BAB IV KONVEKSI PAKSA ALIRAN UDARA PIPA HORIZONTAL

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB IV KONVEKSI PAKSA ALIRAN UDARA PIPA HORIZONTAL"

Transkripsi

1 BAB IV KONVEKSI PAKSA ALIRAN UDARA PIPA HORIZONTAL 4.1 PENDAHULUAN Cara perpindahan panas konveksi erat kaitannya dengan gerakan atau aliran fluida. Salah satu segi analisa yang paling penting adalah mengetahui apakah aliran fluida tersebut laminar atau turbulen. Dalam aliran laminar, aliran dari garis aliran (streamline) bergerak dalam lapisan-lapisan, dengan masing-masing partikel fluida mengikuti lintasan yang lancar serta malar (kontiniu). Partikel fluida tersebut tetap pada urutan yang teratur tanpa saling mendahului. Sebagai kebalikan dari gerakan laminar, gerakan partikel fluida dalam aliran turbulen berbentuk zig-zag dan tidak teratur. Kedua jenis aliran ini memberikan pengaruh yang besar terhadap perpindahan panas konveksi. Konveksi terjadi pada dua peristiwa yaitu konveksi paksa dan konveksi alami. Konveksi paksa terjadi karena terjadinya percepatan konveksi yang dibantu oleh alat tambahan. Sedangkan konveksi alami terjadi dengan sendirinya tanpa alat bantu apapun. Konveksi paksa pada umumnya digunakan untuk mempercepat suatu pendinginan pada aliran panas yang terjadi pada suatu peristiwa. ( eksi) 4.2 DASAR TEORI Konveksi adalah perpindahan kalor yang disertai dengan perpindahan partikel-partikelnya. Konveksi adalah proses perpindahan kalor dari satu bagianfluida kebagian lain fluida oleh pergerakan fluida itu sendiri. konveksi terjadikarena perbedaan massa jenis dan konveksi hanya terjadi pada zat cair dan gas.untuk menyelidiki perpindahan kalor secara mengalir, digunakan alat

2 konveksiair dan alat konveksi udara. Proses perpindahan kalor secara konveksi dibedakanmenjadi dua yaitu konveksi alamiah dan konveksi paksa. Konveksi alamiahadalah perpindahan kalor yang terjadi secara alami, contoh: pemanasan air. Pada pemanasan air, massa jenis air yang dipanasi mengecil sehingga air yang panasnaik digantikan air yang massa jenisnya lebih besar.konveksi paksa adalah konveksi yang terjadi dengan sengaja (dipaksakan),contoh: pada sistem pendingin mesin mobil. Peristiwa konveksi dapat dijumpai pada contoh berikut: (1).Lampu minyak dan sirkulasi udara diruang tamu (2).Cerobong asap pabrik dan cerobong asap dapur (3).Terjadinya angin daratmaupun angin laut (faculty.petra.ac.id/herisw/fisika1/13- kalor.doc) Pengetahuan Umum Konveksi Paksa Perpindahan kalor secara konveksi paksa terjadi karena adanya pengaruh dari luar/paksaan yang memaksa fluida untuk mengalir sesuai dengan arah yang dipaksakan. Contohnya : Pendinginan kendaraan bermotor dimana kalor yang ditimbulakan dalam bahan baker dipindahkan ke tempat lain dengan menghembuskan udara ke bagian yang panas untuk menghembuskan digunakan kipas atau kompresor. Penggunaan Hair dryer (Pengering rambut) dimana kipas menarik udara di sekitarnya dan ditiupkannya udara tersebut dengan menggunakan elemen pemanas sehingga dihasilkan arus konveksi udara panas. (Yunus A. Cengel,Heat Transfer, Hal.334) Pengertian Aliran Turbulent dan Aliran Laminar Aliran turbulent adalah aliran yang partikel fluidanya bergerak mengikuti alur yang tida beraturan baik ditinjau terhadap ruang maupun waktu. Dan pengertian

3 yang lain, aliran turbulen adalah aliran yang struktur alirannya bergerak secara acak, dimana partikel fluidanya bergerak ke segala arah Aliran laminar adalah aliran yang partikel fluidannya bergerak mengikuti alur tertentu da aliran tampak seperti gerakan serat-serat yang paralel. Dan menurut pengertian yang lain, aliran laminer adalah aliran yang strukturnya bergerak secara teratur atau halus didalam saluran. Suhu limbak (bulk-temperature) sangat penting dalam soal-soal perpindahan kalor yang melibatkan aliran dalam saluran tertutup. Suhu limbak menunjukkan energi rata-rata atau kondisi mangkuk pencampur. Jadi untuk aliran tabung seperti pada gambar 4.1, energi total yang ditambahkan dapat dinyatakan dengan beda suhu limbak : q=m.c p.(t b2 T b1 ) Ket: q = perpindahan kalor (Joule) m = massa (Kg) C p = Kalor jenis (Joule/Kg o C) T b1 = suhu limbak sisi 1( o C) T b2 = suhu limbak sisi 2( o C) (Holman, J.P. Perpindahan Kalor. Hal.251) dengan syarat c p sepanjang aliran itu tetap.

4 Gambar 4.1 Perpindahan kalor menyeluruh dinyatakan dengan beda suhu limbak (Holman, J.P. Perpindahan Kalor. Hal.252) 4.2.2Tujuan Praktikum Tujuan dari praktikum konveksi paksa aliran udara pada pipa horizontal adalah: 1. Praktikan menemukan korelasi antara bilangan Reynolds untuk menentukan kecepatan laju aliran dan bilangan Nusselt untuk mengetahui distribusi temperatur. 2. Praktikan dapat menentukan koefisien perpindahan panas secara keseluruhan untuk variasi tertentu seperti jalu aliran, temperatur udara keluar dan temperatur dinding. 3. Praktikan mampu memilih konfigurasi dengan koefisien perpindahan panas yang paling baik. 4. Praktikan mempelajari peristiwa atau fenimena perpindahan panas melalui percobaan penukar panas didalam saluran dengan jenis kawat filament. (jobsheet fenomena dasar 2012) Rumus Perhitungan konveksi paksa Rumusan konveksi paksa erat hubungannya dengan angka Reynolds (Re), Prandtl (Pr), Nusselt (Nu). Bilangan Reynolds dapat menggambarkan apakah aliran tersebut laminar atau turbulen, sedangkan bilangan Prandtl menunjukkan karakteristik termal fluida, dan bilangan Nusselt menggambarkan karakteristik proses perpindahan panas. Ketiga bilangan ini membentuk persamaan : N u d =C.R e m d. Ρ r n Ket. : Nu d = bilangan nusselt

5 Re d = biangan reynold Pr = bilangan prandtl n = 0,4(pemanasan) = 0,3(pendinginan) (Holman, J.P. Perpindahan Kalor. hal.253) Dimana C, m, dan n adalah konstanta yang harus ditentukan dari percobaan. Bilangan Reynolds mempunyai rumus sebagai berikut : Bilangan Reynold Merupakan bilangan tak berdimensi yang diperoleh dari rasio gaya inersia dengan viskositas. Bilangan Reynold digunakan untuk menentukan karakteristik suatu aliran fluida laminar atau turbulen. R e d = ρ μ m d μ Ket.: Red =bilangan reynold ρ = densitas fluida (kg/m 3 ) v = kecepatan aliran (m/s) μ = viskositas (kg/m.s) D = diameter pipa (m) Gambar 4.2Pengembangan daerah aliran lapis batas di atas plat rata. (Yunus A.,Changel. Heat Transfer A Practical Aproach. hal.339)

6 Dari rumus diatas dapat dilihat bahwa bilangan Reynolds didapat dari perbandingan gaya inersia dengan gaya viscous sistem aliran fluida. Dengan bilangan Reynolds kita dapat mengetahui apakah aliran fluida tersebut laminar atau turbulen dengan melihat batasan berikut Re 2300 Aliran laminar Re 2300 Aliran turbulen (Holman, J.P. Perpindahan Kalor. hal.195) Bilangan Prandtl Bilangan prandtl merupakan Bilangan yang digunakan sebagai perbandingan viskositas kinematik fluida terhadap difusivitas termal fluida. Viskositas kinematik memberikan informasi tentang laju difusi momentum dalam fluida dan difusitas termal memberikan informasi tentang difusi kalor dalam fluida. Ρ r= v α = μ/ ρ = c μ p k /ρ c p k Keterangan : ν =viskositas kinematis μ=viskositas dinamis (m 2 /s) (kg/m.s) c p = kalor jenis pada tekanan konstan(kj/kg o C) k =koeffisien konduktivitas termal (W/m o C) (Holman, J.P. Perpindahan Kalor. hal.213) Untuk aliran dalam pipa,seperti halnya aliran melewati plat datar profil kecepatan serupa dengan profil suhu untuk fluida yang mempunyai bilangan Prandtl satu. Bilangan Nusselt

7 Merupakan bilangan yang digunakan untuk menentukan distribusi suhu permukaan atau plat. N u d = hl k Ket:Nu d = bilangan nusselt h = koeffisien perpindahan panas kenveksi(w/m 2o C) L = panjang plat (m) K = koeffisien konduktifitas termal(w/m o C) (Holman, J.P. Perpindahan Kalor. hal.214) Selain bilangan Reynold dan Prandtl factor lain yang mempengaruhi kondisi perpindahan panas dengan cara konveksi paksa adalah ukuran lubang masuk.bila salurannya pendek (< 50 ) maka pengaruh lubang masuk menjadi lebih penting.bila fluida memasuki suatu saluran dengan kecepatan seragam maka fluida yang langsung berbatasan dengan dindingnya akan langsung berhenti bergerak.jika turbulensi aliran fluida yang masuk besar maka lapisan batas tersebut akan cepat menjadi turbulen.baik itu lapisan batas turbulen ataupun laminar,tebalnya akan meningkat sampai lapisan batas itu memenuhi seluruh saluran. Aliran Laminar berkembang penuh Pr R e d. N ud =1,86. Batasan R e d.pr D L >10 Aliran Turbulen berkembang penuh (Holman, J.P. Perpindahan Kalor. hal.255)

