ANALISIS PELAKSANAAN KEBIJAKAN PENGELOLAAN SAMPAH SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN KUALITAS LINGKUNGAN HIDUP DI KOTA BANDUNG DEDI A.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS PELAKSANAAN KEBIJAKAN PENGELOLAAN SAMPAH SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN KUALITAS LINGKUNGAN HIDUP DI KOTA BANDUNG DEDI A."

Transkripsi

1 ANALISIS PELAKSANAAN KEBIJAKAN PENGELOLAAN SAMPAH SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN KUALITAS LINGKUNGAN HIDUP DI KOTA BANDUNG DEDI A. BARNADI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010

2 PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa disertasi yang berjudul Analisis Pelaksanaan Kebijakan Pengelolaan Sampah sebagai Upaya Meningkatkan Kualitas Lingkungan Hidup di Kota Bandung adalah karya saya sendiri dengan arahan komisi pembimbing dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir disertasi. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya. Bogor, Maret 2010 Dedi A. Barnadi P i

3 1 RINGKASAN ANALISIS PELAKSANAAN KEBIJAKAN PENGELOLAAN SAMPAH SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN KUALITAS LINGKUNGAN HIDUP DI KOTA BANDUNG Berdasarkan data dari PD Kebersihan Kota Bandung Tahun 2009, volume timbulan sampah sebagai indikasi kualitas lingkungan hidup di Kota Bandung periode Tahun , setiap tahunnya menghasilkan rata-rata sebesar m 3, dengan rata-rata pertambahannya sebesar 17,29%/tahun atau sebesar m 3 /tahun, dan ironisnya volume sampah yang diolah baru sekitar 10%. Data dari PD Kebersihan ini memperlihatkan pula bahwa setiap penduduk berpotensi menghasilkan sampah sekitar 3 liter per hari. Tak heran, dengan jumlah penduduk Kota Bandung sekitar 2,5 juta jiwa, beban sampah dapat mencapai sekitar m 3 /hari. Beban kualitas lingkungan hidup berupa sampah ini memiliki konstribusi terbesar utama berasal dari rumah tangga yaitu sekitar 66% atau m 3. Kemudian sektor industri merupakan penghasil sampah yang memiliki konstribusi terbesar kedua dengan produksi sampah sekitar 798,50 m 3 /hari atau hampir 11%, dan sisanya sekitar 23% berasal dari pasar, sektor komersial, jalan, non komersial, serta sampah saluran. Lahirnya Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah merupakan suatu tonggak baru bagi kebijakan pengelolaan sampah perkotaan di Kota Bandung yang mengarahkan kebijakan pengelolaan sampah perkotaan pada konsep zero waste dengan menekankan pentingnya peran masyarakat dalam pengelolaan sampah. Hal itu membawa konsekuensi hukum bahwa pemerintah merupakan pihak yang berwenang dan bertanggung jawab di bidang pengelolaan sampah meskipun secara operasional pengelolaannya dapat bermitra dengan badan usaha. Pengelolaan sampah yang selama ini berlangsung bertumpu pada wawasan bahwa sampah bukan sumberdaya dan mengandalkan diri pada pendekatan membuang sampah di lokasi tempat pembuangan akhir sampah. Pengelolaan sampah dengan paradigma baru bertujuan mengurangi volume sampah yang dibuang ke tempat pembuangan akhir sampah melalui upaya pengembangan memperlakukan sampah dengan cara mengurangi, menggunakan-kembali dan mendaur-ulang. Pengelolaan sampah dengan paradigma baru juga menegaskan bahwa pengelolaan sampah merupakan pelayanan publik yang bertujuan untuk mengendalikan sampah yang dihasilkan masyarakat melalui pemberdayaan masyarakat yang didukung oleh pelaksanaan kebijakan pengelolaan sampah. Terdapat 4 (empat) faktor yang mempengaruhi pelaksanaan kebijakan, seperti yang diungkapkan oleh Edward III (1980); yaitu komunikasi, sumberdaya, disposisi-disposisi atau sikap-sikap dan struktur birokrasi. Paradigma baru memandang sampah sebagai sumber daya yang memiliki nilai ekonomi seperti untuk energi, kompos, pupuk ataupun untuk bahan baku industri. Pengelolaan sampah dengan paradigma baru tersebut dapat dilakukan dengan kegiatan pengelolaan sampah yang menerapkan konsep 3R (reduce, reuse

4 dan recycle) dan pengelolaan sampah yang menerapkan konsep pemberdayaan masyarakat (empowerment). Pengelolaan sampah meliputi kegiatan pengurangan (reduce), penggunaan kembali (reuse), dan pendauran ulang (recycle), sedangkan pemberdayaan masyarakat (empowerment) berupa kegiatan pemilahan, pengumpulan, pengangkutan, pengolahan, dan pemrosesan akhir. Penelitian ini dapat dijadikan acuan untuk merumuskan pokok-pokok pikiran yang menjadi bahan dan dasar bagi penyusunan model kebijakan pengelolaan sampah perkotaan di Kota Bandung. Kajian akademis ini bertujuan untuk: 1. Mengkaji pelaksanaan kebijakan pengelolaan sampah di Kota Bandung. 2. Mengevaluasi faktor-faktor dominan yang mempengaruhi pelaksanaan kebijakan pengelolaan sampah di Kota Bandung. 3. Menetapkan prioritas dan strategi yang dibutuhkan dalam pelaksanaan kebijakan pengelolaan sampah di Kota Bandung 4. Merumuskan kebijakan pengelolaan sampah yang baru di Kota Bandung. Data sekunder yang dibutuhkan antara lain berkaitan dengan produkproduk peraturan berkaitan dengan kebijakan pengelolaan sampah yang berlaku di Kota Bandung sebagai acuan dalam pelaksanaan kebijakan yang berhubungan dengan pengelolaan sampah di Kota Bandung. Selain itu data sekunder lainnya dibutuhkan berkaitan dengan koordinasi dalam pelaksanaan kebijakan pengelolaan sampah, jumlah pegawai instansi berkaitan dengan persampahan, lokasi-lokasi TPA, alternatid-alternatif penanganan sampah, serta pendapat para pakar persampahan yang diperoleh dari hasil dokumentasi atau laporan-laporan yang dikumpulkan melalui studi pustaka dan informasi seperti PD Kebersihan, BPLHD Kota Bandung, Dinas Tata Kota, dan Dinas Pendapatan Daerah Kota Bandung. Data primer yang diperlukan terdiri dari pendapat/pandangan masyarakat tentang pelaksanaan kebijakan pengelolaan sampah yang dilakukan oleh pemerintah daerah melalui instansi-instansi terkait, serta pendapat/pandangan para pakar di bidang pengelolaan sampah dalam menemukan prioritas dalam pelaksanaan pengelolaan sampah. Selain itu wawancara dengan para pakar pengelolaan sampah baik dari institusi pemerintahan maupun institusi akademik dilakukan untuk memperoleh masukan dan arahan dalam pembahasan hasil analisis. Secara umum data primer dikumpulkan melalui wawancara dan kuesioner. Pengukuran variabel-variabel penelitian dilakukan berdasarkan penilaian persepsi pegawai PD Kebersihan dan Masyarakat Kota Bandung melalui 5 (lima) pilihan jawaban yang memiliki skor 1 sampai 5. Pada tahap analisis, data diolah dan diproses menjadi kelompokkelompok, diklasifikasikan, dikategorikan dan dimanfaatkan untuk memperoleh kebenaran sebagai jawaban dari masalah dalam hipotesis penelitian yang diajukan dalam penelitian. Analisis ini merupakan perpaduan antara Analitic Hierarchy Process (AHP) dan SWOT (Strength, Weakness, Oportunity, and Threat). Analisis SWOT menjadi suatu alat kekuatan untuk mencari dan menemukenali potensi dalam 2

5 kebijakan pengelolaan sampah sebagai kekuatan yang dimiliki. Hasil analisis ini dapat dijadikan sebagai landasan strategi untuk mencapai keberlangsungan pembangunan terutama dalam pengelolaan sampah di Kota Bandung dengan menggambarkan pengaruh, tindakan yang diperlukan, untuk mencapai keluaran yang diinginkan (Moughtin,1990). Pengelolaan sampah oleh masyarakat baik melalui komunitas dapat menjadi pemasukan bagi wilayahnya apabila dikelola dengan baik dan menambah lapangan pekerjaan. Sampah yang dihasilkan masyarakat jika sudah dapat dipisahkan berdasarkan jenisnya mulai dari awal, dapat dimanfaatkan kembali atau dijual untuk membiayai usaha pengelolaan sampah secara swadaya. Peranan swasta dalam upaya pengelolaan sampah adalah sebagai pendukung sistem (support system), seperti: 1) mempercepat proses transformasi/ peralihan dari dominasi pemerintah ke masyarakat; 2) sebagai Pengumpul material/barang yang masih dapat di daur ulang atau masih berguna. Peran pemerintah, apabila sistem pengelolaan sampah berbasis masyarakat ini berjalan, hanya memikirkan masalah pengelolaan TPA. Beban berat dari besarnya anggaran yang diharus ditanggung dapat dikurangi secara efisien. Beban mengelola sampah juga akan berkurang dengan drastis dengan hanya mengelola sampah. Sampah yang diangkut oleh pemerintah dari TPS ke TPA tentunya harus ditarik pungutan/retribusi yang akan digunakan untuk operasional. Sedangkan biaya rutin sampah per bulan akan menjadi hak dari pengelola masyarakat karena peran aktifnya mengatasi masalah pengelolaan sampah. Pelaksanaan kebijakan pengelolaan samapah dikota Bandung perlu ditingkatkan agar lebih baik sesuai dengan paradigma baru sebagaimana tertuang dalam UU No.18 Tahun 2008, serta memperhatikan faktor-faktor dominan apa (Disposisi,Sumberdaya,Komunikasi,Birokrasi) yang harus mendapat perhatian, serta prioritas kebijakan dalam hal mengurangi (reduce) sampah dari sumbernya. Langkah selanjutnya adalah merevisi dan atau menambah pasal dari peraturan daerah No.2 Tahun 1985 tentang PD kebersihan, peraturan daerah No.27 Tahun 2001 tentang pengelolaan kebersihan dan peraturan daerah No.11 Tahun 2005 tentang K.3. Operasionalisasi kebijakan perlu dilakukan pemberdayaan dengan melibatkan masyarakat dan dunia usaha, serta harus dilakukan langkah penegakan hukum (Law Enforcement) terhadap siapapun yang melanggar peraturan daerah. 3

6 ABSTRACT Dedi A. Barnadi, Analysis of Waste Management Policy Implementation Efforts to Improve the Environmental Quality in Bandung, under a team of supervisors with Supiandi Sabiham as chairman, Syaiful Anwar and Wonny A. Ridwan as members. Waste policies governing waste management intended to improve public health and environmental quality and make waste as a resource. Implementation of waste management policies, including the excellent category based on employee perceptions of PD Kebersihan Bandung, but less well on the public perception of Bandung. Factors that influence the implementation of waste management policy in the city of Bandung which is the dominant factor, especially in terms of disposition implementing cleaner understanding of waste management policy. Operation of waste management is derived from the household waste reduction and handling. Waste management was improved by applying the 3R concept of community empowerment as a new paradigm. Efforts made in improving waste management in Bandung in the form of strategies and implementation models of waste management policy with a new paradigm. Keywords: Model Policy Implementation, Waste Management, Urban Environment, 3R Concept and Community Empowerment ii

7 ABSTRAK Dedi A. Barnadi, Analisis Pelaksanaan Kebijakan Pengelolaan Sampah sebagai Upaya Meningkatkan Kualitas Lingkungan Hidup di Kota Bandung, di bawah bimbingan Supiandi Sabiham sebagai ketua, Syaiful Anwar dan Wonny A. Ridwan sebagai anggota. Kebijakan persampahan mengatur tentang pengelolaan sampah yang ditujukan untuk meningkatkan kesehatan masyarakat dan kualitas lingkungan serta menjadikan sampah sebagai sumber daya. Pelaksanaan kebijakan pengelolaan sampah termasuk pada kategori yang cukup baik berdasarkan persepsi pegawai PD. Kebersihan Bandung, namun kurang baik berdasarkan persepsi masyarakat Kota Bandung. Faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan kebijakan pengelolaan sampah di Kota Bandung yang dominan yaitu pada faktor disposisi terutama dalam hal pemahaman pelaksana petugas kebersihan tentang kebijakan pengelolaan sampah. Penyelenggaraan pengelolaan sampah yang bersumber dari rumah tangga yaitu pengurangan dan penanganan sampah. Pengelolaan sampah dengan paradigma baru menerapkan konsep 3R dan pemberdayaan masyarakat. Upaya yang dilakukan dalam meningkatkan pengelolaan sampah di Kota Bandung berupa strategi dan model pelaksanaan kebijakan pengelolaan sampah dengan paradigma baru. Kata Kunci: Model Pelaksanaan Kebijakan, Pengelolaan Sampah, Lingkungan Hidup Perkotaan, Konsep 3R dan Pemberdayaan Masyarakat i

8 Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, Tahun 2010 Hak cipta dilindungi 1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber : a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan bagi IPB 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian dan seluruhnya dalam bentuk apapun tanpa izin IPB vi

9 Judul Disertasi: Analisis Pelaksanaan Kebijakan Pengelolaan Sampah Sebagai Upaya Meningkatkan Kualitas Lingkungan Hidup di Kota Bandung Nama: Dedi A. Barnadi. NIM.: P Program Studi: Pengelolaan Sumberdaya Alam Dan Lingkungan. Menyetujui Komisi Pembimbing Prof. Dr. Ir. Supiandi Sabiham, M.Agr Ketua Dr. Ir. Syaiful Anwar, M.Sc., Anggota Dr. Wonny A. Ridwan, SE. M.M. Anggota Diketahui, Ketua Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Dekan Sekolah Pascasarjana Prof. Dr. Ir. Surjono Hadi Sutjahjo, MS. Prof. Dr. Khairil Anwar Notodiputro, MS. Tanggal Ujian: Tanggal Lulus: viii

10 ANALISIS PELAKSANAAN KEBIJAKAN PENGELOLAAN SAMPAH SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN KUALITAS LINGKUNGAN HIDUP DI KOTA BANDUNG Oleh: Dedi A. Barnadi P Disertasi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 vii

11 Penguji Luar Ujian Tertutup : 1. Prof. Dr. Ir. Surjono H. Sutjahjo. MS 2. Dr. Ir. Widiatmaka. DEA Penguji Luar Ujian Terbuka : 1. Dr. Ir. H. Kholil M.Com 2. Dr. Ir. Nonon Saribanon. M.Si

12 KATA PENGANTAR Atas rahmat dan ridho Allah SWT penulis dapat menyelesaikan penelitian Disertasi dengan judul mengenai Analisis Pelaksanaan Kebijakan Pengelolaan Sampah Sebagai Upaya Meningkatkan Kualitas Hidup Di Kota Bandung Untuk itu, penulis menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang tak terhingga kepada ; 1. Prof. Dr. Ir. Supiandi Sabiham, selaku Ketua Komisi Pembimbing yang telah banyak memberikan perhatian, tenaga dan waktu ditengah kesibukan yang luar biasa padatnya untuk mendiskusikan tahapan penulisan dengan memberi semangat secara terus menerus. 2. Dr. Ir. Syaiful Anwar, M.Sc., selaku anggota Komisi Pembimbing yang telah banyak memberikan perhatian, nasihat, waktu dan selalu memberi semangat. 3. Dr. Wonny A. Ridwan, M.M., selaku anggota Komisi Pembimbing yang telah banyak memberikan perhatian, nasihat dan waktu untuk berdiskusi dalam penulisan ini. 4. Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS., selaku dekan sekolah pasca sarjana institut pertanian bogor yang telah memberikan motivasi dan arahan selama mengikuti perkuliahan. 5. Prof. Dr. Ir. Marimin, MSc, selaku Sekretaris Program Doktor yang selalu memberi semangat dan dorongan dalam proses penulisan ini. 6. Prof. Dr. Surjono H. Sutjahjo, MS., selaku Ketua Program Studi Pengelolaan SDA dan Lingkungan, Sekolah Pascasarjana IPB yang telah memberikan masukan dan saran dari sisi akademik serta mengingatkan akan batas waktu studi. 7. Dr. Ir. Widiatmaka, DAA., selaku Sekretaris Eksekutif Program Studi Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Institut Pertanian Bogor. 8. Kepada semua pihak yang telah membantu memperlancar proses penulisan Penelitian Disertasi ini. ix

13 9. Kepada Pemerintah Kota Bandung yang telah memberi kesempatan untuk penelitian ini dan memberi masukan serta bahan-bahan yang diperlukan sehingga memperlancar proses penulisan disertasi ini. Akhirnya penulis mengharapkan mudah-mudahan bantuan dan dorongan yang telah diberikan oleh Bapak dan ibu tidak terputus hingga penelitian dan penyelesaian Disertasi ini dapat diselesaikan sebagaimana mestinya. Semoga Allah SWT membalas semua kebaikan Bapak dan ibu dengan berlipat ganda. Amin. Bogor, Maret 2010 Dedi A. Barnadi x

14 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 17 Maret 1955 di Banjar-Jawa Barat, sebagai anak kelima dari tujuh bersaudara. Ayah bernama Achmad Barnas Wangsadiredja (Alm) dan ibu Ota Saadah. Pada tahun 1988 penulis menikah dengan Sri Budihartini, SE dikaruniai empat orang anak yaitu Achmad Furqon, Achmad Budi, Siti Nadia dan Nabila Siti Salsabila. Penulis menyelesaikan pendidikan di SD Negeri Bandung lulus tahun 1967, SMP Negeri 2 Cimahi lulus tahun 1970, SMA Negeri 6 Bandung lulus tahun 1973, Fakultas Sospol (Administrasi Negara) Universitas Pajajaran Bandung lulus tahun 1980, Fakultas Hukum (Pidana) Universitas Islam Nusantara Bandung lulus tahun 1994, Program S2 (Ilmu Pemerintahan) Universitas Satyagama Jakarta lulus tahun Pada tahun 2005 penulis mengikuti program Doktor (S3) pada Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan di Institut Pertanian Bogor (IPB). Pada tahun 1982 penulis diangkat sebagai pegawai negeri sipil di Departemen Penerangan, tahun 1983 sampai dengan 1988 pegawai negeri sipil Departemen Dalam Negeri dan 1988 sampai dengan sekarang pegawai negeri sipil Pemerintah Kabupaten Bandung. xi

15 DAFTAR ISI Halaman HALAMAN PERNYATAAN... i ABSTRACT... ii RINGKASAN... iii HALAMAN HAK CIPTA... vi HALAMAN JUDUL... vii HALAMAN PENGESAHAN... viii KATA PENGANTAR... ix RIWAT HIDUP... xi DAFTAR ISI... xii DAFTAR GAMBAR... xiv DAFTAR TABEL... xv DAFTAR LAMPIRAN... xviii I. PENDAHULUAN Latar Belakang Kerangka Pemikiran Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Kebaruan Penelitian II. TINJAUAN PUSTAKA Kebijakan Pengelolaan Sampah Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pelaksanaan Kebijakan Komunikasi dalam Pelaksanaan Kebijakan Sumberdaya dalam Pelaksanaan Kebijakan Disposisi atau Sikap Pelaksana Kebijakan Struktur Birokrasi dalam Pelaksanaan Kebijakan xii

16 2.3 Keterkaitan Pengelolaan Sampah dengan Kualitas Lingkungan Hidup III. METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Tahapan Penelitian Jenis dan Sumber Data Jumlah Sampel Penelitian Metode Pengumpulan Data Metode Analisis Data IV. GAMBARAN UMUM KUALITAS LINGKUNGAN HIDUP DI KOTA BANDUNG Gambaran Umum Lokasi Penelitian Sampah di Kota Bandung Tingkat Kualitas Lingkungan Hidup Kota Bandung V. HASIL DAN PEMBAHASAN Kebijakan Pengelolaan Sampah di Kota Bandung Faktor Dominan yang Mempengaruhi Pelaksanaan Kebijakan Pengelolaan Sampah di Kota Bandung Strategi dan Model Meningkatkan Pelaksanaan Kebijakan Pengelolaan Sampah untuk Meningkatkan Pengelolaan Sampah di Kota Bandung Model Kebijakan Pengelolaan Sampah Perkotaan VI. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA xiii

17 DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Kerangka Pemikiran Pelaksanaan Kebijakan Pengelolaan Sampah di Kota Bandung Ilustrasi Solusi Empat Faktor Hasil Reduksi, Pengelompokkan dan Pengurutan Sumber: Hasil Kajian Kesesuaian dengan Penelitian yang Dilakukan (modifikasi Dillon, 1984) Model Hirarki AHP dan SWOT Ilustrasi Peta Lokasi Kota Bandung Sistem Operasional Pelayanan Kebersihan Program Pengelolaan Sampah di Kota Bandung Operasional Pengelolaan Kebersihan Kota Bandung Sistem Pengelolaan Konvensional yang dilakukan oleh PD Kebersihan Struktur Hirarki Analitik Strength Penyusunan Prioritas Pengelolaan Sampah di Kota Bandung Struktur Hirarki Analitik Weakness Penyusunan Prioritas Pengelolaan Sampah di Kota Bandung Struktur Hirarki Analitik Opportunities Penyusunan Prioritas Pengelolaan Sampah di Kota Bandung Struktur Hirarki Analitik Threats Penyusunan Prioritas Pengelolaan Sampah di Kota Bandung Konsep Pelaksanaan Kebijakan Pengelolaan Sampah di Kota Bandung Sistem Modifikasi Pengelolaan Sampah Pola Operasional Kebijakan Pengelolaan Sampah di Kota Bandung xiv

18 DAFTAR TABEL Halaman 1. Perincian Penyebaran Kuesioner Penelitian Kepada Pegawai Perincian Penyebaran Kuesioner Penelitian Kepada Masyarakat Kerangka Analisis SWOT Timbulan Sampah di Kota Bandung Perkiraan Produksi Sampah Domestik Di Kota Bandung Tahun 2008 dan Hasil Pemantauan Kualitas Sungai Kejelasan Informasi yang Diterima mengenai Kebijakan Pengelolaan Sampah Penguasaan Pegawai dalam Pengetahuan mengenai Masalah Pengelolaan Sampah di Kota Bandung Kecepatan Pesan yang Diterima dalam Menginformasikan Perkembangan berkaitan dengan Kebijakan Pegelolaan Sampah yang Ditetapkan oleh Pemerintah Frekwensi Penyampaian Informasi Pemerintah Berkaitan dengan Perkembangan Pengelolaan Sampah Ketepatan dan Kesesuaian Pelaksanaan Kebijakan Pengelolaan Sampah yang Diterapkan oleh Pemerintah Penyelesaian Masalah dengan Adanya Informasi yang Diberikan Pemerintah Berkaitan dengan Kebijakan Pengelolaan Sampah Perolehan Sumber Daya Informasi yang Dibutuhkan Pelaksanaan Berkaitan dengan Kebijakan Pengelolaan Sampah Kegunaan Sarana dan Prasarana Bantuan Pemerintah berupa Peralatan Sumber Daya Manusia atau Tenaga Pelaksana mengenai Kebijakan Pengelolaan Sampah Pemahaman Pelaksana Petugas Kebersihan tentang Kebijakan Pengelolaan Sampah...77 xv

