BAB I PENDAHULUAN. akibat berubahnya morfologi, topografi, kondisi sosial ekonomi masyarakat.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. akibat berubahnya morfologi, topografi, kondisi sosial ekonomi masyarakat."

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyusunan rencana tata ruang berbasis mitigasi bencana perlu di utamakan terhadap peristiwa tsunami yang sudah maupun akan terjadi. Banyak permasalahan timbul pada saat menyusun rencana ini terutama setelah bencana akibat berubahnya morfologi, topografi, kondisi sosial ekonomi masyarakat. Sesuai Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, kabupaten dan kota diberikan kewenangan dalam menyusun rencana tata ruang secara komprehensif dengan memanfaatkan ruang dan melakukan pengawasan dan pengendalian kegiatan didalam ruang. Secara lebih mendalam rencana tata ruang kota diatur didalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 17/PRT/M/2009 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota. Rencana pola ruang wilayah kota meliputi ruang untuk fungsi lindung dan ruang untuk fungsi budidaya. Pola ruang wilayah kota perlu memperhatikan mitigasi bencana sehingga perlu menetapkan zona yang tidak diizinkan untuk melakukan kegiatan pembangunan jika potensi risiko bencana tinggi untuk meminimalkan korban jiwa akibat bencana tsunami. Kawasan rawan bencana merupakan bagian dari kawasan lindung memiliki ciri khas tertentu baik di darat maupun di perairan yang sering atau berpotensi tinggi mengalami tanah longsor, gelombang pasang atau tsunami, banjir, letusan gunung berapi, gempa bumi. Kawasan rawan tsunami ditetapkan 1

2 dengan kriteria pantai dengan elevasi rendah dan atau berpotensi atau pernah terjadi tsunami. Menurut Zulkaidi dan Natalivan dalam (Korlena dkk, 2011) penyusunan rencana tata ruang kawasan yang sudah mengalami bencana tidak dapat dilakukan dengan prosedur normal, perlu penyesuaian dengan mempertimbangkan dampak dan respon maupun pilihan masyarakat serta persoalan rehabilitasi dan rekonstruksi yang akan dilaksanakan. Dalam kondisi seperti ini sulit untuk melibatkan peran serta masyarakat walaupun hal ini merupakan bagian penting untuk mengatasi permasalahan. Negara Indonesia secara geografis berada pada daerah rawan bencana tsunami. Frekuensi tsunami mengalami trend peningkatan. Selama tahun telah terjadi 100 kali tsunami. Tsunami telah terjadi di Indonesia yaitu di Maumere (Flores) tahun 1992 dengan korban meninggal sebanyak 2100 orang. Tahun 1994 terjadi di Lampung, Halmahera, dan Banyuwangi. Tahun 1997 tsunami terjadi di Sumba dengan korban jiwa 193 dan beberapa tempat lainya yaitu di Alor, Nabire. Kemudian di tahun 2004 tsunami terjadi di Provinsi Aceh dengan korban jiwa diberitakan jiwa. Tsunami mengakibatkan kerusakan sarana prasarana, vegetasi, lahan, kehidupan ekonomi, sosial masyarakat. Tsunami berasal dari Bahasa Jepang disebut dengan gelombang pelabuhan. Tsunami pada 26 Desember 2004 merupakan hasil dari gempa tektonik. Lokasi gempa ini terletak pada o N dan o E 160 km dari barat Aceh dengan kedalaman 10 km berkekuatan 9,3 Sr di zona subduksi tempat lempeng Samudera Hindia bergerak menujam ke bawah sehingga ikut menarik lempeng Benua Eurasia ke bawah lalu menyebabkan keretakan lempeng samudera 2

3 bergerak dengan kecepatan km/jam sepanjang Km. kemudian rekahan itu bertambah panjang menjadi 1.496,69 Km. Beberapa detik kemudian Lempeng dasar laut Hindia mengangkat air laut dengan ketinggian 19,82 m menuju arah timur dan barat pesisir pantai kota Banda Aceh. Puncak tsunami berada pada palung dasar laut, sehingga penduduk di tepi pantai tidak dapat melihat kedatangan gelombang tsunami menuju garis pantai. Penduduk di pinggir pantai mengamati surutnya air laut ratusan meter dari bibir pantai tanpa mengetahui munculnya gelombang tsunami. Gelombang tsunami yang terbentuk ada tiga jenis. Gelombang pertama lebih rendah dari gelombang kedua dan gelombang ketiga lebih tinggi dari gelombang kedua. Antara gelombang pertama dan gelombang ketiga selang waktunya tidaklah lama hanya berselang lima menit, sehingga banyak korban jiwa yang tewas akibat dari gelombang ke tiga tsunami tersebut karena mereka tidak menduga gelombang tsunami akan terulang lagi. Kerusakan sarana dan prasarana terjadi pada jalan, jembatan, gedunggedung pemerintahan dan rumah-rumah masyarakat, pelabuhan, pusat-pusat pelayanan kesehatan dan pelayanan pendidikan, telekomunikasi juga vegetasi pohon bakau, kelapa dan cemara pantai di kawasan pesisir pantai. Provinsi Aceh memiliki luas pohon bakau Ha pada tahun 1982 (Nazara, 2009). Menurut laporan pemerintah (Bappenas) jumlah areal hutan bakau Aceh adalah Ha, namun hanya Ha dalam kondisi baik sedangkan 36,597 Ha telah dialihfungsikan menjadi budidaya ikan payau dan udang di kawasan pesisir. Tsunami telah menyebabkan kerusakan Ha hutan bakau Aceh. Puncak gelombang tsunami yang mencapai kawasan permukiman di Pulau Simeulue 3

4 hanya 25 %, karena Pulau Simeulue dikelilingi oleh hutan bakau di sepanjang pantai. Ini dibuktikan dengan penelitian Bambang M (Jakarta Post, 10 Februari 2005) bahwa hutan bakau dengan tinggi rata-rata lima meter dengan kerapatan hingga 50 meter dapat mengurangi 52 % tinggi gelombang tsunami dan 38 % energi tsunami. Jumlah korban tsunami 26 Desember 2004 di Kota Banda Aceh adalah jiwa meninggal dunia dengan kehilangan penduduk 11 % dari total penduduk jiwa pada tahun Lebih dari Rp. 8,4 triliun dikeluarkan pemerintah untuk mengatasi masa tanggap darurat. Masterplan rehabilitasi dan rekonstruksi Aceh Nias dilaksanakan oleh Badan Pelaksana dalam hal ini Badan Rekonstruksi dan Rehabilitasi Aceh menghitung kebutuhan dana mencapai 5,1 milyar US$ sedangkan World Bank 4,452 milyar US$ (Nazara, 2009). Perbedaan ini karena pemerintah ingin membangun sarana prasarana dengan kualitas lebih baik daripada sebelum tsunami. Menurut Muta ali (2012) semakin meningkatnya kejadian bencana alam dan bencana sosial di Indonesia merupakan indikasi sangat kuat terjadinya penurunan kualitas dan daya dukung lingkungan, semakin tinggi dan luas areal yang berpotensi bencana maka semakin menurun kemampuan daya dukung wilayah atau semakin rendah daya dukung wilayah, semakin potensial menimbulkan bencana. Kerusakan pada sisi ekonomi dan sosial masyarakat dapat dilihat antara lain meningkatnya kemiskinan, pengangguran dan pendapatan. Dalam penyusunan peta RTRW Kota Banda Aceh terdapat perbedaan garis pantai. Hasil delineasi dari citra spot lima pada beberapa tempat telah 4