8 0.3( N ud =0.027.R e 0.8 d. Pr μ 0.14 μ W ) Dimana : = viskositas fluida (kg/m.s) w = viskositas dinding (kg/m.s) (Holman, J.P. Perpindahan Kalor. hal.254) Untuk aliran turbulen yang sudah jadi atau berkembang penuh (fully developed turbulent flow) dalam tabung licin, digunakan persamaan berikut : N ud = R e 0.8 d.pr n Batasan: n = 0,4 pemanas n = 0,3 pendingin 0,6 < Pr < 100 (untuk aliran turbulen yang tidak berkembang sepenuhnya di dalam tabung licin dan dengan beda suhu moderat antara dinding fluida ) (Holman, J.P. Perpindahan Kalor. hal.252) Koefisien Perpindahan Kalor h= k D N ud(w /m 2.oC) Ket : h = koefisien perpindahan kalor (W/m 2 0 C) k = konduktivitas termal (W/m 0 C) D = diameter pipa (m) N ud =bilangan Nusselt (Holman, J.P. Perpindahan Kalor. hal.212)

9 Pemanas Heater Q heater =h. 2 π. r.l (T w T b )Watt Ket : h = koefisien perpindahan kalor (W/m 2 0 C) r = jari-jari (m) L = panjang pipa (m) T w = temperatur dinding ( 0 C) T b = temperatur bulk ( 0 C) Perpindahan kalor total Q=ḿ c p (T w T b ) Ket : ḿ = massa per satuan waktu (m/kg) c p = kalor jenis pada tekanan konstan(joule/kg o C) T w = temperatur dinding ( 0 C) T b = temperatur bulk ( 0 C) (Yunus A. Cengel, Heat Transfer, Hal.422) Aplikasi Konveksi Paksa Aplikasi Konveksi Paksa Contoh aplikasi konveksi paksa antara lain: 1. Pengasapan daging

10 Gambar 4.5 Pengasapan daging (cityguide.kapanlagi.com) 2. Las Gas Gambar 4.6 Las Gas (hakikat-ilmu.blogspot.com) 3. Evaporator

11 Gambar 4.3 Evaporator (ref: Evaporator berfungsi menyerap panas dari lingkungan dan mengalirkannya secara konveksi ke refrigeran. 4. Kondenser Gambar 4.4 Kondenser (ref: Konveksi terjadi saat refrigeran membawa panas untuk dibuang ke luar. 5. Steam Pipe Steam pipe berfungsi untuk mengalirkan uap panas. Gambar 4.5 Steam Pipe (ref: pipe.jpg) Alat dan Prosedur Pengujian Bagian Bagian Alat Beserta Fungsinya

12 1. Dioda Weatstone Gambar 4.5Alat pengujian konveksi paksa. Berfungsi untuk menyearahkan arus listrik Gambar 4.6Dioda weatstone. (lab.fenomena mesin UNDIP) 2. Anemometer Berfungsi untuk mengukur kecepatan aliran udara (fluida)pada waktu awal dan suhu fluida keluar Gambar 4. Anemometer (lab.fenomena mesin UNDIP)

13 . 3. Watt meter Berfungsi untuk mengukur daya yang masuk. Gambar 4.8 Watt meter. (lab.fenomena mesin UNDIP) 4. Asbestos Berfungsi sebagai peredam panas yang akan merambat keluar melalui celah sambungan pipa Gambar 4.9Asbestos. (lab.fenomena mesin UNDIP)

14 5. Gips Berfungsi sebagai isolator supaya panas dari pipa horizontal tidak keluar ke lingkungan Gambar 4.10 Gips. (lab.fenomena mesin UNDIP) 6. Kawat Filamen Berfungsi untuk mendistribusikan panas ke pipa konveksi Gambar4.11 Kawat filament (lab.fenomena mesin UNDIP) 7. Regulator Berfungsi untuk mengatur tegangan yang dikeluarkan

15 Gambar 4.12 Regulator. (lab.fenomena mesin UNDIP) 8. Pipa Konveksi Berfungsi untuk arah aliran fluida (udara). Gambar 4.13 Pipa konveksi (lab.fenomena mesin UNDIP) 10. Thermo display Berfungsi untuk menampilkan suhu terukur pada pipa konveksi(pada 4 titik).

16 Gambar 4.14 thermo display (lab.fenomena mesin UNDIP) 11. Blower Berfungsi untuk memberi hembusan (penghembus) udara ke pipa konveksi. Gambar 4.15 Blower. (lab.fenomena mesin UNDIP) 12. Thermo kopel untuk mengukur suhu pada pipa konveksi (pada 4 titik). Fine Thermocouple Gambar 4.16 Sensor Thermokopel. (lab.fenomena mesin UNDIP)

17 Prosedur Pengujian Prosedur pengujian praktikum konveksi paksa aliran udara pipa horizontal adalah: 1. Mengeset bukaan dumper blower sampai kecepatan yang dikehendaki (variasi), dengan menggunakan alat anemometer, pengecekan dilakukan di ujung pipa. 2. Jika pengesettan laju/alir sudah ditentukan, kemudian mematikan motor blower. 3. Mencatat nilai awal posisi steady, temperatur dinding, temperatur keluar. 4. Mengeset daya pemanas 106 watt 5. Mencatat kenaikan temperatur dinding, temperatur udara keluar tiap 30 detik hingga mencapai posisi steady. 6. Setelah steady, mematikan heater kemudian menghidupkan blower sehingga akan terjadi proses penurunan temperatur. 7. Mencatat penurunan temperatur dinding, temperatur udara keluar tiap 30 detik hingga mencapai posisi steady. 8. Jika sudah tidak terjadi penurunan temperaturdinding dan temperatur keluar, maka pencatatan dihentikan 9. Mematikan motor blower. 4.3 DATA PERHITUNGAN DAN ANALISA Data Hasil Percobaan

18 No Waktu (s) Tabel4.1 Kenaikan Temperatur Suhu Dinding (Tw) Suhu Udara Keluar T1 T2 T3 T4 T rata-rata (T5) ,25 29, ,75 29, ,75 29, ,25 29, , ,75 29, ,25 29, ,5 29, ,25 29, ,5 29, ,75 29, ,5 29, ,75 30, ,25 30, ,25 30, , ,5 30, ,5 30, ,25 30, ,.5 30, ,75 30, ,75 30, ,25 30, ,5 30, ,75 30, ,25 30, ,5 30, ,5 30, , ,5 30, ,5 30, ,5 30,8

19 Tabel 4.2 Penurunan Temperatur No Waktu Suhu Dinding (Tw) Suhu Udara Keluar T1 T2 T3 T4 T rata-rata (T5) ,25 31, , ,25 32, ,75 32, , , , ,75 31, ,25 31, ,75 31, ,25 31, ,25 30, ,75 30, ,25 30, ,25 30, ,25 30, Perhitungan Contoh Perhitungan Konveksi Alami ( Tabel 4.1 No. 1 ) U m = 0,1 m/s (Laju aliran udara) Daya awal = 106 Watt L = 175 cm = 1,75 m (Panjang pipa) Dluar = 6 cm = 0,06 m (Diameter luar pipa) Ddalam = 5,6 cm = 0,056 m (Diameter dalam pipa) Tebal pipa = 0,002 m Tb = Suhu fluida Tw = Suhu dinding

20 Suhu Awal : Tabel4.3Temperatur Awal konveksi Alami T 1.1 ( o C) T 1.2 ( o C) T 1.3 ( o C) T 1.4 ( o C) T rata-rata T 1.5 ( o C) ,25 29,1 Suhu Limbak / Suhu Film T f = T w +T b 2 T f = (30,25+273)+(29,1+273) 2 T f = 303, = K 2 Dengan melihat tabel A-5 (holman) dan melakukan interpolasi didapat: ρ = kg/m 3 Tabel4.4Interpolasi temperatur dengan densitas T Ρ ,67 X Cara melakukan interpolasi : x batas bawah batasatas batas bawah = ρ x ρ b ρ a ρ b x 1,1774 0,998 1,1774 = 302,

21 x=[(( 302, ).( 0,998 1,1774 ) ) +1,1774 ] x=[ ( ( ). ( 0,1794 ) )+1,1774 ] 1,1571 x=[ 0, ,1774 ]=1,1678 Dengan cara yang sama maka diperoleh data sebagai berikut : k = 0,0264 W/m o C μ = 1,9879 x 10-5 kg/m.s μ w = 1,989 x 10-5 kg/m.s Pr = 0,7074 Angka Reynold R e d = ρ μ m d μ kg ( R e d m3) X 0,1 m s X 0,056 m = 1,9879 X 10 5 kg/m.s R e d = 0,00653 =328, ,9879 X 10 Bilangan Reynold 2300 maka Alirannya laminer Angka Nusselt Pr R e d. N ud =1,86. Dimana μ=viskositas saat T f danμ W =viskositas saat T w

22 N ud =(1,86) X (328,971 X ) 0.3 X ( ) 1,9879 X 10 5 X ( 1,989 X 10 ) 5 N ud =3,396 Koefisien perpindahan kalor konveksi h= k D.N ud 0,0264 W /m.c h= X 3,396 0,056 m Panas heater h=1,6039 W/m 2 o C Q=h.2π.r.L.(T w T b ) Q=(1,6039 ) Q=0,5676 watt W. (2 π ). (0,028 ) m. (1,75 ) m.(30,25 29,1)C m 2 C Tabel 4.5Hasil perhitungan data konveksi alami aliran pipa horizontal No Um (m/s) 1 0,1 2 0,1 3 0,1 4 0,1 Red Nud h (W/m 2 0 C) 328, , , ,52 6 3, , , , , , , , Q heater (watt) TW ( 0 C) TB ( 0 C) 0, ,25 29,1 0, ,75 29,1 1, ,75 29,2 1, ,25 29,3

23 5 0,1 326, , , , ,4 6 0,1 326, , , , ,75 29,5 7 0,1 325, , , , ,25 29,6 8 0,1 325, , , , ,5 29,7 9 0,1 324, , , , ,25 29,7 10 0,1 324, , , , ,5 29,8 11 0,1 322, , , , ,75 29,9 12 0,1 323, , , , ,5 29,5 13 0,1 323, , , , , ,1 323, , , , , ,1 323, , , , ,25 30,1 16 0,1 322, , , , ,1 17 0,1 322, , , , ,5 30,2 18 0,1 322, , , , ,5 30,2 19 0,1 321, , , , ,25 30,3 20 0,1 321, , , , ,5 30,3 21 0,1 321, , , , ,75 30,4 22 0,1 321, , , , ,75 30,4 23 0,1 320, , , , ,25 30,5 24 0,1 320, , , , ,5 30,5 25 0,1 320, , , , ,75 30,6 26 0,1 320, , , , ,25 30,6 27 0,1 319,92 3, , , ,5 30,7

24 28 0,1 29 0,1 30 0,1 31 0,1 32 0, ,92 3, , , ,5 30,7 319,59 3, , , ,7 319,20 3, , , ,5 30,8 319,20 3, , , ,5 30,8 319,20 3, , , ,5 30,8 Contoh Perhitungan Konveksi Paksa ( Tabel 4.2 No. 1 ) U m = 5,3 m/s (Laju aliran udara) Daya awal = 106 Watt L = 175 cm = 1,75 m (Panjang pipa) Dluar = 6 cm = 0,06 m (Diameter luar pipa) Ddalam = 5,6 cm = 0,056 m (Diameter dalam pipa) Tebal pipa = 0,002 m Tb = Suhu fluida Tw = Suhu dinding Suhu Awal : Tabel4.6Temperatur Awal Konveksi Paksa T 1.1 ( o C) T 1.2 ( o C) T 1.3 ( o C) T 1.4 ( o C) T rata-rata T 1.5 ( o C) ,25 31,7 Suhu Limbak / Suhu Film

25 T f = T w +T b 2 (42, )+(31,7+273) T f = 2 T f = 315,25+304,7 =309,97 2 Dengan melihat tabel A-5 (holman) dan melakukan interpolasi didapat: ρ = kg/m 3 Tabel4.7Interpolasi temperatur dengan densitas T ρ ,97 X Cara melakukan interpolasi : x batas bawah batasatas batas bawah = ρ x ρ b ρ a ρ b x 1,1774 0,998 1,1774 = 309, x=[(( 309, ).( 0, ) ) +1,1774 ] x=[ ( (0,1994 ). ( 0,1794 ) ) ] 1,07788 x=[ 0, ]=1,1422 Dengan cara yang sama maka diperoleh data sebagai berikut : k = 0,0269 W/m o C

26 μ = 2,0010 x 10-5 kg/m.s μ w = 2,0110 x 10-5 kg/m.s Pr = Angka Reynold R e d = ρ μ m d μ kg (1,0788 m3 ) X 5,3 m s X 0,056 m R e d = 2,001 X 10 5 kg/m.s R e d = 0,3390 2,001 X 10 5=16.898,397 Bilangan Reynold 2300 maka Alirannya turbulen Angka Nusselt 0.3( N ud =0.027.Re 0.8 d. Pr μ 0.14 μ W ) Dimana μ=viskositas saat T f danμ W =viskositas saat T w 0.14 N ud =(0,027) X (16.898,397) 0.8 X (0,7058) 0.3 2,0010 X 10 5 X ( 2,0110 X 10 ) 5 N ud =58,5894 Koefisien perpindahan kalor konveksi h= k D.N ud W /m.c h= m X 58,5894 h=28,3531 W/m 2 o C

27 Panas heater Q=h. 2 π. r. L.(T w T b ) W Q=(28,3531 ). (2π ). (0,028 ) m. (1,75 ) m.(42,25 31,7)C m 2 C Q=92,0468 watt No TABEL 4.8HASIL PERHITUNGAN DATA PENURUNAN TEMPERATUR KONVEKSI PAKSA ALIRAN PIPA HORISONTAL Um (m/s) 1 5,3 2 5,3 3 5,3 4 5,3 5 5,3 6 5,3 7 5,3 8 5,3 9 5,3 10 5,3 11 5,3 Red 16984, , , , , , , , , , ,25 4 Nud 58, , , , , , , , , , , h (W/m 2 o C) 28, , , , , , , , , , , Qheater (watt) Tw ( o C) Tb ( o C) 63, ,7 41, ,3 24, ,2 8, , ,8-6, ,7-1, ,2-12, ,4-11, ,3-19, ,2-23, ,7

28 12 5,3 13 5,3 14 5,3 15 5, , , , , , ,02 59, , , , , , , , , , , ,9-24, ,8-24, ,7-24, ,7-23, , GRAFIK DAN ANALISA GRAFIK a) Grafik hubungan temperature dinding dan waktu Data kenaikan temperatur Grafik hubungan temperatur dinding dengan waktu Suhu Dinding Gambar 4.15 Grafik hubungan kenaikan temperatur dinding dangan waktu

29 Analisa grafik: Grafik diatas menunjukkan hubungan kenaikan temperatur dinding terhadap waktu yang berbanding lurus walaupun pada kenyataannya garis yang terbentuk tidak linier sempurna. Maka dapat dianalisa bahwa semakin bertambahnya waktu maka semakin bertambah pula kenaikan temperatur pada dinding. Hal tersebut terjadi karena adanya perambatan panas pada heater ke dinding-dinding pipa horizontal, sehingga semakin lama waktu pemanasan temperatur pada dinding akan sama dengan temperatur heater. Peristiwa pada dinding tersebut disebut juga perpindahan panas konduksi. Data penurunan temperatur Grafik hubungan temperatur dinding dengan waktu suhu dinding Gambar 4. 16Grafik hubungan penurunantemperatur dinding dengan waktu. Analisa Grafik:

30 Grafik diatas menunjukkan hubungan penurunan temperatur dinding terhadap waktu yang berbanding terbalik secara logaritmik. Walaupun secara teoritis (ideal) akan berbanding terbalik secara linier. Penurunan temperatur tersebut dikarenakan adanya pengaruh blower sebagai pendingin yang dialirkan pada pipapipa horizontal sehingga kalor yang keluar pada dinding-dinding tersebut diserap oleh udara yang dihasilkan oleh blower. perpindahan panas tersebut disebut juga perpindahan secara konveksi (paksa). b) Grafik hubungan temperature udara keluar dan waktu Data kenaikan temperatur Grafik hubungan temperatur udara keluar temperatur udara keluar

31 Gambar 4.17Grafik Hubungan kenaikan Temperatur udara keluar dangan Analisa grafik: Waktu Grafik diatas menunjukkan hubungan kenaikan temperatur udara keluar terhadap waktu yang berbanding lurus walaupun pada kenyataannya garis yang terbentuk tidak linier sempurna. Dapat dianalisa bahwa semakin bertambahnya waktu maka semakin bertambah pula kenaikan temperatur pada dinding. Hal tersebut terjadi karena adanya perambatan panas konveksi secara alamiah dimana panas yang dihasilkan dinding pipa horizontal mengalir karena adanya gaya gravitasi (gaya apung) pada udara didalam pipa. Suhu dalam pipa lebih tinggi dari udara luar, sehingga terjadi aliran secara alamiah dari temperatur tinggi ke temperatur rendah. Bentuk grafik diatas berbentuk kasar dikarenakan : 1. Pengisolasian dengan asbes/gips kurang tebal dan merata, sehingga tujuan dari isolasi kurang maksimal. 2. Praktikan dalam mengambil data percobaan kurang teliti dan terburu-buru. 3. Dalam percobaan konveksi paksa sensor yang dipasang kurang peka terhadap perubahan suhu dan butuh kaliberasi. Data penurunan temperatur

32 Grafik hubungan temperatur udara keluar temperatur udara keluar Gambar 4. 18Grafik hubungan penurunantemperatur udara keluar dengan Analisa Grafik: waktu. Grafik diatas menunjukkan hubungan penurunan temperatur udara keluar terhadap waktu yang berbanding terbalik walaupun pada kenyataannya garis yang terbentuk tidak linier sempurna. Dapat dianalisa bahwa semakin bertambahnya waktu maka temperatur udara keluar akan semakin turun. Hal tersebut terjadi karena adanya perambatan panas konveksi secara paksa dimana panas yang dihasilkan dinding pipa horizontal mengalir karena adanya gaya paksaan (blower) pada udara didalam pipa. Suhu dalam pipa yang cukup tinggi didinginkan dengan hembusan angin blower, sehingga kalor dari udara dinding sekitar diserap dan terbawa keluar pipa horizontal. Bentuk grafik diatas berbentuk kasar dikarenakan : 1. Pengisolasian dengan asbes/gips kurang tebal dan merata, sehingga tujuan dari isolasi kurang maksimal. 2. Praktikan dalam mengambil data percobaan kurang teliti dan terburu-buru. 3. Dalam percobaan konveksi paksa sensor yang dipasang kurang peka terhadap perubahan suhu dan butuh kaliberasi.

