LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH (LAKIP) 2015

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH (LAKIP) 2015"

Transkripsi

1 LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH (LAKIP) 2015 DIREKTORAT PENGEMBANGAN DIREKTORAT JENDERAL PENGEMBANGAN PERWILAYAHAN INDUSTRI KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN Jl. Jenderal Gatot Subroto Kav Jakarta Document Name Your Company Name (C) Copyright (Print Date) All Rights Reserved 1

2 DAFTAR ISI Kata Pengantar... i Daftar Isi... ii Daftar Tabel... iii Daftar Gambar... v BAB I PENDAHULUAN A. Tugas Pokok dan Fungsi... 1 B. Struktur Organisasi... 2 C. Latar Belakang Kegiatan/Program... 6 BAB II HASIL PEMBANGUNAN INDUSTRI, PERENCANAAN, DAN PERJANJIAN KINERJA A. Hasil-hasil Pembangunan B. Arah Pembangunan C. Rencana dan Penetapan Kinerja Sasaran Strategi dan Indikator Kinerja Utama D. Rencana Kegiatan TA BAB III AKUNTABILITAS KINERJA A. Analisis Capaian Kinerja Meningkatnya share sektor industri terhadap total PDRB Meningkatnya unit usaha industri besar sedang Meningkatnya kontribusi nilai tambah sektor industri Meningkatnya pertumbuhan sektor industri Meningkatnya kontribusi investasi sektor industri B. Analisis Capaian Kinerja Sasaran Strategis Perspektif Tupoksi Tahun C. Analisis Capaian Kinerja Sasaran Strategis Perspektif Kelembagaan Tahun D. Akuntabilitas Keuangan BAB IV KESIMPULAN Kesimpulan ii

3 DAFTAR TABEL Tabel 1. Tabel 2. Tabel 3. Tabel 4. Tabel 5. Kontribusi Penyumbang PDB Menurut Lokasi (Persen) Jumlah Industri Pengolahan Besar dan Sedang, Jawa dan Luar Jawa, Tahun Persebaran Kawasan Industri di Indonesia Luas Lahan Kawasan Industri di Beberapa Pulau Besar Indonesia pada Tahun 2013 Sasaran Strategis dan Indikator Kinerja Utama berdasarkan perspektif stakeholder Tabel 6. Sasaran Strategis dan Indikator Kinerja Utama berdasarkan perspektif Tupoksi Tabel 7. Sasaran Strategis dan Indikator Kinerja Utama berdasarkan perspektif Kelembagaan Tabel 8. Program Kegiatan Dit. PFI Wilayah III TA 2014 Tabel 9. Pangsa Nilai Tambah Sektor Industri Manufaktur terhadap Total PDRB Wilayah Menurut Wilayah (Atas Dasar Harga Konstan) Tabel 10. Tabel 11. Tabel 12. Tabel 13. Tabel 14. Tabel 15. Tabel 16. Tabel 17. Perkembangan Nilai LQ Sektor Industri Manufaktur menurut Provinsi Kontribusi Sektor Industri Manufaktur di Jawa dan Luar Jawa Kontribusi Sektor Industri Manufaktur Menurut Wilayah Pengelompokkan Sektor Industri Manufaktur Menurut Propinsi Berdasarkan Nilai Pertumbuhan dan LQ Berdasarkan Rata-Rata Tahun Perkembangan Investasi PMDN Menurut Sektor Investasi PMDN Q3 Tahun 2014 Menurut Propinsi Investasi PMDN Tahun 2014 di Wilayah III Perkembangan Investasi PMA Menurut Sektor iii

4 Tabel 18. Tabel 19. Tabel 20. Investasi PMA Tahun 2014 Menurut Propinsi di Wil. III Investasi PMA Tahun 2014 di Wilayah III Perbandingan Ekspor Non-Migas Tahun 2013 dan 2014 Menurut Provinsi Tabel 21. Pencapaian Sasaran Program 1 Tabel 22. Pencapaian Sasaran Program 2 Tabel 23. Pencapaian Sasaran Program 3 Tabel 24. Pencapaian Sasaran Program 4 Tabel 25. Pencapaian Sasaran Program 5 Tabel 26. Fasilitasi Bantuan Mesin / Peralatan Tabel 27. Realisasi Kegiatan Pembangunan Infrastruktur APBN-P Tabel 28. Realisasi Anggaran Kegiatan Ditjen PFI III T.A 2015 iv

5 DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Struktur Organisasi Direktorat Pengembangan Fasilitasi Industri Wilayah III Gambar 2. Peranan Wilayah/Pulau Dalam Pembentukan PDB Nasional Triwulan II-2014 (persen) Gambar 3. Pertumbuhan Sektor Industri Tahun Gambar 4. Nilai Rata-Rata LQ Tahun Sektor Industri Manufaktur Menurut Gambar 5. Pertumbuhan Sektor Industri Manufaktur Tahun Gambar 6. Perkembangan Investasi PMdn Tahun Menurut Wilayah Gambar 7. Perkembangan Investasi PMA Tahun Menurut Wilayah v

6 BAB I PENDAHULUAN A. Tugas Pokok dan Fungsi Direktorat Pengembangan Fasilitasi Industri Wilayah III merupakan salah satu unit eselon II pada Direktorat Jenderal Pengembangan Perwilayahan Industri di lingkungan Kementerian Perindustrian yang dibentuk berdasarkan Peraturan Menteri Perindustrian No. 105 Tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Perindustrian Republik Indonesia. Sesuai dengan Peraturan Menteri Perindustrian Republik Indonesia Nomor: 105/M-IND/PER/10/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Perindustrian, maka Tugas Pokok Direktorat Pengembangan Fasilitasi Industri Wilayah III adalah melaksanakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria serta bimbingan teknis dan evaluasi di bidang pengembangan fasilitasi industri wilayah Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku dan Papua. Dalam melaksanakan tugas tersebut, Direktorat Jenderal Pengembangan Perwilayahan Industri menyelenggarakan Fungsi yaitu: a. Penyiapan perumusan kebijakan pengembangan fasilitasi industri termasuk penyiapan penetapan peta panduan pengembangan industri unggulan provinsi dan peta panduan pengembangan kompetensi inti industri kabupaten/kota serta pengembangan kawasan industri wilayah Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku dan Papua; b. Penyiapan pelaksanaan kebijakan pengembangan fasilitasi industri wilayah Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku dan Papua; c. Penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria pengembangan fasilitasi industri wilayah Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku dan Papua; 1

7 d. Penyiapan bimbingan teknis dan evaluasi teknis pengembangan fasilitasi industri wilayah Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku dan Papua; dan e. Pelaksanaan urusan tata usaha dan manajemen kinerja Direktorat PFI wilayah III. B. Struktur Organisasi Untuk melaksanakan tugas pokok dan fungsi seperti pada bagian A di atas, unit organisasi Direktorat Pengembangan Fasilitasi Industri Wilayah III dibagi menjadi 3 (tiga) unit Eselon III, dengan struktur seperti pada Gambar 1. Gambar 1. Struktur Organisasi Direktorat Pengembangan Fasilitasi Industri Wilayah III Direktur Subbag Tata Usaha dan Manajemen Kinerja Subdirektorat Industri Unggulan Provinsi Subdirektorat Kompetensi Inti Industri Kab/Kota Subdirektorat Kawasan Industri 1. Subdirektorat Industri Unggulan Provinsi Mempunyai tugas melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria serta bimbingan teknis dan evaluasi di bidang pengembangan industri unggulan provinsi wilayah Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua. Dalam melaksanakan tugas di atas, Subdirektorat Industri Unggulan Provinsi menyelenggarakan fungsi: 2

8 a. analisis dan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang pengembangan industri unggulan provinsi wilayah Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua; dan b. penyiapan bahan bimbingan teknis, pemantauan dan evaluasi di bidang pengembangan industri unggulan provinsi wilayah Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua. Subdirektorat Industri Unggulan Provinsi terdiri atas 2 unit eselon IV: (1) Seksi Analisis Industri Unggulan Provinsi mempunyai tugas melakukan analisis dan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang pengembangan industri unggulan provinsi wilayah Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua. (2) Seksi Monitoring dan Evaluasi Industri Unggulan Provinsi mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan bimbingan teknis, pemantauan dan evaluasi di bidang pengembangan industri unggulan provinsi wilayah Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua. 2. Subdirektorat Kompetensi Inti Industri Kabupaten/Kota Mempunyai tugas penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria serta bimbingan teknis dan evaluasi di bidang pengembangan kompetensi inti industri kabupaten/kota wilayah Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua. 3

9 Dalam melaksanakan tugas di atas, Subdirektorat Kompetensi Inti Industri Kabupaten/Kota menyelenggarakan fungsi: a. analisis dan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang pengembangan kompetensi inti industri kabupaten/kota wilayah Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua; dan b. penyiapan bahan bimbingan teknis, pemantauan, dan evaluasi di bidang pengembangan kompetensi inti industri kabupaten/kota wilayah Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua. Subdirektorat Kompetensi Inti Industri Kabupaten/Kota terdiri atas 2 unit eselon IV: (1) Seksi Analisis Kompetensi Inti Industri Kabupaten/Kota mempunyai tugas melakukan analisis dan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang pengembangan kompetensi inti industri kabupaten/kota wilayah Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua. (2) Seksi Monitoring dan Evaluasi Kompetensi Inti Industri Kabupaten/Kota mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan bimbingan teknis, pemantauan dan evaluasi di bidang pengembangan kompetensi inti industri kabupaten/kota wilayah Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua. (3) Subdirektorat Kawasan Industri Subdirektorat Kawasan Industri mempunyai tugas melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria serta bimbingan teknis dan evaluasi di 4

10 bidang pengembangan dan promosi kawasan industri wilayah Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua. Dalam melaksanakan tugas di atas, Subdirektorat Kawasan Industri menyelenggarakan fungsi: a. penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta bimbingan teknis dan evaluasi di bidang pengembangan infrastruktur pendukung kawasan industri wilayah Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua; dan b. penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta bimbingan teknis dan evaluasi di bidang fasilitasi pengembangan dan promosi kawasan industri wilayah Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua. Subdirektorat Kawasan Industri terdiri atas 2 unit eselon IV: (1) Seksi Pengembangan Infrastruktur Pendukung mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta bimbingan teknis dan evaluasi di bidang pengembangan infrastruktur pendukung kawasan industri wilayah Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua. (2) Seksi Fasilitasi Pengembangan Kawasan Industri mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta bimbingan teknis dan evaluasi di bidang fasilitasi pengembangan dan promosi kawasan industri wilayah Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua. 5

11 (4) Subbagian Tata Usaha dan Manajemen Kinerja Mempunyai tugas melakukan administrasi kepegawaian, keuangan, perlengkapan, rumah tangga, surat menyurat, kearsipan, dokumentasi, dan manajemen kinerja Direktorat. C. Latar Belakang Kegiatan/Program Sesuai dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) , kebijakan bidang ekonomi diarahkan untuk meningkatkan stabilitas dan pertumbuhan ekonomi dengan titik berat pada transformasi industri yang berkelanjutan, sehingga perekonomian Indonesia akan berbasis kepada nilai tambah ekonomi yang lebih tinggi. Industri-industri strategis ekonomi domestik akan lebih digiatkan dengan prioritas pada penguatan kedaulatan pangan, kemaritiman, kedaulataan energi serta upaya untuk mendorong industri pengolahan dan perekonomian yang lebih mandiri. Salah satu permasalahan utama yang akan dihadapi pada periode ini adalah Penguatan struktur ekonomi, berupa penguatan sektor primer, sekunder dan tersier secara terpadu, dengan sektor sekunder menjadi penggerak utama perubahan tersebut. Kemajuan sektor industri pengolahan masih berjalan lambat. Padahal agar perekonomian bergerak lebih maju sektor industri pengolahan harus menjadi motor penggerak Arah Kebijakan pembangunan industri berdasarkan RPJMN antara lain : 1. Pengembangan Perwilayahan Industri di luar Pulau Jawa: (a) Wilayah Pusat Pertumbuhan Industri terutama yang berada dalam Koridor ekonomi; (b) Kawasan Peruntukan Industri; (c) Kawasan Industri; dan (d) Sentra IKM. 2. Penumbuhan Populasi Industri dengan menambah paling tidak sekitar 9 ribu usaha industri berskala besar dan sedang dimana 50 persen 6

