PENENTUAN KONDISI PREMENOPAUSE DAN PASCAMENOPAUSE MENGGUNAKAN TIKUS SEBAGAI HEWAN MODEL

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENENTUAN KONDISI PREMENOPAUSE DAN PASCAMENOPAUSE MENGGUNAKAN TIKUS SEBAGAI HEWAN MODEL"

Transkripsi

1 58 PENENTUAN KONDISI PREMENOPAUSE DAN PASCAMENOPAUSE MENGGUNAKAN TIKUS SEBAGAI HEWAN MODEL Safrida 1, Nastiti Kusumorini 2, Wasmen Manalu 2, Hera Maheshwari 2 1 Mahasiswa Program Doktor Mayor Ilmu-ilmu Faal dan Khasiat Obat, Sekolah Pascasarjana, IPB, 2 Mayor Ilmu-ilmu Faal dan Khasiat Obat, IPB. ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk menetapkan kondisi hewan model premenopause dan pascamenopause dengan menggunakan parameter kualitas uterus, kulit, dan tulang. Penelitian ini menggunakan metode eksperimental dengan pola rancangan acak lengkap (RAL) dengan sembilan kelompok perlakuan dan tiga kali ulangan. Kelompok perlakuan tersebut dengan tiga kondisi hewan. Pertama, hewan normal yakni, 1) tikus umur 12 bulan (U12), 2) tikus umur 18 bulan (U18), 3) tikus umur 24 bulan (U24), 4) tikus umur 30 bulan (U30), 5) tikus umur 36 bulan (U36). Kedua, kondisi 1 bulan pascaovariektomi, yakni 1) tikus umur 12 bulan dalam kondisi 1 bulan pascaovariektomi (OV12a), 2) tikus umur 18 bulan dalam kondisi 1 bulan pascaovariektomi (OV18), 3) tikus umur 24 bulan dalam kondisi 1 bulan pascaovariektomi (OV24). Ketiga, kondisi 3 bulan pascaovariektomi, yakni 1) tikus umur 12 bulan dalam kondisi 3 bulan pascaovariektomi (OV12b). Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan Analysis of Variance (ANOVA) dan dilanjutkan dengan Uji Duncan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa komponen matriks ekstraseluler dan matriks seluler pada uterus, kulit, dan tulang menurun seiring dengan bertambahnya usia. Tikus umur 18 bulan ditandai dengan mulai terjadinya penurunan hormon progesteron, kadar kolagen uterus, kadar DNA dan RNA uterus, kadar kolagen dan RNA kulit, kadar RNA tulang, dan hal ini menjadi dasar penentuan kondisi premenopause. Tikus umur bulan ditandai dengan penurunan secara drastis kadar hormon progesteron, kadar kolagen uterus, kadar DNA dan RNA uterus, kadar kolagen kulit, kadar RNA kulit, kadar kolagen tulang kadar RNA tulang, kadar kalsium tulang, rasio Ca/P tulang tibia, dan densitas tulang, dan hal ini menjadi dasar penentuan kondisi pascamenopause. Tikus ovariektomi yang cocok digunakan sebagai hewan model pascamenopause menggunakan parameter kualitas uterus, kulit, dan tulang adalah tikus umur 12 bulan dalam kondisi 3 bulan pascaovariektomi. Kata kunci: Kulit, ovariektomi, premenopause, pascamenopause, tulang, tikus, uterus

2 59 The Determination of Premenopausal and Postmenopausal Condition Using Rats as Animal Models Safrida 1, Nastiti Kusumorini 2, Wasmen Manalu 2, Hera Maheshwari 2 1 Student of Doctoral Programme Majoring in Physiology and Pharmacology, School of Graduate, Bogor Agricultural University, 2 Majoring in Physiology and Pharmacology, Bogor Agricultural University. ABSTRACT This study was designed to determine the condition of an animal model for premenopausal and postmenopausal using uterus, skin, and bone quality parameters. Experimental design used was Completely Randomized Design (CRD) consisted of 9 experimental groups, each consisted of 3 rats i.e.,1) rats aged 12 months (U12), 2) rats aged 18 months (U18), 3) rats aged 24 months (K24), 4) rats aged 30 months (U30), 5) rats aged 36 months (U 36), 6) rats aged 12 months with one month postovariectomy (OV12a), 7) rats aged 12 months with 3 months postovariectomy (OV12b), 8) rats aged 18 months with one month postovariectomy (OV18), and 9) rats aged 24 months with one month postovariectomy (OV24). The data obtained were analyzed using Analysis of Variance (ANOVA) followed by Duncan test. The results showed that extracellular matrix components and cellular matrix of the uterus, skin, and bone were decreased with the increasing of age. Rats aged 18 months were marked by a decline in serum progesterone concentrations, uterus collagen concentrations, DNA and RNA concentrations of uterus, skin collagen concentrations, RNA concentrations of the skin, RNA concentrations of the bone, and these parameters were used as premenopausal conditions. Rats aged months were marked by a drastic decline in serum progesterone concentrations, uterus collagen concentrations, DNA and RNA concentrations of the uterus, skin collagen concentrations, RNA concentrations of skin, bone collagen concentrations, RNA concentrations of bone, bone calcium concentrations, ratio of Ca/P in tibial bone, and bone density and this parameters were used as postmenopausal conditions. The ovariectomized rats having similar appearances to postmenopausal conditions were found in rats aged 12 months with 3 months postovariectomy. Ovariectomized rats that were suitable to be used as animal models of postmenopausal using uterus, skin, and bone parameters were rats aged 12 months with three months postovariectomy. Keywords: Bones, ovariectomy, premenopausal, postmenopausal, rats, skin, uterus

3 60 PENDAHULUAN Penuaan adalah penurunan secara fisiologis fungsi tubuh dan berbagai sistem organ yang mengakibatkan peningkatan kejadian penyakit serta kehilangan mobilitas dan ketangkasan (Datau dan Wibowo 2005). Proses menua merupakan proses fisiologis yang akan terjadi pada semua makhluk hidup yang meliputi semua organ tubuh. Perbedaan penurunan fungsi organ tubuh bergantung pada waktu (Rastogi 2007). Pada proses penuaan, juga terjadi penurunan fungsi kelenjar endokrin, termasuk kelenjar reproduksi, pada laki-laki disebut andropause dan pada wanita disebut menopause (Ranakusuma 1992). Masa klimakterium adalah masa peralihan dari fase reproduktif menjadi fase nonreproduktif (Wirakusumah 2004). Pada manusia, masa ini dibagi menjadi empat tahap. Pertama, premenopause, yaitu masa sejak fungsi reproduksi mulai menurun (Kasdu 2004; Gebbie dan Glasier 2006). Pada masa ini kadar progesteron mulai menurun (Walker 1995). Kedua, perimenopause, yaitu masa perubahan antara premenopause dan menopause, yang ditandai dengan siklus haid yang tidak teratur dan disertai pula dengan perubahan-perubahan fisiologik (Zulkarnaen 2003). Pada masa ini produksi estrogen mulai berkurang dan fungsi ovarium juga mulai menurun (Wirakusumah 2004). Ketiga, menopause, yaitu kondisi fisiologis pada wanita yang mana menstruasi berhenti secara permanen akibat penurunan fungsi ovarium yang mengakibatkan penurunan produksi hormon estrogen (Cassidy et al. 2006). Keempat, pascamenopause, yang ditandai dengan kadar LH dan FSH yang tinggi serta kadar estrogen dan progesteron yang rendah (Zulkarnaen 2003). Menurunnya konsentrasi estrogen dan progesteron dalam darah pada saat pascamenopause menyebabkan atropi uterus, yang ditandai dengan tidak terjadinya penebalan endometrium dan kelenjar uterus berada dalam keadaan tidak mengeluarkan sekresi sehingga uterus mengecil dan bobotnya menurun (Binkley 1995). Penurunan estrogen dan progesteron juga memiliki dampak pada fungsi beberapa organ tubuh, di antaranya kulit dan tulang. Berkurangnya kadar estrogen dan progesteron memiliki dampak negatif pada kulit, yaitu kulit menjadi lebih tipis, mengendur, dan kehilangan elastisitasnya, produksi kolagen menurun dan kulit juga menjadi kering. Atropi kolagen merupakan faktor utama yang

4 61 menyebabkan penuaan kulit (Datau dan Wibowo 2005). Selain itu, penurunan kadar estrogen dapat menyebabkan gangguan metabolik pada tulang yang dikenal sebagai osteoporosis (Winarsi 2005). Penelitian tentang penuaan banyak dilakukan sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas hidup pada saat memasuki usia tua. Hewan model yang banyak digunakan dalam penelitian penuaan adalah tikus putih. Pada hewan percobaan, manipulasi hilangnya estrogen sebagai indikator menopause dilakukan dengan ovariektomi (Shirwaikar et al. 2003; Devareddy et al. 2008). Namun hingga saat ini hewan model kondisi premenopause dan pascamenopause dengan menggunakan kualitas uterus, kulit, dan tulang belum dilaporkan. Tujuan penelitian ini ialah untuk menetapkan kondisi hewan model premenopause dan pascamenopause dengan menggunakan parameter kualitas uterus, kulit, dan tulang. Data yang diperoleh dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang penggunaan tikus sebagai hewan model penuaan pada kondisi premenopause dan pascamenopause. BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan mulai dari bulan September 2010-April 2011 dan dilakukan pada beberapa tempat. Pemeliharaan dan ovariektomi tikus dilaksanakan di kandang hewan percobaan Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor, analisis hormon progesteron, kadar kolagen, kadar DNA, dan kadar RNA di Laboratorium Fisiologi dan Farmakologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor, analisis kadar abu tulang dan analisis kalsium dan fosfor pada tulang dan serum di laboratorium Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, dan pengukuran kekuatan tulang di Laboratorium Keteknikan Kayu, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

5 62 Bahan dan Alat Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pelet dari PT. Comfeed Indonesia, kit Progesteron, BNF, serta bahan pengujian kolagen, RNA, kalsium, dan fosfor. Alat yang digunakan adalah timbangan, alat-alat bedah, sentrifuge, Automatic Gamma Counter, spektrofotometer, eksikator, tanur listrik, dan spektrofotometer serapan atom (AAS). Metode Penelitian Hewan yang digunakan dalam penelitian ini 27 ekor tikus betina strain Sprague Dawley, yang dibagi ke dalam sembilan kelompok percobaan yang masing-masing terdiri atas tiga ekor. Kelompok perlakuan tersebut dengan tiga kondisi hewan. Pertama, kondisi normal yakni, 1) tikus umur 12 bulan (U12), 2) tikus umur 18 bulan (U18), 3) tikus umur 24 bulan (U24), 4) tikus umur 30 bulan (U30), dan 5) tikus umur 36 bulan (U36). Kedua, kondisi 1 bulan pascaovariektomi, yakni 1) tikus umur 12 bulan dalam kondisi 1 bulan pascaovariektomi (OV12a), 2) tikus umur 18 bulan dalam kondisi 1 bulan pascaovariektomi (OV18), dan 3) tikus umur 24 bulan dalam kondisi 1 bulan pascaovariektomi (OV24). Ketiga, kondisi 3 bulan pascaovariektomi, yakni 1) tikus umur 12 bulan dalam kondisi 3 bulan pascaovariektomi (OV12b). Tikus-tikus percobaan tersebut ditempatkan dalam kandang plastik dengan tutup yang terbuat dari kawat ram dan dialasi sekam. Pakan dan air minum disediakan ad libitum. Lingkungan kandang dibuat agar tidak lembap, ventilasi yang cukup serta penyinaran yang cukup dengan lama terang 14 jam dan lama gelap 10 jam. Masing-masing tikus ditempatkan dalam kandang individu. Tindakan ovariektomi dilakukan oleh dokter hewan. Semua tikus diadaptasikan di lingkungan kandang percobaan selama 10 hari. Pada status fase diestrus, semua tikus dikorbankan. Sebelum dilakukan pembedahan, tikus terlebih dahulu dibius dengan eter, kemudian masing-masing tikus diambil darahnya secara intrakardial sebanyak kurang lebih 1 ml. Darah dikoleksi pada tabung penampung, selanjutnya darah disentrifugasi dengan kecepatan 2000 rpm selama 15 menit sehingga didapatkan serum. Serum digunakan untuk analisis kadar hormon progesteron, kalsium, dan fosfor. Setelah tikus dikorbankan, uterus dipisahkan

6 63 dari jaringan lunak dengan menggunakan gunting kecil, kemudian ditimbang bobot basahnya, selanjutnya dimasukkan ke dalam larutan BNF (buffer formalin) 10% untuk analisis kadar kolagen, DNA, dan RNA. Kulit bagian dorsal dipisahkan dari jaringan lunak dengan menggunakan gunting, selanjutnya dibersihkan dengan menggunakan alat pencukur dan dimasukkan ke dalam larutan BNF 10% untuk analisis kadar kolagen, DNA, dan RNA. Tulang tibia-fibula sebelah kiri dan sebelah kanan dipisahkan dari jaringan lunak dengan menggunakan gunting kecil, selanjutnya tulang tibia sebelah kiri dimasukkan ke dalam BNF 10% untuk analisis kadar kolagen, DNA, RNA, densitas tulang, dan kekuatan tulang, sedangkan tulang tibia sebelah kanan disimpan di freezer pada suhu -20 o C untuk analisis kadar kalsium, kadar fosfor, dan kadar abu (Gambar 8). Parameter yang Diamati Parameter yang diamati ialah bobot badan, kadar hormon progesteron menggunakan metode RIA, kadar kolagen, kadar DNA, dan kadar RNA uterus, kulit, dan tulang sesuai dengan metode yang dilakukan oleh Manalu dan Sumaryadi (1998), kadar kalsium serum dan tulang (Reitz et al. 1960), kadar fosfor serum dan tulang (Taussky & Shorr 1953), kadar abu tulang (AOAC 1990), panjang tulang, bobot tulang, densitas tulang (metode Arjmandi et al. 1996), serta uji kekuatan tulang tibia merupakan adopsi dari metode uji kekuatan tekan glulam yang dilakukan oleh Bahtiar (2008) dan uji kekuatan tekan kayu (Mardikanto et al. 2011). Adapun prosedur kerja masing-masing parameter dapat dilihat pada Lampiran 1-9. Rancangan Percobaan dan Analisis Data Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL). Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan Analysis of Variance (ANOVA) dan dilanjutkan dengan Uji Duncan dengan selang kepercayaan 95% (α=0.05), serta uji korelasi dengan menggunakan perangkat lunak software SAS (Mattjik dan Sumertajaya 2006).

7 64 Bagan alur penelitian sebagai berikut: Tikus betina dibagi dalam 9 kelompok Kondisi normal kondisi 1 bulan pascaovariektomi kondisi 3 bulan pascaovariektomi umur 12 bulan (U12) umur 18 bulan (U18) umur 24 bulan (U24) umur 30 bulan (U30) umur 36 bulan (U36) umur 12 bulan (OV12a) umur 18 bulan (OV18) umur 24 bulan (OV24) umur 12 bulan (OV12b) dibedah pada fase diestrus Tulang: kadar kolagen tulang, kadar DNA dan RNA tulang, panjang tulang, bobot tulang, densitas tulang, kadar abu, kadar kalsium dan fosfor pada tulang dan serum. Kulit: kadar kolagen kulit, kadar DNA dan RNA kulit Uterus: kadar kolagen uterus, kadar DNA dan RNA uterus Luaran: Penetapan kondisi hewan model premenopause dan pascamenopause Gambar 8 Bagan alur penelitian Tahap I

8 65 HASIL DAN PEMBAHASAN Kadar Progesteron dan Bobot Badan Rataan kadar progesteron serum dan bobot badan tikus normal dan ovariektomi pada berbagai tingkatan umur disajikan pada Tabel 4. Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa umur pada tikus normal berpengaruh nyata (P<0.01) pada kadar hormon progesteron serum dan bobot badan. Rataan kadar progesteron serum menurun seiring dengan bertambahnya umur, sedangkan bobot badan pada tikus normal meningkat dengan bertambahnya umur. Tabel 4 Para Meter Kadar proges teron (ng/ml) Bobot badan (g) Rataan kadar progesteron serum dan bobot badan pada berbagai tingkatan umur tikus normal dan ovariektomi Kondisi Umur (bulan) hewan Normal 56.46±3.89 a 50.15±1.97 b 46.82±1.61 b 18.80±2.78 c 17.74±1.43 c OV ±3.89 a 39.47±8.61 b 29.28±0.70 b - - OV ± Normal 230±0.57 e 243±2.64 d 256±2.00 c 282±2.00 b 288±1.52 a OV-1 247±1.52 b 251±1.52 b 290±11.35 a - - OV-3 261± Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata ( p<0.05). OV-1 = 1 bulan pascaovariektomi, OV-3 = 3 bulan pascaovariektomi. Dengan bertambahnya umur, terjadi penurunan fungsi organ reproduksi sehingga kadar estrogen dan progesteron menurun. Hal ini sependapat dengan Ganong (2003) bahwa penurunan fungsi organ reproduksi menyebabkan kadar estrogen dan progesteron menurun. Pada usia 12 bulan, terlihat kadar progesteron paling tinggi. Tikus umur 12 bulan merupakan middle-aged rats (Markow 1999). Pada usia ini, tikus masih dapat bereproduksi, walaupun tingkat kesuburannya mulai menurun, dan umumnya memiliki siklus estrus yang normal, namun beberapa individu memperlihatkan siklus estrus yang irreguler (Lu et al. 1979, Ganong 2003). Pada umur 18 bulan terlihat bahwa mulai terjadi penurunan kadar progesteron sebesar 11,17% bila dibandingkan dengan tikus umur 12 bulan. Menurut Affandi (1997) pada wanita saat premenopause, yaitu kira-kira umur 40 tahun, mulai terjadi penurunan sekresi hormon progesteron. Berdasarkan data Tabel 1 menunjukkan bahwa tikus umur 18 bulan mulai mengalami penurunan kadar progesteron. Dari data tersebut di atas dapat

9 66 disimpulkan bahwa premenopause pada tikus terjadi pada umur 18 bulan. Selanjutnya, kadar progesteron menurun secara drastis pada tikus normal umur 30 bulan dan 36 bulan. Pada wanita, pascamenopause ditandai dengan kadar estrogen dan progesteron yang rendah (Zulkarnaen 2003). Berdasarkan data tersebut dapat disimpulkan bahwa tikus mengalami pascamenopause pada umur bulan. Kadar progesteron pada kelompok tikus yang diovariektomi dengan kondisi 1 bulan pascaovariektomi terlihat pola yang sama dengan tikus normal. Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa umur dan tindakan ovariektomi pada tikus berpengaruh nyata (P= ) pada kadar progesteron. Penurunan kadar progesteron serum pada tikus dalam kondisi 1 bulan pascaovariektomi seiring dengan bertambahnya umur. Lamanya waktu pascaovariektomi juga berpengaruh nyata (P <0.01) pada kadar progesteron serum. Hal ini terbukti bahwa pada tikus umur 12 bulan dalam kondisi 3 bulan pascaovariektomi memiliki kadar progesteron yang lebih rendah bila dibandingkan dengan tikus normal umur 12 bulan dan tikus umur 12 bulan dalam kondisi 1 bulan pascaovariektomi. Apabila tikus umur 12 bulan dalam kondisi 3 bulan pascaovariektomi dibandingkan dengan usia tua (36 bulan) menunjukkan bahwa kadar progesteron tidak berbeda nyata. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa hewan model yang cocok digunakan untuk kondisi pascamenopause adalah tikus dengan umur 12 bulan dalam kondisi 3 bulan pascaovariektomi. Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa umur pada tikus dalam kondisi 1 bulan pascaovariektomi berpengaruh nyata (P <0.01) pada peningkatan bobot badan (Tabel 4). Demikian juga tindakan ovariektomi berpengaruh pada bobot badan, yang terlihat dari bobot badan tikus umur 12, 18, 24 bulan dalam kondisi 1 bulan pascaovariektomi meningkat bila dibandingkan dengan tikus normal pada umur yang sama. Lamanya waktu pascaovariektomi juga berpengaruh nyata pada bobot badan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tikus umur 12 bulan dalam kondisi 3 bulan pascaovariektomi memiliki bobot badan yang lebih meningkat bila dibandingkan dengan tikus dengan umur yang sama, tetapi dalam kondisi 1 bulan pascaovariektomi dan tikus normal umur 12 bulan.

10 67 Peningkatan bobot badan tikus diduga akibat kekurangan estrogen sehingga terjadi peningkatan simpanan lemak pada jaringan adiposa. Ovariektomi menyebabkan berkurangnya kadar estrogen (Safrida 2008) dan progesteron (Tabel 4). Hal ini senada dengan Bimonte-Nelson et al. (2003) bahwa ovariektomi pada tikus menyebabkan penurunan level progesteron. Fungsi progesteron sulit dipisahkan dari hormon-hormon lainnya, seperti estrogen (Cole dan Cupps 1977). Hal ini disebabkan progesteron secara normal bekerja sama dengan estrogen dan steroid-steroid lainnya dan menghasilkan hanya sedikit pengaruh-pengaruh khusus bila bekerja sendiri. Kekurangan hormon estrogen dan progesteron di duga menyebabkan terjadinya penurunan katabolisme lemak. Jones et al. (2000) menyatakan bahwa kekurangan estrogen menyebabkan peningkatan massa jaringan adiposa. Adanya gangguan penggunaan dan penyimpanan glukosa otot pada tikus yang kekurangan estrogen akan menyebabkan penurunan lean body mass. Penurunan penggunaan glukosa oleh otot akan menyebabkan meningkatnya jumlah glukosa yang tersedia untuk proses lipogenesis sehingga mendorong terjadinya penimbunan lemak. Kualitas Uterus Rataan bobot uterus, kadar kolagen uterus, kadar DNA uterus, dan kadar RNA uterus pada berbagai tingkatan umur tikus normal dan ovariektomi disajikan pada Tabel 5. Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa umur pada tikus normal berpengaruh nyata (P < 0.05) pada kadar kolagen uterus, kadar DNA uterus, dan kadar RNA uterus, namun tidak berpengaruh pada bobot uterus. Dengan bertambahnya umur tikus, kadar kolagen uterus semakin menurun. Begitu juga dengan bertambahnya umur, jumlah sel yang terdapat dalam jaringan uterus menjadi berkurang yang digambarkan oleh kadar DNA. Aktivitas sintesis sel uterus, yang digambarkan oleh kadar RNA sel uterus, juga menurun dengan bertambahnya umur. Lebih lanjut, penurunan kadar kolagen uterus sebesar 17,47% pada umur 18 bulan, 46,44% pada umur 24 bulan, 47,67% pada umur 30 bulan, dan 52,15% pada umur 36 bulan bila dibandingkan dengan tikus umur 12 bulan. Penurunan kadar kolagen uterus secara drastis terjadi pada tikus normal umur 24 bulan, 30 bulan, dan 36 bulan.

11 68 Tabel 5 Rataan bobot, kadar kolagen, DNA, dan RNA uterus pada berbagai tingkatan umur tikus normal dan ovariektomi Parameter Bobot uterus (g) Kadar kolagen uterus (mg/g sampel) Kadar DNA uterus (mg/g sampel) Kadar RNA uterus (mg/g sampel) Kondisi Umur (bulan) hewan Normal 0.85± ± ± ± ±0.02 OV ± ± ± OV ± Normal 45.73±2.16 a 37.74±3.65 b 24.49±2.70 c 23.93±3.62 c 21.88±4.38 c OV ±4.66 a 23.44±1.71 a 10.86±1.57 b - - OV ± Normal 2.72±0.22 a 2.36±0.08 b 2.36±0.06 b 2.24±0.04 b 2.17±0.06 b OV ± ± ± OV ± Normal 36.96±4.12 a 22.90±4.66 b 22.86±3.33 b 16.39±3.86 b 15.70±3.21 b OV ± ± ± OV ± Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata ( p<0.05). OV-1 = 1 bulan pascaovariektomi, OV-3 = 3 bulan pascaovariektomi. Hal yang berbeda dengan kelompok normal, pada kelompok hewan yang diovariektomi terlihat bahwa umur pada tikus dalam kondisi 1 bulan pascaovariektomi berpengaruh nyata (P < 0.05) pada kadar kolagen uterus, namun tidak berpengaruh nyata pada bobot uterus, kadar DNA uterus, dan kadar RNA uterus. Tindakan ovariektomi mempengaruhi penurunan kualitas uterus. Hal ini dapat diketahui dengan membandingkan tikus umur 12, 18, 24 bulan dalam kondisi 1 bulan pascaovariektomi dengan tikus normal pada umur yang sama. Pada tikus umur 12 bulan dalam kondisi 1 bulan pascaovariektomi terlihat bahwa bobot uterus, kadar kolagen uterus, dan kadar RNA uterus menurun bila dibandingkan dengan tikus normal umur 12 bulan. Pada tikus umur 18 bulan dalam kondisi 1 bulan pascaovariektomi terlihat bahwa kadar kolagen uterus menurun bila dibandingkan dengan tikus normal umur 18 bulan. Kemudian pada tikus umur 24 bulan dalam kondisi 1 bulan pascaovariektomi menunjukkan bahwa bobot uterus, kadar kolagen uterus, dan kadar DNA uterus menurun bila dibandingkan dengan tikus normal umur 24 bulan. Lebih lanjut, lamanya waktu pascaovariektomi berpengaruh nyata (P<0.05) pada bobot uterus, kadar kolagen uterus, dan RNA uterus. Hal ini dapat diketahui dengan membandingkan tikus umur 12 bulan dalam kondisi normal dengan tikus umur 12 bulan dalam kondisi 1 bulan pascaovariektomi dan kondisi 3 bulan pascaovariektomi. Bobot uterus dan kadar RNA uterus pada tikus umur 12 bulan dalam kondisi 1 bulan pascaovariektomi menurun bila dibandingkan

12 69 dengan tikus normal umur 12 bulan, namun sama dengan tikus umur 12 bulan dalam kondisi 3 bulan pascaovariektomi. Kadar kolagen uterus pada tikus umur 12 bulan dalam kondisi 3 bulan pascaovariektomi menurun bila dibandingkan dengan tikus umur 12 bulan dalam kondisi 1 bulan pascaovariektomi dan tikus normal umur 12 bulan. Artinya, dengan bertambahnya waktu pascaovariektomi maka kadar kolagen uterus semakin menurun. Apabila tikus umur 12 bulan dalam kondisi 3 bulan pascaovariektomi dibandingkan dengan usia tua (36 bulan) menunjukkan bahwa kadar kolagen uterus, kadar DNA, dan RNA uterus tidak berbeda nyata. Penurunan kolagen uterus mempunyai risiko terjadinya prolapse uterus. Hal ini sesuai dengan pernyataan Price et al. (2010) bahwa prolapse uterus terjadi ketika organ-organ panggul wanita jatuh dari posisi normal, ke dalam atau melalui vagina. Salah satu hal yang dapat meningkatkan risiko terjadinya prolapse adalah gangguan jaringan ikat. Menurut Iwahashi dan Muragaki (2011) bahwa kelainan kolagen, komponen utama matriks ekstraseluler, dapat meningkatkan kerentanan wanita untuk mengalami prolapse uterus. Proses penuaan berkaitan dengan radikal bebas. Dengan bertambahnya umur, maka semakin banyak radikal bebas. Radikal bebas bisa dihasilkan secara endogen atau diperoleh secara eksogen (Kevin et al. 2006). DNA dan RNA dirusak oleh radikal bebas, sehingga terjadi penurunan kadar DNA dan RNA seiring dengan bertambahnya umur. Kualitas Kulit Rataan kadar kolagen kulit pada berbagai tingkatan umur tikus normal dan ovariektomi disajikan pada Tabel 6. Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa umur tikus berpengaruh nyata (P<0.01) pada kadar kolagen kulit dan kadar RNA kulit, namun tidak berpengaruh pada kadar DNA kulit. Rataan kadar kolagen kulit pada tikus menurun seiring dengan bertambahnya umur. Demikian juga dengan aktivitas sintesis sel kulit, yang digambarkan oleh kadar RNA sel kulit, menurun dengan bertambahnya usia. Penurunan kadar kolagen kulit sebesar 14,86% pada umur 18 bulan, 35,58% pada umur 24 bulan, 41,82% pada umur 30 bulan, dan 51,06% pada

13 70 umur 36 bulan bila dibandingkan dengan tikus umur 12 bulan. Penurunan kadar kolagen kulit secara drastis terjadi pada tikus normal umur 24 bulan, 30 bulan, dan 36 bulan. Tabel 6 Parameter Kadar kolagen kulit (mg/g sampel) Kadar DNA kulit (mg/g sampel) Kadar RNA kulit (mg/g sampel) Rataan kadar kolagen, DNA, dan RNA kulit pada berbagai tingkatan umur tikus normal dan ovariektomi Kondisi Umur (bulan) hewan Normal 35.58±2.41 a 30.29±2.30 b 22.92±2.94 c 20.70±0.96 cd 17.41±2.73 d OV ± ± ± OV ± Normal 2.36± ± ± ± ±0.10 OV ± ± ± OV ± Normal 42.94±5.60 a 23.32±1.14 b 21.16±5.70 b 13.32±2.83 c 10.19±2.61 c OV ±1.29 a 21.63±3.14 b 12.19±3.45 c - - OV ± Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata ( p<0.05). OV-1 = 1 bulan pascaovariektomi, OV-3 = 3 bulan pascaovariektomi. Kadar kolagen dan kadar RNA kulit tikus mempunyai nilai korelasi ( ) dan menunjukkan korelasi yang berbeda nyata (P<0.05), yang berarti semakin rendah kadar kolagen maka semakin menurun kadar RNA kulit tikus normal pada berbagai tingkatan umur. Kadar kolagen kulit dan kadar progesteron tikus mempunyai nilai korelasi (0.8827) dan menunjukkan korelasi yang berbeda nyata (P<0.05), yang berarti semakin rendah kadar kolagen maka semakin menurun kadar progesteron tikus normal pada berbagai tingkatan umur. Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa umur pada tikus dalam kondisi 1 bulan pascaovariektomi berpengaruh nyata (P<0.05) pada kadar RNA kulit, namun tidak berpengaruh nyata pada kadar kolagen kulit dan kadar DNA kulit. Apabila tikus umur 12, 18, dan 24 bulan dalam kondisi 1 bulan pascaovariektomi dibandingkan dengan tikus normal pada umur yang sama maka terlihat bahwa kadar RNA kulit tikus umur 12 bulan dalam kondisi 1 bulan pascaovariektomi menurun bila dibandingkan dengan tikus normal umur 12 bulan. Lebih lanjut, lamanya waktu pascaovariektomi berpengaruh nyata (P<0.05) pada kadar kolagen kulit dan kadar RNA kulit. Hal ini dapat diketahui dengan membandingkan tikus umur 12 bulan dalam kondisi normal dengan tikus umur 12 bulan dalam kondisi 1 bulan pascaovariektomi dan kondisi 3 bulan pascaovariektomi. Dengan bertambahnya waktu pascaovariektomi maka kadar kolagen kulit dan kadar RNA kulit semakin menurun. Apabila tikus umur 12

14 71 bulan dalam kondisi 3 bulan pascaovariektomi dibandingkan dengan usia tua (36 bulan) menunjukkan bahwa kadar kolagen kulit, kadar DNA, dan RNA kulit tidak berbeda nyata. Berkurangnya kadar kolagen menyebabkan penurunan elastisitas atau kekencangan kulit. Datau dan Wibowo (2005) menyatakan selama proses menua, terdapat penurunan jumlah fibroblas yang mensintesis kolagen dan pembuluh darah yang mensuplai kulit. Penurunan sintesis fibroblas ini menimbulkan keriput. Kolagen disintesis oleh fibroblas dari molekul prokolagen oleh aksi endoprotease. Benang-benang kolagen mengalami beberapa modifikasi pascatranslasi untuk meningkatkan stabilitasnya dan kekuatan. Atropi kolagen adalah faktor besar pada penuaan kulit. Mays et al. (1995) menyatakan tikus tua mengalami penurunan produksi kolagen dan penurunan sintesis protein pada sel fibroblas kulit secara in vitro. Menurut Zague et al. (2011), pemberian kolagen hidrolisat dapat meningkatkan kadar kolagen tipe I dan IV, serta peningkatan ekspresi kolagen kulit pada tikus. Bertambahnya massa matriks ekstraseluler atau kolagen dirangsang oleh proses anabolik jaringan kulit. Thomas (2005) melaporkan bahwa pada tikus tua terjadi penurunan persentase fraksi kolagen dan perubahan ketebalan pada epidermis dan dermal kulit bagian dorsal. Selanjutnya Nomura et al. (2003) menyatakan bahwa dengan bertambahnya usia, terjadi penurunan panjang glikosaminoglikan (GAG) pada kulit tikus. Penelitian Schulze et al. (2012) menunjukkan hasil bahwa fibroblas yang berasal dari manusia umur 80 tahun memperlihatkan peningkatan kekakuan (stiffening) sebesar 60% bila dibandingkan dengan manusia umur 28 tahun. Penurunan jumlah fibroblas menimbulkan keriput/kaku yang secara langsung mengakibatkan perubahan pada elastisitas matriks kolagen. Perubahan mekanisme ini mempengaruhi fungsi sel, termasuk sitoskeleton, seperti kontraktilitas, motilitas, dan proliferasi, yang penting untuk reorganisasi matriks ekstraseluler. Menurut Biben (2001) bahwa kekurangan estrogen dapat menurunkan mitosis kulit sampai atropi, menjadikan ketebalan kulit berkurang, menyebabkan berkurangnya sintesis kolagen, dan meningkatkan penghancuran kolagen. Estrogen mempengaruhi aktivitas metabolik sel-sel epidermis dan fibroblas, serta aliran darah.

15 72 Untuk mengevaluasi adanya suatu pertumbuhan atau perkembangan dari suatu jaringan dapat dihitung dari kandungan DNA-nya dengan asumsi bahwa kandungan DNA per sel adalah konstan atau tetap. Menurut Rastogi (2007), salah satu penuaan pada tingkat molekuler dapat dilihat dari perubahan kuantitatif asam nukleat. Jumlah DNA per sel pada setiap spesies adalah konstan. Kehilangan DNA atau RNA per organ menggambarkan pada penurunan efisiensi fungsional. Penelitian Valle et al. (2008) menyatakan atropi jaringan adiposa terjadi pada tikus umur 24 bulan yang ditandai dengan penurunan total DNA dan protein mitokondria. Kualitas Tulang Tulang terbentuk dari unsur mineral, matriks organik ekstraseluler, sel-sel osteoblas, osteoklas, osteosit, serta air. Rataan kadar kolagen, kadar DNA, dan kadar RNA tulang pada berbagai tingkatan umur tikus normal dan ovariektomi disajikan pada Tabel 7. Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa umur pada tikus normal berpengaruh nyata (P<0.05) pada kadar kolagen dan kadar RNA tulang, namun tidak berpengaruh pada kadar DNA. Penurunan kadar kolagen tulang nyata terlihat pada tikus umur 36 bulan, yakni menurun sebesar 25,01% bila dibandingkan dengan tikus umur 12 bulan, sedangkan aktivitas sintesis sel tulang, yang digambarkan oleh kadar RNA sel tulang, menurun dengan bertambahnya umur. Tabel 7 Parameter Kadar kolagen tulang (mg/g sampel) Kadar DNA tulang (mg/g sampel) Kadar RNA tulang (mg/g sampel) Rataan kadar kolagen, DNA, dan RNA tulang pada berbagai tingkatan umur tikus normal dan ovariektomi Kondisi Umur (bulan) hewan Normal ±1.42 a 20.87±1.93 a 20.93±3.81 a 19.37±0.93 a 15.50±0.49 b OV ±0.35 a 19.39±0.96 a 16.72±1.62 b - - OV ± Normal 2.54± ± ± ± ±0.04 OV ± ± ± OV ± Normal 19.90±2.25 a 11.46±1.38 b 9.39±1.54 bc 9.09±1.56 bc 7.82±2.26 c OV ±2.48 a 9.86±0.77 b 7.52±2.23 b - - OV ± Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata ( p<0.05). OV-1 = 1 bulan pascaovariektomi, OV-3 = 3 bulan pascaovariektomi. Pada kondisi hewan ovariektomi terlihat bahwa umur pada tikus dengan kondisi 1 bulan pascaovariektomi berpengaruh nyata (P<0.01) pada kadar kolagen

16 73 dan kadar RNA tulang, namun tidak berpengaruh pada kadar DNA tulang. Apabila tikus umur 12, 18, dan 24 bulan dalam kondisi 1 bulan pascaovariektomi dibandingkan dengan tikus normal pada umur yang sama maka terlihat bahwa kadar kolagen, kadar DNA, dan kadar RNA tulang tidak berbeda nyata. Artinya bahwa kondisi 1 bulan pascaovariektomi tidak berpengaruh pada penurunan kadar kolagen, DNA, dan RNA tulang. Lamanya waktu pascaovariektomi berpengaruh nyata (P<0.01) pada kadar kolagen dan kadar RNA tulang. Hal ini dapat diketahui dengan membandingkan tikus umur 12 bulan dalam kondisi normal dengan tikus umur 12 bulan dalam kondisi 1 bulan pascaovariektomi dan kondisi 3 bulan pascaovariektomi. Kadar kolagen dan kadar RNA tulang pada tikus umur 12 bulan dalam kondisi 3 bulan pascaovariektomi menurun bila dibandingkan dengan tikus umur 12 bulan dalam kondisi 1 bulan pascaovariektomi. Selanjutnya, tikus umur 12 bulan dalam kondisi 3 bulan pascaovariektomi bila dibandingkan dengan usia tua (36 bulan) menunjukkan bahwa kadar kolagen, DNA, dan RNA tulang tidak berbeda nyata. Penurunan kadar kolagen membuat tulang menjadi tidak elastis dan mudah patah. Menurunnya kadar kolagen mengindikasikan adanya gangguan fisiologi tulang yang bisa mengakibatkan osteopenia atau mengarah pada osteoporosis. Menurut Guyton (1996), matriks organik tulang kira-kira 95 persen merupakan serabut-serabut kolagen. Serabut-serabut ini membuat tulang menjadi kuat. Estrogen dapat berpengaruh langsung pada kesehatan tulang melalui reseptor estrogen beta. Estrogen dapat menekan produksi IL-6 oleh osteoblas sehingga menekan produksi osteoklas (Girasole et al. 1992). Estradiol juga mempunyai efek anabolik pada tulang sehingga menambah pertumbuhan tulang (Granner 1990). Estrogen dapat menstimulasi sel tulang untuk menghasilkan IGF-1. Selanjutnya IGF-1 akan menstimulasi proliferasi dan produksi kolagen tipe 1 oleh osteoblas (Gowen 1991). Mineral tulang merupakan bentuk anorganik dari tulang, dengan campuran utamanya kristal kalsium fosfat atau kristal kalsium hidroksiapatit [3Ca 3 (P0 4 ) 2 Ca(OH) 2 ]. Rataan kadar kalsium tulang, fosfor tulang, rasio Ca/P tulang, dan kadar abu tulang pada berbagai tingkatan umur tikus normal dan ovariektomi disajikan pada Tabel 8. Rataan kadar kalsium tulang, dan rasio Ca/P

17 74 tulang tibia pada tikus normal menurun (P<0.01) seiring dengan bertambahnya umur, sebaliknya rataan kadar fosfor tulang meningkat (P<0.01) dengan bertambahnya umur, sedangkan dengan bertambahnya umur tidak mempengaruhi kadar abu tulang. Tabel 8 Rataan kadar kalsium tulang, fosfor tulang, rasio Ca/P tulang tibia, dan kadar abu tulang pada berbagai tingkatan umur tikus normal dan ovariektomi Parameter Kadar kalsium tulang (%) Kadar fosfor tulang (%) Rasio Ca/P tulang (%) Kadar abu tulang Kondisi Umur (bulan) hewan Normal 40.07±4.06 a 40.03±1.30 a 41.12±1.06 a 15.23±4.99 b 13.13±4.16 b OV ±1.36 a 15.54±0.39 b 8.57±1.25 c - - OV ± Normal 23.12±3.05 b 28.23±3.70 b 27.46±1.64 b 36.00±2.78 a 36.1±4.70 a OV ±2.14 c 25.29±6.12 b 33.46±2.73 a - - OV ± Normal 1.76±0.35 a 1.43±0.15 a 1.50±0.09 a 0.41±0.11 b 0.36±0.08 b OV ±0.54 a 0.64±0.17 b 0.25±0.04 b - - OV ± Normal 38.57±0.08 a 36.33±1.74 ab 36.33±1.74 ab 35.23±6.95 ab 31.79±5.03 ab OV ± ± ± OV ± (%) Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata ( p<0.05). OV-1 = 1 bulan pascaovariektomi, OV-3= 3 bulan pascaovariektomi. Demikian juga pada tikus dalam kondisi 1 bulan pascaovariektomi terlihat pola yang sama dengan tikus normal. Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa umur pada tikus dalam kondisi 1 bulan pascaovariektomi berpengaruh nyata (P<0.01) pada kadar kalsium tulang, fosfor tulang, rasio Ca/P tulang, namun tidak berpengaruh pada kadar abu tulang. Rataan kadar kalsium tulang, rasio kadar Ca/P tulang pada tikus dalam kondisi 1 bulan pascaovariektomi menurun seiring dengan bertambahnya umur, sebaliknya rataan kadar fosfor tulang meningkat dengan bertambahnya umur. Tindakan ovariektomi mempengaruhi penurunan kualitas tulang. Hal ini dapat diketahui dengan membandingkan tikus umur 12, 18, dan 24 bulan dalam kondisi 1 bulan pascaovariektomi dengan tikus normal pada umur yang sama. Pada tikus umur 12 bulan dalam kondisi 1 bulan pascaovariektomi terlihat bahwa kadar kalsium tulang menurun bila dibandingkan dengan tikus normal umur 12 bulan. Pada tikus umur 18 bulan dalam kondisi 1 bulan pascaovariektomi, kadar kalsium dan rasio Ca/P tulang menurun bila dibandingkan dengan tikus normal

18 75 umur 18 bulan. Demikian juga pada tikus umur 24 bulan dalam kondisi 1 bulan pascaovariektomi menunjukkan bahwa kadar kalsium dan rasio Ca/P tulang menurun bila dibandingkan dengan tikus normal umur 24 bulan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kondisi 1 bulan pascaovariektomi tidak berpengaruh pada penurunan kadar abu tulang. Lamanya waktu pascaovariektomi berpengaruh nyata (P<0.05) pada kadar kalsium tulang, fosfor tulang, rasio Ca/P tulang, dan kadar abu tulang, yang diketahui dengan membandingkan tikus umur 12 bulan dalam kondisi normal dengan tikus umur 12 bulan kondisi 1 bulan pascaovariektomi dan kondisi 3 bulan pascaovariektomi. Hasil penelitian ini terbukti bahwa kondisi 3 bulan pascaovariektomi berpengaruh pada penurunan kadar kalsium tulang, rasio Ca/P tulang, dan kadar abu tulang. Selanjutnya, tikus umur 12 bulan dalam kondisi 3 bulan pascaovariektomi bila dibandingkan dengan usia tua (36 bulan) menunjukkan bahwa kadar kalsium tulang, rasio Ca/P tulang, dan kadar abu tulang tidak berbeda nyata. Proses remodelling tulang tidak seimbang akibat penurunan hormon estrogen dan progesteron. Seperti yang dikemukakan oleh Setyohadi (2000), penurunan kadar hormon estrogen memiliki hubungan erat dengan ketidakseimbangan remodelling tulang, karena estrogen mempunyai reseptor pada sel-sel osteoblas. Seifert-Klauss dan Prior (2010) melaporkan estradiol dan progesteron bekerja sama dalam proses remodelling tulang, estradiol berperan pada resorbsi atau penyerapan dan progesteron berperan pada proses pembentukan (formasi) tulang. Selain itu, seiring dengan proses penuaan, tingkat penyerapan kalsium pada tubuh akan menurun (Hollick 1996). Rataan kadar kalsium dan fosfor serum pada berbagai tingkatan umur tikus normal dan ovariektomi disajikan pada Tabel 9. Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa umur pada tikus normal tidak berpengaruh nyata pada kadar kalsium dan fosfor serum. Rataan kadar kalsium dan fosfor serum pada berbagai tingkatan umur tikus normal tidak mengalami perubahan, yakni berada dalam kisaran normal. Hal ini menunjukkan bahwa kadar kalsium dan fosfor serum selalu diupayakan dalam keadaan tetap. Penelitian Campos et al. (1998) menunjukkan bahwa pemberian pakan defisiensi besi tidak berpengaruh pada

19 76 kadar kalsium dan fosfor serum pada tikus. Kadar kalsium selalu diupayakan dalam keadaan tetap atau berada dalam kisaran normal melalui mekanisme kelenjar tiroid dan paratiroid (Murray et al. 2003). Tabel 9 Rataan kadar kalsium dan fosfor serum pada berbagai tingkatan umur tikus normal dan ovariektomi Parameter Kadar kalsium serum (mg/dl) Kadar fosfor serum (mg/dl) Kondisi Umur (bulan) hewan Normal 15.64± ± ± ± ±0.20 OV ±0.40 a 10.70±2.11 b 11.93±0.68 b - - OV ± Normal 17.97± ± ± ± ±1.89 OV ± ± ± OV ± Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata ( p<0.05). OV-1 = 1 bulan pascaovariektomi, OV-3= 3 bulan pascaovariektomi. Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa umur pada tikus dengan kondisi 1 bulan pascaovariektomi pada tikus berpengaruh nyata (P<0.05) pada kadar kalsium serum, namun tidak berpengaruh nyata pada kadar fosfor serum. Kadar kalsium serum menurun pada tikus umur 18 dan 24 bulan dalam kondisi 1 bulan pascaovariektomi bila dibandingkan dengan tikus umur 12 bulan dalam kondisi 1 bulan pascaovariektomi. Apabila tikus umur 12, 18, dan 24 bulan dalam kondisi 1 bulan pascaovariektomi dibandingkan dengan tikus normal pada umur yang sama terlihat bahwa kadar kalsium serum pada tikus umur 12 bulan dalam kondisi 1 bulan pascaovariektomi tidak berbeda nyata dari tikus normal umur 12 bulan, namun kadar kalsium serum menurun pada tikus umur 18 dan 24 bulan dalam kondisi 1 bulan pascaovariektomi bila dibandingkan dengan tikus normal umur 18 dan 24 bulan. Lamanya waktu pascaovariektomi tidak berpengaruh nyata pada kadar kalsium dan fosfor serum, yang diketahui dengan membandingkan tikus umur 12 bulan dalam kondisi normal dengan tikus umur 12 bulan kondisi 1 bulan pascaovariektomi dan kondisi 3 bulan pascaovariektomi. Selanjutnya, tikus umur 12 bulan dalam kondisi 3 bulan pascaovariektomi bila dibandingkan dengan usia tua (36 bulan) menunjukkan bahwa kadar kalsium dan fosfor serum tidak berbeda nyata.

20 77 Densitas adalah kerapatan massa tulang. Rataan panjang tulang, bobot tulang, dan densitas tulang pada berbagai tingkatan umur tikus normal dan ovariektomi disajikan pada Tabel 10. Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa umur tikus tidak berpengaruh nyata pada panjang tulang dan bobot tulang, namun berpengaruh nyata (P<0.05) pada densitas tulang. Densitas tulang menurun seiring dengan bertambahnya umur. Tabel 10 Parameter Panjang tulang (cm) Bobot tulang (g)) Densitas tulang (g/ml) Rataan panjang, bobot, dan densitas tulang pada berbagai tingkatan umur tikus normal dan ovariektomi Kondisi Umur (bulan) hewan Normal 3.86± ± ± ± ±0.01 OV ± ± ± OV ± Normal 0.47± ± ± ± ±0.009 OV ± ± ± OV ± Normal 1.57±0.10 a 1.45±0.10 ab 1.34±0.07 bc 1.22±0.07 c 1.18±0.02 d OV ± ± ± OV ± Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata ( p<0.05). OV-1 = 1 bulan pascaovariektomi, OV-3= 3 bulan pascaovariektomi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa setelah tikus berumur 12 bulan tidak terjadi lagi pertumbuhan tulang tibia, berarti tikus umur 12 bulan sudah mencapai puncak massa tulang. Pada saat mencapai puncak massa tulang, terjadi remodelling tulang, yaitu mempertahankan keseimbangan biokimia tulang melalui proses pembentukan (formasi) dan penyerapan atau resorbsi sejumlah tulang (removal bone). Menurut Wronski dan Yen (1991) bahwa pertumbuhan tulang longitudinal meningkat setelah tikus diovariektomi pada usia muda, tetapi tikus umur 9-12 bulan pertumbuhan tulangnya minimal. Tikus jantan muda tidak cocok digunakan sebagai hewan model osteoponia karena pertumbuhan tulang (growth plate) belum menutup pada usia di bawah 30 bulan (Turner 2001). Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa umur pada tikus dalam kondisi 1 bulan pascaovariektomi tidak berpengaruh nyata pada panjang tulang, bobot tulang, dan densitas tulang. Apabila tikus umur 12, 18, dan 24 bulan dalam kondisi 1 bulan pascaovariektomi dibandingkan dengan tikus normal pada umur yang sama terlihat bahwa panjang tulang, bobot tulang, dan densitas tulang tidak berbeda nyata. Artinya, kondisi 1 bulan pascaovariektomi tidak berpengaruh pada

21 78 penurunan panjang tulang, bobot tulang, dan densitas tulang. Selanjutnya, lamanya waktu pascaovariektomi tidak berpengaruh nyata pada panjang tulang dan bobot tulang, namun berpengaruh nyata (P<0.01) pada densitas tulang. Hal ini terlihat bahwa kondisi 3 bulan pascaovariektomi berpengaruh pada penurunan densitas tulang. Lebih lanjut, tikus umur 12 bulan dalam kondisi 3 bulan pascaovariektomi bila dibandingkan dengan usia tua (36 bulan) menunjukkan bahwa panjang tulang, bobot tulang, dan densitas tulang tidak berbeda nyata. Densitas tulang memiliki kaitan dengan proses formasi tulang (Winarno 1998). Berkurangnya hormon estrogen pada saat menopause bertanggung jawab atas kehilangan sejumlah massa tulang. Kekurangan hormon estrogen menyebabkan osteoblas mensekresi IL-6 dan sitokin yang dapat merekrut prekursor osteoklas. Adanya osteoklas menyebabkan meningkatnya resorbsi tulang (Hollick 1996). Rataan kekuatan tulang pada berbagai tingkatan umur tikus normal disajikan pada Gambar 9. Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa umur pada tikus normal berpengaruh nyata (P<0.05) pada kekuatan tulang. Kekuatan tulang (kg/cm 2 ) ,74 54,08 44,84 38,03 29,44 32,61 U3 U6 U9 U12 U17 U30 Umur Gambar 9 Profil rataan kekuatan tulang pada tikus normal umur 3 bulan (U3), tikus umur 6 bulan (U6), tikus umur 9 bulan (U9), tikus umur 12 bulan (U12), tikus umur 17 bulan (U17), dan tikus umur 30 bulan (U30). Kekuatan tulang mencapai puncaknya pada tikus umur 12 bulan. Setelah umur 12 bulan kekuatan tulang menurun seiring dengan bertambahnya usia. Hal ini sejalan dengan penurunan kadar kalsium dan densitas tulang. Faibish et al. (2006) melaporkan bahwa kekuatan tulang manusia meningkat sebanding dengan kandungan mineral yang ditemukan. Boivin dan Meunier (2003) menyatakan

22 79 kekuatan tulang bergantung selain pada volume matriks tulang dan distribusi mikroarsitektur tulang, juga tingkat mineralisasi jaringan tulang sangat mempengaruhi kekuatan tulang, tidak hanya ketahanan mekanik tulang tetapi juga kepadatan mineral tulang. Tabel 11 memperlihatkan bahwa pada tikus umur 18 bulan mulai terjadi penurunan fungsi uterus, kulit, dan tulang. Fungsi uterus sudah mulai menurun yang ditandai dengan penurunan kadar kolagen uterus, kadar DNA uterus, dan kadar RNA uterus. Penurunan fungsi kulit mulai terjadi yang ditandai dengan menurunnya kadar kolagen dan kadar RNA kulit. Begitu juga terjadi penurunan fungsi tulang yang ditandai dengan menurunnya kadar RNA. Tikus umur 18 bulan terlihat kualitas uterus, kulit, dan tulang mulai mengalami penurunan, namun beberapa parameter penurunannya tidak signifikan. Dari data tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa premenopause terjadi pada umur 18 bulan. Tabel 11 Perbandingan kualitas uterus, kulit, dan tulang pada berbagai tingkatan umur tikus normal dan ovariektomi dengan tikus umur 12 bulan Parameter Umur U18 U24 U30 U36 OV12a OV18 OV24 OV12b Bobot uterus (g) Kolagen uterus (mg/g spl) DNA uterus (mg/g spl) RNA uterus (mg/g spl) Kolagen kulit (mg/g spl) DNA kulit (mg/g spl) RNA kulit (mg/g spl) Kolagen tulang (mg/g spl) DNA tulang (mg/g spl) RNA tulang (mg/g spl) Kadar Ca tulang (%) Kadar P tulang (%) Rasio Ca/P tulang (%) Kadar abu tulang (%) Kadar Ca serum (mg/dl) - - Kadar P serum (mg/dl) Panjang tulang (cm) Bobot tulang (g) Densitas tulang (g) Keterangan : U18 = Tikus umur 18 bulan, U24 = Tikus umur 24 bulan, U30 = Tikus umur 30 bulan, U36 = Tikus umur 36 bulan, OV12a =Tikus umur 12 bulan dalam kondisi 1 bulan pascaovariektomi, OV18 = Tikus umur 18 bulan dalam kondisi 1 bulan pascaovariektomi, OV24 = Tikus umur 24 bulan dalam kondisi 1 bulan pascaovariektomi, OV12b = Tikus umur 12 bulan dalam kondisi 3 bulan pascaovariektomi. Pada tabel ini tikus umur 12 bulan (U12) dijadikan pembanding bagi kelompok lain. Jika memberikan hasil yang sama dengan tikus umur 12 bulan, maka pada tabel akan diberikan tanda. Jika hasilnya lebih kecil atau menurun diberi tanda (negatif), dan jika hasilnya lebih besar atau meningkat diberi tanda + (positif). Jumlah tanda (negatif) dan tanda + (positif) menunjukkan intensitas perbedaan. Rataan kolagen uterus, kadar RNA uterus, kolagen kulit, kadar RNA kulit, kolagen tulang, kadar RNA tulang, kalsium tulang, rasio Ca/P tulang, dan densitas

23 80 tulang menurun secara drastis pada tikus normal umur bulan. Usia ini diduga memasuki usia pascamenopause yang menunjukkan bahwa organ reproduksi tidak berfungsi lagi sehingga mengakibatkan penurunan hormon estrogen dan progesteron, yang akhirnya berefek pada penurunan kualitas kulit dan tulang. Pada hewan yang diovariektomi, terlihat bahwa kelompok hewan yang diovariektomi pada usia 12 bulan dengan kondisi 3 bulan pascaovariektomi menunjukkan nilai yang sama dengan kelompok hewan usia 36 bulan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hewan model yang pas untuk kondisi pascamenopause dengan menggunakan parameter kualitas uterus, kulit, dan tulang adalah tikus dengan umur 12 bulan dalam kondisi 3 bulan pascaovariektomi. SIMPULAN 1. Kondisi premenopause dengan menggunakan kualitas uterus, kulit, dan tulang terjadi pada tikus umur 18 bulan, sedangkan kondisi pascamenopause terjadi pada tikus usia bulan. 2. Tikus ovariektomi yang cocok digunakan sebagai hewan model pascamenopause adalah tikus umur 12 bulan dalam kondisi 3 bulan pacaovariektomi.

POTENSI EKSTRAK TEMPE SEBAGAI ANTIAGING PADA TIKUS BETINA SEBAGAI HEWAN MODEL SAFRIDA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013

POTENSI EKSTRAK TEMPE SEBAGAI ANTIAGING PADA TIKUS BETINA SEBAGAI HEWAN MODEL SAFRIDA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013 1 POTENSI EKSTRAK TEMPE SEBAGAI ANTIAGING PADA TIKUS BETINA SEBAGAI HEWAN MODEL SAFRIDA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013 2 3 PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI SERTA

Lebih terperinci

Kata kunci: Ekstrak tempe, kulit, tulang, tikus premenopause, uterus

Kata kunci: Ekstrak tempe, kulit, tulang, tikus premenopause, uterus 81 SUPLEMENTASI EKSTRAK TEMPE UNTUK PERBAIKAN KONDISI PREMENOPAUSE MENGGUNAKAN TIKUS SEBAGAI HEWAN MODEL Safrida 1, Nastiti Kusumorini 2, Wasmen Manalu 2, Hera Maheshwari 2 1 Mahasiswa Program Doktor Mayor

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 20 PENDAHULUAN Latar Belakang Tempe merupakan makanan tradisional Indonesia yang diolah melalui proses fermentasi kedelai. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kedelai dan produk olahannya mengandung senyawa

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian 34 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Juni sampai dengan Desember 2007. Penelitian ini dilakukan pada beberapa tempat yaitu : pembuatan tepung kedelai dan

Lebih terperinci

PERAN PEMBERIAN EKSTRAK TEMPE UNTUK PERBAIKAN KONDISI PASCAMENOPAUSE MENGGUNAKAN TIKUS SEBAGAI HEWAN MODEL ABSTRAK

PERAN PEMBERIAN EKSTRAK TEMPE UNTUK PERBAIKAN KONDISI PASCAMENOPAUSE MENGGUNAKAN TIKUS SEBAGAI HEWAN MODEL ABSTRAK 99 PERAN PEMBERIAN EKSTRAK TEMPE UNTUK PERBAIKAN KONDISI PASCAMENOPAUSE MENGGUNAKAN TIKUS SEBAGAI HEWAN MODEL Safrida 1, Nastiti Kusumorini 2, Wasmen Manalu 2, Hera Maheshwari 2 1 Mahasiswa Program Doktor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya kesadaran masyarakatakan hidup sehat. menyebabkan jumlah usia lanjut menjadi semakin banyak, tak terkecuali di

BAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya kesadaran masyarakatakan hidup sehat. menyebabkan jumlah usia lanjut menjadi semakin banyak, tak terkecuali di BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Meningkatnya kesadaran masyarakatakan hidup sehat menyebabkan jumlah usia lanjut menjadi semakin banyak, tak terkecuali di Indonesia. Jumlah usia lanjut di Indonesia

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 40 HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Senyawa Isoflavon Tepung Kedelai dan Tepung Tempe Hasil analisis tepung kedelai dan tepung tempe menunjukkan 3 macam senyawa isoflavon utama seperti yang tertera pada

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAHAN DAN METODE PENELITIAN BAHAN DAN METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan mulai bulan Juni 2010 sampai dengan bulan Desember 2010 di kandang percobaan Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. berhentinya siklus menstruasi disebabkan oleh jumlah folikel yang mengalami

BAB I. PENDAHULUAN. berhentinya siklus menstruasi disebabkan oleh jumlah folikel yang mengalami 1 BAB I. PENDAHULUAN I.1. Latar belakang World Health Organization (WHO) mendefinisikan menopause sebagai berhentinya siklus menstruasi disebabkan oleh jumlah folikel yang mengalami atresia terus meningkat,

Lebih terperinci

SUPLEMENTASI SOMATOTROPIN UNTUK MEMPERBAIKI TAMPILAN FISIOLOGIS TIKUS BETINA USIA ENAM BULAN DAN SATU TAHUN NI WAYAN SUDATRI

SUPLEMENTASI SOMATOTROPIN UNTUK MEMPERBAIKI TAMPILAN FISIOLOGIS TIKUS BETINA USIA ENAM BULAN DAN SATU TAHUN NI WAYAN SUDATRI SUPLEMENTASI SOMATOTROPIN UNTUK MEMPERBAIKI TAMPILAN FISIOLOGIS TIKUS BETINA USIA ENAM BULAN DAN SATU TAHUN NI WAYAN SUDATRI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN PADA DENGAN OSTEOPOROSIS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA DENGAN OSTEOPOROSIS ASUHAN KEPERAWATAN PADA DENGAN OSTEOPOROSIS TINJAUAN TEORI 1. Definisi Osteoporosis adalah penyakit metabolisme tulang yang cirinya adalah pengurangan massa tulang dan kemunduran mikroarsitektur tulang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terjadinya patah tulang. Selama ini osteoporosis indentik dengan orang tua tapi

BAB I PENDAHULUAN. terjadinya patah tulang. Selama ini osteoporosis indentik dengan orang tua tapi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Osteoporosis merupakan penyakit yang paling umum terjadi pada tulang, penyakit ini ditandai dengan penurunan kepadatan tulang dan peningkatan risiko terjadinya patah

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kinerja Induk Parameter yang diukur untuk melihat pengaruh pemberian fitoestrogen ekstrak tempe terhadap kinerja induk adalah lama kebuntingan, dan tingkat produksi anak

Lebih terperinci

PENGARUH SUPEROVULASI PADA LAJU OVULASI, SEKRESI ESTRADIOL DAN PROGESTERON, SERTA PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN UTERUS DAN KELENJAR SUSU TIKUS PUTIH (Rattus Sp.) SELAMA SIKLUS ESTRUS TESIS OLEH : HERNAWATI

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Bagi seorang wanita, menopause itu sendiri adalah datangnya masa tua.

BAB 1 PENDAHULUAN. Bagi seorang wanita, menopause itu sendiri adalah datangnya masa tua. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bagi seorang wanita, menopause itu sendiri adalah datangnya masa tua. Menopause yang dikenal sebagai masa berakhirnya menstruasi atau haid, sering menjadi ketakutan

Lebih terperinci

5 KINERJA REPRODUKSI

5 KINERJA REPRODUKSI 5 KINERJA REPRODUKSI Pendahuluan Dengan meningkatnya permintaan terhadap daging tikus ekor putih sejalan dengan laju pertambahan penduduk, yang diikuti pula dengan makin berkurangnya kawasan hutan yang

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Ternak Kandang dan Peralatan Ransum

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Ternak Kandang dan Peralatan Ransum MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Pemeliharaan ini dilakukan di Laboratorium Lapang Ilmu Produksi Ternak Ruminansia Kecil Blok B dan analisis plasma di Laboratorium Nutrisi Ternak Kerja dan Olahraga Unit

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. tikus putih (Rattus norvegicus, L.) adalah sebagai berikut:

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. tikus putih (Rattus norvegicus, L.) adalah sebagai berikut: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Hasil penelitian mengenai pengaruh pemberian ekstrak kacang kedelai hitam (Glycine soja) terhadap jumlah kelenjar dan ketebalan lapisan endometrium

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Bahan Bahan yang digunakan untuk produksi biomineral yaitu cairan rumen dari sapi potong, HCl 1M, dan aquadest.

MATERI DAN METODE. Bahan Bahan yang digunakan untuk produksi biomineral yaitu cairan rumen dari sapi potong, HCl 1M, dan aquadest. MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret-Mei 2008. Pembuatan biomineral dilakukan di Laboratorium Biokimia, Fisiologi dan Mikrobiologi Nutrisi, sedangkan pemeliharaan

Lebih terperinci

Peking. Gambar 6 Skema persilangan resiprokal itik alabio dengan itik peking untuk evaluasi pewarisan sifat rontok bulu terkait produksi telur.

Peking. Gambar 6 Skema persilangan resiprokal itik alabio dengan itik peking untuk evaluasi pewarisan sifat rontok bulu terkait produksi telur. 23 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Pengamatan terhadap sifat rontok bulu dan produksi telur dilakukan sejak itik memasuki periode bertelur, yaitu pada bulan Januari 2011 sampai Januari 2012.

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian. Bahan dan Alat Metode Penelitian Pembuatan Larutan Ekstrak Rumput Kebar

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian. Bahan dan Alat Metode Penelitian Pembuatan Larutan Ekstrak Rumput Kebar BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian. Penelitian dilaksanakan dari bulan Desember 2008 sampai dengan Mei 2009. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Fisiologi, Departemen Anatomi, Fisiologi

Lebih terperinci

OLEH : HERNAWATI. Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Biologi

OLEH : HERNAWATI. Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Biologi PENGARUH SUPEROVULASI PADA LAJU OVULASI, SEKRESI ESTRADIOL DAN PROGESTERON, SERTA PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN UTERUS DAN KELENJAR SUSU TIKUS PUTIH (Rattus Sp.) SELAMA SIKLUS ESTRUS TESIS OLEH : HERNAWATI

Lebih terperinci

PEMBAHASAN. Pengaruh Perlakuan Borax Terhadap Performa Fisik

PEMBAHASAN. Pengaruh Perlakuan Borax Terhadap Performa Fisik PEMBAHASAN Pengaruh Perlakuan Borax Terhadap Performa Fisik Bobot Badan Tikus Ekstrak rumput kebar yang diberikan pada tikus dapat meningkatkan bobot badan. Pertambahan bobot badan tikus normal yang diberi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penelitian, pengujian dan pengembangan serta penemuan obat-obatan

BAB I PENDAHULUAN. penelitian, pengujian dan pengembangan serta penemuan obat-obatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemanfaatan obat tradisional di Indonesia saat ini sudah cukup luas. Pengobatan tradisional terus dikembangkan dan dipelihara sebagai warisan budaya bangsa yang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. mengeluarkan hormon estrogen (Manuaba, 2008). Menarche terjadi di

BAB II LANDASAN TEORI. mengeluarkan hormon estrogen (Manuaba, 2008). Menarche terjadi di 5 BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Menarche a. Pengertian menarche Menarche adalah pengeluaran darah menstruasi pertama yang disebabkan oleh pertumbuhan folikel primodial ovarium yang mengeluarkan

Lebih terperinci

PROFIL HORMON TESTOSTERON DAN ESTROGEN WALET LINCHI SELAMA PERIODE 12 BULAN

PROFIL HORMON TESTOSTERON DAN ESTROGEN WALET LINCHI SELAMA PERIODE 12 BULAN Pendahuluan 5. PROFIL HORMON TESTOSTERON DAN ESTROGEN WALET LINCHI SELAMA PERIODE 12 BULAN Hormon steroid merupakan derivat dari kolesterol, molekulnya kecil bersifat lipofilik (larut dalam lemak) dan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Pemeliharaan ayam dan penampungan semen dilakukan di Kandang B, Laboratorium Lapang, Bagian Ilmu Produksi Ternak Unggas, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS PEMBERIAN TEPUNG KEDELAI DAN TEPUNG TEMPE TERHADAP KINERJA UTERUS TIKUS OVARIEKTOMI ADRIEN JEMS AKILES UNITLY

EFEKTIVITAS PEMBERIAN TEPUNG KEDELAI DAN TEPUNG TEMPE TERHADAP KINERJA UTERUS TIKUS OVARIEKTOMI ADRIEN JEMS AKILES UNITLY EFEKTIVITAS PEMBERIAN TEPUNG KEDELAI DAN TEPUNG TEMPE TERHADAP KINERJA UTERUS TIKUS OVARIEKTOMI ADRIEN JEMS AKILES UNITLY SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 2 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 19 HASIL DAN PEMBAHASAN Aktivitas Ekstrak Metanol Buah Adas terhadap Lama Siklus Siklus estrus terdiri dari proestrus (12 jam), estrus (12 jam), metestrus (12 jam), dan diestrus (57 jam), yang secara total

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 26 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dasar dengan metode eksperimental karena adanya manipulasi terhadap objek penelitian dan adanya kontrol

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Menopause Seiring dengan bertambahnya usia, banyak hal yang terjadi dengan proses perkembangan dan pertumbuhan pada manusia. Namun, pada suatu saat perkembangan dan pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan dengan timbulnya sifat-sifat kelamin sekunder, mempertahankan sistem

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan dengan timbulnya sifat-sifat kelamin sekunder, mempertahankan sistem BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Estrogen merupakan hormon steroid yang dihasilkan oleh sel granulosa dan sel teka dari folikel de Graaf pada ovarium (Hardjopranjoto, 1995). Estrogen berkaitan dengan

Lebih terperinci

Tugas Biologi Reproduksi

Tugas Biologi Reproduksi Tugas Biologi Reproduksi Nama :Anggun Citra Jayanti Nim :09004 Soal : No.01 Mengkritisi tugas dari: Nama :Marina Nim :09035 Soal: No.05 factor yang memepengaruhi pematangan serviks Sebelum persalinan dimulai

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Alat-alat dan Bahan Metode

BAHAN DAN METODE Alat-alat dan Bahan Metode BAHAN DAN METODE Alat-alat dan Bahan Alat-alat yang digunakan adalah peralatan gelas, neraca analitik, pembakar Bunsen, rangkaian alat distilasi uap, kolom kromatografi, pipa kapiler, GC-MS, alat bedah,

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Prosedur

MATERI DAN METODE. Prosedur MATERI DAN METODE Waktu dan Lokasi Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan Agustus 2009 di Laboratorium Pemulian Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, sedangkan analisis

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini adalah penelitian di bidang Ilmu Biokimia.

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini adalah penelitian di bidang Ilmu Biokimia. BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini adalah penelitian di bidang Ilmu Biokimia. 4.2 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Parasitologi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. tikus putih (Rattus norvegicus, L.) adalah sebagai berikut:

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. tikus putih (Rattus norvegicus, L.) adalah sebagai berikut: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Hasil penelitian mengenai pengaruh ekstrak biji pepaya (Carica papaya, L.) terhadap ketebalan lapisan endometrium dan kadar hemoglobin tikus putih (Rattus

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Perlakuan terhadap Bobot Telur. telur dihasilkan bobot telur berkisar antara 55,73-62,58 gram.

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Perlakuan terhadap Bobot Telur. telur dihasilkan bobot telur berkisar antara 55,73-62,58 gram. IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh terhadap Bobot Telur Hasil penelitian mengenai penggunaan grit dan efeknya terhadap bobot telur dihasilkan bobot telur berkisar antara 55,73-62,58 gram. Hasil rataan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. karena penelitian ini dilakukan dengan membuat manipulasi yang diatur

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. karena penelitian ini dilakukan dengan membuat manipulasi yang diatur BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis penelitian Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian eksperimen karena penelitian ini dilakukan dengan membuat manipulasi yang diatur kondisinya terhadap

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tulang adalah organ keras yang berfungsi sebagai alat gerak pasif dan menjadi tempat pertautan otot, tendo, dan ligamentum. Tulang juga berfungsi sebagai penopang tubuh,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian yang dilakukan adalah penelitian eksperimental (experimental research) yaitu penelitian yang berusaha mencari pengaruh variabel tertentu terhadap

Lebih terperinci

PENGARUH AKAR GINSENG ( Wild ginseng ) DALAM RANSUM MENCIT ( Mus musculus) TERHADAP JUMLAH ANAK DAN PERTUMBUHAN ANAK DARI LAHIR SAMPAI DENGAN SAPIH

PENGARUH AKAR GINSENG ( Wild ginseng ) DALAM RANSUM MENCIT ( Mus musculus) TERHADAP JUMLAH ANAK DAN PERTUMBUHAN ANAK DARI LAHIR SAMPAI DENGAN SAPIH PENGARUH AKAR GINSENG ( Wild ginseng ) DALAM RANSUM MENCIT ( Mus musculus) TERHADAP JUMLAH ANAK DAN PERTUMBUHAN ANAK DARI LAHIR SAMPAI DENGAN SAPIH KADARWATI D24102015 Skripsi ini merupakan salah satu

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian yang dilakukan adalah jenis penelitian eksperimental laboratorium

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian yang dilakukan adalah jenis penelitian eksperimental laboratorium 28 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Penelitian yang dilakukan adalah jenis penelitian eksperimental laboratorium menggunakan post-test control design group only. Pada penelitian ini terdapat

Lebih terperinci

Gambaran Kepadatan Tulang Wanita Menopause Pada Kelompok X di Bandung

Gambaran Kepadatan Tulang Wanita Menopause Pada Kelompok X di Bandung Gambaran Kepadatan Tulang Wanita Menopause Pada Kelompok X di Bandung Adam BH Darmawan, Slamet Santosa Bagian Biokimia, Fakultas Kedokteran, Universitas Kristen Maranatha, Bandung. Abstrak Osteoporosis

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Sektor peternakan merupakan sektor yang strategis, mengingat dalam rangka mewujudkan ketahanan pangan dan mencerdaskan bangsa, sektor peternakan berperan penting melalui penyediaan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 1 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini menggunakan jenis penelitian dasar yang menggunakan metode eksperimental. Penelitian eksperimen merupakan penelitian dimana variabel yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pencabutan gigi merupakan tindakan yang cukup sering dilakukan di bidang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pencabutan gigi merupakan tindakan yang cukup sering dilakukan di bidang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pencabutan gigi merupakan tindakan yang cukup sering dilakukan di bidang kedokteran gigi. Indikasi pencabutan gigi bervariasi seperti pernyakit periodontal,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini adalah penelitian di bidang ilmu Gizi Klinik, Farmakologi,

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini adalah penelitian di bidang ilmu Gizi Klinik, Farmakologi, BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini adalah penelitian di bidang ilmu Gizi Klinik, Farmakologi, dan Biokimia. 3.2 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Ruang lingkup penelitian dan Biokimia. Penelitian ini adalah penelitian di bidang ilmu Farmakologi, Gizi Klinik 3.2 Tempat dan waktu penelitian Penelitian ini dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tradisional maupun pasar modern. Kacang kedelai hitam juga memiliki kandungan

BAB I PENDAHULUAN. tradisional maupun pasar modern. Kacang kedelai hitam juga memiliki kandungan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Makanan di era modern ini semakin beragam bahan yang digunakan, tidak terkecuali bahan yang digunakan adalah biji-bijian. Salah satu jenis biji yang sering digunakan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. test design. Pretest adalah pengukuran kadar kolesterol total darah

METODE PENELITIAN. test design. Pretest adalah pengukuran kadar kolesterol total darah 19 III. METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Jenis penelitian adalah penelitian eksperimental, dengan menggunakan prepost test design. Pretest adalah pengukuran kadar kolesterol total darah hewan coba

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Jawarandu merupakan kambing lokal Indonesia. Kambing jenis

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Jawarandu merupakan kambing lokal Indonesia. Kambing jenis 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kambing Jawarandu Kambing Jawarandu merupakan kambing lokal Indonesia. Kambing jenis ini banyak diternakkan di pesisir pantai utara (Prawirodigdo et al., 2004). Kambing Jawarandu

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. kategori. Dan pada penelitian ini digunakan 3 sampel. pengukuran kadar

III. METODE PENELITIAN. kategori. Dan pada penelitian ini digunakan 3 sampel. pengukuran kadar III. METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Jenis penelitian adalah penelitian eksperimental, dengan menggunakan oneway Annova. Digunakan untuk menguji hipotesis komparatif rata-rata n sampel, bila pada

Lebih terperinci

Siklus kelamin poliestrus (birahi) g jantan dan betina

Siklus kelamin poliestrus (birahi) g jantan dan betina Lama bunting Kawin sesudah beranak Umur sapih Umur dewasa kelamin Umur dikawinkan Siklus kelamin poliestrus (birahi) Lama estrus Saat perkawinan Berat lahir Berat dewasa Jumlah anak perkelahiran Kecepatan

Lebih terperinci

BAB VI PEMBAHASAN. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa kadar NO serum awal penelitian dari

BAB VI PEMBAHASAN. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa kadar NO serum awal penelitian dari BAB VI PEMBAHASAN VI.1. Pembahasan Hasil uji statistik menunjukkan bahwa kadar NO serum awal penelitian dari kedua kelompok tak berbeda bermakna. Kadar NO serum antar kelompok berbeda bermakna. Kadar NO

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tulang seperti halnya jaringan hidup lainnya pada tubuh manusia dapat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tulang seperti halnya jaringan hidup lainnya pada tubuh manusia dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tulang merupakan salah satu penyusun tubuh yang sangat penting dan merupakan salah satu jaringan keras yang terdapat dalam tubuh manusia. Tulang mengandung 30% serabut

Lebih terperinci

SUPLEMENTASI GINSENG LIAR (Wild ginseng) PADA RANSUM TERHADAP PERTUMBUHAN MENCIT (Mus musculus)

SUPLEMENTASI GINSENG LIAR (Wild ginseng) PADA RANSUM TERHADAP PERTUMBUHAN MENCIT (Mus musculus) SUPLEMENTASI GINSENG LIAR (Wild ginseng) PADA RANSUM TERHADAP PERTUMBUHAN MENCIT (Mus musculus) SKRIPSI SRINOLA YANDIANA PROGRAM STUDI NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dibandingkan dengan pembentukan tulang. Salah satu penyakit yang

BAB I PENDAHULUAN. dibandingkan dengan pembentukan tulang. Salah satu penyakit yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Proses pembentukan tulang didalam tubuh disebut Osteogenesis. Pembentukan tulang terdiri dari penyerapan dan pembentukan yang terjadi secara terus menerus atau selalu

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah true experimental dengan pre-post test with

III. METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah true experimental dengan pre-post test with 43 III. METODE PENELITIAN 3.1. Desain Penelitian Jenis penelitian ini adalah true experimental dengan pre-post test with randomized control group design. Pemilihan subjek penelitian untuk pengelompokan

Lebih terperinci

Gambar 4. Grafik Pertambahan Bobot Badan Tikus

Gambar 4. Grafik Pertambahan Bobot Badan Tikus BAB IV HASIL PEMBAHASAN Pengaruh pemberian ekstrak etanol purwoceng (Pimpinella alpina) terhadap pertambahan bobot badan tikus betina bunting pada umur kebuntingan 0-13 hari dapat dilihat pada Tabel 2.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Sel Darah Merah Jumlah sel darah merah yang didapatkan dalam penelitian ini sangat beragam antarkelompok perlakuan meskipun tidak berbeda nyata secara statistik. Pola kenaikan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Gambar 3. Domba Jonggol R1 (a) dan Domba Jonggol R2 (b) Gambar 4. Domba Garut R1 (a) dan Domba Garut R2 (b)

MATERI DAN METODE. Gambar 3. Domba Jonggol R1 (a) dan Domba Jonggol R2 (b) Gambar 4. Domba Garut R1 (a) dan Domba Garut R2 (b) MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan dari bulan Juli sampai Oktober 2011 di Laboratorium Lapang Ilmu Produksi Ternak Ruminansia Kecil Blok B, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 32 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah eksperimen. Penelitian eksperimen adalah penelitian yang dilakukan dengan mengadakan manipulasi terhadap objek penelitian serta

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Menstruasi A. Pengertian Menstruasi Menstruasi merupakan keadaan fisiologis, yaitu peristiwa keluarnya darah, lendir ataupun sisa-sisa sel secara berkala. Sisa sel tersebut

Lebih terperinci

ABSTRAK PENGARUH SUPLEMENTASI VITAMIN D 3 DOSIS TINGGI TERHADAP KALSIFIKASI TULANG FEMUR JANIN MENCIT GALUR SWISS WEBSTER

ABSTRAK PENGARUH SUPLEMENTASI VITAMIN D 3 DOSIS TINGGI TERHADAP KALSIFIKASI TULANG FEMUR JANIN MENCIT GALUR SWISS WEBSTER ABSTRAK PENGARUH SUPLEMENTASI VITAMIN D 3 DOSIS TINGGI TERHADAP KALSIFIKASI TULANG FEMUR JANIN MENCIT GALUR SWISS WEBSTER Timothy Imanuel, 2014, Pembimbing I : Heddy Herdiman, dr., M.Kes. Pembimbing II

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Gambar 2 Ternak dan Kandang Percobaan

METODE PENELITIAN. Gambar 2 Ternak dan Kandang Percobaan 14 METODE PENELITIAN Penelitian ini dibagi menjadi dua percobaan yaitu 1) Percobaan mengenai evaluasi kualitas nutrisi ransum komplit yang mengandung limbah taoge kacang hijau pada ternak domba dan 2)

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. metode freeze drying kemudian dilakukan variasi waktu perendaman SBF yaitu 0

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. metode freeze drying kemudian dilakukan variasi waktu perendaman SBF yaitu 0 37 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini sampel komposit hidroksiapatit-gelatin dibuat menggunakan metode freeze drying kemudian dilakukan variasi waktu perendaman SBF yaitu 0 hari, 1 hari, 7 hari

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan ini adalah eksperimen karena dalam

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan ini adalah eksperimen karena dalam 29 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan ini adalah eksperimen karena dalam penelitian ini diadakan manipulasi terhadap obyek penelitian serta diadakan kontrol terhadap

Lebih terperinci

PENGARUH PANHISTEREKTOMI TERHADAP RETENSI KALSIUM DAN FOSFOR TIKUS SPRAGUE DAWLEY YANG DIBERI PAKAN KEDELAI SELAMA EMPAT MINGGU

PENGARUH PANHISTEREKTOMI TERHADAP RETENSI KALSIUM DAN FOSFOR TIKUS SPRAGUE DAWLEY YANG DIBERI PAKAN KEDELAI SELAMA EMPAT MINGGU PENGARUH PANHISTEREKTOMI TERHADAP RETENSI KALSIUM DAN FOSFOR TIKUS SPRAGUE DAWLEY YANG DIBERI PAKAN KEDELAI SELAMA EMPAT MINGGU THE EFFECT OF PANHISTERECTOMY ON CALCIUM AND PHOSPHOR RETENTION IN SPRAGUE

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 20 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tingkat Proliferasi Berdasarkan Population Doubling Time (PDT) Population Doubling Time (PDT) adalah waktu yang diperlukan oleh populasi sel untuk menjadikan jumlahnya dua

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada saat kehamilan, terjadi peningkatnya kebutuhan janin untuk masa pertumbuhannya, sebagai respon ibu melakukan perubahan metabolisme secara jumlah maupun intensitas,

Lebih terperinci

FISIOLOGI HORMON STRUKTUR KELENJAR ENDOKRIN STRUKTUR KELENJAR ENDOKRIN

FISIOLOGI HORMON STRUKTUR KELENJAR ENDOKRIN STRUKTUR KELENJAR ENDOKRIN FISIOLOGI HORMON Fisiologi hormon By@Ismail,S.Kep, Ns, M.Kes 1 STRUKTUR KELENJAR ENDOKRIN Sistem endokrin terdiri dari kelenjarkelenjar endokrin Kelenjar endokrin merupakan sekelompok susunan sel yang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik Estrus Setelah Penyuntikan Kedua PGF 2α. Tabel 1 Pengamatan karakteristik estrus kelompok PGF 2α

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik Estrus Setelah Penyuntikan Kedua PGF 2α. Tabel 1 Pengamatan karakteristik estrus kelompok PGF 2α HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Estrus Setelah Penyuntikan Kedua PGF 2α Hasil penelitian didapatkan 13 dari 15 ekor domba (87,67%) menunjukan respon estrus dengan penyuntikan PGF 2α. Onset estrus berkisar

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Lapang Ilmu Produksi Ternak Ruminansia Kecil Blok B, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Waktu penelitian dilaksanakan

Lebih terperinci

Anatomi/organ reproduksi wanita

Anatomi/organ reproduksi wanita Anatomi/organ reproduksi wanita Genitalia luar Genitalia dalam Anatomi payudara Kelainan organ reproduksi wanita Fisiologi alat reproduksi wanita Hubungan ovarium dan gonadotropin hormon Sekresi hormon

Lebih terperinci

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Ternak yang dijadikan objek percobaan adalah puyuh betina yang

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Ternak yang dijadikan objek percobaan adalah puyuh betina yang III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Bahan Penelitian 3.1.1 Ternak Penelitian Ternak yang dijadikan objek percobaan adalah puyuh betina yang berumur 2 minggu. Puyuh diberi 5 perlakuan dan 5 ulangan dengan

Lebih terperinci

2. Memberikan label pada masing-masing bahan dimana T0 sebagai control, 3. Masing-masing pati ubi kayu dan jagung dibuat dengan konsentrasi 10%

2. Memberikan label pada masing-masing bahan dimana T0 sebagai control, 3. Masing-masing pati ubi kayu dan jagung dibuat dengan konsentrasi 10% 31 2. Memberikan label pada masing-masing bahan dimana T0 sebagai control, sedangkan T1 dan T2 diberikan perlakuan. 3. Masing-masing pati ubi kayu dan jagung dibuat dengan konsentrasi 10% (b/v) dalam larutan

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif eksploratif dan

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif eksploratif dan BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif eksploratif dan eksperimental. Penelitian deskriptif eksploratif meliputi isolasi kitin, transformasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Minat dan kesadaran untuk menjaga kesehatan gigi dan mulut semakin

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Minat dan kesadaran untuk menjaga kesehatan gigi dan mulut semakin I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Minat dan kesadaran untuk menjaga kesehatan gigi dan mulut semakin meningkat yaitu tidak lagi terbatas pada tumpatan dan pencabutan gigi, namun salah satunya adalah perawatan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 29 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian eksperimen kuantitatif. Pada penelitian ini terdapat manipulasi terhadap objek

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. yang kemudian, secara normal, terjadi setiap bulan selama usia reproduktif.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. yang kemudian, secara normal, terjadi setiap bulan selama usia reproduktif. 17 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Walaupun perempuan, umumnya, memiliki umur harapan hidup (UHH) lebih tinggi daripada pria, mereka menghadapi masalah kesehatan yang lebih rumit. Secara kodrati, perempuan mengalami

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Unit Pendidikan dan Penelitian Peternakan (UP3) Jonggol, Laboratorium Biologi Hewan Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati

Lebih terperinci

OPTIMALISASI KINERJA REPRODUKSI TIKUS BETINA SETELAH PEMBERIAN TEPUNG KEDELAI DAN TEPUNG TEMPE PADA USIA PRAPUBERTAS SUPRIHATIN

OPTIMALISASI KINERJA REPRODUKSI TIKUS BETINA SETELAH PEMBERIAN TEPUNG KEDELAI DAN TEPUNG TEMPE PADA USIA PRAPUBERTAS SUPRIHATIN OPTIMALISASI KINERJA REPRODUKSI TIKUS BETINA SETELAH PEMBERIAN TEPUNG KEDELAI DAN TEPUNG TEMPE PADA USIA PRAPUBERTAS SUPRIHATIN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 1 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK DAUN KUDA-KUDA (Lannea coromandelica) TERHADAP PERUBAHAN BOBOT BADAN ITIK PEKING (Anas platyrinchos)

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK DAUN KUDA-KUDA (Lannea coromandelica) TERHADAP PERUBAHAN BOBOT BADAN ITIK PEKING (Anas platyrinchos) Jurnal EduBio Tropika, Volume 4, Nomor 2, Oktober 2016, hlm. 1-52 Cut Meurah Meriana Prodi Magister Pendidikan Biologi PPs Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh Safrida Prodi Pendidikan Biologi FKIP Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kehidupan manusia mulai dalam kandungan sampai mati tampaklah. perkembangan, sedangkan pada akhirnya perubahan itu menjadi kearah

BAB I PENDAHULUAN. Kehidupan manusia mulai dalam kandungan sampai mati tampaklah. perkembangan, sedangkan pada akhirnya perubahan itu menjadi kearah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Kehidupan manusia mulai dalam kandungan sampai mati tampaklah manusia itu akan melalui suatu proses yang sama, yaitu semuanya selalu dalam perubahan. Pada awal hidup

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini adalah penelitian di bidang ilmu Biokimia dan Farmakologi. 4.2 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan mulai bulan Juli sampai Oktober 2011, dan dilakukan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hewan betina. Menurut Shabib (1989: 51-53), bentuk aktif estrogen terpenting

BAB I PENDAHULUAN. hewan betina. Menurut Shabib (1989: 51-53), bentuk aktif estrogen terpenting BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Estrogen adalah salah satu hormon yang berperan dalam reproduksi hewan betina. Menurut Shabib (1989: 51-53), bentuk aktif estrogen terpenting adalah estradiol

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dan lekosit tikus putih (Rattus norvegicus) betina adalah sebagai berikut :

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dan lekosit tikus putih (Rattus norvegicus) betina adalah sebagai berikut : BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL Hasil penelitian tentang pengaruh pemberian ekstrak biji pepaya (Carica papaya, L.) terhadap jumlah kelenjar endometrium, jumlah eritrosit dan lekosit tikus putih (Rattus

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian tentang pengaruh pemberian ekstrak biji jintan hitam (Nigella

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian tentang pengaruh pemberian ekstrak biji jintan hitam (Nigella BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian tentang pengaruh pemberian ekstrak biji jintan hitam (Nigella sativa Linn.) terhadap kadar transaminase hepar pada tikus (Rattus norvegicus)

Lebih terperinci

BAB 4 METODE PENELITIAN. Penelitian ini adalah penelitian di bidang Biokimia. pembuatan pakan. Analisis kadar malondialdehida serum dilakukan di

BAB 4 METODE PENELITIAN. Penelitian ini adalah penelitian di bidang Biokimia. pembuatan pakan. Analisis kadar malondialdehida serum dilakukan di BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1 Ruang lingkup penelitian Penelitian ini adalah penelitian di bidang Biokimia. 4.2 Tempat dan waktu penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Parasitologi Fakultas

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. pejantan untuk dikawini. Diluar fase estrus, ternak betina akan menolak dan

HASIL DAN PEMBAHASAN. pejantan untuk dikawini. Diluar fase estrus, ternak betina akan menolak dan 30 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kualitas Estrus 4.1.1 Tingkah Laku Estrus Ternak yang mengalami fase estrus akan menunjukkan perilaku menerima pejantan untuk dikawini. Diluar fase estrus, ternak betina

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini adalah penelitian di bidang ilmu Biokimia dan Farmakologi.

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini adalah penelitian di bidang ilmu Biokimia dan Farmakologi. BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang lingkup penelitian Penelitian ini adalah penelitian di bidang ilmu Biokimia dan Farmakologi. 4.2 Tempat dan waktu penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

PEMERIKSAAN PENUNJANG DIAGNOSTIK

PEMERIKSAAN PENUNJANG DIAGNOSTIK ETIOLOGI Kadar hormon tiroid dan paratiroid yang berlebihan dapat mengakibatkan hilangnya kalsium dalam jumlah yang lebih banyak. Obat-obat golongan steroid pun dapat mengakibatkan hilangnya kalsium dari

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. semua bagian dari tubuh rusa dapat dimanfaatkan, antara lain daging, ranggah dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. semua bagian dari tubuh rusa dapat dimanfaatkan, antara lain daging, ranggah dan 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Rusa Timor (Rusa timorensis) Rusa Timor (Rusa timorensis) merupakan salah satu contoh rusa yang ada di Indonesia yang memiliki potensi cukup baik untuk dikembangkan. Hampir

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini meliputi bidang ilmu Biokimia dan Farmakologi. 3.2 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 6. Kondisi Kandang Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 6. Kondisi Kandang Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Laboratorium Lapang Ternak Daging dan Kerja Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor merupakan laboratorium lapang yang terdiri dari empat buah bangunan

Lebih terperinci

ABSTRAK. EFEKTIVITAS EKSTRAK KULIT BUAH NAGA MERAH (Hylocereus polyrhizus) TERHADAP PENINGKATAN KADAR KOLESTEROL HDL PADA TIKUS WISTAR JANTAN

ABSTRAK. EFEKTIVITAS EKSTRAK KULIT BUAH NAGA MERAH (Hylocereus polyrhizus) TERHADAP PENINGKATAN KADAR KOLESTEROL HDL PADA TIKUS WISTAR JANTAN ABSTRAK EFEKTIVITAS EKSTRAK KULIT BUAH NAGA MERAH (Hylocereus polyrhizus) TERHADAP PENINGKATAN KADAR KOLESTEROL HDL PADA TIKUS WISTAR JANTAN Steffanny H H Katuuk, 1310114, Pembimbing I : Lusiana Darsono,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. mengandung dan tanpa kitosan iradiasi disajikan pada Tabel 4.

HASIL DAN PEMBAHASAN. mengandung dan tanpa kitosan iradiasi disajikan pada Tabel 4. 34 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 2.1 Kadar Albumin Darah Itik Cihateup Rata-rata kadar albumin darah itik Cihateup yang diberi ransum mengandung dan tanpa kitosan iradiasi disajikan pada Tabel 4. Tabel 4. Rata-rata

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini menggunakan jenis penelitian dasar dengan metode eksperimental. Adapun yang menjadi objek penelitian adalah mengenai pengaruh pemberian serat

Lebih terperinci