ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI TINGKAT KEMISKINAN DI PROVINSI MALUKU UTARA TAHUN OLEH KURNIAWAN DEDY CAHYONO H

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI TINGKAT KEMISKINAN DI PROVINSI MALUKU UTARA TAHUN OLEH KURNIAWAN DEDY CAHYONO H"

Transkripsi

1 ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI TINGKAT KEMISKINAN DI PROVINSI MALUKU UTARA TAHUN OLEH KURNIAWAN DEDY CAHYONO H DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011

2 RINGKASAN KURNIAWAN DEDY CAHYONO. Analisis Faktor-faktor yang Memengaruhi Tingkat Kemiskinan di Provinsi Maluku Utara Tahun (dibimbing oleh MUHAMMAD FINDI ALEXANDI). Penanggulangan kemiskinan merupakan fokus perhatian semua negara di dunia. Bahkan dari delapan butir Millenium Development Goals (MDGs) yang ditandatangani oleh 189 negara anggota PBB, memberantas kemiskinan dan kelaparan merupakan butir pertama dari MDGs. Perhatian pemerintah Indonesia dalam permasalahan kemiskinan dituangkan di dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) yang menempatkan pengurangan kemiskinan sebagai salah satu prioritas pembangunan. Tingkat kemiskinan ditargetkan turun hingga mencapai 8,2 persen pada tahun Provinsi Maluku Utara merupakan contoh provinsi yang masih mengalami permasalahan dengan tingkat kemiskinan. Pada tahun 2009 jumlah penduduk miskin di Provinsi Maluku Utara mencapai 99,10 ribu jiwa atau 10,34 persen dari total penduduknya. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa target penurunan kemiskinan hingga 8,2 persen pada tahun 2009 masih belum tercapai. Bila ditinjau secara spasial, penanggulangan kemiskinan antarkabupaten/kota di Provinsi Maluku Utara tidak merata. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola kemiskinan (persentase penduduk miskin, tingkat kedalaman dan keparahan kemiskinan) antarkabupaten/kota dan antarwaktu serta menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi tingkat kemiskinan di Provinsi Maluku Utara. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dari BPS RI dan BPS Provinsi Maluku Utara tahun Analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif dan analisis regresi data panel. Hasil analisis deskriptif menunjukkan bahwa terjadi penurunan persentase dan jumlah penduduk miskin di Provinsi Maluku Utara selama periode tahun Namun, penurunan penduduk miskin tersebut tidak diikuti oleh perbaikan kualitas kehidupan penduduk miskin. Hal ini ditunjukkan dengan perkembangan Indeks Kedalaman Kemiskinan dan Indeks Keparahan Kemiskinan yang tidak selalu sejalan dengan penurunan persentase penduduk miskin. Hasil analisis regresi data panel menunjukkan faktor-faktor yang signifikan memengaruhi kemiskinan di Provinsi Maluku Utara yaitu pertumbuhan ekonomi, tingkat pendidikan, jumlah pengangguran dan share PDRB sektor pertanian. Tingkat pendidikan merupakan variabel yang memiliki pengaruh yang relatif besar terhadap pengurangan tingkat kemiskinan.

3 ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI TINGKAT KEMISKINAN DI PROVINSI MALUKU UTARA TAHUN Oleh KURNIAWAN DEDY CAHYONO H Skripsi Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011

4 Judul Skripsi : ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI TINGKAT KEMISKINAN DI PROVINSI MALUKU UTARA TAHUN Nama NRP : Kurniawan Dedy Cahyono : H Menyetujui, Dosen Pembimbing Dr. Muhammad Findi A, M.E. NIP Mengetahui, Ketua Departemen Ilmu Ekonomi Dedi Budiman Hakim, Ph.D. NIP Tanggal Kelulusan :

5 PERNYATAAN DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA TULIS ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN. Bogor, November 2011 Kurniawan Dedy Cahyono H

6 RIWAYAT HIDUP Penulis bernama Kurniawan Dedy Cahyono, dilahirkan di Blora pada tanggal 23 Maret 1984 dari pasangan Sunardjo dan Sri Wahyuni. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara. Penulis menikah dengan Laelatul Qomariyah pada tahun 2007 dan dikaruniai dua orang anak bernama Azzam Muhammad Mumtaza Ahsan dan Abdullah Alfaruq. Serta seorang janin yang penulis tunggu kelahirannya. Penulis menamatkan sekolah dasar pada SD Negeri Gayam 01 Sukoharjo pada tahun Kemudian penulis melanjutkan ke SLTP Negeri 1 Sukoharjo dan lulus pada tahun Pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan ke SMA Negeri 1 Sukoharjo dan lulus tahun Kemudian penulis melanjutkan pendidikan tinggi di Sekolah Tinggi Ilmu Statistik Jakarta dan lulus pada tahun Sejak Januari 2007, penulis bertugas di BPS Kabupaten Halmahera Barat, Provinsi Maluku Utara. Pada tahun 2010 penulis diterima menjadi mahasiswa program alih jenis/matrikulasi di Sekolah Pasca Sarjana Departemen Ilmu Ekonomi melalui program beasiswa kerjasama Badan Pusat Statistik dengan Departemen Ilmu Ekonomi Institut Pertanian Bogor.

7 KATA PENGANTAR Puji syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah Subhanahu Wa Ta la atas segala rahmat, karunia dan hidayah-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul Faktor-faktor yang Memengaruhi Tingkat Kemiskinan di Provinsi Maluku Utara Tahun Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, khususnya kepada: 1. Dr. Muhammad Findi A, M.E. selaku pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan arahan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. 2. Dr. Ir. Sri Mulatsih, M.Sc. Agr. dan Ranti Wiliasih, M.Si. selaku dosen penguji atas saran dan kritik untuk kesempurnaan skripsi ini. 3. Istriku tercinta, Laelatul Qomariyah, kedua buah hatiku dan keempat orangtuaku atas doa, dukungan serta kasih sayangnya kepada penulis. 4. Rekan mahasiswa kelas khusus BPS-IPB Batch 4 angkatan Rekan di BPS Provinsi Maluku Utara dan BPS RI yang telah membantu penulis dalam penyediaan data. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pihak lain yang membutuhkan. Bogor, November 2011 Kurniawan Dedy Cahyono H

8 viii DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI... viii DAFTAR TABEL... xi DAFTAR GAMBAR... xiii DAFTAR LAMPIRAN... xiv I. PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian... 5 II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN Tinjauan Teori Kemiskinan Jenis-Jenis Kemiskinan Kemiskinan Relatif Kemiskinan Absolut Pendekatan dalam Pengukuran Kemiskinan Garis Kemiskinan Indikator Kemiskinan Pertumbuhan Ekonomi Tingkat Pendidikan Share PDRB Sektor Pertanian Pengangguran Penelitian-Penelitian Terdahulu Kerangka Pemikiran Hipotesis III. METODE PENELITIAN... 24

9 ix 3.1 Jenis dan Sumber Data Metode Analisis Analisis Deskriptif Analisis Regresi Data Panel Common Effects Model Fixed Effects Model Random Effects Model Metode Pemilihan Model Pengujian Asumsi Asumsi Normalitas Asumsi Homoskedastisitas Asumsi Autokolerasi Uji Multikolinieritas Pengujian Parameter Model Uji-F Uji-t Koefisien Determinasi (R 2 ) Model Penelitian Definisi Operasional IV. ANALISIS DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Provinsi Maluku Utara Kondisi Geografis Pemerintahan Kependudukan Perkembangan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Struktur Ekonomi Kondisi Ketenagakerjaan Tingkat Pendidikan Gambaran Pola Kemiskinan di Provinsi Maluku Utara Tahun

10 x Perkembangan Tingkat Kemiskinan di Provinsi Maluku Utara Perkembangan Tingkat Kedalaman dan Keparahan Kemiskinan di Provinsi Maluku Utara Tahun Perkembangan Tingkat Kedalaman Kemiskinan Kabupaten/Kota Perkembangan Tingkat Keparahan Kemiskinan Kabupaten/Kota Perkembangan Garis Kemiskinan Analisis Regresi Data Panel Pemilihan Model Uji Asumsi Homoskedastisitas Autokolerasi Multikolinieritas Intepretasi Model PDRB Rata-Rata Lama Sekolah Jumlah Pengangguran Share PDRB Sektor Pertanian V. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 70

11 xi DAFTAR TABEL Nomor Halaman 1.1 Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Maluku Utara Tahun Luas Wilayah, Luas Wilayah Daratan dan Ibukota Kabupaten/Kota di Provinsi Maluku Utara Tahun Jumlah Penduduk Provinsi Maluku Utara Menurut Kabupaten/Kota (jiwa) Persentase Luas Wilayah Daratan, Persentase Penduduk dan Kepadatan Penduduk Provinsi Kabupaten/Kota di Provinsi Maluku Utara Tahun PDRB ADHB dan PDRB ADHK Provinsi Maluku Utara Menurut Lapangan Usaha Tahun (juta rupiah) Struktur Perekonomian Provinsi Maluku Utara Kontribusi Subsektor terhadap PDRB Sektor Pertanian Provinsi Maluku Utara (Persen) Indikator-Indikator Pendidikan di Provinsi Maluku Utara Menurut Kabupaten/Kota Tahun Persentase Penduduk Miskin (HCI) Provinsi Maluku Utara Menurut Kabupaten/Kota Tahun Kedalaman Kemiskinan Provinsi Maluku Utara Menurut Kabupaten/Kota Tahun Keparahan Kemiskinan Provinsi Maluku Utara Menurut Kabupaten/Kota Tahun Perkembangan Garis Kemiskinan Provinsi Maluku Utara Menurut Kabupaten/Kota Tahun Matriks Korelasi Antarvariabel Independen... 60

12 xii Nomor Halaman 4.13 Hasil Regresi Data Panel Faktor-Faktor yang Memengaruhi Tingkat Kemiskinan di Provinsi Maluku Utara... 61

13 xiii DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman 1.1 Persentase Penduduk Miskin Provinsi Maluku Utara Kerangka Pemikiran PDRB ADHB dan PDRB ADHK Provinsi Maluku Utara Laju Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Maluku Utara Tahun Jumlah Pengangguran dan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Provinsi Maluku Utara Persentase dan Jumlah Penduduk Miskin Provinsi Maluku Utara Tahun Indeks Kedalaman Kemiskinan dan Indeks Keparahan Kemiskinan Provinsi Maluku Utara Tahun Persentase Penduduk Miskin dan Indeks Kedalaman Kemiskinan menurut Kabupaten/Kota Tahun Persentase Penduduk Miskin dan Indeks Keparahan Kemiskinan menurut Kabupaten/Kota Tahun Perkembangan Garis Kemiskinan Indonesia dan Provinsi Maluku Utara Tahun

14 xiv DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman 1 Langkah-Langkah Pemilihan Model Regresi Data Panel... 70

15 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusi-institusi nasional, disamping tetap mengejar akselerasi pertumbuhan ekonomi, penanganan ketimpangan pendapatan, serta pengentasan kemiskinan (Todaro dan Smith, 2006). Jadi, kinerja pembangunan bukan hanya diukur dari pertumbuhan ekonomi saja, tetapi harus tetap mempertimbangkan penurunan kemiskinan serta penanganan ketimpangan pendapatan. Penanggulangan kemiskinan merupakan fokus perhatian semua negara di dunia. Bahkan dari delapan butir Millenium Development Goals (MDGs) yang ditandatangani oleh 189 negara anggota PBB, memberantas kemiskinan dan kelaparan merupakan butir pertama dari MDGs. Komitmen semua bangsa di dunia untuk mengentaskan kemiskinan dikokohkan kembali dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Pembangunan Berkelanjutan di Johannesburg, Afrika Selatan, bulan September Kesepakatan tersebut dituangkan dalam dokumen "Rencana Pelaksanaan KTT Pembangunan Berkelanjutan", yang ditandatangani oleh para kepala negara/pemerintahan dari 165 negara yang hadir dalam KTT tersebut, termasuk Indonesia. Hal ini menunjukkan komitmen Negara Indonesia untuk memberantas kemiskinan dalam rangka pembangunan berkelanjutan (Hadad, 2003).

