PENGELOLAAN GULMA PADA PERKEBUNAN KELAPA SAWIT

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENGELOLAAN GULMA PADA PERKEBUNAN KELAPA SAWIT"

Transkripsi

1 PENGELOLAAN GULMA PADA PERKEBUNAN KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) TANAMAN MENGHASILKAN DI PT JAMBI AGRO WIJAYA (PT JAW), BAKRIE SUMATERA PLANTATION, SAROLANGUN, JAMBI OLEH YUNUS YUNIARKO A DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010

2 PENGELOLAAN GULMA PADA PERKEBUNAN KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) TANAMAN MENGHASILKAN DI PT JAMBI AGRO WIJAYA (PT JAW), BAKRIE SUMATERA PLANTATION, SAROLANGUN, JAMBI Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor Oleh YUNUS YUNIARKO A DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010

3 RINGKASAN YUNUS YUNIARKO. Pengelolaan Gulma pada Perkebunan Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) Tanaman Menghasilkan di PT Jambi Agro Wijaya (PT JAW), Bakrie Sumatera Plantation, Sarolangun, Jambi (Di bawah bimbingan SUDIRMAN YAHYA). Kegiatan magang ini dilaksanakan dengan tujuan untuk menambah wawasan dan pengetahuan tentang tenik budidaya maupun manajerial yang diterapkan di kebun, membandingkan antara teori yang diperoleh di bangku kuliah dengan kondisi di lapangan serta meningkatkan kemampuan profesionalisme mahasiswa dalam memahami dan menghayati proses kerja yang nyata, mempelajari pelaksanaan dan manajemen pengendalian gulma di perkebunan kelapa sawit, dan menganalisis permasalahan yang ada dalam pengelolaan pengendalian gulma di perkebunan kelapa sawit. Metode pengumpulan data dilakukan secara langsung (data primer) dan tidak langsung (data sekunder). Data primer dikumpulkan selama melaksanakan kegiatan sebagai KHL, pendamping mandor, dan pendamping asisten divisi dengan cara mencatat seluruh kegiatan teknis dan prestasi kerja karyawan. Selain itu, secara tidak langsung dilakukan pengambilan data sekunder yang berupa laporan harian, mingguan, dan bulanan, serta data lain yang tersedia di kebun. Selanjutnya, kegiatan magang ditekankan pada pengelolaan pengendalian gulma. Teknik pengendalian gulma di PT JAW dilaksanakan dengan rotasi 2 kali pengendalian secara kimia, sedangkan pengendalian manual pada piringan selektif masih dalam tahap percobaan. Sasaran pengendalian gulma adalah gulmagulma yang ada di piringan, jalan pikul, gawangan, dan TPH. Gulma di piringan diberantas tuntas untuk menghindari persaingan pemanfaatan sumber daya alam oleh gulma. Gulma di gawangan tidak diberantas tuntas, akan tetapi cukup dikendalikan populasinya agar tidak mengganggu pekerjaan kebun. Herbisida yang digunakan PT JAW adalah herbisida sistemik dengan merk dagang Ally 20 WDG dan Smart 486 AS dan herbisida kontak Gramoxone 276 SL. Bahan aktif ketiga herbisida berturut-turut adalah metil metsulfron, glifosat, dan paraquat. Ally 20 WDG digunakan bersama Gramoxone 276 SL

4 dalam pengendalian SP3TPH dengan dosis 0.4 l/ha, sedangkan Smart 486 AS digunakan pada pengendalian semak (gulma rumput) dan alang-alang. Pengamatan hasil semprot Smart 486 AS menunujukkan bahwa pada 7 MSA, gulma daun lebar sudah tumbuh lagi sedangkan gulma daun sempit masih dalam keadaan mati. Gejala kerusakan alang-alang akibat wiping terjadi pada 2 MSA dengan ditandai tajuk berwarna kekuning-kuningan dan pada 4-6 MSA alang-alang mengalami kematian. Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan, hujan yang terjadi beberapa jam setelah aplikasi herbisida mengurangi kefektifan herbisida terhadap gulma. Rotasi 2 kali pengendalian secara kimia memunculkan masalah pada bulan bulan akhir rotasi. Pada bulan ketiga atau keempat, populasi gulma sudah meningkat dan menghambat kegiatan kebun.

5 Judul : PENGELOLAAN GULMA PADA PERKEBUNAN KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) TANAMAN MENGHASILKAN DI PT JAMBI AGRO WIJAYA (PT JAW), BAKRIE SUMATERA PLANTATION, SAROLANGUN, JAMBI Nama : Yunus Yuniarko NRP : A Menyetujui, Dosen Pembimbing (Prof. Dr. Ir. Sudirman Yahya, M.Sc.) NIP : Mengetahui, Ketua Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian IPB (Dr. Ir. Agus Purwito, MSc. Agr.) NIP : Tanggal Lulus :

6 KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberi kekuatan dan kemudahan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Pengelolaan Gulma pada Perkebunan Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) Tanaman Menghasilkan di PT Jambi Agro Wijaya (PT JAW), Bakrie Sumatera Plantation, Sarolangun, Jambi dengan baik. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan studi pada Program Sarjana, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penulis menyampaikan terima kasih kepada : 1. Bapak, Mak, kakak-kakak tersayang serta seluruh keluarga atas segala doa dan dukungan yang diberikan. 2. Prof. Dr. Ir. Sudirman Yahya, M.Sc. sebagai dosen pembimbing skripsi, atas segala saran dan bimbingan dalam penyelesaian skripsi ini. 3. Prof. Dr. Ir. H. M. H. Bintoro, M.Sc. sebagai pembimbing akademik, atas bimbingan selama penulis menjalani studi. 4. Bapak Adrial Lubis selaku Manajer PT JAW, Bapak Ramli selaku Asisten Kepala, dan seluruh asisten kebun yang telah memberikan arahan dan bimbingan selama pelaksanaan magang. 5. Bapak Rangga A.W. sebagai Asisten Divisi III, atas bimbingan dan kerja sama selama kegiatan magang. 6. Anugrah (Uli), Malya, Deddy, dan Fauzan, sebagai teman seperjuangan. 7. Ardi, Esther, Aan, dan rekan-rekan Agronomi dan Hortikultura Angkatan Ria Derita Dibata Radja atas doa, perhatian, motivasi, dan inspirasi yang diberikan. Semoga hasil magang ini memberi manfaat bagi penulis maupun yang membutuhkan. Bogor, Mei 2010 Penulis

7 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Kediri, Jawa Timur pada tanggal 14 Juni Penulis merupakan anak keempat dari empat bersaudara dari pasangan Imam Djajadi dan Siti Maesaroh. Penulis lulus dari MI Miftahul Falah, Sekoto pada tahun 1999, kemudian pada tahun 2002 penulis menyelesaikan studi di MTsN Pare. Penulis melanjutkan studi di SMAN 2 Pare, Kediri dan lulus tahun Pada tahun 2005 penulis diterima sebagai mahasiswa IPB melalui jalur SPMB dan pada tahun 2006 penulis diterima sebagai mahasiswa Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor (IPB).

8 DAFTAR ISI PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang... 1 Tujuan... 2 TINJAUAN PUSTAKA... 3 Botani Kelapa Sawit... Syarat Tumbuh Kelapa Sawit... 4 Biologi dan Ekologi Gulma... 5 Pengendalian Gulma... 6 METODE MAGANG... 8 Waktu dan Tempat Pelaksanaan... 8 Metode Pelaksanaan... 8 KEADAAN UMUM KEBUN Letak Geografis Keadaan Iklim, Tanah, dan Topografi Areal Konsesi Kondisi Lahan dan Pertanaman Produksi Struktur Organisasi dan Ketenagakerjaan Fasilitas Kebun PELAKSANAAN TEKNIS LAPANGAN Aspek Teknis Kebun Aspek Manajerial HASIL dan PEMBAHASAN Jenis Gulma Teknik Pengendalian Gulma Rotasi Pengendalian Gulma KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 62

9 DAFTAR TABEL Nomor Halaman 1. Tabel 1. Tata Guna Lahan PT JAW pada Tahun Tabel 3. Produksi Tandan Buah Segar (TBS) PT JAW Tahun 2008 Berdasarkan Tahun Tanam Tabel 3. Realisasi Pemupukan CuSO 4 di Divisi II Tabel 4. Realisasi Pemupukan Abu Janjang Divisi III Tabel 5. Batas Populasi Ulat Pemakan Daun Tabel 6. Ketentuan Basis Borong dan Premi Tahun 2009 di PT JAW Tabel 7. Alat-alat Panen Tabel 8. Jenis-jenis Gulma di Blok C13 dan B15 Divisi III Tabel 9. Data Pengamatan Nozzle Output Tabel 10. Data Pengamatan Nozzle Output 5 Operator Semprot Menggunakan Knapsack dan Nozzle Merah Masing-masing Tabel 11. Hasil Aplikasi Smart 486 AS... 53

10 DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman 1. Gambar 1. Kegiatan Pengeceran Polibag Gambar 2. Gejala Defisiensi Cu Gambar 3. Aplikasi Pupuk Abu Janjang Gambar 4. Penunasan Gambar 5. Aplikasi Swingfog Gambar 6. Hasil Aplikasi Campuran Gramoxone dan Ally Gambar 7. Hasil Aplikasi Smart 486 AS pada 7 MSA... 54

11 DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman 1. Jurnal Harian Kegiatan Magang di PT JAW Kebun Mentawak Periode Peta PT JAW Curah Hujan di Kebun PT JAW Peta Kedalaman Gambut Formulir Permintaan Barang Buku Mandor Perawatan Nota Angkut Buah Tabel Realisasi Penyemprotan Divisi III Tahun

12 PENDAHULUAN Latar Belakang Tanaman kelapa sawit merupakan komoditas perkebunan unggulan Indonesia. Di tengah krisis global yang melanda dunia saat ini, industri kelapa sawit tetap bertahan dan memberi sumbangan besar terhadap perekonomian negara. Selain mampu menciptakan kesempatan kerja yang luas, industri sawit menjadi salah satu sumber devisa terbesar bagi Indonesia. Seiring terus meningkatnya jumlah penduduk dunia, kebutuhan akan minyak makan juga terus meningkat. Minyak Kelapa Sawit (MKS) merupakan bahan baku utama pembuatan minyak makan sehingga MKS memiliki nilai yang sangat srategis. Indonesia sebagai salah satu produsen MKS terbesar di dunia berusaha terus meningkatkan produksinya. Hal ini bisa dilihat dari terus bertambahnya areal perkebunan kelapa sawit. Data dari Direktorat Jendral Perkebunan (2008) menunjukkan bahwa terjadi peningkatan luas areal perkebunan kelapa sawit di Indonesia, dari ha pada tahun 2001 menjadi ha pada tahun 2008 dan luas areal perkebunan kelapa sawit ini terus mengalami peningkatan. Peningkatan luas areal tersebut juga diimbangi dengan peningkatan produktivitas Minyak Kelapa Sawit (MKS). Produktivitas MKS adalah 1.78 ton/ha pada tahun 2001 dan meningkat menjadi 2.17 ton/ha pada tahun Hal ini merupakan kecenderungan yang positif dan harus dipertahankan. Untuk mempertahankan produktivitas tanaman tetap tinggi diperlukan pemeliharaan yang tepat dan salah satu unsur pemeliharaan kebun kelapa sawit Tanaman Menghasilkan (TM) adalah pengendalian gulma. Gulma merupakan organisme pengganggu tanaman yang dapat menimbulkan risiko terutama penurunan hasil. Gray dan Hew (1968) melaporkan bahwa Mikania micrantha menyebabkan kehilangan hasil tanaman kelapa sawit sebesar 20% selama lima tahun. Pengendalian Ischaemum muticum L., jenis gulma rerumputan tahunan, mampu meningkatkan bobot tandan buah segar sekitar 10 ton/ha dalam waktu tiga tahun (Teo et al. 1990). Mengingat besarnya pengaruh gulma terhadap produksi kebun, maka diperlukan adanya pengendalian gulma yang tepat.

13 2 Tujuan Tujuan kegiatan magang ini adalah : 1. Menambah wawasan dan pengetahuan tentang teknik budidaya maupun manajerial yang diterapkan di kebun. 2. Membandingkan antara teori yang diperoleh di bangku kuliah dengan kondisi di lapangan serta meningkatkan kemampuan profesionalisme mahasiswa dalam memahami dan menghayati proses kerja yang nyata. 3. Mempelajari pelaksanaan dan manajemen pengendalian gulma di perkebunan kelapa sawit 4. Menganalisis permasalahan yang ada dalam pengelolaan pengendalian gulma di perkebunan kelapa sawit.

