BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memberikan sumbangan referensi dan menambah wawasan bagi penulis. Kajiankajian

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memberikan sumbangan referensi dan menambah wawasan bagi penulis. Kajiankajian"

Transkripsi

1 11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kajian Pustaka Beberapa kajian mengenai eksploitasi anak di lingkungan akademik telah memberikan sumbangan referensi dan menambah wawasan bagi penulis. Kajiankajian tersebut berbicara mengenai eksploitasi anak yang dilakukan oleh orang dewasa dan sebagian besar dilatarbelakangi oleh faktor ekonomi. Berkaitan dengan penelitian ini penulis merujuk beberapa hasil penelitian sebelumnya yang memiliki keterkaitan dengan permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini. Studi yang dilakukan Putra dkk. (dalam Suyanto, 2013 : 31-32) menyatakan bahwa di masyarakat terdapat hubungan natural asimetris antara orang dewasa dan anak, dimana anak berada dalam posisi yang lebih lemah dan karena itu juga lebih rendah sehingga orang dewasa secara sadar maupun tidak menciptakan ketidakseimbangan kultural kepada anak yang sifatnya menguntungkan orang dewasa. Orang dewasa menanamkan hubungan natural asimetris ini pada diri anak sehingga pada akhirnya anak menerima hubungan natural asimetris ini sebagai suatu hal yang biasa dan ini merupakan akar dari berbagai tindak kekerasan orang dewasa kepada anak. Hasil studi yang dikemukakan Putra dkk. mengenai hubungan natural asimetris bermanfaat bagi penulis dalam mengkaji eksploitasi orangtua terhadap anak yang bekerja sebagai tukang suun, dimana anak dalam hal ini memiliki posisi lebih rendah dibandingkan orangtuanya sehingga orangtua cenderung 11

2 12 memanfaatkan posisi anak yang lebih rendah tersebut untuk mengeksploitasi anaknya demi kepentingan ekonomi. Dalam skripsi yang berjudul Eksploitasi Orangtua Terhadap Anak dengan Mempekerjakan Sebagai Buruh yang ditulis oleh Rahman (2007) menyatakan bahwa orangtua menjadi pengambil keputusan yang paling dominan termasuk juga dalam mempekerjakan anaknya pada pabrik konveksi dengan cara memanipulasi umur anak. Penelitian yang dilakukan oleh Rahman memiliki relevansi dengan penelitian penulis yaitu adanya anak-anak yang bekerja untuk membantu perekonomian keluarga merupakan suatu keputusan yang diambil orangtua karena orangtua memiliki kuasa atas anaknya termasuk dalam mengeksploitasi tenaga dan waktu anak untuk bekerja. Fitriani (2013) dalam skripsinya yang berjudul Faktor-faktor Penyebab Terjadinya Eksploitasi Seksual Terhadap Anak Ditinjau dari Sudut Kriminologi di Kota Pontianak menggambarkan bahwa adanya larangan-larangan terhadap eksploitasi anak baik secara ekonomi maupun seksual yang telah diatur dalam undang-undang masih sebatas eksistensi semata dan sampai saat ini belum sepenuhnya menyentuh permasalahan eksploitasi anak termasuk juga belum memberikan perlindungan terhadap anak yang menjadi korban eksploitasi. Penelitian Fitriani menunjukkan bahwa anak-anak di kawasan Pontianak terpaksa dan dipaksa bekerja oleh orangtuanya. Penelitian yang dilakukan Fitriani memiliki relevansi dengan penelitian penulis yang memandang bahwa penegakan dan pengaplikasian hukum perlindungan anak oleh setiap lapisan masyarakat di kota Denpasar dapat dikatakan masih sangat rendah dan belum optimal dalam

3 13 menggalakkan larangan-larangan untuk mempekerjakan anak seperti yang terjadi pada tukang suun anak-anak yang bekerja di Pasar Badung dimana pihak PD Pasar kota Denpasar telah memasang larangan tertulis yang tidak memperbolehkan anak bekerja bila belum berusia 18 tahun di beberapa tembok menuju lantai II Pasar Badung. Hasil penelitian lain yang tertuang dalam skripsi berjudul Eksploitasi Anak Jalanan (Studi Kasus Anak Jalanan di Pantai Losari Kota Makassar) yang ditulis oleh Salla (2012) mengambarkan adanya penggusuran para pedagang di sekitar Pantai Losari demi pengembangan infrastruktur mengakibatkan semakin tingginya angka anak jalanan. Para pedagang yang berasal dari masyarakat miskin tersebut akhirnya kehilangan pekerjaan dan melibatkan anak-anak mereka untuk memperoleh pendapatan keluarga. Penelitian yang dilakukan Salla tersebut memiliki keterkaitan dengan penulis dimana rendahnya perekonomian dalam keluarga, mendorong orangtua untuk melibatkan anak-anak pada dunia kerja demi meringankan beban orangtua atau memberikan sumbangan terhadap pendapatan orangtua. Pemaparan hasil penelitian diatas sebagian besar membahas mengenai eksploitasi orangtua terhadap anak-anak yang dilatarbelakangi oleh beragam alasan dan tujuan tertentu. Persamaan peneliti diatas dengan penulis terletak pada topik yang dikaji yaitu mengenai eksploitasi anak yang didalamnya membahas mengenai faktor penyebab, bentuk, dan dampak negatif dari eksploitasi anak. Namun dalam penelitian ini penulis akan mengungkap hubungan superordinasi dan subordinasi antara orangtua dengan anak sebagai penyebab timbulnya

4 14 eksploitasi terhadap anak dalam wujud tukang suun, dimana subjek dan lokasi penelitian penulis dalam skripsi ini memiliki perbedaan dengan peneliti sebelumnya. Dengan demikian, beberapa hasil penelitian diatas telah menjadi inspirasi bagi penulis untuk meneliti kasus eksploitasi anak dimana penulis menganggap belum ada kajian yang secara khusus membahas mengenai Tukang Suun Anak-Anak : Bentuk Eksploitasi Orangtua Terhadap Anak (Studi Kasus di Pasar Badung, Denpasar-Bali) Kerangka Konseptual Dalam penelitian ini digunakan beberapa konsep yang berkaitan dengan judul penelitian guna memperjelas pembahasan, diantaranya adalah sebagai berikut Tukang Suun Anak-Anak Tukang suun anak-anak merupakan satu kesatuan konsep yang terdiri dari kata tukang suun dan anak-anak. Tukang suun terdiri dari dua kata yaitu tukang dan suun. Tukang dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2014) mengandung lima pengertian, namun dari kelima pengertian tersebut tukang yang dimaksud dalam penelitian ini yaitu orang yang pekerjaannya melakukan sesuatu secara tetap. Suun diambil dari istilah dalam bahasa Bali yang berarti junjung (Anandakusuma, 1986 : 188). Jadi tukang suun secara etimologi dapat diartikan sebagai tukang junjung. Tukang suun adalah suatu jenis pekerjaan dalam sektor informal yang sebagian besar digeluti oleh perempuan yang memiliki karakteristik tingkat pendidikan rendah, merupakan usaha sendiri, sebagai pekerja keluarga, serta

5 15 mudah keluar masuk usaha dengan melakukan aktivitas berupa menjual jasa kepada orang lain dengan membawa barang belanjaan orang lain dengan cara menjunjung (nyuun) (Purawati, 2011 : 17). Tukang suun yang dimaksud dalam penelitian ini yaitu beberapa orang yang bekerja sebagai pekerja keluarga, membawa barang belanjaan pembeli atau barang dagangan pedagang di Pasar Badung dengan menggunakan keranjang yang dijunjung di atas kepala untuk mendapatkan uang, dan dicirikan dengan tingkat pendidikan rendah atau tidak pernah menempuh pendidikan sama sekali. Menurut Undang-Undang Perlindungan Anak No. 23 Tahun 2002 Pasal 1, anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan (Anonim, 2013 : 3). Begitu pula dengan Konvensi No. 182 Tahun 1999 tentang Bentuk-Bentuk Pekerjaan Terburuk untuk Anak dan Konvensi tentang Hak Anak Pasal 2 menyebutkan bahwa anak adalah setiap orang yang berusia di bawah 18 tahun (Organisasi Perburuhan Internasional, 2009 : 21). Sedangkan menurut ilmu Psikologi (dalam Adriani, 2008 : 14), yang dikatakan sebagai anak adalah mereka yang berusia diantara 0-18 tahun yang terbagi ke dalam tahap-tahap pertumbuhan dan perkembangan dalam rentang usia tersebut. Anak-anak merupakan bentuk jamak dari seorang anak dan merujuk pada individu yang belum dewasa. Walaupun sebagian besar masyarakat memandang bahwa usia belasan tahun dikatergorikan sebagai remaja, namun menurut beberapa pengertian anak yang dipaparkan diatas, individu yang berusia belasan tahun tetap

