BAB II KAJIAN TEORETIS. Kajian yang berhubungan dengan penelitian ini, khususnya puisi lisan Umapos
|
|
- Ida Halim
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 8 BAB II KAJIAN TEORETIS 2.1 Kajian yang Relevan Sebelumnya Kajian yang berhubungan dengan penelitian ini, khususnya puisi lisan Umapos sepengetahuan penulis belum pernah diteliti sebelumnya. Berdasarkan hasil penelusuran, penulis belum menemukan penelitian yang relevan dengan penelitian ini. 2.2 Hakikat Sastra Lisan Pengertian Sastra Lisan Sastra daerah lisan atau disebut juga sastra lisan. Istilah sastra lisan di dalam bahasa Indonesia, merupakan terjemahan bahasa Inggris oral literature. Yang dinamakan sastra lisan, menurut Hutomo (dalam Didipu, 2011:43), sebenarnya adalah kesusastraan yang mencakup ekspresi kesusastraan warga suatu kebudayaan yang disebarkan dan diturunkan secara lisan (dari mulut ke mulut). Sastra lisan juga merupakan pencerminan situasi, kondisi, dan adat istiadat suatu masyarakat tertentu. Eksistensi sastra lisan merupakan fenomena budaya masyarakat. Endraswara (2008: 151) mengatakan bahwa sastra lisan adalah karya yang penyebarannya dari mulut ke mulut secara turun-temurun. Dalam sastra lisan akan didapatkan berbagai gambaran keadaan pola hidup masyarkat zaman dulu karena di mana pun sastra diciptakan akan selalu merefleksikan pola hidup masyarakatnya.
2 9 Melalui karya sastra, dapat dilihat gambaran kehidupan masyarakat pada saat sastra itu diciptakan. Oleh sebab itu lebih tepat jika sastra itu dikatakan sebagai rekaman yang selalu mencerminkan kehidupan masyarakatnya (Zaidan, 2002:26). Hal ini senada dengan pernyataan Zaimar (dalam Yundiafi, dkk, 2000:1) bahwa dalam suatu karya sastra terpancar pemikiran, kehidupan, dan tradisi suatu masyarakat. Dalam pembicaraan berikut yang dipermasalahkan adalah dua istilah terakhir, yaitu tradisi dan sastra lisan. Secara definitif tradisi lisan adalah berbagai kebiasaan dalam masyarakat yang hidup secara lisan, sedangkan sastra lisan (oral literature) adalah berbagai bentuk sastra yang dikemukakan secara lisan. Jadi, tradisi lisan membicarakan masalah tradisinya, sedangkan sastra lisan masalah sastranya. Mekipun demikian, dalam masyarakat lama sangat sulit untuk membedakan ciri-ciri di antara keduanya. Oleh karena itulah, sesuai hirarki di atas, UNESCO (United Nations Educational, Scintific, and Cultural Organization) memasukkan sastra lisan sebagai bagian tradisi lisan. Menurut UNESCO (dalam Tuloli, 2000:103), tradisi lisan meliputi antara lain: a. Sastra lisan, b. Teknologi tradisional, c. Pengetahuan masyarakat di luar istana dan kota metropolitan, d. Struktur religi dan kepercayaan masyarakat di luar batas formal agamaagama besar, e. Kesenian masyrakat di luar pusat istana dan kota metropolitan, dan
3 10 f. Berbagai bentuk peraturan, norma, dan hokum yang berfungsi untuk mengikat tradisi tersebut Ragam Sastra Lisan Penentuan ragam sastra lisan berhubungan erat dengan ciri yang melekat pada bentuk dan isinya atau ciri teksturalnya dan temanya. Selain itu fungsi dan manfaat sastra lisan dalam kehidupan sosial budaya menentukan penjenisan sastra lisan. Sastra lisan diwujudkan dalam ragam-ragam. Setiap teks sastra lisan dapat dimasukkan pada ragam tertentu. Ragam itu terikat erat pada budaya, dan setiap budaya mempunyai seperangkat ragam. Jason (dalam Tuloli, 2000:97) mengemukakan bahwa suatu kekeliruan jika memindahkan secara langsung ragam sastra lisan dari satu budaya ke budaya lain. Finnegan (dalam Tuloli, 2000:98) mengemukakan bahwa untuk mengetahui ragam sastra lisan diperlukan pengetahuan tentang keseluruhan latar belakang, sosiobudaya meliputi pula berbagai hal tentang penampilan, audiens, dan konteks. Hal yang sama dikemukakan oleh Fowler (dalam Tuloli, 2000:98) bahwa apabila kita ingin menemukan ragam suatu karya sastra, kita harus lebih dahulu menentukan makna dan artinya. Dalam menentukan hakikat sastra lisan. Dapat dilihat dari segi kesatuan pandangan masyarakat, kedudukan tukang cerita, fungsinya dalam budaya, cara penciptaan, dan perbandingan dengan ragam lain.
4 Ciri-ciri Sastra Lisan Sebagai salah satu bentuk sastra daerah, sastra lisan mempunyai ciri yang tidak jauh berbeda dengan ciri sastra daerah. Menurut Vansina (dalam Didipu, 2011:32) bahwa sastra daerah mempunyai kesejajaran yang kurang lebih sama dalam hal cirinya dengan sastra lisan, tradisi lisan, foklor dan filologi. Semuanya bertemu dalam objek kajian, yaitu puisi, dongeng, legenda, mite, epik, maupun lirik. Ciri-ciri tersebut seperti tampak pada uraian berikut ini. 1) Milik bersama seluruh masyarakat. 2) Diturunkan dari satu generasi lain melalui penuturan. 3) Berfungsi dalam kehidupan, dan kepercayaan masyrakat. 4) Bisa diwujudkan dalam berbagai bentuk tingkah laku dan hasil kerja. 5) Diciptakan dalam variasi banyak sepanjang masa. 6) Bersifat anonim. 7) Mengandalkan formula, kiasan, symbol, gaya bahasa, dan berbagai gejala kebahasaan lain dalam penampilan atau penceritaannya atau komposisinya. Hutomo (dalam Didipu, 2011:33-34) mengemukakan sastra lisan memiliki ciri, antara lain. 1) Penyebaranya melalui mulut, maksudnya ekspresi budaya yang disebarkan baik dari segi waktu maupun ruang memalui mulut. 2) Lahir dari masyarakat yang masih bercorak desa, masyarakat di luar kota, atau masyarakat yang belum mengenal huruf.
5 12 3) Menggambarkan ciri-ciri budaya satu masyarakat. Sebab sastra lisan adalah warisan budaya yang menggambarkan masa lampau, tetapi menyebut pula hal-hal baru (sesuai dengan persoalan sosial), karena itu sastra lisan disebut juga fosil hidup. 4) Tidak diketahui siapa pengarangnya, dan karena itu menjadi milik masyarakat. 5) Bercorak puitis, teratur dan terulang-ulang maksudnya, (a) untuk menguatkan ingatan, (b) untuk menjaga keaslian sastra daerah agar tidak cepat berubah. 6) Terdiri berbagai versi. 7) Tidak mementingkan fakta atau kebenaran, lebih menekankan pada aspek khayalan, fantasi yang tidak diterima oleh masyarakat modern, tetapi memumyai fungsi di masyarakat, dan 8) Menggunakan bahasa lisan setiap hari Struktur Sastra Lisan Struktur sastra lisan disesuaikan dengan genre sastra lisan itu sendiri. Oleh karena jenis sastra lisan yang diteliti berbentuk puisi, maka bahasan struktur disesuaikan dengan struktur intrinsik puisi. Waluyo (1987: ) membagi struktur menjadi 2 (dua) macam, yakni struktur fisik dan struktur batin.
