BAB II TINJAUAN PUSTAKA
|
|
- Yenny Muljana
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Biomarker pada Pneumonia Pneumonia merupakan kumpulan gejala (demam, nyeri pleuritik, sesak nafas) dan tanda (infiltrat paru) yang berasal dari sistem pernapasan namun dapat mempengaruhi penderitanya secara sistemik (Lim WS dkk, 2009). Sebagai penyakit infeksi, PK dapat menstimulasi proses inflamasi dimana terjadi pelepasan sitokin pro inflamasi dan mediator lipid ke sistemik serta menyebabkan gangguan sistem hemostasis yang ditandai dengan keadaan hiperkoagulasi (Kaplan V dkk, 2003). Selain masalah morbiditas dan mortalitas yang tinggi, seringkali pneumonia tidak memberi tanda klinik yang jelas. Hal ini menimbulkan hambatan diagnosis yang akhirnya menyebabkan keterlambatan terapi (Capelastegui dkk, 2006). Dalam suatu analisis Receiving Operating Characteristic (ROC) yang bertujuan untuk menilai akurasi diagnostik dari PK (yang dikonfirmasi dengan radiologik) dengan kondisi medik lainnya. Didapatkan kelemahan gambaran klinik ( seperti demam, batuk, produksi sputum, temuan auskultasi yang abnormal) dalam mendiagnosis PK dengan Area Under Cover (AUC) sebesar 0,79. Temuan ini dapat dibandingkan dengan jumlah total leukosit (AUC: 0,69); CRP (AUC: 0,76) dan PCT (AUC: 0,88) (Mira JP dkk, 2008; Muller B dkk, 2007; Christ Crain M dkk, 2010). Dari studi ini dapat disimpulkan bahwa biomarker seperti CRP, terutama PCT dapat berperan banyak dalam diagnosis PK (Christ Crain M dkk, 2010). Hingga saat ini, biomarker belum memiliki definisi yang universal. Akan tetapi, biomarker dipahami sebagai suatu biomolekul yang timbul akibat suatu proses fisiologik maupun patologik. Biomarker yang ideal adalah suatu biomarker yang tidak dapat dideteksi atau yang nilainya sangat rendah dalam keadaan non inflamasi dan akan meningkat dalam keadaan inflamasi yang selanjutnya akan mengalami penurunan saat proses inflamasi mereda (Capelastegui A dkk, 2006). Dalam hal membantu tegaknya diagnosis pneumonia, beberapa biomarker telah dikenal, seperti: CRP, leukosit total, immunoglobulin, PCT dan Triggering Receptor Expressed on Myeloid cell-1 (TREM-1). Beberapa biomarker lain yang 4
2 masih dalam tahap studi untuk penggunaannya pada pneumonia antara lain: copeptin, kortisol, endotoksin dan proadrenomedullin (Capelastegui A dkk, 2006). Saat ini, PCT dikenal sebagai biomarker yang manfaatnya terus diteliti. Konsentrasi PCT yang hanya meningkat pada infeksi bakteri dan tetap rendah pada infeksi virus membuat biomarker ini banyak digunakan untuk penyakit seperti sepsis, meningitis dan pneumonia. Tampaknya PCT dapat sebagai faktor prognosis pada keadaan sepsis dan pneumonia (Hendlund J dkk, 2000; Masia M dkk, 2005). 2.2 Procalcitonin Procalcitonin adalah prohormon calcitonin, berupa peptida yang terdiri atas 116 asam amino (Gambar ) yang dilepaskan oleh sel C tiroid dalam keadaan normal dan konsentrasinya sangat rendah (<0,05 ng/ml, dengan alat yang paling sensitive didapatkan nilai 0,033±0,003 (Kosanke R dkk, 2008). Pada infeksi mikroba akan terjadi peningkatan ekspresi gen CALC-I yang menyebabkan lepasnya PCT dari seluruh sel parenkim dan sel-sel yang terdiferensiasi di hati maupun sel-sel mononuclear (Summah H dkk, 2009; ChastreJ dkk, 2006). Pelepasan mediator inflamasi PCT dapat diinduksi melalui 2 proses, antara lain (Cairns C dkk, 2010) : 1. Terlepasnya toksin yang ada di dalam mikroba (endotoksin) 2. Respon immunitas selluler yang diperantarai oleh sitokin pro inflamasi seperti: Interleukin 1b, Interleukin 6 dan TNF-alpha. Sumber : Tannafos, 2008 (19) Gambar Struktur Procalsitonin 5
3 PCT merupakan molekul yang dianggap sebagai bentuk primitif dari pertahanan bakterial yang bekerja sebelum sistem immun yang lebih efektif bekerja (Cairn C dkk, Akan tetapi, perlu juga diketahui bahwa keadaan seperti trauma, pembedahan, syok kardiogenik, luka bakar, sindroma distress pernapasan, infeksi nekrosis setelah pancreatitis akut dan reaksi penolakan jaringan pada transplantasi dapat meningkatkan kadar PCT (Summah H dkk, 2009; Maier M dkk, 2009; Tseng JS dkk, 2008; Jung DY dkk, 2008). Rendahnya kadar PCT tidak selalu meniadakan infeksi bakteri. Keadaan false negative ini dapat disebabkan antara lain: tahap awal infeksi, infeksi terlokalisir, endokarditis infeksi subakut, infeksi oleh kuman atipikal (terutama kuman intraselluler) (Cairn C dkk, 2010). PCT akan meningkat setelah 2-3 jam induksi dari endotoksin. Kadarnya kemudian terus naik secara cepat hingga menjadi ratusan nanogram per ml pada sepsis berat dan syok sepsis, mencapai plateau pada 6 12 jam. PCT akan terus meningkat dan menetap dalam 48 jam lalu turun ke nilai normal dalam 2 hari jika pengobatan berhasil dan ini menunjukkan prognosis yang baik. Jika kadar PCT terus meningkat dan tidak turun menunjukkan kegagalan terapi. Waktu paruh dari PCT sekitar jam. Namun dipengaruhi oleh fungsi ginjal. Pada gangguan ginjal waktu paruh dapat memanjang hingga 35 jam (Cairn C dkk, 2010). Penigkatan kadar PCT pada infeksi bakteri lebih tinggi dibanding infeksi parasit (cthnya : plasmodium sp), beberapa jenis jamur meskipun mikroorganisme ini juga merangsang makrofag untuk menghasilkan sitokin proinflamasi. Berbagai studi telah menyimpulkan bahwa PCT jarang sekali meningkat pada keadaan murni infeksi virus. Keadaan ini diakibatkan oleh rangsangan virus terhadap makrofag yang akan menghasilkan interferon gamma (IFN-gamma) yang kemudian akan menghambat sintesa tumor necrosis alpha ((TNF-alpha). TNF-alpha merupakan salah satu mediator inflamasi yang merangsang pelepasan PCT. Studi oleh Moulin dkk dan Holm A dkk mendapatkan peningkatan kadar PCT pada pasien pneumonia dengan kuman Streptococcus pneumonia dan Hemophilus Influenzae baik pada anak-anak maupun dewasa. Ingram dkk mendapatkan kenaikan PCT yang tidak tinggi pada pasien yang terinfeksi H1N1 (Gilbert DN dkk, 2010; Aabenhus R dkk, 2011). 6
