BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 6 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Ketahanan fraktur gigi berbeda antara enamel dengan dentin akibat adanya perbedaan komposisi yang terkandung dalam kedua jaringan keras tersebut. Komposisi enamel terbesar tersusun atas zat anorganik dan sebagian lainnya tersusun atas zat organik dan air sedangkan dentin tersusun atas 70% zat anorganik, 18% zat organik dan 12% air. Zat organik enamel terdiri atas bahan yang dapat larut (mukopolisakarida) dan zat yang tidak dapat larut (keratin) dimana keratin ini mudah mengambil air sehingga menyebabkan enamel bersifat semipermeabel (dapat ditembus oleh air). Sifat semipermeabel ini yang menyebabkan enamel memiliki kemampuan melakukan pertukaran ion antara enamel dengan lingkungan rongga mulut (saliva, lapisan biofilm) yang terjadi pada daerah antar kristal apatit. Zat organik dentin sebagian besar adalah kolagen tipe I yang terikat antara kristal apatit dan berperan dalam menyimpan serta mendistribusikan tekanan yang diberikan sehingga dentin dikatakan struktur yang lentur dan kuat. 10, Sifat mekanik dan fisis gigi Struktur dan komposisi enamel berperan dalam membantu enamel menahan gaya mastikasi yang besar serta membantu dalam kecenderungan gigi untuk bertahan saat berkontak dengan asam secara terus menerus baik asam dari minuman/ makanan maupun asam hasil fermentasi bakteri. Komposisi kimia dari minuman asam secara jelas menjadi faktor yang penting dalam mempengaruhi sifat mekanik dari enamel. Komposisi mineral enamel yang tinggi dibandingkan jaringan gigi lainnya membuat enamel menjadi jaringan yang keras dan kaku. 12 Adanya celah antar susunan kristal yang berperan sebagai jalan difusi (micropores) menyebabkan enamel dikatakan sebagai material padat yang microporous. 13 Celah antar kristal apatit yang berisi matriks organik dan air terjadi akibat struktur dari kristal hidroksiapatit yang heksagonal sehingga sulit untuk mendapatkan ikatan yang sempurna. 14 Hal ini

2 7 mengakibatkan enamel tidak dapat menahan tekanan mastikasi tanpa fraktur jika gigi tidak didukung oleh jaringan yang lebih lentur dibawah enamel. Jaringan yang lentur ini adalah dentin dimana dentin dapat mendukung enamel dan mengkompensasi terhadap kerapuhan enamel. 12 Fraktur terjadi akibat konsentrasi dari tekanan yang dterima spesimen telah mencapai tingkat kritis (critical level) sehingga spesimen tidak mampu menahan tekanan yang diberikan. 8 Pada dasarnya gigi mempunyai beberapa karakteristik mekanik maupun fisik yaitu kekasaran permukaan (surface roughness), modulus elastisitas, warna (colour), ketebalan (thickness), kekerasan (hardness) dan ketahanan fraktur (fracture toughness) yang dapat diukur dengan uji tarik ( tensile strength), uji gesek ( shear strength), dan uji kompresi (compressive strength). 14 Tensile strength, shear strength dan compressive strength merupakan gaya yang terjadi pada saat mastikasi tetapi compressive strength merupakan gaya yang paling banyak terjadi akibat beberapa gaya mastikasi adalah gaya kompresi. 15, Kekasaran permukaan gigi (surface roughness) Kekasaran merupakan pengukuran terhadap tekstur permukaan suatu material dan dapat dipengaruhi oleh adanya proses pemakaian (wear). Kekasaran pada enamel dapat mengalami perubahan seiring dengan adanya proses pemakaian seperti atrisi, abrasi dan erosi. Nilai kekasaran dihitung berdasarkan standar deviasi dari bentuk permukaan awalnya. Jika deviasi lebih besar dari normal maka permukaan dikatakan kasar tetapi jika deviasi lebih kecil maka permukaan dikatakan halus. Kekasaran enamel yang normal pada bagian oklusal akibat adanya kontak dengan gigi antagonis yaitu sekitar 0,64 ± 0,25 µm. 14, Modulus elastisitas gigi (Young s Modulus) Modulus elastisitas digunakan untuk mengukur kekakuan suatu material dan merupakan kemampuan dari suatu material untuk menahan perubahan bentuk yang terjadi saat menerima tekanan. Saat tekanan diberikan pada suatu material, maka akan tergambar suatu hubungan garis yang linear antara tegangan (stress) dan

3 8 regangan (strain) yang disebut dengan daerah linear elastic sehingga material masih dapat kembali ke bentuk semula ketika beban dihilangkan. Kemampuan suatu material untuk kembali ke bentuk semula diakibatkan beban yang diterima belum melebihi batas normal material sehingga belum terjadi adanya deformasi. Jadi, ketika beban diberikan pada gigi maka beban tersebut akan ditransmisikan dan akan menaikkan stress dan strain sehingga apabila kenaikan tersebut melebihi nilai maksimum dari kemampuan material untuk bertahan maka fraktur akan terjadi. 14, Warna gigi (colour) Umumnya warna enamel adalah putih kebiruan atau putih keabuan. Adapun faktor yang mempengaruhi warna enamel yaitu ketebalan enamel, warna pada dentin, noda pada enamel yang mempengaruhi translusensi dimana translusensi dipengaruhi oleh derajat mineralisasi dan homogenitas. Selain itu, adanya anomali pada saat tahap perkembangan dan mineralisasi, pengkonsumsian obat antibiotik serta pengkonsumsian fluor yang berlebih dapat turut mempengaruhi warna dari enamel Ketebalan gigi (thickness) Ketebalan enamel berbeda pada setiap bagian gigi maupun jenis gigi. Ketebalan rata-rata enamel pada bagian insisal insisivus adalah 2mm, sedangkan cusp premolar dan molar memilki ketebalan sekitar 2,3-3 mm dimana gigi premolar memilki ketebalan enamel sekitar 2,3-2,5 mm dan cusp molar dengan ketebalan 2,5-3mm. Ketebalan enamel akan semakin berkurang perlahan-lahan dari cusp atau insisal menuju bagian cemento enamel junction (CEJ) Kekerasan gigi (hardness) Kekerasan merupakan ketahanan material terhadap penetrasi dari beban yang diberikan dimana beban yang diberikan hanya mengenai sebagian kecil luas permukaan material dalam jangka waktu tertentu. Ada beberapa jenis alat yang dapat digunakan untuk mengukur kekerasan yaitu Brinell hardness testing machine, Vickers hardness testing machine dan Knoop hardness testing machine dimana

4 9 masing-masing alat tersebut memiliki bentuk ujung pemberi beban yang berbedabeda. Brinell memiliki ujung yang bulat, Vickers memilki ujung yang berbentuk piramida atau diamond dan Knoop juga memiliki bentuk menyerupai piramida hanya saja bentuknya lebih panjang ke arah samping Ketahanan fraktur gigi (fracture toughness) Menurut Powers JM dkk (2009), ada tiga cara yang dapat digunakan untuk menguji sifat mekanis gigi seperti ketahanan fraktur gigi yaitu kekuatan tarik, kekuatan gesek dan kekuatan tekan. 15 Menurut Hatrick CD (2011) bahwa gaya kompresi, tarik dan gesek merupakan gaya yang dihasilkan saat mastikasi. 15,17 Adapun ketiga cara yang digunakan untuk menguji ketahanan fraktur gigi menurut Powers JM dkk (2009) 15, yaitu: a. Kekuatan tarik (tensile strength) Tensile strength merupakan ketahanan material terhadap gaya tarik atau regangan. Gaya tarik dihasilkan dari dua buah gaya dengan arah yang berlawanan / menjauh dari spesimen yang diuji ataupun dapat dilakukan dengan memberikan gaya hanya pada salah satu ujung spesimen saja dengan arah gaya menjauh dari spesimen yang diuji. 15,17 Gaya tarik dilakukan dengan menarik salah satu ujung dari material pada alat penguji dan ujung yang lain dilakukan pemberian beban yang dinaikkan secara bertahap pada interval waktu tertentu. Jika beban yang diberikan melebihi batas kemampuan material maka akan terjadi deformasi pada material. 14,15 Enamel memiliki tensile strength yang lebih rendah dibandingkan dentin sehingga enamel dikatakan jaringan yang lebih rapuh / getas daripada dentin. 6 b. Kekuatan geser atau gesek (shear strength) Shear strength merupakan ketahanan suatu material terhadap gesekan yang terjadi dimana gaya gesek ini dihasilkan dari gesekan dua permukaan yang paralel dengan arah yang berlawanan satu dengan lainnya. Gaya gesek biasanya timbul pada saat mastikasi terutama saat menggerus makanan. Pada saat proses pengunyahan berlangsung maka akan terjadi tiga gaya sekaligus yaitu gaya kompresi yang paling

5 10 banyak berperan, gaya tarik serta gaya gesek. Gaya gesek ini timbul akibat adanya gesekan antara makanan dengan gigi pada saat pengunyahan. 15,17,18 c. Kekuatan tekan (compressive strength) gigi Compressive strength merupakan ketahanan fraktur suatu material terhadap beban maksimum yang diberikan serta merupakan indikator keberhasilan yang terpenting karena compressive strength gigi yang tinggi sangat diperlukan dalam menahan tekanan mastikasi dan kebiasaan parafungsi. 19,20 Gaya kompresi lebih banyak dihasilkan dari gigi posterior khususnya saat mengunyah makanan. 17 Compressive strength sangat berguna untuk menguji material yang rapuh dan material dengan tensile strength yang rendah. 14,15 Uji kekuatan tekan dapat dilakukan dengan memberikan dua gaya kompresi dari atas dan bawah dengan arah kedua gaya menuju ke spesimen yang diuji atau dapat juga dilakukan dengan memberikan gaya hanya pada salah satu ujung spesimen sehingga spesimen tersebut akan dikompresi menuju ujung spesimen lainnya yang tidak diberi gaya sampai terjadi fraktur. 15 Enamel mempunyai compressive strength yang lebih rendah daripada dentin sehingga membuat dentin lebih berperan dalam menahan gaya mastikasi daripada enamel. Soderholm KJ (2012) melaporkan bahwa enamel mempunyai kekerasan dan modulus elastisitas yang lebih tinggi daripada dentin tetapi mempunyai ketahanan fraktur yang lebih rendah daripada dentin sehingga hal ini menyebabkan enamel menjadi lebih rapuh dan lebih mudah fraktur. 11,19 Adapun terdapatnya variasi kekuatan tekan enamel pada setiap penelitian terjadi karena faktor komposisi kimiawi pada gigi, penyiapan sampel, atau kesalahan membaca (reading error). 21 Enamel memilki modulus elastisitas dan kekerasan yang lebih tinggi dibandingkan dentin karena tingginya matriks anorganik yang terdapat pada enamel sehingga enamel dikatakan struktur yang kaku, keras serta lebih tahan terhadap perubahan bentuk saat tekanan mastikasi diberikan. 6,19 Namun, dentin mempunyai compressive strength dan tensile strength yang lebih tinggi daripada enamel karena lebih tingginya matriks organik dentin yang sebagian besar tersusun atas kolagen tipe I sehingga dapat memberikan efek penyerapan serta pendistribusian tekanan yang