19 17. Kesesuaian Pengetahuan Petugas Pelaksana dengan Kebutuhan Masyarakat Berkaitan dengan Masalah Kebijakan Pengelolaan Sampah Penerapan dalam Pelaksanaan tentang Kebijakan Pengelolaan Sampah Kejujuran Aparat Pemerintah dalam Menjalankan Tugas Pengelolaan Sampah pada Umumnya Komitmen Aparat Pemerintah dalam Menjalankan Tugas Pengelolaan Sampah pada Umumnya Sikap Aparat Pemerintah dalam Prioritas Menjalankan Tugas Pengelolaan Sampah pada Umumnya Kejelasan Pembagian Tugas Aparat Pemerintah dalam hal Menjalankan Tugas Pengelolaan Sampah Tanggungjawab Aparat Pemerintah dalam Menjalankan Tugas Pengelolaan Sampah pada Umumnya Kejelasan Wewenang Aparat Pemerintah dalam Menjalankan Tugas Pengelolaan Sampah pada Umumnya Kejelasan Koordinasi yang Dilakukan Aparat Pemerintah dalam Menjalankan Tugas Pengelolaan Sampah pada Umumnya Pengujian Kecukupan Data dalam menggunakan Analisis Hasil Perhitungan Total Variance Explained Hasil Akhir Analisis Faktor Variabel Komunikasi, Sumberdaya, Disposisi Dan Birokrasi Berdasarkan Penilaian Pegawai dan Penilaian Masyarakat Susunan Urutan Faktor Dominan Hubungan Antara Variabel Laten dengan Variabel Manifes Berdasarkan Penilaian Pegawai dan Penilaian Masyarakat Bobot Faktor terhadap Goal Bobot Kriteria terhadap Faktor Bobot Sub-Kriteria terhadap Kriteria xvi

20 34. Faktor Internal dan Faktor Eksternal Pelaksanaan Kebijakan Pengelolaan Sampah di Kota Bandung Matriks Strategi Pelaksanaan Kebijakan xvii

21 DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Kuesioner Analisis Faktor Kuesioner AHP Pedoman Wawancara Data Hasil Penelitian Responden Pegawai Data Hasil Penelitian Responden Masyarakat Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Responden Pegawai Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Responden Masyarakat Data Tingkat Pelaksanaan Kebijakan Pengelolaan Sampah Hasil Analisis Faktor Responden Pegawai Hasil Analisis Faktor Responden Masyarakat xviii

22 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertambahan jumlah penduduk, perubahan pola konsumsi masyarakat, peningkatan konsumsi masyarakat dan aktivitas kehidupan masyarakat di perkotaan, menimbulkan bertambahnya volume dan jenis sampah, serta karakteristik sampah yang semakin beragam. Sampah yang ditimbulkan dari aktivitas dan konsumsi masyarakat perkotaan ini, telah menjadi permasalahan lingkungan yang harus ditangani oleh setiap pemerintah kota dengan dukungan partisipasi aktif dari masyarakat perkotaan itu sendiri. Permasalahan sampah perkotaan ini dialami pula oleh Pemerintah Kota Bandung sebagai Ibu Kota Provinsi Jawa Barat. Kota Bandung yang dahulunya dikenal dengan Parijs van Java dengan lingkungannya yang asri sehingga pernah dijuluki sebagai Kota Kembang, namun karena menghadapi permasalahan sampah perkotaan maka dikhawatirkan status yang sudah baik ini menjadi hilang karna menumpuknya sampah diberbagai tempat yang antara lain disebabkan oleh terbatasnya daya tampung tempat pembuangan akhir(tpa). Pada tingkat perkembangan kehidupan masyarakat di masa lampau, pengelolaan sampah bertumpu pada pendekatan akhir, dengan membuang sampah yang dihasilkan proses produksi dan konsumsi secara langsung ke tempat pembuangan akhir sampah (Djajadiningrat, 2001). Berdasarkan data dari PD Kebersihan Kota Bandung Tahun 2009, volume timbulan sampah sebagai indikasi kualitas lingkungan hidup di Kota Bandung periode Tahun , setiap tahunnya menghasilkan rata-rata sebesar m 3, dengan rata-rata pertambahan sebesar 17,29%/tahun atau sebesar m 3 /tahun, namun demikian volume sampah yang bisa diolah baru sekitar 10%. Data dari PD Kebersihan ini memperlihatkan pula bahwa setiap penduduk berpotensi menghasilkan sampah sekitar 3 liter per hari, sehingga dengan jumlah penduduk Kota Bandung sekitar 2,5 juta jiwa, beban sampah dapat mencapai

23 2 sekitar m 3 /hari. Beban kualitas lingkungan hidup berupa sampah ini memiliki konstribusi terbesar utama berasal dari rumah tangga yaitu sekitar 66% atau m 3. Kemudian sektor industri merupakan penghasil sampah yang memiliki konstribusi terbesar kedua dengan produksi sampah sekitar 798,50 m 3 /hari atau hampir 11%, dan sisanya sekitar 23% berasal dari pasar, sektor komersial, jalan, non komersial, serta sampah saluran. Pengelolaan sampah di Kota Bandung selama ini mengacu pada Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 02 Tahun 1985 yang memberikan kewenangan kepada Perusahaan Daerah untuk mengelola sampah. Artinya pengelolaan sampah di Kota Bandung lebih diarahkan kepada peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Peran masyarakat didalam menangani sampah di Kota Bandung diposisikan hanya sebagai objek sumber pendapatan. Sampah yang berasal dari rumah tangga dikelola oleh lembaga kewilayahan tingkat RW, kemudian dibawa ke Tempat Pembuangan Sementara (TPS) yang dikelola oleh Perusahaan Daerah. Saat ini kebijakan pengelolaan sampah perkotaan yang diterapkan Pemerintah Kota Bandung selain dikelola oleh PD Kebersihan, juga mengacu pada Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 27 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kebersihan dan Peraturan Daerah Nomor 11 Tahun 2005 tentang Penyelenggaraan Ketertiban, Kebersihan, dan Keindahan, di Kota Bandung yang meminta peran serta masyarakat untuk ikut serta berpartisipasi dalam pengelolaan sampah. Dari dua peraturan daerah yang ada, terlihat adanya kontradiktif. Lahirnya Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah merupakan suatu tonggak baru bagi kebijakan pengelolaan sampah perkotaan di Kota Bandung yang mengarahkan kebijakan pengelolaan sampah perkotaan pada konsep zero waste dengan menekankan pentingnya peran masyarakat dalam pengelolaan sampah. Pemerintah Daerah Kota Bandung dituntut untuk memformulasikan kebijakan pengelolaan sampah perkotaan dalam mengatasi permasalahan sampah khususnya sampah yang berasal dari rumah tangga dengan memberikan konstribusi terbesar (66%) penghasil sampah di Kota Bandung (PD Kebersihan,

24 3 2009). Hal itu diperlukan agar pengelolaan sampah rumah tangga dapat terintegrasi antar seluruh kelembagaan terkait dan menjadi instrumen penting dalam menerapkan kebijakan pengelolaan sampah perkotaan. Pengelolaan sampah di kota, tidak terlepas dari kebijakan publik yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah. Secara umum menurut Edward III (1980) kebijakan publik dipengaruhi 4 (empat) aspek penting dalam pelaksanaan suatu kebijakan yaitu 1) Komunikasi, 2) Sumberdaya, 3) Disposisi, dan 4) Birokrasi. Upaya pelaksanaan kebijakan pengelolaan sampah perkotaan pada aspek komunikasi yang dilakukan Pemerintah Kota Bandung lebih banyak dilakukan dalam hal komunikasi internal antar instansi pemerintah terkait dengan pengelolaan sampah. Komunikasi eksternal kepada masyarakat hanya sekedar pada himbauan berupa pemasangan billboard di tempat-tempat tertentu seperti Buanglah Sampah pada Tempatnya, Dilarang Membuang Sampah Sembarangan, Jagalah Kebersihan, dan Jangan Membuang Sampah ke Sungai. Pemerintah Kota Bandung tidak memiliki program khusus yang secara intensif menangani kegiatan sosialisasi kebijakan pengelolaan sampah perkotaan berupa pengelolaan sampah. Pada aspek sumberdaya, khususnya dalam hal sumber pendanaan, Pemerintah Kota Bandung menerapkan retribusi sampah sebagai salah satu sumber PAD (Pendapatan Asli Daerah) dan sumber pendanaan dalam penyelenggaraan pelayanan pengelolaan sampah. Fenomena yang terjadi berkaitan dengan pendanaan ini yaitu adanya 2 (dua) kali pungutan sampah yang harus dibayar oleh masyarakat. Pertama, pungutan berupa iuran sampah bulanan yang dikelola oleh RW setempat dalam pengelolaan sampah berupa kegiatan pengumpulan sampah dari rumah penduduk ke TPS. Sedangkan yang kedua pungutan berupa retribusi sampah (pada saat pembayaran listrik PLN) yang dipungut oleh PD Kebersihan dalam pengelolaan sampah berupa kegiatan pengangkutan sampah dari TPS ke TPA. Pada aspek disposisi, Pemerintah Kota Bandung dituntut memiliki kesepakatan di kalangan pelaksana untuk menerapkan kebijakan pengelolaan sampah perkotaan, namun pada kenyataannya Pemerintah Kota Bandung memiliki

25 4 peraturan daerah yang kontradiksi antara Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 02 Tahun 1985 yang memberikan kewenangan kepada Perusahaan Daerah untuk mengelola sampah di Kota Bandung, dengan Peraturan Daerah Nomor 27 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kebersihan di Kota Bandung dan Peraturan Daerah Nomor 11 Tahun 2005 tentang Penyelenggaraan Ketertiban, Kebersihan, dan Keindahan; yang mengamanatkan peran serta masyarakat dalam pengelolaan sampah. Sedangkan pada aspek birokrasi, Pemerintah Kota Bandung menempatkan PD Kebersihan sebagai Badan Usaha Milik Daerah yang melakukan pengelolaan sampah di Kota Bandung. Namun pengelolaan sampah perkotaan yang dilakukan PD Kebersihan hanya difokuskan pada pengelolaan sampah dalam hal pengangkutan sampah dari TPS ke TPA. Peraturan Daerah Pengelolaan Sampah di Kota Bandung belum mengacu pada Pasal 5 dan Pasal 6 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah yang mengamanatkan kepada Pemerintah untuk menumbuhkembangkan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah. Hal itu membawa konsekuensi hukum bahwa pemerintah merupakan pihak yang berwenang dan bertanggung jawab di bidang pengelolaan sampah meskipun secara operasional pengelolaannya dapat bermitra dengan badan usaha. Selain itu organisasi pengelola sampah, dan kelompok masyarakat yang bergerak di bidang persampahan dapat juga diikut sertakan dalam kegiatan pengelolaan sampah. Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka penulis melakukan penelitian dengan judul: Analisis Pelaksanaan Kebijakan Pengelolaan Sampah sebagai Upaya Meningkatkan Kualitas Lingkungan Hidup di Kota Bandung 1.2 Kerangka Pemikiran Kebijakan pengelolaan sampah di Kota Bandung ditujukan untuk meningkatkan kesehatan masyarakat dan kualitas lingkungan hidup serta menjadikan sampah sebagai sumber daya. Pengertian kualitas lingkungan hidup

26 5 dalam kajian ini terkait dengan bebasnya lingkungan hidup dari timbunan sampah, bau akibat sampah dan turunan dari adanya timbunan sampah seperti penyakit disentri, kolera, tipus, dan penyakit lainnya. Sampah merupakan material sisa yang tidak diinginkan setelah berakhirnya suatu proses produksi/konsumsi, namun dalam proses alami, tidak dikenal istilah sampah. Proses-proses alam terkait satu sama lain dalam suatu siklus, di mana output dari satu proses menjadi input dari proses lain. Sampah adalah bahan yang tidak mempunyai nilai atau tidak berharga untuk maksud biasa atau utama dalam pembikinan atau pemakaian barang yang rusak atau bercacat dalam pembikinan manufaktur atau materi berkelebihan atau ditolak atau buangan. Pengelolaan sampah yang selama ini berlangsung bertumpu pada wawasan bahwa sampah bukan sumberdaya dan mengandalkan diri pada pendekatan membuang sampah di lokasi tempat pembuangan akhir sampah. Semua sampah yang dihasilkan dari kehidupan sehari-hari masyarakat dibuang ke tempat penimbunan akhir sampah yang pada akhirnya memberikan tekanan yang sangat berat terhadap tempat penimbunan akhir sampah, karena memerlukan jangka waktu panjang agar sampah dapat diurai oleh proses alam. Dalam jangka waktu proses penguraian oleh alam, sampah harus tetap dikelola yang berarti diperlukan dana, tenaga, waktu dan ruang untuk mengelolanya. Oleh karena itu, pengelolaan sampah perlu dirumuskan dan dirancang ke dalam suatu sistem dan mekanisme dalam bentuk kebijakan pengelolaan sampah. Pengelolaan sampah dengan paradigma baru bertujuan mengurangi volume sampah yang dibuang ke tempat pembuangan akhir sampah melalui upaya pengembangan memperlakukan sampah dengan cara mengurangi, menggunakankembali dan mendaur-ulang. Pengelolaan sampah dengan paradigma baru juga menegaskan bahwa pengelolaan sampah merupakan pelayanan publik yang bertujuan untuk mengendalikan sampah yang dihasilkan masyarakat melalui pemberdayaan masyarakat yang didukung oleh pelaksanaan kebijakan pengelolaan sampah.

27 6 Lahirnya undang-undang tentang pengelolaan sampah merupakan suatu tonggak baru bagi pengelolaan sampah khususnya di Kota Bandung. Pengelolaan sampah di Kota Bandung diselenggarakan berdasarkan asas tanggung jawab, asas berkelanjutan, asas manfaat, asas keadilan, asas kesadaran, asas kebersamaan, asas keselamatan, asas keamanan, dan asas nilai ekonomi. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah yang mengatur mengenai penyelenggaraan pengelolaan sampah, pada Bab IV Pasal 19 menetapkan bahwa pengelolaan sampah rumah tangga dan sejenis sampah rumah tangga seperti plastik, sayuran dan buah-buahan dari sampah pasar, terdiri atas; 1) Pengurangan sampah, dan 2) Penanganan sampah. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah pada Bab IV Pasal 20 ayat (1) menyatakan bahwa kegiatan pengurangan sampah merupakan kegiatan-kegiatan yang dilakukan untuk mengurangi sampah, yang meliputi kegiatan; 1) pembatasan timbulan sampah, 2) pendauran ulang sampah, dan/atau 3) pemanfaatan kembali sampah. Pada ayat (2) undang-undang ini dijelaskan pula bahwa dalam pengurangan sampah, pemerintah pusat dan pemerintah daerah wajib melakukan kegiatan berupa; 1) menetapkan target pengurangan sampah secara bertahap dalam jangka waktu tertentu, 2) memfasilitasi penerapan teknologi yang ramah lingkungan, 3) memfasilitasi penerapan label produk yang ramah lingkungan, 4) memfasilitasi kegiatan mengguna ulang dan mendaur ulang, dan 5) memfasilitasi pemasaran produkproduk daur ulang. Upaya pelaksanaan kegiatan pengurangan sampah mengharuskan pelaku usaha menggunakan bahan produksi yang menimbulkan sampah sesedikit mungkin, dapat diguna ulang, dapat didaur ulang, dan/atau mudah diurai oleh proses alam. Begitu pula dengan masyarakat, diharuskan menggunakan bahan yang dapat diguna ulang, didaur ulang, dan/atau mudah diurai oleh proses alam. Kebijakan pemerintah dalam pengelolaan sampah ini khususnya mengenai pengurangan sampah, pada Bab IV Pasal 21 tercakup mengenai pemberian insentif oleh pemerintah bagi setiap orang yang melakukan pengurangan sampah,

28 7 dan bagi setiap orang yang tidak melakukan pengurangan sampah akan diberikan disinsentif oleh pemerintah. Kegiatan penanganan sampah ditunjukkan pada Bab IV Pasal 22 yang merupakan kegiatan-kegiatan yang dilakukan untuk menangani sampah, meliputi kegiatan 1) Pemilahan dalam bentuk pengelompokan dan pemisahan sampah sesuai dengan jenis, jumlah, dan/atau sifat sampah, 2) Pengumpulan dalam bentuk pengambilan dan pemindahan sampah dari sumber sampah ke tempat penampungan sementara atau tempat pengolahan sampah terpadu, 3) Pengangkutan dalam bentuk membawa sampah dari sumber dan/atau dari tempat penampungan sampah sementara atau dari tempat pengolahan sampah terpadu menuju ke tempat pemrosesan akhir, 4) Pengolahan dalam bentuk mengubah karakteristik, komposisi, dan jumlah sampah, dan/atau, 5) Pemrosesan akhir sampah dalam bentuk pengembalian sampah dan/atau residu hasil pengolahan sebelumnya ke media lingkungan secara aman. Berkaitan dengan pelaksanaan kebijakan, Webster (1990) dalam Wahab (2000) mengemukakan: Implementasi kebijakan adalah suatu proses melaksanakan keputusan kebijakan biasanya dalam bentuk Undang-undang, Peraturan Pemerintah, Keputusan Peradilan, Perintah Eksekutif atau Dekrit Presiden. Selanjutnya Mazmanian dan Sabatier (1983) dalam Wahab (2000) mengemukakan: Implementasi kebijakan adalah kejadian-kejadian dan kegiatankegiatan yang timbul sesudah disahkannya pedoman-pedoman kebijaksanaan negara, yang mencakup baik usaha-usaha untuk mengadministrasikannya maupun untuk menimbulkan akibat/dampak nyata pada masyarakat atau kejadiankejadian. Jadi yang perlu dalam pelaksanaan kebijakan merupakan bentuk tindakantindakan yang sah atau implementasi suatu rencana dengan peruntukannya. Terdapat 4 (empat) faktor yang mempengaruhi pelaksanaan kebijakan, seperti yang diungkapkan oleh Edward III (1980); yaitu komunikasi, sumberdaya, disposisi-disposisi atau sikap-sikap dan struktur birokrasi. Selain itu agar kebijakan yang dikeluarkan dapat dilaksanakan dengan efektif, menurut Jones

29 8 (1996) terdapat 3 (tiga) aktivitas utama yang merupakan dimensi dari pelaksanaan program atau keputusan yaitu: 1. Pengorganisasian, penyesuaian dan penataan kembali sumberdaya, unit-unit serta metode untuk menjadikan program berjalan. 2. Penafsiran (interpretasi) program menjadi rencana, pengarahan yang tepat dan dapat diterima serta dilaksanakan oleh para pelaksana kebijakan. Dalam hal ini diperlukan informasi proses kebijakan, standarisasi yang jelas, serta tingkat dukungan. 3. Penerapan (aplikasi) pelayanan, pembayaran atau lainnya yang disesuaikan dengan tujuan atau perlengkapan program. Penelitian mengenai Penanganan Sampah Perkotaan Terpadu yang dilakukan oleh Wibowo dan Djajawinata (2007), menunjukan bahwa beberapa kegiatan perlu dilakukan untuk mengatasi tingginya pertambahan penduduk dan arus urbanisasi ke perkotaan yang menyebabkan semakin tingginya volume sampah, ditambah keterbatasan lahan untuk Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah, pengangkutan sampah ke TPA yang terkendala karena jumlah kendaraan yang tidak mencukupi dan kondisi peralatan yang telah tua serta pengelolaan TPA yang tidak sesuai dengan kaidah-kaidah yang ramah lingkungan. Paradigma baru memandang sampah sebagai sumber daya yang memiliki nilai ekonomi seperti untuk energi, kompos, pupuk ataupun untuk bahan baku industri. Pengelolaan sampah dengan paradigma baru tersebut dapat dilakukan dengan kegiatan pengelolaan sampah yang menerapkan konsep 3R (reduce, reuse dan recycle) dan pengelolaan sampah yang menerapkan konsep pemberdayaan masyarakat (empowerment). Pengelolaan sampah meliputi kegiatan pengurangan (reduce), penggunaan kembali (reuse), dan pendauran ulang (recycle), sedangkan pemberdayaan masyarakat (empowerment) berupa kegiatan pemilahan, pengumpulan, pengangkutan, pengolahan, dan pemrosesan akhir. Berdasarkan pemikiran yang telah dikemukakan, kerangka pemikiran untuk penelitian ini digambarkan seperti terlihat pada Gambar 1.

30 9 Masalah Pengelolaan Sampah Perkotaan KEBIJAKAN (Tujuan dan Sasaran) PELAKSANAAN KEBIJAKAN PENGELOLAAN SAMPAH SAAT INI Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pelaksanaan Kebijakan Komunikasi Sumberdaya Disposisi Birokrasi Pengkomunikasian Pelaksanaan Pemanfaatan Sampah Sikap Para Pelaksana Kelembagaan Persampahan Paradigma Baru Pengelolaan Sampah Perkotaan Pelaksanaan Kebijakan Pengelolaan sampah yang Baru Umpan balik Gambar 1 PENINGKATAN KUALITAS LINGKUNGAN HIDUP KOTA BANDUNG Kerangka Pemikiran Pelaksanaan Kebijakan Pengelolaan Sampah di Kota Bandung 1.3 Perumusan Masalah Berdasarkan kerangka pemikiran dan latar belakang dapat dirumuskan permasalahan penelitian sebagai berikut:

31 10 1. Pelaksanaan kebijakan pengelolaan sampah yang dilakukan di Kota Bandung belum terlaksana dengan baik. 2. Terdapat faktor-faktor dominan yang mempengaruhi pelaksanaan kebijakan pengelolaan sampah di Kota Bandung. 3. Prioritas dan strategi yang dibutuhkan dalam pelaksanaan kebijakan pengelolaan sampah di Kota Bandung belum ada. 4. Kebijakan pengelolaan sampah yang dapat dijadikan acuan dalam melaksanakan pengelolaan sampah di Kota Bandung belum ada. 1.4 Tujuan Penelitian Penelitian ini dapat dijadikan acuan untuk merumuskan pokok-pokok pikiran yang menjadi bahan dan dasar bagi penyusunan model kebijakan pengelolaan sampah perkotaan di Kota Bandung. Kajian akademis ini bertujuan untuk: 1. Mengkaji pelaksanaan kebijakan pengelolaan sampah di Kota Bandung. 2. Mengevaluasi faktor-faktor dominan yang mempengaruhi pelaksanaan kebijakan pengelolaan sampah di Kota Bandung. 3. Menetapkan prioritas dan strategi yang dibutuhkan dalam pelaksanaan kebijakan pengelolaan sampah di Kota Bandung 4. Merumuskan kebijakan pengelolaan sampah yang baru di Kota Bandung. 1.5 Manfaat Penelitian Manfaat dari hasil penelitian yang dilakukan ini adalah: 1. Manfaat Praktis, yaitu memberikan masukan kepada Pemerintah Daerah khususnya Pemerintah Kota Bandung, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Bandung, dan masyarakat Kota Bandung mengenai pengelolaan sampah yang lebih efektif, efisien dan ramah lingkungan. 2. Manfaat Teoritis, yaitu diharapkan dapat dijadikan referensi dan bahan rujukan dalam penelitian lain yang melakukan pengkajian terhadap kebijakan pengelolaan sampah, dan kegiatan pengelolaan sampah di wilayah perkotaan.

