KETERLIBATAN NEGARA MENGAWAL HAK KEBEBASAN BERAGAMA DAN BERIBADAH DITENGAH PLURALISME MASYARAKAT INDONESIA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KETERLIBATAN NEGARA MENGAWAL HAK KEBEBASAN BERAGAMA DAN BERIBADAH DITENGAH PLURALISME MASYARAKAT INDONESIA"

Transkripsi

1 100 KETERLIBATAN NEGARA MENGAWAL HAK KEBEBASAN BERAGAMA DAN BERIBADAH DITENGAH PLURALISME MASYARAKAT INDONESIA Oleh : Heru Drajat Sulistyo Fakultas Hukum Universitas Soerjo Ngawi A. ABSTRACT The first principleof Pancasila, the Almighty GodimpliesanyIndonesianmanshallrespectall religions and beliefsof others, because itis the right ofeverypersontochoose, embraceandpracticetheir religionfreely without interferencefromother parties. Freedom of religionandworshipin Indonesia isguaranteedinlegislation, althoughin reality there areconflicts betweenandinter-religious. This type of researchis anormativejuridicalempirically.the purposeof thisstudywastodetermine the relationshipbetweenthe stateandreligioninindonesia, andtoknowthe freedom of religionandworshipinindonesia. The relationship betweenthe StateandReligioninIndonesia isable tointerferein thereligioustangin the form oflegislation.therejuaminaninvitationinthe form ofregulationsto implementthe freedom of religionandworship B. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Kebebasan beragama dan beribadah di Indonesia masih menjadi barang mahal, hal ini terbukti masih ada kekerasan, konflik dan radikalisme di kalangan umat beragama, juga terjadi adanya aturan hukum yang dinilai oleh sebagian penduduk beragama belum menjamin hak beragama dan beribadahnya. Kebebasan beragama dan beribadah di Indonesia telah dijamin dalam peraturan perundangundangan, walaupun dalam kenyataannya konflik berlatar belakang atau mengatas namakan agama masih sering terjadi dalam masyarakat. Kebebasan beragama dan beribadah disatu sisi dan larangan penodaan agama disisi yang satunya, merupakan dua hal yang saling bersinggungan. Adanya judicial Review ke Mahkamah Konstitusi (MK) atas UU No.1/PNPS/Thn.1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama dapat dilihat dari sisi Pemohon maupun Pendukung UU ini.dari sisi pemohon, UU ini telah merampas kebebasan beragama dan beribadah.alasannya, selama ini telah banyak terjadi justifikasi penyesatan terhadap kelompok

2 minoritas penganut agama.mereka yang memiliki penafsiran lain terhadap ajaran agama dianggap sesat dan menyesatkan dan secara hukum di tuduh telah melakukan penistaan, penodaan, pelecehan terhadap agama, pada hal mereka melakukan itu atas dasar keyakinan mereka sendiri. Disisi Pendukung UU ini, larangan penodaan agama merupakan alat untuk menjaga kebebasan beragama dan beribadah, karena menjalankan kebebasan beragama dan beribadah harus ada kontrolnya.alat kontrolnya adalah dalam menjalankan kebebasan beragama dan beribadah harus ada syarat-syaratnya. Adanya persyaratan ini, seseorang tidak boleh menjalankan kebebasan beragama dan beribadah dengan menodai ajaran agama lain. 2. Perumusan Masalah a. Bagaimanakah hubungan antara negara dengan agama di Indonesia? b. Bagaimanakah jaminan terhadap hak atas kebebabasan beragama dan beribadah di Indonesia? 3. Tujuan Penelitian a. Untuk mengetahui hubungan antara negara dengan agama di Indonesia. b. Untuk mengetahui adanya jaminan terhadap hak atas kebebabasan beragama dan beribadah di Indonesia. C. TINJAUAN PUSTAKA 1. Hak Konstitusional Masyarakat 101 Menurut Sri Soemantri, mengutip Mr.J.G. Steenbeek (Sri Soemantri Sri Soemantri 2006:59), menyatakan secara umum konstitusi memuat tiga hal pokok, yaitu adanya jaminan terhadap hak-hak asasi manusia dan warga Negara, ditetapkannya susunan ketatanegaraan suatu Negara yang bersifat fundamental, dan adanya pembagian dan pembatasan tugas ketatanegaraan suatu Negara yang bersifat fundamental. Selanjutnya menurut Dahlan Thaib dkk (Dahlan Thaib 2008:1) Dengan adanya paham mengenai pembagian kekuasaan dan perlindungan hak asasi manusia maka bisa disebut bahwa suatu konstitusi yang berpemua tindakan atau paham konstitusionalisme. Dengan kata lain, semua tindakan atau perilaku seorang atau penguasa berupa kebijakan yang tidak berdasarkan atau menyimpangi konstitusi berarti tindakan tersebut tidak konstitusional. Jadi penguasa dalam mengeluarkan kebijakan harus mendahulukan hak-hak konstitusional masyarakat agar kebijakan tersebut mempunyai sifat melindungi masyarakat. 2. Adanya Dinamika Kekerasan Agama dan Pluralisme Telah ada peraturan perundangan yang mengatur kebebasan beragama dan beribadah, namun kenyataannya kekerasan atas nama agama tetap saja terjadi dalam masyarakat. Mohammad Ridwan (Mohammad Ridwan 2007:45) saat Situbondo Jawa Timur, yang dihuni

3 masyarakat berkarakter keras, diguncang oleh kekerasan dan penghancuran sejumlah gereja, asumsi yang langsung mengedepan adalah Situbondo dilanda konflik antar pemeluk agama atau Situbondo dilanda konflik antar pemeluk agama, atau Situbondo terjangkit ketidakharmonisan antar pemeluk agama atau pluraslisme agama telah menjadi akar penyebab terjadinya dan maraknya kekerasan. Masyarakat Indonesia dibenturkan dengan menempatkan pluralisme agama sebagai salah satu sumber konflik sosial.pada hal adanya pluralisme sebagai suatu kenyataan, pluralisme sebagai modal untuk membangun kerukunan dan mewujudkan masyarakat beradap. Menurut Alwi Shihab (Alwi Shihab 1997:40) ada tiga tesis pluralisme, pertama, pengertian pluralisme agama adalah tiap pemeluk agama dituntut bukan saja mengakui keberadaan dan hak agama lain, tetapi terlibat aktif dalam usaha memahami perbedaan dan persamaan guna tercapainya kerukunan dan kebhinenekaan. Kedua, pluralisme harus dibedakan dengan kosmopolitanisme.kosmopolitanisme menunjuk pada suatu realisme dimana aneka ragam agama, ras dan bangsa hidup berdampingan di suatu lokasi.namun interaksi antar penduduk amat minim.ketiga, seorang pemeluk agama yang hidup dalam realitas pluralismetidak boleh menganalinasikan diri dan menempuh jalan uzlah (mengasingkan diri) yang mengakibatkan komunikasi dengan 102 sesama atau lintas pemeluk agama menjadi rusak.manusia harus merealisasikan diri secara sosiologis untuk menjadi pilar dan arsitek moral teologis yang mampu menghadirkan nuansa keharmonisan dan kebahagiaan sesamanya. Tanpa humanitas ini, manusia tidak akan memperolehkebermaknaan keberagamannya. Menurut Mohammad Mahfud (Mohammad Mahfud 2009:22) Tidak disebut beriman diantara kalian, sehingga mencintai sesamanya sebagaimana mencintai dirinya sendiri, demikian sabda Nabi Muhammad SAW. Sabda itu mengajarkan manusia untuk membangun relasi social universal, yang masing-masing diri berkewajiban berlomba saling mencintai, tidak saling menempatkan diri sebagai sosok yang paling superior, predator, ningrat dan menentukan nasib sesamanya. Meski ada sesama yang berbeda agama, tidak lantas dialinasikan dan dibenci, tetapi sebaiknya dicintai dan disayangi. 3. Kebebasan Beragama dan Beribadah dalam Perspektif Islam Kebebasan beragama dan beribadah, dapat dirujuk dalam Surat Al-Baqarah (2):256, yaitu: tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam).Sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang salah. Menurut Quraish Shihab (Quraish Shihab 2007:255), yang dimaksud dengan tidak ada paksaan dalam menganut agama

