ANALISIS YURIDIS SENGKETA PT. MILLENIUM PENATA FUTURES DAN SYAFI I DENGAN INVESTOR DITINJAU DARI HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS YURIDIS SENGKETA PT. MILLENIUM PENATA FUTURES DAN SYAFI I DENGAN INVESTOR DITINJAU DARI HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN"

Transkripsi

1 ANALISIS YURIDIS SENGKETA PT. MILLENIUM PENATA FUTURES DAN SYAFI I DENGAN INVESTOR DITINJAU DARI HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN Nama Mahasiswa Nama Pembimbing : Sutra Oktaviani : Henny Marlyna S.H., M.H., MLI Abstrak Seiring dengan berkembangnya zaman dan era globalisasi yang semakin berkembang bentuk transaksi tidak hanya berupa barang, dunia telah mengenal perdagangan berjangka. Perdagangan berjangka menawarkan banyak kesempatan bagi investor dengan modal dan adanya risiko. Dengan adanya perdagangan berjangka ini dapat menghasilkan suatu transaksi antara Pelaku Usaha yaitu perusahaan berjangka sebagai penyedia jasa dengan Investor sebagai Nasabah. Penelitian ini membahas mengenai kasus sengketa yang terjadi antara Hj. Hartini selaku Investor dengan PT. Millenium Penata Futures sebagai Perusahaan Pialang Berjangka dan Syafi i, dimana Investor menderita kerugian atas transaksi perdagangan berjangka ini dan Investor melaporkan ke BPSK untuk diselesaikan karena Investor merasa sebagai konsumen. Transaksi berjangka merupakan transaksi yang tidak memiliki kepastian dalam hal hasil yang keluar dari transaksi berjangka ini, hasil yang diperoleh oleh nasabah dapat berupa keuntungan yang sebesar-besarnya dan dapat pula berupa kerugian yang cukup besar. Fenomena ini menimbulkan permasalahan antara apakah Investor merupakan konsumen yang dapat dilindungi oleh Undang-Undang Perlindungan Konsumen, siapakah yang harus bertanggung-jawab atas kerugian yang diderita oleh Investor dan apakah Putusan Mahkamah Agung sudah tepat dalam kasus ini. Bentuk penelitian yang dilakukan adalah yuridis normatif, yang menekankan pada penggunaan data primer dan data sekunder. Pendahuluan Transaksi perdagangan dunia pada era globalisasi ini semakin berkembang dan dalam hal ini bentuk dari transaksi tidak hanya berupa barang. Seiring dengan perkembangan waktu, dunia telah mengenal perdagangan berjangka. Perdagangan berjangka menawarkan banyak kesempatan bagi investor dengan modal dan adanya risiko. Perdagangan berjangka memiliki beberapa jenis produk yang di perdagangkan, yaitu : 1. Forex 2. Saham 3. Perdagangan komoditi Perdagangan dunia berhubungan erat dengan perdagangan Forex. Setiap transaksi sekecil apapun transaksi tersebut apabila melibatkan dua negara atau lebih, pasti melibatkan

2 pertukaran atau perdagangan Forex. Transaksi perdagangan, seperti impor atau ekspor barang, jasa, dan bahan mentah, tidak dapat dipisahkan dari perdagangan Forex. Dengan adanya perdagangan Forex, maka banyak perusahaan yang membuat perusahaan berjangka. Berbagai kegiatan investasi diseluruh dunia yang dilakukan dalam skala internasional, seperti foreign direct investment di pasar modal dan pasar uang yang dilakukan oleh investor Individu, Hedge Funds, dan Investment Bankers, selalu mengikut sertakan transaksi perdagangan Forex. Masyarakat atau investor yang ingin melakukan transaksi kontrak berjangka harus menyetorkan terlebih dahulu sejumlah margin yang dipersyaratkan kepada Pialang Berjangka. Kegiatan Pialang Berjangka hanya terbatas pada aktivitas penyaluran amanat nasabah yang telah memenuhi persyaratan dan prosedur penerimaan amanat nasabah untuk disalurkan ke bursa berjangka.transaksi jual beli Kontrak Berjangka di Bursa Berjangka dimulai dengan adanya order atau pesanan untuk membeli atau menjual Kontrak Berjangka tertentu dengan jumlah dan harga tertentu oleh nasabah atau investor melalui pialang berjangka. Sehubungan dengan adanya perdagangan berjangka, terdapat satu contoh kasus sengketa yang terjadi antara seorang investor yang bernama Hj. Hartini dengan PT. Millenium Penata Futures selaku perusahaan pialang dan Syafi i selaku selaku perorangan yang memiliki profesi sebagai pelaksana transaksi untuk kepentingan kliennya. Kasus sengketa ini dibawa oleh Hj. Hartini ke BPSK (Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen) karena Hj. Hartini selaku Investor merasa bahwa telah dirugikan oleh PT.Millenium Penata Futures dan syafi i. Kerugian yang diderita oleh Hj. Hartini berupa uang yang sudah dia setorkan kepada PT. Millenium Penata Futures selaku Perusahaan Pialang sebesar Rp (lima puluh juta rupiah), uang yang sudah disetorkan tersebut kemudian dikelola oleh Syafi i selaku Penerima Kuasa untuk melakukan transaksi kontrak berjangka. Hj. Hartini merasa dirugikan karena menurutnya yang menerima keuntungan adalah Syafi i selaku penerima kuasa sedangkan Hj. Hartini selaku pemberi modal menderita kerugian atas uang yang dia berikan. Sesungguhnya kerugian yang diderita oleh Hj. Hartini ini merupakan resiko transaksi perdagangan berjangka apabila memang seluruh kewajiban dari PT. Millenium Penata Futures dan Syafi i selaku Penerima Kuasa sudah dilakukan dengan benar, akan tetapi Hj. Hartini merasa adanya kecurangan yang dilakukan oleh Syafi i karena setiap transaksi yang diakukan oleh Syafi i tidak berdasarkan perintah dari Hj. Hartini.

3 BPSK Pekanbaru memenangkan Hj Hartini selaku konsumen yang sudah dirugikan oleh PT. Millenium Penata Futures selaku pelaku usaha dan Syafi i yang Hj. Hartini anggap sebagai bagian dari PT. Millenium Penata Futures. Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, ada tiga pokok permasalahan yang akan dipaparkan, yaitu : 1. Apakah dalam kasus ini Hj. Hartini dapat dinyatakan sebagai Konsumen dan PT. Millenium Penata Futures serta Syafi i dapat dinyatakan sebagai Pelaku Usaha? 2. Apakah PT. Millenium Penata Futures dan Syafi i harus bertanggung jawab atas kerugian dalam investasi berjangka yang dilakukan? 3. Apakah putusan hakim dalam kasus ini sudah tepat? Tinjauan Teoritis 1. Investor adalah pihak-pihak yang melakukan transaksi kontrak berjangka melalui rekening yang dikelola oleh pialang berjangka. Investor di sini mencakup para spekulen dan hedgers. 2. Bursa Berjangka adalah badan usaha yang menyelenggarakan dan menyediakan sistem dan/atau sarana untuk kegiatan jual beli komoditi berdasarkan kontrak berjangka dan opsi atas kontrak berjangka. 3. Pialang Berjangka adalah badan usaha yang melakukan kegiatan jual beli komoditi berdasarkan kontrak berjangka atas amanat nasabah dan untuk itu menarik sejumlah uang dan/atau surat berharga tertentu sebagai margin untuk menjamin transaksi tersebut 4. Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik untuk kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun mahluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan. 5. Perlindungan Konsumen diartikan sebagai segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen Metode Penelitian Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah, yang didasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu, yang bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu, dengan jalan menganalisisnya. Jenis penelitian yang dilakukan adalah

4 penelitian hukum normatif. Penelitian hukum normatif dilakukan untuk mengidentifikasikan konsep dan asas-asas hukum yang digunakan untuk mengatur perlindungan konsumen di Indonesia, khususnya yang digunakan sebagai kerangka dasar dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen dan peraturan perundang-undangan terkait. Dalam penyusunan skripsi ini, data yang digunakan adalah data sekunder. Yang dimaksud dengan data sekunder adalah mencakup bahan-bahan, yang apabila dilihat dari sudut kekuatannya, mengikat ke dalam, yaitu bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. Bahan-bahan hukum yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut: a. Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat, mencakup Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata), Undang-Undang Perlindungan Konsumen, Undang-Undang Perdagangan Berjangka Komoditi No.32 Tahun Bahan hukum yang ada dianalisis untuk melihat proses perlindungan konsumen bagi investor dengan perusahaan pialang berjangka sehingga dapat membantu sebagai dasar acuan dan pertimbangan hukum yang berguna dalam perlindungan konsumen di Indonesia. b. Bahan hukum sekunder yaitu bahan yang menjelaskan bahan hukum primer, yang isinya tidak mengikat. Bahan hukum sekunder diperoleh dari buku teks, jurnal-jurnal hukum, pendapat para sarjana, serta kasus-kasus hukum. c. Bahan hukum tersier yaitu bahan yang menunjang bahan primer dan bahan sekunder. Bahan hukum tersier memberikan petunjuk atau penjelasan bermakna terhadap bahan hukum primer dan sekunder, seperti kamus hukum, ensiklopedia, dan lain-lain. Selain dari penelitian kepustakaan, penulis juga melakukan wawancara kepada narasumber yang memiliki kompetensi di bidang penyelesaian sengketa invetasi serta instansi terkait lainnya. Hasil Penelitian Berdasarkan kasus diatas dengan adanya Hj. Hartini yang mengajukan masalah ini ke BPSK membuat pengertian baru mengenai investor yang dapat mengajukan gugatan ke BPSK. Dimana seharusnya pihak-pihak yang dapat menyelesaikan perkaranya di BPSK adalah Konsumen dan Pelaku Usaha.

