BAB II KAJIAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II KAJIAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1.Kajian Teori Hakikat IPA SD a. Pengertian IPA menurut Triyanto (2010: 141) adalah ilmu kealaman yang mencakup dunia zat, makhluk hidup, maupun tidak hidup atau benda mati yang diamati. IPA dipahami sebagai pengetahuan yang didapatkan melalui langkah-langkah tertentu seperti observasi, perumusan masalah, membuat dugaan (hipotesis), pengujian hipotesis dengan percobaan, kemudian penarikan kesimpulan. Langkah-langkah tersebut akhirnya akan menghasilkan suatu temuan berupa teori atau konsep. Susanto (2013: 16) mengemukakan IPA adalah suatu kumpulan fakta dan konsep yang penemuannya memerlukan suatu proses berupa pengamatan, pengukuran, pengklasifikasian, dan penyimpulan. IPA sendiri berasal dari kata sains yang berarti alam. IPA menurut Wisudawati (2014: 22) merupakan rumpun ilmu yang memepelajari tentang fenomena alam yang nyata dan terjadi serta hubungan implikasi atau sebab akibat. IPA memiliki ciri atau karakteristik khusus yaitu IPA diperoleh melalui percobaan. IPA merupakan penyelidikan yang dilakukan secara teratur sebagai usaha untuk mencari tatanan atau keteraturan dalam alam. IPA dapat menghasilkan suatu produk berupa fakta, konsep, dan teori. Produk-produk ini didapatkan melalui suatu proses empirik yang mencakup observasi, klasifikasi, dan pengukuran (Srini, 2001: 1). Dari beberapa pendapat tersebut di atas, berarti IPA merupakan ilmu yang diperoleh melalui suatu proses atau langkah- 8

2 9 langkah ilmiah dan pada akhirnya menghasilkan suatu faktafakta, konsep, dan teori tentang alam. b. Kompetensi Dasar IPA SD Susanto (2013: 167) menyatakan bahwa pembelajaran IPA meliputi tiga hal, yaitu pengetahuan sains, proses ilmiah, dan sikap ilmiah. Kompetensi dasar dalam pembelajaran IPA juga meliputi ketiga hal tersebut. Pengetahuan sains adalah fakta-fakta dan teori mengenai alam. Proses ilmiah merupakan ketrampilan-ketrampilan yang digunakan dalam rangka memperoleh pengetahuan tentang alam seperti ketrampilan mengamati, mengukur, mengklasifikasi dan menyimpulkan. Sikap ilmiah adalah hal yang dikembangkan selama melakukan kegiatan-kegiatan dalam pembelajaran IPA. Sikap ilmiah meliputi sikap ingin tahu, kerja sama, bertanggung jawab, tidak putus asa, serta disiplin. Poedjiati (2010:78) mengemukakan bahwa ketrampilan dasar dalam pendekatan proses adalah menghitung, observasi, mengukur, membuat hipotesis, dan mengklasifikasi. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ketrampilan proses dalam pembelajaran IPA di SD meliputi ketrampilan dasar dan ketrampilan terintegrasi. Keterampilan-ketrampilan ini dapat melatih siswa untuk menemukan dan menyelesaikan masalah secara ilmiah untuk menghasilkan produk-produk IPA yaitu fakta, generalisasi, konsep, hukum dan teoriteori baru, sehingga perlu diciptakan kondisi pembelajaran IPA di SD yang dapat membuat siswa untuk aktif dan ingin tahu. Dari pendapat kedua ahli di atas, kemampuan yang diharapkan dapat dicapai oleh siswa dalam pembelajaran IPA meliputi pengetahuan sains berupa fakta dan teori IPA, kemampuan mendapatkan pengetahuan tentang IPA melalui proses mengamati, mengklasifikasikan, menyusun hipotesis, menganalisis data, dan menyimpulkan, dan yang terakhir adalah memiliki sikap ilmiah seperti

3 10 sikap ingin tahu, kerja sama, bertanggung jawab, tidak putus asa, serta disiplin. c. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar IPA SD Penelitian yang akan dilakukan meliputi standar kompetensi dan kompetensi dasar sebagai berikut. Tabel 2.1 Tabel Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar IPA SD Standar Kompetensi 6. Menerapkan sifat-sifat cahaya melalui kegiatan membuat suatu karya d. Pembelajaran IPA SD Kompetensi Dasar 6.1. Mendeskripsikan sifat-sifat cahaya Indikator.1. Menyebutkan sifat-sifat cahaya.2. Mengidentifikasi sifat-sifat cahaya yang terdapat pada kehidupan sehari-hari.3. Memberi contoh kegunaan sifat-sifat cahaya yang terdapat pada suatu alat/benda IPA merupakan hasil kegiatan manusia yang berkaitan dengan alam. Pembelajaran IPA yang baik adalah pembelajaran yang dikaitkan dengan kehidupan sehari-hari siswa. Pembelajaran yang dikaitkan dengan kehidupan sehari-hari akan membuat siswa berpikir kritis dan mempunyai rasa ingin tahu yang tinggi. Banyak peristiwa sehari-hari siswa yang dapat menumbuhkan rasa ingin tahu siswa dengan mengaitkannya dengan pembelajaran IPA. Menurut Triyanto (2010: 143) pembelajaran IPA sebaiknya menekankan pada proses, sehingga siswa dapat menemukan faktafakta kemudian membangun sendiri konsep, teori, serta sikap ilmiah dari pembelajaran yang dilakukan. Keterlibatan siswa dalam pembelajaran sangat penting. Dengan terlibat secara aktif dalam pembelajaran siswa akan dapat menemukan dan menerapkan sendiri ide-idenya.

4 11 Pembelajaran IPA mengutamakan untuk memberi pengalaman langsung kepada siswa guna mengembangkan kemampuan dan juga mempelajari alam sekitar dengan cara ilmiah. Pada sekolah dasar, pembelajaran IPA sebaiknya memberikan pengalaman belajar secara langsung kepada siswa dengan menggunakan dan mengembangkan keterampilan proses dan sikap ilmiah. Siswa sekolah dasar harus diberikan pengalaman serta kesempatan selama proses pembelajaran untuk mengembangkan kemampuannya dalam berpikir dan bersikap terhadap alam, sehingga dapat menguak rahasia dan kejadian-kejadian yang terjadi di alam (Susanto, 2013: 170). Pembelajaran IPA pasti selalu berhubungan dengan peristiwa alam atau kehidupan sehari-hari siswa yang berkaitan dengan alam. Pembelajaran IPA tidak hanya menyajikan fakta dan konsep, tetapi juga harus menyajikan hal-hal nyata yang berhubungan dengan konsep yang dipelajari. Pembelajaran yang menyajikan hal-hal nyata dan berkaitan dengan kehidupan sehari-hari siswa akan memberikan pemahaman yang lebih baik kepada siswa karena siswa mengalami secara langsung dan dapat langsung menghubungkannya dengan kehidupannya sehari-hari. Pembelajaran IPA yang dapat memberikan pengalaman langsung kepada siswa ini dapat dilakukan dengan cara menggunakan model pembelajaran yang mempunyai karakteristik yang sesuai dengan pembelajaran IPA. Model-model pembelajaran seperti POE, STM, Inquiry, Problem Based Learning dirasa berpotensi dan sesuai untuk mengembangkan pembelajaran IPA. Model pembelajaran yang sesuai dan mendukung terjadinya pembelajaran yang dapat memberikan pengalaman langsung kepada siswa dan dapat menumbuhkan rasa ingin tahu siswa. Model pembelajaran yang berpotensi menyediakan hal-hal di atas menurut peniliti adalah model POE dan model STM. Kedua model ini mempunyai karakteristik yang sesuai dengan karakteristik pembelajaran IPA yaitu membangun pengetahuan siswa dengan pengalaman langsung dan mengandung

5 12 unsur penemuan. Penjelasan mengenai model pembelajaran POE dan STM akan dielaskan lebih lanjut pada uraian selanjutnya setelah uraian penilaian IPA SD. e. Penilaian IPA SD Penilaian IPA SD tidak hanya terfokus pada hasil belajar akhir siswa. Telah dijelaskan pada uraian sebelumnya bahwa kompetensi IPA terdiri dari tiga hal yaitu pengetahuan sains, proses ilmiah, dan sikap ilmiah. Jadi penilaian IPA juga meliputi ketiga kompetensi dasar IPA tersebut. Pembelajaran IPA melakukan penilaian terhadap pengetahuan sains siswa berupa ulangan atau tes dan menghasilkan hasil belajar siswa. Pembelajaran IPA juga memperhatikan proses pembelajaran. Pembelajaran tidak hanya menyajikan suatu fakta dan konsep, tetapi juga menyajikan bagaimana proses suatu konsep bisa terjadi melalui pengalaman langsung. Selama kegiatan pembelajaran berlangsung, sikap siswa juga harus menjadi perhatian karena ini termasuk dalam kompetensi sikap ilmiah yang mana sikap ini tumbuh selama kegiatan pembelajaran. Keadaan hasil akhir siswa dari suatu pembelajaran IPA sudah dapat dilihat dari bagaimana siswa tersebut melakukan proses pembelajaran. Jika siswa melalui proses ini dengan baik, maka siswa tersebut akan berpotensi mendapatkan hasil akhir yang lebih baik pula. Siswa akan mengikuti dan melaksanakan proses pembelajaran dengan baik apabila siswa mempunyai antusias yang tinggi pada suatu pembelajaran. Model pembelajaran yang memfasilitasi siswa untuk aktif dan membangun pengetahuannya sendiri melalui pengalaman langsung akan dapat membuat siswa lebih mempunyai rasa ingin tahu dan antusiasme yang tinggi untuk mengikuti pembelajaran. Model pembelajaran yang menyediakan hal-hal tersebut menurut peneliti adalah POE dan STM. Penjelasan lebih lanjut mengenai model

6 13 pembelajaran POE dan STM akan dipaparkan pada uraian selanjutnya Model Pembelajaran POE a. Pengertian Model POE Model pembelajaran POE adalah model pembelajaran yang menerapkan teori konstruktivisme. Siswa dapat membangun pengetahuannya sendiri mengenai suatu materi melalui model pembelajaran POE ini berdasarkan pengetahuan awal yang telah dimilikinya. Karakteristik khusus dalam model pembelajaran POE ini yaitu sintaksnya yang terddiri dari tiga tahapan. Tahapan-tahapan yang dimaksud yaitu predict atau memprediksi, observe atau mengobservasi, dan explain atau menjelaskan (Teerasong et al, 2010:138). Model pembelajaran POE adalah suatu model pembelajaran yang dikembangkan dalam pendidikan sains. Menurut Wu dan Tsai (2005: ), model pembelajaran POE berlandaskan teori pembelajaran konstruktivisme. Teori konstruktivisme ini berarti pembelajaran akan dilakukan dengan menggali pengetahuan awal siswa atau pengetahuan yang telah diperoleh atau dimiliki siswa sebelumnya dan kemudian akan menggunakan pengetahuan tersebut untuk membangun suatu pengetahuan baru. Menurut Esra Keles (2010: 2) model pembelajaran POE disusun berdasarkan tiga tahapan yaitu Prediction-Observation- Explanation. Model pembelajaran POE mensyaratkan siswa untuk menebak hasil serta alasan dari tebakan yang diungkapkan dari suatu kejadian yang telah dipersiapkan oleh guru. Model pembelajaran POE juga mengharuskan siswa untuk melakukan observasi atau percobaan mengenai suatu kejadian kemudian menjelaskan keterkaitan tebakan awal dengan hasil dari observasi yang dilakukan.

