KAJIAN DINAMIKA HARA TANAH PADA EMPAT PERLAKUAN Study on Soil Nutrient Dinamics in Four Treatment

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KAJIAN DINAMIKA HARA TANAH PADA EMPAT PERLAKUAN Study on Soil Nutrient Dinamics in Four Treatment"

Transkripsi

1 KAJIAN DINAMIKA HARA TANAH PADA EMPAT PERLAKUAN Study on Soil Nutrient Dinamics in Four Treatment Ary Widiyanto Balai Penelitian Teknologi Agroforestry, Jl. Raya Ciamis-Banjar Km 4, Ciamis ABSTRACT. Difference between monoculture and agroforestry systems is the presence of organic matter inputs by tree derived from the canopy above the ground and the roots below ground. This study aims to determine the soil nutrient dynamics in sengon-cardamom agroforestry system in four different treatments. Organic materials were applied consisting of 1) Trimmings cardamom, 2 ) clipping of sengon trees, 3 )mixture of clipping plants at the site (gamal, petaian, grass, etc.), and 4) combination of 1,2, and 3 at a the same weight ratio, with three replications. Measurement of levels of C organic, N and P performed five times at three depths, 0-40 cm, cm and cm. Analysis of variance between nutrient levels with treatment type and depth as well as correlation between the nutrient content and the measurement time. The results showed that the type of treatment and soil depth does not influence on the levels of C, N and P, while time measurements correlate with levels of C, N and P. Giving sengon trimmings able to maintain the levels of N and P while giving mixture of clipping plants at the site able to maintain C organic levels. Keywords : Dynamics, nutrients, treatment, depth ABSTRAK.Perbedaan sistim agroforestri dengan monokultur adalah adanya masukan bahan organik oleh pohon yang berasal dari bagian tajuk di atas tanah maupun bagian akar di bawah tanah.penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dinamika hara pada lahan agroforestry sengonkapulaga dengan pemberian empat perlakuan yang berbeda.bahan organik yang aplikasikan terdiri dari 1) pangkasan kapulaga, 2) pangkasan daun dan ranting pohon sengon, 3) campuran pangkasan tanaman yang ada di lokasi (gamal,petaian, rumput, dsb) dan 4) kombinasi 1,2 dan 3 pada perbandingan berat yang sama dengan tiga ulangan. Pengukuran kadar C organik, N dan P dilakukan lima kali pada tiga kedalaman, 0-40 cm, cm dan cm. Analisis sidik ragam antara kadar hara dengan jenis perlakuan dan kedalaman serta uji korelasi antara kadar hara dengan waktu pengukuran. Hasil penelitian menunjukan bahwa jenis perlakuan dan kedalaman tanah tidak berpengaruh secara nyata terhadap kadar C, N dan P tanah, sedangkan waktu pengukuran berkorelasi dengan kadar C, N dan P tanah. Pemberian pangkasan sengon mampu mempertahankan kadar N dan P tanah sedangkan pemberian campuran pangkasan tanaman mampu mempertahankan kadar C organik tanah. Kata kunci: Dinamika, hara, perlakuan, kedalaman Penulis untuk korespondensi, surel:ary_301080@yahoo.co.id PENDAHULUAN Salah satu permasalahan yang umumnya dijumpai di lahan pertanian di Indonesia adalah degradasi kesuburan tanah yang berlangsung sangat cepat, akibat tidak berimbangnya antara jumlah masukan hara dan kehilangan hara. Pada lahan pertanian masukan hara melalui pemberiaan pupuk dan kehilangan hara umumnya melalui pemanenan. Penambahan bahan organik ke dalam tanah baik melalui pengembalian sisa panen, kompos, pangkasan tanaman penutup tanah dan sebagainya dapat memperbaiki cadangan total BOT (capitalstorec). Praktek pertanian secara terusmenerusakanmengurangicadangantotalc dan N dalam tanah. Apabila ada pemberaan maka secara bertahap kondisi tersebut akan pulih kembali. Dari semua unsur hara, unsur N dibutuhkan dalam jumlah paling banyak tetapi ketersediaannya selalu rendah, karena mobilitasnya dalam tanah sangat tinggi.kemampuan tanah dalam menyediakan hara N sangat ditentukan oleh kondisi dan jumlah bahan organik tanah (Hairiah dkk, 2003). 1

2 Dalam sistem agroforestry, siklus hara dan karbon lebih bersifat tertutup dibandingkan sistem pertanian tanaman semusim secara monokultur.penambahan bahan organik oleh pohon dapat berasal dari bagian tajuk di atas tanah maupun bagian akar di bawah tanah.memasukkan komponen pohon ke dalam sistem pertanian monokultur akanmenambah unsurharadankarbondalamsistemtersebut.peningkatankandungankarbondanunsur lain selain merupakan hasil dekomposisi serasah dan akar pohon, juga terkait dengan fungsi pohon sebagai jarring penyelamat dan pemompa hara, sehingga mengurangi jumlah hara yang hilang (Hairiah dkk, 2003). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dinamika hara pada lahan agroforestry dengan pemberian empat perlakuan yang berbeda.hasil yang diharapkan adalah tersedianya data dan informasi sejauh mana pengaruh penerapan teknik pengelolaanhara pada agroforestry sengonkapulaga dapat mempertahankan dan meningkatkan ketersediaan hara dalam tanah. METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April-September 2012 di Desa Kertajaya Kecamatan Panawangan, Ciamis pada ketinggian 680 m dari permukaan laut dan curah hujan rata-rata mm. Tanahnya terdiri dari kompleks andosol dan latosol yang dapat dikelompokan kedalam tanah ultisol yang sudah mengalami pelapukan yang lebih lanjut (Perhimpi. 1990). Penelitian di lakukan pada lahan milik petani seluas 2 ha yang diusahakan dengan pola agroforestry dengan kombinasi sengon dan kapulaga. Sengon ditanam dengan jarak tanam 3m x 4 m sedang kapulaga ditanam 1 m x 1 m yang membentuk rumpun. ProsedurPenelitian Bahan organik yang diaplikasikan ke lahanmeliputi (1) masukan bahan organik berupa pangkasan kapulaga, (2) m asukan bahan organik berupa pangkasan daun dan ranting pohon sengon, (3) masukan bahan organik berupa campuran pangkasan tanaman yang ada di lokasi (gamal,petaian, rumput, dsb), dan (4) ma sukan bahan organik berupa kombinasi 1,2 dan 3 dengan perbandingan berat yang sama Dosis pemberian BO disesuaikan dengan jumlah rata-rata BO sengon yang dapat dipangkas per pohon, yaitusekitar 0,42 kg dan BO untuk jenis lain digunakan dosis yang sama. BO keringdiletakan pada permukaan tanah diantara barisan kapulaga dengan masing-masing sebanyak tiga ulangan. Untuk menghindari adanya litterfall yang masuk digunakan jaring(littertrap)di atas plot dan bambu penghalang di pinggir plot. Pengukuran Pada awal percobaan dilakukan pengukuran karakteristik kimia dan fisik tanah dengan jalan mengambil contoh pada kedalaman 0-40 cm,40-80 cm dan cm.pengukuran kandungan hara yang masuk selama proses penelitian (berasal dari dekomposisi seresah, sisa tanaman hasil pangkasan dan sebagainya) dilakukan dengan jalan menimbang bahan di lapangandanpengambilan contohuntukanalisis konsentrasi total C-organik (Walkey and Black), total N (Kjehldahl), dan P-tersedia (Bray I) di Laboratorium Balai Penelitian Tanah Kementerian Pertanian, Bogor.Pengukuran ketersediaan hara tanah dilakukan 5 kali mulai dari 1 bulan hingga 5 bulan setelah aplikasi bahan organik. Analisa Data Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan ( analysis of variance/ ANOVA), dengan variabel bebas aplikasi bahan organik, dan variabel tidak bebas meliputi kandungan BO 2