16 2 Perhatian pemerintah Indonesia terhadap kemiskinan dituangkan di dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Penurunan jumlah kemiskinan hingga 8,2 persen pada tahun 2009 merupakan salah satu sasaran pertama dalam hal agenda pemerintah meningkatkan kesejahteraan rakyat. Bahkan untuk mencapai sasaran tersebut pemerintah merumuskan prioritas pembangunan nasional adalah penanggulangan kemiskinan dengan kebijakan yang diarahkan untuk menghormati, melindungi dan memenuhi hak-hak dasar masyarakat miskin. Provinsi Maluku Utara merupakan salah satu contoh daerah yang masih menghadapi permasalahan dalam penanggulangan kemiskinan. Setelah memisahkan diri dari Provinsi Maluku di tahun 1999, provinsi ini masih menempati peringkat ke 29 dari 33 provinsi di Indonesia dalam hal pencapaian pembangunan manusia. Provinsi Maluku Utara juga masih harus menghadapi penduduk miskin sebesar 99,10 ribu jiwa atau 10,34 persen dari total penduduknya. Persen 14,00 13,00 12,00 11,00 10,00 9,00 8,00 7,00 6,00 13,23 12,73 11,97 11,51 10, Tahun Sumber: BPS Provinsi Maluku Utara, 2009 (diolah). Gambar 1.1. Persentase Penduduk Miskin Provinsi Maluku Utara

17 3 Perkembangan tingkat kemiskinan di Provinsi Maluku Utara dari tahun memiliki tren yang menurun. Namun jika ditinjau secara spasial, pencapaian penanggulangan kemiskinan cukup bervariasi. Terdapat kabupaten/kota yang memiliki persentase penduduk miskin yang masih tinggi seperti Kabupaten Halmahera Tengah, Kabupaten Halmahera Timur dan Halmahera Barat. Kabupaten/kota lain seperti Kota Ternate, Kota Tidore Kepulauan dan Halmahera Utara memiliki persentase penduduk miskin yang relatif rendah (Tabel 1.1). Tabel 1.1. Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Maluku Utara Tahun 2009 No Kabupaten/Kota Jumlah Penduduk Miskin (ribu jiwa) Persentase penduduk miskin (%) 1 Halmahera Barat 13,8 14,34 2 Halmahera Tengah 9,1 26,64 3 Kepulauan Sula 14,7 11,51 4 Halmahera Selatan 20,8 10,97 5 Halmahera Utara* 15,2 7,93 6 Halmahera Timur 13,5 19,55 7 Kota Ternate 7,2 4,22 8 Kota Tidore Kepulauan 4,9 6,01 Provinsi Maluku Utara 99,10 10,34 *Tergabung dengan Kabupaten Pulau Morotai Sumber: BPS Provinsi Maluku Utara, 2009 (diolah). 1.2 Perumusan Masalah Penanggulangan kemiskinan merupakan permasalahan kompleks yang dihadapi oleh seluruh negara terutama negara sedang berkembang termasuk Indonesia. Provinsi Maluku Utara sebagai provinsi yang baru terbentuk di tahun 1999, harus bekerja keras untuk terus mengurangi tingkat kemiskinan agar

18 4 pembangunan yang berjalan benar-benar dapat memberikan manfaat secara optimal di segala bidang. Pada tahun 2009 Provinsi Maluku Utara masih harus menghadapi kemiskinan 99,10 ribu jiwa atau 10,34 persen dari total penduduknya. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa target penurunan kemiskinan hingga 8,2 persen pada tahun 2009 masih belum tercapai. Pencapaian penanggulangan kemiskinan menurut kabupaten/kota di Maluku Utara masih belum merata. Pada tahun 2009, tiga kabupaten/kota memiliki persentase penduduk miskin tergolong rendah yaitu Kota Ternate, Kota Tidore Kepulauan dan Kabupaten Halmahera Utara. Sedangkan kabupaten/kota lainnya masih relatif tinggi. Bahkan, Kabupaten Halmahera Tengah dan Halmahera Timur persentase penduduk miskinnya tergolong sangat tinggi. Identifikasi pola maupun faktor penyebab kemiskinan merupakan salah satu informasi penting yang dapat digunakan sebagai pedoman untuk mendukung program pengurangan kemiskinan. Berdasarkan uraian di atas, dalam penelitian ini dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut: 1. Bagaimana pola kemiskinan (persentase penduduk miskin, tingkat kedalaman kemiskinan dan keparahan kemiskinan) antarkabupaten/kota dan antarwaktu di Provinsi Maluku Utara selama tahun ? 2. Apakah faktor-faktor yang memengaruhi tingkat kemiskinan di Provinsi Maluku Utara tahun ?

19 5 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai dari penulisan ini adalah: 1. Memberi gambaran pola kemiskinan (persentase penduduk miskin, tingkat kedalaman dan keparahan kemiskinan) antarkabupaten/kota dan antarwaktu di Provinsi Maluku Utara tahun Menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi tingkat kemiskinan di Provinsi Maluku Utara tahun Manfaat Penelitian Dari penelitian ini diharapkan memberikan manfaat sebagai berikut: 1. Memberi masukkan bagi pemerintah dalam menetapkan kebijakan yang tepat untuk mengurangi kemiskinan dari Provinsi Maluku Utara. 2. Menjadi bahan acuan dan referensi bagi peneliti lain yang ingin meneliti lebih lanjut dan lebih mendalam tentang kemiskinan. 1.5 Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian Dalam penulisan skripsi ini, penelitian hanya dibatasi di Provinsi Maluku Utara. Karena keterbatasan ketersediaan data dan adanya pemekaran wilayah, series penelitian dari tahun Jumlah kabupaten/kota yang diteliti sebanyak 6 kabupaten dan 2 kota, yaitu: Kabupaten Halmahera Barat, Kabupaten Halmahera Tengah, Kabupaten Kepulauan Sula, Kabupaten Halmahera Selatan, Halmahera Utara, Halmahera Timur, Kota Ternate, Kota Tidore Kepulauan. Sedangkan Kabupaten Pulau Morotai masih tergabung dengan kabupaten induknya yaitu Kabupaten Halmahera Utara.

20 BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Tinjauan Teori Kemiskinan Kemiskinan adalah kondisi dimana seseorang atau sekelompok orang tidak mampu memenuhi hak-hak dasarnya untuk mempertahankan dan mengembangkan kehidupan yang bermartabat (Bappenas, 2004). Hak-hak dasar antara lain (a) terpenuhinya kebutuhan pangan, (b) kesehatan, pendidikan, pekerjaan, perumahan, air bersih, pertanahan, sumber daya alam dan lingkungan hidup, (c) rasa aman dari perlakuan atau ancaman tindak kekerasan, (d) hak untuk berpartisipasi dalam kehidupan sosial-politik (BPS, 2009) Jenis-jenis Kemiskinan Kemiskinan Relatif Kemiskinan relatif merupakan kondisi miskin karena pengaruh kebijakan pembangunan yang belum mampu menjangkau seluruh lapisan masyarakat sehingga menyebabkan ketimpangan distribusi pendapatan. Standar minimum disusun berdasarkan kondisi hidup suatu negara pada waktu tertentu dan perhatian terfokus pada golongan penduduk termiskin, misalnya 20 persen atau 40 persen lapisan terendah dari total penduduk yang telah diurutkan menurut pendapatan/pengeluaran. Kelompok ini merupakan penduduk relatif miskin.

21 7 Dengan menggunakan definisi ini berarti orang miskin selalu hadir bersama kita (BPS, 2009). Negara yang lebih kaya (sejahtera), cenderung merevisi garis kemiskinannya menjadi lebih tinggi, dengan pengecualian Amerika Serikat, dimana garis kemiskinan pada dasarnya tidak berubah selama hampir empat dekade. Misalnya, Uni Eropa umumnya mendefinisikan penduduk miskin adalah mereka yang mempunyai pendapatan per kapita di bawah 50 persen dari median (rata-rata) pendapatan. Ketika median/rata-rata pendapatan meningkat, garis kemiskinan relatif juga meningkat (BPS, 2009). Jadi, garis kemiskinan relatif tidak dapat digunakan untuk membandingkan tingkat kemiskinan antarnegara, karena tidak mencerminkan tingkat kesejahteraan yang sama Kemiskinan Absolut Kemiskinan secara absolut ditentukan berdasarkan ketidakmampuan untuk mencukupi kebutuhan pokok minimum seperti pangan, sandang, kesehatan, perumahan dan pendidikan yang diperlukan untuk bisa hidup dan bekerja. Kebutuhan pokok minimum diterjemahkan sebagai ukuran finansial dalam bentuk uang. Nilai kebutuhan minimum kebutuhan dasar tersebut dikenal dengan istilah garis kemiskinan. Penduduk yang pendapatannya di bawah garis kemiskinan digolongkan sebagai penduduk miskin (BPS, 2009). Garis kemiskinan absolut tidak berubah dalam hal standar hidup. Sehingga dengan garis kemiskinan absolut dapat membandingkan tingkat kemiskinan antarwilayah dan antarwaktu.

22 8 Bank dunia menghitung garis kemiskinan absolut dengan menggunakan pengeluaran konsumsi yang dikonversi ke dalam US$ PPP (Purchasing Power Parity/Paritas Daya Beli), bukan nilai tukar US$ resmi. Tujuannya untuk membandingkan tingkat kemiskinan antarnegara. Angka konversi PPP menunjukkan banyaknya rupiah yang harus dikeluarkan untuk membeli sejumlah kebutuhan barang dan jasa dimana jumlah yang sama tersebut dapat dibeli seharga US$1 di Amerika. Angka konversi ini dihitung berdasarkan harga dan kuantitas di masing-masing negara yang dikumpulkan dalam suatu survey yang biasanya dilakukan setiap lima tahun sekali. Pada umumnya ada dua ukuran yang digunakan oleh Bank Dunia, yaitu: a) US$ 1 PPP per kapita per hari; b) US$ 2 PPP per kapita per hari. Ukuran tersebut sekarang direvisi menjadi US$ 1,25 PPP dan US$ 2 PPP per kapita per hari (BPS, 2009). Pendapatan per kapita yang tinggi tidak menunjukkan rendahnya kemiskinan absolut. Hal ini disebabkan bagian pendapatan yang diterima oleh kelompok penduduk paling miskin tidak sama antarwilayah Pendekatan dalam Pengukuran Kemiskinan Badan Pusat Statistik (BPS) dalam mengukur kemiskinan menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach). Kebutuhan dasar ini merupakan kebutuhan minimum seseorang dapat hidup dengan layak. Dengan pendekatan ini, kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan

23 9 yang diukur dari sisi pengeluaran. Jika rata-rata pengeluaran per kapita suatu penduduk di bawah garis kemiskinan maka disebut penduduk miskin. Penentuan indikator yang dapat dijadikan acuan kebutuhan dasar bersifat subyektif karena dipengaruhi oleh adat, budaya, daerah dan kelompok sosial. Pengukuran kemiskinan dengan menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach) tidak hanya digunakan oleh BPS, tetapi juga oleh negaranegara lain seperti Armenia, Senegal, Pakistan, Bangladesh, Vietnam, Sierra Leone dan Gambia (BPS, 2007). Menurut BPS (2009), komponen kebutuhan dasar terdiri dari pangan dan bukan pangan yang disusun menurut daerah perkotaan dan perdesaan berdasarkan hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS). Indikator kebutuhan minimum untuk masing-masing komponen tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut : a. Pangan, dinyatakan dengan kebutuhan gizi minimum yaitu perkiraan kalori dan protein. b. Sandang, dinyatakan dengan indikator pengeluaran rata-rata untuk keperluan pakaian, alas kaki, dan tutup kepala. c. Perumahan, dinyatakan dengan indikator pengeluaran rata-rata untuk sewa rumah, listrik, minyak tanah, kayu bakar, arang, dan air. d. Pendidikan, dinyatakan dengan indikator pengeluaran rata-rata untuk keperluan biaya sekolah (uang sekolah, iuran sekolah, alat tulis, dan buku). e. Kesehatan, dinyatakan dengan Indikator pegeluaran rata-rata untuk penyediaan obat-obatan di rumah, ongkos dokter, perawatan, termasuk obat-obatan.

24 Garis Kemiskinan Penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan (GK). Metode yang digunakan untuk menghitung Garis Kemiskinan (GK) terdiri dari dua komponen yaitu Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Nonmakanan (GKNM). Penghitungan garis kemiskinan dilakukan secara terpisah untuk daerah perkotaan dan perdesaan. Garis Kemiskinan Makanan (GKM) adalah nilai pengeluaran kebutuhan minimum makanan yang disetarakan dengan kilokalori per kapita per hari. Patokan ini mengacu pada hasil Widyakarya Pangan dan Gizi Paket komoditi kebutuhan dasar makanan mewakili oleh 52 jenis komoditi (padi-padian, umbi-umbian, ikan, daging, telur dan susu, sayuran, kacang-kacangan, buahbuahan, minyak dan lemak, dan lain-lain). Ke-52 komoditi ini merupakan komoditi yang paling banyak dikonsumsi oleh orang miskin. Jumlah pengeluaran untuk 52 komoditi ini sekitar 70 persen dari total pengeluaran orang miskin. Garis Kemiskinan Nonmakanan (GKNM) adalah kebutuhan minimum untuk perumahan, sandang, pendidikan dan kesehatan. Paket komoditi kebutuhan dasar nonmakanan diwakili oleh 51 jenis komoditi di perkotaan dan 47 jenis komoditi di perdesaan.

