKAT PERUSAHAAN

MENINGKATKAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DI TINGKAT PERUSAHAAN MENINGKATKAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DI TINGKAT PERUSAHAAN BUKU PEGANGAN BAGI PELATIH 1 Hak Cipta Kantor Perburuhan Internasiona 2002 Pertama terbit tahun 2002 Pubikasi Kantor Perburuhan Internasiona diindungi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu pengetahuan alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu pengetahuan alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ilmu pengetahuan alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan pengetahuan yang berupa fakta-fakta,

Lebih terperinci

JEMBATAN WHEATSTONE. , r KEGIATAN BELAJAR 2 A. LANDASAN TEORI

JEMBATAN WHEATSTONE. , r KEGIATAN BELAJAR 2 A. LANDASAN TEORI KEITN BELJ 2. LNSN TEOI JEMBTN WHETSTONE aam kegiatan beajar anda teah mempeajari pengukuran hgambatan dengan menggunakan ohmmeter dan menggunakan ampermeter dan votmeter dengan metoda amper-vot-meter

Lebih terperinci

PREMI DANA PENSIUN DENGAN METODE ENTRY AGE NORMAL PADA STATUS GABUNGAN BERDASARKAN DISTRIBUSI EKSPONENSIAL

PREMI DANA PENSIUN DENGAN METODE ENTRY AGE NORMAL PADA STATUS GABUNGAN BERDASARKAN DISTRIBUSI EKSPONENSIAL PREMI DANA PENSIUN DENGAN METODE ENTRY AGE NORMAL PADA STATUS GABUNGAN BERDASARKAN DISTRIBUSI EKSPONENSIAL Adhe Afriani 1*, Hasriati 2, Musraini 2 1 Mahasiswa Program S1 Matematika 2 Dosen Jurusan Matematika

Lebih terperinci

ANALISIS FOURIER. Kusnanto Mukti W./ M Jurusan Fisika Fakultas MIPA Universitas Sebelas Maret. Abstrak

ANALISIS FOURIER. Kusnanto Mukti W./ M Jurusan Fisika Fakultas MIPA Universitas Sebelas Maret. Abstrak ANALISIS FOURIER Kusnanto Mukti W./ M0209031 Jurusan Fisika Fakutas MIPA Universitas Sebeas Maret Abstrak Anaisis fourier adaah cara matematis untuk menentukan frekuensi dan ampitudo harmonik. Percobaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang

Lebih terperinci

NUMERICAL APPROACH OF BOUNDED STATE AND CRITICAL PHENOMENON OF YUKAWA POTENTIAL AT TWO NUCLEON INTERACTION USING FINITE DIFFERENCE METHOD

NUMERICAL APPROACH OF BOUNDED STATE AND CRITICAL PHENOMENON OF YUKAWA POTENTIAL AT TWO NUCLEON INTERACTION USING FINITE DIFFERENCE METHOD Pendekatan Numerik Keadaan Terikat. (Arif Gunawan) 179 PENDEKATAN NUMERIK KEADAAN TERIKAT DAN FENOMENA KRITIS POTENSIAL YUKAWA PADA INTERAKSI DUA NUKLEON MENGGUNAKAN METODE BEDA HINGGA (FINITE DIFFERENCE

Lebih terperinci

ANIMASI INTERAKTIF PEMBELAJARAN PENANGGULANGAN BANJIR UNTUK SISWA SD

ANIMASI INTERAKTIF PEMBELAJARAN PENANGGULANGAN BANJIR UNTUK SISWA SD Konferensi Nasiona Imu osia & Teknoogi (KNiT) Maret 016, pp. 56~6 ANIMAI INTERAKTIF PEMBELAJARAN PENANGGULANGAN BANJIR UNTUK IWA D 56 Desy Yekti A 1, Nani Purwati 1 AMIK BI Yogyakarta e-mai: mbesesek@gmai.com,

Lebih terperinci

PENGATURAN FUNGSI PENYERAPAN DARI MODEL DIFUSI KADAR AIR PENYIMPANAN PADI DENGAN METODE BEDA HINGGA SKEMA IMPLISIT

PENGATURAN FUNGSI PENYERAPAN DARI MODEL DIFUSI KADAR AIR PENYIMPANAN PADI DENGAN METODE BEDA HINGGA SKEMA IMPLISIT JIMT Vo. 12 No. 1 Juni 2015 (Ha. 92 103) Jurna Imiah Matematika dan Terapan ISSN : 2450 766X PENGATURAN FUNGSI PENYERAPAN DARI MODEL DIFUSI KADAR AIR PENYIMPANAN PADI DENGAN METODE BEDA HINGGA SKEMA IMPLISIT

Lebih terperinci

HUBUNGAN DISIPLIN KERJA DENGAN KINERJA KARYAWAN PADA PT RAMAYANA LESTARI SENTOSA,Tbk. CABANG BOGOR

HUBUNGAN DISIPLIN KERJA DENGAN KINERJA KARYAWAN PADA PT RAMAYANA LESTARI SENTOSA,Tbk. CABANG BOGOR HUBUNGAN DISIPLIN KERJA DENGAN KINERJA KARYAWAN PADA PT RAMAYANA LESTARI SENTOSA,Tbk. CABANG BOGOR Nama : Saepudin ABSTRAK Saah satu masaah yang sering dihadapi perusahaan yaitu disipin kerja seperti banyak

Lebih terperinci

T E K U K A N. Gambar 7.1. Pembebanan Normal Negatif

T E K U K A N. Gambar 7.1. Pembebanan Normal Negatif 1/5/016 T E K U K N 7.1. Terjadinya Tekukan Tekukan terjadi apabia batang tekan memiiki panjang tertentu yang yang jauh ebih besar dibandingkan dengan penampang intangnya. Perhatikan Gambar 7.1 di bawah,

Lebih terperinci

Prosiding Matematika ISSN:

Prosiding Matematika ISSN: Prosiding Matematika ISS: 2460-6464 Mode Matematika Cadangan Premi Asuransi Kesehatan Perawatan Rumah Sakit Menggunakan Metode Prospektif Mathematica Modes of Cacuation of The Heath Insurance Premium Backup

Lebih terperinci

BAB III OBJEK DAN METODE PENELITIAN

BAB III OBJEK DAN METODE PENELITIAN 37 BAB III OBJEK DAN METODE PENELITIAN 3.1 Objek Peneitian Peneitian ini menggunakan pendekatan manajemen pemasaran khususnya mengenai pengaruh service exceence terhadap kepuasan konsumen. Adapun yang

Lebih terperinci

SMA NEGERI 14 JAKARTA Jalan SMA Barat, Cililitan, Kramatjati, Jakarta Timur Tlp

SMA NEGERI 14 JAKARTA Jalan SMA Barat, Cililitan, Kramatjati, Jakarta Timur Tlp SM NEGERI 14 JKRT Jaan SM Barat, Ciiitan, Kramatjati, Jakarta Timur Tp. 01 809096 BIDNG STUDI : FISIK DINMIK ROTSI F 1. Sebuah roda dapat mengeinding pada sebuah bidang datar yang kasar. Massa roda 0,5

Lebih terperinci

R DAFTAR ISI. Kata Pengantar...i. Daftar Isi... ii. A. Banjir, Penyebab dan Dampaknya B. Masalah Kesehatan C. Upaya Sebelum Banjir...

R DAFTAR ISI. Kata Pengantar...i. Daftar Isi... ii. A. Banjir, Penyebab dan Dampaknya B. Masalah Kesehatan C. Upaya Sebelum Banjir... P uji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan YME, karena dengan perkenannya booket Penangguangan Masaah Kesehatan akibat Bencana Banjir bagi pengeoa tingkat Kabupaten/Kota ini dapat seesai pada waktunya.

