4.1 Isolasi Kitin. 4 Hasil dan Pembahasan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "4.1 Isolasi Kitin. 4 Hasil dan Pembahasan"

Transkripsi

1 4 asil dan Pembahasan 4.1 Isolasi Kitin Kitin banyak terdapat pada dinding jamur dan ragi, lapisan kutikula dan exoskeleton hewan invertebrata seperti udang, kepiting dan serangga. Bahan-bahan yang terdapat dalam cangkang udang ini adalah kitin (15-40%), protein (20-40%) dan kalsium karbonat (20 50%). Pada penelitian ini telah berhasil diisolasi kitin dari cangkang kulit udang melalui tiga tahap reaksi yaitu pertama, tahap deproteinasi atau tahap penghilangan protein. Didalam kulit udang, kitin terikat secara kovalen dengan protein spesifik yang mengelilinginya.sehingga akan mengganggu proses isolasi kitin tersebut. leh karena itu, diperlukan basa yang kuat untuk memutuskan ikatan kovalen tersebut, maka digunakan larutan Na 3,5 % pada suhu 60 ) selama 2 jam. Terlepasnya protein dari kulit udang ditandai dengan terbentuknya larutan berwarna oranye kekuningan serta menandakan adanya pigmen warna yang terkandung didalam cangkang kulit udang. Untuk memisahkannya, dilakukan penyaringan biasa. Adapun efektivitas penghilangan protein ini dipengaruhi oleh tiga faktor, pertama yaitu kekuatan basa pengekstrak, lama waktu ekstraksi dan suhu ekstraksi..prosedur percobaan ini merupakan adopsi dari metode isolasi kitin dari kulit udang oleh ong K. dkk. Tahap kedua adalah demineralisasi atau tahap penghilangan mineral. Garam mineral yang paling banyak terkandung di dalam kulit udang adalah a 3, a 3 (P 4 ) 2.Untuk menghilangkannya, dilakukan dengan menambahkan larutan l 1M selama 2 jam tanpa pemanasan. Reaksi yang terjadi adalah reaksi asam-basa karena tidak terjadi perubahan bilangan oksidasi. Warna yang ditimbulkan hasil reaksi adalah putih ke-oranyean. Pemisahan dilakukan dengan penyaringan biasa dan untuk menghilangkan kandungan l pada proses isolasi ini, dilakukan pencucian dengan menggunakan aqua dm. Reaksi yang terjadi selama demineralisasi adalah sebagai berikut: a 3(s) + 2l (aq) a 3 (P 4 ) 2 (aq) + 4 l (aq) al 2 (aq) + 2 (l) + 2 (g) 2 al 2 (aq) + a( 2 P 4 ) 2 (aq) 52

2 Tahap ketiga adalah tahap dekolorisasi atau penghilangan warna. Kitin pada cangkang kulit udang berikatan dengan pigmen astaxanthin dan kantaxanthin membentuk kompleks.berdasarkan gambar 4.1,yang menunjukkan struktur astaxanthin mengandung ikatan =- yang dapat mengganggu pada spektroskopi IR karena serapannya hampir sama dengan serapan -N- ( cm -1 ) pada kitin. Gambar 4.1 Struktur astaxanthin dan cantaxantin Untuk menghilangkannya dapat dilakukan dengan penambahan reagen oksidator seperti aseton,asam oksalat, kaporit atau KMn 4. Pada penelitian ini, telah dipilih aseton sebagai oksidator karena ada kesesuaian kepolaran. Proses ekstraksi dengan aseton dilakukan dengan metode soxhlet. Namun, penggunaan metode ini tidak optimum karena warna kitin yang diperoleh tidak benar-benar putih serta memerlukan waktu yang relatif lama.leh karena itu, dipergunakan metode lain dengan prinsip yang sama yaitu ekstraksi dengan cara menambahkan aseton secara langsung ke dalam padatan kitin disertai dengan pemanasan dan pengadukan pada tempat yang tertutup agar aseton tidak menguap. Faktor lamanya ekstraksi juga sangat mempengaruhi hasil yang diperoleh. Disamping penggunaan aseton sebagai oksidator, pada penelitian sebelumnya, digunakan larutan kaporit atau Nal yang dapat menghasilkan kitin berwarna putih karena daya hidrolisisnya lebih kuat.,tetapi memiliki kelemahan yaitu tidak ramah lingkungan. Setelah melalui ketiga tahap tersebut, akhirnya diperoleh kitin bebas protein, mineral serta pigmen sebanyak 19,2602 gram.. Dengan persen hasil yang diperoleh sebanyak 25,52%. asil persen akhir keseluruhan dapat terlihat pada tabel

3 Tabel 4.1 Persen kehilangan berat dari isolasi kitin No Proses Berat (gram) % kehilangan berat 1 Deproteinasi 38, ,52 % 2 Demineralisasi 23, ,02 % 3 Dekolorinasi 19, ,52 % Tabel 4.1 menunjukkan kesesuaian hasil yang diperoleh jika dibandingkan dengan literatur, yaitu komposisi kitin berkisar %. Untuk membuktikan isolasi kitin telah berhasil, maka dilakukan pengujian berupa kelarutan didalam larutan asam asetat 3 %, dan pengukuran spektrum inframerah dengan menggunakan pelet KBr. 4.2 Konversi Kitin menjadi Kitosan Kitosan adalah kitin yang terdeasetilasi sebanyak lebih dari 70% dengan melibatkan rekasi hidrolisis oleh basa kuat. leh karena itu,untuk mendapatkan kitosan, kitin sebanyak 19,2602 gram yang telah di peroleh di reaksikan dengan larutan Na 50 %,reaksi dilakukan pada temperatur 105 o. Deasetilasi merupakan penghilangan gugus N-asetil asetamida pada kitin menjadi gugus amina yang kita kenal dengan kitosan. Suhu harus dijaga konstan berkisar o. Gambaran mekanisme reaksi deasetilasi kitin dapat terlihat pada gambar berikut ini : 54

4 N - N N - - N N 2 N N N - - Gambar 4.2 Mekanisme reaksi konversi kitin menjadi kitosan Banyaknya gugus asetil yang terlepas dinyatakan dengan derajat deasetilasi. Terlihat pada Gambar 4.2 bahwa perbedaan antara kitin dengan kitosan, terletak pada atom nomor 2. Pada kitin, semua unti monosakaridanya memiliki gugus asetamida sedangkan pada kitosan sebagian unit monosakaridanya memiliki gugus amina. 4.3 Karakterisasi Kitin dan Kitosan Untuk memastikan telah terbentuk kitosan maka tes awal yang dapat dilakukan adalah dengan melarutkan kitosan di dalam larutan asam asetat. Karena antara kitin dengan kitosan memiliki sifat kelarutan yang berbeda..berdasarkan penelitian dari Mia, diketahui bahwa kitosan dapat larut di dalam larutan asam asetat 1 % maupun larutan asam asetat 3%. Pada penelitian ini, di lakukan pengujian kelarutan kitosan terhadap larutan asam asetat, dengan mengunakan perbandingan jumlah kitosan yang digunakan, seperti terlihat pada tabel 4.2, menunjukkan bahwa pada komposisi 1 % (v/v) larutan kitosan, persen kelarutannya sangat besar.sehingga pada penelitian ini, digunakan larutan kitosan sebanyak 1 % (v/v) yaitu untuk setiap 1 gram kitosan, ditambahkan larutan asam asetat 3 % sebanyak 100 ml. 55

5 Tabel 4.2 Persen Kelarutan Kitosan Gram Kitosan awal Residu % kelarutan 1 % larutan kitosan 1,5008 (150 ml pelarut) 0,2260 gram 82,27 % 2 % larutan kitosan 2,0076 (100 ml pelarut) 1,3218 gram 34,16 % Selain uji kelarutan, dapat juga dilakukan dengan pengukuran spektrum Inframerah dengan menggunakan pelet KBr untuk melihat gugus-gugus fungsi yang terikat. 100 %T =- amida eter aromatik alkohol metil -N- amina primer ---alkohol alkohol Khitosanc /cm Gambar 4.3 Spektrum Inframerah Kitosan Dapat terlihat pada Gambar spektrum 4.3, puncak-puncak umum dari kitin dan kitosan terlihat pada Tabel

