BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA"

Transkripsi

1 48 BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA IV.1 Kondisi Wilayah Studi Trase jalur Kereta Api yang akan direncanakan sebagian berada dalam Propinsi Sumatera Utara, tepatnya di wilayah Kabupaten Labuhan Batu, dan sebagian besar lagi lokasinya berada dalam Propinsi Riau, yang meliputi Kabupaten Rokanhilir, Kabupaten Bengkalis (baru) dan Kota Dumai, dari trase yang direncanakan. IV.1.1 Kabupaten Labuhan Batu Kabupaten Labuhanbatu dengan ibukotanya Rantauprapat merupakan salah satu daerah yang berada di kawasan pantai timur Sumatera Utara. Secara geografis Kabupaten Labuhanbatu berada pada 1 o 26 I 00 II Lintang Utara, 97 o 07 I 00 II Bujur Timur dan m dari permukaan laut. Ibukota Kabupaten Labuhanbatu Rantauprapat berjarak ± 300 km dari ibukota Propinsi Sumatera Utara Medan. Untuk mencapai kota Rantauprapat dari Kota Medan diperkirakan waktu tempuh antara 7 8 jam dengan angkutan darat mobil atau kereta api. Rantauprapat, adalah pusat pemerintahan dan perekomian Kabupaten Labuhanbatu, terdiri dari dua kecamatan, yaitu Kacamatan Rantau Utara dan Rantau Selatan dengan luas wilayah 167,79 km² dengan jumlah penduduk jiwa, ini berdasarkan hasil regristrasi penduduk tahun 2006 dengan kepadatan penduduk 98, 97 jiwa/km 2. Komposisi penduduk menurut suku bangsa adalah suku Jawa, Melayu, Tapanuli Selatan, Tapanuli Utara dan lain-lain dalam persentase kecil. Struktur ekonomi Labuhanbatu dapat dilihat dari kontribusi tiap-tiap sektor ekonomi terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Labuhanbatu. Laju pertumbuhan ekonomi (LPE) Labuhanbatu, mengalami peningkatan secara signifikan. Sebab, pada tahun 2005 hanya 4,14% sedangkan di tahun 2006 telah 5,44% atau meningkat 1,30%, Sedangkan target pencapaian di tahun 2007, 6,12% atau 7,66% di tahun 2010, ini didapat dari Labuhanbatu Dalam Angka dan Data Statistik.

2 49 IV.1.2 Kabupaten Rokan Hilir Rokan Hilir memilki luas wilayah administrasi seluas ± 8.881,59 Km2 atau Ha, berada pada posisi 2 o 30' Lintang Utara dan 100 o 52' Bujur Timur, terdiri dari 5 kecamatan dan 4 wilayah kecamatan pembantu dengan jumlah 7 kelurahan, 82 Desa serta 1 desa persiapan. Jumlah populasi Kabupaten Rokan Hilir berdasarkan data Kependudukan Tahun 2006 berjumlah orang. Kepadatan penduduk mencapai 53.3 orang per km2 dan tingkat pertumbuhan mencapai 4,40 % per tahun. Penduduk Rokan Hilir terdiri dari berbagai kelompok etnis. Suku Melayu merupakan etnis terbesar dan merupakan masyarakat asli daerah ini. Suku-suku lainnnya umumnya pendatang yang kemudian menetap seperti Jawa, Cina, Bugis, Aceh, Batak, Minang, Arab, dan lain lain. Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Rokan Hilir dapat di lihat dari gambaran peningkatan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) setiap tahunnya. Laju pertumbuhan ekonomi Kabupaten Rokan Hilir selama periode cukup nenggembirakan. Kinerja ekonomi Kabupaten Rokan Hilir pada tahun 2004 hingga 2006 mengalami peningkatan yang cukup berarti dengan laju pertumbuhan mencapai 6,11 persen, 6,21 persen dan 5,11 persen. Secara rata-rata pertumbuhan ekonomi Kabupaten Rokan Hilir dari tahun 2004 hingga 2006 adalah sebesar 5,81 persen pertahun. Nilai PDRB berdasarkan harga berlaku sebesar 5.543,14 milyar rupiah pada tahun 2004, tahun ,76 milyar rupiah dan kemudian meningkat menjadi 7.664,49 milyar rupiah pada Sedangkan berdasarkan harga konstan 2004 juga cenderung meningkat. Pendapatan regional dan pendapat perkapita berdasarkan harga konstan 2004 juga meningkat hal ini menunjukkan meningkatnya kemakmuran penduduk. Pendapatan perkapita tahun 2005 sebesar Rp. 6,688 juta, tahun 2006 meningkat sebesar Rp. 6,923 juta, dengan jumlah kenaikan sebesar 3,78 %. Demikian pula PDRB perkapita Rokan Hilir juga mengalami peningkatan dari Rp. 7,209 juta pada tahun 2005 menjadi Rp. 7,471 juta pada tahun 2006, atau dengan persentase pertumbuhan PDRB tahun 2006 sebesar 3,78 %.

3 50 IV.1.3 Kabupaten Bengkalis Wilayah Kabupaten Bengkalis sebagian besar didominasi oleh kondisi topografi yang relatif datar. Kemiringan lereng seluruhnya berkisar antara 0-2 %. kecuali pada beberapa bagin kecil di Kecamatan Mandau dan Bukit Batu yang memiliki kemiringan lereng antara 2-15 %, dengan luas wilayah ,70 km 2. Jumlah seluruh penduduk Kabupaten Bengkalis pada tahun 2005 adalah jiwa dan jumlah ini terus meningkat menjadi pada tahun Yang terbesar terdapat di Kecamatan Mandau sebesar jiwa dan terendah di Kecamatan Bantan sebesar jiwa. Pertumbuhan penduduk dalam 3 tahun terakhir ( ) tercatat rata-rata sebesar 1,58 % per tahun. Persebaran penduduk di Kabupaten Bengkalis bervariasi antara satu kecamatan dengan kecamatan lainnya, dimana konsentrasi terbesar terdapat di Kecamatan Mandau yaitu sebesar 50,91 jiwa/km2 dan terendah di `Kecamatan Bukitbatu yaitu sebesar 25,41 jiwa/km2. Berdasarkan harga konstan tahun PDRB Kabupaten Bengkalis memiliki beberapa sektor dominan diantaranya ialah perdagangan, hotel dan restoran. perindustrian dan industri pengolahan. Ketiga sektor ekonomi dominan tersebut diduga akan menjadi sektor unggulan yang akan memperkokoh basis perekonomian wilayah Kabupaten Bengkalis. Pada tahun 2006, sumbangan terhadap PDRB dari sektor : Perdagangan sebesar Rp atau 42.8 % Pertanian sebesar Rp atau 39,1 % lndustri pengolahan sebesar Rp atau 14,7 % Berdasarkan pertumbuhannya, rata-rata pertumbuhan selama periode adalah 4,9 % per tahun, di mana pertumbuhan tertinggi terjadi pada tahun 2004 yaitu sebesar 8,52 % dan terendah pada tahun 2001 yaitu sebesar 1.15 %. Walaupun kontribusi beberapa sektor mengalami kenaikan, namun secara keseluruhan di Kabupaten Bengkalis belum menunjukkan adanya pergeseran struktur ekonomi wilayah yang signifikan selama tahun

4 51 Dari realisasi penerimaan daerah, Kabupaten Bengkalis mengalami peningkatan terus dari tahun ke tahun. Puncak peningkatan realisasi ; penerimaan ini terjadi pada tahun 2005 berkaitan dengan dilaksanakannya UU no. 22 tentang Pemerintahan Daerah dan no. 25 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah. Mengenai realisasi pendapatan asli daerah (PAD), Kabupaten Bengkalis mengalami fluktuasi yaitu kenaikan sampai tahun 1999/2000 dan mulai tahun 2000 sampai 2001 mengalami penurunan baik dalam jumlah uang maupun dalam jumlah persentase terhadap realisasi penerimaan daerah. IV.1.4 Kota Dumai Kota Dumai adalah sebuah kota (kotamadya) di provinsi Riau, Indonesia. Diresmikan sebagai kotamadya pada 20 April 1999, setelah sebelumnya sempat menjadi kota administratif (kotif) di bawah asuhan Kabupaten Bengkalis. Kota Dumai terdiri dari 5 kecamatan yaitu Kecamatan Bukit Kapur, Medang Kampai, Sungai Sembilan, Dumai Barat, dan Dumai Timur dan 32 kelurahan, dengan jumlah penduduk keseluruhan sejumlah jiwa, dengan laju pertumbuhan sebesar 2,7% per tahun (Kota Dumai dalam angka 2006), dengan memiliki luas wilayah 1.772,385 km2. Kota Dumai memiliki kawasan yang strategis dan terletak di tepi pantai laut dan menghadap selat Malaka, sebagai berbatas dengan Malaysia. Dari data tahun 2000, kontribusi yang cukup signifikan membangun perekonomian Kota Dumai yaitu sektor perdagangan, hotel dan restoran (28,33%), kemudian diikuti oleh sektor pengangkutan dan komunikasi (25,40%), sektor bangunan (17,17%), sektor jasa-jasa (17,01%). Sedangkan sektor lainnya (13,39%) meliputi sektor industri pengolahan, listrik, gas, dan air bersih, keuangan, pertanian, dan pertambangan dan penggalian. Dengan laju pertumbuhan ekonomi sebesar 6,49%. IV.1.5 Kondisi Jalan Di Wilayah Studi Kondisi jalan di wilayah studi umumnya masih cukup baik hanya di beberapa daerah kondisi jalan mantap di bawah 50 % dari panjang jalan yang ada yaitu di Kabupaten Labuhan Batu di Propinsi Sumut, Kab. Pelalawan dan Kab. Siak di Propinsi Riau. Kondisi jalan-jalan yang mantap di wilayah studi dapat dilihat pada Tabel IV.1 di bawah ini.