3 (C, N, dan P) pada berbagai kedalaman.juga dilakukan uji korela antara kandungan BO (C, N, dan P) dengan waktu pengukuran. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Analisa Status HaraTanah Sebelum Perlakuan Tanah di daerah ini termasuk dalam komplek andosol dan latosol (ultisol) dengan tekstur lempung dan struktur gembur dari atas sampai bawah dan digolongkan sebagai tanah dengan sifat fisik yang sangat baik.namun demikian dari hasil analisa kimia tanah (komposit) menunjukan bahwa tanahnya mengandung hara yang relatif rendah sampai sedang seperti terlihat pada Tabel 1. Tabel 1. Hasil analisa kandungan unsur C organik, N dan P sebelum perlakuan Table 1. The results of elemental analysis of the content of organic C, N and P before treatment Kedalaman Tekstur Struktur % C % N % P C/N 0-40 cm Lempung gembur 2,78 (s) 0,12 (r) 4,8 (sr) cm Lempung liat berpasir cm Lempung liat berpasir gembur 2,26 (r) 0,38 (s) 6,6 (sr) 9 gembur 2,26 (s) 0,38 (s) 5,9 (sr) 14 Dari tabel1 di atas dapat dilihat bahwa kandungan Crendah sampai sedang, kandungan N rendah sampai sedang dan kandungan P sangat rendah. Hasil analisa kandungan hara dari setiap perlakuan yang dicobakan Untuk mengetahui besarnya masukan hara pada setiap perlakuan dilakukan pengambilan sampel bahan organik darisetiap perlakuan untuk di analisa di laboratorium. Hasil analisa bahan organik tersebut yang telah dikonversi kedalam satuan ha dapat dilihat pada tabel 2. Tabel 2. Asumsi masukan bahan organik berdasarkan analisa C, N dan P pada masing-masing biomasa Table 2. The assumption of organic matter inputs based on the analysis C, N and P in each biomass Sumber bahan organik BK (kg) BK Total (kg) (3x pangkas/ pemberian) C (%) C Total (kg/ha/ thn) N (%) N Total (kg /ha/ thn) P (%) P Total (kg /ha/ thn) P.kapul , P.sengon , P.tan.lain , P.kombinas i (1+2+3) ,

4 Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa pemangkasan daun sengon mulai umur 2 tahun dapat menghasilkan bahan organik pertahun (3 kali pangkas) masing-masing sebesar472 kg/ha C, 58kg/ha N dan 94kg/ha P.Kontribusi terbesar masukan hara berupa C didapatkan dari campuran tanaman lain yaitu sebesar 525kg/ha. Dinamika dan Perubahan Kandungan Hara Tanah Kadar total C-organik Perbedaan perlakuan dan kedalaman tanah tidak berpengaruh nyata (p> 0,05) terhadap kadar C dalam tanah (Lampiran 1 dan Lampiran 2). Kehilangan hara terbesar adalah pada perlakuan pemberian pangkasan kapulaga pada lapisan tanah paling atas (kedalaman 0-40 cm) yaitu sebesar 60%, sedangkan pemberian pangkasan dari campuran beberapa tanaman dapat mempertahankan kandungan C tanah, dengan kehilangan C yang paling kecil yaitu pada kedalaman40-80 cm sebesar 15%(Gambar 1). Perbedaan waktu pengamatan berpengaruh nyata terhadap kadar C-organik tanah (Lampiran 3), pada semua perlakuan kadar C organik terus menurun dengan meningkatnya waktu, pangkasan dari campuran beberapa tanaman dan pangkasan kapulaga dapat mempertahankan dan meningkatkan kadar C organik. Secara rata-rata kehilangan hara terbesar adalah pada perlakuan pemberian pangkasan kapulaga yaitu sebesar 55%sedangkan kehilangan hara terkecil adalah pada perlakuan pemberian campuran dari beberapa tanaman yaitu sebesar 24%. Gambar 1. Kadar C-organik tanah pada berbagai kedalaman tanah setelah aplikasi bahan organik Figure 1. Content of the soil C-organic at different soil depths after application of organic materials 4

5 Kadar total N tanah Perbedaan perlakuan dan kedalaman tanah tidak berpengaruh nyata (p> 0,05) terhadap kadar N dalam tanah (Lampiran 1 dan Lampiran 2). Kehilangan hara terbesar adalah pada perlakuan pemberian pangkasan kapulaga pada kedalaman cm yaitu sebesar 71%, sedangkan pemberian pangkasan dari campuran beberapa tanaman dapat mempertahankan kandungan N tanah, dengan kehilangan N yang paling kecil, sebesar 14% pada kedalaman cm (Gambar 2). Perbedaan waktu pengamatan berpengaruh nyata terhadap kadar N tanah (Lampiran 3). Pada perlakuan pemberian pangkasan dari campuran beberapa tanaman, kadar N meningkat drastis sekitar 1 bulan setelah perlakuan. Secara keseluruhan pangkasan sengon dapat mempertahankan dan meningkatkan kadar N tanah dengan rata-rata kehilangan terkecil yaitu sebesar 31%.Sedangkan rata-rata kehilangan hara terbesar adalah pada perlakuan pemberian pangkasan kapulaga yaitu sebesar 66%. Gambar 2 Kadar total N pada berbagai kedalaman tanah setelah aplikasi bahan organik Figure 2. Levels of total N at different soil depths after application of organic materials Kadar P tersedia dalam tanah Perbedaan perlakuan dan kedalaman tanah tidak berpengaruh nyata (p>0,05) terhadap kadar N dalam tanah (Lampiran 1 dan Lampiran 2). Kehilangan hara terbesar adalah pada perlakuan pemberian pangkasan dari campuran beberapa tanaman pada kedalaman cm yaitu sebesar 68%, sedangkan pemberian pangkasan sengon dapat mempertahankan kandungan P tanah, dengan kehilangan P yang paling kecil, sebesar 21% pada lapisan tanah paling atas (kedalaman 0-40 cm) (Gambar 3). Perbedaan waktu pengamatan berpengaruh nyata terhadap kadarp tanah (Lampiran 3). Hampir pada semua perlakuan terjadi penurunan yang besar pada kadar P tanah, hanya pada perlakuan pemberian pangkasan sengon, kadar P meningkat sekitar 1 bulan setelah perlakuan. Secara keseluruhan pangkasan sengon dapat mempertahankan dan meningkatkan kadarp 5

6 tanah dengan rata-rata kehilangan terkecil yaitu sebesar 31%. Sedangkan rata-rata kehilangan hara terbesar adalah pada perlakuan pemberian pangkasan dari campuran beberapa tanaman yaitu sebesar 60%. Gambar 3. Kadar P tersedia pada berbagai kedalaman tanah setelah aplikasi bahan organik Figure 3. Available P levels at different soil depths after application of organic materials Kajian status hara dalam sistem agroforestry sengon-kapulaga Siklus hara dalam sistem agroforestry ditentukan oleh hubungan antara tanah, tanaman hara dan air. Pemangkasan cabang dan rantingtanaman pohon memberikan masukan bahan organik tambahan. Bahan organik yang ada dipermukaan tanah ini dan bahan organik yang telah ada di dalam tanah selanjutnya akanmengalami dekomposisi dan mineralisasi serta melepaskan hara tersedia ke dalam tanah. Siklus hara dalam sistem agroforestri dapat diartikan sebagai penyediaann hara dan pengambilan hara secara terus menerus (kontinyu) bila ditinjau dari konteks hubungan tanaman-tanah. Praktekpertaniansecaraterus-menerusakanmengurangicadangantotalC dan N dalam tanah. TigasumberutamaNtanahberasaldari(1)bahanorganiktanah,(2)Ntertambatdari udara bebas oleh tanaman kacang-kacangan (legume) yang bersimbiosis dengan bakteri rhizobium dan (3) dari pupuk anorganik.pelapukan bahan organik di daerah tropik sangat cepat mengakibatkan N juga cepat dilepas dalam bentuk N-anorganik yang mudah tersedia bagitanamann (Hairiah dkk, 2003). UnsurNyangtersediadalamjumlahbesarinitidakmenjamintercapainya produksi tanaman yang optimum Hasil-hasil penelitian di Lampung Utara menunjukkan bahwa penambahan bahan organik asal famili kacang-kacangan (legume) dapat melepaskan hara N sekitar % dari jumlah total N yang terkandung di dalamnya (Handayanto et al., 1994 dalam Hairiah dkk, 2003) selama satu siklus tanaman semusim. Dari jumlah yang dilepaskan ternyata hanya 6