6 Tabel 4. 3 Data Spektrum Inframerah Kitosan Bilangan gelombang Jenis Ikatan Keterangan cm Eter siklik cm -1 = Asetamida cm -1 - hidroksi cm -1 N- Vibrasi stretching pada Amida cm -1 - Alkohol primer 1100 cm -1 - Alkohol sekunder Spektrum kitin dan kitosan dapat dibedakan dengan melihat berkurangnya intensitas gugus =- (asetamida) pada bilangan gelombang 1665,4 cm -1 yang menunjukkan kitin telah terdeasetilasi,sedangkan intensitas untuk N- yaitu pada 3448,8 cm -1 mengalami kenaikan. al ini terjadi karena pada kitosan mengandung banyak ikatan N-. Pada Gambar spektrum 4.3 terdapat gugus = pada 2 - dengan intensitas yang cukup tinggi, hal ini dikarenakan ketika pengerjaan pembuatan pelet, kondisi ruangan tidak konstan kemungkinan berasal dari udara lingkungan. Spektrum kitin terlihat pada Gambar 97.5 %T eter aromatik alkohol alkohol N- amina primer -=- amida alkohol Kitin /cm Gambar 4.4 Spektrum inframerah kitin Untuk lebih memastikan telah berhasilnya sintesis kitosan, pada penelitian ini dilakukan pengukuran derajat deasetilasi dengan metoda baseline pada sepektrum inframerah. Metode 57

7 ini di adopsi dari penelitian Domszy dan Robert. Dengan menggunakan rumus : A 1 A3448 1, % N-deasetilasi={100 - x } x 100% dimana A 1658 merupakan nilai absorban pada bilangan gelombang 1658 cm -1 yang merupakan pita amida yang menunjukkan jumlah gugus N-asetil, sedangkan A 3448 merupakan nilai absorban pada bilangan gelombang 3448 cm -1 yang merupakan pita - hidroksil sebagai standar dalam. Faktor 1,33 dinyatakan sebagai nilai perbandingan A 1658 / A 3448 untuk semua gugus N-asetil pada kitosan terdeasetilasi. Pada penelitian ini diperoleh nilai derajat deasetilasi mencapai 79,31 %, sedangkan berdasarkan literatur, disebutkan bahwa dikatakan kitosan ketika besarnya nilai derajat deasetilasi lebih dari 70 %. Pengukuran derajat deasetilasi memberikan karakteristik tertentu pada kitosan,yaitu nilai berat molekul ratarata. Berat molekul rata-rata yang diperoleh dari hasil deasetilasi sebanyak 1,16 x 10 7 gr/mol. Pengukuran berat molekul ini sangat besar bila dibandingkan dengan literatur berkisar 1,0 x10 4 1,0 x10 6 gr/mol. al ini dikarenakan perbedaan derajat deasetilasi. Semakin besar nilai derajat deasetilasinya, maka nilai berat molekul rata-rata dari kitosan akan berkurang. 4.4 Membran Kitosan dan Membran Kitosan-TES Kitosan yang diperoleh dapat dibuat film tipis (membran) dengan ketebalan tertentu.pembuatan Membran kitosan dapat dilakukan dengan inversi fasa, yaitu proses transformasi polimer dari fasa cair ke fasa padat dengan kondisi terkendali penguapan pelarut pada suhu tertentu (Mulder, 1996) tahapannya adalah dengan membuat larutan kitosan 1% sebagai larutan cetak, yang kemudian di cetak ke dalam suatu cawan petri dengan volume 20 ml,selanjutnya pelarut dibiarkan menguap sehingga yang tertinggal adalah endapan polimer yang tercetak didalam cawan petri. Untuk melepaskan membran tersebut dapat dilakukan dengan perendaman dengan larutan Na 2 M, kemudian didiamkan selama kurang lebih 30 menit, dan membran siap diangkat, yang kemudian dicuci dengan aqua dm untuk menghilangkan larutan Na yang menempel. Pada proses ini, larutan Na berperan sebagai nonpelarut atau suatu koagulan. Dengan metoda inversi fasa ini dapat diperoleh membran yang porous. Proses selanjutnya adalah sintesis membran kitosan-tes, yaitu mengikatsilangkan suatu material anorganik yaitu tetraetilortosilikat (TES) kedalam suatu polimer organik. Tahap sintesis dilakukan dengan penambahan langsung TES kedalam larutan kitosan 1% melauli proses sol-gel.proses ini melibatkan dua reaksi yaitu reaksi hidrolisis dan reaksi kondensasi, 58

8 mekanisme yang terjadi : Gambar 4..5 Mekanisme hidrolisis dan kondensasi dari TES Membran kitosan serta turunannya yang berhasil di sintesis yaitu TSN ; TSN-0,5 ; TSN-1; TSN-1,5; serta TSN-2. Angka dibelakang kode TSN menyatakan volume (ml) TES yang ditambahkan.untuk membuktikan TSN bereaksi dengan TES dan terjadi pengikatsilangan, dilakukan pengukuran berat molekul rata-rata, dan juga dilakukan pengukuran spektrum inframerah terhadap membran. Pada pengukuran berat molekul terdapat perbedaan dimana BM TSN = 1,16 x 10 7 Da, sedangkan pada membran TSN-1,5 BM= 2,23 x 10 7 Da. Dari data ini dapat diperoleh berapa banyak TES yang terikat silang. Selisih BM jika dibagi dengan Mr dari TES, diperoleh molekul TES yang terikat. Pada pengukuran spektrum inframerah dengan penggunaan pelet KBr, hasil spektrum yang diperoleh terlihat pada Gambar 4.8. Tipe membran yang digunakan adalah TSN-1,5. 59

9 105 %T alkohol ulur =- amida -N--amina R alifatik membran kitsan Gambar 4.6 Spektrum Inframerah membran TSN-1, ulur /cm Sedangkan puncak-puncak yang muncul pada bilangan gelombang tertentu dapat terlihat pada tabel 4.4 Tabel 4..4 Data spektrum inframerah dari membran kitosan-tes Bilangan gelombang Ikatan cm cm dan -- (alifatik) cm ulur cm eter siklik cm -1 = amida cm -1 - hidroksi cm -1 N- primer metil cm -1 - alkohol cm -1 - alkohol

10 Kemungkinan besar pengikatsilangan yang terbentuk adalah antara gugus (ikatan --R,R=alifatik ), hal ini ditunjukkan dengan adanya puncak pada bilangan gelombang cm -1 sedangkan gugus N 2 tetap menjadi gugus amina bebas. Usulan mekanisme pengikatsilangan dapat terlihat Gambar N 3 N n N 3 N n -2 N 3 N n Gambar 4.7 Mekanisme pengikatsilangan kitosan-tes Sealiain terjadi pengikatsilangan, kemungkinan besar masuknya TES ke dalam matriks kitosan melalui interaksi ionik nya, namun interaksi ini tidak dapat terlihat di dalam spektrum inframerah. (Gambar 4.8) 61

11 Interaksi lain yang mungkin terjadi adalah N 3 N n Gambar 4.8 Interasksi kitosan-tes Terdapat interaksi van der waals antara gugus amino dengan gugus silanol (-), serta ikatan hidrogen pada gugus asetamida dengan gugus silanol,yang dapat menyumbangkan sifat kekuatan pada membran kitosan-tes. Namun diperlukan analisis lanjut untuk memastikannya yaitu dengan 12 NMR. 4.5 Pengaruh Suhu terhadap Membran Ketahanan terhadap temperatur juga digunakan sebagai parameter suksesnya suatu sel bahan bakar. Selama ini, suhu operasi di dalam sel bahan bakar berbasis metanol dilakukan pada temperatur Dengan disintesisnya membran kitosan-tes, yang mengandung atom silika, diharapkan dapat digunakan pada suhu operasi tinggi. Karena TES memiliki temperatur dekomposisi mencapai suhu Pada percobaan ini, dilakukan pengukuran secara gravimetri yaitu dengan mengukur selisih massa membran sebelum pemanasan dan setelah pemanasan, serta melihat perubahan fisik dari membran tersebut. Pada Tabel 4.5 menunjukkan pengaruh suhu terhadap membran yang dinyatakan dengan persen kehilangan berat : 62