5 Mengenai Konsumen, dalam UUPK Pasal 1 Angka (2) diatur mengenai definisi Konsumen akhir yaitu: Setiap orang yang mendapat dan menggunakan barang dan/atau jasa dengan tujuan memenuhi kebutuhan hidup pribadi, keluarga dan/atau rumah tangga dan tidak memiliki tujuan komersial. Sedangkan menurut Undang-Undang Otoritas Jasa Keuangan Pasal 1 Angka 15 yang dimaksud dengan Konsumen adalah: Konsumen adalah pihak-pihak yang menempatkan dananya dan/atau memanfaatkan pelayanan yang tersedia di Lembaga Jasa Keuangan antara lain nasabah pada Perbankan, pemodal di Pasar Modal, pemegang polis pada Perasuransian, dan peserta pada Dana Pensiun, berdasarkan peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan. Selain melihat dari definisi konsumen, kita dapat melihat dari definisi Investor menurut Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi adalah: Pihak-pihak yang melakukan transaksi kontrak berjangka melalui rekening yang dikelola oleh pialang berjangka. Menurut Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia, Konsumen merupakan: Konsumen adalah Setiap Orang yang mendapatkan barang dan/atau jasa dimana apabila konsumen tersebut merupakan konsumen jasa, maka konsumen tidak selalu harus memperoleh barang melainkan prestasi atas jasa yang didapatkannya. Berdasarkan uraian-uraian diatas saya dapat mengatakan bahwa Investor merupakan konsumen berdasarkan unsur-unsur yang terdapat pada Undang-Undang Perlindungan Konsumen dan Undang-Undang Otoritas Jasa Keuangan yang berisi: 1. Unsur Setiap orang yang mendapat dan menggunakan barang dan/atau jasa sudah dipenuhi karena Investor mendapatkan jasa dari Perusahaan Pialang berjangka untuk dikelola dan disampaikan ke pasar perdagangan berjangka. 2. Unsur Dengan tujuan memenuhi kebutuhan hidup pribadi, keluarga dan/atau rumah tangga dan tidak memiliki tujuan komersil sudah terpenuhi karena hasil yang diperoleh dari jasa yang diberikan oleh perusahaan pialang tersebut berupa prestasi jasa keuangan (berupa uang). Dalam kasus ini Hj. Hartini termasuk dalam konsumen

6 jasa dan cara konsumen mendapatkan jasa dari pelaku usaha adalah dengan media perjanjiannya. Unsur-unsur dalam Undang-Undang Otoritas Jasa Keuangan: Unsur Pihak-Pihak pihak-pihak yang menempatkan dananya dan/atau memanfaatkan pelayanan yang tersedia di Lembaga Jasa Keuangan antara lain nasabah pada Perbankan, pemodal di Pasar Modal, pemegang polis pada Perasuransian, dan peserta pada Dana Pensiun, berdasarkan peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan. Unsur ini sudah terpenuhi karena terpenuhinya unsur pihak yang menempatkan dananya dan/atau memanfaatkan pelayanan yang tersedia di Lembaga Jasa Keuangan, Investor dapat dianalogikan sebagai Pemodal karena kegiatan utama dari pemodal adalah dengan cara menginvestasikan dan menempatkan dana yang dimilikinya. Hal ini sudah dilakukan oleh Hj. Hartini dengan menempatkan dananya di Perusahaan Pialang Berjangka selaku penyedia jasa untuk transaksi jual beli kontrak berjangka nilai tukar mata uang asing di bursa berjangka. Berdasarkan Uraian diatas dapat ditarik kesimpulan, saya menganalisis bahwa seiring dengan perkembangannya Investor dapat dinyatakan sebagai Konsumen jasa yang mendapatkan prestasi jasa keuangan berupa uang dengan media perjanjian. Akan tetapi tetap harus dibatasi perlindungannya, karena dalam investasi terdapat dua macam kerugian yang akan diterimanya. Kerugian yang pertama berdasarkan karena pasar, kerugian yang berdasarkan pasar ini tidak dapat dimintakan pertanggungjawabannya karena ini merupakan resiko dari investasi, sedangkan kerugian yang didapat karena kesalahan dari pelaksanaan jasa dapat dimintakan pertanggungjawabannya kepada penyedia jasa. Setelah menjabarkan mengenai hubungan hukum antara Hj. Hartini selaku investor yang dapat dikatakan sebagai konsumen, saya akan menjabarkan uraian-uraian mengenai PT. Millenium Penata Futures yang dalam kasus ini dikatakan sebagai Pelaku Usaha. Mengenai Pelaku Usaha diatur dalam UUPK Pasal 1 Angka (3) yang miliki definisi: Setiap orang perseorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi. Perusahaan Pialang Perdagangan Berjangka menurut Undang-Undang No.32 Tahun 1997 adalah:

7 Badan Usaha yang melakukan kegiatan jual beli Komoditi berdasarkan Kontrak Berjangka atas amanat Nasabah dengan menarik sejumlah uang dan/atau surat berharga tertentu sebagai margin untuk menjamin transaksi tersebut. Kemudian diperbaharui sesuai dengan dikeluarkannya Undang-Undang No.10 Tahun 2011 pengertian Perusahaan Pialang Perdagangan Berjangka adalah: Badan Usaha yang melakukan kegiatan jual beli komoditi berdasarkan Kontrak Berjangka, Kontrak Derivatif Syariah, dan/atau Kontrak Derivatif lainnya atas amanat Nasabah dengan menarik sejumlah uang dan/atau surat berharga tertentu sebagai Margin untuk menjamin transaksi tersebut. Menurut Ketua Asosiasi Pialang Berjangka, Perusahaan Pialang berjangka merupakan Badan Usaha dibawah pengawasan dari BAPPEBTI serta tunduk dengan Undang-Undang Perdagangan Berjangka Komoditi No.32 Tahun 1997 yang kemudian diperbaharui dengan Undang-Undang No.10 Tahun 2011 tugas dari Perusahaan Pialang berjangka adalah menyampaikan amanat dari Nasabah kepada pedagang, akan tetapi tetap keputusan transaksi dilakukan oleh Nasabah. Setelah menguraikan definisi Pelaku Usaha menurut Undang-Undang Perlindungan Konsumen dan definisi Perusahaan Pialang Berjangka menurut Undang-Undang Perdagangan Berjangka serta hasil wawancara, Saya akan menguraikan unsur-unsur Pelaku Usaha dan dihubungkan dengan Perusahaan Perdagangan Berjangka yang dalam kasus ini adalah PT. Millenium Penata Futures: 1. Unsur Setiap orang atau Badan Usaha sudah dipenuhi dalam PT. Millenium Penata Futures karena PT. Millenium Penata Futures merupakan Badan Usaha; 2. Unsur Baik berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum sudah dipenuhi oleh PT. Millenium Penata Futures selaku badan hukum yang berbentuk Perseroan Terbatas yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum Republik Indonesia; 3. Unsur Baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi sudah terpenuhi oleh PT. Millenium Penata Futures mengingat PT tersebut melakukan kegiatan usaha berdasarkan perjanjian dengan Hj. Hartini dan/atau Investor lainnya. Berdasarkan uraian diatas saya menarik kesimpulan bahwa dalam kasus ini PT. Millenium Penata Futures sudah memenuhi seluruh unsur-unsur dari Pelaku Usaha, maka PT.

8 Millenium Penata Futures merupakan Pelaku Usaha. PT. Millenium Penata Futures merupakan Pelaku Usaha Jasa yang menyediakan jasa yaitu menyampaikan amanat dari Investor kepada Pasar Berjangka. Hubungan hukum yang terjadi antara Hj. Hartini dengan PT. Millenium Penata Futures merupakan hubungan antara Pelaku Usaha dengan Konsumennya dan media dari hubungan ini adalah Perjanjian yang sudah ditandatangani oleh Hj. Hartini selaku Investor dengan PT. Millenium Penata Futures selaku Perusahaan Pialang. PT. Millenium Penata Futures, perjanjian ini diberikan oleh Wakil Pialang yang bernama Novyandre. Pihak lain yang terlibat dalam kasus ini adalah Syafi i selaku perorangan yang memiliki profesi sebagai pelaksana transaksi untuk kepentingan kliennya Syafi i memiliki keahlihan dan ketrampilan dalam membaca arah pergerakan pasar berjangka, sehingga dapat memprediksi kapan harus menjual atau kapan harus membeli. Hubungan hukum yang terjadi antara Hj. Hartini dengan Syafi i adalah hubungan antara pemberi kuasa dan penerima kuasa berdasarkan surat kuasa yang diberikan oleh Hj. Hartini. Surat kuasa itu berisi : Bertindak mewakili Pemberi Kuasa atas rekening Pemberi Kuasa No di PT. Millenium Penata Futures dengan risiko ditanggung oleh Pemberi Kuasa dan segala perbuatan-perbuatan di masa akan datang sehubungan dengan transaksi-transaksi (termasuk menyampaikan amanat jual atau beli kontrak berjangka kepada Pialang Berjangka serta menerima tembusan konfirmasi transaksi kontrak pembelian, penjualan dan pengiriman) serta semua instrument keuangan system berjangka baik terhadap margin ataupun yang tidak dengan ketentuan-ketentuan dan persyaratanpersyaratan yang dianggap tepat oleh agen Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Bab XVI Bagian 1 Pasal mengatur mengenai sifat dari pemberian kuasa. Surat kuasa ini diberikan dari Hj. Hartini kepada Syafi i pada tanggal 26 oktober 2010 surat kuasa digunakan agar Syafi i dapat bertindak sebagai kuasa dan dapat melakukan kegiatan transaksi yang dilakukan oleh Hj. Hartini karena dalam Pasal 52 Ayat (1) Undang No.32 Tahun 1997 mengenai perdagangan berjangka menyebutkan bahwa Pialang Berjangka dilarang melakukan transaksi Kontrak Berjangka untuk rekening Nasabah kecuali telah menerima perintah untuk setiap kali transaksi dari Nasabah atau Kuasanya yang ditunjuk secara tertulis untuk mewakili kepentingan Nasabah, maka dari itu Hj. Hartini memberikan Kuasa kepada Syafi i untuk melakukan transaksi Kontrak Berjangka untuk rekening Hj.

