BAB 6 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
|
|
- Susanto Darmali
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 113 BAB 6 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Bab ini berisi kesimpulan dan rekomendasi dari studi yang telah dibahas pada bab 1 sampai dengan 5. Pada bab ini juga dijelaskan mengenai kelemahan studi dan saran studi lanjutan. Pembangunan rumah susun sederhana baik rusunami maupun rusunawa pada dasarnya memakan biaya yang cukup besar. Besarnya biaya produksi yang tinggi akan berpengaruh terhadap besarnya harga sewa (untuk rusunawa) maupun sewa beli (untuk rusunami) yang harus ditanggung oleh penghuni rumah susun sederhana apabila tidak ada intervensi pemerintah berupa subsidi. Pada bab 1 sebelumnya telah dijelaskan mengenai tujuan dalam studi ini yaitu menunjukkan perbedaan antara perhitungan harga sewa maupun sewa-beli secara normatif dengan harga yang berlaku menurut ketetapan pemerintah sekaligus mengidentifikasi golongan pendapatan masyarakat yang mampu menempati rumah susun berdasarkan perbandingan kedua harga sewa maupun sewa-beli tersebut. Untuk mencapai tujuan tersebut maka disusun enam sasaran sebagai berikut: 1) Menghitung besarnya biaya produksi sebagai komponen biaya pembangunan rumah susun yang dikeluarkan pihak pelaksana pembangunan. 2) Menghitung biaya operasional dan pemeliharaan yang dibebankan pengelola rumah susun sederhana sebagai surcharge kepada penghuni. 3) Menghitung besarnya harga sewa ataupun sewa-beli berdasarkan komponen biaya produksi, operasional, dan pemeliharaan. 4) Memperkirakan golongan pendapatan masyarakat yang mampu menempati rumah susun sederhana berdasarkan harga sewa atau sewa-beli baik dari hasil perhitungan secara normatif maupun harga yang berlaku menurut ketetapan pemerintah saat ini. 5) Mengidentifikasi kesesuaian target penghuni rumah susun sederhana berdasarkan harga sewa atau sewa-beli yang berlaku menurut ketetapan pemerintah saat ini. 6) Menguji kelayakan finansial dari harga sewa ataupun sewa-beli yang terbentuk dari hasil perhitungan. Beberapa temuan studi dalam subbab 6.1. sampai dengan 6.3 akan sekaligus menjawab keenam sasaran di atas. Dari beberapa temuan studi maka akan disimpulkan beberapa hal terkait dengan tujuan penelitian dalam studi ini pada subbab 6.4.
2 Temuan Studi Dalam subbab ini dijelaskan temuan studi yang dihasilkan pada bab 3 sampai dengan bab 5 terkait dengan sasaran studi yang akan dicapai dalam penelitian ini. Beberapa temuan studi dalam subbab sampai dengan akan sekaligus digunakan dalam mencapai sasaran studi penelitian (sasaran no.1 sampai dengan no.6) Temuan Studi mengenai biaya Produksi, Operasional, dan Pemeliharaan serta harga sewa atau sewa-beli Rumah Susun Sederhana. Subbab ini akan sekaligus menjelaskan temuan studi dalam rangka mencapai sasaran no.1 hingga no.4 yang telah dijelaskan pada bab 1 sebelumnya. Berikut ini adalah beberapa temuan studi atas besarnya biaya produksi, operasional dan pemeliharaan pada tiap rumah susun studi serta implikasinya terhadap penentuan harga sewa atau sewa beli juga kisaran pendapatan penghuni yang mampu menempati rumah susun tersebut. Temuan dari hasil studi yang dilakukan pada bab 3 sampai dengan 5 ini kemudian dikaitkan beberapa kebijakan yang telah disinggung pada bab 2. 1) Rumah Susun Karet Tengsin I dan II (rusunami dengan pembangunan pola mekanisme investasi UPT) Rumah susun sederhana Karet Tengsin I dan II dibangun dengan spesifikasi bangunan sebagai berikut: Jumlah lantai : 5 (tidak membutuhkan lift) Jumlah unit : 160 Jumlah blok : 4 Luas Unit : 21 m 2 Besarnya biaya produksi pembangunan rumah susun Karet tengsin I dan II adalah sebesar Rp. 30,581,153, Dalam biaya tersebut masih dikenakan PPn sebesar 10% sehingga dapat dikatakan belum mengikuti peraturan Menteri Keuangan RI No.36/PMK 03/2007 tentang batasan rusuna yang dibebaskan atas PPn sebagaimana yang telah dijelaskan pada subbab pada bab 2. Adapun biaya pengelolaan yang terdiri dari biaya operasional dan pemeliharaan yang dikeluarkan pengelola setiap bulan adalah sebesar Rp. 7,304,240 atau setara dengan Rp. 87,650, per tahun. Besarnya biaya pengelolaan tersebut tidak langsung dimasukkan ke dalam harga sewa-beli (harga jual) tetapi masuk ke dalam iuran pengelolaan yang harus dibayar penghuni setiap bulannya sebagai biaya tinggal di luar angsuran pembelian unit rumah susun yang ditempatinya.
3 115 Dengan biaya produksi sebesar Rp. 30,581,153, tersebut dengan perhitungan yang telah dilakukan pada bab 4 (lihat subbab 4.1.3) maka harga sewa-beli yang terbentuk adalah sebesar Rp Harga sewa-beli hasil perhitungan ini jauh lebih tinggi dibandingkan dengan harga sewa-beli yang berlaku saat ini sebesar Rp (dengan subsidi). Disamping itu, harga sewa-beli hasil perhitungan tersebut melebihi batas maksimum harga sewa-beli sebesar Rp yang disebutkan pada peraturan Menteri Keuangan RI No.36/PMK 03/2007 pada bab 2 (lihat subbab ). Harga sewa-beli (harga jual) rumah susun karet Tengsin berdasarkan hasil perhitungan sebesar Rp dan surcharge hasil perhitungan sebesar Rp. 48,650 per bulan maka perkiraan golongan pendapatan masyarakat yang mampu menempati rumah susun tersebut adalah golongan pendapatan sekitar Rp. 15,753,500 (tergolong dalam range pendapatan tinggi menurut klasifikasi pendapatan BPS DKI Jakarta, 2002). Di sisi lain harga sewa-beli yang berlaku yang lebih murah (sebesar Rp ) berpotensi bagi penghuni untuk menjual atau mengontrakkannya kembali kepada penghuni yang bukan termasuk golongan pendapatan rendah. Perkiraan pendapatan masyarakat yang mampu untuk menempati rumah susun dengan harga sewa-beli dan surcharge (sebesar Rp per bulan) yang berlaku adalah sekitar Rp. 844,812 (tergolong dalam range pendapatan rendah menurut klasifikasi pendapatan BPS DKI Jakarta, 2002). Akan tetapi temuan lapangan yang diperoleh dari hasil survei menunjukkan mayoritas masyarakat penghuni sebesar (50%) berpendapatan antara Rp sampai dengan Rp (menengah bawah) (lihat tabel IV.7 pada bab 4). 2) Rumah Susun Bendungan Hilir I (rusunami dengan pembangunan pola mekanisme investasi UPT) Rumah susun sederhana Bendungan Hilir I dibangun dengan spesifikasi bangunan sebagai berikut: Jumlah lantai : 5 (tidak membutuhkan lift) Jumlah unit : 296 Jumlah blok : 3 Luas Unit : 18 m 2 Besarnya biaya produksi pembangunan rumah susun Bendungan Hilir I adalah sebesar Rp. 11,118,192, Dalam biaya tersebut masih dikenakan PPn sebesar 10% sehingga dapat dikatakan belum mengikuti peraturan Menteri Keuangan RI No.36/PMK