6 11 lebih baik. Pada dentin, tensile strength lebih dipengaruhi oleh intertubular dentin daripada peritubular dentin karena lebih tingginya matriks organik yang terdapat pada intertubular dentin yaitu adanya kolagen fibril yang tersusun dengan arah yang sesuai dengan arah tubulus dentin. 6,11,19,22, Faktor mempengaruhi kekuatan tekan (compressive strength) gigi Gigi sangat berperan dalam menahan beribu-ribu kontak dan tekanan setiap hari yang terjadi saat mastikasi. Walaupun telah terjadi berjuta-juta gaya mastikasi yang berulang-ulang sepanjang hidup saat mastikasi tetapi gigi tidak mudah terjadi fraktur akibat adanya beberapa faktor yang berperan. 6 Adapun beberapa faktor yang berperan, yaitu: a. Komposisi matriks enamel Enamel merupakan jaringan dengan derajat mineralisasi yang tinggi dibandingkan jaringan gigi lainnya dimana hal ini disebabkan karena tingginya matriks anorganik dan sedikitnya kandungan air yang terdapat pada enamel yang membuat enamel menjadi lebih keras dan kaku. Enamel menerima beban pengunyahan yang lebih banyak saat mastikasi daripada dentin karena enamel memilki kekakuan yang lebih tinggi dibandingkan dentin Enamel merupakan jaringan biologis yang terkeras dan sangat tahan terhadap pemakaian (wear). Enamel memiliki kecenderungan yang kecil untuk terjadi deformasi, tetapi dengan adanya proses demineralisasi secara terus menerus akan menyebabkan terjadinya pelepasan material anorganik enamel dan membuat enamel menjadi lebih poreus. Keporeusan tersebut dapat bertambah besar akibat adanya peningkatan permeabilitas enamel terhadap ion-ion asam sehingga kehilangan material interprismatik meningkat dan menyebabkan enamel lebih rentan terhadap fraktur. Adapun proses demineralisasi bermula pada area selubung prisma (prism sheath) yang kemudian berlanjut pada bagian inti prisma (core prism) dan akhirnya asam akan berdifusi ke bagian interprismatik enamel dan melarutkan mineral pada bagian subsurface enamel sehingga pada mikroskop terlihat gambaran menyerupai sarang lebah (honey comb). 21,26

7 12 b. Susunan prisma enamel dan kristal apatit Mikrostruktur gigi sangat berpengaruh pada mekanisme ketahanan gigi. Pada gambaran makroskopis hal yang paling penting dalam menahan gaya mastikasi adalah tergantung pada ukuran besar gigi dan ketebalan gigi. Adanya keterbatasan gigi dalam menahan tekanan pengunyahan dikarenakan kecenderungan gigi dapat terjadi fraktur. Adapun hal yang paling berpengaruh dalam membantu enamel menahan tekanan mastikasi adalah struktur enamel yang kompleks yaitu susunan dari prisma enamel dan kristal apatit. Umumnya prisma enamel tersusun secara horizontal dengan arah tegak lurus terhadap DEJ pada bagian servikal yang kemudian tersusun secara oblik dengan sedikit inklinasi (60 o - 70 o ) menuju permukaan oklusal dan pada puncak cusp prisma enamel tersusun lebih vertikal. 24,26 Menurut M.Baldassari dkk (2008) bahwa apabila arah gaya (beban) yang diberikan pada enamel sejajar dengan arah susunan prisma enamel maka matriks anorganik serta faktor tipisnya protein antar kristal yang lebih berpengaruh terhadap sifat mekanik gigi sehingga menyebabkan enamel menjadi lebih keras dan rapuh. Namun, jika arah gaya (beban) yang diberikan tegak lurus dengan arah susunan prisma enamel maka dalam hal ini ketebalan pembungkus prisma (matriks organik) yang lebih berpengaruh dalam menahan tekanan yang diberikan sehingga gigi menjadi lebih lentur. 27 Susunan kristal apatit juga berpengaruh terhadap sifat mekanis gigi dimana adanya ketidakseragaman antara susunan kristal apatit pada prisma enamel yang terdapat pada bagian kepala dan ekor menyebabkan enamel menjadi lebih tahan terhadap tekanan mastikasi dibandingkan jika susunan kristal apatit yang disusun seragam. Hal ini disebabkan karena susunan prisma enamel yang tidak seragam dapat meningkatkan kemampuan enamel untuk menyimpan tekanan yang diterima sehingga dapat memberikan kekakuan yang cukup pada enamel. Selain itu, adanya matriks organik (protein) yang terdapat antar kristal apatit juga turut mempengaruhi sifat mekanis gigi yaitu dalam hal menahan tekanan yang diberikan akibat kemampuan protein dalam menyerap dan menyimpan energi. 27

8 13 c. Dentino enamel junction (DEJ) Dentino enamel junction merupakan struktur kompleks pada gigi manusia yang berperan dalam memisahkan enamel yang keras dan rapuh dengan dentin yang lentur dan kuat. Adanya tekanan yang diberikan saat mastikasi akan disalurkan dari permukaan oklusal gigi menuju ke dentino enamel junction dan akhirnya ke dentin. DEJ merupakan zona hipomineralisasi dengan ketebalan 30 mikron dan merupakan bagian yang berada diantara dua jaringan serta berfungsi dalam menambah kekuatan gigi saat mastikasi. 10,28 DEJ dapat memberhentikan keretakan yang berasal dari enamel dan pada potongan melintang gigi, DEJ tampak berbentuk seperti scalloped dengan bagian yang cembung menghadap ke dentin dan bagian yang cekung menghadap ke enamel. DEJ dapat memberhentikan keretakan yang terjadi dari enamel ke dentin dengan cara menyerap konsentrasi tekanan (stress) yang diberikan akibat adanya matriks organik terutama kolagen fibril pada DEJ sehingga DEJ berperan penting dalam mekanisme pertahanan terhadap fraktur untuk menahan tekanan mastikasi yang terjadi secara terus menerus. Selain itu, adapun bentuk scalloped DEJ akan meningkatkan permukaan kontak antar enamel dengan dentin sehingga dapat lebih memperkuat ikatan diantara kedua jaringan tersebut serta dapat mengurangi kesempatan untuk terjadinya keretakan sepanjang DEJ. 26, Alat uji kekuatan tekan (compressive strength) Uji kompresi biasanya digunakan pada material yang rapuh (brittle) dan dilakukan dengan memberikan penekanan pada suatu spesimen berbentuk silinder dimana spesimen berbentuk silindris tersebut mempunyai ukuran panjang yang lebih besar daripada ukuran diameternya dan pada bagian dasar dari spesimen dibuat rata. Spesimen akan dikompresi diantara plat pada alat penguji dan tekanan kompresi yang diberikan pada spesimen tersebut akan menyebabkan terjadinya pengurangan panjang spesimen yang akhirnya menyebabkan terjadinya fraktur. 14,15

9 14 Universal Testing Machine (UTM) yang juga dikenal dengan universal tester merupakan alat yang dapat digunakan untuk menguji kekuatan tarik (tensile strength) dan kekuatan tekan (compressive strength) suatu material. Alat ini tidak hanya digunakan untuk mengukur kekuatan tekan suatu material tetapi juga dapat digunakan untuk mengukur kekuatan tekan gigi dimana dengan alat ini gigi akan diberi penekanan sampai gigi tersebut fraktur dan hasil yang diperoleh kemudian dibaca serta dicatat dalam satuan Newton (N). Pemakaian alat Universal Testing Machine ini dalam menguji kekuatan tekan gigi juga digunakan pada penelitian Chun KJ dkk (2014) yang menggunakan alat UTM untuk membandingkan sifat mekanis antara enamel dan dentin pada gigi manusia yaitu pada gigi kaninus dan premolar pertama maksila. 23 Gambar 1. Pengaturan pada uji compressive strength Mastikasi Mastikasi adalah suatu proses kompleks yang melibatkan lidah, gigi dan otot orofasial dalam pemecahan makanan menjadi bolus makanan menjadi konsistensi yang lunak sebelum dilanjutkan dengan penelanan. Kekuatan mastikasi pada setiap individu berbeda-beda tergantung pada beberapa faktor seperti jenis kelamin, umur, jenis makanan, keadaan gigi, keadaan rahang serta kekuatan otot. Adapun kekuatan maksimum mastikasi berbeda-beda pada setiap penelitian tetapi umumnya rata-rata kekuatan mastikasi maskimum pada seluruh gigi berkisar antara N. 18

10 15 Kekuatan mastikasi dapat semakin meningkat pada penderita bruksism dimana dilaporkan bahwa penderita bruksism dapat memiliki kekuatan mastikasi kira-kira sebesar 1000 Newton atau tiga kali lipat dibandingkan kekuatan mastikasi normal. 6,17 Faktor umur mempengaruhi kekuatan mastikasi seseorang dimana pada penelitian Singh (2011) terlihat adanya pengurangan kekuatan mastikasi pada orang usia tua dibandingkan usia muda. Selain faktor umur, kekuatan mastikasi juga dipengaruhi oleh faktor jenis kelamin yaitu umumnya laki-laki memilki kekuatan mastikasi yang lebih besar daripada perempuan. Adapun alat yang sering digunakan untuk mengukur kekuatan mastikasi dalam rongga mulut adalah gnathodynamometer dimana alat ini ditempatkan diantara gigi maksila dan mandibula yang akan diuji, selanjutnya pasien diinstruksikan untuk mengigit alat tersebut dan kemudian hasil dari kekuatan mastikasi tersebut dicatat. 18,29,30 Tabel 1. Kekuatan mastikasi maksimum laki-laki dan perempuan pada beberapa penelitian 18 NO Kekuatan mastikasi Kekuatan mastikasi Penelitian maksimum laki-laki (N) maksimum perempuan (N) Waltimo & Könönen Waltimo & Könönen, Calderon, Kogawa, Lauris, & Conti, Van Der Bilt, Tekamp, Van Der Glas, & Abbink, Regalo, et al., 2008 Rerata Tabel 1 menunjukkan adanya perbedaan nilai kekuatan mastikasi antara lakilaki dan perempuan. Pada umumnya, perempuan memiliki kekuatan mastikasi yang