9 Hartini. Profesi Syafi i yang merupakan pelaksana transaksi untuk kepentingan Hj. Hartini sangat diperlukan oleh Hj. Hartini selaku Investor, karena Hj. Hartini kurang mengerti mengenai Perdagangan Berjangka. Hubungan yang terjadi merupakan hubungan timbal balik yang terjadi antara Pemberi Kuasa dan Penerima Kuasa karena Syafi i selaku Penerima Kuasa menerima imbalan atas kuasa yang diterimanya maka bila Penerima Kuasa melaksanakan kegiatan diluar dari surat kuasa maka Syafi i dapat dinyatakan melakukan Perbuatan Melawan Hukum. Penerima Kuasa harus mematuhi isi dari surat kuasa serta memahami kewajiban-kewajibannya begitu pula dengan Pemberi Kuasa. Dalam kasus ini PT. Millenium Penata Futures diposisikan sama dengan Syafi i, dimana Hj. Hartini selaku konsumen meminta pertanggungjawaban atas kerugian yang dideritanya. Dalam definisi konsumen yang ada dalam Investasi tidak semua kerugian dapat dimintakan pertanggungjawabannya kepada Pelaku Usaha, karena kerugian yang disebabkan oleh pasar merupakan resiko dari transaksi kontrak perdagangan berjangka ini. Yang dapat dimintakan pertanggungjawabannya adalah kerugian yang disebabkan oleh kesalahan dari Pelaku Usaha. Kewajiban Pelaku Usaha diatur dalam Pasal 7 UUPK. Dalam Undang-Undang Perdagangan Berjangka No.32 Tahun 1997 juga mengatur mengenai kewajiban dari Perusahaan Pialang berjangka yang diatur dalam Pasal 50-Pasal 52 fakta-fakta yang ada didalam Putusan adalah: 1. Bukti Surat Kuasa dari Hj. Hartini kepada Syafi i; 2. Sebelum melakukan transaksi Hj. Hartini Sudah menandatanagani beberapa Dokumen yang diberikan oleh PT. Millenium Penata Futures, yaitu: a. Pemberitahuan Adanya Risiko yang harus disampaikan oleh Pialang Berjangka; b. Surat Pernyataan yang menyatakan bahwa Hj. Hartini sudah sepenuhnya membaca, mengerti serta memahami penjelasan mengenai isi dokumen Perjanjian Pemberian Amanat Nasabah, dokumen pemberitahuan adanya risiko serta semua ketentuan dan peraturan perdagangan; c. Dokumen Perjanjian Pemberian amanat; d. Surat pernyataan telah melakukan simulasi perdagangan berjangka; e. Aplikasi pembukaan rekening transaksi f. Peraturan transaksi 3. Adanya transkrip rekaman percakapan antara Wakil Pialang dengan Hj. Hartini terkait seluruh dokumen yang sudah ditandatangani serta persetujuan dari Hj. Hartini akan

10 seluruh dokumen yang sudah ditandatangani, dan pemberian login dan password kepada Hj. Hartini; 4. Dengan adanya keuntungan yang sudah pernah diambil oleh rekening Hj. Hartini dengan fakta adanya penarikan dana ini menunjukkan bahwa Hj. Hartini sudah mengerti dan memahami untung-rugi dari risiko transaksi. Berdasarkan uraian kewajiban menurut Undang-Undang Perlindungan Konsumen dan Undang-Undang Perdagangan Berjangka serta fakta dalam persidangan, saya menarik kesimpulan bahwa yang seharusnya bertanggung-jawab atas kerugian dari transaksi perdagangan berjangka ini bukanlah PT. Millenium Penata Futures karena PT. Millenium Penata Futures sudah melakukan seluruh kewajiban yang seharusnya dilakukan oleh Pelaku Usaha dan Perusahaan Pialang. PT. Millenium Penata Futures selaku penyedia jasa hanya memiliki kewenangan untuk menyalurkan amanat dari Nasabah ke Pasar Berjangka, yang aktif melakukan transaksi adalah Syafi i bersama dengan Hj. Hartini. Dalam kasus ini PT. Millenium Penata Futures dinyatakan melanggar Pasal 52 Undang-Undang No.32 Tahun 1997 melihat dari fakta yang ada di dalam Putusan Pengadilan Negeri dan Mahkamah Agung, dapat terlihat dan ditarik kesimpulan bahwa Majelis Hakim kurang mengerti maksud dari Pasal 52 Undang-Undang No.32 Tahun 1997 tersebut, Karena dalam kasus ini PT. Millenium tidak melanggar ketentuan yang menyatakan Pialang Berjangka dilarang melakukan transaksi Kontrak Berjangka untuk Rekening Nasabah, yang melakukan transaksi kotrak berjangka ini adalah Syafi i yang merupakan Kuasa dari Hj. Hartini dan ini sudah dibuktikan dengan adanya dokumen Surat Kuasa. Maka dari itu kerugian yang diderita oleh Hj. Hartini bukannlah tanggung-jawab dari PT. Millenium Penata Futures yang sudah melakukan seluruh kewajiban yang diharuskan dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen maupun Undang-Undang Perdagangan Berjangka. Analisis dari penulis dikuatkan dengan hasil wawancara yang sudah dilakukan dengan Ketua Asosias Pialang Berjangka Indonesia dan BAPPEBTI yang mengatakan bahwa dalam kasus ini, PT. Millenium Penata Futures sudah melakukan kewenangannya dengan benar yaitu menyampaikan wewenang kepada Pasar Berjangka, sehingga apabila terjadi kerugian bukanlah PT. Millenium Penata Futures yang harus bertanggung-jawab dan Perusahaan Pialang Berjangka hanya bertanggung-jawab atas perbuatan yang dilakukan oleh pegawainya yang terdiri dari: 1. Wakil Pialang Berjangka; 2. Wakil Penasihat Berjangka; dan

11 3. Wakil Pengelola Sentra Dana Berjangka Syafi i merupakan entitas yang berbeda dengan PT. Millenium Penata Futures sehingga PT. Millenium Penata Futures tidak harus bertanggung-jawab atas Syafi i karena dia bukanlah pegawai dari PT. Millenium Penata Futures. Syafi i merupakan perorangan yang memiliki profesi sebagai pelaksana transaksi untuk kepentingan kliennya. Perorangan-perorangan seperti Syafi i memiliki keahlihan dan ketrampilan dalam membaca arah pergerakan pasar berjangka, sehingga bisa memprediksi kapan harus menjual atau kapan harus membeli. Dalam kasus ini hubungan hukum yang terjadi antara Hj. Hartini dengan Syafi i adalah hubungan antara Pemberi Kuasa dengan Penerima Kuasa. Hal ini dibuktikan dengan adanya Surat Kuasa yang diberikan oleh Hj. Hartini kepada Syafi i dengan isi: Bertindak mewakili Pemberi Kuasa atas rekening Pemberi Kuasa No di PT. Millenium Penata Futures dengan risiko ditanggung oleh Pemberi Kuasa dan segala perbuatan-perbuatan di masa akan datang sehubungan dengan transaksi-transaksi (termasuk menyampaikan amanat jual atau beli kontrak berjangka kepada Pialang Berjangka serta menerima tembusan konfirmasi transaksi kontrak pembelian, penjualan dan pengiriman) serta semua instrument keuangan system berjangka baik terhadap margin ataupun yang tidak dengan ketentuan-ketentuan dan persyaratanpersyaratan yang dianggap tepat oleh agen Fakta yang ada dalam Putusan adalah: 1. Syafi i Menerima Kuasa pada tanggal 26 Oktober 2010 dari Hj. Hartini selalu Pemberi Kuasa; 2. Transaksi ini dilakukan oleh Syafi i selaku Penerima Kuasa untuk bertindak mewakili Hj. Hartini selaku Investor; 3. Syafi i merupakan entitas yang berbeda dengan PT. Millenium Penata Futures; 4. Atas transaksi yang dilakukan oleh Syafi i Investor menderita kerugian atas dana yang Hj. Hartini setorkan; 5. Pada transaksi yang selanjutnya Syafi i tidak meminta konfirmasi lagi dan mengambil keputusan sendiri sehingga pada akhirnya akun yang dimiliki Hj. Hartini menderita kerugian.

12 Berdasarkan Bagian 2 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata kewajiban-kewajiban dari Penerima Kuasa yang diatur dalam Pasal , Syafi i telah melanggar ketentuan dari Pasal 1802 yang berbunyi: Penerima kuasa wajib memberi laporan kepada pemberi kuasa tentang apa yang telah dilakukan, serta memberikan perhitungan tentang segala sesuatu yang diterimanya berdasarkan kuasanya, sekalipun apa yang diterima itu tidak harus dibayarkan kepada pemberi kuasa Berdasarkan uraian Pasal 1802 dan fakta yang ada dalam putusan Syafi i telah melakukan pelanggaran yang disengaja karena tidak meminta konfirmasi terlebih dahulu dari Hj. Hartini untuk melakukan transaksi ke Perusahaan Pialang. Pada hasil wawancara dengan BAPPEBTI dan Ketua Asosiasi Pialang Berjangka ditarik kesimpulan bahwa posisi Syafi i ini tidak diakui keberadaannya secara hukum, dan biarpun Hj. Hartini sudah memberikan kuasanya kepada Syafi i tetapi tetap Hj. Hartini yang harus melakukan eksekusi terhadap transaksi tersebut dan atas eksekusi tersebut Syafi i harus memberikan laporan dan mendapatkan konfirmasi dari Hj. Hartini seperti yang di atur dalam Pasal 1802 yang mewajibkan Penerima Kuasa memberikan laporan tentang apa yang dilakukan, karena Syafi i pada dasarnya hanya bertindak sebagai pembaca pergerakan pasar dan pemberi nasihat keputusan tetap ditangan Hj. Hartini. Syafi i selaku perorangan yang memiliki profesi untuk membaca pergerakan pasar dapat dianggap sudah mengerti akan adanya perjanjian yang menyatakan bahwa Login dan Password hanya dapat digunakan oleh Investor. Walaupun adanya Surat Kuasa akan tetapi apabila Syafi i melakukan ekseskusi dari suatu transaksi dalam perdagangan berjangka melalui akun Hj. Hartini maka hal tersebut telah melanggar isi perjanjian antara PT. Millenium Penata Futures dengan Hj. Hartini dimana dalam perjanjian tersebut telah ditentukan bahwa yang berwenang menggunakan Login dan Password serta melakukan eksekusi terhadap suatu transaksi hanya bisa dilakukan oleh Investor/Hj. Hartini. Mengingat suatu perjanjian mengikat para pihak seperti Undang-Undang dan diatur dalam pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan seharusnya Syafi i selaku Penerima Kuasa mengetahui isi dari perjanjian yang dilakukan antara Hj. Hartini dengan PT. Millenium Penata Futures. Dengan adanya Surat Pemberian Kuasa ini menimbulkan tidak adanya hubungan yang terjadi antara Konsumen dengan Pelaku Usaha, karena dalam kasus ini Syafi i bertindak sebagai Penerima Kuasa.