7 sekitar30%nyayangdapatdimanfaatkanolehtanamansemusim. Kualitas bahan organik berkaitan dengan penyediaan unsur P ditentukan oleh konsentrasi P dalam bahan organik.nilaikritiskadarpdalambahanorganikadalah 0.25%. Kualitas bahan organik berkaitan dengan penyediaan unsur N, yang ditentukan oleh besarnyakandungann,lignindanpolifenol.bahanorganikdikatakanberkualitastinggi bila kandungan N tinggi, konsentrasi lignin dan polifenol rendah.nilaikritis konsentrasinadalah1.9%;lignin>15%danpolifenol>2. Berdasarkan hara yang masuk melalui empat perlakuan dan keluar dari ekosistem agroforestry melalui panen kapulaga, dapat diasumsikan neraca hara seperti dalam Tabel 3. Tabel 3. Perhitungan neraca C, N dan P pada agroforestry-sengon kapulaga Table 3. Balance calculation C, N and P in sengon-cardamomagroforestrysystem Sumber bahan organik Pemasukan (kg ha -1 ) Pengeluaran(kg ha -1 ) C N P C N P P.kapulaga P.sengon P.tan.lain P.kombinasi (1+2+3) Dari tabel 3 di atas dapat dilihat bahwa adanya pemberian pangkasan dari berbagai jenis tanaman secara berkala memberikan neraca positif dimana pemasukan unsur C,N dan P lebih besar dari pengeluaran. Pengeluaran ini belum termasuk hara yang tercuci kelapisan bawah tanah atau terbawa oleh erosi tanah. Berdasarkan data tersebut pemanfaatan bahan organik dalam sistim agroforestry memberikan pengaruh positif dalam meningkatkan kesuburan dan ketersediaan hara di dalam tanah. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Jenis perlakuan dan kedalaman tanah tidak berpengaruh secara nyata terhadap kadar C, N dan P tanah, meskipunketiga sumber bahan organik tersebut memberikan neraca hara positif dimana jumlah hara yang masuk lebih besar dari jumlah hara yang terangkut di waktu panen, sedangkan waktu pengukuran berkorelasi dengan kadar C, N dan P tanah. Pemberian pangkasan sengon mampu mempertahankan kadar N dan P tanah sedangkan pemberian campuran pangkasan tanaman mampu mempertahankan kadar C organik tanah. Saran Pemberian bahan organik baik berupa pangkasan sengon, pangkasan kapulaga maupun tanaman yang ada disekitar lahan/kebun dapatdilakukan secara kontinyu rata-rata setiap tiga bulan, sebagai masukan hara yang cukup efektif untuk meningkatkanketersediaan hara dalam tanah. Dengan penggunaan bahan organik yang berlimpah di lapangan tersebut, penggunaan pupuk kimia bisa diminimalkan tanpa mengurangi produksi tanaman tumpangsari. Dengan aplikasi ini diharapkan dapat dikembangkan kegiatan agroforestry organik yang aman lingkungan. 7

8 DAFTAR PUSTAKA Didik Suprayogo, Kurniatun Hairiah, Nurheni Wijayanto, Sunaryodan Meine van Noordwijk, 2003.Analisis Komponen Agroforestrisebagai Kunci Keberhasilan ataukegagalan Pemanfaatan Lahan,Word Agroforestry Centre (Icraf) Hairiah, K., Van Noordwijk, M., Santoso, B. and Syekhfani, MS., Biomass production and rootdistribution of eight trees and their potential for hedgerow intercropping on an ultisol in Lampung.AGRIVITA, Word Agroforestry Centre (Icraf) Hairiah K,, Sri Rahayu Utami, Betha Lusiana dan Meine van Noordwijk Neraca Hara dan Karbon dalam System Agroforestry, Word Agroforestry Centre (Icraf) Perhimpi Peta Kesesuaian Agroklimat, Pengembangan Hutan Tanaman Sengon di Pulau Jawa. Kerjasama Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan dan Perhimpunan meteorologi Pertanian Mile, M.Y., Optimalisasi Pertumbuhan Tanaman Sengon dalam Pola Hutan Rakyat Campuran dengan Perlakuan Pemupukan, Prosiding Expose Terpadu Hasil Penelitian, Badan Litbang Kehutanan Departemen Kehutanan, Jakarta Mindawati, N Kondisi hara tanah pada tegakan A. Mangium umur 9 tahun di KPH Majalengka, Jawa Barat,Buletin Penelitian Hutan no624, Puslibang Hutan dan Konservasi Alam, Bogor Mindawati,N.2012, Penerapan Silvikultur Intensif Ramah Lingkungan Dalam Pengelolaan Hutan tanaman Industri, Orasi Pengukuhan Profesor Riset Bidang Silvikultur, Badan Litbang Kehutanan, Jakarta Sanchez, P.A., Properties and Management of Soils in the Tropics.Wiley, New York. Lampiran 1.Sidik ragam pengaruh perlakuan terhadap kandungan C, N dan P tanah Appendix 1.Analysis of variance treatment effect on the content of soil C, N and P Sumber keragaman (Source) Perlakuan Keterangan: Variabel tidak bebas (Dependent variable) Derajat bebas (degree of freedom) Kwadrat tengah (Mean square) F Hitung (F calc,) Nilai-p (p-value) C 3 0,032 0,256 0,855 ns N 3 0,006 0,487 0,701 ns P 3 0,882 0,426 0,740 ns ns = tidak berbeda nyata (not significant) Lampiran 2.Sidik ragam pengaruh kedalaman tanah terhadap kandungan C, N dan P tanah Appendix 2.Analysis of variance soil depth effect on the content of soil C, N and P Source Depen dent Variabl e Type III Sum of Squares df Mean Square F Sig. Kedalaman c c c

9 c c n n n n n p p p p p Lampiran 3. Uji korelasi antara waktu pengukuran dengan kandungan C, N dan P tanah Appendix 1. analysis between measurement time with the content of soil C, N and P c1 c2 c3 c4 s c1 c2 c3 c4 c (**).852(**).905(**).909(**).933(**) 1.939(**).971(**).961(**).852(**).939(**) 1.978(**).973(**).905(**).971(**).978(**) 1.993(**) c5.909(**).961(**).973(**).993(**) 1 ** is significant at the 0.01 level (2-tailed). 9

10 n1 n2 n3 n4 s n1 n2 n3 n4 n (**).929(**).942(**).893(**).963(**) 1.949(**).951(**).942(**).929(**).949(**) 1.991(**).979(**).942(**).951(**).991(**) 1.962(**) n5.893(**).942(**).979(**).962(**) 1 ** is significant at the 0.01 level (2-tailed). p1 p2 p3 p4 s p1 p2 p3 p4 p Sig. (2-tailed) Sig. (2-tailed) (**) Sig. (2-tailed) (*) Sig. (2-tailed) p (**).693(*) 1 Sig. (2-tailed) ** is significant at the 0.01 level (2-tailed). * is significant at the 0.05 level (2-tailed). 10

Berkala Ilmiah IlmuPengetahuan dan Teknologi Kehutanan DAFTAR ISI. HASIL AIR PENGGUNAAN LAHAN HUTAN DALAM MENYUMBANG ALIRAN SUNGAI Edy Junaidi

Berkala Ilmiah IlmuPengetahuan dan Teknologi Kehutanan DAFTAR ISI. HASIL AIR PENGGUNAAN LAHAN HUTAN DALAM MENYUMBANG ALIRAN SUNGAI Edy Junaidi Jurnal Hutan Tropis Volume 2 No. 1 Maret 2014 ISSN 2337-7771 E-ISSN 2337-7992 jht Berkala Ilmiah IlmuPengetahuan dan Teknologi Kehutanan DAFTAR ISI HASIL AIR PENGGUNAAN LAHAN HUTAN DALAM MENYUMBANG ALIRAN

Lebih terperinci

Studi kasus (lanjutan)

Studi kasus (lanjutan) Studi kasus (lanjutan) 25 A. Air drainasi keluar dari kedalaman tanah.8 m Air drainasi (mm) 2 15 1 5 pemupukan urea-n 6 kg ha -1 dan pemangkasan gliricidia tanam kacang tanah dan pemangkasan peltophorum

Lebih terperinci

PEMANFAATAN PANGKASAN POHON UNTUK PENAMBAHAN HARA TANAH PADA LAHAN AGROFORESTRI

PEMANFAATAN PANGKASAN POHON UNTUK PENAMBAHAN HARA TANAH PADA LAHAN AGROFORESTRI Prosiding SNaPP2016 Sains dan Teknologi ISSN 2089-3582 EISSN 2303-2480 PEMANFAATAN PANGKASAN POHON UNTUK PENAMBAHAN HARA TANAH PADA LAHAN AGROFORESTRI 1 Wuri Handayani, 2 Edy Junaidi, 3 Ary Widiyanto 1,3

Lebih terperinci

-- Tanah dingin: pemahaman petani terhadap kesuburan tanah

-- Tanah dingin: pemahaman petani terhadap kesuburan tanah Pemberian pupuk inorganik saja memang tidak dapat menyelesaikan masalah kerusakan fisik akibat erosi. Tetapi jika dikelola dengan baik, usaha ini dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman sehingga permukaan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Mentimun dapat diklasifikasikan kedalam Kingdom: Plantae; Divisio:

II. TINJAUAN PUSTAKA. Mentimun dapat diklasifikasikan kedalam Kingdom: Plantae; Divisio: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani Tanaman Mentimun (Cucumis sativus L.) Mentimun dapat diklasifikasikan kedalam Kingdom: Plantae; Divisio: Spermatophyta; Sub divisio: Angiospermae; Kelas : Dikotyledonae;

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pemanfaatan lahan pertanian yang intensif dan tanpa memperhatikan

I. PENDAHULUAN. Pemanfaatan lahan pertanian yang intensif dan tanpa memperhatikan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pemanfaatan lahan pertanian yang intensif dan tanpa memperhatikan keseimbangan antara masukan dan keluaran dalam sistem pertanian akan mempercepat terjadinya penurunan

Lebih terperinci

PRODUKTIFITAS SERASAH SENGON (Paraserianthes falcataria) DAN SUMBANGANNYA BAGI UNSUR KIMIA MAKRO TANAH

