BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 2.1 Komunikasi Non Verbal BAB II TINJAUAN PUSTAKA Jika definisi harfiah komunikasi nonverbal adalah komunikasi tanpa bahasa atau komunikasi tanpa kata, maka tanda non verbal berarti minus bahasa atau tanda minus kata. Jadi secara sederhana tanda non verbal dapat diartikan semua tanda yang bukan kata kata. 3 Menurut Larry A. Samavoar dan Richard E. Porter dalam ilmu komunikasi (Mulyana, 2007), komunikasi nonverbal mencakup semua rangsangan (kecuali rangsangan verbal) dalam suatu setting komunikasi yang dihasilkan oleh individu dan penggunaan lingkungan oleh individu yang mempunyai nilai pesan potensial bagi pengirim dan penerima. 4 Komunikasi non verbal adalah komunikasi yang pesannya dikemas dalam bentuk non verbal tanpa kata kata. Komunikasi non verbal dapat berbentuk bahasa tubuh, tanda (sign), tindakan / perbuatan (action), atau objek (object). 5 Inti dari komunikasi non verbal adalah fungsi semiotik tubuh manusia dalam waktu dan ruang tetapi masih terdapat sedikit lelaburan dalam pembatasannya pada komunikasi visual dan suara. Kondisi kondisi dimana 3 Alex Sobur. Semiotika Komunikasi. PT.Rosdakarya. Bandung. Hal Riswandi. Ilmu Komunikasi. Graha Ilmu. Jakarta Hal Agus. M. Hardjana. Komunikasi Intrapersonal dan Interpersonal. Kanisius (Anggota IKAPI). Yogyakarta hal.26 8

2 9 perilaku non verbal menjadi tanda atau komunikasi yang sangat penting bagi dasar dasar semiotika. 6 Ada cara lain memahami komunikasi non verbal, yakni dengan melihat komunikasi ini berdasarkan kategori kategorinya. Jenis jenis ini pun sekaligus menunjukkan bidang luas komunikasi non verbal dalam tindakan komunikasi manusia. Jandt 7 mencatat ada Sembilan jenis komunikasi non verbal, yaitu sebagai berikut : 1) Proxemics (Kedekatan) Istilah ini berasal dari Edward Hall yang mengambilnya dari kata proximity (kedekatan) untuk menunjukkan adanya ruang atau teritorial baku dan ruang personal yang kita gunakan dalam berkomunikasi. Dengan proxemics ini kita akan membangun jarak antara kita dan lawan komunikasi kita. Makin dekat jaraknya makin menunjukkan keakraban dan makin jauh makin formal suasana komunikasinya. Bandingkanlah jarak yang terbangun saat berkomunikasi dengan ayah-ibu dan saat berkomunikasi dengan guru atau atasan. Dalam ruang personal, dapat dibedakan menjadi 4 ruang interpersonal yaitu : a) Jarak Intim : Jarak dari mulai bersentuhan sampai jarak satu setengah kaki. Biasanya jarak untuk bercinta, melindungi, dan menyenangkan. 6 Ibid. hal Yosal Iriantara. Komunikasi Antarpribadi.Universitas Terbuka.Tangerang Hal.29

3 10 b) Jarak Personal : Jarak yang menunjukkan perasaan masing masing pihak yang berkomunikasi dan juga menunjukkan keakraban dalam suatu hubungan, jarak ini berkisar antara satu setengah kaki sampai empat kaki. c) Jarak Sosial : Dalam jarak ini pembicara menyadari betul kehadiran orang lain, karena itu dalam jarak ini pembicara berusaha tidak mengganggu dan menekan orang lain, keberadaannya terlihat dari pengaturan jarak antara empat kaki hingga dua belas kaki. d) Jarak Publik : Jarak publik yakni berkisar antara dua belas kaki sampai tak terhingga. 2) Kinesics ( Kinesik ) Istilah ini digunakan untuk menunjukkan gerak gerik atau sikap tubuh (gestures), gerak tubuh (body movement), ekspresi wajah dan kontak mata. Kinesics yang cukup populer pada masyarakat kita adalah acungan jempol yang menyatakan pujian atau menggelengkan kepala untuk menunjukkan tidak tahu. 3) Chronemics (Kronemik) Istilah ini berkaitan dengan waktu. Ada yang memandang waktu itu berjalan linier atau mengikuti garis lurus yang bergerak dari titik awal menuju titik akhir. Ada juga yang memandang waktu itu skilikal, artinya berputar kembali pada titik awal. Kronemik ini akan tercermin dalam cara kita menepati waktu bila berjanji. Orang yang terbiasa dengan janji karet tentulah orang yang secara

4 11 kronemik siklikal, sedangkan orang yang terbiasa tepat waktu adalah orang yang memandang waktu berjalan linier. 4) Paralanguage (Parabahasa) Istilah ini menunjuk pada unsur unsur nonverbal suara dalam percakapan verbal. Parabahasa ini meliputi karakter vokal, sperti bicara yang disertai senyum atau sedu sedan, sifat vokal, seperti keras pelan atau tinggi rendah dan segregasi vokal seperti mengungkapkan emmmhhh. Kita bisa tahu seseorang sedih karena berbicara dengan sedu-sedan, kita tahu orang sedang gembira karena berbicara sambil tersenyum. Orang yang marah tentu bicara dengan keras dan bernada tinggi. Saat berbicara juga tergolong unsur paralanguage, dan dalam komunikasi yang baik hal hal seperti ini harus dihindari. 5) Kebisuan Istilah ini dipandang agak membingungkan karena membisu dipandang tidak berkomunikasi. Namun sebenarnya, dalam kebisuan orang mengkomunikasikan sesuatu. Kebisuan bisa mengkomunikasikan persetujuan, apatis, terpesona, bingung, termenung, tidak setuju, malu, menyesal, sedih, dan tertekan. Oleh karena itu, kebisuan merupakan salah satu jenis komunikasi nonverbal.orang yang terpesona pada penampilan satu grup musik tidak mengungkapkan dengan ungkapan verbal namun diam membisu menikmati pertunjukan tersebut.

5 12 6) Haptics (Sentuhan) Istilah ini berkaitan dengan penggunaan sentuhan dalam berkomunikasi. Tujuan atau perasaan dari sang penyentuh. Sentuhan juga dapat menyebabkan suatu perasaan pada sang penerima sentuhan, baik positif ataupun negatif. Sentuhan tangan di pundak atau elusan tangan pada lawan komunikasi menyampaikan pesan tertentu pada lawan komunikasi. Seorang ibu misalnya, mengusap usap kepala anaknya saat memberi nasehat pada anaknya. 7) Tampilan Fisik dan Busana Istilah ini menunjukkan pesan nonverbal dapat juga berupa tampilan fisik dan busana yang dikenakan. Orang yang melayat kerabat atau kenalannya yang meninggal dunia mengenakan busana berwarna hitam untuk menyatakan kedukaan. Orang yang ingin menunjukkan dirinya berstatus sosial ekonomi tentu mengenakan cincin dan gelang emas berukutran besar. 8) Olfactics Istilah ini berkaitan dengan penggunaan indera penciuman dalam berkomunikasi nonverbal. Bukan hanya bau wangi parfum, tetapi juga bau badan berpengaruh terhadap komunikasi. Bau badan tertentu juga mengkomunikasikan sesuatu. Pada masyarakat kita, misalnya bau kemenyan selalu identik dengan halhal yang menyeramkan.

6 13 9) Oculesics Istilah ini menunjuk pada pesan yang disampaikan melalui mata. Mata yang membelalak atau melotot menyatakan sesuatu pada lawan bicara. Orang bisa menunjukkan kekaguman atau marah dengan membelalakkan matanya. Komunikasi nonverbal dapat menjalankan sejumlah fungsi penting. Periset nonverbal mengidentifikasi enam fungsi utama : 8 a) Menekankan : kita menggunakan komunikasi nonverbal untuk menonjolkan atau menekankan beberapa bagian dari pesan nonverbal. Misalnya saja, anda mungkin tersenyum untuk menekankan kata atu ungkapan tertentu, atau anda dapat memukulkan tangan anda kemeja untuk menekankan suatu hal tertentu. b) Melengkapi (complement) : Komunikasi untuk memperkuat warna atau sikap umum yang dikomunikasikan oleh pesan nonverbal. Jadi, anda mungkin tersenyum ketika menceritakan ketidak jujuran seseorang. c) Kontradiksi : menolak pesan verbal atau memberikan makna lain terhadap pesan verbal. d) Mengatur : Gerak - gerik nonverbal dapat mengendalikan atau mengisyaratkan keinginan anda untuk mengatur arus pesan verbal. 8 Joseph A Devito. Komunikasi Antar Manusia. Profesional books. Jakarta Hal.178