4 Telah dikenal beberapa jenis pemeriksaan komersil PCT dengan sensitifitas yang berbeda-beda, seperti ILMA (immunoluminometric assay/lia; sensitifitas 0,3 ng/ml)(cairn C dkk, 2010), BRAHMS PCT-Q (sensitifitasnya 0,5 ng/ml) (Muller B dkk, 2007; Schuetz P dkk, 2011), VIDAS BRAHMS PCT (sensitifitas 0,09) ((Cairn C dkk, 2010; Schuetz P dkk, 2011), BRAHMS PCT KRYPTOR (rentang 0, ng/ml)(muller B dkk, 2007; Irwin AD dkk, 2011), Elecsys BRAHMS PCT (rentang 0, ng/ml)( Irwin AD dkk, 2011) yang menggunakan alat berbeda-beda namun dengan metode deteksi yang sama sandwich principle. Pada pemeriksaan ini, antibody pertama akan berikatan secara spesifik dengan katalcin dan terikat di suatu coated tube (tabung yang dilapisi) sedangkan antibody kedua akan berikatan dengan terminal dari molekul calcitonin. Antibodi kedua ini akan dilabel dengan luminescent tracer dan akan berikatan dengan tabung yang sudah mengikat CCP-1 (calcitonin peptide-i). Pengukuran kadar PCT selanjutnya dilakukan dengan luminometer yang akan menerima signal dari antibody yang terikat luminescent tracer. Teknik pengukuran yang berlapis ini disebut metode sandwich (Schuetz P dkk, 2011). Dengan bervariasinya teknik maupun alat dalam pengukuran PCT maka penting untuk mengetahui apa yang digunakan sebelum interpretasi hasil dilakukan. Penggunaan PCT-Q, dengan nilai ambang terendah 0,5 ng/ml, angka ini masih 10 kali lipat dari nilai normal PCT dan cukup banyak pasien dengan infeksi ringan yang tidak terdeteksi. Demikian juga dengan PCT-ILMA/LIA, hasilnya tidak dapat dipercaya jika nilai bilirubin dan trigliserida sangat tinggi. Saat ini, VIDA PCT dengan mampu mendeteksi nilai PCT terendah 0,09 ng/ml dan PCT KRYPTOR dan Elecsys merupakan uji yang paling sensitive dan akurat (Schuetz P dkk, 2011). Sebelum memilih alat uji perlu diperhitungkan kondisi klinis yang dihadapi seperti : a. Fokus Infeksi Infeksi saluran nafas, meningitis, infeksi intra abdomen, pancreatitis, dll. Setiap fokusnya infeksi memiliki perbedaan nilai PCT yang diharapkan. Infeksi yang sifatnya terlokalisir umunya juga menghasilkan nilai PCT yang lebih rendah (Cairn C dkk, 2010; Schuetz P dkk, 2011). 7
5 b. Immunosupresi Infeksi bakteri pada penderita HIV akan meningkatkan kadar PCT, namun nilainya tidak akan meningkat tajam dibanding pasien dengan HIV negative (Cairn C dkk, 2010; Schuetz P dkk, 2009). Penggunaan steroid tampaknya tidak mempengaruhi PCT (Cairn C dkk, 2010). c. Usia Pada periode neonatus kadar PCT akan sangat tinggi. Pada anak-anak batasan kadar PCT belum jelas. Terdapat beberapa bukti bahwa kadar PCT rendah pada usia lanjut (Cairn C dkk, 2010; Schuetz P dkk, 2009) Peran PCT dalam Diagnostik Dalam hal diagnostik, peran PCT sudah sangat jelas. Studi yang membandingkan PCT dengan CRP dalam membedakan proses infeksi dan inflamasi menunjukkan keunggulan PCT dengan sensitivitas (85% Vs 78%) dan spesifisitas (83% Vs 60%). PCT juga lebih sensitif dalam membedakan infeksi bakteri dengan infeksi virus (Christ Crain M dkk, 2010). Simon dkk, dalam studinya secara tegas menyimpulkan bahwa dengan nilai cut off PCT < 0,25 ng/ml maka PK berat sudah dapat disingkirkan (Christ Crain M dkk, 2006; Christ Crain M dkk, 2010; Gilbert DN dkk, 2010). Sejak Pasteur dan Sternberg berhasil mengkultur peneumococcus dari darah pada tahun 1881dan Christian Gram berhasil mewarnainya 5 tahun kemudian, dalam diagnosis pneumonia dibutuhkan pembuktian kuman sehingga pengobatan dapat berdasarkan kuman penyebab (Gilbert DN dkk, 2010). Hingga saat ini, meskipun fasilitas identifikasi kuman yang sudah maju, sebanyak 70% pasien yang terdiagnosis pneumonia komunitas dari radiologik tidak dijumpai kuman penyebab. Keadaan ini selanjutnya akan mempersulit keputusan klinisi untuk memulai antibiotik. Dalam keadaan ini studi oleh Christ Crain dkk memberi batasan kadar PCT 0,25 ng/ml mengindikasikan penyebab bakteri dan dapat dimulai dengan pemberian antimikroba (Summah H dkk, 2009; Gilbert DN dkk, 2010). (Gambar ) 8
6 Sumber : Am J Respir Crit Care Med, 2006 Gambar Manfaat Procalsitonin Pada Infeksi Saluran Nafas Bawah 2.4 PCT dalam menentukan prognostik Masia dkk mendapatkan bahwa nilai PCT akan meningkat sesuai dengan skor derajat keparahan PSI dan hal ini berhubungan dengan peningkatan mortalitas dan komplikasi yang terjadi. Hal ini berbeda dengan hasil yang didapatkan oleh Boevic dkk yang menegaskan tidak ada hubungan antara PCT dengan nilai skor PSI (Lim WS dkk, 2009). Sebagai alat prognostik, studi oleh huang dkk melibatkan 2000 penderita PK yang diketahui dari klinis dan radiologik, kemudian pasien diikutsertakan dalam kohort selama 30 hingga 90 hari, setelah diambil serum PCT pada hari pertama. Juga dilakukan stratifikasi derajat keparahan PK dengan Pneumonia Severity Index dan CURB-65. Hasilnya didapatkan juga kadar PCT < 0,1 ng/ml memilki angka kematian hari ke 30 dan ke 90 akibat PK yang rendah meskipun skor PSI berada pada grup IV dan V. Keadaan ini juga dijumpai pada pasien dengan skor CURB Studi di atas menunjukkan bahwa sebagai alat prognostik kadar PCT lebih baik dibandingkan dari PSI dan CURB-65 (clinical scoring system)(lim WS dkk, 2009; Mandel LA dkk, 2007). 9
