BAB I PENDAHULUAN. Menurut Damono (1979: 1), sastra menampilkan gambaran kehidupan, dan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. Menurut Damono (1979: 1), sastra menampilkan gambaran kehidupan, dan"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Menurut Damono (1979: 1), sastra menampilkan gambaran kehidupan, dan kehidupan itu sendiri adalah suatu kenyataan sosial. Dengan demikian, apabila dunia dalam karya sastra membentuk diri sebagai sebuah dunia sosial, dunia tersebut merupakan tiruan terhadap dunia sosial yang ada dalam kenyataan. Sementara itu, pengarang merupakan anggota masyarakat dan bagian dari lingkungan realitas sekitarnya. Maka dari itu, terciptanya suatu karya sastra oleh pengarang menjadi sebuah kebebasannya dalam menyikapi realitas yang dialaminya. Seno Gumira Ajidarma yang selanjutnya disebut Seno merupakan salah seorang sastrawan besar di Indonesia. Banyak karya sastra berupa cerpen dan novel yang telah ia hasilkan. Beberapa kumpulan cerpennya, antara lain Manusia Kamar (1988), Penembak Misterius (1993), Saksi Mata (1994), Dilarang Menyanyi di Kamar Mandi (1995), Sebuah Pertanyaan untuk Cinta (1996), Atas Nama Malam (1999), dan Sepotong Senja untuk Pacarku (2002). Sementara itu, sejumlah novel yang telah dihasilkannya adalah Jazz, Parfum, dan Insiden (1996), Negeri Senja (2003), Kitab Omong Kosong (2004), Kalatidha (2007), dan Nagabumi I: Jurus Tanpa Bentuk (2009). Tidak hanya menekuni cerpen dan novel, Seno juga kerap menulis karya nonfiksi, seperti esai. Adapun buku antologi 1

2 2 esainya di antaranya adalah Ketika Jurnalisme Dibungkam, Sastra Harus Bicara (1997) dan Layar Kata: 20 Skenario Pemenang Konsep FFI (2000). Seno merupakan salah seorang pengarang yang dikenal gencar mengkritik isu-isu sosial yang terjadi melalui karya sastranya. Dalam karyanya Seno memberi perhatian pada penderitaan rakyat Aceh (Telepon dari Aceh), insiden di Timor Timur (Saksi Mata; Jazz, Parfum, dan Insiden), penembakan terhadap kelompok gali (Penembakan Misterius), kaum minoritas etnis Tionghoa (Jakarta 2039, Clara), dan kaum miskin (Seorang Wanita di Halte Bis, Loket). Tema-tema berupa ketertindasan, kekerasan, dan ketidakadilan yang dilakukan aparat negara terhadap rakyatnya menjadi isu-isu sosial yang kerap muncul dalam karya Seno. Meski demikian, kepedulian terhadap persoalan sosial tersebut tidak hanya terdapat dalam karya sastra Seno. Karya fiksi yang berhadapan dengan isu-isu sosial ini merupakan bagian dari gerakan lebih luas yang bertujuan memperkuat masyarakat sipil (Fuller, 2011: 12). Dengan begitu, Seno pun bukan satu-satunya penulis yang membahas isu-isu politik sensitif. Damono (1999: 87) menyatakan bahwa sulit menemukan pengarang Indonesia yang tidak membahas isu-isu tersebut dalam karyanya dan simpati kepada kaum tertindas sehingga itu menjadi ciri penting dari proses kreatif banyak penulis Indonesia. Adapun para penulis tersebut diantaranya adalah Gerson Poyk, Idrus, W.S. Rendra, Taufiq Ismail, Arifin S. Noer, dan Emha Ainun Nadjib. Karena konsistensinya tersebut, Seno dianggap sebagai penulis kontemporer garda depan yang melakukan kritik sosial melalui karya-karyanya. Kritikus Marshall Clark (1999: 35) mengungkapkan bahwa Seno mampu

3 3 menyelipkan komentar sosial yang tajam, baik dalam cerpen realis maupun antirealis karyanya. Selain itu, Seno memiliki imajinasi surealis yang sangat liar, kemampuan menarik gagasan secara terampil baik dari tradisi lokal maupun budaya populer asing dan kemampuan mengkritik penguasa otoriter Orde Baru dengan bahasa yang seringkali nyaring, terkadang lebih subtil dan tidak langsung (Fuller, 2011: 11). Pada era Orde Baru, pemerintah berupaya membangun kepemimpinan yang kuat dan sentralistik guna menyelenggarakan stabilitas di masyarakat. Akan tetapi, dalam usaha mewujudkan stabilitas politik tersebut pemenuhan hak politik seperti kebebasan mengutarakan pendapat banyak dilanggar (Budiarjo, 2008: 251). Pengekangan terhadap pers dilakukan dengan adanya Surat Izin Terbit dan Surat Izin Usaha Penerbitan Pers. Terjadi pula pemberedelan terhadap Sinar Harapan (1984) serta majalah Tempo, Detik,dan Editor (1994). Kasus kekerasan pun banyak terjadi, antara lain Peritiwa Tanjung Priuk (1984), Insiden Dili (1991), dan Peristiwa Trisakti (1998). Dengan begitu, tindakan otoriter yang dilakukan pemerintah Orde Baru telah merepresi kebebasan politik rakyatnya. Isu sosial-politis itu pun diangkat Seno dalam novel pertamanya yang terbit pada 1996 berjudul Jazz, Parfum, dan Insiden (JPI). Sebagai sebuah karya sastra, novel JPI merupakan karangan fiktif dan imajinatif yang mengisahkan kehidupan sosok Aku sebagai tokoh utama yang berprofesi sebagaijurnalis di sebuah kota metropolis. Tokoh Aku inisedang dihadapkan dengan sejumlah laporan jurnalistik saksi mata yang memaparkan peristiwa penembakan oleh pihak militer. Laporan insiden itu membawa problematika tersendiri bagi tokoh Aku

4 4 sebagai pers. Melalui relasinya dengan teman-teman perempuan dan musik jazz, tokoh Aku melakukan perenungan tentang dirinya dan permasalahan yang dialaminya. Berdasarkan hal tersebut, novel Senoini dapat dianggap monumental karena mengkritisi kekerasan dan pengekangan kebebasan yang dilakukan aparat negara terhadap rakyatnya yang mana hal itu merupakan isu sensitif ketika karya ini terbit. Maka dari itu, Seno dikenal memiliki kekhasan dalam teknik penulisannya karena mengaburkan batas antara fakta dan fiksi. Menurut Bodden (1999: 153), kebanyakan karya-karya Seno yang berkaitan dengan masalah sosial diterbitkan dalam situasi ketika pemberedelan masih sangat mungkin terjadi. Oleh sebab itu, penulisan fakta historis sebagai fiksi telah membantu memperhalus pengaruh pesan politik di masa-masa yang sensitif dari beragam isu politik (Fuller, 2011: 77). Dengan cara demikian, Seno tidak hanya menghindari kemungkinan diberedel ataupun disensor tetapi juga dapat menyampaikan pesan perlawanan dan kritik sosialnya pada pembaca. Teknik penulisan Seno tersebut muncul pula dalam novel JPI. Penggunaan fakta-fakta historis hadir dalam relasi tokoh Aku dengan laporan insiden, para perempuan berparfum, dan musik jazz. Pemaparan fakta tersebut memberikan pemahaman tentang makna ketiga objek dan sekaligus menghadirkan konteks yang membangun karya sastra. Meskipun hadirnya fakta tersebut mengaburkan hakikat karya sastra sebagai fiksi, kesatuan unsur yang membentuk struktur novel JPI ini dapat memperlihatkan adanya perlawanan dan kritikan sosial yang diekspresikan Seno.

