PEMANFAATAN TUMBUHAN OBAT OLEH MASYARAKAT KABUPATEN SUBANG, JAWA BARAT:

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PEMANFAATAN TUMBUHAN OBAT OLEH MASYARAKAT KABUPATEN SUBANG, JAWA BARAT:"

Transkripsi

1 PEMANFAATAN TUMBUHAN OBAT OLEH MASYARAKAT KABUPATEN SUBANG, JAWA BARAT: Studi Kasus di Kecamatan Jalancagak, Kecamatan Dawuan dan Kecamatan Tambakdahan MUTHIA SRI RAHAYU DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011

2 RINGKASAN MUTHIA SRI RAHAYU. Pemanfaatan Tumbuhan Obat Oleh Masyarakat Kabupaten Subang, Jawa Barat: Studi Kasus di Kecamatan Jalancagak, Kecamatan Dawuan dan Kecamatan Tambakdahan. Dibimbing oleh EDHI SANDRA dan AGUS HIKMAT. Kabupaten Subang dibagi menjadi tiga zona berdasarkan topografinya, yaitu daerah pegunungan dan dataran tinggi (Subang bagian selatan), daerah berbukit dan dataran (Subang bagian tengah) dan daerah dataran rendah (Subang bagian utara). Topografi yang berbeda menyebabkan adanya perbedaan keanekaragaman spesies tumbuhan yang tumbuh di dalamnya dan lebih lanjut menyebabkan adanya perbedaan spesies tumbuhan yang dimanfaatkan untuk obat. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi pemanfaatan tumbuhan obat oleh masyarakat Kabupaten Subang yang meliputi spesies tumbuhan obat, cara pemanfaatan tumbuhan obat dan upaya pengembangan tumbuhan obat yang telah ada sebagai langkah awal bagi upaya pengembangan pemanfaatan tumbuhan obat di Kabupaten Subang. Penelitian dilakukan pada tiga kecamatan, yaitu Kecamatan Jalancagak (Subang bagian selatan), Kecamatan Dawuan (Subang bagian tengah) dan Kecamatan Tambakdahan (Subang bagian utara). Pada masing-masing kecamatan dipilih tiga desa yang diteliti. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni hingga Juli Penelitian dilakukan terhadap spesies tumbuhan obat yang dimanfaatkan masyarakat di sembilan desa di tiga kecamatan lokasi penelitian. Pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara menggunakan panduan wawancara, pengamatan di lapangan dan studi literatur. Responden ditentukan secara purposive sampling. Jumlah responden sebanyak 90 orang pada setiap kecamatan atau sebanyak 270 orang pada tingkat Kabupaten Subang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah spesies yang dimanfaatkan oleh responden sebanyak 228 spesies dari 66 famili. Masyarakat Kecamatan Dawuan lebih banyak memanfaatkan spesies tumbuhan obat dibandingkan masyarakat kecamatan lainnya. Namun, secara umum, spesies tumbuhan obat yang dimanfaatkan di setiap kecamatan tidak terlalu berbeda. Kelompok penyakit tulang, otot dan sendi merupakan kelompok penyakit yang banyak diobati masyarakat dengan tumbuhan, yaitu sebanyak 64 spesies. Sirih (Piper betle) merupakan spesies tumbuhan obat dengan frekuensi pemanfaatan tertinggi sebesar 35,19%. Cara pengolahan spesies tumbuhan obat oleh masyarakat Kabupaten Subang, yaitu direbus, diseduh, dituak, dicampurkan ke dalam makanan, direndam dalam air dan lain-lain. Cara penggunaan spesies tumbuhan obat dipengaruhi oleh letak organ yang akan diobati. Program pengembangan pemanfaatan tumbuhan obat yang telah dilaksanakan di Kabupaten Subang, yaitu Batra (Upaya Pelayanan Pengobatan Tradisional) dan Program Penanaman Pepaya. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa masyarakat Kabupaten Subang masih banyak memanfaatkan tumbuhan dalam pengobatan, terutama untuk penyakit yang ringan dan sering diderita. Kata kunci : tumbuhan obat, pemanfaatan, wawancara, responden, purposive sampling

3 SUMMARY MUTHIA SRI RAHAYU. Medicinal Plants Utilization by Community of Subang Regency, West Java: Case Study in Jalancagak District, Dawuan District and Tambakdahan District. Under supervision of EDHI SANDRA and AGUS HIKMAT. Subang Regency is divided into three zone base on its topography which include mountains and highlands area (South of Subang), hills and plains areas (Downtown of Subang) and lowland areas (North of Subang). The topography cause differences in diversity of plant species that grew in each area, which cause different use of medicinal plants. The research aimed to identify the use of medicinal plants by people of Subang Regency which included species of medicinal plants, the use of herbal medicines and the existing efforts of plants utilization for medicinal purpose. The research was conducted in three districts, Jalancagak Districts (Southern part of Subang), Dawuan District (Central part of Subang) and Tambakdahan District (Northern part of Subang). Three villages were selected from each district. The research was conducted on June to July Data was collected through interview using interview guide, observation and literature studies. Respondents were selected using purposive sampling method. There were 90 respondents selected from each district, with total number of 270 respondents from Subang Regency. The result showed that there were 228 species from 66 families used by the respondents. Community of Dawuan District had more species of medicinal plants used than other district. However, in general, there were only a slight difference in the species of medicinal plats used in each district. As many as 64 species were used to treat bone illnesses, muscle and joint pain. Sirih (Piper betle) had the highest utilization frequency of 35,19%. People used medicinal plants through boiling, brewing, tapping, mixing with food, soaking in water, etc. The way people use the plants were depended on the location of the organs to be treated. There were two existing program of medicinal plants utilization on Subang Regency, which were Batra Program (the effort of illnesses treatment using traditional medicines) and Papaya Planting Program. In conclusion, there were many people in Subang Regency who used medicinal plants to treat their illnesses, particulary for minor and frequently suffered illnesses. Keywords: medicinal plants, utilization, interview, respondents, purposive sampling

4 PEMANFAATAN TUMBUHAN OBAT OLEH MASYARAKAT KABUPATEN SUBANG, JAWA BARAT: Studi Kasus di Kecamatan Jalancagak, Kecamatan Dawuan dan Kecamatan Tambakdahan MUTHIA SRI RAHAYU Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011

5 PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Pemanfaatan Tumbuhan Obat Oleh Masyarakat Kabupaten Subang, Jawa Barat: Studi Kasus di Kecamatan Jalancagak, Kecamatan Dawuan dan Kecamatan Tambakdahan adalah benar-benar hasil karya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, Nopember 2011 Muthia Sri Rahayu NIM E

6 Judul Skripsi NIM : Pemanfaatan Tumbuhan Obat Oleh Masyarakat Kabupaten Subang, Jawa Barat: Studi Kasus di Kecamatan Jalancagak, Kecamatan Dawuan dan Kecamatan Tambakdahan : Muthia Sri Rahayu : E Menyetujui, Pembimbing I, Pembimbing II, Ir. Edhi Sandra, M.Si Dr. Ir. Agus Hikmat, M.ScF NIP NIP Mengetahui, Ketua Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor, Prof. Dr. Ir. Sambas Basuni, MS. NIP Tanggal Lulus :

7 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur penulis panjatkan pada kehadirat Allah SWT karena atas limpahan karunia dan rahmat-nya, penulis dapat menyelesaikan skipsi yang berjudul Pemanfaatan Tumbuhan Obat Oleh Masyarakat Kabupaten Subang, Jawa Barat: Studi Kasus di Kecamatan Jalancagak, Kecamatan Dawuan dan Kecamatan Tambakdahan. Skripsi ini diajukan untuk memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Penulisan skripsi ini dimaksudkan untuk memberikan gambaran mengenai pemanfaatan salah satu potensi sumberdaya Kabupaten Subang berupa tumbuhan obat. Potensi berupa tumbuhan obat dan pemanfaatannya tersebut belum banyak terungkap. Potensi tumbuhan obat bukan hanya meliputi spesies-spesies tumbuhan yang dimanfaatkan untuk pengobatan, namun juga berbagai cara pemanfaatan tumbuhan obat tersebut oleh masyarakat serta berbagai habitat tempat tumbuhan obat tersebut tumbuh. Hal tersebut diharapkan dapat menjadi suatu acuan bagi upaya pengembangan pemanfaatan tumbuhan obat melalui program-program, sehingga tumbuhan obat dapat lebih dirasakan manfaatnya oleh masyarakat Kabupaten Subang khususnya. Begitu besar harapan penulis agar skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang membutuhkan data tentang pemanfaatan tumbuhan obat. Penulis juga menyadari bahwa skripsi ini belum sempurna, Oleh karena itu, kritik dan saran dari semua pihak sangat penulis harapkan untuk penyempurnaan penulisan skripsi ini. Bogor, Nopember 2011 Penulis

8 RIWAYAT HIDUP Muthia Sri Rahayu dilahirkan di Subang, 6 Oktober Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara pasangan Bapak Suhendar dan Ibu Sri Mulyani. Pendidikan formal ditempuh di TK Tunas Karya, SD Negeri Sukasari I, SMP Negeri 1 Subang dan SMA Negeri 1 Subang. Pada tahun 2007, penulis diterima di Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Selama perkuliahan, penulis aktif dalam Organisasi Mahasiswa Daerah (OMDA) Forum Komunikasi Kulawarga Subang (FOKKUS) dan Himpunan Mahasiswa Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata (HIMAKOVA) sebagai anggota Kelompok Pemerhati Flora (KPF) Rafflesia. Kegiatan-kegiatan kemahasiswaan yang pernah penulis ikuti, yaitu Eksplorasi Flora, Fauna dan Ekowisata Indonesia (Rafflesia) 2009 di Cagar Alam Rawa Danau, Kabupaten Serang Banten pada tahun 2009, Rafflesia 2010 di Cagar Alam Gunung Burangrang, Kabupaten Purwakarta pada tahun 2010 dan Studi Konservasi Lingkungan (Surili) 2010 di Taman Nasional Sebangau, Kalimantan Tengah pada tahun Penulis juga merupakan asisten mata kuliah Konservasi Tumbuhan Obat Hutan Tropika. Pada tahun 2009, penulis melaksanakan Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (P2EH) di Cagar Alam Gunung Papandayan dan Cagar Alam Sancang Timur. Penulis melaksanakan Praktek Pengelolaan Hutan (P2H) pada tahun 2010 di Hutan Pendidikan Gunung Walat, Kabupaten Sukabumi dan pada tahun 2011, penulis melaksanakan Praktek Kerja Lapang Profesi (PKLP) di Taman Nasional Meru Betiri, Kabupaten Banyuwangi dan Kabupaten Jember.

9 UCAPAN TERIMA KASIH 1. Allah SWT atas limpahan rahmat dan hidayah-nya yang begitu besar dan tidak pernah henti diberikan; 2. Kedua orangtua (Bapak Suhendar dan Ibu Sri Mulyani) dan adik (Hibar Taufikurachman) yang merupakan motivasi terbesar dalam penyelesaian skripsi ini, serta seluruh keluarga besar di Subang atas segala dukungan yang diberikan; 3. Bapak Ir. Edhi Sandra, M.Si dan Dr. Ir. Agus Hikmat, M.Sc.F atas bimbingannya selama penyusunan skripsi ini; 4. Ibu Ir. Oemijati Rachmatsjah selaku dosen penguji dan Bapak Dr.Ir.Agus Priyono Kartono, M.Si selaku ketua sidang atas kritik dan saran bagi perbaikan skripsi ini; 5. Kepala desa dan staf Desa Jalancagak, Desa Bunihayu, Desa Tambakmekar, Desa Manyeti, Desa Rawalele, Desa Sukasari, Desa Tambakdahan, Desa Rancaudik dan Desa Kertajaya atas semua bantuan selama pengambilan data; 6. Puskesmas Jalancagak, Puskesmas Rawalele dan Puskesmas Tambakdahan atas bantuan data dan informasi yang diberikan; 7. Masyarakat Desa Jalancagak, Desa Bunihayu, Desa Tambakmekar, Desa Manyeti, Desa Rawalele, Desa Sukasari, Desa Tambakdahan, Desa Rancaudik dan Desa Kertajaya atas kesediannya memberikan informasi yang dibutuhkan penulis; 8. Teman-teman dan sahabat, Woro, Asih, Risa, Dinar, Vio, Ovi, Rahmi, Neina, Fina, Age, Ria, Rona, Windu, Lely, Sinta, Mariah dan Nda untuk kasih sayang, keceriaan dan semangat yang diberikan; 9. Teman-teman KSHE 44 KOAK ; 10. Teman-teman seperjuangan Bagian Konservasi Keanekaragaman Tumbuhan; 11. Teman-teman Kelompok Pemerhati Flora (KPF) Rafflesia HIMAKOVA; 12. Teman-teman FOKKUS (Forum Komunikasi Kulawarga Subang); 13. Teman-teman seatap di Wisma Blobo; 14. Berbagai pihak yang turut membantu dan tidak dapat disebutkan satu persatu.

10 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL. DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... BAB I PENDAHUAN Halaman 1.1 Latar Belakang Tujuan Manfaat. 2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tumbuhan Obat Pemanfaatan Tumbuhan Obat Pengembangan Tumbuhan Obat... 6 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan waktu Objek dan Alat Metode Pengumpulan Data Jenis data Tahapan penelitian Teknik pengambilan data Analisis Data Klasifikasi kelompok penyakit/penggunaan dan macam penyakit Persen habitus Persen bagian yang digunakan Persen tipe habitat tumbuhan obat Persen frekuensi pemanfaatan spesies tumbuhan obat 15 BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak dan Luas Iklim Topografi Potensi Demografi i ii vi

11 4.6 Kecamatan Jalancagak Desa Jalancagak Desa Bunihayu Desa Tambakmekar Kecamatan Dawuan Desa Manyeti Desa Rawalele Desa Sukasari Kecamatan Tambakdahan Desa Tambakdahan Desa Rancaudik Desa Kertajaya.. 24 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Karakteristik Responden Spesies Tumbuhan Obat Jumlah spesies tumbuhan obat yang dimanfaatkan berdasarkan famili Jumlah spesies tumbuhan obat yang dimanfaatkan berdasarkan habitus Jumlah spesies tumbuhan obat yang dimanfaatkan berdasarkan bagian yang digunakan Jumlah spesies tumbuhan obat yang dimanfaatkan berdasarkan tipe habitat Jumlah spesies tumbuhan obat yang dimanfaatkan berdasarkan kelompok penyakit/penggunaan Frekuensi pemanfaatan spesies tumbuhan obat oleh masyarakat Sumber pengetahuan pemanfaatan tumbuhan obat Potensi tumbuhan obat di sekitar lingkungan Masyarakat Cara Pemanfaatan Tumbuhan Obat Tipe Pemanfaatan, Faktor-Faktor yang Mempengaruhi 79

12 Pemanfaatan dan Persepsi Pemanfaatan Tumbuhan Obat Oleh Masyarakat Kabupaten Subang. 5.5 Program Pengembangan Pemanfaatan Tumbuhan Obat di Kabupaten Subang.. 83 BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN.. 92

13 i DAFTAR TABEL No. Halaman 1. Kecamatan dan desa-desa lokasi penelitian Jenis dan metode pengumpulan data Klasifikasi kelompok penyakit/penggunaan dan macam penyakit Lima kelompok penyakit/penggunaan spesies tumbuhan obat terbanyak di setiap kecamatan Lima kelompok penyakit/penggunaan spesies tumbuhan obat terbanyak pada tingkatkabupaten Subang Sepuluh spesies tumbuhan obat dengan frekuensi pemanfaatan tertinggi di setiap kecamatan Sepuluh spesies tumbuhan obat dengan frekuensi pemanfaatan tertinggi di Kabupaten Subang Cara pemanfaatan tumbuhan obat oleh masyarakat Kabupaten Subang... 77

14 ii DAFTAR GAMBAR No. Halaman 1. Denah Kabupaten Subang dan kecamatan-kecamatan lokasi penelitian Jumlah spesies dan famili tumbuhan obat yang dimanfaatkan di setiap kecamatan dan pada tingkat Kabupaten Subang Sepuluh famili terbanyak spesies tumbuhan obat yang dimanfaatakan oleh masyarakat Kecamatan Jalancagak Beberapa spesies tumbuhan obat famili Zingiberaceae: (a) combrang dan (b) panglai Sepuluh famili terbanyak spesies tumbuhan obat yang dimanfaatakan oleh masyarakat Kecamatan Dawuan Spesies-spesies famili Euphorbiaceae yang dimanfaatkan masyarakat: (a) mara dan (b) ki rapet Sepuluh famili terbanyak spesies tumbuhan obat yang dimanfaatakan oleh masyarakat Kecamatan Tambakdahan Spesies-spesies tumbuhan obat famili Fabaceae yang hanya ditemukan dimanfaatkan oleh masyarakat Kecamatan Tambakdahan: (a) jayanti dan (b) johar Beberapa spesies sirih yang dimanfaatkan masyarakat Kecamatan Jalancagak dan Kecamatan Dawuan: (a) sirih, (b) sirih merah dan (c) sirih hitam... 33

15 iii 10. Beberapa spesies famili Musaceae yang dimanfaatkan masyarakat Kecamatan Jalancagak: (a) pisang gemor dan (b) pisang batu Beberapa spesies famili Acanthaceae yang dimanfaatkan masyarakat Kecamatan Tambakdahan: (a) daun tuju, (b) kalingsir dan (c) handeuleum Sepuluh famili tumbuhan obat terbanyak yang dimanfaatkan masyarakat Kabupaten Subang Persentase spesies tumbuhan obat berdasarkan habitusnya di setiap kecamatan dan pada tingkat Kabupaten Subang Beberapa spesies tumbuhan obat yang berhabitus semak: (a) jarong, (b) pungpurutan dan (c) harendong bulu Beberapa spesies tumbuhan obat berhabitus perdu: (a) mustajab, (b) senggugu dan (c) ki greges Spesies-spesies tumbuhan obat berhabitus herba: (a) katapayan dan (b) surukan Spesies-spesies tumbuhan obat berupa pohon: (a) lame, (b) pule dan (c) kanyere Persentase spesies tumbuhan obat berdasarkan bagian yang digunakan di setiap kecamatan dan pada tingkat Kabupaten Subang Spesies-spesies yang dimanfaatkan daunnya sebagai obat: (a) kecubung gunung, (b) buntiris dan (c) jarum tujuh bilah Spesies-spesies yang dimanfaatkan batangnya sebagai obat: (a) bambu kuning, (b) jarak jakarta dan (c) bratawali Spesies tumbuhan obat yang dimanfaatkan bunganya, yaitu korejat 45

16 iv 22. Spesies tumbuhan yang dimanfaatkan getahnya; (a) jarak pagar dan spesies tumbuhan yang dimanfaatkan umbinya (b) singkong karet Persentase spesies tumbuhan obat berdasarkan tipe habitat pada setiap kecamatan dan pada tingkat Kabupaten Subang Spesies-spesies tumbuhan obat yang ditanam di pekarangan: (a) puring, (b) kenanga dan (c) kedongdong cina Kebun, sawah dan sungai merupakan beberapa habitat spesies tumbuhan obat yang dimanfaatkan masyarakat Hutan tanaman pinus yang menjadi lokasi pengambilan tumbuhan obat oleh masyarakat Kecamatan Jalancagak Sepuluh penyakit yang banyak diderita dan diobati masyarakat di Puskesmas Wangunreja (sumber: Laporan Tahunan Puskesmas Wangunreja, Kecamatan Dawuan Tahun 2010) Sepuluh penyakit yang banyak diderita dan diobati masyarakat di Puskesmas Tambakdahan (sumber: Laporan Tahunan Puskesmas Tambakdahan, Kecamatan Tambakdahan Tahun 2010) Sepuluh penyakit yang banyak diderita dan diobati masyarakat di Puskesmas Jalancagak (sumber: Laporan Tahunan Puskesmas Jalancagak, Kecamatan Jalancagak 56 Tahun 2010) Beberapa spesies tumbuhan obat yang digunakan untuk perawatan kesehatan ibu melahirkan: (a) jawer kotok, (b) sirih, (c) sembung dan (d) pinang Beberapa spesies tumbuhan obat dengan frekuensi pemanfaatan tertinggi): (a) randu dan (b) saga. 65

17 v 32. Sumber pengetahuan pemanfaatan tumbuhan obat masyarakat Kecamatan Jalancagak Sumber pengetahuan pemanfaatan tumbuhan obat masyarakat Kecamatan Dawuan Obat yang dibuat dari tumbuhan obat yang dibuat dan dikemas salah seorang dokter untuk mengobati kanker payudara Sumber pengetahuan pemanfaatan tumbuhan obat masyarakat Kecamatan Tambakdahan Potensi tumbuhan obat di sekitar lingkungan masyarakat dibandingkan tumbuhan obat yang telah dimanfaatkan masyarakat di setiap kecamatan dan pada tingkat Kabupaten Subang Biduri yang ditemukan di Kecamatan Tambakdahan Labu siam muda yang merupakan lalapan sekaligus obat darah tinggi Apotek hidup di pekarangan Puskesmas Tambakdahan Spanduk berisi anjuran menanam pepaya dan deretan pohon pepaya di halaman salah satu kantor desa di Kabupaten Subang. 86

18 vi DAFTAR LAMPIRAN No. Halaman 1. Karakteristik responden Spesies-spesies tumbuhan obat yang dimanfaatkan masyarakat Kabupaten Subang Sepuluh spesies tumbuhan obat dengan frekuensi pemanfaatan tertinggi di setiap desa Sepuluh kelompok penyakit/penggunaan terbanyak yang diobati menggunakan tumbuhan obat pada setiap desa 171

19 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan kini telah dipandang sangat penting bagi sebagian besar masyarakat seiring dengan perkembangan peradaban yang juga melahirkan banyaknya penyakit baru. Menurut Wakidi (2003), perwujudan perhatian yang besar terhadap kesehatan dilihat dari kehidupan sehari-hari masyarakat yang berperilaku sehat, mulai dari lingkungan pemukiman dan cara hidup yang bersih dan sehat serta makanan yang cukup dengan nilai gizi yang tinggi. Selain itu, masyarakat pun telah mengetahui apa yang harus dilakukannya ketika sakit dan agar sakitnya cepat sembuh. Untuk memenuhi kebutuhan kesehatan masyarakat yang terakhir tersebut, maka kebutuhan terhadap sarana kesehatan termasuk obat pun harus cukup, baik jenis dan jumlahnya, aman penggunaannya dan mempunyai mutu yang memenuhi persyaratan serta tersebar merata hingga dapat terjangkau oleh masyarakat luas. Namun, tidak semua kalangan masyarakat mendapatkan semua sarana kesehatan yang disediakan pemerintah maupun pihak swasta, termasuk obat. Keterbatasan sejumlah masyarakat dalam mendapatkan sarana kesehatan berkaitan erat dengan keterbatasan terhadap akses, mengingat banyaknya masyarakat yang hidup di perdesaan di wilayah pelosok Indonesia. Selain itu, semua sarana kesehatan yang bermutu membutuhkan biaya yang cukup besar yang tidak semua masyarakat mampu membelinya. Sebagian besar masyarakat Indonesia yang hidup di pelosok, hidup berkelompok membentuk suku-suku tertentu dan masih memegang erat pengetahuan atau kearifan lokal suku mereka termasuk cara pandang terhadap sakit, penyebabnya dan cara mengobatinya. Cara mengobati sakit sebagian besar dilakukan menggunakan tumbuhan yang berada di sekitar lingkungan mereka. Tak hanya sebagai obat, tumbuhan pun menjadi bagian dari semua aspek kehidupan mereka, mulai dari makanan, upacara adat dan sebagainya. Bila ditelaah lebih lanjut, tumbuhan berkhasiat obat tersebut berpeluang besar untuk dikembangkan, setidaknya dapat digunakan oleh masyarakat yang telah lama memanfaatkanannya dan lebih jauh lagi pengetahuan tersebut dapat dimanfaatkan

20 2 oleh masyarakat kelompok lain. Persoalan mengenai akses dan biaya yang besar terhadap kebutuhan obat dapat diatasi dengan obat yang berasal dari tumbuhan yang mudah dan murah. Mudah karena untuk dapat menggunakannya, masyarakat hanya tinggal mengambil dari pekarangan, kebun atau lingkungan sekitar mereka serta mengolahnya di rumah. Cara tersebut tentu lebih murah bila dibandingkan harus membawa si sakit ke rumah sakit. Suku Sunda yang merupakan mayoritas suku yang tinggal di Jawa Barat, diantaranya di Kabupaten Subang. Pengetahuan mengenai tumbuhan obat yang dimiliki masyarakat Suku Sunda merupakan salah satu pengetahuan yang dapat dijadikan alternatif pengobatan disamping penggunaan obat kimia. Kabupaten Subang dibagi menjadi tiga zona berdasarkan topografinya, yaitu daerah pegunungan dan dataran tinggi (Subang bagian selatan), daerah berbukit dan dataran (Subang bagian tengah) dan daerah dataran rendah (Subang bagian utara). Perbedaan kondisi tersebut akan menyebabkan perbedaan spesies tumbuhan untuk berbagai pemanfaatan. Salah satu pemanfaatan tumbuhan yang umum dilakukan oleh masyarakat adalah untuk pengobatan. Pemanfaatan tumbuhan obat oleh masyarakat Kabupaten Subang belum banyak terungkap. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan sebagai langkah awal untuk mengidentifikasi pemanfaatan tumbuhan obat oleh masyarakat Kabupaten Subang. 1.2 Tujuan Tujuan dari penelitian ini, yaitu 1. Mengidentifikasi spesies tumbuhan obat yang dimanfaatkan oleh masyarakat Kabupaten Subang; 2. Mengidentifikasi cara pemanfaatan tumbuhan obat oleh masyarakat Kabupaten Subang; 3. Mengidentifikasi upaya pengembangan pengobatan dengan tumbuhan obat di Kabupaten Subang. 1.3 Manfaat Penelitian ini bermanfaat sebagai informasi dan data dasar bagi upaya pengembangan pemanfaatan tumbuhan obat di Kabupaten Subang. Upaya

21 3 pengembangan yang dilakukan diharapkan dapat meningkatkan nilai manfaat tumbuhan obat dan dapat menjadi alternatif pengobatan bagi masyarakat.

22 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tumbuhan Obat Sandra dan Kemala (1994) mengartikan tumbuhan obat sebagai semua tumbuhan, baik yang sudah dibudidayakan maupun yang belum dibudidayakan yang dapat digunakan obat. Sedangkan Zuhud et al. (1994) menyatakan bahwa tumbuhan obat merupakan seluruh spesies tumbuhan obat yang diketahui dan dipercaya mempunyai khasiat obat. Tumbuhan obat tersebut dikelompokan menjadi : 1) Tumbuhan obat tradisional, yaitu spesies tumbuhan yang diketahui dan dipercaya memiliki khasiat obat dan telah digunakan sebagai bahan baku obat tradisonal; 2) Tumbuhan obat modern, yaitu spesies tumbuhan yang secara ilmiah telah dibuktikan mengandung senyawa/bahan bioaktif yang berkhasiat obat dan penggunaannya dapat dipertanggungjawabkan secara medis; 3) Tumbuhan obat potensial, yaitu spesies tumbuhan yang diduga mengandung senyawa/bahan bioaktif yang berkhasiat obat, tetapi belum dibuktikan secara ilmiah-medis atau penggunaannya sebagai bahan tradisional sulit ditelusuri. Zein (2005) mengatakan bahwa tumbuhan obat memiliki kelemahan sebagai obat, yaitu 1) Sulitnya mengenali spesies tumbuhan dan berbedanya nama tumbuhan berdasarkan daerah tempat tumbuh; 2) Kurangnya sosialisasi tentang manfaat tumbuhan obat, terutama di kalangan profesi dokter; 3) Penampilan tumbuhan obat yang berkhasiat berupa fitofarmaka yang kurang menarik dan kurang meyakinkan dibandingkan dengan penampilan obat paten; 4) Kurangnya penelitian yang komprehensif dan terintegrasi dari tumbuhan obat ini di kalangan profesi dokter; 5) Belum adanya upaya pengenalan terhadap tumbuhan yang berkhasiat obat di institusi pendidikan yang sebaiknya dimulai dari pendidikan dasar.