14 TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit Setyamidjaja (2006) menjelasakan taksonomi tanaman kelapa sawit (palm oil) sebagai berikut. Divisi : Spermatophyta Kelas : Angiospermae Ordo : Monocotyledonae Famili : Areraceae Sub famili : Cocoideae Genus : Elaeis Spesies : E. guineensis Jacq. E. oleifera E. odora Sistem perakaran tanaman kelapa sawit merupakan sistem perakaran serabut yang terdiri atas akar primer, akar sekunder, akar tertier, dan akar kuarterner. Akar tertier dan akar kuarterner adalah akar yang aktif mengambil hara dan air dari dalam tanah. Secara umum, sistem perakaran yang aktif pada kelapa sawit berada dekat permukaan tanah, yaitu pada kedalaman antara 5-35 cm. Batang kelapa sawit tumbuh tegak lurus ke atas. Batang berbentuk silindris tetapi pada pangkalnya membesar. Pada ujung batang terdapat titik tumbuh yang memanjangkan batang. Kecepatan pertumbuhan batang rata-rata cm per tahun. Hal ini dipengaruhi oleh sifat genetik tanaman, keadaan iklim, pemeliharaan (terutama pemupukan), kerapatan tanaman, umur, dan sebagainya. Daun kelapa sawit terdiri atas pangkal pelepah daun sebagai tempat duduknya helaian daun yang terdiri atas rachis, tangkai daun, duri-duri, dan helaian anak daun. Daun kelapa sawit bersirip genap dan bertulang sejajar. Panjang pelepah daun bisa mencapai 9 meter. Daun kelapa sawit memiliki susunan spiral 1/8. Daun ke-1, ke-9, ke-17, dan seterusnya terletak dalam satu garis kedudukan.

15 4 Secara umum, bunga kelapa sawit termasuk berumah satu, yaitu dalam satu tanaman terdapat bunga jantan dan bunga betina yang letaknya terpisah. Akan tetapi, sering dijumpai pula tandan bunga betina yang mendukung bunga jantan (hermaprodit). Bunga muncul dari ketiak daun dan setiap ketiak daun hanya mampu menghasilkan satu tandan bunga. Bunga betina yang telah dibuahi akan berkembang menjadi buah. Buah kelapa sawit terdiri atas pericarp yang terbungkus oleh exocarp (kulit), mesocarp, dan endocarp (cangkang) yang membungkus 1-4 inti/kernel. Syarat Tumbuh Kelapa Sawit Kelapa sawit termasuk tumbuhan pohon. Tingginya dapat mencapai 24 m. Bunga dan buahnya berupa tandan, serta bercabang banyak. Buahnya kecil dan apabila masak, berwarna merah kehitaman. Daging buahnya padat. Daging dan kulit buahnya mengandung minyak. Minyak itu digunakan sebagai bahan minyak, sabun, dan lilin. Ampasnya dimanfaatkan untuk makanan ternak, khususnya sebagai salah satu bahan pembuatan makanan ayam. Tempurungnya digunakan sebagai bahan bakar dan arang (Fauzi et al., 2002). Menurut Pahan (2008), tanaman kelapa sawit memerlukan intensitas cahaya yang tinggi untuk melakukan fotosintesis, kecuali pada kondisi juvenile di pre nursery. Pada kondisi langit cerah di daerah zona khatulistiwa, intensitas cahaya matahari bervariasi J/cm 2 /hari. Produksi TBS/tahun juga dipengaruhi oleh waktu penyinaran matahari efektif. Tanaman kelapa sawit memerlukan 5-12 jam/hari dengan kondisi kelembaban udara 80 %. Pahan (2008) menambahkan, kelapa sawit dapat tumbuh dengan baik pada daerah tropika basah di sekitar lintang 12 o Utara-Selatan pada ketinggian m di atas permukaan laut (dpl). Jumlah curah hujan yang baik adalah mm/tahun, tidak memiliki defisit air, hujan agak merata sepanjang tahun. Hal ini bukan berarti curah hujan kurang dari mm/tahun tidak baik, karena kebutuhan efektif hanya mm/tahun, yang paling penting adalah tidak terdapat defisit air 250 mm. Curah hujan lebih dari mm/tahun juga bukan tidak baik asal jumlah hari hujan setahun tidak terlalu banyak, misalnya lebih dari 180 hari. Temperatur yang optimal 25 o -28 o C, dengan suhu terendah 18 o C dan tertinggi 32 o C.

16 5 Menurut Taniputra dan Madjenu (1980), tanaman kelapa sawit membutuhkan tanah dengan tekstur yang baik dan tidak memiliki lapisan kedap air, serta kemiringan lahan tidak lebih dari 15 o. Kondisi alam Sumatera bagian Utara sangat sesuai untuk pertumbuhan kelapa sawit. Sinar matahari harian yang mencapai 5-7 jam dan suhu rata-rata 22 o -24 o C dengan suhu maksimum 29 o -30 o C sangat mendukung pertumbuhan kelapa sawit. Gulma Tjitrosoedirdjo et al, (1984) mendefinisikan gulma sebagai tumbuhan yang tumbuh pada tempat yang tidak dikehendaki manusia karena merugikan secara langsung maupun tidak langsung, ataupun karena belum diketahui kerugian atau kegunaannya. Selanjutnya, Sastroutomo (1990) menjelaskan bahwa gulma adalah semua jenis vegetasi tumbuhan yang menimbulkan gangguan pada lokasi tertentu terhadap tujuan yang diinginkan manusia. Gulma dikelompokkan menjadi beberapa kelompok. Sastroutomo (1990) mengelompokkan gulma berdasarkan daur hidupnya menjadi gulma semusim, gulma dua musim, dan gulma tahunan. Gulma semusim mempunyai daur hidup satu tahun atau kurang, mulai dari perkecambahan biji sampai dapat menghasilkan biji lagi. Gulma dua musim dapat hidup lebih dari satu tahun tetapi tidak lebih dari dua tahun. Gulma tahunan adalah gulma yang dapat tumbuh lebih dari dua tahun. Perkebunan kelapa sawit tidak pernah lepas dari masalah gulma. Menurut Tjitrosoedirdjo et al, (1984), jenis gulma yang tumbuh biasanya sesuai dengan kondisi perkebunan. Misalnya pada perkebunan yang baru diolah, maka gulma yang banyak dijumpai adalah gulma semusim, sedangkan pada perkebunan yang telah lama ditanami, gulma yang banyak terdapat adalah gulma jenis tahunan. Sukman (2002) menyebutkan perkembangbiakan gulma ditinjau dari segi mekanisme perkembangannya adalah sangat efisien, dan bila diperhatikan jauh lebih efisien dari pada tanaman budidaya yang diusahakan. Gulma berkembang biak secara generatif (biji) maupun secara vegetatif. Secara umum gulma semusim berkembang biak melalui biji. Biasanya produksi biji sangat banyak, bahkan dapat menghasilkan lebih dari biji dalam satu musim, sebagai

17 6 contoh adalah jejagoan (Echinochloa crusgalli). Gulma tahunan lebih efisien perkembangbiakannya dari pada gulma semusim, karena gulma ini dapat berkembang biak dengan biji ataupun secara vegetatif. Sebagai contoh adalah teki dan alang-alang. Pengendalian Gulma Tjitrosoedirdjo et. al. (1984) menyebutkan bahwa penurunan hasil bukan satu-satunya faktor yang menjadi pertimbangan dalam pengendalian gulma. Kemudahan beroperasi dikebun, mengurangi risiko kebakaran, dan menghilangkan tempat persembunyian hama (tikus) juga tergantung pada pengendalian gulma beserta biayanya. Pahan (2008) menambahkan bahwa kehadiran gulma di perkebunan kelapa sawit dapat menimbulkan kerugian karena terjadi persaingan dalam pengambilan air, hara, sinar matahari, dan ruang hidup. Gulma juga dapat menurunkan mutu produksi akibat terkontaminasi oleh bagian gulma, mengganggu pertumbuhan tanaman, menjadi inang bagi hama, mengganggu tata guna air, dan meningkatkan biaya pemeliharaan. Pengendalian gulma dapat didefinisikan sebagai proses membatasi infestasi gulma sehingga tanaman dapat dibudidayakan secara produktif dan efisien (Sukman, 2002). Pengendalian gulma pada prinsip awalnya merupakan usaha untuk meningkatkan daya saing tanaman pokok dan melemahkan daya saing gulma (Pahan, 2008). Pengendalian gulma pada kebun kelapa sawit ditujukan pada 3 sasaran, yaitu gulma di gawangan, piringan, dan jalan pikul. Pada tanaman menghasilkan, tidak semua gulma diberantas tuntas karena keterbatasan penutup tanah kacangan yang tumbuh di bawah tanaman kelapa sawit. Gulma-gulma yang tumbuh di piringan harus diberantas menyeluruh, sedangkan gulma yang tumbuh di gawangan cukup dikendalikan (Lubis, 1992). Pengendalian gulma yang sering dilaksanakan di kebun adalah pengendalian secara mekanik dan kimiawi. Pengendalian secara mekanik dilakukan dengan menggunakan kored, garpu, cangkul, parang, atau dengan alat modern seperti traktor. Pengendalian secara kimiawi dilakukan dengan

18 7 memanfaatkan aplikasi herbisida. Penggunaan herbisida untuk mengendalikan gulma memberikan hasil yang positif karena herbisida yang telah ada mampu mengendalikan gulma secara efektif, baik dari segi pengendalian populasi gulma maupun biaya (Tjitrosoedirdjo, 1984).

19 METODE MAGANG Waktu dan Tempat Pelaksanaan Kegiatan magang ini dilaksanakan pada Februari 2009 sampai dengan Juni Tempat pelaksanaan magang adalah di kebun kelapa sawit PT JAW, Bakrie Sumatera Plantation, Sarolangun, Jambi. Metode Pelaksanaan Kegiatan magang ini dilaksanakan penulis secara langsung dengan mengikuti dan mempelajari seluruh kegiatan di lapangan sebagaimana kegiatan Karyawan Harian Lepas (KHL) selama dua bulan, pendamping mandor selama satu bulan, dan satu bulan terakhir sebagai pendamping asisten divisi. KHL adalah pelaksana langsung pekerjaan di kebun yang bertugas melaksaakan segala kegiatan kebun yang diperintahkan sesuai dengan kebutuhan kebun, seperti persiapan lahan, penanaman, pembibitan, pemupukan, pengendalian gulma, pengendalian hama penyakit, pemangkasan, pemanenan, pengangkutan TBS ke pabrik, dan pekerjaan lainnya. Kegiatan yang dilaksanakan sebagai pendamping mandor meliputi pengawasan kegiatan di kebun, penentuan tenaga kerja dan biayanya, penentuan dosis, konsentrasi, dan jumlah bahan kimia yang digunakan, manajemen pengendalian gulma, manajemen pemanenan, serta pembuatan laporan pertanggungjawaban. Pada saat menjadi pendamping asisten divisi, kegiatan yang dilaksanakan adalah mengevaluasi hasil kegiatan kebun, mengawasi semua pekerjaan yang dilakukan di lapangan (kontrol lapangan) untuk mengetahui cara penilaian hasil kerja mandor, dan membantu asisten dalam menyelesaikan administrasi kebun serta mencari pemecahan masalah yang ada di kebun. Jurnal kegiatan penulis ditampilkan pada Lampiran 1. Data primer dikumpulkan selama melaksanakan kegiatan sebagai KHL, pendamping mandor, dan pendamping asisten divisi dengan cara mencatat seluruh kegiatan teknis dan prestasi kerja karyawan. Selain itu, secara tidak langsung dilakukan pengambilan data sekunder yang berupa laporan harian, mingguan, dan

20 9 bulanan, serta data lain yang tersedia di kebun. Selanjutnya kegiatan magang ditekankan pada pengelolaan pengendalian gulma. Data mengenai pengelolaan pengendalian gulma meliputi jenis gulma dominan, dosis dan konsentrasi herbisida, kecepatan jalan penyemprot, organisasi penyemprotan, jumlah herbisida yang digunakan, luas areal pengerjaan, dan jumlah tenaga kerja serta prestasi kerjanya. Pengambilan data meliputi semua aspek pengendalian gulma di seluruh blok tempat penulis melaksanakan kegiatan magang. Pengamatan lain yang menjadi perhatian adalah kekeliruan ataupun kelalaian dalam pelaksanaan pengendalian gulma di lapangan oleh karyawan serta pelaksanaan pengawasan oleh mandor. Selanjutnya, data dianalisis menggunakan metode deskriptif dengan cara membandingan data yang diperoleh dengan pustaka yang tersedia.