5 5 Menurut Pradopo (2002: 22), karya sastra merupakan refleksi masyarakat pada zaman karya sastra itu ditulis; yaitu masyarakat yang melingkungi penulis sebab sebagai anggotanya penulis tidak dapat lepas darinya. Akan tetapi, kesejajaran antara karya sastra dan struktur masyarakat tersebut tidak bersifat langsung. Stuktur karya sastra tidak terutama homolog dengan struktur masyarakat, melainkan homolog dengan pandangan dunia yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat itu (Faruk, 2012: 65). Berkaitan dengan hal tersebut, novel JPI menjadi karya sastra yang mengembangkan hubungan pengarang dengan realitas sosialnya. Melalui pandangan dunia, keterkaitan tersebut dapat dilihat. Dengan demikian pandangan dunia pengarang tersebut dapat menjadi mediasi antara gagasan struktur masyarakat tertentu dengan strukutr karya sastra yang Seno ciptakan. Maka dari itu, penelitian ini menawarkan suatu pembacaan yang terpadu terhadap novel JPI melalui analisis strukturalisme genetik pengarang. Analisis strukturalisme genetik terhadap novel JPI ini akan menghasilkan pandangan dunia pengarang yang kemudian memberikan gambaran relasi antara struktur karya sastra, kondisi sosial masyarakat, dan peran pengarang. Melalui pendekatan strukturalisme genetik, analisis ini dapat menghasilkan penelitian yang koheren antara karya sastra, dunia sosial, dan pengarang sehingga memberikan kebaruan dalam kajian novel JPI. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang penelitian di atas, permasalahan yang dapat dirumuskan adalah sebagai berikut:

6 6 a) struktur novel JPI yang dilihat melalui relasi tokoh dengan objek dan tokoh lain yang melingkunginya; b) pandangan dunia yang diekspresikan Seno dalam novel JPI; c) struktur sosial masyarakat Orde Baru yang menjadi konteks novel JPI dan pandangan Seno. 1.3 Tujuan Penelitian Penelitian ini memiliki dua tujuan, yaitu tujuan teoretis dan tujuan praktis. Tujuan teoretis penelitian ini adalah a) mengkaji relasi tokoh dengan objek dan tokoh lain yang membangun struktur novel JPI, b) mengungkap pandangan dunia yang diekspresikan Seno dalam novel JPI, dan c) memaparkan struktur sosial masyarakat Orde Baru yang menjadi konteks struktur novel JPI dan pandangan Seno. Adapun tujuan praktis penelitian ini adalah a) memanfaatkan pendekatan strukturalisme genetik untuk mengkaji novel JPI, b) memperkaya pengkajian sastra Indonesia melalui pendekatan strukturalisme genetik, dan c) membantu pembaca memahami novel JPI secara koheran sebagai sebuah karya sastra yang juga memiliki latar belakang penciptaan tertentu. 1.4 Tinjauan Pustaka Penelitian terhadap novel JPI sebagai sebuah karya sastra besar telah cukup banyak dilakukan. Beberapa penelitian tersebut adalah sebagai berikut.

7 7 Kajian terhadap novel JPI pernah dilakukan oleh Agustina Purwantini (1999) dalam skripsinya yang bertajuk Analisis Plot Novel Jazz, Parfum, dan Insiden dan Hubungannya dengan Tokoh, Latar, dan Tema di Universitas Gadjah Mada. Dilihat dari struktur alur, Purwantini menemukan adanya penyimpangan konvensi alur pada novel JPI. Berbeda dengan novel-novel konvensional yang plotnya mudah dikenali, JPI memiliki plot yang rumit. Kerumitan itu disebabkan oleh urutan peristiwa disusun secara tidak sinkron. Struktur alur juga memperlihatkan, tahap perkembangan plot terutama pada climax dan denoument, sedangkan kaidah plot terletak pada kaidah suspense dan surprise. Penelitian tersebut terhadap novel JPI juga memaparkan hubungan alur dengan tokoh, latar, dan tema. Hasilnya, alur JPI yang cenderung inkonvensional bukanlah tanpa makna, melainkan merupakan bentuk pendukung tema. Sementara itu, hubungan plot dengan tokoh terlihat pada penggolongan tokoh yang penentuannya didasarkan pada plot, yang sebenarnya merupakan perjalanan hidup tokoh. Berkenaan dengan penelitian ini pula, hubungan plot dengan latar menunjukkan bahwa struktur plot JPI yang tidak terduga bersesuaian dengan latar tempat kota metropolitan Jakarta selalu bergejolak dan berubah dari waktu ke waktu. Novel JPI ini juga diteliti oleh Nurhadi (2007) dalam laporan penelitiannya di Universitas Negeri Yogyakarta berjudul Aspek Kekerasan dalam Novel Jazz, Parfum, dan Insiden: Refleksi-Formasi Kondisi Sosial Politik di Eks-Timor Timur. Dengan menggunakan pendekatan sosiologi sastra, penelitian ini mendeskripsikan aspek-aspek kekerasan yang terjadi akibat konflik

8 8 dalam novel JPI, di antaranya berupa pembunuhan, penculikan, penyiksaan, dan pemerkosaan. Selain itu, Nurhadi juga menemukan bahwa pelanggaran hak asasi manusia pada peristiwa Insiden Dili 12 November 1991 merupakan kondisi sosial politik yang menjadi latar belakang kekerasan tersebut. Dengan memandang peran formatifnya, karya fiksi Seno dalam penelitian ini telah membangun kesadaran pembaca akan sejumlah tindak kekerasan aparat negara atas pendudukan Timor Timur pada rezim Orde Baru. Beberapa karya fiksi Seno memang cenderung dikenal sebagai bentuk resistansi terhadap pemerintahan Orde Baru yang otoriter. Hal inilah yang dipaparkan oleh Michael H. Bodden (1999) dalam esainya di jurnal Indonesia yang berjudul Seno Gumira Ajidarma and Fictional Resistance to An Authoritarian State in 1990s Indonesia. Dalam tulisannya ini, Bodden menyebutkan bahwa novel JPI membentuk kesatuan narasi yang realistis namun magis. Hal itu berkaitan dengan struktur novel yang terbagi atas tiga subtema yang berbeda: esai tentang jazz sebagai bentuk seni, kisah asmara narator dengan beberapa perempuan, dan seorang editor yang menghadapi laporan peristiwa Insiden Dili. Kesatuan narasi tersebut dijelaskan oleh Bodden merupakan startegi Seno untuk melawan pemerintah Orde Baru yang otoriter. Adapun novel JPI ini memang menjadi salah satu fiksi Seno yang disebutkan dalam esai ini sehingga kajian terhadap novel ini memang tidak dilakukan secara menyeluruh. Berdasarkan pemaparan tersebut, pembicaraan mengenai novel JPI telah banyak dilakukan. Namun sejauh pembacaan peneliti, pendekatan strukutralisme genetik belum pernah diterapkan dalam kajian novel JPI. Melalui pendekatan

9 9 strukturalisme genetik akan diketahui pandangan dunia yang diekspresikan Seno dalam novel JPI. Pandangan dunia ini menjadi konsep kunci yang dapat menghubungan struktur novel JPI dengan struktur masyarakat yang menjadi realitas sosialnya. Dengan demikian, penelitian akan memaparkan analisis yang koherensif tentang novel JPI sehingga dapat terungkap makna totalitas teks JPI, yang juga memberikan kebaruan dalam penelitian ini. 1.5 Landasan Teori Dalam teorinya, Goldmann menyebutkan bahwa karya sastra merupakan produk strukturasi dari proses sejarah yang terus hidup dan dihayati oleh masyarakat karya sastra yang bersangkutan. Menurut Goldmann, struktur itu mewakili pandangan dunia penulis, tidak sebagai individu, tetapi sebagai wakil golongan masyarakatnya (Teeuw, 1984: 153). Dalam artian, karya sastra dapat dipahami dari sisi asalnya dan dari sisi terjadinya (genetic) melalui latar belakang struktur sosial tertentu. Oleh karena berangkat dari realitas masyarakat, karya sastra dalam strukturalisme genetik merupakan suatu pernyataan yang absah mengenai kenyataan. Artinya, di dalam karya sastra terkandung gambaran tata kehidupan yang sistematis dan terpadu, yang dilihat melalui aspek kodrat keberadaan kenyataan tersebut dan cara memahaminya. Berkaitan dengan hal itu, terdapat beberapa konsep dasar yang membangun teori tersebut, yaitu fakta kemanusiaan, subjek kolektif, strukturasi, dan pandangan dunia.

