IV. GAMBARAN UMUM PROGRAM KUBE SUKAMAKUR KELURAHAN MAHARATU

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "IV. GAMBARAN UMUM PROGRAM KUBE SUKAMAKUR KELURAHAN MAHARATU"

Transkripsi

1 36 IV. GAMBARAN UMUM PROGRAM KUBE SUKAMAKUR KELURAHAN MAHARATU 4.1. Gambaran Umum Pemberdayaan Keluarga Miskin Dinas Sosial Provinsi Riau Kompleksitas masalah fakir miskin, jika tidak ditangani secara serius dalam bentuk jaminan sosial, rehabilitasi sosial, dan pemberdayaan sosial maka dampak sosial yang akan terjadi yaitu kerawanan sosial, tindak kejahatan dan dapat menjadi pemicu terjadinya disintegrasi sosial yang pada akhirnya menjadi beban sosial masyakat dan pemerintah, serta membutuhkan biaya pembangunan yang lebih besar dan secara potensial akan mempengaruhi pertumbuhan dan pembangunan ekonomi. Berdasarkan hal tersebut pelayanan kesejahteraan sosial bagi keluarga miskin ditujukan untuk meningkatkan fungsi sosial bagi fakir miskin agar aksesibitas terhadap pelayanan sosial dasar (lapangan kerja, perumahan, pangan, pendidikan dasar, pelayanan kesehatan dasar, air bersih) dapat diperoleh atau ditingkatkan, sehingga kualitas hidup dan kesejahteraannya dapat semakin meningkat. Bantuan-bantuan sosial yang akan diberikan kepada fakir miskin bersifat mendidik, dan harus dikembangkan secara sistematis untuk memandirikan masyarakat miskin dalam rangka meningkatkan kesejahteraan sosialnya, melalui pendekatan yang bersifat individu/keluarga (familiy approach), pendekatan kelompok (group work approach) dan pengembangan masyarakat (community development approach). Pendekatan melalui Kelompok Usaha Bersama (KUBE) yang telah menjadi identitas Departemen Sosial dalam penanggulangan kemiskinan perlu secara terus menerus dijalankan dan dikembangkan. Strategi yang digunakan pada program pemberdayaan keluarga miskin yang digunakan oleh Dinas Sosial Provinsi Riau mengacu kepada pedoman umum program pemberdayaan fakir miskin yaitu : 1. Partisipasi Sosial Partispasi sosial mengandung makna keterlibatan seluruh sasaran pemberdayaan fakir miskin dan masyarakat dalam setiap proses

2 37 pemberdayaan fakir miskin. Partisipasi sosial dilakukan dengan menyediakan informasi program, menumbuhkan pemahaman dan kesadaran terhadap permasalahan kemiskinan, melakukan dialog, menemukan alternatif pemecahan masalah, melaksanakan aksi dan evaluasi bersama. 2. Pengembangan Budaya Kewirausahaan Pengembangan budaya kewirausahaan mengandung makna tumbuh dan berkembangnya sikap mental fakir miskin untuk mau belajar dan melakukan usaha ekonomi produktif berdasarkan potensi dan kreativitas yang dimiliki. Pengembangan budaya kewirausahaan dilaksanakan melalui kegiatan bimbingan sosial, motivasi, pelatihan kewirausahaan, maganf kerja, pendampingan usaha dan akses terhadap sumber-sumber kesejahteraan sosial. 3. Pengembangan Budaya Menabung Pengembangan budaya menabung mengandung makna tumbuhnya pengertian, sikap mental dan kebiasaan fakir miskin untuk menyisihkan dan menyimpan sebahagian dari pendapatannya untuk kebutuhan peningkatan kualitas atau menjamin terpeliharanya kesejahteraan sosial dimasa yang akan datang. Pengembangan usaha menabung dilaksanakan melalui kegiatan pendidikan/pelatihan perencanaan dan pengelolaan keuangan, pengenalan sistem Lembaga Keuangan Mikro (LKM) dan perbankan, memberi insentif untuk meningkatkan jumlah tabungannya, dan membantu memelihara tabungannya untuk mencapai tujuan tertentu. 4. Kemitraan Sosial Kemitraan sosial mengandung makna terjalinnya kerjasama dengan berbagai pihak (dunia usaha, LSM/Orsos, perguruan tinggi, kalangan perbankan dan masyarakat umumnya) dalam pemberdayaan fakir miskin dengan mengedepankan nilai-nilai kesetaraan, saling percaya, menghargai dan kemanfaatan timbal balik antara pihak-pihak yang bermitra. Kemitraan dapat dilaksanakan melalui pembentukan dan penguatan jaringan kerja, asosiasi, konsorsium, ikatan kerjasama/mou dan aksi bersama. 5. Advokasi Sosial Advokasi sosial mengandung makna adanya upaya memberikan pendampingan sosial, perlindungan sosial dan pembelaan terhadap hak-hak

3 38 dasar fakir miskin yang dilanggar olah pihak lain agar dapat mendapatkan haknya kembali, terutama akses terhadap pelayanan sosial dasar, peningkatan kualitas hidup dan kesejahteraannya. Advokasi sosial dilaksanakan melalui pelibatan fakir miskin dalam perumusan berbagai kebijakan, audiensi, dialog publik, kampanye dan aksi sosial. 6. Penguatan Kapasitas SDM dan Kelembagaan Penguatan kapasitas SDM dan kelembagaa mengandung makna peningkatan profesionalisme dan kinerja pelaku program, termasuk aparatur pemerintah di tingkat pusat maupun daerah, pendamping, masyarakat/ organisasi sosial/ dunia usaha serta penerimaan pelayanan dalam pemberdayaan fakir miskin. Penguatan kapasitas SDM dan kelembagaan dilaksanakakn melalui pendidikan, pelatihan, studi lapang, studi banding, magang, pendampingan, pengkajian, penelitian dan pengembangan. 7. Aktualisasi Nilai-nilai Spiritualitas dan Kearifan Lokal Aktualisasi nilai-nilai spiritualitas dan kearifan lokal mengandung makna diimplementasikannya nilai-nilai keagamaan dan norma-norma adat setempat dalam pemberdayaan keluarga fakir miskin. Aktualisasi nilai-nilai spiritualitas dan kearifan lokal dilaksanakan melalui kegiatan pengkajian bimbingan dan mengimplementasikan nilai-nilai spritual maupun normanorma adat. Pembentukan dan pengembangan KUBE pada program pemberdayaan keluarga miskin direncanakan dilaksanakan dalam 5 tahap, yaitu: 1. Tahap Persiapan; Kegiatan pada tahap persiapan terdiri dari orientasi dan observasi, identifikasi, perencanaan program pelaksanaan,penyuluhan social umum, bimbingan sosial, bimbingan motivasi, dan evaluasi persiapan (oleh aparat desa, petugas pendamping, Pembina fungsional ) 2. Tahap Pelaksanaan; Kegiatan pada tahap pelaksanaan meliputi seleksi calon Keluarga binaan Sosial (KBS), pembentukan pra-kelompok dan kelompok. pemilihan/penentuan jenis usaha, pelatihan pendamping, pelatihan keterampilan anggota KUBE, pemberian bantuan makanan atau santunan/ jaminan hidup, bantuan stimulant, pendampingan dan evaluasi (oleh aparat

4 39 desa, petugas pendamping, pembina dan instansi terkait). 3. Tahap Pengembanga Usaha; Kegiatan pada tahap pengembangan usaha meliputi bimbingan pengembang usaha, pemberian bantuan pengembangan usaha, pendampingan dan evaluasi (oleh petugas pendamping, petugas Pembina fungsional ). 4. Tahap Kemitraan Usaha; Kegiatan pada tahap ini meliput inventarisasi sumber sumber yang ada (sumber daya alam, sumber daya konomis, sumber daya sosial, dan sumberdaya manusia), membuat kesepakatankesepakatan pelaksanaan kemitraan usaha,bimbingan kemitraan usaha, perluasan jaringan kemitraan usaha, dan evaluasi (oleh petugas pendamping, petugas Pembina fungsional ) 5. Tahap Monitoring dan Evaluasi; kegiatan pada tahap ini meliputi pengendalian dan monitoring proses pelaksanaan yang sedang berjalan serta evaluasi terhadap keberhasilan yang sudah dicapai (oleh petugas pendamping, petugas Pembina fungsional ). Secara ringkas tahapan pembentukan dan pengembangan KUBE dilihat pada gambar 2. Persiapan Perlaksanaan Pengb. Usaha Kemitraan Monev Orientasi dan observasi Registrasi dan identivikasi Perencanaan Program pelaksanaan Penyuluhan sosial umum Bibingan pengenalan masalah Bimbingan motivasi Evaluasi persiapan Seleksi Calon KBS Pembentukan Pra Klp dan Kelompok Penentuan jenis usaha Pel. Pendamping Pel. keterampilan anggota KUBE Pemberian Jaminan Hidup Bantuan Stimulant permodalan Pendampingan Evaluasi Bimbingan pengembanga usaha Pemberian bantuan pengembangan usaha Pendsampingan Evaluasi Inventarisasi sumber (SDA,SDE,SDS dan SDM) membuat kesepakatan Pelaksanaan kemitraan usaha Bimbingan kemitraan usaha Perluasan jaringan kemitraan usaha Evaluasi Supervisi Monitoring Evaluasi Pelaporan Oleh : Aparat Desa, pendamping, Pembina fungsional, instansi Terkait Oleh : Aparat Desa, pendamping, Pembina fungsional, instansi Terkait Oleh : Aparat Desa, pendamping, Pembina fungsional, instansi Terkait Oleh : pendamping, Pembina fungsional, Oleh : pendamping, Pembina fungsional, 7 bulan 2 bulan Gambar 2. Skema Pembentukan dan Pengembangan KUBE

5 Kebijakan dan Perencanaan Sosial Adapun arah yang ingin dicapai Kelompok Usaha Bersama (KUBE) adalah untuk mempercepat penghapusan kemiskinan melalui: 1. Peningkatan kemampuan berusaha para anggota KUBE secara bersama dalam kelompok; 2. Peningkatan pendapatan; 3. Pengembangan usaha; 4. Peningkatan kepedulian dan kesetiakawanan sosial di antara para anggota KUBE dengan masyarakat sekitar. Dengan demikian pembentukan KUBE ditujukan untuk meningkatkan kemampuan bagi PMKS (keluarga miskin) dalam berwirausaha dan meningkatkan rasa gotong - royong baik di antara anggota maupun dengan masyarakat di sekitarnya. Melalui KUBE mereka dapat saling menopang dalam melaksanakan usaha. Masalah ekonomi dan sosial yang dihadapi dapat ditanggulangi secara bersama-sama. Dengan demikian program Kesejahteraan Sosial KUBE ini sekaligus dimaksudkan untuk menumbuhkan semangat kebersamaan dalam upaya peningkatan kesejahteraan sosial keluarga binaan sosial khususnya keluarga miskin. KUBE sebagai media pemberdayaan keluarga miskin dikatakan berhasil apabila dapat meningkatkan kesejahteraan anggotanya, dengan kata lain keberhasilan KUBE secara umum tercermin dengan meningkatnya taraf kesejahteraan sosial. Oleh karena itu, ke depan direncanakan bahwa dalam usaha usaha kebun sayur tersebut akan ditingkatkan dengan membentuk sebuah Koperasi di mana anggotanya adalah anggota kelompok KUBE dan para pekerja upahan tersebut. Di samping itu dalam upaya peningkatan penghasilan akan dikembangkan juga peternakan dan perikanan dengan memanfaatkan bekas galian tanah yang diambil sebagai bahan usaha kebun sayur tersebut dijadikan kolam dan di atasnya akan dibuat kandang untuk peternakan ayam. Hai ini telah disepakati bersama oleh para anggota kelompok tersebut.

6 Gambaran Program KUBE dalam Upaya Pengentasan Kemiskinan (KUBE Suka Makmur Kelurahan Maharatu) Kelompok Usaha Bersama (KUBE) Suka Makmur dibentuk sebagai upaya pengentasan kemiskinan anggotanya, khususnya masyarakat tani yang berada di Kelurahan Maharatu dan secara umum tempat usaha taninya berada disepanjang Jalan Kertama Pekanbaru. Secara umum masyarakat miskin yang ada dikelurahan maharatu merupakan petani kebun sayur dan merupakan penduduk pendatang, baik yang berasal dari pedesaan yang berada di kabupaten-kabupaten di Provnsi Riau, maupun yang berasal dari luar Provinsi Riau. Kemiskinan yang merupakan salah satu permasalahan sosial secara umum terjadi pada kota-kota besar,khususnya kota pekanbaru, jika tidak cepat ditangani secara cepat dan tepat akan menimbulkan berbagai permasalahan sosial baru yang akan semakn sulit dientaskan, apalagi aturan regulasi penduduk ternyata belum mampu memperkecil arus urbanisasi dari desa ke kota. Untuk itu Pemerintah Provinsi Riau melakukan program pengentasan kemiskinan melalui penguatan kelembagaan ekonomi masyarakat melalui kelompok usaha bersama (KUBE),dimana kegiatan ini juga dilaksanakan di Kelurahan Maharatu. Gambaran perkembangan keluarga miskin tersebut baik kelembagaan kelompok dan anggotanya sebagai berikut : 1. Gambaran umum kegiatan ekonomi keluarga miskin sebelum tergabung dalam KUBE Suka Makmur Keluarga miskin tersebut sebelum menjadi anggota KUBE Suka Makmur, pada umumnya mempunyai pekerjaan yang tidak tetap, seperti menjadi buruh bangunan, buruh harian lepas pada perusahaan kayu, dan sebagaian besar bekerja apa adanya saja dan tanpa adanya keahlian khusus dalam bekerja. Hal ini terjadi disebabkan Sumber daya Manusia keluarga miskin tersebut (khususnya kepala keluarga) umumnya rendah, serta rata rata hanya berpendidikan sekolah dasar saja. Kedatangan mereka ke Kota Pekanbaru hanya untuk mencoba mengadu nasib untuk perbaikan ekonomi keluarga saja. Namun demikian dalam kenyataaanya setelah sampai di Kota Pekanbaru justru terjadi keadaan ekonomi semakin buruk, sanitasi lingkungan keluarga juga semakin jelek (rumah yang tidak layak huni dengan tingkat sanitas rendah) dan merupakan rumah dalam

7 42 skala sementara untuk dijadikan tempat tinggal. Kutipan wawancara dengan BS yang merupakan seorang anggota KUBE Suka Makmur sebagai berikut : Saya dan keluarga sebenarnya berasal dari Kabupaten Rokan Hulu. Sebenarnya kami merupakan warga transmigrasi yang ditempatkan pemerintah di Kabupaten Rokan Hulu. Namun demikian keadaan ekonomi yang belum berkembang di sana membuat saya dan keluarga terpaksa memilih mengadu nasib untuk pidah ke Pekanbaru. Dengan berbekal hasil penjualan rumah dan tanah saya di sana saya dan keluarga pindah ke pekanbaru. Waktu itu dengan uang yang saya punya ternya tidak mampu membeli tanah atau rumah di sini. Untung pada waktu itu di tempat ini banyak tanah kosong pemiliknya mau meminjamkan tanahnya kepada saya untuk dikelola secara gratis, dengan syarat yang sederhana, yaitu tanah yang ada harus dibersihkan dan diusahakan untuk tidak menjadi semak belukar. Namun demikian usaha ini kurang berjalan efektif karena saya juga harus mencari pekerjaan tambahan untuk menghasilkan uang, baik sebagai buruh haraian lepas, tukang dan lain sebagainya, yang penting dapat membeli kebutuhan hidup sehari-hari. Untung pada saat itu pemerintah membantu dan kami mendirikan KUBE Suka Makmur. Berbekal modal tersebut Alhamdulillah sekarang keadaan ekonomi keluarga saya sudah menggembirakan. Saya sudah mampu membeli kebun sendiri, mampu membengun rumah permanen seperti yang terlihat, serta anak-anak tidak mempunyai permasalahan lagi dalam pendidikannya. Saya sendiri sekarang sudah mempunyai usaha lainnya selain berkebun sayur (usaha dagang dan pembuatan sumur bor) Peningkatan ekonomi keluarga miskin setelah tergabung ke dalam KUBE Suka Makmur dari hasil pengamatan kepada beberapa orang anggota KUBE Suka Makmur, secara umum diketahui bahwa telah terjadi peningkatan taraf hidup yang sangat baik. Semua anggota kelompok telah mampu mengentaskan kemiskinan yang terjadi di keluarganya. Bantuan modal usaha yang diberikan kepada anggota kelompok ternyata cukup untuk memberikan kentungan kepada mereka untuk melaksanakan kegiatan usaha kebun sayur secara berkelanjutan. Bantuan jatah hidup satu kali proses produksi telah mampu membuat anggota kelompok lebih fokus kepada kegiatan usaha kebun sayur. Sehingga pada saat itu semua usaha anggota berhasil mendatangkan keuntungan yang baik dan mampu mengerjakan

8 43 kegiatan usaha pada musim tanam berikutnya. Dari 23 orang anggota KUBE makmur telah mampu mengolah lahan usaha kebun sayur seluas 8,5 hektar dan telah dianggap berskala ekonomi. Kutipan wawancara dengan JM yang merupakan seorang anggota KUBE Suka Makmur sebagai berikut : Setelah KUBE Suka Makmur terbentuk, kegiatan ekonomi yang selama ini dikerjakan sendiri- sendiri dengan resiko yang ditanggung sendiri, kemudian berubah menjadi kegiatan usaha bersama (walaupun keuntungan dinikmati sendiri). Semua bentuk permasalahan teknis yang dialami anggota kelompok kemudian selalu dibicarakan secara bersama dan dipecahkan bersama, sehingga tingkat kegagalan usaha menjadi sangat kecil. Kegiatan ekonomi anggota kelompok setelah KUBE terbentuk menjadi lebih fokus dan sesuai dengan sumber daya lokal yang ada di sekitar Kelurahan Maharatu yang besar yaitu kebun sayur. Dengan terbentuknya KUBE luas areal pertanaman sayuran yang selama ini tidak berskala eknomi kemudian menjadi berskala ekonomi sehingga secara bertahap terus menerus diperbesar sehingga keuntungan kepada anggota kelompok menjadi besar. Saat ini seluruh anggota telah mempunyai rumah secara pribadi, kendaraan pribadi, lahan usaha milik pribadi serta telah banyak anak anggota kelompok yang kuliah diperguruan tinggi. Saat ini telah banyak anggota kelompok yang mampu menambah kesempatan kerjanya melalui jenis usaha usaha baru tetapi tidak meninggalkan usaha utama (kebun sayur). Dari hasil wawancara di atas dapat disimpulkan bahwa kegiatan ekonomi keluarga miskin setelah KUBE Suka Makmur menjadi lebih fokus kepada usaha pertanian yaitu kebun sayur. Skala usaha anggota kelompok yang dulunya kecil dan tidak mempunyai keuntungan, setelah menjadi Anggota KUBE menjadi berskala ekonomi dan mendatangkan keuntungan dan menyebabkan usaha berkelanjutan,. Disamping itu telah mampu menciptakan peluang usaha baru seperti, pembuatan sumur bor, perdagangan kelontong, sarana produksi pertanian dan lainya. 2. Tahapan Perkembangan Kelembagaan KUBE Suka Makmur Perkembangan Kelembagaan KUBE Suka Makmur dalam perjalanan kelembagaannya dibagi menjadi empat tahap perkembangan, yaitu:

9 44 a. Tahap persiapan dan penumbuhan Tahap persiapan dan penumbuhan ini dimulai dari awal pembentukan KUBE Suka Makmur, setelah sosialisasi dilakukan, anggota kelompok mengadakan rapat untuk menyusun kegiatan usaha kelompok dan kemudian diajukan kepada Dinas Sosial Provinsi Riau. Hasil dari pengajuan atau proposal ini kemudian dicairkan dana usaha sebanyak Rp ,- yang kemudian dibagikan kepada seluruh anggota untuk dipakai sebagai modal usaha. Selain itu bentuan jatah hidup seperti beras dan lauk pauk juga diberikan. Tahapan ini sukses disebabkan seluruh anggota telah mempunyai kesadaran dalam membayar kewajibannya kepada kelompok (mengembalikan modal usaha berikut jasanya). Pertemuan kelompok juga rutin dilaksanakan sehingga secara teknis pelaksanaan kegiatan usaha hampir tidak pernah menemukan permasalahan yang berarti. Pada tahap ini ditandai dengan mulai terjadinya kepercayaan diri anggota kelompok terhadap usaha yang dikerjakannya. Anggota kelompok juga sudah mulai mengetahui tujuan mereka dalam berkelompok. Walaupun tingkat kehadiran anggota kelompok dalam setiap pertemuan kelompok masih terbilang rendah, akan tetapi informasi mengenai perkembangan kelompok selalu diinformasikan kepada seluruh anggota oleh anggota kelompok yang hadir pada pertemuan kelompok. Kesadaran membayar iuran kelompok dan pinjaman masih kurang, kan tetapi dengan bantuan anggota kelompok yang aktif persoalan ini dapat diselesaikan melalui pendekatan-pendekatan secara personal oleh pengurus KUBE maupun anggota kelompok yang aktif. b. Tahap Pengembangan Pada tahap ini usaha kelompok maupun anggota kelompok KUBE Suka Makmur telah mengalami perkembangan yang sangat pesat, modal usaha yang pada awalnya sebanyak Rp berkembang dengan pesat. Tahap ini terjadi pada tahun kedua dan ke tiga pelaksanaan program. Saat itu modal telah berkembang menjadi lebih dari Rp rupiah serta aset bergerak yang dinilai lebih kurang totalnya lebih dari seratus juta rupiah. Saat itu anggota kelompok telah mengerti dan paham mengenai fungsi dan tugas

10 45 nya, anggota cenderung bertambah, administrasi lengkap, sudah layak, pengurus KUBE mampu menyusun proposal, iuran dan tabungan meningkat, setiap lokasi modal digunakan untuk kegiatan produktif serta yang terpenting adalah semakin bertambahnya omset anggota maupun usaha kelompok. c. Tahap Mandiri Tahap ini terjadi setelah tahap pengembangan selesai dilalui, tahapan mandiri dinilai dan ditetapkan Dinas Sosial Provinsi Riau melalui beberapa kriteria dan ciri ciri yang dilihat secara langsung seperti rapat anggota teratur, kehadiran anggota dalam pertemuan kelompok lebih kurang 95 persen, AD/ART dijalankan dengan baik, administrasi organisasi dan keuangan lengkap dan tertib (laporan laba rugi), tabungan di Bank meningkat, jenis usaha beragam, pengeluaran efektif, kebutuhan akan kredit meningkat, kelompok dilibatkan dalam kegiatan pembangunan kelurahan, serta telah mulai mampu menjalin kerjasama dengan lembaga keuangan mikro dan Bank Swasta atau Pemerintah. (khusus kriteria ini KUBE Suka Makmur belum mampu menjalankannya) d. Tahap Kemunduran Kelembagaan KUBE Suka Makmur Setelah KUBE Suka Makmur dianggap mandiri serta pendampingan tidak dilakukan lagi, terjadi kemunduran aktivitas pada kelembagaan KUBE Suka Makmur. Kemunduran aktivitas kelembagaan ini disebabkan disepakatinya pembagian seluruh modal dan asset yang ada secara merata kepada seluruh anggota. Sejak dibagikannya modal dan asset ini pertemuan kelompok otomatis menjadi berkurang bahkan menjadi tidak ada sama sekali, sehingga secara efektif hanya pengurus KUBE Suka Makmur saja yang ada. Kemunduran aktivitas kelembagaan KUBE ini kemudian memicu meleburnya kelembagaan KUBE kepada institusi sosial masyarakt lainnya yaitu Gabungan Kelompok Tani Karya Makmur yang juga diketuai oleh Ketua KUBE Suka Makmur. Pelaburan ini juga terjadi disebabkan telah berubahnya institusi pembina komunitas dari Dinas Sosial Provinsi Riau kepada Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Riau. Hal ini juga disebabkan usaha anggota kelompok dominan pada bidang hortikultura.

11 Kegiatan KUBE dalam Pengembangan Ekonomi Masyarakat Miskin di Kelurahan Maharatu Program pemberdayaan keluarga miskin melalui pengembangan kelembagaan kelompok usaha bersama (KUBE) di Kelurahan Maharatu diarahkan pada peningkatan pendapatan dan pengembangan kehidupan sosial yang dilaksanakan melalui bantuan stimulan ekonomi produktif melalui KUBE, bertujuan untuk meningkatkan motivasi masyarakat miskin untuk lebih maju, meningkatkan interaksi dan kerjasama dalam kelompok, mendayagunakan potensi dan sumber-sumber sosial-ekonomi di tingkat lokal, memperkuat budaya kewirausahaan, mengembangkan akses pasar dan menjalin kemitraan sosial ekonomi dengan berbagai pihak terkait. Kegiatan sosial ekonomi produktif yang di kembangkan di kelurahan maharatu meliputi bidang pertanian dan kegiatan ekonomi lainnya melalui penguatan kelembagaan KUBE. Dikelurahan Maharatu KUBE pertama sekali dibentuk adalah KUBE Suka Makmur dengan jumlah anggota sebanyak 23 orang. Kegiatan pengembangan ekonomi masyarakat dilakukan dengan memberikan modal usaha yang diberikan kepada kelompok sebanyak Rp ,-. Modal usaha ini kemudian dikelola dalam bentuk usaha simpan pinjam dan kemudian diberikan kepada anggota kelompok sebagai bentuk modal usaha anggota kelompok tani dalam penyediaan sarana produksi pertanian seperti pupuk (organik dan organik), obat-obatan (pestisida) maupun benih sayur. Selain itu modal ini juga digunakan kelompok sebagai usaha kios untuk menjual sarana produksi pertanian, baik kepada anggota kelompok maupun masyarakat umum yang membutuhkan. Peminjaman modal usaha ini merupakan kredit skala mikro dengan jasa pengembalian yang rendah yaitu 6 persen setahun. Selain itu anggota kelompok juga diberi kewajiban untuk membiasakan diri menabung di kelompoknya baik dalam bentuk simpanan pokok, simpanan wajib dan simpanan sukerela. Dana anggota kelompok yang terhimpun ini kemudian disepakati dapat menjadi tambahan modal usaha kelompok, sehingga setiap anggota kelompok mempunyai partisipasi yang cukup baik dalam kegiatan kelompok, yang secara sosial

12 47 KUBE dibentuk atas dasar filosofi dari, oleh, dan untuk anggota, demikian juga KUBE yang telah terbentuk di Kelurahan Maharatu. Adapun yang menjadi anggota KUBE tersebut adalah keluarga miskin yang secara bersama-sama dan memiliki tujuan yang sama. KUBE memiliki kegiatan - kegiatan seperti melakukan pertemuan kelompok, iuran kelompok. Kegiatan pokok dalam KUBE adalah usaha produktif baik yang dilakukan oleh anggota secara individu ataupun secara berkelompok, dimana usaha tersebut merupakan milik bersama anggota KUBE. KUBE Suka Makmur juga telah berhasil membangun dan memprakarsai terbentuknya KUBE baru di Kelurahan Maharatu. Nama jumlah anggota serta jenis kegiatan usaha dapat dilihat pada tabel 4.

13 48 Tabel 4. Nama Kelompok, Jumlah Anggota, Jenis Usaha dan Jumlah Bantuan KUBE No Nama Kelompok Jumlah Anggota awal (orang) 1 KUBE Suka Makmur 23 2 KUBE Karya Mandiri 10 3 KUBE Suka Maju 10 4 KUBE Tunas Mandiri 10 5 KUBE Elang Sakti 10 Jumlah 63 Jenis Usaha Produkitif Tanaman sayuran berdaun lebar, pengadaan saprodi pertanian Tanaman sayuran berdaun lebar, pengadaan saprodi pertanian Tanaman sayuran berdaun lebar, pengadaan saprodi pertanian Tanaman sayuran berdaun lebar, pengadaan saprodi pertanian Tanaman sayuran berdaun lebar, pengadaan saprodi pertanian Tahun berdiri Jumlah Bantuan (Rp) 1998 Rp Rp Rp Keterangan : KUBE Tunas Mandiri dan Elang Sakti merupakan KUBE pengembangan, bantuan sedang dlam proses pencairan, jumlah bantuan Rp ,- per KUBE Dari tabel 11 dapat dilihat bahwa Berdasarkan hal tersebut di atas KUBE yang ada dikelurahan maharatu yang merupakan dampingan dinas sosial Provinsi Riau telah memilih jenis usaha produktif yang akan dikembangkannya yaitu Usaha agribisnis tanaman sayur. Hal ini merupakan pilihan yang tepat disebabkan sumber daya alam dan manusia yang mendukung untuk kegiatan ini. Usaha tersebut dimulai sejak tahun 2001 yang lalu sebagai usaha alternatif, karena mengingat Kelurahan Maharatu memiliki lahan yang luas dan dapat dimanfaatkan untuk usaha pertanian. Usaha kebun sayur menjadi pilihan dengan pertimbangan

14 49 bahwa usaha tersebut belum banyak dilakukan oleh masyarakat di Kota Pelanbaru, selain itu kebutuhan sayur harian di Kota Pekanbaru sangat besar, mengingat masyarakat kota Pekanbaru mayoritas bekerja sebagai karyawan dan usaha perdagangandalam melakukan usaha kebun sayur tersebut, sebagai modal awal berasal dari modal pribadi, karena usaha tersebut tidak banyak memerlukan biaya dan bahan yang harus dibeli. Keinginan untuk menambah modal memang muncul dari beberapa anggota kelompok, namun tidak ada keberanian untuk mengajukan pinjaman modal ke pihak luar, karena persyaratan yang mereka miliki kurang memenuhi syarat, disamping itu rasa takut usaha tersebut tidak berkembang sehingga tidak dapat mengembalikan pinjaman tersebut. Usaha kebun sayur merupakan salah satu terobosan baru sebagai usaha masayarakat dalam menambah penghasilan keluarga kota. Di samping itu, adanya kesempatan tersebut maka usaha usaha kebun sayur merupakan terobosan yang strategis sebagai usaha peningkatan ekonomi dan sekaligus penciptaan lapangan kerja bagi masyarakat. Untuk menjamin agar di antara masyarakat tidak terjadi kesenjangan maupun persaingan yang kurang sehat dengan keluarga miskin yang tergabung dalam usaha kebun sayur, maka keluarga miskin tersebut diorganisir dalam wadah Kelompok Usaha Bersama (KUBE). Dalam upaya pemasaran hasil produksi, sejauh ini belum dilakukan dengan menjalin jejaring maupun dikelola dengan sistem penampungan hasil produksi. Para anggota KUBE Kebun Sayur belum dapat memenuhi kebutuhan luar Kota Pekanbaru. Harapan mereka bahwa hasil produksi kebun sayur tersebut ada pihak-pihak yang dapat dan mau mempromosikan hasil produksinya seperti Dinas Perindagkop maupun para pengusaha dan rekanan termasuk swalayan sehingga produksi dapat terus berlangsung tanpa henti sehingga dapat menjadi pekerjaan tetap bagi keluarga miskin Pengembangan Modal Sosial Modal Sosial menurut Fukuyama (2000) diartikan sebagai seperangkat nilai - nilai internal atau norma-norma yang disebarkan di antara anggota-anggota suatu kelompok yang mengijinkan mereka untuk bekerjasama antara satu dengan yang lainnya. la menambahkan bahwa prasarat penting untuk munculnya modal

15 50 sosial adalah adanya kepercayaan (trust), kejujuran (honesty), dan timba! baik (resiprosity). Selanjutnya Fukuyama juga mengatakan bahwa Modal sosial itu sendiri memiliki empat dimensi sosial, Pertama ; adanya ikatan yang kuat antara anggota keluarga dan keluarga dengan tetangga sekitarnya yang didasari ikatan-ikatan kekerabatan, etnik, dan agama. Kedua; adanya pertalian yaitu ikatan dengan komunitas lain di luar komunitas asal seperti terbentuknya jejaring atau asosiasiasosiasi. Ketiga ; Adanya integritas organisasional yaitu keefektifan dan kemampuan institusi negara yang menjalankan fungsinya termasuk menciptakan kepastian hukum dan menegakkan peraturan. Keempat ; adanya sinergi yaitu relasi antar pemimpin dan institusi pemerintahan dengan komunitas. Bertitik tolak dari pendapat di atas maka dalam kegiatan evaluasi terhadap kegiatan KUBE, dengan merujuk pada konsep modal sosial dapat dikatakan bahwa : a. Kelompok usaha bersama (KUBE) merupakan serangkaian norma dan jaringan yang dapat menggerakkan orang miskin di kelurahan baik sebagai perseorangan maupun keluarga untuk melakukan tindakan yang secara bersama dalam wadah kelompok usaha bersama, baik dalam kegiatan ekonomi, sosial maupun kegiatan lainnya. b. Bahwa dalam kegiatan usaha bersama dalam wadah Kelompok Usaha Bersama (KUBE) usaha kebun sayur, di antara anggota didasari atas kepercayaan (trust), kejujuran, sehingga dapat membentuk kelembagaan/institusi yang cukup kuat sehingga dapat dijadikan sebagai wadah dalam pemecahan masalah bersama termasuk dalam upaya penanggulangan kemiskinan anggotanya. c. Bahwa dalam KUBE terjalin ikatan yang kuat di antara anggota kelompok sehingga mereka dapat bekerjasama dengan baik termasuk dalam kesepakatan harga jual sayuran, sehingga tidak terdapat persaingan yang tidak sehat. Hai ini juga didasari oleh kekerabatan yang tinggi serta etnik yang sama. d. Bahwa di antara kelompok usaha bersama yang satu dengan kelompok yang lain telah terjalin ikatan dan hubungan yang baik sehingga di antara

16 51 kelompok tersebut dapat saling tolong menolong dalam usaha termasuk dalam upaya pemasaran produksi e. Program KUBE merupakan program pemberdayaan yang berupaya untuk mengembangkan aspek lokalitas dan menjembatani upaya penanggulangan kemiskinan di antara institusi yang terkait seperti pemerintah, swasta, pasar, maupun stakeholder yang lain sehingga tercipta sinergi dalam mewujudkan tujuan bersama dalam meningkatkan kesejahteraan sosial masyarakat. Pembentukan Kelompok Usaha Bersama (KUBE) usaha kebun sayur tersebut merupakan sebuah gerakan sosial (Social Movement) dalam rangka upaya menanggulangi kemiskinan dan meningkatkan taraf kesejahteraan sosial. KUBE dibentuk dan dibangun berangkat dari gejala kemiskinan dan pengharapan yang meningkat sehingga dengan terbentuknya KUBE tersebut memberikan momentum kemudahan dalam situasional, sehingga merupakan sebuah gerakan upaya memerangi kemiskinan. Sebagai saran untuk perbaikan bahwa dalam usaha tersebut, pertama perlunya perbaikan sistem pengorganisasian yang baik dan peningkatan jejaring sehingga dengan demikian eksistensi usaha lebih dapat dikembangkan dan dipertahankan. Kedua; menguatkan kapasitas kelompok dengan memperkuat kepengurusan dan kelembagaan karena dengan demikian akan lebih memberikan kepercayaan terhadap pihak luar yang berkaitan dengan usaha sehingga akan memberikan kemudahan dalam berusaha secara berkelanjutan.

EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN KOMUNITAS

EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN KOMUNITAS 53 EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN KOMUNITAS Pada hakekatnya tujuan pembangunan adalah untuk mewujudkan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat baik perorangan, keluarga, kelompok maupun masyarakat dalam

Lebih terperinci

VII. EVALUASI DAN RUMUSAN PROGRAM PEMBERDAYAAN KELUARGA MISKIN MELALUI KUBE DI KELURAHAN MAHARATU

VII. EVALUASI DAN RUMUSAN PROGRAM PEMBERDAYAAN KELUARGA MISKIN MELALUI KUBE DI KELURAHAN MAHARATU VII. EVALUASI DAN RUMUSAN PROGRAM PEMBERDAYAAN KELUARGA MISKIN MELALUI KUBE DI KELURAHAN MAHARATU 7.1. Evaluasi dan Strategi Pemberdayaan Keluarga Miskin 7.1.1. Evaluasi Kegiatan KUBE di Kelurahan Maharatu.

Lebih terperinci

VI. PROFIL DAN DINAMIKA KELOMPOK USAHA BERSAMA (KUBE) DI KELURAHAN MAHARATU

VI. PROFIL DAN DINAMIKA KELOMPOK USAHA BERSAMA (KUBE) DI KELURAHAN MAHARATU 68 VI. PROFIL DAN DINAMIKA KELOMPOK USAHA BERSAMA (KUBE) DI KELURAHAN MAHARATU 6.1. Profil KUBE Suka Makmur KUBE Suka Makmur berada di Kelurahan Maharatu, Kecamatan Marpoyan Damai Kota Pekanbaru, berdiri

Lebih terperinci

PROGRAM PENINGKATAN PRODUKTIVITAS PAD1 DAN PERLUASAN AREAL TANAM DAN PENGEMBANGAN UBI KAYU (P3PATPU) DI LONG MIDANG

PROGRAM PENINGKATAN PRODUKTIVITAS PAD1 DAN PERLUASAN AREAL TANAM DAN PENGEMBANGAN UBI KAYU (P3PATPU) DI LONG MIDANG PROGRAM PENINGKATAN PRODUKTIVITAS PAD1 DAN PERLUASAN AREAL TANAM DAN PENGEMBANGAN UBI KAYU (P3PATPU) DI LONG MIDANG Salah satu kegiatan penting dalam pelaksanaan program pengembangan masyarakat adalah

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor dengan penyerapan tenaga kerja paling banyak di Indonesia dibandingkan dengan sektor lainnya. Badan Pusat Statistik (2009) melaporkan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA MATARAM NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA MATARAM NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KOTA MATARAM NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MATARAM, Menimbang : a. bahwa keberadaan dan peranan

Lebih terperinci

KELOMPOK USAHA SIMPAN PINJAM GOTONG ROYONG

KELOMPOK USAHA SIMPAN PINJAM GOTONG ROYONG KELOMPOK USAHA SIMPAN PINJAM GOTONG ROYONG Deskripsi dan Perkembangan Kegiatan KUSP Gotong Royong RW IV Kwaluhan, Kelurahan Kertosari didirikan pada tahun 1993. Pada awalnya, KUSP (KUSP) Gotong Royong

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Meskipun Indonesia merupakan negara yang memiliki potensi pertanian yang

BAB I PENDAHULUAN. Meskipun Indonesia merupakan negara yang memiliki potensi pertanian yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Meskipun Indonesia merupakan negara yang memiliki potensi pertanian yang sangat tinggi, namun belum banyak upaya yang dilakukan untuk mengidentifikasi keberhasilan agribisnis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sektor pertanian dan agribisnis di pedesaan merupakan sumber pertumbuhan perekonomian nasional. Agribisnis pedesaan berkembang melalui partisipasi aktif petani

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN TUBAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TUBAN NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KELURAHAN

PEMERINTAH KABUPATEN TUBAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TUBAN NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KELURAHAN 1 PEMERINTAH KABUPATEN TUBAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TUBAN NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TUBAN, Menimbang : a.

Lebih terperinci

VII. RANCANGAN PROGRAM PEMBERDAYAAN KOMUNITAS MISKIN

VII. RANCANGAN PROGRAM PEMBERDAYAAN KOMUNITAS MISKIN VII. RANCANGAN PROGRAM PEMBERDAYAAN KOMUNITAS MISKIN 7.1. Latar Belakang Rancangan Program Kemiskinan di Desa Mambalan merupakan kemiskinan yang lebih disebabkan oleh faktor struktural daripada faktor

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN WONOSOBO

PEMERINTAH KABUPATEN WONOSOBO PEMERINTAH KABUPATEN WONOSOBO PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOSOBO NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI WONOSOBO, Menimbang

Lebih terperinci

BAB V GAMBARAN PROGRAM PENGEMBANGAN MASYARAKAT

BAB V GAMBARAN PROGRAM PENGEMBANGAN MASYARAKAT BAB V GAMBARAN PROGRAM PENGEMBANGAN MASYARAKAT Program pengembangan masyarakat perusahaan sebagai tanggungjawab sosial perusahaan (Corporate Social Responsibility), pengkaji nila belum ada program yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 1997 TENTANG KETRANSMIGRASIAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 1997 TENTANG KETRANSMIGRASIAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 1997 TENTANG KETRANSMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 9 TAHUN 2007 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 9 TAHUN 2007 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 9 TAHUN 2007 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CIAMIS, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Kemiskinan merupakan salah satu permasalahan kesejahteraan sosial yang sangat penting di Indonsia dan perlu mendapat prioritas untuk segera diatasi. Berdasarkan data Badan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SEMARANG, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mewujudkan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 1997 TENTANG KETRANSMIGRASIAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 1997 TENTANG KETRANSMIGRASIAN www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 1997 TENTANG KETRANSMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB VII ISU STRATEGIS DAN RENCANA AKSI DAERAH

BAB VII ISU STRATEGIS DAN RENCANA AKSI DAERAH BAB VII ISU STRATEGIS DAN RENCANA AKSI DAERAH 7.1. Isu Strategis Berbagai masalah yang dialami oleh miskin menggambarkan bahwa kemiskinan bersumber dari ketidakberdayaan dan ketidakmampuan dalam memenuhi

Lebih terperinci

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN Pada bagian ini yang merupakan bagian penutup dari laporan penelitian memuat kesimpulan berupa hasil penelitian dan saran-saran yang perlu dikemukakan demi keberhasilan proses

Lebih terperinci

PROGRAM DALAM MENGATASI KETIMPANGAN TINGKAT PERKEMBANGAN KUBE

PROGRAM DALAM MENGATASI KETIMPANGAN TINGKAT PERKEMBANGAN KUBE PROGRAM DALAM MENGATASI KETIMPANGAN TINGKAT PERKEMBANGAN KUBE Analisis Masalah Pendekatan kelompok melalui pengembangan KUBE mempunyai makna strategis dalam pemberdayaan masyarakat miskin. Melalui KUBE,

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN LUWU UTARA

PEMERINTAH KABUPATEN LUWU UTARA PEMERINTAH KABUPATEN LUWU UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU UTARA NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN STATUS DESA MAROBO, SALASSA, SUKAMAJU DAN BONE-BONE MENJADI KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KUDUS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KELURAHAN

PEMERINTAH KABUPATEN KUDUS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KELURAHAN PEMERINTAH KABUPATEN KUDUS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUDUS, Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1. Tinjauan Pustaka Tahun 2002 pemerintah melalui Departemen Pertanian RI mengeluarkan kebijakan baru dalam upaya

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI HULU SUNGAI SELATAN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka memenuhi

Lebih terperinci

BUPATI GORONTALO PROVINSI GORONTALO

BUPATI GORONTALO PROVINSI GORONTALO BUPATI GORONTALO PROVINSI GORONTALO PERATURAN DAERAH KABUPATEN GORONTALO NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PERENCANAAN, PELAKSANAAN PEMBANGUNAN, PEMANFAATAN, DAN PENDAYAGUNAAN KAWASAN PERDESAAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SUKOHARJO

PEMERINTAH KABUPATEN SUKOHARJO PEMERINTAH KABUPATEN SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH K A B U P A T E N B A N D U N G NOMOR 10 TAHUN 2008

LEMBARAN DAERAH K A B U P A T E N B A N D U N G NOMOR 10 TAHUN 2008 LEMBARAN DAERAH K A B U P A T E N B A N D U N G NOMOR 10 TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI KABUPATEN BANDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 09 TAHUN 2012 TENTANG PEMBERDAYAAN KOMUNITAS ADAT TERPENCIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 09 TAHUN 2012 TENTANG PEMBERDAYAAN KOMUNITAS ADAT TERPENCIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 09 TAHUN 2012 TENTANG PEMBERDAYAAN KOMUNITAS ADAT TERPENCIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang : MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa untuk

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG Nomor : 827 Tahun : 2012 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SERANG, Menimbang

Lebih terperinci

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN SALINAN BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PEMBERDAYAAN, PENGEMBANGAN DAN PERLINDUNGAN KOPERASI DAN USAHA KECIL

PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PEMBERDAYAAN, PENGEMBANGAN DAN PERLINDUNGAN KOPERASI DAN USAHA KECIL PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PEMBERDAYAAN, PENGEMBANGAN DAN PERLINDUNGAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANTEN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BUPATI PENAJAM PASER UTARA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR... TAHUN...

BUPATI PENAJAM PASER UTARA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR... TAHUN... BUPATI PENAJAM PASER UTARA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN, PEMBERDAYAAN, DAN PEMBINAAN KOPERASI DAN USAHA MIKRO,

Lebih terperinci

ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI PEMBANGUNAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DESA

ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI PEMBANGUNAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DESA ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI PEMBANGUNAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DESA SEMINAR INTERNASIONAL TEMU ILMIAH NASIONAL XV FOSSEI JOGJAKARTA, 4 MARET 2015 DR HANIBAL HAMIDI, M.Kes DIREKTUR PELAYANAN SOSIAL

Lebih terperinci

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG BUPATI SUKOHARJO PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 1997 TENTANG KETRANSMIGRASIAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 1997 TENTANG KETRANSMIGRASIAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 1997 TENTANG KETRANSMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 1997 TENTANG KETRANSMIGRASIAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 1997 TENTANG KETRANSMIGRASIAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 1997 TENTANG KETRANSMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

WALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MAGELANG, Menimbang : Mengingat : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

KEMENTERIAN PERTANIAN RI DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN PEDOMAN TEKNIS PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN PETERNAK

KEMENTERIAN PERTANIAN RI DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN PEDOMAN TEKNIS PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN PETERNAK KEMENTERIAN PERTANIAN RI DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN PEDOMAN TEKNIS PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN PETERNAK Jakarta, Januari 2013 KATA PENGANTAR Pengembangan kelembagaan peternak merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tujuan pembangunan nasional adalah mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila. Pembangunan merupakan salah satu cara untuk mencapai keadaan tersebut,

Lebih terperinci

BUPATI SUMBAWA BARAT

BUPATI SUMBAWA BARAT BUPATI SUMBAWA BARAT PERATURAN BUPATI SUMBAWA BARAT NOMOR 5 TAHUN 2017 TENTANG PROGRAM DAERAH PEMBERDAYAAN GOTONG ROYONG (PDPGR) KARTU BARIRI TANI DAN KARTU BARIRI TERNAK DI KABUPATEN SUMBAWA BARAT DENGAN

Lebih terperinci

LATAR BELAKANG PENGEMBANGAN KOMUNITAS

LATAR BELAKANG PENGEMBANGAN KOMUNITAS LATAR BELAKANG PENGEMBANGAN KOMUNITAS Pada kegiatan Praktek Lapangan 2 yang telah dilakukan di Desa Tonjong, penulis telah mengevaluasi program atau proyek pengembangan masyarakat/ komunitas yang ada di

Lebih terperinci

BUPATI PURWOREJO PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR 16 TAHUN 2008 TENTANG

BUPATI PURWOREJO PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR 16 TAHUN 2008 TENTANG BUPATI PURWOREJO PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR 16 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN TEKNIS PENGELOLAAN KEUANGAN PROGRAM PEMBERDAYAAN POTENSI KESEJAHTERAAN SOSIAL MASYARAKAT (P2KSM) KABUPATEN PURWOREJO DENGAN

Lebih terperinci

BAB II PERENCANAAN KINERJA.

BAB II PERENCANAAN KINERJA. BAB II PERENCANAAN KINERJA. A. RENCANA STRATEGIS Perencanaan Strategis Dinas Sosial Provinsi Gorontalo Tahun 2012 2017 adalah suatu proses yang berorientasi pada hasil yang ingin dicapai dan dilaksanakan

Lebih terperinci

PROFESIONALISME DAN PERAN PENYULUH PERIKANAN DALAM PEMBANGUNAN PELAKU UTAMA PERIKANAN YANG BERDAYA

PROFESIONALISME DAN PERAN PENYULUH PERIKANAN DALAM PEMBANGUNAN PELAKU UTAMA PERIKANAN YANG BERDAYA PROFESIONALISME DAN PERAN PENYULUH PERIKANAN DALAM PEMBANGUNAN PELAKU UTAMA PERIKANAN YANG BERDAYA Fahrur Razi Penyuluh Perikanan Muda pada Pusat Penyuluhan Kelautan dan Perikanan email: fahrul.perikanan@gmail.com

Lebih terperinci

pestisida dan permodalan (Sisfahyuni, 2008).

pestisida dan permodalan (Sisfahyuni, 2008). 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kerangka Teoritis 2.1.1. Peran Kelembagaan Pertanian Penguatan posisi tawar petani melalui kelembagaan merupakan suatu kebutuhan yang sangat mendesak dan mutlak diperlukan oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penduduk miskin di Indonesia berjumlah 28,55 juta jiwa dan 17,92 juta jiwa diantaranya bermukim di perdesaan. Sebagian besar penduduk desa memiliki mata pencarian

Lebih terperinci

UU 15/1997, KETRANSMIGRASIAN. Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 15 TAHUN 1997 (15/1997) Tanggal: 9 MEI 1997 (JAKARTA)

UU 15/1997, KETRANSMIGRASIAN. Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 15 TAHUN 1997 (15/1997) Tanggal: 9 MEI 1997 (JAKARTA) UU 15/1997, KETRANSMIGRASIAN Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 15 TAHUN 1997 (15/1997) Tanggal: 9 MEI 1997 (JAKARTA) Tentang: KETRANSMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang PRESIDEN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN UPAYA PENANGANAN FAKIR MISKIN MELALUI PENDEKATAN WILAYAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN UPAYA PENANGANAN FAKIR MISKIN MELALUI PENDEKATAN WILAYAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN UPAYA PENANGANAN FAKIR MISKIN MELALUI PENDEKATAN WILAYAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat 8 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat Pengembangan masyarakat merupakan suatu gerakan yang dirancang untuk meningkatkan taraf hidup keseluruhan komunitas melalui partisipasi

Lebih terperinci

BAB V PROGRAM PENGEMBANGAN MASYARAKAT DI KELURAHAN TENGAH

BAB V PROGRAM PENGEMBANGAN MASYARAKAT DI KELURAHAN TENGAH 60 5.1. Latar Belakang Program BAB V PROGRAM PENGEMBANGAN MASYARAKAT DI KELURAHAN TENGAH Pembangunan Sosial berbasiskan komunitas merupakan pembangunan yang menitikberatkan pada pemberdayaan masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang melanda Indonesia menyebabkan munculnya. menurunnya konsumsi masyarakat. Untuk tetap dapat memenuhi kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang melanda Indonesia menyebabkan munculnya. menurunnya konsumsi masyarakat. Untuk tetap dapat memenuhi kebutuhan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Krisis ekonomi yang melanda Indonesia menyebabkan munculnya berbagai macam masalah di dalam kehidupan masyarakat seperti terjadinya PHK pada buruh kontrak, jumlah pengangguran

Lebih terperinci

BUPATI BANYUWANGI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENATAAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA/KELURAHAN

BUPATI BANYUWANGI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENATAAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA/KELURAHAN BUPATI BANYUWANGI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENATAAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA/KELURAHAN DI KABUPATEN BANYUWANGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUWANGI,

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SERANG,

PERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SERANG, PERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SERANG, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan dalam Pasal 22 ayat (1)

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI HULU SUNGAI UTARA, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 1. TinjauanPustaka PNPM Mandiri PNPM Mandiri adalah program nasional penanggulangan kemiskinan terutama yang berbasis pemberdayaan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI KAJIAN

III. METODOLOGI KAJIAN 28 III. METODOLOGI KAJIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Berdasarkan dari tinjauan pustaka pada bab terdahulu, dapat dibuat suatu kerangka pikir yang berupa hipotesa pengarah dalam melakukan kajian ini, hipotesis

Lebih terperinci

GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN GUBERNUR SUMATERA BARAT NOMOR 20 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL BAGI PENYANDANG DISABILITAS

GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN GUBERNUR SUMATERA BARAT NOMOR 20 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL BAGI PENYANDANG DISABILITAS GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN GUBERNUR SUMATERA BARAT NOMOR 20 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL BAGI PENYANDANG DISABILITAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA

Lebih terperinci

PEMERINTAHAN KABUPATEN BINTAN

PEMERINTAHAN KABUPATEN BINTAN PEMERINTAHAN KABUPATEN BINTAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BINTAN NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BINTAN, Menimbang:

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 53 TAHUN 2014 TAHUN 2014 TENTANG

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 53 TAHUN 2014 TAHUN 2014 TENTANG GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 53 TAHUN 2014 TAHUN 2014 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN UPAYA PENANGANAN FAKIR MISKIN MELALUI PENDEKATAN WILAYAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN UPAYA PENANGANAN FAKIR MISKIN MELALUI PENDEKATAN WILAYAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN UPAYA PENANGANAN FAKIR MISKIN MELALUI PENDEKATAN WILAYAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 8 TAHUN 2017 TENTANG

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 8 TAHUN 2017 TENTANG SALINAN BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 8 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN PENATAAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DI KABUPATEN PURBALINGGA DENGAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Badan Keswadayaan Masyarakat ( BKM) dan fungsi BKM Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM) merupakan suatu institusi/ lembaga masyarakat yang berbentuk paguyuban, dengan

Lebih terperinci

VIII. REKOMENDASI KEBIJAKAN

VIII. REKOMENDASI KEBIJAKAN VIII. REKOMENDASI KEBIJAKAN 8.1. Rekomendasi Kebijakan Umum Rekomendasi kebijakan dalam rangka memperkuat pembangunan perdesaan di Kabupaten Bogor adalah: 1. Pengembangan Usaha Ekonomi Masyarakat, adalah

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Krisis ekonomi yang mulai terjadi tahun 1997 lalu masih menyisakan banyak permasalahan, khususnya bagi masyarakat kalangan menengah ke bawah. Usaha besar para konglomerat semakin

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN Tinjauan Pustaka PUAP adalah sebuah program peningkatan kesejahteraan masyarakat, merupakan bagian dari pelaksanaan program

Lebih terperinci

BAB V GAMBARAN UMUM PROGRAM PMUK DI KABUPATEN PELALAWAN

BAB V GAMBARAN UMUM PROGRAM PMUK DI KABUPATEN PELALAWAN BAB V GAMBARAN UMUM PROGRAM PMUK DI KABUPATEN PELALAWAN 5.1. PMUK dan Proses Bergulir PMUK 5.1.1. Latar Belakang PMUK Pada tahun 1998 terjadi peralihan dari KUT ke KKP, dari peralihan tersebut maka terjadi

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 7 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN

Lebih terperinci

KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 53 KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS Kerangka Pemikiran Kemiskinan Proses pembangunan yang dilakukan sejak awal kemerdekaan sampai dengan berakhirnya era Orde Baru, diakui atau tidak, telah banyak menghasilkan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pemberdayaan masyarakat

Lebih terperinci

BAB 28 PENINGKATAN PERLINDUNGAN DAN KESEJAHTERAAN SOSIAL

BAB 28 PENINGKATAN PERLINDUNGAN DAN KESEJAHTERAAN SOSIAL BAB 28 PENINGKATAN PERLINDUNGAN DAN KESEJAHTERAAN SOSIAL A. KONDISI UMUM Pelaksanaan pembangunan bidang kesejahteraan sosial selama periode 2001-2004 memperlihatkan kondisi yang menggembirakan, terutama

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No. 5449 TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI KESEJAHTERAAN. Penanganan. Fakir Miskin. Pendekatan Wilayah. Pelaksanaan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 157) PENJELASAN ATAS

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Bentuk modal sosial yang dikembangkan dalam koperasi Credit Union Tunas

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Bentuk modal sosial yang dikembangkan dalam koperasi Credit Union Tunas 165 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan 1. Bentuk modal sosial yang dikembangkan dalam koperasi Credit Union Tunas Mekar adalah nilai dan norma yang membangun sikap kejujuran, saling percaya, tangungjawab,

Lebih terperinci

BAB 28 PENINGKATAN PERLINDUNGAN DAN KESEJAHTERAAN SOSIAL

BAB 28 PENINGKATAN PERLINDUNGAN DAN KESEJAHTERAAN SOSIAL BAB 28 PENINGKATAN PERLINDUNGAN DAN KESEJAHTERAAN SOSIAL BAB 28 PENINGKATAN PERLINDUNGAN DAN KESEJAHTERAAN SOSIAL A. KONDISI UMUM Pelaksanaan pembangunan bidang kesejahteraan sosial selama periode 2001-2004

Lebih terperinci

KERANGKA PENDEKATAN TEORI. dalam suatu organisasi atau jaringan dan ditentukan oleh faktor-faktor pembatas dan

KERANGKA PENDEKATAN TEORI. dalam suatu organisasi atau jaringan dan ditentukan oleh faktor-faktor pembatas dan II. KERANGKA PENDEKATAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Kelembagaan Pertanian (Djogo et al, 2003) kelembagaan adalah suatu tatanan dan pola hubungan antara anggota masyarakat atau organisasi yang saling mengikat

Lebih terperinci

IKHTISAR EKSEKUTIF. Hasil Rekapitulasi Pencapain kinerja sasaran pada Tahun 2012 dapat dilihat pada tabel berikut :

IKHTISAR EKSEKUTIF. Hasil Rekapitulasi Pencapain kinerja sasaran pada Tahun 2012 dapat dilihat pada tabel berikut : IKHTISAR EKSEKUTIF Sistem AKIP/LAKIP Kabupaten Sukabumi adalah untuk mendorong terciptanya akuntabilitas kinerja Pemerintah Kabupaten Sukabumi sebagai salah satu bentuk pertanggungjawaban yang baik, transparan

Lebih terperinci

VII. Pola Hubungan dalam Lembaga APKI di Kecamatan Kahayan Kuala Kabupaten Pulang Pisau Kalimantan Tengah

VII. Pola Hubungan dalam Lembaga APKI di Kecamatan Kahayan Kuala Kabupaten Pulang Pisau Kalimantan Tengah VII. Pola Hubungan dalam Lembaga APKI di Kecamatan Kahayan Kuala Kabupaten Pulang Pisau Kalimantan Tengah Kecamatan Kahayan Kuala merupakan salah satu wilayah Kecamatan di Kabupaten Pulang Pisau yang sangat

Lebih terperinci

BUPATI MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MADIUN NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG PEMBERDAYAAN KOPERASI, USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH

BUPATI MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MADIUN NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG PEMBERDAYAAN KOPERASI, USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH BUPATI MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MADIUN NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG PEMBERDAYAAN KOPERASI, USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MADIUN, Menimbang : a.

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 1997 TENTANG KETRANSMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 1997 TENTANG KETRANSMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 1997 TENTANG KETRANSMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa transmigrasi merupakan bagian integral dari

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Upaya penanganan kemiskinan sejak zaman pemerintah Orde Baru sudah dirasakan manfaatnya, terbukti dari jumlah penurunan jumlah penduduk miskin yang terjadi antara tahun 1976

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN UPAYA PENANGANAN FAKIR MISKIN MELALUI PENDEKATAN WILAYAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN UPAYA PENANGANAN FAKIR MISKIN MELALUI PENDEKATAN WILAYAH SALINAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN UPAYA PENANGANAN FAKIR MISKIN MELALUI PENDEKATAN WILAYAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BINTAN TAHUN 2008 NOMOR 4

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BINTAN TAHUN 2008 NOMOR 4 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BINTAN TAHUN 2008 NOMOR 4 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BINTAN NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

PROGRAM PENGUATAN KELEMBAGAAN KOPERASI RUKUN TETANGGA

PROGRAM PENGUATAN KELEMBAGAAN KOPERASI RUKUN TETANGGA 98 PROGRAM PENGUATAN KELEMBAGAAN KOPERASI RUKUN TETANGGA Sumaryadi (2005), menyatakan bahwa perencanaan adalah salah satu fungsi dari seluruh proses manajemen untuk pencapaian tujuan tertentu. Prinsip

Lebih terperinci

BUPATI PURWOREJO PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR: 11 TAHUN 2006 TENTANG

BUPATI PURWOREJO PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR: 11 TAHUN 2006 TENTANG SALINAN 1 BUPATI PURWOREJO PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR: 11 TAHUN 2006 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN KEUANGAN PROGRAM PEMBERDAYAAN POTENSI KESEJAHTERAAN SOSIAL MASYARAKAT (P2KSM) KABUPATEN PURWOREJO

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. Laporan Akhir PLPBK Desa Jipang Menuju Desa Yang Sehat, Berkembang dan Berbudaya 62

BAB VI PENUTUP. Laporan Akhir PLPBK Desa Jipang Menuju Desa Yang Sehat, Berkembang dan Berbudaya 62 BAB VI PENUTUP 6.1 Rencana Kerja Untuk mewujudkan Visi Penataan Lingkungan Permukiman Desa Jipang yaitu terwujudnya Desa Jipang yang sehat, berkembang dan berbudaya maka lembaga lembaga masyrakat beserta

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH, Menimbang : a. bahwa Usaha Mikro,

Lebih terperinci

BAB 29 PENINGKATAN PERLINDUNGAN

BAB 29 PENINGKATAN PERLINDUNGAN BAB 29 PENINGKATAN PERLINDUNGAN DAN KESEJAHTERAAN SOSIAL Perlindungan dan kesejahteraan sosial merupakan hal-hal yang berkaitan dengan keterlantaran baik anak maupun lanjut usia, kecacatan, ketunasosialan,

Lebih terperinci

WALIKOTA BALIKPAPAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 12 TAHUN 2014 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH

WALIKOTA BALIKPAPAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 12 TAHUN 2014 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH WALIKOTA BALIKPAPAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 12 TAHUN 2014 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BALIKPAPAN, Menimbang

Lebih terperinci

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG BUPATI SUKOHARJO PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 11 TAHUN 2007 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA Menimbang Mengingat

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 1230, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENHUT. Kelompok Tani Hutan. Pembinaan. Pedoman. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.57/Menhut-II/2014 TENTANG PEDOMAN PEMBINAAN KELOMPOK

Lebih terperinci

- 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG

- 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG - 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR,

Lebih terperinci

Program Mahasiswa Wirausaha Bagi Kopertis dan Perguruan Tinggi Swasta

Program Mahasiswa Wirausaha Bagi Kopertis dan Perguruan Tinggi Swasta Sumber : Kementerian Pendidikan Nasional/Dirjen Dikti/Direktorat Kelembagaan 15 November 2008 Program Mahasiswa Wirausaha Bagi Kopertis dan Perguruan Tinggi Swasta LATAR BELAKANG Hasil Survei Sosial Ekonomi

Lebih terperinci

- 1 - MENTERI DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA

- 1 - MENTERI DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA - 1 - SALINAN MENTERI DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. peningkatan penduduk dari tahun 2007 sampai Adapun pada tahun 2009

I. PENDAHULUAN. peningkatan penduduk dari tahun 2007 sampai Adapun pada tahun 2009 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Berdasarkan Badan Pusat Statistik (2008), Provinsi Jawa Barat mengalami peningkatan penduduk dari tahun 2007 sampai 2009. Adapun pada tahun 2009 jumlah penduduk Jawa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan tingginya tingkat kemiskinanberhubungan erat dengan permasalahan pertanian di Indonesia. Menurut Nasution (2008), beberapa masalah pertanian yangdimaksud

Lebih terperinci

PEMERINTAH DESA BATUJAJAR BARAT KECAMATAN BATUJAJAR KABUPATEN BANDUNG BARAT JL. Desa NO : 11 DESA BATUJAJAR BARAT KECAMATAN BATUJAJAR

PEMERINTAH DESA BATUJAJAR BARAT KECAMATAN BATUJAJAR KABUPATEN BANDUNG BARAT JL. Desa NO : 11 DESA BATUJAJAR BARAT KECAMATAN BATUJAJAR PERATURAN DESA BATUJAJAR BARAT NOMOR 02 TAHUN 2017 TENTANG PEMBENTUKAN DAN PENGELOLAAN BADAN USAHA MILIK DESA (BUMDes) TAHUN 2017 PEMERINTAH DESA BATUJAJAR BARAT KECAMATAN BATUJAJAR KABUPATEN BANDUNG BARAT

Lebih terperinci

KABUPATEN PESAWARAN KECAMATAN WAY RATAI DESA GUNUNGREJO PERATURAN DESA NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA

KABUPATEN PESAWARAN KECAMATAN WAY RATAI DESA GUNUNGREJO PERATURAN DESA NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA KABUPATEN PESAWARAN KECAMATAN WAY RATAI DESA GUNUNGREJO PERATURAN DESA NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA DESA GUNUNGREJO, Menimbang : a. Bahwa

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 1997 TENTANG KETRANSMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 1997 TENTANG KETRANSMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 1997 TENTANG KETRANSMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa transmigrasi merupakan bagian integral

Lebih terperinci

BAB V RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN PRIORITAS TAHUN 2015

BAB V RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN PRIORITAS TAHUN 2015 BAB V RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN PRIORITAS TAHUN 2015 Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD) Kabupaten Pekalongan Tahun 2015 merupakan tahun keempat pelaksanaan RPJMD Kabupaten Pekalongan tahun 2011-2016.

Lebih terperinci

Menimbang: a. bahwa Koperasi dan Usaha Kecil memiliki peran dan

Menimbang: a. bahwa Koperasi dan Usaha Kecil memiliki peran dan GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BEUTUNG PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR 13 TAHUN 2017 TENTANG PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KEPULAUAN

Lebih terperinci