II. TINJAUAN PUSTAKA Permintaan dan Penawaran Beras di Indonesia

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "II. TINJAUAN PUSTAKA Permintaan dan Penawaran Beras di Indonesia"

Transkripsi

1 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Permintaan dan Penawaran Beras di Indonesia Kondisi penawaran dan permintaan beras di Indonesia dapat diidentifikasi berdasarkan perkembangan komponen utamanya yaitu produksi, konsumsi, stok beras, jumlah penduduk, dan impor beras. Perkembangan dari hal-hal tersebut akan diuraikan sebagai berikut Produksi Menurut Putong (2003), produksi adalah menambah nilai guna suatu barang, proses produksi membutuhkan faktor-faktor produksi, yaitu alat dan sarana untuk melakukan proses produksi. Dalam pertanian, proses produksi sangat kompleks dan terus-menerus berubah seiring dengan kemajuan teknologi. Produksi padi nasional ditentukan oleh luas areal panen dan tingkat produktivitasnya. Adapun perkembangan luas areal panen, produktivitas dan produksi padi di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Luas Areal Panen, Produktivitas, dan Produksi Padi di Indonesia Tahun Tahun Luas Areal Produktivitas Produksi Laju Pertumbuhan Panen (Ha) (Ton/Ha) (Ton) Produksi (%) ,786, ,454, ,147, ,157, ,327, ,325, ,883, ,398, ,244, ,411, Rata-Rata Laju Pertumbuhan Produksi (%) 4.19 Sumber : Kementrian Pertanian (diolah) 2010 Berdasarkan Tabel 4 dapat dilihat bahwa luas areal panen padi dan produksi padi dari tahun 2006 sampai dengan 2010 cenderung meningkat. Tingkat pertumbuhan produksi padi rata-rata sekitar 4.19 persen per tahun. Luas areal panen

2 padi dan produksi padi yang cenderung meningkat dari tahun 2006 sampai dengan 2010, mengakibatkan produktivitas padi meningkat Konsumsi Beras merupakan makanan pokok yang dikonsumsi 90 persen penduduk Indonesia (Firdaus et al., 2008), hal ini menyebabkan beras menjadi bahan makanan yang superior daripada bahan makanan lainnya. Hal itu dapat terlihat pada Tabel 5. Tabel 5. Konsumsi Beberapa Macam Bahan Makanan di Indonesia Tahun (Kg/Kap/Tahun) Jenis Makanan Beras Jagung Ketela Pohon Ketela Rambat Ikan dan Udang Daging Sapi Daging Ayam Telur Ayam Tahu Tempe Kacang Kedelai Sumber : BPS, 2010 Berdasarkan Tabel 5 dapat diketahui konsumsi bahan makanan di Indonesia yang paling banyak adalah beras daripada bahan makanan yang lain. Data tahun , menunjukan bahwa pada tahun 2007 konsumsi beras perkapita di Indonesia sebesar kg, kemudian pada tahun 2008 konsumsi beras meningkat menjadi kg. Tingginya konsumsi beras daripada bahan makanan lain dipengaruhi oleh berbagai faktor diantaranya rasa beras yang lebih enak, mudah diolah, kandungan gizi beras, rendahnya pengembangan teknologi pengolahan, sosialisasi pangan non beras masih rendah, dan pendapatan masyarakat yang masih rendah. 9

3 Stok, Pengadaan, dan Penyaluran Beras Pengelolaan stok, pengadaan, dan penyaluran beras yang dilakukan oleh lembaga pemerintah melalui lembaga Badan Urusan Logistik (BULOG), bertujuan menjaga kestabilan harga dan ketersediaan pangan. Kemampuan pengadaan beras yang dilakukan BULOG ditentukan oleh dua variabel penting yaitu selisih harga dasar dan market clearing. Semakin tinggi selisih harga dasar dengan market clearing maka akan memberikan insentif bagi petani untuk menjual gabah atau berasnya ke pemerintah (BULOG). Tugas BULOG berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan RI (Permendag) No.22/M-DAG/PER/10/2005 tentang penggunaan Cadangan Beras Pemerintah (CBP) untuk pengendalian gejolak harga. (1) CBP adalah sejumlah tertentu beras milik pemerintah pusat yang pengadaannya didanai oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sebagai cadangan stok beras nasional dan dikelola oleh BULOG dengan arah penggunaan untuk penanggulangan keadaan darurat, kerawanan pangan pasca bencana, pengendalian gejolak harga beras, dan untuk memenuhi kesepakatan Cadangan Beras Darurat. (2) gejolak harga beras adalah kenaikan harga beras ditingkat konsumen mencapai lebih dari 25 persen dari harga normal dan berlangsung selama seminggu. (3) harga normal adalah harga rata-rata beras kualitas medium di tingkat konsumen yang telah berlangsung selama tiga bulan sebelum terjadinya gejolak harga beras. (4) beras kualitas medium adalah dengan kualitas yang setara dengan CBP. Pengadaan beras nasional yang dibeli pemerintah dari petani disimpan dan disalurkan pada gudang-gudang BULOG. Apabila pengadaan dalam negeri tidak mencukupi untuk kebutuhan dalam negeri, dilakukan pengadaan dari luar negeri 10

4 (impor). Saat musim paceklik, BULOG melaksanakan operasi pasar murni (penjualan beras ke pasar) untuk mengurangi laju kenaikan harga sehingga tidak melampaui batas tertinggi dan mengatasi fluktuasi antar musim. Hal ini bertujuan untuk menjamin pasokan pangan yang cukup pada tingkat harga yang wajar sebagai unsur penting dalam pengamanan pangan nasional. Pengadaan pangan dalam negeri diharapkan dapat meningkatkan produksi beras melalui jaminan harga yang memadai bagi petani (Amang, 1999). Tabel 6. Stok, Pengadaan, dan Penyaluran Beras di Indonesia Tahun (Ton) Tahun Stok Beras Pengadaan Beras Penyaluran Beras ,470,502 1,529,718 2,233, ,093,370 1,434,127 1,842, ,274,048 1,765,987 2,934, ,443,936 2,931,776 3,757, ,912,413 3,611,695 3,613,321 Rata-Rata Laju Pertumbuhan (%) Sumber : BULOG, 2010 Dari Tabel 6 dapat dilihat bahwa rata-rata laju pertumbuhan stok beras 9.32 persen, pengadaan beras persen dan penyaluran beras persen Jumlah Penduduk Pada sisi penawaran, pertambahan populasi dapat diartikan sebagai penambahan tenaga kerja untuk memproduksi komoditas ekspor, sedangkan penambahan populasi pada sisi permintaan akan meningkatkan konsumsi domestik yang berarti meningkatkan jumlah permintaan domestik akan suatu komoditas (Salvatore, 1997). Adapun perkembangan jumlah penduduk di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 7. Jumlah penduduk Indonesia yang cenderung meningkat dengan laju pertumbuhan penduduk rata-rata sebesar 1.54 persen. Jumlah penduduk yang terus meningkat menyebabkan konsumsi akan beras menjadi meningkat. 11

5 Tabel 7. Jumlah Penduduk Indonesia Tahun Tahun Penduduk Laju Pertumbuhan (juta jiwa) Penduduk (%) Rata - Rata Laju Pertumbuhan Penduduk 1.54 Sumber : BPS (diolah) Impor Beras Impor beras dilakukan di setiap negara untuk memenuhi permintaan beras di dalam negeri. Produksi beras domestik yang belum dapat mencukupi kebutuhannya, menyebabkan pemerintah perlu mengimpor beras. Adapun perkembangan impor beras di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Perkembangan Volume dan Nilai Impor Beras di Indonesia Tahun Tahun Volume (Ton) Nilai 000 (US$) , , , , , , , , , ,790 Sumber : Kementrian Pertanian, 2010 Berdasarkan Tabel 8 dapat dilihat bahwa jumlah Impor beras nasional terkecil terdapat pada tahun 2009 sebesar 250,276 ton, sedangkan jumlah impor beras nasional terbesar pada tahun 2010 sebesar 687,582 ton. Jumlah impor beras dari tahun 2007 sampai 2009 cenderung menurun tetapi pada tahun 2010 jumlah impor beras meningkat menjadi 687,582 ton. 12