10 10 Karya sastra merupakan fakta yang terlahir sebagai bagian dari berbagai permasalahan dan situasi konkret yang dihadapi manusia, di luar faktanya sebagai pembangun makna (Faruk, 2012a:90). Dengan itu, dapat dikatakan bahwa karya sastra termasuk ke dalam sebuah fakta kemanusiaan. Goldmann (1981: 40) meyakini bahwa sebagai fakta kemanusiaan, karya sastra adalah struktur yang berarti. Tidak hanya berupa sebuah struktur, fakta kemanusiaan tersebut juga memiliki arti tertentu. Dengan begitu, pemahaman fakta kemanusiaan ini harus pula mempertimbangkan struktur dan artinya. Fakta itu mempunyai struktur karena terikat oleh satu tujuan yang menjadi artinya. Dengan kata lain, semua unsur yang mendukung aktivitas yang menjadi fakta kemanusiaan itu terarah kepada tercapainya tujuan yang dimaksud (Faruk, 2012a:57). Tujuan yang menjadi arti dari fakta-fakta kemanusian itu, tumbuh sebagai respon manusia atas situasi dan kondisi yang ada dalam diri dan lingkungan sekitarnya. Lahirnya fakta kemanusiaan tersebut ialah sebagai upaya manusia untuk mengubah situasi yang ada agar cocok bagi aspirasi-aspirasi dirinya. Dengan kata lain, fakta-fakta tersebut merupakan hasil usaha manusia untuk mencapai keseimbangan yang lebih baik dalam hubungannya dengan dunia sekitarnya (Goldmann, 1981: 40). Demikian pula karya sastra dipandang melalui perspektif strukturalisme genetik ini. Menurut teori ini karya sastra hidup dalam dan menjadi bagian dari proses asimilasi dan akomodasi yang terus-menerus (Faruk, 2012: 61). Berkaitan dengan hal itu, karya sastra pun lahir sebagai aktivitas strukturasi yang dimotivasi

11 11 oleh adanya keinginan dari subjek karya sastra untuk membangun keseimbangan dalam hubungan antara dirinya dan lingkungan sekitarnya. Pemahaman itu mengindikasikan bahwa penciptaan karya sastra adalah untuk mengembangkan hubungan manusia sebagai subjek dengan dunia. Maka, karya sastra tidak dapat lepas dari subjek penciptanya. Hanya saja, Goldmann menyepakati bahwa subjek karya sastra itu bukanlah pengarang sebagai individu. Menurutnya, karya sastra atau karya kultural yang besar ini merupakan produk dari subjek trans-individual atau kolektif karena mempunyai pengaruh dalam sejarah sosial secara keseluruhan (Faruk, 2012a: 91). Subjek trans-individual ini bukanlah kumpulan individu yang berdiri sendiri-sendiri, melainkan merupakan satu kesatuan, satu kolektivitas (Faruk, 2012: 63). Adapun subjek kolektif tersebut dapat berupa kelompok kekerabatan, kelompok sekerja, kelompok teritorial, dan sebagainya. Namun guna memperjelasnya, Goldmann memandang subjek kolektif ini sebagai kelas sosial, yaitu pembagian atau pengelompokan sosial yang didasarkan pada tingkat penguasaan seseorang atau sekelompok orang atas alat-alat dan sumber-sumber produksi (Faruk, 2012a: 158). Dalam pemahaman marxisme, hubungan antarkelas sosial ini merupakan hubungan dominasi. Pada dasarnya manusia mempunyai kebutuhan yang tidak terbatas, sementara sumber-sumber pemenuhan kebutuhan tersebut terbatas. Hal itu menimbulkan persaingan antarkelompok sosial sehingga suatu kelompok menguasai kelompok lain untuk kepentingan pemuasan kebutuhan materialnya. Hubungan yang demikian membuat kelompok yang sedang berkuasa berusaha

12 12 untuk memelihara dan mempertahankan relasi dominasi yang ada. Dengan begitu, reproduksi atas hubungan sosial tersebut selalu menempatkan kelompok itu dalam posisi kekuasaan, sedangkan kelompok lain dalam posisi subordinat. Hubungan ini menghasilkan reproduksi sosial yang tidak hanya terjadi dalam lingkungan produksi melainkan dalam berbagai institusi sosial lainnya, seperti dalam lingkungan kehidupan keluarga, pendidikan, hukum, politik, agama, dan kesenian (Faruk, 2012a: 158). Dengan adanya reproduksi sosial ini, pemenuhan kebutuhan pun tidak lagi hanya bersifat material, tetapi juga bersifat ideologis. Subjek kolektif merupakan bagian dari kelompok sosial dalam pemahaman marxis tersebut. Dalam hal ini pengarang pun dapat dikatakan sebagai subjek dalam suatu kelas sosial. Goldmann (1981: 41) menspesifikan subjek kolektif sebagai kelas sosial sebab baginya kelompok itulah yang terbukti dalam sejarah sebagai kelompok yang telah menciptakan suatu pandangan yang lengkap dan menyeluruh mengenai kehidupan dan telah memengaruhi perkembangan sejarah umat manusia. Dengan begitu, pengarang sebagai subjek kolektif juga telah melakukan tindakan kolektif yang besar, yaitu melalui karya sastra. Sebagai karya kultural yang besar, karya sastra pun turut pula berperan dalam perubahan sejarah sosial dan bahkan dapat melampauinya (Faruk, 2012a: 161). Sebagai produk dari tindakan yang dilakukan subjek kolektif, karya sastra mengekspresikan kebutuhan kelas sosial yang bersangkutan, yaitu kebutuhan yang terbangun dari hubungan antara kelas sosial itu dengan lingkungannya dan juga menyangkut usaha kelompok tersebut membangun hubungan yang seimbang dengan lingkungannya (Faruk, 2012a: 162). Dalam membangun hubungan yang

13 13 seimbang ini, setiap kelompok mempunyai pengalaman dan cara pemahamannya sendiri sebagai pengaruh dari latar belakang yang sama dari tiap anggota suatu kelas sosial. Pengalaman-pengalaman dan cara pemahaman tersebut menjadi pengikat antaranggota dalam kelas sosial sekaligus menjadi pembeda antara mereka dengan kelas sosial lainnya. Cara pemahaman dan pengalaman yang demikian, oleh strukturalisme genetik, disebut sebagai pandangan dunia (Faruk, 2012a: 162). Melalui penjelasan tersebut, pendekatan strukturalisme genetik mempercayai adanya homologi antara struktur karya sastra dan struktur masyarakat. Hal itu disebabkan keduanya merupakan produk dari aktivitas strukturasi yang sama-sama dilakukan oleh subjek kolektif. Akan tetapi, homologi atau kesejajaran struktural antara karya sastra dan struktur masyarakat tersebut tidak bersifat langsung. Stuktur karya sastra tidak terutama homolog dengan struktur masyarakat, melainkan homolog dengan pandangan dunia yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat itu (Faruk, 2012: 65). Dengan begitu, pandangan dunia inilah yang berhubungan langsung dengan struktur masyarakat. Seperti yang telah dipaparkan sebelumnya, kondisi struktural masyarakat dapat membuat kelas sosial yang berada dalam posisi tertentu dalam masyarakat itu menghasilkan dan mengembangkan suatu pandangan dunia yang khas. Akan tetapi, pandangan dunia yang dihasilkan kelas sosial tersebut merupakan kecenderungan mental implisit sehingga tidak semua individu dalam kelompok tersebut dapat menyadarinya. Pengarang ataupun sastrawan adalah salah satu individu yang dapat mengekspresikan pandangan dunia kelas sosialnya

14 14 melalui karya sastra yang dihasilkan. Dalam pengertian strukturalisme genetik, pandangan dunia merupakan skema ideologis yang menentukan struktur atau menstrukturasikan bangunan dunia imajiner karya sastra ataupun struktur konseptual karya filsafat yang mengekspresikannya (Faruk, 2012a: 163). Dengan begitu, pandangan dunia yang diekspresikan pengarang ini menjadi konsep kunci yang diperlukan untuk menjadi model struktur bagi pemahaman terhadap suatu karya sastra. Melalui pandangan dunia, karya sastra ataupun karya kultural besar lainnya dapat sekaligus berfungsi menjadi alat yang membangkitkan kesadaran kelas pada para individu kelas sosial tersebut. Hal itu disebabkan adanya homologi antara karya sastra dengan masyarakat sehingga pandangan dunia ini menjadi mediator yang mempertalikan struktur karya sastra dengan realitas struktur masyarakat. Oleh karena adanya homologi tersebut, karya sastra tidak secara langsung mencerminkan perjuangan kelas sosial tertentu, melainkan mengekspresikan suatu pandangan dunia yang strukturnya homolog dengan struktur sosial-ekonomi dalam masyarakat yang menjadi dasarnya. Sesuai pemahaman sebelumnya, karya sastra dipandang sebagai ekspresi pandangan dunia serta memiliki struktur yang koheren dan terpadu. Dalam usahanya mengekspresikan pandangan dunia itu, pengarang menciptakan semesta tokoh-tokoh, objek-objek, relasi-relasinya secara imajiner. Maka, pusat perhatian Goldmann dalam konsep struktur ini adalah relasi antara tokoh dengan tokoh, dan tokoh dengan objek yang ada di sekitarnya (Faruk, 2012: 72).