PRODUKTIFITAS SERASAH SENGON (Paraserianthes falcataria) DAN SUMBANGANNYA BAGI UNSUR KIMIA MAKRO TANAH PRODUKTIFITAS SERASAH SENGON (Paraserianthes falcataria) DAN SUMBANGANNYA BAGI UNSUR KIMIA MAKRO TANAH Aris Sudomo dan Ary Widiyanto Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Agroforestry, Ciamis E-mail:

Lebih terperinci

Hubungan tanah dingin dan usaha pemupukan pada sistem bera

Hubungan tanah dingin dan usaha pemupukan pada sistem bera Limpasan permukaan, mm tahun -1 16 14 12 1 8 6 4 2 A. - pupuk + pupuk - pupuk + pupuk Monokultur Budidaya pagar Pola tanam Drainase tanah, mm tahun -1 2 18 16 14 12 1 8 6 4 2 B. - pupuk + pupuk - pupuk

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Vegetasi Hutan Hutan merupakan ekosistem alamiah yang sangat kompleks mengandung berbagai spesies tumbuhan yang tumbuh rapat mulai dari jenis tumbuhan yang kecil hingga berukuran

Lebih terperinci

Agroforestri pada Tanah Masam di Daerah Tropis:

Agroforestri pada Tanah Masam di Daerah Tropis: Agroforestri pada Tanah Masam di Daerah Tropis: Pengelolaan interaksi antara pohon-tanah-tanaman semusim K Hairiah, SR Utami, D Suprayogo, Widianto, SM Sitompul, Sunaryo, B Lusiana, R Mulia, M van Noordwijk

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Hutan menurut Undang-undang RI No. 41 Tahun 1999 adalah suatu kesatuan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Hutan menurut Undang-undang RI No. 41 Tahun 1999 adalah suatu kesatuan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Hutan Rakyat 1. Pengertian Hutan Rakyat Hutan menurut Undang-undang RI No. 41 Tahun 1999 adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Adanya ketidakseimbangan antara jumlah kebutuhan dengan kemampuan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Adanya ketidakseimbangan antara jumlah kebutuhan dengan kemampuan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Adanya ketidakseimbangan antara jumlah kebutuhan dengan kemampuan penyediaan kayu jati mendorong Perum Perhutani untuk menerapkan silvikultur intensif guna memenuhi

Lebih terperinci

TEKNIK MANIPULASI LINGKUNGAN UNTUK MENGOPTIMALKAN PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI HUTAN RAKYAT POLA AGROFORESTRI

TEKNIK MANIPULASI LINGKUNGAN UNTUK MENGOPTIMALKAN PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI HUTAN RAKYAT POLA AGROFORESTRI TEKNIK MANIPULASI LINGKUNGAN UNTUK MENGOPTIMALKAN PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI HUTAN RAKYAT POLA AGROFORESTRI M. Yamin Mile Balai Penelitian Teknologi Agroforestry Jl. Raya Ciamis-Banjar Km 4 Po Box 5 Ciamis

Lebih terperinci

6/14/2013 .PENDAHULUAN KANDUNGAN HARA DAN TINGKAT EROSI PADA LAHAN MIRING BERSOLUM DANGKAL METODE

6/14/2013 .PENDAHULUAN KANDUNGAN HARA DAN TINGKAT EROSI PADA LAHAN MIRING BERSOLUM DANGKAL METODE PENDAHULUAN KANDUNGAN HARA DAN TINGKAT EROSI PADA LAHAN MIRING BERSOLUM DANGKAL Oleh: Nining Wahyunigrum dan Tyas Mutiara Basuki BADAN LITBANG KEHUTANAN BPTKPDAS SOLO Degradasi lahan di Indonesia umumnya

Lebih terperinci

ABSTRAK. Oleh. Mitra Suri. Penanaman tomat memerlukan teknik budidaya yang tepat. Aplikasi pemberian

ABSTRAK. Oleh. Mitra Suri. Penanaman tomat memerlukan teknik budidaya yang tepat. Aplikasi pemberian ABSTRAK PENGARUH PEMBERIAN KOMPOS SERBUK SABUT KELAPA, KOMPOS DAUN DAN PUPUK KIMIA NPK TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TANAMAN TOMAT (Lycopersiumn esculentum mill) Oleh Mitra Suri Penanaman tomat memerlukan

Lebih terperinci

STUDY TENTANG TIGA VARIETAS TERUNG DENGAN KOMPOSISI MEDIA TANAM TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN

STUDY TENTANG TIGA VARIETAS TERUNG DENGAN KOMPOSISI MEDIA TANAM TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN STUDY TENTANG TIGA VARIETAS TERUNG DENGAN KOMPOSISI MEDIA TANAM TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN [STUDY ON THREE EGG PLANT VARIETIES GROWN ON DIFFERENT COMPOSITION OF PLANT MEDIA, ITS EFFECT ON GROWTH

Lebih terperinci

AGROFORESTRY : SISTEM PENGGUNAAN LAHAN YANG MAMPU MENINGKATKAN PENDAPATAN MASYARAKAT DAN MENJAGA KEBERLANJUTAN

AGROFORESTRY : SISTEM PENGGUNAAN LAHAN YANG MAMPU MENINGKATKAN PENDAPATAN MASYARAKAT DAN MENJAGA KEBERLANJUTAN AGROFORESTRY : SISTEM PENGGUNAAN LAHAN YANG MAMPU MENINGKATKAN PENDAPATAN MASYARAKAT DAN MENJAGA KEBERLANJUTAN Noviana Khususiyah, Subekti Rahayu, dan S. Suyanto World Agroforestry Centre (ICRAF) Southeast

Lebih terperinci

II. PERMASALAHAN USAHA TANI DI KAWASAN MEGABIODIVERSITAS TROPIKA BASAH

II. PERMASALAHAN USAHA TANI DI KAWASAN MEGABIODIVERSITAS TROPIKA BASAH 5 II. PERMASALAHAN USAHA TANI DI KAWASAN MEGABIODIVERSITAS TROPIKA BASAH 2.1. Karakteristik tanah tropika basah Indonesia merupakan salah satu negara megabiodiversitas di kawasan tropika basah, tetapi

Lebih terperinci

KONSERVASI TANAH DAN AIR DI LAHAN TAMAN HUTAN RAYA: UPAYA PENCEGAHAN DAN PERBAIKAN KERUSAKAN. Syekhfani

KONSERVASI TANAH DAN AIR DI LAHAN TAMAN HUTAN RAYA: UPAYA PENCEGAHAN DAN PERBAIKAN KERUSAKAN. Syekhfani 1 KONSERVASI TANAH DAN AIR DI LAHAN TAMAN HUTAN RAYA: UPAYA PENCEGAHAN DAN PERBAIKAN KERUSAKAN Syekhfani TAMAN HUTAN RAYA (TAHURA) 2 Fungsi: Tempat Rekreasi Sumber Plasma Nutfah Hutan Lindung (penyangga

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Manajemen Produksi Tanaman

TINJAUAN PUSTAKA Manajemen Produksi Tanaman 5 TINJAUAN PUSTAKA Manajemen Produksi Tanaman Kajian penting dalam ilmu agronomi untuk meningkatkan produksi tanaman melalui beberapa strategi, yaitu perbaikan kualitas benih, rekayasa genetika, aplikasi

Lebih terperinci

SKRIPSI DEKOMPOSISI BAHAN ORGANIK DI DALAM TANAH PADA BEBERAPA KETINGGIAN TEMPAT DI KOTA PADANG. Oleh: ANDITIAS RAMADHAN

SKRIPSI DEKOMPOSISI BAHAN ORGANIK DI DALAM TANAH PADA BEBERAPA KETINGGIAN TEMPAT DI KOTA PADANG. Oleh: ANDITIAS RAMADHAN SKRIPSI DEKOMPOSISI BAHAN ORGANIK DI DALAM TANAH PADA BEBERAPA KETINGGIAN TEMPAT DI KOTA PADANG Oleh: ANDITIAS RAMADHAN 07113013 JURUSAN TANAH FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS ANDALAS PADANG 2013 DEKOMPOSISI

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Di Indonesia umumnya jahe ditanam pada ketinggian meter di

TINJAUAN PUSTAKA. Di Indonesia umumnya jahe ditanam pada ketinggian meter di TINJAUAN PUSTAKA Syarat Tumbuh Tanaman Jahe Iklim Di Indonesia umumnya jahe ditanam pada ketinggian 200-600 meter di atas permukaan laut, dengan curah hujan rata-rata berkisar 2500-4000 mm/ tahun. Sebagai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sekitar 500 mm per tahun (Dowswell et al., 1996 dalam Iriany et al., 2007).