6 16 dikategorikan sebagai anak yang sedang mengalami tahapan pertumbuhan dan perkembangan yang salah satunya adalah masa remaja. Menurut Undang-Undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974 Pasal 47 (dalam Adriani, 2008 : 13) menyatakan bahwa anak yang belum mencapai umur 18 tahun atau belum pernah melangsungkan perkawinan berada di bawah kekuasaan orangtuanya selama mereka tidak dicabut dari kekuasaannya. Dengan demikian, anak-anak yang dimaksud dalam penelitian ini adalah beberapa orang yang belum berusia 18 tahun yang berada dibawah kekuasaan orangtuanya, dimana secara fisik maupun mental posisinya lebih rendah daripada orangtuanya dan cenderung tidak mengetahui apa yang menjadi haknya sehingga mereka menjadi objek eksploitasi orangtuanya untuk membantu perekonomian keluarga. Anak-anak yang tereksploitasi untuk tujuan ekonomi tersebut patut mendapatkan perlindungan secara hukum atas hak-haknya baik oleh orangtuanya sendiri, masyarakat, maupun pemerintah. Dari pengertian tukang suun dan anak-anak diatas maka yang dimaksud tukang suun anak-anak dalam penelitian ini yaitu anak-anak yang berusia di bawah 18 tahun dengan tingkat pendidikan rendah atau tidak pernah menempuh pendidikan sama sekali yang menawarkan jasa membawakan barang belanjaan pembeli dengan menggunakan keranjang yang dijunjung di atas kepala dan bekerja di Pasar Badung demi mendapatkan uang untuk menambah penghasilan atau meringankan beban orangtua. Tukang suun anak-anak tersebut merupakan wujud dari eksploitasi

7 17 yang dilakukan oleh orangtua sebagai pekerja anak yang patut mendapatkan perlindungan atas hak-haknya. Tukang suun anak-anak terkategori ke dalam pekerja atau buruh anak yaitu anak-anak yang melakukan pekerjaan secara rutin untuk orangtuanya atau untuk dirinya sendiri yang membutuhkan sejumlah besar waktu, dengan menerima imbalan atau tidak (Suyanto, 2013 : 145). Pekerja anak yang dimaksud dalam hal ini meliputi semua anak yang bekerja pada jenis pekerjaan yang membahayakan anak, merusak atau melukai anak (secara jasmani, emosi dan atau seksual), mengeksploitasi anak, atau membuat anak tidak mengenyam pendidikan. Pekerja anak bukanlah anak yang mengerjakan tugas kecil di rumah sepulang sekolah dan melakukan pekerjaan yang wajar dilakukan untuk tingkat perkembangan anak seusianya (Organisasi Perburuhan Internasional, 2009 : 7) Orangtua Dalam Undang-Undang Perlindungan Anak No. 23 Tahun 2002 Pasal 1 menyebutkan bahwa yang dimaksud orangtua adalah ayah dan / atau ibu kandung, atau ayah dan / atau ibu tiri, atau ayah dan / atau ibu angkat (Anonim, 2013 : 4). Orangtua dalam sebuah keluarga memiliki fungsi penting dalam kelangsungan hidup anak-anak yaitu pengaturan keturunan, sosialisasi atau pendidikan, ekonomi atau unit produksi, pelindung atau proteksi, penentuan status, pemeliharaan, dan afeksi (Narwoko & Suyanto, 2007 : 234). Orangtua berkewajiban memberikan ketujuh fungsi di atas kepada anaknya serta wajib melindungi dan memenuhi hak-hak anak lainnya.

8 18 Orangtua yang dimaksud dalam penelitian ini adalah ayah dan ibu yang mengeksploitasi anaknya dengan cara memanfaatkan waktu dan tenaga anak untuk bekerja sebagai tukang suun, dimana mereka tidak mempertimbangkan batas-batas kewajaran anak dan cenderung untuk tidak memenuhi hak-hak anak termasuk juga tidak memberi fungsi penting orangtua terhadap kelangsungan hidup anak. Orangtua tukang suun anakanak sebagai pemegang kuasa atas anak berperan dalam pengambil keputusan yang tidak memihak pada kondisi dan hak anak, karena orangtua memiliki berbagai kelebihan baik dari segi fisik dan mental dibandingkan dengan anak-anaknya. Dari kelebihan tersebut orangtua cendereung memanfaatkan anak-anaknya untuk dieksploitasi dengan beragam alasan Eksploitasi Eksploitasi adalah istilah yang mengandung konotasi ketidakadilan untuk menggambarkan relasi antarkelas dimana suatu pihak secara struktural berada pada posisi yang memampukannya untuk mengambil keuntungan dari pihak yang lain (Outhwaite, 2008 : 302). Hal ini diperjelas oleh pernyataan Marx yang menjelaskan bahwa pihak yang satu mengontrol pihak yang lain karena memiliki sumber daya yang lebih banyak dibandingkan pihak yang dikontrol tersebut (Haryanto, 2012 : 40). Dengan demikian eksploitasi merupakan pemanfaatan pihak lain untuk mendapatkan keuntungan dengan cara sewenang-wenang sehingga mengakibatkan adanya kondisi ketidakadilan bagi pihak tersebut karena sumber daya yang dimiliki cukup terbatas bila dibandingkan dengan pihak yang mengeksploitasi.

9 19 Eksploitasi yang dimaksud dalam penelitian ini lebih terfokus pada eksploitasi anak. Menurut Karundeng (dalam Rahman, 2007 : 3) eksploitasi anak adalah memanfaatkan anak secara tidak etis demi kebaikan ataupun keuntungan orangtua maupun orang lain yang meliputi perdagangan manusia, perbudakan, prostitusi anak, buruh anak atau pekerja anak, dan anak jalanan. Sedangkan eksploitasi anak menurut Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional adalah tindakan atau perbuatan memperalat, memanfaatkan atau memeras anak untuk memperoleh keuntungan pribadi, keluarga atau golongan (Bappenas, (t.t.) : 3). Dalam penelitian ini, orangtua sebagai kelas yang mengeksploitasi dan memegang kontrol atas anak memperalat atau memaksa anak untuk bekerja dengan memanfaatkan waktu dan tenaga anak tanpa memperhatikan batas kewajaran dan hak anak demi memperoleh keuntungan dalam bentuk bertambahnya jumlah penghasilan orangtua ataupun berkurangnya beban orangtua dalam membiayai kelangsungan hidup anak. Hal ini tentunya telah menciptakan suasana ketidakadilan bagi anak karena waktu anak untuk belajar dan bermain telah digantikan dengan waktu untuk bekerja termasuk juga hilangnya kesempatan anak-anak untuk mendapatkan pemenuhan atas hak-hak anak lainnya. Walaupun sebagian besar masyarakat memandang bahwa adanya fenomena anak-anak yang bekerja untuk membantu orangtua merupakan sesuatu yang luhur, namun hal tersebut menjadi tidak manusiawi dan terkategori ke dalam bentuk eksploitasi anak bila anak dipekerjakan tanpa

10 20 memperhatikan standar yang telah ditentukan dalam peraturan Manteri Tenaga Kerja No. 1 Tahun 1967 tentang anak-anak yang terpaksa bekerja termasuk juga tidak memperhatikan batas-batas kewajaran dan hak-hak anak Pasar Badung Menurut Damzar (dalam Purawati, 2011 : 18) pasar merupakan salah satu lembaga dalam institusi ekonomi, dan pasar merupakan salah satu penggerak utama dinamika kehidupam ekonomi. Pasar Badung merupakan salah satu pasar tradisional sebagai penggerak dinamika kehidupan ekonomi kota Denpasar yang melibatkan berbagai aktor pasar seperti pembeli, pedagang, pemasok barang serta buruh pasar (Purawati, 2011 : 19). Pasar Badung yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pasar tradisional yang telah memberikan manfaat sebagai penggerak dan penunjang kehidupan perekonomian keluarga tukang suun anak-anak dengan memberikan peluang kerja kepada tukang suun anak-anak tersebut sebagai buruh pasar dalam memperoleh pendapatan. Pasar Badung merupakan salah satu pasar tradisional yang terletak di pusat kota Denpasar tepatnya di Jl. Sulawesi Denpasar-Bali, dimana pasar ini buka hampir 24 jam. Pasar Badung menjual berbagai macam kebutuhan masyarakat mulai dari bahan makanan, sarana upacara, tekstil, kerajian tangan, dan kebutuhan rumah tangga lainnya sehingga pasar ini selalu ramai pengunjung baik dari kalangan wisatawan maupun konsumen yang berasal dari masyarakat lokal.