12 tumbuh di luar Jawa, serta tumbuhnya Industri Kecil sekitar 20 ribu unit usaha. Strategi utama penumbuhan populasi adalah dengan mendorong investasi baik melalui penanaman modal asing maupun modal dalam negeri, 3. Peningkatan Daya Saing dan Produktivitas (Nilai Ekspor dan Nilai Tambah Per Tenaga Kerja) Undang Undang No 3 Tahun 2014 pada pasal 14 telah disebutkan bahwa Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah melakukan percepatan penyebaran dan pemerataan pembangunan Industri ke seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia melalui Perwilayahan Industri. Perwilayahan industri dilakukan dengan paling sedikit memperhatikan: a. Rencana tata ruang wilayah b. Pendayagunaan potensi sumber daya wilayah secara nasional c. Peningkatan daya saing industri berlandaskan keunggulan sumber daya yang dimiliki daerah. Peningkatan nilai tambah sepanjang rantai nilai Perwilayahan industri dilaksanakan melalui: d. Pengembangan wilayah pusat pertumbuhan industri; e. Pengembangan kawasan peruntukkan industri; f. Pembangunan kawasan industri; g. Pengembangan sentra industri kecil dan industri menengah. Strategi pengembangan perwilayahan industri yang digarisbawahi pada Undang undang No. 3 Tahun 2014 adalah pembangunan Wilayah Pusat Pertumbuhan Industri, Kawasan Peruntukkan Industri, Kawasan Industri dan Sentra Industri Kecil dan Menengah 7

13 Wilayah Pusat Pertumbuhan Industri adalah Suatu wilayah dengan karakteristik tertentu yang berpotensi untuk menumbuhkan dan mengembangkan industri tertentu yang akan berperan sebagai penggerak utama (prime mover) bagi pengembangan wilayah tersebut serta membawa peningkatan pertumbuhan industri dan ekonomi pada wilayah lain di sekitarnya dalam suatu wilayah regional atau provinsi dengan batas-batas yang jelas. Kriteria yang dimilik daerah dalam suatu WPPI antara lain : potensi sumber daya alam (agro, mineral, migas); ketersediaan infrastruktur transportasi; kebijakan affirmatif untuk pengembangan industri ke luar pulau jawa; penguatan dan pendalaman rantai nilai; kualitas dan kuantitas SDM; memiliki potensi energi berbasis sumber daya alam (batubara, panas bumi, air); memiliki potensi sumber daya air industri; memiliki potensi dalam pewujudan industri hijau; dan kesiapan jaringan pemanfaatan teknologi dan inovasi. Kawasan Peruntukan Industri adalah bentangan lahan yang diperuntukkan bagi kegiatan industri berdasarkan rencana tata ruang wilayah yang ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. Industri penggerak utama untuk setiap WPPI dan industri lainnya harus berada di dalam lokasi Kawasan Peruntukkan Industri. Pengembangan KPI dilakukan dengan mengacu pada RTRW masingmasing kabupaten/kota. KPI merupakan lokasi kawasan industri, dan lokasi industri di daerah yang belum/tidak memiliki kawasan industri, 8

14 atau telah memiliki kawasan industri tetapi kavlingnya sudah habis. Bagi kabupaten/kota yang tidak termasuk dalam WPPI dan tidak memungkinkan dibangun kawasan industri karena tidak layak secara teknis dan ekonomis, pengembangan industrinya dapat dilakukan sepanjang berada di dalam KPI. Kawasan Industri yang akan dibangun diprioritaskan pada daerahdaerah yang berada dalam WPPI. Daerah-daerah di luar WPPI yang mempunyai potensi, juga dapat dibangun kawasan industri yang diharapkan menjalin sinergi dengan WPPI yang sesuai. Dalam rangka percepatan penyebaran industri keluar Pulau Jawa, pemerintah membangun kawasan-kawasan industri sebagai infrastruktur industri di WPPI. Pembangunan kawasan industri sebagai perusahaan kawasan industri yang lebih bersifat komersial didorong untuk dilakukan oleh pihak swasta. Pengembangan Sentra Industri Kecil dan Industri Menengah (Sentra IKM) dilakukan pada setiap wilayah Kabupaten/Kota (minimal sebanyak satu sentra IKM, terutama di luar Pulau Jawa) yang dapat berada di dalam atau di luar kawasan industri. Bagi kabupaten/kota yang tidak memungkinkan dibangun kawasan industri karena tidak layak secara teknis dan ekonomis, maka pembangunan industri dilakukan melalui pengembangan Sentra IKM yang perlu diarahkan baik untuk mendukung industri besar sehingga perlu dikaitkan dengan pengembangan WPPI, maupun sentra IKM yang mandiri yang menghasilkan nilai tambah serta menyerap tenaga kerja. Pengembangan perwilayahan industri dilaksanakan dalam rangka percepatan penyebaran dan pemerataan industri ke seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, dengan sasaran sebagai berikut: 9

15 Peningkatan kontribusi sektor industri pengolahan non-migas luar Jawa dibanding Jawa dari 27,22% : 72,78 % pada tahun 2013 menjadi 40% : 60% pada tahun Peningkatan kontribusi investasi sektor industri pengolahan nonmigas di luar Jawa terhadap total investasi sektor industri pengolahan non migas nasional; Penumbuhan kawasan industri sebanyak 36 kawasan yang memerlukan ketersediaan dengan lahan sekitar luas Ha yang diprioritaskan berada di luar Jawa sampai dengan tahun 2035; Pembangunan Sentra IKM baru, sehingga setiap Kabupaten/Kota mempunyai minimal satu Sentra IKM; Salah satu misi pembangunan jangka panjang yang terkait dengan pengembangan wilayah adalah mewujudkan pemerataan dan penyebaran pembangunan industri berlandaskan keunggulan kompetitif yang dimiliki oleh masing-masing wilayah. Pengembangan wilayah tersebut diarahkan untuk memantapkan penataan pengembangan kewilayahan industri dengan menekankan upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia termasuk pengembangan kemampuan ilmu dan teknologi serta penguatan daya saing daerah yang didukung infrastruktur yang memadai. Berdasarkan misi Kementerian Perindustrian tahun 2015 diantaranya mendorong peningkatan nilai tambah industri; memfasilitasi penguasaan teknologi industri; dan mendorong penyebaran pembangunan industri ke luar pulau Jawa. Arah pembangunan industri kewilayahan yang hendak dicapai pada dasarnya merupakan upaya untuk meningkatkan daya saing daerah, yang diharapkan dapat memberikan dampak positif, baik yang menyangkut penyerapan tenaga kerja, peningkatan investasi dan kredit yang 10

16 digunakan, maupun dalam memberikan pendapatan bagi masyarakat lokal. Konsep dasar pengembangan industri kewilayahan dengan mengaitkan dan mensinergikan aspek utamanya, yaitu kewajiban membangun kompetensi inti industri daerah, ditunjang oleh kemampuan dalam melakukan membangun jejaring (kerja sama antara pemerintah, dunia usaha dan akademisi) dan dukungan fasilitas infrastruktur industri termasuk peningkatan sumber daya manusia yang berbasis ilmu dan teknologi. Kontribusi wilayah Jawa dan Bali relatif lebih maju dan berkembang dibanding wilayah lainnya, namun seiring dengan perubahan lingkungan strategis dan sebagai pusat kegiatan ekonomi nasional maka pusat-pusat industri baru akan tumbuh di koridor Nusa Tenggara, Sulawesi, Maluku dan Papua dengan mengembangkan potensi sumber daya yang ada. Pada dasarnya pembangunan sektor industri di daerah diserahkan kepada peran aktif pemerintah daerah, sektor swasta, sementara pemerintah pusat lebih banyak berperan sebagai fasilitator yang mendorong dan memberikan berbagai kemudahan bagi aktivitas-aktivitas sektor swasta. 11

17 BAB II HASIL PEMBANGUNAN INDUSTRI DAN PERJANJIAN KINERJA A. Hasil - Hasil Pembangunan Pembangunan Industri merupakan salah satu pilar pembangunan perekonomian nasional, yang diarahkan dengan menerapkan prinsip-prinsip pembangunan industri yang berkelanjutan yang didasarkan pada aspek pembangunan ekonomi, sosial, dan lingkungan hidup. Saat ini pembangunan industri sedang dihadapkan pada persaingan global yang sangat berpengaruh terhadap perkembangan Industri nasional. Peningkatan daya saing Industri dilakukan agar produk Industri nasional mampu bersaing di dalam negeri maupun luar negeri. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian telah meletakkan industri sebagai salah satu pilar ekonomi dan memberikan peran yang cukup besar kepada pemerintah untuk mendorong kemajuan industri nasional secara terencana. Peran tersebut diperlukan dalam mengarahkan perekonomian nasional untuk tumbuh lebih cepat dan mengejar ketertinggalan dari negara lain yang lebih dahulu maju. Untuk memperkuat dan memperjelas peran pemerintah dalam pembangunan industri nasional, perlu disusun perencanaan pembangunan industri nasional yang sistematis, komprehensif, dan futuristik dalam wujud Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional yang selanjutnya disebut RIPIN Penyusunan RIPIN selain dimaksudkan untuk melaksanakan amanat ketentuan Pasal 9 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian juga dimaksudkan untuk mempertegas keseriusan pemerintah dalam mewujudkan tujuan penyelenggaraan perindustrian, yaitu: Mewujudkan industri nasional sebagai pilar dan penggerak perekonomian nasional; Mewujudkan kedalaman dan kekuatan struktur industri; 12

18 Mewujudkan industri yang mandiri, berdaya saing, dan maju, serta Industri Hijau; Mewujudkan kepastian berusaha, persaingan yang sehat, serta mencegah pemusatan atau penguasaan industri oleh satu kelompok atau perseorangan yang merugikan masyarakat; Membuka kesempatan berusaha dan perluasan kesempatan kerja; Mewujudkan pemerataan pembangunan industri ke seluruh wilayah Indonesia guna memperkuat dan memperkukuh ketahanan nasional; Meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat secara berkeadilan. Pemerintah telah membuat sasaran pembangunan industri nasional yang terdapat dalam PP No 14 Tahun 2015, yaitu : Sasaran Kualitatif : Meningkatnya pertumbuhan industri yang diharapkan dapat mencapai pertumbuhan 2 (dua) digit pada tahun 2035 sehingga kontribusi industri dalam Produk Domestik Bruto (PDB) mencapai 30% (tiga puluh persen); Meningkatnya penguasaan pasar dalam dan luar negeri dengan mengurangi ketergantungan terhadap impor bahan baku, bahan penolong, dan barang modal, serta meningkatkan ekspor produk industri; Tercapainya percepatan penyebaran dan pemerataan industri ke seluruh wilayah Indonesia; Meningkatnya kontribusi industri kecil terhadap pertumbuhan industri nasional; Meningkatnya pengembangan inovasi dan penguasaan teknologi; Meningkatnya penyerapan tenaga kerja yang kompeten di sector industri; dan Menguatnya struktur industri dengan tumbuhnya industri hulu dan industri antara yang berbasis sumber daya alam. 13

