BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hutan Hujan Tropis di Indonesia Hutan adalah masyarakat tumbuh-tumbuhan yang dikuasai pohon-pohonan dan mempunyai keadaan lingkungan yang berbeda dengan keadaan di luar hutan. Hubungan antara masyarakat tumbuh-tumbuhan hutan, margasatwa, dan alam lingkungannya begitu erat sehingga hutan dapat dipandang sebagai suatu sistem ekologi atau ekosistem. Masyarakat hutan adalah suatu sistem yang hidup dan tumbuh secara dinamis. Masyarakat hutan terbentuk secara berangsur-angsur melalui beberapa tahap invasi oleh tumbuh-tumbuhan, adaptasi, agregasi, persaingan, penguasaan, reaksi terhadap tempat tumbuh, dan stabilisasi. Proses inilah yang disebut suksesi. Secara singkat suksesi adalah suatu proses perubahan komunitas tumbuh-tumbuhan secara teratur mulai dari tingkat pionir sampai pada tingkat klimaks di suatu tempat tertentu. Macam-macam suksesi berdasarkan proses terjadinya terdapat dua macam suksesi yaitu (Soerianegara dan Indrawan, 2005): 1. Suksesi primer (prisere) adalah perkembangan vegetasi mulai dari habitat tak bervegetasi hingga mencapai masyarakat yang stabil dan klimaks. Suksesi primer ini yang akan mengakibatkan terbentuknya hutan primer. Hutan primer terbentuk dari daratan yang mengalami suksesi yang ideal berkembang mulai dengan masyarakat tumbuh-tumbuhan Cryptogamae (tingkat rendah), tumbuhtumbuhan herba (terna), semak, perdu, dan pohon, hingga tercapai hutan klimaks. 2. Suksesi sekunder adalah suksesi yang terjadi apabila klimaks atau suksesi yang normal terganggu atau dirusak, misalnya oleh kebakaran, perladangan, penebangan, penggembalaan, dan kerusakan-kerusakan lainnya. Suksesi sekunder ini yang akan mengakibatkan terbentuknya hutan sekunder. Contohnya jika hutan hujan tropis mengalami kerusakan oleh alam atau manusia (penebangan atau perladangan) maka suksesi sekunder yang terjadi biasanya dimulai dengan vegetasi rumput atau semak. Apabila keadaan tanahnya tidak banyak menderita kerusakan oleh erosi, maka sesudah 15 20

2 4 tahun akan terjadi hutan sekunder muda, dan sesudah 50 tahun akan terjadi hutan sekunder tua yang secara berangsur-angsur akan mencapai klimaks. Letak geografis Indonesia yang berada di antara Benua Asia dan Benua Australia, di sekitar khatulistiwa mengakibatkan adanya berbagai macam tipe hutan, salah satunya hutan hujan tropis (tropical rain forest). Hutan hujan tropis di Indonesia memiliki luas ± ha, terutama terdapat di Sumatra, Kalimantan, Jawa, Sulawesi, Maluku, dan Papua. Dengan ciri-ciri sebagai berikut: 1. Iklim selalu basah 2. Tanah kering dan bermacam-macam jenis tanah 3. Di pedalaman, pada tanah rendah rata atau berbukit (< 1000 m dpl) dan pada tanah tinggi (s/d 4000 m dpl) 4. Dapat dibedakan menjadi tiga zone menurut ketinggiannya, yaitu : a. Hutan hujan bawah m dpl, jenis kayu yang penting antara lain dari genus famili Dipterocarpaceae yaitu Shorea, Dipterocarpus, Dryobalanops, Dipterocarpus, Hopea, Anisoptera, Vatica, Parashorea, Upuna, dan Cotylelobium. Genus-genus lainnya Agathis, Altingia, Dialium, Duabanga, Dyera, Gossanepinus, Koompasia, dan Octomeles. b. Hutan hujan tengah m dpl, jenis kayu yang umum terdiri dari famili Lauraceae, Fagaceae, Castanea, Nothofagus, Cunoniaceae, Magnoliaceae, Hammamelidaceae, Ericaceae, dan lain-lain. c. Hutan hujan atas m dpl, jenis kayu utama yaitu Coniferae (Araucaria, Dacrydium, Podocarpus), Ericaceae, Loptospermum, Clearia, Quercus, dan lain-lain. Hutan hujan tropis secara fisiognomi merupakan hutan yang sifatnya menutupi kawasan, dengan keanekaragaman jenis yang paling kaya bila dibandingkan dengan seluruh tipe vegetasi. Hutan hujan tropis juga merupakan hutan tipe kanopi yang evergreen (pohon yang selalu berdaun hijau) dengan ketinggian pohon maksimum rata-rata 30 m. Hutan hujan tropis memiliki peranan sebagai habitat utama untuk flora dan fauna, sumber daya pembangunan ekonomi, pemeliharaan keseimbangan kondisi iklim lokal dan global, selain itu juga sebagai konservasi tanah, air, nutrisi, dan biodiversitas. (Soerianegara dan Indrawan, 2005).

3 Deskripsi Singkat Famili Dipterocarpaceae Menurut Heyne (1987) famili Dipterocarpaceae memiliki ciri pohonnya besar, tinggi, batangnya lurus, silinder, dan berbanir. Pohon dari famili Dipterocarpaceae ini persebarannya banyak terdapat di Sumatra dan Kalimantan. Pohon-pohon ini tumbuh mulai dari dataran rendah hingga tinggi di pegunungan, namun juga banyak di rawa-rawa gambut. Tingginya biasanya m dan bagian batangnya yang bebas cabang biasanya m panjangnya. Batangbatangnya hampir selalu lurus, tetapi dekat pada tajuknya sering agak bengkok. Menurut Heyne (1987) untuk kualitas kekuatannya jenis-jenis pohon famili Dipterocarpaceae ini dapat digolongkan kedalam kelas II, III, atau IV. Sedangkan menurut kualitas keawetannya kedalam kelas III atau IV. Karena banyak ditemukan dan bentuk batangnya yang baik serta mudah dikerjakan, maka kayu ini di Sumatra dan Kalimantan termasuk jenis-jenis yang paling banyak digunakan. Jenis-jenis yang ringan, yang dapat lama bertahan terhadap bubuk namun kurang terhadap pengaruh cuaca, oleh penduduk biasa dipakai untuk papan, kasau pada bangunan rumah, dan untuk sampan. Sementara itu, jenis-jenis yang lebih berat, yang lebih kuat, dan lebih awet digunakan untuk gelegar, papan lantai, dan bahkan papan geladak jembatan. Untuk di Eropa yang pada umumnya menuntut syarat-syarat yang lebih berat, biasanya memakai Meranti Merah hanya untuk maksud-maksud semi permanen, untuk dinding hias, dan terutama untuk acuan pada bangunan beton, serta untuk perancah pada bangunan gedung. Tetapi jenis-jenis yang lebih baik konon lambat laun dipakai juga untuk pekerjaan permanen. Menurut Samingan (1973) famili Dipterocarpaceae memiliki ciri-ciri umum berbentuk pohon raksasa hingga tinggi 65 m, biasanya berbatang lurus, silindris setinggi m. Kulit batang yang halus biasanya mengelupas dalam kepingan-kepingan tipis yang lebar-lebar. Kayu gubal putih, putih kekuningkuningan atau coklat muda dan biasanya mengandung banyak sekali resin. Kayu gubal ini jelas beda daripada kayu terasnya yang berwarna merah atau coklat kemerahan. Untuk persebarannya menunjukkan bahwa Sumatra dan Kalimantan bersama-sama dengan Semenanjung Malaya serta Filipina merupakan pusat daerah Dipterocarpaceae.