7 14 e) Mengulangi : Mengulangi atau merumuskan ulang makna dari pesan verbal. f) Menggantikan : komunikasi nonverbal juga dapat menggantikan pesan verbal. Dengan fungsi fungsinya seperti di atas maka jelas komunikasi nonverbal merupakan salah satu bagian penting komunikasi manusia. Hubungan antara komunikasi verbal dan komunikasi nonverbal berdasarkan fungsi fungsi di atas, bisa menggantikan komunikasi verbal. Namun, yang terasa lebih banyak adalah saling menguatkan dan saling melengkapi antara komunikasi verbal dan komunikasi nonverbal. Pesan pesan yang disampaikan secara verbal diperkuat dan dilengkapi dengan pesan-pesan nonverbal. Tinjauan psikologis terhadap peranan pesan nonverbal dalam perilaku komunikasi. Dale G. Leathers 9 penulis Nonverbal Communication System, menyebutkan 6 alasan mengapa pesan nonverbal sangat penting. 1) Faktor faktor nonverbal sangat menentukan makna dalam komunikasi interpersonal. 2) Perasaan dan emosi lebih cermat disampaikan lewat pesan nonverbal ketimbang pesan verbal. 3) Pesan nonverbal menyampaikan dan makna dan maksud yang relatif bebas dari penipuan, distorsi dan keracunan. 9 Jalaluddin Rahmat. Psikologi Komunikasi. Bandung. PT Remaja Rosdakarya Hal. 289

8 15 4) Metakomunikatif yang sangat diperlukan untuk mencapai komunikasi yang berkualitas tinggi. 5) Pesan nonverbal merupakan cara komunikasi yang lebih efisien dibanding dengan pesan verbal. 6) Sarana sugesti yang paling tepat. 2.2 Adzan Sebagai Bentuk Informasi & Pesan Pengertian Adzan di Televisi Menurut bahasa, kata adzan berarti pemberitahuan. Sedangkan menurut istilah syara, adzan ialah pemberitahuan tentang masuknya waktu dan seruan untuk berkumpul menunaikan shalat berjamaah di masjid. 10 Adzan artinya pemberitahuan, yaitu kata-kata seruan untuk memberitahukan akan masuknya waktu shalat fardhu. Orang yang mengumandangkan adzan disebut muadzin. 11 Stasiun televisi setiap harinya menyajikan berbagai jenis program yang jumlahnya sangat banyak dan jumlahnya sangat beragam. Pada dasarnya apa saja bisa dijadikan program untuk tayangan televisi selama program itu menarik dan disukai audien, selama tidak bertentangan dengan kesusilaan, hukum dan peraturan yang berlaku. Pengelola stasiun penyiaran dituntut untuk memiliki kreativitas seluas mungkin untuk menghasilkan berbagai program menarik. 10 Ust.Abdul Muiz, Panduan Shalat Terlengkap. Pustaka Makmur Hal. 35

9 16 Allahu Akbar Allahu Akbar (2x) Asyhadu anla ilaha aillallah (2x) Asyhadu anna Muhammadar Rasulullah (2x) Hayya alash shalah (2x) Hayya alal falah (2x) Allahu Akbar, Allahu Akbar La ilaha illallah Setiap hari kita mendengar suara adzan yang mengalun di masjid maupun tayangan di televisi. Lagunya khas dan merdu. Liriknya menggugah rasa. Kalimat itu sudah ditiupkan ke telinga kanan kita sejak baru lahir. Dalam tradisi umat, kalimat itu bahkan diperdengarkan pada tubuh yang sudah kaku berbalut kain putih di liang kubur. Simbol (syi ar) kebesaran Islam itu kita harapkan terus berkumandang di udara. Selalu lekat di hati. Terus menyertai langkah umat menempuh hari depan yang semakin penuh rintangan dan tantangan. Betapa adzan berperan besar sebagai pengungkit yang dapat menciptakan perubahan besar. Shalat berjamaah terdongkrak dan melalui terciptanya keseimbangan keadaan banyak berubah kearah yang lebih baik. Itu tidak lepas dari masuknya hayya a lal falah sebagai panggilan, sehingga setiap usaha memenuhi panggilan itu mengikuti prinsip 11 Ust.Syaifurrahman El-Fati. Panduan Shalat Praktis & Lengkap. Kawah Media. Jakarta.2014.Hal.25

10 17 ekonomi yaitu hasil besar bukanlah berasal dari upaya bersekala besar, melainkan dari tindakan tindakan kecil tetapi terfokus dengan baik. Adzan memiliki keutamaan yang besar, yang apabila orang-orang mengetahui keutamaan itu, pasti banyak orang yang akan berebutan. Bahkan jika perlu mereka melakukan undian untuk sekedar mendapatkan kemuliaan itu. Rasulullah SAW bersabda : Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu bahwa Rasulullah SAW bersabda Seandainya orang-orang tahu keutamaan adzan dan berdiri di barisan pertama shalat, di mana mereka tidak bisa mendapatkannya kecuali harus mengundi, pastilah mereka mengundi di antara mereka. (HR. Bukhari) Kaum Disabilitas Kecacatan adalah suatu kondisi dimana adanya kelainan fisik dan atau mental, yang dapat mengganggu atau merupakan rintangan dan hambatan bagi seseorang untuk melakukan aktivitas secara selayaknya. Disabilitas didefinisikan sebagai ketidakmampuan untuk terlibat dalam aktivitas penting yang berguna oleh karena keterbatasan fisik atau mental yang dapat ditentukan secara medis dan dapat berakibat kematian atau telah berlangsung atau akan diperkirakan akan berlangsung secara terus menerus dalam kurun waktu tidak kurang dari 12 bulan Abdul Muiz Bin Nur. Kitab Tuntunan Shalat Paling Lengkap. Al-Makmur.Jakarta.2015.Hal staff.uny.ac.id/sites/default/.../pengantar%20abk.doc.diunduh tgl, ,pukul WIB

11 18 Teori kecacatan menurut Perserikatan Bangsa Bangsa, yaitu ; Disability adalah keterbatasan atau kekurang mampuan untuk melaksanakan kegiatan secara wajar bagi kemanusiaan yang diakibatkan oleh kondisi impairment. Menurut NAWS : Disability may be defined as a reduction in personal coping and adaptive function that causes significant limitation in over all daily living. (Kecacatan dapat didefinisikan sebagai keadaan berkurangnya fungsi pribadi dalam memenuhi kebutuhan dan daya penyesuaiannya sehingga menyebabkan keterbatasan dalam keseluruhan penampilan hidup sehari hari ). Organisasi Kesehatan Sedunia (WHO) memberi definisi disabilitas ke dalam 3 kategori, yaitu : Impairment : disebutkan sebagai kondisi ketidak normalan atau hilangnya struktur atau fungsi psikologis, atau anatomis. Disability : Ketidakmampuan atau keterbatasan sebagai akibat adanya impairment untuk melakukan aktivitas dengan ccara yang dianggap normal bagi manusia. Handicap : merupakan keadaan yang merugikan bagi seseorang akibat adanya imparment, disability, yang mencegahnya dari pemenuhan peranan normal (dalam konteks usia, jenis kelamin, serta faktor budaya) bagi orang yang bersangkutan.

12 19 Secara singkat World Health Organization (WHO) memberikan definisi disabilitas sebagai keadaan terbatasnya kemampuan untuk melakukan aktivitas dalam batas batas yang dianggap normal. 14 berikut: Ada beberapa ciri ciri penyandang disabilitas, antara lain sebagai 1) Penyandang Cacat Fisik, yaitu individu yang mengalami kelainan kerusakan fungsi organ tubuh dan kehilangan organ sehingga mengakibatkan gangguan fungsi tubuh. Misalnya gangguan pengelihatan, pendengaran, dan gerak. 2) Penyandang Cacat Mental, yaitu individu yang mengalami kelainan mental dan atau tingkah laku akibat bawaan atau penyakit. Individu tersebut tidak bisa mempelajari dan melakukan perbuatan yang umum dilakukan orang lain (normal), sehingga menjadi hambatan dalam melakukan kegiatan sehari hari. 3) Penyandang Cacat Fisik dan Mental, yaitu individu yang mengalami kelainan fisik dan mental sekaligus atau cacat ganda seperti gangguan pada fungsi tubuh, penglihatan, pendengaran dan kemampuan berbicara serta mempunyai kelainan mental atau tingkah laku, sehingga yang bersangkutan tidak mampu melakukan kegiatan sehati hari selayaknya Disabilitas dan Pandangan Masyarakat, diunduh tgl , pukul WIB

13 20 UU No. 4 / 1997 Psl. 1 menyebutkan bahwa penyandang disabilitas adalah setiap orang yang mempunyai kelainan fisik dan atau mental, yang dapat mengganggu atau merupakan hambatan baginya untuk melakukan kegiatan secara selayaknya, yang terdiri dari : Penyandang Cacat Fisik a. Tuna Netra Berarti kurang pengelihatan. Keluarbiasaan ini menuntut adanya pelayanan khusus sehingga potensi yang dimiliki oleh para tuna netra dapat berkembang secara optimal. b. Tuna Rungu / Wicara Tuna Rungu, ialah individu yang mengalami kerusakan alat atau organ pendengaran yang menyebabkan kehilangan kemampuan menerima atau menangkap bunyi serta suara. Sedangkan Tuna Wicara ialah individu yang mengalami kerusakan atau kehilangan kemampuan berbahasa, menangkap kata kata, ketepatan dan kecepatan berbicara, serta produksi suara. c. Tuna Daksa Secara harfiah berarti cacat fisik. Kelompok tuna daksa antara lain adalah individu yang menderita penyakit epilepsy (ayan), kelainan tulang belakang, gangguan pada tulang dan otot, serta yang mengalami amputasi diunduh tgl, , pukul WIB

14 21 2. Penyandang Cacat Mental a. Tuna Laras Dikelompokkan dengan anak yang mengalami gangguan emosi. Gangguan yang muncul pada individu yang berupa gangguan perilaku seperti suka menyakiti diri sendiri, suka menyerang teman, dan lainnya. b. Tuna Grahita Sering dikenal dengan cacat mental yaitu kemampuan mental yang berada di bawah normal. Tolak ukurnya adalah tingkat kecerdasan IQ. Tuna grahita dapat dikelompokkan sebagai berikut : Penyandang Cacat Mental Eks Psikotik : Eks psikotik penderita gangguan jiwa, sering mengganggu Kadang masih mengalami kelainan tingkah laku Penyandang Cacat Mental Retardasi : Tuna Grahita Ringan (Debil) Tampang dan fisiknya normal, mempunyai IQ antara kisaran 50 s/d 70. Mereka juga termasuk kelompok mampu didik, mereka masih bisa dididik (diajarkan) membaca, menulis, dan berhitung, anak tuna grahita ringan biasanya bisa menyelesaikan pendidikan setingkat kelas IV SD Umum.

15 22 Tuna Grahita Sedang (Embisil) Tampang atau kondisi fisiknya sudah dapat terlihat, tetapi ada sebagian anak tuna grahita yang mempunyai fisik normal. Kelompok ini mempunyai IQ antara 30 s/d 50. Mereka biasanya menyelesaikan pendidikan setingkat kelas II SD Umum. Tuna Grahita Berat (Idiot) Kelompok ini termasuk yang sangat rendah intelegensinya tidak mampu menerima pendidikan secara akademis. Anak tuna grahita berat termasuk kelompok mampu rawat, IQ mereka rata rata 30 kebawah. Dalam kegiatan sehari hari mereka membutuhkan bantuan orang lain. 3. Penyandang Cacat Fisik dan Mental Tuna Ganda Kelompok penyandang jenis ini adalah mereka yang menyandang lebih dari satu jenis keluarbiasaan, misalnya penyandang tuna netra dengan tuna rungu sekaligus, penyandang tuna daksa disertai tuna grahita atau bahkan sekaligus. Selain itu, orang-orang yang mengalami keterbatasan fisik dapat disebakan oleh tiga hal : Joan Esherick. Mendobrak Hambatan Pemuda dengan Keterbatasan Fisik. PT Intan Sejati : Klaten.2009.Hal.16

16 23 1. Mereka dilahirkan dengan keterbatasan fisisk. Keterbatasan ini mungkin timbul dari masalah perkembangan janin di dalam rahim atau sebuah kejadian yang terjadi pada saat janin tumbuh atau saat mereka dilahirkan. Masalah ini bisa terlihat pada saat lahir, seperti ketidaknormalan anggota tubuh atau spina bifida (sumbing tulang belakang), atau membutuhkan waktu untuk dapat didiagnosis seperti serebral palsi, karena masalah ini berhubungan dengan sistem saraf pusat. 2. Mereka menderita penyakit atau kondisi yang berdampak pada cacat tubuh. Distrofi otot, skierosis ganda, diabetes, kanker, meningitis tulang belakang, stroke, serta penyakit dan kondisi lainnya yang menyebabkan cacat fisik. 3. Mereka mengalami cedera, kecelakaan, nyaris tenggelam, keracunan, jatuh, olahraga, kebakaran dan kekerasan dapat mengakibatkan cedera yang menyebabkan cacat seumur hidup. 2.4 Eksploitasi Dalam Media Televisi Pengertian Eksploitasi Eksploitasi merupakan suatu bagian penting dari ekonomi kapitalis, di dalam kapitalisme adalah bahwa eksploitasi dilakukan oleh sistem ekonomi yang impersonal dan objektif. Kapitalis membayar para pekerja kurang dari nilai yang mereka hasilkan dan meraup keuntungan untuk diri mereka sendiri. Hal ini membawa kita pada konsep sentral Marx tentang nilai surplus, nilai surplus didefinisikan sebagai perbedaan antara nilai produk ketika dijual dan nilai nilai

17 24 elemen elemen yang digunakan untuk membuat produk tersebut (termasuk para pekerja). Nilai surplus, seperti halnya kapital, merupakan relasi sosial partikular dan suatu bentuk dominasi, karena kerja merupakan sumber nilai surplus yang sebenarnya. Angka nilai surplus merupakan ekspresi yang paling tepat bagi tingkat eksploitasi tenaga kerja oleh kapital atau eksploitasi para pekerja oleh kapitalis. Marx mengemukakan poin paling penting lainnya tentang kapital : kapital eksis dan hanya bisa eksis sebagai kapital kapital maksudnya, bahwa kapitalisme selalu didorong oleh kompetisi yang tiada henti. Marx pada dasarnya berpendapat bahwa struktur dan etos kapitalisme mendorong kapitalis dalam mengarahkan akumulasi pada penumpukan kapital yang lebih banyak lagi. Berdasarkan pandangan Marx bahwa kerja merupakan sumber nilai, kapitalis digiring untuk meningkatkan eksploitasi terhadap ploretariat. Inilah yang mendorong terjadinya konflik kelas Eksploitasi Kaum Disabilitas Dalam perkembangannya, media massa memang sangat berpengaruh di wilayah kehidupan sosial, budaya, ekonomi, hingga politik. Dari aspek sosial budaya, media adalah institusi sosial yang membentuk definisi dan citra realitas serta dianggap sebagai ekspresi sosial yang berlaku umum; secara ekonomis, media adalah institusi bisnis yang membantu masyarakat untuk memperoleh keuntungan dari berbagai usaha yang dilakoni; sedang dari aspek politik, media 17 Didanel.wordpress.com/2011/06/24/teori-karl-marx-dalam-realita-kehidupan/, diunduh tgl, , pukul WIB

18 25 memberi ruang atau arena pertarungan diskursuf bagi kepentingan berbagai kelompok sosial politik yang ada dalam masyarakat demokratis. Di dalam Stanford Encyclopedia of Philosophy, exploitation yang kemudian diserap menjadi eksploitasi dalam Bahasa Indonesia disebut juga dengan istilah yang sering muncul dalam diskursus Marxis tapi kini menjadi istilah yang jamak dipakai. Di dalam Glosarium online istilah Marxis, eksploitasi secara sederhana diartikan sebagai pemanfaatan titik lemah satu pihak lain sebagai alat untuk meraih tujuannya sendiri dengan biaya (expense) dari pihak yang dimanfaatkan tersebut. Pengertian yang dirumuskan Feinberg mungkin lebih mudah dipahami, eksploitasi adalah ketika A menjadikan suatu kapasitas dari B sebagai alat untuk mengeruk keuntungan. 2.5 Semiotika Secara epistimologis, istilah semiotik berasal dari Bahasa Yunani semeion, yang berarti tanda. Tanda itu sendiri didefinisikan sebagai sesuatu yang atas dasar konvensi sosial yang terbangun sebelumnya, dapat dianggap mewakili sesuatu yang lain dalam batas batas tertentu. 18 Secara terminologis, menurut Eco, semiotik dapat didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari sederetan luas objek objek, peristiwa peristiwa, seluruh kebudayaan sebagai tanda. Van Zoest mengartikan semiotik sebagai ilmu 18 Alex Sobur, Analisis Teks Media : Suatu Pengantar Untuk Analisis Wacana. Analisis Semiotik dan Analisis Framing. Bandung, PT. Remaja Rosdakarya, hal.95

19 26 tanda dan segala yang berhubungan dengannya, cara berfungsinya, hubungannya dengan kata lain pengirimannya, dan penerimaannya oleh mereka yang mempergunakannya. 19 Dalam kaitannya dengan semiotik, Preminger memberi batasan yang jelas. Semiotik adalah ilmu tentang tanda tanda. Ilmu ini menganggap bahwa fenomena sosial atau masyarakat dan kebudayaan itu merupakan tanda tanda. Semiotik itu mempelajari sistem sistem, aturan aturan, konvensi konvensi yang memungkinkan tanda tanda tersebut mempunyai arti. 20 Semiotik juga dapat diartikan sebagai suatu ilmu atau metode analisis yang mempelajari hakikat keberadaan suatu tanda, bagaimana kemanusiaan (humanity) memaknai hal hal (things), sekaligus merupakan studi media massa yang melihat sesuatu lain dibalik suatu naskah atau narasi, melalui tanda tanda. Oleh karena itu, ilmu ini merupakan suatu alat penting dalam menganalisa isi dari pesan pesan media, baik dalam media verbal, non verbal maupun keduanya. Secara singkat, semiotik menyangkut segala sesuatu yang berhubungan dengan tanda. Tanda tersebut dapat berupa kata, gambar, image, citra, suara, bahasa tubuh, atau objek yang tidak memiliki arti sampai kita memberikan arti tersebut. 19 Ibid. hal Ibid. hal. 96

20 27 Berkaitan dengan studi semotik, pada dasarnya pusat perhatian pendekatan semiotik adalah tanda (sign). Menurut Jhon Fiske terdapat tiga aliran penting dalam semiotik, yaitu : Tanda itu sendiri. Hal itu berkaitan dengan beragam tanda yang berbeda, seperti cara mengantarkan makna serta cara menghubungkannya. Tanda adalah buatan manusia dan hanya bisa dimengerti oleh orang orang yang menggunakannya. 2. Kode atau sistem dimana lambang lambang itu disusun. Studi ini meliputi bagaimana beragam sistem kode yang berbeda dibangun untuk mempertemukan dengan kebutuhan masyarakat dalam sebuah kebudayaan. 3. Kebudayaan dimana kode lambang itu beroperasi. Pada intinya, semiotik adalah teori tentang bahasa, tentang tanda, dan dapat membantu hidup kita sejauh semiotik membuat kita semakin kreatif dalam menggunakan bahasa atau paling tidak dapat membuat kita tidak terikat pada bahasa yang sudah kita ciptakan. 22 Sebagai ilmu yang mengkaji tanda, semiotik juga melihat tanda sebagai gejala budaya. Semiotik melihat kebudayaan sebagai suatu sistem pemaknaan (signifying system) (cf.danessi dan Peron 1999 : 23). Bahkan Eco mengatakan 21 John Fiske, Cultural and Communication Studie : Sebuah Pengantar Paling Komperhensif. Terj. Yosal Iriantara dan Idi Subandy Ibrahim. Jalasutra. Yogyakarta : Hal St. Sunardi. Semiotika Negativa. Buku Baik. Yogyakarta : Hal 83

21 28 bahwa makna tanda adalah hasil suatu konvensi, suatu prinsip dalam kehidupan berkebudayaan Tokoh Tokoh Semiotika Perkembangan dari teori semiotika tidak terlepas dari tokoh tokoh yang berhasil meneliti dan mengembangkannya, seperti Ferdinand De Sausure, Roland Barthes, dan Charles Sanders Peirce. Ketiga tokoh tersebut mengembangkan ilmu semiotika secara terpisah. Saussure, yang menyebut ilmu yang dikembangkan semiology (semiologi), beranggapan bahwa semiologi didasarkan pada anggapan bahwa selama perbuatan dan tingkah laku manusia membawa makna, atau selama berfungsi membawa tanda, harus ada dibelakangnya sistem pembedaan dan konvensi yang memungkinkan makna itu. Barthes, mempunyai pikiran yang sama dengan Saussure dan meneruskan pemikiran tersebut dengan menekan interaksi antara teks dengan pengalaman personal dan curtural penggunaannya, interaksi antara konvensi teks dengan konvensi yang dialami dan diharapkan oleh penggunanya. Gagasan Barthes ini dikenal dengan Order of Signification, mencakup denotasi (makna sebenarnya sesuai kamus) dan konotasi (makna ganda yang lahir dari pengalaman personal dan kultural). Meskipun Barthes tetap menggunakan istilah signifier signified, disinilah letak perbedaan Saussure dan Barthes. 23 Christomy & Untung Yuwono. Semiotika Budaya. Pusat Penelitian Kemasyarakatan dan Budaya Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat Universitas Indonesia. Depok : Hal 66 67

22 29 Lalu ada Charles Sanders Pierce, dia menyebabkan bahwa ilmu kajian semiotika yang dibangunnya merupakan penalaran manusia senantiasa dilakukan melalui tanda, maksudnya manusia hanya bisa bernalar lewat tanda, dalam pikiran manusia, logika adalah sama dengan semiotika, dan semiotika dapat diterapkan pada segala macam tanda. 2.7 Teori Semiotika Roland Barthes Semiotik pada perkembangannya menjadi perangkat teori yang digunakan untuk mengkaji kebudayaan manusia. Barthes, dalam karyanya (1957) menggunakan pengembangan teori tanda de Saussure (Penanda dan Petanda) sebagai upaya menjelaskan bagaimana kita dalam kehidupan bermasyarakat didominasi oleh konotasi. Konotasi adalah pengembangan segi petanda (makna atau isi suatu tanda) oleh pemakai tanda sesuai dengan sudut pandangnya. Kalau konotasi sudah menguasai masyarakat, akan menjadi mitos. Barthes mencoba menguraikan betapa kejadian keseharian dalam kebudayaan kita menjadi seperti wajar, padahal itu mitos belaka akibat konotasi yang mantap di masyarakat Benny H. Hoed. Semiotik & Dinamika Sosial Budaya. Komunitas Bambu. Depok : Hal 5

23 30 Barthes menciptakan peta tentang bagaimana tanda bekerja : 1. Signifier (penanda) 2. Signified (petanda) 3. Denotative Sign (Tanda Denotatif) 4. CONOTATIVE SIGNIFER (PENANDA KONOTATIF) 5. CONOTATIVE SIGNIFIED (PETANDA KONOTATIF) 6. CONOTATIVE SIGN (TANDA KONOTATIF) Gambar 2.1 Peta Tanda Roland Barthes. Sumber : Paul Cobley & Litza Jansz, Introducing Semiotics. NY: Totem Books, Hal 51 Dari peta Barthes di atas terlihat bahwa tanda denotatif (3) terdiri atas penanda (1) dan petanda (2). Akan tetapi, pada saat bersamaan, tanda denotatif adalah penanda konotatif (4). Dengan kata lain, hal tersebut merupakan unsur material : hanya jika anda mengenal tanda singa, barulah konotasi seperti harga diri, kegarangan, dan keberanian menjadi mungkin. 25 Barthes disebut sebut sebagai penerus Saussure dengan mengadopsi sistem tanda (signifier, signified) yang sebelumnya dikemukakan oleh Saussure. Namun Barthes melihat beberapa kekurangan dari teori-teori yang dikemukakan oleh pendahulunya tersebut. Kekurangan tersebut terdapat pada kurangnya perhatian Saussure terhadap perhitungan makna sebagai proses negoisasi antara 25 Paul Cobley & Lita Jansz.Introducing Semiotics. Totem Books. New York Hal. 51

24 31 pembaca/penulis teks. Dia menekankan pada teks, bukan cara tanda tanda di dalam teks berinteraksi dengan pengalaman personal dan kultural penggunanya, tidak juga tertarik pada konvensi yang dialami dan diharapkan oleh penggunanya. Untuk itulah kemudian Barthes menyusun model semantik untuk menganalisis negoisasi dan gagasan makna interaktif. Intinya adalah gagasan mengenai dua tatanan pertandaan (order of signification) 26 Barthes mengkritik masyarakatnya dengan mengatakan bahwa semua yang dianggap sudah wajar di suatu kebudayaan sebenarnya adalah hasil dari proses konotasi. Bila konotasi menjadi tetap, itu akan menjadi mitos, sedangkan kalau mitos sudah menjadi mantap, akan menjadi ideologi. Tekanan teori tanda Barthes adalah pada konotasi dan mitos. Ia mengatakan bahwa dalam suatu kebudayaan selalu terjadi penyalahgunaan ideologi yang mendominasi pikiran anggota masyarakat. 2.8 Denotasi Dalam pengertian umum, denotasi biasanya dimengerti sebagai makna harafiah, makna yang sesungguhnya, bahkan kadang kala dirancukan dengan referensi atau acuan. Proses signifikasi yang secara tradisional disebut sebagai denotasi ini biasanya mengacu pada penggunaan bahasa dengan arti yang sesuai dengan apa yang terucap. Akan tetapi, di dalam semiologi Roland Barthes dan para pengikutnya, denotasi merupakan sistem signifikasi tingkat pertama. Dalam hal ini denotasi merupakan sistem signifikasi tingkat pertama. Dalam hal ini 26 John Fiske. Cultural and Communication Studies. Jalasutra. Yogyakarta. Hal 17

25 32 denotasi justru lebih diasosiasikan dengan ketertutupan makna dan dengan demikian sensor atau represi politis Konotasi Dalam istilah yang digunakan Barthes, konotasi dipakai untuk menjelaskan salah satu dari tiga cara kerja tanda dalam tatanan pertandaan kedua. Konotasi menggambarkan interaksi yang berlangsung tatkala tanda bertemu dengan perasaan atau emosi penggunanya dan nilai nilai kulturalnya. Ini terjadi tatkala interpretant dipengaruhi sama banyaknya oleh penafsir dan objek atau tanda. Bagi Barthes, faktor penting dalam konotasi adalah penanda dalam tatanan pertama Representasi Media Istilah representasi merupakan penggambaran (perwakilan) kelompokkelompok pada institusi sosial. Penggambaran itu tidak hanya berkenaan dengan tampilan fisik (appreance) dan deskripsi, melainkan juga terkait dengan makna (atau nilai) dibalik tampilan fisik. Tampilan fisik representasi adalah jubbah yang menyembunyikan bentuk makna sesungguhnya yang ada dibaliknya. 29 Persepsi tentang representasi (penggambaran) realitas oleh media khususnya televisi dapat diperoleh melalui pengalaman. Pengalaman tersebut 27 Alex Sobur. Semiotika Komunikasi. Rosda. Bandung : Hal John Fiske. Cultural and Communication Studies. Jalasutra. Yogyakarta. Hal Graeme Burton. Membincangkan Televisi. Jalasutra. Yogyakarta dan Bandung Hal 41-42

26 33 membentuk penilaian. Ada tiga pengalaman dimana penilaian tersebut bisa dibentuk Membaca ungkapan (kata-kata atau gagasan) dan perilaku nonverbal (visual) orang orang di dalam televisi tak ubahnya membacanya dalam kehidupan nyata atau pengalaman sosial. 2. Penilaian yang cenderung dibuat melalui pengalaman dengan media saat membaca karakter-karakter atau cerita televisi. 3. Proses encoding materi televisi oleh para pembuatnya (mislanya melalui kamera) atau sebuah pengalaman tidak langsung. Bisa dikatakan bahwa representasi mengharuskan kita berurusan dengan persoalan bentuk. Cara penggunaan televisilah yang menyebabkan khalayak membangun makna yang merupakan esensi dari representasi. Pada tingkatan ini, repsentasi juga berkaitan dengan produksi simbolik yaitu pembuatan tanda-tanda dalam kode-kode dimana kita menciptakan makna-makna. Dengan mempelajari representasi, kita mempelajari pembuatan, konstruksi makna. Karenanya, representasi juga berkaitan dengan penghadiran kembali (representing), bukan gagasan asli atau objek fiskal asli, melainkan sebuah representasi atau sebuah versi yang dibangun darinya. Setiap representasi yang dihadirkan lewat program-program televisi, merupakan bagian kompleks dari representasi lainnya. Proses melihat gambar televisi yang tersususn atas representasi-representasi adalah proses yang kompleks. Melihat bukan sekedar aktivitas visual. Tindakan melihat hanya 30 Ibid hal 41-42

27 34 merupakan bagian dari persepsi, yang dalam prosesnya harus memahami apa yang dilihat. Ada persoalan pengalaman budaya yang dihubungkan dengan penglihatan atau pencerapan ini. Menurut Burton (2000), melihat citra/gambar dalam televisi terbagi menjadi dua yaitu melihat sebagai sudut pandang kritis dan melihat sebagai posisioning spasial atau temporal. Melihat dengan sudut pandang kritis adalah menggunakan frasa berdasarkan posisi pemirsa namun terutama berdasarkan konotasi kritisnya. Menurut Croteau dan Hoynes, representasi bukanlah realitas yang sesungguhnya (real world) melainkan representasi media mengenai dunia sosial (social world). Selalu terjadi kesenjangan antara realitas sesungguhnya (real world) dengan representasi media terhadap dunia sosial (social world). Dalam pembicaraann kita representasi merujuk kepada segala konstruksi media (terutama media massa) terhadap segala aspek realitas atau kenyataan, seperti masyarakat, objek, peristiwa, hingga identitas budaya. Representasi ini bisa berbentuk kata-kata atau tulisan bahkan juga dapat dilihat dalam bentuk gambar bergerak atau film. Konsep representasi sendiri dilihat sebagai sebuah produk dari proses representasi tidak hanya melibatkan bagaimana identitas budaya disajikan atau lebih tepatnya dikonstruksikan didalam sebuah teks tapi juga dikonstruksikan didalam proses produksi dan resepsi oleh masyarakat yang mengkonsumsi nilai-nilai budaya yang direpresentasikan tadi. Seperti yang dikatakan Chris Barker sebagai berikut : Citra, bunyi, objek, dan aktivitas pada dasarnya merupakan aktivitas sistem tanda yang memaknai dengan sistem yang sama dengan bahasa, sehingga kita dapat menunjukkannya sebagai teks budaya. Makna diproduksi dlam interaksi

28 35 antara teks dan pembacanya, sehingga momen konsumsi juga momen produksi yang penuh makna MAN-FDK.pdf diunduh tgl, , pukul WIB

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Paradigma didefinisikan bermacam-macam, tergantung pada sudut

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Paradigma didefinisikan bermacam-macam, tergantung pada sudut 38 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Paradigma Penelitian Paradigma didefinisikan bermacam-macam, tergantung pada sudut pandang yang digunakan. Sebagian orang menyebut paradigma sebagai citra fundamental

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek kajian dalam penelitian ini adalah topeng dari grup band Slipknot.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek kajian dalam penelitian ini adalah topeng dari grup band Slipknot. BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Objek Penelitian Objek kajian dalam penelitian ini adalah topeng dari grup band Slipknot. Untuk mempermudah penelitian, maka objek kajian tersebut akan ditelisik dan dianalisis

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. penelitian baik yang mencakup objek penelitian, metode penelitian, dan hasil

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. penelitian baik yang mencakup objek penelitian, metode penelitian, dan hasil BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Paradigma Penelitian Membahas mengenai pengertian tentang paradigma, yang dimaksud paradigma penelitian adalah dasar kepercayaan seseorang dalam melakukan penelitian baik

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Budaya Menurut Marvin Harris (dalam Spradley, 2007:5) konsep kebudayaan ditampakkan dalam berbagai pola tingkah laku yang dikaitkan dengan kelompokkelompok masyarakat tertentu,

Lebih terperinci

13Ilmu. semiotika. Sri Wahyuning Astuti, S.Psi. M,Ikom. Analisis semiotik, pisau analis semiotik, metode semiotika, semiotika dan komunikasi

13Ilmu. semiotika. Sri Wahyuning Astuti, S.Psi. M,Ikom. Analisis semiotik, pisau analis semiotik, metode semiotika, semiotika dan komunikasi semiotika Modul ke: Analisis semiotik, pisau analis semiotik, metode semiotika, semiotika dan komunikasi Fakultas 13Ilmu Komunikasi Sri Wahyuning Astuti, S.Psi. M,Ikom Program Studi S1 Brodcasting analisis

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Sifat Penelitian Sifat penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif yaitu Pendekatan ini diarahkan pada latar belakang dan individu tersebut secara

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tipe Penelitian Penelitian ini memiliki signifikasi berkaitan dengan kajian teks media atau berita, sehingga kecenderungannya lebih bersifat deskriptif. Penelitian deskriptif

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Paradigma Penelitian Dalam penelitian ini peneliti memakai paradigma dari salah satu penelitian kualitatif yaitu teori kritis (critical theory). Teori kritis memandang

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. lagi pendekatan yang mencoba berebut nafas yaitu pendekatan Post

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. lagi pendekatan yang mencoba berebut nafas yaitu pendekatan Post BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Paradigma Sebagai salah satu pendekatan yang baru, maka pendekatan konstruktivis (intepretatif) ini sebenarnya masih kurang besar gaungnya di bandingkan dengan pendekatan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif adalah karena penelitian ini

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif adalah karena penelitian ini BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Jenis Penelitian Semiotika adalah ilmu yang mempelajari sederetan luar objek-objek, peristiwa-peristiwa seluruh kebudayaan sebagai tanda. Alasan mengapa penelitian

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Tipe penelitian yang digunakan oleh peneliti adalah jenis penelitian deskriptif.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Tipe penelitian yang digunakan oleh peneliti adalah jenis penelitian deskriptif. 36 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tipe Penelitian Tipe penelitian yang digunakan oleh peneliti adalah jenis penelitian deskriptif. Dengan ini peneliti menempatkan diri sebagai pengamat dalam memaparkan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Untuk memperoleh hasil penelitian yang baik dan dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya, maka seorang peneliti harus dapat memahami dan menggunakan cara

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian yang dilakukan merupakan jenis penelitian deskriptif, dimana

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian yang dilakukan merupakan jenis penelitian deskriptif, dimana BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Sifat Penelitian Penelitian yang dilakukan merupakan jenis penelitian deskriptif, dimana peneliti hanyalah memaparkan situasi atau peristiwa. Penelitian ini tidak mencari

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Paradigma Paradigma penelitian kualitatif melalui proses induktif, yaitu berangkat dari konsep khusus ke umum, konseptualisasi, kategori, dan deskripsi yang dikembangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. saat itu dalam berbagai bentuk film-film ini akhirnya memiliki bekas nyata di benak

BAB I PENDAHULUAN. saat itu dalam berbagai bentuk film-film ini akhirnya memiliki bekas nyata di benak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Penelitian Film adalah media audio visual yang memiliki peranan penting bagi perkembangan zaman di setiap negara. terlepas menjadi bahan propaganda atau tidak, terkadang sebuah

Lebih terperinci

Semiotika, Tanda dan Makna

Semiotika, Tanda dan Makna Modul 8 Semiotika, Tanda dan Makna Tujuan Instruksional Khusus: Mahasiswa diharapkan dapat mengerti dan memahami jenis-jenis semiotika. 8.1. Tiga Pendekatan Semiotika Berkenaan dengan studi semiotik pada

Lebih terperinci

12Ilmu. semiotika. Sri Wahyuning Astuti, S.Psi. M,Ikom. Sejarah semiotika, tanda dan penanda, macam-macam semiotika, dan bahasa sebagai penanda.

12Ilmu. semiotika. Sri Wahyuning Astuti, S.Psi. M,Ikom. Sejarah semiotika, tanda dan penanda, macam-macam semiotika, dan bahasa sebagai penanda. semiotika Modul ke: Sejarah semiotika, tanda dan penanda, macam-macam semiotika, dan bahasa sebagai penanda. Fakultas 12Ilmu Komunikasi Sri Wahyuning Astuti, S.Psi. M,Ikom Program Studi S1 Brodcasting

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. selalu berinovasi dan memenuhi perkembangan kebutuhan konsumen tersebut. Bukan

BAB I PENDAHULUAN. selalu berinovasi dan memenuhi perkembangan kebutuhan konsumen tersebut. Bukan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Perusahaan harus dapat menganalisis peluang dan tantangan pada masa yang akan datang. Dengan melihat tantangan tersebut, Perusahaan dituntut untuk mampu

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. yang mendasar dari suatu kelompok saintis (Ilmuan) yang menganut suatu pandangan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. yang mendasar dari suatu kelompok saintis (Ilmuan) yang menganut suatu pandangan BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Paradigma Penelitian Pengertian paradigma menurut Dedy Mulyana adalah suatu kerangka berfikir yang mendasar dari suatu kelompok saintis (Ilmuan) yang menganut suatu pandangan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Semiotika sebagai Metode Penelitian Semiotika merupakan cabang ilmu yang membahas tentang bagaimana cara memahami simbol atau lambang, dikenal dengan semiologi. Semiologi

Lebih terperinci

BAB III METODELOGI PENELITIAN. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah bersifat

BAB III METODELOGI PENELITIAN. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah bersifat BAB III METODELOGI PENELITIAN 3.1. Sifat Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah bersifat interpretatif yaitu peneliti melakukan pengamatan langsung secara menyeluruh dari

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. digunakan adalah kualitatif (data yang tidak berupa angka-angka) 35

BAB III METODE PENELITIAN. digunakan adalah kualitatif (data yang tidak berupa angka-angka) 35 BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Jenis Penelitian Semiotik adalah ilmu yang mempelajari sederetan luar objek-objek, peristiwa-peristiwa seluruh kebudayaan sebagai tanda. Alasan mengapa penelitian

Lebih terperinci

dalam arti penelitian merupakan saran untuk pengembangan ilmu ilmu yang mempelajari metode-metode penelitian 49. Metodologi berasal

dalam arti penelitian merupakan saran untuk pengembangan ilmu ilmu yang mempelajari metode-metode penelitian 49. Metodologi berasal 63 BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Jenis Penelitian Penelitian merupakan kegiatan pengembangan wawasan keilmuan, dalam arti penelitian merupakan saran untuk pengembangan ilmu pengetahuan maupun

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. pada metodologi yang menyelidiki suatu fenomena sosial dan masalah

BAB III METODE PENELITIAN. pada metodologi yang menyelidiki suatu fenomena sosial dan masalah 32 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah analisis semiotika dengan menggunakan pendekatan penelitian kualitatif dan studi wacana media massa. Pendekatan kualitatif adalah

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1.Jenis danpendekatan Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif,penelitian dilakukan dengan melihat konteks permasalahan secara utuh, dengan fokus penelitian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. atau nonlapangan yang menggunakan pendekatan paradigma kritis dan jenis

BAB III METODE PENELITIAN. atau nonlapangan yang menggunakan pendekatan paradigma kritis dan jenis BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Jenis Penelitian Penelitian dengan judul Analisis Semiotika Pidato Susilo Bambang Yudhoyono Dalam Kasus Bank Century merupakan penelitian nonkancah atau nonlapangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia dapat saling berinteraksi. Manusia sebagai animal symbolicium,

BAB I PENDAHULUAN. manusia dapat saling berinteraksi. Manusia sebagai animal symbolicium, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa pada prinsipnya merupakan alat komunikasi. Melalui bahasa manusia dapat saling berinteraksi. Manusia sebagai animal symbolicium, merupakan makhuk yang

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Paradigma Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan paradigma kritis. Paradigma kritis menyajikan serangkaian metode dan perspektif yang memungkinkan untuk

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. dalam kasus ini adalah sifat penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. dalam kasus ini adalah sifat penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tipe Penelitian Sifat penelitian yang digunakan untuk mengidentifikasi permasalahan dalam kasus ini adalah sifat penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Penelitian

Lebih terperinci

BAB III METODELOGI PENELITIAN. Pandangan konstruktivis memelihat realitas sebagai hasil konstruksi

BAB III METODELOGI PENELITIAN. Pandangan konstruktivis memelihat realitas sebagai hasil konstruksi BAB III METODELOGI PENELITIAN 3.1. ParadigmaKonstruktivis Pandangan konstruktivis memelihat realitas sebagai hasil konstruksi manusia atas realitas. Konstruktivisme melihat bagaimana setiap orang pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tahun 2014 lalu merupakan tahun yang cukup penting bagi perjalanan bangsa Indonesia. Pada tahun tersebut bertepatan dengan dilaksanakan pemilihan umum yang biasanya

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. sistematis dan logis tentang pencarian data yang berkenaan dengan masalah

BAB III METODE PENELITIAN. sistematis dan logis tentang pencarian data yang berkenaan dengan masalah BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Jenis Penelitian Metode penilitian adalah seperangkat pengetahuan tentang langkah-langkah sistematis dan logis tentang pencarian data yang berkenaan dengan masalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Keragaman tari menjadi salah satu kekayaan Nusantara. Jenis tari tradisi di setiap daerah mempunyai fungsi sesuai dengan pola kehidupan masyarakat daerah

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian pada film animasi Barbie The Princess And The Popstar ini

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian pada film animasi Barbie The Princess And The Popstar ini 73 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Sifat Penelitian Penelitian pada film animasi Barbie The Princess And The Popstar ini bersifat desktiptif dalam ranah kualitatif. Deskriptif adalah sifat penelitian

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan 45 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tipe Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif, yaitu penelitian untuk menggambarkan sifat suatu keadaan yang sementara

Lebih terperinci

KONSEP DIRI DALAM IKLAN ROKOK A MILD (Analisis Semiotika Tentang Konsep Diri dalam Iklan Rokok A Mild Versi Cowok Blur Go Ahead 2011) Fachrial Daniel

KONSEP DIRI DALAM IKLAN ROKOK A MILD (Analisis Semiotika Tentang Konsep Diri dalam Iklan Rokok A Mild Versi Cowok Blur Go Ahead 2011) Fachrial Daniel KONSEP DIRI DALAM IKLAN ROKOK A MILD (Analisis Semiotika Tentang Konsep Diri dalam Iklan Rokok A Mild Versi Cowok Blur Go Ahead 2011) Fachrial Daniel Abstrak Penelitian ini menggunakan analisis semiotika

Lebih terperinci

NIM : D2C S1 Ilmu Komunikasi Fisip Undip. Semiotika

NIM : D2C S1 Ilmu Komunikasi Fisip Undip. Semiotika Nama : M. Teguh Alfianto Tugas : Semiotika (resume) NIM : D2C 307031 S1 Ilmu Komunikasi Fisip Undip Semiotika Kajian komunikasi saat ini telah membedakan dua jenis semiotikan, yakni semiotika komunikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Persoalan budaya selalu menarik untuk diulas. Selain terkait tindakan,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Persoalan budaya selalu menarik untuk diulas. Selain terkait tindakan, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Persoalan budaya selalu menarik untuk diulas. Selain terkait tindakan, budaya adalah hasil karya manusia yang berkaitan erat dengan nilai. Semakin banyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan sehari-hari seseorang melakukan komunikasi, baik

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan sehari-hari seseorang melakukan komunikasi, baik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kehidupan sehari-hari seseorang melakukan komunikasi, baik antarindividu maupun dengan kelompok. Selama proses komunikasi, komunikator memiliki peranan yang sangat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Iklan pada hakikatnya adalah aktivitas menjual pesan (selling message) dengan

BAB I PENDAHULUAN. Iklan pada hakikatnya adalah aktivitas menjual pesan (selling message) dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Iklan pada hakikatnya adalah aktivitas menjual pesan (selling message) dengan menggunakan ketrampilan kreatif, seperti copywriting, layout, ilustrasi, tipografi,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. yang atas dasar konvensi sosial yang terhubung sebelumnya - dapat

BAB III METODE PENELITIAN. yang atas dasar konvensi sosial yang terhubung sebelumnya - dapat 48 BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Jenis Penelitian 1. Analisis Semiotik Secara etimologis istilah semiotika berasal dari kata Yunani Semeion yang berarti tanda. Tanda itu sendiri didefisinikan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1.Paradigma Penelitian Paradigma yang peneliti gunakan dalam penelitian ini adalah paradigma teori kritis (critical theory). Aliran pemikiran paradigma ini lebih senang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kegiatan periklanan sangat lekat dalam kehidupan masyarakat terutama di kota kota besar. Dalam satu hari, masyarakat kota selalu berhadapan dengan iklan, dalam tampilan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. yang tertinggi harus diserahkan pada negara kebangsaan (Tim Dosen PKN,

BAB II LANDASAN TEORI. yang tertinggi harus diserahkan pada negara kebangsaan (Tim Dosen PKN, BAB II LANDASAN TEORI A. Pengertian Nasionalisme Nasionalisme adalah suatu paham yang berpendapat bahwa kesetiaan yang tertinggi harus diserahkan pada negara kebangsaan (Tim Dosen PKN, 2009: 227). Menurut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Film adalah suatu media komunikasi massa yang sangat penting untuk

BAB I PENDAHULUAN. Film adalah suatu media komunikasi massa yang sangat penting untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Penelitian Film adalah suatu media komunikasi massa yang sangat penting untuk mengkomunikasikan tentang suatu realita yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari, film memiliki

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA. Film sebagai salah bentuk komunikasi massa yang digunakan. untuk menyampaikan pesan yang terkandung didalamnya.