23 5 2.2 Pemanfaatan Tumbuhan Obat Tumbuhan obat merupakan komponen penting dalam pengobatan tradisional yang telah digunakan sejak lama di Indonesia. Beberapa bukti yang menunjukan hal tersebut adalah ditemukannya beberapa naskah yang berisi pengetahuan mengenai pengobatan tradisional menggunakan tumbuhan obat, antara lain naskah pada daun lontar Husodo (Jawa), Usada (Bali), Lontarak Pabbuara (Sulawesi Selatan) dan sebagainya (Aliadi & Roemantyo 1994). Keuntungan obat tradisional yang langsung dirasakan oleh masyarakat adalah kemudahan untuk memperolehnya dan bahan bakunya dapat ditanam di pekarangan sendiri, murah dan dapat diramu sendiri di rumah, sehingga hampir setiap orang Indonesia pernah menggunakan tumbuhan obat untuk mengobati penyakit atau kelainan yang timbul pada tubuh selama hidupnya, baik ketika masih bayi, anak-anak maupun setelah dewasa. Penggunaan tumbuhan obat tetap besar di masyarakat karena manfaatnya secara langsung dapat dirasakan secara turun-temurun, walaupun mekanisme kerjanya secara ilmiah masih belum banyak diketahui. Selain manfaat yang dirasakan, penggunaan tumbuhan obat pun dilatarbelakangi sulitnya jangkauan fasilitas kesehatan, terutama di daerah-daerah pedesaan yang terpencil (Zein 2005). Terdapat tiga kelompok masyarakat yang dapat dibedakan berdasarkan intensitas pemanfaatan tumbuhan obat menurut Aliandi dan Roemantyo (1994), yaitu 1. Kelompok pertama adalah kelompok masyarakat asli yang hanya menggunakan pengobatan tradisonal, umumnya tinggal di pedesaan atau daerah terpencil yang tidak memiliki sarana dan prasarana kesehatan. Kelompok ini berusaha mencari sendiri pengobatan untuk mengatasi berbagai penyakit, sesuai dengan norma dan adat yang berlaku; 2. Kelompok kedua adalah kelompok masyarakat yang menggunakan pengobatan tradisional dalam skala keluarga, umumnya tinggal di pedesaan yang memiliki sarana dan prasarana terbatas. Pada daerah ini sudah tersedia puskesmas, namun tenaga medis, peralatan dan obat-obatan yang tersedia terbatas. Selain itu, kondisi ekonomi masyarakat pun umumnya masih rendah sehingga pengobatan tradisional merupakan alternatif dalam pemenuhan kesehatan

24 6 masyarakat. Pada kelompok kedua ini, pemerintah telah memasyarakatkan TOGA (Tanaman Obat Keluarga). Program ini sesuai untuk kelompok masyarakat yang menggunakan tumbuhan obat dalam skala keluarga dan bertujuan untuk penanggulangan penyakit rakyat, perbaikan status gizi dan melestarikan sumberdaya alam hayati; 3. Kelompok ketiga adalah kelompok industriawan obat tradisional. Suku-suku bangsa di Indonesia telah banyak memanfaatkan tumbuhan obat untuk kepentingan pengobatan tradisional. Pengetahuan yang dimiliki suku-suku tersebut mengenai pengobatan tradisional berbeda-beda, termasuk pengetahuan mengenai tumbuhan obat (Aliandi & Roemantyo 1994). Roosita et al. (2007) mengatakan bahwa masyarakat Sunda memiliki ketergantungan yang cukup besar terhadap obat tradisional. Hal tersebut dibuktikan dengan hasil penelitian yang dilakukan, yaitu masyarakat Sunda menggunakan obat tradisional untuk dua dari tiga kasus gangguan kesehatan, baik melalui penggunaan sendiri (60,9%) maupun dengan bantuan ahli pengobatan (6,5%). Para ahli pengobatan yang menggunakan obat tradisional menurut Roosita et al. (2007) menciptakan 96 terapi untuk mengobati berbagai gangguan kesehatan yang diklasifikasikan menjadi 23 kategori dengan menggunakan 117 spesies tumbuhan. Menurut hasil penelitian tersebut, terdapat 257 spesies tumbuhan yang digunakan untuk mengobati gangguan kesehatan. Penduduk Kampung Dukuh di Garut Jawa Barat misalnya mengenal 137 spesies tumbuhan obat dari 52 suku. Pemanfaatan terbesar tumbuhan obat di kampung ini adalah sebagai perawatan kesehatan ibu melahirkan, yaitu sebanyak 41 spesies tumbuhan (Santhyami & Sulistyawati 2011). 2.3 Pengembangan Tumbuhan Obat Menurut Hamzari (2008), tumbuhan obat yang beranekaragam spesies, habitus dan khasiatnya mempunyai peluang besar serta memberi kontribusi bagi pembangunan dan pengembangan hutan. Karakteristik berbagai tumbuhan obat yang menghasilkan produk berguna bagi masyarakat memberi peluang untuk dibangun dan dikembangkan bersama dalam hutan di daerah tertentu. Berbagai keuntungan yang dihasilkan dengan berperannya tumbuhan obat dalam hutan

25 7 adalah pendapatan, kesejahteraan, konservasi berbagai sumberdaya, pendidikan nonformal, keberlanjutan usaha dan penyerapan tenaga kerja serta keamanan nasional. Di Indonesia, pemanfaatan dan pemasaran bahan tumbuhan obat dapat digolongkan menjadi bentuk jamu gendong, jamu kemasan modern dan fitofarmaka (Sangat 2000). Pengembangan obat bahan alam khas Indonesia yang dikenal sebagai jamu, dimana tanaman obat menjadi komponen utamanya memiliki arti strategis dalam upaya meningkatkan pelayanan kesehatan masyarakat dan kemadirian Indonesia di bidang kesehatan. Hal tersebut mengingat saat ini Indonesia memiliki ketergantungan yang besar terhadap obat dan bahan baku obat konvensional impor yang nilainya mencapai US$ 160 juta per tahun (Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2007). Sangat (2000) mengatakan bahwa pengembangan jamu dimulai dari keberadaan usaha jamu gendong, yaitu jamu yang diramu dan dipasarkan dalam gendongan yang merupakan warisan jaman kuno yang sampai saat ini masih digemari masyarakat Indonesia, terutama orang Jawa. Jamu kemasan modern merupakan dampak terhadap perubahan citra jamu gendong dengan pemberian kemasan yang baik dalam bentuk serbuk, kapsul maupun pil. Jamu kemasan modern telah memunculkan adanya industri-industri jamu, baik dalam skala kecil maupun besar. Industri jamu berkembang seiring dengan meningkatnya pemanfaatan tanaman obat. Adanya industri tersebut, menuntut keberadaan bahan baku secara kontinyu. Begitu pula dalam proses pembuatannya yang memerlukan tenaga ahli dan tenaga kerja. Peningkatan kualitas sumberdaya produsen, yaitu petani produsen tanaman obat harus mengikuti perkembangan IPTEK, seperti penggunaan bibit yang unggul. Cara pembudidayaan yang sesuai untuk tanaman obat adalah cara pembudidayaan secara organik tanpa menggunakan pestisida, mengingat banyaknya tanaman obat yang langsung dikonsumsi tanpa diolah terlebih dahulu (Hoesen 2000). Sedangkan dalam peningkatan perusahaan dan pabrik, peningkatan kualitas jamu secara tidak langsung ditunjukan dengan adanya ijin resmi dari pemerintah terhadap produk jamu yang dibuat. Contoh perusahaan jamu skala besar yang produknya telah dikenal di dalam maupun di

26 8 luar negeri adalah Sido Muncul, Mustika Ratu, Sari Ayu, Air Mancur dan Nyonya Meneer (Sangat 2000). Fitofarmaka mengandung komponen aktif tertentu yang berasal dari tumbuhan obat, mempunyai khasiat penyembuhan penyakit lebih khusus dan dikemas seperti obat modern. Jika berhasil dikembangkan, peluang penggunaannya selain dapat dijual secara bebas juga dapat diperoleh melalui resep dokter. Hal tersebut menyebabkan fitofarmaka dapat bersaing dengan obatobatan modern. Hingga saat ini, fitofarmaka belum banyak diproduksi. Industri farmasi yang sudah memproduksi fitofarmaka, yaitu Kimia Farma dan Endo Farma (Sangat 2000). Tukiman (2004) mengatakan bahwa upaya pengobatan tradisional dengan tumbuhan obat merupakan salah satu bentuk peran serta masyarakat dan penerapan teknologi tepat guna yang potensial untuk menunjang pembangunan kesehatan. Dalam lingkup pembangunan kesehatan keluarga, upaya pengobatan tradisonal dengan pemanfaatan tumbuhan obat dapat diwujudkan melalui apotik hidup atau TOGA. TOGA adalah singkatan dari tanaman obat keluarga, yaitu berbagai spesies tumbuhan yang dibudidayakan dengan memanfaatkan lahan di halaman atau sekitar tempat tinggal dan merupakan persediaan obat bagi keluarga atau tetangga sebelum mendapat pengobatan dokter atau puskesmas. Pengembangan TOGA atau apotek hidup ditujukan sebagai alternatif penggunaan maupun pendamping obat kimia sintetik (Hoesen 2000). Spesies tumbuhan obat yang ditanam di TOGA atau apotek biasanya merupakan tumbuhan yang relatif mudah tumbuh tanpa perawatan intensif dan biasanya digunakan untuk mengobati penyakit-penyakit ringan yang sering diderita anggota keluarga. Hoesen (2000) mengatakan bahwa Zingiberaceae merupakan famili tumbuhan yang biasanya paling umum dan banyak ditanam pada TOGA. Selain itu, sering juga dijumpai tumbuhan dari famili Euphorbiaceae, Acanthaceae, Apocynaceae dan Lamiaceae. Tumbuhan-tumbuhan tersebut biasanya dimanfaatkan untuk mengobati penyakit-penyakit, seperti batuk, sariawan, sakit gigi, mencret, demam, pegal linu, sakit perut, cacingan, penyakit kulit dan mimisan. Namun, tumbuhan TOGA pun dapat dimanfaatkan untuk mengobati penyakit kronis, seperti ginjal, diabetes, asma, TBC, penyakit hati,

27 9 tekanan darah tinggi dan tekanan darah rendah. Selain untuk pengobatan, tumbuhan TOGA ada yang berfungsi ganda sebagai sayuran, bumbu, tanaman hias/pelindung rumah dan ada juga yang digunakan untuk menambah penghasilan keluarga.

28 10 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di tiga kecamatan di Kabupaten Subang, yaitu Kecamatan Jalancagak, Kecamatan Dawuan dan Kecamatan Tambakdahan. Pada masing-masing kecamatan terdapat tiga desa yang menjadi lokasi pengambilan data. Desa-desa yang menjadi lokasi penelitian pada setiap kecamatan disajikan pada Tabel 1. Penelitian dilaksanakan mulai bulan Juni hingga Juli Tabel 1 Kecamatan dan desa-desa lokasi penelitian. No Kecamatan lokasi penelitian Desa lokasi penelitian 1 Kecamatan Jalancagak 1. Desa Jalancagak 2. Desa Bunihayu 3. Desa Tambakmekar 2 Kecamatan Dawuan 1. Desa Manyeti 2. Desa Rawalele 3. Desa Sukasari 3 Kecamatan Tambakdahan 1. Desa Tambakdahan 2. Desa Rancaudik 3. Desa Kertajaya 3.2 Objek dan Alat Objek penelitian adalah spesies tumbuhan obat yang dimanfaatkan masyarakat dari sembilan desa di tiga kecamatan di Kabupaten Subang dengan instrumen penelitian berupa panduan wawancara. Alat-alat yang digunakan, yaitu kamera dan alat tulis. 3.3 Metode Pengumpulan Data Jenis data Jenis data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer yang dikumpulkan adalah data-data pemanfaatan tumbuhan obat oleh masyarakat di Kecamatan Jalancagak, Kecamatan Dawuan dan Kecamatan Tambakdahan, Kabupaten Subang dan informasi mengenai program pengembangan tumbuhan obat di Kabupaten Subang. Data sekunder yang

29 11 dikumpulkan terdiri dari data kondisi umum lokasi penelitian, demografi masyarakat desa dan data kesehatan masyarakat dari puskesmas. Jenis dan teknik pengumpulan data dan informasi dalam penelitian ini secara rinci disajikan pada Tabel 2. Tabel 2 Jenis dan metode pengumpulan data No Jenis Data Data dan Informasi yang Dikumpulkan 1 Primer 1. Pemanfaatan tumbuhan obat: Spesies tumbuhan obat yang dimanfaatkan oleh masyarakat Kecamatan Jalancagak, Kecamatan Dawuan dan Kecamatan Tambakdahan yang meliputi: a. lokal b. ilmiah c. Famili d. Habitus e. Kegunaan f. Bagian tumbuhan yang digunakan g. Sumber/asal pengambilan tumbuhan h. Cara penggunaan tumbuhan i. Cara pengolahan tumbuhan 2.Potensi tumbuhan obat di sekitar tempat tinggal/lingkungan masyarakat Kecamatan Jalancagak, Kecamatan Dawuan dan Kecamatan Tambakdahan: spesies yang ditanam dan ditemukan di sekitar tempat tinggal/lingkungan masyarakat 3. Upaya pengembangan pemanfaatan tumbuhan obat oleh masyarakat Kecamatan Jalancagak, Kecamatan Dawuan dan Kecamatan Tambakdahan: Program/kegiatan yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan, lembaga kesehatan masyarakat, seperti puskesmas, posyandu maupun lembaga sosial masyarakat, seperti PKK dan lain-lain 2 Sekunder 1. Kondisi umum lokasi penelitian 2. Data demografi masyarakat desa 3. Data kesehatan masyarakat desa Metode Pengumpulan Data Wawancara dengan masyarakat, studi literatur dan pengamatan langsung Pengamatan langsung/observasi, wawancara dengan masyarakat Wawancara dengan masyarakat dan lembaga terkait Studi literatur Tahapan penelitian Tahapan penelitian dan aspek yang dikaji dalam kajian pemanfaatan tumbuhan obat di Kecamatan Jalancagak, Kecamatan Dawuan dan Kecamatan Tambakdahan dilakukan dalam empat tahapan utama, yaitu Tahap 1 : Kajian pustaka terhadap beberapa literatur berupa laporan dan dokumen lainnya yang terdapat di kantor setiap desa yang menjadi lokasi penelitian di Kecamatan Jalancagak, Kecamatan Dawuan dan

30 12 Kecamatan Tambakdahan serta puskesmas pada masing-masing kecamatan tersebut. Tahap 2 : Pengamatan langsung dilakukan untuk melihat potensi tumbuhan obat di sekitar tempat tinggal/lingkungan masyarakat dengan melihat spesies tumbuhan obat yang ditanam dan ditemukan di sekitar tempat tinggal/lingkungan masyarakat tersebut. Selain itu, pengamatan langsung pun dilakukan untuk melihat kondisi masyarakat di lokasi penelitian secara umum melalui pengamatan secara visual dan untuk mengetahui masyarakat yang akan menjadi responden dan lokasi tempat tinggalnya sehingga memudahkan dalam pengumpulan data. Tahap 3 : Pengumpulan data pemanfaatan tumbuhan obat oleh masyarakat di Kecamatan Jalancagak, Kecamatan Dawuan dan Kecamatan Tambakdahan Kabupaten Subang dengan melakukan wawancara secara mendalam terhadap sejumlah responden di desa-desa yang menjadi lokasi penelitian di tiga kecamatan tersebut. Tahap 4 : Pengolahan dan analisis data terhadap semua data dan informasi yang diperoleh dari tahap 1 hingga tahap Teknik pengambilan data Pemilihan responden dilakukan dengan metode purposive sampling atau teknik pemilihan responden dengan kriteria atau pertimbangan tertentu. Jumlah responden untuk setiap kecamatan ditetapkan sebanyak 90 orang atau sebanyak 30 orang pada setiap desa, sehingga jumlah keseluruhan responden adalah 270 orang. Terdapat dua kriteria responden berkaitan dengan pemanfaatan tumbuhan untuk keperluan pengobatan, yaitu 1. Responden merupakan orang yang dianggap paling mengetahui dan memanfaatkan tumbuhan obat di masyarakat. Jenis responden ini biasanya memanfaatkan tumbuhan obat untuk membantu pengobatan masyarakat lainnya, yaitu paraji (dukun beranak), dukun atau pengobat desa, tukang urut dan lain-lain. 2. Responden merupakan masyarakat lain selain responden sebelumnya yang juga memanfaatkan tumbuhan obat. Jenis responden ini biasanya

31 13 memanfaatkan tumbuhan obat hanya terbatas untuk keperluan pengobatan sendiri dan keluarga. Metode pengambilan data dilakukan dengan melakukan wawancara secara mendalam (depth interview) dan pengamatan atau observasi. Wawancara secara mendalam dilakukan dengan menggunakan panduan wawancara yang berisi daftar pertanyaan mengenai spesies-spesies tumbuhan yang digunakan sebagai obat, bagian-bagian tumbuhan yang digunakan sebagai obat, cara penggunaan dan pengolahan, waktu penggunaan, sumber informasi penggunaan/sumber pengetahuan, alasan penggunaan dan tempat tumbuh tumbuhan tersebut. Pengamatan atau observasi dilakukan dengan berjalan tanpa menggunakan batasan plot dan melakukan pengamatan secara langsung di lapangan bersama responden atau guide. Pengamatan langsung dilakukan untuk mengetahui spesiesspesies tumbuhan yang ditanam dan tumbuh di sekitar tempat tinggal atau lingkungan masyarakat. Untuk mendapatkan nama ilmiah dilakukan pengambilan contoh tumbuhan (spesimen) untuk dibuat herbarium dan selanjutnya diidentifikasi nama ilmiahnya. 3.4 Analisis Data Data yang diperoleh ditabulasi dan dianalisis secara deskriptif. Data yang diperoleh dikelompokkan menjadi data spesies tumbuhan obat dan pemanfaatan tumbuhan obat. Data pemanfaatan tumbuhan obat meliputi bagian tumbuhan yang digunakan sebagai obat, kelompok penyakit/kegunaan tumbuhan obat dan cara pemanfaatan tumbuhan obat tersebut oleh masyarakat Klasifikasi kelompok penyakit/penggunaan dan macam penyakit Penyakit-penyakit yang merupakan kegunaan tumbuhan obat yang dimanfaatkan masyarakat diklasifikasikan ke dalam kelompok penyakit/penggunaan berdasarkan sistem organ, organ yang diserang atau pun berdasarkan penggunaan/penyakit tersendiri, sebagaimana tersaji pada Tabel 3.

32 14 Tabel 3 Klasifikasi kelompok penyakit/penggunaan dan macam penyakit No Kelompok penyakit/penggunaan Khasiat/macam penyakit 1 Penyakit yang berhubungan dengan sistem syaraf 2 Penyakit saluran pernafasan 3 Penyakit saluran pencernaan sakit kepala, ayan/epilepsi, pikun Batuk, sesak nafas, bronkhitis, asma, pendek nafas panas dalam, maag, perut kembung, diare, panas perut, sariawan, disentri, amandel, muntah darah 4 Penyakit ginjal, saluran kemih dan hati 5 Penyakit saluran pembuangan 6 Gangguan peredaran darah dan jantung 7 Penyakit dan perawatan kulit 8 Penyakit dan perawatan rambut 9 Penyakit dan perawatan kesehatan ibu hamil dan melahirkan sakit ginjal, batu ginjal, liver/sakit kuning, kencing manis ambeyen, melancarkan kencing, melancarkan BAB, BAB berdarah, BAB berlendir darah tinggi, darah rendah, kurang darah, jantung, stroke koreng, bisul, jerawat, panu, gatal-gatal, menghaluskan kulit, cacar, luka, digigit serangga, noda hitam pada wajah melebatkan rambut, menumbuhkan kumis, menyuburkan rambut, rambut tubuh gundul jamu setelah melahirkan, agar mudah melahirkan, agar darah tidak anyir setelah melahirkan, mengeringkan luka dalam setelah melahirkan, memperbanyak ASI, agar anak lepas menyusui, singkayo/garis kehamilan, memulihkan stamina setelah melahirkan 10 Penyakit dan perawatan wanita keputihan, nyeri haid, radang rahim 11 Penyakit tulang, otot dan sendi patah tulang, retak tulang, pegal-pegal, reumatik, asam urat 12 Penyakit mata dan hidung sakit mata, belekan, trakhoma, mimisan 13 Penyakit gigi dan gusi sakit gigi menambah nafsu makan, obat kuat, 14 Tonikum menyegarkan badan, menambah daya tahan tubuh, menghangatkan badan 15 Kanker dan tumor kanker rahim, kanker payudara, kista, anti kanker 16 Penyakit dan perawatan kaki sakit pada telapak kaki, kaki pecah-pecah 17 Perawatan setelah sakit 18 Panas, demam dan influenza mencegah penyakit tidak kambuh, perawatan setelah operasi panas, demam, influenza, panas dingin, masuk angin 19 Perawatan tubuh melangsingkan badan, awet muda 20 Sakit akibat binatang dan pencegahannya anti ular 21 Lain-lain lumpuh, terkena buluh bambu Sumber: Soenanto (2005) dengan modifikasi.

33 Persen habitus Persen habitus (perawakan) dihitung untuk melihat banyaknya habitus tertentu dari seluruh spesies tumbuhan obat yang diperoleh dari hasil penelitian dan dinyatakan dalam persen (persentase). Hasil perhitungan akan memperlihatkan jumlah habitus terbanyak dan jumlah habitus yang paling sedikit secara keseluruhan. Kelompok habitus yang digunakan, yaitu liana, pohon, perdu, semak, herba, bambu dan kaktus. Analisis persen habitus dilakukan melalui perhitungan dengan rumus : Persen habitus tertentu = spesies habitus tertentu x 100% seluruh spesies Persen bagian yang digunakan Persen bagian yang digunakan dihitung untuk mengetahui persentase setiap bagian tumbuhan yang digunakan oleh masyarakat dalam kegiatan pemanfaatan tumbuhan. Bagian tumbuhan yang digunakan meliputi daun, batang, buah, bunga, biji, akar, batang, buah, bunga, biji, kulit batang, rimpang, umbi, getah, semua bagian dan bagian lainnya. Persen bagian yang digunakan dihitung menggunakan rumus berikut: Persen bagian tertentu yang digunakan = bagian tertentu yang digunakan x 100% seluruh bagian yang digunakan dari seluruh spesies Persen tipe habitat tumbuhan obat Persen tipe habitat tumbuhan obat dihitung untuk mengetahui persentase tumbuhan obat yang berasal dari habitat tertentu yang dimanfaatkan masyarakat. Tumbuhan obat yang dimanfaatkan oleh masyarakat dapat berasal dari hutan, sawah, ladang, pekarangan, kebun dan lain-lain. Persen spesies tipe habitat tumbuhan obat dihitung menggunakan rumus berikut: Persen tipe habitat tumbuhan = spesies dari tipe habitat tertentu x 100% seluruh spesies dari seluruh tipe habitat Persen frekuensi pemanfaatan spesies tumbuhan obat Persen frekuensi pemanfaatan spesies tumbuhan obat dihitung untuk mengetahui frekuensi atau banyaknya spesies tumbuhan obat tertentu yang dimanfaatkan oleh masyarakat dibandingkan dengan spesies tumbuhan obat

34 16 lainnya. Persen frekuensi pemanfaatan suatu spesies tumbuhan obat dihitung dengan menggunakan rumus berikut: Persen pemanfaatan spesies tumbuhan obat tertentu = responden yang memanfaatkan tumbuhan obat tertentu x 100% seluruh responden

35 17 BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak dan Luas Kabupaten Subang merupakan salah satu kabupaten di kawasan utara provinsi Jawa Barat terletak diantara 107º 31' sampai dengan 107º 54' Bujur Timur dan 6º 11' sampai dengan 6º 49' Lintang Selatan. Secara administratif, Kabupaten Subang terbagi atas 253 desa dan kelurahan yang pada awalnya tergabung dalam 22 kecamatan, tetapi berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Subang Nomor 3 Tahun 2007 tentang Pembentukan Wilayah Kerja Camat, jumlah kecamatan di Kabupaten Subang bertambah menjadi 30 kecamatan. Batas-batas wilayah administratif Kabupaten Subang, yaitu sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Bandung Barat, sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Purwakarta dan Kabupaten Karawang, sebelah timur dengan Kabupaten Sumedang dan Kabupaten Indramayu dan sebelah utara berbatasan dengan Laut Jawa. Kabupaten Subang memiliki luas ,95 hektar yang dibagi ke dalam tiga zona, yaitu daerah pegunungan dan dataran tinggi (Subang bagian selatan), daerah berbukit dan dataran (Subang bagian tengah) dan daerah dataran rendah (Subang bagian utara). Daerah pegunungan dan dataran tinggi (Subang bagian selatan) memiliki luas ,09 hektar (20%), daerah berbukit dan dataran (Subang bagian tengah) dengan luas ,16 hektar (34,85%) dan daerah dataran rendah (Subang bagian utara) memiliki luas hektar (45,15%) (Pemerintah Kabupaten Subang 2010). 4.2 Iklim Secara umum wilayah Kabupaten Subang termasuk beriklim tropis. Curah hujan rata-rata kabupaten Subang adalah mm per tahun dengan jumlah hari hujan sebanyak 100 hari. Kondisi iklim tersebut ditunjang dengan adanya lahan yang subur dan banyaknya aliran sungai menjadikan sebagian besar wilayah kabupaten Subang digunakan untuk pertanian (Pemerintah Kabupaten Subang 2010).

36 18 LAUT JAWA Kabupaten Karawang Kabupaten Subang Kecamatan Tambakdahan Kabupaten Indramayu Kecamatan Dawuan Kabupaten Purwakarta Kecamatan Jalancagak Kabupaten Sumedang Kabupaten Bandung Keterangan : = kecamatan-kecamatan yang menjadi lokasi penelitian Gambar 1 Denah Kabupaten Subang dan kecamatan-kecamatan lokasi penelitian. 4.3 Topografi Berdasarkan topografinya, wilayah Kabupaten Subang dibagi ke dalam tiga zona, yaitu 1. Daerah pegunungan (Subang bagian selatan) Daerah ini memiliki ketinggian antara m dpl yang meliputi 20% dari seluruh luas wilayah Kabupaten Subang. Kecamatan-kecamatan yang termasuk ke dalam daerah pegunungan adalah Kecamatan Jalancagak, Ciater, Kasomalang, Sagalaherang, Serangpanjang dan Tanjungsiang. 2. Daerah berbukit dan dataran (Subang bagian tengah) Daerah ini memiliki ketinggian antara m dpl yang meliputi 34,85% dari seluruh luas wilayah Kabupaten Subang. Zona ini meliputi Kecamatan Cijambe, Subang, Cibogo, Kalijati, Dawuan, Cipendeuy, sebagian besar Kecamatan Purwadadi, Cikaum dan Pagaden Barat.

37 19 3. Daerah dataran rendah (Subang bagian utara) Daerah ini memiliki ketinggian antara 0-50 m dpl yang meliputi 45,15% dari seluruh luas wilayah Kabupaten Subang. Zona ini meliputi kecamatan Pagaden, Cipunagara, Compreng, Ciasem, Pusakanagara, Pusakajaya, Pamanukan, Sukasari, Legonkulon. Blanakan, Patokbeusi, Tambakdahan dan sebagian Pagaden Barat (Pemerintah Kabupaten Subang 2010). 4.4 Potensi Potensi Kabupaten Subang meliputi bidang pertanian (pertanian, perkebunan, kehutanan perikanan dan peternakan), pertambangan dan energi serta industri. Pada bidang pertanian, Kabupaten Subang memiliki areal lahan sawah terluas ketiga di Jawa Barat setelah Kabupaten Indramayu dan Kabupaten Karawang sekaligus merupakan penyumbang/kontributor produksi padi terbesar ketiga di Jawa Barat. Selain tumbuhan pangan, Kabupaten Subang pun memiliki potensi besar pada sektor pertanian lainnya berupa palawija dan sayur-sayuran serta buah-buahan. Kabupaten Subang dikenal sebagai penghasil nanas si madu, rambutan dan mangga. Kabupaten Subang menjadi daerah perkebunan sejak sebelum kemerdekaan Republik Indonesia dan hingga kini masih dijalankan, meliputi perkebunan karet, teh dan tebu. Kabupaten Subang memiliki areal hutan seluas ,97 hektar pada tahun 2008 yang terdiri dari hutan produksi seluas ,22 hektar dan hutan lindung seluas 1.069,75 hektar. Potensi perikanan Kabupaten Subang meliputi perikanan darat dan perikanan laut. Kabupaten Subang merupakan sentra produksi ikan air tawar dengan komoditi unggulan ikan mas dan nila. Perikanan laut di Kabupaten Subang terdiri dari budidaya ikan laut dan ikan tangkapan (Pemerintah Kabupaten Subang 2010). 4.5 Demografi Penduduk Kabupaten Subang berjumlah pada tahun 2009, dengan komposisi orang laki-laki dan orang perempuan. Tingkat kepadatan penduduk mencapai 717 jiwa per km 2. Kecamatan Subang merupakan

38 20 daerah dengan tingkat kepadatan tertinggi, yaitu jiwa per km 2, sedangkan Kecamatan Legonkulon merupakan daerah yang paling rendah tingkat kepadatannya, yaitu 318 per km 2 (Pemerintah Kabupaten Subang 2010). 4.6 Kecamatan Jalancagak Kecamatan Jalancagak termasuk daerah pegunungan dan dataran tinggi (Subang bagian selatan) yang memiliki topografi pegunungan dengan ketinggian 700 m dpl dengan luas hektar. Batas wilayah kecamatan ini, yaitu sebelah utara Kecamatan Cijambe, sebelah selatan Kecamatan Ciater, sebelah timur Kecamatan Kasomalang dan sebelah barat Kecamatan Sagalaherang. Kecamatan Jalancagak terdiri dari tujuh kelurahan/desa, yaitu Bunihayu, Tambakmekar, Kumpay, Jalancagak, Tambakan, Sarireja dan Curugrendeng (Pemerintah Kabupaten Subang 2010) Desa Jalancagak Desa Jalancagak memiliki luas wilayah sebesar hektar. Desa tersebut berjarak 0,5 km dari ibu kota kecamatan dan 15 km dari ibu kota kabupaten. Penduduk Desa Jalancagak berjumlah 8164 orang dengan rincian 4156 orang laki-laki dan 4008 orang perempuan. Kepadatan penduduk Desa Jalancagak sebesar 44 orang/km. Sebagian besar penduduk Desa Jalancagak memiliki mata pencaharian sebagai petani. Etnis Sunda merupakan etnis yang banyak tinggal di Desa Jalancagak dibandingkan etnis lainnya Desa Jalancagak memiliki curah hujan sebesar 415 mm/tahun dengan jumlah bulan hujan sebanyak empat bulan. Desa tersebut terletak pada ketinggian 800 mdpl dan memiliki suhu rata-rata harian 28,33 C. Tingkat kemiringan lahan sebesar 25 dengan bentang wilayah desa berbukit-bukit seluas hektar. Dalam bidang pertanian, tanaman pangan, tanaman buah-buahan dan tanaman apotik hidup merupakan komoditas yang dimiliki Desa Jalancagak. Komoditas hasil hutan Desa Jalancagak berupa kayu, bambu, kayu albazia, sarang burung dan gula enau. Hutan di Desa Jalancagak merupakan hutan lindung seluas 2300 hektar. Dalam bidang peternakan, ternak ayam broiler dan domba merupakan dua komoditas terbesar (Pendataan Profil Desa Jalancagak 2010).