19 Sasaran Kuantitatif sampai tahun 2035 NO Indikator Pembangunan Industri Satuan Pertumbuhan sektor industri nonmigas % 6,8 8,5 9,1 10,5 2 3 Kontribusi industri nonmigas terhadap PDB Kontribusi ekspor produk industri terhadap total ekspor % 21,2 24,9 27,4 30,0 % 67,3 69,8 73,5 78,4 4 Jumlah tenaga kerja di sektor industri Juta orang 15,5 18,5 21,7 29,2 5 6 Persentase tenaga kerja di sektor industri terhadap total pekerja Rasio impor bahan baku sektor industri terhadap PDB sektor industri nonmigas % 14,1 15,7 17,6 22,0 % 43,1 26,9 23,0 20,0 7 Nilai Investasi sektor industri Rp Trilyun Persentase nilai tambah sektor industri yang diciptakan di luar Pulau Jawa % 27,7 29,9 33,9 40,0 Pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2008 tentang Kebijakan Industri Nasional yang berisi arahan, sasaran dan kebijakan Pengembangan Industri Nasional ke depan. Dalam penjelasan Perpres 28/2008 dijelaskan bahwa Penentuan Bangun Industri dilakukan melalui beberapa pendekatan sebagai berikut: Memilih industri yang memiliki daya saing tinggi, yang diukur berdasarkan analisis daya saing internasional, untuk didorong agar tumbuh dan berkembang menjadi tulang punggung sektor ekonomi di masa akan datang; Memilih produk-produk unggulan daerah (provinsi,kabupaten/kota) untuk diolah dan didorong agar tumbuh dan berkembang menjadi kompetensi inti industri daerah, dan menjadi tulang punggung perekonomian regional; Memilih dan mendorong tumbuhnya industri yang akan menjadi industri andalan masa depan. 14

20 Tujuan pembangunan industri jangka panjang yang dijelaskan dalam Perpres 28/2008 adalah membangun industri dengan konsep pembangunan yang berkelanjutan, yang didasarkan pada tiga aspek yang tidak terpisahkan yaitu pembangunan ekonomi, pembangunan sosial dan lingkungan hidup. Sedangkan tujuan pembangunan sektor industri jangka menengah ditetapkan bahwa industri: Harus tumbuh dan berkembang sehingga mampu memberikan sumbangan nilai tambah yang berarti bagi perekonomian dan menyerap tenaga kerja secara berarti; Mampu menguasai pasar dalam negeri dan meningkatkan ekspor; Mampu mendukung perkembangan sektor infrastruktur; Mampu memberikan sumbangan terhadap penguasaan teknologi nasional; Mampu meningkatkan pendalaman struktur industri dan mendiversifikasi jenis-jenis produksinya; serta Tumbuh menyebar ke luar Pulau Jawa. Kementerian Perindustrian akan terus berupaya untuk melakukan pemerataan dan penyebaran industri ke seluruh wilayah Indonesia. Gambar 3. Target Penyebaran Industri Berdasarkan amanat UU No. 3/2014 tentang Perindustrian percepatan penyebaran pembangunan industri dilaksanakan melalui perwilayahan 15

21 industri. Perwilayahan Industri adalah strategi pengembangan industri dengan menggunakan pendekatan perwilayahan untuk mendorong tumbuhnya pusat pertumbuhan industri berdasarkan potensi dan kesesuaian sumber daya wilayah tanpa dibatasi oleh kewenangan batas administrasi provinsi dan atau kabupaten/kota. Perwilayahan Industri yang diamanatkan oleh UU No. 3/2014 tentang Perindustrian dilaksanakan melalui: a. Pengembangan Wilayah Pusat Pertumbuhan Industri (WPPI); b. Pengembangan Kawasan Peruntukan Industri (KPI); c. Pembangunan Kawasan Industri (KI); dan d. Pengembangan Sentra Industri kecil dan Industri Menengah (Sentra IKM). Perkembangan fasilitasi Identifikasi Potensi Pengembangan Perwilayahan Industri yang telah dilaksanakan oleh Ditjen PPI sampai dengan tahun 2015 telah menghasilkan 7 wilayah WPPI antara lain : WPPI Bitung-Manado-Tomohon-Minahasa-Minahasa Utara WPPI Palu-Donggala-Parigi Mountong-Sigi WPPI Morowali WPPI Konawe-Kolaka WPPI Pulau Morotai-Halmahera Timur-Halmahera Tengah WPPI Takalar-Jeneponto-Bantaeng-Makassar-Maros-Gowa Berdasarkan data Himpunan Kawasan Industri per Juli Tahun 2013, jumlah KI di Indonesia yang menjadi anggota sebanyak 52 perusahaan, dengan luas area ,05 Ha, yang telah terbangun seluas ,50 Ha. Jumlah perusahaan yang berada dalam KI tersebut sebanyak unit dan mampu menyerap tenaga kerja sebanyak orang. Disamping itu, Kawasan Industri mempunyai peranan yang sangat strategis dalam hal menyumbang perolehan devisa negara, dikarenakan perusahaan yang berada dalam kawasan industri pada umumnya industri yang berorientasi ekspor. Berdasarkan data Himpunan Kawasan Industri (HKI), estimasi nilai ekspor dari Kawasan Industri sebesar US$ 47,4 milliar/tahun atau 41% dari total 16

22 ekspor non migas. Sedangkan estimasi nilai investasi diperkirakan sebesar US$ milliar per tahun. Tabel 3. Persebaran Kawasan Industri di Indonesia Sumber : Hasil Survey 2013 Tabel 4. Luas Lahan Kawasan Industri di Beberapa Pulau Besar Indonesia pada Tahun 2013 Sumber : Hasil Survey 2013 B. Arah Pembangunan Sesuai dengan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) , pembangunan industri diarahkan pada industri yang mengolah Sumber Daya Alam, pembangunan industri yang memperkuat kemampuan pembangunan jaringan interaktif, komunikasi dan informasi, pengembangan industri yang mampu merespon dinamika pasar dalam negeri maupun global 17

23 dan membangun industri yang memperkuat integrasi ekonomi nasional, kemandirian bangsa dan keberlangsungan industri ke depan. Salah satu misi pembangunan jangka panjang yang terkait dengan pengembangan wilayah adalah mewujudkan pemerataan dan penyebaran pembangunan industri berlandaskan keunggulan kompetitif yang dimiliki oleh masing-masing wilayah. Pengembangan wilayah tersebut diarahkan untuk memantapkan penataan pengembangan kewilayahan industri dengan menekankan upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia termasuk pengembangan kemampuan ilmu dan teknologi serta penguatan daya saing daerah yang didukung infrastruktur yang memadai. Berdasarkan misi Kementerian Perindustrian tahun 2015 diantaranya mendorong peningkatan nilai tambah industri; memfasilitasi penguasaan teknologi industri; dan mendorong penyebaran pembangunan industri ke luar pulau Jawa. Strategi pengembangan perwilayahan industri menurut RPJMN adalah: Memfasilitasi pembangunan 14 Kawasan Industri (KI) yang mencakup: (i) Bintuni - Papua Barat; (ii) Buli - Halmahera Timur-Maluku Utara; (iii) Bitung Sulawesi Utara, (iv) Palu - Sulawesi Tengah; (v) Morowali - Sulawesi Tengah; (vi) Konawe Sulawesi Tenggara; (vii) Bantaeng - Sulawesi Selatan; (viii) Batulicin - Kalimantan Selatan; (ix) Jorong - Kalimantan Selatan; (x) Ketapang - Kalimantan Barat; (xi) Landak Kalimantan Barat, (xii) Kuala Tanjung, Sumatera Utara, (xiii) Sei Mangke Sumatera Utara; dan (xiv) Tanggamus, Lampung. Membangun paling tidak satu kawasan industri di luar Pulau Jawa. Membangun 22 Sentra Industri Kecil dan Menengah (SIKIM) yang trdiri dari 11 di Kawasan Timur Indonesia khususnya Papua, Papua Barat, Maluku, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur), dan 11 di Kawasan Barat Indonesia. Berkoordinasi dengan para pemangku kepentingan dalam membangun infrastruktur utama (jalan, listrik, air minum, telekomunikasi, pengolah limbah, dan logistik), infrastruktur pendukung tumbuhnya industri, 18

24 dan sarana pendukung kualitas kehidupan (Quality Working Life) bagi pekerja. Arah pembangunan industri kewilayahan yang hendak dicapai pada dasarnya merupakan upaya untuk meningkatkan daya saing daerah, yang diharapkan dapat memberikan dampak positif, baik yang menyangkut penyerapan tenaga kerja, peningkatan investasi dan kredit yang digunakan, maupun dalam memberikan pendapatan bagi masyarakat lokal. Konsep dasar pengembangan industri kewilayahan dengan mengaitkan dan mensinergikan aspek utamanya, yaitu kewajiban membangun kompetensi inti industri daerah, ditunjang oleh kemampuan dalam melakukan membangun jejaring (kerjasama antara pemerintah, dunia usaha dan akademisi) dan dukungan fasilitas infrastruktur industri termasuk peningkatan sumber daya manusia yang berbasis ilmu dan teknologi. Ciri utama suatu pembangunan industri yang berdasarkan pada basis industri kewilayahan adalah menekankan pada kebijakan pemberdayaan masyarakat lokal, yang memanfaatkan potensi sumber daya manusia lokal, sumber daya instruktusional lokal, sumber daya fisik lokal dan sumber daya alam yang dimiliki daerah. Oleh karena itu, peran pemerintah dalam mewujudkan industri kewilayahan adalah melalui fasilitasi terbangunnya infrastruktur keindustrian, kelembagaan dan sumber daya manusia. PP No 14 Tahun 2015 menjabarkan Penahapan capaian pembangunan industri prioritas dilakukan untuk jangka menengah dan jangka panjang. Sejalan dengan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN), tahapan dan arah rencana pembangunan industri nasional diuraikan sebagai berikut: 1. Tahap I ( ) Arah rencana pembangunan industri nasional pada tahap ini dimaksudkan untuk meningkatkan nilai tambah sumber daya alam pada industri hulu berbasis agro, mineral dan migas, yang diikuti dengan pembangunan industri pendukung dan andalan secara selektif melalui penyiapan SDM 19

25 yang ahli dan kompeten di bidang industri, serta meningkatkan penguasaan teknologi. 2. Tahap II ( ) Arah rencana pembangunan industri nasional pada tahap ini dimaksudkan untuk mencapai keunggulan kompetitif dan berwawasan lingkungan melalui penguatan struktur industri dan penguasaan teknologi, serta didukung oleh SDM yang berkualitas. 3. Tahap III ( ) Arah rencana pembangunan industri nasional pada tahap ini dimaksudkan untuk menjadikan Indonesia sebagai Negara Industri Tangguh yang bercirikan struktur industri nasional yang kuat dan dalam, berdaya saing tinggi di tingkat global, serta berbasis inovasi dan teknologi. Tahapan pembangunan industri secara ringkas dapat digambarkan sebagai berikut : Gambar 4. Tahapan Pembangunan Industri Nasional Arah kebijakan dan strategi Direktorat Pengembangan Fasilitasi Industri Wilayah III adalah sebagai berikut: 1. Sulawesi Sulawesi sebagai Pusat Produksi dan Pengolahan Hasil Pertanian, Perkebunan, dan Perikanan Nasional. Dalam Koridor Ekonomi Sulawesi, dua sektor yang menjadi sektor unggulan adalah sektor pangan (pertanian, 20

26 perkebunan, perikanan) dan sektor pertambangan. Di dalam sektor pangan, sub sektor dengan peranan yang paling besar adalah pertanian (padi, jagung), perkebunan (kakao, kelapa), dan perikanan, dengan kontribusi total hampir mencapai 40%. Nikel adalah penyumbang PDRB terbesar untuk sektor pertambangan di Koridor Ekonomi Sulawesi. Beberapa strategi yang perlu dilakukan untuk sektor pangan. Pertama, peningkatan produktivitas melalui penggunaan teknologi (irigasi dan traktor) yang tepat guna, keberadaan pupuk dan bibit yang berkualitas, serta peningkatan pengetahuan petani. Kedua, mengurangi kehilangan pasca panen melalui peningkatan kualitas penyimpanan, pengembangan mekanisme pembelian yang efektif, dan perbaikan akses jalan untuk mengurangi ketergantungan kepada pihak perantara dagang. Khususnya untuk sektor perkebunan, perlu juga dilakukan rehabilitasi dan intensifikasi perkebunan, termasuk pengelolaan perkebunan yang lebih baik. Industri perikanan memiliki resiko penangkapan ikan berlebih, oleh karenanya perlu ada pengaturan dan pengawasan yang lebih ketat mengenai aktivitas penangkapan ikan. Perlu juga diberikan pendidikan kepada nelayan untuk memastikan penggunaan metode penangkapan yang lebih baik. Untuk analisa sektor fokus nikel, Sulawesi memiliki 3 lokasi dengan cadangan nikel berlimpah seperti Soroako, Morowali, dan Kolaka. Percepatan pertumbuhan ekonomi Sulawesi terutama bersumber dari: Peningkatan produktivitas areal pertanian dan perkebunan di Sulawesi Pengembangan industri hilir pengolahan hasil pertanian, perkebunan dan perikanan yang bernilai tambah tinggi Peningkatan investasi dalam sektor pertambangan nikel, serta pengembangan industri pengolahan nikel yang bernilai tambah tinggi Dampak multiplier yang dihasilkan oleh pembangunan infrastruktur yang memperkuat konektivitas antar-wilayah dan mendukung datangnya dan berkembangnya industri 21