Lebih terperinci

Model Optimasi Penjadwalan Proses Slitting Material Roll dengan Multi Objective Programming

Model Optimasi Penjadwalan Proses Slitting Material Roll dengan Multi Objective Programming Mode Optimasi Penjadwaan Proses Sitting Materia Ro dengan Muti Objective Programming Dina Nataia Prayogo Jurusan Teknik Industri, Universitas Surabaya Jaan Raya Kairungkut, Surabaya, 60293 Te: (031) 2981392,

Lebih terperinci

Jurnal Ilmiah Keperawatan STIKes Medika Cikarang

Jurnal Ilmiah Keperawatan STIKes Medika Cikarang FAKTOR FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEBERHASILAN TOILET TRAININGPADA BATASAN USIA - TAHUN DI DUSUN II DESA KARANG RAHAYU KECAMATAN KARANG BAHAGIA KABUPATEN BEKASI TAHUN 6 Apriina Sartika ABSTRAK Toiet

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif

BAB I PENDAHULUAN. suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN MODEL SISTEM DINAMIK TERHADAP KETERSEDIAN AIR BERSIH DI KABUPATEN KUTAI TIMUR PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

PENGEMBANGAN MODEL SISTEM DINAMIK TERHADAP KETERSEDIAN AIR BERSIH DI KABUPATEN KUTAI TIMUR PROVINSI KALIMANTAN TIMUR JIEM Vo.1 No. 2, Oktober 216 E-ISSN: 2541-39, ISSN Paper: 253-143 PENGEMBANGAN MODEL SISTEM DINAMIK TERHADAP KETERSEDIAN AIR BERSIH DI KABUPATEN KUTAI TIMUR PROVINSI KALIMANTAN TIMUR Dimas Primadian N,

Lebih terperinci

PENGARUH LATIHAN PLYOMETRIC DROP PUSH UPS

PENGARUH LATIHAN PLYOMETRIC DROP PUSH UPS JURNAL SKRIPSI PENGARUH LATIHAN PLYOMETRIC DROP PUSH UPS DAN PUSH UPWITH CLAP TERHADAP PENINGKATAN POWER OTOT LENGAN PADA MAHASISWA PUTRA PEMBINAAN PRESTASI PENCAK SILAT JPOK FKIP UNS TAHUN 04 SKRIPSI

Lebih terperinci

(b) Tekuk Gambar 7.1. Pembebanan Normal Negatif

(b) Tekuk Gambar 7.1. Pembebanan Normal Negatif BB VII T E K U K N 7.1. Terjadinya Tekukan Tekukan terjadi apabia batang tekan memiiki panjang tertentu yang yang jauh ebih besar dibandingkan dengan penampang intangnya. Perhatikan Gambar 7.1 di bawah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran sains di sekolah dimaksudkan untuk menanamkan. keyakinan kepada Tuhan Yang Maha Esa, mengembangkan keterampilan sikap

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran sains di sekolah dimaksudkan untuk menanamkan. keyakinan kepada Tuhan Yang Maha Esa, mengembangkan keterampilan sikap BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran sains di sekolah dimaksudkan untuk menanamkan keyakinan kepada Tuhan Yang Maha Esa, mengembangkan keterampilan sikap dan nilai ilmiah, mempersiapkan

Lebih terperinci

sistem InformasI GgeoGgrafIs Widiastuti

sistem InformasI GgeoGgrafIs Widiastuti sistem InformasI GgeoGgrafIs Widiastuti Universitas Gunadarma 2015 Pertemuan Ketiga Komponen Sistem Informasi Geografis Data dan Informasi.. Data menjadi Informasi Data Pemrosesan, Pengoahan, Konversi

Lebih terperinci

OPTIMALISASI JUMLAH BUS TRAYEK MANGKANG- PENGGARON DENGAN PENDEKATAN COMPROMISE PROGRAMMING

OPTIMALISASI JUMLAH BUS TRAYEK MANGKANG- PENGGARON DENGAN PENDEKATAN COMPROMISE PROGRAMMING OPTIMALISASI JUMLAH BUS TRAYEK MANGKANG- PENGGARON DENGAN PENDEKATAN COMPROMISE PROGRAMMING Diana Puspita Sari, Arfan Backtiar, Heny Puspasri Industria Engineering Department, Diponegoro University Emai

Lebih terperinci

Kata kunci: Fuzzy Adaptif, Air Fuel Ratio, duty cycle, sensor lambda.