21 KEADAAN UMUM KEBUN Letak Geografis Lokasi kebun PT JAW terletak di Kecamatan Air Hitam, Kabupaten Sarolangun, Provinsi Jambi. Wilayah kebun dapat diakses dalam perjalanan darat dengan waktu tempuh sekitar 2 jam atau dengan jarak tempuh sekitar 65 km dari Kabupaten Sarolangun. Kondisi jalan dari Sarolangun hingga Kecamatan Pauh relatif baik, sedangkan dari Pauh menuju areal kebun didominasi jalan aspal yang rusak. Jarak kebun dari Kota Jambi adalah 200 km. Berikut ini adalah batas-batas kebun PT JAW : sebelah Utara berbatasan dengan Desa Lubuk Jering dan Desa Pematang Kabau, sebelah Selatan berbatasan dengan Tanjung Gedang, Empang Benau dan Dusun Pangkal Bulian, sebelah Timur berbatasan dengan kebun PT EMAL A dan Desa Dusun Baru yang merupakan bagian dari Kec. Pauh, dan sebelah Barat berbatasan dengan Dusun Mentawak, Satuan Pemukiman C (SP C), dan kebun rakyat. Peta kebun PT JAW disajikan pada Lampiran 2. Keadaan Iklim, Tanah, dan Topografi Keadaan iklim di kebun PT JAW termasuk tipe A (sangat basah) menurut klasifikasai iklim Schmidt-Ferguson. Curah hujan rata-rata tahunan antara tahun 1998 sampai 2008 adalah mm/tahun dengan hari hujan rata-rata 104 hari/tahun, sedangkan rata-rata bulan kering 1 bulan/tahun. Curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Januari yang mencapai mm, sedangkan terendah pada bulan Juni yang hanya mm. Data curah hujan disajikan pada Lampiran 3. Jenis tanah kebun Mentawak didominasi oleh tanah organosol dengan kelas lahan S3. Hal ini berkaitan dengan kondisi lahan yang memiliki kedalaman gambut 2-8 m, bahkan kedalaman gambut di areal Divisi VI mencapai lebih dari 8 m. Tanah mineral hanya terdapat di blok A2 Divisi IV. Keragaan tanaman kelapa sawit, dengan umur tanaman yang sama, pada lahan gambut dan lahan mineral secara visual tampak perbedaannya. Tanaman kelapa sawit pada lahan mineral memiliki keragaan lebih kokoh, dengan diameter batang lebih besar dan

22 11 pelepah yang tumbuh lebih baik dibandingkan tanaman pada lahan gambut. Peta kedalaman gambut disajikan pada Lampiran 4. Jalan-jalan di kebun PT JAW diperkeras dengan menimbunkan tanah Podsolik Merah pada permukaan jalan. Karena sifat tanah Podsolik Merah yang lembek jika terkena air dan keras serta berdebu jika kering, maka ketika hari hujan kondisi jalan licin sehingga sulit dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan transprotasi, sedangkan saat cuaca panas maka kondisi jalan didominasi oleh debu. Kebun PT JAW memiliki lahan yang relatif datar dengan kemiringan kurang dari 8 %. Ketinggian tempat berada pada 150 m di atas permukaan laut. Daearah rawa banyak ditemukan pada kebun Divisi II dan Divisi III. Areal Konsesi Menurut SK/HGU, luas lahan yang diizinkan untuk pembangunan kebun sebesar ha. Kebun PT JAW terbagi menjadi 6 divisi yang masing-masing memiliki luas yang berbeda. Lahan Tanaman Menghasilkan (TM) Divisi I seluas 659 ha, Divisi II seluas 568 ha, Divisi III seluas 620 ha, Divisi IV seluas 673 ha, Divisi V seluas 707 ha, Divisi VI seluas ha. Data tata guna lahan kebun PT JAW disajikan pada Tabel 1. Kondisi Lahan dan Pertanaman Berdasarkan sumber bibitnya, jenis tanaman kelapa sawit yang diusahakan di PT JAW adalah varietas Tenera. Bibit diperoleh dari PT Sochfindo, Lonsum, dan Marihat. Tata tanam yang digunakan adalah tata tanam segitiga sama sisi dengan jarak tanam 9.2 m x 9.2 m x 9.2 m. Tanaman Menghasilkan (TM) yang ada di PT JAW terdiri atas tahun tanam 1995 (TM 11), tahun tanam 1996 (TM 10), tahun tanam 1997 (TM 9), tahun tanam 1998 (TM 8), dan tahun tanam 2002 (TM 4). Setiap divisi memiliki luas wilayah yang berbeda sehingga jumlah blok yang dimiliki pun berbeda. Ukuran setiap blok standar adalah 50 Ha dengan panjang m yang membentang dengan arah Timur-Barat dan lebar 250 m dengan arah Utara-Selatan. Adapun blok-blok lain berukuran lebih kecil, hal ini disebabkan adanya pembatas yang biasanya berupa rawa dan hutan.

23 12 Tabel 1. Tata Guna Lahan PT JAW pada Tahun 2008 No. Penggunaan Lahan Total 1 TM TM TM ,241 TM ,477 TM TM Jumlah TM 3,965 TBM TBM Jumlah TBM 636 Jumlah TM + TBM 4,601 2 Areal pembibitan 69 3 Land clearing Land Clearing ,000 Land Clearing ,500 Jumlah Land Clearing 2,500 Jumlah areal dapat ditanam ( ) 7,170 4 Areal tidak ditanam Jalan 182 Parit & Rawa 53 Lokasi Bangunan 37 Lokasi Pabrik - Areal Batu - Areal Lain-lain 42 Jumlah areal tidak dapat ditanam 314 Total areal diusahakan ( ) 7,484 5 Areal cadangan 3,935 SK / HGU 11,419 Sumber : Kantor Pusat Kebun PT JAW (2009) Gawangan merupakan ruangan yang terletak di antara dua barisan tanaman. Gawangan terdiri atas gawangan hidup dan gawangan mati. Gawangan hidup merupakan gawangan yang dikondisikan bersih dari pelepah dan gulma sehingga bisa dilalui manusia dalam melaksanakan kegiatan kebun. Lain halnya gawangan mati, tidak digunakan oleh manusia dalam kegiatan kebun. Gawangan mati ini digunakan untuk membuang pelepah. Kedua gawangan ini membentang ke arah Utara-Selatan sesuai dengan arah barisan tanaman dengan posisi selangseling. Pada tengah blok, terdapat jalan tengah yang membentang ke arah Timur- Barat. Jalan ini berfungsi sebagai jalan pengawasan pelaksanaan kegiatan kebun.

24 13 Setiap blok dipisahkan oleh jalan dan parit. Parit berfungsi sebagai saluran drainase pada musim hujan dan penampung air pada musim kemarau. Lebar parit adalah 4-7 m. Parit ini memisahkan blok dengan jalan sehingga untuk menghubungkan keduanya digunakan titian, baik yang berbahan kayu atau pun beton. Produksi Produksi kebun kelapa sawit PT JAW pada enam tahun terakhir mengalami peningkatan. Pada tahun 2005 terdapat penambahan luas areal panen yaitu areal TM 2002 dan areal sisipan yang bisa dipanen kembali seluas ha. Areal sisipan berupa lahan rawa yang terjadi akibat air hujan membanjiri areal panen. Pada tahun 2007 terjadi lagi penurunan luas areal panen yang diakibatkan areal sisipan. Perkembangan produksi dan produktivitas PT JAW disajikan dalam Tabel 2 Tabel 2. Produksi Tandan Buah Segar (TBS) PT JAW Tahun 2008 Berdasarkan Tahun Tanam. TT Luas Jumlah pokok Jumlah TBS Produksi (ton) BJR Total Sumber : Kantor Pusat Kebun (2009) Peningkatan produksi tersebut seiring dengan meningkatnya umur TM yang berpengaruh pada Bobot Janjang Rata-rata (BJR). Menurut Lubis ( 1992), tanaman kelapa sawit berumur 8 tahun memiliki BJR BJR kebun PT JAW secara umum berada di bawah standar karena BJR dicapai oleh tanaman kelapa sawit berumur 13 tahun. Struktur Organisasi dan Ketenagakerjaan PT JAW merupakan salah satu dari 4 unit usaha yang berada di bawah satu areal usaha, bersama PT EMAL A, PT EMAL B, dan PMKS, yang dibawahi

25 14 oleh seorang Area Manager (AM) yang berkedudukan di Muara Kulim. AM bertanggung jawab kepada Kepala Unit Usaha (Head Bussines Unit = HBU ) yang berkedudukan di Jambi. HBU inilah yang kemudian bertanggung jawab langsung kepada direksi PT Bakrie Sumatera Plantation (PT BSP Group) di Jakarta. PT JAW dipimpin oleh seorang Estate Manager (EM) yang bertanggung jawab langsung terhadap AM atas pengelolaan unit usaha yang meliputi tanaman, proses produksi, adaministrasi kebun, pengusahaan material, finansial, personalia, dan keamanaan kebun termasuk seluruh harta kekayaan perusahaan. Dalam melaksanakan tugasnya, EM dibantu oleh seorang asisten kepala, 6 asisten divisi, asisten pembibitan, dan asisten traksi dan bengkel Karyawan di PT JAW terdiri atas tiga golongan, yaitu HIP (Himpunan Industrial Pancasila), SKU (Serikat Kerja Umum), dan KHL (Karyawan Harian Lepas). Karyawan HIP merupakan karyawan yang biasanya diangkat berdasarkan prestasi dan jika mereka tidak masuk kerja berdasarkan alasan yang bisa diterima misalnya sakit, maka tidak dipotong gaji. Karyawan SKU adalah karyawan bulanan yang diangkat berdasarkan masa bakti kepada perusahaan, jika tidak masuk kerja maka gaji dipotong. KHL adalah karyawan yang tidak terikat artinya jika mereka masuk kerja akan mendapatkan upah, sebaliknya jika tidak masuk kerja maka tidak memperoleh upah. Sistem upah yang berlaku berbeda berdasarkan golongan. Pengupahan SKU dan HIP diatur oleh kebijakan perusahaan. Selain itu karyawan golongan HIP dan SKU mendapatkan tunjangan beras setiap bulan untuk kebutuhan keluarga yang besarannya berbeda-beda tergantung golongan. Pengupahan KHL diatur sesuai dengan Upah Minimum Regional (UMR) yang berlaku yaitu Rp ,00 /HK. Pembayaran upah dilakukan pada minggu pertama setiap bulan. Fasilitas Kebun Untuk mendukung kelancaran kegiatan, perusahaan menyediakan fasilitas kesejahteraan bagi karyawannya. Setiap divisi memiliki emplasemen yang berfungsi sebagai tempat tinggal karyawan divisi. Di dalam emplasemen terdapat perumahan karyawan dan sebuah mushola.

26 15 Klinik kebun terdapat di emplasemen Divisi III yang juga merupakan emplasemen kantor besar. Klinik kebun diperuntukkan bagi karyawan HIP dan SKU beserta keluarga. Jika KHL akan berobat di klinik kebun harus memiliki surat keterangan dari asisten divisi tempat KHL bersangkutan bekerja. Di empalsement Divisi III juga terdapat sekolah TK yang memiliki dua tenaga pengajar. Fasilitas lain adalah sebuah masjid yang terletak di samping kantor besar. Untuk anak-anak karyawan yang sudah pada tingkat SD dan SLTP disediakan transportasi antar jemput ke sekolah karena kebun tidak menyediakan sekolah sampai tingkat tersebut. Perusahaan juga menyediakan jasa penitipan anak sehingga karyawan bisa melaksanakan pekerjaan kebun. Bagi para istri staf yang akan berbelanja kebutuhan sehari-hari, disediakan sebuah mobil yang siap mengantar ke tujuan.

27 PELAKSANAAN TEKNIS LAPANGAN Aspek Teknis Kebun Selama menjalani kegiatan magang, penulis melaksanakan kegiatankegiatan teknis di lapangan ketika berstatus sebagai KHL. Selama menjadi KHL, penulis mengikuti dan melaksanakan kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan teknis kebun meliputi pembibitan, pemeliharaan, dan pemanenan. Kegiatan pemeliharaan yang ada dilaksanakan penulis meliputi pemupukan, perawatan titian panen, perawatan jembatan, penunasan (pruning), pengendalian hama ulat, dan pengendaliaan gulma. Berikut ini adalah penjelasan tentang pelaksanaan aspek teknis lapangan di PT JAW. Pembibitan Pembibitan merupakan tahap awal dalam mempersiapkan kebun yang nantinya berpengaruh besar terhadap produktivitas kebun. Pembibitan dilaksanakan dengan baik agar menghasilkan bibit berkualitas, yaitu bibit yang siap tanam yang mempunyai kemampuan tumbuh baik, tahan terhadap cekaman lingkungan, dan punya kemampuan berproduksi tinggi. Dari segi luas, pembibitan memang relatif kecil, namun kegiatan di dalamnya sangat kompleks dan menyerap tenaga kerja paling banyak. Tenaga kerja tersebut dialokasikan ke dalam kegiatan mulai dari persiapan lahan sampai pemindahan bibit ke lokasi penanaman. Pembibitan di PT JAW menggunakan sistem dua tahap, yang meliputi Pre Nursery (PN = Pembibitan Awal) dan Main Nursery (MN = Pembibitan Utama). Penulis melakukan kegiatan-kegiatan yang ada di pembibitan, meliputi pengisian tanah, seleksi kecambah, penanaman kecambah, pengeceren polibag, tanam pindah bibit, dan konsolidasi. Asal benih. PT JAW melaksanakan pembibitan bukan untuk memenuhi kebutuhan kebun sendiri tetapi untuk memenuhi kebutuhan bibit siap tanam pada areal kebun PT EMAL A. Berkaitan dengan hal tersebut, kebijakan jenis bibit yang digunakan diatur oleh PT BSP.