11 16 lebih rendah dibandingkan laki-laki dimana hal ini dapat dipengaruhi akibat adanya perbedaan kekuatan otot mastikasi antara laki-laki dan perempuan. 29 Selain itu, adanya perbedaan nilai kekuatan mastikasi pada setiap peneliti dari tahun ke tahun pada tabel 1 ini kemungkinan dapat disebabkan oleh perubahan pola konsumsi masyarakat pada zaman dahulu yang lebih sering mengonsumsi makanan keras dibandingkan masyarakat zaman sekarang. 6 Tabel 2. Kekuatan mastikasi maksimum setiap gigi pada laki-laki dan perempuan menurut Chladek W (2001) 30 NO Jenis Gigi Kekuatan mastikasi maksimum laki-laki (N) Kekuatan mastikasi maksimum perempuan (N) 1 Insisivus Kaninus Premolar Molar Satu Molar Dua Tabel 2 merupakan tabel kekuatan mastikasi pada masing-masing jenis gigi dimana terlihat bahwa kekuatan mastikasi terendah baik pada laki-laki maupun perempuan terdapat pada gigi insisivus sedangkan kekuatan mastikasi yang terbesar terdapat pada gigi molar dua. Fraktur gigi akan terjadi apabila kekuatan mastikasi telah melebihi nilai normal kekuatan mastikasi ataupun nilai normal dari kekuatan tekan enamel dan dentin seperti yang terjadi pada orang bruksism / clenching dengan kekuatan mastikasi yang besar sehingga dapat menyebabkan gigi menjadi fraktur. 6,31 Pemberian beban yang melebihi batas normal mastikasi (overloads) dapat menyebabkan terjadinya fraktur pada gigi. Beban besar yang menyebabkan fraktur ini dihasilkan dari jenis makanan yang keras seperti tulang, biji atau kacangkacangan. Adapun variasi perbedaan ketahanan fraktur gigi saat mastikasi dapat dipengaruhi oleh segi biologis gigi yaitu besarnya tekanan yang diberikan dan sifat material dari gigi. Ketahanan gigi saat mastikasi juga dapat diperlemah oleh proses

12 17 demineralisasi asam minuman. Hal ini disebabkan adanya difusi ion-ion asam dari saliva ke enamel yang dapat meningkatkan kehilangan kristal apatit dan membuat celah antar matriks apatit menjadi lebih besar. Kehilangan kristal apatit inilah yang membuat enamel menjadi lebih poreus sehingga dapat mempengaruhi kekuatan tekan (compressive strength) gigi dan menurunkan kemampuan gigi dalam mastikasi terutama saat mengunyah jenis makanan dengan konsistensi keras. 26,32, Hubungan kekuatan tekan (compressive strength) gigi dengan mastikasi Compressive strength gigi merupakan indikator keberhasilan yang terpenting karena compressive strength gigi yang tinggi sangat diperlukan dalam menahan tekanan mastikasi dan kebiasaan parafungsi. 20 Gaya kompresi merupakan gaya yang kebanyakan dihasilkan dari gigi posterior saat mengunyah makanan. 17 Pergerakan rahang bawah (mandibula) ke atas dan ketahanan gigi maksila terhadap tekanan gigi dari mandibula tersebut pada saat mastikasi akan mengakibatkan gigi menerima tekanan kompresi baik pada mahkota maupun radiks. Compressive strength berperan penting pada proses mastikasi karena kebanyakan gaya yang dihasilkan saat mastikasi adalah gaya kompresi. 34,35 Pada saat mastikasi, gigi dan ligamen peridontal akan mentransmisikan gaya mastikasi ke tulang alveolar sehingga tekanan yang diterima gigi menjadi berkurang. Ligamen peridontal merupakan struktur terlembut yang berperan dalam menerima gaya kompresi sehingga ligamen periodontal inilah yang akan pertama mengalami deformasi daripada tulang alveolar pada saat menerima tekanan yang melebihi batas normal. Adapun perbedaan nilai tekanan yang diterima oleh cusp bukal dan palatal pada gigi premolar satu maksila disebabkan akibat adanya perbedaan dalam fungsi dimana cusp palatal (cusp fungsional) umumnya menerima tekanan kompresi yang lebih besar dibandingkan cusp bukal (cusp non fungsional) pada saat oklusi Fraktur gigi

13 18 Fraktur gigi dapat terjadi dalam arah vertikal maupun horizontal yang melibatkan mahkota atau radiks dimana fraktur gigi vertikal dikarakteristikkan sebagai garis fraktur yang komplit atau tidak komplit yang memanjang sepanjang aksis panjang gigi dan akan berkembang serta berubah sepanjang waktu. Klasifikasi dari fraktur gigi menurut American Dental Association (ADA) dapat diklasifikasikan ke dalam lima kelompok mulai dari ringan sampai berat yaitu garis retak (craze lines), fraktur pada cusp (fractured cusp), keretakan gigi (cracked tooth), gigi yang terbelah (split tooth), fraktur radiks vertikal (vertical root fracture). Craze lines merupakan retak garis yang hanya mengenai enamel dan biasanya muncul pada gigi posterior orang dewasa yang dapat timbul secara alami akibat tekanan mastikasi yang terjadi sepanjang hidup atau akibat trauma sekunder dimana biasanya craze line akan tampak seperti garis yang baik (fine line) serta dapat diteruskan oleh sinar transluminasi; fractured cusp terjadi akibat kurangnya dukungan dari cusp; cracked tooth terjadi akibat perpanjangan keretakan dari permukaan oklusal yang meluas ke mesial-distal dan hanya dapat melibatkan mahkota saja ataupun dapat sampai melibatkan radiks tetapi tidak menyebabkan pemisahan dari elemen gigi; split tooth terjadi akibat efek lanjutan dari keretakan gigi yang biasanya terjadi pada bagian tengah gigi dan menyebabkan adanya pemisahan gigi; vertical root fracture merupakan keretakan gigi yang paling parah yang meluas ke bawah sepanjang aksis radiks gigi dan mengenai bagian bukal-lingual/palatal radiks gigi serta dapat melibatkan sebagian maupun keseluruhan radiks. 9,11,37 Adapun keretakan yang mengakibatkan fraktur ini dapat ditimbulkan oleh beberapa faktor seperti tekanan yang berlebihan saat oklusi maupun mastikasi baik akibat kesalahan oklusi, tekanan mastikasi yang terlalu besar pada gigi yang normal saat mengunyah makanan yang keras, otot mastikasi, kesalahan iatrogenik ataupun kebiasaan parafungsi. Selain itu, fraktur tidak hanya terjadi pada tekanan mastikasi yang besar melainkan dapat juga terjadi pada tekanan mastikasi yang normal jika tekanan tersebut diberikan pada gigi yang lemah. 9 Diagnosis dari keretakan ataupun fraktur pada enamel dapat diamati dengan beberapa cara seperti pemeriksaan klinis, tes menggigit (bite test), pemeriksaan taktil, pewarnaan dye, dental operating

14 19 microscope, dan transluminasi. Transluminasi merupakan alat diagnosa yang sangat baik untuk melihat keretakan gigi dimana keretakan gigi ini akan menghambat transmisi dari cahaya melewati gigi sedangkan pada gigi normal maka cahaya yang melewati gigi akan diabsorbsi diteruskan ke bagian gigi lainnya Morfologi gigi premolar satu maksila Gigi premolar satu maksila merupakan gigi keempat dari garis tengah wajah (median line) baik kiri maupun kanan yang terletak pada rahang atas dan merupakan gigi posterior pertama antara gigi kaninus dan premolar dua maksila. Gigi premolar satu maksila memiliki dua buah cusp yaitu cusp bukal dan cusp palatal dimana cusp bukal lebih panjang 1 mm dari cusp palatal dan cusp bukal memiliki ujung runcing menyerupai gigi kaninus. Apabila belum terjadi perubahan akibat pemakaian maka bagian mesial dari cusp bukal lebih panjang dan lurus daripada bagian distalnya lebih melengkung dan pendek. 38 Menurut Ferreira FV dkk (2012) bahwa gigi premolar satu maksila memiliki ketebalan enamel lebih tinggi dibandingkan gigi premolar satu mandibula, tetapi pada gigi premolar dua maksila ketebalan enamelnya lebih rendah daripada gigi premolar dua mandibula. 39 Enamel merupakan jaringan yang terkeras dibandingkan jaringan gigi lainnya seperti dentin dan sementum, tetapi enamel memiliki sifat yang rapuh / getas (mudah patah). Enamel pada gigi posterior mempunyai bagian yang tertebal dan terkeras di cusp dan pada gigi anterior ketebalan dan kekerasan enamel tertinggi terdapat di tepi insisal sedangkan bagian enamel yang tertipis pada gigi anterior maupun gigi posterior terdapat di margin servikal. Enamel merupakan jaringan yang tidak mempunyai sel, pembuluh darah, saraf dan limfe sehingga enamel tidak dapat beregenerasi dan tidak mempunyai daya reparatif jika terjadi fraktur (non vital). Enamel dapat hilang melalui beberapa proses seperti karies, atrisi, abrasi, erosi dan dapat dibangun kembali dengan berbagai prosedur restorasi. 10,12,23,37 Walaupun enamel merupakan jaringan yang non vital, enamel bersifat semipermeabel sehingga pertukaran ion dapat terjadi antara enamel dan lingkungan rongga mulut melalui daerah inter prismatik yaitu pada daerah yang mengandung matriks organik

15 20 (protein). 27 Enamel terbagi atas dua bagian yaitu bagian luar (surface enamel) dan bagian dalam (subsurface enamel atau body enamel) yang dapat dilihat pada gambar 2. Adapun perbedaan sifat antara kedua bagian tersebut dapat dilihat pada tabel Tabel 3. Perbedaan surface enamel dan subsurface enamel 10 Surface Enamel 1. Lebih banyak mengandung fluor sehingga lebih tahan terhadap asam 2. Lebih sedikit karbonat sehingga tahan terhadap asam Subsurface Enamel 1. Lebih sedikit fluor sehingga lebih mudah dilarutkan asam 2. Lebih banyak karbonat sehingga lebih mudah dilarutkan asam Gambar 2. Surface enamel dan subsurface enamel Prisma Enamel (enamel rods) Prisma enamel merupakan struktur atau unit dasar penyusun enamel yang terdiri atas berjuta-juta dengan dasarnya yang tersusun tegak lurus pada dentino enamel junction. Puncak enamel rod terletak pada permukaan luar gigi dengan penampang yang makin melebar ke arah permukaan luar gigi. 25,27 Pada potongan melintang, enamel rod tampak seperti lubang kunci dengan bagian kepala yang dibentuk oleh prisma dan bagian ekor dibentuk oleh enamel interrod dimana

16 21 diameter kepala 5μ yang berarah menuju daerah insisal dan oklusal sedangkan diameter ekor 4μ yang berarah menuju regio servikal gigi. Pada potongan memanjang, enamel rod tampak seperti bentuk silindris dengan diameter sekitar 3 sampai 4 mikron mendekati dentino enamel junction dan meningkat perlahan-lahan sampai ke permukaan luar enamel dengan perbandingan rasio 1:2. Enamel rod dipisahkan oleh bermacam material yang terletak antar enamel rod (interrod). 10,25 Gambar 3. Potongan melintang dan memanjang enamel rod 10 Prisma enamel berisi banyak sekali kristal-kristal yang diberi nama apatit yang bentuknya sepintas seperti jarum (neddle crystal). Pada potongan melintang, penampang kristal apatit berbentuk segi enam (heksagonal) sedangkan pada potongan memanjang penampang berbentuk empat persegi panjang dengan panjang Å, lebar 500 Å dan ketebalan 250 Å sehingga perbandingan panjang dan lebar yaitu 6:1. Setiap kristal terdiri atas banyak molekul (rumus kimia) yang berhubungan satu sama lain secara simetris dan hubungan simetris inillah yang membedakan kristal dengan zat lain. Rumus kimia molekul kristal apatit adalah Ca 10 (PO4) 6 (OH) 2 (hidroksiapatit) dan Ca 10 (PO4) 6 (F) 2 (fluoroapatit). Fluoroapatit lebih tahan terhadap pelarutan asam daripada hidroksiapatit dan meskipun rumus kimia molekul hidroksiapatit dan fluoroapatit berlainan, kedua kristal apatit tersebut selalu mempunyai bentuk yang sama (heksagonal). 10,25,26

17 22 Letak kristal apatit pada bagian kepala prisma enamel sejajar dengan sumbu panjang prisma enamel sedangkan pada bagian ekor prisma enamel letak kristal apatit membentuk sudut 70 o dengan sumbu panjang prisma enamel sehingga pada daerah ini tidak terlalu padat yang menyebabkan mudahnya dimasuki asam. Enamel yang matur tersusun atas kristal hidrosksiapatit heksagonal yang berbentuk jarum dengan panjang sekitar 160 nm, lebar 40 nm, dan tebal 125 nm dimana kristal pada bagian kepala dari prisma enamel yang berbentuk kunci tadi tersusun paralel dengan panjang aksis dari prisma tetapi pada bagian ekor kristal dari prisma enamel berubah arah menjadi tegak lurus terhadap panjang aksis prisma. 13,26 Menurut Nanci (2008) bahwa prisma enamel pada gigi manusia tersusun berkelompok secara sirkumferensial disekitar panjang aksis gigi. Umumnya prisma enamel tersusun dengan arah tegak lurus terhadap dentin dengan sedikit inklinasi menuju cusp gigi dimana pada puncak cusp prisma enamel tersusun lebih vertikal sedangkan pada bagian servikal prisma enamel tersusun lebih horizontal. 12 Perbedaan arah susunan prisma enamel dapat mempengaruhi kekuatan mekanik dari gigi. Ketahanan fraktur dari gigi sangat dipengaruhi oleh arah gaya beban yang diberikan karena enamel merupakan struktur yang anisotropic (arah susunan prisma enamel berbeda pada setiap bagian gigi) sehingga perbedaan dalam arah gaya yang diberikan dapat mempengaruhi ketahanan fraktur gigi. 27 Gambar 4. Arah susunan prisma enamel pada gigi premolar satu maksila 22

18 Enamel Tufts Enamel tufts merupakan prisma enamel yang hipokalsifikasi dan ditemukan pada bagian sepertiga atau seperlima dalam enamel serta merupakan jaringan yang kurang termineralisasi dengan bentuk menyerupai rumput yang pendek. Dasar dari enamel tufts terletak kira-kira 100 µm sepanjang perbatasan dentino enamel junction (DEJ) dan memanjang pendek ke enamel. Enamel tufts ini dapat terlihat jelas dalam arah potongan transversal dari enamel. Enamel tufts merupakan struktur hipokalsifikasi yang berbentuk pita dan memiliki konsentrasi protein enamel atau matriks organik yang tinggi yang hampir mirip dengan enamelin. 12,22 Biasanya enamel tufts tidak memiliki peran yang berarti tetapi ada yang menyatakan bahwa walaupun enamel tufts merupakan daerah awal terjadinya keretakan namun, enamel tufts dapat mencegah terjadinya fraktur pada enamel. Hal ini disebabkan enamel tufts berperan dalam menyatukan enamel dan dentin, mendistribusikan gaya mastikasi sehingga dapat menstabilkan keretakan yang terjadi pada daerah dentino enamel junction (DEJ) serta memilki kemampuan untuk menutupi keretakan yang terjadi akibat tingginya matriks organik yang terkandung pada enamel tufts. 33, Enamel Spindles Enamel spindles merupakan komponen mikroskopik lain yang ditemukan pada enamel dan merupakan bagian akhir dari tubulus dentin yang memanjang dari DEJ ke enamel dengan jarak sekitar 10 mikron. Enamel spindles merupakan tubulus dentin pendek yang dijumpai dekat dentino enamel junction (DEJ) dan terbentuk pada saat tahap diferensiasi amelogenesis dimana prosesus odontoblast memanjang dengan jarak pendek menembus diantara sel ameloblast pada saat sebelum pembentukan enamel. Hal ini menyebabkan tubulus dentin menjadi terperangkap pada saat pembentukan matriks enamel dan enamel spindle menjadi termineralisasi disekitar enamel tersebut. 12,22

19 24 Gambar 5. Penampang melintang dari mahkota gigi 25 A. Enamel Tufts, B. Enamel Spindle, C.Dentino-enamel junction, D. Mantle dentin, E.Interglobular dentin F.Enamel, G. Dentin 2.6 Demineralisasi Demineralisasi merupakan suatu proses pelepasan atau pelarutan mineral hidroksiapatit dari enamel akibat proses kimia yang menyebabkan pembentukan pori-pori kecil pada permukaan enamel jika demineralisasi terjadi secara terus menerus. Demineralisasi dapat terjadi apabila enamel berada dalam suatu lingkungan ph di bawah ph kritis (ph 5,5). Hal ini diakibatkan banyaknya minuman ringan dengan ph di bawah 5,5 yang dikonsumsi oleh masyarakat pada saat ini dan efek ph yang rendah akan meningkatkan konsentrasi ion hidrogen yang akan merusak hidroksiapatit enamel. Jika ph larutan berada dibawah ph kritis maka larutan akan menjadi undersaturated sehingga pelarutan dari mineral enamel akan terus berlanjut sampai larutan menjadi jenuh (saturated). 13,40 Demineralisasi dapat terjadi akibat proses karies yang melibatkan asam dari hasil fermentasi bakteri maupun non karies yang melibatkan asam dari makanan atau minuman asam. Demineralisasi terjadi melalui proses difusi yaitu suatu proses perpindahan molekul / ion yang larut dalam air ke dalam enamel atau dari dalam enamel ke saliva karena adanya perbedaan konsentrasi antara asam minuman di permukaan enamel dengan di dalam enamel gigi. 13,40,41

20 25 Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi proses demineralisasi yaitu jenis asam, konsentrasi asam atau konsentrasi ion H + yang ada (ph) dalam minuman, titratable acid (jumlah total ion H + yang tersedia untuk berinteraksi dengan permukaan gigi), kandungan karbohidrat dalam minuman, kapasitas buffer minuman, kandungan fosfat, kalsium dan fluor pada minuman. Selain itu, ada juga beberapa faktor yang dapat memperparah potensi erosif yaitu faktor perilaku seperti frekuensi minum, metode minum, lamanya mulut terpapar minuman serta faktor pendukung lain temperatur minuman dimana minuman dengan temperatur yang dingin dapat menaikkan ph minuman sehingga menurunkan efek erosif minuman. 40,41 Terdapat dua alasan penyebab meningkatnya pelarutan enamel oleh asam yaitu pertama disebabkan oleh ion hidrogen (H + ) dari asam yang menggantikan ion hidroksil (OH - ) dari kristal hidroksiapatit untuk membentuk air (H 2 O). Alasan kedua disebabkan adanya empat bentuk material anorganik fosfat yang terdapat dalam saliva yaitu H 3 PO 4, H 2 PO - 4, HPO4 2-, PO 3-4 yang setiap proporsinya tergantung pada 3- ph sehingga jika semakin rendah ph maka konsentrasi dari ion PO 4 yang terdapat pada saliva juga semakin rendah sehingga proses pelarutan enamel oleh asam akan terjadi. Selain itu, dengan menurunya ph maka ion PO 3-4 pada enamel akan berikatan dengan asam membentuk HPO4 2- dan demineralisasi yang terus menerus akhirnya akan membentuk H 2 PO - 4 sehingga dapat menyebabkan terjadinya pelarutan ion-ion enamel ke dalam larutan asam. 41, Erosi gigi Erosi adalah hilangnya substansi kimia dari jaringan keras gigi yang irreversible akibat proses kimia yang tidak melibatkan mikroorganisme. Proses erosi gigi dimulai dari adanya pelepasan kalsium enamel gigi, bila hal ini berlanjut terus akan menyebabkan kehilangan sebagian elemen enamel, dan apabila telah sampai ke dentin maka penderita akan merasa ngilu. Minuman ringan yang berbahaya bagi enamel adalah minuman yang mengandung karbohidrat yang mudah difermentasi, sangat asam dan mempunyai adesi termodinamik yang sangat tinggi, sehingga minuman ini tidak mudah dihilangkan oleh saliva. Perlekatan asam minuman pada

21 26 permukaan gigi dapat menjadi faktor yang mempengaruhi proses erosi akibat adanya perbedaan kemampuan perlekatan enamel antar berbagai minuman dimana semakin kuat perlekatan minuman ke enamel maka semakin lama efek minuman tersebut ke enamel sehingga kerusakan enamel akibat erosi semakin besar. Dibandingkan dengan minuman ringan lain seperti jus jeruk, cola memiliki efek perlekatan ke gigi yang lebih rendah akibat cola lebih mudah dibersihkan oleh saliva. 40,41,43 Etiologi dari erosi dapat dibagi menjadi dua faktor yaitu faktor intrinsik (dalam) dan faktor ekstrinsik (luar). Faktor intrinsik terjadi akibat adanya gangguan gastrointestinal seperti gastroesophageal reflux disease (GERD) dan regurgitasi dari asam lambung yang terjadi pada penderita anorexia atau bulmia. Faktor ekstrinsik dapat berasal dari lingkungan pekerjaan, obat-obatan, makanan dan minuman yang mengandung asam serta perubahan gaya hidup yang menyebabkan semakin meningkatnya konsumsi minuman berasam seperti minuman berkarbonasi, minuman olahraga atau jus buah. 2,43,44 Pada tahap awal erosi, akan terjadi pelunakan dari enamel akibat adanya demineralisasi sebagian pada permukaan enamel. Kemudian jika tidak ada efek buffer pada saliva yang mendukung remineralisasi, maka akan dilanjutkan tahap selanjutnya yaitu terjadinya pelepasan seluruh mineral dari permukaan luar enamel. Secara klinis, erosi yang terjadi dapat diperparah akibat adanya gesekan pada saat mastikasi maupun saat menyikat gigi. Selain itu, beberapa penelitian juga melaporkan bahwa enamel yang telah tererosi lebih rentan terhadap abrasi dan atrisi daripada enamel yang masih sehat. Erosi dapat menurunkan kekerasan enamel sebesar beberapa mikron yang nantinya akan mempengaruhi karakteristik mekanik gigi. 2,21,41,43 Menurut Noor RV bahwa terdapat hubungan antara kekerasan dengan kemampuan gigi untuk menahan beban maksimum yang diberikan Minuman berkarbonasi Minuman berkarbonasi merupakan salah satu jenis minuman ringan yang tidak mengandung alkohol (non-alkohol) dengan kandungan asam fosfor dan asam karbonat. Minuman ringan mengandung air, bahan pemanis, asam, bahan perasa,

22 27 kafein dan bahan pewarna. Adapun dua faktor utama yang paling berperan dalam menjelaskan mengapa minuman ringan dapat menyebabkan kerusakan gigi yaitu akibat ph yang rendah dan keasaman minuman ringan. 2,44 Menurut Jensdottir T dkk (2006) bahwa jumlah dan laju pelepasan kalsium enamel berbanding lurus dengan ph dari minuman sehingga semakin rendah ph minuman maka semakin tinggi laju dan jumlah pelepasan kalsium dari permukaan enamel. 45 Minuman ringan mengandung asam polybasic dimana asam yang paling banyak terkandung dalam minuman ringan adalah asam sitrat dan asam fosfor dibandingkan asam organik lain seperti asam malat dan asam tartar. Asam fosfor merupakan asam yang biasanya ditambahkan pada minuman cola untuk memberi rasa asam yang tajam pada minuman. Asam fosfor menyebabkan ph minuman berubah menjadi sekitar 2,4-2,7 sehingga memicu terjadinya erosi gigi. Beberapa peneliti menyatakan bahwa efek keasaman dari minuman berkarbonasi disebabkan akibat adanya kandungan asam fosfor dimana persentasi asam fosfor yang terdapat pada minuman berkarbonasi sebesar 10% dapat menurunkan ph menjadi 2,6. 37,43,44 Pada dasarnya ada dua peranan utama asam pada minuman berkarbonasi yaitu pertama, asam digunakan untuk menyeimbangkan rasa manis pada minuman karena kebanyakan orang lebih memilih makanan dan minuman yang lebih asam. Kedua, asam berperan untuk menghambat pertumbuhan mikroorganisme seperti jamur, lumut dan bakteri. Hal ini disebabkan karena kebanyakan bakteri tumbuh pada suasana yang lembab, hangat ataupun lingkungan dengan ph mendekati 7. Jadi, untuk menghambat pertumbuhan mikroorganisme tersebut diperlukan penambahan asam pada minuman berkarbonasi dan biasanya ph dibawah 4,5 merupakan ph yang paling cocok atau aman untuk menghambat pertumbuhan organisme patogen Peran Saliva Saliva dihasilkan dari kelenjar mayor, kelenjar minor dan cairan gingiva. Adapun tiga kelenjar mayor tersebut yaitu kelenjar parotid, kelenjar submandibularis dan kelenjar sublingualis dengan komposisi cairan yang terdiri atas 99,5% air serta sisanya berupa komponen-komponen yang larut disekresi oleh saliva yaitu

23 28 komponen inorganik dan organik. Komponen inorganik yang berperan sebagai efek buffer dari saliva adalah ion bikarbonat sedangkan ion kalsium dan ion fosfat berperan dalam menjaga integritas mineral gigi. Adapun komponen organik pada saliva yang berperan dalam rongga mulut terdiri atas mucin, protein, glikoprotein, ureum, lipid dan asam lemak. Dalam keadaan normal, ph saliva berada antara 5,7-7,0 dengan rata-rata 6,7 dimana derajat keasaman (ph) rongga mulut dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti diet maupun laju aliran saliva. 21,47 Saliva berperan dalam mendukung terjadinya remineralisasi akibat adanya peran dari beberapa komposisi ion utama seperti ion natrium, potasium, magnesium, bikarbonat, kalsium, fluoride dan fosfat. Adapun beberapa cara yang dapat dilakukan oleh saliva dalam menetralkan asam yaitu pertama, dengan bantuan pembentukan pelikel yang berasal dari protein dan glikoprotein yang telah dibuktikan dapat menurunkan potensial erosif dari minuman berkarbonasi sebesar 50%; kedua, saliva berperan sebagai pelarut dan pembersihan asam dari rongga mulut walaupun dikatakan bahwa perubahan volume awal saliva yang berjumlah 1,1 ml menjadi 0,8 ml paska penelanan minuman asam tidak efektif dalam pembersihan asam di rongga mulut; ketiga, saliva melakukan pembersihan asam melalui penelanan; keempat, saliva dapat menetralkan asam melalui efek buffer dari ion bikarbonat dan fosfat; kelima, kandungan ion kalsium, fosfat dan fluoride pada saliva dapat mendukung terjadinya remineralisasi. 21,40,47,48

24 Kerangka Teori Struktur Gigi Dentin Enamel Sementum Pulpa Mechanical dan physical properties Mastikasi Kekerasan (hardness) Modulus elastisitas (Young s Modulus) Kekasaran (roughness) Warna (colour) Ketebalan (Thickness) Ketahanan fraktur ( Fracture toughness) Tensile strength Shear strength - Compressive strength Remineralisasi Minuman berkarbonasi serta minuman lainnya dengan ph 5,5 ++ Demineralisasi Saliva Komposisi matriks enamel yaitu: 96% matriks anorganik, 1-2% matriks organik dan 3-4 % air Enamel menjadi poreus Susunan prisma enamel dan kristal apatit Struktur dentino enamel junction Karies Non karies Erosi gigi Jenis asam, konsentrasi asam, tingkat keasaman (ph), titratable acid, kapasitas buffer saliva, komposisi kalsium, fosfor dan fluor dalam minuman

25 Kerangka Konsep Premolar satu maksila perempuan Penanaman sampel pada akrilik Minuman berkarbonasi ph 3,53 Kelompok kontrol (aquadest) ph 7,17 Perendaman spesimen selama 1 menit, 5 menit dan 25 menit ph kritikal (ph 5,5) Ca 10 (PO 4 ) 6 (OH) 2 10Ca PO OH - Presipitasi Demineralisasi Demineralisasi matriks interprismatik oleh asam Enamel menjadi poreus Compressive strength

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Konsumsi minuman maupun makanan asam secara global oleh masyarakat seluruh dunia telah banyak menimbulkan kasus erosi serta kerusakan lain pada gigi. 1 Masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada jaman sekarang banyak produk-produk yang menawarkan makanan dan minuman secara instant. Promosi dari masing-masing produk tersebut telah menarik pembeli terutama

Lebih terperinci

I.PENDAHULUAN. A.Latar Belakang Permasalahan. bersoda dan minuman ringan tanpa karbonasi. Minuman ringan berkarbonasi

I.PENDAHULUAN. A.Latar Belakang Permasalahan. bersoda dan minuman ringan tanpa karbonasi. Minuman ringan berkarbonasi I.PENDAHULUAN A.Latar Belakang Permasalahan Saat ini konsumsi minuman ringan pada anak maupun remaja mengalami peningkatan hingga mencapai tahap yang mengkhawatirkan. Minuman ringan yang telah beredar

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. minuman yang sehat bagi tubuh untuk mencapai tingkat kesehatan yang optimal. 1

BAB 1 PENDAHULUAN. minuman yang sehat bagi tubuh untuk mencapai tingkat kesehatan yang optimal. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesadaran masyarakat akan pentingnya kesehatan dan gaya hidup sehat semakin meningkat. Salah satunya adalah adanya kecenderungan masyarakat untuk mengonsumsi makanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karbohidrat dari sisa makanan oleh bakteri dalam mulut. 1

BAB I PENDAHULUAN. karbohidrat dari sisa makanan oleh bakteri dalam mulut. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Erosi merupakan suatu proses kimia dimana terjadi kehilangan mineral gigi yang umumnya disebabkan oleh zat asam. Asam penyebab erosi berbeda dengan asam penyebab karies

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. protein, berbagai vitamin dan mineral (Widodo, 2003). Susu adalah cairan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. protein, berbagai vitamin dan mineral (Widodo, 2003). Susu adalah cairan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Telaah Pustaka 1. Susu Susu merupakan bahan pangan yang mempunyai nilai gizi tinggi karena memiliki kandungan nutrisi yang lengkap seperti laktosa, lemak, protein, berbagai vitamin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. insisif, premolar kedua dan molar pada daerah cervico buccal.2

BAB I PENDAHULUAN. insisif, premolar kedua dan molar pada daerah cervico buccal.2 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hipersensitivitas dentin merupakan salah satu masalah gigi yang paling sering dijumpai. Hipersensitivitas dentin ditandai sebagai nyeri akibat dentin yang terbuka jika

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 18 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Embriologi Gigi Pembentukan gigi dimulai dengan terbentuknya lamina dental dari epitel oral. Lamina dental kemudian berkembang menjadi selapis sel epitel dan berpenetrasi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Karies Gigi dan S-ECC Karies gigi merupakan penyakit infeksi pada jaringan keras gigi yang menyebabkan demineralisasi. Demineralisasi terjadi akibat kerusakan jaringan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Gigi Gigi merupakan organ tubuh yang turut berperan dalam proses pencernaan, pengunyahan, dan terutama sebagai estetis dalam pembentukan profil wajah. Gigi terbentuk

Lebih terperinci

ANATOMI GIGI. Drg Gemini Sari

ANATOMI GIGI. Drg Gemini Sari ANATOMI GIGI Drg Gemini Sari ANATOMI GIGI Ilmu yg mempelajari susunan / struktur dan bentuk / konfigurasi gigi, hubungan antara gigi dgn gigi yang lain dan hubungan antara gigi dengan jaringan sekitarnya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. yang lebih bervariasi. Peristiwa ini dapat dilihat dengan konsumsi pada makanan dan

BAB 1 PENDAHULUAN. yang lebih bervariasi. Peristiwa ini dapat dilihat dengan konsumsi pada makanan dan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan gigi dan mulut menjadi salah satu hal paling penting bagi kesehatan setiap masyarakat. Pada era modern seperti saat ini, masyarakat memiliki gaya hidup yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. adalah atrisi, abrasi, abfraksi, fraktur dan erosi.walaupun kata-kata ini mempunyai

BAB 1 PENDAHULUAN. adalah atrisi, abrasi, abfraksi, fraktur dan erosi.walaupun kata-kata ini mempunyai BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Terdapat beberapa jenis kerusakan non-karies di rongga mulut, diantaranya adalah atrisi, abrasi, abfraksi, fraktur dan erosi.walaupun kata-kata ini mempunyai makna

Lebih terperinci

BAB 5 HASIL PENELITIAN. Hasil rata rata pengukuran kekerasan pada spesimen adalah sebagai berikut:

BAB 5 HASIL PENELITIAN. Hasil rata rata pengukuran kekerasan  pada spesimen adalah sebagai berikut: 26 BAB 5 HASIL PENELITIAN Hasil rata rata pengukuran kekerasan email pada spesimen adalah sebagai berikut: Tabel 5.1. Kekerasan Email Rata-rata Microhardness Kontrol Perlakuan p Konsentrasi xylitol 20%

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Telaah Pustaka 1. Struktur Gigi Desidui Gigi desidui atau lebih dikenal dengan gigi susu adalah gigi yang pertama kali muncul di rongga mulut. Gigi desidui sudah mulai berkembang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. karies. Hal ini dipengaruhi oleh morfologi dan kandungan mineral penyusun gigi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. karies. Hal ini dipengaruhi oleh morfologi dan kandungan mineral penyusun gigi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Struktur email dan dentin pada gigi merupakan faktor penting terjadinya karies. Hal ini dipengaruhi oleh morfologi dan kandungan mineral penyusun gigi (Samaranayake,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. empat tipe, yaitu atrisi, abrasi, erosi, dan abfraksi. Keempat tipe tersebut memiliki

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. empat tipe, yaitu atrisi, abrasi, erosi, dan abfraksi. Keempat tipe tersebut memiliki I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keausan gigi adalah suatu kondisi yang ditandai dengan hilangnya jaringan keras gigi karena proses fisik maupun kimiawi, bukan proses karies (Oltramari-Navarro

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Telaah Pustaka 1. Gigi Desidui Gigi desidui atau yang umumnya dikenal sebagai gigi susu akan erupsi secara lengkap saat anak berusia kurang lebih 2,5 tahun. Gigi desidui berkembang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. yaitu aquades sebagai variabel kontrol dan sebagai variabel pengaruh

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. yaitu aquades sebagai variabel kontrol dan sebagai variabel pengaruh BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Hasil Pengukuran Nilai Kekerasan Telah dilakukan penelitian untuk mengetahui besar nilai kekerasan gigi desidui sebelum dan sesudah perendaman pada beberapa

Lebih terperinci

Definisi Yaitu keausan gigi yang disebabkan oleh kontaknya gigi.makin sering kontak terjadi, makin besar keausannya.

Definisi Yaitu keausan gigi yang disebabkan oleh kontaknya gigi.makin sering kontak terjadi, makin besar keausannya. ATRISI Definisi Yaitu keausan gigi yang disebabkan oleh kontaknya gigi.makin sering kontak terjadi, makin besar keausannya. Merupakan suatu kondisi hilangnya lapisan gigi (email ataupun dentin) akibat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kelenjar saliva, dimana 93% dari volume total saliva disekresikan oleh kelenjar saliva

BAB 1 PENDAHULUAN. kelenjar saliva, dimana 93% dari volume total saliva disekresikan oleh kelenjar saliva BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saliva adalah cairan kompleks yang diproduksi oleh kelenjar saliva dan mempunyai peranan yang sangat penting dalam mempertahankan keseimbangan ekosistem di dalam rongga

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karies Gigi Karies adalah kerusakan yang terbatas pada jaringan gigi mulai dari email gigi hingga menjalar ke dentin. 1 Proses karies ditandai dengan terjadinya demineralisasi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Resin komposit dikenal sebagai salah satu bahan restorasi yang sering

BAB 1 PENDAHULUAN. Resin komposit dikenal sebagai salah satu bahan restorasi yang sering BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Resin komposit dikenal sebagai salah satu bahan restorasi yang sering digunakan di bidang kedokteran gigi yang diperkenalkan oleh Bowen pada awal tahun 1960-an. 2,3

Lebih terperinci

PENGARUH PERBEDAAN WAKTU PERENDAMAN GIGI DALAM MINUMAN BERKARBONASI TERHADAP KEKUATAN TEKAN (COMPRESSIVE STRENGTH) GIGI (IN VITRO)

PENGARUH PERBEDAAN WAKTU PERENDAMAN GIGI DALAM MINUMAN BERKARBONASI TERHADAP KEKUATAN TEKAN (COMPRESSIVE STRENGTH) GIGI (IN VITRO) PENGARUH PERBEDAAN WAKTU PERENDAMAN GIGI DALAM MINUMAN BERKARBONASI TERHADAP KEKUATAN TEKAN (COMPRESSIVE STRENGTH) GIGI (IN VITRO) SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat memperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebanyak 14 provinsi mempunyai prevalensi masalah gigi dan mulut di atas

BAB I PENDAHULUAN. Sebanyak 14 provinsi mempunyai prevalensi masalah gigi dan mulut di atas BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karies gigi merupakan penyakit gigi dan mulut yang paling sering dijumpai di Indonesia. 1 Hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2013, menunjukkan prevalensi

Lebih terperinci

A. Anatomi dan morfologi Gigi Permanen 1. Gigi Incisivus Tetap Pertama Atas

A. Anatomi dan morfologi Gigi Permanen 1. Gigi Incisivus Tetap Pertama Atas A. Anatomi dan morfologi Gigi Permanen 1. Gigi Incisivus Tetap Pertama Atas Gigi Incisivus sentral atas adalah gigi kesatu di rahang atas, yang terletak dikiri kanan dari garis tengah / median (Itjingningsh,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Molar Dua Mandibula Fungsi molar dua mandibula permanen adalah melengkapi molar satu mandibula. Seluruh bagian molar dua mandibula lebih kecil sekitar 1mm daripada molar satu.

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karies Karies gigi adalah penyakit multifaktorial dengan interaksi antara tiga faktor, yaitu gigi, mikroflora, dan diet. Bakteri akan menumpuk di lokasi gigi kemudian membentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan tubuh, baik bagi anak-anak, remaja maupun orang dewasa. 1,2

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan tubuh, baik bagi anak-anak, remaja maupun orang dewasa. 1,2 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Susu adalah salah satu hasil ternak yang dikenal sebagai bahan makanan yang memilki nilai gizi tinggi. Kandungan zat gizi susu dinilai lengkap dan dalam proporsi seimbang,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Saliva Saliva adalah cairan kompleks yang diproduksi oleh kelenjar saliva dan mempunyai peranan yang sangat penting dalam mempertahankan keseimbangan ekosistem di dalam rongga

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK GIGI YANG TERPAPAR ASAM SUNTI (Averrhoa bilimbi L)

KARAKTERISTIK  GIGI YANG TERPAPAR ASAM SUNTI (Averrhoa bilimbi L) KARAKTERISTIK EMAIL GIGI YANG TERPAPAR ASAM SUNTI (Averrhoa bilimbi L) Latar Belakang Provinsi Aceh merupakan penghasil asam sunti yang merupakan bumbu masakan seperti kuah asam keueng, tumeh eungkot sure,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 6 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Maloklusi Klas I Angle Pada tahun 1899, Angle mengklasifikasikan maloklusi berdasarkan relasi molar satu permanen rahang bawah terhadap rahang atas karena menurut Angle, yang

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. disebabkan oleh penggunaan susu botol atau cairan lainnya yang termasuk karbohidrat seperti

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. disebabkan oleh penggunaan susu botol atau cairan lainnya yang termasuk karbohidrat seperti BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Early Childhood Caries (ECC) Early childhood caries merupakan suatu bentuk karies rampan pada gigi desidui yang disebabkan oleh penggunaan susu botol atau cairan lainnya yang

Lebih terperinci

Gambar 1. Kelenjar saliva 19

Gambar 1. Kelenjar saliva 19 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Saliva Saliva adalah cairan yang terdiri atas sekresi yang berasal dari kelenjar saliva dan cairan sulkus gingiva. 90% dari saliva dihasilkan oleh kelenjar saliva mayor yang

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kebiasaan Buruk Kebiasaan adalah suatu tindakan berulang yang dilakukan secara otomatis atau spontan. Perilaku ini umumnya terjadi pada masa kanak-kanak dan sebagian besar selesai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karies gigi merupakan masalah kesehatan gigi dan mulut yang paling dominan

BAB I PENDAHULUAN. Karies gigi merupakan masalah kesehatan gigi dan mulut yang paling dominan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karies gigi merupakan masalah kesehatan gigi dan mulut yang paling dominan di masyarakat. 1 Berdasarkan hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) pada tahun 2004,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. prevalensi yang terus meningkat akibat fenomena perubahan diet (Roberson dkk.,

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. prevalensi yang terus meningkat akibat fenomena perubahan diet (Roberson dkk., I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karies gigi merupakan penyakit kronis paling umum di dunia dengan prevalensi yang terus meningkat akibat fenomena perubahan diet (Roberson dkk., 2002). Di Indonesia,

Lebih terperinci

Grafik 1. Distribusi TDI berdasarkan gigi permanen yang terlibat 8

Grafik 1. Distribusi TDI berdasarkan gigi permanen yang terlibat 8 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi dan Distribusi Trauma Gigi Trauma gigi atau yang dikenal dengan Traumatic Dental Injury (TDI) adalah kerusakan yang mengenai jaringan keras dan atau periodontal karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. cukup tinggi. Menurut hasil Riskesdas tahun 2013, indeks DMF-T Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. cukup tinggi. Menurut hasil Riskesdas tahun 2013, indeks DMF-T Indonesia 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Prevalensi terjadinya karies di Indonesia masih menunjukkan angka yang cukup tinggi. Menurut hasil Riskesdas tahun 2013, indeks DMF-T Indonesia sebesar 4,6, yang memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. palatum, lidah, dan gigi. Patologi pada gigi terbagi menjadi dua yakni karies dan

BAB I PENDAHULUAN. palatum, lidah, dan gigi. Patologi pada gigi terbagi menjadi dua yakni karies dan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Rongga mulut merupakan bagian tubuh yang tersusun antara lain oleh bibir, palatum, lidah, dan gigi. Patologi pada gigi terbagi menjadi dua yakni karies dan non karies.

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Early Childhood Caries (ECC) merupakan gabungan suatu penyakit dan kebiasaan yang umum terjadi pada anak dan sulit dikendalikan. 1 Istilah ini menggantikan istilah karies botol atau

Lebih terperinci

CROSSBITE ANTERIOR. gigi anterior rahang atas yang lebih ke lingual daripada gigi anterior rahang

CROSSBITE ANTERIOR. gigi anterior rahang atas yang lebih ke lingual daripada gigi anterior rahang CROSSBITE ANTERIOR 1. Crossbite anterior Crossbite anterior disebut juga gigitan silang, merupakan kelainan posisi gigi anterior rahang atas yang lebih ke lingual daripada gigi anterior rahang bawah. Istilah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Erosi gigi adalah luruhnya jaringan keras gigi yang disebabkan oleh asam

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Erosi gigi adalah luruhnya jaringan keras gigi yang disebabkan oleh asam I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Erosi gigi adalah luruhnya jaringan keras gigi yang disebabkan oleh asam ekstrinsik maupun intrinsik yang tidak diproduksi oleh bakteri (Balogh dan Fehrenbach,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENELITIAN Penelitian telah dilakukan di RSGM UMY mengenai evaluasi keberhasilan perawatan kaping pulpa direk dengan bahan kalsium hidroksida hard setting

Lebih terperinci

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB 5 HASIL PENELITIAN BAB 5 HASIL PENELITIAN Pada penelitian perubahan lengkung oklusal akibat kehilangan gigi posterior ini, didapat sebanyak 103 jumlah sampel kemudian dipilih secara purposive sampling dan didapat sebanyak

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Enamel Enamel dibentuk oleh sel yang disebut sebagai ameloblast, yang berasal dari lapisan embrio yang dikenal sebagai ectoderm. Enamel melapisi bentuk anatomi mahkota gigi dan

Lebih terperinci

Gambar 1. Cengkeh kering 5

Gambar 1. Cengkeh kering 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Cengkeh Cengkeh (Syzygium Aromaticum) adalah tanaman asli Indonesia yang berasal dari Maluku. Tanaman perkebunan ini menyebar di Indonesia sejak tahun 1870 dan kini sudah banyak

Lebih terperinci

BAB II KEADAAN JARINGAN GIGI SETELAH PERAWATAN ENDODONTIK. endodontik. Pengetahuan tentang anatomi gigi sangat diperlukan untuk mencapai

BAB II KEADAAN JARINGAN GIGI SETELAH PERAWATAN ENDODONTIK. endodontik. Pengetahuan tentang anatomi gigi sangat diperlukan untuk mencapai BAB II KEADAAN JARINGAN GIGI SETELAH PERAWATAN ENDODONTIK Dokter gigi saat merawat endodontik membutuhkan pengetahuan tentang anatomi dari gigi yang akan dirawat dan kondisi jaringan gigi setelah perawatan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Pengertian dan Gambaran Klinis Karies Botol. atau cairan manis di dalam botol atau ASI yang terlalu lama menempel pada

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Pengertian dan Gambaran Klinis Karies Botol. atau cairan manis di dalam botol atau ASI yang terlalu lama menempel pada BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian dan Gambaran Klinis Karies Botol Karies gigi yang terjadi pada anak-anak atau balita dapat dijumpai berupa kerusakan gigi yang parah mengenai sebagian besar giginya,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Setiap individu terdapat 20 gigi desidui dan 32 gigi permanen yang. 2.1 Pertumbuhan dan Perkembangan Gigi

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Setiap individu terdapat 20 gigi desidui dan 32 gigi permanen yang. 2.1 Pertumbuhan dan Perkembangan Gigi BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Setiap individu terdapat 20 gigi desidui dan 32 gigi permanen yang berkembang dari interaksi antara sel epitel rongga mulut dan sel bawah mesenkim. Setiap gigi berbeda secara anatomi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2007, prevalensi

BAB I PENDAHULUAN. Menurut hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2007, prevalensi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2007, prevalensi nasional masalah gigi dan mulut adalah 23,5%. Menurut hasil RISKESDAS tahun 2013, terjadi peningkatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 1

BAB I PENDAHULUAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Desain kavitas Kelas II konvensional berbentuk box dan bahan restorasi resin komposit tidak selalu kompatibel karena (1) kebocoran tepi gingival (gingival marginal),

Lebih terperinci

BAB 2 PENGARUH PLAK TERHADAP GIGI DAN MULUT. Karies dinyatakan sebagai penyakit multifactorial yaitu adanya beberapa faktor yang

BAB 2 PENGARUH PLAK TERHADAP GIGI DAN MULUT. Karies dinyatakan sebagai penyakit multifactorial yaitu adanya beberapa faktor yang BAB 2 PENGARUH PLAK TERHADAP GIGI DAN MULUT Plak gigi memegang peranan penting dalam menyebabkan terjadinya karies. Karies dinyatakan sebagai penyakit multifactorial yaitu adanya beberapa faktor yang menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi memunculkan penemuan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi memunculkan penemuan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi memunculkan penemuan baru di berbagai bidang tak terkecuali bidang kedokteran gigi. Terobosan baru senantiasa dilakukan dalam

Lebih terperinci

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB 5 HASIL PENELITIAN BAB 5 HASIL PENELITIAN Gambar 5.1. Elektromikrograf Permukaan Email Gigi Kontrol Negatif dari Sampel Email Gigi Premolar (Spesimen yang sama digunakan pada Gambar 5.2.) dengan identifikasi SEM pada perbesaran

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Karies gigi adalah penyakit infeksi dan merupakan suatu proses

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Karies gigi adalah penyakit infeksi dan merupakan suatu proses BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karies Gigi Karies gigi adalah penyakit infeksi dan merupakan suatu proses demineralisasi yang progresif pada jaringan keras permukaan gigi oleh asam organis yang berasal dari

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah eksperimental laboratoris dengan rancangan penelitian pretest and posttest control group design. 3.2 Tempat dan Waktu Penelitian

Lebih terperinci

PEMILIHAN DAN PENYUSUNAN ANASIR GIGITIRUAN PADA GIGITIRUAN SEBAGIAN LEPASAN (GTSL)

PEMILIHAN DAN PENYUSUNAN ANASIR GIGITIRUAN PADA GIGITIRUAN SEBAGIAN LEPASAN (GTSL) 1 PEMILIHAN DAN PENYUSUNAN ANASIR GIGITIRUAN PADA GIGITIRUAN SEBAGIAN LEPASAN (GTSL) PENDAHULUAN Anasir gigitiruan merupakan bagian dari GTSL yang berfungsi mengantikan gigi asli yang hilang. Pemilihan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Kerusakan pada gigi merupakan salah satu penyakit kronik yang umum

BAB 1 PENDAHULUAN. Kerusakan pada gigi merupakan salah satu penyakit kronik yang umum BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kerusakan pada gigi merupakan salah satu penyakit kronik yang umum terjadi pada individu di seluruh dunia (Selwitz dkk, 2007). Menurut data riskesdas tahun 2013, sekitar

Lebih terperinci

BAB 2 KANINUS IMPAKSI. individu gigi permanen dapat gagal erupsi dan menjadi impaksi di dalam alveolus.

BAB 2 KANINUS IMPAKSI. individu gigi permanen dapat gagal erupsi dan menjadi impaksi di dalam alveolus. BAB 2 KANINUS IMPAKSI Gigi permanen umumnya erupsi ke dalam lengkungnya, tetapi pada beberapa individu gigi permanen dapat gagal erupsi dan menjadi impaksi di dalam alveolus. Salah satunya yaitu gigi kaninus

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Jaringan keras gigi terdiri dari enamel, dentin dan sementum. Jaringan keras

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Jaringan keras gigi terdiri dari enamel, dentin dan sementum. Jaringan keras BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Jaringan keras gigi terdiri dari enamel, dentin dan sementum. Jaringan keras tersebut pada dasarnya sama dengan jaringan tulang yang sebagian besar terdiri atas zat anorganik. Enamel

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Gigi merupakan salah satu bagian dari rongga mulut yang digunakan untuk pengunyahan. Jumlah gigi geligi sangat menentukan efektifitas pengunyahan dan penelanan yang merupakan langkah

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Prevalensi dan Etiologi Trauma gigi sulung anterior merupakan suatu kerusakan pada struktur gigi anak yang dapat mempengaruhi emosional anak dan orang tuanya. Jika anak mengalami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan gigi dan mulut dengan asupan nutrisi (Iacopino, 2008). Diet yang

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan gigi dan mulut dengan asupan nutrisi (Iacopino, 2008). Diet yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan gigi dan mulut merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang memerlukan penanganan secara komprehensif dikarenakan latar belakangnya yang berdimensi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A.Latar Belakang Masalah. mengenai , dentin, dan sementum. Penyakit ini disebabkan oleh aktivitas

I. PENDAHULUAN. A.Latar Belakang Masalah. mengenai  , dentin, dan sementum. Penyakit ini disebabkan oleh aktivitas 1 I. PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah Karies gigi merupakan suatu penyakit jaringan keras gigi yang dapat mengenai email, dentin, dan sementum. Penyakit ini disebabkan oleh aktivitas suatu jasad renik

Lebih terperinci

DEPARTEMEN KEDOKTERAN GIGI PENCEGAHAN/ PENYULUHAN KESEHATAN GIGI DAN MULUT PADA PENDERITA TUNANETRA USIA TAHUN ( KUESIONER )

DEPARTEMEN KEDOKTERAN GIGI PENCEGAHAN/ PENYULUHAN KESEHATAN GIGI DAN MULUT PADA PENDERITA TUNANETRA USIA TAHUN ( KUESIONER ) Lampiran 1 Nomor Kartu DEPARTEMEN KEDOKTERAN GIGI PENCEGAHAN/ KESEHATAN GIGI MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA PENYULUHAN KESEHATAN GIGI DAN MULUT PADA PENDERITA TUNANETRA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dokter gigi sering mengalami kesulitan dalam merestorasi gigi pasca

BAB I PENDAHULUAN. Dokter gigi sering mengalami kesulitan dalam merestorasi gigi pasca BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gigi yang membutuhkan perawatan saluran akar pada umumnya mengalami kerusakan pada jaringan pulpa dan mahkota, baik karena proses karies, restorasi sebelumnya atau

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. dan bersih menjadi tujuan utamanya. Bleaching merupakan salah satu perawatan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. dan bersih menjadi tujuan utamanya. Bleaching merupakan salah satu perawatan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Seiring dengan perkembangan zaman, keinginan pasien untuk meningkatkan estetika semakin tinggi. Bagi kebanyakan orang, gigi yang putih dan bersih menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. rendah (Depkes RI, 2005). Anak yang memasuki usia sekolah yaitu pada usia 6-12

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. rendah (Depkes RI, 2005). Anak yang memasuki usia sekolah yaitu pada usia 6-12 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Prevalensi karies gigi dan penyakit periodontal pada anak usia 12-15 tahun di Indonesia cenderung meningkat dari 76,25% pada tahun 1998 menjadi 78,65% pada tahun

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahan restorasi resin komposit pertama sekali diperkenalkan oleh Bowen pada tahun 1962. 1 Resin komposit merupakan suatu bahan restorasi yang memiliki banyak kelebihan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. manfaat yang maksimal, maka ASI harus diberikan sesegera mungkin setelah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. manfaat yang maksimal, maka ASI harus diberikan sesegera mungkin setelah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ASI atau Air Susu Ibu merupakan makanan terbaik untuk bayi dan tidak ada satupun makanan lain yang dapat menggantikan ASI. Untuk mendapatkan manfaat yang maksimal,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. seseorang (Herdiyati, 2006 dalam Syafriadi dan Noh, 2014). Diskolorasi gigi

BAB 1 PENDAHULUAN. seseorang (Herdiyati, 2006 dalam Syafriadi dan Noh, 2014). Diskolorasi gigi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gigi yang mengalami perubahan warna, atau dikenal dengan diskolorasi merupakan salah satu alasan pasien datang ke klinik dokter gigi (Perdigȃo, 2010 dalam Torres dkk.,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA xvii BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pembentukan Akar Gigi Pembentukan akar gigi terjadi setelah pembentukan mahkota gigi selesai dengan sempurna dan gigi mulai erupsi. Pembentukan akar dimulai dari proliferasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karies merupakan penyakit jaringan keras gigi yang ditandai dengan melarutnya bahan anorganik, dan diikuti kerusakan pada matriks organik pada gigi. Penyebab karies adalah

Lebih terperinci

BAB 2 PROTRUSI DAN OPEN BITE ANTERIOR. 2.1 Definisi Protrusi dan Open Bite Anterior

BAB 2 PROTRUSI DAN OPEN BITE ANTERIOR. 2.1 Definisi Protrusi dan Open Bite Anterior BAB 2 PROTRUSI DAN OPEN BITE ANTERIOR 2.1 Definisi Protrusi dan Open Bite Anterior Protrusi anterior maksila adalah posisi, dimana gigi-gigi anterior rahang atas lebih ke depan daripada gigi-gigi anterior

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pertumbuhan dan Perkembangan Rahang Tumbuh-kembang adalah suatu proses keseimbangan dinamik antara bentuk dan fungsi. Prinsip dasar tumbuh-kembang antara lain berkesinambungan,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sering terjadi. Penyakit ini dapat menyerang seluruh lapisan masyarakat dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. sering terjadi. Penyakit ini dapat menyerang seluruh lapisan masyarakat dalam BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karies gigi merupakan masalah penyakit infeksi gigi dan mulut yang paling sering terjadi. Penyakit ini dapat menyerang seluruh lapisan masyarakat dalam berbagai kelompok

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Gigi yang telah dilakukan perawatan saluran akar lebih mudah mengalami

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Gigi yang telah dilakukan perawatan saluran akar lebih mudah mengalami I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Gigi yang telah dilakukan perawatan saluran akar lebih mudah mengalami fraktur dibandingkan gigi dengan pulpa yang masih vital. Hal ini terutama disebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. DMF-T Indonesia menurut hasil Riskesdas pada tahun 2013 adalah 4,6% yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. DMF-T Indonesia menurut hasil Riskesdas pada tahun 2013 adalah 4,6% yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Prevalensi karies di Indonesia menunjukkan angka yang masih tinggi. Indeks DMF-T Indonesia menurut hasil Riskesdas pada tahun 2013 adalah 4,6% yang memiliki arti bahwa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Gigi Mulut terdiri dari bibir atas dan bawah, gusi, lidah, pipi bagian dalam, langit-langit dan gigi. Lapisan gusi, pipi dan langit - langit selalu basah berlendir 7 oleh karena

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian ph dan Saliva 1. PH Hasil kali ( produk ) ion air merupakan dasar bagi skala ph, yaitu cara yang mudah untuk menunjukan konsentrasi nyata H + ( dan juga OH - ) didalam

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 19 BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan menggunakan pendekatan cross sectional (sekali waktu), yaitu untuk mengetahui prevalensi karies

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bir merupakan minuman beralkohol dengan tingkat konsumsi nomor 2

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bir merupakan minuman beralkohol dengan tingkat konsumsi nomor 2 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bir merupakan minuman beralkohol dengan tingkat konsumsi nomor 2 terbanyak di dunia dan merupakan salah satu minuman yang digemari di Indonesia. Menurut Direktur Marketing

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. bahan restorasi yang cepat dan mudah untuk diaplikasikan, dapat melekat dengan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. bahan restorasi yang cepat dan mudah untuk diaplikasikan, dapat melekat dengan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Gigi desidui berada pada rongga mulut dalam waktu yang singkat tetapi ketika terjadi karies, gigi desidui perlu mendapatkan perhatian khusus terutama dalam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Telaah Pustaka 1. Anak Usia Prasekolah Anak prasekolah adalah anak yang berusia antara tiga sampai enam tahun (Patmonodewo, 1995). Perkembangan fisik yang terjadi pada masa ini

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. langsung pada kavitas gigi dalam sekali kunjungan. Restorasi tidak langsung

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. langsung pada kavitas gigi dalam sekali kunjungan. Restorasi tidak langsung I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perawatan restorasi gigi ada dua macam, yaitu restorasi langsung dan restorasi tidak langsung. Restorasi langsung adalah restorasi gigi yang dapat dibuat langsung

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Karies gigi adalah penyakit infeksi dan merupakan suatu proses demineralisasi yang progresif pada jaringan keras permukaan gigi oleh asam organis yang berasal dari makanan yang mengandung

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 7 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kesimetrisan Diagnosis dalam ilmu ortodonti, sama seperti disiplin ilmu kedokteran gigi dan kesehatan lainnya memerlukan pengumpulan informasi dan data yang adekuat mengenai

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Defenisi ECC dan SECC Early childhood Caries (ECC) dan Severe Early Childhood Caries (SECC) telah digunakan selama hampir 10 tahun untuk menggambarkan status karies pada anak-anak

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. mekanis dari bahan restorasi, kekuatan mekanis dari gigi, estetik, dan bentuk jaringan

BAB 1 PENDAHULUAN. mekanis dari bahan restorasi, kekuatan mekanis dari gigi, estetik, dan bentuk jaringan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemilihan bahan restorasi dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu kekuatan mekanis dari bahan restorasi, kekuatan mekanis dari gigi, estetik, dan bentuk jaringan gigi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dentin Pulpa Kompleks Dentin merupakan pembentuk utama struktur gigi dan meluas hampir keseluruh panjang gigi. Di bagian mahkota, dentin dilapisi enamel, di bagian akar dilapisi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. dengan partikel bahan pengisi. Kelemahan sistem resin epoksi, seperti lamanya

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. dengan partikel bahan pengisi. Kelemahan sistem resin epoksi, seperti lamanya BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Resin Komposit Istilah bahan komposit dapat didefinisikan sebagai gabungan dua atau lebih bahan berbeda dengan sifat-sifat yang unggul atau lebih baik dari bahan itu sendiri.

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Lengkung gigi merupakan suatu garis lengkung imajiner yang menghubungkan sederetan gigi pada rahang atas dan bawah. 7,9 Bentuk lengkung gigi ini berhubungan dengan bentuk kepala

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. alat Micro Vickers Hardness Tester. Alat tersebut bekerja dengan cara

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. alat Micro Vickers Hardness Tester. Alat tersebut bekerja dengan cara BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Uji Kekerasan Email Uji kekerasan dilakukan untuk mengetahui nilai kekerasan email gigi desidui dengan TAF dan tanpa TAF sebelum dan sesudah perendaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. melalui makanan yang dikonsumsi sehari-hari. Berbagai macam bakteri ini yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. melalui makanan yang dikonsumsi sehari-hari. Berbagai macam bakteri ini yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada rongga mulut terdapat berbagai macam koloni bakteri yang masuk melalui makanan yang dikonsumsi sehari-hari. Berbagai macam bakteri ini yang masuk melalui makanan,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. metode freeze drying kemudian dilakukan variasi waktu perendaman SBF yaitu 0

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. metode freeze drying kemudian dilakukan variasi waktu perendaman SBF yaitu 0 37 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini sampel komposit hidroksiapatit-gelatin dibuat menggunakan metode freeze drying kemudian dilakukan variasi waktu perendaman SBF yaitu 0 hari, 1 hari, 7 hari

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. akar. 4 Pasak telah digunakan untuk restorasi pada perawatan endodonti lebih dari 100

BAB 1 PENDAHULUAN. akar. 4 Pasak telah digunakan untuk restorasi pada perawatan endodonti lebih dari 100 akar. 4 Pasak telah digunakan untuk restorasi pada perawatan endodonti lebih dari 100 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Restorasi gigi pada perawatan endodonti yang mengabaikan integritas dari struktur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. aktifitas mikroorganisme yang menyebabkan bau mulut (Eley et al, 2010). Bahan yang

BAB I PENDAHULUAN. aktifitas mikroorganisme yang menyebabkan bau mulut (Eley et al, 2010). Bahan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggunaan obar kumur memiliki banyak manfaat bagi peningkatan kesehatan gigi dan mulut. Obat kumur digunakan untuk membersihkan mulut dari debris atau sisa makanan,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. masalah estetik namun juga melibatkan fungsi dari gigi yang akan direstorasi

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. masalah estetik namun juga melibatkan fungsi dari gigi yang akan direstorasi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Seiring dengan meningkatnya ekspektasi pasien, seorang dokter gigi dalam mengambil keputusan untuk merestorasi gigi tidak hanya mempertimbangkan masalah estetik

Lebih terperinci

BAB 4 PEMBAHASAN 4.1 Perawatan pendahuluan 4.2 Perawatan utama Rahang atas

BAB 4 PEMBAHASAN 4.1 Perawatan pendahuluan 4.2 Perawatan utama Rahang atas BAB 4 PEMBAHASAN Penderita kehilangan gigi 17, 16, 14, 24, 26, 27 pada rahang atas dan 37, 36, 46, 47 pada rahang bawah. Penderita ini mengalami banyak kehilangan gigi pada daerah posterior sehingga penderita

Lebih terperinci