Kata kunci: Fuzzy Adaptif, Air Fuel Ratio, duty cycle, sensor lambda. KONTROL AIR FUEL RATIO PADA SPARK IGNITION ENGINE SISTEM EFI SEKUENSIAL MENGGUNAKAN KONTROL FUZZY ADAPTIF DAPAT MENEKAN BEAYA OPERASIONAL KENDARAAN Abdu Hamid, Ari Santoso Jurusan Teknik Eektro-FTI ITS

Lebih terperinci

BERITA ACARA PEMBERIAN PENJELASAN PEKERJAAN Nomor : 38 /ULP-POKJA KONSTRUKSI.II/2011

BERITA ACARA PEMBERIAN PENJELASAN PEKERJAAN Nomor : 38 /ULP-POKJA KONSTRUKSI.II/2011 PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT UNIT LAYANAN PENGADAAN Jaan Sutan Syahrir Nomor 02 No. Tep. (0532) 23759 Pangkaan Bun 74112 BERITA ACARA PEMBERIAN PENJELASAN PEKERJAAN Nomor : 38 /ULP-POKJA KONSTRUKSI.II/2011

Lebih terperinci

61. Mata Pelajaran Fisika Kelompok Teknologi dan Kesehatan untuk Sekolah Menengah Kejuruan (SMK)/Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK)

61. Mata Pelajaran Fisika Kelompok Teknologi dan Kesehatan untuk Sekolah Menengah Kejuruan (SMK)/Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK) 61. Mata Pelajaran Fisika Kelompok Teknologi dan Kesehatan untuk Sekolah Menengah Kejuruan (SMK)/Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK) A. Latar Belakang Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari

Lebih terperinci

PEMBELAJARAN BERPUSAT MAHASISWA

PEMBELAJARAN BERPUSAT MAHASISWA PEMBELAJARAN BERPUSAT MAHASISWA S Pusat Pengembangan Pendidikan UNIVERSITAS GADJAH MADA Yogyakarta C Hak Cipta Diindungi Undang-Undang Diarang memperbanyak, mencetak, dan menerbitkan sebagian isi atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan kurikulum sains dari kurikulum berbasis kompetensi (KBK) menjadi

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan kurikulum sains dari kurikulum berbasis kompetensi (KBK) menjadi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi serta informasi yang sangat cepat perlu upaya proaktif dari pemerintah seperti perubahan kurikulum sains. Perubahan kurikulum

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI. yang negative atau mengancam (Towsent alih bahasa,daulima,1998). tidak dapat membuat hubungan tersebut (Carpenito,1995).

BAB II TINJAUAN TEORI. yang negative atau mengancam (Towsent alih bahasa,daulima,1998). tidak dapat membuat hubungan tersebut (Carpenito,1995). 1 6 BAB II TINJAUAN TEORI A Pengertian Isoasi sosia merupakan kondisi kesendirian yang diaami oeh individu dan diterima sebagai ketentuan orang ain sebagai suatu keadaan yang negative atau mengancam (Towsent

Lebih terperinci

Bab III Metode Akuisisi dan Pengolahan Data

Bab III Metode Akuisisi dan Pengolahan Data Bab III Metode Akuiii dan Pengoahan ata III.1 Pembuatan Mode Fii Bagian paing penting dari peneitian ini iaah pemodean fii auran fuida yang digunakan. Mode auran ini digunakan ebagai medium airan fuida