39 Desa Bunihayu Desa Bunihayu memiliki luas hektar. Desa Bunihayu berjarak 3 km dari ibukota kecamatan dan 15 km dari ibukota kabupaten. Penduduk Desa Bunihayu berjumlah 5332 orang dengan rincian 2691 orang laki-laki dan 2641 orang perempuan. Sebagian besar penduduk Desa Bunihayu bermata pencaharian sebagai petani. Desa Bunihayu memiliki curah hujan 2346,6 mm/tahun. Desa tersebut berada pada ketinggian 550 mdpl dan memiliki suhu rata-rata harian 24,27 C. Dalam bidang pertanian, komoditas Desa Bunihayu berasal dari tanaman pangan, tanaman buah-buahan, tanaman apotik hidup dan perkebunan. Hutan di desa tersebut merupakan hutan milik Perhutani seluas 60 hektar dengan hasil hutan berupa arang dan getah pinus. Saat ini sebanyak 20 hektar dari hutan tersebut dalam kondisi rusak karena dampak berubahnya fungsi hutan (Pendataan Profil Desa Bunihayu 2010) Desa Tambakmekar Desa Tambakmekar memiliki luas 331,39 hektar. Jumlah penduduk Desa Tambakmekar pada tahun 2010 sebanyak 5248 orang dengan rincian 2657 orang laki-laki dan 2591 orang perempuan. Kepadatan penduduk Desa Tambakmekar, yaitu 750 orang/km. Sebagian besar penduduk Desa Tambakmekar memiliki mata pencaharian sebagai petani. Mayoritas penduduk Desa Tambekmekar berasal dari etnis Sunda. Desa Tambakmekar memiliki curah hujan 1177 mm/tahun dan suhu ratarata harian C. Komoditas Desa Tambakmekar dalam bidang pertanian berasal dari tanaman pangan, tanaman buah-buahan dan tanaman apotik hidup. Hutan di Desa Tambakmekar merupakan milik negara dengan luas 9,60 hektar. Selain itu juga terdapat hutan produksi seluas 88 hektar dan hutan lindung seluas 5,60 hektar. Hasil hutan yang dimanfaatkan masyarakat, yaitu kayu, bambu dan cemara (Pendataan Profil Desa Bunihayu 2010).

40 Kecamatan Dawuan Kecamatan Dawuan termasuk dataran rendah dengan ketinggian 37, m dpl dengan luas 7.032,72 hektar. Batas wilayah kecamatan ini, yaitu sebelah utara Kecamatan Pagaden Barat, sebelah selatan Kecamatan Sagalaherang, sebalah timur Kecamatan Subang dan sebelah barat Kecamatan Kalijati. Kecamatan Dawuan memiliki 10 kelurahan/desa, yaitu Sukasari, Cisampih, Dawuan Kaler, Dawuan Kidul, Jambelaer, Situsari, Rawalele, Manyeti, Batusari dan Margasari (Pemerintah Kabupaten Subang 2010) Desa Manyeti Desa Manyeti memiliki luas 662 hektar. Desa Manyeti terletak pada ketinggian 220 mdpl dengan suhu rata-rata harian 32 C. Desa Manyeti berjarak 3 km dari ibukota kecamatan dan 7 km dari ibukota kabupaten. Jumlah penduduk Desa Manyeti pada tahun 2007 sebanyak 4396 orang yang terdiri dari 2150 orang perempuan dan 2246 orang laki-laki. Kepadatan penduduk Desa Manyeti sebesar 55,80 jiwa per km. Penduduk Desa manyeti mayoritas merupakan petani. Penduduk Desa Manyeti mayoritas merupakan etnis Sunda. Pertanian tanaman pangan, tanaman buah-buahan dan peternakan meruapakan komoditas Desa Manyeti (Pendataan Profil Desa Manyeti 2007) Desa Rawalele Desa Rawalele memiliki luas 63,9 hektar. Desa Rawalele terletak pada ketinggian 200 mdpl. Desa tersebut berjarak 3 km dari ibukota kecamatan dan 7 km ke ibukota kabupaten. Penduduk Desa Rawalele berjumlah 4300 orang yang terdiri dari 2135 orang laki-laki dan 2165 orang perempuan. Kepadatan penduduk desa tersebut adalah 2,5 jiwa per km. Penduduk Desa Rawalele sebagian besar bermata pencaharian sebagai buruh tani. Curah hujan Desa Rawalele adalah 220 mm/tahun dengan suhu rata-rata harian sebesar C. Rambutan merupakan komoditas pertanian tanaman buah-buahan Desa Rawalele, sedangkan karet merupakan komoditas perkebunannya. Penduduk Desa Rawalele beternak ayam kampung, domba, sapi dan kelinci (Pendataan Profil Desa Rawalele 2009).

41 Desa Sukasari Desa Sukasari memiliki luas 250,5 hektar. Desa Sukasari terletak pada ketinggian 200 mdpl. Desa tersebut berjarak 3 km dari ibukota kecamatan dan 7 km dari ibukota kabupaten. Penduduk Desa Sukasari berjumlah 3737 orang yang terdiri dari 1681 orang laki-laki dan 2065 orang perempuan. Kepadatan penduduk Desa Sukasari adalah 5 jiwa per km. Petani merupakan mata pencaharian penduduk Desa Sukasari terbesar. Penduduk Desa Sukasari berasal dari etnis Sunda, Jawa dan Minang/Padang dengan etnis Sunda sebagai mayoritas etnis penduduk Desa Sukasari Curah hujan Desa Sukasari adalah 200 mm/tahun dan suhu rata-rata harian 30 C. Padi merupakan komoditas pertanian tanaman pangan di Desa Sukasari. Penduduk Desa Sukasari beternak ayam kampung, ayam broiler, domba, sapi, bebek dan kelinci serta membudidayakan ikan mujair dan lele (Pendataan Profil Desa Sukasari 2009). 4.8 Kecamatan Tambakdahan Kecamatan Tambakdahan merupakan kecamatan pemekaran dari Kecamatan Binong berdasarkan Peraturan Daerah No.3 Tahun 2007 tentang Pemekaran dan Pembentukan Wilayah Kecamatan di Lingkungan Pemerintah Daerah Kabupaten Subang. Secara resmi, Kecamatan Tamabakdahan berdiri sejak tanggal 12 Mei Kecamatan Tambakdahan termasuk dataran rendah dengan ketinggian 5 10 m dpl. Kecamatan ini memiliki luas 5.568,391 hektar dan terdiri dari sembilan desa yang disebut Sembilan Barisan Desa Agraris (SEMBADA). Desa-desa tersebut, yaitu Desa Tambakdahan, Desa Bojongkeding, Desa Bojonegara, Desa Kertajaya, Desa Rancaudik, Desa Mariuk, Desa Gardumukti, Desa Wanajaya dan Desa Tanjungrasa (Pemerintah Kabupaten Subang 2010) Desa Tambakdahan Desa Tambakdahan memili luas hektar. Desa tersebut berjarak 2 km dari ibukota kecamatan dan 30 km dari ibukota kebupaten. Penduduk Desa Tambakdahan berjumlah 7400 orang yang terdiri dari 3690 orang laki-laki dan 3710 orang perempuan. Sebagian besar penduduknya bermata pencaharian

42 24 sebagai buruh tani. Penduduk Desa Tambakhan terdiri dari etnis Sunda, Jawa, Madura, Batak, Minang/Padang dan Makasar/Bugis Desa Tambakdahan berada pada ketinggian 15 mdpl dengan topografi bentangan wilayah desa dataran rendah seluruhnya, yaitu seluas hektar. Curah hujan Desa tambakmekar sebesar 139 mm/tahun dengan suhu rata-rata harian sebesar 26 C. Komoditas pertanian tanaman pangan, tanaman buahbuahan, tanaman apotik hidup, perkebunan dan peternakan merupakan komoditas Desa Tambakdahan (Pendataan Profil Penduduk Desa Tambakdahan 2010) Desa Rancaudik Desa Rancaudik memiliki luas hektar. Desa tersebut berjarak 3 km dari ibukota kecamatan dan 32 km dari ibukota kebupaten. Penduduk Desa Rancaudik berjumlah 4740 orang yang terdiri dari 2281 orang laki-laki dan 2459 orang perempuan. Kepadatan penduduknya sebesar 130 jiwa per km. Petani merupakan mata pencaharian mayoritas penduduk Desa Rancaudik. Penduduk Desa Rancaudik mayoritas berasal dari etnis Sunda. Padi merupakan komoditas pertanian tanaman pangan dan manggis merupakan komoditas pertanian tanaman buah-buahan Desa Rancaudik. Penduduk Desa Rancaudik beternak ayam kampung, bebek, domba dan angsa (Pendataan Profil Desa Rancaudik 2010) Desa Kertajaya Desa Kertajaya memiliki luas ,156 hektar. Desa Kertajaya berjarak 3 km dari ibukota kecamatan dan 32 km dari ibukota kebupaten. Penduduk Desa Kertajaya berjumlah 3778 orang yang terdiri dari 1826 orang laki-laki dan 1952 orang perempuan. Penduduk Desa Kertajaya sebagian besar bermata pencaharian sebagai buruh tani. Etnis Sunda merupakan etnis terbanyak penduduk Desa Kertajaya. Desa Kertajaya terletak pada ketinggian 10 mdpl. Curah hujan di desa tersebut adalah 200 mm/tahun dengan jumlah bulan hujan sebanyak empat bulan. Padi merupakan komoditas pertanian tanaman pangan dan kelapa merupakan komoditas perkebunan Desa Kertajaya. Penduduk beternak ayam kampung, ayam broiler, domba, angsa dan kelinci (Pendataan Profil Desa Kertajaya 2010).

43 25 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Karakteristik Responden Jumlah responden pada setiap desa adalah 30 orang dan 90 orang untuk setiap kecamatan, sehingga jumlah responden untuk tingkat kabupaten sebanyak 270 orang. Perbandingan jumlah responden berjenis kelamin laki-laki dan perempuan pada setiap desa tidak merata. Jumlah responden laki-laki pada setiap kecamatan lebih sedikit dibandingkan dengan perempuan. Kisaran umur responden terbanyak, yaitu tahun. Hal tersebut menunjukan bahwa pemanfaatan tumbuhan obat oleh masyarakat banyak diketahui dan dilakukan oleh masyarakat berumur tahun, namun hal tersebut tidak menunjukan bahwa jumlah spesies dan ramuan tumbuhan obat yang diketahui dan dimanfaatkan masyarakat dengan kisaran umur tersebut lebih banyak dan beragam dibandingkan kisaran umur masyarakat lainnya yang diwawancarai. Responden termuda berumur 20 tahun yang diwawancarai di Desa Jalancagak, Kecamatan Jalancagak, sedangkan responden tertua berumur 96 tahun yang tinggal di Desa Sukasari, Kecamatan Dawuan. Hal tersebut menunjukan bahwa tumbuhan obat ternyata dimanfaatkan oleh masyarakat dengan berbagai umur, dari yang muda hingga tua. Meskipun tentu saja intensitas pemanfaatan dan banyaknya pengetahuan pada setiap umur tersebut berbeda. Pada umumnya, responden usia muda memiliki pengetahuan lebih terbatas dibandingkan responden usia tua yang juga mempengaruhi tingkat pemanfaatan tumbuhan obatnya. Responden yang merupakan ibu rumah tangga merupakan masyarakat yang lebih banyak diwawancarai dibandingkan masyarakat dengan mata pencaharian lainnya. Pada tingkat kabupaten, responden yang merupakan ibu rumah tangga berjumlah 150 orang. Responden tersebut mudah lebih mudah ditemui dan merupakan responden yang banyak memanfaatkan tumbuhan obat. Responden yang memanfaatkan tumbuhan obat tidak hanya untuk pengobatan sendiri, namun juga untuk membantu orang lain, seperti paraji (dukun beranak), tukang urut dan

44 26 dukun tidak selalu ditemukan pada setiap lokasi. Jumlah responden tersebut pada tingkat kabupaten sebanyak 14 orang. Beberapa responden tidak bekerja karena alasan sakit dan lanjut usia. Responden yang sakit banyak memanfaatkan tumbuhan obat sebagai salah satu upaya penyembuhan sakitnya, terutama responden dengan riwayat sakit yang lama. Responden dengan riwayat sakit yang lama pada umumnya telah mencoba berbagai tumbuhan obat untuk pengobatan, beberapa diantaranya tidak manjur sehingga responden terus mencoba tumbuhan lain. Selain itu, terdapat juga beberapa spesies tumbuhan obat yang manjur, namun keinginan sembuh yang besar menyebabkan responden terus mencari spesies tumbuhan lain untuk mempercepat penyembuhan. Hal tersebut menyebabkan jumlah spesies tumbuhan yang dimanfaatkan oleh responden yang sakit tersebut menjadi banyak. Responden yang sudah lanjut usia pun banyak memanfaatkan tumbuhan obat, meskipun penggalian pengetahuan spesies yang dimanfaatkan tersebut terkendala dengan ingatan responden yang mulai berkurang. Sebagian besar responden memiliki tingkat pendidikan Sekolah Dasar (SD), yaitu sebanyak 156 orang. Hal tersebut disebabkan keterbatasan akses pada beberapa masyarakat menuju sekolah dan masih rendahnya tingkat ekonomi masyarakat. Data responden selengkapnya tersaji pada Lampiran Spesies Tumbuhan Obat Dilihat dari intensitas pemanfaatan tumbuhan obat berdasarkan Aliandi dan Roemantyo (1994), masyarakat Kabupaten Subang termasuk pada kelompok masyarakat kedua. Kelompok masyarakat kedua menggunakan pengobatan tradisional dalam skala keluarga, umumnya tinggal di pedesaan yang sudah memiliki sarana dan prasarana kesehatan, namun terbatas. Sarana dan prasarana kesehatan pada lokasi penelitian berupa puskesmas di kecamatan dan posyandu, mantri dan bidan desa pada setiap desa. Kelompok tersebut biasanya memiliki kondisi ekonomi yang umumnya masih rendah, sehingga pengobatan tradisional merupakan alternatif dalam pemenuhan kesehatan. Dari penelitian yang dilakukan di tiga kecamatan yang mewakili masingmasing daerah wilayah Kabupaten Subang, yaitu Kecamatan Jalancagak,

45 27 Kecamatan Dawuan dan Kecamatan Tambakdahan, jumlah tumbuhan obat yang dimanfaatkan masyarakat Kabupaten Subang berjumlah 228 spesies dari 66 famili. Masyarakat di Kecamatan Dawuan yang merupakan daerah berbukit dan dataran (Subang bagian tengah) memanfaatkan spesies tumbuhan obat yang lebih banyak dibandingkan masyarakat di zona lainnya. Masyarakat di kecamatan tersebut memanfaatkan 185 spesies tumbuhan obat yang berasal dari 58 famili. Spesies-spesies tumbuhan yang tumbuh di daerah tersebut lebih beragam dibandingkan spesies tumbuhan yang tumbuh di daerah lainnya. Masyarakat Kecamatan Tambakdahan yang termasuk daerah dataran rendah memiliki tingkat pemanfaatan tumbuhan obat terendah, yaitu sebanyak 101 spesies dari 43 famili. Meskipun jumlah spesies tumbuhan obat yang dimanfaatkan pada masing-masing kecamatan berbeda, spesies-spesies tumbuhan obat yang dimanfaatkan oleh masyarakat Kecamatan Jalancagak, Kecamatan Dawuan dan Kecamatan Tambakdahan secara umum tidak terlalu berbeda. Gambar 2 Jumlah spesies dan famili tumbuhan obat di setiap kecamatan dan pada tingkat Kabupaten Subang Jumlah spesies tumbuhan obat yang dimanfaatkan berdasarkan famili Spesies tumbuhan obat yang berasal dari famili Zingiberaceae, Euphorbiaceae dan Fabaceae lebih banyak dimanfaatkan oleh masyarakat di semua kecamatan dibandingkan spesies dari famili lainnya. Sepuluh famili spesies tumbuhan obat terbanyak yang dimanfaatkan masyarakat pada tingkat kecamatan

46 28 disajikan pada Gambar 3, Gambar 5 dan Gambar 7. Jumlah spesies tumbuhan obat yang berasal dari famili Zingiberaceae terbanyak dimanfaatkan oleh masyarakat Kecamatan Dawuan, yaitu sebanyak 14 spesies. Meskipun spesies famili Zingiberaceae yang dimanfaatkan terbanyak di Kecamatan Dawuan, namun Famili Zingiberaceae merupakan famili spesies tumbuhan obat yang banyak dimanfaatkan masyarakat Kecamatan Jalancagak dibandingkan masyarakat pada kecamatan lainnya, seperti terlihat pada Gambar 3. Gambar 3 Sepuluh famili terbanyak spesies tumbuhan obat yang dimanfaatakan oleh masyarakat Kecamatan Jalancagak. Banyaknya pemanfaatan spesies-spesies tumbuhan dari famili Zingiberaceae di Kecamatan Jalancagak karena kecamatan tersebut merupakan daerah dataran tinggi yang memiliki suhu lebih rendah dari daerah lainnya, sehingga spesiesspesies tumbuhan obat famili Zingiberaceae yang beberapa diantaranya memiliki sifat menghangatkan banyak dimanfaatkan. Beberapa spesies tumbuhan famili Zingiberaceae pun memiliki sifat dingin. Spesies-spesies tumbuhan obat dengan sifat tersebut banyak dimanfaatkan untuk mengobati kelompok penyakit demam, panas dan influenza. Beberapa spesies tumbuhan yang bermanfaat mengobati penyakit tersebut, yaitu combrang (Etlingera elatior) dan panglai (Zingiber cassumunar).

47 29 Selain sebagai obat, penggunaan spesies-spesies famili Zingiberaceae untuk keperluan lainnya, seperti sebagai bumbu masakan sulit dilepaskan oleh masyarakat. Kunyit (Curcuma domestica), jahe (Zingiber officinale), kencur (Kaempferia galanga) dan lengkuas (Alpinia purpurata) merupakan spesiesspesies famili Zingiberaceae yang biasanya digunakan masyarakat sebagai bumbu masak. Pemanfaatan spesies-spesies tumbuhan tersebut sebagai obat pun umum ditemukan pada masyarakat di semua kecamatan lokasi penelitian. (a) (b) Gambar 4 Beberapa spesies tumbuhan obat famili Zingiberaceae: (a) combrang dan (b) panglai. Euphorbiaceae menurut Mwine dan Damme (2011) merupakan famili tumbuhan obat yang penting. Anggota famili Euphorbiaceae banyak ditemukan dan terdistribusi hampir di setiap belahan dunia dan mudah beradaptasi pada berbagai jenis habitat, karena itu famili ini menghasilkan berbagai jenis varietas yang mampu bertahan hidup. Hal tersebut yang diperkirakan menyebabkan spesies-spesies tumbuhan obat famili Euphorbiaceae ditemukan dan dimanfaatkan di semua daerah di Kabupaten Subang. Diantara ketiga kecamatan lokasi penelitian, spesies-spesies tumbuhan obat yang berasal dari famili Euphorbiaceae lebih banyak digunakan oleh masyarakat Kecamatan Dawuan, yaitu mencapai 15 spesies, lebih banyak dibandingkan spesies tumbuhan obat yang berasal dari famili Zingiberaceae yang dimanfaatkan masyarakatnya. Masyarakat Kecamatan Dawuan seringkali memanfaatkan spesies-spesies yang berasal dari famili Euphorbiaceae untuk mengobati penyakit kulit karena sebagian besar memiliki getah yang berkhasiat untuk mengobati kelompok penyakit dan perawatan kulit. Sebagai contoh, getah mara (Macaranga tanarius) digunakan untuk mengobati bisul, getah nanangkaan (Euphorbia hirta) digunakan

48 30 untuk mengobati koreng dan mengeringkan luka sunat dan getah ki rapet (Jatropha multifida) digunakan untuk mengobati luka. Gambar 5 Sepuluh famili terbanyak spesies tumbuhan obat yang dimanfaatkan masyarakat Kecamatan Dawuan. Mara merupakan pohon kini semakin sulit ditemukan di Kecamatan Dawuan. Di Kecamatan Jalancagak, mara dapat ditemukan di hutan atau di kebunkebun yang berbatasan dengan hutan. Terdapat dua jenis mara, yaitu mara awewe (mara perempuan) dan mara lalaki (mara lelaki). Mara yang biasa dimanfaatkan sebagi obat adalah jenis mara awewe. Nanangkaan merupakan tumbuhan yang hidup liar, biasanya menempel pada tembok atau di tanah. Sedangkan ki rapet atau disebut juga bethadine dan panasilin di beberapa lokasi lain, kini sudah dibudidayakan sebagai tanaman hias. Spesies tumbuhan ini memiliki bentuk daun yang unik dan bunga berwarna merah.

49 31 Gambar 6 (a) (b) Spesies-spesies famili Euphorbiaceae yang dimanfaatkan masyarakat: (a) mara dan (b) ki rapet. Fabaceae merupakan famili tumbuhan obat terbesar kedua yang terdiri dari lebih 490 spesies tumbuhan obat. Spesies-spesies dari famili tersebut mengandung zat kimia yang penting bagi pengobatan dan kini telah banyak digunakan dalam berbagai produk kesehatan (Gao et al. 2010). Spesies tumbuhan obat yang berasal dari famili Fabaceae merupakan famili spesies tumbuhan obat terbanyak yang dimanfaatkan oleh masyarakat di Kecamatan Tambakdahan, yaitu sebanyak delapan spesies. Gambar 7 Sepuluh famili tumbuhan obat terbanyak dimanfaatkan masyarakat Kecamatan Tambakdahan. Beberapa spesies tumbuhan obat famili Fabaceae hanya ditemukan dimanfaatkan masyarakat di Kecamatan Tambakdahan, yaitu jayanti (Sesbania sesban) dan johar (Cassia siamea). Daun jayanti merupakan obat untuk perawatan

50 32 kesehatan ibu melahirkan, melancarkan kencing dan mengobati sakit pinggang. Sedangkan johar merupakan obat pegal-pegal dan sakit gigi. Selain itu, daun muda johar merupakan obat lumpuh akibat stroke dengan direbus bersama akar pepaya ranti (Carica papaya), daun jawer kotok (Coleus scutellaroides), akar jambe (Areca catechu), akar alang-alang (Imperata cylindrica) dan gula batu. Saga (Abrus precatorius) merupakan spesies tumbuhan obat famili Fabaceae yang dimanfaatkan di semua kecamatan. Saga telah lama dikenal dan dimanfaatkan masyarakat untuk mengobati sariawan, panas dalam dan batuk, bahkan spesies tumbuhan ini telah diolah dan diproduksi secara modern dalam skala besar untuk mengobati penyakit-penyakit tersebut. (a) (b) Gambar 8 Spesies-spesies tumbuhan obat famili Fabaceae yang hanya ditemukan dimanfaatkan oleh masyarakat Kecamatan Tambakdahan, yaitu (a) jayanti dan (b) johar. Piperaceae merupakan famili spesies tumbuhan obat yang banyak dimanfaatkan di Kecamatan Jalancagak dan Kecamatan Dawuan. Beberapa spesies yang dimanfaatkan, yaitu karuk (Piper sarmentosum), kemukus (Piper cubeba), surukan (Peperomia pellucida) dan berbagai spesies sirih. Terdapat empat spesies sirih yang dimanfaatkan masyarakat, yaitu sirih (Piper betle), sirih merah (Piper crotatum), sirih putih (Piper betle var) dan sirih hitam (Piper miniatum). Sirih merupakan sebutan yang umum diberikan masyarakat terhadap spesies sirih yang berwarna hijau. Keempat spesies sirih tersebut memiliki manfaat pengobatan yang hampir sama, namun menurut masyarakat tingkat keampuhan beberapa spesies tersebut dalam mengobati suatu penyakit berbeda.

51 33 Sebagai contoh, untuk mengobati batuk, sirih hitam dipercaya lebih ampuh dari pada sirih. Gambar 9 (a) (b) (c) Beberapa spesies sirih yang dimanfaatkan masyarakat Kecamatan Jalancagak dan Kecamatan Dawuan: (a) sirih, (b) sirih merah dan (c) sirih hitam. Masyarakat di ketiga kecamatan lokasi penelitian yang mayoritas merupakan Suku Sunda seperti masyarakat Suku Sunda lainnya juga menggemari lalapan. Solanaceae dan Asteraceae merupakan dua famili tumbuhan yang spesies tumbuhannya banyak dimanfaatkan masyarakat sebagai lalapan dan juga dimanfaatkan sebagai obat. Spesies-spesies famili Solanaceae yang dimanfaatkan sebagai lalapan dan juga berkhasiat obat, yaitu leunca (Solanum nigrum), terong bulat (Solanum sp.), terong ungu (Solanum melongena) dan takokak (Solanum torvum). Keempat spesies tersebut dipercaya dan dimanfaatkan sebagai obat kuat. Sedangkan takokak, terong bulat dan leunca juga dimanfaatkan masyarakat untuk mengobati penyakit jantung koroner. Spesies-spesies yang berasal dari familli Asteraceae umumnya memiliki bau yang khas. Spesies-spesies famili tersebut dimanfaatkan oleh masyarakat ketiga kecamatan lokasi penelitian, meskipun tidak semua spesiesnya dimanfaatkan di setiap kecamatan. Spesies famili Asteraceae yang umum dimanfaatkan di semua kecamatan, yaitu sembung (Blumea balsamifera) dan beluntas (Pluchea indica). Sambung nyawa (Gynura procumbens) yang oleh masyarakat salah satu desa di Kecamatan Dawuan disebut daun dewa, selain dimanfaatkan sebagai lalapan, juga merupakan obat reumatik dan pegal-pegal. Hal tersebut disebabkan karena sambung nyawa memiliki sifat hangat. Selain sambung nyawa, sintrong (Crassocephalum crepidioides) yang banyak tumbuh dan dimanfaatkan di

52 34 Kecamatan Jalancagak juga merupakan lalapan selain dimanfaatkan sebagai obat darah tinggi. Spesies-spesies famili Musaceae banyak dimanfaatkan masyarakat Kecamatan Jalancagak, yaitu sebanyak lima spesies. Kelima spesies tersebut, yaitu pisang (Musa sp.), pisang gemor (Musa sp.), pisang muli (Musa sp.), pisang batu (Musa brachycarpa) dan pisang emas (Musa sp.). Pisang merupakan sebutan yang umum diberikan masyarakat untuk spesies pisang apapun yang dimanfaatkan selain keempat spesies pisang lainnya. Sebagian besar spesies pisang-pisang tersebut dimanfaatkan bagian batangnya, baik berupa getah maupun air yang terdapat dalam batang. Pisang batu yang oleh masyarakat juga disebut pisang mangala selain dimanfaatkan batangnya juga dimanfaatkan daun mudanya untuk mengobati kelumpuhan akibat stroke. Berbeda dengan keempat spesies pisang lainnya, pisang muli dimanfaatkan buah mudanya untuk mengobati muntaber. Gambar 10 (a) (b) Beberapa spesies famili Musaceae yang dimanfaatkan masyarakat Kecamatan Jalancagak: (a) pisang gemor dan (b) pisang batu. Masyarakat Kecamatan Tambakdahan banyak memanfaatkan spesiesspesies yang berasal dari famili Acanthaceae. Spesies- spesies yang berasal dari famili tersebut, yaitu daun tuju (Graptopyllum sp.), kalingsir (Clinacanthus nutans), keji beling (Stachytarpheta mutabilis), handeuleum (Graptophyllum pictum) dan sambiloto (Andrographis paniculata). Daun tuju dan kalingsir merupakan obat sakit kepala yang membuat sakit pada mata. Daun tuju digunakan dengan cara diteteskan pada mata, sedangkan kalingsir dengan cara diminum. Di Kecamatan Dawuan, daun tuju yang dikenal sebagai tarebah dimanfaatkan untuk obat gatalgatal. Sedangkan kalingsir di Kecamatan Jalancagak merupakan obat sakit pinggang.

53 35 Handeulem di desa-desa Kecamatan Tambakdahan merupakan spesies tumbuhan obat yang belum lama dikenal. Masyarakat di suatu desa di kecamatan tersebut yang memiliki suami dengan riwayat sakit ambeyen mendapatkan informasi mengenai spesies tumbuhan tersebut dari teman, sedangkan masyarakat di desa lainnya mengenal dan mengetahui manfaat spesies tumbuhan obat tersebut dari kepala desanya. Kepala desa tersebut menanam handeuleum di depan kantor desa dan menginformasikan manfaat tumbuhan tersebut. Maka sejak itu, banyak masyarakat yang datang untuk mengambil daunnya. Hal tersebut menunjukan bahwa tidak dimanfaatkannya suatu spesies tumbuhan obat bukan hanya karena masyarakat mulai enggan menggunakan tumbuhan obat, namun juga karena belum adanya informasi mengenai tumbuhan obat tersebut dan manfaatnya. (a) (b) (c) Gambar 11 Beberapa spesies famili Acanthaceae yang dimanfaatkan masyarakat Kecamatan Tambakdahan: (a) daun tuju, (b) kalingsir dan (c) handeuleum. Pada tingkat kabupaten, famili Euphorbiaceae dan Fabaceae merupakan dua famili spesies tumbuhan obat terbanyak yang dimanfaatkan masyarakat dibandingkan famili lainnya. Spesies tumbuhan famili tersebut yang dimanfaatkan, yaitu sebanyak 16 spesies, lebih banyak satu spesies dibandingkan spesies famili Zingiberaceae yang dimanfaatkan. Meskipun famili Zingiberaceae merupakan famili yang spesies tumbuhannya banyak dimanfaatkan hampir di semua kecamatan, namun spesies tumbuhan yang dimanfaatkannya hampir sama di setiap kecamatan. Sepuluh famili spesies tumbuhan obat terbanyak yang dimanfaatkan masyarakat Kabupaten Subang disajikan pada Gambar 12.

54 36 Gambar 12 Sepuluh famili tumbuhan obat terbanyak yang dimanfaatkan masyarakat Kabupaten Subang Jumlah spesies tumbuhan obat yang dimanfaatkan berdasarkan habitus Semak merupakan habitus tumbuhan obat terbanyak yang dimanfaatkan masyarakat di semua kecamatan lokasi penelitian. Selain semak, spesies tumbuhan berupa perdu, pohon dan herba merupakan habitus tumbuhan yang banyak dimanfaatkan di semua kecamatan. Hal tersebut berbeda dengan spesies tumbuhan berupa bambu, kaktus dan liana yang hanya dimanfaatkan di beberapa kecamatan. Persentase spesies tumbuhan berdasarkan habitusnya pada setiap kecamatan dan pada tingkat Kabupaten Subang disajikan pada Gambar 13. Pemanfaatan spesies tumbuhan berupa bambu dan liana hanya ditemukan dimanfaatkan masyarakat di Kecamatan Jalancagak dan Kecamatan Dawuan. Spesies tumbuhan obat berupa bambu hanya terdapat di lokasi-lokasi yang masih memiliki vegetasi alami dan masih banyak ditemukan kebun-kebun, begitu juga dengan spesies tumbuhan berupa liana. Hal tersebut berbeda dengan kondisi lingkungan Kecamatan Tambakdahan yang sudah sulit ditemukan kebun-kebun, apalagi vegetasi alami berupa hutan. Sehingga masyarakat di Kecamatan

55 37 Tambakdahan lebih banyak memanfaatkan speises tumbuhan obat berupa semak, perdu, herba dan pohon yang mudah ditemukan di sekitar lingkungan mereka. Gambar 13 Persentase spesies tumbuhan obat berdasarkan habitusnya di setiap kecamatan dan pada tingkat Kabupaten Subang. Spesies berhabitus semak mudah ditemukan di sekitar lingkungan masyarakat, baik yang sengaja ditanam atau pun yang tumbuh liar, begitu juga dengan spesies yang berupa perdu dan herba. Contoh spesies tumbuhan berupa semak yang dimanfaatkan sebagai obat, antara lain harendong bulu (Clidemia hirta), jarong (Stachytarpheta jamaicensis), jawer kotok (Coleus scutellaroides), pungpurutan (Urena lobata), sambiloto (Andrographis paniculata) dan cangcang kuda (Sida rhombifolia). Cangcang kuda merupakan kerabat sidaguri dari marga Sida. Perbedaan kedua spesies tersebut terletak pada bentuk daunnya, cangcang kuda memiliki daun yang lebih bulat dan kecil dibandingkan sidaguri. Spesies tersebut dimanfaatkan oleh masyarakat Kecamatan Dawuan untuk mengobati pegal-pegal.

56 38 (a) (b) (c) Gambar 14 Beberapa spesies tumbuhan obat yang berhabitus semak: (a) jarong, (b) pungpurutan dan (c) harendong bulu. Spesies tumbuhan obat berupa perdu yang dimanfaatkan masyarakat, antara lain kelor (Moringa oleoifera), ki greges (Leonitis nepetaefolia), suji (Pleomele torvum), senggugu (Clerodendron serratum) dan mustajab (Abelmoschus manihot). Mustajab memiliki nama yang berbeda-beda di setiap desa. Di desadesa di Kecamatan Tambakdahan, tumbuhan ini biasa disebut mustajab dan daun mujarab. Daun dedi, daun dodi, padodi, padedi, sampeu arab atau sampeu mekah merupakan sebutan bagi tumbuhan tersebut di desa-desa Kecamatan Jalancagak. Sedangkan di desa-desa di Kecamatan Dawuan, tumbuhan ini lebih dikenal dengan nama sasampeuan, sampeu arab, sampeu mekah, daun gedi, daun dedi, ki sedi bahkan ada yang menyebutnya daun Dokter Edi. Dokter Edi merupakan dokter spesialis anak di Kabupaten Subang. Dokter tersebut pernah menceritakan pada pasiennya kalau ia memiliki tumbuhan yang dapat menurunkan panas, yaitu mustajab. (a) (b) (c) Gambar 15 Beberapa spesies tumbuhan obat yang berhabitus perdu: (a) mustajab, (b) senggugu dan (c) ki greges.

57 39 Spesies tumbuhan obat yang merupakan herba yang dimanfaatkan masyarakat biasanya merupakan tumbuhan liar yang tumbuh di pekarangan, kebun atau pinggir jalan. Contoh spesies tumbuhan obat tersebut, antara lain katapayan (Argyreia mollis), kamandilan (Nasturtium indicum) dan surukan (Peperomia pellucida). Katapayan merupakan tumbuhan yang merambat di pohon-pohon di hutan. Salah seorang masyarakat Desa Bunihayu, Kecamatan Jalancagak membawanya dari hutan dan menanamnya di pekarangan rumah. Daun katapayan bermanfaat untuk mengobati sakit pinggang. Gambar 16 (a) (b) Spesies-spesies tumbuhan obat berhabitus herba: (a) katapayan dan (b) surukan. Spesies tumbuhan obat berupa pohon banyak ditemukan dimanfaatkan di lokasi yang masih memiliki vegetasi alami, seperti hutan atau masih terdapat banyak kebun yang cukup luas yang ditumbuhi pohon-pohon. Spesies-spesies tumbuhan obat berupa pohon terbanyak dimanfaatkan masyarakat Kecamatan Dawuan. Beberapa spesies tumbuhan obat berupa pohon yang dimanfaatkan masyarakat kecamatan tersebut, yaitu mahoni (Swietenia macrophylla), mara (Macaranga tanarius), kanyere (Bridelia monoica), lame (Alstonia scholaris) dan duwet (Syzygium cumini).

58 40 Gambar 17 (a) (b) (c) Spesies-spesies tumbuhan obat berupa pohon: (a) lame, (b) pule dan (c) kanyere. Kayu la me banyak dicari untuk membuat wayang golek, ukiran dan pahatan karena kualitas kayunya yang baik, tidak mudah retak dan pecah jika dibuat kerajinan-kerajinan tersebut. Hal tersebut yang diduga menyebabkan pohon lame kini mulai sulit ditemukan. Menurut masyarakat, dahulu pohon lame banyak ditemukan di kebun-kebun dan astana (pemakaman) yang memang biasanya banyak ditumbuhi pohon-pohon besar. Pule (Alstonia spectabilis) merupakan spesies tumbuhan obat berupa pohon yang masih merupakan kerabat lame dari famili Apocynaceae. Pule yang dimanfaatkan oleh masyarakat Desa Rancaudik, Kecamatan Tambakdahan bukan merupakan pohon asli desa tersebut, namun dibawa oleh salah seorang masyarakat etnis Jawa yang telah lama tinggal di desa tersebut dari kampung halamannya. Hal tersebut memperlihatkan bahwa pengetahuan mengenai tumbuhan obat yang dimanfaatkan masyarakat juga dipengaruhi oleh kondisi sosial masyarakat, dalam hal ini berupa pengaruh dan pengetahuan yang dibawa etnis lain. Spesies-spesies tumbuhan berupa bambu hanya ditemukan dimanfaatkan di Kecamatan Jalancagak dan Kecamatan Dawuan. Pada umumnya, di kecamatankecamatan tersebut masih ditemukan tegakan bambu atau terdapat rumpunrumpun bambu yang tumbuh di kebun-kebun masyarakat. Spesies tumbuhan yang berupa bambu yang dimanfaatkan oleh masyarakat, yaitu bambu (Bambusa sp.), bambu kuning (Bambusa vulgaris) dan bambu betung (Dendrocalamus asper). Spesies tumbuhan yang berupa kaktus yang dimanfaatkan sebagai obat hanya ditemukan dimanfaatkan masyarakat Desa Rawalele, Kecamatan Dawuan yaitu buah naga (Hylocereus undatus). Buah naga dimanfaatkan masyarakat untuk

59 41 mengobati darah tinggi. Informasi mengenai manfaat buah naga tersebut diperoleh melalui kerabat (teman, saudara dan tetangga). Spesies tumbuhan berupa liana yang dimanfaatkan masyarakat, yaitu ki koneng (Arcangelisia flava) dan bratawali (Tinospora crispa) Jumlah spesies tumbuhan obat yang dimanfaatkan berdasarkan bagian yang digunakan Spesies tumbuhan yang digunakan sebagai pengobatan memiliki khasiat obat pada satu, beberapa atau semua bagian tumbuhannya. Terkadang suatu bagian tumbuhan memiliki khasiat berbeda dengan bagian lainnya dalam satu spesies tumbuhan, bahkan suatu bagian tumbuhan dalam suatu spesies tumbuhan dapat bersifat racun sementara bagian tumbuhan lainnya merupakan obat. Perbedaan tersebut disebabkan berbedanya zat-zat yang dikandung pada bagianbagian tumbuhan. Persentase spesies tumbuhan obat berdasarkan bagian yang digunakan di setiap kecamatan dan pada tingkat Kabupaten Subang disajikan pada Gambar 18. Gambar 18 Persentase spesies tumbuhan obat berdasarkan bagian yang digunakan di setiap kecamatan dan pada tingkat Kabupaten Subang.

60 42 Pada Gambar 18 terlihat bahwa bagian daun merupakan bagian tumbuhan yang paling banyak digunakan di setiap kecamatan dan pada tingkat Kabupaten Subang. Pada tingkat kabupaten, bagian daun merupakan bagian yang banyak digunakan dengan persentase 47% atau hampir setengahnya dari seluruh spesies tumbuhan obat yang dimanfaatkan, digunakan bagian daunnya. Menurut Hamzari (2008), bagian daun dari tumbuhan merupakan bagian yang paling mudah diperoleh, mudah diolah dan mudah diramu dibandingkan bagian lainnya serta merupakan bagian yang mengandung zat yang berkhasiat obat karena di bagian ini terjadi proses pembuatan makanan. Selain itu, bagian tumbuhan yang lain pun digunakan masyarakat untuk pengobatan, meskipun dengan persentase yang berbeda dan tidak di semua kecamatan terdapat masyarakat yang memanfaatkan bagian-bagian tumbuhan tersebut. Spesies tumbuhan yang dimanfaatkan daunnya sebagai obat, diantaranya buntiris (Kalanchoe pinnata), jarum tujuh bilah (Peresia sacharosa), hanjuang merah (Cordyline terminalis), durian (Durio zibethinus), kamandilan (Nasturtium indicum) dan kecubung gunung (Brugmansia suaveolens). Buntiris dikenal dan dimanfaatkan sebagai pereda panas, terutama untuk anak di setiap kecamatan. Jarum tujuh bilah hanya ditemukan di Kecamatan Jalancagak. Menurut masyarakat, spesies tumbuhan tersebut diperoleh oleh salah seorang warga Kecamatan Jalancagak dari Malaysia. Kecubung gunung hanya ditemukan di Kecamatan Jalancagak. Spesies tumbuhan tersebut merupakan spesies tumbuhan khas yang tumbuhan di daerah dataran tinggi, seperti Kecamatan Jalancagak. Gambar 19 (a) (b) (c) Spesies-spesies yang dimanfaatkan daunnya sebagai obat: (a) kecubung gunung, (b) buntiris dan (c) jarum tujuh bilah.

61 43 Selain daun, bagian batang merupakan bagian tumbuhan yang banyak dimanfaatkan oleh masyarakat Kecamatan Dawuan. Bagian batang kurang mudah digunakan dibandingkan daun. Untuk mendapatkan bagian batang masyarakat harus memotong atau menebang tumbuhannya. Hal tersebut kurang praktis, terutama bila spesies tumbuhan tersebut berukuran besar atau panjang. Spesiesspesies tumbuhan yang dimanfaatkan batangnya, antara lain bambu betung (Dendrocalamus asper), bambu kuning (Bambusa vulgaris), bratawali (Tinospora crispa), jarak jakarta (Gliricidia spepiuim), jambu batu (Psidium guajava.) dan talas sente (Alocasia macrorrhiza). Air batang bambu betung, jambu batu dan talas sente dapat mengobati batuk dengan cara dituak, yaitu dipotong batangnya hingga airnya keluar dan ditampung. Batang jarak jakarta merupakan obat sakit mata dan bratawali memiliki banyak khasiat, diantaranya mengobati pegal-pegal. Penggunaan talas sente dan jarak jakarta untuk pengobatan hanya ditemukan di Kecamatan Dawuan. Kedua spesies tumbuhan tersebut juga dapat digunakan sebagai pakan ternak. Gambar 20 (a) (b) (c) Spesies-spesies tumbuhan yang dimanfaatkan bagian batangnya sebagai obat: (a) bambu kuning, (b) jarak jakarta dan (c) bratawali. Selain daun dan batang, buah merupakan bagian tumbuhan yang banyak dimanfaatkan sebagai obat di setiap kecamatan. Spesies tumbuhan obat yang dimanfaatkan bagian buahnya, antara lain mengkudu (Morinda citrifolia), takokak (Solanum torvum), sawo (Manilkara zapota), jambu batu merah (Psidium guajava), pepaya (Carica papaya), mentimun (Cucumis sativus), terung ungu (Solanum melongena) dan belimbing (Averhoa carambola). Seringkali bagian yang berbeda suatu spesies tumbuhan obat memiliki manfaat yang berbeda pula, misalnya mengkudu. Buah mengkudu dimanfaatkan

62 44 masyarakat untuk mengobati darah tinggi karena buah tumbuhan tersebut mengandung flavonoid dan bersifat diuretik (Redaksi Agromedia 2008). Sedangkan daunnya dimanfaatkan masyarakat untuk mengobati sakit maag. Selain itu, terdapat buah dengan tingkat kematangan dan ukuran berbeda yang dimanfaatkan masyarakat untuk mengobati penyakit yang berbeda pula, yaitu labu siam (Sechium edule). Labu siam tua yang telah berukuran besar dimanfaatkan masyarakat untuk mengobati sakit panas, sedangkan buah labu siam muda yang berukuran kecil dapat mengobati darah tinggi. Penggunaan buah labu siam tua untuk mengobati sakit panas hanya ditemukan di Kecamatan Jalancagak, sedangkan penggunaan labu siam muda sebagai obat darah tinggi umum ditemukan di setiap kecamatan. Spesies tumbuhan obat yang dimanfaatkan rimpangnya merupakan semua spesies tumbuhan yang berasal dari famili Zingiberaceae. Sebagian besar spesies yang berasal dari famili tersebut memiliki khasiat pada bagian rimpangnya. Penggunaan rimpang spesies-spesies famili Zingiberaceae untuk pengobatan umum dilakukan di setiap kecamatan. Spesies-spesies famili Zingiberaceae yang dimanfaatkan selain bagian rimpangnya untuk pengobatan, yaitu kapol (Amomum cardamomum) dan combrang (Etlingera elatior). Daun kapol yang direbus bersama kerang air tawar, seperti remis, tutut dan susuh dimanfaatkan oleh masyarakat salah satu desa di Kecamatan Dawuan untuk mengobati sakit kuning. Sedangkan batang combrang merupakan obat sakit panas dan bunga combrang adalah obat sakit kepala. Spesies-spesies tumbuhan yang dimanfaatkan bagian bunganya, yaitu korejat (Isotoma longiflora), labu kuning (Cucurbita moschata) dan kelapa (Cocos nucifera). Bunga korejat yang terlebih dahulu direndam dalam air dan kemudian diteteskan pada mata dapat mengobati sakit mata. Menurut cerita masyarakat, penggunaan bunga korejat sebagai obat mata memiliki efek sangat pedih pada mata. Mungkin karena hal tersebut tumbuhan ini dinamakan korejat yang kira-kira artinya dalam bahasa Indonesia adalah terbangun karena kaget (ngorejat). Penggunaan bunga korejat sebagai obat sakit mata dikenal di semua kecamatan.

63 45 Gambar 21 Spesies tumbuhan obat yang dimanfaatkan bunganya, yaitu korejat. Kelapa (Cocos nucifera) merupakan tumbuhan yang hampir semua bagiannya dapat dimanfaatkan sebagai obat, mulai dari akar, pelepah, buah hingga bunga. Bunga kelapa yang dibakar dan ditumbuk serta ditambahkan minyak kelapa dapat mengobati merah-merah pada kulit dengan cara dioleskan. Sedangkan pelepah kelapa yang dibubuy, yaitu dimasukan ke dalam abu panas dalam tungku hingga melunak, dikupas dan kemudian ditumbuk merupakan obat penyakit koreng dengan cara dioleskan. Bagian akar merupakan bagian tumbuhan yang seringkali dimanfaatkan sebagai obat, meskipun tidak sebanyak bagian tumbuhan lainnya. Pemanfaatan bagian tumbuhan tersebut agak sulit digunakan karena harus menggali spesies tumbuhan yang bersangkutan hingga diperoleh akarnya. Ong et al. (2011) pun mengatakan bahwa penggunaan bagian tumbuhan, seperti akar atau bagian tumbuhan lainnya yang terletak di bagian bawah tumbuhan akan menyebabkan rendahnya regenerasi pada suatu spesies tumbuhan obat karena bagian tersebut merupakan bagian yang menopang tumbuhan pada tanah tempat tumbuhnya. Jika bagian tersebut diambil, maka regenerasinya akan terhambat bahkan tumbuhan dapat mengalami kematian. Terdapat ramuan yang komposisinya terdiri dari akarakar berbagai tumbuhan yang ditemukan di setiap kecamatan. Ramuan tersebut terdiri dari akar alang-alang (Imperata cylindrica), akar pepaya ranti (Carica papaya) dan akar pinang (Areca catechu). Akar pinang juga seringkali diganti dengan akar kelapa (Cocos nucifera) atau akar aren (Arenga pinnata). Rebusan akar ketiga jenis spesies tumbuhan tersebut digunakan untuk mengobati pegalpegal dan reumatik.

64 46 Penggunaan getah untuk pengobatan ditemukan dimanfaatkan setiap kecamatan, kecuali Kecamatan Jalancagak. Spesies tumbuhan yang berasal dari famili Euphorbiaceae banyak dimanfaatkan getahnya untuk pengobatan. Getah yang berasal dari spesies famili tersebut seringkali dimanfaatkan masyarakat untuk mengobati penyakit kulit. Selain getah yang berasal dari spesies-spesies famili Euphorbiaceae tersebut, getah papaya (Carica papaya) juga dimanfaatkan masyarakat untuk mengobati kanker dengan cara diseduh dengan air dan diminum dan getah jarak pagar merupakan pereda panas pada anak-anak. (a) (b) Gambar 22 Spesies tumbuhan yang dimanfaatkan getahnya: (a) jarak pagar dan spesies tumbuhan yang dimanfaatkan umbinya: (b) singkong karet. Daun singkong karet (Manihot glaziovii) beracun bila salah dalam mengolahnya, karena hal tersebut, masyarakat pun menyebut spesies singkong ini sebagai singkong racun. Namun, ternyata umbi spesies tumbuhan tersebut dapat mengobati penyakit. Umbi singkong karet menurut masyarakat di Kecamatan Dawuan dapat mengobati kista, tumor dan kanker dengan cara dimakan langsung. Selain jenis umbi akar, spesies berumbi lapis, yaitu bawang merah (Allium cepa) dan bawang putih (Allium sativum) juga dimanfaatkan masyarakat sebagai obat. Bawang merah yang dicampurkan dengan minyak kelapa merupakan obat panas dan obat keseleo. Penggunaan bawang merah untuk mengobati penyakit tersebut ditemukan di setiap Kecamatan. Bawang putih yang ditumbuk bersama lada, beras dan ragi merupakan ramuan untuk perawatan kesehatan ibu melahirkan dengan cara dibalurkan di Kecamatan Jalancagak dan bawang putih yang dimakan langsung merupakan obat darah tinggi. Spesies tumbuhan yang dimanfaatkan semua bagiannya, antara lain ceplukan (Physalis peruviana), rumput mutiara (Hedyotis corymbosa), senggang

65 47 beureum (Amarantus hybridis) dan cucuk riut (Mimosa pudica). Ceplukan dimanfaatkan untuk obat darah tinggi dan pegal-pegal, sedangkan rumput mutiara merupakan obat kista, keputihan, kanker rahim dan penyubur kandungan. Semua bagian cucuk riut, semua bagian senggang beureum dan akar alang-alang yang direbus dimanfaatkan masyarakat sebagai obat reumatik Jumlah spesies tumbuhan obat yang dimanfaatkan berdasarkan tipe habitat Persentase pemanfaatan spesies tumbuhan obat yang berasal dari pekarangan pada setiap kecamatan berkisar antara 55-60%, yang berarti bahwa lebih dari separuh spesies tumbuhan obat yang dimanfaatkan masyarakat berasal dari pekarangan. Selain pekarangan, masyarakat di semua kecamatan pun banyak memanfaatkan spesies tumbuhan obat yang berasal dari kebun. Persentase spesies tumbuhan obat berdasarkan tipe habitat di setiap kecamatan dan pada tingkat Kabupaten Subang disajikan pada Gambar 23. Pemanfaatan spesies tumbuhan obat dari kedua habitat tersebut menunjukan bahwa telah ada upaya budidaya terhadap tumbuhan yang dirasakan memiliki manfaat dalam memenuhi keperluan hidup oleh masyarakat, termasuk tumbuhan untuk keperluan pengobatan. Pekarangan merupakan tipe habitat yang terletak lebih dekat dengan tempat tinggal masyarakat dibandingkan dengan tipe habitat lainnya, sehingga memudahkan masyarakat untuk mengambil suatu spesies tumbuhan obat tertentu yang diperlukan. Spesies tumbuhan obat yang ditanam di pekarangan biasanya memiliki fungsi lain, seperti untuk hiasan (tanaman hias), tanaman pagar, bumbu masakan dan pangan. Contoh spesies tumbuhan obat yang juga merupakan tanaman hias, yaitu melati (Jasminum sambac), jawer kotok (Coleus scutellaroides), kemuning (Murraya paniculata), kembang sepatu (Hibiscus rosasinensis), kenanga (Canangium odoratum), tapak dara (Catharanthus roseus) dan puring (Codiaeum variegatum).

66 48 Gambar 23 Persentase spesies tumbuhan obat berdasarkan tipe habitat pada setiap kecamatan dan pada tingkat Kabupaten Subang. Kedongdong cina (Polyscias fructicosa) merupakan spesies tumbuhan yang dimanfaatkan masyarakat sebagai lalapan. Efek dari memakan daun kedongdong cina adalah beser atau banyak dan sering mengeluarkan air seni. Selain itu, air seni yang dikeluarkan pun memiliki bau khas yang tajam. Karena hal tersebut, masyarakat juga memanfaatkan spesies tumbuhan tersebut untuk melancarkan air seni dan penyakit lain yang berhubungan dengan ginjal dan saluran kemih. Kedongdong cina sering sengaja ditanam sebagai penghias dan pembatas pekarangan masyarakat (pagar). Selain berbagai manfaatnya tersebut, ternyata kedongdong cina dapat memberikan keuntungan berupa pendapatan bagi masyarakat di daerah lain. Para petani di Sukabumi telah lama mengekspor kedongdong cina ke berbagai negara di wilayah Asia Timur, seperti Cina, Korea Selatan dan Jepang. Spesies tumbuhan tersebut dimanfaatkan sebagai tanam hias dan dianggap dapat membawa keberuntungan menurut fengshui. Selain itu, baunya yang khas dapat memberi kenyamanan dalam ruangan (Rayadie 2011). Spesies-spesies famili Zingiberaceae, seperti kunyit (Curcuma domestica), lengkuas (Alpinia galanga) dan jahe (Zingiber officinale) merupakan bumbu masak selain juga merupakan tumbuhan obat. Sedangkan daun kapol (Amomum cardamomum) digunakan sebagai pembungkus kue tradisional oleh masyarakat, selain dimanfaatkan untuk mengobati sakit kuning.

67 49 (a) (b) (c) Gambar 24 Spesies-spesies tumbuhan obat yang ditanam di pekarangan: (a) puring, (b) kenanga dan (c) kedongdong cina. Kebun ditanami masyarakat dengan tumbuhan buah-buahan, tumbuhan penghasil kayu, pangan dan tumbuhan lainnya yang biasanya tidak dapat ditanam di pekarangan. Spesies-spesies tumbuhan tersebut juga seringkali dapat dimanfaatkan untuk pengobatan. Contoh spesies tumbuhan obat yang ditanam di kebun, yaitu jengkol (Archidendron pauciflorum), rambutan (Nephelium lappaceum), sawo (Manilkara zapota), mangga (Mangifera indica) dan mahoni (Swietenia macrophylla). Kulit buah jengkol merupakan obat darah tinggi, pucuk rambutan dapat meredakan panas pada anak dan buah muda sawo adalah obat kuat pria. Masyarakat juga memanfaatkan pucuk daun mangga untuk obat sariawan, sedangkan kulit batang dan biji mahoni dimanfaatkan untuk obat kencing manis. Gambar 25 Kebun, sawah dan sungai yang merupakan beberapa habitat spesies tumbuhan obat yang dimanfaatkan masyarakat. Masyarakat Kecamatan Tambakdahan yang terletak di daerah dataran rendah memanfaatkan spesies tumbuhan obat yang berasal dari sawah lebih banyak dibandingkan kecamatan lainnya. Biji padi (Oryza sativa) yang disebut beras merupakan salah satu spesies tumbuhan obat. Selain padi, tidak banyak spesies tumbuhan obat yang diambil masyarakat dari sawah. Contoh spesies

68 50 tumbuhan obat yang berasal dari sawah selain padi, yaitu turi (Sesbania grandiflora), alang-alang (Imperata cylindrica) dan randu (Ceiba pentandra). Turi dan randu biasanya sengaja ditanam di pinggir-pinggir sawah sebagai peneduh. Selain sebagai peneduh, daun turi juga merupakan makanan ternak. Sedangkan alang-alang seringkali tumbuh liar di pinggir-pinggir sawah. Hutan hanya dimanfaatkan oleh masyarakat Kecamatan Jalancagak, terutama masyarakat di Desa Jalancagak dan Desa Bunihayu. Hal tersebut disebabkan letak kedua desa ini yang berada dekat dengan hutan. Kecamatan Jalancagak merupakan satu-satunya kecamatan diantara kecamatan lokasi penelitian lainnya yang masih memiliki wilayah hutan. Hutan yang sering dimanfaatkan masyarakat untuk mendapatkan tumbuhan obat berupa hutan tanaman pinus. Keberadaan vegetasi alami, seperti hutan mempengaruhi pemanfaatan tumbuhan obat oleh masyarakat sekitarnya. Masyarakat yang tinggal di sekitar hutan sedikitnya akan tergantung pada sumberdaya yang terdapat di dalam hutan tersebut, termasuk sumberdaya berupa tumbuhan yang berkhasiat obat. Gambar 26 Hutan tanaman pinus yang menjadi lokasi pengambilan tumbuhan obat oleh masyarakat Kecamatan Jalancagak. Spesies tumbuhan obat yang diambil masyarakat Kecamatan Jalancagak dari hutan, antara lain ki koneng (Arcangelisia flava), jukut tiris, lame (Alstonia scholaris), mara (Macaranga tanarius), combrang (Etlingera elatior) dan lamtoro (Leucaena leucocephala). Beberapa masyarakat telah membudidayakan combrang di pekarangan, namun masih ada juga masyarakat yang mengambilnya langsung dari hutan. Lame dan mara juga dapat ditemukan di kebun-kebun masyarakat yang berbatasan dengan hutan, hal tersebut diperkirakan karena lahan yang kini

69 51 dimanfaatkan sebagai kebun oleh masyarakat dahulu merupakan hutan. Menurut masyarakat, lamtoro yang berasal dari hutan berbeda dengan lamtoro yang telah ditanam masyarakat. Masyarakat menyebut lamtoro yang berasal dari hutan dengan nama selong. Buah selong lebih pendek dibandingkan buah lamtoro. Biji selong yang disangray, yaitu digoreng tanpa minyak, ditumbuk dan dibuat seperti kopi serta digunakan dengan cara diseduh dapat mengobati cacingan. Pemanfaatan spesies tumbuhan obat yang terdapat di pinggir sungai hanya dilakukan oleh masyarakat Kecamatan Dawuan. Ki buset (Mimosa pigra) merupakan spesies tumbuhan yang ditemukan di pinggir sungai. Spesies tumbuhan tesebut biasanya tumbuh di pasir-pasir sungai atau di sekitar sungai. Akar ki buset dimanfaatkan untuk mengobati kencing manis. Spesies-spesies tumbuhan obat yang tidak diperoleh dari habitat di sekitar lingkungan masyarakat, diperoleh dengan cara membeli. Hal tersebut disebabkan penggunaan spesies tumbuhan tersebut tidak dapat lagi dipisahkan dalam pengobatan. Spesies-spesies tumbuhan tersebut, antara lain bawang merah (Allium cepa) dan bawang putih (Allium sativum) Jumlah spesies tumbuhan obat yang dimanfaatkan berdasarkan kelompok penyakit/penggunaan Terdapat 21 kelompok penyakit/penggunaan yang diobati masyarakat dengan memanfaatkan tumbuhan obat. Lima kelompok penyakit/penggunaan spesies tumbuhan obat terbanyak pada setiap kecamatan tidak terlalu berbeda, seperti terlihat pada Tabel 4. Kelompok penyakit gangguan peredaran darah dan jantung, kelompok penyakit panas, demam dan influenza, kelompok penyakit tulang, otot dan sendi, kelompok penyakit saluran pencernaan dan kelompok penyakit ginjal, saluran kemih dan hati merupakan kelompok-kelompok penyakit yang umumnya menjadi kelompok penyakit/penggunaan spesies tumbuhan obat terbanyak. Perbedaan kelompok penyakit/penggunaan terbanyak pada setiap kecamatan hanya terletak pada urutan kelompok penyakit/penggunaan dan jumlah spesies tumbuhan obat yang digunakan untuk mengobati penyakit tersebut.

70 52 Tabel 4 Lima kelompok penyakit/penggunaan spesies tumbuhan obat terbanyak di setiap kecamatan Lokasi No Kelompok penyakit/penggunaan Kecamatan Jalancagak Kecamatan Dawuan Kecamatan Tambakdahan Jumlah spesies tumbuhan obat 1 Gangguan peredaran darah dan jantung 34 2 Panas, demam, influenza 33 3 Penyakit tulang, otot dan sendi 33 4 Penyakit saluran pencernaan 25 5 Penyakit ginjal, saluran kemih dan hati 24 1 Penyakit tulang, otot dan sendi 55 2 Gangguan peredaran darah dan jantung 50 3 Penyakit ginjal, saluran kemih dan hati 45 4 Penyakit saluran pencernaan 42 5 Penyakit saluran pembuangan 30 1 Panas, demam dan influenza 19 2 Penyakit saluran pencernaan 19 3 Penyakit tulang, otot dan sendi 19 4 Gangguan peredaran darah dan jantung 18 5 Penyakit ginjal, saluran kemih dan hati 13 Spesies tumbuhan obat yang dimanfaatkan masyarakat diharapkan dapat menjadi alternatif pengobatan bagi masyarakat selain obat kimia, khususnya untuk mengobati penyakit yang banyak diderita masyarakat. Spesies tumbuhan obat untuk mengobati penyakit yang banyak diderita tersebut bukan hanya dapat menjadi alternatif pengobatan bagi masyarakat yang biasa memanfaatkannya, namun juga dapat dimanfaatkan masyarakat di daerah Kabupaten Subang lainnya. Kelompok penyakit gangguan peredaran darah dan jantung terdiri dari penyakit darah tinggi, darah rendah dan jantung. Darah tinggi merupakan penyakit yang termasuk ke dalam sepuluh penyakit yang banyak diderita masyarakat di Kecamatan Jalancagak, Kecamatan Dawuan dan Kecamatan Tambakdahan pada tahun Masyarakat Kecamatan Dawuan merupakan masyarakat yang banyak menderita penyakit darah tinggi dibandingkan masyarakat di kedua kecamatan lainnya, yaitu sebanyak 1014 penderita, seperti terlihat pada Gambar 27.

71 53 Gambar 27 Sepuluh penyakit yang banyak diderita dan diobati masyarakat di Puskesmas Wangunreja (sumber: Laporan Tahunan Puskesmas Wangunreja, Kecamatan Dawuan Tahun 2010). Jumlah spesies tumbuhan obat untuk mengobati kelompok penyakit gangguan peredaran darah dan jantung di kecamatan Dawuan cukup banyak, yaitu sebanyak 50 spesies dan sebagian besar merupakan spesies tumbuhan obat untuk mengobati penyakit darah tinggi. Sebagai contoh, di Desa Sukasari, Kecamatan Dawuan, dari 35 spesies tumbuhan obat untuk kelompok penyakit gangguan peredaran darah dan jantung, sebanyak 29 spesies diantaranya dimanfaatkan masyarakat untuk mengobati darah tinggi. Spesies-spesies tumbuhan obat yang dimanfaatkan masyarakat Kecamatan Dawuan untuk mengobati darah tinggi, antara lain belimbing (Averhoa carambola), mengkudu (Morinda citrifolia), ceplukan (Physalis peruviana), pepaya (Carica papaya, (pinang (Areca catechu), ketumbar (Coriadrum sativum), pongporang (Arthrophyllum diversifolium) dan salak (Salacca zalacca). Jika spesies-spesies tumbuhan obat tersebut dimanfaatkan masyarakat secara maksimal, maka spesies-spesies tersebut akan menjadi alternatif pengobatan penyakit darah tinggi yang mudah, murah dan relatif aman. Mudah karena ternyata spesies-spesies tumbuhan obat tersebut tumbuh dan dapat ditemukan di sekitar lingkungan masyarakat dan masyarakat dapat mengolahnya sendiri di rumah. Biaya pengolahan spesies tumbuhan obat tersebut akan jauh lebih murah dibandingkan pengobatan dengan obat kimia. Selain itu, obat tradisional yang

72 54 cenderung tidak memiliki efek samping relatif aman digunakan masyarakat. Hanya saja, ternyata tidak semua spesies tumbuhan obat tersebut masih mudah ditemukan hingga kini. Pongporang merupakan spesies tumbuhan yang sudah sulit ditemukan saat ini. Masyarakat menganggap spesies ini kurang komersial sehingga memilih untuk menebangnya dari lahan kebun atau pinggir sawah mereka. Pemberian informasi mengenai pentingnya manfaat spesies tumbuhan obat tersebut dapat meningkatkan kepedulian masyarakat akan kelestarian spesies tumbuhan tersebut. Kelompok penyakit panas, demam dan influenza merupakan kelompok penyakit yang paling banyak diobati masyarakat Kecamatan Tambakdahan menggunakan spesies tumbuhan obat, yaitu sebanyak 19 spesies. Meskipun jumlah spesies tersebut masih lebih sedikit dibandingkan dengan yang dimanfaatkan masyarakat Kecamatan Jalancagak untuk mengobati kelompok penyakit yang sama, namun kelompok penyakit panas, demam dan influenza termasuk ke dalam sepuluh penyakit yang banyak diderita masyarakat Kecamatan Tambakdahan pada tahun 2010, sehingga adanya spesies tumbuhan obat untuk mengobati penyakit tersebut sangat diharapkan dapat menjadi alternatif pengobatan bagi masyarakat. Masyarakat Kecamatan Tambakdahan biasanya terlebih dahulu mengobati penyakit-penyakit kelompok penyakit panas, demam dan influenza dengan tumbuhan obat, seperti mustajab (Abelmoschus manihot), kacapiring (Gardenia augusta), randu (Ceiba pentandra), kembang sepatu (Hibiscus rosa-sinensis), salak (Salacca zalacca), lidah buaya (Aloe vera) dan pisang batu hitam (Musa sp.). Setelah dengan pengobatan menggunakan tumbuhan obat tersebut penderita tidak kunjung sembuh, biasanya penderita akan dibawa ke dokter atau puskesmas untuk mendapat pengobatan lebih lanjut. Masyarakat dengan tipe pemanfaatan tumbuhan obat seperti itu disebut tipe pemanfaatan pertolongan pertama.

73 55 Gambar 28 Sepuluh penyakit yang banyak diderita dan diobati masyarakat di Puskesmas Tambakdahan (sumber: Laporan Tahunan Puskesmas Tambakdahan, Kecamatan Tambakdahan Tahun 2010). Penyakit yang termasuk ke dalam penyakit saluran pencernaan, antara lain maag, perut kembung, sariawan dan diare. Maag merupakan penyakit yang banyak diderita masyarakat setiap kecamatan. Spesies tumbuhan obat yang dimanfaatkan untuk mengatasi penyakit tersebut, antara lain (Persea gratissima Gaertn.), bambu betung (Dendrocalamus asper), jukut bau (Ageratum conyzoides), kunir putih (Curcuma zedoaria), kunir hitam (Curcuma aeruginosa) dan temulawak (Curcuma xanthorrhiza). Penyakit maag seringkali diobati masyarakat dengan cara unik menggunakan tumbuhan, diantaranya dengan menggunakan nasi yang dibiarkan sampai siang hari, hingga agak mengeras, masyarakat menyebut nasi seperti ini sangu poe. Nasi yang telah mengeras tersebut dibentuk bulat-bulat kecil dan langsung ditelan penderita maag, tanpa dikunyah terlebih dahulu. Selain itu, daun jarak pagar (Ricinus communis) dan pucuk hanjuang merah (Cordyline terminalis) yang digoreng dengan nasi juga dipercaya dapat mengobati maag. Diare merupakan penyakit yang termasuk ke dalam sepuluh kelompok penyakit yang banyak diderita masyarakat di setiap kecamatan. Pada tahun 2010, penderita penyakit ini mencapai 430 orang di Kecamatan Jalancagak, 1017 orang di Kecamatan Dawuan dan 233 orang di Kecamatan Tambakdahan. Diare

74 56 memang termasuk penyakit yang ringan dan biasanya disebabkan oleh makanan yang dikonsumsi dan kurang bersihnya lingkungan masyarakat, namun jika dibiarkan penyakit tersebut dapat menyebabkan penderita mengalami kekurangan cairan tubuh dan dapat menyebabkan kematian. Daun jambu batu (Psidium guajava) merupakan spesies tumbuhan obat yang umum dimanfaatkan di setiap lokasi untuk mengobati diare. Penggunaan jambu batu sebagai obat diare dapat berupa ramuan tunggal atau dengan ditambahkan garam dan dapat juga merupakan ramuan dengan dicampur spesies tumbuhan lain. Penambahan garam pada ramuan untuk mengobati diare tersebut dimaksudkan untuk membunuh kuman-kuman penyebab diare. Sedangkan spesies tumbuhan lain yang sering dicampurkan dengan daun jambu batu untuk mengobati diare adalah kunyit (Curcuma domestica). Selain itu, kunci (Boesenbergia pandurata), air kelapa (Cocos nucifera) dan air pada batang pisang (Musa sp.) pun dapat dimanfaatkan masyarakat untuk mengobati diare. Gambar 29 Sepuluh penyakit yang banyak diderita dan diobati masyarakat di Puskesmas Jalancagak (sumber: Laporan Tahunan Puskesmas Jalancagak, Kecamatan Jalancagak Tahun 2010). Kelompok penyakit ginjal, saluran kemih dan hati, antara lain terdiri dari penyakit kencing manis, batu ginjal dan sakit kuning. Kanyere (Bridelia monoica), keji beling (Stachytarpheta mutabilis), kumis kucing (Orthosiphon spicatus), alpukat (Persea gratissima), kacang gude (Cajanus cajan) merupakan

75 57 beberapa spesies tumbuhan untuk mengobati batu ginjal. Sedangkan bambu kuning (Bambusa vulgaris), ki koneng (Arcangelisia flava), kapol (Amomum cardamomum) dan seledri (Apium graveolens) dimanfaatkan untuk mengobati sakit kuning. Seringkali warna suatu spesies tumbuhan dipercaya dapat mengobati penyakit dengan gejala tertentu. Sebagai contoh, bambu kuning dan ki koneng tersebut. Penggunaan kapol untuk obat sakit kuning harus dicampurkan dengan kerang air tawar. Spesies tumbuhan masih dimanfaatkan masyarakat di setiap kecamatan untuk mengobati kelompok penyakit dan perawatan kesehatan ibu hamil dan melahirkan. Jumlah spesies tumbuhan obat untuk kelompok penyakit dan perawatan kesehatan ibu hamil dan melahirkan terbanyak terdapat di Kecamatan Jalancagak, yaitu sebanyak 22 spesies. Spesies yang dimanfaatkan pada kelompok penyakit tersebut, antara lain jawer kotok (Coleus scutellaroides), sembung (Blumea balsamifera), kencur (Kaempferia galanga), kunyit (Curcuma domestica), pinang (Areca catechu) dan sirih (Piper betle). Masing-masing spesies tumbuhan tersebut memiliki fungsi tersendiri dalam perawatan kesehatan ibu melahirkan, seperti jawer kotok sebagai anti septik yang menyembuhkan luka dalam setelah melahirkan, kunyit yang berfungsi agar bau anyir darah setelah melahirkan hilang dan menjaga kesehatan mata ibu. (a) (b) (c) (d) Gambar 30 Beberapa spesies tumbuhan obat yang digunakan untuk perawatan kesehatan ibu melahirkan: (a) jawer kotok, (b) sirih, (c) sembung dan (d) pinang. Reumatik, sakit pinggang dan pegal-pegal merupakan penyakit-penyakit yang banyak diderita masyarakat dan termasuk kelompok penyakit tulang, otot dan sendi. Pada tingkat Kabupaten Subang, kelompok penyakit tersebut merupakan kelompok penyakit terbanyak yang diobati masyarakat menggunakan

76 58 tumbuhan obat, yaitu sebanyak 64 spesies. Kelompok penyakit ini umum dialami masyarakat yang tinggal di pedesaan, terutama masyarakat yang banyak melakukan aktifitas fisik. Selain itu, faktor umur pun biasanya memacu timbulnya penyakit-penyakit dari kelompok penyakit tersebut. Tabel 5 Lima kelompok penyakit/penggunaan spesies tumbuhan obat terbanyak pada tingkat Kabupaten Subang No Kelompok penyakit/penggunaan Jumlah spesies 1 Penyakit tulang, otot dan sendi 64 2 Gangguan peredaran darah dan jantung 63 3 Penyakit saluran pencernaan 56 4 Penyakit ginjal, saluran kemih dan hati 50 5 Panas, demam dan influenza 47 Sukun (Artocarpus communis) merupakan salah satu spesies tumbuhan obat yang dimanfaatkan untuk mengobati reumatik. Menurut masyarakat, penggunaan daun sukun tersebut cukup ampuh untuk mengobati reumatik, namun ramuan tersebut juga memiliki efek samping. Permukaan daun sukun yang kasar dan berbulu ternyata menyebabkan efek samping berupa sakit pada tenggorokan, bahkan radang tenggorokan setelah meminum ramuan tersebut. Ramuan yang terdiri dari 20 spesies tumbuhan obat, yaitu daun sambiloto (Andrographis paniculata), kunyit (Curcuma domestica), temulawak (Curcuma xanthorrhiza), beluntas (Pluchea indica), handeuleum (Graptophyllum pictum), semua bagian nanangkaan (Euphorbia hirta), semua bagian meniran (Phyllanthus niruri), akar pepaya ranti (Carica papaya), akar pinang (Arenga catechu), bratawali (Tinospora crispa), daun saga (Abrus precatorius), akar alang-alang (Imperata cylindrica), kunir hitam (Curcuma aeruginosa), sirih (Piper betle), semua bagian anting-anting (Acalypha indica), akar ceplukan (Physalis peruviana), daun alpukat (Persea gratissima), daun jarong (Stachytarpheta jamaicensis), daun kumis kucing (Orthosiphon spicatus) dan daun keji beling (Stachytarpheta mutabilis) yang direbus digunakan masyarakat Desa Rawalele, Kecamatan Dawuan untuk mengobati penyakit-penyakit tulang, otot dan sendi, yaitu sakit pinggang, pegal-pegal dan reumatik. Selain itu, ramuan tersebut juga berkhasiat mengobati keputihan, ambeyen, sakit kencing, kencing berdarah dan darah tinggi. Meskipun selama ini masyarakat sudah merasakan kemanjuran

77 59 ramuan tersebut bagi pengobatan dan belum adanya keluhan setelah mengkonsumsi ramuan tersebut, namun sebaiknya pencampuran berbagai spesies tumbuhan obat dalam suatu ramuan diperhatikan kandungan dan dosisnya sehingga tidak membahayakan kesehatan. Penyakit-penyakit dari kelompok penyakit saluran pencernaan dan kelompok penyakit panas, demam dan influenza umumnya dianggap sebagi penyakit ringan, meskipun pada kenyataannya penyakit-penyakit yang seringkali diderita masyarakat tersebut kadangkala mengganggu aktifitas masyarakat. Penyakit-penyakit yang ringan dan sering diderita masyarakat tersebut ternyata masih banyak diobati masyarakat dengan menggunakan tumbuhan obat. Spesies tumbuhan obat yang digunakan pun termasuk spesies-spesies yang mudah ditemukan dan umum terdapat di sekitar lingkungan masyarakat. Spesies tumbuhan obat untuk mengobati kelompok penyakit saluran pencernaan oleh masyarakat Kabupaten Subang mencapai 56 spesies dan untuk kelompok penyakit panas, demam dan influenza sebanyak 47 spesies, seperti terlihat pada Tabel 5. Pada umumnya pemanfaatan tumbuhan obat untuk penyakit-penyakit tersebut hanya sebagai pertolongan pertama sebelum penderita diobati lebih lanjut oleh dokter, puskesmas dan lain-lain jika penggunaannya dianggap tidak manjur. Diantara spesies-spesies tumbuhan obat yang dimanfaatkan masyarakat Kabupaten Subang, terdapat juga spesies tumbuhan yang dimanfaatkan untuk mengobati penyakit-penyakit yang termasuk berat dan hingga di masa yang akan datang akan tetap banyak diteliti serta dicari pengobatannya. Penyakit-penyakit tersebut antara lain, kanker, jantung dan diabetes. Sebagian besar spesies tumbuhan obat untuk mengobati kanker diketahui dari masyarakat dengan riwayat penyakit tersebut. Selain itu, media cetak, media elektronik dan medis merupakan sumber pengetahuan masyarakat mengenai spesies tumbuhan obat untuk mengobati penyakit-penyakit tersebut. Spesies tumbuhan obat yang dimanfaatkan masyarakat untuk mengobati penyakit tersebut, yaitu sirsak (Annona muricata), kunir putih (Curcuma zedoaria), pepaya (Carica papaya), singkong karet (Manihot glaziovii), tapak dara (Catharanthus roseus), benalu (Henslowia frutescens) dari berbagai jenis tumbuhan dan lain-lain.

78 60 Benalu (Henslowia frutescens) atau tumbuhan yang hidup menumpang pada tumbuhan lain yang biasa disebut masyarakat dengan katumpangan dan mangandeuh merupakan spesies tumbuhan yang dapat mengobati kanker, tumor atau sebagai pencegah kanker. Benalu pohon teh dimanfaatkan untuk mengobati kista, sedangkan benalu mangga merupakan obat kanker payudara. Menurut salah seorang warga yang banyak mengetahui mengenai tumbuhan obat dan pemanfaatannya di Desa Manyeti, Kecamatan Dawuan, spesies tumbuhan yang menumpang pada teh ataupun mangga sebenarnya sama, namun mungkin karena menumpang pada spesies tumbuhan berbeda sehingga zat-zat yang terkandung di dalam kedua jenis benalu tersebut juga menjadi berbeda. Sedangkan warga masyarakat lain di Desa Tambakdahan, Kecamatan Tambakdahan mengatakan bahwa benalu pada pohon delima putih dapat mengobati kanker pada stadium awal dengan menghambat pertumbuhan kanker tersebut. Penyakit jantung dapat diobati menggunakan daun coklat (Theobroma cacao), terong bulat (Solanum sp.) dan takokak (Solanum torvum). Selain itu, rebusan kulit batang duwet (Syzygium cumini) dengan kulit batang limus (Mangifera foetida) dan rebusan akar kelapa (Cocos nucifera) pun merupakan obat sakit jantung. Pengetahuan mengenai ramuan tersebut diperoleh dari pengobat yang mendapatkannya melalui ilham. Kencing manis diobati masyarakat dengan menggunakan daun jati (Tectona grandis), kulit batang duwet (Syzygium cumini), kulit buah jengkol (Archidendron pauciflorum), akar pepaya ranti (Carica papaya), batang serai (Cymbopogon nardus), daun salam (Syzygium polyanthum), daun sirsak (Annona muricata) dan semua bagian sidaguri (Sida rhombifolia). Pada umumnya, ramuan yang berasal dari spesies-spesies tumbuhan tersebut berasa pahit. Kelompok penyakit yang tidak selalu ditemukan diobati masyarakat menggunakan tumbuhan obat di setiap kecamatan, antara lain kelompok penyakit dan perawatan rambut, kelompok penyakit dan perawatan kaki dan luka karena binatang dan pencegahannya. Hal tersebut disebabkan penyakit-penyakit tersebut jarang diderita masyarakat. Sebagai contoh, spesies tumbuhan obat untuk mengobati kelompok penyakit dan perawatan rambut hanya ditemukan dimanfaatkan di tiga desa. Seledri (Apium graveolens), rambutan (Nephelium

79 61 lappaceum) dan kemiri (Aleurites moluccana) merupakan spesies tumbuhan obat yang dimanfaatkan pada kelompok penyakit tersebut. Seledri digunakan untuk menumbuhkan rambut, daun rambutan dapat menyuburkan rambut dan kemiri merupakan spesies tumbuhan obat untuk menumbuhkan kumis dan janggut Frekuensi pemanfaatan spesies tumbuhan obat Frekuensi pemanfaatan spesies tumbuhan obat merupakan banyaknya jumlah masyarakat yang memanfaatkan spesies tumbuhan tertentu. Sebagai contoh, frekuensi pemanfaatan mustajab yang tertinggi terdapat di Kecamatan Jalancagak sebanyak 30%, artinya sebanyak 30% atau 27 orang dari jumlah keseluruhan masyarakat yang diwawancarai di kecamatan tersebut (90 orang) memanfaatkan mustajab. Sepuluh spesies dengan frekuensi pemanfaatan tertinggi di setiap kecamatan disajikan pada Tabel 6. Tabel 6 Sepuluh spesies tumbuhan obat dengan frekuensi pemanfaatan tertinggi di setiap kecamatan Lokasi No Spesies tumbuhan obat Frekuensi pemanfaatan (%) 1 Sirih (Piper betle) 33,33 2 Mustajab (Abelmonchus manihot) 30,00 3 Sembung (Blumea balsamifera) 24,44 4 Jambu batu (Psidium guajava) 18,89 Kecamatan Jalancagak 5 Kunir hitam (Curcuma aeruginosa) 15,56 6 Bawang merah (Allium cepa) 14,44 7 Kunyit (Curcuma domestica) 14,44 8 Jawer kotok (Coleus scutellaroides) 13,33 9 Temulawak (Curcuma xanthorrhiza) 13,33 10 Kumis kucing (Orthosiphon spicatus) 13,33 1 Kunyit (Curcuma domestica) 40,00 2 Sirih (Piper betle) 35,56 3 Saga (Abrus precatorius) 25,56 4 Mustajab (Abelmonchus manihot) 18,89 Kecamatan Dawuan 5 Kumis kucing (Orthosiphon spicatus) 16,67 6 Murbei (Morus alba) 15,56 7 Jambu batu (Psidium guajava) 13,33 8 Kelapa (Cocos nucifera) 13,33 9 Alang-alang (Imperata cylindrica) 12,22 10 Mengkudu (Morinda citrifolia) 11,11 1 Sirih (Piper betle) 36,67 KecamatanTambakdahan 2 Kunyit (Curcuma domestica) 27,78 3 Jambu batu (Psidiun guajava) 22,22 4 Mengkudu (Morinda citrifolia) 13,33

80 62 Tabel 6 Sepuluh spesies tumbuhan obat dengan frekuensi pemanfaatan tertinggi di setiap kecamatan (lanjutan) Lokasi No Spesies tumbuhan obat Frekuensi pemanfaatan (%) 5 Ceplukan (Physalis peruviana) 12,22 6 Padi (Oryza sativa) 10,00 7 Saga (Abrus precatorius) 10,00 8 Pepaya ranti (Carica papaya) 7,78 9 Kumis kucing (Orthosiphon spicatus) 7,78 10 Mahkota dewa (Phaleria macrocarpa) 7,78 Spesies-spesies tumbuhan obat yang memiliki frekuensi pemanfaatan tertinggi di ketiga kecamatan tidak berbeda jauh. Sirih (Piper betle) dan kunyit (Curcuma domestica) merupakan spesies-spesies tumbuhan obat yang termasuk ke dalam sepuluh spesies tumbuhan obat tersebut di semua kecamatan. Hal tersebut disebabkan kondisi masyarakat masing-masing desa di setiap kecamatan lokasi penelitian yang dapat dikatakan telah maju dan memiliki akses yang mudah ke daerah lain, sehingga informasi mengenai pemanfaatan suatu spesies yang berkhasiat obat mudah menyebar dan mudah dibawa untuk dibudidayakan di daerah lainnya. Oleh karena itu, spesies-spesies tumbuhan obat yang dimanfaatkan masyarakat cenderung sama. Sembung (Blumea balsamifera) dan sirih (Piper betle) termasuk ke dalam sepuluh spesies tumbuhan dengan frekuensi pemanfaatan tertinggi di Kecamatan Jalancagak. Frekuensi pemanfaatan sirih tertinggi terdapat di Kecamatan Dawuan sebanyak 35,56%, sedangkan jumlah masyarakat yang banyak memanfaatkan sembung terdapat di Kecamatan Jalancagak sebesar 24,44%. Kedua spesies tumbuhan tersebut dikenal dan banyak dimanfaatkan untuk mengobati kelompok penyakit dan perawatan kesehatan ibu hamil dan melahirkan dan kelompok penyakit dan perawatan kewanitaan. Selain sembung dan sirih, jawer kotok (Coleus scutellaroides) dan kunyit (Curcuma domestica) pun merupakan spesies yang banyak dimanfaatkan masyarakat untuk mengobati kedua kelompok penyakit tersebut. Jawer kotok dan kunyit juga dikenal dan dimanfaatkan untuk mengobati penyakit lain. Jawer kotok dimanfaatkan sebagai obat batuk, obat sakit mata dan obat tambah darah. Sedangkan kunyit, hampir di semua lokasi dikenal dan dimanfaatkan sebagai obat maag.

81 63 Kunir hitam (Curcuma aeruginosa) kerabat kunyit dari famili Zingiberaceae yang banyak dimanfaatkan oleh masyarakat Kecamatan Jalancagak dengan frekuensi pemanfaatan 15,56%. Kunir hitam dimanfaatkan untuk mengobati maag, kurang darah, mengobati mencret pada bayi (indah) serta merupakan salah satu spesies tumbuhan dalam ramuan untuk perawatan kesehatan ibu melahirkan. Bawang merah (Allium cepa) yang dicampurkan dengan minyak kelapa atau asam jawa (Tamarindus indica) merupakan obat untuk meredakan panas pada anak. Bawang merah termasuk ke dalam sepuluh spesies tumbuhan dengan frekuensi pemanfaatan tertinggi di Kecamatan Jalancagak dengan frekuensi pemanfaatan sebesar 14,44%. Selain spesies tumbuhan tersebut, mustajab (Abelmonchus manihot) juga merupakan spesies tumbuhan obat yang dapat meredakan panas dan banyak dimanfaatkan oleh masyarakat di kecamatan Jalancagak dan Kecamatan Dawuan. Murbei (Morus alba) atau masyarakat biasanya menyebutnya bebesaran merupakan spesies tumbuhan obat yang termasuk ke dalam sepuluh spesies tumbuhan obat yang banyak digunakan oleh masyarakat Kecamatan Dawuan. Daun murbei memiliki banyak khasiat, yaitu darah tinggi, panas, sakit kepala, sakit pinggang, batuk, maag, perut panas dan sesak nafas. Namun, khasiatnya sebagai obat darah tinggi lebih dikenal dan banyak dimanfaatkan masyarakat di semua kecamatan. Saga (Abrus precatorius) dikenal dan dimanfaatkan untuk mengobati sariawan, panas dalam dan batuk di Kecamatan Dawuan dan Kecamatan Tambakdahan. Frekuensi pemanfaatan saga oleh masyarakat Kecamatan Dawuan mencapai 25,56%. Pemanfaatan alang-alang (Imperata cylindrica), ceplukan (Physalis peruviana) dan pepaya ranti (Carica papaya) biasanya disatukan dalam satu ramuan. Ramuan yang terdiri dari akar alang-alang, akar atau seluruh bagian ceplukan dan akar pepaya ranti dimanfaatkan untuk mengobati penyakit-penyakit dalam kelompok penyakit tulang, otot dan sendi. Ramuan tersebut juga biasanya ditambahkan akar kelapa, akar pinang atau akar aren dan ditemukan dimanfaatkan hampir di lokasi. Penambahan ketiga spesies terakhir tersebut cenderung berbeda di setiap lokasi. Desa-desa yang terletak di daerah pegunungan dan dataran tinggi (Kecamatan Jalancagak) biasanya menggunakan akar aren, sedangkan akar kelapa

82 64 dan akar pinang banyak digunakan oleh masyarakat di desa-desa dataran dan berbukit (Kecamatan Dawuan) dan masyarakat di daerah dataran rendah (Kecamatan Tambakdahan). Kumis kucing (Orthosiphon spicatus) termasuk ke dalam sepuluh spesies tumbuhan obat dengan frekuensi tertinggi di semua kecamatan dan dimanfaatkan mengobati penyakit-penyakit dalam kelompok penyakit tulang, otot dan sendi, diantaranya sakit pinggang. Sirih (Piper betle) merupakan spesies tumbuhan obat yang dimanfaatkan oleh masyarakat Kabupaten Subang dengan frekuensi pemanfaatan tertinggi, yaitu mencapai 35,19% atau sebanyak 95 orang responden memanfaatkan spesies tumbuhan tersebut dari 270 orang responden yang diwawancarai. Pemanfaatan sirih sebagai tumbuhan obat memang telah lama dikenal. Spesies ini memiliki banyak khasiat bagi pengobatan. Spesies tumbuhan obat lainnya yang termasuk ke dalam sepuluh spesies tumbuhan obat dengan frekuensi pemanfaatan tertinggi oleh masyarakat Kabupaten Subang dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7 Sepuluh spesies tumbuhan obat dengan frekuensi pemanfaatan tertinggi pada tingkat Kabupaten Subang. No spesies Frekuensi pemanfaatan (%) 1 Sirih (Piper betle) 35,19 2 Kunyit (Curcuma domestica) 27,41 3 Jambu batu (Psidium guajava) 18,15 4 Mustajab (Abelmonchus manihot) 17,04 5 Saga (Abrus precatorius) 14,44 6 Sembung (Blumea balsamifera) 14,07 7 Kumis kucing (Orthosiphon spicatus) 11,11 8 Mengkudu (Morinda citrifolia) 10,74 9 Randu (Ceiba pentandra) 10,37 10 Ceplukan (Physalis peruviana) 10,00 Spesies-spesies tumbuhan obat dengan frekuensi pemanfaatan tertinggi di Kabupaten Subang pada umumnya digunakan oleh masyarakat untuk penyakitpenyakir ringan dan sering diderita masyarakat, seperti jambu batu (Psidium guajava) untuk mengobati diare, mustajab (Abelmonchus manihot) dan randu (Ceiba pentandra) untuk meredakan panas dan saga (Abrus precatorius) untuk mengobati sariawan. Pengobatan yang dilakukan dengan spesies tumbuhan obat tersebut pun lebih banyak merupakan pengobatan yang dilakukan dalam skala rumah tangga atau pengobatan sendiri.

83 65 Gambar 31 (a) (b) Beberapa spesies tumbuhan obat dengan frekuensi pemanfaatan tertinggi: (a) randu dan (b) saga Sumber pengetahuan pemanfaatan tumbuhan obat Terdapat sembilan sumber pengetahuan masyarakat dalam pemanfaatan tumbuhan obat untuk pengobatan. Sumber-sumber pengetahuan tumbuhan obat dapat pada setiap kecamatan dapat dilihat pada Gambar 32, Gambar 33 dan Gambar 35. Sumber pengetahuan secara turun temurun mengenai tumbuhan obat dan pemanfaatannya merupakan sumber pengetahuan terbanyak di setiap kecamatan. Sumber pengetahuan secara turun-temurun diperoleh melalui orang tua dan leluhur. Persentase sumber pengetahuan tersebut di setiap kecamatan berkisar antara 58 84%. Artinya, lebih dari separuh spesies tumbuhan obat yang dimanfaatkan berasal dari pengetahuan secara turun-temurun. Banyaknya tumbuhan obat yang dikenal dan dimanfaatkan melalui pengetahuan secara turun-temurun menunjukkan bahwa sebenarnya masyarakat masih memegang dan melaksanakan pengetahuan yang diajarkan oleh orang tua atau leluhurnya dalam pemanfaatan tumbuhan obat, meskipun tentu saja jumlah spesies tumbuhan dan intensitas pemanfaatannya tidak sebanyak dahulu. Hal tersebut disebabkan telah banyaknya spesies tumbuhan yang mulai sulit ditemukan, bahkan sudah tidak ada lagi di sekitar lingkungan masyarakat. Selain itu, telah banyaknya obat kimia yang mudah diperoleh dan lebih praktis digunakan serta adanya fasilitas kesehatan yang dibangun di sekitar tempat tinggal masyarakat pun membuat masyarakat mulai enggan menggunakan tumbuhan obat. Biasanya pengetahuan secara turun-temurun yang masih dipegang masyarakat berupa pengetahuan mengenai ramuan tumbuhan obat sederhana. Sederhana yang dimaksud, yaitu tidak terlalu banyak spesies tumbuhan yang digunakan, sederhana

84 66 dalam mengolah dan dalam menggunakannya. Ramuan tumbuhan obat sederhana tersebut biasanya dimanfaatkan untuk mengobati penyakit-penyakit ringan yang sering diderita masyarakat. Gambar 32 Sumber pengetahuan pemanfaatan tumbuhan obat masyarakat Kecamatan Jalancagak. Sumber pengetahuan spesies tumbuhan obat dan pemanfaatannya yang berasal dari kerabat merupakan sumber pengetahuan yang banyak dimanfaatkan masyarakat di kecamatan-kecamatan lokasi penelitian. Masyarakat mudah terpengaruh oleh perilaku, pemikiran dan perasaan warga lain dalam lingkungan masyarakat tersebut atau oleh masyarakat lainnya terhadap suatu hal, karena seringkali interaksi dalam dan antar masyarakat bersifat persuasif. Dalam hal pemanfaatan tumbuhan obat, seringkali seorang warga ikut menggunakan suatu tumbuhan obat karena melihat atau mendapat saran dari warga lainnya. Pengaruh tersebut akan semakin besar seiring dengan semakin dekatnya hubungan warga dalam suatu masyarakat atau dengan masyarakat lainnya. Kecamatan Jalancagak memiliki persentase sumber pengetahuan dari kerabat terkecil. Hal tersebut disebabkan terdapat daerah-daerah di Kecamatan Jalancagak yang terletak berjauhan hingga interaksi antar masyarakat yang tinggal di dalamnya pun lebih kecil dibandingkan di daerah lainnya.

85 67 Gambar 33 Sumber pengetahuan pemanfaatan tumbuhan obat masyarakat Kecamatan Dawuan. Masyarakat yang mengetahui mengenai tumbuhan obat dan manfaatnya dari pengobat (dukun, tukang urut, paraji dan lain-lain) tidak terlalu banyak. Kecamatan Jalancagak merupakan kecamatan yang masyarakatnya paling sedikit mengetahui tentang tumbuhan obat dan manfaatnya dari pengobat. Hal tersebut disebabkan karena jumlah pengobat di kecamatan tersebut yang menggunakan tumbuhan obat sebagai media penyambuhan tidak banyak, terutama pengobat berupa dukun dan tukang urut. Paraji (dukun beranak) cukup banyak ditemukan di Kecamatan Jalancagak, mencapai dua hingga tiga orang pada setiap desanya, namun sudah banyak yang tidak menggunakan tumbuhan obat. Paraji yang ditemui merupakan paraji terdidik yang bertugas mendampingi bidan desa dan membantu merawat bayi. Namun, paraji-paraji tersebut masih diperbolehkan menganjurkan penggunaan tumbuhan obat dalam merawat kesehatan ibu setelah melahirkan. Masyarakat juga mendapat pengetahuan mengenai tumbuhan obat dan pemanfaatannya dari media cetak, berupa koran, buku, majalah dan lain-lain. Jumlah masyarakat yang mendapat pengetahuan dari sumber tersebut cukup kecil, yaitu hanya 2 5%. Hal tersebut menunjukan bahwa tingkat pendidikan masyarakat di kecamatan-kecamatan lokasi penelitian masih rendah. Masyarakat

86 68 yang mendapatkan pengetahuan mengenai spesies tumbuhan obat dan pemanfaatannya dari media cetak biasanya merupakan masyarakat dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi dari sekolah dasar, karena masyarakat dengan tingkat pendidikan tersebut lebih mudah mendapatkan akses terhadap sumber pengetahuan tersebut. Media cetak yang dijadikan sumber pengetahuan tersebut, diantaranya Majalah Trubus, Majalah Mangle dan Koran Giwangkara. Seperti media cetak, masyarakat yang mendapat pengetahuan mengenai tumbuhan obat dan pemanfaatannya dari media elektronik pun sedikit, hanya 1% pada setiap kecamatannya. Hal tersebut disebabkan mulai berkurangnya acara yang memberikan pengetahuan tentang tumbuhan obat dan pemanfaatanya di media-media elektronik yang mudah diakses masyarakat, seperti TV dan radio. Jika pun ada, masyarakat biasanya akan memilih tayangan lain yang dianggap lebih menarik. TVRI merupakan salah satu stasiun televisi yang pernah diketahui masyarakat menanyangkan acara mengenai pengobatan secara tradisional dengan tumbuhan obat dengan menghadirkan narasumber yang kompeten di bidang tersebut. Namun, banyak masyarakat yang sudah jarang atau bahkan tidak lagi menonton saluran tersebut. Media cetak dan media elektronik sebenarnya merupakan media yang ampuh untuk penyebaran informasi terhadap masyarakat. Media elektronik terutama dapat diakses semua kalangan masyarakat tanpa membedakan usia, tingkat pendidikan, pekerjaan dan tingkat ekonomi. Pemberian pengetahuan mengenai tumbuhan obat dan pemanfaatannya akan sangat efektif dilakukan melalui media ini, namun dengan pengemasan acara yang lebih menarik dan tetap mendidik. Sumber pengetahuan mengenai tumbuhan obat dan pemanfaatanya melaui ilham (mimpi, tirakat, salat dan lain-lain) tidak diperoleh oleh setiap orang dan sembarangan orang. Masyarakat yang mendapat pengetahuan dari hal tersebut biasanya merupakan masyarakat yang pernah memiliki riwayat sakit yang berat dan pengobat. Masyarakat dengan riwayat sakit yang berat akan berupaya melakukan berbagai cara untuk kesembuhannya. Salah satunya adalah dengan rajin melaksanakan ibadah untuk memohon kesembuhan pada Tuhan. Pengobat di Kecamatan Dawuan yang mendapatkan pengetahuan mengenai tumbuhan obat

87 69 dan pemanfaatannya dengan cara belajar, melalui ilham (mimpi, tirakat, shalat dan lain-lain) dan dari pengetahuan secara turun temurun mengatakan bahwa penyakit yang diderita seseorang dapat merupakan penyakit secara lahir atau penyakit kebatinan. Menurut pengobat tersebut, penyakit yang bersifat lahir atau pun kebatinan dapat diobati menggunakan tumbuhan obat, namun untuk penyakit yang bersifat kebatinan, selain menggunakan tumbuhan obat, pengobatannya pun memerlukan ritual, bacaan atau syarat-syarat tertentu yang harus dipenuhi penderita selain menggunakan tumbuhan obat. Sebagai contoh, pemanfaatan air rebusan bunga labu kuning (Cucurbita moschata) dengan bunga atau daun senggugu (Clerodendron serratum) dan daun salak (Salacca zalacca) yang dipakai mandi dipercaya dapat mengobati penyakit ayan. Dalam penggunaannya, air rebusan spesies-spesies tumbuhan tersebut harus dipakai mandi selama tujuh kali pada setiap hari kelahiran penderita dan digunakan setiap pukul tujuh (pagi atau malam) serta penderita harus dimandikan langsung oleh orangtuanya. Selain itu, rebusan kulit batang kelor (Moringa oleoifera) dan turi (Sesbania grandiflora) juga dipercaya dapat menyembuhkan penyakit reumatik. Untuk mempercepat penyembuhan, penderita disarankan menendang-nendang batang kelor tersebut setiap hari. Mitos atau syarat-syarat yang melengkapi pemanfaatan tumbuhan obat oleh masyarakat tersebut tentu saja perlu dianalisis lebih lanjut. Meskipun terdengar tidak masuk akal, namun seringkali mitos atau syarat tersebut sebenarnya mengandung arti yang dapat dijelaskan. Misalnya, dalam pemanfaatan daun tertentu untuk obat disarankan jumlahnya ganjil atau dalam jumlah tertentu tergantung hari kelahiran penderita (penderita yang lahir hari Senin menggunakan dua lembar daun, penderita yang lahir pada hari Selasa menggunakan lima lembar daun dan seterusnya). Mungkin saja, jumlah-jumlah daun tersebut sebenarnya merupakan dosis yang tepat bagi pengobatan, mengingat tidak semua spesies tumbuhan cocok digunakan oleh setiap orang. Dokter, bidan dan mantri desa merupakan sumber pengetahuan pemanfaatan tumbuhan obat yang dikelompokan sebagai medis. Spesies tumbuhan obat yang disarankan oleh dokter, bidan dan mantri tersebut biasanya merupakan spesies

88 70 tumbuhan yang memang kandungannya telah diteliti secara ilmiah dan telah terbukti berkhasiat obat. Daun sirsak misalnya, kini banyak diresepkan atau sekedar dianjurkan oleh dokter. Hal tersebut disebabkan hasil riset di mancanegara yang menginformasikan adanya senyawa aktif acetogenesis dalam daun sirsak yang sangat manjur dan selektif mengatasi target sasaran dalam pengobatan penyakit kanker (Duryatmo 2011). Terdapat juga dokter yang membuat dan memberikan ramuan obat tradisional yang telah dikemas secara modern dan siap pakai pada pasiennya. Salah seorang warga yang menderita kanker payudara di Desa Tambakmekar, Kecamatan Jalancagak hingga kini masih mengkonsumsi obat tersebut, disamping juga mengkonsumsi ramuan tumbuhan obat yang dibuat sendiri yang diberitahukan dokter dan kerabatnya. Meskipun pada akhirnya operasi tetap dilakukan, namun warga tersebut mengaku dengan mengkonsumsi tumbuhan obat, kondisinya lebih baik. Gambar 34 Obat yang terbuat dari tumbuhan obat yang dibuat dan dikemas oleh salah seorang dokter untuk mengobati penyakit kanker payudara. Komposisi salah satu obat kanker payudara yang dikonsumsi warga tersebut, yaitu daun sirsak (Annona muricata), rimpang temulawak (Curcuma xanthorrhiza), rimpang kunir putih (Curcuma zedoaria) dan daun jambu batu (Psidium guajava). Masing-masing spesies tumbuhan tersebut, memiliki efek farmakologis terhadap kanker payudara, misalnya kunir putih memiliki efek menghentikan pertumbuhan sel kanker (sitostatika), menghentikan pendarahan (hemostatika) dan menghilangkan rasa sakit (anti piretik). Obat lainnya terdiri dari sambiloto dan temulawak. Temulawak memiliki efek farmakologis terhadap kanker payudara, yaitu sebagai sitostatika, anti piretik, anti inflamasi, menghilangkan atau menetralkan racun (anti toksik) dan meningkatkan daya tahan tubuh (imunostimulan) (Winarto et al. 2007). Temulawak dapat diberikan bersama

89 71 daun sirsak kepada pasien kanker yang juga mengidap maag. Temulawak melindungi lambung dari keasaman tinggi akibat konsumsi daun sirsak yang bersifat asam (Wiguna 2011). Spesies-spesies tumbuhan obat yang merupakan komposisi obat untuk kanker payudara tersebut terdapat di sekitar lingkungan masyarakat dan seringkali juga dimanfaatkan masyarakat untuk mengobati penyakit tertentu. Sebenarnya masyarakat pun dapat membuat obat untuk penyakit yang berat, seperti kanker dengan memanfaatkan spesies-spesies tumbuhan obat tersebut. Hanya saja dalam pembuatannya perlu diperhatikan cara pengolahan yang benar dan dosis yang tepat. Warga yang mendapatkan pengetahuan mengenai tumbuhan obat dan pemanfaatannya dengan belajar terdapat di Kecamatan Dawuan. Salah seorang warga belajar dari orang yang mempunyai pengetahuan banyak mengenai hal tersebut dan dari buku-buku. Menurutnya, pengobatan dengan menggunakan tumbuhan obat itu bersifat ekstruktif, artinya reaksinya tidak cepat namun akurat pada organ yang sakit. Hal tersebut yang menyebabkan pengobatan dengan tumbuhan obat hampir tidak memiliki efek samping. Berbeda dengan obat kimia yang bersifat destruktif. Pengetahuan mengenai tumbuhan obat yang diperoleh dari belajar dan buku-buku tersebut seringkali dibagikan pada masyarakat lainnya. Gambar 35 Sumber pengetahuan pemanfaatan tumbuhan obat masyarakat Kecamatan Tambakdahan.

90 72 Sumber pengetahuan pemanfaatan tumbuhan obat lainnya berupa seminar kesehatan dan melihat komposisi obat herbal dan jamu. Warga yang mendapatkan pengetahuan mengenai tumbuhan obat dan manfaatnya melalui komposisi obat herbal dan jamu pada awalnya merupakan pembeli produk-produk tersebut. Setelah diamati pada bagian komposisinya, ternyata spesies tumbuhan obat yang merupakan komposisi obat herbal dan jamu tersebut dapat ditemukan di sekitar lingkungan tempat tinggalnya. Karena itu, warga tersebut pun mulai membuat sendiri ramuan tumbuhan obat sesuai komposisi yang tertulis pada obat herbal dan jamu tersebut Potensi tumbuhan obat di sekitar lingkungan masyarakat Tidak semua spesies tumbuhan yang tumbuh di sekitar lingkungan masyarakat dimanfaatkan sebagai obat, meskipun beberapa diantaranya memiliki khasiat tersebut. Spesies tumbuhan berkhasiat obat yang tumbuh di sekitar lingkungan masyarakat adalah yang disebut sebagai potensi tumbuhan obat dalam bahasan ini. Potensi tumbuhan obat di sekitar lingkungan masyarakat pada setiap kecamatan dapat dilihat pada Gambar 36. Gambar 36 Potensi tumbuhan obat di sekitar lingkungan masyarakat dibandingkan tumbuhan obat yang telah dimanfaatkan masyarakat di setiap kecamatan dan pada tingkat Kabupaten Subang.

91 73 Gambar 36 menunjukan bahwa spesies tumbuhan obat yang tumbuh di sekitar lingkungan masyarakat memiliki perbedaan jumlah yang tidak terlalu besar dengan spesies tumbuhan obat yang dimanfaatkan masyarakat di setiap desa. Hal tersebut memperlihatkan bahwa masyarakat cenderung memanfaatkan spesies yang telah ada atau mudah ditemukan di sekitar lingkungan mereka. Selain itu, hal tersebut juga menunjukan bahwa telah adanya upaya budidaya oleh masyarakat terhadap spesies tumbuhan obat, sehingga spesies yang ada dan yang dimanfaatkan tidak jauh berbeda. Kecamatan yang memiliki perbedaan yang cukup besar pada jumlah potensi tumbuhan obat dengan jumlah tumbuhan obat yang dimanfaatkannya, yaitu Kecamatan Tambakdahan. Habitat spesies tumbuhan obat yang dimanfaatkan masyarakat kecamatan tersebut hanya terbatas pada pekarangan, kebun dan sawah. Padahal pada habitat lain selain habitat-habitat tersebut pun banyak ditemukan spesies tumbuhan berkhasiat obat. Selain itu, spesies tumbuhan obat yang dimanfaatkannya pun sebagian besar merupakan hasil budidaya masyarakat. Masyarakat tidak terlalu banyak memanfaatkan spesies tumbuhan obat yang hidup liar. Spesies tumbuhan obat yang tidak ditemukan dimanfaatkan, namun ditemukan tumbuh di biasanya merupakan spesies tumbuhan yang lebih dikenal dengan fungsi lain oleh masyarakat, seperti hiasan (tanaman hias), merupakan tumbuhan liar dan tumbuhan yang terletak agak jauh dari lingkungan masyarakat atau hidup pada tempat yang jarang dikunjungi masyarakat. Spesies tumbuhan yang merupakan tanaman hias, seperti tapak dara (Catharanthus roseus), bunga kertas (Bougainvillea glabra), bunga pukul empat (Mirabilis jalapa) dan bunga kancing (Gompherena globosa) umumnya tidak diketahui memilki fungsi lain oleh masyarakat di kecamatan-kecamatan tertentu, meskipun spesies-spesies tumbuhan tersebut sebenarnya memiliki khasiat obat. Tapak dara misalnya dapat dimanfaatkan sebagai obat kencing manis. Tumbuhan yang hidup liar juga banyak yang tidak dimanfaatkan masyarakat sebagai obat. Sebagai contoh, genjer (Limnocharis flava), ki apus (Pistia stratiotes) dan eceng (Monochoria vaginalis) sawah merupakan spesies-spesies yang umum ditemukan di persawahan dan perairan lainnya, namun spesies ini

92 74 tidak ditemukan dimanfaatkan masyarakat. Padahal spesies-spesies tersebut banyak ditemukan di Kecamatan Tambakdahan yang memiliki sawah lebih luas dibandingkan kecamatan lainnya dan merupakan kecamatan dengan perbedaan jumlah spesies tumbuhan obat yang dimanfaatkan dan potensi tumbuhan obatnya besar. Selain tumbuhan liar yang sering ditemukan di sawah, tumbuhan liar yang ditemukan di wilayah kecamatan tersebut namun jarang didatangi masyarakat pun ada yang memiliki khasiat obat. Sebagai contoh, biduri (Calotropis gigantea) yang ditemukan di pemakaman masyarakat. Ternyata spesies tumbuhan tersebut memiliki banyak manfaat pada hampir semua bagian tumbuhannya, mulai dari kulit akar, daun, bunga dan getahnya. Himansu et al. (2011) mengatakan bahwa spesies tumbuhan ini mengandung berbagai jenis alkaloid, glikosida, flavanoid, tanin, saponin, sterol dan triterpenoid dan memiliki sifat anti-inflamantory, analgesic, anti-piretic, anti-oksidan, anti-convulsant dan anti-diarrhoeal agent dalam mengobati penyakit. Gambar 37 Biduri yang ditemukan di Kecamatan Tambakdahan. Pemberian informasi mengenai spesies-spesies tumbuhan obat yang dapat dimanfaatkan sangat penting bagi masyarakat. Selain membantu masyarakat dalam memenuhi kebutuhan dalam bidang kesehatan, upaya tersebut juga dapat mempertahankan dan melestarikan keberadaan spesies-spesies tumbuhan obat. 5.3 Cara Pemanfaatan Tumbuhan Obat Cara pemanfaatan terdiri dari cara pengolahan dan cara penggunaan. Cara pengolahan merupakan suatu proses untuk menjadikan suatu spesies atau

93 75 beberapa spesies tumbuhan obat siap untuk digunakan. Roosita et al. (2011) mengatakan bahwa cara pengolahan tumbuhan obat dari bahan segar merupakan proses terpenting dalam pengobatan secara herbal. Cara pengolahan spesies tumbuhan obat oleh masyarakat Kabupaten Subang, yaitu direbus, diseduh, ditumbuk/dihaluskan, diremas, diparut, dikukus, dibubuy (dimasukan ke dalam abu panas dalam tungku hingga melunak), dituak (dipotong dan air yang keluar ditampung), disangray (digoreng tanpa minyak), dimasak/dicampurkan ke dalam makanan dan direndam dalam air. Terdapat juga spesies tumbuhan obat yang digunakan tanpa mengalami pengolahan terlebih dahulu atau dapat dimanfaatkan langsung, yaitu dengan cara dimakan langsung, seperti pada biji mahoni yang dimanfaatkan untuk mengobati sakit kepala. Cara penggunaan tumbuhan obat merupakan suatu cara yang menjadikan suatu spesies tumbuhan obat atau ramuan tumbuhan obat yang telah diolah dapat dirasakan manfaatnya untuk pengobatan. Cara penggunaan dikategorikan ke dalam empat cara, yaitu cara penggunaan secara oral atau dimasukan ke dalam tubuh penderita, cara penggunaan pada bagian luar tubuh penderita, cara penggunaan dengan memandikan penderita dengan air atau uap dari ramuan tumbuhan obat dan gabungan dua atau beberapa cara penggunaan tersebut. Cara penggunaan spesies tumbuhan obat atau ramuan tumbuhan obat secara oral/dimasukan ke dalam tubuh penderita, yaitu dengan cara diminum dan dimakan. Cara penggunaan dengan pada bagian luar tubuh penderita dilakukan dengan cara dibalurkan, dioleskan dan ditempelkan/dikompreskan. Cara pemanfaatan tumbuhan obat oleh masyarakat Kabupaten Subang disajikan pada Tabel 8. Secara umum, cara penggunaan tumbuhan obat dipengaruhi oleh manfaat spesies tumbuhan obat tersebut untuk pengobatan dan bagian organ tubuh yang akan diobati. Sedangkan cara penggolahan cenderung dilakukan dengan sesuai dengan kesukaan atau selera pengguna, namun tetap menunjang cara penggunaan yang akan dilakukan. Pada Tabel 8 terlihat bahwa cara penggunaan tumbuhan obat dengan cara diminum dan dimakan digunakan untuk mengobati penyakitpenyakit pada organ dalam, sedangkan cara penggunaan dengan dibalurkan,

94 76 dioles, ditempelkan dan diteteskan lebih digunakan pada pengobatan sakit luar atau luka pada organ luar. Cara penggunaan dengan cara diminum pada suatu spesies tumbuhan obat atau ramuan tumbuhan obat dapat dilakukan dengan cara pengolahan direbus, dihaluskan, diseduh, dituak (batang tumbuhan dipotong dan ditampung airnya), diparut, direndam air panas, dibubuy (dimasukan ke dalam abu panas dalam tungku hingga melunak), digoreng, diperas dan dihancurkan (dijus). Sebagian besar spesies tumbuhan obat yang digunakan dengan cara diminum oleh masyarakat merupakan spesies tumbuhan yang bermanfaat untuk mengobati penyakit organ dalam, seperti reumatik, kanker, diare, sakit pinggang dan jantung. Terdapat juga spesies tumbuhan obat yang diminum untuk mengobati luka atau sakit pada organ luar, namun pada dasarnya tetap penggunaan untuk penyakit tersebut adalah untuk mengobati penyakit organ dalam, yaitu kencing manis. Penderita kencing manis basah akan sulit sembuh jika terluka, masyarakat menggunakan daun kopi (Coffea robusta) untuk mengeringkan luka tersebut. Cara penggunaan dengan cara dimakan pada suatu spesies tumbuhan obat atau ramuan tumbuhan obat dapat dilakukan dengan cara dimakan langsung, dikukus, dilalap mentah, direbus, digoreng atau dicampurkan pada makanan. Spesies tumbuhan obat yang digunakan dengan cara dimakan biasanya juga merupakan lalapan bagi masyarakat, baik yang dilalap mentah, direbus atau dikukus terlebih dahulu. Contoh spesies tumbuhan tersebut antara lain, labu siam muda (Sechium edule) yang dikukus untuk mengobati darah tinggi, kedongdong cina (Polyscias pinnata) untuk melancarkan kencing dan daun kahitutan (Paederia scandens) untuk melancarkan kentut. Gambar 38 Labu siam muda yang merupakan lalapan sekaligus obat darah tinggi.

95 Tabel 8 Cara pemanfaatan tumbuhan obat oleh masyarakat Kabupaten Subang No Cara penggunaan Cara pengolahan Contoh kegunaan/manfaat Contoh spesies/ ramuan Bagian yang tumbuhan obat digunakan 1 Diminum 1. direbus sakit pinggang Murbei, kacapiring dan mustajab daun 2. diseduh mengeringkan luka akibat kencing manis Kopi daun 3. ditumbuk jantung Mahoni, dadap, buni dan mengkudu daun 4. dibubuy batuk Jeruk nipis buah 5. diparut sakit kuning Bambu kuning batang muda (rebung) 6. dituak batuk Bambu bitung batang 7. diperas panas Combrang batang 8.disangray (digoreng tanpa minyak) cacingan Lamtoro biji 2 Dimakan 1. direbus melancarkan kencing Kedongdong cina daun 2. dilalap mentah keputihan Jotang daun 3. dimasak/dimasukan ke dalam makanan memperlancar ASI Pepaya dan katuk daun 4. dimakan langsung tanpa pengolahan sakit kepala Mahoni biji 5. dikukus maag Kunci rimpang 3 Dioleskan menghilangkan noda hitam pada 1. diremas wajah Binahong daun 2. ditumbuk menghilangkan merah-merah pada bunga dan Kelapa kulit minyak 3. dipotong bisul Mara getah 4 Dibalurkan perawatan kesehatan ibu 1. ditumbuk melahirkan Lada, beras dan bawang putih biji dan umbi 2. diremas gatal-gatal terkena ulat Singkong daun 3. diparut gatal-gatal Jahe rimpang 77

96 78 Tabel 8 Cara pemanfaatan tumbuhan obat oleh masyarakat Kabupaten Subang (lanjutan) No Cara penggunaan Cara pengolahan Contoh kegunaan/manfaat Contoh spesies/ ramuan Bagian yang tumbuhan obat digunakan 5 Ditempelkan/dikompreskan 1. ditempelkan langsung panas Lidah buaya daun 2. dibubuy sakit kelenjar Pisang batu buah 6 Diteteskan 1. diremas belek Katuk daun 2. dipotong sakit mata Pacing batang 3. direndam dalam air sakit mata Korejat bunga 7 Dipakai mandi (uapnya) direbus reumatik Salam, sirsak, nangka, galinggem dan serai 8 Diinjak-injak direbus sakit kaki Pepaya buah daun dan batang (serai) 78

97 79 Cara penggunaan dengan diteteskan digunakan pada pengobatan sakit mata. Kandungan berbagai spesies tumbuhan obat yang ditemukan di sekitar lingkungan masyarakat dapat mengobati penyakit tersebut terdapat pada bagian batang, buah, bunga dan daun. Cara pengolahan spesies tersebut dilakukan dengan cara pemotongan, seperti pada dadap cangkring (Erythrina fusca), diremas seperti pada buah belimbing (Averhoa carambola) dan daun katuk (Sauropus androgynus) dan direndam dalam air terlebih dahulu seperti bunga korejat (Isotoma longiflora). Terdapat juga cara penggunaan spesies tumbuhan obat untuk pengobatan dengan cara dipakai tidur. Cara tersebut digunakan masyarakat salah satu desa di Kecamatan Jalancagak untuk mengobati kelumpuhan akibat stroke. Daun muda pisang batu yang masih menggulung, dibuka dan dilapisi dengan minyak kelapa. Daun tersebut dijadikan alas tidur penderita. Khasiat spesies tumbuhan tersebut beserta cara pemanfaatannya perlu diteliti lebih lanjut. Spesies tumbuhan obat yang cara penggunaannya dipakai mandi dan dipergunakan uapnya cukup banyak ditemukan di setiap lokasi. Spesies tumbuhan yang digunakan dengan cara dipakai mandi antara lain air pada batang pisang gemor (Musa sp.) untuk mengobati panas. Sedangkan rebusan daun salam (Sysygium polyanthum), sirsak (Annona muricata), galinggem (Bixa orellana) dan serai (Cymbopogon citratus) dipergunakan uapnya untuk mengobati reumatik. Penderita reumatik dan baskom berisi ramuan tersebut ditutupi dengan sarung, sehingga seluruh tubuh penderita terkena uap dari ramuan tersebut. Ramuan ini merupakan ramuan yang berasal dari pengobat di salah satu desa di Kecamatan Dawuan. 5.4 Tipe Pemanfaatan, Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pemanfaatan dan Persepsi Pemanfaatan Tumbuhan Obat Oleh Masyarakat Kabupaten Subang Berdasarkan hasil penelitian, tidak setiap saat masyarakat Kabupaten Subang memanfaatkan tumbuhan obat untuk pengobatan. Tipe pemanfaatan spesies tumbuhan untuk pengobatan yang dilakukan masyarakat berbeda-beda. Tipe pemanfaatan tersebut berbeda berdasarkan waktu pemanfaatan dan tujuan

98 80 pemanfaatan tumbuhan obat. Terdapat tiga tipe pemanfaatan tumbuhan bagi pengobatan oleh masyarakat di Kabupaten Subang, yaitu 1. Pertolongan pertama, yaitu tumbuhan obat dijadikan pertolongan pertama dalam mengobati suatu penyakit. Jika ternyata penyakitnya tidak kunjung membaik atau semakin parah, maka pengobatan modern atau secara medis menjadi solusi. Pada tipe pemanfaatan pertolongan pertama, biasanya spesies tumbuhan obat yang digunakan merupakan tumbuhan obat untuk mengobati penyakit-penyakit ringan. 2. Alternatif/pengganti, yaitu pengobatan dengan tumbuhan obat sebagai pengganti pengobatan secara modern. Hal-hal yang menjadi alasan pemanfaatan tumbuhan obat sebagai alternatif/pengganti, yaitu kejenuhan terhadap obat modern yang dianggap tidak manjur meskipun telah banyak dan lama dikonsumsi, adanya beberapa warga masyarakat yang alergi terhadap obat kimia dan mahalnya biaya untuk membeli obat modern sehingga obat-obatan dari tumbuhan yang murah meriah menjadi solusi. 3. Pendamping, artinya tumbuhan obat dikonsumsi bersamaan dengan obat modern sebagai upaya untuk mempercepat penyembuhan dari suatu penyakit. Hal tersebut seringkali ditemukan pada masyarakat. Meskipun memungkinkan penyembuhan suatu penyakit lebih cepat, namun hal tersebut juga dapat membahayakan jika pemanfaatan tumbuhan obat yang bersamaan dengan penggunaan obat modern/kimia tidak sesuai aturan. Banyak pendapat dan persepsi masyarakat mengenai pengobatan dengan tumbuhan obat. Beberapa masyarakat menyukai pengobatan dengan cara tersebut. Hal-hal yang menyebabkan masyarakat Kabupaten Subang memanfaatkan tumbuhan untuk pengobatan, yaitu 1. Masyarakat mengetahui dampak negatif dari obat-obat kimia/modern, selain itu masyarakat menilai bahwa pengobatan dengan obat kimia/moden hanya sementara. Penyakit atau rasa sakit yang diderita hanya sembuh sementara waktu dan akan terasa lagi beberapa waktu kemudian (kambuh); 2. Tumbuhan obat mudah diperoleh di sekitar lingkungan masyarakat dan murah, bahkan tanpa biaya bila menanam sendiri atau meminta dari tetangga;

99 81 3. Tumbuhan obat dinilai tidak memiliki efek samping bagi tubuh bila digunakan, sedangkan zat kimia yang terkandung dalam obat-obatan modern akan berbahaya bagi tubuh bila digunakan terus menerus; 4. Adanya masyarakat yang resisten atau kebal terhadap obat kimia/modern, sehingga tidak kunjung sembuh. Selain itu, terdapat juga masyarakat yang alergi terhadap obat kimia/modern; 5. Riwayat sakit yang panjang dengan menggunakan pengobatan modern/kimia menyebabkan kejenuhan masyarakat dalam mengkonsumsi obat kimia/modern tersebut; 6. Pengobatan dengan tumbuhan obat dijadikan pendamping selain pengobatan secara moden sebagai upaya masyarakat agar penyakit yang dideritanya lekas sembuh. Selain banyak masyarakat Kabupaten Subang yang menyukai dan menggunakan lagi pengobatan dengan menggunakan tumbuhan obat, terdapat juga masyarakat yang enggan bahkan tidak lagi memanfaatkan tumbuhan untuk pengobatan. Hal-hal yang menyebabkan hal tersebut, yaitu 1. Efek penggunaan tumbuhan obat tidak langsung terlihat, sehingga penggunaannya harus secara rutin dan penuh dengan kesabaran; 2. Beberapa masyarakat merasa tumbuhan obat tidak memberikan pengaruh apapun terhadap kesembuhan penyakit mereka. Hal tersebut disebabkan efek penggunaan suatu spesies tumbuhan obat akan berbeda pada setiap orang; 3. Tumbuhan obat memiliki bau dan rasa tertentu yang tidak disukai setiap orang. Terkadang bau dan rasa tersebut membuat masyarakat mual dan muntahmuntah; 4. Beberapa spesies tumbuhan obat sudah mulai sulit ditemukan di sekitar lingkungan masyarakat; 5. Tumbuhan obat kurang praktis digunakan, sehingga sulit digunakan oleh masyarakat yang membutuhkan penyembuhan cepat dan memiliki keterbatasan waktu dalam mengolahnya. Secara umum, berdasarkan hasil analisis terhadap perilaku pemanfaatan tumbuhan obat di lokasi-lokasi penelitian, faktor-faktor yang mempengaruhi pemanfaatan tumbuhan obat oleh masyarakat di Kabupaten Subang, yaitu

100 82 1. Umur. Umur seseorang mempengaruhi pemanfaatan tumbuhan obat karena orang yang berumur lebih tua memiliki pengetahuan dan kepercayaan terhadap tumbuhan obat yang lebih tinggi. Selain itu, pada masyarakat yang berumur lebih tua terdapat motivasi untuk mempertahankan pengetahuan yang berasal secara turun temurun. Namun, menurunnya kemampuan fisik dan ingatan seseorang pada usia tua seringkali menjadi penyebab tidak dimanfaatkannya lagi tumbuhan obat tersebut. 2. Tingkat pendidikan. Masyarakat dengan tingkat pendidikan yang rendah memanfaatkan tumbuhan obat terbatas pada apa yang mereka warisi secara turun temurun, informasi dari kerabat dan apa yang mereka lihat dari tayangan di TV, acara radio dan media elektronik lainnya. Sedangkan masyarakat dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi, selain memanfaatkan tumbuhan obat yang diketahui secara turun temurun, juga mendapatkan pengetahuan mengenai tumbuhan obat dari acara seminar dan media cetak, seperti majalah, buku, koran dan lain-lain. Hal tersebut disebabkan terbukanya akses terhadap semua sumber dan media yang memberikan pengetahuan baru pada masyarakat dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi. Selain mengenai tumbuhan obat dan manfaatnya, dari media-media tersebut pun masyarakat mengetahui mengenai dampak negatif pengobatan secara kimia. Tumbuhan obat yang diperoleh dari pengetahuan baru tersebut tidak terbatas pada spesies tumbuhan obat yang biasa digunakan dan tumbuh di lingkungan sekitarnya, namun dapat merupakan spesies baru. 3. Tingkat ekonomi. Masyarakat dengan tingkat ekonomi rendah tentunya akan memilih pengobatan dengan biaya yang murah seperti tumbuhan obat. Namun, seringkali waktu mereka dihabiskan untuk bekerja sehingga waktu untuk melakukan pengolahan tumbuhan obat terbatas dan lebih memilih obat kimia yang lebih praktis dan mudah didapatkan. 4. Riwayat sakit. Masyarakat yang menderita penyakit tertentu akan berupaya menyembuhkan penyakitnya dengan berbagai upaya, mulai dari pengobatan secara medis hingga pengobatan tradisional dengan tumbuhan obat, bahkan menggabungkan berbagai macam pengobatan tersebut. Hal tersebut dilakukan untuk mempercepat penyembuhan. Riwayat sakit yang panjang kadang

101 83 membuat penderita jenuh, beberapa diantaranya menjadi resisten hingga alergi terhadap jenis obat kimia, sehingga pengobatan tradisional dengan menggunakan tumbuhan obat pun menjadi alternatif. 5. Keberadaan vegetasi alami. Masyarakat yang tinggal di dekat vegetasi alami, seperti hutan memiliki ketergantungan terhadap sumberdaya yang terdapat di dalamnya. Diantara sumberdaya yang dimanfaatkan tersebut berupa tumbuhan yang berkhasiat obat. Sedangkan masyarakat yang tidak tinggal di dekat vegetasi alami, berupaya melakukan budidaya tumbuhan obat atau pun memperoleh tumbuhan obat dengan cara membeli. 6. Kondisi lingkungan sosial. Masyarakat yang tinggal berdekatan dengan masyarakat lainnya yang masih memanfaatkan tumbuhan obat, biasanya juga akan ikut memanfaatkan tumbuhan obat tersebut. Hal tersebut disebabkan adanya interaksi diantara masyarakat yang dapat bersifat persuasif terhadap suatu perilaku, termasuk perilaku pemanfaatan tumbuhan obat. 7. Sumber informasi. Pengetahuan mengenai tumbuhan obat dan pemanfaatanya secara turun temurun merupakan sumber pengetahuan utama bagi masyarakat. Selain itu, masyarakat pun sangat mendapatkan pengetahuan dari sumber lain, terutama pengetahuan berupa pemanfaatan spesies tumbuhan obat yang baru. 5.5 Program Pengembangan Pemanfaatan Tumbuhan Obat di Kabupaten Subang Tukiman (2004) mengatakan bahwa upaya pengobatan tradisional dengan tumbuhan obat merupakan salah satu bentuk peran serta masyarakat dan penerapan teknologi tepat guna yang potensial untuk menunjang pembangunan kesehatan. Pembangunan kesehatan pada masyarakat dengan menggunakan tumbuhan obat tidak serta merta tumbuh begitu saja, meskipun penggunaan tumbuhan obat bagi pengobatan oleh masyarakat sudah sejak dahulu dilakukan bahkan tanpa adanya program yang berkaitan dengan tumbuhan obat pun. Namun, pemanfaatan tersebut terbatas pada spesies tumbuhan tertentu untuk penyakit yang sering diderita dengan pengetahuan yang terbatas pada suatu kelompok masyarakat tertentu saja.

102 84 Pengetahuan pemanfaatan tumbuhan obat tersebut kini mulai pudar pada generasi mudanya dan bukan tidak mungkin akan benar-benar hilang atau punah. Suatu program pengembangan yang terencana, terstruktur dan terorganisir mengenai tumbuhan obat dan pemanfaatannya akan membuat pengetahuan mengenai tumbuhan obat dan pemanfaatannya tersebut terwadahi dan terhindar dari kepunahan. Manfaat tumbuhan obatnya pun tidak hanya akan dirasakan masyarakat tertentu yang sudah biasa memanfaatkan, namun juga dapat dirasakan masyarakat lainnya, bahkan dapat juga terjadi suatu pertukaran informasi baru mengenai tumbuhan obat dan pemanfaatannya. Kampung Konservasi TOGA merupakan suatu program yang dirasakan tepat bagi pengembangan pemanfaatan tumbuhan obat oleh masyarakat Kabupaten Subang. TOGA (Tanaman Obat Keluarga) menurut Aliandi dan Roemantyo (1994) merupakan program yang sesuai untuk kelompok masyarakat yang menggunakan tumbuhan obat dalam skala keluarga, seperti masyarakat di Kabupaten Subang. Program tersebut bertujuan untuk penanggulangan penyakit rakyat, perbaikan status gizi dan melestarikan sumberdaya alam hayati. Program TOGA dapat dijadikan alternatif penggunaan maupun pendamping obat kimia sintetik (Hoesen 2000). Kampung Konservasi TOGA merupakan pengaplikasian program TOGA dalam lingkup kampung atau desa sebagai salah satu unit terkecil dalam masyarakat setelah keluarga. Program tersebut selain bertujuan untuk menjadikan masyarakat mandiri dalam memenuhi kebutuhan kesehatannya, juga merupakan program yang memiliki tujuan untuk melestarikan berbagai ekosistem di kampung/desa yang menjadi habitat tumbuhan obat, melestarikan pengetahuan mengenai tumbuhan obat dan pemanfaatannya serta melestarikan berbagai spesies tumbuhan obat. Peran pemerintah melalui program pengembangan pemanfaatan tumbuhan obat merupakan salah satu langkah dalam mewujudkan tumbuhan obat sebagai alternatif pengobatan. Keberadaan program pengembangan pemanfaatan tumbuhan, khususnya tumbuhan obat di Kabupaten Subang menunjukan adanya upaya pemerintah setempat untuk mengembangkan salah satu potensi daerahnya tersebut, sekaligus memberikan solusi bagi upaya pengobatan masyarakat.

103 85 Terdapat dua program yang berkaitan dengan pemanfaatan tumbuhan obat di Kabupaten Subang, yaitu 1. Batra Batra atau singkatan dari Upaya Pelayanan Pengobatan Tradisional merupakan salah satu program yang berkaitan dengan pemanfaatan tumbuhan obat oleh masyarakat di Kabupaten Subang. Program tersebut disosialisasikan oleh para pegawai puskesmas. Sebelum sosialisasi dilakukan, para pegawai puskesmas diberi pelatihan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Subang. Kegiatankegiatan dalam program ini, yaitu 1. Penyuluhan. Penyuluhan disampaikan melalui puskesmas keliling dan melalui pertemuan rutin dengan masyarakat (minggon). Dalam penyuluhan tersebut disampaikan manfaat tumbuhan obat, pentingnya menanami pekarangan dengan tumbuhan berguna, diantaranya tumbuhan yang bermanfaat sebagai obat dan lain-lain. Melalui penyuluhan tersebut diharapkan masyarakat dapat menggunakan tumbuhan obat sebagai pertolongan pertama dalam mengobati penyakitnya sebelum dibawa ke dokter atau puskesmas; 2. Penanaman spesies tumbuhan obat. Hal tersebut dilakukan di lahan pekarangan puskesmas dan kantor desa. Tumbuhan obat yang ditanam dapat diambil dan dimanfaatkan masyarakat. Namun, kini tumbuhan obat tersebut sudah banyak yang mati dan kurang terurus. Spesies tumbuhan obat yang ditanam beragam dan seringkali berbeda pada setiap puskesmas dan kantor desa. Gambar 39 Apotek hidup di pekarangan Puskesmas Tambakdahan. Program Batra yang dilakukan mendapat tanggapan yang cukup baik dari masyarakat. Beberapa masyarakat sudah memenuhi anjuran untuk menanam dan

104 86 menggunakan tumbuhan obat. Namun, banyak juga masyarakat yang tidak melaksanakannya. 2. Program penanaman pepaya Program penanaman pepaya merupakan program yang dicetuskan pihak Pemerintah Daerah Kabupaten Subang. Program tersebut tidak hanya menekankan pentingnya kesehatan, namun juga merupakan program yang berisi anjuran untuk merindangkan pekarangan dan lahan kosong. Pepaya dipilih karena memiliki banyak manfaat hampir di setiap bagian tumbuhannya. Daun pepaya merupakan lalapan yang lezat bagi masyarakat etnis Sunda di Kabupaten Subang dan dapat juga diolah menjadi berbagai macam masakan. Buah pepaya rasanya enak dan dapat melancarkan pencernaan serta sebagai sumber vitamin bagi masyarakat. Akar pepaya merupakan salah satu spesies dari ramuan obat yang bermanfaat menghilangkan pegal-pegal. Gambar 40 Spanduk berisi anjuran menanam pepaya dan deretan pohon pepaya di halaman salah satu kantor desa di Kabupaten Subang. Program penanaman pepaya mewajibkan setiap instansi pemerintah hingga ke tingkat desa untuk menanam tumbuhan tersebut di pekarangannya. Program tersebut juga disosialisasikan pada masyarakat, namun pepaya merupakan tumbuhan yang umum ditanam dan dimanfaatkan masyarakat sehingga sebelum adanya program tersebut pun masyarakat sudah membudidayakannya.

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 10 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di tiga kecamatan di Kabupaten Subang, yaitu Kecamatan Jalancagak, Kecamatan Dawuan dan Kecamatan Tambakdahan. Pada masing-masing

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tumbuhan Obat Sandra dan Kemala (1994) mengartikan tumbuhan obat sebagai semua tumbuhan, baik yang sudah dibudidayakan maupun yang belum dibudidayakan yang dapat digunakan

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 17 BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak dan Luas Kabupaten Subang merupakan salah satu kabupaten di kawasan utara provinsi Jawa Barat terletak diantara 107º 31' sampai dengan 107º 54' Bujur

Lebih terperinci

BAB III METODELOGI PENELITIAN. 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari Februari 2017.

BAB III METODELOGI PENELITIAN. 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari Februari 2017. BAB III METODELOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari Februari 2017. Penelitian ini dilaksanakan di Desa Andongrejo, Kecamatan Tempurejo, Kabupaten

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan dari bulan Desember 2008 sampai dengan Agustus 2009 di Laboratorium Pengindraan Jauh dan Intepretasi Citra, Departemen Ilmu Tanah

Lebih terperinci

PEMANFAATAN TUMBUHAN OLEH MASYARAKAT DI SEKITAR HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT SUKABUMI MUHAMMAD IRKHAM NAZMURAKHMAN

PEMANFAATAN TUMBUHAN OLEH MASYARAKAT DI SEKITAR HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT SUKABUMI MUHAMMAD IRKHAM NAZMURAKHMAN 1 PEMANFAATAN TUMBUHAN OLEH MASYARAKAT DI SEKITAR HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT SUKABUMI MUHAMMAD IRKHAM NAZMURAKHMAN DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 16 BAB IV KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1.Gambaran Umum Daerah Penelitian 4.1.1. Lokasi Wilayah Kabupaten Subang secara geografis terletak pada batas koordinat 107 o 31-107 o 54 BT dan di antara 6 o

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB II TINJAUAN TEORI BAB II TINJAUAN TEORI 2.1. Pengertian Tanaman Toga Tanaman Obat Keluarga (TOGA) adalah tanaman hasil budidaya yang berkhasiat sebagai obat. Taman obat keluarga pada hakekatnya adalah sebidang tanah, baik

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

IV. KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN IV. KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Luas dan Potensi Wilayah Luas fungsional daerah penelitian adalah 171.240 ha, secara administratif meliputi 3 (tiga) kabupaten, yaitu Kabupaten Subang, Sumedang,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. obat tradisional, yaitu spesies tumbuhan yang diketahui atau dipercayai

TINJAUAN PUSTAKA. obat tradisional, yaitu spesies tumbuhan yang diketahui atau dipercayai 11 TINJAUAN PUSTAKA Tumbuhan Obat Tumbuhan obat adalah seluruh spesies tumbuhan obat yang diketahui atau dipercaya mempunyai khasiat obat, yang dikelompokan menjadi: (1) tumbuhan obat tradisional, yaitu

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. rendah, hutan gambut pada ketinggian mdpl, hutan batu kapur, hutan

TINJAUAN PUSTAKA. rendah, hutan gambut pada ketinggian mdpl, hutan batu kapur, hutan TINJAUAN PUSTAKA 1. Kondisi Umum Hutan Batang Toru Kawasan hutan alam Batang Toru termasuk tipe hutan pegunungan rendah, hutan gambut pada ketinggian 900-1000 mdpl, hutan batu kapur, hutan berlumut (seperti

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tumbuhan Obat Tumbuhan obat adalah semua spesies tumbuhan baik yang sudah ataupun belum dibudidayakan yang dapat digunakan sebagai tumbuhan obat (Hamid et al. 1991). Tumbuhan

Lebih terperinci

7.1. PERDAGANGAN NASIONAL

7.1. PERDAGANGAN NASIONAL 7. PERDAGANGAN 7.1. PERDAGANGAN NASIONAL Perdagangan mempunyai peran yang cukup penting dalam mendorong perekonomian di Kabupaten Subang. Sektor unggulan kedua setelah pertanian ini dari tahun ketahun

Lebih terperinci

PERLAKUAN STERILISASI EKSPLAN ANGGREK KUPING GAJAH (Bulbophyllum beccarii Rchb.f) DALAM KULTUR IN VITRO IWAN GUNAWAN

PERLAKUAN STERILISASI EKSPLAN ANGGREK KUPING GAJAH (Bulbophyllum beccarii Rchb.f) DALAM KULTUR IN VITRO IWAN GUNAWAN PERLAKUAN STERILISASI EKSPLAN ANGGREK KUPING GAJAH (Bulbophyllum beccarii Rchb.f) DALAM KULTUR IN VITRO IWAN GUNAWAN DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

7. PERDAGANGAN 7.2. PRASARANA EKONOMI 7.1. PERDAGANGAN NASIONAL

7. PERDAGANGAN 7.2. PRASARANA EKONOMI 7.1. PERDAGANGAN NASIONAL 7. PERDAGANGAN 7.1. PERDAGANGAN NASIONAL Salah satu motor penggerak perekonomian di Kabupaten Subang adalah Perdagangan. Jumlah perusahaan perdagangan nasional di Kabupaten Subang pada tahun 2011 tercatat

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 164 BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Bab ini akan membahas mengenai kesimpulan dari hasil analisis yang telah dilakukan pada bab sebelumnya, serta memberikan beberapa rekomendasi baik rekomendasi secara

Lebih terperinci

Tabel 1. Pemanfaatan Tumbuhan Obat Oleh Masyarakat No Nama Tumbuhan. Bagian yang Dimanfaatkan

Tabel 1. Pemanfaatan Tumbuhan Obat Oleh Masyarakat No Nama Tumbuhan. Bagian yang Dimanfaatkan 78 Lampiran 1. Lembar Wawancara I. IDENTITAS ANGGOTA RUMAH TANGGA 1. Nama Responden : 2. Umur : thn 3. Jenis Kelamin : 4. Tempat Lahir : di desa ini / di luar desa ini 5. Status : belum kawin/kawin/cerai

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN METODOLOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian kajian potensi tumbuhan obat untuk pengayaan materi pembelajaran di sekolah dilakukan di wilayah Kabupaten Cianjur. Waktu penelitian selama

Lebih terperinci

Penduduk dan Tenaga Kerja

Penduduk dan Tenaga Kerja 3. PENDUDUK DAN TENAGA KERJA 3.1. PENDUDUK Kesejahteraan penduduk adalah parameter keberhasilan suatu bangsa, sehingga kesejahteraan penduduk ini selalu menjadi sasaran utama dalam proses pengelolaan negara.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengobatan Tradisional Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1076/MENKES/SK/VII/2003 tentang Penyelenggaraan Pengobatan Tradisional, pengobatan tradisional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN spesies tumbuhan, 940 spesies diantaranya merupakan tumbuhan obat dan

BAB I PENDAHULUAN spesies tumbuhan, 940 spesies diantaranya merupakan tumbuhan obat dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia dikenal sebagai Negara megabiodiversitas, karena memiliki kekayaan flora, fauna dan mikroorganisme yang sangat banyak. Ada Sekitar 30.000 spesies tumbuhan,

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Kabupaten Kerinci 5.1.1 Kondisi Geografis Kabupaten Kerinci terletak di sepanjang Bukit Barisan, diantaranya terdapat gunung-gunung antara lain Gunung

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 14 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Dusun Margadalom, Desa Gebang, Kecamatan Padang Cermin, Kabupaten Pesawaran, Provinsi Lampung dan Taman Hutan Raya

Lebih terperinci

Tanaman Obat Keluarga TOGA

Tanaman Obat Keluarga TOGA Surabaya Januari 10, 2015 Tanaman Obat Keluarga TOGA Djoko Agus Purwanto FAKULTAS FARMASI Universitas Airlangga Apa itu TOGA? TOGA atau Tanaman Obat Keluarga adalah tanaman hasil budidaya yang dikenal

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Profil Desa Desa Jambenenggang secara admistratif terletak di kecamatan Kebon Pedes, Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat. Wilayah Kabupaten Sukabumi yang terletak

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Metode Penelitian Jenis Data yang Dikumpulkan

BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Metode Penelitian Jenis Data yang Dikumpulkan 19 BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Bagian Konservasi Keanekaragaman Tumbuhan, Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan Institut Pertanian

Lebih terperinci

PENGARUH JENIS MEDIA TANAM TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT SIRIH MERAH (Piper crocatum Ruiz and Pav.) OLEH: YULIANA RIYANTI A

PENGARUH JENIS MEDIA TANAM TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT SIRIH MERAH (Piper crocatum Ruiz and Pav.) OLEH: YULIANA RIYANTI A PENGARUH JENIS MEDIA TANAM TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT SIRIH MERAH (Piper crocatum Ruiz and Pav.) OLEH: YULIANA RIYANTI A34304039 PROGRAM STUDI HORTIKULTURA DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhan paling tinggi di dunia. Keanekaragaman tumbuhan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhan paling tinggi di dunia. Keanekaragaman tumbuhan merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki keanekaragaman tumbuhan paling tinggi di dunia. Keanekaragaman tumbuhan merupakan keanekaragaman spesies tumbuhan

Lebih terperinci

Gambar 2. Perkembangan Jumlah Penduduk Kabupaten Subang Tahun Figure 2. Trend Of Population Number In Subang,

Gambar 2. Perkembangan Jumlah Penduduk Kabupaten Subang Tahun Figure 2. Trend Of Population Number In Subang, 3. PENDUDUK DAN TENAGA KERJA 3.1. PENDUDUK Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan salah satu modal dasar pembangunan. Dalam pembangunan, SDM yag dibutuhkan adalah yang secara kuantitas mencukupi dan secara

Lebih terperinci

INVENTARISASI PEMANFAATAN TUMBUHAN OBAT SECARA TRADISIONAL OLEH SUKU OSING BANYUWANGI

INVENTARISASI PEMANFAATAN TUMBUHAN OBAT SECARA TRADISIONAL OLEH SUKU OSING BANYUWANGI INVENTARISASI PEMANFAATAN TUMBUHAN OBAT SECARA TRADISIONAL OLEH SUKU OSING BANYUWANGI SKRIPSI Oleh ZAILINA MIRZA NIM 060210193148 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI JURUSAN PENDIDIKAN MIPA FAKULTAS KEGURUAN

Lebih terperinci

PEMANFAATAN TRADISIONAL TUMBUHAN OBAT OLEH MASYARAKAT DI SEKITAR KAWASAN CAGAR ALAM GUNUNG TILU, JAWA BARAT LINDA MARISA OKTAVIANA

PEMANFAATAN TRADISIONAL TUMBUHAN OBAT OLEH MASYARAKAT DI SEKITAR KAWASAN CAGAR ALAM GUNUNG TILU, JAWA BARAT LINDA MARISA OKTAVIANA PEMANFAATAN TRADISIONAL TUMBUHAN OBAT OLEH MASYARAKAT DI SEKITAR KAWASAN CAGAR ALAM GUNUNG TILU, JAWA BARAT LINDA MARISA OKTAVIANA DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Kondisi Geografis. dari luas Provinsi Jawa Barat dan terletak di antara Bujur Timur

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Kondisi Geografis. dari luas Provinsi Jawa Barat dan terletak di antara Bujur Timur III. KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI A. Kondisi Geografis Kabupaten Subang merupakan kabupaten yang terletak di kawasan utara Jawa Barat. Luas wilayah Kabupaten Subang yaitu 2.051.76 hektar atau 6,34% dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari pemanfaatan yang tidak banyak mempengaruhi kondisi ekosistem hutan sampai kepada

BAB I PENDAHULUAN. dari pemanfaatan yang tidak banyak mempengaruhi kondisi ekosistem hutan sampai kepada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan semakin banyak dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia seiring dengan perkembangan zaman. Pemanfaatan hutan biasanya sangat bervariasi, mulai dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hayati sebagai sumber bahan pangan dan obat-obatan (Kinho et al., 2011, h. 1).

BAB I PENDAHULUAN. hayati sebagai sumber bahan pangan dan obat-obatan (Kinho et al., 2011, h. 1). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang memiliki kawasan hutan tropis terkaya di dunia setelah Brazil dan masih menyimpan banyak potensi sumber daya alam hayati sebagai

Lebih terperinci

Penduduk dan Tenaga Kerja Subang Dalam Angka Tahun PENDUDUK DAN TENAGA KERJA

Penduduk dan Tenaga Kerja Subang Dalam Angka Tahun PENDUDUK DAN TENAGA KERJA 3. PENDUDUK DAN TENAGA KERJA 3.1. PENDUDUK. Salah satu modal dasar pembangunan nasional selain sumber daya alam dan ilmu pengetahun dan teknologi (Iptek) adalah jumlah penduduk atau Sumber Daya Manusia

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. A. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Selatan

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. A. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Selatan IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Selatan 1. Keadaan Geografi Wilayah Kabupaten Lampung Selatan terletak antara 105,14 sampai dengan 105,45 Bujur Timur dan 5,15 sampai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengobatan tradisional yang berbeda-beda. Di Indonesia masih banyak jenis

BAB I PENDAHULUAN. pengobatan tradisional yang berbeda-beda. Di Indonesia masih banyak jenis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu Negara pengguna tumbuhan obat terbesar di dunia bersama Negara lain di Asia seperti Cina dan India. Hal ini sangat erat kaitannya dengan

Lebih terperinci

Penduduk dan Tenaga Kerja Subang Dalam Angka Tahun PENDUDUK DAN TENAGA KERJA

Penduduk dan Tenaga Kerja Subang Dalam Angka Tahun PENDUDUK DAN TENAGA KERJA 3. PENDUDUK DAN TENAGA KERJA 3.1. PENDUDUK. Salah satu modal dasar pembangunan nasional selain sumber daya alam dan ilmu pengetahun dan teknologi (Iptek) adalah jumlah penduduk atau Sumber Daya Manusia

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Desa Jeruk Manis, Kecamatan Sikur, Kabupaten Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat. Desa ini berbatasan langsung dengan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. METODE PENELITIAN Metode penelitian merupakan cara untuk mengumpulkan data atau informasi secara sistematis yang diperlukan dalam mencapai tujuan atau memecahkan masalah dalam

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI SUBANG NOMOR : TAHUN 2008 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI INSPEKTORAT DAERAH KABUPATEN SUBANG BUPATI SUBANG,

PERATURAN BUPATI SUBANG NOMOR : TAHUN 2008 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI INSPEKTORAT DAERAH KABUPATEN SUBANG BUPATI SUBANG, PERATURAN BUPATI SUBANG NOMOR : TAHUN 2008 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI INSPEKTORAT DAERAH KABUPATEN SUBANG BUPATI SUBANG, Menimbang : a. bahwa Inspektorat Daerah Kabupaten Subang telah dibentuk dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan dua pertiga merupakan luas lautan. Sedangakan diantara negara-negara di

BAB I PENDAHULUAN. dan dua pertiga merupakan luas lautan. Sedangakan diantara negara-negara di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara terluas ke 7 di dunia dengan luas wilayah mencapai 5.193.250 km², luas tersebut sudah mencakup satu pertiga luas daratan dan dua pertiga

Lebih terperinci

KARYA ILMIAH LINGKUNGAN BISNIS JAMU

KARYA ILMIAH LINGKUNGAN BISNIS JAMU KARYA ILMIAH LINGKUNGAN BISNIS JAMU DISUSUN OLEH: NAMA : VERANITA DEVINTA SARI NIM : 10.12.5180 KELAS : S1-SI-2K MATA KULIAH : STMIK AMIKOM YOGYAKARTA PENDAHULUAN Jamu adalah sebutan orang Jawa terhadap

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Tanggamus merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Lampung yang

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Tanggamus merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Lampung yang 70 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Umum Kabupaten Tanggamus 1. Keadaan Geografis Tanggamus merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Lampung yang merupakan hasil pemekaran dari Kabupaten

Lebih terperinci

PEMANFAATAN TANAMAN OBAT KELUARGA OLEH ORANG TUA UNTUK KESEHATAN ANAK DI DUWET NGAWEN KLATEN

PEMANFAATAN TANAMAN OBAT KELUARGA OLEH ORANG TUA UNTUK KESEHATAN ANAK DI DUWET NGAWEN KLATEN PEMANFAATAN TANAMAN OBAT KELUARGA OLEH ORANG TUA UNTUK KESEHATAN ANAK DI DUWET NGAWEN KLATEN Susilo Yulianto, Ag. Kirwanto Kementerian Kesehatan Politeknik Kesehatan Surakarta Jurusan Jamu Abstract: Utilization

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penggunaan lahan di Kabupaten Serang terbagi atas beberapa kawasan :

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penggunaan lahan di Kabupaten Serang terbagi atas beberapa kawasan : 54 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Tata Guna Lahan Kabupaten Serang Penggunaan lahan di Kabupaten Serang terbagi atas beberapa kawasan : a. Kawasan pertanian lahan basah Kawasan pertanian lahan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. koordinat 107º31-107º54 Bujur Timur dan 6º11-6º49 Lintang Selatan.

HASIL DAN PEMBAHASAN. koordinat 107º31-107º54 Bujur Timur dan 6º11-6º49 Lintang Selatan. 25 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Lokasi 4.1.1 Kabupaten Subang Kabupaten Subang terletak di Provinsi Jawa Barat bagian Utara pada koordinat 107º31-107º54 Bujur Timur dan 6º11-6º49 Lintang Selatan.

Lebih terperinci

ANALISIS PENGELUARAN ENERGI PEKERJA PENYADAPAN KOPAL DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT KABUPATEN SUKABUMI JAWA BARAT AVIANTO SUDIARTO

ANALISIS PENGELUARAN ENERGI PEKERJA PENYADAPAN KOPAL DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT KABUPATEN SUKABUMI JAWA BARAT AVIANTO SUDIARTO ANALISIS PENGELUARAN ENERGI PEKERJA PENYADAPAN KOPAL DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT KABUPATEN SUKABUMI JAWA BARAT AVIANTO SUDIARTO DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007

Lebih terperinci

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum PT. Sang Hyang Seri 5.1.1 Sejarah Singkat PT. Sang Hyang Seri PT. Sang Hyang Seri (PT. SHS) merupakan perintis dan pelopor usaha perbenihan di Indonesia

Lebih terperinci

Tahun. 3. Hutan Lindung 6.593, ,78 KPH Purwakarta Dokumen RPKH KPH Purwakarta , ,90 KPH Bandung Utara

Tahun. 3. Hutan Lindung 6.593, ,78 KPH Purwakarta Dokumen RPKH KPH Purwakarta , ,90 KPH Bandung Utara TABEL 1 LUAS KAWASAN HUTAN MENURUT FUNGSINYA DI KABUPATEN SUBANG TAHUN 2014 DAN No. Fungsi Kawasan Hutan Tahun Wilayah Dasar 2014 2015 1. Hutan Tetap 2.985,43 2.985,43 KPH Purwakarta Dokumen RPKH KPH Purwakarta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Pendidikan di Indonesia diselenggarakan melalui tiga jalur, yaitu formal, informal dan non formal. Pendidikan nonformal merupakan kegiatan pembelajaran di

Lebih terperinci

KEMAMPUAN SERAPAN KARBONDIOKSIDA PADA TANAMAN HUTAN KOTA DI KEBUN RAYA BOGOR SRI PURWANINGSIH

KEMAMPUAN SERAPAN KARBONDIOKSIDA PADA TANAMAN HUTAN KOTA DI KEBUN RAYA BOGOR SRI PURWANINGSIH KEMAMPUAN SERAPAN KARBONDIOKSIDA PADA TANAMAN HUTAN KOTA DI KEBUN RAYA BOGOR SRI PURWANINGSIH Kemampuan Serapan Karbondioksida pada Tanaman Hutan Kota di Kebun Raya Bogor SRI PURWANINGSIH DEPARTEMEN KONSERVASI

Lebih terperinci

PENILAIAN POTENSI OBYEK DAN DAYA TARIK WISATA ALAM SERTA ALTERNATIF PERENCANAANNYA DI TAMAN NASIONAL BUKIT DUABELAS PROVINSI JAMBI SIAM ROMANI

PENILAIAN POTENSI OBYEK DAN DAYA TARIK WISATA ALAM SERTA ALTERNATIF PERENCANAANNYA DI TAMAN NASIONAL BUKIT DUABELAS PROVINSI JAMBI SIAM ROMANI PENILAIAN POTENSI OBYEK DAN DAYA TARIK WISATA ALAM SERTA ALTERNATIF PERENCANAANNYA DI TAMAN NASIONAL BUKIT DUABELAS PROVINSI JAMBI SIAM ROMANI DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 26 Administrasi Kabupaten Sukabumi berada di wilayah Propinsi Jawa Barat. Secara geografis terletak diantara 6 o 57`-7 o 25` Lintang Selatan dan 106 o 49` - 107 o 00` Bujur

Lebih terperinci

Kemampuan Serapan Karbondioksida pada Tanaman Hutan Kota di Kebun Raya Bogor SRI PURWANINGSIH

Kemampuan Serapan Karbondioksida pada Tanaman Hutan Kota di Kebun Raya Bogor SRI PURWANINGSIH Kemampuan Serapan Karbondioksida pada Tanaman Hutan Kota di Kebun Raya Bogor SRI PURWANINGSIH DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007 Kemampuan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Interpretasi Visual Penggunaan Lahan Melalui Citra Landsat Interpretasi visual penggunaan lahan dengan menggunakan citra Landsat kombinasi band 542 (RGB) pada daerah penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. alam yang sangat melimpah, meliputi flora dan fauna beserta sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. alam yang sangat melimpah, meliputi flora dan fauna beserta sumber daya 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki kekayaan alam yang sangat melimpah, meliputi flora dan fauna beserta sumber daya hayati lainnya. (Putra,

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Cidokom Kecamatan Rumpin. Kecamatan Leuwiliang merupakan kawasan

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Cidokom Kecamatan Rumpin. Kecamatan Leuwiliang merupakan kawasan V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5. Kecamatan Leuwiliang Penelitian dilakukan di Desa Pasir Honje Kecamatan Leuwiliang dan Desa Cidokom Kecamatan Rumpin. Kecamatan Leuwiliang merupakan kawasan pertanian

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kampung Adat Dukuh Desa Ciroyom, Kecamatan Cikelet, Kabupaten Garut, Jawa Barat. Waktu penelitian dilaksanakan pada

Lebih terperinci

Perkembangan Ekonomi Makro

Perkembangan Ekonomi Makro Boks 1.2. Pemetaan Sektor Pertanian di Jawa Barat* Kontribusi sektor pertanian terhadap PDRB (harga berlaku) tahun 2006 sebesar sekitar 11,5%, sementara pada tahun 2000 sebesar 14,7% atau dalam kurun waktu

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. pemerintahan Propinsi Lampung di Bandar Lampung adalah 77 km.

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. pemerintahan Propinsi Lampung di Bandar Lampung adalah 77 km. IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Kecamatan Sendang Agung merupakan salah satu bagian wilayah Kabupaten Lampung Tengah Propinsi Lampung, terletak pada 104 0 4905 0 104 0 56 0 BT dan 05 0 08 0 15 0 LS,

Lebih terperinci

BAB IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Sragi Kabupaten Lampung Selatan.

BAB IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Sragi Kabupaten Lampung Selatan. 43 BAB IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Fisik Daerah Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Sragi Kabupaten Lampung Selatan. Kecamatan Sragi merupakan sebuah Kecamatan yang ada

Lebih terperinci

IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. administratif berada di wilayah Kelurahan Kedaung Kecamatan Kemiling Kota

IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. administratif berada di wilayah Kelurahan Kedaung Kecamatan Kemiling Kota IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Pembentukan Taman Kupu-Kupu Gita Persada Taman Kupu-Kupu Gita Persada berlokasi di kaki Gunung Betung yang secara administratif berada di wilayah Kelurahan

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Kondisi Geografis Kecamatan Cigombong Kecamatan Cigombong adalah salah satu daerah di wilayah Kabupaten Bogor yang berjarak 30 km dari Ibu Kota Kabupaten, 120 km

Lebih terperinci

KERAGAAN KARAKTER PURWOCENG (Pimpinella pruatjan Molk.) HASIL INDUKSI MUTASI SINAR GAMMA DI TIGA LOKASI. Oleh Muhammad Yusuf Pulungan A

KERAGAAN KARAKTER PURWOCENG (Pimpinella pruatjan Molk.) HASIL INDUKSI MUTASI SINAR GAMMA DI TIGA LOKASI. Oleh Muhammad Yusuf Pulungan A KERAGAAN KARAKTER PURWOCENG (Pimpinella pruatjan Molk.) HASIL INDUKSI MUTASI SINAR GAMMA DI TIGA LOKASI Oleh Muhammad Yusuf Pulungan A34403065 PROGRAM STUDI PEMULIAAN TANAMAN DAN TEKNOLOGI BENIH FAKULTAS

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM. Desa Lulut secara administratif terletak di Kecamatan Klapanunggal,

V. GAMBARAN UMUM. Desa Lulut secara administratif terletak di Kecamatan Klapanunggal, V. GAMBARAN UMUM 5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian Desa Lulut secara administratif terletak di Kecamatan Klapanunggal, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Desa ini berbatasan dengan Desa Bantarjati

Lebih terperinci

BAB III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 19 3.1 Luas dan Lokasi BAB III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN Kabupaten Humbang Hasundutan mempunyai luas wilayah seluas 2.335,33 km 2 (atau 233.533 ha). Terletak pada 2 o l'-2 o 28' Lintang Utara dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai salah satu negara yang mempunyai iklim tropis, berpeluang besar bagi pengembangan budidaya tanaman buah-buahan, terutama buah-buahan tropika.

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 25 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Karakteristik Responden Jumlah responden pada setiap desa adalah 30 orang dan 90 orang untuk setiap kecamatan, sehingga jumlah responden untuk tingkat kabupaten sebanyak

Lebih terperinci

BAB II KELURAHAN TUGU SEBAGAI SENTRA BELIMBING. Letak geografis Kelurahan Tugu, Kecamatan Cimanggis, Kota Depok

BAB II KELURAHAN TUGU SEBAGAI SENTRA BELIMBING. Letak geografis Kelurahan Tugu, Kecamatan Cimanggis, Kota Depok BAB II KELURAHAN TUGU SEBAGAI SENTRA BELIMBING 2.1 Gambaran Umum Tempat Penelitian 2.1.1 Keadaan Umum Kelurahan Tugu Letak geografis Kelurahan Tugu, Kecamatan Cimanggis, Kota Depok berada pada koordinat

Lebih terperinci

PERUBAHAN PENUTUPAN LAHAN DI TAMAN NASIONAL KERINCI SEBLAT KABUPATEN PESISIR SELATAN PROVINSI SUMBAR HANDY RUSYDI

PERUBAHAN PENUTUPAN LAHAN DI TAMAN NASIONAL KERINCI SEBLAT KABUPATEN PESISIR SELATAN PROVINSI SUMBAR HANDY RUSYDI PERUBAHAN PENUTUPAN LAHAN DI TAMAN NASIONAL KERINCI SEBLAT KABUPATEN PESISIR SELATAN PROVINSI SUMBAR HANDY RUSYDI DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB IV KARAKTERISTIK RESPONDEN DAN SISTEM PERTANIAN

BAB IV KARAKTERISTIK RESPONDEN DAN SISTEM PERTANIAN BAB IV KARAKTERISTIK RESPONDEN DAN SISTEM PERTANIAN 23 Gambaran penelitian yang dimuat dalam bab ini merupakan karakteristik dari sistem pertanian yang ada di Desa Cipeuteuy. Informasi mengenai pemerintahan

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Tulang Bawang Barat terletak pada BT dan

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Tulang Bawang Barat terletak pada BT dan 77 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Letak Geografis Kabupaten Tulang Bawang Barat terletak pada 104 552-105 102 BT dan 4 102-4 422 LS. Batas-batas wilayah Kabupaten Tulang Bawang Barat secara geografis

Lebih terperinci

2. PEMERINTAHAN,HANSIP, PERANGKAT DESA, PERTANAHAN DAN HASIL PEMILU

2. PEMERINTAHAN,HANSIP, PERANGKAT DESA, PERTANAHAN DAN HASIL PEMILU 2. PEMERINTAHAN,HANSIP, PERANGKAT DESA, PERTANAHAN DAN HASIL PEMILU 2.1. PEMERINTAHAN Jumlah kecamatan pada tahun 2012 masih tetap sebanyak 30 kecamatan sesuai Peraturan Daerah Tingkat II (Perda) Nomor

Lebih terperinci

BAB IV PENCAPAIAN IPM PER KECAMATAN

BAB IV PENCAPAIAN IPM PER KECAMATAN BAB IV PENCAPAIAN IPM PER KECAMATAN Ketika terjadi pergeseran paradigma pembangunan dari pembangunan yang berorientasi ekonomi (pertumbuhan ekonomi, kebutuhan dasar, kesejahteraan masyarakat dan pengembangan

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM. 5.1 Gambaran Umum Wilayah Kabupaten Karawang. Kabupaten Karawang merupakan salah satu Kabupaten di Provinsi Jawa

V. GAMBARAN UMUM. 5.1 Gambaran Umum Wilayah Kabupaten Karawang. Kabupaten Karawang merupakan salah satu Kabupaten di Provinsi Jawa V. GAMBARAN UMUM 5.1 Gambaran Umum Wilayah Kabupaten Karawang Kabupaten Karawang merupakan salah satu Kabupaten di Provinsi Jawa Barat. Secara geografis, wilayah Kabupaten Karawang terletak antara 107

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Kemiling, Kota Bandarlampung. Kota

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Kemiling, Kota Bandarlampung. Kota 66 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Gambaran Umum Kota Bandarlampung 1. Letak Geografis Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Kemiling, Kota Bandarlampung. Kota Bandarlampung memiliki luas wilayah

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN Latar Belakang

I PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN Indonesia sebagai negara agraris memiliki hasil pertanian yang sangat berlimpah. Pertanian merupakan sektor ekonomi yang memiliki posisi penting di Indonesia. Data Product

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Bertambahnya umur, fungsi fisiologis mengalami. penurunan akibat proses degeneratif (penuaan) sehingga

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Bertambahnya umur, fungsi fisiologis mengalami. penurunan akibat proses degeneratif (penuaan) sehingga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bertambahnya umur, fungsi fisiologis mengalami penurunan akibat proses degeneratif (penuaan) sehingga penyakit banyak muncul pada lansia. Selain itu masalah degeneratif

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. A. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Barat. mempunyai luas wilayah 4.951,28 km 2 atau 13,99 persen dari luas

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. A. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Barat. mempunyai luas wilayah 4.951,28 km 2 atau 13,99 persen dari luas 29 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Barat 1. Keadaan Geografis Kabupaten Lampung Barat dengan ibukota Liwa merupakan salah satu kabupaten/kota yang berada di wilayah

Lebih terperinci

PENGETAHUAN, SIKAP, DAN PRAKTEK PEMBERIAN ASI SERTA STATUS GIZI BAYI USIA 4-12 BULAN DI PERDESAAN DAN PERKOTAAN

PENGETAHUAN, SIKAP, DAN PRAKTEK PEMBERIAN ASI SERTA STATUS GIZI BAYI USIA 4-12 BULAN DI PERDESAAN DAN PERKOTAAN i PENGETAHUAN, SIKAP, DAN PRAKTEK PEMBERIAN ASI SERTA STATUS GIZI BAYI USIA 4-12 BULAN DI PERDESAAN DAN PERKOTAAN ASRINISA RACHMADEWI DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Sejarah terbentuknya Kabupaten Lampung Selatan erat kaitannya dengan dasar

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Sejarah terbentuknya Kabupaten Lampung Selatan erat kaitannya dengan dasar IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Sejarah Kabupaten Lampung Selatan Sejarah terbentuknya Kabupaten Lampung Selatan erat kaitannya dengan dasar pokok Undang-Undang Dasar 1945. Dalam Undang-Undang Dasar

Lebih terperinci

STATISTIK DAERAH KECAMATAN SEKUPANG

STATISTIK DAERAH KECAMATAN SEKUPANG STATISTIK DAERAH KECAMATAN SEKUPANG 2015 STATISTIK DAERAH KECAMATAN SEKUPANG 2015 No Publikasi : 2171.15.27 Katalog BPS : 1102001.2171.060 Ukuran Buku : 24,5 cm x 17,5 cm Jumlah Halaman : 14 hal. Naskah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ( Dangler, 1930) (Undang-undang Nomor 5 tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kehutanan) (Michael Laurie, 1986)

BAB I PENDAHULUAN. ( Dangler, 1930) (Undang-undang Nomor 5 tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kehutanan) (Michael Laurie, 1986) BAB I PENDAHULUAN 1.1. Pengertian Judul Pengertian Judul : Forest Garden di Hutan Gunung Bromo Karanganyar sebagai Taman Wisata Alam adalah sebagai berikut. Forest : Forest merupakan kata dalam Bahasa

Lebih terperinci

KAJIAN SUMBERDAYA DANAU RAWA PENING UNTUK PENGEMBANGAN WISATA BUKIT CINTA, KABUPATEN SEMARANG, JAWA TENGAH

KAJIAN SUMBERDAYA DANAU RAWA PENING UNTUK PENGEMBANGAN WISATA BUKIT CINTA, KABUPATEN SEMARANG, JAWA TENGAH KAJIAN SUMBERDAYA DANAU RAWA PENING UNTUK PENGEMBANGAN WISATA BUKIT CINTA, KABUPATEN SEMARANG, JAWA TENGAH INTAN KUSUMA JAYANTI SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU

Lebih terperinci

INDUSTRI PENGOLAHAN DAN

INDUSTRI PENGOLAHAN DAN 6. INDUSTRI PENGOLAHAN DAN AIR MINUM 6.1. INDUSTRI PENGOLAHAN Industri pengolahan menjadi salah satu roda perekonomian yang mempunyai kemampuan cukup besar dalam menghasilkan nilai tambah barang dan menyerap

Lebih terperinci

6.2. AIR MINUM Selain industri di atas, industri penyediaan air minum merupakan salah satu industri vital bagi. Subang Dalam Angka Tahun

6.2. AIR MINUM Selain industri di atas, industri penyediaan air minum merupakan salah satu industri vital bagi. Subang Dalam Angka Tahun 6. INDUSTRI PENGOLAHAN DAN AIR MINUM 6.1. INDUSTRI PENGOLAHAN Industri pengolahan menjadi salah satu roda perekonomian yang mempunyai kemampuan cukup besar dalam menghasilkan nilai tambah barang dan menyerap

Lebih terperinci

BAB III KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB III KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 18 BAB III KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 3.1 Letak Geografis dan Luas Kecamatan Sukanagara secara administratif termasuk dalam Kabupaten Cianjur, Provinsi Jawa Barat. Letak Kabupaten Cianjur secara geografis

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 14 BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4. 1. Sejarah dan Status Kawasan Taman Wisata Alam Gunung Tangkuban Parahu Taman Wisata Alam Gunung Tangkuban Parahu telah dikunjungi wisatawan sejak 1713. Pengelolaan

Lebih terperinci

Industri Pengolahan Subang Dalam Angka Tahun 2010

Industri Pengolahan Subang Dalam Angka Tahun 2010 6. INDUSTRI PENGOLAHAN DAN AIR MINUM 6.1. INDUSTRI PENGOLAHAN Klasifikasi perusahaan industri pengolahan dibedakan atas : Industri Besar, Sedang, Kecil dan Rumahtangga. Pengklasifikasian perusahaan industri

Lebih terperinci

IV. KEADAAN UMUM DESA KALIURANG. memiliki luas lahan pertanian sebesar 3.958,10 hektar dan luas lahan non

IV. KEADAAN UMUM DESA KALIURANG. memiliki luas lahan pertanian sebesar 3.958,10 hektar dan luas lahan non IV. KEADAAN UMUM DESA KALIURANG A. Letak Geografis Wilayah Kecamatan Srumbung terletak di di seputaran kaki gunung Merapi tepatnya di bagian timur wilayah Kabupaten Magelang. Kecamatan Srumbung memiliki

Lebih terperinci

Evaluasi dan Rencana Pembangunan Perkebunan Tahun Dinas Pangan dan Pertanian Kabupten Purwakarta

Evaluasi dan Rencana Pembangunan Perkebunan Tahun Dinas Pangan dan Pertanian Kabupten Purwakarta Evaluasi dan Rencana Pembangunan Perkebunan Tahun 2018 Dinas Pangan dan Pertanian Kabupten Purwakarta 1. K O N D I S I GEOGRAFI WILAYAH 1.1 Gambaran umum Kabupaten Purwakarta merupakan bagian dari wilayah

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Kabupaten Kulon Progo merupakan salah satu dari lima daerah otonom di

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Kabupaten Kulon Progo merupakan salah satu dari lima daerah otonom di IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Keadaan Umum Lokasi Penelitian 1. Letak Geografis Kabupaten Kulonprogo Kabupaten Kulon Progo merupakan salah satu dari lima daerah otonom di propinsi Daerah Istimewa

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN LOKASI PENELITIAN. A. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Tengah BT dan LS, dan memiliki areal daratan seluas

IV. GAMBARAN LOKASI PENELITIAN. A. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Tengah BT dan LS, dan memiliki areal daratan seluas IV. GAMBARAN LOKASI PENELITIAN A. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Tengah 1. Keadaan Geografis Kabupaten Lampung Tengah merupakan salah satu kabupaten yang terletak di Propinsi Lampung. Kabupaten Lampung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dikenal sebagai negara agraris yang mayoritas masyarakatnya bermata

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dikenal sebagai negara agraris yang mayoritas masyarakatnya bermata BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negara agraris yang mayoritas masyarakatnya bermata pencaharian sebagai petani. Hal tersebut tentunya membuka peluang bagi Indonesia untuk

Lebih terperinci

Pemerintahan Subang Dalam Angka Tahun PEMERINTAHAN, HANSIP, PERANGKAT DESA, PERTANAHAN DAN HASIL PEMILU

Pemerintahan Subang Dalam Angka Tahun PEMERINTAHAN, HANSIP, PERANGKAT DESA, PERTANAHAN DAN HASIL PEMILU 2. PEMERINTAHAN, HANSIP, PERANGKAT DESA, PERTANAHAN DAN HASIL PEMILU 2.1. PEMERINTAHAN DESA Pada tahun 2009 jumlah Kecamatan yang ada di Kabupaten Subang ada sebanyak 30 Kecamatan. Jumlah ini berdasarkan

Lebih terperinci

TEKNIK PEMANFAATAN ANAKAN ALAM PUSPA (Schima wallichii (DC) Korth) DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT (HPGW), SUKABUMI FITRI APRIANTI

TEKNIK PEMANFAATAN ANAKAN ALAM PUSPA (Schima wallichii (DC) Korth) DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT (HPGW), SUKABUMI FITRI APRIANTI TEKNIK PEMANFAATAN ANAKAN ALAM PUSPA (Schima wallichii (DC) Korth) DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT (HPGW), SUKABUMI FITRI APRIANTI DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. A. Keadaan Umum Kecamatan Teluk Betung Timur. Peraturan Daerah Kota Bandar Lampung Nomor 04 Tahun 2012, tentang

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. A. Keadaan Umum Kecamatan Teluk Betung Timur. Peraturan Daerah Kota Bandar Lampung Nomor 04 Tahun 2012, tentang 79 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Umum Kecamatan Teluk Betung Timur 1. Keadaan Umum Pemerintahan Kecamatan Teluk Betung Timur terbentuk berdasarkan Peraturan Daerah Kota Bandar Lampung

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Letak dan Keadaan Geografi Daerah Penelitian Desa Perbawati merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan Sukabumi, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Batas-batas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Indonesia memiliki sumber daya hayati dan merupakan salah satu negara

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Indonesia memiliki sumber daya hayati dan merupakan salah satu negara 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Indonesia memiliki sumber daya hayati dan merupakan salah satu negara yang memiliki keanekaragaman hayati terbesar di dunia, dan menduduki urutan kedua setelah Brazil.

Lebih terperinci