BAB I PENDAHULUAN. rakyat, namun secara geografis berjarak cukup jauh dari pusat kekuasaan di
|
|
- Benny Susanto
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Desa merupakan entitas pemerintahan yang langsung berhubungan dengan rakyat, namun secara geografis berjarak cukup jauh dari pusat kekuasaan di tingkat atasnya. Hal itu menyebabkan desa memiliki arti penting sebagai basis penyelenggara pelayanan publik dan memfasilitasi pemenuhan hak - hak publik rakyat lokal. Undang Undang Dasar 1945 pasal 18 menyatakan bahwa pembagian daerah Indonesia terdiri atas daerah besar dan kecil dengan bentuk dan susunan pemerintahannya ditetapkan dengan undang undang. Secara sosiologis desa merupakan sebuah gambaran dari satu kesatuan masyarakat atau komunitas penduduk yang bertempat tinggal dalam suatu lingkungan dimana mereka ( masyarakat ) saling mengenal dengan baik corak kehidupan mereka relatif homogen serta banyak bergantung pada alam. Atau dengan pengertian umum desa merupakan kesatuan masyarakat hukum yang memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal usul dan adat istiadat setempat yang diakui dalam sistem pemerintahan nasional dan berada di dalam wilayah Kabupaten. Dari sudut pandang politik dan hukum, desa sering diidentikkan sebagai organisasi kekuasaan. Yaitu desa dipahami sebagai organisasi pemerintahan atau organisasi kekuasaan yang secara politis mempunyai wewenang tertentu dalam struktur pemerintahan negara. Dengan sudut pandang ini desa dipilah dalam beberapa unsur penting: (1). Adanya orang orang atau kelompok orang; (2). 1
2 Adanya pihak pihak yang menjadi penguasa atau pemimpin, (3). Adanya organisasi ( badan ) penyelenggara kekuasaan, (4). Adanya tempat atau wilayah yang menjadi teretori penyelenggara kekuasaan; dan (5). Adanya mekanisme, tata aturan dan nilai, yang menjadi landasan dalam proses pengambilan keputusan. (Pambudi, 2003 : 5-6 ). Pada Orde Lama telah ada suatu insitusi sosial yang berfungsi membantu anggota masyarakat desa yang dikenal sebagai Lembaga Sosial Desa bersifat otonom dan bebas dari kontrol pemerintah. Namun ketika Orde Baru lembaga yang semula bersifat independen, diambil ahli dan dikooptasi untuk mendukung kelestarian kekuasaaan Orde Baru dengan menetapkan Undang Undang No. 5 Tahun 1979 tentang pemerintahan desa, yang secara legal rasional desa merupakan suatu wilayah yang ditempati oleh sejumlah penduduk sebagai kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai organisasi pemerintahan terendah langsung dibawah camat dan berhak menyelenggarakan rumah tangganya sendiri dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Undang Undang No. 5 Tahun 1979 pasal 3 menyebutkan bahwa pemerintahan desa terdiri dari kepala desa dan LMD (Lembaga Musyawarah Desa), dan melalui Intruksi Presiden No. 28 Tahun 1980 serta Instruksi Menteri Dalam Negeri No. 4 Tahun 1981, struktur dan fungsi organisasi kemasyarakatan desa masa Orde Baru juga membentuk LKMD ( lembaga Ketahanan Masyarakat Desa ). Dalam undang undang ini, sistem birokrasi pemerintahan bersifat sentralistik, diintervensi (negaranisasi), yaitu desa adalah perpanjangan tangan dari pemerintah pusat. Kedudukan kepala desa merupakan penguasa tunggal, 2
3 sekaligus merangkap sebagai ketua LMD dan LKMD. (http: // publik.brawijaya.ac. id/simple/ us/ jurnal/ pdffile / Hakim 20 % & Endah 20% pengembangan 20% Kelembagaan 20% desa20%. Pdf. ) Soerjono Soekanto mendefinisikan lembaga kemasyarakatan sebagai himpunan dari norma norma, segala tindakan yang berkisar pada suatu kebutuhan pokok manusia di dalam kehidupan masyarakat. ( Ibrahim, 2003 : 87 ). Hayami Kikuchi ( 1987 ), menyatakan kelembagaan adalah aturan yang mengatur perilaku yang dikukuhkan dengan adanya sanksi oleh suatu anggota komunitas, masyarakat atau oleh seluruh organisasi kelompok sosial yang dijadikan pegangan dalam mengadakan transaksi, dan sebagai aturan perilaku yang menentukan pola pola tindakan dan hubungan sosial. ( Wisadirana, 2005 : 116 ). Pada Reformasi terjadi perubahan yang subtansial yaitu, dengan diberlakukannya Undang - Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah merupakan pengganti dari UU No. 5 Tahun 1974 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No. 5 Tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa, dengan alasan bahwa kedua undang undang tersebut sebagai dasar penyelenggara pemerintahan daerah sudah tidak mampu lagi menampung dinamika perkembangan masyarakat dan tidak sesuai lagi dengan prinsip penyelenggaraan otonomi daerah yang demokratis, efektif dan efisien serta belum mampu mengakomodasikan keanekaragaman struktur dan kultur yang hidup dan berkembang di daerah dalam pelaksanaan pembangunan. Undang - Undang No. 22 Tahun 1999 menyatakam bahwa pemerintahan desa adalah pelaksana kegiatan penyelenggara pemerintahan yang terendah 3
4 langsung di bawah Pemerintahan Kecamatan. Pemerintahan desa terdiri atas, kepala desa, BPD dan perangkat desa yaitu sekretaris desa dan perangkat desa lainnya. Keputusan Menteri Dalam Negeri No. 64 Tahun 1999 telah memberikan peluang dan kesempatan bagi desa dalam memberdayakan masyarakat desa, untuk menghidupkan kembali parlemen desa dengan tujuan membangun relasi yang demokratis (desentralisasi dan demokrasi lokal) melalui perluasan ruang partisipasi politik pada masyarakat desa, untuk menghapus dan mengakhiri sentralisasi dalam mewujudkan suatu masyarakat yang otonom ( desa otonom ). ( ditengah perubahan.pdf. ) Struktur pemerintaha desa dalam Undang Undang No. 22 Tahun 1999 terdiri atas pemerintahan desa dan BPD. Dalam konteks ini, pasal 104 Undang Undang No. 22 Tahun 1999 mencantumkan keberadaan dan pembentukan Badan Perwakilan Desa merupakan lembaga legislasi desa, yang berfungsi sebagai pengayom adat istiadat, bersama kepala desa membuat Peraturan Desa, penyalur aspirasi masyarakat desa, dan pengawas penyelenggaraan pemerintahan desa. Dalam skema yang baru, kecamatan tidak lagi membawahi Pemerintahan Desa, dan desa berada dibawah kontrol langsung kabupaten. Selain itu terdapat suatu pemisahan kekuasaan antara eksekutif ( kepala desa ) dan legislatif ( BPD ). Pelaksanaan tugas kepala desa yang selama Orde Baru di luar kontrol rakyat, kini diawasi secara ketat oleh BPD. Kepala desa tidak lagi sebagai pusat kekuasaan di desa dan pengambilan kebijakan tidak lagi menjadi wewenang mutlak kepala desa, melainkan beralih kepada BPD, pertanggungjawaban kepala desa diberikan pada BPD, serta BPD memberikan laporan kepada Bupati. ( Ali, 2007 : 100 ). 4