4 6 Menurut Prawira dan Tantra (1973) Shorea leprosula Miq atau Meranti Tembaga yang termasuk golongan Meranti Merah yang termasuk ke dalam famili Dipterocarpaceae memiliki ciri-ciri sebagai berikut ini : 1. Habitus : Pohon tinggi mencapai 50 m, batang bebas cabang 30 m, diameter mencapai 100 cm atau lebih, banir tinggi 3,5 m. 2. Batang : Kulit luar tebalnya kira-kira 5 mm, berwarna abu-abu atau coklat, sedikit beralur tidak dalam, mengelupas agak besar-besar dan tebal. Penampang berwarna coklat muda sampai merah, bagian dalamnya kuning muda. Kayu gubal tebalnya 1-8 cm, berwarna kuning muda sampai kemerahan. Kayu teras berwarna coklat muda sampai merah, peralihannya dari gubal ke teras terjadi secara berangsur. 3. Daun : Rata, hampir menyerupai segiempat memanjang atau bulat telur terbalik yang memanjang, pangkal daun membulat, ujung runcing, panjangnya rata-rata 3-13 cm, lebar 3-6 cm, permukaan atas helaian daun mengkilat dan permukaan bawah suram. 4. Buah : Berbentuk bulat telur, ujungnya agak lancip, berbulu halus berwarna pucat, panjang 1-1,5 cm, diameter kira-kira 1 cm dan sayap-sayapnya tipis. 5. Tumbuh : terdapat banyak di Sumatra dan Kalimantan dalam hutan primer m dpl. Pada tanah liat dan berpasir yang selamanya tidak digenangi air, kadang terdapat pula pada pinggir rawa, dan hidup berkelompok. 6. Penggunaan : Kayu mempunyai BJ 0,52 dengan kelas awet III-IV, dipergunakan untuk bangunan rumah, perabot rumah tangga dan perahu. Damarnya dipakai untuk menambal perahu dan lampu. Menurut Djamhuri dkk. (2002) famili Dipterocarpaceae merupakan pohon raksasa, berdamar, kadang-kadang berbanir, serta kulit batang mengelupas. Daun tunggal berseling, tetapi rata, berdaun penumpu (besar dan tidak rontok), tulang daun ada yang berbentuk tangga (Scalariform veination). Bunga biseksual, beraturan, tersusun dalam malai, kelopak bunga ada lima helai, bebas atau bersatu di pangkal. Buah berbiji satu, keras tidak pecah dan bersayap, sayap merupakan perkembangan dari kelopak bunga. Famili ini mendominasi hutan hujan dataran rendah dan tersebar di kawasan Tropika Asia (India, Srilangka, Myanmar,

5 7 Malaysia, Filipina, Indonesia, Cina Selatan, dan Papua Nugini), di Indonesia terbanyak di Kalimantan dan Sumatra. Famili Dipterocarpaceae ini sudah tercatat 512 jenis dalam 16 marga. Di Indonesia sendiri dijumpai sembilan marga, yaitu Shorea (Shorea leprosula, shorea pinanga, shorea multiflora, shorea hopeifolia, shorea polyandra, shorea leavifolia), Dryobalanops (Dryobalanops aromatic, Dryobalanops lanceolata, dan Dryobalanops oblongifolia), Dipterocarpus (Dipterocarpus cornutus, Dipterocarpus crinitus), Hopea (Hopea mengarawan, hopea dryobalanoides), Anisoptera (Anisoptera marginata, Anisoptera costata), Vatica (vatica rassak, Vatica wallichii), Parashorea, Upuna, dan Cotylelobium. Manfaat yang dapat diperoleh dari famili Dipterocarpaceae antara lain sebagai bahan konstruksi, plywood, damar Inventarisasi Hutan Istilah inventarisasi hutan atau inventore, merupakan terjemahan dari bahasa inggris yaitu forest inventory, atau bahasa Belanda bosch inventarisatie. Secara umum, pengertian inventarisasi hutan adalah suatu tindakan untuk mengumpulkan informasi tentang kekayaan hutan. Istilah lain yang sering dipakai dalam bahasa Indonesia adalah perisalahan. Istilah serupa dalam bahasa Inggris yang mempunyai arti yang lebih spesifik adalah timber cruising, yang lebih menitikberatkan pengumpulan informasi tentang potensi kayu dari suatu areal hutan dalam rencana pembalakan atau logging (Departemen Kehutanan RI, 1992). Inventarisasi hutan adalah suatu usaha untuk menguraikan kuantitas dan kualitas pohon-pohon hutan serta berbagai karakteristik-karakteristik areal tempat tumbuhnya. Suatu inventarisasi yang lengkap dipandang dari segi penaksiran kayu harus berisi deskripsi areal berhutan serta kepemilikannya, penaksiran volume pohon-pohon yang masih berdiri, penaksiran riap, dan pengeluaran hasil (Husch, 1987). Hitam (1987) menyatakan bahwa inventarisasi hutan merupakan salah satu kegiatan yang pertama kali dilakukan dalam rangkaian manajemen hutan nasional yang baik dengan tujuan utama menentukan setepatnya dengan waktu dan biaya yang terbatas, massa tegakan dan nilai-nilai pohon sedang berdiri pada suatu tegakan hutan.

6 8 Jenis informasi yang dikumpulkan dalam suatu inventarisasi hutan tergantung pada tujuan. Tingkat kecermatan masing-masing informasi juga bervariasi sesuai dengan peranan informasi dalam tujuan pengelolaan hutan tersebut Inventarisasi Hutan Menyeluruh Berkala (IHMB) Inventarisasi Hutan Menyeluruh Berkala (IHMB) pada prinsipnya berbasis keragaman potensi hutan dan dilaksanakan oleh pemegang IUPHHK-HA dan IUPHHK-HT pada Hutan Produksi atau suatu KPH. Pengambilan petak contoh (sampling unit) dalam IHMB berbasis petak didasarkan pada kondisi areal yang berhutan. Petak contoh untuk pengamatan pohon pada hutan alam berukuran paling sedikit 0,25 hektar berbentuk empat persegi panjang dengan lebar 20 meter dan panjang 125 meter dan pada hutan tanaman berukuran paling sedikit 0,02 hektar (jari-jari lingkaran 7,94 meter) untuk umur 0 10 tahun, luas 0,04 hektar (jari-jari lingkaran 11,28 meter) untuk umur tahun, dan luas 0,1 hektar (jari-jari lingkaran 17,8 meter ) untuk umur diatas 20 tahun berbentuk lingkaran. Pelaksaaan Inventarisasi Hutan Menyeluruh Berkala (IHMB) dilaksanakan 1 (satu) kali dalam setiap 10 (sepuluh) tahun (Departemen Kehutanan Republik Indonesia, 2007). Tujuan inventarisasi hutan menyeluruh berkala antara lain: 1. Untuk mengetahui kondisi sediaan tegakan hutan (timber standing stock) secara berkala 2. Sebagai bahan penyusunan RKUPHHK dalam Hutan Alam dan atau RKUPHHK dalam Hutan Tanaman atau KPH sepuluh tahunan 3. Sebagai bahan pemantauan kecenderungan (trend) kelestarian sediaan tegakan hutan di areal KPH dan atau IUPHHK-HA atau IUPHHK-HT.