32 Kebaruan Penelitian Berdasarkan beberapa hasil kajian terhadap penelitian terdahulu, novelty dari disertasi ini adalah menetapkan faktor dominan yang menentukan pelaksanaan kebijakan pengelolaan sampah perkotaan dilihat dari konsep Edward III (1980) dan paradigma baru kebijakan pengelolaan sampah di Kota Bandung.

33 12 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kebijakan Pengelolaan Sampah Dunn (1999) mengartikan kebijakan publik sebagai arahan otoritatif bagi penyelenggaraan tindakan pemerintah dalam wilayah negara, kabupaten dan kota yang dikukuhkan oleh legislatif, aturan main adminstrasi, dukungan publik yang mempunyai pengaruh terhadap warga masyarakat dalam suatu wilayah pemerintahan. Hoogerwerf (1978) berpendapat bahwa kebijakan merupakan usaha mencapai tujuan-tujuan tertentu dengan sarana tertentu dan dalam urutan waktu yang tertentu, sedangkan kebijakan pemerintah merupakan kebijakan yang dibuat oleh pejabat pemerintah dan instansi pemerintah. Kebijakan pemerintah secara umum dapat diartikan sebagai ketentuanketentuan yang dijadikan pedoman, pegangan atau petunjuk bagi setiap usaha dari aparatur pemerintah, sehingga tercapai kelancaran dan keterpaduan dalam mencapai tujuan tertentu dan golongan ke dalam ruangan lingkup nasional dan lingkup wilayah/daerah. Gladden (1968) yang dikutip Badri (1982) menyatakan bahwa dilihat dari tingkatannya kebijakan pemerintah dapat dibedakan menjadi political policy, executive policy, administrative policy, technical or operational policy. Siagian (1985) berpendapat bahwa tingkatan kebijakan pemerintah terdiri dari 3 (tiga) tingkatan kebijakan, yaitu 1. Kebijakan Umum, yang sifatnya mendasar dan prinsipil; 2. Kebijakan Pelaksanaan, yang kadang-kadang juga dikenal dengan istilah kebijakan operasional; dan 3. Kebijakan Tehnis. Suradinata (1993) membagi kebijakan menjadi 5 (lima) tingkat kebijakan pemerintah, yaitu: 1) Kebijakan Nasional; 2) Kebijakan Umum; 3) Kebijakan Pelaksanaan; 4) Kebijakan Teknis; dan 5) Kebijakan Wilayah atau daerah. Mustopadidjaja (1999) membedakan level kebijakan pemerintah di Indonesia kedalam:

34 13 1. Tahap Kebijakan puncak, bentuknya berupa ketetapan MPR sebagai Garis- Garis Besar Haluan Negara, dekrit Kepala Negara, Peraturan Kepala negara. 2. Tahap Kebijakan umum, bentuknya berupa Undang-Undang, peraturan pemerintah pengganti Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Penetapan Presiden, Keputusan Presiden dan Instruksi Presiden. 3. Tahap Kebijakan khusus, bentuknya berupa Peraturan Menteri, Keputusan Menteri, Instruksi menteri dan surat edaran Menteri. 4. Tahap Kebijakan tehnis, bentuknya berupa Peraturan Direktur Jenderal, Keputusan Direktur Jenderal dan Instruksi Jenderal. 5. Tahap Kebijakan kewilayahan Dati I (Provinsi) bentuknya berupa Peraturan daerah Provinsi dan Keputusan Gubernur serta Instruksi Gubernur. 6. Tahap Kebijakan kewilayahan Dati II (Kabupaten/Kota) bentuknya berupa Peraturan daerah Kabupaten/Kota dan Keputusan Bupati/Walikota serta Instruksi Bupati/Walikota. Kebijakan publik ini merupakan seperangkat aturan yang mengatur kepentingan publik dan pemerintahan untuk maksud dan tujuan yang saling menguntungkan atau demi ketertiban bersama. Untuk dapat mencapai maksud seperti ini maka proses pembuatan kebijakan harus mengaju pada masalahmasalah riil yang perlu diselesaikan dengan berbagai pengetahuan dan disiplin ilmu yang relevan dengan permasalahan yang dimaksud. Permasalahanpermasalahan berkaitan dengan persampahan yang ada di masyarakat perlu dianalisis dan diseleksi menurut prioritas tertentu sehingga dapat diupayakan proses penerapannya oleh lembaga yang berwenang yang melahirkan kebijakan publik. Oleh karena itu permasalahan persampahan yang beranekaragam mulai dari jenis, bobotnya dan urgensinya maka dalam proses pembuatan kebijakan pengelolaan sampah diperlukan berbagai macam disiplin ilmu dan kualitas dari para aktor pembuat kebijakan yang menguasai permasalahan pengelolaan sampah untuk dicarikan solusinya dengan tepat. Upaya mengatasi permasalahan sampah, pemerintah telah menetapkan kebijakan pengelolaan sampah yang tertuang dalam betuk peraturan perundangundangan tentang pengelolaan sampah dengan menetapkan Undang-Undang Nomor Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah. Pasal 1 Undangundang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah ini, menjelaskan bahwa:

35 14 Sampah adalah sisa kegiatan sehari-hari manusia dan/atau proses alam yang berbentuk padat. Sampah spesifik adalah sampah yang karena sifat, konsentrasi, dan/atau volumenya memerlukan pengelolaan khusus. Sumber sampah adalah asal timbulan sampah. Penghasil sampah adalah setiap orang dan/atau akibat proses alam yang menghasilkan timbulan sampah. Pengelolaan sampah adalah kegiatan yang sistematis, menyeluruh, dan berkesinambungan yang meliputi pengurangan dan penanganan sampah. Tempat penampungan sementara adalah tempat sebelum sampah diangkut ke tempat pendauran ulang, pengolahan, dan/atau tempat pengolahan sampah terpadu. Tempat pengolahan sampah terpadu adalah tempat dilaksanakannya kegiatan pengumpulan, pemilahan, penggunaan ulang, pendauran ulang, pengolahan, dan pemrosesan akhir sampah. Tempat pemrosesan akhir adalah tempat untuk memroses dan mengembalikan sampah ke media lingkungan secara aman bagi manusia dan lingkungan. Nilandari (2006) mengemukakan bahwa berdasarkan asalnya, sampah padat dapat digolongkan menjadi 2 (dua), yaitu sampah organik dan sampah anorganik. Sampah organik terdiri dari bahan-bahan penyusun tumbuhan dan hewan yang diambil dari alam atau dihasilkan dari kegiatan pertanian, perikanan atau yang lain. Sampah ini dengan mudah diuraikan dalam proses alami. Sampah rumah tangga sebagian besar merupakan bahan organik. Termasuk sampah organik, misalnya sampah dari dapur, sisa tepung, sayuran, kulit buah, dan daun. Sedangkan sampah anorganik berasal dari sumberdaya alam tak terbarui seperti mineral dan minyak bumi, atau dari proses industri. Beberapa dari bahan ini tidak terdapat di alam seperti plastik dan aluminium. Sebagian zat anorganik secara keseluruhan tidak dapat diuraikan oleh alam, sedang sebagian lainnya hanya dapat diuraikan dalam waktu yang sangat lama. Sampah jenis ini pada tingkat rumah tangga, misalnya berupa botol, botol plastik, tas plastik, dan kaleng. Kertas, koran, dan karton merupakan perkecualian. Berdasarkan asalnya, kertas, koran, dan karton termasuk sampah organik. Tetapi karena kertas, koran, dan karton dapat didaur ulang seperti sampah anorganik lain (misalnya gelas, kaleng, dan plastik), maka jenis sampah ini dimasukkan ke dalam kelompok sampah anorganik. Sampah yang diproduksi di kehidupan liar diintegrasikan melalui proses daur ulang alami, seperti halnya daun-daun kering di hutan yang terurai menjadi tanah. Diluar kehidupan liar, sampah-sampah ini dapat menjadi masalah, misalnya

36 15 daun-daun kering di lingkungan pemukiman. Sampah manusia (Inggris: human waste) adalah istilah yang biasa digunakan terhadap hasil-hasil pencernaan manusia, seperti feses dan urin. Sampah manusia dapat menjadi bahaya serius bagi kesehatan karena dapat digunakan sebagai vektor (sarana perkembangan) penyakit yang disebabkan virus dan bakteri. Salah satu perkembangan utama pada dialektika manusia adalah pengurangan penularan penyakit melalui sampah manusia dengan cara hidup yang higienis dan sanitasi. Termasuk di dalamnya adalah perkembangan teori penyaluran pipa (plumbing). Sampah manusia dapat dikurangi dan dipakai ulang misalnya melalui sistem urinoir tanpa air. Sampah konsumsi merupakan sampah yang dihasilkan oleh (manusia) pengguna barang, dengan kata lain sampah merupakan sisa konsumsi yang dibuang ke tempat sampah. Ini merupakan sampah yang umum dipikirkan manusia. Meskipun demikian, jumlah sampah kategori ini relatif lebih kecil dibandingkan sampahsampah yang dihasilkan dari proses pertambangan dan industri (Wikipedia, 2009) Pengelolaan sampah yang dilakukan pemerintah umumnya masih menggunakan pendekatan end of pipe solution (Aditya, 2008). Pendekatan ini menitikberatkan pada pengelolaan sampah ketika sampah tersebut telah dihasilkan, yaitu berupa kegiatan pengumpulan, pengangkutan, dan pembuangan sampah ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah. Seyogyanya pengelolaan sampah perlu dirumuskan dan dirancang ke dalam suatu sistem dan mekanisme dalam bentuk peraturan/kebijakan pengelolaan sampah. Kebijakan pengelolaan sampah diberlakukan dengan pertimbangan bahwa; 1) pertambahan penduduk dan perubahan pola konsumsi masyarakat menimbulkan bertambahnya volume, jenis dan karakteristik sampah yang semakin beragam, 2) pengelolaan sampah selama ini belum sesuai dengan metode dan teknik pengelolaan sampah yang berwawasan lingkungan sehingga menimbulkan dampak negatif terhadap kesehatan masyarakat dan lingkungan, 3) sampah telah menjadi permasalahan nasional sehingga pengelolaannya perlu dilakukan secara komprehensif dan terpadu dari hulu ke hilir agar memberikan manfaat secara ekonomi, sehat bagi masyarakat, dan aman bagi lingkungan, serta dapat mengubah perilaku masyarakat, 4) dalam pengelolaan sampah diperlukan

37 16 kepastian hukum, kejelasan tanggung jawab dan kewenangan Pemerintah, pemerintahan daerah, serta peran masyarakat dan dunia usaha sehingga pengelolaan sampah dapat berjalan secara proporsional, efektif, dan efisien, maka ditetapkan Undang-Undang Tentang Pengelolaan Sampah. Peraturan/kebijakan yang ditetapkan berupa Undang-undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah berfungsi dalam aspek teknis untuk: 1) Mengatur ketentuan-ketentuan teknis yang didelegasikan peraturan di atasnya, dan 2) Mengatur posisi, hak dan kewajiban pengelola sampah sesuai dengan ketentuan yang diaturnya. Tujuan disusunnya kebijakan pengelolaan sampah adalah pengendalian terhadap sampah dengan melakukan kegiatan berupa: 1. Mengurangi kuantitas dan dampak yang ditimbulkan sampah 2. Meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat 3. Meningkatkan kualitas lingkungan hidup 4. Menyusun peraturan nasional untuk menjadi pedoman bagi Pemerintah Daerah dalam menyusun kebijaksanaan pengelolaan sampah Adapun sasaran disusunnya kebijakan pengelolaan sampah ini adalah: 1. Peningkatan pengelolaan sampah di daerah perkotaan dan pedesaan 2. Pencegahan terhadap dampak lingkungan 3. Peningkatan kesadaran dan kepedulian masyarakat dalam menjaga kebersihan 4. Peningkatan peran para pihak (pemerintah, Pelaku Usaha dan masyarakat) dalam pengelolaan sampah 5. Penerapan hierarki pengelolaan sampah yang meliputi: a. Pencegahan dan pengurangan sampah dari sumber b. Pemanfaatan kembali c. Tempat Pembuangan Akhir Pengelolaan sampah dengan paradigma baru bertujuan mengurangi volume sampah yang dibuang ke tempat pembuangan akhir sampah melalui pengembangan upaya memperlakukan sampah dengan cara mengganti, pengurangan, penggunaan-kembali dan daur-ulang. Pengelolaan sampah dengan paradigma baru itu juga menegaskan bahwa pengelolaan sampah merupakan

38 17 pelayanan publik yang bertujuan untuk mengendalikan sampah yang dihasilkan masyarakat. Untuk melaksanakan hal tersebut diperlukan penetapan kebijakan pengelolaan sampah yang mendorong akuntabilitas orang-seorang dan korporasi serta menetapkan dan mengembangkan instrumen yang diperlukan untuk mendukung terciptanya perilaku yang kondusif bagi pemanfaatan sumberdaya secara berkelanjutan. 2.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pelaksanaan Kebijakan Aturan kebijakan yang telah ditetapkan pada pelaksanaannya perlu dilakukan evaluasi yang merupakan prosedur dalam analisis kebijakan untuk memberikan informasi tentang sebab dan akibat dari diberlakukannya kebijakan ini. Analisis kebijakan dapat mendeskripsikan adanya pengaruh pelaksanaan suatu kebijakan berdasarkan hasil yang dicapai, sehingga hasil evaluasi merupakan sumber informasi utama berkaitan dengan pelaksanaan kebijakan yang telah ditetapkan. Dunn (1999) menyatakan bahwa evaluasi bermaksud untuk menetapkan premis faktual tentang kebijakan publik, sementara premis faktual dan nilai dapat diperoleh berdasarkan rekomendasi dan evaluasi dalam suatu analisis yang sistematis. Oleh karena itu evaluasi terhadap pelaksanaan kebijakan akan menghasilkan kesimpulan yang jelas selama dan setelah suatu kebijakan diadopsi serta dilaksanakan, atau ex post facto. Evaluasi setidaknya memainkan 4 (empat) fungsi dalam analisis kebijakan (Dunn, 1999) yaitu eksplanasi, akuntansi, pemeriksaan dan kepatuhan, dengan penjelasan sebagai berikut: 1. Kepatuhan (Compliance). Evaluasi bermanfaat untuk menentukan apakah tindakan dari para administrator program, staf, dan pelaku lain sesuai dengan standar dan prosedur yang dibuat oleh para legislator, instansi pemerintah, dan lembaga profesional. 2. Pemeriksaan (Auditing). Evaluasi membantu menentukan apakah sumberdaya dan pelayanan yang dimaksudkan untuk kelompok sasaran maupun konsumen tertentu (individu, keluarga, kota, negara bagian, wilayah) memang telah sampai kepada mereka.

39 18 3. Akuntansi. Evaluasi menghasilkan informasi yang bermanfaat untuk melakukan akuntansi atas perubahan sosial ekonomi yang terjadi setelah dilaksanakannya sejumlah kebijakan publik dari waktu ke waktu. 4. Eksplanasi. Evaluasi juga menghimpun informasi yang dapat menjelaskan mengapa hasil-hasil kebijakan publik dan program berbeda. Evaluasi dalam analisis kebijakan publik berkaitan dengan kebijakan pengelolaan sampah membutuhkan informasi yang relevan, reliabel dan valid. Informasi yang dihimpun melalui evaluasi dapat diperoleh dengan observasi berkaitan dengan pengelolaan sampah yang dilakukan secara cermat dan dapat diandalkan. Berkaitan dengan pelaksanaan kebijakan, Webster (1990) yang dikutip Wahab (2000) mengemukakan: Pelaksanaan kebijakan adalah suatu proses melaksanakan keputusan kebijakan biasanya dalam bentuk Undang-undang, Peraturan Pemerintah, Keputusan Peradilan, Perintah Eksekutif atau Dekrit Presiden. Wahab (2000) menyatakan bahwa pelaksanaan kebijakan adalah sebagai berikut : Pelaksanaan keputusan kebijaksanaan dasar, biasanya dalam bentuk Undang-undang, namun dapat pula berbentuk perintah-perintah atau keputusankeputusan eksekutif yang penting atau keputusan badan peradilan. Jadi yang perlu dalam pelaksanaan kebijakan merupakan bentuk tindakan-tindakan yang sah atau pelaksanaan suatu rencana dengan peruntukannya. Membuat atau merumuskan kebijakan bukanlah suatu yang sederhana, karena banyak faktor hambatan serta pengaruh dalam proses pembuatan kebijakan tersebut. Sementara itu, ada 4 (empat) faktor kritis yang mempengaruhi pelaksanaan kebijakan, seperti yang diungkapkan oleh Edward III (1980) yang menyatakan: Di manapun dan kapanpun faktor-faktor kritis mendasar yang sangat penting untuk penerapan kebijakan publik, baik di negara-negara berkembang maupun negara-negara maju, adalah masalah implementasi. Faktor-faktor kritis ini adalah komunikasi, sumberdaya, disposisi-disposisi atau sikap-sikap dan struktur birokrasi

40 19 Faktor-fator kritis ini terdiri dari komunikasi, sumberdaya, disposisi/sikap, dan birokrasi yang penjabarannya secara umum (Edward III, 1980) adalah sebagai berikut: 1. Komunikasi Komunikasi menunjukkan peranan penting sebagai acuan agar pelaksana kebijakan mengetahui persis apa yang mereka kerjakan. Komunikasi juga dapat dinyatakan dengan perintah dari atasan terhadap pelaksana-pelaksana kebijakan sehingga penerapan kebijakan tidak keluar dari sasaran yang dikehendaki, oleh karena itu komunikasi harus dinyatakan dengan jelas, tepat dan konsisten. 2. Sumberdaya Sumberdaya tidak hanya mencakup jumlah sumberdaya manusia/aparat semata melainkan mencakup kemampuannya untuk mendukung pelaksanaan kebijakan tersebut. Hal ini dapat menjelaskan bahwa tanpa sumberdaya yang memadai maka pelaksanaan kebijakan tidak akan berjalan dengan efektif. 3. Disposisi/ sikap pelaksana Disposisi diartikan sebagai keinginan atau kesepakatan dikalangan pelaksana untuk menerapkan kebijakan. Jika penerapan kebijakan dilaksanakan secara efektif, pelaksana tidak hanya harus mengetahui apa yang akan mereka kerjakan namun harus memiliki kemampuan dan keinginan untuk menerapkannya. 4. Struktur Birokrasi Struktur birokrasi merupakan variabel terkhir yang mempunyai dampak terhadap penerapan kebijakan dalam arti bahwa dalam penerapan kebijakan itu tidak akan berhasil jika terdapat kelemahan dalam struktur birokrasi tersebut. Setiap pihak yang terkait dalam pelaksanaan kebijakan perlu mengembangkan suatu prosedur standar pelaksanaan. Namun, agar kebijakan yang dikeluarkan dapat dilaksanakan dengan efektif, menurut Jones (1996) terdapat 3 (tiga) aktivitas utama yang merupakan dimensi dari pelaksanaan program atau keputusan yaitu:

41 20 1. Pengorganisasian. Hal utama dalam tahapan ini adalah pembentukan atau penataan kembali sumberdaya, unit-unit serta metode untuk menjadikan program berjalan. Titik tolak dari aktivitas pengorganisasian ini adalah kinerja birokrasi, yang akan berdampak pada ketetapan, kecepatan, kejelasan, pengaturan, pengetahuan, kesinambungan, serta pembagian tugas yang jelas. 2. Penafsiran (interpretasi) Menafsirkan agar program (seringkali dalam hal status) menjadi rencana dan pengarahan yang tepat dan dapat diterima serta dilaksanakan oleh para implementor kebijakan. Oleh karena itu, dalam penafsiran diperlukan informasi proses kebijakan, standarisasi yang jelas, serta tingkat dukungan politik yang dilaksanakan oleh para implementator kebijakan. 3. Penerapan (aplikasi) Pada tahap ini aktivitas yang dilakukan berhubungan dengan penyediaan barang dan jasa atau ketentuan rutin dari pelayanan, pembayaran atau lainnya yang disesuaikan dengan tujuan atau perlengkapan program. Ketiga dimensi tersebut merupakan faktor determinan keberhasilan pelaksanaan kebijakan. Oleh karena itu akan lebih berarti jika dikaitkan dengan pelaksanaan kebijakan pengelolaan sampah, yang akan difokuskan pada penelitian ini. Keberhasilan suatu kebijakan dalam hal pengorganisasian merupakan hal yang penting karena organisasi merupakan wadah dan proses yang menentukan dalam rangka pencapaian tujuan. Selain itu tingginya kemampuan pelaksanaan sumberdaya organisasi akan memberi harapan besar untuk dapat melaksanakan rencana kebijakan secara efektif. Wibowo dan Djajawinata (2007) menyebutkan bahwa kebijakan pengelolaan sampah yang dikeluarkan dapat dilaksanakan dengan efektif, diantaranya: 1. Melakukan pengenalan karekteristik sampah dan metoda pembuangannya. 2. Merencanakan dan menerapkan pengelolaan sampah secara terpadu (pengumpulan, pengangkutan, dan pembuangan akhir).

42 21 3. Memisahkan peran pengaturan dan pengawasan dari lembaga yang ada dengan fungsi operator pemberi layanan, agar lebih tegas dalam melaksanakan reward & punishment dalam pelayanan. 4. Menggalakkan program yang dapat mencapai program zero waste pada masa mendatang, yaitu: a. Mengurangi sampah (Reduce) b. Menggunakan kembali sampah (Reuse) c. Mendaur ulang sampah (Recycle) 5. Melakukan pembaharuan struktur tarif dengan menerapkan prinsip pemulihan biaya (full cost recovery) melalui kemungkinan penerapan tarif progresif, dan mengkaji kemungkinan penerapan struktur tarif yang berbeda bagi setiap tipe pelanggan. 6. Mengembangkan teknologi pengelolaan sampah yang lebih bersahabat dengan lingkungan dan memberikan nilai tambah ekonomi bagi bahan buangan. Tinjauan perspektif pelaksanaan kebijakan pengelolaan sampah dalam hasil penelitian ini, ditujukan pada pengoperasiannya berlandasan pada konsepsi aktivitas fungsional dalam pelaksanaannya. Berkaitan dengan pengembangan teknologi, hasil penelitian yang dilakukan Amurwaraharja (2003) menyatakan bahwa teknologi merupakan prioritas utama untuk kegiatan pengolahan sampah di Jakarta Timur berupa pengomposan dan incenerator. Selain itu hasil penelitian Virgota et al. (2001) menunjukkan pula kelayakan sistem pemisahan sampah rumah tangga pada pengelolaan sampah di Kota Pekanbaru, Provinsi Riau. Hasil penelitian Hendrasarie (2005) berkaitan dengan Sistem Pengelolaan Sampah Pasar swakelola sebagai alternatif pengelolaan sampah dalam upaya memperpanjang umur TPA serta pengendalian lingkungan hidup. Pengelolaan sampah bukan hanya merupakan tanggung pemerintah saja, namun menjadi tanggungjawab bersama dengan masyarakatnya, seperti ditunjukkan oleh hasil penelitian Mandailing et al. (2001) tentang partisipasi pedagang dalam program kebersihan dan pengelolaan sampah pasar yang mengambil studi kasus di Kota Bogor, yang memperlihatkan bahwa partisipasi pedagang dibutuhkan dalam

43 22 pengelolaan sampah pasar. Selain itu hasil penelitian Jumiono et al. (2000) menunjukkan prospek yang besar dalam pendirian industri vermikompos berbahan baku sampah kota yang memfokuskan kepada analisis finansial industri vermikompos yang berbahan baku sampah kota. Hal ini didukung pula oleh hasil penelitian Suhartiningsih et al. (1998) yang melakukan penelitian tentang sistem penunjang keputusan investasi usaha daur ulang sampah kota untuk produksi kompos, dan hasil penelitian Syamsuddin et al. (1985) yang menilai keberhasilan sistem pengelolaan sampah rumah tangga di Ujung Pandang berdasarkan partisipasi masyarakat, persepsi masyarakat, pengelolaan sampah oleh pemerintah kota, dan peraturan perundang-undangan. Konsep pelaksanaan kebijakan meliputi pengorganisasian, penafsiran dan penerapan dalam pengelolaan sampah di perkotaan, penelitian ini difokuskan pada pelaksanaan kebijakan pengelolaan sampah pada aspek kelembagaan pengelolaan sampah yang menjadi tanggungjawab PD Kebersihan Kota Bandung, sehingga teori pelaksanaan kebijakan yang berkesesuaian dengan penelitian ini adalah teori Edward III (1980) dengan mengacu pada faktor-fator kritis pelaksanaan kebijakan yaitu komunikasi, sumberdaya, disposisi/sikap, dan birokrasi Komunikasi dalam Pelaksanaan Kebijakan Manusia membutuhkan komunikasi dengan sesamanya dalam kehidupan sosialnya. Pada umumnya dalam berkomunikasi terdapat orang yang menyampaikan pesan (komunikator), orang yang menerima pesan (komunikan) dan pesan yang disampaikan. Proses komunikasi antara komunikator dengan komunikan akan berjalan dengan baik bila pesan yang disampaikan singkat, jelas dan tepat sasaran. Berkaitan dengan komunikasi, Edward III mengatakan bahwa agar pelaksanaan kebijakan publik dilaksanakan dengan efektif maka perlu para pelaksana kebijakan mengetahui apa yang harus mereka laksanakan. Komunikasi mempunyai peranan yang penting sebagai acuan agar pelaksana kebijakan mengetahui persis apa yang akan dikerjakan. Komunikasi juga dinyatakan dengan perintah dari atasan terhadap pelaksana kebijakan, sehingga komunikasi harus dinyatakan dengan jelas, cepat dan konsisten.