I. PENDAHULUAN. sekitar 500 mm per tahun (Dowswell et al., 1996 dalam Iriany et al., 2007). I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jagung merupakan tanaman serealia yang paling produktif di dunia, cocok ditanam di wilayah bersuhu tinggi. Penyebaran tanaman jagung sangat luas karena mampu beradaptasi

Lebih terperinci

Widyana Rahmatika 1 1) Agriculture Faculty of Kadiri Islamic University

Widyana Rahmatika 1 1) Agriculture Faculty of Kadiri Islamic University PERTUMBUHAN TANAMAN PADI (Oryza sativa.l) AKIBAT PENGARUH PERSENTASE N (Azolla dan urea) RICE PLANT (Oryza sativa.l) GROWTH CAUSED BY PERCENTAGE OF N (Azolla dan Urea) INFLUENCED Widyana Rahmatika 1 1)

Lebih terperinci

6 Simulasi model WaNuLCAS: model penggunaan Air, Hara dan Cahaya pada Sistem Agroforestri

6 Simulasi model WaNuLCAS: model penggunaan Air, Hara dan Cahaya pada Sistem Agroforestri 6 Simulasi Model WaNuLCAS 6 Simulasi model WaNuLCAS: model penggunaan Air, Hara dan Cahaya pada Sistem Agroforestri 6.1 Latar belakang Pada tahap awal perkembangan penelitian agroforestri lebih banyak

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian Parameter pertumbuhan yang diamati pada penelitian ini adalah diameter batang setinggi dada ( DBH), tinggi total, tinggi bebas cabang (TBC), dan diameter tajuk.

Lebih terperinci

Relationship between WCa Ratios in the Soil Solution with the Dynamic of K in UZtisol and Vertisol of Upland Area ABSTRACT

Relationship between WCa Ratios in the Soil Solution with the Dynamic of K in UZtisol and Vertisol of Upland Area ABSTRACT Iurnal Tanah dan Lingkungan,Vol. 6 No. 1, April 2004: 7-13 ISSN 1410-7333 HUBUNGAN NISBAH K/Ca DALAM LARUTAN TANAH DENGAN DINAMIKA HARA K PADA ULTISOL DAN VERTISOL LAHAN KERING I/ Relationship between

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tebu ( Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman penting sebagai penghasil

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tebu ( Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman penting sebagai penghasil II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Tebu Tebu ( Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman penting sebagai penghasil gula dan lebih dari setengah produksi gula berasal dari tanaman tebu (Sartono, 1995).

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilakukan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilakukan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian 21 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian Universitas Lampung pada 5 22 10 LS dan 105 14 38 dan Laboratorium Kimia

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 6 3.4. Analisis Data 3.4.1. Analisis karbon di atas permukaan tanah Menurut Kettering (2001) dalam Hairiah (2007) pendugaan biomassa vegetasi diduga menggunakan persaman allometrik : BK=0.11ρD 2.62 keterangan

Lebih terperinci

Lampiran 1 Rekapitulasi data tegakan akasia (Acacia mangium)

Lampiran 1 Rekapitulasi data tegakan akasia (Acacia mangium) Lampiran 1 Rekapitulasi data tegakan akasia (Acacia mangium) Data Plot 1 Plot 2 Plot 3 Plot 4 Plot 5 Volume total petak 2.667164112 2.741236928 2.896762245 2.572835298 2.753163234 Volume per hektar 66.6791028

Lebih terperinci

RENCANA OPERASI PENYINGKIR HALANGAN (BROP) PEMBUATAN DEMPLOT KEBUN TERPADU

RENCANA OPERASI PENYINGKIR HALANGAN (BROP) PEMBUATAN DEMPLOT KEBUN TERPADU RENCANA OPERASI PENYINGKIR HALANGAN (BROP) PEMBUATAN DEMPLOT KEBUN TERPADU YAYASAN SEKA APRIL 2009 RANGKUMAN EKSEKUTIF Apa: Untuk mengurangi ancaman utama terhadap hutan hujan dataran rendah yang menjadi

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian Universitas Lampung pada 5 o 22 10 LS dan 105 o 14 38 BT dengan ketinggian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pengolahan tanah merupakan suatu tahapan penting dalam budidaya tanaman

I. PENDAHULUAN. Pengolahan tanah merupakan suatu tahapan penting dalam budidaya tanaman I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pengolahan tanah merupakan suatu tahapan penting dalam budidaya tanaman pangan. Pengolahan tanah adalah tindakan mekanis untuk menciptakan lingkungan yang baik

Lebih terperinci

PENGARUH PUPUK KANDANG KELINCI DAN PUPUK UREA TERHADAP KETERSEDIAAN N TOTAL PADAPERTUMBUHAN TANAMAN JAGUNG

PENGARUH PUPUK KANDANG KELINCI DAN PUPUK UREA TERHADAP KETERSEDIAAN N TOTAL PADAPERTUMBUHAN TANAMAN JAGUNG 1 PENGARUH PUPUK KANDANG KELINCI DAN PUPUK UREA TERHADAP KETERSEDIAAN N TOTAL PADAPERTUMBUHAN TANAMAN JAGUNG (Zea mays L.) PADA TANAH INCEPTISOL KWALA BEKALA SKRIPSI OLEH NIKO FRANSISCO SILALAHI 090301024

Lebih terperinci

PRODUKTIVITAS KACANG TANAH (Arachis hypogeae L) DIBAWAH TEGAKAN MANGLID DALAM SISTEM AGROFORESTRI

PRODUKTIVITAS KACANG TANAH (Arachis hypogeae L) DIBAWAH TEGAKAN MANGLID DALAM SISTEM AGROFORESTRI PRODUKTIVITAS KACANG TANAH (Arachis hypogeae L) DIBAWAH TEGAKAN MANGLID DALAM SISTEM AGROFORESTRI Aris Sudomo Balai Penelitian Teknologi Agroforestry E-mail : arisbpkc@yahoo.com ABSTRACT The objective

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan Gambut

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan Gambut 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan Gambut Pembukaan lahan gambut untuk pengembangan pertanian atau pemanfaatan lainnya secara langsung mengubah ekosistem kawasan gambut yang telah mantap membentuk suatu

Lebih terperinci

FALLOW SYSTEM IMPROVEMENT (FSI) : TEKNIK AGROFORESTRI UNTUK MEMPERPENDEK WAKTU BERA DAN MENINGKATKAN KESUBURAN TANAH

FALLOW SYSTEM IMPROVEMENT (FSI) : TEKNIK AGROFORESTRI UNTUK MEMPERPENDEK WAKTU BERA DAN MENINGKATKAN KESUBURAN TANAH FALLOW SYSTEM IMPROVEMENT (FSI) : TEKNIK AGROFORESTRI UNTUK MEMPERPENDEK WAKTU BERA DAN MENINGKATKAN KESUBURAN TANAH Fallow System Improvement (FSI) : Agroforestry Technology for Reducing Periode Time

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN NITROGEN DAN KOMPOS TERHADAP KOMPONEN PERTUMBUHAN TANAMAN LIDAH BUAYA (Aloe vera)

PENGARUH PEMBERIAN NITROGEN DAN KOMPOS TERHADAP KOMPONEN PERTUMBUHAN TANAMAN LIDAH BUAYA (Aloe vera) PENGARUH PEMBERIAN NITROGEN DAN KOMPOS TERHADAP KOMPONEN PERTUMBUHAN TANAMAN LIDAH BUAYA (Aloe vera) ABSTRAK Noverita S.V. Staf Pengajar Fakultas Pertanian Universitas Sisingamangaraja-XII Medan Penelitian

Lebih terperinci

PENDAHULLUAN. Latar Belakang

PENDAHULLUAN. Latar Belakang PENDAHULLUAN Latar Belakang Tanaman kakao sebagai salah satu komoditas andalan subsektor perkebunan Propinsi Sulawesi Tenggara banyak dikembangkan pada topografi berlereng. Hal ini sulit dihindari karena

Lebih terperinci

KAJIAN APLIKASI SERESAH TEBU DAN UREA TERHADAP KETERSEDIAN NITROGEN DALAM TANAH PT. PERKEBUNAN NUSANTARA X JENGKOL-KEDIRI

KAJIAN APLIKASI SERESAH TEBU DAN UREA TERHADAP KETERSEDIAN NITROGEN DALAM TANAH PT. PERKEBUNAN NUSANTARA X JENGKOL-KEDIRI 411 KAJIAN APLIKASI SERESAH TEBU DAN UREA TERHADAP KETERSEDIAN NITROGEN DALAM TANAH PT. PERKEBUNAN NUSANTARA X JENGKOL-KEDIRI Rocky Paulus Batubara, Endang Listyarini * Jurusan Tanah, Fakultas Peranian,

Lebih terperinci

POLA TANAM TANAMAN PANGAN DI LAHAN SAWAH DAN KERING

POLA TANAM TANAMAN PANGAN DI LAHAN SAWAH DAN KERING POLA TANAM TANAMAN PANGAN DI LAHAN SAWAH DAN KERING TEKNOLOGI BUDIDAYA Pola tanam Varietas Teknik Budidaya: penyiapan lahan; penanaman (populasi tanaman); pemupukan; pengendalian hama, penyakit dan gulma;