7 14 Berdasarkan pendapat dari beberapa ahli di atas, dapat diartikan bahwa model POE adalah model pembelajaran yang terdiri dari tiga tahapan yaitu predict, observe, dan explain dan dikembangkan berdasarkan teori konstruktivisme yang mana teori ini membuat siswa membangun sendiri pengetahuan berdasarkan pengetahuan yang telah dimilikinya. b. Karakteristik Model POE Karakteristik model POE sesuai dengan karakteristik pembelajaran IPA yang berbasis teori konstruktivisme. Pembelajaran konstruktivisme merupakan pembelajaran dengan cara membangun pengetahuan baru berdasarkan pengetahuan yang telah dimiliki siswa. Tiga tahapan yang terdapat pada model pembelajaran POE yaitu predict-observe-explain akan merangsang siswa untuk membangun pengetahuannya sendiri. Tahap awal yaitu predict atau membuat tebakan akan merangsang siswa untuk menggali ide dan berpikir menentukan prediksi yang tepat mengenai suatu kejadian atau fenomena. Tahap awal ini sudah membuat siswa mulai mengembangkan pemikiran dan idenya dan juga menyusun pengetahuan awal yang telah dimilikinya untuk membangun suatu prediksi yang tepat mengenai suatu kejadian. Tahap kedua yaitu observe atau observasi. Pada tahap ini siswa harus melakukan observasi melalui kegiatan percobaan yang dilakukan secara berkelompok. Siswa dapat mendapatkan pengalaman langsung melalui percobaan yang dilakukan. Tahap observasi ini juga melatih ketrampilan sains siswa dalam melakukan suatu percobaan. Pengalaman langsung dan ketrampilan sains melakukan percobaan merupakan dua hal yang ditekankan pada pembelajaran IPA. Tahap terakhir yaitu explain yang berarti menjelaskan dapat melatih siswa untuk menyusun pengetahuan yang telah didapatkan melalui percobaan yang telah dilakukan ke dalam suatu gambar, tulisan, dan sebagainya. Siswa harus menjelaskan keterkaitan apa yang telah

8 15 mereka prediksikan sebelumnya dengan hasil percobaan yang sebenarnya. Hasil yang diperoleh saat percobaan tidak selalu sama dengan prediksi awal yang dibuat oleh siswa. Mereka harus bisa mencari tahu penyebab perbedaan dan menjelaskan alasannya. Siswa akan berlatih menjelaskan pengetahuan yang telah mereka bangun disertai alasan-alasan yang mendukung penjelasannya. Tahap explain ini juga menuntut siswa untuk melakukan diskusi antar teman dan antar kelompok. Penjelasan yang diberikan pada masing-masing kelompok tidaklah selalu sama sehingga ini dapat memunculkan sebuah diskusi antar kelompok. Jadi ketiga tahapan dalam model pembelajaran POE sesuai dengan karakteristik pembelajaran IPA. Teerasong,et al (2010:146) menyatakan beberapa siswa merasa metode POE merupakan model yang tepat untuk membuat mereka berpikir dengan lebih kritis. Mereka berusaha menggunakan pengetahuan yang telah mereka miiki untuk menjelaskan apa yang mereka amati. Siswa berusaha untuk membandingkan prediksi atau tebakan awal mereka dengan hasil observasi atau pengamatan yang dilakukan. Beberapa siswa juga menyebutkan bahwa pembelajaran menggunakan strategi POE dapat merangsang rasa ingin tahu mereka dan mereka menikmati pembelajaran dengan strategi atau model POE. c. Langkah-langkah Model POE Model pembelajaran POE terdiri dari tiga langkah yaitu: 1. Tahap predict Tahap predict merupakan tahap awal di mana siswa akan membuat suatu prediksi atau dugaan mengenai sebuah kejadian yang telah dideskripsikan oleh guru. Siswa akan membuat prediksi berdasarkan pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya. Pada tahap ini guru menampilkan beberapa bahan percobaan kepada siswa dan menjelaskan mengenai apa yang akan dilakukan setelahnya, kemudian siswa akan menebak apa

9 16 yang akan terjadi serta membuat alasannya juga. Siswa akan mendiskusikan prediksi yang mereka buat secara berkelompok dan menuliskannya pada kertas yang telah disediakan oleh guru. Jadi masing-masing kelompok mempunyai prediksi sendiri yang mungkin berbeda dengan kelompok lainnya. Pada tahap prediksi ini siswa diberi kebebasan untuk mengembangkan pikirannya dalam membuat dugaan serta alasannya. Semakin banyak gagasan yang muncul dari siswa maka akan semakin baik karena ini membuat guru mengerti bagaimana pola pikir siswa mengenai kejadian yang sedang dibahas. 2. Tahap observe Pada tahap observasi, siswa akan melakukan suatu percobaan untuk membuktikan dugaan yang telah mereka buat sebelumnya. Siswa akan melihat dan mengalami langsung suatu kejadian yang mereka prediksikan dengan melakukan percobaan. Belajar dengan mengalami sendiri merupakan komponen yang penting dalam pembelajaran IPA. Jadi percobaan sangat penting untuk dilakukan pada tahap observasi ini. Pada tahap ini percobaan dilakukan secara berkelompok. Setelah melakukan percobaan siswa dapat membandingkan dugaan atau prediksi yang telah mereka buat dengan kejadian sebenarnya seperti apa yang mereka lihat saat melakukan percobaan. 3. Tahap explain Tahap explain adalah tahap di mana siswa menjelaskan hubungan dugaan yang mereka buat dengan hasil percobaan yang mereka lakukan. Setelah siswa melakukan suatu percobaan dan mengalami langsung apa yang terjadi dalam percobaan yang mereka lakukan, siswa akan mendapat suatu pengetahuan baru. Tahap explain inilah yang menjadi tahapan untuk siswa

10 17 menjelaskan apa yang didapatnya setelah melakukan observasi. Siswa akan menjelaskan hubungan dugaan yang mereka buat dengan hasil percobaan. Dugaan dan hasil percobaan atau apa yang terjadi dalam percobaan yang dilakukan tidak selalu sama. Siswa harus menjelaskan alasan-alasan mengapa dugaan yang mereka buat tidak sama dengan apa yang terjadi pada percobaan. Pada tahap ini siswa harus menjelaskan hubungan dugaan dengan kejadian nyata disertai dengan alasan yang sesuai. Penjelasan siswa disusun melalui diskusi kelompok. Setelah siswa menyusun penjelasan dalam sebuah tulisan, siswa akan menjelaskannya dalam sebuah kesempatan yaitu diskusi antar kelompok. Masing-masing kelompok mungkin mempunyai penjelasan yang berbeda sehingga akan terjadi diskusi antar kelompok dengan saling mengungkapkan alasan atau argumentasi dari penjelasan yang dikemukakan. Jika ada siswa yang mempunyai dugaan yang salah, maka siswa tersebut akan mengalami pembelajaran dari sebuah kesalahan. Belajar dari kesalahan tidak akan mudah dilupakan oleh siswa. d. Analisis Komponen-komponen Model POE Joyce, Weil dan Calhoun (2009: ) menyatakan bahwa komponen-komponen sebuah model pembelajaran terdiri dari komponen sintaks, komponen peran guru, komponen sistem sosial, komponen daya dukung berupa sarana prasarana pelaksanaan model, serta dampak instruksional yaitu berupa hasil belajar siswa setelah pembelajaran sesuai tujuan yang hendak dicapai dan dampak pengiring sebagai akibat dari terciptanya suasana belajar dalam model tertentu yang mana ini tidak diajarkan oleh guru selama pembelajaran. Dalam buku Joyce, Weil dan Calhoun memang tidak terdapat penjelaskan khusus mengenai komponen-komponen model pembelajaran POE, tetapi dengan mengacu pada pola umum komponen-komponen model pembelajaran yang dikemukakan oleh

11 18 Joyce, Weil, dan Calhoun, dapat dijelaskan komponen-komponen dari model pembelajaran POE adalah sebagai berikut. 1. Sintagmatik Tahap pertama adalah pembuatan prediksi oleh siswa. Guru memberikan suatu deskripsi mengenai apa yang akan dilakukan dengan bahan-bahan dan alat percobaan yang telah disediakan. Rasa ingin tahu dan penasaran siswa akan tumbuh kemudian siswa akan membuat suatu dugaan mengenai sebuah kejadian berdasarkan pengetahuan yang dimilikinya. Siswa akan membuat prediksi secara berkelompok sehingga setiap kelompok mempunyai sebuah dugaan serta alasan dari dugaan tersebut. Tahap kedua adalah melakukan observasi. Pada tahap ini siswa melakukan suatu percobaan untuk membuktikan prediksi yang telah mereka buat. Siswa melakukan tahap observasi secara berkelompok dan dibimbing oleh guru. Siswa akan mencocokkan dugaan awal yang mereka buat dengan hasil percobaan yang sebenarnya. Setelah melakukan percobaan, siswa akan mendapatkan hasil apakah dugaan yang mereka buat sesuai atau tidak dengan hasil percobaan yang terjadi. Siswa akan mendiskusikan hubungan antara dugaan dengan kejadian nyata hasil percobaan di dalam kelompok. Hasil diskusi siswa dalam kelompok ini akan dijelaskan oleh masing-masing kelompok pada tahap selanjutnya. Tahap ketiga yaitu siswa melakukan penjelasan berdasarkan diskusi yang telah dilakukan dalam kelompok. Siswa akan menjelaskan hubungan dugaan yang mereka buat dengan hasil percobaan. Dugaan dan hasil percobaan atau apa yang terjadi dalam percobaan yang dilakukan tidak selalu sama. Siswa harus menjelaskan alasan-alasan mengapa dugaan yang mereka buat tidak sama dengan apa yang terjadi pada percobaan. Siswa akan menjelaskannya dalam sebuah kesempatan yaitu diskusi

12 19 antar kelompok. Masing-masing kelompok mungkin mempunyai penjelasan yang berbeda sehingga akan terjadi diskusi antar kelompok dengan saling mengungkapkan alasan atau argumentasi dari penjelasan yang dikemukakan. Guru akan mengawasi jalannya diskusi dan meluruskan jalannya diskusi jika terjadi kekeliruan konsep. 2. Peran Guru Guru mempunyai beberapa peran dalam pembelajaran menggunakan model POE. Peran guru dalam pembelajaran yaitu sebagai pembimbing siswa. Guru membimbing siswa untuk dapat mengembangkan pemikiran siswa dengan memberikan deskripsi awal mengenai apa yang akan dilakukan pada pembelajaran. Tidak hanya itu, guru juga membimbing siswa untuk melakukan diskusi untuk membuat dugaan mengenai apa yang terjadi pada percobaan yang akan dilakukan. Saat siswa mengalami kesulitan seorang guru juga mempunyai peran untuk membimbing siswa mengatasi kesulitan yang dihadapinya. Guru juga tetap membimbing siswa saat siswa mencoba percobaan dan juga diskusi secara berkelompok untuk menjelaskan apa yang telah didapatkan oleh siswa. Guru juga berperan sebagai fasilitator. Guru menyediakan fasilitas untuk siswa melakukan observasi melaui sebuah percobaan. Peralatan dan bahan yang diperlukan untuk melakukan percobaan akan disediakan oleh guru. Guru memfasilitasi segala kegiatan siswa. Perlu adanya sosok yang memberi pengarahan kepada siswa saat siswa melakukan kegiatan dalam pembelajaran. Ini juga termasuk peran dari guru. Guru memberi instruksi dan pengarahan tentang apa saja yang harus dilakukan oleh siswa dan bagaimana siswa harus melakukannya, ini semua harus diarahkan dengan jelas oleh guru. Guru juga berperan untuk mengarahkan