12 Tabel 4.5 Data persen kehilangan berat pada berbagai suhu Type Membran Suhu 60 0 Suhu 80 0= Suhu Suhu TSN 3,03 % 2,22% 14,53% 11,53% TSN-0,5 3,43 % 8,23% 12,70% 16,67% TSN-1 3,33 % 1,01% 16,27% 20,40% TSN-1,5 1,73 % 5,08% 11,37% 43,75% TSN-2 8,90 % 32,45% 14,22% 14,76% asil penelitian menunjukkan telah terjadi kenaikan persen kehilangan massa dari membran dengan meningkatnya temperatur. Dengan kata lain, semakin besar suhu yang digunakan maka semakin besar juga massa membran yang hilang. al ini disebabkan oleh lepasnya 2 melalui reaksi intramolekul selama pemanasan berlangsung. Begitupun pada fisik membran terjadi perubahan warna membran dari transparan menjadi kekuningan. Ini menunjukkan bahwa membran telah mengalami degradasi. Analisis pengaruh suhu terhadap ketahanan membran pada penelitian ini perlu dipastikan dengan analisis TGA (termogravimetri analysis). Adapun usulan mekanisme yang terjadi ditunjukkan pada Gambar 4.10 N 2 N dipanaskan 2 N 2 N n n Gambar 4..9 Mekanisme lepasnya air ( 2 ) 63

13 4.6 Analisis Derajat Penyerapan Air Salah satu karakteristik membran yang dapat digunakan sebagai elektrolit di dalam fuel cell adalah derajat penyerapan airnya. Nilai ini ditentukan dengan metode gravimetri yaitu dengan menghitung selisih massa basah dengan massa kering dari membran. Nilai ini juga menentukan sifat fisik dari membran,apakah tahan terhadap air atau tidak, karena di dalam aplikasinya menggunakan larutan metanol (ada kandungan airnya). Makin banyak air yang diserap, biasanya konduktivitas membran akan meningkat. al ini disebabkan oleh peranan molekul air yang dapat membuat spesi pembawa muatan terdisosiasi dan mempermudah mobilitas spesi tersebut, yaitu proton. Tetapi ada batasannya, jika derajat penyerapannya terlalu tinggi (lebih dari 50%) maka membran menjadi lunak..sehingga life time membran akan singkat. Meningkatnya gugus yang hidrofil akan meningkatkan derajat penyerapan air. Tabel 4.7 menunjukkan derajat penyerapan air pada membran kitosan-tes pada berbagai suhu. Tabel 4.6 Data Persen Penyerapan Air pada Variasi Suhu Type Membran suhu 25 ) Suhu 80 ) suhu suhu TSN 4,34% 20,51% 69,32 % 2,17% TSN-0,5 5,71% 10,19% 7,50 % 4,50% TSN-1 4,54% 39,35% 59,31 % 2,77% TSN-1,5 3,70% 64,42% 21,93 % 4,13% TSN-2-52,03% 68,24 % 3,71% Kitosan memiliki rantai utama yang hidrofilik karena adanya gugus amina bebas dan gugus hidroksi pada atom karbon no. 6 nya.dengan adanya penambahan volume TES, berarti akan meningkatkan derajat hidrofilisitas dari rantai utama kitosan. al ini berimbas pada meningkatnya derrajat penyerapan airnya. Pada suhu ruang (25 0 ), dari data hasil penelitian yang terlihat pada tabel 4.7, terjadi anomali pada membran TSN-1,5 yang menunjukkan nilai persen penyerapan airnya lebih kecil dari kitosan. Pada tabel 4.7 juga menunjukkan dengan meningkatnya suhu pemanasan, nilai persen penyerapan air kecenderungannya semakin besar. al ini dikarenakan semakin banyak spesi yang menambah sifat hidrofilisitasnya, yaitu gugus hidroksi, namun ketika suhu pemanasan 64

14 mencapai 120 0, nilai persen penyerapan airnya menurun drastis. al ini disebabkan oleh dampak dari degradasi membran yang cukup tinggi dengan melihat penurunan nilai persen berat membran pada suhu Sehingga ada kemungkinan lepasnya molekul air pada interaksi intramolekul semakin banyak. 4.7 Analisis Kapasitas Penukar Ion Kapasitas penukar ion menunjukkan jumlah gugus ionik dalam matriks polimer yang secara tidak langsung berkaitan dengan konduktivitas proton suatu polimer (Becker,2002). Gambar 4.10 menunjukkan hasil nilai kapasitas penukar ion pada suhu 60 0, dengan meningkatnya penambahan volume TES, maka nilai kapasitas penukar ion cenderung meningkat. Begitupun dengan kenaikan suhu hingga terjadi peningkatan nilai kapasitas pertukaran ionnya. al ini membuktikan bahwa di dalam struktur kitosan hanya memiliki gugus N 2 sebagai gugus ioniknya, sedangkan pada membran TSN-TES terdapat gugus N 2 dan gugus - yang dapat bertindak sebagai gugus ioniknya. Nilai kapasitas pertukaran proton pada suhu ,06 Nilai Kapasitas pertukaran proton (meq/gr) 0,05 0,04 0,03 0,02 0, ,5 1 1,5 2 2,5 Volume TES yang ditambahkan (ml) Gambar 4.10 Grafik Perubahan nilai ion + variasi penambahan TES Sedangkan pada suhu 120 0, terjadi penurunan nilai pertukaran ion, hal ini menunjukkan adanya hubungan dengan proses degradasi, dimana ketika terjadi proses degradasi dengan peningkatan suhu, gugus-gusus ionik seperti - yang berkompeten untuk dapat menukarkan proton, mengalami interaksi dengan gugus silanol (-) membentuk ikatan --. Berdasarkan data yang diperoleh, dan terlihat pada tabel 4.8 menunjukkan bahwa nilai kapasitas penukar ion tertinggi dimiliki oleh type membran TSN-1,5 yaitu 0,114 meq/gram. Yang ternyata masih berada jauh dibawah nilai kapasitas penukar ion pada Nafion yang mencapai 0,9 meq/gram. 65

15 Untuk lengkapnya dapat terlihat di Tabel 4.7 : Tabel 4.7 Data Nilai Ion + (meq/gram) parameter suhu Type Membran Suhu 25 0 Suhu 60 0 Suhu Suhu TSN-0,5 0,01 0,02 0,09 0,04 TSN-1 0,01 0,04 0,01 0,01 TSN-1,5 0,02 0,04 0,11 0,07 TSN-2-0,05 0,07 0, Analisis Permeabilitas Metanol Besarnya nilai permeabilitas metanol menjadi faktor utama untuk melihat berapa besar nilai metanol cross-over yang terjadi pada sistem fuel cell. al ini akan berdampak kepada besarnya nilai konduktivas yang dihasilkan.besarnya nilai permeabilitas metanol ditunjukkan dengan adanya proses difusi metanol melewati membran. Untuk melihat kemampuan membran dalam melewatkan proton dan transport metanol dinyatakan dengan nilai fluks (J), yang didasarkan pada hukum pertama Fick s. Berdasarkan analisis kromatograpi gas (G) diperoleh kurva aluran konsentrasi metanol pada kompartemen permeat terhadap waktu.terlihat pada Gambar 4.13 menunjukkan bahwa dengan meningkatnya waktu permeasi, maka semakin banyak metanol yang berdifusi, walaupun ada kalanya metanol berdifusi kembali ke kompartemen umpan. 66

16 Perubahan konsentrasi metanol terhadap waktu permeasi [Metanol] M y = 0,0643x + 4,5589 R 2 = 0,5157 y = 0,1101x + 0,5612 R 2 = 0,7525 y = 0,0541x - 0,6098 R 2 = 0, Waktu (menit) TSN TSN-1,5 TSN-2 Linear (TSN) Linear (TSN-2) Linear (TSN-1,5) Gambar 4.11 Kurva Perubahan konsentrasi metanol terhadap waktu permeasi Berdasarkan persamaan yang diungkapkan oleh xiao zhang,dkk. Besarnya nilai permeabilitas metanol dapat diperoleh dengan menghitung terlebih dahulu besarnya nilai koefisien permeabilitasnya, yaitu dengan mengalurkan kurva antara ln f/o terhadap waktu. Dimana f menyatakan besarnya nilai konsentrasi metanol yang melewati membran, sedangkan untuk 0 menyatakan besarnya nilai konsentrasi metanol awal. Dengan menggunakan rumus : = Axp xt, yang merupakan turunan dari hukum ln f 0 V f Fick s pertama. Kemiringan dari kurva yang diperoleh dinyatakan sebagai koefisien permeabilitas (p, cm 3 cm -2 ),kurva yang diperoleh seperti terlihat pada Gambar 4.12 : 67