7 Pengukuran Diameter dan Tinggi Pohon Contoh Pengukuran diameter pohon contoh Diameter pohon merupakan salah satu parameter yang mempunyai arti penting dalam pengumpulan data tentang potensi hutan untuk keperluan pengelolaan. Dalam pengukuran diameter pohon yang biasa digunakan adalah diameter setinggi dada (Dbh). Diameter setinggi dada adalah jarak yang menghubungkan antara 2 (dua) titik pada lingkaran penampang melintang pohon yang melalui titik tengah penampang. Di Indonesia, Dbh diukur pada ketinggian batang 1,30 m di atas permukaan tanah (Departemen Kehutanan Republik Indonesia, 1992) Pengukuran tinggi pohon contoh Metode yang digunakan merupakan metode gabungan antara metode trigonometri dan metode geometri. Metode ini tidak menggunakan alat ukur yang mahal dan canggih, tidak menggunakan pengukuran jarak dan mudah dilakukan baik di hutan tanaman maupun di hutan alam. Perhitungan nilai tinggi dilakukan di kantor. Variabel-variabel yang diukur dalam pengukuran tinggi adalah tinggi total (ht), tinggi bebas cabang (hcp), ujung tongkat aluminium (hp) dan tinggi pada ketinggian 1,5 m (hb) dari atas tanah (Gambar 1). Dapat dilihat bahwa posisi tongkat ukur harus di sisi pohon. Sumber : Departemen Kehutanan Republik Indonesia, 2007 Gambar 1 Pengukuran tinggi pohon dengan clinometer.

8 10 Pengukuran dilakukan dengan clinometer dan yang dibaca adalah kelerengan dalam satuan % (tidak boleh dalam satuan derajat). Tinggi total pohon dihitung dengan rumus sebagai berikut : h h t b tinggi == hp hb Dimana h t adalah pembacaan clinometer (%) pada tinggi total, h b adalah pembacaan clinometer (%) pada ketinggian 1,5 m dari tanah dan h p adalah pembacaan clinometer (%) pada ujung tongkat. Untuk mencari tinggi bebas cabang nilai ht digunakan rumus : h h cp b tinggi == hp hb Dimana h cp adalah pembacaan clinometer (%) pada tinggi bebas cabang, h b adalah pembacaan clinometer (%) pada ketinggian 1,5 m dari tanah dan h p adalah pembacaan clinometer (%) pada ujung tongkat (Departemen Kehutanan Republik Indonesia, 2007) Kurva Tinggi Kurva tinggi adalah kurva yang memberikan gambaran tentang hubungan diameter dengan tinggi. Hubungan antara diameter dengan tinggi dibentuk dengan melalui pengukuran diameter dan tinggi sejumlah individu pohon, kemudian menghubungkan keduanya dengan analisis regresi sehingga bisa dibentuk sebuah persamaan kurva tinggi. Cara lain yang lebih sederhana untuk membentuk kurva tinggi adalah dengan menghitung tinggi rataan tiap-tiap kelas diameter yang kemudian diplotkan dalam sistem kordinat XY. Dengan demikian akan diperoleh sebuah pencaran titik. Tahap berikutnya adalah menarik garis lengkung yang melewati tengah titik-titik tersebut. Teknik ini memang memiliki akurasi yang tidak tinggi, tetapi sudah bisa digunakan untuk pengelolaan hutan masyarakat yang banyak membutuhkan teknik-teknik sederhana. Kurva tinggi pohon pada hutan alam disusun untuk menduga tinggi komersial (merchantable height curve), yaitu kurva yang memberikan hubungan antara diameter dengan tinggi komersial, yaitu tinggi pohon sampai batas yang

9 11 dapat dimanfaatkan. Pada hutan alam terdapat bermacam jenis pohon, yang dapat digolongkan dalam kelompok-kelompok jenis. Umumnya pengelompokan jenis di hutan alam masih berdasarkan nilai komersialnya. Berkaitan dengan hal tersebut, maka kurva tinggi pohon yang digunakan di hutan alam adalah kurva tinggi dari berbagai kelompok jenis. Kurva tinggi pohon pada hutan tanaman disusun untuk menaksir tinggi total pohon atas dasar peubah (variable) diameter pohon yang diukur. Pada hutan tanaman ini, kurva tinggi pohon total akan digunakan pula sebagai penduga kualitas tapak (site quality). Kurva tinggi pohon pada hutan tanaman disusun berdasarkan jenis tanaman dan pada kelas umur yang berbeda (Sutarahardja, 2008) Penyusunan Kurva Tinggi Pohon Dalam kegiatan inventarisasi tegakan hutan, mengukur tinggi setiap pohon berdiri adalah pekerjaan yang menuntut waktu yang cukup lama dan jauh lebih sulit dibandingkan dengan mengukur diameter pohon. Mengukur seluruh tinggi pohon dalam tegakan hutan yang diinventarisasi di lapangan bukanlah suatu jaminan untuk mendapatkan hasil pengukuran yang teliti, karena akan menghasilkan kesalahan non sampling (non sampling error). Kesalahan non sampling ini akan semakin besar dengan semakin banyaknya pohon-pohon yang diukur. Kesalahan non sampling adalah jenis kesalahan yang bukan berasal dari cara pengambilan contoh dan kesalahan jenis ini sulit untuk ditentukan besarnya. Kesalahan non sampling dapat terjadi dalam pengukuran yang disebabkan oleh faktor-faktor antara lain faktor pengukuran (measurement error), faktor alat (equipment error), faktor manusia (human error) dan faktor lingkungan (environmental error). Dengan alasan tersebut diatas, untuk mendapatkan data dimensi tinggi pohon dalam kegiatan inventarisasi hutan yang akan digunakan untuk berbagai tujuan, kurva tinggi pohon perlu disediakan. Kurva tinggi pohon disusun untuk menentukan tinggi pohon untuk pohon-pohon yang tidak diukur dalam kegiatan inventarisasi tegakan hutan. Dengan kurva tinggi pohon ini, maka tabel tinggi pohon dapat dibuat. Penyusunan kurva tinggi pohon tersebut menggunakan dasar

10 12 hubungan antara tinggi pohon dengan diameter pohon. Selain itu, hubungan tinggi pohon dengan diameter pohon sering dibutuhkan untuk bahan dasar analisa penyusunan tabel volume lokal (local volume tables). Dengan tersedianya tabel tinggi pohon, maka dalam inventarisasi hutan tidak lagi diperlukan pengukuran tinggi pohon, melainkan cukup dengan mengukur diameter pohon. Tinggi pohon dapat ditentukan pada tabel tinggi pohon atas dasar diameter pohon yang diukur (Departemen Kehutanan Republik Indonesia, 2007). Untuk menyusun kurva tinggi pohon, hubungan antara tinggi pohon dengan diameter pohon dapat dibuat dengan cara ploting (free hand methods) atau hubungan tersebut dinyatakan dengan menggunakan fungsi matematis (mathematical functions) dan diolah dengan menggunakan analisa regresi (regression analysis). Bentuk kurva bervariasi dari suatu tegakan hutan dengan tegakan hutan yang lain, sehingga untuk menggambarkan hubungan antara tinggi pohon dengan diameter pohon, banyak fungsi-fungsi matematis untuk menggambarkan hubungan tersebut telah dikembangkan, antara lain diantaranya adalah (Husch et al 2003; van Laar & Akca, 1997 dan Husch, 1963) : h = b 1 D + b 2 D 2 (Trorey, 1932) h = h (1- e -ad ) (Meyer, 1940) Log h = b 0 + b 1 log D (Stoffels and Van Soest, 1953) h = b 0 + b 1 log D (Henricksen, 1950) Log h = b 0 + b 1 D -1 (Avery and Burkhart, 2002) h = b 0 D b1 atau log h = log b 0 + b 1 log D (Prodan et al. (1997) h = b 0 + b 1 D + b 2 D 2 h 1.3 = b 1 D + b 2 D 2 h = b 0 + b 1 ln (D) ln (h) = b 0 + b 1 ln (D) Dimana : bi = konstanta h = tinggi pohon D = diameter pohon setinggi dada ln = natural logaritma Pada model-model tersebut dapat digunakan satuan ukuran metriks, yaitu meter untuk tinggi pohon dan satuan cm untuk diameter pohon.