Lebih terperinci

NERACA HARA DAN KARBON DALAM SISTEM AGROFORESTRI

NERACA HARA DAN KARBON DALAM SISTEM AGROFORESTRI Bahan Ajar 6 NERACA HARA DAN KARBON DALAM SISTEM AGROFORESTRI Kurniatun Hairiah, Sri Rahayu Utami, Betha Lusiana dan Meine van Noordwijk TUJUAN Mempelajari proses-proses yang terlibat dalam perbaikan ketersediaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ubi kayu (Manihot esculenta Crantz) merupakan salah satu tanaman pangan

I. PENDAHULUAN. Ubi kayu (Manihot esculenta Crantz) merupakan salah satu tanaman pangan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Ubi kayu (Manihot esculenta Crantz) merupakan salah satu tanaman pangan yang mempunyai peranan penting dalam perekonomian Indonesia, yaitu dalam penyediaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kopi merupakan bagian komoditi ekspor yang strategis dan sangat

I. PENDAHULUAN. Kopi merupakan bagian komoditi ekspor yang strategis dan sangat I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Kopi merupakan bagian komoditi ekspor yang strategis dan sangat menguntungkan jika dibudayakan secara berkelanjutan. Khususnya kopi Lampung memiliki peranan

Lebih terperinci

5 Sistem agroforestri: tawaran untuk pemecahan masalah

5 Sistem agroforestri: tawaran untuk pemecahan masalah 5 Sistem agroforestri: tawaran untuk pemecahan masalah 5.1 Pendahuluan Pertambahan penduduk selama beberapa dekade terakhir di Lampung menjadi salah satu pendorong perubahan penggunaan lahan dari kawasan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian 15 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian Universitas Lampung Desa Muara Putih Kecamatan Natar Lampung Selatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Jati (Tectona grandis Linn. f) Jati (Tectona grandis Linn. f) termasuk kelompok tumbuhan yang dapat menggugurkan daunnya sebagaimana mekanisme pengendalian diri terhadap

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN DAN PRODUKTIVITAS AGROFORESTRI KAYU BAWANG DI PROVINSI BENGKULU

PERTUMBUHAN DAN PRODUKTIVITAS AGROFORESTRI KAYU BAWANG DI PROVINSI BENGKULU PERTUMBUHAN DAN PRODUKTIVITAS AGROFORESTRI KAYU BAWANG DI PROVINSI BENGKULU Oleh: Hengki Siahaan* dan Agus Sumadi* * Peneliti pada Balai Penelitian Kehutanan Palembang ABSTRAK Pengembangan kayu bawang

Lebih terperinci

KONSERVASI LAHAN MELALUI PENERAPAN TEKNOLOGI BUDIDAYA LORONG (Alley Cropping) DI DAERAH TRANSMIGRASI KURO TIDUR, BENGKULU

KONSERVASI LAHAN MELALUI PENERAPAN TEKNOLOGI BUDIDAYA LORONG (Alley Cropping) DI DAERAH TRANSMIGRASI KURO TIDUR, BENGKULU J. Tek. Ling. Vol. 9 No. 2 Hal. 205-210 Jakarta, Mei 2008 ISSN 1441-318X KONSERVASI LAHAN MELALUI PENERAPAN TEKNOLOGI BUDIDAYA LORONG (Alley Cropping) DI DAERAH TRANSMIGRASI KURO TIDUR, BENGKULU Kasiran

Lebih terperinci

NERACA HARA DAN KARBON DALAM SISTEM AGROFORESTRI

NERACA HARA DAN KARBON DALAM SISTEM AGROFORESTRI Bahan Ajar 6 NERACA HARA DAN KARBON DALAM SISTEM AGROFORESTRI Kurniatun Hairiah, Sri Rahayu Utami, Betha Lusiana dan Meine van Noordwijk TUJUAN Mempelajari proses-proses yang terlibat dalam perbaikan ketersediaan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kopi merupakan tanaman yang dapat mudah tumbuh di Indonesia. Kopi

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kopi merupakan tanaman yang dapat mudah tumbuh di Indonesia. Kopi II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Kopi Tanaman kopi merupakan tanaman yang dapat mudah tumbuh di Indonesia. Kopi merupakan tanaman dengan perakaran tunggang yang mulai berproduksi sekitar berumur 2 tahun

Lebih terperinci

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. C-organik Tanah Andosol Dusun Arca 4.1.1. Lahan Hutan Hasil pengukuran kadar C-organik tanah total, bebas, terikat liat, dan terikat seskuioksida pada tanah Andosol dari

Lebih terperinci

PENDAHULUAN EVALUASI PERTUMBUHAN SENGON DAN JABON DALAM REHABILITASI LAHAN TERDEGRADASI DI TLOGOWUNGU PATI. Tujuan

PENDAHULUAN EVALUASI PERTUMBUHAN SENGON DAN JABON DALAM REHABILITASI LAHAN TERDEGRADASI DI TLOGOWUNGU PATI. Tujuan PENDAHULUAN EVALUASI PERTUMBUHAN SENGON DAN JABON DALAM REHABILITASI LAHAN TERDEGRADASI DI TLOGOWUNGU PATI Oleh : Heru Dwi Riyanto dan Gunardjo Tjakrawarsa Balai Penelitian Teknologi Kehutanan Pengelolaan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Pada musim tanam pertama penelitian ini dilakukan pada bulan Mei sampai

BAHAN DAN METODE. Pada musim tanam pertama penelitian ini dilakukan pada bulan Mei sampai III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Pada musim tanam pertama penelitian ini dilakukan pada bulan Mei sampai September 2012 oleh Septima (2012). Sedangkan pada musim tanam kedua penelitian dilakukan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini merupakan penelitian lanjutan yang sebelumnya dilakukan oleh

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini merupakan penelitian lanjutan yang sebelumnya dilakukan oleh 13 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian lanjutan yang sebelumnya dilakukan oleh Anjani (2013) pada musim tanam pertama yang ditanami tanaman tomat,

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Universitas Lampung pada titik koordinat LS dan BT

III. BAHAN DAN METODE. Universitas Lampung pada titik koordinat LS dan BT III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian Universitas Lampung pada titik koordinat 5 22 10 LS dan 105 14 38 BT

Lebih terperinci

PEMANFAATAN LIMBAH RUMPUT LAUT (Sargassum polycystum) SEBAGAI BAHAN PUPUK CAIR UNTUK SAWI ( Brassica juncea L. ) ORGANIK PADA TANAH ULTISOL

PEMANFAATAN LIMBAH RUMPUT LAUT (Sargassum polycystum) SEBAGAI BAHAN PUPUK CAIR UNTUK SAWI ( Brassica juncea L. ) ORGANIK PADA TANAH ULTISOL PEMANFAATAN LIMBAH RUMPUT LAUT (Sargassum polycystum) SEBAGAI BAHAN PUPUK CAIR UNTUK SAWI ( Brassica juncea L. ) ORGANIK PADA TANAH ULTISOL S K R I P S I OLEH: HAFSAH WINDA NST 080303004 AGROEKOTEKNOLOGI

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. oleh pemerintah untuk di pertahankan keberadaan nya sebagai hutan tetap.

TINJAUAN PUSTAKA. oleh pemerintah untuk di pertahankan keberadaan nya sebagai hutan tetap. 4 TINJAUAN PUSTAKA Kawasan hutan adalah wilayah tertentu yang di tunjuk dan atau di tetapkan oleh pemerintah untuk di pertahankan keberadaan nya sebagai hutan tetap. Kawasan hutan perlu di tetapkan untuk

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Penanaman rumput B. humidicola dilakukan di lahan pasca tambang semen milik PT. Indocement Tunggal Prakasa, Citeurep, Bogor. Luas petak yang digunakan untuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 19 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada umumnya tanah-tanah mineral di daerah tropika basah kekurangan unsur hara, seperti nitrogen dan fosfor, dan mengandung bahan organik tanah rendah. Nitrogen adalah

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. sektor pertanian (MAF, 2006). Gas rumah kaca yang dominan di atmosfer adalah

TINJAUAN PUSTAKA. sektor pertanian (MAF, 2006). Gas rumah kaca yang dominan di atmosfer adalah 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pertanian dan Pemanasan Global Pemanasan global yang kini terjadi adalah akibat dari makin meningkatnya gas rumah kaca (GRK) di atmosfer, baik secara alami maupun secara buatan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Bawang Merah. rumpun, tingginya dapat mencapai cm, Bawang Merah memiliki jenis akar

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Bawang Merah. rumpun, tingginya dapat mencapai cm, Bawang Merah memiliki jenis akar II. TINJAUAN PUSTAKA A. Bawang Merah Bawang Merah merupakan tanaman yang berumur pendek, berbentuk rumpun, tingginya dapat mencapai 15-40 cm, Bawang Merah memiliki jenis akar serabut, batang Bawang Merah

Lebih terperinci

PENDUGAAN POTENSI KEBUN KARET RAKYAT SEBAGAI CADANGAN KARBON DI KECAMATAN CEMPAKA KOTA BANJARBARU PROPINSI KALIMANTAN SELATAN

PENDUGAAN POTENSI KEBUN KARET RAKYAT SEBAGAI CADANGAN KARBON DI KECAMATAN CEMPAKA KOTA BANJARBARU PROPINSI KALIMANTAN SELATAN EnviroScienteae 10 (2014) 150-156 ISSN 1978-8096 PENDUGAAN POTENSI KEBUN KARET RAKYAT SEBAGAI CADANGAN KARBON DI KECAMATAN CEMPAKA KOTA BANJARBARU PROPINSI KALIMANTAN SELATAN Tuti Haryati 1), Idiannor

Lebih terperinci

SKRIPSI RESPON KACANG TANAH DAN JAGUNG TUMPANGSARI SECARA DERET PENGGANTIAN TERHADAP PUPUK ORGANIK PENGGANTI NPK. Oleh Yuni Restuningsih H

SKRIPSI RESPON KACANG TANAH DAN JAGUNG TUMPANGSARI SECARA DERET PENGGANTIAN TERHADAP PUPUK ORGANIK PENGGANTI NPK. Oleh Yuni Restuningsih H SKRIPSI RESPON KACANG TANAH DAN JAGUNG TUMPANGSARI SECARA DERET PENGGANTIAN TERHADAP PUPUK ORGANIK PENGGANTI NPK Oleh Yuni Restuningsih H0709130 PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TANAMAN SAWI (Brassica juncea L) DENGAN PEMBERIAN MIKROORGANISME LOKAL (MOL) DAN PUPUK KANDANG AYAM

PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TANAMAN SAWI (Brassica juncea L) DENGAN PEMBERIAN MIKROORGANISME LOKAL (MOL) DAN PUPUK KANDANG AYAM PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TANAMAN SAWI (Brassica juncea L) DENGAN PEMBERIAN MIKROORGANISME LOKAL (MOL) DAN PUPUK KANDANG AYAM PLANT GROWTH AND PRODUCTION MUSTARD (Brassica juncea L) WITH GRANT OF MICROORGANISMS

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 13 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Variabel yang diamati pada penelitian ini adalah diameter pangkal, diameter setinggi dada (dbh), tinggi total, tinggi bebas cabang, tinggi tajuk, panjang

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN SEMAI Shorea seminis (de VRIESE) SLOOTEN PADA KANDUNGAN AIR TANAH YANG BERBEDA (Growth of Shorea seminis (de Vriese) Slooten Seedling at

PERTUMBUHAN SEMAI Shorea seminis (de VRIESE) SLOOTEN PADA KANDUNGAN AIR TANAH YANG BERBEDA (Growth of Shorea seminis (de Vriese) Slooten Seedling at PERTUMBUHAN SEMAI Shorea seminis (de VRIESE) SLOOTEN PADA KANDUNGAN AIR TANAH YANG BERBEDA (Growth of Shorea seminis (de Vriese) Slooten Seedling at Different Soil Moisture Content) Tabel (Table) 1.

Lebih terperinci

PENGARUH DOSIS PUPUK KANDANG SAPI DAN PUPUK MAJEMUK NPK TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TERONG UNGU (Solanum melongena L.)

PENGARUH DOSIS PUPUK KANDANG SAPI DAN PUPUK MAJEMUK NPK TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TERONG UNGU (Solanum melongena L.) PENGARUH DOSIS PUPUK KANDANG SAPI DAN PUPUK MAJEMUK NPK TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TERONG UNGU (Solanum melongena L.) SKRIPSI Oleh : INDRA JAYA SASMITO NIM : 2008-41-030 PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI

Lebih terperinci

PEMBANGUNAN KEBUN RAKYAT POLA AGROFORESTRI (HUTAN RAKYAT) MENINGKATKAN PENDAPATAN PETANI DAN BERWAWASAN LINGKUNGAN DI KABUPATEN KEPAHIANG

PEMBANGUNAN KEBUN RAKYAT POLA AGROFORESTRI (HUTAN RAKYAT) MENINGKATKAN PENDAPATAN PETANI DAN BERWAWASAN LINGKUNGAN DI KABUPATEN KEPAHIANG PEMBANGUNAN KEBUN RAKYAT POLA AGROFORESTRI (HUTAN RAKYAT) MENINGKATKAN PENDAPATAN PETANI DAN BERWAWASAN LINGKUNGAN DI KABUPATEN KEPAHIANG Oleh : RIS IRIANTO ABSTRAK Pengembangan perkebunan dengan menanam

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Lapang Terpadu, Universitas Lampung

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Lapang Terpadu, Universitas Lampung III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Lapang Terpadu, Universitas Lampung pada letak 5 22' 10" LS dan 105 14' 38" BT dengan ketinggian 146 m dpl

Lebih terperinci

Model simulasi untuk mengelola interkasi Pohon-Tanah-Tan. Semusim. 1. Agroforestri di Indonesia. 2. Interaksi Pohon-Tanah-Tan.

Model simulasi untuk mengelola interkasi Pohon-Tanah-Tan. Semusim. 1. Agroforestri di Indonesia. 2. Interaksi Pohon-Tanah-Tan. KATA PENGANTAR Eksploitasi sumberdaya alam secara berlebihan akan mengakibatkan kerusakan ekosistem dan berdampak negatif pada kelangsungan hidup organisme, termasuk manusia. Salah satu masalah yang banyak

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kedelai termasuk family leguminosae yang banyak varietasnya.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kedelai termasuk family leguminosae yang banyak varietasnya. 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kedelai (Glycine max L. Merr) Tanaman kedelai termasuk family leguminosae yang banyak varietasnya. Susunan morfologi kedelai terdiri dari akar, batang, daun, bunga dan

Lebih terperinci

II. IKLIM, TANAH DAN WILAYAH PRODUKSI

II. IKLIM, TANAH DAN WILAYAH PRODUKSI II. IKLIM, TANAH DAN WILAYAH PRODUKSI 2.1. Iklim Ubi kayu tumbuh optimal pada ketinggian tempat 10 700 m dpl, curah hujan 760 1.015 mm/tahun, suhu udara 18 35 o C, kelembaban udara 60 65%, lama penyinaran

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kacang tanah adalah salah satu jenis palawija yang dapat ditanam di sawah atau di ladang. Budidaya kacang tanah tidak begitu rumit, dan kondisi lingkungan setempat yang

Lebih terperinci

KARAKTERSITIK LAHAN AGROFORESTRI. (Agroforestri Land Characteristics) Fahruni

KARAKTERSITIK LAHAN AGROFORESTRI. (Agroforestri Land Characteristics) Fahruni Jurnal Daun, Vol. 4 No. 1, Juni 2017 : 1 6 KARAKTERSITIK LAHAN AGROFORESTRI (Agroforestri Land Characteristics) Fahruni Program Studi Kehutanan Fakultas Pertanian dan Kehutanan Universitas Muhammadiyah

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 14 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Awal Lahan Bekas Tambang Lahan bekas tambang pasir besi berada di sepanjang pantai selatan desa Ketawangrejo, Kabupaten Purworejo. Timbunan-timbunan pasir yang

Lebih terperinci

PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN RAKYAT MELALUI PENERAPAN TEKNIK KONSERVASI TANAH LOKAL SPESIFIK (Studi Kasus pada DAS Cisadane)

PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN RAKYAT MELALUI PENERAPAN TEKNIK KONSERVASI TANAH LOKAL SPESIFIK (Studi Kasus pada DAS Cisadane) PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN RAKYAT MELALUI PENERAPAN TEKNIK KONSERVASI TANAH LOKAL SPESIFIK (Studi Kasus pada DAS Cisadane) Oleh : Edy Junaidi Balai Penelitian Kehutanan Ciamis ABSTRAK Luasan penggunaan

Lebih terperinci

RESPON PERTUMBUHAN DAN HASIL KACANG TANAH PADA APLIKASI DOSIS PUPUK ORGANIK PADAT DAN CAIR

RESPON PERTUMBUHAN DAN HASIL KACANG TANAH PADA APLIKASI DOSIS PUPUK ORGANIK PADAT DAN CAIR RESPON PERTUMBUHAN DAN HASIL KACANG TANAH PADA APLIKASI DOSIS PUPUK ORGANIK PADAT DAN CAIR [RESPONSE TO GROWTH AND YIELD OF PEANUT ON APPLICATION OF ORGANIC SOLIDS AND LIQUIDS DOSAGE FERTILIZER] Deni Suprianto

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Lapang Terpadu dan Laboratorium Ilmu

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Lapang Terpadu dan Laboratorium Ilmu III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Lapang Terpadu dan Laboratorium Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian Universitas Lampung dan dilaksanakan dari bulan

Lebih terperinci

SYARAT TUMBUH TANAMAN KAKAO

SYARAT TUMBUH TANAMAN KAKAO SYARAT TUMBUH TANAMAN KAKAO Sejumlah faktor iklim dan tanah menjadi kendala bagi pertumbuhan dan produksi tanaman kakao. Lingkungan alami tanaman cokelat adalah hutan tropis. Dengan demikian curah hujan,

Lebih terperinci

REKOMENDASI PEMUPUKAN TANAMAN KEDELAI PADA BERBAGAI TIPE PENGGUNAAN LAHAN. Disusun oleh: Tim Balai Penelitian Tanah, Bogor

REKOMENDASI PEMUPUKAN TANAMAN KEDELAI PADA BERBAGAI TIPE PENGGUNAAN LAHAN. Disusun oleh: Tim Balai Penelitian Tanah, Bogor REKOMENDASI PEMUPUKAN TANAMAN KEDELAI PADA BERBAGAI TIPE PENGGUNAAN LAHAN Disusun oleh: Tim Balai Penelitian Tanah, Bogor Data statistik menunjukkan bahwa dalam kurun waktu lima belas tahun terakhir, rata-rata

Lebih terperinci

Jurnal Manajemen Hutan Tropika Vol. 6 No. 1 : 1-5 (2000)

Jurnal Manajemen Hutan Tropika Vol. 6 No. 1 : 1-5 (2000) Jurnal Manajemen Hutan Tropika Vol. 6 No. 1 : 1-5 (2000) Artikel (Article) PENDUGAAN BIOMASSA POHON BERDASARKAN MODEL FRACTAL BRANCHING PADA HUTAN SEKUNDER DI RANTAU PANDAN, JAMBI Fractal Branching Model

Lebih terperinci

PERUBAHAN BEBERAPA SIFAT KIMIA TANAH AKIBAT PEMBERIAN LIMBAH CAIR INDUSTRI KELAPA SAWIT DENGAN METODE LAND APPLICATION

PERUBAHAN BEBERAPA SIFAT KIMIA TANAH AKIBAT PEMBERIAN LIMBAH CAIR INDUSTRI KELAPA SAWIT DENGAN METODE LAND APPLICATION Jurnal AGRIFOR Volume XIII Nomor 1, Maret 2014 ISSN : 1412 6885 PERUBAHAN BEBERAPA SIFAT KIMIA TANAH AKIBAT PEMBERIAN LIMBAH CAIR INDUSTRI KELAPA SAWIT DENGAN METODE LAND APPLICATION Zulkarnain 1 1 Fakultas

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. (Gambar 1. Wilayah Penelitian) penelitian dan bahan-bahan kimia yang digunakan untuk analisis di laboratorium.

BAHAN DAN METODE. (Gambar 1. Wilayah Penelitian) penelitian dan bahan-bahan kimia yang digunakan untuk analisis di laboratorium. BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di lahan sawah Desa Hilibadalu Kecamatan Sogaeadu Kabupaten Nias dengan luas 190 ha dan ketinggian tempat ± 18 m di atas permukaan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Biomassa

II. TINJAUAN PUSTAKA Biomassa 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2. 1. Biomassa Biomassa merupakan bahan organik dalam vegetasi yang masih hidup maupun yang sudah mati, misalnya pada pohon (daun, ranting, cabang, dan batang utama) dan biomassa

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN 19 V. HASIL DAN PEMBAHASAN Ubi jalar yang ditanam di Desa Cilembu Kabupaten Sumedang yang sering dinamai Ubi Cilembu ini memiliki rasa yang manis seperti madu dan memiliki ukuran umbi lebih besar dari

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 21 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Karbon Biomassa Atas Permukaan Karbon di atas permukaan tanah, meliputi biomassa pohon, biomassa tumbuhan bawah (semak belukar berdiameter < 5 cm, tumbuhan menjalar dan

Lebih terperinci

PENGARUH MEDIA TANAM TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT JABON MERAH. (Anthocephalus macrophyllus (Roxb)Havil)

PENGARUH MEDIA TANAM TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT JABON MERAH. (Anthocephalus macrophyllus (Roxb)Havil) PENGARUH MEDIA TANAM TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT JABON MERAH (Anthocephalus macrophyllus (Roxb) Havil) EFFECT OF PLANTING MEDIA ON RED JABON (Anthocephalus macrophyllus (Roxb)Havil) Yusran Ilyas ¹, J. A.

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian

BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian 14 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian Universitas Lampung Gedung Meneng, Kecamatan raja basa, Bandar Lampung

Lebih terperinci

I. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Politeknik Negeri Lampung, Bandar Lampung.

I. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Politeknik Negeri Lampung, Bandar Lampung. I. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Politeknik Negeri Lampung, Bandar Lampung. Waktu penelitian dilaksanakan sejak bulan Mei 2010 sampai dengan panen sekitar

Lebih terperinci

Gambar 2 Peta sebaran lokasi pengambilan sampel tanah di Kecamatan Nanggung.

Gambar 2 Peta sebaran lokasi pengambilan sampel tanah di Kecamatan Nanggung. 19 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Lokasi studi tersebar luas di sembilan desa di Kecamatan Nanggung (06 0 33-06 0 43 S dan 106 0 29-106 0 44 E), berada pada ketinggian 286-1578 m dpl, dengan topografi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Jagung (Zea mays L.) merupakan tanaman berumah satu (monoecious) yaitu letak

II. TINJAUAN PUSTAKA. Jagung (Zea mays L.) merupakan tanaman berumah satu (monoecious) yaitu letak II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Budidaya Tanaman Jagung Jagung (Zea mays L.) merupakan tanaman berumah satu (monoecious) yaitu letak bunga jantan terpisah dengan bunga betina pada satu tanaman. Jagung termasuk

Lebih terperinci

HUBUNGAN KANDUNGAN HARA TANAH DAN PRODUKSI GAMBIR DI SUMATERA BARAT

HUBUNGAN KANDUNGAN HARA TANAH DAN PRODUKSI GAMBIR DI SUMATERA BARAT HUBUNGAN KANDUNGAN HARA TANAH DAN PRODUKSI GAMBIR DI SUMATERA BARAT Kurnia Dewi Sasmita dan Bambang Eka Tjahjana Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Aneka Tanaman Industri Jalan Raya Pakuwon km 2 Parungkuda,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Tanah Tanah adalah kumpulan benda alam di permukaan bumi yang tersusun dalam horison-horison, terdiri dari campuran bahan mineral, bahan organik, air dan udara,

Lebih terperinci

Kata kunci : kompos, Azolla, pupuk anorganik, produksi

Kata kunci : kompos, Azolla, pupuk anorganik, produksi KAJIAN APLIKASI KOMPOS AZOLLA DAN PUPUK ANORGANIK UNTUK MENINGKATKAN HASIL PADI SAWAH (Oryza sativa L) Gatot Kustiono 1), Indarwati 2), Jajuk Herawati 2) 1) Balai Pengkajian Teknologi Pertanian, Mojosari,Mojokerto

Lebih terperinci

Pemberian Bahan Organik Kompos Jerami Padi dan Abu Sekam Padi dalam Memperbaiki Sifat Kimian Tanah Ultisol Serta Pertumbuhan Tanaman Jagung

Pemberian Bahan Organik Kompos Jerami Padi dan Abu Sekam Padi dalam Memperbaiki Sifat Kimian Tanah Ultisol Serta Pertumbuhan Tanaman Jagung Pemberian Bahan Organik Jerami Padi dan Abu Sekam Padi dalam Memperbaiki Sifat Kimian Tanah Ultisol Serta Pertumbuhan Tanaman Jagung Application of Organic Rice Straw Compost and Rice Ash to Improve Chemical

Lebih terperinci

UJI KORELASI KONSENTRASI HARA N, P DAN K DAUN DENGAN HASIL TANAMAN DUKU

UJI KORELASI KONSENTRASI HARA N, P DAN K DAUN DENGAN HASIL TANAMAN DUKU UJI KORELASI KONSENTRASI HARA N, P DAN K DAUN DENGAN HASIL TANAMAN DUKU Abstrak Analisis daun akan lebih tepat menggambarkan perubahan status hara tanaman yang berhubungan dengan perubahan produksi akibat

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Daerah Aliran Sungai (DAS) Ciliwung. DAS ini memiliki panjang sungai utama sepanjang 124,1 km, dengan luas total area sebesar

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 16 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1.1 Analisis Tanah Awal Karakteristik Latosol Cimulang yang digunakan dalam percobaan disajikan pada Tabel 2 dengan kriteria ditentukan menurut acuan Pusat Peneltian Tanah

Lebih terperinci