6 2.2. Peran Beras Beras merupakan makanan pokok bagi masyarakat Indonesia. Menurut Suryana dan Mardianto (2001) beras mempunyai peran yang strategis dalam memantapkan ketahanan pangan, ketahanan ekonomi dan stabilitas politik nasional. Masyarakat masih tetap menghendaki adanya pasokan dan harga beras yang stabil, tersedia sepanjang waktu terdistribusi secara merata dan dengan harga terjangkau. Kondisi ini menunjukan bahwa beras masih menjadi komoditas strategis secara politis. Menurtut Suryana dan Mardianto (2001) Beras memiliki karakteristik menarik antara lain: (1) 90 persen produksi dan konsumsi beras dilakukan di Asia (2) pasar beras dunia sangat rendah, yaitu hanya empat sampai dengan lima persen dari total produksi, berbeda dengan komoditas tanaman pangan lainnya seperti gandum, jagung dan kedelai yang masing-masing mencapai 20 persen, 15 persen, dan 30 persen dari total produksi : (3) harga beras sangat tidak stabil dibanding dengan produk lainnya (4) 80 persen perdagangan beras dikuasai oleh enam negara, yaitu Thailand, Amerika Serikat, Vietnam, Pakistan, Cina, dan Myanmar (5) struktur pasar oligopolistik (6) Indonesia merupakan negara net importir sejak tahun 1998 dan (7) sebagian besar negara di Asia umumnya beras diperlakukan sebagai wage goods dan political goods Kebijakan Beras Nasional Menurut Firdaus et al. (2008) kebijakan adalah suatu peraturan yang telah dirumuskan dan disetujui untuk dilaksanakan yang berguna untuk mempengaruhi suatu keadaan. Kebijakan berguna sebagai alat pemerintah untuk campur tangan dalam mempengaruhi perubahan secara sektoral pada masyarakat, begitu pula termasuk di dalamnya kebijakan pada sektor pertanian. Berdasarkan Inpres 13

7 No.2/2005 kebijakan perberasan di Indonesia terbagi menjadi kebijakan produksi, kebijakan harga, kebijakan distribusi, dan kebijakan impor Kebijakan Produksi Berdasarkan Tabel 9 dapat dilihat bahwa program kebijakan produksi padi nasional diawali dengan dikeluarkannya program padi sentra tahun Tabel 9. Perkembangan Kebijakan Peningkatan Produksi Padi dan Paket Teknologi Tahun Program Tahun Hard Soft Technology Technology Padi Sentra 1959 Varietas Si, Gadis, Jelita Komando operasi Dara gerakan makmur BIMAS 1965 Varietas Si, Gadis, Jelita Perbaikan kelembagaan Dara dan kredit Inmas 1968 Varietas PB5 Perbaikan kelembagaan dan PB 8(IRRI) BIMAS Penggunaan varietas PB5 Penguatan kelembagaan 1969 Gotong Royong dan PB 8 modal swasta Insus 1979 Panca Usahatani Pembentukan kelompok tani Supra Insus 1987 Sapta Usahatani Penguatan kelompok tani SUTPA 1995 Varietas Cibodas Diversfikasi Pertanian dan Membramo INBIS 1997 Varietas Cibodas Pendampingan Pertanian dan Membramo Gama Palagung 1998 Sapta Usahatani Kredit Usaha Tani Corparate Varietas Cibodas Konsolidasi petani 2000 Farming dan Membramo sehamparan dan dana PTT 2001 Perpaduan Sumberdaya Kelompok agrbisnis dan penguatan modal Bantuan benih, perbaikan Pengendalian OPT, P2BN 2007 irigasi dan pupuk bersubsidi Manajamen pascapanen Sumber : Firdaus et al. (2008) Program ini dilakukan dengan dua paket teknologi yaitu bantuan alat dan bahan (hard techonology) dan pendekatan sosial individu (soft technology) akan tetapi program ini kurang berhasil sehingga pemerintah terus melakukan perubahan 14

8 kebijakan dalam upaya meningkatkan produksi padi. Kemudian pemerintahan orde baru mengeluarkan berbagai paket teknologi seperti Bimbingam Massal (BIMAS) tahun 1965, Intensifikasi Khusus (Insus) tahun 1979, dan Supra insus pada tahun Indonesia dapat mencapai swasembada beras pada tahun 1984 melalui teknologi pasca usahatani. Kebijakan produksi UU No.7 Tahun tentang pangan untuk mendorong peningkatan produksi beras nasional. Kebijakan tersebut memiliki dua cara yaitu intensifikasi dan ekstensifikasi. Intensifikasi dilakukan dengan cara meningkatkan produktivitas tanaman. Ekstensifikasi kebijakan produksi pangan melalui Inpres No.9 Tahun 2002 tentang dukungan dalam rangka meningkatkan produktivitas padi di Indonesia. Kebijakan produksi yang berlaku saat ini dikenal dengan sebutan Program Peningkatan Beras Nasional (P2BN) yang dimulai sejak awal tahun Kebijakan Harga Kebijakan pengendalian harga dilakukan dengan tujuan untuk melindungi petani dan konsumen beras melalui mekanisme stabilisasi harga. Guna melindungi petani, sejak tahun 1970 pemerintah mengeluarkan harga dasar (floor price) gabah dan beras. Tujuannya untuk memberikan jaminan kepada petani bahwa hasil produksinya akan dibeli sesuai harga yang ditetapkan pemerintah agar dapat merangsang peningkatkan produksi. Guna melindungi konsumen, pemerintah menerapkan harga konsumen (ceilling price), yaitu harga tertinggi yang boleh diterapkan pedagang kepada konsumen. Ceilling price digunakan untuk menjamin harga pasar masih dalam jangkauan daya beli konsumen sehingga seluruh lapisan masyarakat dapat mengakses beras. 15

9 Melalui Inpres No.9 Tahun 2002, pemerintah merubah Harga Dasar Gabah (HDG) menjadi Harga Dasar Gabah Pembelian Pemerintah (HDGP) atau lebih dikenal dengan Harga Pembelian Pemerintah (HPP). Kebijakan HPP hanya menjamin harga gabah pada tingkat tertentu di lokasi yang telah ditetapkan, tetapi tidak menjamin harga dasar gabah minimum di tingkat petani. HPP juga berlaku di gudang BULOG, bukan di tingkat petani sebagaimana kebijakan HDG. Bentuk kebijakan harga yang lain pada beras yang masih berlaku hingga saat ini adalah Operasi Pasar Murni (OPM) dan Operasi Pasar Khusus (OPK). OPM digunakan pada saat harga beras terlalu tinggi akibat adanya excess demand di pasar. OPM dilakukan dengan cara pemotongan harga sekitar 10 sampai 15 persen di bawah harga pasar. OPK adalah penyaluran bantuan pangan pada masyarakat miskin yang rawan pangan. Sejak tahun 2002, OPK diubah namanya menjadi Raskin (Beras untuk Keluarga Miskin). Program Raskin juga masih terus dilakukan sebagai salah satu jaring pengaman sosial yang volumenya semakin meningkat dari tahun ke tahun karena adanya kecenderungan kenaikan harga beras di tingkat konsumen Kebijakan Distribusi Tujuan kebijakan distribusi adalah untuk menjamin ketersediaan pangan sepanjang tahun secara merata dan terjangkau seluruh lapisan masyarakat. Sejak tahun 1967 pemerintah menunujuk BULOG untuk mengatur penyediaan beras dalam negeri dan menstabilkan harga. Proses distribusi beras di Indonesia dilakukan dengan dua cara yaitu melalui BULOG dan mekanisme pasar. BULOG hanya menguasai sekitar 10 persen dari pangsa pasar nasional, sedangkan sisanya 90 persen melalui mekanisme pasar. BULOG mendistribusikan berasnya pada 16

10 gudang-gudang (divre dan subdivre) di seluruh provinsi Indonesia, untuk mencegah terjadinya kerawanan pangan Kebijakan Impor Kebijakan impor bertujuan untuk menekan jumlah dan mengurangi tingkat ketergantungan impor beras Indonesia. Kebijakan impor diimplementasikan melalui dua instrumen pokok yaitu hambatan tarif dan kuota tarif. Tahun 2000, pemerintah mengeluarkan kebijakan protektif dengan menetapkan tarif impor spesifik sebesar Rp 430 per kg (setara dengan ad valorem 30 persen). Kemudian nilai tarif tersebut dikoreksi kembali pada akhir tahun 2004 menjadi sebesar Rp 450 per kg yang berlaku pada awal tahun Tahun 2004 pemerintah mengeluarkan ketentuan impor beras dalam SK Menperindag No.9/MPP/Kep/1/2004. SK ini menyangkut beberapa ketentuan penting adalah (1) bahwa impor beras hanya dapat dilakukan oleh importir yang telah mendapat pengakuan sebagai Importir Produsen Beras (IP) dan importir yang telah mendapat penunjukan sebagai Importir Terdaftar Beras (IT Beras) (2) pelarangan impor selama 1 bulan sebelum panen raya, selama panen raya, dan dua bulan setelah panen raya (sekitar bulan Januari-Juni) (3) pelaksanaan importisasi beras oleh IT beras hanya dapat dibongkar di pelabuhan yang tujuan sesuai dengan persetujuan impor yang diberikan oleh direktorat Jenderal Perdagangan Luar Negeri dan (4) beras yang diimpor oleh IP beras hanya boleh digunakan sebagai bahan baku untuk proses industri yang dimilikinya dan dilarang diperjualbelikan. 17