28 17 Benih yang digunakan pada pembibitan adalah varietas Dura x Psifera. PT BSP menentukan benih yang digunakan berasal dari perusahan benih ASD de Costa Rica, S.A. dari Negara Costa Rica. Pemilihan Costa Rica sebagai pemasok benih disebabkan perusahaan-perusahaan benih kelapa sawit nasional sedang mengerjakan permintaan benih perusahaan lain sehingga tidak mampu memenuhi permintaan benih PT BSP. Lokasi pembibitan. Lokasi pembibitan PT JAW berada sekitar 1 km di sebelah selatan Divisi VI dan dipisahkan oleh hutan. Hal ini merupakan bagian dari serangkaian pengawasan pihak karantina. Benih yang berasal dari luar negeri harus menjalani serangkaian pengawasan pihak karantina untuk mencegah masuknya penyakit baru ke dalam negeri melalui benih tersebut. Areal kebun PT JAW didominasi oleh lahan gambut. Hal ini menyulitkan perusahaan dalam menentukan lokasi pembibitan yang baik. Salah satu syarat pembibitan yang baik adalah memiliki topografi yang datar dan permukaan tanah yang rata, sedangkan pada lahan gambut sulit dilakukan perataan menggunakan alat berat sehingga permukaan areal pembibitan tidak datar dan rata. Areal pembibitan bisa diakses dengan mudah karena memiliki akses jalan yang bagus berupa jalan tanah yang dikeraskan. Hal ini untuk memudakan pengangkutan segala kebutuhan pembibitan. Pembibitan awal. Pembibitan awal merupakan tahap yang sangat penting yang menentukan keberhasilan pembibitan. Pada tahap ini kecambah mengalami perlakuan-perlakuan hingga siap dipindahkan ke pembibitan utama. Areal pembibitan awal memiliki luas sekitar 1 ha dan permukaan cukup datar dan rata. Untuk memudahkan perawatan, kecambah ditanam pada babybag yang sudah disusun pada bedengan berukuran 1 m x 8 m. Setiap bedengan berisi 1000 babybag atau disebut 1 blok. Kegiatan pada pembibitan dimulai pukul WIB diawali dengan penjelasan oleh mandor-mandor pembibitan tentang pembagian kerja dan penjelasan tentang hal-hal yang berkaitan dengan pekerjaan. Sebelum ditanam, kecambah diseleksi. Kecambah yang baik adalah yang memiliki plumula dan radikula yang tumbuh dengan baik. Bagian plumula ditandai dengan bagian ujung yang runcing berwarna putih gading dan mengkilat. Bagian radikula ditandai dengan bagian ujung tumpul berwarna kecoklatan dan

29 18 diameternya lebih kecil dari pada plumula. Kecambah yang radikula atau plumulanya rusak atau tidak tumbuh disortir dan tidak ditanam. Penanaman kecambah diawasi dengan baik agar tidak terjadi kekeliruan yang dapat merugikan perusahaan. Kekeliruan yang sering terjadi adalah penanaman kecambah terbalik dengan bagian radikula berada pada bagian atas. Hal ini akan menyebabkan plumula tumbuh memutar dari bawah menuju ke atas sehingga bibit tumbuh tidak normal. Kekeliruan lain adalah pembuatan lubang tanam yang terlalu dalam. Hal ini akan menghambat pertumbuhan plumula. Setelah kecambah ditanam, bedengan ditutup dengan pelepah daun kelapa sawit sebagai naungan. Kegiatan perawatan pada pembibitan awal meliputi penyiraman, pemupukan, dan pengendalian organisme pengganggu tanaman. Penyiraman dilakukan dua kali sehari, namun hal ini tergantung curah hujan pada hari sebelumnya. Jika hari sebelumnya turun hujan maka pada pagi hari berikutnya tidak dilakukan penyiraman tetapi sore hari tetap dilakukan penyiraman. Pupuk yang digunakan pada pembibitan awal adalah NPK dengan dosis 8 g/5 liter untuk 100 bibit. Pelaksanaan pemupukan dilakukan oleh KHL secara beregu. Satu regu pemupuk terdiri atas 3 orang, yaitu 1 orang menyiapkan larutan pupuk dan 2 orang penabur pupuk. Pengendalian gulma dilakukan secara manual. Hal ini berkaitan dengan sifat bibit yang masih rentan terhada herbisida. Gulma yang berada di dalam blok disiangi hingga W 0, yaitu hanya tanaman pokok yang diperbolehkan tumbuh di areal tersebut. Hal ini dimaksudkan agar tidak terjadi persaingan antara bibit dengan gulma. Hama yang sering menyerang bibit di pembibitan awal adalah jangkrik, semut, belalang, dan tikus. Pengendalian hama serangga dilakukan dengan menaburkan insektisida dengan merek dagang Centa-Fur 3GR dengan bahan aktif Karbofuran 3 %. Hama tikus dikendalikan dengan rodentisida bermerk dagang Tikumin. Ketika penulis melaksanakan magang, bibit pada pembibitan awal sudah berusia 4-5 bulan dan dipindah ke pembibitan utama pada umur 5-6 bulan, sedangkan standar pemindahan bibit ke pembibitan utama adalah ketika bibit

30 19 berumur 3 bulan. Hal ini disebabkan pada umur 3 bulan bibit belum mencapai tinggi sesuai standar pemindahan bibit ke pembibitan utama yaitu 20 cm. Bibit yang memenuhi standar pada usia 5-6 bulan diseleksi dan dipindahkan ke pembibitan utama menggunakan traktor tangan. Pembibitan utama. Lokasi pembibitan utama berada dalam satu kawasan dengan pembibitan awal.. Persiapan tersebut meliputi persiapan lahan, dilanjutkan dengan pengisian polibag dan penyusunan polibag. Polibag yang digunakan berukuran panjang 50 cm dengan diameter 20 cm yang mampu menampung 18 kg tanah. Pengisian tanah (top soil) ke dalam polibag dikerjakan oleh KHL secara borongan dengan upah Rp 150,00/polibag. Tanah yang digunakan adalah tanah mineral yang diambil dari Dusun Baru. Rata-rata pekerja mampu mengisi 200 polibag/hk, sedangkan prestasi penulis adalah 80 polibag. Polibag yang sudah terisi tanah diecer ke dalam areal pembibitan utama menggunakan angkong. Tanah gambut dan permukaan lahan yang tidak rata menyulitkan dalam pengangkutan polibag. Hal tersebut diatasi dengan cara menyusun papan-papan berukuran panjang 3 m dan lebar 30 cm secara memanjang sebagai lintasan angkong. Pada saat pengeceran sering terjadi kerusakan polibag karena terjatuh dari angkong. Para pekerja sering mengangkut hingga 12 polibag/angkong, sedangkan standar perusahaan untuk pengeceran adalah 8 polibag/angkong. Selama penulis melaksanakan magang, belum ada sanksi terhadap kerusakan polibag tersebut. Pekerjaan pengeceran polibag dilakukan secara borongan dengan upah Rp 300,00/polibag. Kegiatan pengeceran polibag dapat dilihat pada Gambar 1. Setelah berada di areal pembibitan utama, polibag disusun sesuai jarak tanam yaitu 90 cm x 90 cm x 90 cm. Penanaman dilakukan dengan cara mencabut bibit dari babybag beserta tanahnya kemudian dimasukkan ke dalam polibag yang sebelumnya sudah dibuat lubang tanam. Bibit ditanam dengan akar tertutup sempurna, tidak boleh ada bagian akar yang terbuka karena akan mempengaruhi pertumbuhan bibit. Rata-rata pekerja mampu mengecer polibag. Prestasi penulis sendiri adalah 90 polibag.

31 20 Gambar 1. Kegiatan pengeceran Polibag Penanaman dilakukan secara berkelompok, biasanya terdiri dari 6-9 orang/kelompok. Setiap anggota kelompok mengerjakan pekerjaan sesuai jenis pekerjaan yang telah dibagi, yang meliputi pembuatan lubang tanam, penanaman bibit, pengeceran tanah (untuk mengisi kekurangan tanah pada polibag) dan pengeceran bibit. Norma tanam pindah adalah 180 polibag/hk dan penulis mampu mencapai norma tersebut. Kondisi lahan yang tidak rata dan penyusunan polibag yang tidak tepat pada saat pengeceran dan penanaman menyebabkan polibag sering terjatuh atau berdiri miring sehingga dilakukan konsolidasi. Tujuan konsolidasi ini adalah untuk memperbaiki posisi polibag agar berdiri tegak dan meluruskan barisan polibag sehingga membentuk segitiga sama sisi 90 cm. Kegiatan konsolidasi ini sangat penting karena akan mempengaruhi pertumbuhan bibit selanjutnya. Pemupukan Pemupukan merupakan kegiatan yang menelan biaya sangat besar. Pemupukan merupakan komponen terbesar dari biaya pemeliharaan. Mengingat besarnya biaya pemupukan, maka perlu diperhatikan ketepatan dalam pemupukan. Pemupukan yang diterapkan di kebun PT JAW diatur oleh kebijakan PT BSP. Berhubungan dengan masalah finansial pada tahun 2009, yaitu ketika penulis

32 21 melaksanakan magang, PT JAW hanya melakukan pemupukan CuSO4 (Chopper Sulphate Pentahydrate) dan aplikasi abu janjang. Pemupukan CuSO4. Pada saat penulis melakukan magang, pemupukan CuSO4 hanya dilakukan di Divisi II. Hal ini untuk untuk memenuhi realisasi dari rencana pemupukan CuSO4 yang belum tercapai pada tahun sebelumnya. Menurut Lubis (1992), pada lahan gambut, tanaman sering mengalami kekurangan unsur hara tembaga (Cu) dan akan menyebabkan mid crown chlorosis, sehingga keterlambatan aplikasi pupuk ini bisa berdampak buruk bagi tanaman. Gambar 2 menunjukkan gejala defisiensi Cu yang ditandai dengan ujung anak daun berwarna pucat. Gambar 2. Gejala Defisiensi Cu Dosis yang digunakan pada aplikasi CuSO4 adalah 200 g/tanaman. Dosis ini sesuai dengan kebutuhan tanaman berumur lebih dari 12 tahun (Noor, 2001). Kebutuhan pupuk dalam satu blok memerlukan pupuk rata-rata 25 kg/ha. Tabel 3 menunjukkan realisasi pemupukan CuSO 4 di Divisi II. Aplikasi pupuk CuSO4 dilakukan dengan menggunakan ember sebagai tempat pupuk dan alat penabur yang telah dikalibrasi. Pupuk ditaburkan membentuk huruf V pada piringan, yaitu pupuk per pokok ditaburkan dua kali membentuk dua garis yang bertemu pada salah satu ujungnya. Hal ini dilakukan karena tanaman mempunyai perakaran yang sudah luas sehingga mampu menyerap pupuk dengan baik dan apikasi dilakukan pada piringan yang bersih

33 22 dari gulma. Selain itu, aplikasi dengan cara ini mempercepat pelaksanaan pemupukan. Aplikasi dimulai dari tanaman paling luar menuju ke dalam sampai pada tanaman terluar dari barisan. Tabel 3. Realisasi Pemupukan CuSO 4 di Divisi II Blok Rencana (ha) Relisasi (ha) Kebutuhan Pupuk Kebutuhan HK E E E E Total Sumber: Kantor Pusat Kebun (2009) Pelaksanaan pemupukan diawasi langsung oleh mandor perawatan dan asisten divisi. Norma pemupukan CuSO4 adalah 0.25 HK/ha sehingga kebutuhan tenaga kerja untuk satu blok (77 ha) adalah 19 HK. Prestasi pekerja, yang semuanya perempuan, kecuali tenaga angkut, adalah 0.2 HK/ha sehingga efisiensi tenaga kerja tercapai dengan tetap memperhatikan kualitas hasil kerja. Permasalahan yang sering terjadi adalah kondisi piringan yang tidak bebas gulma. Hal ini mengurangi efektifitas penyerapan pupuk oleh tanaman. Selain itu, tidak ada standarisasi alat tabur pupuk, yang berupa piring plastik kecil, sehingga sering terjadi ketidaksesuaian dengan dosis yang ditetapkan. Pemupukan abu janjang. PT JAW bersama dengan PT EMAL memiliki pabrik minyak kelapa sawit (PMKS) sendiri yang terletak di areal kebun PT EMAL. Selain mengolah TBS menjadi minyak, PMKS ini juga menghasilkan abu janjang yang dimanfaatkan sebagai pupuk pengganti MOP. Abu janjang merupakan hasil akhir pengolahan TBS, yaitu janjang kosong sisa pengolahan TBS yang diolah hingga menjadi abu. Menurut Lubis (1992), abu janjang bersifat higroskopis sehingga mudah rusak jika dibiarkan di tempat terbuka. Selain itu, abu janjang bersifat alkalis dengan ph 12 sehingga bisa memperbaiki ph tanah. Aplikasi abu janjang memiliki keuntungan karena mengandung unsurunsur yang dibutuhkan tanaman. Menurut Pahan (2008), abu janjang mengandung % K 2 O, % P 2 O 5, % MgO, dan % CaO.

34 23 Permintaan pupuk abu janjang dilakukan oleh asisten divisi yang telah dikoreksi dan disetujui oleh manajer kebun. Abu janjang dikirim dari PMKS dan disimpan di gudang kebun PT JAW. Distribusi abu janjang ke areal pemupukan dilakukan dengan truk. Untuk areal yang tidak bisa dilalui oleh truk, distribusi dilakukan menggunakan traktor MF. Realisasi pemupukan abu janjang Divisi III disajikan pada Tabel 4. Tabel 4. Realisasi Pemupukan Abu Janjang Divisi III Divisi Blok TT Luas Jumlah Kebutuhan Realisasi Pokok Pupuk B B III B B B B Total Sumber : Kantor Pusat Kebun (2009) Kegiatan bongkar muat pupuk dilakukan oleh KHL. Jumlah KHL disesuaikan dengan luas areal pemupukan dan jumlah pupuk yang akan diaplikasikan. Pemuat bertugas memuat pupuk dari gudang sampai ke gawangan pada blok bersangkutan. Setelah kegiatan pemupukan selesai, pemuat juga bertugas mengumpulkan karung bekas pupuk. Norma memuat pupuk adalah 1.5 ton/hk dan prestasi penulis adalah 2 ton. Penaburan pupuk diawasi langsung oleh asisten divisi, mandor I, dan mandor perawatan. Penaburan dilakukan dengan sistem setengah blok, yaitu dari jalan tengah menuju luar, sedangkan pemupukan untuk setengah blok sisanya dilaksanakan pada kegiatan selanjutnya. Hal ini bertujuan untuk memudahkan pengawasan dan efisiensi waktu. Pelaksanaan teknis aplikasi pupuk abu janjang dapat dilihat pada Gambar 3. Penabur pupuk adalah KHL perempuan. Penabur pupuk pada Divisi III dibagi ke dalam kelompok-kelompok dengan anggota 3 orang/kelompok yang bekerja pada blok yang sama. Setiap kelompok menaburkan pupuk pada gawangan yang berbeda, sedangkan setiap anggota kelompok yang sama menaburkan pupuk pada gawangan yang sama. Dua anggota kelompok

35 24 menaburkan pupuk mulai dari jalan tengah, sedangkan sisanya menaburkan pupuk dari arah luar gawangan, hal ini betujuan agar pupuk terbagi rata pada semua pokok dan untuk memperkecil kemungkinan terjadi pokok terlewatkan tidak dipupuk. Gambar 3. Aplikasi Pupuk Abu Janjang Alat-alat yang digunakan dalam pemupukan adalah ember, tali selendang untuk menggendong ember, dan mangkok penabur yang telah dikalibrasi. Karena kandungan K 2 O di dalam abu janjang adalah 30 % maka dosis yang digunakan adalah 4 kg/pokok. Norma penabur pupuk adalah 750 kg/hk. Pada pelaksanaannya, sering dijumpai ketidaksesuaian dengan standar kerja perusahaan. Pekerja tidak menaburkan pupuk merata mengelilingi piringan. Hal ini disebabkan bagian piringan yang menghadap ke arah gawangan mati tertutup oleh gulma dan pelepah sehingga sulit dilalui. Selain itu, pekerja menaburkan pupuk tidak sesuai dengan dosis yang telah ditetapkan, yaitu 4 kg/pokok. Pekerja terburu-buru dalam menaburkan pupuk, terutama pada pokok yang berada di bagian dalam barisan. kondisi gulma yang berat dan sudah menutupi gawangan menghambat pelaksanaan pemupukan dan bahkan penabur tidak bisa melewati gawangan sehingga pokok-pokok pada jalur tersebut tidak terpupuk. Masalah lain adalah sifat abu janjang yang higroskopis sehingga mudah rusak. Perlu penyimpanan yang baik agar pupuk tidak rusak. Abu janjang bersifat

36 25 kaustik, aplikasi yang tidak tepat dapat menyebabkan daun dan akar tanaman terbakar (Pahan, 2008). Pada pelaksanaannya, karyawan mengeluh karena abu janjang menyebabkan iritasi pada kulit karyawan dan abu janjang yang basah menjadi lebih berat dan sulit ditaburkan karena menggumpal sehingga menghambat kerja penaburan. Pemeliharaan Jalan dan Jembatan Jalan memiliki peranan penting pada kebun TM karena pemakainnya sangat intensif baik untuk pengangkutan panen, mobilisasi tenaga kerja, pengangkutan pupuk, dan kegiatan-kegiatan lain. Jalan utama (poros) Timur-Barat dirawat secara intensif karena menjadi jalur utama semua kegiatan kebun. Jalan ini diperkeras dengan tanah yang dicampur dengan kerikil. Perawatan dilakukan pada jalan yang mengalami kerusakan. Intensitas curah hujan sangat mempengaruhi kondisi jalan karena tanah yang digunakan adalah tanah Podsolik Merah yang bersifat liat dan becek jika terkena air. Pada kebun PT JAW sering terjadi kerusakan jalan karena curah hujan tinggi dan rata setiap tahun. Jalan yang paling sering mengalami kerusakan adalah jalan-jalan antar blok. Hal ini disebabkan jalan tidak diperkeras dengan campuran kerikil sehingga licin dan tidak bisa dilalui oleh truk. Untuk mengangkut TBS dan pupuk pada jalan-jalan tersebut, digunakan traktor MF. Hal ini menyebabkan kerusakan lebih parah pada jalan. Pengerjaan perawatan jalan dilakukan menggunakan alat berat road grader. Pengerjaan meliputi penimbunan lubang dengan tanah yang dilakukan menggunakan truk kemudian diratakan menggunakan road grader. Lubang yang tidak terlalu dalam atau kondisi jalan yang bergelombang bisa langsung diratakan menggunakan road grader. Selain jalan, sarana transportasi yang mendapat perawatan adalah jembatan. Jembatan menghubungkan jalan antar blok dengan jalan utama. Jembatan pada PT JAW berupa balok kayu yang disusun. Balok kayu yang sudah lapuk tidak kuat menahan beban truk-truk pengangkut panen dan pupuk sehingga ketika truk melewati jembatan tersebut akan terperosok ke parit. Balok kayu yang sudah lapuk perlu diganti dengan yang baru. Selain balok kayu lapuk, balok kayu

37 26 yang tidak pada posisinya disusun kembali ke posisinya sehingga jembatan kuat menahan beban truk dan traktor. Ketika penulis melakukan magang, PT JAW sedang melakukan penggantian jembatan kayu dengan jembatan permanen berupa beton yang ditimbun tanah dengan pipa paralon sebagai jalur air. Jembatan ini jauh lebih kuat dan stabil dibandingkan dengan jembatan kayu namun lebih mahal. Pemasangan Titian Panen Titian panen memiliki peranan sangat penting dalam sistem pemanenan karena menghubungkan blok dengan TPH. Selama ini, titian panen pada PT JAW terbuat dari papan kayu, tetapi titian ini hanya berumur 5 tahun. Titian yang sudah lapuk menyebabkan pengangkutan TBS terhambat karena tidak bisa dilalui, bahkan tidak jarang pemanen tercebur ke parit akibat titian patah, sehingga karyawan harus mencari titian lain. Selain itu, pada saat curah hujan tinggi, air pada parit sering meluap sehingga menghanyutkan titian panen. Pada saat penulis melaksanakan magang, PT JAW sedang melakukan penggantian titian panen kayu dengan titian beton. Ukuran titian panen beton beragam antara 4-7 m tergantung pada lebar parit tempat titian akan dipasang. Menurut keterangan pihak kebun, selain lebih stabil, titian ini bisa berumur lebih dari 10 tahun. Penggantian titian panen dimulai dengan pemesanan titian panen oleh asisten divisi kepada asisten bengkel dan traksi yang sebelumnya sudah disetujui oleh EM. Titian panen yang sudah siap diangkut ke lokasi untuk dipasang. Pengangkutan dan pemasangan titian panen beton dilakukan secara borongan oleh KHL. Pekerja bekerja secara berkelompok dengan anggota 4-6 orang mengingat beratnya titian beton tersebut. Biaya pengangkutan hingga pemasangan adalah Rp ,00 /titian. Titian beton diangkut menggunakan traktor MF. Pada pengangkutan inilah sering terjadi kerusakan pada titian beton akibat guncangan selama dalam perjalanan. Pemasangan titian beton dilakukan dengan sistem 1 : 3 atau 1 : 4. Sistem 1 : 3 adalah satu titian untuk setiap 3 gawangan, sedangkan sistem 1 : 4 adalah

38 27 satu titian untuk 4 gawangan. Hal ini dilakukan mengingat besarnya biaya pembuatan titian beton tersebut. Penunasan (pruning) Penunasan pada tanaman menghasilkan bertujuan untuk memelihara kondisi tajuk dengan mempertahankan pelepah pada kondisi songgo dua. Manfaat kegiatan pruning adalah mempermudah pengamatan buah, menghindari tersangkutnya brondolan pada pelepah, mempermudah pemanenan, membuang pelepah yang tidak produktif, dan merupakan tindakan sanitasi pohon agar terhindar dari hama dan penyakit. Kegiatan penunasan di PT JAW dilaksanakan dengan rotasi 6 bulan sekali dalam setahun. Tenaga kerja penunasan adalah seluruh pemanen yang ada pada masing-masing divisi. Sistem pelaksanaan penunasan berbeda tergantung divisi masing-masing. Pada Divisi III PT JAW, kegiatan penunasan dilaksanakan dengan dua cara berbeda. Cara pertama adalah sebagian pemanen melakukan penunasan pada hanca panen masing-masing pada blok yang ditentukan, sedangkan sebagian yang lain tetap melakukan panen pada hanca masing-masing. Cara ini bisa dilaksanakan jika kapel panen memiliki sedikit TBS siap panen. Kegiatan penunasan disajikan pada Gambar 4. Pemanen yang melakukan penunasan adalah pemanen yang hanca panennya terdapat sedikit TBS siap panen, ketika dilakukan kegiatan penunasan pada blok bersangkutan. TBS siap panen yang terdapat pada hanca yang dilakukan penunasan dipanen oleh pemanen lain. Cara kedua adalah bergiliran yang dilaksanakan dengan cara dua orang pemanen bekerja secara bersama melakukan penunasan pada blok yang ditentukan pada hanca panen salah satu dari keduanya. Pada hari berikutnya keduanya pindah ke hanca yang lain. Norma kegiatan penunasan adalah 1 gawangan/hk. Sebelum penunasan dilaksanakan, para pekerja menyiapkan alat-alat yang diperlukan untuk penunasan. Alat-alat yang digunakan adalah egrek, dodos, dan parang. Alat-alat tersebut harus dalam kondisi baik dan tajam. Mandor panen bertugas mengecek kelengkapan alat tunas. Alat yang tidak baik diganti,

39 28 sedangkan alat yang kurang tajam diasah terlebih dahulu. Hal ini ditujukan tidak terjadi sobekan pada pelepah akibat tidak terpotong dengan baik. Gambar 4. Penunasan Penunasan pelepah dilakukan dengan memotong semua pelepah yang berada di bawah dua lingkaran pelepah yang berada di bawah tandah terbawah. Pelepah dipotong mepet batang ke arah luar dengan sisa potongan berbentuk tapak kuda. Pelepah yang sudah diturunkan dipotong menjadi dua kemudian potongan bagian bawah pelepah disusun di gawangan (antar pokok) di luar piringan, sedangkan bagian atas pelepah disusun di gawangan mati. Pelepah tidak boleh menutupi parit, jalan tengah, dan jalan tikus. Penyusunan pelepah di antara pokokpokok sawit bisa menekan pertumbuhan gulma rumput di antara pokok-pokok sawit. Pada pelaksanaannya, sering ditemukan ketidaksesuaian dengan standar kerja perusahaan. Beberapa karyawan tidak menyusun pelepah secara tepat, bahkan ada pelepah yang dibuang ke parit. Pengendalian Hama Ulat Pemakan Daun Areal kebun PT JAW yang terkena serangan ulat pemakan daun adalah Blok A17 dan A18 Divisi V. Berdasarkan hasil sensus yang telah dilakukan (sebelum penulis melaksanakan magang) diperoleh data bahwa jenis ulat pemakan daun yang dominan adalah ulat api Setora nitens dengan populasi rata-rata 8 ekor

40 29 per pelepah, sebaran ulat api di Blok A18 dari gawangan dan Blok A17 dari gawangan (konsentrasi ulat api terbesar terjadi di tengah gawangan). Lubis (1992) menyebutkan bahwa ulat api Setora nitens memiliki kemampuan memakan daun kelapa sawit sebesar 367 cm 2, sedangkan luas permukaan satu pelepah daun kelapa sawit adalah 3-4 m 2. Kerusakan yang terjadi akan pulih dalam waktu 2-3 tahun kemudian. PT JAW menetapkan batas populasi ulat pemakan daun yang tercantum dalam Tabel 5. Tabel 5. Batas Populasi Ulat Pemakan Daun Jumlah rata-rata ulat per pelepah Tingkat Setora nitens Thosea bisura serangan Thosea assigna Ploneta diducta Darna trima TBM TM TBM TM TBM TM Ringan <1 <1 <7 <15 <15 <35 Sedang Berat >5 >5 >10 >20 >25 >50 Tingkat serangan Langkah yang perlu diambil Ringan Monitoring perkembangannya secara visual Sedang Sensus 2 kali sebulan dan monitoring perkembangannnya Berat Sensus 2 kali sebulan dan tindakan pengendalian Sumber: Kantor Divisi V (Lima) PT JAW Berdasarkan batas populasi tersebut, serangan ulat api di Blok A17 dan A18 perlu dikendalikan. Untuk mengendalikan populasi ulat api, PT JAW menerapkan kegiatan perangkap cahaya (light trap) dan aplikasi swingfog. Perangkap cahaya adalah pengendalian hama ulat api dengan menggunakan cahaya lampu sebagai perangkap. Perangkap cahaya ini ditujukan untuk mengendalikan hama Setora nitens pada stadia imago. Pada stadia inilah hama ulat api mengalami penyebaran dengan cepat. Imago Setora nitens berbentuk seperti kupu-kupu berwarna coklat dengan panjang 2-3 cm. Imago ini aktif pada petang sampai malam dan sangat peka terhadap rangsangan cahaya.

41 30 Teknis pelaksanaan perangkap cahaya adalah dengan cara memasang lampu dan di bawahnya diletakkan ember berisi air atau solar. Tujuan ember berisi air atau solar tersebut adalah sebagai tempat jatunya imago ulat api sehingga mudah ditangkap. Perangkap cahaya dilaksanakan pada petang antara pukul WIB. Imago ulat api akan bergerak ke arah cahaya dan berkumpul di sekitar cahaya dan jatuh ke dalam ember. Imago yang jatuh ke dalam ember tidak bisa terbang lagi sehingga bisa ditangkap dengan mudah dan dimasukkan ke kantong untuk kemudian dimusnahkan. Pengendalian hama ulat pemakan daun yang lain adalah pengendalian secara pengasapan menggunakan bahan kimia. Pengendalian ini menggunakan alat semprot bertenaga mesin atau biasa disebut swingfog. Kegiatan aplikasi swingfog bisa dilihat pada Gambar 5. Bahan yang digunakan adalah solar dicampur dengan insektisida dengan merk dagang Decis 2.5 EC. Decis 2.5 EC adalah insektisida berbahan aktif deltametrin dengan cara kerja kontak dan lambung. Fungsi solar dalam campuran adalah sebagai perekat insektisida pada daun dan tubuh hama. Perbandingan antara solar dengan bensin adalah 10 : 1, sedangkan dosis yang digunakan adalah 2 liter campuran/ha atau 0.18 liter Decis 2.5 EC. Gambar 5. Aplikasi Swingfog Pencampuran bahan dilakukan di dalam galon berukuran 20 liter. Satu galon berisi campuran solar dan 6 kaleng Decis 2.5 EC (300 ml/kaleng). Setelah dicampur, campuran dimasukkan ke dalam tangki swingfog yang berkapasitas 8

42 31 liter. Setelah pengisian bahan racun selesai, mesin dinyalakan dan siap untuk diaplikasikan. Tenaga kerja yang dibutuhkan untuk aplikasi swingfog adalah tiga orang. Dua orang sebagai pembawa swingfog dan satu orang pembawa campuran racun. Aplikasi swingfog dimulai pada pukul karena pada saat ini ulat pemakan daun sedang aktif. Pembawa swingfog berjalan dari luar gawangan menuju ke dalam hingga keluar di ujung gawangan. Norma kerja aplikasi swingfog adalah 1.4 ha/hk dan penulis bisa mencapai norma tersebut. Perusahaan sudah menyediakan kelengkapan keselamatan pekerja berupa penutup muka, namun pada pelaksanaannya pekerja tidak menggunakannya karena dirasa menghambat pekerjaan. Selain itu, pekerja merokok ketika melaksanakan aplikasi swingfog. Hal ini jelas tidak dibenarkan dalam standar keselamatan kerja, namun perusahaan tidak bisa mencegahnya. Aplikasi swingfog adalah kegiatan yang dilaksanakan pada malam hari sehingga hanya sedikit pekerja yang mau melaksanakan pekerjaan ini. Pengendalian Gulma Gulma merupakan tanaman yang tidak dikehendaki pada lahan usaha pertanian. Gulma menjadi pesaing bagi tanaman usaha dan bisa menurunkan daya saing tanaman usaha dalam hal pemanfaatan sumber daya lahan. Pertumbuhan gulma yang tidak terkendali dapat menyebabkan penurunan produksi hingga 80 %. Mengingat besarnya pengaruh yang ditimbulkan oleh gulma, perlu adanya pengendalian yang tepat. Pengendalian gulma secara kimiawi. Pengendalian gulma secara kimiawi dilakukan dengan memanfaatkan bahan kimia atau herbisida sebagai agen pengendali. Jenis gulma yang penting yang ada di lahan PT JAW adalah gulma Axonopus compressus, Paspalum conjugatum, Mikania micrantha, Ageratum conyzoides, Asystasia coromandeliana, kentosan (anakan sawit liar), Melastoma malabathricum, Imperata cylindrica, Nephrolepis bisserata, dan Chromolaena odorata. Lahan kebun PT JAW memiliki curah hujan mm/tahun dan didominasi oleh lahan gambut yang basah ketika musim hujan. Kondisi tajuk tanaman yang belum menutup rapat menyediakan ruang bagi

43 32 cahaya untuk sampai pada permukaan lahan. Hal ini menjadikan lahan sebagai tempat yang baik bagi gulma untuk tumbuh. Herbisida yang digunakan PT JAW adalah herbisida sistemik dengan merk dagang Ally 20 WDG dan Smart 486 AS dan herbisida kontak Gramoxone 276 SL. Bahan aktif ketiga herbisida berturut-turut adalah metil metsulfron, isopropilamina glifosat, dan paraquat. Penggunaan herbisida tersebut tergantung pada jenis gulma yang akan dikendalikan. Terdapat beberapa kegiatan yang termasuk pengendalian gulma secara kimiawi di PT JAW antara lain, Semprot Piringan, Jalan pikul, dan TPH (SP3TPH), semprot semak, dan pengendalian alang-alang. Herbisida yang digunakan pada SP3TPH adalah campuran Gramoxone 276 SL dan Ally 20 WDG. Gulma pada piringan dikendalikan secara tuntas atau sampai pada kondisi W 0 (bebas gulma). Hal ini berkaitan dengan fungsi piringan yang merupakan areal perakaran dan tempat menaburkan pupuk. Gulma pada piringan umumnya didominasi oleh Nephrolepis bisserata, Asystasia coromandeliana, dan Kentosan (anakan sawit liar). Pada sebagian besar blok, kondisi gulma di piringan sudah tumbuh berat dan menutupi sebagian besar areal piringan. Jalan pikul adalah jalan seluas 1.25 m yang terletak di tengah gawangan yang berfungsi sebagai jalur bagi pekerja dalam menjalankan kegiatan kebun. Gulma yang tumbuh di jalan pikul dikendalikan sampai pada tingkat tidak menggganggu pelaksanaan kegiatan kebun. Kondisi gulma pada jalan pikul umumnya sudah tumbuh sedang sampai berat dan mengganggu kegiatan kebun. Sebagian besar gulma tumbuh berawal dari areal gawangan mati yang menjalar ke areal jalan pikul dan menutupinya. Tempat Pengumpulan Hasil (TPH) adalah sebuah tempat yang terletak di luar gawangan hidup dan di pinggir jalan yang berfungsi untuk mengumpulkan sementara TBS yang baru dipotong. Gulma yang banyak tumbuh di TPH adalah gulma dari golongan rumput dan anakan sawit liar yang tumbuh akibat brondolan tidak dipungut bersih. Semprot semak dilaksanakan jika jenis gulma didominasi oleh gulma golongan rumput. Gulma yang banyak tumbuh adalah Axonopus compressus,

44 33 Paspalum conjugatum, dan Ottochloa nodosa. Pengamatan dominasi gulma pada blok yang akan di semprot dilakukan oleh mandor sebelum hari penyemprotan secara visual. Pada umumnya, kondisi gulma sudah tumbuh berat menutupi sebagian besar areal gawangan hidup dan piringan. Pada semprot semak, herbisida yang digunakan adalah Smart 486 AS dengan dosis l/ha. Smart 486 AS adalah herbisida sistemik yang mengandung bahan aktif Isopropilamina glifosat 486 g/l. Gulma alang-alang (Imperata cylindrica) merupakan gulma yang sangat penting di kebun dan mendapat perhatian khusus. Keberadaan gulma ini di kebun tidak dapat ditoleransi. Alang-alang (Imperata cylindrica) adalah gulma dari golongan rumput yang berkembang biak menggunakan biji dan rhizoma. Kemampuan alang-alang dalam bekembang biak dengan sangat cepat dan kemampuan bertahan hidup alang-alang sampai umur tahunan menjadikan gulma ini sebagai gulma penting di kebun kelapa sawit. Alang-alang mampu mendominasi gulma lain dan dalam kondisi musim panas alang-alang menjadi pemicu terjadinya kebakaran. Oleh sebab itu, keberadaaan alang-alang di kebun kelapa sawit dihilangkan. Pengendalian gulma alang-alang di kebun PT JAW berjalan baik yang ditunjukkan dengan populasi gulma berupa terpencar dan satu-satu. Pengendalian gulma untuk populasi alang tersebut dilakukan dengan cara spot spraying dan wiping menggunakan herbisida Smart 486 AS. Divisi III, tempat penulis melaksanakan sebagian besar kegiatan magang, hanya melaksanakan pengendalian alang-alang secara wiping karena populasi alang-alang di Divisi III terkendali dengan baik. Spot spraying dilakukan di divisi lain. Wiping dilaksanakan jika populasi alang-alang dalam bentuk satu-satu. Wiping dilaksanakan oleh KHL perempuan dengan cara pekerja berjalan menelusuri gawangan pada blok yang telah ditentukan untuk mencari alang-alang yang tumbuh. Alang-alang yang ditemukan kemudian diusap dengan herbisida kemudian dipatahkan ujungnya untuk menandai bahwa alang-alang sudah diusap. Dosis wiping adalah 0.03 l/ha dengan norma kerja 6.7 ha/hk. Gejala kerusakan alang-alang akibat wiping terjadi pada 2 MSA dengan ditandai tajuk berwarna kekuning-kuningan dan pada 4-6 MSA alang-alang

45 34 mengalami kematian. Menurut Koswara (2005), glifosat dapat mematikan alangalang pada 4-6 MSA dan mampu menekan pertumbuhan gulma hingga 16 MSA. Herbisida. Sebelum penyemprotan dimulai, mandor perawatan mengambil herbisida di gudang. Mandor membawa formulir permintaan barang yang telah disetujui oleh asisten divisi dan diperiksa oleh manajer untuk diserahkan kepada petugas gudang, setelah diperiksa mandor diperbolehkan membawa herbisida sesuai dengan permintaan. Formulir permintaan barang bisa dilihat pada Lampiran 5. Herbisida yang dibawa ke lapangan adalah herbisida yang telah diencerkan dengan air. Tujuan pengenceran ini adalah untuk menghindari terjadinya pencurian herbisida di lapangan karena herbisida yang telah diencerkan sudah tidak bernilai jual lagi. Untuk kegiatan SP3TPH, herbisida yang digunakan adalah campuran Gramoxone 276 SL dan Ally 20 WDG. Perbandingan antara Gramoxone 276 SL : Ally 20 WDG : air adalah 20 liter : 1 kg : 20 liter. Untuk semprot semak, herbisida yang digunakan adalah Smart 486 AS yang telah diencerkan dengan perbandingan 1 : 1. Pencampuran dilakukan oleh petugas gudang. Pelaksanaan teknis penyemprotan dimulai dengan pembagian regu semprot. Setiap regu terdiri atas 2 orang penyemprot dan 1 orang pengisi larutan. Alat semprot yang digunakan adalah knapsack SOLO yang berkapasitas 15 liter dan nozzle yang digunakan adalah nozzle hitam, merah, dan kuning. Dosis campuran Gramoxone-Ally (tanpa pengenceran) yang digunakan adalah 0.4 liter/ha dan konsentrasi 3.3 ml/liter. Pengisi larutan menggunakan alat takar yang telah dikalibrasi dengan ukuran 100 ml untuk menghemat waktu dan mempermudah pengisian. Hal ini sesuai dengan dosis yang digunakan untuk setiap satu tangki knapsack SOLO yaitu 100 ml larutan campuran yang telah diencerkan (50 ml larutan campuran tanpa pengenceran) per satu knapsack. Pencampuran larutan herbisida dilakukan di dalam knapsack. Air yang digunakan untuk pengenceran adalah air dari parit, akibatnya nozzle sering tersumbat oleh kotoran. Selain itu, air kotor dan keruh yang digunakan untuk pengenceran bisa mengurangi kinerja herbisida. Setelah

46 35 pengisian selesai, penyemprot mulai menyemprot dari arah luar gawangan menuju ke dalam. Pengendalian gulma adalah pekerjaan yang membutuhkan ketelitian dan ketepatan. Pekerja dalam kegiatan pengendalian gulma adalah KHL perempuan yang sudah terlatih. Pekerja yang sudah terlatih akan melaksanakan kegiatan pengendalian gulma secara benar dan sungguh-sungguh. Pada pengendalian secara kimia, pekerja mampu memperhitungkan kecepatan jalan, kekuatan memompa, dan menyemprotkan herbisida secara merata sehingga pemakaian herbisida tidak sia-sia. Kegiatan pengendalian gulma merupakan pekerjaan tim sehingga keberadaan pekerja yang belum terlatih akan menghambat kinerja kelompok bersangkutan. Pekerja yang belum terlatih diberi tugas sebagai pengisi larutan, tetapi juga diberi kesempatan menjadi operator semprot agar terbiasa. Terdapat beberapa hal yang menjadi perhatian perusahaan agar kegiatan penyemprotan berjalan baik, di antaranya adalah kondisi alat semprot yang terdiri atas knapsack dan nozzle. Kedua bagian alat semprot ini berpengaruh pada kelancaran pekerjaan dan penggunaan herbisida. Berdasarkan pengamatan di lapangan, sering dijumpai knapsack bocor yang disebabkan oleh karet klep yang aus. Sering dijumpai juga kondisi nozzle yang sudah tidak standar. Knapsack yang bocor akan menyebabkan herbisida terbuang sia-sia, sedangkan nozzle yang tidak standar akan mempengaruhi ketepatan volume semprot. Permasalahan lain yang sering timbul di lapangan adalah masalah kondisi lahan. Kegiatan tidak bisa dilaksanakan pada lahan yang mengalami banjir akibat hujan pada hari sebelumnya. Mandor mengantisipasi permasalahan dengan terlebih dahulu melihat kondisi lahan sebelum kegiatan. Jika lahan tidak memungkinkan untuk dilaksanakan kegiatan, maka pekerja bisa dialihkan ke blok lain yang masih berdekatan jadwal pengendaliannya atau mengalihkan pekerja ke pekerjaan lain setelah berkoordinasi dengan mandor I atau asisten divisi. Faktor keselamatan kerja menjadi bagian penting dalam kegiatan kebun. Dalam melaksanakan penyemprotan, perusahaan menganjurkan pekerja mengenakan pakaian khusus penyemprot, sarung tangan, sepatu bot, dan masker yang telah disediakan perusahaan. Akan tetapi, pada pelaksanaan di kebun,