13 Menurut Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia, sepanjang Syafi i menikmati keuntungan dia harus bertanggung jawab atas kerugian yang diderita oleh Hj. Hartini asalkan Syafi i sudah melanggar kewajiban yang seharusnya dilakukannya selaku Penerima Kuasa. Namun, terdapat kesalahan dalam Putusan BPSK yang menghukum PT. Millenium Penata Futures untuk bertanggung jawab bersama-sama dengan Syafi i, karena seharusnya hanya Syafi i yang bertanggung jawab atas kerugian Hj. Hartini. PT. Millenium Penata Futures sudah melakukan tugasnya dengan baik dengan menyampaikan wewenang kepada Pasar Berjangka. Atas kesalahan yang dilakukan oleh Syafi i selaku Penerima Kuasa, Hj. Hartini tidak bisa menggunakan Undang-Undang Perlindungan Konsumen dan tidak bisa diselesaikan di BPSK, karena dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen dan BPSK hanya mengatur hubungan yang terjadi antara Pelaku Usaha dengan Konsumen. Kesalahan yang dilakukan oleh Syafi i termasuk kedalam Perbuatan Melawan Hukum karena melampaui kewenangannya untuk menggunakan Login dan Password serta melakukan eksekusi tanpa persetujuan dari Hj. Hartini. Berdasarkan uraian diatas maka yang berwenang untuk menyelesaikan perkara antara Pemberi Kuasa yaitu Hj. Hartini dengan Syafi i selaku Penerima Kuasa adalah Pengadilan Perdata. Dalam Putusan BPSK yang kemudian diperkuat dengan Putusan Pengadilan Negeri dan Mahkamah Agung menyebutkan dan mendudukan PT. Millenium sebagai entitas yang sama dengan Syafi i merupakan tidak tepat. Hal ini disebabkan Syafi i merupakan perorangan yang tidak bekerja untuk PT. Millenium Penata Futures seharusnya Putusan BPSK lebih menekankan lagi siapakah yang harus bertanggung jawab atas kerugian yang dialami oleh Hj. Hartini. Berdasarkan analisis penulis mengenai tanggung jawab yang sudah diuraikan sebelumnya, seharusnya Syafi ilah yang bertanggung jawab atas kerugian yang dialami oleh Hj. Hartini karena Syafi i sudah melakukan Perbuatan Melawan Hukum yang mengakibatkan kerugian atas dana yang dimiliki oleh Hj. Hartini. Berdasarkan uraian diatas maka seharusnya PT. Millenium Penata Futures dibebaskan dari tanggung jawabnya untuk mengganti kerugian yang diderita oleh Hj. Hartini dan melimpahkan tanggung-jawab sepenuhnya kepada Syafi i karena atas perbuatan Syafi i yang menghabiskan dana Hj. Hartini pada rekeningnya tanpa adanya konfirmasi dari Hj. Hartini adalah merupakan tindakan yang sewenang-wenang dan merugikan Hj. Hartini dan putusan Majelis Hakim merupakan Putusan yang eror in persona. Kesimpulan

14 Berdasarkan hasil pembahasan dan analisis permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini maka sebagai jawaban terhadap permasalahan tersebut, dapat disimpulkan halhal sebagai berikut: 1. Hj. Hartini selaku Investor dapat dikatakan sebagai Konsumen jasa yang mendapatkan prestasi jasa keuangan berupa uang dengan media perjanjian, akan tetapi harus ada pembatasan perlindungan kerugian untuk Investor. Kerugian yang dapat dimintakan pertangungjawabannya adalah kerugian yang berdasarkan kesalahan dari pelaksana jasa, kerugian akibat pasar tidak dapat dimintakan pertanggungjawabannya. PT. Millenium Penata Futures merupakan Pelaku Usaha Jasa yang menyediakan jasa yaitu menyampaikan amanat dari Investor kepada Pasar Berjangka dengan media perjanjian yang ditandatangani oleh Investor dan PT. Millenium Penata Futures. Syafi i bukanlah Pelaku Usaha, melainkan Hubungan hukum yang terjadi antara Hj. Hartini dengan Syafi i adalah hubungan antara pemberi kuasa dan penerima kuasa berdasarkan surat kuasa yang diberikan oleh Hj. Hartini. 2. PT. Millenium Penata Futures seharusnya tidak bertanggung-jawab atas kerugian yang diderita oleh Hj. Hartini karena sudah melakukan seluruh kewajiban yang seharusnya dilakukan oleh Pelaku Usaha dan tidak melanggar ketentuan dari kewajiban Perusahaan Pialang, sehingga apabila terjadi kerugian bukanlah PT. Millenium Penata Futures yang harus bertanggung-jawab melainkan Syafi i selaku Penerima Kuasa yang sudah melampaui kewenangannya dengan menggunakan Login dan Password tanpa persetujuan dari Investor. Investor juga melakukan kesalahan karena telah memberikan Login dan Password yang seharusnya hanya Investor yang dapat mengaksesnya. Syafi i merupakan entitas yang berbeda dengan PT. Millenium Penata Futures sehingga PT. Millenium Penata Futures tidak harus bertanggungjawab atas Syafi i karena dia bukanlah pegawai dari PT. Millenium Penata Futures. 3. Putusan Hakim Pengadilan Negeri Pekanbaru dan Putusan Mahkamah Agung eror in persona, karena mendudukkan PT. Millenium sebagai entitas yang sama dengan Syafi i. Syafi i merupakan perorangan yang tidak bekerja untuk PT. Millenium Penata Futures, akan tetapi Putusan BPSK tidak memisahkan posisi dari PT. Millenium Penata Futures dengan Syafi i, seharusnya Syafi ilah yang bertanggung jawab atas kerugian yang dialami oleh Hj. Hartini karena Syafi i sudah melakukan Perbuatan Melawan Hukum yang mengakibatkan kerugian atas dana yang dimiliki oleh Hj. Hartini.

15 Saran 1. Seiring berkembangnya dunia perekonomian di Indonesia maka semakin berkembang juga definisi dari konsumen, sehingga diperlukan mekanisme hukum untuk mengatur kedudukan Investor tersebut terutama dalam kaitannya dengan perlindungan konsumen dan perdagangan berjangka. Atas dasar ini maka dirasa perlu agar dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen mengatur secara jelas kedudukan Investor yang mampu mengakomodir berbagai masalah konsumen terkait Investor. 2. Atas kasus dalam sengketa yang dibahas oleh peneliti, masih adanya kurang pengertian mengenai Surat Kuasa, maka dari itu sebagai Pemberi Kuasa haruslah memperhatikan lebih teliti lagi isi dari Surat Kuasa yang akan diberikan kepada Penerima Kuasa dan Surat Kuasa yang diberikan haruslah yang bagus isinya agar dapat dimengerti oleh kedua belah pihak, Sehingga untuk masalah investasi seperti ini kedepannya Investor tidak sembarangan memberikan kuasanya kepada orang lain agar tidak disalahgunakan. 3. Sebaiknya Majelis Hakim lebih memperhatikan dan lebih cermat dalam memutuskan suatu perkara, seharusnya majelis hakim memiliki pemahaman yang mendalam mengenai transaksi kontrak berjangka dan kedudukan para pihak, sehingga tidak terjadi kesalahan dalam menentukan siapa yang harus bertanggung-jawab atas sebuah kerugian. Kepustakaan I. BUKU Batu, Pantas Lumban. Perdagangan Berjangka (Futures Trading). Jakarta: Elex Media Komputindo, Campbell, Harry. Black s Law Dictionary, fifth Edition. United States : West Publishing co., Elshabrina. Forex Trading for Smart Trade. Jakarta: Cemerlang Publishing, Fuady, Munir. Pengantar Hukum Bisnis; Menata Bisnis Modern di Era Global. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2005.

16 Mahmud, Hasan Zein, Kontroversi Bursa Berjangka, Futures Exchange_Articles (Februari- April 2002). Hlm. 4. Miru, Ahmadi dan Sutarman Yodo. Hukum Perlindungan Konsumen. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, Muliasari, Annisa Dita. Analisa yuridis terhadap perlindungan konsumen jasa layanan short message service (sms) ditinjau UU_8 _1999. Tesis Master Universitas Indonesia. Depok, Nasution, AZ. Laporan Perjalanan ke Daerah-daerah Dalam Rangka Pengembangan Perlindungan Konsumen. Jakarta. Nasution, AZ (a). Konsumen dan Hukum; Tinjauan Sosial, Ekonomi dan Hukum pada Perlindungan Konsumen Indonesia, Cet. 1. Jakarta : Pustaka Sinar Harapan, Nasution, AZ (b). Hukum Perlindungan Konsumen Suatu Pengantar, Cet. 2. Jakarta : Diadit Media, Soekanto, Soerjono. Pengantar Penelitian Hukum, cet. 3. Jakarta: UI Press, Shofie, Yusuf (a). Pelaku Usaha, Konsumen, dan Tindak Pidana Korporasi, cet. 1. Jakarta: Ghalia Indonesia, Shofie, Yusuf (b). Penyelesaian Sengketa Konsumen Menurut UUPK; Teori dan Penegakan Hukum. Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, Siahaan, N.H.T. Hukum Perlindungan Konsumen dan Tanggung Jawab Produk, Cet. 1. Bogor : Grafika Mardi Yuana, Sidharta. Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia. Jakarta : PT. Grasindo, Tanugraha, Harry. Perdagangan Berjangka Peluan dan Tantangan di Era Globalisasi. Jakarta: Jurnalindo Aksara Grafika, Toruan, Rayendra L. Forex Online Trading Tren Investasi Masa Kini. Jakarta: Elex Media Komputindo, Universitas Indonesia dan Departemen Perdagangan. Rancangan Akademik Undang-Undang tentang Perlindungan Konsumen. Jakarta: Universitas Indonesia dan Departemen Pedagangan, Widjaja, Gunawan dan Ahmad Yani. Hukum Tentang Perlindungan Konsumen. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama, Widiatmodjo, Sawidji. Cara Cepat Memulai Investasi Saham. Jakarta: Alex Media Komputindo, 2004.