5 Kehadiran BPD sebagai tuntutan regulatif untuk menjadi aktor baru di desa sebagai lembaga kemasyarakatan dan kekuatan pemerintahan desa, BPD berpeluang secara luas sebagai roda penggerak masyarakat politik di tingkat desa. Hal ini menandakan perubahan signifikan dalam struktur dan fungsi kelembagaan desa, bahwa BPD dirancang untuk terlibat pada everyday life politics desa, dan menciptakan demokratisasi lokal serta merupakan roda penggerak partisipasi masyarakat dalam pembangunan desa. Dalam prakteknya, konsep pemerintahan desa yang diperbarui oleh UU No. 22 Tahun 1999 ini ditemukan adanya sisa - sisa pola patron klien di kalangan masyarakat desa, yang terbentuk pada masa orde baru. Belum lagi faktor - faktor keanekaragaman pola budaya yang terus berubah. Secara ideal oleh kalangan pengamat politik pedesaan disebut sebagai fenomena khas, yaitu bahwa masyarakat Indonesia adalah masyarakat transisi yang permanen karena tidak lagi tradisional sepenuhnya, namun belum bergerak kearah masyarakat modern. ( ) Melalui Undang - Undang No. 32 Tahun 2004 sebagai pengganti UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, undang undang ini memberikan wacana dan paradigma baru dalam upaya mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan pemberdayaan, dan peran serta masyarakat dalam proses pembangunan, serta daya saing daerah dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, dan keadilan. Dalam UU 32 Tahun 2004 pasal 209 terjadi perubahan mendasar terhadap peran dan fungsi BPD, dimana BPD diganti dengan istilah Badan 5
6 Permusyawaratan Desa dan mengalami penurunan derajat wewenang, sehingga tidak ada lagi fungsi kontrol terhadap kepala desa, juga BPD tidak memiliki kewenangan dalam pengolahan keuangan desa, termasuk penetapan APBDes dan penetapan tata cara pungutan objek pendapatan dan belanja desa. Undang undang ini menempatkan lembaga BPD bukan dibawah kepala desa, berarti kepala desa bukan penguasa tunggal seperti pada masa masa yang lalu. Implisit di sini adalah bahwa BPD sebagai partner kepala desa dalam memfasilitasi warganya.( id=38). Pasal 215 ayat (1) UU No. 32 Tahun 2004 secara tegas menyebutkan bahwa pembangunan kawasan pedesaan yang dilakukan oleh Kabupaten / Kota dan pihak ketiga mengikutsertakan Pemerintah Desa dan Badan Permusyawratan Desa, dan surat Menteri Dalam Negeri Nomor : 140 / 640SJ tanggal 22 Maret 2005 tentang Pedoman Alokasi Dana Desa dari Pemerintahan Kabupaten kepada Pemerintah Desa sangat jelas, termasuk didalamnya tentang kewajiban yang tak bisa ditawar - tawar oleh Pemerintahan Kabupaten untuk merumuskan dan membuat peraturan daerah tentang ADD ( Alokasi Dana Desa ) sebagai bagian dari kewenangan fiskal desa untuk mengatur dan mengelola keuangannya. Pengelolaan keuangan desa menjadi wewenang desa yang mesti terjabarkan dalam peraturan desa (Perdes) tentang anggaran pendapatan dan belanja desa (APBDes). Dengan sumber pendapatan yang berasal dari pendapatan asli desa seperti dari hasil usaha desa, hasil kekayaan desa, hasil swadaya dan partisipasi, hasil gotong royong, dan lain-lain pendapatan asli desa yang sah. 6
7 Selanjutnya bagi hasil pajak daerah Kabupaten/Kota paling sedikit 10% (sepuluh per seratus) untuk desa dan dari retribusi Kabupaten/Kota sebagian diperuntukkan bagi desa, dan bagian dari dana perimbangan keuangan pusat dan daerah yang diterima oleh Kabupaten/Kota untuk Desa paling sedikit 10%, yang pembagiannya untuk setiap Desa secara proporsional yang merupakan alokasi dana desa (ADD). Kemudian pendapatan itu bisa bersumber lagi dari bantuan keuangan dari Pemerintah, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah Kabupaten/Kota dalam rangka pelaksanaan urusan pemerintahan, serta hibah dan sumbangan dari pihak ketiga yang tidak mengikat. ( blogspot. com/ 2007/ 08/ otonomi- desa - dan- alokasi- dana- desa.html) Selanjutnya regulasi yang ada tentang desa juga membolehkan desa untuk mendirikan badan usaha milik desa sesuai dengan kebutuhan dan potensi desa. Artinya desa sesungguhnya telah didorong, diupayakan dan diharapkan menjadi mandiri. Desa tidak lagi dikendalikan oleh pusat seperti pada UU No. 5 Tahun 1979 dimana desa berada dibawah kecamatan. Dalam UU No. 32 Tahun 2004 mengandung konsep desentralisasi desa yaitu sebagai kemandirian pemerintahan dan masyarakat desa dalam menyampaikan aspirasi, merencanakan kegiatan, menggali dana, dan mengontrol kegiatan pembangunan desa. Berdasarkan uraian diatas, Pemerintahan Desa merupakan lembaga kemasyarakatan atau organisasi desa, dipahami sebagai organisasi kekuasaan yang secara politis memiliki fungsi dan wewenang dalam memenuhi kebutuhan kebutuhan masyarakat untuk mencapai keteraturan dan integrasi dalam masyarakat, maka penulis merasa tertarik untuk meneliti dan menganalisis 7
8 Kekuasaan dalam Pemerintahan Desa, khususnya pada pemerintahan desa Kedai Damar Pabatu kecamatan Tebing Tinggi kabupaten Serdang Bedagai Perumusan Masalah Lincoln dan Guba (1985 : 218) mendefinisikan masalah sebagai suatu keadaan yang bersumber dari hubungan antara dua faktor atau lebih yang menghasilkan situasi yang menimbulkan tanda tanda dan dengan sendirinya memerlukan upaya untuk mencari sebuah jawaban. Faktor yang berhubungan tersebut mungkin berupa konsep, data empiris, pengalaman atau unsur lainnya. ( Maleong, 2006 : 93 ). Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka yang menjadi perumusan masalah dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimana relasi politik desa antara kepala desa, BPD dengan masyarakat desa Kedai Damar Pabatu kecamatan Tebing Tinggi kabupaten Serdang Bedagai? 2. Bagaimana pola relasi kekuasaan pemerintahan desa Kedai Damar Pabatu kecamatan Tebing Tinggi kabupaten Serdang Bedagai dalam pelaksanaan alokasi dana desa? 1.3. Tujuan Penelitian Mengacu pada pernyataan M Iqbal Hasan ( 2002 : 44 ) bahwa tujuan penelitian adalah rumusan kalimat yang menunjukkan adanya suatu hal yang diperoleh setelah penelitian selesai. Dengan demikian pada dasarnya tujuan 8