4 116 03/2007 Tentang batasan Rusuna yang Dibebaskan atas PPn sebagaimana yang telah dijelaskan pada subbab pada bab 2. Adapun biaya pengelolaan yang terdiri dari biaya operasional dan pemeliharaan yang dikeluarkan pengelola setiap bulan adalah sebesar Rp per bulan atau setara dengan Rp per tahun. Besarnya biaya pengelolaan tersebut tidak langsung dimasukkan ke dalam harga sewa-beli (harga jual) tetapi masuk ke dalam iuran pengelolaan yang harus dibayar penghuni setiap bulannya sebagai biaya tinggal di luar angsuran pembelian unit rumah susun yang ditempatinya. Dengan biaya produksi sebesar Rp.11,118,192, tersebut dengan perhitungan yang telah dilakukan pada bab 4 (lihat subbab 4.2.3) maka harga sewa-beli yang terbentuk adalah sebesar Rp Harga sewa-beli hasil perhitungan ini jauh lebih tinggi dibandingkan dengan harga sewa-beli yang berlaku saat ini sebesar Rp (dengan subsidi). Akan tetapi, harga sewa-beli hasil perhitungan tersebut masih tidak melebihi batas maksimum harga sewa-beli sebesar Rp yang disebutkan pada peraturan Menteri Keuangan RI No.36/PMK 03/2007 pada bab 2 (lihat subbab ). Selain biaya angsuran pembelian, besarnya iuran pengelolaan yang juga harus dibayar oleh penghuni hasil perhitungan yang dilakukan pada bab 4 (lihat subbab ) adalah sebesar Rp per bulan. Besarnya iuran pelayanan umum (surcharge) hasil perhitungan tersebut lebih rendah dibandingkan dengan iuran yang berlaku di rumah susun Bendungan Hilir I sebesar Rp per unit. Harga sewa-beli (harga jual) rumah susun Bendungan Hilir I berdasarkan hasil perhitungan adalah sebesar Rp Dengan harga sewa-beli tersebut ditambah surcharge hasil perhitungan sebesar Rp per bulan maka perkiraan golongan pendapatan masyarakat yang mampu menempati rumah susun adalah golongan pendapatan sekitar Rp. 3,215,100 atau lebih. (tergolong dalam range pendapatan menengah bawah). Di sisi lain harga sewa-beli yang berlaku lebih murah (sebesar Rp ) berpotensi bagi penghuni untuk menjual atau mengontrakkannya kepada penghuni yang bukan termasuk golongan pendapatan rendah. Perkiraan pendapatan masyarakat yang mampu untuk menempati rumah susun seharusnya dengan harga sewa-beli subsidi (Rp ) dan surcharge yang berlaku (Rp per bulan) adalah sebesar Rp. 964,812 per bulan sehingga tergolong dalam range pendapatan rendah menurut klasifikasi pendapatan BPS DKI Jakarta, tahun 2002 (lihat tabel IV.13). Akan tetapi temuan lapangan yang diperoleh dari hasil survei menunjukkan mayoritas masyarakat penghuni sebesar (38,1%) berpendapatan antara Rp Rp (menengah atas) (lihat tabel III.16 pada bab 3)
5 117 3) Rumah Susun Pasar Jumat (rusunawa dengan pembangunan pola mekanisme investasi PMN) Rumah susun sederhana Pasar Jumat dibangun dengan spesifikasi bangunan sebagai berikut: Jumlah lantai : 10 (membutuhkan lift) Jumlah unit : 103 Jumlah blok : 2 Luas Unit : 21 m 2 Besarnya biaya produksi pembangunan rumah susun Bendungan Hilir I adalah sebesar Rp. 15,031,117, Dalam biaya tersebut masih dikenakan PPn sebesar 10% sehingga dapat dikatakan belum mengikuti peraturan Menteri Keuangan RI No.36/PMK 03/2007 tentang batasan rusuna yang dibebaskan atas PPn sebagaimana yang telah dijelaskan pada subbab pada bab 2. Adapun biaya pengelolaan yang terdiri dari biaya operasional dan pemeliharaan yang dikeluarkan pengelola setiap bulan adalah sebesar Rp 37,030, per bulan. Besarnya biaya pengelolaan tersebut dimasukkan ke dalam perhitungan harga sewa total di rumah susun Pasar Jumat. Berdasarkan hasil perhitungan yang dilakukan pada bab 4 (lihat subbab 4.3.3) maka besarnya harga sewa di rumah susun pasar Jumat adalah sebesar Rp. 928,700 per bulan. Harga sewa hasil perhitungan ini jauh lebih tinggi dibandingkan dengan harga sewa yang berlaku sebesar Rp Dengan harga sewa hasil perhitungan tersebut maka perkiraan golongan pendapatan masyarakat yang mampu menempati rumah susun adalah golongan pendapatan sekitar Rp sehingga tergolong dalam range pendapatan menengah atas versi Klasifikasi BPS propinsi DKI Jakarta. Di sisi lain harga sewa yang berlaku lebih murah (sebesar Rp ) berpotensi bagi penghuni untuk menyewakannya kepada penghuni yang bukan termasuk golongan pendapatan rendah. Perkiraan pendapatan masyarakat yang mampu untuk menempati rumah susun seharusnya dengan harga sewa Rp adalah sebesar Rp. 3, per bulan (menengah bawah) (lihat tabel IV.17). Hal ini didukung juga dengan temuan lapangan yang diperoleh dari hasil survei menunjukkan mayoritas pendapatan masyarakat penghuni sebesar (40,6%) Rp Rp atau tergolong pendapatan menengah bawah (lihat tabel III.16 pada bab 3). Secara ringkas perbandingan antara harga sewa dan sewa-beli rumah susun hasil perhitungan dengan Harga sewa maupun sewa-beli yang berlaku dapat dilihat dalam tabel IV.20 (halaman 82).
6 Temuan Studi kesesuaian target penghuni rumah susun sederhana berdasarkan harga sewa atau sewa-beli yang berlaku menurut ketetapan pemerintah saat ini. Subbab ini menjelaskan mengenai temuan studi dalam rangka mencapai sasaran no.5. Dalam survei yang dilakukan dalam bab 3 diperoleh beberapa temuan studi lapangan yang secara rinci telah dibahas pada karakteristik sosial-ekonomi penghuni rumah susun studi pada bab 3. Temuan studi dalam bab 3 tersebut akan digunakan untuk mengidentifikasi kesesuaian target penghuni rumah susun sederhana berdasarkan harga sewa atau sewa-beli yang berlaku menurut ketetapan pemerintah saat ini. Pada identifikasi kesesuaian target penghuni tersebut digunakan indikator menggunakan tiga variabel yaitu status penghuni, tingkat pendapatan dan kepemilikan hunian lain sebagaimana telah dijelaskan dalam bab 1 sebelumnya. Hasil dari temuan studi tersebut diantaranya adalah sebagai berikut: 1) Dilihat dari indikator status penghuninya, rumah susun Karet Tengsin I dan II ditempati oleh penghuni dengan status pemilik (63,2%) dan bukan pemilik (36,8%) sedangkan rumah susun sederhana Bendungan Hilir I ditempati oleh penghuni dengan status pemilik (42,9%) dan bukan pemilik (57,1%). Adapun untuk rumah susun pasar jumat ditempati oleh penghuni dengan status penyewa (65,6%) dan bukan penyewa (34,4%). Dengan demikian dapat dikatakan pada ketiga rumah susun studi terjadi ketidaksesuaian target penghuni sebagaimana mestinya dikarenakan penghuni dengan status pemilik kurang dari 100% (untuk rusunami Karet Tengsin dan Bendungan hilir I) dan penyewa kurang dari 100% (untuk rusunawa pasar jumat). 