17 Wijaya, Johanes Ariffin. Bursa Berjangka. Yogyakarta: Penerbit Andi, Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia. Perlindungan Konsumen Indonesia, Suatu Sumbangan Pemikiran tentang Rancangan Undang-Undang Perlindungan Konsumen. Jakarta: Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia, II. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN Indonesia, Undang-Undang tentang Otoritas Jasa Keuangan, UU No. 21 Tahun Indonesia, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Indonesia, Undang-Undang Tentang Perdagangan Berjangka Komoditi. UU No.32 Tahun LN No.93 tahun 1997, TLN. No Indonesia (a), Undang-Undang Tentang Perlindungan Konsumen. UU No. 8 Tahun LN No. 42 Tahun 1999, TLN. No Departemen Perindustrian dan Perdagangan. Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan tentang Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen. Kepmen Perindustrian dan Perdagangan No. 350/MPP/Kep/12/2001. Badan Perdagangan Berjangka Komoditi, Peraturan Kepala Bappebti Tentang Sistem Perdagangan Alternatif. Peraturan Nomor: 58/BAPPEBTI/Per/1/2006. Badan Perdagangan Berjangka Komoditi, Peraturan Kepala Bappebti Tentang Kontrak Derivatif Yang Diperdagangkan Dalam Sistem Perdagangan Alternatif. Peraturan Nomor: 72/BAPPEBTI/Per/9/2009. Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi dan Departemen Perindustrian dan Perdagangan, Peristilahan Dalam Perdagangan Berjangka Komoditi. Jakarta: Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi dan Departemen Perindustrian dan Perdagangan, Badan Perdagangan Berjangka Komoditi, Peraturan Kepala Bappebti Tentang Tata Cara Penyaluran Amanat Nasabah Ke Bursa Berjangka Luar Negeri. Peraturan Nomor: 82/BAPPEBTI/Per/04/2010. III. INTERNET Kontrak Berjangka 4. Diakses hari jumat, tanggal 21 september 2012.

18 Nasution, AZ. Aspek Hukum Perlindungan Konsumen Tinjauan Singkat UU Nomor 8 Tahun 1999, Diakses pada 2 Oktober Sejarah Mata Uang dan Pertukaran Valuta Asing Diakses Jumat, 21 September IV. WAWANCARA Dr. Djainal Abidin. Wakil Majelis Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Jakarta. Wawancara 6 Desember I. Gede Raka Tantra. Ketua Asosiasi Pialang Berjangka Indonesia di Jakarta Pusat. Wawancara 11 Desember Sri Haryati. Ketua Pelayanan Hukum Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi di Jakarta Timur. Wawancara 9 Desember Sudaryatmo. Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia di Jakarta Selatan. Wawancara 14 Desember 2012.

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006), hal. 51. Grafindo Persada, 2004), hal. 18. Tahun TLN No. 3790, Pasal 1 angka 2.

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006), hal. 51. Grafindo Persada, 2004), hal. 18. Tahun TLN No. 3790, Pasal 1 angka 2. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Aktivitas bisnis merupakan fenomena yang sangat kompleks karena mencakup berbagai bidang baik hukum, ekonomi, dan politik. Salah satu kegiatan usaha yang

Lebih terperinci

NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI

NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pembangunan nasional bertujuan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pembangunan nasional bertujuan

Lebih terperinci

PENERAPAN ASAS-ASAS PERJANJIAN JUAL BELI DALAM TRANSAKSI KONTRAK BERJANGKA (FUTURES CONTRACT) DI BURSA BERJANGKA BAB I PENDAHULUAN

PENERAPAN ASAS-ASAS PERJANJIAN JUAL BELI DALAM TRANSAKSI KONTRAK BERJANGKA (FUTURES CONTRACT) DI BURSA BERJANGKA BAB I PENDAHULUAN PENERAPAN ASAS-ASAS PERJANJIAN JUAL BELI DALAM TRANSAKSI KONTRAK BERJANGKA (FUTURES CONTRACT) DI BURSA BERJANGKA BAB I PENDAHULUAN I.I Latar Belakang Masalah Perdagangan berjangka komoditi (yang selanjutnya

Lebih terperinci

BAB IV PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP INVESTOR ATAS PAILITNYA PERUSAHAAN PIALANG BERJANGKA DALAM PERJANJIAN KERJASAMA

BAB IV PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP INVESTOR ATAS PAILITNYA PERUSAHAAN PIALANG BERJANGKA DALAM PERJANJIAN KERJASAMA BAB IV PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP INVESTOR ATAS PAILITNYA PERUSAHAAN PIALANG BERJANGKA DALAM PERJANJIAN KERJASAMA INVESTASI DIHUBUNGKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PEDAGANGAN BERJANGKA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa pembangunan nasional bertujuan mewujudkan masyarakat adil dan makmur

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI [LN 1997/93, TLN 3720]

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI [LN 1997/93, TLN 3720] UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI [LN 1997/93, TLN 3720] Bagian Kedua Ketentuan Pidana Pasal 71 (1) Setiap Pihak yang melakukan kegiatan Perdagangan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pembangunan nasional bertujuan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 93, 1997 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3720)

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 93, 1997 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3720) LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 93, 1997 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3720) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 16, 1999 BURSA BERJANGKA. PERDAGANGAN. KOMODITI. Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi. BAPPEBTI. (Penjelasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penerapan pasal..., Ita Zaleha Saptaria, FH UI, ), hlm. 13.

BAB I PENDAHULUAN. Penerapan pasal..., Ita Zaleha Saptaria, FH UI, ), hlm. 13. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada alam demokratis seperti sekarang ini, manusia semakin erat dan semakin membutuhkan jasa hukum antara lain jasa hukum yang dilakukan oleh notaris. Dalam

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. penting untuk dapat mempengaruhi pola perdagangan. Kemampuan

BAB 1 PENDAHULUAN. penting untuk dapat mempengaruhi pola perdagangan. Kemampuan 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Pesat dan majunya teknologi internet mempermudah untuk mengakses informasi apapun yang dibutuhkan, termasuk di dalamnya informasi produk. Adanya kemudahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bank menurut pengertian umum dapat diartikan sebagai tempat untuk

BAB I PENDAHULUAN. Bank menurut pengertian umum dapat diartikan sebagai tempat untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bank menurut pengertian umum dapat diartikan sebagai tempat untuk menyimpan dan meminjam uang. Namun, pada masa sekarang pengertian bank telah berkembang sedemikian

Lebih terperinci

Peraturan Kepala Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi Nomor: 107/BAPPEBTI/PER/11/2013

Peraturan Kepala Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi Nomor: 107/BAPPEBTI/PER/11/2013 8. Peraturan Kepala Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi Nomor 63/BAPPEBTI/Per/9/2008 tentang Ketentuan Teknis Perilaku Pialang Berjangka sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Kepala Badan

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Abdullah, Imam Baehaqi, dkk, 1990, Menggugat Hak: Panduan. Konsumen bila dirugikan, YLKI Jakarta

DAFTAR PUSTAKA. Abdullah, Imam Baehaqi, dkk, 1990, Menggugat Hak: Panduan. Konsumen bila dirugikan, YLKI Jakarta DAFTAR PUSTAKA A. Sumber Buku Abdullah, Imam Baehaqi, dkk, 1990, Menggugat Hak: Panduan Konsumen bila dirugikan, YLKI Jakarta Badrulzaman, Miriam Darus, 1994, Aneka Hukum Bisnis, Aneka, Bandung Barkatullah,

Lebih terperinci

BAB IX PEMBUKUAN DAN PELAPORAN. Pasal 87

BAB IX PEMBUKUAN DAN PELAPORAN. Pasal 87 BAB IX PEMBUKUAN DAN PELAPORAN Pasal 87 1. Bursa Berjangka, Lembaga Kliring Berjangka, Pialang Berjangka, Penasihat Berjangka, dan Pengelola Sentra Dana Berjangka wajib membuat, menyimpan, dan memelihara

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dalam rangka pelaksanaan Undang-undang Nomor

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : Bahwa dalam rangka pelaksanaan Undang-undang Nomor

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN KOMODITI BERJANGKA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN KOMODITI BERJANGKA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN KOMODITI BERJANGKA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa dalam rangka pelaksanaan Undang-undang Nomor

Lebih terperinci

M E M U T U S K A N :

M E M U T U S K A N : 7. Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 01/M-DAG/PER/3/2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Perdagangan sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Peraturan Menteri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan tersebut maka setiap manusia mengkonsumsi atau menggunakan

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan tersebut maka setiap manusia mengkonsumsi atau menggunakan BAB I PENDAHULUAN Setiap manusia mempunyai kebutuhan yang beragam dalam kehidupannya sebagai individu maupun sebagai makhluk sosial, namun manusia tidak mampu memenuhi setiap kebutuhannya tersebut secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Indonesia pada umumnya sudah mengenal siapa itu konsumen. 2

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Indonesia pada umumnya sudah mengenal siapa itu konsumen. 2 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masyarakat Indonesia pada umumnya sudah mengenal siapa itu konsumen. 2 Konsumen sebagaimana yang dikenal dalam bahasa Indonesia merupakan serapan dari bahasa asing,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Perkembangan dunia dewasa ini ditandai dengan arus globalisasi di segala

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Perkembangan dunia dewasa ini ditandai dengan arus globalisasi di segala BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Perkembangan dunia dewasa ini ditandai dengan arus globalisasi di segala bidang yang membawa pengaruh cukup besar bagi perkembangan perekonomian Indonesia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan pelaku usaha yang bergerak di keuangan. Usaha keuangan dilaksanakan oleh perusahaan yang bergerak di bidang

BAB I PENDAHULUAN. dengan pelaku usaha yang bergerak di keuangan. Usaha keuangan dilaksanakan oleh perusahaan yang bergerak di bidang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada hakekatnya setiap orang berhak mendapatkan perlindungan dari hukum. Hampir seluruh hubungan hukum harus mendapat perlindungan dari hukum. Oleh karena itu terdapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh hukum. Karena salah satu sifat, sekaligus tujuan hukum adalah memberikan

BAB I PENDAHULUAN. oleh hukum. Karena salah satu sifat, sekaligus tujuan hukum adalah memberikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Konsumen memiliki resiko yang lebih besar dari pada pelaku usaha, hal ini disebabkan posisi tawar konsumen yang lemah. Konsumen harus dilindungi oleh hukum. Karena salah

Lebih terperinci

UU No. 8/1995 : Pasar Modal

UU No. 8/1995 : Pasar Modal UU No. 8/1995 : Pasar Modal BAB1 KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan: 1 Afiliasi adalah: hubungan keluarga karena perkawinan dan keturunan sampai derajat a. kedua, baik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penerapan business judgment..., Kanya Candrika K, FH UI, , TLN No. 4756, Pasal 1 angka 1.

BAB I PENDAHULUAN. Penerapan business judgment..., Kanya Candrika K, FH UI, , TLN No. 4756, Pasal 1 angka 1. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Perseroan Terbatas ( PT ) adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal

Lebih terperinci

BAB III PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PERUSAHAAN PIALANG BERJANGKA YANG DIBUBARKAN

BAB III PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PERUSAHAAN PIALANG BERJANGKA YANG DIBUBARKAN BAB III PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PERUSAHAAN PIALANG BERJANGKA YANG DIBUBARKAN A. Faktor Penyebab Dibubarkannya Perusahaan Pialang Berjangka Komoditi Secara umum penyebab dibubarkannya suatu

Lebih terperinci

BAB III PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan analisis hukum terhadap perjanjian kredit yang dibakukan

BAB III PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan analisis hukum terhadap perjanjian kredit yang dibakukan BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan analisis hukum terhadap perjanjian kredit yang dibakukan oleh Bank Panin Cabang Gejayan masih menggunakan klausula baku dalam penetapan dan perhitungan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki tujuan sebagai badan yang dibentuk untuk melakukan upaya

BAB I PENDAHULUAN. memiliki tujuan sebagai badan yang dibentuk untuk melakukan upaya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) merupakan badan yang menyelesaikan sengketa konsumen melalui cara di luar pengadilan. BPSK memiliki tujuan sebagai

Lebih terperinci

BAB X PELAKSANAAN PERDAGANGAN BERJANGKA. Bagian Kesatu Pedoman Perilaku Pialang Berjangka. Pasal 102

BAB X PELAKSANAAN PERDAGANGAN BERJANGKA. Bagian Kesatu Pedoman Perilaku Pialang Berjangka. Pasal 102 BAB X PELAKSANAAN PERDAGANGAN BERJANGKA Bagian Kesatu Pedoman Perilaku Pialang Berjangka Pasal 102 Pialang Berjangka wajib mempertahankan Modal Bersih Disesuaikan sebagaimana ditetapkan oleh Bappebti.

Lebih terperinci

M E M U T U S K A N : PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI TENTANG KETENTUAN TEKNIS PERILAKU PIALANG BERJANGKA.

M E M U T U S K A N : PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI TENTANG KETENTUAN TEKNIS PERILAKU PIALANG BERJANGKA. 6. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 60/M Tahun 2008 tentang Pengangkatan Pejabat Eselon I di lingkungan Departemen Perdagangan; 7. Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 01/M-DAG/PER/3/2005

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN KOMODITI BERJANGKA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN KOMODITI BERJANGKA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 9 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN KOMODITI BERJANGKA PRESIDEN, Menimbang : bahwa dalam rangka pelaksanaan Undang-undang Nomor 32 Tahun 1997 tentang Perdagangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dinegara Indonesia. Semakin meningkat dan bervariasinya kebutuhan masyarakat menyebabkan

BAB I PENDAHULUAN. dinegara Indonesia. Semakin meningkat dan bervariasinya kebutuhan masyarakat menyebabkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada era globalisasi saat ini terjadi perkembangan perekonomian yang sangat pesat dinegara Indonesia. Semakin meningkat dan bervariasinya kebutuhan masyarakat menyebabkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Bakti, 2006), hlm. xv. 1 Muhamad Djumhana, Hukum Perbankan Indonesia, cet.v, (Bandung:Citra Aditya

BAB 1 PENDAHULUAN. Bakti, 2006), hlm. xv. 1 Muhamad Djumhana, Hukum Perbankan Indonesia, cet.v, (Bandung:Citra Aditya BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan nasional merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Pembangunan ekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pasar berjangka (futures market) merupakan bagian dari pasar derivatif yang

BAB I PENDAHULUAN. Pasar berjangka (futures market) merupakan bagian dari pasar derivatif yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pasar berjangka (futures market) merupakan bagian dari pasar derivatif yang digunakan oleh berbagai pihak untuk mengelola resiko. Di Indonesia pasar ini sudah lama dirasakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Banyak makanan import yang telah masuk ke Indonesia tanpa disertai

BAB I PENDAHULUAN. Banyak makanan import yang telah masuk ke Indonesia tanpa disertai 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Banyak makanan import yang telah masuk ke Indonesia tanpa disertai informasi yang jelas pada kemasan produknya. Pada kemasan produk makanan import biasanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikonsumsi dapat memperluas ruang gerak transaksi barang dan/atau jasa. Kondisi

BAB I PENDAHULUAN. dikonsumsi dapat memperluas ruang gerak transaksi barang dan/atau jasa. Kondisi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Semakin pesatnya pembangunan dan perkembangan perekonomian nasional yang menghasilkan berbagai variasi produk barang dan/atau jasa yang dapat dikonsumsi dapat memperluas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam melakukan hubungan tersebut tentunya berbagai macam cara dan kondisi dapat saja

BAB I PENDAHULUAN. Dalam melakukan hubungan tersebut tentunya berbagai macam cara dan kondisi dapat saja BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap manusia dalam kehidupannya pasti mengadakan hubungan dengan orang lain, baik di lingkungan rumah tangga maupun di lingkungan masyarakat atau tempat bekerja.

Lebih terperinci

SKRIPSI PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEMAKAI LAYANAN OPERATOR SELULAR TELKOMSEL CABANG PADANG. Oleh : FADLI ZAINI DALIMUNTHE BP :

SKRIPSI PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEMAKAI LAYANAN OPERATOR SELULAR TELKOMSEL CABANG PADANG. Oleh : FADLI ZAINI DALIMUNTHE BP : SKRIPSI PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEMAKAI LAYANAN OPERATOR SELULAR TELKOMSEL CABANG PADANG (Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum) Oleh : FADLI ZAINI DALIMUNTHE BP : 07 140 165

Lebih terperinci

PP 9/1999, PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN KOMODITI BERJANGKA

PP 9/1999, PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN KOMODITI BERJANGKA Copyright (C) 2000 BPHN PP 9/1999, PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN KOMODITI BERJANGKA *36161 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 9 TAHUN 1999 (9/1999) TENTANG PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN KOMODITI

Lebih terperinci

BAB VII PELAKSANAAN PERDAGANGAN BERJANGKA. Bagian Kesatu Pedoman Perilaku. Pasal 49

BAB VII PELAKSANAAN PERDAGANGAN BERJANGKA. Bagian Kesatu Pedoman Perilaku. Pasal 49 BAB VII PELAKSANAAN PERDAGANGAN BERJANGKA Bagian Kesatu Pedoman Perilaku Pasal 49 1. Setiap Pihak dilarang melakukan kegiatan Perdagangan Berjangka, kecuali kegiatan tersebut dilakukan berdasarkan ketentuan

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PENGAWASAN PENCANTUMAN KLAUSULA BAKU OLEH BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN DI KOTA PADANG SKRIPSI

PELAKSANAAN PENGAWASAN PENCANTUMAN KLAUSULA BAKU OLEH BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN DI KOTA PADANG SKRIPSI PELAKSANAAN PENGAWASAN PENCANTUMAN KLAUSULA BAKU OLEH BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN DI KOTA PADANG SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi persyaratan guna memperoleh gelar sarjana hukum Oleh : SETIA PURNAMA

Lebih terperinci

BAB III PERLINDUNGAN KONSUMEN PADA TRANSAKSI ONLINE DENGAN SISTEM PRE ORDER USAHA CLOTHING

BAB III PERLINDUNGAN KONSUMEN PADA TRANSAKSI ONLINE DENGAN SISTEM PRE ORDER USAHA CLOTHING BAB III PERLINDUNGAN KONSUMEN PADA TRANSAKSI ONLINE DENGAN SISTEM PRE ORDER USAHA CLOTHING A. Pelaksanaan Jual Beli Sistem Jual beli Pre Order dalam Usaha Clothing Pelaksanaan jual beli sistem pre order

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI UMUM Untuk mewujudkan terlaksananya kegiatan Perdagangan Berjangka Komoditi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN. Bagi para ahli hukum pada umumnya sepakat bahwa arti konsumen

BAB II TINJAUAN TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN. Bagi para ahli hukum pada umumnya sepakat bahwa arti konsumen BAB II TINJAUAN TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN A. Pengertian Konsumen Bagi para ahli hukum pada umumnya sepakat bahwa arti konsumen adalah, pemakai terakhir dari benda dan jasa yang diserahkan kepada mereka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. konsekuensi perubahan-perubahan yang begitu cepat di masyarakat ditandai

BAB I PENDAHULUAN. konsekuensi perubahan-perubahan yang begitu cepat di masyarakat ditandai 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Era baru perlindungan konsumen di Indonesia sebagai salah satu konsekuensi perubahan-perubahan yang begitu cepat di masyarakat ditandai dengan lahirnya Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan dan perkembangan perekonomian pada umumnya dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan dan perkembangan perekonomian pada umumnya dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan dan perkembangan perekonomian pada umumnya dan khususnya di bidang perindustrian dan perdagangan telah menghasilkan berbagai variasi barang dan/atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perlindungan hukum antara konsumen dengan produsen. 1 Hal ini dapat dilihat dari

BAB I PENDAHULUAN. perlindungan hukum antara konsumen dengan produsen. 1 Hal ini dapat dilihat dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perlindungan konsumen merupakan bagian tak terpisahkan dari kegiatan bisnis yang sehat, dalam kegiatan bisnis yang sehat terdapat keseimbangan perlindungan hukum antara

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PERJANJIAN KERJASAMA INVESTASI ANTARA INVESTOR DENGAN PERUSAHAAN PIALANG BERJANGKA

PELAKSANAAN PERJANJIAN KERJASAMA INVESTASI ANTARA INVESTOR DENGAN PERUSAHAAN PIALANG BERJANGKA PELAKSANAAN PERJANJIAN KERJASAMA INVESTASI ANTARA INVESTOR DENGAN PERUSAHAAN PIALANG BERJANGKA Galih Mahendratama Putra, Budiharto, Siti Mahmudah*) Jurusan Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Istilah perjanjian baku berasal dari terjemahan bahasa Inggris, yaitu standard

BAB I PENDAHULUAN. Istilah perjanjian baku berasal dari terjemahan bahasa Inggris, yaitu standard BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Istilah perjanjian baku berasal dari terjemahan bahasa Inggris, yaitu standard contract. Perjanjian baku merupakan perjanjian yang ditentukan dan telah dituangkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KONSUMEN DAN PELAKU USAHA DALAM KONTEKS PERLINDUNGAN KONSUMEN. iklan, dan pemakai jasa (pelanggan dsb).

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KONSUMEN DAN PELAKU USAHA DALAM KONTEKS PERLINDUNGAN KONSUMEN. iklan, dan pemakai jasa (pelanggan dsb). BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KONSUMEN DAN PELAKU USAHA DALAM KONTEKS PERLINDUNGAN KONSUMEN 2.1. Konsumen 2.1.1. Pengertian Konsumen Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mengartikan konsumen adalah pemakai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. besar guna melaksanakan pembangunan nasional. Kebutuhan dana yang besar

BAB I PENDAHULUAN. besar guna melaksanakan pembangunan nasional. Kebutuhan dana yang besar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagai negara yang sedang berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang besar guna melaksanakan pembangunan nasional. Kebutuhan dana yang besar tersebut diperlukan guna

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. - Uang berfungsi sebagai alat tukar atau medium of exchange yang dapat. cara barter dapat diatasi dengan pertukaran uang.

BAB I PENDAHULUAN. - Uang berfungsi sebagai alat tukar atau medium of exchange yang dapat. cara barter dapat diatasi dengan pertukaran uang. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di zaman sekarang semua kegiatan manusia tidak lepas dari yang namanya uang. Mulai dari hal yang sederhana, sampai yang kompleks sekalipun kita tidak dapat lepas dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang memegang peranan penting dalam pembangunan. Teknologi. menyebabkan dunia menjadi tanpa batas (bordeless) dan menyebabkan

BAB I PENDAHULUAN. yang memegang peranan penting dalam pembangunan. Teknologi. menyebabkan dunia menjadi tanpa batas (bordeless) dan menyebabkan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Era teknologi telah membawa perubahan di berbagai bidang kehidupan, termasuk perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang memegang peranan penting

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Dewasa ini, perkembangan aktivitas bisnis merupakan fenomena yang sangat kompleks karena mencakup berbagai bidang baik hukum, ekonomi, dan politik. Dalam kehidupan

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS TANGGUNGJAWAB PRODUK TERHADAP UNDANG- UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

TINJAUAN YURIDIS TANGGUNGJAWAB PRODUK TERHADAP UNDANG- UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN TINJAUAN YURIDIS TANGGUNGJAWAB PRODUK TERHADAP UNDANG- UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN Dwi Afni Maileni Dosen Tetap Program Studi Ilmu Hukum UNRIKA Batam Abstrak Perlindungan konsumen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Pesatnya pembangunan Indonesia di bidang ekonomi telah memicu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Pesatnya pembangunan Indonesia di bidang ekonomi telah memicu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Pesatnya pembangunan Indonesia di bidang ekonomi telah memicu semakin bertambahnya kebutuhan masyarakat akan barang dan jasa. Kebutuhan akan barang dan

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM INVESTOR DALAM TRANSAKSI PADA DERIVATIVES MARKET DI ASIA TRADE POIN FUTURE SURAKARTA

PERLINDUNGAN HUKUM INVESTOR DALAM TRANSAKSI PADA DERIVATIVES MARKET DI ASIA TRADE POIN FUTURE SURAKARTA PERLINDUNGAN HUKUM INVESTOR DALAM TRANSAKSI PADA DERIVATIVES MARKET DI ASIA TRADE POIN FUTURE SURAKARTA SKRIPSI Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Syarat-syarat Guna Mencapai Derajat

Lebih terperinci

disatu pihak dan Penerima utang (Debitur) di lain pihak. Setelah perjanjian tersebut

disatu pihak dan Penerima utang (Debitur) di lain pihak. Setelah perjanjian tersebut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya pemberian kredit dapat diberikan oleh siapa saja yang memiliki kemampuan, untuk itu melalui perjanjian utang piutang antara Pemberi utang (kreditur)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. konsumen di Indonesia. Menurut pasal 1 ayat (2) Undang-Undang No 8 tahun

BAB I PENDAHULUAN. konsumen di Indonesia. Menurut pasal 1 ayat (2) Undang-Undang No 8 tahun 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pelaku usaha dan konsumen adalah dua pihak yang saling memerlukan. Konsumen memerlukan barang dan jasa dari pelaku usaha guna memenuhi keperluannya. Sementara

Lebih terperinci

Menetapkan: PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN TENTANG PERANTARA PEDAGANG EFEK UNTUK EFEK BERSIFAT UTANG DAN SUKUK BAB I KETENTUAN UMUM

Menetapkan: PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN TENTANG PERANTARA PEDAGANG EFEK UNTUK EFEK BERSIFAT UTANG DAN SUKUK BAB I KETENTUAN UMUM RANCANGAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /POJK.04/2017 TENTANG PERANTARA PEDAGANG EFEK UNTUK EFEK BERSIFAT UTANG DAN SUKUK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membawa dampak cukup pesat bagi perkembangan pertumbuhan dan perekonomian dunia usaha

BAB I PENDAHULUAN. membawa dampak cukup pesat bagi perkembangan pertumbuhan dan perekonomian dunia usaha BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Suatu perkembangan dunia dewasa ini ditandai arus globalisasi disegala bidang yang membawa dampak cukup pesat bagi perkembangan pertumbuhan dan perekonomian dunia usaha

Lebih terperinci

Formulir Nomor IV.PRO.10.1 (KOP PERUSAHAAN)

Formulir Nomor IV.PRO.10.1 (KOP PERUSAHAAN) Formulir Nomor IV.PRO.10.1 (KOP PERUSAHAAN) DOKUMEN PEMBERITAHUAN ADANYA RISIKO YANG HARUS DISAMPAIKAN OLEH PIALANG BERJANGKA UNTUK TRANSAKSI KONTRAK DERIVATIF DALAM SISTEM PERDAGANGAN ALTERNATIF Dokumen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perlindungan hukum..., Pramita Dyah Hapsari, FH UI, 2011.

BAB I PENDAHULUAN. Perlindungan hukum..., Pramita Dyah Hapsari, FH UI, 2011. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN Perkembangan teknologi yang semakin canggih telah banyak membantu dalam kehidupan sehari-hari. Saat ini produk perbankan telah berkembang dengan pesat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tergantung kepada nilai saham yang hendak diperjualbelikan di pasar modal. Undang-

BAB I PENDAHULUAN. tergantung kepada nilai saham yang hendak diperjualbelikan di pasar modal. Undang- BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pasar modal merupakan sarana investasi atau sarana pembiayaan bagi perusahaanperusahaan yang akan menjual sahamnya kepada masyarakat melalui proses penawaran umum (go

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menanamkan modalnya di Indonesia. Untuk itu diperlukan dukungan dari

BAB I PENDAHULUAN. menanamkan modalnya di Indonesia. Untuk itu diperlukan dukungan dari 8 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang sedang berkembang. Banyak perusahaan lokal dan internasional mencari berbagai kegiatan dalam rangka menanamkan modalnya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada dasarnya segala sesuatu yang dikerjakan oleh seseorang baik dengan sengaja maupun tidak, harus dapat dimintakan pertanggungjawaban terlebih lagi yang berkaitan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN. memuat asas-asas atau kaidah-kaidah yang bersifat mengatur dan mengandung sifat

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN. memuat asas-asas atau kaidah-kaidah yang bersifat mengatur dan mengandung sifat 16 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN 2.1. Pengertian Perlindungan Konsumen Hukum perlindungan konsumen merupakan bagian dari hukum konsumen yang memuat asas-asas atau kaidah-kaidah yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berusaha. Jika tidak maka ia akan tertinggal jauh dengan yang lain, baik dari

BAB I PENDAHULUAN. berusaha. Jika tidak maka ia akan tertinggal jauh dengan yang lain, baik dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam era globalisasi dan perdagangan bebas yang semakin berkembang dan teknologi yang semakin canggih, menuntut manusia agar mau berfikir dan berusaha. Jika tidak maka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dilihat dari segi kegiatannya, lebih tampak sebagai lembaga sosial. Sejak awal. dan meningkatkan kesejahteraan orang lain.