5 mengalami perubahan yaitu di Kecamatan Meraksa di Desa Ulee-Lhee, Kecamatan Kuta Raja di Desa Gampong Pande, Kecamatan Kuta Alam, Kecamatan Syiahkuala di Desa Deah Raya dan Desa Alue Naga, namun dalam penggunaan peta dasar belum mengupdate data tersebut menggunakan batas lama. Pembangunan kembali permukiman penduduk selama masa rehabilitasi dan rekonstruksi tidak jauh berbeda sebelum tsunami. Pada area Kecamatan Meuraxa, Kecamatan Kuta Raja, Kecamatan Syiah Kuala mengalami kerusakan parah akibat tsunami sehingga lahan semula berfungsi sebagai permukiman, kawasan mangrove menjadi genangan air dan rawa. Kegiatan di kawasan ini seharusnya mempertimbangkan kesesuaian lahan, daya dukung lahan dan tingkat kesulitan membangun fasilitas pelayanan, sehingga pembangunan menjadi kurang efektif. Perkembangan Kota Banda Aceh pasca tsunami mengalami perubahan begitu signifikan. Pertumbuhan penduduk dengan cepat mengakibatkan keterbatasan lahan. Keterbatasan ini juga disebabkan oleh tsunami karena telah membuat beberapa lahan di garis pantai hilang. Lahan di Kota Banda Aceh semakin terbatas dan semakin mahal. Kabupaten Aceh Besar merupakan sumber penghasil sektor pertanian dengan luasan lahan dipengaruhi oleh topografi berupa pegunungan tersusun. Permintaan lahan terus meningkat membuat Kabupaten Aceh Besar mengurangi sektor pertanian dengan alih fungsi lahan sawah ke fungsi perumahan sehingga berkurangnya sumber pangan Aceh dari padi. Hal ini adalah efek lain pembangunan di daerah-daerah hinterland Kota Banda Aceh. 5

6 Pembangunan terus berlanjut di Banda Aceh memerlukan suatu strategi dalam menghadapi bencana tsunami. Penentuan lokasi untuk melakukan kegiatan yang dilakukan saat ini perlu dilakukan dengan optimal karena menetukan hasil yang efisien atau malah akan rugi sehingga perlu diusahakan untuk relokasi yang membutuhkan biaya yang banyak dan waktu yang lama. Konsep rencana tata ruang kota bencana berbasis mitigasi perlu diterapkan dengan manajemen kebencanaan dengan pendekatan struktural dan nonstruktural. Penanggulangan bencana memiliki tujuan untuk menjamin terjadinya penanggulangan bencana terencana, terpadu, terkoordinasi serta menyeluruh terhadap seluruh masyarakat dari ancaman, risiko dan akibat bencana. Kejadian tsunami 26 Desember 2004 memberikan banyak pembelajaran terhadap konsep zonasi wilayah rawan tsunami sesuai dengan mitigasi bencana, sehingga dalam pengembangan wilayah kedepannya tidak terulang lagi korban jiwa dan harta benda jika terulang kembali Permasalahan Penelitian Pertanyaan dalam penelitian ini adalah: 1. Sejauh mana (bagaimana) aspek mitigasi bencana diakomodasi dalam menjawab permasalahan pada penyusunan RTRW Kota Banda Aceh? 2. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi penerapan aspek mitigasi bencana dalam penyusunan RTRW Kota Banda Aceh? 1.3. Tujuan Penulisan Tujuan utama dalam penulisan ini adalah untuk: 1. Dimilikinya RTRW Kota Banda Aceh yang berbasis mitigasi bencana. 6

7 2. Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi diterapkannya aspek mitigasi bencana dalam proses penyusunan RTRW Kota Banda Aceh Sasaran Penelitian Mengacu rumusan latar belakang dan masalah penelitian diatas, maka sasaran penelitian ini adalah untuk memperoleh keyakinan bahwa RTRW Kota Banda Aceh benar-benar berbasis mitigasi bencana Manfaat Penelitian Evaluasi tata ruang wilayah kota dapat memberikan manfaat diantaranya: 1) Manfaat teoritis a) RTRWK Banda Aceh memiliki keterkaitan dengan keterjadian bencana tsunami untuk itu penetapan kawasan lindung sesuai dengan kondisi nyata lapangan. b) Kriteria daerah kawasan rawan bencana tsunami perlu dimasukan dalam rencana tata ruang wilayah kota Banda Aceh. 2) Manfaat Praktis a) Konsep akomodasi, relokasi dan perlidungan dalam perencanaan wilayah rawan bencana tsunami perlu dipertimbangkan untuk diterapkan dengan memperhatikan kearifan lokal penduduk. b) Pembangunan kota akan terus berlanjut sesuai dengan prinsip berkeadilan, berkelanjutan Batasan Penelitian Agar tema pembahasan tidak meluas, maka ruang lingkup penulisan dibatasi, yaitu: 7

8 1) Ruang lingkup spasial. Wilayah evaluasi pada studi penelitian ini adalah Kota Banda Aceh di beberapa tempat dengan kerentanan dan risiko bencana tinggi. 2) Ruang lingkup subtansial Ruang lingkup berhubungan dengan batasan bagian permasalahan penelitian berkaitan tema penelitian yaitu sejauh mana rencana RTRW Kota Banda Aceh peka terhadap bencana tsunami dan faktor-faktor penerapan aspek mitigasi bencana tsunami dalam proses penyusunan rencana tata ruang Banda Aceh. 3) Ruang lingkup temporal Ruang lingkup waktu pengerjaan penelitian ini dibuat menjadi dua periodisasi, yaitu dari tahun 2003 hingga tahun Sebelum terjadi tsunami. 2. Sesudah terjadi tsunami Keaslian Penelitian Pemahaman sungguh-sungguh tentang penelitian memiliki tiga dasar pokok untuk dijadikan ketetapan sebagai cara mengetahui bahwa penelitian satu berlainan terhadap penelitian lainnya yaitu: modus, fokus dan lokus. Penulis melakukan penelitian dengan memusatkan perhatian pada pengaruh mitigasi bencana tsunami di dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Banda Aceh yang berbeda dengan penelitian-penelitian semula. Beberapa penelitian yang menyangkut tema evaluasi dan berbeda dengan penelitian ini adalah: 8

9 Tabel 1. Keaslian Penelitian Terkait Beberapa Tema Evaluasi Penelitian Sebelumnya Nama Peneliti, Judul, Tahun, Wilayah Mulyasman, 1997, Evaluasi Rencana Umum Tata Ruang Kotamadya Pekanbaru; (Studi Kasus kota Pekanbaru, Indonesia) Budian syarif, 1999, Evaluasi Prosedur Penyusunan Rencana Umum Tata Ruang Kota Tujuan Penelitian 1. Melakukan kajian terhadap pelaksanaan rencana umum tata ruang Kotamadya Pekanbaru. 2. Untuk melihat seberapa jauh kapasitas RUTRK Pekanbaru sebagai pedoman pembangunan dan seberapa jauh penyimpangan yang terjadi dalam pelaksanaan rencana tata ruang. 1. Untuk melihat dan mengetahui faktor-faktor penyebab penyimpangan terhadap proses penyusunan rencana umum tata ruang (RUTRK) Kota Administratif Bau-Bau Metode Penelitian dan Pendekatan Metode deskriptif, analitik dan komparatif. Metode deskriptif analitik komperatif. Hasil Penelitian 1. Arahan rencana umum tata ruang kota pada struktur tingkat pelayanan kota tidak sepenuhnya dapat diikuti dalam pelaksanaan pembangunan fasilitas pelayanan kota. pertumbuhan kota cendrung berkembang pada kawasan yang mempunyai lahan datar dan memiliki infrastruktur atau fasilitas pendukung kota. Lokasi kegiatan fungsi primer dan sekunder memperlihatkan penyebaran sarana fasilitas pelayanan, sebaran penduduk tidak mengikuti tahapan rencana pembangunan tata ruang yang menginginkan pemerataan pembangunan. 2. Arahan rencana umum tata ruang kota untuk mewujudkan keseimbangan penjenjangan struktur pelayanan kota terhadap wilayah pengembangan yang setingkat seperti WP II, WP III, IV, dan V. 1. Proses Penyusunan Rencana Umum Tata Ruang Kota Bau- Bau disusun dengan tahapan kegiatannya berdasarkan Permendagri No.4 Tahun 1980 belum sepenuhnya mengikuti pedoman. 2. Untuk mencapai suatu penyusunan rencana umum tata ruang Kota Bau-Bau yang efektif, maka terlihat tidak dapat tercapai 9

10 Administratif Bau- Bau; (studi Kasus Kota Bau-Bau, Sulawesi Tenggara, Indonesia) berdasarkan pedoman Permendagri No. 4 Tahun 1980, tentang Penyusunan Rencana Tata Ruang Kota. 2. Untuk mengetahui seberapa jauh efektifitas penyusunan rencana umum tata ruang kota sebagai pedoman pembangunan Kota Bau-Bau khususnya bagi pelaksanaan rencana pemanfaatan ruang atau lahan fasilitas pelayanan kota. sesuai dengan proses penyusunannya, hal ini karena didalam proses penyusunannya ada beberapa faktor yang tidak mendukung, salah satunya adalah koordinasi tidak berjalan secara efektif antara pemda Tk.II Buton dengan pihak konsultan serta kurangnya wewenag Pemda. TK II Buton. 3. Dalam setiap tahapan proses penyusunan Rencana Umum Tata Ruang Kota Bau-Bau, peran serta masyarakat sangat diperlukan keterlibatannya. Namun, untuk mencapai dan menampung aspirasi mereka tidak sepenuhnya dilibatkan. Akibatnya, rencana yang disusun tersebut terjadi penyimpangan dalam hal pemanfaatan ruang kota. Hal ini dikarenakan selain proses penyusunan rencana belum sepenuhnya mengikuti aturan Permendagri No.4 Tahun 1980 yang dijadikan sebagai pedoman. 4. Peran serta masyarakat dalam penyusunan rencana umum tata ruang kota tidak nampak sesuai yang diinginkan oleh pedoman rencan kota. hal ini dikarenakan, selain keterlibatan masyarakat dalam kegiatan penyusunan Rencana Umum Tata Ruang Kota Bau-Bau dilakukan melalui penunjukan dalam suatu seminar yang cukup terbatas, baik waktu, jumlah, maupun frekuensinya. Juga kegiatan koordinasi di dalam penyusunan rencana kota dilakukan oleh sepihak (konsultan saja, akibatnya aspirasi masyarakat Kota Bau-Bau tidak sepenuhnya tertampung di dalam rencana kota tersebut. 10

11 Fithri Farah Az saifa, 2009, Assessmet On The implemetation Of The Spatial Plan As A Tool For Disaster Prevetion (A Case Of Banda Aceh, Aceh Province, Indonesia.) 1. Mengetahui pelaksanaan rencana tata ruang yang ada di Banda Aceh. a. Langkah-langkah mitigasi yang diusulkan dalam rencana tata ruang Banda Aceh pada tahun b. Output yang telah dicapai sejauh ini dalam periode c. Faktor yang mempengaruhi pelaksanaan rencana tata ruang periode Mengetahui efektifitas pelaksanaan rencana tata ruang dalam meminimalkan dampak bencana alam di masa depan pada skala kota. 3. Mengetahui usaha pemerintah daerah untuk meningkatkan pelaksanaan rencana tata ruang kota Banda Aceh Mengetahui persepsi masyarakat terhadap isi dan pelaksanaan tata ruang ini sehubungan dengan langkahlangkah mitigasi di Ulee Lhee, Deah Baro dan Deah Glumpang. Studi kasus 1. Rencana implementasi yang sukses tergantung pada pemenuhan berbagai kondisi. Salah satu kriteria dari keberhasilan pelaksanaan rencana adalah kualitas rencana. a. Langkah-langkah mitigasi yang diusulkan adalah: (1) Escape routes; (2) Escape building; (3) Open space; (4) Restriction Development Zone; (5) New Urban Development; (6) Building regulation; (7) Buffer zone; (8) Zoning regulation; dan (9) Land consolidation. b. Pemerintah daerah dengan lembaga-lembaga donor telah berinvestasi infrastruktur yang dapat membantu masyarakat lokal untuk mengurangi kerentanan terhadap bencana alam. Misalnya jalan desa yang diperluas untuk meningkatkan mobilitas penduduk desa, khususnya evakuasi jika terjadi gempa bumi. c. Rencana tata ruang yang baru pada saat sebelum disahkan Qanun Nomor 4 Tahun 2009 belum disetujui, seperti yang dijelaskan oleh pejabat pemerintah yang bertanggung jawab. Faktor utama yang menciptakan penundaan implementasi saat itu adalah: Pertama, bahwa pada tahap penyusunan rencana tata ruang konsultan yang ditugaskan oleh BRR telah membuat ketidaktelitian fatal dalam rencana tata ruang yang telah menyebabkan revisi panjang. Itu menegaskan bahwa sekitar lima puluh persen atau lebih dari rencana tersebut adalah copy -paste dari rencana sebelumnya dan data kecamatan lainnya. Kedua, banyak perubahan dasar hukum jelas telah mempengaruhi penyusunan rencana tata ruang. Ini 11

12 12 merupakan indikasi yang jelas bahwa perubahan peraturan adalah salah satu faktor yang mempengaruhi proses persetujuan rencana. Ketiga, diskusi panjang dari proses persetujuan di kota proses sidang legislatif dan publik juga berkontribusi terhadap persetujuan rencana tata ruan. Peneliti mengamati bahwa pemerintah telah gagal untuk mempertahankan dan mempertimbangkan pentingnya greenbelt. Faktor lain juga diakui oleh Otoritas Kelautan dan Perikanan Badan mengapa jumlah penanaman mangrove tidak cukup untuk menutupi seluruh wilayah pesisir adalah karena kurangnya kapasitas dan pengalaman dalam penanaman dan metode pembibitan. Pendapat responden ini lebih didukung oleh studi dari Wetland International. 2. Dalam rangka untuk menilai efektivitas dari Banda Aceh rencana tata ruang untuk meminimalkan dan mengurangi dampak bencana alam, ahli mengungkapkan bahwa rencana tata ruang saat ini Banda Aceh belum mengatasi ancaman perubahan iklim. Sejalan dengan pendapat ahli, Baker (1997) yang menyarankan mempromosikan kepadatan tinggi sebagai salah satu ukuran keberlanjutan yang dapat diterapkan dalam perencanaan tata ruang. Namun, bertentangan dengan argumen ahli, 50% responden utama dari pemerintah daerah berpendapat bahwa rencana tata ruang saat ini sudah efektif dalam menampung bahaya hidrologi dan geologi dan topografi di Banda Aceh. 3. Perencanaan Pembangunan Daerah ( BAPPEDA ) pejabat menjelaskan bahwa dalam rangka meningkatkan proses

13 perencanaan membutuhkan dukungan sumber daya yang memadai seperti staf, uang, waktu, keahlian. 4. Analisis persepsi masyarakat terhadap konten dan pelaksanaan rencana tata ruang mencakup semua tiga desa terpilih di Kecamatan Meuraxa. Dari kuesioner dari tiga komunitas yang dipilih di Kecamatan Meuraxa menunjukkan bahwa mereka tidak menyadari keberadaan rencana tata ruang karena mereka belum menerima informasi dari pemerintah mengenai sosialisasi perencanaan. Secara umum, hampir semua masyarakat di tiga desa sepakat bahwa kedua zona pesisir dan eco zona dapat memberikan dampak manfaat positif ke setiap desa. temuan dari masyarakat mengungkapkan bahwa dewan kota tidak melibatkan masyarakat setempat dalam proses perencanaan mereka. Sumber: Hasil analisis,

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Tsunami 26 Desember 2004 yang disebabkan oleh gempa 9.1 SR

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Tsunami 26 Desember 2004 yang disebabkan oleh gempa 9.1 SR BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tsunami 26 Desember 2004 yang disebabkan oleh gempa 9.1 SR di dasar laut Samudera Hindia (sebelah barat Aceh) telah 10 tahun berlalu. Bencana tsunami itu mengakibatkan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1046, 2014 KEMENPERA. Bencana Alam. Mitigasi. Perumahan. Pemukiman. Pedoman. PERATURAN MENTERI PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu Negara di dunia yang dilewati oleh dua jalur pegunungan muda dunia sekaligus, yakni pegunungan muda Sirkum Pasifik dan pegunungan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 186 BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1 Kesimpulan Berdaasarkan hasil analisis dari tingkat risiko bencana dapat disimpulkan bahaya faktor utama dalam menentukan risiko bahaya gempa bumi di kota bengkulu

Lebih terperinci

TINGKAT KERAWANAN BENCANA TSUNAMI KAWASAN PANTAI SELATAN KABUPATEN CILACAP

TINGKAT KERAWANAN BENCANA TSUNAMI KAWASAN PANTAI SELATAN KABUPATEN CILACAP TINGKAT KERAWANAN BENCANA TSUNAMI KAWASAN PANTAI SELATAN KABUPATEN CILACAP Lailla Uswatun Khasanah 1), Suwarsito 2), Esti Sarjanti 2) 1) Alumni Program Studi Pendidikan Geografi, Fakultas Keguruan dan

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. bumi dan dapat menimbulkan tsunami. Ring of fire ini yang menjelaskan adanya

BAB 1 : PENDAHULUAN. bumi dan dapat menimbulkan tsunami. Ring of fire ini yang menjelaskan adanya BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang tergolong rawan terhadap kejadian bencana alam, hal tersebut berhubungan dengan letak geografis Indonesia yang terletak di antara

Lebih terperinci

KETENTUAN PERANCANGAN KAWASAN PESISIR SEBAGAI MITIGASI TSUNAMI (Studi Kasus: Kelurahan Weri-Kota Larantuka-Kab. Flotim-NTT) TUGAS AKHIR

KETENTUAN PERANCANGAN KAWASAN PESISIR SEBAGAI MITIGASI TSUNAMI (Studi Kasus: Kelurahan Weri-Kota Larantuka-Kab. Flotim-NTT) TUGAS AKHIR KETENTUAN PERANCANGAN KAWASAN PESISIR SEBAGAI MITIGASI TSUNAMI (Studi Kasus: Kelurahan Weri-Kota Larantuka-Kab. Flotim-NTT) TUGAS AKHIR Oleh: GRASIA DWI HANDAYANI L2D 306 009 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Australia dan Lempeng Pasifik (gambar 1.1). Pertemuan dan pergerakan 3

BAB I PENDAHULUAN. Australia dan Lempeng Pasifik (gambar 1.1). Pertemuan dan pergerakan 3 BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini dipaparkan : (a) latar belakang, (b) perumusan masalah, (c) tujuan penelitian, (d) manfaat penelitian, (e) ruang lingkup penelitian dan (f) sistematika penulisan. 1.1. Latar

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB 1 PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB 1 PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan Negara kepulauan yang wilayahnya membentang diantara benua Asia dan Australia serta diantara Samudera Pasifik dan Samudera Hindia.

Lebih terperinci

Malahayati Dusun TGK.Disayang Dusun Teuku Teungoh

Malahayati Dusun TGK.Disayang Dusun Teuku Teungoh Tabel 4.1 Jumlah Penduduk dan Luas Wilayah Gampong Lampulo (Per Dusun) Nama Dusun di Jumlah Luas Kepadatan Luas (Ha) Gampong Penduduk Wilayah Penduduk Lampulo (Jiwa) (Ha) (Jiwa/Ha) Dusun Teuku 1002 13,5

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang terletak pada zona rawan bencana. Posisi geografis kepulauan Indonesia yang sangat unik menyebabkan Indonesia termasuk daerah yang

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PENANGANAN BENCANA

PENJELASAN ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PENANGANAN BENCANA PENJELASAN ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PENANGANAN BENCANA I. Umum Indonesia, merupakan negara kepulauan terbesar didunia, yang terletak di antara dua benua, yakni benua Asia dan benua Australia,

Lebih terperinci

Penyebab Tsunami BAB I PENDAHULUAN

Penyebab Tsunami BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bencana adalah peristiwa/rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan baik oleh faktor alam dan/atau faktor

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wilayah Indonesia merupakan salah satu negara dengan kondisi geologis yang secara tektonik sangat labil karena dikelilingi oleh Lempeng Eurasia, Lempeng Indo-Australia

Lebih terperinci

Ketentuan Umum Istilah dan Definisi

Ketentuan Umum Istilah dan Definisi Ketentuan Umum 2.1. Istilah dan Definisi Penyusunan RDTR menggunakan istilah dan definisi yang spesifik digunakan di dalam rencana tata ruang. Berikut adalah daftar istilah dan definisinya: 1) Ruang adalah

Lebih terperinci

MITIGASI BENCANA ALAM II. Tujuan Pembelajaran

MITIGASI BENCANA ALAM II. Tujuan Pembelajaran K-13 Kelas X Geografi MITIGASI BENCANA ALAM II Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan mempunyai kemampuan sebagai berikut. 1. Memahami banjir. 2. Memahami gelombang pasang.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia terletak di antara tiga lempeng aktif dunia, yaitu Lempeng

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia terletak di antara tiga lempeng aktif dunia, yaitu Lempeng BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia terletak di antara tiga lempeng aktif dunia, yaitu Lempeng Eurasia, Indo-Australia dan Pasifik. Konsekuensi tumbukkan lempeng tersebut mengakibatkan negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan sebuah negara yang memiliki potensi bencana alam yang tinggi. Jika dilihat secara geografis Indonesia adalah negara kepulauan yang berada pada pertemuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. strategis secara geografis dimana letaknya berada diantara Australia dan benua Asia

BAB I PENDAHULUAN. strategis secara geografis dimana letaknya berada diantara Australia dan benua Asia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Telah lama diakui bahwa Negara Indonesia memiliki posisi yang sangat strategis secara geografis dimana letaknya berada diantara Australia dan benua Asia serta diantara

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Meureudu, 28 Mei 2013 Bupati Pidie Jaya AIYUB ABBAS

KATA PENGANTAR. Meureudu, 28 Mei 2013 Bupati Pidie Jaya AIYUB ABBAS KATA PENGANTAR Sesuai Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, Pasal 11 ayat (2), mengamanatkan pemerintah daerah kabupaten berwenang dalam melaksanakan penataan ruang wilayah kabupaten

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seluruhnya akibat pengaruh bencana tsunami. Pembangunan permukiman kembali

BAB I PENDAHULUAN. seluruhnya akibat pengaruh bencana tsunami. Pembangunan permukiman kembali BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permukiman kembali masyarakat pesisir di Desa Kuala Bubon Kecamatan Samatiga Kabupaten Aceh Barat merupakan upaya membangun kembali permukiman masyarakat

Lebih terperinci

I. Permasalahan yang Dihadapi

I. Permasalahan yang Dihadapi BAB 34 REHABILITASI DAN REKONSTRUKSI DI WILAYAH PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM DAN KEPULAUAN NIAS PROVINSI SUMATRA UTARA, SERTA PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA DAN PROVINSI JAWA TENGAH I. Permasalahan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 64 TAHUN 2010 TENTANG MITIGASI BENCANA DI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 64 TAHUN 2010 TENTANG MITIGASI BENCANA DI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 64 TAHUN 2010 TENTANG MITIGASI BENCANA DI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Geografis Indonesia merupakan negara kepulauan yang terletak pada

I. PENDAHULUAN. Geografis Indonesia merupakan negara kepulauan yang terletak pada 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Geografis Indonesia merupakan negara kepulauan yang terletak pada lempeng bumi yang labil. Lempeng bumi ini berpotensi besar terjadinya gempa bumi pada dasar laut dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada tahun 2004 yang melanda Aceh dan sekitarnya. Menurut U.S. Geological

BAB I PENDAHULUAN. pada tahun 2004 yang melanda Aceh dan sekitarnya. Menurut U.S. Geological BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan wilayah yang rawan terhadap bencana alam. Salah satu bencana paling fenomenal adalah terjadinya gempa dan tsunami pada tahun 2004 yang melanda

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 : PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gempa bumi sebagai suatu kekuatan alam terbukti telah menimbulkan bencana yang sangat besar dan merugikan. Gempa bumi pada skala kekuatan yang sangat kuat dapat menyebabkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pembangunan nasional (UU RI No 24 Tahun 2007). penduduk yang besar. Bencana yang datang dapat disebabkan oleh faktor alam

BAB 1 PENDAHULUAN. pembangunan nasional (UU RI No 24 Tahun 2007). penduduk yang besar. Bencana yang datang dapat disebabkan oleh faktor alam BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia memiliki kondisi geografis, geologis, hidrologis, dan demografis yang memungkinkan terjadinya bencana, baik yang disebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Posisi Indonesia dalam Kawasan Bencana

BAB I PENDAHULUAN Posisi Indonesia dalam Kawasan Bencana Kuliah ke 1 PERENCANAAN KOTA BERBASIS MITIGASI BENCANA TPL 410-2 SKS DR. Ir. Ken Martina K, MT. BAB I PENDAHULUAN Bencana menjadi bagian dari kehidupan manusia di dunia, sebagai salah satu permasalahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. banyak dipengaruhi oleh faktor geologi terutama dengan adanya aktivitas

BAB I PENDAHULUAN. banyak dipengaruhi oleh faktor geologi terutama dengan adanya aktivitas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara geografis Indonesia terletak di daerah katulistiwa dengan morfologi yang beragam dari daratan sampai pegunungan tinggi. Keragaman morfologi ini banyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Modul tinjauan umum manajemen bencana, UNDRO

BAB I PENDAHULUAN. Modul tinjauan umum manajemen bencana, UNDRO BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Bumi sebenarnya merupakan sebuah sistem yang sangat kompleks dan besar. Sistem ini bekerja diluar kehendak manusia. Suatu sistem yang memungkinkan bumi berubah uaitu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumatera Barat memiliki garis pantai sepanjang lebih kurang 375 km, berupa dataran rendah sebagai bagian dari gugus kepulauan busur muka. Perairan barat Sumatera memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Negara Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari beberapa pulau utama dan ribuan pulau kecil disekelilingnya. Dengan 17.508 pulau, Indonesia menjadi negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidrologis dan demografis, merupakan wilayah yang tergolong rawan bencana,

BAB I PENDAHULUAN. hidrologis dan demografis, merupakan wilayah yang tergolong rawan bencana, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan dan dilihat secara geografis, geologis, hidrologis dan demografis, merupakan wilayah yang tergolong rawan bencana, bahkan termasuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dilintasi lempeng Eurasia, lempeng Indo-Australia dan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dilintasi lempeng Eurasia, lempeng Indo-Australia dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia dilintasi lempeng Eurasia, lempeng Indo-Australia dan lempeng Pasifik. Pergerakan lempeng tersebut menimbulkan patahan/tumbukan sehingga terjadinya gempa

Lebih terperinci

GEMPA DAN TSUNAMI GEMPA BUMI

GEMPA DAN TSUNAMI GEMPA BUMI GEMPA DAN TSUNAMI FIDEL BUSTAMI COREMAP DAN LAPIS BANDA ACEH Pengertian : GEMPA BUMI Pergerakan bumi secara tiba-tiba tiba,, yang terjadi karena adanya tumbukan lempeng bumi yang mengandung energi yang

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan suatu negara yang memiliki wilayah yang luas dan terletak di garis khatulistiwa pada posisi silang antara dua benua dan dua samudera, berada dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Peta Indeks Rawan Bencana Indonesia Tahun Sumber: bnpb.go.id,

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Peta Indeks Rawan Bencana Indonesia Tahun Sumber: bnpb.go.id, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara geologis, Indonesia merupakan negara kepulauan yang berada di lingkungan geodinamik yang sangat aktif, yaitu pada batas-batas pertemuan berbagai lempeng tektonik

Lebih terperinci

Faktor penyebab banjir oleh Sutopo (1999) dalam Ramdan (2004) dibedakan menjadi persoalan banjir yang ditimbulkan oleh kondisi dan peristiwa alam