11 21 Keramaian pengunjung Pasar Badung tersebut menjadi peluang bagi tukang suun anak-anak untuk mencari pelanggan yang bersedia menggunakan jasa mereka. Tukang suun ini juga menjadi salah satu ciri khas dari Pasar Badung yang juga merupakan tempat para tukang suun anak-anak mencari sumber penghasilan untuk menunjang perekonomian orangtuanya Kerangka Teoritis Dalam penelitian ini terdapat salah satu teori yang digunakan untuk menganalisa masalah yang ditemukan. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah Teori Interaksi Sosial (Superordinasi dan Subordinasi) dari Georg Simmel yang didukung juga dengan beberapa konsepnya yaitu Kesadaran Individu dan Tragedi Kebudayaan. Georg Simmel terkenal sebagai sosiolog mikro yang selalu memusatkan perhatiannya pada interaksi sosial. Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk melihat besarnya cakupan interaksi antaraktor sadar yang pada suatu ketika mungkin terlihat sepele namun pada saat lain sangat penting (Ritzer & Goodman, 2011 : 179). Sebagai bagian dari masyarakat, interaksi yang terjadi antara anak-anak yang bekerja sebagai tukang suun dengan orang-orang yang berada di Pasar Badung secara umum dapat dikatakan hanya sebatas hubungan kerja. Sekalipun interaksi diantara keduanya melahirkan sikap simpati dari orang-orang tersebut, kebanyakan dari mereka lebih memilih bersikap apatis terhadap upaya untuk meminimalisir keberadaan tukang suun anak-anak. Sesuai dengan pernyataan Simmel diatas, fenomena ini justru terlihat sangat sepele namun menjadi hal yang

12 22 sangat penting bila melihat dampak negatif yang akan ditimbulkan dari bekerjanya tukang suun anak-anak di usia dini. Salah satu bentuk-bentuk interaksi yang dibicarakan dalam karya Simmel yaitu superordinasi dan subordinasi yang memiliki beragam motif, tujuan, dan kepentingan (Ritzer & Goodman, 2011 : 183 & 177). Interaksi dalam bentuk superordinasi dan subordinasi dapat ditemukan di berbagai latar, dalam negara maupun dalam komunitas keagamaan, dalam sekelompok konspirator sebagaimana dalam asosiasi ekonomi, di sekolah seni, maupun di dalam keluarga (Ritzer & Goodman, 2011 : 180). Sebagai keluarga dengan tingkat perekonomian rendah, interaksi yang terjadi antara orangtua dengan anak-anak disebabkan oleh adanya hubungan saling ketergantungan antara anak dengan orangtua. Pada satu sisi anak-anak tergantung kepada orangtua karena dirinya masih membutuhkan perhatian dan perlindungan dari orangtuanya, sedangkan di sisi yang lain orangtua tukang suun anak-anak tergantung kepada anaknya dengan harapan anak dapat memberikan sumbangan terhadap pendapatan orangtua sehingga beban orangtua menjadi berkurang. Interaksi dalam bentuk superordinasi dan subordinasi antara orangtua dengan anak yang bekerja sebagai tukang suun dilakukan melalui proses pembagian kerja yang tidak memihak pada kondisi dan hak-hak anak. Anak secara struktural berada pada posisi yang lebih rendah bila dibandingkan dengan orangtuanya karena dalam posisi tertentu ia tidak mampu melawan orangtuanya yang memiliki kekuatan mental dan fisik yang lebih besar darinya sehingga dalam hal ini anak-anak terkategori ke dalam posisi subordinat, sedangkan orangtua yang

13 23 memiliki kuasa dan kontrol atas anaknya terkategori ke dalam posisi superordinat. Rendahnya posisi anak tersebut sering dimanfaatkan oleh orangtuanya untuk mengikuti kehendaknya dan mempertahankan dominasi dengan cara melakukan upaya tertentu agar anak mau bekerja untuk menunjang perekonomian keluarga. Dalam konsep Kesadaran Individu, Simmel menyadari bahwa norma serta nilai mayarakat telah terinternalisasi dalam kesadaran individu (Ritzer & Goodman, 2011 : 178). Hal ini dapat digunakan untuk menggambarkan situasi yang terjadi pada tukang suun anak-anak dimana anak-anak biasanya cenderung menuruti perintah orangtuanya karena berbagai norma yang ditanamkan orangtua ataupun masyarakat telah terinternalisasi ke dalam kesadaran anak. Norma atau nilai tersebut dapat berupa konstruksi budaya masyarakat yang memandang bahwa anak harus menghormati orangtuanya, dan bila itu tidak dilakukan anakanak akan dicap bandel atau durhaka oleh orangtuanya maupun masyarakat pada umumnya. Norma atau nilai yang terkandung dalam masyarakat ini sering dimanfaatkan oleh orang dewasa khususnya dalam hal ini adalah orangtua. Begitu pula anak-anak juga tidak dapat bergerak bebas karena menyerap norma dan nilai tersebut melalui pemahaman yang diberikan orangtua kepada anaknya dalam sebuah keluarga ataupun pendidikan yang diberikan di instansi sekolah. Jadi anak akan bertindak sesuai dengan keinginan orangtuanya karena mereka takut bertindak di luar norma dan nilai yang telah dikonstruksi oleh masyarakat tersebut. Dalam konsep Tragedi Kebudayaan yang diutarakan Simmel menyatakan bahwa dunia modern menyebabkan individu ditelan oleh hasil ciptaannya sendiri

14 24 termasuk ekonomi uang (Widyanta, 2002 : xviii). Pernyataan ini diperjelas dengan argumennya bahwa uang di dunia modern mengalami perluasan, dan ketika meluas, arti penting individu semakin menciut (Ritzer & Goodman, 2011 : 33). Hal ini dapat menggambarkan kondisi keluarga tukang suun anak-anak dengan keuangan yang serba kekurangan sehingga membuat orangtua secara sadar atau terpaksa mempekerjakan anaknya demi memperoleh sejumlah uang tanpa mempertimbangkan batas kewajaran dan hak anak. Kehadiran anak dalam keluarga tukang suun anak-anak seolah-olah hanya dijadikan sebagai pelengkap untuk membantu orangtunya mencari uang. Orangtua membutuhkan dan mengontrol anaknya semata-mata hanya untuk kepentingannya sendiri sehingga orangtua sudah tidak lagi memandang arti penting seorang anak yang sesungguhnya demi mendapatkan sejumlah uang Model Penelitian Adapun model penelitian yang digunakan untuk menggambarkan alur pikir penulis mengenai eksploitasi tukang suun anak-anak di Pasar Badung yang dilakukan oleh orangtuanya. Model penelitian dalam skripsi ini dapat digambarkan dalam skema sebagai berikut.

15 25 Skema 2.1. Model Penelitian Orangtua sebagai superordinat dengan kondisi : 1. Tingkat pendapatan rendah ( kemiskinan ) 2. Tingkat pendidikan rendah Eksploitasi anak sebagai tukang suun di Pasar Badung Kondisi anak sebagai subordinat : 1. Usia 2. Fisik 3. Mental 4. Hak anak Latar belakang kemunculan tukang suun anak-anak di Pasar Badung Bentuk eksploitasi orangtua terhadap anak yang bekerja sebagai tukang suun di Pasar Badung Dampak eksploitasi orangtua bagi anak yang bekerja sebagai tukang suun di Pasar Badung Harapan menjadi orangtua yang baik Hubungan harmonis antara orangtua dan anak (orangtua memenuhi hak-hak anak dan anak berkewajiban membantu orangtua dengan cara yang wajar) Harapan menjadi anak yang baik

16 26 Keterangan : : Garis yang menunjukkan hubungan pengaruh atau akibat : Garis yang menunjukkan hubungan superordinat dan subordinat : Garis yang menunjukkan sesuatu yang diharapkan Penjelasan Model Penelitian Alur pikir penelitian ini berawal dari adanya fenomena tukang suun anak-anak yang bekerja di Pasar Badung. Selain dilatarbelakangi oleh alasan ekonomi, penulis memandang bahwa anak-anak dipekerjakan sebagai tukang suun di Pasar Badung disebabkan oleh adanya hubungan superordinat dan subordinat pada orangtua dan anak tersebut. Melalui kedudukan superordinatnya, orangtua yang berasal dari latar belakang keluarga dengan tingkat pendapatan dan pendidikan rendah cenderung memanfaatkan anaknya untuk dipekerjakan sebagai tukang suun demi menambah pendapatan atau meringankan beban orangtua tanpa mempertimbangkan batas-batas kewajaran dan hak-hak anak. Anak-anak sebagai subordinat dengan usia yang masih kecil memandang bahwa segala keinginan orangtua adalah suatu perintah yang patut untuk dituruti walaupun terkadang anak-anak terpaksa melakukannya. Hal ini disebabkan oleh kondisi mental dan fisik anak yang belum cukup matang, dimana mereka hanya memiliki pengetahuan dan kekuatan yang terbatas, belum paham tentang apa yang seharusnya menjadi haknya, termasuk juga hal-hal yang dapat merugikan dan mengancam keselamatan dirinya. Walaupun anak-anak dapat menyampaikan rasa ketidaknyamanan atau ketidaksetujuan akan suatu hal 26

17 27 yang menjadi perintah orangtunya, orangtualah yang tetap berperan dalam mengontrol dan mengambil berbagai keputusan untuk anaknya karena kuasa anak berada di tangan orangtuanya. Relasi superordinat dan subordinat antara orangtua dengan anak dengan berbagai kondisinya menjadi kekuatan yang mempengaruhi dan mengakibatkan orangtua melakukan eksploitasi terhadap anak dengan mempekerjakannya sebagai tukang suun di Pasar Badung untuk membantu perekonomian orangtuanya. Adanya eksploitasi anak sebagai tukang suun di Pasar Badung berpengaruh pada keinginan penulis untuk mengetahui tiga hal, yaitu alasan yang melatarbelakangi kemunculan tukang suun anak-anak di Pasar Badung, bentuk eksploitasi orangtua terhadap anak yang bekerja sebagai tukang suun di Pasar Badung, dan dampak eksploitasi orangtua bagi anak yang bekerja sebagai tukang suun di Pasar Badung, dimana ketiganya merupakan satu kesatuan yang saling berkaitan. Walaupun orangtua secara sengaja atau terpaksa mempekerjakan anaknya demi menunjang pendapatan keluarga, namun pada umumnya antara orangtua dengan anak tetap memiliki harapan sesuai dengan perannya masing-masing, dimana orangtua berharap dapat menjadi orangtua yang baik untuk anaknya, sedangkan anak juga berharap dapat menjadi anak yang baik untuk orangtuanya, sehingga dari harapan-harapan tersebut dapat tercipta hubungan harmonis antara orangtua dengan anak dimana orangtua tetap memenuhi berbagai bentuk hak-hak anaknya dan anak juga berkewajiban membantu orangtua dengan cara-cara yang wajar.

BAB I PENDAHULUAN. kasih sayang, dan perlindungan oleh orangtuanya. Sebagai makhluk sosial, anakanak

BAB I PENDAHULUAN. kasih sayang, dan perlindungan oleh orangtuanya. Sebagai makhluk sosial, anakanak BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Anak merupakan bagian dari sebuah keluarga yang patut diberi perhatian, kasih sayang, dan perlindungan oleh orangtuanya. Sebagai makhluk sosial, anakanak senantiasa

Lebih terperinci

TUKANG SUUN ANAK-ANAK : BENTUK EKSPLOITASI ORANGTUA TERHADAP ANAK (Studi Kasus di Pasar Badung, Denpasar-Bali)

TUKANG SUUN ANAK-ANAK : BENTUK EKSPLOITASI ORANGTUA TERHADAP ANAK (Studi Kasus di Pasar Badung, Denpasar-Bali) TUKANG SUUN ANAK-ANAK : BENTUK EKSPLOITASI ORANGTUA TERHADAP ANAK (Studi Kasus di Pasar Badung, Denpasar-Bali) Putu Fania Pebriani, Ni Luh Nyoman Kebayantini, Ketut Sudhana Astika Fakultas Ilmu Sosial

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sewajarnya menjamin dan melindungi hak-hak anak, baik sipil, sosial, politik,

BAB I PENDAHULUAN. sewajarnya menjamin dan melindungi hak-hak anak, baik sipil, sosial, politik, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak merupakan anugerah dalam keluarga. Anak sudah selayaknya dilindungi serta diperhatikan hak-haknya. Negarapun dalam hal ini sudah sewajarnya menjamin dan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. pedesaan yang sesungguhnya berwajah perempuan dari kelas buruh. Bagian

BAB V KESIMPULAN. pedesaan yang sesungguhnya berwajah perempuan dari kelas buruh. Bagian BAB V KESIMPULAN Bagian kesimpulan ini menyampaikan empat hal. Pertama, mekanisme ekstraksi surplus yang terjadi dalam relasi sosial produksi pertanian padi dan posisi perempuan buruh tani di dalamnya.

Lebih terperinci

Pekerja Rumah Tangga Anak (PRTA)

Pekerja Rumah Tangga Anak (PRTA) Tugas Makalah Masalah Sosial Anak Pekerja Rumah Tangga Anak (PRTA) Disusun Oleh : Muhammad Alhada Fuadilah Habib (NIM. 071114030) DEPARTEMEN SOSIOLOGI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM PERLINDUNGAN HUKUM PEKERJA ANAK DI KOTA DENPASAR

BAB II TINJAUAN UMUM PERLINDUNGAN HUKUM PEKERJA ANAK DI KOTA DENPASAR 20 BAB II TINJAUAN UMUM PERLINDUNGAN HUKUM PEKERJA ANAK DI KOTA DENPASAR 2.1 Pekerja Anak 2.1.1 Pengertian anak Pengertian anak secara umum dipahami masyarakat adalah keturunan kedua setelah ayah dan ibu.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. keberadaan pekerja anak telah memberikan kontribusi dalam perekonomian.

I. PENDAHULUAN. keberadaan pekerja anak telah memberikan kontribusi dalam perekonomian. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pekerja anak merupakan salah satu fenomena tersendiri yang terjadi di Indonesia dalam hal ketenagakerjaan. Secara langsung maupun tidak langsung keberadaan pekerja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. gender. Kekerasan yang disebabkan oleh bias gender ini disebut gender related

BAB I PENDAHULUAN. gender. Kekerasan yang disebabkan oleh bias gender ini disebut gender related BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kekerasan terhadap perempuan adalah persoalan pelanggaran kondisi kemanusiaan yang tidak pernah tidak menarik untuk dikaji. Menurut Mansour Fakih (2004:17) kekerasan

Lebih terperinci

EKPLOITASI ORANGTUA TERHADAP ANAK DIKOTA TANJUNGPINANG

EKPLOITASI ORANGTUA TERHADAP ANAK DIKOTA TANJUNGPINANG EKPLOITASI ORANGTUA TERHADAP ANAK DIKOTA TANJUNGPINANG Sri Wahyuni 1, Emmy Solina 2, Nanik Rahmawati 3 Sriwahyuninindi01@gmail.com Program studi Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial Dan ilmu Politik, Universitas

Lebih terperinci

BUPATI PATI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI,

BUPATI PATI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI, SALINAN BUPATI PATI PROPINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN KEKERASAN BERBASIS GENDER DAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tentunya sangat berkaitan dengan hidup dan kehidupan manusia serta kemanusiaan. Ia

BAB I PENDAHULUAN. tentunya sangat berkaitan dengan hidup dan kehidupan manusia serta kemanusiaan. Ia 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra merupakan salah satu cabang kesenian yang selalu berada dalam peradaban manusia semenjak ribuan tahun lalu. Penelitian terhadap karya sastra penting

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat menjadi salah satu ruang penting penunjang terjadinya interaksi sosial

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat menjadi salah satu ruang penting penunjang terjadinya interaksi sosial BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia sebagai individu yang berinteraksi dengan individu lain tentu memerlukan ruang, khususnya dalam menjalin relasi sosial, dan lingkungan masyarakat menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkotaan maupun di pedesaan. Eksisnya pasar tradisional di tengah-tengah

BAB I PENDAHULUAN. perkotaan maupun di pedesaan. Eksisnya pasar tradisional di tengah-tengah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pasar tradisional merupakan salah satu institusi ekonomi yang penting dalam kehidupan masyarakat. Hal ini terlihat dari tetap eksisnya pasar tradisional baik di perkotaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 104).Secara historis keluarga terbentuk paling tidak dari satuan yang merupakan

BAB I PENDAHULUAN. 104).Secara historis keluarga terbentuk paling tidak dari satuan yang merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keluarga merupakan suatu kelompok primer yang sangat erat. Yang dibentuk karena kebutuhan akan kasih sayang antara suami dan istri. (Khairuddin, 1985: 104).Secara historis

Lebih terperinci

BAB V. PENUTUP. memiliki kondisi yang berbeda-beda pada masing-masing keluarga. Hanya hak anak

BAB V. PENUTUP. memiliki kondisi yang berbeda-beda pada masing-masing keluarga. Hanya hak anak BAB V. PENUTUP A. Kesimpulan Sebagian besar hak-hak anak dalam kelima keluarga dalam penelitian ini memiliki kondisi yang berbeda-beda pada masing-masing keluarga. Hanya hak anak untuk hidup dan hak anak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan pada hakikatnya secara sederhana merupakan bentuk

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan pada hakikatnya secara sederhana merupakan bentuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkawinan pada hakikatnya secara sederhana merupakan bentuk kerjasama kehidupan antara pria dan wanita di dalam masyarakat. Perkawinan betujuan untuk mengumumkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Lembaga pembinaan atau sering disebut LAPAS yaitu tempat untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Lembaga pembinaan atau sering disebut LAPAS yaitu tempat untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lembaga pembinaan atau sering disebut LAPAS yaitu tempat untuk melaksanakan pembinaan Narapidana dan Anak Didik Pemasyarakatan (Pasal 1 Angka 3 UU Nomor 12 Tahun 1995

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memberantas kemiskinan yang tujuannya untuk mensejahterakan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. memberantas kemiskinan yang tujuannya untuk mensejahterakan masyarakat. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kajian perempuan merupakan suatu kajian yang sangat menarik perhatian. Hal ini terbukti banyak penelitian tentang kaum perempuan. Perempuan merupakan hal penting

Lebih terperinci

2016 FENOMENA CERAI GUGAT PADA PASANGAN KELUARGA SUNDA

2016 FENOMENA CERAI GUGAT PADA PASANGAN KELUARGA SUNDA BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Pernikahan merupakan hal yang dicita-citakan dan didambakan oleh setiap orang, karena dengan pernikahan adalah awal dibangunnya sebuah rumah tangga dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbicara mengenai keluarga biasa di dalamnya terdapat orang-orang yang

BAB I PENDAHULUAN. berbicara mengenai keluarga biasa di dalamnya terdapat orang-orang yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keluarga adalah sekumpulan orang yang tinggal satu atap atau lingkungan dimana terdapat beberapa orang yang masih memiliki keterlibatan hubungan darah antara satu dengan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Diakses 17 juli Guritno Kusumo Statistik Usaha Kecil dan Menengah.

I PENDAHULUAN. Diakses 17 juli Guritno Kusumo Statistik Usaha Kecil dan Menengah. I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi yang semakin tinggi perlahan-lahan telah mengubah gaya hidup dan pola konsumsi masyarakat Indonesia. Perubahan gaya hidup dan pola konsumsi masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam Pasal 27 ayat (2) dan Pasal 28 UUD 1945 yang menyatakan: Tiap-tiap

BAB I PENDAHULUAN. dalam Pasal 27 ayat (2) dan Pasal 28 UUD 1945 yang menyatakan: Tiap-tiap 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejak negara ini didirikan, bangsa Indonesia telah menyadari bahwa pekerjaan merupakan kebutuhan asasi warga negara sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 27

Lebih terperinci

BAB. I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. proses kultural budaya di masa lalu, kini telah berganti sebab. Di masyarakat

BAB. I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. proses kultural budaya di masa lalu, kini telah berganti sebab. Di masyarakat BAB. I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bukan merupakan hal yang tabu ketika terdapat fenomena pernikahan dini yang masih terjadi dewasa ini, pernikahan dini yang awal mulanya terjadi karena proses kultural

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi permasalahan sosial. Sebagian besar masyarakat memandang sebelah mata

BAB I PENDAHULUAN. menjadi permasalahan sosial. Sebagian besar masyarakat memandang sebelah mata BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Anak jalanan merupakan salah satu bagian dari fenomena kehidupan yang menjadi permasalahan sosial. Sebagian besar masyarakat memandang sebelah mata keberadaan anak

Lebih terperinci

BAB 8. KEKERASAN DALAM RUMAHTANGGA DAN TRAFFICKING DI INDONESIA. Oleh: Herien Puspitawati Tin Herawati

BAB 8. KEKERASAN DALAM RUMAHTANGGA DAN TRAFFICKING DI INDONESIA. Oleh: Herien Puspitawati Tin Herawati BAB 8. KEKERASAN DALAM RUMAHTANGGA DAN TRAFFICKING DI INDONESIA Oleh: Herien Puspitawati Tin Herawati PERLINDUNGAN ANAK Anak UU Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak: Seseorang yang belum berusia

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. menyangkut hubungan antara orang perorangan, antara kelompok-kelompok

BAB II KAJIAN PUSTAKA. menyangkut hubungan antara orang perorangan, antara kelompok-kelompok BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Teori Interaksi Sosial Interaksi sosial merupakan hubungan-hubungan sosial yang dinamis yang menyangkut hubungan antara orang perorangan, antara kelompok-kelompok manusia, maupun

Lebih terperinci

BAB III DESKRIPSI PENELANTARAN ANAK DALAM RUMAH TANGGA MENURUT UU NO.23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK

BAB III DESKRIPSI PENELANTARAN ANAK DALAM RUMAH TANGGA MENURUT UU NO.23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK 32 BAB III DESKRIPSI PENELANTARAN ANAK DALAM RUMAH TANGGA MENURUT UU NO.23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK A. Hak dan Kewajiban antara Orang Tua dan Anak menurut UU No.23 Tahun 2002 tentang perlindungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kesejahteraan (welfare state). Itulah konsep

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kesejahteraan (welfare state). Itulah konsep BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara kesejahteraan (welfare state). Itulah konsep negara yang dianut oleh bangsa Indonesia sebagaimana pernyataan Jimly Ashiddiqie (dalam

Lebih terperinci

KOLABORASI ANTAR STAKEHOLDER DALAM MENANGANI TINDAK KEKERASAN ANAK BERBASIS GENDER DI KOTA SURAKARTA

KOLABORASI ANTAR STAKEHOLDER DALAM MENANGANI TINDAK KEKERASAN ANAK BERBASIS GENDER DI KOTA SURAKARTA KOLABORASI ANTAR STAKEHOLDER DALAM MENANGANI TINDAK KEKERASAN ANAK BERBASIS GENDER DI KOTA SURAKARTA Disusun Oleh : ANDRE RISPANDITA HIRNANTO D 1114001 SKRIPSI Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan Untuk

Lebih terperinci

MENCERMATI PENERBITAN PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN PEKERJA RUMAH TANGGA

MENCERMATI PENERBITAN PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN PEKERJA RUMAH TANGGA MENCERMATI PENERBITAN PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN PEKERJA RUMAH TANGGA Oleh: Arrista Trimaya * Naskah diterima: 30 Januari 2015; disetujui: 12 Februari 2015 Menteri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Berbicara terkait kasus-kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Berbicara terkait kasus-kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berbicara terkait kasus-kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) di Indonesia, saat ini sudah tidak mengenal kata usai dan terus bertambah setiap tahunnya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dalam setiap kehidupan sosial terdapat individu-individu yang memiliki kecenderungan berperilaku menyimpang dalam arti perilakunya tersebut tidak sesuai dengan nilai-nilai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Fenomena kemiskinan di daerah perkotaan adalah dampak dari urbanisasi dan kekeliruan dalam menangani ledakan jumlah penduduk. Ketersediaan lapangan kerja yang terbatas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dijalanan maupun ditempat-tempat umum lainnya (Huraerah, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. dijalanan maupun ditempat-tempat umum lainnya (Huraerah, 2007). 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Anak jalanan di Indonesia mengalami peningkatan pesat dalam beberapa tahun belakangan. Seseorang bisa dikatakan anak jalanan apabila berumur dibawah 18 tahun, yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau di kota. Namun banyak manusia yang sudah mempunyai kemampuan baik

BAB I PENDAHULUAN. atau di kota. Namun banyak manusia yang sudah mempunyai kemampuan baik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan bermasyarakat, hampir semua manusia hidup terikat dalam sebuah jaringan dimana seorang manusia membutuhkan manusia lainnya untuk dapat hidup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 21 tahun dan belum menikah (www.google.com). Menurut UU No. 23 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. 21 tahun dan belum menikah (www.google.com). Menurut UU No. 23 Tahun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Konsep anak didefinisikan dan dipahami secara bervariasi dan berbeda, sesuai dengan sudut pandang dan kepentingan yang beragam. Menurut UU No. 4 Tahun 1979

Lebih terperinci

PEKERJA SEKTOR INFORMAL DI KOTA GORONTALO

PEKERJA SEKTOR INFORMAL DI KOTA GORONTALO 1 PEKERJA SEKTOR INFORMAL DI KOTA GORONTALO (Suatu Tinjauan Sosiologis Pekerja Anak) ABSTRAK Narti Buo, NIM 281409054, Pekerja Sektor Informal di Kota Gorontalo (suatu tinjauan sosiologis pekerja anak).

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. IDENTIFIKASI FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB ANAK TURUN MENJADI ANAK JALANAN Terdapat tiga faktor internal yang disebutkan dalam penelitian ini, yaitu impian bebas, ingin

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Anak adalah amanat sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang senantiasa

I. PENDAHULUAN. Anak adalah amanat sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang senantiasa I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak adalah amanat sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang senantiasa harus kita jaga karena dalam dirinya melekat harkat, martabat, dan hak-hak sebagai manusia yang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Behavior dalam Pandangan Nitze tentang Perspektif Tuan dan Buruh Sosiologi perilaku memusatkan perhatian pada hubungan antara pengaruh perilaku seorang aktor terhadap lingkungan

Lebih terperinci

Pertemuan 2 Bisnis dan Etika dalam Dunia Modern

Pertemuan 2 Bisnis dan Etika dalam Dunia Modern Pertemuan 2 Bisnis dan Etika dalam Dunia Modern Tiga Aspek Pokok dari Bisnis 1. Sudut Pandang Ekonomis 2. Sudut Pandang Moral 3. Sudut Pandang Hukum Sudut Pandang Ekonomis Bisnis adalah kegiatan ekonomis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) sebenarnya bukan hal yang baru

BAB I PENDAHULUAN. Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) sebenarnya bukan hal yang baru BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) sebenarnya bukan hal yang baru di Indonesia, namun selama ini selalu dirahasiakan atau ditutup-tutupi oleh keluarga maupun

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Perselingkuhan sebagai..., Innieke Dwi Putri, FIB UI, Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Perselingkuhan sebagai..., Innieke Dwi Putri, FIB UI, Universitas Indonesia 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra menggambarkan jiwa masyarakat. Karya sastra sebagai interpretasi kehidupan, melukiskan perilaku kehidupan manusia yang terjadi dalam masyarakat. Segala

Lebih terperinci

DUKUNGAN SOSIAL PADA PEMBANTU RUMAH TANGGA USIA REMAJA DI BANYUMAS

DUKUNGAN SOSIAL PADA PEMBANTU RUMAH TANGGA USIA REMAJA DI BANYUMAS DUKUNGAN SOSIAL PADA PEMBANTU RUMAH TANGGA USIA REMAJA DI BANYUMAS SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Psikologi Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Gelar Sarjana (S-1) Psikologi Disusun Oleh : ARHAM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan Indonesia kearah modernisasi maka semakin banyak peluang bagi perempuan untuk berperan dalam pembangunan. Tetapi berhubung masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memberikan efek negatif yang cukup besar bagi anak sebagai korban.

BAB I PENDAHULUAN. memberikan efek negatif yang cukup besar bagi anak sebagai korban. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) telah menjadi agenda bersama dalam beberapa dekade terakhir. Fakta menunjukkan bahwa KDRT memberikan efek negatif yang cukup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Perdagangan perempuan dan anak (trafficking) telah lama terjadi di muka

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Perdagangan perempuan dan anak (trafficking) telah lama terjadi di muka BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perdagangan perempuan dan anak (trafficking) telah lama terjadi di muka bumi ini dan merupakan tindakan yang bertentangan dengan harkat dan martabat manusia, dan telah

Lebih terperinci

SOSIALISASI KEMANDIRIAN KERJA ANAK PETANI MISKIN ( STUDI KASUS: KELUARGA PETANI MISKIN DI NAGARI TALU KECAMATAN TALAMAU KABUPATEN PASAMAN BARAT )

SOSIALISASI KEMANDIRIAN KERJA ANAK PETANI MISKIN ( STUDI KASUS: KELUARGA PETANI MISKIN DI NAGARI TALU KECAMATAN TALAMAU KABUPATEN PASAMAN BARAT ) SOSIALISASI KEMANDIRIAN KERJA ANAK PETANI MISKIN ( STUDI KASUS: KELUARGA PETANI MISKIN DI NAGARI TALU KECAMATAN TALAMAU KABUPATEN PASAMAN BARAT ) Dewifebrina 1 Dra. Fachrina,M.Si 2 Erningsih,S.Sos 3 Program

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tiongkok merupakan negara dengan populasi penduduk terbesar di dunia.

BAB I PENDAHULUAN. Tiongkok merupakan negara dengan populasi penduduk terbesar di dunia. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tiongkok merupakan negara dengan populasi penduduk terbesar di dunia. Saat ini total populasi penduduk Tiongkok tahun 2015 kurang lebih 1,49 milyar jiwa. Jumlah populasi

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HAK ANAK

PERLINDUNGAN HAK ANAK PERLINDUNGAN HAK ANAK oleh Elfina Lebrine Sahetapy, SH., LLM Penulis adalah dosen di Fakultas Hukum Universitas Surabaya Sebelum kita membahas lebih lanjut permasalahan tentang perlindungan anak, maka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh orang dewasa. Hal ini disebabkan oleh anak-anak yang dianggap masih

BAB I PENDAHULUAN. oleh orang dewasa. Hal ini disebabkan oleh anak-anak yang dianggap masih BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anak-anak pada dasarnya merupakan kaum lemah yang harus dilindungi oleh orang dewasa. Hal ini disebabkan oleh anak-anak yang dianggap masih membutuhkan bimbingan orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai Negara berkembang sedang giat melakukan pemba

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai Negara berkembang sedang giat melakukan pemba 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai Negara berkembang sedang giat melakukan pemba ngunan dalam segala bidang. Hal ini bertujuan untuk mencapai kehidupan yang lebih baik demi

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO, BUPATI SUKOHARJO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 16 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KEHARMONISAN KELUARGA DENGAN PERILAKU AGRESIF PADA REMAJA

HUBUNGAN ANTARA KEHARMONISAN KELUARGA DENGAN PERILAKU AGRESIF PADA REMAJA HUBUNGAN ANTARA KEHARMONISAN KELUARGA DENGAN PERILAKU AGRESIF PADA REMAJA Skripsi Untuk memenuhi persyaratan Dalam mencapai derajat Sarjana S-1 Psikologi Disusun oleh : NITALIA CIPUK SULISTIARI F 100 040

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN Manusia merupakan individu yang berdiri sendiri, mempunyai unsur fisik dan psikis yang dikuasai penuh oleh dirinya sendiri. Masing-masing individu tentunya

Lebih terperinci

BUPATI LUWU UTARA PROVINSI SULAWESI SELATAN

BUPATI LUWU UTARA PROVINSI SULAWESI SELATAN SALINAN BUPATI LUWU UTARA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU UTARA NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LUWU UTARA,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang datang dari dirinya maupun dari luar. Pada masa anak-anak proses

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang datang dari dirinya maupun dari luar. Pada masa anak-anak proses BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia dilahirkan ke dunia dengan misi menjalankan kehidupan sesuai dengan kodrat ilahi yakni tumbuh dan berkembang. Untuk tumbuh dan berkembang, setiap orang harus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kekerasan secara umum sering diartikan dengan pemukulan,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kekerasan secara umum sering diartikan dengan pemukulan, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kekerasan secara umum sering diartikan dengan pemukulan, penganiayaan, pemerasan dan perkosaan atau tindakan yang membuat seseorang merasa kesakitan baik secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tidak jarang terlihat dalam keluarga kelas bawah untuk menambah pendapatan seluruh

BAB I PENDAHULUAN. Tidak jarang terlihat dalam keluarga kelas bawah untuk menambah pendapatan seluruh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada zaman pembangunan sekarang ini dalam memenuhi kebutuhan hidup dalam rumah tangga, keterlibatan seluruh keluarga sangat dibutuhkan di segala lapangan kerja.

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 74 TAHUN 2014 TENTANG

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 74 TAHUN 2014 TENTANG GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 74 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN ANAK DENGAN

Lebih terperinci

BAB. I PENDAHULUAN. atau kurangnya interaksi antar anggota keluarga yang mengakibatkan

BAB. I PENDAHULUAN. atau kurangnya interaksi antar anggota keluarga yang mengakibatkan 1 BAB. I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berbagai pelanggaran terhadap hak-hak anak terjadi sepanjang abad kehidupan manusia. Hal tersebut tercermin dari masih adanya anak-anak yang mengalami abuse,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tertuang dalam pembukaan Undang-undang Dasar 1945 yakni melindungi

BAB I PENDAHULUAN. tertuang dalam pembukaan Undang-undang Dasar 1945 yakni melindungi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara berkembang seperti Indonesia, secara berkelanjutan melakukan pembangunan baik fisik maupun mental untuk mencapai tujuan negara yang tertuang dalam pembukaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan sosial anak telah dimulai sejak bayi, kemudian pada masa kanak-kanak dan selanjutnya pada masa remaja. Hubungan sosial anak pertamatama masih sangat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perempuan karir, dalam segala levelnya, kian hari kian mewabah. Dari posisi pucuk pimpinan negara, top executive, hingga kondektur bus bahkan tukang becak. Hingga kini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah aset yang paling berharga dan memiliki kesempatan yang besar untuk

BAB I PENDAHULUAN. adalah aset yang paling berharga dan memiliki kesempatan yang besar untuk 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja merupakan salah satu kelompok di dalam masyarakat. Kehidupan remaja sangat menarik untuk diperbincangkan. Remaja merupakan generasi penerus serta calon

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. komunikasi. Bahasa merupakan alat komunikasi dan interaksi yang dimiliki oleh

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. komunikasi. Bahasa merupakan alat komunikasi dan interaksi yang dimiliki oleh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahasa memiliki fungsi yang sangat penting bagi manusia, terutama fungsi komunikasi. Bahasa merupakan alat komunikasi dan interaksi yang dimiliki oleh manusia dan menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perdagangan orang merupakan bentuk modern dari perbudakan manusia.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perdagangan orang merupakan bentuk modern dari perbudakan manusia. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perdagangan orang merupakan bentuk modern dari perbudakan manusia. Perbudakan adalah kondisi seseorang di bawah kepemilikan orang lain. Praktek serupa perbudakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. LATAR BELAKANG Timbulnya anggapan bahwa kaum perempuan lebih lemah

BAB 1 PENDAHULUAN. A. LATAR BELAKANG Timbulnya anggapan bahwa kaum perempuan lebih lemah BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Timbulnya anggapan bahwa kaum perempuan lebih lemah daripada kaum laki-laki masih dapat kita jumpai saat ini. Perbedaan antara laki-laki dan perempuan yang telah dikonstruksikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kerja di dalam negeri sangat terbatas sehinga menyebabkan banyak Tenaga Kerja

BAB I PENDAHULUAN. kerja di dalam negeri sangat terbatas sehinga menyebabkan banyak Tenaga Kerja BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 27 ayat 2 menyatakan bahwa Setiap warga Negara Republik Indonesia berhak atas pekerjaan dan penghidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. individu dalam masyarakat tersebut pada dasarnya memiliki nilai-nilai yang

BAB I PENDAHULUAN. individu dalam masyarakat tersebut pada dasarnya memiliki nilai-nilai yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masyarakat pada umumnya diartikan sebagai sekumpulan orang yang hidup di suatu wilayah yang memiliki aturan atau norma yang mengatur hubungan-hubungan satu sama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. bahasan dalam psikologi positif adalah terkait dengan subjective well being individu.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. bahasan dalam psikologi positif adalah terkait dengan subjective well being individu. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada umumnya, ilmu psikologi lebih menekankan kepada aspek pemecahan masalah yang dialami individu dan cenderung lebih memusatkan perhatian kepada sisi negatif perilaku

Lebih terperinci

MATERI 1 HAKIKAT PERILAKU MENYIMPAG

MATERI 1 HAKIKAT PERILAKU MENYIMPAG MATERI 1 HAKIKAT PERILAKU MENYIMPAG 1. Hakekat Perilaku Menyimpang Sebelum masuk ke dalam materi perubahan sosial budaya, saudara dapat menyaksikan video terkait dengan perilaku menyimpang di masyarakat,

Lebih terperinci

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan Undang Undang Perlindungan Anak

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan Undang Undang Perlindungan Anak 7 Perbedaan dengan Undang Undang Perlindungan Anak Bagaimana Ketentuan Mengenai dalam Undang Undang Perlindungan Anak? Undang Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak jo. Undang-Undang Nomor

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Makanan dalam pandangan sosial budaya, memiliki makna yang lebih

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Makanan dalam pandangan sosial budaya, memiliki makna yang lebih BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Makanan dalam pandangan sosial budaya, memiliki makna yang lebih luas dari sekedar sumber nutrisi. Terkait dengan kepercayaan, status, prestise, kesetiakawanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memerlukan SDM yang optimal demi meningkatkan pembangunan. pertumbuhan penduduk yang cukup tinggi. Hal ini di karenakan tidak

BAB I PENDAHULUAN. memerlukan SDM yang optimal demi meningkatkan pembangunan. pertumbuhan penduduk yang cukup tinggi. Hal ini di karenakan tidak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang sedang berkembang tentunya memerlukan SDM yang optimal demi meningkatkan pembangunan. Sekarang ini, Indonesia banyak menghadapi permasalahan

Lebih terperinci

, 2015 GAMBARAN KONTROL DIRI PADA MAHASISWI YANG MELAKUKAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH

, 2015 GAMBARAN KONTROL DIRI PADA MAHASISWI YANG MELAKUKAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Meningkatnya perilaku seksual pranikah di kalangan generasi muda mulai mengancam masa depan bangsa Indonesia. Banyaknya remaja yang melakukan perilaku seksual pranikah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membawa bangsa menuju bangsa yang maju. Masa kanak-kanak adalah masa

BAB I PENDAHULUAN. membawa bangsa menuju bangsa yang maju. Masa kanak-kanak adalah masa 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Anak merupakan generasi penerus bangsa yang diharapkan akan membawa bangsa menuju bangsa yang maju. Masa kanak-kanak adalah masa yang penting dalam kehidupan manusia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari waktu ke waktu pasar mengalami evolusi bentuk tempat dan cara

BAB I PENDAHULUAN. dari waktu ke waktu pasar mengalami evolusi bentuk tempat dan cara BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pasar sebagai suatu bentuk pelayanan umum tempat terjadinya transaksi jual beli barang bagi masyarakat, merupakan salah satu cerminan perekonomian dan sosial

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perempuan di Indonesia. Diperkirakan persen perempuan di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. perempuan di Indonesia. Diperkirakan persen perempuan di Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Menikah di usia muda masih menjadi fenomena yang banyak dilakukan perempuan di Indonesia. Diperkirakan 20-30 persen perempuan di Indonesia menikah di bawah usia

Lebih terperinci

2016 MOTIVASI KETERLIBATAN SISWA DALAM MENGIKUTI KEGIATAN EKSTRAKURIKULER OLAHRAGA DI SMA LABORATORIUM PERCONTOHAN UPI BANDUNG

2016 MOTIVASI KETERLIBATAN SISWA DALAM MENGIKUTI KEGIATAN EKSTRAKURIKULER OLAHRAGA DI SMA LABORATORIUM PERCONTOHAN UPI BANDUNG BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kegiatan olahraga yang dilakukan dengan benar sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia, olahraga tidak hanya dijadikan sebagai salah satu kegiatan untuk menyalurkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak adalah generasi penerus cita-cita perjuangan bangsa, yang memiliki

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak adalah generasi penerus cita-cita perjuangan bangsa, yang memiliki BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak adalah generasi penerus cita-cita perjuangan bangsa, yang memiliki peran strategis dan ciri serta sifat-sifat khusus yang menjamin kelangsungan eksistensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang. Perkembangan zaman melalui kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang. Perkembangan zaman melalui kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Perkembangan zaman melalui kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) dan sistem informasinya memberikan banyak dampak positif bagi kalangan yang jeli membaca

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kekerasan terhadap sesama manusia, sumber maupun alasannya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kekerasan terhadap sesama manusia, sumber maupun alasannya A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Kekerasan terhadap sesama manusia, sumber maupun alasannya bermacam-macam, seperti politik, rasisme bahkan keyakinan keagamaan/apa saja.dalam bentuk ekstrim,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sehingga tidak ketinggalan dalam perkembangan zaman. Seseorang harus memiliki kualitas

BAB I PENDAHULUAN. sehingga tidak ketinggalan dalam perkembangan zaman. Seseorang harus memiliki kualitas BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada masa sekarang ini generasi muda diharuskan memiliki pengetahuan yang tinggi sehingga tidak ketinggalan dalam perkembangan zaman. Seseorang harus memiliki kualitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pasar terorganisasi (Hart Keith, 1971). Richardson (1984) menyatakan bahwa di sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN. pasar terorganisasi (Hart Keith, 1971). Richardson (1984) menyatakan bahwa di sebagian besar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor informal digambarkan sebagai bagian angkatan kerja kota yang berada di luar pasar terorganisasi (Hart Keith, 1971). Richardson (1984) menyatakan bahwa di sebagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan diberbagai daerah serta menciptakan kesempatan kerja. Sasaran

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan diberbagai daerah serta menciptakan kesempatan kerja. Sasaran BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan suatu wilayah adalah serangkaian kebijakan sebagai usaha meningkatkan taraf hidup masyarakat, untuk menciptakan keseimbangan pembangunan diberbagai daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah penduduk terbanyak di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah penduduk terbanyak di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah penduduk terbanyak di dunia setelah china, India, dan Amerika Serikat. Saat ini Indonesia menempati posisi

Lebih terperinci

B A B I PENDAHULUAN. di sepanjang rentang hidup. Salah satu tahap perkembangan manusia

B A B I PENDAHULUAN. di sepanjang rentang hidup. Salah satu tahap perkembangan manusia 1 B A B I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Setiap manusia akan mengalami serangkaian tahap perkembangan di sepanjang rentang hidup. Salah satu tahap perkembangan manusia adalah tahap remaja. Tahap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pelanggaran hak asasi manusia yang berat, korban diperlakukan seolah. barang dagangan yang dapat dibeli dan dijual kembali.

BAB I PENDAHULUAN. pelanggaran hak asasi manusia yang berat, korban diperlakukan seolah. barang dagangan yang dapat dibeli dan dijual kembali. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak merupakan anugerah yang Maha Kuasa karena itu anak harus mendapatkan apa yang menjadi hak- hak mereka terutama yang namanya perlindungan baik orang tua

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang senantiasa harus kita jaga karena dalam dirinya melekat harkat, martabat, dan hak-hak sebagai

Lebih terperinci

Prinsip-prinsip dan Hak-hak Mendasar di Tempat kerja. Lusiani Julia Program Officer ILO Jakarta April 2017

Prinsip-prinsip dan Hak-hak Mendasar di Tempat kerja. Lusiani Julia Program Officer ILO Jakarta April 2017 Prinsip-prinsip dan Hak-hak Mendasar di Tempat kerja Lusiani Julia Program Officer ILO Jakarta April 2017 Tujuan Pembelajaran Mengenal ILO dan ILS Memahami prinsip-prinsip dan hak-hak mendasar di tempat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berperan penting atau tokoh pembawa jalannya cerita dalam karya sastra.

BAB I PENDAHULUAN. berperan penting atau tokoh pembawa jalannya cerita dalam karya sastra. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karya sastra memuat perilaku manusia melalui karakter tokoh-tokoh cerita. Hadirnya tokoh dalam suatu karya dapat menghidupkan cerita dalam karya sastra. Keberadaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak bisa menangani masalahnya dapat mengakibatkan stres. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. tidak bisa menangani masalahnya dapat mengakibatkan stres. Menurut BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap orang memiliki permasalahan dalam hidupnya, dan mereka memiliki caranya masing-masing untuk menangani masalah tersebut. Ada orang yang bisa menangani masalahnya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan. martabat kemanusiaan (Sinegar, UUD 1945: 31).

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan. martabat kemanusiaan (Sinegar, UUD 1945: 31). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak adalah generasi mendatang yang sangat berharga. Bisa dikatakan bahwa baik buruknya generasi sebuah bangsa ditentukan oleh tangan-tangan pengembangnya. Dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kekerasan. Tindak kekerasan merupakan suatu tindakan kejahatan yang. yang berlaku terutama norma hukum pidana.

BAB I PENDAHULUAN. kekerasan. Tindak kekerasan merupakan suatu tindakan kejahatan yang. yang berlaku terutama norma hukum pidana. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan globalisasi dan kemajuan teknologi yang terjadi dewasa ini telah menimbulkan dampak yang luas terhadap berbagai bidang kehidupan, khususnya di bidang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. proses perkembangan yang serba sulit dan masa-masa membingungkan

BAB I PENDAHULUAN. proses perkembangan yang serba sulit dan masa-masa membingungkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masa remaja adalah masa peralihan, yang bukan hanya dalam arti psikologis, tetapi juga fisiknya. Peralihan dari anak ke dewasa ini meliputi semua aspek perkembangan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut KHA definisi anak secara umum adalah manusia yang umurnya belum

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut KHA definisi anak secara umum adalah manusia yang umurnya belum 21 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anak Dalam beberapa ketentuan hukum, manusia disebut sebagai anak dengan pengukuran/batasan usia. Kondisi ini tercermin dari perbedaan batasan usia, menurut Konvensi Hak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dewasa ini persoalan buruh anak makin banyak diperhatikan berbagai pihak, baik di tingkat nasional maupun internasional. Hal ini menunjukkan bahwa fenomena buruh

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH NOMOR 2 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 2 TAHUN TENTANG

LEMBARAN DAERAH NOMOR 2 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 2 TAHUN TENTANG LEMBARAN DAERAH NOMOR 2 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 2 TAHUN TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN KEKERASAN BERBASIS GENDER DAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan mencerminkan kehendak rambu-rambu hukum yang berlaku bagi semua subyek

I. PENDAHULUAN. dan mencerminkan kehendak rambu-rambu hukum yang berlaku bagi semua subyek I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kepatuhan hukum masyarakat merupakan salah satu bagian dari budaya hukum, dalam budaya hukum dapat dilihat dari tradisi perilaku masyarakat kesehariannya yang sejalan

Lebih terperinci