25 11 Formula dasar dalam penghitungan Garis Kemiskinan Makanan (GKM) adalah : (2.1) Dimana : = Garis kemiskinan makanan daerah ke-j (sebelum disetarakan dengan 2100 kilokalori) provinsi p = Harga komoditi k di daerah j, provinsi p = Rata-rata kuantitas komoditi k yang dikonsumsi di daerah j, provinsi p = Nilai pengeluaran untuk konsumsi komoditi k di daerah j provinsi p j p = Daerah (perkotaan atau perdesaan) = Provinsi ke-p Selanjutnya GKM tersebut disetarakan dengan 2100 kilokalori dengan mengalikan 2100 terhadap harga implisit rata-rata kalori menurut daerah j dari penduduk referensi, sehingga: (2.2) Dimana : = Harga rata-rata komoditi k di daerah j, provinsi p = Kalori dari komoditi k di daerah j, provinsi p = Kebutuhan minimum makanan di daerah j, propinsi p yang menghasilkan energi setara dengan 2100 kilokalori per kapita per hari (Garis Kemiskinan Makanan)

26 12 berikut : Formula dasar Garis Kemiskinan Nonmakanan (GKNM) adalah sebagai (2.3) Dimana : = Pengeluaran minimum nonmakanan atau garis kemiskinan nonmakanan daerah j (kota/desa) dan provinsi p = Rasio pengeluaran komoditi/subkelompok nonmakanan k menurut daerah (hasil SPKKD 2004) dan daerah j (kota+desa) = Nilai pengeluaran perkomoditi/subkelompok nonmakanan daerah j dan provinsi p (dari Susenas modul konsumsi) k = Jenis komoditi nonmakanan terpilih Indikator Kemiskinan Berdasarkan pendekatan kebutuhan dasar, ada tiga indikator dasar kemiskinan yang digunakan : 1. Head Count Index (HCI-P 0 ) yaitu persentase penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan. 2. Indeks Kedalaman Kemiskinan (Poverty Gap Index-P 1 ) merupakan ukuran rata-rata kesenjangan pengeluaran masing-masing penduduk miskin terhadap garis kemiskinan. Indeks Kedalaman Kemiskinan melihat seberapa miskin orang miskin itu. Semakin tinggi nilai Indeks Kedalaman Kemiskinan, semakin jauh rata-rata pengeluaran penduduk miskin dari garis kemiskinan.

27 13 3. Indeks Keparahan Kemiskinan (Poverty Severity Index-P 2 ) memberikan gambaran mengenai penyebaran pengeluaran diantara penduduk miskin. Semakin tinggi nilai indeks keparahan kemiskinan menunjukkan semakin tinggi ketimpangan pengeluaran diantara penduduk miskin. Angka P 1 dan P 2 yang besar menunjukkan buruknya kondisi kemiskinan di suatu wilayah. Foster-Greer-Thorbecke (1984) dalam BPS (2007) telah merumuskan suatu ukuran yang digunakan untuk mengukur tingkat kemiskinan, yaitu : (2.4) Dimana : = 0,1,2 = Garis Kemiskinan = Rata-rata pengeluaran per kapita sebulan penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan (i=1,2,,q) = Jumlah penduduk Jika α = 0, diperoleh Head Count Index (P 0 ), jika α = 1 diperoleh Indeks Kedalaman Kemiskinan (Poverty Gap Index-P 1 ) dan jika α = 2 diperoleh Indeks Keparahan Kemiskinan (Poverty Severity Index-P 2 ) Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi merupakan suatu proses peningkatan kapasitas produksi dalam suatu perekonomian secara terus-menerus atau berkesinambungan

28 14 sepanjang waktu sehingga menghasilkan tingkat pendapatan dan output nasional yang semakin lama semakin besar (Todaro dan Smith, 2006). Pertumbuhan ekonomi merupakan perubahan nilai PDB (Produk Domestik Bruto) riil antarwaktu. Sehingga laju pertumbuhan PDB riil (PDB atas dasar harga konstan) yang berikutnya dijadikan indikator pertumbuhan ekonomi suatu wilayah. PDB menyatakan pendapatan total atau pengeluaran total nasional atas output barang dan jasa (Mankiw, 2006). Tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi akan menimbulkan efek meretas ke bawah (tricke down effect). Tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi akan merangsang penciptaan lapangan pekerjaan sehingga mampu mengurangi pengangguran, kemiskinan dan meningkatkan taraf hidup masyarakat. Namun proses trickle down effect ini tidak akan terjadi dengan baik apabila pertumbuhan ekonomi tidak didorong oleh sektor-sektor yang padat karya atau sektor-sektor dimana orang miskin berada seperti sektor pertanian. Penelitian yang dilakukan Prasetyo (2010), menemukan bahwa terdapat hubungan yang negatif antara pertumbuhan ekonomi dan tingkat kemiskinan. Kenaikan pertumbuhan ekonomi akan menurunkan tingkat kemiskinan. Hubungan ini menunjukkan pentingnya mempercepat pertumbuhan ekonomi untuk menurunkan tingkat kemiskinan. Ravallion (2006) dalam penelitiannya tentang pengaruh pertumbuhan dan ketimpangan terhadap kemiskinan di China dan India tahun menyimpulkan bahwa pertumbuhan ekonomi berpengaruh terhadap pengentasan kemiskinan di India dan China, namun ketimpangan pendapatan akan

29 15 menghambat pengentasan kemiskinan. Penelitian yang dilakukan Siregar dan Wahyuniarti (2007) menyimpulkan bahwa pertumbuhan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap penurunan kemiskinan, namun magnitude pengaruh tersebut relatif tidak besar Tingkat Pendidikan Pendidikan merupakan investasi bagi pembentukan modal manusia yang berkualitas. Pendidikan akan memudahkan seseorang untuk menyerap teknologi modern sehingga dapat meningkatkan produktivitas yang bermanfaat bagi pembangunan. Investasi pendidikan akan mampu meningkatkan kualitas sumberdaya manusia yang diperlihatkan oleh meningkatnya pengetahuan dan keterampilan seseorang. Peningkatan pengetahuan dan keahlian akan mendorong peningkatan produktivitas kerja seseorang. Perusahaan akan memperoleh hasil yang lebih banyak dengan mempekerjakan tenaga kerja dengan produktivitas yang lebih tinggi, sehingga perusahaan akan bersedia memberikan upah/gaji yang lebih tinggi kepada yang bersangkutan. Pada akhirnya seseorang yang memiliki produktivitas yang tinggi akan memperoleh kesejahteraan yang lebih baik, yang dapat diperlihatkan melalui peningkatan pendapatan maupun konsumsinya. Rendahnya produktivitas tenaga kerja kaum miskin dapat disebabkan oleh karena rendahnya akses mereka untuk memperoleh pendidikan dan kesehatan (Sitepu dan Sinaga, 2007).

30 16 Siregar dan Wahyuniarti (2007) dalam penelitiannya tenang kemiskinan di Indonesia menyimpulkan bahwa pendidikan merupakan variabel yang signifikan terhadap penurunan kemiskinan. Pengaruh tingkat pendidikan relatif besar terhadap penurunan kemiskinan Share PDRB sektor pertanian Siregar dan Wahyuniarti (2007) menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi merupakan syarat keharusan (necessary condition) bagi pengurangan kemiskinan. Adapun syarat kecukupannya (sufficient condition) ialah pertumbuhan tersebut hendaklah menyebar di setiap golongan pendapatan, termasuk di golongan penduduk miskin (growth in equity). Secara langsung, hal ini berarti pertumbuhan itu perlu dipastikan terjadi di sektor-sektor dimana penduduk miskin bekerja (pertanian atau sektor padat karya). Secara tidak langsung, diperlukan pemerintah yang cukup efektif meredistribusi manfaat pertumbuhan yang boleh jadi didapatkan dari sektor modern seperti jasa dan manufaktur yang padat modal ke golongan penduduk miskin. Suselo dan Tarsidin (2008) dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa sektor pertanian, perkebunan, dan perikanan tidak saja merupakan sektor usaha yang paling tinggi tingkat kemiskinannya, tapi juga mempunyai elastisitas kemiskinan terhadap pertumbuhan ekonomi paling tinggi. Di samping itu penurunan share sektor usaha tersebut juga turut memperburuk tingkat kemiskinan Indonesia. Dengan demikian langkah yang paling tepat untuk

31 17 mengurangi kemiskinan adalah dengan memberikan perhatian lebih pada sektor pertanian, perkebunan, dan perikanan Pengangguran Pengangguran adalah mereka yang sedang mencari pekerjaan, yang mempersiapkan usaha, yang tidak mencari pekerjaan karena merasa tidak mungkin mendapatkan pekerjaan (sebelumnya dikategorikan sebagai bukan angkatan kerja), dan yang sudah mempunyai pekerjaan tetapi belum mulai bekerja (sebelumnya dikategorikan sebagai bekerja), dan pada waktu bersamaan mereka tidak bekerja. Penganggur dengan konsep/definisi tersebut biasanya disebut sebagai pengangguran terbuka (BPS, 2007). Selain pengangguran terbuka ada istilah setengah pengangguran, yaitu penduduk yang bekerja kurang dari jam normal (35 jam seminggu), tidak termasuk yang sementara tidak bekerja. BPS (2009) dalam publikasi analisis kemiskinan, ketenagakerjaan dan distribusi pendapatan menyebutkan bahwa pengangguran dilihat dari penyebabnya dikelompokkan menjadi beberapa jenis: a. Pengangguran struktural yaitu pengangguran yang terjadi karena adanaya perubahan dalam struktur perekonomian. Penduduk tidak mempunyai keahlian yang cukup untuk memasuki sektor baru sehingga mereka menganggur. Contoh: para petani kehilangan pekerjaan karena daerahnya berubah dari daerah agraris ke daerah industri.

32 18 b. Pengangguran siklus yaitu pengangguran yang terjadi karena menurunnya kegiatan perekonomian (misal terjadi resesi) sehingga menyebabkan berkurangnya permintaan masyarakat (agregat demand). c. Pengangguran musiman adalah pengangguran yang terjadi karena adanya pergantian musim misalnya pergantian musim tanam ke musim panen. d. Pengangguran friksional yaitu pengangguran yang muncul akibat adanya ketidaksesuaian antara pemberi kerja dan pencari kerja. e. Pengangguran teknologi yaitu pengangguran yang terjadi karena adanya penggunaan alat-alat teknologi yang semakin modern menggantikan tenaga kerja manusia. Indikator pengangguran terbuka yang digunakan oleh BPS adalah Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT). (2.5) Menurut Tambunan (2001), pengangguran dapat mempengaruhi tingkat kemiskinan dengan berbagai cara, antara lain: 1. Jika rumah tangga memiliki batasan likuiditas, yang berarti bahwa konsumsi saat ini sangat dipengaruhi oleh pendapatan saat ini, maka bencana pengangguran akan secara langsung mempengaruhi income poverty rate dengan consumption poverty rate. 2. Jika rumah tangga tidak menghadapi batasan likuiditas, yang berarti bahwa konsumsi saat ini tidak terlalu dipengaruhi oleh pendapatan saat ini, maka peningkatan pengangguran akan menyebabkan peningkatan kemiskinan

33 19 dalam jangka panjang, tetapi tidak terlalu berpengaruh dalam jangka pendek. Munandar, Kurniawan dan Santoso (2007) dalam BPS (2009) yang melakukan penelitian berdasarkan estimasi perilaku siklikal (cyclical behaviour) kemiskinan dan pengangguran, menyimpulkan bahwa tingkat kemiskinan turun jika pengangguran turun. Dalam jangka pendek (satu tahun) terdapat hubungan positif yang signifikan antara perubahan tingkat pengangguran dengan perubahan tingkat kemiskinan, yaitu one-to-one mapping antara penurunan pengangguran dengan membaiknya tingkat kemiskinan. Prasetyo (2010) dalam penelitiannya tentang kemiskinan di Propinsi Jawa Tengah tahun menyimpulkan bahwa terhadap terdapat hubungan positif antara tingkat pengangguran dengan tingkat kemiskinan di Jawa Tengah. Penurunan pengangguran berpengaruh positif terhadap penurunan kemiskinan atau sebaliknya. Hudayana (2009) dalam penelitiannya tentang kemiskinan di Indonesia menemukan bahwa pengangguran memiliki pengaruh yang positif terhadap tingkat kemiskinan. 2.2 Penelitian-Penelitian Terdahulu Penelitian tentang kemiskinan telah banyak dilakukan, Wijayanto (2010) dengan judul Analisis Pengaruh PDRB, Pendidikan dan Pengangguran terhadap Kemiskinan di Kabupaten/Kota Jawa Tengah dengan menggunakan alat analisis regresi data panel didapat hasil bahwa tingkat pendidikan masyarakat

34 20 dan pengangguran memiliki pengaruh negatif yang signifikan terhadap tingkat kemiskinan. Penelitian yang dilakukan oleh Siregar dan Wahyuniarti (2007) dengan judul Dampak Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Penurunan Jumlah Penduduk Miskin. Tulisannya menganalisis tentang pengaruh pertumbuhan ekonomi terhadap tingkat kemiskinan di Indonesia dengan analisis deskriptif dan model regresi panel data yaitu time series dan cross section 26 Provinsi (sebelum pemekaran-pemekaran dan setelah disintegrasi Timur-Timur) menghasilkan kesimpulan bahwa : 1. Pertumbuhan berpengaruh signifikan dalam mengurangi kemiskinan, namun magnitude pengaruh tersebut relatif tidak besar. 2. Inflasi maupun populasi penduduk juga berpengaruh signifikan terhadap kemiskinan, namun besaran pengaruh masing-masingnya relatif kecil. 3. Peningkatan share sektor pertanian dan share sektor industri juga signifikan mengurangi jumlah kemiskinan. 4. Variabel yang signifikan dan relatif paling besar pengaruhnya terhadap penurunan kemiskinan ialah pendidikan. Penelitian yang dilakukan oleh Prasetyo (2010) dengan judul Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Kemiskinan (Studi Kasus di 35 Kabupaten/Kota di Jawa Tengah Tahun ) menggunakan alat analisis regresi data panel menyimpulkan bahwa tingkat kemiskinan di Jawa Tengah dipengaruhi oleh pertumbuhan ekonomi, upah minimum, pendidikan dan pengangguran.