13 20 siswa yang tidak mengikuti pembelajaran dengan baik dengan menegurnya. 3. Sistem sosial Sistem sosial dalam model pembelajaran ini adalah sikap saling menghargai antar siswa dan juga kerja sama. Kerja sama diperlukan oleh siswa pada saat berkelompok melakukan percobaan dan mendiskusikan dugaan awal. Saling menghargai pendapat teman diperlukan untuk melakukan diskusi dalam kelompok agar tidak terjadi pemaksaan kehendak dari salah siswa. Sikap saling menghargai dan kerjasama antar siswa ini akan meminimalisir munculnya sikap individualistis siswa. 4. Daya dukung Siswa dan guru harus mampu memanfaatkan benda-benda yang ada di dalam kehidupan sehari-hari untuk digunakan dalam pembelajaran dengan model ini. Banyak benda-denda maupun lingkungan sekitar yang memang berkaitan dengan materi cahaya sehingga kejelian untuk mendaftar hal-hal yang diperlukan selama pembelajaran. Daya dukung yang dibutuhkan tidak hanya benda asli, tetapi juga bisa berupa tiruan. 5. Dampak instruksional dan dampak pengiring Dampak instruksional yaitu berupa hasil belajar siswa setelah pembelajaran sesuai tujuan yang hendak dicapai dengan pengarahan oleh guru. Secara khusus dampak instruksional yang terdapat pada pembelajaran IPA materi sifat-sifat cahaya melalui model POE adalah kemampuan menyebutkan sifat-sifat cahaya, kemampuan mengidentifikasi sifat-sifat cahaya yang terdapat pada kejadian sehari-hari, dan dapat memberi contoh kegunaan sifat-sifat cahaya yang terdapat pada suatu alat. Dampak pengiring adalah kemampuan yang didapat siswa sebagai akibat dari terciptanya suasana belajar dalam model

14 21 tertentu yang mana ini tidak diajarkan oleh guru selama pembelajaran. Secara khusus dampak pengiring yang terdapat pada pembelajaran IPA materi sifat-sifat cahaya melalui model POE adalah rasa ingin tahu, sikap kritis, kerja sama, tanggung jawab, teliti terhadap instruksi guru dan komunikatif. Rasa ingin tahu Kemampuan menyebutkan cahaya sifat-sifat Kritis Tanggung jawab Teliti Model POE Kemampuan mengidentifikasi sifatsifat cahaya yang terdapat pada kejadian sehari-hari Kemampuan memberi Kerja sama contoh kegunaan sifatsifat cahaya yang Komunikatif terdapat pada suatu alat/benda. Gambar 2.1 Dampak Pengiring dan Instruksional Model Pembelajaran POE Keterangan Dampak Instruksional Dampak Pengiring e. Penerapan Model POE dalam Pembelajaran IPA SD Tabel 2.2 Prosedur Pelaksanaan Pembelajaran IPA dengan model POE. Kegiatan Guru 1. Memberikan pretest 2. Menjelaskan kegiatan apa yang akan dilakukan siswa 3. Memberikan apersepsi mengenai materi yang akan dibahas melalui pertanyaanpertanyaan 4. Meminta siswa berdiskusi membuat dugaan tentang Tahapan Pelaksanaan 1. Tahap meramalkan atau predict Kegiatan Siswa 1. Mengerjakan pretest 2. Mendengarkan penjelasan dari guru mengenai apa yang harus dilakukan 3. Berdiskusi dalam kelompok 4. Membuat dugaan mengenai permasalahan yang dideskripsikan guru

15 22 jawaban pertanyaan yang dikemukakan guru 5. Memberi arahan kepada siswa tentang percobaan yang akan dilakukan 6. Membimbing siswa apabila mengalami kesulitan dalam melakukan pembuktian dugaan. 7. Mengarahkan siswa untuk melakukan diskusi 8. Memimpin jalannya diskusi serta membimbing siswa apabila mengalami kesulitan 9. Meluruskan jika ada konsep yang salah 10. Memberikan posttest 2. Tahap mengamati atau observe 3. Tahap menjelaskan atau explain 5. Mengobservasi dengan melakukan percobaan secara berkelompok berdasarkan permasalahan yang dikaji 6. Mengisi lembar kerja siswa 7. Berdiskusi dalam kelompok membandingkan dugaan awal dengan hasil percobaan 8. Menjelaskan hasil percobaan dan hubungannya dengan dugaan awal melalui presentasi 9. Menanggapi penjelasan kelompok lain 10. Mengerjakan posttest Sintaks yang ada pada tabel diatas adalah perencanaan dari kegiatan yang akan dilakukan selama pembelajaran. Perlu adanya sebuah pelaporan tentang bagaimana pelaksanaan dari rencana tersebut untuk menjamin kualitas pembelajaran. Pelaporan tentang bagaimana sintaks itu dilakukan akan disampaikan melalui pengamatan. Hal-hal yang diamati adalah sebagai berikut. Pada tahap pertama yaitu tahap memprediksi, guru memberi soal pretest dan siswa mengerjakannya. Guru menjelaskan kegiatan apa yang akan dilakukan siswa, siswa mendengarkan penjelasan dari guru. Kemudian guru memberikan apersepsi mengenai materi yang akan dibahas melalui pertanyaanpertanyaan, siswa membentuk kelompok kemudian mendiskusikan dugaan awal dari pertanyaan-pertanyaan yang dikemukakan guru. Tahap kedua adalah pengamatan atau observasi. Pada tahap ini guru memberi pengarahan kepada siswa tentang bagaimana percobaan dilakukan, siswa mendengarkan penjelasan guru kemudian melakukan percobaan. Guru mengawasi siswa

16 23 melakukan percobaan, sedangkan siswa mengisi lembar kerja selama melakukan percobaan. Tahap ketiga adalah menjelaskan. Guru memberi pengarahan kepada siswa untuk melakukan diskusi dalam kelompok masing-masing lalu siswa berdiskusi dalam kelompok membandingkan hasil percobaan dengan dugaan awal. Siswa melakukan presentasi untuk menjelaskan hasil diskusi kelompoknya, guru memimpin jalannya diskusi. Siswa dapat menanggapi penjelasan kelompok lain dan guru meluruskan jika terdapat kesalahan konsep. Yang terakhir adalah guru memberikan soal posttest dan siswa mengerjakannya Model Pembelajaran STM a. Pengertian model STM Sains Teknologi Masyarakat atau sering disingkat STM adalah suatu model pembelajaran baru yang awalnya muncul di Inggris dan Amerika Serikat, kemudian menyebar ke berbagai negara. STM merupakan suatu istilah dari usaha terbaru untuk memasukkan konteks dunia nyata ke dalam pendidikan IPA (Srini, 2001: 73). Pembelajaran yang menyajikan masalah atau konteks pada dunia nyata sangat bagus untuk siswa. Konsep yang telah dipahami siswa setelah mengikuti pembelajaran akan dapat diaplikasikan oleh siswa dalam kehidupannya sehari-hari. Pemahaman mengenai suatu konsep apabila sering diaplikasikan dan digunakan akan menjadi lebih bermakna. Apabila suatu konsep yang dipahami hanya berhenti setelah siswa mengerjakan tes atau ulangan maka pemahaman siswa tidak akan bertahan lama. Menurut Poedjiadi (2010: 98) model pembelajaran STM adalah model pembelajaran yang memberikan pemahaman mengenai keterkaitan antara materi yang sedang diajarkan dengan kehidupan sehari-hari siswa dalam masyarakat. Dalam pembelaaran

17 24 menggunakan model STM, pasti ada suatu tema yang dibahas dan didiskusikan di dalam kelas. Tema yang dibahas tentu mengandung masalah yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari siswa. Masalah yang muncul akan diselesaikan menggunakan konsep yang telah dipahami siswa melalui pembelajaran yang diikuti. Model pembelajaran STM menekankan untuk menghubungkan materi yang dipelajari dengan kehidupan sehari-hari. Siswa harus dapat mengaplikasikan pengetahuan yang dimiliki dalam kehidupannya. Cara menanamkan pemahaman konsep kepada siswa dalam model pembelajaran STM bisa bervariasi. Pada tahap pembentukan konsep, guru dapat menggunakan berbagai cara atau metode. Dalam pembelajaran IPA seorang guru dapat memilih cara atau metode yang sesuai untuk membelajarkan IPA seperti melakukan percobaan. Jadi selain berkaitan dengan kehidupan sehari-hari, pembelajaran IPA dengan menggunakan model STM juga dapat memberikan pengalaman langsung kepada siswa agar siswa dapat membangun pemahamannya secara mandiri. Berdasarkan pendapat para ahli di atas, model pembelajaran STM adalah suatu model pembelajaran yang mengaitkan masalah pada kehidupan nyata dengan konsep yang terdapat pada materi yang dipelajari, kemudian menggunakan konsep yang telah dipahami unuk menyelesaikan masalah yang muncul. Dengan begini pengetahuan yang dimiliki siswa akan bermanfaat dalam kehidupannya sehari-hari. b. Karakteristik model STM Model pembelajaran STM mempunyai kekhasan yaitu pada pendahuluan pembelajaran selalu dikemukakan isu atau masalah yang ada pada kehidupan sehari-hari. Isu yang dimunculkan ini nanti akan didiskusikan oleh siswa sehingga siswa mempunyai pandangan mengenai isu yang muncul lalu mengemukakan ide atau pandangan mereka. Pembelajaran menggunakan model STM diawali dengan pemunculan isu atau masalah dalam dunia nyata karena model

18 25 pembelajaran ini pada dasarnya berusaha mengaitkan pembelajaran dengan kebutuhan masyarakat. Karakteristik model pembelajaran STM lainnya adalah model STM menekankan pada penerapan pengetahuan atau konsep yang dipelajari pada kehidupan nyata. Konsep dan pengetahuan yang dimiliki siswa tidak hanya berhenti saat siswa telah mengerjakan soal ulangan saja tetapi tetap terus dapat digunakan dalam kehidupan. Pengetahuan yang sering diterapkan tidak akan mudah lupa atau mempunyai retensi yang lama. Pengetahuan yang diterapkan pada kehidupan menjadi lebih bermanfaat dari pada hanya dipelajari untuk mengerjakan soal ulangan. Jika menyadari bahwa apa yang dipelajari bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari, siswa akan lebih semangat dan termotivasi untuk mempelajari konsep yang diajarkan dengan lebih mendalam lagi. Secara tidak langsung pembelajaran menggunakan model STM dapat menumbuhkan rasa ingin tahu siswa dan meningkatkan ketertarikan siswa mengenai materi yang diajarkan. Pembelajaran dengan model STM menekankan keterlibatan siswa pada proses pembelajaran (Srini, 2001: 73). Pada tahap pendahuluan siswa terlibat untuk mengemukakan isu-isu yang ada di masyarakat yang sesuai dengan materi pembelajaran. Apabila isu dari siswa tidak muncul, guru bisa memberikan masalah atau isu yang nanti akan didiskusikan oleh siswa. Saat pembentukan konsep, siswa juga terlibat langsung dalam pembelajaran. Pembentukan konsep dapat dilakukan sesuai metode yang digunakan guru. Misalnya guru menggunakan meode percobaan, siswa akan terlibat melakukan sendiri di bawah bimbingan guru. Kemudian siswa mendiskusikan bagaimana konsep yang telah didapatkan dan dipahaminya dapat diterapkan untuk menyelesaikan masalah yang dimunculkan pada awal pembelajaran tadi. Tahap-tahap model pembelajaran STM akan dipaparkan secara lebih jelas pada uraian selanjutnya.