11 2.4. Perdagangan Internasional Indonesia termasuk negara berkembang yang berani dalam mengarahkan kebijakan perdagangan sesuai dengan tuntutan mekanisme pasar. Indonesia terikat untuk mematuhi ketentuan-ketentuan perdagangan internasional yang telah disepakati dalam perundingan General Agreement on Tariffs and trade (GATT) dan World Trade Organization (WTO). Ketentuan-ketentuan tersebut memberikan pengaruh terhadap sistem dan pranata hukum nasional di sektor perdagangan. Masuknya Indonesia sebagai anggota perdagangan dunia melalui ratifikasi terhadap Undang-Undang No.7 Tahun 1994 tentang pengesahan Agreement on Establishing WTO. Indonesia wajib mematuhi semua perjanjian yang ada di dalamnya termasuk perjanjian pertanian (Agreement on Agriculture/AOA). Perjanjian ini bertujuan untuk melancarkan liberalisasi perdagangan dunia termasuk produk pertanian. Perjanjian ini terdapat tiga pilar utama yaitu: (1) akses pasar (Market Access) (2) subsidi domestik (Domestic Support) (3) subsidi export (export Subsidies). Keikutsertaannya membawa konsekuensi baik eksternal maupun internal. Konsekuensi eksternal, Indonesia harus mematuhi seluruh hasil kesepakatan WTO. Konsekuensi internal Indonesia harus melakukan harmonisasi peraturan perundangundangan nasional dengan ketentuan hasil kesepakatan WTO. Keikutsertaan Indonesia dalam perjanjian perdagangan internasional baik pada global (GATT-WTO) maupun regional (Asean Free Trade Area, Asia Pacific Economic Cooperation, dan China-Asean Free Trade Area) diharapkan dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi. 18

12 2.5. ASEAN Free Trade Area (AFTA) Asean Free Trade Area (AFTA) adalah bentuk dari kerjasama perdagangan dan ekonomi di wilayah ASEAN yang berupa kesepakatan untuk menciptakan situasi perdagangan yang seimbang dan adil melalui penurunan tarif barang perdagangan dimana tidak ada hambatan tarif (bea masuk nol sampai dengan lima persen) maupun hambatan non tarif bagi negara-negara anggota ASEAN. AFTA disepakati pada tanggal 28 Januari 1992 di Singapura. Awalnya ada enam negara yang menyepakati AFTA, yaitu: Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, dan Thailand. Vietnam bergabung dalam AFTA tahun 1995, sedangkan Laos dan Myanmar pada tahun 1997 kemudian Kamboja pada tahun Tujuan AFTA adalah meningkatkan daya saing ekonomi negara-negara ASEAN dengan menjadikan ASEAN sebagai basis produksi pasar dunia, untuk menarik investasi dan meningkatkan perdagangan antar anggota ASEAN. Dalam kesepakatan, AFTA direncanakan beroperasi penuh pada tahun 2008 namun dalam perkembangannya dipercepat menjadi tahun Mekanisme utama untuk mencapai tujuan di atas adalah skema Common Effective Preferential Tariff (CEPT) yang bertujuan agar barang-barang yang diproduksi di antara negara ASEAN yang memenuhi ketentuan setidak-tidaknya 40 persen kandungan lokal akan dikenai tarif hanya nol sampai dengan lima persen. Anggota ASEAN mempunyai tiga pengecualian CEPT dalam tiga kategori : 1. Pengecualian sementara 2. Produk pertanian yang sensitif 19

13 3. Pengecualian umum lainnya (Sekretariat ASEAN, 2004) Pada kategori pertama, pengecualian bersifat sementara karena pada akhirnya diharapkan akan memenuhi standar yang ditargetkan, yakni nol sampai dengan lima persen. Adapun untuk produk pertanian sensitif akan diundur sampai Dapat disimpulkan, paling lambat 2015 semua tarif di antara negara ASEAN diharapkan mencapai titik nol persen. AFTA dicanangkan dengan instrumen CEPT, yang diperkenalkan pada Januari ASEAN pada 2002, mengemukakan bahwa komitmen utama di bawah CEPT-AFTA hingga saat ini meliputi empat program, yaitu : 1. Program pengurangan tingkat tarif yang secara efektif sama di antara negaranegara ASEAN hingga mencapai nol sampai dengan lima persen. 2. Penghapusan hambatan-hambatan kuantitatif (quantitative restrictions) dan hambatan-hambatan non-tarif (non-tariff barriers). 3. Mendorong kerjasama untuk mengembangkan fasilitasi perdagangan terutama di bidang bea masuk serta standar dan kualitas. 4. Penetapan kandungan lokal sebesar 40 persen Common Effective Preferential Tarif (CEPT) Common Effective Preferential Tarif (CEPT) dalam kerangka kesepakatan AFTA adalah program tahapan penurunan tarif dan penghapusan hambatan nontarif yang disepakati bersama oleh negara-negara ASEAN. Maka dalam melakukan pedagangan sesama anggota biaya operasional mampu ditekan sehingga akan menguntungkan. Ada empat klasifikasi produk yang termasuk dalam kesepakatan CEPT-AFTA, yakni : 20

14 1. Inclusion List (IL), yaitu daftar yang berisi produk-produk yang memenuhi kriteria sebagai berikut : a. Jadwal penurunan tarif b. Tidak ada pembatasan kuantitatif c. Hambatan non-tarifnya harus dihapuskan dalam waktu lima tahun. 2. General Exception List (GEL), yaitu daftar produk yang dikecualikan dari skema CEPT oleh suatu negara karena dianggap penting untuk alasan perlindungan keamanan nasional, moral masyarakat, kehidupan dan kesehatan dari manusia, binatang atau tumbuhan, nilai barang-barang seni, bersejarah atau arkeologis. Ketentuan mengenai General Exceptions dalam perjanjian CEPT konsisten dengan Artikel dari General Agreement on Tariffs and Trade (GATT). 3. Temporary Exclusions List (TEL). yaitu daftar yang berisi produk-produk yang dikecualikan sementara untuk dimasukkan dalam skema CEPT. Produk-produk TEL barang manufaktur harus dimasukkan ke dalam IL paling lambat 1 Januari Produk-produk dalam TEL tidak dapat menikmati konsensi tarif CEPT dari negara anggaota ASEAN lainnya. Produk dalam TEL tidak ada hubungannya sama sekali dengan produk-produk yang tercakup dalam ketentuan General Exceptions. 4. Sensitive List, yaitu daftar yang berisi produk-produk pertanian bukan olahan (Unprocessed Agricultural Products = UAP). a. Produk-produk pertanian bukan olahan adalah bahan baku pertanian dan produkproduk bukan olahan yang tercakup dalam pos tarif 1 sampai 24 dari Harmonized System Code (HS) dan bahan baku pertanian yang sejenis serta produk-produk bukan olahan yang tercakup dalam pos-pos tarif HS. 21

15 b. Produk-produk yang telah mengalami perubahan bentuk sedikit dibanding bentuk asalnya. Produk dalam SL harus dimasukkan kedalam CEPT dengan jangka waktu untuk masing-masing negara sebagai berikut: Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, Filipina, dan Thailand tahun 2003; Vietnam tahun 2013; Laos dan Myanmar tahun 2015; Kamboja tahun Negara anggota juga menyetujui untuk membagi produk kategori sensitif menjadi (1) sensitif, dan (2) sangat sensitif. Indonesia memasukkan beras dan gula pasir sebagai produk yang sangat sensitif (highly sensitive). CEPT- AFTA untuk komoditas beras secara ringkas diuraikan pada Tabel 10. Tabel 10. Common Effective Preferential Tarif for Asean Free Trade Area (CEPT- AFTA) untuk Komoditas Beras Indicative CEPT DESCRIPTION MFN CC AHTN 2007 Status Rates OF GOODS Tariff Rice. ID Rice in the husk (paddy or rough) Husked (brown) rice : ID Thai Hom Mali rice HSL Rp 450/kg HSL Rp 450/kg ID Other HSL Rp 450/kg Fragrant rice ID Thai Hom Mali Rp HSL rice 450/kg ID Other HSL Rp 450/kg ID Parboiled rice HSL Rp 450/kg ID Glutinous rice Rp HSL (pulot) 450/kg ID Other HSL Rp 450/kg ID Broken Rice HSL Rp 450/kg Sumber: Assocation of Southeast Asian Nations (ASEAN),