BAB IV ANALISIS DATA. Film sebagai salah bentuk komunikasi massa yang digunakan. untuk menyampaikan pesan yang terkandung didalamnya. 93 BAB IV ANALISIS DATA A. Temuan Penelitian Film sebagai salah bentuk komunikasi massa yang digunakan untuk menyampaikan pesan yang terkandung didalamnya. Juga digunakan sebagai sarana hiburan. Selain

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Sesuai dengan tema yang diangkat oleh peneliti yaitu berbicara. mengenai makna apa yang mengandung pesan dakwah anak dalam

BAB III METODE PENELITIAN. Sesuai dengan tema yang diangkat oleh peneliti yaitu berbicara. mengenai makna apa yang mengandung pesan dakwah anak dalam 39 BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan Dan Jeni s Penelitian Sesuai dengan tema yang diangkat oleh peneliti yaitu berbicara mengenai makna apa yang mengandung pesan dakwah anak dalam program televisi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Bahasa sebagai media komunikasi telah dijadikan instrumen untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. Bahasa sebagai media komunikasi telah dijadikan instrumen untuk 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa sebagai media komunikasi telah dijadikan instrumen untuk memperkuat dan mengubah kognisi dalam menciptakan sejumlah makna-makna konotatif. Namun bahasa tidak

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA

BAB IV ANALISIS DATA BAB IV ANALISIS DATA A. Temuan Penelitian Film merupakan media komunikasi yang efektif untuk menyampaikan pesan sosial maupun moral kepada khalayak dengan tujuan memberikan informasi, hiburan, dan ilmu

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini bersifat Interpretatif dengan menggunakan pendekatan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini bersifat Interpretatif dengan menggunakan pendekatan BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tipe Penelitian Penelitian ini bersifat Interpretatif dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Penelitian kualitatif interpretatif yaitu suatu metode yang memfokuskan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah tentang sistem pendidikan nasional, dirumuskan bahwa:

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah tentang sistem pendidikan nasional, dirumuskan bahwa: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan bagian terpenting dalam hidup manusia, pendidikan dapat dilakukan secara formal maupun non formal. Menurut UU No. 20 tahun 2003 tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak adil, dan tidak dapat dibenarkan, yang disertai dengan emosi yang hebat atau

BAB I PENDAHULUAN. tidak adil, dan tidak dapat dibenarkan, yang disertai dengan emosi yang hebat atau BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Mendengar kata kekerasan, saat ini telah menjadi sesuatu hal yang diresahkan oleh siapapun. Menurut Black (1951) kekerasan adalah pemakaian kekuatan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. juga sebagai alat komunikator yang efektif. Film dengan kemampuan daya

BAB I PENDAHULUAN. juga sebagai alat komunikator yang efektif. Film dengan kemampuan daya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Film selain sebagai alat untuk mencurahkan ekspresi bagi penciptanya, juga sebagai alat komunikator yang efektif. Film dengan kemampuan daya visualnya yang didukung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bentuk atau gambar. Bentuk logo bisa berupa nama, angka, gambar ataupun

BAB I PENDAHULUAN. bentuk atau gambar. Bentuk logo bisa berupa nama, angka, gambar ataupun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Penelitian Logo merupakan bagian yang penting untuk menunjukan keberadaan sesuatu. Logo menjadi sebuah pengakuan, kebanggaan, inspirasi, kepercayaan, kehormatan, kesuksesan,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. komunikasi yang terjadi antarmanusia. Menurut Moloeng paradigma merupakan pola

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. komunikasi yang terjadi antarmanusia. Menurut Moloeng paradigma merupakan pola BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Paradigma Penelitian Paradigma ialah bagaimana kita memandang dunia. Dalam penelitian komunikasi, paradigma digunakan untuk melihat gambaran umum bagaimana komunikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tontonan dan lain lain. Kini terdapat jasa tour di beberapa kota yang mengajak

BAB I PENDAHULUAN. tontonan dan lain lain. Kini terdapat jasa tour di beberapa kota yang mengajak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Penelitian Kemiskinan merupakan suatu fenomena sosial yang sudah sangat melekat di Indonesia. Hal itu disebabkan Indonesia sebagai negara berkembang masih belum bisa mengatasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Informasi telah menjadi kebutuhan primer masyarakat modern saat ini tanpa kecuali. Teknologi informasi yang semakin modern membawa konsekuensi kebutuhan informasi

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif eksplanatif. Penelitian deskriptif eksplanatif merupakan penelitian yang mengungkap fakta,

Lebih terperinci

2016 REPRESENTASI SENSUALITAS PEREMPUAN DALAM IKLAN

2016 REPRESENTASI SENSUALITAS PEREMPUAN DALAM IKLAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Parfum Casablanca merupakan produk perawatan tubuh yang berupa body spray. Melalui kegiatan promosi pada iklan di televisi, Casablanca ingin menyampaikan pesan bahwa

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Paradigma penelitian Penelitian ini menggunakan metodelogi kualitatif, paradigma yang penulis pilih ialah teori kritis. Penelitian kualitatif merupakan suatu strategy

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. dengan pendekatan kualitatif, yaitu dengan menjelaskan atau menganalisis

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. dengan pendekatan kualitatif, yaitu dengan menjelaskan atau menganalisis 45 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tipe Penelitian Dalam penelitian ini peneliti ingin menggunakan sifat penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif, yaitu dengan menjelaskan atau menganalisis

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. yang ada di luar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. yang ada di luar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep adalah gambaran mental dari suatu objek, proses, atau apapun yang ada di luar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Tipe penelitian ini menggunakan deskriptif kualitatif, yaitu penelitian yang

BAB III METODE PENELITIAN. Tipe penelitian ini menggunakan deskriptif kualitatif, yaitu penelitian yang BAB III METODE PENELITIAN A. Tipe Penelitian Tipe penelitian ini menggunakan deskriptif kualitatif, yaitu penelitian yang menggunakan latar alamiah. Penelitian kualitatif itu bertumpu secara mendasar pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Efek Rumah Kaca adalah nama sebuah band indie pop yang cukup

BAB I PENDAHULUAN. Efek Rumah Kaca adalah nama sebuah band indie pop yang cukup BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Efek Rumah Kaca adalah nama sebuah band indie pop yang cukup terkenal dengan lirik-lirik lagunya yang kritis atas fenomena sosial yang terjadi di Indonesia.

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tipe Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif, yaitu penelitian untuk menggambarkan sifat suatu keadaan yang sementara berjalan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA

BAB IV ANALISIS DATA BAB IV ANALISIS DATA A. TEMUAN PENELITIAN Dengan proses representasi yang di gunakan oleh peneliti bahwa proses representasi diartikan sebagai hasil dari suatu proses penyeleksian yang menggaris bawahi

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan paradigma konstruktivis.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan paradigma konstruktivis. BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Paradigma Dalam penelitian ini peneliti menggunakan paradigma konstruktivis. Paradigma konstruktivis ini memandang bahwa ilmu sosial sebagai analisis sistematis terhadap

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. membahas konsep teoritik berbagai kelebihan dan kelemahannya. 19 Dan jenis

BAB III METODE PENELITIAN. membahas konsep teoritik berbagai kelebihan dan kelemahannya. 19 Dan jenis 37 BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan Dan Jenis Penelitian Penelitian ini menggunakan metode pengkajian pendekatan analisis semiotik. Dengan jenis penelitian kualiatif, yaitu metodologi penelitian

Lebih terperinci

REPRESENTASI MAKNA LESBIANISME DALAM PESAN NOVEL GERHANA KEMBAR KARYA CLARA Ng Oleh : Damai Ryanti Purba

REPRESENTASI MAKNA LESBIANISME DALAM PESAN NOVEL GERHANA KEMBAR KARYA CLARA Ng Oleh : Damai Ryanti Purba REPRESENTASI MAKNA LESBIANISME DALAM PESAN NOVEL GERHANA KEMBAR KARYA CLARA Ng Oleh : Damai Ryanti Purba 090904041 Abstrak Penelitian ini berjudul Representasi Makna Lesbianisme dalam Pesan Novel Gerhana

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Tipe Penelitian Penelitian ini bersifat interpretatif menggunakan pendekatan kualitatif, metode kualitatif memungkinkan peneliti mendekati data sehingga mampu mengembangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk yang berbahasa, berkomunikasi melalui simbol-simbol,

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk yang berbahasa, berkomunikasi melalui simbol-simbol, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia sebagai makhluk yang berbahasa, berkomunikasi melalui simbol-simbol, baik itu simbol verbal maupun simbol non verbal. Mengenai bahasa simbolik, menurut

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA. dianalisis maka ada beberapa hal yang ditemukan yaitu : panca indra. Dalam iklan oreo versi oreo dan handphone ayah terdapat

BAB IV ANALISIS DATA. dianalisis maka ada beberapa hal yang ditemukan yaitu : panca indra. Dalam iklan oreo versi oreo dan handphone ayah terdapat 84 BAB IV ANALISIS DATA A. Temuan Penelitian Dari penyajian data pada bab sebelumnya, kemudian data tersebut dianalisis maka ada beberapa hal yang ditemukan yaitu : 1. Penanda dan Petanda. Petanda merupakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. film memiliki realitas yang kuat salah satunya menceritakan tentang realitas

BAB 1 PENDAHULUAN. film memiliki realitas yang kuat salah satunya menceritakan tentang realitas 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Konteks Penelitian Film adalah suatu media komunikasi massa yang sangat penting untuk mengkomunikasikan tentang suatu realita yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari, film memiliki

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. menimbulkan perhatian pada makna tambahan (connotative) dan arti

BAB III METODE PENELITIAN. menimbulkan perhatian pada makna tambahan (connotative) dan arti BAB III METODE PENELITIAN Dalam peneltian ini, peneliti menggunakan metode analisa semiotika. Analisa semiotika merupakan suatu teknik analisa yang menarik sebuah tanda dan cara tanda-tanda tersebut bekerja.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Manusia merupakan mahkluk hidup yang tidak dapat hidup tanpa

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Manusia merupakan mahkluk hidup yang tidak dapat hidup tanpa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia merupakan mahkluk hidup yang tidak dapat hidup tanpa komunikasi. Hanya dengan komunikasi manusia dapat menyampaikan pesan dan maksud sebagai bagian dari tujuannya

Lebih terperinci

Materi Minggu 1. Komunikasi

Materi Minggu 1. Komunikasi T e o r i O r g a n i s a s i U m u m 2 1 Materi Minggu 1 Komunikasi 1.1. Pengertian dan Arti Penting Komunikasi Komunikasi adalah proses penyampaian pikiran atau perasaan oleh seseorang kepada orang lain

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Desain Penelitian Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif yaitu pendekatan yang digunakan karena beberapa pertimbangan yang bersifat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1. Konteks Masalah Saat ini adalah era di mana orang membeli barang bukan karena nilai manfaatnya, melainkan karena gaya hidup yang disampaikan melalui media massa. Barang yang ditawarkan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. produksi dan strukstur sosial. Pandangan kritis melihat masyarakat sebagai suatu

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. produksi dan strukstur sosial. Pandangan kritis melihat masyarakat sebagai suatu 35 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Paradigma Kritis Penelitian ini termasuk dalam kategori paradigma kritis. Paradigma ini mempunyai pandangan tertentu bagaimana media dan pada akhirnya informasi yang

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain (Alwi, dkk 2003: 588).

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain (Alwi, dkk 2003: 588). BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep adalah gambaran mental dari suatu objek, proses, atau apapun yang ada diluar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bersaing secara ketat untuk meningkatkan nilai lembaga atau perusahaan. dipertukarkan adalah tujuan yang diinginkan oleh keduanya.

BAB I PENDAHULUAN. bersaing secara ketat untuk meningkatkan nilai lembaga atau perusahaan. dipertukarkan adalah tujuan yang diinginkan oleh keduanya. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam era globalisasi saat ini, perkembangan pesat terjadi di semua sektor. Kemajuan yang terjadi di berbagai bidang seperti ilmu pengetahuan, telekomunikasi,

Lebih terperinci

KBBI, Effendy James A. F. Stoner Prof. Drs. H. A. W. Widjaya

KBBI, Effendy James A. F. Stoner Prof. Drs. H. A. W. Widjaya DEFINISI KBBI, Pengiriman dan penerimaan pesan atau berita antara dua orang atau lebih sehingga pesan yang dimaksud dapat dipahami Effendy, proses penyampaian pikiran atau perasaan oleh seseorang kepada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu saluran transmisi, yang disebut orang sebagai support iklan itu. 1

BAB I PENDAHULUAN. suatu saluran transmisi, yang disebut orang sebagai support iklan itu. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Penelitian Iklan dikenal berperan sebagai salah satu sarana komunikasi untuk mengomunikasikan produk yang ditawarkan kepada masyarakat luas melalui berbagai jenis media.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat dipandang sebagai faktor yang menentukan proses-proses perubahan.

BAB I PENDAHULUAN. dapat dipandang sebagai faktor yang menentukan proses-proses perubahan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam era globalisasi media massa mempunyai peran yang sangat penting untuk menyampaikan berita, gambaran umum serta berbagai informasi kepada masyarakat luas.

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. digali sedalam-dalamnya serta tidak mengutamakan jumlah populasi atau sampling.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. digali sedalam-dalamnya serta tidak mengutamakan jumlah populasi atau sampling. BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian yang akan digunakan oleh penulis akan mengarah pada penelitian deskriptif kualitatif dengan pendekatan teori semiotika. Penelitian kualitatif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pada awalnya film merupakan hanya sebagai tiruan mekanis dari realita atau

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pada awalnya film merupakan hanya sebagai tiruan mekanis dari realita atau BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada awalnya film merupakan hanya sebagai tiruan mekanis dari realita atau sarana untuk mereproduksi karya-karya seni pertunjukan lainnya seperti teater. Perkembangan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 38 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Paradigma Penelitian pada hakikatnya merupakan suatu upaya untuk menemukan kebenaran atau untuk lebih membenarkan kebenaran. Usaha untuk mengejar kebenaran dilakukan

Lebih terperinci

ANALISIS SEMIOTIK DAN WACANA PADA IKLAN ROKOK LA LIGHTS YANG LAIN BERSANDIWARA, GUE APA ADANYA! VERSI TOPENG MONYET DI MEDIA TELEVISI

ANALISIS SEMIOTIK DAN WACANA PADA IKLAN ROKOK LA LIGHTS YANG LAIN BERSANDIWARA, GUE APA ADANYA! VERSI TOPENG MONYET DI MEDIA TELEVISI ANALISIS SEMIOTIK DAN WACANA PADA IKLAN ROKOK LA LIGHTS YANG LAIN BERSANDIWARA, GUE APA ADANYA! VERSI TOPENG MONYET DI MEDIA TELEVISI Ayu Prasetyaningtyas Penelitian ini bertujuan untuk merepresentasikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Konteks Penelitian. Pada hakikatnya manusia membutuhkan sebuah media massa untuk

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Konteks Penelitian. Pada hakikatnya manusia membutuhkan sebuah media massa untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Penelitian Pada hakikatnya manusia membutuhkan sebuah media massa untuk mendapatkan informasi terkini, wawasan maupun hiburan. Media massa sendiri dalam kajian komunikasi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Jenis Penelitian. Adapun jenis penelitiannya peneliti menggunakan jenis analisis semiotik dengan menggunakan model Charles Sander Pierce. Alasan peneliti menngunakan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam analisis ini adalah kualitatif dengan pendekatan semiotika Barthesian. Definisi metode kualitatif menurut Strauss and

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif dengan pendekatan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif dengan pendekatan BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Tipe Penelitian Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif dengan pendekatan analisa semiologi komunikasi. Sebagai sebuah penelitian deskriptif, penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Danandjaja (dalam Maryaeni 2005) mengatakan bahwa kebudayaan daerah

BAB I PENDAHULUAN. Danandjaja (dalam Maryaeni 2005) mengatakan bahwa kebudayaan daerah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Danandjaja (dalam Maryaeni 2005) mengatakan bahwa kebudayaan daerah sebagai simbol kedaerahan yang juga merupakan kekayaan nasional memiliki arti penting

Lebih terperinci

Resume Buku SEMIOTIK DAN DINAMIKA SOSIAL BUDAYA Bab 8 Mendekonstruksi Mitos-mitos Masa Kini Karya: Prof. Dr. Benny H. Hoed

Resume Buku SEMIOTIK DAN DINAMIKA SOSIAL BUDAYA Bab 8 Mendekonstruksi Mitos-mitos Masa Kini Karya: Prof. Dr. Benny H. Hoed Resume Buku SEMIOTIK DAN DINAMIKA SOSIAL BUDAYA Bab 8 Mendekonstruksi Mitos-mitos Masa Kini Karya: Prof. Dr. Benny H. Hoed Oleh: Tedi Permadi Program Studi Bahasa dan Sastra Indonesia Jurusan Pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Komunikasi bukan hanya sebagai proses, melainkan komunikasi sebagai

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Komunikasi bukan hanya sebagai proses, melainkan komunikasi sebagai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Komunikasi bukan hanya sebagai proses, melainkan komunikasi sebagai pembangkitan makna (the generation of meaning). Ketika kita berkomunikasi dengan orang

Lebih terperinci

UPT PERPUSTAKAAN ISI YOGYAKARTA BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan

UPT PERPUSTAKAAN ISI YOGYAKARTA BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan 124 A. Kesimpulan BAB V PENUTUP Kesimpulan dari keseluruhan cerita dalam sinetron Para Pencari Tuhan Jilid 8, antara lain : 1. Dialog sinetron Para Pencari Tuhan Jilid 8, tidak semuanya memiliki makna,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Paradigma Penelitian Paradigma Kritis merupakan salah satu paradigma yang di munculkan oleh Mazhab Frankurt, dengan seting landasan yang melatar belakanginya yaitu, adanya

Lebih terperinci

HAKIKAT PESAN DALAM KOMUNIKASI Danus Ardiansah 5F31 B

HAKIKAT PESAN DALAM KOMUNIKASI Danus Ardiansah 5F31 B HAKIKAT PESAN DALAM KOMUNIKASI Danus Ardiansah 5F31 B06210003 Komunikasi dalam kehidupan manusia terasa sangat penting, karena dengan komunikasi dapat menjembatani segala bentuk ide yang akan disampaikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hal yang dikomunikasikan yang dapat dimengerti oleh kedua belah pihak.

BAB I PENDAHULUAN. hal yang dikomunikasikan yang dapat dimengerti oleh kedua belah pihak. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Komunikasi merupakan kebutuhan manusia yang sangat penting. Komunikasi dibutuhkan untuk memperoleh atau member informasi dari atau kepada orang lain. Kebutuhan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA. Dalam tahap ini, peneliti mulai menerapkan proses representasi yaitu

BAB IV ANALISIS DATA. Dalam tahap ini, peneliti mulai menerapkan proses representasi yaitu BAB IV ANALISIS DATA A. TEMUAN PENELITIAN Dalam tahap ini, peneliti mulai menerapkan proses representasi yaitu dengan proses penyeleksian atas tanda-tanda yang ada dengan menggaris bawahi hal-hal tertentu

Lebih terperinci