BAB II TINJAUAN PUSTAKA
|
|
- Harjanti Sumadi
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kebijakan Publik Pengertian kebijakan publik Kebijakan publik merupakan rangkaian keputusan yang mengandung konsekuensi moral yang didalamnya adanya keterikatan akan kepentingan rakyat banyak dan keterikatan terhadap tanah air atau tempat dimana yang bersangkutan berada (Tachjan, 2006). Kebijakan publik merupakan keputusan politik yang dikembangkan oleh badan dan pejabat pemerintah (Agustino, 2014). Tujuan kebijakan publik adalah dapat dicapainya kesejahteraan masyarakat melalui produk kebijakan yang dibuat oleh pemerintah (Tahir, 2011). Kebijakan publik dapat ditetapkan secara jelas dalam bentuk peraturan perundangan, pidatopidato pejabat pemerintah ataupun dalam bentuk program-program, proyek-proyek dan tindakan-tindakan yang dilakukan pemerintah. Tujuan penting dari kebijakan tersebut dibuat pada umumnya untuk memelihara ketertiban umum, melancarkan perkembangan masyarakat dalam berbagai hal, menyesuaikan berbagai aktivitas, memperuntukkan dan membagi materi (Tachjan, 2006). Kebijakan publik terbagi kedalam lingkup nasional dan kedalam lingkup wilayah atau daerah. Di setiap lingkup kebijakan tersebut terdapat kebijakan umum, kebijakan pelaksanaan dan kebijakan teknis. Level-level dan isi kebijakan tersebut akan mempengaruhi terhadap efektivitas implementasi kebijakan, yang nantinya juga akan mempengaruhi pola-pola interaksi dari kelompok-kelompok masyarakat yang 10
2 11 menjadi sasaran kebijakannya serta hasil yang diinginkan oleh kebijakan tersebut (Tachjan, 2006). Pelaksanaan kebijakan akan selalu dipengaruhi oleh konflik-konflik intra dan inter organisasinal yang umum terjadi dalam proses kebijakan publik. Pelaksanaan kebijakan juga dipengaruhi oleh konteks sosial, ekonomi, teknologi, dan politik dari kebijakan tersebut. Efektivitas suatu kebijakan publik akan dipengaruhi oleh pelaku kebijakan, kebijakan publiknya itu sendiri, dan lingkungan kebijakan. Keberhasilan suatu kebijakan publik dipengaruhi juga oleh proses kebijakan itu sendiri. Proses kebijakan yang dimaksud adalah rangkaian kegiatan di dalam menyiapkan, menentukan, melaksanakan, dan mengendalikan suatu kebijakan (Tachjan, 2006) Proses implementasi kebijakan publik Pengertian implementasi kebijakan Implementasi adalah suatu aktivitas yang berkaitan dengan penyelesaian suatu pekerjaan dengan penggunaan sarana (alat) untuk memperoleh hasil. Implementasi kebijakan publik diartikan sebagai aktivitas penyelesaian atau pelaksanaan suatu kebijakan publik yang telah ditetapkan atau disetujui dengan penggunaan sarana (alat) untuk mencapai tujuan kebijakan (Tahcjan, 2006). Implementasi juga merupakan suatu proses yang dinamis, dimana pelaksana kebijakan melakukan suatu aktivitas atau kegiatan, sehingga pada akhirnya akan mendapatkan suatu hasil yang sesuai dengan tujuan atau sasaran kebijakan itu sendiri (Agustino, 2014). Implementasi suatu kebijakan juga sangat berkaitan erat dengan faktor manusia, dengan berbagai latarbelakang aspek sosial, budaya, politik, dan sebagainya (Tahir, 2011).
3 12 Dalam proses kebijakan publik, implementasi kebijakan merupakan tahapan yang bersifat praktis dan dibedakan dari formulasi kebijakan yang dapat dipandang sebagai tahapan yang bersifat teoritis. Fungsi dan tujuan implementasi ini adalah untuk membentuk suatu hubungan yang memungkinkan tujuan-tujuan ataupun sasaran-sasaran kebijakan publik (politik) dapat diwujudkan sebagai hasil akhir dari kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah (Tahcjan, 2006). Implementasi kebijakan menyangkut tiga hal yaitu adanya tujuan atau sasaran kebijakan, adanya aktivitas atau kegiatan pencapaian tujuan, dan adanya hasil kegiatan (Agustino, 2014) Unsur-unsur implementasi kebijakan Sebagai suatu sistem, implementasi terdiri dari unsur-unsur dan kegiatankegiatan yang terarah menuju tercapainya tujuan-tujuan dan sasaran-sasaran yang dikehendaki. Unsur-unsur implementasi kebijakan yang mutlak harus ada yaitu unsur pelaksana (implementor), program yang akan dilaksanakan, dan kelompok sasaran (target groups) (Tahcjan, 2006). Unsur pelaksana berkewajiban dalam penentuan tujuan dan sasaran organisasional, analisis serta perumusan kebijakan dan strategi organisasi, pengambilan keputusan, perencanaan, penyusunan program, pengorganisasian, penggerakan manusia, pelaksanaan kegiatan operasional, pengawasan, dan penilaian. Sedangkan program yang dimaksud disini berisi kejelasan tujuan atau sasaran yang ingin dicapai oleh pemerintah, menggambarkan alokasi sumber daya yang diperlukan, kejelasan metode dan prosedur kerja yang harus ditempuh, dan kejelasan standar yang harus dipedomani. Target groups (kelompok sasaran) yaitu sekelompok orang atau organisasi dalam masyarakat yang akan menerima barang dan jasa atau
4 13 yang akan dipengaruhi perilakunya oleh kebijakan. Karakteristik yang dimiliki kelompok sasaran akan mempengaruhi efektivitas implementasi kebijakan ini (Tahcjan, 2006) Model implementasi kebijakan publik Komponen-komponen model sistem implementasi kebijakan publik, terdiri dari program (kebijakan) yang dilaksanakan, target groups (kelompok masyarakat yang menjadi sasaran dan diharapkan akan menerima manfaat dari program tersebut, perubahan atau peningkatan), unsur pelaksana/implementor (baik organisasi ataupun perorangan yang bertanggung jawab dalam pengelolaan, pelaksanaan dan pengawasan dari proses implementasi), dan faktor lingkungan (lingkungan fisik, sosial, budaya, dan politik) (Tahcjan, 2006). Model yang paling klasik digunakan yaitu model proses atau alur Smith (1973). Dalam model ini ada empat variabel yang merupakan satu kesatuan yang saling mempengaruhi dan berinteraksi secara timbal balik, oleh karena itu terjadi ketegangan-ketegangan yang bisa menyebabkan timbulnya protes-protes, bahkan aksi fisik, dimana hal ini menghendaki penegakan institusi-institusi baru untuk mewujudkan sasaran kebijakan tersebut. Ketegangan-ketegangan itu bisa juga menyebabkan perubahan-perubahan dalam institusi ini (Tahcjan, 2006). Keempat variabel dalam implementasi kebijakan publik tersebut adalah kebijakan yang diidealkan (idealized policy) yaitu pola-pola interaksi ideal yang telah merak definisikan dalam kebijakan yang berusaha untuk diinduksikan, kelompok sasaran (target groups) yaitu mereka (orang-orang) yang paling langsung dipengaruhi oleh kebijakan dan yang harus mengadopsi pola-pola interaksi
5 14 sebagaimana yang diharapkan oleh perumus kebijakan, implementing organization yaitu badan-badan pelaksana atau unit-unit birokrasi pemerintah yang bertanggung jawab dalam implementasi kebijakan, environmental factor yakni unsur-unsur dalam lingkungan yang mempengaruhi atau dipengaruhi oleh implementasi kebijakan, seperti aspek budaya, sosial, ekonomi, dan politik (Tahcjan, 2006). Dilihat dari perspektif perilaku, kepatuhan kelompok sasaran merupakan faktor penting yang menentukan keberhasilan implementasi kebijakan dan sebagai hasil langsung dari implementasi kebijakan yang menentukan efeknya terhadap masyarakat. Selain itu, penciptaan situasi dan kondisi lingkungan kebijakan diperlukan agar dapat memberikan pengaruh, meskipun pengaruhnya seringkali bersifat positif atau negatif (Akib, 2010). Penelitian yang dilakukan oleh Efraldo (2014) terkait implementasi Perda Kota Pontianak Nomor 10 Tahun 2010 tentang Kawasan Tanpa Rokok di kampus ada 4 faktor yang berpengaruh dalam implementasi. Pertama, kebijakan yang diidealkan (idealized policy) dimana peraturan walikota terkait Kawasan Tanpa Rokok diubah menjadi perda KTR. Kedua, kelompot sasaran (target groups), dalam hal ini dekan belum mengetahui tentang tugas dan tanggung jawabnya dalam KTR karena belum pernah ada sosialisasi, dosen yang kurang setuju jika penerapan KTR di seluruh lingkungan kampus, mahasiswa yang tidak setuju penerapan KTR di kampus, dan masih ada kelompok sasaran yang belum mengetahui tentang perda KTR ini. Ketiga, organisasi pelaksana (implementing organization), yang dimaksud disini adalah dinas kesehatan dan satpol PP. Dimana sudah melakukan sosialisasi, pembinaan, pengawasan, evaluasi, membentuk pengawas internal, dan pemberian sanksi. Keempat, faktor lingkungan (environmental factors), seperti lingkungan
6 15 sosial dengan adanya perasaan tidak enak untuk menegur bila terjadi pelanggaran, lingkungan fisik yang kurang memadai di setiap ruang kelas, dan lingkungan ekonomi yang membuat masih adanya kegiatan penjualan rokok Faktor-faktor yang mempengaruhi implementasi kebijakan Keberhasilan suatu implementasi kebijakan dapat diukur atau dilihat dari proses dan pencapaian tujuan hasil akhir (output) yaitu tercapai atau tidaknya tujuantujuan yang ingin dicapai. Implementasi kebijakan merupakan tahapan yang sangat penting dalam keseluruhan struktur kebijakan, karena melalui prosedur ini proses kebijakan secara keseluruhan dapat dipengaruhi tingkat keberhasilan atau tidaknya pencapaian tujuan. Faktor penentu pemenuhan kebijakan yaitu respeknya anggota masyarakat pada otoritas dan keputusan pemerintah, adanya kesadaran untuk menerima kebijakan, adanya sanksi hukum, adanya kepentingan publik, adanya kepentingan pribadi, dan masalah waktu. Sedangkan faktor penentu penolakan atau penundaan kebijakan yaitu adanya kebijakan yang bertentangan dengan sistem nilai yang mengada, tidak adanya kepastian hukum, adanya keanggotaan seseorang dalam suatu organisasi, dan adanya konsep ketidakpatuhan selektif terhadap hukum (Agustino, 2014). 2.2 Peraturan Daerah Provinsi Bali No. 10 Tahun 2011 tentang Kawasan Tanpa Rokok Penetapan kawasan tanpa rokok di suatu wilayah pada dasarnya sebagai bentuk perlindungan terhadap perokok pasif, anak, remaja, ibu hamil, dan kelompok rentan terhadap masalah kesehatan akibat asap rokok, serta pencemaran udara dalam
7 16 ruangan. Pertimbangan perlunya penerapan KTR karena beberapa hal, yaitu kesehatan merupakan hak azazi manusia yang diamanatkan oleh UUD 1945, pekerja dan karyawan mempunyai hak untuk bekerja dilingkungan kerja yang sehat dan tidak membahayakan, anak-anak mempunyai hak khusus untuk tumbuh dan berkembang dilingkungan yang sehat dengan mewujudkan kota dan kabupaten layak anak dimana salah satunya harus bebas asap rokok, dan penetapan 100% KTR merupakan upaya yang efektif untuk melindungi masyarakat karena tidak ada batas aman untuk setiap paparan asap rokok orang lain (Kemenkes RI, 2011a). Penetapan kawasan tanpa rokok ini perlu diselenggarakan di fasilitas pelayanan kesehatan, tempat proses belajar mengajar, tempat anak bermain, tempat ibadah, angkutan umum, tempat kerja, tempat umum, dan tempat lain yang ditetapkan. Tempat proses belajar mengajar adalah sarana yang digunakan untuk kegiatan belajar, mengajar, pendidikan dan/atau pelatihan (Kemenkes RI, 2011b). 2.3 Kawasan Tanpa Rokok (KTR) Pengertian Kawasan Tanpa Rokok yang selanjutnya disingkat KTR adalah ruangan atau area yang dinyatakan dilarang untuk kegiatan merokok atau kegiatan memproduksi, menjual, mengiklankan, dan/atau mempromosikan produk tembakau. Sedangkan rokok adalah salah satu produk tembakau yang dimaksudkan untuk dibakar, dihisap, dan/atau dihirup termasuk rokok kretek, rokok putih, cerutu atau bentuk lainnya yang dihasilkan dari tanaman Nicotina Tabacum, Nicotina Rustica, dan spesies lainnya atau sintesisnya yang asapnya mengandung nikotin dan tar, dengan atau tanpa bahan tambahan (Pemprov Bali, 2011).
8 Tujuan Tujuan penetapan kawasan tanpa rokok ini yaitu menurunkan angka kesakitan dan/atau angka kematian dengan cara mengubah perilaku masyarakat untuk hidup sehat, meningkatan produktivitas kerja yang optimal, mewujudkan kualitas udara yang sehat dan bersih bebas dari asap rokok, menurunkan angka perokok dan mencegah perokok pemula, dan mewujudkan generasi muda yang sehat (Kemenkes RI, 2011b) Penerapan KTR di tempat proses belajar mengajar Tempat proses belajar mengajar merupakan salah satu tempat yang termasuk dalam kawasan tanpa rokok. Salah satu tempat proses belajar mengajar yang dimaksud adalah perguruan tinggi (Pemprov Bali, 2011). Perguruan Tinggi adalah satuan pendidikan yang menyelenggarakan Pendidikan Tinggi. Pendidikan tinggi adalah jenjang pendidikan setelah pendidikan menengah yang mencakup program diploma, program sarjana, program magister, program doktor, dan program profesi, serta program spesialis, yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi berdasarkan kebudayaan bangsa Indonesia (Kemenhum dan HAM, 2012). Pendidikan tinggi berfungsi untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, mengembangkan Sivitas Akademika yang inovatif, responsif, kreatif, terampil, berdaya saing, dan kooperatif melalui pelaksanaan Tridharma, dan mengembangkan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi dengan memperhatikan dan menerapkan nilai Humaniora. Pendidikan Tinggi juga bertujuan agar berkembangnya potensi Mahasiswa sehingga menjadi manusia yang beriman
9 18 dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, terampil, kompeten, dan berbudaya untuk kepentingan bangsa, dihasilkannya lulusan yang menguasai cabang ilmu pengetahuan dan/atau teknologi untuk memenuhi kepentingan nasional dan peningkatan daya saing bangsa, dihasilkannya Ilmu pengetahuan dan teknologi melalui penelitian yang memperhatikan dan menerapkan nilai humaniora agar bermanfaat bagi kemajuan bangsa, serta kemajuan peradaban dan kesejahteraan umat manusia, dan terwujudnya pengabdian kepada masyarakat berbasis penalaran dan karya penelitian yang bermanfaat dalam memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa (Kemenhum dan HAM, 2012). Adapun sasaran kawasan tanpa rokok di tempat proses belajar mengajar adalah pimpinan/penanggung jawab/pengelola tempat proses belajar mengajar, peserta didik/siswa, tenaga kependidikan (guru), dan unsur sekolah lainnya (tenaga administrasi, pegawai disekolah) (Kemenkes RI, 2011b). Indikator kawasan tanpa rokok pada tempat proses belajar mengajar diklasifikasikan sebagai berikut. Indikator input yaitu adanya kebijakan tertulis tentang KTR, adanya tenaga yang ditugaskan untuk memantau KTR di tempat proses belajar mengajar, dan adanya media promosi tentang larangan merokok/ktr. Indikator proses yaitu terlaksananya sosialisasi kebijakan KTR baik secara langsung (tatap muka) maupun tidak langsung (melalui media cetak, elektronik), adanya pengaturan tugas dan tanggung jawab dalam pelaksanaan KTR, terpasangnya pengumuman kebijakan KTR melalui poster, tanda larangan merokok, mading, surat edaran, dan pengeras suara, terpasangnya tanda KTR di tempat proses belajar mengajar, serta terlaksananya penyuluhan KTR dan bahaya merokok dan etika
10 19 merokok. Indikator output yaitu lingkungan tempat proses belajar mengajar tanpa asap rokok, siswa yang tidak merokok menegur siswa yang merokok di lingkungan KTR, perokok merokok diluar KTR, dan adanya sanksi bagi yang melanggar KTR (Kemenkes RI, 2011b). Selain itu ada salah satu lagi indikator keberhasilan dalam penerapan KTR yaitu meningkatnya perilaku kepatuhan terhadap KTR di berbagai tatanan (Kemenkes RI, 2012b). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Widya, dkk (2015), ada hubungan yang bermakna antara perilaku merokok dengan kepatuhan terhadap penerapan kebijakan KTR. Dimana hasil penelitian menunjukkan perokok berat cenderung lebih patuh dibandingkan dengan perokok ringan. Begitu juga dengan penelitian yang dilakukan oleh Puswitasari (2012), didapatkan hasil bahwa adanya hubungan yang bermakna antara perilaku merokok yang dipengaruhi oleh lingkungan dan pengetahuan peraturan KTR terhadap kepatuhan terhadap penerapan kebijakan KTR. Perilaku merokok yang dipengaruhi oleh lingkungan memberikan resiko 1,6 kali lipat terhadap tingkat kepatuhan dan tidak mengetahui peraturan KTR memberikan resiko 1,5 kali lipat terhadap tingkat kepatuhan. Dalam pelaksanaan kawasan tanpa rokok ini, setiap pengelola, pimpinan dan/atau penanggung jawab tempat proses belajar mengajar berkewajiban untuk melakukan pengawasan internal, melarang semua orang untuk tidak merokok, menyingkirkan asbak atau sejenisnya, memasang tanda-tanda dan pengumuman dilarang merokok sesuai persyaratan di semua pintu masuk dan ditempat-tempat yang dipandang perlu dan mudah terbaca dan/atau didengar baik pada tempat dan/atau lokasi yang menjadi tanggung jawabnya. Selain itu masyarakat juga dapat ikut serta berperan dalam mewujudkan kawasan tanpa rokok ini. Peran serta
11 20 masyarakat tersebut dapat dilakukan dengan cara memberikan sumbangan pemikiran dan pertimbangan berkenaan dengan penentuan kebijakan yang terkait dengan KTR, melakukan pengadaan dan pemberian bantuan sarana dan prasarana yang diperlukan untuk mewujudkan KTR, ikut serta dalam memberikan bimbingan dan penyuluhan serta penyebarluasan informasi kepada masyarakat, mengingatkan setiap orang yang melanggar, dan melaporkan setiap orang yang terbukti melanggar kepada pimpinan/penanggung jawab KTR (Pemprov Bali, 2011). Selain itu, pihak pengelola, pimpinan dan/atau penanggung jawab tempat proses belajar mengajar juga dapat melakukan pemantauan dan evaluasi keberhasilan penerapan KTR yang menjadi tanggung jawabnya. Evaluasi tersebut dapat dilakukan dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Evaluasi jangka pendek (4-6 bulan), yaitu adanya tanda KTR yang dipasang dan adanya media promosi KTR. Sedangkan evaluasi jangka panjang (1-3 tahun) yaitu kebijakan KTR diterima dan dilaksanakan oleh pimpinan dan karyawan/guru/dosen/siswa, dipatuhi dan dimanfaatkannya fasilitas yang mendukung KTR, tidak ada penjual rokok disekitar tempat proses belajar mengajar, Karyawan/guru/dosen/siswa yang tidak merokok bertambah banyak, dan semua karyawan/guru/dosen/siswa tidak merokok di KTR (Kemenkes RI, 2011b) Peluang dan hambatan penerapan KTR Kebijakan terkait rokok yang ada saat ini lebih mementingkan aspek ekonomi dibandingkan dengan aspek kesehatan. Cara pandang kebijakan ini tidak memandang jauh kedepan dampak dari kebijakan yang ada saat ini. Pada jangka pendek, penerimaan dari cukai rokok merupakan sumber devisa negara, namun untuk jangka
12 21 panjang, konsumsi rokok akan berdampak pada timbulnya berbagai penyakit dan akan menjadi beban bagi negara untuk pembiayaan pengobatan. Perilaku merokok sudah menjadi hal yang biasa dan sulit dipisahkan dalam sendi kehidupan masyarakat, hal ini terutama karena selama ini tidak adanya pengaturan tentang merokok, sehingga penerapan KTR akan mendapat penolakan bagi para perokok (Juanita, 2012). Masih lemahnya aturan pengendalian rokok pada tingkat nasional hendaknya dapat direspon oleh pemerintah daerah (kabupaten/kota) untuk memberlakukan peraturan pada tingkat lokal karena penerapan peraturan yang berasal dari tingkat lokal lebih mudah dan dapat diterima masyarakat dibanding dengan tingkat nasional. Larangan merokok diruang publik pada tingkat lokal dapat mempengaruhi persepsi penduduk terhadap norma merokok di masyarakat (Juanita, 2012). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Nasyuruddin (2013), yang menjadi hambatan dalam proses implementasi kawasan tanpa rokok di sekolah yaitu, pengetahuan yang kurang terkait KTR, sumber daya yang kurang mendukung seperti tidak adanya satgas anti rokok, pendanaan dan sarana prasarana yang kurang, proses sosialisasi yang tidak optimal, belum ada SOP implementasi KTR, komitmen sekolah yang kurang dan tidak adanya bimbingan dan pengawasan yang menyebabkan implementasi kawasan tanpa rokok menjadi tidak berjalan efektif. Namun adanya dukungan yang sangat kuat dari sasaran kebijakan dapat menjadi peluang yang bagus terhadap implementasi KTR. Selain itu, dalam penelitian yang dilakukan oleh Efraldo (2014), beberapa hal yang juga menghambat implementasi KTR, yaitu pimpinan (dekan) belum mengetahui mengenai kewajiban yang harus dilakukan olehnya terkait KTR, belum
13 22 ada tanda larangan merokok, kurangnya peran aktif dari masyarakat yang ada di kampus untuk menegur atau mengingatkan orang yang merokok di dalam lingkungan kampus, masih ada dosen dan mahasiswa yang kurang mendukung penerapan kawasan tanpa rokok, serta kantin di lingkungan kampus yang masih menjual rokok Efektivitas penerapan KTR Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Azkha (2013), kebijakan KTR dalam pelaksanaannya masih kurang dalam waktu dua sampai tiga tahun, sehingga efektivitas KTR dalam menurunkan angka perokok aktif di tiga kota di Sumatera Barat belum menunjukkan angka yang signifikan, jumlah perokok juga masih lebih dari separuh yaitu sebesar 59%, masyarakat yang mendukung penerapan KTR sebesar 40%, namun masyarakat yang menyadari KTR ini cukup efektif dalam menurunkan perokok yaitu sebesar 51%. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Prabandari, dkk (2009) di FK UGM yang sudah menerapkan KTR sejak tahun 2004, efektivitas penerapan KTR di kampus dapat dilihat dari penurunan jumlah perokok mahasiswa pada tahun 2003 yaitu sebesar 10,9% menjadi 8,5% di tahun 2007, dan jumlah perokok eksperimen (tidak selalu merokok setiap hari) turun dari 36% pada tahun 2003 menjadi 21% di tahun Sedangkan jumlah mahasiswi yang merokok juga turun dari 0,7% pada tahun 2003 menjadi 0,4% di tahun 2007 dan jumlah mahasiswi perokok eksperimen turun dari 9,2% menjadi 7,3% di tahun Hasil penelitian ini menunjukkan penerapan KTR di kampus dapat memberikan dampak yang positif, dimana hal ini juga didukung dengan pemberlakuan kebijakan pelarangan merokok bagi mahasiswa yang dikeluarkan oleh internal kampus.
14 Perilaku Merokok Perilaku adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang dapat diamati secara langsung maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar. Masalah kesehatan masyarakat, ditentukan oleh dua faktor salah satunya adalah faktor perilaku. Faktor penentu atau determinan perilaku manusia sulit untuk dibatasi karena perilaku merupakan resultan dari berbagai faktor, baik faktor internal maupun faktor eksternal (lingkungan) (Notoadmodjo, 2010). Menurut Lawrence Green, perilaku ditentukan oleh tiga faktor utama yaitu faktor predisposisi (predisposing factors), faktor pemungkin (enabling factors), dan faktor penguat (reinforcing factors). Faktor predisposisi (predisposing factors) adalah faktor yang mempermudah terjadinya perilaku pada diri seseorang atau masyarakat, yaitu pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, tradisi, sistem nilai di masyarakat, tingkat pendidikan, dan tingkat sosial ekonomi. Faktor pemungkin (enabling factors) adalah faktor yang mendukung dan memungkinkan terwujudnya perilaku kesehatan masyarakat yang dikaitkan dengan lingkungan fisik, seperti tersedian atau tidaknya fasilitas, sarana dan prasarana. Faktor penguat (reinforcing factors) adalah faktor yang meliputi sikap dan perilaku tokoh masyarakat dan tenaga kesehatan yang dapat dijadikan acuan oleh masyarakat untuk berperilaku sehat. Disini termasuk juga peraturan, undang-undang, surat-surat keputusan dari para pejabat pemerintah pusat atau daerah yang berguna untuk memperkuat perilaku masyarakat (Notoadmodjo, 2010). Adapun karakteristik perilaku merokok setiap hari di Provinsi Bali terbanyak dilakukan oleh laki-laki sebesar 35,2% dengan usia mulai merokok terbanyak berada pada kelompok umur tahun sebesar 48,9% dan terbanyak kedua pada
15 24 kelompok umur tahun sebesar 29,8%, sedangkan perilaku merokok pada wanita sebesar 0,6% terbanyak berada pada kelompok umur tahun sebesar 39,6% dan terbanyak kedua pada kelompok umur tahun sebesar 28,5%. Jika dilihat dari pekerjaan, pegawai menempati urutan kedua memiliki perilaku merokok yaitu sebesar 25,8%. Sebagian besar penduduk yang merokok tersebut mempunyai kebiasaan merokok dalam gedung atau ruangan sebesar 60,6% dan sebesar 94,3% penduduk setuju mengenai penerapan kebijakan KTR (Kemenkes RI, 2013b). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Salawati dan Amalia (2010) dalam penelitiannya tentang perilaku merokok mahasiswa, dijelaskan beberapa faktor yang mempengaruhi perilaku merokok tersebut. Faktor yang mempengaruhi pertama adalah pengetahuan yang meliputi pengetahuan tentang bahaya merokok, bahan kimia yang terkandung dalam rokok, dan pengaruh rokok terhadap kesehatan, dimana sebagian besar mahasiswa yang merokok memiliki pengetahuan yang baik terkait hal tersebut. Selanjutnya keyakinan terhadap kenikmatan dan manfaat rokok, sebagian besar mahasiswa yang merokok yakin merokok memberikan kenikmatan tersendiri dan memiliki manfaat sebagai hiburan, pereda stress dan membantu berkonsentrasi. Bahkan mahasiswa yang merokok tersebut memiliki keyakinan tentang bahaya merokok terhadap dirinya dan orang lain, namun tetap akan merokok. Sebagian besar mahasiswa termotivasi untuk merokok karena pengaruh pergaulan dan lingkungan sekitar. Mahasiswa juga mendukung bila ada smoking area yang penting ia tetap bisa merokok dan bersikap tidak setuju bila ada petugas kesehatan yang merokok karena dianggap harus memberi teladan. Sebagian besar mahasiswa yang merokok tersebut juga tidak berusaha untuk mencari informasi tentang rokok. Semua mahasiswa
16 25 tersebut memiliki niat untuk berhenti merokok tetapi merasa hal tersebut sebagai sesuatu yang sulit dilakukan karena sudah ketergantungan terhadap rokok (Salawati dan Amalia, 2010). Ada banyak faktor yang mempengaruhi orang untuk merokok. Pertama faktor pengaruh orang tua, hal ini biasanya terjadi dalam rumah tangga yang tidak bahagia, orang tua yang tidak memperhatikan anaknya, suka memberi hukuman fisik, dan remaja yang melihat orang tua merokok sebagai pelampiasan kekesalan. Faktor kepribadian juga mempengaruhi dimana kondisi mental seseorang yang sedang drop/stres ternyata sangat berpengaruh untuk melarikan diri menuju merokok. Faktor lingkungan juga dapat mempengaruhi orang untuk merokok jika bergaul dengan orang disekitarnya yang banyak merokok maka lama kelamaan dimulai dari pemberian gratis lama-lama akan membeli sendiri karena zat adiktif didalamnya. Selain itu faktor ekonomi dan sosial juga berpengaruh, disamping harganya yang murah rokok juga dengan mudah didapat yang menjadi daya tarik tersendiri bagi pemula. Remaja yang merokok akan merasa lebih percaya diri agar orang disekitarnya menganggap bahwa dia sudah dewasa dan gagah. Faktor terakhir yang berpengaruh yaitu iklan dan ini merupakan faktor yang memberi pengaruh besar karena melalui segala bentuk promosi iklan, produsen rokok dengan mudah dapat mempengaruhi orang untuk merokok (Santosa, 2013).
17 Keaslian Penelitian Tabel 2.1 Keaslian Penelitian Indikator Penelitian Efraldo, J.Z Nasyuruddin, M.F Penelitian ini Judul penelitian Tujuan Implementasi Peraturan Daerah Kota Pontianak No. 10 tahun 2010 tentang Kawasan Tanpa Rokok di Kecamatan Pontianak Tenggara Mengetahui permasalahan dalam implementasi perda kawasan Tanpa Rokok di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Implementasi Kawasan Tanpa Rokok (KTR) di Sekolah (Studi kualitatif pada SMP Negeri 21 Semarang) Mengetahui gambaran implementasi kawasan tanpa rokok di SMP Negeri 21 Semarang Implementasi peraturan tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR) di Universitas Udayana Mengetahui implementasi Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 10 tahun 2011 tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR) di Universitas Udayana Desain Deskriptif dengan pendekatan kualitatif Deskriptif dengan pendekatan kualitatif Deskriptif dengan pendekatan campuran Unit analisis Kebijakan yang diidealkan, kelompok sasaran, organisasi pelaksana, dan faktor lingkungan Pengetahuan terkait KTR, sikap terhadap KTR, sumber daya pendukung KTR, proses sosialisasi KTR, SOP implementasi KTR, komitmen sekolah, bimbingan dan motivasi. Gambaran pengetahuan kelompok sasaran terkait KTR, kepatuhan dalam implementasi kebijakan KTR, dukungan kelompok sasaran dalam implementasi kebijakan KTR, hambatan dalam implementasi kebijakan KTR
18 27 Lanjutan Tabel 2.1 Keaslian Penelitian Indikator Penelitian Efraldo, J.Z Nasyuruddin, M.F Penelitian ini Subyek penelitian Pengumpulan data Dekan, mahasiswa, dosen, pegawai, kepala seksi pencegahan PTM, pegawai puskesmas, satpol PP, kondisi budaya, sosial, dan ekonomi. Kepala TU, Urs. Kesiswaan, Kepala sekolah, Urs. Sarana prasarana, wakil kepala sekolah, Urs. Humas, Urs. Kurikulum Dosen, karyawan administrasi, pedagang di kantin/koperasi, satpam, cleaning service, dan mahasiswa. Wawancara, observasi, dan dokumentasi Wawancara mendalam dan observasi Wawancara mendalam dan observasi Analisis data Content analysis Transkrip, reduksi data, penyajian data, Hasil Dekan belum mengetahui kewajibannya dalam KTR, belum ada tanda larangan sehingga sasaran belum mengetahui kampus ditetapkan sebagai KTR, belum pernah dilakukan monitoring dan survey kepatuhan, kurangnya peran aktif untuk menegur, kantin yang masih menjual rokok. dan verifikasi Pengetahuan kurang, sumber daya kurang mendukung, sosialisasi tidak optimal, belum ada SOP, komitmen sekolah kurang, tidak ada bimbingan dan pengawasan menyebabkan implementasi KTR tidak berjalan efektif Analisis data kuantitatif menggunakan analisis univariat, kualitatif dengan data reduction, data display, dan conclusing drawing/verification
BAB I PENDAHULUAN. kecenderungan yang semakin meningkat dari waktu ke waktu (Kemenkes RI,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia dalam beberapa dasawarsa terakhir menghadapi masalah triple burden diseases. Di satu sisi, penyakit menular masih menjadi masalah ditandai dengan masih sering
Lebih terperinciWALIKOTA TASIKMALAYA
WALIKOTA TASIKMALAYA PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TASIKMALAYA, Menimbang : a. bahwa rokok merupakan produk yang
Lebih terperinci- 1 - WALIKOTA MADIUN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 21 TAHUN 2011 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK DAN KAWASAN TERBATAS MEROKOK
- 1 - WALIKOTA MADIUN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 21 TAHUN 2011 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK DAN KAWASAN TERBATAS MEROKOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MADIUN, Menimbang : a. bahwa rokok
Lebih terperinciBUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG,
1 BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG, Menimbang : a. bahwa rokok merupakan hasil olahan tembakau
Lebih terperinciPEMERINTAH KOTA PADANG PANJANG
PEMERINTAH KOTA PADANG PANJANG PERATURAN DAERAH KOTA PADANG PANJANG NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PADANG PANJANG, Menimbang : a. bahwa untuk
Lebih terperinciWALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK
WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KOTA YOGYAKARTA, Menimbang : a. bahwa
Lebih terperinciPERATURAN BERSAMA MENTERI KESEHATAN DAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 188/MENKES/PB/I/2011 NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG
SALINAN PERATURAN BERSAMA MENTERI KESEHATAN DAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 188/MENKES/PB/I/2011 NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN KAWASAN TANPA ROKOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI
Lebih terperinciWALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 22 TAHUN 2017 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK DENGAN RAHMAT
Lebih terperinciBUPATI SEMARANG PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK
BUPATI SEMARANG PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SEMARANG, Menimbang : a. bahwa untuk meningkatkan
Lebih terperinciBUPATI PAKPAK BHARAT PROVINSI SUMATERA UTARA
BUPATI PAKPAK BHARAT PROVINSI SUMATERA UTARA PERATURAN BUPATI PAKPAK BHARAT NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PAKPAK BHARAT, Menimbang : a. bahwa rokok
Lebih terperinciPERATURAN REKTOR UNIVERSITAS GADJAH MADA NOMOR 29/P/SK/HT/2008 TENTANG KAWASAN BEBAS ROKOK REKTOR UNIVERSITAS GADJAH MADA,
PERATURAN REKTOR UNIVERSITAS GADJAH MADA NOMOR 29/P/SK/HT/2008 TENTANG KAWASAN BEBAS ROKOK REKTOR UNIVERSITAS GADJAH MADA, Menimbang : a. bahwa rokok merupakan salah satu zat adiktif yang bila digunakan
Lebih terperinci- 1 - BUPATI BADUNG PROVINSI BALI PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 71 TAHUN 2014 TENTANG PELAKSANAAN KAWASAN TANPA ROKOK
- 1 - BUPATI BADUNG PROVINSI BALI PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 71 TAHUN 2014 TENTANG PELAKSANAAN KAWASAN TANPA ROKOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG, Menimbang bahwa untuk melaksanakan
Lebih terperinci- 1 - BUPATI BERAU PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BERAU NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK
- 1 - SALINAN SALINAN BUPATI BERAU PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BERAU NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BERAU, Menimbang Mengingat
Lebih terperinciGUBERNUR KALIMANTAN TIMUR
GUBERNUR KALIMANTAN TIMUR RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR NOMOR TAHUN 2017 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN TIMUR, Menimbang : a. bahwa
Lebih terperinciMengingat : 1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
WALIKOTA BENGKULU PROVINSI BENGKULU PERATURAN DAERAH KOTA BENGKULU NOMOR 03 TAHUN 2015 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BENGKULU, Menimbang : a. bahwa hak untuk hidup
Lebih terperinciBUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 94 TAHUN 2012 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG,
BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 94 TAHUN 2012 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG, Menimbang : a. bahwa rokok merupakan hasil olahan tembakau dan sintetis
Lebih terperinciPEMERINTAH PROVINSI/KABUPATEN/KOTA PERATURAN DAERAH PROVINSI/KABUPATEN/KOTA NOMOR : TAHUN... TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK
PEMERINTAH PROVINSI/KABUPATEN/KOTA PERATURAN DAERAH PROVINSI/KABUPATEN/KOTA NOMOR : TAHUN... TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR/BUPATI/WALIKOTA... Menimbang: a. bahwa
Lebih terperinciPERATURAN DIREKTUR POLITEKNIK MANUFAKTUR NEGERI BANGKA BELITUNG NOMOR 1 TAHUN 2018 TENTANG
SALINAN PERATURAN DIREKTUR POLITEKNIK MANUFAKTUR NEGERI BANGKA BELITUNG NOMOR 1 TAHUN 2018 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK (KTR) DI LINGKUNGAN POLITEKNIK MANUFAKTUR NEGERI BANGKA BELITUNG DIREKTUR POLITEKNIK
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. cerutu atau bentuk lainnya yang dihasilkan dari tanaman tembakau (nicotiana
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Rokok 2.1.1 Pengertian Rokok Rokok adalah salah satu produk tembakau yang dimaksudkan untuk dibakar dan dihisap dan/atau dihirup asapnya, termasuk rokok kretek, rokok putih,
Lebih terperinciPERATURAN BUPATI BELITUNG TIMUR NOMOR 27 TAHUN 2013 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BELITUNG TIMUR,
SALINAN PERATURAN BUPATI BELITUNG TIMUR NOMOR 27 TAHUN 2013 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BELITUNG TIMUR, Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal
Lebih terperinciPETUNJUK TEKNIS PELAKSANAAN KEPUTUSAN REKTOR UNIVERSITAS INDONESIA NOMOR 1805/SK/R/UI/2011 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK UNIVERSITAS INDONESIA (KTR UI)
PETUNJUK TEKNIS PELAKSANAAN KEPUTUSAN REKTOR UNIVERSITAS INDONESIA NOMOR 1805/SK/R/UI/2011 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK UNIVERSITAS INDONESIA (KTR UI) UNIVERSITAS INDONESIA 2013 BAGIAN I PENDAHULUAN A.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kesehatan. Kandungan rokok adalah zat-zat kimiawi beracun seperti mikrobiologikal
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rokok merupakan benda yang terbuat dari tembakau yang berbahaya untuk kesehatan. Kandungan rokok adalah zat-zat kimiawi beracun seperti mikrobiologikal (bakteri
Lebih terperinciWALIKOTA PARIAMAN PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN WALIKOTA PARIAMAN NOMOR 34 TAHUN 2016 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK
WALIKOTA PARIAMAN PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN WALIKOTA PARIAMAN NOMOR 34 TAHUN 2016 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PARIAMAN, Menimbang : a. bahwa asap rokok
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Health Organization (WHO) pada tahun 2011 jumlah perokok laki-laki di
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Jumlah angka perokok di dunia terbilang sangat besar. Menurut World Health Organization (WHO) pada tahun 2011 jumlah perokok laki-laki di dunia hampir 1 miliar
Lebih terperinciBAB I BAB 1 : PENDAHULUAN PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun Oleh karena itu,
BAB I BAB 1 : PENDAHULUAN PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan merupakan salah satu unsure kesejahteraan yang harus diwujudkan bagi segenap bangsa Indonesia sesuai dengan
Lebih terperinciBAB 1 : PENDAHULUAN. tidak menular salah satunya adalah kebiasaan mengkonsumsi tembakau yaitu. dan adanya kecenderungan meningkat penggunaanya.
BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit menular dan penyakit tidak menular masih memiliki angka prevalensi yang harus diperhitungkan. Beban ganda kesehatan menjadi permasalahan kesehatan bagi seluruh
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Merokok merupakan sebuah fenomena biasa yang terjadi dalam masyarakat Indonesia. Keyakinan akan mitos menyesatkan bagi masyarakat Indonesia, seperti merokok bisa memecahkan
Lebih terperinciBERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 70 Tahun : 2015
BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 70 Tahun : 2015 PERATURAN BUPATI GUNUNGKIDUL NOMOR 69 TAHUN 2015 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH
Lebih terperinciBAB 1: PENDAHULUAN. ketergantungan) dan tar yang bersifat karsinogenik. (1)
BAB 1: PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rokok merupakan salah satu zat adiktif yang bila digunakan dapat mengakibatkan bahaya bagi kesehatan individu dan masyarakat. Lebih dari 70.000 artikel ilmiah telah
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KOTA PALEMBANG
PERATURAN DAERAH KOTA PALEMBANG 1 NOMOR 07 TAHUN 2009 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PALEMBANG, Menimbang: a. bahwa dalam upaya preventif guna memberikan perlindungan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Merokok merupakan sebuah kebiasaan yang dapat merugikan. kesehatan baik si perokok itu sendiri maupun orang lain di sekelilingnya.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Merokok merupakan sebuah kebiasaan yang dapat merugikan kesehatan baik si perokok itu sendiri maupun orang lain di sekelilingnya. Merokok itu sendiri adalah
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN SERDANG BEDAGAI NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SERDANG BEDAGAI,
PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERDANG BEDAGAI NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SERDANG BEDAGAI, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan Pasal 52 Peraturan
Lebih terperincidalam terbitan Kementerian Kesehatan RI 2010).
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Epidemi rokok merupakan salah satu epidemi terbesar dari berbagai masalah kesehatan masyarakat di dunia yang pernah dihadapi, membunuh sekitar 6 juta orang setiap tahunnya.
Lebih terperinciGUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG PELAKSANAAN KAWASAN TANPA ROKOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI,
GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG PELAKSANAAN KAWASAN TANPA ROKOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, Menimbang : bahwa sebagai pelaksanaan lebih lanjut ketentuan
Lebih terperinciBUPATI JEMBRANA PERATURAN BUPATI JEMBRANA NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
1 Menimbang : a. BUPATI JEMBRANA PERATURAN BUPATI JEMBRANA NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEMBRANA, bahwa rokok merupakan hasil olahan tembakau
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dihirup asapnya yang dihasilkan dari tanaman Nicotiana tabacum, Nicotiana rustica
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rokok merupakan salah satu zat adiktif yang bila digunakan dapat mengakibatkan bahaya bagi kesehatan individu dan masyarakat. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor
Lebih terperinci[PP NO.19/2003 (PENGAMANAN ROKOK BAGI KESEHATAN)] December 22, 2013
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2003 TENTANG PENGAMANAN ROKOK BAGI KESEHATAN Pertimbangan disusunnya PP No.19 tahun 2003 : a. Rokok merupakan salah satu zat adiktif yang bila digunakan
Lebih terperinciBUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH BUMBU NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK
BUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH BUMBU NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MASA ESA BUPATI TANAH BUMBU, Menimbang : a.
Lebih terperinciPEMERINTAH KOTA SURABAYA
8 PEMERINTAH KOTA SURABAYA RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR TAHUN TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA, Menimbang : a. bahwa guna meningkatkan kesehatan
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN,
PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 018 TAHUN 2014 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK DI LINGKUNGAN PERKANTORAN PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk
1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pendidikan mempunyai peranan besar dalam memberikan kontribusi terhadap pembangunan dan kemajuan bangsa. Pendidikan merupakan kunci utama sebagai fondasi untuk meningkatkan
Lebih terperinciBUPATI KOTAWARINGIN BARAT PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK
BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KOTAWARINGIN BARAT,
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN MERANGIN
PEMERINTAH KABUPATEN MERANGIN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MERANGIN NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MERANGIN, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan
Lebih terperinciBERITA DAERAH KOTA PADANG PANJANG Tahun
BERITA DAERAH KOTA PADANG PANJANG Tahun 2009 Nomor 10 Seri E.8 PERATURAN WALIKOTA PADANG PANJANG NOMOR 10 TAHUN 2009 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH KOTA PADANG PANJANG NOMOR 8 TAHUN 2009
Lebih terperinciPERATURAN WALIKOTA SEMARANG NOMOR 12 TAHUN 2009 TENTANG
PERATURAN WALIKOTA SEMARANG NOMOR 12 TAHUN 2009 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK (KTR) DAN KAWASAN TERBATAS MEROKOK (KTM) KOTA SEMARANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SEMARANG, Menimbang : a. b.
Lebih terperinci: PERATURAN WALIKOTA BENGKULU TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH KOTA BENGKULU NOMOR 03 TAHUN 2015 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK.
WALIKOTA BENGKULU PROVINSI BENGKULU PERATURAN WALIKOTA BENGKULU NOMOR 11 TAHUN 2017 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH KOTA BENGKULU NOMOR 03 TAHUN 2015 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK Menimbang
Lebih terperinciWALIKOTA TIDORE KEPULAUAN
WALIKOTA TIDORE KEPULAUAN PROVINSI MALUKU UTARA PERATURAN DAERAH KOTA TIDORE KEPULAUAN NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TIDORE KEPULAUAN, Menimbang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Merokok sampai saat ini masih menjadi masalah nasional yang perlu diupayakan penanggulangannya, karena menyangkut berbagai aspek permasalahan dalam kehidupan, yaitu
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KOTA PAYAKUMBUH NOMOR : 15 TAHUN 2011 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PAYAKUMBUH,
PERATURAN DAERAH KOTA PAYAKUMBUH NOMOR : 15 TAHUN 2011 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PAYAKUMBUH, Menimbang : a. bahwa rokok mengandung zat adiktif yang berbahaya
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Pembangunan
Lebih terperinciBUPATI ACEH BARAT DAYA PROVINSI ACEH PERATURAN BUPATI ACEH BARAT DAYA NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK DI KABUPATEN ACEH BARAT DAYA
BUPATI ACEH BARAT DAYA PROVINSI ACEH PERATURAN BUPATI ACEH BARAT DAYA NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK DI KABUPATEN ACEH BARAT DAYA DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA BUPATI ACEH BARAT DAYA,
Lebih terperinciBUPATI BULUNGAN PERATURAN BUPATI BULUNGAN NOMOR 25 TAHUN 2009 TENTANG KAWASAN DILARANG MEROKOK
BUPATI BULUNGAN PERATURAN BUPATI BULUNGAN NOMOR 25 TAHUN 2009 TENTANG KAWASAN DILARANG MEROKOK Menimbang : DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BULUNGAN, a. bahwa rokok merupakan salah satu zat aditif
Lebih terperinciBUPATI BANGKA SELATAN PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA SELATAN NOMOR 9 TAHUN 2015 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK
BUPATI BANGKA SELATAN PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA SELATAN NOMOR 9 TAHUN 2015 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA SELATAN,
Lebih terperinciKAWASAN TANPA ROKOK (KTR) UNIVERSITAS UDAYANA DIPATUHI ATAU DIABAIKAN?
KAWASAN TANPA ROKOK (KTR) UNIVERSITAS UDAYANA DIPATUHI ATAU DIABAIKAN? Dewasa ini rokok telah menjadi barang yang familiar di kalangan masyarakat, baik tua, muda, dan anak-anak mengetahui apa yang namanya
Lebih terperinciBUPATI MALINAU PROVINSI KALIMANTAN UTARA
BUPATI MALINAU PROVINSI KALIMANTAN UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN MALINAU NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG KAWASAN DILARANG MEROKOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MALINAU, Menimbang: a. bahwa rokok
Lebih terperinciBUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG KAWASAN TANPA ASAP ROKOK
BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG KAWASAN TANPA ASAP ROKOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TRENGGALEK, Menimbang
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK BARAT Nomor 4 Tahun 2013 Seri E Nomor 4 Tahun 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK BARAT NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA
Lebih terperinciPRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PENGAMANAN ROKOK BAGI KESEHATAN ( Peraturan Pemerintah R.I. Nomor 81 Tahun 1999 tanggal 5 Oktober 1999 ) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa rokok merupakan salah satu zat adiktif yang bila
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rokok merupakan salah satu zat adiktif yang bila digunakan mengakibatkan bahaya bagi kesehatan individu dan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rokok merupakan salah satu zat adiktif yang bila digunakan mengakibatkan bahaya bagi kesehatan individu dan masyarakat. Oleh karena itu, perlu dilakukan berbagai upaya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dan politik (Depkes, 2006). Rokok merupakan salah satu zat adiktif yang bila
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan rokok di Indonesia sampai saat ini masih menjadi masalah nasional yang perlu diupayakan penanggulangannya, karena menyangkut berbagai aspek permasalahan
Lebih terperinciBAB 6 : KESIMPULAN. implementasi Perda KTR di Kota Padang. Tenaga pelaksana kebijakan KTR di
BAB 6 : KESIMPULAN 6.1 Kesimpulan 6.1.1 Komponen Input 1. Kota Padang memiliki kebijakan KTR yang tertuang dalam Perda Kota Padang Nomor 24 tahun 2012 tentang kawasan tanpa rokok. Namun, sebagian besar
Lebih terperinciMengingat : 1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1959 tentang Penetapan Unda
WALIKOTA PANGKALPINANG PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH KOTA PANGKALPINANG NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PANGKALPINANG, Menimbang
Lebih terperinciBAB II PENGATURAN MENGENAI KAWASAN TANPA ROKOK
BAB II PENGATURAN MENGENAI KAWASAN TANPA ROKOK D. Pengertian Kawasan Tanpa Rokok Kawasan Tanpa Rokok adalah ruangan atau area yang dinyatakan dilarang untuk melakukan kegiatan produksi, penjualan, iklan,
Lebih terperinciMenimbang : a. bahwa rokok mengandung zat psikoaktif membahayakan yang dapat menimbulkan adiksi serta menurunkan derajat kesehatan manusia;
BUPATI TANGGAMUS PERATURAN BUPATI KABUPATEN TANGGAMUS NOMOR : 22 TAHUN 2014 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANGGAMUS, Menimbang : a. bahwa rokok mengandung zat psikoaktif
Lebih terperinciPROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG TIMUR NOMOR 16 TAHUN 2016 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK
SALINAN PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG TIMUR NOMOR 16 TAHUN 2016 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BELITUNG TIMUR, Menimbang Mengingat
Lebih terperinciNizwardi Azkha, SKM,MPPM,MPd,MSi
Nizwardi Azkha, SKM,MPPM,MPd,MSi Kebijakan pengendalian tembakau di Indonesia menimbulkan perdebatan yang panjang Tahun 2001, Penyakit berkaitan merokok di Indonesia 22,6% atau 427,948 kematian Peningkatan
Lebih terperinciBAB 1 : PENDAHULUAN. Penyakit Tidak Menular (PTM) merupakan silent disease yang menjadi
BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Tidak Menular (PTM) merupakan silent disease yang menjadi penyebab kematian terbanyak diseluruh dunia. Penyakit Tidak Menular (PTM) umumnya dikenal sebagai
Lebih terperinciPEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO
PEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA PROBOLINGGO NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK DAN TERBATAS MEROKOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PROBOLINGGO, Menimbang
Lebih terperinciKAWASAN TANPA ASAP ROKOK DAN TERBATAS MEROKOK
PEMERINTAH KABUPATEN TULUNGAGUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR 9 TAHUN 2010 TENTANG KAWASAN TANPA ASAP ROKOK DAN TERBATAS MEROKOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TULUNGAGUNG, Menimbang
Lebih terperinciIlmu Kesehatan Masyarakat 2. Quit Tobacco Indonesia (QTI), CBMH Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada
FORUM NASIONAL II : Jaringan Kebijakan Kesehatan Indonesia Retna Siwi Padmawati, 1,2 Yayi Suryo Prabandari, 1,2 Didik Joko Nugroho, 2 dan Endang Pujiastuti, 2 Tutik Itiyani, 2 Jarir Attobari 2 1 Ilmu Kesehatan
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KOTA TANGERANG
LEMBARAN DAERAH KOTA TANGERANG Nomor 5 Tahun 2010 PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TANGERANG, Menimbang : a. bahwa
Lebih terperinciSmart, Innovative, Professional
email : politeknik@polije.ac.id Smart, Innovative, Professional 8 >> 0 >> 1 >> 2 >> 3 >> 4 >> 7 >> 0 >> 1 >> 2 >> 3 >> 4 >> 6 >> 0 >> 1 >> 2 >> 3 >> 4 >> 5 >> 0 >> 1 >> 2 >> 3 >> 4 >> 4 >> 0 >> 1 >> 2
Lebih terperinciWALIKOTA PEKALONGAN PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
WALIKOTA PEKALONGAN PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PEKALONGAN, Menimbang : a. bahwa untuk meningkatkan derajat
Lebih terperinciGUBERNUR GORONTALO PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK
GUBERNUR GORONTALO PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR GORONTALO, Menimbang : a. bahwa guna meningkatkan derajat
Lebih terperinciBUPATI BARITO KUALA PROVINSI KALIMANTAN SELATAN
BUPATI BARITO KUALA PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO KUALA NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BARITO KUALA, Menimbang :
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KOTA PADANG PANJANG Tahun
LEMBARAN DAERAH KOTA PADANG PANJANG Tahun 2009 Nomor 8 Seri E.4 PERATURAN DAERAH KOTA PADANG PANJANG NOMOR 8 TAHUN 2009 TENTANG KAWASAN TANPA ASAP ROKOK DAN KAWASAN TERTIB ROKOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG
Lebih terperinciSALINAN TENTANG. Nomor. Nomor. Provinsi
BUPATI BANGKA TENGAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKAA TENGAH NOMOR 16 TAHUN 2014 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK DENGANN RAHMAT TUHAN YANG MAHAA ESA BUPATI BANGKA
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. dikeluarkan oleh asap rokok orang lain (Harbi, 2013). Gerakan anti rokok
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Merokok merupakan sebuah perilaku yang tidak sehat, selain berbahaya bagi diri sendiri terlebih lagi pada orang lain yang memiliki hak untuk menghirup udara yang bersih
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Rokok merupakan benda kecil yang paling banyak digemari dan tingkat
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Rokok merupakan benda kecil yang paling banyak digemari dan tingkat konsumsi yang relatif tinggi di masyarakat. Masalah rokok juga masih menjadi masalah nasional yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kesehatan. World Health Organization (WHO) memperkirakan pada tahun 2030
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Merokok kini telah menjadi gaya hidup dalam berbagai kalangan dimasyarakat. Penjualan rokok yang bebas di pasaran memudahkan masyarakat untuk mengkomsumsinya. Saat
Lebih terperinciBUPATI GRESIK PROVINSI JAWA TIMUR
BUPATI GRESIK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK DAN KAWASAN TERBATAS ROKOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GRESIK, Menimbang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menganggap gagasan mereka mutlak benar atau sudah self evident.
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kampanye adalah serangkaian tindakan komunikasi yang terencana dengan tujuan menciptakan efek tertentu pada sejumlah besar khalayak yang dilakukan secara
Lebih terperinciSTUDI KEBIJAKAN PERATURAN DAERAH NOMOR 8 TAHUN 2009 TENTANG KAWASAN TANPA ASAP ROKOK DAN KAWASAN TERTIB ROKOK DI KOTA PADANG PANJANG
STUDI KEBIJAKAN PERATURAN DAERAH NOMOR 8 TAHUN 2009 TENTANG KAWASAN TANPA ASAP ROKOK DAN KAWASAN TERTIB ROKOK DI KOTA PADANG PANJANG Nilna Rahmi Isna, SKM 1, Denas Symond 2, Helmiza dipresentasikan pada
Lebih terperinciBUPATI POLEWALI MANDAR PROVINSI SULAWESI BARAT
Menimbang : BUPATI POLEWALI MANDAR PROVINSI SULAWESI BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN POLEWALI MANDAR NOMOR 4TAHUN 2015 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI POLEWALI MANDAR,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ada sekitar 1,26 miliar perokok di seluruh dunia pada saat ini, dan 800 juta orang perokok tersebut tinggal di negara berkembang. Apabila tidak ada penanganan yang
Lebih terperinciPERATURAN BUPATI REJANG LEBONG NOMOR 20 TAHUN 2007 TENTANG KAWASAN DILARANG MEROKOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI REJANG LEBONG
PERATURAN BUPATI REJANG LEBONG NOMOR 20 TAHUN 2007 TENTANG KAWASAN DILARANG MEROKOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI REJANG LEBONG Menimbang : 1. bahwa rokok merupakan salah satu zat adiktif yang
Lebih terperinciPRAKTIK CERDAS PEMANFAATAN PAJAK ROKOK DIPROVINSI KALIMANTAN SELATAN
PRAKTIK CERDAS PEMANFAATAN PAJAK ROKOK DIPROVINSI KALIMANTAN SELATAN Disampaikan dalam rangka menjadi pembicara pada Diskusi Panel kenaikan cukai dan harga rokok sebagai Instumen pengendalian tembakau
Lebih terperinciWALIKOTA BANDA ACEH PROVINSI ACEH QANUN KOTA BANDA ACEH NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM
SALINAN WALIKOTA BANDA ACEH PROVINSI ACEH QANUN KOTA BANDA ACEH NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM ATAS RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA WALIKOTA BANDA ACEH, Menimbang
Lebih terperinciBUPATI DHARMASRAYA PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN DHARMASRAYA NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK
SALINAN + BUPATI DHARMASRAYA PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN DHARMASRAYA NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang BUPATI DHARMASRAYA,
Lebih terperinciPendidikan Magister Menuju Doktor untuk Sarjana Unggul
Pendidikan Magister Menuju Doktor untuk Sarjana Unggul Panduan Penulisan Rencana Implementasi Daftar Isi Daftar Isi Pendahuluan 1 Latar Belakang 1 Tujuan Error! Bookmark not defined. Kebutuhan dan Penyediaan
Lebih terperinciPEMERINTAH KOTA SURABAYA
8 PEMERINTAH KOTA SURABAYA SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 5 TAHUN 2008 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK DAN KAWASAN TERBATAS MEROKOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA, Menimbang
Lebih terperinciPEMERINTAH KOTA SURABAYA
PEMERINTAH KOTA SURABAYA SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 5 TAHUN 2008 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK DAN KAWASAN TERBATAS MEROKOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA, Menimbang
Lebih terperinciBERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL (Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul) Nomor : 11 Tahun : 2009 Seri : E
BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL (Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul) Nomor : 11 Tahun : 2009 Seri : E PERATURAN BUPATI GUNUNGKIDUL NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG KAWASAN DILARANG MEROKOK DENGAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. degeneratif seperti kanker, memperlambat pertumbuhan anak, kanker rahim dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rokok menimbulkan masalah kesehatan meliputi penyakit kronis dan degeneratif seperti kanker, memperlambat pertumbuhan anak, kanker rahim dan keguguran, mengancam kehamilan
Lebih terperinciBUPATI LUMAJANG PROVINSI JAWA TIMUR
SALINAN BUPATI LUMAJANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI LUMAJANG NOMOR 93 TAHUN 2016 T E N T A N G KAWASAN TANPA ROKOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LUMAJANG, Menimbang : a. bahwa asap
Lebih terperinciGUBERNUR BALI PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI,
GUBERNUR BALI PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, Menimbang : a. bahwa rokok merupakan hasil olahan tembakau
Lebih terperinciBUPATI BANDUNG BARAT PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK
BUPATI BANDUNG BARAT PROVINSI JAWA BARAT Menimbang : a. Mengingat : 1. PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN BUNGO
PEMERINTAH KABUPATEN BUNGO PERATURAN DAERAH KABUPATEN BUNGO NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BUNGO, Menimbang : a. bahwa rokok merupakan salah satu
Lebih terperinciPROVINSI SULAWESI SELATAN
WALIKOTA PAREPARE PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KOTA PAREPARE NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PAREPARE, Menimbang : a. bahwa merokok
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Paparan Asap Rokok Asap rokok mengandung sekitar 4.000 zat kimia seperti karbon monoksida (CO), nitrogen oksida (NO), asam sianida (HCN), amonia (NH4OH), acrolein, acetilen,
Lebih terperinci