4 adalah menganut aqidahnya. Ini berarti jika seseorang telah memilih suatu aqidahnya, maka ia terikat dengan tuntunan-tuntunannya, di berkewajiban melaksanakan perintah-perintahnya. tidak ada paksaan dalam menganut keyakinan agama berarti Allah menghendaki agar setiap orang merasakan kedamaian. Kedamaian tidak dapat diraih kalau jiwa tidak damai.paksaan menyebabkan jiwa tidak damai, karena itu tidak ada paksaan dalam menganut keyakinan. 4. Adanya Klaim Kebenaran Untuk Melakukan Kekerasan Menurut Mohammad Mahfud(Mohammad Mahfud 2009:23), masih ada komunitas beragama yang terseret pada sikap eksklusif, mengutamakan klaim kebenara (truth claims), arogansi etnis dan utamanya keserakahan kekuasaan, dendam dan fraksifraksi politik yang dibenarkan melalui pola manipulative dokrin agama. Selanjutnya Alwi Shihab (Alwi Shihab 1997:40), di Bosnia misalnya, umat-umat ortodok, Katolik dan Islam saling membunuh. Di Irlandia Utara umat Katolik dan Protestan saling bermusuhan. Di Timur Tengah, Ketiga cucu Nabi Ibrahim AS, umat Yahudi, Kristen dan Islam salng menggunakan bahasa kekerasan. Di Sudan, senjata dijadikan alat komunikasi antara umat Islam dan Kristen. Di Kasmir, umat Hindu dan Islam saling berlomba untuk berkuasa secara deskrutif. Yang menyayat hati, ketegangan antar pemeluk agama ini telah 103 menjadikan agama sebagai elemen utama dalam mesin penghancur manusia, suatu kenyataan yang sangat bertentangan dengan ajaran semua agama diatas permukaan bumi. Doktrin agama tidak pernah mengajarkan untuk melakukan tindakan kekerasan terhadap pemeluk agama lain, sebaliknya doktrin agama selalu mengajarkan agar umatnya saling menyayangi, melindungi, tolong menolong dan seterusnya. Menurut Pendeta A.H.L. Lowing dikutip Sidik Maulana (Sidik Maulana 2009:4), pada umumnya massa yang menjadi sasaran tersebut masuk pada kategori rentan, gampang dipengaruhi dan tanpa pikir panjang. Sebab tidak mampu lagi mengendalikan emosi diri dan mudah melakukan berbagai perbuatan kejahatan seperti perusakan dan pembakaran rumahrumah ibadah dan berbagai fasilitas umum lainnya. D. METODE PENELITIAN Menurut Setiono (2005:3) metode adalah alat untuk mencari jawab. Jadi menggunakan suatu metode (alat) harus mengetahui dulu apa yang dicari. Selanjutnya Abdul Kadir Muhammad(Abdul Kadir Muhammad 2004:7) penelitian adalah terjemahan dari istilah bahasa Inggris research, yang terdiri dari re dan search artinya mencari.jadi research atau penelitia adalah kegiatan mencari ulang, mengungkapkan kembali gejala

5 atau kenyataan yang sudah ada untuk direkontruksi dan diberi arti guna memperoleh kebenaran yang dipermasalahkan.metode penelitian digunakan untuk mengumpulkan data guna mendapat jawaban atas pokok permasalahan, sehingga data yang diperoleh dari penelitian dapat dipertanggungjawabkan dan tidak menyimpang dari pokok permasalahan. 1. Tipe Penelitian Penelitian ini menggunakan data sekunder (bahan pustaka), maka tipe penelitian ini adalah penelitian hukum normatif. Menurut Soerjono Soekamto dan Sri Mamudji (2004:13) penelitian hukum normatif adalah penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder belaka. 2. Pendekatan Masalah Pendekatan masalah yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif.soerjono Soekamto dan Sri Mamudji (2004:7) pendekatan yuridis normatif yaitu pendekatan yang bertitik tolak dari ketentuan peraturan perundang-undangan dan diteliti dilapangan untuk memperoleh faktor pendukung dan hambatan-hambatannya. 3. Metode Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah melalui studi pustaka, dokumen dan arsip 4. Sumber Data Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah 104 sumber data sekunder, yang terdiri : a. Bahan hukum primer, berupa peraturan perundang-undangan yang ada hubungannya dengan hak kebebasan beragama dan beribadah. b. Bahan hukum sekunder, seperti buku-buku, jurnal. 5. Analisa Data Menurut Lexy J. leong (1990:3) analisis data adalah proses mengatur urutann data mengorganisasikannya ke dalam suatu pola, kategori dan satuan uraian dasar. Model analisis data yang digunakan adalah deskriptif kualitatif, yaitu data yang terkumpulkan kemudian dikelompokan selanjutnya dihubungkan satu sama lainnya sehingga menjadi satu kesatuan yang utuh dan bermakna serta dilakukan penilaian-penilaian kualitatif (non statistik). E. PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN 1. Hubungan Antara Negara Dengan Agama di Indonesia Pancasila sebagai dasar Negara, yang rumusan autentiknya terdapat dalam Pembukaan Alinea keempat UUD 1945.Sila Pertama Pancasila yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa, sebagai dasar rohani dan dasar moral kehidupan bangsa, juga mengandung ajaran toleransi beragama. Adanya Sila Pertama Pancasila, berarti setiap manusia di Indonesia

6 berkewajiban untuk menghormati agama dan kepercayaan orang lain. Juga dapat diartikan menjadi hak setiap orang untuk memilih, memeluk dan menjalankan ajaranajaran agamanya tanpa gangguan dan mengganggu pihak lain.dengan adanya Sila Pertama Pancasila maka paham atheisme dilarang di Indonesia, juga larangan melakukan penodaan agama. Negara memberikan kebebasan beragama dan beribadah sebagaimana diatur Pasal 28E ayat (1), dan Pasal 29 UUD Pasal 28E ayat (1), sebagai berikut : (1) Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak kembali. Pasal 29 UUD 1945, sebagai berikut : (1) Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa (2) Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaan itu. Menurut Yusril Ihza Mahendra (Yusril Ihza Mahendra 1996:105), Pasal 29 UUD 1945 dilihat dari sudut teologi keagamaan, yaitu kebebasan untuk memeluk agama itu bersifat transenden (bersumber dari Tuhan) yang memberikan kebebasan pada manusia untuk 105 memeluk agama-agama secara bebas tanpa paksaan dari siapapun, selain itu Pasal 29 mengatur dengan tegas kebebasan memeluk agama bukan kebebasan untuk tidak menganut agama. Selanjutnya menurut Ismail Sunny (Ismail Sunny 1982:87), hubungan antara 2 (dua) ayat dalam dalam Pasal 29 yaitu bahwa.agama dan kepercayaan yang boleh diberi hak di Negara Repulik Indonesia adalah agama dan kepercayaan yang tidak bertentangan atau membahayakan dasar negara Ketuhanan Yang Maha Esa. Sedangkan paham atheisme secara tegas membahayakan terhadap sila Ketuhanan Yang Maha Esa, karena paham tidak bertuhan itu bertujuan menghapuskan kepercayaan terhadap Tuhan. Hubungan antara Sila Pertama Pancasila dengan Pasal 28E ayat (1), dan Pasal 29 UUD 1945 dalam hal kebebasan beragama dan beribadah di Indonesia, yaitu kebebasan beragama dan beribadah didasarkan pada Sila Pertama Pancasila Ketuhanan Yang Maha Esa yang kemudian menjiwai Pasal 28E ayat (1), dan Pasal 29 UUD Indonesia adalah Negara Hukum, sebagaimana pendapat Azhary yang menyatakan unsurunsur Negara Hukum Indonesia (Azhary 1995:143) sebagai berikut: a. Hukumnya bersumber pada Pancasila; b. Berkedaulatan rakyat; c. Pemerintah berdasar atas sistem konstitusi;

7 d. Persamaan dalam hukum dan pemerintahan; e. Kekuasaan Kehakiman yang bebas dari pengaruh kekuasaan lainnya; f. Pembentukan undang-undang oleh Presiden bersama-sama dengan DPR; g. Dianutnya sistem DPR. Oemar Seno Adji (Oemar Seno Adji 1985:38) menyampaikan salah satu ciri Negara Hukum Indonesia adalah tidak adanya pemisahan yang rigid dan mutlak antara agama dan negara, karena agama dan negara berada dalam hubungan yang harmonis. Menurut Muhammad Tahir (Muhammad Tahir Azhari 1992:69), satu ciri Negara Hukum Indonesia adalah adanya hubungan yang erat antara agama dengan negara yang bertumpu pada Ketuhanan Yang Maha Esa, selanjutnya Muhammad Tahir (Muhammad Tahir 1992:74) menyampaikan Negara Hukum Pancasila tidak boleh terjadi pemisahan antara agama dan Negara baik secara mutlak maupun secara nisbi karena hal itu akan bertentangan dengan Pancasila dan UUD Jadi hubungan antara Negara dengan agama di Indonesia sebagai berikut : Indonesia adalah Negara Hukum yang dalam penyelengaraan negara dijiwai oleh Pancasila, tetapi Indonesia bukan negara agama, juga bukan negara sekuler dan terjadi hubungan yang erat antara negara dan agama, sehingga negara dapat mengatur agama dalam hal ajaran agama memerlukan campur tangan 106 negara, pengaturan tersebut berbentuk peraturan perundangundangan. 2. Jaminan Terhadap Hak Atas Kebebasan Beragama dan Beribadah Di Indonesia. Kebebasan beragama dan beribadah atau kebebasan beragama (freedom of religion) adalah salah satu hak asasi manusia yang paling mendasar (basic).hak atas kebebasan beragama telah diakui oleh masyarakat dunia sebagai hak individu yang melekat secara langsung pada setiap manusia, yang wajib dilindungi, diakui, dihormati, oleh pemerintah, negara, dan setiap manusia demi kehormatan dan melindungi harkat dan martabat manusia. Jaminan kebebasan beragama dan beribadah atau kebebasan beragama (freedom of religion) tidak bersifat absolut atau mutlak, melainkan kebebasan yang terbatas atau terikat oleh batasan-batasan hak-hak beragama pihak lain. Pembatasan atas kebebasan beragama dan beribadah melalui atauran yang dibuat negara (regulasi) harus menjamin rasa keadilan, kedamaian, kesamaan derajat (egalitarian) antar pemeluk agama. Di Indonesia ada jaminan konstitusional untuk melaksanakan kebebasan beragama dan beribadahantara lain : a. Pasal 28E ayat (1) UUD 1945, menyatakan, Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran,

8 memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal diwilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak kembali. b. Pasal28I ayat (1) UUD 1945, menyatakan, Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas hukum yang berlaku surut, adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun. c. Pasal 29 ayat (2) UUD 1945, menyatakan, Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu. d. Pasal 22 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM (Hak Asasi Manusia), yang mengatur kebebasan beragama dan beribadah, yaitu : (1) Setiap orang bebas memeluk agamanya masing-masing dan beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu. (2) Negara menjamin kemerdekaan setiap orang memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu. e. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005 tentang Ratifikasi Konvenan Internasional (ICCPR yaitu International Convenant on Civil and Political Right), juga 107 memuat kebebasan beragama dalam Article 18 ICCPR.) f. Undang-undang Nomor 1 / PNPS/1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama yang sudah diundangkan dengan dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1969 tentang Pernyataan Berbagai Penetapan Presiden dan Peraturan Presiden sebagai Undang- Undang. g. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1945 Tentang Kitab Undang- Undang Hukum Pidana (KUHP), pada pasal 156a menyatakan, Dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya lima tahun barang siapa dengan sengaja dimuka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia. Undang-undang Nomor 1 /PNPS/1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama yang sudah diundangkan dengan dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1969 tentang Pernyataan Berbagai Penetapan Presiden dan Peraturan Presiden sebagai Undang-Undang telah diajukan permohonan pengujian (judicial review) ke Mahkamah Konstitusi (Putusan Mahkamah Kontitusi No. 140/PPU-VII/2009 : 3) oleh Inisiatif Masyarakat Partisipatif untuk Masyarakat Berkeadilan (Imparsial), Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM), Perkumpulan

9 Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia (PBHI), Perkumpulan Pusat Studi HAM dan Demokrasi (Demos), Perkumpulan Masyarakat Setara, Yayasan Desantara, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, Abdurrahman Wahid, Musdah Mulia, Dawam Rahardjo, KH. Maman Imanul Haq.Selanjutnya dalam amar putusannya Mahkamah Konstitusi menolak permohonan Para Pemohon untuk seluruhnya (Putusan Mahkamah Kontitusi No. 140/PPU-VII/2009:506). Mahkamah Konstitusi menyatakan (Putusan Mahkamah Konstitusi No. 140/PPU-VII/2009:300), bahwa dalam bentuk apapun, baik dilakukan perorangan maupun kelompok. Penodaan dan penyalahgunaan agama adalah tindakan yang tidak bias dibenarkan dalam pandangan hukum. Jadi tidak dibenarkan melakukan melakukan penistaan agama. Menurut Ismail Sunny (Ismail Sunny 1982:87), Undangundang No. 1/PNPS/1965 yang sudah diundangkan dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1969, merupakan langkah awal untuk menyelamatkan dan mengamankan Sila ke-tuhanan Yang Maha Esa, bahkan pengaturan ini harus dilanjutkan dengan membentuk UU lainnya yang mengatur lebih lanjut tentang jaminan hak atas kebebasan beragama dan beribadah yang dijiwai pembukaan dan UUD Pasal 1 Undang-undang Nomor 1/PNPS/1965menyatakan, Setiap orang dilarang dengan sengaja 108 dimuka umum menceriterakan, menganjurkan atau mengusahakan dukungan umum, untuk melakukan tentang sesuatu agama yang dianut di Indonesia atau melakukan kegiatan-kegiatan keagamaan yang menyerupaikegiatan-kegiatan agama itu, penafsiran dan kegiatan mana menyimpang dari pokokpokok ajaran agama itu. Hal yang diatur dalam Pasal 1 Undang-undang Nomor 1/PNPS/1965 tersebut sudah sesuai dengan Sila Pertama yaitu Ketuhanan Yang maha Esa, dan Pasal 29 UUD 1945 yang melarang melakukan penistaan, penodaan, penyalahgunaan agama di Indonesia, juga telah sesuai dengan Pasal 28E dan Pasal 28I UUD 1945 yang mengatur bahwa kebebasan beragama dan beribadah merupakan hak asasi setiap orang, sehingga dalam Undang-undang Nomor 1 / PNPS/1965 yang dilarang adalah melakukan kegiatan yang menodai, menista, atau menjalankan agama yang menyimpang dari pokokpokok ajaran agama tersebut. Dalam hubungannya dengan jaminan kebebasan beragama dan beribadah, maka pemerintah harus lebih bersungguh-sungguh, tidak hanya sekedar perkataan, akan tetapi yang lebih penting adalah perbaikan pengaturan yang terkait dengan kebebasan beragama dan beribadah agar tidak terjadi lagi kekerasan yang mengakibatkan korban jiwa. F. PENUTUP 1. Kesimpulan

10 a. Hubungan antara Negara dengan agama di Indonesia, yaitu Indonesia adalah Negara Hukum yang dalam penyelengaraan negara dijiwai oleh Pancasila, tetapi Indonesia bukan negara agama, juga bukan negara sekuler dan terjadi hubungan yang erat antara negara dan agama, sehingga negara dapat mengatur agama dalam hal ajaran agama memerlukan campur tangan negara, pengaturan tersebut berbentuk peraturan perundang-undangan. b. Di Negara Indonesia ada jaminan konstitusional untuk melaksanakan kebebasan beragama dan beribadah. 2. Saran-saran a. Hendaknya pemerintah menata hubungan yang baik antar dan inter pemeluk agama dengan membuat suatu regulasi (aturan) yang dapat mengakomodir semua pemeluk agama b. Kepada pemeluk agama hendaknya dalam menjalankan agama dan beribadah tetap ada batasan kebebasan yaitu seseorang tidak boleh menjalankan kebebasan beragama dan beribadah dengan menodai ajaran agama lain. c. Berhubung dalam masyarakat banyak timbul konflik inter agama Islam, maka wewenang melakukan penafsiran atas ajaran agama Islam hendaknya diserahkan 109 kepada Majelis Ulama Indonesia (MUI), selanjutnya Pemerintah (Negara) yang melaksanakan penafsiran tersebut. Buku-buku DAFTAR PUSTKA Abdul Kadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum,Citra Aditya Bakti, Bandung, Alwi Shihab, Islam Insklusif, Menuju Sikap Terbuka dalam Beragama,Mizan,Bandung, Azhari, Negara Hukum Indonesia:Analisis Yuridis Normatif tentang Unsurunsurnya, UI-Press, Jakarta, 1995 Dahlan Thaib, dkk.,teori dan Hukum Konstitus, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, Ismail Suny, Mencari Keadilan, Ghalia Indonesia, Jakarta, Mohammad Mahfud, Islam Tanpa Darah, Islam membuka Jalan Rahma, Permata Hati, Malang,2009. Mohammad Ridwan, Agenda Kekerasan Agama (Model- Model Pelanggaran Hak beragama dibalik Jubah Agama, Titian Kalam, Suarabaya, Muhammad Tahir Azhari, Negara Hukum:Suatu Studi tentang Prinsip-Prinsipnya Dilihat dari Segi Hukum Islam,

11 Implementasinya, pada Periode Negara Madinah dan Masa kini, Bulan Bintang, Jakarta, Oemar Seno Adji, Peradilan Bebas Negara Hukum, Erlangga, Jakarta, Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah; Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Quran,Volume 1, Lentera Hati Tangerang,2007. Setiono, Pemahaman Terhadap Metodologi Penelitian Hukum, UNS, Surakarta, Sidik Maulana, Beragama dengan Cerdas,LP-Progresif, Jakarta,2009. Soejono Soekamto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Grafindo Persada, Jakarta, Sri Soemantri Sri Soemantri, Prosedur dan Sistem Perubahan Konstitus,PT Alumni, Bandung, Yusril Ihza Mhendra, Dinamika Tata Negara Indonesia:Kompilasi Aktual Masalah Konstitusi Dewan Perwakilan Rakyat dan Sistem Kepartaia, Gema Insani Press, Jakarta, Undang-undang Nomor 1 / PNPS/1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama yang sudah diundangkan dengan dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1969 tentang Pernyataan Berbagai Penetapan Presiden dan Peraturan Presiden. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM (Hak Asasi Manusia). Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005 tentang Ratifikasi Konvenan Internasional Putusan Pengadilan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 140/PUU-VII/2009 Perihal Pengujian Undangundang Nomor 1 / PNPS/1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama terhadap UUD Peraturan perundang undangan Undang-undang Dasar 1945 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)

12 111

Ringkasan Putusan.

Ringkasan Putusan. Ringkasan Putusan Sehubungan dengan sidang pembacaan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 140/PUU-VII/2009 tanggal 19 April 2010 atas Undang- Undang Nomor 1/PNPS/Tahun 1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan

Lebih terperinci

d. bahwa dalam usaha mengatasi kerawanan sosial serta mewujudkan, memelihara dan mengembangkan kehidupan masyarakat yang

d. bahwa dalam usaha mengatasi kerawanan sosial serta mewujudkan, memelihara dan mengembangkan kehidupan masyarakat yang RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO.: Ä Ä Ä TAHUN 2003 TENTANG KERUKUNAN UMAT BERAGAMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa Negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

Memutus Rantai Pelanggaran Kebebasan Beragama Oleh Zainal Abidin

Memutus Rantai Pelanggaran Kebebasan Beragama Oleh Zainal Abidin Memutus Rantai Pelanggaran Kebebasan Beragama Oleh Zainal Abidin Saat ini, jaminan hak asasi manusia di Indonesia dalam tataran normatif pada satu sisi semakin maju yang ditandai dengan semakin lengkapnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Lahirnya buku Dei delitti e delle pene/on crimes and Punishment (Pidana

BAB I PENDAHULUAN. Lahirnya buku Dei delitti e delle pene/on crimes and Punishment (Pidana A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Lahirnya buku Dei delitti e delle pene/on crimes and Punishment (Pidana dan pemidanaan) karya Cesare Beccaria pada tahun 1764 yang menjadi argumen moderen pertama dalam

Lebih terperinci

Hak Beribadah di Indonesia Oleh: Yeni Handayani * Naskah diterima: 4 Agustus 2015; disetujui: 6 Agustus 2015

Hak Beribadah di Indonesia Oleh: Yeni Handayani * Naskah diterima: 4 Agustus 2015; disetujui: 6 Agustus 2015 Hak Beribadah di Indonesia Oleh: Yeni Handayani * Naskah diterima: 4 Agustus 2015; disetujui: 6 Agustus 2015 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) menyebut istilah basic human rights (hak-hak asasi

Lebih terperinci

KEPUTUSAN BERSAMA MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

KEPUTUSAN BERSAMA MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN BERSAMA MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 93 Tahun 2016 NOMOR : KEP-043/A/JA/02/2016 NOMOR : 223-865 Tahun 2016 TENTANG

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR.. TAHUN. TENTANG PERLINDUNGAN UMAT BERAGAMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR.. TAHUN. TENTANG PERLINDUNGAN UMAT BERAGAMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR.. TAHUN. TENTANG PERLINDUNGAN UMAT BERAGAMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: Mengingat: a. Bahwa setiap manusia,

Lebih terperinci

Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan

Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan Oleh Rumadi Peneliti Senior the WAHID Institute Disampaikan dalam Kursus HAM untuk Pengacara Angkatan XVII, oleh ELSAM ; Kelas Khusus Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan,

Lebih terperinci

PEMIDANAAN TINDAK PIDANA PENODAAN AGAMA (STUDI KASUS DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA)

PEMIDANAAN TINDAK PIDANA PENODAAN AGAMA (STUDI KASUS DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA) PEMIDANAAN TINDAK PIDANA PENODAAN AGAMA (STUDI KASUS DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA) SKRIPSI Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Syarat-syarat Guna Mencapai derajat Sarjana Hukum Dalam

Lebih terperinci

{mosimage}muhammad Rahmat Kurnia Ketua Lajnah Fa'aliyah DPP HTI

{mosimage}muhammad Rahmat Kurnia Ketua Lajnah Fa'aliyah DPP HTI {mosimage}muhammad Rahmat Kurnia Ketua Lajnah Fa'aliyah DPP HTI AKKBB menggugat regulasi yang melarang penistaan agama. Mereka menganggap UU tersebut melanggar HAM karena memicu tindak kekerasan dan terjadinya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Undang Dasar 1945 Pasal 29 Ayat (2) disebutkan, bahwa Negara menjamin

I. PENDAHULUAN. Undang Dasar 1945 Pasal 29 Ayat (2) disebutkan, bahwa Negara menjamin I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Agama berfungsi sangat penting dalam kehidupan manusia, baik manusia pribadi, maupun manusia sebagai penduduk suatu Negara. Secara konstitutif, jaminan kebebasan kehidupan

Lebih terperinci

KESEPAKATAN PEMUKA AGAMA INDONESIA

KESEPAKATAN PEMUKA AGAMA INDONESIA KANTOR UTUSAN KHUSUS PRESIDEN UNTUK DIALOG DAN KERJA SAMA ANTAR AGAMA DAN PERADABAN KESEPAKATAN PEMUKA AGAMA INDONESIA HASIL MUSYAWARAH BESAR PEMUKA AGAMA UNTUK KERUKUNAN BANGSA Jakarta 8-10 Februari 2018

Lebih terperinci

Pentingnya Keterlibatan Komnas Perempuan dalam Judicial Review UU Penodaan Agama

Pentingnya Keterlibatan Komnas Perempuan dalam Judicial Review UU Penodaan Agama Pentingnya Keterlibatan Komnas Perempuan dalam Judicial Review UU Penodaan Agama Oleh Danielle Samsoeri (Koordinator Divisi Reformasi Hukum dan Kabijakan Komnas Perempuan) Pendahuluan Sudah hampir 5 bulan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ketuhanan Yang Maha Esa, yang berarti negara Indonesia adalah negara yang

BAB I PENDAHULUAN. Ketuhanan Yang Maha Esa, yang berarti negara Indonesia adalah negara yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pancasila adalah dasar negara Indonesia. Sila pertama Pancasila adalah Ketuhanan Yang Maha Esa, yang berarti negara Indonesia adalah negara yang menempatkan agama sebagai

Lebih terperinci

PENGATURAN PERKAWINAN SEAGAMA DAN HAK KONSTITUSI WNI Oleh: Nita Ariyulinda Naskah diterima : 19 September 2014; disetujui : 3 Oktober 2014

PENGATURAN PERKAWINAN SEAGAMA DAN HAK KONSTITUSI WNI Oleh: Nita Ariyulinda Naskah diterima : 19 September 2014; disetujui : 3 Oktober 2014 PENGATURAN PERKAWINAN SEAGAMA DAN HAK KONSTITUSI WNI Oleh: Nita Ariyulinda Naskah diterima : 19 September 2014; disetujui : 3 Oktober 2014 Membentuk suatu keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan

Lebih terperinci

Oleh: Abdul Hakim G Nusantara SH, LLM. Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya.

Oleh: Abdul Hakim G Nusantara SH, LLM. Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya. Komentar Atas Putusan Mahkamah Konstitusi No.2-3/PUU-V/2007 Perkara Konstitusi atas nama Edith Yunita Sianturi Cs, Permohonan pengujian pasal pidana mati Uu No.22 Tahun 1997 Tentang Narkotika. Oleh: Abdul

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. merumuskannya dalam UUD 1945 Pasal 29 ayat 2 negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap

BAB V PENUTUP. merumuskannya dalam UUD 1945 Pasal 29 ayat 2 negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap BAB V PENUTUP V.1. Kesimpulan Konteks kemajemukan beragama di Indonesia menjadikan prinsip kebebasan beragama begitu penting. Para pendiri bangsa telah menyadari akan pentingnya hal ini yang kemudian merumuskannya

Lebih terperinci

Ringkasan Putusan.

Ringkasan Putusan. Ringkasan Putusan Sehubungan dengan sidang pembacaan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 10-17-23/PUU-VII/2009 tanggal 25 Maret 2010 atas Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 Tentang Pornografi, dengan hormat

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 19/PUU-VI/2008

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 19/PUU-VI/2008 RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 19/PUU-VI/2008 I. PEMOHON Nama pekerjaan Alamat : Suryani : Buruh sesuai dengan KTP : Serang Propinsi Banten II. KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI : Pemohon dalam

Lebih terperinci

RATIOLEGIS HUKUM RIDDAH

RATIOLEGIS HUKUM RIDDAH BAB IV KOMPARASI KONSEP HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF DI INDONESIA TENTANG KEBEBASAN BERAGAMA DALAM STUDI RATIOLEGIS HUKUM RIDDAH A. Persamaan Konsep Hukum Islam dan Hukum Positif di Indonesia Tentang

Lebih terperinci

NEGARA HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA. Universitas Indo Global Mandiri Palembang

NEGARA HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA. Universitas Indo Global Mandiri Palembang NEGARA HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA Universitas Indo Global Mandiri Palembang NEGARA HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA Pengertian Hukum yaitu : Seperangkat asas dan akidah yang mengatur kehidupan manusia dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia. Hal tersebut dibuktikkan dengan

BAB I PENDAHULUAN. menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia. Hal tersebut dibuktikkan dengan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada dasarnya, Indonesia merupakan salah satu Negara yang menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia. Hal tersebut dibuktikkan dengan adanya pengakuan terhadap hak-hak asasi

Lebih terperinci

11MKCU. PENDIDIKAN PANCASILA Makna dan aktualisasi sila Ketuhanan Yang Maha Esa dalam kehidupan bernegara. .Drs. Sugeng Baskoro, M.M.

11MKCU. PENDIDIKAN PANCASILA Makna dan aktualisasi sila Ketuhanan Yang Maha Esa dalam kehidupan bernegara. .Drs. Sugeng Baskoro, M.M. Modul ke: Fakultas 11MKCU Program Studi Manajemen PENDIDIKAN PANCASILA Makna dan aktualisasi sila Ketuhanan Yang Maha Esa dalam kehidupan bernegara.drs. Sugeng Baskoro, M.M. Pengertian sila Ketuhanan Yang

Lebih terperinci

C. Konsep HAM dalam UU. No. 39 tahun 1999

C. Konsep HAM dalam UU. No. 39 tahun 1999 6. Hak asasi sosial budaya / Social Culture Right Hak menentukan, memilih dan mendapatkan pendidikan Hak mendapatkan pengajaran Hak untuk mengembangkan budaya yang sesuai dengan bakat dan minat C. Konsep

Lebih terperinci

TUGAS AGAMA KLIPING KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA, ANTAR SUKU, RAS DAN BUDAYA

TUGAS AGAMA KLIPING KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA, ANTAR SUKU, RAS DAN BUDAYA TUGAS AGAMA KLIPING KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA, ANTAR SUKU, RAS DAN BUDAYA Nama : M. Akbar Aditya Kelas : X DGB SMK GRAFIKA DESA PUTERA Kerukunan Antar Umat Beragama. Indonesia adalah salah satu negara

Lebih terperinci

No ekonomi. Akhir-akhir ini di Indonesia sering muncul konflik antar ras dan etnis yang diikuti dengan pelecehan, perusakan, pembakaran, perkel

No ekonomi. Akhir-akhir ini di Indonesia sering muncul konflik antar ras dan etnis yang diikuti dengan pelecehan, perusakan, pembakaran, perkel TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No. 4919 DISKRIMINASI.Ras dan Etnis. Penghapusan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 170) PENJELASAN A T A S UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2008 TENTANG PENGHAPUSAN DISKRIMINASI RAS DAN ETNIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2008 TENTANG PENGHAPUSAN DISKRIMINASI RAS DAN ETNIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2008 TENTANG PENGHAPUSAN DISKRIMINASI RAS DAN ETNIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa umat manusia berkedudukan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN BERSAMA MENTERI AGAMA, JAKSA AGUNG, DAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

KEPUTUSAN BERSAMA MENTERI AGAMA, JAKSA AGUNG, DAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN BERSAMA MENTERI AGAMA, JAKSA AGUNG, DAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 3 Tahun 2008 NOMOR : KEP-033/A/JA/6/2008 NOMOR : 199 Tahun 2008 TENTANG PERINGATAN DAN PERINTAH KEPADA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. harmoni kehidupan umat beragama di Indonesia. 1. Syiah di Sampang pada tahun 2012 yang lalu.

BAB I PENDAHULUAN. harmoni kehidupan umat beragama di Indonesia. 1. Syiah di Sampang pada tahun 2012 yang lalu. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada tanggal 30 Mei 2013, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mendapatkan penghargaan World Statesman Award dari Appeal of Conscience Foundation yang berkedudukan di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan

BAB I PENDAHULUAN. Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-nya yang wajib dihormati,

Lebih terperinci

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 15/PUU-X/2012 Tentang Penjatuhan Hukuman Mati

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 15/PUU-X/2012 Tentang Penjatuhan Hukuman Mati RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 15/PUU-X/2012 Tentang Penjatuhan Hukuman Mati I. PEMOHON 1. Raja Syahrial alias Herman alias Wak Ancap.. Pemohon I; 2. Raja Fadli alias Deli...

Lebih terperinci

RINGKASAN PUTUSAN.

RINGKASAN PUTUSAN. RINGKASAN PUTUSAN Sehubungan dengan sidang pembacaan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 40/PUU-VIII/2010 tanggal 19 Juli 2010 atas Undang- Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-

Lebih terperinci

INSTRUMEN NASIONAL HAK ASASI MANUSIA (HAM)

INSTRUMEN NASIONAL HAK ASASI MANUSIA (HAM) Jamuan Ilmiah tentang Hukum Hak Asasi Manusia bagi Tenaga Pendidik Akademi Kepolisian Semarang Jogjakarta Plaza Hotel, 16 18 Mei 2017 MAKALAH INSTRUMEN NASIONAL HAK ASASI MANUSIA (HAM) Oleh: Despan Heryansyah,

Lebih terperinci

HAK ASASI MANUSIA. Pengertian HAM

HAK ASASI MANUSIA. Pengertian HAM HAK ASASI MANUSIA Pengertian HAM HAM adalah hak yang melekat pada diri manusia yang bersifat kodrati yang fundamental sebagai suatu anugerah Allah yang harus dihormati, dijaga, dan dilindungi oleh setiap

Lebih terperinci

KEP- 033/A/JA/6/2008,

KEP- 033/A/JA/6/2008, SKRIPSI Suatu Kajian Tentang Keabsahan Hukum Surat Keputusan Bersama Menteri Agama Nomor 3 Tahun 2008, Jaksa Agung Nomor KEP- 033/A/JA/6/2008, Menteri Dalam Negeri Nomor 199 Tahun 2008 Tentang Peringatan

Lebih terperinci

SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMATIKA DAN KOMPUTER AMIKOM YOGYAKARTA

SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMATIKA DAN KOMPUTER AMIKOM YOGYAKARTA HUBUNGAN ANTAR AGAMA DI INDONESIA Dosen : Mohammad Idris.P, Drs, MM Nama : Dwi yuliani NIM : 11.12.5832 Kelompok : Nusa Jurusan : S1- SI 07 SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMATIKA DAN KOMPUTER AMIKOM YOGYAKARTA

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 56/PUU-XV/2017 Kewenangan Pemerintah dalam Menetapkan Aliran Kepercayaan Terlarang

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 56/PUU-XV/2017 Kewenangan Pemerintah dalam Menetapkan Aliran Kepercayaan Terlarang RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 56/PUU-XV/2017 Kewenangan Pemerintah dalam Menetapkan Aliran Kepercayaan Terlarang I. PEMOHON Anisa Dewi, Ary Wijanarko, Asep Saepudin S.Ag., Dedeh Kurniasih, Dikki Shadiq

Lebih terperinci

ATAU BERKEPERCAYAAN. Nicola Colbran Norwegian Centre for Human Rights. Disampaikan dalam acara Workshop Memperkuat

ATAU BERKEPERCAYAAN. Nicola Colbran Norwegian Centre for Human Rights. Disampaikan dalam acara Workshop Memperkuat HAK KEBEBASAN BERAGAMA ATAU BERKEPERCAYAAN Nicola Colbran Norwegian Centre for Human Rights Disampaikan dalam acara Workshop Memperkuat Justisiabilitas Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya: Prospek dan Tantangan,

Lebih terperinci

PENETAPAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1/PNPS TAHUN 1965 TENTANG PENCEGAHAN PENYALAHGUNAAN DAN/ATAU PENODAAN AGAMA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENETAPAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1/PNPS TAHUN 1965 TENTANG PENCEGAHAN PENYALAHGUNAAN DAN/ATAU PENODAAN AGAMA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PENETAPAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1/PNPS TAHUN 1965 TENTANG PENCEGAHAN PENYALAHGUNAAN DAN/ATAU PENODAAN AGAMA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pengamanan Negara

Lebih terperinci

HAK KEBEBASAN BERAGAMA

HAK KEBEBASAN BERAGAMA HAK KEBEBASAN BERAGAMA Materi Perkuliahan HUKUM & HAM (Tematik ke-4) FH UNSRI JAMINAN HUKUM Peraturan-peraturan yang menjamin hak kebebasan beragama atau berkepercayaan di Indonesia tercantum dalam UUD

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki derajat yang sama dengan yang lain. untuk memperoleh pendidikan dan pengajaran. Dalam Pasal 2 Undang-undang

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki derajat yang sama dengan yang lain. untuk memperoleh pendidikan dan pengajaran. Dalam Pasal 2 Undang-undang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia merupakan makhluk Tuhan yang paling mulia yang mempunyai harkat dan martabat yang melekat didalam diri setiap manusia yang harus dilindungi dan dijunjung tinggi

Lebih terperinci

Catatan Koalisi Perempuan Indonesia terhadap Putusan Mahkamah Konstitusi Perkara Nomor 46/PUU-XIV/2016

Catatan Koalisi Perempuan Indonesia terhadap Putusan Mahkamah Konstitusi Perkara Nomor 46/PUU-XIV/2016 Catatan Koalisi Perempuan Indonesia terhadap Putusan Mahkamah Konstitusi Perkara Nomor 46/PUU-XIV/2016 DPR & PRESIDEN PERLU MEMPERHATIKAN PERTIMBANGAN HUKUM MAHKAMAH KONSTITUSI DALAM MERUMUSKAN PASAL KESUSILAAN

Lebih terperinci

BAB 10 PENGHAPUSAN DISKRIMINASI DALAM BERBAGAI BENTUK

BAB 10 PENGHAPUSAN DISKRIMINASI DALAM BERBAGAI BENTUK BAB 10 PENGHAPUSAN DISKRIMINASI DALAM BERBAGAI BENTUK Di dalam UUD 1945 Bab XA tentang Hak Asasi Manusia, pada dasarnya telah dicantumkan hak-hak yang dimiliki oleh setiap orang atau warga negara. Pada

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 032 TAHUN 2016 TENTANG

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 032 TAHUN 2016 TENTANG PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 032 TAHUN 2016 TENTANG PEMBINAAN KEGIATAN KEAGAMAAN DAN PENGAWASAN ALIRAN SESAT DI PROVINSI KALIMANTAN SELATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGESAHAN ILO CONVENTION NO. 105 CONCERNING THE ABOLITION OF FORCED LABOUR (KONVENSI ILO MENGENAI PENGHAPUSAN KERJA PAKSA) DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

MAKALAH. HAM dan Kebebasan Beragama. Oleh: M. syafi ie, S.H., M.H.

MAKALAH. HAM dan Kebebasan Beragama. Oleh: M. syafi ie, S.H., M.H. TRAINING OF TRAINER (TOT) PENGEMBANGAN PERSPEKTIF HAK ASASI MANUSIA BAGI GADIK SATUAN PENDIDIKAN POLRI Hotel Jogjakarta Plaza, 21 24 Maret 2016 MAKALAH HAM dan Kebebasan Beragama Oleh: M. syafi ie, S.H.,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menganut agama sesuai dengan keinginannya. Berlakunya Undang-Undang

I. PENDAHULUAN. menganut agama sesuai dengan keinginannya. Berlakunya Undang-Undang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Agama adalah penghubung antara manusia dengan Tuhan. Setiap manusia berhak menganut agama sesuai dengan keinginannya. Berlakunya Undang-Undang Nomor 29 Tahun 1945

Lebih terperinci

Oleh: Robi Dharmawan, S. IP. Pusat Studi HAM Surabaya

Oleh: Robi Dharmawan, S. IP. Pusat Studi HAM Surabaya Oleh: Robi Dharmawan, S. IP Pusat Studi HAM Surabaya Disampaikan dalam TRAINING POLMAS DAN HAM BAGI TARUNA AKADEMI KEPOLISIAN DEN 47 TAHUN 2015 oleh PUSHAM UII Yogyakarta bekerjasama dengan AKPOL Semarang,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2008 TENTANG PENGHAPUSAN DISKRIMINASI RAS DAN ETNIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2008 TENTANG PENGHAPUSAN DISKRIMINASI RAS DAN ETNIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2008 TENTANG PENGHAPUSAN DISKRIMINASI RAS DAN ETNIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa umat manusia berkedudukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang bersifat material atau sosiologi, dan/atau juga unsur-unsur yang bersifat. Kristen, Katholik, Hindu, Budha dan Konghuchu.

BAB I PENDAHULUAN. yang bersifat material atau sosiologi, dan/atau juga unsur-unsur yang bersifat. Kristen, Katholik, Hindu, Budha dan Konghuchu. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang terdiri dari beberapa macam suku, adat istiadat, dan juga agama. Kemajemukan bangsa Indonesia ini secara positif dapat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. hidup sebagai makhluk sosial, melakukan relasi dengan manusia lain karena

I. PENDAHULUAN. hidup sebagai makhluk sosial, melakukan relasi dengan manusia lain karena 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya kodrat manusia telah ditetapkan sejak lahir berhak untuk hidup dan diatur dalam hukum sehingga setiap manusia dijamin dalam menjalani hidup sebagai

Lebih terperinci

PENERAPAN SILA PERTAMA DALAM KEHIDUPAN MASYARAKAT

PENERAPAN SILA PERTAMA DALAM KEHIDUPAN MASYARAKAT PENERAPAN SILA PERTAMA DALAM KEHIDUPAN MASYARAKAT Untuk memenuhi salah satu syarat mata kuliah pendidikan pancasila Dosen: Drs. Tahajudin Sudibyo DISUSUN OLEH: Nama : NIKA NUR ANINDA Nim : 11.11.5142 Kelompok

Lebih terperinci

AGAMA DAN NEGARA DALAM PERSPEKTIF PANCASILA

AGAMA DAN NEGARA DALAM PERSPEKTIF PANCASILA AGAMA DAN NEGARA DALAM PERSPEKTIF PANCASILA Sanyata Jaka Santosa, M.Pd Hubungan Negara dan Agama dalam Pancasila dan UUD 1945 Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa [Pasal 29 ayat (1) UUD 1945] serta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. identitas Indonesia adalah pluralitas, kemajemukan yang bersifat

BAB I PENDAHULUAN. identitas Indonesia adalah pluralitas, kemajemukan yang bersifat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Suatu kenyataan yang tidak dapat disangkal jika berbicara tentang identitas Indonesia adalah pluralitas, kemajemukan yang bersifat multidimensional. Kemajemukan

Lebih terperinci

PENETAPAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1965 TENTANG PENCEGAHAN PENYALAHGUNAAN DAN/ATAU PENODAAN AGAMA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENETAPAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1965 TENTANG PENCEGAHAN PENYALAHGUNAAN DAN/ATAU PENODAAN AGAMA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PENETAPAN PRESIDEN NOMOR 1 TAHUN 1965 TENTANG PENCEGAHAN PENYALAHGUNAAN DAN/ATAU PENODAAN AGAMA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pengamanan Negara dan Masyarakat, cita-cita Revolusi Nasional

Lebih terperinci

Bab IV Penutup. A. Kebebasan Berekspresi sebagai Isi Media

Bab IV Penutup. A. Kebebasan Berekspresi sebagai Isi Media Bab IV Penutup A. Kebebasan Berekspresi sebagai Isi Media Keberadaan Pasal 28 dan Pasal 28F UUD 1945 tidak dapat dilepaskan dari peristiwa diratifikasinya Universal Declaration of Human Rights (UDHR) 108

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 55 TAHUN 2012 TENTANG PEMBINAAN KEGIATAN KEAGAMAAN DAN PENGAWASAN ALIRAN SESAT DI JAWA TIMUR

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 55 TAHUN 2012 TENTANG PEMBINAAN KEGIATAN KEAGAMAAN DAN PENGAWASAN ALIRAN SESAT DI JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 55 TAHUN 2012 TENTANG PEMBINAAN KEGIATAN KEAGAMAAN DAN PENGAWASAN ALIRAN SESAT DI JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HAK PROFESI AKUNTAN PUBLIK Dr. Muchamad Ali Safa at, S.H., M.H.

PERLINDUNGAN HAK PROFESI AKUNTAN PUBLIK Dr. Muchamad Ali Safa at, S.H., M.H. PERLINDUNGAN HAK PROFESI AKUNTAN PUBLIK Dr. Muchamad Ali Safa at, S.H., M.H. A. Pendahuluan Profesi merupakan suatu bidang kerja yang memerlukan keahlian dan independensi yang oleh karena itu tidak dapat

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2008 TENTANG PENGHAPUSAN DISKRIMINASI RAS DAN ETNIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2008 TENTANG PENGHAPUSAN DISKRIMINASI RAS DAN ETNIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2008 TENTANG PENGHAPUSAN DISKRIMINASI RAS DAN ETNIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa umat manusia berkedudukan

Lebih terperinci

II. POKOK PERKARA Pengujian Pasal 50 ayat (3) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional terhadap UUD 1945.