BAB I PENDAHULUAN. dilihat dari segi kegiatannya, lebih tampak sebagai lembaga sosial. Sejak awal. dan meningkatkan kesejahteraan orang lain. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Yayasan adalah kumpulan dari sejumlah orang yang terorganisasi dan dilihat dari segi kegiatannya, lebih tampak sebagai lembaga sosial. Sejak awal sebuah yayasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan usahanya adalah menghimpun dana dari masyarakat dan. Perbankan, dalam pasal 1 angka 2 dinyatakan bahwa:

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan usahanya adalah menghimpun dana dari masyarakat dan. Perbankan, dalam pasal 1 angka 2 dinyatakan bahwa: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam dunia modern sekarang ini, peranan perbankan dalam kemajuan perekonomian suatu negara sangatlah besar. Hampir semua sektor yang berhubungan dengan berbagai

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI TENTANG TATA CARA PENYALURAN AMANAT NASABAH KE BURSA BERJANGKA LUAR NEGERI.

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI TENTANG TATA CARA PENYALURAN AMANAT NASABAH KE BURSA BERJANGKA LUAR NEGERI. Peraturan Kepala Badan Pengawas MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI TENTANG TATA CARA PENYALURAN AMANAT NASABAH KE BURSA BERJANGKA LUAR NEGERI. Pasal

Lebih terperinci

Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen atau biasa disingkat dengan UUPK dan mulai diberlakukan pada tanggal 20 April UUP

Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen atau biasa disingkat dengan UUPK dan mulai diberlakukan pada tanggal 20 April UUP BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan aktivitas masyarakat banyak menyebabkan perubahan dalam berbagai bidang di antaranya ekonomi, sosial, pembangunan, dan lain-lain. Kondisi ini menuntut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. selanjutnya disebut perdagangan berjangka, dapat dijadikan pilihan investasi yang

BAB I PENDAHULUAN. selanjutnya disebut perdagangan berjangka, dapat dijadikan pilihan investasi yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Bagi para investor, kegiatan perdagangan berjangka komoditi, yang selanjutnya disebut perdagangan berjangka, dapat dijadikan pilihan investasi yang cukup menarik,

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Agus, Budi Riswandi, Hukum dan Internet di Indonesia, UII Press, Yogyakarta, 2003.

DAFTAR PUSTAKA. Agus, Budi Riswandi, Hukum dan Internet di Indonesia, UII Press, Yogyakarta, 2003. DAFTAR PUSTAKA A. Buku-Buku Ilmiah Agus, Budi Riswandi, Hukum dan Internet di Indonesia, UII Press, Yogyakarta, 2003., Aspek Hukum Internet Banking, PT. Raja Grafindo, Jakarta,2005. Arbi, Syarif, 2003,

Lebih terperinci

BAB I PENDAH ULUAN. masalah kompleks untuk dihadapi tetapi masalah ekonomi menjadi suatu masalah yang sulit

BAB I PENDAH ULUAN. masalah kompleks untuk dihadapi tetapi masalah ekonomi menjadi suatu masalah yang sulit BAB I PENDAH ULUAN A. LATAR BELAKANG Pada zaman yang semakin berkembang bukan hanya masalah hukum yang menjadi masalah kompleks untuk dihadapi tetapi masalah ekonomi menjadi suatu masalah yang sulit untuk

Lebih terperinci

BAB III PENUTUP. pada bab-bab terdahulu, berikut disajikan kesimpulan yang merupakan

BAB III PENUTUP. pada bab-bab terdahulu, berikut disajikan kesimpulan yang merupakan BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian, baik penelitian kepustakaan maupun penelitian lapangan, serta pembahasan dan analisis yang telah penulis lakukan pada bab-bab terdahulu, berikut

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1995 TENTANG PASAR MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1995 TENTANG PASAR MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1995 TENTANG PASAR MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa tujuan pembangunan nasional adalah terciptanya suatu masyarakat adil dan makmur berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perlindungan hukum bagi konsumen 1 bertujuan untuk melindungi hak-hak

BAB I PENDAHULUAN. Perlindungan hukum bagi konsumen 1 bertujuan untuk melindungi hak-hak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perlindungan hukum bagi konsumen 1 bertujuan untuk melindungi hak-hak konsumen yang seharusnya dimiliki dan diakui oleh pelaku usaha 2. Oleh karena itu, akhirnya naskah

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 33 /POJK.04/2017 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN REKSA DANA BERBENTUK PERSEROAN

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 33 /POJK.04/2017 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN REKSA DANA BERBENTUK PERSEROAN - 2 - OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 33 /POJK.04/2017 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN REKSA DANA BERBENTUK PERSEROAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Di era globalisasi saat ini kebutuhan masyarakat untuk kehidupan sehari-hari semakin

BAB 1 PENDAHULUAN. Di era globalisasi saat ini kebutuhan masyarakat untuk kehidupan sehari-hari semakin BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Di era globalisasi saat ini kebutuhan masyarakat untuk kehidupan sehari-hari semakin meningkat sehingga, memberikan peluang bagi pelaku usaha sebagai produsen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. modal yang sehat, transfaran dan efisien. Peningkatan peran di bidang pasar

BAB I PENDAHULUAN. modal yang sehat, transfaran dan efisien. Peningkatan peran di bidang pasar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu kebijakan dalam sektor ekonomi adalah pengembangan pasar modal yang sehat, transfaran dan efisien. Peningkatan peran di bidang pasar modal, merupakan suatu

Lebih terperinci

MEKANISME PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN SECARA MEDIASI TERHADAP PRODUK CACAT DALAM KAITANNYA DENGAN TANGGUNG JAWAB PRODUSEN

MEKANISME PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN SECARA MEDIASI TERHADAP PRODUK CACAT DALAM KAITANNYA DENGAN TANGGUNG JAWAB PRODUSEN MEKANISME PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN SECARA MEDIASI TERHADAP PRODUK CACAT DALAM KAITANNYA DENGAN TANGGUNG JAWAB PRODUSEN Oleh : I Gede Agus Satrya Wibawa I Nengah Suharta Bagian Hukum Bisnis Fakultas

Lebih terperinci

DaftarPustaka. Ahmadi Miru dan SutarmanYodo, Hukum Perlindungan Konsumen, Raja. Grafindo Persada, Jakarta, 2005.

DaftarPustaka. Ahmadi Miru dan SutarmanYodo, Hukum Perlindungan Konsumen, Raja. Grafindo Persada, Jakarta, 2005. DaftarPustaka Buku: Ahmadi Miru dan SutarmanYodo, Hukum Perlindungan Konsumen, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2005. Bartono, Today s Business Ethics, Elex Media Komputindo, Jakarta, 2005. Mariam Darus

Lebih terperinci

Perlindungan hukum..., Gista Latersia, FHUI,

Perlindungan hukum..., Gista Latersia, FHUI, 13 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Bank sebagai badan usaha yang menjalankan fungsi utamanya selaku penghimpun dan penyalur dana masyarakat memiliki peran yang sangat penting untuk menunjang pelaksanaan

Lebih terperinci

PENGATURAN UPAYA HUKUM DAN EKSEKUSI PUTUSAN BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN (BPSK)

PENGATURAN UPAYA HUKUM DAN EKSEKUSI PUTUSAN BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN (BPSK) PENGATURAN UPAYA HUKUM DAN EKSEKUSI PUTUSAN BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN (BPSK) oleh: I Putu Iwan Kharisma Putra I Wayan Wiryawan Dewa Gede Rudy Program Kekhususan Hukum Keperdataan Fakultas Hukum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pelaku usaha sangat penting artinya bagi konsumen. Penyebarluasan informasi barang

BAB I PENDAHULUAN. pelaku usaha sangat penting artinya bagi konsumen. Penyebarluasan informasi barang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebutuhan akan informasi terhadap barang dan/atau jasa yang disediakan oleh pelaku usaha sangat penting artinya bagi konsumen. Penyebarluasan informasi barang

Lebih terperinci

Peraturan Kepala Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi Nomor 117/BAPPEBTI/PER/03/2015

Peraturan Kepala Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi Nomor 117/BAPPEBTI/PER/03/2015 7. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 31/M-DAG/PER/7/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Perdagangan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 57/M-DAG/PER/10/2012;

Lebih terperinci

Lex Crimen Vol. VI/No. 3/Mei/2017

Lex Crimen Vol. VI/No. 3/Mei/2017 PERLINDUNGAN HUKUM BAGI NASABAH YANG DIDAFTARHITAMKAN AKIBAT KESALAHAN SISTEM PERBANKAN MENURUT UU No. 10 TAHUN 1998 TENTANG PERBANKAN 1 Oleh : Anggraini Said 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki kelebihan dana dengan pihak-pihak yang kekurangan dan

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki kelebihan dana dengan pihak-pihak yang kekurangan dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Bank Pembangunan Daerah dengan fungsinya meningkatkan pertumbuhan perekonomian dan pembangunan daerah, sebagai perantara pihakpihak yang memiliki kelebihan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1995 TENTANG PASAR MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1995 TENTANG PASAR MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1995 TENTANG PASAR MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa tujuan pembangunan nasional adalah terciptanya

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN ATAS JUAL BELI SAHAM DALAM PERSEROAN TERBATAS DI INDONESIA. dapat dengan mudah memahami jual beli saham dalam perseroan terbatas.

BAB II PENGATURAN ATAS JUAL BELI SAHAM DALAM PERSEROAN TERBATAS DI INDONESIA. dapat dengan mudah memahami jual beli saham dalam perseroan terbatas. BAB II PENGATURAN ATAS JUAL BELI SAHAM DALAM PERSEROAN TERBATAS DI INDONESIA A. Tinjauan Umum tentang Jual Beli 1. Pengertian Jual Beli Sebelum membahas mengenai aturan jual beli saham dalam perseroan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Asril Sitompul, Pasar Modal Penawaran Umum Dan Permasalahannya, (Bandung: PT. Citra Adhitya Bakti,2000), hal. 1.

BAB 1 PENDAHULUAN. Asril Sitompul, Pasar Modal Penawaran Umum Dan Permasalahannya, (Bandung: PT. Citra Adhitya Bakti,2000), hal. 1. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada jaman yang semakin modern dewasa ini isu globalisasi memang tidak dapat dihindarkan lagi, isu ini terus berkembang dan dampaknya pada perkembangan ekonomi

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.143, 2014 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA EKONOMI. Perdagangan. Berjangka. Komoditi. Penyelenggaraan. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia 5548) PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci