ANALISIS PENGARUH INSTRUMEN MONETER SYARIAH DAN KONVENSIONAL TERHADAP PENYALURAN DANA KE SEKTOR USAHA KECIL MIKRO DAN MENENGAH (UMKM) DI INDONESIA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS PENGARUH INSTRUMEN MONETER SYARIAH DAN KONVENSIONAL TERHADAP PENYALURAN DANA KE SEKTOR USAHA KECIL MIKRO DAN MENENGAH (UMKM) DI INDONESIA"

Transkripsi

1 ANALISIS PENGARUH INSTRUMEN MONETER SYARIAH DAN KONVENSIONAL TERHADAP PENYALURAN DANA KE SEKTOR USAHA KECIL MIKRO DAN MENENGAH (UMKM) DI INDONESIA OLEH: MASYITHA MUTIARA RAMADHAN H DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012

2 RINGKASAN MASYITHA MUTIARA RAMADHAN, Analisis Pengaruh Instrumen Moneter Syariah dan Konvensional Terhadap Penyaluran Dana ke Sektor Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) di Indonesia (dibimbing oleh IRFAN SYAUQI BEIK) Dunia mengakui bahwa usaha kecil, mikro dan menengah (UMKM) memainkan peran yang sangat vital di dalam pembangunan dan pertumbuhan ekonomi, tidak hanya di negara-negara sedang berkembang tetapi juga di negara maju (Tambunan, 2009). Sektor UMKM juga memiliki peran yang penting dalam perekonomian Indonesia dalam hal penyerapan tenaga kerja, penyumbang PDB terbesar dan juga pendapatan ekspor non-migas. Akan tetapi sektor UMKM di Indonesia masih menghadapi masalah mendasar yaitu keterbatasan modal kerja dan investasi. Untuk itu, penyaluran dana ke sektor UMKM melalui perbankan diharapkan mampu mendukung permodalan dan perkembangan UMKM. Sesuai dengan Undang-undang Bank Sentral No.23 Tahun 1999 Indonesia merupakan salah satu negara yang menerapkan sistem moneter ganda pada sistem perekonomiannya, yaitu diterapkannya sistem moneter syariah dan konvensional secara bersamaan. Sejak saat itu berkembang instrumen moneter syariah, salah satunya adalah Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) yang melengkapi Sertifikat Bank Indonesia yang selama ini dipakai oleh perbankan konvensional. Penelitian ini menganalisis pengaruh instrumen moneter syariah dan konvensional terhadap penyaluran dana ke sektor UMKM melalui perbankan syariah dan konvensional. Selain itu, penelitian ini membandingkan sejauh mana pengaruh instrumen moneter syariah dan konvensional terhadap penyaluran dana ke UMKM. Penelitian ini menggunakan metode VAR/VECM yang dianalisis melalui Impulse Response Function (IRF) dan Forecast Error Variance Decomposition (FEVD). Berdasarkan penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa instrumen moneter konvensional yang diwakili oleh suku bunga SBI dan instrumen moneter syariah yang diwakili oleh SBIS secara signifikan berpengaruh terhadap pembiayaan UMKM baik melalui perbankan syariah maupun perbankan konvensional. Selain itu, dari jalur perbankan konvensional, SBI dan SBIS berpengaruh negatif terhadap pembiayaan UMKM. Perbankan konvensional akan lebih tertarik mengalokasikan dananya di SBI atau SBIS ketika terjadi kenaikan return. Hal ini lah yang menyebabkan jumlah dana kredit yang disalurkan akan menurun. Dari hasil simulasi IRF guncangan moneter akan berpengaruh dengan cepat pada pembiayaan UMKM dari perbankan syariah dan kredit UMKM dari perbankan konvensional. Akan tetapi, pembiayaan UMKM dari perbankan syariah akan lebih cepat stabil dibandingkan dengan kredit UMKM dari perbankan konvensional. Dari hasil FEVD, pembiayaan dan kredit UMKM dari perbankan syariah dan konvensional lebih dipengaruhi SBIS dibandingkan dengan SBI. Hal ini mengindikasikan peran SBI yang semakin tidak efektif dalam transmisi moneter melalui jalur kredit.

3 ANALISIS PENGARUH INSTRUMEN MONETER SYARIAH DAN KONVENSIONAL TERHADAP PENYALURAN DANA KE SEKTOR USAHA KECIL MIKRO DAN MENENGAH (UMKM ) DI INDONESIA OLEH: MASYITHA MUTIARA RAMADHAN Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012

4 Judul Skripsi : Analisis Pengaruh Instrumen Moneter Syariah dan Konvensional Terhadap Penyaluran Dana ke Sektor Usaha Kecil Mikro Dan Menengah (UMKM ) di Indonesia Nama : Masyitha Mutiara Ramadhan NIM : H Menyetujui, Dosen Pembimbing Irfan Syauqi Beik, Ph.D NIP Mengetahui, Ketua Departemen Ilmu Ekonomi Dr.Ir. Dedi Budiman Hakim. M. Ec NIP Tanggal Kelulusan :

5 PERNYATAAN DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN. Bogor, Mei 2012 Masyitha Mutiara Ramadhan H

6 RIWAYAT HIDUP Penulis bernama lengkap Masyitha Mutiara Ramadhan. Lahir di Bogor pada tanggal 30 Maret Penulis merupakan anak pertama dari empat orang bersaudara dari pasangan Abdul Hadi dan Eni Nurani. Penulis memulai pendidikan di SDIT Al-Qalam Depok dan melanjutkan pendidikan formal di SMPN 3 Depok dan SMAIT Nurul Fikri Depok. Pada tahun 2008 penulis melanjutkan studi di Institut Pertanian Bogor dengan jurusan Ilmu ekonomi melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Prestasi yang pernah diraih penulis ketika kuliah adalah menjadi Nominasi Utama Lomba Karya Tulis Ilmiah Stabilitas Sistem Keuangan Bank Indonesia Penulis juga merupakan Asisten Praktikum Mata Kuliah Ekonomi Umum TPB IPB. Selama menyelesaikan perkuliahan penulis mengikuti berbagai kepanitian dan aktif di organisasi. Salah satu organisasi yang perah diikuti adalah Sharia Economic Student Club (SES-C) FEM IPB sebagai Bendahara Umum periode dan

7 i KATA PENGANTAR Puji syukur mari Kita panjatkan Kehadirat Allah SWT karena telah melimpahkan segala rahmat dan hidayah-nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Analisis Pengaruh Instrumen Moneter Syariah dan Konvensional terhadap Penyaluran Dana ke Sektor Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) di Indonesia. Shalawat serta salam selalu tercurah kepada Nabi Muhammad SAW yang telah mengajarkan indahnya Islam kepada umatnya. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Institut Pertanian Bogor. Penulisan skripsi ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh instrumen moneter manakah yang lebih berpengaruh dalam penyaluran dana ke sektor usaha mikro kecil dan menengah melalui perbankan, apakah instrumen moneter syariah atau konvensional. Penelitian ini diharapkan bisa menjadi referensi bagi bank sentral dalam upaya pengendalian moneter yang lebih efektif. Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada: 1. Kedua Orang Tua penulis, Ayah Abdul Hadi dan Ibu Eni Nurani, atas seluruh dukungan dan doa yang selalu diberikan. 2. Bapak Irfan Syauqi Beik, Ph.D, selaku dosen pembimbing skripsi yang dengan sabar membimbing dan membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 3. Bapak Dr. Ir. Sri Hartoyo, MS selaku penguji utama yang telah memberikan saran dan masukan yang bermanfaat dalam penyempurnaan tulisan ini. 4. Bapak Deni Lubis, MA selaku penguji komdik yang telah memberikan kritik dan saran yang membangun untuk perbaikan penulisan ini. 5. Ketiga Adik Penulis, Bio Abidzar Gifari, Muhammad Hazqal Salasa, dan Puan Azzahra Mudatsir atas semangatnya. 6. Segenap Dosen Departemen Ilmu Ekonomi yang telah memberikan ilmu dan pelajaran yang begitu berharga.

8 ii 7. Segenap Tata Usaha Departemen Ilmu Ekonomi yang telah membantu proses administrasi. 8. Teman-teman satu bimbingan, Istiqomah, Mustika Rini, Sylviana D.H dan Kasyfurrohman Ali. 9. Sahabat penulis Haryuni D.U, Diyah N, Chairun N, Ayu S, Laelati N.F dan Risma A, serta teman-teman Ilmu Ekonomi 45 atas segala dukungannya. 10. Teman- teman Al-Katras dan Pondok Putri Rahma atas bantuannya. 11. Teman- teman di Sharia Economic Student Club (SES-C) atas semangat dan dukungannya. 12. Rina Hartini yang telah bersedia menjadi guru, teman berdiskusi dan membantu dalam pengolahan data. Penulis sangat berharap penulisan skripsi ini dapat bermanfaat bagi kelanjutan studi ekonomi Islam sehingga ekonomi Islam dapat terus berkembang dan terus mengepakan sayapnya di Indonesia. Penulis sangat terbuka terhadap saran dan kritik mengenai skripsi ini. Skripsi ini dapat dijadikan referensi untuk penulisan lain tanpa seijin penulis dengan memperhatikan kaidah akademik. Bogor, Mei 2012 Masyitha Mutiara Ramadhan H

9 iii DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... iii DAFTAR TABEL... v DAFTAR GAMBAR... vi DAFTAR LAMPIRAN... vii I. PENDAHULUAN Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Ruang Lingkup Penelitian... 7 II. TINJAUAN PUSTAKA Transmisi Moneter Instrumen Moneter Teori Preferensi Likuiditas Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) Teori Bank Syariah dan Bank Konvensional Pembiayaan dan Kredit Perbankan Konsep Bunga dan Profit Loss Sharing Teori Keuangan Syariah Penelitian Terdahulu Kerangka Pemikiran Konseptual Hipotesis III. METODE PENELITIAN Jenis dan Sumber Data Variabel dan Definisi Operasional... 30

10 iv 3.3. Metode Penelitian Vector Autoregresisve (VAR) Vector Error Correction Model (VECM) Uji Stasioneritas Data Pemilihan Lag Optimum Uji Kointegrasi Uji Stabilitas Impulse Respond Function (IRF) dan Forecast Error Variance Decomposition (FEVD Model Penelitian IV. GAMBARAN UMUM Sertifikat Bank Indonesia dan Sertifikat Bank Indonesia Syariah Penyaluran Dana Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) Kredit UMKM dari Bank Konvensional Pembiayaan UMKM dari Bank Syariah Perbandingan Kredit dan Pembiayaan UMKM Suku Bunga Kredit dan Bagi Hasil V. HASIL DAN PEMBAHASAN Uji Kestasioneran Data Hasil Uji Kausalitas Granger Penetapan Lag Optimum Uji Stabilitas VAR Uji Kointegrasi Johansen Hasil Estimasi VECM Simulasi Impulse Response Function (IRF) Forecast Error Variance Decomposition (FEVD) VI. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 68

11 v DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1.1 Perkembangan Jumlah Bank Syariah, Unit Usaha Syariah dan BPRS Tahun Tabel 2.1. Kriteria UMKM menurut UU No. 20 Tahun Tabel 2.2. Perbedaan Antara Bank Syariah dan Konvensional Tabel 2.3. Perbedaan Sistem Bunga dan Bagi Hasil Tabel 3.1. Model Penelitian Tabel 5.1. Hasil Uji Stasioneritas Tabel 5.2. Hasil Uji KausalitasGranger Tabel 5.3. Hasil Pengujian Lag Optimum Tabel 5.4. Hasil Uji Stabilitas VAR pada Model I Tabel 5.5. Hasil Uji Stabilitas VAR pada Model II Tabel 5.6. Hasil Uji Kointegrasi Johansen pada Model I Tabel 5.7. Hasil Uji Kointegrasi Johansen pada Model II Tabel 5.8. Rangkuman Hasil Uji Kointegrasi Tabel 5.9. Hasil Estimasi VECM Model I Tabel Hasil Estimasi VECM Model II... 54

12 vi DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1.1. Peran dan Kontribusi UMKM dalam Perekonomian Indonesia...2 Gambar 2.1. Alur Penerapan Sistem Moneter Ganda di Indonesia Gambar 2.2. Kurva Permintaan dan Penawaran Uang Gambar 2.3. Kerangka Pemikiran Konseptual Gambar 3.1. Tahapan Analisis VAR dan VECM Gambar 4.1. Perkembangan SBI dan SBSI Periode Mei Desember Gambar 4.2. Perbandingan Kredit UMKM dan Non-UMKM Bank Konvensional Gambar 4.3. Perbandingan Kredit UMKM dan Non-UMKM Bank Syariah Gambar 4.4. Perbandingan Jumlah Penyaluran Dana ke Sektor UMKM Bank Syariah dan Bank Konvensional Periode Mei Desember Gambar 4.5. Perbandingan Porsi Penyaluran Dana ke Sektor UMKM Bank Syariah dan Konvensional Periode Mei Desember Gambar 4.6. Perbandingan Suku Bunga Bank Konvensional dan Bagi Hasil Bank Syariah Periode Mei Desember Gambar 5.1. Respon Kredit UMKM terhadap Guncangan SBIS dan SBI Gambar 5.2. Respon Suku Bunga Kredit terhadap Guncangan SBIS dan SBI Gambar 5.3. Respon Pembiayaan UMKM terhadap Guncangan SBIS dan SBI Gambar 5.4. Respon Profit dan Loss Sharing UMKM terhadap Guncangan SBIS dan SBI Gambar 5.5. Respon Margin Keuntungan terhadap Guncangan SBIS dan SBI Gambar 5.6. Hasil FEVD pada Pembiayaan UMKM Bank Syariah Gambar 5.7. Hasil FEVD pada Kredit UMKM Bank Konvensional... 63

13 vii DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1. Hasil Uji Stasioneritas Variabel Lampiran 2. Hasil Analisis VAR/VECM Model I Lampiran 3. Hasil Analisis VAR/VECM Model II... 78

14 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dunia mengakui bahwa usaha kecil, mikro dan menengah (UMKM) memainkan peran yang sangat vital di dalam pembangunan dan pertumbuhan ekonomi, tidak hanya di negara-negara sedang berkembang tetapi juga di negara maju. Negara-negara maju seperti Amerika Serikat, Jepang, Prancis, dan Belanda telah menjadikan sektor UMKM sebagai motor penggerak perekonomian negaranya, yaitu sebagai pemicu pertumbuhan ekonomi, inovasi, dan progres teknologi (Tambunan, 2009). Sektor UMKM juga memiliki peran yang penting dalam perekonomian Indonesia. Pada tahun 2010 sektor ini mampu menyerap 97,3 persen dari total tenaga kerja. Hal ini menunjukan bahwa sektor UMKM adalah sektor utama dalam penyerapan tenaga kerja di Indonesia yang apabila dikembangkan berpotensi mengurangi pengangguran karena jumlah unit usaha UMKM mencapai unit atau 99 persen dari total usaha. Selain itu, lebih dari setengah atau 56,5 persen Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia disumbangkan oleh sektor ini. Begitu juga dengan pendapatan ekspor non-migas, sektor UMKM mampu menyumbang 17,04 persen dari pendapatan total (BPS, 2010). Pada kenyataannya perkembangan sektor UMKM di Indonesia masih dihadapkan oleh berbagai masalah. Salah satu masalah mendasar yang dihadapi adalah keterbatasan modal kerja dan investasi. Berdasarkan data dari Biro Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2010, hanya 20,49 persen usaha mikro dan kecil yang

15 2 memanfaatkan pinjaman dan sebagian besar pinjaman berasal dari perorangan, bukan dari lembaga keuangan formal atau perbankan. Permodalan mereka tergantung sepenuhnya pada tabungan sendiri atau sumber-sumber informal seperti keluarga. Sejak tahun 1970-an, pemerintah telah memfasilitasi penyaluran dana ke sektor usaha kecil mikro dan menengah (UMKM) yang diawali dengan dua skema kredit dari Bank Indonesia yaitu Kredit Modal Kerja Permanen (KMKP) dan Kredit Investasi Kecil (KIK). Selain itu Bank Sental telah mengeluarkan Peraturan Perbankan Nomor 3/2/PBI/20011 yang mewajibkan perbankan untuk menyediakan 20 persen dari total kreditnya kepada usaha kecil. Peraturan tersebut dikeluarkan untuk mendorong perbankan agar meningkatkan penyaluran dana kepada sektor UMKM. Melihat besarnya peran UMKM di Indonesia maka wajar apabila sektor ini mendapat perhatian lebih khususnya dari segi akses dan pembiayaan modal yang selama ini menjadi permasalahan utama dalam pengembangan UMKM. Sumber: BPS dan Kementrian Koperasi dan UKM (2010) Gambar1.1. Definisi UMKM dan Perannya Dalam Perekonomian

16 3 Indonesia merupakan salah satu negara yang menerapkan sistem moneter ganda pada sistem perekonomiannya, yaitu diterapkannya sistem moneter syariah dan konvensional secara bersamaan. Penerapan sistem moneter ganda yang dilandasi oleh Undang-undang Bank Sentral No. 23 Tahun 1999 membawa pengaruh terhadap perkembangan lembaga keuangan syariah di Indonesia. Sejak tahun 2002 mulai bermunculan bank syariah, unit usaha syariah (UUS) dan bank perkreditan rakyat syariah (BPRS) yang tersebar di seluruh Indonesia. Dapat dilihat pada Tabel 1.1 bahwa perkembangan jumlah lembaga keuangan syariah memiliki tren yang meningkat dan diprediksi akan terus bertambah. Begitu juga dengan perkembangan perbankan syariah yang diawali oleh munculnya Bank Muamalat Indonesia pada tahun Sejak saat itu perkembangan bank syariah semakin pesat dan menjadikan perbankan syariah salah satu lembaga keuangan yang memiliki peran yang semakin besar dalam perbankan nasional. Tabel 1.1. Perkembangan Jumlah Bank Syariah, Unit Usaha Syariah dan BPRS Tahun Kelompok Bank Bank Umum Syariah (BUS) Unit Usaha Syariah (UUS) BPRS Total Jumlah Kantor BUS,UUS dan BPRS Sumber: Statistik Perbankan Syariah Indonesia (2010) Selain dengan munculnya lembaga keuangan syariah, penerapan sistem moneter ganda di Indonesia telah melahirkan Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) sebagai instrumen moneter pelengkap Sertifikat Bank Indonesia (SBI) yang selama ini dipakai oleh perbankan konvensional. SBIS adalah surat berharga bedasarkan prinsip syariah berjangka waktu pendek dalam mata uang rupiah yang

17 4 diterbitkan oleh Bank Indonesia dalam rangka meningkatkan efektifitas mekanisme moneter dengan prinsip syariah. Sertifikat Bank Indonesia Syariah mulai digunakan sebagai instrumen moneter sejak tahun 2008 yang mengantikan peran Sertifikat Wadiah Bank Indonesia (SWBI). Sebagai Instrumen moneter, SBI dan SBIS memiliki jalur transmisi tersendiri terhadap sektor riil dimana instrumen ini akan mempengaruhi besarnya pembiayaan dan peyaluran kredit kepada sektor riil. Baik bank syariah maupun bank konvensional memiliki tugas utama sebagai lembaga intermediasi, yaitu menyalurkan dana dari pihak surplus ke pihak yang memerlukan dana secara optimal. Salah satu jalur intermediasi perbankan adalah melalui penyaluran dana kepada UMKM, yaitu penyaluran dana yang dialokasikan untuk investasi atau pengembangan usaha masyarakat berskala mikro, kecil atau menengah. Pemberian kredit kepada dunia usaha khususnya di sektor UMKM perlu ditingkatkan dalam upaya meningkatkan peran perbankan nasional sebagai lembaga intermediasi (Meydianawathi, 2007). Bank sebagai penghimpun dan penyalur dana masyarakat harus dapat mengelola saluran kredit dan pembiayaan secara tepat sehingga dapat menjembatani sektor keuangan dan sektor rill. Selain itu, bank sebagai lembaga keuangan yang dominan di Indonesia seharusnya mendukung penuh keberadaan dan perkembangan UMKM mengingat peran UMKM yang sangat besar bagi perekonomian. Sesuai dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 3/2/PBI/2001, perbankan konvensional maupun perbankan syariah dianjurkan untuk menjadikan pembiayaan sektor UMKM sebagai prioritas dan berkomitmen untuk terus mempermudah akses UMKM terhadap perbankan. Hal ini tercermin dari porsi

18 5 kredit UMKM yang mencapai lebih dari empat puluh persen dari kredit total pada perbankan konvensional. Bahkan porsi pembiayaan UMKM pada bank syariah mencapai lebih dari tujuh puluh persen dari pembiayaan total. Penyaluran dana ke sektor UMKM lewat perbankan tentunya dipengaruhi oleh banyak faktor, baik faktor internal maupun faktor eksternal. Dari berbagai studi terdahulu, faktor internal yang memengaruhi penyaluran kredit dari perbankan antara lain faktor rentabilitas dan profitabilitas. Sedangkan dari faktor eksternal, penyaluran kredit dari perbankan dipengaruhi oleh instrumen moneter. Hal inilah yang menjadi salah satu alasan bahwa penelitian mengenai pengaruh instrumen syariah atau konvensional terhadap pembiayaan UMKM di Indonesia penting untuk dilakukan karena akan mempengaruhi tindakan perbankan konvensional maupun syariah dalam menyalurkan dananya ke sektor UMKM. Oleh karena itu, penelitian ini menganalisis secara kuantitatif pengaruh instrumen moneter dan perbankan terhadap pembiayaan UMKM di Indonesia. 1.2 Perumusan Masalah Peran sektor UMKM yang besar terhadap perekonomian Indonesia membuat sektor ini menjadi perhatian penting yang harus didukung dan di fasilitasi terutama pada bidang permodalan, perluasan usaha dan keberlanjutannya. Hal ini akan terwujud apabila transmisi moneter berjalan dengan baik yang mana sektor keuangan yang digambarkan melalui perbankan dapat menyalurkan dana ke masyarakat dan menggerakan perekonomian secara riil.

19 6 Mekanisme transmisi moneter ganda yang diterapkan di Indonesia sejak tahun 1992 melegalkan penggunaan sistem moneter syariah dan konvensional secara bersamaan, hal ini berarti bahwa ada pengaruh dari instrumen moneter syariah dan konvensional terhadap penyaluran dana dari perbankan, termasuk pemberian kredit atau pembiayaan UMKM. Maka dari itu penelitian ini ingin menganalisis instrumen moneter manakah yang lebih berpengaruh dalam penyaluran dana ke sektor UMKM di Indonesia. Secara lebih rinci, perumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana pengaruh instrumen moneter konvensional terhadap kredit UMKM di Indonesia? 2. Bagaimana pengaruh instrumen moneter syariah terhadap pembiayaan UMKM di Indonesia? 3. Bagaimanakah perbandingan pengaruh instrumen moneter syariah dan konvensional dalam pembiayaan UMKM di Indonesia 1.3 Tujuan Penelitian Dari perumusan masalah yang telah di uraikan di atas, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Mengidentifikasi pengaruh instrumen moneter syariah dan konvensional terhadap pembiayaan UMKM dari perbankan syariah di Indonesia. 2. Mengidentifikasi pengaruh instrumen moneter syariah dan konvensional terhadap kredit UMKM dari perbankan konvesional di Indonesia.

20 7 3. Membandingkan sejauh mana pengaruh instrumen moneter syariah dan konvensional terhadap penyaluran dana ke sektor UMKM di Indonesia. 1.4 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat dan masukan bagi pemerintah, masyarakat dan kalangan akademisi: 1. Pemerintah dapat menjadikan penelitian ini sebagai masukan dalam pengambilan kebijakan khususnya dalam mengembangkan sektor UMKM melalui perbankan. 2. Masyarakat dapat mengetahui peran perbankan syariah dalam mengembangkan UMKM. 3. Kalangan akademisi dapat mejadikan referensi dalam melakukan penelitian selanjutnya. 1.5 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini dilakukan untuk melihat perbandingan pengaruh instrumen moneter syariah dan konvensional terhadap perkembangan sektor UMKM di Indonesia. Instrumen moneter yang digunakan terbagi dua menjadi insturmen moneter konvensional dan syariah, instrumennya yaitu bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI), bonus Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS), pembiayaan bank syariah kepada UMKM dan kredit perbankan konvensional kepada UMKM. Sedangkan periode waktu yang diambil dalam studi kasus ini adalah perekonomian Indonesia dari Mei 2006 sampai dengan Desember 2010.

21 8 II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Transmisi Moneter Transmisi moneter adalah mekanisme bekerjanya kebijakan moneter sampai memengaruhi sektor riil. Mishkin (2004) menjelaskan bahwa jalur mekanisme transmisi moneter dapat terjadi melalui beberapa jalur, yaitu jalur efek suku bunga tradisional (traditional interest rate effect), jalur efek harga asset lain (other asset price effect) dan jalur kredit (credit view). Berikut adalah penjelasan singkat mengenai beberapa jalur transmisi moneter : 1. Jalur Efek Suku Bunga Tradisional (Traditional Interest Rate Effect) Ketika terjadi ekspansi kebijakan moneter dengan penurunan suku bunga yang mana akan menurunkan harga dari modal (cost of capital) maka akan meningkatkan investasi dan memicu agregate demand sehingga meningkatkan output. 2. Jalur Efek Harga Asset Lain (Other Asset Price Effect) Transmisi moneter melalui jalur harga aset lain (other asset price effect) dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu efek nilai tukar terhadap ekspor bersih (Exchange Rate Effect on Net Export), Teori Q Tobin (Tobin s Q Theory) dan Efek Kesejahteraan (Wealth Effect). a. Exchange Rate Effect on Net Export Ketika terjadi ekspansi kebijakan moneter dengan penurunan suku bunga maka akan menyebabkan aset dalam mata uang asing lebih menarik dibandingkan dengan aset domestik dalam Rupiah. Pada akhirnya nilai dari

22 9 aset rupiah akan menurun sehingga rupiah terdepresiasi. Nilai rupiah yang lebih rendah dibandingkan mata uang asing akan menyebabkan harga barang domestik menjadi lebih murah dibandingkan harga barang asing sehingga meningkatkan ekspor dan agregate output. b. Tobin s Q Theory Teori ini dikembangkan oleh James Tobin yang menjelaskan pengaruh kebijakan moneter terhadap penilaian ekuitas. Tobin mendefinisikan q sebagai harga pasar untuk perusahaan yang dibagi dengan penggantian harga modal. Ketika nilai q tinggi maka harga pasar untuk perusahaan akan relatif tinggi dibandingkan dengan harga modalnya. Untuk itu perluasan usaha dan harga dari peralatan relatif murah sehingga dapat meningkatkan investasi. Hal ini terjadi karena perusahaan dapat mengeluarkan sedikit saham, tetapi dapat dijual dengan harga yang tinggi. Ketika terjadi ekspansi moneter maka masyarakat akan dihadapkan pada kondisi dimana terjadi kelebihan uang dibandingkan kebutuhan yang ada sehingga masyarakat akan menyalurkan dananya ke pasar saham. Permintaan saham akan meningkat dan harga saham akan naik. Harga saham yang naik akan menyebabkan q naik sehingga meningkatkan investasi dan output. c. Wealth Effect Asumsi yang mendasari proses transmisi moneter pada jalur ini bahwa pengeluaran konsumsi juga dipengaruhi oleh sumber daya seumur hidup (lifetime resources), bukan hanya didasari pada pendapatan yang didapat hari ini. Komponen utama sumber daya seumur hidup (lifetime resources) adalah kesejahteraan finansial, salah satunya adalah saham. Saat terjadi kontraksi

23 10 moneter maka harga saham akan naik, sehingga menaikan kesejahteraan dan juga menaikan konsumsi. Konsumsi yang naik akan meningkatkan ouput. 3. Jalur Kredit (Credit View) Transmisi moneter melalui jalur kredit dapat dibedakan menjadi lima bagian, yaitu penyaluran bank (bank lending channel), jalur neraca (balance sheet channel), jalur arus kas (cash flow channel), jalur tingkat harga yang tidak diantisipasi (unanticipated price level channel), dan jalur efek likuiditas rumah tangga (household liquidity effect). Mekanisme transmisi moneter melalui pinjaman bank (credit view) muncul untuk menangani masalah asimetri informasi pada pasar keuangan. Pada jalur kredit, transmisi moneter memengaruhi penyaluran dana pada perbankan serta neraca perusahaan dan rumah tangga. Pada jalur pertama, yaitu penyaluran dana dari perbankan (bank lending channel) berangkat dari analisis bahwa bank memiliki peran penting dalam sistem keuangan karena dapat menangani masalah informasi asimetrik pada pasar kredit. Karena peran bank yang sangat penting maka peminjam hanya dapat mengakses pasar kredit melalui bank. Dengan asumsi tidak ada substitusi sempurna diantara bank dengan sumber dana lain maka saat terjadi ekspansi moneter yang meningkatkan cadangan perbankan dan deposit bank maka akan meningkatkan ketersediaan dan kuantitas pinjaman perbankan yang tersedia. Dengan asumsi peminjam tergantung pada pinjaman perbankan untuk membiayai aktifitasnya, maka peningkatan pinjaman pada perbankan akan meningkatkan investasi. Secara skematik, transmisi kebijakan moneter melaui jalur pembiayaan perbankan adalah sebagai berikut,

24 11 Ekspansi kebijakan moneter : cadangan dan deposit bank Jika dilihat dari bagan diatas maka dapat disimpulkan bahwa ketersediaan pinjaman dari bank Investasi(I) Output (Y) kebijakan moneter melalui jalur kredit bertujuan untuk mendorong investasi dari sisi supply yang direpresentasikan oleh bank sebagai lembaga intermediasi. Implikasi yang penting transmisi moneter melalui jalur kredit bahwa dengan adanya kebijakan moneter maka efek yang lebih besar akan dirasakan oleh perusahaan kecil yang mana sangat bergantung oleh pinjaman bank. Sedangkan perusahaan besar dapat mengantisipasinya dengan mencari sumber modal lain selain perbankan, yaitu melalui saham atau obligasi (Miskhin, 2009). Penyaluran dana untuk sektor UMKM dari perbankan dapat diklasifikasikan ke jalur bank lending channel karena bank memiliki peran yang penting dalam sistem keuangan, yaitu sebagai lembaga intermediasi sekaligus penyalur kredit dan pembiayaan terhadap masyarakat, termasuk kepada sektor UMKM. Dalam proses transmisinya, Bank Indonesia dapat melakukan kontraksi dan ekspansi moneter dengan menaikan atau menurunkan suku bunga kebijakan (BI Rate). Kebijakan ini akan mempengaruhi sisi liabilitas (kewajiban) bank yang di dominasi oleh dana pihak ketiga (DPK) yaitu dana masyarakat yang disimpan di perbankan. Ketika ekonomi memanas, Bank Indonesia melakukan kontraksi moneter dengan menaikan BI Rate. Kebijakan ini akan menyebabkan jumlah uang beredar di masyarakat akan turun sehingga mengakibatkan jumlah DPK juga ikut menurun. Penurunan DPK akan mengakibatkan penurunan ketersediaan dana yang siap disalurkan oleh perbankan, salah satunya dalam bentuk kredit. Untuk

25 12 meningkatkan DPK perbankan akan cenderung menaikan suku bunga dana seperti tabungan dan deposito sehingga berakibat pada kenaikan suku bunga kredit. Permintaan terhadap kredit baru cenderung turun karena suku bunga kredit yang meningkat dan menyebabkan investasi turun dan pertumbuhan ekonomi melambat. Bank Indonesia juga dapat melakukan kontraksi moneter dengan peningkatan Giro Wajib Minimum (GWM). Peningkatan GWM akan mempengaruhi sisi liabilitas perbankan secara langsung sehingga dana yang siap disalurkan juga akan cenderung menurun. Hal ini juga akan meningkatkan suku bunga kredit dan menurunkan permintaan terhadap kredit baru sehingga investasi juga menurun. Investasi yang menurun akan menurunkan pertumbuhan ekonomi Instrumen Moneter Dalam menjalankan kebijakan moneter Bank Indonesia memiliki beberapa instrumen moneter yaitu Operasi Pasar Terbuka atau Open Market Operation (OPT), Giro Wajib Minimum (GWM), Fasilitas Diskonto, dan Intervensi Mata Uang Asing. Berikut adalah penjelasan singkat mengenai beberapa instrumen moneter yang digunakan oleh Bank Indonesia dalam menjalankan operasi moneternya: a. Operasi Pasar terbuka adalah kegiatan jual beli surat berharga oleh bank sentral yang pada gilirannya akan mempengaruhi tingkat suku bunga. Operasi ini memiliki dua aktivitas didalamnya, yaitu jual dan beli suratsurat berharga termasuk Sertifikat Bank Indonesia (SBI) dan Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS). Kedua instrumen ini digunakan sebagai

26 13 instrumen utama dalam kebijakan moneter antara lain karena Bank Indonesia memiliki SBI dalam jumlah yang memadai untuk mengeksekusi keputusan kontraksi atau ekspansi moneter yang diambil setelah mempertimbangkan tekanan terhadap inflasi. Selain itu SBI memenuhi tiga syarat utama likuiditas surat berharga yang dapat diperjualbelikan dalam operasi pasar terbuka dan diterbitkan secara kontinyu serta tersedia setiap saat (Sugiyono, 2003). b. Giro Wajib Minimum (Reserve Requirement) Giro Wajib Minimum adalah ketentuan bank sentral yang mewajibkan bank-bank untuk memelihara sejumlah alat likuid sebesar presentase tertentu dari kewajiban lancarnya. Semakin kecil presentase tersebut maka semakin besar kemampuan bank memanfaatkan cadangannya untuk diberikan kepada masyarakat dalam bentuk pinjaman dan begitu juga sebaliknya. c. Fasilitas Diskonto Fasilitas diskonto adalah kebijakan moneter bank sentral untuk memengaruhi jumlah uang beredar melalui penetapan diskonto pinjaman bank sentral kepada bank-bank. Dengan penetapan diskonto yang tinggi diharapkan bank akan mengurangi permintaan kredit dari bank sentral yang akibatnya akan mengurangi jumlah uang beredar. d. Intervensi Mata Uang Asing Intervensi mata uang asing adalah kebijakan bank sentral untuk mempengaruhi jumlah uang beredar atau likuiditas di pasar uang melalui jual beli valuta asing atau cadangan devisa. Apabila bank sentral ingin

27 14 mengetatkan likuiditas rupiah di pasar uang, bank sentral akan menjual cadangan devisanya. Peraturan Bank Indonesia nomor 4/10/PBI/2002 tentang Sertifikat Bank Indonesia (SBI) menyatakan bahwa SBI adalah surat berharga dalam mata uang rupiah yang diterbitkan bank Indonesia sebagai pengakuan utang berjangka waktu pendek. SBI ditebitkan oleh Bank Indonesia sebagai salah satu piranti dalam Operasi Pasar Terbuka (OPT). Sedangkan Peraturan Bank Indonesia nomor 10/11/PBI/2008 tentang Sertifikat Bank Indonesia Syariah menyatakan bahwa SBIS adalah surat berharga bedasarkan prinsip syariah berjangka waktu pendek dalam mata uang rupiah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia menggunakan Akad Jua lah. SBIS dibuat oleh Bank Indonesia dalam rangka meningkatkan efektifitas mekanisme moneter dengan prinsip syariah. Kedua instrumen ini memiliki fungsi yang sama yaitu sebagai instrumen Operasi Pasar Terbuka dalam rangka pengendalian moneter dengan tujuan akhir kestabilan nilai rupiah dan tingkat inflasi. Penggunaan akad Jua alah pada Sertifikat Bank Indonesia Syariah berarti suatu janji atau komitmen (iltizam) untuk memberi imbalan tertentu (ju ul) atas hasil (natijah) yang ditentukan dari suatu pekerjaan. Dalam hal ini Bank Indonesia bertindak sebagai pemberi pekerjaan (Ja il), bank syariah bertindak sebagai penerima perkerjaan (Maj ullah) dan objek/ underlying Ju alah (mahall al- aqd) adalah partisipasi bank syariah untuk membantu tugas Bank Indonesia dalam pengendalian moneter melalui penyerapan likuiditas dari masyarakat dan menempatkannya di Bank Indonesia dalam jumlah dan waktu tertentu. Di dalam prakteknya yaitu saat Bank Indonesia akan melakukan transaksi lelang SBIS maka

28 15 Bank Indonesia akan mengumumkan bahwa Bank Indonesia akan melakukan kebijakan moneternya yaitu akan menyerap likuiditas yang beredar di masyarakat. Maka bank syariah akan membeli SBIS tersebut dan mendapatkan imbalan tertentu. Jumlah nominal Ju ul atau imbalannya harus dibayarkan oleh Ja il yang ditetapkan saat terjadinya akad dan harus disepakati oleh kedua belah pihak. Tingkat suku bunga pada Sertifikat Bank Indonesia (SBI) dan bonus Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) nantinya akan digunakan sebagai proksi bagi kebijakan moneter, oleh karenanya perubahan pada tingkat suku bunga SBI diharapkan mampu memberi pengaruh pada tingkat suku bunga kredit. Dengan kata lain tingkat suku bunga SBI dijadikan barometer untuk menentukan tingkat suku bunga deposito, kemudian suku bunga pinjaman akan merespon perubahan tersebut (Muslim, 2008). Sumber: Ascarya (2011) Gambar 2.1. Alur Penerapan Sistem Moneter Ganda di Indonesia Dengan semakin berkembangnya perbankan syariah, transmisi kebijakan moneter tidak hanya mempengaruhi perbankan konvensional saja, namun juga memengaruhi perbankan syariah karena mekanisme transmisi juga dapat melewati

29 16 jalur syariah. Instrumen kebijakan moneter ganda juga tidak terbatas hanya menggunakan suku bunga saja, tetapi dapat pula menggunakan bagi hasil atau margin. Dengan demikian, dalam sistem moneter ganda, interest rate passthrough lebih tepat disebut policy rate pass-through, dimana policy rate untuk konvensional menggunakan suku bunga, sedangkan policy rate untuk syariah dapat menggunakan bagi hasil atau margin (Ascarya, 2012). Dalam sistem perbankan syariah di Indonesia terdapat hubungan antara sistem moneter yang ada di Indonesia dengan sistem perbankan syariah, yaitu dengan keikutsertaan perbankan syariah di dalam kebijakan moneter yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia sebagai otoritas moneter utama. Bank Indonesia menyatakan bahwa cara-cara pengendalian moneter di Indonesia bisa dilakukan berdasarkan prinsip Syariah yang ditetapkan dalam Peraturan Bank Indonesia (Triandaru, 2006) Teori Preferensi Likuiditas Teori Preferensi Likuiditas menyatakan bahwa tingkat bunga menyesuaikan untuk menyeimbangkan penawaran dan permintaan uang. Jika M adalah penawaran uang dan P adalah tingkat harga maka M/P adalah penawaran dari keseimbangan uang riil. Teori ini mengasumsikan adanya penawaran uang riil yang tetap dan menegaskan bahwa tingkat bunga adalah sebuah determinan dari berapa banyak uang yang ingin dipegang oleh masyarakat. Alasannya adalah bahwa tingkat bunga adalah biaya peluang (opportunity cost) dari memegang uang, yaitu biaya yang harus ditanggung karena memegang sebagian aset dalam bentuk uang (yang tidak mendapatkan bunga) atau dalam deposito atau obligasi.

30 17 Ketika tingkat bunga naik, orang-orang ingin memegang uang dalam jumlah yang lebih sedikit. Hal ini menunjukan bahwa fungsi bahwa permintaan uang riil dipengaruhi oleh suku bunga (Mankiw, 2007). Tingkat bunga akan menyesuaikan untuk menyeimbangkan pasar uang, dimana jumlah uang riil yang diminta sama dengan jumlah penawarannya. Penyesuaian terjadi karena ketika terjadi ketidakseimbangan pada pasar uang maka masyarakat akan berusaha menyesuaikan aset mereka dan dalam prosesnya mengubah suku bunga. Misalnya, apabila tingkat bunga diatas keseimbangan maka jumlah uang riil yang ditawarkan akan melebihi jumlah yang diminta. Oang-orang yang memegang yang kelebihan penawaran uang berusaha untuk mengubah sebagian diantaranya menjadi deposito atau obligasi. Bank-bank dan penerbit obligasi yang lebih suka membayar tingkat bunga yang lebih rendah merespon kelebihan uang dengan mengurangi tingkat bunga, begitu juga sebaliknya. Hal ini digambarkan dalam kurva berikut: Tingkat bunga, r Penawaran Tingkat bunga ekuilibrium Permintaan, L(r) M/P Keseimbangan uang riil, M/P Sumber: Mankiw, 2007 Gambar 2.2. Kurva Permintaan dan Penawaran Uang

31 Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) Usaha mikro kecil dan menengah memiliki beberapa definisi dari beberapa lembaga dan institusi terkait yang mendefinisikannya dengan berbagai kriteria, antara lain: a. Berdasarkan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah, pengertian UMKM adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari usaha lain. UMKM dikelompokan menjadi tiga usaha berdasarkan kriteria asset dan omzet yang dimiliki, kriterianya adalah sebagai berikut: Tabel 2.1 Kriteria UMKM Menurut UU Nomor 20 Tahun 2008 No Uraian Asset Kriteria Omzet 1 Usaha Mikro Max 50 juta Max 300 juta 2 Usaha Kecil >50juta-500juta >300juta-2,5 Miliar 3 Usaha Menengah >500 juta-10 Miliar >2,5 Miliar -50 Miliar Sumber: UU Nomor 20 Tahun 2008 b. Berdasarkan kriteria Bank Indonesia, UMKM di bagi berdarkan jumlah kredit yang diterima. Usaha mikro adalah usaha yang dapat menerima kredit hingga Rp 50 juta. Sedangkan usaha kecil adalah usaha yang dapat menerima kredit mulai dari Rp 50 juta hingga Rp 500 juta dan usaha

32 19 menengah adalah usaha yang dapat menerima kredit dari Rp 500 juta sampai Rp 5 Miliar. c. Berdasarkan Badan Pusat Statistik, UMKM dibagi berdasarkan jumlah tenaga kerja yang dipakai. Usaha mikro adalah usaha yang mempekerjakan maksimal lima orang pekerja keluarga. Usaha kecil adalah usaha yang mempekerjakan lima sampai sepuluh orang pekerja. Sedangkan usaha menengah adalah usaha yang mempekerjakan 20 sampai 99 orang Teori Bank Syariah dan Bank Konvensional Bank adalah salah satu badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit atau bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Seperti yang dipaparkan dalam undang-undang No.10 Tahun 1998 bahwa fungsi dari perbankan adalah sebagai lembaga intermediasi atau penghubung antara sektor keuangan dan sektor riil. Perbankan di Indonesia dapat digolongkan menjadi dua, yaitu bank syariah dan konvensional. Perbankan syariah adalah suatu sistem perbankan yang dikembangkan berdasarkan syariah Islam. Usaha pembentukan sistem ini didasari olah larangan dalam agama Islam untuk memungut atau meminjam bunga yang dikenal dengan istilah riba. Perbankan syariah juga hanya melakukan investasi pada usaha yang dikategorikan halal. Selain itu, perbankan syariah menerapkan prinsip bagi hasil yang saling menguntungkan antara pihak bank dan masyarakat

33 20 dengan menjunjung tinggi asas keadilan, etika, persaudaraan, dan menghindari transaksi spekulatif. Dalam beberapa hal terdapat persamaan antara bank konvensional dan bank syariah antara lain dari teknis penerimaan uang, mekanisme transfer dan pembuatan laporan keuangannya. Tetapi terdapat beberapa perbedaan mendasar yang membedakan kedua perbankan ini. Perbedaan yang ada dapat di rangkum dalam Tabel 2.2 berikut. Tabel 2.2. Perbedaan Antara Bank Syariah dan Bank Konvensional Pembeda Bank Konvensional Bank Syariah Akad dan Aspek Legalitas Lembaga penyelesaian sengketa dengan Nasabah Struktur Organisasi Investasi Hubungan dengan Nasabah Konsekuensi duniawi Peradilan Negeri Komisaris dan Direksi Investasi yang halal dan haram Debitur-Kreditur Konsekuensi duniawi dan ukhrawi Badan Arbitrase Muamalah Indonesia (BAMUI) Terdapat Dewan Pengawas Syariah (DPS) dan Dewan Syariah Nasional (DSN) Hanya melakukan investasi yang halal Kemitraan Prinsip Bunga Bagi Hasil, Jual Beli dan Sewa Tujuan Profit Oriented Profit dan Falah Oriented Sumber: Antonio (1999) Salah satu cara yang dilakukan bank konvensional dalam menyalurkan dana terhimpun adalah dengan kredit. Kredit yang diberikan dapat berupa kredit korporasi atau kredit UMKM, dan pihak bank akan mendapatkan bunga atas harga uang yang telah dipinjamkan. Sedangkan pada bank syariah, istilah yang

34 21 digunakan dalam penyaluran dana adalah pembiayaan dan sistem yang digunakan adalah sistem bagi hasil. Beberapa contoh pembiayaan dan produk yang biasa dilakukan bank syariah adalah: 1. Produk dengan prinsip jual beli antara lain murabahah, salam, dan istisna. 2. Produk dengan prinsip bagi hasil antara lain musyarakah, mudharabah, dan rahn. 3. Produk dengan prinsip sewa antara lain ijarah. Berikut adalah penjelasan singkat mengenai beberapa definisi produk perbankan syariah yang digunakan dalam penelitian ini: a. Al-Musyarakah : Pembiayaan berdasarkan akad kerja sama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu, di mana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana dengan ketentuan bahwa keuntungan dan resiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan. b. Al-Mudharabah : Akad kerjasama usaha antara dua pihak dimana pihak pertama (shahibul mal) menyediakan seluruh modal, sedangkan pihak lainnya sebagai pengelola. Dana keuntungan usaha bagi diantara mereka sesuai kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak. c. Al-Murabahah : menjual suatu barang dengan menegaskan harga belinya kepada pembeli dan pembeli membayarnya dengan harga lebih sebagai laba (Fatwa DSN-MUI). Menurut Wulandari (2010) pada kenyataannya sistem pada bank syariah dan konvensional tidak terpisah karena adanya interaksi antara bank syariah dan konvensional melalui beberapa hal. Interaksi tersebut antara lain dalam hal memperebutkan nasabah, adanya kesamaan pola kredit atau pembiayaan dan

35 22 persamaan dalam tabungan. Untuk itu piranti kebijakan konvensional seperti SBI, Giro Wajib Minimum dan intervensi rupiah tidak hanya mempengaruhi bank kovensional, tetapi juga mempengaruhi bank syariah. Begitu juga sebaliknya, piranti kebijakan syariah seperti SBIS/SWBI dan Giro Wajib Minimum Syariah juga mempengaruhi bank konvensional Pembiayaan dan Kredit Perbankan Berdasarkan Undang-undang Perbankan Syariah No. 21/2008, pembiayaan adalah penyediaan dana atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berupa transaksi bagi hasil, sewa menyewa, jual beli atau pinjam meminjam berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank syariah dan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai dan atau diberi fasilitas dana tersebut untuk mengembalikan dana tersebut dalam jangka waktu tertentu dengan imbalan ujrah, tanpa imbalan atau bagi hasil. Antonio (2001) menjelaskan bahwa pembiayaan merupakan salah satu tugas pokok dari bank, yaitu pemberian fasilitas penyediaan dana untuk memenuhi kebutuhan pihak-pihak yang merupakan deficit unit. Menurut sifat penggunaannya, pembiayaan di bagi menjadi dua hal: a. Pembiayaan Konsumtif, yaitu pembiayaan yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi, yang akan habis digunakan untuk memenuhi kebutuhan. b. Pembiayaan Produktif, yaitu pembiayaan yang ditunjukan untuk memenuhi kebutuhan produksi dalam arti luas, yaitu untuk peningkatan usaha, baik usaha produksi, perdagangan, maupun investasi. Menurut

36 23 keperluannya, pembiayaan produktif dapat dibagi menjadi dua hal, yaitu pembiayaan modal kerja dan pembiayaan investasi. Pada pembiayaan modal kerja, terdapat perbedaan antara sistem yang dipakai pada bank syariah dan konvensional. Bank konvensonal memberikan kredit modal kerja tersebut dengan cara memberikan pinjaman sejumlah uang yang dibutuhkan untuk mendanai seluruh kebutuhan yang merupakan kombinasi dari komponenkomponen modal kerja tersebut, baik untuk keperluan produksi maupun perdagangan dalam waktu tertentu. Sedangkan pada bank syariah, dalam memenuhi seluruh kebutuhan untuk mendanai modal kerja bukan dengan meminjamkan uang, tetapi dengan menjalin hubungan partnership dengan nasabah, dimana bank bertindak sebagai penyandang dana (shahibul maal) dan nasabah sebagai (mudharib) atau biasa dikenal dengan istilah mudharabah atau trust financing. Berdasarkan Undang-undang No.7 Tahun 1992 tentang perbankan menyatakan bahwa kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjammeminjam antara bank dengan pihak lain, yang mewajibkan pihak pinjam meminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan sejumlah bunga imbalan atau pembagian hasil keuntungan. Kredit perbankan dapat diklasifikasikan berdasarkan berdasarkan beberapa kriteria yaitu: a. Berdasarkan jangka waktunya, yaitu kredit jangka pendek, jangka menengah, dan jangka panjang. b. Berdasarkan tujuan penggunaan dananya, yaitu kredit modal kerja, kredit investasi, dan kredit konsumsi.

37 24 c. Berdasarkan golongan atau segmentasinya, yaitu kredit di sektor UMKM dan non-umkm 2.7. Konsep Bunga dan Profit Loss Sharing Suku bunga adalah salah satu komponen utama dalam kebijakan ekonomi konvensional yang berarti biaya yang harus dibayarkan oleh peminjam atas pinjaman yang diterima dan merupakan imbalan bagi pemberi pinjaman atas investasinya. Sedangkan bagi hasil adalah komponen terpenting dalam sistem moneter syariah dan merupakan cerminan dari kinerja sektor riil. Dengan adanya sistem bagi hasil makan distribusi kekayaan dan pendapatan akan semakin merata sehingga sektor riil akan tumbuh (Ayuniyyah, 2010). Terdapat beberapa perbedaan yang sangat mendasar antara suku bunga dan bagi hasil, perbedaanya antara lain adalah sebagai berikut: Tabel 2.3 Perbedaan Sistem Bunga dan Bagi Hasil Bunga Bagi Hasil Penentuan bunga dibuat pada akad dengan asumsi selalu untung Penentuan besarnya rasio atau nisbah bagi hasil dibuat pada waktu akad dengan berpedoman pada keadaan untung dan rugi Besarnya presentase berdasarkan jumlah modal yang dipinjamkan Pembayaran bunga tetap walaupun proyek yang dijalankan nasabah mengalami kerugian Besarnya rasio bagi hasil berdasarkan pada jumlah keuntungan yang diperoleh Bagi hasil tergantung pada keuntungan, jika rugi maka akan di tanggung bersama Sumber: Antonio(1999)

38 25 Pada bank syariah terdapat dua jenis keuntungan yang didapat dari pembiayaan yang diberikan, yaitu margin keuntungan dan bagi hasil. Margin keuntungan adalah persentase tertentu yang ditetapkan oleh perbankan syariah terhadap produk pembiayaan yang berbasis Natural Certainty Contract atau akad bisnis yang memberikan kepastian pembayaran, baik dari segi jumlah maupun waktu seperti murabahah, ijarah, salam dan istisna. Sedangkan bagi hasil adalah nisbah yang ditetapkan terhadap produk-produk pembiayaan yang berbasis Natural Uncertainty Contract atau akad bisnis yang tidak memberikan kepastian pendapatan (return), baik dari segi jumlah maupun waktunya seperti musyarakah dan mudharabah (Karim, 2010) Teori Keuangan Syariah Konsep uang dalam ekonomi Islam berbeda dengan konsep uang dalam ekonomi konvensional. Dalam ekonomi Islam, uang bukanlah capital dan uang merupakan sesuatu yang bersifat flow concept. Hal ini sejalan dengan konsep yang diajukan oleh Fisher, yaitu: M V = P T dengan M adalah jumlah uang beredar, V adalah tingkat perputaran uang, P adalah tingkat harga barang dan T adalah jumlah uang yang diperdagangkan. Dari persamaan di atas dapat diketahui bahwa semakin cepat perputaran uang maka semakin besar pendapatan yang akan diperoleh. Fungsi permintaan uang dalam Islam pada dasarnya hanya memiliki dua motif yaitu motif transaksi dan berjaga-jaga. Perbuatan yang mengarah kepada motif spekulasi dilarang oleh Islam sehingga instrumen moneter Islam yang ada

39 26 diarahkan penggunaannya terhadap uang yang memiliki tujuan yang bersifat penting dan mendesak serta investasi yang produktif dan efisien (Karim, 2008). Sistem keuangan Islam hadir untuk memberikan berbagai jasa keuangan yang berkontribusi secara pantas kepada pencapaian tujuan sosio-ekonomi yang utama yaitu kesejahteraan ekonomi, kesempatan kerja, keadilan, distribusi pendapatan yang wajar, dan stabilitas nilai uang (Algaoud, 2001). Dari segi perspektif Islam tujuan utama perbankan dan keuangan Islam adalah: 1. Penghapusan bunga dari semua transaksi keuangan dan pembaharuan semua aktivitas bank agar sesuai dengan prinsip Islam. 2. Pencapaian distribusi pendapatan dan kekayaan yang wajar serta pembangunan ekonomi yang menguntungkan semua pihak yang terlibat 2.9. Penelitian Terdahulu Penelitian mengenai mekanisme transmisi moneter melalui jalur kredit atau pinjaman sudah cukup banyak dilakukan. Salah satunya penelitian yang dilakukan oleh Rusydiana (2009), yang menyimpulkan bahwa semakin tinggi SWBI yang ditetapkan bank Indonesia maka akan semakin rendah pembiayaan yang dilakukan oleh perbankan syariah. Selain itu terdapat hubungan yang negatif antara pembiayaan syariah dan SBI. Semakin tinggi SBI akan menyebabkan penurunan pembiayaan syariah dan sebaliknya. Hal ini disebabkan jika bank sentral menaikan suku bunga maka akan memicu perbankan konvensional untuk menaikan suku bunganya, baik pinjaman maupun deposito. Oleh karena itu, daya saing perbankan syariah akan turun dan menjadi kurang kompetitif.

40 27 Selain itu, penelitian yang dilakukan Ayyuniah (2010) bahwa instrumen moneter konvensional memberikan guncangan yang lebih besar terhadap pertumbuhan sektor riil dibandingkan dengan instrumen moneter syariah karena proporsi instrumen konvensional yang masih mendominasi sampai dengan 97 persen dari share perbankan nasional Indonesia. Akan tetapi, instrumen moneter syariah memiliki karakteristik yang lebih stabil dibandingkan dengan variabel moneter konvensional karena lebih cepat menemukan titik kestabilan dibandingkan dengan instrumen moneter konvensional. Selain itu, dapat disimpulkan bahwa kebijakan moneter baik ekspansif maupun kontraktif dengan instrumen suku bunga SBI, tidak mampu mempengaruhi jumlah penawaran kredit investasi perbankan umum, hal ini menjadi bukti bahwa kebijakan moneter melalui jalur bank lending tidak berlangsung di Indonesia selama periode Penelitian lain dilakukan oleh Muslim (2008), dari hasil pengujian VAR/VECM terdapat hubungan negatif antara SBI terhadap penawaran kredit investasi, selain itu suku bunga kredit berpengaruh positif terhadap penawaran kredit. Disamping itu, penawaran kredit investasi oleh perbankan secara positif dipengaruhi oleh tingkat permodalan. Akan tetapi, dalam jangka panjang kredit investasi secara signifikan dipengaruhi oleh struktur keuangan perbankan itu sendiri yang mana jika perbankan diberikan penawaran kredit sebesar satu miliar maka penawaran kredit investasi akan meningkat sebesar 0,77 Miliar Rupiah. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Wulandari (2008) yang menyatakan bahwa penawaran kredit perbankan dipengaruhi secara signifikan dan negatif oleh SBI sebagai instrumen moneter.

41 28 Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh Oliver Wurzbug (2003) dengan studi kasus di negara Jerman menyatakan bahwa pinjaman yang diberikan bank memiliki hubungan yang positif terhadap suku bunga pinjaman dan modal, tetapi memiliki hubungan yang negatif dengan instrumen moneter. Dengan metode IRF, guncangan pada kebijakan moneter akan dengan cepat menurunkan pinjaman dari perbankan karena bank akan mengalami penurunan keuntungan dan modal Kerangka Pemikiran Konseptual Instrumen Moneter Konvensional Penerapan Sistem Moneter Ganda di Indonesia Instrumen Moneter Syariah Bunga Bank Konvensional Profit dan Loss Sharing Bank Syariah Kredit Pembiayaan Kredit UMKM Pembiayaan UMKM Instrumen mana yang lebih berpengaruh dalam peyaluran dana ke sektor UMKM Rekomendasi Kebijakan Gambar 2.3. Kerangka Pemikiran Konseptual Hubungan antara permasalahan dan tujuan penelitian digambarkan dalam diagram kerangka pemikiran konseptual pada Gambar 2.3. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh instrumen moneter syariah dan konvensional

42 29 terhadap penyaluran dana ke sektor UMKM di Indonesia. Instrumen moneter yang dimaksud adalah SBI dan SBIS. Sedangkan penyaluran dana digambarkan dengan pembiayaan dari perbankan syariah dan kredit dari perbankan konvensional. Sebagai saluran transmisinya digunakan besarnya bagi hasil dan suku bunga kredit Hipotesis Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan sebelumnya, maka hipotesis penelitian dirumuskan sebagai berikut: 1. SBI dan SBIS berpengaruh negatif terhadap penyaluran dana ke sektor UMKM. 2. Pembiayaan UMKM dari perbankan syariah lebih cepat stabil ketika terjadi guncangan moneter dibandingkan dengan kredit UMKM dari perbankan konvensional.

43 30 III. METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan adalah data sekunder berupa time series bulanan periode Mei 2006 sampai dengan Desember Sumber data di dapat dari Statistik Ekonomi dan Perbankan Indonesia (SEKI), Statistik Perbankan Indonesia (SPI), Statistik Perbankan Syariah Bank Indonesia (SPSBI), Biro Pusat Statistik, dan Kementrian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah. 3.2 Variabel dan Definisi Operasional Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. SBIS adalah bonus Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) yaitu bonus dari surat berharga berdasarkan prinsip syariah berjangka waktu pendek dalam mata uang rupiah yang diterbitkan oleh bank Indonesia. Data yang dipakai adalah data Bonus Sertifikat Bank Indonesia Syariah dan Sertifikat Wadiah Bank Indonesia periode bulanan dari Mei 2006 sampai dengan Desember SBI adalah suku bunga SBI yaitu suku bunga dari surat berharga dalam mata uang rupiah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia sebagai pengakuan utang berjangka waktu pendek. Data yang dipakai adalah suku bunga Sertifikat Bank Indonesia periode bulanan dari Mei 2006 sampai dengan Desember PYD adalah pembiayaan UMKM perbankan syariah yaitu total pembiayaan yang diberikan kepada sektor UMKM oleh industri

44 31 perbankan syariah periode bulanan dari Mei 2006 sampai dengan Desember CRD adalah kredit UMKM bank umum yaitu total kredit yang diberikan oleh industri perbankan konvensional kepada sektor UMKM periode bulanan dari Mei 2006 sampai dengan Desember IR adalah suku bunga rata-rata kredit yaitu suku bunga rata- rata bulanan pada kredit modal kerja perbankan konvensional. Kredit modal kerja dipilih karena porsi pembiayaan kredit ini paling besar dibandingkan dengan kredit investasi atau konsumsi. Untuk tingkat pengembalian atau return pada pembiayaan perbankan syariah diklasifikasikan menjadi dua, yaitu tingkat margin rata-rata dan PLS. Hal ini dilakukan karena porsi pembiayaan jual beli (akad murabahah) mencapai 56,7 persen sedangkan pembiayaan bagi hasil (akad musyarakah ditambah dengan mudharabah) mencapai 35,3 persen. Selain itu, dengan adanya pengklasifikasian ini dapat terlihat jalur pembiayaan mana yang lebih mempengaruhi pembiayaan UMKM di Indonesia melihat adanya perbedaan mendasar antara pembiayaan dengan akad jual beli dan bagi hasil. 6. MARGIN adalah tingkat margin rata-rata pembiayaan yaitu rata- rata persentasi bagi hasil pembiayaan dengan akad murabahah pada industri perbankan syariah periode bulanan dari Mei 2006 sampai dengan Desember PLS adalah profit and loss sharing yaitu persentasi bagi hasil pembiayaan dengan akad musyarakah dan mudharabah pada industri perbankan syariah periode bulanan dari Mei 2006 sampai dengan Desember 2010.

45 Metode Penelitian Permasalahan dalam studi ini akan dianalisis menggunakan Vector Autoregressive (VAR) yang menggambarkan hubungan kausalitas antar variabel dalam persamaan. Dalam pengolahan data penulis menggunakan perangkat lunak Microsoft Excel 2007 dan Eviews Vector Autoregresisve (VAR) Vector Autoregresisve (VAR) adalah salah satu model estimasi yang digunakan kembangkan oleh Cristoper A. Sims pada tahun Sims menyatakan bahwa apabila terdapat hubungan yang simultan atau hubungan sebab akibat antar variabel yang diamati, semua variabel harus diperlakukan sama sehingga tidak lagi ada variabel endogen maupun variabel endogen, sehingga pada konsep VAR semua variabel adalah peubah endogen. VAR adalah model yang a-priori terhadap teori ekonomi namun sangat berguna dalam menentukan tingkat eksogenitas suatu variabel ekonomi dalam sebuah sistem ekonomi dimana terjadi saling ketergantungan antar variabel dalam ekonomi. Model VAR juga menjadi dasar dalam pengembangan metode kointegrasi johansen yang mampu menjelaskan dengan baik perilaku variabel dalam perekonomian. Model VAR secara matematis dapat dituliskan : Dengan: Z t : vektor dari variabel variabel endogen sebanyak m X t : vektor dari variabel variabel eksogen sebanyak d termasuk di dalamnya konstanta (intercept)

46 33 A 1,..., A p dan B : matriks matriks koefisien yang akan diestimasi : vektor dari residual residual yang secara kontemporer berkorelasi tetapi tidak berkorelasi dengan nilai nilai lag mereka sendiri dan juga tidak berkorelasi dengan seluruh variabel yang ada dalam sisi kanan persamaan di atas. Berikut adalah beberapa keunggulan VAR dibandingkan dengan model lainnya adalah: 1. Model VAR mengembangkan model dalam suatu sistem yang kompleks (multivariat), sehingga dapat menangkap hubungan keseluruhan variabel dalam sistem. 2. Uji VAR yang bersifat multivariat bisa menghindari parameter yang bias akibat tidak dimasukannya variabel yang relevan. 3. Dapat mendeteksi hubungan antar variabel dalam sistem persamaan dengan menjadikan seluruh variabel menjadi endogenus. 4. Metode VAR bebas dari berbagai batasan teori ekonomi yang sering muncul termasuk gejala perbedaan semu (spurious variabel endogeneity dan exogeneity) di dalam model ekonometrik konvensional terutama pada persamaan simultan sehingga menghindari penafsiran yang salah. 5. Dengan teknik VAR maka yang akan terpilih hanya variabel yang relevan untuk disinkronisasi dengan teori yang ada. Sedangkan beberapa kelemahan VAR adalah: 1. Model VAR tidak dilandasi teori tentang hubungan antar variabel (model nonstruktural) 2. Tidak mempermasalahkan perbedaan variabel eksogen dan variabel endogen sehingga menyebabkan implikasi kebijakan yang kurang tepat.

47 34 3. Pemilihan banyaknya lag dalam persamaan dapat menimbulkan permasalahan. 4. Interpretasi koefisien yang didapat berdasarkan model VAR tidak mudah. (Malahayati, 2011) Vector Error Correction Model (VECM) Vector Error Correction Model dilakukan jika terdapat variable yang tidak stasioner pada first different. VECM adalah bentuk VAR yang terekstriksi. Restriksi tambahan ini harus diberikan karena keberadaan bentuk data yang tidak stasioner namun terkointegrasi. Dengan menggunakan metode VECM maka akan didapatkan dampak jangka panjang dan jangka pendek. Selain itu pendugaan dengan VECM digunakan untuk melihat tingkat perubahan tertentu dengan analisis Impulse Respond Function dan Variance Decomposition. Berikut adalah tahapan yang dilakukan dalam penggunaan metode VAR dan VECM, secara lebih ringkas digambarkan dalam gambar dibawah ini: Sumber: Nugraheni, 2011 Gambar 3.1. Tahapan Analisis VAR dan VECM

48 Uji Stasioneritas Data Tahap pertama yang dilakukan dalam mengolah data time series adalah dengan menguji stasioneritas atau unit root test. Data yang stasioner akan mempunyai kecenderungan untuk mendekati nilai rata-rata dan berfluktuasi di sekitar nilai rata-ratanya atau memiliki ragam yang konstan. Data yang tidak stasioner akan menghasilkan regresi yang lancung (spurious regression) yaitu regresi yang menggambarkan hubungan dua variabel atau lebih yang nampaknya signifikan secara statistik padahal kenyataannya tidak atau tidak sebesar regresi yang dihasilkan tersebut. Jika data stasioner maka metode yang dipilih adalah metode VAR dan jika data tidak stasioner maka menggunakan metode VECM. Pengujian stasioneritas dilakukan dengan menggunakan uji akar menggunakan Augmented Dickey Fuller (ADF) Test. Misalkan model persamaan time series sebagai berikut: Y t = ρ y t-1 + εt (3.1) dengan mengurangkan kedua sisi persamaan tersebut dengan y t-1 maka akan didapatkan persamaan, Δy t = y t-1 + ε t (3.2) dimana Δ adalah perbedaan pertama (first difference) dan = (ρ-1) sehingga didapatkan hipotesis Ho : =0 dan H1: < 0. Pada tes ini, jika nilai ADF statistik lebih kecil daripada Mac Kinnon Critical Value maka dapat disimpulkan bahwa series tersebut stasioner. Jika diketahui data tersebut tidak stasioner, maka dapat dilakukan differences non stasioner process.

49 Pemilihan Lag Optimum Dalam VAR penentuan lag optimal sangat penting karena penentuan lag optimal berguna untuk menghilangkan masalah autokorelasi dalam sebuah sistem VAR. Penentuan lag optimal juga berguna untuk menunjukkan berapa lama reaksi suatu variabel terhadap variabel lainnya (Gustiani, 2010). Pemilihan Ordo atau lag dilakukan berdasarkan kriteria Akaike Information Criterion (AIC), Schwarz Information Criterion (SC), dan Hannan Quinnon (HQ). Lag yang dipilih adalah model dengan nilai AIC dan SC terkecil dan nilai HQ terbesar. Lag yang dipilih pada penelitian ini berdasarkan kriteria dengan SC terkecil. SC = AIC (q) + (q/t)( logt-1) (3.3) dengan q adalah jumlah variabel, T adalah jumlah observasi dan AIC adalah Akaike Information Criteria dengan perhitungan, AIC = log i 2 N + 2k / N (3.4) dengan i 2 adalah jumlah residual kuadrat sedangkan N dan k adalah sampel jumlah variabel dari jumlah varibel yang beroperasi dalam persamaan tersebut Uji Kointegrasi Setelah diperiksa kestasioneritasannya kita dapat mengujinya kembali dengan uji kointegrasi. Jika data stasioner pada first different maka perlu dilakukan pengujian untuk melihat terjadinya kointegrasi. Uji kointegrasi bertujuan untuk melihat keseimbangan jangka panjang dan memastikan adanya hubungan jangka panjang di antara variabel yang di observasi. Kointegrasi adalah suatu hubungan jangka panjang antara variabel variabel yang meski secara individual tidak stasioner tetapi kombinasi linier antara variabel tersebut dapat

50 37 menjadi stasioner. Adanya hubungan kointegrasi dalam sebuah sistem persamaan menandakan bahwa dalam sistem tersebut terdapat error correction model yang menggambarkan adanya dinamisasi dalam jangka pendek secara konsisten dengan hubungan jangka panjangnya Uji Stabilitas Stabilitas dalam sistem VAR perlu diperhatikan dalam penentuan lag. Stabilitas VAR dapat dilihat dari nilai inverse roots karakteristik AR polinomialnya. Suatu sistem VAR dikatakan stabil apabila seluruh roots pada tabel AR roots-nya memiliki modulus lebih kecil dari satu dan semuanya terletak di dalam unit circle Impulse Respond Function (IRF) dan Forecast Error Variance Decomposition (FEVD) Impulse Respond Funtion adalah suatu metode yang digunakan untuk melihat respon suatu variabel akibat adanya guncangan atau shock pada suatu variabel endogen Metode ini juga menunjukan arah hubungan dan besarnya pengaruh suatu variabel endogen terhadap berbagai variabel endogen lainnya yang ada dalam suatu sistem dinamis VAR. Forecast Error Variance Decomposition adalah metode yang digunakan untuk melihat bagaimana perubahan dalam suatu variabel yang ditunjukan oleh perubahan error variance dipengaruhi oleh variabel- variabel lainnya. Analisis ini digunakan untuk menghitung seberapa besar pengaruh acak guncangan dari variabel tertentu terhadap variable endogen. Dengan metode ini kita dapat melihat

51 38 kekuatan dan kelebihan masing-masing variabel dalam mempengaruhi variabel yang lainnya dalam kurun waktu yang panjang. 3.4 Model Penelitian Model yang digunakan dalam penelitiaan ini dalam bentuk matriks sebagai berikut: X t = μ t + k t=1 A t + X t=1 + ε t (3.5) Dimana X t adalah vektor dari variabel endogen dengan dimensi (n x 1), μ t adalah vektor dari variabel endogen, termasuk konstanta dan trend, A t adalah koefisien matriks dengan dimensi (n x n), dan ε t adalah vektor dari residual. Model VECM yang akan digunakan dalam penelitian ini dalam bentuk matriks sebagai berikut : ΔX t-1 = μ t + πx t-1 + k t=1 Г t ΔX t-1 + X t=1 + ε t (3.6) Dimana π dan Г merupakan fungsi dari A t pada persamaan diatas. Matriks π dapat dipecah menjadi dua matriks, yaitu λ dan β dengan dimensi (n x n). π= λ + β α, dimana λ merupakan matriks penyesuaian, β merupakan vektor kointegrasi, dan α adalah rank kointegrasi. Model yang digunakan dalam penelitian ini dibagi menjadi dua, yaitu pembiayaan UMKM melalui jalur bank konvensional dan bank syariah. Model I adalah model yang digunakan untuk melihat penyaluran kredit UMKM melalui perbankan konvensional, sedangkan Model II adalah model yang digunakan untuk melihat penyaluran pembiayaan UMKM melalui perbankan syariah.