II. POKOK PERKARA Pengujian Pasal 50 ayat (3) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional terhadap UUD 1945. RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 5/PUU-X/2012 Tentang Pelaksanaan Program Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) dan Sekolah Bertaraf Internasional Dapat Mengesampingkan Sistem Pendidikan

Lebih terperinci

PENJELASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN

PENJELASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN PENJELASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN I. UMUM Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menegaskan bahwa Indonesia adalah negara hukum.

Lebih terperinci

HAK KEBEBASAN BERAGAMA ATAU BERKEPERCAYAN 1

HAK KEBEBASAN BERAGAMA ATAU BERKEPERCAYAN 1 HAK KEBEBASAN BERAGAMA ATAU BERKEPERCAYAN 1 Nicola Colbran 2 Secara garis besar, peraturan-peraturan yang menjamin hak kebebasan beragama atau berkepercayaan di Indonesia tercantum dalam UUD 1945, instrumen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut UU No 39/1999, HAM adalah seperangkat hak yang melekat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut UU No 39/1999, HAM adalah seperangkat hak yang melekat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut UU No 39/1999, HAM adalah seperangkat hak yang melekat pada manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah- Nya yang wajib dihormati,

Lebih terperinci

Title? Author Riendra Primadina. Details [emo:10] apa ya yang di maksud dengan nilai instrumental? [emo:4] Modified Tue, 09 Nov :10:06 GMT

Title? Author Riendra Primadina. Details [emo:10] apa ya yang di maksud dengan nilai instrumental? [emo:4] Modified Tue, 09 Nov :10:06 GMT Title? Author Riendra Primadina Details [emo:10] apa ya yang di maksud dengan nilai instrumental? [emo:4] Modified Tue, 09 Nov 2010 14:10:06 GMT Author Comment Hafizhan Lutfan Ali Comments Jawaban nya...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hukum dan olehnya dapat di pertanggung jawabkan dihadapan hukum.

BAB I PENDAHULUAN. hukum dan olehnya dapat di pertanggung jawabkan dihadapan hukum. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Republik Indonesia adalah negara hukum sebagaimana termuat dalam pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945 (selanjutnya disebut UUD RI 1945).

Lebih terperinci

MEMBANGUN KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA: Perspektif Sosiologis. Prof. Dr. H. Nur Syam, MSi Guru Besar Sosiologi IAIN Sunan Ampel

MEMBANGUN KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA: Perspektif Sosiologis. Prof. Dr. H. Nur Syam, MSi Guru Besar Sosiologi IAIN Sunan Ampel MEMBANGUN KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA: Perspektif Sosiologis Prof. Dr. H. Nur Syam, MSi Guru Besar Sosiologi IAIN Sunan Ampel Dasar Filosofis Rukun: Orang Indonesia (khususnya Orang Jawa) selalu mengedepankan

Lebih terperinci

Menyoal Delik Penodaan Agama dalam Kasus Ahok. Husendro Hendino

Menyoal Delik Penodaan Agama dalam Kasus Ahok. Husendro Hendino Menyoal Delik Penodaan Agama dalam Kasus Ahok Husendro Hendino Ada 3 (tiga) jenis sanksi yang berlaku dalam delik penodaan agama, yakni: 1. Sanksi Administratif, 2. Sanksi Administratif berujung Pidana,

Lebih terperinci

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN RANCANGAN LAPORAN SINGKAT RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM PANJA RUU KUHP KOMISI III DPR-RI DENGAN KEPALA BPHN, PBNU, MUHAMMADIYAH, KWI, PGI, PUBI, PHDI DAN PROF.DR. FRANS MAGNIS SUSENO DALAM RANGKA PEMBAHASAN

Lebih terperinci

KONFLIK ANTAR UMAT BERAGAMA

KONFLIK ANTAR UMAT BERAGAMA KONFLIK ANTAR UMAT BERAGAMA Dosen : Drs.Tahajudin Sudibyo N a m a : Argha Kristianto N I M : 11.11.4801 Kelompok : C Program Studi dan Jurusan : S1 TI SEKOLAH TINGGI TEKNIK INFORMATIKA DAN KOMPUTER AMIKOM

Lebih terperinci

Peraturan Daerah Syariat Islam dalam Politik Hukum Indonesia

Peraturan Daerah Syariat Islam dalam Politik Hukum Indonesia Peraturan Daerah Syariat Islam dalam Politik Hukum Indonesia Penyelenggaraan otonomi daerah yang kurang dapat dipahami dalam hal pembagian kewenangan antara urusan Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah

Lebih terperinci

HAK MANTAN NARAPIDANA SEBAGAI PEJABAT PUBLIK DALAM PERSPEKTIF HAK ASASI MANUSIA

HAK MANTAN NARAPIDANA SEBAGAI PEJABAT PUBLIK DALAM PERSPEKTIF HAK ASASI MANUSIA HAK MANTAN NARAPIDANA SEBAGAI PEJABAT PUBLIK DALAM PERSPEKTIF HAK ASASI MANUSIA Oleh: Yeni Handayani * Naskah diterima : 29 September 2014; disetujui : 13 Oktober 2014 Indonesia adalah negara yang berdasar

Lebih terperinci

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 33/PUU-XIV/2016 Kewenangan Mengajukan Permintaan Peninjuan Kembali. Anna Boentaran,. selanjutnya disebut Pemohon

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 33/PUU-XIV/2016 Kewenangan Mengajukan Permintaan Peninjuan Kembali. Anna Boentaran,. selanjutnya disebut Pemohon I. PEMOHON RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 33/PUU-XIV/2016 Kewenangan Mengajukan Permintaan Peninjuan Kembali Anna Boentaran,. selanjutnya disebut Pemohon Kuasa Hukum: Muhammad Ainul Syamsu, SH.,

Lebih terperinci

KEWEWENANGAN PRESIDEN DALAM BIDANG KEHAKIMAN SETELAH AMANDEMEN UUD 1945

KEWEWENANGAN PRESIDEN DALAM BIDANG KEHAKIMAN SETELAH AMANDEMEN UUD 1945 KEWEWENANGAN PRESIDEN DALAM BIDANG KEHAKIMAN SETELAH AMANDEMEN UUD 1945 Oleh : Masriyani ABSTRAK Sebelum amandemen UUD 1945 kewenangan Presiden selaku kepala Negara dan kepala pemerintahan Republik Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia merupakan negara yang terdiri dari beragam agama, etnis, dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia merupakan negara yang terdiri dari beragam agama, etnis, dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang terdiri dari beragam agama, etnis, dan budaya. Sehingga menjadikan Indonesia sebagai negara yang dikenal dengan kekayaan budayanya dibandingkan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGESAHAN ILO CONVENTION NO. 105 CONCERNING THE ABOLITION OF FORCED LABOUR (KONVENSI ILO MENGENAI PENGHAPUSAN KERJA PAKSA) DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Penuntutan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2005), hlm ), hlm.94.

BAB 1 PENDAHULUAN. Penuntutan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2005), hlm ), hlm.94. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Keadilan dan kepastian hukum tentulah menjadi dua harapan dari diberlakukannya hukum. Masyarakat yang kepentingannya tercemar akan merasa keadilannya terusik dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Indonesia adalah Negara yang berdiri berlandaskan Pancasila

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Indonesia adalah Negara yang berdiri berlandaskan Pancasila BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah Negara yang berdiri berlandaskan Pancasila yang dimana dalam sila pertama disebutkan KeTuhanan Yang Maha Esa, hal ini berarti bahwa Negara

Lebih terperinci

BAB III SANKSI HUKUM TERHADAP PELAKU PENODAAN AGAMA DALAM KETENTUAN HUKUM DI INDONESIA

BAB III SANKSI HUKUM TERHADAP PELAKU PENODAAN AGAMA DALAM KETENTUAN HUKUM DI INDONESIA 35 BAB III SANKSI HUKUM TERHADAP PELAKU PENODAAN AGAMA DALAM KETENTUAN HUKUM DI INDONESIA A. Penodaan Agama Dalam Ketentuan Hukum Indonesia Eksistensi tindak pidana agama di sejumlah Negara di dunia mempunyai

Lebih terperinci

PANCASILA & KEBEBASAN BERAGAMA STMIK AMIKOM Yogyakarta

PANCASILA & KEBEBASAN BERAGAMA STMIK AMIKOM Yogyakarta PANCASILA & KEBEBASAN BERAGAMA STMIK AMIKOM Yogyakarta Nama Lengkap : Tasyrifah Santi R NIM : 11.02.8030 Kelompok : A Program Studi : Diploma 3 Jurusan Dosen : Manajemen Informatika : M Khalis Purwanto,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan wujud penegakan hak asasi manusia yang melekat pada diri. agar mendapatkan hukuman yang setimpal.

BAB I PENDAHULUAN. merupakan wujud penegakan hak asasi manusia yang melekat pada diri. agar mendapatkan hukuman yang setimpal. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Segala bentuk kekerasan yang dapat mengakibatkan hilangnya nyawa seseorang harus dapat ditegakkan hukumnya. Penghilangan nyawa dengan tujuan kejahatan, baik yang disengaja

Lebih terperinci

Pancasila dan Budaya. STMIK Amikom Yogyakarta. oleh : Rossidah ( Kelompok A ) D3 Manajemen Informatika. pembimbing :

Pancasila dan Budaya. STMIK Amikom Yogyakarta. oleh : Rossidah ( Kelompok A ) D3 Manajemen Informatika. pembimbing : Pancasila dan Budaya STMIK Amikom Yogyakarta oleh : Rossidah 11. 02. 8043 ( Kelompok A ) D3 Manajemen Informatika pembimbing : Drs. M. Kalis Purwanto, MM 1 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL DAFTAR ISI i ii BAB

Lebih terperinci

KONVENSI HAK ANAK (HAK-HAK ANAK)

KONVENSI HAK ANAK (HAK-HAK ANAK) KONVENSI HAK ANAK (HAK-HAK ANAK) Konvensi Hak Anak (KHA) Perjanjian yang mengikat secara yuridis dan politis antara berbagai negara yang mengatur hal-hal yang berhubungan dengan Hak Anak Istilah yang perlu

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON ECONOMIC, SOCIAL AND CULTURAL RIGHTS

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON ECONOMIC, SOCIAL AND CULTURAL RIGHTS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON ECONOMIC, SOCIAL AND CULTURAL RIGHTS (KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK-HAK EKONOMI, SOSIAL DAN BUDAYA)

Lebih terperinci

Bartima Oktavia Bahar Nim: E

Bartima Oktavia Bahar Nim: E Tugas : 45 BUTIR-BUTIR PANCASILA Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan mata kuliah Pendidikan Pancasila Semester Genap Disusun Oleh : Bartima Oktavia Bahar Nim: E51116302 Departemen Antropologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. beragama itu dimungkinkan karena setiap agama-agama memiliki dasar. damai dan rukun dalam kehidupan sehari-hari.

BAB I PENDAHULUAN. beragama itu dimungkinkan karena setiap agama-agama memiliki dasar. damai dan rukun dalam kehidupan sehari-hari. 1 BAB I A. Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN Dengan tumbuhnya pengetahuan tentang agama-agama lain, menimbulkan sikap saling pengertian dan toleran kepada orang lain dalam hidup sehari-hari, sehingga

Lebih terperinci

PANCASILA DAN EMPAT PILAR KEHIDUPAN BERBANGSA. Oleh Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH 1.

PANCASILA DAN EMPAT PILAR KEHIDUPAN BERBANGSA. Oleh Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH 1. PANCASILA DAN EMPAT PILAR KEHIDUPAN BERBANGSA Oleh Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH 1. A. PANCASILA DALAM PROSES PENEGAKAN HUKUM 1. Penegakan Hukum Penegakan hukum mengandung makna formil sebagai prosedur

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 76/PUU-XV/2017

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 76/PUU-XV/2017 RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 76/PUU-XV/2017 Ketidakjelasan Rumusan Frasa antar golongan I. PEMOHON Habiburokhman, SH.,MH; Kuasa Hukum: M. Said Bakhri S.Sos.,S.H.,M.H., Agustiar, S.H., dkk, Advokat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sekali. Selain membawa kemudahan dan kenyamanan hidup umat manusia.

BAB I PENDAHULUAN. sekali. Selain membawa kemudahan dan kenyamanan hidup umat manusia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di era global, plural, multikultural seperti sekarang setiap saat dapat saja terjadi peristiwa-peristiwa yang tidak dapat terbayangkan dan tidak terduga sama

Lebih terperinci

BAB XIII GEREJA DI ANTARA PLURALITAS

BAB XIII GEREJA DI ANTARA PLURALITAS Modul ke: BAB XIII GEREJA DI ANTARA PLURALITAS 14 Fakultas MKCU Dosen : Drs. Petrus Yusuf Adi Suseno, M.H. www.mercubuana.ac.id Program Studi Psikologi A. PENDAHULUAN INDONESIA GEREJA DI ANTARA PLURALITAS

Lebih terperinci

-1- PENJELASAN ATAS QANUN ACEH NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG KOMISI KEBENARAN DAN REKONSILIASI ACEH

-1- PENJELASAN ATAS QANUN ACEH NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG KOMISI KEBENARAN DAN REKONSILIASI ACEH -1- PENJELASAN ATAS QANUN ACEH NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG KOMISI KEBENARAN DAN REKONSILIASI ACEH I. UMUM Salah satu kewenangan Pemerintah Aceh yang diamanatkan dalam Nota Kesepahaman antara Pemerintah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita

BAB I PENDAHULUAN. faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap anak adalah bagian dari penerus generasi muda yang merupakan faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita perjuangan bangsa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN UNIVERSITAS INDONESIA

BAB 1 PENDAHULUAN UNIVERSITAS INDONESIA 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan Negara Indonesia sejak berdiri adalah negara hukum, bukan negara yang mendasarkan kepada satu jenis agama secara khusus dalam menjalankan sistem kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mahkamah Konstitusi yang selanjutnya disebut MK adalah lembaga tinggi negara dalam

BAB I PENDAHULUAN. Mahkamah Konstitusi yang selanjutnya disebut MK adalah lembaga tinggi negara dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada mulanya terdapat tiga alternatif lembaga yang digagas untuk diberi kewenangan melakukan pengujian Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR MATA KULIAH PANCASILA IMPLEMENTASI SILA PERTAMA TERHADAP PEMBANGUNAN TEMPAT IBADAH

TUGAS AKHIR MATA KULIAH PANCASILA IMPLEMENTASI SILA PERTAMA TERHADAP PEMBANGUNAN TEMPAT IBADAH TUGAS AKHIR MATA KULIAH PANCASILA IMPLEMENTASI SILA PERTAMA TERHADAP PEMBANGUNAN TEMPAT IBADAH STMIK AMIKOM YOGYAKARTA Disusun oleh: Nama : Arif Purniawanto Nim : 11.11.4767 Kel : C Dosen : Drs. tahajudin

Lebih terperinci

Pancasila Modul ke: Makna dan aktualisasi sila Ketuhanan Yang Maha Esa dalam kehidupan bernegara (Politik, ekonomi, sosialbudaya,

Pancasila Modul ke: Makna dan aktualisasi sila Ketuhanan Yang Maha Esa dalam kehidupan bernegara (Politik, ekonomi, sosialbudaya, Pancasila Modul ke: Makna dan aktualisasi sila Ketuhanan Yang Maha Esa dalam kehidupan bernegara (Politik, ekonomi, sosialbudaya, dan Hankam) Fakultas Ekonomi dan Bisnis Yuvinus Elyus, Amd. IP., SH., MH.

Lebih terperinci

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 5/PUU-XV/2017 Produk Halal

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 5/PUU-XV/2017 Produk Halal RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 5/PUU-XV/2017 Produk Halal I. PEMOHON Paustinus Siburian, SH., MH II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian Materiil Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan

Lebih terperinci

BAHAN TAYANG MODUL 9

BAHAN TAYANG MODUL 9 Modul ke: Fakultas TEKNIK MAKNA DAN AKTUALISASI SILA KETUHANAN YANG MAHA ESA DALAM KEHIDUPAN BERNEGARA ( DALAM BIDANG POLITIK, EKONOMI, SOSIAL BUDAYA, HANKAM SERTA HUKUM DAN HAM ) SEMESTER GASAL TAHUN

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PENGGUGAT dengan ini hendak mengajukan GUGATAN PERBUATAN MELAWAN HUKUM terhadap:

PENGGUGAT dengan ini hendak mengajukan GUGATAN PERBUATAN MELAWAN HUKUM terhadap: Jakarta, 17 Januari 2013 Kepada Yth. Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Jl. Merpati Blok D-3 No. 5 Kemayoran, Jakarta Pusat Perihal: GUGATAN PERBUATAN MELAWAN HUKUM Dengan hormat, Yang bertanda tangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan Negara yang menganut sistem Demokrasi, kata tersebut

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan Negara yang menganut sistem Demokrasi, kata tersebut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan Negara yang menganut sistem Demokrasi, kata tersebut berasal dari bahasa Yunani yang terbentuk dari (demos) "rakyat" dan (kratos) "kekuatan"

Lebih terperinci