11 13 Meskipun banyak fungsi-fungsi hubungan tersebut telah dikembangkan untuk melukiskan hubungan antara tinggi pohon dengan diameter pohon, tetapi persamaan parabolik (h = b 1 D + b 2 D 2 atau h = b 0 + b 1 D + b 2 D 2 ) telah digunakan untuk menggambarkan hubungan tinggi dengan diameter pohon pada banyak tegakan hutan. Bagaimanapun jika ingin menggunakan suatu fungsi matematik untuk menggambarkan hubungan tinggi dengan diameter pohon untuk tegakan tertentu, maka pengujian perlu dilakukan untuk melihat fungsi hubungan yang mana terbaik untuk dapat digunakan (Husch et al, 2003 dan Husch, 1963). Untuk tujuan pembuatan kurva tinggi ini perlu dilakukan pengukuran tinggi pohon dan diameter pohon dengan teliti dan benar terhadap sejumlah pohon-pohon contoh atau pohon-pohon model (sample trees) yang dirancang tersebar merata (representative) pada setiap ukuran kelas diameter pohon, pada setiap kelas umur pohon dan pada kelompok-kelompok jenis pohon. Pohon contoh yang dipilih hendaknya pohon yang sehat dan baik pertumbuhannya. Untuk membuat kurva tinggi tersebut dengan free hand methods, dilakukan pembuatan scatter diagram hubungan tinggi pohon dengan diameter pohon dan untuk setiap kelas diameter diplotkan titik nilai rata-ratanya. Diantara titik-titik nilai rata-rata tersebut ditarik garis lurus sedemikian rupa agar garis lurus tersebut berada ditengah-tengah sebaran titik-titik nilai rata-rata tersebut. Cara lain untuk menggambarkan kurva tinggi dilakukan dengan analisa regresi (linear regression analysis), baik regresi linier sederhana (simple linear regression analysis) maupun regresi linier berganda (multiple linear regression analysis), tergantung fungsi matematik yang digunakan atau tergantung banyaknya peubah bebas yang dipakai. Bentuk-bentuk persamaan yang non-linier ditransformasikan menjadi bentuk linier. Kurva tinggi yang dapat digunakan adalah kurva yang hubungan antara diameter dan tingginya cukup kuat. Perbedaan kurva tinggi untuk kelompok jenis yang sama menyatakan perbedaan site di mana pohon sampel diambil. Hal ini menunjukkan bahwa lokasi yang berbeda, mungkin memperoleh kurva tinggi yang berbeda pula. Dengan demikian setiap IUPHHK sebaiknya mempunyai kurva yang berasal dari wilayahnya masing-masing (Sutarahardja, 2008).

12 Validasi Kurva Tinggi Pohon Dalam mengevaluasi model, Spurr ( 1955) dan Prodan (1965) mengatakan bahwa persamaan regresi sebagai penduga isi pohon cukup seksama apabila persamaan-persamaan tersebut memberikan simpangan baku sisaan seminimal mungkin. Hal ini juga dapat diterapkan dalam mengevaluasi model kurva tinggi. Untuk mengetahui apakah hasil persamaan-persamaan regresi yang telah disusun sebelumnya valid atau tidak, maka perlu dilakukan uji validasi dengan menggunakan pohon contoh yang telah dialokasikan sebelumnya khusus untuk pengujian validasi model. Data pohon contoh tersebut tidak digunakan dalam penyusunan model-model kurva tinggi diatas. Uji validasi model dapat dilakukan dengan menghitung nilai-nilai simpangan agregasinya (agregative deviation), simpangan rata-rata (mean deviation), RMSE (root mean square error), biasnya serta uji beda nyata antara tinggi yang diduga dengan tabel terhadap tinggi nyatanya. Uji beda nyata bisa dilakukan dengan cara uji Khi-kuadrat. Suatu persamaan regresi dapat dinyatakan valid untuk digunakan apabila memenuhi persyaratan tertentu dari hasil uji validasi yang digunakan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Deskripsi Singkat Hutan Hujan Tropis Hutan adalah masyarakat tumbuh-tumbuhan yang dikuasai pohon-pohonan dan mempunyai keadaan lingkungan yang berbeda dengan keadaan di luar

Lebih terperinci

PENYUSUNAN KURVA TINGGI POHON DALAM RANGKA PELAKSANAAN IHMB DI IUPHHK-HA PT. RATAH TIMBER KALIMANTAN TIMUR PASKHA H. PANJAITAN E

PENYUSUNAN KURVA TINGGI POHON DALAM RANGKA PELAKSANAAN IHMB DI IUPHHK-HA PT. RATAH TIMBER KALIMANTAN TIMUR PASKHA H. PANJAITAN E PENYUSUNAN KURVA TINGGI POHON DALAM RANGKA PELAKSANAAN IHMB DI IUPHHK-HA PT. RATAH TIMBER KALIMANTAN TIMUR PASKHA H. PANJAITAN E14051060 DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Hujan Tropis Hutan adalah masyarakat tumbuh-tumbuhan yang dikuasai pohon-pohon dan mempunyai keadaan lingkungan yang berbeda dengan keadaan di luar hutan (Soerianegara

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 16 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Singkat Merbau Menurut Merbau (Instia spp) merupakan salah satu jenis tanaman yang banyak dimanfaatkan dan mempunyai nilai yang ekonomi yang tinggi karena sudah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum tentang Pinus 2.1.1. Habitat dan Penyebaran Pinus di Indonesia Menurut Martawijaya et al. (2005), pinus dapat tumbuh pada tanah jelek dan kurang subur, pada tanah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA.1 Inventarisasi Hutan Menurut Dephut (1970), inventarisasi hutan adalah pengumpulan dan penyusunan data mengenai hutan dalam rangka pemanfaatan hutan bagi masyarakat secara lestari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan sebagai salah satu sumberdaya alam merupakan kekayaan Negara yang harus dikelola secara bijaksana guna kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA.1 Volume Pohon Secara alami, volume kayu dapat dibedakan menurut berbagai macam klasifikasi sortimen. Beberapa jenis volume kayu yang paling lazim dipakai sebagai dasar penaksiran,

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 49 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Penentuan Data Pohon Contoh Untuk penyusunan tabel volume pohon sebagai alat bantu IHMB di PT. Ratah Timber ini diperlukan data-data dimensi pohon dari setiap pohon contoh

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 9 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Kegiatan penelitian ini dilakukan di petak 209 dan 238 pada RKT 2009 di IUPHHK-HA PT. Salaki Summa Sejahtera, Pulau Siberut, Kabupaten Kepulauan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Silvikultur Tebang Pilih Tanam Jalur (TPTJ) Sistem Tebang Pilih Tanam Jalur (TPTJ) adalah sistem silvikultur yang digulirkan sebagai alternatif pembangunan hutan tanaman

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Inventarisasi Hutan Inventarisasi hutan adalah suatu usaha untuk menguraikan kuantitas dan kualitas pohon-pohon hutan serta berbagai karakteristik areal tanah tempat tumbuhnya.

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian tentang Perkembangan Tegakan Pada Hutan Alam Produksi Dalam Sistem Silvikultur Tebang Pilih Tanam Indonesia Intensif (TPTII) dilaksanakan di areal

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hutan Hujan Tropis Hutan hujan tropis merupakan salah satu tipe vegetasi hutan tertua yang telah menutupi banyak lahan yang terletak pada 10 o LU dan 10 o LS (Vickery, 1984).