33 4.4 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Hasil yang didapat dari percobaan a. Sampel perhitungan konveksi alami: Red = 328,971 Nud = 3,396 h = W /m T = 303,25 K T b2 = 302,1 b. Sampel perhitungan konveksi paksa: Red = ,397 Nud = 58,5894 h = 28,3531 W/m T = 315,25 K T b2 = 304,7 K 2. Korelasi bilangan Reynold dan laju kecepatan aliran dan bilangan Nusselt Bilangan Reynold berbanding lurus dengan laju kecepatan aliran,jadi semakin besar bilangan Reynold maka laju kecepatan aliran juga semakin besar,dengan batasan: Re 2300 Aliran laminar Re 2300 Aliran turbulen

34 Bilangan Reynold juga berbanding lurus dengan bilangan Nusselt yang menggambarkan karakteristik dari aliran tersebut. 3. Perpindahan panas didalam saluran pipa,dari percobaan diketahui bahwa panas mengalir pada kawat filamen, dengan bantuan blower panas berpindah dari pangkal pipa menuju ujung pipa hingga pada kondisi steady. 4. Dari percobaan diketahui bahwa koefisien perpindahan panas Saran dapat memperangarui laju aliran,serta mempengaruhi temperatur udara keluarnya,sehungga perlu ditentukan terlebih dahulu konfigurasi yang baik untuk mendesain suatu heat ex-changer. 1. Pengisolasian dengan asbes/gips harus tebal, agar tidak terjadi retak sehingga kalor tidak menyebar ke luar samping pipa. 2. Praktikan dalam mengambil data percobaan sebaiknya teliti dan tidak terburuburu agar data yang diperoleh akurat. 3. Dalam percobaan konveksi paksa sebaiknya sensor yang dipasang lebih peka terhadap perubahan suhu.

BAB II DASAR TEORI 2.1 Pasteurisasi 2.2 Sistem Pasteurisasi HTST dan Pemanfaatan Panas Kondensor

BAB II DASAR TEORI 2.1 Pasteurisasi 2.2 Sistem Pasteurisasi HTST dan Pemanfaatan Panas Kondensor BAB II DASAR TEORI 2.1 Pasteurisasi Pasteurisasi ialah proses pemanasan bahan makanan, biasanya berbentuk cairan dengan temperatur dan waktu tertentu dan kemudian langsung didinginkan secepatnya. Proses

Lebih terperinci

BAB II TEORI ALIRAN PANAS 7 BAB II TEORI ALIRAN PANAS. benda. Panas akan mengalir dari benda yang bertemperatur tinggi ke benda yang

BAB II TEORI ALIRAN PANAS 7 BAB II TEORI ALIRAN PANAS. benda. Panas akan mengalir dari benda yang bertemperatur tinggi ke benda yang BAB II TEORI ALIRAN PANAS 7 BAB II TEORI ALIRAN PANAS 2.1 Konsep Dasar Perpindahan Panas Perpindahan panas dapat terjadi karena adanya beda temperatur antara dua bagian benda. Panas akan mengalir dari

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Dasar Dasar Perpindahan Kalor Perpindahan kalor terjadi karena adanya perbedaan suhu, kalor akan mengalir dari tempat yang suhunya tinggi ke tempat suhu rendah. Perpindahan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Umum Mesin pendingin atau kondensor adalah suatu alat yang digunakan untuk memindahkan panas dari dalam ruangan ke luar ruangan. Adapun sistem mesin pendingin yang

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian. Alat dan Bahan Penelitian. Prosedur Penelitian

METODOLOGI PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian. Alat dan Bahan Penelitian. Prosedur Penelitian METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan dari bulan Januari hingga November 2011, yang bertempat di Laboratorium Sumber Daya Air, Departemen Teknik Sipil dan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Proses Perpindahan Panas Konveksi Alamiah dalam Peralatan Pengeringan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Proses Perpindahan Panas Konveksi Alamiah dalam Peralatan Pengeringan 134 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Proses Perpindahan Panas Konveksi Alamiah dalam Peralatan Pengeringan Prinsip dasar proses pengeringan adalah terjadinya pengurangan kadar air atau penguapan kadar air oleh

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. ke tempat yang lain dikarenakan adanya perbedaan suhu di tempat-tempat

BAB II DASAR TEORI. ke tempat yang lain dikarenakan adanya perbedaan suhu di tempat-tempat BAB II DASAR TEORI 2.. Perpindahan Panas Perpindahan panas adalah proses berpindahnya energi dari suatu tempat ke tempat yang lain dikarenakan adanya perbedaan suhu di tempat-tempat tersebut. Perpindahan

Lebih terperinci

Perpindahan Panas Konveksi. Perpindahan panas konveksi bebas pada plat tegak, datar, dimiringkan,silinder dan bola

Perpindahan Panas Konveksi. Perpindahan panas konveksi bebas pada plat tegak, datar, dimiringkan,silinder dan bola Perpindahan Panas Konveksi Perpindahan panas konveksi bebas pada plat tegak, datar, dimiringkan,silinder dan bola Pengantar KONDUKSI PERPINDAHAN PANAS KONVEKSI RADIASI Perpindahan Panas Konveksi Konveksi

Lebih terperinci

BAB II Dasar Teori BAB II DASAR TEORI

BAB II Dasar Teori BAB II DASAR TEORI II DSR TEORI 2. Termoelektrik Fenomena termoelektrik pertama kali ditemukan tahun 82 oleh ilmuwan Jerman, Thomas Johann Seebeck. Ia menghubungkan tembaga dan besi dalam sebuah rangkaian. Di antara kedua

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA DAN PERHITUNGAN

BAB IV ANALISA DAN PERHITUNGAN BAB IV ANALISA DAN PERHITUNGAN 4.1. Hot Water Heater Pemanasan bahan bakar dibagi menjadi dua cara, pemanasan yang di ambil dari Sistem pendinginan mesin yaitu radiator, panasnya di ambil dari saluran

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Proses Perpindahan Kalor Perpindahan panas adalah ilmu untuk memprediksi perpindahan energi yang terjadi karena adanya perbedaan suhu diantara benda atau material. Perpindahan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Proses Perpindahan Panas Konveksi Alamiah dan Peralatan Pengering

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Proses Perpindahan Panas Konveksi Alamiah dan Peralatan Pengering BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Proses Perpindahan Panas Konveksi Alamiah dan Peralatan Pengering Prinsip dasar proses pengeringan adalah terjadinya pengurangan kadar air atau penguapan kadar air oleh udara

Lebih terperinci

REYNOLDS NUMBER K E L O M P O K 4

REYNOLDS NUMBER K E L O M P O K 4 REYNOLDS NUMBER K E L O M P O K 4 P A R A M I T A V E G A A. T R I S N A W A T I Y U L I N D R A E K A D E F I A N A M U F T I R I Z K A F A D I L L A H S I T I R U K A Y A H FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU

Lebih terperinci

Gambar 2.1 Sebuah modul termoelektrik yang dialiri arus DC. ( https://ferotec.com. (2016). www. ferotec.com/technology/thermoelectric)

Gambar 2.1 Sebuah modul termoelektrik yang dialiri arus DC. ( https://ferotec.com. (2016). www. ferotec.com/technology/thermoelectric) BAB II. TINJAUAN PUSTAKA Modul termoelektrik adalah sebuah pendingin termoelektrik atau sebagai sebuah pompa panas tanpa menggunakan komponen bergerak (Ge dkk, 2015, Kaushik dkk, 2016). Sistem pendingin

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN SISTEM

BAB III PERANCANGAN SISTEM BAB III PERANCANGAN SISTEM 3.1 Batasan Rancangan Untuk rancang bangun ulang sistem refrigerasi cascade ini sebagai acuan digunakan data perancangan pada eksperiment sebelumnya. Hal ini dikarenakan agar

Lebih terperinci

ANALISA PERPINDAHAN KALOR PADA KONDENSOR PT. KRAKATAU DAYA LISTRIK

ANALISA PERPINDAHAN KALOR PADA KONDENSOR PT. KRAKATAU DAYA LISTRIK ANALISA PERPINDAHAN KALOR PADA KONDENSOR PT. KRAKATAU DAYA LISTRIK Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan menyelesaikan Program Strata Satu (S1) pada program Studi Teknik Mesin Oleh N a m a : CHOLID

Lebih terperinci

Panas berpindah dari objek yang bersuhu lebih tinggi ke objek lain yang bersuhu lebih rendah Driving force perbedaan suhu Laju perpindahan = Driving

Panas berpindah dari objek yang bersuhu lebih tinggi ke objek lain yang bersuhu lebih rendah Driving force perbedaan suhu Laju perpindahan = Driving PERPINDAHAN PANAS Panas berpindah dari objek yang bersuhu lebih tinggi ke objek lain yang bersuhu lebih rendah Driving force perbedaan suhu Laju perpindahan = Driving force/resistensi Proses bisa steady

Lebih terperinci

Rumus bilangan Reynolds umumnya diberikan sebagai berikut:

Rumus bilangan Reynolds umumnya diberikan sebagai berikut: Dalam mekanika fluida, bilangan Reynolds adalah rasio antara gaya inersia (vsρ) terhadap gaya viskos (μ/l) yang mengkuantifikasikan hubungan kedua gaya tersebut dengan suatu kondisi aliran tertentu. Bilangan

Lebih terperinci

WATER TO WATER HEAT EXCHANGER BENCH BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Tujuan Pengujian

WATER TO WATER HEAT EXCHANGER BENCH BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Tujuan Pengujian 1.1 Tujuan Pengujian WATER TO WATER HEAT EXCHANGER BENCH BAB I PENDAHULUAN a) Mempelajari formulasi dasar dari heat exchanger sederhana. b) Perhitungan keseimbangan panas pada heat exchanger. c) Pengukuran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1.