7 Pada studi Masia dkk, PCT dihubungkan dengan skor PSI derajat keparahan pneumonia. Pada penderita PSI yang rendah (PSI kelas I-II), PCT ternyata dapat memprediksi kuman penyebab pneumonia. Kadar PCT akan meningkat pada pneumonia bakteri dibanding dengan non-bakteri. Pada penderita dengan PSI yang tinggi (PSI kelas III-IV) PCT lebih merupakan alat prognostik dibanding dengan diagnostic (Lim WS dkk, 2009; Mandel LA dkk, 2007; Queroll Ribelles JM dkk, 2004). Adanya inkonsistensi dalam beberapa studi yang mencoba mencari hubungan antara PCT dengan dengan skor prognostik seperti PSI dan CURB-65 mendorong Kruger dkk melakukan suatu studi pada 1671 pasien PK dan melaporkan bahwa kadar PCT dapat memprediksi keparahan dan dampak klinik PK dengan akurasi yang sama dengan skor CRB 65. Pada studi ini skor prognostik CURB-65 dimodifikasi untuk mempermudah penelitian dilakukan di sarana kesehatan primer. Pada studi ini didapati kadar PCT 0,228 ng/ml pada awal pasie n masuk memiliki resiko kematian yang rendah akibat PK. Temuan ini hampir mendekati angka yang didapatkan oleh Christ Crains dkk 0,25 ( ng/ml) ( Queroll Ribelles JM dkk, 2004). Dalam studi retrospektif mendapatkan kadar PCT > 1,5 ng/ml pada pasien PK yang terinfeksi Legionella sp memiliki resiko kematian dan kebutuhan akan fasilitas rawatan ICU yang cukup tinggi (Schuetz P dkk, 2009). Schuetz dkk mencoba membandingkan kenaikan CRP, leukosit dengan PCT dalam menilai resiko kematian dalam 90 hari. Hasilnya, PCT memiliki akurasi yang lebih baik akan tetapi antara pasien yang meninggal dengan yang selamat, tidak dijumpai rentang (range) PCT yang besar. Sedangkan jika PK dibagi sesuai dengan derajat keparahan, maka didapatkan rentang nilai PCT yang besar (Schuetz P dkk, 2009). Peran PCT sebagai prognostik pneumonia tidak hanya pada PK. Di Indonesia, Rumende dalam disertasinya membandingkan PCT dengan Lipopolysaccharide- Binding Protein (LBP) sebagai prognostik pasien dengan ventilator associated pneumonia (VAP) yang dirawat di ruang rawat intensif di RSCM. Hasilnya, PCT lebih sensitive dibanding LBP (80-81,3% VS 60-73%) dalam menentukan kematian pasien VAP, akan tetapi keduanya memilki spesifisitas yang rendah (25-30%). Disimpulkan bahwa peningkatan PCT dapat menjadi petunjuk adanya respon tubuh 10
8 terhadap infeksi bakteri oleh makrofag yang aktif sedangkan LBP yang dihasilkan oleh sel alveoli tipe 2 lebih menunjukkan beratnya keterlibatan paru. Jika kedua biomarker ini digabungkan, sensitifitasnya akan meningkat menjadi 88,5-96,3% dengan spesifisitas 53,2-66,7% untuk menentukkan prognostik pasien VAP (Jung DY dkk, 2008). 2.5 Skor Klinis Pasien Penilaian derajat keparahan pneumonia merupakan komponen penting dalam tatalaksana PK. Hal ini membuat munculnya berbagai sistem skoring PSI, CURB-65, modified ATS (m-ats) dsb. Skor PSI (Tabel 2.5.1) diperkenalkan pada tahun 1997 yang melibatkan penderita pneumonia. Skor ini terdiri atas beberapa variabel klinik yang membagi pasien menjadi 5 tingkatan berdasarkan risiko kematian dalam 30 hari (klas I= 0,1 0,4%; klas II= 0,6-0,7%; klas III= 0,9 2,8%; klas IV= 4 10%; klas V: 27%). Skor PSI menunjukkan kemampuan prediksi yang baik dengan AUC: 0,74-0,83 dan direkomendasikan pemakaiannya oleh American Thoracic Society (ATS) dan Infectious Disease Society of America (IDSA). Akan tetapi, terlalu kompleks dan banyaknya variabel yang harus dinilai membuat system skor ini tidak praktis digunakan dalam klinik sehari-hari (Singanayam dkk, 2009; Mandel LA dkk, 2007). Skor CURB-65 diperkenalkan oleh British Thoracic Society (BTS) pada tahun 2003 yang melibatkan penderita pneumonia, terdiri atas 5 kategori yang dihubungkan dengan resiko kematian dalam 30 hari. Skor 0-1 masuk dalam kategori skor kematian yang rendah dimana skor 0 = 0,7% dan skor 1 = 3,2%. Skor 2 = 13% masuk kategori kematian sedang dan skor>3 masuk dalam skor kematian tinggi ( 3 = 17%, 4=41,5% dan 5 = 57%). Kemampuan prediksi dari skor ini hampir sama dengan prediksi yaitu dengan AUC : 0,73-0,83. Keunggulan CURB-65 terletak pada variabel yang digunakan lebih praktis dan mudah diingat. ATS dalam guideline PK yang terbaru menyadari kompleksisitas dari skor PSI dan merekomendasikan penggunaan CURB-65 (Singanayam dkk, 2009; Mandel LA dkk, 2007). 11
9 Baik skor PSI dan CURB-65 sama-sama memilki kelemahan yang sama, yaitu masih bergantung pada hasil pemeriksaan laboratorium. Keadaan ini melahirkan CRB-65 yang menghilangkan unsur ureum. Manfaat dari skor CRB-65 ini dapat digunakan oleh dokter umum di tingkat layanan primer. Skor ini dikatakan performa yang sama dengan PSI dan CURB-65 dengan AUC : 0,69-0,78. Sayangnya, penggunaan skor ini belum teruji dengan jumlah sampel yang besar seperti pendahulunya sehingga validasinya masih perlu diuji (Singanayam A dkk, 2009; Bont J dkk, 2008). Tabel Pneumonia Severity Index (PSI) Sumber : NEJM,
10 Selain petanda inflamasi, system koagulasi juga dikatakan memiliki potensi dalam menilai resiko kematian penderita PK. Aktifasi system koagulasi dan aktifitas fibrinolisis merupakan gambaran yang dijumpai pada keadaan sepsis berat (Christ Crain M dkk, 2010). Querol-Ribelles dkk, mencoba menghubungkan kadar plasma D- dimer terhadap mortalitas pada 302 pasien PK. Hasilnya adalah kematian lebih banyak terjadi pada pasien dengan D-dimer yang tinggi (3.786 VS ng/ml dengan p<0,00001). Selain itu, didapatkan juga hubungan linear antara D-dimer dengan skor PSI (Querol-Ribelles dkk, 2004) Sepsis Akibat Pneumonia Komunitas Di Amerika Serikat, lebih dari 1 juta penderita PK setiap tahunnya dan 10% dari penderita harus dirawat di ICU (Intensive Care Unit). Pada PK yang dirawat jalan mortalitas diperkirakan < 5%, jika penderita PK dirawat inap maka mortalitas meningkat hingga 12% dan akan semakin meningkat menjadi 22% jika pasien dipindahkan ke ICU. Keadaan ini disebabkan perjalanan PK