Lebih terperinci

Konsistensi Hambatan Kawat Kumparan Terhadap Hukum Ohm pada Berbagai Medium

Konsistensi Hambatan Kawat Kumparan Terhadap Hukum Ohm pada Berbagai Medium 8 Prosiding Pertemuan Imiah XX HFI Jateng & DIY Konsistensi Hambatan Kawat Kumparan Terhadap Hukum Ohm pada Berbagai Medium Sandi Somantri, Moh. Toifur, Sumaji Program Magister Pendidikan Fisika, Universitas

Lebih terperinci

Analisis Pengaruh Semen Konduktif Sebagai Media Pembumian Elektroda Batang

Analisis Pengaruh Semen Konduktif Sebagai Media Pembumian Elektroda Batang Anaisis Pengaruh Semen Konduktif Sebagai Media Pembumian Eektroda Batang I M Yuistya Negara, Daniar Fahmi, D.A. Asfani, Bimo Prajanuarto, Arief M. Jurusan Teknik Eektro Institut Teknoogi Sepuuh Nopember

Lebih terperinci

Perancangan Job-Person Matching di Bagian Sediaan Non-Betalaktam Departemen Instalasi Produksi Lafiad

Perancangan Job-Person Matching di Bagian Sediaan Non-Betalaktam Departemen Instalasi Produksi Lafiad Jurna Teematika, vo. 9 no. 2, Institut Teknoogi Harapan Bangsa, Bandung ISSN: 1858-2516 Perancangan Job-Person Matching di Bagian Sediaan Non-Betaaktam Departemen Instaasi Produksi Lafiad Devi Puspitarini

Lebih terperinci

Analisis beban pendingin cold storage PT. Sari Tuna Makmur Aertembaga Bitung, Sulawesi Utara

Analisis beban pendingin cold storage PT. Sari Tuna Makmur Aertembaga Bitung, Sulawesi Utara Jurna Imu dan Teknoogi Perikanan Tangkap 2(2): 9-93, Desember 2015 ISSN 2337-4306 Anaisis beban pendingin cod storage PT. Sari Tuna Makmur Aertembaga Bitung, Suawesi Utara Cooing oad anaysis of cod storage

Lebih terperinci

Sebuah catatan proses Participatory Rural Appraisal (PRA) di Dusun Cisarua, Desa Cipeuteuy, Sukabumi, Jawa Barat Juni 2003

Sebuah catatan proses Participatory Rural Appraisal (PRA) di Dusun Cisarua, Desa Cipeuteuy, Sukabumi, Jawa Barat Juni 2003 Sebuah catatan proses Participatory Rura Appraisa (PRA) di Dusun Cisarua, Desa Cipeuteuy, Sukabumi, Jawa Barat 14 23 Juni 2003 diterbitkan oeh: Yayasan Pedui Konservasi Aam Indonesia, 2005 Pengantar Cataan

Lebih terperinci

SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PEMILIHAN DOSEN BERPRESTASI DENGAN MENGGUNAKAN METODE FUZZY DATABASE MODEL TAHANI

SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PEMILIHAN DOSEN BERPRESTASI DENGAN MENGGUNAKAN METODE FUZZY DATABASE MODEL TAHANI DINAMIKA INFORMATIKA Vo.6 No. 1, Maret 2014 ISSN 2085-3343 SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PEMILIHAN DOSEN BERPRESTASI DENGAN MENGGUNAKAN METODE FUZZY DATABASE MODEL TAHANI Teguh Khristianto, Bayu Surarso,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peserta didik, sehingga yang bersangkutan mampu menghadapi dan memecahkan

BAB I PENDAHULUAN. peserta didik, sehingga yang bersangkutan mampu menghadapi dan memecahkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan upaya yang dilakukan secara sadar dan bertanggung jawab untuk membantu perkembangan kepribadian serta kemampuan peserta didik melalui kegiatan bimbingan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bagian dari Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang sangat penting bagi siswa. Seperti

BAB I PENDAHULUAN. bagian dari Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang sangat penting bagi siswa. Seperti BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Fisika merupakan salah satu cabang IPA yang mendasari perkembangan teknologi maju dan konsep hidup harmonis dengan alam. Sebagai ilmu yang mempelajari fenomena alam,

Lebih terperinci

RANCANG BANGUN BENT MONOCHROMATOR UNTUK PENINGKATAN INTENSITAS NEUTRON PADA SAMPEL HRPD

RANCANG BANGUN BENT MONOCHROMATOR UNTUK PENINGKATAN INTENSITAS NEUTRON PADA SAMPEL HRPD RANCANG BANGUN BENT MONOCHROMATOR UNTUK PENINGKATAN INTENSITAS NEUTRON PADA SAMPEL HRPD Herry Mugirahardjo, Trihardi Priyanto, M. Rifai Musih, A. Ramadhani mugirahardjo@gmai.com Pustek Bahan Industri Nukir

Lebih terperinci

PENENTUAN CADANGAN PREMI UNTUK ASURANSI PENDIDIKAN

PENENTUAN CADANGAN PREMI UNTUK ASURANSI PENDIDIKAN E-Jurna atematika Vo. 4 (), Januari 05, pp. 4-9 ISS: 303-75 EETUA CAAGA REI UTUK ASURASI EIIKA ade utri Ariasih, Ketut Jayanegara, I yoman Widana 3, I utu Eka. Kencana 4 Jurusan atematika, Fakutas IA Universitas

Lebih terperinci

PENGARUH MOTIVASI BERKUNJUNG TERHADAP KEPUTUSAN BERKUNJUNG (Survei Pada Pengunjung Batu Night Spectacular)

PENGARUH MOTIVASI BERKUNJUNG TERHADAP KEPUTUSAN BERKUNJUNG (Survei Pada Pengunjung Batu Night Spectacular) PENGARUH MOTIVASI BERKUNJUNG TERHADAP KEPUTUSAN BERKUNJUNG (Survei Pada Pengunjung Batu Night Spectacular) Zainab Aminatul Ummah Sunarti Edriana Pangestuti Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya

Lebih terperinci

Jl. A. Yani Km 36, Banjarbaru, Kalimantan Selatan, 70714, Indonesia

Jl. A. Yani Km 36, Banjarbaru, Kalimantan Selatan, 70714, Indonesia SEBARAN POTENSI AIR TANAH DI KECAMATAN CEMPAKA MENGGUNAKAN METODE GEOLISTRIK TAHANAN JENIS KONFIGURASI SCHLUMBERG DISTRIBUTION OF GROUND WATER POTENTIALS IN CEMPAKA SUBDISTRICT USING GEOLISTRIC METHOD

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Fisika merupakan bagian dari Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang berkaitan

BAB I PENDAHULUAN. Fisika merupakan bagian dari Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang berkaitan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fisika merupakan bagian dari Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang berkaitan dengan cara mencari tahu tentang fenomena alam secara sistematis, sehingga proses pembelajarannya

Lebih terperinci

Frekuensi Alami Rangka Batang Semi-Kaku dengan Efek Gaya Aksial Ruly Irawan 1,a*

Frekuensi Alami Rangka Batang Semi-Kaku dengan Efek Gaya Aksial Ruly Irawan 1,a* Frekuensi Aami Rangka Batang Semi-Kaku dengan Efek Gaya Aksia Ruy Irawan 1,a* 1 Program Studi Teknik Sipi,Fakutas Teknik, Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa a nawari007@yahoo.com Abstrak Artike ini menyajikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pelajaran Fisika merupakan salah satu bagian dari Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)

BAB I PENDAHULUAN. Pelajaran Fisika merupakan salah satu bagian dari Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pelajaran Fisika merupakan salah satu bagian dari Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang penting bagi siswa. Hal ini tercantum dalam fungsi dan tujuan mata pelajaran

Lebih terperinci

Citra Yunita dan Khairul Amdani Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Medan

Citra Yunita dan Khairul Amdani Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Medan PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT DIVISION (STAD) DENGAN METODE EKSPERIMEN TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI LISTRIK DINAMIS KELAS X SMA DHARMAWANGSA MEDAN T.P

Lebih terperinci

UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR IPA DENGAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS LINGKUNGAN

UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR IPA DENGAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS LINGKUNGAN UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR IPA DENGAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS LINGKUNGAN Hias Bersih Dakhi SD Negeri 074038, kota Gunungsitoli Abstract: Problems observed in this study is the low learning outcomes

Lebih terperinci

PENINGKATAN KECAKAPAN AKADEMIK SISWA SMA DALAM PEMBELAJARAN FISIKA MELALUI PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING

PENINGKATAN KECAKAPAN AKADEMIK SISWA SMA DALAM PEMBELAJARAN FISIKA MELALUI PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING Jurnal Pengajaran MIPA, FPMIPA UPI. Volume 12, No. 2, Desember 2008. ISSN:1412-0917 PENINGKATAN KECAKAPAN AKADEMIK SISWA SMA DALAM PEMBELAJARAN FISIKA MELALUI PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING

Lebih terperinci

TABEL MORTALITAS. Ratna Novitasari, S.Si., M.Si. Jurusan Matematika Universitas Diponegoro

TABEL MORTALITAS. Ratna Novitasari, S.Si., M.Si. Jurusan Matematika Universitas Diponegoro TABEL MORTALITAS Ratna Novitasari, S.Si., M.Si. Jurusan Matematika Universitas Diponegoro TUJUAN Mahasiswa diharapkan mampu: 1. Memahami tabe mortaitas 2. Menjeaskan hubungan antara ajur-ajur tabe mortaitas

Lebih terperinci

Citra Yunita dan Khairul Amdani Program Studi Pendidikan Fisika FMIPA Unimed

Citra Yunita dan Khairul Amdani Program Studi Pendidikan Fisika FMIPA Unimed PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOPERATIF TIPE STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT DIVISION (STAD) DENGAN METODE EKSPERIMEN TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI LISTRIK DINAMIS KELAS X SEMESTER II DI SMA DHARMAWANGSA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bangsa suatu Negara. Dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah yang melibatkan guru

BAB I PENDAHULUAN. bangsa suatu Negara. Dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah yang melibatkan guru BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan suatu aspek kehidupan yang sangat mendasar bagi pembangunan bangsa suatu Negara. Dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah yang melibatkan guru

Lebih terperinci

PENINGKATAN HASIL BELAJAR IPA DENGAN PENERAPAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF TPIE STAD

PENINGKATAN HASIL BELAJAR IPA DENGAN PENERAPAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF TPIE STAD PENINGKATAN HASIL BELAJAR IPA DENGAN PENERAPAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF TPIE STAD Nurliza SMP Negeri 1 Stabat, kab. Langkat e-mail: nurlizaroesdi@gmail.com Abstract: This study aims to determine the increase

Lebih terperinci

SEMINAR NASIONAL PENGARUH ORIENTASI RUMAH TERHADAP SUHU DALAM RUANG PADA PERUMAHAN GAPURA SATELIT INDAH

SEMINAR NASIONAL PENGARUH ORIENTASI RUMAH TERHADAP SUHU DALAM RUANG PADA PERUMAHAN GAPURA SATELIT INDAH PENGARUH ORIENTASI RUMAH TERHADAP SUHU DALAM RUANG PADA PERUMAHAN GAPURA SATELIT INDAH Rusdianto 1, Syarifa Ajrinah 2, Arinda Wahyuni 3, Edward Syarif 4 1,2,3) Pascasarjana Arsitektur, Fatas Teknik, Universitas

Lebih terperinci

Tjiptaning Suprihati, Mirisa Izzatun Haniyah. Program Studi Pendidikan Fisika FKIP Universitas Jember