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Hujan Tropika Hutan adalah masyarakat tumbuh-tumbuhan yang dikuasai pohon-pohon dan mempunyai keadaan lingkungan yang berbeda dengan keadaan di luar hutan (Soerianegara

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan Terdegradasi ,

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan Terdegradasi , II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan Terdegradasi Degradasi lahan adalah proses menurunnya kapasitas dan kualitas lahan untuk mendukung suatu kehidupan (FAO 1993). Degradasi lahan mengakibatkan hilang atau

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Hujan Tropis Hutan adalah satu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Hutan bukan hanya sekumpulan individu pohon, tetapi sebagai masyarakat tumbuhan yang kompleks, terdiri atas pepohonan, semak, tumbuhan bawah, jasad renik tanah, dan hewan.

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan tempat penelitian 3.2 Alat dan bahan 3.3 Metode pengambilan data

BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan tempat penelitian 3.2 Alat dan bahan 3.3 Metode pengambilan data BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan tempat penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni-Juli 2011 di Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW), Kabupaten Sukabumi Provinsi Jawa Barat. 3.2 Alat dan bahan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penentuan Volume Pohon Volume pohon dapat diperkirakan dari hubungan nyata antara dimensi pohon dan volume pohon tertentu. Diameter, tinggi, dan faktor bentuk merupakan peubah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hutan Hujan Tropika Menurut UU Kehutanan No 41 Tahun 1999, hutan adalah adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Umum Agathis loranthifolia R. A. Salisbury 2.1.1 Taksonomi dan Tata Nama Agathis loranthifolia R. A. Salisbury termasuk famili Araucariaceae dengan memiliki nama lokal

Lebih terperinci

II. METODOLOGI. A. Metode survei

II. METODOLOGI. A. Metode survei II. METODOLOGI A. Metode survei Pelaksanaan kegiatan inventarisasi hutan di KPHP Maria Donggomassa wilayah Donggomasa menggunakan sistem plot, dengan tahapan pelaksaan sebagai berikut : 1. Stratifikasi

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 22 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni hingga bulan Juli 2011 di IUPHHK-HA PT Mamberamo Alasmandiri, Provinsi Papua. 3.2 Alat dan Bahan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Biomassa

II. TINJAUAN PUSTAKA Biomassa 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2. 1. Biomassa Biomassa merupakan bahan organik dalam vegetasi yang masih hidup maupun yang sudah mati, misalnya pada pohon (daun, ranting, cabang, dan batang utama) dan biomassa

Lebih terperinci

Buletin Penelitian Hutan (Forest Research Bulletin) 630 (2002): 1-15

Buletin Penelitian Hutan (Forest Research Bulletin) 630 (2002): 1-15 TABEL ISI POHON JENIS BINTANGUR (Callophyllum sp.) DI KPH SANGGAU, KALIMANTAN BARAT (Tree Volume Table of Bintangur (Callophyllum sp.) in the Forest District of Sanggau, West Kalimantan) Oleh/By: Sofwan

Lebih terperinci

PENERAPAN RUMUS VOLUME SMALLIAN DAN HUBER PADA LOG MERANTI MERAH (Shorea leprosula miq) DI PT. SUMALINDO LESTARI JAYA Tbk.

PENERAPAN RUMUS VOLUME SMALLIAN DAN HUBER PADA LOG MERANTI MERAH (Shorea leprosula miq) DI PT. SUMALINDO LESTARI JAYA Tbk. 1 PENERAPAN RUMUS VOLUME SMALLIAN DAN HUBER PADA LOG MERANTI MERAH (Shorea leprosula miq) DI PT. SUMALINDO LESTARI JAYA Tbk.LOAJANAN SAMARINDA Oleh ASRIANI HAMZAH P. NIM.070.500.006 PROGRAM STUDI MANAJEMEN

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang Latar Belakang PENDAHULUAN Indonesia merupakan negara yang memiliki kawasan hutan hujan tropis dengan keanekaragaman spesies tumbuhan yang sangat tinggi dan formasi hutan yang beragam. Dipterocarpaceae

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Areal Kerja perusahaan pemegang Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Pada Hutan Alam (IUPHHK-HA) PT. Mamberamo

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Taman nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli

I. PENDAHULUAN. Taman nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli ` I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Taman nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli dan dikelola dengan sistem zonasi. Kawasan ini dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu

Lebih terperinci

EVALUASI KETAHANAN HIDUP TANAMAN UJI SPESIES DAN KONSERVASI EK-SITU DIPTEROCARPACEAE DI RPH CARITA BANTEN

EVALUASI KETAHANAN HIDUP TANAMAN UJI SPESIES DAN KONSERVASI EK-SITU DIPTEROCARPACEAE DI RPH CARITA BANTEN EVALUASI KETAHANAN HIDUP TANAMAN UJI SPESIES DAN KONSERVASI EK-SITU DIPTEROCARPACEAE DI RPH CARITA BANTEN Evaluation of Survival Plantation Try Species of Dipterocarpaceae in Carita Forest Resort Banten

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 2.1 Hutan Tropika Dataran Rendah BAB II TINJAUAN PUSTAKA Di dalam Undang Undang No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, dijelaskan bahwa hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Hutan rawa gambut adalah salah satu komunitas hutan tropika yang terdapat di

PENDAHULUAN. Hutan rawa gambut adalah salah satu komunitas hutan tropika yang terdapat di PENDAHULUAN Latar Belakang Hutan rawa gambut adalah salah satu komunitas hutan tropika yang terdapat di Indonesia. Hutan rawa gambut mempunyai karakteristik turnbuhan maupun hewan yang khas yaitu komunitas

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di IUPHHK-HA PT MAM, Kabupaten Mamberamo Raya, Provinsi Papua pada bulan Mei sampai dengan Juli 2012. 3.2. Bahan dan Alat Penelitian

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.. Sebaran Pohon Contoh Pohon contoh sebanyak 0 pohon dipilih secara purposive, yaitu pohon yang tumbuh normal dan sehat, sehingga dapat memenuhi keterwakilan keadaan pohon

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemampuan hutan dan ekosistem didalamnya sebagai penyimpan karbon dalam bentuk biomassa di atas tanah dan di bawah tanah mempunyai peranan penting untuk menjaga keseimbangan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum tentang Schima wallichii Jenis pohon puspa atau Schima wallichii Korth., termasuk ke dalam famili Theaceae. Terdiri dari empat subspecies, yaitu Schima wallichii

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. hutan dapat dipandang sebagai suatu sistem ekologi atau ekosistem yang sangat. berguna bagi manusia (Soerianegara dan Indrawan. 2005).

I. PENDAHULUAN. hutan dapat dipandang sebagai suatu sistem ekologi atau ekosistem yang sangat. berguna bagi manusia (Soerianegara dan Indrawan. 2005). I. PENDAHULUAN Hutan adalah masyarakat tetumbuhan dan hewan yang hidup di lapisan permukaan tanah yang terletak pada suatu kawasan, serta membentuk suatu kesatuan ekosistem yang berada dalam keseimbangan

Lebih terperinci

IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. administratif berada di wilayah Kelurahan Kedaung Kecamatan Kemiling Kota

IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. administratif berada di wilayah Kelurahan Kedaung Kecamatan Kemiling Kota IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Pembentukan Taman Kupu-Kupu Gita Persada Taman Kupu-Kupu Gita Persada berlokasi di kaki Gunung Betung yang secara administratif berada di wilayah Kelurahan

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 37 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Pola Sebaran Pohon Pemetaan sebaran pohon dengan luas petak 100 ha pada petak Q37 blok tebangan RKT 2011 PT. Ratah Timber ini data sebaran di kelompokkan berdasarkan sistem

Lebih terperinci

Jl. Gunung Batu No. 5 Po Box 331; Telp ; Fax Bogor Pusat Litbang Hutan dan Konservasi Alam

Jl. Gunung Batu No. 5 Po Box 331; Telp ; Fax Bogor Pusat Litbang Hutan dan Konservasi Alam Model Pendugaan Isi Pohon Agathis (Bambang E. Siswanto; Rinaldi I.) MODEL PENDUGAAN ISI POHON Agathis loranthifolia Salisb DI KESATUAN PEMANGKUAN HUTAN KEDU SELATAN, JAWA TENGAH (Tree Volume Estimation

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 10 III. METODE PENELITIAN A. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di pekarangan warga di Kecamatan Jumantono, Kecamatan Karanganyar dengan dua jenis tanah yang berbeda yaitu tanah Latosol (Desa

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Rotan adalah salah satu jenis tumbuhan berbiji tunggal (monokotil) yang memiliki peranan ekonomi yang sangat penting (FAO 1997). Sampai saat ini rotan telah dimanfaatkan sebagai

Lebih terperinci

keadaan seimbang (Soerianegara dan Indrawan, 1998).

keadaan seimbang (Soerianegara dan Indrawan, 1998). II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Suksesi dan Restorasi Hutan Hutan merupakan masyarakat tumbuh-tumbuhan yang di dominasi oleh pepohonan. Masyarakat hutan merupakan masyarakat tumbuh-tumbuhan yang hidup dan tumbuh

Lebih terperinci

KOMPOSISI TEGAKAN SEBELUM DAN SESUDAH PEMANENAN KAYU DI HUTAN ALAM

KOMPOSISI TEGAKAN SEBELUM DAN SESUDAH PEMANENAN KAYU DI HUTAN ALAM KOMPOSISI TEGAKAN SEBELUM DAN SESUDAH PEMANENAN KAYU DI HUTAN ALAM Muhdi Staf Pengajar Program Studi Teknologi Hasil Hutan Departemen Kehutanan USU Medan Abstract A research was done at natural tropical

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 21 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Kegiatan penelitian ini dilaksanakan di petak tebang Q37 Rencana Kerja Tahunan (RKT) 2011 IUPHHK-HA PT. Ratah Timber, Desa Mamahak Teboq,

Lebih terperinci

PENGARUH ELEVASI TERHADAP PERTUMBUHAN DAN KUALITAS KAYU MUHDI. Program Ilmu Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara

PENGARUH ELEVASI TERHADAP PERTUMBUHAN DAN KUALITAS KAYU MUHDI. Program Ilmu Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara PENGARUH ELEVASI TERHADAP PERTUMBUHAN DAN KUALITAS KAYU MUHDI Program Ilmu Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara I. PENDAHULUAN Laju pertumbuhan pohon dan macam pohon apa yang tumbuh

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 25 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Pemilihan Pohon Contoh Pohon contoh yang digunakan dalam penelitian ini jenis keruing (Dipterocarpus spp.). Pemilihan pohon contoh dilakukan secara purposive pada RKT

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman mahkota dewa memiliki nama ilmiah Phaleria macrocarpa Boerl.,

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman mahkota dewa memiliki nama ilmiah Phaleria macrocarpa Boerl., II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Mahkota Dewa 1. Klasifikasi dan Ciri Morfologi Tanaman mahkota dewa memiliki nama ilmiah Phaleria macrocarpa Boerl., dengan nama sinonim Phaleria papuana. Nama umum dalam

Lebih terperinci

Universitas Lambung Mangkurat Banjarbaru 2 )Mahasiswa Jurusan Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan. Universitas Lambung Mangkurat Banjarbaru ABSTRACT

Universitas Lambung Mangkurat Banjarbaru 2 )Mahasiswa Jurusan Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan. Universitas Lambung Mangkurat Banjarbaru ABSTRACT PENENTUAN HUBUNGAN TINGGI BEBAS CABANG DENGAN DIAMETER POHON MERANTI PUTIH (Shorea bracteolata Dyer) DI AREAL HPH PT. AYA YAYANG INDONESIA, TABALONG, KALIMANTAN SELATAN Oleh/by EDILA YUDIA PURNAMA 1) ;

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. unsur unsur utamanya terdiri atas sumberdaya alam tanah, air, vegetasi serta

BAB I PENDAHULUAN. unsur unsur utamanya terdiri atas sumberdaya alam tanah, air, vegetasi serta BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan satu kesatuan ekosistem yang unsur unsur utamanya terdiri atas sumberdaya alam tanah, air, vegetasi serta sumberdaya manusia.das

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pinus (Pinus merkusii Jungh et. De Vriese) 1. Tata nama P. merkusii Jungh et. De Vriese termasuk suku Pinaceae, sinonim dengan P. sylvestri auct. Non. L, P. sumatrana Jung,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Saninten (Castanopsis argentea Blume A.DC) Sifat Botani Pohon saninten memiliki tinggi hingga 35 40 m, kulit batang pohon berwarna hitam, kasar dan pecah-pecah dengan permukaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Nyamplung Nyamplung memiliki sebaran yang luas di dunia, dari Afrika, India, Asia Tenggara, Australia Utara, dan lain-lain. Karakteristik pohon nyamplung bertajuk rimbun-menghijau

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Hutan merupakan salah satu pusat keanekaragaman jenis tumbuhan yang belum banyak diketahui dan perlu terus untuk dikaji. Di kawasan hutan terdapat komunitas tumbuhan yang

Lebih terperinci

INVENTARISASI TEGAKAN TINGGAL WILAYAH HPH PT. INDEXIM UTAMA DI KABUPATEN BARITO UTARA KALIMANTAN TENGAH

INVENTARISASI TEGAKAN TINGGAL WILAYAH HPH PT. INDEXIM UTAMA DI KABUPATEN BARITO UTARA KALIMANTAN TENGAH INVENTARISASI TEGAKAN TINGGAL WILAYAH HPH PT. INDEXIM UTAMA DI KABUPATEN BARITO UTARA KALIMANTAN TENGAH Oleh/by MUHAMMAD HELMI Program Studi Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan Universitas Lambung Mangkurat

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengelolaan Eucalyptus di TPL Tanaman Eucalyptus sudah dikenal sejak abad 18 dan perkembangan pembangunan tanaman ini maju pesat pada tahun 1980 setelah kongres Kehutanan Sedunia

Lebih terperinci

KEKAYAAN NYAMPLUNG DI TAMAN NASIONAL UJUNG KULON Oleh : Aris Budi Pamungkas & Amila Nugraheni

KEKAYAAN NYAMPLUNG DI TAMAN NASIONAL UJUNG KULON Oleh : Aris Budi Pamungkas & Amila Nugraheni KEKAYAAN NYAMPLUNG DI TAMAN NASIONAL UJUNG KULON Oleh : Aris Budi Pamungkas & Amila Nugraheni Nyamplung tentu tanaman itu kini tak asing lagi di telinga para rimbawan kehutanan. Buah yang berbentuk bulat

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian kerusakan tegakan tinggal akibat penebangan pohon dilakukan di PT. MAM, Kabupaten Mamberamo Raya, Provinsi Papua. Penelitian ini dilaksanakan pada

Lebih terperinci

II.TINJAUAN PUSTAKA. Mamalia lebih dikenal dari pada burung (Whitten et al, 1999). Walaupun

II.TINJAUAN PUSTAKA. Mamalia lebih dikenal dari pada burung (Whitten et al, 1999). Walaupun II.TINJAUAN PUSTAKA A. Burung Mamalia lebih dikenal dari pada burung (Whitten et al, 1999). Walaupun demikian burung adalah satwa yang dapat ditemui dimana saja sehingga keberadaanya sangat sulit dipisahkan

Lebih terperinci

PENDUGAAN SIMPANAN KARBON DI ATAS PERMUKAAN LAHAN PADA TEGAKAN EUKALIPTUS (Eucalyptus sp) DI SEKTOR HABINSARAN PT TOBA PULP LESTARI Tbk

PENDUGAAN SIMPANAN KARBON DI ATAS PERMUKAAN LAHAN PADA TEGAKAN EUKALIPTUS (Eucalyptus sp) DI SEKTOR HABINSARAN PT TOBA PULP LESTARI Tbk PENDUGAAN SIMPANAN KARBON DI ATAS PERMUKAAN LAHAN PADA TEGAKAN EUKALIPTUS (Eucalyptus sp) DI SEKTOR HABINSARAN PT TOBA PULP LESTARI Tbk ALFARED FERNANDO SIAHAAN DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kayu jati (Tectona grandis L.f.) merupakan salah satu jenis kayu komersial

BAB I PENDAHULUAN. Kayu jati (Tectona grandis L.f.) merupakan salah satu jenis kayu komersial 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kayu jati (Tectona grandis L.f.) merupakan salah satu jenis kayu komersial yang diminati dan paling banyak dipakai oleh masyarakat, khususnya di Indonesia hingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hutan di Indonesia merupakan sumber daya alam yang cukup besar

BAB I PENDAHULUAN. Hutan di Indonesia merupakan sumber daya alam yang cukup besar BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Hutan di Indonesia merupakan sumber daya alam yang cukup besar peranannya dalam Pembangunan Nasional, kurang lebih 70% dari luas daratan berupa hutan. Hutan sangat

Lebih terperinci

E U C A L Y P T U S A.

E U C A L Y P T U S A. E U C A L Y P T U S A. Umum Sub jenis Eucalyptus spp, merupakan jenis yang tidak membutuhkan persyaratan yang tinggi terhadap tanah dan tempat tumbuhnya. Kayunya mempunyai nilai ekonomi yang cukup tinggi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Manggis dengan nama latin Garcinia mangostana L. merupakan tanaman buah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Manggis dengan nama latin Garcinia mangostana L. merupakan tanaman buah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani Manggis dan Syarat Tumbuh Manggis dengan nama latin Garcinia mangostana L. merupakan tanaman buah berupa pohon yang banyak tumbuh secara alami pada hutan tropis di kawasan

Lebih terperinci

MODEL PENDUGAAN ISI POHON JENIS TOREM (Manilkara kanosiensis, H.J. Lam & B.J.D. Meeuse) DI PULAU YAMDENA KABUPATEN MALUKU TENGGARA BARAT

MODEL PENDUGAAN ISI POHON JENIS TOREM (Manilkara kanosiensis, H.J. Lam & B.J.D. Meeuse) DI PULAU YAMDENA KABUPATEN MALUKU TENGGARA BARAT MODEL PENDUGAAN ISI POHON JENIS TOREM (Manilkara kanosiensis, H.J. Lam & B.J.D. Meeuse) DI PULAU YAMDENA KABUPATEN MALUKU TENGGARA BARAT Aryanto Boreel dan Troice E. Siahaya Dosen Jurusan Kehutanan Fakultas

Lebih terperinci

KERAGAMAN PERTUMBUHAN TANAMAN MERANTI MERAH (Shorea leprosula Miq.) PADA BERBAGAI TAPAK

KERAGAMAN PERTUMBUHAN TANAMAN MERANTI MERAH (Shorea leprosula Miq.) PADA BERBAGAI TAPAK 11/1/13 MAKALAH SEMINAR/EKSPOSE HASIL PENELITIAN TAHUN 13 BALAI BESAR PENELITIAN DIPTEROKARPA SAMARINDA KERAGAMAN PERTUMBUHAN TANAMAN MERANTI MERAH (Shorea leprosula Miq.) PADA BERBAGAI TAPAK Oleh: Asef

Lebih terperinci

RESPONS PERTUMBUHAN ANAKAN JELUTUNG MERAH

RESPONS PERTUMBUHAN ANAKAN JELUTUNG MERAH RESPONS PERTUMBUHAN ANAKAN JELUTUNG MERAH (Dyera costulata Hook.f) YANG DITANAM PADA LAHAN KERING DAN LAHAN BASAH DI KABUPATEN KAPUAS KALIMANTAN TENGAH Oleh/by SULAIMAN BAKRI Program Studi Budidaya Hutan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Kegiatan penelitian ini dilaksanakan di IUPHHK HA PT. Salaki Summa Sejahtera, Pulau Siberut, Propinsi Sumatera Barat. Penelitian dilakukan pada bulan Nopember

Lebih terperinci

1 BAB I. PENDAHULUAN. tingginya tingkat deforestasi dan sistem pengelolan hutan masih perlu untuk

1 BAB I. PENDAHULUAN. tingginya tingkat deforestasi dan sistem pengelolan hutan masih perlu untuk 1 BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan tropis merupakan sumber utama kayu dan gudang dari sejumlah besar keanekaragaman hayati dan karbon yang diakui secara global, meskupun demikian tingginya

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di dalam areal Hak Pengusahaan Hutan (HPH) PT. Sari Bumi Kusuma, Unit S. Seruyan, Kalimantan Tengah. Areal hutan yang dipilih untuk penelitian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Tentang Jati 2.1.1 Klasifikasi, penyebaran dan syarat tumbuh Tanaman jati yang tumbuh di Indonesia berasal dari India. Tanaman ini mempunyai nama ilmiah Tectona

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, Serta Pemanfaatan Hutan, para pemegang Izin Usaha Pemanfaatan

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 27 BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Sejarah dan Perkembangan Perusahaan PT. Ratah Timber merupakan salah satu perusahaan swasta nasional yang memperoleh kepercayaan dari pemerintah untuk mengelola

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki hutan tropis yang luas dan memiliki keanekaragaman hayati yang

1. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki hutan tropis yang luas dan memiliki keanekaragaman hayati yang 1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki hutan tropis yang luas dan memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi. Hutan tropis ini merupakan habitat flora dan fauna (Syarifuddin, 2011). Menurut

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 11 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ekologi perilaku ayam hutan hijau (Gallus varius) dilaksanakan di hutan musim Tanjung Gelap dan savana Semenanjung Prapat Agung kawasan Taman

Lebih terperinci

Amiril Saridan dan M. Fajri

Amiril Saridan dan M. Fajri POTENSI JENIS DIPTEROKARPA DI HUTAN PENELITIAN LABANAN, KABUPATEN BERAU, KALIMANTAN TIMUR Potential Species of Dipterocarps in Labanan Research Forest, Berau Regency, East Kalimantan Amiril Saridan dan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. A. Materi, Lokasi, dan Waktu Penelitian 1. Materi Penelitian a. Bahan

METODE PENELITIAN. A. Materi, Lokasi, dan Waktu Penelitian 1. Materi Penelitian a. Bahan II. METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi, dan Waktu Penelitian 1. Materi Penelitian a. Bahan Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tegakan jabon dan vegetasi tumbuhan bawah yang terdapat

Lebih terperinci

INVENTARISASI DAN ANALISIS HABITAT TUMBUHAN LANGKA SALO

INVENTARISASI DAN ANALISIS HABITAT TUMBUHAN LANGKA SALO 1 INVENTARISASI DAN ANALISIS HABITAT TUMBUHAN LANGKA SALO (Johannes teijsmania altifrons) DI DUSUN METAH, RESORT LAHAI, TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH PROVINSI RIAU- JAMBI Yusi Indriani, Cory Wulan, Panji

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai kegiatan yang mengancam eksistensi kawasan konservasi (khususnya