menjadi sepsis berat (PK berat) yang ditandai dengan adanya disfungsi organ (Laterre PF dkk, 2005). Sepsis merupakan suatu respon inflamasi sistemik terhadap infeksi, dimana lipolisakarida atau toksin dilepaskan ke dalam sirkulasi darah sehingga terjadi aktivasi proses inflamasi. Sepsis ditandai dengan perubahan suhu tubuh, perubahan jumlah leukosit, tachycardia dan tachypnea. Sedangkan sepsis berat adalah sepsis yang ditandai dengan hipotensi atau disfungsi organ atau hipoperfusi organ (American College of Chest Physician, 1992). Pada tahun 1992, menurut The American College of Chest Physician (ACCP) and The Society for Critical Care Medicine (SCCM) Consensus Conference on Standardized Definitions of Sepsis, telah mempublikasikan suatu consensus dengan defenisi baru dan kriteria diagnosis untuk sepsis dan keadaan-keadaan yang berkaitan dan menetapkan kriteria Systemic Inflammatory Response Syndrome (SIRS), sepsis berat dan syok sepsis dibawah ini : - Bakteremia : ditemukan bakteri didalam darah, dibuktikan dengan biakan. 13
11 - SIRS : manifestasi klinis inflamasi sistemik yang dapat merupakan respon infeksi (mis. Sepsis) atau non infeksi (mis luka bakar, pancreatitis), ditandai 2 atau lebih tanda sebagai berikut : 1. Temp : >38 0 C atau kurang dari 36 0 C 2. Denyut nadi > 90x/menit 3. Respirasi > 20x/menit atau PaCO 2 < 32 mmhg 4. Leukosit darah > /mm 3, < 4000 mm 3 atau netrofil batang > 10% - Sepsis : infeksi disertai dengan SIRS. - Sepsis berat : sepsis disertai dengan disfungsi organ, hipoperfusi atau hipotensi yang meliputi asidosis laktat, oliguria atau perubahan akut status mental. - Syok sepsis : syndrome sepsis yang disertai dengan hipotensi. - Hipotensi : tek darah < 90 mmhg atau berkurang 40 mmhg dari tek.darah normal pasien - Multiple Organ Dysfunction syndrome : disfungsi lebih dari 1 organ atau lebih, memerlukan intervensi untuk mempertahankan homeostasis. Dremsizov dkk melakukan studi untuk menilai kemampuan SIRS dalam memprediksi terjadinya sepsis, sepsis berat dan kematian pada pasien PK. Hasil yang didapat antara lain 50% dari penderita PK yang dirawat akan jatuh ke sepsis. Selain itu, jika dibanding dengan PSI, kriteria SIRS tidak lebih baik dalam memprediksi perburukan sepsis pada PK. Implikasi klinis dari studi ini adalah dapat digunakannya PSI bukan hanya untuk skor prognosis tetapi juga sebagai petunjuk adanya disfungsi organ (Dremsizov dkk, 2006). 14
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
PK. (14) Hingga saat ini, biomarker belum memiliki definisi yang universal. Akan 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Biomarker pada Pneumonia Pneumonia merupakan kumpulan gejala (demam, nyeri pleuritik, sesak
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Biomarker pada Pneumonia Pneumonia merupakan kumpulan gejala (demam, nyeri pleuritik, sesak nafas) dan tanda ( infiltrat paru) yang berasal dari sistem pernapasan namun dapat
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. toksin ke dalam aliran darah dan menimbulkan berbagai respon sistemik seperti
1 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sepsis adalah penyakit sistemik disebabkan penyebaran mikroba atau toksin ke dalam aliran darah dan menimbulkan berbagai respon sistemik seperti disfungsi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Universitas Sumatera Utara
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Infeksi bakteri yang berkembang menjadi sepsis yang merupakan suatu respon tubuh dengan adanya invasi mikroorganisme, bakteremia atau pelepasan sitokin akibat pelepasan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sepsis merupakan salah satu masalah kesehatan utama penyebab kesakitan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Sepsis merupakan salah satu masalah kesehatan utama penyebab kesakitan dan kematian pada anak. 1,2 Watson dan kawan-kawan (dkk) (2003) di Amerika Serikat mendapatkan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biomarker pada Pneumonia Pneumonia merupakan kumpulan gejala (demam, nyeri pleuritik, sesak nafas) dan tanda (infiltrat paru) yang berasal dari sistem pernapasan namun dapat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang penelitian. permeabilitas mikrovaskular yang terjadi pada jaringan yang jauh dari sumber infeksi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang penelitian Sepsis merupakan suatu sindrom klinis infeksi yang berat dan ditandai dengan tanda kardinal inflamasi seperti vasodilatasi, akumulasi leukosit, dan peningkatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dengan imunitas pejamu, respon inflamasi, dan respon koagulasi (Hack CE,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sepsis adalah puncak interaksi kompleks mikroorganisme penyebab infeksi dengan imunitas pejamu, respon inflamasi, dan respon koagulasi (Hack CE, 2000).The American College
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Infeksi bakteri yang berkembang menjadi sepsis, merupakan suatu respons
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi bakteri yang berkembang menjadi sepsis, merupakan suatu respons tubuh terhadap invasi mikroorganisme, bakteremia atau pelepasan sitokin akibat pelepasan endotoksin
Lebih terperinciBAB III. METODE PENELITIAN
37 BAB III. METODE PENELITIAN A. RANCANGAN PENELITIAN Penelitian ini merupakan uji klinis dengan metode Quasi Experimental dan menggunakan Pretest and posttest design pada kelompok intervensi dan kontrol.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. satu kegawatdaruratan paling umum di bidang bedah. Di Indonesia, penyakit. kesembilan pada tahun 2009 (Marisa, dkk., 2012).