35 21 BPS (2009) dalam penelitiannya tentang kemiskinan di Indonesia tahun dengan menggunakan alat regresi data panel, menghasilkan kesimpulan bahwa: 1. PDRB dan Rasio Pengeluaran Nonmakanan mempunyai hubungan terbalik dengan kemiskinan. 2. Gini Rasio, Tingkat Pengangguran Terbuka dan Indeks Harga Konsumen Makanan mempunyai hubungan searah dengan tingkat kemiskinan. Suselo dan Tarsidin (2008) dalam penelitiannya tentang pengaruh pertumbuhan dan perubahan struktur ekonomi terhadap kemiskinan di Indonesia menyimpulkan bahwa sektor pertanian, perkebunan, dan perikanan tidak saja merupakan sektor usaha yang paling tinggi tingkat kemiskinannya, tapi juga mempunyai elastisitas kemiskinan terhadap pertumbuhan ekonomi paling tinggi. Di samping itu, penurunan share sektor usaha tersebut juga turut memperburuk tingkat kemiskinan Indonesia. Dengan demikian, langkah yang paling tepat untuk mengurangi kemiskinan adalah dengan memberikan perhatian lebih pada sektor pertanian, perkebunan,dan perikanan. Hudayana (2009) dalam penelitiannya tentang faktor-faktor yang memengaruhi tingkat kemiskinan di Indonesia menyimpulkan bahwa faktor-faktor yang memengaruhi secara signifikan terhadap tingkat kemiskinan adalah tingkat pengangguran, pendapatan, dan pendidikan.

36 Kerangka Pemikiran Kerangka penulisan dalam penelitian ini digambarkan dalam bentuk diagram alur sebagai berikut: Kemiskinan di Maluku Utara Analisis Deskriptif Analisis Regresi Data Panel Gambaran Pola Kemiskinan Persentase Penduduk Miskin Jumlah Penduduk Miskin Tingkat Kedalaman Kemiskinan Tingkat keparahan Kemiskinan Faktor-faktor yang Memengaruhi Tingkat Kemiskinan Pertumbuhan Ekonomi Tingkat Pendidikan Share PDRB pertanian Pengangguran Implikasi Kebijakan Gambar 2.1. Kerangka Pemikiran

37 Hipotesis Dengan mengacu pada kerangka pemikiran dan berdasarkan studi empiris terdahulu yang berkaitan dengan kemiskinan, maka akan diajukan hipotesis sebagai berikut : 1. Diduga pertumbuhan ekonomi mempunyai pengaruh negatif terhadap tingkat kemiskinan di Maluku Utara. 2. Diduga tingkat pendidikan mempunyai pengaruh negatif terhadap tingkat kemiskinan di Maluku Utara. 3. Diduga peningkatan share PDRB sektor pertanian mempunyai pengaruh negatif terhadap tingkat kemiskinan di Maluku Utara. 4. Diduga pengangguran mempunyai pengaruh positif terhadap tingkat kemiskinan di Maluku Utara.

38 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang berasal dari Badan Pusat Statistik Republik Indonesia dan BPS Provinsi Maluku Utara. Series data yang digunakan dari tahun Sumber data yang digunakan BPS untuk mendapatkan angka kemiskinan yaitu melalui SUSENAS (Survei Sosial Ekonomi Nasional), sebagai tambahannya digunakan hasil survey SPKKD (Survei Paket Komoditi Kebutuhan Dasar) untuk memperkirakan proporsi dari pengeluaran masing-masing komoditi pokok nonmakanan. 3.2 Metode Analisis Penelitian ini menggunakan analisis deskriptif dan analisis regresi data panel. Pengolahan data menggunakan software Microsoft Excel 2007 dan EViews Analisis Desktiptif Analisis Deskriptif merupakan analisis sederhana dari suatu sebaran data dengan penyajian dalam bentuk tabulasi dan grafik/gambar. Analisis deskriptif dalam penelitian ini digunakan untuk menggambarkan pola kemiskinan (persentase penduduk miskin, tingkat kedalaman kemiskinan dan tingkat keparahan kemiskinan)

39 25 antarkabupaten/kota dan antarwaktu di Provinsi Maluku Utara. Selain itu, analisis deskriptif dalam penelitian juga digunakan sebagai pendukung untuk menambah dan mempertajam analisis inferensia Analisis Regresi Data Panel Data panel merupakan kombinasi data cross section dengan time series. Jika setiap unit cross section memiliki jumlah observasi time series yang sama maka disebut sebagai balanced panel (total jumlah observasi = N x T). Sebaliknya jika jumlah observasi berbeda untuk setiap unit cross section maka disebut unbalanced panel. Menurut Gujarati (2004), keunggulan penggunaan data panel memberikan banyak keuntungan diantaranya sebagai berikut: 1. Data panel mampu menyediakan data yang lebih banyak, sehingga dapat memberikan informasi yang lebih lengkap. Sehingga diperoleh degree of freedom (df) yang lebih besar sehingga estimasi yang dihasilkan lebih baik. 2. Dengan menggabungkan informasi dari data time series dan cross section dapat mengatasi masalah yang timbul karena ada masalah penghilangan variabel (omitted variable). 3. Data panel mampu mengurangi kolinearitas antarvariabel. 4. Data panel lebih baik dalam mendeteksi dan mengukur efek yang secara sederhana tidak mampu dilakukan oleh data time series murni dan cross section murni.

40 26 5. Dapat menguji dan membangun model perilaku yang lebih kompleks. Sebagai contoh, fenomena seperti skala ekonomi dan perubahan teknologi. 6. Data panel dapat meminimalkan bias yang dihasilkan oleh agregat individu, karena data yang diobservasi lebih banyak. Analisis regresi data panel memiliki tiga macam model yaitu : model Common Effect, Fixed Effect dan Random Effect Common Effect Model Model Common Effect merupakan model sederhana yaitu menggabungkan seluruh data time series dengan cross section, selanjutnya dilakukan estimasi model dengan menggunakan OLS (Ordinary Least Square). Model ini menganggap bahwa intersep dan slop dari setiap variabel sama untuk setiap obyek observasi. Dengan kata lain, hasil regresi ini dianggap berlaku untuk semua kabupaten/kota pada semua waktu. Kelemahan model ini adalah ketidakseuaian model dengan keadaan sebenarnya. Kondisi tiap obyek dapat berbeda dan kondisi suatu obyek satu waktu dengan waktu yang lain dapat berbeda. Model Common Effect dapat diformulasikan sebagai berikut : (3.1) Dimana : = variabel dependen di waktu t untuk unit cross section i = intersep = parameter untuk variabel ke-j

41 27 = variabel bebas j di waktu t untuk unit cross section i = komponen error di waktu t untuk unit cross section i i t j = urutan kabupaten/kota yang diobservasi (cross section) = periode waktu (time series) = urutan variabel Fixed Effect Model (FEM) Model data panel dengan Fixed Effects Model (FEM) mengasumsikan bahwa perbedaan mendasar antarindividu dapat diakomodasikan melalui perbedaan intersepnya, namun intersep antarwaktu sama (time invariant). Fixed effect maksudnya bahwa koefisien regresi (slope) tetap antarindividu dan antarwaktu. Intersep setiap individu merupakan parameter yang tidak diketahui dan akan diestimasi. Pada umumnya dengan memasukkan variabel boneka (dummy variable), sehingga FEM sering disebut dengan Least Square Dummy Variable (LSDV). (3.2) = variabel terikat di waktu t untuk unit cross section i = intersep yang berubah-ubah antar-cross section unit = parameter untuk variabel ke-j = variabel bebas j di waktu t untuk unit cross section i = dummy variable

42 28 = komponen error di waktu t untuk unit cross section i Random Effect Model (REM) Random Effect Model (REM) digunakan untuk mengatasi kelemahan model efek tetap yang menggunakan dummy variable, sehingga model mengalami ketidakpastian. Penggunaan dummy variable akan mengurangi derajat bebas (degree of freedom) yang pada akhirnya akan mengurangi efisiensi dari parameter yang diestimasi. REM menggunakan residual yang diduga memiliki hubungan antawaktu dan antarindividu. Sehingga REM mengasumsikan bahwa setiap individu memiliki perbedaan intersep yang merupakan variabel random. Model REM secara umum dituliskan sebagai berikut: (3.3) (3.4) merupakan komponen cross-section error (3.5) merupakan komponen time series error (3.6) merupakan time series dan cross section error (3.7) Metode Pemilihan Model Keputusan untuk memilih jenis model yang digunakan dalam analisis panel didasarkan pada dua uji, yakni uji Chow dan uji Hausman. Uji Chow digunakan untuk memutuskan apakah menggunakan Common Effect atau Fixed Effect. Keputusan untuk menggunakan Fixed Effect atau Random Effect ditentukan oleh Uji Hausman.

43 29 Prosedur kedua uji adalah sebagai berikut: 1. Uji Chow (Uji Common Effect dengan Fixed Effect) Hipotesis : H 0 : α 1 = α 2 = = α i (intercept sama) H 1 : sekurang-kurangnya ada 1 intercept yang berbeda Statistik Uji: (3.8) Keputusan : Tolak H 0 jika atau jika nilai Probability< α. Kesimpulan : Jika H 0 ditolak maka Model Fixed Effect lebih baik daripada Common Effect 2. Uji Hausman (Uji Fixed Effect dengan Random Effect) Hipotesis : H 0 : E(τi xit) = 0 atau REM adalah model yang tepat H 1 : E(τi xit) 0 atau FEM adalah model yang tepat Statistik uji yang digunakan adalah uji Hausman dan keputusan menolak H 0 dilakukan dengan membandingkannya dengan Chi square. Jika nilai maka H 0 ditolak sehingga model yang digunakan adalah Fixed Effect, sebaliknya jika penolakan H 0 tidak signifikan maka yang digunakan adalah Random Effect.

44 Pengujian Asumsi Asumsi Normalitas Pengujian asumsi normalitas dilakukan untuk melihat apakah error term mengikuti distribusi normal. Jika asumsi tidak terpenuhi maka prosedur pengujian menggunakan uji-t menjadi tidak sah. Pengujian dilakukan dengan uji Jarque Bera atau dengan melihat plot dari sisaan. Hipotesis dalam pengujian adalah H 0 : error term mengikuti distribusi normal H 1 : error term tidak mengikuti distribusi normal. Keputusan diambil dengan membandingkan nilai probabilitas Jarque Bera dengan taraf nyata α=0,05. Jika nilai probabilitas Jarque Bera lebih dari α=0,05 maka dapat disimpulkan bahwa error term terdistribusi dengan normal Asumsi Homoskedastisitas Heteroskedastisitas berarti bahwa variasi residual tidak sama untuk semua pengamatan. Heteroskedastisitas bertentangan dengan salah satu asumsi dasar regresi homoskedastisitas yaitu variasi residual sama untuk semua pengamatan. Untuk mendeteksi adanya heteroskedastisitas dalam model dilakukan menggunakan metode General Least Square (Cross section Weights) yaitu dengan membandingkan sum square Resid pada Weighted Statistics dengan sum square Resid unweighted Statistics. Jika sum square Resid pada Weighted Statistics lebih kecil dari sum square Resid unweighted Statistics, maka terjadi

45 31 heteroskedastisitas. Untuk mengatasi masalah heteroskedastisitas, dilakukan dengan mengestimasi GLS menggunakan white-heteroscedasticity Asumsi Autokorelasi Autokorelasi adalah korelasi yang terjadi antar observasi dalam satu variabel atau korelasi antar error masa yang lalu dengan error masa sekarang. Metode untuk mendeteksi adanya korelasi serial dilakukan dengan dengan membandingkan nilai Durbin Watson (DW) dari penghitungan dengan nilai DW tabel. jika 0 < DW < dl maka terdapat korelasi serial negatif jika 4-dU < DW < 4-dL atau dl < DW < du maka hasil tidak dapat disimpulkan jika du < DW < 4-dU maka tidak ada autokorelasi jika 4-dL < DW < 4 maka ada korelasi serial positif Uji Multikolinieritas Model yang dipilih harus terbebas dari multikolinieritas atau dapat dikatakan bahwa tidak ada korelasi tinggi antara variabel-variabel independen. Multikolinieritas dapat dilihat dari koefisien korelasi. Bila koefisien korelasi lebih kecil dari 0,8 maka tidak terjadi multikolinieritas. Indikasi multikolinearitas juga tercermin dengan melihat hasil t dan F- statistik hasil regresi. Jika banyak koefisien parameter dari t-statistik diduga tidak signifikan sementara dari hasil F-hitung signifikan, maka patut diduga adanya

46 32 multikolinearitas. Multikolinearitas dapat diatasi dengan menghilangkan variabel yang tidak signifikan Pengujian Parameter Model Pengujian parameter model bertujuan untuk mengetahui kelayakan model dan apakah koefisien yang diestimasi telah sesuai dengan teori atau hipotesis. Pengujian ini meliputi koefisien determinasi (R 2 ), uji koefisien regresi parsial (uji t) dan uji koefisien regresi secara menyeluruh (F-test/uji F) Uji-F Uji-F digunakan untuk melakukan uji hipotesis koefisien (slope) regresi secara menyeluruh/bersamaan. Uji-F memperlihatkan ada tidaknya pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen secara bersama-sama. Hipotesis dalam uji-f adalah : H o : β 1 = β 2 =.. = 0 H 1 : β 1 β 2 0 Kriteria pengujiannya adalah jika nilai nilai F observasi > F tabel atau probabilitas F-statistic < taraf nyata, maka keputusannya adalah tolak H 0. Dengan menolak H 0 berarti minimal ada satu variabel independen yang berpengaruh nyata terhadap variabel dependen.

47 Uji-t Setelah melakukan uji koefisien regresi secara keseluruhan, maka langkah selanjutnya adalah menguji koefisien regresi secara parsial menggunakan uji-t. Hipotesis pada uji-t adalah : H 0 : β i = 0, H 1 : β i 0. Keputusan dalam pengujian ini dilakukan dengan membandingkan nilai t-hitung dengan t-tabel atau dengan melihat nilai probabilitas dari t-hitung. Jika nilai t-hitung > t-tabel atau jika nilai probabilitas t < α=0,05 maka tolak H 0, sehingga kesimpulannya adalah variabel independen secara parsial signifikan memengaruhi variabel dependen Koefisien Determinasi (R 2 ) Koefisien determinasi (Goodness of Fit) merupakan suatu ukuran yang penting dalam regresi, karena dapat menginformasikan baik atau tidaknya model regresi yang terestimasi. Nilai R 2 mencerminkan seberapa besar variasi dari variabel dependen (Y) dapat diterangkan oleh variavel independen (X) atau seberapa besar keragaman variavel dependen yang mampu dijelaskan oleh model. Jika R 2 = 0, maka variasi dari Y tidak dapat diterangkan oleh X sama sekali dan jika R 2 = 100 berarti variasi dari Y secara keseluruhan dapat diterangkan oleh X Model Penelitian Secara matematis dalam penelitian ini pengaruh pertumbuhan ekonomi, tingkat pendidikan, share PDRB sektor pertanian, pengangguran terhadap tingkat kemiskinan dapat digambarkan dalam fungsi sebagai berikut :

48 34 (3.9) Keterangan : MISKIN it PDRB it = Jumlah Penduduk Miskin (ribu jiwa) = Produk Domestik Regional Bruto Riil (dalam juta rupiah MYS it =Mean Years School (Rata-Rata Lama Sekolah dalam tahun) SHARE_PERTANIAN it PENGANGGURAN it i = Share PDRB Riil Sektor Pertanian (persen) = Jumlah Pengangguran (dalam ribu jiwa) = urutan kabupaten/kota (i=1,2,...,8 kabupaten/kota) t = series tahun α β 1 - β 4 = intersep = parameter PDRB, rata-rata lama sekolah, share PDRB sektor pertanian, jumlah pengangguran = error term 3.3 Definisi Operasional Pada bab sebelumnya telah dijelaskan beberapa ukuran yang relevan digunakan dalam penelitian, diantaranya kemiskinan dan faktor yang berpengaruh terhadap kemiskinan. Berikut ini didefinisikan beberapa variabel yang digunakan dalam penelitian: 1. Jumlah Penduduk Miskin (Head Count) merupakan jumlah penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan.

49 35 2. Persentase Penduduk Miskin (Head Count Index-P 0 ), yaitu persentase penduduk miskin terhadap total jumlah penduduk. 3. Indeks Kedalaman Kemiskinan (Poverty Gap Index-P 1 ) merupakan ukuran rata-rata kesenjangan pengeluaran masing-masing penduduk miskin terhadap garis kemiskinan. 4. Indeks Keparahan Kemiskinan (Poverty Severity Index-P 2 ) memberikan gambaran mengenai penyebaran pengeluaran diantara penduduk miskin. 5. Pertumbuhan Ekonomi (Growth) yaitu peningkatan pendapatan dari suatu periode ke periode tertentu, yang dihitung berdasarkan peningkatan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) riil antarwaktu. PDRB menyatakan pendapatan total atau pengeluaran total suatu wilayah atas output barang dan jasa 6. Rata-rata lama sekolah adalah nilai rata-rata bagi tiap penduduk dalam menempuh pendidikan di sekolah. Variabel rata-rata lama sekolah ini digunakan sebagai proksi tingkat pendidikan. 7. Pengangguran adalah mereka yang sedang mencari pekerjaan, yang mempersiapkan usaha, yang tidak mencari pekerjaan karena merasa tidak mungkin mendapatkan pekerjaan (sebelumnya dikategorikan sebagai bukan angkatan kerja), dan yang sudah mempunyai pekerjaan tetapi belum mulai bekerja (sebelumnya dikategorikan sebagai bekerja), dan pada waktu bersamaan mereka tidak bekerja. 8. Share PDRB sektor pertanian merupakan persentase nilai tambah sektor pertanian terhadap total nilai tambah PDRB.

50 BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Provinsi Maluku Utara Kondisi Geografis Provinsi Maluku Utara secara geografis terletak antara 3 0 Lintang Utara 3 0 Lintang Selatan dan Bujur Timur. Provinsi Maluku Utara merupakan provinsi kepulauan yang dibatasi oleh: - Samudra Pasifik di sebelah utara - Laut Halmahera di sebelah timur - Laut Maluku di sebelah barat - Laut Seram di sebelah selatan Luas wilayah Provinsi Maluku Utara secara keseluruhan tercatat ,10 km 2, yang terdiri dari luas daratan sebesar ,66 km 2 dan luas lautan sebesar ,44 km 2. Provinsi Maluku Utara terdiri dari 395 pulau besar dan kecil. Pulau yang dihuni sebanyak 64 buah dan yang tidak dihuni sebanyak 331 buah. Wilayah Maluku Utara dengan hampir 70 persen wilayah lautan menjadikan Provinsi Maluku Utara sebagai provinsi bahari yang kaya akan potensi kelautan. Sebagian besar wilayah Maluku Utara bergunung-gunung dan berbukitbukit yang terdiri dan pulau-pulau vulkanis dan pulau karang, sedangkan sebagian lainnya merupakan dataran. Kondisi iklim di Maluku Utara dipengaruhi oleh iklim laut tropis dan iklim musim. Oleh karena itu, iklimnya sangat dipengaruhi

51 37 oleh lautan dan bervariasi antara tiap bagian wilayah yaitu iklim Halmahera Utara, Halmahera Tengah, Halmahera Barat, Halmahera Selatan dan Kepulauan Sula. Tabel 4.1. Luas Wilayah, Luas Wilayah Daratan dan Ibukota Kabupaten/Kota di Provinsi Maluku Utara Tahun 2009 Kabupaten/Kota Ibukota Kabupaten/Kota Luas Wilayah (Km 2 ) Luas Wilayah Daratan (Km 2 ) (1) (2) (3) (4) Halmahera Barat (Halbar) Jailolo , ,24 Halmahera Tengah (Halteng) Weda 8.381, ,83 Kepulauan Sula (Kepsul) Sanana , ,92 Halmahera Selatan (Halsel) Labuha , ,32 Halmahera Utara (Halut) * Tobelo , ,30 Halmahera Timur (Haltim) Maba , ,20 Kota Ternate Ternate 5.795,40 250,85 Kota Tidore Kepulauan (Tikep) Soa Sio , ,00 Provinsi Maluku Utara (Malut) Sofifi , ,66 * ) Data masih tergabung dengan Kabupaten Pulau Morotai Sumber: BPS Provinsi Maluku Utara, Pemerintahan Provinsi Maluku Utara secara resmi terbentuk pada tanggal 12 Oktober 1999 melalui Undang-Undang Nomor 46 Tahun 1999 tentang Pemekaran Provinsi Maluku Utara, Kabupaten Buru dan Kabupaten Maluku Tenggara Barat. Maluku Utara beribukota di Desa Sofifi tetapi mengingat infrastruktur yang tersedia di Desa Sofifi belum memadai, ibukota sementara berada di Kota Ternate. Namun sejak tanggal 4 Agustus 2010 Ibukota Provinsi Maluku Utara dipindahkan kembali dari Ternate ke Sofifi.

52 38 Pada awal terbentuk, Provinsi Maluku Utara hanya terdiri dari tiga kabupaten/kota (dua kabupaten dan satu kota) yaitu Kabupaten Maluku Utara, Kabupaten Halmahera Tengah serta Kota Ternate. Pada tahun 2003 Maluku Utara terdiri dari delapan kabupaten/kota (enam kabupaten dan dua kota) melalui Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2003 tentang Pembentukan Kabupaten Halmahera Utara, Kabupaten Halmahera Timur, Kabupaten Halmahera Selatan, Kabupaten Kepulauan Sula dan Kota Tidore Kepulauan di Provinsi Maluku Utara. Sedangkan, Kabupaten Maluku Utara berubah nama menjadi Kabupaten Halmahera Barat. Pada tahun 2008 terbentuk Kabupaten Pulau Morotai yang merupakan pemekaran dari Kabupaten Halmahera Utara melalui UU No.53 Tahun 2008 tentang Pembentukan Kabupaten Pulau Morotai di Provinsi Maluku Utara. Seiring dengan adanya pemekaran wilayah, saat ini Provinsi Maluku Utara terdiri dari sembilan kabupaten/kota (tujuh kabupaten dan dua kota), yaitu Kabupaten Halmahera Barat, Halmahera Tengah, Kepulauan Sula, Halmahera Utara, Halmahera Selatan, Halmahera Timur, Pulau Morotai, Kota Ternate serta Kota Tidore Kepulauan. Wilayah administratif Maluku Utara terbagi dalam 113 kecamatan dan desa/kelurahan yang tersebar di sembilan kabupaten/kota Kependudukan Dalam pembangunan, penduduk harus dijadikan sebagai titik sentral yaitu sebagai subyek pembangunan dan sebagai obyek pembangunan. Sebagai subyek pembangunan, penduduk merupakan motor penggerak bagi proses pembangunan, sedangkan sebagai obyek pembangunan berarti hasil-hasil pembangunan harus

53 39 sepenuhnya dinikmati oleh penduduk. Jumlah penduduk yang besar merupakan modal pembangunan apabila penduduk tersebut berkualitas, sedangkan penduduk yang besar tetapi tidak berkualitas justru akan menjadi beban bagi pembangunan. Tabel 4.2. Jumlah Penduduk Provinsi Maluku Utara Menurut Kabupaten/Kota (jiwa) Tahun Kabupaten/Kota (1) (2) (3) (4) (5) (6) Halmahera Barat Halmahera Tengah Kepulauan Sula Halmahera Selatan Halmahera Utara Halmahera Timur Kota Ternate Kota Tidore Kepulauan Provinsi Maluku Utara Sumber: BPS Provinsi Maluku Utara, Jumlah penduduk di Provinsi Maluku Utara dari tahun selalu mengalami kenaikan di tiap tahunnya, hingga mencapai jiwa di tahun Kenaikan penduduk juga terjadi di level kabupaten/kota. Kabupaten Halmahera Utara merupakan kabupaten dengan penduduk terbanyak yaitu jiwa di tahun 2005 dan meningkat hingga mencapai jiwa di tahun Kabupaten Halmahera Tengah hanya memiliki jumlah penduduk jiwa di tahun 2005 dan meningkat menjadi jiwa di tahun 2009 (Tabel 4.2).

54 40 Tabel 4.3. Persentase Luas Wilayah Daratan, Persentase Penduduk dan Kepadatan Penduduk Kabupaten/Kota di Provinsi Maluku Utara Tahun 2009 Kabupaten/Kota Persentase Luas Wilayah Daratan Persentase Jumlah Penduduk Kepadatan Penduduk (jiwa/km 2 ) (1) (2) (3) (4) Halmahera Barat 5,80 10,05 37,50 Halmahera Tengah 5,05 3,57 15,29 Kepulauan Sula 21,37 13,36 13,53 Halmahera Selatan 19,48 19,72 21,91 Halmahera Utara 12,09 19,98 35,76 Halmahera Timur 14,44 7,17 10,75 Kota Ternate 0,56 17,70 688,08 Kota Tidore Kepulauan 21,22 8,44 8,61 Provinsi Maluku Utara 100,00 100,00 21,63 Sumber: BPS Provinsi Maluku Utara, Persebaran penduduk antarkabupaten/kota di Provinsi Maluku Utara terlihat belum merata. Kota Ternate yang hanya memiliki luas daratan 0,56 persen dari seluruh luas daratan Maluku Utara, dihuni oleh 17,70 persen total penduduk Maluku Utara. Hal ini dapat disebabkan karena Kota Ternate merupakan pusat perekonomian di Maluku Utara, sehingga menjadikan Kota Ternate sebagai daya tarik bagi penduduk di kabupaten lain untuk bermigrasi. Kepadatan penduduk di Ternate mencapai 688 jiwa per km 2, angka ini jauh di atas kabupaten/kota lain di Maluku Utara (Tabel 4.3). Kabupaten Halmahera Timur dengan 14,44 persen luas wilayah, hanya dihuni oleh 7,17 persen total penduduk Maluku Utara. Kota Tidore Kepulauan dengan 21,22 luas wilayah, hanya dihuni oleh 8,44 persen penduduk. Masalah persebaran penduduk yang tidak merata harus menjadi perhatian pemerintah, karena penduduk yang terlampau padat akan menimbulkan masalah-masalah

55 41 sosial seperti berkembangnya pemukiman kumuh, meningkatnya kriminalitas, pengangguran dan sebagainya Perkembangan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) PDRB merupakan salah satu indikator yang dapat digunakan dalam melihat kondisi perekonomian suatu wilayah. Total PDRB Maluku Utara baik PDRB Atas Dasar Harga Konstan (ADHK)/PDRB Riil maupun PDRB Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB)/PDRB Nominal dari tahun mengalami kenaikan. PDRB Nominal Maluku Utara pada tahun 2009 mencapai 4,69 triliun rupiah, sedangkan secara riil, dengan mengeluarkan pengaruh inflasi, PDRB Maluku Utara sebesar 2,81 triliun rupiah (Gambar 4.1). Trilyun Rupiah 5,00 4,00 3,00 2,00 1,00 0,00 PDRB ADHB PDRB ADHK 4,69 3,86 3,16 2,82 2,58 2,50 2,24 2,36 2,65 2, Tahun Sumber: BPS Provinsi Maluku Utara, 2010 (diolah). Gambar 4.1. PDRB ADHB dan PDRB ADHK Provinsi Maluku Utara Tabel 4.4 menunjukkan bahwa sektor pertanian merupakan sektor penyumbang PDRB terbesar, kemudian sektor perdagangan, hotel dan restoran, serta urutan ketiga di sektor industri pengolahan. Pada tahun 2009, PDRB

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. berpartisipasi dalam kehidupan sosial-politik (BPS, 2009).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. berpartisipasi dalam kehidupan sosial-politik (BPS, 2009). BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Tinjauan Teori 2.1.1 Kemiskinan Kemiskinan adalah kondisi dimana seseorang atau sekelompok orang tidak mampu memenuhi hak-hak dasarnya untuk mempertahankan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Utara. Series data yang digunakan dari tahun

BAB III METODE PENELITIAN. Utara. Series data yang digunakan dari tahun BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang berasal dari Badan Pusat Statistik Republik Indonesia dan BPS Provinsi Maluku Utara.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini bersumber dari data sekunder mulai dari tahun 2005 sampai dengan tahun 2010. Data tersebut didapat dari beberapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemiskinan serta penanganan ketimpangan pendapatan. dunia. Bahkan dari delapan butir Millenium Development Goals (MDGs) yang

BAB I PENDAHULUAN. kemiskinan serta penanganan ketimpangan pendapatan. dunia. Bahkan dari delapan butir Millenium Development Goals (MDGs) yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusi-institusi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. PAD dari masing-masing kabupaten/kota di D.I Yogyakarta tahun

BAB III METODE PENELITIAN. PAD dari masing-masing kabupaten/kota di D.I Yogyakarta tahun BAB III METODE PENELITIAN A. Objek Penelitian Objek dalam penelitian ini adalah data PDRB, jumlah penduduk dan PAD dari masing-masing kabupaten/kota di D.I Yogyakarta tahun 2000-2014 yang meliputi kabupaten

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Provinsi Maluku Utara secara geografis terletak antara 3 0 Lintang Utara

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Provinsi Maluku Utara secara geografis terletak antara 3 0 Lintang Utara BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Provinsi Maluku Utara 4.1.1 Kondisi Geografis Provinsi Maluku Utara secara geografis terletak antara 3 0 Lintang Utara 3 0 Lintang Selatan dan 124 0-129

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Regional Bruto tiap provinsi dan dari segi demografi adalah jumlah penduduk dari

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Regional Bruto tiap provinsi dan dari segi demografi adalah jumlah penduduk dari 54 V. HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam bab ini akan dibahas hasil dari estimasi faktor-faktor yang memengaruhi migrasi ke Provinsi DKI Jakarta sebagai bagian dari investasi sumber daya manusia. Adapun variabel

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Dalam penelitian ini, penulis akan melaksanakan langkah-langkah sebagai

BAB III METODE PENELITIAN. Dalam penelitian ini, penulis akan melaksanakan langkah-langkah sebagai BAB III METODE PENELITIAN A. Langkah Penelitian Dalam penelitian ini, penulis akan melaksanakan langkah-langkah sebagai berikut: 1. Merumuskan spesifikasi model Langkah ini meliputi: a. Penentuan variabel,

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. series dan (2) cross section. Data time series yang digunakan adalah data tahunan

III. METODE PENELITIAN. series dan (2) cross section. Data time series yang digunakan adalah data tahunan 29 III. METODE PENELITIAN 3.1. Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data sekunder berupa data panel, yaitu data yang terdiri dari dua bagian : (1)

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. tahun mencakup wilayah kabupaten dan kota di Provinsi Jawa Timur.

BAB III METODE PENELITIAN. tahun mencakup wilayah kabupaten dan kota di Provinsi Jawa Timur. BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder periode tahun 2001-2010 mencakup wilayah kabupaten dan kota di Provinsi Jawa Timur. Kabupaten

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN. 3.1 Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kuantitatif dengan menggunakan data panel (pool data).

BAB 3 METODE PENELITIAN. 3.1 Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kuantitatif dengan menggunakan data panel (pool data). 31 BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kuantitatif dengan menggunakan data panel (pool data). 3.2 Metode Analisis Data 3.2.1 Analisis Weighted

Lebih terperinci

BAB III OBYEK & METODE PENELITIAN. Dengan pengertian obyek penlitian yang dikemukakan oleh Sugiyono (2010:38)

BAB III OBYEK & METODE PENELITIAN. Dengan pengertian obyek penlitian yang dikemukakan oleh Sugiyono (2010:38) BAB III OBYEK & METODE PENELITIAN 3.1. Obyek Penelitian Obyek penelitian merupakan sasaran untuk mendapatkan suatu data. Dengan pengertian obyek penlitian yang dikemukakan oleh Sugiyono (2010:38) bahwa

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. berupa data panel terdiri dari dua bagian yaitu : (1) time series dan (2) cross

III. METODE PENELITIAN. berupa data panel terdiri dari dua bagian yaitu : (1) time series dan (2) cross 36 III. METODE PENELITIAN 3.1. Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang berupa data panel terdiri dari dua bagian yaitu : (1) time series dan (2) cross

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan perkapita diharapkan masalah-masalah seperti pengangguran, kemiskinan, dan

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan perkapita diharapkan masalah-masalah seperti pengangguran, kemiskinan, dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada awalnya upaya pembangunan Negara Sedang Berkembang (NSB) diidentikkan dengan upaya meningkatkan pendapatan perkapita. Dengan meningkatnya pendapatan perkapita diharapkan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh dari berbagai sumber. Data-data yang akan digunakan diperoleh dari Badan Pusat

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh pertumbuhan

III. METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh pertumbuhan 49 III. METODE PENELITIAN A. Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh pertumbuhan ekonomi, inflasi dan kualitas sumber daya manusia terhadap tingkat pengangguran

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. tingkat migrasi risen tinggi, sementara tingkat migrasi keluarnya rendah (Tabel

METODE PENELITIAN. tingkat migrasi risen tinggi, sementara tingkat migrasi keluarnya rendah (Tabel 30 III. METODE PENELITIAN 3.1. Jenis dan Sumber Data Penelitian ini dilakukan dengan ruang lingkup nasional, yang dilihat adalah migrasi antar provinsi di Indonesia dengan daerah tujuan DKI Jakarta, sedangkan

Lebih terperinci

Garis Kemiskinan. Rumus Penghitungan : GK = GKM + GKNM. GK = Garis Kemiskinan GKM = Garis Kemiskinan Makanan GKNM = Garis Kemiskinan Non Makan

Garis Kemiskinan. Rumus Penghitungan : GK = GKM + GKNM. GK = Garis Kemiskinan GKM = Garis Kemiskinan Makanan GKNM = Garis Kemiskinan Non Makan Garis Kemiskinan Garis kemiskinan atau batas kemiskinan adalah tingkat minimum pendapatan yang dianggap perlu dipenuhi untuk memperoleh standar hidup yang mencukupi di suatu negara. Garis kemiskinan berguna

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. mengetahui pengaruh belanja daerah, tenaga kerja, dan indeks pembangunan

BAB III METODE PENELITIAN. mengetahui pengaruh belanja daerah, tenaga kerja, dan indeks pembangunan BAB III METODE PENELITIAN A. Objek Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian empiris yang dilakukan untuk mengetahui pengaruh belanja daerah, tenaga kerja, dan indeks pembangunan manusia terhadap

Lebih terperinci

V. PEMBAHASAN Perkembangan Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Industri dan Perdagangan, Hotel dan Restoran di Pulau Jawa

V. PEMBAHASAN Perkembangan Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Industri dan Perdagangan, Hotel dan Restoran di Pulau Jawa 72 V. PEMBAHASAN 5.1. Perkembangan Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Industri dan Perdagangan, Hotel dan Restoran di Pulau Jawa Pulau Jawa merupakan salah satu Pulau di Indonesia yang memiliki jumlah penduduk

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. kabupaten induknya yaitu Kabupaten Bandung Barat dan Kota Cimahi ke

BAB III METODE PENELITIAN. kabupaten induknya yaitu Kabupaten Bandung Barat dan Kota Cimahi ke BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder periode tahun 2001-2008 yang mencakup wilayah kabupaten dan kota di Provinsi Jawa Barat.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Indonesia dengan menggunakan data Tingkat Pengangguran Terbuka, Indeks Pembangunan Manusia (IPM), Upah Minimum dan Jumlah Penduduk

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN PROVINSI SUMATERA BARAT SEPTEMBER 2015

PROFIL KEMISKINAN PROVINSI SUMATERA BARAT SEPTEMBER 2015 No. 04 / 01 /13/Th. XIX / 4 Januari 2016 PROFIL KEMISKINAN PROVINSI SUMATERA BARAT SEPTEMBER 2015 Jumlah penduduk miskin di Provinsi Sumatera Barat pada adalah 349.529 jiwa. Dibanding (379.609 jiwa) turun

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. dilakukan secara sengaja (purposive) melihat bahwa propinsi Jawa Barat

BAB IV METODE PENELITIAN. dilakukan secara sengaja (purposive) melihat bahwa propinsi Jawa Barat 4.1. Waktu dan Tempat Penelitian BAB IV METODE PENELITIAN Penelitian dilakukan dalam lingkup wilayah Jawa Barat. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) melihat bahwa propinsi Jawa Barat

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder berupa

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder berupa BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder berupa data panel (pooled data) yang merupakan gabungan data silang (cross section)

Lebih terperinci

Kemiskinan dan Ketimpangan

Kemiskinan dan Ketimpangan 1 Kemiskinan dan Ketimpangan KEMISKINAN Garis Kemiskinan (GK) Poverty Line Konsep dan Definisi Untuk mengukur kemiskinan, BPS menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach).

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI PAPUA BARAT MARET 2010

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI PAPUA BARAT MARET 2010 No. 27/ 07/91/Th. IV, 1 Juli 2010 PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI PAPUA BARAT MARET 2010 Jumlah penduduk miskin di Provinsi Papua Barat pada tahun 2009 sebanyak 256.840 jiwa (35,71 persen) turun menjadi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian tentang kemiskinan ini hanya terbatas pada kemiskinan di Provinsi Jawa Tengah tahun 2007-2011. Variabel yang digunakan dalam menganalisis

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 48 BAB III METODE PENELITIAN A. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian dilakukan di Kabupaten/Kota yang berada di Provinsi Banten. Pemilihan lokasi di Kabupaten/Kota disebabkan karena berdasarkan hasil evaluasi

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2010

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2010 BPS PROVINSI JAWA TENGAH No. 34/07/33/Th. IV, 1 Juli 2010 PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2010 RINGKASAN Jumlah penduduk miskin (penduduk yang berada di bawah Garis Kemiskinan) di Provinsi

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN PROVINSI SUMATERA BARAT MARET 2016

PROFIL KEMISKINAN PROVINSI SUMATERA BARAT MARET 2016 No. 42/7/13/Th. XIX/18 Juli 2016 PROFIL KEMISKINAN PROVINSI SUMATERA BARAT MARET 2016 Jumlah penduduk miskin di Provinsi Sumatera Barat pada 2016 adalah 371.555 jiwa. Dibanding (349.529 jiwa) naik sebanyak

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN PROVINSI SUMATERA BARAT MARET 2017

PROFIL KEMISKINAN PROVINSI SUMATERA BARAT MARET 2017 No. 38/07/13/Th. XX/17 Juli 2017 PROFIL KEMISKINAN PROVINSI SUMATERA BARAT MARET 2017 Garis Kemiskinan (GK) selama - Maret 2017 mengalami peningkatan 3,55 persen, yaitu dari Rp.438.075 per kapita per bulan

Lebih terperinci

3. METODE. Kerangka Pemikiran

3. METODE. Kerangka Pemikiran 25 3. METODE 3.1. Kerangka Pemikiran Berdasarkan hasil-hasil penelitian terdahulu serta mengacu kepada latar belakang penelitian, rumusan masalah, dan tujuan penelitian maka dapat dibuat suatu bentuk kerangka

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Objek Penelitian Variabel penelitian merupakan atribut atau perlengkapan yang digunakan untuk mempermudah suatu penelitian dan sebagai sara untuk pengukuran serta memberikan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder, time series triwulan dari

III. METODE PENELITIAN. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder, time series triwulan dari 34 III. METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder, time series triwulan dari tahun 2005-2012, yang diperoleh dari data yang dipublikasikan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh Upah

III. METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh Upah 63 III. METODE PENELITIAN A. Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh Upah Minimum Provinsi (UMP) dan Belanja Barang dan Jasa (BBJ) terhadap pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada saat ini kemiskinan menjadi topik yang dibahas dan diperdebatkan di berbagai forum nasional maupun internasional, walaupun kemiskinan itu sendiri telah

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan data sekunder bersifat runtun waktu (time series)

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan data sekunder bersifat runtun waktu (time series) III. METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis dan Sumber Data Penelitian ini menggunakan data sekunder bersifat runtun waktu (time series) dalam periode tahunan dan data antar ruang (cross section). Data sekunder

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan pendekatan kuantitatif. Menurut Sugiyono (2012: 13), penelitian deskriptif

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN PROVINSI SUMATERA BARAT SEPTEMBER 2016

PROFIL KEMISKINAN PROVINSI SUMATERA BARAT SEPTEMBER 2016 No. 04/01/13/Th. XX/3 Januari 2017 PROFIL KEMISKINAN PROVINSI SUMATERA BARAT SEPTEMBER 2016 Garis Kemiskinan (GK) mengalami peningkatan 3,04 persen, menjadi Rp 438.075 per kapita per bulan dari Rp 425.141

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. 2002). Penelitian ini dilakukan di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung

BAB III METODE PENELITIAN. 2002). Penelitian ini dilakukan di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung BAB III METODE PENELITIAN A. Objek Penelitian Populasi merupakan keseluruhan objek penelitian. Apabila seseorang ingin meneliti semua elemen yang ada dalam wilayah penelitian, maka penelitiannya merupakan

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN PROVINSI SUMATERA BARAT SEPTEMBER 2014

PROFIL KEMISKINAN PROVINSI SUMATERA BARAT SEPTEMBER 2014 No. 05 /1 /13/Th. XVIII / 2 Januari 2015 PROFIL KEMISKINAN PROVINSI SUMATERA BARAT SEPTEMBER 2014 Jumlah penduduk miskin di Provinsi Sumatera Barat pada September 2014 adalah 354.738 jiwa. Dibanding Maret

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. data sudah dikompilasi ke dalam bentuk digital file, publikasi, buku, laporan dan

III. METODE PENELITIAN. data sudah dikompilasi ke dalam bentuk digital file, publikasi, buku, laporan dan III. METODE PENELITIAN 3.1. Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data sekunder, dimana data sudah dikompilasi ke dalam bentuk digital file, publikasi, buku, laporan dan

Lebih terperinci

BAB III METODELOGI PENELTIAN. Riau, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI. Yogyakarta, Jawa Timur,

BAB III METODELOGI PENELTIAN. Riau, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI. Yogyakarta, Jawa Timur, BAB III METODELOGI PENELTIAN A. Obyek/Subyek Penelitian Obyek dalam penelitian ini meliputi seluruh wilayah atau 33 provinsi yang ada di Indonesia, meliputi : Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. berasal dari Badan Pusat Statistik (BPS) dan kementrian terkait. Data yang

BAB III METODOLOGI. berasal dari Badan Pusat Statistik (BPS) dan kementrian terkait. Data yang BAB III METODOLOGI 3.1. Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang berasal dari Badan Pusat Statistik (BPS) dan kementrian terkait. Data yang bersumber dari BPS adalah

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. 3.1 Jenis dan Sumber Data. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data sekunder. Data

METODE PENELITIAN. 3.1 Jenis dan Sumber Data. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data sekunder. Data 37 III. METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data sekunder. Data sekunder merupakan data yang dikumpulkan secara tidak langsung oleh peneliti

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN Lokasi provinsi jawa tengah dipilih karena Tingkat kemiskinan

BAB III METODE PENELITIAN Lokasi provinsi jawa tengah dipilih karena Tingkat kemiskinan BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian adalah di Provinsi Jawa Tengah yang meliputi 35 kabupaten/kota dengan objek penelitian adalah tingkat kemiskinan dan faktor penyebab kemiskinan

Lebih terperinci

Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Riau pada Maret 2016 adalah 515,40 ribu atau 7,98 persen dari total penduduk.

Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Riau pada Maret 2016 adalah 515,40 ribu atau 7,98 persen dari total penduduk. No. 35/07/14 Th. XVII, 18 Juli 2016 TINGKAT KEMISKINAN RIAU MARET 2016 Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Riau pada Maret 2016 adalah 515,40 ribu atau 7,98 persen dari total penduduk. Jumlah penduduk

Lebih terperinci

KONDISI KEMISKINAN PROVINSI GORONTALO SEPTEMBER 2016

KONDISI KEMISKINAN PROVINSI GORONTALO SEPTEMBER 2016 No. 05/01/75/Th.XI, 3 Januari 2017 KONDISI KEMISKINAN PROVINSI GORONTALO SEPTEMBER 2016 Berdasarkan survei pada September 2016 persentase penduduk miskin di Provinsi Gorontalo sebesar 17,63 persen. Angka

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder yang dikumpulkan dari berbagai instansi pemerintah terutama Badan Pusat Statistik (BPS)

Lebih terperinci

BAB II TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

BAB II TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS BAB II TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS A. Tinjauan Penelitian Terdahulu Kuncoro (2014), dalam jurnal Analisis Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Tingkat Pengangguran dan Pendidikan terhadap Tingkat Kemiskinan

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN DI SULAWESI TENGGARA MARET 2016 RINGKASAN

PROFIL KEMISKINAN DI SULAWESI TENGGARA MARET 2016 RINGKASAN 07/07/Th. XI, 18 JULI 2016 PROFIL KEMISKINAN DI SULAWESI TENGGARA MARET 2016 RINGKASAN Jumlah penduduk miskin (penduduk yang berada dibawah Garis Kemiskinan) di Sulawesi Tenggara pada bulan Maret 2016

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang terdiri atas Indeks Pembangunan Manusia (IPM), sektor perekonomian yang

Lebih terperinci

KONDISI KEMISKINAN PROVINSI GORONTALO SEPTEMBER 2014

KONDISI KEMISKINAN PROVINSI GORONTALO SEPTEMBER 2014 No. 05/01/75/Th.IX, 2 Januari 2015 KONDISI KEMISKINAN PROVINSI GORONTALO SEPTEMBER 2014 Pada September 2014 persentase penduduk miskin di Provinsi Gorontalo sebesar 17,41 persen. Angka ini turun dibandingkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu masalah pokok yang dihadapi Bangsa dan Negara Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu masalah pokok yang dihadapi Bangsa dan Negara Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu masalah pokok yang dihadapi Bangsa dan Negara Indonesia sebagai negara berkembang yang dikelompokkan berdasarkan tingkat kesejahteraan masyarakatnya adalah

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Perkembangan Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Industri

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Perkembangan Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Industri BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Perkembangan Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Industri Ketenagakerjaan merupakan isu penting dalam sebuah aktivitas bisnis dan perekonomian Indonesia. Angkatan kerja, penduduk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. konsumsi, tetapi berkaitan juga dengan rendahnya tingkat pendidikan, dan tingkat pendidikan yang rendah.

BAB I PENDAHULUAN. konsumsi, tetapi berkaitan juga dengan rendahnya tingkat pendidikan, dan tingkat pendidikan yang rendah. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemiskinan merupakan persoalan yang kompleks. Kemiskinan tidak hanya berkaitan dengan masalah rendahnya tingkat pendapatan dan konsumsi, tetapi berkaitan juga dengan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Daerah) di seluruh wilayah Kabupaten/Kota Eks-Karesidenan Pekalongan

BAB III METODE PENELITIAN. Daerah) di seluruh wilayah Kabupaten/Kota Eks-Karesidenan Pekalongan BAB III METODE PENELITIAN A. Obejek Penelitian Obyek kajian pada penelitian ini adalah realisasi PAD (Pendapatan Asli Daerah) di seluruh wilayah Kabupaten/Kota Eks-Karesidenan Pekalongan yang terdiri dari

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN PROVINSI SUMATERA BARAT MARET 2015

PROFIL KEMISKINAN PROVINSI SUMATERA BARAT MARET 2015 No.55 /9 /13/Th. XVIII / 15 September 2015 september2015 PROFIL KEMISKINAN PROVINSI SUMATERA BARAT MARET 2015 Garis Kemiskinan (GK) 2015 mengalami peningkatan 5,04 persen, menjadi Rp 384.277,00 perkapita

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder yang diambil dari BPS dengan

BAB III METODE PENELITIAN. digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder yang diambil dari BPS dengan BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional 3.1.1.Variabel Penelitian Variabel dalam penelitian ini adalah Kemiskinan sebagai variabel dependen, sedangkan untuk variabel

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian dalam penelitian ini adalah Kontribusi Usaha Kecil Menengah (UKM)

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian dalam penelitian ini adalah Kontribusi Usaha Kecil Menengah (UKM) 45 BAB III METODE PENELITIAN A. Objek Penelitian Obyek penelitian merupakan sasaran untuk mendapatkan suatu data. Obyek penelitian dalam penelitian ini adalah Kontribusi Usaha Kecil Menengah (UKM) yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pokok penelitian. Teori yang dibahas dalam bab ini meliputi definisi kemiskinan,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pokok penelitian. Teori yang dibahas dalam bab ini meliputi definisi kemiskinan, BAB II TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini akan dijelaskan mengenai teori yang menjadi dasar pokok penelitian. Teori yang dibahas dalam bab ini meliputi definisi kemiskinan, pertumbuhan ekonomi, inflasi, pengangguran,

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Data yang digunakan dalam penulisan ini adalah data sekunder berupa data

III. METODOLOGI PENELITIAN. Data yang digunakan dalam penulisan ini adalah data sekunder berupa data III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penulisan ini adalah data sekunder berupa data tahunan dari periode 2003 2012 yang diperoleh dari publikasi data dari Biro

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN DI SULAWESI TENGGARA MARET 2017 RINGKASAN

PROFIL KEMISKINAN DI SULAWESI TENGGARA MARET 2017 RINGKASAN 38/07/Th. XX, 17 JULI 2017 PROFIL KEMISKINAN DI SULAWESI TENGGARA MARET 2017 RINGKASAN Jumlah penduduk miskin (penduduk yang berada dibawah Garis Kemiskinan) di Sulawesi Tenggara pada bulan Maret 2017

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. wisata, jumlah wisatawan dan Produk Domestik Regional Bruto terhadap

BAB III METODE PENELITIAN. wisata, jumlah wisatawan dan Produk Domestik Regional Bruto terhadap BAB III METODE PENELITIAN A. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini merupakan analisis mengenai pengaruh jumlah obyek wisata, jumlah wisatawan dan Produk Domestik Regional Bruto terhadap retribusi daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada sebuah ketidakseimbangan awal dapat menyebabkan perubahan pada sistem

BAB I PENDAHULUAN. pada sebuah ketidakseimbangan awal dapat menyebabkan perubahan pada sistem BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perencanaan merupakan sebuah upaya untuk mengantisipasi ketidak seimbangan yang terjadi yang bersifat akumulatif, artinya perubahan yang terjadi pada sebuah ketidakseimbangan

Lebih terperinci

No.01/07/81/Th. XX,17 Juli 2017 PROFIL KEMISKINAN DI MALUKU TAHUN 2017 RINGKASAN Jumlah penduduk miskin (penduduk yang pengeluaran per bulannya berada dibawah Garis Kemiskinan) di Maluku pada bulan Maret

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder berupa data panel (pooled data) yang merupakan gabungan data silang (cross section)

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN DI JAWA TENGAH MARET 2009

PROFIL KEMISKINAN DI JAWA TENGAH MARET 2009 BPS PROVINSI JAWA TENGAH No. 6/07/33/Th. III/1 Juli 2009 PROFIL KEMISKINAN DI JAWA TENGAH MARET 2009 RINGKASAN Jumlah penduduk miskin (penduduk yang berada dibawah Garis Kemiskinan) di Jawa Tengah pada

Lebih terperinci

Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Riau pada Maret 2017 adalah 514,62 ribu jiwa atau 7,78 persen dari total penduduk.

Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Riau pada Maret 2017 adalah 514,62 ribu jiwa atau 7,78 persen dari total penduduk. No. 32/07/14/Th. XVIII, 17 Juli 2017 TINGKAT KEMISKINAN RIAU MARET 2017 Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Riau pada Maret 2017 adalah 514,62 ribu jiwa atau 7,78 persen dari total penduduk. Jumlah penduduk

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Obyek penelitian Penelitian yang digunakan ini mengunakan obyek penelitian dari seluruh kabupaten dan kota yang berada di Provinsi Jawa Timur yang totalnya ada 38 Kabupaten

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 28 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data sekunder, yaitu berkaitan dengan data yang waktu dikumpulkannya bukan (tidak harus) untuk

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Obyek Penelitian Obyek penelitian yang dipilih dalam penelitian ini adalah Kota Malang. Pemilihan obyek penelitian di Kota Malang adalah dengan pertimbangan bahwa Kota Malang

Lebih terperinci

KEMISKINAN PROVINSI SULAWESI UTARA SEPTEMBER 2016

KEMISKINAN PROVINSI SULAWESI UTARA SEPTEMBER 2016 No. 89/01/71/Th. XI, 03 Januari 2017 KEMISKINAN PROVINSI SULAWESI UTARA SEPTEMBER 2016 Angka-angka kemiskinan yang disajikan dalam Berita Resmi Statistik ini merupakan angka yang dihasilkan melalui Survei

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI BANTEN MARET 2014

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI BANTEN MARET 2014 No. 31/07/36/Th. VIII, 1 Juli 2014 PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI BANTEN MARET 2014 JUMLAH PENDUDUK MISKIN MARET 2014 MENCAPAI 622,84 RIBU ORANG Pada bulan Maret 2014, jumlah penduduk miskin (penduduk dengan

Lebih terperinci

KONDISI KEMISKINAN PROVINSI GORONTALO MARET 2017

KONDISI KEMISKINAN PROVINSI GORONTALO MARET 2017 No. 37/07/75/Th.X. 17 Juli 2017 KONDISI KEMISKINAN PROVINSI GORONTALO MARET 2017 Berdasarkan survei pada Maret 2017 persentase penduduk miskin di Provinsi Gorontalo sebesar 17,65 persen. Dibandingkan persentase

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. minimum sebagai variabel independen (X), dan indeks pembangunan manusia

BAB III METODE PENELITIAN. minimum sebagai variabel independen (X), dan indeks pembangunan manusia BAB III METODE PENELITIAN A. Objek Penelitian Objek dari penelitian ini adalah kemiskinan, rasio gini dan upah minimum sebagai variabel independen (X), dan indeks pembangunan manusia (IPM) sebagai variabel

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Obyek Penelitian Dalam penelitian ini penulis melakukan penelitian yang dilakukan di Indonesia. Penelitian dalam pengambilan data dilakukan di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. mengambil objek di seluruh provinsi di Indonesia, yang berjumlah 33 provinsi

BAB III METODE PENELITIAN. mengambil objek di seluruh provinsi di Indonesia, yang berjumlah 33 provinsi BAB III METODE PENELITIAN A. Objek Penelitian Untuk mendapatkan data yang diperlukan dalam penelitian ini, penulis mengambil objek di seluruh provinsi di Indonesia, yang berjumlah 33 provinsi di 5 pulau

Lebih terperinci

PEMODELAN PERSENTASE PENDUDUK MISKIN KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI JAWA TENGAH MENGGUNAKAN REGRESI DATA PANEL

PEMODELAN PERSENTASE PENDUDUK MISKIN KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI JAWA TENGAH MENGGUNAKAN REGRESI DATA PANEL PEMODELAN PERSENTASE PENDUDUK MISKIN KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI JAWA TENGAH MENGGUNAKAN REGRESI DATA PANEL SKRIPSI Disusun Oleh : NARISHWARI ARIANDHINI 24010211140105 JURUSAN STATISTIKA FAKULTAS SAINS

Lebih terperinci

BPS PROVINSI JAWA TIMUR

BPS PROVINSI JAWA TIMUR BPS PROVINSI JAWA TIMUR No. 06/01/35/Th.X,02 Januari 2012 PROFIL KEMISKINAN DI JAWA TIMUR SEPTEMBER 2011 RINGKASAN Penduduk miskin Jawa Timur pada bulan September 2011 sebanyak 5,227 juta (13,85 persen)

Lebih terperinci

TINGKAT KEMISKINAN BALI, MARET 2011

TINGKAT KEMISKINAN BALI, MARET 2011 No. 36/07/51/Th. V, 1 Juli 2011 TINGKAT KEMISKINAN BALI, MARET 2011 Terjadi penurunan jumlah penduduk miskin di Bali pada Maret 2011 jika dibandingkan dengan jumlah penduduk miskin pada Maret 2010. Tingkat

Lebih terperinci

BPS PROVINSI LAMPUNG ANGKA KEMISKINAN LAMPUNG MARET PERKEMBANGAN PENDUDUK MISKIN DI LAMPUNG. No. 08/07/18/TH.

BPS PROVINSI LAMPUNG ANGKA KEMISKINAN LAMPUNG MARET PERKEMBANGAN PENDUDUK MISKIN DI LAMPUNG. No. 08/07/18/TH. BPS PROVINSI LAMPUNG ANGKA KEMISKINAN LAMPUNG MARET 2016 No. 08/07/18/TH.VIII, 18 Juli 2016 Angka kemiskinan Lampung dari penghitungan hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Maret 2016 mencapai

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN DI JAWA TENGAH MARET 2008

PROFIL KEMISKINAN DI JAWA TENGAH MARET 2008 BPS PROVINSI JAWA TENGAH No. 6/07/33/Th. II/1 Juli 2008 PROFIL KEMISKINAN DI JAWA TENGAH MARET 2008 RINGKASAN Jumlah penduduk miskin (penduduk yang berada dibawah Garis Kemiskinan) di Jawa Tengah pada

Lebih terperinci

KEMISKINAN PROVINSI SULAWESI UTARA MARET 2015

KEMISKINAN PROVINSI SULAWESI UTARA MARET 2015 No. 64/09/71/Th. IX, 15 September 2015 KEMISKINAN PROVINSI SULAWESI UTARA MARET 2015 Angka-angka kemiskinan yang disajikan dalam Berita Resmi Statistik ini merupakan angka yang dihasilkan melalui Survei

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN DI SULAWESI TENGGARA SEPTEMBER 2016 RINGKASAN

PROFIL KEMISKINAN DI SULAWESI TENGGARA SEPTEMBER 2016 RINGKASAN 05/01/Th.XII, 03 JANUARI 2017 PROFIL KEMISKINAN DI SULAWESI TENGGARA SEPTEMBER 2016 RINGKASAN Jumlah penduduk miskin (penduduk yang berada dibawah Garis Kemiskinan) di Sulawesi Tenggara pada bulan September

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI PAPUA BARAT SEPTEMBER 2011 JUMLAH PENDUDUK MISKIN SEPTEMBER 2011 SEBANYAK 227,12 RIBU ORANG.

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI PAPUA BARAT SEPTEMBER 2011 JUMLAH PENDUDUK MISKIN SEPTEMBER 2011 SEBANYAK 227,12 RIBU ORANG. No. 04/01/91/Th. VI, 2 Januari 2012 PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI PAPUA BARAT SEPTEMBER 2011 JUMLAH PENDUDUK MISKIN SEPTEMBER 2011 SEBANYAK 227,12 RIBU ORANG. Jumlah penduduk miskin di Provinsi Papua Barat

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI SULAWESI BARAT MARET 2016

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI SULAWESI BARAT MARET 2016 BPS PROVINSI SULAWESI BARAT No. 42/07/76/Th. X, 18 Juli 2016 PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI SULAWESI BARAT MARET 2016 JUMLAH PENDUDUK MISKIN MARET 2016 SEBANYAK 152,73 RIBU JIWA Persentase penduduk miskin

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Objek Penelitian Penelitian dilakukan di kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur. Dengan pertimbangan di setiap wilayah mempunyai sumber daya dan potensi dalam peningkatan pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 44 BAB III METODE PENELITIAN A. Obyek Penelitian Objek penelitian yang digunakan oleh peneliti dalam penelitian ini adalah tingkat pendidikan, tingkat pengangguran dan rasio gini di lima kabupaten/kota

Lebih terperinci

KEMISKINAN DAN KETIMPANGAN PROVINSI SULAWESI UTARA MARET 2017

KEMISKINAN DAN KETIMPANGAN PROVINSI SULAWESI UTARA MARET 2017 No. 47/07/71/Th. XX, 17 Juli 2017 KEMISKINAN DAN KETIMPANGAN PROVINSI SULAWESI UTARA MARET 2017 Angka-angka kemiskinan yang disajikan dalam Berita Resmi Statistik ini merupakan angka yang dihasilkan melalui

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Thailand, India, Vietnam, Malaysia, China, Philipines, Netherlands, USA, dan Australia 9 2 Kentang (HS )

III. METODE PENELITIAN. Thailand, India, Vietnam, Malaysia, China, Philipines, Netherlands, USA, dan Australia 9 2 Kentang (HS ) III. METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Sumber Data Penelitian ini menggunakan data sekunder. Data yang diamati merupakan data gabungan time series dan cross section atau panel data. Tahun pengamatan sebanyak

Lebih terperinci

KEMISKINAN PROVINSI SULAWESI UTARA MARET 2014

KEMISKINAN PROVINSI SULAWESI UTARA MARET 2014 No. 42/07/71/Th. VIII, 1 Juli 2014 KEMISKINAN PROVINSI SULAWESI UTARA MARET 2014 Angka-angka kemiskinan yang disajikan dalam Berita Resmi Statistik ini merupakan angka yang dihasilkan lewat pengolahan

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI PAPUA BARAT MARET 2013

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI PAPUA BARAT MARET 2013 No. 31/07/91/Th. VI, 1 Juli 2013 PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI PAPUA BARAT MARET 2013 Jumlah penduduk miskin (Penduduk yang berada di bawah Garis Kemiskinan) di Papua Barat kondisi September 2012 sebesar

Lebih terperinci

TINGKAT KEMISKINAN DI DKI JAKARTA TAHUN 2010

TINGKAT KEMISKINAN DI DKI JAKARTA TAHUN 2010 BPS PROVINSI DKI JAKARTA No. 21/07/31/Th. XII, 1 Juli 2010 TINGKAT KEMISKINAN DI DKI JAKARTA TAHUN 2010 RINGKASAN Jumlah penduduk miskin (penduduk yang berada di bawah Garis Kemiskinan) di DKI Jakarta

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN DI SULAWESI TENGGARA SEPTEMBER 2015 RINGKASAN

PROFIL KEMISKINAN DI SULAWESI TENGGARA SEPTEMBER 2015 RINGKASAN BPS PROVINSI SULAWESI TENGGARA 07/01/Th. X, 4 Januari 2016 PROFIL KEMISKINAN DI SULAWESI TENGGARA SEPTEMBER 2015 RINGKASAN Jumlah penduduk miskin (penduduk yang berada dibawah Garis Kemiskinan) di Sulawesi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Bangli, Kabupaten Karangasem, dan Kabupaten Buleleng.

BAB III METODE PENELITIAN. Bangli, Kabupaten Karangasem, dan Kabupaten Buleleng. BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi Penelitian Dalam penelitian ini, penulis menggunakan lokasi penelitian wilayah Provinsi Bali yang merupakan salah satu provinsi yang ada di Indonesia. Luas Provinsi

Lebih terperinci

KEMISKINAN PROVINSI SULAWESI UTARA MARET 2016

KEMISKINAN PROVINSI SULAWESI UTARA MARET 2016 No. 50/07/71/Th. X, 18 Juli 2016 KEMISKINAN PROVINSI SULAWESI UTARA MARET 2016 Angka-angka kemiskinan yang disajikan dalam Berita Resmi Statistik ini merupakan angka yang dihasilkan melalui Survei Sosial

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN DI SULAWESI TENGGARA SEPTEMBER 2014 RINGKASAN

PROFIL KEMISKINAN DI SULAWESI TENGGARA SEPTEMBER 2014 RINGKASAN 07/01/Th. IX, 2 Januari 2015 PROFIL KEMISKINAN DI SULAWESI TENGGARA SEPTEMBER 2014 RINGKASAN Jumlah penduduk miskin (penduduk yang berada dibawah Garis Kemiskinan) di Sulawesi Tenggara pada bulan September

Lebih terperinci

BPS PROVINSI KEPULAUAN RIAU

BPS PROVINSI KEPULAUAN RIAU BPS PROVINSI KEPULAUAN RIAU No. 06/01/21/Th.VII, 2 Januari 2012 PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI KEPULAUAN RIAU, SEPTEMBER 2011 Jumlah penduduk miskin (penduduk yang berada di bawah Garis Kemiskinan) di Provinsi

Lebih terperinci