17 Penentuan koefisien permeabilitas - ln f/o 5 4,5 4 3,5 3 2,5 2 1,5 1 0,5 0 y = -0,0221x + 1,9015 R 2 = 0,5924 y = -0,0545x + 4,7905 R 2 = 0, waktu (menit) y = -0,0097x + 1,0216 R 2 = 0,1876 TSN TSN-1,5 TSN-2 Linear (TSN) Linear (TSN-2) Linear (TSN-1,5) Gambar 4.12 Grafik Penentuan Koefisien Permeabilitas Metanol Besarnya nilai permeabilitas yang diperoleh kemudian digunakan untuk memperoleh nilai fluks dan selektivitas membran sebagai karakteristiknya. Diperoleh nilai permeabilitas metanol seperti terlihat pada tabel dibawah ini : Tabel 4.8 Data Permeabilitas Metanol pada Membran No Type Membran Permeabilitas (cm 2 /menit) Fluks proton Fluks metanol Selektivitas membran 1 TSN 0,20 0,85 0,17 5,13 2 TSN-1,5 0,22 0,15 0,03 4,71 3 TSN-2 0,01 0,34 0,001 0,00044 Adapun nilai selektivitas dinyatakan dengan persamaan α J + =. Berdasarkan tabel J methanol 4.9, menyatakan bahwa TSN tanpa TES memberikan hasil yang lebih baik. 4.9 Analisis Konduktivitas Membran Besarnya nilai konduktivitas proton suatu membran merupakan parameter optimalisasi penggunaan membran tersebut sebagai elektrolit dalam sistem fuel cell. Pada penelitian ini dilakukan pada satu frekuensi 50 erzt karena keterbatasan alat serta waktu. Dengan 68

18 mengetahui R m (tahanan membran) hasil konversi dari hantaran, maka konduktivitas dapat ditentukan dengan persamaan pada BAB II, yaitu : l σ =, dimana nilai tahanan diperoleh dari 1/hantaran (S). RA Dari data yang diperoleh pada frekuensi 50 z, dengan meningkatnya volume TES yang ditambahkan, nilai konduktivitasnya meningkat. al ini ada kesesuaian dengan meningkatnya nilai persen kehilangan massa pada suhu 100 0, karena terbentuknya ikatan silang yang memungkinkan terjadi penyempitan pori-pori pada membran. Nilai Konduktivitas Proton variasi suhu Nilai konduktivitas x 10-4(S/cm) Suhu (celsius) TSN TSN-1,5 Gambar 4.13 Grafik Konduktivitas proton pada membran TSN dan membran TSN-1,5 Pengukuran dilakukan dalam keadaan basah. Diharapkan dengan adanya spesi air didalam matriks polimer, sehingga spesi-spesi pembawa muatan akan terdisosiasi oleh air dan dapat bergerak menghantarkan proton. Makin banyak jumlah molekul air dalam matriks polimer maka konduktivitas akan meningkat. al ini disebabkan oleh spesi pembawa muatan yang terdisosiasi bertambah banyak dan pergerakannya pun akan semakin cepat. Adanya gugus ionik dalam matriks polimer seperti hidroksi akan meningkatkan konduktivitas, terutama pada keadaan basah. Mekanisme yang terjadi pada TSN basah diperkirakan melibatkan spesi - sebagai spesi + pembawa muatan. Gugus N kitosan akan terprotonasi dalam air menjadi N menurut 2 3 reaksi : + - N + N Spesi - inilah yang bebas bergerak dan berkontribusi pada konduktivitas (Wan.Y, 2003). 69

19 4.10 Scanning Electron Microscopy (SEM) Teknik analisis yang dapat memberikan gambaran jelas mengenai struktur pori membran adalah Scanning Electron Microscopy (SEM) ).Pada Gambar 4.16 memperlihatkan morphology dari membran. Ada korelasi ketika suatu membran yang memiliki nilai permeabilitas metanol besar, maka struktur porinya akan lebih besar. Serta terlihat pada penampang lintang yang menunjukkan adanya perubahan, pada kitosan pori-porinya halus sedangkan pada membran kitosan-tes 1,5 terdapat perubahan ukuran pori. Semakin besar konsentrasi membran, permukaan dan penampang polimer akan semakin kompak dan rapat. Porositas permukaan membran pun menurun seiring dengan bertambahnya konsentrasi polimer. Peningkatan konsentrasi polimer akan mengurangi konsentrasi pelarut yang digunakan, sehingga pada saat koagulasi parsial pelarut, membran dengan konsentrasi polimer yang besar akan memiliki lapisan atas yang lebih kaya polimer, dan menghasilkan membran dengan lapisan aktif yang lebih rapat (dense).terjadinya pengikatan silang antara TES dengan kitosan terlihat pada SEM dimana pori-porinya jauh lebih rapat, terlihat pada perbesaran 5000 kali. 70

20 Penampang lintang TSN Penampang lintang TSN-1,5 Kitosan permukaan bawah perbesaran 2000 x Kitosan-1,5 Permukaan bawah perbesaran 2000 x Kitosan permukaan atas perbesaran 5000 x Gambar 4.14 SEM dari Membran TSN dan Membran TSN-1,5 Kitosan-1,5 permukaan atas perbesaran 5000 x 71

Hasil dan Pembahasan

Hasil dan Pembahasan Bab 4 asil dan Pembahasan 4.1 Pembuatan dan Kitosan Kulit udang yang digunakan sebagai bahan baku kitosan terdiri atas kepala, badan, dan ekor. Tahapan-tahapan dalam pengolahan kulit udang menjadi kitosan

Lebih terperinci

3 Metodologi Penelitian

3 Metodologi Penelitian 3 Metodologi Penelitian Prosedur penelitian ini terdiri dari beberapa tahap, tahap pertama sintesis kitosan yang terdiri dari isolasi kitin dari kulit udang, konversi kitin menjadi kitosan. Tahap ke dua

Lebih terperinci

4. Hasil dan Pembahasan

4. Hasil dan Pembahasan 4. Hasil dan Pembahasan 4.1 Isolasi Kitin dan Kitosan Isolasi kitin dan kitosan yang dilakukan pada penelitian ini mengikuti metode isolasi kitin dan kitosan dari kulit udang yaitu meliputi tahap deproteinasi,

Lebih terperinci

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan Bab IV asil Penelitian dan Pembahasan IV.1 Isolasi Kitin dari Limbah Udang Sampel limbah udang kering diproses dalam beberapa tahap yaitu penghilangan protein, penghilangan mineral, dan deasetilasi untuk

Lebih terperinci

3. Metodologi Penelitian

3. Metodologi Penelitian 3. Metodologi Penelitian 3.1 Alat dan bahan 3.1.1 Alat Peralatan gelas yang digunakan dalam penelitian ini adalah gelas kimia, gelas ukur, labu Erlenmeyer, cawan petri, corong dan labu Buchner, corong

Lebih terperinci

4. Hasil dan Pembahasan

4. Hasil dan Pembahasan 4. Hasil dan Pembahasan 4.1 Metoda Sintesis Membran Kitosan Sulfat Secara Konvensional dan dengan Gelombang Mikro (Microwave) Penelitian sebelumnya mengenai sintesis organik [13] menunjukkan bahwa jalur

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset Kimia Jurusan Pendidikan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset Kimia Jurusan Pendidikan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Deskripsi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset Kimia Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA UPI yang beralamat di Jl. Dr. Setiabudi No.229 Bandung. Untuk keperluan

Lebih terperinci

Hasil dan Pembahasan

Hasil dan Pembahasan Bab 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Polimer Benzilkitosan Somorin (1978), pernah melakukan sintesis polimer benzilkitin tanpa pemanasan. Agen pembenzilasi yang digunakan adalah benzilklorida. Adapun

Lebih terperinci

3. Metodologi Penelitian

3. Metodologi Penelitian 3. Metodologi Penelitian 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian telah dilakukan di Laboratorium Kimia Fisik Material, Kelompok Keilmuan Kimia Anorganik dan Fisik, Program Studi Kimia ITB dari bulan

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Polistiren Polistiren disintesis dari monomer stiren melalui reaksi polimerisasi adisi dengan inisiator benzoil peroksida. Pada sintesis polistiren ini, terjadi tahap

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 asil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Polistiren Sintesis polistiren dilakukan dalam reaktor polimerisasi dengan suasana vakum. al ini bertujuan untuk menghindari terjadinya kontak dengan udara karena stiren

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Pembuatan Membran 4.1.1 Membran PMMA-Ditizon Membran PMMA-ditizon dibuat dengan teknik inversi fasa. PMMA dilarutkan dalam kloroform sampai membentuk gel. Ditizon dilarutkan

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Polistiren Polistiren disintesis melalui polimerisasi dari monomer (stiren). Polimerisasi ini merupakan polimerisasi radikal, dengan pusat aktif berupa radikal bebas.

Lebih terperinci

Metode Penelitian. 3.1 Alat dan Bahan Penelitian Daftar alat

Metode Penelitian. 3.1 Alat dan Bahan Penelitian Daftar alat Bab 3 Metode Penelitian Penelitian ini terdiri atas tahap pembuatan kitin dan kitosan, sintesis karboksimetil kitosan dari kitin dan kitosan, pembuatan membran kitosan dan karboksimetil kitosan, dan karakterisasi.

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan Bab ini terdiri dari 6 bagian, yaitu optimasi pembuatan membran PMMA, uji kinerja membran terhadap air, uji kedapat-ulangan pembuatan membran menggunakan uji Q Dixon, pengujian aktivitas

Lebih terperinci

4. Hasil dan Pembahasan

4. Hasil dan Pembahasan 4. Hasil dan Pembahasan 4.1. Sintesis Polistiren Sintesis polistiren yang diinginkan pada penelitian ini adalah polistiren yang memiliki derajat polimerisasi (DPn) sebesar 500. Derajat polimerisasi ini

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil preparasi bahan baku larutan MgO, larutan NH 4 H 2 PO 4, dan larutan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil preparasi bahan baku larutan MgO, larutan NH 4 H 2 PO 4, dan larutan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Preparasi 4.1.1 Sol Hasil preparasi bahan baku larutan MgO, larutan NH 4 H 2 PO 4, dan larutan ZrOCl 2. 8H 2 O dengan perbandingan mol 1:4:6 (Ikeda, et al. 1986) dicampurkan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pembuatan Kitosan 4.1.1 Penyiapan Perlakuan Sampel Langkah awal yang dilakukan dalam proses isolasi kitin adalah dengan membersikan cangkang kepiting yang masih mentah

Lebih terperinci

4. Hasil dan Pembahasan

4. Hasil dan Pembahasan 4. Hasil dan Pembahasan 4.1. Sintesis Polistiren (PS) Pada proses sintesis ini, benzoil peroksida berperan sebagai suatu inisiator pada proses polimerisasi, sedangkan stiren berperan sebagai monomer yang

Lebih terperinci

2 Tinjauan Pustaka. 2.1 Polimer. 2.2 Membran

2 Tinjauan Pustaka. 2.1 Polimer. 2.2 Membran 2 Tinjauan Pustaka 2.1 Polimer Polimer (poly = banyak, meros = bagian) merupakan molekul besar yang terbentuk dari susunan unit ulang kimia yang terikat melalui ikatan kovalen. Unit ulang pada polimer,

Lebih terperinci

2. Tinjauan Pustaka Sel Bahan Bakar (Fuel Cell)

2. Tinjauan Pustaka Sel Bahan Bakar (Fuel Cell) 2. Tinjauan Pustaka 2.1 2.1 Sel Bahan Bakar (Fuel Cell) Sel bahan bakar merupakan salah satu solusi untuk masalah krisis energi. Sampai saat ini, pemakaian sel bahan bakar dalam aktivitas sehari-hari masih

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan Dalam penelitian tugas akhir ini dibuat membran bioreaktor ekstrak kasar enzim α-amilase untuk penguraian pati menjadi oligosakarida sekaligus sebagai media pemisahan hasil penguraian

Lebih terperinci

3 Metodologi Penelitian

3 Metodologi Penelitian 3 Metodologi Penelitian 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di laboratorium Kelompok Keilmuan (KK) Kimia Analitik, Program Studi Kimia FMIPA Institut Teknologi Bandung. Penelitian dimulai dari

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 14 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan glukosamin hidroklorida (GlcN HCl) pada penelitian ini dilakukan melalui proses hidrolisis pada autoklaf bertekanan 1 atm. Berbeda dengan proses hidrolisis glukosamin

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset Kimia dan Laboratorium

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset Kimia dan Laboratorium BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset Kimia dan Laboratorium Kimia Lingkungan Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA UPI yang beralamat

Lebih terperinci

Gambar IV 1 Serbuk Gergaji kayu sebelum ekstraksi

Gambar IV 1 Serbuk Gergaji kayu sebelum ekstraksi Bab IV Pembahasan IV.1 Ekstraksi selulosa Kayu berdasarkan struktur kimianya tersusun atas selulosa, lignin dan hemiselulosa. Selulosa sebagai kerangka, hemiselulosa sebagai matrik, dan lignin sebagai

Lebih terperinci

4 Hasil dan pembahasan

4 Hasil dan pembahasan 4 Hasil dan pembahasan 4.1 Karakterisasi Awal Serbuk Bentonit Dalam penelitian ini, karakterisasi awal dilakukan terhadap serbuk bentonit. Karakterisasi dilakukan dengan teknik difraksi sinar-x. Difraktogram

Lebih terperinci

Bab III Metodologi Penelitian

Bab III Metodologi Penelitian Bab III Metodologi Penelitian Penelitian ini dilakukan dalam tiga tahap yaitu, tahap isolasi kitin yang terdiri dari penghilangan protein, penghilangan mineral, tahap dua pembuatan kitosan dengan deasetilasi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sebelum melakukan uji kapasitas adsorben kitosan-bentonit terhadap

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sebelum melakukan uji kapasitas adsorben kitosan-bentonit terhadap BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Sebelum melakukan uji kapasitas adsorben kitosan-bentonit terhadap diazinon, terlebih dahulu disintesis adsorben kitosan-bentonit mengikuti prosedur yang telah teruji (Dimas,

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Kopolimer Akrilonitril-Glisidil metakrilat (PAN-GMA) Pembuatan kopolimer PAN-GMA oleh peneliti sebelumnya (Godjevargova, 1999) telah dilakukan melalui polimerisasi radikal

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PERCOBAAN. Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah: Beaker glass 50 ml pyrex. Beaker glass 100 ml pyrex

BAB 3 METODOLOGI PERCOBAAN. Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah: Beaker glass 50 ml pyrex. Beaker glass 100 ml pyrex BAB 3 METODOLOGI PERCOBAAN 3.1 Alat-Alat Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah: Beaker glass 50 ml pyrex Beaker glass 100 ml pyrex Beaker glass 150 ml pyrex Beaker glass 200 ml pyrex Erlenmeyer

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Pelaksanaan penelitian dimulai sejak Februari sampai dengan Juli 2010.

BAB III METODE PENELITIAN. Pelaksanaan penelitian dimulai sejak Februari sampai dengan Juli 2010. BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Pelaksanaan penelitian dimulai sejak Februari sampai dengan Juli 2010. Sintesis cairan ionik, sulfonasi kitosan, impregnasi cairan ionik, analisis

Lebih terperinci

3 Metodologi Penelitian

3 Metodologi Penelitian 3 Metodologi Penelitian Penelitian tugas akhir ini dilakukan di Laboratorium Kimia Fisik Material dan Laboratorium Kimia Analitik Program Studi Kimia ITB, serta di Laboratorium Polimer Pusat Penelitian

Lebih terperinci

3 Percobaan. 3.1 Tahapan Penelitian Secara Umum. Tahapan penelitian secara umum dapat dilihat pada diagram alir berikut :

3 Percobaan. 3.1 Tahapan Penelitian Secara Umum. Tahapan penelitian secara umum dapat dilihat pada diagram alir berikut : 3 Percobaan 3.1 Tahapan Penelitian Secara Umum Tahapan penelitian secara umum dapat dilihat pada diagram alir berikut : Gambar 3. 1 Diagram alir tahapan penelitian secara umum 17 Penelitian ini dibagi

Lebih terperinci

A = log P dengan A = absorbans P 0 = % transmitans pada garis dasar, dan P = % transmitans pada puncak minimum

A = log P dengan A = absorbans P 0 = % transmitans pada garis dasar, dan P = % transmitans pada puncak minimum LAMPIRAN 12 Lampiran 1 Prosedur pencirian kitosan Penelitian Pendahuluan 1) Penentuan kadar air (AOAC 1999) Kadar air kitosan ditentukan dengan metode gravimetri. Sebanyak kira-kira 1.0000 g kitosan dimasukkan

Lebih terperinci

4 Hasil dan pembahasan

4 Hasil dan pembahasan 4 Hasil dan pembahasan 4.1 Sintesis dan Pemurnian Polistiren Pada percobaan ini, polistiren dihasilkan dari polimerisasi adisi melalui reaksi radikal dengan inisiator benzoil peroksida (BPO). Sintesis

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 KOMPOSISI SAMPEL PENGUJIAN Pada penelitian ini, komposisi sampel pengujian dibagi dalam 5 grup. Pada Tabel 4.1 di bawah ini tertera kode sampel pengujian untuk tiap grup

Lebih terperinci

Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi. atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam

Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi. atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam klorida 0,1 N. Prosedur uji disolusi dalam asam dilakukan dengan cara

Lebih terperinci

Bab III Metodologi. III.1 Alat dan Bahan. III.1.1 Alat-alat

Bab III Metodologi. III.1 Alat dan Bahan. III.1.1 Alat-alat Bab III Metodologi Penelitian ini dibagi menjadi 2 bagian yaitu isolasi selulosa dari serbuk gergaji kayu dan asetilasi selulosa hasil isolasi dengan variasi waktu. Kemudian selulosa hasil isolasi dan

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Aktivasi Zeolit Sebelum digunakan, zeolit sebaiknya diaktivasi terlebih dahulu untuk meningkatkan kinerjanya. Dalam penelitian ini, zeolit diaktivasi melalui perendaman dengan

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN. 3.1 Alat Alat Adapun alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah: Alat-alat Gelas.

BAB 3 METODE PENELITIAN. 3.1 Alat Alat Adapun alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah: Alat-alat Gelas. 18 BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Alat Alat Adapun alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah: Nama Alat Merek Alat-alat Gelas Pyrex Gelas Ukur Pyrex Neraca Analitis OHaus Termometer Fisher Hot Plate

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan 19 Bab IV Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Biodiesel Minyak jelantah semula bewarna coklat pekat, berbau amis dan bercampur dengan partikel sisa penggorengan. Sebanyak empat liter minyak jelantah mula-mula

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. hal ini memiliki nilai konduktifitas yang memadai sebagai komponen sensor gas

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. hal ini memiliki nilai konduktifitas yang memadai sebagai komponen sensor gas 31 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Sintesis material konduktor ionik MZP, dilakukan pada kondisi optimum agar dihasilkan material konduktor ionik yang memiliki kinerja maksimal, dalam hal ini memiliki nilai

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Anorganik, Departemen Kimia, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas

BAB III METODE PENELITIAN. Anorganik, Departemen Kimia, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Pelaksanaan Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia Fisik dan Kimia Anorganik, Departemen Kimia, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Airlangga,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. metode freeze drying kemudian dilakukan variasi waktu perendaman SBF yaitu 0

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. metode freeze drying kemudian dilakukan variasi waktu perendaman SBF yaitu 0 37 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini sampel komposit hidroksiapatit-gelatin dibuat menggunakan metode freeze drying kemudian dilakukan variasi waktu perendaman SBF yaitu 0 hari, 1 hari, 7 hari

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan. IV.2.1 Proses transesterifikasi minyak jarak (minyak kastor)

Bab IV Hasil dan Pembahasan. IV.2.1 Proses transesterifikasi minyak jarak (minyak kastor) 23 Bab IV Hasil dan Pembahasan IV.1 Penyiapan Sampel Kualitas minyak kastor yang digunakan sangat mempengaruhi pelaksanaan reaksi transesterifikasi. Parameter kualitas minyak kastor yang dapat menjadi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Lanjutan Nilai parameter. Baku mutu. sebelum perlakuan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Lanjutan Nilai parameter. Baku mutu. sebelum perlakuan dan kemudian ditimbang. Penimbangan dilakukan sampai diperoleh bobot konstan. Rumus untuk perhitungan TSS adalah sebagai berikut: TSS = bobot residu pada kertas saring volume contoh Pengukuran absorbans

Lebih terperinci

PEMANFAATAN KITOSAN DARI CANGKANG RAJUNGAN PADA PROSES ADSORPSI LOGAM NIKEL DARI LARUTAN NiSO 4

PEMANFAATAN KITOSAN DARI CANGKANG RAJUNGAN PADA PROSES ADSORPSI LOGAM NIKEL DARI LARUTAN NiSO 4 PEMANFAATAN KITOSAN DARI CANGKANG RAJUNGAN PADA PROSES ADSORPSI LOGAM NIKEL DARI LARUTAN NiSO 4 Yuliusman dan Adelina P.W. Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik Universitas Indonesia Kampus UI, Depok

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. melakukan uji morfologi, Laboratorium Teknik Kimia Ubaya Surabaya. mulai dari bulan Februari 2011 sampai Juli 2011.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. melakukan uji morfologi, Laboratorium Teknik Kimia Ubaya Surabaya. mulai dari bulan Februari 2011 sampai Juli 2011. BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Tempat penelitian dilakukan di Laboratorim Fisika Material Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga, Laboratorium Metalurgi ITS Surabaya

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan IV.1 Serbuk Awal Membran Keramik Material utama dalam penelitian ini adalah serbuk zirkonium silikat (ZrSiO 4 ) yang sudah ditapis dengan ayakan 400 mesh sehingga diharapkan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset Kimia Jurusan Pendidikan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset Kimia Jurusan Pendidikan 22 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Deskripsi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset Kimia Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA UPI yang beralamat di Jl. Dr. Setiabudi No.229 Bandung. Untuk

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Fabrikasi Membran PES Fabrikasi membran menggunakan bahan baku polimer PES dengan berat molekul 5200. Membran PES dibuat dengan metode inversi fasa basah yaitu

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan dari bulan maret sampai juli 2013, dengan

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan dari bulan maret sampai juli 2013, dengan 28 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ini telah dilaksanakan dari bulan maret sampai juli 2013, dengan tahapan kegiatan, yaitu: pengambilan sampel limbah kulit udang di Restoran

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. dengan tahapan kegiatan, yaitu: pengambilan sampel cangkang udang di PT.

III. METODOLOGI PENELITIAN. dengan tahapan kegiatan, yaitu: pengambilan sampel cangkang udang di PT. III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ini telah dilaksanakan dari bulan juni 2011 sampai Desember 2011, dengan tahapan kegiatan, yaitu: pengambilan sampel cangkang udang di PT. Indokom

Lebih terperinci

PEMBUATAN KHITOSAN DARI KULIT UDANG UNTUK MENGADSORBSI LOGAM KROM (Cr 6+ ) DAN TEMBAGA (Cu)

PEMBUATAN KHITOSAN DARI KULIT UDANG UNTUK MENGADSORBSI LOGAM KROM (Cr 6+ ) DAN TEMBAGA (Cu) Reaktor, Vol. 11 No.2, Desember 27, Hal. : 86- PEMBUATAN KHITOSAN DARI KULIT UDANG UNTUK MENGADSORBSI LOGAM KROM (Cr 6+ ) DAN TEMBAGA (Cu) K. Haryani, Hargono dan C.S. Budiyati *) Abstrak Khitosan adalah

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Dari 100 kg sampel kulit kacang tanah yang dimaserasi dengan 420 L

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Dari 100 kg sampel kulit kacang tanah yang dimaserasi dengan 420 L IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Dari penelitian yang telah dilakukan, maka diperoleh hasil sebagai berikut: 1. Dari 100 kg sampel kulit kacang tanah yang dimaserasi dengan 420 L etanol, diperoleh ekstrak

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tumbuhan yang akan diteliti dideterminasi di Jurusan Pendidikan Biologi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tumbuhan yang akan diteliti dideterminasi di Jurusan Pendidikan Biologi BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Determinasi Tumbuhan Tumbuhan yang akan diteliti dideterminasi di Jurusan Pendidikan Biologi FPMIPA UPI Bandung untuk mengetahui dan memastikan famili dan spesies tumbuhan

Lebih terperinci

Bab III Metodologi Penelitian

Bab III Metodologi Penelitian Bab III Metodologi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penelitian Kimia Analitik, Program Studi Kimia FMIPA ITB sejak September 2007 sampai Juni 2008. III.1 Alat dan Bahan Peralatan

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan 4.1 Tahap Sintesis Biodiesel Pada tahap sintesis biodiesel, telah dibuat biodiesel dari minyak sawit, melalui reaksi transesterifikasi. Jenis alkohol yang digunakan adalah metanol,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kitosan dihasilkan dari kitin dan mempunyai struktur kimia yang sama