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanda dan gejala klasik apendisitis akut pertama kali dilaporkan oleh Fitz pada tahun 1886 (Williams, 1983). Sejak saat itu apendisitis akut merupakan salah satu kegawatdaruratan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sepsis merupakan salah satu masalah kesehatan serius yang terjadi di
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sepsis merupakan salah satu masalah kesehatan serius yang terjadi di masyarakat. Sepsis menjadi salah satu dari sepuluh penyebab kematian terbesar di dunia. Diagnosis
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. systemic inflammatory response syndrome (SIRS) merupakan suatu respons
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sindrom respons inflamasi sistemik atau yang lebih dikenal dengan istilah systemic inflammatory response syndrome (SIRS) merupakan suatu respons inflamasi tubuh yang
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 2014). Pneumonia pada geriatri sulit terdiagnosis karena sering. pneumonia bakterial yang didapat dari masyarakat (PDPI, 2014).
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pneumonia merupakan penyakit infeksi saluran napas bawah akut pada parenkim paru. Pneumonia disebabkan oleh mikroorganisme seperti bakteri, virus, jamur, dan parasit.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sepsis merupakan kondisi yang masih menjadi masalah kesehatan dunia karena pengobatannya yang sulit sehingga angka kematiannya cukup tinggi. Penelitian yang dilakukan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pneumonia merupakan bentuk infeksi saluran napas. bawah akut yang tersering. Sekitar 15-20% kasus
1 BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakang Pneumonia merupakan bentuk infeksi saluran napas bawah akut yang tersering. Sekitar 15-20% kasus merupakan bentuk infeksi akut di parenkim paru yang serius (Dahlan,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dunia (Musher, 2014). Penumonia komunitas merupakan penyakit infeksi saluran
1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pneumonia kerap kali terlupakan sebagai salah satu penyebab kematian di dunia (Musher, 2014). Penumonia komunitas merupakan penyakit infeksi saluran napas bawah yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Systemic Inflammatory Response Syndrome (SIRS) dan sepsis merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas di Intensive Care Unit (ICU). Tingginya biaya perawatan,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sindrom klinik ini terjadi karena adanya respon tubuh terhadap infeksi, dimana
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Sepsis merupakan suatu sindrom kompleks dan multifaktorial, yang insidensi, morbiditas, dan mortalitasnya sedang meningkat di seluruh belahan dunia. 1 Sindrom klinik
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Sepsis adalah terjadinya SIRS ( Systemic Inflamatory Respon Syndrome)
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sepsis adalah terjadinya SIRS ( Systemic Inflamatory Respon Syndrome) yang disertai dengan adanya infeksi pada organ tertentu berdasarkan hasil biakan positif di tempat
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang. adalah penyakit infeksi pada saluran pernapasan yang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Pneumonia adalah penyakit infeksi pada saluran pernapasan yang menyerang jaringan paru. Pneumonia dapat diagnosis secara pasti dengan x-photo thoraks dengan terlihat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Infeksi saluran napas bawah masih tetap menjadi masalah utama dalam
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi saluran napas bawah masih tetap menjadi masalah utama dalam bidang kesehatan, baik di negara berkembang maupun negara maju. 1 Infeksi ini merupakan penyebab
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Sepsis didefinisikan sebagai adanya mikroorganisme atau toksin /zat beracun
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sepsis didefinisikan sebagai adanya mikroorganisme atau toksin /zat beracun dari mikroorganisme di dalam darah dan munculnya manifestasi klinis yang dihasilkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Infeksi neonatus khususnya sepsis neonatorum sampai saat ini masih
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi neonatus khususnya sepsis neonatorum sampai saat ini masih menjadi masalah karena merupakan penyebab utama mortalitas dan morbiditas pada bayi baru lahir. Masalah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Penyakit hati menahun dan sirosis merupakan penyebab kematian kesembilan di
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian 1. Perumusan masalah Penyakit hati menahun dan sirosis merupakan penyebab kematian kesembilan di Amerika Serikat dan bertanggung jawab terhadap 1,2% seluruh
Lebih terperinciBAB III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan uji klinis dengan metode Quasi Experimental dan
BAB III. METODE PENELITIAN A. RANCANGAN PENELITIAN Penelitian ini merupakan uji klinis dengan metode Quasi Experimental dan menggunakan Pretest and posttest design pada kelompok intervensi dan kontrol.
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. PCT pertama kali diidentifikasi dari sel medullary tiroid carcinoma. PCT
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Biosintesis dan patofisiologi Procalcitonin PCT pertama kali diidentifikasi dari sel medullary tiroid carcinoma. PCT adalah protein yang terdiri dari 116 asam amino (AA) dengan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Pada sepsis terjadi proses inflamasi sistemik atau systemic inflammatory
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Pada sepsis terjadi proses inflamasi sistemik atau systemic inflammatory response syndrome (SIRS) sebagai respons klinis terhadap adanya infeksi. SIRS akan melibatkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Menurut World Health Organization (WHO) ditingkat dunia AKB berkisar sekitar 37 per 1000
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Angka angka kematian bayi (AKB) pada saat ini masih menjadi persoalan di Indonesia. Menurut World Health Organization (WHO) ditingkat dunia AKB berkisar sekitar 37
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kurang lebih 21 hari. Albumin mengisi 50% protein dalam darah dan menentukan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Albumin adalah protein serum yang disintesa di hepar dengan waktu paruh kurang lebih 21 hari. Albumin mengisi 50% protein dalam darah dan menentukan 75% tekanan onkotik
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sepsis menimbulkan suatu respon imun yang berlebihan oleh tubuh
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sepsis menimbulkan suatu respon imun yang berlebihan oleh tubuh terhadap suatu infeksi. 1 Ini terjadi ketika tubuh kita memberi respon imun yang berlebihan untuk infeksi
Lebih terperinciBAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Sepsis adalah suatu kumpulan gejala inflamasi sistemik (Systemic Inflammatory
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sepsis dan Gagal Sistem Organ Multipel Sepsis adalah suatu kumpulan gejala inflamasi sistemik (Systemic Inflammatory Response Syndrome / SIRS) yang disebabkan oleh infeksi,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Meningitis adalah kumpulan gejala demam, sakit kepala dan meningismus akibat
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Meningitis adalah kumpulan gejala demam, sakit kepala dan meningismus akibat inflamasi pada ruang subarachnoid yang dibuktikan dengan pleositosis cairan serebrospinalis
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. juta dolar Amerika setiap tahunnya (Angus et al., 2001). Di Indonesia masih
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sepsis merupakan satu dari sepuluh penyebab kematian di Amerika Serikat (AS). Diperkirakan terdapat 751.000 kasus sepsis berat setiap tahunnya di AS dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sepsis dan syok sepsis merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas di
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sepsis dan syok sepsis merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas di intensive care unit (ICU), mengakibatkan kematian lebih dari 30% pada 28 hari pertama
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Biomarker pada Pneumonia Pneumonia merupakan kumpulan gejala (demam, nyeri pleuritik, sesak nafas) dan tanda (infiltrat paru) yang berasal dari sistem pernapasan namun dapat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tubuh yang berlebihan terhadap infeksi. Sepsis sering terjadi di rumah sakit
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sepsis adalah penyakit mengancam jiwa yang disebabkan oleh reaksi tubuh yang berlebihan terhadap infeksi. Sepsis sering terjadi di rumah sakit misalnya pada pasien
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Penyakit infeksi dengue adalah penyakit yang disebabkan oleh virus
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Penyakit infeksi dengue adalah penyakit yang disebabkan oleh virus Dengue I, II, III, dan IV yang ditularkan oleh nyamuk Aedes aegepty dan Aedes albopticus.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. diikuti oleh kompensasi anti-inflamasi atau fenotip imunosupresif yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang masalah Trauma pembedahan menyebabkan perubahan hemodinamik, metabolisme, dan respon imun pada periode pasca operasi. Seperti respon fisiologis pada umumnya, respon
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pneumonia 2.1.1 Definisi Pneumonia adalah infeksi yang terjadi pada parenkim paru yang disebabkan oleh beberapa mikroorganisme seperti bakteri, jamur, virus, atau parasit yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. juga dihadapi oleh berbagai negara berkembang di dunia. Stroke adalah penyebab
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Stroke merupakan masalah kesehatan yang tidak hanya di hadapi negara maju, tapi juga dihadapi oleh berbagai negara berkembang di dunia. Stroke adalah penyebab kematian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. denyut/menit; 3. Respirasi >20/menit atau pa CO 2 <32 mmhg; 4. Hitung leukosit
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sepsis adalah SIRS (Systemic Inflamatory Respons Syndrome) ditambah tempat infeksi yang diketahui atau ditentukan dengan biakan positif dari organisme dari
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sepsis didefinisikan sebagai adanya infeksi bersama dengan manifestasi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sepsis didefinisikan sebagai adanya infeksi bersama dengan manifestasi sistemik dikarenakan adanya infeksi. 1 Sepsis merupakan masalah kesehatan dunia karena patogenesisnya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sepsis merupakan sindroma klinik akibat respon yang berlebihan dari sistem
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sepsis merupakan sindroma klinik akibat respon yang berlebihan dari sistem imun yang distimulasi oleh mikroba atau bakteri yang dapat menyebabkan kerusakan jaringan,
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Management of Severe Sepsis and Septic Shock: 2012, sepsis didefinisikan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sepsis 2.1.1 Definisi Menurut Surviving Sepsis Campaign: International Guidelines for Management of Severe Sepsis and Septic Shock: 2012, sepsis didefinisikan sebagai munculnya
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. bedah pada anak yang paling sering ditemukan. Kurang lebih
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Sekitar 5%-10% dari seluruh kunjungan di Instalasi Rawat Darurat bagian pediatri merupakan kasus nyeri akut abdomen, sepertiga kasus yang dicurigai apendisitis didiagnosis
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. khususnya trias kematian (hipotermia, asidosis dan koagulopati) yang kini
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Trauma merupakan permasalahan utama yang dihadapi pada kehidupan moderen saat ini. Secara global, 10% dari seluruh jumlah kematian disebabkan oleh trauma. Perkembangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kematian yang tertinggi seluruh dunia. Sepsis merupakan. penyebab kematian yang ke-10 terbesar di Amerika Serikat,
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi dan sepsis termasuk salah satu dari penyebab kematian yang tertinggi seluruh dunia. Sepsis merupakan penyebab kematian yang ke-10 terbesar di Amerika Serikat,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. morbiditas dan mortalitas pada bayi dan anak-anak. Infeksi mikroba. intrinsik untuk memerangi faktor virulensi mikroorganisme.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Urosepsis merupakan respon sistemik terhadap infeksi dimana pathogen atau toksin dilepaskan ke dalam sirkulasi darah sehingga terjadi proses aktivitas proses inflamasi.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kanker ovarium adalah suatu massa atau jaringan baru yang. abnormal yang terbentuk pada jaringan ovarium serta mempunyai sifat
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kanker ovarium adalah suatu massa atau jaringan baru yang abnormal yang terbentuk pada jaringan ovarium serta mempunyai sifat dan bentuk berbeda dari sel asalnya.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. paru. Bila fungsi paru untuk melakukan pembebasan CO 2 atau pengambilan O 2 dari atmosfir
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Ventilator adalah suatu sistem alat bantu hidup yang dirancang untuk menggantikan atau menunjang fungsi pernapasan yang normal. Ventilator dapat juga berfungsi untuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pengisian alveoli oleh eksudat, sel radang dan fibrin. Pneumonia masih
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pneumonia adalah peradangan yang mengenai parenkim paru, distal dari bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius. Pneumonia ditandai dengan konsolidasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bakteremia adalah keberadaan bakteri pada darah yang dapat mengakibatkan sepsis (Tiflah, 2006). Sepsis merupakan infeksi yang berpotensi mengancam jiwa yang
Lebih terperinciBAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Gangguan ginjal akut (GnGA), dahulu disebut dengan gagal ginjal akut,
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Gangguan Ginjal Akut pada Pasien Kritis Gangguan ginjal akut (GnGA), dahulu disebut dengan gagal ginjal akut, merupakan suatu keadaan yang ditandai dengan peningkatan kadar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berhasil mencapai target Millenium Development Goal s (MDG s), peningkatan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis (TB) merupakan masalah kesehatan masyarakat yang menjadi tantangan global. Meskipun program pengendalian TB di Indonesia telah berhasil mencapai target
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. multiorgan, ini disebut septic shock. Sepsis merupakan SIRS (Systemic. tempat infeksi, maka ini disebut dengan sepsis berat.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang. Infeksi serius dan kelainan lain yang bukan infeksi seperti pankreatitis, trauma dan pembedahan mayor pada abdomen dan kardiovaskular memicu terjadinya SIRS atau sepsis
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam tifoid merupakan infeksi bakteri sistemik yang disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi yang dijumpai di berbagai negara berkembang terutama di daerah tropis
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Apendisitis akut adalah peradangan dari apendiks vermiformis, merupakan salah satu
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Apendisitis akut adalah peradangan dari apendiks vermiformis, merupakan salah satu penyebab paling umum pada kasus akut abdomen yang memerlukan tindakan pembedahan.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bentuk nodul-nodul yang abnormal. (Sulaiman, 2007) Penyakit hati kronik dan sirosis menyebabkan kematian 4% sampai 5% dari
BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG PENELITIAN Sirosis hati adalah merupakan perjalanan akhir berbagai macam penyakit hati yang ditandai dengan fibrosis. Respon fibrosis terhadap kerusakan hati bersifat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. salah satu aspek yang penting dan banyak digunakan bagi perawatan pasien yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Ventilator mekanik merupakan alat yang digunakan untuk membantu fungsi pernapasan. Penggunaannya diindikasikan untuk pasien dengan hipoksemia, hiperkapnia berat dan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Demam tifoid merupakan masalah kesehatan yang penting di negara-negara
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam tifoid merupakan masalah kesehatan yang penting di negara-negara berkembang, salah satunya di Indonesia. Penyakit ini disebabkan oleh bakteri Salmonella enterica
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang penelitian. dengan morbiditas dan mortalitas yang tinggi. Banyak pasien yang meninggal
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang penelitian Penyakit hati menahun dan sirosis merupakan salah satu penyakit hati dengan morbiditas dan mortalitas yang tinggi. Banyak pasien yang meninggal pada dekade
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. seluruh rumah sakit di Indonesia dengan angka kematian 5,7%-50% dalam tahun
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Sindrom syok dengue (SSD) adalah manifestasi demam berdarah dengue (DBD) paling serius. Angka morbiditas infeksi virus dengue mencapai hampir 50 juta kasus per tahun
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Influenza adalah suatu penyakit infeksi saluran pernafasan. akut yang disebabkan oleh virus influenza. Penyakit ini dapat
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Influenza adalah suatu penyakit infeksi saluran pernafasan akut yang disebabkan oleh virus influenza. Penyakit ini dapat menyerang saluran pernafasan bagian atas maupun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dengan dokter, hal ini menyebabkan kesulitan mendiagnosis apendisitis anak sehingga 30
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Insiden kematian apendisitis pada anak semakin meningkat, hal ini disebabkan kesulitan mendiagnosis appendik secara dini. Ini disebabkan komunikasi yang sulit antara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Demam tifoid merupakan suatu penyakit infeksi sistemik yang. disebabkan oleh Salmonella typhi yang masih dijumpai secara luas di
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Demam tifoid merupakan suatu penyakit infeksi sistemik yang disebabkan oleh Salmonella typhi yang masih dijumpai secara luas di berbagai negara berkembang yang terutama
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi saluran pernafasan adalah penyebab utama morbiditas dan mortalitas penyakit menular di dunia. Hampir empat juta orang meninggal akibat infeksi saluran nafas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. terjadinya komplikasi yang lebih berbahaya. diakibatkan oleh sepsis > jiwa pertahun. Hal ini tentu menjadi
BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Sepsis merupakan suatu respon sistemik yang dilakukan oleh tubuh ketika menerima sebuah serangan infeksi yang kemudian bisa berlanjut menjadi sepsis berat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. masih menjadi masalah kesehatan global bagi masyarakat dunia. Angka kejadian
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Demam tifoid adalah penyakit sistemik akut pada saluran pencernaan yang masih menjadi masalah kesehatan global bagi masyarakat dunia. Angka kejadian demam tifoid di
Lebih terperinciBAB 6 PEMBAHASAN. pneumonia yang terjadi pada pasien dengan bantuan ventilasi mekanik setelah 48
BAB 6 PEMBAHASAN VAP (ventilatory acquired pneumonia) adalah infeksi nosokomial pneumonia yang terjadi pada pasien dengan bantuan ventilasi mekanik setelah 48 jam. 4,8,11 Insiden VAP bervariasi antara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Infeksi virus dengue maupun demam berdarah dengue (DBD) merupakan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi virus dengue maupun demam berdarah dengue (DBD) merupakan masalah kesehatan global. Dalam tiga dekade terakhir terjadi peningkatan angka kejadian penyakit di
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pneumonia Komunitas. Pneumonia secara umum adalah radang dari parenkim paru, dengan karakteristik adanya konsolidasi dari bagian yang terkena dan alveolar terisi oleh eksudat,
Lebih terperinciANGKA KEJADIAN PNEUMONIA PADA PASIEN SEPSIS DI ICU RSUP DR.KARIADI SEMARANG LAPORAN AKHIR HASIL PENELITIAN KARYA TULIS ILMIAH
ANGKA KEJADIAN PNEUMONIA PADA PASIEN SEPSIS DI ICU RSUP DR.KARIADI SEMARANG LAPORAN AKHIR HASIL PENELITIAN KARYA TULIS ILMIAH Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai gelar sarjana Strata-1
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. jamur, dan parasit (Kemenkes RI, 2012; PDPI, 2014). Sedangkan infeksi yang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pneumonia merupakan penyakit infeksi saluran napas bawah akut pada parenkim paru. Pneumonia disebabkan oleh mikroorganisme seperti bakteri, virus, jamur, dan parasit
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis tidak dikategorikan ke dalam
BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pneumonia merupakan penyakit infeksi saluran napas bawah akut pada parenkim paru. Pneumonia disebabkan oleh mikroorganisme seperti bakteri, virus, jamur, dan parasit (PDPI,
Lebih terperinciBAB 5 PEMBAHASAN. penelitian terdiri atas pria sebanyak 21 (51,2%) dan wanita sebanyak 20
70 BAB 5 PEMBAHASAN Telah dilakukan penelitian pada 41 penderita stroke iskemik. Subyek penelitian terdiri atas pria sebanyak 21 (51,2%) dan wanita sebanyak 20 (48,8%). Rerata (SD) umur penderita stroke
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Penelitian. baru atau berulang. Kira-kira merupakan serangan pertama dan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Stroke adalah penyebab kematian terbanyak ketiga di seluruh dunia setelah penyakit jantung dan kanker dan setiap tahunnya 700.000 orang mengalami stroke baru
Lebih terperinciBAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
DAFTAR ISI Halaman Halaman Sampul Dalam... i Pernyataan Orisinalitas... ii Persetujuan Skripsi... iii Halaman Pengesahan Tim Penguji Skripsi... iv Motto dan Dedikasi... v Kata Pengantar... vi Abstract...