47 36 pekerja hanya menggunakan sepatu bot dan pakaian biasa. Pekerja menganggap pakaian khusus penyemprot menghambat pekerjaan. Pengendalian gulma secara manual. Pengendalian gulma secara manual dilakukan dalam kegiatan babat total, Dongkel Anak Kayu (DAK), dan piringan selektif. Selama penulis magang, penulis tidak melakukan kegiatan babat total dan DAK karena Divisi III tempat penulis melaksanakan sebagian besar kegiatan magang tidak melaksanakan kegiatan tersebut. Kegiatan piringan selektif adalah kegiatan membuka piringan yang ditumbuhi gulma berat dan membersihkan piringan dari pelepah. Piringan dibuka selebar 2 m. Piringan yang dikenai kegiatan piringan selektif adalah piringan yang kondisi gulmanya sudah berat yang biasanya didominasi oleh gulma golongan daun lebar, seperti Nephrolepis bisserata, Mikania micrantha, Chromolaena odorata, Asystasia coromandeliana, dan anakan sawit liar. Selain itu, terdapat banyak pelepah menumpuk di piringan akibat kegiatan panen yang tidak tepat. Alat yang digunakan adalah parang dan kayu dongkrak. Parang digunakan untuk memotong gulma, sedangkan kayu dongkrak digunakan untuk menahan dan membuang pelepah ke arah gawangan mati. Semua pekerja adalah KHL perempuan dan bekerja dengan sistem upah 5/7 HK, yaitu pekerja bekerja selama 5 jam dengan upah 5/7 HK. Kegiatan ini merupakan kegiatan baru sehingga belum memiliki standar pengerjaan. Rotasi pengendalian gulma. Pada tahun 2009 PT JAW menerapkan kebijakan rotasi pengendalian gulma 2 kali pengendalian secara kimia setahun, sedangkan pengendalian manual berupa piringan selektif merupakan jenis pekerjaan baru dan masih dalam tahap percobaan kesesuaian antara hasil kerja dengan biaya yang dikeluarkan. Rotasi pertama dilaksanakan pada bulan Januari-Mei, sedangkan rotasi kedua akan dilaksanakan pada Juli-November. Ketika penulis melaksanakan magang, rotasi pertama telah dimulai. Berdasarkan pengamatan pada bulan April- Mei, kondisi gulma di sebagian besar lahan sudah tumbuh berat dan menghambat kegiatan kebun.

48 37 Panen Sistem dan rotasi panen. Sistem panen yang ada di PT JAW adalah sistem hanca giring tetap. Keuntungan sistem ini adalah kegiatan panen bisa berjalan baik karena mengacu pada jumlah TBS siap panen di lapangan sehingga kebutuhan pemanen bisa disesuaikan dengan kondisi tersebut. Pada sistem ini, luas hanca masing-masing pemanen dibedakan berdasar pada kekuatan pemanen. Pemanen yang telah menyelesaikan hancanya pada hari yang sama bisa langsung digiring pindah ke hanca berikutnya yang telah ditunjuk oleh mandor panen. Adapun kekurangan sistem hanca tetap giring adalah tanggung jawab pemanen terhadap hancanya rendah karena hanca bisa berpindah-pindah. Rotasi panen adalah selang waktu pemanenan dengan pemanenan berikutnya pada seksi yang sama. Seksi panen adalah luas areal yang harus dipanen pada 1 hari kerja. Rotasi dipengaruhi oleh jumlah buah yang ada di lapangan. Pada kondisi tanaman yang baik, buah pada tanaman juga banyak sehingga rotasi panen bisa semakin rapat. Ketika penulis melaksanakan magang, rotasi panen pada Divisi III PT JAW adalah 8/10, artinya 8 hari memanen dalam 10 hari kerja sehingga terdapat 3 rotasi panen dalam sebulan. Rotasi panen 8/10 dilaksanakan untuk luasan panen sedang dan jumlah buah yang akan dipanen sedang. Rotasi panen sangat penting karena berpengaruh terhadap produksi dan kebutuhan tenaga kerja. Kebutuhan tenaga kerja. Ketersediaan tenaga pemanen menjadi bagian penting pada keberhasilan pemanenan. Tenaga pemanen harus tersedia dalam jumlah yang sesuai dengan kebutuhan, hal ini berkaitan dengan lancarnya kegiatan pemanenan dan anggaran dana yang telah ditentukan. Tenaga pemanen yang kurang akan menghambat penyelesaian pemanenan, sedangkan tenaga pemanen yang berlebih mengurangi efisiensi penggunaan dana. Divisi III PT JAW memiliki 24 tenaga pemanen, 21 di antaranya adalah tenaga kerja SKU, sedangkan sisanya adalah KHL. Luas hanca pemanen berbedabeda tergantung luas seksi panen dan kekuatan pemanen. Setiap pemanen memiliki hanca panen antara ha per seksi panen. Basis dan premi panen. Pemanen memperoleh upah berdasarkan prestasi kerjanya. PT JAW menetapkan basis borong berdasarkan bobot panenan. Basis

49 38 borong adalah jumlah bobot panen yang harus diperoleh setiap hari kerja oleh setiap pemanen. Basis borong dibedakan berdasarkan tahun tanam. Semakin tua tanaman semakin besar basis borongnya. Hal ini disebabkan bobot TBS yang semakin berat. Brondolan juga menjadi bagian penting dalam pendapatan pemanen. Setiap kilogram brondolan dihargai Rp 1 500/karung (25 kg). Premi adalah upah tambahan karena pemanen berhasil melebihi basis borong yang ditetapkan. Premi berfungsi sebagai pemacu prestasi kerja pemanen. Besarnya premi juga dibedakan berdasarkan umur tanaman. Semakin tua tanaman maka premi semakin kecil karena Bobot Janjang Rata-rata (BJR) semakin besar. Ketentuan basis borong dan premi disajikan pada Tabel 6. Pendapatan per hari pemanen juga dipengaruhi oleh BJR blok. Setiap blok memiliki BJR masing-masing. Misalnya seorang pemanen berhasil memanen 100 TBS di blok C15 (tahun tanam 1996, BJR 15 kg) maka pendapatannya adalah sebagai berikut : Bobot total : Jumlah TBS x BJR Basis Premi : 100 x 15 kg : 1500 kg : 800 kg x Rp ,00 / 800 kg : Rp ,00 : (1500 kg kg) x Rp 37,00 / kg : Rp ,00 Pendapatan : Rp ,00 Tabel 6. Ketentuan Basis Borong dan Premi Tahun 2009 di PT JAW Kebun Mentawak Basis Borong Premi No. Tahun Tanam TM (kg/hk) (Rp/kg) Sumber : Kantor Pusat Kebun (2009)

50 39 Pelaksanaan teknis pemanenan. Pemanenan dimulai dengan persiapan alat-alat panen. Mandor bertugas memeriksa kelengkapan alat panen setiap pemanen. Alat-alat panen yang digunakan di PT JAW disajikan pada Tabel 7. Tabel 7. Alat-alat Panen No. Nama Alat Kegunaan 1 Dodos Pemotong tandan buah pada tanaman yang masih pendek 2 Egrek Pemotong tandan buah pada tanaman yang sudah tinggi 3 Angkong Alat angkut TBS dan Brondolan dari jalan pikul ke TPH 4 Gancu Alat angkut TBS dari pokok ke jalan pikul dan ke angkong 5 Kapak Memotong tandan buah yang panjang 6 Karung Tempat brondolan 7 Batu asah Pengasah dodos, egrek, kapak dan lain-lain Sumber : Kantor Divisi III PT JAW (2009) Pemanenan bertujuan untuk memperoleh TBS matang sesuai kriteria panen yang telah ditetapkan kebun yaitu minimal ada satu brondolan yang jatuh atau buah berwarna merah pada kondisi buah sedikit. Pemanen harus memanen semua TBS yang memenuhi kriteria tersebut tanpa menyisakan satu pun TBS maupun brondolan. Pemanenan dilakukan dengan cara memotong TBS tanpa memotong pelepah penyangganya atau disebut curi buah. Selanjutnya pemanen juga memotong pelepah yang berada dua lingkaran di bawah pelepah penyangga untuk mempertahankan songgo dua. Kenyataan di lapangan menunjukkan pemanen tidak selalu melaksanakan curi buah. Pemanen sering memotong pelepah yang menjadi penyangga buah. Pemanen tidak memotong pelepah yang berada 2 lingkaran di bawah pelepah penyangga buah sehingga tidak membentuk songgo dua. Bekas potongan pelepah harus rapi membentuk tapal kuda dan sisa potongan pada batang tidak boleh rusak atau pun sengkleh. Pelepah yang sudah jatuh selanjutnya dipotong menjadi dua dan disusun rapi di gawangan mati. Buah yang sudah jatuh kemudian diangkut ke luar gawangan menggunakan angkong, sedangkan brondolan dikutip dan dimasukkan ke dalam karung ukuran 25 kg. Selanjutnya buah disusun di TPH dan pemanen menuliskan

51 40 nomor pemanen pada tangkai buah untuk menandai hasil panen dan memudahkan mandor dan krani buah mencatat hasil kerja pemanen. Masih banyak dijumpai pemanen yang tidak merapikan pelepah di gawang mati sehingga pelepah menumpuk di piringan. Hal ini menjadi hambatan pada pengamatan brondolan buah matang sekaligus pemungutan brondolan panen. Pelanggaran lain adalah adanya buah matang yang tidak dipanen. Hal ini disebabkan brondolan tidak teramati. Sebab lain adalah buah berada pada pohon yang tinggi, sedangkan pemanen hanya membawa dodos dan tidak membawa egrek dan sambungannya sehingga tidak bisa mencapai buah tersebut. Pelanggaran lain yang sering terjadi adalah brondolan tidak dipungut atau dipungut tetapi tidak bersih. Hal ini disebabkan pemanen tidak membawa karung. Pengangkutan TBS Pengangkutan TBS dari kebun ke PMKS dilaksanakan sesegera mungkin untuk menjaga kualitas TBS. Sarana transportasi memiliki peranan sangat penting dalam proses pengangkutan TBS. Sarana transportasi tersedia dalam jumlah cukup agar semua TBS bisa diangkut ke PMKS. PT JAW memiliki truk dan traktor sebagai alat angkut TBS. Pengangkutan TBS yang berada di jalan antar blok yang bagus dilakukan menggunakan truk (muat lacak), sedangkan untuk jalan rusak menggunakan traktor MF sebagai pengumpul TBS kemudian dipindahkan ke truk (muat-langsir). Pemuat menggunakan tojok untuk mengangkat dan memindahkan TBS. Basis muat adalah kg, sedangkan premi muat dibedakan menjadi premi muat lacak yaitu Rp 4,00/kg dan muat-langsir Rp 5,50/kg. Pemuat juga bertugas mengangkut brondolan yang terjatuh di TPH. Kenyataan di lapangan menunjukkan pemuat sering tidak memungut brondolan di TPH hingga bersih. Hal ini menjadi tanggung jawab krani transport untuk memastikan pemuat memungut brondoan hingga bersih. Aspek Manajerial Dalam menjalankan kegiatan kebun, diperlukan adanya koordinasi yang baik agar kegiatan kebun berjalan sesuai rencana. Untuk itu, setiap bagian

52 41 manajerial kebun melaksanakan tugasnya sesuai dengan deskripsi pekerjaan masing-masing. Karyawan PT JAW terdiri atas karyawan staf dan non staf. Karyawan staf terdiri atas Estate Manager, asisten kepala, dan asisten manajer. Karyawan non staf terdiri atas mandor I, mandor, dan krani. Dalam kegiatan magang, penulis melakasanakan kegiatan manajerial kebun sebagai pendamping mandor, pendamping krani, pendamping mandor I, dan pendamping asisten divisi. Pendamping Mandor Mandor merupakan karyawan non staf yang berhubungan langsung dengan teknis pelaksanaan kegiatan kebun. Mandor bertanggung jawab kepada asisten divisi. Mandor bertugas mengarahkan pekerjaan sesuai instruksi asisten divisi, mengawasi dan mengkoordinasikan jalannya pekerjaan, membantu asisten divisi melakukan perencanaan teknis, membuat laporan hasil pekerjaan, dan memotivasi karyawan. Divisi III memiliki 1 mandor I, 2 mandor panen, 2 mandor perawatan, 1 krani divisi, 2 krani transportasi. Mandor I. Mandor I merupakan pembantu asisten divisi dalam menjalankan pengelolaan divisi. Mandor I bertanggung jawab langsung kepada asisten divisi. Mandor I bertugas membuat rencana kegiatan harian kebun, mengkoordinasikan kerja mandor-mandor, mengawasi dan mengevaluasi pelaksanaan semua kegiatan kebun. Ketika asisten divisi berhalangan hadir, mador I bertugas mengisi posisi sementara asisten divisi. Mandor I berbagi tugas dengan asisten divisi dalam pengawasan kegiatan yang bersifat penting, misalnya pemupukan dan panen. Selain itu, mandor I aktif dalam mencari pemecahan masalah kebun terutama masalah transportasi. Mandor panen. Mandor panen adalah petugas yang bertanggung jawab penuh terhadap pelaksanaan dan pengawasan kegiatan panen. Mandor panen bertugas mengarahkan kegiatan panen agar berjalan baik dan bisa mencapai target panen, membuat rencana panen, membuat sensus buah harian, mengatur hanca pemanen, mengawasi mutu TBS yang dipanen, dan memastikan tidak ada buah matang tertinggal di pohon. Mandor panen melaporkan hasil kegiatan panen dalam bentuk Laporan Harian Hasil Panen (LHHP) yang berisi tentang blok yang