BAB I PENDAHULUAN. Kitosan dihasilkan dari kitin dan mempunyai struktur kimia yang sama BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kitosan dihasilkan dari kitin dan mempunyai struktur kimia yang sama dengan kitin, terdiri dari rantai molekul yang panjang dan berat molekul yang tinggi. Adapun perbedaan

Lebih terperinci

kata kunci: kitosan, silika, konsentrasi, membran, sel bahan bakar

kata kunci: kitosan, silika, konsentrasi, membran, sel bahan bakar PENGARUH KONSENTRASI KITOSAN TERHADAP SIFAT MEMBRAN KOMPOSIT KITOSAN-SILIKA UNTUK SEL BAHAN BAKAR M. ALI ZULFIKAR 1), D. WAHYUNINGRUM 2), DAN N. TANYELA BERGHUIS 2) 1) K.K. Kimia Analitik, Program Studi

Lebih terperinci

3 Metodologi Penelitian

3 Metodologi Penelitian 3 Metodologi Penelitian 3.1 Alat dan Bahan 3.1.1 Alat 1. Pada tahap sintesis, pemurnian, dan sulfonasi polistiren digunakan peralatan gelas, alat polimerisasi, neraca analitis, reaktor polimerisasi, oil

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Membran dan Klasifikasinya Membran merupakan suatu lapisan tipis yang membatasi dua bilik dan berfungsi sebagai media perpindahan partikel. Bilik pertama adalah feed atau larutan

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN BAB 4 ASIL PECBAAN DAN PEMBAASAN Transesterifikasi, suatu reaksi kesetimbangan, sehingga hasil reaksi dapat ditingkatkan dengan menghilangkan salah satu produk yang terbentuk. Penggunaan metil laurat dalam

Lebih terperinci

3 Metodologi Percobaan

3 Metodologi Percobaan 3 Metodologi Percobaan 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian tugas akhir ini dilakukan di Laboratorium Penelitian Kimia Analitik, Program Studi Kimia, FMIPA Institut Teknologi Bandung. Waktu penelitian

Lebih terperinci

BAB IV. karakterisasi sampel kontrol, serta karakterisasi sampel komposit. 4.1 Sintesis Kolagen dari Tendon Sapi ( Boss sondaicus )

BAB IV. karakterisasi sampel kontrol, serta karakterisasi sampel komposit. 4.1 Sintesis Kolagen dari Tendon Sapi ( Boss sondaicus ) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian yang dibahas pada bab ini meliputi sintesis kolagen dari tendon sapi (Bos sondaicus), pembuatan larutan kolagen, rendemen kolagen, karakterisasi sampel kontrol,

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL PERCBAAN DAN PEMBAHASAN Penelitian ini bertujuan untuk membuat, mengisolasi dan mengkarakterisasi derivat akrilamida. Penelitian diawali dengan mereaksikan akrilamida dengan anilin sulfat.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. didalamnya dilakukan karakterisasi XRD. 20%, 30%, 40%, dan 50%. Kemudian larutan yang dihasilkan diendapkan

HASIL DAN PEMBAHASAN. didalamnya dilakukan karakterisasi XRD. 20%, 30%, 40%, dan 50%. Kemudian larutan yang dihasilkan diendapkan 6 didalamnya dilakukan karakterisasi XRD. 3.3.3 Sintesis Kalsium Fosfat Sintesis kalsium fosfat dalam penelitian ini menggunakan metode sol gel. Senyawa kalsium fosfat diperoleh dengan mencampurkan serbuk

Lebih terperinci

4. Hasil dan Pembahasan

4. Hasil dan Pembahasan 4. Hasil dan Pembahasan 4.1 Pembuatan Asap Cair Asap cair dari kecubung dibuat dengan teknik pirolisis, yaitu dekomposisi secara kimia bahan organik melalui proses pemanasan tanpa atau sedikit oksigen

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian Hidrolisis Kitosan A dengan NaOH

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian Hidrolisis Kitosan A dengan NaOH BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari-April 2011 di Laboratorium Kimia Organik, Departemen Kimia, Institut Pertanian Bogor (IPB), Laboratorium Kimia Pusat Studi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. industri tapioka, yaitu : BOD : 150 mg/l; COD : 300 mg/l; TSS : 100 mg/l; CN - :

BAB I PENDAHULUAN. industri tapioka, yaitu : BOD : 150 mg/l; COD : 300 mg/l; TSS : 100 mg/l; CN - : BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Industri tapioka merupakan industri rumah tangga yang memiliki dampak positif bila dilihat dari segi ekonomis. Namun dampak pencemaran industri tapioka sangat dirasakan

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Pembuatan Nata-de-coco Pada pembuatan nata-de-coco, digunakan air kelapa yang sebelumnya telah disaring dengan kain kasa untuk membersihkan air kelapa dari sisa-sisa kotoran

Lebih terperinci

PENGGUNAAN KITOSAN DARI TULANG RAWAN CUMI-CUMI (LOLIGO PEALLI) UNTUK MENURUNKAN KADAR ION LOGAM Cd DENGAN MENGGUNAKAN SPEKTROFOTOMETRI SERAPAN ATOM

PENGGUNAAN KITOSAN DARI TULANG RAWAN CUMI-CUMI (LOLIGO PEALLI) UNTUK MENURUNKAN KADAR ION LOGAM Cd DENGAN MENGGUNAKAN SPEKTROFOTOMETRI SERAPAN ATOM Penggunaan Kitosan dari Tulang Rawan Cumi-Cumi (Loligo pealli) untuk Menurunkan Kadar Ion Logam (Harry Agusnar) PENGGUNAAN KITOSAN DARI TULANG RAWAN CUMI-CUMI (LOLIGO PEALLI) UNTUK MENURUNKAN KADAR ION

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. memiliki kandungan air yang cukup tinggi sehingga sukar kering. Setelah kulit

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. memiliki kandungan air yang cukup tinggi sehingga sukar kering. Setelah kulit 48 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Preparasi Kulit Batang Pisang Kepok Preparasi kulit batang pisang diawali dengan mencucinya menggunakan air hingga bersih dan dijemur di bawah sinar matahari hingga

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Unjuk Kerja Pervaporasi Unjuk kerja pemisahan dengan pervaporasi dapat dilihat dari nilai fluks dan selektivitas pemisahan. Membran yang digunakan adalah membran selulosa

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Modifikasi Ca-Bentonit menjadi kitosan-bentonit bertujuan untuk

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Modifikasi Ca-Bentonit menjadi kitosan-bentonit bertujuan untuk BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Modifikasi Ca-Bentonit menjadi kitosan-bentonit bertujuan untuk merubah karakter permukaan bentonit dari hidrofilik menjadi hidrofobik, sehingga dapat meningkatkan kinerja kitosan-bentonit

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan IV.1 Mensintesis Senyawa rganotimah Sebanyak 50 mmol atau 2 ekivalen senyawa maltol, C 6 H 6 3 (Mr=126) ditambahkan dalam 50 mmol atau 2 ekivalen larutan natrium hidroksida,

Lebih terperinci

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sintesis dan Karakterisasi Karboksimetil Kitosan Spektrum FT-IR kitosan yang digunakan untuk mensintesis karboksimetil kitosan (KMK) dapat dilihat pada Gambar 8 dan terlihat

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Hasil pemeriksaan ciri makroskopik rambut jagung adalah seperti yang terdapat pada Gambar 4.1.

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Hasil pemeriksaan ciri makroskopik rambut jagung adalah seperti yang terdapat pada Gambar 4.1. BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Pada awal penelitian dilakukan determinasi tanaman yang bertujuan untuk mengetahui kebenaran identitas botani dari tanaman yang digunakan. Hasil determinasi menyatakan

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN. Neraca Digital AS 220/C/2 Radwag Furnace Control Indicator Universal

BAB 3 METODE PENELITIAN. Neraca Digital AS 220/C/2 Radwag Furnace Control Indicator Universal BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Alat Neraca Digital AS 220/C/2 Radwag Furnace Control Fisher Indicator Universal Hotplate Stirrer Thermilyte Difraktometer Sinar-X Rigaku 600 Miniflex Peralatan Gelas Pyrex

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Osteoarthritis (OA) 2.2 Glukosamin hidroklorida (GlcN HCl)

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Osteoarthritis (OA) 2.2 Glukosamin hidroklorida (GlcN HCl) 3 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Osteoarthritis (OA) Osteoarthritis yang juga sebagai penyakit degeneratif pada sendi adalah bentuk penyakit radang sendi yang paling umum dan merupakan sumber utama penyebab rasa

Lebih terperinci

TINGKATAN KUALISTAS KITOSAN HASIL MODIFIKASI PROSES PRODUKSI. Abstrak

TINGKATAN KUALISTAS KITOSAN HASIL MODIFIKASI PROSES PRODUKSI. Abstrak TINGKATAN KUALISTAS KITOSAN HASIL MODIFIKASI PROSES PRODUKSI Pipih suptijah* ) Abstrak Kitosan adalah turunan dari kitin yang merupakan polimer alam terdapat pada karapas/ limbah udang sekitar 10 % - 25%.

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Januari sampai Juni 2010 di Laboratorium

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Januari sampai Juni 2010 di Laboratorium III. METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Januari sampai Juni 2010 di Laboratorium Kimia Organik, Jurusan Kimia Fakultas MIPA Universitas Lampung.

Lebih terperinci

3 Metodologi Penelitian

3 Metodologi Penelitian 3 Metodologi Penelitian Secara garis besar penelitian dibagi menjadi tiga, yaitu pembuatan kertas dengan modifikasi tanpa tahap penghilangan lemak, penambahan aditif kitin, kitosan, agar-agar, dan karagenan,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Optimasi pembuatan mikrokapsul alginat kosong sebagai uji

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Optimasi pembuatan mikrokapsul alginat kosong sebagai uji BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENELITIAN 1. Optimasi pembuatan mikrokapsul alginat kosong sebagai uji pendahuluan Mikrokapsul memberikan hasil yang optimum pada kondisi percobaan dengan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Pembuatan Pulp dari Serat Daun Nanas

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Pembuatan Pulp dari Serat Daun Nanas BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pembuatan Pulp dari Serat Daun Nanas Pembuatan pulp dari serat daun nanas diawali dengan proses maserasi dalam akuades selama ±7 hari. Proses ini bertujuan untuk melunakkan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. PENGARUH SUHU SULFONASI TERHADAP KARAKTERISTIK MEMBRAN ELEKTROLIT POLIETER-ETER KETON TERSULFONASI Karakteristik membran elektrolit polieter-eter keton tersulfonasi (speek)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggunaan yang ekstensif pada bahan bakar fosil menyebabkan terjadinya emisi polutan-polutan berbahaya seperti SOx, NOx, CO, dan beberapa partikulat yang bisa mengancam

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Kegiatan penelitian ini dilaksanakan selama 6 bulan, dimulai dari bulan

BAB III METODE PENELITIAN. Kegiatan penelitian ini dilaksanakan selama 6 bulan, dimulai dari bulan 25 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Kegiatan penelitian ini dilaksanakan selama 6 bulan, dimulai dari bulan Januari 2011. Penelitian dilakukan di Laboratorium Fisika Material jurusan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Teknologi membran telah banyak digunakan pada berbagai proses pemisahan dan sangat spesifik terhadap molekul-molekul dengan ukuran tertentu. Selektifitas membran ini

Lebih terperinci

PEMBAHASAN. mengoksidasi lignin sehingga dapat larut dalam sistem berair. Ampas tebu dengan berbagai perlakuan disajikan pada Gambar 1.

PEMBAHASAN. mengoksidasi lignin sehingga dapat larut dalam sistem berair. Ampas tebu dengan berbagai perlakuan disajikan pada Gambar 1. PEMBAHASAN Pengaruh Pencucian, Delignifikasi, dan Aktivasi Ampas tebu mengandung tiga senyawa kimia utama, yaitu selulosa, lignin, dan hemiselulosa. Menurut Samsuri et al. (2007), ampas tebu mengandung

Lebih terperinci

MODIFIKASI MEMBRAN KOMPOSIT KITOSAN DENGAN FILLER MONTMORILLONIT UNTUK APLIKASI SEL BAHAN BAKAR

MODIFIKASI MEMBRAN KOMPOSIT KITOSAN DENGAN FILLER MONTMORILLONIT UNTUK APLIKASI SEL BAHAN BAKAR Jurnal Dinamika, September 2016, halaman 26-33 P-ISSN: 2087 7889 E-ISSN: 2503 4863 Vol. 07. No.2 MODIFIKASI MEMBRAN KOMPOSIT KITOSAN DENGAN FILLER MONTMORILLONIT UNTUK APLIKASI SEL BAHAN BAKAR Muhammad

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN BaTiO 3 merupakan senyawa oksida keramik yang dapat disintesis dari senyawaan titanium (IV) dan barium (II). Proses sintesis ini dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti suhu, tekanan,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kadar Asetil (ASTM D )

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kadar Asetil (ASTM D ) 5 Kadar Asetil (ASTM D-678-91) Kandungan asetil ditentukan dengan cara melihat banyaknya NaH yang dibutuhkan untuk menyabunkan contoh R(-C-CH 3 ) x xnah R(H) x Na -C-CH 3 Contoh kering sebanyak 1 g dimasukkan

Lebih terperinci

Makalah Pendamping: Kimia Paralel E PENGARUH KONSENTRASI KITOSAN DARI CANGKANG UDANG TERHADAP EFISIENSI PENJERAPAN LOGAM BERAT

Makalah Pendamping: Kimia Paralel E PENGARUH KONSENTRASI KITOSAN DARI CANGKANG UDANG TERHADAP EFISIENSI PENJERAPAN LOGAM BERAT 276 PENGARUH KONSENTRASI KITOSAN DARI CANGKANG UDANG TERHADAP EFISIENSI PENJERAPAN LOGAM BERAT Antuni Wiyarsi, Erfan Priyambodo Jurusan Pendidikan Kimia FMIPA UNY Kampus Karangmalang, Yogyakarta 55281

Lebih terperinci

BATERAI BATERAI ION LITHIUM

BATERAI BATERAI ION LITHIUM BATERAI BATERAI ION LITHIUM SEPARATOR Membran polimer Lapisan mikropori PVDF/poli(dimetilsiloksan) (PDMS) KARAKTERISASI SIFAT SEPARATOR KOMPOSIT PVDF/POLI(DIMETILSILOKSAN) DENGAN METODE BLENDING DEVI EKA

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Monggupo Kecamatan Atinggola Kabupaten Gorontalo Utara Provinsi Gorontalo,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Monggupo Kecamatan Atinggola Kabupaten Gorontalo Utara Provinsi Gorontalo, BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Penyiapan Sampel Sampel daging buah sirsak (Anonna Muricata Linn) yang diambil didesa Monggupo Kecamatan Atinggola Kabupaten Gorontalo Utara Provinsi Gorontalo, terlebih

Lebih terperinci

PEMBUATAN KITOSAN DARI KULIT UDANG PUTIH (Penaeus merguiensis) DAN APLIKASINYA SEBAGAI PENGAWET ALAMI UNTUK UDANG SEGAR

PEMBUATAN KITOSAN DARI KULIT UDANG PUTIH (Penaeus merguiensis) DAN APLIKASINYA SEBAGAI PENGAWET ALAMI UNTUK UDANG SEGAR JURNAL TEKNOLOGI AGRO-INDUSTRI Vol. 2 No.2 ; November 2015 PEMBUATAN KITOSAN DARI KULIT UDANG PUTIH (Penaeus merguiensis) DAN APLIKASINYA SEBAGAI PENGAWET ALAMI UNTUK UDANG SEGAR Noor Isnawati, Wahyuningsih,

Lebih terperinci

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan. IV.1 Sintesis dan karaktrisasi garam rangkap CaCu(CH 3 COO) 4.6H 2 O

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan. IV.1 Sintesis dan karaktrisasi garam rangkap CaCu(CH 3 COO) 4.6H 2 O Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan IV.1 Sintesis dan karaktrisasi garam rangkap CaCu(CH 3 COO) 4.6H 2 O Garam rangkap CaCu(CH 3 COO) 4.6H 2 O telah diperoleh dari reaksi larutan kalsium asetat dengan

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Distanoksan Sintesis distanoksan dilakukan dengan mencampurkan dibutiltimah(ii)oksida dan dibutiltimah(ii)klorida (Gambar 3.2). Sebelum dilakukan rekristalisasi, persen

Lebih terperinci