9 penelitian memberikan informasi mengenai apa yang akan diperoleh setelah selesai penelitian. Berdasarkan adanya keinginan penulis untuk memperoleh data, guna menjawab pertanyaan - pertanyaan pada perumusan masalah penelitian ini, maka tujuan penelitian yang hendak dicapai melalui penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui bagaimana relasi politik desa antara kepala desa, BPD dengan masyarakat desa Kedai Damar kecamatan Tebing Tinggi kabupaten Serdang Bedagai. 2. Untuk mengetahui bagaimana pola relasi kekuasaan pemerintahan desa Kedai Damar kecamatan Tebing Tinggi kabupaten Serdang Bedagai dalam pelaksanaan Alokasi Dana Desa Manfaat Penelitian Setelah melakukan penelitian ini diharapkan manfaat penelitian ini berupa: Manfaat Teoritis Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi wawasan ilmiah yang berkaitan dengan sistem Pemerintahan Desa yang terdapat di negara kita, sehingga dapat memberikan bahan pertimbangan bagi pihak pihak yang berkompeten dalam menjalankan pemerintahan untuk menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat desa dalam perencananan pembangunan Manfat Praktis Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat bagi peneliti berupa fakta fakta temuan di lapangan dalam meningkatkan daya kritis dan analisis peneliti 9
10 sehingga memperoleh pengetahuan tambahan dari penelitian tersebut. Dan khususnya penelitian ini dapat menjadi referensi penunjang yang diharapkan dapat berguna bagi penelitian penelitian selanjutnya Definisi Konsep Konsep merupakan suatu gagasan yang dinyatakan dalam suatu simbol atau kata. Untuk memperoleh maksud dan pengertian mengenai konsep yang digunakan dalam penelitian ini, maka penulis membatasi konsep konsep yang digunakan. Pemberian batasan konsep ini diperlukan untuk menuntun peneliti dalam menangani rangkaian proses penelitian bersangkutan serta dalam menginterpretasikan hasil penelitian ( Faisal, 2003 : 107 ). Adapun konsep konsep yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Relasi kekuasaan politik adalah adalah suatu hubungan antar dua individu atau lebih, atau antara individu dengan kelompok, mengunakan segala kemampuan untuk mengendalikan tingkah laku orang lain, baik dengan jalan memberi perintah, maupun dengan mempergunakan alat dan cara yang tersedia dalam melaksanakan kebijakkan kebijakkan, siasat, kekuasaaan, kewenangan, pembagian atau alokasi, dalam membangun hubungan yang dinamis, mulai dari hubungan yang bersifat kerja sama, kompetisi hingga muncul konflik. ( oxfordjournals. Org / cgi/ content /summary 20/1/73) 2. Pemerintahan desa adalah lembaga perpanjangan pemerintah pusat memiliki peran yang strategis dalam pengaturan masyarakat desa/kelurahan dan keberhasilan pembangunan nasional, atau merupakan penyelenggaraan urusan 10
11 oleh Pemerintah Desa dan Badan Permusyawaratan Desa dalam mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan NKRI. 3. Sentralisasi adalah sistem yang mengatur penyelenggaraan pemerintahan terpusat pada pemerintah pusat. Seluruh wewenang, prakarsa, kebijakan, keputusan, perencanaan, pelaksanaan dan pembiayaannya dikoordinir seluruhnya oleh pemerintah pusat. 4. Desentaralisasi desa adalah penyerahan wewenang pemerintahan kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem NKRI, mewujudkan pemerintahan desa yang mandiri dalam menyampaikan aspirasi, tata pemerintahan desa yang relatif bebas dari campur tangan kekuatan kekuatan pemerintahan pada hiearkhi otoritas diatas desa, yaitu pemerintahan kecamatan, pemerintahan kabupaten atau pemerintah pusat dalam mewujudkan efektifitas, efisiensi pemerintahan, demokratisasi serta pemberdayaan masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraan dan pelayanan bagi publik. (UU.No.32 Tahun 2004) 11
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pelaksanaan otonomi daerah berdampak pada pergeseran sistem pemerintahan dari sistem sentralisasi ke sistem desentralisasi, yaitu dari pemerintah pusat kepada
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. hakekatnya ditujukan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Otonomi Daerah sebagai salah satu bentuk desentralisasi pemerintahan, pada hakekatnya ditujukan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan,
Lebih terperinciBAB I. tangganya sendiri (Kansil, C.S.T. & Christine S.T, 2008). perubahan dalam sistem pemerintahan dari tingkat pusat sampai ke desa.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bentuk negara Indonesia adalah negara kesatuan, dimana didalam negara kesatuan dibagi menjadi 2 bentuk, yang pertama adalah negara kesatuan dengan sistem sentralisasi
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Kerangka Teoritis 2.1.1 Pemerintahan Daerah Dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah menyatakan bahwa, Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan
Lebih terperinciB U P A T I N G A W I PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGAWI NOMOR 34 TAHUN 2011 TENTANG ALOKASI DANA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI NGAWI,
B U P A T I N G A W I PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGAWI NOMOR 34 TAHUN 2011 TENTANG ALOKASI DANA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI NGAWI, 2 Menimbang : a. bahwa salah satu sumber pendapatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sistem pemerintahan yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Menurut Undang-Undang Dasar 1945, pada dasarnya sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sistem pemerintahan yang memberikan keleluasaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan pemerataan pembangunan di masyarakat, pemerintah telah menetapkan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Untuk meningkatkan aspek demokrasi, partisipasi rakyat, keadilan, dan pemerataan pembangunan di masyarakat, pemerintah telah menetapkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Tahun 1979 bercorak sentralistik. Dalam penjelasan umum Undang-undang Nomor 32 Tahun
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah secara normatif mengatur juga tentang desa sebagai unit organisasi pemerintah terendah, yang sebelumnya pada UU No.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berkedaulatan rakyat dalam suasana perikehidupan bangsa yang aman,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia adalah Negara berkembang yang sedang giat melaksanakan pembangunan. Di mana pembangunan Nasional Indonesia bertujuan untuk mewujudkan sesuatu masyarakat
Lebih terperinciBUPATI PANGANDARAN PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANGANDARAN NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG SUMBER PENDAPATAN DESA
BUPATI PANGANDARAN PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANGANDARAN NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG SUMBER PENDAPATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANGANDARAN, Menimbang Mengingat
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN KUANTAN SINGINGI NOMOR 7 TAHUN 2009 TENTANG SUMBER PENDAPATAN DAN KEKAYAAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUANTAN SINGINGI NOMOR 7 TAHUN 2009 TENTANG SUMBER PENDAPATAN DAN KEKAYAAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUANTAN SINGINGI, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mendukung
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. demorasi secara langsung, desa juga merupakan sasaran akhir dari semua program
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Desa merupakan basis bagi upaya penumbuhan demokrasi, karena selain jumlah penduduknya masih sedikit yang memungkinkan berlangsungnya proses demorasi secara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dalam Undang-Undang Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa, Undang-Undang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seperti yang kita ketahui bahwasannya desa secara formal diakui dalam Undang-Undang Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa, Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa. Berdasarkan ketentuan ini
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keberadaan desa secara yuridis formal diakui dalam Undang- Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005
Lebih terperinciBUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR 2 TAHUN 2006 TENTANG ALOKASI DANA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR 2 TAHUN 2006 TENTANG ALOKASI DANA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUWANGI Menimbang : a. bahwa salah satu upaya dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bagian terkecil dari struktur pemerintahan yang ada di dalam struktur
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan Negara kesatuan yang berbentuk Republik terdiri dari beberapa wilayah (daerah) provinsi, kabupaten/kota, di bawah kabupaten/kota terdiri
Lebih terperinciBUPATI SERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN KEUANGAN DESA
SALINAN BUPATI SERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN KEUANGAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SERANG, Menimbang : a. bahwa untuk
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR : 737 TAHUN : 2006 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 16 TAHUN 2006 TENTANG ALOKASI DANA PERIMBANGAN DESA DI KABUPATEN SERANG BUPATI SERANG, Menimbang Mengingat
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN ASAHAN
NOMOR 16 TAHUN 2008 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN ASAHAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN ASAHAN NOMOR 16 TAHUN 2008 TENTANG SUMBER PENDAPATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI ASAHAN, Menimbang : bahwa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Otonomi Daerah merupakan fenomena yang sangat dibutuhkan dalam era
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Otonomi Daerah merupakan fenomena yang sangat dibutuhkan dalam era globalisasi, demokratisasi, terlebih dalam era reformasi. Bangsa dan negara Indonesia menumbuhkan
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN MAGETAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGETAN NOMOR 5 TAHUN 2007 TENTANG ALOKASI DANA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PEMERINTAH KABUPATEN MAGETAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGETAN NOMOR 5 TAHUN 2007 TENTANG ALOKASI DANA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MAGETAN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pelaksanaan
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR : 4 TAHUN : 2015 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG KEUANGAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KULON PROGO, Menimbang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pemilihan Judul
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemilihan Judul Desa atau dengan nama lain suatu kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah bertempat tinggal dalam suatu lingkungan terntentu dan memiliki
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. sendiri dalam mengatur kehidupan kemasyarakatannya. kecamatan (Widjaya, HAW 2008: 164). Secara administratif desa berada di
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kampung atau desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batasbatas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan
Lebih terperinciBUPATI TULUNGAGUNG PROPINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN KEUANGAN DESA
BUPATI TULUNGAGUNG PROPINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN KEUANGAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TULUNGAGUNG, Menimbang : a. bahwa
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 16 TAHUN 2007 TENTANG SUMBER PENDAPATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CIAMIS, Menimbang : a.
PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 16 TAHUN 2007 TENTANG SUMBER PENDAPATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CIAMIS, Menimbang : a. bahwa sumber pendapatan desa merupakan sumber pembiayaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Setelah Orde Baru jatuh dikarenakan reformasi maka istilah Good
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Setelah Orde Baru jatuh dikarenakan reformasi maka istilah Good Governance begitu popular. Hampir di setiap peristiwa penting yang menyangkut masalah pemerintahan,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pembangunan, maupun kemasyarakatan maupun tugas-tugas pembantuan yang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Desa merupakan kesatuan masyarakat hukum yang memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal usul dan adat istiadat
Lebih terperinciBUPATI JEPARA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 9 TAHUN 2015 TENTANG SUMBER PENDAPATAN DESA
1 BUPATI JEPARA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 9 TAHUN 2015 TENTANG SUMBER PENDAPATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA, Menimbang : a. bahwa dengan diundangkannya
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR : 22 TAHUN 2006 TENTANG KEUANGAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LUWU TIMUR,
PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR : 22 TAHUN 2006 TENTANG KEUANGAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LUWU TIMUR, Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 67 77 Peraturan
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG SUMBER PENDAPATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN,
PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG SUMBER PENDAPATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN, Menimbang : a. bahwa guna peningkatan kinerja penyelenggaraan Pemerintahan
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN SAMPANG
PEMERINTAH KABUPATEN SAMPANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SAMPANG NOMOR : 25 TAHUN 2008 TENTANG SUMBER PENDAPATAN DAN KEKAYAAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SAMPANG, Menimbang : bahwa untuk
Lebih terperinciBUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 17 TAHUN 2007 TENTANG KEUANGAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG,
BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 17 TAHUN 2007 TENTANG KEUANGAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG, Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 28 dan
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN REMBANG NOMOR 5 TAHUN 2007 TENTANG SUMBER PENDAPATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI REMBANG,
PERATURAN DAERAH KABUPATEN REMBANG NOMOR 5 TAHUN 2007 TENTANG SUMBER PENDAPATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI REMBANG, Menimbang : a. bahwa dengan telah ditetapkannya Undang-Undang Nomor
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN SERUYAN NOMOR 25 TAHUN 2006 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERUYAN NOMOR 25 TAHUN 2006 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SERUYAN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pelaksanaan
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA SELATAN NOMOR 16 TAHUN 2006 TENTANG ALOKASI DANA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA SELATAN,
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANGKA SELATAN NOMOR 7 TAHUN 2006 SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA SELATAN NOMOR 16 TAHUN 2006 TENTANG ALOKASI DANA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN LANDAK NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG SUMBER PENDAPATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LANDAK,
PERATURAN DAERAH KABUPATEN LANDAK NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG SUMBER PENDAPATAN DESA Menimbang : DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LANDAK, bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 72 Peraturan Pemerintah
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 07 TAHUN 2009 TENTANG
PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 07 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN DAN MEKANISME PENYUSUNAN PERATURAN DESA, SUMBER PENDAPATAN DESA, KERJA SAMA DESA, LEMBAGA ADAT, LEMBAGA KEMASAYARATAN DAN
Lebih terperinciBUPATI WONOGIRI PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG ALOKASI DANA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI WONOGIRI,
BUPATI WONOGIRI PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG ALOKASI DANA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI WONOGIRI, Menimbang : a. bahwa agar dalam pelaksanaan penetapan
Lebih terperinci11 LEMBARAN DAERAH Januari KABUPATEN LAMONGAN 4/E 2006 SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR : 04 TAHUN 2006 TENTANG ALOKASI DANA DESA
11 LEMBARAN DAERAH Januari KABUPATEN LAMONGAN 4/E 2006 SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR : 04 TAHUN 2006 TENTANG ALOKASI DANA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LAMONGAN, Menimbang
Lebih terperinciWALIKOTA TIDORE KEPULAUAN
WALIKOTA TIDORE KEPULAUAN PERATURAN DAERAH KOTA TIDORE KEPULAUAN NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG ALOKASI DANA DESA DAN ALOKASI ANGGARAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TIDORE KEPULAUAN,
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 5 TAHUN 2007 TENTANG SUMBER PENDAPATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BENGKAYANG
PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 5 TAHUN 2007 TENTANG SUMBER PENDAPATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BENGKAYANG Menimbang : a. bahwa dalam rangka penyelenggaraan urusan pemerintahan
Lebih terperinciBAB I INTRODUKSI. Bab I berisi mengenai introduksi riset tentang evaluasi sistem perencanaan
BAB I INTRODUKSI Bab I berisi mengenai introduksi riset tentang evaluasi sistem perencanaan penggunaan dana desa. Introduksi tersebut terdiri atas latar belakang, konteks riset, rumusan masalah, pertanyaan
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR : 737 TAHUN : 2006 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 16 TAHUN 2006 TENTANG ALOKASI DANA PERIMBANGAN DESA DI KABUPATEN SERANG BUPATI SERANG, Menimbang : a. bahwa
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT
PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 4 TAHUN 2007 TENTANG ALOKASI DANA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KOTAWARINGIN BARAT, Menimbang
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 16 TAHUN 2007 TENTANG PERIMBANGAN KEUANGAN KABUPATEN DAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG,
BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 16 TAHUN 2007 TENTANG PERIMBANGAN KEUANGAN KABUPATEN DAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG, Menimbang : a. bahwa memperhatikan Pasal
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR : 6 TAHUN 2007 SERI : D NOMOR : 6 PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG KEUANGAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI WONOGIRI,
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 7 TAHUN 2009 TENTANG ALOKASI DANA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN,
PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 7 TAHUN 2009 TENTANG ALOKASI DANA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN, Menimbang Mengingat : a. bahwa dalam rangka pelaksanaan pembangunan desa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang diyakini mampu memberikan nafas segar dari keterpurukan politik
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Munculnya reformasi telah menggantikan kedudukan rezim orde baru yang diyakini mampu memberikan nafas segar dari keterpurukan politik yang melanda Bangsa Indonesia.
Lebih terperinciBUPATI KUNINGAN PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG KEUANGAN DESA
BUPATI KUNINGAN PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG KEUANGAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUNINGAN, Menimbang Mengingat : a. bahwa pengaturan
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN BELITUNG
PEMERINTAH KABUPATEN BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG NOMOR 10 TAHUN 2007 TENTANG KEUANGAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BELITUNG, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. memiliki batas-batas wilayah yuridiksi, berwewenang untuk mengatur dan mengurus
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pengertian Desa menurut Undang-Undang No 32 Tahun 2004, yang dimaksud dengan desa atau disebut dengan nama lain adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas
Lebih terperinciBUPATI NGANJUK PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 01 TAHUN 2011 TENTANG ALOKASI DANA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI NGANJUK,
BUPATI NGANJUK PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 01 TAHUN 2011 TENTANG ALOKASI DANA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI NGANJUK, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 68
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN PONOROGO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PONOROGO NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG SUMBER PENDAPATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
S A L I N A N PEMERINTAH KABUPATEN PONOROGO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PONOROGO NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG SUMBER PENDAPATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PONOROGO, Menimbang : bahwa untuk
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN KERINCI TAHUN 2007 NOMOR 3 LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KERINCI TAHUN 2007 NOMOR 3 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KERINCI NOMOR 3 TAHUN 2007 Menimbang : TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KERINCI,
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 10 TAHUN 2007 SERI E =================================================================
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 10 TAHUN 2007 SERI E ================================================================= PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 10 TAHUN 2007 TENTANG SUMBER PENDAPATAN
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. terselenggaranya tata pemerintahan yang baik (good governance). Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 yang direvisi dengan Undang-Undang
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan pembangunan yang dihadapi dewasa ini dan di masa mendatang mensyaratkan perubahan paradigma kepemerintahan, pembaruan sistem kelembagaan, peningkatan kompetensi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Desa merupakan kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Desa merupakan kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan
Lebih terperinciKEPUTUSAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 64 TAHUN 1999 TENTANG PEDOMAN UMUM PENGATURAN MENGENAI DESA
KEPUTUSAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 64 TAHUN 1999 TENTANG PEDOMAN UMUM PENGATURAN MENGENAI DESA MENTERI DALAM NEGERI, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 111 Undang-undang Nomor 22 Tahun
Lebih terperinciBUPATI REMBANG PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN REMBANG NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN KEUANGAN DAN ASET DESA
BUPATI REMBANG PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN REMBANG NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN KEUANGAN DAN ASET DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI REMBANG, Menimbang : a. bahwa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. besar dan kecil dengan bentuk susunan pemerintahannya diatur dalam undangundang.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Republik Indonesia merupakan negara yang menganut asas desentralisasi dan dalam pemerintahan memberikan otonomi daerah. Penyelenggaraan otonomi daerah
Lebih terperinciBUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG
SALINAN BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN UMUM PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN DI KABUPATEN PURBALINGGA DENGAN RAHMAT TUHAN
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 9 TAHUN 2007 TENTANG ALOKASI DANA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI,
PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 9 TAHUN 2007 TENTANG ALOKASI DANA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI, Menimbang : a. bahwa dalam upaya meningkatkan pelayanan dasar masyarakat dan
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS TAHUN : 2013 NOMOR : 1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS TAHUN : 2013 NOMOR : 1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PEMBANGUNAN BERBASIS PEMBERDAYAAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CIAMIS,
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO
PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 13 TAHUN 2009 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWOREJO, Menimbang :
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Indonesia diproklamirkan pada 17 Agustus 1945, lahir dari perjuangan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Indonesia diproklamirkan pada 17 Agustus 1945, lahir dari perjuangan panjang untuk mendirikan negara kesatuan. Wilayahnya mencakup dari Sabang sampai Merauke
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 14 TAHUN 2006 TENTANG SUMBER SUMBER PENDAPATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PACITAN
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR : 8 TAHUN : 2007 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 14 TAHUN 2006 TENTANG SUMBER SUMBER PENDAPATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PACITAN Menimbang
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN PONOROGO 3
7 April 2008 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PONOROGO 3 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PONOROGO NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG SUMBER PENDAPATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PONOROGO, Menimbang : bahwa
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG KEUANGAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG,
PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG KEUANGAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG, Menimbang : a. bahwa Desa sebagai kesatuan masyarakat hukum berwenang untuk
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Otonomi daerah di Indonesia saat ini di dasarkan pada Undang-Undang
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Otonomi daerah di Indonesia saat ini di dasarkan pada Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah yang telah di revisi menjadi UU Nomor 12 tahun
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN SAMPANG
PEMERINTAH KABUPATEN SAMPANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SAMPANG NOMOR : 12 TAHUN 2007 TENTANG ALOKASI DANA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SAMPANG, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pelaksanaan
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN KUBU RAYA
PEMERINTAH KABUPATEN KUBU RAYA PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUBU RAYA NOMOR IJ TAHUN 2013 TENTANG SUMBER PENDAPATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUBU RAYA, Menimbang : a. bahwa untuk membiayai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pembangunan pada hakekatnya merupakan suatu upaya untuk
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pembangunan pada hakekatnya merupakan suatu upaya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Tidaklah mudah untuk mewujudkan tujuan pembangunan tersebut, melainkan
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 18 TAHUN 2006 TENTANG ALOKASI DANA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BENGKAYANG,
PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 18 TAHUN 2006 TENTANG ALOKASI DANA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BENGKAYANG, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pelaksanaan pembangunan desa menuju
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN KERINCI TAHUN 2007 NOMOR 5 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KERINCI NOMOR 5 TAHUN 2007 TENTANG ALOKASI DANA DESA
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KERINCI TAHUN 2007 NOMOR 5 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KERINCI NOMOR 5 TAHUN 2007 Menimbang : TENTANG ALOKASI DANA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KERINCI, a. bahwa
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN BELITUNG
PEMERINTAH KABUPATEN BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG NOMOR 7 TAHUN 2007 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BELITUNG, Menimbang : bahwa guna melaksanakan
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 04 TAHUN 2009 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL,
PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 04 TAHUN 2009 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL, Menimbang : a. bahwa untuk mendukung penyelenggaraan Pemerintah
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KOTA BANJAR NOMOR 14 TAHUN 2007 TENTANG SUMBER PENDAPATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANJAR,
PERATURAN DAERAH KOTA BANJAR NOMOR 14 TAHUN 2007 TENTANG SUMBER PENDAPATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANJAR, Menimbang : a. bahwa dalam rangka menyelenggarakan Pemerintahan, pelaksanaan
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG DANA ALOKASI UMUM DESA
SALINAN 1 PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG DANA ALOKASI UMUM DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWOREJO, Menimbang : a. bahwa
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. dilakukan langsung oleh pemerintah pusat yang disebar ke seluruh wilayah
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam penyelenggaraan pemerintahan disuatu Negara dapat dilakukan melalui sistem sentralisasi maupun desentralisasi. Dalam sistem sentralisasi segala urusan dilakukan
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA NOMOR : 10 TAHUN 2000 T E N T A N G SUMBER PENDAPATAN DESA
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA Nomor : 21 Tahun 2000 Seri : D Nomor 15 PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA NOMOR : 10 TAHUN 2000 T E N T A N G SUMBER PENDAPATAN DESA DENGAN RAHMAT
Lebih terperinciBUPATI KARO PROVINSI SUMATERA UTARA PERATURAN BUPATI KARO NOMOR 11 TAHUN 2017
BUPATI KARO PROVINSI SUMATERA UTARA PERATURAN BUPATI KARO NOMOR 11 TAHUN 2017 TENTANG TATA CARA PENGALOKASIAN, PENGGUNAAN DAN PENETAPAN RINCIAN ALOKASI DANA DESA, BAGI HASIL PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN DONGGALA NOMOR 11 TAHUN 2001 TENTANG PEMBENTUKAN, PEMEKARAN, PENGHAPUSAN DAN PENGGABUNGAN DESA
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN DONGGALA Nomor Tahun Seri PERATURAN DAERAH KABUPATEN DONGGALA NOMOR 11 TAHUN 2001 TENTANG PEMBENTUKAN, PEMEKARAN, PENGHAPUSAN DAN PENGGABUNGAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 9 TAHUN 2010 TENTANG DANA BAGI HASIL PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH BAGI DESA DAN ALOKASI DANA DESA
PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 9 TAHUN 2010 TENTANG DANA BAGI HASIL PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH BAGI DESA DAN ALOKASI DANA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUMEDANG, Menimbang
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN LANDAK NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG ALOKASI DANA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LANDAK,
PERATURAN DAERAH KABUPATEN LANDAK NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG ALOKASI DANA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LANDAK, Menimbang : a. bahwa untuk mendukung pelaksanaan pembangunan desa menuju
Lebih terperinciBUPATI BANGKA TENGAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA TENGAH NOMOR 14 TAHUN 2015 TENTANG ALOKASI DANA DESA
BUPATI BANGKA TENGAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA TENGAH NOMOR 14 TAHUN 2015 TENTANG ALOKASI DANA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA TENGAH,
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN JEMBER PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBER NOMOR 4 TAHUN 2007 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA
PEMERINTAH KABUPATEN JEMBER PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBER NOMOR 4 TAHUN 2007 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEMBER, Menimbang Mengingat : a. bahwa dalam
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN MAMUJU Jl. Soekarno Hatta No. 17 Telp (0426) Kode Pos Mamuju
PEMERINTAH KABUPATEN MAMUJU Jl. Soekarno Hatta No. 17 Telp (0426) 21295 Kode Pos 51911 Mamuju PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAMUJU NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG SUMBER PENDAPATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN MALANG
PEMERINTAH KABUPATEN MALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MALANG NOMOR 19 TAHUN 2006 TENTANG KEUANGAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MALANG, Menimbang : a. bahwa sebagai penyangga utama pelaksanaan
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 9 TAHUN 2006
PEMERINTAH KABUPATEN CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG PEDOMAN ORGANISASI DAN TATA KERJA PEMERINTAHAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CILACAP Menimbang:
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Istilah retribusi oleh Kamus Besar Bahasa Indonesia didefinisikan sebagai: pungutan uang oleh pemerintah sebagai balas jasa. Sementara itu dalam Undang-undang No. 34
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN MAGETAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGETAN NOMOR 3 TAHUN 2007 TENTANG SUMBER PENDAPATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG ESA
PEMERINTAH KABUPATEN MAGETAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGETAN NOMOR 3 TAHUN 2007 TENTANG SUMBER PENDAPATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG ESA BUPATI MAGETAN Menimbang : bahwa dengan berlakunya Undang-Undang
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Desa merupakan kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan
Lebih terperinciPEMERINTAHAN KABUPATEN BINTAN
1 PEMERINTAHAN KABUPATEN BINTAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BINTAN NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG KEUANGAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BINTAN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka penyelenggaraan
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN TANAH BUMBU PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH BUMBU NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG KEUANGAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PEMERINTAH KABUPATEN TANAH BUMBU PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH BUMBU NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG KEUANGAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANAH BUMBU, Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan
Lebih terperinciNOMOR 14 TAHUN 2008 TENTANG BUPATI MUSI RAWAS,
PEMERINTAH KABUPATEN MUSI RAWAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUSI RAWAS NOMOR 14 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MUSI RAWAS, Menimbang
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN PINRANG NOMOR : 6 TAHUN 2008
Menimbang Mengingat : : PERATURAN DAERAH KABUPATEN PINRANG NOMOR : 6 TAHUN 2008 TENTANG KEUANGAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PINRANG, a. bahwa kedudukan Keuangan Desa merupakan salah
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN PAKPAK BHARAT NOMOR 12 TAHUN 2007 TENTANG ALOKASI DANA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PAKPAK BHARAT,
PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAKPAK BHARAT NOMOR 12 TAHUN 2007 TENTANG ALOKASI DANA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PAKPAK BHARAT, Menimbang : a. bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 72 Peraturan
Lebih terperinciP E R A T U R A N D A E R A H
P E R A T U R A N D A E R A H KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN NOMOR 7 TAHUN 2007 TENTANG ALOKASI DANA DESA DAN BAGI HASIL PAJAK DAN RETRIBUSI DAERAH KEPADA PEMERINTAHAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA
Lebih terperinciBUPATI PAKPAK BHARAT
BUPATI PAKPAK BHARAT PERATURAN BUPATI PAKPAK BHARAT NOMOR 4 TAHUN 2007 TENTANG ALOKASI DANA DESA BUPATI PAKPAK BHARAT, Menimbang : a. bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 72 Peraturan Pemerintah Nomor 72
Lebih terperinci