Faktor penyebab banjir oleh Sutopo (1999) dalam Ramdan (2004) dibedakan menjadi persoalan banjir yang ditimbulkan oleh kondisi dan peristiwa alam BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bencana alam tampak semakin meningkat dari tahun ke tahun yang disebabkan oleh proses alam maupun manusia itu sendiri. Kerugian langsung berupa korban jiwa, harta

Lebih terperinci

Apa itu Tsunami? Tsu = pelabuhan Nami = gelombang (bahasa Jepang)

Apa itu Tsunami? Tsu = pelabuhan Nami = gelombang (bahasa Jepang) Bahaya Tsunami Apa itu Tsunami? Tsu = pelabuhan Nami = gelombang (bahasa Jepang) Tsunami adalah serangkaian gelombang yang umumnya diakibatkan oleh perubahan vertikal dasar laut karena gempa di bawah atau

Lebih terperinci

PENYEBAB TERJADINYA TSUNAMI

PENYEBAB TERJADINYA TSUNAMI Pengenalan Tsunami APAKAH TSUNAMI ITU? Tsunami adalah rangkaian gelombang laut yang mampu menjalar dengan kecepatan hingga lebih 900 km per jam, terutama diakibatkan oleh gempabumi yang terjadi di dasar

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. Samudera Pasifik yang bergerak kearah barat-barat laut dengan kecepatan sekitar 10

BAB 1 : PENDAHULUAN. Samudera Pasifik yang bergerak kearah barat-barat laut dengan kecepatan sekitar 10 1 BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia terletak diantara tiga lempeng utama dunia, yaitu Lempeng Samudera Pasifik yang bergerak kearah barat-barat laut dengan kecepatan sekitar 10 cm per tahun,

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. Berdasarkan data dunia yang dihimpun oleh WHO, pada 10 dekade terakhir ini,

BAB 1 : PENDAHULUAN. Berdasarkan data dunia yang dihimpun oleh WHO, pada 10 dekade terakhir ini, BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bencana dan keadaan gawat darurat telah mempengaruhi aspek kehidupan masyarakat secara signifikan, terutama yang berhubungan dengan kesehatan. Berdasarkan data dunia

Lebih terperinci

RUANG TERBUKA SEBAGAI RUANG EVAKUASI BENCANA TSUNAMI (Studi Kasus: Daerah Rawan Tsunami Kabupaten Kulonprogo) TUGAS AKHIR

RUANG TERBUKA SEBAGAI RUANG EVAKUASI BENCANA TSUNAMI (Studi Kasus: Daerah Rawan Tsunami Kabupaten Kulonprogo) TUGAS AKHIR RUANG TERBUKA SEBAGAI RUANG EVAKUASI BENCANA TSUNAMI (Studi Kasus: Daerah Rawan Tsunami Kabupaten Kulonprogo) TUGAS AKHIR Oleh : BIMA SAKTI L2D005352 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia akhir-akhir ini. Berdasarkan data Wahana Lingkungan Hidup (WALHI)

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia akhir-akhir ini. Berdasarkan data Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bencana alam seakan sudah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat Indonesia akhir-akhir ini. Berdasarkan data Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) pada Nopember 2010 (seperti

Lebih terperinci

Pada Mingu, 26 Desember 2004, pukul WIB, gempa bumi berkekuatan 9.0 skala Richter mengguncang Aceh, yang terkenal dengan sebutan Kota Serambi

Pada Mingu, 26 Desember 2004, pukul WIB, gempa bumi berkekuatan 9.0 skala Richter mengguncang Aceh, yang terkenal dengan sebutan Kota Serambi Pada Mingu, 26 Desember 2004, pukul 08.20 WIB, gempa bumi berkekuatan 9.0 skala Richter mengguncang Aceh, yang terkenal dengan sebutan Kota Serambi Mekkah. Gempa bumi tersebut disusul gelombang tsunami

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. mencapai 50 derajat celcius yang menewaskan orang akibat dehidrasi. (3) Badai

BAB 1 : PENDAHULUAN. mencapai 50 derajat celcius yang menewaskan orang akibat dehidrasi. (3) Badai BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bencana merupakan rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik faktor alam dan/ atau faktor non alam

Lebih terperinci

di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil semakin jelas dengan disahkannya peraturan pelaksanaan UU No. 27 Tahun 2007 berupa PP No 64 Tahun 2010 tentan

di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil semakin jelas dengan disahkannya peraturan pelaksanaan UU No. 27 Tahun 2007 berupa PP No 64 Tahun 2010 tentan Gempa bumi, tsunami, erosi, banjir, gelombang ekstrem dan kenaikan paras muka air laut adalah ancaman wilayah pesisir. Tapi tidak berarti hidup di negara kepulauan pasti menjadi korban bencana.. Wilayah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Mitigasi bencana merupakan serangkaian upaya untuk mengurangi resiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan

Lebih terperinci

PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PENANGANAN KAWASAN BENCANA ALAM DI PANTAI SELATAN JAWA TENGAH

PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PENANGANAN KAWASAN BENCANA ALAM DI PANTAI SELATAN JAWA TENGAH PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PENANGANAN KAWASAN BENCANA ALAM DI PANTAI SELATAN JAWA TENGAH Totok Gunawan dkk Balitbang Prov. Jateng bekerjasama dengan Fakultas Gegrafi UGM Jl. Imam Bonjol 190 Semarang RINGKASAN

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang terletak pada pertemuan 3 (tiga) lempeng tektonik besar yaitu lempeng Indo-Australia, Eurasia dan Pasifik. Pada daerah pertemuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Perencanaan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Perencanaan 1.1 Latar Belakang Perencanaan BAB I PENDAHULUAN Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan terbesar di dunia, hal ini dilihat dari banyaknya pulau yang tersebar di seluruh wilayahnya yaitu 17.504

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan wilayah yang memiliki kekayaan sumber daya alam yang melimpah. Kekayaan Indonesia tersebar sepanjang nusantara mulai ujung barat Pulau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara rawan bencana alam seperti gempa bumi, tsunami, gunung meletus, tanah longsor, badai dan banjir. Bencana tersebut datang hampir setiap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat diprediksi secara pasti. Dampak yang ditimbulkan oleh peristiwa

BAB I PENDAHULUAN. dapat diprediksi secara pasti. Dampak yang ditimbulkan oleh peristiwa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Skala waktu dan besaran dampak kerusakan bencana yang tidak dapat diprediksi secara pasti. Dampak yang ditimbulkan oleh peristiwa terjadinya bencana akan menyebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan yang membentang dari Sabang sampai Merauke yang terdiri dari ribuan pulau besar dan kecil yang ada di dalamnya. Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bencana gempa bumi yang berkekuatan 8,9 skala Richter yang diikuti

BAB I PENDAHULUAN. Bencana gempa bumi yang berkekuatan 8,9 skala Richter yang diikuti BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bencana gempa bumi yang berkekuatan 8,9 skala Richter yang diikuti gelombang tsunami yang melanda sebagian besar kawasan pesisir Aceh dan Nias pada hari Minggu tanggal

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. di Indonesia sangatlah beragam baik jenis maupun skalanya (magnitude). Disamping

BAB 1 PENDAHULUAN. di Indonesia sangatlah beragam baik jenis maupun skalanya (magnitude). Disamping BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai daerah rawan bencana. Bencana yang terjadi di Indonesia sangatlah beragam baik jenis maupun skalanya (magnitude). Disamping bencana, Indonesia

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN Pada awalnya Kabupaten Tulang Bawang mempunyai luas daratan kurang lebih mendekati 22% dari luas Propinsi Lampung, dengan pusat pemerintahannya di Kota Menggala yang telah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi dan pembangunan yang pesat di Kota Surabaya menyebabkan perubahan

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi dan pembangunan yang pesat di Kota Surabaya menyebabkan perubahan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Surabaya merupakan kota yang memiliki pertumbuhan ekonomi yang pesat dan menyumbang pendapatan Negara yang sangat besar. Surabaya juga merupakan kota terbesar kedua

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia dengan keadaan geografis dan kondisi sosialnya berpotensi rawan

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia dengan keadaan geografis dan kondisi sosialnya berpotensi rawan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia dengan keadaan geografis dan kondisi sosialnya berpotensi rawan bencana, baik yang disebabkan kejadian alam seperi gempa bumi, tsunami, tanah longsor, letusan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. imbas dari kesalahan teknologi yang memicu respon dari masyarakat, komunitas,

BAB I PENDAHULUAN. imbas dari kesalahan teknologi yang memicu respon dari masyarakat, komunitas, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Parker (1992), bencana ialah sebuah kejadian yang tidak biasa terjadi disebabkan oleh alam maupun ulah manusia, termasuk pula di dalamnya merupakan imbas dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Berdasarkan UU No 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, pasal 6 ayat (1), disebutkan bahwa Penataan Ruang di selenggarakan dengan memperhatikan kondisi fisik wilayah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sehingga masyarakat yang terkena harus menanggapinya dengan tindakan. aktivitas bila meningkat menjadi bencana.

BAB I PENDAHULUAN. sehingga masyarakat yang terkena harus menanggapinya dengan tindakan. aktivitas bila meningkat menjadi bencana. BAB I BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG PENDAHULUAN Indonesia merupakan negara yang sangat rawan bencana. Hal ini dibuktikan dengan terjadinya berbagai bencana yang melanda berbagai wilayah secara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan Negara kepulauan yang secara geografis terletak di daerah

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan Negara kepulauan yang secara geografis terletak di daerah 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan Negara kepulauan yang secara geografis terletak di daerah khatulistiwa, di antara Benua Asia dan Australia, serta diantara Samudera Pasifik dan Hindia.

Lebih terperinci

BUPATI LOMBOK BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

BUPATI LOMBOK BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT BUPATI LOMBOK BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN BUPATI LOMBOK BARAT NOMOR 20 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN FUNGSI, KLASIFIKASI, PERSYARATAN ADMINISTRATIF DAN TEKNIS BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

menyiratkan secara jelas tentang perubahan paradigma penanggulangan bencana dari

menyiratkan secara jelas tentang perubahan paradigma penanggulangan bencana dari BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Undang-Undang No 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana telah menyiratkan secara jelas tentang perubahan paradigma penanggulangan bencana dari upaya responsif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara geografis Indonesia terletak di daerah khatulistiwa dengan morfologi yang beragam, dari daratan sampai pegunungan serta lautan. Keragaman ini dipengaruhi

Lebih terperinci

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 7. MENGANALISIS MITIGASI DAN ADAPTASI BENCANA ALAMLATIHAN SOAL 7.1

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 7. MENGANALISIS MITIGASI DAN ADAPTASI BENCANA ALAMLATIHAN SOAL 7.1 SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 7. MENGANALISIS MITIGASI DAN ADAPTASI BENCANA ALAMLATIHAN SOAL 7.1 1. Serangkaian peristiwa yang menyebabkan gangguan yang mendatangkan kerugian harta benda sampai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dinamika bentuk dan struktur bumi dijabarkan dalam berbagai teori oleh para ilmuwan, salah satu teori yang berkembang yaitu teori tektonik lempeng. Teori ini

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI ATRIBUT DATA SPASIAL KAWASAN RAWAN BENCANA SIGDa LOMBOK BARAT

IDENTIFIKASI ATRIBUT DATA SPASIAL KAWASAN RAWAN BENCANA SIGDa LOMBOK BARAT Prosiding SENTIA 2017 Politeknik Negeri Malang Volume 9 ISSN: 2085-2347 IDENTIFIKASI ATRIBUT DATA SPASIAL KAWASAN RAWAN BENCANA SIGDa LOMBOK BARAT Agus Pribadi1 1, Heroe Santoso 2 1,2 Jurusan Teknik Informatika

Lebih terperinci

2.1. TUJUAN PENATAAN RUANG WILAYAH KOTA BANDA ACEH

2.1. TUJUAN PENATAAN RUANG WILAYAH KOTA BANDA ACEH 2.1. TUJUAN PENATAAN RUANG WILAYAH KOTA BANDA ACEH Tujuan Penataan Ruang Wilayah Kota Banda Aceh dirumuskan untuk mengatasi permasalahan tata ruang dan sekaligus memanfaatkan potensi yang dimiliki, serta

Lebih terperinci

- 2 - MEMUTUSKAN : PERATURAN GUBERNUR TENTANG PERBAIKAN DARURAT PADA SAAT TRANSISI DARURAT BENCANA DI ACEH. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1

- 2 - MEMUTUSKAN : PERATURAN GUBERNUR TENTANG PERBAIKAN DARURAT PADA SAAT TRANSISI DARURAT BENCANA DI ACEH. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 39 TAHUN 2016 TENTANG PERBAIKAN DARURAT PADA SAAT TRANSISI DARURAT BENCANA DI ACEH DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR ACEH, Menimbang : a. bahwa untuk meminimalisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Pengertian Dan Proses Terjadi Tsunami

BAB I PENDAHULUAN Pengertian Dan Proses Terjadi Tsunami BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.1.1. Pengertian Dan Proses Terjadi Tsunami Tsunami adalah sederetan gelombang laut yang menjalar dengan panjang gelombang sampai 100 km dengan ketinggian beberapa

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Memperoleh pangan yang cukup merupakan suatu hal yang sangat penting bagi manusia agar berada dalam kondisi sehat, produktif dan sejahtera. Oleh karena itu hak untuk memperoleh

Lebih terperinci

Analisis Perubahan Lahan Tambak Di Kawasan Pesisir Kota Banda Aceh

Analisis Perubahan Lahan Tambak Di Kawasan Pesisir Kota Banda Aceh Analisis Perubahan Lahan Tambak Di Kawasan Pesisir Kota Banda Aceh 1 Mira Mauliza Rahmi, * 2 Sugianto Sugianto dan 3 Faisal 1 Program Studi Magister Pengelolaan Sumberdaya Pesisir Terpadu Program Pascasarjana;

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lempeng raksasa, yaitu Lempeng Eurasia, Lempeng Indo-Australia, dan

BAB I PENDAHULUAN. lempeng raksasa, yaitu Lempeng Eurasia, Lempeng Indo-Australia, dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keunikan geologi kepulauan Indonesia berada di pertemuan tiga lempeng raksasa, yaitu Lempeng Eurasia, Lempeng Indo-Australia, dan Lempeng Pasifik. Ketiga lempeng

Lebih terperinci

Gambar 1.1. Indonesia terletak pada zona subduksi (http://ramadhan90.wordpress.com/2011/03/17/lempeng-tektonik/)

Gambar 1.1. Indonesia terletak pada zona subduksi (http://ramadhan90.wordpress.com/2011/03/17/lempeng-tektonik/) BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia terletak pada batas pertemuan tiga lempeng tektonik bumi (triple junction plate convergence) yang sangat aktif sehingga Indonesia merupakan daerah yang sangat

Lebih terperinci

Penataan Kota dan Permukiman

Penataan Kota dan Permukiman Penataan Kota dan Permukiman untuk Mengurangi Resiko Bencana Pembelajaran dari Transformasi Pasca Bencana Oleh: Wiwik D Pratiwi dan M Donny Koerniawan Staf Pengajar Sekolah Arsitektur, Perencanaan, dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan berada di jalur cincin api (ring of fire). Indonesia berada di kawasan dengan

I. PENDAHULUAN. dan berada di jalur cincin api (ring of fire). Indonesia berada di kawasan dengan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kawasan kepulauan Indonesia merupakan daerah pertemuan lempeng bumi dan berada di jalur cincin api (ring of fire). Indonesia berada di kawasan dengan curah hujan yang relatif

Lebih terperinci

I.1 Latar Belakang. 1 Walhi, Menari di Republik Bencana: Indonesia Belum Juga Waspada. 30 Januari

I.1 Latar Belakang. 1 Walhi, Menari di Republik Bencana: Indonesia Belum Juga Waspada.  30 Januari Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang rawan bencana. Setidaknya secara faktual 83 persen kawasan Indonesia, baik secara alamiah maupun karena salah urus merupakan daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai negara kepulauan yang menurut letak geografisnya berada pada daerah khatulistiwa, diapit Benua Asia dan Australia dan juga terletak diantara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah ,

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah , I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Bencana banjir dikatagorikan sebagai proses alamiah atau fenomena alam, yang dapat dipicu oleh beberapa faktor penyebab: (a) Fenomena alam, seperti curah hujan,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan salah satu Negara di dunia yang mempunyai

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan salah satu Negara di dunia yang mempunyai BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu Negara di dunia yang mempunyai karakteristik alam yang beragam. Indonesia memiliki karakteristik geografis sebagai Negara maritim,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumatera Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang terletak di sepanjang pesisir barat pulau Sumatera bagian tengah. Provinsi ini memiliki dataran seluas

Lebih terperinci

INSTRUKSI GUBERNUR JAWA TENGAH

INSTRUKSI GUBERNUR JAWA TENGAH INSTRUKSI GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR : 360 / 009205 TENTANG PENANGANAN DARURAT BENCANA DI PROVINSI JAWA TENGAH Diperbanyak Oleh : BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH JALAN IMAM BONJOL

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang selain merupakan sumber alam yang penting artinya bagi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanah longsor adalah suatu produk dari proses gangguan keseimbangan yang menyebabkan bergeraknya massa tanah dan batuan dari tempat yang lebih tinggi ke tempat yang lebih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan Negara kepulauan yang rentan terhadap dampak perubahan iklim. Provinsi Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang termasuk rawan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gempa bumi, tsunami dan letusan gunung api merupakan refleksi fenomena

BAB I PENDAHULUAN. Gempa bumi, tsunami dan letusan gunung api merupakan refleksi fenomena BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gempa bumi, tsunami dan letusan gunung api merupakan refleksi fenomena alam yang secara geografis sangat khas untuk wilayah tanah air Indonensia. Indonesia merupakan

Lebih terperinci

MOTIVASI MASYARAKAT BERTEMPAT TINGGAL DI KAWASAN RAWAN BANJIR DAN ROB PERUMAHAN TANAH MAS KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR

MOTIVASI MASYARAKAT BERTEMPAT TINGGAL DI KAWASAN RAWAN BANJIR DAN ROB PERUMAHAN TANAH MAS KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR MOTIVASI MASYARAKAT BERTEMPAT TINGGAL DI KAWASAN RAWAN BANJIR DAN ROB PERUMAHAN TANAH MAS KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR Oleh: DINA WAHYU OCTAVIANI L2D 002 396 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bencana Gempa dan Tsunami yang terjadi di beberapa wilayah di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) pada 26 Desember 2004 telah menimbulkan dampak yang sungguh luar

Lebih terperinci

TUJUAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI

TUJUAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI TUJUAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI 2.1. Tujuan Penataan Ruang Kota Bengkulu Tujuan penataan ruang wilayah kota dirumuskan berdasarkan: 1) visi dan misi pembangunan wilayah kota; 2) karakteristik wilayah kota;

Lebih terperinci

Implikasi dan Implementasi UU Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang di Provinsi Jawa Timur

Implikasi dan Implementasi UU Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang di Provinsi Jawa Timur Implikasi dan Implementasi UU Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang di Provinsi Jawa Timur Oleh : Hadi Prasetyo (Kepala Bappeda Provinsi Jawa Timur) I. Pendahuluan Penataan Ruang sebagai suatu sistem

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Secara geografis, geologis, hidrologis, dan sosio-demografis, Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Secara geografis, geologis, hidrologis, dan sosio-demografis, Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Secara geografis, geologis, hidrologis, dan sosio-demografis, Indonesia merupakan wilayah rawan bencana. Sejak tahun 1988 sampai pertengahan 2003 terjadi 647 bencana

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan daerah yang rawan terhadap bencana gempabumi tektonik. Hal ini disebabkan karena Indonesia terletak pada kerangka tektonik yang didominasi oleh interaksi

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 64 TAHUN 2010 TENTANG MITIGASI BENCANA DI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 64 TAHUN 2010 TENTANG MITIGASI BENCANA DI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 64 TAHUN 2010 TENTANG MITIGASI BENCANA DI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

Lebih terperinci

KERANGKA RAPERMEN TENTANG TATA CARA PENGHITUNGAN BATAS SEMPADAN PANTAI

KERANGKA RAPERMEN TENTANG TATA CARA PENGHITUNGAN BATAS SEMPADAN PANTAI KERANGKA RAPERMEN TENTANG TATA CARA PENGHITUNGAN BATAS SEMPADAN PANTAI BAB I BAB II BAB III BAB IV BAB V : KETENTUAN UMUM : PENGHITUNGAN BATAS SEMPADAN PANTAI Bagian Kesatu Indeks Ancaman dan Indeks Kerentanan

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bencana dilihat dari beberapa sumber memiliki definisi yang cukup luas.

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bencana dilihat dari beberapa sumber memiliki definisi yang cukup luas. BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bencana dilihat dari beberapa sumber memiliki definisi yang cukup luas. Menurut Center of Research on the Epidemiology of Disasters (CRED), bencana didefinisikan sebagai

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2016 SERI D.4 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2016 SERI D.4 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2016 SERI D.4 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH DAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bencana gempa bumi beserta dampaknya yang terjadi belakangan ini harus

BAB I PENDAHULUAN. Bencana gempa bumi beserta dampaknya yang terjadi belakangan ini harus BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bencana gempa bumi beserta dampaknya yang terjadi belakangan ini harus disikapi secara serius oleh stakeholders bidang perencanaan dan perancangan kota. Gempa bumi

Lebih terperinci