44 23 Sistem komunikasi dalam organisasi modern berkembang sebagai akibat dari semakin pentingnya pendekatan kesisteman dan penyelenggaraan berbagai kegiatan yang menjadi tanggung jawab suatu organisasi (Siagian, 1997). Berkomunikasi dalam kehidupan berorganisasi, dibutuhkan untuk menyamakan persepsi atau pendapat yang berkaitan dengan tujuan yang akan dicapai. Komunikasi yang berlangsung dengan dinamis akan dapat menentukan keberhasilan tujuan organisasi. Halangan terbesar dalam berkomunikasi adalah terdapatnya beraneka ragam persepsi. Pengiriman pesan/informasi dari komunikator yang tidak jelas membuat komunikan menerima dan menjalankannya tidak jelas dan bahkan dapat mengganggu jalannya organisasi. Pendekatan kesisteman menuntut interaksi yang tinggi dengan intensitas yang tinggi pula, terutama apabila dikaitkan dengan koordinasi, integrasi dan sinkronisasi. Edward III mengatakan bahwa lancar atau tidaknya suatu interaksi tersebut bertumpu pada kemauan orang dalam organisasi untuk: 1) menerima, memproses dan menghasilkan bahan-bahan yang perlu dikomunikasikan kepada orang lain; 2) mengkomunikasikan informasi yang ada pada seseorang dengan orang lain atau kelompok dimana yang bersangkutan menjadi anggota; 3) memanfaatkan jalur komunikasi yang terdapat dalam organisasi seefektif mungkin, dan 4) mengembangkan sistem penanganan informasi dalam organisasi baik secara manual maupun dengan menggunakan peralatan yang lebih modern. Cafezio dan Morehouse (1998) mengartikan komunikasi sebagai pemahaman yang merupakan kunci dalam mempengaruhi individu atau kelompok-kelompok untuk mengambil tindakan positif dalam mencapai sasaran spesifik - inti yang riil dari apa yang para pemimpin lakukan. Komunikasi yang baik adalah kunci dalam pemahaman. Pengertian komunikasi tersebut merupakan kunci penting dalam memahami sesuatu, dengan berkomunikasi, pencapaian tujuan akan lebih mudah tercapai. Berkomunikasi dalam lingkungan organisasi, merupakan sesuatu yang penting untuk menyamakan langkah dalam pencapaian tujuan. Berkomunikasi dapat membuat sistem kerjasama dalam organisasi semakin dinamis dan meningkatkan partisipasi bawahan terhadap pencapaian

45 24 tujuan organisasi. Berkomunikasi dibutuhkan dalam setiap organisasi baik formal atau informal, dalam organisasi, berkomunikasi digunakan untuk menyamakan persepsi tujuan organisasi. Berkomunikasi dapat memberikan kejelasan informasi yang akan disampaikan. Berkaitan dengan fungsi atau tujuan komunikasi, Thayer (1968) dalam Winardi (1992) mengatakan ada lima fungsi atau tujuan berkomunikasi di dalam sebuah organisasi, yaitu: 1) Mendapatkan keterangan atau memberikan keterangan (informasi) kepada orang lain; 2) Mengevaluasi input-input kita sendiri atau output pihak lain atau skema ideologis tertentu; 3) Membina pihak lain atau dibina pihak lain atau memberikan instruksi; 4) Mempengaruhi pihak lain atau dipengaruhi, dan 5) Berbagai fungsi insidential dan netral. Berkomunikasi merupakan salah satu fungsi pokok manajemen. Setiap orang berkomunikasi dapat memperlancar orang bekerja dengan baik dalam mencapai tujuan organisasi. Komunikasi yang tidak baik dapat mengganggu keharmonisan hubungan kerja antar sesama orang dalam organisasi dan pada akhirnya dapat mengganggu tercapainya tujuan organisasi. Kebijakan yang telah diambil organisasi akan dilaksanakan atau dilaksanakan dalam bentuk kegiatan. Pencapaian tujuan organisasi dengan optimal akan lebih mudah tercapai bila semua anggota organisasi mempunyai persepsi yang sama akan tujuan itu. Menyamakan persepsi dilakukan dengan komunikasi antar sesama anggota organisasi secara baik dan benar. Mengkomunikasian tujuan organisasi secara baik dan benar akan mempercepat dan mempermudah pencapaian tujuan secara optimal. Sejalan dengan hal tersebut, faktor komunikasi juga sangat berpengaruh terhadap penerimaan kebijakan oleh kelompok sasaran sehingga tidak berjalannya komunikasi ini menjadi titik lemah dari tercapainya efektivitas pelaksanaan kebijakan. Dengan demikian penyebarluasan isi kebijakan melalui proses komunikasi yang baik akan mempengaruhi efektivitas kebijakan publik. Indikatorindikator berhubungan dengan pengkomunikasian dalam kebijakan yang dapat dijadikan ukuran keberhasilan pelaksanaan kebijakan (Edward III, 1980) terdiri dari:

46 25 1. Kejelasan Penerimaan Informasi Kebijakan 2. Pengetahuan Melaksanakan Tugas dalam Kebijakan 3. Kecepatan Menerima Informasi Pelaksanaan Kebijakan 4. Frekuensi Penerimaan Informasi Kebijakan 5. Kesesuaian Pelaksanaan dengan Pedoman Pelaksanaan Kebijakan 6. Kecepatan Pemecahan Masalah Pelaksanaan Kebijakan Sumberdaya dalam Pelaksanaan Kebijakan Keberadaan sumberdaya memiliki arti dan peranan yang besar dalam kehidupan organisasi. Tercapainya tujuan organisasi dengan cepat dan mudah adalah sumbangan yang besar dari sumberdaya. van Meter dan van Horn (1975) mengatakan bahwa sumberdaya memiliki peranan yang besar dalam melaksanakan suatu kebijakan. Manusia sebagai sumberdaya memiliki peranan yang besar dalam mempengaruhi keberhasilan pencapaian suatu tujuan organisasi. Pelaksanakan suatu kegiatan baik dalam organisasi publik maupun privat, keberadaan sumberdaya manusia sangat diperhitungkan. Keberadaan sumberdaya manusia sebagai pelaksanan suatu kebijakan, sangat menentukan keberhasilan pelaksanaan suatu kebijakan. van Meter dan van Horn (1975) mengatakan ada enam unsur yang berpengaruh terhadap pelaksanaan suatu kebijakan, yaitu: (1) Kompetensi dan ukuran dari perwakilan pegawai; (2) Tingkat hirarkis pengendalian dari keputusan sub unit dan proses-proses dalam perwakilan implementasi; (3) Sumber perwakilan politik (misalnya: dukungan antara pembuat undang-undang dengan para eksekutif); (4) Vitalitas dari suatu organisasi; (5) Tingkat komunikasi yang terbuka... di dalam organisasi dan (6) Hubungan perwakilan formal dan informal dengan pembuat atau badan-badan pembuat kebijakan). Menurut van Meter dan van Horn (1975), setiap kebijakan mempunyai hubungan dengan sifat dan isu kebijakan yang akan dilaksanakan. Pelaksanaan kebijakan memberikan sumbangan yang besar kepada keberhasilan dari suatu Kebijakan secara keseluruhan. Proses pelaksanaan kebijakan menekankan prosedur yang mengutamakan perubahan, kontrol dan kepatuhan bertindak. Pelaksanaan kebijakan akan berhasil bila perubahan yang dikehendaki relatif

47 26 sedikit, sementara kesepakatan terhadap tujuan terutama dari mereka yang mengoperasionalkan program di lapangan relatif tinggi. Keberhasilan suatu organisasi untuk mencapai tujuannya dapat dilihat dari berhasilnya kebijakan dilaksanakan, unsur turut mempengaruhinya adalah ukuran dan tujuan kebijakan sumber-sumber kebijakan, ciri-ciri atau sifat instansi pelaksana, komunikasi antar organisasi terkait dan kegiatan pelaksanaan, sikap para pelaksana serta lingkungan ekomoni, sosial dan politik. Berkaitan dengan sumberdaya, Edward III (1980) mengatakan bukan hanya sumberdaya manusia semata yang dapat mempengaruhi impelementasi kebijakan publik, melainkan juga mencakup kemampuan sumberdaya yang mendukung kebijakan tersebut berupa sarana, prasarana dan faktor dana. Menurut Edward III (1980), bahwa sumberdaya dapat dibagi menjadi 4 (empat) komponen, yaitu: 1) Staff yang mencukupi (jumlah dan mutu); 2) Informasi yang dibutuhkan lengkap guna proses pengambilan keputusan, kewenangan yang cukup guna melaksanakan tugas dan tanggung jawab; 3) Fasilitas pendukung; dan 4) Sarana dan prasarana serta tersedianya dana yang memadai. Semua kehidupan di dunia ini mempunyai sumberdaya, misalnya dalam manusia ada darah, ada pikiran, ada hati nurani, ada organ tubuh dan lainnya. Demikian juga dalam organisasi, sumberdaya mempunyai peran yang penting, karena tanpa sumberdaya yang cukup organisasi itu ibarat tubuh manusia kekurangan darah, karenanya agar suatu organisasi tetap bertahan hidup maka organisasi membutuhkan sumberdaya. Keberadaan sumberdaya diperlukan dalam organisasi, seperti dikemukakan oleh Sugandha (1991) yang mengatakan bahwa Sumberdaya organisasi mencakup 1) Modal yang berupa uang, dan 2) Material atau bahan baku, informasi, mesin-mesin, peralatan, perlengkapan, gedung kantor, waktu dan personel. Memperhatikan pernyataan Sugandha (1991) tersebut, bahwa sumberdaya pertama adalah modal berupa uang, tentu sangat masuk akal karena tanpa uang maka organisasi sulit untuk hidup apalagi berkembang, karena sebagian besar kehidupan organisasi memerlukan pembiayaan dalam bentuk modal yang cukup untuk memenuhi kebutuhan operasional.

48 27 Keberadaan sumberdaya manusia dalam kehidupan organisasi, Gomes (1997) mengatakan bahwa: Unsur manusia di dalam organisasi, mempunyai kedudukan yang sangat strategis, karena manusialah yang bisa mengetahui input-input apa saja yang perlu diambil dari lingkungan dan bagaimana caranya untuk mendapatkan input-input tersebut, tehnologi dan cara yang dianggap tepat untuk mengolah atau mentranformasikan input-input tadi menjadi ouput yang memberikan keinginan publik (lingkungan). Berhubungan dengan sumberdaya manusia, Board (dalam Famularo, 1986) mengatakan bahwa ada 7 (tujuh) kriteria kebijakan sumberdaya manusia, yaitu 1. Suatu kebijakan merupakan suatu pernyataan yang berisi maksud dan tujuan perusahaan yang menjadi acuan bagi langkah kerja individual. 2. Kebijakan harus dituangkan dalam suatu tulisan. 3. Kebijakan harus dinyatakan dalam ruang lingkup badan tersebut dalam arti luas. 4. Kebijakan tidak dapat diganggu gugat karena merupakan salah satu kekuatan dalam manajemen. 5. Penyusunan kebijakan memerlukan tingkat pemikiran dan kontemplasi yang sangat dalam. 6. Kebijakan harus disyahkan oleh pemegang otoritas tertinggi dalam organisasi tersebut. 7. Kebijakan berlaku untuk jangka waktu yang lama. Kebijakan yang diberlakukan di suatu organisasi yang dibuat secara jelas akan mudah dapat dijadikan pedoman kerja pegawai dalam rangka melaksanakan pekerjaannya. Kemampuan pegawai sebagai sumber daya manusia dalam suatu organisasi sangat penting arti dan keberadaannya bagi peningkatan produktivitas kerja di lingkungan organisasi. Manusia merupakan salah satu unsur terpenting yang menentukan berhasil atau tidaknya organisasi dalam mencapai tujuan dan menggembangkan misinya. Pengelolaan seluruh kegiatan sumberdaya manusia perlu didasarkan pada suatu manajemen sehingga pemberdayaannya dapat optimal. Indikator-indikator berhubungan dengan keberadaan sumberdaya dalam

49 28 kebijakan yang dapat dijadikan ukuran keberhasilan pelaksanaan kebijakan (Edward III, 1980) terdiri dari: 1. Kemudahan Perolehan Informasi Pelaksanaan Kebijakan 2. Ketersediaan Peralatan Pendukung Pelaksanaan Kebijakan 3. Kemampuan Sumberdaya Pengelola Disposisi atau Sikap Pelaksana Kebijakan Berkaitan dengan disposisi/sikap pelaksana, Edward III (1980) mengatakan bahwa disposisi/sikap pelaksana memiliki kegunaan di kalangan pelaksana untuk menerapkan kebijakan, jika penerapan kebijakan dilakukan secara efektif. Pelaksana bukan harus tahu apa yang harus mereka kerjakan tetapi harus memiliki kemampuan untuk menerapkan kebijakan itu. Disposisi adalah sikap dan komitmen dari pelaksana terhadap program atau kebijakan, khususnya para pelaksana yang menjadi impelementator dari program yang dalam hal ini terutama adalah aparatur birokrasi. Keberadaan aparat pelaksana memiliki peranan yang besar dalam menentukkan keberhasilan suatu kebijakan dalam pelaksanaannya. Keberadaan aparat pelaksana dalam suatu organisasi pelaksana kebijakan, Wahab (2000) mengatakan bahwa ada tiga kelompok yang mempengaruhi keberhasilan suatu kebijakan, yaitu 1) Pemrakarsa kebijakan atau the center, 2) Pelaksana di lapangan atau the periphery, dan 3) Aktor perorangan di luar badan pemerintah atau kelompok sasaran. Hasil kajian terhadap artikel Resosudarmo (2000), menunjukan bahwa tantangan yang dihadapi aparat pelaksana dalam menerapkan suatu kebijakan pengelolaan sampah adalah (1) merangsang digunakannya berbagai teknologi bersih lingkungan, (2) membantu agar biaya yang dikeluarkan dalam mengadopsi teknologi untuk mengurangi jumlah pencemaran sampah dapat ditekan serendah mungkin, (3) menjaga agar sektor produksi yang terkena peraturan pencemaran sampah tidak perlu mengurangi aktivitas produksinya dan (4) mengontrol dengan ketat hingga setiap individu maupun institusi agar mematuhi peraturan untuk mengurangi jumlah pencemaran sampah yang dilepaskan ke lingkungan. Dengan demikian, pelaksanaan kebijakan dapat memperbaiki lingkungan.

50 29 Hasil Kajian terhadap artikel Tiwow, Widjajanto, Darjamuni, Hartman, Mahajoeno, Irwansyah dan Nurhasanah (2003), menunjukkan bahwa pendekatan yang paling tepat untuk masa mendatang dalam penanganan sampah melalui sistem pengelolaan sampah terpadu yang dapat merubah paradigma dari cost center menjadi profit center dengan cara memaksimalkan peran serta masyarakat dan pemanfaatan sampah menjadi bahan yang mempuyai nilai. Hasil kajian terhadap artikel Wibowo dan Djajawinata (2007), menunjukan bahwa aparat pelaksana perlu untuk menggalakkan program yang dapat mencapai program zero waste pada masa mendatang, yaitu: 1. Mengurangi sampah (Reduce) 2. Menggunakan kembali sampah (Reuse) 3. Mendaurulang sampah (Recycle) Menurut Wahab (2000), suatu kebijakan merupakan produk dari pemrakarsa atau pemerintah yang bertujuan untuk melayani masyarakat. Kebijakan yang telah diformulasi akan dilksanakan agar dapat dirasakan masyarakat manfaatnya. Kegiatan dan program adalah bentuk nyata dari kebijakan dilapangan yang dapat diwujudkan dalam pelaksanaannya. Bila program ternyata tidak berjalan sebagaimana mestinya maka kemungkinan akan dilakukan upaya penyesuaian terhadap kegiatan dan program yang telah ada. Pelaksanaan kebijakan membutuhkan dukungan aparat pelaksana di lapangan sehingga dapat mencapai sasaran atau tujuan dengan optimal. Aparat pelaksana di lapangan mengetahui secara mendalam bagaimana suatu kebijakan itu dapat dilaksanakan dengan efektif, karena mereka lebih mengetahui apa yang menjadi kebutuhan dari masyarakat. Pemahaman situasi dan kondisi masyarakat membuat aparat pelaksana menjadi diperhitungkan dalam melaksanakan suatu kebijakan. Kelompok sasaran atau target group mengartikan pelaksanaan kebijakan sebagai jaminan untuk menerima dan menikmati hasil atau keuntungan dari kebijakan. Hasil yang dinikmati masyarakat atau kelompok sasaran akan menunjukkan sejauh mana keberhasilan yang dicapai dari pelaksanaan suatu

51 30 kebijakan. Keberhasilan pelaksanaan suatu kebijakan memerlukan penilaian dan evaluasi dari berbagai kelompok agar dengan demikian dapat memperbaiki prestasi kebijakan yang telah dicapai sebelumnya. Penilaian dan evaluasi menjadi tuntutan dari kelompok sasaran apabila kebijakan itu tidak menyentuh kebutuhan dan aspirasi masyarakat secara keseluruhan. Sekalipun demikian, kelompok sasaran itu kemungkinan akan lebih memusatkan perhatian pada permasalahan apakah pelayanan yang telah diberikan tersebut benar-benar mengubah pola hidupnya, benar-benar memberikan dampak positif dalam jangka panjang bagi peningkatan mutu hidup termasuk pendapatan mereka. Pemahaman konsep pelaksanaan kebijakan dari pemrakarsa atau pembuat, pelaksana lapangan dan target group di atas akan mampu menjamin tercapainya tujuan kebijakan secara optimal dan memuaskan berbagai pihak stakeholders yang terkati langsung dan tidak langsung dengan tujuan dan sasaran implementai kebijakan itu. Dengan demikian, proses pelaksanaan kebijakan sesungguhnya tidak menyangkut perilaku badan-badan adminstratif yang bertanggung jawab untuk melaksanakan program dan menimbulkan ketaatan pada diri kelompok sasaran tetapi juga menyangkut jaringan kekuatan politik, ekonomi dan sosial yang langsung atau tidak langsung dapat mempengaruhi perilaku dari semua pihak yang terlibat dan yang akhirnya berpengaruh terhadapa dampak yang diharapkan maupun yang tidak diharapkan. Indikator-indikator berhubungan dengan disposisi atau sikap pelaksana dalam kebijakan yang dapat dijadikan ukuran keberhasilan pelaksanaan kebijakan (Edward III, 1980) terdiri dari: 1. Pemahaman Pengelola dalam Kebijakan 2. Pengetahuan Pengelola dalam Pekerjaannya 3. Penerapan Pengelola dalam Melaksanakan Kebijakan 4. Kesopanan dan Kejujuran Pengelola 5. Komitmen Pengelola dalam Menjalankan Tugas 6. Prioritas Keberhasilan Kebijakan

52 Struktur Birokrasi dalam Pelaksanaan Kebijakan Berkaitan dengan struktur birokrasi, Edward III (1980) mengatakan bahwa struktur birokrasi mempunyai dampak terhadap penerapan kebijakan dalam arti bahwa penerapan kebijakan tidak akan berhasil jika terdapat kelemahan dalam srtuktur. Karakteristik birokrasi yang umum dikelompokkan menjadi 2 (dua), yaitu: 1) penggunaan sikap dan prosedur yang rutin dan 2) transformasi dalam pertanggungjawaban diantara unit organisasi. Standard Operating Prosedure (SOP) dalam struktur birokrasi, mengatur tata aliran pekerjaan dan pelaksanaan program. Jika hal ini tidak ada, maka akan sulit sekali mencapai hasil yang memuaskan karena penyelesaian masalahmasalah akan bersifat ad-hoc, memerlukan penanganan dan penyelesaian khusus tanpa pola baku, fragmentasi yang sering sekali terjadi harus dapat dihindari dan diatasi dengan cara sistem koordinasi yang baik. Struktur yang tepat memberikan dukungan yang kuat terhadap keberhasilan pelaksanaan kebijakan publik. Istilah birokrasi berasal dari dua akar kata, yaitu Bureau (burra, kain kasar penutup meja) dan cracy, ruler. Keduanya membentuk kata bureaucracy. Ada 3 (tiga) macam arti birokrasi, yaitu: 1. Birokrasi diartikan sebagai government by bureau yaitu pemeritahan biro oleh aparat yang diangkat pemegang kekuasaan, pemerintah atau pihak atasan dalam sebuah organisasi formal baik publik maupun privat (pendapat Riggs yang dikutip oleh Ndraha, 2003). 2. Birokrasi diartikan sebagai sifat atau perilaku pemerintahan, yaitu sikap kaku, macet, berliku-liku dan segala tuduhan negatif terhadap instansi yang berkuasa (pendapat Kramer yand dikutip oleh Ndraha, 2003). 3. Birokrasi sebagai tipe ideal organisasi, biasanya birokrasi dalam arti ini dianggap bermula pada teori Max Weber tentang sosiologik rasionalisasi aktivitas kolektif (dikutip oleh Ndraha, 2003). Birokrasi terdapat di semua bidang kehidupan dan diperlukan oleh setiap organisasi formal yang memproduksi public goods, birokrasi seperti ini disebut birokrasi publik. Birokrasi dipengaruhi karakteristik birokrasi dan karakteristik

53 32 manusia. Birokrasi sebagai gejala kekuasaan diartikan kekuasaan untuk mengontrol kedua karakteristik birokrasi tadi dalam rangka efektivitas dan efesiensi penyelenggaraan pemerintahan. Sedangkan birokrasi sebagai gejala sosial mengandung arti dinamikia karakteristik manusia dalam kehidupan organisasi. Hasil kajian terhadap artikel Muhdhar dan Margono (2003), menunjukkan bahwa pengelolaan sampah masih belum terpadu dengan partisipasi masyarakat yang terbatas, peran pemerintah masih sangat besar dalam mengelola sampah kota. Sampah masih dianggap sebagai barang buangan yang berusaha dimusnahkan, tidak merupakan barang ekonomis yang masih bisa diolah dan diperjualbelikan. Kerjasama antar daerah masih belum ada dalam peraturan, begitu juga ketentuan tentang penyelesaian perselisihan antar daerah dan masyarakat masih belum diatur. Penegakan hukum masih menggunakan pendekatan penguatan negatif, belum ada peraturan yang mengarah pada pemberian penguatan positif berupa penghargaan. Keberadaan birokrasi dalam sistem administrasi modern sangat dibutuhkan untuk mengoptimalkan pencapaian tujuan organisasi. Suatu organisasi memiliki struktur organisasi yang membagi semua tugas dan fungsi kepada anggota organisasi. Kewenangan yang ada dalam struktur organisasi membuat organisasi bekerja dengan optimal untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Birokrasi suatu organisasi mempunyai peranan yang besar untuk mencapai tujuan organisasi secara optimal. Birokrasi sebagai organisasi mempunyai struktur yang membagi semua tugas dan fungsinya (Albrow, 1989). Pembagian tugas kepada semua anggota organisasi memberikan kemudahan mengadakan pencapaian tujuan seperti yang telah direncanakan sebelumnya. Struktur yang ada dalam birokrasi membuat adanya kesamaan persepsi terhadap misi dan visi organisasi. Adaya struktur birokrasi maka dapat diketahui siapa mengerjakan apa dan bagaimana prestasi yang dicapainya. Struktur birokrasi akan membawa adanya suatu kewenangan. Kewenangan sangat dibutuhkan dalam memberikan keleluasaan dalam bekerja secara optimal.