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kelompok penyakit yang berhubungan dengan infeksi. Penyakit ini banyak ditemukan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pneumonia komunitas merupakan salah satu penyebab kematian utama pada kelompok penyakit yang berhubungan dengan infeksi. Penyakit ini banyak ditemukan dan dapat menimbulkan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit paru obstruktif kronik atau yang biasa disebut PPOK merupakan
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit paru obstruktif kronik atau yang biasa disebut PPOK merupakan salah satu jenis dari penyakit tidak menular yang paling banyak ditemukan di masyarakat dan
Lebih terperinciBAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam sepuluh tahun terakhir terdapat beberapa perkembangan baru
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Sepsis Neonatorum Dalam sepuluh tahun terakhir terdapat beberapa perkembangan baru mengenai definisi sepsis. Salah satunya menurut The International Sepsis Definition
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kanker ovarium merupakan keganasan yang paling. mematikan di bidang ginekologi. Setiap tahunnya 200.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker ovarium merupakan keganasan yang paling mematikan di bidang ginekologi. Setiap tahunnya 200.000 wanita didiagnosa dengan kanker ovarium di seluruh dunia dan 125.000
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sesak nafas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan menurun, malaise,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis paru adalah penyakit menular yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis. Gejala utama adalah batuk selama 2 minggu atau lebih, batuk disertai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pasien tersebut. Pasien dengan kondisi semacam ini sering kita jumpai di Intensive
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Pasien kritis adalah pasien dengan penyakit atau kondisi yang mengancam jiwa pasien tersebut. Pasien dengan kondisi semacam ini sering kita jumpai di Intensive Care
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pneumonia merupakan infeksi akut di parenkim paru-paru dan sering
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pneumonia merupakan infeksi akut di parenkim paru-paru dan sering mengganggu pertukaran gas. Bronkopneumonia melibatkan jalan nafas distal dan alveoli, pneumonia lobular
Lebih terperinciB A B I PENDAHULUAN. Sampai saat ini sepsis masih merupakan masalah utama kesehatan dan
B A B I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sampai saat ini sepsis masih merupakan masalah utama kesehatan dan penyebab kematian utama di dunia. Jumlah penderita sepsis di Amerika Serikat pada tahun 2000 mencapai
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Stroke secara nyata menjadi penyebab kematian dan kecacatan di seluruh
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Stroke secara nyata menjadi penyebab kematian dan kecacatan di seluruh dunia. Di Amerika Serikat menjadi penyebab kematian peringkat ketiga dan penyebab utama kecacatan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Diagnosis tuberkulosis (TB) paru pada anak masih menjadi masalah serius hingga saat ini. Hal
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diagnosis tuberkulosis (TB) paru pada anak masih menjadi masalah serius hingga saat ini. Hal ini disebabkan karena kesulitan yang dihadapi untuk mendiagnosis TB paru
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kedokteran disebut dengan Systemic Lupus Erythematosus (SLE), yaitu
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Saat ini masyarakat dihadapkan pada berbagai penyakit, salah satunya adalah penyakit Lupus, yang merupakan salah satu penyakit yang masih jarang diketahui oleh masyarakat,
Lebih terperinciEARLY DETECTION AND TREATMENT OF SEPSIS. dr. Eko Setijanto, Sp.An,KIC Intensive Care Unit, DR Moewardi Hospital
EARLY DETECTION AND TREATMENT OF SEPSIS dr. Eko Setijanto, Sp.An,KIC Intensive Care Unit, DR Moewardi Hospital BACKGROUND Prevalensi SIRS mencakup 1/3 total pasien rawat inap di RS dan > 50 % dari seluruh
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. negara berkembang disebabkan oleh bakteri terutama Streptococcus pneumoniae,
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pneumonia merupakan penyakit inflamasi yang mengenai parenkim paru. 1 Penyakit ini sebagian besar disebabkan oleh suatu mikroorganisme (virus/bakteri) dan sebagian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sebagai trauma mayor karena tulang femur merupakan tulang yang sangat kuat, sehingga
BAB I PENDAHULUAN 1.1.1 Latar Belakang Fraktur femur merupakan salah satu trauma mayor di bidang Orthopaedi. Dikatakan sebagai trauma mayor karena tulang femur merupakan tulang yang sangat kuat, sehingga
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Air merupakan komponen terbesar dari tubuh sekitar 60% dari berat badan
1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Air merupakan komponen terbesar dari tubuh sekitar 60% dari berat badan rata-rata orang dewasa (70 kg). Total air tubuh dibagi menjadi dua kompartemen cairan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. neonatus dan 50% terjadi pada minggu pertama kehidupan (Sianturi, 2011). Menurut data dari
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang World Health Organization (WHO) memperkirakan secara global setiap tahun terdapat 5 juta bayi meninggal pada usia empat minggu pertama kehidupannya, dengan 98% kematian
Lebih terperinciORIGINAL ARTICLE. Hubungan Perubahan Kadar Prokalsitonin dengan Respons Terapi Community-Acquired Pneumonia di RS Wahidin Sudirohusodo, Makassar
ORIGINAL ARTICLE Hubungan Perubahan Kadar Prokalsitonin dengan Respons Terapi Community-Acquired Pneumonia di RS Wahidin Sudirohusodo, Makassar Putu JE Saputra, Harun Iskandar Subdivisi Pulmonologi, Departemen
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penyebab yang belum diketahui sampai saat ini, ditandai oleh adanya plak eritema
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Psoriasis merupakan penyakit inflamasi kronis pada kulit dengan penyebab yang belum diketahui sampai saat ini, ditandai oleh adanya plak eritema ditutupi sisik tebal
Lebih terperinciBAB VI PEMBAHASAN. Selama penelitian bulan Januari Juni 2011 terdapat 20 subjek yang memenuhi
BAB VI PEMBAHASAN Selama penelitian bulan Januari Juni 2011 terdapat 20 subjek yang memenuhi kriteria penelitian, 65% di antaranya laki-laki, dengan rentang umur 6-156 bulan, dengan 75% gizi baik, 25%
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang. Angina pektoris stabil adalah salah satu manifestasi. klinis dari penyakit jantung iskemik.
1 BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Angina pektoris stabil adalah salah satu manifestasi klinis dari penyakit jantung iskemik. Penyakit jantung iskemik adalah sebuah kondisi dimana aliran darah dan oksigen
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. virus DEN 1, 2, 3, dan 4 dan ditularkan oleh nyamuk Aedes aegepty dan Aedesal
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Infeksi dengue masih merupakan masalah kesehatan masyarakat dan menimbulkan dampak sosial maupun ekonomi. Infeksi dengue disebabkan oleh virus DEN 1,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh Salmonella typhi (S.typhi), bersifat endemis, dan masih
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam tifoid merupakan penyakit infeksi tropik sistemik, yang disebabkan oleh Salmonella typhi (S.typhi), bersifat endemis, dan masih merupakan masalah kesehatan masyarakat
Lebih terperinci