BAB I PENDAHULUAN. berbagai kegiatan yang mengancam eksistensi kawasan konservasi (khususnya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Manusia dan kawasan konservasi memiliki korelasi yang kuat. Suatu kawasan konservasi memiliki fungsi ekologi, ekonomi, dan sosial sedangkan manusia memiliki peran

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 19 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian Limbah Pemanenan Kayu, Faktor Eksploitasi dan Karbon Tersimpan pada Limbah Pemanenan Kayu ini dilaksanakan di IUPHHK PT. Indexim

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Hutan menurut Undang-undang RI No. 41 Tahun 1999 adalah suatu kesatuan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Hutan menurut Undang-undang RI No. 41 Tahun 1999 adalah suatu kesatuan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Hutan Rakyat 1. Pengertian Hutan Rakyat Hutan menurut Undang-undang RI No. 41 Tahun 1999 adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang

Lebih terperinci

KERUSAKAN TEGAKAN TINGGAL AKIBAT PEMANENAN KAYU DI HUTAN ALAM RAWA GAMBUT

KERUSAKAN TEGAKAN TINGGAL AKIBAT PEMANENAN KAYU DI HUTAN ALAM RAWA GAMBUT J. MANUSIA DAN LINGKUNGAN, Vol. 21, No.1, Maret. 2014: 83-89 KERUSAKAN TEGAKAN TINGGAL AKIBAT PEMANENAN KAYU DI HUTAN ALAM RAWA GAMBUT (Residual Stand Damage Caused by Timber Harvesting in Natural Peat

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian tentang karakteristik habitat Macaca nigra dilakukan di CA Tangkoko yang terletak di Kecamatan Bitung Utara, Kotamadya Bitung, Sulawesi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut UU RI No.41 Tahun 1999, hutan merupakan sumberdaya alam

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut UU RI No.41 Tahun 1999, hutan merupakan sumberdaya alam II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Menurut UU RI No.41 Tahun 1999, hutan merupakan sumberdaya alam berupa suatu ekosistem. Hutan adalah satu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Jati (Tectona grandis Linn. f) Jati (Tectona grandis Linn. f) termasuk kelompok tumbuhan yang dapat menggugurkan daunnya sebagaimana mekanisme pengendalian diri terhadap

Lebih terperinci

PEDOMAN INVENTARISASI HUTAN MENYELURUH BERKALA

PEDOMAN INVENTARISASI HUTAN MENYELURUH BERKALA 1.1. Latar Belakang PEDOMAN INVENTARISASI HUTAN MENYELURUH BERKALA I. PENDAHULUAN Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 007 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, Serta Pemanfaatan

Lebih terperinci

KURVA TINGGI POHON TEGAKAN MANGIUM (Studi Kasus di IUPHHK-HT PT. Hutan Rindang Banua Kalimantan Selatan) SUBHAN SARI

KURVA TINGGI POHON TEGAKAN MANGIUM (Studi Kasus di IUPHHK-HT PT. Hutan Rindang Banua Kalimantan Selatan) SUBHAN SARI KURVA TINGGI POHON TEGAKAN MANGIUM (Studi Kasus di IUPHHK-HT PT. Hutan Rindang Banua Kalimantan Selatan) SUBHAN SARI DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011 RINGKASAN

Lebih terperinci

BAB II HUTAN SEBAGAI EKOSISTEM

BAB II HUTAN SEBAGAI EKOSISTEM SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN TEKNIK PRODUKSI HASIL HUTAN BAB II HUTAN SEBAGAI EKOSISTEM Dr. Wahyu Surakusuma, M.Si KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN METODOLOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan tanggal 22 April sampai 9 Mei 2007 di hutan rawa habitat tembesu Danau Sumbu dan Danau Bekuan kawasan Taman Nasional Danau

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dalam buku Steenis (2003), taksonomi dari tanaman tebu adalah Kingdom :

TINJAUAN PUSTAKA. dalam buku Steenis (2003), taksonomi dari tanaman tebu adalah Kingdom : TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Berdasarkan klasifikasi taksonomi dan morfologi Linneus yang terdapat dalam buku Steenis (2003), taksonomi dari tanaman tebu adalah Kingdom : Plantae, Divisio : Spermatophyta,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sejarah Tanaman Cabai Botani Tanaman Cabai

TINJAUAN PUSTAKA Sejarah Tanaman Cabai Botani Tanaman Cabai 3 TINJAUAN PUSTAKA Sejarah Tanaman Cabai Cabai ditemukan pertama kali oleh Columbus pada saat menjelajahi Dunia Baru. Tanaman cabai hidup pada daerah tropis dan wilayah yang bersuhu hangat. Selang beberapa

Lebih terperinci

Oleh: Merryana Kiding Allo

Oleh: Merryana Kiding Allo Corak Indah Kayu Eboni (Diospyros celebica Bakh.) CORAK INDAH KAYU EBONI (Diospyros celebica Bakh.) Oleh: Balai Penelitian Kehutanan Makassar, Jl. Perintis Kemerdekaan Km.16 Makassar, 90243, telp. (0411)

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Deskripsi dan Klasifikasi Ilmiah Daun Sang (Johannestijsmania altifrons)

TINJAUAN PUSTAKA. Deskripsi dan Klasifikasi Ilmiah Daun Sang (Johannestijsmania altifrons) TINJAUAN PUSTAKA Deskripsi dan Klasifikasi Ilmiah Daun Sang (Johannestijsmania altifrons) Daun Sang yang merupakan genus tanaman unik, pertama kali ditemukan di pedalaman Sumatera, Indonesia pada awal

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 10 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di hutan alam tropika di areal IUPHHK-HA PT Suka Jaya Makmur, Kalimantan Barat. Pelaksanaan penelitian dilakukan selama

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. membentuk bagian-bagian tubuhnya. Dengan demikian perubahan akumulasi biomassa

TINJAUAN PUSTAKA. membentuk bagian-bagian tubuhnya. Dengan demikian perubahan akumulasi biomassa TINJAUAN PUSTAKA Produksi Biomassa dan Karbon Tanaman selama masa hidupnya membentuk biomassa yang digunakan untuk membentuk bagian-bagian tubuhnya. Dengan demikian perubahan akumulasi biomassa dengan

Lebih terperinci

Jl. Gunung Batu No. 5 Po Box 331; Telp ; Fax Bogor Pusat Litbang Hutan dan Konservasi Alam

Jl. Gunung Batu No. 5 Po Box 331; Telp ; Fax Bogor Pusat Litbang Hutan dan Konservasi Alam Persamaan Regresi Penaksiran Volume (Bambang E. Siswanto; Rinaldi I.) PERSAMAAN REGRESI PENAKSIRAN VOLUME POHON SONOKELING (Dalbergia latifolia Roxb) DI KEDIRI, JAWA TIMUR (Regression Equation of Tree

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Tentang Struktur Vegetasi Struktur vegetasi merupakan komponen penyusun vegetasi itu sendiri. Struktur vegetasi disusun oleh tumbuh-tumbuhan baik berupa pohon, pancang,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Revegetasi di Lahan Bekas Tambang Setiadi (2006) menyatakan bahwa model revegetasi dalam rehabilitasi lahan yang terdegradasi terdiri dari beberapa model antara lain restorasi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. fungsi pokok sebagai hutan konservasi yaitu kawasan pelestarian alam untuk

II. TINJAUAN PUSTAKA. fungsi pokok sebagai hutan konservasi yaitu kawasan pelestarian alam untuk 5 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Taman Hutan Raya Wan Abdul Rachman Taman Hutan Raya (Tahura) adalah hutan yang ditetapkan pemerintah dengan fungsi pokok sebagai hutan konservasi yaitu kawasan pelestarian alam

Lebih terperinci