54 33 Pendapat Etzioni (1983) yang dikutip Kumorotomo (1992) mengatakan bahwa tujuan utama pembentukan struktur birokrasi adalah agar suatu organisasi dapat berjalan secara rasional, sistematis dan dapat diramalkan sehingga tercapai efektivitas dan efesiensi. Menurut Etzioni (1983) dalam Kumorotomo (1992), menyatakan bahwa: struktur birokrasi memberikan kewenangan kepada anggota organisasi bekerja sesuai tugas dan fungsinya seperti yang telah digariskan dalam struktur organisasi. Kejelasan wewenang yang dimiliki setiap anggota organisasi membuat mereka bekerja dengan optimal sesuai dengan kewenangan yang dimiliki. Perencanaan yang telah didasarkan kewenangan yang dimiliki anggota organisasi membuat kejelasan tujuan atau sasaran yang akan dicapai. Pencapaian tujuan yang rasional membuat organisasi semakin kredibel dan akuntabel dalam pelaksanaan operasionalnya. Struktur birokrasi adalah suatu standard operating prosedur yang menata hubungan kerja anggota organisasi dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan sesuai dengan rencana sebelumnya. Pembagian kerja termasuk didalamnya kejelasan kewenangan yang dimiliki memberikan kepastian bagi anggota organisasi dalam berprestasi dalam bekerja. Struktur birokrasi memberikan sumbangan yang besar dalam melaksanakan suatu kebijakan publik. Dukungan birokrasi yang telah ditata secara baik akan memperlancar keberhasilan pelaksanaan kebijakan yang telah ditetapkan. Pelaksanaan kebijakan akan dilakukan dalam suatu organisasi. Dalam organisasi pemerintahan, keberadaan birokrasi yang sudah tertata dengan struktur yang baik memberikan sumbangan yang besar dalam memperlancar pelaksana dilapangan dalam bekerja dengan optimal. Indikator-indikator berhubungan dengan birokrasi dalam kebijakan yang dapat dijadikan ukuran keberhasilan pelaksanaan kebijakan (Edward III, 1980) terdiri dari: 1. Kejelasan Pembagian Tugas Pengelolaan 2. Tanggung Jawab Pelaksana 3. Kejelasan Wewenang Pelaksana 4. Kejelasan Koordinasi Pelaksana

55 Keterkaitan Pengelolaan Sampah dengan Kualitas Lingkungan Hidup Lingkungan hidup adalah suatu sistem komplek yang berada di luar individu yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan organisme (Pustekkom, 2005, Lingkungan hidup itu terdiri dari dua komponen yaitu komponen abiotik dan biotik: 1. Komponen biotik adalah unsur yang terdapat dalam lingkungan hidup untuk media saling berhubungan, seperti; manusia, hewan, tumbuhan air, jasad renik dan sebagainya. Unsur biotik sangat berpengaruh bagi kehidupan manusia karena kalau tidak ada unsur biotik maka manusia tidak bisa berkembang biak secara sempurna. 2. Komponen abiotik adalah unsur yang terdapat dalam lingkungan hidup untuk media berlangsungnya kehidupan, seperti: tanah, air, udara, sinar matahari, dan lain-lain. Unsur abiotik juga berpengaruh bagi kehidupan karena unsur abiotiklah kebutuhan utama dalam berlangsungnya kehidupan (Pustekkom, 2005, Komponen-komponen yang ada di dalam lingkungan hidup merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dan membentuk suatu sistem kehidupan yang disebut ekosistem. Suatu ekosistem akan menjamin keberlangsungan kehidupan apabila lingkungan itu dapat mencukupi kebutuhan minimum dari kebutuhan organisme. Pengertian tentang kualitas lingkungan sangatlah penting, karena merupakan dasar dan pedoman untuk mencapai tujuan pengelolaan lingkungan. Perbincangan tentang lingkungan pada dasarnya adalah perbincangan tentang kualitas lingkungan, namun seringkali kualitas lingkungan hanyalah dikaitkan dengan masalah lingkungan, misalnya pencemaran, erosi dan banjir. Secara sederhana kualitas lingkungan hidup diartikan sebagai keadaan lingkungan yang dapat memberikan daya dukung yang optimal bagi kelangsungan hidup manusia di suatu wilayah. Kualitas lingkungan itu dicirikan, antara lain dari suasana yang membuat orang betah/kerasan tinggal di tempatnya sendiri. Berbagai keperluan hidup terpenuhi dari kebutuhan dasar/fisik seperti makan

56 35 minum, perumahan sampai kebutuhan rohani/spiritual seperti pendidikan, rasa aman, ibadah dan sebagainya (Pustekkom, 2005, Kualitas lingkungan hidup dibedakan berdasarkan biofisik, sosial ekonomi dan budaya, yaitu: 1. Lingkungan biofisik adalah lingkungan yang terdiri dari komponen biotik dan abiotik yang berhubungan dan saling mempengaruhi satu sama lain. Komponen biotik merupakan makhluk hidup, seperti; hewan, tumbuhan dan manusia, sedangkan komponen abiotik, terdiri dari benda-benda mati, seperti; tanah, air, udara, cahaya matahari. Kualitas lingkungan biofisik dikatakan baik jika interaksi antar komponen berlangsung seimbang. 2. Lingkungan sosial ekonomi, adalah lingkungan manusia dalam hubungan dengan sesamanya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Standar kualitas lingkungan sosial ekonomi dikatakan baik jika kehidupan manusia cukup sandang, pangan, papan, pendidikan dan kebutuhan lainnya. 3. Lingkungan budaya adalah segala kondisi, baik berupa materi (benda) maupun nonmateri yang dihasilkan oleh manusia melalui aktifitas dan kreatifitasnya. Lingkungan budaya dapat berupa bangunan, peralatan, pakaian, senjata dan juga termasuk non materi seperti tata nilai, norma, adat istiadat, kesenian, sistem politik dan sebagainya. Standar kualitas lingkungan diartikan baik jika di lingkungan tersebut dapat memberikan rasa aman, sejahtera bagi semua anggota masyarakatnya dalam menjalankan dan mengembangkan sistem budayanya (Pustekkom, 2005, Kegiatan yang dilakukan oleh umat manusia memiliki dampak pada lingkungan hidup. Kegiatan ekonomi dan pertumbuhan penduduk yang pesat telah memberikan tekanan pada keseimbangan alam berupa pencemaran hingga mengakibatkan kerusakan pada lingkungan hidup. Padahal tipologi pencemaran yang terdiri dari pencemaran air, udara, dan tanah berakibat pada menurunnya kualitas lingkungan hidup memiliki dampak pada kehidupan manusia. Berikut ini disajikan beberapa kasus berdasarkan tipologi pencemaran yang berakibat pada

57 36 penurunan kualitas lingkungan hidup yang menjadi soroton para ahli lingkungan hidup di seluruh dunia. 1. Kasus rendahnya kualitas air di negara berkembang. Menurut Bank Dunia (1992), sekurangnya 170 juta orang yang tinggal di kotakota dan sekurangnya 850 juta orang yang tinggal di desa-desa di negara berkembang tidak memiliki akses guna mendapatkan air bersih untuk minum, masak dan cuci. Sumber-sumber air telah terkontaminasi dengan berbagai penyakit yang disebabkan oleh kotoran manusia, bahan kimia beracun dan metal berat yang sudah sulit untuk dihilangkan dengan menggunakan teknik purifikasi biasa (standar). Dilaporkan juga bahwa penggunaan air yang tercemar tersebut telah menyebabkan jutaan orang meninggal dan lebih dari satu milyar orang sakit setiap tahun (World Bank, 1992). 2. Kasus tingginya tingkat pencemaran udara di kota-kota besar. Baru-baru ini dalam sebuah penelitian mengenai tingkat pencemaran udara di 20 kota besar di seluruh dunia, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan bahwa sekurangnya satu jenis polusi udara di kota-kota besar tersebut telah melebihi ambang batas pencemaran udara WHO (UNEP dan WHO, 1992). Penelitian lain memperkirakan bahwa kurang lebih 600 juta orang hidup di kota yang tingkat pencemaran sulfur dioksidanya melebihi ambang batas pencemaran udara WHO, dan sekitar 1,25 milyar orang tinggal di kota-kota yang tingkat pencemaran debunya sudah sangat tinggi. Lebih jauh lagi, tingkat pencemaran udara yang tinggi diperkirakan telah menyebabkan gangguan kesehatan pada masyarakat. Misalnya, di Jakarta, dengan penduduk sekitar sembilan juta orang, diperkirakan sekitar 1558 kasus kematian dini, 39 juta kasus gangguan tenggorokan, 558 ribu kasus serangan asma, 12 ribu kasus bronhitis kronis, dan 125 ribu kasus sakit tenggorokan pada anak-anak di tahun 1990 disebabkan oleh tingginya tingkat pencemaran udara di kota tersebut (Ostro, 1994). 3. Kasus menurunnya tingkat kesuburan tanah. Program Lingkungan Persatuan Bangsa-bangsa (UNEP) memperkirakan sekitar 11 persen dari tanah subur di dunia telah tererosi, berubah secara

58 37 kimiawi, atau secara fisik memadat yang mengakibatkan menurunnya kemampuan tanah tersebut untuk memproses nutrisi mencari bahan yang berguna bagi tanaman. Lebih jauh lagi, UNEP juga mengestimasi bahwa kurang lebih tiga percen dari tanah di dunia ini telah rusak hingga tidak lagi dapat menjalankan fungsi abiotiknya sama sekali (WRI in collaboration with the UNEP and the UNDP, 1992). Tentunya tingkat kesuburan tanah yang menurun menyebabkan menurunnya tingkat produktivitas pertanian. 4. Kasus menurunnya tingkat keragaman biota. Sebagai contoh, para peneliti memperkirakan bahwa empat sampai delapan persen dari species yang hidup di hutan tropis akan punah dalam 25 tahun mendatang (Reid, 1992). Kasus kerusakan batu karang juga semakin banyak. Kelestarian rawa-rawa (wetlands) juga semakin mengkuatirkan. Semakin menurunnya tingkat keragaman biota tentunya merupakan ancaman serius bagi keseimbangan dan kelestarian alam (WRI in collaboration with the UNEP and the UNDP, 1992). Peningkatan kualitas lingkungan hidup terutama perkotaan, diperlukan suatu kebijakan berkaitan dengan pengelolaan sampah terutama dalam upaya menanggulagi pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup. Untuk mewujudkan peningkatan kualitas lingkungan hidup berskaka rumah tangga perlu ditempuh dengan kegiatan diantaranya, yaitu: 1. Meningkatkan pengelolaan sumber daya alam dan pelestarian fungsi lingkungan hidup. 2. Meningkatkan peran serta masyarakat dan swasta dalam pengelolaan sumberdaya alam dan pelestarian fungsi lingkungan hidup. 3. Meningkatkan pengelolaan kebersihan dan pertamanan. Keberhasilan capaian sasaran tersebut antara lain pada pengembangan kualitas lingkungan hidup diupayakan untuk meningkat, yang dinilai berdasarkan tolok ukur standar kualitas lingkungan hidup. Faktor - faktor yang mempengaruhi keberhasilan pencapaian sasaran meningkatnya kualitas lingkungan hidup yaitu meningkatnya kesadaran masyarakat dalam pengelolaan lingkungan hidup.

59 38 Hambatan dan permasalahan yang dihadapi dalam upaya pengendalian lingkungan hidup di Kota Bandung antara lain: 1. Kesadaran masyarakat terhadap lingkungan hidup masih perlu ditingkatkan utamanya pada pelaku usaha kecil dan menengah. 2. Penegakan hukum lingkungan yang masih lemah. 3. Pemahaman konsep pembangunan berwawasan lingkungan belum sinkron bagi seluruh stakeholder 4. Masih banyaknya masyarakat yang memiliki kebiasaan membuang sampah di sembarang tempat, sehingga mengakibatkan kesulitan untuk pengelolaan sampah pada tahapan berikutnya. 5. Prasarana dan sarana pengelolaan sampah tidak seimbang dengan produksi sampah yang dihasilkan masyarakat. Strategi pemecahan masalah dapat dilakukan dengan: 1. Peningkatan Penegakan Hukum Lingkungan. 2. Mensosialiasikan konsep pembangunan berwawasan lingkungan bagi seluruh stakeholder 3. Menyediakan fasilitas pembuangan sampah di tempat-tempat umum 4. Peningkatan pengolahan sampah menjadi produk yang bermanfaat Hasil penelitian yang dilakukan Saribanon (2007) menunjukkan bahwa kondisi pengelolaan sampah saat ini memerlukan upaya penguatan kelembagaan dan pembatasan lingkup fungsi pemerintah daerah untuk mendukung partisipasi masyarakat secara optimal. Oleh karena itu, kebijakan pengelolaan sampah yang bersumber dari rumah tangga perlu bertumpu pada strategi pengembangan infrastruktur, strategi partisipasi komunitas dan strategi pengelolaan kelembagaan. Pelaksanaan ketiga strategi tersebut dapat mengakomodasikan heterogenitas dalam masyarakat serta meningkatkan penerimaan dan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah pemukiman berbasis masyarakat. Hasil penelitian yang dilakukan Saraswati (2007) menghasilkan 7 faktor dari rumah tangga yang berpengaruh nyata terhadap pengelolaan sampah yaitu 1) jumlah sampah, 2) yang menangani sampah di rumah sebelum di buang, 3)

60 39 pengetahuan tentang 3R, 4) pemilahan, 5) pelaksanaan reduce, 6) pelaksanaan reuse dan 7) kesediaan melakukan recycle. Ibu rumah tangga merupakan pihak yang paling berperan dalam pengelolaan sampah di rumah sebelum dibuang. Aspek terlemah dalam kapasitas organisasi adalah aspek pelayanan. Faktor kunci dalam pengembangan kelembagaan pada pengelolaan sampah kota berbasis partisipasi masyarakat adalah sosialisasi 3R, pemahaman 3R, peran ibu rumah tangga, kegiatan usaha kompos, pemasaran kompos, kegiatan usaha daur ulang, dan pemasaran produk daur ulang. Sedangkan hasil penelitian yang dilakukan Kholil (2005) membuktikan bahwa penanganan sampah kota tidak dapat didasarkan pada pendekatan cost recovery, waste to product yang bertujuan untuk mencari keuntungan peningkatan PAD, atau untuk tujuan menciptakan lapangan kerja baru; akan tetapi didasarkan pada pendekatan waste to clean dan clean to product, yaitu pendekatan dengan tujuan utama menjaga kebersihan dan kesehatan lingkungan kota. Salah satu faktor kunci yang menentukan keberhasilan penanganan sampah kota adalah keterlibatan masyarakat, khususnya para ibu rumah tangga yang menjadi sumber utama penghasil sampah. Hasil penelitian ini menunjukkan kebijakan penanganan sampah kota harus berlandaskan pada prinsip transparansi, akuntabilitas, dan profesionalisme perlu restruktunisasi anggaran kebersihan kota dengan membentuk BLU Kebersihan (Badan Layanan Umum Kebersihan), dan restrukturisasi lembaga penanganan sampah kota dengan membentuk Komisi Penanganan Sampah Kota, yang anggotanya terdiri dari tokoh formal, tokoh agama, tokoh masyarakat, para ahli, LSM, pengusaha dan penegak hukum.

61 40 III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan mulai bulan Maret 2007 sampai Desember Penelitian dilakukan di Kota Bandung berkaitan dengan pengembangan kebijakan pemerintah Kota Bandung dalam hal pelaksanaan kebijakan pengelolaan sampah yang berkaitan dengan pengendalian sampah rumah tangga. 3.2 Tahapan Penelitian Langkah-langkah analisis data dalam penelitian ini sebagai berikut: 1. Penelaahan seluruh data Langkah ini melihat keseluruhan data, menginventarisasi data yang ada, baik data primer maupun data sekunder. Data primer dikumpulkan dari catatan lapangan, hasil wawancara dari berbagai kalangan, sesuai dengan fokus pertanyaan masing-masing. Kemudian dicek keabsahan dan kriteria kelengkapan data itu dari beberapa catatan yang ada. Data sekunder yang dikumpulkan berupa dokumen penting dari berbagai instansi terkait. Dilengkapi juga dengan foto, gambar, peta wilayah, dan dokumen lain yang erat kaitannya dengan masalah yang diteliti. 2. Reduksi Data Setelah data ditelaah secara keseluruhan, dibaca dan dipelajari, maka langkah berikutnya adalah reduksi data yakni membuat abstraksi, membuat rangkuman inti, poin-poin penting. Bisa berupa pola pikir atau skema secara sistematik dengan alur tertentu. Hal ini amat membantu menggiring peneliti pada fokus kajian yang telah dirumuskan. 3. Menyusun dalam satuan. Setelah melakukan reduksi data maka langkah berikutnya adalah menyusun karakteristik dan indikator-indikator yang dipertanyakan dalam penelitian. Karakteristik dan indikator ini kemudian disatukan menjadi satuan konsep. Lincoln dan Guba (1985) menamakan sebagai satuan informasi yang berfungsi

62 41 untuk mendefinisikan kategori. Hal ini disebabkan karena suatu latar sosial individu merupakan suatu kebulatan (Lafland and Lofland, 1984). Setelah itu kemudian diberi label tertentu sehingga dapat diidentifikasikan satuan yang satu dengan lainnya. Perilaku sosial dan budaya dapat dipelajari dari pandangan arti perilaku manusia (Moleong, 1989). Jadi konseptualisasi satuan dapat ditemukan dengan menganalisis proses kognitif dan struktur kognitif seseorang yang diteliti bukan dari segi peneliti. Dengan demikian memunculkan keutuhan dan kebulatan heuristik, artinya menurut Lincoln dan Guba (1985): memberikan peluang penafsiran atau informasi yang banyak walaupun tanpa ada informasi tambahan. 4. Kategorisasi Kategorisasi merupakan langkah penyusunan dan pengelompokan bagianbagian yang memperlihatkan kaitan dengan indikator yang dipergunakan. Prosesnya dimulai dari pemilihan indikator, kemudian merangkaikannya dengan pilihan jawaban. 5. Penafsiran data Setelah data dikategorikan langkah selanjutnya adalah penafsiran data. Penafsiran data adalah mendeskripsikan hasil penelitian baik berupa deskripsi analitik maupun deskripsi substansif. Menurut Schaltzman dan Strauss (1973) deskripsi analitik adalah penafsiran data dengan menggunakan acuan teori yang sudah ada. Sedangkan deskripsi teori substansif menafsirkan data tidak menggunakan acuan teori yang ada, tetapi memunculkan kategori atau classes tertentu kemudian dicari karakter hubungan yang ditafsirkan dari data itu. Dari tafsiran data itu secara mendasar ada gambaran munculnya konsep-konsep baru, yang bisa memperkuat konsep yang ada, menggoyahkan atau menolak teori yang sudah ada. 3.3 Jenis dan Sumber Data Data sekunder yang dibutuhkan antara lain berkaitan dengan produkproduk peraturan berkaitan dengan kebijakan pengelolaan sampah yang berlaku di Kota Bandung sebagai acuan dalam pelaksanaan kebijakan yang berhubungan

63 42 dengan pengelolaan sampah di Kota Bandung. Selain itu data sekunder lainnya dibutuhkan berkaitan dengan koordinasi dalam pelaksanaan kebijakan pengelolaan sampah, jumlah pegawai instansi berkaitan dengan persampahan, lokasi-lokasi TPA, alternatid-alternatif penanganan sampah, serta pendapat para pakar persampahan yang diperoleh dari hasil dokumentasi atau laporan-laporan yang dikumpulkan melalui studi pustaka dan informasi seperti PD Kebersihan, BPLHD Kota Bandung, Dinas Tata Kota, dan Dinas Pendapatan Daerah Kota Bandung. Data primer yang diperlukan terdiri dari pendapat/pandangan masyarakat tentang pelaksanaan kebijakan pengelolaan sampah yang dilakukan oleh pemerintah daerah melalui instansi-instansi terkait, serta pendapat/pandangan para pakar di bidang pengelolaan sampah dalam menemukan prioritas dalam pelaksanaan pengelolaan sampah. Selain itu wawancara dengan para pakar pengelolaan sampah baik dari institusi pemerintahan maupun institusi akademik dilakukan untuk memperoleh masukan dan arahan dalam pembahasan hasil analisis. Secara umum data primer dikumpulkan melalui wawancara dan kuesioner. 3.4 Jumlah Sampel Penelitian Jumlah sampel minimum responden pegawai PD Kebersihan Kota Bandung yang digunakan dalam penelitian ini mengacu pada rumus Slovin (Rakhmat, 1997). Hal ini dilakukan karena jumlah populasi diketahui yaitu sebesar pegawai (Tahun 2008). Perhitungan jumlah sampelnya mengacu pada Slovin (Rakhmat, 1997) sebagai berikut: N n = Ne 2 +1 Keterangan: n = Ukuran Sampel N = Jumlah Populasi e = Nilai kritis (batas ketelitian) yang diinginkan (persen kelonggaran ketelitian karena pengambilan sampel populasi) batas kesalahan ditentukan sebesar 15% Sehingga dengan mempergunakan rumus ini diperoleh jumlah sampel

64 43 minimum yaitu : n = = 43, (0,15) Jumlah sampel minimum responden masyarakat Kota Bandung yang digunakan dalam penelitian ini mengacu pada rumus Slovin (Rakhmat, 1997). Hal ini dilakukan karena jumlah populasi diketahui, yaitu sebesar masyarakat Kota Bandung yang berusia tahun ( Tahun 2008). Perhitungan jumlah sampelnya, sebagai berikut: N n = Ne 2 +1 Keterangan: n = Ukuran Sampel N = Jumlah Populasi e = Nilai kritis (batas ketelitian) yang diinginkan (persen kelonggaran ketelitian karena pengambilan sampel populasi) batas kesalahan ditentukan sebesar 6% Sehingga dengan mempergunakan rumus ini diperoleh jumlah sampel minimum, yaitu : n = = 277, (0,06) Berdasarkan perhitungan di atas, maka jumlah sampel responden pegawai PD Kebersihan Kota Bandung yang dapat dipergunakan adalah sebanyak minimal 44 sampel, sedangkan jumlah sampel responden masyarakat Kota Bandung yang dapat dipergunakan adalah sebanyak minimal 278 sampel, dengan teknik pengambilan sampel responden pegawai PD Kebersihan Kota Bandung menggunakan Simple Random Sampling dengan menggunakan bantuan daftar absen, responden dipilih secara acak, dengan memilih 150 pegawai, sedangkan teknik pengambilan sampel responden masyarakat Kota Bandung menggunakan Simple Random Sampling dengan pembagian menurut kecamatan, responden dipilih secara acak, dengan memilih 450 masyarakat. Kuesioner dianggap sah jika pernyataan pada kuesioner dijawab seluruhnya dan pada setiap pernyataan hanya ada satu jawaban. Perincian

65 44 penyebaran kuesioner penelitian kepada pegawai dan kepada masyarakat ditampilkan pada Tabel 1 dan Tabel 2. Tabel 1 Perincian Penyebaran Kuesioner Penelitian Kepada Pegawai Klasifikasi Kuesioner Jumlah Jumlah Kuesioner yang disebar 150 Jumlah kuesioner yang kembali 107 Jumlah kuesioner yang sah 73 Sumber: Hasil Pengolahan Data Tabel 2 Perincian Penyebaran Kuesioner Penelitian Kepada Masyarakat Klasifikasi Kuesioner Jumlah Jumlah Kuesioner yang disebar 450 Jumlah kuesioner yang kembali 389 Jumlah kuesioner yang sah 300 Sumber: Hasil Pengolahan Data Berdasarkan Tabel 1 dan Tabel 2 didapat jumlah kuesioner yang disebar adalah 150 kuesioner untuk pegawai dan 450 untuk masyarakat, jumlah kuesioner yang kembali 107 kuesioner untuk pegawai dan 389 untuk masyarakat. Dari jumlah kuesioner yang kembali diperiksa dan hasil kuesioner yang sah, yaitu 73 responden pegawai dan 300 responden masyarakat yang dipergunakan menjadi data primer untuk pengolahan data. 3.5 Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data dalam penelitian ini, sebagai berikut: 1. Penyebaran kuesioner Kuesioner dirancang sedemikian rupa dengan mengacu pada indikatorindikator yang dipergunakan dalam penelitian ini untuk keperluan analisis data yang dipergunakan. Kuesioner untuk analisis faktor, disebarkan baik kepada pegawai PD Kebersihan, maupun kepada masyarakat di Kota Bandung. Kuesioner untuk Analysis Hierarchy Procecess ditujukan kepada 5 (lima) orang tenaga ahli di bidang Pengelolaan Sampah yaitu 1) PD Kebersihan Kota Bandung, 2) Badan Pengelola Lingkungan Hidup Kota

66 45 Bandung, 3) Tokoh Masyarakat Bidang Pengelolaan Sampah, 4) Pejabat Pemerintah Daerah Kewilayahan (Camat, Lurah, RW atau RT), dan 5) Tenaga Ahli (Dosen) Bidang Pengelolaan Sampah. 2. Wawancara secara mendalam (in-depth interview) Wawancara mendalam (indepth interview) dilakukan melalui sejumlah pertemuan dengan informan yang di dalamnya berlangsung tanya jawab dan pembicaraan akrab mengenai berbagai aspek penelitian baik dalam suasana formal maupun informal. Proses wawancara ini selain menjelaskan informasi mengenai dirinya seperti asal daerah, aktivitas kerja, kehidupan dalam pergaulan, dan pandangan hidupnya; informasi juga menjelaskan hal di luar dirinya seperti kondisi komunitas, hubungannya dengan masyarakat sekitar. Wawancara mendalam yang dilakukan ini ditujukan kepada para stakeholder yang berkaitan dengan pengelolaan sampah seperti 1) Kepala PD Kebersihan Kota Bandung, 2) Kepala Dinas Kesehatan, 3) Kepala Badan Pengelola Lingkungan Hidup, 4) Tokoh Masyarakat bidang Lingkungan Hidup, dan 5) Pejabat Pemerintah Daerah Kewilayahan (Camat, Lurah, RW dan RT) Fokus wawancara mendalam terbagi ke dalam 7 (tujuh) bagian. Pertama, berkaitan dengan kebutuhan akan tempat pembuangan sampah yang terus meningkat. Kedua, peningkatan pelayanan kepada masayarakat. Ketiga, membantu Pemerintah Kota Bandung dalam pengadaan lokasi tempat pembuangan sampah alternatif. Empat, tidak terjadi penumpukan sampah yang dapat mengganggu kesehatan. Lima, kemudahan dalam membuang sampah. Enam, tidak terganggu bau sampah dan tujuh, kompensasi yang wajar. 3. Pengamatan Berperanserta Pengamatan berperanserta (partisipant-observation) dilakukan dengan mengikuti proses awal pengangkutan sampah sampai proses pembuangan sampah di Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Selain itu, interaksi dengan masyarakat terutama mereka yang tinggal dekat Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Mengacu pada klasifikasi peran serta dari Spradley (1980:60), jenis peran serta peneliti adalah peran serta moderat (moderate partisipation), yakni

67 46 peran serta yang memelihara keseimbangan posisi sebagai insider dan outsider, sebagai pengamat sekaligus partisipan. Sebelum pengamatan berperanserta berlangsung, pendekatan pada masing-masing kasus dilakukan, untuk menciptakan saling percaya (trust building). Pengamatan dilakukan dengan mencatat hal-hal yang berkaitan dengan membangun tempat pembuangan akhir (TPA) untuk meningkatkan daya tampung pembuangan sampah organik dan an-organik yang diproduksi oleh masyarakat Kota Bandung yang meliputi antara lain: a. Pengumpulan data dokumenter dilakukan di PD Kebersihan, Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Badan Perencanaan Daerah, Asisten Bidang Pemerintahan, Dinas Kampraswil dan catatan penting lainnya. b. Catatan lapangan, yang meliputi berbagai informasi dari hasil wawancara terhadap informan yang berupa: 1) Isi pembicaraan langsung yang dicatat dari hasil wawancara secara terbuka, bebas, langsung dalam rangka melengkapi informasi. Hal ini membantu wawancara agar tidak kaku dalam pembicaraan, bahkan muncul masalah menarik dari catatan pembicaraan secara bebas. 2) Catatan peristiwa, konteks dan situasi, siapa, dimana, apa, kapan dan bagaiamana kegiatan itu. Catatan ini dapat menggambarkan peristiwa dan refleksi yang berisi kerangka berfikir dan pendapat peneliti, gagasan dan kepedulian (Bogdan dan Biklen, 1992). 4. Studi Literatur Metode melalui studi literatur dilakukan dengan cara mempelajari dan menelaah berbagai literatur yang berkaitan dengan penelitian yang dilakukan, antara lain melalui buku teks, buku-buku pendukung maupun penelitian terdahulu yang relevan. Studi ini dilakukan untuk memperoleh informasi yang sifatnya teoritis dan digunakan sebagai pembanding dalam pembahasan.

68 Metode Analisis Data 1. Pengukuran Variabel-Variabel Penelitian Pengukuran variabel-variabel penelitian dilakukan berdasarkan penilaian persepsi pegawai PD Kebersihan dan Masyarakat Kota Bandung melalui 5 (lima) pilihan jawaban yang memiliki skor 1 sampai 5. Hasil penilaian berdasarkan persepsi responden penelitian ini kemudian diolah untuk memperoleh prosentase berdasarkan pilihan jawaban, sehingga diperoleh prosentase terbanyak yang dijadikan acuan dalam menetapkan hasil pengukuran terhadap variabel penelitian. 2. Factor Analysis Pada tahap analisis, data diolah dan diproses menjadi kelompokkelompok, diklasifikasikan, dikategorikan dan dimanfaatkan untuk memperoleh kebenaran sebagai jawaban dari masalah dalam hipotesis penelitian yang diajukan dalam penelitian. Penelitian yang dilakukan ini bermaksud untuk mengungkapkan faktor utama yang merupakan variabel penyebab atau independent variable yaitu faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan kebijakan pengelolaan sampah dalam upaya meningkatkan kualitas lingkungan hidup di Kota Bandung. Dalam statistika, metode analisis yang sesuai dengan permasalahan tersebut adalah analisis faktor berkaitan dengan komunikasi, sumberdaya, disposisi, dan struktur birokrasi yang merupakan faktor penentu kebijakan berdasarkan teori Edward III (1980) yang diterapkan pada pelaksanaan kebijakan pengelolaan sampah. Prinsip kerja analisis faktor digunakan dalam pengolahan data penelitian yang bertujuan untuk mengelompokkan dan mereduksi suatu varibel penelitian. Hasil analisis faktor yang berbentuk kelompok faktor berdasarkan variabel penelitian yang lebih sederhana dengan informasi yang lebih baik yang diberikan oleh variabel penelitian. Analisis faktor adalah model matematik yang berfungsi menjelaskan hubungan antara kumpulan besar variabel menjadi bentuk kumpulan yang kecil berdasarkan faktor-faktor yang terbentuk. Gambar 2 menjelaskan prinsip kerja analisis faktor.

69 48 Solusi Empat Faktor Gambar 2 Ilustrasi Solusi Empat Faktor Hasil Reduksi, Pengelompokkan dan Pengurutan Sumber: Hasil Kajian Kesesuaian dengan Penelitian yang Dilakukan (modifikasi Dillon, 1984)

70 49 Keterangan: X1 = Komunikasi X1.1 = Kejelasan Penerimaan Informasi Kebijakan Pengelolaan Sampah X1.2 = Pengetahuan Melaksanakan Tugas dalam Kebijakan Pengelolaan Sampah X1.3 = Kecepatan Menerima Informasi Pelaksanaan Kebijakan Pengelolaan Sampah X1.4 = Frekuensi Penerimaan Informasi Kebijakan Pengelolaan Sampah X1.5 = Kesesuaian Pelaksanaan dengan Pedoman Pelaksanaan Kebijakan Pengelolaan Sampah X1.6 = Kecepatan Pemecahan Masalah Pelaksanaan Kebijakan Pengelolaan Sampah X2 = Sumberdaya X2.1 = Kemudahan Perolehan Informasi Pelaksanaan Kebijakan Pengelolaan Sampah X2.2 = Ketersediaan Peralatan Pendukung Pelaksanaan Kebijakan Pengelolaan Sampah X2.3 = Kemampuan Sumberdaya Pengelola Persampahan X3 = Disposisi atau Sikap Pelaksana Pengelola Persampahan X3.1 = Pemahaman Pengelola dalam Kebijakan Pengelolaan Sampah X3.2 = Pengetahuan Pengelola dalam Pekerjaannya X3.3 = Penerapan Pengelola dalam Melaksanakan Kebijakan Pengelolaan Sampah X3.4 = Kesopanan dan Kejujuran Pengelola Persampahan X3.5 = Komitmen Pengelola Persampahan dalam Menjalankan Tugas X3.6 = Prioritas Keberhasilan Kebijakan Pengelolaan Sampah X4 = Struktur Birokrasi Pengelolaan Persampahan X4.1 = Kejelasan Pembagian Tugas Pengelolaan X4.2 = Tanggung Jawab Pelaksana Persampahan X4.3 = Kejelasan Wewenang Pelaksana Persampahan X4.4 = Kejelasan Koordinasi Pelaksana Persampahan Analisis Faktor digunakan dengan melakukan validasi. Metoda ini berguna untuk menghitung keterkaitan (korelasi) antar variabel-variabel penyebab yang membentuk variabel akibatnya. Variabel yang akan digunakan adalah variabel yang mempunyainilai lebih besar dari 0,3. Besarnya angka 0,3 tersebut di dasarkan kepada pendapat dillon dan goldstein (1984) yang menyatakan bahwa variabel yang mempunyai nilai 0,3 dapat digunakan sebagai variabel bermakna. 3. Analisis AHP dan SWOT (AWOT) Analisis ini merupakan perpaduan antara Analitic Hierarchy Process (AHP) dan SWOT (Strength, Weakness, Oportunity, and Threat). Analisis SWOT menjadi suatu alat kekuatan untuk mencari dan menemukenali potensi dalam kebijakan pengelolaan sampah sebagai kekuatan yang dimiliki. Hasil analisis ini

71 50 dapat dijadikan sebagai landasan strategi untuk mencapai keberlangsungan pembangunan terutama dalam pengelolaan sampah di Kota Bandung dengan menggambarkan pengaruh, tindakan yang diperlukan, untuk mencapai keluaran yang diinginkan (Moughtin,1990). Tujuan akhir dari analisa ini adalah untuk memilih strategi yang efektif untuk memaksimalkan keunggulan kekuatan/potensi dan memanfaatkan peluang serta pada saat yang sama meminimalkan pengaruh kelemahan dan ancaman yang dihadapi (Diklat Manajemen Perkotaan, 1999). Analisis SWOT tidak mungkin dicapai tanpa adanya pengetahuan mengenai sejarah wilayah studi dan pengetahuan faktor baik eksternal maupun internal yang ada di perkotaan (Moughtin, 1999). Analisis SWOT di sini akan mengidentifikasikan faktor internal wilayah sebagai kekuatan dan kelemahan, dan faktor eksternal sebagai peluang dan ancaman, matriks SWOT sebagai rangkuman dari faktor eksternal dan internal yang dipengaruhi dari peluang, ancaman, kekuatan dan kelemahan. Matriks SWOT sebagai rangkuman dari faktor internal dan eksternal yang dipengaruhi dari peluang, ancaman, kekuatan dan kelemahan dimana analisis ini memungkinkan untuk diformulasikan dan dirumuskan suatu strategi yang sesuai dengan visi dan misi dari kebijakan pengelolaan sampah yang ditetapkan. Kerangka Analisis SWOT ditampilkan pada Tabel 3. Analisis SWOT dapat digunakan dengan berbagai cara untuk membantu perumusan strategi. Cara yang paling lazim adalah memanfaatkannya sebagai kerangka acuan logis yang dijadikan pedoman pembahasan sistematik tentang situasi dan kondisi pengelolaan sampah serta alternatif-alternatif pokok yang mungkin dipertimbangkan dalam pengelolaan sampah perkotaan. Analisis SWOT yang sistematik dapat dilakukan untuk semua aspek situasi dalam pengelolaan sampah. Sebagai hasil analisis ini memberikan kerangka yang dinamik serta bermanfaat untuk analisis strategik. Dalam proses pengambilan keputusan publik, seringkali sumber kerumitan masalah keputusan bukan hanya pada ketidakpastian atau ketidaksempurnaan informasi. Penyebab lainnya adalah banyaknya faktor yang berpengaruh terhadap pilihan-pilihan yang ada serta beragamnya kriteria pemilihan tersebut (Saaty dan

72 51 Vargas, 1994). Dengan adanya berbagai alternatif pemilihan keputusan tersebut, masalah mendasar pengambilan keputusan publik adalah bagaimana menentukan bobot penilaian untuk suatu kriteria yang digunakan menurut kepentingan tertentu. Tabel 3 Kerangka Analisis SWOT Strengths (Kekuatan) Kekuatan diukur berdasarkan situasi dan kemampuan internal yang bersifat positif yang memungkinkan PD Kebersihan Kota Bandung memenuhi keuntungan stratejik dalam mencapai visi dan misi. Kekuatan dalam pelaksanaan kebijakan pengelolaan sampah ini berupa keberadaan sumberdaya, keunggulan pelaksana, dukungan lingkungan, karakteristik kawasan dan letak geografis. Kekuatan ini merupakan kompetensi khusus yang memberikan keunggulan dalam melaksanakan kebijakan pengelolaan sampah. Kekuatan dapat terkandung dalam sumberdaya keuangan, citra, sarana dan prasarana yang tersedia serta faktorfaktor lainnya Opportunities (Peluang) Peluang diukur berdasarkan situasi dan faktorfaktor luar PD Kebersihan Kota Bandung yang bersifat positif, yang membantu organisasi mencapai atau mampu melampaui pencapaian visi dan misi organisasi. Peluang dalam kebijakan pengelolaan sampah berupa situasi penting yang menguntungkan dalam melaksanakan kebijakan. Kecenderungan penting merupakan salah satu identifikasi perubahan kualitas lingkungan, peraturan serta kebutuhan masyarakat dan swasta yang dapat memberikan peluang bagi pelaksanaan kebijakan Sumber: Hasil Kajian Peneliti Weakness (Kelemahan) Kelemahan diukur berdasarkan situasi dan faktorfaktor dalam PD Kebersihan Kota Bandung yang bersifat negatif, yang menghambat PD Kebersihan mencapai atau mampu melampaui pencapaian visi dan misi. Kekuatan dalam pelaksanaan kebijakan pengelolaan sampah berupa keterbatasan atau kekurangan dalam sumberdaya, daya dukung dan kapabilitas yang menghambat kualitas lingkungan yang meliputi fasilitas sumberdaya keuangan, sarana dan prasarana, kemampuan sumberdaya manusia dan budaya yang dapat menghambat pelaksanaan kebijakan pengelolaan sampah Threat (Ancaman) Ancaman diukur berdasarkan faktor-faktor luar organisasi yang bersifat negatif, yang dapat mengakibatkan PD Kebersihan Kota Bandung gagal mencapai visi dan misinya. Ancaman dalam kebijakan pengelolaan sampah berupa situasi yang tidak menguntungkan dalam pelaksanaan kebijakan. Ancaman merupakan pengganggu utama bagi pelaksanaan kebijakan saat ini atau tidak diinginkan dalam melaksanakan kebijakan. Perubahan kualitas lingkungan, perkembangan teknologi, peraturan baru dapat menjadi ancaman bagi pengelolaan sampah. Pengambilan keputusan penetapan prioritas kriteria, model Analytic Hierarchy Process (AHP) merupakan model kuantitatif yang cocok untuk diterapkan dalam rangka pengambilan keputusan penetapan prioritas kriteria dalam rangka pengambilan keputusan penentuan prioritas dalam pengelolaan

73 52 sampah di Kota Bandung. Metode ini merupakan metode perencanaan yang luwes dan memungkinkan adanya pengambilan keputusan dengan mengkombinasikan pertimbangan dan nilai-nilai pribadi secara logis. Hal tersebut dimungkinkan terjadi karena AHP mengandalkan pada intuisi pada input utamanya. Intuisi tersebut harus datang dari pengambil keputusan yang cukup informasi yang memahami masalah yang sedang dihadapi dan akan diambil keputusan. Ada beberapa Variabel yang ditetapkan untuk diterapkan dengan menggunakan metode AHP, yakni: 1. Faktor utama/main Isue (Level 1): Agar tercapai goal yang dituju, ada isue utama yang diperhatikan, yakni keterkaitan kriteria terhadap faktor utama, dapat digambarkan sebagai suatu proses hubungan kausal, yang memberikan pengaruh menguntungkan dan merugikan terhadap key isue. 2. Kriteria (Level 2): Dari faktor-faktor yang berpengaruh di atas ada berbagai kriteria, agar dapat memaksimalkan pengelolaan sampah yang dilakukan dalam rangka mencapai tujuan pengendalian sampah. 3. Alternatif (Level 3): Alternatif ini merupakan kriteria yang mengacu kepada pendekatan faktor penting dalam pelaksanaan kebijakan pengelolaan sampah berupa pengelolaan sampah rumah tangga di Kota Bandung Penggunaan Model AHP dan SWOT dalam penelitian ini disajikan dalam Gambar 3 di halaman berikut.

74 53 Kebijakan Persampahan Strengths Weaknesses Opportunities Threats Red Reu Rec Emp Red Reu Rec Emp Red Reu Rec Emp Red Reu Rec Emp K S D B K S D B K S D B K S D B K S D B K S D B K S D B K S D B K S D B K S D B K S D B K S D B K S D B K S D B K S D B K S D B Gambar 3 Model Hirarki AHP dan SWOT Keterangan: Red = Reduce (Mengurangi Sumber). Reu = Reuse (Memanfaatkan Kembali) Rec = Recycle (Mengolah Kembali) Emp = Empower (Memberdayakan) K S D B = Komunikasi = Sumberdaya = Disposisi = Birokrasi

75 54 IV. GAMBARAN UMUM KUALITAS LINGKUNGAN HIDUP DI KOTA BANDUNG 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian Kota Bandung terletak di wilayah Propinsi Jawa Barat dan merupakan Ibukota Propinsi Jawa Barat, yang terletak diantara Bujur Timur, 6-55 Lintang Selatan. Ketinggian tanah ± 791 m di atas permukaan laut, titik terendah m berada di sebelah selatan dengan permukaan relatif datar dan titik tertinggi + 1,050 m berada di sebelah utara dengan kontur yang berbukitbukit. Luas wilayah Kota Bandung ,65 Ha yang terdiri dari dataran (145,52 km²), perbukitan (0,82 km²) dan pesawahan (21,56 km²) dan sebanyak 8.791,35 (52,55%) digunakan untuk daerah perumahan/pemukiman. Kota ini secara geografis terletak di tengah-tengah provinsi Jawa Barat. Peta Kota Bandung, dapat dilihat pada Gambar 4. Kota Bandung terletak di ketinggian ±768 m di atas permukaan laut (dpl). Daerah utara Kota Bandung pada umumnya lebih tinggi daripada daerah selatan. Rata-rata ketinggian di sebelah utara adalah ±1050 dpl, sedangkan di bagian selatan adalah ±675 dpl. Bandung dikelilingi oleh pegunungan yang membuat Bandung menjadi semacam cekungan (Bandung Basin). Wilayah pemerintahan terbagi dalam 30 kecamatan dan 151 kelurahan. Secara administratif Kota Bandung berbatasan dengan daerah kabupaten/kota lainnya yaitu: 1) Sebelah Utara berbatasan dengan kabupaten Bandung Barat, 2) Sebelah Barat berbatasan dengan Kota Cimahi, dan 3) Sebelah Timur dan Selatan berbatasan dengan Kabupaten Bandung. Jumlah penduduk Kota Bandung tahun 2007 adalah jiwa dengan jumlah penduduk laki-laki sebesar jiwa atau 51,00% dan penduduk perempuan sebesar jiwa atau sebesar 49,00% (BPS Kota Bandung Tahun 2007), dan telah terjadi kenaikan sebesar jiwa.

76 Gambar 4 Ilustrasi Peta Lokasi Kota Bandung 55

77 56 Pertumbuhan penduduk di Kota Bandung dipengaruhi oleh faktor alami seperti kelahiran dan kematian serta faktor migrasi atau perpindahan penduduk yang disebabkan karena Bandung merupakan ibukota propinsi, juga merupakan kota jasa yang dikunjungi oleh banyak pendatang dari luar Kota Bandung yang akhirnya bekerja dan menetap di Kota Bandung. Peningkatan laju pertumbuhan penduduk 49,00% (BPS Kota Bandung Tahun 2007), disebabkan oleh perkembangan Kota Bandung yang pesat dan ketersediaan berbagai fasilitas kehidupan yang membuat orang tertarik untuk datang dan menetap di Kota Bandung. Jumlah penduduk terbanyak tingkat kecamatan yaitu kecamatan Babakan Ciparay ( jiwa) dan paling sedikit di Kecamatan Bandung Wetan ( jiwa). Bila dilihat dari jumlah penduduk di Kota Bandung jiwa maka rata-rata kepadatan penduduk di Kota Bandung yaitu jiwa/km². Walaupun Kecamatan Babakan Ciparay memiliki jumlah penduduk terbanyak tetapi Kecamatan Bandung Kulon merupakan kecamatan terpadat di Kota Bandung yaitu jiwa/km². Kecamatan yang tingkat kepadatan penduduknya jarang adalah kecamatan Astanaanyar (6.203 jiwa/km2). Dan ini menandakan bahwa persebaran penduduk di Kota Bandung belum merata dan masih terpusat di tempat-tempat tertentu. Penduduk Kota Bandung menurut registrasi Penduduk sampai dengan Tahun 2006 (Sumber: BPS Kota Bandung 2007) berjumlah jiwa dengan luas wilayah ,65 Ha (145,52 Km 2 ), sehingga kepadatan penduduknya per hektar sebesar jiwa (Sumber: BPS Kota bandung 2007). Kondisi perekonomian Kota Bandung dapat terlihat dari Indikator Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE) yang setiap tahun mengalami kenaikan yang signifikan. Hal tersebut berkaitan dengan penetapan salah satu target program prioritas yaitu LPE Kota Bandung Tahun 2008 adalah 11%. LPE Kota Bandung pada tahun 2007 mencapai 8,24% di atas pencapaian LPE Propinsi Jawa Barat yang mencapai 5,31% (Sumber: BPS/Kependudukan Kota bandung 2007). Faktor lain yang menjadi salah satu ukuran kemajuan dalam proses pembangunan adalah Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) yang menggambarkan produksi barang

78 57 dan jasa masyarakat Kota Bandung. Peningkatan PDRB ini secara tidak langsung akan berpengaruh terhadap tingkat produksi sampah di Kota Bandung. 4.2 Sampah di Kota Bandung Volume sampah yang dihasilkan di Kota Bandung berasal dari kegiatan rumah tangga (domestik) dan berasal dari kegiatan fasilitas sosial, perkantoran, pasar, pertokoan dan kegiatan lainnya (non domestik). Dengan menggunakan standar produksi sampah sebesar 2,5 liter/orang/hari, produksi sampah di Kota Bandung pada tahun 2008 sebesar m 3 /hari dan pada tahun 2013 sebesar m 3 /hari. Diasumsikan cakupan pelayanan pada tahun 2008 sebesar 80% dan pada tahun 2013 sebesar 90%, maka timbulan sampah yang harus ditangani adalah sebesar m 3 /hari dan m 3 /hari. Sementara itu kapasitas TPA yang ada sebesar m 3 (PD Kebersihan Kota Bandung, 2009). Volume sampah yang dihasilkan dari tahun 2008 hingga 2013 dengan mengasumsikan tetap, yaitu sebesar 2,4 juta m 3 /tahun, dan jumlah sampah yang dihasilkan dapat direduksi hingga 70% dengan menggunakan teknik-teknik pemadatan, pengomposan, dan daur ulang, maka volume sampah yang tersisa di TPA dari tahun 2008 hingga 2013 adalah sebesar 3,6 juta m 3. Angka 3,6 juta m 3 ini sudah hampir mendekati kapasitas TPA yang ada, yaitu sebesar lebih kurang 3,8 juta m 3. Analisis ini belum mempertimbangkan volume sampah yang dihasilkan sejak TPA dibuka hingga tahun Apabila volume sampah tersebut dipertimbangkan, ada kemungkinan bahwa untuk sepuluh tahun mendatang TPA yang ada sudah tidak lagi dapat menampung sampah yang dihasilkan (Satriyo, 2008). Hal yang sama juga berlaku untuk TPS. Pada saat ini terdapat 202 TPS 3 dan 279 kontainer dengan volume 10 m dan 6 m 3. Apabila diasumsikan bahwa semua kontainer yang digunakan di TPS adalah container dengan volume 10 m 3, maka TPS yang ada pada saat ini mempunyai kapasitas m 3. Pada tahun 2008 diperlukan tambahan kapasitas sebesar m 3 atau sama dengan 242 kontainer 10 m 3, dan pada tahun 2013 diperlukan tambahan kapasitas sebesar m 3 (dari tahun 2008) atau 142 kontainer 10 m 3 yang dapat disebarkan pada

79 58 lokasi TPS yang ada atau TPS-TPS baru (Satriyo, 2008). Volume timbulan sampah di Kota Bandung dari Tahun 2001 sampai Tahun 2008, dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4 Timbulan Sampah di Kota Bandung No Tahun Volume (m 3 ) Trend (%) , , , , , , ,37 Rata-Rata ,29 Sumber: PD Kebersihan Kota Bandung, 2009 Pada Tabel 4 terlihat bahwa pada Tahun 2005 merupakan Tahun yang paling besar terjadi timbulan sampah. Hal ini disebabkan pada Tahun 2005 terjadinya bencana longsor di TPA Leuwigajah, sehingga timbulan sampah tidak dapat lagi dialokasikan di TPA ini. Sejak 21 Februari 2005 (Sumber: Pikiran Rakyat - 22 Februari 2007) kawasan seluas 23,6 hektare ini digunakan untuk menampung sampah hingga volumenya mencapai tak kurang dari 1,62 juta meter kubik. Sistem pengelolaan sampah di TPA Leuwigajah masih menggunakan teknologi open dumping, yakni dengan hanya menumpuk sampah-sampah di tempat terbuka. Selain itu, TPA ini juga tidak memiliki saluran khusus air sampah (lindi). Gambar 5 memperlihatkan sistem operasional pelayanan kebersihan yang diterapkan di Kota Bandung, sedangkan perkiraan produksi sampah domestik di Kota Bandung pada Tahun 2013 serta perbandingannya dengan Tahun 2008 disajikan pada Tabel 5.

80 Sumber: PD Kebersihan Kota Bandung, Tahun 2008 Gambar 5 Sistem Operasional Pelayanan Kebersihan 59

81 60 Tabel 5 Perkiraan Produksi Sampah Domestik Di Kota Bandung Tahun 2008 dan 2013 No. Kecamatan (m 3 /hari) (m /hari) Wilayah Bojongloa 1 Kec. Andir 308,8 345,4 2 Kec. Sukasari 210,1 237,7 3 Kec. Cicendo 296,7 335,7 4 Kec. Sukajadi 278,1 314,6 Wilayah Cibeunying 5 Kec. Cicadas 149,5 169,1 6 Kec. Coblong 337,8 382,2 7 Kec. Bandung Wetan 191,7 218,2 8 Kec. Cibeunying Kidul 316,8 358,3 9 Kec. Cibeunying Kaler 189,2 214,1 10 Kec. Sumur Bandung 136,7 154,6 Wilayah Tegalega 11 Kec. Astana Anyar 243,3 275,3 12 Kec. Bojongloa Kidul 203,8 252,8 13 Kec. Bojongloa Kaler 295,1 355,6 14 Kec. Babakan Ciparay 295,1 331,6 15 Kec. Bandung Kulon 329,1 372,3 Wilayah Karees 16 Kec. Regol 242,3 274,3 17 Kec. Lengkong 242,7 274,6 18 Kec. Batununggal 358,4 405,3 19 Kec. Kiaracondong 361,4 408,8 Wilayah Ujungberung 20 Kec. Cicadas 298,2 337,4 21 Kec. Arcamanik 242,9 274,8 22 Kec. Ujungberung 207,3 234,6 23 Kec. Cibiru 203,2 232,2 Wilayah Gedebage 24 Kec. Bandung Kidul 119,1 134,7 25 Kec. Margacinta 256,4 290,2 26 Kec. Rancasari 179,6 203,2 Kota Bandung 6.495, ,0 Data: Data BPLH Kota Bandung, Juli Pada awal Tahun 2005, Kota Bandung dihadapkan pada persoalan tidak tersedianya TPA karena beberapa lokasi yang akan dipakai ditolak oleh masyarakat. Hal ini disebabkan:

82 61 1. Penolakan masyarakat di sekitar wilayah yang akan dipakai TPA disebabkan mereka melihat pengalaman dalam cara pengelolaan sampah yang selama ini dilakukan. Kejadian longsor sampah di TPA Leuwigajah, Cimahi, yang memakan korban puluhan orang menjadi pengalaman traumatis masyarakat. 2. Masyarakat menolak karena permukiman berdekatan dengan TPA akan menimbulkan bau. 3. Masyarakat menolak karena lahan pertanian yang letaknya dekat dengan daerah yang dipakai TPA dianggap tercemar polusi dari sampah sehingga merusak produktivitas tanah dan hasil produksi pertanian akan rusak. 4. Masyarakat yang berada di sekitar lokasi TPA menolak karena nilai ekonomi tanah dan permukiman akan turun. Orang enggan bermukim dan berusaha di sekitar lokasi, ditambah dengan pertimbangan kesehatan dan estetika. 4.3 Tingkat Kualitas Lingkungan Hidup Kota Bandung Tingkat kualitas lingkungan hidup Kota Bandung yang berkaitan dengan pengelolaan sampah dapat diukur berdasarkan tingkat pencemaran sungai. Diasumsikan sungai menjadi salah satu tempat pembuangan sampah akhir sebagian masyarakat Kota Bandung. Hasil pemantauan pada 16 sungai di Kota Bandung memperlihatkan tingkat pencemaran masih menunjukan hasil yang berada di atas baku mutu. Rincian hasil pemantauan dengan 9 parameter dapat dilihat pada Tabel 6 Tabel 6 Hasil Pemantauan Kualitas Sungai Kondisi Sungai (16) lokasi No Parameter Tidak Memenuhi Memenuhi Baku Mutu Baku Mutu 1 Amoniak - 16 (100%) 2 Timbal - 16 (100%) 3 BOD 6 (37,50 %) 10 (62,50%) 4 COD 3 (18,75 %) 13 (81,25%) 5 DO 6 (37,50 %) 10 (62,50%) 6 Detergen 5 (31,25 %) 11 (68,75%) 7 E. Coli 1 (6,25 %) 15 (93,75%) 8 Tembaga 3 (18,75 %) 13 (81,25%) 9 Nitri 8 (50,00 %) 8 (50,00%) Sumber: BPLHD Kota Bandung, 2009

83 62 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Kebijakan Pengelolaan Sampah di Kota Bandung Acuan normatif berkaitan dengan kebijakan pengelolaan sampah di Indonesia saat ini yaitu Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah. Meskipun Undang-undang tentang Pengelolaan Sampah telah disahkan namun Peraturan Pemerintah sebagai acuan dalam pelaksanaan pengelolaan sampah sebagai tindak lanjut Undang-undang tersebut masih belum ada. Direncanakan terdapat 3 (tiga) Peraturan Pemerintah namun baru satu yang telah siap proses legalisasinya. Isu lain adalah kontradiksi pendekatan 3R yang menekankan pengurangan timbulan sampah versus penerapan waste to energy (ubah sampah menjadi energi) yang mendorong peningkatan timbulan sampah. Isu lain yang mengemuka berupa perlunya Pemerintah Daerah memberdayakan masyarakat dan melibatkan dunia usaha atau pihak lain yang terkait dengan masalah persampahan. Program 3R menyatu dengan sistem pengelolaan sampah skala kota. Terdapat 5 Kebijakan dan 29 Strategi Nasional Pengelolaan Sampah. Kelima kebijakan tersebut adalah pengurangan sampah, penanganan sampah, pemanfaatan sampah, peningkatan kapasitas pengelolaan sampah, dan pengembangan kerjasama regional dan global. Kebijakan yang menjadi acuan dasar dalam pengelolaan sampah di Kota Bandung mengacu pada: 1. Skala Nasional yaitu Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah 2. Skala Regional Pemerintah Daerah Kota Bandung yaitu Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 11 Tahun 2005 tentang Perubahan atas Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2005 tentang Penyelenggaraan Ketertiban, Kebersihan, dan Keindahan 3. Skala Regional Pemerintah Daerah Kota Bandung yaitu Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 27 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kebersihan di Kota Bandung

84 63 4. Perusahaan Daerah dalam Pengelolaan Sampah yaitu Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 02 Tahun 1985, yang menetapkan pendirian PD Kebersihan Kota Bandung sebagai Badan Usaha Milik Daerah yang bergerak dalam jasa pelayanan kebersihan di Kota Bandung. Kebijakan pengelolaan sampah di Kota Bandung dalam bentuk Peraturan Daerah mengacu pada Peraturan Daerah Nomor 11 Tahun 2005 tentang Perubahan atas Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2005 tentang Penyelenggaraan Ketertiban, Kebersihan, dan Keindahan. Salah satu pertimbangan ditetapkannya Peraturan Daerah Nomor 11 Tahun 2005 ini yaitu bahwa ketentuan sanksi yang ditetapkan dalam agar dapat berlaku efisien, efektif dan memiliki kepastian hukum, masih perlu dilakukan penyempurnaan. Ketetapan Peraturan Daerah Nomor 11 Tahun 2005 tentang Penyelenggaraan Ketertiban, Kebersihan, dan Keindahan yang berkaitan dengan pengelolaan sampah mengacu pada Undang-Undang Nomor 32 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3699) dan Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 27 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kebersihan di Kota Bandung. Pengelolaan sampah di Kota Bandung harus sesuai dengan perundangundang yang berlaku tentang pengelolaan sampah. Berdasarkan Pasal 20 dan 22 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah, sebagai berikut: Pasal Pengurangan sampah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf a meliputi kegiatan: a. Pembatasan timbulan sampah; b. Pendauran ulang sampah; dan/atau c. Pemanfaatan kembali sampah. 2. Pemerintah dan pemerintah daerah wajib melakukan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat 1, sebagai berikut: a. Menetapkan target pengurangan sampah secara bertahap dalam jangka waktu tertentu; b. Memfasilitasi penerapan teknologi yang ramah lingkungan; c. Memfasilitasi penerapan label produk yang ramah lingkungan;

85 64 d. Memfasilitasi kegiatan mengguna ulang dan mendaur ulang; dan e. Memfasilitasi pemasaran produk-produk daur ulang. 3. Pelaku usaha dalam melaksanakan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 menggunakan bahan produksi yang menimbulkan sampah sesedikit mungkin, dapat diguna ulang, dapat didaur ulang, dan/atau mudah diurai oleh proses alam. 4. Masyarakat dalam melakukan kegiatan pengurangan sampah sebagaimana dimaksud pada ayat 1 menggunakan bahan yang dapat diguna ulang, didaur ulang, dan/atau mudah diurai oleh proses alam. 5. Ketentuan lebih lanjut mengenai pengurangan sampah sebagaimana dimaksud pada ayat 1, ayat 2, ayat 3, dan ayat 4 diatur dengan peraturan pemerintah. Pasal Kegiatan penanganan sampah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf b meliputi: a. Pemilahan dalam bentuk pengelompokan dan pemisahan sampah sesuai dengan jenis, jumlah, dan/atau sifat sampah; b. Pengumpulan dalam bentuk pengambilan dan pemindahan sampah dari sumber sampah ke tempat penampungan sementara atau tempat pengolahan sampah terpadu; c. Pengangkutan dalam bentuk membawa sampah dari sumber dan/atau dari tempat penampungan sampah sementara atau dari tempat pengolahan sampah terpadu menuju ke tempat pemrosesan akhir; d. Pengolahan dalam bentuk mengubah karakteristik, komposisi, dan jumlah sampah; dan/atau e. Pemrosesan akhir sampah dalam bentuk pengembalian sampah dan/atau residu hasil pengolahan sebelumnya ke media lingkungan secara aman. 2. Ketentuan lebih lanjut mengenai penanganan sampah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan pemerintah dan/atau peraturan daerah sesuai dengan kewenangannya. Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 02 Tahun 1985, yang menetapkan pendirian PD Kebersihan Kota Bandung sebagai pengelola sampah di Kota Bandung mengarahkan pada sampah sebagai sumber pendapatan daerah, hal ini tidak sesuai dengan falsafah yang terkandung dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah, yang mengarahkan pengelolaan sampah dengan melibatkan partisipasi masyarakat. Berdasarkan hal tersebut, maka upaya pengelolaan sampah dengan melibatkan masyarakat Kota Bandung haruslah ditekankan pada dua aspek, yaitu aspek demand, dengan cara mengurangi produksi sampah, dan aspek supply, yaitu

86 65 dengan meningkatkan kualitas dan kuantitas sarana dan prasarana. Secara lebih rinci, upaya pengelolaan sampah di Kota Bandung adalah sebagai berikut: - Memanfaatkan teknik-teknik yang lebih berwawasan lingkungan berdasarkan konsep daur ulang-pemanfaatan kembali-pengurangan dalam pengolahan sampah di TPA yang ada maupun yang akan dikembangkan. - Rehabilitasi dan pengadaan sarana dan prasarana persampaan, bergerak dan tidak bergerak, seperti TPS, TPA, kontainer, dan truk. - Mengembangkan kemitraan dengan swasta dan kerjasama dengan kabupaten dan kota sekitarnya yang berkaitan untuk pengelolaan sampah dan penyediaan TPA. Pengelolaan sampah di Kota Bandung selama ini mengacu pada Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 02 Tahun 1985 yang memberikan kewenangan kepada Perusahaan Daerah untuk mengelola sampah. Selain itu, kebijakan pengelolaan sampah yang diterapkan Pemerintah Kota Bandung selain dikelola oleh PD Kebersihan, juga mengacu pada Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 27 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kebersihan dan Peraturan Daerah Nomor 11 Tahun 2005 tentang Penyelenggaraan Ketertiban, Kebersihan, dan Keindahan, di Kota Bandung yang meminta peran serta masyarakat untuk ikut serta berpartisipasi dalam pengelolaan sampah, hal tersebut sejalan dengan Undang- Undang Nomor 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah yang merupakan tonggak baru bagi kebijakan pengelolaan sampah perkotaan di Kota Bandung yang mengarahkan kebijakan pengelolaan sampah perkotaan pada konsep zero waste dengan menekankan pentingnya peran masyarakat dalam pengelolaan sampah. Instansi-instansi yang terkait dengan kegiatan Pengelolaan Sampah di Kota Bandung yaitu PD Kebersihan Kota Bandung sebagai pelaksana kegiatan Pengelolaan Sampah, dan petunjuk teknis Pengelolaan Sampah disusun oleh Dinas Cipta Karya, dan Dinas Pekerjaan Umum Kota Bandung. Selain itu, instansi terkait dengan proses distribusi pembuangan sampah yaitu Pemerintah Kabupaten Bandung Barat, karena lokasi Tempat Pembuangan Sampah berada di

87 66 Kabupen Bandung Barat. Dinas Kebersihan dan Dinas Lingkungan Hidup Kota pada tiga pemerintahan daerah yaitu Kabupaten Bandung Barat, Pemerintah Kota Bandung dan Pemerintah Kota Cimahi merupakan instansi-instansi yang terkait dengan PD Kebersihan Kota Bandung. Perusahaan Daerah Kebersihan (PD Kebersihan) Kota Bandung menyelenggarakan pelayanan jasa kebersihan di bidang Pengelolaan Sampah untuk mewujudkan kondisi kota yang bersih dan memupuk pendapatan, dengan fungsinya yaitu 1) Perumusan kebijakan dan strategi pengelolaan kebersihan dan usaha jasa kebersihan di bidang Pengelolaan Sampah sejalan dengan visi dan misi Kota Bandung, 2) Penyelenggaraan pengelolaan kebersihan di bidang Pengelolaan Sampah kota meliputi penyapuan, pengumpulan, pengangkutan, pembuangan dan pengolahan akhir, dan 3) Penyelenggaraan usaha jasa pelayanan kebersihan di bidang Pengelolaan Sampah. Sistem operasional pelayanan kebersihan jalan, pasar komersial dan non komersial, fasilitas umum dan fasilitas sosial ditampilkan pada Gambar 6 dan Gambar 7. Selain pengelolaan sampah di Kota Bandung yang diserahkan kepda PD Kebersihan, pemerintah Kota Bandung mempunyai kebijakan untuk membangun pabrik pengolahan sampah menjadi energi listrik (PLTSa) di Gedebage sebagai salah satu upaya dalam mengatasi dan menyelesaikan masalah pengelolaan sampah di Kota Bandung yang semakin sulit dan berat. Dengan upaya ini, diharapkan nantinya tidak lagi tergantung kepada salah satu Tempat Pembuangan Akhir (TPA) yang ada di wilayah luar Kota Bandung.

88 Sumber: BPLH Kota Bandung, 2005 Gambar 6 Program Pengelolaan Sampah di Kota Bandung 67

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertambahan jumlah penduduk, perubahan pola konsumsi masyarakat, peningkatan konsumsi masyarakat dan aktivitas kehidupan masyarakat di perkotaan, menimbulkan bertambahnya

Lebih terperinci

RINGKASAN ANALISIS PELAKSANAAN KEBIJAKAN PENGELOLAAN SAMPAH SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN KUALITAS LINGKUNGAN HIDUP DI KOTA BANDUNG

RINGKASAN ANALISIS PELAKSANAAN KEBIJAKAN PENGELOLAAN SAMPAH SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN KUALITAS LINGKUNGAN HIDUP DI KOTA BANDUNG 1 RINGKASAN ANALISIS PELAKSANAAN KEBIJAKAN PENGELOLAAN SAMPAH SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN KUALITAS LINGKUNGAN HIDUP DI KOTA BANDUNG Berdasarkan data dari PD Kebersihan Kota Bandung Tahun 2009, volume timbulan

Lebih terperinci

BUPATI LUWU TIMUR PROPINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH RUMAH TANGGA DAN

BUPATI LUWU TIMUR PROPINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH RUMAH TANGGA DAN BUPATI LUWU TIMUR PROPINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH RUMAH TANGGA DAN SAMPAH SEJENIS SAMPAH RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BUPATI BONDOWOSO PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONDOWOSO NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KABUPATEN BONDOWOSO

BUPATI BONDOWOSO PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONDOWOSO NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KABUPATEN BONDOWOSO BUPATI BONDOWOSO PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONDOWOSO NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KABUPATEN BONDOWOSO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BONDOWOSO, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR - 1 - PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH REGIONAL JAWA TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TANGERANG,

PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TANGERANG, PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TANGERANG, Menimbang : a. bahwa dengan adanya pertambahan penduduk dan pola konsumsi

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN 62 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Kebijakan Pengelolaan Sampah di Kota Bandung Acuan normatif berkaitan dengan kebijakan pengelolaan sampah di Indonesia saat ini yaitu Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang

Lebih terperinci

QANUN KABUPATEN BIREUEN NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA KUASA BUPATI BIREUEN,

QANUN KABUPATEN BIREUEN NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA KUASA BUPATI BIREUEN, QANUN KABUPATEN BIREUEN NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA KUASA BUPATI BIREUEN, Menimbang : a. bahwa pengelolaan sampah memerlukan suatu

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KABUPATEN PASURUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KABUPATEN PASURUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KABUPATEN PASURUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN, Menimbang Mengingat : a. bahwa pertambahan penduduk

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN JOMBANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN JOMBANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PEMERINTAH KABUPATEN JOMBANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JOMBANG, Menimbang : a. bahwa pertambahan penduduk

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH REGIONAL JAWA TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang :

Lebih terperinci

BUPATI BANGKA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA BARAT NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN PERSAMPAHAN DAN KEBERSIHAN

BUPATI BANGKA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA BARAT NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN PERSAMPAHAN DAN KEBERSIHAN BUPATI BANGKA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA BARAT NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN PERSAMPAHAN DAN KEBERSIHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA BARAT, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 7 TAHUN 2012 SERI E.3 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 7 TAHUN 2012 SERI E.3 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 7 TAHUN 2012 SERI E.3 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CIREBON, Menimbang

Lebih terperinci

QANUN KABUPATEN PIDIE NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH

QANUN KABUPATEN PIDIE NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH QANUN KABUPATEN PIDIE NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA PENGASIH LAGI MAHA PENYAYANG ATAS RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA BUPATI PIDIE, Menimbang

Lebih terperinci

BUPATI POLEWALI MANDAR

BUPATI POLEWALI MANDAR BUPATI POLEWALI MANDAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN POLEWALI MANDAR NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN PERSAMPAHAN DAN KEBERSIHAN KOTA KABUPATEN POLEWALI MANDAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

PERATURAN DESA SEGOBANG NOMOR 7 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA DESA SEGOBANG,

PERATURAN DESA SEGOBANG NOMOR 7 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA DESA SEGOBANG, PERATURAN DESA SEGOBANG NOMOR 7 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA DESA SEGOBANG, Menimbang Mengingat : a. bahwa lingkungan hidup yang baik merupakan hak asasi

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pertambahan penduduk dan perubahan pola

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH I. UMUM Jumlah penduduk Indonesia yang besar dengan tingkat pertumbuhan yang tinggi mengakibatkan bertambahnya

Lebih terperinci

BUPATI GRESIK PROVINSI JAWA TIMUR

BUPATI GRESIK PROVINSI JAWA TIMUR + BUPATI GRESIK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK NOMOR 5 TAHUN 2017 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK NOMOR 9 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH SALINAN BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PATI NOMOR 15 TAHUN 2017 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pertambahan penduduk dan perubahan pola

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU NOMOR 5 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH Bagian Hukum Setda Kabupaten Ogan Komering Ulu PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU NOMOR 5 TAHUN 2009

Lebih terperinci

BUPATI MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MADIUN NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MADIUN,

BUPATI MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MADIUN NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MADIUN, BUPATI MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MADIUN NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MADIUN, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan pasal

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pertambahan penduduk dan perubahan pola

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KABUPATEN JEPARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA.

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KABUPATEN JEPARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA. PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KABUPATEN JEPARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA., Menimbang : a. bahwa pertambahan penduduk dan perubahan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pertambahan penduduk dan perubahan pola

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. aktivitas kehidupan masyarakat di perkotaan, menyebabkan bertambahnya volume

BAB I PENDAHULUAN. aktivitas kehidupan masyarakat di perkotaan, menyebabkan bertambahnya volume BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pertambahan jumlah penduduk, peningkatan konsumsi masyarakat dan aktivitas kehidupan masyarakat di perkotaan, menyebabkan bertambahnya volume dan jenis sampah,

Lebih terperinci

BUPATI TRENGGALEK PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 92 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KABUPATEN TRENGGALEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI TRENGGALEK PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 92 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KABUPATEN TRENGGALEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TRENGGALEK PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 92 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KABUPATEN TRENGGALEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TRENGGALEK, Menimbang : a. bahwa pertambahan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULELENG NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN BULELENG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULELENG NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN BULELENG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULELENG NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN BULELENG TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULELENG NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 12 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI JAWA BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 12 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI JAWA BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 12 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI JAWA BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT, Menimbang Mengingat : a. bahwa pertambahan penduduk

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUASIN NOMOR 22 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUASIN,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUASIN NOMOR 22 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUASIN, PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUASIN NOMOR 22 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUASIN, Menimbang : a. bahwa pertambahan penduduk dan perubahan pola konsumsi

Lebih terperinci

WALIKOTA PEKALONGAN PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA PEKALONGAN PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PEKALONGAN PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PEKALONGAN, Menimbang : a. b. c. d. bahwa pertambahan penduduk,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian sampah Sampah adalah barang yang dianggap sudah tidak terpakai dan dibuang oleh pemilik/pemakai sebelumnya, tetapi bagi sebagian orang masih bisa dipakai jika dikelola

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 33 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN SAMPAH

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 33 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN SAMPAH MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 33 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 40 III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan mulai bulan Maret 2007 sampai Desember 2009. Penelitian dilakukan di Kota Bandung berkaitan dengan pengembangan kebijakan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO

PEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO PEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO PERATURAN DAERAH KOTA PROBOLINGGO NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, WALIKOTA PROBOLINGGO, Menimbang : a. bahwa pertambahan penduduk

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN DALAM NEGERI. Pengelolaan Sampah. Pedoman.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN DALAM NEGERI. Pengelolaan Sampah. Pedoman. No.274, 2010 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN DALAM NEGERI. Pengelolaan Sampah. Pedoman. PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN SAMPAH

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2014 NOMOR 7 SERI E

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2014 NOMOR 7 SERI E LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2014 NOMOR 7 SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANJARNEGARA,

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 29 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TEMANGGUNG,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 29 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TEMANGGUNG, BUPATI TEMANGGUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 29 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TEMANGGUNG, Menimbang a. bahwa dalam rangka menumbuh kembangkan

Lebih terperinci

RANCANGAN QANUN KABUPATEN SIMEULUE NOMOR 19 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH

RANCANGAN QANUN KABUPATEN SIMEULUE NOMOR 19 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH 1 RANCANGAN QANUN KABUPATEN SIMEULUE NOMOR 19 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA PENGASIH LAGI MAHA PENYAYANG ATAS RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA BUPATI

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SERANG,

PERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SERANG, PERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SERANG, Menimbang: Mengingat: a. bahwa dalam rangka mewujudkan lingkungan yang baik

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN GRESIK

PEMERINTAH KABUPATEN GRESIK PEMERINTAH KABUPATEN GRESIK PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK NOMOR 9 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GRESIK Menimbang : a. bahwa pertambahan penduduk dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM PENGELOLAAN SAMPAH BERBASIS MASYARAKAT. Lingkungan hidup manusia adalah jumlah semua benda dan kondisi yang

BAB II TINJAUAN UMUM PENGELOLAAN SAMPAH BERBASIS MASYARAKAT. Lingkungan hidup manusia adalah jumlah semua benda dan kondisi yang 25 BAB II TINJAUAN UMUM PENGELOLAAN SAMPAH BERBASIS MASYARAKAT 2.1 Pengertian sampah dan sejenisnya Lingkungan hidup manusia adalah jumlah semua benda dan kondisi yang ada dalam ruangan yang ditempati

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 33 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN SAMPAH

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 33 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN SAMPAH MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 33 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI, Menimbang : a. b. bahwa

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PENGELOLAAN SAMPAH MENUJU INDONESIA BERSIH SAMPAH 2020 KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP L/O/G/O

KEBIJAKAN PENGELOLAAN SAMPAH MENUJU INDONESIA BERSIH SAMPAH 2020 KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP L/O/G/O KEBIJAKAN PENGELOLAAN SAMPAH MENUJU INDONESIA BERSIH SAMPAH 2020 KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP L/O/G/O 2014 DASAR HUKUM PENGELOLAAN SAMPAH UNDANG-UNDANG NOMOR 18 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH PERATURAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian sampah Sampah adalah barang yang dianggap sudah tidak terpakai dan dibuang oleh pemilik/pemakai sebelumnya, tetapi bagi sebagian orang masih bisa dipakai jika dikelola

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN LAMONGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KABUPATEN LAMONGAN

PEMERINTAH KABUPATEN LAMONGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KABUPATEN LAMONGAN 1 SALINAN PEMERINTAH KABUPATEN LAMONGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KABUPATEN LAMONGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LAMONGAN, Menimbang

Lebih terperinci

BUPATI KEPULAUAN SELAYAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI KEPULAUAN SELAYAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA s BUPATI KEPULAUAN SELAYAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEPULAUAN SELAYAR, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH RUMAH TANGGA DAN SAMPAH SEJENIS SAMPAH RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jumlah penduduk Indonesia yang besar dengan tingkat pertumbuhan yang tinggi mengakibatkan bertambahnya volume sampah. Di samping itu, pola konsumsi masyarakat memberikan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA BENGKULU NOMOR 02 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KOTA BENGKULU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BENGKULU,

PERATURAN DAERAH KOTA BENGKULU NOMOR 02 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KOTA BENGKULU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BENGKULU, PERATURAN DAERAH KOTA BENGKULU NOMOR 02 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KOTA BENGKULU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BENGKULU, Menimbang : a. bahwa pertambahan penduduk dan perubahan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.188, 2012 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LINGKUNGAN HIDUP. Sampah. Rumah Tangga. Pengelolaan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5347) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PENGELOLAAN SAMPAH TERPADU UNTUK MENINGKATKAN NILAI EKONOMI BAGI MASYARAKAT DI DAERAH

KEBIJAKAN PENGELOLAAN SAMPAH TERPADU UNTUK MENINGKATKAN NILAI EKONOMI BAGI MASYARAKAT DI DAERAH ) KEBIJAKAN PENGELOLAAN SAMPAH TERPADU UNTUK MENINGKATKAN NILAI EKONOMI BAGI MASYARAKAT DI DAERAH (Studi Kasus Pengelolaan Sampah di DIY) Yeni Widowaty, Septi Nur wijayanti Laras Astuti, dan Reni Budi

Lebih terperinci

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG,

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG, 1 BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG, Menimbang : a. bahwa kebersihan, keteraturan dan keindahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan mutlak. Peran penting pemerintah ada pada tiga fungsi utama, yaitu fungsi

BAB I PENDAHULUAN. dan mutlak. Peran penting pemerintah ada pada tiga fungsi utama, yaitu fungsi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kehadiran pemerintah dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan di negara berkembang mempunyai kedudukan yang sangat penting dan mutlak. Peran penting

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA TIDORE KEPULAUAN

PEMERINTAH KOTA TIDORE KEPULAUAN PEMERINTAH KOTA TIDORE KEPULAUAN PERATURAN DAERAH KOTA TIDORE KEPULAUAN NOMOR 10 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TIDORE KEPULAUAN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI,

PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, Menimbang : a. bahwa sampah sebagai sisa kegiatan sehari-hari manusia dan/atau

Lebih terperinci

jtä ~Éàt gtá ~ÅtÄtçt PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR : 7 TAHUN 2012

jtä ~Éàt gtá ~ÅtÄtçt PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR : 7 TAHUN 2012 jtä ~Éàt gtá ~ÅtÄtçt PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR : 7 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KOTA TASIKMALAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TASIKMALAYA, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH RUMAH TANGGA DAN SAMPAH SEJENIS SAMPAH RUMAH TANGGA DENGAN

Lebih terperinci

WALIKOTA PARIAMAN PERATURAN DAERAH KOTA PARIAMAN NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PARIAMAN,

WALIKOTA PARIAMAN PERATURAN DAERAH KOTA PARIAMAN NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PARIAMAN, WALIKOTA PARIAMAN PERATURAN DAERAH KOTA PARIAMAN NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PARIAMAN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mewujudkan pengelolaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kurang tepat serta keterbatasan kapasitas dan sumber dana meningkatkan dampak

BAB I PENDAHULUAN. kurang tepat serta keterbatasan kapasitas dan sumber dana meningkatkan dampak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pertumbuhan industri dan urbanisasi pada daerah perkotaan dunia yang tinggi meningkatkan volume dan tipe sampah. Aturan pengelolaan sampah yang kurang tepat

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang a. bahwa pertambahan penduduk dan perubahan pola

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sampah merupakan limbah yang dihasilkan dari adanya aktivitas manusia.

BAB I PENDAHULUAN. Sampah merupakan limbah yang dihasilkan dari adanya aktivitas manusia. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Sampah merupakan limbah yang dihasilkan dari adanya aktivitas manusia. Jumlah atau volume sampah sebanding dengan tingkat konsumsi manusia terhadap barang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERDANG BEDAGAI NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SERDANG BEDAGAI,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERDANG BEDAGAI NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SERDANG BEDAGAI, PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERDANG BEDAGAI NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SERDANG BEDAGAI, Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

WALI KOTA BALIKPAPAN PROVINSI KALIMANTANN TIMUR TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH RUMAH TANGGA DAN SAMPAH SEJENIS SAMPAH RUMAH TANGGA

WALI KOTA BALIKPAPAN PROVINSI KALIMANTANN TIMUR TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH RUMAH TANGGA DAN SAMPAH SEJENIS SAMPAH RUMAH TANGGA WALI KOTA BALIKPAPAN PROVINSI KALIMANTANN TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 13 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH RUMAH TANGGA DAN SAMPAH SEJENIS SAMPAH RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. dan pengelolaan yang berkelanjutan air dan sanitasi untuk semua. Pada tahun 2030,

BAB 1 : PENDAHULUAN. dan pengelolaan yang berkelanjutan air dan sanitasi untuk semua. Pada tahun 2030, BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Upaya kesehatan lingkungan berdasarkan Sustainable Development Goals (SDGs) tahun 2030 pada sasaran ke enam ditujukan untuk mewujudkan ketersediaan dan pengelolaan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 6 Tahun : 2012 Seri : E

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 6 Tahun : 2012 Seri : E LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 6 Tahun : 2012 Seri : E Menimbang : PERATURAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN

Lebih terperinci

BUPATI LOMBOK BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

BUPATI LOMBOK BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT BUPATI LOMBOK BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN BUPATI LOMBOK BARAT NOMOR 6A TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN PERSAMPAHAN / KEBERSIHAN BUPATI LOMBOK BARAT, Menimbang : a. bahwa salah satu faktor

Lebih terperinci

BERITA NEGARA. KEMENTERIAN NEGARA LINGKUNGAN HIDUP Sampah rumah tangga. Raperda. Pedoman. PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP

BERITA NEGARA. KEMENTERIAN NEGARA LINGKUNGAN HIDUP Sampah rumah tangga. Raperda. Pedoman. PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP No.933, 2011 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN NEGARA LINGKUNGAN HIDUP Sampah rumah tangga. Raperda. Pedoman. PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2011

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 3 TAHUN 2014 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 3 TAHUN 2014 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA R PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 3 TAHUN 2014 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH, Menimbang : a. bahwa pertambahan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN Pesatnya pertambahan penduduk menyebabkan meningkatnya berbagai aktivitas sosial ekonomi masyarakat, pembangunan fasilitas kota seperti pusat bisnis, komersial dan industri,

Lebih terperinci

VII. PEMBAHASAN UMUM 7.1. Visi Pengelolaan Kebersihan Lingkungan Berkelanjutan

VII. PEMBAHASAN UMUM 7.1. Visi Pengelolaan Kebersihan Lingkungan Berkelanjutan VII. PEMBAHASAN UMUM 7.1. Visi Pengelolaan Kebersihan Lingkungan Berkelanjutan TPA Bakung kota Bandar Lampung masih belum memenuhi persyaratan yang ditentukan, karena belum adanya salahsatu komponen dari

Lebih terperinci

PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI KATINGAN NOMOR : 3 TAHUN 2016 TENTANG

PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI KATINGAN NOMOR : 3 TAHUN 2016 TENTANG PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI KATINGAN NOMOR : 3 TAHUN 2016 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PENGELOLAAN SAMPAH RUMAH TANGGA DAN SAMPAH SEJENIS SAMPAH RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BUPATI WONOSOBO, PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOSOBO NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH

BUPATI WONOSOBO, PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOSOBO NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH SALINAN BUPATI WONOSOBO, PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOSOBO NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI WONOSOBO, Menimbang : a. bahwa sampah

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN MALANG NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN MALANG NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN MALANG NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH I. UMUM Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah mengamanatkan perlunya perubahan yang

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PROBOLINGGO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PROBOLINGGO NOMOR : 03 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH

PEMERINTAH KABUPATEN PROBOLINGGO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PROBOLINGGO NOMOR : 03 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH PEMERINTAH KABUPATEN PROBOLINGGO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PROBOLINGGO NOMOR : 03 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PROBOLINGGO, Menimbang : a. bahwa dengan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA PASURUAN SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA PASURUAN NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KOTA PASURUAN SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA PASURUAN NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PEMERINTAH KOTA PASURUAN SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA PASURUAN NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PASURUAN, Menimbang Mengingat : a. bahwa dengan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA BAU-BAU NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN KEBERSIHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BAU-BAU,

PERATURAN DAERAH KOTA BAU-BAU NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN KEBERSIHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BAU-BAU, PERATURAN DAERAH KOTA BAU-BAU NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN KEBERSIHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BAU-BAU, Menimbang : a. bahwa kebersihan merupakan salah satu segi kehidupan yang

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA, S A L I N A N PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN MATERI MUATAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH RUMAH TANGGA DAN SAMPAH

Lebih terperinci

WALIKOTA KEDIRI PERATURAN WALIKOTA KEDIRI NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KOTA KEDIRI WALIKOTA KEDIRI,

WALIKOTA KEDIRI PERATURAN WALIKOTA KEDIRI NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KOTA KEDIRI WALIKOTA KEDIRI, WALIKOTA KEDIRI PERATURAN WALIKOTA KEDIRI NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KOTA KEDIRI WALIKOTA KEDIRI, Menimbang : a. bahwa memenuhi ketentuan pasal 18 ayat 1, 2 dan 3 Peraturan Daerah

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR... TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR... TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR... TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA, Menimbang : a. bahwa pertambahan penduduk dan perubahan pola

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MURUNG RAYA PERATURAN DAERAH KABUPATEN MURUNG RAYA NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KABUPATEN MURUNG RAYA.

PEMERINTAH KABUPATEN MURUNG RAYA PERATURAN DAERAH KABUPATEN MURUNG RAYA NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KABUPATEN MURUNG RAYA. PEMERINTAH KABUPATEN MURUNG RAYA PERATURAN DAERAH KABUPATEN MURUNG RAYA NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KABUPATEN MURUNG RAYA. DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MURUNG RAYA, Menimbang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah persampahan kota hampir selalu timbul sebagai akibat dari tingkat kemampuan pengelolaan sampah yang lebih rendah dibandingkan jumlah sampah yang harus dikelola.

Lebih terperinci

B P L H D P R O V I N S I J A W A B A R A T PENGELOLAAN SAMPAH DI PERKANTORAN

B P L H D P R O V I N S I J A W A B A R A T PENGELOLAAN SAMPAH DI PERKANTORAN B P L H D P R O V I N S I J A W A B A R A T PENGELOLAAN SAMPAH DI PERKANTORAN 1 Sampah merupakan konsekuensi langsung dari kehidupan, sehingga dikatakan sampah timbul sejak adanya kehidupan manusia. Timbulnya

Lebih terperinci

QANUN KABUPATEN ACEH BESAR NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA

QANUN KABUPATEN ACEH BESAR NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA QANUN KABUPATEN ACEH BESAR NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA BUPATI ACEH BESAR, Menimbang : a. bahwa ajaran Islam sangat mengutamakan

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Dalam pembangunaan kesehatan menuju Indonesia sehat ditetapkan enam

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Dalam pembangunaan kesehatan menuju Indonesia sehat ditetapkan enam BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam pembangunaan kesehatan menuju Indonesia sehat ditetapkan enam program pembangunan kesehatan masyarakat salah satunya adalah program lingkungan sehat, perilaku

Lebih terperinci

- 1 - PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

- 1 - PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA - 1 - PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TANGERANG SELATAN, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 77 TAHUN 2001 TENTANG I R I G A S I PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 77 TAHUN 2001 TENTANG I R I G A S I PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 77 TAHUN 2001 TENTANG I R I G A S I PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa perubahan sistem pemerintahan daerah sebagaimana diatur dalam Undang-undang

Lebih terperinci

BUPATI PASURUAN PERATURAN BUPATI PASURUAN NOMOR 24 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI PASURUAN PERATURAN BUPATI PASURUAN NOMOR 24 TAHUN 2015 TENTANG BUPATI PASURUAN PERATURAN BUPATI PASURUAN NOMOR 24 TAHUN 2015 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

BERITA DAERAH KOTA BEKASI BERITA DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : 21 2016 SERI : E PERATURAN WALIKOTA BEKASI NOMOR 21 TAHUN 20162016 TENTANG PENGURANGAN PENGGUNAAN KANTONG PLASTIK DI KOTA BEKASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA, MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 54 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH DAN ZAT KIMIA PENGOPERASIAN PESAWAT UDARA DAN BANDAR UDARA DENGAN

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Manusia dalam aktivitasnya tidak terlepas dari kebutuhan terhadap ruang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Manusia dalam aktivitasnya tidak terlepas dari kebutuhan terhadap ruang II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sampah Manusia dalam aktivitasnya tidak terlepas dari kebutuhan terhadap ruang untuk memanfaatkan sumberdaya alam dan lingkungan. Sadar atau tidak dalam proses pemanfaatan sumberdaya

Lebih terperinci

WALIKOTA SINGKAWANG PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KOTA SINGKAWANG NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH

WALIKOTA SINGKAWANG PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KOTA SINGKAWANG NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH WALIKOTA SINGKAWANG PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KOTA SINGKAWANG NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SINGKAWANG, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 143, 2001 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 77 TAHUN 2001 TENTANG I R I G A S I PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

===================================================== PERATURAN DAERAH KOTA PEMATANGSIANTAR NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH

===================================================== PERATURAN DAERAH KOTA PEMATANGSIANTAR NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH ===================================================== LEMBARAN DAERAH KOTA PEMATANGSIANTAR TAHUN 2012 NOMOR 11 PERATURAN DAERAH KOTA PEMATANGSIANTAR NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN

Lebih terperinci

BUPATI ENDE PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN ENDE NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH

BUPATI ENDE PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN ENDE NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH BUPATI ENDE PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN ENDE NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI ENDE, Menimbang : a. bahwa pertambahan penduduk

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN DONGGALA NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI DONGGALA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN DONGGALA NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI DONGGALA BUPATI DONGGALA PERATURAN DAERAH KABUPATEN DONGGALA NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI DONGGALA Menimbang Mengingat : : a. bahwa dalam rangka mewujudkan

Lebih terperinci

BUPATI BANGKA PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG

BUPATI BANGKA PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG BUPATI BANGKA PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH RUMAH TANGGA DAN SAMPAH SEJENIS SAMPAH RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA TENGAH

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA TENGAH PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA TENGAH SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA TENGAH NOMOR 20 TAHUN 2007 TENTANG PENGELOLAAN PERSAMPAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA TENGAH, Menimbang

Lebih terperinci

5. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 69, Tambahan Lembaran Negara

5. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 69, Tambahan Lembaran Negara WALIKOTA BANDAR LAMPUNG PROVINSI LAMPUNG PERATURAN DAERAH KOTA BANDAR LAMPUNG NOMOR 05 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANDAR LAMPUNG, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci