BAB 4 PEMBAHASAN PERSIAPAN IMPLEMENTASI BASEL II DI BANK MEGA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 4 PEMBAHASAN PERSIAPAN IMPLEMENTASI BASEL II DI BANK MEGA"

Transkripsi

1 BAB 4 PEMBAHASAN PERSIAPAN IMPLEMENTASI BASEL II DI BANK MEGA Sehubungan dengan rencana pemerintah dalam melakukan implementasi Basel II pada industri perbankan di Indonesia dimana masih terdapat banyak kendala dalam proses tersebut, maka dalam sub bab ini akan dibahas mengenai tahapan proses implementasi dari Basel I menuju pada Basel II, kendala kendala yang dihadapi serta solusi yang disarankan dalam mengimplementasikan Basel II secara umum pada Bank Mega. 4.1 Basel I Secara Umum Sebagaimana yang telah dijelaskan di dalam bab 2, ada 3 (tiga) sasaran utama dari penerapan Basel I Accord: - Memperkuat kesehatan dan stabilitas sistem perbankan internasional - Menciptakan kerangka kerja yang seimbang untuk mengukur kecukupan modal dari bank yang aktif secara internasional. - Menerapkan kerangka kerja tersebut secara konsisten demi mengurangi ketidak setaraan kompetitif antar bank yang aktif secara internasional. Masalah dengan metode pendekatan Basel I cukup jelas, yaitu: - Bank yang memberikan pinjaman pada perusahaan yang memiliki kualitas kredit yang amat baik wajib memiliki jumlah modal yang sama dengan bank 55

2 56 yang memberikan pinjaman kepada perusahaan yang memiliki kualitas kredit yang buruk. Hal ini tidak terlalu menjadi masalah jika Bank dapat memberikan charge yang sama kepada semua peminjam. Namun, bank makin berkompetisi dengan pesatnya pertumbuhan pasar obligasi perseroan dimana marjin kredit cukup terkait dengan pemberian peringkat kredit yang diberikan penerbitan obligasi oleh lembaga pemeringkat kredit seperti Standard & Poor s dan Moody s Investors Service. - Masalah yang sama juga terjadi dalam pemberian kredit perorangan yang tidak dijamin (seperti kredit kartu kredit) dan memberikan pinjaman kepada pemerintah (sovereign loans). Maka dari itu akibat dari pemasalahan yg tersebut diatas : - Banyak bank yang mengubah proses kredit internalnya dengan menggunakan model risiko kuantitatif. - Pendekatan Basel I terhadap kecukupan modal memberikan pembobotan ATMR dan persyaratan modal yang sama, bagi semua pinjaman korporasi dengan mengabaikan kualitas kredit peminjamnya. 4.2 Alasan Peralihan dari Basel I ke Basel II Implementasi Basel II pada perbankan di Indonesia bukanlah tanpa tujuan dan maksud yang jelas. Mengetahui bahwa risiko yang ada pada Bank tidaklah hanya risiko kredit dan risiko pasar seperti yang diatur pada Basel I, maka melalui implementasi Basel II kekurangan yang ada pada Basel I dapat diperbaiki.

3 57 Pada Basel II perhitungan kebutuhan modal juga mencakup risiko operasional yang dihadapi oleh bank, Selain itu Basel II juga memberikan ruang bagi risiko-risiko lain yang dihadapi oleh bank. Berikut dibawah ini beberapa hal yang dapat dijadikan bahan pertimbangan untuk melakukan implementasi Basel II secara umum pada perbankan di Indonesia : Luas Cakupan Seperti yang kita ketahui, bahwa Basel II memiliki cakupan risiko yang lebih komprehensif jika dibandingkan dengan Basel I. Dimana pada Pilar 1 telah dicakup oleh risiko kredit dan pasar serta memperkenalkan risiko operasional. Sebelum adanya Market Risk Amendement 1996, Basel I hanya mencakup risiko kredit saja. Perubahan terbesar terhadap luasan cakupan risiko dalam Basel II adalah penambahan risiko operasional. Risiko operasional didefinisikan sebagai risiko kerugian yang diakibatkan oleh kegagalan atau tidak memadainya proses internal, Manusia dan sistem atau kejadian eksternal lainnya. Basel II juga memperkenalkan pilar 2 dan pilar 3 sebagai bagian integral dari proses penetuan risiko kecukupan modal masing-masing bank. Didalam pilar II, otoritas pengawas perbankan, diharapkan memeriksa berbagai risiko lainnya yang ada pada bank tersebut. Pada pilar 2 sendiri diatur risiko-risiko lain yang tidak diatur pada Basel I seperti: risiko bisnis, risiko stategis, risiko reputasi, risiko hukum dan risiko kepatuhan bank pada Peratuan Bank Indonesia.

4 Kedalaman Cakupan Selain memperluas cakupan, Basel II juga meningkatkan kedalaman cakupan risiko. Hal ini sangat terlihat dalam perlakuannya atas risiko kredit. Basel I membuat bobot risiko yang besarnya berbeda tergantung pada jenis aktiva dan peminjam yang sangat sederhana. Basel I juga sangat terbatas menetapkan bobot risiko yang berbeda dalam kaitan hubungan antara peminjam dengan country risk dan jenis institusinya (OECD dan Non-OECD). Basel II menetapkan pembedaan kualitas debitur secara bervariasi, dan melengkapinya dengan jumlah yang diberikan. Basel II mengizinkan penggunaan dua pendekatan untuk menentukan bobot risiko aktiva: Standardized Approach dan Internal Rating Based Approach. Standardized Approach pada dasarnya adalah grid approach Basel I yang telah diubah secara signifikan. Pada Internal Rating Approach bank mengunakan model pemeringkatnya masing-masing untuk menilai kelayakan debitur. Kedua pendekatan tersebut memiliki banyak perasamaan dengan cara yang dilakukan oleh lembaga pemeringkat kredit dalam menetapkan peringkat obligasi. Basel I Accord dikritik karena digunakannya pendekatan yang relatif sederhana pada keterkaitan antara profil risiko suatu aktiva dengan modal yang dibutuhkan oleh bank untuk mendukung pemilikkan aktiva dengan modal yang dibutuhkan oleh bank untuk mendukung pemilikkan aktiva tersebut. Sebagai contoh, Basel I hanya mengakomodasi beberapa tingkatan

5 59 kredit risiko kredit. Hal ini sangat berbeda dengan lembaga pemeringkat yang menggunakan risk sensitive grades yang luas untuk menilai risiko kredit obligasi. Jika bank menggunakan Standardised Approach, maka grid bobot risiko Basel II didasarkan pada tingkatan risiko yang terdapat pada Basel I yang disesuaikan dengan peringkat kredit yang tersedia. Sebagaimana halnya pendekatan Basel I, Standardized Approach memungkinkan adanya pengelompokan bobot risiko antar peringkat, namun dengan pembedaan yang jelas untuk kelompok risiko yang berbeda Kecukupan Modal Persyaratan kecukupan modal Basel I Accord, yaitu target rasio modal minimum sebesar 8%, diharapkan tidak berubah secara signifikan dalam Basel II. Basel Committee meyakini bahwa target rasio modal 8% untuk bank-bank internasional tetap memadai. Karena bank-bank menghitung sendiri jumlah modal minimum sesaui dengan ketentuan (regulatory capital), kemungkinan besar jumlah modal masing-masing bank akan berbeda dengan jumlah modal sesuai ketentuan Basel I. Sebagai ilustrasi, Bank A memiliki risiko operasional yang cukup besar. Menurut Basel II modal minimum sesuai ketentuan (regulatory capital) akan meningkat jika tidak terdapat off-setting terhadap modal yang diperlukan untuk mendukung kegiatan perkreditan bank. Bank B memiliki risiko

6 60 operasional yang rendah dan portfolio pemberian kredit yang terdiri dari kredit korporasi yang sangat tinggi kualitasnya Menurut Basel II, Modal minimum sesuai ketentuan (regulatory capital) Bank B akan menurun cukup besar. Pada masa transisi dari Basel I ke Basel II, bank tidak diperkenalkan untuk segera merealisasikan manfaat dari berkurangnya persyaratan modal minimum sesuai ketentuan (regulatory capital). Pengurangan modal ini harus dilakukan secara bertahap sesuai dengan kesepakatan bank dengan otoritas pengawas perbankan masing-masing. Secara umum Basel II memang lebih sensitif terhadap perubahan yang terjadi pada pasar dan risiko kredit dari para debitur jika dibandingkan dengan Basel I. Berikut secara umum perbandingan antara Basel I dan Basel II ditunjukkan pada tabel berikut: Tabel 4.1 Perbandingan Basel I dan Basel II No. Basel I Basel II 1. Fokus pada satu cara pengukuran risiko 2. Memiliki pendekatan sederhana terhadap sensitivitas risiko 3. Memakai pendekatan one-sizefits-all pada risiko dan modal Fokus pada metode internal Memiliki tingkatan sensitivitas risiko yang lebih tinggi Dapat dengan mudah disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing bank

7 Transisi Basel I ke Basel II Seperti dijelaskan pada bab sebelumnya salah satu tujuan utama Basel II adalah menyusun modal minimum sesuai ketentuan (regulatory capital) yang sesuai dengan profil risiko dari masing-masing bank. Basel Committee telah menerapkan aturan dalam masa transisi untuk memastikan Accord baru tidak terlalu cepat mengurangi persyaratan modal minimum, baik bagi sistem perbankan secara kesaluruhan maupun bagi masing-masing bank. Dalam aturan dalam masa transisi akan diterapkan multiplier oleh otoritas pengawas perbankan untuk memastikan target rasio modal minimum sebesar 8% dapat dipertahankan. Scaling factor ini akan diterapkan secara seragam kepada semua bank yang akan diterapkan secara seragam kepada semua bank yang menggunakan pendekatan Internal Rating-Based untuk risiko operasional. Sesuai dengan hasil QIS (Qualitative Impact Study), Scaling factor ini pada awalnya akan ditetapkan sebesar 106%. Komite yakin bahwa hal ini akan cukup memadai untuk memastikan bahwa pada tahap awal implementasi Basel II, target rasio 8% dapat dipertahankan. Multiplier adalah nilai yang digunakan untuk peningkatan skala dari risiko yang ada pada bank sehingga penurunan atau peningkatan persyaratan modal minimum dari bank tidak terlalu cepat. Hal ini memberikan kesempatan bagi bank untuk mempersiapkan diri apabila diharuskan melakukan penambahan modal ataupun melindungi pasar dari tingginya likuiditas apabila terjadi penurunan modal minimum bank.

8 62 Pada aturan masa transisi kedua, bank tidak diperkenankan untuk segera merealisasikan manfaat dari berkurangnya persyaratan modal minimum sesuai ketentuan (regulatory captital). Pergurangan modal harus dilakukan secara bertahap. Dalam hal ini akan ditentukan batas bawah jumlah modal yang nilainya secara bertahap akan diturunkan seiring dengan berjalannya waktu. 4.4 Karakteristik dari Metode-Metode pada Basel II Dalam pemilihan metode pendekatan untuk menghitung risiko kredit, terlebih dahulu kita harus dapat melihat kelebihan dan kekurangan, kondisi internal yang ada pada bank, serta persyaratan minimal yang harus dipenuhi dari tiap metode pendekatan yang ditawarkan pada Basel II Standardized Approach Standardized Approach merupakan penyempurnaan pendekatan berdasarkan pemilahan neraca berdasarkan bobot risiko yang terdapat pada Basel I. Standardized Approach yang terdapat dalam Basel II merupakan serangkaian bobot risiko sebagaimana hal-nya Basel I. Bobot risiko ini dapat digunakan untuk mengubah nilai nominal aktiva kedalam nilai aktiva tertimbang menurut risiko (RWA) dalam menghitung regulatory capital. Pendekatan yang terdapat pada Basel II Standardized Approach secara fundamental berbeda dengan pendekatan pada Basel I. Untuk mendapatkan sensitivitasnya yang lebih besar dari pada risiko kredit, Standardized Approach yang terdapat pada Basel II menetapkan suatu Grid yang terutama didasarkan

9 63 pada kualitas kredit debitur. Pendekatan tersebut menghasilkan serangkaian bobot risiko yang secara umum dikaitkan dengan public credit grade (credit rating yang dikeluarkan oleh external rating agency) debitur. Hal ini dapat dilihat dari adanya bobot risiko yang berbeda untuk credit grade pada kelompok asset yang berlainan. Basel II memberikan kesempatan bagi perhitungan pembobotan risiko berdasarkan public credit grade, namun demikian peringkat kredit yang diberikan oleh lembaga pemeringkat kredit tersebut harus memenui standar yang ditetapkan oleh Basel Committee Internal Rating Based Approach Dalam menghitung risiko kreditnya bank menggunakan data yang dimilikinya. Data ini diperoleh dari informasi internal bank yang digunakan untuk penilaian kelayakan dari para debiturnya. IRB approach juga mempunyai fungsi bobot risiko yang sama. Fungsi bobot risiko yang menjelaskan bagaimana komponen risiko untuk kelas asset yang berbeda dipindahkan kedalam bentuk bobot risiko. Beberapa persyaratan yang harus diperhatikan untuk melakukan implementasi IRB: 1. Bank harus menunjukkan kepada pengawas Bank (BI) bahwa penerapan IRB-nya telah memenuhi seluruh kriteria IRB Approach, yaitu : Perbedaan yang jelas antara setiap risiko Pendugaan secara kualitatif atas risiko secara akurat dan konsisten

10 64 Sistem yang digunakan mendukung pengambilan keputusan dalam proses pemberian pinjaman. 2. Seperti yang telah dijelaskan pada Bab II, Basel committee menekankan pentingnya memaintain data dan menggunakannya dalam evaluasi dan backtest atas seluruh aspek yang digunakan dalam model (PD, LGD, EAD). Kriteria ini diterapkan juga pada pendekatan IRB foundation dimana seluruh komponen kecuali LGD dan EAD ditetapkan oleh supervisor. 3. Bank juga diharuskan untuk mengembangkan stress testing (langkahlangkah pengujian dengan kondisi yang paling ekstrim) atas modelnya untuk melihat proyeksi dari kecukupan modal bank (capital adequacy). Stress test ini harus mendapatkan persetujuan dari supervisor dan meliput dampak dari: kondisi ekonomi yang memburuk market risk events kondisi likuiditas. 4. Pendekatan IRB mengharuskan bank untuk membentuk unit credit risk control yang bertanggung jawab terhadap kredit sistem. Control unit ini harus independent dari unit yang bertanggung jawab atas usulan eksposur kredit. 5. Bagi bank yang akan mengadopsi IRB approach, harus dapat menunjukkan bahwa bank telah menggunakan IRB sistem dengan benar paling tidak selama 3 tahun. Oleh karenanya bank yang memenuhi IRB

11 65 foundation approach harus telah melakukan estimasi PD paling sedikit selama 3 tahun, sementara untuk IRB Advanced approach juga harus mengestimasikan LGD dan EAD paling sedikit selama 3 tahun. 6. Ketentuan dalam melakukan estimasi PD berbeda antara penghitungan untuk eksposur corporate, sovereign, dan bank dengan eksposur ritel. Untuk eksposur corporate, sovereign dan bank lebih ditekankan pada estimasi dari rata-rata PD (long-running estimates). Tiga teknik yang digunakan adalah: 1 Pengalaman default secara internal 2 Mapping untuk data eksternal 3 Model default secara statistic (dapat menggunakan rata-rata PD dalam satu grade) 7. Estimasi LGD dan EAD untuk eksposur corporate, sovereign, dan bank harus didasarkan pada sekurang-kurangnya 7 tahun data. Estimasi LGD dan EAD untuk eksposur ritel harus didasarkan pada sekurang-kurangnya 5 tahun data. 8. Untuk menggunakan Internal Rating-Based Approach, jumlah peringkat yang dapat digunakan ditentukan oleh bank itu sendiri, walaupun otoritas pengawas perbankan akan mengasumsikan bahwa bank akan menggunakan setidaknya delapan tingkatan.

12 Persamaan dan Perbedaan dari Standardized Approach dan Internal Rating Based Perbedaan dari Standardized Approach, Internal Rating Based dapat dilihat dari tabel 4.3 dibawah ini: Tabel 4.2 Perbedaan Basel I dan Basel II dari Segi Faktor Risiko Faktor Standardized Foundation IRB Advanced IRB Risiko Approach Approach Approach PD Ditentukan oleh Estimasi internal Estimasi internal lembaga rating Bank Bank LGD Ditentukan oleh Ditentukan oleh Estimasi internal supervisor supervisor Bank EAD Ditentukan oleh Ditentukan oleh Estimasi internal supervisor supervisor Bank M Ditentukan oleh Ditentukan oleh Ditentukan oleh supervisor supervisor supervisor Data Historis - 5 Tahun 7 Tahun Persamaan dari Standardized Approach dan Internal Rating Based adalah dalam melakukan perhitungan bobot risiko pada Basel II, ada hal yang dipertahankan dari Basel I. Ketiga metode pendekatan pada Basel II tetap mempertahankan rasio modal minimal yang sama yaitu sebesar 8%.

13 Metode Pendekatan Basel II yang Disarankan Dalam pemilihan metode pendekatan perhitungan risiko kredit dengan menggunakan pendekatan Basel II ada beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh perusahaan antara lain: 1. Sensitivitas terhadap perhitungan risiko kredit Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, pada metode Standardized Approach semua nilai dari faktor risiko ditentukan oleh pihak eksternal. Besarnya nilai dari perhitungan bobot risiko mencerminkan besarnya risiko dari perusahaan terhadap pihak-pihak eksternal yang memberikan pinjaman, bila ditilik lebih dalam besarnya nilai risiko yang ada menjadi kurang akurat untuk mencerminkan besarnya nilai risiko yang ada pada debitur terhadap bank. Mengingat bank berada pada peringkat pertama dalam penyelesaian kewajiban debitur setelah hutang perusahaan terhadap karyawan dan pajak, sehingga seharusnya risiko debitur kepada bank menjadi lebih kecil jika dibandingkan dengan risiko terhadap pihak external lainnya. Sebagai perbandingan, pada metode Foundation Internal Rating Approach walaupun tidak semua nilai faktor risiko dari kewajiban debitur terhadap bank dihitung oleh internal bank tetapi nilai dari bobot risiko yang dihasilkan lebih mencerminkan risiko debitur terhadap bank. Sedikit berbeda pada metode Advance Internal Rating Approach dimana semua bobot dari faktor risiko dihitung oleh internal bank, dimana nilai dari bobot risiko diperoleh dari analisa data historis dari para debitur, sehingga

14 68 nilai dari risiko debitur terhadap bank memang mencerminkan risiko kredit dari nasabah terhadap bank. Berdasarkan sensitivitas terhadap risiko kredit pada basel II, maka metode pendekatan advance internal rating approach adalah yang paling baik dan paling mencerminkan risiko dari debitur terhadap bank. 2. Elemen yang diperlukan dalam implementasi Basel II Dalam melakukan implementasi Basel II ada beberapa hal yang perlu diperhatikan seperti: a. Nilai yang digunakan untuk tiap faktor risiko Pada metode pendekatan Standardized Approach hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan implementasi Basel II cenderung lebih sedikit karena nilai dari faktor-faktor yang mempengaruhi risiko kredit ditentukan oleh pihak eksternal. Pada metode pendekatan internal rating approach untuk mendapatkan nilai dari PD, bank harus melakukan analisa data historis nasabah, berbeda dengan pendekatan advance Internal Rating Approach dimana semua nilai dari faktor risiko diperoleh dari hasil analisa internal bank. b. Validitas dari nilai pada faktor-faktor risiko Pada metode pendekatan Standardized Approach, nilai dari faktor risiko PD dapat digunakan tanpa harus diuji validitasnya, selama data tersebut dikeluarkan dari lembaga pemeringkat yang telah mendapatkan izin dari Bank Indonesia, sedangkan untuk nilai dari faktor risiko yang lain ditentukan oleh Bank Indonesia selaku regulator.

15 69 Pada metode pendekatan Internal Rating Approach, nilai yang digunakan untuk tiap faktor risiko yang akan digunakan harus mendapat disetujui oleh direksi bank atau oleh sebuah komite dari direksi. Bank diwajibkan untuk melakukan stress testing minimal satu kali dalam satu tahun atas model yang akan digunakan dengan memasukkan pengaruh-pengaruh seperti perubahan ekonomi dan industri, kejadian yang terkait dengan risiko pasar dan kondisi likuiditas bank. Metode yang akan digunakan harus mendapat persetujuan dari Bank Indonesia selaku pengawas. c. Kesiapan dari sistem pendukung Pada metode pendekatan Standardized Approach yang dibutuhkan sistem yang dapat menghitung bobot risiko dari suatu asset, sedangkan untuk metode pendekatan berdasarkan pada Internal Rating Approach, bank juga harus mempersiapkan sistem yang mampu menyimpan data nasabah dalam periode tertentu walaupun terkadang data tersebut tidak diperlukan, serta sistem lain untuk melakukan analisa dalam mengukur bobot risiko dari nasabah berdasarkan data historis debitur. Selain persiapan terhadap sistem untuk mendukung implementasi Basel II, sistem yang akan digunakan juga harus menunjukkan bahwa sekurang-kurangnya selama tiga tahun telah sesuai dengan Internal Rating Approach secara luas. d. Sumber Daya Manusia Pada metode pendekatan Standardized Approach tidak diperlukan terlalu banyak sumber daya manusia karena nilai dari tiap faktor risiko dapat langsung digunakan untuk mengukur bobot risiko dari nasabah.

16 70 Pada metode pendekatan Internal Rating Approach bank mungkin harus menambah sumber daya manusia, hal ini karena Bank Indonesia secara tegas mengharuskan bank untuk membentuk unit pengendalian risiko kredit secara independen yang bertanggung jawab terhadap sistem kredit bank yang berfungsi untuk: 1 Menguji dan memantau peringkat 2 Membuat dan melakukan analisa laporan 3 Memastikan prosedur yang independen untuk verifikasi definisi rating dan konsistensi penerapannya 4 Mereview dan mendokumentasi semua perubahan dalam sistem Selain pembentukan unit pengendalian risiko kredit, Audit intern yang serupa juga harus melakukan review terhadap sistem peringkat bank setidak-tidaknya setahun sekali. e. Data Historis Untuk dapat menerapkan IRB dalam perhitungan risiko kredit maka diperlukan data historis dari internal bank minimal untuk jangka waktu 5 (lima) tahun untuk dapat melakukan estimasi faktor risiko PD dengan benar. Berdasarkan elemen-elemen yang harus dipersiapkan oleh bank, maka metode pendekatan Standardized approach adalah yang paling cocok, karena usaha yang harus dilakukan bank untuk memenuhi persyaratan implementasi risiko kredit menurut Basel II tidak terlalu kompleks.

17 Road Map BI untuk Implementasi Basel II Dalam melakukan implementasi Basel II pada industri perbankan Indonesia, Bank Indonesia sendiri mempunyai road map untuk diimplementasikan. Berikut dibawah ini adalah gambaran dari Road Map Bank Indonesia menuju Basel II. Tabel 4.3 BI Road Map to Basel II Berikut penjelasan dari tabel 4.3 diatas. Pada Basel II ada tiga risiko yang diatur, yaitu : 1. Risiko Pasar a. Peraturan untuk menggunakan metode pendekatan Standardized telah diterbitkan pada Q3 tahun 2007, rencananya metode perdekatan ini akan dilakukan Pararel Run dengan Basel I dari Q1 sampai Q4 tahun 2008 sebelum akhirnya diharapkan dapat diimplementasikan secara efektif pada Q1 tahun 2009.

18 72 b. Peraturan untuk mengunakan metode pendekatan Internal telah diterbitkan pada Q3 tahun 2007 dan telah dilakukan validasi pada quartal yang sama dan diharapkan dapat digunakan secara efektif pada Q1 tahun Risiko Kredit a. Peraturan untuk menggunakan metode pendekatan Standardized telah diterbitkan pada Q3 tahun 2007, dilakukan Pararel Run berlangsung dari Q1 tahun 2008 sampai Q1 tahun 2009 serta diharapkan dapat digunakan secara efektif pada Q1 tahun b. Peraturan untuk menggunakan Internal Rating Apporach diharapkan dapat terbit pada Q4 2009, dilakukan divalidasi pada Q1 2010, serta direncanakan dapat mulai efektif digunakan pada Q Risiko Operasional a. Peraturan mengenai metode pendekatan Basic Indicators diterbitkan pada Q3 tahun 2007, dilakukan Pararel Run berlangsung dari Q1 tahun 2008 sampai dengan Q1 tahun 2009, serta diharapkan dapat diimplementasikan secara efektif pada Q1 tahun b. Peraturan mengenai metode pendekatan Standardized Approach diharapkan dapat terbit pada Q4, dilakukan validasi pada Q1 2010, serta direncanakan dapat efektif digunakan pada Q c. Peraturan mengenai metode pendekatan Advance Measurement Approach diharapkan dapat terbit pada Q4, dilakukan validasi pada Q2 2010, serta direncanakan dapat efektif digunakan pada Q

19 73 4. Pilar 2 dan risiko lainya pada Basel II Peraturan mengenai risiko lainnya pada pilar II diatur melalui Peraturan Bank Indonesia yang telah diterbitkan pada Q serta diharapkan dapat efektif untuk dirasakan pengaruhnya pada perhitungan modal yang dibutuhkan bank pada Q Pilar 3 dan trasparansi pada pehitungan risiko pada Basel II Peraturan mengenai transparasi transaksi untuk risiko pasar dengan metode pendekatan Standardized Approach dan Internal Rating Approach, risiko kredit dengan metode pendekatan Standardized dan risiko operasional dengan metode pendekatan basic indicator diharapkan dapat terbit pada Q Peraturan Bank Indonesia untuk risiko kredit dengan metode pendekatan internal rating dengan metode pendekatan Internal Rating Based Approach, risiko operasional untuk metode pendekatan Standardized Approach dan Advance Measurement Approach diharapkan dapat terbit pada Q Berikut ini gambaran dari besarnya modal yang harus disiapkan oleh bank Mega sebelum dan setelah melakukan implementasi Basel II. Misalnya Bank Mega meminjamkan USD 3 juta untuk debitur korporasi. Debitur korporasi ini memiliki peringkat A+ sampai A-. Dengan menggunakan Basel II Standardized Approach pinjaman ini dikonversikan menjadi ATMR sebagaimana yang akan dijelaskan dalam tabel dibawah ini :

20 74 Tabel 4.4 Gambaran Besaran Modal Menggunakan Basel I dan Basel II No. Variabel Basel I Basel II 1. Risk-weight asset USD 3 juta = USD 3 juta X 50% = USD 1.5 juta 2. Bobot Risiko 100% 50% 3. ATMR USD 3 juta USD 1.5 juta 4. Minimum modal yang harus dipenuhi USD 240,000 (3.0m x 8%) USD 120,000 (1.5m x 8%) Dapat dilihat bahwa ATMR berdasarkan perhitungan Basel II lebih kecil dibandingkan dengan Basel I (US$ 1,5 Juta dengan US$ 3 Juta) yang berdampak pada jumlah minimum modal yang harus dipenuhi juga menjadi lebih kecil (US$ dengan US$ ). 4.7 Implementasi Basel II pada Bank Mega Dalam rangka persiapan implementasi Basel II pada Bank Mega, maka ada beberapa langkah-langkah yang disarankan untuk dilakukan oleh Bank Mega seperti: 1. Membuat strategi untuk implementasi Basel II pada Bank Mega (road map to Basel II) 2. Menyelenggarakan QIS (Qualitative Impact Study) di Bank Mega dan menggunakan hasil studi dimaksud sebagai masukan dalam implementasi Basel II pada Bank Mega, khususnya terkait dengan kecukupan modal berbasis risiko.

21 75 3. Membuat rencana aksi persiapan dalam implementasi Basel II, khususnya untuk metode pendekatan Standardized Approach. Berikut ini penjelasan secara sekilas dari beberapa langkah yang sebaiknya dilakukan oleh bank Mega dalam melakukan implementasi Basel II. 1. Road Map untuk Impelentasi Basel II pada Bank Mega Mengacu pada road map dari Bank Indonesia maka seharusnya Bank Mega juga mempunyai road map untuk implementasi basel II khususnya risiko kredit. Berikut saran dalam bentuk road map pada Bank Mega : Tabel 4.5 Bank Mega Road Map to Basel II 2008 Melakukan studi kasus untuk menerapkan Basel II berdasarkan International Best Practices. Melakukan simulasi untuk memberikan gambaran dari kinerja perusahaan sebelum dan setelah implementasi. Mengumpulkan data sebagai langkah persiapan Bank Mega agar metode pendekatan IRB dapat digunakan pada masa yang akan datang. Mempersiapkan infrastruktur dan SDM sebagai langkah persiapan implementasi Basel II. Melakukan diversifikasi asset berdasarkan format Laporan Basel II.

22 Mulai melakukan perhitungan kebutuhan modal Basel II dengan mengunakan metode pendekatan standardized approach. Mengumpulkan data sebagai langkah persiapan Bank Mega agar metode pendekatan IRB dapat digunakan pada masa yang akan datang. Melakukan verifikasi dengan BI atas sistem yang dibangun sebagai persiapan agar dapat menggunakan metode pendekatan Foundation Internal Rating Approach Mengumpulkan data sebagai langkah persiapan Bank Mega agar metode pendekatan Foundation Internal Rating Approach dapat digunakan pada masa yang akan datang. Melakukan verifikasi dengan BI atas sistem yang dibangun sebagai persiapan agar dapat menggunakan metode pendekatan Foundation Internal Rating Approach Mengumpulkan data sebagai langkah persiapan Bank Mega agar metode pendekatan IRB dapat digunakan pada masa yang akan datang. Melakukan verifikasi dengan BI atas sistem yang dibangun sebagai persiapan agar dapat menggunakan metode pendekatan Foundation Internal Rating Approach. Melakukan Case Study sebagai langkah awal untuk menggunakan metode pendekatan Foundation Internal Rating Approach. Mempersiapkan infrastruktur untuk mempersiapkan diri untuk menggunakan metode Foundation Internal Rating Approach.

23 Mengumpulkan data sebagai langkah persiapan Bank Mega agar metode pendekatan IRB dapat digunakan pada masa yang akan datang. Melakukan pararel run untuk antara metode pendekatan Standardized approch dan Foundation Internal Rating Approach. Melakukan sosialisasi kepada cabang-cabang sehubungan akan dilakukannya peralihan dari metode standardized apporach menuju pada Foundation Internal Rating Based Approach. 2. Melaksanakan QIS terkait dengan perhitungan modal berbasis risiko di Bank Mega Untuk mendapatkan gambaran dari perhitungan Capital Adequacy Ratio (CAR) antara Current Accord (Basel I) dan Standardized Approach (Basel II), Bank Mega dipersyaratkan oleh Bank Indonesia melakukan studi kuantitatif dengan melakukan pengisian QIS (Qualitative Impact Study). Dengan melakukan QIS terhadap Bank Mega maka diperoleh hasil berikut ini yakni berupa perbandingan kinerja Bank Mega sebelum menerapkan Basel II (Current Approach) dan setelah menerapkan Basel II.

24 78 Berikut ini adalah tabel ringkasan mengenai perbandingan dari hasil perhitungan CAR berdasarkan data internal yang diperoleh dari Bank untuk perhitungan Current Accord dan Basel II dengan menggunakan pendekatan metode Standardized pada periode Juni 2007 Maret 2008 : Tabel 4.7 Perbandingan Variabel Sebelum dan Sesudah Implementasi Basel II Periode Juni 07 Mar 08 No. Variabel Juni 07 Sept 07 Des 07 Mar 08 Current Standardized Current Standardized Current Standardized Current Standardized 1. Sub-total RWA 12,516,126 11,101,580 12,858,776 11,595,414 14,694,861 13,924,232 15,899,983 14,196, Other Assets 957, ,003 1,077,968 1,077,968 1,043,024 1,043,024 1,165,489 1,165, Market risk (general and specific) and settlement risk 4. Operational risk 5. Sub-total RWA not subject to scaling 1,358,322 1,358,322 3,444,581 3,444,581 3,247,165 3,247,165 3,048,350 3,048,350-1,617,302-1,617,302-1,617,302-2,083,542 2,315,325 3,932,628 4,522,549 6,139,852 4,290,189 5,907,492 4,213,838 6,297, Total RWA 14,831,451 15,034,208 17,381,326 17,735,265 18,985,050 19,831,724 20,113,821 20,494, Sub-total RWA (Scale-up) 13,267,094 11,767,675 13,630,303 12,291,139 15,576,553 14,759,686 16,853,982 15,048,615

25 79 8. Scaled-up RWA 9. Total eligible capital 10. Minimum required capital for Sub Total RWA 11. Minimum required capital 12. Total Capital Ratio Perubahan modal karena pengaruh risiko kredit 15,582,419 15,700,303 18,152,852 18,430,991 19,866,742 20,667,178 21,067,820 21,345,995 2,233,380 2,233,380 2,304,726 2,304,726 2,347,271 2,347,271 3,379,012 3,379,012 1,061, ,414 1,090, ,291 1,246,124 1,180,775 1,348,319 1,203,889 1,246,593 1,256,024 1,452,228 1,474,479 1,589,339 1,653,374 1,685,426 1,707, % 14.23% 12.70% 12.50% 11.82% 11.36% 16.04% 15.83% -11,3 % -9,83% -5,24 % -10,71% Perubahan modal karena pengaruh implementasi Basel II 1.00 % 1.41% 4,07 % 1.72% Data yang ditampilkan pada tabel diatas mewakili jangka waktu triwulan untuk tiap satuan waktu. Ilustrasi untuk diversifikasi bobot risiko berdasarkan metode pendekatan Standardized Approach akan dijelaskan lebih detail pada halaman Lampiran.

26 80 Penjelasan data pada Tabel : No. Variabel Keterangan dari Variabel 1. Sub-total RWA Asset dari bank yang mempunyai bobot risiko berdasarkan Basel II. Ilustrasi data pada Bulan Mar 08 dibagi menjadi bobot resiko asset yang diperhitungkan adalah : Exposure Current Standardized Corporate Exposure : 8,070,435 7,852,353 Bank : 133, ,552 Retail Kredit : 4,690,122 3,688,325 Small Medium Enterprise : 3,005,873 2,522,577 Total 15,899,983 14,196, Other Assets Asset perusahaan seperti investasi pada instrument yang berhubungan, uang kas, aktiva tetap seperti tanah dan bangunan serta Other assets seperti ruparupa aktiva, Berikut Ilustrasi dari data pada bulan Mar 08 pada tabel berikut: Exposure Current Standardized Fixed assets : 790, ,589 Other assets (ruparupa aktiva) : 376, ,982 Total 1,165,489 1,165, Market risk and settlement risk Risiko yang dihadapi bank dari pergerakan pasar dan proses penyelesaian. Risiko pasar (Market Risk) tidak termasuk dalam bahasan tesis ini.

27 81 4. Operational risk Risiko yang dihadapi bank dalam operational seharihari. 5. Sub-total RWA not subject to scaling Risiko Operasional (Operational Risk) tidak masuk dalam thesis ini Nilai risiko yang ada pada bank tetapi tidak perlu dilakukan peningkatan skala. 6. Total RWA Jumlah dari asset yang harus dinaikkan skalanya dengan asset yang tidak harus dinaikkan resikonya. Merupakan total dari exposure bank, berikut ilustrasi perhitungan data Standardized untuk Mar 08: = Credit risk + Other asset risk + Market risk + Operational risk = 14,196,807+ 1,165, ,048, ,083,542 = 20,494, Sub-total RWA (Scale-up) Nilai dari risiko kredit setalah dilakukan peningkatan skala. Ilustrasi perhitungan data current untuk Mar 08: = (15,899,983 * 106 %) = 16,853, Scaled-up RWA Nilai dari risiko bank yang setelah dilakukan penigkatan skala, Ilustrasi perhitungan data current untuk Mar 08: = (15,899,983 * 106 %) + 4,213,838 = 21,067, Total eligible capital Total modal yang dimiliki oleh bank. Ilustrasi perhitungan modal dengan menggunakan data Mar 08 : Exposure Value Modal Inti : 2,246,045 Modal Pelengkap : 1,132,966 Total 3,379,012

28 82 10 Minimum required capital for Sub Total RWA 11 Minimum required capital 12 Total Capital Ratio Modal minimum yang dibutuhkan oleh bank berdasarkan exposure dari risiko kredit. Ilustrasi dengan menggunakan data metode standardized pada Mar 08: = 15,048,615 * 8% = 1,203,889 Modal minimum yang dibutuhkan oleh bank berdasarkan total exposure yang dihadapi. Ilustrasi dengan menggunakan data metode standardized pada Mar 08: = 21,345,995 * 8% = 1,707,680 Perbandingan dari modal terhadap total exposure dari bank. Ilustrasi dengan menggunakan data metode standardized pada Mar 08: = Total eligible capital / Scaled-up RWA = 3,379,012 / 21,345,995 = % Analisa dari data yang diperoleh dari QIS Dari hasil QIS tampak bahwa kebutuhan modal yang diperlukan untuk menutupi risiko kredit setelah melakukan implementasi Basel II menurun dengan rincian sbb: Juni 2007 September 2007 modal yang diperlukan untuk menutupi risiko kredit mengalami penurunan sebesar 9,83%. September 2007 Desember 2007 modal yang diperlukan untuk menutupi risiko kredit mengalami penurunan sebesar 5,24%

29 83 Desember 2007 Maret 2008 modal yang diperlukan untuk menutupi risiko kredit mengalami penurunan sebesar 10,71% Hal ini disebabkan karena adanya perubahan komposisi dari bobot risiko untuk tiap kelas asset. Pada Basel I tiap kelas asset mendapat bobot risiko 100%, sedangkan pada Basel II tiap untuk kelas asset dibagi lagi kedalam beberapa peringkat berdasarkan rating dari debitur, sehingga tidak semua kelas asset dari debitur mempunyai bobot risiko sebesar 100%. Bila dilihat secara keseluruhan bahwa untuk melakukan implementasi Basel II, modal yang dibutuhkan oleh bank meningkat dengan perincian sbb: Juni 2007 September 2007 modal yang diperlukan untuk menutupi risiko kredit mengalami kenaikan sebesar 1,41%. September 2007 Desember 2007 modal yang diperlukan untuk menutupi risiko kredit mengalami kenaikan sebesar 4,07% Desember 2007 Maret 2008 modal yang diperlukan untuk menutupi risiko kredit mengalami kenaikan sebesar 1,72% Peningkatan modal dalam implementasi basel II lebih disebabkan karena adanya tambahan kebutuhan modal untuk melindungi bank dari risiko operasional. Sedikit berbeda dengan Basel I dimana risiko operational tidak diperhitungkan sebagai komponen yang harus diperhitungkan pada modal bank.

30 84 3. Rencana aksi yang harus disiapkan oleh Bank Mega dalam melakukan implementasi Basel II adalah sebagai berikut : Rencana aksi yang disiapkan oleh Bank Mega harus mencakup keseluruhan aspek kegiatan baik yang bersifat operasional maupun strategis, baik yang merupakan persiapan perangkat keras maupun perangkat lunak. Namun pembahasan dalam tesis ini dibatasi hanya pada aspek Sumber Daya Manusia, Teknologi Informasi, Kebijakan dan Prosedur serta Struktur Organisasi. a. Sumber Daya Manusia Dalam melakukan implementasi Basel II, Bank Mega juga disarankan untuk mempersiapkan tenaga sumber daya manusia yang mampu mendukung implementasi Basel II. Sesuai dengan Road Map dari Bank Indonesia, maka berikut ini adalah usulan pegawai dan target dengan sertifikasi Risk Management. Tabel 4.6 Usulan Target SDM Bank Mega Sertifikasi Resiko Tahun Level Level Level Level Level 5 5

31 85 Penjelasan pada tabel : (1) Pada Level 1 diberikan pada front liner karyawan sampai dengan Level Officer. (2) Pada Level 2 diberikan pada karyawan sampai dengan level Assisten Manager. (3) Pada Level 3 diberikan pada karyawan sampai dengan level Manager. (4) Pada Level 4 diberikan pada karyawan sampai dengan level Vice Presiden. (5) Pada Level 5 diberikan sampai direksi dari Bank Mega b. Teknologi Informasi Sistem yang diharapkan dapat diakomodir oleh Bank Mega : a. Mempersiapkan aplikasi yang akan digunakan untuk mengakomodir perhitungan resiko kredit pada Bank Mega. b. Sistem yang dapat menampung dan menyimpan data terkait dengan eksposure risiko di cabang. c. Sistem reporting real time berbasis risiko sesuai dengan kebutuhan Bank Mega baik pada level working group maupun manajemen puncak d. Aplikasi teknologi informasi yang mengintegrasikan semua risiko yang ada dalam pemberian kredit kepada nasabah.

32 86 Gambar 4.1 Gambar Rancangan Sistem yang Diusulkan Keterangan Gambar : - Setiap aplikasi kredit yang masuk akan ditampung kedalam sebuah database yang berisi semua data aplikasi. - Aplikasi data tersebut akan diinput kedalam LOS (Loan Operating System) dan setiap aplikasi kredit yang disetujui akan ditampung ke dalam database LOS. - Kemudian setiap data debitur yang terdapat dalam database LOS akan dilakukan tahap modelling sebelum pada akhirnya ditampung dalam data warehouse. - Data yang terdapat dari data warehouse terdiri dari data eksternal dan senantiasa data debitur tersebut harus selalu diupdate untuk dapat menghasilkan kredit report bagi manajemen.

33 87 c. Kebijakan dan Prosedur Kebijakan dan Prosedur yang diharapkan dapat diakomodir atau direview kembali sehubungan dengan implementasi Basel II pada Bank Mega : a. Kebijakan dan prosedur terhadap proses kredit berbasis risiko di cabang dan kantor pusat. b. Kebijakan dan prosedur untuk mengeksekusi wewenang komite pemutus kredit. c. Kebijakan dan prosesur selama masa transisi dari Basel I menuju pada Basel II. d. Kebijakan dan prosedur implementasi Basel II yang sesuai dengan Peraturan dan kebijakan yang di keluarkan oleh Bank Indonesia. e. Kebijakan dan prosedur yang mengatur bobot resiko dari tiap debitur. f. Kebijakan dan prosedur yang mengatur pengikatan dan penilaian jaminan yang mengacu pada Basel II. g. Kebijakan dan prosedur mitigasi kredit macet. h. Kebijakan dan prosedut yang mengatur perhitungan risiko kredit. i. Kebijakan dan Panduan operasional serta urutan kerangka kerja pada cabang. j. User Manual petunjuk cara kerja sistem yang digunakan

34 88 d. Struktur Organisasi Struktur Organisasi yang bisa dipertimbangkan oleh Bank Mega untuk dikembangkan sehingga mampu mendukung implementasi Basel II, khususnya terkait dengan resiko kredit : a. Credit Risk Compliance yang melakukan review pada peraturan baru dan peraturan yang telah ada untuk persiapan implementasi Basel II. b. Credit Risk System Development yang melakukan pengembangan pada aplikasi agar sesuai dengan permintaan oleh Bank Indonesia dan kebutuhan Bank Mega untuk melakukan implementasi Basel II. c. Credit Risk Management yang melakukan perhitungan resiko kredit dari debitur dan mengelola data dari cabang. d. Credit Risk Help Desk yang membantu operational cabang sehari-hari. e. Credit Risk Auditor yang melakukan fungsi review dan memberikan masukkan terhadap kinerja dari bagian-bagian yang telah dibentuk diatas.

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bank sebagai lembaga intermediasi berperan dalam pembangunan dan perkembangan ekonomi nasional suatu negara karena bank mempunyai fungsi menyalurkan dana dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Singapore yang telah mengadopsi Kerangka Basel II tentang Risk Based Capital

BAB I PENDAHULUAN. Singapore yang telah mengadopsi Kerangka Basel II tentang Risk Based Capital BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang PT. Bank UOB Indonesia sebagai salah satu anak perusahaan Grup UOB Singapore yang telah mengadopsi Kerangka Basel II tentang Risk Based Capital Adequacy Requirements

Lebih terperinci

BAB 1. dengan sifat bank sebagai lembaga yang highly geared. berfungsi sebagai penyangga terhadap kemungkinan terjadinya kerugian.

BAB 1. dengan sifat bank sebagai lembaga yang highly geared. berfungsi sebagai penyangga terhadap kemungkinan terjadinya kerugian. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bank sebagai lembaga intermediasi keuangan, memiliki kemampuan untuk menyalurkan dana kepada para debiturnya dengan cara mendayagunakan dana dari para tabungan deposannya.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bank adalah sebuah lembaga yang diberikan izin oleh otoritas perbankan untuk menerima simpanan, memberikan kredit, dan menerima serta menerbitkan cek. Bank perlu di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Pengukuran risiko..., Yulianto Kartiko, FE UI, 2008

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Pengukuran risiko..., Yulianto Kartiko, FE UI, 2008 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bank Indonesia (BI) selaku regulator sistem perbankan di Indonesia dalam waktu dekat akan menerapkan ketentuan Basel II. Oleh karena itu bank-bank yang beroperasi di

Lebih terperinci

Sekilas Implementasi Basel II

Sekilas Implementasi Basel II Sekilas Implementasi Basel II Peningkatan Standardisasi Perhitungan Kecukupan Modal Bank merupakan suatu perusahaan yang menjalankan fungsi intermediasi atas dana yang diterima dari nasabah. Jika sebuah

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil perhitungan diatas, berikut adalah tabel perhitungan RWA untuk masing-masing metode, yaitu: 1. Berdasarkan portfolio CRR (Customer Risk Rating)

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 5/8/PBI/2003 TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO BAGI BANK UMUM GUBERNUR BANK INDONESIA,

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 5/8/PBI/2003 TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO BAGI BANK UMUM GUBERNUR BANK INDONESIA, PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 5/8/PBI/2003 TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO BAGI BANK UMUM GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa situasi lingkungan eksternal dan internal perbankan mengalami

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 6/10/PBI/2004 TENTANG SISTEM PENILAIAN TINGKAT KESEHATAN BANK UMUM GUBERNUR BANK INDONESIA,

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 6/10/PBI/2004 TENTANG SISTEM PENILAIAN TINGKAT KESEHATAN BANK UMUM GUBERNUR BANK INDONESIA, PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 6/10/PBI/2004 TENTANG SISTEM PENILAIAN TINGKAT KESEHATAN BANK UMUM GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa kesehatan suatu bank merupakan kepentingan semua pihak yang

Lebih terperinci

STIE DEWANTARA Pengelolaan Risiko Kredit

STIE DEWANTARA Pengelolaan Risiko Kredit Pengelolaan Risiko Kredit Manajemen Risiko, Sesi 6 Latar Belakang 1. Risiko Kredit didefinisikan sebagai risiko akibat kegagalan debitur dan/atau pihak lain dalam memenuhi kewajiban kepada Bank. 2. Pada

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bank adalah sebuah lembaga yang diberikan izin oleh otoritas perbankan untuk menerima simpanan, memberikan kredit, dan menerima serta menerbitkan cek. Bank perlu di

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Bank Menurut Undang-undang Nomor 7 tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 10 tahun 1998 pengertian bank adalah sebagai berikut:

Lebih terperinci

Ringkasan Kebijakan Manajemen Risiko PT Bank CIMB Niaga Tbk

Ringkasan Kebijakan Manajemen Risiko PT Bank CIMB Niaga Tbk Ringkasan Kebijakan Manajemen Risiko PT Bank CIMB Niaga Tbk Kebijakan ini berlaku sejak mendapatkan persetujuan dari Dewan Komisaris pada bulan Mei 2018. Manajemen risiko merupakan suatu bagian yang esensial

Lebih terperinci

Konsep Dasar Kegiatan Bank

Konsep Dasar Kegiatan Bank REGULASI PERBANKAN Konsep Dasar Kegiatan Bank Bank berfungsi sebagai financial intermediary antara source of fund dan use of fund Use of fund Revenue Loan BANK Cost Deposit Source of fund Bank merupakan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bank Indonesia setidaknya memiliki dua hal penting dalam menyikapi jatuhnya industri perbankan, karena hal itu tidak hanya berakibat buruk terhadap sistem perbankan itu

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.53, 2016 KEUANGAN OJK. Bank. Manajemen Risiko. Penerapan. Pencabutan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5861). PERATURAN OTORITAS

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Perkembangan bisnis yang pesat dan semakin meningkatnya kompleksitas produk bankmenyebabkan risiko kegiatan usaha bank juga semakin kompleks. oleh karena itu, bank ABC dituntut

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I No.5861 KEUANGAN OJK. Bank. Manajemen Risiko. Penerapan. Pencabutan. (Penjelasan atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 53) PENJELASAN ATAS PERATURAN OTORITAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan kesempatan (opportunity). Sedangkan ketidakpastian yang berdampak. merugikan dikenal dengan istilah resiko (risk).

BAB I PENDAHULUAN. dengan kesempatan (opportunity). Sedangkan ketidakpastian yang berdampak. merugikan dikenal dengan istilah resiko (risk). 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Risiko menjadi bagian dari kehidupan manusia, karena manusia selalu dihadapkan dengan risiko baik risiko itu besar maupun kecil. Menurut Kountur, (2004)

Lebih terperinci

No. 14/37/DPNP Jakarta, 27 Desember 2012. Kepada SEMUA BANK UMUM YANG MELAKSANAKAN KEGIATAN USAHA SECARA KONVENSIONAL DI INDONESIA

No. 14/37/DPNP Jakarta, 27 Desember 2012. Kepada SEMUA BANK UMUM YANG MELAKSANAKAN KEGIATAN USAHA SECARA KONVENSIONAL DI INDONESIA No. 14/37/DPNP Jakarta, 27 Desember 2012 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM YANG MELAKSANAKAN KEGIATAN USAHA SECARA KONVENSIONAL DI INDONESIA Perihal : Kewajiban Penyediaan Modal Minimum sesuai

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR:9/1/PBI/2007 TENTANG SISTEM PENILAIAN TINGKAT KESEHATAN BANK UMUM BERDASARKAN PRINSIP SYARIAH GUBERNUR BANK INDONESIA,

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR:9/1/PBI/2007 TENTANG SISTEM PENILAIAN TINGKAT KESEHATAN BANK UMUM BERDASARKAN PRINSIP SYARIAH GUBERNUR BANK INDONESIA, PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR:9/1/PBI/2007 TENTANG SISTEM PENILAIAN TINGKAT KESEHATAN BANK UMUM BERDASARKAN PRINSIP SYARIAH GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kesehatan suatu bank berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi perhatian manajemen puncak lembaga-lembaga keuangan di dunia (Mc. Peningkatan perhatian tersebut dipicu oleh adanya

BAB I PENDAHULUAN. menjadi perhatian manajemen puncak lembaga-lembaga keuangan di dunia (Mc. Peningkatan perhatian tersebut dipicu oleh adanya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Manajemen risiko operasional merupakan salah satu topik yang telah menjadi perhatian manajemen puncak lembaga-lembaga keuangan di dunia (Mc Kinsey and Co.,2009). Peningkatan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 55 BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN Hasil perhitungan dari Bab III adalah nilai minimum capital requirement Divisi Usaha Menengah PT. Bank X, selama tahun tahun 2007 yaitu sebagai berikut : Tabel 4.1 Minimum

Lebih terperinci

TENTANG KEWAJIBAN PENYEDIAAN MODAL MINIMUM SESUAI PROFIL RISIKO DAN PEMENUHAN CAPITAL EQUIVALENCY MAINTAINED ASSETS

TENTANG KEWAJIBAN PENYEDIAAN MODAL MINIMUM SESUAI PROFIL RISIKO DAN PEMENUHAN CAPITAL EQUIVALENCY MAINTAINED ASSETS Yth. Direksi Bank Umum Konvensional di tempat. SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 26 /SEOJK.03/2016 TENTANG KEWAJIBAN PENYEDIAAN MODAL MINIMUM SESUAI PROFIL RISIKO DAN PEMENUHAN CAPITAL

Lebih terperinci

MANAJEMEN RISIKO. 1. Pengawasan aktif Dewan Komisaris dan Direksi;

MANAJEMEN RISIKO. 1. Pengawasan aktif Dewan Komisaris dan Direksi; MANAJEMEN RISIKO Penerapan Manajemen Risiko yang dilaksanakan oleh Bank Bumi Arta berpedoman pada Peraturan Bank Indonesia No. 11/25/PBI/2009 tanggal 1 Juli 2009 tentang Perubahan Atas Peraturan Bank Indonesia

Lebih terperinci

SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /SEOJK.03/2014 TENTANG KEWAJIBAN PENYEDIAAN MODAL MINIMUM SESUAI PROFIL RISIKO BAGI BANK UMUM SYARIAH

SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /SEOJK.03/2014 TENTANG KEWAJIBAN PENYEDIAAN MODAL MINIMUM SESUAI PROFIL RISIKO BAGI BANK UMUM SYARIAH Yth. Bank Umum Syariah di tempat SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /SEOJK.03/2014 TENTANG KEWAJIBAN PENYEDIAAN MODAL MINIMUM SESUAI PROFIL RISIKO BAGI BANK UMUM SYARIAH Sehubungan dengan berlakunya

Lebih terperinci

TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO BAGI BANK UMUM

TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO BAGI BANK UMUM Yth. Direksi Bank Umum Konvensional di tempat. SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 34 /SEOJK.03/2016 TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO BAGI BANK UMUM Sehubungan dengan berlakunya Peraturan

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 13/23/PBI/2011 TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO BAGI BANK UMUM SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH

PENJELASAN ATAS PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 13/23/PBI/2011 TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO BAGI BANK UMUM SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH PENJELASAN ATAS PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 13/23/PBI/2011 TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO BAGI BANK UMUM SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH UMUM Kegiatan usaha Bank senantiasa dihadapkan pada risiko-risiko

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulu 2.1.1. Lusia Estine Martin, Saryadi, dan Andi Wijayanto (2014) Lusia Estine Martin, Saryadi, dan Andi Wijayanto melakukan penelitian ini dengan tujuan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Manajemen resiko operasional masih relatif baru bagi bank-bank di

I. PENDAHULUAN. Manajemen resiko operasional masih relatif baru bagi bank-bank di I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Manajemen resiko operasional masih relatif baru bagi bank-bank di Indonesia, walaupun resiko itu selama ini sudah melekat pada industri perbankan dan beberapa bank telah

Lebih terperinci

KEBIJAKAN MANAJEMEN RISIKO

KEBIJAKAN MANAJEMEN RISIKO KEBIJAKAN MANAJEMEN RISIKO Seiring dengan pertumbuhan bisnis, Direksi secara berkala telah melakukan penyempurnaan atas kebijakan, infrastruktur dan kualitas sumber daya manusia secara periodik dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Sistem keuangan memegang peranan yang sangat penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Sistem keuangan memegang peranan yang sangat penting dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sistem keuangan memegang peranan yang sangat penting dalam perekonomian. Bank merupakan bagian sistem keuangan dan sistem pembayaran suatu negara, bahkan pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yaitu menghimpun dana dari masyarakat luas (funding) dan menyalurkannya

BAB I PENDAHULUAN. yaitu menghimpun dana dari masyarakat luas (funding) dan menyalurkannya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bank sebagai lembaga financial intermediary mempunyai fungsi utama, yaitu menghimpun dana dari masyarakat luas (funding) dan menyalurkannya dalam bentuk pinjaman

Lebih terperinci

RISIKO PERBANKAN ANDRI HELMI M, SE., MM MANAJEMEN RISIKO

RISIKO PERBANKAN ANDRI HELMI M, SE., MM MANAJEMEN RISIKO RISIKO PERBANKAN ANDRI HELMI M, SE., MM MANAJEMEN RISIKO Introduction Bank adalah sebuah institusi yang memiliki surat izin bank, menerima tabungan dan deposito, memberikan pinjaman, dan menerima serta

Lebih terperinci

RANCANGAN POJK TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO BAGI BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH

RANCANGAN POJK TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO BAGI BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH RANCANGAN POJK TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO BAGI BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH RANCANGAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR XX/POJK.03/2018 TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO BAGI BANK PEMBIAYAAN

Lebih terperinci

BAB 3 PEMBAHASAN. 3.1 Pendekatan Perhitungan Risiko Operasional

BAB 3 PEMBAHASAN. 3.1 Pendekatan Perhitungan Risiko Operasional BAB 3 PEMBAHASAN 3.1 Pendekatan Perhitungan Risiko Operasional Basel II Accord membolehkan bank untuk menggunakan salah satu dari tiga pendekatan untuk menghitung modal risiko operasional. Suatu bank memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Analisa pengaruh..., Wendy Endrianto, FE UI, 2010.

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Analisa pengaruh..., Wendy Endrianto, FE UI, 2010. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Topik Perkembangan perokonomian di era globalisasi yang menuntut kemajuan disegala sektor ini telah menjadikan bank sebagai salah satu sektor industri yang paling

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atas dana yang diterima dari nasabah. Sesuai dengan Undang undang RI nomor

BAB I PENDAHULUAN. atas dana yang diterima dari nasabah. Sesuai dengan Undang undang RI nomor BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bank merupakan suatu perusahaan yang menjalankan fungsi intermediasi atas dana yang diterima dari nasabah. Sesuai dengan Undang undang RI nomor 10 tahun 1998 tentang

Lebih terperinci

Matriks Rancangan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan tentang Penerapan Manajemen Risiko Bagi Bank Perkreditan Rakyat (BPR)

Matriks Rancangan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan tentang Penerapan Manajemen Risiko Bagi Bank Perkreditan Rakyat (BPR) PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR../ /POJK/2015 TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO BAGI BANK PERKREDITAN RAKYAT DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN PENJELASAN ATAS PERATURAN DEWAN KOMISIONER NOMOR../.../POJK/2015

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN Pada Bab 4 ini akan dijelaskan latar belakang perusahaan, organisasi manjemen risiko PT. Bank ABC Tbk, analisis kuantitatif penggunaan metode standardised approach dan gap

Lebih terperinci

LAMPIRAN I SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 14/SEOJK.03/2015 TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO TERINTEGRASI BAGI KONGLOMERASI KEUANGAN

LAMPIRAN I SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 14/SEOJK.03/2015 TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO TERINTEGRASI BAGI KONGLOMERASI KEUANGAN LAMPIRAN I SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 14/SEOJK.03/2015 TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO TERINTEGRASI BAGI KONGLOMERASI KEUANGAN - 1 - PEDOMAN PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO TERINTEGRASI Konglomerasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana diketahui bersama, kegiatan penyaluran dana dalam bentuk kredit

BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana diketahui bersama, kegiatan penyaluran dana dalam bentuk kredit BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebagaimana diketahui bersama, kegiatan penyaluran dana dalam bentuk kredit masih merupakan aktivitas yang dominan bagi usaha perbankan di Indonesia, atau dengan kata

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 5/8/PBI/2003 TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO BAGI BANK UMUM

PENJELASAN ATAS PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 5/8/PBI/2003 TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO BAGI BANK UMUM PENJELASAN ATAS PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 5/8/PBI/2003 TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO BAGI BANK UMUM UMUM Kegiatan usaha Bank senantiasa dihadapkan pada risiko-risiko yang berkaitan erat dengan

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 13/POJK.03/2015 TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO BAGI BANK PERKREDITAN RAKYAT

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 13/POJK.03/2015 TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO BAGI BANK PERKREDITAN RAKYAT - 1 - OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 13/POJK.03/2015 TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO BAGI BANK PERKREDITAN RAKYAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

STIE DEWANTARA Pengelolaan Risiko Operasional

STIE DEWANTARA Pengelolaan Risiko Operasional Pengelolaan Risiko Operasional Manajemen Risiko, Sesi 9 Latar Belakang Bank-bank menempatkan perhatian terhadap risiko operasional sama pentingnya dengan risiko-risiko lainnya. Risiko operasional dapat

Lebih terperinci

LAMPIRAN IX SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 10 /SEOJK.05/2016 TENTANG PEDOMAN PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO DAN LAPORAN HASIL PENILAIAN

LAMPIRAN IX SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 10 /SEOJK.05/2016 TENTANG PEDOMAN PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO DAN LAPORAN HASIL PENILAIAN LAMPIRAN IX SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 10 /SEOJK.05/2016 TENTANG PEDOMAN PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO DAN LAPORAN HASIL PENILAIAN SENDIRI PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO BAGI LEMBAGA JASA KEUANGAN

Lebih terperinci

BAB III Metode Penelitian

BAB III Metode Penelitian BAB III Metode Penelitian Penelitian ini bersifat kuantitatif dengan menggunakan metode stress testing terhadap simulasi statis, simulasi dinamis dan berkebun emas pada praktik gadai emas di perbankan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Namun seiring dengan tuntutan persaingan bisnis, Bank XYZ pun melakukan

BAB I PENDAHULUAN. Namun seiring dengan tuntutan persaingan bisnis, Bank XYZ pun melakukan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bank XYZ merupakan bank umum yang berfokus pada segmen korporasi. Namun seiring dengan tuntutan persaingan bisnis, Bank XYZ pun melakukan transformasi bisnis dengan

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Objek Penelitian Penelitian dalam karya akhir ini dilakukan melalui studi pustaka, pengumpulan data dan analisa kuantitatif. Studi pustaka digunakan untuk menyusun landasan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. lain risiko kredit, yaitu risiko yang timbul sebagai akibat kegagalan counterparty

I. PENDAHULUAN. lain risiko kredit, yaitu risiko yang timbul sebagai akibat kegagalan counterparty I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam menjalankan usahanya, bank menghadapi berbagai risiko antara lain risiko kredit, yaitu risiko yang timbul sebagai akibat kegagalan counterparty memenuhi kewajibannya.

Lebih terperinci

2016, No Indonesia ke Otoritas Jasa Keuangan; g. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a sampai dengan huruf f, perlu

2016, No Indonesia ke Otoritas Jasa Keuangan; g. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a sampai dengan huruf f, perlu No.298, 2016 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEUANGAN OJK. Syariah. Unit Usaha. Bank Umum. Manajemen Risiko. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5988) PERATURAN OTORITAS

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 43 BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Objek Penelitian Objek penelitian yang akan dianalisis dalam karya akhir ini adalah mengenai pengukuran risiko kredit di bagian Consumer Banking, khususnya untuk kredit

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan 31 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Risiko kredit atau dalam bahasa asing disebut credit risk adalah suatu potensi kerugian yang disebabkan oleh ketidak mampuan (gagal bayar) dari debitur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk dibiayai, perbankan lebih memilih mengucurkan dana untuk kredit ritel dan

BAB I PENDAHULUAN. untuk dibiayai, perbankan lebih memilih mengucurkan dana untuk kredit ritel dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada saat sebelum krisis tahun 1998 sektor Usaha Kecil dan Menengah (UKM) tidak dilirik oleh perbankan karena mereka menilai sektor ini tidak layak untuk dibiayai,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Pengendalian internal dalam perusahaan besar sangat sulit, dikarenakan banyaknya anggota dari perusahaan tersebut. Oleh karena itu di perlukan pengendalian

Lebih terperinci

TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO BAGI BANK UMUM

TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO BAGI BANK UMUM Yth. Direksi Bank Umum Konvensional di tempat. SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 34 /SEOJK.03/2016 TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO BAGI BANK UMUM Sehubungan dengan berlakunya Peraturan

Lebih terperinci

PERLUNYA PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO. Disusun Oleh : Eko Dedi Rukminto

PERLUNYA PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO. Disusun Oleh : Eko Dedi Rukminto PERLUNYA PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO Disusun Oleh : Eko Dedi Rukminto AWAL ERA MANAJEMEN RISIKO 1. SEBAGIAN BANK DI DUNIA MENGALAMI KEJATUHAN YI TINGKAT LEVERAGE (CAPITAL/ASSET) BERADA < 2 % (BANK HARUS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yaitu untuk menghimpun dana dari pihak yang kelebihan dana (kreditur) dan

BAB I PENDAHULUAN. yaitu untuk menghimpun dana dari pihak yang kelebihan dana (kreditur) dan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perbankan mempunyai peranan dan fungsi penting dalam perekonomian suatu negara yaitu untuk menghimpun dana dari pihak yang kelebihan dana (kreditur) dan menyalurkannya

Lebih terperinci

MANAJEMEN RESIKO PERBANKAN SYARIAH

MANAJEMEN RESIKO PERBANKAN SYARIAH MANAJEMEN RESIKO PERBANKAN SYARIAH PENGERTIAN RESIKO GALLATI (2003) mendefinisikan resiko sebagai: A CONDITION IN WHICH THERE EXIST AN EXPOSURE TO ADVERSITY (Suatu kondisi yang memungkinkan terjadinya

Lebih terperinci

POKOK POKOK PENGATURAN TENTANG PERHITUNGAN AKTIVA TERTIMBANG MENURUT RISIKO (ATMR) UNTUK KREDIT USAHA KECIL (KUK)

POKOK POKOK PENGATURAN TENTANG PERHITUNGAN AKTIVA TERTIMBANG MENURUT RISIKO (ATMR) UNTUK KREDIT USAHA KECIL (KUK) POKOK POKOK PENGATURAN TENTANG PERHITUNGAN AKTIVA TERTIMBANG MENURUT RISIKO (ATMR) UNTUK KREDIT USAHA KECIL (KUK) Latar Belakang? Upaya mendorong penyaluran kredit kepada UMKM termasuk program Kredit Usaha

Lebih terperinci

LAMPIRAN VII SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 10 /SEOJK.05/2016 TENTANG PEDOMAN PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO DAN LAPORAN HASIL PENILAIAN

LAMPIRAN VII SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 10 /SEOJK.05/2016 TENTANG PEDOMAN PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO DAN LAPORAN HASIL PENILAIAN LAMPIRAN VII SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 10 /SEOJK.05/2016 TENTANG PEDOMAN PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO DAN LAPORAN HASIL PENILAIAN SENDIRI PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO BAGI LEMBAGA JASA KEUANGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sejak adanya Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah

BAB I PENDAHULUAN. sejak adanya Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Eksistensi perbankan syariah di Indonesia saat ini semakin meningkat sejak adanya Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah yang memberikan

Lebih terperinci

LAMPIRAN V SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 10 /SEOJK.05/2016 TENTANG PEDOMAN PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO DAN LAPORAN HASIL PENILAIAN SENDIRI

LAMPIRAN V SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 10 /SEOJK.05/2016 TENTANG PEDOMAN PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO DAN LAPORAN HASIL PENILAIAN SENDIRI LAMPIRAN V SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 10 /SEOJK.05/2016 TENTANG PEDOMAN PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO DAN LAPORAN HASIL PENILAIAN SENDIRI PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO BAGI LEMBAGA JASA KEUANGAN

Lebih terperinci

7 Universitas Indonesia

7 Universitas Indonesia BAB 2 TINJAUAN LITERATUR 2.1 Tinjauan Konsep Risiko Kredit Lembaga perbankan dalam melakukan kegiatannya menghadapi berbagai kemungkinan, di mana kegiatan yang dilakukan tersebut dapat berdampak negatif

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Tingkat Kesehatan Bank Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/10/PBI/2004, tingkat kesehatan bank adalah hasil penilaian kualitatif

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN, SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 50 /POJK.03/2017 TENTANG KEWAJIBAN PEMENUHAN RASIO PENDANAAN STABIL BERSIH (NET STABLE FUNDING RATIO) BAGI BANK UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN

Lebih terperinci

Bank Danamon Laporan Tahunan Manajemen Risiko & Tata Kelola Perusahaan

Bank Danamon Laporan Tahunan Manajemen Risiko & Tata Kelola Perusahaan 54 Manajemen Risiko & Tata Kelola Perusahaan 55 Laporan Tahunan 2006 Bank Danamon Manajemen Risiko Risk architecture Bank Danamon telah terbukti efektif dalam masa-masa yang penuh tantangan. Pendahuluan

Lebih terperinci

MANAJEMEN RISIKO PERBANKAN

MANAJEMEN RISIKO PERBANKAN MANAJEMEN RISIKO PERBANKAN Perbankan merupakan sektor usaha yang diatur dengan sangat ketat karena alasan-alasan tertentu. Bagian pertama bab ini membicarakan manajemen risiko yang dirumuskan oleh Komite

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai industri yang berkembang pesat dan memiliki kegiatan usaha yang

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai industri yang berkembang pesat dan memiliki kegiatan usaha yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai industri yang berkembang pesat dan memiliki kegiatan usaha yang semakin beragam, perbankan dihadapkan dengan risiko yang semakin kompleks terutama karena kegiatan

Lebih terperinci

LAMPIRAN I SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 34 /SEOJK.03/2016 TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO BAGI BANK UMUM

LAMPIRAN I SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 34 /SEOJK.03/2016 TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO BAGI BANK UMUM LAMPIRAN I SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 34 /SEOJK.03/2016 TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO BAGI BANK UMUM - 1 - I. PEDOMAN PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO SECARA UMUM Sebagaimana diatur dalam

Lebih terperinci

BAB II PROSES BISNIS. 11 Sumber: Dendawijaya, 2005: 55.

BAB II PROSES BISNIS. 11 Sumber: Dendawijaya, 2005: 55. BAB II PROSES BISNIS Untuk menggambarkan proses bisnis PT. Bank Nusantara Parahyangan, Tbk., perlu dipahami ketentuan Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan yang telah diubah melalui Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB 3 ANALISA SISTEM YANG SEDANG BERJALAN. 3.1 Latar Belakang PT. Ganesha Cipta Informatika

BAB 3 ANALISA SISTEM YANG SEDANG BERJALAN. 3.1 Latar Belakang PT. Ganesha Cipta Informatika BAB 3 ANALISA SISTEM YANG SEDANG BERJALAN 3.1 Latar Belakang PT. Ganesha Cipta Informatika PT. Ganesha Cipta Informatika pertama kali didirikan pada 10 April 1989 dan mulai menggunakan perangkat lunak

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 6/25/PBI/2004 TENTANG RENCANA BISNIS BANK UMUM GUBERNUR BANK INDONESIA,

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 6/25/PBI/2004 TENTANG RENCANA BISNIS BANK UMUM GUBERNUR BANK INDONESIA, PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 6/25/PBI/2004 TENTANG RENCANA BISNIS BANK UMUM GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang : Mengingat : a. bahwa dalam rangka meningkatkan good corporate governance, bank perlu

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Analisis deskriptif penelitian dilakukan untuk memperoleh gambaran masingmasing

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Analisis deskriptif penelitian dilakukan untuk memperoleh gambaran masingmasing BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Hasil Penelitian Deskriptif Analisis deskriptif penelitian dilakukan untuk memperoleh gambaran masingmasing variabel yang diteliti. Hal ini

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Pengertian dan Peran Bank

II. TINJAUAN PUSTAKA Pengertian dan Peran Bank 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian dan Peran Bank Bank secara sederhana dapat diartikan sebagai lembaga keuangan yang menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya kembali dana tersebut ke masyarakat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan perekonomian suatu negara. Di Indonesia, perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan perekonomian suatu negara. Di Indonesia, perkembangan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Lembaga keuangan merupakan aset yang sangat penting dalam pembangunan perekonomian suatu negara. Di Indonesia, perkembangan perekonomian tidak bisa terlepas dari besarnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Krisis pada tahun 1997 telah berlalu, kini perbankan Indonesia dihadapkan

BAB I PENDAHULUAN. Krisis pada tahun 1997 telah berlalu, kini perbankan Indonesia dihadapkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Krisis pada tahun 1997 telah berlalu, kini perbankan Indonesia dihadapkan kembali dengan krisis yang lebih dahsyat yaitu krisis keuangan global. Berawal

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Objek Penelitian Dalam penelitian untuk karya akhir ini akan dilakukan perhitungan risiko Kartu Kredit dengan menggunakan metode CreditRisk dalam mengukur nilai risiko kredit

Lebih terperinci

BAB III DATA DAN METODOLOGI PENELITIAN

BAB III DATA DAN METODOLOGI PENELITIAN 42 BAB III DATA DAN METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Internal Rating PT. Bank X PT. Bank X yang merupakan salah satu bank BUMN di Indonesia yang termasuk 3 besar dalam nilai aset. PT. Bank X membagi portepel

Lebih terperinci

KEBIJAKAN DAN KERANGKA MANAJEMEN RISIKO

KEBIJAKAN DAN KERANGKA MANAJEMEN RISIKO Kebijakan KEBIJAKAN DAN KERANGKA MANAJEMEN RISIKO Dalam menjalankan fungsi, Bank membentuk tata kelola manajemen risiko yang sehat, Satuan Kerja yang Independen, merumuskan tingkat risiko yang akan diambil

Lebih terperinci

BAB IV RENCANA IMPLEMENTASI DAN KEBUTUHAN SUMBER DAYA

BAB IV RENCANA IMPLEMENTASI DAN KEBUTUHAN SUMBER DAYA BAB IV RENCANA IMPLEMENTASI DAN KEBUTUHAN SUMBER DAYA Untuk memenuhi solusi yang dijelaskan pada bab 3, perlu adanya rencana implementasi dan perkiraan kebutuhan sumber daya agar solusi tersebut dapat

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No.5626 KEUANGAN. OJK. Manajemen. Resiko. Terintegerasi. Konglomerasi. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 348) PENJELASAN ATAS PERATURAN OTORITAS

Lebih terperinci

SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 48 /SEOJK.03/2017

SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 48 /SEOJK.03/2017 Yth. Direksi Bank Umum Konvensional, di tempat. SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 48 /SEOJK.03/2017 TENTANG PEDOMAN PERHITUNGAN TAGIHAN BERSIH TRANSAKSI DERIVATIF DALAM PERHITUNGAN ASET

Lebih terperinci

PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO

PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO Profil Singkat BCA Laporan kepada Pemegang Saham Analisa dan Pembahasan Manajemen 8,60% sudah sesuai dengan ketentuan BI mengenai GWM Valuta Asing. dalam batas yang diperkenankan ketentuan BI maksimal

Lebih terperinci

No.6/ 23 /DPNP Jakarta, 31 Mei S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM YANG MELAKSANAKAN KEGIATAN USAHA SECARA KONVENSIONAL DI INDONESIA

No.6/ 23 /DPNP Jakarta, 31 Mei S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM YANG MELAKSANAKAN KEGIATAN USAHA SECARA KONVENSIONAL DI INDONESIA No.6/ 23 /DPNP Jakarta, 31 Mei 2004 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM YANG MELAKSANAKAN KEGIATAN USAHA SECARA KONVENSIONAL DI INDONESIA Perihal: Sistem Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum.

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN Dalam Bab 4 ini akan dibahas mengenai, analisis pengukuran risiko kredit consumer khususnya mortgage (KPR) pada Bank X dengan menggunakan Internal Model CreditRisk+. Dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Situasi lingkungan internal dan eksternal perbankan mengalami perkembangan pesat yang diikuti dengan semakin kompleksnya risiko kegiatan usaha perbankan sehingga

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA Nomor: 7/25/PBI/2005 TENTANG SERTIFIKASI MANAJEMEN RISIKO BAGI PENGURUS DAN PEJABAT BANK UMUM GUBERNUR BANK INDONESIA,

PERATURAN BANK INDONESIA Nomor: 7/25/PBI/2005 TENTANG SERTIFIKASI MANAJEMEN RISIKO BAGI PENGURUS DAN PEJABAT BANK UMUM GUBERNUR BANK INDONESIA, PERATURAN BANK INDONESIA Nomor: 7/25/PBI/2005 TENTANG SERTIFIKASI MANAJEMEN RISIKO BAGI PENGURUS DAN PEJABAT BANK UMUM GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kondisi eksternal dan internal perbankan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kualitas aset memburuk, tidak mampu menciptakan earning dan akhirnya modal

BAB 1 PENDAHULUAN. kualitas aset memburuk, tidak mampu menciptakan earning dan akhirnya modal 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perbankan merupakan jantung perekonomian suatu negara dan saat ini menjadi salah satu lembaga keuangan yang memiliki peran penting dalam sektor perekonomian.

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.272, 2015 KEUANGAN OJK. Bank Perkreditan Rakyat. Manajemen Risiko. Penerapan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5761). PERATURAN

Lebih terperinci

- 1 - OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

- 1 - OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA - 1 - OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 32 /POJK.03/2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 6/POJK.03/2015 TENTANG TRANSPARANSI

Lebih terperinci

No.12/ 27 /DPNP Jakarta, 25 Oktober 2010 S U R A T E D A R A N. Kepada SEMUA BANK UMUM KONVENSIONAL DI INDONESIA. Perihal : Rencana Bisnis Bank Umum

No.12/ 27 /DPNP Jakarta, 25 Oktober 2010 S U R A T E D A R A N. Kepada SEMUA BANK UMUM KONVENSIONAL DI INDONESIA. Perihal : Rencana Bisnis Bank Umum No.12/ 27 /DPNP Jakarta, 25 Oktober 2010 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM KONVENSIONAL DI INDONESIA Perihal : Rencana Bisnis Bank Umum Sehubungan dengan diterbitkannya Peraturan Bank Indonesia

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 80 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan berbeda. Penelitian mengenai kredit pernah ada akan tetapi dengan objek yang Pada penelitian kali ini penulis meneliti tingkat Loan to Deposit Ratio dan Non

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bank merupakan suatu lembaga keuangan yang berperanan dalam menyalurkan dana dari pihak yang memiliki dana berlebih kepada pihak yang membutuhkan dana. Dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bagi masyarakat yang hidup di negara negara maju, seperti negara

BAB I PENDAHULUAN. Bagi masyarakat yang hidup di negara negara maju, seperti negara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bagi masyarakat yang hidup di negara negara maju, seperti negara negara di Eropa, Amerika dan Jepang mendengar kata bank sudah tidak asing lagi. Bank sudah

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Daftar isi Pelaksanaan Good Corporate Governance PD BPR Garut 2

DAFTAR ISI. Daftar isi Pelaksanaan Good Corporate Governance PD BPR Garut 2 DAFTAR ISI Daftar isi... 1 Pelaksanaan Good Corporate Governance PD BPR Garut 2 A. Transparansi Pelaksanaan Good Corporate Governance PD BPR Garut 2 1 Pelaksanaan Good Corporate Governance berdasarkan

Lebih terperinci

A. KESEHATAN BANK 1. Pengertian 2. Dasar Hukum Penilaian Tingkat Kesehatan Bank 3. Pentingnya Tingkat Kesehatan Bank

A. KESEHATAN BANK 1. Pengertian 2. Dasar Hukum Penilaian Tingkat Kesehatan Bank 3. Pentingnya Tingkat Kesehatan Bank A. KESEHATAN BANK 1. Pengertian Kesehatan bank merupakan kemampuan suatu bank untuk melakukan kegiatan operasional perbankan secara normal dan mampu memenuhi semua kewajibannya dengan baik dan sesuai dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengaruh Risiko Usaha Terhadap Capital Adequacy Ratio (CAR) pada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengaruh Risiko Usaha Terhadap Capital Adequacy Ratio (CAR) pada BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu Ada tiga penelitian sebelumnya yang sangat bermanfaat bagi penulis sebagai bahan acuan, yaitu dilakukan oleh : 1. Riski Yudi Prasetyo 2012 Penelitian yang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. kegiatan usaha bank tersebut dapat memberikan dampak yang signifikan terhadap

BAB II LANDASAN TEORI. kegiatan usaha bank tersebut dapat memberikan dampak yang signifikan terhadap BAB II LANDASAN TEORI Mengingat kegiatan usaha bank banyak melibatkan masyarakat luas, dan kegiatan usaha bank tersebut dapat memberikan dampak yang signifikan terhadap perekonomian baik dalam arti positif

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pada sektor riil. Karakteristik industri perbankan berbeda jika dibandingkan

BAB 1 PENDAHULUAN. pada sektor riil. Karakteristik industri perbankan berbeda jika dibandingkan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Industri Perbankan merupakan suatu industri yang memiliki risiko usaha yang sangat tinggi, terutama karena melibatkan pengelolaan keuangan masyarakat. Jatuhnya industri

Lebih terperinci