16 2.6. Penelitian Terdahulu Menurut Widya (2011) faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan dan penawaran beras di Indonesia, yaitu (1) permintaan beras secara nyata dipengaruhi oleh harga riil beras Indonesia, jumlah penduduk, dan permintaan bertas sebelumnya; (2) penawaran beras dipengaruhi oleh produksi beras, jumlah impor beras, stok beras, dan stok beras tahun sebelumnya; (3) harga riil gabah tingkat petani secara nyata dipengaruhi oleh harga riil pemebelian pemerintah, produksi padi, dan harga riil gabah tingkat petani tahun sebelumnya, dan (4) harga riil beras Indonesia secara nyata dipengaruhi oleh harga riil pembelian pemerintah. Beberapa alternatif kebijakan pemerintah dalam penelitian, pemerintah sebaiknya tetap menerapkan kebijakan subsidi pupuk, meningkatkan harga pembelian terhadap harga gabah dan beras, mendorong peningkatkan produksi beras melalui program intensifikasi. Andriana (2007) dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa jumlah penawaran impor beras dunia terhadap Indonesia semakin meningkat seiring dengan meningkatnya produksi beras dunia. Peningkatan tersebut dikarenakan dukungan pemerintah negara eksportir pada petani melalui pemberian insentif untuk meningkatkan produksi secara berkelanjutan. Selain itu harga beras impor relatif lebih murah dibanding dengan harga beras domestik. Jumlah impor beras Indonesia cenderung menurun karena adanya peningkatan produksi dalam negeri dan menurunnya konsumsi beras per kapita. Beberapa kebijakan pemerintah sudah dilakukan untuk melindungi petani maupun konsumen beras. Namun, kebijakan pemerintah untuk melindungi petani maupun konsumen belum berjalan dengan efektif, karena Harga Pembelian Pemerintah (HPP), Operasi Pasar dan Raskin belum efektif dalam menstabilkan harga. 23

17 Situmorang (2005) melakukan penelitian tentang faktor-faktor yang mempengaruhi produksi dan impor beras Indonesia menunjukan jumlah penggunaan urea dan lag produktivitas berpengaruh nyata terhadap produktivitas. Jumlah impor beras Indonesia dipengaruhi oleh harga impor beras, produksi beras, jumlah penduduk, nilai tukar rupiah terhadap dollar dan lag impor beras Indonesia. Variabel harga beras yang berpengaruh nyata terhadap jumlah impor beras Indonesia. Harga impor beras Indonesia dipengaruhi oleh harga beras dunia, tarif impor, dan lag harga impor. Semua variabel berpengaruh nyata terhadap harga beras impor Indonesia kecuali variabel tarif impor. Sitepu (2002) melakukan penelitian tentang dampak kebijakan ekonomi dan liberalisasi perdagangan terhadap penawaran dan permintaan beras di Indonesia menunjukan bahwa respon produksi terhadap harga inelastis, baik jangka panjang maupun jangka pendek. Hal ini menunjukan bahwa harga bukanlah faktor utama dalam peningkatan produksi, karena luas areal panen dan produktivitas padi sudah mendekati batas maksimum. Permintaan beras untuk konsumsi dipengaruhi nyata oleh perubahan harga beras eceran dan harga jagung, namun respon inelastis artinya perubahan harga beras dan harga jagung hanya berdampak kecil pada permintaan beras. Faktor lain yang mempengaruhi permintaan beras adalah besarnya jumlah penduduk Indonesia, responnya inelastis dalam jangka pendek dan elastis dalam jangka panjang Kebaruan Penelitian Penelitian ini memiliki kesamaan dan juga kebaruan dibandingkan penelitian Widya (2011), Adriana (2007), Situmorang (2005), dan Sitepu (2002). Persamaan penelitian ini dengan penelitian Widya (2011) yaitu dalam penggunaan 24

18 metode analisis datanya dengan menggunakan persamaan simultan, lokasi penelitian di Indonesia, dan sama-sama mengunakan software analisis data aplikasi SAS, sedangkan perbedaannya terletak pada jumlah persamaan simultannya dimana dalam penelitian ini persamaan dan variabel yang digunakan lebih banyak. Selain itu perbedaan terletak pada tahun penelitian, jumlah persamaan model, dan simulasi. Tahun penelitian ini periode 1980 sampai 2009, sedangkan tahun penelitian Widya (2011) periode 1971 sampai Model yang digunakan dalam penelitian ini lebih banyak yaitu 11 persamaan, sedangkan Widya (2011) memiliki 10 persamaan. Simulasi model yang digunakan dalam penelitian ini tentang dampak AFTA, sedangkan penelitian Widya (2011) simulasi model tentang kebijakan pemerintah. Penelitian ini juga memiliki kesamaan dengan penelitian Adriana (2007) yaitu sama-sama membahas permintaan dan penawaran beras Indonesia dan lokasi penelitian di Indonesia. Perbedaan antara penelitian ini dengan penelitian Adriana (2007) adalah dalam hal metode analisis. Penelitian Adriana (2007) hanya menggunakan metode analisis data secara kualitatif, sedangkan dalam penilitian ini menggunakan analisis data secara kualitatif dan kuantitatif. Persamaan penelitian ini dengan penelitian Situmorang (2005) dalam komoditas beras dan lokasi penelitian di Indonesia, sedangkan perbedaannya ditunjukkan oleh tahun penelitian dan software yang digunakan untuk mengolah datanya. Tahun penelitian ini periode , sedangkan tahun penelitian Situmorang (2005) periode Selain itu perbedaannya terletak pada penggunaan software, pada penelitian ini menggunakan software SAS 9.2 sedangkan penelitian Situmorang (2005) menggunakan SPSS. 25

19 Penelitian ini memiliki persamaan dengan Sitepu (2002) dalam penggunaan metode analisis datanya dengan menggunakan persamaan simultan, sama-sama membahas perdagangan beras dan lokasi penelitian di Indonesia. Perbedaannya penelitian ini dengan Sitepu (2002) adalah jumlah persamaan simultan yang digunakan Sitepu (2002) lebih banyak daripada penelitian ini. Selain itu perbedaannya terletak pada simulasinya. Penelitian terdahulu menjadi masukan untuk kesempurnaan penelitian ini. Tabel 11 berikut menunjukkan persamaan dan perbedaan antara penelitian ini dengan penelitian sebelumnya. Tabel 11. Persamaan dan Perbedaan Penelitian Analisis Dampak Skema CEPT-AFTA terhadap Kesejahteraan Produsen Padi di Indonesia Penelitian Sebelumnya Persamaan Perbedaan Widya (2011) 1.Metode Analisis 1.Jumlah Persamaan Simultan 2.Software Analisis Data 2.Tahun Penelitian 3.Lokasi Penelitian 3.Simulasi Model Adriana (2007) 1.Komoditas Beras 1.Tahun Penelitian 2.Lokasi Penelitian 2.Metode Analisis Data Situmorang (2005) 1.Lokasi Penelitian 1.Tahun Penelitian 2.Komoditas Beras 2.Software Analisis Data Sitepu (2002) 1.Metode Analisis Data 1.Jumlah Persamaan Simultan 2.Perdagangan Beras 2.Tahun Penelitian 3.Software Analisis Data 3.Simulasi Model 26

ANALISIS DAMPAK ASEAN FREE TRADE AREA (AFTA) TERHADAP KESEJAHTERAAN PETANI PADI DI INDONESIA FAHMI ABDURAHMAN

ANALISIS DAMPAK ASEAN FREE TRADE AREA (AFTA) TERHADAP KESEJAHTERAAN PETANI PADI DI INDONESIA FAHMI ABDURAHMAN ANALISIS DAMPAK ASEAN FREE TRADE AREA (AFTA) TERHADAP KESEJAHTERAAN PETANI PADI DI INDONESIA FAHMI ABDURAHMAN DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dalam hal lapangan pekerjaan. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 1.

I. PENDAHULUAN. dalam hal lapangan pekerjaan. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 1. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian penduduknya bermata pencaharian di sektor pertanian. Menurut data BPS (2010), jumlah penduduk yang bekerja di sektor

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menghadapi tantangan yang sangat kompleks dalam memenuhi kebutuhan pangan

I. PENDAHULUAN. menghadapi tantangan yang sangat kompleks dalam memenuhi kebutuhan pangan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai negara dengan jumlah penduduk yang besar menghadapi tantangan yang sangat kompleks dalam memenuhi kebutuhan pangan penduduknya. Oleh karena itu, kebijakan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Permintaan dan Penawaran Beras di Indonesia. beras. Perkembangan dari hal-hal tersebut akan diuraikan sebagai berikut.

II. TINJAUAN PUSTAKA Permintaan dan Penawaran Beras di Indonesia. beras. Perkembangan dari hal-hal tersebut akan diuraikan sebagai berikut. II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Permintaan dan Penawaran Beras di Indonesia Kondisi permintaan dan penawaran beras di Indonesia dapat diidentifikasi berdasarkan perkembangan yang berkaitan dengan produksi, konsumsi,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. ASEAN sebagai organisasi regional, kerjasama ekonomi dijadikan sebagai salah

I. PENDAHULUAN. ASEAN sebagai organisasi regional, kerjasama ekonomi dijadikan sebagai salah 17 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ASEAN terbentuk pada tahun 1967 melalui Deklarasi ASEAN atau Deklarasi Bangkok tepatnya pada tanggal 8 Agustus 1967 di Bangkok oleh Wakil Perdana Menteri merangkap

Lebih terperinci

ASEAN FREE TRADE AREA (AFTA) Lola Liestiandi & Primadona Dutika B.

ASEAN FREE TRADE AREA (AFTA) Lola Liestiandi & Primadona Dutika B. ASEAN FREE TRADE AREA (AFTA) Lola Liestiandi & Primadona Dutika B. Outline Sejarah dan Latar Belakang Pembentukan AFTA Tujuan Strategis AFTA Anggota & Administrasi AFTA Peranan & Manfaat ASEAN-AFTA The

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negara agraris karena memiliki kekayaan alam yang berlimpah, terutama di bidang sumber daya pertanian seperti lahan, varietas serta iklim yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia menurut lapangan usaha pada tahun 2010 menunjukkan bahwa sektor

I. PENDAHULUAN. Indonesia menurut lapangan usaha pada tahun 2010 menunjukkan bahwa sektor 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor strategis dalam pembangunan perekonomian nasional seperti dalam hal penyerapan tenaga kerja dan sumber pendapatan bagi masyarakat

Lebih terperinci

IX. KESIMPULAN DAN SARAN

IX. KESIMPULAN DAN SARAN 203 IX. KESIMPULAN DAN SARAN 9.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dikemukakan di atas, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1. Analisis terhadap faktor-faktor yang

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI DAN IMPOR KEDELAI DI INDONESIA. Oleh : RIKA PURNAMASARI A

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI DAN IMPOR KEDELAI DI INDONESIA. Oleh : RIKA PURNAMASARI A ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI DAN IMPOR KEDELAI DI INDONESIA Oleh : RIKA PURNAMASARI A14302053 PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN A.

BAB I. PENDAHULUAN A. BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanaman pangan yang sampai saat ini dianggap sebagai komoditi terpenting dan strategis bagi perekonomian adalah padi, karena selain merupakan tanaman pokok bagi sebagian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. (Riyadi, 2002). Dalam komponen pengeluaran konsumsi masyarakat Indonesia

I. PENDAHULUAN. (Riyadi, 2002). Dalam komponen pengeluaran konsumsi masyarakat Indonesia I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Beras merupakan makanan pokok dari 98 persen penduduk Indonesia (Riyadi, 2002). Dalam komponen pengeluaran konsumsi masyarakat Indonesia beras mempunyai bobot yang paling

Lebih terperinci

V GAMBARAN UMUM PERKEMBANGAN DAN IMPOR KEDELAI INDONESIA

V GAMBARAN UMUM PERKEMBANGAN DAN IMPOR KEDELAI INDONESIA V GAMBARAN UMUM PERKEMBANGAN DAN IMPOR KEDELAI INDONESIA 5.1. Sejarah Perkembangan Kedelai Indonesia Sejarah masuknya kacang kedelai ke Indonesia tidak diketahui dengan pasti namun kemungkinan besar dibawa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masalah konsumsi beras dan pemenuhannya tetap merupakan agenda

BAB I PENDAHULUAN. Masalah konsumsi beras dan pemenuhannya tetap merupakan agenda BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah konsumsi beras dan pemenuhannya tetap merupakan agenda penting dalam pembangunan ekonomi Indonesia. Beras merupakan makanan pokok utama penduduk Indonesia

Lebih terperinci

KAJIAN KEBIJAKAN HPP GABAH DAN HET PUPUK MENDUKUNG PENINGKATAN KETAHANAN PANGAN DAN PENDAPATAN PETANI

KAJIAN KEBIJAKAN HPP GABAH DAN HET PUPUK MENDUKUNG PENINGKATAN KETAHANAN PANGAN DAN PENDAPATAN PETANI KAJIAN KEBIJAKAN HPP GABAH DAN HET PUPUK MENDUKUNG PENINGKATAN KETAHANAN PANGAN DAN PENDAPATAN PETANI Pendahuluan 1. Situasi perberasan yang terjadi akhir-akhir ini (mulai Maret 2008) dicirikan dengan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Situasi Penawaran dan permintaan Beras di Indonesia. Kondisi penawaran dan permintaan beras di Indonesia dapat diidentifikasi

TINJAUAN PUSTAKA Situasi Penawaran dan permintaan Beras di Indonesia. Kondisi penawaran dan permintaan beras di Indonesia dapat diidentifikasi II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Situasi Penawaran dan permintaan Beras di Indonesia Kondisi penawaran dan permintaan beras di Indonesia dapat diidentifikasi berdasarkan perkembangan komponen utamanya yaitu produksi,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang tangguh dalam perekonomian dan memiliki peran sebagai penyangga pembangunan nasional. Hal ini terbukti pada saat Indonesia

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka Beras bagi bangsa Indonesia dan negara-negara di Asia bukan hanya sekedar komoditas pangan atau

Lebih terperinci

Analisis Penyebab Kenaikan Harga Beras

Analisis Penyebab Kenaikan Harga Beras Analisis Kebijakan 1 Analisis Penyebab Kenaikan Harga Beras Analisis Penyebab Kenaikan Harga Beras Ada dua pendapat mengenai faktor penyebab kenaikan harga beras akhirakhir ini yaitu : (1) stok beras berkurang;

Lebih terperinci

OPERASIONALISASI KEBIJAKAN HARGA DASAR GABAH DAN HARGA ATAP BERAS

OPERASIONALISASI KEBIJAKAN HARGA DASAR GABAH DAN HARGA ATAP BERAS OPERASIONALISASI KEBIJAKAN HARGA DASAR GABAH DAN HARGA ATAP BERAS A. Landasan Konseptual 1. Struktur pasar gabah domestik jauh dari sempurna. Perpaduan antara produksi padi yang fluktuatif, dan penawaran

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan dasar utama bagi manusia yang harus dipenuhi

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan dasar utama bagi manusia yang harus dipenuhi I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan dasar utama bagi manusia yang harus dipenuhi setiap saat. Hak untuk memperoleh pangan merupakan salah satu hak asasi manusia, sebagaimana tersebut

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 247/PMK. 011/2009 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 247/PMK. 011/2009 TENTANG MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 247/PMK. 011/2009 TENTANG PERUBAHAN KLASIFIKASI DAN PENETAPAN TARIF BEA MASUK ATAS BARANG IMPOR PRODUK-PRODUK TERTENTU DALAM

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 11 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kebijakan Tarif Bawang Merah Sejak diberlakukannya perjanjian pertanian WTO, setiap negara yang tergabung sebagai anggota WTO harus semakin membuka pasarnya. Hambatan perdagangan

Lebih terperinci

PROSPEK TANAMAN PANGAN

PROSPEK TANAMAN PANGAN PROSPEK TANAMAN PANGAN Krisis Pangan Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang pemenuhannya menjadi hak asasi setiap rakyat Indonesia dalam mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas untuk melaksanakan

Lebih terperinci

KAJIAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL DALAM PERSPEKTIF PERDAGANGAN BEBAS REGIONAL DAN GLOBAL

KAJIAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL DALAM PERSPEKTIF PERDAGANGAN BEBAS REGIONAL DAN GLOBAL LAPORAN AKHIR KAJIAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL DALAM PERSPEKTIF PERDAGANGAN BEBAS REGIONAL DAN GLOBAL Tim Peneliti: Reni Kustiari Achmad Suryana Erwidodo Henny Mayrowani Edi Supriadi Yusuf Soeprapto Djojopoespito

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan yang paling mendasar bagi sumberdaya manusia suatu bangsa. Untuk mencapai ketahanan pangan diperlukan ketersediaan pangan dalam jumlah dan kualitas

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. kerjasama perdagangan Indonesia dengan Thailand. AFTA, dimana Indonesia dengan Thailand telah menerapkan skema

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. kerjasama perdagangan Indonesia dengan Thailand. AFTA, dimana Indonesia dengan Thailand telah menerapkan skema BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Dalam bab ini peneliti akan menyimpulkan hasil penelitian secara keseluruhan sesuai dengan berbagai rumusan masalah yang terdapat pada Bab 1 dan memberikan saran bagi berbagai

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Indonesia, tercapainya kecukupan produksi beras nasional sangat penting

PENDAHULUAN. Indonesia, tercapainya kecukupan produksi beras nasional sangat penting PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Mengingat perannya sebagai komoditas pangan utama masyarakat Indonesia, tercapainya kecukupan produksi beras nasional sangat penting sebagai salah satu faktor yang

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. berasal dari sumber hayati produk pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan,

BAB I. PENDAHULUAN. berasal dari sumber hayati produk pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan, BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut UU pangan no 18 tahun 2012 pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati produk pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan, peternakan, dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap manusia untuk dapat melakukan aktivitas sehari-hari guna mempertahankan hidup. Pangan juga merupakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. (AEC) merupakan salah satu bentuk realisasi integrasi ekonomi dimana ini

BAB 1 PENDAHULUAN. (AEC) merupakan salah satu bentuk realisasi integrasi ekonomi dimana ini BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) / ASEAN Economic Community (AEC) merupakan salah satu bentuk realisasi integrasi ekonomi dimana ini merupakan agenda utama negara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Gula merupakan salah satu komoditas perkebunan strategis Indonesia baik

I. PENDAHULUAN. Gula merupakan salah satu komoditas perkebunan strategis Indonesia baik I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gula merupakan salah satu komoditas perkebunan strategis Indonesia baik dari dimensi ekonomi, sosial, maupun politik. Indonesia memiliki keunggulan komparatif sebagai

Lebih terperinci

1 Universitas Indonesia

1 Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kedelai merupakan komoditas strategis di Indonesia karena kedelai merupakan salah satu tanaman pangan penting di Indonesia setelah beras dan jagung. Komoditas ini mendapatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Beras merupakan bahan pangan pokok bagi sebagian besar penduduk

BAB I PENDAHULUAN. Beras merupakan bahan pangan pokok bagi sebagian besar penduduk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Beras merupakan bahan pangan pokok bagi sebagian besar penduduk Indonesia yang memberikan energi dan zat gizi yang tinggi. Beras sebagai komoditas pangan pokok dikonsumsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara (Krugman dan Obstfeld, 2009). Hampir seluruh negara di dunia melakukan

BAB I PENDAHULUAN. negara (Krugman dan Obstfeld, 2009). Hampir seluruh negara di dunia melakukan BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Perekonomian negara-negara di dunia saat ini terkait satu sama lain melalui perdagangan barang dan jasa, transfer keuangan dan investasi antar negara (Krugman dan Obstfeld,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka Beras merupakan bahan pangan pokok yang sampai saat ini masih dikonsumsi oleh sekitar 90% penduduk

Lebih terperinci

hambatan sehingga setiap komoditi dapat memiliki kesempatan bersaing yang sama. Pemberian akses pasar untuk produk-produk susu merupakan konsekuensi l

hambatan sehingga setiap komoditi dapat memiliki kesempatan bersaing yang sama. Pemberian akses pasar untuk produk-produk susu merupakan konsekuensi l BAB V 5.1 Kesimpulan KESIMPULAN DAN SARAN Dalam kesepakatan AoA, syarat hegemoni yang merupakan hubungan timbal balik antara tiga aspek seperti form of state, social force, dan world order, seperti dikatakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional bagi banyak negara di dunia. Semakin terbuka suatu

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional bagi banyak negara di dunia. Semakin terbuka suatu I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perdagangan internasional memiliki peranan penting sebagai motor penggerak perekonomian nasional bagi banyak negara di dunia. Semakin terbuka suatu negara terhadap arus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara agraris, yakni salah satu penghasil

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara agraris, yakni salah satu penghasil 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara agraris, yakni salah satu penghasil komoditas pertanian berupa padi. Komoditas padi dikonsumsi dalam bentuk beras menjadi nasi.

Lebih terperinci

Perkembangan Harga Beras, Terigu Dan Gula Di Indonesia Tahun 2008 Selasa, 31 Maret 2009

Perkembangan Harga Beras, Terigu Dan Gula Di Indonesia Tahun 2008 Selasa, 31 Maret 2009 Perkembangan Harga Beras, Terigu Dan Gula Di Indonesia Tahun 2008 Selasa, 31 Maret 2009 Sembilan bahan pokok (Sembako) merupakan salah satu masalah vital dalam suatu Negara. Dengan demikian stabilitasnya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. penting dalam perekonomian nasional. Ditinjau dari kontribusinya terhadap

I. PENDAHULUAN. penting dalam perekonomian nasional. Ditinjau dari kontribusinya terhadap I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian sampai saat ini masih mempunyai peranan yang cukup penting dalam perekonomian nasional. Ditinjau dari kontribusinya terhadap pendapatan nasional, sektor

Lebih terperinci

KINERJA PRODUKSI DAN HARGA KEDELAI SERTA IMPLIKASINYA UNTUK PERUMUSAN KEBIJAKAN PERCEPATAN PENCAPAIAN TARGET SUKSES KEMENTERIAN PERTANIAN

KINERJA PRODUKSI DAN HARGA KEDELAI SERTA IMPLIKASINYA UNTUK PERUMUSAN KEBIJAKAN PERCEPATAN PENCAPAIAN TARGET SUKSES KEMENTERIAN PERTANIAN KINERJA PRODUKSI DAN HARGA KEDELAI SERTA IMPLIKASINYA UNTUK PERUMUSAN KEBIJAKAN PERCEPATAN PENCAPAIAN TARGET SUKSES KEMENTERIAN PERTANIAN I. PENDAHULUAN 1. Salah satu target utama dalam Rencana Strategis

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam memenuhi kebutuhan pangan di Indonesia sangat tinggi. Menurut Amang

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam memenuhi kebutuhan pangan di Indonesia sangat tinggi. Menurut Amang BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang jumlah penduduknya 255 juta pada tahun 2015, dengan demikian Indonesia sebagai salah satu pengkonsumsi beras yang cukup banyak dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian merupakan salah satu sektor utama di negara ini. Sektor tersebut

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian merupakan salah satu sektor utama di negara ini. Sektor tersebut 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pertanian merupakan salah satu sektor utama di negara ini. Sektor tersebut memiliki peranan yang cukup penting bila dihubungkan dengan masalah penyerapan

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL Dalam Mendukung KEMANDIRIAN PANGAN DAERAH

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL Dalam Mendukung KEMANDIRIAN PANGAN DAERAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL Dalam Mendukung KEMANDIRIAN PANGAN DAERAH Sekretariat Dewan Ketahanan Pangan Disampaikan dalam Rapat Koordinasi Dewan Ketahanan Pangan Provinsi Sumatera

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Komoditas pangan masyarakat Indonesia yang dominan adalah beras yang

BAB I PENDAHULUAN. Komoditas pangan masyarakat Indonesia yang dominan adalah beras yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Komoditas pangan masyarakat Indonesia yang dominan adalah beras yang berfungsi sebagai makanan pokok sumber karbohidrat. Beras merupakan komoditi pangan yang memiliki

Lebih terperinci

KEBERADAAN BULOG DI MASA KRISIS

KEBERADAAN BULOG DI MASA KRISIS KEBERADAAN BULOG DI MASA KRISIS Strategi Operasional Bulog Awal Tahun Awal tahun 2007 dibuka dengan lembaran yang penuh kepedihan. Suasana iklim yang tidak menentu. Bencana demi bencana terjadi di hadapan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian saat ini telah mengalami perubahan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian saat ini telah mengalami perubahan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan sektor pertanian saat ini telah mengalami perubahan orientasi yaitu dari orientasi peningkatan produksi ke orientasi peningkatan pendapatan dan kesejahteraan.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. hambatan lain, yang di masa lalu membatasi perdagangan internasional, akan

I. PENDAHULUAN. hambatan lain, yang di masa lalu membatasi perdagangan internasional, akan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada era globalisasi saat ini, di mana perekonomian dunia semakin terintegrasi. Kebijakan proteksi, seperi tarif, subsidi, kuota dan bentuk-bentuk hambatan lain, yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan pembangunan pertanian periode dilaksanakan melalui tiga

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan pembangunan pertanian periode dilaksanakan melalui tiga 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Musyawarah perencanaan pembangunan pertanian merumuskan bahwa kegiatan pembangunan pertanian periode 2005 2009 dilaksanakan melalui tiga program yaitu :

Lebih terperinci

Tabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn)

Tabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn) I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sektor pertanian merupakan sektor penting dalam pembangunan ekonomi nasional. Peran strategis sektor pertanian digambarkan dalam kontribusi sektor pertanian dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia menjadi komoditas pangan yang dapat mempengaruhi kebijakan politik

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia menjadi komoditas pangan yang dapat mempengaruhi kebijakan politik BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Beras merupakan makanan pokok di Indonesia. Beras bagi masyarakat Indonesia menjadi komoditas pangan yang dapat mempengaruhi kebijakan politik di negara ini. Gejolak

Lebih terperinci

memberikan multiple effect terhadap usaha agribisnis lainnya terutama peternakan. Kenaikan harga pakan ternak akibat bahan baku jagung yang harus

memberikan multiple effect terhadap usaha agribisnis lainnya terutama peternakan. Kenaikan harga pakan ternak akibat bahan baku jagung yang harus I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengembangan agribisnis nasional diarahkan untuk meningkatkan kemandirian perekonomian dan pemantapan struktur industri nasional terutama untuk mendukung berkembangnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan dasar utama bagi manusia yang harus

BAB I PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan dasar utama bagi manusia yang harus BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan dasar utama bagi manusia yang harus dipenuhi setiap saat. Sebagai kebutuhan dasar dan hak asasi manusia, pangan mempunyai arti dan peran

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci : WTO (World Trade Organization), Kebijakan Pertanian Indonesia, Kemudahan akses pasar, Liberalisasi, Rezim internasional.

ABSTRAK. Kata kunci : WTO (World Trade Organization), Kebijakan Pertanian Indonesia, Kemudahan akses pasar, Liberalisasi, Rezim internasional. ABSTRAK Indonesia telah menjalankan kesepakan WTO lewat implementasi kebijakan pertanian dalam negeri. Implementasi kebijakan tersebut tertuang dalam deregulasi (penyesuaian kebijakan) yang diterbitkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. produksi beras nasional sangat penting sebagai salah satu faktor yang

BAB I PENDAHULUAN. produksi beras nasional sangat penting sebagai salah satu faktor yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebagai komoditas pangan utama masyarakat Indonesia, kecukupan produksi beras nasional sangat penting sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi terwujudnya ketahanan

Lebih terperinci

PENCAPAIAN SURPLUS 10 JUTA TON BERAS PADA TAHUN 2014 DENGAN PENDEKATAN DINAMIKA SISTEM (SYSTEM DYNAMICS)

PENCAPAIAN SURPLUS 10 JUTA TON BERAS PADA TAHUN 2014 DENGAN PENDEKATAN DINAMIKA SISTEM (SYSTEM DYNAMICS) BAB II PENCAPAIAN SURPLUS 10 JUTA TON BERAS PADA TAHUN 2014 DENGAN PENDEKATAN DINAMIKA SISTEM (SYSTEM DYNAMICS) Agung Prabowo, Hendriadi A, Hermanto, Yudhistira N, Agus Somantri, Nurjaman dan Zuziana S

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Budidaya tebu adalah proses pengelolaan lingkungan tumbuh tanaman

TINJAUAN PUSTAKA. Budidaya tebu adalah proses pengelolaan lingkungan tumbuh tanaman 24 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Usahatani Tebu 2.1.1 Budidaya Tebu Budidaya tebu adalah proses pengelolaan lingkungan tumbuh tanaman sehingga tanaman dapat tumbuh dengan optimum dan dicapai hasil yang diharapkan.

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA. Juni 2010] 6 Masalah Gizi, Pengetahuan Masyarakat Semakin Memprihatinkan. [10

II TINJAUAN PUSTAKA. Juni 2010] 6 Masalah Gizi, Pengetahuan Masyarakat Semakin Memprihatinkan.  [10 II TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan pustaka dalam penelitian ini meliputi tinjauan komoditas kedelai, khususnya peranan kedelai sebagai sumber protein nabati bagi masyarakat. Tidak hanya itu, kedelai juga ditinjau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara agraris yang mengandalkan sektor pertanian

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara agraris yang mengandalkan sektor pertanian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara agraris yang mengandalkan sektor pertanian dalam perekonomian. Selain itu sebagian besar penduduk Indonesia bekerja pada sektor

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2016 TENTANG PENUGASAN KEPADA PERUSAHAAN UMUM (PERUM) BULOG DALAM RANGKA KETAHANAN PANGAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

Politik Pangan Indonesia - Ketahanan Pangan Berbasis Kedaulatan dan Kemandirian Jumat, 28 Desember 2012

Politik Pangan Indonesia - Ketahanan Pangan Berbasis Kedaulatan dan Kemandirian Jumat, 28 Desember 2012 Politik Pangan - Ketahanan Pangan Berbasis Kedaulatan dan Kemandirian Jumat, 28 Desember 2012 Politik Pangan merupakan komitmen pemerintah yang ditujukan untuk mewujudkan ketahanan Pangan nasional yang

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Teori Permintaan Permintaan adalah jumlah barang atau jasa yang rela dan mampu dibeli oleh konsumen selama periode tertentu (Pappas & Hirschey

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kebijakan Perberasan Indonesia Kebijakan mengenai perberasan di Indonesia telah dilakukan sejak tahun 1969/1970. Kebijakan tersebut (tahun 1969/1970 s/d 1998) mencakup kebijakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sektor pertanian antara lain: menyediakan pangan bagi seluruh penduduk,

BAB I PENDAHULUAN. sektor pertanian antara lain: menyediakan pangan bagi seluruh penduduk, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris, artinya sektor pertanian memegang peranan penting dalam tatanan pembangunan nasional. Peran yang diberikan sektor pertanian antara

Lebih terperinci

POLITIK KETAHANAN PANGAN MENUJU KEMANDIRIAN PERTANIAN

POLITIK KETAHANAN PANGAN MENUJU KEMANDIRIAN PERTANIAN POLITIK KETAHANAN PANGAN MENUJU KEMANDIRIAN PERTANIAN Emlan Fauzi Pangan merupakan kebutuhan yang paling mendasar dari suatu bangsa. Mengingat jumlah penduduk Indonesia yang sudah mencapai sekitar 220

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata saat ini telah menjadi salah satu motor penggerak ekonomi dunia terutama dalam penerimaan devisa negara melalui konsumsi yang dilakukan turis asing terhadap

Lebih terperinci

Malang 2 Dr. lr. Achmad Suryana (Kepala Badan Bimas Ketahanan Pangan Departeman Pertanian Republik Indonesia)

Malang 2 Dr. lr. Achmad Suryana (Kepala Badan Bimas Ketahanan Pangan Departeman Pertanian Republik Indonesia) SITUASI PERPADIAN/PERBERASAN NASIONAL KINI DAN MASA MENDATANG 1 Achmad Suryana 2 Pendahuluan Pada saat ini sampai masa mendatang, usahatani padi di Indonesia diperkirakan masih akan tetap memiliki daya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara agraris di dunia, dimana sektor

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara agraris di dunia, dimana sektor BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara agraris di dunia, dimana sektor pertanian masih menjadi mata pencaharian umum dari masyarakat Indonesia. Baik di sektor hulu seperti

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Harga Gula Domestik

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Harga Gula Domestik II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Harga Gula Domestik Menurut Susila (2005), Indonesia merupakan negara kecil dalam perdagangan dunia dengan pangsa impor sebesar 3,57 persen dari impor gula dunia sehingga Indonesia

Lebih terperinci

BAB III PROFIL PERUSAHAAN

BAB III PROFIL PERUSAHAAN BAB III PROFIL PERUSAHAAN 1.1 Perum Bulog Jika telusuri, sejarah Bulog tidak dapat terlepas dari sejarah lembaga pangan di Indonesia sejak zaman sebelum kemerdekaan sampai pemerintahan sekarang ini. Secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pangan merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia yang wajib

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pangan merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia yang wajib BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pangan merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia yang wajib dipenuhi. Apabila pemenuhan pangan tersebut mengalami hambatan maka kegiatan sehari-hari akan

Lebih terperinci

4. Membentuk komite negara-negara penghasil minyak bumi ASEAN. Badan Kerjasama Regional yang Diikuti Negara Indonesia

4. Membentuk komite negara-negara penghasil minyak bumi ASEAN. Badan Kerjasama Regional yang Diikuti Negara Indonesia Badan Kerjasama Regional yang Diikuti Negara Indonesia 1. ASEAN ( Association of South East Asian Nation Nation) ASEAN adalah organisasi yang bertujuan mengukuhkan kerjasama regional negara-negara di Asia

Lebih terperinci

4. KEBIJAKAN KEDELAI NASIONAL

4. KEBIJAKAN KEDELAI NASIONAL 4. KEBIJAKAN KEDELAI NASIONAL 4.1. Konsep Kebijakan Kebijakan dapat diartikan sebagai peraturan yang telah dirumuskan dan disetujui untuk dilaksanakan guna mempengaruhi suatu keadaan, baik besaran maupun

Lebih terperinci

BAB III KEBIJAKAN STABILISASI HARGA

BAB III KEBIJAKAN STABILISASI HARGA BAB III KEBIJAKAN STABILISASI HARGA 131 132 STABILISASI HARGA DAN PASOKAN PANGAN POKOK Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang paling utama dan pemenuhannya merupakan bagian dari hak asasi manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. internasional untuk memasarkan produk suatu negara. Ekspor dapat diartikan

BAB I PENDAHULUAN. internasional untuk memasarkan produk suatu negara. Ekspor dapat diartikan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ekspor merupakan salah satu bagian penting dalam perdagangan internasional untuk memasarkan produk suatu negara. Ekspor dapat diartikan sebagai total penjualan barang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pemenuhan protein hewani yang diwujudkan dalam program kedaulatan pangan.