5 52 Tabel IV. 1 Kondisi Jalan Mantap Di Wilayah Studi No Wilayah Panjang Jalan (Km) Kondisi Mantap (Km) Persentase Kondisi Mantap Persentase Kondisi Tidak Mantap 1 Labuhan Batu 2.106,4 741,3 35% 65% 2 Tapanuli Selatan 3.473, ,4 57% 43% 3 Rokan Hulu 1.846, ,0 75% 25% 4 Rokan Hilir 2.130, ,5 61% 39% 5 Bengkalis 2.146, ,0 59% 41% 6 Siak 1.529,5 190,0 12% 88% 7 Dumai 1.012,1 593,2 59% 41% 8 Pelalawan 962,4 458,9 48% 52% 9 Kampar 2.168, ,9 85% 15% Sumber: Dishub. Propinsi Sumut dan Riau, 2005 Kondisi Jalan Lintas Timur Sumatera pada Ruas Rantau Prapat Dumai umumnya keadaannya cukup baik. Kerusakan jalan terdapat di beberapa tempat di sekitar daerah Kab. Labuhan Batu yaitu di sekitar Kota Rantau Prapat dan sekitar Cikampak. Pada Kab. Rokan Hilir kerusakan jalan Lintas Timur Sumatera yaitu di sekitar Bagan Batu, antara Simpang Bangko s.d. Simpang Balam dan di sekitar daerah Simpang Kulim menuju Kota Dumai. Kondisi jalan Lintas Timur Sumatera pada Ruas Rantau Prapat Dumai dapat dilihat pada Tabel IV.2 di bawah ini. Tabel IV. 2 Kondisi Jalan Lintas Timur Sumatera Di Wilayah Studi No Wilayah Panjang Jalan (Km) Kondisi Baik (Km) Kondisi Sedang (Km) Kondisi Rusak (Km) 1 Labuhan Batu 97,10-96,00 1,10 2 Rokan Hilir 112,13 15,50 82,50 14,13 3 Bengkalis 34,35 29,50 4,85 4 Kota Dumai 30,00 25,00 5,00-5 Jln Propinsi Sp. Batang - Sp Kulim 13,30 12,50 0,80 Total 286,88 40,50 213,00 20,08 Sumber: Dishub Propinsi Sumut dan Riau, 2005 dan Hasil Pengamatan

6 53 IV.2 Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini pada dasarnya merupakan perpaduan dua metode dasar, yaitu survei kuisioner (questionaire survey) dan survei wawancara (interview survey). Lembar kuisioner dibawa langsung oleh surveyor dan diberikan kepada setiap responden sehingga diharapkan dapat lebih memperjelas maksud yang dikandung kuisioner. Di samping itu surveyor juga melakukan wawancara kepada responden guna mendapatkan masukan-masukan yang bisa menjadi pertimbangan-pertimbangan dalam studi ini. IV.2.1 Jumlah Sampel Jumlah sampel yang diperlukan untuk penelitian ini ditentukan tiga hal yaitu: 1. Seberapa besar tingkat kepercayaan terhadap hasil yang akan diperoleh (confidence level); 2. Nilai standar deviasi diperoleh melalui penaksiran rataan sampel; 3. Dipengaruhi oleh berapa penyimpangan (galat) yang diperkenankan yaitu kesalahan atau perbedaan antara rataan yang diperoleh dari sampel dan rataan yang sesungguhnya (populasi). Walpole (1974), menyatakan teoremanya, bila rataan sampel x dipakai untuk menaksir rataan yang sesungguhnya ( μ ), maka dengan kepercayaan paling sedikit (1 α) 100% galat akan lebih kecil dari besaran g tertentu, bila ukuran sampel: 2 z α. σ n = (4.1) g dimana: n = jumlah sampel yang dibutuhkan z α = nilai kritis distribusi t untuk tingkat keberartian (level of significance) α σ = standar deviasi sampel dari populasi g = galat yang dikehendaki Untuk menentukan nilai standar deviasi σ diperlukan pilot survei dengan menganalisa sejumlah minimal 30 sampel. Acuan menentukan jumlah adalah probabilitas individu dalam memilih moda kereta api (p). Hasil survei terhadap 30 individu di dapat 28 individu yang didapat diolah kuisionernya dan 2 kuisioner tidak dapat diolah karena jawaban tidak konsisten

7 54 sehingga tidak memenuhi syarat logika stated preference dari 28 individu diperoleh rata-rata probabilitas memilih kereta api: p = dan standar deviasi, σ = (lihat lampiran A.3). Dengan tingkat keberartian 5 % diperoleh dari tabel z α = 1,96 dan galat yang dikehendaki tidak lebih dari 3 % maka dengan memasukkan nilai-nilai tersebut pada persamaan 4.1 diperoleh sampel minimal sebanyak 34 buah. IV.2.2 Perolehan Data Survei Pelaksanaan survei ini dilakukan selama 1 bulan di lima kota yaitu Rantauprapat, Bagan Batu,Ujung Tanjung, Duri, dan Dumai. Pengambilan responden dilakukan secara acak kepada seluruh anggota masyarakat, terutama kepada masyarakat yang pernah menggunakan kereta api dari kota Medan ke kota Rantauprapat dan kepada masyarakat pengguna bus dalam melakukan perjalanan dari kota Rantauprapat menuju kota Dumai. Dengan segala keterbatasan yang ada, baik biaya mau pun waktu maka dalam penelitian ini data yang diperoleh sebanyak 100 kuisioner dari 100 kuisioner yang disebar. Dari 100 kuisioner yang telah disebar diperoleh sebanyak 71 kuisioner jawaban yang memenuhi syarat, dan sebanyak 29 kuisioner jawaban yang tidak memenuhi syarat, karena jawaban tidak konsisten sehingga tidak memenuhi syarat logika stated preference. Adapun hasil kuisioner yang tidak memenuhi syarat adalah yang termasuk dalam salah satu kriteria berikut ini, yaitu: a. Responden yang terlalu fanatik terhadap satu moda tertentu yaitu kelompok kuisioner yang diberikan oleh responden-responden yang terlalu fanatik terhadap moda tertentu sedemikian sehingga jawaban yang diberikan sama untuk semua option yang ditawarkan. Dalam hal ini perubahan atribut yang ditawarkan pada moda lain tidak mengubah jawaban yang diberikan. b. Jawaban lebih dari satu pada suatu option tertentu, ini merupakan kelompok kuisioner dimana responden memberikan dua atau lebih jawaban pada suatu option tertentu.

8 55 c. Jawaban tidak lengkap, pada kelompok ini jawaban yang diberikan oleh responden tidak lengkap sehingga terdapat beberapa option yang tidak dijawab oleh responden. d. Jawaban tidak konsisiten, pada kelompok ini responden memberikan jawaban yang tidak konsisten atau bertentangan. Berdasarkan kriteria tersebut diatas, dari kuisioner yang tidak memnuhi syarat diatas dapat dikelompokan seperti yang ditunjukan pada tabel IV.3 dibawah ini Tabel IV. 3. Kuisioner Yang Tidak Memenuhi Syarat No. KRITERIA JUMLAH a. b. c. d. Responden fanatik terhadap satu moda Jawaban lebih dari satu Jawaban tidak lengkap Jawaban tidak konsisten JUMLAH 29 Kuisioner terdiri dari dua bagian yaitu bagian pertama (nomor 1 s.d. 6) berisi pertanyaan yang bersifat kualitatif berupa kondisi dan karakteristik dari pengguna moda (angkutan), untuk bagian yang kedua berisi pilihan responden terhadap 8 kombinasi nilai selisih utilitas moda kereta api dengan bus. Adapun pemaparan hasil survei pada bagian pertama diperlihatkan sebagai berikut: a. Pada pertanyaan pertama dari kuisioner bagian pertama dalam survey ini merupakan respon masyarakat pengguna angkutan penumpang, bila jalan kereta api dibangun pada koridor Rantauprapat-Dumai, apakah akan menggunakan kereta api atau akan tetap menggunakan bus pada saat sekarang ini, dari hasil survey yang telah dilakukan, dari 71 responden menjawab sebanyak 67 responden (94,73 % responden) akan menggunakan kereta api bila kereta api pada koridor Rantauprapat-Dumai

9 56 selesai dibangun, dan sebanyak 4 responden (5,63 % responden) menjawab akan tetap menggunakan bus. Adapun distribusi pilihan akan menggunakan kereta api atau tetap menggunakan bus dapat dilihat pada gambar IV.1 dibawah ini. Pilihan Responden % 90.00% 80.00% 70.00% 60.00% 50.00% 40.00% 30.00% 20.00% 10.00% 0.00% Menggunakan kereta api Jenis Moda Menggunakan Bus Gambar IV.1 Grafik Distribusi Pilihan Responden Akan Menggunakan KA Atau Bus, Bila Jalan KA Koridor Rantauprapat-Dumai Selesai Dibangun b. Pertanyaan kedua dari kuisioner bagian pertama berkaitan dengan angkutan penumpang yang paling disukai digunakan responden yaitu antara kereta api dan bus. Dari hasil survey dari 71 responden didapatkan hasil bahwa responden memilih kereta api sebagai angkutan penumpang yang paling disukai yaitu sebanyak 53 responden (74,65% responden) dan sebanyak 18 responden (25,35% responden) memilih bus sebagai angkutan penumpang. Hal yang menarik adalah bahwa pilihan individu banyak menggunakan kereta api sebagai moda angkutan penumpang, ini tentunya cukup menarik untuk diteliti. Pada Gambar IV. 2 dapat dilihat grafik tentang jenis angkutan penumpang yang paling disukai digunakan sebagai angkutan penumpang. Pilihan Responden 80.00% 60.00% 40.00% 20.00% 0.00% Kereta Api Bus Jenis Moda Gambar IV.2 Grafik Pilihan Angkutan Penumpang Yang Paling Disukai

10 57 c. Pada pertanyaan ketiga dari kuisioner bagian pertama ini adalah untuk melihat atau memberikan gambaran tentang maksud tujuan perjalanan yang dilakukan oleh responden dalam menggunakan angkutan penumpang. Hasil survey menunjukan dari 71 responden, sebanyak 10 responden (14,08% responden) yang menyatakan tujuan untuk bisnis. Selanjutnya sebanyak 61 responden (85,92% responden) menyatakan tujuan perjalanan untuk non bisnis. Adapun distribusi dari tujuan perjalanan responden menggunakan angkutan penumpang dapa diperlihatkan pada gambar IV.3 berikut. Pilihan Responden % 80.00% 60.00% 40.00% 20.00% 0.00% Bisnis Non Bisnis Tujuan Perjalanan Gambar IV.3 Grafik Distribusi Tujuan Perjalanan Responden d. Pada pertanyaan keempat dari kuisioner bagian pertama ini memberikan gambaran dari tarif angkutan umum yang diinginkan menjadi pilihan dari responden, dalam hal ini diberikan pilihan tarif dari Rp ,- Rp ,- dan Rp ,-. Hasil survey menunjukan dari 71 responden untuk tarif kereta api sebesar Rp ,- sebanyak 61 responden (85,92 % responden) dipilih sebagai tarif KA koridor Rantauprapat-Dumai, untuk tarif dengan harga Rp ,- ini sebanyak 4 responden (5,63% responden) dipilih sebagai tarif KA koridor Rantauprapat-Dumai, dan untuk tarif dengan harga Rp ,- ini sebanyak 6 responden (8,45% responden) dipilih sebagai tarif KA koridor Rantauprapat-Dumai, Sedangkan untuk tarif bus dengan harga Rp ,- ini sebanyak 45 responden (63,38% responden) dipilih sebagai tarif Bus koridor Rantauprapat-Dumai, untuk tarif dengan harga Rp ,- ini sebanyak

11 58 18 responden (25,35% responden) dipilih sebagai tarif Bus koridor Rantauprapat-Dumai, dan untuk tarif dengan harga Rp ,- sebanyak 8 responden (11,27% responden) dipilih sebagai tarif Bus koridor Rantauprapat-Dumai. Dalam hal ini kelihatan responden memilih ongkos yang lebih murah untuk menggunakan angkutan penumpang dalam melakukan perjalanan pada koridor Rantauprapat-Dumai. Adapun grafik distribusi pilihan tarif untuk angkutan kereta api diperlihatkan pada gambar IV.4 dan grafik distribusi pilihan tarif untuk angkutan bus diperlihatkan pada gambar IV.5 berikut % Pilihan Responden 90.00% 80.00% 70.00% 60.00% 50.00% 40.00% 30.00% 20.00% 10.00% 0.00% Rp Rp Rp Tarif Kereta Api Gambar IV.4 Grafik Distribusi Pilihan Tarif Angkutan Kereta Api 70.00% Pilihan Responden 60.00% 50.00% 40.00% 30.00% 20.00% 10.00% 0.00% Rp Rp Rp Tarif Bus Gambar IV.5 Grafik Distribusi Pilihan Tarif Angkutan Bus

12 59 e. Pada pertanyaan kelima dari kuisioner bagian pertama ini menunjukkan gambaran tingkat pendapatan/penghasilan dari masing-masing responden pada daerah studi yang di dapatkan dari hasil survey, Hasil survey menunjukkan dari 71 responden yang di wawancara, untuk pendapatan sebesar < Rp ,- ini sebanyak 25 responden (35,21% responden), untuk pendapatan sebesar Rp ,- s/d Rp ,- ini sebanyak 25 responden (35,21% responden), untuk pendapatan Rp ,- s/d Rp ,- ini sebanyak 13 responden (18,31% responden), dan untuk pendapatan sebesar > Rp ,- ini sebanyak 8 responden (11,27% responden). Adapun grafik distribusi tingkat pendapatan responden dapat dilihat pada gambar IV.6 berikut % Pilihan Responden 35.00% 30.00% 25.00% 20.00% 15.00% 10.00% 5.00% 0.00% < Rp Rp Rp > Rp. s/ d s/ d Rp Rp Pendapatan Responden Gambar IV.6 Grafik Distribusi Tingkat Pendapatan Responden f. Pada pertanyaan keenam dari kuisioner bagian pertama, responden dalam memilih angkutan penumpang yang digunakan, diminta memberikan peringkat kepentingan/alasan utama dalam menggunakan angkutan penumpang, disini peneliti memberikan enam pilihan atribut kepentingan alasan dalam memilih moda tersebut yaitu terhadap tarif/ongkos angkutan penumpang yang lebih murah, waktu perjalanan lebih singkat, jarak lokasi terminal/stasion, keamanan, jadwal kebrangkatan, dan kualitas pelanyanan. Dari hasil survey yang dilakukan, responden memilih untuk peringkat pertama memilih tarif/ongkos angkutan yang lebih murah, peringkat kedua responden memilih keamanan, peringkat ketiga responden

13 60 memilih waktu perjalanan lebih singkat, peringkat keempat responden memilih tingkat pelanyanan, peringkat kelima responden memilih jadwal kebrangkatan, dan peringkat keenam responden memilih jarak lokasi terminal/stasion, hasil ini sesuai dengan pilot survey yang pertama. Adapun rekapitulasi dari hasil survey mengenai peringkat kepentingan/alasan utama dalam menggunakan angkutan penumpang tersebut dapat dilihat pada Tabel IV.4 dan Gambar IV.7 berikut ini. Tabel IV.4. Distribusi Peringkat Kepentingan/Alasan Utama Dalam Menggunakan Angkutan Penumpang. No Ranking Bobot Atribut yg di survey Jumlah Tarif Angkutan / Ongkos Waktu Perjalanan Lokasi Terminal (jarak akses) Keamanan Jadwal Keberangkatan Tingkat Pelanyanan Peringkat Jumlah Responden Respon Pilihan Terhadap Atribut Point Rating Tarif Angkutan Keamanan Waktu Perjalanan Tingkat Pelanyanan Jadwal Kebrangkatan Lokasi Terminal (Jarak Akses) Gambar IV.7 Distribusi Peringkat Kepentingan/Alasan Utama Dalam Menggunakan Angkutan Penumpang

14 61 Selanjutnya pemaparan hasil survey dari kuisioner bagian kedua, dimana pada bagian ini jawaban kuisioner menggunakan point rating dimana pada nilai point rating 1 jawabannya adalah pasti pilih KA, nilai point rating 2 jawabannya mungkin pilih KA, pada nilai point rating 3 jawabannya adalah pilihan berimbang antara KA dan Bus, pada nilai point rating 4 jawabannya adalah mungkin pilih Bus, dan pada nilai point rating 5 jawabannya adalah pasti pilih Bus. Jawaban responden terhadap kuisioner bagian kedua didapatkan total jumlah jawaban untuk masing-masing nilai rating pada ke delapan pilihan seperti pada Tabel IV.5 di bawah ini. Tabel IV.5 Distribusi Jumlah Respon Responden Terhadap Masing-Masing Pilihan Berdasarkan data dari Tabel IV.5 dapat dijelaskan beberapa hal dari pilihan 1 sampai dengan pilihan 8 yang dibuat sebagai berikut: 1. Pada kondisi pilihan pertama terlihat jawaban reponden berimbang antara memilih point rating 2 (mungkin memilih kereta api) dan point rating 4(mungkin memilih bus), sebagai jawabannya. Sebanyak 32 responden memilih point rating 2 (mungkin memilih kereta api) sementara 8 responden memilih point rating 3 (tidak memilih) dan 31 responden memilih point rating 4 (mungkin memilih bus). Dimana pilihan tersebut berdasarkan perbedaan level atribut pada kondisi ini yaitu untuk tarif angkutan (KA Bus) = Rp. 0, keamanan penumpang (KA Bus) = 0 %, waktu perjalanan (KA Bus) = -1 jam, tingkat pelanyanan (KA Bus) = 0 %, jadwal kebrangkatan (KA Bus)

15 62 = 2 jam, dan jarak lokasi terminal/stasion (KA Bus) = 500 meter. Pada kondisi ini atribut tarif angkutan, keamanan penumpang dan tingkat pelanyanan dalam kondisi seimbang menjadi alasan bagi responden untuk memilih angkutan kereta api dan bus. 2. Pada kondisi pilihan kedua terlihat jawaban responden semua memilih point rating 5 (pasti memilih bus). Dimana pilihan tersebut berdasarkan perbedaan level atribut pada kondisi ini yaitu untuk tarif angkutan (KA Bus) = Rp , keamanan penumpang (KA Bus) = 0 %, waktu perjalanan (KA Bus) = 0 jam, tingkat pelanyanan (KA Bus) = 0 %, jadwal kebrangkatan (KA Bus) = 2 jam, dan jarak lokasi terminal/stasion (KA Bus) = 1000 meter, dimana sebanyak 71 responden pasti memilih bus dan pilihan point rating yang lain tidak ada yang memilih. Jelas sekali terlihat bus menjadi pilihan seluruh responden karena nilai utilitasnya lebih baik dilihat dari tarif angkutan bus lebih murah dari kereta api, jadwal keberangkatan lebih cepat bus, dan lokasi terminal lebih dekat dari pada lokasi stasion kereta api. 3. Pada kondisi pilihan ketiga terlihat jawaban responden banyak memilih point rating 4 (mungkin memilih bus). Dimana pilihan tersebut berdasarkan perbedaan level atribut pada kondisi ini yaitu untuk tarif angkutan (KA Bus) = Rp , keamanan penumpang (KA Bus) = 0 %, waktu perjalanan (KA Bus) = -1 jam, tingkat pelanyanan (KA Bus) = 10 %, jadwal kebrangkatan (KA Bus) = 4 jam, dan jarak lokasi terminal/stasion (KA Bus) = 500 meter, dimana sebanyak 63 responden mungkin memilih bus dan hanya 8 responden memilih point rating 3 (tidak memilih), dimana pilihan point rating yang lain tidak ada yang memilih. Jelas sekali terlihat disini bahwa responden mungkin memilih bus menjadi pilihan seluruh responden karena nilai utilitasnya bus masih dianggap lebih baik dilihat dari selisih tarif angkutan bus masih lebih murah dibanding kereta api. 4. Pada kondisi pilihan keempat terlihat jawaban responden banyak memilih point rating 2 (mungkin memilih kereta api). Dimana pilihan tersebut berdasarkan perbedaan level atribut pada kondisi ini yaitu untuk tarif angkutan (KA Bus) = Rp.0, keamanan penumpang (KA Bus) = 10 %, waktu perjalanan (KA Bus) = 0 jam, tingkat pelanyanan (KA Bus) = 0 %, jadwal

16 63 kebrangkatan (KA Bus) = 2 jam, dan jarak lokasi terminal/stasion (KA Bus) = 500 meter, dimana sebanyak 47 responden mungkin memilih kereta api dan 24 responden memilih point rating 3 (tidak memilih), dimana pilihan point rating yang lain tidak ada yang memilih. Disini terlihat bahwa responden mungkin memilih kereta api menjadi pilihan responden karena nilai utilitasnya kereta api masih dianggap lebih baik dilihat dari kondisi keamanan penumpang kereta api lebih baik dari bus. 5. Pada kondisi pilihan kelima terlihat jawaban responden mayoritas memilih point rating 1 (pasti memilih kereta api). Dimana pilihan tersebut berdasarkan perbedaan level atribut pada kondisi ini yaitu untuk tarif angkutan (KA Bus) = Rp.0, keamanan penumpang (KA Bus) = 10 %, waktu perjalanan (KA Bus) = -1 jam, tingkat pelanyanan (KA Bus) = 10 %, jadwal kebrangkatan (KA Bus) = 2 jam, dan jarak lokasi terminal/stasion (KA Bus) = 1000 meter, dimana sebanyak 71 responden pasti memilih kereta api dan pilihan point rating yang lain tidak ada yang memilih. Jelas sekali terlihat kereta api menjadi pilihan seluruh responden karena nilai utilitasnya lebih baik dilihat dari atribut keamanan penumpang, waktu perjalanan lebih cepat, dan tingkat pelanyanan lebih baik kereta api dari pada bus. 6. Pada kondisi pilihan keenam terlihat jawaban reponden memilih point rating 1 (pasti memilih kereta api) sebanyak 8 responden, memilih point rating 2 (mungkin memilih kereta api) sebanyak 48 sebagai jawabannya, memilih point rating 3 (tidak memilih), ini tidak ada yang memilih, sementara 15 responden memilih point rating 4 (mungkin memilih bus), dan untuk point rating 5 (pasti memilih bus) ini tidak ada yang memilih atau 0 responden. Dimana pilihan tersebut berdasarkan perbedaan level atribut pada kondisi ini yaitu untuk tarif angkutan (KA Bus) = Rp , keamanan penumpang (KA Bus) = 10 %, waktu perjalanan (KA Bus) = 0 jam, tingkat pelanyanan (KA Bus) = 10 %, jadwal kebrangkatan (KA Bus) = 2 jam, dan jarak lokasi terminal/stasion (KA Bus) = 500 meter. Pada kondisi ini atribut tarif angkutan, keamanan penumpang dan tingkat pelanyanan menjadi alasan bagi responden untuk memilih angkutan kereta api dan bus.

17 64 7. Pada kondisi pilihan ketujuh terlihat jawaban reponden memilih point rating 1 (pasti memilih kereta api) sebanyak 0 responden, memilih point rating 2 (mungkin memilih kereta api) sebanyak 0 responden. Sebanyak 63 responden memilih point rating 3 (tidak memilih), sementara 8 responden memilih point rating 4 (mungkin memilih bus) dan 0 responden memilih point rating 5 (pasti memilih kereta api). Dimana pilihan tersebut berdasarkan perbedaan level atribut pada kondisi ini yaitu untuk tarif angkutan (KA Bus) = Rp , keamanan penumpang (KA Bus) = 10 %, waktu perjalanan (KA Bus) = -1 jam, tingkat pelanyanan (KA Bus) = 0 %, jadwal kebrangkatan (KA Bus) = 4 jam, dan jarak lokasi terminal/stasion (KA Bus) = 1000 meter. Pada kondisi ini atribut tarif angkutan, keamanan penumpang, tingkat pelanyanan, jadwal kebrangkatan, dan lokasi terminal/stasion menjadi alasan bagi responden untuk memilih angkutan kereta api dan bus sehingga pilihan responden mayoritas memilih point rating 3 (pilihan berimbang). 8. Pada kondisi kedelapan ini, terlihat jawaban reponden memilih point rating 2 (mungkin memilih kereta api) sebanyak 39 responden, memilih point rating 3 (pilihan berimbang) sebanyak 23 responden, memilih point rating 4 (mungkin memilih bus) sebanyak 9 responden, sementara untuk point rating 1 (pasti memilih kereta api) dan point rating 5 (pasti memilih kereta api) ini tidak ada yang memilih, ini artinya responden menetapkan pilihannya terhadap kedua angkutan tersebut yaitu kereta api dan bus. Namun patut pula dicermati responden yang tidak menentukan pilihan pada kondisi pilihan tertentu. Boleh jadi pada kondisi ini tawaran yang diberikan kedua angkutan penumpang tersebut masih belum menarik minat responden atau malah membingungkan mereka sehingga responden memutuskan untuk tidak memilih kedua moda untuk kondisi tersebut. Jika diperhatikan dengan prioritas faktor yang dipertimbangkan responden dalam memilih moda dimana faktor tarif/ongkos angkutan dan keamanan merupakan faktor terpenting maka jawaban responden terhadap kuisioner bagian kedua terlihat cukup konsisten. Namun demikian hal ini akan dilihat jelas dalam BAB V tentang analisis dan pembahasan dari data yang diperoleh ini. Adapun dokumentasi waktu pelaksanaan survey dapat dilihat pada Gambar IV. 8 dan IV.9

18 65 berikut: Gambar IV.8 Dokumentasi Survey Penumpang Keret Api. Gambar IV.9 Dokumentasi Survey Penumpang BUS Dan Lainnya

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Hasil survei kuisioner memberikan hasil sebagai berikut:

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Hasil survei kuisioner memberikan hasil sebagai berikut: BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN VI.1 Kesimpulan 1. Hasil survei kuisioner memberikan hasil sebagai berikut: a. Hasil kuisioner rating Stated Preference menunjukkan atribut-atribut yang lebih diutamakan oleh

Lebih terperinci

BAB. I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB. I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang 1 BAB. I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Keinginan membangun jaringan Trans Sumatera dengan maksud memberdayakan sumber daya alam yang melimpah dimiliki oleh Sumatera utara dan Riau telah lama direncanakan.

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 53 IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1 Kondisi Geografis Selat Rupat merupakan salah satu selat kecil yang terdapat di Selat Malaka dan secara geografis terletak di antara pesisir Kota Dumai dengan

Lebih terperinci

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak Geografis Kabupaten Bengkalis merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Riau. Wilayahnya mencakup daratan bagian pesisir timur Pulau Sumatera dan wilayah kepulauan,

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI. Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37 -

IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI. Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37 - IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI 4.1 Kondisi Geografis Kota Dumai merupakan salah satu dari 12 kabupaten/kota di Provinsi Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37-101 o 8'13

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN. Malaka terletak antara Lintang Selatan Lintang Utara atau antara 100

BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN. Malaka terletak antara Lintang Selatan Lintang Utara atau antara 100 BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN 4.1 Letak Geografis Provinsi Riau terdiri dari daerah daratan dan perairan, dengan luas lebih kurang 8.915.016 Ha (89.150 Km2), Keberadaannya membentang dari lereng

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN MALINAU. Kabupaten Malinau terletak di bagian utara sebelah barat Provinsi

BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN MALINAU. Kabupaten Malinau terletak di bagian utara sebelah barat Provinsi BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN MALINAU Kabupaten Malinau terletak di bagian utara sebelah barat Provinsi Kalimantan Timur dan berbatasan langsung dengan Negara Bagian Sarawak, Malaysia. Kabupaten Malinau

Lebih terperinci

ANALISIS DAN PEMBAHASAN

ANALISIS DAN PEMBAHASAN 66 BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN V.1 Umum Model logit yang digunakan dalam studi potensi pemilihan angkutan penumpang antara kereta api dan bus ini merupakan fungsi dari selisih utilitas pada kedua jenis

Lebih terperinci

Tabel PDRB Atas Dasar Harga Berlaku dan Atas Dasar Harga Konstan 2000 di Kecamatan Ngadirejo Tahun (Juta Rupiah)

Tabel PDRB Atas Dasar Harga Berlaku dan Atas Dasar Harga Konstan 2000 di Kecamatan Ngadirejo Tahun (Juta Rupiah) 3.14. KECAMATAN NGADIREJO 3.14.1. PDRB Kecamatan Ngadirejo Besarnya Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kecamatan Ngadirejo selama lima tahun terakhir dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 3.14.1

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN Kondisi Wilayah Letak Geografis dan Wilayah Administrasi Wilayah Joglosemar terdiri dari kota Kota Yogyakarta, Kota Surakarta dan Kota Semarang. Secara geografis ketiga

Lebih terperinci

Gambar III. 1 Bagan Alir Pelaksanaan Penelitian

Gambar III. 1 Bagan Alir Pelaksanaan Penelitian 35 III.1 Tahapan Kegiatan Penelitian BAB III METODOLOGI PENELITIAN Berikut ini bagan alir tahapan kegiatan penelitian secara skematis disajikan pada Gambar III.1. TAHAP PERSIAPAN REVIEW - Kondisi Eksisting,

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU

IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU 4.1 Kondisi Geografis Secara geografis Provinsi Riau membentang dari lereng Bukit Barisan sampai ke Laut China Selatan, berada antara 1 0 15 LS dan 4 0 45 LU atau antara

Lebih terperinci

BAB 4 GAMBARAN UMUM KABUPATEN BENGKALIS DAN PERKEMBANGAN PERIKANANNYA

BAB 4 GAMBARAN UMUM KABUPATEN BENGKALIS DAN PERKEMBANGAN PERIKANANNYA BAB 4 GAMBARAN UMUM KABUPATEN BENGKALIS DAN PERKEMBANGAN PERIKANANNYA A. Sejarah Singkat Kabupaten Bengkalis Secara historis wilayah Kabupaten Bengkalis sebelum Indonesia merdeka, sebagian besar berada

Lebih terperinci

KONDISI UMUM WILAYAH STUDI

KONDISI UMUM WILAYAH STUDI 16 KONDISI UMUM WILAYAH STUDI Kondisi Geografis dan Administratif Kota Sukabumi terletak pada bagian selatan tengah Jawa Barat pada koordinat 106 0 45 50 Bujur Timur dan 106 0 45 10 Bujur Timur, 6 0 49

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai perubahan mendasar atas seluruh sistem sosial seperti politik, ekonomi,

BAB I PENDAHULUAN. berbagai perubahan mendasar atas seluruh sistem sosial seperti politik, ekonomi, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas seluruh sistem sosial seperti politik, ekonomi, infrastrukur dan

Lebih terperinci

KEKAYAAN ALAM PEKAN BARU DAN DUMAI UTUK INDONESIA

KEKAYAAN ALAM PEKAN BARU DAN DUMAI UTUK INDONESIA KEKAYAAN ALAM PEKAN BARU DAN DUMAI UTUK INDONESIA Wilayah Pekanbaru dan Dumai berada di Provinsi Riau yang merupakan provinsi yang terbentuk dari beberapa kali proses pemekaran wilayah. Dimulai dari awal

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI PADANG LAWAS TAHUN 2011

PERTUMBUHAN EKONOMI PADANG LAWAS TAHUN 2011 BPS KABUPATEN PADANG LAWAS PERTUMBUHAN EKONOMI PADANG LAWAS TAHUN 2011 No. 01/06/1221/Th. IV, 30 Juli 2012 Pertumbuhan ekonomi Padang Lawas tahun 2011 yang diukur berdasarkan kenaikan laju pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. A. Keadaan Geografis Kabupaten Indragiri Hulu. yang meliputi wilayah Rengat dan Tembilahan di sebelah Hilir.

BAB III GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. A. Keadaan Geografis Kabupaten Indragiri Hulu. yang meliputi wilayah Rengat dan Tembilahan di sebelah Hilir. 37 BAB III GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Geografis Kabupaten Indragiri Hulu 1. Wilayah Pembentukan Kabupaten Indragiri Hulu pada awainya ditetapkan dengan UU No. 12 Tahun 1956 tentang pembentukan

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM PROVINSI JAMBI. Undang-Undang No. 61 tahun Secara geografis Provinsi Jambi terletak

IV. GAMBARAN UMUM PROVINSI JAMBI. Undang-Undang No. 61 tahun Secara geografis Provinsi Jambi terletak IV. GAMBARAN UMUM PROVINSI JAMBI 4.1 Keadaan Umum Provinsi Jambi secara resmi dibentuk pada tahun 1958 berdasarkan Undang-Undang No. 61 tahun 1958. Secara geografis Provinsi Jambi terletak antara 0º 45

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM. Posisi Daerah Istimewa Yogyakarta yang terletak antara

BAB IV GAMBARAN UMUM. Posisi Daerah Istimewa Yogyakarta yang terletak antara BAB IV GAMBARAN UMUM A. Gambaran Umum Daerah Istimewa Yogyakarta 1. Kondisi Fisik Daerah Posisi Daerah Istimewa Yogyakarta yang terletak antara 7.33-8.12 Lintang Selatan dan antara 110.00-110.50 Bujur

Lebih terperinci

DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN... 1

DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN... 1 DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang... 1 1.1.1 Dasar Hukum... 1 1.1.2 Gambaran Umum Singkat... 1 1.1.3 Alasan Kegiatan Dilaksanakan... 3 1.2 Maksud dan Tujuan... 3 1.2.1 Maksud Studi...

Lebih terperinci

BAB V GAMBARAN UMUM PROPINSI JAWA BARAT. Lintang Selatan dan 104 o 48 '- 108 o 48 ' Bujur Timur, dengan luas wilayah

BAB V GAMBARAN UMUM PROPINSI JAWA BARAT. Lintang Selatan dan 104 o 48 '- 108 o 48 ' Bujur Timur, dengan luas wilayah 5.1. Kondisi Geografis BAB V GAMBARAN UMUM PROPINSI JAWA BARAT Propinsi Jawa Barat secara geografis terletak di antara 5 o 50 ' - 7 o 50 ' Lintang Selatan dan 104 o 48 '- 108 o 48 ' Bujur Timur, dengan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI PADANG LAWAS TAHUN 2012

PERTUMBUHAN EKONOMI PADANG LAWAS TAHUN 2012 BPS KABUPATEN PADANG LAWAS PERTUMBUHAN EKONOMI PADANG LAWAS TAHUN 2012 No. 01/07/1221/Th. V, 8 Juli 2013 Pertumbuhan ekonomi Padang Lawas tahun 2012 yang diukur berdasarkan kenaikan laju pertumbuhan Produk

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN TAPANULI UTARA DARI SISI PDRB SEKTORAL TAHUN 2013

PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN TAPANULI UTARA DARI SISI PDRB SEKTORAL TAHUN 2013 BPS KABUPATEN TAPANULI UTARA No. 08/07/1205/Th. VI, 06 Oktober 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN TAPANULI UTARA DARI SISI PDRB SEKTORAL TAHUN 2013 Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Tapanuli Utara yang diukur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. DASAR HUKUM A. Gambaran Umum Daerah 1. Kondisi Geografis Daerah 2. Kondisi Demografi

BAB I PENDAHULUAN A. DASAR HUKUM A. Gambaran Umum Daerah 1. Kondisi Geografis Daerah 2. Kondisi Demografi BAB I PENDAHULUAN A. DASAR HUKUM Perkembangan Sejarah menunjukkan bahwa Provinsi Jawa Barat merupakan Provinsi yang pertama dibentuk di wilayah Indonesia (staatblad Nomor : 378). Provinsi Jawa Barat dibentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu negara yang sudah menjadi agenda setiap tahunnya dan dilakukan oleh

BAB I PENDAHULUAN. suatu negara yang sudah menjadi agenda setiap tahunnya dan dilakukan oleh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi adalah masalah yang penting dalam perekonomian suatu negara yang sudah menjadi agenda setiap tahunnya dan dilakukan oleh suatu negara bertujuan untuk

Lebih terperinci

BPS KABUPATEN TAPANULI TENGAH PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN TAPANULI TENGAH TAHUN 2012

BPS KABUPATEN TAPANULI TENGAH PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN TAPANULI TENGAH TAHUN 2012 BPS KABUPATEN TAPANULI TENGAH No. 01/07/1204/Th. XII, 5 Juli 2013 PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN TAPANULI TENGAH TAHUN 2012 Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Tapanuli Tengah tahun 2012 sebesar 6,35 persen mengalami

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM KOTA CIMAHI. Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pemerintahan dan Otonomi

IV. GAMBARAN UMUM KOTA CIMAHI. Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pemerintahan dan Otonomi IV. GAMBARAN UMUM KOTA CIMAHI Cimahi berasal dari status Kecamatan yang berada di wilayah Kabupaten Bandung sesuai dengan perkembangan dan kemajuannya berdasarkan Undangundang Republik Indonesia Nomor

Lebih terperinci

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan indikator ekonomi makro yang dapat digunakan untuk melihat tingkat keberhasilan pembangunan ekonomi suatu daerah. Laju pertumbuhan ekonomi Kabupaten Majalengka

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN Analisis struktur perekonomian kota Depok sebelum dan sesudah otonomi daerah UNIVERSITAS SEBELAS MARET Oleh: HARRY KISWANTO NIM F0104064 BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Daerah Penelitian

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN SIMALUNGUN TAHUN 2012

PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN SIMALUNGUN TAHUN 2012 BPS KABUPATEN SIMALUNGUN No. 01/08/1209/Th. XII, 1 Agustus 2013 PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN SIMALUNGUN TAHUN 2012 Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Simalungun tahun 2012 sebesar 6,06 persen mengalami percepatan

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Provinsi Kalimantan Barat Propinsi Kalimantan Barat terdiri atas 12 kabupaten dan 2 kota di mana dari 12 kabupaten tersebut, 5 diantaranya berada pada

Lebih terperinci

KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 39 KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN Letak Geografis dan Administrasi Kabupaten Deli Serdang merupakan bagian dari wilayah Propinsi Sumatera Utara dan secara geografis Kabupaten ini terletak pada 2º 57-3º

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 5.1. Letak dan Luas Wilayah Kabupaten Seluma Kabupaten Seluma merupakan salah satu daerah pemekaran dari Kabupaten Bengkulu Selatan, berdasarkan Undang-Undang Nomor 3

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI NTT. 4.1 Keadaan Geografis dan Administratif Provinsi NTT

BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI NTT. 4.1 Keadaan Geografis dan Administratif Provinsi NTT BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI NTT 4.1 Keadaan Geografis dan Administratif Provinsi NTT Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) terdiri dari pulau-pulau yang memiliki penduduk yang beraneka ragam, dengan latar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seluruh stakeholders untuk memberikan kesejahteraan yang sebesar-besarnya bagi

BAB I PENDAHULUAN. seluruh stakeholders untuk memberikan kesejahteraan yang sebesar-besarnya bagi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Proses pembangunan ekonomi tidak terjadi dengan sendirinya, melainkan terlebih dahulu memerlukan berbagai usaha yang konsisten dan terus menerus dari seluruh stakeholders

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM

BAB IV GAMBARAN UMUM BAB IV GAMBARAN UMUM A. Kondisi Geografis dan Kondisi Alam 1. Letak dan Batas Wilayah Provinsi Jawa Tengah merupakan salah satu provinsi yang ada di pulau Jawa, letaknya diapit oleh dua provinsi besar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. DASAR HUKUM

BAB I PENDAHULUAN A. DASAR HUKUM BAB I PENDAHULUAN A. DASAR HUKUM Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 tentang Pemerintahan Daerah, Pemerintahan Daerah telah diberikan kewenangan untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA DAN HASIL PENELITIAN

BAB IV ANALISA DAN HASIL PENELITIAN 63 BAB IV ANALISA DAN HASIL PENELITIAN Pada bab IV ini akan disajikan secara berturut-turut mengenai analisa dan hasil penelitian meliputi : 4.1. Perekonomian Pulau Jawa saat ini 4.2. Pertumbuhan penduduk

Lebih terperinci

BAB III KONDISI UMUM. 3.1. Geografis. Kondisi Umum 14. Orientasi Pra Rekonstruksi Kawasan Hutan di Pulau Bintan dan Kabupaten Lingga

BAB III KONDISI UMUM. 3.1. Geografis. Kondisi Umum 14. Orientasi Pra Rekonstruksi Kawasan Hutan di Pulau Bintan dan Kabupaten Lingga Orientasi Pra Rekonstruksi Kawasan Hutan di Pulau dan Kabupaten Lingga BAB III KONDISI UMUM 3.1. Geografis Wilayah Kepulauan Riau telah dikenal beberapa abad silam tidak hanya di nusantara tetapi juga

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN LABUHANBATU TAHUN 2013

PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN LABUHANBATU TAHUN 2013 BPS KABUPATEN LABUHANBATU No. 01/07/1207/Th. VII, 18 Juli 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN LABUHANBATU TAHUN 2013 Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Labuhanbatu tahun 2013 mengalami perlambatan jika dibandingkan

Lebih terperinci

IV GAMBARAN UMUM TEMPAT PENELITIAN. sebagai pusat kegiatan pemerintahan, politik, pendidikan, kebudayaan,

IV GAMBARAN UMUM TEMPAT PENELITIAN. sebagai pusat kegiatan pemerintahan, politik, pendidikan, kebudayaan, 31 IV GAMBARAN UMUM TEMPAT PENELITIAN A. Gambaran Umum Wilayah Kota Bandar Lampung merupakan Ibukota Provinsi Lampung yang dijadikan sebagai pusat kegiatan pemerintahan, politik, pendidikan, kebudayaan,

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM Letak Geogafis dan Wilayah Administratif DKI Jakarta. Bujur Timur. Luas wilayah Provinsi DKI Jakarta, berdasarkan SK Gubernur

IV. GAMBARAN UMUM Letak Geogafis dan Wilayah Administratif DKI Jakarta. Bujur Timur. Luas wilayah Provinsi DKI Jakarta, berdasarkan SK Gubernur 57 IV. GAMBARAN UMUM 4.1. Letak Geogafis dan Wilayah Administratif DKI Jakarta Provinsi DKI Jakarta merupakan dataran rendah dengan ketinggian rata-rata 7 meter diatas permukaan laut dan terletak antara

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM KABUPATEN TULUNGAGUNG

IV. GAMBARAN UMUM KABUPATEN TULUNGAGUNG IV. GAMBARAN UMUM KABUPATEN TULUNGAGUNG 4.1. Indikator Kependudukan Kependudukan merupakan suatu permasalahan yang harus diperhatikan dalam proses pembangunan yang mencakup antara lain mengenai distribusi,

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA EKONOMI DAERAH

BAB II KERANGKA EKONOMI DAERAH Nilai (Rp) BAB II KERANGKA EKONOMI DAERAH Penyusunan kerangka ekonomi daerah dalam RKPD ditujukan untuk memberikan gambaran kondisi perekonomian daerah Kabupaten Lebak pada tahun 2006, perkiraan kondisi

Lebih terperinci

A. Proyeksi Pertumbuhan Penduduk. Pertumbuhan Penduduk

A. Proyeksi Pertumbuhan Penduduk. Pertumbuhan Penduduk Perspektif Kabupaten Berau selama 5 tahun ke depan didasarkan pada kondisi objektif saat ini dan masa lalu yang diprediksi menurut asumsi cetiris paribus. Prediksi dilakukan terhadap indikator-indikator

Lebih terperinci

BAB IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN BAB IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1. Letak Geografis Kabupaten Bandung terletak di Provinsi Jawa Barat, dengan ibu kota Soreang. Secara geografis, Kabupaten Bandung berada pada 6 41 7 19 Lintang

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI GORONTALO TAHUN ,71 PERSEN

PERTUMBUHAN EKONOMI GORONTALO TAHUN ,71 PERSEN No.10/02/75/Th.VII, 5 Februari 2013 PERTUMBUHAN EKONOMI GORONTALO TAHUN 7,71 PERSEN Pertumbuhan Ekonomi Gorontalo tahun yang diukur dari kenaikan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga

Lebih terperinci

BPS KABUPATEN TAPANULI TENGAH PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN TAPANULI TENGAH TAHUN 2013

BPS KABUPATEN TAPANULI TENGAH PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN TAPANULI TENGAH TAHUN 2013 BPS KABUPATEN TAPANULI TENGAH No. 1/8/124/Th. XIII, 25 Agustus 214 PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN TAPANULI TENGAH TAHUN 213 Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Tapanuli Tengah tahun 213 sebesar 6,85 persen mengalami

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN NGADA PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2012 MENCAPAI 5,61 PERSEN

PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN NGADA PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2012 MENCAPAI 5,61 PERSEN BADAN PUSAT STATISTIK KABUPATEN NGADA No.05/08/Th.V, 1 Agustus 2013 PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN NGADA PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2012 MENCAPAI 5,61 PERSEN Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Ngada yang diukur

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 26 Administrasi Kabupaten Sukabumi berada di wilayah Propinsi Jawa Barat. Secara geografis terletak diantara 6 o 57`-7 o 25` Lintang Selatan dan 106 o 49` - 107 o 00` Bujur

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN. batas-batas wilayah sebagai berikut : - Sebelah Utara dengan Sumatera Barat. - Sebelah Barat dengan Samudera Hindia

BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN. batas-batas wilayah sebagai berikut : - Sebelah Utara dengan Sumatera Barat. - Sebelah Barat dengan Samudera Hindia BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN A. Gambaran Umum Objek Penelitian 1. Kondisi Geografis Daerah Kota Bengkulu merupakan ibukota dari Provinsi Bengkulu dengan batas-batas wilayah sebagai berikut : - Sebelah

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 31 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Gambaran Geografis Wilayah Secara astronomis, wilayah Provinsi Banten terletak pada 507 50-701 1 Lintang Selatan dan 10501 11-10607 12 Bujur Timur, dengan luas wilayah

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH

BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH A. Kondisi Geografis Kabupaten Kubu Raya merupakan dataran rendah dengan ketinggian rata-rata 84 meter diatas permukaan laut. Lokasi Kabupaten Kubu Raya terletak pada posisi

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI ASAHAN TAHUN 2013

PERTUMBUHAN EKONOMI ASAHAN TAHUN 2013 BPS KABUPATEN ASAHAN No. 01/05/1208/Th. XVII, 26 Mei 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI ASAHAN TAHUN 2013 Pertumbuhan Ekonomi Asahan Tahun 2013 yang diukur berdasarkan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Atas

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Sektor unggulan di Kota Dumai diidentifikasi dengan menggunakan

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Sektor unggulan di Kota Dumai diidentifikasi dengan menggunakan BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Sektor unggulan di Kota Dumai diidentifikasi dengan menggunakan beberapa alat analisis, yaitu analisis Location Quetiont (LQ), analisis MRP serta Indeks Komposit. Kemudian untuk

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM

BAB IV GAMBARAN UMUM BAB IV GAMBARAN UMUM A. Kondisi Geografis dan Kondisi Alam 1. Letak dan Batas Wilayah Secara geografis Provinsi Sumatera Selatan terletak antara 1 0 4 0 Lintang Selatan dan 102 0-106 0 Bujur Timur dengan

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kota Bandar Lampung merupakan Ibu Kota Provinsi Lampung. Selain

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kota Bandar Lampung merupakan Ibu Kota Provinsi Lampung. Selain 56 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Umum Kota Bandar Lampung Kota Bandar Lampung merupakan Ibu Kota Provinsi Lampung. Selain sebagai pusat kegiatan pemerintahan, sosial, politik, pendidikan,

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM WILAYAH

IV. KONDISI UMUM WILAYAH 29 IV. KONDISI UMUM WILAYAH 4.1 Kondisi Geografis dan Administrasi Jawa Barat secara geografis terletak di antara 5 50-7 50 LS dan 104 48-104 48 BT dengan batas-batas wilayah sebelah utara berbatasan dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kemajuan dan perkembangan ekonomi Kota Bandar Lampung menunjukkan

I. PENDAHULUAN. Kemajuan dan perkembangan ekonomi Kota Bandar Lampung menunjukkan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Kemajuan dan perkembangan ekonomi Kota Bandar Lampung menunjukkan trend ke arah zona ekonomi sebagai kota metropolitan, kondisi ini adalah sebagai wujud dari

Lebih terperinci

BAB VI PENGUMPULAN DATA

BAB VI PENGUMPULAN DATA BAB VI PENGUMPULAN DATA 6.1. Umum Pengumpulan data dalam tugas akhir ini dibagi dalam 2 jenis. Yaitu pengumpulan data primer dan pengumpulan data sekunder. Pengumpulan data primer dilakukan dengan metoda

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Provinsi Lampung terletak di ujung tenggara Pulau Sumatera. Luas wilayah

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Provinsi Lampung terletak di ujung tenggara Pulau Sumatera. Luas wilayah 35 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Umum Provinsi Lampung Provinsi Lampung terletak di ujung tenggara Pulau Sumatera. Luas wilayah Provinsi Lampung adalah 3,46 juta km 2 (1,81 persen dari

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN NGADA PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2011 MENCAPAI 5,11 PERSEN

PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN NGADA PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2011 MENCAPAI 5,11 PERSEN BADAN PUSAT STATISTIK KABUPATEN NGADA No. 08/08/Th.IV, 3 Agustus 2012 PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN NGADA PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2011 MENCAPAI 5,11 PERSEN Ekonomi Kabupaten Ngada pada tahun 2011 tumbuh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan yang terjadi bukan hanya disebabkan oleh terbatasnya sistem

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan yang terjadi bukan hanya disebabkan oleh terbatasnya sistem BAB I PENDAHULUAN I.1 Umum Banyak negara sedang berkembang menghadapi permasalahan transportasi. Permasalahan yang terjadi bukan hanya disebabkan oleh terbatasnya sistem prasarana transportasi yang ada,

Lebih terperinci

4.1. Sejarah Berdirinya Pemerintah Provinsi Riau

4.1. Sejarah Berdirinya Pemerintah Provinsi Riau 54 BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN 4.1. Sejarah Berdirinya Pemerintah Provinsi Riau Provinsi Riau terbentuk berdasarkan Undang-undang Darurat Nomor 19 Tahun 1957. Kemudian diundangkan dalam Undang-undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membangun seluruh kehidupan masyarakat, bangsa dan negara, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. membangun seluruh kehidupan masyarakat, bangsa dan negara, yaitu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tujuan pembangunan ekonomi nasional adalah sebagai upaya untuk membangun seluruh kehidupan masyarakat, bangsa dan negara, yaitu memajukan kesejahteraan umum,

Lebih terperinci

TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA DI PROVINSI RIAU PADA AGUSTUS 2014 SEBESAR 6,56 PERSEN

TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA DI PROVINSI RIAU PADA AGUSTUS 2014 SEBESAR 6,56 PERSEN No. 59/11/14/Th. XV, 5 November 2014 TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA DI PROVINSI RIAU PADA AGUSTUS 2014 SEBESAR 6,56 PERSEN Jumlah angkatan kerja di Provinsi Riau pada Agustus 2014 mencapai 2.695.247 orang.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rakyat. Pembangunan merupakan pelaksanaan dari cita-cita luhur bangsa. desentralisasi dalam pembangunan daerah dengan memberikan

BAB I PENDAHULUAN. rakyat. Pembangunan merupakan pelaksanaan dari cita-cita luhur bangsa. desentralisasi dalam pembangunan daerah dengan memberikan digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan merupakan usaha untuk menciptakan kesejahteraan rakyat. Sebagai wujud peningkatan kesejahteraan lahir dan batin secara adil dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses saat pemerintah daerah dan masyarakat mengelola sumber daya yang ada dan selanjutnya membentuk suatu pola kemitraan antara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sosial. Selain itu pembangunan adalah rangkaian dari upaya dan proses yang

BAB I PENDAHULUAN. sosial. Selain itu pembangunan adalah rangkaian dari upaya dan proses yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pembangunan adalah kemajuan yang diharapkan oleh setiap negara. Pembangunan adalah perubahan yang terjadi pada semua struktur ekonomi dan sosial. Selain itu

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM TEMPAT PENELITIAN. Bandar Lampung merupakan Ibukota Provinsi Lampung yang merupakan daerah

IV. GAMBARAN UMUM TEMPAT PENELITIAN. Bandar Lampung merupakan Ibukota Provinsi Lampung yang merupakan daerah IV. GAMBARAN UMUM TEMPAT PENELITIAN 4.1 Gambaran Umum Kota Bandar Lampung Bandar Lampung merupakan Ibukota Provinsi Lampung yang merupakan daerah yang dijadikan sebagai pusat kegiatan pemerintahan, politik,

Lebih terperinci

UU 16/1999, PEMBENTUKAN KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II DUMAI. Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 16 TAHUN 1999 (16/1999)

UU 16/1999, PEMBENTUKAN KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II DUMAI. Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 16 TAHUN 1999 (16/1999) UU 16/1999, PEMBENTUKAN KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II DUMAI Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 16 TAHUN 1999 (16/1999) Tanggal: 20 APRIL 1999 (JAKARTA) Tentang: PEMBENTUKAN KOTAMADYA DAERAH TINGKAT

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan serangkaian kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan dan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan serangkaian kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan dan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pembangunan merupakan serangkaian kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat melalui beberapa proses dan salah satunya adalah dengan

Lebih terperinci

4 GAMBARAN UMUM KABUPATEN BLITAR

4 GAMBARAN UMUM KABUPATEN BLITAR 4 GAMBARAN UMUM KABUPATEN BLITAR 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Beberapa gambaran umum dari kondisi fisik Kabupaten Blitar yang merupakan wilayah studi adalah kondisi geografis, kondisi topografi, dan iklim.

Lebih terperinci

BAB IV. SUMATERA UTARA : KEADAAN UMUM DAN PEREKONOMIAN. Daerah provinsi Sumatera Utara terletak diantara 1-4 o Lintang Utara (LU)

BAB IV. SUMATERA UTARA : KEADAAN UMUM DAN PEREKONOMIAN. Daerah provinsi Sumatera Utara terletak diantara 1-4 o Lintang Utara (LU) 104 BAB IV. SUMATERA UTARA : KEADAAN UMUM DAN PEREKONOMIAN 4.1. Keadaan Umum Daerah provinsi Sumatera Utara terletak diantara 1-4 o Lintang Utara (LU) dan 98-100 o Bujur Timur (BT), merupakan bagian dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN. Hal. 1. Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ) Walikota Semarang Akhir Tahun Anggaran 2016

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN. Hal. 1. Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ) Walikota Semarang Akhir Tahun Anggaran 2016 BAB I PENDAHULUAN A. DASAR HUKUM Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ) merupakan laporan penyelenggaraan pemerintahan daerah yang memuat capaian kinerja penyelenggaraan Pemerintahan Daerah dan pelaksanaan

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 63 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Fisik Daerah Penelitian Berdasarkan Badan Pusat Statistik (2011) Provinsi Lampung meliputi areal dataran seluas 35.288,35 km 2 termasuk pulau-pulau yang

Lebih terperinci

BAB V KINERJA PEREKONOMIAN KABUPATEN/KOTA DI JAWA BARAT

BAB V KINERJA PEREKONOMIAN KABUPATEN/KOTA DI JAWA BARAT BAB V KINERJA PEREKONOMIAN KABUPATEN/KOTA DI JAWA BARAT 5.1. PDRB Antar Kabupaten/ Kota oda perekonomian yang bergulir di Jawa Barat, selama tahun 2007 merupakan tolak ukur keberhasilan pembangunan Jabar.

Lebih terperinci

PEREKONOMIAN DAERAH KOTA BATAM

PEREKONOMIAN DAERAH KOTA BATAM PEREKONOMIAN DAERAH KOTA BATAM Konsentrasi pembangunan perekonomian Kota Batam diarahkan pada bidang industri, perdagangan, alih kapal dan pariwisata. Akibat krisis ekonomi dunia pada awal tahun 1997 pertumbuhan

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM DAERAH PENGHASIL MIGAS

GAMBARAN UMUM DAERAH PENGHASIL MIGAS IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENGHASIL MIGAS Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari daratan 1.8 juta km 2 dan lautan 7.9 juta km 2. Potensi sumber daya alam Indonesia cukup besar, salah satunya

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 1999 TENTANG PEMBENTUKAN KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II DUMAI

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 1999 TENTANG PEMBENTUKAN KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II DUMAI UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 1999 TENTANG PEMBENTUKAN KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II DUMAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa berhubung dengan perkembangan dan kemajuan Propinsi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Sektor pertanian memiliki kontribusi terhadap pembangunan terutama di daerah, salah satunya di Provinsi Jawa Barat. Pembangunan ekonomi daerah erat kaitannya dengan industrialisasi

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN V. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN Keadaan Umum Kota Dumai Pada tahun 1999, Kota Administratif Dumai berubah status menjadi Kotamadya Daerah Tingkat II Dumai sesuai dengan undang-undang nomor 16 Tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Pada umumnya pembangunan ekonomi selalu diartikan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Pada umumnya pembangunan ekonomi selalu diartikan sebagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pada umumnya pembangunan ekonomi selalu diartikan sebagai proses kenaikan pendapatan perkapita penduduk dalam suatu daerah karena hal tersebut merupakan kejadian

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH No.12/02/33/Th.VII, 5 Februari 2013 PERTUMBUHAN PDRB JAWA TENGAH TAHUN 2012 MENCAPAI 6,3 PERSEN Besaran PDRB Jawa Tengah pada tahun 2012 atas dasar harga berlaku mencapai

Lebih terperinci

BAB IV. Kota Pekanbaru terletak di tengah-tengah pulau Sumatera yang mengarah ke

BAB IV. Kota Pekanbaru terletak di tengah-tengah pulau Sumatera yang mengarah ke BAB IV GAMBARAN UMUM DAERAH KAJLAN 4.1. Kota Pekanbaru 4.1.1. Geografis Kota Pekanbaru terletak di tengah-tengah pulau Sumatera yang mengarah ke daratan Sumatera. Secara geografis, kota Pekanbaru terletak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT ATA 2014 I - 1

BAB I PENDAHULUAN LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT ATA 2014 I - 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyampaian laporan keterangan pertanggungjawaban Kepala Daerah kepada DPRD merupakan amanah Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan

Lebih terperinci

4. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

4. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 4. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1. Kondisi Geografis Kota Makassar secara geografi terletak pada koordinat 119 o 24 17,38 BT dan 5 o 8 6,19 LS dengan ketinggian yang bervariasi antara 1-25 meter dari

Lebih terperinci

KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS (KLHS) Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Polewali Mandar

KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS (KLHS) Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Polewali Mandar BAB II PROFIL WILAYAH KAJIAN Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) adalah rangkaian analisis yang sistematis, menyeluruh dan partisipatif untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan telah

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM KOTA SIBOLGA

IV. GAMBARAN UMUM KOTA SIBOLGA IV. GAMBARAN UMUM KOTA SIBOLGA 4.1 Sejarah Kota Sibolga Kota Sibolga dahulunya merupakan bandar kecil di teluk Tapian Nauli dan terletak di pulau Poncan Ketek. Pulau kecil ini letaknya tidak jauh dari

Lebih terperinci

Pendapatan Regional / Product Domestic Regional Bruto

Pendapatan Regional / Product Domestic Regional Bruto Kabupaten Penajam Paser Utara Dalam Angka 2011 258 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dalam bab ini disajikan data dalam bentuk tabel dan grafik dengan tujuan untuk mempermudah evaluasi terhadap data

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Tanjungpinang adalah salah satu kota dan sekaligus merupakan ibu kota dari Provinsi Kepulauan Riau. Sesuai dengan peraturan pemerintah Nomor 31 Tahun 1983 Tanggal

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM KABUPATEN SOPPENG

BAB II GAMBARAN UMUM KABUPATEN SOPPENG BAB II GAMBARAN UMUM KABUPATEN SOPPENG 2.1. Batas Administratif Kabupaten Soppeng merupakan salah satu bagian dari Provinsi Sulawesi Selatan yang secara administratif dibagi menjadi 8 kecamatan, 21 kelurahan,

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI JAKARTA UTARA TAHUN 2013

PERTUMBUHAN EKONOMI JAKARTA UTARA TAHUN 2013 BPS KOTA ADMINISTRASI JAKARTA UTARA No.01/10/31/75/Th. V, 1 Oktober 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI JAKARTA UTARA TAHUN 2013 Ekonomi Jakarta Utara Tahun 2013 tumbuh 5,80 persen. Pada tahun 2013, besaran Produk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dapat merasakan kesejahteraan dengan cara mengelola potensi-potensi ekonomi

BAB 1 PENDAHULUAN. dapat merasakan kesejahteraan dengan cara mengelola potensi-potensi ekonomi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.1 Latar Belakang Masalah Potensi ekonomi merupakan sesuatu yang dimiliki daerah yang layak untuk dikembangkan. Dengan potensi ekonomi yang dimiliki suatu daerah, rakyat dapat merasakan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI GORONTALO. PDRB Gorontalo Triwulan I Tahun 2012 Naik 3,84 Persen

PERTUMBUHAN EKONOMI GORONTALO. PDRB Gorontalo Triwulan I Tahun 2012 Naik 3,84 Persen No. 26/05/75/Th. VI, 7 Mei 2012 PERTUMBUHAN EKONOMI GORONTALO PDRB Gorontalo Triwulan I Tahun 2012 Naik 3,84 Persen PDRB Gorontalo pada triwulan I tahun 2012 naik sebesar 3,84 persen dibandingkan triwulan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI JAMBI TAHUN 2009

PERTUMBUHAN EKONOMI JAMBI TAHUN 2009 No. 09/02/15/Th. IV, 10 Februari 2010 PERTUMBUHAN EKONOMI JAMBI TAHUN Pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi Jambi pada tahun meningkat sebesar 6,4 persen dibanding tahun 2008. Peningkatan

Lebih terperinci

BAB. IV KONDISI PEREKONOMIAN KAB. SUBANG TAHUN 2012

BAB. IV KONDISI PEREKONOMIAN KAB. SUBANG TAHUN 2012 BAB. IV KONDISI PEREKONOMIAN KAB. SUBANG TAHUN 2012 4.1.Gambaran Umum Geliat pembangunan di Kabupaten Subang terus berkembang di semua sektor. Kemudahan investor dalam menanamkan modalnya di Kabupaten

Lebih terperinci

PROFIL KABUPATEN / KOTA

PROFIL KABUPATEN / KOTA PROFIL KABUPATEN / KOTA KOTA LANGSA NANGGROE ACEH DARUSSALAM KOTA LANGSA ADMINISTRASI Profil Wilayah Setelah Kota Langsa lepas dari Kabupaten Aceh Timur tahun 2001, struktur perekonomian dibnagun atas

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN IV TAHUN 2013

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN IV TAHUN 2013 No. 09/02/31/Th. XVI, 5 Februari 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN IV TAHUN 2013 Secara total, perekonomian DKI Jakarta pada triwulan IV/2013 yang diukur berdasarkan PDRB atas dasar harga konstan

Lebih terperinci