Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download ""

Transkripsi

1 ht //j ak tp : s. go.b p ta ar.id /

2 ht //j ak tp : s. go.b p ta ar.id /

3 PROFIL KEPENDUDUKAN HASIL SUPAS2015 PROVINSI DKI JAKARTA ISBN : No Publikasi : Katalog BPS : Ukuran Buku : 29,5 cm x 21,5 cm Jumlah Halaman : vi + 81 halaman Naskah : Bidang Statistik Sosial BPS Provinsi DKI Jakarta Tim Penyusun Penanggungjawab : Syech Suhaimi Koordinator : Sri Santo Budi Muliatinah Editor : Sri Santo Budi Muliatinah Robert Ronytua Pardosi Rini Apsari Penulis : Robert Ronytua Pardosi Rini Apsari Siti Alifah Pengolahan data : Nila Windiyarti Nurhayati Tri Pamujiyanti Dewi Saputri Ningsih GAMBAR KULIT : BIDANG IPDS DITERBITKAN OLEH : BPS PROVINSI DKI JAKARTA Boleh dikutip dengan menyebutkan sumbernya

4 KATA PENGANTAR Survei Penduduk Antar Sensus (SUPAS) merupakan survei kependudukan yang dilaksanakan diantara dua waktu sensus penduduk. Kegiatan SUPAS telah empat kali dilaksanakan, yaitu tahun 1976, 1985, 1995, dan SUPAS2015 merupakan SUPAS yang kelima, dan pendataan dilaksanakan dalam periode waktu 1 hingga 31 Mei SUPAS2015 bertujuan untuk memperkirakan jumlah, distribusi dan komposisi penduduk, menyediakan data dan penghitungan parameter demografi, sebagai koreksi terhadap hasil proyeksi penduduk , dan sebagai bahan perencanaan serta evaluasi terakhir MDGs. Laporan Profil Kependudukan Hasil SUPAS2015 Provinsi DKI Jakarta memberikan beberapa gambaran umum keadaan kependudukan di DKI Jakarta yang mencakup keterangan pokok penduduk, keluarga berencana dan usia perkawinan pertama, disabilitas, fasilitas perumahan serta perubahan iklim. Diharapkan publikasi ini dapat menjadi rujukan bagi pemerintah, dunia usaha, dan para pelaku kebijakan dalam menetapkan langkah ke depan. Terima kasih kami ucapkan kepada semua pihak yang telah berpartisipasi dalam penyusunan laporan ini. Kritik dan saran kami harapkan untuk perbaikan di masa yang akan datang. Jakarta, Desember 2016 KEPALA BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI DKI JAKARTA SYECH SUHAIMI Profil Penduduk DKI Jakarta Hasil SUPAS2015 i

5 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR Halaman 1. PENDAHULUAN Latar Belakang 1.2. Tujuan 1.3. Sumber Data 1.4. Sistematika Laporan 2. KEADAAN GEOGRAFI DAN IKLIM 5 3. GAMBARAN UMUM KEPENDUDUKAN Jumlah dan Laju Pertumbuhan Penduduk 3.2. Persebaran dan Kepadatan Penduduk 3.3. Komposisi Penduduk 4. KELUARGA BERENCANA DAN USIA PERKAWINAN Rasio Anak Ibu (Child Woman Ratio/ CWR) 4.2. Penggunaan Alat/Cara KB 4.3. Usia Perkawinan Pertama 5. KESULITAN FUNGSIONAL Konsep dan Definisi Disabilitas 5.2. Keterbatasan Data Disabilitas 5.3. Potret Disabilitas 5.4. Distribusi Disabilitas 6. PENDIDIKAN Tren Pencapaian Hasil Pembangunan Pendidikan 6.2. Partisipasi Sekolah 6.3. Tingkat Pendidikan 7. PERUMAHAN Status Kepemilikan/Penguasaan Bangunan Tempat Tinggal 7.2. Kondisi Bangunan Tempat Tinggal 7.3. Penggunaan Bahan Bakar untuk Memasak 7.4. Sumber Penerangan Utama Rumah Tangga 7.5. Sumber Air Minum Utama Rumah Tangga 7.6. Jarak Sumur/Pompa ke Penampungan Kotoran 7.7. Fasilitas Tempat Buang Air Besar 7.8. Tempat Penampungan Akhir Tinja 8. PERUBAHAN IKLIM Pengetahuan tentang Perubahan Iklim 8.2. Adaptasi terhadap Perubahan Iklim 8.3. Upaya yang Dilakukan terhadap Perubahan Iklim 9. PENUTUP 77 i ii iii v Profil Penduduk DKI Jakarta Hasil SUPAS2015 ii

6 DAFTAR TABEL Tabel Judul Tabel Halaman 2.1 Luas Daerah dan Pembagian Administrasi menurut Kabupaten/Kota, Jumlah dan Laju Pertumbuhan Penduduk menurut Kabupaten/Kota di DKI Jakarta, 2000, 2005, 2010, dan Persebaran Penduduk menurut Kabupaten/Kota di DKI Jakarta, 2000, 2005, 2010, dan Kepadatan Penduduk menurut Kabupaten/Kota di DKI Jakarta, 2000, 2005, 2010, dan Penduduk menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin di DKI Jakarta, 2005, 2010, dan Persentase Penduduk menurut Kabupaten/Kota dan Kelompok Umur di DKI Jakarta, 2005, 2010, dan Persentase Penduduk Berumur 10 Tahun ke atas menurut Kelompok Umur dan Status Perkawinan di DKI Jakarta, 2005 dan Persentase Penduduk Berumur 10 Tahun ke atas menurut Kabupaten/Kota dan Status Perkawinan di DKI Jakarta, 2005 dan Rasio Anak Ibu (Child Woman Ratio/CWR) di DKI Jakarta, 2005 dan Persentase Perempuan Usia Subur (10-54 tahun) yang Sedang Menggunakan Alat/Cara KB menurut Kabupaten/Kota di DKI Jakarta, Persentase Perempuan Usia Tahun Pernah Kawin menurut Penggunaan Alat/Cara KB di DKI Jakarta, 2005 dan Persentase Perempuan Usia Tahun yang Pernah Kawin menurut Alat/Cara KB yang digunakan dan Kabupaten/Kota di DKI Jakarta, Persentase Perempuan Usia Tahun yang Pernah Kawin menurut Alasan Utama Tidak Menggunakan Alat/Cara KB dan Latar Belakang di DKI Jakarta, Persentase Penduduk 2 Tahun ke Atas menurut Tingkat Kesulitan/ Gangguan Pendengaran dan Kabupaten/Kota di DKI Jakarta, Persentase Penduduk 2 Tahun ke Atas menurut Tingkat Kesulitan/ Gangguan Berjalan/Naik Tangga dan Kabupaten/Kota di DKI Jakarta, Profil Penduduk DKI Jakarta Hasil SUPAS2015 iii

7 5.4 Persentase Penduduk 2 Tahun ke Atas menurut Tingkat Kesulitan/ Gangguan Mengerakkan Tangan/Jari dan Kabupaten/Kota di DKI Jakarta, Persentase Penduduk 2 Tahun ke Atas menurut Tingkat Kesulitan/ Gangguan Mengingat/Berkonsentrasi dan Kabupaten/Kota di DKI Jakarta, Persentase Penduduk 2 Tahun ke Atas menurut Tingkat Kesulitan/ Gangguan Perilaku dan atau Emosional dan Kabupaten/Kota di DKI Jakarta, Persentase Penduduk 2 Tahun ke Atas menurut Tingkat Kesulitan/ Gangguan Berbicara/Memahami dan Kabupaten/Kota di DKI Jakarta, Persentase Penduduk 2 Tahun ke Atas menurut Tingkat Kesulitan/ Gangguan Mengurus Diri Sendiri dan Kabupaten/Kota di DKI Jakarta, Persentase Penduduk Usia 5 Tahun ke Atas menurut Kabupaten/Kota serta Kemampuan Membaca dan Menulis di DKI Jakarta, Angka Partisipasi Kasar (APK) menurut Kabupaten/Kota di DKI Jakarta, Persentase Penduduk Usia 10 Tahun ke Atas menurut Tingkat Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan dan Kabupaten/Kota di DKI Jakarta, Persentase Rumah Tangga menurut Jenis Atap Terluas di DKI Jakarta, 2005 dan Persentase Rumah Tangga menurut Sumber Penerangan Utama di DKI Jakarta, Persentase Rumah Tangga menurut Jarak Sumur/Pompa ke Penampungan Kotoran di DKI Jakarta, Persentase Rumah Tangga menurut Fasilitas Tempat Buang Air Besar di DKI Jakarta, 2005 dan Persentase Jumlah Rumah Tangga yang Mengetahui tentang Perubahan Iklim menurut Kabupaten/Kota di DKI Jakarta, Persentase Jumlah Rumah Tangga yang Melakukan Upaya Mengurangi Akibat Suhu Udara Semakin Panas menurut Kabupaten/Kota di DKI Jakarta, Persentase Jumlah Rumah Tangga yang Melakukan Upaya Mengurangi Akibat Musim Hujan yang Tidak Menentu menurut Kabupaten/Kota di DKI Jakarta, Persentase Jumlah Rumah Tangga yang Memanfaatkan Air Bekas Cucian Buah/Sayur/Beras/Wudhu untuk Keperluan Lain menurut Kabupaten/Kota di DKI Jakarta, Profil Penduduk DKI Jakarta Hasil SUPAS2015 iv

8 DAFTAR GAMBAR Gambar Judul Gambar Halaman 3.1 Jumlah Penduduk DKI Jakarta, (Jutaan) Laju Pertumbuhan Penduduk DKI Jakarta, , dan (Jutaan) 3.3 Persebaran Penduduk DKI Jakarta menurut Kabupaten/Kota, 2005, 2010 dan Kepadatan Penduduk DKI Jakarta, 2000, 2005, 2010 dan 2015 (Ribuan Jiwa per Km 2 ) 3.5 Piramida Penduduk DKI Jakarta, 2005, 2010 dan Rasio Ketergantungan Penduduk DKI Jakarta menurut Kabupaten/Kota, Persentase Pengguna Alat/Cara KB di DKI Jakarta, Rata-Rata Umur Perkawinan Pertama Perempuan menurut Kabupaten/Kota di DKI Jakarta, 2005 dan Penduduk Berumur 2 Tahun ke Atas yang Mengalami Kesulitan menurut Jenis Kesulitan/Gangguan di DKI Jakarta, Persentase Penduduk 2 Tahun ke Atas yang Mengalami Kesulitan/ Gangguan Pendengaran menurut Kabupaten/Kota di DKI Jakarta, Persentase Penduduk 2 Tahun ke Atas yang Selalu dan Sering Mengalami Kesulitan/Gangguan Mengingat/Berkonsentrasi menurut Kabupaten/Kota di DKI Jakarta, Persentase Penduduk 2 Tahun ke Atas yang Mengalami Kesulitan/ Gangguan Berbicara/Memahami menurut Kabupaten/Kota di DKI Jakarta, Persentase Penduduk 2 Tahun ke Atas menurut Kesulitan/Gangguan Mengurus Diri Sendiri dan Kabupaten/Kota di DKI Jakarta, Angka Buta Huruf Penduduk Usia 5 Tahun ke Atas menurut Kabupaten/ Kota di DKI Jakarta, Angka Partisipasi Sekolah (APS) Penduduk Usia Sekolah menurut Jenis Kelamin di DKI Jakarta, Angka Partisipasi Kasar (APK) Jenjang Pendidikan SD menurut Kabupaten/Kota di DKI Jakarta, Angka Partisipasi Kasar (APK) Jenjang Pendidikan SLTP dan SLTA menurut Kabupaten/Kota di DKI Jakarta, Profil Penduduk DKI Jakarta Hasil SUPAS2015 v

9 6.5 Persentase Penduduk Usia 10 Tahun ke Atas menurut Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan di DKI Jakarta, Perentase Rumah Tangga menurut Status Kepemilikan/Penguasaan Bangunan Tempat Tinggal di DKI Jakarta, 2005 dan Persentase Rumah Tangga menurut Jenis Lantai Terluas di DKI Jakarta, 2005 dan Persentase Rumah Tangga menurut Jenis Dinding Terluas di DKI Jakarta, 2005 dan Persentase Rumah Tangga menurut Bahan Bakar Utama untuk Memasak di DKI Jakarta, 2005 dan Pesentase Rumah Tangga menurut Sumber Air Minum Utama di DKI Jakarta, Persentase Rumah Tangga menurut Tempat Akhir Penampungan Tinja di DKI Jakarta, Persentase Jumlah Rumah Tangga yang Pernah Mendengar tentang Perubahan Iklim menurut Kabupaten/Kota di DKI Jakarta, Persentase Jumlah Rumah Tangga yang Mengetahui Akibat Perubahan Iklim menurut Kabupaten/Kota di DKI Jakarta, Persentase Jumlah Rumah Tangga yang Selama Lima Tahun Terakhir Merasakan Suhu Udara Semakin Panas menurut Kabupaten/Kota di DKI Jakarta, Persentase Jumlah Rumah Tangga yang Selama Lima Tahun Terakhir Merasakan Musim Hujan yang Tidak Menentu menurut Kabupaten/Kota di DKI Jakarta, Persentase Jumlah Rumah Tangga yang Tidak Melakukan Upaya Mengurangi Akibat Musim Hujan yang Tidak Menentu menurut Kabupaten/Kota di DKI Jakarta, Persentase Jumlah Rumah Tangga yang Selama Lima Tahun Terakhir Tidak Merasakan Kelangkaan Air Bersih menurut Kabupaten/Kota di DKI Jakarta, Persentase Jumlah Rumah Tangga yang Memelihara Tanaman di Pekarangan Rumah menurut Kabupaten/Kota di DKI Jakarta, Persentase Jumlah Rumah Tangga yang Terdapat Sumur Resapan di Rumahnya menurut Kabupaten/Kota di DKI Jakarta, Persentase Jumlah Rumah Tangga yang terdapat Lubang Resapan Biopori di Rumahnya menurut Kabupaten/Kota di DKI Jakarta, Profil Penduduk DKI Jakarta Hasil SUPAS2015 vi

10 1. PENDAHULUAN Profil Penduduk DKI Jakarta Hasil SUPAS2015 1

11 Pendahuluan Profil Kependudukan Hasil SUPAS 2015 Provinsi DKI Jakarta merupakan laporan yang menggunakan hasil Survei Penduduk Antar Sensus (SUPAS) 2015 sebagai sumber data utama. Laporan ini menyajikan beberapa gambaran umum kependudukan yang mencakup keterangan pokok penduduk, keluarga berencana dan usia perkawinan, disabilitas, fasilitas perumahan serta perubahan iklim di DKI Jakarta. Pada bab ini disajikan latar belakang, sumber data, tujuan dan sistematika laporan Latar Belakang Pembangunan Nasional pada hakekatnya pembangunan manusia dan seluruh masyarakat Indonesia, mencakup semua dimensi dan aspek kehidupan untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan UUD Penduduk sebagai modal dasar dan faktor dominan pembangunan, sehingga penduduk harus menjadi titik sentral dalam pembangunan berkelanjutan. Pembangunan kependudukan memiliki peran yang sangat penting dalam pencapaian tujuan pembangunan, terutama dalam upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia. Pembangunan kependudukan bertujuan untuk melakukan pengendalian kuantitas penduduk sebagai salah satu aspek penting yang harus dilakukan guna menjamin tercapainya pertumbuhan penduduk yang seimbang. Jumlah penduduk yang besar dengan pertumbuhan cepat, kualitas rendah, persebaran tidak merata akan menghambat tercapainya kondisi ideal antara kualitas, kuantitas, mobilitas, dan daya dukung lingkungan. Pembangunan harus dilakukan oleh penduduk dan untuk penduduk, oleh karena itu perencanaan pembangunan harus didasarkan pada kondisi penduduk. Profil kependudukan merupakan suatu gambaran tentang kependudukan dan dinamikanya yang mencakup berbagai aspek atau komponen demografi seperti kelahiran, kematian, migrasi, kesehatan, pendidikan, dan sebagainya. Dalam realitas sosial, profil penduduk selalu mengalami perubahan sejalan dengan perjalanan waktu. Istilah penduduk stabil atau penduduk stasioner hanya ada pada taraf hipotetis yang digunakan sekedar untuk keperluan metode pengukuran besaran-besaran demografis. Perubahan profil terjadi karena perubahan komponen penduduk yaitu kelahiran kematian, dan migrasi. Sifat profil penduduk yang senantiasa berubah, sebagaimana dinyatakan sebelumnya menyebabkan suatu analisis profil kependudukan menjadi penting. Selain itu, perubahan profil penduduk pada umumnya dipengaruhi oleh kondisi sosial-ekonomi, yang hampir selalu memiliki konsekuensi sosial-ekonomi yang luas. Luasnya cakupan masalah kependudukan Profil Penduduk DKI Jakarta Hasil SUPAS2015 2

12 menyebabkan pembangunan kependudukan harus dilaksanakan secara lintas bidang dan lintas sektor, oleh karena itu dibutuhkan suatu pemahaman mengenai gambaran tentang kependudukan dan dinamikanya melalui analisis profil kependudukan. Analisis profil kependudukan diharapkan dapat bermanfaat dalam pengambilan kebijakan dan bahan evaluasi di bidang kependudukan Tujuan Secara umum laporan ini dimaksudkan untuk memberikan gambaran profil penduduk DKI Jakarta, perkembangannya antar waktu serta variasinya antar kabupaten/kota, jenis kelamin, daerah tempat tinggal atau strata sosial-demografi lainnya. Secara khusus laporan ini dimaksudkan untuk memperoleh informasi atau gambaran tentang: Jumlah, dan persebaran penduduk DKI Jakarta antar kabupaten/kota. Komposisi penduduk menurut jenis kelamin dan umur. Keluarga Berencana dan Usia Perkawinan. Kesulitas fungsional atau disabilitas penduduk. Kualitas penduduk dilihat dari tingkat pendidikan. Fasilitas perumahan Pengetahuan dan adaptasi terhadap perubahan iklim 1.3. Sumber Data Seperti telah disebutkan sebelumnya bahwa sumber data utama dalam laporan ini adalah data hasil SUPAS2015. Kegiatan SUPAS dirancang untuk mengisi kekosongan data kependudukan antar Sensus Penduduk (SP) yang dilakukan hanya sekali dalam sepuluh tahun, sehingga dapat dikatakan data SUPAS merupakan sumber data kependudukan yang terpenting setelah data SP. Setelah tahapan pengumpulan dan pengolahan data SUPAS2015 dilaksanakan, dilanjutkan dengan kegiatan diseminasi data melalui berbagai media cetak maupun elektronik. Laporan ini merupakan salah satu bentuk diseminasi data SUPAS2015 sejalan dengan upaya untuk mengoptimalkan pemanfaatan sumber data tersebut untuk keperluan perencanaan dan evaluasi program pembangunan yang relevan. Profil Penduduk DKI Jakarta Hasil SUPAS2015 3

13 SUPAS2015 merupakan suatu kegiatan survei yang menggunakan sampel dengan jumlah yang cukup besar sehingga dapat dilakukan estimasi sampai dengan level kabupaten/kota. Namun, betapapun besar sampelnya, selalu mengandung risiko kesalahan sampel (sampling errors). Sejauh menyangkut kasus-kasus yang bersifat umum atau heterogen dalam suatu populasi seperti penduduk, pendidikan, atau perumahan, masalah kesalahan sampel tidak perlu dikhawatirkan. Sebaliknya, bagi kasus-kasus yang bersifat langka, homogen atau cenderung mengelompok pada satu strata tertentu seperti agama atau migrasi, maka masalah kesalahan sampel dapat menjadi hal yang serius. Selain SUPAS2015, sumber data lainnya yang digunakan adalah data SUPAS2005, SP2010 dan sensus atau survei lainnya. Penggunaan sumber data tersebut memungkinkan melihat perkembangan keadaan antar waktu Sistematika Laporan Laporan ini disusun menurut sistematika sebagai berikut: Pada Bab 2 disajikan tentang keadaan geografi dan iklim wilayah DKI Jakarta. Bab 3 disajikan gambaran umum kependudukan yang mencakup jumlah dan laju pertumbuhan penduduk, persebaran dan kepadatan penduduk, serta komposisi penduduk DKI Jakarta. Pada Bab 4 dibahas tentang keluarga berencana dan usia perkawinan. Bab 5 dibahas mengenai kesulitan fungsional. Pada Bab 6 dibahas mengenai profil pendidikan. Bab 7 dan 8 dibahas masing-masing mengenai fasilitas perumahan dan perubahan iklim. Dan terakhir pada Bab 9 disajikan penutup. Profil Penduduk DKI Jakarta Hasil SUPAS2015 4

14 2. KEADAAN GEOGRAFI DAN IKLIM Profil Penduduk DKI Jakarta Hasil SUPAS2015 5

15 Keadaan Geografi dan Iklim Bujur Timur. Secara astronomis, DKI Jakarta terletak antara 6 o 12 Lintang Selatan dan 106 o 48 Berdasarkan posisi geografis, DKI Jakarta memiliki batas-batas: - Sebelah Selatan : Kota Depok - Sebelah Timur : Provinsi Jawa Barat - Sebelah Barat : Provinsi Banten - Sebelah Utara : Laut Jawa Kota Jakarta merupakan dataran rendah dengan ketinggian rata-rata + 7 meter di atas permukaan laut. DKI Jakarta merupakan wilayah dengan jumlah waduk/situ yang relatif banyak dengan total luas sebesar 221,8 Ha. Sungai atau kanal yang melewati wilayah DKI Jakarta sebanyak 17 sungai. Rata-rata suhu udara/temperatur wilayah DKI Jakarta pada tahun 2015 tertinggi di bulan Oktober sebesar 30,21 O C dan terendah di bulan Februari sebesar 27,76 O C, dengan kelembaban udara sebesar 55 sampai dengan 97 persen. Sementara curah hujan tertinggi di bulan Februari sebesar 639 mm 2 dan terendah di bulan Juli sebesar 1 mm 2. Banyaknya hari hujan tertinggi di bulan Januari sebesar 23 hari dan terendah sebesar 1 hari pada bulan Juli, September dan Oktober. Tabel 2.1 Luas Daerah dan Pembagian Daerah Administrasi menurut Kabupaten/Kota, 2015 Kabupaten/Kota Luas (Km 2 ) Kecamatan Jumlah Sumber: Surat Keputusan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 171 Tahun 2007 Kelurahan (1) (2) (3) (4) 1. Kepulauan Seribu 8, Jakarta Selatan 141, Jakarta Timur 188, Jakarta Pusat 48, Jakarta Barat 129, Jakarta Utara 146, DKI Jakarta 662, Profil Penduduk DKI Jakarta Hasil SUPAS2015 6

16 3. GAMBARAN UMUM KEPENDUDUKAN Profil Penduduk DKI Jakarta Hasil SUPAS2015 7

17 3.1. Jumlah dan Laju Pertumbuhan Penduduk Jakarta sebagai pusat ekonomi, sosial, budaya, hukum pemerintahan dan politik. Selain itu, Jakarta menjadi pusat segala peradaban yang terjadi di Indonesia. Semuanya ada di Jakarta, sehingga Jakarta menjadi daya tarik yang begitu besar bagi masyarakat di luar kota Jakarta. Kesempatan mendapatkan pendapatan yang lebih besar, pendidikan, dan berbagai fasilitas lengkap lain yang lebih mudah diakses di Jakarta, menjadi magnet yang kuat bagi masyarakat di luar kota Jakarta untuk datang ke Jakarta. Jumlah penduduk DKI Jakarta menunjukkan tren yang terus meningkat dari tahun ke tahun, namun dilihat dari laju pertumbuhan penduduk selama beberapa kurun waktu sejak tahun 2000 hingga 2015, cenderung mengalami penurunan. Gambar 3.1 menunjukkan jumlah penduduk yang terus meningkat dan Gambar 3.2 menunjukkan laju pertumbuhan penduduk yang semakin menurun. Selama kurun waktu , laju pertumbuhan penduduk DKI Jakarta sekitar 1,45 persen per tahun, kurun waktu sekitar 1,40 persen per tahun dan pada kurun waktu , laju pertumbuhan penduduk menjadi sekitar 1,04 persen per tahun. Hasil pencacahan lengkap dua sensus penduduk terakhir (SP2000 dan SP2010) menunjukkan bahwa selama kurun waktu , penduduk DKI Jakarta bertambah dari sekitar 8,35 juta jiwa menjadi 9,64 juta jiwa (bertambah sekitar 1,29 juta jiwa), suatu pertumbuhan dengan laju sekitar 1,45 persen per tahun. Selama kurun waktu (SP2010 dan SUPAS2015), laju Gambar 3.1 Jumlah Penduduk DKI Jakarta, (Jutaan) 8,35 pertumbuhan penduduk DKI Jakarta turun menjadi sekitar 1,11 persen tahun, dimana jumlah penduduk pada tahun 2015 menjadi sekitar 10,15 juta jiwa. Hal ini menunjukkan bahwa pelaksanaan program kebijakan kependudukan dalam hal menekan jumlah penduduk di DKI Jakarta cukup baik dan dapat dikatakan berhasil. Selain itu, kebijakan pemerintah untuk melakukan pengembangan pusat pertumbuhan baru di daerah penyangga Jakarta, seperti pengembangan wilayah Bodetabek yang mulai gencar sejak era 90-an, pertumbuhan Profil Penduduk DKI Jakarta Hasil SUPAS ,84 9,64 10,15 SP2000 SUPAS2005 SP2010 SUPAS2015 Sumber: SP2000, SUPAS2005, SP2010 dan SUPAS 2015

18 Gambar 3.2 Laju Pertumbuhan Penduduk DKI Jakarta, , dan (Jutaan) 1,60 1,40 1,20 1,00 0,80 0,60 0,40 0,20 0,00 pusat-pusat perekonomian di sekitar Jakarta, dan sebagainya, juga berdampak dalam menekan laju pertumbuhan jumlah penduduk DKI Jakarta. Laju pertumbuhan penduduk menurut wilayah di DKI Jakarta selama kurun waktu menunjukkan bahwa Kabupaten Kepulauan Seribu mengalami laju pertumbuhan tertinggi yang mencapai sekitar 1,71 persen per tahun, sementara yang terendah di Kota Jakarta Pusat sekitar 0,41 persen per tahun. Demikian pula pola yang sama terjadi pada kurun waktu Kabupaten/Kota 1,45 1,40 Tabel 3.1 Jumlah dan Laju Pertumbuhan Penduduk menurut Kabupaten/Kota di DKI Jakarta, 2000, 2005, 2010, dan 2015 Jumlah Penduduk (000 orang) Laju Pertumbuhan (%) (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) 1. Kepulauan Seribu - 18,64 21,41 23,31-2,26 1,71 2. Jakarta Selatan 1.784, , , ,90 1,51 0,88 1,06 3. Jakarta Timur 2.347, , , ,66 1,43 1,69 0,88 4. Jakarta Pusat 874,60 889,45 895,37 913,87 0,24 0,27 0,41 5. Jakarta Barat 1.904, , , ,78 1,88 1,63 1,42 6. Jakarta Utara 1.436, , , ,82 1,42 1,90 1,10 DKI Jakarta 8.347, , , ,34 1,45 1,40 1,11 Sumber: SP2000, SUPAS2005, SP2010, SUPAS2015 1, Sumber: SP2000, SUPAS2005, SP2010 dan SUPAS 2015 Profil Penduduk DKI Jakarta Hasil SUPAS2015 9

19 3.2. Persebaran dan Kepadatan Penduduk Penduduk DKI Jakarta tersebar di enam wilayah kabupaten/kota. Pada tahun 2015, lebih dari seperempat penduduk DKI Jakarta bertempat tinggal di Kota Jakarta Timur (2,83 juta jiwa atau 27,84 persen), kemudian diikuti Kota Jakarta Barat (2,46 juta jiwa atau 24,23 persen). Di antara lima wilayah kota di DKI Jakarta, jumlah penduduk di Kota Jakarta Pusat merupakan yang terkecil (913,87 ribu jiwa atau 9 persen). Rendahnya jumlah penduduk di Kota Jakarta Pusat disebabkan karena sebagian besar lahan permukiman di wilayah Jakarta Pusat telah beralih fungsi menjadi pusat kegiatan ekonomi/bisnis dan pemerintahan sejak dua dasawarsa terakhir. Sementara Kabupaten Kepulauan Seribu merupakan wilayah yang memiliki jumlah penduduk yang paling sedikit di antara enam wilayah kabupaten/kota di DKI Jakarta, yaitu sekitar 23 ribu jiwa atau 0,23 persen dari total penduduk DKI Jakarta (Tabel 3.2). Kabupaten/Kota Tabel 3.2 Persebaran Penduduk menurut Kabupaten/Kota di DKI Jakarta, 2000, 2005, 2010, dan 2015 Persentase Penduduk Persentase 2000 *) Luas Wilayah (1) (2) (3) (4) (5) (6) 1. Kepulauan Seribu - 0,21 0,22 0,23 1,31 2. Jakarta Selatan 21,37 22,64 21,49 21,51 21,33 3. Jakarta Timur 28,13 27,05 28,07 27,84 28,39 4. Jakarta Pusat 10,48 10,06 9,29 9,00 7,27 5. Jakarta Barat 22,81 23,68 23,79 24,23 19,56 6. Jakarta Utara 17,21 16,35 17,15 17,19 22,14 DKI Jakarta 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 Keterangan : *) Tahun 2000, Kabupaten Kepulauan Seribu belum terbentuk, masih termasuk salah satu kecamatan di Kotamadya Jakarta Utara. Sumber: SP2000, SUPAS2005, SP2010, SUPAS2015 Persentase jumlah penduduk yang tersebar di enam wilayah kabupaten/kota di DKI Jakarta tidak menunjukkan perubahan pola yang signifikan jika dibandingkan antara tahun 2005, 2010 dan 2015 (hasil SUPAS2005, SP2010 dan SUPAS2015). Jika diurutkan dari yang tertinggi sampai dengan terendah, Kota Jakarta Timur menempati urutan pertama, diikuti Kota Jakarta Barat, Kota Jakarta Selatan, Kota Jakarta Utara, Kota Jakarta Pusat dan terakhir Kabupaten Kepulauan Seribu. Profil Penduduk DKI Jakarta Hasil SUPAS

20 Gambar 3.3 Persebaran Penduduk DKI Jakarta menurut Kabupaten/Kota, 2005, 2010 dan ,21 0,22 0,23 16,35 22,64 17,15 21,49 17,19 21,51 23,68 10,06 27,05 23,79 9,29 28,07 24,23 9,00 27,84 Kepulauan Seribu Jakarta Selatan Kepulauan Seribu Jakarta Selatan Kepulauan Seribu Jakarta Selatan Jakarta Timur Jakarta Pusat Jakarta Timur Jakarta Pusat Jakarta Barat Jakarta Utara Jakarta Barat Jakarta Utara Sumber: SUPAS2005, SP2010 dan SUPAS 2015 Perbandingan antara persebaran penduduk dan persentase luas wilayah masingmasing kabupaten/kota memperlihatkan bahwa Kota Jakarta Pusat dan Kota Jakarta Barat yang luasnya mencakup seperempat luas total DKI Jakarta, dihuni oleh sepertiga penduduk DKI Jakarta, sehingga kepadatannya melebihi wilayah kabupaten/kota lainnya. Sementara di Kabupaten Kepulauan Seribu, dengan luas mencakup 1,3 persen dari luas DKI Jakarta, hanya dihuni oleh 0,23 persen penduduk DKI Jakarta, sehingga tingkat kepadatannya paling rendah dibandingkan dengan wilayah lainnya. Berbanding lurus dengan peningkatan jumlah penduduk, kepadatan penduduk DKI Jakarta Timur Jakarta Pusat Jakarta Barat Jakarta Utara Jakarta setiap tahun juga mengalami peningkatan. Pada tahun 2015, kepadatan penduduk DKI Jakarta mencapai 15,3 ribu jiwa/km 2, kepadatan ini merupakan yang tertinggi dibandingkan kepadatan penduduk di provinsi lain di Indonesia. Selama kurun waktu , terjadi peningkatan kepadatan jumlah penduduk sekitar hampir 2 ribu jiwa per Km 2. Peningkatan terbesar terjadi di Kota Jakarta Barat yang hampir mencapai sekitar 3 ribu jiwa per Km 2, diikuti Kota Jakarta Timur dan Kota Jakarta Utara. Tiga wilayah inilah yang merupakan penyumbang terbesar kepadatan penduduk di DKI Jakarta. Pada periode , Kota Jakarta Barat masih merupakan penyumbang terbesar kepadatan penduduk di DKI Jakarta mencapai hampir sekitar 1300 jiwa per Km 2, sementara peningkatan kepadatan penduduk DKI Jakarta secara total hanya sekitar kurang dari 800 jiwa per Km 2 (Tabel 3.3). Profil Penduduk DKI Jakarta Hasil SUPAS

21 Tabel 3.3 Kepadatan Penduduk menurut Kabupaten/Kota di DKI Jakarta, 2000, 2005, 2010, dan 2015 Kepadatan Penduduk (Jiwa/Km2) Luas Wilayah Kabupaten/Kota (Km2) *) (1) (2) (3) (4) (5) (6) 1. Kepulauan Seribu 8, Jakarta Selatan 141, Jakarta Timur 188, Jakarta Pusat 48, Jakarta Barat 129, Jakarta Utara 146, DKI Jakarta 662, Keterangan : *) Tahun 2010, Kab. Kepulauan Seribu belum ada (masih termasuk Jakarta Utara) Sumber: SP2000, SUPAS2005, SP2010, SUPAS ,00 16,00 14,00 12,00 10,00 8,00 6,00 4,00 2,00 Gambar 3.4 Kepadatan Penduduk DKI Jakarta, 2000, 2005, 2010 dan 2015 (Ribuan Jiwa per Km 2 ) 12,60 13,35 14,56 15,33 0,00 SP2000 SUPAS2005 SP2010 SUPAS2015 Sumber: SP2000, SUPAS2005, SP2010 dan SUPAS 2015 Profil Penduduk DKI Jakarta Hasil SUPAS

22 3.3. Komposisi Penduduk a. Struktur Umur dan Jenis Kelamin Komposisi penduduk menurut umur dan jenis kelamin suatu wilayah dapat diketahui dengan gambar piramida penduduk. Piramida penduduk adalah grafik yang menyajikan data penduduk berdasarkan umur, jenis kelamin dan daerah suatu penduduk. Piramida penduduk disajikan dalam dua buah diagram batang, pada satu sisi (sebelah kiri) menunjukkan jumlah penduduk laki-laki dan pada sisi lainnya (sebelah kanan) menunjukkan jumlah penduduk perempuan dalam kelompok interval usia peduduk lima tahunan. Gambar 3.5 Piramida Penduduk DKI Jakarta, 2005, 2010 dan Laki-laki Laki-laki Perempuan Perempuan Laki-laki 2015 Perempuan Sumber: SUPAS2005, SP2010 dan SUPAS 2015 Profil Penduduk DKI Jakarta Hasil SUPAS

23 Berdasarkan Gambar 3.5, terlihat bahwa piramida penduduk DKI Jakarta dari tahun telah mengalami perubahan struktur umur. Seiring dengan bertambahnya waktu, bentuk piramida semakin cembung di tengah yang berarti proporsi penduduk dewasa semakin meningkat dan bagian atas piramida semakin melebar yang menunjukkan semakin banyaknya proporsi penduduk lanjut usia. Keadaan ini menggambarkan bahwa angka kematian semakin menurun. Perubahan struktur umur penduduk sangat terkait dengan tingkat kelahiran, kematian dan migrasi penduduk. Bentuk piramida yang melebar di bagian bawah menunjukkan tingginya tingkat kelahiran, sedangkan bagian atas yang lebih runcing menunjukkan tingginya tingkat kematian. Bentuk piramida yang semakin cembung di bagian tengah dan melebar di bagian atas menunjukkan tingkat kelahiran dan tingkat kematian yang semakin menurun. Rasio jenis kelamin menunjukkan perbandingan jumlah laki-laki dengan perempuan bervariasi menurut kelompok umur. Rasio jenis kelamin juga dipengaruhi oleh tingkat kelahiran, kematian dan migrasi antara penduduk laki-laki dengan penduduk perempuan. Adanya ketidakseimbangan jumlah penduduk laki-laki dan perempuan dapat mengakibatkan rendahnya fertilitas dan rendahnya angka pertumbuhan penduduk. Kelompok Umur Tabel 3.4 Penduduk menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin di DKI Jakarta, 2005, 2010, dan 2015 Laki-Laki (000 Orang) Perempuan (000 Orang) Rasio Jenis Kelamin (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) ,06 437,31 458,48 350,51 411,11 437, ,01 401,51 444,62 350,14 379,77 424, ,06 351,19 381,79 375,80 352,01 363, ,99 397,30 336,35 426,29 427,69 361, ,93 511,38 470,49 549,92 515,25 507, ,95 561,38 504,35 536,79 538,53 500, ,38 518,98 519,93 445,72 485,97 493, ,89 436,85 482,54 356,71 403,87 460, ,29 359,22 391,17 307,98 338,18 350, ,64 285,54 335,65 230,40 280,20 347, ,93 220,54 249,12 186,63 218,61 271, ,02 158,94 214,99 130,22 153,97 200, ,45 103,75 141,52 77,44 102,15 144, ,52 64,81 84,21 57,52 68,53 83, ,55 38,48 51,03 41,59 43,65 58, ,09 31,79 36,06 24,84 41,94 45, Total 4.390, , , , , , Sumber: SUPAS2005, SP2010, SUPAS2015 Profil Penduduk DKI Jakarta Hasil SUPAS

24 Tabel 3.4 memperlihatkan bahwa komposisi penduduk menurut jenis kelamin dan kelompok umur memiliki pola yang sama selama periode , yakni mayoritas berada pada kelompok umur produktif (15-64 tahun), penduduk usia anak dan lansia memiliki proporsi yang sangat kecil. Pada laki-laki, proporsi penduduk usia produktif relatif lebih banyak dibandingkan proporsi penduduk usia produktif pada perempuan. Begitu juga pada kelompok usia anak (kurang dari 15 tahun) proporsi penduduk perempuan lebih banyak dibandingkan laki-laki. Akan tetapi, pada kelompok lansia, perempuan mempunyai proporsi yang lebih banyak dibandingkan laki-laki. Hal ini nampaknya berkaitan dengan lebih tingginya angka harapan hidup perempuan dibandingkan dengan angka harapan hidup lakilaki. Seacara total, sejak lima tahun terakhir, penduduk laki-laki lebih banyak dibandingkan perempuan. Pada tahun 2010, rasio jenis kelamin sebesar 102 yang berarti bahwa dari 100 perempuan terdapat 102 laki-laki. Demikian pula pada tahun 2015, rasio jenis kelamin masih di atas 100, yaitu sebesar 101, yang berarti dari 100 perempuan, terdapat 101 laki-laki. Selain dengan gambar piramida penduduk, komposisi penduduk juga dapat dilihat berdasarkan usia produktif dan non produktif. Pengelompokan umur 0-14 tahun (usia non produktif), tahun (usia produktif) dan 65 tahun ke atas (usia non produktif) memberikan gambaran tentang rasio beban tanggungan (dependency ratio) yang dapat digunakan untuk melihat angka ketergantungan suatu wilayah. Rasio beban tanggungan adalah angka yang menunjukkan perbandingan antara penduduk usia non produktif dengan penduduk usia produktif. Apabila penduduk usia muda (0-14 tahun) mempunyai pertumbuhan penduduk yang relatif tinggi, maka akan menambah beban tanggungan penduduk usia produktif. Begitu pula dengan penduduk usia 65 tahun ke atas, semakin tinggi persentase penduduk usia 65 tahun ke atas, semakin tinggi angka ketergantungan (dependency ratio). Tabel 3.5 memperlihatkan sebagian besar penduduk DKI Jakarta pada tahun 2015 berada pada kelompok usia produktif (15-64 tahun), yaitu sebesar 71,73 persen dari total penduduk. Sementara proporsi penduduk yang berusia di bawah 15 tahun sebesar 24,73 persen dan proporsi penduduk usia lanjut (65 tahun ke atas) hanya sebesar 3,54 persen. Jika dilihat menurut wilayah kabupaten/kota, pola atau komposisi tersebut tidak jauh berbeda dengan keadaan pada tingkat provinsi, yaitu sebagian besar berada pada kelompok usia produktif. Demikian pula terjadi pola yang sama pada tahun 2005 dan Profil Penduduk DKI Jakarta Hasil SUPAS

25 Kabupaten/Kota Tabel 3.5 Persentase Penduduk menurut Kabupaten/Kota dan Kelompok Umur di DKI Jakarta, 2005, 2010, dan 2015 Usia Muda (0-14 tahun) Usia Produktif (15-64 tahun) Usia Lanjut (65 tahun ke atas) (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) 1. Kepulauan Seribu 30,23 32,28 31,36 68,36 65,00 65,66 1,41 2,72 2,98 2. Jakarta Selatan 23,23 23,88 24,32 73,90 72,83 71,85 2,87 3,28 3,83 3. Jakarta Timur 24,44 25,28 25,55 73,05 71,90 71,11 2,51 2,82 3,34 4. Jakarta Pusat 22,67 22,79 23,08 73,09 73,01 72,09 4,25 4,20 4,83 5. Jakarta Barat 25,83 23,76 24,68 71,65 73,50 72,07 2,52 2,74 3,25 6. Jakarta Utara 25,06 24,10 24,73 72,87 73,26 72,01 2,07 2,65 3,26 DKI Jakarta 24,43 24,20 24,73 72,87 72,80 71,73 2,69 3,00 3,54 Sumber: SUPAS2005, SP2010, SUPAS2015 Pada tahun 2015, angka ketergantungan (dependency ratio) di DKI Jakarta adalah sebesar 39,41 persen. Artinya, dari 100 orang usia produktif mempunyai tanggungan sekitar orang usia tidak produktif (Gambar 3.6). Menurut kabupaten/kota, angka ketergantungan yang paling tinggi dimiliki Kepulauan Seribu sebesar 52,31 persen dan yang terendah Jakarta Pusat sebesar 38,71 persen. Rendahnya proporsi penduduk usia tidak produktif dibandingkan dengan penduduk usia produktif akan menghasilkan Bonus Demografi. Bonus demografi merupakan semacam hadiah atas keberhasilan dalam menekan tingkat kelahiran dan kematian, atau dengan kata lain diperolehnya keuntungan ekonomis yang disebabkan penurunan angka ketergantungan. Berdasarkan data yang diperoleh, DKI Jakarta sudah menikmati bonus demografi sejak tahun 1980 an. Jika dimanfaatkan dengan baik, bonus demografi memiliki potensi yang besar untuk melejitkan perekonomian DKI Jakarta. Namun sebaliknya, jika tidak dimanfaatkan dengan baik, maka akan menambah beban tanggungan perekonomian DKI Jakarta. Gambar 3.6 Rasio Ketergantungan Penduduk DKI Jakarta menurut Kabupaten/Kota, 2015 Kepulauan Seribu Jakarta Timur DKI Jakarta Jakarta Selatan Jakarta Utara Jakarta Barat Jakarta Pusat Sumber: SUPAS ,00 20,00 40,00 60,00 Profil Penduduk DKI Jakarta Hasil SUPAS ,63 39,41 39,18 38,86 38,76 38,71 52,31

26 Bagi pemerintah, usaha yang bisa dilakukan dalam menyikapi bonus demografi adalah dengan menyediakan lapangan pekerjaan yang seluas-luasnya untuk menampung besarnya jumlah penduduk usia produktif. Cara lainnya bisa dengan mengarahkan penduduk untuk meningkatkan kualitas melalui pendidikan, kesehatan dan keterampilan yang menunjang kehidupannya. b. Status Perkawinan Perkawinan bukan merupakan komponen yang langsung mempengaruhi pertumbuhan penduduk akan tetapi mempunyai pengaruh yang cukup besar terhadap fertilitas, karena dengan adanya perkawinan dapat meningkatkan angka kelahiran. Sebaliknya perceraian merupakan penghambat tingkat fertilitas karena dapat menurunkan angka kelahiran. Jika dikaitkan dengan umur nampak bahwa proporsi penduduk yang berstatus belum kawin pada kelompok umur tahun cukup tinggi. Banyaknya proporsi penduduk muda yang belum kawin diduga disebabkan oleh besarnya jumlah penduduk yang berada pada umur sekolah ditambah dengan mereka yang menunda perkawinan karena baru mulai masuk pasar kerja (Tabel 3.6). Tabel 3.6 Persentase Penduduk Berumur 10 Tahun ke atas menurut Kelompok Umur dan Status Perkawinan di DKI Jakarta, 2005 dan 2015 Kelompok Umur Belum Kawin Kawin Cerai Hidup Cerai Mati (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) ,85 100,00 0,12-0, ,56 97,19 2,44 2,69-0, ,61 79,92 18,94 19,52 0,41 0,51 0,04 0, ,37 43,53 51,98 54,55 0,50 1,77 0,15 0, ,10 19,80 74,95 77,40 1,49 2,28 0,46 0, ,62 10,83 85,18 85,60 2,14 2,28 1,06 1, ,84 6,49 89,08 87,53 2,21 3,11 3,86 2, ,14 4,21 86,27 86,38 3,05 3,84 7,54 5, ,34 2,33 85,41 82,90 2,51 3,84 9,74 10, ,00 1,85 80,56 80,13 1,94 2,87 16,50 15, ,00 1,75 74,63 72,11 1,91 2,69 22,46 23, ,63 1,14 65,49 62,24 1,95 1,91 30,93 34, ,14 1,42 50,26 53,15 2,82 1,65 45,78 43, ,78 1,35 43,21 38,66 3,47 1,19 51,54 58,80 Sumber: SUPAS2005, SUPAS2015 Profil Penduduk DKI Jakarta Hasil SUPAS

27 Penduduk yang statusnya kawin terbanyak pada kelompok umur tahun. Penduduk pada usia ini sudah menamatkan pendidikannya dan mulai mantap secara finansial sehingga memutuskan untuk melakukan pernikahan. Menarik untuk diperhatikan adalah mereka yang berstatus cerai baik cerai hidup maupun cerai mati. Proporsi penduduk yang berstatus cerai hidup lebih banyak berada pada umur tahun, sementara penduduk yang berstatus cerai mati lebih banyak berada pada kelompok umur di atasnya yakni 55 tahun ke atas. Penduduk berumur muda yang cerai hidup biasanya segera melakukan perkawinan kembali sehingga proporsi mereka lebih rendah dibandingkan dengan penduduk yang berstatus cerai mati. Penduduk DKI Jakarta yang berumur 10 tahun ke atas dilihat dari status perkawinannya, didominasi oleh penduduk dengan status kawin baik pada tahun 2005 maupun 2015 (Tabel 3.7). Pada tahun 2005, penduduk berstatus kawin mencapai 52 persen, sementara pada tahun 2015 hampir mencapai 57 persen. Penduduk berstatus belum kawin di DKI Jakarta berdasarkan data yang ada ternyata cukup besar persentasenya, namun jika dibandingkan antara tahun 2005 dan 2015, terjadi penurunan persentase yang cukup besar. Pada tahun 2005, persentase penduduk berstatus belum kawin mencapai 43 persen, sedangkan tahun 2015 turun menjadi sekitar 36 persen. Persentase penduduk yang berstatus cerai mati di DKI Jakarta ternyata lebih besar dibanding cerai hidup. Pada tahun 2015, penduduk dengan status cerai mati mencapai lebih dari 5 persen, sementara cerai hidup hampir mencapai 2 persen. Fenomena yang relatif sama ditemui di seluruh kabupaten/kota. Tabel 3.7 Persentase Penduduk Berumur 10 Tahun ke atas menurut Kabupaten/Kota dan Status Perkawinan di DKI Jakarta, 2005 dan 2015 Kelompok Umur Belum Kawin Kawin Cerai Hidup Cerai Mati (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) 1. Kepulauan Seribu 39,43 31,51 57,13 62,24 0,17 1,48 3,27 4,76 2. Jakarta Selatan 42,81 36,49 51,64 57,10 1,54 1,50 4,00 4,91 3. Jakarta Timur 42,32 35,97 52,97 57,29 1,06 1,33 3,64 5,41 4. Jakarta Pusat 44,11 37,77 48,79 53,52 1,71 1,70 5,39 7,01 5. Jakarta Barat 42,33 36,16 52,91 57,07 1,04 1,68 3,72 5,09 6. Jakarta Utara 44,35 36,54 51,21 55,95 1,10 2,15 3,33 5,37 DKI Jakarta 42,95 36,38 51,95 56,63 1,24 1,62 3,87 5,36 Sumber: SUPAS2005, SUPAS2015 Profil Penduduk DKI Jakarta Hasil SUPAS

28 4. KELUARGA BERENCANA DAN USIA PERKAWINAN Profil Penduduk DKI Jakarta Hasil SUPAS

29 Keluarga Berencana dan Usia Perkawinan Salah satu faktor yang mempengaruhi pertumbuhan penduduk di suatu wilayah adalah kelahiran (fertilitas), selain faktor kematian (mortalitas) dan perpindahan (migration). Kelahiran sebagai faktor yang mempengaruhi pertambahan jumlah penduduk, berpengaruh secara langsung dalam menambah/mengurangi laju pertumbuhan penduduk. Apabila jumlah kelahiran terus bertambah akan mengakibatkan laju pertumbuhan penduduk terus meningkat. Hal ini akan membawa pada timbulnya permasalahan kependudukan, mengingat daya dukung lahan tidakmengalami pertambahan. Untuk mengendalikan laju pertumbuhan penduduk, pemerintah telah menggulirkan kebijakan Keluarga Berencana (KB), yang memiliki tiga tujuan utama, yaitu menunda perkawinan pada usia muda, merencanakan jumlah kelahiran dan merencanakan jarak kelahiran yang satu dengan kelahiran berikutnya. Ulasan di bawah ini akan membahas mengenai gambaran keluarga berencana di DKI Jakarta selama kurun waktu Rasio Anak Ibu (Child Woman Ratio/ CWR) Rasio Anak Ibu (Child Woman Ratio/CWR) merupakan indikator fertilitas yang cukup sederhana. Semakin rendah CWR mengindikasikan semakin rendah tingkat fertilitas di suatu wilayah. Pada tahun 1980, di DKI Jakarta terdapat 526 anak balita (0-4 tahun) pada setiap perempuan usia subur. Sepuluh tahun kemudian, rasio ini turun secara drastis menjadi 331 anak per perempuan usia reproduktif pada tahun Kemudian pada tahun 2000, CWR turun menjadi 257, dan turun lagi menjadi 250 tahun Namun demikian pada tahun 2015 CWR meningkat jadi sekitar 297 anak per perempuan usia subur. Dengan mengamati perbandingan antar wilayah kabupaten/kota, tampak bahwa CWR di Kabupaten Kepulauan Seribu merupakan yang tertinggi, yakni sebesar 420,626. Artinya dari perempuan usia subur terdapat sekitar 421 balita. CWR terendah terdapat di Kota Jakarta Pusat, yakni sebesar 281,61. Tampaknya kondisi wilayah Jakarta Pusat dengan posisinya sebagai pusat pemerintahan Provinsi DKI Jakarta, mengakibatkan alih fungsi lahan dari permukiman menjadi pusat-pusat perkantoran. Hal ini mengakibatkan semakin berkurangnya persentase penduduk DKI Jakarta yang tinggal di wilayah ini, terutama penduduk usia muda. Kondisi ini berdampak pada pengurangan jumlah kelahiran dan jumlah balita yang terdapat di wilayah ini. Profil Penduduk DKI Jakarta Hasil SUPAS

30 Tabel 4.1 Rasio Anak Ibu (Child Woman Ratio/CWR) di DKI Jakarta, 2005 dan 2015 Wilayah CWR (Per 1000 Perempuan) (1) (2) (3) 1. Kepulauan Seribu 291, , Jakarta Selatan 256, , Jakarta Timur 262, , Jakarta Pusat 240, , Jakarta Barat 254, , Jakarta Utara 222, ,353 DKI Jakarta 250, ,617 Sumber: SUPAS2005, SUPAS2015 Kecenderungan meningkatnya rata-rata jumlah anak yang dilahirkan oleh perempuan usia subur selama masa reproduksinya pada kurun , diduga ada pengaruhnya dengan kebijakan pemerintahan pada era otonomi daerah, yakni pada tahun Program Keluarga Berencana (KB) sejak era otonom daerah bukan menjadi urusan wajib pemerintah provinsi sebagaimana tertuang dalam perpres no. 38/2007 tentang pembagian urusan pemerintah. Hal ini berdampak pada kurang maksimalnya sosialisasi dan monitoring evaluasi pada pelaksanaan program KB di masyarakat. Untuk mengatasi hal tersebut, pada era 2010 an, pemerintah mulai menggiatkan kembali serta menyebarluaskan program KB dengan memperkenalkan istilah Generasi Berencana (Genre). Program Genre ditujukan untuk merencanakan perkawinan dengan matang dan mengatur kelahiran dengan menggunakan alat/cara kontrasepsi Penggunaan Alat/Cara KB Program Keluarga Berencana secara faktual sangat berpengaruh dalam menurunkan angka kelahiran secara umum. Program KB yang telah dilaksanakan sejak tahun 1970-an telah menunjukkan hasil yang menggembirakan sampai dengan akhir tahun 1990-an. Banyak keluarga yang menerapkan Norma Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera (NKKBS) sepanjang tahun Dengan memiliki dua anak, keluarga dapat mempersiapkan masa depan dan kesejahteraan keluarganya dengan lebih baik. Masyarakat sempat mengalami kekenduran semangat ber-kb, pada tahun 2010-an pemerintah menggiatkan kembali Program Genre. Sasaran dari program Genre ini adalah, perempuan usia tahun (calon ibu), keluarga yang memiliki anak remaja perempuan, pelajar dan mahasiswa. Profil Penduduk DKI Jakarta Hasil SUPAS

31 Dalam upaya menggalakkan kembali program KB, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta memberikan pelayanan gratis KB bagi masyarakat tidak mampu, melalui pemberian subsidi penggunaan alat-alat KB yang diberikan di fasilitas kesehatan pemerintah, seperti Puskesmas, RSK, RSUD dan RSUP, termasuk di Posyandu. Perkembangan akseptor KB (pengguna alat/cara KB) selama kurun waktu mengalami penurunan yang cukup signifikan. Pada tahun 2005 sebanyak 69,31 persen perempuan usia subur yang menjadi akseptor KB. Persentase ini turun menjadi 53,10 persen pada tahun 2010 dan turun kembali menjadi 46,32 persen pada tahun Gambar di atas memberikan gambaran perkembangan pengguna alat KB selama periode Apabila diamati menurut kabupaten/kota, tampak bahwa terlihat kecenderungan penurunan persentase pengguna KB di seluruh wilayah kabupaten/kota selama kurun waktu Namun agak berbeda dengan Kabupaten Kepulauan Seribu, pada tahun 2010 terjadi peningkatan dari 55,43 persen pada tahun 2005 menjadi 74,40 persen pada tahun Namun kemudian turun kembali pada tahun 2015 menjadi 59,31 persen. Gambaran selengkapnya mengenai pengguna KB menurut kabupaten/kota dapat dilihat pada Tabel 4.2. Kabupaten/Kota Persentase PUS yang menggunakan Alat/Cara KB (1) (2) (3) (4) 1. Kepulauan Seribu 55,43 74,40 59,31 Sumber: SUPAS2005, SP2010, SUPAS2015 Gambar 4.1 Persentase Pengguna Alat/Cara KB di DKI Jakarta, Sumber: SUPAS2005, SP2010, SUPAS2015 Tabel 4.2 Persentase Perempuan Usia Subur (10-54 tahun) yang Sedang Menggunakan Alat/Cara KB menurut Kabupaten/Kota di DKI Jakarta, Jakarta Selatan 73,08 53,50 45,41 3. Jakarta Timur 67,01 53,10 46,36 4. Jakarta Pusat 66,07 47,50 41,50 5. Jakarta Barat 68,73 55,80 49,54 6. Jakarta Utara 70,97 51,20 45,06 DKI Jakarta 69,31 53,10 46,32 Profil Penduduk DKI Jakarta Hasil SUPAS , , ,32

32 Jenis alat/cara KB yang digunakan oleh pengguna KB menjadi salah satu determinan keberhasilan dalam menekan angka kelahiran. Pengguna KB modern, yaitu yang menggunakan alalt kontrasepsi mantap (kontap) seperti vasektomi/tubektomi lebih tinggi tingkat keberhasilannya dibandingkan alat KB modern lainnya. Sementara pengguna alat KB modern, lebih tinggi tingkat keberhasilannya dibandingkan pengguna cara kontrasepsi tradisional. Jika diamati dari Tabel 4.3 terlihat bahwa terjadi pergeseran dari pengguna KB tradisional ke alat KB modern. Ini terlihat dari peningkatan proporsi pengguna KB modern dari 97,74 persen pada tahun 2005 menjadi 98,36 persen tahun Dari Tabel 4.3 terlihat bahwa alat/cara KB yang banyak digunakan oleh perempuan usia subur di DKI Jakarta pada tahun 2015 adalah suntikan KB, yaitu sebanyak 51,09 persen. Urutan berikutnya adalah Pil KB (22,05 persen) dan IUD/spiral (13,75 persen). Alat KB modern yang sifatnya permanen seperti vasektomi dan tubektomi relatif rendah, masing-masing sebesar 5,82 persen dan 0,60 persen. Begitu pula dengan alat KB kondom relatif kecil, yakni sebesar 2,10 persen. Dari data tersebut terungkap bahwa peran laki-laki dalam kesertaan KB masih sangat rendah. Nampaknya ketersediaan alat KB yang dapat digunakan laki-laki mempengaruhi alat KB yang dipilih oleh pasangan usia subur. Selain itu kesadaran untuk menggunakan KB pada laki-laki juga relatif masih rendah, hal ini tergambar dari rendahnya penggunaan alat KB vasektomi dan kondom. Pengguna cara KB tradisional seperti pantang berkala, senggama terputus, metode meyusui dan cara KB tradisional lainnya juga relatif kecil. Persentase pengguna cara KB tradisonal kurang dari 2 persen, yakni sebesar 1,64 persen pada tahun Persentase ini naik sedikit jika dibandingkan pengguna cara KB tradisonal pada tahun 2005 yang sebesar 1,26 persen. Selama kurun waktu terjadi peningkatan persentase pengguna alat KB kontrasepsi mantap (Kontap) baik pada laki-laki maupun perempuan. Sterelisasi perempuan (tubektomi) naik dari 4,32 persen menjadi 5,82 persen dan sterilisasi pria (vasektomi) naik dari 0,41 persen menjadi 0,60 persen. Sebaliknya pengguna alat KB suntikan mengalami penurunan dari 52,71 persen menjadi 51,09 persen. Profil Penduduk DKI Jakarta Hasil SUPAS

33 Alat/Cara KB Sumber: SUPAS2005, SUPAS2015 Tabel 4.3 Persentase Perempuan Usia Tahun Pernah Kawin menurut Penggunaan Alat/Cara KB di DKI Jakarta, 2005 dan 2015 Persentase Perempuan Tahun Pernah Kawin (1) (2) (3) 1. Alat/Cara KB Modern Sterilisasi Perempuan (MOW) Sterilisasi Pria (MOP) IUD/AKDR/Spiral Suntikan Susuk KB/Implant Pil Kondom Metode Modern Lainnya Alat/Cara KB Tradisonal MAL/Metode menyusui Pantang berkala Senggama terputus Metode tradisional lainnya Jumlah Pengguna alat/cara KB menurut kabupaten/kota mengikuti pola umum di DKI Jakarta, dimana terlihat bahwa alat KB yang paling banyak digunakan adalah suntikan. Bahkan di Kabupaten Kepulauan Seribu setiap 10 perempuan usia subur 8 di antaranya menggunakan alat KB suntikan. Alat KB modern yang paling sedikit penggunanya adalah sterilisasi pria (vasektomi) dan kondom. Jenis alat KB yang digunakan oleh perempuan usia subur di Kabupaten Kepulauan Seribu relatif lebih sedikit dibandingkan wilayah lainnya. Hal ini kemungkinan karena ketersediaan alat KB yang relatif terbatas mengingat letak geografis wilayah ini yang berada di kepulauan. Profil Penduduk DKI Jakarta Hasil SUPAS

34 Tabel 4.4 Persentase Perempuan Usia Tahun yang Pernah Kawin menurut Alat/Cara KB yang digunakan dan Kabupaten/Kota di DKI Jakarta, 2015 Penggunaan Alat/Cara KB Kepulauan Seribu Jakarta Selatan Jakarta Timur Jakarta Pusat Jakarta Barat Jakarta Utara DKI Jakarta (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) 1. Alat/Cara KB Moderen 99,26 98,58 98,47 99,52 97,51 98,66 98,36 Sterilisasi Perempuan (MOW) 3,21 5,40 6,86 7,17 5,29 4,87 5,82 Sterilisasi Pria (MOP) - 0,73 0,98 0,49 0,12 0,63 0,60 IUD/AKDR/Spiral - 17,79 18,20 19,99 8,09 7,55 13,75 Suntikan 77,20 46,60 43,48 45,51 59,34 58,51 51,09 Susuk KB/Implant 5,21 1,91 3,32 3,56 1,75 3,24 2,62 Pil 13,64 24,39 23,09 18,89 20,19 21,92 22,05 Kondom - 1,68 2,54 3,85 2,00 1,27 2,10 Metode Moderen lainnya - 0,09-0,06 0,73 0,68 0,33 2. Alat/Cara KB Tradisional 0,74 1,42 1,53 0,48 2,49 1,34 1,64 Mal/Metode menyusui 0,74 0, ,30 0,02 0,10 Pantang berkala - 0,38 0,48 0,21 1,60 0,83 0,79 Senggama terputus - 0,20 0,58 0,23 0,19 0,19 0,30 Metode Tradisional Lainnya - 0,76 0,47 0,04 0,40 0,31 0,45 DKI Jakarta 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 Sumber: SUPAS2015 Dari data SUPAS2015 diperoleh informasi masih cukup banyak perempuan usia subur yang tidak menggunakan KB. Sebagian besar mereka tidak menggunakan KB adalah karena alasan fertilitas, yakni sebanyak 50 persen ke atas. Alasan fertilitas ini bisa disebabkan karena PUS tersebut merasa masih kurang jumlah anak yang dilahirkan, atau gangguan kesuburan (sulit memperoleh keturunan), atau karena keyakinan dalam suku asal mereka, misalnya suku Batak masih terdapat pandangan harus memiliki anak laki-laki, dan alasan fertilitas lainnya. Alasan fertilitas ini, paling banyak ditemui pada kelompok umur muda, tahun, yaitu sebanyak 73,25 persen, sementara pada kelompok umur tahun sebanyak 63,41 persen. Semakin tinggi pendidikan, semakin tinggi pula persentase PUS yang tidak menggunakan alat/cara KB dengan alasan fertilitas. Sebagai gambaran, perempuan yang berpendidikan SD sebanyak 54,12 persen yang tidak menggunakan KB dengan alasan fertilitas, sementara perempuan yang berpendidikan D1 ke atas sebanyak 64,51 persen. Profil Penduduk DKI Jakarta Hasil SUPAS

35 Tabel. 4.5 Persentase Perempuan Usia Tahun yang Pernah Kawin menurut Alasan Utama Tidak Menggunakan Alat/Cara KB dan Latar Belakang di DKI Jakarta, 2015 Latar Belakang Alasan Fertilitas Alasan Utama Tidak Menggunakan Alat/Cara KB Menentang untuk Memakai Alasan Alat/Cara KB Lainnya (1) (2) (3) (4) (5) (6) 1. Anak Masih Hidup 2 42,99 2,60 30,03 24,38 100, ,75 3,03 23,27 27,96 100, ,56 3,81 19,43 26,19 100,00 2. Kelompok Umur ,25 0,91 11,77 14,07 100, ,41 1,94 15,32 19,32 100,00 3. Pendidikan Tidak/Belum Tamat SD 54,46 1,57 14,27 29,70 100,00 SD 54,12 2,32 17,48 26,08 100,00 SMP 58,23 1,71 17,73 22,33 100,00 SMA 58,44 1,99 17,71 21,85 100,00 Diploma I ke atas 64,51 2,50 17,19 15,79 100,00 Sumber: SUPAS2015 Alasan tidak menggunakan alat KB karena menentang untuk memakai KB sangat kecil persentasenya, yaitu antara 1 hingga 3 persen. Tampaknya tingkat pendidikan tidak mempengaruhi alasan ini untuk tidakmenggunakan KB, karena perbedaan menurut tingkat pendidikan tidak signifikan. Keengganan menggunakan KB karena alasan ketidakcocokan alat KB (bisa karena adanya efek samping, masalah kesehatan, atau masalah lainnya) cukup besar persentasenya, yakni sekitar persen jika dilihat menurut tingkat pendidikan Usia Perkawinan Pertama Total Di samping program KB, faktor sosial dan ekonomi masyarakat juga turut berperan di dalam penurunan angka fertilitas. Meningkatnya rata-rata pendidikan masyarakat, terutama pada perempuan berdampak pada semakin besarnya keinginan perempuan yang belum kawin untuk menunda umur perkawinan, karena mereka masih ingin terus melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi atau ingin berpartisipasi dalam lapangan pekerjaan. Dengan demikian masa reproduksi perempuan menjadi semakin pendek sehingga jumlah anak yang dapat dilahirkan menjadi lebih sedikit. Umur perkawinan pertama dapat menjadi indikator kondisi kesehatan perempuan pada saat hamil dan melahirkan. Semakin muda umur perkawinan pertama semakin besar Profil Penduduk DKI Jakarta Hasil SUPAS

36 resiko yang dihadapi bagi keselamatan dirinya, maupun keselamatan anak yang dikandung atau saat melahirkan. Hal ini kemungkinan disebabkan karena belum matangnya alat reproduksi perempuan pada usia muda untuk mereproduksi anak atau belum siap mental dalam membina rumah tangga. Begitu pula sebaliknya, semakin tua umur perkawinan pertama semakin besar resiko yang dapat terjadi pada saat hamil dan melahirkan. Selain itu, umur perkawinan pertama juga akan berpengaruh langsung terhadap masa melahirkan dari seorang perempuan. Semakin muda, umur pada saat perkawinan pertamanya, maka semakin panjang masa reproduksinya, sehingga peluang mendapatkan anak juga lebih besar dibandingkan perempuan yang menikah relatif lebih tua. Selain itu umur perkawinan pertama perempuan pernah kawin yang berpengaruh terhadap tingkat kelahiran tersebut, secara tidak langsung juga akan berpengaruh pada partisipasi masyarakat dalam program keluarga berencana (KB) Gambar 4.2 Rata-Rata Umur Perkawinan Pertama Perempuan menurut Kabupaten/Kota di DKI Jakarta, 2005 dan ,68 22,95 Kepulauan Seribu 27,06 Jakarta Selatan 25,02 26,61 Jakarta Timur 25,52 27,73 25,89 25,04 25,13 Jakarta Pusat Jakarta Barat 26,39 25,32 26,41 25,48 Jakarta Utara DKI Jakarta Sumber: SUPAS2005, SUPAS2015 Jika dilihat dari rata-rata umur perkawinan pertama perempuan, terjadi penurunan dari 26,41 tahun pada tahun 2005 menjadi 25,48 tahun pada tahun Artinya telah terjadi kecenderungan adanya pergeseran mind set pada perempuan di DKI Jakarta untuk menikah lebih muda dibandingkan dengan perempuan pada generasi dasawarsa sebelumnya. Hal ini patut menjadi perhatian pemerintah, karena penurunan umur Profil Penduduk DKI Jakarta Hasil SUPAS

37 perkawinan dapat berdampak pada kenaikan angka kelahiran. Implikasinya hal ini akan meningkatkan laju pertumbuhan penduduk secara umum. Namun demikian yang lebih memerlukan perhatian adalah pernikahan usia dini, yaitu pernikahan di bawah usia 16 tahun. Pernikahan dini juga akan memberikan kemungkinan tingkat paritas yang lebih tinggi. Akibatnya akan terjadi kehamilan dan persalinan yang terlalu sering, hal ini berdampak pada resiko kematian ibu maupun anak yang dilahirkannya. Selain itu banyaknya anak yang dilahirkan akan berdampak pada rendahnya intensitas perhatian yang diberikan pada anak-anaknya. Konsekuensinya, kualitas sumber daya manusia yang dilahirkannya akan semakin rendah dan pada gilirannya akan berpengaruh pada pencapaian hasil pembangunan secara keseluruhan. Profil Penduduk DKI Jakarta Hasil SUPAS

38 5. KESULITAN FUNGSIONAL Profil Penduduk DKI Jakarta Hasil SUPAS

39 Kesulitan Fungsional Penyandang disabilitas adalah orang yang memiliki keterbatasan fisik, mental, intelektual, atau sensorik dalam jangka waktu lama, yang dalam berinteraksi dengan lingkungan dan sikap masyarakat, dapat menemui hambatan yang menyulitkan untuk berpartisipasi penuh dan efektif berdasarkan kesamaan hak (UU No. 19 Tahun 2011 tentang Pengesahan Konvensi mengenai Hak-Hak Penyandang Disabilitas). Penekanan makna disabilitas dalam konsep ini adalah adanya gangguan/keterbatasan fungsi yang berlangsung lama dan menyebabkan terbatasnya partisipasi di masyarakat. Gangguan/keterbatasan fungsi disebabkan oleh kondisi ketidakmampuan atau kehilangan ataupun kelainan baik dari psikologis, fisiologis maupun struktur atau fungsi anatomis. Gangguan fungsi atau keterbatasan antara lain kesulitan melihat (seeing difficulty), kesulitan mendengar (hearing difficulty), berbicara tidak lancar (cannot speak fluently), kesulitan memahami/hilang ingatan/gangguan jiwa (difficult understand), lambat dalam belajar/memahami pelajaran (slow learning), keterbatasan berjalan (walking limitations), keterbatasan bergerak (limited movements), kesulitan mengambil barang kecil menggunakan jari (difficulty in picking up small objects). Seseorang bisa mengalami lebih dari satu jenis gangguan, misalnya gangguan terkait penglihatan, pendengaran, mobilitas/menggerakkan kaki atau tangan, mengingat dan berkonsentrasi perilaku dan emosi, komunikasi, dan mengurus diri sendiri. Beberapa jenis gangguan tidak dapat terdeteksi dengan hanya melihat secara fisik. Ada pergeseran paradigma terkait disabilitas, paradigma lama memandang difabilitas dan disabilitas sebagai isu/problem kesehatan, ketidakberuntungan atau kekurangan individu. Sedangkan paradigma baru memandang disabilitas merupakan produk dari masyarakat dan lingkungan yang mencacatkan disabling. Disabilitas yang istilah aslinya Person with disability, mengacu pada lingkungan di luar subjek yang belum akomodatif sehingga menyebabkan disabilitas. Ketika lingkungan di sekitar sudah akomodatif dan si subjek dapat berkegiatan tanpa halangan lagi, maka dia akan menjadi person yang seutuhnya Konsep dan Definisi Disabilitas 1. Kesulitan Fungsional atau functional difficulty adalah ketidakmampuan seseorang melakukan aktivitas normal sehari-hari. Ada delapan kesulitan fungsional yang dicakup dalam SUPAS 2015 yaitu (1) kesulitan melihat, (2) kesulitan mendengar, (3) kesulitan berjalan/naik tangga, (4) kesulitan menggunakan/menggerakkan tangan/jari, (5) Profil Penduduk DKI Jakarta Hasil SUPAS

40 kesulitan dalam hal mengingat atau berkonsentrasi, (6) gangguan perilaku dan atau emosional, (7) kesulitan/gangguan berbicara dan atau memahami/berkomunikasi dengan orang lain, dan (8) kesulitan mengurus diri sendiri. Kedelapan jenis kesulitan tersebut diukur menjadi empat menurut tingkat kesulitannya yaitu (1) Selalu mengalami kesulitan, (2) Seringkali mengalami kesulitan, (3) Sedikit mengalami kesulitan atau (4) Tidak mengalami kesulitan. Khusus untuk kesulitan/gangguan berjalan/naik tangga dibagi menjadi lima tingkat kesulitan, yaitu (1) sepenuhnya membutuhkan bantuan orang lain, (2) sudah memakai alat bantu tapi perlu bantuan orang lain, (3) dengan memakai alat bantu, (4) tidak memakai alat bantu, dan (5) tiidak mengalami kesulitan. 2. Penyandang disabilitas penglihatan adalah seseorang dengan gangguan penglihatan yang tidak awas/jelas sehingga objek/benda yang dilihat hanya terlihat samar/berbayang atau bahkan tidak terlihat sama sekali. Seseorang dikategorikan mengalami disabilitas penglihatan jika masih mengalami kesulitan penglihatan walaupun memakai kacamata/lensa kontak. Yang termasuk kesulitan/gangguan penglihatan adalah: a) Buta total : kondisi dimana dua mata tidak dapat melihat sama sekali; b) Kurang penglihatan (low vision) : kondisi dimana dua mata tidak dapat menghitung jari-jari yang digerakkan pada jarak 1 meter di depannya walaupun memakai kacamata atau cukup cahaya; c) Buta warna : kondisi dua mata responden tidak dapat membedakan warna. 3. Kesulitan Mendengar, meskipun memakai alat bantu pendengaran jika tidak dapat mendengar suara dengan jelas, membedakan sumber, volume dan kualitas suara sehingga tidak dapat merespon suara tersebut secara wajar. Seseorang yang menggunakan alat bantu sehingga dapat mendengar dengan normal, maka orang tersebut dikategorikan tidak mengalami kesulitan. Termasuk kategori ini adalah para penyandang cacat rungu/wicara. 4. Kesulitan berjalan atau naik tanga bila tidak dapat berjalan dengan normal misalnya maju, mundur, ke samping, tidak stabil dan kesulitan menaiki tangga. Seseorang yang harus menggunakan alat bantu untuk berjalan atau naik tangga dikategorikan mengalami kesulitan. 5. Kesulitan mengingat atau berkonsentrasi atau berkomunikasi dengan orang lain karena kondisi fisik atau mental jika mengalami kesulitan dalam mengingat atau tidak dapat berkonsentrasi. Seorang dikatakan mengalami kesulitan/gangguan berkomunikasi bila dalam berbicara berhadapan tanpa dihalangi sesuatu, seperti tembok, musik keras, sesuatu yang menutupi telinga, pembicaraannya tidak dapat Profil Penduduk DKI Jakarta Hasil SUPAS

41 dimengerti atau tidak dapat berbicara sama sekali karena gangguan fisik dan mental. Termasuk kategori ini adalah para penyandang cacat rungu/wicara dan autis. 6. Kesulitan dalam mengurus diri sendiri jika mengalami kesulitan dalam kegiatan sehari-hari seperti makan, mandi, berpakaian, ke toilet, dan lain-lain. Kesulitan makan maksudnya dalam hal makan sendiri (disuapi orang lain, menggunakan sendok, garpu untuk mengambil makanan atau minuman). Kesulitan membersihkan seluruh tubuh. Kesulitan berpakaian maksudnya dalam hal mengambil pakaian dari tempat penyimpanan, mengancingkan baju, mengikat simpul, dan lain-lain. Kesulitan tangan maksudnya dalam hal mengambil/memegang barang (tangan lemah, jari kurang lengkap) Keterbatasan Data Disabilitas Data kesulitan/gangguan fungsional dalam SUPAS 2015 memiliki keterbatasan dalam penyajiannya, diantaranya pengumpulan data SUPAS 2015 dilakukan oleh petugas pencacah yang tidak memiliki kemampuan medis dalam hal menilai ketidakmampuan seseorang melakukan aktivitas normal sehari-hari. Pengumpulan data ini hanya dilakukan berdasarkan pengamatan, pengetahuan, dan pengakuan responden yang mungkin dapat berbeda dengan konsep dan definisi kesulitan fungsional dari aspek kesehatan. Idealnya, pengumpulan data kesulitan fungsional dilakukan oleh petugas kesehatan karena membutuhkan pemeriksaan medis Potret Disabilitas Kesulitan/gangguan yang akan diuraikan disini meliputi kesulitan/gangguan pendengaran, berjalan/naik tangga, menggunakan/menggerakkan tangan/jari, mengingat/berkonsentrasi, perilaku dan atau emotional, berbicara/memahami, serta kesulitan/gangguan mengurus diri sendiri. Jumlah penduduk DKI Jakarta hasil SUPAS2015 yang berumur 2 tahun ke atas sebanyak 9,79 juta orang. Dari jumlah tersebut apabila dicermati kondisi menurut kesulitan/gangguan yang dialami, tampak bahwa gangguan/kesulitan penglihatan jumlahnya paling besar. Sebanyak 4,85 persen penduduk berumur 2 tahun ke atas mengalami gangguan/kesulitan penglihatan. Selanjutnya adalah gangguan/kesulitan berjalan/naik tangga yang dialami oleh 2,67 persen dari penduduk usia 2 tahun ke atas. Jumlah penduduk umur 2 tahun ke atas dengan kesulitan/gangguan mengingat atau berkonsentrasi mencapai 1,80 persen, lebih banyak jumlahnya dibandingkan penduduk dengan kesulitan/gangguan pendengaran (1,69 persen). Profil Penduduk DKI Jakarta Hasil SUPAS

42 Gambar 5.1 Penduduk Berumur 2 Tahun ke Atas yang Mengalami Kesulitan menurut Jenis Kesulitan/Gangguan di DKI Jakarta, 2015 Kesulitan mengurus diri Kesulitan Berbicara atau Kesulitan/Gangguan Kesulitan Mengingat atau Sumber: SUPAS2015 Kesulitan Kesulitan berjalan/naik Gangguan pendengaran Gangguan penglihatan 5.4. Distribusi Disabilitas a. Kesulitan/Gangguan Penglihatan Kesulitan/gangguan lainnya berkisar 1 persen dari penduduk umur 2 tahun ke atas, masingmasing seperti kesulitan/gangguan perilaku/emotional (1,16 persen), kesulitan berbicara dan komunikasi (1,13 persen), kesulitan menggunakan/menggerakkan tangan/ jari (1,12 persen). Di antara semua kesulitan yang sudah disebutkan di atas kesulitan mengurus diri sendiri merupakan kesulitan yang paling berat, jumlahnya mencapai 0,71 persen. Persentase penduduk 2 tahun ke atas yang mengalami kesulitan/gangguan penglihatan di DKI Jakarta seluruhnya sebanyak 4,85 persen terdiri dari 0,09 persen yang sama sekali tidak dapat melihat, 0,41 persen banyak kesulitan melihat, dan sisanya,35 persen sedikit kesulitan melihat. Apabila dibandingkan antar wilayah tampak bahwa pada kesulitan/gangguan penglihatan dengan kategori sama sekali tidak dapat melihat, perentase tertinggi terdapat di Kabupaten Kepulauan Seribu dengan jumlah 0,22 persen, disusul oleh Kota Jakarta Timur dan Jakarta Barat masing-masing 0,12 persen, dan Kota Jakarta Pusat 0,11 persen. 0,71% 1,13% 1,16% 1,12% 1,80% 1,69% 2,67% Kesulitan/gangguan penglihatan dengan kategori banyak kesulitan jumlahnya berkisar antara 0,19 sampai dengan 0,79 persen. Persentase terendah terdapat di Kota Jakarta Timur (0,19 persen) dan tertinggi di Kota Jakarta Pusat (0,79 persen). Untuk kesulitan/gangguan penglihatan dengan kategori sedikit kesulitan persentase tertinggi di Kota Jakarta Selatan, mencapai 8,32 persen. Secara keseluruhan perentase penduduk umur 2 tahun ke atas yang tidak mengalami kesulitan/gangguan penglihatan terbanyak di Jakarta Timur mencapai 97,63 persen, dan terendah di Kota Jakarta Selatan mencapai 91,94 persen. Pemerintah Daerah Provinsi DKI Jakarta melalui Dinas Kesehatan diharapkan dapat memberikan perhatian lebih 4,85% Profil Penduduk DKI Jakarta Hasil SUPAS

43 terutama kepada masyarakat yang mengalami kesulitan/gangguan dengan kategori sama sekali tidak bisa melihat. Tabel 5.1 Persentase Penduduk 2 Tahun ke Atas menurut Tingkat Kesulitan/Gangguan Penglihatan dan Kabupaten/Kota di DKI Jakarta, 2015 Kabupaten/Kota Jenis Kesulitan/Gangguan Penglihatan Jumlah % N (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) 1. Kepulauan Seribu 0, , Jakarta Selatan 0, ,112, Jakarta Timur 0, ,726, Jakarta Pusat , Jakarta Barat ,366, Jakarta Utara ,685,403 DKI Jakarta ,798,575 Sumber : SUPAS2015 Keterangan : 1. Ya, sama sekali tidak bisa melihat 3. Ya, sedikit kesulitan 2. Ya, banyak kesulitan 4. Tidak mengalami b. Kesulitan/Gangguan Pendengaran Kemampuan untuk mendengar merupakan salah satu anugerah yang tidak ternilai harganya. Pada sebagian orang, kemampuan mendengar ini terkadang menjadi terganggu/berkurang sehingga mereka mengalami kesulitan/gangguan pendengaran. Menurut Soemantri (2006), tuna rungu dapat diartikan sebagai suatu keadaan kehilangan pendengaran yang menyebabkan seseorang tidak dapat menangkap berbagai rangsangan terutama melalui indera pendengaran. Dari total penduduk DKI Jakarta berumur 2 tahun ke atas hasil SUPAS2015, sebanyak 1,69 persen mempunyai kesulitan/gangguan pendengaran dengan rincian 0,05 persen kategori sama sekali tidak dapat mendengar, 0,26 persen banyak kesulitan, dan sisanya 1,38 persen sedikit kesulitan. Persentase sama sekali tidak dapat mendengar berkisar antara 0,03 persen sampai 0,10 persen, kecuali Kabupaten Kepulauan Seribu yang tidak mempunyai penduduk umur 2 tahun ke atas yang sama sekali tidak dapat mendengar. Profil Penduduk DKI Jakarta Hasil SUPAS

44 Tabel 5.2 Persentase Penduduk 2 Tahun ke Atas menurut Tingkat Kesulitan/Gangguan Pendengaran dan Kabupaten/Kota di DKI Jakarta, 2015 Kabupaten/Kota Jenis Kesulitan/Gangguan Pendengaran Jumlah % N (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) 1. Kepulauan Seribu 0, , Jakarta Selatan ,112, Jakarta Timur ,726, Jakarta Pusat , Jakarta Barat ,366, Jakarta Utara ,685,403 DKI Jakarta ,798,575 Sumber : SUPAS2015 Keterangan : 1. Ya, sama sekali tidak bisa mendengar 2. Ya, banyak kesulitan 3. Ya, sedikit kesulitan 4. Tidak mengalami Gambar 5.2 menunjukkan bahwa persentase penduduk 2 tahun ke atas yang mengalami gangguan/kesulitan mendengar tertinggi terdapat di Kota Jakarta Pusat, mencapai 2,86 persen penduduk Jakarta Pusat. Angka ini lebih tinggi dibandingkan dengan Kabupaten Kepulauan Seribu (2,24 persen) meskipun di Kabupaten Kepulauan Seribu tidak ditemukan penduduk 2 tahun ke atas yang sama sekali tidak dapat mendengar. Gambar 5.2 Persentase Penduduk 2 Tahun ke Atas yang Mengalami Kesulitan/ Gangguan Pendengaran menurut Kabupaten/Kota di DKI Jakarta, 2015 DKI Jakarta Jakarta Utara Jakarta Barat Jakarta Pusat 1,07 1,46 Jakarta Timur Jakarta Selatan 1,69 2,10 1,93 2,86 Persentase terendah di Kota Jakarta Timur sebesar 1,07 persen. Kepulauan Seribu Sumber : SUPAS2015 2,24 c. Kesulitan/Gangguan Berjalan/Naik Tangga Selain kesulitan/gangguan penglihatan dan pendengaran, jenis kesulitan/gangguan lain yang dapat dialami oleh penduduk adalah kesulitan/gangguan berjalan/naik tangga. Kesulitan/gangguan berjalan/naik tangga dapat menyebabkan terkendalanya aktivitas fisik seseorang. Jumlah penduduk umur 2 tahun ke atas yang mempunyai kesulitan/gangguan berjalan/naik tangga hasil SUPAS2015 seluruhnya sebanyak 2,67 persen. Jumlah ini terdiri Profil Penduduk DKI Jakarta Hasil SUPAS

45 dari 0,25 persen yang sepenuhnya membutuhkan bantuan orang lain untuk berjalan/naik tangga, 0,11 persen sudah menggunakan alat bantu tapi perlu bantuan orang lain, 0,34 persen memakai alat bantu untuk berjalan/naik tangga, dan sisanya 1,97 persen mengalami kesulitan/gangguan berjalan/naik tangga tetapi tidak menggunakan alat bantu. Tabel 5.3 Persentase Penduduk 2 Tahun ke Atas menurut Tingkat Kesulitan/Gangguan Berjalan/Naik Tangga dan Kabupaten/Kota di DKI Jakarta, 2015 Kabupaten/Kota Jenis Kesulitan/Gangguan Berjalan/Naik Tangga Jumlah % N (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) 1. Kepulauan Seribu , Jakarta Selatan ,112, Jakarta Timur ,726, Jakarta Pusat , Jakarta Barat ,366, Jakarta Utara ,685,403 DKI Jakarta ,798,575 Sumber: SUPAS2015 Keterangan : 1. Ya, sepenuhnya membutuhkan bantuan orang lain 2. Ya, sudah memakai alat bantu tapi perlu bantuan orang lain 3. Ya, dengan memakai alat bantu 4. Ya, tidak memakai alat bantu 5. Tidak mengalami kesulitan Penduduk yang mempunyai kesulitan/ganguan berjalan/naik tangga dan sepenuhnya membutuhkan bantuan orang lain ada di setiap wilayah di Jakarta. Apabila dilihat per wilayah tampak bahwa persentase terbesar ada di Kabupaten Kepulauan Seribu (0,32 persen), Kota Jakarta Pusat (0,31 persen). Kota Jakarta Selatan dan Jakarta Utara masingmasing sebesar 0,27 persen dan 0,26 persen, Kota Jakarta Timur 0,25 persen. Persentase terendah di Kota Jakarta Barat sebesar 0,22 persen. Untuk mengurangi kesulitan penyandang disabilitas ini, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta melalui Dinas Sosial DKI Jakarta telah memberikan perhatian dengan memberikan bantuan kursi roda dengan harapan membantu mereka dalam melakukan aktifitas berjalan/naik tangga. Meskipun demikian masih ada sekitar 1,97 persen penduduk yang mengalami kesulitan/gangguan berjalan/naik tangga yang tidak menggunakan alat bantu. d. Kesulitan/gangguan Menggunakan/Menggerakkan Tangan/Jari Tangan maupun jari mempunyai peran yang sangat penting dalam aktivitas seharihari, dengan demikian kesulitan/gangguan dalam menggerakkan tangan atau jari dapat Profil Penduduk DKI Jakarta Hasil SUPAS

46 mengganggu aktifitas yang harus dilakukan. Jumlah penduduk umur 2 tahun ke atas yang mengalami kesulitan/gangguan dalam menggerakkan atau menggunakan tangan/jari menurut SUPAS 2015 seluruhnya mencapai 1,12 persen. Jumlah ini terdiri dari 0,07 persen yang sama sekali tidak bisa menggunakan atau menggerakkan tangan/jari, 0,18 persen yang mengatakan banyak kesulitan menggerakkan atau menggunakan tangan/jari, dan 0,87 mengeluhkan sedikit kesulitan. Tabel 5.4 Persentase Penduduk 2 Tahun ke Atas Menurut Tingkat Kesulitan/Gangguan Mengerakkan Tangan/Jari dan Kabupaten/Kota di DKI Jakarta, 2015 Kabupaten/Kota Jenis Kesulitan/Gangguan Mengerakkan Tangan/Jari Jumlah % N (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) 1. Kepulauan Seribu , Jakarta Selatan ,112, Jakarta Timur ,726, Jakarta Pusat , Jakarta Barat ,366, Jakarta Utara ,685,403 DKI Jakarta ,798,575 Sumber: SUPAS2015 Keterangan : 1. Ya, sama sekali tidak bisa menggunakan/menggerakan tangan/jari 2. Ya, banyak kesulitan 3. Ya, sedikit kesulitan 4. Tidak mengalami kesulitan Sebanyak 98,88 persen penduduk umur 2 tahun ke atas di DKI Jakarta tidak mempunyai kesulitan dalam menggerakkan tangan atau jari. Apabila diperhatikan kondisi antar wilayah tampak bahwa hampir semua wilayah persentasenya sekitar 99 persen penduduk yang tidak mempunyai kesulitan, kecuali Kota Jakarta Selatan sebesar 98,34 persen. Kota Jakarta Timur merupakan wilayah dengan persentase tertinggi, sebesar 99,25 persen. e. Kesulitan/Gangguan Mengingat/Berkonsentrasi Kesulitan fungsional lain berupa kesulitan/gangguan mengingat atau berkonsentrasi dialami oleh sekitar 1,80 persen penduduk umur 2 tahun ke atas pada tahun 2015 yang tersebar di semua wilayah di Jakarta. Jumlah ini terdiri dari mereka yang selalu mengalami kesulitan/gangguan mengingat atau berkonsentrasi 0,16 persen, seringkali mengalami Profil Penduduk DKI Jakarta Hasil SUPAS

47 kesulitan/gangguan mengingat atau berkonsentrasi 0,31 persen, dan sisanya 1,33 persen sedikit mengalami kesulitan mengingat atau berkonsentrasi. Tabel 5.5 Persentase Penduduk 2 Tahun ke Atas menurut Tingkat Kesulitan/Gangguan Mengingat/Berkonsentrasi dan Kabupaten/Kota di DKI Jakarta, 2015 Kabupaten/Kota Jenis Kesulitan/Gangguan Mengingat/ Berkonsentrasi Jumlah % N (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) 1. Kepulauan Seribu , Jakarta Selatan ,112, Jakarta Timur ,726, Jakarta Pusat , Jakarta Barat ,366, Jakarta Utara ,685,403 DKI Jakarta ,798,575 Sumber: SUPAS2015 Keterangan : 1. Ya, selalu mengalami kesulitan 2. Ya, seringkali mengalami kesulitan 3. Ya, sedikit mengalami kesulitan 4. Tidak mengalami kesulitan Mereka yang tidak mengalami kesulitan/gangguan mengingat atau berkonsentrasi seluruhnya mencapai 98,20 persen, dengan jumlah tertinggi di Kota Jakarta Timur mencapai 98,78 persen. Apabila diperhatikan menurut wilayah tampak jumlah penduduk yang tidak mengalami kesulitan mengingat/berkonsentrasi sudah di atas 98 persen, kecuali di Kota Jakarta Pusat sebesar 97,27 persen. Perhatian pemerintah perlu ditujukan kepada mereka yang hampir selalu dan sering mengalami kesulitan dalam mengingat atau berkonsentrasi, sehingga keluhan mereka dapat dikurangi di masa yang akan datang. Gambar 5.3 menjelaskan bahwa mereka yang berumur 2 tahun ke atas dan selalu serta sering mengalami kesulitan/gangguan mengingat/berkonstrasi tersebar di semua wilayah di DKI Jakarta. Persentase penduduk yang sering mengalami kesulitan/gangguan jenis ini terbanyak di Kota Jakarta Pusat dan Kabupaten Kepulauan Seribu, masing-masing mencapai 0,61 persen dan 0,53 persen. Sedangkan mereka yang selalu mengalami kesulitan/gangguan jenis ini paling banyak di Kabupaten Kepulauan Seribu (0,24 (persen), dan Kota Jakarta Pusat dan Jakarta Barat yang masing-masing sebesar 0,22 persen. Penyebab seseorang mengalami kesulitan/gangguan mengingat/berkonsentrasi, antara lain karena depresi, kurang tidur, penyalahgunaan alkohol atau narkoba, perubahan hormon, dan menopause pada wanita. Penyebab lain misalnya karena gangguan fungsi Profil Penduduk DKI Jakarta Hasil SUPAS

48 tiroid, anemia, cidera kepala, demensia, dan juga karena penyakit stroke. Seseorang yang mengalami kesulitan/gangguan mengingat/berkonsentrasi kehidupan sosial, pekerjaaan, dan kualitas hidup secara keseluruhan. menyebabkan terganggunya Gambar 5.3 Persentase Penduduk 2 Tahun ke Atas yang Selalu dan Sering Mengalami Kesulitan/Gangguan Mengingat/Berkonsentrasi menurut Kabupaten/Kota di DKI Jakarta, ,53 0,61 0,24 0,10 0,38 0,20 0,14 0,32 0,22 0,22 0,25 0,31 0,16 0,16 Kepulauan Seribu Jakarta Selatan Sumber: SUPAS2015 f. Kesulitan/Gangguan Perilaku atau Emosional Istilah kesulitan emosional dan perilaku (emotional and behavioral difficulties) telah banyak digunakan secara luas. Terutama pada anak-anak, kebutuhan untuk menentukan apakah seorang anak mengalami kesulitan/gangguan jenis ini terkait dengan layanan pendidikan khusus bagi mereka. Beberapa hal yang diidentifikasikan turut berperan untuk terjadinya gangguan emotional dan perilaku antara lain faktor biologis, lingkungan atau keluarga, sekolah, dan masyarakat. Jakarta Timur Ya, Selalu mengalami kesulitan Tabel 5.6 Persentase Penduduk 2 Tahun ke Atas menurut Tingkat Kesulitan/Gangguan Perilaku dan atau Emosional dan Kabupaten/Kota di DKI Jakarta, 2015 Jenis Kesulitan/Gangguan Perilaku dan Kabupaten/Kota atau Emosional Jumlah % N (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) 1. Kepulauan Seribu , Jakarta Selatan ,112, Jakarta Timur ,726, Jakarta Pusat , Jakarta Barat ,366, Jakarta Utara ,685,403 DKI Jakarta ,798,575 Sumber: SUPAS 2015 Keterangan : 1. Ya, Selalu mengalami kesulitan 2. Ya, Seringkali mengalami kesulitan Jakarta Pusat Jakarta Barat Jakarta Utara Ya, Seringkali mengalami kesulitan DKI Jakarta 3. Ya, sedikit mengalami kesulitan 4. Tidak Mengalami kesulitan Profil Penduduk DKI Jakarta Hasil SUPAS

49 Jumlah penduduk umur 2 tahun ke atas yang menyatakan mengalami kesulitan/perilaku dan atau emosional pada tahun 2015 mencapai 1,16 persen. Jumlah ini terdiri dari mereka yang selalu mengalami kesulitan/gangguan perilaku/emosional (0,08 persen), seringkali mengalami kesulitan/gangguan perilaku/emosional (0,15 persen), dan sedikit mengalami kesulitan/gangguan (0,93 persen) yang tersebar di semua wilayah di DKI Jakarta. Jumlah penduduk yang tidak mengalami kesulitan/gangguan perilaku/emosional seluruhnya mencapai 98,84 persen, dengan persentase tertinggi di Kota Jakarta Timur (99,43 persen) dan terendah di Kota Jakarta Pusat (97,81 persen). Persentase penduduk yang menyatakan selalu mengalami kesulitan atau gangguan perilaku/emosional menurut wilayah berkisar antara 0,03 hingga 0,11 persen. Persentase terendah ada di Kabupaten Kepulauan Seribu (0,03 persen), dan tertinggi di Kota Jakarta Utara (0,11 persen). Persentase penduduk yang seringkali mengalami kesulitan/gangguan perilaku/emosional paling banyak di Kota Jakarta Pusat dan Kabupaten Kepulauan Seribu, masing-masing sebesar 0,43 persen, dan terendah di Kota Jakarta Utara 0,07 persen. Kota Jakarta Pusat merupakan kota dengan persentase tertinggi jumlah penduduk yang sedikit mengalami kesulitan/gangguan perilaku dan atau emosional, sebesar 1,64 persen. g. Kesulitan/Gangguan Berbicara/Berkomunikasi Kemampuan berbicara dan berkomunikasi merupakan dua hal yang sangat penting dalam kegiatan sehari-hari, sehingga gangguan/kesulitan dalam berbicara maupun memahami dapat mengganggu aktivitas penting sehari-hari. Berbicara dan berkomuniasi berkaitan erat dengan kegiatan menyampaikan pesan kepada orang lain dengan bahasa lisan. Jumlah penduduk DKI Jakarta pada tahun 2015 yang menyatakan mengalami kesulitan/gangguan berbicara/berkomunikasi seluruhnya 1,13%. Jumlah ini terdiri dari mereka yang sama sekali tidak bisa berbicara/berkomunikasi kepada orang lain (0,11 persen), mereka yang menyatakan banyak mengalami kesulitan/gangguan sebesar 0,25 persen, dan sisanya adalah mereka yang sedikit mengalami kesulitan/gangguan sebesar 0,77 persen. Persentase jumlah penduduk umur 2 tahun ke atas yang tidak mengalami gangguan/kesulitan berbicara/berkomunikasi seluruhnya mencapai 98,87 persen. Hampir seluruh wilayah perentasenya sudah mencapai 99 persen, kecuali Kota Jakarta Pusat yang hanya 98,40 persen penduduk. Profil Penduduk DKI Jakarta Hasil SUPAS

50 Sumber: SUPAS 2015 Tabel 5.7 Persentase Penduduk 2 Tahun ke Atas menurut Tingkat Kesulitan/Gangguan Berbicara/Memahami dan Kabupaten/Kota di DKI Jakarta, 2015 Jenis Kesulitan/Gangguan Kabupaten/Kota Berbicara/Berkomunikasi/Memahami Jumlah % (1) (2) (3) (4) (5) (6) 1. Kepulauan Seribu Jakarta Selatan Jakarta Timur Jakarta Pusat Jakarta Barat Jakarta Utara DKI Jakarta Keterangan : 1. Ya, Sama sekali tidak bisa memahami/dipahami/berkomunikasi 2. Ya, banyak mengalami kesulitan 3. Ya, sedikit mengalami kesulitan 4. Ya, sedikit mengalami kesulitan Grafik 5.4 menunjukan secara keseluruhan penduduk 2 tahun keatas yang mengalami kesulitan/gangguan berbicara/memahami jumlahnya, paling banyak terdapat di Kota Jakarta Pusat (1,60 persen), dan Kota Jakarta Selatan ( 1,45 persen). Kabupaten Kepulauan Seribu (0,99 persen) dan Kota Jakarta Timur (0,81 persen) mempunyai persentase penduduk yang mengalami kesulitan yang relatif kecil. Grafik 5.4 Persentase Penduduk 2 Tahun ke Atas yang Mengalami Kesulitan/Gangguan Berbicara/Memahami menurut Kabupaten/Kota di DKI Jakarta, ,45 1,60 0,81 0,99 1,01 1,13 1,16 Jakarta Timur Kepulauan Seribu Jakarta Barat DKI Jakarta Jakarta Utara Jakarta Selatan Jakarta Pusat Sumber: SUPAS 2015 Profil Penduduk DKI Jakarta Hasil SUPAS

51 h. Kesulitan/Gangguan Mengurus Diri Sendiri Mereka yang sama sekali tidak bisa mengurus diri sendiri berarti sangat membutuhkan bantuan orang lain dalam melakukan kegiatan sehari-hari seperti makan, mandi, dan lain sebagainya. Jumlahnya paling banyak terdapat di Kota Jakarta Pusat (0,27 persen), dan paling sedikit di Jakarta Timur (0,13 persen). Sedangkan mereka yang banyak kesulitan dalam mengurus diri sendiri paling banyak terdapat di Kabupaten Kepulauan Seribu (0,37 persen) dan terendah di Jakarta Pusat (0,07 persen). Gambar 5.5 Persentase Penduduk 2 Tahun ke Atas menurut Kesulitan/Gangguan Mengurus Diri Sendiri dan Kabupaten/Kota di DKI Jakarta, ,15 0,14 0,13 Sumber: SUPAS 2015 Tabel 5.8 Persentase Penduduk 2 Tahun ke Atas menurut Tingkat Kesulitan/Gangguan Mengurus Diri Sendiri dan Kabupaten/Kota di DKI Jakarta, 2015 Jenis Kesulitan/Gangguan Mengurus Diri Kabupaten/Kota Sendiri Jumlah % N (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) 1. Kepulauan Seribu , Jakarta Selatan ,112, Jakarta Timur ,726, Jakarta Pusat , Jakarta Barat ,366, Jakarta Utara ,685,403 DKI Jakarta ,798,575 Sumber: SUPAS 2015 Keterangan : 0,37 Kepulauan Seribu 0,29 Jakarta Selatan Jakarta Timur 0,27 0,09 0,07 Jakarta Pusat 1. Ya, sama sekali tidak bisa mengurus diri sendiri 2. Ya, banyak kesulitan/ seringkali mengalami kesulitan 3. Ya, sedikit mengalami kesulitan 4. Tidak mengalami kesulitan Profil Penduduk DKI Jakarta Hasil SUPAS ,18 Jakarta Barat 0,15 Ya, sama sekali tidak bisa mengurus diri sendiri 0,21 Jakarta Utara Ya, Banyak kesulitan/ seringkali mengalami kesulitan 0,11 0,17 0,15 DKI Jakarta

52 6. PENDIDIKAN Profil Penduduk DKI Jakarta Hasil SUPAS

53 6.1. Tren Pencapaian Hasil Pembangunan Pendidikan Sumber daya manusia (SDM) merupakan faktor yang sangat penting dalam pembangunan. Negara dengan kualitas SDM yang baik akan mempunyai peluang yang lebih besar untuk memenangkan persaingan di percaturan perekonomian global. Pendidikan merupakan salah satu pilar yang diperlukan dalam pembentukan kualitas SDM. Oleh karena itu pembangunan bidang pendidikan perlu mendapatkan perhatian yang serius dari pemerintah dan masyarakat agar mampu meningkatkan kualitas SDM bangsa ini. Dalam menghadapi era globalisasi, SDM yang andal, tangguh, dan mampu berkompetisi dengan bangsa lain sangat diperlukan agar bangsa kita dapat berdiri sejajar dengan bangsa-bangsa lain di dunia ini. Peningkatan kualitas SDM melalui bidang pendidikan, diwujudkan pemerintah melalui berbagai kebijakan, antara lain pelaksanaan program wajib belajar (Wajar) 6 tahun yang telah dilaksanakan sejak tahun 1984, kemudian ditingkatkan dengan Wajar Pendidikan Dasar 9 tahun pada tahun Dalam kurun waktu 2 dasawarsa, dampak positif dari program wajib belajar telah mampu mengurangi angka buta huruf dan meningkatkan angka partisipasi sekolah. Pada tahun 2012, Pemprov DKI Jakarta menggulirkan kebijakan wajib belajar 12 tahun, yang artinya siswa SMA sederajat mendapat subsidi dari pemerintah dalam hal pembiayaan pendidikannya. Kebijakan ini diimplementasikan dengan kebijakan SPP gratis pada SMA sederajat negeri. Kebijakan ini berimplikasi pada semakin banyak penduduk usia sekolah yang duduk di bangku sekolah, dan secara tidak langsung hal ini turut memberi kontribusi pada penundaan usia anak-anak dalam memasuki bursa lapangan pekerjaan. Melalui program ini diharapkan jumlah penduduk usia sekolah yang buta huruf semakin berkurang dan semakin tinggi rata-rata tingkat pendidikan masyarakat. Pada akhirnya, melalui pemerataan pendidikan diharapkan dapat meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan penduduk secara keseluruhan. Salah satu keberhasilan program pendidikan ditunjukkan dengan semakin berkurangnya tingkat buta huruf penduduk secara umum. Tingkat buta huruf adalah indikator yang menggambarkan proporsi penduduk yang tidak bisa membaca dan menulis terhadap jumlah seluruh penduduk. Kemampuan baca tulis merupakan pengetahuan minimum yang dibutuhkan oleh penduduk untuk dapat mengembangkan sumber daya yang dimiliki setiap individu. Berkaitan dengan ini, pemerintah berusaha agar seluruh penduduk bebas buta aksara. Usaha Pemerintah selama ini antara lain diwujudkan dengan program Profil Penduduk DKI Jakarta Hasil SUPAS

54 wajib belajar melalui jalur pendidikan formal dan program kejar Paket A dan B melalui jalur pendidikan informal di segala lapisan masyarakat, baik terhadap penduduk laki-laki maupun perempuan. Tabel 6.1 Persentase Penduduk Usia 5 Tahun ke Atas menurut Kabupaten/Kota serta Kemampuan Membaca dan Menulis di DKI Jakarta, 2015 Kabupaten/Kota Bisa Membaca Menulis Latin Bukan Latin Buta Huruf (1) (2) (3) (4) 1. Kepulauan Seribu 94,59 0,16 5,25 2. Jakarta Selatan 97,94 0,12 1,94 3. Jakarta Timur 97,25 0,08 2,66 4. Jakarta Pusat 97,49 0,04 2,47 5. Jakarta Barat 96,40 0,22 3,38 6. Jakarta Utara 95,56 0,07 4,37 DKI Jakarta 96,92 0,12 2,96 Sumber: SUPAS2015 Secara total, tingkat buta huruf di DKI Jakarta mencapai 2,96 persen dari 9,26 juta penduduk usia 5 tahun ke atas. Jika dilihat menurut kabupaten/kota, tingkat buta huruf penduduk usia 5 tahun ke atas tertinggi di DKI Jakarta terdapat di Kabupaten Kepulauan Seribu, yakni sebesar 5,25 persen dari jumlah penduduk 20,6 ribu orang. Kemudian urutan berikutnya yakni tertinggi kedua, terdapat di Jakarta Utara, dengan angka buta huruf sebesar 4,37 persen dari 1,59 juta orang. Jakarta Selatan menempati posisi terendah dengan angka buta huruf sebesar 1,94 persen dari hampir 2 juta orang (Tabel 6.1 dan Gambar 6.1). Tampaknya kondisi sosial ekonomi di masing-masing wilayah sangat berpengaruh pada tinggi rendahnya angka buta huruf. Hal ini akan terlihat jika dikaitkan dengan rata-rata tingkat pendidikan berdasarkan wilayah, yang akan diulas pada bagian berikutnya. informal, dan lain-lain, atau pendatang yang berpendidikan tinggi seperti tenaga terampil dari daerah lain atau bahkan dari negara lain. Pemerintah telah bertekad untuk menangani masalah penduduk buta aksara secara tuntas. Jumlah buta aksara masih potensial untuk meningkat sebagai ekses masalah Namun demikian jika dibandingkan dengan provinsi lain secara nasional, angka buta huruf di DKI Jakarta relatif rendah, bahkan sudah masuk dalam kategori hard rock, yaitu sulit untuk diturunkan, dan cenderung berfluktuatif di sekitar angka tersebut. Kenaikan dan penurunan angka buta huruf yang terjadi lebih dipengaruhi oleh migrasi. Misalnya masuknya pendatang yang berpendidikan rendah seperti pramuwisma, pekerja sektor Profil Penduduk DKI Jakarta Hasil SUPAS

55 Gambar 6.1 Angka Buta Huruf Penduduk Usia 5 Tahun ke Atas menurut Kabupaten/Kota di DKI Jakarta, ,25 Kepulauan Seribu Sumber: SUPAS2015 1,94 masalah sosial-ekonomi yang berakibat pada putus sekolah anak-anak kelas 1-3 SD/MI/sederajat. Oleh karena itu, program pendidikan keaksaraan menempati peran strategis karena diharapkan dapat mengatasi masalahmasalah fundamental sumber daya manusia yang menyangkut berbagai aspek kepentingan. Berbagai kebijakan pemerintah di bidang pendidikan seperti pemberian Bantuan Operasional Sekolah (BOS), Bantuan Operasional Pendidikan (BOP), Beasiswa untuk siswa miskin (BSM), dan program bantuan lainnya ditujukan untuk menekan angka putus sekolah, yang akhirnya akan berdampak pada penurunan angka buta huruf secara umum. Pada Kepemimpinan Gubernur Joko Widodo yang dilanjutkan oleh Gubernur penerus Basuki Cahaya Purnama ( ), digulirkan program Kartu Jakarta Pintar (KJP) yang bertujuan membantu siswa tidak mampu untuk membiayai kebutuhan sekolah seperti membeli buku, pakaian seragam, dan uang saku/transport. Program ini diharapkan memacu para siswa dari keluarga tidak mampu untuk tetap melanjutkan sekolah hingga jenjang yang lebih tinggi. Pada akhirnya kebijakan ini akan berdampak pada peningkatan kualitas sumber daya manusia di masa mendatang Partisipasi Sekolah Salah satu indikator pendidikan yang menggambarkan tingkat partisipasi penduduk dalam pendidikan adalah Angka Partisipasi Sekolah (APS). APS menggambarkan proporsi penduduk yang masih sekolah pada jenjang pendidikan tertentu (misalnya SD) terhadap penduduk usia sekolah yang bersangkutan. Penduduk kelompok usia sekolah SD adalah 7-12 tahun, usia sekolah SLTP adalah tahun dan usia sekolah SLTA adalah tahun. Jika APS mencapai angka 100, artinya semua anak usia 7-12 tahun sudah berpartisipasi dalam pendidikan formal. Indikator ini diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai kualitas sumber daya manusia yang potensial di masa datang. Semakin banyak penduduk yang berpartisipasi dalam pendidikan, peluang untuk meningkatkan kualitas SDM di masa datang juga semakin besar. 2,66 2,47 3,38 4,37 Jakarta Selatan Jakarta Timur Jakarta Pusat Jakarta Barat Jakarta Utara Profil Penduduk DKI Jakarta Hasil SUPAS

56 Pada tahun 2015, APS penduduk DKI Jakarta secara umum menunjukkan hasil yang menggembirakan, baik pada perempuan maupun laki-laki. Hal ini ditunjukkan dengan tingginya APS pada kelompok usia 7-12 tahun dan tahun. APS pada kedua kelompok usia ini berada di atas 90 persen. Artinya hampir seluruh penduduk usia sekolah sudah berpartisipasi dalam pendidikan, dan diharapkan nantinya angka partisipasi ini bisa mencapai 100 persen. Karena dengan meningkatnya partisipasi sekolah, diharapkan dapat pula meningkatkan human capital bangsa ini di masa mendatang. Semakin tinggi jenjang pendidikan, angka partisipasi sekolah terlihat semakin kecil. Kondisi ini menunjukkan bahwa keluarga yang kemampuan ekonominya terbatas, ada kecenderungan tidak menyekolahkan anaknya pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Alasan utamanya adalah karena ketidakmampuan dalam pembiayaan pendidikan, di samping alasan lain seperti anak tidak minat sekolah, transportasi, dan sebagainya. APS pada kelompok usia 7-12 tahun sebesar 94,03 persen, artinya dari 100 anak pada kelompok usia 7-12 tahun sebanyak 94 anak duduk di bangku sekolah, sisanya 6 anak tidak bersekolah. APS pada kelompok tahun sebanyak 92,62 persen, artinya masih ada sekitar 7 orang anak usia tahun yang tidak bersekolah. Pada kelompok usia tahun, APSnya jauh lebih rendah dibandingkan APS pada kelompok usia 7-12 dan tahun, yakni 67,10 persen. Ini berarti dari 100 anak usia tahun masih ada sekitar 33 anak yang tidak bersekolah. Gambar 6.2 Angka Partisipasi Sekolah (APS) Penduduk Usia Sekolah menurut Jenis Kelamin di DKI Jakarta, ,83 94,03 94,24 93,31 91,92 92,62 Differensiasi jenis kelamin memperlihatkan, APS perempuan lebih tinggi dibandingkan APS laki-laki pada kelompok usia 7-12 tahun dan tahun. Sebagai gambaran APS laki-laki untuk kelompok umur 7-12 tahun sebesar 93,83 persen, sementara perempuan mencapai 94,24 persen. Begitu pula APS pada kelompok usia tahun pada laki-laki sebesar 67,36 persen, sedangkan pada perempuan sebesar 66,85 persen. Pada kelompok usia tahun, APS laki-laki lebih tinggi daripada APS perempuan, yakni lakilaki sebesar 93,31 persen, sedangkan APS perempuan 91,92 persen Sumber: SUPAS 67,36 66,85 67, th th th Laki-laki Perempuan Total Profil Penduduk DKI Jakarta Hasil SUPAS

57 Indikator pendidikan lainnya yang menggambarkan tingkat partisipasi penduduk dalam pendidikan adalah Angka Partisipasi Kasar. Angka Partisipasi Kasar/APK (Gross Enrollment Ratio/GER) menggambarkan proporsi penduduk yang sekolah di jenjang pendidikan tertentu, misalnya SD (tanpa melihat usianya) terhadap total penduduk usia 7-12 tahun. Penghitungan yang serupa dilakukan untuk mendapatkan APK di tingkat SLTP dan SLTA. Dari Tabel 6.2 tampak bahwa APK menurut jenjang pendidikan memiliki pola semakin tinggi jenjang pendidikan semakin rendah nilai APKnya. Kondisi ini berlaku di seluruh wilayah kabupaten/kota di DKI Jakarta. APK pada jenjang pendidikan SD sebesar 103,94. Artinya penduduk yang bersekolah di SD tidak hanya penduduk yang usianya 7-12 tahun, tetapi juga penduduk yang usianya di bawah 7 tahun, dan penduduk yang usianya di atas 12 tahun (alasan mengulang atau terlambat masuk). Sementara APK pada jenjang SLTP sebesar 84,38 persen, menunjukkan masih ada penduduk usia tahun yang tidak bersekolah pada jenjang pendidikan SLTP. Hal ini bisa terjadi, karena mereka masih duduk di bangku SD, atau bahkan sudah duduk di bangku SLTP. Hal yang sama juga terjadi pada APK di jenjang pendidikan SLTA, nilainya kurang dari 100 persen, yakni 74,20 persen. Penjelasannya serupa dengan APK pada jenjang SLTP, pada usia tahun, masih ada penduduk yang sekolah di bangku SLTA dan juga yang sudah bersekolah pada jenjang pendidikan tinggi (Diploma ke atas). Tabel 6.2 Angka Partisipasi Kasar (APK) menurut Kabupaten/Kota di DKI Jakarta, 2015 Kabupaten/Kota Angka Partisipasi Kasar (APK) SD SLTP SLTA (1) (2) (3) (4) 1. Kepulauan Seribu 109,28 92,61 71,37 2. Jakarta Selatan 105,83 82,27 78,15 3. Jakarta Timur 105,48 86,20 75,70 4. Jakarta Pusat 105,04 85,31 72,76 5. Jakarta Barat 103,67 79,22 75,09 6. Jakarta Utara 98,48 90,70 67,07 Sumber: SUPAS2015 DKI Jakarta 103,94 84,38 74,20 Apabila diamati menurut wilayah kabupaten/kota, tampak bahwa seluruh wilayah memiliki APK pada jenjang SD, di atas 100 persen, kecuali Jakarta Utara. APK SD tertinggi terdapat di Kepulauan Seribu (109,28 persen) dan APK SD terendah terdapat di Jakarta Profil Penduduk DKI Jakarta Hasil SUPAS

58 Utara, yaitu 98,48 persen. Sementara APK SD pada wilayah lainnya berkisar antara 103 persen hingga 105 persen. Gambar 6.3 berikut ini memberikan gambaran secara visual perbandingan APK SD menurut Kabupaten/Kota. Gambar 6.3 Angka Partisipasi Kasar (APK) Jenjang Pendidikan SD menurut Kabupaten/Kota di DKI Jakarta, ,28 Sumber : SUPAS ,83 105,48 105,04 103,67 98,48 Kep Seribu Jaksel Jaktim Jakpus Jakbar Jakut Gambar 6.4 Angka Partisipasi Kasar (APK) Jenjang Pendidikan SLTP dan SLTA menurut Kabupaten/Kota di DKI Jakarta, ,61 71,37 Kep Seribu Sumber : SUPAS ,2 82,27 78,15 75,7 85,31 72,76 79,22 75,09 90,7 Jaksel Jaktim Jakpus Jakbar Jakut 67,07 SLTP SLTA Pada jenjang pendidikan SLTP, nilai APK pada seluruh wilayah kabupaten/kota berada di bawah 100 persen. Gambar 6.4 memperlihatkan bahwa APK SLTP tertinggi terdapat di Kepulauan Seribu sebesar 92,61 persen dan terendah di Jakarta Barat sebesar 79,22 persen. Sama halnya dengan APK pada jenjang SLTP, pada jenjang pendidikan SLTA, nilai APK pada seluruh wilayah kabupaten/kota berada di bawah 100 persen. Gambar 6.4 menunjukkan bahwa APK SLTA tertinggi terdapat di Jakarta Selatan sebesar 78,15 persen. dan terendah di Jakarta Utara sebesar 67,07 persen. Rendahnya APK di jenjang SLTP dan SLTA dibandingkan APK jenjang SD menunjukkan bahwa pada jenjang SLTP, banyak lulusan SD yang terpaksa tidak melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi. Begitu pula pada jenjang SLTA, banyak lulusan SLTP yang tidak melanjutkan ke jenjang SLTA. Kondisi ini terjadi terutama karena kesulitan biaya. Hal ini memberikan indikasi bahwa masih ada siswa yang berusia lebih tua dan yang berusia lebih muda dari kelompok usia yang semestinya dalam setiap jenjang pendidikan (overage dan underage). Hal ini dapat terjadi, antara lain karena banyak keluarga kurang mampu yang terlambat/menunda menyekolahkan anaknya, walaupun anak tersebut telah memasuki usia sekolah, karena alasan ekonomi. Sehingga masih cukup banyak anak usia di Profil Penduduk DKI Jakarta Hasil SUPAS

59 atas 12 tahun yang masih sekolah di SD. Kondisi ini yang mempengaruhi naik turunnya persentase APK pada setiap jenjang pendidikan Tingkat Pendidikan Sebagaimana telah diuraikan sebelumnya bahwa tingkat pendidikan sangat berpengaruh terhadap peningkatan kualitas sumber daya manusia. Dengan tingkat pendidikan yang relatif tinggi, seseorang akan dapat lebih mudah mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan menyerap kemajuan teknologi. Sebagai sumber daya manusia yang berkualitas, penduduk tamatan pendidikan tinggi diharapkan mampu meningkatkan produktivitasnya sebagai tenaga kerja. Selanjutnya peningkatan produktivitas seseorang dalam kegiatan ekonomi diharapkan mampu meningkatkan kesejahteraan hidupnya. Kondisi ini akan berimplikasi pada kesejahteraan masyarakat secara umum. Pada tahun 2015, tingkat pendidikan penduduk DKI Jakarta secara umum menunjukkan hasil yang menggembirakan. Hal ini dikarenakan semakin rendahnya persentase penduduk yang berpendidikan rendah (SD ke bawah), dan semakin tinggi persentase penduduk yang berpendidikan tinggi (di atas SLTA). Secara umum, penduduk yang berpendidikan SLTA ke bawah, terus mengalami penurunan dari tahun ke tahun, sementara itu penduduk yang berpendidikan tinggi (Diploma I ke atas) terus mengalami peningkatan. Tabel 6.3 Persentase Penduduk Usia 10 Tahun ke Atas menurut Tingkat Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan dan Kabupaten/Kota di DKI Jakarta, 2015 Tidak SD SLTP SLTA S2/ Kab/Kota punya sederajarajarajat sede- sede- D1-D3 S1/S4 Total S3 ijasah (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) 1. Kepulauan Seribu Jakarta Selatan Jakarta Timur Jakarta Pusat Jakarta Barat Jakarta Utara DKI Jakarta Sumber: SUPAS 2015 Profil Penduduk DKI Jakarta Hasil SUPAS

60 Penduduk usia 10 tahun ke atas di DKI Jakarta mayoritas menyelesaikan pendidikannya hingga tingkat SLTA (39,53 persen). Sebanyak 11,37 persen penduduk tidak memiliki ijasah, baik dikarenakan mereka tidak pernah sekolah, atau sudah sekolah tetapi tidak lulus SD. Sebanyak 15,75 persen penduduk usia 10 tahun ke atas hanya mampu menamatkan pendidikan hingga tingkat SD. Penduduk Gambar 6.5 Persentase Penduduk Usia 10 Tahun ke Atas menurut Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan di DKI Jakarta, 2015 yang mampu menamatkan pendidikan hingga jenjang SLTP/sederajat sebanyak 18,11 persen. Penduduk yang mampu menamatkanpendidikan hingga jenjang Perguruan Tinggi (D1 ke atas) sebanyak 15,26 persen. Gambar 6.5 menunjukkan persentase penduduk usia 10 tahun ke atas berdasarkan jenjang pendidikan yang ditamatkan dan kabupaten/kota. Apabila diamati menurut wilayah kabupaten/kota, rata-rata tingkat pendidikan masyarakatnya sama dengan pola pendidikan di tingkat provinsi. Artinya sebagian besar penduduk di masing-masing kabupaten/kota merupakan tamatan SLTA. Penduduk yang mampu menamatkan pendidikannya hingga jenjang pendidikan tinggi relatif masih sedikit, yaitu berkisar antara 5,6 persen (Kepulauan Seribu) hingga 13,47 persen (Jakarta Selatan). Rata-rata tingkat pendidikan di suatu wilayah terkait erat dengan kondisi sosial ekonomi dari masing-masing wilayah yang bersangkutan. Sebagai gambaran, Kota Jakarta Selatan yang memiliki persentase tertinggi pada penduduknya yang tamat S1 ke atas, secara faktual kondisi sosial dan ekonominya relatif lebih baik di antara penduduk di wilayah lainnya. Di wilayah ini banyak pemukiman elit, pusat-pusat perkantoran, dan tingginya aktivitas ekonomi formal, yang secara langsung memicu tingginya pertubuhan ekonomi di wilayah ini. Implikasinya daya beli masyarakat di wilayah ini lebih tinggi dibandingkan dengan wilayah lainnya. Akibatnya kemampuan mereka membelanjakan pendapatan untuk sektor pendidikan juga lebih baik dibandingkan wilayah lainnya, hal ini pada gilirannya meningkatkan rata-rata tingkat pendidikan masyarakat di Jakarta Selatan Sumber : SUPAS2015 Sebaliknya Kepulauan Seribu dengan tingkat pendidikan yang terendah dibandingkan wilayah lainnya, sangat dipengaruhi oleh karakeristik masyarakatnya. Persentase penduduk 11,37 15,75 18,11 Total 39,53 4,61 10,65 Tdk/blm tmt SD SD SLTP SLTA D1-D3 Profil Penduduk DKI Jakarta Hasil SUPAS

61 miskin yang paling tinggi di DKI Jakarta terdapat di wilayah Kepulauan Seribu (yakni sekitar 11 persen), sebagian besar penduduknya memiliki mata pencaharian di sektor pertanian, yaitu sebagai nelayan, yang pendapatannya relatif rendah dibandingkan pendapatan pekerja di sektor formal. Selain itu kondisi geografis di Kepulauan Seribu relatif sulit, karena antara pulau yang satu dengan pulau yang lainnya hanya dapat ditempuh dengan menggunakan transportasi air. Dengan demikian untuk menempuh pendidikan ke janjang yang lebih tinggi terkendala kesulitan geografis, karena tidak semua pulau memiliki fasilitas pendidikan yang lengkap dari SD hingga perguruan tinggi. Kondisi ini turut memberikan kontribusi pada rendahnya rata-rata tingkat pendidikan masyarakat secara umum di wilayah ini. Profil Penduduk DKI Jakarta Hasil SUPAS

62 7. PERUMAHAN Profil Penduduk DKI Jakarta Hasil SUPAS

63 Perumahan Kebutuhan dasar (basic needs) bagi manusia adalah sandang, pangan, dan juga papan atau perumahan. Maslow, seorang ahli ekonomi terkemuka, mengemukakan bahwa salah satu kebutuhan dasar manusia yang harus dipenuhi adalah tersedianya rumah sebagai tempat berlindung dari segala cuaca, apakah itu panas, dingin, hujan ataupun angin. Pada perkembangannya, rumah tidak hanya berfungsi sebagai tempat berlindung, tetapi juga sebagai tempat tinggal. Sebagai tempat tinggal, aspek kesehatan dan kenyamanan bahkan estetika, bagi sekelompok masyarakat tertentu, merupakan suatu konsideran yang sangat menentukan dalam pemilihan rumah. Semakin lengkap aspek-aspek tersebut dipenuhi, semakin tinggi kualitas rumah tinggal tersebut. Selain pemenuhan aspek-aspek tersebut, kualitas rumah tinggal juga ditentukan oleh kualitas bahan bangunan serta fasilitas yang digunakan untuk aktivitas kehidupan seharihari. Semakin tinggi kualitas bahan bangunan rumah serta fasilitas yang digunakan, mencerminkan semakin tinggi tingkat kesejahteraan penghuninya. Sebab itu, kualitas dan fasilitas lingkungan perumahan memberikan sumbangan pada kenyamanan hidup seharihari. Yang dimaksud dengan fasilitas rumah adalah luas lantai yang dipergunakan, sumber dan penggunaan air, jenis penerangan rumah, serta penanganan tempat pembuangan air besar/kotoran Status Kepemilikan/Penguasaan Bangunan Tempat Tinggal Jumlah rumah tangga di DKI Jakarta berdasarkan hasil SUPAS 2005 sebanyak rumah tangga meningkat menjadi rumah tangga pada tahun 2015 (SUPAS2015), meningkat sebanyak rumah tangga atau sebesar 21 persen. Dari jumlah tersebut, sebagian besar menempati rumah dengan status bangunan milik sendiri, yaitu milik kepala rumah tangga atau salah satu anggota rumah tangga yang lain. Pada tahun 2015, jumlah rumah tangga yang menempati bangunan tempat tinggal milik sendiri mencapai 55,24 persen, meningkat 0,64 persen dibanding tahun 2005 yang sebesar 54,60 persen. Sementara itu jumlah rumah tangga yang menempati rumah dengan status kontrak mengalami penurunan dari 27,43 persen pada tahun 2005 menjadi 19,22 persen pada tahun Penurunan jumlah rumah tangga yang menempati status kontrak ini diikuti dengan meningkatnya jumlah rumah tangga yang menempati status rumah sewa dari 6,15 persen pada tahun 2005 menjadi 14,33 persen pada tahun Jumlah rumah tangga yang menempati bangunan dengan status lainnya seperti menempati rumah dinas, rumah Profil Penduduk DKI Jakarta Hasil SUPAS

64 bersama, rumah saudara/famili relatif sama, yaitu sebesar 11,82 persen pada tahun 2005 dan 11,21 persen tahun Gambar 7.1 Persentase Rumah Tangga menurut Status Kepemilikan/Penguasaan Bangunan Tempat Tinggal di DKI Jakarta, 2005 dan ,60 55,24 27,43 6,15 14,33 19,22 11,82 11,21 Milik Sendiri Sewa Kontrak Lainnya Sumber: SUPAS2005, SUPAS Kondisi Bangunan Tempat Tinggal a. Jenis Lantai Terluas Jenis lantai dengan kualitas bagus seperti keramik/marmer/granit digunakan oleh sebagian besar rumah tangga di DKI Jakarta, baik pada tahun 2005 maupun Pada tahun 2005 jenis lantai tersebut baru digunakan oleh sebanyak 60,34 persen rumah tangga, namun pada tahun 2015 sudah meningkat menjadi hampir 80 persen rumah tangga. Meningkatnya jumlah rumah tangga yang menggunakan lantai keramik/marmer/granit diikuti oleh menurunnya jumlah rumah tangga dengan jenis lantai ubin/tegel/teraso dari 24,56 persen menjadi hampir 13 persen, dan juga menurunnya jumlah rumah tangga dengan jenis lantai semen/bata merah dari 12,66 persen pada tahun 2005 menjadi 5,32 persen tahun Untuk jenis lantai lainnya relatif tidak mengalami perubahan yaitu sekitar 2,44 persen pada tahun 2005 dan 2,52 tahun Jenis lantai rumah mampu menunjukkan tingkat kesejahteraan penghuni rumah, dengan demikian semakin banyak rumah tangga yang menggunakan jenis lantai dengan kualitas bagus menunjukkan semakin banyak rumah tangga yang meningkat kesejahteraannya. Profil Penduduk DKI Jakarta Hasil SUPAS

65 Gambar 7.2 Persentase Rumah Tangga menurut Jenis Lantai Terluas di DKI Jakarta, 2005 dan ,66 2,44 5,32 2, ,88 24,56 60,34 79,29 Keramik/Marmer/granit Semen/Bata Merah Ubin/Tegel/Teraso Lainnya Keramik/Marmer/granit Semen/Bata Merah Ubin/Tegel/Teraso Lainnya Sumber: SUPAS2005, SUPAS2015 b. Jenis Dinding Terluas Dinding merupakan batas luar dari suatu rumah. Jenis dinding dibedakan menjadi dinding tembok, kayu, dan lainnya. Salah satu kriteria rumah layak huni adalah bangunan rumah dengan jenis dinding bukan kayu atau lainnya. Semenjak tahun 2005, lebih dari 90 persen rumah tangga yang tinggal di DKI Jakarta menempati rumah dengan dinding tembok. Pada tahun 2005 sebanyak 91,16 persen rumah tangga menggunakan dinding tembok, dan meningkat menjadi sekitar 94 persen tahun Jumlah rumah tangga dengan dinding kayu dan lainnya masih relatif banyak di DKI Jakarta, terutama pada rumah-rumah semi permanen yang mencapai hampir 9 persen pada tahun 2005 (rumah berdinding kayu sekitar 8 persen dan lainnya sekitar 1 persen). Seiring dengan meningkatnya jumlah rumah tangga dengan dinding tembok, jumlah rumah tangga dengan dinding kayu dan lainnya, menurun menjadi sebanyak 6 persen pada tahun Gambar 7.3 Persentase Rumah Tangga menurut Jenis Dinding Terluas di DKI Jakarta, 2005 dan ,02 0,82 5,06 0, ,16 93,99 Tembok Kayu Lainnya Tembok Kayu lainnya Sumber: SUPAS2005, SUPAS2015 Profil Penduduk DKI Jakarta Hasil SUPAS

66 Jenis dinding mampu menunjukkan tingkat kesejahteraan penghuninya, rumah tangga dengan dinding tembok relatif lebih sejahtera dibandingkan dengan rumah tangga dengan dinding kayu atau lainnya. Peningkatan jumlah rumah yang berdinding tembok mengindikasikan adanya peningkatan kesejahteraan rumah tangga di DKI Jakarta pada tahun 2015 dibanding tahun c. Jenis Atap Terluas Atap merupakan bagian teratas dari suatu bangunan tempat tinggal, dan bertujuan untuk melindungi dari panas dan dingin, dan juga untuk menahan benda atau kotoran yang jatuh ke dalam rumah. Seperti halnya bagian rumah yang lainnya, semakin bagus atap semakin sejahtera penghuninya. Jenis atap yang sering digunakan meliputi atap beton, kayu/sirap, genteng, dan asbes/seng/lainnya. Data hasil SUPAS2015 menunjukkan sebagian besar rumah tangga di DKI Jakarta lebih banyak menggunakan atap asbes/seng/lainnya yang jumlahnya mencapai 58,26 persen, disusul oleh atap genteng sebesar 37,38 persen, dan atap beton 3,63 persen. Tabel 7.1 Persentase Rumah Tangga menurut Jenis Atap Terluas di DKI Jakarta, 2005 dan 2015 Jenis Atap Terluas (1) (2) (3) Beton 2,57 3,63 Kayu/Sirap 1,38 0,72 Genteng 64,67 37,38 Asbes/Seng/Lainnya 31,38 58,26 Sumber: SUPAS2005, SUPAS2015 Angka ini agak sedikit berbeda dengan hasil SUPAS 2005 dimana sebagian besar rumah tangga di DKI Jakarta masih menggunakan atap genteng yang jumlahnya mencapai 64,67 persen, atap asbes/seng/lainnya sebanyak 31,38 persen, dan atap beton sebanyak 2,57 persen. Baik pada tahun 2005 maupun 2015, masih ditemukan rumah tangga yang menggunakan atap kayu/sirap dengan jumlah rumah tangga sebanyak 1,38 persen pada tahun 2005, dan 0,72 persen tahun Penggunaan Bahan Bakar untuk Memasak Jenis bahan bakar yang digunakan untuk memasak oleh rumah tangga dibedakan menjadi listrik, gas, minyak tanah, dan arang/briket/batu bara/lainnya. Gas merupakan jenis bahan bakar yang banyak digunakan oleh rumah tangga di DKI Jakarta pada tahun Profil Penduduk DKI Jakarta Hasil SUPAS

67 Pada tahun 2005, jumlah rumah tangga yang menggunakan bahan bakar gas baru mencapai 25,71 persen, pada tahun 2015 meningkat menjadi 89,86 persen. Pada tahun 2005 bahan bakar utama yang digunakan untuk memasak rumah tangga di DKI Jakarta masih didominasi oleh minyak tanah yang mencapai 68,95 persen, menurun pada tahun 2015 menjadi 1,54 persen. Beralihnya sumber bahan bakar utama memasak dari minyak tanah ke gas terutama sejak dilakukannya konversi minyak tanah ke gas dan diberikannya subsidi tabung gas ke hampir seluruh masyarakat. Semenjak itu minyak tanah seperti menghilang dari pasaran dan harganya menjadi mahal. Gambar 7.4 Persentase Rumah Tangga menurut Bahan Bakar Utama untuk Memasak di DKI Jakarta, 2005 dan ,24 2,09 1,54 4,96 3,63 68,95 25,71 Listrik Gas Minyak Tanah Arang/Briket/Batu Bara/Lainnya Sumber: SUPAS2005, SUPAS ,86 Listrik Gas Minyak Tanah Arang/ Briket/ Batu Bara/ Lainnya Rumah tangga yang menggunakan listrik sebagai bahan bakar utama untuk memasak relatif sedikit jumlahnya, yaitu sebesar 3,63 persen pada tahun Jumlah ini mengalami peningkatan dibanding tahun 2005 yang mencapai 2,09 persen. Penggunaan listrik sebagai bahan bakar utama untuk memasak terutama pada rumah tangga yang memang menggunakan kompor listrik untuk memasak, atau pada rumah tangga yang tidak memasak masakan kecuali hanya memasak nasi menggunakan rice cooker Sumber Penerangan Utama Rumah Tangga Sumber penerangan untuk rumah tangga yang ideal adalah yang bersumber dari listrik, karena penerangan dari listrik mampu memberikan pencahayaan yang optimal. Profil Penduduk DKI Jakarta Hasil SUPAS

68 Tabel 7.2 Persentase Rumah Tangga menurut Sumber Penerangan Utama di DKI Jakarta, 2015 Sumber Penerangan Utama 2015 (1) (2) PLN Meteran PLN Non Meteran 4.91 Non PLN 0.04 Bukan Listrik 0.02 Sumber: SUPAS2015 Jumlah SUPAS 2015 menunjukkan hampir semua rumah tangga (99,98 persen) di DKI Jakarta telah menggunakan sumber penerangan utama listrik. Dari jumlah tersebut dibedakan menjadi listrik PLN Meteran yang digunakan oleh 95,03 persen rumah tangga, PLN Non Meteran 4,91 persen, dan Non PLN 0,04 persen. Listrik PLN Non Meteran digunakan pada rumah tangga yang tidak menggunakan meteran di rumah tangganya, misalnya menyalurkan listrik dari rumah tangga lain. Sumber penerangan listrik non PLN digunakan pada rumah tangga yang menggunakan generator set sebagai pembangkit tenaga listrik, misalnya seperti yang masih ditemui di Kabupaten Kepulauan Seribu Sumber Air Minum Utama Rumah Tangga Sumber air minum yang digunakan dibedakan menjadi air kemasan, air isi ulang, ledeng sampai rumah, ledeng eceran, pompa, sumur terlindung, dan lainnya. Hasil SUPAS 2015 menunjukkan sebagian besar rumah tangga di DKI Jakarta pada tahun 2015 menggunakan air mineral sebagai sumber air minum, yaitu sebesar 71,40 persen. Jumlah ini meliputi 38,64 persen rumah tangga dengan sumber air kemasan dan 32,76 persen rumah tangga dengan sumber air isi ulang. Rumah tangga yang menggunakan air ledeng seluruhnya mencapai 13,68 persen meliputi ledeng sampai rumah sebesar 9,75 persen dan ledeng eceran 3,93 persen. Rumah tangga yang menggunakan ledeng ini sedikit lebih banyak jika dibandingkan jumlah rumah tangga yang menggunakan sumber air minum pompa yang sebesar 11,42 persen. Rumah tangga dengan sumber air minum sumur terlindung mencapai 3,42 persen, dan sumber air minum lainnya sebesar 0,06 persen. Sumber air minum pompa dan sumur terlindung seluruhnya mencapai 14,84 persen. Rumah tangga yang menggunakan air tanah sebagai sumber air minum umumnya di daerah Jakarta Timur bagain selatan dan di Jakarta Selatan yang kondisi air tanahnya masih cukup bagus. Profil Penduduk DKI Jakarta Hasil SUPAS

69 Gambar 7.5 Pesentase Rumah Tangga menurut Sumber Air Minum Utama di DKI Jakarta, ,75 3,93 11,42 3,42 0,06 38,64 Air Kemasan Air Isi Ulang Ledeng Sampai Rumah Ledeng Eceran Pompa Sumur Terlindung Lainnya 32,76 Sumber: SUPAS Jarak Sumur/ Pompa ke Penampungan Kotoran Kualitas air minum rumah tangga yang menggunakan sumber air minum pompa dan sumur terlindung sangat dipengaruhi oleh jarak sumur/pompa ke penampungan kotoran. Semakin jauh jarak sumur/sumur terlindung dengan penampungan kotoran akan semakin bagus. Pada tahun 2005 sekitar 86,17 persen rumah tangga dengan sumber air minum pompa/sumur terlindung mempunyai jarak kurang dari 10 meter terhadap penampungan kotoran/tinja. Jumlah ini menurun menjadi 34,84 persen rumah tangga pada tahun Penurunan ini diikuti oleh meningkatnya rumah tangga yang jarak sumber air minum dengan penampungan kotoran lebih dari 10 meter, dari 12,56 persen pada tahun 2005 menjadi 50,36 persen tahun Tabel 7.3 Persentase Rumah Tangga menurut Jarak Sumur/Pompa ke Penampungan Kotoran di DKI Jakarta, 2005 dan 2015 Jarak Sumur/Pompa ke Penampungan Kotoran (1) (2) (3) Kurang dari 10 meter Lebih dari 10 meter Tidak Tahu Jumlah Sumber: SUPAS2005, SUPAS2015 Kondisi ini menunjukkan kesadaran masyarakat yang semakin meningkat akan arti pentingnya kesehatan sumber air minum terutama yang berasal dari tanah. Terlalu dekat sumber air minum yang berasal dari tanah dengan penampungan kotoran memungkinkan terjadinya rembesan kuman/penyakit dari penampungan kotoran ke sumber air minum. Profil Penduduk DKI Jakarta Hasil SUPAS

70 Pada tahun 2015 sekitar 14,8 persen rumah tangga yang menggunakan sumber air minum yang berasal dari pompa/sumur terlindung tidak mengetahui jarak sumber air minum terhadap penampungan kotoran/tinja. Kemungkinan mereka adalah rumah tangga yang menempati rumah dengan status kepemilikan sewa/kontrak atau lainnya Fasilitas Tempat Buang Air Besar Salah satu fasiltitas perumahan yang sangat penting adalah keberadaan tempat buang air besar dalam rumah tangga. Menurut beradaannya fasilitas tempat buang air besar dibedakan menjadi jamban sendiri, jamban bersama, jamban umum, dan tidak ada fasilitas. Jamban sendiri berarti rumah tangga menggunakan fasilitas tempat buang air besar tersebut sendiri, atau hanya digunakan oleh rumah tangga yang bersangkutan. Jamban bersama artinya fasilitas tempat buang air besar digunakan oleh beberapa rumah tangga. Jamban umum artinya jamban tersebut dapat digunakan oleh siapa saja yang ingin menggunakan, sedangkan tidak ada jamban berarti rumah tangga tidak mempunyai fasilitas tempat buang air besar/jamban. Status kepemilikan fasilitas tempat buang air besar juga mampu menunjukkan tingkat kesejahteraan rumah tangga, rumah tangga yang mempunyai status tempat buang air besar jamban sendiri, pada umumnya lebih sejahtera dibandingkan dengan status lainnya. Tabel 7.4 Persentase Rumah Tangga menurut Fasilitas Tempat Buang Air Besar di DKI Jakarta, 2005 dan 2015 Fasilitas Tempat Buang Air Besar (1) (2) (3) Jamban Sendiri 79,14 83,34 Jamban Bersama 13,97 13,08 Jamban Umum 5,36 3,40 Tidak Ada Jamban 1,52 0,18 Jumlah Sumber: SUPAS2005, SUPAS2015 Sebagian besar rumah tangga di DKI Jakarta mempunyai fasilitas tempat buang air besar berupa jamban sendiri, jumlahnya mencapai 79,14 persen pada tahun 2005 meningkat 4,20 persen menjadi 83,34 persen pada tahun Meningkatnya jumlah rumah tangga yang menggunakan jamban sendiri diikuti oleh menurunnya rumah tangga yang menggunakan jamban bersama dari 13,97 persen pada tahun 2005 menjadi 13,08 pada tahun 2015 dan menurunnya jumlah tangga dengan jamban umum dari 5,36 persen pada tahun 2005 menjadi 3,40 persen pada tahun Demikian juga rumah tangga yang Profil Penduduk DKI Jakarta Hasil SUPAS

71 tidak mempunyai fasilitas telah berkurang dari 1,52 persen pada tahun 2005 menjadi 0,18 persen pada tahun Tempat Penampungan Akhir Tinja Tinja merupakan salah satu limbah yang harus dikelola dengan baik karena dapat menjadi sumber pencemaran tanah dan pembawa penyakit. Hampir seluruh rumah tangga (93,90 persen) di DKI Jakarta pada tahun 2015 telah menggunakan tangki septik sebagai tempat penampungan tinja. Sebanyak 2,21 persen rumah tangga menggunakan penampungan tinja bukan tangki septik, dan sisanya 3,89 persen rumah tangga tidak mempunyai penampungan tinja. Gambar 7.6 Persentase Rumah Tangga menurut Tempat Akhir Penampungan Tinja di DKI Jakarta, 2015 Sumber: SUPAS2015 Sebanyak 6,10 persen rumah tangga dengan penampungna kotoran bukan tangki septik dan tidak punya penampungan harus menjadi perhatian Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Hal ini mengingat dampak yang ditimbulkan dari kuman penyakit yang dapat disebarkan melalui kotoran/tinja yang tidak dikelola dengan baik. Pada penampungan bukan tangki septik, kotoran akan mencemari lingkungan sekitarnya, terutama mencemari sumber air tanah dan menyebabkan air menjadi terkontaminasi sumber penyakit. Apabila air dikonsumsi akan sangat membahayakan kesehatan manusia. 2,21 3,89 93,90 Tangki Septik Bukan Tangki Septik Tidak Punya Rumah tangga yang tidak mempunyai penampungan tinja umumnya bertempat tinggal di pinggir kali, sehingga mereka mengalirkan kotoran/tinja ke kali. Sebaiknya ada larangan tegas dari pemerintah kepada kelompok rumah tangga ini, mengingat kotoran dan limbah yang dibuang ke kali akan mencemari air kali, membawa kuman penyakit, menyebabkan bau, kali menjadi cepat dangkal, dan lain sebagainya. Profil Penduduk DKI Jakarta Hasil SUPAS

72 8. PERUBAHAN IKLIM Profil Penduduk DKI Jakarta Hasil SUPAS

73 PERUBAHAN IKLIM Perubahan iklim menurut Wikipedia adalah perubahan yang terjadi secara signifikan mengenai pola cuaca yang dihitung berdasarkan angka statistik dalam rentang waktu puluhan tahun hingga ratusan tahun lamanya. Ada banyak faktor yang mempengaruhi terjadinya perubahan iklim seperti proses biologis, radiasi sinar matahari, tekanan tektonik, erupsi gunung berapi, dan masih banyak lagi. Sedangkan pengertian perubahan iklim menurut Enviromental Protection Agency (EPA) adalah perubahan iklim secara signifikan yang terjadi pada periode waktu tertentu. Dengan kata lain, perubahan iklim juga bisa diartikan sebagai perubahan suhu yang drastis, curah hujan, pola angina, dan lain sebagainya. Perlu diketahui bahwa suhu bumi berubah satu derajat dalam tempo 100 tahun terakhir. Terjadinya peristiwa perubahan iklim bukan terjadi secara tiba-tiba, ini dikarenakan ada faktor-faktor penyebabnya baik itu karena fenomena alam maupun karena tingkah laku manusia. Penyebab perubahan iklim antara lain : 1. Aktivitas manusia seperti penebangan hutan secara liar 2. Terjadinya fenomena pemanasan global 3. Terjadinya peristiwa efek rumah kaca 4. Terjadinya El Nino dan El Nina di lautan 5. Menipisnya lapisan ozon di atmosfir bumi Pengetahuan tentang Perubahan Iklim Pengetahuan mengenai perubahan iklim bagi masyarakat menjadi hal yang sangat penting agar masyarakat dapat mengetahui dampak dari perubahan iklim tersebut dan melakukan berbagai upaya untuk mencegah terjadinya perubahan iklim. Gambar 8.1 berikut ini menunjukkan bahwa berdasarkan hasil SUPAS 2015 dari 2,67 juta rumah tangga di DKI Jakarta lebih dari setengahnya pernah mendengar mengenai perubahan iklim, dengan jumlah rumah tangga sebanyak 58,12 persen. Sisanya sebanyak 41,88 persen rumah tangga menyatakan belum pernah mendengar mengenai perubahan iklim. Apabila dilihat menurut kabupaten kota (Gambar 8.1), persentase jumlah rumah tangga yang pernah mendengar mengenai perubahan iklim terbanyak di Kota Jakarta Selatan sebesar 68,65 persen. Angka ini lebih besar dibanding dengan angka DKI Jakarta yang hanya sebesar 58,12 persen. Selanjutnya adalah Kota Jakarta Barat dan Jakarta Timur yang masing-masing sebesar 57,21 persen dan 57,04 persen. Kota Jakarta Pusat sekitar Profil Penduduk DKI Jakarta Hasil SUPAS

74 56,36 persen rumah tangganya pernah mendengar mengenai perubahan iklim. Berbeda dengan kota lain, kota Jakarta Utara dan Kabupaten Kepulauan Seribu pada tahun 2015 kurang dari separuh jumlah rumah tangga yang pernah mendengar mengenai perubahan iklim, dimana Kota Jakarta Utara sebesar 49,26 persen, dan Kabupaten Kepulauan Seribu sekitar 36,01 persen. Gambar 8.1 Persentase Jumlah Rumah Tangga yang Pernah Mendengar tentang Perubahan Iklim menurut Kabupaten/Kota di DKI Jakarta, ,01 63,99 Kep. Seribu 68,65 31,35 Jakarta Selatan Sumber: SUPAS ,04 56,36 57,21 50,74 58,12 49,26 42,96 43,64 42,79 41,88 Jakarta Timur Jakarta Pusat Ya Sumber: SUPAS2015 Tidak Jakarta Barat Jakarta Utara DKI Jakarta Dari 1,5 juta lebih rumah tangga yang menyatakan pernah mendengar mengenai perubahan iklim, ternyata tidak seluruhnya mengetahui tentang perubahan iklim tersebut. Jumlah rumah tangga yang pernah mendengar mengenai perubahan iklim dan mengetahui mengenai perubahan iklim sebanyak 83,96 persen, dan sisanya 16,04 persen menyatakan pernah mendengar mengenai perubahan iklim tetapi tidak mengetahui tentang perubahan iklim. Apabila diperhatikan menurut kabupaten/kota tampak bahwa jumlah rumah tangga yang pernah mendengar tetapi tidak mengetahui mengenai perubahan iklim terbanyak di Kota Jakarta Utara sebesar 24,56 persen, disusul oleh Kabupaten Kepulauan Seribu sebesar 19,31 persen, untuk Kota Jakarta Selatan dan Kota Jakarta Barat masing-masing sebesar 17,13 persen, Kota Jakarta Timur sebesar 12,32 persen dan yang terendah (paling baik) di Kota Jakarta Pusat, hanya sebesar 7,51 persen rumah tangga (Tabel 8.1). Tabel 8.1 Persentase Jumlah Rumah Tangga yang Mengetahui tentang Perubahan Iklim menurut Kabupaten/Kota di DKI Jakarta, 2015 Kabupaten/Kota Mengetahui tentang Perubahan Iklim Ya Tidak Jumlah (1) (2) (3) (4) 1. Kepulauan Seribu 80,69 19,31 100,00 2. Jakarta Selatan 82,87 17,13 100,00 3. Jakarta Timur 87,68 12,32 100,00 4. Jakarta Pusat 92,49 7,51 100,00 5. Jakarta Barat 82,87 17,13 100,00 6. Jakarta Utara 75,44 24,56 100,00 DKI Jakarta 83,96 16,04 100,00 Profil Penduduk DKI Jakarta Hasil SUPAS

75 Rumah tangga yang pernah mendengar mengenai perubahan iklim dan mengetahui tentang perubahan iklim tidak seluruhnya mengetahui akibat yang ditimbulkan oleh perubahan iklim. Padahal dengan mengetahui dampak perubahan iklim yang begitu luar biasa mengerikan, maka pelestarian bumi dapat dilakukan dengan berbagai macam hal dalam kehidupan sehari-hari. Dampak perubahan iklim yang dapat dirasakan antara lain : 1. Sarana dan prasarana (infrastruktur) menjadi rusak. 2. Merebaknya wabah penyakit terutama pernafasan. 3. Kekeringan dan kekurangan sumber air. 4. Terjadinya bencana alam dimana-mana. 5. Harga pangan menjadi semakin meningkat (mahal). 6. Udara menjadi semakin panas/kotor. Pada tahun 2015 berdasarkan hasil SUPAS2015 dari 1,3 juta rumah tangga yang mengetahui perubahan iklim, sebanyak 91,52 persen mengetahui akibat dari perubahan iklim seperti suhu udara yang mulai panas, musim kemarau yang tidak menentu, dan kelangkaan air bersih. Sementara sebanyak 4,47 persen tidak mengetahui akibat perubahan iklim, dan sisanya 4,01 persen menjawab tidak tahu. Kep. Seribu Jakarta Timur Jakarta Selatan Gambar 8.2 Persentase Jumlah Rumah Tangga yang Mengetahui Akibat Perubahan Iklim menurut Kabupaten/Kota di DKI Jakarta, ,90 4,97 7,25 Tidak mengetahui Jakarta Utara Jakarta Pusat Jakarta Barat 85,10 88,03 91,02 Mengetahui DKI Jakarta 8,48 DKI Jakarta 91,52 Jakarta Barat 8,98 Jakarta Selatan 92,75 Jakarta Pusat 11,97 Jakarta Timur 95,03 Jakarta Utara 14,90 Kep. Seribu 95,10 Sumber: SUPAS2015 Apabila diperhatikan menurut kabupaten/kota (Gambar 8.2), rumah tangga yang mengetahui akibat perubahan iklim untuk setiap kabupaten/kota jumlahnya sudah cukup tinggi berkisar antara 85 sampai 95 persen. Persentase jumlah rumah tangga yang Profil Penduduk DKI Jakarta Hasil SUPAS

76 mengetahui akibat perubahan iklim tertinggi di Kabupaten Kepulauan Seribu dan Kota Jakarta Timur yang masing-masing sebesar 95,10 persen dan 95,03 persen. Selanjutnya adalah Kota Jakarta Selatan dan Jakarta Barat sebesar 92,75 persen dan 91,02 persen. Kota Jakarta Pusat dan Jakarta Utara relatif lebih rendah, sebesar 88,03 persen dan 85,10 persen. Jumlah rumah tangga yang menjawab tidak mengetahui akibat perubahan iklim dan tidak tahu, mencapai 8,48 persen. Apabila dilihat menurut kabupaten/kota, terbanyak di Kota Jakarta Utara mencapai 14,90 persen, disusul oleh Jakarta Pusat 11,97 persen, dan Jakarta Barat 8,98 persen. Kota Jakarta Selatan mempunyai jumlah rumah tangga yang tidak mengetahui dan tidak tahu akibat perubahan iklim sebanyak 7,25 persen, disusul oleh Kota Jakarta Timur dan Kabupaten Kepulauan Seribu masing-masing sebesar 4,97 persen dan 4,90 persen Adaptasi terhadap Perubahan Iklim Adaptasi terhadap dampak perubahan iklim adalah salah satu cara penyesuaian yang dilakukan secara spontan atau terencana untuk memberikan reaksi terhadap perubahan iklim yang diprediksi atau yang sudah terjadi. Mitigasi adalah kegiatan jangka panjang yang dilakukan untuk menghadapi dampak dengan tujuan untuk mengurangi resiko atau kemungkinan terjadi suatu bencana. Kegiatan lebih lanjut dari mitigasi dampak adalah kesiapan dalam menghadapi bencana, tanggapan ketika bencana dan pemulihan setelah bencana terjadi (Murdiyarso, 2001). Beradaptasi terhadap perubahan iklim merupakan prioritas mendesak bagi Indonesia. Seluruh kementerian dalam pemerintahan dan perencanaan nasional perlu mempertimbangkan perubahan iklim dalam program-program mereka berkenaan dengan beragam persoalan seperti pengentasan kemiskinan, pemberdayaan masyarakat, keamanan pangan, pengelolaan bencana, pengendalian penyakit, dan perencanaan tata kota. Namun ini bukan tugas pemerintah pusat saja, tetapi menjadi upaya nasional yang melibatkan pemerintah daerah, masyarakat umum, dan semua organisasi non pemerintah, serta pihak swasta. Salah satu dampak perubahan iklim yang dapat dirasakan oleh masyarakat adalah suhu udara yang terasa semakin panas. Pada tahun 2015 berdasarkan hasil SUPAS2015 di DKI Jakarta sebanyak 95,64 persen dari 2,6 juta rumah tangga merasakan suhu udara semakin panas, sisanya sebanyak 4,36 persen tidak merasakan. Suhu udara semakin panas ini paling banyak dirasakan oleh rumah tangga yang tinggal di Kabupaten Kepulauan Seribu, mencapai 98,96 persen dan hanya 1,04 persen rumah tangga yang tidak merasakan. Secara Profil Penduduk DKI Jakarta Hasil SUPAS

77 umum dapat dikatakan 95 persen lebih rumah tangga untuk setiap kabupaten/kota di DKI Jakarta merasakan suhu udara yang semakin panas (Gambar 8.3). Gambar 8.3 Persentase Jumlah Rumah Tangga yang Selama Lima Tahun Terakhir Merasakan Suhu Udara Semakin Panas menurut Kabupaten/Kota di DKI Jakarta, ,96 Berbagai upaya yang dapat dilakukan untuk mengurangi suhu udara yang semakin panas misalnya dengan melakukan penanaman maupun pemeliharaan tanaman. Upaya lain misalnya menjaga agar hutan tidak terus berkurang, mengurangi efek gas rumah kaca, karena gas rumah kaca menahan panas dari matahari dan tidak dipantulkan kembali ke angkasa. Tabel 8.2 Persentase Jumlah Rumah Tangga yang Melakukan Upaya Mengurangi Akibat Suhu Udara Semakin Panas menurut Kabupaten/Kota di DKI Jakarta, 2015 Kabupaten/Kota Melakukan Upaya Jumlah Ya Tidak (1) (2) (3) (4) 1. Kepulauan Seribu 99,45 0,55 100,00 2. Jakarta Selatan 83,56 16,44 100,00 3. Jakarta Timur 79,89 20,11 100,00 4. Jakarta Pusat 81,86 18,14 100,00 5. Jakarta Barat 71,94 28,06 100,00 6. Jakarta Utara 90,03 9,97 100,00 DKI Jakarta 80,73 19,27 100,00 Sumber: SUPAS ,07 95,10 Kep. Jakarta Jakarta Seribu Selatan Timur Sumber: SUPAS ,08 Jakarta Pusat 94,68 Jakarta Barat 96,54 Jakarta Utara Data hasil SUPAS2015 menunjukkan dari total 2,5 juta rumah tangga yang merasakan suhu udara semakin panas, sebanyak 80,73 persen melakukan upaya untuk mengurangi akibat suhu udara yang semakin panas tersebut. Sisanya 19,27 persen tidak melakukan upaya. Apabila dilihat menurut kabupaten/kota, jumlah rumah tangga yang tidak melakukan upaya untuk mengurangi akibat suhu udara yang semakin panas paling banyak terdapat di Kota Jakarta Barat dan Jakarta Timur, masing-masing sebesar 28,06 persen dan 20,11 persen. Jumlah paling sedikit di Kabupaten Kepulauan Seribu, hanya 0,55 persen. 95,64 DKI Jakarta Profil Penduduk DKI Jakarta Hasil SUPAS

78 Gambar 8.4 Persentase Jumlah Rumah Tangga yang Selama Lima Tahun Terakhir Merasakan Musim Hujan yang Tidak Menentu menurut Kabupaten/Kota di DKI Jakarta, ,57 96,69 Sumber: SUPAS ,07 Kep. Seribu Jakarta Pusat Jakarta DKI Selatan Jakarta Jakarta Jakarta Barat Jakarta Utara Timur Selain suhu udara yang semakin panas, dampak lain dari perubahan iklim adalah musim hujan yang tidak menentu. Musim hujan dan musim kemarau adalah dua musim yang berbeda waktu. Perubahan iklim membuat batas antara musim hujan dan musim kemarau menjadi tidak jelas lagi, hujan terkadang turun di musim kemarau. Berdasarkan hasil SUPAS2015 yang ditunjukkan oleh Gambar 8.4 di atas, tampak bahwa hampir seluruh rumah tangga di DKI Jakarta merasakan musim hujan yang tidak menentu (94,49 persen dari 2,5 juta rumah tangga) dan hanya 5,51 persen yang tidak merasakan. Apabila dilihat menurut kabupaten/kota, persentase jumlah rumah tangga yang merasakan musim hujan yang tidak menentu terbanyak di Kabupaten Kepulauan Seribu (97,57 persen), disusul oleh Kota Jakarta Pusat (96,69 persen), Kota Jakarta Selatan (95,07), Kota Jakarta Barat (94,36 persen), Kota Jakarta Utara (93,87 persen) dan Kota Jakarta Timur (93,78 persen). Rumah tangga yang merasakan musim hujan yang tidak menentu, tidak seluruhnya melakukan upaya untuk mengurangi musim hujan yang tidak menentu tersebut. Dari 2,5 juta rumah tangga yang merasakan musim hujan yang tidak menentu tersebut, lebih dari separuhnya (52,36 persen) ternyata tidak melakukan upaya apa-apa. Sisanya sebanyak 47,64 persen menyatakan pernah melakukan upaya mengurangi akibat musim hujan yang tidak menentu (Tabel 8.3). Tampak bahwa lebih banyak masyarakat yang meskipun merasakan akibat musim hujan yang tidak menentu, namun tidak melakukan upaya mengurangi akibat musim hujan yang tidak menentu tersebut. Masih banyaknya masyarakat yang tidak melakukan upaya di atas, bisa jadi karena pengetahuan terkait upaya pencegahan akibat perubahan iklim yang masih kurang, sehingga diperlukan peningkatan pemahaman oleh instansi terkait ataupun penggiat lingkungan. 94,49 94,36 93,87 93,78 Profil Penduduk DKI Jakarta Hasil SUPAS

79 Tabel 8.3 Persentase Jumlah Rumah Tangga yang Melakukan Upaya Mengurangi Akibat Musim Hujan yang Tidak Menentu menurut Kabupaten/Kota di DKI Jakarta, 2015 Kabupaten/kota Melakukan Upaya Ya Tidak Jumlah (1) (2) (3) (4) 1. Kepulauan Seribu 60,81 39,19 100,00 2. Jakarta Selatan 49,56 50,44 100,00 3. Jakarta Timur 41,48 58,52 100,00 4. Jakarta Pusat 57,65 42,35 100,00 5. Jakarta Barat 44,18 55,82 100,00 6. Jakarta Utara 54,36 45,64 100,00 DKI Jakarta 47,64 52,36 100,00 Sumber: SUPAS2015 Apabila diperhatikan menurut kabupaten/kota, wilayah yang lebih dari separuh jumlah rumah tangga tidak melakukan upaya mengurangi akibat musim hujan yang tidak menentu akibat perubahan iklim, adalah Kota Jakarta Timur (58,52 persen), Jakarta Barat (55,82 persen), dan Jakarta Selatan (50,44 persen). Untuk Jakarta Utara dan Jakarta Pusat masing-masing sebesar 45,64 persen dan 42,35 persen. Sementara Kepulauan Seribu mempunyai jumlah paling sedikit, hanya 39,19 persen (Gambar 8.5). Perubahan iklim selain ditandai dengan musim hujan yang tidak menentu juga ditandai dengan semakin langkanya sumber air bersih yang bisa jadi diakibatkan oleh musim kemarau yang panjang. Dari 2,6 juta rumah tangga di DKI Jakarta pada tahun 2015, sekitar 18,43 persen merasakan kelangkaan air bersih, dan sisanya 81,57 persen tidak merasakan kelangkaan air bersih. Lebih banyaknya rumah tangga yang tidak merasakan kelangkaan air bersih bisa jadi Gambar 8.5 Persentase Jumlah Rumah Tangga yang Tidak Melakukan Upaya Mengurangi Akibat Musim Hujan yang Tidak Menentu menurut Kabupaten/Kota di DKI Jakarta, 2015 Jakarta Timur Jakarta Barat DKI Jakarta Jakarta Selatan Jakarta Utara Jakarta Pusat Kep. Seribu Sumber: SUPAS2015 disebabkan rumah tangga tersebut tidak mengalami kendala akses air bersih. Apabila diperhatikan menurut kabupaten/kota, tampak bahwa rumah tangga yang tidak merasakan kesulitan air bersih paling banyak terdapat di Kota Jakarta Selatan dan Jakarta Timur yang masing-masing sebanyak 86,29 persen dan 85,84 persen rumah tangga. 42,35 39,19 50,44 45,64 55,82 52,36 58,52 Profil Penduduk DKI Jakarta Hasil SUPAS

80 Gambar 8.6 Persentase Jumlah Rumah Tangga yang Selama Lima Tahun Terakhir Tidak Merasakan Kelangkaan Air Bersih menurut Kabupaten/Kota di DKI Jakarta, 2015 Jakarta Selatan Jakarta Timur DKI Jakarta Jakarta Utara Jakarta Pusat Jakarta Barat Kep. Seribu Sumber: SUPAS ,70 76,05 75,86 81,57 80,12 Di kedua wilayah ini masih banyak ditemukan penggunaan air tanah sebagai sumber air bersih oleh masyarakat. Hal ini cukup menggembirakan karena mereka tidak merasakan kelangkaan air bersih dalam lima tahun terakhir. Sekitar 80,12 persen rumah tangga di Jakarta Utara juga tidak merasakan kelangkaan air bersih selama lima tahun terakhir. Sementara itu di Kota Jakarta Pusat, Kota Jakarta Barat dan Kabupaten Kepulauan Seribu masingmasing mencapai 76,05 persen, 75,86 persen, dan 72,70 persen (Gambar 8.6) Upaya yang Dilakukan terhadap Perubahan Iklim a. Pemeliharaan Tanaman di Pekarangan Rumah Seperti sudah disebutkan sebelumnya, salah satu cara untuk menangani akibat perubahan iklim adalah dengan melakukan penanaman pohon. Penanaman pohon ini seharusnya dilakukan baik oleh pemerintah maupun masyarakat. Pemerintah dapat melakukan kegiatan menanam dan memelihara pohon di area publik (seperti ruang terbuka hijau yang berupa taman dan sepanjang jalan), menanam dan memelihara hutan kota, dan lain sebagainya. Sedangkan masyarakat dapat melakukan penanaman dan pemeliharaan pohon minimal di pekarangan mereka sendiri. 86,29 85,84 Gambar 8.7 menunjukkan bahwa ternyata pada tahun 2015 lebih dari tiga perempat rumah tangga di DKI Jakarta tidak memelihara tanaman di pekarangan rumah mereka. (83,55 persen dari 2,6 juta rumah tangga). Atau dengan kata lain jumlah rumah tangga yang memelihara tanaman hanya 16,45 persen saja. Data ini memberikan gambaran bahwa kesadaran masyarakat DKI Jakarta untuk menanam dan memelihara tanaman di pekarangan rumah masih sangat rendah. Hal ini bisa disebabkan oleh berbagai hal misalnya terbatasnya lahan pekarangan yang dimiliki, atau tidak mengetahui manfaat dari menanam dan memelihara tanaman di pekarangan rumah terkait perubahan iklim. Profil Penduduk DKI Jakarta Hasil SUPAS

81 Apabila diperhatikan menurut kabupaten/kota, tampak bahwa jumlah rumah tangga yang paling sedikit melakukan pemeliharan tanaman di pekarangan rumah ada di Kota Jakarta Pusat, hanya sekitar 9,02 persen, atau hampir seluruh rumah tangga di Jakarta Pusat tidak melakukan pemeliharaan pekarangan rumahnya. Sebaliknya Kabupaten Kepulauan Seribu merupakan wilayah dengan 22,61 persen rumah tangganya memelihara tanaman di pekarangan rumahnya. Gambar 8.7 Persentase Jumlah Rumah Tangga yang Memelihara Tanaman di Pekarangan Rumah menurut Kabupaten/Kota di DKI Jakarta, ,61 Sumber: SUPAS2015 Memelihara Tanaman Tanaman di Pekarangan Rumah 21,32 18,49 16,45 b. Keberadaan Sumur Resapan Selain melakukan penanaman dan pemeliharaan tanaman di pekarangan rumah, kegiatan lain yang dapat dilakukan oleh masyarakat untuk mengurangi dampak perubahan iklim adalah dengan membuat sumur resapan di lingkungan pekarangan rumah. Pembuatan sumur resapan di DKI Jakarta tidak hanya dilakukan oleh warga masyarakat tetapi juga dilakukan oleh pemerintah melalui pembuatan sumur resapan di sekitar jalan dan tempattempat lain. Sumur resapan merupakan salah satu cara konservasi air tanah, dan tujuannya antara lain untuk ( : 1. Pelestarian sumber daya air tanah, perbaikan kualitas lingkungan dan membudayakan kesadaran lingkungan. 14,60 13,26 2. Membantu menanggulangi kekurangan air bersih. 3. Menjadi keseimbangan air di dalam tanah dalam sitem akuifer pantai. 4. Mengurangi limpasan permukaan (runoff) dan erosi tanah. 9,02 90,98 Tidak Memelihara Tanaman di Pekarangan Rumah 86,74 85,40 83,55 81,51 78,68 77,39 Profil Penduduk DKI Jakarta Hasil SUPAS

82 Sedangkan manfaat sumur resapan antara lain mampu menambah jumlah air yang masuk ke dalam tanah sehingga dapat menjaga keseimbangan hidrologi air tanah yang pada gilirannya dapat mencegah intrusi air laut, sumur resapan juga mampu mengisi poripori tanah dan mencegah terjadinya penurunan tanah di suatu tempat. Pada tahun 2015 dari 2,6 juta rumah tangga di DKI Jakarta hanya sekitar 4,01 persen rumah tangga yang terdapat sumur resapan di rumahnya, dan sisanya sebanyak 95,99 persen rumah tangga tidak terdapat sumur resapan di rumahnya. Apabila diperhatikan menurut kabupaten/kota, tampak bahwa persentase jumlah rumah tangga yang mempunyai paling banyak sumur resapan di rumahnya terdapat di Kota Jakarta Selatan dan Jakarta Timur, masing-masing sebesar 6,41 persen dan 5,52 persen. Seperti Gambar 8.8 Persentase Jumlah Rumah Tangga yang Terdapat Sumur Resapan di Rumahnya menurut Kabupaten/Kota di DKI Jakarta, 2015 Kep. Jakarta Jakarta Jakarta Seribu Selatan Timur Pusat Sumber: SUPAS2015 Jakarta Barat Jakarta Utara diketahui Kota Jakarta Selatan dan Jakarta Timur merupakan wilayah di DKI Jakarta yang masih terdapat lahan bukan perumahan relatif lebih banyak dibandingkan wilayah lain. Kedua wilayah ini sebagian masyarakatnya bahkan tidak sedikit yang masih menggunakan sumber air minum yang berasal dari sumur, karena kualitas air tanahnya yang masih bagus. Persentase jumlah rumah tangga di Kota Jakarta Pusat, Jakarta Utara, dan Jakarta Barat yang terdapat sumur resapan di lingkungan rumahnya lebih sedikit dibandingkan dengan Jakarta Selatan dan Jakarta Timur. Kota Jakarta Pusat terdapat 3,69 persen rumah tangga, sementara di Jakarta Utara dan Jakarta Barat masing-masing hanya 1,88 persen dan 1,86 persen. Di Kabupaten Kepulauan Seribu bahkan hanya sebesar 1,59 persen rumah tangga (Gambar 8.8). Relatif sedikitnya sumur resapan yang dimiliki oleh rumah tangga di Kabupaten Kepulauan Seribu disebabkan oleh terbatasnya lahan pekarangan di Kabupaten Kepulauan Seribu, sehingga kurang memungkinkan untuk keberadaan sumur resapan. DKI Jakarta Mengingat besarnya manfaat yang dapat diperoleh dari sumur resapan, dan masih sedikitnya rumah tangga yang mempunyai sumur resapan, tekonologi pembuatan sumur resapan ini seharusnya terus disampaikan kepada masyarakat. Kepala Dinas Energi dan Perindustrian DKI Jakarta, Andi Baso mengatakan bahwa telah ada peraturan yang 1,59 6,41 5,52 3,69 1,86 1,88 4,01 Profil Penduduk DKI Jakarta Hasil SUPAS

83 mewajibkan tiap bangunan maupun tiap rumah untuk menyediakan sumur resapan. Kewajiban itu diatur ke dalam Peraturan Gubernur Nomor 68 Tahun 2005 tentang Pembuatan Sumur dilaksanakan. Resapan. Namun selama ini peraturan tersebut diabaikan dan tidak c. Keberadaan Lubang Resapan Biopori Menurut Wikipedia, lubang resapan biopori adalah lubang silindris yang dibuat secara vertikal ke dalam tanah sebagai metode resapan air yang ditujukan untuk mengatasi genangan air dengan cara meningkatkan daya serap air pada tanah. Selanjutnya ke dalam lubang biopori tersebut diisikan sampah organik. Metode ini dicetuskan oleh Dr. Kamir Raziudin Brata, salah satu peneliti dari Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan Institut Pertanian Bogor. Prinsip kerja dari lubang biopori ini sendiri adalah meningkatkan daya serap tanah terhadap air yang ada di permukaan. antara lain : Beberapa manfaat lubang biopori 1. Penyerapan air. 2. Penanganan limbah organik. 3. Kesehatan tanah. 4. Meningkatkan kawasan hijau di halaman rumah. Gambar 8.9 Persentase Jumlah Rumah Tangga yang terdapat Lubang Resapan Biopori di Rumahnya menurut Kabupaten/Kota di DKI Jakarta, ,94 7,18 Jakarta Jakarta Selatan Timur Sumber: SUPAS2015 4,57 DKI Jakarta 3,81 Kep. Seribu Gambar : Pembuatan Lubang Biopori oleh Relawan Sumber: 3,08 Jakarta Pusat 1,75 1,02 Jakarta Jakarta Barat Utara Sebanyak 4,57 persen dari 2,67 juta rumah tangga di DKI Jakarta pada tahun 2015 mempunyai lubang resapan biopori di rumahnya. Sisanya sebanyak 95,43 persen rumah tangga tidak mempunyai lubang resapan biopori di lingkungan rumah (Gambar 8.9). Seperti halnya keberadaan sumur resapan, keberadaan lubang resapan biopori juga paling banyak terdapat pada rumah tangga di Kota Jakarta Selatan (7,94 persen) dan Jakarta Timur (7,18 Profil Penduduk DKI Jakarta Hasil SUPAS

84 persen). Jumlah ini melebihi rata-rata DKI Jakarta yang hanya sebesar 4,57 persen. Sementara itu lubang resapan biopori juga banyak ditemukan di Kabupaten Kepulauan Seribu, mencapai 3,81 persen rumah tangga. Jumlah ini sedikit lebih tinggi jika dibandingkan dengan jumlah rumah tangga di Jakarta Pusat yang sebesar 3,08 persen. Jumlah paling sedikit terdapat di Jakarta Barat dan Jakarta Utara, masing-masing 1,75 persen dan 1,02 persen. Masih sedikitnya rumah tangga di DKI Jakarta yang mempunyai lubang biopori di pekarangan rumahnya membuktikan bahwa kesadaran masyarakat akan pentingnya lubang biopori sebagai bagian dari upaya yang harus dilakukan dalam mengurangi dampak perubahan iklim masih sangat rendah. Perlu upaya sosialisasi dari pemerintah guna menyadarkan masyarakat agar ikut serta dalam upaya pencegarah dampak akibat perubahan iklim di Jakarta. d. Pemanfaatan Air Bekas Cucian Buah/Sayur/Beras/Wudhu Air tanah merupakan salah satu sumber daya alam yang pemanfaatannya harus dikelola dengan baik. Eksploitasi air tanah secara berlebihan sangat tidak dianjurkan karena akan menurunkan permukaan air tanah dan menyebabkan intrusi air laut masuk ke dalam tanah. Untuk mencegah pemanfaatan air tanah secara berlebihan, rumah tangga dapat memanfaatkan kembali air bekas cucian buah, sayur, beras, dan bahkan air bekas wudhu untuk keperluan rumah tangga yang lain, misalnya untuk menyiram tanaman, mencuci mobil atau kendaraan yang lain. Pemanfaatan kembali air bekas ini akan mengurangi pemakaian air secara keseluruhan, sehingga eksploitasi air dapat dikurangi. Pengurangan eksploitasi air akan berdampak baik terhadap kelestarian lingkungan dan dalam jangka panjang mampu mencegah kekeringan sebagai dampak dari perubahan iklim global. Masih banyak masyarakat yang belum mengetahui bahwa air bekas cucian ini dapat dimanfaatkan kembali untuk berbagai hal seperti ditunjukkan oleh Tabel 8.4 di bawah ini. Tabel 8.4 menunjukkan bahwa pada tahun 2015, hanya 13,15 persen rumah tangga di DKI Jakarta yang memanfaatkan air bekas cucian (buah, sayur, beras) dan wudhu untuk keperluan lain. Sisanya sebanyak 86,85 persen tidak memanfaatkan, atau langsung membuang air bekas cucian tersebut padahal masih dapat digunakan untuk kegiatan lain dalam rumah tangga. Kesadaran masyarakat untuk memanfaatkan air bekas perlu terus ditingkatkan, hal ini agar penggunaan air pada kegiatan lain yang masih bisa menggunakan air bekas dapat terus dilakukan guna menghemat air yang baru. Apabila diperhatikan menurut kabupaten/kota tampak bahwa jumlah rumah tangga yang memanfaatkan air bekas terdapat di semua kabupaten/kota dengan jumlah tertinggi di Kota Jakarta Selatan Profil Penduduk DKI Jakarta Hasil SUPAS

85 sebesar 17,82 persen, disusul Kota Jakarta Timur sebesar 15,57 persen. Selanjutnya Kota Jakarta Pusat, Jakarta Utara dan Jakarta Barat masing-masing sebesar 10,87 persen, 10,31 persen dan 9,31 persen. Sementara yang terendah di Kabupaten Kepulauan Seribu sebesar 2,06 persen. Tabel 8.4 Persentase Jumlah Rumah Tangga yang Memanfaatkan Air Bekas Cucian Buah/Sayur/Beras/Wudhu untuk Keperluan Lain menurut Kabupaten/Kota di DKI Jakarta, 2015 Memanfaatkan Air Bekas Cucian Kabupaten/Kota Buah/Sayur/Beras/Wudhu untuk Keperluan Lain Ya Tidak Jumlah (1) (2) (3) (4) 1. Kepulauan Seribu 2,06 97,94 100,00 2. Jakarta Selatan 17,82 82,18 100,00 3. Jakarta Timur 15,57 84,43 100,00 4. Jakarta Pusat 10,87 89,87 100,00 5. Jakarta Barat 9,31 90,69 100,00 6. Jakarta Utara 10,31 89,69 100,00 DKI Jakarta 13,15 86,85 100,00 Sumber: SUPAS2015 Profil Penduduk DKI Jakarta Hasil SUPAS

86 9. PENUTUP Profil Penduduk DKI Jakarta Hasil SUPAS

87 Penutup Undang-Undang No. 52 Tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga mengamanatkan bahwa penduduk harus menjadi titik sentral dalam pembangunan berkelanjutan di Indonesia. Hal tersebut bermakna bahwa penduduk menjadi subyek dan obyek dalam pembangunan. Pembangunan oleh penduduk dan untuk penduduk. Oleh karena itu, isu tentang kependudukan menjadi sangat penting sekali dalam kaitannya dengan pembangunan berwawasan kependudukan. Profil kependudukan yang disajikan dalam laporan ini menggambarkan beberapa indikator dan variabel yang diharapkan dapat bermanfaat sebagai bahan evaluasi dan perencanaan pembangunan ke depan. Kepadatan penduduk DKI Jakarta yang menunjukkan trend yang sedikit meningkat, bonus demografi yang terus dialami sejak tahun 1980-an hingga saat ini perlu mendapat perhatian. Selain itu, adanya peningkatan CWR pada kurun waktu (dari 250 anak per seribu perempuan usia produktif menjadi 296 anak per seribu perempuan usia produktif) dan semakin menurunnya tingkat penggunaan alat/cara KB dari 69 persen perempuan usia subur (10-54 tahun) pada tahun 2005 menjadi 46 persen tahun 2015, memerlukan adanya evaluasi tentang program pengendalian kelahiran penduduk yang telah dilakukan selama ini. Namun yang cukup menggembirakan, terjadinya penurunan rata-rata umur perkawinan pertama perempuan, dari 26,41 tahun pada tahun 2005 menjadi 25,48 tahun pada tahun Gambaran mengenai kesulitan fungsional atau disabilitas dari beberapa jenis kesulitan/gangguan seperti penglihatan, pendengaran, dan lainnya tidak terlalu mengkhawatirkan, karena secara umum masih di atas 90 persen yang tidak mengalami kesulitan sama sekali. Namun demikian, tetap perlu menjadi perhatian terutama pada penduduk yang benar-benar mengalami kesulitan/gangguan meskipun jumlahnya sedikit. Pada tahun 2015, tingkat pendidikan penduduk DKI Jakarta secara umum menunjukkan hasil yang menggembirakan. Hal ini dikarenakan semakin rendahnya persentase penduduk yang berpendidikan rendah (SD ke bawah) dan semakin tinggi persentase penduduk yang berpendidikan tinggi (SLTA ke atas). Aspek perumahan juga mengalami pergeseran ke arah yang lebih baik dalam kurun waktu Status kepemilikan/penguasaan bangunan tempat tinggal oleh rumah Profil Penduduk DKI Jakarta Hasil SUPAS

88 tangga di DKI Jakarta yang merupakan milik sendiri, meningkat dari 54 persen rumah tangga pada tahun 2005 menjadi 55 persen tahun Penggunaan lantai terluas yang semakin bergeser ke jenis lantai yang lebih baik, dimana penggunaan keramik/marmer/granit meningkat dari 60 persen pada tahun 2005 menjadi hampir 80 persen tahun Demikian pula dengan penggunaan dinding dan atap terluas dari bangunan tempat tinggal menjadi semakin lebih baik. Beberapa indikator perumahan lainnya juga menunjukkan perubahan yang lebih baik. Pengetahuan tentang perubahan iklim bagi masyarakat dan upaya yang dilakukan terhadap perubahan iklim juga menjadi hal yang sangat penting. Gambaran yang terjadi pada tahun 2015, ternyata hanya 58 persen rumahtangga di DKI Jakarta yang pernah mendengar atau mengetahui tentang perubahan iklim. Dari 58 persen rumahtangga tersebut, masih terdapat 8 persen rumahtangga yang tidak mengetahui dampak dari perubahan iklim tersebut (suhu udara yang mulai panas, musim kemarau yang tidak menentu dan kelangkaan air bersih). Adapun upaya yang dapat dilakukan oleh masyarakat terhadap perubahan iklim di antaranya pemeliharaan tanaman di pekarangan rumah, keberadaan sumur resapan, keberadaan lubang resapan biopori, dan pemanfaatan air bekas cucian buah/sayur/beras/wudhu. Pada kenyataannya, masih sedikit masyarakat di DKI Jakarta yang telah melakukan upaya-upaya tersebut. Bahkan masyarakat yang membuat sumur resapan dan lubang resapan biopori di rumahnya hanya berkisar masing-masing sekitar 4 persen rumah tangga. Profil Penduduk DKI Jakarta Hasil SUPAS

89 DAFTAR PUSTAKA Profil Penduduk DKI Jakarta Hasil SUPAS

90 Daftar Pustaka Badan Pusat Statistik Profil Kependudukan Indonesia SUPAS Jakarta. Badan Pusat Statistik DKI Jakarta Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi DKI Jakarta Tahun Jakarta. Badan Pusat Statistik Profil Penduduk Indonesia Hasil SUPAS Jakarta. Badan Pusat Statistik DKI Jakarta Jakarta Dalam Angka Jakarta. Badan Pusat Statistik Perkawinan Usia anak di Indonesia (2013 dan 2015). Jakarta Badan Pusat Statistik Provinsi DKI Jakarta Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi DKI Jakarta Tahun Jakarta. Badan Pusat Statistik Provinsi DKI Jakarta Statistik Kesejahteraan Rakyat Provinsi DKI Jakarta Tahun Jakarta. Sukarno Pengaruh Faktor Sosial Ekonomi Terhadap Fertilitas dan Umur Kawin Pertama. Jakarta: BKKBN. Situs BKKBN Rangkaian Materi Capacity Building bagi Pengelola Program Genre. Dikunjungi pada November Jakarta. Forkonas Kemendikbud Laporan Tahunan Pendidikan untuk Semua (PUS) Nasional Tahun Jakarta nya.satu.sumur.resapan Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas ATANG_SETIAWAN/PENDIDIKAN_ATL/TERJEMAHAN_ATL.pdf Profil Penduduk DKI Jakarta Hasil SUPAS

91

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. KONDISI UMUM KOTA MAKASSAR. Luas Kota Makassar sekitar 175,77 km 2, terletak di bagian Barat

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. KONDISI UMUM KOTA MAKASSAR. Luas Kota Makassar sekitar 175,77 km 2, terletak di bagian Barat BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. KONDISI UMUM KOTA MAKASSAR 1. Penyebaran Penduduk Luas Kota Makassar sekitar 175,77 km 2, terletak di bagian Barat Propinsi Sulawesi Selatan dengan batas-batas

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 111 GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN Keadaan Geografis DKI Jakarta terletak di 6 0 12 lintang selatan dan 106 0 48 bujur timur dengan luas wilayah 661,26 km2, berupa daratan 661.52 km2 dan lautan 6,977,5

Lebih terperinci

Boleh dikutip dengan mencantumkan sumbernya

Boleh dikutip dengan mencantumkan sumbernya INDIKATOR KESEJAHTERAAN MASYARAKAT PROVINSI ACEH 2016 Nomor Publikasi : 11522.1605 Katalog BPS : 4102004.11 Ukuran Buku : 17,6 cm x 25 cm Jumlah Halaman : xvii + 115 Halaman Naskah Gambar Kulit Diterbitkan

Lebih terperinci

INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT NUSA TENGGARA TIMUR 2014

INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT NUSA TENGGARA TIMUR 2014 12 IndikatorKesejahteraanRakyat,2013 INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT NUSA TENGGARA TIMUR 2014 No. ISSN : 0854-9494 No. Publikasi : 53522.1002 No. Katalog : 4102004 Ukuran Buku Jumlah Halaman N a s k a

Lebih terperinci

.g o..b ps w w w tp :// ht id .g o..b ps w w w tp :// ht id PROFIL PENDUDUK INDONESIA HASIL SUPAS 2015 ISBN: 978-602-438-027-4 Nomor Publikasi: 04110.1613 Katalog: 2101033 Ukuran Buku: 18,2 cm x 25,7 cm

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perempuan Indonesia memiliki peranan dan kedudukan sangat penting sepanjang perjalanan sejarah. Kiprah perempuan di atas panggung sejarah tidak diragukan lagi. Pada tahun

Lebih terperinci

ANALISIS KESEJAHTERAAN RAKYAT KALIMANTAN TENGAH 2013

ANALISIS KESEJAHTERAAN RAKYAT KALIMANTAN TENGAH 2013 ANALISIS KESEJAHTERAAN RAKYAT KALIMANTAN TENGAH 2013 ANALISIS KESEJAHTERAAN RAKYAT KALIMANTAN TENGAH 2013 No. Publikasi : 62520.1404 Katalog BPS : 4102004.62 Ukuran Buku Jumlah Halaman :15 cm x 21 cm :

Lebih terperinci

PENDAHULUAN SUMBER DATA

PENDAHULUAN SUMBER DATA PENDAHULUAN Masalah penduduk sangat mempengaruhi gerak pembangunan. KB merupakan salah satu program pembangunan di bidang kependudukan. Masalah kependudukan masih tetap mendapat perhatian yang besar dari

Lebih terperinci

w tp :// w ht.b p w.id s. go ii Umur dan Jenis Kelamin Penduduk Indonesia Umur dan Jenis Kelamin Penduduk Indonesia HASIL SENSUS PENDUDUK 2010 ISBN : 978-979-064-314-7 No. Publikasi: 04000.1109 Katalog

Lebih terperinci

STATISTIK DAERAH KECAMATAN BENGKONG

STATISTIK DAERAH KECAMATAN BENGKONG STATISTIK DAERAH KECAMATAN BENGKONG 2015 STATISTIK DAERAH KECAMATAN BENGKONG 2015 No Publikasi : 2171.15.31 Katalog BPS : 1102001.2171.081 Ukuran Buku : 24,5 cm x 17,5 cm Jumlah Halaman : 11 hal. Naskah

Lebih terperinci

TIGA PULUH DUA TAHUN PERJALANAN PROGRAM KELUARGA BERENCANA NASIONAL DI PROPINSI BENGKULU (1972 SAMPAI DENGAN 2010)

TIGA PULUH DUA TAHUN PERJALANAN PROGRAM KELUARGA BERENCANA NASIONAL DI PROPINSI BENGKULU (1972 SAMPAI DENGAN 2010) TIGA PULUH DUA TAHUN PERJALANAN PROGRAM KELUARGA BERENCANA NASIONAL DI PROPINSI BENGKULU (1972 SAMPAI DENGAN 2010) BAB I. PENDAHULUAN I. Latar Belakang Penduduk sebagai modal dasar dan faktor dominan pembangunan

Lebih terperinci

INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT K O T A K U P A N G /

INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT K O T A K U P A N G / Katalog BPS : 4103.5371 INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT K O T A K U P A N G 2 0 0 5 / 2 0 0 6 BADAN PUSAT STATISTIK KOTA KUPANG INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT KOTA KUPANG 2005/2006 No. Publikasi : 5371.0612

Lebih terperinci

STATISTIK DAERAH KECAMATAN RANCASARI 2016 ISSN : - No. Publikasi : Katalog BPS : Ukuran Buku : 17,6 cm x 25 cm Jumlah Halaman

STATISTIK DAERAH KECAMATAN RANCASARI 2016 ISSN : - No. Publikasi : Katalog BPS : Ukuran Buku : 17,6 cm x 25 cm Jumlah Halaman Katalog BPS : 9312.3273.100 Statistik Daerah Kecamatan Rancasari 2016 BADAN PUSAT STATISTIK KOTA BANDUNG STATISTIK DAERAH KECAMATAN RANCASARI 2016 ISSN : - No. Publikasi : 3273.1642 Katalog BPS : 9213.3273.100

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perhatian terhadap penduduk terutama jumlah, struktur dan pertumbuhan dari waktu ke waktu selalu berubah. Pada zaman Yunani dan Romawi kuno aspek jumlah penduduk sangat

Lebih terperinci

K A T A P E N G A N T A R

K A T A P E N G A N T A R K A T A P E N G A N T A R Puji dan Syukur kita Panjatkan ke hadirat Ilahi Rabbi, yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahnya, sehingga buku Profil Perkembangan Kependudukan Kota Serang Tahun 2017 ini

Lebih terperinci

Katalog BPS :

Katalog BPS : Katalog BPS : 1101002.6409010 Statistik Daerah Kecamatan Babulu 2015 Statistik Daerah Kecamatan Babulu No. Publikasi : 6409.550.1511 Katalog BPS : 1101002.6409010 Naskah : Seksi Statistik Neraca Wilayah

Lebih terperinci

Katalog BPS : STATISTIK DAERAH KECAMATAN RANCASARI BADAN PUSAT STATISTIK KOTA BANDUNG

Katalog BPS : STATISTIK DAERAH KECAMATAN RANCASARI BADAN PUSAT STATISTIK KOTA BANDUNG Katalog BPS : 9213.3273.100 STATISTIK DAERAH KECAMATAN RANCASARI 2015 BADAN PUSAT STATISTIK KOTA BANDUNG STATISTIK DAERAH KECAMATAN RANCASARI 2015 ISSN : - No. Publikasi : 3273.1543 Katalog BPS : 9213.3273.100

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI. Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37 -

IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI. Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37 - IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI 4.1 Kondisi Geografis Kota Dumai merupakan salah satu dari 12 kabupaten/kota di Provinsi Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37-101 o 8'13

Lebih terperinci

BAB III Data Lokasi 3.1. Tinjauan Umum DKI Jakarta Kondisi Geografis

BAB III Data Lokasi 3.1. Tinjauan Umum DKI Jakarta Kondisi Geografis BAB III Data Lokasi 3.1. Tinjauan Umum DKI Jakarta 3.1.1. Kondisi Geografis Mengacu kepada Laporan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah Akhir Masa Jabatan 2007 2012 PemProv DKI Jakarta. Provinsi DKI Jakarta

Lebih terperinci

KABUPATEN ACEH UTARA. Katalog BPS : BADAN PUSAT STATISTIK

KABUPATEN ACEH UTARA. Katalog BPS : BADAN PUSAT STATISTIK Katalog BPS : 4102004.1111 Badan Pusat Statistik Kabupaten Aceh Utara Jl. T. Chik Di Tiro No. 5 Telp/Faks. (0645) 43441 Lhokseumawe 24351 e-mail : bpsacehutara@yahoo.co.id, bps1111@bps.go.id BADAN PUSAT

Lebih terperinci

STATISTIK DAERAH KECAMATAN LEMBEH UTARA

STATISTIK DAERAH KECAMATAN LEMBEH UTARA STATISTIK DAERAH KECAMATAN LEMBEH UTARA 2016 B A D A N P U S AT S TAT I S T I K KO TA B I T U N G Statistik Kecamatan Lembeh Utara 2016 Statistik Kecamatan Lembeh Utara 2016 No. Publikasi : 7172.1616 Katalog

Lebih terperinci

INIJIKATDR RAKYAT. ~~QI!i. l~e~ejaht&raan. Kerjasama Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Pekalongan dengan Badan Pusat Statistik Kota Pekalongan

INIJIKATDR RAKYAT. ~~QI!i. l~e~ejaht&raan. Kerjasama Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Pekalongan dengan Badan Pusat Statistik Kota Pekalongan INIJIKATDR l~e~ejaht&raan RAKYAT ~~QI!i Kerjasama Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Pekalongan dengan Badan Pusat Statistik Kota Pekalongan INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT KOTA PEKALONGAN 2015

Lebih terperinci

STATISTIK DAERAH KECAMATAN AIR DIKIT.

STATISTIK DAERAH KECAMATAN AIR DIKIT. STATISTIK DAERAH KECAMATAN AIR DIKIT 214 Statistik Daerah Kecamatan Air Dikit 214 Halaman ii STATISTIK DAERAH KECAMATAN AIR DIKIT 214 STATISTIK DAERAH KECAMATAN AIR DIKIT 214 Nomor ISSN : - Nomor Publikasi

Lebih terperinci

BAB 7: GEOGRAFI ANTROPOSFER

BAB 7: GEOGRAFI ANTROPOSFER www.bimbinganalumniui.com 1. Pada umumnya bahan-bahan yang dikumpulkan dari sensus bersifat demografis, ekonomis, dan sosial. Bahanbahan yang bersifat demografis (1) Kewarganegaraan (2) Umur (3) Pendidikan

Lebih terperinci

STATISTIK DAERAH KECAMATAN BATAM KOTA

STATISTIK DAERAH KECAMATAN BATAM KOTA STATISTIK DAERAH KECAMATAN BATAM KOTA 2015 Statistik Daerah Kecamatan Batam Kota Kota Batam 2014 STATISTIK DAERAH KECAMATAN BATAM KOTA 2015 No Publikasi : 2171.14.26 Katalog BPS : 1102001.2171.051 Ukuran

Lebih terperinci

(Sakernas), Proyeksi Penduduk Indonesia, hasil Sensus Penduduk (SP), Pendataan Potensi Desa/Kelurahan, Survei Industri Mikro dan Kecil serta sumber

(Sakernas), Proyeksi Penduduk Indonesia, hasil Sensus Penduduk (SP), Pendataan Potensi Desa/Kelurahan, Survei Industri Mikro dan Kecil serta sumber I. Pendahuluan Salah satu tujuan Millenium Development Goals (MDGs) dari delapan tujuan yang telah dideklarasikan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tahun 2000 adalah mendorong kesetaraan gender dan

Lebih terperinci

STATISTIK DAERAH KECAMATAN SAGULUNG

STATISTIK DAERAH KECAMATAN SAGULUNG STATISTIK DAERAH KECAMATAN SAGULUNG 2015 STATISTIK DAERAH KECAMATAN SAGULUNG 2015 No Publikasi : 2171.15.24 Katalog BPS : 1102001.2171.041 Ukuran Buku : 24,5 cm x 17,5 cm Jumlah Halaman : 9 hal. Naskah

Lebih terperinci

Kecamatan Bojongloa Kaler

Kecamatan Bojongloa Kaler Katalog BPS nomor : 9213.3273.030 Kecamatan Bojongloa Kaler 2015 BADAN PUSAT STATISTIK KOTA BANDUNG STATISTIK DAERAH Kecamatan Bojongloa Kaler 2015 ISSN : - No. Publikasi : 3273.1536 Katalog BPS : 9213.3273.030

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 2010) dan laju pertumbuhan penduduk antara tahun sebesar 1,49% yang

BAB I PENDAHULUAN. 2010) dan laju pertumbuhan penduduk antara tahun sebesar 1,49% yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk terbanyak keempat di dunia, tercatat saat ini jumlah penduduk sebanyak 237,6 juta jiwa (menurut sensus 2010) dan laju

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kontrasepsi operatif minor pada pria yang sangat aman, sederhana dan sangat efektif,

BAB 1 PENDAHULUAN. kontrasepsi operatif minor pada pria yang sangat aman, sederhana dan sangat efektif, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Medis Operasi Pria (MOP) atau yang sering dikenal vasektomi adalah merupakan salah satu teknik kontrasepsi mantap. MOP merupakan suatu metode kontrasepsi operatif

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dengan jumlah penduduk sebanyak juta jiwa penduduk (BPS, 2010).

I. PENDAHULUAN. dengan jumlah penduduk sebanyak juta jiwa penduduk (BPS, 2010). I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah kependudukan di Indonesia adalah jumlah penduduk yang besar yaitu dengan jumlah penduduk sebanyak 237.641.326 juta jiwa penduduk (BPS, 2010). Di tingkat

Lebih terperinci

ANALISA DAMPAK PENGGUNAAN ALAT KONTRASEPSI TERHADAP TOTAL ANGKA KELAHIRAN DI PROVINSI MALUKU

ANALISA DAMPAK PENGGUNAAN ALAT KONTRASEPSI TERHADAP TOTAL ANGKA KELAHIRAN DI PROVINSI MALUKU ANALISA DAMPAK PENGGUNAAN ALAT KONTRASEPSI TERHADAP TOTAL ANGKA KELAHIRAN DI PROVINSI MALUKU Oleh BIDANG PENGENDALIAN PENDUDUK BADAN KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA BERENCANA NASIONAL PROVINSI MALUKU 2013 KATA

Lebih terperinci

BAB II. GAMBARAN UMUM WILAYAH DAN PEMBANGUNAN PENDIDIKAN DI KABUPATEN SUMBA BARAT

BAB II. GAMBARAN UMUM WILAYAH DAN PEMBANGUNAN PENDIDIKAN DI KABUPATEN SUMBA BARAT BAB II. GAMBARAN UMUM WILAYAH DAN PEMBANGUNAN PENDIDIKAN DI KABUPATEN SUMBA BARAT 2.1. Gambaran Umum 2.1.1. Letak Geografis Kabupaten Sumba Barat merupakan salah satu Kabupaten di Pulau Sumba, salah satu

Lebih terperinci

BAB III TEKANAN TERHADAP LINGKUNGAN

BAB III TEKANAN TERHADAP LINGKUNGAN BAB III TEKANAN TERHADAP LINGKUNGAN Kondisi lingkungan sangat dipengaruhi oleh aktifitas manusia baik dari segi kuantitas maupun kualitas. Jumlah penduduk yang semakin tinggi memberikan tekanan yang cukup

Lebih terperinci

BADAN PUSAT STATISTIK

BADAN PUSAT STATISTIK DATA AGREGAT PER KECAMATAN KABUPATEN ADMINISTRASI KEPULAUAN SERIBU Jumlah Penduduk di Kabupaten Adm. Kepulauan Seribu berdasarkan hasil SP2010 sebanyak 21.071 jiwa, dengan laju pertumbuhan penduduk sebesar

Lebih terperinci

STATISTIK KEPENDUDUKAN KALIMANTAN TENGAH 2013

STATISTIK KEPENDUDUKAN KALIMANTAN TENGAH 2013 STATISTIK PENDUDUKAN KALIMANTAN TENGAH 2013 i STATISTIK KEPENDUDUKAN KALIMANTAN TENGAH 2013 No. Publikasi : 62520.1401 Katalog BPS : 2101023.62 Ukuran Buku Jumlah Halaman :15 cm x 21 cm : ix + 57 halaman

Lebih terperinci

STATISTIK DAERAH. Kecamatan Sukajadi Kota Bandung Tahun 2015 BADAN PUSAT STATISTIK KOTA BANDUNG. Katalog BPS nomor :

STATISTIK DAERAH. Kecamatan Sukajadi Kota Bandung Tahun 2015 BADAN PUSAT STATISTIK KOTA BANDUNG. Katalog BPS nomor : Katalog BPS nomor : 9213.3273.240 RSUP HASAN SADIKIN BANDUNG KECAMATAN SUKAJADI MAJU STATISTIK DAERAH Kecamatan Sukajadi Kota Bandung Tahun 2015 BADAN PUSAT STATISTIK KOTA BANDUNG STATISTIK DAERAH KECAMATAN

Lebih terperinci

GEOGRAFI DAN IKLIM Curah hujan yang cukup, potensial untuk pertanian

GEOGRAFI DAN IKLIM Curah hujan yang cukup, potensial untuk pertanian GEOGRAFI DAN IKLIM Curah hujan yang cukup, potensial untuk pertanian Curah hujan Kecamatan Babulu rata-rata 242,25 mm pada tahun 2010 Kecamatan Babulu memiliki luas 399,46 km 2. Secara geografis berbatasan

Lebih terperinci

STATISTIK DAERAH KECAMATAN SEKUPANG

STATISTIK DAERAH KECAMATAN SEKUPANG STATISTIK DAERAH KECAMATAN SEKUPANG 2015 STATISTIK DAERAH KECAMATAN SEKUPANG 2015 No Publikasi : 2171.15.27 Katalog BPS : 1102001.2171.060 Ukuran Buku : 24,5 cm x 17,5 cm Jumlah Halaman : 14 hal. Naskah

Lebih terperinci

STATISTIK DAERAH KECAMATAN TEGOWANU 2016 ISBN : 978-602-6432-10-0 No. Publikasi : 33150.1639 Katalog BPS : 1101002.3315180 Ukuran Buku Jumlah Halaman Naskah : Koordinator Statistik Kecamatan Tegowanu Penyunting

Lebih terperinci

pareparekota.bps.go.id

pareparekota.bps.go.id INDIKATOR SOSIAL KOTA PAREPARE TAHUN 2015 ISSN : 2460-2450 Nomor Publikasi : 73720.1503 Katalog BPS : 4102004.7372 Ukuran Buku : 21 cm x 15 cm Jumlah Halaman : 87 Naskah : Seksi Statistik Sosial BPS Kota

Lebih terperinci

Analisis Parameter Kependudukan menurut Kabupaten/Kota Oleh : Risma Mulia

Analisis Parameter Kependudukan menurut Kabupaten/Kota Oleh : Risma Mulia Analisis Parameter Kependudukan menurut Kabupaten/Kota Oleh : Risma Mulia ==================================================================================== BAB I Pendahuluan Secara harfiah kata Demografi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tinggi. Berdasarkan hasil Sensus Penduduk pada bulan Agustus 2010 jumlah

I. PENDAHULUAN. tinggi. Berdasarkan hasil Sensus Penduduk pada bulan Agustus 2010 jumlah 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan sebuah negara berkembang yang memiliki banyak permasalahan penduduk, salah satunya adalah pertumbuhan penduduk yang tinggi. Berdasarkan hasil

Lebih terperinci

STATISTIK GENDER 2011

STATISTIK GENDER 2011 STATISTIK GENDER 211 STATISTIK GENDER 211 ISBN: 978-979 - 64-46 - 9 No. Publikasi: 421.111 Katalog BPS: 21412 Ukuran Buku: 19 cm x 11 cm Naskah: Sub Direktorat Statistik Rumah tangga Gambar Kulit: Sub

Lebih terperinci

STATISTIK DAERAH KECAMATAN JEKAN RAYA 2013

STATISTIK DAERAH KECAMATAN JEKAN RAYA 2013 Katalog BPS : 1101002.6271012 STATISTIK DAERAH KECAMATAN JEKAN RAYA 2013 BADAN PUSAT STATISTIK KOTA PALANGKA RAYA STATISTIK DAERAH KECAMATAN JEKAN RAYA 2013 STATISTIK DAERAH KECAMATAN JEKAN RAYA 2013

Lebih terperinci

INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT KALIMANTAN TENGAH 2011/2012

INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT KALIMANTAN TENGAH 2011/2012 INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT KALIMANTAN TENGAH 2011/2012 WELFARE INDICATORS OF KALIMANTAN TENGAH 2011/2012 INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT KALIMANTAN TENGAH 2011/2012 WELFARE INDICATORS OF KALIMANTAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan pada hakikatnya adalah upaya mewujudkan tujuan nasional

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan pada hakikatnya adalah upaya mewujudkan tujuan nasional BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Pembangunan pada hakikatnya adalah upaya mewujudkan tujuan nasional bangsa Indonesia yang maju, mandiri, sejahtera, berkeadilan, berdasarkan iman dan takwa kepada Tuhan

Lebih terperinci

Analisis Proyeksi Penduduk Jambi Berdasarkan Proyeksi Penduduk Indonesia

Analisis Proyeksi Penduduk Jambi Berdasarkan Proyeksi Penduduk Indonesia Analisis Proyeksi Penduduk Jambi 2010-2035 Berdasarkan Proyeksi Penduduk Indonesia 2010-2035 Perwakilan BKKBN Provinsi Jambi 2015 Analisis Proyeksi Penduduk Jambi 2010-2035 (Berdasarkan Proyeksi Penduduk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kependudukan di Kabupaten Lombok Barat. 2. Melakukan analisis dan evaluasi terhadap situs kependudukan pada tingkat

BAB I PENDAHULUAN. kependudukan di Kabupaten Lombok Barat. 2. Melakukan analisis dan evaluasi terhadap situs kependudukan pada tingkat A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN penyajian data dan informasi perkembangan kependudukan terutama untuk perencanaan pembangunan manusia, baik itu pembangunan ekonomi, sosial, politik, lingkungan dan

Lebih terperinci

NO KATALOG :

NO KATALOG : NO KATALOG : 1101002.3510210 STATISTIK DAERAH KECAMATAN WONGSOREJO 2013 Katalog BPS : 1101002.3510210 Ukuran Buku Jumlah Halaman : 25,7 cm x 18,2 cm : vi + Halaman Pembuat Naskah : Koordinator Statistik

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Kependudukan sangat erat kaitannya dengan demografi. Demografi sendiri

BAB 2 LANDASAN TEORI. Kependudukan sangat erat kaitannya dengan demografi. Demografi sendiri BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian-pengertian Kependudukan sangat erat kaitannya dengan demografi. Demografi sendiri berasal dari bahasa Yunani yaitu Demos yang artinya rakyat atau penduduk dan Grafien

Lebih terperinci

BAB V GAMBARAN UMUM PROPINSI JAWA BARAT. Lintang Selatan dan 104 o 48 '- 108 o 48 ' Bujur Timur, dengan luas wilayah

BAB V GAMBARAN UMUM PROPINSI JAWA BARAT. Lintang Selatan dan 104 o 48 '- 108 o 48 ' Bujur Timur, dengan luas wilayah 5.1. Kondisi Geografis BAB V GAMBARAN UMUM PROPINSI JAWA BARAT Propinsi Jawa Barat secara geografis terletak di antara 5 o 50 ' - 7 o 50 ' Lintang Selatan dan 104 o 48 '- 108 o 48 ' Bujur Timur, dengan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Singaraja, Oktober Kepala Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten Buleleng

KATA PENGANTAR. Singaraja, Oktober Kepala Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten Buleleng KATA PENGANTAR Puja Angayu bagia kami haturkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa/Tuhan Yang Maha Kuasa, karena atas waranugraha-nya maka penyusunan Profil Perkembangan Kependudukan Kabupaten Buleleng

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sensus Penduduk tahun 2010 sebesar 237,6 juta jiwa dengan laju

BAB 1 PENDAHULUAN. Sensus Penduduk tahun 2010 sebesar 237,6 juta jiwa dengan laju BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sensus Penduduk tahun 2010 sebesar 237,6 juta jiwa dengan laju pertumbuhan penduduk (LPP) 1,49% per tahun. Jika laju pertumbuhan tidak ditekan maka jumlah penduduk

Lebih terperinci

STATISTIK DAERAH KECAMATAN SERASAN STATISTIK DAERAH KECAMATAN SERASAN ISSN : - Katalog BPS : 1101002.2103.060 Ukuran Buku : 17,6 cm x 25 cm Jumlah Halaman : 10 halaman Naskah : Seksi Neraca Wilayah dan

Lebih terperinci

BAB III PROFIL UMUR DAN JENIS KELAMIN PENDUDUK KABUPATEN MAJALENGKA

BAB III PROFIL UMUR DAN JENIS KELAMIN PENDUDUK KABUPATEN MAJALENGKA BAB III PROFIL UMUR DAN JENIS KELAMIN PENDUDUK KABUPATEN MAJALENGKA 3.1. Pengertian Demografi Untuk dapat memahami keadaan kependudukan di suatu daerah atau negara, maka perlu didalami kajian demografi.

Lebih terperinci

DINAMIKA PEREKONOMIAN LAMPUNG

DINAMIKA PEREKONOMIAN LAMPUNG IV. DINAMIKA PEREKONOMIAN LAMPUNG 4.1. Provinsi Lampung 4.1.1. Gambaran Umum Provinsi Lampung meliputi wilayah seluas 35.288,35 kilometer persegi, membentang di ujung selatan pulau Sumatera, termasuk pulau-pulau

Lebih terperinci

INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT KOTA PEKALONGAN TAHUN 2008

INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT KOTA PEKALONGAN TAHUN 2008 Katalog BPS : 4103.3375 INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT KOTA PEKALONGAN TAHUN 2008 Kerjasama BAPPEDA KOTA PEKALONGAN Dengan BADAN PUSAT STATISTIK KOTA PEKALONGAN INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT KOTA PEKALONGAN

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1970, kemudian dikukuhkan dan diatur di dalam Undang-Undang Nomor 10 tahun

BAB 1 PENDAHULUAN. 1970, kemudian dikukuhkan dan diatur di dalam Undang-Undang Nomor 10 tahun BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Program Keluarga Berencana (KB) Nasional yang dicanangkan sejak tahun 1970, kemudian dikukuhkan dan diatur di dalam Undang-Undang Nomor 10 tahun 1992 tentang Perkembangan

Lebih terperinci

Sekapur Sirih. Jakarta, Agustus 2010 Kepala Badan Pusat Statistik Provinsi DKI Jakarta. Agus Suherman, M.Sc

Sekapur Sirih. Jakarta, Agustus 2010 Kepala Badan Pusat Statistik Provinsi DKI Jakarta. Agus Suherman, M.Sc Sekapur Sirih Sebagai pengemban amanat Undang undang Nomor 16 Tahun 1997 tentang Statistik dan sejalan dengan rekomendasi Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) mengenai Sensus Penduduk dan Perumahan Tahun 2010

Lebih terperinci

IV GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

IV GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 5 IV GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN.1. Kondisi Geografi dan Topografi Provinsi Papua Barat awalnya bernama Irian Jaya Barat, berdiri atas dasar Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang pembentukan Provinsi

Lebih terperinci

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN 92 IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN 4.1. Kota Bekasi dalam Kebijakan Tata Makro Analisis situasional daerah penelitian diperlukan untuk mengkaji perkembangan kebijakan tata ruang kota yang terjadi

Lebih terperinci

STATISTIK DAERAH KECAMATAN WAY JEPARA TAHUN 2015

STATISTIK DAERAH KECAMATAN WAY JEPARA TAHUN 2015 STATISTIK DAERAH KECAMATAN WAY JEPARA TAHUN 2015 Badan Pusat Statistik Kabupaten Lampung Timur STATISTIK DAERAH KECAMATAN WAY JEPARA TAHUN 2015 STATISTIK DAERAH KECAMATAN WAY JEPARA 2015 ISBN : No. Publikasi

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 31 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Gambaran Geografis Wilayah Secara astronomis, wilayah Provinsi Banten terletak pada 507 50-701 1 Lintang Selatan dan 10501 11-10607 12 Bujur Timur, dengan luas wilayah

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM WILAYAH STUDI

IV. KONDISI UMUM WILAYAH STUDI IV. KONDISI UMUM WILAYAH STUDI 4.1. Geografi dan Lingkungan Jakarta Timur terletak pada wilayah bagian Timur ibukota Republik Indonesia, dengan letak geografis berada pada 106 0 49 ' 35 '' Bujur Timur

Lebih terperinci

Katalog BPS : BADAN PUSAT STATISTIK KOTA PALANGKA RAYA

Katalog BPS : BADAN PUSAT STATISTIK KOTA PALANGKA RAYA Katalog BPS : 1101002.6271012 BADAN PUSAT STATISTIK KOTA PALANGKA RAYA STATISTIK DAERAH KECAMATAN JEKAN RAYA 2014 ISSN : 2089-1725 No. Publikasi : 62710.1415 Katalog BPS : 1101002.6271012 Ukuran Buku

Lebih terperinci

MODUL ONLINE INFORMASI DATA KEPENDUDUKAN PENDALAMAN MATERI DEMOGRAFI

MODUL ONLINE INFORMASI DATA KEPENDUDUKAN PENDALAMAN MATERI DEMOGRAFI MODUL ONLINE 20.11 INFORMASI DATA KEPENDUDUKAN PENDALAMAN MATERI DEMOGRAFI FERANI MULIANINGSIH PPG DALAM JABATAN Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi 2018 i A. PENDAHULUAN Materi-materi pembelajaran

Lebih terperinci

jaktimkota.bps.go.id

jaktimkota.bps.go.id jaktimkota.bps.go.id jaktimkota.bps.go.id jaktimkota.bps.go.id STATISTIK DAERAH KECAMATAN PASAR REBO 206 ISSN : 20896387 No Publikasi : 3720.63 Katalog BPS : 0002.37200 Ukuran Buku : 7,6 cm x 25 cm Halaman

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM PROVINSI DKI JAKARTA Keadaan Geografis dan Kependudukan

GAMBARAN UMUM PROVINSI DKI JAKARTA Keadaan Geografis dan Kependudukan 41 IV. GAMBARAN UMUM PROVINSI DKI JAKARTA 4.1. Keadaan Geografis dan Kependudukan Provinsi Jakarta adalah ibu kota Negara Indonesia dan merupakan salah satu Provinsi di Pulau Jawa. Secara geografis, Provinsi

Lebih terperinci

Indikator Kesejahteraan Rakyat Kota Tual

Indikator Kesejahteraan Rakyat Kota Tual Katalog BPS : 4102004.8172 Indikator Kesejahteraan Rakyat Kota Tual 2012 BADAN PUSAT STATISTIK KABUPATEN MALUKU TENGGARA Indikator Kesejahteraan Rakyat Kota Tual Tahun 2012 ISSN : 0216.4769 Katalog BPS

Lebih terperinci

PROFIL KESEJAHTERAAN RAKYAT KOTA PALANGKA RAYA TAHUN 2013

PROFIL KESEJAHTERAAN RAKYAT KOTA PALANGKA RAYA TAHUN 2013 i PROFIL KESEJAHTERAAN RAKYAT KOTA PALANGKA RAYA TAHUN 2013 ii KATA PENGANTAR Profil Kesejahteraan Rakyat Kota Palangka Raya Tahun 2013 ini adalah merupakan publikasi yang diterbitkan oleh Badan Pusat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kabupaten Penajam Paser Utara merupakan. Kabupaten hasil pemekaran dari Kabupaten Paser dan

BAB I PENDAHULUAN. Kabupaten Penajam Paser Utara merupakan. Kabupaten hasil pemekaran dari Kabupaten Paser dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Penajam Paser Utara merupakan Kabupaten hasil pemekaran dari Kabupaten Paser dan merupakan Kabupaten urutan ke-13 dari 14 Kabupaten/ Kota di Provinsi Kalimantan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. berdasarkan sensus penduduk mencapai 237,6 juta jiwa. keluarga kecil yang sehat dan sejahtera yaitu melalui konsep pengaturan jarak

BAB 1 PENDAHULUAN. berdasarkan sensus penduduk mencapai 237,6 juta jiwa. keluarga kecil yang sehat dan sejahtera yaitu melalui konsep pengaturan jarak BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tingginya angka kelahiran di Indonesia masih menjadi masalah utama dalam kependudukan. Sejak 2004, program keluarga berencana (KB) dinilai berjalan lamban, hingga

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM. Kabupaten OKU Selatan merupakan pemekaran dari. Kabupaten Ogan Komering Ulu, terbentuknya Kabupaten OKU

GAMBARAN UMUM. Kabupaten OKU Selatan merupakan pemekaran dari. Kabupaten Ogan Komering Ulu, terbentuknya Kabupaten OKU ` GAMBARAN UMUM Kabupaten OKU Selatan memiliki geografis perbukitan dengan luas 549.394 Ha yang terdiri dari 19 Kecamatan dan 259 Desa/Kelurahan dengan jumlah penduduk pada tahun 2011 mencapai 320.290

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Letak Geografis Secara administratif Kota Yogyakarta berada di bawah pemerintahan Propinsi DIY (Daerah Istimewa Yogyakarta) yang merupakan propinsi terkecil setelah Propinsi

Lebih terperinci

STATISTIK DAERAH KECAMATAN BUKIT BATU 2013

STATISTIK DAERAH KECAMATAN BUKIT BATU 2013 Katalog BPS : 1101002.6271020 STATISTIK DAERAH KECAMATAN BUKIT BATU 2013 BADAN PUSAT STATISTIK KOTA PALANGKA RAYA STATISTIK DAERAH KECAMATAN BUKIT BATU 2013 STATISTIK DAERAH KECAMATAN BUKIT BATU 2013

Lebih terperinci

Agustina Bidarti, S.P., M.Si. Sosial Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sriwijaya

Agustina Bidarti, S.P., M.Si. Sosial Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sriwijaya Agustina Bidarti, S.P., M.Si. Sosial Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sriwijaya PENDAHULUAN Studi demografi menekankan tiga fenomena perubahan penduduk, yakni: 1. Dinamika Penduduk (Population

Lebih terperinci

STATISTIK DAERAH KECAMATAN BATU AMPAR 2015

STATISTIK DAERAH KECAMATAN BATU AMPAR 2015 STATISTIK DAERAH KECAMATAN BATU AMPAR 2015 STATISTIK DAERAH KECAMATAN BATU AMPAR 2015 ISSN : No Publikasi : 2171.15.30 Katalog BPS : 1102001.2171.080 Ukuran Buku: 25 cm x 17,5 cm Jumlah Halaman : 11 hal.

Lebih terperinci

Profil LANSIA Jawa tengah 2014

Profil LANSIA Jawa tengah 2014 Katalog BPS : 4201003.33 Profil LANSIA Jawa tengah 2014 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI JAWA TENGAH PROFIL LANSIA JAWA TENGAH 2014 ISSN : 2407-3342 Nomor Publikasi : 33520.1511 Katalog BPS : 4104001.33

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan. Realita yang ada saat ini masih banyak masyarakat yang belum bisa

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan. Realita yang ada saat ini masih banyak masyarakat yang belum bisa BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara yang penduduknya sangat padat. Hal ini terlihat dari angka kelahiran yang terjadi di setiap tahunnya mengalami peningkatan.

Lebih terperinci

Profile Perempuan Indonesia

Profile Perempuan Indonesia Profile Perempuan Indonesia PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebangkitan nasional sebagai awal perjuangan perempuan yang terorganisir, ditandai dengan diselenggarakannya Kongres Perempuan Indonesia tingkat

Lebih terperinci

RINGKASAN EKSEKUTIF HASIL PENDATAAN SUSENAS Jumlah (1) (2) (3) (4) Penduduk yang Mengalami keluhan Sakit. Angka Kesakitan 23,93 21,38 22,67

RINGKASAN EKSEKUTIF HASIL PENDATAAN SUSENAS Jumlah (1) (2) (3) (4) Penduduk yang Mengalami keluhan Sakit. Angka Kesakitan 23,93 21,38 22,67 RINGKASAN EKSEKUTIF HASIL PENDATAAN SUSENAS 2015 Dalam kaitan dengan upaya peningkatan kesejahteraan, meningkatnya derajat kesehatan penduduk di suatu wilayah, diharapkan dapat meningkatkan produktivitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah utama yang dihadapi oleh pemerintah pusat dan daerah dalam upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat saat ini adalah masih tingginya angka kemiskinan dan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Juli 2013 mencapai 7,2 miliar jiwa, dan akan naik menjadi 8,1 miliar jiwa pada tahun

BAB 1 PENDAHULUAN. Juli 2013 mencapai 7,2 miliar jiwa, dan akan naik menjadi 8,1 miliar jiwa pada tahun BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Laju pertumbuhan penduduk dunia pada tahun 2013 mengalami peningkatan lebih tinggi dari perkiraan dua tahun yang lalu. Jumlah penduduk dunia pada bulan Juli 2013 mencapai

Lebih terperinci

PENYUSUNAN PROYEKSI PENDUDUK INDONESIA TAHUN

PENYUSUNAN PROYEKSI PENDUDUK INDONESIA TAHUN PENYUSUNAN PROYEKSI PENDUDUK INDONESIA TAHUN 2010 2035 Dr. Sukamdi Agus Joko Pitoyo, M.A. Eddy Kiswanto, M.Si M. Arif Fahrudin Alfana PENDAHULUAN Proyeksi penduduk merupakan cara penggambaran jumlah penduduk

Lebih terperinci

INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT KOTA BONTANG KOTA BONTANG

INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT KOTA BONTANG KOTA BONTANG KATALOG BPS : 4013.6474 2012 INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT KOTA BONTANG KOTA BONTANG Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah Kota Bontang Badan Pusat Statistik Kota Bontang INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT

Lebih terperinci

Katalog : STATISTIK DAERAH KECAMATAN BOTIN LEOBELE DALAM ANGKA

Katalog : STATISTIK DAERAH KECAMATAN BOTIN LEOBELE DALAM ANGKA Katalog :1101002.5321080 STATISTIK DAERAH KECAMATAN BOTIN LEOBELE DALAM ANGKA 2016 STATISTIK DAERAH KECAMATAN BOTIN LEOBELE DALAM ANGKA 2016 STATISTIK DAERAH KECAMATAN BOTIN LEOBELE DALAM ANGKA 2016 ISSN

Lebih terperinci

STATISTIK DAERAH KECAMATAN SUKAJADI 2016 ISSN : - No. Publikasi : Katalog BPS : Ukuran Buku : 17,6 cm x 25 cm Jumlah Halaman

STATISTIK DAERAH KECAMATAN SUKAJADI 2016 ISSN : - No. Publikasi : Katalog BPS : Ukuran Buku : 17,6 cm x 25 cm Jumlah Halaman Katalog BPS nomor : 9213.3273.240 BADAN PUSAT STATISTIK KOTA BANDUNG STATISTIK DAERAH KECAMATAN SUKAJADI 2016 ISSN : - No. Publikasi : 3273. 1660 Katalog BPS : 9213.3273.240 Ukuran Buku : 17,6 cm x 25

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara berkembang dengan jumlah penduduk terbesar keempat di dunia setelah Cina, India, dan Amerika Serikat. Menurut hasil sensus penduduk pada

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. yang muda, dan arus urbanisasi ke kota-kota merupakan masalah-masalah pokok

BAB 1 PENDAHULUAN. yang muda, dan arus urbanisasi ke kota-kota merupakan masalah-masalah pokok BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jumlah penduduk terbesar di dunia adalah negara Republik Rakyat Cina, India, Amerika Serikat dan Indonesia merupakan negara terbesar ke empat di dunia. 1 Indonesia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Provinsi Lampung dari hasil Sensus Penduduk tahun 2010 mencatat jumlah

I. PENDAHULUAN. Provinsi Lampung dari hasil Sensus Penduduk tahun 2010 mencatat jumlah 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Provinsi Lampung dari hasil Sensus Penduduk tahun 2010 mencatat jumlah penduduk mencapai 7.608.405 jiwa, sedangkan hasil sensus penduduk tahun 2000 mencatat jumlah

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Belitung yang terbentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2003 sejak

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Belitung yang terbentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2003 sejak IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN Kabupaten Belitung Timur adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Bangka Belitung yang terbentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2003 sejak tanggal 25 Februari

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN UMUM KOTA BOGOR

BAB III GAMBARAN UMUM KOTA BOGOR 20 BAB III GAMBARAN UMUM KOTA BOGOR 3.1. SITUASI GEOGRAFIS Secara geografis, Kota Bogor berada pada posisi diantara 106 derajat 43 30 BT-106 derajat 51 00 BT dan 30 30 LS-6 derajat 41 00 LS, atau kurang

Lebih terperinci

PERKAWINAN DAN PERCERAIAN

PERKAWINAN DAN PERCERAIAN PERKAWINAN DAN PERCERAIAN 1. Pendahuluan Dalam demografi pertumbuhan penduduk antara lain dipengaruhi oleh fertilitas. Perkawinan merupakan salah satu variabel yang mempengaruhi tinggi rendahnya tingkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia merupakan Negara yang dilihat dari jumlah penduduknya ada

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia merupakan Negara yang dilihat dari jumlah penduduknya ada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan Negara yang dilihat dari jumlah penduduknya ada pada posisi keempat di dunia, dengan laju pertumbuhan yang masih relative tinggi. Esensi tugas program

Lebih terperinci

STATISTIK DAERAH KECAMATAN CIBIRU 2015 ISSN / ISBN : - No. Publikasi : 3273.1545 Katalog BPS : 9213.3273.110 Ukuran Buku : 17,6 cm x 25 cm Jumlah Halaman : vi + 12 halaman Naskah: Priatna Nugraha Badan

Lebih terperinci

STATISTIK DAERAH KECAMATAN AIR MANJUNTO

STATISTIK DAERAH KECAMATAN AIR MANJUNTO STATISTIK DAERAH KECAMATAN AIR MANJUNTO 2014 Statistik Daerah Kecamatan Air Manjunto 2014 Halaman i STATISTIK DAERAH KECAMATAN AIR MANJUNTO 2014 Statistik Daerah Kecamatan Air Manjunto 2014 Halaman i

Lebih terperinci

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 41 IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Umum Provinsi Lampung 1. Keadaan Umum Provinsi Lampung merupakan salah satu provinsi di Republik Indonesia dengan areal daratan seluas 35.288 km2. Provinsi

Lebih terperinci

H. Abdul Rachman Sahib, S.E 16 1

H. Abdul Rachman Sahib, S.E 16 1 Penutup Penyelenggaraan Sensus Penduduk 2010 merupakan hajatan besar bangsa yang hasilnya sangat penting dalam rangka perencanaan pembangunan. Pembangunan yang dilaksanakan melalui proses perencanaan yang

Lebih terperinci

INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT KOTA KUPANG 2011

INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT KOTA KUPANG 2011 INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT KOTA KUPANG 2011 INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT KOTA KUPANG 2011 No. Publikasi : 5371.1012 Katalog BPS : 4103.5371 Ukuran Buku : 15 cm x 21 cm Jumlah Halaman : 122 Halaman

Lebih terperinci