19 26 c. Langkah-langkah model STM Menurut Poedjiadi (2010: 126) model pembelajaran STM mempunyai lima tahapan atau langkah. Kelima tahapan dari model pembelajaran STM adalah pendahuluan, pembentukan konsep, aplikasi konsep dalam kehidupan, pemantapan konsep dan penilaian. 1. Pendahuluan Tahap pendahuluan dalam model pembelajaran STM dapat dilakukan dengan beberapa hal seperti inisiasi, apersepsi, dan eksplorasi terhadap siswa. Ada satu hal yang khas dari model STM, yaitu pembelajaran selalu diawali dengan pemunculan masalah yang dapat digali dari siswa maupun dimunculkan oleh guru sendiri. Inilah yang disebut dengan inisiasi atau mengawali. Masalah ini dimunculkan untuk memusatkan perhatian siswa dan merangsang pemikiran siswa. Masalah yang dimunculkan adalah masalah yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari, inilah yang dimaksud apersepsi. Pada tahap pendahuluan ini guru juga dapat melakukan eksplorasi dengan memberi tugas siswa untuk melakukan pengamatan di luar kelas misalnya, atau untuk berdiskusi kelompok. 2. Tahap Pembentukan Konsep Pembentukan konsep dapat dilakukan dengan berbagai metode seperti diskusi kelompok, percobaan, demonstrasi, bermain peran, dan lain-lain. Seorang guru dapat memilih metode yang paling sesuai dengan karakteristik materi yang diajarkan. Pada pembelajaran IPA metode yang sesuai adalah metode yang dapat memberi kesempatan kepada siswa untuk dapat mengamati dan mengalami sendiri mengenai hal yang sedang dipelajarinya. Dengan metode yang sesuai konsep siswa dapat terbentuk dengan baik. Jika ada siswa yang telah mempunyai konsep awal yang salah, maka siswa tersebut akan dapat merekonstruksi konsep

20 27 yang dimilikinya menjadi konsep yang benar. materi Menyiapkan alat-alat yang akan digunakan untuk percobaan dan mencoba melakukan percobaan terlebih dulu agar tidak mengalami kegagalan saat melakukan percobaan yang sebenarnya. 3. Aplikasi Konsep dalam Kehidupan Pada tahap sebelumnya, siswa telah membentuk konsep dan memahami konsep-konsep tersebut. Pada tahap ini, konsep yang telah dipahami siswa dapat diaplikasikan pada kehidupan seharihari. Isu atau permasalahan yang dimunculkan pada tahap pertama tadi akan diselesaikan pada tahap ini menggunakan konsep yang telah dipahami. Hal ini penting untuk dilakukan karena karakteristik model pembelajaran STM salah satunya adalah mengaitkan materi pembelajaran dengan kehidupan seharihari. Pembelajaran IPA juga selalu berkaitan dengan kehidupan sehari-hari. Konsep yang diaplikasikan dalam kehidupan nyata akan dipahami oleh siswa secara lebih mendalam. 4. Pemantapan Konsep Selama kegiatan pembelajaran berlangsung, terkadang ada miskonsepsi yang terjadi pada siswa. Pada tahap ini, guru harus meluruskan miskonsepsi-miskonsepsi yang terjadi. Guru dapat melakukan penekanan-penekanan pada konsep kunci yang pening untuk dipahami siswa. 5. Penilaian Tahap ini adalah tahapan untuk menguji tingkat pemahaman siswa terhadap suatu konsep. Penilaian dapat dilakukan dengan berbagai teknik yang sesuai dengan materi atau konsep yang diajarkan. d. Analisis komponen-komponen model STM Joyce, Weil dan Calhoun (2009: ) menyatakan bahwa komponen-komponen sebuah model pembelajaran terdiri dari

21 28 komponen sintaks, komponen peran guru, komponen sistem sosial, komponen daya dukung berupa sarana prasarana pelaksanaan model, serta dampak instruksional yaitu berupa hasil belajar siswa setelah pembelajaran sesuai tujuan yang hendak dicapai dan dampak pengiring sebagai akibat dari terciptanya suasana belajar dalam model tertentu yang mana ini tidak diajarkan oleh guru selama pembelajaran. Dalam buku Joyce, Weil dan Calhoun memang tidak terdapat penjelaskan khusus mengenai komponen-komponen model pembelajaran STM, tetapi dengan mengacu pada pola umum komponen-komponen model pembelajaran yang dikemukakan oleh Joyce, Weil, dan Calhoun, dapat dijelaskan komponen-komponen dari model pembelajaran STM adalah sebagai berikut. 1. Sintagmatik Tahap pertama adalah pemunculan masalah. Masalah atau isu dapat digali dari siswa atau dapat juga dikemukakan oleh guru. Masalah yang dimunculkan adalah masalah yang berhubungan dengan materi yang diajarkan dan berkaitan dengan kehidupan sehari-hari. Siswa memberikan tanggapan terhadap masalah yang ada. Tahap kedua adalah pembentukan konsep. Konsep dapat dibentuk melalui berbagai cara. Pada pembelajaran IPA cara yang sesuai untuk membentuk konsep siswa salah satunya yaitu dengan metode percobaan. Tahap kedua ini dilakukan secara berkelompok. Tahap ketiga adalah aplikasi konsep dalam kehidupan. Setelah siswa berhasil membentuk konsep atau pengetahuan pada dirinya, siswa akan menerapkan konsep yang ia pahami ke dalam permasalahan yang ada pada kehidupan sehari-hari. Siswa akan mengaplikasikan pengetahuannya untuk menyelesaikan masalah yang dimunculkan pada awal pembelajaran. Siswa mendiskusikan bagaimana penerapan konsep yang dimilikinya bersama

22 29 keloompoknya masing-masing kemudian hasil diskusi dikemukaan dalam suatu diskusi kelas. Tahap keempat yaitu pemantapan konsep. Tahap ini sangat penting untuk dilakukan untuk meluruskan miskonsepsi yang terjadi pada siswa. Pada saat siswa mengemukakan hasil diskusinya dalam diskusi kelas, guru dapat mengetahui apakah siswa mengalami miskonsepsi atau tidak. Setelah siswa selesai mengemukakan hasil diskusinya tentang penerapan konsep yang dipahami dalam kehidupan nyata, guru dapat meluruskan miskonsepsi yang ada dengan memberikan penekanan pada halhal yang penting untuk dipahami siswa. Tahap kelima adalah penilaian. Tahap penilaian dapat dilakukan dengan berbagai cara salah satunya dengan memberikan soal pilihan ganda untuk dikerjakan siswa secara individu. 2. Peran guru Kemampuan guru dalam mengeksplorasi siswa agar dapat mengemukakan isu pada awal pembelajaran sangat penting untuk mengawali pembelajaran. Apabila isu tetap tidak muncul, maka guru berperan memunculkan isu yang menarik dan sesuai dengan materi pembelajaran. Guru juga mempunyai dalam memilih metode yang sesuai dengan materi pembelajaran untuk dapat membentuk konsep siswa dengan baik. Pada pembelajaran IPA, metode percobaan adalah salah satu metode yang sesuai untuk membangun pemahaman siswa. Peran guru dalam memberikan instruksi kepada siswa saat akan melakukan percobaan sangat diperlukan. Siswa akan melakukan percobaan sendiri, jika instruksi yang diberikan guru tidak jelas atau malah salah maka percobaan yang dilakukan siswa bisa jadi tidak akan berhasil. Selama siswa melakukan percobaan, guru tetap mengamati membimbing siswa untuk dapat melakukan percobaan dengan benar dan untuk meghindari kesalahan siswa.

23 30 Guru juga berperan sebagai fasilitator. Guru menyediakan fasilitas untuk memberikan pengalaman belajar langsung kepada siswa melalui percobaan. Peralatan yang diperlukan untuk melakukan percobaan akan disediakan oleh guru. Guru memfasilitasi segala kegiatan siswa. Guru juga mempunyai peran sebagai pembimbing. Saat siswa mengalami miskonsepsi, guru harus meluruskan pemahaman siswa yang kurang tepat. Guru juga membimbing siswa dalam menerapkan pengetahuan dan konsep yang telah didapatkannya untuk menyelesaikan masalah dalam kehidupan sehari-hari yang dimunculkan pada awal pembelajaran. 3. Sistem sosial Pembelajaran dengan model STM ini dilakukan secara berkelompok. Siswa akan melakukan diskusi dan percobaan dalam rangka membentuk konsep secara kelompok. Jadi sistem sosial yang terdapat dari pembelajaran STM ini adalah sikap bekerjasama, menghargai pendapat orang lain, dan sikap lapang dada jika pendapatnya tidak dipakai. Selama pembelajaran siswa banyak melakukan diskusi dengan kelompoknya, jadi kemampuan siswa untuk bekerja bersama orang lain akan terasah melalui pembelajaran STM. 4. Daya dukung Daya dukung yang dapat digunakan dalam pembelajaran STM ini sebaiknya adalah benda-benda nyata yang sering ditemui siswa dalam kehidupan sehari-hari. Masalah yang didiskusikan oleh siswa juga merupakan masalah yang terdapat pada dunia nyata dan ada pada kehidupan sehari-hari siswa. Daya dukung utama pada pembelajaran STM adalah benda-benda atau hal-hal yang ada pada dunia sekitar siswa. Kegiatan percobaan yang dilakukanpun dapat memanfaatkan segala hal yang berkaitan

24 31 dengan materi yang diajarkan untuk lebih memperkaya pengalaman langsung siswa. Kritis Disiplin 5. Dampak instruksional dan dampak pengiring Dampak instruksional yaitu berupa hasil belajar siswa setelah pembelajaran sesuai tujuan yang hendak dicapai dengan pengarahan oleh guru. Secara khusus dampak instruksional yang terdapat pada pembelajaran IPA materi sifat-sifat cahaya melalui model POE adalah kemampuan menyebutkan sifat-sifat cahaya, kemampuan mengidentifikasi sifat-sifat cahaya yang terdapat pada kejadian sehari-hari, dan dapat memberi contoh kegunaan sifat-sifat cahaya yang terdapat pada suatu alat. Dampak pengiring adalah kemampuan yang didapat siswa sebagai akibat dari terciptanya suasana belajar dalam model tertentu yang mana ini tidak diajarkan oleh guru selama pembelajaran. Kemampuan menyebutkan sifat-sifat cahaya Teliti Kerja sama Model STM Kemampuan mengidentifikasi sifatsifat cahaya yang terdapat pada kejadian sehari-hari Saling menghargai Tanggung jawab Kemampuan memberi contoh kegunaan sifatsifat cahaya yang terdapat pada suatu alat/benda. Gambar 2.2 Dampak Pengiring dan Instruksional Model Pembelajaran STM Keterangan Dampak Instruksional Dampak Pengiring

25 32 Secara khusus dampak pengiring yang terdapat pada pembelajaran IPA materi sifat-sifat cahaya melalui model POE adalah sikap kritis, kerja sama, disiplin, teliti terhadap instruksi guru, tanggung jawab, dan saling menghargai. e. Penerapan model STM dalam pembelajaran IPA SD Tabel 2.3 Prosedur Pelaksanaan Pembelajaran IPA dengan model STM. Kegiatan Guru 1. Meberikan soal pretest 2. Menggali masalah dari siswa atau mengemukakan masalah jika dari siswa tidak muncul masalah 3. Memberi pengarahan dan penjelasan serta membimbing siswa melakukan percobaan 4. Membimbing siswa melakukan diskusi kelompok 5. Memimpin diskusi kelas saat siswa mengemukakan hasil diskusi kelompok 6. Memberi pertanyaanpertanyaan pada siswa dan memberi kesempatan kepada siswa untuk bertanya 7. Meluruskan miskonsepsi siswa dengan memberi penekanan pada hal-hal yang penting untuk dipahami siswa Tahapan Pelaksanaan 1. Pendahuluan : pemunculan isu 2. Pembentukan konsep 3. Penerapan konsep dalam kehidupan 4. Pemantapan konsep Kegiatan Siswa 1. Mengerjakan soal pretest 2. Mengemukakan masalah (bisa dikemukakan oleh guru jika tidak muncul masalah dari siswa) kemudian menanggapinya 3. Melakukan percobaan sesusai dengan instruksi guru secara berkelompok 4. Mengisi lembar kerja 5. Melakukan diskusi kelompok untuk menerapkan konsep yang telah dipahami untuk menyelesaikan masalah yang dimunculkan pada awal pembelajaran 6. Mengemukakan hasil diskusi dalam diskusi kelas 7. Menjawab pertanyaan guru 8. Bertanya mengenai hal yang belum dimengerti 8. Memberikan soal posttest 5. Penilaian 9. Mengerjakan soal posttest Sintaks yang ada pada tabel diatas adalah perencanaan dari kegiatan yang akan dilakukan selama pembelajaran. Perlu adanya sebuah pelaporan tentang bagaimana pelaksanaan dari rencana tersebut untuk menjamin kualitas pembelajaran. Pelaporan

26 33 tentang bagaimana sintaks itu dilakukan akan disampaikan melalui pengamatan. Hal-hal yang diamati adalah sebagai berikut. Tahap pertama adalah pemunculan isu. Pada tahap ini guru memberikan soal pretest dan siswa mengerjakannya. Kemudian guru memberikan pertanyaan-pertanyaan yang berupa masalah kepada siswa kemudian siswa menanggapi masalah yang dikemukakan guru.tahap kedua adalah pembentukan konsep. Guru mengawalinya dengan memberikan pengarahan tentang apa yang harus dilakukan siswa. Siswa mendengarkan pengarahan guru lalu berkelompok melakukan percobaan dan mengisi lembar kerja. Guru mengawasi dan membimbing siswa melakukan percobaan. Tahap ketiga adalah penerapan konsep. Siswa melakukan diskusi untuk menerapkan konsep yang didapat pada masalah yang dikemukakan guru, guru membimbing siswa melakukan diskusi. Kemudian siswa mengemukakan hasil diskusi kelompoknya dalam diskusi kelas, guru memimpin diskusi kelas. Tahap keempat adalah pemantapan konsep. Pada tahap ini guru memberi pertanyaan-pertanyaan pada siswa, siswa menjawab pertanyaan dari guru. Guru juga memberi kesempatan kepada siswa untuk mengajukan pertanyaan, kemudian guru menjawab pertanyaan siswa dan meluruskan miskonsepsi siswa.tahap terakhir adalah penilaian. Guru memberikan soal posttest dan siswa mengerjakannya secara individu Hasil Belajar IPA Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki peserta didik setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Menurut Nana Sudjana (2011:22) hasil belajar dapat dijelaskan dengan memahami dua kata yang membentuknya, yaitu hasil dan belajar. Pengertian hasil (product) menunjukkan pada suatu perolehan akibat dilakukannya suatu aktivitas atau proses yang mengakibatkan berubahnya input secara

27 34 fungsional. Hasil produksi adalah adalah perolehan yang didapatkan karena adanya kegiatan mengubah bahan menjadi barang jadi. Dalam siklus input-proses-hasil, hasil dengan dapat dengan jelas dibedakan dengan input akibat perubahan oleh proses. Begitu pula dalam kegiatan belajar mengajar, setelah mengalami belajar peserta didik berubah perilakunya dibandingkan sebelumnya. Belajar dilakukan untuk mengusahakan adanya perubahan perilaku pada individu yang belajar. Perubahan perilaku itu merupakan perolehan yang menjadi hasil belajar. Hasil belajar adalah perubahan yang mengakibatkan manusia berubah dalam sikap dan perilaku. Menurut Susanto (2013:5) istilah hasil belajar adalah perubahan dalam aspek kognitif, afektif, dan psikomotor yang dialami siswa sebagai hasil belajar. Prestasi belajar adalah hasil yang dicapai seseorang setelah proses belajar mengajar. Berdasarkan pendapat para ahli yang telah diuraikan, dapat diartikan bahwa hasil belajar adalah kemampuan siswa sebagai hasil perubahan yang dialami siswa setelah melakukan proses belajar. Sehingga dalam penelitian ini yang dimaksud dengan hasil belajar IPA adalah suatu kemampuan yang diperoleh siswa setelah melalui kegiatan pembelajaran IPA. Perubahan hasil belajar IPA salah satunya dapat dilihat dari hasil tes atau ulangan yang diberikan atau hasil belajar kognitif. Hasil belajar kognitif IPA peserta didik dapat menjadi indikator untuk mengukur keberhasilan suatu pembelajaran IPA. Selain hasil tes, hasil belajar IPA juga dapat berupa kemampuan dan sikap yang siswa miliki setelah mengikuti pembelajaran. Kemampuan dan sikap yang dimaksud adalah kemampuan seperti mengamati, membuat dugaan, melakukan percobaan, dan menyimpulkan. Sedangkan sikap yang dimaksud adalah sikap ilmiah seperti disiplin, pantang putus asa, rasa ingin tahu, kerja sama, dan bertanggung jawab. Pengetahuan, kemampuan dan sikap tersebut diperoleh siswa selama proses pembelajaran. Pada penelitian ini, hasil belajar yang diukur adalah hasil belajar kognitif. Menurut Permendiknas no 22 tahun 2006, IPA termasuk rumpun ilmu pengetahuan dan teknologi.

28 35 Jadi IPA lebih menekankan pada kompetensi pengetahuan siswa atau hasil belajarnya lebih menekankan pada hasil belajar kognitif Hasil Penelitian yang Relevan Penelitian yang dilakukan oleh Angga Prabawa (2014) membuktikan bahwa rata-rata hasil belajar siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran Predict-Observe-Explain sebesar 23,83 termasuk dalam kategori tinggi sedangkan rata-rata hasil belajar siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional sebesar 16,67 termasuk dalam kategori sedang. Terdapat perbedaan hasil belajar secara signifikan antara siswa yang belajar mengikuti model pembelajaran Predict-Observe- Explain dengan siswa yang belajar mengikuti pembelajaran konvensional. Penelitian yang dilakukan oleh Ni Wyn Cahyani (2014) menunjukkan bahwa kelompok siswa yang memiliki minat belajar tinggi dan mengikuti model pembelajaran POE (A1B1) memiliki skor hasil belajar IPA rata-rata sebesar 30,00, sedangkan kelompok siswa yang memiliki minat belajar tinggi dan mengikuti model pembelajaran konvensional (A2B1) memiliki skor hasil belajar IPA rata-rata sebesar 24,66. Penelitian yang dilakukan oleh Kurnia Novita Sari (2014) menyatakan bahwa berdasarkan hasil uji hipotesis data hasil belajar siswa dengan perhitungan menggunakan uji hipotesis komparatif dua sampel independen diperoleh 2,485 > 1,676 (t hitung > t tabel), maka Ha diterima dan Ho ditolak. Dengan kata lain, hasil belajar IPA siswa dengan penerapan model POE lebih tinggi daripada hasil belajar IPA siswa dengan penerapan model pembelajaran konvensional. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Jose S. Hilario (2015) menyatakan bahwa hasil posttest pada kelompok yang menggunakan model POE mendapat skor rata-rata 33,83 yang mana lebih tinggi dari kelas kontrol yang mendapat skor rata-rata 25,50. Nilai t hitung 3,31 sangat signifikan untuk derajat kebebasan 10. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan model POE mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap hasil belajar IPA.

29 36 Penelitian yang dilakukan oleh Setyaning Tyas Nugraheni (2011) menunjukkan bahwa model pembelajaran POE dapat meningkakan hasil belajar IPA siswa. Persentase ketuntasan hasil belajar siswa pada siklus I 57,14% dengan nilai rata-rata hasil belajar 73,81 dan pada siklus II persentase ketuntasan mencapai 85,71% dengan nilai rata-rata 79,91. Jurnal Procedia Behavioral and Sciences volume 116 oleh Maria Jose dan Patricia (2014) mengenai implementasi model STM dalam pembelajaran IPA materi fotosintesis menunjukkan bahwa penggunaan model STM mendorong siswa untuk lebih banyak mengajukan pertanyaan kognitif tentang materi fotosintesis yaitu sebanyak 92 pertanyaan. Tingkatan pertanyaan yang diajukan juga tidak hanya terbatas pada tingkat aquisition (kemahiran), tetapi juga sampai tingkat specialisation (lebih khusus dan mendetail), dan intregation (pertanyaan yang berfokus pada gabungan antara penjelasan, sebab, prediksi, dan penyelesaian masalah). Behiye Akcay (2015) dalam jurnalnya yang meneliti tentang keefektifan model STM pada pemahaman siswa tentang ilmu alam dibandingkan dengan model tradisional menggunakan buku teks menyatakan bahwa model STM lebih dapat merubah pemahaman siswa ke arah yang lebih baik dari pada model tradisional. Hal ini ditunjukkan dari rata-rata perbedaan nilai pretest dan posttest pada kelompok model STM lebih tinggi dari kelompok model tradisional yaitu +25,6 berbanding +4. Suryawati, Agung, dan Ardana (2014) dalam penelitiannya tentang penggunaan model STM pada pembelajaran IPA siswa kelas 5 SD menyatakan bahwa model STM dapat menjadi pilihan yang tepat untuk mengajarkan IPA. Hasil belajar siswa yang diajar dengan model STM lebih tinggi dari pada hasil belajar siswa kelas kontrol. Nilai rata-rata kelas eksperimen (model STM) adalah 77,71. Ini lebih tinggi dari nilai rata-rata kelas kontrol yang hanya 73,23. Winda, Rinda, dan Md. Suara (2014) dalam penelitiannya tentang penggunaan model STM pada mata pelajaran IPA yang dibandingkan dengan model konvensional menyatakan bahwa model STM lebih sesuai

30 37 untuk digunakan pada pembelajaran IPA. Dibuktikan dengan rata-rata nilai hasil belajar kelas eksperimen lebih besar dari kelas kontrol = 76,71 > 70,97. Terdapat perbedaan yang signifikan antara hasil belajar IPA menggunakan model STM dan model konvensional. Ditunjukkan dari nilai t hitung > t tabel = 3,74 > 1,99 dengan dk = 78 pada taraf signifikansi 5%. Simpen Kresna, Sumantri, dan Margunayasa (2014) dalam penelitiannya tentang keefektifan model STM terhadap hasil belajar IPA siswa SD menunjukkan bahwa nilai rata-rata IPA yang diajar menggunakan model STM lebih besar dari nilai rata-rata IPA yang diajar menggunakan model konvensional = 24,47 > 19, Kerangka Pikir Pembelajaran IPA dituntut untuk memberikan pengalaman langsung pada siswa. Selain itu, pembelajaran IPA juga harus dapat menumbuhkan rasa ingin tahu siswa sehingga siswa akan berusaha mencari tahu dan membangun sendiri pengetahuannya melalui kegiatan-kegiatan penemuan yang dilakukan oleh siswa. Pembelajaran IPA juga baik jika dilakukan secara kelompok. Ini akan melatih siswa berhubungan dengan orang lain. Pembelajaran IPA akan lebih baik jika selalu dikaitkan dengan kehidupan sehari-hari siswa karena pada dasarnya IPA sendiri selalu berhubungan dengan kehidupan sehari-hari tentang alam. Dengan pembelajaran IPA seperti itu, siswa akan dapat menggunakan pengetahuannya dalam dunia nyata dan siswa dapat memperoleh pengalaman langsung selama pembelajaran, tidak hanya sekadar konsep suatu materi saja sehingga siswa mendapat pengetahuan yang mendalam karena mengalami dan membangun sendiri pengetahuannya. Model POE dan STM dapat memfasilitasi pembelajaran IPA yang dipaparkan di atas. Rasa ingin tahu siswa muncul pada tahap pertama pembelajaran model STM dan POE. Model POE dan STM juga memberi pengalaman langsung kepada siswa mengenai materi yang sedang dibahas. Pemberian pengalaman langsung kepada siswa ini terdapat pada tahap kedua pembelajaran model POE dan pembelajaran model STM.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN IPA menurut Permendiknas no 22 tahun 2006 merupakan ilmu yang berhubungan dengan alam. IPA adalah ilmu yang mencari tahu dan menguak segala persoalan tentang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori Pembelajaran IPA IPA merupakan ilmu yang mempelajari tentang alam yang sesuai dengan kenyataan dan

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori Pembelajaran IPA IPA merupakan ilmu yang mempelajari tentang alam yang sesuai dengan kenyataan dan BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pembelajaran IPA IPA merupakan ilmu yang mempelajari tentang alam yang sesuai dengan kenyataan dan pengamatan melalui langkah-langkah metode ilmiah dan proses

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. bangsa, menumbuhkan secara sadar Sumber Daya Manusia (SDM) melalui

BAB 1 PENDAHULUAN. bangsa, menumbuhkan secara sadar Sumber Daya Manusia (SDM) melalui A. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN Pendidikan merupakan ujung tombak bagi pembangunan peradaban bangsa, menumbuhkan secara sadar Sumber Daya Manusia (SDM) melalui proses pembelajaran. Dari proses

Lebih terperinci

BAB III MODEL PENELITIAN. 3.1.Jenis, Desain, Validitas Internal Eksternal, dan Lokasi Penelitian

BAB III MODEL PENELITIAN. 3.1.Jenis, Desain, Validitas Internal Eksternal, dan Lokasi Penelitian BAB III MODEL PENELITIAN 3.1.Jenis, Desain, Validitas Internal Eksternal, dan Lokasi Penelitian 3.1.1. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah quasi experimental research

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN A. Simpulan Berdasarkan hasil penelitian tentang penerapan model pembelajaran Learning Cycle 7E untuk meningkatkan respon positif siswa terhadap materi prisma dan limas

Lebih terperinci

2 BAB II KAJIAN PUSTAKA

2 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hasi Belajar IPA Tujuan pembelajaran dapat tercapai dengan baik jika hasil belajar sesuai dengan standar yang diharapkan dalam proses pembelajaran tersebut.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Alam semesta beserta isinya diciptakan untuk memenuhi semua kebutuhan makhluk hidup yang ada di dalamnya. Manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang paling

Lebih terperinci

II. KERANGKA TEORETIS. 1. Pembelajaran berbasis masalah (Problem- Based Learning)

II. KERANGKA TEORETIS. 1. Pembelajaran berbasis masalah (Problem- Based Learning) 7 II. KERANGKA TEORETIS A. Tinjauan Pustaka 1. Pembelajaran berbasis masalah (Problem- Based Learning) Untuk meningkatkan kualitas proses dan hasil belajar, para ahli pembelajaran telah menyarankan penggunaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Pembelajaran yang berpusat pada siswa (student centered) adalah pembelajaran yang baik untuk diterapkan oleh para guru. Pembelajaran ini akan memacu siswa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Irpan Maulana, 2015

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Irpan Maulana, 2015 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Hasil akhir yang ingin dicapai dari suatu proses pembelajaran pada umumnya meliputi tiga jenis kompetensi, yaitu kompetensi sikap, keterampilan, dan pengetahuan. Ketiga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang wajib dipelajari di Sekolah Dasar. Siswa akan dapat mempelajari diri

BAB I PENDAHULUAN. yang wajib dipelajari di Sekolah Dasar. Siswa akan dapat mempelajari diri BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan salah satu mata pelajaran yang wajib dipelajari di Sekolah Dasar. Siswa akan dapat mempelajari diri sendiri dan alam sekitar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahwa pengetahuan sebagai kerangka fakta-fakta yang harus dihafal.

BAB I PENDAHULUAN. bahwa pengetahuan sebagai kerangka fakta-fakta yang harus dihafal. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejauh ini, pendidikan di Indonesia masih didominasi oleh pandangan bahwa pengetahuan sebagai kerangka fakta-fakta yang harus dihafal. Pembelajaran masih berfokus

Lebih terperinci

BAB II HASIL BELAJAR MATEMATIKA PADA POKOK BAHASAN MENGHITUNG LUAS PERSEGI DAN PERSEGI PANJANG DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN KONSTRUKTIVISME

BAB II HASIL BELAJAR MATEMATIKA PADA POKOK BAHASAN MENGHITUNG LUAS PERSEGI DAN PERSEGI PANJANG DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN KONSTRUKTIVISME BAB II HASIL BELAJAR MATEMATIKA PADA POKOK BAHASAN MENGHITUNG LUAS PERSEGI DAN PERSEGI PANJANG DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN KONSTRUKTIVISME A. Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar Mata pelajaran Matematika

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Belajar Individu dalam melakukan interaksi dengan lingkungannya akan memperoleh sebuah pengalaman baru dan tanpa disadari ia telah mengalami proses belajar. Sependapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. proses penemuan (Depdiknas, 2003(a)). Oleh karena itu, tuntutan untuk terus. melakukan aktivitas ilmiah (Hidayat, 2013).

BAB I PENDAHULUAN. proses penemuan (Depdiknas, 2003(a)). Oleh karena itu, tuntutan untuk terus. melakukan aktivitas ilmiah (Hidayat, 2013). 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Sains merupakan sekumpulan ilmu Biologi, Fisika, Geologi dan Astronomi yang berupaya menjelaskan setiap fenomena yang terjadi di alam. Di dalam proses pembelajarannya

Lebih terperinci

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN LEARNING CYCLE BERBASIS EKSPERIMEN TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI POKOK ZAT DAN WUJUDNYA

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN LEARNING CYCLE BERBASIS EKSPERIMEN TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI POKOK ZAT DAN WUJUDNYA PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN LEARNING CYCLE BERBASIS EKSPERIMEN TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI POKOK ZAT DAN WUJUDNYA Eva M. Ginting dan Harin Sundari Jurusan Fisika, FMIPA Universitas Negeri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran IPA khususnya fisika mencakup tiga aspek, yakni sikap,

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran IPA khususnya fisika mencakup tiga aspek, yakni sikap, BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pembelajaran IPA khususnya fisika mencakup tiga aspek, yakni sikap, proses, dan produk. Sains (fisika) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan sebuah kata yang sangat erat kaitannya dalam kehidupan sehari-hari. Kata pendidikan pun sudah tidak asing lagi di dengar oleh seluruh lapisan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 8 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Hakikat Pembelajaran IPA SD Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) menurut Jujun Suriasumantri (dalam Trianto, 2014: 136) merupakan bagian dari ilmu pengetahuan atau sains yang berasal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memiliki peranan yang penting dalam upaya mengembangkan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memiliki peranan yang penting dalam upaya mengembangkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan memiliki peranan yang penting dalam upaya mengembangkan dan mewujudkan potensi yang dimiliki siswa. Pengembangan potensi tersebut bisa dimulai dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Fisika merupakan salah satu bidang Ilmu Pengetahuan Alam (IPA). Fisika berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga fisika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah proses penemuan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah proses penemuan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berhubungan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORETIS

BAB II KAJIAN TEORETIS BAB II KAJIAN TEORETIS A. Kajian Teori 1. Model Pembelajaran Search, Solve, Create, and Share (SSCS) Model pembelajaran Search, Solve, Create, and Share (SSCS) pertama kali dikembangkan oleh Pizzini tahun

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia efektif adalah akibatnya atau pengaruhnya.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia efektif adalah akibatnya atau pengaruhnya. 9 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Efektivitas Pembelajaran Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia efektif adalah akibatnya atau pengaruhnya. Efektivitas merupakan standar atau taraf tercapainya suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan paparan mengenai pendidikan tersebut maka guru. mengembangkan seluruh potensi yang ada dalam dirinya.

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan paparan mengenai pendidikan tersebut maka guru. mengembangkan seluruh potensi yang ada dalam dirinya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, dinyatakan bahwa : Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. suatu proses pembelajaran. Perubahan yang terjadi pada siswa sejatinya

II. TINJAUAN PUSTAKA. suatu proses pembelajaran. Perubahan yang terjadi pada siswa sejatinya 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teoretis 1. Hasil Belajar Seseorang akan mengalami perubahan pada tingkah laku setelah melalui suatu proses pembelajaran. Perubahan yang terjadi pada siswa sejatinya

Lebih terperinci

BAB V ANALISA. Pembelajaran yang diterapkan pada kelompok sampel (kelas X IA-4)

BAB V ANALISA. Pembelajaran yang diterapkan pada kelompok sampel (kelas X IA-4) 83 BAB V ANALISA Pembelajaran yang diterapkan pada kelompok sampel (kelas X IA-4) adalah pembelajaran menggunakan model pembelajaran inquiry training yang dilakukan dalam tiga kali pertemuan dengan alokasi

Lebih terperinci

Keywords : Cooperative Learning, POE (Predict-Observe-Explain), Learning Achievement.