BAB I PENDAHULUAN I.1. BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penggunaan energi surya dalam berbagai bidang telah lama dikembangkan di dunia. Berbagai teknologi terkait pemanfaatan energi surya mulai diterapkan pada berbagai

Lebih terperinci

Analisis Koesien Perpindahan Panas Konveksi dan Distribusi Temperatur Aliran Fluida pada Heat Exchanger Counterow Menggunakan Solidworks

Analisis Koesien Perpindahan Panas Konveksi dan Distribusi Temperatur Aliran Fluida pada Heat Exchanger Counterow Menggunakan Solidworks Analisis Koesien Perpindahan Panas Konveksi dan Distribusi Temperatur Aliran Fluida pada Heat Exchanger Counterow Menggunakan Solidworks Dwi Arif Santoso Fakultas Teknologi Industri, Universitas Gunadarma

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA DAN PERHITUNGAN

BAB IV ANALISA DAN PERHITUNGAN 56 BAB IV ANALISA DAN PERHITUNGAN 4.1 Analisa Varian Prinsip Solusi Pada Varian Pertama dari cover diikatkan dengan tabung pirolisis menggunakan 3 buah toggle clamp, sehingga mudah dan sederhana dalam

Lebih terperinci

Taufik Ramuli ( ) Departemen Teknik Mesin, FT UI, Kampus UI Depok Indonesia.

Taufik Ramuli ( ) Departemen Teknik Mesin, FT UI, Kampus UI Depok Indonesia. Desain Rancang Heat Exchanger Stage III pada Pressure Reduction System pada Daughter Station CNG Granary Global Energy dengan Tekanan Kerja 20 ke 5 Bar Taufik Ramuli (0639866) Departemen Teknik Mesin,

Lebih terperinci

PENGARUH VARIASI FLOW DAN TEMPERATUR TERHADAP LAJU PENGUAPAN TETESAN PADA LARUTAN AGAR-AGAR SKRIPSI

PENGARUH VARIASI FLOW DAN TEMPERATUR TERHADAP LAJU PENGUAPAN TETESAN PADA LARUTAN AGAR-AGAR SKRIPSI PENGARUH VARIASI FLOW DAN TEMPERATUR TERHADAP LAJU PENGUAPAN TETESAN PADA LARUTAN AGAR-AGAR SKRIPSI Oleh ILHAM AL FIKRI M 04 04 02 037 1 PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN DEPARTEMEN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK

Lebih terperinci

UJI EKSPERIMENTAL PENGARUH PERUBAHAN TEMPERATUR LORONG UDARA TERHADAP KOEFISIEN PERPINDAHAN PANAS KONVEKSI PELAT DATAR

UJI EKSPERIMENTAL PENGARUH PERUBAHAN TEMPERATUR LORONG UDARA TERHADAP KOEFISIEN PERPINDAHAN PANAS KONVEKSI PELAT DATAR UJI EKSPERIMENTAL PENGARUH PERUBAHAN TEMPERATUR LORONG UDARA TERHADAP KOEFISIEN PERPINDAHAN PANAS KONVEKSI PELAT DATAR Jotho *) ABSTRAK Perpindahan panas dapat berlangsung melalui salah satu dari tiga

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. m (2.1) V. Keterangan : ρ = massa jenis, kg/m 3 m = massa, kg V = volume, m 3

BAB II DASAR TEORI. m (2.1) V. Keterangan : ρ = massa jenis, kg/m 3 m = massa, kg V = volume, m 3 BAB II DASAR TEORI 2.1 Definisi Fluida Fluida dapat didefinisikan sebagai zat yang berubah bentuk secara kontinu bila terkena tegangan geser. Fluida mempunyai molekul yang terpisah jauh, gaya antar molekul

Lebih terperinci

Studi Eksperimental Efektivitas Penambahan Annular Fins pada Kolektor Surya Pemanas Air dengan Satu dan Dua Kaca Penutup

Studi Eksperimental Efektivitas Penambahan Annular Fins pada Kolektor Surya Pemanas Air dengan Satu dan Dua Kaca Penutup JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) B-204 Studi Eksperimental Efektivitas Penambahan Annular Fins pada Kolektor Surya Pemanas Air dengan Satu dan Dua Kaca Penutup

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sebagai bintang yang paling dekat dari planet biru Bumi, yaitu hanya berjarak sekitar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sebagai bintang yang paling dekat dari planet biru Bumi, yaitu hanya berjarak sekitar BAB NJAUAN PUSAKA Sebagai bintang yang paling dekat dari planet biru Bumi, yaitu hanya berjarak sekitar 150.000.000 km, sangatlah alami jika hanya pancaran energi matahari yang mempengaruhi dinamika atmosfer

Lebih terperinci

Ditulis Guna Melengkapi Sebagian Syarat Untuk Mencapai Jenjang Sarjana Strata Satu (S1) Jakarta 2015

Ditulis Guna Melengkapi Sebagian Syarat Untuk Mencapai Jenjang Sarjana Strata Satu (S1) Jakarta 2015 UNIVERSITAS GUNADARMA FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI ANALISIS SISTEM PENURUNAN TEMPERATUR JUS BUAH DENGAN COIL HEAT EXCHANGER Nama Disusun Oleh : : Alrasyid Muhammad Harun Npm : 20411527 Jurusan : Teknik

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. PENGERINGAN Pengeringan adalah proses pengurangan kelebihan air yang (kelembaban) sederhana untuk mencapai standar spesifikasi kandungan kelembaban dari suatu bahan. Pengeringan

Lebih terperinci

Aliran Turbulen (Turbulent Flow)

Aliran Turbulen (Turbulent Flow) Aliran Turbulen (Turbulent Flow) A. Laminer dan Turbulen Laminer adalah aliran fluida yang ditunjukkan dengan gerak partikelpartikel fluidanya sejajar dan garis-garis arusnya halus. Dalam aliran laminer,

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Definisi Fluida

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Definisi Fluida BAB II DASAR TEORI 2.1 Definisi Fluida Fluida dapat didefinisikan sebagai zat yang berubah bentuk secara kontinu bila terkena tegangan geser. Fluida mempunyai molekul yang terpisah jauh, gaya antarmolekul

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Gambar 2.1 Bagian-bagian model alat pengering Keterangan : 1. Cerobong 2. Dinding 3. Ruang pengering 4. Ruang pembakaran 5. Rak pengering 6. Jendela pengarah 7. Saluran awal 8.

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... i. ABSTRAK... iv. DAFTAR ISI... vi. DAFTAR GAMBAR... xi. DAFTAR GRAFIK...xiii. DAFTAR TABEL... xv. NOMENCLATURE...

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... i. ABSTRAK... iv. DAFTAR ISI... vi. DAFTAR GAMBAR... xi. DAFTAR GRAFIK...xiii. DAFTAR TABEL... xv. NOMENCLATURE... JUDUL LEMBAR PENGESAHAN KATA PENGANTAR... i ABSTRAK... iv... vi DAFTAR GAMBAR... xi DAFTAR GRAFIK...xiii DAFTAR TABEL... xv NOMENCLATURE... xvi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang... 1 1.2. Perumusan

Lebih terperinci

BAB III SISTEM PENGUJIAN

BAB III SISTEM PENGUJIAN BAB III SISTEM PENGUJIAN 3.1 KONDISI BATAS (BOUNDARY CONDITION) Sebelum memulai penelitian, terlebih dahulu ditentukan kondisi batas yang akan digunakan. Diasumsikan kondisi smoke yang mengalir pada gradien

Lebih terperinci

BAB IV PENGOLAHAN DATA

BAB IV PENGOLAHAN DATA BAB IV PENGOLAHAN DATA 4.1 Perhitungan Daya Motor 4.1.1 Torsi pada poros (T 1 ) T3 T2 T1 Torsi pada poros dengan beban teh 10 kg Torsi pada poros tanpa beban - Massa poros; IV-1 Momen inersia pada poros;

Lebih terperinci

Karakteristik Perpindahan Panas dan Pressure Drop pada Alat Penukar Kalor tipe Pipa Ganda dengan aliran searah

Karakteristik Perpindahan Panas dan Pressure Drop pada Alat Penukar Kalor tipe Pipa Ganda dengan aliran searah Karakteristik Perpindahan Panas dan Pressure Drop pada Alat Penukar Kalor tipe Pipa Ganda dengan aliran searah Mustaza Ma a 1) Ary Bachtiar Krishna Putra 2) 1) Mahasiswa Program Pasca Sarjana Teknik Mesin

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Definisi fluida

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Definisi fluida BAB II DASAR TEORI 2.1 Definisi fluida Fluida dapat didefinisikan sebagai zat yang berubah bentuk secara kontinu bila terkena tegangan geser. Fluida mempunyai molekul yang terpisah jauh, gaya antar molekul

Lebih terperinci

Masalah aliran fluida dalam PIPA : Sistem Terbuka (Open channel) Sistem Tertutup Sistem Seri Sistem Parlel

Masalah aliran fluida dalam PIPA : Sistem Terbuka (Open channel) Sistem Tertutup Sistem Seri Sistem Parlel Konsep Aliran Fluida Masalah aliran fluida dalam PIPA : Sistem Terbuka (Open channel) Sistem Tertutup Sistem Seri Sistem Parlel Hal-hal yang diperhatikan : Sifat Fisis Fluida : Tekanan, Temperatur, Masa

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA A. SAMPAH

II. TINJAUAN PUSTAKA A. SAMPAH II. TINJAUAN PUSTAKA A. SAMPAH Sampah adalah sisa-sisa atau residu yang dihasilkan dari suatu kegiatan atau aktivitas. kegiatan yang menghasilkan sampah adalah bisnis, rumah tangga pertanian dan pertambangan

Lebih terperinci

BAB IV PRINSIP-PRINSIP KONVEKSI

BAB IV PRINSIP-PRINSIP KONVEKSI BAB IV PRINSIP-PRINSIP KONVEKSI Aliran Viscous Berdasarkan gambar 1 dan, aitu aliran fluida pada pelat rata, gaa viscous dijelaskan dengan tegangan geser τ diantara lapisan fluida dengan rumus: du τ µ

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perpindahan panas Perpindahan panas adalah perpindahan energi karena adanya perbedaan temperatur. Ada tiga bentuk mekanisme perpindahan panas yang diketahui, yaitu konduksi,

Lebih terperinci

BAB IV PENGUMPULAN DAN PERHITUNGAN DATA

BAB IV PENGUMPULAN DAN PERHITUNGAN DATA 50 BAB IV PENGUMPULAN DAN PERHITUNGAN DATA 4.1 Menentukan Titik Suhu Pada Instalasi Water Chiller. Menentukan titik suhu pada instalasi water chiller bertujuan untuk mendapatkan kapasitas suhu air dingin

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Sejarah dan Pengenalan Fenomena termoelektrik pertama kali ditemukan tahun 1821 oleh seorang ilmuwan Jerman, Thomas Johann Seebeck. Ia menghubungkan tembaga dan besi dalam sebuah

Lebih terperinci

ANALISIS KEEFEKTIFAN ALAT PENUKAR KALOR TIPE SHELL AND TUBE SATU LALUAN CANGKANG DUA LALUAN TABUNG SEBAGAI PENDINGINAN OLI DENGAN FLUIDA PENDINGIN AIR

ANALISIS KEEFEKTIFAN ALAT PENUKAR KALOR TIPE SHELL AND TUBE SATU LALUAN CANGKANG DUA LALUAN TABUNG SEBAGAI PENDINGINAN OLI DENGAN FLUIDA PENDINGIN AIR ANALISIS KEEFEKTIFAN ALAT PENUKAR KALOR TIPE SHELL AND TUBE SATU LALUAN CANGKANG DUA LALUAN TABUNG SEBAGAI PENDINGINAN OLI DENGAN FLUIDA PENDINGIN AIR SKRIPSI Skripsi yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat

Lebih terperinci

PENGARUH KOEFISIEN PERPINDAHANKALOR KONVEKSI DAN BAHAN TERHADAP LAJU ALIRAN KALOR, EFEKTIVITAS DAN EFISIENSI SIRIP DUA DIMENSI KEADAAN TAK TUNAK

PENGARUH KOEFISIEN PERPINDAHANKALOR KONVEKSI DAN BAHAN TERHADAP LAJU ALIRAN KALOR, EFEKTIVITAS DAN EFISIENSI SIRIP DUA DIMENSI KEADAAN TAK TUNAK i PENGARUH KOEFISIEN PERPINDAHANKALOR KONVEKSI DAN BAHAN TERHADAP LAJU ALIRAN KALOR, EFEKTIVITAS DAN EFISIENSI SIRIP DUA DIMENSI KEADAAN TAK TUNAK TUGAS AKHIR Untuk memenuhi sebagian persyaratan Memperoleh

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR PERCOBAAN KUALITAS ETHYLENE DAN AIR PADA ALAT PERPINDAHAN PANAS DENGAN SIMULASI ALIRAN FLUIDA

TUGAS AKHIR PERCOBAAN KUALITAS ETHYLENE DAN AIR PADA ALAT PERPINDAHAN PANAS DENGAN SIMULASI ALIRAN FLUIDA PERCOBAAN KUALITAS ETHYLENE DAN AIR PADA ALAT PERPINDAHAN PANAS DENGAN SIMULASI ALIRAN FLUIDA Diajukan Guna Melengkapi Sebagian Syarat Dalam Mencapai Gelar Sarjana Strata Satu (S1) Disusun Oleh : Nama

Lebih terperinci

PENDINGIN TERMOELEKTRIK

PENDINGIN TERMOELEKTRIK BAB II DASAR TEORI 2.1 PENDINGIN TERMOELEKTRIK Dua logam yang berbeda disambungkan dan kedua ujung logam tersebut dijaga pada temperatur yang berbeda, maka akan ada lima fenomena yang terjadi, yaitu fenomena

Lebih terperinci

LAMPIRAN I. Tes Hasil Belajar Observasi Awal

LAMPIRAN I. Tes Hasil Belajar Observasi Awal 64 LAMPIRAN I Tes Hasil Belajar Observasi Awal 65 LAMPIRAN II Hasil Observasi Keaktifan Awal 66 LAMPIRAN III Satuan Pembelajaran Satuan pendidikan : SMA Mata pelajaran : Fisika Pokok bahasan : Kalor Kelas/Semester

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi Fluida Aliran fluida atau zat cair (termasuk uap air dan gas) dibedakan dari benda padat karena kemampuannya untuk mengalir. Fluida lebih mudah mengalir karena ikatan molekul

Lebih terperinci

BAB II TEORI DASAR 2.1 Perancangan Sistem Penyediaan Air Panas Kualitas Air Panas Satuan Kalor

BAB II TEORI DASAR 2.1 Perancangan Sistem Penyediaan Air Panas Kualitas Air Panas Satuan Kalor 4 BAB II TEORI DASAR.1 Perancangan Sistem Penyediaan Air Panas.1.1 Kualitas Air Panas Air akan memiliki sifat anomali, yaitu volumenya akan mencapai minimum pada temperatur 4 C dan akan bertambah pada

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Siklus Absorpsi Siklus absorpsi adalah termodinamika yang dapat digunakan sebagai siklus refrigerasi dan pengkondisian udara yang digerakkan oleh energi dalam bentuk panas.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Radiator Radiator memegang peranan penting dalam mesin otomotif (misal mobil). Radiator berfungsi untuk mendinginkan mesin. Pembakaran bahan bakar dalam silinder mesin menyalurkan

Lebih terperinci

DAFTARISI HALAMAN JUDUL LEMBARAN PENGESAHAN DOSEN PEMBIMBING LEMBARAN PENGESAHAN DOSEN PENGUJI HALAMAN PERSEMBAHAN HALAMAN MOTTO KATA PENGANTAR

DAFTARISI HALAMAN JUDUL LEMBARAN PENGESAHAN DOSEN PEMBIMBING LEMBARAN PENGESAHAN DOSEN PENGUJI HALAMAN PERSEMBAHAN HALAMAN MOTTO KATA PENGANTAR DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL LEMBARAN PENGESAHAN DOSEN PEMBIMBING LEMBARAN PENGESAHAN DOSEN PENGUJI HALAMAN PERSEMBAHAN HALAMAN MOTTO KATA PENGANTAR ABSTRAK DAFTARISI DAFTARTABEL DAFTARGAMBAR DAFTARSIMBOL

Lebih terperinci

STUDI EKSPERIMENTAL PENGARUH KECEPATAN UDARA (V) TERHADAP KARAKTERISTIK PERPINDAHAN PANAS KONVEKSI PAKSA PELAT DATAR. Rikhardus Ufie * Abstract

STUDI EKSPERIMENTAL PENGARUH KECEPATAN UDARA (V) TERHADAP KARAKTERISTIK PERPINDAHAN PANAS KONVEKSI PAKSA PELAT DATAR. Rikhardus Ufie * Abstract STUDI EKSPERIMENTAL PENGARUH KECEPATAN UDARA (V) TERHADAP KARAKTERISTIK PERPINDAHAN PANAS KONVEKSI PAKSA PELAT DATAR Rikhardus Ufie * Abstract Effect of air velocity on heat transfer characteristics of

Lebih terperinci

HUKUM STOKES. sekon (Pa.s). Fluida memiliki sifat-sifat sebagai berikut.

HUKUM STOKES. sekon (Pa.s). Fluida memiliki sifat-sifat sebagai berikut. HUKUM STOKES I. Pendahuluan Viskositas dan Hukum Stokes - Viskositas (kekentalan) fluida menyatakan besarnya gesekan yang dialami oleh suatu fluida saat mengalir. Makin besar viskositas suatu fluida, makin

Lebih terperinci

Satuan Operasi dan Proses TIP FTP UB

Satuan Operasi dan Proses TIP FTP UB Satuan Operasi dan Proses TIP FTP UB Pasteurisasi susu, jus, dan lain sebagainya. Pendinginan buah dan sayuran Pembekuan daging Sterilisasi pada makanan kaleng Evaporasi Destilasi Pengeringan Dan lain

Lebih terperinci

PERPINDAHAN PANAS PIPA KALOR SUDUT KEMIRINGAN

PERPINDAHAN PANAS PIPA KALOR SUDUT KEMIRINGAN PERPINDAHAN PANAS PIPA KALOR SUDUT KEMIRINGAN 0 o, 30 o, 45 o, 60 o, 90 o I Wayan Sugita Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Negeri Jakarta e-mail : wayan_su@yahoo.com ABSTRAK Pipa kalor

Lebih terperinci

PENDEKATAN TEORI ... (2) k x ... (3) 3... (1)

PENDEKATAN TEORI ... (2) k x ... (3) 3... (1) PENDEKATAN TEORI A. Perpindahan Panas Perpindahan panas didefinisikan seagai ilmu umtuk meramalkan perpindahan energi yang terjadi karena adanya peredaan suhu diantara enda atau material (Holman,1986).

Lebih terperinci

ANALISIS EFEKTIFITAS ALAT PENUKAR KALOR SHELL & TUBE DENGAN MEDIUM AIR SEBAGAI FLUIDA PANAS DAN METHANOL SEBAGAI FLUIDA DINGIN

ANALISIS EFEKTIFITAS ALAT PENUKAR KALOR SHELL & TUBE DENGAN MEDIUM AIR SEBAGAI FLUIDA PANAS DAN METHANOL SEBAGAI FLUIDA DINGIN ANALISIS EFEKTIFITAS ALAT PENUKAR KALOR SHELL & TUBE DENGAN MEDIUM AIR SEBAGAI FLUIDA PANAS DAN METHANOL SEBAGAI FLUIDA DINGIN SKRIPSI Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana

Lebih terperinci

Pengaruh Kecepatan Aliran Terhadap Efektivitas Shell-and-Tube Heat Exchanger

Pengaruh Kecepatan Aliran Terhadap Efektivitas Shell-and-Tube Heat Exchanger JURNAL TEKNIK MESIN Vol. 2, No. 2, Oktober 2: 86 9 Pengaruh Kecepatan Aliran Terhadap Shell-and-Tube Heat Exchanger Ekadewi Anggraini Handoyo Dosen Fakultas Teknologi Industri Jurusan Teknik Mesin Universitas

Lebih terperinci

PENGARUH SUDUT ATAP CEROBONG TERHADAP DISTRIBUSI TEMPERATUR PADA RUANG PENGERING BERTINGKAT DAN KARAKTERISTIK PERPINDAHAN PANAS

PENGARUH SUDUT ATAP CEROBONG TERHADAP DISTRIBUSI TEMPERATUR PADA RUANG PENGERING BERTINGKAT DAN KARAKTERISTIK PERPINDAHAN PANAS PENGARUH SUDUT ATAP CEROBONG TERHADAP DISTRIBUSI TEMPERATUR PADA RUANG PENGERING BERTINGKAT DAN KARAKTERISTIK PERPINDAHAN PANAS Nawawi Juhan 1 1 Jurusan Teknik Mesin, Politeknik Negeri Lhokseumawe *Email:

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI 2.1 Kajian Pustaka Ristiyanto (2003) menyelidiki tentang visualisasi aliran dan penurunan tekanan setiap pola aliran dalam perbedaan variasi kecepatan cairan dan kecepatan

Lebih terperinci

PENGARUH KONSENTRASI LARUTAN, KECEPATAN ALIRAN DAN TEMPERATUR ALIRAN TERHADAP LAJU PENGUAPAN TETESAN (DROPLET) LARUTAN AGAR AGAR SKRIPSI

PENGARUH KONSENTRASI LARUTAN, KECEPATAN ALIRAN DAN TEMPERATUR ALIRAN TERHADAP LAJU PENGUAPAN TETESAN (DROPLET) LARUTAN AGAR AGAR SKRIPSI PENGARUH KONSENTRASI LARUTAN, KECEPATAN ALIRAN DAN TEMPERATUR ALIRAN TERHADAP LAJU PENGUAPAN TETESAN (DROPLET) LARUTAN AGAR AGAR SKRIPSI Oleh IRFAN DJUNAEDI 04 04 02 040 1 PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN DEPARTEMEN

Lebih terperinci

Pengaruh Variasi Putaran Dan Debit Air Terhadap Efektifitas Radiator

Pengaruh Variasi Putaran Dan Debit Air Terhadap Efektifitas Radiator Pengaruh Variasi Putaran Dan Debit Air Terhadap Efektifitas Radiator Nur Robbi Program Studi Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Islam Malang Jl. MT Haryono 193 Malang 65145 E-mail: nurrobbift@gmail.com

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perpindahan Panas Perpindahan kalor (heat transfer) ialah ilmu untuk meramalkan perpindahan energi yang terjadi karena adanya perbedaan suhu di antara benda atau material.

Lebih terperinci

Laporan Praktikum Operasi Teknik Kimia I Efflux Time BAB I PENDAHULUAN

Laporan Praktikum Operasi Teknik Kimia I Efflux Time BAB I PENDAHULUAN Page 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penggunaan efflux time dalam dunia industri banyak dijumpai pada pemindahan fluida dari suatu tempat ke tempat yang lain dengan pipa tertutup serta tangki sebagai

Lebih terperinci

BAB III ANALISA DAN PEMBAHASAN

BAB III ANALISA DAN PEMBAHASAN BAB III ANALISA DAN PEMBAHASAN 3.1. Waktu Dan Tempat Penelitian Pengambilan data pada kondensor disistem spray drying ini telah dilaksanakan pada bulan desember 2013 - maret 2014 di Laboratorium Teknik

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Hukum Kekekalan Massa Hukum kekekalan massa atau dikenal juga sebagai hukum Lomonosov- Lavoiser adalah suatu hukum yang menyatakan massa dari suatu sistem tertutup akan konstan

Lebih terperinci

STUDI EKSPERIMENTAL PENGARUH PITCH

STUDI EKSPERIMENTAL PENGARUH PITCH STUDI EKSPERIMENTAL PENGARUH PITCH TERHADAP PENINGKATAN PERPINDAHAN PANAS PADA PENUKAR KALOR PIPA KONSENTRIK DENGAN LOUVERED STRIP INSERT SUSUNAN BACKWARD SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat untuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perpindahan Panas Perpindahan kalor adalah ilmu yang mempelajari berpindahnya suatu energi (berupa kalor) dari suatu sistem ke sistem lain karena adanya perbedaan temperatur.

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Heat Exchanger (HE) Heat Exchanger (HE) adalah alat penukar panas yang memfasilitasi pertukaran panas antara dua cairan pada temperatur yang berbeda

Lebih terperinci

BAB IV HASIL YANG DICAPAI DAN MANFAAT BAGI MITRA

BAB IV HASIL YANG DICAPAI DAN MANFAAT BAGI MITRA 37 BAB IV HASIL YANG DICAPAI DAN MANFAAT BAGI MITRA Pada bab ini dijelaskan bagaimana menentukan besarnya energi panas yang dibawa oleh plastik, nilai total laju perpindahan panas komponen Forming Unit

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA PENGUJIAN DAN PERHITUNGAN BLOWER

BAB IV ANALISA PENGUJIAN DAN PERHITUNGAN BLOWER BAB IV ANALISA PENGUJIAN DAN PERHITUNGAN BLOWER 4.1 Perhitungan Blower Untuk mengetahui jenis blower yang digunakan dapat dihitung pada penjelasan dibawah ini : Parameter yang diketahui : Q = Kapasitas

Lebih terperinci

BAB II ALIRAN FLUIDA DALAM PIPA. beberapa sifat yang dapat digunakan untuk mengetahui berbagai parameter pada

BAB II ALIRAN FLUIDA DALAM PIPA. beberapa sifat yang dapat digunakan untuk mengetahui berbagai parameter pada BAB II ALIRAN FLUIDA DALAM PIPA.1 Sifat-Sifat Fluida Fluida merupakan suatu zat yang berupa cairan dan gas. Fluida memiliki beberapa sifat yang dapat digunakan untuk mengetahui berbagai parameter pada

Lebih terperinci

BAB III. METODE PENELITIAN

BAB III. METODE PENELITIAN BAB III. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Rekayasa Termal Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Riau (Juni Oktober 2016). 3.2 Jenis

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 1, (2014) ISSN: ( Print) B-91

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 1, (2014) ISSN: ( Print) B-91 JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 1, (214) ISSN: 2337-3539 (231-9271 Print) B-91 Studi Eksperimen Pengaruh Variasi Kecepatan Udara Terhadap Performa Heat Exchanger Jenis Compact Heat Exchanger (Radiator)

Lebih terperinci

PENGARUH KECEPATAN UDARA TERHADAP TEMPERATUR BOLA BASAH, TEMPERATUR BOLA KERING PADA MENARA PENDINGIN

PENGARUH KECEPATAN UDARA TERHADAP TEMPERATUR BOLA BASAH, TEMPERATUR BOLA KERING PADA MENARA PENDINGIN PENGARUH KECEPATAN UDARA. PENGARUH KECEPATAN UDARA TERHADAP TEMPERATUR BOLA BASAH, TEMPERATUR BOLA KERING PADA MENARA PENDINGIN A. Walujodjati * Abstrak Penelitian menggunakan Unit Aliran Udara (duct yang

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. Tugas Akhir Rancang Bangun Sistem Refrigerasi Kompresi Uap untuk Prototype AHU 4. Teknik Refrigerasi dan Tata Udara

BAB II DASAR TEORI. Tugas Akhir Rancang Bangun Sistem Refrigerasi Kompresi Uap untuk Prototype AHU 4. Teknik Refrigerasi dan Tata Udara BAB II DASAR TEORI 2.1 Sistem Refrigerasi Kompresi Uap Sistem Refrigerasi Kompresi Uap merupakan system yang digunakan untuk mengambil sejumlah panas dari suatu barang atau benda lainnya dengan memanfaatkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pasteurisasi Pasteurisasi merupakan suatu proses pemanasan pada suhu di bawah 100 o C dalam jangka waktu tertentu sehingga dapat mematikan sebagian mikroba dalam susu dengan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 HE Shell and tube Penukar panas atau dalam industri populer dengan istilah bahasa inggrisnya, heat exchanger (HE), adalah suatu alat yang memungkinkan perpindahan dan bisa berfungsi

Lebih terperinci

PERPINDAHAN PANAS DAN MASSA

PERPINDAHAN PANAS DAN MASSA DIKTAT KULIAH PERPINDAHAN PANAS DAN MASSA JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DARMA PERSADA 009 DIKTAT KULIAH PERPINDAHAN PANAS DAN MASSA Disusun : ASYARI DARAMI YUNUS Jurusan Teknik Mesin,

Lebih terperinci

PERMASALAHAN. Cara kerja evaporator mesin pendingin absorpsi difusi amonia-air

PERMASALAHAN. Cara kerja evaporator mesin pendingin absorpsi difusi amonia-air LATAR BELAKANG PERMASALAHAN Cara kerja evaporator mesin pendingin absorpsi difusi amonia-air Pengaruh inputan daya heater beban pada kapasitas pendinginan, koefisien konveksi, dan laju alir massa refrigeran.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tujuan Dalam proses ini untuk menetukan hasil design oil cooler minyak mentah (Crude Oil) untuk jenis shell and tube. Untuk mendapatkan hasil design yang paling optimal untuk

Lebih terperinci

Kata Kunci : konvensional, kolektor surya, turbin ventilator

Kata Kunci : konvensional, kolektor surya, turbin ventilator RANCANG BANGUN ALAT PENGERING IKAN MENGGUNAKAN KOLEKTOR SURYA PLAT GELOMBANG DENGAN PENAMBAHAN TURBIN VENTILATOR UNTUK MENINGKATKAN KAPASITAS ALIRAN UDARA PENGERINGAN 1 Lingga Ruhmanto Asmoro, Dedy Zulhidayat

Lebih terperinci

MARDIANA LADAYNA TAWALANI M.K.

MARDIANA LADAYNA TAWALANI M.K. KALOR Dosen : Syafa at Ariful Huda, M.Pd MAKALAH Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat pemenuhan nilai tugas OLEH : MARDIANA 20148300573 LADAYNA TAWALANI M.K. 20148300575 Program Studi Pendidikan Matematika

Lebih terperinci

PENGANTAR PINDAH PANAS

PENGANTAR PINDAH PANAS 1 PENGANTAR PINDAH PANAS Oleh : Prof. Dr. Ir. Santosa, MP Guru Besar pada Program Studi Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Andalas Padang, September 2009 Pindah Panas Konduksi (Hantaran)

Lebih terperinci

BAB II MESIN PENDINGIN. temperaturnya lebih tinggi. Didalan sistem pendinginan dalam menjaga temperatur

BAB II MESIN PENDINGIN. temperaturnya lebih tinggi. Didalan sistem pendinginan dalam menjaga temperatur BAB II MESIN PENDINGIN 2.1. Pengertian Mesin Pendingin Mesin Pendingin adalah suatu peralatan yang digunakan untuk mendinginkan air, atau peralatan yang berfungsi untuk memindahkan panas dari suatu tempat

Lebih terperinci

Rancang Bangun Oven Untuk Proses Pengeringan Kulit Ikan

Rancang Bangun Oven Untuk Proses Pengeringan Kulit Ikan Rancang Bangun Oven Untuk Proses Pengeringan Kulit Ikan Denny M. E. Soedjono, Joko Sarsetiyanto 2, Dedy Zulhidayat Noor 3, Eddy Widiyono 4 Program Studi D3 Teknik Mesin Fakultas Teknologi Industri Institut

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perpindahan Panas Perpindahan panas adalah Ilmu termodinamika yang membahas tentang transisi kuantitatif dan penyusunan ulang energi panas dalam suatu tubuh materi. perpindahan

Lebih terperinci

31 4. Menghitung perkiraan perpindahan panas, U f : a) Koefisien konveksi di dalam tube, hi b) Koefisien konveksi di sisi shell, ho c) Koefisien perpi

31 4. Menghitung perkiraan perpindahan panas, U f : a) Koefisien konveksi di dalam tube, hi b) Koefisien konveksi di sisi shell, ho c) Koefisien perpi BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tujuan Dalam proses ini untuk menetukan hasil design oil cooler minyak mentah (Crude Oil) untuk jenis shell and tube. Untuk mendapatkan hasil design yang paling optimal untuk

Lebih terperinci

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI MEKANIK INDUSTRI PROGRAM DIPLOMA-IV FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2008

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI MEKANIK INDUSTRI PROGRAM DIPLOMA-IV FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2008 KARYA AKHIR ANALISA STUDY TENTANG MESIN PENGGORENGAN DENGAN MENGGUNAKAN THERMOSIPHON REBOILER PADA PABRIK MIE INSTANT DENGAN KAPASITAS OLAH PABRIK 4. BUNGKUS /HARI LAMHOT AMRIS SAGALA 546 KARYA AKHIR YANG

Lebih terperinci

SIMULASI PENGARUH DAYA TERDISIPASI TERHADAP SISTEM PENDINGIN PADA BEJANA TEKAN MBE LATEKS

SIMULASI PENGARUH DAYA TERDISIPASI TERHADAP SISTEM PENDINGIN PADA BEJANA TEKAN MBE LATEKS SISTEM PENDINGIN PADA BEJANA TEKAN MBE LATEKS Emy Mulyani, Suprapto, Sutadi Pusat Teknologi Akselerator Proses Bahan, BATAN ABSTRAK SISTEM PENDINGIN PADA BEJANA TEKAN MBE LATEKS. Simulasi pengaruh daya

Lebih terperinci

Gambar 11 Sistem kalibrasi dengan satu sensor.

Gambar 11 Sistem kalibrasi dengan satu sensor. 7 Gambar Sistem kalibrasi dengan satu sensor. Besarnya debit aliran diukur dengan menggunakan wadah ukur. Wadah ukur tersebut di tempatkan pada tempat keluarnya aliran yang kemudian diukur volumenya terhadap

Lebih terperinci

PERBANDINGAN PERPINDAHAN PANAS, EFISIENSI DAN EFEKTIVITAS PADA SIRIP 2 DIMENSI KEADAAN TAK TUNAK ANTARA SIRIP BERCELAH DENGAN SIRIP UTUH

PERBANDINGAN PERPINDAHAN PANAS, EFISIENSI DAN EFEKTIVITAS PADA SIRIP 2 DIMENSI KEADAAN TAK TUNAK ANTARA SIRIP BERCELAH DENGAN SIRIP UTUH i PERBANDINGAN PERPINDAHAN PANAS, EFISIENSI DAN EFEKTIVITAS PADA SIRIP 2 DIMENSI KEADAAN TAK TUNAK ANTARA SIRIP BERCELAH DENGAN SIRIP UTUH TUGAS AKHIR Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Mesin pengering merupakan salah satu unit yang dimiliki oleh Pabrik Kopi

I. PENDAHULUAN. Mesin pengering merupakan salah satu unit yang dimiliki oleh Pabrik Kopi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mesin pengering merupakan salah satu unit yang dimiliki oleh Pabrik Kopi Tulen yang berperan dalam proses pengeringan biji kopi untuk menghasilkan kopi bubuk TULEN. Biji

Lebih terperinci

Radiasi ekstraterestrial pada bidang horizontal untuk periode 1 jam

Radiasi ekstraterestrial pada bidang horizontal untuk periode 1 jam Pendekatan Perhitungan untuk intensitas radiasi langsung (beam) Sudut deklinasi Pada 4 januari, n = 4 δ = 22.74 Solar time Solar time = Standard time + 4 ( L st L loc ) + E Sudut jam Radiasi ekstraterestrial

Lebih terperinci

ANALISIS KEEFEKTIFAN ALAT PENUKAR KALOR TABUNG SEPUSAT ALIRAN BERLAWANAN DENGAN VARIASI PADA FLUIDA PANAS (AIR) DAN FLUIDA DINGIN (METANOL)

ANALISIS KEEFEKTIFAN ALAT PENUKAR KALOR TABUNG SEPUSAT ALIRAN BERLAWANAN DENGAN VARIASI PADA FLUIDA PANAS (AIR) DAN FLUIDA DINGIN (METANOL) ANALISIS KEEFEKTIFAN ALAT PENUKAR KALOR TABUNG SEPUSAT ALIRAN BERLAWANAN DENGAN VARIASI PADA FLUIDA PANAS (AIR) DAN FLUIDA DINGIN (METANOL) David Oktavianus 1,Hady Gunawan 2,Hendrico 3,Farel H Napitupulu

Lebih terperinci

Pengaruh Kecepatan Dan Arah Aliran Udara Terhadap Kondisi Udara Dalam Ruangan Pada Sistem Ventilasi Alamiah

Pengaruh Kecepatan Dan Arah Aliran Udara Terhadap Kondisi Udara Dalam Ruangan Pada Sistem Ventilasi Alamiah Pengaruh Kecepatan Dan Arah Aliran Udara Terhadap Kondisi Udara Dalam Ruangan Pada Sistem Ventilasi Alamiah Francisca Gayuh Utami Dewi Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Brawijaya Malang

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR ANALISIS PENGARUH KECEPATAN ALIRAN FLUIDA TERHADAP EFEKTIFITAS PERPINDAHAN PANAS PADA HEAT EXCHANGER JENIS SHELL AND TUBE

TUGAS AKHIR ANALISIS PENGARUH KECEPATAN ALIRAN FLUIDA TERHADAP EFEKTIFITAS PERPINDAHAN PANAS PADA HEAT EXCHANGER JENIS SHELL AND TUBE TUGAS AKHIR ANALISIS PENGARUH KECEPATAN ALIRAN FLUIDA TERHADAP EFEKTIFITAS PERPINDAHAN PANAS PADA HEAT EXCHANGER JENIS SHELL AND TUBE Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Kurikulum Sarjana Strata Satu (S-1)

Lebih terperinci