27 2. Nusa Tenggara Nusa Tenggara bersama Bali sebagai Pintu gerbang industri pariwisata dan Pendukung pangan nasional. Sektor pangan terdiri dari pertanian, perkebunan, peternakan, dan perikanan. Dari antara sub sektor tersebut, pertanian padi adalah sub sektor terbesar, dengan kontribusi lebih dari 50% total pendapatan sektor pangan. Di samping itu, sektor peternakan dan juga budidaya laut, meskipun pada saat ini belum sebesar pertanian, namun mempunyai daya tarik dan potensi yang tinggi, terutama sebagai pendorong laju ekspor. Saat ini hasil kelautan merupakan salah satu hasil ekspor terbesar dari koridor. Sektor pariwisata terbentuk bukan hanya oleh bisnis perhotelan dan rumah makan, tetapi juga mencakup jasa-jasa (misalnya agen perjalanan, jasa pemandu wisata), transportasi, dan perdagangan. Selain itu sektor pariwisata memiliki keterkaitan terhadap industri lain, seperti industri kerajinan tangan. Strategi di bidang kepariwisataan : Peningkatan pemasaran yang terpadu Penyebaran daerah wisata juga diharapkan akan meningkatkan kenyamanan tinggal para wisatawan dan dengan sendirinya memperbesar tingkat kepuasan pengunjung. Salah satu segmen up market yang belum dikembangkan secara penuh adalah pasaran cruise atau wisata pesiar. Nusa Tenggara yang merupakan Koridor Bali-Nusa Tenggara adalah salah satu sentra penghasil beras di Indonesia, dengan produksi mencapai lebih dari 3 juta ton per tahun, yaitu 6% produksi beras nasional. Tingkat produktivitas pertanian koridor juga termasuk di atas rata-rata, yaitu 5.5 ton/ha. Di samping pertanian, peternakan juga adalah sub-sektor andalan, terutama di daerah Lombok dan Sumbawa. Sementara itu, hasil perikanan dan kelautan, seperti mutiara, rumput laut, dan ikan laut, adalah produksi ekspor andalan di hampir seluruh bagian koridor. Strategi di bidang pertanian, peternakan, perikanan dan kelautan : 22

28 Peningkatan produktivitas lahan dengan pendekatan yang menyeluruh Penyebaran penerapan best practices Pemerintah juga harus memperkuat rantai nilai pertanian Peningkatan produktivitas hasil kelautan harus dikembangkan bukan hanya melalui penangkapan, tapi juga terutama melalui pengembangan budidaya Peningkatan pelatihan peternak dan alih teknologi tepat guna Percepatan pertumbuhan ekonomi Nusa Tenggara terutama bersumber dari: Peningkatan terutama nampak jelas pada sektor pariwisata, di mana pendapatan riil akan meningkat 7x lipat, didorong oleh peningkatan jumlah wisatawan dan juga pertumbuhan pendapatan per kunjungan. Sektor pertanian hanya tumbuh kurang dari 2x karena terbatas oleh pengembangan luas lahan. Namun peningkatan hasil tani diharapkan akan meningkatkan ketahan pangan daerah. Dampak multiplier yang dihasilkan oleh pembangunan infrastruktur yang memperkuat konektivitas antar-wilayah dan mendukung datangnya dan berkembangnya industri. 3. Maluku dan Papua Papua dan Maluku sebagai tempat Produksi dan Pengolahan sumber daya alam yang melimpah dan SDM yang sejahtera. Dalam koridor Papua dan Maluku, sektor yang menjadi unggulan adalah pertanian dan perkebunan (seperti beras, tebu, minyak sawit, karet dan lain-lain), dan pertambangan, seperti tembaga atau emas. Pembangunan industri tembaga di Papua dapat mengurangi ketergantungan warga Papua kepada Freeport. Strategi terkait pertambangan di Papua : Mendorong eksplorasi pertambangan dan nilai tambahnya di Papua Mengurangi biaya operasi dan eksplorasi tambang Mencapai "forward integration" dengan memproduksi produk nilai-tambah 23

29 Strategi terkait pertanian dan perkebunan : Meningkatkan produksi dan nilai tambahnya dengan proyek greenfield di Merauke Integrated Food and Energy Estate (MIFEE) Meningkatkan produk nilai-tambah Mengawasi konsekuensi lingkungan perluasan produksi pangan Dalam rantai nilai industri-nya, segmen perkebunan menguasai hampir 80% dari nilai produk. Hal ini diikuti oleh oleo-kimia dan kemudian oleh minyak sawit. Selain itu, segmen penyulingan juga strategis karena dapat dipasarkan ke negara-negara yang lebih memilih produk olahan. Oleh karena itu, segmen perkebunan dan pengolahan penting untuk dapat difokuskan. Selain untuk kelapa sawit, analisa yang sama juga diperlukan untuk produk-produk lain yang dapat mendorong pertumbuhan MIFEE. Percepatan pertumbuhan ekonomi di Papua terutama bersumber dari: Peningkatan kontribusi PRDB dari sektor pertambangan tembaga dan emas melalui peningkatan eksplorasi dan juga kenaikan produk bernilaitambah. Meningkatkan daya saing untuk ekspor pertambangan dan pertanian melalui peningkatan infrastruktur dan biaya-biaya lainnya. Peningkatan kontribusi PRDB dari sektor pertanian melalui intensifikasi di MIFEE Dampak multiplier yang dihasilkan oleh pembangunan infrastruktur yang memperkuat konektivitas antar-wilayah dan mendukung berkembangnya industri C. Rencana dan Penetapan Kinerja 1. Sasaran Strategis dan Indikator Kinerja Utama Dalam rangka mencapai visi dan misi Direktorat Pengembangan Fasilitasi Industri Wilayah III, maka sasaran strategis pengembangan wilayah III yang mencakup Nusa Tenggara, Sulawesi, Maluku dan Papua adalah sebagai berikut: 24

30 Tabel 5. Sasaran Strategis dan Indikator Kinerja Utama berdasarkan perspektif stakeholder. No Sasaran Program/Kegiatan Indikator Kinerja Target (1) (2) (3) (4) Meningkatnya kontribusi nilai tambah sektor 0,21% industri di Wilayah Papua terhadap nilai tambah sektor industri nasional Meningkatnya kontribusi nilai tambah sektor 0,10% industri di Wilayah M8aluku terhadap nilai tambah sektor industri nasional Meningkatnya kontribusi nilai tambah sektor 0,18% industri di Wilayah Nusa Tenggara terhadap nilai tambah sektor industri nasional Meningkatnya kontribusi nilai tambah sektor 2,30% industri di Wilayah Sulawesi terhadap nilai tambah sektor industri nasional Meningkatnya unit usaha industri besar sedang 0,53% di Wilayah Papua terhadap total populasi industri besar sedang nasional Meningkatnya unit usaha industri besar sedang 0,33% di Wilayah Maluku terhadap total populasi industri besar sedang nasional Meningkatnya Meningkatnya unit usaha industri besar sedang di Wilayah Nusa Tenggara terhadap total populasi industri besar sedang nasional 0,87% penyebaran dan Meningkatnya unit usaha industri besar sedang 3,11% pemerataan di Wilayah Sulawesi terhadap total populasi 1 industri di Wilayah industri besar sedang nasional Papua, Maluku, Meningkatnya pertumbuhan sektor industri di 4,01% Nusa Tenggara dan Sulawesi Wilayah Papua Meningkatnya pertumbuhan sektor industri di Wilayah Maluku 4,75% Meningkatnya pertumbuhan sektor industri di Wilayah Nusa Tenggara Meningkatnya pertumbuhan sektor industri di Wilayah Sulawesi Meningkatnya kontribusi investasi sektor industri di Wilayah Papua Meningkatnya kontribusi investasi sektor industri di Wilayah Maluku Meningkatnya kontribusi investasi sektor industri di Wilayah Nusa Tenggara Meningkatnya kontribusi investasi sektor industri di Wilayah Sulawesi Meningkatnya share sektor industri terhadap total PDRB di Wilayah Papua 7,35% 7,48% 0,94% 0,65% 0,15% 7,66% 2,43% 25

31 Meningkatnya share sektor industri terhadap total PDRB di Wilayah Maluku Meningkatnya share sektor industri terhadap total PDRB di Wilayah Nusa Tenggara Meningkatnya share sektor industri terhadap total PDRB di Wilayah Sulawesi 7,61% 2,83% 9,47% Tabel 6. Sasaran Strategis dan Indikator Kinerja Utama berdasarkan perspektif tupoksi. No Sasaran Program/Kegiatan Indikator Kinerja Target (1) (2) (3) (4) Tumbuh dan berkembangnya Wilayah Pusat Pertumbuhan Industri (WPPI) di wilayah Papua, Maluku, Nusa Tenggara dan Sulawesi Tumbuh dan berkembangnya kawasan industri di Wilayah Papua, Maluku, Nusa Tenggara dan Sulawesi Tumbuhnya Sentra Industri Kecil dan Industri Menengah (SIKIM) di Wilayah Papua, Maluku, Nusa Tenggara dan Sulawesi Berkembangnya industri di daerah melalui penyusunan Rencana Pembangunan Industri Provinsi/Kabupaten/Kota di Wilayah Papua, Maluku, Nusa Tenggara dan Sulawesi Berkembangnya industri di daerah tertinggal, terdepan, terluar dan pasca konflik di Wilayah Papua, Maluku, Nusa Tenggara dan Sulawesi Tersusunnya pengembangan WPPI masterplan Berkembangnya industri unggulan daerah dalam mendukung WPPI Terfasilitasinya kawasan industri dalam penyusunan kajian dan dokumen perencanaan pembangunan Terfasilitasinya sentra IKM dalam penyusunan rencana pembangunan Terfasilitasinya penyusunan Rencana Pembangunan Industri Provinsi Terfasilitasinya penyusunan Rencana Pembangunan Industri Kabupaten/Kota Terfasilitasinya industri di daerah tertinggal, terdepan, terluar dan pasca konflik 3 dokumen 2 daerah 2 kawasan industri 3 SIKIM 2 Provinsi 13 Kab / Kota 5 daerah Tabel 7. Sasaran Strategis dan Indikator Kinerja Utama berdasarkan perspektif kelembagaan No Sasaran Strategis Indikator Kinerja Utama (IKU) Satuan Target Tingkat kesesuaian pelaksanaan Persentase Meningkatnya kegiatan dengan dokumen 90 kualitas perencanaan 1 perencanaan dan Tingkat ketepatan waktu Persentase 90 pelaporan pelaksanaan pekerjaan Nilai SAKIP Direktorat PFI Wil. III Nilai 73 26

32 2 Meningkatnya sistem tata kelola keuangan dan BMN yang profesional Tingkat penyerapan anggaran yang berkualitas Persentase 90 D. Rencana Kegiatan Tahun Anggaran 2015 Untuk mewujudkan rencana kinerja Direktorat Pengembangan Fasilitasi Industri Wilayah III tahun 2015 dialokasikan anggaran melalui DIPA (Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran) dengan Pagu Sebesar Rp ,-. (Enam ratus empat puluh dua milyar tiga ratus lima puluh juta rupiah)), yang meliputi program utama dan program penunjang. Dana tersebut dipergunakan untuk membiayai kegiatan yang tercakup dalam program utama seperti tercantum dalam tabel dibawah: Tabel 8. Program Kegiatan Dit. PFI Wilayah III TA 2015 No Sasaran Kegiatan Pagu (Rp) 1. Mengkoordinasikan Pembinaan Pengembangan Fasilitasi Industri di Wilayah III 2. Mewujudkan Pengembangan WPPI di Wilayah III 3. Memfasilitasi Pengembangan Kawasan Industri di Wilayah III a. Koordinasi Penyusunan Program Pengembangan Industri b. Layanan Manajemen Kinerja dan Operasional c. Fasilitasi Permasalahan Pengembangan Industri di Wilayah III a. Penyusunan Masterplan Pengembangan WPPI di Provinsi Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, dan Sulawesi Tenggara b. Penyusunan Masterplan Pengembangan WPPI di Provinsi Maluku Utara, Papua dan Papua Barat c. Pendampingan Pengembangan Industri Rotan di Pusat Pengembangan Rotan Mamuju d. Pendampingan Pengembangan Industri Rumput Laut di Tual a. Operasional Pusat Inovasi Rotan Nasional (PIRNas) Palu dalam Rangka Pengembangan Industri Rotan b. Penyusunan Perencanaan Pengembangan Kawasan Industri di Kupang c. Penyusunan Perencanaan Pengembangan Kawasan Industri di Pomala 27

33 No Sasaran Kegiatan Pagu (Rp) d. Pembangunan Infrastruktur Kawasan Industri Palu e. Pembangunan Infrastruktur Kawasan Industri Bitung f. Pembangunan Infrastruktur Kawasan Industri Morowali g. Pembangunan Infrastruktur Kawasan Industri Halmahera Timur h. Pembebasan Lahan Kawasan Industri (Palu dan Bitung) i. Penyusunan Dokumen Perencanaan Pembangunan dan Detail Tata Ruang Pendukung Kawasan Industri j. Pembentukan Forum Konsultasi dan Konstruksi Pengembangan Industri Daerah k. Promosi 13 Kawasan Industri Prioritas l. Pengembangan SDM Industri Lokal di Kawasan Industri Mewujudkan Pengembangan Sentra IKM di Wilayah III a. Penyusunan Masterplan Pembangunan Sentra Industri Kab/Kota di Sulawesi Utara dan Sulawesi Tengah b. Penyusunan Masterplan Pembangunan Sentra Industri Kab/Kota di Maluku Utara c. Pembangunan Sentra IKM di Kab. Konawe Memfasilitasi Pengembangan Sentra IKM di Wilayah III 6. Memfasilitasi Pengembangan Industri di Daerah Tertinggal, Terdepan, Terluar dan Pasca Konflik di Wilayah III a. Fasilitasi Penyusunan Rencana Pembangunan Industri Provinsi di Sulawesi Selatan dan Papua Barat b. Fasilitasi Penyusunan Rencana Pembangunan Industri Kab/Kota di Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku dan Papua a. Fasilitasi Pengembangan Industri di Daerah Tertinggal, Terdepan, Terluar dan Pasca Konflik di Sulawesi dan Nusa Tenggara b. Fasilitasi Pengembangan Industri di Daerah Tertinggal, Terdepan, Terluar dan Pasca Konflik di di Maluku dan Papua Barat

34 BAB III AKUNTABILITAS KINERJA Penyusunan capaian kinerja Tahun Anggaran 2015 ini merupakan pelaksanaan Rencana Strategis Tahun Secara umum, uraian berikut adalah gambaran capaian Direktorat Pengembangan Fasilitasi Industri Wilayah III dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya (TUPOKSI) yang telah ditetapkan dalam tahun Akuntabilitas ini mencakup akuntabilitas kinerja, kinerja makro sektor industri, capaian kinerja sasaran strategis, kinerja pengembangan klaster industri, dan kinerja keuangan. 1. ANALISIS CAPAIAN KINERJA Penilaian atas pelaksanaan tugas Direktorat Jenderal Pengembangan Perwilayahan Industri (Ditjen PPI) dilakukan melalui pengukuran kinerja. Pengukuran kinerja digunakan untuk menilai keberhasilan atau kegagalan pelaksanaan kegiatan / program / kebijakan sesuai dengan sasaran dan tujuan yang telah ditetapkan dalam rangka mewujudkan visi dan misi yang telah ditetapkan. Adapun rumus yang digunakan untuk menghitung persentase pencapaian target indikator kinerja terdiri dari dua jenis, yaitu: (1) Perhitungan untuk Indikator Kinerja Utama (IKU) yang memiliki polarisasi maximize (indikator kinerja yang menunjukkan ekspektasi arah pencapaian indikator kinerja lebih tinggi dari nilai target yang ditetapkan) : Indeks Capaian = realisasi / target x 100% (2) Perhitungan untuk Indikator Kinerja Utama (IKU) yang memiliki polarisasi minimize (indikator kinerja yang menunjukkan ekspektasi arah pencapaian indikator kinerja lebih kecil dari nilai target yang ditetapkan) : 29

35 Indeks Capaian = [(2 x target) - realisasi)] / target x 100% Direktorat PFI Wilayah III melakukan pengukuran Kinerja dengan 6 sasaran strategis dan 20 indikator kinerja utama, yaitu: 1. Meningkatnya share sektor industri terhadap total PDRB a) Indikator Kinerja: Meningkatnya share sektor industri pengolahan Wilayah Papua terhadap PDRB Target yang ditetapkan pada tahun 2015 adalah 2,43 persen, sementara realisasinya adalah 5,20 persen. Perhitungan share industri manufaktur tahun 2015 dilakukan dengan menggunakan share sektor industri terhadap PDRB sampai tahun Untuk data terkait PDRB, data yang digunakan tidak bisa update sampai dengan tahun 2015 karena ada time lag selama 1 (satu) tahun sehingga yang digunakan adalah data tahun 2014 dengan tahun dasar Angka ini digunakan sebagai proyeksi untuk kondisi tahun Hal yang sama juga dilakukan pada tahun 2014, dimana industri PDRB yang digunakan sebagai acuan adalah sampai tahun Dengan proyeksi tersebut diatas, diperkirakan sampai dengan akhir tahun 2015, pangsa nilai tambah sektor industri tersebut tidak akan banyak mengalami perubahan. b) Indikator Kinerja: Meningkatnya share sektor industri pengolahan Wilayah Maluku terhadap PDRB Target yang ditetapkan pada tahun 2015 adalah 7,61 persen, sementara realisasinya adalah 5,20 persen. Tidak optimalnya peningkatan share sektor industri manufaktur ini disebabkan beberapa faktor antara lain ekspor impor, ketersediaan pasokan gas, keterbatasan energi listrik, dll. Perhitungan share industri manufaktur tahun 2015 dilakukan dengan menggunakan share sektor industri terhadap PDRB sampai tahun Untuk data terkait PDRB, data yang digunakan tidak bisa update sampai dengan tahun 2015 karena ada time lag selama 1 (satu) tahun sehingga 30

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH (LAKIP) DIREKTORAT PENGEMBANGAN FASILITASI INDUSTRI WILAYAH II TAHUN 2015

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH (LAKIP) DIREKTORAT PENGEMBANGAN FASILITASI INDUSTRI WILAYAH II TAHUN 2015 LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH (LAKIP) DIREKTORAT PENGEMBANGAN FASILITASI INDUSTRI WILAYAH II TAHUN 2015 DIREKTORAT JENDERAL PENGEMBANGAN PERWILAYAHAN INDUSTRI KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan yang dapat dinikmati secara merata oleh seluruh masyarakat. (Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan yang dapat dinikmati secara merata oleh seluruh masyarakat. (Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, 2011). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tantangan ke depan pembangunan ekonomi Indonesia tidaklah mudah untuk diselesaikan. Dinamika ekonomi domestik dan global mengharuskan Indonesia senantiasa siap terhadap

Lebih terperinci

Menteri Perindustrian Republik Indonesia. Menghidupkan Kembali Sektor Industri Sebagai Penggerak Ekonomi Nasional

Menteri Perindustrian Republik Indonesia. Menghidupkan Kembali Sektor Industri Sebagai Penggerak Ekonomi Nasional Menteri Perindustrian Republik Indonesia Menghidupkan Kembali Sektor Industri Sebagai Penggerak Ekonomi Nasional Surabaya, 8 Oktober 2015 DAFTAR ISI Hal I Kinerja Makro Sektor Industri 3 II Visi, Misi,

Lebih terperinci

Energy Conservation in the Industry by Utilizing Renewable Energy or Energy Efficiency and Technology Development. Jakarta, 19 Agustus 2015

Energy Conservation in the Industry by Utilizing Renewable Energy or Energy Efficiency and Technology Development. Jakarta, 19 Agustus 2015 MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA Energy Conservation in the Industry by Utilizing Renewable Energy or Energy Efficiency and Technology Development Jakarta, 19 Agustus 2015 PERTUMBUHAN EKONOMI DAN

Lebih terperinci

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH (LAKIP) DIREKTORAT PENGEMBANGAN FASILITASI INDUSTRI WILAYAH I TAHUN 2015

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH (LAKIP) DIREKTORAT PENGEMBANGAN FASILITASI INDUSTRI WILAYAH I TAHUN 2015 Lampir LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH (LAKIP) DIREKTORAT PENGEMBANGAN FASILITASI INDUSTRI WILAYAH I TAHUN 2015 DIREKTORAT JENDERAL PENGEMBANGAN PERWILAYAHAN INDUSTRI KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN

Lebih terperinci

Rencana Strategis Perindustrian di Bidang Energi

Rencana Strategis Perindustrian di Bidang Energi Rencana Strategis Perindustrian di Bidang Energi disampaikan pada Forum Sinkronisasi Perencanaan Strategis 2015-2019 Dalam Rangka Pencapaian Sasaran Kebijakan Energi Nasional Yogyakarta, 13 Agustus 2015

Lebih terperinci

B. VISI : Indonesia Menjadi Negara Industri yang Berdaya Saing dengan Struktur Industri yang Kuat Berbasiskan Sumber Daya Alam dan Berkeadilan

B. VISI : Indonesia Menjadi Negara Industri yang Berdaya Saing dengan Struktur Industri yang Kuat Berbasiskan Sumber Daya Alam dan Berkeadilan RENCANA KERJA DAN ANGGARAN KEMENTRIAN NEGARA/LEMBAGA FORMULIR 1 : RENCANA PENCAPAIAN SASARAN STRATEGIS PADA KEMENTRIAN NEGARA/LEMBAGA TAHUN ANGGARAN : 216 A. KEMENTRIAN : (19) KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN

Lebih terperinci

PROGRAM KERJA DITJEN PPI TA 2012 DAN IMPLEMENTASI MP3EI DI KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN

PROGRAM KERJA DITJEN PPI TA 2012 DAN IMPLEMENTASI MP3EI DI KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN PROGRAM KERJA DITJEN PPI TA 2012 DAN IMPLEMENTASI MP3EI DI KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN Oleh: DR. Dedi Mulyadi, M.Si Jakarta, 1 Februari 2012 Rapat Kerja Kementerian Perindustrian OUTLINE I. PENDAHULUAN II.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kelapa sawit merupakan salah satu komoditas perkebunan yang memiliki peran penting bagi perekonomian nasional. Selain sebagai sumber utama minyak nabati, kelapa sawit

Lebih terperinci

PROGRAM KEGIATAN DITJEN PPI TAHUN 2011 DALAM MENDUKUNG PENGEMBANGAN KLASTER INDUSTRI PRIORITAS

PROGRAM KEGIATAN DITJEN PPI TAHUN 2011 DALAM MENDUKUNG PENGEMBANGAN KLASTER INDUSTRI PRIORITAS PROGRAM KEGIATAN DITJEN PPI TAHUN 2011 DALAM MENDUKUNG PENGEMBANGAN KLASTER INDUSTRI PRIORITAS DIREKTORAT JENDERAL PENGEMBANGAN PERWILAYAHAN INDUSTRI 28 Februari 2011 Indonesia memiliki keunggulan komparatif

Lebih terperinci

Menteri Perindustrian Republik Indonesia PAPARAN MENTERI PERINDUSTRIAN PADA ACARA RAKER KEMENTERIAN PERDAGANGAN JAKARTA, 27 JANUARI 2016

Menteri Perindustrian Republik Indonesia PAPARAN MENTERI PERINDUSTRIAN PADA ACARA RAKER KEMENTERIAN PERDAGANGAN JAKARTA, 27 JANUARI 2016 Menteri Perindustrian Republik Indonesia PAPARAN MENTERI PERINDUSTRIAN PADA ACARA RAKER KEMENTERIAN PERDAGANGAN JAKARTA, 27 JANUARI 2016 Yth. : 1. Menteri Perdagangan; 2. Menteri Pertanian; 3. Kepala BKPM;

Lebih terperinci

SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA DALAM KUNJUNGAN KEIDANREN JEPANG. Jakarta, 9 April Assalamu alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA DALAM KUNJUNGAN KEIDANREN JEPANG. Jakarta, 9 April Assalamu alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA DALAM KUNJUNGAN KEIDANREN JEPANG Jakarta, 9 April 2015 Assalamu alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh Salam sejahtera bagi kita semua, Yang saya hormati,

Lebih terperinci

AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian

AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN 2012-2014 Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian Jakarta, 1 Februari 2012 Daftar Isi I. LATAR BELAKANG II. ISU STRATEGIS DI SEKTOR INDUSTRI III.

Lebih terperinci

KEBIJAKAN INDUSTRI NASIONAL TAHUN Disampaikan pada acara: Rapat Kerja Kementerian Perindustrian Di Hotel Bidakara

KEBIJAKAN INDUSTRI NASIONAL TAHUN Disampaikan pada acara: Rapat Kerja Kementerian Perindustrian Di Hotel Bidakara KEBIJAKAN INDUSTRI NASIONAL TAHUN 2015-2019 Disampaikan pada acara: Rapat Kerja Kementerian Perindustrian Di Hotel Bidakara Jakarta, 16 Februari 2016 I. TUJUAN KEBIJAKAN INDUSTRI NASIONAL 2 I. TUJUAN KEBIJAKAN

Lebih terperinci

LAPORAN KINERJA INSTANSI PEMERINTAH (LAKIP) DIREKTORAT IKM PANGAN BARANG DARI KAYU DAN FURNITUR TAHUN ANGGARAN 2017

LAPORAN KINERJA INSTANSI PEMERINTAH (LAKIP) DIREKTORAT IKM PANGAN BARANG DARI KAYU DAN FURNITUR TAHUN ANGGARAN 2017 LAPORAN KINERJA INSTANSI PEMERINTAH (LAKIP) DIREKTORAT IKM PANGAN BARANG DARI KAYU DAN FURNITUR TAHUN ANGGARAN DIREKTORAT JENDERAL INDUSTRI KECIL DAN MENENGAH KATA PENGANTAR Sebagai salah satu unit Eselon

Lebih terperinci

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DIREKTORAT JENDERAL INDUSTRI AGRO TAHUN 2016

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DIREKTORAT JENDERAL INDUSTRI AGRO TAHUN 2016 LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DIREKTORAT JENDERAL INDUSTRI AGRO TAHUN 2016 DIREKTORAT JENDERAL INDUSTRI AGRO KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN Jl. Jenderal Gatot Subroto Kav. 52-53 Jakarta 12950 Telp.: 021-5255509

Lebih terperinci

Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian POKOK-POKOK MASTER PLAN PERCEPATAN DAN PERLUASAN PEMBANGUNAN EKONOMI INDONESIA (MP3EI) TAHUN

Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian POKOK-POKOK MASTER PLAN PERCEPATAN DAN PERLUASAN PEMBANGUNAN EKONOMI INDONESIA (MP3EI) TAHUN Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian POKOK-POKOK MASTER PLAN PERCEPATAN DAN PERLUASAN PEMBANGUNAN EKONOMI INDONESIA (MP3EI) TAHUN 2011-2025 Disampaikan Pada acara: RAKERNAS KEMENTERIAN KUKM Jakarta,

Lebih terperinci

DUKUNGAN KEBIJAKAN PERPAJAKAN PADA KONSEP PENGEMBANGAN WILAYAH TERTENTU DI INDONESIA

DUKUNGAN KEBIJAKAN PERPAJAKAN PADA KONSEP PENGEMBANGAN WILAYAH TERTENTU DI INDONESIA DUKUNGAN KEBIJAKAN PERPAJAKAN PADA KONSEP PENGEMBANGAN WILAYAH TERTENTU DI INDONESIA Oleh Pusat Kebijakan Pendapatan Negara Indonesia memiliki cakupan wilayah yang sangat luas, terdiri dari pulau-pulau

Lebih terperinci

KORIDOR EKONOMI INDONESIA DALAM PENATAAN RUANG SUATU PERSPEKTIF

KORIDOR EKONOMI INDONESIA DALAM PENATAAN RUANG SUATU PERSPEKTIF KORIDOR EKONOMI INDONESIA DALAM PENATAAN RUANG SUATU PERSPEKTIF Apakah Rencana Tata Ruang Pulau sudah sesuai dengan koridor ekonomi?, demikian pertanyaan ini diutarakan oleh Menko Perekonomian dalam rapat

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Peraturan Presiden No 32 Tahun 2011 tentang MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia) merupakan sebuah langkah besar permerintah dalam mencapai

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN DAN LANGKAH-LANGKAH PENYUSUNAN PERATURAN PELAKSANAANNYA

UNDANG-UNDANG NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN DAN LANGKAH-LANGKAH PENYUSUNAN PERATURAN PELAKSANAANNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN DAN LANGKAH-LANGKAH PENYUSUNAN PERATURAN PELAKSANAANNYA Disampaikan oleh Sekretaris Jenderal Dalam acara Rapat Kerja Kementerian Perindustrian tahun

Lebih terperinci

GUBERNUR KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 1 TAHUN 2017

GUBERNUR KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 1 TAHUN 2017 S A L I N A N GUBERNUR KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN INDUSTRI PROVINSI KALIMANTAN BARAT TAHUN 2017-2037 DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PENGEMBANGAN INDUSTRI AGRO DAN KIMIA

KEBIJAKAN PENGEMBANGAN INDUSTRI AGRO DAN KIMIA KELOMPOK I KEBIJAKAN PENGEMBANGAN INDUSTRI AGRO DAN KIMIA TOPIK : PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI AGRO DAN KIMIA MELALUI PENDEKATAN KLASTER KELOMPOK INDUSTRI HASIL HUTAN DAN PERKEBUNAN, KIMIA HULU DAN

Lebih terperinci

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH (LAKIP) DIREKTORAT PENGEMBANGAN WILAYAH INDUSTRI II TAHUN 2016

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH (LAKIP) DIREKTORAT PENGEMBANGAN WILAYAH INDUSTRI II TAHUN 2016 LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH (LAKIP) DIREKTORAT PENGEMBANGAN WILAYAH INDUSTRI II TAHUN 2016 DIREKTORAT JENDERAL PENGEMBANGAN PERWILAYAHAN INDUSTRI KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN Jl. Jenderal

Lebih terperinci

Written by Danang Prihastomo Friday, 06 February :22 - Last Updated Wednesday, 11 February :46

Written by Danang Prihastomo Friday, 06 February :22 - Last Updated Wednesday, 11 February :46 RUMUSAN HASIL RAPAT KERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2015 Jakarta, 5 Februari 2015 Rapat Kerja Menteri Perindustrian Tahun 2015 dengan tema Terbangunnya Industri yang Tangguh dan Berdaya Saing Menuju

Lebih terperinci

Menteri Perindustrian Republik Indonesia

Menteri Perindustrian Republik Indonesia Menteri Perindustrian Republik Indonesia SAMBUTAN PADA RAPAT KOORDINASI DITJEN PENGEMBANGAN PERWILAYAHAN INDUSTRI DENGAN PEMERINTAH PROVINSI DAN KABUPATEN/KOTA WILAYAH JAWA, BALI DAN NUSA TENGGARA TAHUN

Lebih terperinci

PEMBANGUNAN PARIWISATA

PEMBANGUNAN PARIWISATA KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL PEMBANGUNAN PARIWISATA 2015-2019 DEPUTI BIDANG EKONOMI Jakarta, Desember 2014 PENINGKATAN DAYA SAING PARIWISATA Sasaran

Lebih terperinci

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH (LAKIP) DIREKTORAT IKM LMEA

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH (LAKIP) DIREKTORAT IKM LMEA LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH (LAKIP) DIREKTORAT IKM LMEA DIREKTORAT INDUSTRI KECIL DAN MENENGAH LMEA DIREKTORAT JENDERAL INDUSTRI KECIL DAN MENENGAH KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Jangka Panjang tahun merupakan kelanjutan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Jangka Panjang tahun merupakan kelanjutan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan Jangka Panjang tahun 2005 2025 merupakan kelanjutan perencanaan dari tahap pembangunan sebelumnya untuk mempercepat capaian tujuan pembangunan sebagaimana

Lebih terperinci

REINDUSTRIALISASI DALAM RANGKA MENDUKUNG TRANSFORMASI EKONOMI

REINDUSTRIALISASI DALAM RANGKA MENDUKUNG TRANSFORMASI EKONOMI MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA ARAHAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA PADA RAPAT KERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2011 REINDUSTRIALISASI DALAM RANGKA MENDUKUNG TRANSFORMASI EKONOMI

Lebih terperinci

Menteri Perindustrian Republik Indonesia NARASI PADA ACARA TEMU USAHA DALAM RANGKA PEMBERDAYAAN INDUSTRI KECIL MENENGAH DI KABUPATEN PARIGI MOUTONG

Menteri Perindustrian Republik Indonesia NARASI PADA ACARA TEMU USAHA DALAM RANGKA PEMBERDAYAAN INDUSTRI KECIL MENENGAH DI KABUPATEN PARIGI MOUTONG Menteri Perindustrian Republik Indonesia NARASI PADA ACARA TEMU USAHA DALAM RANGKA PEMBERDAYAAN INDUSTRI KECIL MENENGAH DI KABUPATEN PARIGI MOUTONG Parigi, 4 Mei 2015 Yth.: 1. Bupati Parigi Moutong; 2.

Lebih terperinci

Ringkasan. Kebijakan Pembangunan Industri Nasional

Ringkasan. Kebijakan Pembangunan Industri Nasional Ringkasan Kebijakan Pembangunan Industri Nasional Era globalisasi ekonomi yang disertai dengan pesatnya perkembangan teknologi, berdampak sangat ketatnya persaingan, dan cepatnya terjadi perubahan lingkungan

Lebih terperinci

BAHAN MENTERI DALAM NEGERI PADA ACARA MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN (MUSRENBANG) REGIONAL KALIMANTAN TAHUN 2015

BAHAN MENTERI DALAM NEGERI PADA ACARA MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN (MUSRENBANG) REGIONAL KALIMANTAN TAHUN 2015 BAHAN MENTERI DALAM NEGERI PADA ACARA MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN (MUSRENBANG) REGIONAL KALIMANTAN TAHUN 2015 BALAI SIDANG JAKARTA, 24 FEBRUARI 2015 1 I. PENDAHULUAN Perekonomian Wilayah Pulau Kalimantan

Lebih terperinci

Formulir C Laporan Pengendalian dan Evaluasi Pelaksana Rencana Pembangunan Triwulan III Berdasarkan PP No.39 Tahun 2006 Tahun Anggaran 2014

Formulir C Laporan Pengendalian dan Evaluasi Pelaksana Rencana Pembangunan Triwulan III Berdasarkan PP No.39 Tahun 2006 Tahun Anggaran 2014 Kementerian Perindustrian REPUBLIK INDONESIA Formulir C Laporan Pengendalian dan Evaluasi Pelaksana Rencana Pembangunan Triwulan III Berdasarkan PP No.39 Tahun 2006 Tahun Anggaran 2014 Kementerian Perindustrian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan masyarakat. Sektor pertanian di Indonesia terdiri dari beberapa sub

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan masyarakat. Sektor pertanian di Indonesia terdiri dari beberapa sub BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor andalan dalam pembangunan perekonomian nasional. Peranannya sebagai menyumbang pembentukan PDB penyediaan sumber devisa

Lebih terperinci

Kementerian Perindustrian REPUBLIK INDONESIA LAPORAN TRIWULAN I KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2016

Kementerian Perindustrian REPUBLIK INDONESIA LAPORAN TRIWULAN I KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2016 Kementerian Perindustrian REPUBLIK INDONESIA LAPORAN TRIWULAN I KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2016 BIRO PERENCANAAN 2016 Formulir C Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 2006 Tanggal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, yaitu upaya peningkatan pembangunan dan hasil-hasilnya menuju. kepada tercapainya kemakmuran seluruh rakyat Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, yaitu upaya peningkatan pembangunan dan hasil-hasilnya menuju. kepada tercapainya kemakmuran seluruh rakyat Indonesia. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tujuan pembangunan ekonomi nasional adalah sebagai upaya untuk membangun seluruh kehidupan masyarakat, bangsa dan negara, yaitu memajukan kesejahteraan umum,

Lebih terperinci

RUMUSAN HASIL RAPAT KERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN DENGAN PEMERINTAH DAERAH TAH

RUMUSAN HASIL RAPAT KERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN DENGAN PEMERINTAH DAERAH TAH Jakarta, 2 Maret 2012 Rapat Kerja dengan tema Akselerasi Industrialisasi Dalam Rangka Mendukung Percepatan Pembangunan Ekonomi yang dihadiri oleh seluruh Pejabat Eselon I, seluruh Pejabat Eselon II, Pejabat

Lebih terperinci

Gambar 3.A.1 Peta Koridor Ekonomi Indonesia

Gambar 3.A.1 Peta Koridor Ekonomi Indonesia - 54 - BAB 3: KORIDOR EKONOMI INDONESIA A. Postur Koridor Ekonomi Indonesia Pembangunan koridor ekonomi di Indonesia dilakukan berdasarkan potensi dan keunggulan masing-masing wilayah yang tersebar di

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Jakarta, Januari 2015 Direktur Alat dan Mesin Pertanian, Ir. Suprapti NIP Laporan Kinerja Tahun 2014

KATA PENGANTAR. Jakarta, Januari 2015 Direktur Alat dan Mesin Pertanian, Ir. Suprapti NIP Laporan Kinerja Tahun 2014 KATA PENGANTAR Direktorat Alat dan Mesin Pertanian merupakan salah satu unit kerja Eselon II di Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian. Sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya, pada tahun 2014

Lebih terperinci

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PERLUASAN DAN PENGELOLAAN LAHAN TA. 2013

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PERLUASAN DAN PENGELOLAAN LAHAN TA. 2013 RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PERLUASAN DAN PENGELOLAAN LAHAN TA. 2013 DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2012 RKT DIT. PPL TA. 2013 KATA PENGANTAR Untuk

Lebih terperinci

PERANAN SEKTOR PERTANIAN KHUSUSNYA JAGUNG TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN JENEPONTO Oleh : Muhammad Anshar

PERANAN SEKTOR PERTANIAN KHUSUSNYA JAGUNG TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN JENEPONTO Oleh : Muhammad Anshar PERANAN SEKTOR PERTANIAN KHUSUSNYA JAGUNG TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN JENEPONTO Oleh : Muhammad Anshar Jurusan Teknik Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Sains dan Teknologi ABSTRAK Penelitian

Lebih terperinci

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PERLUASAN DAN PENGELOLAAN LAHAN TA. 2014

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PERLUASAN DAN PENGELOLAAN LAHAN TA. 2014 RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PERLUASAN DAN PENGELOLAAN LAHAN TA. 2014 DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2013 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI...

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PENGEMBANGAN INDUSTRI DALAM KAWASAN PENGEMBANGAN EKONOMI TERPADU (KAPET)

KEBIJAKAN PENGEMBANGAN INDUSTRI DALAM KAWASAN PENGEMBANGAN EKONOMI TERPADU (KAPET) KEBIJAKAN PENGEMBANGAN INDUSTRI DALAM KAWASAN PENGEMBANGAN EKONOMI TERPADU (KAPET) DirektoratPengembangan Fasilitasi Industri Wilayah I Direktorat Jenderal Pengembangan Perwilayhan Industri 2013 POKOK

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Dinas Perkebunan Provinsi Riau Laporan Kinerja A. Tugas Pokok dan Fungsi

PENDAHULUAN. Dinas Perkebunan Provinsi Riau Laporan Kinerja A. Tugas Pokok dan Fungsi PENDAHULUAN A. Tugas Pokok dan Fungsi Berdasarkan Peraturan Gubernur No. 28 Tahun 2015 tentang rincian tugas, fungsi dan tata kerja Dinas Perkebunan Provinsi Riau, pada pasal 2 ayat 2 dinyatakan bahwa

Lebih terperinci

MP3EI Pertanian : Realisasi dan Tantangan

MP3EI Pertanian : Realisasi dan Tantangan Rubrik Utama MP3EI Pertanian : Realisasi dan Tantangan Oleh: Dr. Lukytawati Anggraeni, SP, M.Si Departemen Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor olume 18 No. 2, Desember

Lebih terperinci

REPOSISI KAPET 2014 BAHAN INFORMASI MENTERI PEKERJAAN UMUM

REPOSISI KAPET 2014 BAHAN INFORMASI MENTERI PEKERJAAN UMUM REPOSISI KAPET 2014 KELEMBAGAAN DIPERKUAT, PROGRAM IMPLEMENTATIF, KONSISTEN DALAM PENATAAN RUANG MEMPERKUAT MP3EI KORIDOR IV SULAWESI LEGALITAS, KETERSEDIAAN INFRASTRUKTUR PU DALAM MEMPERCEPAT PENGEMBANGAN

Lebih terperinci

Posisi Pertanian yang Tetap Strategis Masa Kini dan Masa Depan Jumat, 22 Agustus 2014

Posisi Pertanian yang Tetap Strategis Masa Kini dan Masa Depan Jumat, 22 Agustus 2014 Posisi Pertanian yang Tetap Strategis Masa Kini dan Masa Depan Jumat, 22 Agustus 2014 Sektor pertanian sampai sekarang masih tetap memegang peran penting dan strategis dalam perekonomian nasional. Peran

Lebih terperinci

DAFTAR ISI Hal Daftar Isi... i Daftar Tabel... ii Daftar Gambar... v Daftar Lampiran... vi

DAFTAR ISI Hal Daftar Isi... i Daftar Tabel... ii Daftar Gambar... v Daftar Lampiran... vi DAFTAR ISI Daftar Isi... i Daftar Tabel... ii Daftar Gambar... v Daftar Lampiran... vi BAB I Pendahuluan... I-1 1.1. Latar Belakang... I-1 1.2. Hubungan dokumen RKPD dengan dokumen perencanaan lainnya...

Lebih terperinci

Disampaikan oleh: Kepala Bappeda provinsi Jambi. Jambi, 31 Mei 2016

Disampaikan oleh: Kepala Bappeda provinsi Jambi. Jambi, 31 Mei 2016 Disampaikan oleh: Kepala Bappeda provinsi Jambi Jambi, 31 Mei 2016 SUMBER PERTUMBUHAN PDRB MENURUT LAPANGAN USAHA 1. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Provinsi Jambi pada Februari 2015 sebesar 4,66

Lebih terperinci

Jakarta, 7 Februari Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian dan Kementerian PPN/BAPPENAS

Jakarta, 7 Februari Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian dan Kementerian PPN/BAPPENAS Jakarta, 7 Februari 2011 Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian dan Kementerian PPN/BAPPENAS Direktif Presiden tentang Penyusunan Masterplan Visi Indonesia 2025 Kedudukan Masterplan dalam Kerangka

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian memiliki peranan strategis dalam struktur pembangunan perekonomian nasional. Selain berperan penting dalam pemenuhan kebutuhan pangan masyarakat, sektor

Lebih terperinci

Menteri Perindustrian Republik Indonesia SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN RI PADA ACARA KUNJUNGAN DI UNIVERSITAS NUSA CENDANA KUPANG, 14 APRIL 2016

Menteri Perindustrian Republik Indonesia SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN RI PADA ACARA KUNJUNGAN DI UNIVERSITAS NUSA CENDANA KUPANG, 14 APRIL 2016 Menteri Perindustrian Republik Indonesia SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN RI PADA ACARA KUNJUNGAN DI UNIVERSITAS NUSA CENDANA KUPANG, 14 APRIL 2016 Kepada Yang Terhormat: 1. Saudara Rektor Universitas Nusa

Lebih terperinci

Menteri Perindustrian Republik Indonesia

Menteri Perindustrian Republik Indonesia Menteri Perindustrian Republik Indonesia KEYNOTE SPEECH MENTERI PERINDUSTRIAN RI PADA MUSYAWARAH PROPINSI VI TAHUN 2015 KADIN DENGAN TEMA MEMBANGUN PROFESIONALISME DAN KEMANDIRIAN DALAM MENGHADAPI ERA

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan yang dititikberatkan pada pertumbuhan ekonomi berimplikasi pada pemusatan perhatian pembangunan pada sektor-sektor pembangunan yang dapat memberikan kontribusi pertumbuhan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Jakarta, Desember Direktur Alat dan Mesin Pertanian, Ir. Bambang Santosa, M.Sc NIP

KATA PENGANTAR. Jakarta, Desember Direktur Alat dan Mesin Pertanian, Ir. Bambang Santosa, M.Sc NIP KATA PENGANTAR Direktorat Alat dan Mesin Pertanian merupakan salah satu unit kerja Eselon II di Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian. Sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya, pada tahun 2013

Lebih terperinci

Analisis Pertumbuhan Ekonomi Kab. Lamandau Tahun 2013 /

Analisis Pertumbuhan Ekonomi Kab. Lamandau Tahun 2013 / BAB IV TINJAUAN EKONOMI 2.1 STRUKTUR EKONOMI Produk domestik regional bruto atas dasar berlaku mencerminkan kemampuan sumber daya ekonomi yang dihasilkan oleh suatu daerah. Pada tahun 2013, kabupaten Lamandau

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR DIREKTUR JENDERAL PENGEMBANGAN PERWILAYAHAN INDUSTRI DEDI MULYADI

KATA PENGANTAR DIREKTUR JENDERAL PENGEMBANGAN PERWILAYAHAN INDUSTRI DEDI MULYADI KATA PENGANTAR Renstra Direktorat Jenderal Pengembangan Perwilayahan Industri 2010-2014 disusun agar dapat memberikan kontribusi yang signifikan bagi keberhasilan pencapaian sasaran pembangunan nasional

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.4, 2014 EKONOMI. Pembangunan. Perindustrian. Perencanaan. Penyelenggaraan. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5492) UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

PENINGKATAN PRODUKSI DAN PRODUKTIVITAS TANAMAN TAHUNAN PEDOMAN TEKNIS KOORDINASI KEGIATAN PENGEMBANGAN TANAMAN TAHUNAN TAHUN 2015 (REVISI)

PENINGKATAN PRODUKSI DAN PRODUKTIVITAS TANAMAN TAHUNAN PEDOMAN TEKNIS KOORDINASI KEGIATAN PENGEMBANGAN TANAMAN TAHUNAN TAHUN 2015 (REVISI) PENINGKATAN PRODUKSI DAN PRODUKTIVITAS TANAMAN TAHUNAN PEDOMAN TEKNIS KOORDINASI KEGIATAN PENGEMBANGAN TANAMAN TAHUNAN TAHUN 2015 (REVISI) DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN MARET 2015

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan yang sangat penting bagi perekonomian Indonesia. Peranan pertanian antara lain adalah : (1) sektor pertanian masih menyumbang sekitar

Lebih terperinci

Kementerian Perindustrian

Kementerian Perindustrian Kementerian Perindustrian REPUBLIK INDONESIA LAPORAN KINERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2015 BIRO PERENCANAAN 2016 Ringkasan Eksekutif Sesuai dengan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 29

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL, PERATURAN KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PELIMPAHAN DAN PEDOMAN PENYELENGGARAAN DEKONSENTRASI BIDANG PENGENDALIAN PELAKSANAAN PENANAMAN MODAL TAHUN

Lebih terperinci

BAB III TUJUAN, SASARAN, PROGRAM DAN KEGIATAN. 3.1 Telaahan Terhadap Kebijakan Nasional

BAB III TUJUAN, SASARAN, PROGRAM DAN KEGIATAN. 3.1 Telaahan Terhadap Kebijakan Nasional BAB III TUJUAN, SASARAN, PROGRAM DAN KEGIATAN 3.1 Telaahan Terhadap Kebijakan Nasional Berdasarkan Rencana Kerja Pemerintah Tahun 2016 yang mempunyai tema Memperkuat perekonomian domestik bagi peningkatan

Lebih terperinci

RENCANA KERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN ANGGARAN 2015 JAKARTA, APRIL 2014

RENCANA KERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN ANGGARAN 2015 JAKARTA, APRIL 2014 RENCANA KERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN ANGGARAN JAKARTA, APRIL DAFTAR ISI I. Laporan Rekapitulasi Rencana Kerja Kementerian Perindustrian Tahun Anggaran II. Rekapitulasi Per Program Rincian kegiatan

Lebih terperinci

Jakarta, Desember Direktur Rumah Umum dan Komersial

Jakarta, Desember Direktur Rumah Umum dan Komersial Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan berkah dan hidayahnya sehingga Laporan Kinerja Direktorat Rumah Umum dan Komersial Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan

Lebih terperinci

ISU STRATEGIS, PROGRAM PRIORITAS DAN PROGRAM KERJA TAHUN 2014 DIREKTORAT JENDERAL PENGEMBANGAN PERWILAYAHAN INDUSTRI

ISU STRATEGIS, PROGRAM PRIORITAS DAN PROGRAM KERJA TAHUN 2014 DIREKTORAT JENDERAL PENGEMBANGAN PERWILAYAHAN INDUSTRI DIREKTORAT JENDERAL PENGEMBANGAN PERWILAYAHAN INDUSTRI ISU STRATEGIS, PROGRAM PRIORITAS DAN PROGRAM KERJA TAHUN 2014 DIREKTORAT JENDERAL PENGEMBANGAN PERWILAYAHAN INDUSTRI Disampaikan pada Rapat Kerja

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur

Lebih terperinci

RUMUSAN RAPAT KOORDINASI PANGAN TERPADU SE KALTIM TAHUN 2015

RUMUSAN RAPAT KOORDINASI PANGAN TERPADU SE KALTIM TAHUN 2015 RUMUSAN RAPAT KOORDINASI PANGAN TERPADU SE KALTIM TAHUN 2015 Pada Kamis dan Jumat, Tanggal Lima dan Enam Bulan Maret Tahun Dua Ribu Lima Belas bertempat di Samarinda, telah diselenggarakan Rapat Koordinasi

Lebih terperinci

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH Strategi dan arah kebijakan merupakan rumusan perencanaan komperhensif tentang bagaimana Pemerintah Daerah Provinsi Sulawesi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. agraris seharusnya mampu memanfaatkan sumberdaya yang melimpah dengan

I. PENDAHULUAN. agraris seharusnya mampu memanfaatkan sumberdaya yang melimpah dengan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi yang merupakan salah satu indikator keberhasilan suatu negara dapat dicapai melalui suatu sistem yang bersinergi untuk mengembangkan potensi yang dimiliki

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tingkat perekonomian suatu wilayah didukung dengan adanya. bertahap. Pembangunan adalah suatu proses multidimensional yang meliputi

I. PENDAHULUAN. Tingkat perekonomian suatu wilayah didukung dengan adanya. bertahap. Pembangunan adalah suatu proses multidimensional yang meliputi 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tingkat perekonomian suatu wilayah didukung dengan adanya pembangunan ekonomi jangka panjang yang terencana dan dilaksanakan secara bertahap. Pembangunan adalah suatu

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SALINAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan masyarakat adil dan

Lebih terperinci

KEBIJAKAN DAN STRATEGI OPERASIONAL PENGEMBANGAN BIOINDUSTRI KELAPA NASIONAL

KEBIJAKAN DAN STRATEGI OPERASIONAL PENGEMBANGAN BIOINDUSTRI KELAPA NASIONAL KEBIJAKAN DAN STRATEGI OPERASIONAL PENGEMBANGAN BIOINDUSTRI KELAPA NASIONAL Gamal Nasir Direktorat Jenderal Perkebunan PENDAHULUAN Kelapa memiliki peran strategis bagi penduduk Indonesia, karena selain

Lebih terperinci

PEMBANGUNAN KAWASAN TIMUR INDONESIA YANG BERBASIS SUMBER DAYA DAN KONTRIBUSINYA UNTUK PEMBANGUNAN NASIONAL

PEMBANGUNAN KAWASAN TIMUR INDONESIA YANG BERBASIS SUMBER DAYA DAN KONTRIBUSINYA UNTUK PEMBANGUNAN NASIONAL MENTERI PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL REPUBLIK INDONESIA PEMBANGUNAN KAWASAN TIMUR INDONESIA YANG BERBASIS SUMBER DAYA DAN KONTRIBUSINYA UNTUK PEMBANGUNAN NASIONAL Ir. H.A. Helmy Faishal Zaini (Disampaikan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara produsen dan pengekspor terbesar minyak kelapa sawit di dunia. Kelapa sawit merupakan komoditas perkebunan yang memiliki peran penting bagi perekonomian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor agribisnis merupakan sektor ekonomi terbesar dan terpenting dalam perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah kemampuannya dalam menyerap

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan

Lebih terperinci

Laporan Kinerja Pemerintah Kabupaten Bangka Barat Tahun 2014 DAFTAR ISI

Laporan Kinerja Pemerintah Kabupaten Bangka Barat Tahun 2014 DAFTAR ISI DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ------------------------------------------------------------------------------------------------------ i DAFTAR ISI ------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor yang masih memegang peranan dalam peningkatan perekonomian nasional. Selain itu, sebagian besar penduduk Indonesia masih menggantungkan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH No. 11/02/72/Th. XVII. 5 Februari 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH Ekonomi Sulawesi Tengah pada tahun 2013 yang diukur dari persentase kenaikan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Bab ini berisi latar belakang, perumusan masalah, tujuan, manfaat dan sistematika penulisan penelitian. Pendahuluan ini dimaksudkan untuk menjelaskan latar belakang penelitian sesuai

Lebih terperinci

BUPATI WONOGIRI PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN WONOGIRI

BUPATI WONOGIRI PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN WONOGIRI 1 BUPATI WONOGIRI PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN WONOGIRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI WONOGIRI, Menimbang : a. bahwa penanaman

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. terjadinya krisis moneter, yaitu tahun 1996, sumbangan industri non-migas

I. PENDAHULUAN. terjadinya krisis moneter, yaitu tahun 1996, sumbangan industri non-migas I. PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Berbagai studi menunjukkan bahwa sub-sektor perkebunan memang memiliki peran yang sangat penting dalam perekonomian Indonesia sebagai sumber pertumbuhan ekonomi dan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... i. DAFTAR ISI... ii. I. Pendahuluan. 1 A. Latar Belakang. 1 B. Maksud dan Tujuan. 2 C. Sasaran... 2 D. Dasar Hukum...

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... i. DAFTAR ISI... ii. I. Pendahuluan. 1 A. Latar Belakang. 1 B. Maksud dan Tujuan. 2 C. Sasaran... 2 D. Dasar Hukum... DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... ii Halaman I. Pendahuluan. 1 A. Latar Belakang. 1 B. Maksud dan Tujuan. 2 C. Sasaran...... 2 D. Dasar Hukum... 2 II. Arah Kebijakan Pembangunan 3 A. Visi dan

Lebih terperinci

Industrialisasi Sektor Agro dan Peran Koperasi dalam Mendukung Ketahanan Pangan Nasional. Kementerian Perindustrian 2015

Industrialisasi Sektor Agro dan Peran Koperasi dalam Mendukung Ketahanan Pangan Nasional. Kementerian Perindustrian 2015 Industrialisasi Sektor Agro dan Peran Koperasi dalam Mendukung Ketahanan Pangan Nasional Kementerian Perindustrian 2015 I. LATAR BELAKANG 2 INDUSTRI AGRO Industri Agro dikelompokkan dalam 4 kelompok, yaitu

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan pertanian memiliki peran strategis dalam menunjang perekonomian Indonesia. Sektor pertanian berperan sebagai penyedia bahan pangan, pakan ternak, sumber bahan baku

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar penduduknya hidup dari

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar penduduknya hidup dari I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar penduduknya hidup dari sektor pertanian. Sektor pertanian mempunyai peranan penting dalam pembangunan

Lebih terperinci

Perkembangan Indikator Makro Usaha Kecil Menengah di Indonesia

Perkembangan Indikator Makro Usaha Kecil Menengah di Indonesia Perkembangan Indikator Makro Usaha Kecil Menengah di Indonesia Perekonomian Indonesia tahun 2004 yang diciptakan UKM berdasarkan besaran Produk Domestik Bruto (PDB) atas dasar harga berlaku mencapai Rp

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA TENTANG PETA PANDUAN (ROAD MAP) PENGEMBANGAN INDUSTRI UNGGULAN PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA TENTANG PETA PANDUAN (ROAD MAP) PENGEMBANGAN INDUSTRI UNGGULAN PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 99/M-IND/PER/8/2010 TENTANG PETA PANDUAN (ROAD MAP) PENGEMBANGAN INDUSTRI UNGGULAN PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT ALAT DAN MESIN PERTANIAN TA. 2014

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT ALAT DAN MESIN PERTANIAN TA. 2014 RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT ALAT DAN MESIN PERTANIAN TA. 2014 DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2013 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... ii

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012 KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012 Januari 2013 Kinerja Ekonomi Daerah Cukup Kuat, Inflasi Daerah Terkendali Ditengah perlambatan perekonomian global, pertumbuhan ekonomi berbagai daerah di Indonesia

Lebih terperinci

Menteri Perindustrian Republik Indonesia NARASI PADA ACARA KONGRES GERAKAN ANGKATAN MUDA KRISTEN INDONESIA (GAMKI) TAHUN 2015

Menteri Perindustrian Republik Indonesia NARASI PADA ACARA KONGRES GERAKAN ANGKATAN MUDA KRISTEN INDONESIA (GAMKI) TAHUN 2015 Menteri Perindustrian Republik Indonesia NARASI PADA ACARA KONGRES GERAKAN ANGKATAN MUDA KRISTEN INDONESIA (GAMKI) TAHUN 2015 Memajukan Industri Kawasan Timur Indonesia Manado, 30 April 2015 Yth.: 1. Gubernur

Lebih terperinci

NARASI MENTERI PERINDUSTRIAN RI Pembangunan Industri yang Inklusif dalam rangka Mengakselerasi Pertumbuhan Ekonomi yang Berkualitas

NARASI MENTERI PERINDUSTRIAN RI Pembangunan Industri yang Inklusif dalam rangka Mengakselerasi Pertumbuhan Ekonomi yang Berkualitas NARASI MENTERI PERINDUSTRIAN RI Pembangunan Industri yang Inklusif dalam rangka Mengakselerasi Pertumbuhan Ekonomi yang Berkualitas Sektor industri merupakan salah satu sektor yang mampu mendorong percepatan

Lebih terperinci

BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD)

BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD) BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD) 3.1. Asumsi Dasar yang Digunakan Dalam APBN Kebijakan-kebijakan yang mendasari APBN 2017 ditujukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian cukup strategis dalam pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB). Selama sepuluh tahun terakhir, peranan sektor ini terhadap PDB menujukkan pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH 3.1. Arah Kebijakan Ekonomi Daerah Kondisi perekonomian Kota Ambon sepanjang Tahun 2012, turut dipengaruhi oleh kondisi perekenomian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang wajib dimiliki dalam mewujudkan persaingan pasar bebas baik dalam kegiatan maupun

Lebih terperinci

OLEH : ENDAH MURNININGTYAS DEPUTI BIDANG SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP SURABAYA, 2 MARET 2011

OLEH : ENDAH MURNININGTYAS DEPUTI BIDANG SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP SURABAYA, 2 MARET 2011 KEMENTERIAN NEGARA PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN NASIONAL DALAM PENGOLAHAN DAN PEMASARAN HASIL PERIKANAN 2011 DAN 2012 OLEH : ENDAH

Lebih terperinci