15 15 Sifat tematik dari konsep struktur Goldmann ini terlihat pula pada konsepnya mengenai novel. Goldmann mendefinisikan novel sebagai cerita mengenai pencarian pencarian dunia yang terdegradasi akan nilai-nilai otentik dalam dunia yang juga terdegradasi (Faruk, 2012: 73). Adapun pencarian itu dilakukan oleh seorang hero yang problematik. Dengan begitu, nilai-nilai otentik hanya bisa dilihat melalui kecenderungan terdegradasinya dunia dan problematiknya sang hero. Memahami hubungan sang hero dan dunianya sesungguhnya seperti melihat adanya keterpecahan di antara keduanya. Keterpecahan itulah yang menyebabkan dunia dan sang hero (atau tokoh) menjadi sama-sama terdegradasi dalam hubungannya dengan nilai-nilai otentik tersebut (Faruk, 2012: 74). Keadaan yang demikian pula menyebabkan sang hero menjadi problematik. Konsep struktur karya sastra dari strukturalisme genetik ini pun sebetulnya serupa dengan strukturalisme yang dipaparkan Levi Strauss. Levi Strauss melihat bangunan dunia sosial dan kultural manusia sebagai sesuatu yang distrukturkan atas dasar prinsip biner, terbangun dari seperangkat satuan yang saling beroposisi satu sama lain (Faruk, 2012a: 164). Adanya oposisi bangunan dunia sosial dan kultural tersebut menjadikan manusia berada di antara keduanya. Kondisi itu membuat manusia berada dalam posisi menerima dan menolak dunia. Posisi ini serupa dengan keadaan sang hero yang problematik terhadap dunianya, dalam pandangan strukturalisme genetik. Bagi strukturalisme genetik, objek formal penelitian sastra adalah struktur karya sastra. Adapun struktur karya sastra itu sendiri dipahami sebagai semesta

16 16 imajiner yang terbangun dari citra tokoh-tokoh beserta lingkungan alamiah, kultural, sosial, dan ideologis beserta hubungannya satu sama lain (Faruk, 2012a: 165). Dengan demikian, analisis strukturalisme genetik terhadap suatu karya sastra dilakukan denganmemahami struktur karya sastra. Pandangan dunia yang diekspresikan pengarang dalam karya sastranya terlihat melalui relasi sang hero yang problematik dengan dunianya. Oleh karena struktur karya sastra tidak homolog dengan struktur masyarakat, pandangan dunia pengarang inilah yang memperlihatkan kondisi sosial masyarakat dalam kaitannya dengan penciptaan karya sastra. Dengan begitu, struktur sosial masyarakat berelasi pula dengan pandangan dunia karena pengarang merupakan bagian dari subjek kolektif yang terdapat dalam masyarakat. 1.6 Metode Penelitian Strukturalisme genetik menganggap bahwa karya sastra merupakan struktur yang berarti. Sebagai struktur, karya sastra harus koheren atau cenderung koheren. Sementara itu, sebagai struktur yang memiliki arti karya sastra berkaitan dengan usaha manusia menyeimbangkan dirinya dengan kehidupan sosial yang nyata. Guna mendapatkan pengetahuan karya sastra secara ontologis semacam itu, penelitian ini pun menggunakan metode dialektik. Menurut Goldmann (Faruk, 2012: 77), prinsip dasar dari metode dialektik yang membuatnya berkaitan dengan masalah koherensi adalah mengenai faktafakta yang akan tetap abstrak bila tidak dibuat konkret dengan mengintegrasikannya ke dalam keseluruhan. Sehubungan dengan hal itu, metode

17 17 ini mengembangkan dua pasang konsep, yaitu keseluruhan-bagian dan pemahaman-penjelasan. Dalam sudut pandang dialektik ini proses analisis menjadi semacam gerak yang melingkar secara terus-menerus tanpa diketahui ujung pangkalnya. Sebabnya, keseluruhan tidak dapat dipahami tanpa bagian dan bagian tidak dapat dimengerti tanpa melihat keseluruhan. Sementara itu, sebagai struktur yang koheren karya sastra dibangun dari bagian-bagian yang lebih kecil. Akan tetapi, teks karya sastra itupun merupakan bagian keseluruhan yang lebih besar sehingga membuatnya menjadi struktur yang berarti. Oleh karena itu, pemaknaan terhadapnya dapat dilakukan dengan konsep keseluruhan-bagian. Gambaran tersebut mengantarkan pada konsep pemahaman-penjelasan Goldmann. Yang dimaksud dengan pemahaman adalah usaha pendeskripsian struktur objek yang dipelajari, sedangkan penjelasan adalah usaha menggabungkan struktur objek ke dalam struktur yang lebih besar (Faruk, 2012: 78 79). Dengan kata lain, usaha untuk mengerti identitas bagian dilakukan melalui pemahaman, sementara penjelasan berupa usaha untuk mengerti makna bagian itu dengan menempatkannya dalam keseluruhan yang lebih besar. Dengan demikian, melalui metode dialektik ini pemahaman dan penjelasan bergerak secara bolak balik hingga koherensi maksimal dicapai. Sementara itu, adapun beberapa tahapan ilmiah yang dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: a. menentukan objek penelitian, yaitu berupa novel JPI; b. merumuskan dan menetapkan pokok permasalahan;

18 18 c. menentukan data dan referensi yang berhubungan dengan penelitian; d. menganalisis pokok permasalahan melalui data penelitian dan teori strukturalisme genetik; e. memberikan simpulan dari hasil penelitian. 1.7 Sistematika Penyajian Laporan penelitian ini disajikan dalam empat bab. Pembagian bahasan tiap-tiap bab tersebut adalah sebagai berikut. Bab I berupa pendahuluan yang berisi latar belakang penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori, metode penelitian, serta sistematika penelitian. Sementara itu, Bab II memuat analisis mengenai struktur novel JPI yang dikaji melalui relasi antartokoh dan tokoh dengan objek yang berada di sekitarnya. Selanjutnya, pada Bab III dipaparkan tentang analisis pandangan dunia yang diekspresikan pengarang dalam novel JPI. Bab IV berisi pemaparan strukur sosial masyarakat yang menjadi konteks strukur karya sastra dan pandangan dunia. Pada bab terakhir, yaitu Bab V memuat simpulan yang diambil berdasarkan pada uraian-uraian di beberapa bab sebelumnya.

BAB I PENDAHULUAN. sosial secara ekonomis. Sastra merupakan institusi sosial yang secara langsung

BAB I PENDAHULUAN. sosial secara ekonomis. Sastra merupakan institusi sosial yang secara langsung BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Penelitian Sastra dapat ditempatkan sebagai salah satu superstruktur yang menjadi kekuatan reproduktif dari struktur sosial yang berdasarkan pembagian dan relasi sosial

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pengarang serta refleksinya terhadap gejala-gejala sosial di sekitarnya (Iswanto

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pengarang serta refleksinya terhadap gejala-gejala sosial di sekitarnya (Iswanto BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra lahir di tengah-tengah masyarakat sebagai hasil imajinasi pengarang serta refleksinya terhadap gejala-gejala sosial di sekitarnya (Iswanto dalam

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Kajian Pustaka 1. Penelitian Terdahulu Penelitian mengenai monolog Marsinah Menggugat sudah dilakukan sebelumnya oleh peneliti terdahulu. Penelitian terdahulu

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Secara institusional objek sosiologi dan sastra adalah manusia dalam masyarakat,

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Secara institusional objek sosiologi dan sastra adalah manusia dalam masyarakat, BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Sosiologi dan Sastra Secara institusional objek sosiologi dan sastra adalah manusia dalam masyarakat, sedangkan objek ilmu-ilmu kealaman adalah gejala alam. Masyarakat adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak dengan tiba-tiba mendapat berkah misterius, kemudian dengan elegannya mencipta suatu

BAB I PENDAHULUAN. tidak dengan tiba-tiba mendapat berkah misterius, kemudian dengan elegannya mencipta suatu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sastra adalah suatu tulisan yang memiliki keindahan yang luar biasa karena menggambarkan tentang kehidupan. Seseorang yang berjiwa sastra akan menghasilkan suatu karya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. beberapa penulis dalam meneliti atau mengkaji karya sastra. Beberapa diantaranya adalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. beberapa penulis dalam meneliti atau mengkaji karya sastra. Beberapa diantaranya adalah BAB II TINJAUAN PUSTAKA KONSEP, DAN LANDASAN TEORI 2.1 TINJAUAN PUSTAKA Berdasarkan temuan penulis, teori struktural genetik ini, sudah digunakan oleh beberapa penulis dalam meneliti atau mengkaji karya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyair berkebangsaan Indonesia. Sejak tahun 1974, ia mengajar di Fakultas

BAB I PENDAHULUAN. penyair berkebangsaan Indonesia. Sejak tahun 1974, ia mengajar di Fakultas BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sapardi Djoko Damono lahir di Surakarta, 20 Maret 1940, adalah seorang penyair berkebangsaan Indonesia. Sejak tahun 1974, ia mengajar di Fakultas Sastra (sekarang Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Sudjiman, 1991:11). Prosa (KBBI, 2011:1106) adalah karangan bebas (tidak terikat

BAB I PENDAHULUAN. (Sudjiman, 1991:11). Prosa (KBBI, 2011:1106) adalah karangan bebas (tidak terikat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Karya sastra dibedakan dalam tiga genre, yaitu puisi, prosa, dan drama (Sudjiman, 1991:11). Prosa (KBBI, 2011:1106) adalah karangan bebas (tidak terikat

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Agar peneliti dan pembaca mendapatkan gambaran yang jelas mengenai preposisipreposisi

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Agar peneliti dan pembaca mendapatkan gambaran yang jelas mengenai preposisipreposisi BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Agar peneliti dan pembaca mendapatkan gambaran yang jelas mengenai preposisipreposisi penelitian, maka harus memiliki konsep-konsep yang jelas.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan wujud dari proses imajinatif dan kreatif pengarang.

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan wujud dari proses imajinatif dan kreatif pengarang. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra merupakan wujud dari proses imajinatif dan kreatif pengarang. Adapun proses kreatif itu berasal dari pengalaman pengarang sebagai manusia yang hidup di

Lebih terperinci

A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Media bahasa merupakan salah satu media yang digunakan oleh seorang sastrawan untuk menyampaikan karya seni yaitu sebuah karya sastra untuk para pembaca. Keindahan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karya seni yang memiliki kekhasan dan sekaligus sistematis. Sastra adalah

BAB I PENDAHULUAN. karya seni yang memiliki kekhasan dan sekaligus sistematis. Sastra adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya merupakan hasil kreasi sastrawan melalui kontemplasi dan refleksi setelah menyaksikan berbagai fenomena kehidupan dalam lingkungan sosialnya (Al- Ma ruf 2009:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. gagasan, ide, dan perasaan seorang pengarang. Daya imajinasi inilah yang mampu

BAB I PENDAHULUAN. gagasan, ide, dan perasaan seorang pengarang. Daya imajinasi inilah yang mampu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra lahir karena adanya daya imajinasi yang di dalamnya terdapat gagasan, ide, dan perasaan seorang pengarang. Daya imajinasi inilah yang mampu membedakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. imajinatif peran sastrawan dan faktor-faktor yang melingkupi seorang sastrawan

BAB I PENDAHULUAN. imajinatif peran sastrawan dan faktor-faktor yang melingkupi seorang sastrawan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra adalah karya kreatif dan imajinatif dengan fenomena hidup dan kehidupan manusia sebagai bahan bakunya. Sebagai karya yang kreatif dan imajinatif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengalaman pengarang. Karya sastra hadir bukan semata-mata sebagai sarana

BAB I PENDAHULUAN. pengalaman pengarang. Karya sastra hadir bukan semata-mata sebagai sarana BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan bentuk realita dari hasil imajinasi dan pengalaman pengarang. Karya sastra hadir bukan semata-mata sebagai sarana ekspresi pengarang saja,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seorang pengarang yang dituangkan dalam bentuk tulisan berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. seorang pengarang yang dituangkan dalam bentuk tulisan berdasarkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan wujud atau hasil dari daya imajinasi seorang pengarang yang dituangkan dalam bentuk tulisan berdasarkan pengalaman pribadi atau dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sastra sangat dipengaruhi oleh bahasa dan aspek-aspek lain. Oleh karena

BAB I PENDAHULUAN. sastra sangat dipengaruhi oleh bahasa dan aspek-aspek lain. Oleh karena BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya sastra merupakan suatu karya seni yang disampaikan oleh seorang sastrawan melalui media bahasa. Keindahan dalam suatu karya sastra sangat dipengaruhi oleh bahasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan hasil kreatif penulis yang berisi potret kehidupan manusia yang dituangkan dalam bentuk tulisan, sehingga dapat dinikmati,

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. penelitian, maka pada subbab ini akan dijelaskan rancangan-rancangan tersebut.

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. penelitian, maka pada subbab ini akan dijelaskan rancangan-rancangan tersebut. BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Agar peneliti dan pembaca mendapatkan gambaran yang jelas mengenai rancangan penelitian, maka pada subbab ini akan dijelaskan rancangan-rancangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra diciptakan berdasarkan imajinasi dan berlandaskan pada bahasa yang digunakan untuk memperoleh efek makna tertentu guna mencapai efek estetik. Sebuah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sastra adalah produk kebudayaan (karya seni) yang lahir di tengah-tengah

BAB 1 PENDAHULUAN. Sastra adalah produk kebudayaan (karya seni) yang lahir di tengah-tengah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra adalah produk kebudayaan (karya seni) yang lahir di tengah-tengah masyarakat dan pengarang sebagai pencipta karya sastra merupakan bagian dari masyarakat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berperan penting atau tokoh pembawa jalannya cerita dalam karya sastra.

BAB I PENDAHULUAN. berperan penting atau tokoh pembawa jalannya cerita dalam karya sastra. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karya sastra memuat perilaku manusia melalui karakter tokoh-tokoh cerita. Hadirnya tokoh dalam suatu karya dapat menghidupkan cerita dalam karya sastra. Keberadaan

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. Seperti yang dikatakan Faruk (2011: 6--10), dalam pidato pengukuhan guru

BAB I PENGANTAR. Seperti yang dikatakan Faruk (2011: 6--10), dalam pidato pengukuhan guru BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Penelitian Seperti yang dikatakan Faruk (2011: 6--10), dalam pidato pengukuhan guru besarnya bahwa sejak tahun 1970-an ilmu sastra di Indonesia mendapat serbuan dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari banyak karya sastra yang muncul, baik berupa novel, puisi, cerpen, dan

BAB I PENDAHULUAN. dari banyak karya sastra yang muncul, baik berupa novel, puisi, cerpen, dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan karya sastra di Indonesia saat ini cukup pesat. Terbukti dari banyak karya sastra yang muncul, baik berupa novel, puisi, cerpen, dan drama. Hasil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karya sastra tidak lahir dalam situasi kekosongan budaya, budaya tidak hanya. konvensi atau tradisi yang mengelilinginya.

BAB I PENDAHULUAN. karya sastra tidak lahir dalam situasi kekosongan budaya, budaya tidak hanya. konvensi atau tradisi yang mengelilinginya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra diciptakan oleh pengarang untuk dipahami dan dinikmati oleh pembaca pada khususnya dan oleh masyarakat pada umumnya. Hal-hal yang diungkap oleh

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Nenden Lilis Aisiyah (cerpenis dan pengajar di Jurusan Pendidikan Bahasa dan

I. PENDAHULUAN. Nenden Lilis Aisiyah (cerpenis dan pengajar di Jurusan Pendidikan Bahasa dan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Nenden Lilis Aisiyah (cerpenis dan pengajar di Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Pendidikan Indonesia) menyatakan dalam Artikel Sastra

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. amanat, sudut pandang dan gaya bahasa yang saling berhubungan. Dengan demikian,

BAB I PENDAHULUAN. amanat, sudut pandang dan gaya bahasa yang saling berhubungan. Dengan demikian, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra tidak dapat dilihat hanya sebagai suatu sistem norma saja, karena karya sastra merupakan suatu sistem yang terdiri dari struktur, seperti tema, tokoh,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra tak akan pernah lepas dari pengaruh realitas kehidupan yang

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra tak akan pernah lepas dari pengaruh realitas kehidupan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karya sastra tak akan pernah lepas dari pengaruh realitas kehidupan yang mengitarinya. Karya sastra seolah menjadi saksi situasi kehidupan dimana dan kapan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sastra merupakan karya seni yang mengandung banyak estetika

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sastra merupakan karya seni yang mengandung banyak estetika BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sastra merupakan karya seni yang mengandung banyak estetika keindahan, dalam karya sastra itu sendiri banyak mengankat atau menceritakan suatu realitas yang terjadi

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. 9 Universitas Indonesia

BAB 2 LANDASAN TEORI. 9 Universitas Indonesia BAB 2 LANDASAN TEORI Sebagaimana telah disinggung pada Bab 1 (hlm. 6), kehidupan masyarakat dapat mengilhami sastrawan dalam melahirkan sebuah karya. Dengan demikian, karya sastra dapat menampilkan gambaran

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra tidak dapat dipisahkan dari masyarakat. Dalam hal ini, karya sastra tidak dapat dipahami secara selengkap-lengkapnya apabila dipisahkan dari lingkungan,

Lebih terperinci

ANALISIS STRUKTURALISME GENETIK DALAM NOVEL SINTREN KARYA DIANING WIDYA YUDHISTIRA

ANALISIS STRUKTURALISME GENETIK DALAM NOVEL SINTREN KARYA DIANING WIDYA YUDHISTIRA ANALISIS STRUKTURALISME GENETIK DALAM NOVEL SINTREN KARYA DIANING WIDYA YUDHISTIRA Skripsi ini Disusun Guna Memenuhi Persyaratan Mencapai Sarjana Strata 1 Jurusan Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kontemplasi dan refleksi setelah menyaksikan berbagai fenomena. kehidupan dalam lingkungan sosialnya (Al- Ma ruf 2009: 1).

BAB I PENDAHULUAN. kontemplasi dan refleksi setelah menyaksikan berbagai fenomena. kehidupan dalam lingkungan sosialnya (Al- Ma ruf 2009: 1). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya sastra merupakan hasil kreasi sastrawan melalui kontemplasi dan refleksi setelah menyaksikan berbagai fenomena kehidupan dalam lingkungan sosialnya (Al- Ma ruf

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan sebuah ungkapan pribadi manusia. berupa pengalaman, pemikiran, perasaan, imajinasi, ide, keyakinan dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan sebuah ungkapan pribadi manusia. berupa pengalaman, pemikiran, perasaan, imajinasi, ide, keyakinan dalam BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan sebuah ungkapan pribadi manusia yang berupa pengalaman, pemikiran, perasaan, imajinasi, ide, keyakinan dalam suatu bentuk gambaran kehidupan,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Kajian Pustaka 1. Penelitian Terdahulu Kajian pustaka dilakukan untuk mengetahui penelitian-penelitian terdahulu yang berkaitan dengan novel PJ karya Okky Madasari.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terhadap gejala atau objek yang dinamakan karya sastra. Pembicaraan karya sastra

BAB I PENDAHULUAN. terhadap gejala atau objek yang dinamakan karya sastra. Pembicaraan karya sastra 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian sastra pada hakikatnya merupakan penerapan pendekatan ilmiah terhadap gejala atau objek yang dinamakan karya sastra. Pembicaraan karya sastra tidak

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sastrawan yang dicetak pun semakin banyak pula dengan ide-ide dan karakter. dengan aneka ragam karya sastra yang diciptakan.

BAB 1 PENDAHULUAN. Sastrawan yang dicetak pun semakin banyak pula dengan ide-ide dan karakter. dengan aneka ragam karya sastra yang diciptakan. BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya sastra merupakan hasil kreasi sastrawan melalui kontemplasi dan refleksi setelah menyaksikan berbagai fenomena kehidupan dalam lingkungan sosialnya. Fenomena kehidupan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. suatu objek tertentu. Rene Wellek mengatakan bahwa sastra adalah institusi sosial

BAB 1 PENDAHULUAN. suatu objek tertentu. Rene Wellek mengatakan bahwa sastra adalah institusi sosial BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Rumusan Masalah 1.1.1. Latar Belakang Sastra 1 merupakan curahan hati manusia berupa pengalaman atau pikiran tentang suatu objek tertentu. Rene Wellek mengatakan

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yang diterbitkan oleh Pusat Bahasa

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yang diterbitkan oleh Pusat Bahasa BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yang diterbitkan oleh Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional ( 2005:588), konsep didefenisikan sebagai

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. dan Eksploitasi Wanita dalam Novel The Lost Arabian Women karya Qanta A.

BAB II KAJIAN TEORI. dan Eksploitasi Wanita dalam Novel The Lost Arabian Women karya Qanta A. BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Penelitian yang Relevan Sebelumnya Kajian yang relevan dengan penelitian ini adalah penelitian yang telah dilakukan oleh Nikmawati yang berjudul Perlawanan Tokoh Terhadap Diskriminasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berarti di dalamnya bernuansakan suasana kejiwaan sang pengarang, baik

BAB I PENDAHULUAN. berarti di dalamnya bernuansakan suasana kejiwaan sang pengarang, baik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra merupakan hasil ungkapan kejiwaan seorang pengarang, yang berarti di dalamnya bernuansakan suasana kejiwaan sang pengarang, baik suasana pikir maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pengarang menciptakan karya sastra sebagai ide kreatifnya. Sebagai orang yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pengarang menciptakan karya sastra sebagai ide kreatifnya. Sebagai orang yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra tercipta sebagai reaksi dinamika sosial dan kultural yang terjadi dalam masyarakat. Terdapat struktur sosial yang melatarbelakangi seorang pengarang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kemampuan Menurut Moeliono (2002:701) kemampuan adalah kesanggupan, kecakapan, kekuatan. Selanjutnya Menurut Moenir (2001:16) kemampuan berasal dari kata dasar mampu yang jika

Lebih terperinci

ANALISIS STRUKTURALISME GENETIK NOVEL RANTAU 1 MUARA KARYA AHMAD FUADI DAN SKENARIO PEMBELAJARANNYA DI KELAS XI SMA

ANALISIS STRUKTURALISME GENETIK NOVEL RANTAU 1 MUARA KARYA AHMAD FUADI DAN SKENARIO PEMBELAJARANNYA DI KELAS XI SMA ANALISIS STRUKTURALISME GENETIK NOVEL RANTAU 1 MUARA KARYA AHMAD FUADI DAN SKENARIO PEMBELAJARANNYA DI KELAS XI SMA Oleh : Tri Maryani Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Muhammaddiyah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan wujud dari pengabdian perasaan dan pikiran pengarang yang muncul ketika ia berhubungan dengan lingkungan sekitar. Sastra dianggap sebagai

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. sosialnya. Imajinasi pengarang dituangkan dalam bentuk bahasa yang kemudian

PENDAHULUAN. sosialnya. Imajinasi pengarang dituangkan dalam bentuk bahasa yang kemudian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya sastra merupakan imajinasi pengarang yang dipengaruhi oleh lingkungan sosialnya. Imajinasi pengarang dituangkan dalam bentuk bahasa yang kemudian dinikmati oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bukan hanya cerita khayal atau angan-angan dari pengarangnya, melainkan wujud

BAB I PENDAHULUAN. bukan hanya cerita khayal atau angan-angan dari pengarangnya, melainkan wujud BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sastra merupakan wujud gagasan pengarang dalam memandang lingkungan sosial yang berada di sekelilingnya dengan menggunakan bahasa yang indah. Sastra hadir sebagai hasil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sastra tadi harus dapat dikomunikasikan kepada orang lain, karena dapat saja

BAB I PENDAHULUAN. sastra tadi harus dapat dikomunikasikan kepada orang lain, karena dapat saja BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra adalah bentuk rekaman dengan bahasa yang akan disampaikan kepada orang lain. Sastra adalah komunikasi. Bentuk rekaman atau karya sastra tadi harus dapat

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Adapun konsep yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Adapun konsep yang digunakan dalam penelitian ini adalah: BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Adapun konsep yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 2.1.1 Sastra Sastra pada dasarnya merupakan ciptaan, kreasi bukan sebuah imitasi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Karya sastra tidak lahir dalam kekosongan budaya (Teew, 1991:

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Karya sastra tidak lahir dalam kekosongan budaya (Teew, 1991: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra tidak lahir dalam kekosongan budaya (Teew, 1991: 11) seperti halnya budaya, sejarah dan kebudayaan sastra yang merupakan bagian dari ilmu humaniora.

Lebih terperinci

Judul : Struktur sastra dan aspek sosial novel toenggoel karya Eer Asura Nama : Umri Nur aini

Judul : Struktur sastra dan aspek sosial novel toenggoel karya Eer Asura Nama : Umri Nur aini 1 Judul : Struktur sastra dan aspek sosial novel toenggoel karya Eer Asura Nama : Umri Nur aini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan bagian dari kebudayaan, kelahirannya di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan hasil kreasi sastrawan melalui kontemplasi dan refleksi setelah menyaksikan berbagai fenomena kehidupan dalam lingkungan sosialnya. Fenomena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia sehari-hari (Djojosuroto, 2000:3). Persoalan yang menyangkut

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia sehari-hari (Djojosuroto, 2000:3). Persoalan yang menyangkut BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra merupakan hasil proses pemikiran dan pengalaman batin pengarang yang dicurahkan lewat tulisan dengan mengungkapkan berbagai hal yang digali dari masalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra tidak pernah terlepas dari realitas sosial (Pradopo, 2009:114).

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra tidak pernah terlepas dari realitas sosial (Pradopo, 2009:114). 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra tidak pernah terlepas dari realitas sosial (Pradopo, 2009:114). Suatu karya sastra menampilkan pelbagai permasalahan-permasalahan yang terdapat dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sesuatu pertunjukan teater (Kamus Bahasa Indonesia: 212). Namun, dewasa ini

BAB I PENDAHULUAN. sesuatu pertunjukan teater (Kamus Bahasa Indonesia: 212). Namun, dewasa ini 1 BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Drama merupakan kisah utama yang memiliki konflik yang disusun untuk sesuatu pertunjukan teater (Kamus Bahasa Indonesia: 212). Namun, dewasa ini drama bukan hanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melalui cipta, rasa, dan karsa manusia. Al-Ma ruf (2009: 1) menjelaskan

BAB I PENDAHULUAN. melalui cipta, rasa, dan karsa manusia. Al-Ma ruf (2009: 1) menjelaskan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan salah satu bentuk seni yang diciptakan melalui cipta, rasa, dan karsa manusia. Al-Ma ruf (2009: 1) menjelaskan karya sastra merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan pengarang dan psikologi isi hatinya, yang diiringi dengan daya

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan pengarang dan psikologi isi hatinya, yang diiringi dengan daya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan hasil perpaduan estetis antara keadaan lingkungan pengarang dan psikologi isi hatinya, yang diiringi dengan daya kreativitas yang tinggi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan sarana bagi seorang pengarang untuk menyampaikan suatu pemikiran atau gagasan berdasarkan problem-problem sosial yang terjadi di lingkungan

Lebih terperinci

intrinsiknya seperti peristiwa, plot, tokoh, latar, sudut pandang, dan lain-lain yang semuanya bersifat imajinatif. Novel adalah karya fiksi yang

intrinsiknya seperti peristiwa, plot, tokoh, latar, sudut pandang, dan lain-lain yang semuanya bersifat imajinatif. Novel adalah karya fiksi yang 1 PENDAHULUAN Karya sastra adalah salah satu bentuk karya seni yang pada dasarnya merupakan sarana menuangkan ide atau gagasan seorang pengarang. Kehidupan manusia dan berbagai masalah yang dihadapinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagaimana dikatakan Horatio (Noor, 2009: 14), adalah dulce et utile

BAB I PENDAHULUAN. sebagaimana dikatakan Horatio (Noor, 2009: 14), adalah dulce et utile BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya sastra merupakan struktur dunia rekaan, artinya realitas dalam karya sastra adalah realitas rekaan yang tidak sama dengan realitas dunia nyata. Karya sastra itu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan refleksinya. Penyajiannya disusun secara menarik dan terstruktur dalam

BAB I PENDAHULUAN. dan refleksinya. Penyajiannya disusun secara menarik dan terstruktur dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya sastra merupakan suatu bentuk kontemplasi dan refleksi pengarang terhadap keadaan di luar dirinya, misalnya lingkungan atau masyarakat. Hal ini sejalan dengan

Lebih terperinci

BAB I. yang dilagukan. Lagu umumnya berisi tentang permasalahan kehidupan

BAB I. yang dilagukan. Lagu umumnya berisi tentang permasalahan kehidupan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebuah lagu merupakan hasil salah satu jenis karya sastra yaitu puisi yang dilagukan. Lagu umumnya berisi tentang permasalahan kehidupan manusia. Permasalahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sumardja dan Saini (1988: 3) menjabarkan bahwa sastra adalah ungkapan pribadi manusia yang berupa pengalaman, pemikiran, perasaan, ide, semangat, dan keyakinan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra sebagai sebuah ungkapan pribadi pengarang berdasarkan kreativitas/ imajinasi pengarang. Sastra juga dapat dijadikan sebagai wadah seorang pengarang untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan sebuah karya fiksi yang berisi imajinasi seorang

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan sebuah karya fiksi yang berisi imajinasi seorang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya sastra merupakan sebuah karya fiksi yang berisi imajinasi seorang pengarang dalam memaparkan berbagai permasalahan-permasalahan dan kejadian-kejadian dalam kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. realitas kehidupan sosial. Karya sastra pada umumnya bersifat dinamis, sesuai

BAB I PENDAHULUAN. realitas kehidupan sosial. Karya sastra pada umumnya bersifat dinamis, sesuai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan salah satu cipta karya masyarakat, sedangkan masyarakat adalah salah satu elemen penting dalam karya sastra. Keduanya merupakan totalitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. persoalan yang melingkupinya. Persoalan-persoalan ini bila disatukan tidak hanya

BAB I PENDAHULUAN. persoalan yang melingkupinya. Persoalan-persoalan ini bila disatukan tidak hanya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia sebagai mahluk sosial karena manusia tidak akan bisa hidup sendiri. Manusia dalam menjalani kehidupannya selalu dihadapkan pada berbagai persoalan yang melingkupinya.

Lebih terperinci

KEKERASAN POLITIK MASA ORDE BARU DALAM NASKAH DRAMA MENGAPA KAU CULIK ANAK KAMI? KARYA SENO GUMIRA AJIDARMA: TINJAUAN STRUKTURALISME GENETIK SKRIPSI

KEKERASAN POLITIK MASA ORDE BARU DALAM NASKAH DRAMA MENGAPA KAU CULIK ANAK KAMI? KARYA SENO GUMIRA AJIDARMA: TINJAUAN STRUKTURALISME GENETIK SKRIPSI KEKERASAN POLITIK MASA ORDE BARU DALAM NASKAH DRAMA MENGAPA KAU CULIK ANAK KAMI? KARYA SENO GUMIRA AJIDARMA: TINJAUAN STRUKTURALISME GENETIK SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Bahasa dan Seni UniversitasNegeri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LatarBelakang

BAB I PENDAHULUAN A. LatarBelakang BAB I PENDAHULUAN A. LatarBelakang Karya sastra merupakan hasil kreasi sastrawan melalui berbagai kontemplasi dan refleksi setelah menyaksikan berbagai lingkungan fenomena kehidupan dalam lingkungan sosialnya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tersebut, Jabrohim, dkk. (2003:4) menjelaskan yaitu, Bahasa memang media

BAB I PENDAHULUAN. tersebut, Jabrohim, dkk. (2003:4) menjelaskan yaitu, Bahasa memang media BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sastra adalah sebuah kreasi yang indah, baik lisan maupun tulisan yang memiliki peran penting dalam menciptakan karya sastra dengan hakikat kreatif dan imajinatif,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Karya sastra merupakan hasil cipta, rasa dan karsa manusia, selain memberikan hiburan juga sarat dengan nilai, baik nilai keindahan maupun nilai- nilai ajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra diciptakan oleh sastrawan. Pikiran, perasaan, kreativitas, serta

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra diciptakan oleh sastrawan. Pikiran, perasaan, kreativitas, serta 1 BAB I PENDAHULUAN A Latar Belakang Masalah Karya sastra diciptakan oleh sastrawan. Pikiran, perasaan, kreativitas, serta imajinasi adalah alat. Sastrawan menggunakan media lingkungan sosial sekitar,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra adalah salah satu bentuk karya seni yang pada dasarnya merupakan sarana menuangkan ide atau gagasan seorang pengarang. Kehidupan manusia dan pelbagai

Lebih terperinci

SOSIOLOGI SASTRA SEBAGAI PENDEKATAN DALAM PENELITIAN SASTRA (Metode Penelitian Sastra)

SOSIOLOGI SASTRA SEBAGAI PENDEKATAN DALAM PENELITIAN SASTRA (Metode Penelitian Sastra) SOSIOLOGI SASTRA SEBAGAI PENDEKATAN DALAM PENELITIAN SASTRA (Metode Penelitian Sastra) A. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sastra merupakan pencerminan masyarakat, melalui karya sastra, seorang pengarang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sangat dipengaruhi oleh bahasa dan aspek-aspek lain. Oleh karena itu, bagi

BAB I PENDAHULUAN. sangat dipengaruhi oleh bahasa dan aspek-aspek lain. Oleh karena itu, bagi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya sastra merupakan suatu karya seni yang disampaikan oleh seorang sastrawan melalui media bahasa. Keindahan dalam suatu karya sastra sangat dipengaruhi oleh bahasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. 1 Drs. Atar Semi. Kritik Sastra, 1984: Ibid. Hal. 52.

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. 1 Drs. Atar Semi. Kritik Sastra, 1984: Ibid. Hal. 52. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesusastraan merupakan sebuah bentuk ekspresi atau pernyataan kebudayaan dalam suatu masyarakat. Sebagai ekspresi kebudayaan, kesusastraan mencerminkan sistem sosial,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seorang pengarang yang dituangkan melalui kata-kata yang indah sehingga. berbentuk tulisan dan karya sastra berbentuk lisan.

BAB I PENDAHULUAN. seorang pengarang yang dituangkan melalui kata-kata yang indah sehingga. berbentuk tulisan dan karya sastra berbentuk lisan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan sebuah hasil ciptaan manusia yang mengandung nilai keindahan yang estetik. Sebuah karya sastra menjadi cermin kehidupan yang terjadi pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pandangan pengarang terhadap fakta-fakta atau realitas yang terjadi dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pandangan pengarang terhadap fakta-fakta atau realitas yang terjadi dalam digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagai karya sastra, novel muncul sebagai sebuah representasi atau pandangan pengarang terhadap fakta-fakta atau realitas yang terjadi dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. puisi antara lain Oidipus, Hamlet, Mahabaratha, Ramayana, dan sebagainya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. puisi antara lain Oidipus, Hamlet, Mahabaratha, Ramayana, dan sebagainya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Puisi merupakan salah satu jenis karya sastra dari berbagai macam karya sastra yang ada. Dalam perkembangannya, puisi mengalami pasang surut sesuai pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra bersumber dari kenyataan yang berupa fakta sosial bagi masyarakat sekaligus sebagai pembaca dapat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra bersumber dari kenyataan yang berupa fakta sosial bagi masyarakat sekaligus sebagai pembaca dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra bersumber dari kenyataan yang berupa fakta sosial bagi masyarakat sekaligus sebagai pembaca dapat memberikan tanggapannya dalam membangun karya sastra.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra adalah sebuah karya yang indah yang mempunyai banyak

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra adalah sebuah karya yang indah yang mempunyai banyak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra adalah sebuah karya yang indah yang mempunyai banyak makna dan banyak aspek didalamnya yang dapat kita gali. Karya sastra lahir karena ada daya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seni. Hal ini disebabkan seni dalam sastra berwujud bacaan atau teks sehingga

BAB I PENDAHULUAN. seni. Hal ini disebabkan seni dalam sastra berwujud bacaan atau teks sehingga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nilai seni dalam sebuah karya tidak selalu berwujud pada benda tiga dimensi saja. Adapun kriteria suatu karya dapat dikatakan seni jika karya tersebut memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra merupakan suatu bentuk dan hasil pekerjaan seni kreatif yang objeknya adalah manusia dan kehidupannya, dengan medium bahasa. Sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. referensial (Jabrohim 2001:10-11), dalam kaitannya dengan sastra pada

BAB I PENDAHULUAN. referensial (Jabrohim 2001:10-11), dalam kaitannya dengan sastra pada 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya sastra merupakan suatu karya seni yang disampaikan oleh seorang sastrawan melalui media bahasa. Keindahan dalam suatu karya sastra sangat dipengaruhi oleh bahasa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pada jiwa pembaca. Karya sastra merupakan hasil dialog manusia dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. pada jiwa pembaca. Karya sastra merupakan hasil dialog manusia dengan 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra merupakan hasil imajinasi manusia yang dapat menimbulkan kesan pada jiwa pembaca. Karya sastra merupakan hasil dialog manusia dengan problematika yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memberikan atau menyampaikan suatu hal yang di ungkapkan dengan cara

BAB I PENDAHULUAN. memberikan atau menyampaikan suatu hal yang di ungkapkan dengan cara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan wujud dari daya imajinasi pengarang yang dituangkan dalam sebuah wadah. Sastra sendiri adalah bentuk rekaman dari bahasa yang akan disampaikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tentunya sangat berkaitan dengan hidup dan kehidupan manusia serta kemanusiaan. Ia

BAB I PENDAHULUAN. tentunya sangat berkaitan dengan hidup dan kehidupan manusia serta kemanusiaan. Ia 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra merupakan salah satu cabang kesenian yang selalu berada dalam peradaban manusia semenjak ribuan tahun lalu. Penelitian terhadap karya sastra penting

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Penelitian tentang kajian struktural-genetik belum ada yang meneliti di Kampus

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Penelitian tentang kajian struktural-genetik belum ada yang meneliti di Kampus BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Penelitian yang Relevan Sebelumnya Penelitian tentang kajian struktural-genetik belum ada yang meneliti di Kampus Universitas Negeri Gorontalo, khususnya pada Jurusan Bahasa dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. puisi. Latar belakang kehidupan yang dialami pengarang, sangat berpengaruh

BAB I PENDAHULUAN. puisi. Latar belakang kehidupan yang dialami pengarang, sangat berpengaruh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lahirnya sebuah karya sastra tentu tidak akan terlepas dari kehidupan pengarang baik karya sastra yang berbentuk novel, cerpen, drama, maupun puisi. Latar belakang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. analisis unsur intrinsiknya, yaitu unsur-unsur yang membangun karya sastra,

BAB I PENDAHULUAN. analisis unsur intrinsiknya, yaitu unsur-unsur yang membangun karya sastra, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sebuah karya sastra itu diciptakan pengarang untuk dibaca, dinikmati, ataupun dimaknai. Dalam memaknai karya sastra, di samping diperlukan analisis unsur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hasil dari imajinasi pengarang. Imajinasi yang dituangkan dalam karya sastra,

BAB I PENDAHULUAN. hasil dari imajinasi pengarang. Imajinasi yang dituangkan dalam karya sastra, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra adalah hasil ciptaan manusia yang memiliki nilai keindahan yang sangat tinggi. Keindahan yang terdapat dalam sebuah karya sastra, merupakan hasil dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Karya satra merupakan hasil dokumentasi sosial budaya di setiap daerah. Hal ini berdasarkan sebuah pandangan bahwa karya sastra mencatat kenyataan sosial budaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengalaman pengarang mengamati realitas. Pernyataan ini pernah

BAB I PENDAHULUAN. pengalaman pengarang mengamati realitas. Pernyataan ini pernah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra, dalam hal ini novel, ditulis berdasarkan kekayaan pengalaman pengarang mengamati realitas. Pernyataan ini pernah diungkapkan oleh Teeuw (1981:

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sastra adalah gambaran kenyataan dari suatu peristiwa, nilai-nilai, dan norma-norma

BAB 1 PENDAHULUAN. Sastra adalah gambaran kenyataan dari suatu peristiwa, nilai-nilai, dan norma-norma BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra adalah gambaran kenyataan dari suatu peristiwa, nilai-nilai, dan norma-norma yang disepakati masyarakat. Sastra juga menyajikan gambaran kehidupan dan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. 12 Universitas Indonesia

BAB 2 LANDASAN TEORI. 12 Universitas Indonesia BAB 2 LANDASAN TEORI Kehidupan sosial dapat mendorong lahirnya karya sastra. Pengarang dalam proses kreatif menulis dapat menyampaikan ide yang terinspirasi dari lingkungan sekitarnya. Kedua elemen tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lainnya. Hal ini disebabkan masing-masing pengarang mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. lainnya. Hal ini disebabkan masing-masing pengarang mempunyai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra lahir karena adanya daya imajinasi yang di dalamnya terdapat ide, pikiran, dan perasaan seorang pengarang. Daya imajinasi inilah yang mampu membedakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia dalam berekspresi dapat diwujudkan dengan berbagai macam cara. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan menciptakan sebuah karya sastra baik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keadaan sekitar yang dituangkan dalam bentuk seni. Peristiwa yang dialami

BAB I PENDAHULUAN. keadaan sekitar yang dituangkan dalam bentuk seni. Peristiwa yang dialami BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sastra merupakan ekspresi yang kreatif dari sebuah ide, pikiran, atau perasaan yang telah dialami oleh seseorang dan diungkapkan melalui bahasa. Sastra adalah bentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan termasuk salah satu dasar pengembangan karakter seseorang. Karakter merupakan sifat alami jiwa manusia yang telah melekat sejak lahir (Wibowo, 2013:

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Lajang karya Ayu Utami ini menggunakan jenis penelitian deskriptif

BAB III METODE PENELITIAN. Lajang karya Ayu Utami ini menggunakan jenis penelitian deskriptif BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Strategi Penelitian Jenis penelitian dalam mengkaji novel Pengakuan Eks Parasit Lajang karya Ayu Utami ini menggunakan jenis penelitian deskriptif kualitatif. Penelitian

Lebih terperinci