6 Struktur Fisik Lima bagian terpenting dalam sturktur fisik yaitu: diksi (diction); imaji (imagery); kata nyata; majas (figurative language); dan rimte dan rima (rhythm and aime). 1) Diksi (diction) Penyair sangat cermat dalam memilih kata-kata sebab kata-kata yang ditulis harus dipertimbangkan maknanya, komposisi bunyi dalam rima dan irama, kedudukan kata itu di tengah konteks kata lainnya, dan kedudukan kata dalam keseluruhan puisi itu. Oleh sebab itu, di samping memilih kata yang tepat, penyair juga mempertimbangkan urutan katanya dan kekuatan atau daya magis dari kata-kata tersebut. 2) Pengimajian Ada hubungan erat antara diksi, pengimajian, dan kata konkret. Diksi yang dipilih harus menghasilkan pengimajian karena itu kata-kata menjadi lebih konkret seperti kita hayati melalui penglihatan, pendengaran, atau cita rasa. 3) Kata Kongkret Untuk membangkitkan imaji (daya bayang) pembaca, maka kata-kata harus diperkonkret. Maksudnya ialah bahwa kata-kata itu dapat menyaran kepada arti yang menyeluruh.
7 14 4) Majas Penyair menggunakan bahasa yang bersusun-susun atau berpigura sehingga disebut bahasa figuratif. Bahasa figuratif menyebabkan puisi menjadi prismastis artinya memancarkan banyak makna atau kaya akan makna. 5) Ritme dan Rima Bunyi dalam puisi menghasilkan rima dan ritma. Ritma adalah pengulangan bunyi dalam bahasa. Digunakan kata rima untuk mengganti istilah persajakan pada sistem lama karena diharapkan penempatan bunyi dan pengulangannya tidak hanya pada akhir setiap baris, namun juga untuk keseluruhan baris dan bait Struktur Batin Struktur batin puisi meliputi; tema (sense); rasa (feeling); nada (tone); amanat (intention). 1) Tema (sense) Tema merupakan gagasan pokok atau subjek yang dikemukakan oleh penyair. Pokok pikiran atau pokok persoalan itu begitu kuat mendesak dalam jiwa penyair, sehingga menjadi landasan utama pengucapannya. 2) Perasaan (feeling) Dalam menciptakan puisi, suasana perasaan penyair ikut diekspresikan dan harus dapat dihayati oleh pembaca. Untuk mengungkapkan tema yang sama,
8 15 penyair yang satu dengan perasaan yang berbeda dari penyair lainnya, sehingga hasil puisi yang diciptakan berbeda pula. 3) Nada (tone) Dalam menganalisis puisi, penyair mempunyai sikap tertentu teradap pembaca, apakah dia ingin bersikap menggurui, menasihati, mengejek, menyindir, atau bersikap luas hanya menceritakan sesuatu kepada pembaca. Sikap penyair kepada pembaca ini disebut nada puisi. 4) Amanat (intention) Amanat yang hendak disampaikan oleh penyair dapat ditelaah setelah kita memahami tema, rasa, dan nada puisi itu. Tujuan atau amanat merupakan hal yang mendorong penyair untuk menciptakan puisinya. 2.3 Hakikat Nilai Budaya Hakikat Budaya Kata kebudayaan berasal dari kata buddhaya (Sansekerta), sebagai bentuk jamak dari buddhy yang berarti akal diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia. Budaya adalah suatu pola hidup menyeluruh bersifat kompleks, abstrak, dan luas. Banyak aspek budaya turut menentukan perilaku komunikatif. Unsur-unsur sosio-budaya ini tersebar dan meliputi banyak kegiatan sosial manusia. Secara tata bahasa, pengertian kebudayaan diturunkan dari kata budaya yang cenderung menunjuk pada pola pikir manusia. Kebudayaan sendiri diartikan sebagai
9 16 segala hal yang berkaitan dengan akal atau pikiran manusia, sehingga dapat menunjuk pada pola pikir, perilaku serta karya fisik sekelompok manusia. Budaya dan kebudayaan telah ada sejak manusia berpikir, berkreasi dan berkarya sekaligus menunjukkan bagaimana pola berpikir dan interpretasi manusia terhadap lingkungannya. Dalam kebudayaaan terdapat nilai-nilai yang dianut masyarakat setempat dan hal itu memaksa manusia berperilaku sesuai budayanya. Antara kebudayaan satu dengan yang lain terdapat perbedaan dalam menentukan nilai-nilai hidup sebagai tradisi atau adat istiadat yang dihormati. Adat istiadat yang berbeda tersebut, antara satu dengan lainnya tidak bisa dikatakan benar atau salah, karena penilaiannya selalu terikat pada kebudayaan tertentu. Dengan demikian, manusia dan kebudayaan adalah dua hal yang saling berkaitan. Manusia dengan kemampuan akalnya membentuk budaya, dan budaya dengan nilai-nilainya menjadi landasan moral dalam kehidupan manusia. Seseorang yang berperilaku sesuai nilai-nilai budaya, khususnya nilai etika dan moral, akan disebut sebagai manusia yang berbudaya. Selanjutnya, perkembangan diri manusia juga tidak dapat lepas dari nilai nilai budaya yang berlaku Hakikat Nilai Budaya Nilai atau dalam bahasa Inggris disebut value berarti harga, penghargaan, atau tafsiran. Artinya, harga atau penghargaan yang melekat pada sebuah objek. Objek yang dimaksud adalah berbentuk benda, barang, keadaan, perbuatan, atau perilaku. Nilai adalah sesuatu yang abstrak, bukan konkret. Nilai hanya bisa dipikirkan, dipahami, dan dihayati. Nilai juga berkaitan dengan cita-cita, harapan, keyakinan, dan
10 17 hal-hal yang bersifat batiniah. Menilai berarti menimbang, yaitu kegiatan manusia yang menghubungkan sesuatu dengan sesuatu yang lain untuk mengambil suatu keputusan. Dari uraian nilai di atas jika dihubungkan dengan nilai budaya itu sudah meresap dalam jiwa masyarakat sehingga sulit diubah dalam waktu yang relatif singkat. Sistem nilai budaya memiliki fungsi sebagai padanan dan para meter bagi perilaku manusia. 2.4 Hubungan antara Sastra dan Kebudayaan Sastra adalah perwujudan pikiran dalam bentuk tulisan. Tulisan adalah media pemikiran yang tercurah melalui bahasa, bahasa yang bisa direpresentasikan dalam bentuk tulisan. Menurut Teeuw (1988: 23), sastra berasal dari akar kata sas (Sansekerta) berarti mengarahkan, mengajar, member petunjuk, dan intruksi. Akhiran tra berarti alat, sarana. Jadi, secara leksikal sastra berarti kumpulan alat untuk mengajar, buku pentunjuk atau buka pengajaran yang baik, seperti silpasastra (buku petunjuk arsitektur), kamasastra (buku petunjuk percintaan). Dalam perkembangan berikut kata sastra sering dikombinasikan dengan awalan su, sehingga menjadi susastra, yang diartikan sebagai hasil ciptaan yang baik dan indah. Dalam teori kontemporer sastra dikaitkan dengan ciri-ciri imajinasi dan kreativitas, yang selanjutnya merupakan satu-satunya ciri khas kesusastraan. Terdapat banyak definisi mengenai kebudayaan yang dikemukakan para ahli. Definisi yang paling tua sekaligus paling luas berasal dari E.B Tylor (dalam Ratna,
11 :5) yang dikemukakan dalam bukunya yang berjudul Primitive Culture (1871). Menurut Tylor, kebudayaan adalah keseluruhan aktivitas manusia, termasuk pengetahuan, kepercayaan, seni, moral, hukum, adat-istiadat, dan kebiasaankebiasaan lain. Jadi, sastra dan kebudayaan berbagai wilayah yang sama, yaitu aktivitas manusia tetapi dengan cara yang berbeda, sastra melalui kemampuan imajinasi dan kreativitas, sebagai kemampuan emosionalitas, kebudayaan lebih banyak melalui kemampuan akal, sebagai kemampuan intelektualitas. Sastra dan kebudayaan, seperti telah dijelaskan di atas, baik secara definitif etimologis maupun secara praktis pragmatis, berhubungan erat. Kedua istilah ini berasal dalam kelompok kata yang memberikan perhatian pada aspek-aspek rohaniah, sebagai pencerahan akal budi manusia. Apabila dalam perkembangan berikut sastra perlu diberikan definisi yang lebih sempit, yaitu aktivitas manusia dalam bentuk yang lain, lebih khusus lagi bentuk dengan memanfaatkan bahasa, baik lisan maupun tulisan, tidak demikian halnya terhadap kebudayaan. Artinya, kebudayaan tetap memiliki ruang lingkup yang lebih luas, bahkan cenderung diberikan peluang untuk bertambah luas sebab aktivitas manusia bertambah luas dan beragam. Mengingat luasnya bidang kebudayaan, untuk menjelaskan hubungan antara sastra dan kebudayaan perlu dibedakan antara kebudayaan, peradaban, dan ilmu pengetahuan. Secara garis besar Koentjaraningrat (dalam Ratna, 2007: 7) membedakan tiga wujud kebudayaan, yaitu: 1) Kebudayaan sebagai kompleks ide, gagasan, nilai, norma, dan peraturan,
12 19 2) Kebudayaan sebagai suatu kompleks aktivitas kelakuan berpola manusia dalam masyarakat, dan 3) Kebudayaa sebagai benda-benda hasil karya manusia. Dalam kaitannya dengan peradaban. Sebagai disiplin yang berbeda, sastra dan kebudayaan memiliki objek yang sama, yaitu manusia dalam masyarakat, manusia sebagai fakta sosial, manusia sebagai makhluk kultural. Dikaitkan dengan fungsinya, sebagai aktivitas literer dan aktivitas cultural, keduanya juga berfungsi untuk mengantarkan manusia untuk mencapai jenjang kehidupan yang lebih tinggi. Sebagai sebuah produk budaya, eksistensi sastra daerah tidak dapat dilepaskan dari konteks kebudayaan daerah dan kebudayaan nasional. Dalam konteks kebudayaan daerah, sastra daerah dijadikan sebagai wahana ekpresi budaya daerah Zaidan (dalam Didipu, 2011: 27-28). Dengan demikian, substansi sastra daerah tidak lain merupakan corak kebudayaan suatu daerah tertentu. Untuk itu, sastra daerah perlu dilestarikan dan dipertahankan agar tidak punah. Hal ini penting karena jika produk sastra di suatu daerah tempat dia tumbuh telah punah, maka hakikatnya kebudayaan daerah itu sendiri telah ikut punah. Jika sastra daerah punah, hakikatnya kebudayaan suatu daerah pun ikut punah, yang pada gilirannya berimplikasi pada eksistensi kebudayaan nasional. Oleh sebab itu, menurut Soedirdja (dalam Didipu, 2011: 29) bahwa produk sastra di setiap daerah di Indonesia perlu terus dipertahankan untuk memperkaya khasanah kebudayaan
13 20 nasional, karena hakikatnya sastra suatu bangsa merupakan pencerminan kebudayaan bangsa itu (Darma dalam Didipu, 2011:29). 2.5 Puisi Lisan Umapos Di daerah Kabupaten Banggai ada banyak jenis adat istiadat. Salah satunya adalah puisi lisan Umapos. Puisi lisan Umapos biasanya dikatakan sebagai upacara penyambutan tamu, baik penyambutan Tomundo, Bupati, Perkawinan dan acara adat lainnya. Menurut penutur (pemangku adat) bahwa Umapos ialah upacara yang mempersatukan masyarakat. Puisi lisan Umapos ini dilantunkan oleh pemangku adat dengan berpakaian adat saluan, dengan audiensnya berpakaian biasa saja. Di Kabupaten Banggai puisi lisan ini kurang diminati oleh kalangan masyarakat, mereka hanya bisa mendengarkan syairnya tetapi tidak mengetahui makna dari puisi tersebut. Puisi lisan Umapos di atas memiliki makna pengharapan kepada pemerintah dan merupakan suatu penghormatan tertinggi kepada pemerintah, dalam hal ini adalah Bupati. Pengharapan kepada Bupati agar menjaga daerah Banggai dari kekacauan dan kekerasan serta menjaga amanat sebagai pemimpin. Dari hal di atas timbullah pernyataan bahwa puisi lisan Umapos ini masih merupakan suatu hal yang kurang dimengerti dan dipahami oleh masyarakat di kabupaten Banggai. Hal ini terjadi karena kurangnya kesadaran dan sedikitnya penutur puisi lisan Umapos ini, sehingganya generasi penerus yang menuturkan puisi ini semakin hari semakin akan mengalami kepunahan dan jenis sastra lisan ini bukannya berkembang dan terjaga, malah akan punah. Sebagian orang menganggap
14 21 puisi lisan ini tidaklah wajib untuk dipelajari, tapi sekedar di dengar begitu saja. Maka dari itu, timbul rasa ketidak pedulian dari hati setiap masyarakat terhadap puisi lisan ini. 2.6 Pendekatan Strukturalisme-Genetik Strukturalisme-genetik merupakan gabungan antara strukturalisme dengan marxisme. Strukturalisme-genetik memahami segala sesuatu di dalam dunia ini, termasuk karya sastra, sebagai sebuah struktur. Faruk (2012: 159). Karena itu, usaha strukturalisme-genetik untuk memahami karya sastra secara niscaya terarah pada usaha untuk menemukan struktur karya itu. Abrams (dalam Tuloli, 2000:41) menjelaskan bahwa strukturalisme dimasukkan pada pendekatan objektif, yang menitikberatkan pada karya sastra. Kajian sastra difokuskan pada struktur karya sastra yang terdiri atas struktur-strukturnya. Strukturalisme merupakan suatu sistem yang melihat suatu struktur lengkap dan saling menentukan dalam dirinya, di mana struktur-strukturnya saling berhubungan secara timbal-balik. Pada intinya strukturalisme yang diprakarsai oleh Sausure dapat didasarkan pada tiga ciri. Pertama, tidak mementingkan subjek sebagai pengguna tanda yang telah tersedia. Kedua, tidak berdasarkan hukum kausal (sebab-akibat), tetapi didasarkan pada kajian relasi struktur. Ketiga, tidak mementingkan analisis diakronik, tetapi lebih mengutamakan analisis sinkronik (suatu waktu tertentu). Goldmann (dalam Faruk, 2010:56) menyebutkan teorinya sebagai strukturalisme-genetik. Artinya, ia percaya bahwa karya sastra merupakan sebuah
15 22 struktur. Akan tetapi, struktur itu bukanlah sesuatu yang statis, melainkan merupakan produk dari proses sejarah yang terus berlangsung, proses strukturasi dan destrukturasi yang hidup dan dihayati oleh masyarakat karya sastra yang bersangkutan. Sebagai sebuah teori, strukturalisme-genetik merupakan sebuah pernyataan yang dianggap sahih mengenai kenyataan. Pernyataan itu dikatakan sahih jika di dalamnya terkandung gambaran mengenai tata kehidupan yang bersistem dan terpadu, yang didasarkan pada sebuah landasan ontologis yang berupa kodrat keberadaan kenyataan itu dan pada landasan epistemologi yang berupa seperangkat gagasan yang sistematik mengenai cara memahami atau mengetahui kenyataan yang bersangkutan. Keseluruhan persyaratan di atas tercakup beberapa konsep dasar yang membangun teori termaksud, yaitu fakta kemanusiaan, subjek kolektif, pandangan dunia, pemahaman dan penjelasan. a. Fakta Kemanusiaan Fakta kemanusiaan merupakan landasan ontologis dari strukturalisme-genetik. Adapun yang dimaksudkan dengan fakta tersebut adalah segala aktivitas atau perilaku manusia baik yang verbal maupun yang fisik, yang berusaha dipahami oleh ilmu pengetahuan (Faruk, 2010:57). Fakta itu dapat berwujud aktivitas sosial tertentu seperti sumbangan bencana alam, aktivitas politik tertentu seperti Pemilu, maupun kreasi cultural seperti filsafat, seni rupa, seni musik, seni patung, dan seni sastra. Aktivitas atau perilaku manusia harus menyesuaikan kehidupan dengan lingkungan sekitar. Individu-individu berkumpul membentuk suatu kelompok
16 23 masyarakat. Dengan kelompok masyarakat manusia dapat memenuhi kebutuhan untuk beradabtasi dengan lingkungan. Goldmann (dalam Faruk, 2010:57) menganggap semua fakta kemanusiaan merupakan suatu struktur yang berarti. Yang dimasudkannya adalah bahwa faktafakta itu sekaligus mempunyai struktur tertentu dan arti tertentu. Oleh karena itu, pemahaman mengenai fakta-fakta kemanusiaan harus mempertimbangkan struktur dan artinya. Dengan meminjam teori psikologi Pioget, Goldmann (dalam Faruk, 2010:58), menganggap bahwa manusia dan lingkungan sekitarnya selalu berada dalam proses strukturasi timbal balik yang saling bertentangan tetapi yang sekaligus saling isi-mengisi. Oleh karena itu, fakta kemanusiaan merupakan struktur yang bermakna. b. Subjek Kolektif Subjek kolektif merupakan bagian dari fakta kemanusiaan selain subjek individual. Fakta kemanusiaan muncul karena aktivitas manusia sebagai subjek. Pengarang adalah subjek yang hidup di tengah-tengah masyarakat. Oleh karenanya di dalam masyarakat terdapat fakta kemanusiaan. Dalam hal ini perlu diperhatikan perbedaan antara subjek individual dan subjek kolektif. Perbedaan itu sesuai dengan perbedaan jenis fakta kemanusiaan. Subjek individual merupakan subjek fakta individual (libidinal), sedangkan subjek kolektif merupakan subjek fakta sosial (historis). Subjek kolektif adalah kumpulan individu-individu yang membentuk satu kesatuan beserta aktivitasnya. Goldmann (dalam Faruk, 2010:63)
17 24 menspesifikasikannya sebagai kelas sosial dalam pengertian marxis, sebab baginya kelompok itulah yang terbukti dalam sejarah sebagai kelompok yang telah menciptakan suatu pandangan yang lengkap dan menyeluruh mengenai kehidupan dan yang telah mempengaruhi perkembangan sejarah umat manusia. c. Pandangan Dunia Konsep pandangan dunia merupakan konsep yang menghubungkan karya sastra dengan masyarakat di sekelilingnya. Karya sastra merupakan sarana pengarang untuk menghubungkan dirinya dengan dunia luar melalui serangkaian sajak yang pengarang tuliskan dalam tiap baitnya. Konsep mengenai pandangan dunia yang dapat terwujud dalam karya sastra dan filsafat. Struktur kategoris yang merupakan kompleks menyeluruh dari gagasan, aspirasi, dan perasaan, yang menghubungkan secara bersama-sama anggota-anggota suatu kelompok sosial tertentu dan yang mempertentangkannya dengan kelompokkelompok sosial yang lain. Dengan demikian, pandangan dunia, bagi strukturalismegenetik, tidak hanya seperangkat gagasan abstrak dari satu kelas dengan anggota yang lain dalam kelas yang sama dan membedakannya dari anggota-anggota dari kelas sosial yang lain Goldmann (dalam Faruk, 2010:65-66). d. Dialektika Pemahaman dan Penjelasan Untuk mendapatkan pengetahuan mengenai karya sastra dengan kodrat keberadaan (ontologi) semacam itu Goldmann kemudian mengembangkan sebuah metode yang disebutkannya sebagai metode dialektik. Menurut Goldmann (dalam
18 25 Faruk, 2010: 77), metode itu merupakan metode yang khas yang berbeda dari metode positivistik, metode intuitif, dan metode biografis yang psikologis. Dari segi titik awal dan titik akhirnya, metode dialektik sama dengan metode positivistic. Keduanya sama-sama bermula dan berakhir pada teks sastra. Hanya saja, kalau metode positivistik tidak mempertimbangkan persoalan koherensi structural, metode dialektik memperhitungkannya. Prinsip dasar dari metode dialketik yang membuatnya berhubungan dengan masalah koherensi di atas adalah pengetahuannya mengenai fakta-fakta kemanusiaan yang tetap abstrak apabila tidak dibuat konkret dengan mengintegrasikannya ke dalam keseluruhan. Setiap fakta dan gagasan individual mempunyai arti hanya jika ditempatkan dalam keseluruhan. Sebaliknya keseluruhan hanya dapat dipahami dengan pengetahuan yang bertambah mengenai fakta-fakta parsial atau yang tidak menyeluruh yang membangun keseluruhan itu. Seperti telah dikemukakan di atas, Goldmann (dalam Faruk, 2010:78) memandang karya sastra sebagai produk strukturasi pandangan dunia sehingga cenderung mempunyai struktur yang koheren. Sebagai struktur yang koheren karya sastra merupakan satuan yang dibangun dari bagian-bagian yang lebih kecil. Oleh karena itu, pemahaman terhadapnya dapat dilakukan dengan konsep keseluruhanbagian di atas. Akan tetapi, teks sastra itu sendiri merupakan bagian dari keseluruhan yang lebih besar, yang membuatnya menjadi struktur yang berarti. Dalam pengertian ini pemahaman mengenai teks sastra sebagai keseluruhan tersebut harus dilanjutkan
19 26 dengan usaha menjelaskannya dengan menempatkannya dalan keseluruhan yang lebih besar.
BAB I PENDAHULUAN. dan seloka. Sedangkan novel, cerpen, puisi, dan drama adalah termasuk jenis sastra
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra pada umumnya terdiri atas dua bentuk yaitu bentuk lisan dan bentuk tulisan. Sastra yang berbentuk lisan seperti mantra, bidal, pantun, gurindam, syair,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kehidupan sosial, dan karya sastra memiliki kaitan yang sangat erat. Menurut
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Moral, kebudayaan, kehidupan sosial, dan karya sastra memiliki ruang lingkup yang luas di kehidupan masyarakat, sebab sastra lahir dari kebudayaan masyarakat. Aspek
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sebagai fakta sosial, manusia sebagai makhluk kultural (Ratna, 2005:14). Dalam
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan salah satu hasil karya seni yang sekaligus menjadi bagian dari kebudayaan. Sebagai salah satu hasil kesenian, karya sastra mengandung
Lebih terperincibentuk karya sastra yang menggunakan kata-kata yang indah dan kaya makna.
PUISI bentuk karya sastra yang menggunakan kata-kata yang indah dan kaya makna. Keindahan sebuah puisi disebabkan oleh: diksi, majas, rima dan irama yang terkandung dalam karya sastra tersebut. Adapun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. cara pengungkapannya. Puisi merupakan karya sastra yang disajikan secara
1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Secara umum karya sastra terbagi atas tiga jenis yaitu puisi, prosa dan drama. Menurut Kosasih (2012:1), ketiga jenis karya sastra tersebut dibedakan berdasarkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sastra merupakan suatu bagian dari kebudayaan. Bila kita mengkaji kebudayaan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra merupakan suatu bagian dari kebudayaan. Bila kita mengkaji kebudayaan kita tidak dapat melihatnya sebagai sesuatu yang statis, tetapi merupakan sesuatu
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA. Secara institusional objek sosiologi dan sastra adalah manusia dalam masyarakat,
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Sosiologi dan Sastra Secara institusional objek sosiologi dan sastra adalah manusia dalam masyarakat, sedangkan objek ilmu-ilmu kealaman adalah gejala alam. Masyarakat adalah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kreatif dalam rupa atau wujud yang indah. Pengertian indah, tidak semata-mata merujuk pada
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra sebagai salah satu unsur kesenian yang mengandalkan kreativitas pengarang melalui penggunaan bahasa sebagai media. Dalam hal ini, sastra menggunakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dikenal masyarakat luas sampai saat ini adalah prosa rakyat. Cerita prosa rakyat
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Indonesia memiliki banyak warisan kebudayaan dari berbagai etnik. Warisan kebudayaan yang disampaikan secara turun menurun dari mulut kemulut secara lisan biasa disebut
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang kaya kebudayaan. Kebudayaan tersebut
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara yang kaya kebudayaan. Kebudayaan tersebut tersebar di daerah-daerah sehingga setiap daerah memiliki kebudayaan yang berbeda-beda.
Lebih terperinciBAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Konsep adalah gambaran mental dari suatu objek, proses, atau apapun
BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep adalah gambaran mental dari suatu objek, proses, atau apapun yang ada diluar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal
Lebih terperinciBAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Agar peneliti dan pembaca mendapatkan gambaran yang jelas mengenai preposisipreposisi
BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Agar peneliti dan pembaca mendapatkan gambaran yang jelas mengenai preposisipreposisi penelitian, maka harus memiliki konsep-konsep yang jelas.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Sampai saat ini tidak banyak penelitian yang memperhatikan tentang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra anak masih terpinggirkan dalam khazanah kesusastraan di Indonesia. Sampai saat ini tidak banyak penelitian yang memperhatikan tentang sastra anak. Hal
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. objeknya manusia dan kehidupannya dengan menggunakan bahasa sebagai
BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Penelitian Karya sastra merupakan suatu bentuk dan hasil pekerjaan kreatif yang objeknya manusia dan kehidupannya dengan menggunakan bahasa sebagai medianya (Semi,1989:8).
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Hasil Belajar Apresiasi Puisi 1. Definisi Belajar Pengertian belajar menurut Dimyati dkk (2002 : 5), menyebutkan bahwa belajar itu senantiasa merupakan perubahan tingkah laku atau
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang berkaitan dengan menulis puisi telah
8 BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian yang Relevan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang berkaitan dengan menulis puisi telah banyak dilakukan oleh peneliti sebelumnya. Untuk mengetahui penelitian tersebut,
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat di mana penulisnya hadir, tetapi ia juga ikut terlibat dalam pergolakanpergolakan
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sastra dengan masyarakat mempunyai hubungan yang cukup erat. Apalagi pada zaman modern seperti saat ini. Sastra bukan saja mempunyai hubungan yang erat dengan masyarakat
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. beberapa penulis dalam meneliti atau mengkaji karya sastra. Beberapa diantaranya adalah
BAB II TINJAUAN PUSTAKA KONSEP, DAN LANDASAN TEORI 2.1 TINJAUAN PUSTAKA Berdasarkan temuan penulis, teori struktural genetik ini, sudah digunakan oleh beberapa penulis dalam meneliti atau mengkaji karya
Lebih terperinciBAB 2 LANDASAN TEORETIS. menjadi hasil seni sastra yang kata-katanya disusun menurut syarat tertentu
BAB 2 LANDASAN TEORETIS 2.1. Puisi Pengertian puisi Secara etimologis istilah puisi berasal dari kata bahasa Yunani poites, yang berarti pembangun, pembentuk, pembuat. Dalam bahasa Latin dari kata poeta,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dari banyak karya sastra yang muncul, baik berupa novel, puisi, cerpen, dan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan karya sastra di Indonesia saat ini cukup pesat. Terbukti dari banyak karya sastra yang muncul, baik berupa novel, puisi, cerpen, dan drama. Hasil
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang kaya keanekaragaman seni dan budaya.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang kaya keanekaragaman seni dan budaya. Kebudayaan lokal sering disebut kebudayaan etnis atau folklor (budaya tradisi). Kebudayaan lokal
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENELITIAN YANG RELEVAN. Kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta yaitu buddhayah, ialah
BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENELITIAN YANG RELEVAN A. Tinjauan Pustaka 1. Definisi Kebudayaan Kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta yaitu buddhayah, ialah bentuk jamak dari buddhi yang berarti budi
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Kebudayaan dapat diartikan sebagai suatu nilai dan pikiran yang hidup pada sebuah masyarakat, dan dalam suatu nilai, dan pikiran ini berkembang sejumlah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sisi-sisi kehidupan manusia dan memuat kebenaran-kebenaran kehidupan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan refleksi atau cerminan kondisi sosial masyarakat yang terjadi di dunia sehingga karya itu menggugah perasaan orang untuk berpikir tentang
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Puisi merupakan salah satu bentuk karya sastra yang bersifat imajinatif yang lahir
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Puisi Puisi merupakan salah satu bentuk karya sastra yang bersifat imajinatif yang lahir dari perasaan penyair dan diungkapkan secara berbeda-beda oleh masing-masing
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. referensial (Jabrohim 2001:10-11), dalam kaitannya dengan sastra pada
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya sastra merupakan suatu karya seni yang disampaikan oleh seorang sastrawan melalui media bahasa. Keindahan dalam suatu karya sastra sangat dipengaruhi oleh bahasa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang berbudaya dan bermasyarakat. Tak ada kegiatan manusia yang tidak disertai