52 39 Model I dan II dijabarkan dalam tabel sebagai berikut : Tabel 3.1 Model Penelitian Model Penjabaran I CRD t = f ( IR t, SBI t,sbis t ) II PYD t = f ( PLS t, MARGIN t, SBI t, SBIS t )

53 40 IV. GAMBARAN UMUM Pada penelitian ini instrumen moneter yang digunakan diklasifikasikan menjadi dua, yaitu instrumen moneter konvensional dan syariah. Instrumen moneter konvensional dicerminkan melalui besarnya suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI), sedangkan Instrumen moneter syariah dicerminkan melalui bonus Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS). Penyaluran dana dari perbankan ke sektor UMKM dicerminkan melalui total kredit UMKM dari perbankan konvensional dan pembiayaan UMKM dari perbankan syariah. Sedangkan suku bunga kredit, presentase profit dan loss sharing, dan presentase margin adalah variabel dalam proses transmisi moneter melalui jalur kredit Sertifikat Bank Indonesia dan Sertifikat Bank Indonesia Syariah Sertifikat Bank Indonesia (SBI) adalah surat berharga yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia sebagai pengakuan utang berjangka waktu pendek (1-3 bulan) dengan sistem diskonto atau bunga. SBI digunakan untuk menjaga kestabilan rupiah dimana dengan penjualan SBI Bank Indonesia dapat menyerap kelebihan uang primer yang beredar. Sejak Juli 2005, Bank Indonesia melakukan perhitungan suku bunga setifikat Bank Indonesia dengan cara mengumumkan target suku bunga SBI yang diinginkan Bank Indonesia untuk pelelangan pada masa periode tertentu. Dewasa ini, jumlah bank yang melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah di Indonesia semakin berkembang sehingga berdampak terhadap peningkatan mobilisasi dana masyarakat. Perkembangan bank syariah yang cukup

54 41 pesat tentuna dilandasai dengan diberlakukannya Undang-undang Nomor 10 Tahun Dengan perkembangan tersebut maka pengendalian moneter oleh Bank Indonesia melalui Operasi Pasar Terbuka (OPT) yang selama ini melalui bank-bank konvensional dapat diperluas melalui bank-bank yang melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah (Bank Indonesia, 2011). Instrumen kebijakan moneter yang hadir pertama kali di Indonesia setelah dikeluarkan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang perbankan syariah sebagai instrumen penyerap likuiditas layaknya bank konvensional adalah Sertifikat Wadiah Bank Indonesia (SWBI). Bedasarkan peraturan Bank Indonesia Nomor 6/7/PBI/2004, SWBI adalah penitipan dana jangka pendek dengan prinsip wadiah yang disediakan Bank Indonesia untuk bank syariah dan unit usaha syariah sebagai bukti penitipan dana wadiah. Akan tetapi, bank syariah mengeluh akan return dari SWBI yang nilainya lebih rendah dari Suku Bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI). Hal ini disebabkan karena pemberian bonus atas penitipan dana wadiah adalah kewenangan Bank Indonesia yang besarnya sesuai dengan kebijakan dan anggaran dana yang dimiliki oleh Bank Indonesia. Karena hal itulah Bank Indonesia mengeluarkan peraturan kembali mengenai instrumen penyerap likuiditas yang berdasarkan syariah pengganti SWBI agar lebih menguntungkan dalam hal return yang didapatkan bank syariah. Dengan dikeluakannya peraturan Bank Indonesia Nomor 10/11/PBI/2008 mengenai Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) maka peraturan mengenai SWBI resmi dicabut. SBIS diterbitkan oleh Bank Indonesia sebagai salah satu instrumen operasi pasar terbuka pengganti SWBI dalam rangka pengendalian

55 42 moneter yang dilakukan berdasarkan Prinsip Syariah. SBIS yang diterbitkan menggunakan akad Ju alah, yaitu janji atau komitmen (iltizam) untuk memberikan imbalan tertentu ( iwadhju l) atas pencapaian hasil (natijah) yang ditentukan dari suatu pekerjaan. Gambar 4.1 menunjukan besarnya return SBI dan SBIS pada periode penelitian. Dapat dilihat pada gambar bahwa sebelum tahun 2009 return SBI selalu lebih tinggi dibandingkan SBIS, tetapi sejak adanya peraturan Bank Indonesia Nomor 10/11/PBI/2008 yang mulai diterapkan sejak Maret 2008 tentang penerapan SBIS maka return SBIS dan SBI tidak jauh berbeda dan mengalami penyesuaian. Sumber: Statistik Ekonomi dan Perbankan Indonesia (2011) Gambar 4.1. Perkembangan SBI dan SBIS periode Mei Desember Penyaluran Dana Usaha Mikro Kecil dan Menengah ( UMKM ) Pembiayaan Usaha Mikro Kredit Menengah pada penelitian ini diklasifikasikan menjadi dua, yaitu kredit UMKM dari bank konvensional dan pembiayaan UMKM dari bank syariah.

56 Kredit UMKM dari Bank Konvensional Kredit UMKM adalah semua penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu dalam rupiah dan valuta asing, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank pelapor dengan bank dan pihak ketiga bukan bank yang memenuhi kriteria usaha sesuai undang-undang tentang UMKM yang berlaku (Bank Indonesia, 2011). Sumber: Statistik Perbankan Indonesia (2010) Gambar 4.2. Perbandingan Kredit UMKM dan Non-UMKM Bank Konvensional Periode Desember Desember 2010 Gambar 4.2 menunjukan bahwa kredit UMKM yang disalurkan bank konvensional memiliki tren yang terus meningkat dan porsi kredit UMKM lebih besar dibandingkan dengan non-umkm. Tercatat pada Desember 2010, porsi kredit UMKM yang disalurkan sebesar 52,48 persen dari total kredit atau sekitar Rp Pembiayaan UMKM dari Bank Syariah Definisi pembiayaan UMKM dari bank syariah tidak jauh berbeda dengan kredit UMKM yang diberikan oleh bank konvensional. Kriterian UMKM yang digunakan juga mengacu pada undang-undang yang berlaku, tetapi perbedaannya adalah konsep akad dan perhitungan besaran bagi hasilnya.

57 44 Gambar 4.3 menjelaskan bahwa pembiayaan bank syariah terhadap sektor UMKM memiliki tren yang terus meningkat dan porsi pembiayaan UMKM lebih besardibandingkan dengan pembiayaan non-umkm. Tercatat pada bulan Desember 2010, pembiayaan UMKM yang disalurkan oleh perbankan syariah mencapai 77,10 persen dari total pembiayaan atau sekitar Rp Sumber: Statistik Perbankan Syariah Bank Indonesia (2010) Gambar 4.3. Perbandingan Pembiayaan UMKM dan Non-UMKM Bank Syariah Perbandingan Kredit dan Pembiayaan UMKM Perbandingan kredit atau pembiayaan UMKM pada bank konvensional dan syariah dapat dilihat dari beberapa hal, salah satunya dari total dana pembiayaan yang disalurkan kepada UMKM. Pada Gambar 4.4 dapat dilihat bahwa posisi kredit UMKM yang disalurkan bank konvensional masih jauh lebih besar dibandingkan dengan pembiayaan UMKM dari bank syariah. Total pembiayaan UMKM dari bank syariah baru mencapai lima persen dari total kredit UMKM bank konvensional. Hal ini tentunya wajar karena usia bank syariah yang baru menginjak sepuluh tahun dengan jumlah aset yang masih lebih kecil jika dibandingkan dengan bank konvensional.

58 45 Sumber : Statistik Perbankan Indonesia dan Perbankan Syariah Indonesia (2010) Gambar 4.4 Perbandingan Jumlah Penyaluran Dana Ke Sektor UMKM Bank Syariah dan Konvensional Periode Mei Desember 2010 Perbandingan lain dapat dilihat dari porsi pembiayaan UMKM yang disalurkan dari bank konvensional maupun bank syariah. Porsi pembiayaan dihitung dengan cara membagi jumlah pembiayaan UMKM dengan jumlah pembiayaan total yang disalurkan. Dapat dilihat dari Gambar 4.5 bahwa porsi pembiyaan UMKM pada bank syariah lebih besar dibandingkan dengan bank konvesional. Sekitar 77,10 persen penyaluran pembiayaan pada bank syariah ditujukan kepada UMKM, sedangkan bank konvensional hanya memiliki porsi sebesar 52,48 persen. Hal ini mengindikasikan bahwa bank syariah menjadikan pembiayaan UMKM sebagai prioritas utama karena potensinya yang besar, dan pembiayaan kepada sektor UMKM merupakan pembiayaan yang sesuai dengan prinsip dasar bank syariah sebagai lembaga intermediasi yang menyentuh sektor riil.

59 46 Sumber: Statistik Perbankan Indonesia dan Perbankan Syariah Indonesia (2010) Gambar 4.5 Perbandingan Porsi Penyaluran Dana Ke Sektor UMKM Bank Konvensional dan Syariah Periode Mei Desember Suku Bunga Kredit dan Bagi Hasil Dalam penyaluran pembiayaan UMKM faktor suku bunga dan bagi hasil tentunya menjadi pertimbangan para bankir dalam menentukan besar kecilnya dana yang akan diberikan. Gambar 4.6 menjelaskan bahwa terjadi kompetisi antara bank konvensional dan bank syariah dalam penentuan besaran return karena adanya fluktuasi pada besaran suku bunga bank konvensional dan bagi hasil bank syariah. Selain itu selisih diantara kedanya tidak terlalu jauh menunjukan adangya persaingan dalam menyalurkan kredit atau pembiayaan. Sumber: Statistik Perbankan Indonesia dan Perbankan Syariah Indonesia (2010) Gambar 4.6 Perbandingan Suku Bunga Bank Konvensional dan Bagi Hasil Bank Syariah Periode Mei Desember 2010 Secara teori, semakin tinggi return (suku bunga dan bagi hasil) maka penyaluran dana dari perbankan melalui kredit atau pembiayaan akan semakin

60 47 besar karena bank akan mendapatkan keuntungan lebih besar. Akan tetapi di sisi lain, dengan tingginya tingkat return maka permintaan kredit akan turun karena peminjam akan membayar bunga yang lebih besar. Besarnya tingkat return antara bank syariah dan konvensional cukup kompetitif karena besarannya yang tidak terlalu jauh dan cukup fluktuatif.

61 48 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Uji Kestasioneritasan Data Uji stasioneritas data dilakukan pada setiap variabel yang digunakan pada model. Langkah ini digunakan untuk menghindari masalah regresi lancung (spurious regression) karena data yang digunakan pada penelitian ini adalah data time series. Data time series umumnya tidak stasioner karena mengandung unit root pada tingkat level. Uji stasioneritas ini dilakukan pada tingkat level dan first difference dengan menggunakan Augmented Dickey Fuller (ADF) test. Jika nilai ADF test lebih kecil dari nilai kritisnya, maka data tersebut stasioner. Nilai kritis yang dipakai pada penelitian ini adalah 5 persen. Tabel 5.1. Hasil Uji Stasioneritas Variabel Level First Diffrence ADF-Statistik t-statistik (5%) ADF-Statistik t-statistik (5%) CRD ** IR ** PYD ** MARGIN ** PLS ** SBI ** SBIS ** Keterangan : ** = Signifikan pada nyata 5 persen Dari hasil uji stasioneritas variabel Kredit UMKM, Suku Bunga Kredit, Pembiayaan UMKM, Profit and Loss Sharing, Suku Bunga SBI dan Bonus SBIS stasioner pada tingkat first different. Sedangkan variabel Margin Pembiayaan stasioner pada tingkat level.

62 Hasil Uji Kausalitas Granger Berdasarkan hasil Uji Kausalitas Granger terdapat beberapa hubungan antara variabel, tetapi tidak terdapat hubungan sebab akibat diantara variabel. Pada Model I, kredit UMKM memengaruhi suku bunga kredit, dan suku bunga kredit memengaruhi besarnya suku bunga SBI dan bonus SBIS. Sedangkan pada Model II, profit dan loss sharing memengaruhi besarnya suku bunga SBI dan pembiyaan UMKM memengaruhi besarnya margin pembiayaan. Hasil Uji Kausalitas Granger dirangkum dalam Tabel 5.2 berikut : Tabel 5.2. Hasil Uji Kausalitas Granger Hipotesis Probability Kesimpulan MODEL I CRD does not Granger Cause IR * CRD IR IR does not Granger Cause SBIS ** IR SBIS IR does not Granger Cause SBI * IR SBI MODEL II PLS does not Granger Cause SBI * PLS SBI PYD does not Granger Cause MARGIN ** PYD MARGIN 5.3 Penetapan Lag Optimum Penetapan lag optimum bertujuan untuk menunjukan berapa lama reaksi suatu variabel terhadap variabel lainnya serta menghilangkan masalah autokorelasi dalam sebuah sistem VAR (Firdaus, 2011). Pengujian panjang lag ditentukan berdasarkan kriteia Akaike Information Criterion (AIC)dan Schwarz Criterion (SC) yang terkecil. Pada penelitian ini model VAR diestimasi dengan tingkat lag yang berbeda-beda kemudian dibandingkan nilai AIC-nya. Nilai AIC terkecil dipakai sebagai acuan nilai lag optimal. Berdasarkan hasil pengujian lag

63 50 optimum yang terdapat pada Tabel 5.3 bahwa Model I dan Model II optimum pada lag kedua. Tabel 5.3. Hasil Pengujian Lag Optimum Lag Model I AIC Model II * * Keterangan : * = nilai AIC terkecil 5.4 Uji Stabilitas VAR Dari hasil uji stabilitas VAR, dapat disimpulkan bahwa sistem VAR bersifat stabil karena root yang diuji memiliki kisaran kurang dari satu, yatu berkisar antara pada Model I dan berkisar antara pada Model II. Tabel 5.4. Hasil Uji Stabilitas VAR pada Model I Root Modulus i i i i i i i i

64 51 Tabel 5.5. Hasil Uji Stabilitas VAR pada Model II Root Modulus i i i i i i Uji Kointegrasi Johansen Langkah yang dilakukan selanjutnya adalah uji kointegrasi. Uji Kointegrasi dilakukan untuk menentukan apakah variabel-variabel yang tidak stasioner pada level terkointegrasi atau tidak. Uji Kointegrasi mengimplikasikan bahwa dalam sistem persamaan mengimplikasikan bahwa dalam sistem tersebut terdapat error correction model yang menggambarkan adanya dinamisasi jangka pendek secara konsisten dengan hubungan jangka panjangnya. Koitegrasi mempresentasikan hubungan keseimbangan jangka panjang (Firdaus, 2011). Uji kointegrasi dalam penelitian ini menggunakan pendekatan Johansen dengan membandingkan trace statistic dengan nilai kritis sebesar 5 persen. Jika nilai trace statistik lebih besar dibandingkan nilai kritisnya maka terdapat kointegrasi dalam sistem persamaan tersebut. Hasil uji kointegrasi pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 5.2. Berdasarkan hasil uji kointegrasi maka dapat dilihat bahwa kedua model terkointegrasi sehingga model yang digunakan adalah model VECM.

65 52 Tabel 5.6. Hasil Uji Kointegrasi Johansen pada Model I Hipotesa Trace Statistic 5 % Critical Value None* At most At most At most Tabel 5.5. menunjukan bahwa terdapat minimal satu rank kointegrasi pada taraf nyata lima persen, yang berarti terdapat minimal satu persamaan kointegrasi yang mampu menerangkan keseluruhan Model I. Tabel 5.7. Hasil Uji Kointegrasi Johansen pada Model II Hipotesa Trace Statistic 5 % Critical Value None* At most At most At most At most Tabel 5.6. menunjukan bahwa terdapat minimal satu rank kointegrasi pada taraf nyata lima persen, yang berarti terdapat minimal satu persamaan kointegrasi yang mampu menerangkan keseluruhan Model II. Tabel 5.8. Rangkuman Hasil Uji Kointegrasi Model Rank Kesimpulan I 1 Terkointegrasi, model VECM II 1 Terkointegrasi, model VECM

66 Hasil Estimasi VECM Dari hasil uji kointegrasi sebelumnya terbukti bahwa terdapat kointegrasi pada kedua model. Untuk itu digunakanlah model VECM untuk menganalisis responsivitas kredit dan pembiayaan UMKM terhadap instrumen moneter. Dengan analisis VECM dapat diketahui hubungan jangka pendek dan jangka panjang antar variabel. Dalam penelitian ini, digunakan signifikansi dengan taraf nyata lima persen. Tabel 5.9. Hasil Estimasi VECM Model I Jangka Panjang Variabel Koefisien Tanda IR(-1) (-) minus SBIS(-1) ** (-) minus SBI(-1) ** (-) minus Coef Keterangan: **= signifikan pada taraf nyata 5 persen Dari hasil uji estimasi VECM pada Model I dapat dijelaskan bahwa pada jangka pendek tidak ada variabel yang signifikan mempengaruhi kredit UMKM. Hal ini terjadi karena model dalam penelitian ini adalah model transmisi moneter sehingga suatu variabel membutuhkan waktu atau lag untuk bereaksi pada variabel lain sehingga umumnya reaksi suatu variabel terhadap variabel lainnya terjadi dalam jangka panjang. Dari hasil estimasi jangka panjang, suku bunga SBI dan bonus SBIS memiliki pengaruh yang signifikan dan memiliki hubungan yang negatif terhadap kredit UMKM. Ketika terjadi kenaikan suku bunga SBI atau bonus SBIS maka perbankan akan lebih tertarik untuk mengalokasikan dananya di SBI karena

67 54 menjanjikan return yang tinggi. Hal inilah yang menyebabkan jumlah dana kredit UMKM yang disalurkan akan menurun. Di samping itu, terdapat satu variabel yang tidak signifikan mempengaruhi kredit UMKM yaitu suku bunga kredit. Hal ini terjadi karena struktur kredit UMKM di Indonesia masih didominasi oleh penawarannya yang lebih besar dari permintaannya. Jika permintaannya sangat kecil maka suku bunga tidaklah menjadi variabel utama dalam penyaluran kredit UMKM. Permintaan yang rendah tercermin dari jumlah UMKM yang menerima sumber dana dari perbankan. Pada tahn 2010 UMKM yang menerima dana perbankan baru mencapai 21,35 persen dan 49,18 persen menyatakan tidak berminat mendapatkan pembiayaan dari perbankan. Selain itu, berdasarkan studi sebelumnya penawaran kredit UMKM dari perbankan dipengaruhi oleh faktor lain seperti rentabilitas bank, tingkat profitabilitas bank dan keadaan makro ekonomi. Tabel Hasil Estimasi VECM Model II Jangka Panjang Variabel Koefisien Tanda PLS(-1) (minus) MARGIN(-1) ** + (positif) SBI(-1) ** + (positif) SBIS(-1) ** - (minus) C Keterangan: **= signifikan pada taraf nyata 5 persen Begitu juga dengan hasil uji estimasi VECM pada Model II, pada jangka pendek tidak ada variabel yang signifikan mempengaruhi pembiayaan UMKM. Hal ini terjadi karena suatu variabel membutuhkan waktu atau lag untuk bereaksi

68 55 pada variabel lain sehingga umumnya reaksi suatu variabel terhadap variabel lainnya terjadi dalam jangka panjang. Dari hasil estimasi jangka panjang, suku bunga SBI, bonus SBIS dan tingkat margin memiliki pengaruh yang signifikan terhadap pembiayaan UMKM melalui bank syariah. Margin memiliki pengaruh yang positif terhadap pembiayaan UMKM, apabila tingkat return atau margin keuntungan meningkat maka perbankan akan mendapat keuntungan yang lebih besar dari pembiayaan sehingga akan menaikan jumlah pembiayaan yang disalurkan. Lain halnya dengan variabel bonus SBIS. Dari hasil estimasi terdapat hubungan negatif antara bonus SBIS dan pembiayaan UMKM. Hal ini terjadi karena apabila terjadi kenaikan bonus SBIS maka perbankan syariah akan lebih tertarik menyalurkan dana dengan pembelian SBIS karena memberikan return yang lebih tinggi dan menghadapi resiko yang lebih rendah dibandingkan dengan menyalurkan pembiayaan ke sektor UMKM. Selain itu, variabel suku bunga SBI memiliki hubungan yang positif terhadap penyaluran pembiayaan UMKM dari perbankan syariah. Hal ini terjadi karena ketika terjadi kenaikan suku bunga SBI maka bank konvensional akan mengalihkan penyaluran dananya ke SBI sehingga kredit yang mereka tawarkan akan menurun. Kondisi ini dimanfaatkan oleh perbankan syariah dengan memberikan pembiayaan UMKM yang lebih besar karena bank konvensional sebagai saingannya sedang menurunkan penyaluran kreditnya. Akan tetapi variabel PLS atau tingkat bagi hasil tidak signifikan mempengaruhi jumlah pembiayaan UMKM yang disalurkan. Hal ini terjadi karena pembiayaan dengan akad bagi hasil memiliki porsi yang lebih rendah

69 56 dibandingkan dengan pembiayaan dengan akad jual beli. Porsi pembiayaan dengan akad bagi hasil (musyarakah dan mudharabah) hanya sebesar 35,29 persen dari pembiayaan total. Sedangkan porsi pembiayaan dengan akad jual beli (murabahah ) mencapai 55,76 persen. 5.7 Simulasi Impulse Response Function (IRF) Simulasi ini digunakan untuk melihat respon suatu variabel apabila ada guncangan pada variabel lain serta melihat pengaruh lamanya guncangan suatu peubah endogen yang diakibatkan oleh shock atau guncangan peubah endogen lain. Berikut adalah hasil simulasi IRF untuk masing-masing model: a. Model I 1,000 Response of CRD to Cholesky One S.D. Innovations 0-1,000-2,000-3,000-4,000-5, SBIS SBI Gambar 5.1 Respon Kredit UMKM terhadap Guncangan SBIS dan SBI Guncangan pada suku bunga SBI sebesar satu standar deviasi belum di respon oleh kredit UMKM pada periode pertama. Pada periode kedua, guncangan tersebut direspon positif dengan kenaikan kredit UMKM sebesar 337 juta Rupiah. Akan tetapi kredit terus mengalami fluktuasi sampai dengan periode kelima. Guncangan pada SBI mulai direspon negatif pada periode keenam dan

70 57 terjadi penurunan terus menerus sampai dengan periode ke enam belas. Penurunan yang terjadi mencapai 1,7 juta miliar dari kondisi awal dan kredit akan stabil kembali pada periode ke 45. Akan tetapi, ketika terjadi guncangan pada bonus SBIS maka kredit UMKM yang disalurkan akan langsung turun pada periode kedua secara drastis dan penurunanya mencapai 4,1 miliar juta Rupiah dan akan stabil pada periode ke 47. Disisi lain, ketika terjadi guncangan pada SBI maka suku bunga kredit baru akan memberikan respon negatif pada periode kedua dan pada akhirnya memberikan respon positif dimulai dari periode ketiga dan seterusnya. Kenaikan suku bunga kredit tertinggi mencapai angka persen dan akan stabil kembali pada periode ke 47. Tetapi apabila terjadi guncangan pada SBIS respon suku bunga kredit cenderung langsung mengalami penurunan dari periode kedua dan terus menurun hingga mencapai penurunan tertinggi sebesar persen dan akan stabil pada periode ke Response of IR to Cholesky One S.D. Innovations SBIS SBI Gambar 5.2 Respon Suku Bunga Kredit terhadap Guncangan SBIS dan SBI

71 58 b. Model II Terlihat pada Gambar 5.3. guncangan pada suku bunga SBI sebesar satu standar deviasi belum direspon oleh pembiayaan UMKM pada periode pertama. Guncangan SBI direspon negatif pada periode kedua. Awalnya pembiayaan UMKM mengalami penurunan, tetapi setelah periode ketiga pembiayaan UMKM terus mengalami kenaikan hingga mencapai 86 juta Rupiah dan akan stabil kembali pada periode ke 27. Disisi lain, ketika terjadi guncangan pada SBIS sebesar satu standar deviasi tidak langsung direspon oleh pembiayaan UMKM pada periode pertama. Respon dimulai pada periode kedua dengan adanya penurunan pembiayaan UMKM. Penurunan pembiayaan UMKM terbesar terjadi pada periode kelima dengan penurunan mencapai 165 juta Rupiah dan juga stabil pada periode ke Response of PYD to Cholesky One S.D. Innovations SBI SBIS Gambar 5.3 Respon Pembiyaan UMKM terhadap Guncangan SBIS dan SBI Dapat dilihat pada gambar 5.4 guncangan pada SBI sebesar satu satuan standar deviasi direspon dengan sangat fluktuatif oleh PLS. Penurunan PLS dapat mencapai 2 persen. Sedangkan guncangan pada SBIS langsung direspon

72 59 oleh bagi hasil pembiayaan pada periode pertama. Guncangan pada SBIS juga direspon cukup fluktuatif oleh PLS, sehingga pada akhirnya PLS mengalami penurunan sekitar 0,01 persen dan akan stabil pada periode ke Response of PLS to Cholesky One S.D. Innovations SBI SBIS Gambar 5.4 Respon Profit dan Loss Sharing terhadap Guncangan SBIS dan SBI Dapat dilihat pada Gambar 5.5 guncangan pada SBI sebesar satu satuan standar deviasi tidak langsung direspon oleh margin murabahah pada periode pertama, guncangan pada SBI menyebabkan margin murabahah mengalami penurunan hingga mencapai 2,2 persen. Sedangkan guncangan pada SBIS justru direspon positif oleh margin murabahah dengan adanya kenaikan margin sampai dengan lima persen Response of MARGIN to Cholesky One S.D. Innovations SBI SBIS Gambar 5.5. Respon Margin Keuntungan terhadap Guncangan SBIS dan SBI

73 60 Dari hasil simulasi Impulse Response Function pada Model I dan Model II maka dapat disimpulkan beberapa hal, antara lain: 1. Terlihat dari hasil simulasi pada Model I dan Model II guncangan moneter akan berpengaruh dengan cepat pada pembiayaan UMKM dari perbankan syariah dan kredit UMKM dari perbankan konvensional. Akan tetapi, saat terjadi guncangan moneter pembiayaan UMKM dari perbankan syariah akan lebih cepat stabil dibandingkan dengan kredit UMKM dari perbankan konvensional. Pembiayaan UMKM dari perbankan syariah stabil pada peeriode ke 27 dan kredit UMKM stabil pada periode ke 45. Hal ini mengindikasikan daya tahan perbankan syariah yang baik ketika adanya guncangan moneter karena seluruh pembiayaan dan produk perbankan syariah berbasiskan sektor riil. 2. Terlihat dari hasil simulasi pada Model I dan Model II guncangan moneter akan berpengaruh juga kepada return penyaluran dana perbankan, yaitu suku bunga kredit pada perbankan konvensional, profit loss sharing serta margin murabahah pada perbankan syariah. Saat terjadi guncangan moneter maka return dari perbankan syariah (PLS dan Margin) lebih cepat stabil dibandingkan dengan suku bunga kredit. Hal ini terjadi karena jumlah pembiayaan UMKM dari perbankan syariah dari masih jauh lebih kecil dari perbankan konvensional sehingga apabila terjadi guncangan moneter maka perbankan syariah akan lebih cepat mengalami penyesuaian. 3. Dari hasil simulasi pada Model II, terdapat perbedaan respon ketika terjadi guncangan moneter pada variabel PLS dan Margin. Guncangan

74 61 moneter direspon cukup fluktuatif oleh PLS dibandingkan dengan respon Margin yang relatif stabil. Hal ini terjadi karena penentuan besaran margin murabahah adalah tetap, sedangkan penentuan besaran PLS tergantung dari kondisi ekonomi. Maka dari itu ketika ada guncangan ekonomi yang dicerminkan oleh guncangan moneter maka pengaruhnya terhadap variabel PLS akan lebih besar dibandingkan dengan variabel Margin. 5.8 Forecast Error Variance Decomposition (FEVD) a. Pembiayaan UMKM Bank Syariah Dari hasil pengujian FEDV pada Model I, Pembiayaan UMKM dari perbankan syariah sebagian besar dipengaruhi oleh pembiayaan itu sendiri. Faktor lain yang mempengaruhi pembiayaan adalah margin murabahah dengan porsi sekitar 4,5 persen, bagi hasil pembiayaan dengan porsi sekitar 1,5 persen dan bonus SBIS dengan porsi 3 persen. Pengaruh SBI dalam mempengaruhi besarnya pembiayaan UMKM dapat dikatakan kecil karena porsinya hanya satu persen. Hal ini mengindikasikan bahwa dalam jangka panjang pengaruh SBI terhadap pembiayaan UMKM akan semakin kecil dan pengaruh SBIS terhadap pembiayaan akan semakin besar. Hal ini dikarenakan pembiayaan UMKM dari perbankan syariah mendapatkan pengaruh langsung dari SBIS sebagai salah satu instrumen moneter syariah pada saat transmisi moneter.

75 62 Gambar 5.6 Hasil FEDV pada Pembiayaan UMKM Bank Syariah b. Kredit UMKM Bank Konvensional Dari hasil pengujian FEDV pada Model II kredit UMKM dari perbankan konvensional dipengaruhi oleh kredit itu sendiri. Faktor lain yang mempengaruhi kredit UMKM adalah suku bunga kredit dengan porsi 12,5 persen, SBIS dengan porsi 13 persen dan SBI dengan porsi 0.35 persen. Dalam jangka panjang pengaruh SBIS semakin signifikan tetapi lain halnya dengan SBI. Hal ini mengindikasikan bahwa peran SBI semakin lama semakin tidak efektif dalam transmisi moneter melalui jalur kredit. Gambar 5.7 Hasil FEDV pada Kredit UMKM Bank Konvensional

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. tradisional (traditional interest rate effect), jalur efek harga asset lain (other asset

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. tradisional (traditional interest rate effect), jalur efek harga asset lain (other asset 8 II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Transmisi Moneter Transmisi moneter adalah mekanisme bekerjanya kebijakan moneter sampai memengaruhi sektor riil. Mishkin (2004) menjelaskan bahwa jalur

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. negaranya, yaitu sebagai pemicu pertumbuhan ekonomi, inovasi, dan progres

I. PENDAHULUAN. negaranya, yaitu sebagai pemicu pertumbuhan ekonomi, inovasi, dan progres 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dunia mengakui bahwa usaha kecil, mikro dan menengah (UMKM) memainkan peran yang sangat vital di dalam pembangunan dan pertumbuhan ekonomi, tidak hanya di negara-negara

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM. bonus Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS). perbankan syariah. Sedangkan suku bunga kredit, presentase profit dan loss

IV. GAMBARAN UMUM. bonus Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS). perbankan syariah. Sedangkan suku bunga kredit, presentase profit dan loss 40 IV. GAMBARAN UMUM Pada penelitian ini instrumen moneter yang digunakan diklasifikasikan menjadi dua, yaitu instrumen moneter konvensional dan syariah. Instrumen moneter konvensional dicerminkan melalui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada tahun Pada tahun 2012 hingga 2013 UMKM menyumbang kan. tahun 2013 sektor ini mampu 97,16% dari total tenaga kerja.

BAB I PENDAHULUAN. pada tahun Pada tahun 2012 hingga 2013 UMKM menyumbang kan. tahun 2013 sektor ini mampu 97,16% dari total tenaga kerja. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) memiliki peran yang sangat penting dalam pertumbuhan dan pembangunan ekonomi didunia, termasuk di Indonesia. Di Indonesia

Lebih terperinci

STABILITAS MONETER PADA SISTEM PERBANKAN GANDA DI INDONESIA OLEH HENI HASANAH H

STABILITAS MONETER PADA SISTEM PERBANKAN GANDA DI INDONESIA OLEH HENI HASANAH H STABILITAS MONETER PADA SISTEM PERBANKAN GANDA DI INDONESIA OLEH HENI HASANAH H14103001 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007 STABILITAS MONETER PADA SISTEM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bank merupakan lembaga kepercayaan yang berfungsi sebagai lembaga

BAB I PENDAHULUAN. Bank merupakan lembaga kepercayaan yang berfungsi sebagai lembaga 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Bank merupakan lembaga kepercayaan yang berfungsi sebagai lembaga intermediasi, membantu kelancaran sistem pembayaran dan yang tidak kalah pentingnya adalah

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. time series. Data time series umumnya tidak stasioner karena mengandung unit

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. time series. Data time series umumnya tidak stasioner karena mengandung unit 48 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Uji Kestasioneritasan Data Uji stasioneritas data dilakukan pada setiap variabel yang digunakan pada model. Langkah ini digunakan untuk menghindari masalah regresi lancung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Lembaga keuangan perbankan mempunyai peranan penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. Lembaga keuangan perbankan mempunyai peranan penting dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lembaga keuangan perbankan mempunyai peranan penting dalam menstabilkan perekonomian suatu negara. Bank sebagai lembaga intermediasi yang mempertemukan antara pihak

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lembaga perbankan sebagai lembaga intermediasi mempunyai peran yang sangat penting dalam sebuah perekonomian agar tumbuh dan berkembang, dan juga sebagai gambaran ekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. digambarkan melalui laju pertumbuhan ekonomi, salah satunya ialah

BAB I PENDAHULUAN. digambarkan melalui laju pertumbuhan ekonomi, salah satunya ialah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peran pemerintah dalam mencapai kesejahteraan masyarakat yang digambarkan melalui laju pertumbuhan ekonomi, salah satunya ialah melalui Bank Sentral. Bank Indonesia

Lebih terperinci

ANALISIS PERBANDINGAN BAGI HASIL DEPOSITO MUDHARABAH PADA BANK SYARIAH MANDIRI DENGAN BUNGA DEPOSITO PADA BANK KONVENSIONAL

ANALISIS PERBANDINGAN BAGI HASIL DEPOSITO MUDHARABAH PADA BANK SYARIAH MANDIRI DENGAN BUNGA DEPOSITO PADA BANK KONVENSIONAL ANALISIS PERBANDINGAN BAGI HASIL DEPOSITO MUDHARABAH PADA BANK SYARIAH MANDIRI DENGAN BUNGA DEPOSITO PADA BANK KONVENSIONAL Nama : Suci Lestari NPM : 26210706 Kelas : 3EB14 Jurusan : Akuntansi Latar Belakang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem bagi hasil merupakan salah satu faktor pembeda antara bank syariah dengan bank konvensional. Seiring berkembangnya aset yang dimiliki perbankan syariah sekarang,

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH SUKU BUNGA SERTIFIKAT BANK INDONESIA (SBI) DAN KINERJA BANK TERHADAP LABA PERBANKAN OLEH LIA AMALIA H

ANALISIS PENGARUH SUKU BUNGA SERTIFIKAT BANK INDONESIA (SBI) DAN KINERJA BANK TERHADAP LABA PERBANKAN OLEH LIA AMALIA H ANALISIS PENGARUH SUKU BUNGA SERTIFIKAT BANK INDONESIA (SBI) DAN KINERJA BANK TERHADAP LABA PERBANKAN OLEH LIA AMALIA H14102098 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bank merupakan salah satu lembaga keuangan yang mempunyai peranan

BAB I PENDAHULUAN. Bank merupakan salah satu lembaga keuangan yang mempunyai peranan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bank merupakan salah satu lembaga keuangan yang mempunyai peranan penting di dalam perekonomian suatu Negara yaitu sebagai lembaga perantara keuangan. Sistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bagi hasil. Balas jasa atas modal diperhitungkan berdasarkan keuntungan atau

BAB I PENDAHULUAN. bagi hasil. Balas jasa atas modal diperhitungkan berdasarkan keuntungan atau 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Bank yang berfungsi sebagai lembaga intermediasi menempati posisi yang sangat vital pada era perekonomian modern saat ini. Lalu lintas perdagangan dalam skala domestik,

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. dimana kegiatan utamanya adalah menerima simpanan giro, tabungan, dan

1. PENDAHULUAN. dimana kegiatan utamanya adalah menerima simpanan giro, tabungan, dan 1 1. PENDAHULUAN 2. 2.1. Latar Belakang Bank merupakan lembaga kepercayaan yang berfungsi sebagai lembaga intermediasi, membantu kelancaran sistem pembayaran, dan yang tidak kalah pentingnya adalah lembaga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Salah satu kunci penting dalam mencapai pertumbuhan ekonomi yang sehat adalah sinergi antara sektor moneter, fiskal dan riil. Bila ketiganya dapat disinergikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sektor perbankan telah mengalami kemajuan yang cukup pesat. Dahulu sektor perbankan hanya sebagai fasilitator kegiatan pemerintah dan beberapa perusahaan besar,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seiring dengan industri perbankannya, karena kinerja dari perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. seiring dengan industri perbankannya, karena kinerja dari perekonomian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sejarah perkembangan perekonomian Indonesia pada dasarnya di mulai seiring dengan industri perbankannya, karena kinerja dari perekonomian Indonesia secara dinamis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008). Ditinjau dari segi imbalan atau

BAB I PENDAHULUAN. (Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008). Ditinjau dari segi imbalan atau BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Bank adalah usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan/atau bentuk lainnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki fungsi intermediasi yaitu menghimpun dana dari masyarakat yang

BAB I PENDAHULUAN. memiliki fungsi intermediasi yaitu menghimpun dana dari masyarakat yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Menurut UU No.10 tahun 1998 : Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bentuk simpanan giro, tabungan, dan deposito. Biasanya sambil diberikan balas

BAB I PENDAHULUAN. bentuk simpanan giro, tabungan, dan deposito. Biasanya sambil diberikan balas BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perbankan adalah salah satu lembaga yang melaksanakan tiga fungsi utama yaitu menerima simpanan uang, meminjamkan uang, dan memberikan jasa-jasa lainnya. Menurut UU

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. popular bukan hanya di negara-negara Islam tapi bahkan juga di negara-negara

BAB 1 PENDAHULUAN. popular bukan hanya di negara-negara Islam tapi bahkan juga di negara-negara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem ekonomi syariah atau biasa disebut dengan Ekonomi Islam, semakin popular bukan hanya di negara-negara Islam tapi bahkan juga di negara-negara barat. Banyak kalangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk meminjam uang atau kredit bagi masyarakat yang membutuhkannya.

BAB I PENDAHULUAN. untuk meminjam uang atau kredit bagi masyarakat yang membutuhkannya. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bank dikenal sebagai lembaga keuangan yang kegiatan utamanya menerima simpanan giro, tabungan dan deposito. Kemudian bank juga dikenal sebagai tempat untuk meminjam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sehat dan stabil. Sistem keuangan negara Indonesia sendiri terdiri dari tiga

BAB I PENDAHULUAN. yang sehat dan stabil. Sistem keuangan negara Indonesia sendiri terdiri dari tiga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan dan perkembangan ekonomi suatu negara pada umumnya tidak dapat dipisahkan dari pertumbuhan dan perkembangan dari para pelaku ekonomi yang menjalankan kegiatan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. perbankan, karena perbankan memegang peranan penting dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. perbankan, karena perbankan memegang peranan penting dalam BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kegiatan pembangunan perekonomian tidak dapat lepas dari sektor perbankan, karena perbankan memegang peranan penting dalam pertumbuhan stabilitas ekonomi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan perbankan syariah di Indonesia diawali dengan berdirinya Bank Muamalat Indonesia (BMI) pada tanggal 1 November 1991 yang kemudian diikuti dengan keluarnya

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang. Tabel 1 Pertumbuhan Pembiayaan Bank Syariah dan Kredit Bank Konvensional

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang. Tabel 1 Pertumbuhan Pembiayaan Bank Syariah dan Kredit Bank Konvensional 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Peran perbankan dalam menggerakkan perekonomian suatu negara yang berdampak pada peningkatan pendapatan nasional adalah cermin efektifitas perbankan dalam menjalankan fungsinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membutuhkan bank sebagai mitra dalam mengembangkan usahanya.

BAB I PENDAHULUAN. membutuhkan bank sebagai mitra dalam mengembangkan usahanya. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bank sebagai lembaga keuangan mempunyai peranan yang cukup besar dalam usaha untuk meningkatkan perhimpunan dana dari masyarakat dan dapat mendorong pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 tentang tujuan Bank Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini hampir semua kegiatan perekonomian. dilakukan oleh lembaga keuangan, misalnya bank, lembaga keuangan non bank,

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini hampir semua kegiatan perekonomian. dilakukan oleh lembaga keuangan, misalnya bank, lembaga keuangan non bank, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dewasa ini hampir semua kegiatan perekonomian yang mengelola dana dilakukan oleh lembaga keuangan, misalnya bank, lembaga keuangan non bank, lembaga pembiayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sudah hampir 20 tahun, perbankan syariah sebagai salah satu lembaga keuangan syariah menjadi bagian dalam struktur ekonomi Indonesia. Perbankan syariah memang masih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian UU No. 23/1999 tentang Bank Indonesia dinyatakan berlaku pada tanggal 17 Mei 1999 dan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Selain memiliki peran penting dalam proses perekonomian, bank juga

BAB 1 PENDAHULUAN. Selain memiliki peran penting dalam proses perekonomian, bank juga BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peranan bank sangat penting dalam proses perekonomian di Indonesia. Selain memiliki peran penting dalam proses perekonomian, bank juga mempunyai peranan dalam hal stabilitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bersifat hutang dikenal dengan nama obligasi (Husnan, 2001:4).

BAB I PENDAHULUAN. bersifat hutang dikenal dengan nama obligasi (Husnan, 2001:4). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pasar modal memiliki peran besar bagi perekonomian suatu negara karena pasar modal menjalankan dua fungsi yaitu fungsi ekonomi dan fungsi keuangan. Pasar modal merupakan

Lebih terperinci

ANALISIS KETERKAITAN ANTARA INDEKS SAHAM SYARIAH DI BEBERAPA NEGARA DAN INDEKS SAHAM JAKARTA ISLAMIC INDEX (JII) DI INDONESIA

ANALISIS KETERKAITAN ANTARA INDEKS SAHAM SYARIAH DI BEBERAPA NEGARA DAN INDEKS SAHAM JAKARTA ISLAMIC INDEX (JII) DI INDONESIA ANALISIS KETERKAITAN ANTARA INDEKS SAHAM SYARIAH DI BEBERAPA NEGARA DAN INDEKS SAHAM JAKARTA ISLAMIC INDEX (JII) DI INDONESIA OLEH Zainul Abidin H14103065 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. moneter, bunga itu adalah sebuah pembayaran untuk menggunakan uang. Karena

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. moneter, bunga itu adalah sebuah pembayaran untuk menggunakan uang. Karena BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Umum Suku Bunga Keynes berpendapat bahwa suku bunga itu adalah semata-mata gejala moneter, bunga itu adalah sebuah pembayaran untuk menggunakan uang. Karena tingkat bunga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. juga mengalami penurunan yaitu industri perbankan Indonesia. Dengan mengalami

BAB I PENDAHULUAN. juga mengalami penurunan yaitu industri perbankan Indonesia. Dengan mengalami 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Bank Indonesia (BI) memprediksi tahun 2016 ini, fundamental ekonomi Indonesia kedepan akan semakin membaik dan lebih kokoh dengan stabilitas yang lebih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terutama untuk membiayai investasi perusahaan. 1 Di Indonesia terdapat dua jenis

BAB I PENDAHULUAN. terutama untuk membiayai investasi perusahaan. 1 Di Indonesia terdapat dua jenis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini, peran lembaga keuangan sangat penting bagi pertumbuhan dan perkembangan perekonomian Indonesia. Menurut SK Menkeu RI No. 792 Tahun 1990, lembaga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan kelembagaan perbankan syariah di Indonesia mengalami

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan kelembagaan perbankan syariah di Indonesia mengalami BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan kelembagaan perbankan syariah di Indonesia mengalami peningkatan sejak dikeluarkannya UU No.10 Tahun 1998 yang mengatur dual banking system dalam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 merupakan. dampak lemahnya fundamental perekonomian Indonesia.

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 merupakan. dampak lemahnya fundamental perekonomian Indonesia. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 merupakan dampak lemahnya fundamental perekonomian Indonesia. Pada satu sisi Indonesia terlalu cepat melakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keuangan atau Financial Intermediatary antar dua pihak, yaitu pihak yang memiliki

BAB I PENDAHULUAN. keuangan atau Financial Intermediatary antar dua pihak, yaitu pihak yang memiliki BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bank merupakan lembaga keuangan yang berfungsi sebagai perantara keuangan atau Financial Intermediatary antar dua pihak, yaitu pihak yang memiliki kelebihan dana dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan metode pendekatan syariah Islam yang dapat menjadi alternatif bagi masyarakat,

BAB I PENDAHULUAN. dengan metode pendekatan syariah Islam yang dapat menjadi alternatif bagi masyarakat, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sejak sepuluh tahun terakhir di Indonesia telah diperkenalkan suatu sistem perbankan dengan metode pendekatan syariah Islam yang dapat menjadi alternatif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. pertama kali yang berdiri di Indonesia yaitu Bank Muamalat dapat membuktikan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. pertama kali yang berdiri di Indonesia yaitu Bank Muamalat dapat membuktikan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada tahun 1997, Indonesia mengalami krisis moneter yang mampu merubah perekonomian menjadi sangat terpuruk. Hal ini berakibat kepada perusahaanperusahaan yang ada

Lebih terperinci

PERAN PERBANKAN SYARIAH DALAM TRANSMISI KEBIJAKAN MONETER GANDA DI INDONESIA

PERAN PERBANKAN SYARIAH DALAM TRANSMISI KEBIJAKAN MONETER GANDA DI INDONESIA PERAN PERBANKAN SYARIAH DALAM TRANSMISI KEBIJAKAN MONETER GANDA DI INDONESIA Oleh: A s c a r y a Pusat Pendidikan dan Studi Kebanksentralan, Bank Indonesia Latar Belakang Keuangan Syariah telah lama berkembang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. nilai-nilai normatif dan rambu-rambu Ilahi (Antonio, 2001).

BAB 1 PENDAHULUAN. nilai-nilai normatif dan rambu-rambu Ilahi (Antonio, 2001). BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sistem ekonomi syariah atau biasa disebut dengan Ekonomi Islam, semakin popular bukan hanya di negara-negara Islam tapi bahkan juga di negaranegara barat. Banyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahan pangan dan bahan baku industri, penyumbang PDB, penghasil devisa. Menurut data RENSTRA KEMENTAN (2015) dalam lima tahun

BAB I PENDAHULUAN. bahan pangan dan bahan baku industri, penyumbang PDB, penghasil devisa. Menurut data RENSTRA KEMENTAN (2015) dalam lima tahun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negara agraris yang berarti Negara yang mengandalkan sektor pertanian baik sebagai sumber mata pencaharian maupun sebagai penopang pembangunan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan pesat. Di Indonesia sendiri perbankan syariah menunjukkan

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan pesat. Di Indonesia sendiri perbankan syariah menunjukkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Perkembangan perbankan syariah di dunia sekarang ini mengalami perkembangan pesat. Di Indonesia sendiri perbankan syariah menunjukkan perkembangan yang cukup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bank merupakan sebuah lembaga keuangan yang sangat penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. Bank merupakan sebuah lembaga keuangan yang sangat penting dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perbankan merupakan salah satu simbol perekonomian di sebuah negara. Bank merupakan sebuah lembaga keuangan yang sangat penting dalam menjalankan kegiatan perekonomian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Bank merupakan salah satu lembaga keuangan yang berfungsi sebagai financial

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Bank merupakan salah satu lembaga keuangan yang berfungsi sebagai financial BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Bank merupakan salah satu lembaga keuangan yang berfungsi sebagai financial intermediary artinya menghimpun dana masyarakat dan menyalurkan kembali ke masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. prinsip keadilan dan keterbukaan, yaitu Perbankan Syariah. operasional bisnisnya dengan sistem bagi hasil.

BAB I PENDAHULUAN. prinsip keadilan dan keterbukaan, yaitu Perbankan Syariah. operasional bisnisnya dengan sistem bagi hasil. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Krisis yang melanda dunia perbankan Indonesia sejak tahun 997 telah menyadarkan semua pihak bahwa perbankan dengan sistem konvensional bukan merupakan satu-satunya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. hidupnya. Untuk melakukan kegiatan bisnis tersebut para pelaku usaha

BAB 1 PENDAHULUAN. hidupnya. Untuk melakukan kegiatan bisnis tersebut para pelaku usaha BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring dengan semakin memburuknya keadaan perekonomian di Indonesia yang di tandai dengan penurunan nilai tukar rupiah, maka masyarakat mulai banyak mencari penghasilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia sebagai salah satu negara berkembang masih mengalami gejolak-gejolak

BAB I PENDAHULUAN. Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia sebagai salah satu negara berkembang masih mengalami gejolak-gejolak 1 Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai salah satu negara berkembang masih mengalami gejolak-gejolak perekonomian yang mempengaruhi seluruh aspek masyarakat. Salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan negara Indonesia ini. Sistem keuangan negara Indonesia sendiri terdiri

BAB I PENDAHULUAN. dengan negara Indonesia ini. Sistem keuangan negara Indonesia sendiri terdiri BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Salah Satu faktor penting dalam pembangunan suatu negara adalah adanya dukungan sistem keuangan yang sehat dan stabil, demikian pula dengan negara Indonesia ini. Sistem

Lebih terperinci

Kebijakan Moneter & Bank Sentral

Kebijakan Moneter & Bank Sentral Kebijakan Moneter & Bank Sentral Pengertian Umum Kebijakan moneter adalah salah satu dari kebijakan ekonomi yang bisa dibuat oleh pemerintah Kebijakan moneter berkaitan dan berfokus pada pasokan uang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mendalam. Bank syariah yang berfungsi sebagai lembaga intermediasi keuangan, hasil, prinsip ujoh dan akad pelengkap (Karim 2004).

BAB I PENDAHULUAN. mendalam. Bank syariah yang berfungsi sebagai lembaga intermediasi keuangan, hasil, prinsip ujoh dan akad pelengkap (Karim 2004). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan ekonomi islam identik dengan berkembangannya lembaga keuangan syariah. Bank syariah sebagai lembaga keuangan telah menjadi lokomotif bagi berkembangnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai roda kehidupan bagi perekonomian di seluruh negara-negara dunia. Sangat

BAB I PENDAHULUAN. sebagai roda kehidupan bagi perekonomian di seluruh negara-negara dunia. Sangat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sistem perekonomian dunia saat ini tidak lepas dari peran serta bank dalam mengelola dan menghimpun dana masyarakat. Oleh sebab itu, kini bank dianggap sebagai

Lebih terperinci

sejak zaman Rasulullah, seperti pembiayaan, penitipan harta, pinjam-meminjam uang, bahkan pengiriman uang. Akan tetapi, pada saat itu, fungsi-fungsi

sejak zaman Rasulullah, seperti pembiayaan, penitipan harta, pinjam-meminjam uang, bahkan pengiriman uang. Akan tetapi, pada saat itu, fungsi-fungsi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pelaksanaan fungsi-fungsi perbankan sebenarnya telah menjadi tradisi sejak zaman Rasulullah, seperti pembiayaan, penitipan harta, pinjam-meminjam uang, bahkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Undang-undang nomor 10 tahun 1998 pengertian bank umum

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Undang-undang nomor 10 tahun 1998 pengertian bank umum BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Menurut Undang-undang nomor 10 tahun 1998 pengertian bank umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan atau berdasarkan prinsip

Lebih terperinci

SEKTOR MONETER, PERBANKAN DAN PEMBIAYAAN BY : DIANA MA RIFAH

SEKTOR MONETER, PERBANKAN DAN PEMBIAYAAN BY : DIANA MA RIFAH SEKTOR MONETER, PERBANKAN DAN PEMBIAYAAN BY : DIANA MA RIFAH PENGERTIAN Menurut DFID (Department For International Development) sektor keuangan adalah seluruh perusahaan besar atau kecil, lembaga formal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai lembaga mediasi sektor keuangan, bank memiliki peran penting dalam perekonomian. Mediasi keuangan pada sektor perbankan tentu sangat penting bagi setiap negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengalami peningkatan yang cukup pesat dan memberikan pengaruh yang cukup

BAB I PENDAHULUAN. mengalami peningkatan yang cukup pesat dan memberikan pengaruh yang cukup BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Perkembangan industri perbankan syariah di Indonesia saat ini sudah mengalami peningkatan yang cukup pesat dan memberikan pengaruh yang cukup besar dalam

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. A. Pengaruh BI-Rate Terhadap Tingkat Pembiayaan Produktif Di BMT

BAB V PEMBAHASAN. A. Pengaruh BI-Rate Terhadap Tingkat Pembiayaan Produktif Di BMT BAB V PEMBAHASAN A. Pengaruh BI-Rate Terhadap Tingkat Pembiayaan Produktif Di BMT UGT Sidogiri Pasuruan Suku bunga BI-Rate pada dasarnya merupakan instrumen kebijakan utama untuk mempengaruhi aktivitas

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Indikator Utama Perbankan Syariah (dalam milyar rupiah)

BAB 1 PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Indikator Utama Perbankan Syariah (dalam milyar rupiah) BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Titik kulminasi regulasi perbankan syariah terjadi pada tahun 1998. Pada tahun itu diberlakukan UU No. 10 Tahun 1998. Undang-undang tersebut merupakan perubahan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kerangka Pemikiran 2.1.1 Landasan Teori 2.1.1.1 Pengertian Bank Menurut Kasmir (2012), bank dapat diartikan sebagai lembaga keuangan yang kegiatan utamanya menerima simpanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Keberadaan bank syariah di Indonesia diawali dari lokakarya MUI mengenai perbankan tahun 1990. Kemudian diikuti penerbitan UU No 7/1992 tentang perbankan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Republik Indonesia No. 21 tahun 2008 tentang

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Republik Indonesia No. 21 tahun 2008 tentang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Republik Indonesia No. 21 tahun 2008 tentang perbankan syariah, memberikan kontribusi yang besar dalam perkembangan perbankan syariah di Indonesia.Undang-undang

Lebih terperinci

OLEH ISMAIL HADIKUSUMAH H

OLEH ISMAIL HADIKUSUMAH H ANALISIS EFEKTIVITAS PENETAPAN SUKU BUNGA SERTIFIKAT BANK INDONESIA (SBI) TERHADAP PENYALURAN KREDIT SERTA IMPLIKASINYA TERHADAP PETUMBUHAN EKONOMI NASIONAL OLEH ISMAIL HADIKUSUMAH H14102125 DEPARTEMEN

Lebih terperinci

PENGARUH INSTRUMEN MONETER SYARIAH TERHADAP PEMBIAYAAN INVESTASI DI PT. BANK MUAMALAT INDONESIA, Tbk. MAS UDI FARIDATUSH SHAFIYAH

PENGARUH INSTRUMEN MONETER SYARIAH TERHADAP PEMBIAYAAN INVESTASI DI PT. BANK MUAMALAT INDONESIA, Tbk. MAS UDI FARIDATUSH SHAFIYAH PENGARUH INSTRUMEN MONETER SYARIAH TERHADAP PEMBIAYAAN INVESTASI DI PT. BANK MUAMALAT INDONESIA, Tbk. MAS UDI FARIDATUSH SHAFIYAH DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. oleh UU No.10 tahun 1998 dan undang-undang terbaru mengenai perbankan

BAB 1 PENDAHULUAN. oleh UU No.10 tahun 1998 dan undang-undang terbaru mengenai perbankan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan ekonomi Islam saat ini berkembang cukup pesat. Hal ini ditandai dengan berkembangnya lembaga keuangan syariah di Indonesia dan Negara lainnya. Sejak tahun

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Seputar Perekonomian Indonesia 2.1.1 Instrumen Keuangan Islam Instrumen-instrumen keuangan syariah yang terdapat dalam perbankan syariah di Indonesia antara lain sebagai berikut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kantor, 24 Unit Usaha syariah (UUS) denga n 554 kantor, dan 160 Bank

BAB I PENDAHULUAN. kantor, 24 Unit Usaha syariah (UUS) denga n 554 kantor, dan 160 Bank 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan Lembaga Keuangan Syariah (LKS) di Indonsia dalam kurun waktu dua windu terakhir telah menunjukkan tingkat pertumbuhan yang signifikan. Hal ini dibuktikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. nasional Indonesia menganut dual banking system yaitu, sistem perbankan. konvensional menggunakan bunga (interest) sebagai landasan

BAB I PENDAHULUAN. nasional Indonesia menganut dual banking system yaitu, sistem perbankan. konvensional menggunakan bunga (interest) sebagai landasan i BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Menurut UU Nomor 10 tahun 1998 tentang perbankan, perbankan nasional Indonesia menganut dual banking system yaitu, sistem perbankan konvensional dan sistem perbankan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sebagai negara dengan kuantitas penduduk mus\im terbesar di dunia, institusi

BAB 1 PENDAHULUAN. Sebagai negara dengan kuantitas penduduk mus\im terbesar di dunia, institusi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Sebagai negara dengan kuantitas penduduk mus\im terbesar di dunia, institusi perbankan di Indonesia dituntut untuk dapat mengoperasionalkan sistem perbankan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Krisis keuangan yang terjadi pada tahun 1997 mempunyai dampak yang

BAB I PENDAHULUAN. Krisis keuangan yang terjadi pada tahun 1997 mempunyai dampak yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Krisis keuangan yang terjadi pada tahun 1997 mempunyai dampak yang sangat besar bagi perekonomian suatu negara, terutama di negara berkembang. Dengan adanya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pada Al Qur an dan Hadist Nabi SAW. Dengan kata lain, Bank syari ah adalah

BAB 1 PENDAHULUAN. pada Al Qur an dan Hadist Nabi SAW. Dengan kata lain, Bank syari ah adalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bank syariah adalah bank yang beroperasi dengan tidak mengandalkan pada bunga. Bank Islam atau biasa disebut dengan Bank Tanpa Bunga, adalah lembaga keuangan/ perbankan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. moneter yang diambil. Mekanisme transmisi kebijakan moneter merupakan suatu

BAB I PENDAHULUAN. moneter yang diambil. Mekanisme transmisi kebijakan moneter merupakan suatu BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kebijakan moneter (monetary policy) memiliki peran yang sangat krusial dalam upaya pencapaian sasaran ekonomi makro. Pengambilan kebijakan moneter yang tepat

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH PERUBAHAN GIRO WAJIB MINIMUM, JUMLAH UANG BEREDAR, KREDIT DAN PERTUMBUHAN EKONOMI TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI

ANALISIS PENGARUH PERUBAHAN GIRO WAJIB MINIMUM, JUMLAH UANG BEREDAR, KREDIT DAN PERTUMBUHAN EKONOMI TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI ANALISIS PENGARUH PERUBAHAN GIRO WAJIB MINIMUM, JUMLAH UANG BEREDAR, KREDIT DAN PERTUMBUHAN EKONOMI TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI OLEH RATNA VIDYANI H14102077 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. konsumtif sehingga pertumbuhan ekonomi dapat terwujud.

BAB I PENDAHULUAN. konsumtif sehingga pertumbuhan ekonomi dapat terwujud. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kemajuan suatu negara dapat dilihat dari kinerja dan tingkat perekonomian yang dihasilkan, dimana salah satu faktor yang mendorong pertumbuhan ekonomi suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu lembaga keuangan yang mempunyai peranan penting didunia

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu lembaga keuangan yang mempunyai peranan penting didunia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada saat ini, sistem keuangan dinegara kita telah mengalami kemajuan. Bank merupakan salah satu lembaga keuangan yang mempunyai peranan penting didunia bisnis. Kegiatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kontroversi praktik bunga bank yang dilakukan pada bank bank konvensional

BAB I PENDAHULUAN. kontroversi praktik bunga bank yang dilakukan pada bank bank konvensional BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ide pendirian bank syariah di negara negara Islam tidak terlepas dari kontroversi praktik bunga bank yang dilakukan pada bank bank konvensional yang beredar di negara

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bank Syariah 2.1.1 Pengertian Perbankan adalah suatu lembaga yang melaksanakan tiga fungsi utama yaitu menerima simpanan uang, meminjamkan uang dan jasa pengiriman uang.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu badan usaha atau institusi yang kekayaannya terutama dalam bentuk

BAB I PENDAHULUAN. suatu badan usaha atau institusi yang kekayaannya terutama dalam bentuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lembaga keuangan syariah (syariah financial institution) merupakan suatu badan usaha atau institusi yang kekayaannya terutama dalam bentuk aset-aset keuangan (financial

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian yang berbasis nilai-nilai dan prinsip syariah untuk dapat diterapkan

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian yang berbasis nilai-nilai dan prinsip syariah untuk dapat diterapkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Umat Islam di Indonesia sudah cukup lama menginginkan perekonomian yang berbasis nilai-nilai dan prinsip syariah untuk dapat diterapkan dalam segenap aspek

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH VARIABEL-VARIABEL MAKROEKONOMI TERHADAP PERTUMBUHAN OBLIGASI PEMERINTAH DI INDONESIA OLEH NOVIE ILLYA SASANTI H

ANALISIS PENGARUH VARIABEL-VARIABEL MAKROEKONOMI TERHADAP PERTUMBUHAN OBLIGASI PEMERINTAH DI INDONESIA OLEH NOVIE ILLYA SASANTI H ANALISIS PENGARUH VARIABEL-VARIABEL MAKROEKONOMI TERHADAP PERTUMBUHAN OBLIGASI PEMERINTAH DI INDONESIA OLEH NOVIE ILLYA SASANTI H14104095 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tersebut diatur dengan rinci landasan hukum serta jenis jenis usaha yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. tersebut diatur dengan rinci landasan hukum serta jenis jenis usaha yang dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan perbankan syariah pada era reformasi ditandai dengan disetujuinya Undang undang Nomor 10 tahun 1998. Dalam undang-undang tersebut diatur dengan rinci landasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini kehidupan perekonomian di dunia tidak dapat dipisahkan dengan

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini kehidupan perekonomian di dunia tidak dapat dipisahkan dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Saat ini kehidupan perekonomian di dunia tidak dapat dipisahkan dengan dunia perbankan. Hampir semua aktivitas perekonomian memanfaatkan perbankan sebagai

Lebih terperinci

IV. KINERJA MONETER DAN SEKTOR RIIL DI INDONESIA Kinerja Moneter dan Perekonomian Indonesia

IV. KINERJA MONETER DAN SEKTOR RIIL DI INDONESIA Kinerja Moneter dan Perekonomian Indonesia IV. KINERJA MONETER DAN SEKTOR RIIL DI INDONESIA 4.1. Kinerja Moneter dan Perekonomian Indonesia 4.1.1. Uang Primer dan Jumlah Uang Beredar Uang primer atau disebut juga high powered money menjadi sasaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kelebihan dana dengan masyarakat yang kekurangan dana, sedangkan bank

BAB I PENDAHULUAN. kelebihan dana dengan masyarakat yang kekurangan dana, sedangkan bank BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bank merupakan lembaga perantara keuangan antara masyarakat yang kelebihan dana dengan masyarakat yang kekurangan dana, sedangkan bank menurut istilah adalah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI. dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI. dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 16 BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI A. Penelitian Terdahulu Berikut ini merupakan pernelitian terdahulu yang dijadikan referensi dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Oktaviani (2012),

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai perantara (financial intermediary) bagi mereka yang memiliki dana yang

BAB I PENDAHULUAN. sebagai perantara (financial intermediary) bagi mereka yang memiliki dana yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bank dalam kehidupan masyarakat modern merupakan lembaga yang sulit untuk dihadiri keberadaannya, sehingga menimbulkan ketergantungan bagi masyarakat. Bank tidak hanya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mempunyai tugas untuk menghimpun dana dari masyarakat yang selanjutnya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mempunyai tugas untuk menghimpun dana dari masyarakat yang selanjutnya 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bank Konvensional Secara garis besar, bank merupakan lembaga keuangan yang mempunyai tugas untuk menghimpun dana dari masyarakat yang selanjutnya disalurkan dalam bentuk kredit.

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut UU Perbankan no.10 tahun 1998 Pasal 1: Menurut Ketut Rindjin pada penelitian Elionasari (2008) bank memiliki

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut UU Perbankan no.10 tahun 1998 Pasal 1: Menurut Ketut Rindjin pada penelitian Elionasari (2008) bank memiliki BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Bank 2.1.1 Pengertian Bank Menurut UU Perbankan no.10 tahun 1998 Pasal 1: Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkan kepada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Perbankan Islam pertama kali muncul di Mesir tanpa menggunakan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Perbankan Islam pertama kali muncul di Mesir tanpa menggunakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perbankan Islam pertama kali muncul di Mesir tanpa menggunakan embel-embel Islam, karena adanya kekhawatiran rezim yang berkuasa saat itu akan melihatnya sebagai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kebijakan perbankan di Indonesia sejak tahun 1992 berdasarkan ketentuan

I. PENDAHULUAN. Kebijakan perbankan di Indonesia sejak tahun 1992 berdasarkan ketentuan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebijakan perbankan di Indonesia sejak tahun 1992 berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang perbankan, yang kemudian diperkokoh dengan Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perbankan di Indonesia secara umum. Sistem perbankan syariah juga diatur dalam Undang-

BAB I PENDAHULUAN. perbankan di Indonesia secara umum. Sistem perbankan syariah juga diatur dalam Undang- BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan peran perbankan syariah di Indonesia tidak terlepas dari sistem perbankan di Indonesia secara umum. Sistem perbankan syariah juga diatur dalam Undang-

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS. pengelolaan aset yang dilakukan oleh bank bersangkutan (Frianto, 2012:71).

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS. pengelolaan aset yang dilakukan oleh bank bersangkutan (Frianto, 2012:71). 8 BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Return On Asset (ROA) Return On Asset (ROA) adalah rasio yang menunjukkan perbandingan antara laba (sebelum pajak) dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. moneter akan memberi pengaruh kepada suatu tujuan dalam perekonomian.

BAB I PENDAHULUAN. moneter akan memberi pengaruh kepada suatu tujuan dalam perekonomian. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Transmisi kebijakan moneter merupakan proses, dimana suatu keputusan moneter akan memberi pengaruh kepada suatu tujuan dalam perekonomian. Perencanaan dalam sebuah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permodalan merupakan salah satu faktor utama terhambatnya pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Kurangnya modal membuat suatu usaha menjadi sulit untuk berkembang karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. BI Rate yang diumumkan kepada publik mencerminkan stance kebijakan moneter

BAB I PENDAHULUAN. BI Rate yang diumumkan kepada publik mencerminkan stance kebijakan moneter BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BI Rate yang diumumkan kepada publik mencerminkan stance kebijakan moneter Bank Indonesia selaku otoritas moneter. BI Rate merupakan instrumen kebijakan utama untuk

Lebih terperinci