Keywords : Cooperative Learning, POE (Predict-Observe-Explain), Learning Achievement. PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF POE (PREDICT-OBSERVE-EXPLAIN) UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR SISWA PADA POKOK BAHASAN KELARUTAN DAN HASIL KALI KELARUTAN DI KELAS XI IPA SMA NEGERI PEKANBARU

Lebih terperinci

Jurnal Pendidikan Fisika Tadulako (JPFT) Vol. 4 No. 4 ISSN

Jurnal Pendidikan Fisika Tadulako (JPFT) Vol. 4 No. 4 ISSN Perbedaan Pemahaman Konsep Kalor antara Siswa yang Belajar Melalui Model Pembelajaran Sains Teknologi Masyarakat Dengan Pembelajaran Konvensional di SMA Negeri 4 Palu Arini Faradina, Unggul Wahyono dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan ilmu pendidikan dan teknologi menuntut pengembangan

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan ilmu pendidikan dan teknologi menuntut pengembangan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemajuan ilmu pendidikan dan teknologi menuntut pengembangan kemampuan siswa SD dalam bidang Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang sangat diperlukan untuk melanjutkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ilmu kimia merupakan bagian dari ilmu IPA yang mempelajari tentang gejalagejala

I. PENDAHULUAN. Ilmu kimia merupakan bagian dari ilmu IPA yang mempelajari tentang gejalagejala 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ilmu kimia merupakan bagian dari ilmu IPA yang mempelajari tentang gejalagejala alam yang berkaitan dengan komposisi, struktur, serta energi yang menyertai perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Desy Mulyani, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Desy Mulyani, 2013 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berdasarkan tinjauan kurikulum 2006 proses pembelajaran pada setiap satuan pendidikan dasar dan menengah harus interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang,

Lebih terperinci

Puspa Handaru Rachmadhani, Muhardjito, Dwi Haryoto Jurusan Pendidikan Fisika FMIPA Universitas Negeri Malang

Puspa Handaru Rachmadhani, Muhardjito, Dwi Haryoto Jurusan Pendidikan Fisika FMIPA Universitas Negeri Malang Penerapan Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif dan Keterampilan Proses Sains Siswa Kelas X-MIA 1 SMA Negeri 1 Gondang Tulungagung Puspa Handaru Rachmadhani,

Lebih terperinci

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, diperoleh data berupa nilai pretest dan

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, diperoleh data berupa nilai pretest dan IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian dan Analisis Data Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, diperoleh data berupa nilai pretest dan posstest keterampilan memprediksi dan penguasaan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Umum SDN Mangunsari 06 Penelitian Tindakan Kelas (PTK) ini dilaksanakan di SDN Mangunsari 06 Salatiga Semester II Tahun Pelajaran 2013/2014. Alamat

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Proses pembelajaran dengan model pembelajaran berbasis praktikum,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Proses pembelajaran dengan model pembelajaran berbasis praktikum, BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Proses pembelajaran dengan model pembelajaran berbasis praktikum, melalui pendekatan inkuiri pada subkonsep faktor-faktor yang mempengaruhi fotosintesis dilakukan dalam

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. terdahulu yang relevan dengan variabel-variabel yang diteliti sebagai berikut:

BAB II KAJIAN PUSTAKA. terdahulu yang relevan dengan variabel-variabel yang diteliti sebagai berikut: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Penelitian yang Relevan Berdasarkan kajian teori yang dilakukan, berikut ini dikemukakan beberapa penelitian terdahulu yang relevan dengan variabel-variabel yang diteliti sebagai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Model Pembelajaran Predict Observe Explain (POE) tugas utama yaitu memprediksi, mengamati, dan memberikan penjelasan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Model Pembelajaran Predict Observe Explain (POE) tugas utama yaitu memprediksi, mengamati, dan memberikan penjelasan. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Model Pembelajaran Predict Observe Explain (POE) POE ini sering juga disebut suatu model pembelajaran dimana guru menggali pemahaman peserta didik dengan cara meminta mereka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) adalah ilmu yang berkaitan dengan cara

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) adalah ilmu yang berkaitan dengan cara BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) adalah ilmu yang berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. Rahmawati, 2013:9). Pizzini mengenalkan model pembelajaran problem solving

BAB II KAJIAN TEORI. Rahmawati, 2013:9). Pizzini mengenalkan model pembelajaran problem solving BAB II KAJIAN TEORI A. Kemampuan Pemahaman Konsep Matematis, Model Pembelajaran Search, Solve, Create and Share (SSCS), Pembelajaran Konvensional dan Sikap 1. Model Pembelajaran Search, Solve, Create and

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. erat kaitannya dengan kehidupan sehari-hari, oleh karena itu pembelajaran harus

I. PENDAHULUAN. erat kaitannya dengan kehidupan sehari-hari, oleh karena itu pembelajaran harus 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fisika merupakan salah satu cabang Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang sangat erat kaitannya dengan kehidupan sehari-hari, oleh karena itu pembelajaran harus mengajarkan

Lebih terperinci

PENGARUH MODEL LEARNING CYCLE TERHADAP KETERAMPILAN PROSES SAINS SISWA SD KELAS IV PADA MATERI HUBUNGAN ANTARA SIFAT BAHAN DENGAN KEGUNAANNYA

PENGARUH MODEL LEARNING CYCLE TERHADAP KETERAMPILAN PROSES SAINS SISWA SD KELAS IV PADA MATERI HUBUNGAN ANTARA SIFAT BAHAN DENGAN KEGUNAANNYA Jurnal Pena Ilmiah: Vol. 1, No. 1 (2016) PENGARUH MODEL LEARNING CYCLE TERHADAP KETERAMPILAN PROSES SAINS SISWA SD KELAS IV PADA MATERI HUBUNGAN ANTARA SIFAT BAHAN DENGAN KEGUNAANNYA Destisari Nurbani

Lebih terperinci

Skripsi OLEH: REDNO KARTIKASARI K

Skripsi OLEH: REDNO KARTIKASARI K PENERAPAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL (CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING) DENGAN METODE EKSPERIMEN UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN PROSES SAINS SISWA KELAS VIII C SMP NEGERI 14 SURAKARTA TAHUN PELAJARAN 2010/2011

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Refleksi Awal Proses Pengembangan Perangkat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di kelas V B SD Negeri 19 Kota Bengkulu. Subjek dalam penelitian ini adalah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. diberikan pendidik agar dapat terjadi proses pemerolehan ilmu dan pengetahuan,

I. PENDAHULUAN. diberikan pendidik agar dapat terjadi proses pemerolehan ilmu dan pengetahuan, 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran merupakan bantuan yang diberikan pendidik

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Efektivitas pembelajaran merupakan suatu ukuran yang berhubungan dengan tingkat

II. TINJAUAN PUSTAKA. Efektivitas pembelajaran merupakan suatu ukuran yang berhubungan dengan tingkat II. TINJAUAN PUSTAKA A. Efektivitas Pembelajaran Efektivitas pembelajaran merupakan suatu ukuran yang berhubungan dengan tingkat keberhasilan dari suatu proses pembelajaran. Pembelajaran dikatakan efektif

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi pada era globalisasi saat ini

I. PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi pada era globalisasi saat ini I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi pada era globalisasi saat ini membawa perubahan hampir di semua aspek kehidupan sehingga dibutuhkan sumber daya manusia

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Teori 2.1.1 Ilmu Pengetahuan Alam Dalam bahasa inggris Ilmu Pengetahuan Alam disebut natural science, natural yang artinya berhubungan dengan alam dan science artinya

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) definisi efektivitas adalah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) definisi efektivitas adalah II. TINJAUAN PUSTAKA A. Efektivitas Pembelajaran Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) definisi efektivitas adalah sesuatu yang memiliki pengaruh atau akibat yang ditimbulkan, manjur, membawa hasil

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Slavin (Nur, 2002) bagi siswa agar benar-benar memahami dan dapat

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Slavin (Nur, 2002) bagi siswa agar benar-benar memahami dan dapat II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembelajaran Konstruktivisme Konstruktivisme merupakan salah satu aliran filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan kita merupakan hasil konstruksi (bentukan) kita sendiri.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Istilah belajar sebenarnya telah lama dikenal. Namun sebenarnya apa belajar itu,

II. TINJAUAN PUSTAKA. Istilah belajar sebenarnya telah lama dikenal. Namun sebenarnya apa belajar itu, II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembelajaran Matematika Istilah belajar sebenarnya telah lama dikenal. Namun sebenarnya apa belajar itu, masing-masing orang mempunyai pendapat yang tidak sama. Sebagian orang beranggapan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Mata pelajaran Bahasa Indonesia, Matematika, IPA, IPS dan PKn

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Mata pelajaran Bahasa Indonesia, Matematika, IPA, IPS dan PKn BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mata pelajaran Bahasa Indonesia, Matematika, IPA, IPS dan PKn merupakan mata pelajaran pokok dalam kurikulum pendidikan di Indonesia, termasuk pada jenjang sekolah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Model Pembelajaran Problem Based Instruction (PBI)

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Model Pembelajaran Problem Based Instruction (PBI) II. TINJAUAN PUSTAKA A. Model Pembelajaran Problem Based Instruction (PBI) Pembelajaran hakikatnya adalah usaha sadar dari seseorang guru untuk membelajarkan siswanya (mengarahkan interaksi siswa dengan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. dapat diketahui hasilnya melalui penilaian proses dan penilaian hasil. Hasil

BAB II KAJIAN TEORI. dapat diketahui hasilnya melalui penilaian proses dan penilaian hasil. Hasil 9 BAB II KAJIAN TEORI A. Tinjauan Tentang Hasil Belajar 1. Pengertian Hasil Belajar Segala upaya yang dilakukan seorang guru dalam proses pembelajaran dapat diketahui hasilnya melalui penilaian proses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berdasarkan standar kompetensi lulusan kelompok mata pelajaran sains, tujuan pendidikan pada satuan pendidikan SMA adalah untuk mengembangkan logika, kemampuan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1.Kajian Teori Dalam Bab II ini akan diuraikan kajian teori yang merupakan variabel dalam penelitian yang dilakukan yaitu hasil belajar, pendekatan CTL, dan alat peraga. 2.1.1 Hasil

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori Kajian teori ini merupakan uraian pendapat dari para ahli yang mendukung penelitian beberapa teori para ahli tersebut mengkaji objek yang sama dan mempunyai pandangan

Lebih terperinci

Bab II Landasan Teori

Bab II Landasan Teori Bab II Landasan Teori 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pengertian Ilmu Pengetahuan Alam Dalam Permendiknas nomor 22 tahun 2006 tentang Standar Isi disebutkan bahwa : Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berhubungan dengan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Model Pembelajaran Kooperatif Model pembelajaran kooperatif merupakan suatu model pengajaran dimana siswa belajar dalam kelompok-kelompok kecil yang memiliki

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pengetahuan IPA yang sering disebut sebagai produk dari sains, merupakan

I. PENDAHULUAN. Pengetahuan IPA yang sering disebut sebagai produk dari sains, merupakan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengetahuan IPA yang sering disebut sebagai produk dari sains, merupakan hasil dari aktivitas para ilmuan. Produk sains dapat dicapai dengan pembelajaran yang fokus pada

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. (Undang-undang No.20 Tahun 2003: 1). Pendidikan erat kaitannya dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. (Undang-undang No.20 Tahun 2003: 1). Pendidikan erat kaitannya dengan BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan kondisi belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi-potensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidupnya yang berlangsung sepanjang hayat. Oleh karena itu maka setiap manusia

BAB I PENDAHULUAN. hidupnya yang berlangsung sepanjang hayat. Oleh karena itu maka setiap manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan usaha manusia untuk meningkatkan kesejahteraan hidupnya yang berlangsung sepanjang hayat. Oleh karena itu maka setiap manusia harus menapaki

Lebih terperinci

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PREDICTION, OBSERVATION AND EXPLANATION

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PREDICTION, OBSERVATION AND EXPLANATION Jurnal Pendidikan Kimia (JPK), Vol. 3 No. 1 Tahun 2014 Program Studi Pendidikan Kimia Universitas Sebelas Maret ISSN 2337-9995 jpk.pkimiauns@ymail.com PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PREDICTION, OBSERVATION

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1.Kajian Teori Hasil Belajar. Sudjana, (2004:22) berpendapat hasil Belajar adalah kemampuan yang dimiliki siswa

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1.Kajian Teori Hasil Belajar. Sudjana, (2004:22) berpendapat hasil Belajar adalah kemampuan yang dimiliki siswa BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1.Kajian Teori 2.1.1. Hasil Belajar. Sudjana, (2004:22) berpendapat hasil Belajar adalah kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Hasil belajar mempunyai

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori Sebagai suatu disiplin ilmu, matematika merupakan salah satu ilmu dasar yang memiliki kegunaan besar dalam kehidupan sehari-hari. Maka dari itu, konsepkonsep dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan bagian terpenting dari kehidupan suatu bangsa karena merupakan salah satu bentuk upaya untuk meningkatkan kecerdasan kehidupan bangsa

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Penalaran menurut ensiklopedi Wikipedia adalah proses berpikir yang bertolak

II. TINJAUAN PUSTAKA. Penalaran menurut ensiklopedi Wikipedia adalah proses berpikir yang bertolak II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Kemampuan Penalaran Matematis Penalaran menurut ensiklopedi Wikipedia adalah proses berpikir yang bertolak dari pengamatan indera (observasi empirik) yang menghasilkan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Bab ini membahas tentang hasil penelitian dan pembahasan yang memaparkan uraian masing-masing siklus, mulai dari kegiatan perencanaan, pelaksanaan, pengamatan dan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. pembelajaran karena dalam model pembelajaran terdapat langkah-langkah

II. TINJAUAN PUSTAKA. pembelajaran karena dalam model pembelajaran terdapat langkah-langkah 5 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teoritis 1. Model Pembelajaran Exclusive Penerapan model pembelajaran dapat memudahkan guru dalam merancang pembelajaran karena dalam model pembelajaran terdapat langkah-langkah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Efektivitas pembelajaran merupakan suatu ukuran yang berhubungan dengan tingkat

II. TINJAUAN PUSTAKA. Efektivitas pembelajaran merupakan suatu ukuran yang berhubungan dengan tingkat II. TINJAUAN PUSTAKA A. Efektivitas Pembelajaran Efektivitas pembelajaran merupakan suatu ukuran yang berhubungan dengan tingkat keberhasilan dari suatu proses pembelajaran. Pembelajaran dikatakan efektif

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Lembar Kerja Siswa (LKS) adalah lembaran- lembaran yang berisi tugas

II. TINJAUAN PUSTAKA. Lembar Kerja Siswa (LKS) adalah lembaran- lembaran yang berisi tugas II. TINJAUAN PUSTAKA A. Lembar Kerja Siswa 1. Pengertian Lembar Kerja Siswa Lembar Kerja Siswa (LKS) adalah lembaran- lembaran yang berisi tugas yang harus dikerjakan peserta didik. LKS biasanya berupa

Lebih terperinci

PENERAPAN METODE GUIDED INQUIRY MENGGUNAKAN HANDOUT UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR BAHASA INGGRIS SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA

PENERAPAN METODE GUIDED INQUIRY MENGGUNAKAN HANDOUT UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR BAHASA INGGRIS SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA PENERAPAN METODE GUIDED INQUIRY MENGGUNAKAN HANDOUT UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR BAHASA INGGRIS SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA YANTI REFITA Guru SMP Negeri 3 Dumai yantirefita3@gmail.com ABSTRAK Penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah telah merumuskan peningkatan daya saing atau competitiveness

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah telah merumuskan peningkatan daya saing atau competitiveness 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurunnya peringkat pendidikan di Indonesia dari peringkat 65 pada tahun 2010 menjadi 69 pada tahun 2011 cukup menyesakkan dada. Pasalnya, peringkat pendidikan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut teori belajar konstruktivis, pengetahuan tidak dapat dipindahkan begitu

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut teori belajar konstruktivis, pengetahuan tidak dapat dipindahkan begitu II. TINJAUAN PUSTAKA A. Teori Belajar Konstruktivis Menurut teori belajar konstruktivis, pengetahuan tidak dapat dipindahkan begitu saja dari pikiran guru ke pikiran siswa. Artinya, bahwa siswa harus aktif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. saing yang tinggi untuk menghadapi persaingan di era globalisasi dewasa ini.

BAB I PENDAHULUAN. saing yang tinggi untuk menghadapi persaingan di era globalisasi dewasa ini. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Proses pendidikan merupakan suatu sistem yang terdiri dari input, proses dan output. Input merupakan peserta didik yang akan melaksanakan aktivitas belajar,

Lebih terperinci

2015 PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN CHILDREN S LEARNING IN SCIENCE

2015 PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN CHILDREN S LEARNING IN SCIENCE BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) adalah studi mengenai alam sekitar, dalam hal ini berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Pelaksanaan Tindakan Penelitian ini dilakukan melalui praktik pembelajaran di kelas 6 SD Negeri 2 Getas Kecamatan Kradenan Kabupaten Blora, dengan jumlah siswa

Lebih terperinci

Penerapan Pendekatan Konstruktivisme Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Pokok Bahasan Tumbuhan Hijau di Kelas V SDN 3 Tolitoli

Penerapan Pendekatan Konstruktivisme Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Pokok Bahasan Tumbuhan Hijau di Kelas V SDN 3 Tolitoli Penerapan Pendekatan Konstruktivisme Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Pokok Bahasan Tumbuhan Hijau di Kelas V SDN 3 Tolitoli Jeane Santi Mahasiswa Program Guru Dalam Jabatan Fakultas Keguruan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Ilmu Pengetahuan Alam merupakan salah satu bidang studi yang ada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Ilmu Pengetahuan Alam merupakan salah satu bidang studi yang ada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ilmu Pengetahuan Alam merupakan salah satu bidang studi yang ada pada setiap jenjang pendidikan dan memegang peranan penting dalam membentuk siswa menjadi siswa yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dibutuhkan sumber daya manusia yang berkualitas agar kualitas

BAB I PENDAHULUAN. dibutuhkan sumber daya manusia yang berkualitas agar kualitas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Arus globalisasi yang semakin meluas mengakibatkan munculnya persaingan dalam berbagai bidang kehidupan terutama lapangan kerja, dibutuhkan sumber daya manusia yang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) di SD Ilmu pengetahuan alam (IPA) merupakan bagian dari ilmu pegetahuan atau sains yang semula berasal dari bahasa

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Data Pretest, Posttest dan Indeks Gain Penguasaan Konsep

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Data Pretest, Posttest dan Indeks Gain Penguasaan Konsep BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Data Pretest, Posttest dan Indeks Gain Penguasaan Konsep Penilaian penguasaan konsep siswa dilakukan dengan menggunakan tes tertulis dengan bentuk tes pilihan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hasil Belajar IPA Hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Hasil belajar mempunyai peranan penting dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diberikan sejak tingkat pendidikan dasar sampai dengan pendidikan menengah di

BAB I PENDAHULUAN. diberikan sejak tingkat pendidikan dasar sampai dengan pendidikan menengah di 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan salah satu dari sekian banyak mata pelajaran yang diberikan sejak tingkat pendidikan dasar sampai dengan pendidikan menengah di negara

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Penelitian eksperimen ini dilakukan di SMP Muhammadiyah 10 Yogyakarta. Penelitian ini dilakukan dari tanggal 15 April 2016 sampai dengan 2 Mei

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terbuka, artinya setiap orang akan lebih mudah dalam mengakses informasi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terbuka, artinya setiap orang akan lebih mudah dalam mengakses informasi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemajuan teknologi dan era globalisasi yang terjadi memberikan kesadaran baru bahwa Indonesia tidak lagi berdiri sendiri. Indonesia berada di dunia yang terbuka,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk menciptakan pembelajaran yang inovatif. Pembelajaran yang menuntut

BAB I PENDAHULUAN. untuk menciptakan pembelajaran yang inovatif. Pembelajaran yang menuntut 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peningkatan kompleksitas berpikir siswa menuntut guru atau pendidik untuk menciptakan pembelajaran yang inovatif. Pembelajaran yang menuntut pengalaman belajar siswa

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. kelompok pada materi Keanekaragaman Makhluk Hidup yang meliputi data (1)

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. kelompok pada materi Keanekaragaman Makhluk Hidup yang meliputi data (1) 58 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Pada bab ini diuraikan hasil-hasil penelitian pembelajaran beserta pembahasannya tentang penerapan pembelajaran kooperatif tipe investigasi

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Belajar 1. Pengertian Belajar Belajar merupakan proses memperoleh ilmu pengetahuan, baik diperoleh sendiri maupun dengan bantuan orang lain. Belajar dapat dilakukan berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk

BAB I PENDAHULUAN. Belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai pengalamannya sendiri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Pelaksanaan Tindakan BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Pelaksanaan dalam penelitian ini berupa penelitian tindakan kelas, dilaksanakan dalam 2 siklus, tiap siklus dilaksanakan dalam 2 kali pertemuan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 54 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Refleksi Awal Proses Pengembangan Perangkat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di kelas V B SD Negeri 45 Kota Bengkulu. Subjek dalam penelitian ini adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membebaskan manusia yang lain itu dari kegelapan ketidaktahuan yang

BAB I PENDAHULUAN. membebaskan manusia yang lain itu dari kegelapan ketidaktahuan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah upaya sadar dan terencana yang dilakukan oleh sekelompok manusia atas sekelompok manusia lain, dengan tujuan untuk membebaskan manusia yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu masalah yang dihadapi dunia pendidikan kita adalah masih

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu masalah yang dihadapi dunia pendidikan kita adalah masih 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu masalah yang dihadapi dunia pendidikan kita adalah masih lemahnya proses pembelajaran, siswa kurang didorong untuk mengembangkan kemampuan berpikirnya,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Hakikat IPA Ilmu sains merupakan ilmu yang diperoleh dan dikembangkan berdasarkan eksperimen yang mencari jawaban atas pertanyaan apa, mengapa, dan bagaimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Stevida Sendi, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Stevida Sendi, 2013 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang fenomena alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang telah di persiapkan sebelumnya untuk mencapai tujuan. Dalam

I. PENDAHULUAN. yang telah di persiapkan sebelumnya untuk mencapai tujuan. Dalam 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran merupakan suatu proses interaksi antara peserta didik dan pengajar yang menggunakan segala sumber daya sesuai dengan perencanaan yang telah di persiapkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah mutu menjadi sorotan utama dalam dunia pendidikan dalam beberapa tahun terakhir ini. Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi memberikan dampak

Lebih terperinci