I. PENDAHULUAN. pemenuhan protein hewani yang diwujudkan dalam program kedaulatan pangan. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kebutuhan masyarakat terhadap sumber protein hewani semakin meningkat sejalan dengan perubahan selera, gaya hidup dan peningkatan pendapatan. Karena, selain rasanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penduduk Indonesia adalah sebagai makanan pokok karena hampir seluruh

BAB I PENDAHULUAN. penduduk Indonesia adalah sebagai makanan pokok karena hampir seluruh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Beras merupakan salah satu komoditas penting dalam sendi kehidupan sosial ekonomi masyarakat Indonesia. Posisi komoditas beras bagi sebagian besar penduduk Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. anggota ASEAN pada ASEAN Summit di Singapura pada Juni Pertemuan tersebut mendeklarasikan pembentukan Asian Free Trade Area

BAB I PENDAHULUAN. anggota ASEAN pada ASEAN Summit di Singapura pada Juni Pertemuan tersebut mendeklarasikan pembentukan Asian Free Trade Area BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan teknologi dan transportasi dewasa ini semakin mempermudah akses dalam perdagangan, terutama perdagangan internasional. Perkembangan inilah yang

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.105, 2016 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KESRA. Penugasan. PERUM BULOG. Ketahanan Pangan. Pencabutan. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2016 TENTANG PENUGASAN KEPADA PERUSAHAAN

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Data Kandungan Nutrisi Serealia per 100 Gram

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Data Kandungan Nutrisi Serealia per 100 Gram I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kekayaan sumber daya alam dalam bidang pertanian merupakan keunggulan yang dimiliki Indonesia dan perlu dioptimalkan untuk kesejahteraan rakyat. Pertanian merupakan aset

Lebih terperinci

Kebijakan PSO/Subsidi Pupuk dan Sistem Distribusi. I. Pendahuluan

Kebijakan PSO/Subsidi Pupuk dan Sistem Distribusi. I. Pendahuluan 6 Bab V. Analisis Kebijakan Kapital, Sumberdaya Lahan dan Air Kebijakan PSO/Subsidi Pupuk dan Sistem Distribusi I. Pendahuluan Dalam rangka pencapaian ketahanan pangan nasional, Pemerintah terus berupaya

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2016 TENTANG PENUGASAN KEPADA PERUSAHAAN UMUM (PERUM) BULOG DALAM RANGKA KETAHANAN PANGAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

Pengembangan Jagung Nasional Mengantisipasi Krisis Pangan, Pakan dan Energi Dunia: Prospek dan Tantangan

Pengembangan Jagung Nasional Mengantisipasi Krisis Pangan, Pakan dan Energi Dunia: Prospek dan Tantangan Pengembangan Jagung Nasional Mengantisipasi Krisis Pangan, Pakan dan Energi Dunia: Prospek dan Tantangan Anton J. Supit Dewan Jagung Nasional Pendahuluan Kemajuan teknologi dalam budidaya jagung semakin

Lebih terperinci

Lingkup program/kegiatan KKP untuk meningkatkan ketahanan pangan rumahtangga berbasis sumberdaya lokal

Lingkup program/kegiatan KKP untuk meningkatkan ketahanan pangan rumahtangga berbasis sumberdaya lokal Lingkup program/kegiatan KKP untuk meningkatkan ketahanan pangan rumahtangga berbasis sumberdaya lokal Yayuk FB Pembekalan KKP Departemen Gizi Masyarakat FEMA IPB 14 Mei 2011 CONTOH : Hasil identifikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai negara berkembang, Indonesia memiliki laju pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai negara berkembang, Indonesia memiliki laju pertumbuhan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagai negara berkembang, Indonesia memiliki laju pertumbuhan penduduk yang pesat. Sensus Penduduk tahun 2010 mencatat bahwa laju pertumbuhan penduduk Indonesia adalah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kopi merupakan salah satu komoditas ekspor unggulan subsektor perkebunan

I. PENDAHULUAN. Kopi merupakan salah satu komoditas ekspor unggulan subsektor perkebunan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kopi merupakan salah satu komoditas ekspor unggulan subsektor perkebunan yang memegang peranan penting dalam perdagangan dan perekonomian negara. Kopi berkontribusi cukup

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Analisis Efektivitas Kebijakan Subsidi Pupuk dan Benih: Studi Kasus Tanaman Padi dan Jagung 1

Ringkasan Eksekutif Analisis Efektivitas Kebijakan Subsidi Pupuk dan Benih: Studi Kasus Tanaman Padi dan Jagung 1 Ringkasan Eksekutif Analisis Efektivitas Kebijakan Subsidi Pupuk dan Benih: Studi Kasus Tanaman Padi dan Jagung 1 Kebijakan pemberian subsidi, terutama subsidi pupuk dan benih yang selama ini ditempuh

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. pencaharian di sektor pertanian. Menurut BPS (2013) jumlah penduduk yang

BAB I. PENDAHULUAN. pencaharian di sektor pertanian. Menurut BPS (2013) jumlah penduduk yang BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Indonesia merupakan negara yang sebagian penduduknya bermata pencaharian di sektor pertanian. Menurut BPS (2013) jumlah penduduk yang bekerja di sektor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Kemampuan sektor pertanian dalam

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Kemampuan sektor pertanian dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara pertanian, dimana pertanian merupakan sektor yang memegang peranan penting dari keseluruhan perekonomian nasional. Hal ini ditunjukkan dari

Lebih terperinci

IX. KESIMPULAN DAN SARAN. Penggunaan model oligopolistik dinamik untuk mengestimasi fungsi

IX. KESIMPULAN DAN SARAN. Penggunaan model oligopolistik dinamik untuk mengestimasi fungsi IX. KESIMPULAN DAN SARAN 9.1. Kesimpulan Penggunaan model oligopolistik dinamik untuk mengestimasi fungsi permintaan dan relasi penawaran gula menghasilkan parameter estimasi yang konsisten dengan teori

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. penyediaan lapangan kerja, pemenuhan kebutuhan konsumsi dalam negeri, bahan

I. PENDAHULUAN. penyediaan lapangan kerja, pemenuhan kebutuhan konsumsi dalam negeri, bahan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan sumberdaya alam yang melimpah, terutama pada sektor pertanian. Sektor pertanian sangat berpengaruh bagi perkembangan

Lebih terperinci

1) Menjaga harga terendah, terutama di daerah-daerah produksi selama musim panen;

1) Menjaga harga terendah, terutama di daerah-daerah produksi selama musim panen; I L PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan pertanian sampai saat ini masih menjadi prioritas dalam pembangunan nasional, dimana sektor pertanian masih memberikan kontribusi yang besar dalam pembangunan

Lebih terperinci

VIII. SIMPULAN DAN SARAN

VIII. SIMPULAN DAN SARAN VIII. SIMPULAN DAN SARAN 8.1. Simpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dikemukakan di atas, maka dapat ditarik beberapa simpulan sebagai berikut : 1. Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam Todaro dan Smith (2003:91-92) pertumbuhan ekonomi adalah kenaikan

BAB I PENDAHULUAN. dalam Todaro dan Smith (2003:91-92) pertumbuhan ekonomi adalah kenaikan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan ekonomi merupakan suatu proses perubahan kondisi perekonomian suatu negara menuju ke arah yang lebih baik. Menurut Kutznets dalam Todaro dan

Lebih terperinci

RINGKASAN PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN TINGGI

RINGKASAN PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN TINGGI RINGKASAN PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN TINGGI ALTERNATIF MODEL KEBIJAKAN PENINGKATAN DAYA SAING KEDELAI LOKAL DALAM RANGKA MENCAPAI KEDAULATAN PANGAN NASIONAL TIM PENELITI Dr. Zainuri, M.Si (Ketua Peneliti)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. agraris seharusnya mampu memanfaatkan sumberdaya yang melimpah dengan

I. PENDAHULUAN. agraris seharusnya mampu memanfaatkan sumberdaya yang melimpah dengan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi yang merupakan salah satu indikator keberhasilan suatu negara dapat dicapai melalui suatu sistem yang bersinergi untuk mengembangkan potensi yang dimiliki

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting dalam pembangunan Indonesia. Hal ini didasarkan pada kontribusi sektor pertanian yang tidak hanya

Lebih terperinci

TENTANG KETENTUAN IMPOR DAN EKSPOR BERAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA,

TENTANG KETENTUAN IMPOR DAN EKSPOR BERAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 12/M-DAG/PER/4/2008 TENTANG KETENTUAN IMPOR DAN EKSPOR BERAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. pertumbuhan produksi pertanian tidak sebesar laju permintaan pangan. Tabel 1.1

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. pertumbuhan produksi pertanian tidak sebesar laju permintaan pangan. Tabel 1.1 BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Permasalahan pangan di sisi penyediaan saat ini adalah permintaan pangan yang tinggi seiring dengan tingginya laju pertumbuhan penduduk, sementara pertumbuhan produksi

Lebih terperinci