HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 116 HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Sampel Pada penelitian ini, dari total sampel 10834, sebanyak 52.6%-nya adalah wanita dan 47.4% adalah pria. Seluruh sampel terkategori penduduk perkotaan. Tabel 8 Sebaran sampel berdasarkan status sosial ekonomi dan demografi Pria Wanita Total Sosial ekonomi dan demografi n (%) n (%) n (%) Umur (tahun) (58.5) 3362 (59.0) 6366 (58.8) (31.2) 1779 (31.2) 3380 (31.2) > (10.3) 561 (9.8) 1088 (10.0) Total 5132 (100.0) 5702 (100.0) 10834(100.0) Pekerjaan utama Tidak kerja/sekolah 782 (15,2) 564 (9.9) 1346 (12.4) Ibu rumah tangga 0 (0,0) 3248 (57,0) 3248 (30,0) Pegawai BUMN/swasta/PNS/TNI/Polri 1632 (31.8) 764 (13.4) 2396 (22.1) Wiraswasta/ Pedagang/pelayanan jasa 1569 (30.6) 796 (14.0) 2365 (21.8) Petani/nelayan/buruh (3.5) 1046 (9.7) Lainnya 302 (5,9) 131 (2,3) 433 (40) Total 5132 (100.0) 5702 (100.0) (100.0) Jenjang pendidikan Tidak tamat SD 427 (8.3) 897 (15.8) 1324 (12.3) Tamat SD 838 (16.3) 1247 (21,9) 2085 (19.2) Tamat SLTP 936 (18.2) 1156 (20,3) 2092 (19.3) Tamat SLTA 2321 (45.2) 1865 (32,7) 4186 (38.6)

2 117 Tamat perguruan tinggi 610 (11.9) 537 (9,4) 1147 (10.6) Total 5132 (100.0) 5702 (100.0) (100.0) Pengeluaran per kapita/bulan Miskin (kuintil I dan II) 2061 (40.2) 2270 (39.8) 4331 (40.0) Tidak miskin (kuintil III, IV, dan V) 3071 (59.8) 3432 (60.2) 6503 (60.0) Total 5132 (100.0) 5702 (100.0) (100.0) Status sosial ekonomi Rendah 2061 (40.2) 2270 (39.8) 4331 (40.0) Tinggi 3071 (59.8) 3432 (60.2) 6503 (60.0) Total 5132 (100.0) 5702 (100.0) (100.0) Pekerjaan Utama, Jenjang Pendidikan dan Pengeluaran Pada Tabel 8 tampak bahwa lebih dari 60% sampel pria memiliki pekerjaan utama pegawai BUMN/ pegawai swasta/pns/tni/polri, wiraswasta/pedagang/pelayanan jasa. Sementara pada sampel wanita hampir 60%- nya adalah ibu rumah tangga. Berdasarkan jenjang pendidikan, mayoritas sampel pria maupun wanita berpendidikan tamat SLTA, yaitu 45.2% untuk pria dan 32.7% untuk wanita. Berdasarkan pengeluaran per kapita per bulan, baik pada sampel pria maupun sampel wanita, lebih dari setengah sampel terkategori tidak miskin. Status sosial ekonomi dalam penelitian ini ditentukan berdasarkan gabungan (komposit) tiga variabel yaitu pekerjaan utama, jenjang pendidikan dan pengeluaran per kapita/bulan, yang kemudian dikategorikan menjadi status sosial ekonomi tinggi dan status ekonomi rendah. Pada Tabel 8 juga tampak bahwa lebih dari setengah sampel baik pada pria maupun wanita memiliki status sosial ekonomi tinggi. Status Gizi

3 118 Status gizi orang dewasa dalam penelitian ini ditentukan dengan menghitung indeks massa tubuh (IMT) dan lingkar perut. Perhitungan IMT dilakukan dengan menggunakan klasifikasi Departemen Kesehatan RI (1996), yaitu kategori kurus (IMT < 18.5); normal (IMT = ); gemuk (IMT = 25 27) dan obes (IMT > 27). Untuk status gizi obes, selain diketahui dari hasil penghitungan IMT, juga diketahui dari hasil pengukuran lingkar perut (obesitas sentral). Hasil pengukuran dapat diklasifikasikan sebagai lingkar perut berisiko (obesitas sentral) dan tidak berisiko. Pada pria dikatakan berisiko jika lingkar perutnya > 90 cm dan pada wanita jika lingkar perutnya > 80 cm. Mayoritas sampel baik pria maupun wanita berstatus gizi normal. Sementara obes pada kedua kelompok sampel menduduki persentase kedua setelah normal (Tabel 9). Pada Tabel 9 juga tampak bahwa pada wanita, kejadian obesitas, lebih tinggi dibanding pria. Tabel 9 Sebaran sampel berdasarkan status gizi Status gizi Pria Wanita Total Kurus 541(10.5) 530(9.3) 1071(9.9) Normal 2997(58.4) 2213(38.8) 5210(48.1) Gemuk 392(7.6) 215(3.8) 607(10.7) Obes (obesitas umum dan obesitas sentral) 1202(23.4) 2744(48.1) 3946(36.4) Total 5132(100.0 ) 5702(100.0) 10834(100.0 ) Gaya hidup yang dimaksud di dalam penelitian ini meliputi kebiasaan konsumsi makanan berisiko, merokok, konsumsi alkohol dan gangguan mental emosional. Berikut adalah karakteristik sampel berdasarkan gaya hidup: Konsumsi Makanan Berisiko

4 119 Ada kelompok-kelompok makanan yang berisiko bagi penyakit degeneratif. Yang dimaksud makanan berisiko dalam penelitian ini antara lain: jeroan, makanan berlemak, makanan asin, makanan yang diawetkan, makanan/minuman manis, dan minuman berkafein. Berdasar kategori sering dan jarang, pada kedua kelompok sampel masing-masing konsumsi makanan berisiko pada umumnya terkategori jarang (Tabel 10). Tabel 10 Sebaran sampel menurut konsumsi makanan berisiko Perilaku berisiko Pria Wanita Total Konsumsi jeroan Sering (> 1 kali/hari) 205(4.0) 65(1.1) 270(2.5) Jarang (< 1 kali/hari) 4927(96.0) 5637(98.9) 10564(97.5) Total 5132(100.0 ) 5702(100.0 ) 10834(100.0 ) Konsumsi makanan berlemak Sering (> 1 kali/hari) 356(6.9) 383(6.7) 739(6.8) Jarang (< 1 kali/hari) 4776(93.1) 5319(93.3) 10095(93.2) Total 5132(100.0 ) 5702(100.0 ) 10834(100.0 ) Konsumsi makanan asin Sering (> 1 kali/hari) 503(9.8) 591(10.4) 1094(10.1) Jarang (< 1 kali/hari) 4629(90.2) 5111(89.6) 9740(89.9) Total 5132(100.0 ) 5702(100.0 ) 10834(100.0 ) Konsumsi makanan yang diawetkan

5 120 Sering (> 1 kali/hari) 213(4.2) 209(3.7) 422(3.9) Jarang (< 1 kali/hari) 4919(95.8) 5493(96.3) 10412(96.1) Total 5132(100.0 ) 5702(100.0 ) 10834(100.0 ) Konsumsi makanan/minuman manis Sering (> 1 kali/hari) 1818(35.4) 1724(30.2) 3542(32.7) Jarang (< 1 kali/hari) 3314(64.6) 3978(69.8) 7292(67.3) Total 5132(100.0 ) 5702(100.0 ) 10834(100.0 ) Konsumsi minuman berkafein Sering (> 1 kali/hari) 1156(22.5) 517(9.1) 1673(15.4) Jarang (< 1 kali/hari) 3976(77.5) 5185(90.9) 9161(84.6) Total 5132(100.0 ) 5702(100.0 ) 10834(100.0 ) Konsumsi gabungan Sering (> 5 sering kons.makanan berisiko) 23(0.5) 11(0.2) 34(0.3) Jarang (< 5 sering kons.makanan berisiko) 5109(99.5) 5691(99.8) 10800(99.7) Total 5132(100.0 ) 5702(100.0 ) 10834(100.0 ) Gangguan Mental Emosional Dalam penelitian ini, adanya gangguan mental emosional dinilai dengan Self Reporting Questionnaire (SRQ) yang terdiri dari 20 butir pertanyaan. Berdasar uji validitas yang dilakukan Hartono (1995), dimana seseorang dikategorikan mengalami gangguan emosional jika terhadap 20 pertanyaan

6 121 tersebut minimal 6 pertanyaan dijawab ya, dalam penelitian ini sebanyak 14.8% sampel pria dan 24% sampel wanita dikategorikan mengalami gangguan mental emosional (Tabel 11). Tabel 11 Sebaran sampel menurut kondisi mental emosional Kesehatan mental Pria Wanita Total Gangguan 760(14.8) 1370(24.0) 2130(19.7) Tidak gangguan 4372(85.2) 4332(76.0) 8704(80.3) Total 5132(100.0) 5702(100.0) 10834(100.0 ) Kebiasaan Merokok Kebiasaan merokok juga merupakan faktor risiko penyakit degeneratif. Pada pria, lebih dari setengah sampel memiliki kebiasaan merokok setiap hari. Sementara pada sampel wanita, lebih dari 90% sampel mengaku tidak pernah merokok. Pada pria dan wanita perokok, lebih dari setengah sampel, pertama kali mulai merokok > umur 17 tahun. Berdasarkan jumlah batang rokok yang dihisap per hari, mayoritas perokok pria maupun wanita menghabiskan < 15 batang per hari. Berdasarkan jenis rokok yang dihisap, rokok kretek dengan filter adalah yang paling banyak dihisap baik oleh perokok pria (71.1%) maupun perokok wanita (60.7%) (Tabel 12). Tabel 12 Sebaran sampel menurut kebiasaan merokok Kebiasaan merokok Pria Wanita Total

7 122 Merokok setiap hari 2582(50.3) 147(2.6) 2729(25.2) Merokok kadang-kadang 669(13.0) 153(2.7) 822(7.6) Sebelumnya pernah merokok 531(10.3) 84(1.5) 615(5.7) Tidak pernah merokok 1350(26.3) 5318(93.3) 6668(61.5) Total 5132(100.0) 5702(100.0) 10834(100.0) Lanjutan Tabel 12 Umur mulai merokok setiap hari (perokok setiap hari) > 17 Tahun 1479(57.3) 112(76.2) 1591(58.3) < 17 Tahun 1103(42.7) 35(23.8) 1139(41.7) Jumlah rokok yang dihisap (perokok setiap hari dan perokok kadangkadang) > 15 Batang 411(12.6) 15(5.0) 426(12.0) < 15 Batang 2840(87.4) 285(95.0) 3125(88.0) Total 3251(100.0) 300(100.0) 3551(100.0) Jenis rokok yang dihisap (perokok setiap hari dan perokok kadangkadang) Kretek tanpa filter 1090(33.5) 54(18.0) 1144(32.2) Rokok dengan filter 2312(71.1) 182(60.7) 2494(70.2) Rokok putih 380(11.7) 69(23.0) 449(12.6) Rokok linting 83(2.6) 17(5.7) 100(2.8) Cangklong 70(2.2) 1(0.3) 71(2.0) Cerutu 43(1.3) 14(4.7) 57(1.6) Tembakau kunyah 43(1.3) 14(4.7) 57(1.6) Total 3251(100.0) 300(100.0) 3551(100.0)

8 123 Konsumsi Alkohol Tabel 13 Sebaran sampel menurut kebiasaan konsumsi alkohol Konsumsi alkohol Pria Wanita Total Dalam 12 bulan terakhir Ya 440(8.6) 49(0.9) 489(4.5) Tidak 4692(91.4) 5653(99.1) 10345(95.5) Total Dalam 1 bulan terakhir 5132(100.0) 5702(100.0) 10834(100.0 ) Ya 297(67.5) 21(42.9) 318(65.0) Tidak 143(32.5) 28(57.1) 171(35.0) Total 440(100.0) 49(100.0) 489(100.0) Frekuensi minum (dalam 1 bulan terakhir) Sering 33(11.1) 2(9.5) 35(11.0) Jarang 264(88.9) 19(90.5) 283(89.0) Total 297(100.0) 21(100.0) 318(100.0) Porsi minum (dalam 1 bulan terakhir) > 2 satuan 152(51.2) 3(14.3) 155(48.7) < 2 satuan 145(48.8) 18(85.7) 163(51.3) Total 297(100.0) 21(100.0) 318(100.0) Jenis minuman (dalam 1 bulan terakhir) Bir 112(37.7) 9(42.9) 121(38.1) Whisky/vodka 29(9.8) 5(23.8) 34(10.7) Anggur/wine 123(41.4) 7(33.3) 130(40.9)

9 124 Minuman tradisional 33(11.1) 0(0.00) 33(10.4) Total 297(100.0) 21(100.0) 318(100.0) Pada Tabel 13 tampak kedua kelompok sampel sebagian besar menyatakan tidak mengkonsumsi minuman beralkohol selama 1 tahun terakhir. Berdasar frekuensi, sekitar 90% kedua kelompok sampel menyatakan jarang mengkonsumsi alkohol. Berdasar jenis minuman, anggur/wine paling banyak dikonsumsi oleh sampel pria. Sementara pada sampel wanita, bir menempati urutan tertinggi. Dalam satu satuan minuman beralkohol, kandungan etanolnya adalah 9-13 gram. Aktivitas Fisik dan Konsumsi Buah dan Sayur Aktivitas fisik dan konsumsi buah dan sayur merupakan faktor protektif penyakit degeneratif seperti hipertensi dan diabetes melitus. Dalam penelitian ini, kedua kelompok sampel lebih dari 75% terkategori tidak cukup melakukan aktivitas fisik (Tabel 14). Berdasarkan kecukupan konsumsi buah dan sayur, tidak ada satu pun sampel dalam penelitian ini yang terkategori cukup. Kedua kelompok sampel mayoritas memiliki kebiasaan konsumsi > 3 hari per minggu, namun lebih dari 95% sampel di masing-masing kelompok, mengkonsumsi buah dan sayur < 3 porsi per hari (Tabel 14). Tabel 14 Sebaran sampel menurut perilaku protektif penyakit degeneratif Perilaku protektif Pria Wanita Total Aktivitas fisik Tidak cukup 3939(76.8) 4329(75.9) 8268(76.3) Cukup 1193(23.2) 1373(24.1) 2566(23.7) Total 5132(100.0) 5702(100.0) 10834(100. 0)

10 125 Konsumsi buah dan sayur Tidak cukup 5132(100.0) 5702(100.0) 10834(100. 0) Cukup 0(0.0) 0(0.0) 0(0.0) Total 5132(100.0) 5702(100.0) 10834(100. 0) Porsi konsumsi buah dan sayur > 3 porsi/hari 207(4.0) 245(4.3) 452(4.2) < 3 porsi/hari 4925(96.0) 5457(95.7) 10382(95.8) Total 5132(100.0) 5702(100.0) 10834(100.0) Frekuensi konsumsi buah dan sayur > 3 hari/minggu 4210(82.0) 4877(85.5) 9087(83.9) < 3 hari/minggu 922(18.0) 825(14.5) 1747(16.1) Total 5132(100.0) 5702(100.0) 10834(100.0) Dalam penelitian ini penyakit degeneratif yang dianalisis hubungannya dengan perilaku protektif, perilaku berisiko, status gizi, serta kondisi sosial ekonomi dan demografi adalah hipertensi dan diabetes melitus. Pada Tabel 15 tampak sebanyak 32.9% sampel pria dan 24.6% sampel wanita berdasar pengukuran tekanan darah mengalami hipertensi (H). Sementara berdasarkan diagnosis, hipertensi diderita oleh 8.9% sampel pria dan 12.5% sampel wanita. Diabetes melitus (D) dialami oleh 2.6% sampel pria dan 2.9% sampel wanita. Proporsi sampel yang diketahui menderita hipertensi berdasarkan pengukuran tekanan darah saat survey berlangsung lebih besar dibanding penderita hipertensi berdasarkan diagnosis sebelumnya oleh tenaga kesehatan (saat survey berlangsung, berdasar pengukuran tekanan darah tidak menunjukkan hipertensi). Dalam penelitian ini juga dianalisis kejadian hipertensi dan diabetes melitus pada sampel obes, kejadian hipertensi yang diderita bersamaan dengan

11 126 diabetes melitus, serta kejadian hipertensi yang diderita bersamaan dengan diabetes melitus pada sampel obes. Tabel 15 Sebaran sampel menurut kejadian penyakit degeneratif Penyakit Degeneratif Pria Wanita Total Hipertensi 1 (pengukuran) (H1) 1686(32.9) 1404(24.6) 3090(28.5) Hipertensi 2 (diagnosis) (H2) 459(8.9) 715(12.5) 1174(10.8) Diabetes mellitus (D) 133(2.6) 165(2.9) 298(2.8) Hipertensi 1 +Diabetes melitus (H1D) 70(1.7) 102(1.8) 172(1.6) Hipertensi 2 +Diabetes melitus (H2D) 18(0.4) 63(1.1) 81(0.8) Hipertensi 1 +Obesitas (H1O) 357(7.0) 600(10.5) 957(8.8) Hipertensi 2 +Obesitas (H2O) 101(2.0) 506(8.9) 607(5.6) Diabetes melitus+obesitas (DO) 51(1.0) 119(2.1) 170(1.6) Hipertensi 1+Diabetes+Obesitas (H1DO) Hipertensi 2+Diabetes+Obesitas (H2DO) 18(0.4) 39(0.7) 14(0.3) 49(0.9) 57(0.5) 63(0.6) 5132( ( (100.0 Total sampel ) ) ) Hubungan Faktor Risiko dengan Hipertensi dan Diabetes Melitus

12 127 Status Sosial Ekonomi dan Demografi Dalam penelitian ini, baik pada sampel pria maupun wanita, kejadian penyakit degeneratif lebih banyak terjadi pada usia > 45 tahun. Pada pria, kejadian penyakit degeneratif pada umumnya terjadi pada sampel dengan status sosial ekonomi tinggi. Sebaliknya, pada wanita, kejadian penyakit degeneratif pada umumnya terjadi pada sampel dengan status sosial ekonomi rendah (Tabel 16,17, 18, dan 19). Tabel 16 Hubungan penyakit degeneratif dengan kondisi sosial ekonomi dan demografi pada pria tidak obes Karakteristik Penyakit Degeneratif H1 H2 D H1D H2D Umur > (53.2) 323(18.3) 105(6.0) 61(3.5) 38(2.2) < (25.0) 136(4.0) 28(0.8) 9(0.3) 5(0.1) Total 1782(34.7) 459(8.9) 133(2.6) 70(1.4) 43(0.8) 3.41( )* 5.34( )* 7.56( )* 13.39( )* 14.83( )* Sosek Rendah 709(34.4) 181(8.8) 42(2.0) 51(1.7) 12(0.6) Tinggi 1073(34.9) 278(9.1) 91(3.0) 19(0.9) 31(1.0) Total 1782(34.7) 456(8.9) 133(2.6) 70(1.4) 43(0.8) 0.98 ( ) 0.97( ) 0.68 ( ) 0.55 ( ) 0.57( )* Keterangan: H1 H2 =hipertensi berdasar pengukuran tekanan darah =hipertensi berdasar diagnosis tenaga kesehatan

13 128 D H1D =diabetes melitus =hipertensi (berdasar pengukuran tekanan darah) sekaligus menderita diabetes melitus H2D =hipertensi berdasar diagnosis tenaga kesehatan sekaligus menderita diabetes melitus * =hubungan signifikan (p<0.05) Hubungan antara umur dengan kejadian penyakit degeneratif baik pada pria maupun wanita secara statistik signifikan (p<0.05). Pada pria, risiko terkena H1 pada umur > 45 tahun adalah 3.41 kali lebih besar, = 3.41 ( ) dibanding yang berumur < 45 tahun. Risiko lebih tinggi terkena H2, D, H1D, H2D juga terjadi pada sampel pria maupun wanita umur > 45 tahun dibanding umur < 45 tahun. Demikian juga pada pria obes dan wanita obes, umur > 45 tahun memiliki risiko lebih tinggi dibanding umur < 45 tahun sebagaimana disajikan dalam Tabel 16, 17, 18 dan 19. Risiko umur terhadap kejadian hipertensi sekaligus diabetes melitus baik pada pria maupun wanita pada umumnya lebih tinggi dibanding pada kejadian tunggal, yaitu hipertensi saja ataupun diabetes melitus saja. Tabel 17 Hubungan penyakit degeneratif dengan kondisi sosial ekonomi dan demografi pada pria obes Karakteristi k Penyakit Degeneratif H1O H2O DO H1DO H2DO Umur n (%) n (%) n (%) n (%) n (%) > (20.8) 131(7.4) 45(2.6) 35(2.0) 21(1.2) < (8.5) 47(1.4) 6(0.2) 3(0.1) 1(0.0) Total 654(12.7) 178(3.5) 51(1.0) 38(0.7) 22(0.4)

14 ( )* 5.68 ( )* ( )* ( )* ( )* Sosek Rendah 226(11.0) 62(3.0) 11(0.5) 8(0.4) 5(0.2) Tinggi 428(13.9) 116(3.8) 40(1.3) 30(1.0) 17(0.6) Total 654(12.7) 178(3.5) 51(1.0) 38(0.7) 22(0.4) 0.76 ( )* 0.79( ) 0.41( )* 0.39 ( )* 0.44 ( ) Keterangan: H1O H2O DO =hipertensi berdasar pengukuran tekanan darah pada sampel obes =hipertensi berdasar diagnosis tenaga kesehatan pada sampel obes =diabetes melitus pada sampel obes H1DO =hipertensi (berdasar pengukuran tekanan darah) sekaligus menderita diabetes melitus pada sampel obes H2DO =hipertensi berdasar diagnosis tenaga kesehatan sekaligus menderita diabetes melitus pada sampel obes Pada pria, hubungan signifikan status sosial ekonomi dengan kejadian penyakit degeneratif antara lain tampak pada kejadian H2D, H1O, DO, dan H1DO. Sementara pada wanita, hubungan signifikan tampak pada kejadian H1, H2, H1O, dan H2O. Nilai masing-masing disajikan dalam Tabel 16, 17, 18, dan 19.

15 130 Tabel 18 Hubungan penyakit degeneratif dengan kondisi sosial ekonomi dan demografi pada wanita tidak obes Karakteristi k Penyakit Degeneratif H1 H2 D H1D H2D Umur > (54.1) 502(25.2) 138(7.0) 89(4.5) 55(2.8) < (20.3) 213(5.7) 27(0.7) 13(0.3) 8(0.2) Total 1824(32.0) 715(12.5) 165(2.9) 102(1.8) 63(1.1) 4.63( )* 5.28( )* 10.38( )* ( )* ( )* Sosek Rendah 777(34.2) 318(14.0) 64(2.8) 47(2.1) 27(1.2) Tinggi 1047(30.5) 397(11.6) 101(2.9) 55(1.6) 36(1.0) Total 1824( (12.5) 165(2.9) 102(1.8) 63(1.1) 1.19( )* 1.25( )* 0.96 ( ) 1.30 ( ) 1.14 ( ) Tabel 19 Hubungan penyakit degeneratif dengan kondisi sosial ekonomi dan demografi pada wanita obes Karakteristi k Penyakit Degeneratif

16 131 Umur H1O H2O DO H1DO H2DO > (36.7) 359(18.3) 103(5.2) 72(3.7) 43(2.2) < (12.6) 147(3.9) 16(0.4) 9(0.2) 6(0.2) Total 1190(20.9 ) 506(8.9) 119(2.1) 81(1.4) 49(0.9) 4.04 ( )* 5.46 ( )* ( )* ( )* ( )* Sosek Rendah 517(22.8) 228(10.0) 49(2.2) 38(1.7) 20(0.9) Tinggi 673(19.6) 278(8.1) 70(2.0) 43(1.3) 29(0.8) Total 1190(20.9 ) 506(8.9) 119(2.1) 81(1.4) 49(0.9) 1.21( )* 1.27( )* 1.06 ( ) 1.34 ( ) 1.04 ( ) Status Gizi Berdasar status gizi dengan perhitungan Indeks Massa Tubuh (IMT) dan lingkar perut, proporsi kejadian penyakit degeneratif baik pada pria maupun wanita pada umumnya paling tinggi ditemui pada status gizi obes, diikuti gemuk, normal, dan kurus (Tabel 20-23). Tabel 20 Hubungan status gizi (IMT dan lingkar perut) dengan penyakit degeneratif pada pria

17 132 Penyakit Degeneratif Status gizi H1 H2 D H1D H2D Kurus 122(21.6) 29(5.1) 9(1.6) 4(0.7) 4(0.7) Normal 979(30.0) 248(7.6) 77(2.4) 34(1.0) 22(0.7) 0.64( )* 0.66( )* 0.67( ) 0.68( ) 1.05( ) Gemuk 283(46.7) 81(13.4) 23(3.8) 14(2.3) 10(1.7) Normal 979(30.0) 248(7.6) 77(2.4) 34(1.0) 22(0.7) 2.04( )* 1.87( )* 1.63( )* 2.24( )* 2.47( )* Obes 398(56.5) 101(14.3) 51(4.24) 18(2.6) 7(1.0) Normal 979(30.0) 248(7.6) 77(2.4) 34(1.0) 22(0.7) 3.03( )* 2.03( )* 8.18 ( )* 2.49( )* 1.48( ) Pada pria, hubungan signifikan terjadi antara status gizi dengan H1, H2, H1D dan H2D. Sementara pada wanita, hubungan signifikan tampak pada kejadian H1, H2, H1D, dan H2D. Pada pria misalnya, status gizi obes berisiko terkena H kali lebih besar dibandingkan status gizi normal, =3.03( ); gemuk berisiko terkena H kali lebih besar dibandingkan status gizi normal, =2.04( ). Sementara pada pria kurus, risiko terkena H1 40% lebih kecil dibanding pria normal (Tabel 20). Selengkapnya, nilai status gizi terhadap kejadian penyakit degeneratif, disajikan dalam Tabel 20 dan 21. Tabel 21 Hubungan status gizi (IMT) dengan penyakit degeneratif pada wanita Status gizi Penyakit Degeneratif

18 133 H1 H2 D H1D H2D Kurus 118(20.7) 44(7.7) 11(1.9) 5(0.9) 4(0.7) Normal 804(25.6) 284(9.0) 77(2.4) 42(1.3) 27(0.9) 0.76 ( )* 0.84( ) 0.79( ) 0.65 ( ) 0.82 ( ) Gemuk 302(38.4) 134(17.0) 28(3.6) 16(2.0) 11(1.4) Normal 804(25.6) 284(9.0) 77(2.4) 42(1.3) 27(0.9) 1.82 ( )* 2.07( )* 1.47( ) 1.54 ( ) 1.64 ( ) Obes 600(49.9) 253(21.0) 119(9.9) 39(3.2) 21(1.7) Normal 804(25.6) 284(9.0) 77(2.4) 42(1.3) 27(0.9) 2.90 ( )* 2.69( )* 2.93 ( )* 2.48( )* 2.05 ( )* Konsumsi Makanan Berisiko Pada pria maupun wanita, proporsi kejadian penyakit degeneratif antara sampel yang sering mengkonsumsi makanan/minuman berisiko dengan yang jarang mengkonsumsinya pada umumnya tidak terlalu berbeda. Tabel 22 Hubungan konsumsi makanan berisiko dengan penyakit degeneratif pada pria tidak obes Penyakit degeneratif Kebiasaan makan H1 H2 D H1D H2D

19 134 Jeroan Jarang 1704(34.6) 441(9.0) 123(2.5) 65(1.3) 40(0.8) Sering 78(38.0) 18(8.8) 10(4.9) 5(2.4) 3(1.5) Total 1782(34.7) 459(8.9) 133(2.6) 70(1.4) 43(0.8) 0.86( ) 1.02( ) 2.00( )* 0.53( ) 0.55 ( ) Makanan berlemak Jarang 1666(34.9) 434(9.1) 119(2.5) 65(1.4) 40(0.8) Sering 116(32.6) 25(7.0) 14(3.9) 5(1.4) 3(0.8) Total 1782(34.7) 459(8.9) 133(2.6) 70(1.4) 43(0.8) 1.11( ) 1.32( ) 1.60( ) 0.97( ) 0.99 ( ) Makanan asin Jarang 1600(34.6) 406(8.8) 118(2.5) 63(1.4) 38(0.8) Sering 182(36.2) 53(10.5) 15(3.0) 7(1.4) 5(1.0) Total 1782(34.7) 459(8.9) 133(2.6) 70(1.4) 43(0.8) 0.93( ) 0.82( ) 1.18( ) 0.98( ) 0.82 ( ) Makanan awet Jarang 1707(34.7) 439(8.9) 128(2.6) 68(1.4) 41(0.8) Sering 75(35.2) 20(9.4) 5(2.3) 2(0.9) 2(0.9) Total 1782(34.7) 459(8.9) 133(2.6) 70(1.4) 43(0.8) 0.98( ) 0.95( ) 0.90( ) 1.48( ) 0.89 ( )

20 135 Makanan/Minuman manis Jarang 1159(35.0) 285(8.6) 90(2.7) 50(1.5) 32(1.0) Sering 623(34.3) 174(9.6) 43(2.4) 20(1.1) 11(0.6) Total 1782(34.7) 459(8.9) 133(2.6) 70(1.4) 43(0.8) 1.03( ) 0.89( ) 0.87( ) 1.38( ) 1.60 ( ) Minuman berkafein Jarang 1401(35.2) 360(9.1) 107(2.7) 62(1.6) 39(1.0) Sering 381(33.0) 99(8.6) 26(2.2) 8(0.7) 4(0.3) Total 1782(34.7) 459(8.9) 133(2.6) 70(1.4) 43(0.8) 1.11( ) 1.06( ) 0.83( ) 2.27( )* 2.85 ( )* Lanjutan Tabel 22 Kebiasaan makan H1 H2 D H1D H2D Konsumsi gabungan Jarang 1775(34.7) 457(8.9) 130(2.5) 69(1.4) 43(0.8) Sering 7(30.4) 2(8.7) 3(13.0) 1(4.3) 0(0.0) Total 1782(34.7) 459(8.9) 133(2.6) 70(1.4) 43(0.8) 0.82( ) 0.97( ) 5.75( )* 3.32( ) - Keterangan:

21 136 Konsumsi gabungan, dikatakan jarang, jika sampel mengkonsumsi < 5 jenis makanan berisiko masing-masing > 1 kali/hari, dan dikatakan sering jika sampel mengkonsumsi > 5 jenis makanan berisikomsing-masing > 1 kali/hari Pada pria, hubungan signifikan (p<0.05) antara konsumsi makanan berisiko dengan penyakit degeneratif antara lain tampak pada: sering mengkonsumsi jeroan pada penderita diabetes (D), kafein pada H1D dan H2D serta sering mengkonsumsi gabungan makanan berisiko. Sementara pada wanita, nilai signifikan tampak pada kebiasaan sering mengkonsumsi minuman manis pada penderita D, H1D, H2D, DO, H1DO dan H2DO, serta kafein pada penderita H1. Nilai masing-masing disajikan dalam Tabel 22, 23, 24 dan 25. Tabel 23 Hubungan konsumsi makanan berisiko dengan penyakit degeneratif pada pria obes Penyakit degeneratif Kebiasaan makan H1O H2O DO H1DO H2DO Jeroan Jarang 619(12.6) 168(3.4) 47(1.0) 35(0.7) 20(0.4) Sering 35(17.1) 10(4.9) 4(2.0) 3(1.5) 2(1.0) Total 654(12.7) 178(3.5) 51(1.0) 38(0.7) 22(0.4) 0.70 ( ) 0.69 ( ) 0.48 ( ) 0.48 ( ) 0.41( ) Makanan berlemak Jarang 610(12.8) 167(3.5) 45(0.9) 34(0.7) 20(0.4)

22 137 Sering 44(12.4) 11(3.1) 6(1.7) 4(1.1) 2(0.6) Total 654(12.7) 178(3.5) 51(1.0) 38(0.7) 22(0.4) 1.04( ) 1.14 ( ) 0.55 ( ) 0.63 ( ) 0.74 ( ) Makanan asin Jarang 592(12.8) 159(3.4) 45(1.0) 34(0.7) 19(0.4) Sering 62(12.3) 19(3.8) 6(1.2) 4(0.8) 3(0.6) Total 654(12.7) 178(3.5) 51(1.0) 38(0.7) 22(0.4) 1.04( ) 0.91 ( ) 0.81 ( ) 0.92 ( ) 0.69 ( ) Lanjutan Tabel 23 H1O H2O DO H1DO H2DO Makanan awet Jarang 626(12.7) 174(3.5) 50(1.0) 37(0.8) 21(0.4) Sering 28(13.1) 4(1.9) 1(0.5) 1(0.5) 1(0.5) Total 654(12.7) 178(3.5) 51(1.0) 38(0.7) 22(0.4) 0.96( ) 1.92 ( ) 2.18 ( ) 1.61 ( ) 0.91 ( ) Makanan/minuman manis Jarang 421(12.7) 118(3.6) 33(1.0) 25(0.8) 15(0.5) Sering 233(12.8) 60(3.3) 18(1.0) 13(0.7) 7(0.4) Total 654(12.7) 178(3.5) 51(1.0) 38(0.7) 22(0.4) 0.99(

23 ) ( ) ( ) ( ) ( ) Minuman berkafein Jarang 514(12.9) 142(3.6) 43(1.1) 32(0.8) 20(0.5) Sering 140(12.1) 36(3.1) 8(0.7) 6(0.5) 2(0.2) Total 654(12.7) 178(3.5) 51(1.0) 38(0.7) 22(0.4) 1.08( ) 1.15 ( ) 1.57 ( ) 1.56 ( ) 2.92 ( ) Konsumsi gabungan Sering 3(13.0) 2(8.7) 0(0.0) 0(0.0) 0(0.0) Jarang 651(12.7) 176(3.4) 51(1.0) 38(0.7) 22(0.4) Total 654(12.7) 178(3.5) 51(1.0) 38(0.7) 22(0.4) 1.03( ) 2.67 ( ) 0(0.0) 0(0.0) 0(0.0) Tabel 24 Hubungan konsumsi makanan berisiko dengan penyakit degeneratif pada wanita tidak obes Penyakit degeneratif Kebiasaan makan H1 H2 D H1D H2D Jeroan Jarang 1804(32.0) 706(12.5) 163(2.9) 100(1.8) 61(1.1) Sering 20(30.8) 9(13.8) 2(3.1) 2(3.1) 2(3.1) Total 1824(32.0) 715(12.5) 165(2.9) 102(1.8) 63(1.1)

24 ( ) 0.89 ( ) 1.07( ) 0.57 ( ) 0.34 ( ) Makanan berlemak Jarang 1717(32.3) 677(12.7) 157(3.0) 98(1.8) 61(1.1) Sering 107(27.9) 38(9.9) 8(2.1) 4(1.0) 2(0.5) Total 1824(32.0) 715(12.5) 165(2.9) 102(1.8) 63(1.1) 1.23 ( ) 1.32 ( ) 0.70( ) 1.78 ( ) 2.21 ( ) Lanjutan Tabel 24 H1 H2 D H1D H2D Kebiasaan makan Makanan asin Jarang 1631(31.9) 641(12.5) 148(2.9) 94(1.8) 58(1.1) Sering 193(32.7) 74(12.5) 17(2.9) 8(1.4) 5(0.8) Total 1824(32.0) 715(12.5) 165(2.9) 102(1.8) 63(1.1) 0.97 ( ) 1.00 ( ) 0.99( ) 1.37 ( ) 1.35 ( ) Makanan awet Jarang 1764(32.1) 692(12.6) 162(2.9) 99(1.8) 61(1.1)

25 140 Sering 60(28.7) 23(11.0) 3(1.4) 3(1.4) 2(1.0) Total 1824(32.0) 715(12.5) 165(2.9) 102(1.8) 63(1.1) 1.17 ( ( ) 0.48( ) 1.26 ( ) 1.16 ( ) Makanan/minuman manis Jarang 1285(32.3) 499(12.5) 136(3.4) 86(2.2) 55(1.4) Sering 539(31.3) 216(12.5) 29(1.7) 16(0.9) 8(0.5) Total 1824(32.0) 715(12.5) 165(2.9) 102(1.8) 63(1.1) 1.05 ( ) 1.00 ( ) 2.48( )* 2.36 ( )* 3.01 ( )* Minuman berkafein Jarang 1632(31.5) 637(12.3) 157(3.0) 96(1.9) 59(1.1) Sering 192(37.1) 78(15.1) 8(1.5) 6(1.2) 4(0.8) Total 1824(32.0) 715(12.5) 165(2.9) 102(1.8) 63(1.1) 0.78 ( )* 0.79 ( ) 0.50( ) 1.61 ( ) 1.48 ( ) Konsumsi gabungan Sering 6(54.5) 0(0.0) 0(0.0) 0(0.0) 0(0.0) Jarang 1818(31.9) 715(12.6) 165(2.9) 102(1.8) 63(1.1) Total 1824(32.0) 715(12.5) 165(2.9) 102(1.8) 63(1.1) 2.56( )

26 141 Tabel 25 Hubungan konsumsi makanan berisiko dengan penyakit degeneratif pada wanita obes Penyakit degeneratif Kebiasaan makan H1O H2O DO H1DO H2DO Jeroan Jarang 1173(20.8) 498(8.8) 117(2.1) 79(1.4) 47(0.8) Sering 17(26.2) 8(12.3) 2(3.1) 2(3.1) 2(3.1) Total 1190(20.9) 506(8.9) 119(2.1) 81(1.4) 49(0.9) 0.74 ( ) 0.69 ( ) 0.67 ( ) 0.45 ( ) 0.26 (0.06 (1.11) Makanan berlemak Jarang 1107(20.8) 478(9.0) 112(2.1) 77(1.4) 47(0.9) Sering 83(21.7) 28(7.3) 7(1.8) 4(1.0) 2(0.5) Total 1190(20.9) 506(8.9) 119(2.1) 81(1.4) 49(0.9) 0.95 ( ) 1.25 ( ) 1.16( ) 1.39( ) 1.70 ( ) Lanjutan Tabel 25 Kebiasaan makan H1O H2O DO H1DO H2DO Makanan asin Jarang 1067(20.9) 458(9.0) 108(2.1) 77(1.5) 47(0.9) Sering 123(20.8) 48(8.1) 11(1.9) 4(0.7) 2(0.3) Total 1190(20.9) 506(8.9) 119(2.1) 81(1.4) 49(0.9)

27 ( ) 1.11 ( ) ) 2.24( ) 2.73 ( ) Makanan awet Jarang 1155(21.0) 492(9.0) 117(2.1) 79(1.4) 48(0.9) Sering 35(16.7) 14(6.7) 2(1.0) 2(1.0) 1(0.5) Total 1190(20.9) 506(8.9) 119(2.1) 81(1.4) 49(0.9) 1.32 ( ) 1.37 ( ) ) ) 1.83 ( ) Makanan/minuman manis Jarang 836(21.0) 361(9.1) 102(2.6) 69(1.7) 43(1.1) Sering 354(20.5) 145(8.4) 17(1.0) 12(0.7) 6(0.3) Total 1190(20.9) 506(8.9) 119(2.1) 81(1.4) 49(0.9) 1.03 ( ) 1.09 ( ) 2.64( )* 2.52( )* 3.13 ( )* Minuman berkafein Jarang 1074(20.7) 456(8.8) 111(2.1) 75(1.4) 45(0.9) Sering 116(22.4) 50(9.7) 8(1.5) 6(1.2) 4(0.8) Total 1190(20.9) 506(8.9) 119(2.1) 81(1.4) 49(0.9) 0.90 ( ) 0.90 ( ) 1.39( ) ) 1.12 ( ) Konsumsi gabungan Jarang 1186(20.8) 506(8.9) 119(2.1) 81(1.4) 49(0.9) Sering 4(36.4) 0(0.0) 0(0.0) 0(0.0) 0(0.0)

28 143 Total 1190(20.9) 506(8.9) 119(2.1) 81(1.4) 49(0.9) 2.71 ( ) Merokok Pada pria, riwayat merokok di masa lalu berhubungan signifikan dengan kejadian H1, H2, D, H1D, H2D, H1O, H2O, DO. Umur mulai merokok pertama kali berhubungan siginifikan dengan kejadian D, H1D, H1O, DO dan H1DO. Rokok kretek dengan filter berhubungan signifikan dengan kejadian H1 dan H1O. Cerutu dan tembakau kunyah berhubungan siginifikan dengan kejadian H2D. Kebiasaan merokok setiap hari dan merokok > 15 batang per hari berhubungan signifikan dengan kejadian H1O. Rokok putih berhubungan signifikan dengan kejadian H1O. Masing-masing nilai disajikan dalam Tabel 26 dan 27. Sementara pada wanita, riwayat merokok di masa lalu berhubungan signifikan dengan kejadian H2, D, H2D, H1O, H2O, DO, dan H2DO. Tabel 26 Hubungan kebiasaan merokok dengan penyakit degeneratif pada pria tidak obes Penyakit Degeneratif Riwayat merokok H1 H2 D H1D H2D Setiap hari 821(31.8) 191(7.4) 22(0.9) 24(0.9) 18(0.7) Tidak Merokok 472(35.0) 101(7.5) 14(1.0) 19(1.4) 9(0.7) 0.87( ) 0.99( ) 0.82( ) 0.66( ) 1.05( ) Kadang-kadang 226(33.8) 55(8.2) 9(1.3) 11(1.6) 7(1.0) Tidak Merokok 101(7.5) 101(7.5) 14(1.0) 19(1.4) 9(0.7) 0.95( ( ( ( (0.58-

29 ) 1.56) 3.02) 2.48) 4.25) Pernah merokok 263(49.5) 112(21.1) 14(2.6) 16(3.0) 9(1.7) Tidak Merokok 101(7.5) 101(7.5) 14(1.0) 19(1.4) 9(0.7) 1.83( )* 3.31( )* 2.58( )* 2.18( )* 2.57 ( )* Umur pertama kali mulai merokok (perokok setiap hari) > 17 Tahun 492(33.3) 107(7.2) 6(0.4) 7(0.5) 7(0.5) < 17 Tahun 329(29.8) 84(7.6) 16(1.5) 17(1.5) 11(1.0) 1.17( ) 0.95( ) 0.28( )* 0.30( )* 0.47( ) Rata-rata jumlah rokok yang dihisap/hari (perokok setiap hari dan kadangkadang) > 15 Batang 147(35.8) 30(7.3) 6(1.5) 6(1.5) 5(1.2) < 15 Batang 900(31.7) 216(7.6) 25(0.9) 29(1.0) 20(0.7) 1.20( ) 0.96( ) 1.67( ) 1.44( ) ) Jenis rokok yang biasa dihisap (perokok setiap hari dan kadang-kadang) Kretek tanpa filter 401(36.8) 92(8.4) 11(1.0) 12(1.1) 9(0.8) Tidak merokok 101(7.5) 101(7.5) 14(1.0) 19(1.4) 9(0.7) 1.08( ) 1.14( ) 0.97( ) 0.78( ) ) Rokok filter 708(30.6) 164(7.1) 21(0.9) 24(1.0) 14(0.6) Tidak merokok 101(7.5) 101(7.5) 14(1.0) 19(1.4) 9(0.7) 0.82( )* 0.94( ) 0.87( ) 0.73( ) 0.91( ) Rokok putih 110(28.9) 29(7.6) 2(0.5) 2(0.5) 4(1.1) Tidak merokok 101(7.5) 101(7.5) 14(1.0) 19(1.4) 9(0.7)

30 ( ) 1.02( ) 0.50( ) 0.37( ) ) Rokok linting 29(34.9) 8(9.6) 1(1.2) 1(1.2) 2(2.4) Tidak merokok 101(7.5) 101(7.5) 14(1.0) 19(1.4) 9(0.7) 1.00( ) 1.32( ) 1.16( ) 0.85( ) 3.68( ) Cangklong 25(35.7) 5(7.1) 2(2.9) 2(2.9) 2(2.9) Tidak merokok 101(7.5) 101(7.5) 14(1.0) 19(1.4) 9(0.7) 1.03( ) 0.95( ) 2.81( ) 2.06( ) ) Lanjutan Tabel 26 Jenis rokok H1 H2 D H1D H2D Cerutu 19(44.2) 6(14.0) 1(2.3) 1(2.3) 2(4.7) Tidak merokok 101(7.5) 101(7.5) 14(1.0) 19(1.4) 9(0.7) 1.47( ) 2.01( ) 2.27( ) 1.67( ) 7.27( )* Tembakau kunyah 19(44.2) 6(14.0) 1(0.02) 1(2.3) 2(4.7) Tidak merokok 101(7.5) 101(7.5) 14(1.0) 19(1.4) 9(0.7) 1.47( ) 2.01( ) 2.27( ) 1.67( ) )* Rokok putih 110(28.9) 29(7.6) 8(2.1) 2(0.5) 4(1.1) Rokok non putih 936(32.6) 216(7.5) 66(2.3) 33(1.2) 21(0.7) 0.55( ( ( ( (0.42-

31 )* 1.52) 3.24) 4.39) 7.63) Rokok putih+filter 110(28.9) 29(7.6) 8(2.1) 2(0.5) 4(1.1) Rokok selain 936(32.6) 216(7.5) 66(2.3) 33(1.2) 21(0.7) putih+filter 0.84( ) 1.01( ) 0.91( ) 0.46( ) 1.44( ) Tabel 27 Hubungan kebiasaan merokok dengan penyakit degeneratif pada pria obes Penyakit Degeneratif Riwayat merokok H1O H2O DO H1DO H2DO Setiap hari 283(11.0) 72(2.8) 19(0.7) 15(0.6) 11(0.4) Tidak Merokok 193(14.3) 45(3.3) 12(0.9) 10(0.7) 6(0.4) 0.74( )* 0.83 ( ) 0.83 ( ) 0.78 ( ) 0.96 ( ) Kadang-kadang 78(11.7) 19(2.8) 8(1.2) 5(0.7) 3(0.4) Tidak Merokok 193(14.3) 45(3.3) 12(0.9) 10(0.7) 6(0.4) 0.79( ) 0.85 ( ) 1.35 ( ) 1.01 ( ) 1.01 ( ) Pernah merokok 100(18.8) 42(7.9) 12(2.3) 8(1.5) 2(0.4) Tidak Merokok 193(14.3) 45(3.3) 12(0.9) 10(0.7) 6(0.4) 1.39( )* 2.49 ( )* (0.17-

32 )* 5.22) 4.21) Umur pertama kali mulai merokok (perokok setiap hari) > 17 Tahun 180(12.2) 43(2.9) 5(0.3) 4(0.3) 4(0.3) < 17 Tahun 103(9.3) 29(2.6) 14(1.3) 11(1.0) 7(0.6) 1.35( )* 1.11 ( ) 0.26( )* 0.27 ( )* 0.42 ( ) Rata-rata jumlah rokok yang dihisap/hari (perokok setiap hari dan kadangkadang) > =15 Batang 61(14.8) 12(2.9) 5(1.2) 4(1.0) 2(0.5) < 15 Batang 300(10.6) 79(2.8) 22(0.8) 16(0.6) 12(0.4) 1.48( )* 1.05 ( ) 1.58( ) 1.73 ( ) 1.15 ( ) Lanjutan Tabel 27 Jenis rokok Kretek tanpa filter 146(13.4) 33(3.0) 7(0.6) 6(0.6) 5(0.5) Tidak merokok 193(14.3) 45(3.3) 12(0.9) 10(0.7) 6(0.4) 0.93( ) 0.91 ( ) 0.72( ) 0.74 ( ) 1.03 ( ) Rokok filter 235(10.2) 59(2.6) 20(0.9) 14(0.6) 8(0.3) Tidak merokok 193(14.3) 45(3.3) 12(0.9) 10(0.7) 6(0.4) 0.68( )* 0.76 ( ) 0.97( ) 0.82 ( ) 0.78 ( ) Rokok putih 35(9.2) 7(1.8) 3(0.8) 1(0.3) 2(0.5)

33 148 Tidak merokok 193(14.3) 45(3.3) 12(0.9) 10(0.7) 6(0.4) 0.61( )* 0.54 ( ) 0.89 ( ) 0.35 ( ) 1.19 ( ) Rokok linting 14(16.9) 3(3.6) 0(0.0) 0(0.0) 0(0.0) Tidak merokok 193(14.3) 45(3.3) 12(0.9) 10(0.7) 6(0.4) 1.22( ) 1.09 ( ) 0(0.0) 0(0.0) 0(0.0) Cangklong 14(20.0) 0(0.0) 1(1.4) 1(1.4) 0(0.0) Tidak merokok 193(14.3) 45(3.3) 12(0.9) 10(0.7) 6(0.4) 1.50( ) 0(0.0) 1.62 ( ) 1.94 ( ) 0(0.0) Cerutu 7(16.3) 0(0.0) 0(0.0) 0(0.0) 0(0.0) Tidak merokok 193(14.3) 45(3.3) 12(0.9) 10(0.7) 6(0.4) 1.17( ) 0(0.0) 0(0.0) 0(0.0) 0(0.0) Tembakau kunyah 7(16.3) 0(0.0) 0(0.0) 0(0.0) 0(0.0) Tidak merokok 193(14.3) 45(3.3) 12(0.9) 10(0.7) 6(0.4) 1.17( ) 0(0.0) 0(0.0) 0(0.0) 0(0.0) Rokok putih 35(9.2) 7(1.8) 3(0.8) 1(0.3) 2(0.5) Rokok non putih 325 (11.3) 83(2.9) 24(0.8) 19(0.7) 12(0.4) 0.43( )* 0.46( ) 1.64( ) 1.07( ) 3.43( ) Rokok putih+filter 35(9.2) 7(1.8) 3(0.8) 1(0.3) 2(0.5)

34 149 Rokok selain putih+filter 325(11.3) 83(2.9) 24(0.8) 19(0.7) 12(0.4) 0.80( ) 0.63( ) 0.94( ) 0.40( ) 1.26( ) Tabel 28 Hubungan kebiasaan merokok dengan penyakit degeneratif pada wanita tidak obes Penyakit Degeneratif Riwayat merokok H1 H2 D H1D H2D Setiap hari 45(30.6) 20(13.6) 4(2.7) 2(1.4) 2(1.4) Tidak Merokok 1692(31.8) 650(12.2) 151(2.8) 96(1.8) 57(1.1) 0.87( ) 1.13 ( ) 0.96( ) 0.75 ( ) 1.27 ( ) Lanjutan Tabel 28 Riwayat merokok H1 H2 D H1D H2D Kadang-kadang 51(33.3) 21(13.7) 4(2.6) 1(0.7) 1(0.7) Tidak Merokok 1692(31.8) 650(12.2) 151(2.8) 96(1.8) 57(1.1) 0.95( ) 1.14 ( ) 0.92( ) 0.36 ( ) 0.61 ( ) Pernah merokok 36(42.9) 24(28.6) 6(0.11) 3(3.6) 3(3.6) Tidak Merokok 1692(31.8) 650(12.2) 151(5.7) 96(1.8) 57(1.1) 1.83( )* 2.87 ( )* 2.63( )* 2.01 ( ) 3.42 ( )*

35 150 Umur pertama kali mulai merokok (perokok setiap hari) > 17 Tahun 36(32.1) 16(14.3) 2(1.8) 1(0.9) 1(0.9) < 17 Tahun 9(25.7) 4(11.4) 2(0.04) 1(2.9) 1(2.9) 1.17( ) 1.29 ( ) 0.30( ) 0.31 ( ) 0.31 ( ) Rata-rata jumlah rokok yang dihisap/hari (perokok setiap hari dan kadang-kadang) > 15 Batang 5(33.3) 3(20.0) 0(0.0) 0(0.0) 0(0.0) < 15 Batang 91(31.9) 38(13.3) 8(2.8) 3(1.1) 3(1.1) Total 96(32.0) 41(13.7) 8(2.7) 3(1.0) 3(1.6) 1.20( ) 1.63 ( ) Jenis rokok yang dihisap (perokok setiap hari dan kadang-kadang) Kretek tanpa filter 24(44.4) 7(13.0) 1(1.9) 0(0.0) 0(0.0) Tidak merokok 1692(31.8) 650(12.2) 151(2.8) 96(1.8) 57(1.1) 1.08( ) 1.07 ( ) 0.65( ) - - Rokok filter 60(33.0) 25(13.7) 5(2.7) 2(1.1) 2(1.1) Tidak merokok 1692(31.8) 650(12.2) 151(2.8) 96(1.8) 57(1.1) 1.05( ) 1.14 ( ) 0.97( ) 0.60 ( ) 1.03 ( ) Rokok putih 13(18.8) 7(10.1) 2(2.9) 0(0.0) 1(1.4) Tidak merokok 1692(31.8) 650(12.2) 151(2.8) 96(1.8) 57(1.1) 0.76( ) 0.81 ( ( ) (0.19-

36 ) 9.94) Rokok linting 8(47.1) 2(11.8) 0(0.0) 0(0.0) 0(0.0) Tidak merokok 1692(31.8) 650(12.2) 151(2.8) 96(1.8) 57(1.1) 1.00( ) 0.96 ( ) Cangklong 0(0.0) 0(0.0) 0(0.0) 0(0.0) 0(0.0) Tidak merokok 1692(31.8) 650(12.2) 151(2.8) 96(1.8) 57(1.1) 1.03( ) Cerutu 7(50.0) 4(28.6) 1(7.1) 1(7.1) 0(0.0) Tidak merokok 1692(31.8) 650(12.2) 151(2.8) 96(1.8) 57(1.1) 1.47( ) 2.87 ( ) 2.63( ) 4.18 ( ) - Lanjutan Tabel 28 Jenis rokok H1 H2 D H1D H2D Tembakau kunyah 7(50.0) 4(28.6) 1(0.01) 1(7.1) 0(0.0) Tidak merokok 1692(31.8) 650(12.2) 151(2.8) 96(1.8) 57(1.1) 1.47( ) 2.87 ( ) 2.63( ) 4.18 ( ) - Rokok putih 13(18.8) 7(10.1) 2(2.9) 0(0.0) 1(1.4)

37 152 Rokok selain putih 80(36.4) 32(14.5) 6(2.7) 3(1.4) 2(0.9) 0.46( )* 0.75( ) 0.60( ) ( ) Rokok putih+rokok filter Rokok selain putih dan filter 13(18.8) 7(10.1) 2(2.9) 0(0.0) 1(1.4) 80(36.4) 32(14.5) 6(2.7) 3(1.4) 2(0.9) 0.41( )* 0.66( ) 1.07( ) ( ) Tabel 29 Hubungan kebiasaan merokok dengan penyakit degeneratif pada wanita obes Penyakit Degeneratif Riwayat merokok H1O H2O DO H1DO H2DO Setiap hari 21(14.3) 14(9.5) 3(2.0) 1(0.7) 1(0.7) Tidak Merokok 1112(20.9) 459(8.6) 108(2.0) 76(1.4) 44(0.8) 0.63 ( ) 1.11 ( ) 1.01( ) 0.47 ( ) 0.82 ( ) Kadang-kadang 30(19.6) 14(9.2) 3(2.0) 1(0.7) 1(0.7) Tidak Merokok 1112(20.9) 459(8.6) 108(2.0) 76(1.4) 44(0.8) 0.92 ( ) 1.07 ( ) ) 0.45 ( ) 0.79 ( ) Pernah merokok 27(32.1) 19(22.6) 5(6.0) 3(3.6) 3(3.6) Tidak Merokok 1112(20.9) 459(8.6) 108(2.0) 76(1.4) 44(0.8)

38 ( )* 3.09 ( )* 3.05( )* 2.55 ( ) 4.44 ( )* Umur pertama kali mulai merokok (perokok setiap hari) > 17 Tahun 16(14.3) 11(9.8) 1(0.9) 0(0.0) 0(0.0) < 17 Tahun 5(14.3) 3(8.6) 2(5.7) 1(2.9) 1(2.9) 1.0 ( ) 1.16 ( ) 0.15( ) - - Rata-rata jumlah rokok yang dihisap/hari (perokok setiap hari dan kadangkadang) > 15 Batang 3(20.0) 2(13.3) 0(0.0) 0(0.0) 0(0.0) < 15 Batang 48(16.8) 26(9.1) 6(2.1) 2(0.7) 2(0.7) 1.23 ( ) 1.53 ( ) Jenis rokok yang dihisap (perokok setiap hari dan kadang-kadang) Kretek tanpa filter 11(20.4) 3(5.6) 1(1.9) 0(0.0) 0(0.0) Tidak merokok 1112(20.9) 459(8.6) 108(2.0) 76(1.4) 44(0.8) 0.97 ( ) 0.62 ( ) ) - - Lanjutan Tabel 29 Jenis rokok H1O H2O DO H1DO H2DO Rokok dengan filter 31(17.0) 17(9.3) 3(1.6) 1(0.5) 1(0.5) Tidak merokok 1112(20.9) 459(8.6) 108(2.0) 76(1.4) 44(0.8) 0.78 ( (

39 ) ( ) 2.57) ( ) ( ) Rokok putih 7(10.1) 5(7.2) 2(2.9) 0(0.0) 1(1.4) Tidak merokok 1112(20.9) 459(8.6) 108(2.0) 76(1.4) 44(0.8) 0.43 ( )* 0.83 ( ) 1.44( ) ( ) Rokok linting 5(29.4) 2(11.8) 0(0.0) 0(0.0) 0(0.0) Tidak merokok 1112(20.9) 459(8.6) 108(2.0) 76(1.4) 44(0.8) 1.58 ( ) 1.41 ( ) Cangklong 0(0.0) 0(0.0) 0(0.0) 0(0.0) 0(0.0) Tidak merokok 1112(20.9) 459(8.6) 108(2.0) 76(1.4) 44(0.8) Cerutu 6(42.9) 3(21.4) 1(7.1) 1(7.1) 0(0.0) Tidak merokok 1112(20.9) 459(8.6) 108(2.0) 76(1.4) 44(0.8) 2.84 ( ) 2.89 ( ) 3.71( ) 5.31 ( ) - Tembakau kunyah 6(42.9) 3(21.4) 1(7.1) 1(7.1) 0(0.0) Tidak merokok 1112(20.9) 459(8.6) 108(2.0) 76(1.4) 44(0.8) 2.84 ( ) 2.89 ( ) 3.71( ) 5.31 ( ) - Rokok putih 7(10.1) 5(7.2) 2(2.9) 0(0.0) 1(1.4) Rokok selain putih 42(19.1) 21(9.5) 4(1.8) 2(0.9) 1(0.5) ( ( ( (0.27-

40 ) 2.29) 7.42) 70.10) Rokok putih+ filter Rokok selain putih+ filter 7(10.1) 5(7.2) 2(2.9) 0(0.0) 1(1.4) 42(19.1) 21(9.5) 4(1.8) 2(0.9) 1(0.5) 0.48( ) 0.74( ) 1.61( ) ( ) Konsumsi Minuman Beralkohol Berbeda dengan wanita dimana tidak satu pun atribut konsumsi minuman alkohol berhubungan signifikan dengan kejadian penyakit degeneratif (Tabel 32 dan 33), pada pria, konsumsi alkohol selama sebulan terakhir dan kebiasaan mengkonsumsi minuman beralkohol jenis anggur/wine berhubungan signifikan dengan kejadian H1, sementara minuman tradisional berhubungan dengan kejadian H2. Risiko pria terkena H1 pada pria yang mengkonsumsi alkohol selama sebulan terakhir adalah 1.57 kali lebih besar dibanding pria yang tidak pernah mengkonsumsi alkohol. Mengkonsumsi minuman beralkohol jenis anggur/wine memiliki risiko terkena H1 sebesar 1.63 kali lebih besar dibanding pria yang tidak pernah mengkonsumsi alkohol. Fenomena ini berbeda dengan France Paradox, dimana kebiasaan konsumsi anggur/wine penduduk Perancis mampu memberikan efek perlindungan terhadap kejadian penyakit degeneratif. Pada pria obes, mengkonsumsi minuman beralkohol jenis minuman tradisional memiliki risiko terkena H2 sebesar 3.83 kali lebih besar dibanding pria yang tidak pernah mengkonsumsi alkohol (Tabel 30 dan 31). Tabel 30 Hubungan konsumsi alkohol dengan penyakit degeneratif pada pria tidak obes Konsumsi alkohol Penyakit Degeneratif H1 H2 D H1D H2D

41 156 Dalam 12 bulan terakhir Ya 156(35.5) 38(8.6) 11(2.5) 5(1.1) 1(0.2) Tidak 1626(34.7) 421(9.0) 122(2.6) 65(1.4) 42(0.9) Total 1782(34.7) 459(8.9) 133(2.6) 70(1.4) 43(0.8) 1.04( ) 0.96( ) 0.96( ) 0.82( ) 0.25 ( ) Dalam 1 bulan terakhir Ya 115(38.7) 31(10.4) 8(2.7) 5(1.7) 1(0.3) Tidak 41(28.7) 7(4.9) 3(2.1) 0(0.0) 0(0.0) 1.57( )* 2.26( ) 1.29( ) 0(0.0) 0(0.0) Frekuensi minum (dalam 1 bulan terakhir) Sering 14(42.4) 3(9.1) 1(3.0) 1(3.0) 1(3.0) Jarang 101(38.3) 28(10.6) 7(2.7) 4(1.5) 0(0.0) 1.19( ) 0.84( ) 1.15( ) 2.03( ) 0(0.0) Porsi minum (dalam 1 bulan terakhir) > 2 satuan 60(39.5) 13(8.6) 6(3.9) 3(2.0) 1(0.7) Tidak minum 1626(34.7) 421(9.0) 122(2.6) 65(1.4) 42(0.9) 1.23( ) 0.95( ) 1.54( ) 1.43( ) 0.73 ( ) 1-2 satuan 55(37.9) 18(12.4) 5(2.6) 2(1.4) 0(0.0) Tidak minum 1626(34.7) 421(9.0) 122(2.6) 65(1.4) 42(0.9) 1.15( ) 0.158( ) 0.99( ) 1.00( ) 0(0.0)

42 157 Jenis minuman (dalam 1 bulan terakhir) Bir 36(32.1) 14(12.5) 3(2.7) 1(0.9) 1(0.9) Tidak minum 1626(34.7) 421(9.0) 122(2.6) 65(1.4) 42(0.9) 0.89( ) 1.45( ) 1.03( ) 0.64( ) 1.00 ( ) Lanjutan Tabel 30 Jenis alkohol H1 H2 D H1D H2D Whisky/vodka 8(27.6) 4(13.8) 0(0.0) 0(0.0) 0(0.0) Tidak minum 1626(34.7) 421(9.0) 122(2.6) 65(1.4) 42(0.9) 0.72( ) 1.62( ) 0(0.0) 0(0.0) 0(0.0) Anggur/wine 57(46.3) 7(5.7) 4(3.3) 3(2.4) 0(0.0) Tidak minum 1626(34.7) 421(9.0) 122(2.6) 65(1.4) 42(0.9) 1.63( )* 0.61( ) 1.26( ) 1.78( ) 0(0.0) Min.tradisional 14(42.4) 6(18.2) 1(3.0) 1(3.0) 0(0.0) Tidak minum 1626(34.7) 421(9.0) 122(2.6) 65(1.4) 42(0.9) 1.39( ) 2.25( ) 1.17( ) 2.22( ) 0(0.0) Tabel 31 Hubungan konsumsi alkohol dengan penyakit degeneratif pada pria obes Konsumsi alkohol Penyakit Degeneratif

43 158 H1O H2O DO H1DO H2DO Dalam 12 bulan terakhir Ya 64(14.5) 15(3.4) 6(1.4) 4(0.9) 1(0.2) Tidak 590(12.6) 163(3.5) 45(1.0) 34(0.7) 21(0.4) Total 654(12.7) 178(3.5) 51(1.0) 38(0.7) 22(0.4) 1.18( ) 0.98 ( ) 1.43 ( ) 1.26 ( ) 0.51( ) Dalam 1 bulan terakhir Ya 46(15.5) 13(4.4) 5(1.7) 4(1.3) 1(0.3) Tidak 18(12.6) 2(1.4) 1(0.7) 0(0.0) 0(0.0) 1.27( ) 3.23 ( ) 2.43 ( ) 0(0.0) 0(0.0) Frekuensi minum (dalam 1 bulan terakhir) Sering 4(12.1) 2(6.1) 1(3.0) 1(3.0) 1(3.0) Jarang 42(15.9) 11(4.2) 4(1.5) 3(1.1) 0(0.0) 0.73( ) 1.48 ( ) 2.03 ( ) 2.72 ( ) 0(0.0) Porsi minum (dalam 1 bulan terakhir) > 2 satuan 26(17.1) 8(5.3) 3(2.0) 2(1.3) 1(0.7) Tidak pernah minum 590(12.6) 163(3.5) 45(1.0) 34(0.7) 21(0.4) 1.43( ) 1.54 ( ) 2.08 ( ) 1.83 ( ) 1.47 ( )

44 satuan 20(13.8) 5(3.4) 2(1.4) 2(1.4) 0(0.0) Tidak pernah minum 590(12.6) 163(3.5) 45(1.0) 34(0.7) 21(0.4) 1.11( ) 0.99 ( ) 1.44 ( ) 1.92 ( ) 0(0.0) Jenis minuman (dalam 1 bulan terakhir) Bir 15(13.4) 5(4.5) 2(1.8) 1(0.9) 1(0.9) Tidak pernah minum 590(12.6) 163(3.5) 45(1.0) 34(0.7) 21(0.4) 1.08( ) 1.30 ( ) 1.88 ( ) 1.23 ( ) 2.00 ( ) Lanjutan Tabel 31 Jenis alkohol H1O H2O DO H1DO H2DO Whisky/vodka 2(6.9) 1(3.4) 0(0.0) 0(0.0) 0(0.0) Tidak pernah minum 590(12.6) 163(3.5) 45(1.0) 34(0.7) 21(0.4) 0.52( ) 0.99 ( ) 0(0.0) 0(0.0) 0(0.0) Anggur/wine 21(17.1) 3(2.4) 2(1.6) 2(1.6) 0(0.0) Tidak pernah minum 590(12.6) 163(3.5) 45(1.0) 34(0.7) 21(0.4) 1.43( ) 0.69 ( ( (0.54-0(0.0)

45 ) 7.12) 9.53) Minuman tradisional Tidak pernah minum 8(24.2) 4(12.1) 1(3.0) 1(3.0) 0(0.0) 590(12.6) 163(3.5) 45(1.0) 34(0.7) 21(0.4) 2.22( ) 3.83 ( )* 3.23 ( ) 4.28 ( ) 0(0.0) Tabel 32 Hubungan konsumsi alkohol dengan penyakit degeneratif pada wanita tidak obes Penyakit Degeneratif Konsumsi alkohol H1 H2 D H1D H2D Dalam 12 bulan terakhir Ya 14(28.6) 2(4.1) 2(4.1) 1(2.0) 0(0.0) Tidak 1810(32.0) 713(12.6) 163(2.9) 101(1.8) 63(1.1) Total 1824(32.6) 715(12.5) 165(2.9) 102(1.8) 63(1.1) 0.85 ( ) 0.29 ( ) 1.43( ) 1.15 ( ) - Dalam 1 bulan terakhir Ya 8(38.1) 0 (0.0) 0(0.0) 0(0.0) 0(0.0) Tidak 6(21.4) 713(12.6) 2(7.1) 1(3.6) 63(1.1) 2.26 ( ) Frekuensi minum (dalam 1 bulan terakhir) Sering 0(0.0) 1(50.0) 0(0.0) 0(0.0) 0(0.0)

46 161 Jarang 8(42.1) 1(5.3) 0(0.0) 0(0.0) 0(0.0) ( ) Porsi minum (dalam 1 bulan terakhir) > 2 satuan 0(0.0) 1(33.3) 0(0.0) 0(0.0) 0(0.0) Tidak pernah minum 1810(32.0) 713(12.6) 163(2.9) 101(1.8) 63(1.1) ( ) satuan 8(44.4) 1(5.6) 0(0.0) 0(0.0) 0(0.0) Tidak pernah minum 1810(32.0) 713(12.6) 163(2.9) 101(1.8) 63(1.1) 1.14 ( ) 0.44 ( ) Jenis minuman (dalam 1 bulan terakhir) Bir 4(44.4) 2(22.2) 0(0.0) 0(0.0) 0(0.0) Tidak pernah minum 1810(32.0) 713(12.6) 163(2.9) 101(1.8) 63(1.1) 1.70 ( ) 0.41 ( ) Lanjutan Tabel 32 H1 H2 D H1D H2D Jenis alkohol Whisky/vodka 1(20.0) 0(0.0) 0(0.0) 0(0.0) 0(0.0)

47 162 Tidak pernah minum 1810(32.0) 713(12.6) 163(2.9) 101(1.8) 63(1.1) 1.70 ( ) Anggur/wine 3(42.9) 0(0.0) 0(0.0) 0(0.0) 0(0.0) Tidak pernah minum 1810(32.0) 713(12.6) 163(2.9) 101(1.8) 63(1.1) 0.53 ( ) Minuman tradisional 0(0.0) 0(0.0) 0(0.0) 0(0.0) 0(0.0) Tidak pernah minum 1810(32.0) 713(12.6) 163(2.9) 101(1.8) 63(1.1) Tabel 33 Hubungan konsumsi alkohol dengan penyakit degeneratif pada wanita obes Penyakit Degeneratif Konsumsi alkohol H1O H2O DO H1DO H2DO Dalam 12 bulan terakhir Ya 6(12.2) 2(4.1) 1(2.6) 0(0.0) 0(0.0) Tidak 1184(20.9) 504(8.9) 118(2.1) 81(1.4) 49(0.9) Total 1190(20.9) 506(8.9) 119(2.1) 81(1.4) 49(0.9) 0.53 ( ) 0.43 ( ) 0.98( ) - - Dalam 1 bulan terakhir Ya 3(14.3) 2(9.5) 0(0.0) 0(0.0) 0(0.0) Tidak 3(10.7) 0(0.0) 1(3.6) 0(0.0) 0(0.0) 1.39 ( )

48 163 Frekuensi minum (dalam 1 bulan terakhir) Sering 0(0.0) 1(50.0) 0(0.0) 0(0.0) 0(0.0) Jarang 3(15.8) 1(5.3) 0(0.0) 0(0.0) 0(0.0) Total 3(14.3) 2(9.5) 0(0.0) 0(0.0) 0(0.0) ( ) Porsi minum (dalam 1 bulan terakhir) > 2 satuan 0(0.0) 1(33.3) 0(0.0) 0(0.0) 0(0.0) Tidak pernah minum 1184(20.9) 504(8.9) 118(2.1) 81(1.4) 49(0.9) ( ) satuan 3(15.8) 1(5.6) 0(0.0) 0(0.0) 0(0.0) Tidak pernah minum 1184(20.9) 504(8.9) 118(2.1) 81(1.4) 49(0.9) 0.63 ( ) 2.92 ( ) Jenis minuman (dalam 1 bulan terakhir) Bir 1(11.1) 2(22.2) 0(0.0) 0(0.0) 0(0.0) Tidak pernah minum 1184(20.9) 504(8.9) 118(2.1) 81(1.4) 49(0.9) 0.75 ( ) 1.82 ( ) Lanjutan Tabel 33

49 164 Jenis alkohol H1O H2O DO H1DO H2DO Whisky/vodka 1(20.1) 0(0.0) 0(0.0) 0(0.0) 0(0.0) Tidak pernah minum 1184(20.9) 504(8.9) 118(2.1) 81(1.4) 49(0.9) 0.47 ( ) Anggur/wine 1(14.3) 0(0.0) 0(0.0) 0(0.0) 0(0.0) Tidak pernah minum 1184(20.9) 504(8.9) 118(2.1) 81(1.4) 49(0.9) 0.47 ( ) Minuman tradisional 0(0.0) 0(0.0) 0(0.0) 0(0.0) 0(0.0) Tidak pernah minum 1184(20.9) 504(8.9) 118(2.1) 81(1.4) 49(0.9) Gangguan Mental Emosional Pada pria maupun wanita, proporsi kejadian penyakit degeneratif lebih banyak terjadi pada sampel yang mengalami gangguan mental emosional dibanding dengan sampel yang tidak mengalami gangguan mental emosional (normal) (Tabel 34, 35, 36 dan 37). Pada pria, kecuali pada kejadian H1O, gangguan mental emosional berhubungan signifikan dengan semua kejadian penyakit degeneratif (Tabel 34 dan 35). Sementara pada wanita, gangguan mental emosional berhubungan signifikan dengan semua kejadian penyakit degeneratif (Tabel 36 dan 37). Nilai masing-masing kejadian disajikan dalam Tabel 34, 35, 36 dan 37. Pada pria dengan gangguan mental emosional memiliki risiko terkena H kali lebih besar dibanding dengan pria normal, =1.18( ). Risiko gangguan mental emosional terhadap kejadian hipertensi sekaligus diabetes melitus baik pada pria maupun wanita pada umumnya lebih tinggi dibanding pada kejadian tunggal, yaitu hipertensi saja ataupun diabetes melitus saja.

METODE. Tabel 5 Pengkategorian variabel penelitian Variabel

METODE. Tabel 5 Pengkategorian variabel penelitian Variabel 104 METODE Sumber Data, Disain, Cara Pengambilan Sampel, Waktu dan Tempat Penelitian ini menggunakan data sekunder yang bersumber dari hasil Riskesdas 2007. Riskesdas 2007 menggunakan disain penelitian

Lebih terperinci

Oleh: Prof. Dr. Ir. Hardinsyah, MS Siti Nuryati, STP, MSi Muhammad Aries

Oleh: Prof. Dr. Ir. Hardinsyah, MS Siti Nuryati, STP, MSi Muhammad Aries ANALISIS STATUS GIZI DAN GAYA HIDUP SEBAGAI FAKTOR RISIKO HIPERTENSI & DM DI JAKARTA: IMPLIKASINYA PADA PENCEGAHAN MASALAH GIZI LEBIH, HIPERTENSI DAN DIABETES MELITUS Oleh: Prof. Dr. Ir. Hardinsyah, MS

Lebih terperinci

GAYA HIDUP DAN STATUS GIZI SERTA HUBUNGANNYA DENGAN DIABETES MELITUS PADA WANITA DEWASA DI DKI JAKARTA

GAYA HIDUP DAN STATUS GIZI SERTA HUBUNGANNYA DENGAN DIABETES MELITUS PADA WANITA DEWASA DI DKI JAKARTA GAYA HIUP AN STATUS GIZI SERTA HUBUNGANNYA ENGAN IABETES MELITUS PAA WANITA EWASA I KI JAKARTA Siti Nuryati 1 ; Siti Madanijah 1 ; Atmarita 2 dan Hardinsyah 1 1 epartemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi

Lebih terperinci

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 53 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Faktor-faktor risiko hipertensi pada pria berdasarkan nilai odds ratio (OR) tertinggi ke terendah adalah: 1.1. Konsumsi minuman alkohol jenis tradisional berisiko

Lebih terperinci

No Variabel Kategori 1 Karakteristik Demografi dan Ekonomi Umur

No Variabel Kategori 1 Karakteristik Demografi dan Ekonomi Umur METODE Desain, Waktu dan Tempat Desain penelitian adalah cross-sectional study berskala nasional bersifat deskriptif. Data yang digunakan adalah data sekunder Riskesdas 2007 yang dilakukan oleh Badan Penelitian

Lebih terperinci

GAYA HIDUP DAN STATUS GIZI SERTA HUBUNGANNYA DENGAN HIPERTENSI DAN DIABETES MELITUS PADA PRIA DAN WANITA DEWASA DI DKI JAKARTA SITI NURYATI

GAYA HIDUP DAN STATUS GIZI SERTA HUBUNGANNYA DENGAN HIPERTENSI DAN DIABETES MELITUS PADA PRIA DAN WANITA DEWASA DI DKI JAKARTA SITI NURYATI 49 GAYA HIDUP DAN STATUS GIZI SERTA HUBUNGANNYA DENGAN HIPERTENSI DAN DIABETES MELITUS PADA PRIA DAN WANITA DEWASA DI DKI JAKARTA SITI NURYATI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 50

Lebih terperinci

Gambar Kerangka pemikiran hubungan faktor gaya hidup dengan kegemuka pada orang dewasa di Provinsi Sulawesi Utara, DKI Jakarta, dan Gorontalo.

Gambar Kerangka pemikiran hubungan faktor gaya hidup dengan kegemuka pada orang dewasa di Provinsi Sulawesi Utara, DKI Jakarta, dan Gorontalo. 102 KERANGKA PEMIKIRAN Orang dewasa 15 tahun seiring dengan bertambahnya umur rentan menjadi gemuk. Kerja hormon menurun seiring dengan bertambahnya umur, yang dapat mengakibatkan ketidakseimbangan metabolisme

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan desain penelitian cross-sectional. Tempat

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan desain penelitian cross-sectional. Tempat 51 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Desain, Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini menggunakan desain penelitian cross-sectional. Tempat penelitian ini berlokasi di Propinsi Lampung dan dilaksanakan pada

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 68 PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan kesehatan di Indonesia saat ini dihadapkan pada dua masalah ganda (double burden). Disamping masalah penyakit menular dan kurang gizi, terjadi pula peningkatan

Lebih terperinci

daripada mereka yang aktif. Selain itu, aktivitas fisik yang kurang juga berhubungan dengan obesitas. Meningkatnya tingkat pendapatan juga

daripada mereka yang aktif. Selain itu, aktivitas fisik yang kurang juga berhubungan dengan obesitas. Meningkatnya tingkat pendapatan juga KERANGKA PEMIKIRAN Hipertensi merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat, baik di negara maju maupun negara berkembang. Hipertensi merupakan suatu keadaan tanpa gejala, dengan kondisi tekanan yang

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 111 GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN Keadaan Geografis DKI Jakarta terletak di 6 0 12 lintang selatan dan 106 0 48 bujur timur dengan luas wilayah 661,26 km2, berupa daratan 661.52 km2 dan lautan 6,977,5

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. WHO (2006) menyatakan terdapat lebih dari 200 juta orang dengan Diabetes

I. PENDAHULUAN. WHO (2006) menyatakan terdapat lebih dari 200 juta orang dengan Diabetes 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang WHO (2006) menyatakan terdapat lebih dari 200 juta orang dengan Diabetes Mellitus (DM) di dunia. Angka ini diprediksikan akan bertambah menjadi 333 juta orang pada tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari sepuluh masalah kesehatan utama di dunia dan kelima teratas di negara

BAB I PENDAHULUAN. dari sepuluh masalah kesehatan utama di dunia dan kelima teratas di negara BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dewasa ini obesitas telah menjadi masalah kesehatan masyarakat dunia, baik di negara maju ataupun negara berkembang. Menurut data World Health Organization (WHO) obesitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masalah ganda (Double Burden). Disamping masalah penyakit menular dan

BAB I PENDAHULUAN. masalah ganda (Double Burden). Disamping masalah penyakit menular dan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan kesehatan di Indonesian saat ini dihadapkan pada dua masalah ganda (Double Burden). Disamping masalah penyakit menular dan kekurangan gizi terjadi pula

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membutuhkannya. Bila kondisi tersebut berlangsung lama dan menetap, maka dapat menimbulkan penyakit hipertensi.

BAB I PENDAHULUAN. membutuhkannya. Bila kondisi tersebut berlangsung lama dan menetap, maka dapat menimbulkan penyakit hipertensi. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hipertensi atau tekanan darah tinggi merupakan keadaan ketika tekanan darah sistolik lebih dari 120 mmhg dan tekanan darah diastolik lebih dari 80 mmhg. 1

Lebih terperinci

Konsumsi Pangan Sumber Fe ANEMIA. Perilaku Minum Alkohol

Konsumsi Pangan Sumber Fe ANEMIA. Perilaku Minum Alkohol 15 KERANGKA PEMIKIRAN Anemia merupakan kondisi kurang darah yang terjadi bila kadar hemoglobin darah kurang dari normal (Depkes 2008). Anemia hampir dialami oleh semua tingkatan umur dan salah satunya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. didominasi oleh penyakit infeksi bergeser ke penyakit non-infeksi/penyakit tidak

BAB 1 PENDAHULUAN. didominasi oleh penyakit infeksi bergeser ke penyakit non-infeksi/penyakit tidak BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pola penyakit sekarang ini telah mengalami perubahan dengan adanya transisi epidemiologi. Proses transisi epidemiologi adalah terjadinya perubahan pola penyakit dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes mellitus dapat menyerang warga seluruh lapisan umur dan status

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes mellitus dapat menyerang warga seluruh lapisan umur dan status BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut WHO menyatakan bahwa gizi adalah pilar utama dari kesehatan dan kesejahteraan sepanjang siklus kehidupan (Soekirman, 2000). Di bidang gizi telah terjadi perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. begitu pula dengan permasalahan kardiovaskuler dan DM (Marliyanti, 2010).

BAB I PENDAHULUAN. begitu pula dengan permasalahan kardiovaskuler dan DM (Marliyanti, 2010). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Obesitas merupakan faktor risiko utama terjadinya penyakit kardiovaskuler dan diabetes mellitus (DM). Permasalahan obesitas sekarang ini semakin banyak begitu pula

Lebih terperinci

Citrakesumasari, Program Studi Ilmu Gizi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin

Citrakesumasari, Program Studi Ilmu Gizi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin Citrakesumasari, Program Studi Ilmu Gizi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin SKRT Kematian krn CVD 1992 (16,5%),1995 (24,5%) & thn 2000 (26,4%). WHO; ±80% kematian CVD berasal dari negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan hak asasi manusia yang harus dilindungi dan

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan hak asasi manusia yang harus dilindungi dan BAB I PENDAHULUAN Kesehatan merupakan hak asasi manusia yang harus dilindungi dan diperhatikan oleh pemerintah. Kesehatan juga merupakan salah satu indikator penting dalam menentukan kesejahteraan suatu

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 24 HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Geografis Daerah Khusus Ibukota Jakarta (DKI Jakarta) adalah sebuah provinsi sekaligus ibu kota negara Indonesia. Jakarta terletak di bagian barat laut Pulau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. secara Nation Wide mengingat prevalensinya cukup tinggi umumnya sebagian

BAB I PENDAHULUAN. secara Nation Wide mengingat prevalensinya cukup tinggi umumnya sebagian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dimasa mendatang masalah penyakit tidak menular akan menjadi perioritas masalah kesehatan di indonesia, salah satu masalah tersebut adalah masalah hipertensi. Hipertensi

Lebih terperinci

B. Lokasi dan Waktu Pelaksanaan Lokasi penelitian dilaksanakan di Puskesmas Kedungkandang. Waktu pelaksanaan April 2017.

B. Lokasi dan Waktu Pelaksanaan Lokasi penelitian dilaksanakan di Puskesmas Kedungkandang. Waktu pelaksanaan April 2017. BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif. Menurut Nana Syaodih Sukmadinata (2011: 73) penelitian deskriptif kualitatif ditujukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hipertensi memiliki istilah lain yaitu silent killer dikarenakan penyakit ini

BAB I PENDAHULUAN. Hipertensi memiliki istilah lain yaitu silent killer dikarenakan penyakit ini BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Hipertensi memiliki istilah lain yaitu silent killer dikarenakan penyakit ini biasanya menyerang tanpa tanda-tanda. Hipertensi itu sendiri bisa menyebabkan berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di hampir semua negara tak terkecuali Indonesia. Penyakit ini ditandai oleh

BAB I PENDAHULUAN. di hampir semua negara tak terkecuali Indonesia. Penyakit ini ditandai oleh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes Mellitus (DM) atau lebih dikenal dengan istilah kencing manis atau diabetes merupakan salah satu penyakit kronis yang paling sering ditemui di hampir semua

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. penduduk. Menurut Kemenkes RI (2012), pada tahun 2008 di Indonesia terdapat

BAB 1 PENDAHULUAN. penduduk. Menurut Kemenkes RI (2012), pada tahun 2008 di Indonesia terdapat BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit tidak menular (PTM) merupakan masalah kesehatan utama di negara-negara maju. Berdasarkan data WHO (2013), pada tahun 2008 angka kematian Penyakit Tidak Menular

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PENELITIAN

BAB 4 HASIL PENELITIAN BAB 4 HASIL PENELITIAN 4. 1 Pelaksanaan Pengumpulan data dilakukan pada tanggal 21-31 Mei 2008 untuk wawancara dengan kuesioner dan tanggal 26 Mei 3 Juni 2008 untuk pemeriksaan fisik dan laboratorium.

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian Jumlah dan Teknik Penarikan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data

METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian Jumlah dan Teknik Penarikan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian Penelitian ini menggunakan desain cross-sectional, bertempat di Pabrik Hot Strip Mill (HSM) PT. Krakatau Steel Cilegon, Propinsi Banten. Lokasi penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang serius dan merupakan penyebab yang penting dari angka kesakitan,

BAB I PENDAHULUAN. yang serius dan merupakan penyebab yang penting dari angka kesakitan, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes mellitus dan komplikasinya telah menjadi masalah masyarakat yang serius dan merupakan penyebab yang penting dari angka kesakitan, kematian, dan kecacatan di

Lebih terperinci

Karakteristik Umum Responden

Karakteristik Umum Responden mengonsumsinya, kelompok jarang jika belum tentu seminggu sekali mengonsumsinya dan kelompok tidak pernah jika tidak pernah makanan yg mengandung lemak jenuh. Makanan berlemak adalah makanan yang banyak

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. penduduk dunia meninggal akibat diabetes mellitus. Selanjutnya pada tahun 2003

BAB 1 PENDAHULUAN. penduduk dunia meninggal akibat diabetes mellitus. Selanjutnya pada tahun 2003 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada tahun 2000, World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa dari statistik kematian didunia, 57 juta kematian terjadi setiap tahunnya disebabkan oleh penyakit

Lebih terperinci

METODE. Desain, Waktu dan Tempat

METODE. Desain, Waktu dan Tempat Kerangka pemikiran dalam penelitian ini disusun berdasarkan rangkuman tinjauan teori yang ada, khususnya mengenai hubungan antara satu faktor risiko dengan faktor risiko lain yang berpengaruh terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lemak tubuh karena ambilan makanan yang berlebih (Subardja, 2004).

BAB I PENDAHULUAN. lemak tubuh karena ambilan makanan yang berlebih (Subardja, 2004). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Obesitas atau kegemukan adalah keadaan yang terjadi apabila kuantitas jaringan lemak tubuh dibandingkan berat badan total lebih besar daripada normal. Hal ini

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Kuantan Singingi Kepulauan Riau Kabupaten Kuantan Singingi merupakan hasil pemekaran dari Kabupaten Daerah Tingkat II Indragiri Hulu pada tahun 1999, yang terletak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau tekanan darah tinggi (Dalimartha, 2008). makanan siap saji dan mempunyai kebiasaan makan berlebihan kurang olahraga

BAB I PENDAHULUAN. atau tekanan darah tinggi (Dalimartha, 2008). makanan siap saji dan mempunyai kebiasaan makan berlebihan kurang olahraga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kondisi alam dan masyarakat saat ini yang sangat kompleks membuat banyak bermunculan berbagai masalah-masalah kesehatan yang cukup dominan khususnya di negara negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lum masa dewasa dari usia tahun. Masa remaja dimulai dari saat pertama

BAB I PENDAHULUAN. lum masa dewasa dari usia tahun. Masa remaja dimulai dari saat pertama BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Remaja didefinisikan oleh WHO sebagai suatu periode pertumbuhan dan perkembangan manusia yang terjadi setelah masa anak-anak dan sebe lum masa dewasa dari usia 10-19

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disikapi dengan baik. Perubahan gaya hidup, terutama di perkotaan telah

BAB I PENDAHULUAN. disikapi dengan baik. Perubahan gaya hidup, terutama di perkotaan telah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pergeseran seperti pola makan, penanganan stres, kebiasaan olahraga, serta gaya hidup berpeluang besar menimbulkan berbagai masalah kesehatan apabila tidak disikapi

Lebih terperinci

Lampiran 1 Informed Consent Responden INFORMED CONSENT RESPONDEN LEMBAR PERSETUJUAN RESPONDEN

Lampiran 1 Informed Consent Responden INFORMED CONSENT RESPONDEN LEMBAR PERSETUJUAN RESPONDEN Lampiran 1 Informed Consent Responden INFORMED CONSENT RESPONDEN LEMBAR PERSETUJUAN RESPONDEN Saya yang bertanda tangan dibawah ini : Nama : Umur : Prodi : Menyatakan bersedia menjadi responden penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. beranekaragam. Disaat masalah gizi kurang belum seluruhnya dapat diatasi

BAB I PENDAHULUAN. beranekaragam. Disaat masalah gizi kurang belum seluruhnya dapat diatasi BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Indonesia saat ini menghadapi masalah kesehatan yang kompleks dan beranekaragam. Disaat masalah gizi kurang belum seluruhnya dapat diatasi muncul masalah gizi lebih

Lebih terperinci

BAB I. Pendahuluan. diamputasi, penyakit jantung dan stroke (Kemenkes, 2013). sampai 21,3 juta orang di tahun 2030 (Diabetes Care, 2004).

BAB I. Pendahuluan. diamputasi, penyakit jantung dan stroke (Kemenkes, 2013). sampai 21,3 juta orang di tahun 2030 (Diabetes Care, 2004). BAB I Pendahuluan 1. Latar Belakang Penyakit Tidak Menular (PTM) sudah menjadi masalah kesehatan masyarakat, baik secara global, regional, nasional dan lokal. Salah satu PTM yang menyita banyak perhatian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kegemukan sebagai lambang kemakmuran. Meskipun demikian, pandangan yang

BAB I PENDAHULUAN. kegemukan sebagai lambang kemakmuran. Meskipun demikian, pandangan yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Kegemukan sudah lama menjadi masalah. Bangsa Cina kuno dan bangsa Mesir kuno telah mengemukakan bahwa kegemukan sangat mengganggu kesehatan. Bahkan, bangsa Mesir

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyakit infeksi ke penyakit tidak menular ( PTM ) meliputi penyakit

BAB I PENDAHULUAN. penyakit infeksi ke penyakit tidak menular ( PTM ) meliputi penyakit 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Terjadinya transisi epidemologi yang paralel dengan transisi demografi dan transisi teknologi di Indonesia telah mengakibatkan perubahan penyakit dari penyakit infeksi

Lebih terperinci

METODE Desain, Tempat, dan Waktu Jumlah dan Cara Penarikan Contoh

METODE Desain, Tempat, dan Waktu Jumlah dan Cara Penarikan Contoh METODE Desain, Tempat, dan Waktu Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini bersifat observasional analitik dengan desain Hospital Based Case Control Study. Prinsip yang mendasari studi ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menentukan obesitas abdominal yang diperoleh dengan cara menghitung

BAB I PENDAHULUAN. menentukan obesitas abdominal yang diperoleh dengan cara menghitung BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rasio lingkar pinggang terhadap panggul (RLPP) adalah indikator untuk menentukan obesitas abdominal yang diperoleh dengan cara menghitung perbandingan antara lingkar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Aktivitas fisik adalah gerakan tubuh yang dihasilkan oleh kontraksi otot

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Aktivitas fisik adalah gerakan tubuh yang dihasilkan oleh kontraksi otot BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Aktivitas fisik adalah gerakan tubuh yang dihasilkan oleh kontraksi otot skelet yang dapat meningkatkan pengeluaran energi. Aktivitas fisik dapat dikategorikan

Lebih terperinci

Lampiran Kuesioner KUESIONER GAMBARAN PERILAKU PASIEN HIPERTENSI DI PUSKESMAS NANGGALO TAHUN 2017

Lampiran Kuesioner KUESIONER GAMBARAN PERILAKU PASIEN HIPERTENSI DI PUSKESMAS NANGGALO TAHUN 2017 Lampiran Kuesioner KUESIONER GAMBARAN PERILAKU PASIEN HIPERTENSI DI PUSKESMAS NANGGALO TAHUN 2017 DATA UMUM RESPONDEN No. Responden : 1. Identitas Responden : a. Nama Responden : b. Jenis Kelamin : ( L

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TEKANAN DARAH PEGAWAI DI KANTOR WILAYAH KEMENTERIAN AGAMA PROVINSI SUMATERA BARAT TAHUN 2017

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TEKANAN DARAH PEGAWAI DI KANTOR WILAYAH KEMENTERIAN AGAMA PROVINSI SUMATERA BARAT TAHUN 2017 UNIVERSITAS ANDALAS FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TEKANAN DARAH PEGAWAI DI KANTOR WILAYAH KEMENTERIAN AGAMA PROVINSI SUMATERA BARAT TAHUN 2017 Oleh : GYZKA ARTE TIFA No. BP. 1511226019 Diajukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tahunnya sebagai akibat penyakit degeneratif didunia. Di negara maju, kematian

BAB I PENDAHULUAN. tahunnya sebagai akibat penyakit degeneratif didunia. Di negara maju, kematian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut laporan WHO, hampir 17 juta orang meninggal lebih awal tiap tahunnya sebagai akibat penyakit degeneratif didunia. Di negara maju, kematian akibat penyakit jantung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditandai dengan transisi epidemiologi. Secara garis besar transisi epidemiologi

BAB I PENDAHULUAN. ditandai dengan transisi epidemiologi. Secara garis besar transisi epidemiologi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pola kejadian penyakit pada saat ini telah mengalami perubahan yang ditandai dengan transisi epidemiologi. Secara garis besar transisi epidemiologi ditandai dengan perubahan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. disebabkan oleh PTM terjadi sebelum usia 60 tahun, dan 90% dari kematian sebelum

BAB 1 PENDAHULUAN. disebabkan oleh PTM terjadi sebelum usia 60 tahun, dan 90% dari kematian sebelum BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setiap tahun lebih dari 36 juta orang meninggal karena penyakit tidak menular (PTM) (63% dari seluruh kematian) di dunia. Lebih dari 9 juta kematian yang disebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jantung koroner (untuk pembuluh darah jantung) dan hipertrofi/left ventricle

BAB I PENDAHULUAN. jantung koroner (untuk pembuluh darah jantung) dan hipertrofi/left ventricle BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hipertensi adalah keadaan peningkatan tekanan darah yang memberi gejala yang akan berlanjut kesuatuorgan target seperti stroke (untuk otak), penyakit jantung koroner

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. tubuh dan menyebabkan kebutaan, gagal ginjal, kerusakan saraf, jantung, kaki

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. tubuh dan menyebabkan kebutaan, gagal ginjal, kerusakan saraf, jantung, kaki 5 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang melitus (DM) merupakan penyakit yang sangat berbahaya karena dapat menyebabkan komplikasi yang dapat mengakibatkan kerusakan organ-organ tubuh dan menyebabkan kebutaan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Pasal 1 UU RI No. 13 tahun 1998 tentang Kesejahteraan. Lanjut Usia dikatakan bahwa lanjut usia adalah seseorang yang

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Pasal 1 UU RI No. 13 tahun 1998 tentang Kesejahteraan. Lanjut Usia dikatakan bahwa lanjut usia adalah seseorang yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut Pasal 1 UU RI No. 13 tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia dikatakan bahwa lanjut usia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas (Kemenkes

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Temanggung yang berusia tahun. Hasil pengukuran tekanan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Temanggung yang berusia tahun. Hasil pengukuran tekanan BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Partisipan dalam penelitian ini adalah masyarakat Dusun Gesing Desa Gesing Kecamatan Kandangan Kabupaten Temanggung yang berusia 40-70 tahun. Hasil pengukuran tekanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di negara maju maupun negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. Data

BAB I PENDAHULUAN. di negara maju maupun negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. Data BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sampai saat ini hipertensi masih menjadi masalah utama di dunia, baik di negara maju maupun negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. Data American Heart Association

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. berpenghasilan rendah dan menengah. Urbanisasi masyarakat

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. berpenghasilan rendah dan menengah. Urbanisasi masyarakat BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Penyakit tidak menular (Non-Communicable diseases) terdiri dari beberapa penyakit seperti jantung, kanker, diabetes, dan penyakit paru-paru kronis. Pada tahun 2008,

Lebih terperinci

BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang Masalah

BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang Masalah BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang Masalah Menurut WHO (2011) secara global hampir mencapai satu milyar orang memiliki tekanan darah tinggi (hipertensi) dan dua pertiga ada di negara berkembang. Hipertensi

Lebih terperinci

KORELASI PERILAKU MEROKOK DENGAN DERAJAT HIPERTENSI PADA PENDERITA HIPERTENSI DI PUSKESMAS WILAYAH KERJA DINAS KESEHATAN BANJARBARU

KORELASI PERILAKU MEROKOK DENGAN DERAJAT HIPERTENSI PADA PENDERITA HIPERTENSI DI PUSKESMAS WILAYAH KERJA DINAS KESEHATAN BANJARBARU KORELASI PERILAKU MEROKOK DENGAN DERAJAT HIPERTENSI PADA PENDERITA HIPERTENSI DI PUSKESMAS WILAYAH KERJA DINAS KESEHATAN BANJARBARU Yeni Mulyani 1, Zaenal Arifin 2, Marwansyah 3 ABSTRAK Penyakit degeneratif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan merupakan salah satu aspek yang menentukan kualitas

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan merupakan salah satu aspek yang menentukan kualitas 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan merupakan salah satu aspek yang menentukan kualitas hidup manusia. Umumnya setiap orang ingin mencapai usia panjang dan tetap sehat, berguna, dan bahagia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia menghadapi masalah gizi ganda diantaranya prevalensi gizi kurang dan meningkatnya prevalensi obesitas. Obesitas tidak lagi di anggap sebagai masalah kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada beban ganda, disatu pihak penyakit menular masih merupakan

BAB I PENDAHULUAN. pada beban ganda, disatu pihak penyakit menular masih merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan bidang kesehatan di Indonesia saat ini dihadapkan pada beban ganda, disatu pihak penyakit menular masih merupakan masalah kesehatan masyarakat karena banyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang menghadapi masalah kesehatan yang kompleks.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang menghadapi masalah kesehatan yang kompleks. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang menghadapi masalah kesehatan yang kompleks. Prevalensi penyakit menular di Indonesia tinggi, dan dari tahun ke

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. koroner. Kelebihan tersebut bereaksi dengan zat-zat lain dan mengendap di

BAB 1 PENDAHULUAN. koroner. Kelebihan tersebut bereaksi dengan zat-zat lain dan mengendap di BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit jantung koroner adalah penyakit jantung yang terutama disebabkan karena penyempitan arteri koroner. Peningkatan kadar kolesterol dalam darah menjadi faktor

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1. Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam tesis ini merupakan data sekunder gabungan yang berasal dari data Survei Sosial Ekonomi Nasional tahun 2007 (Susenas 2007) dan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Rancangan Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah eksplanatory research yaitu penelitian yang menjelaskan hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan kesehatan masyarakat di Indonesia mengalami transisi

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan kesehatan masyarakat di Indonesia mengalami transisi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan kesehatan masyarakat di Indonesia mengalami transisi epidemiologi yang dikenal dengan istilah double burden diseases, yaitu penyakit menular belum dapat

Lebih terperinci

GAYA HIDUP DAN STATUS GIZI SERTA HUBUNGANNYA DENGAN HIPERTENSI DAN DIABETES MELITUS PADA PRIA DAN WANITA DEWASA DI DKI JAKARTA SITI NURYATI

GAYA HIDUP DAN STATUS GIZI SERTA HUBUNGANNYA DENGAN HIPERTENSI DAN DIABETES MELITUS PADA PRIA DAN WANITA DEWASA DI DKI JAKARTA SITI NURYATI 49 GAYA HIDUP DAN STATUS GIZI SERTA HUBUNGANNYA DENGAN HIPERTENSI DAN DIABETES MELITUS PADA PRIA DAN WANITA DEWASA DI DKI JAKARTA SITI NURYATI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOG BOG 2009 50 SURAT

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. (overweight) dan kegemukan (obesitas) merupakan masalah. negara. Peningkatan prevalensinya tidak saja terjadi di negara

BAB 1 PENDAHULUAN. (overweight) dan kegemukan (obesitas) merupakan masalah. negara. Peningkatan prevalensinya tidak saja terjadi di negara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada zaman sekarang ini, kelebihan berat badan (overweight) dan kegemukan (obesitas) merupakan masalah kesehatan dunia yang semakin sering ditemukan di berbagai

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Karakteristik Subyek Penelitian Subyek penelitian ini adalah mahasiswa pendidikan dokter di Universitas muhammadiyah Yogyakarta, khususnya

Lebih terperinci

Lampiran 1: Daftar Riwayat Hidup DAFTAR RIWAYAT HIDUP. : Mutia Fri Fahrunnisa NIM : Tempat, Tanggal Lahir : Solok, 13 Mei 1993

Lampiran 1: Daftar Riwayat Hidup DAFTAR RIWAYAT HIDUP. : Mutia Fri Fahrunnisa NIM : Tempat, Tanggal Lahir : Solok, 13 Mei 1993 Lampiran 1: Daftar Riwayat Hidup DAFTAR RIWAYAT HIDUP Nama : Mutia Fri Fahrunnisa NIM : 110100071 Tempat, Tanggal Lahir : Solok, 13 Mei 1993 Agama : Islam Alamat : Jl. Pembangunan USU No. 120, Medan Jenis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes mellitus (DM) merupakan salah satu penyakit degeneratif kronis yang semakin meningkat prevalensinya (Setiawati, 2004). DM mempunyai karakteristik seperti

Lebih terperinci

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB 5 HASIL PENELITIAN BAB 5 HASIL PENELITIAN 5.1. ANALISIS UNIVARIAT 5.1.1. Distribusi Frekuensi Karakteristik Lansia 5.1.1.1. Distribusi Frekuensi Umur Tabel 1 Gambaran Umur Pada Lansia Binaan Puskesmas Pekayon Jaya Kota Bekasi

Lebih terperinci

PENGETAHUAN, SIKAP, DAN PERILAKU

PENGETAHUAN, SIKAP, DAN PERILAKU PENGETAHUAN, SIKAP, DAN PERILAKU ART UMUR 10 TAHUN Tujuan Memperoleh informasi tentang pengetahuan, sikap dan perilaku individu maupun RT dalam pencegahan kesehatan dan perilaku berisiko terjadinya penyakit.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit degeneratif merupakan transisi epidemiologis dari era penyakit

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit degeneratif merupakan transisi epidemiologis dari era penyakit BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit degeneratif merupakan transisi epidemiologis dari era penyakit infeksi (communicable disease) yang sempat mendominasi di negara-negara sedang berkembang

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN INSIDENSI DIABETES MELLITUS DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS MAYANG DAN LEDOKOMBO

KARAKTERISTIK FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN INSIDENSI DIABETES MELLITUS DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS MAYANG DAN LEDOKOMBO KARAKTERISTIK FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN INSIDENSI DIABETES MELLITUS DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS MAYANG DAN LEDOKOMBO Disampaikan Pada Pertemuan Ilmiah Dosen Fakultas Kedokteran Universitas Jember

Lebih terperinci

82 Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes

82 Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes GAYA HIDUP PADA PASIEN HIPERTENSI DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS WATES KABUPATEN KULON PROGO Ana Ratnawati Sri Hendarsih Anindya Intan Pratiwi ABSTRAK Penyakit hipertensi merupakan the silent disease karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kematian yang terjadi pada tahun 2012 (WHO, 2014). Salah satu PTM

BAB I PENDAHULUAN. kematian yang terjadi pada tahun 2012 (WHO, 2014). Salah satu PTM BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit Tidak Menular (PTM) merupakan penyebab utama kematian di dunia, yang bertanggung jawab atas 68% dari 56 juta kematian yang terjadi pada tahun 2012 (WHO, 2014).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Depkes (2008), jumlah penderita stroke pada usia tahun berada di

BAB I PENDAHULUAN. Depkes (2008), jumlah penderita stroke pada usia tahun berada di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit hipertensi merupakan the silent disease karena orang tidak mengetahui dirinya terkena hipertensi sebelum memeriksakan tekanan darahnya. Hipertensi merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditandai dengan degenerasi organ tubuh yang dipengaruhi gaya hidup. Gaya

BAB I PENDAHULUAN. ditandai dengan degenerasi organ tubuh yang dipengaruhi gaya hidup. Gaya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit degeneratif adalah penyakit yang sulit untuk diperbaiki yang ditandai dengan degenerasi organ tubuh yang dipengaruhi gaya hidup. Gaya hidup sehat menggambarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kelompok usia lanjut (usila/lansia) (Badriah, 2011). Secara alamiah lansia

BAB I PENDAHULUAN. kelompok usia lanjut (usila/lansia) (Badriah, 2011). Secara alamiah lansia 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peningkatan taraf kesehatan pada masyarakat di Indonesia, berakibat pada usia harapan hidup yang diiringi oleh pertambahan jumlah kelompok usia lanjut (usila/lansia)

Lebih terperinci

LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN PENELITIAN. Setelah membaca dan mendengarkan penjelasan tentang penelitian ini serta

LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN PENELITIAN. Setelah membaca dan mendengarkan penjelasan tentang penelitian ini serta Lampiran 1 : LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN PENELITIAN Setelah membaca dan mendengarkan penjelasan tentang penelitian ini serta mendapatkan jawaban atas pertanyaan yang saya ajukan maka saya, Nama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hipertensi atau tekanan darah tinggi merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hipertensi atau tekanan darah tinggi merupakan salah satu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hipertensi atau tekanan darah tinggi merupakan salah satu kelompok penyakit kelainan jantung dan pembuluh darah yang ditandai dengan peningkatan tekanan darah dapat

Lebih terperinci

KUESIONER PENELITIAN PENGARUH DUKUNGAN SOSIAL KELUARGA TERHADAP KEJADIAN STROKE BERULANG DI RSUD DR. PIRNGADI MEDAN

KUESIONER PENELITIAN PENGARUH DUKUNGAN SOSIAL KELUARGA TERHADAP KEJADIAN STROKE BERULANG DI RSUD DR. PIRNGADI MEDAN KUESIONER PENELITIAN PENGARUH DUKUNGAN SOSIAL KELUARGA TERHADAP KEJADIAN STROKE BERULANG DI RSUD DR. PIRNGADI MEDAN I. KARAKTERISTIK RESPONDEN a. Nama : b. Umur : c. Jenis Kelamin : L / P d. Pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. maju dan negara berkembang. Setiap tahun prevalensi obesitas selalu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. maju dan negara berkembang. Setiap tahun prevalensi obesitas selalu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Obesitas saat ini masih menjadi masalah kesehatan utama di negara maju dan negara berkembang. Setiap tahun prevalensi obesitas selalu mengalami peningkatan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Overweight dan obesitas merupakan masalah kesehatan masyarakat yang perlu mendapatkan perhatian yang serius karena merupakan peringkat kelima penyebab kematian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terjadinya penyempitan, penyumbatan, atau kelainan pembuluh nadi

BAB I PENDAHULUAN. terjadinya penyempitan, penyumbatan, atau kelainan pembuluh nadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit jantung koroner (PJK) merupakan suatu keadaan akibat terjadinya penyempitan, penyumbatan, atau kelainan pembuluh nadi koroner. Penyempitan atau penyumbatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dunia, lebih dari 1 milyar orang dewasa adalah overweight dan lebih dari 300

BAB I PENDAHULUAN. dunia, lebih dari 1 milyar orang dewasa adalah overweight dan lebih dari 300 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa obesitas merupakan salah satu dari 10 kondisi yang berisiko di seluruh dunia dan salah satu dari 5 kondisi yang berisiko

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa baduta (bawah dua tahun) merupakan Window of opportunity. Pada

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa baduta (bawah dua tahun) merupakan Window of opportunity. Pada BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa baduta (bawah dua tahun) merupakan Window of opportunity. Pada masa ini, seorang anak memerlukan asupan zat gizi yang seimbang baik dari segi jumlah maupun proporsinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kencing manis semakin mengkhawatirkan. Menurut WHO pada tahun 2000

BAB I PENDAHULUAN. kencing manis semakin mengkhawatirkan. Menurut WHO pada tahun 2000 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kenaikan jumlah penduduk dunia yang terkena penyakit diabetes atau kencing manis semakin mengkhawatirkan. Menurut WHO pada tahun 2000 jumlah penduduk dunia yang menderita

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kesejahteraan penduduk saat ini diketahui menyebabkan peningkatan usia harapan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kesejahteraan penduduk saat ini diketahui menyebabkan peningkatan usia harapan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Meningkatnya berbagai fasilitas dan pelayanan kesehatan serta kesejahteraan penduduk saat ini diketahui menyebabkan peningkatan usia harapan hidup (UHH) yang

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN INSIDENSI DIABETES MELLITUS DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS MAYANG DAN LEDOKOMBO

KARAKTERISTIK FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN INSIDENSI DIABETES MELLITUS DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS MAYANG DAN LEDOKOMBO KARAKTERISTIK FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN INSIDENSI DIABETES MELLITUS DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS MAYANG DAN LEDOKOMBO Disampaikan Pada Pertemuan Ilmiah Dosen Fakultas Kedokteran Universitas Jember

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menular (PTM) yang meliputi penyakit degeneratif dan man made diseases.

BAB I PENDAHULUAN. menular (PTM) yang meliputi penyakit degeneratif dan man made diseases. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Transisi epidemiologi yang terjadi di Indonesia mengakibatkan perubahan pola penyakit yaitu dari penyakit infeksi atau penyakit menular ke penyakit tidak menular (PTM)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hipertensi merupakan masalah kesehatan serius yang mengakibatkan mortalitas dan morbiditas (Ba ttegay et al., 2005). Jika dibiarkan, hipertensi menyebabkan komplikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. badan menjadi gemuk (obese) yang disebabkan penumpukan jaringan adipose

BAB I PENDAHULUAN. badan menjadi gemuk (obese) yang disebabkan penumpukan jaringan adipose BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Obesitas atau yang biasa dikenal sebagai kegemukan, merupakan suatu masalah yang cukup merisaukan anak. Obesitas atau kegemukan terjadi pada saat badan menjadi gemuk

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Deskripsi Wilayah Penelitian Penelitian ini dilakukan di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta pada mahasiswa

Lebih terperinci

KUESIONER GAYA HIDUP DAN POLA KONSUMSI PENDERITA HIPERTENSI KARYAWAN PABRIK HOT STRIP MILL (HSM) PT. KRAKATAU STEEL CILEGON

KUESIONER GAYA HIDUP DAN POLA KONSUMSI PENDERITA HIPERTENSI KARYAWAN PABRIK HOT STRIP MILL (HSM) PT. KRAKATAU STEEL CILEGON LAMPIRAN 65 KUESIONER GAYA HIDUP DAN POLA KONSUMSI PENDERITA HIPERTENSI KARYAWAN PABRIK HOT STRIP MILL (HSM) PT. KRAKATAU STEEL CILEGON No Sampel : Enumerator : Tanggal Wawancara : Nama Responden : Alamat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkembangan zaman mengakibatkan adanya pergeseran jenis

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkembangan zaman mengakibatkan adanya pergeseran jenis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan zaman mengakibatkan adanya pergeseran jenis penyakit. Penyakit menular sudah digantikan oleh penyakit yang tidak menular seperti penyakit degeneratif, metabolik

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen bangsa yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi

Lebih terperinci

HUBUNGAN RIWAYAT KELUARGA, OBESITAS DAN KEBIASAAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN DIABETES MELITUS TIPE II. Siti Novianti, Nur Lina RINGKASAN

HUBUNGAN RIWAYAT KELUARGA, OBESITAS DAN KEBIASAAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN DIABETES MELITUS TIPE II. Siti Novianti, Nur Lina RINGKASAN Draft Jurnal HUBUNGAN RIWAYAT KELUARGA, OBESITAS DAN KEBIASAAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN DIABETES MELITUS TIPE II Siti Novianti, Nur Lina RINGKASAN Diabetes Melitus (DM) Tipe 2 merupakan penyakit tidak menular

Lebih terperinci