2) Dilihat dari indikator tingkat pendapatan penghuninya, rumah susun karet Tengsin dihuni oleh penghuni dengan pendapatan rendah hanya sekitar 21,1% sedangkan untuk rumah susun Bendungan hilir penghuni dengan pendapatan rendah hanya sekitar 9,5%. Adapun untuk rumah susun pasar jumat ditempati oleh penghuni dengan pendapatan rendah hanya sekitar 21,9%. Dengan demikian dapat dikatakan pada ketiga rumah susun studi terjadi ketidaksesuaian target penghuni karena penghuni rumah susun dengan pendapatan rendah kurang dari 100%. 3) Dilihat dari indikator kepemilikan hunian lain, rumah susun karet tengsin ditempati oleh penghuni yang tidak memiliki hunian lain sebesar 71,1% sedangkan rumah susun bendungan hilir ditempati oleh penghuni yang tidak memiliki hunian lain sebesar 45,2%. Adapun untuk rumah susun pasar jumat ditempati oleh penghuni yang tidak memiliki hunian lain sebesar 62,5%. Dengan demikian dapat dikatakan pada ketiga rumah susun
7 119 studi tidak terjadi kesesuaian target penghuni karena persentase penghuni rumah susun yang tidak memiliki hunian lain lebih kecil dari 100%. Dari ketiga indikator yang telah dijelaskan di atas maka dapat disimpulkan bahwa target penghuni yang menempati rumah susun saat ini tidak sesuai dengan sasaran yang semestinya Temuan Studi tentang Kelayakan Finansial dari Harga Sewa dan Sewa-Beli yang terbentuk Subbab ini menjelaskan mengenai temuan studi dalam rangka mencapai sasaran no.6. Kegiatan investasi untuk pembangunan rumah susun pada umumnya merupakan bentuk investasi yang bersifat sosial (social investment) sehingga biaya yang dikeluarkan oleh pemerintah dalam pembangunan hanya sebatas menggunakan anggaran yang telah dipersiapkan. Apabila diteliti lebih lanjut, investasi yang dilakukan pelaksana pembangunan baik pemerintah ataupun perumnas kurang efisien apabila dipakai seluruhnya untuk pembangunan rumah susun. Dengan memakai keseluruhan anggaran untuk pembangunan rumah susun berarti pemerintah harus mempersiapkan anggarannya kembali untuk melakukan pembangunan rumah susun lainnya di lokasi yang berbeda. Apabila dalam investasi pembangunan rumah susun, biaya yang dikeluarkan tidak berasal seluruhnya dari modal sendiri tetapi melibatkan modal pinjaman. Dengan melibatkan modal pinjaman maka modal pemerintah yang bersisa untuk pembangunan dapat digunakan untuk membangun kembali rumah susun di lokasi lainnya. Melalui simulasi yang dilakukan pada bab 5 diketahui bahwa harga sewa-beli hasil perhitungan yang selanjutnya diangsur oleh penghuni setiap bulan melalui angsuran KPR, dalam jangka waktu 5 sampai dengan 20 tahun tidak semua memenuhi kriteria kelayakan finansial. Dalam perhitungan harga sewa-beli di rumah susun Karet Tengsin dan Bendungan Hilir I angsuran di atas jangka waktu 5 tahun (6-20 tahun) tidak memenuhi kriteria kelayakan finansial sedangkan angsuran dengan jangka waktu 5 tahun memenuhi kriteria kelayakan finansial namun break even point yang dibutuhkan tidak mencapai waktu 7 tahun sebagaimana ditargetkan oleh pihak swasta (developer) pada umumnya. Dengan memajukan jangka waktu balik modal menjadi 7 tahun dan mengkombinasikan alternatif investasi antara modal pinjaman dan modal sendiri dengan proporsi perbandingan (berturut-turut) 30%-70% (alternative 1), 40%-60% (alternative 2), dan 50%-50% (alternative 3) maka diperoleh hasil perbandingan yang layak secara finansial bagi pihak pelaksana pembangunan dan menghasilkan harga sewa ataupun sewa-beli paling
8 120 rendah adalah alternative III (dengan menggunakan komposisi 50% modal sendiri dan 50% modal pinjaman) untuk semua rumah susun studi (lihat tabel V.10). Akan tetapi penggunaan ini akan berakibat harga sewa maupun sewa-beli menjadi lebih mahal dibandingkan dengan harga awal hasil perhitungan yang menghasilkan BEP di atas 7 tahun. Dengan besarnya biaya sewa-beli secara langsung angsuran yang harus dibayar penghuni juga akan semakin besar sehingga agar angsuran tersebut lebih ringan maka jangka waktu pengembaliannya harus lebih dari 20 tahun Kesimpulan tentang Harga sewa dan Sewa-Beli Rumah Susun Sederhana serta Identifikasi Golongan Pendapatan Masyarakat yang Mampu Menempati Rumah Susun Berdasarkan Perbandingan Kedua Harga tersebut. Secara umum dari temuan studi yang dikemukakan dalam subbab pada ketiga rumah susun studi dapat diambil benang merah bahwa harga sewa dan Sewa beli yang dihasilkan melalui hasil perhitungan ternyata lebih besar dibandingkan harga yang sebenarnya di rumah susun studi. Dengan rendahnya harga sewa ataupun sewa-beli yang berlaku menurut ketetapan pemerintah maka dampak yang harus diwaspadai oleh pemerintah adalah adanya potensi bagi pemilik awal yang merupakan masyarakat berpendapatan rendah untuk menjual atau menyewakannya kembali ke pihak yang bukan golongan berpendapatan rendah. Sebagaimana yang telah dijelaskan pada bab 4, estimasi kelompok pendapatan masyarakat di Propinsi DKI Jakarta yang dapat menghuni rumah susun dengan menggunakan harga sewa-beli atau sewa hasil perhitungan adalah kelompok masyarakat berpendapatan menengah (Rp Rp ) hingga pendapatan tinggi (di atas Rp ). Di sisi lain estimasi kelompok pendapatan masyarakat yang dapat menghuni rumah susun dengan menggunakan harga sewa-beli atau sewa yang berlaku menurut pemerintah adalah kelompok pendapatan rendah (di bawah Rp ). Akan tetapi, dalam kenyataannya penghuni rumah susun dengan harga sewa maupun sewa-beli yang berlaku menurut pemerintah adalah masyarakat berpendapatan menengah (Rp Rp ). Di samping itu, jika dilihat dari indikator kesesuaian target penghuni rumah susun yang dilihat dari tiga variabel yaitu status penghuni, tingkat pendapatan dan kepemilikan hunian lain sebagaimana telah dijelaskan dalam bab 1 sebelumnya, maka saat ini rumah susun dengan harga sewa maupun sewa-beli yang berlaku menurut ketetapan dari pemerintah tidak sesuai dengan sasaran yang semestinya.
9 Rekomendasi Dari kesimpulan yang telah dipaparkan di atas maka rekomendasi yang dapat disarankan antara lain sebagai berikut: 1) Rekomendasi Bagi Pihak Pengelola Rumah Susun (PPRS maupun Pihak Perum Perumnas) Dengan besarnya selisih antara harga sewa-beli maupun sewa hasil perhitungan (tanpa subsidi) dengan harga sewa maupun sewa-beli yang berlaku maka akan ada potensi alihfungsi kepemilikan dari pemilik ataupun penyewa yang awalnya merupakan masyarakat berpendapatan rendah kepada calon penghuni baru yang berasal dari golongan ekonomi menengah ke atas bahkan tinggi. Oleh karena itu, saran tindak lanjut yang perlu pihak pengelola rumah susun (baik PPRS ataupun pihak perumnas) lakukan adalah memperketat aturan dalam penyeleksian penghuni rumah susun. Penyeleksian sebaiknya tidak hanya dilihat dari tingkat pendapatan saja tetapi juga pemeriksaan atas kepemilikan hunian sebelum tinggal di rumah susun. Pihak pengelola juga harus sesering mengkontrol penghuni rumah susun secara berkala terhadap status penghuni secara langsung untuk mencegah ketidaksesuaian target penghuni rumah susun sederhana. 2) Rekomendasi Bagi Pihak Pemerintah dan Perumnas selaku pembangun Rumah Susun Sederhana a) Melakukan sharing kepemilikan (aset) hunian rumah susun sederhana (khusus rusunami) yang ditempati antara pemerintah dengan penghuni. Pemerintah sebaiknya memiliki persentase dari aset kepemilikan hunian rumah susun lebih besar dibandingkan dengan penghuni. Dengan cara ini diharapkan penghuni tidak akan menjual atau menyewakan hunian rumah susun yang ditempatinya karena proporsi kepemilikan aset terbesar dimiliki pemerintah. b) Meninjau kembali besarnya harga sewa maupun sewa-beli yang diberikan kepada calon penghuni rumah susun agar tidak terjadi salah sasaran penghuni rumah susun sederhana. c) Investasi yang dilakukan oleh pemerintah ataupun pihak perumnas lainnya hendaknya dilakukan dengan melibatkan modal pinjaman dari luar. Penggunaan dana anggaran yang sekaligus dikeluarkan dalam program pembangunan rumah susun di perkotaan akan lebih efisien jika dipergunakan hanya 50% dari modal sendiri dan 50% sisanya modal pinjaman sehingga pihak pemerintah/perumnas
10 122 masih mempunyai sisa dana yang nanti akan dipergunakan untuk membangun rumah susun di lokasi lain. Akan tetapi, dengan penggunaan modal pinjaman secara langsung akan berakibat kepada naiknya harga sewa-beli ataupun sewa di rumah susun sehingga subsidi yang perlu pemerintah berikan kepada masyarkat berpendapatan rendah juga harus besar. Besarnya subsidi yang harus diberikan oleh pemerintah untuk tiap rumah susun studi adalah sebagai berikut: Tabel VI. 1 Besarnya Subsidi yang diberikan Pemerintah terhadap MBR apabila harga Sewa maupun Sewa-Beli menggunakan Mekanisme Pasar (Hasil Simulasi Model Pembiayaan dengan Alternatif 3) Rumah Susun Pembanding Harga Sewa-Beli atau Sewa Hasil Simulasi dengan Alternative 3 Harga Sewa-Beli atau sewa yang terjangkau Bagi MBR (pendapatan < Rp ) Subsidi Pemerintah Persentase Subsidi Pemerintah Karet Tengsin Angsuran per bulan Rp.7,400,000 Rp.425,000 Rp.6,975, % (selama 5 tahun) Harga Sewa-Beli Rp.438,518,519 Rp.25,185,185 Rp.413,333, % Bendungan Hilir Angsuran per bulan Rp.1,550,000 Rp.425,000 Rp.1,125, % (selama 5 tahun) Harga Sewa-Beli Rp.91,851,852 Rp.25,185,185 Rp.66,666, % Pasar Jumat Harga Sewa Rp.5,870,000 Rp.425,000 Rp.5,445, % sumber: Hasil Analisis (bab 5), 2008 Akan tetapi melalui subsidi yang besar ini pemerintah harus juga melakukan kontrol lebih ketat agar tidak terjadi alihfungsi kepemilikan rumah susun sederhana dan penghuninya dapat sesuai dengan sasaran yang diharapkan. 3) Rekomendasi Bagi Pihak Swasta (Developer) dalam Pembangunan Rumah Susun Ukuran kelayakan finansial suatu proyek merupakan hal penting yang dipertimbangkan pihak swasta dalam melakukan kegiatan investasi. Dalam pembangunan rumah susun sederhana sebaiknya pihak swasta melakukan kerjasama dengan pihak pemerintah dengan keterlibatan modal sebesar 50% dari biaya produksi rumah susun berasal dari pemerintah dan sisanya (50%) dari pihak swasta. Dalam mencapai ukuran kelayakan finansial menurut mekanisme pasar, maka harga sewa maupun sewa-beli umumnya harus mampu menghasilkan target Break Even Point (BEP) tidak boleh melebihi jangka waktu 7 tahun.
11 Kelemahan Studi Dalam studi ini terdapat beberapa kelemahan-kelemahan yang perlu dimaklumi sepeti antara lain seperti: 1) Studi ini hanya dilakukan pada rumah susun sederhana yang dibangun oleh pemerintah (dengan mekanisme UPT) dan rumah susun sederhana yang dibangun BUMN (perumnas) dengan (mekanisme PMN), sedangkan untuk rumah susun yang dibangun oleh swasta (mekanisme investasi kemitraan) tidak dilakukan. 2) Dalam studi ini informasi mengenai kemampuan masyarakat dalam membayar harga sewa ataupun harga sewa-beli beserta angsurannya di rumah susun tidak didasarkan pada survei ATP (Ability to Pay) dan WTP (Willingness to Pay) melainkan hanya berdasarkan ATP teoritis Saran Studi Lanjutan Saran studi lanjutan yang dapat dilakukan dalam penelitian berikutnya adalah antara lain: 1) Dalam studi penelitian selanjutnya di harapkan adanya kajian lebih lanjut mengenai pembangunan rumah susun sederhana tidak hanya dengan jenis mekanisme investasi UPT dan PMN saja melainkan juga mekanisme investasi kemitraan. 2) Dalam studi selanjutnya informasi yang dibutuhkan dalam mengetahui kemampuan masyarakat dalam membayar harga sewa ataupun harga sewa-beli beserta angsurannya di rumah susun hendaknya didasarkan juga melalui survei ATP (Ability to Pay) maupun WTP (Willingness to Pay) bagi penghuni di rumah susun sederhana. 3) Perlu adanya studi lanjutan dalam membahas lebih lanjut mekanisme subsidi yang seharusnya diberikan pemerintah bagi calon penghuni rumah susun secara lebih efisien dan efektif. Penelitian lanjutan ini diharapkan mampu memberikan informasi mengenai subsidi pemerintah yang seharusnya dilakukan agar tidak terjadi penyalahgunaan rumah susun (alih fungsi kepemilikan) oleh penghuni di dalamnya.
Gambar 5.2 Skema Pembiayaan Rumah Susun Studi dengan Menggunakan Pola Swasta
95 BAB 5 SIMULASI MODEL PEMBIAYAAN RUMAH SUSUN SEDERHANA Bab ini menjelaskan mengenai uji simulasi model pembiayaan pembangunan dan pengelolaan rumah susun studi dengan menggunakan mekanisme pola investasi
Lebih terperinciPERHITUNGAN HARGA SEWA DAN SEWA-BELI RUMAH SUSUN SEDERHANA SERTA DAYA BELI MASYARAKAT BERPENDAPATAN RENDAH DI DKI JAKARTA
PERHITUNGAN HARGA SEWA DAN SEWA-BELI RUMAH SUSUN SEDERHANA SERTA DAYA BELI MASYARAKAT BERPENDAPATAN RENDAH DI DKI JAKARTA Jenis : Tugas Akhir Tahun : 2008 Penulis : Soly Iman Santoso Pembimbing : Ir. Haryo
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan dan perkembangan suatu kota selalu diikuti dengan fenomena meningkatnya jumlah kebutuhan dasar akan perumahan. Seperti halnya kota-kota besar di Indonesia,
Lebih terperinciBAB 4 BIAYA PRODUKSI, OPERASIONAL, SERTA PEMELIHARAAN DALAM PERHITUNGAN HARGA SEWA DAN SEWA-BELI RUMAH SUSUN SEDERHANA
67 BAB 4 BIAYA PRODUKSI, OPERASIONAL, SERTA PEMELIHARAAN DALAM PERHITUNGAN HARGA SEWA DAN SEWA-BELI RUMAH SUSUN SEDERHANA Bab ini membahas mengenai biaya yang dibutuhkan pada saat proses produksi serta
Lebih terperinciPERHITUNGAN HARGA SEWA DAN SEWA-BELI RUMAH SUSUN SEDERHANA SERTA DAYA BELI MASYARAKAT BERPENDAPATAN RENDAH DI DKI JAKARTA
PERHITUNGAN HARGA SEWA DAN SEWA-BELI RUMAH SUSUN SEDERHANA SERTA DAYA BELI MASYARAKAT BERPENDAPATAN RENDAH DI DKI JAKARTA Oleh : Soly Iman Santoso 15404100 Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota Sekolah
Lebih terperinciBAB 3 GAMBARAN UMUM RUMAH SUSUN STUDI
47 BAB 3 GAMBARAN UMUM RUMAH SUSUN STUDI Dalam bab ini dijelaskan mengenai latar belakang pembangunan, sistem pengelolaan serta gambaran sosial-ekonomi penghuni rumah susun yang distudi. 3.1. Rumah Susun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mengenai penyesuaian tarif sewa Rusunawa Tambak. Berdasarkan latar belakang
BAB I PENDAHULUAN Bab ini menjelaskan tentang latar belakang dan motivasi penelitian mengenai penyesuaian tarif sewa Rusunawa Tambak. Berdasarkan latar belakang timbul permasalahan mengenai penetapan tarif
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Jakarta sebagai ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan kota megapolitan yang memiliki peran sebagai pusat pemerintahan, perdagangan, bisnis, industri,
Lebih terperinciPENENTUAN HARGA SEWA RUMAH SUSUN BERDASARKAN ANALISA WTP (WILLINGNESS TO PAY) DI KECAMATAN SIDOARJO
PENENTUAN HARGA SEWA RUMAH SUSUN BERDASARKAN ANALISA WTP (WILLINGNESS TO PAY) DI KECAMATAN SIDOARJO Dyah Purnamasari Mahasiswa Magister Manajemen Aset FTSP ITS Email : dyahpurnamasari@yahoo.com Retno Indryani
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rumah merupakan kebutuhan dasar yang harus dipenuhi untuk menjamin keberlangsungan hidup manusia. Seiring dengan rutinitas dan padatnya aktivitas yang dilakukan oleh
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
21 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Rumah Susun. Istilah Rumah susun berasal dari terjemahan kata flat dalam bahasa Inggris yang berarti rumah tinggal yang bertingkat dan beratap datar atau loteng
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG PERUMAHAN
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG PERUMAHAN 1.1.1 Pertumbuhan Sektor Perumahan Nasional Peta bisnis properti di Indonesia menunjukkan terjadinya kecenderungan penurunan kapitalisasi pada tahun 2007,
Lebih terperinciPROVISION OF PUBLIC HOUSING IN JAKARTA
PROVISION OF PUBLIC HOUSING IN JAKARTA Nina Nurdiani Department of Architecture, Faculty of Engineering, Binus University Jalan K.H. Syahdan No. 9, Palmerah, Jakarta Barat 11480 nnurdiani@binus.edu / nina.nurdiani@yahoo.co.id
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tinggal. Dimana tempat tinggal atau rumah merupakan kebutuhan dasar yang akan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan penduduk perkotaan yang cenderung meningkat dari tahun ke tahun telah menimbulkan peningkatan permintaan terhadap kebutuhan akan tempat tinggal. Dimana
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kecamatan Sawah Besar, Jakarta Pusat. PT Trikarya Idea Sakti selaku Developer telah
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Banyaknya investasi proyek yang gagal, baik pada tahap pembangunan maupun tahap operasi, membuat perlunya ketepatan dan ketelitian dalam tahap analisis kelayakan
Lebih terperinciPOTENSI PARTISIPASI MASYARAKAT MENUJU PELAKSANAAN JAMINAN KESEHATAN DALAM RANGKA UNIVERSAL COVERAGE DI KOTA BANDUNG
POTENSI PARTISIPASI MASYARAKAT MENUJU PELAKSANAAN JAMINAN KESEHATAN DALAM RANGKA UNIVERSAL COVERAGE DI KOTA BANDUNG Henni Djuhaeni Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Unpad LATAR BELAKANG
Lebih terperinciANALISA PILIHAN INVESTASI ANTARA APARTEMEN DAN LANDED HOUSE UNTUK KAWASAN MILIK PT. X DI SIDOARJO
ANALISA PILIHAN INVESTASI ANTARA APARTEMEN DAN LANDED HOUSE UNTUK KAWASAN MILIK PT. X DI SIDOARJO Dwi Joko Fachrur Rozi 1) dan I Ketut Gunarta 2) 1) Program Studi Magister Manajemen Teknologi, Institut
Lebih terperinciDAFTAR ISI. BAB III LANDASAN TEORI Pengertian Investasi Evaluasi Proyek... 9
DAFTAR ISI Halaman Halaman Judul... i Lembar Pengesahan... ii Kata Pengantar... iii Lembar Motto... vi Lembar Persembahan... vii Daftar Isi... viii Daftar Notasi... xii Daftar Tabel... xiii Daftar Gambar...
Lebih terperinciPENGEMBANGAN POLA INSENTIF DAN DISINSENTIF RUSUNA DI KAWASAN PERKOTAAN
PENGEMBANGAN POLA INSENTIF DAN DISINSENTIF RUSUNA DI KAWASAN PERKOTAAN Ika Dahlia Pusparini Program Studi Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Budi Luhur Jl. Raya Ciledug Petukangan Utara Jakarta Selatan
Lebih terperinciDUKUNGAN PEMERINTAH TERHADAP PT. PLN (PERSERO)
DUKUNGAN PEMERINTAH TERHADAP PT. PLN (PERSERO) 1. Pendahuluan PT. Perusahaan Listrik Negara (PLN) (Persero) merupakan penyedia listrik utama di Indonesia. Oleh karena itu, pemerintah berkepentingan menjaga
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. memiliki aset tetap yang kurang produktif dan belum termanfaatkan atau kurang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Badan Usaha Milik Negara atau selanjutnya disingkat dengan BUMN, memiliki aset tetap yang kurang produktif dan belum termanfaatkan atau kurang optimal pemanfaatannya,
Lebih terperinciKEBIJAKAN NASIONAL PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN
KEBIJAKAN NASIONAL PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DIREKTORAT PERKOTAAN, PERUMAHAN, DAN PERMUKIMAN KEMENTERIAN PPN/BAPPENAS JAKARTA, 9 OKTOBER 2017 DATE KEBIJAKAN PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN SASARAN
Lebih terperinciBAB V RENCANA AKSI. sebelumnya. Model finansial bisnis sosial ini diharapkan berubah dari Cash Flow
BAB V RENCANA AKSI 5.1. Model Bisnis Baru Rumah Sewa KotaKITA Model bisnis baru hasil dari inovasi model bisnis diharapkan dapat diterapkan di lokasi lain dengan kinerja yang lebih baik dibanding model
Lebih terperinciPEMBANGUNAN PERUMAHAN TANTANGAN, VISI, DAN ARAHAN PROGRAM
PEMBANGUNAN PERUMAHAN TANTANGAN, VISI, DAN ARAHAN PROGRAM MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL / BAPPENAS JAKARTA, 25 NOVEMBER 2013 Outline Isu dan Tantangan Perumahan dan Permukiman Kebijakan dan
Lebih terperinciBAB V SIMPULAN DAN SARAN. Bab V merupakan bagian akhir dari penulisan penelitian yang
BAB V SIMPULAN DAN SARAN Bab V merupakan bagian akhir dari penulisan penelitian yang memaparkan beberapa bahasan penutup. Pertama adalah simpulan penelitian yang merupakan jawaban atas pertanyaan penelitian
Lebih terperinciPERPINDAHAN DAN PERALIHAN KEPEMILIKAN SATUAN RUMAH SUSUN (Studi Kasus : Rumah Susun Kemayoran, Jakarta Pusat)
PERPINDAHAN DAN PERALIHAN KEPEMILIKAN SATUAN RUMAH SUSUN (Studi Kasus : Rumah Susun Kemayoran, Jakarta Pusat) Jenis : Tugas Akhir Mahasiswa Tahun : 2005 Penulis : Yovi Pembimbing : Dr.Ir. Haryo Winarso,
Lebih terperinciEVALUASI TARIF ANGKUTAN UMUM BERDASARKAN ABILITY TO PAY (ATP) DAN WILLINGNESS TO PAY (WTP) DI KOTA PANGKALPINANG
EVALUASI TARIF ANGKUTAN UMUM BERDASARKAN ABILITY TO PAY (ATP) DAN WILLINGNESS TO PAY (WTP) DI KOTA PANGKALPINANG Revy Safitri Email: revy.safitri@gmail.com Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. mahal, dan hal ini tidak dibarengi dengan ketersediaan rumah landet house
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dengan terus bertambahnya jumlah penduduk khususnya di Jakarta bagian Barat membuat daya tampung kota ini dalam melayani penduduk yang ada semakin lama semakin berkurang.
Lebih terperinciBastary Pandji Indra Asdep Perumahan, Pertanahan dan Pembiayaan Infrastruktur
KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA SEMINAR HASIL KAJIAN Penyiapan Kebijakan Pembangunan Perumahan MBR dan Land Consolidation Perkotaan Bastary Pandji Indra Asdep Perumahan,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. untuk mencapai kualitas kehidupan yang lebih baik (Juniarko dkk, 2012;
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rumah merupakan salah satu hak yang mendasar bagi manusia dalam mencapai kehidupan yang lebih layak selain kebutuhan sandang dan pangan. Rumah atau tempat tinggal berfungsi
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT NOMOR : 02 /PERMEN/M/2009 TENTANG
PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT NOMOR : 02 /PERMEN/M/2009 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN BANTUAN STIMULAN PRASARANA, SARANA DAN UTILITAS UMUM PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG
Lebih terperinciBAB 7 SIMPULAN, KETERBATASAN, DAN REKOMENDASI. sebelumnya. Selain itu juga dipaparkan keterbatasan penelitian dan rekomendasi.
91 BAB 7 SIMPULAN, KETERBATASAN, DAN REKOMENDASI Bab ini membahas mengenai simpulan yang didapatkan dari bahasan bab sebelumnya. Selain itu juga dipaparkan keterbatasan penelitian dan rekomendasi. 7.1.
Lebih terperinciPERENCANAAN BIAYA SEWA DAN BIAYA OPERASIONAL RUSUN SEDERHANA UNLAM. Retna Hapsari Kartadipura. Abstrak
PERENCANAAN BIAYA SEWA DAN BIAYA OPERASIONAL RUSUN SEDERHANA UNLAM Retna Hapsari Kartadipura Abstrak Rumah susun sederhana sewa Unlam Banjarbaru dibangun di Jalan Unlam 1 yang berdekatan dengan Kampus
Lebih terperinciSTUDI PELAKSANAAN KREDIT PERBAIKAN RUMAH SWADAYA MIKRO SYARIAH BERSUBSIDI DI KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR
STUDI PELAKSANAAN KREDIT PERBAIKAN RUMAH SWADAYA MIKRO SYARIAH BERSUBSIDI DI KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR Oleh: LATIFAH HANUM A. M. L2D 005 372 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS
Lebih terperinciCHECKLIST DOKUMEN PRASTUDI KELAYAKAN KPBU SEKTOR PERSAMPAHAN
CHECKLIST DOKUMEN PRASTUDI KELAYAKAN KPBU SEKTOR PERSAMPAHAN Checklist Dokumen Prastudi Kelayakan KPBU (Dokumen) ini bukan merupakan template yang bersifat WAJIB melainkan lebih kepada arahan mengenai
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN SARAN
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data menggunakan pisau analisis NATO dalam Bab IV, maka dapat diketahui bahwa implementasi kebijakan Rusunawa Dabag terdapat
Lebih terperinciRingkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia
Ringkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia Perlambatan pertumbuhan Indonesia terus berlanjut, sementara ketidakpastian lingkungan eksternal semakin membatasi ruang bagi stimulus fiskal dan moneter
Lebih terperinciVIII. ANALISIS FINANSIAL
VIII. ANALISIS FINANSIAL Analisis aspek finansial bertujuan untuk menentukan rencana investasi melalui perhitungan biaya dan manfaat yang diharapkan dengan membandingkan antara pengeluaran dan pendapatan.
Lebih terperinciBAB 10 Membeli Rumah
BAB 10 Membeli Rumah Menggali informasi secara rinci dan lengkap tentang dana yang harus disiapkan sebelum membeli rumah secara kredit merupakan suatu keharusan. Bisa jadi apa yang disampaikan pengembang
Lebih terperinci47. Kriteria Kelayakan Investasi Kompos & Listrik Akibat Penurunan
DAFTAR TABEL Tabel Halaman 1. Karakteristik Air Limbah Pabrik Kelapa Sawit... 10 2. Baku Mutu Air Limbah Industri Minyak Kelapa Sawit... 11 3. Konversi Energi Biogas... 15 4. Produksi Kelapa Sawit Indonesia
Lebih terperinciBABI PENDAHULUAN. Hakekat pembangunan nasional adalah pembangunan manusia Indonesia
BABI PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hakekat pembangunan nasional adalah pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan seluruh masyarakat Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang Undang Dasar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bebas seperti sekarang ini. Fasilitas hidup mahasiswa sebenarnya secara teoritis ada
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan adalah investasi terbesar dari suatu bangsa, bangsa mana yang mengabaikannya akan menuai bencana di masa datang, apalagi di era persaingan bebas seperti
Lebih terperinciIII. METODE PENELITIAN
III. METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Sumber Data Berdasarkan tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini, yaitu untuk mengetahui kelayakan pengembangan usaha pengolahan komoditi kelapa, dampaknya terhadap
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA. adalah spesifikasi (perumusan) dari tujuan perusahaan yang ingin dicapai serta
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian perencanaan Salah satu fungsi manajemen adalah perencanaan atas kegiatan perusahaan yang akan dilakukan untuk mencapai tujuan dimasa yang akan
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT NOMOR: 7/PERMEN/M/2007 TENTANG
PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT NOMOR: 7/PERMEN/M/2007 TENTANG PENGADAAN PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN DENGAN DUKUNGAN FASILITAS SUBSIDI PERUMAHAN MELALUI KPR SARUSUN BERSUBSIDI DENGAN RAHMAT TUHAN
Lebih terperinciBUPATI KUDUS TENTANG PENGELOLAAN RUMAH SUSUN SEDERHANA SEWA (RUSUNAWA) BUPATI KUDUS,
1 BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR : 10 Tahun 2010. TENTANG PENGELOLAAN RUMAH SUSUN SEDERHANA SEWA (RUSUNAWA) BUPATI KUDUS, Menimbang : a. bahwa dalam rangka kelancaran pengelolaan rumah susun
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Perumahan dan pemukiman merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perumahan dan pemukiman merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang menyangkut kelayakan dan taraf kesejahteraan hidup masyarakat. Rumah bukan hanya berfungsi sebagai
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Hasil analisa deskriptif kualitatif ketujuh aspek yang diteliti terhadap
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN V.I Kesimpulan Hasil analisa deskriptif kualitatif ketujuh aspek yang diteliti terhadap industri manufaktur fotovoltaik di China dapat disimpulkan bahwa China sangat maju dalam
Lebih terperinci1. PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia Upaya Pemenuhan Kebutuhan Perumahan di DKI Jakarta.
1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jakarta sebagai ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia mengalami banyak perubahan. Sebagai kota yang memiliki visi sebagai kota jasa bertaraf internasional dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan penduduk di Indonesia yang terjadi dari tahun ke tahun
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kuliah Kerja Praktek Pertumbuhan penduduk di Indonesia yang terjadi dari tahun ke tahun semakin meningkat jumlahnya. Meningkatnya jumlah penduduk, artinya akan meningkat
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. (Perusahaan Umum Pembangunan Perumahan Nasional) pada proyek pembangunan
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Objek Penelitian Penelitian ini dilakukan di Badan Usaha Milik Negara yakni Perum Perumnas (Perusahaan Umum Pembangunan Perumahan Nasional) pada proyek pembangunan
Lebih terperinciBUKTI DARI PEDESAAN INDONESIA
Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat http://pnpm support.org/village capacity 2010 SERI RINGKASAN STUDI KAPASITAS DESA DALAM MEMELIHARA INFRASTRUKTUR: (NOVEMBER 2010) 2 Ringkasan Biaya pemeliharaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Perumahan dan pemukiman adalah salah satu masalah yang dihadapi oleh
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perumahan dan pemukiman adalah salah satu masalah yang dihadapi oleh kota-kota besar pada negara yang sedang berkembang. Kota Medan sebagai kota terbesar ke tiga di
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Transportasi merupakan sarana yang menunjang pergerakan baik orang
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Transportasi merupakan sarana yang menunjang pergerakan baik orang maupun barang dari suatu tempat asal ke tempat tujuan. Secara umum, kebutuhan akan jasa transportasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini kebutuhan akan tempat tinggal semakin terasa mendesak dikarenakan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Dewasa ini kebutuhan akan tempat tinggal semakin terasa mendesak dikarenakan setiap tahunnya mengalami peningkatan sesuai dengan angka pertumbuhan jumlah penduduknya.
Lebih terperinciHUBUNGAN KECENDERUNGAN TINGGAL DENGAN KECUKUPAN HUNIAN, KEPUASAN DAN KEMAMPUAN PENGHUNI RUSUNA (STUDI KASUS RUSUNA TAMBORA)
HUBUNGAN KECENDERUNGAN TINGGAL DENGAN KECUKUPAN HUNIAN, KEPUASAN DAN KEMAMPUAN PENGHUNI RUSUNA (ATUDI KASUS RUSUNA TAMBORA) Jonie Rumimper HUBUNGAN KECENDERUNGAN TINGGAL DENGAN KECUKUPAN HUNIAN, KEPUASAN
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Istilah peran dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia mempunyai arti perangkat
8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Peran Istilah peran dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia mempunyai arti perangkat tingkah yang diharapkan dimiliki oleh orang yang berkedudukan di masyarakat (KBBI, 2005:854).
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pada masa sekarang tampak secara jelas bagaimana bidang konstruksi
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada masa sekarang tampak secara jelas bagaimana bidang konstruksi telah berkembang sedemikian pesat dan sungguh sungguh mempengaruhi kehidupan masyarakat. Banyak
Lebih terperinciKEBIJAKAN dan STRATEGI PENYEDIAAN PERUMAHAN TA
KEBIJAKAN dan STRATEGI PENYEDIAAN PERUMAHAN TA 2015-2019 DIREKTORAT PERENCANAAN PENYEDIAAN PERUMAHAN DIREKTORAT JENDERAL PENYEDIAAN PERUMAHAN KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT 1 LANDASAN
Lebih terperinciBAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI STUDI DALAM PENGEMBANGAN KA BANDARA SOEKARNO-HATTA
BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI STUDI DALAM PENGEMBANGAN KA BANDARA SOEKARNO-HATTA Pada bab sebelumnya telah dilakukan analisis-analisis mengenai karakteristik responden, karakteristik pergerakan responden,
Lebih terperinciBAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN
BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN 4.1 KELAYAKAN PROYEK BERDASARKAN KAJIAN BADAN REGULATOR PELAYANAN AIR MINUM 4.1.1 Asumsi Proyeksi Keuangan Proyeksi Keuangan Rencana Jangka Panjang PAM JAYA tahun 2009-2013
Lebih terperinciPENJELASAN. A. Isilah keterangan dibawah ini atau beri tanda centang / check list (V) pada pertanyaan pilihan.
Lampiran 1 Kuesioner Penelitian PENJELASAN 1. Kuesioner ini adalah alat penggalian data untuk menyusun tesis penelitian program Magister Adminitrasi Publik Univeristas Esa Unggul Jakarta. 2. Tujuan survei
Lebih terperinciKomposisi Penduduk DKI Jakarta 2012
Bab I Pendahuluan 1.1. Latar Belakang DKI Jakarta merupakan kota besar dengan magnet penyerapan penduduk tertinggi di Indonesia. Dengan jumlah penduduk 12.000.000 jiwa penduduknya tersebar di 5 kota Administrasi
Lebih terperinciPenyediaan Hunian Layak bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional
Penyediaan Hunian Layak bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2015-2019 Disampaikan oleh: Direktur Permukiman dan Perumahan, Kementerian PPN/Bappenas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Rumah merupakan salah satu kebutuhan mendasar bagi manusia disamping
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Rumah merupakan salah satu kebutuhan mendasar bagi manusia disamping pendidikan dan kesehatan. Rumah merupakan hal yang sangat diperlukan oleh manusia sehingga
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Perumahan dan permukiman merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia dan
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perumahan dan permukiman merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia dan merupakan faktor penting dalam peningkatan harkat dan martabat manusia. Selain itu, kebutuhan
Lebih terperinciPROPOSAL PROYEK PERUMAHAN VILLA JATI APUS
PROPOSAL PROYEK PERUMAHAN VILLA JATI APUS Referensi Oleh : Younanda Nomor Kontrak : 82009000 Villa Jati Apus Hunian nyaman, sejuk dan terjangkau Halaman 1/ 14 DAFTAR ISI EXECUTIVE SUMMARY 1....3 2. LATAR
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pendirian sebuah perusahaan memiliki tujuan yang jelas. Tujuan perusahaan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Persaingan dalam industri manufaktur membuat setiap perusahaan manufaktur semakin meningkatkan kinerja agar tujuannya dapat tercapai. Pendirian sebuah perusahaan memiliki
Lebih terperinciMENTERI PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH NOMOR : 139/KPTS/M/2002 TENTANG
Page 1 of 7 MENTERI PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH NOMOR : 139/KPTS/M/2002 TENTANG PENGADAAN PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN DENGAN DUKUNGAN
Lebih terperinciTujuan Penelitian. Menghitung berapa kemauan membayar masyarakat. (Ability to pay) terhadap tarif jasa angkutan umum pada
Latar Belakang Transportasi memegang peranan yang cukup penting dalam seluruh aspek kehidupan manusia Angkutan umum yang ada pada kota Sorong Teminabuan adalah Ford dan L 200. Salah satu persoalan mendasar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mana hal ini menimbulkan persaingan yang sangat ketat antar perusahaanperusahaan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagai masyarakat ekonomi, akhir-akhir ini kita mengetahui terdapat banyak perusahaan-perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia di mana hal ini menimbulkan
Lebih terperinciIV METODOLOGI PENELITIAN
IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di sebuah lokasi yang berada Desa Kanreapia Kecamatan Tombolo Pao, Kabupaten Gowa, Propinsi Sulawesi Selatan. Pemilihan lokasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penetapan tarif sewa Rusunawa Tamanan Banguntapan. Berdasarkan latar belakang
BAB I PENDAHULUAN Bab I memaparkan tentang latar belakang dan motivasi penelitian mengenai penetapan tarif sewa Rusunawa Tamanan Banguntapan. Berdasarkan latar belakang timbul permasalahan mengenai penetapan
Lebih terperinciANALISIS KELAYAKAN EKONOMI RUMAH SUSUN SEDERHANA SEWA PEKANBARU
ANALISIS KELAYAKAN EKONOMI RUMAH SUSUN SEDERHANA SEWA PEKANBARU Hendra Taufik, Yesi Arianti Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Universitas Riau, Jalan Kampus Bina Widya Panam Pekanbaru 28293 e-mail:
Lebih terperinciANALISIS BIAYA VOLUME - LABA PADA HOME INDUSTRY KONVEKSI JESSLYN TANAH ABANG JAKARTA PUSAT
ANALISIS BIAYA VOLUME - LABA PADA HOME INDUSTRY KONVEKSI JESSLYN TANAH ABANG JAKARTA PUSAT Nama : Hendra NPM : 23210204 Fakultas : Ekonomi Jurusan : Akuntansi PENDAHULUAN Latar Belakang Dalam era globalisasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Bab pendahuluan terdiri dari lima sub bab. Pada bab ini akan dibahas
BAB I PENDAHULUAN Bab pendahuluan terdiri dari lima sub bab. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang, perumusan masalah, tujuan penelitian, pembatasan masalah dan sistematika penulisan tentang
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM
BAB II TINJAUAN UMUM 2.1. Gambaran Umum Proyek Judul Proyek : Rumah Susun Bersubsidi Tema : Green Architecture Lokasi : Jl. Tol Lingkar Luar atau Jakarta Outer Ring Road (JORR) Kel. Cengkareng Timur -
Lebih terperinciBAB 4 PEMBAHASAN. dalam implementasi Corporate Social Responsibility pada PT PP (Persero) Tbk
BAB 4 PEMBAHASAN Ruang lingkup audit operasional terhadap pelaksanaan program kemitraan dalam implementasi Corporate Social Responsibility pada PT PP (Persero) Tbk mencakup pelaksanaan dari unit Program
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 komposisi penduduk
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Jakarta merupakan Ibu Kota Indonesia yang memiliki perkembangan dan kemajuan yang sangat pesat diberbagai bidang dan sektor. Melihat pertumbuhan Kota Jakarta
Lebih terperinciBAB IV PENUTUP. Menyewa Bangunan Rumah Susun Sederhana Sewa (Rusunawa) Purus Milik
BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan apa yang telah penulis paparkan pada pemabahasan sebelumya dan berdasarkan hasil dari penelitian yang dilakukan mengenai permasalahan ataupun kendala-kendala yang
Lebih terperinciAnalisis Penetapan Harga Sewa Berdasarkan Tingkat Subsidi Tertentu Rusun Grudo Kota Surabaya
JURNAL TEKNIK ITS Vol. 6, No. 1, (2017) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) C-50 Analisis Penetapan Harga Sewa Berdasarkan Tingkat Subsidi Tertentu Rusun Grudo Kota Surabaya Nuriyah Irkham dan Christiono
Lebih terperinciVI. DAMPAK KEBIJAKAN EKONOMI DI SEKTOR AGROINDUSTRI TERHADAP OUTPUT SEKTORAL, PENDAPATAN TENAGA KERJA DAN RUMAH TANGGA
VI. DAMPAK KEBIJAKAN EKONOMI DI SEKTOR AGROINDUSTRI TERHADAP OUTPUT SEKTORAL, PENDAPATAN TENAGA KERJA DAN RUMAH TANGGA 6.1. Output Sektoral Kebijakan ekonomi di sektor agroindustri berupa stimulus ekonomi
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Manajemen Operasional Didalam melakukan proses produksi diperlukan sekali manajemen yang baik, hal ini bertujuan untuk melakukan ataupun pengawasan proses produksi
Lebih terperinciKebijakan Permukiman dan Perumahan Nasional Kunjungan Kerja Komisi III DPRD Kab. Tana Tidung
Kebijakan Permukiman dan Perumahan Nasional Kunjungan Kerja Komisi III DPRD Kab. Tana Tidung Direktorat Permukiman dan Perumahan Jakarta, 16 Maret 2016 Peningkatan Kualitas Hidup MBR untuk Mendapatkan
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN
BAB III METODOLOGI PENELITIAN Diagram alir metode penelitian merupakan kerangka berpikir yang terdiri langkah-langkah penelitian yang disusun sebagai acuan penelitian. Diagram alir diperlukan agar penyusunan
Lebih terperinciIX. INVESTASI DAN EVALUASI EKONOMI. keamanan terjamin dan dapat mendatangkan keuntungan. Investasi pabrik
126 IX. INVESTASI DAN EVALUASI EKONOMI Suatu pabrik layak didirikan jika telah memenuhi beberapa syarat antara lain keamanan terjamin dan dapat mendatangkan keuntungan. Investasi pabrik merupakan dana
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI Suatu investasi baik dalam bidang industri atau bidang lainnya bertujuan untuk memperoleh standar yang cukup layak di kemudian hari. Manfaat ini bisa berupa keuangan, non keuangan
Lebih terperinciJURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2014
EVALUASI TARIF BERDASARKAN BIAYA OPERASIONAL KENDARAAN (BOK), ABILITY TO PAY (ATP), WILLINGNESS TO PAY (WTP), DAN ANALISIS BREAK EVEN POINT (BEP) BUS BATIK SOLO TRANS (STUDI KASUS: KORIDOR 1) Tariff Evaluation
Lebih terperincif f f i I. PENDAHULUAN
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Provinsi Riau merupakan salah satu provinsi yang kaya akan simiber daya alam di Indonesia. Produksi minyak bumi Provinsi Riau sekitar 50 persen dari total produksi minyak
Lebih terperinciBAB IX INVESTASI DAN EVALUASI EKONOMI
BAB IX INVESTASI DAN EVALUASI EKONOMI Suatu pabrik layak didirikan jika telah memenuhi beberapa syarat antara lain keamanan terjamin dan dapat mendatangkan keuntungan. Investasi pabrik merupakan dana atau
Lebih terperinciVIII. ANALISIS FINANSIAL
VIII. ANALISIS FINANSIAL Analisis finansial bertujuan untuk menghitung jumlah dana yang diperlukan dalam perencanaan suatu industri melalui perhitungan biaya dan manfaat yang diharapkan dengan membandingkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. serta menjaga kelangsungan hidup perusahaan. adalah keputusan pendanaan atau keputusan struktur modal, yaitu keputusan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Persaingan dalam dunia bisnis yang semakin ketat membuat suatu perusahaan khususnya perusahaan manufaktur berusaha meningkatkan nilai dari perusahaan. Meningkatknya
Lebih terperinciKEPUTUSAN MENTERI PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH NOMOR: 20/KPTS/M/2004 TENTANG PERUBAHAN KEPUTUSAN MENTERI PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH,
KEPUTUSAN MENTERI PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH NOMOR: 20/KPTS/M/2004 TENTANG Menimbang : Mengingat : PERUBAHAN KEPUTUSAN MENTERI PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH NO.: 24/KPTS/M/2003 TENTANG PENGADAAN
Lebih terperinciMENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT NOMOR: 01/PERMEN/M/2005
MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT NOMOR: 01/PERMEN/M/2005 TENTANG PENGADAAN PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN DENGAN DUKUNGAN FASILITAS SUBSIDI PERUMAHAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pemilihan Judul
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemilihan Judul Setiap perusahaan baik perusahaan kecil maupun perusahaan besar pada umumnya melakukan pencatatan kas untuk mengetahui informasi keuangan. Kas perlu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian PT. Neo Hair
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian 1.1.1 PT. Neo Hair PT. Neo hair adalah perusahaan yang bergerak dalam bidang industry produksi rambut palsu yang didirikan oleh Jimmy Waworuntu di Jerman
Lebih terperinciAnalisis Kelayakan Finansial Produk Pakan Ternak Sapi Perah di Koperasi Susu Kota Batu
Petunjuk Sitasi: Ardianwiliandri, R., Tantrika, C. F., & Arum, N. M. (2017). Analisis Kelayakan Finansial Produk Pakan Ternak Sapi Perah di Koperasi Susu Kota Batu. Prosiding SNTI dan SATELIT 2017 (pp.
Lebih terperinciANALISIS KELAYAKAN EKONOMI RUMAH SUSUN SEDERHANA PEKANBARU
ANALISIS KELAYAKAN EKONOMI RUMAH SUSUN SEDERHANA PEKANBARU Hendra Taufik Dosen Fakultas Teknik, Jurusan Teknik Sipil, Universitas Riau Yesi Arianti Fakultas Teknik, Jurusan Teknik Sipil, Universitas Riau
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Saat ini, di Indonesia terdapat banyak pelaku bisnis baik dalam industri
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Saat ini, di Indonesia terdapat banyak pelaku bisnis baik dalam industri besar atau kecil. Semakin bertambahnya pelaku bisnis, maka persaingan bisnis di Indonesia
Lebih terperinciANALISA KEBUTUHAN RUMAH SUSUN UNTUK DOSEN DAN PEGAWAI DI ITS SURABAYA
ANALISA KEBUTUHAN RUMAH SUSUN UNTUK DOSEN DAN PEGAWAI DI ITS SURABAYA Muhammad Rahman Mahasiswa Magister Manajemen Aset FTSP ITS Email: rahman2911@yahoo.com Ria Asih Aryani Soemitro Dosen Pembina Magister
Lebih terperinci