Tjiptaning Suprihati, Mirisa Izzatun Haniyah. Program Studi Pendidikan Fisika FKIP Universitas Jember MENINGKATKAN AKTIVITAS BELAJAR DAN KETUNTASAN HASIL BELAJAR FISIKA MELALUI MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE NHT (NUMBERED HEADS TOGETHER) DENGAN LKS INKUIRI PADA SISWA KELAS XI-TPHP SMK PERIKANAN DAN KELAUTAN

Lebih terperinci

OBJECTIVES PENGANTAR-1

OBJECTIVES PENGANTAR-1 6//0 MINIMALISASI BIAYA MENGGUNAKAN GOLDEN SECTION AND HOOK JEEVES METHODS OBJECTIVES Understand why and where optimization occurs in engineering probem soving. Understand the major eements of the genera

Lebih terperinci

KOMPRESI CITRA MEDIS MENGGUNAKAN DISCRETE WAVELET TRANSFORM (DWT) DAN EMBEDDED ZEROTREE WEVELET(EZW) Jl. Prof. H. Soedarto, S.H., Tembalang Semarang

KOMPRESI CITRA MEDIS MENGGUNAKAN DISCRETE WAVELET TRANSFORM (DWT) DAN EMBEDDED ZEROTREE WEVELET(EZW) Jl. Prof. H. Soedarto, S.H., Tembalang Semarang KOMPRESI CITRA MEDIS MENGGUNAKAN DISCRETE WAVELET TRANSFORM (DWT) DAN EMBEDDED ZEROTREE WEVELET(EZW) Khairi Anwar 1, Aris Sugiharto dan Priyo Sidik Sasongko 3 1,, 3 Jurusan Matematika FMIPA UNDIP J Prof

Lebih terperinci

KONTRIBUSI KAPASITAS VITAL PARU TERHADAP DAYA TAHAN KARDIORESPIRATORI

KONTRIBUSI KAPASITAS VITAL PARU TERHADAP DAYA TAHAN KARDIORESPIRATORI Jurna Endurance 2(3) October 2017 (258-262) KONTRIBUSI KAPASITAS VITAL PARU TERHADAP DAYA TAHAN KARDIORESPIRATORI Meiriani Armen Universitas Bung Hatta ria.pjkr12@bunghatta.ac.id Submitted :27-04-2017,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang masalah Pendidikan nasional, sebagai salah satu sektor pembangunan nasional dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa, mempunyai visi terwujudnya sistem pendidikan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang masalah Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan berupa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kerja Siswa (LKS). Penggunaan LKS sebagai salah satu sarana untuk

I. PENDAHULUAN. Kerja Siswa (LKS). Penggunaan LKS sebagai salah satu sarana untuk I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu media atau sumber belajar yang dapat membantu siswa ataupun guru saat proses pembelajaran agar dapat berjalan dengan baik adalah Lembar Kerja Siswa (LKS). Penggunaan

Lebih terperinci

UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA DENGAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED INSTRUCTION

UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA DENGAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED INSTRUCTION MUST: Journal of Mathematics Education, Science and Technology Vol. 1, No. 2, Desember 2016. Hal 199 208. UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA DENGAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED INSTRUCTION (PBI)

Lebih terperinci

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA GUBERNUR DAERAH STMEWA YOGYAKARTA PDATO GUBERNUR DAERAH STMEWA YOGYAKARTA PENGHANTARAN NOTA KEUANGAN PERUBAHAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 207 PADA RAPAT PARPURNA DEWAN PERWAKLAN

Lebih terperinci

THE IMPLEMENTATION OF PROBLEM BASED LEARNING IN STUDENT S LEARNING OUTCOMES

THE IMPLEMENTATION OF PROBLEM BASED LEARNING IN STUDENT S LEARNING OUTCOMES THE IMPLEMENTATION OF PROBLEM BASED LEARNING IN STUDENT S LEARNING OUTCOMES Siskawati Dewi Purba dan Eidi Sihombing Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Medan siskapurba20@gmail.com ABSTRACT The purpose

Lebih terperinci