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa adalah satu-satunya milik manusia yang tidak pernah lepas dari segala kegiatan dan gerak manusia sepanjang keberadaan manusia itu, sebagai makhluk yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. khusus, karena terjadinya hubungan erat di antara keduanya.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan salah satu hasil karya seni yang sekaligus menjadi bagian dari kebudayaan. Sebagai salah satu hasil kesenian, karya sastra mengandung
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bahasa siswa, karena siswa tidak hanya belajar menulis, membaca,
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengajaran Bahasa Indonesia di Sekolah Dasar (SD) menjadi sebuah proses belajar bahasa yang berada pada fase paling penting bagi penguasaan bahasa siswa, karena siswa
Lebih terperinciNILAI-NILAI SOSIAL DAN BUDAYA DALAM MITOS KIAI KALADETE TENTANG ANAK BERAMBUT GEMBEL DI DATARAN TINGGI DIENG KABUPATEN WONOSOBO SKRIPSI
NILAI-NILAI SOSIAL DAN BUDAYA DALAM MITOS KIAI KALADETE TENTANG ANAK BERAMBUT GEMBEL DI DATARAN TINGGI DIENG KABUPATEN WONOSOBO SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. terlepas dari peristiwa komunikasi untuk mengungkapkan gagasan, ide,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia dalam sepanjang hidupnya hampir-hampir tidak pernah dapat terlepas dari peristiwa komunikasi untuk mengungkapkan gagasan, ide, maupun isi pikiran kepada
Lebih terperinciANALISIS GAYA BAHASA PERSONIFIKASI DAN HIPERBOLA LAGU-LAGU JIKUSTIK DALAM ALBUM KUMPULAN TERBAIK
ANALISIS GAYA BAHASA PERSONIFIKASI DAN HIPERBOLA LAGU-LAGU JIKUSTIK DALAM ALBUM KUMPULAN TERBAIK SKRIPSI Usulan Penelitian untuk Skripsi S-1 Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia dan Daerah Diajukan Oleh
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Sastra lisan sebagai sastra tradisional telah lama ada, yaitu sebelum
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra lisan sebagai sastra tradisional telah lama ada, yaitu sebelum masyarakat tersebut mengenal keberaksaraan. Setiap bentuk sastra lisan, baik cerita maupun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Segala aktivitas kehidupan manusia menggunakan bahasa sebagai alat perantaranya.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam kehidupan sehari-hari manusia tidak bisa terlepas dari bahasa. Sebab bahasa merupakan alat bantu bagi manusia dalam berinteraksi dengan sesamanya. Segala aktivitas
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR
BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Kajian Pustaka 1. Penelitian Terdahulu Penelitian mengenai monolog Marsinah Menggugat sudah dilakukan sebelumnya oleh peneliti terdahulu. Penelitian terdahulu
Lebih terperinciMEDIA VIDEO EMOTIF SEBAGAI SARANA PENDIDIKAN KARAKTER MELALUI PEMBELAJARAN PUISI
Bahasa dan Sastra Indonesia dalam Konteks Global MEDIA VIDEO EMOTIF SEBAGAI SARANA PENDIDIKAN KARAKTER MELALUI PEMBELAJARAN PUISI M. Syirojudin A malina Wijaya S2 Pendidikan Bahasa Indonesia, Pascasarjana
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dikaruniai berbagai kelebihan dibandingkan dengan ciptaan lainnya. Karunia itu
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia adalah makhluk hidup ciptaan Tuhan Yang Maha Esa dan dikaruniai berbagai kelebihan dibandingkan dengan ciptaan lainnya. Karunia itu berupa akal, cipta, rasa,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pengarang serta refleksinya terhadap gejala-gejala sosial yang terdapat di
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karya sastra lahir di tengah-tengah masyarakat sebagai hasil imajinasi pengarang serta refleksinya terhadap gejala-gejala sosial yang terdapat di sekitarnya.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. membicarakan secara langsung, menyampaikan lewat media-media elektronik,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Balakang Pada dasarnya setiap individu mempunyai pengalaman tentang suatu peristiwa. Pengalaman itu dapat berupa: kesenangan, kesedihan, keharuan, ketragiasan, dan sebagainya.
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. ekspresinya. Salah satu unsur yang turut membangun terciptanya sebuah syair
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Syair merupakan sebuah karya sastra yang diciptakan pengarangnya dari wujud ekspresinya. Salah satu unsur yang turut membangun terciptanya sebuah syair adalah lingkungan
Lebih terperinciBAB II KAJIAN TEORI. A. Hasil Penelitian yang Relevan. Penelitian sebelumnya yang terkait dengan penelitian ini adalah Pengaruh
5 BAB II KAJIAN TEORI A. Hasil Penelitian yang Relevan Penelitian sebelumnya yang terkait dengan penelitian ini adalah Pengaruh Media Pembelajaran Film Dokumenter terhadap Hasil Belajar Siswa Kelas XI
Lebih terperinciBAB III METODE DAN TEKNIK PENELITIAN
55 BAB III METODE DAN TEKNIK PENELITIAN Dalam metode penelitian ini akan diuraikan beberapa hal yang berkaitan dengan penelitian, yakni metode penelitian, teknik pengumpulan data, data dan sumber data
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kelompok atau lapisan sosial di dalam masyarakat. Kebudayaan ini merupakan suatu cara
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan manusia pada dasarnya dilatarbelakangi oleh adanya suatu sejarah kebudayaan yang beragam. Keberagaman yang tercipta merupakan hasil dari adanya berbagai
Lebih terperinciSOSIOLOGI SASTRA SEBAGAI PENDEKATAN DALAM PENELITIAN SASTRA (Metode Penelitian Sastra)
SOSIOLOGI SASTRA SEBAGAI PENDEKATAN DALAM PENELITIAN SASTRA (Metode Penelitian Sastra) A. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sastra merupakan pencerminan masyarakat, melalui karya sastra, seorang pengarang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Kebudayaan Indonesia sangat beragam. Pengaruh-pengaruh
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebudayaan merupakan sistem nilai yang terkandung dalam sebuah masyarakat. Kebudayaan Indonesia sangat beragam. Pengaruh-pengaruh kebudayaan yang membentuk lapis-lapis
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah salah satu negara yang luas di dunia, karena Indonesia tidak
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia adalah salah satu negara yang luas di dunia, karena Indonesia tidak hanya memiliki kekayaan alam yang subur, tetapi juga terdiri atas berbagai suku
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Papua seperti seekor burung raksasa, Kabupaten Teluk Wondama ini terletak di
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Teluk Wondama merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Papua Barat, yang baru berdiri pada 12 April 2003. Jika dilihat di peta pulau Papua seperti seekor
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. buddayah, yaitu bentuk jamak dari buddhi yang berarti budi atau akal.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia dikenal sebagai Negara yang terdiri atas berbagai suku bangsa. Masing-masing suku bangsa memiliki warisan budaya yang tak ternilai harganya.kata budaya
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Tujuan pengajaran sastra yang tercantum dalam kurikulum pengajaran
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian Tujuan pengajaran sastra yang tercantum dalam kurikulum pengajaran Bahasa dan Sastra Indonesia tidak hanya untuk memperoleh pengetahuan tentang sastra
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kepustakaan yang Relevan Dalam penulisan penelitian ini tidak terlepas dari buku-buku dan skripsi pendukung yang relevan dengan judul penelitian ini. Sesuai dengan judul penelitian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dari kata majemuk bahasa Inggris folklore, yang terdiri atas kata folk dan lore.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dananjaya (dalam Purwadi 2009:1) menyatakan bahwa kata folklor berasal dari kata majemuk bahasa Inggris folklore, yang terdiri atas kata folk dan lore. Kata folk berarti
Lebih terperinciGEOGRAFI BUDAYA Materi : 7
GEOGRAFI BUDAYA Materi : 7 Agus sudarsono 1 VII. KEBUDAYAAN 2 A. BUDAYA DAN KEBUDAYAAN Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sanskerta yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sastra daerah merupakan bagian dari suatu kebudayaan yang tumbuh dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra daerah merupakan bagian dari suatu kebudayaan yang tumbuh dan berkembang di tengah-tengah masyarakat. Kehidupan sastra daerah itu dapat dikatakan masih
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menunjukkan ciri-ciri khas, meskipun puisi telah mengalami perkembangan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu bentuk karya sastra yang memiliki keindahan dalam bahasanya yaitu puisi. Waluyo (1991:3) mengatakan bahwa puisi adalah bentuk karya sastra yang paling tua.
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kajian pustaka adalah paparan atau konsep-konsep yang mendukung pemecahan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kepustakaan Yang Relevan Dalam menyusun sebuah karya ilmiah sangat diperlukan kajian pustaka. Kajian pustaka adalah paparan atau konsep-konsep yang mendukung pemecahan masalah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa dan sastra memiliki hubungan yang erat. Kekuatan sastra berada pada kekuatan dan cara pengarang menggunakan bahasa. Melalui bahasa, seorang pengarang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berkembang mengiringi kebudayaan dari zaman ke zaman.akibat perkembangan itu
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sastra Bali merupakan salah satu aspek kebudayaan Bali yang hidup dan berkembang mengiringi kebudayaan dari zaman ke zaman.akibat perkembangan itu maka di Bali lahirlah
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA. Sejauh pengetahuan peneliti, penelitian tentang pengajaran satra telah
6 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian yang Relevan Sebelumnya Sejauh pengetahuan peneliti, penelitian tentang pengajaran satra telah banyak dilakukan salah satunya, penelitian pengajaran sastra dapat peneliti
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sastra adalah penafsiran kebudayaan yang jitu. Sastra bukan sekadar seni
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sastra adalah penafsiran kebudayaan yang jitu. Sastra bukan sekadar seni yang merekam kembali alam kehidupan, akan tetapi yang memperbincangkan kembali lewat suatu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Bahasa sangat penting dalam kehidupan manusia, baik komunikasi. kehidupan masyarakat. Manusia membutuhkan bahasa sebagai alat untuk
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa sangat penting dalam kehidupan manusia, baik komunikasi antarindividu yang satu dengan yang lain maupun antar kelompok yang satu dengan yang lain. Interaksi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sangat dipengaruhi oleh bahasa dan aspek-aspek lain. Oleh karena itu, bagi
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya sastra merupakan suatu karya seni yang disampaikan oleh seorang sastrawan melalui media bahasa. Keindahan dalam suatu karya sastra sangat dipengaruhi oleh bahasa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. di Indonesia disatupadukan dari kebudayaan nasional dan kebudayaan. daerah. Kebudayaan nasional Indonesia merupakan puncak puncak
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kepulauan Nusantara terdiri atas aneka warna kebudayaan dan bahasa. Keaneka ragaman kebudayaan dari berbagai suku bangsa yang ada di Indonesia disatupadukan dari kebudayaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berkembang di tengah-tengah masyarakat. Kehidupan sastra daerah itu dapat. Mitchell (dalam Nurgiyantoro, 2005 : 163) yakni,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra daerah merupakan bagian dari suatu kebudayaan yang tumbuh dan berkembang di tengah-tengah masyarakat. Kehidupan sastra daerah itu dapat dikatakan masih
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sastra secara nyata memang berbeda dengan psikologi. Psikologi
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Sastra secara nyata memang berbeda dengan psikologi. Psikologi merupakan aktivitas ilmiah tentang prilaku manusia yang berkaitan dengan proses mental
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bangsa Indonesia terdiri atas beribu-ribu pulau dan berbagai etnis, kaya
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia terdiri atas beribu-ribu pulau dan berbagai etnis, kaya dengan seni dan sastra seperti permainan rakyat, tarian rakyat, nyanyian rakyat, dongeng,
Lebih terperinciBAB 7. Standar Kompetensi. Memahami kesamaan dan keberagaman Bahasa dan Dialek. Kompetensi Dasar. Tujuan Pembelajaran
BAB 7 Standar Kompetensi Memahami kesamaan dan keberagaman Bahasa dan Dialek Kompetensi Dasar 1. Menjelaskan keberadaan dan perkembangan tradisi lisan dalam masyarakat setempat. 2. Mengembangkan sikap
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sastra adalah seni yang tercipta dari tangan-tangan kreatif, yang merupakan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sastra adalah seni yang tercipta dari tangan-tangan kreatif, yang merupakan jabaran dari kehidupan yang terjadi di muka bumi ini. Sastra merupakan salah satu seni yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. rumah adat yang menjadi simbol budaya daerah, tetapi juga tradisi lisan menjadi
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan sebuah negeri yang memiliki aneka ragam budaya yang khas pada setiap suku bangsanya. Tidak hanya bahasa daerah, pakaian adat, rumah adat
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Pradopo (1988:45-58) memberi batasan, bahwa karya sastra yang bermutu
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembicaraan karya sastra tidak lepas dari penilaian-penilaian. Pradopo (1988:45-58) memberi batasan, bahwa karya sastra yang bermutu seni adalah yang imajinatif,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan hasil kreasi manusia yang indah, di dalamnya
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan hasil kreasi manusia yang indah, di dalamnya terdapat daya kreatif dan daya imajinasi. Kedua kemampuan tersebut sudah melekat pada jiwa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra diciptakan pengarang berdasarkan realita (kenyataan) yang ada di dalam masyarakat. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa sastra memang mencerminkan kenyataan,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah
1 Tinjauan aspek sosiokultural puisi-puisi pada harian Solopos dan relevansinya sebagai materi ajar alternatif bahasa Indonesia di SMA (harian Solopos edisi oktober-desember 2008) Oleh: Erwan Kustriyono
Lebih terperinciKEBUDAYAAN & MASYARAKAT
KEBUDAYAAN & MASYARAKAT Pengantar Sosiologi FITRI DWI LESTARI MASYARAKAT Masyarakat adalah orang yang hidup bersama yang menghasilkan kebudayaan. Tak ada masyarakat yang tidak memiliki kebudayaan dan sebaliknya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Belajar 9 Tahun Dalam Sastra Dayak Ngaju, (Jakarta: Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, 2003), 20.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Suku Dayak Ngaju merupakan suku Dayak yang berdomisili di Provinsi Kalimantan Tengah. Umumnya, suku Dayak Ngaju tinggal di sepanjang sungaisungai besar seperti
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan cermin dari sebuah realitas kehidupan sosial masyarakat.
1. 1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Karya sastra merupakan cermin dari sebuah realitas kehidupan sosial masyarakat. Sebuah karya sastra yang baik memiiki sifat-sifat yang abadi dengan memuat kebenarankebenaran
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan sistem tanda yang mempunyai makna yang mempergunakan medium bahasa. Bahasa sebagai medium karya sastra. Bahasa sudah menjadi sistem
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang objeknya adalah manusia dan kehidupannya dengan menggunakan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan bentuk dan hasil pekerjaan seni kreatif yang objeknya adalah manusia dan kehidupannya dengan menggunakan bahasa sebagai medianya (Semi,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kelurahan Watulea, Kecamatan Gu, Kabupaten Buton Tengah, Sulawesi
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabhanti Watulea merupakan tradisi lisan masyarakat Watulea di Kelurahan Watulea, Kecamatan Gu, Kabupaten Buton Tengah, Sulawesi Tenggara. Kabhanti Watulea adalah
Lebih terperinciKarya sastra melukiskan corak, cita-cita, aspirasi, dan perilaku masyarakat, sesuai dengan hakikat dan eksistensinya karya sastra merupakan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kata satra dalam Bahasa Indonesia berasal dari bahasa Sanskerta yaitu akar kata sas-, yang berarti mengarahkan, mengajar, memberi petunjuk atau instruksi, sedangkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Suatu daerah pasti memiliki suatu keunikan masing-masing. Keunikankeunikan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Suatu daerah pasti memiliki suatu keunikan masing-masing. Keunikankeunikan tersebut terlihat pada berbagai kebudayaan serta adat istiadat yang dimiliki oleh masyarakat
Lebih terperinci2015 RELEVANSI GAYA BAHASA GURIND AM D UA BELAS KARYA RAJA ALI HAJI D ENGAN KRITERIA BAHAN AJAR PEMBELAJARAN BAHASA D AN SASTRA IND ONESIA D I SMA
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Setiap kali gurindam disebut, maka yang terbesit tidak lain ialah Gurindam Dua Belas karya Raja Ali Haji. Seakan-akan hanya Gurindam Dua Belas satu-satunya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mengetahui bagaimana persoalan-persoalan kebudayaan yang ada. Kebiasaan
1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Kebudayaan pada hakikatnya merupakan wujud dari upaya manusia dalam menanggapi lingkungan secara aktif. Aktif yang dimaksud adalah aktif mengetahui bagaimana persoalan-persoalan
Lebih terperinciA. Latar Belakang Kegiatan pembelajaran di sekolah dilaksanakan dalam rangka untuk meningkatkan kemampuan siswa, baik pada aspek pengetahuan, sikap
A. Latar Belakang Kegiatan pembelajaran di sekolah dilaksanakan dalam rangka untuk meningkatkan kemampuan siswa, baik pada aspek pengetahuan, sikap maupun keterampilan. Untuk mencapai ketiga aspek tersebut
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Sastra tidak terlepas dari kehidupan manusia karena sastra merupakan bentuk
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra tidak terlepas dari kehidupan manusia karena sastra merupakan bentuk ungkapan pengarang atas kehidupan yang terjadi dalam kehidupan bermasyarakat. Berdasarkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Interaksi pendidikan berfungsi membantu pengembangan seluruh potensi, kecakapan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan interaksi antara pendidik dengan peserta didik, untuk mencapai tujuan pendidikan, yang berlangsung dalam lingkungan pendidikan. Interaksi
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI. Kajian pustaka memuat uraian sistematis tentang teori-teori dasar dan konsep
BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka Kajian pustaka memuat uraian sistematis tentang teori-teori dasar dan konsep atau hasil-hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti terdahulu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran merupakan kunci keberhasilan sumber daya manusia untuk
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembelajaran merupakan kunci keberhasilan sumber daya manusia untuk mengikuti perkembangan zaman. Pembelajaran memiliki peran serta mendidik siswa agar menjadi manusia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sendiri mempunyai kelebihan yang tidak dimiliki oleh makhluk lainnya. Salah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ciptaan Tuhan yang paling tinggi derajatnya adalah manusia, manusia sendiri mempunyai kelebihan yang tidak dimiliki oleh makhluk lainnya. Salah satu kelebihan
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kepustakaan yang Relevan Penulisan suatu karya ilmiah merupakan suatu rangkaian yang saling berkaitan dengan menggunakan referensi yang berhubungan agar sebuah karya ilmiah lebih
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. seorang pengarang lagu sehingga lirik-lirik lagunya menarik untuk
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Gaya bahasa menimbulkan efek keindahan dalam bentuk lisan maupun tulisan. Efek keindahan gaya bahasa berkaitan dengan selera pribadi pengarang dan kepekaannya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. anggota masyarakat yang berkembang sesuai dengan lingkungannya. Karya
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan peradaban manusia tidak pernah terlepas dari apa yang disebut karya sastra. Karya sastra merupakan hasil ide atau pemikiran dari anggota masyarakat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. secara sadar dengan tujuan untuk menyampaikan ide, pesan, maksud,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan rangkaian bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia secara sadar dengan tujuan untuk menyampaikan ide, pesan, maksud, perasaan, dan pendapat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia memiliki kebudayaan yang berbeda-beda. Hal ini disebabkan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bangsa Indonesia memiliki kebudayaan yang berbeda-beda. Hal ini disebabkan karena bangsa Indonesia terdiri dari beribu-ribu pulau dan keanekaragaman budaya merupakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian Sastra merupakan suatu bagian dari kebudayaan. Bila kita mengkaji sastra maka kita akan dapat menggali berbagai kebudayaan yang ada. Di Indonesia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dari luapan emosional. Karya sastra tidak menyuguhkan ilmu pengetahuan dalam
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sastra adalah suatu kegiatan kreatif pada sebuah karya seni yang tertulis atau tercetak (Wellek 1990: 3). Sastra merupakan karya imajinatif yang tercipta dari luapan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pada bab pendahuluan ini dikemukakan beberapa poin di antaranya latar belakang
1 BAB I PENDAHULUAN Pada bab pendahuluan ini dikemukakan beberapa poin di antaranya latar belakang penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan ruang lingkup penelitian. 1.1
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang memiliki kekayaan budaya dan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Bangsa Indonesia adalah bangsa yang memiliki kekayaan budaya dan tradisi yang beragam yang tersebar di seluruh pelosok tanah air. Kekayaan budaya dan tradisi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Karya sastra yang tercipta merupakan hasil dari proses kreativitas pengarang. Pengarang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra yang tercipta merupakan hasil dari proses kreativitas pengarang. Pengarang merupakan bagian dari masyarakat, dan hidup dalam masyarakat dengan beraneka
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN Pada bab I ini, peneliti mengungkapkan mengenai: (a) latar belakang masalah, (b) rumusan masalah, (c) tujuan penelitian, dan (d) manfaat penelitian. A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Atik Rahmaniyar, 2015
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pendidikan karakter secara eksplisit maupun implisit telah terbentuk dalam berbagai mata pelajaran yang diajarkan. Melalui pendidikan karakter diharapkan
Lebih terperinci