53 42 dipanen, luas panen, rotasi panen, jumlah tenaga kerja (SKU dan KHL), jumlah brondolan yang dipanen, dan prestasi kerja setiap pemanen. Pada pelaksanaan di lapangan, masih terdapat kekeliruan dalam hal pengawasan oleh mandor panen. Masih terdapat buah matang yang masih tertinggal di pohon, pelepah tidak dirapikan di gawangan mati, dan brondolan tidak dipungut. Mandor perawatan. Mandor perawatan bertugas dalam pelaksanaan pengawasan kegiatan-kegiatan perawatan yang meliputi pemupukan, pengendalian gulma, pemeliharaan jalan dan jembatan, pemeliharaan TPH dan pengendalian hama dan penyakit. Tugas mandor perawatan umumnya sama untuk setiap jenis kegiatan perawatan, yaitu membuat rencana kegiatan perawatan, menyiapkan bahan, menyiapkan tenaga kerja, dan membuat laporan dalam buku mandor perawatan yang ditampilkan pada Lampiran 6. Selama menjadi pendamping mandor, penulis mendampingi mandor pupuk dan mandor pengendalian gulma. Mandor pupuk menyiapkan tenaga kerja penabur pupuk yaitu tenaga KHL perempuan, tenaga muat pupuk KHL laki-laki, dan alat muat pupuk. Mandor pupuk memastikan kondisi lahan yang akan dipupuk dalam kondisi tidak banjir sehingga kegiatan pupuk tidak terhambat. Mandor pupuk mencatat kebutuhan pupuk dan membuat laporan hasil pemupukan yang berisi pupuk yang digunakan, luas areal pemupukan, dan jumlah tenaga kerja. Mandor pupuk mengawasi dan memastikan pupuk ditaburkan dengan benar. Pada pelaksanaan pemupukan, sering ditemukan kekeliruan dalam pengawasan oleh mandor misalnya, masih terdapat pokok yang tidak dipupuk, pekerja membuang pupuk abu janjang karena berat dan dianggap tidak berharga mahal, dosis tidak sesuai standar, dan banyak pupuk tercecer di pinggir jalan ketika pekerja mengambil pupuk dari karung ke dalam ember. Mandor semprot atau mandor pengendalian gulma bertugas dalam mengendalikan populasi gulma di divisi baik secara kimia maupun manual. Sebelum kegiatan pengendalian gulma dilaksanakan, mandor semprot mengecek kondisi lokasi. Mandor semprot menyiapkan tenaga penyemprot KHL perempuan sesuai kebutuhan dan menyiapkan herbisida sesuai kebutuhan yang telah

54 43 diinstruksikan oleh asisten divisi. Mandor semprot mengawasi dan mengarahkan jalannya pengendalian gulma agar berjalan baik dan benar. Setelah pekerjaan selesai, mandor menyampaikan laporan yang berisi jenis pekerjaan, jumlah tenaga kerja, lokasi pekerjaan, bahan yang digunakan, dan hasil pekerjaan. Masalah yang ditemukan ketika penulis melaksanakan magang adalah mandor tidak mengecek terlebih dahulu kondisi lapangan sehingga tidak diketahui kondisi areal yang akan disemprot. Pada areal yang mengalami banjir, kegiatan semprot tidak bisa dilaksanakan. Masalah lain adalah kondisi nozzle aus dan terjadi kebocoran knapsack. Krani transportasi. Krani transportasi adalah petugas yang bertanggung jawab terhadap pengangkutan TBS dari TPH sampai PMKS. Krani transport bertugas mencatat jumlah TBS yang diangkut, berat TBS yang diangkut, mencatat prestasi kerja pemuat, mempersiapkan truk maupun traktor pemuat. Krani transportasi bekerja di bawah pengawasan mandor I. Bersama mandor I, krani transportasi mengatasi permasalahan pengangkutan TBS seperti kebutuhan truk, pengangkutan buah restan. Kekeliruan yang sering terjadi di lapangan adalah brondolan di TPH tidak dipungut semua. Laporan hasil kerja krani transportasi berupa Nota Angkut Buah (NAB) seperti terlihat pada Lampiran 7. Krani divisi. Krani divisi bertugas mencatat semua kegiatan administrasi di divisi. Data-data yang dikumpulkan dari laporan mandor-mandor dan krani transportasi dicatat ke dalam laporan Daily Work Program and Realization. Selain itu, krani divisi juga mencatat permintaan barang baik itu pupuk, herbisida, maupun bahan bakar alat transportasi. Krani divisi membukukan semua kegiatan divisi dalam bentuk laporan harian, bulanan, dan tahunan. Setiap hari krani divisi menyerahkan laporan Daily Work Program and Realization ke kantor besar untuk dimasukkan ke dalam laporan kebun. Pendamping Asisten Divisi Asisten divisi adalah pembantu manajer kebun (EM) yang bertanggung jawab penuh atas divisi yang dipimpinnya. Asisten divisi bertugas dalam perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, pengawasan dan pengevaluasian

55 44 semua kegiatan divisi. Semua kebijakan divisi diatur oleh asisten divisi berdasarkan Rencana Permintaan Dana Operasional (RPDO) yang telah disetujui oleh manajer kebun. Dalam menjalankan tugasnya, asisten divisi menerapkan langkah-langkah yang tepat untuk mengatasi masalah di divisi sehingga dana operasional divisi tidak melebihi anggaran dana yang telah ditetapkan. Kegiatan sebagai asisten divisi dimulai pada pukul WIB setiap hari kerja. Asisten divisi melakukan apel pagi dengan para mandor untuk menjelaskan rencana kegiatan pada hari yang bersangkutan dan mengevaluasi hasil kerja hari sebelumnya. Asisten divisi juga memeriksa Buku Kegiatan Mandor (BKM), memeriksa formulir permintan barang, dan memeriksa laporan hasil kerja mandor. Setelah selesai memeriksa administrasi kebun, asisten divisi melakukan pengawasan di lapangan. Hal ini untuk memastikan pekerjaan kebun berjalan lancar dan mengetahui permasalahan yang ada di kebun untuk selanjutnya mengatasinya.

56 HASIL DAN PEMBAHASAN Jenis Gulma Jenis gulma yang tumbuh di suatu tempat berbeda-beda, tergantung faktor lingkungan yang mempengaruhinya. Menurut Sastroutomo (1990), komunitas tumbuhan memperlihatkan adanya diferensiasi baik secara vertikal maupun horizontal. Setiap jenis tumbuhan tersebar dengan ketinggian tempat berbedabeda dan tersebar pada lokasi dan jarak yang berbeda-beda pula. Untuk mengetahui kondisi gulma di suatu lahan, perlu dilakukan analisis vegetasi. Komunitas gulma dibedakan menjadi gulma di gawangan dan gulma di piringan. Untuk gulma di gawangan, data diambil dengan menggunakan metode kuadran berukuran 1 m x 1 m yang dilemparkan secara acak. Pelemparan dilakukan pada 5 gawangan pada setiap blok dengan setiap gawangan dilakukan pelemparan sebanyak 5 kali. Untuk gulma di piringan, data diambil dengan mencatat populasi gulma pada 5 gawangan untuk setiap blok dengan setiap gawangan diambil 10 pokok contoh secara acak. Setiap individu yang ditemukan pada petak pengamatan dihitung jumlah masing-masing. Data persentase populasi gulma diperoleh dengan cara membandingkan antara jumlah individu suatu jenis gulma yang ditemukan pada semua petak pengamatan dengan total individu semua jenis gulma yang ditemukan pada petak. Jenis gulma yang ada di blok C13 dan B15 Divisi III disajikan pada Tabel 8. Data pada Tabel 8 tentu belum bisa menggambarkan keadaan gulma yang sebenarnya di lapangan. Blok C13 dan B15 memiliki kedalaman yang berbedabeda. Blok C13 memiliki kedalaman gambut antara 2-8 m, sedangkan Blok B15 memiliki kedalaman gambut 6 m sampai lebih dari 8 m. Hal ini tentu memiliki pengaruh terhadap kondisi gulma yang ada pada masing-masing blok. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Komunitas Gulma Lingkungan. Faktor lingkungan yang mempengaruhi komunitas gulma adalah iklim terutama curah hujan. Daerah yang memiliki curah hujan tinggi memiliki pertumbuhan gulma yang cepat, beragam, dan kerapatannya tinggi.

57 46 Berdasarkan Schmidth-Ferguson, kebun PT JAW memiliki tipe iklim A dengan curah hujan mm/tahun. Kondisi tanah, yang didominasi oleh tanah gambut, pada musim penghujan sangat basah. Hal ini menjadikan kebun PT JAW sebagai lahan yang baik bagi pertumbuhan gulma. Pertumbuhan gulma di kebun sangat cepat karena didukung oleh curah hujan yang tinggi. Hal ini bisa dilihat dari kondisi gulma yang berat ketika pelaksanaan penyemprotan dan sudah tumbuh lagi dengan baik sebelum rotasi pengendalian gulma pertama selesai. Tabel 8. Jenis-jenis Gulma di Blok C13 dan B15 No. Jenis gulma di gawangan Populasi 1 Nephrolepis bisserata % 2 Paspalum conjugatum % 3 Axonopus compressus % 4 Ottochloa nodosa 1. 3 % 5 Ageratum conyzoides 8. 7 % 6 Mikania micrantha 6. 2 % 7 Borreria alata 4. 9 % 8 Chromolaena odorata 3. 8 % 9 Melastoma malabathricum 1. 2 % Total % No. Jenis gulma di piringan Populasi 1 Nephrolepis bisserata % 2 Asystasia coromandeliana % 3 Kentosan (anakan sawit liar) % 4 Pteridium esculentum % 5 Paspalum conjugatum 5. 4 % Total % Sumber : Pengamatan di Lapangan Kultur teknis. Kegiatan teknis kebun yang berpengaruh terhadap komunitas gulma adalah pengolahan lahan, pemupukan, dan pengendalian gulma sebelumnya. Pengolahan lahan berpengaruh terhadap penyebaran gulma.

58 47 Pemupukan berkaitan dengan daya saing gulma dalam penyerapan hara. Gulma di piringan akan tumbuh baik jika pemupukan dilakukan tanpa pembersihan gulma. Pengendalian gulma sebelumnya berkaitan dengan rotasi pengendalian gulma yang tepat. Jika rotasi dilakukan hanya 2 kali setahun, maka gulma sudah tumbuh berat sebelum satu rotasi selesai dilaksanakan. Kondisi tanaman pokok. Kondisi tanaman pokok mempengaruhi komunitas tanaman di bawahnya, yaitu gulma. Tanaman pokok yang baik memiliki tajuk yang saling menutup sehingga cahaya yang masuk ke permukaan tanah tidak banyak. Hal ini akan menghambat pertumbuhan gulma di bawah tajuk karena intensitas cahaya matahari kurang bagi pertumbuhan gulma. Pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa areal yang tajuk tanamannya sudah menutup rapat memiliki sedikit populasi gulma. Gulma tumbuh banyak di bagian luar gawangan karena penerimaan intensitas cahaya matahari lebih tinggi, sedangakan di dalam gawangan relative lebih sedikit. Pertumbuhan tanaman pada lahan gambut memang tidak sebaik pada tanah mineral berkaitan dengan daya dukung tanah terhadap pertumbuhan kelapa sawit. Banyak pokok kelapa sawit yang tumbuh miring akibat fisik tanah tidak mampu menopang bobot tanaman. Teknik Pengendalian Gulma Aplikasi Herbisida Pengendalian gulma secara kimiawi dilakukan dengan menggunakan herbisida. Menurut Moenandir (1993), herbisida adalah bahan kimia yang dapat menghambat pertumbuhan bahkan mematikan tumbuhan. Selanjutnya herbisida bisa diklasifikasikan menurut cara kerjanya menjadi herbisida kontak dan herbisida sistemik. Herbisida kontak bekerja pada bagian yang terkena herbisida dan tidak ditranslokasikan, sedangkan herbisida sitemik adalah herbisida yang ditranslokasikan ke jaringan tumbuhan. Masalah keselamatan kerja kurang menjadi perhatian oleh para pekerja sendiri. Pekerja tidak menggunakan perlengkapan keselamatan kerja penyemprotan, seperti pakaian khusus penyemprot dan masker. Pekerja menganggap perlengkapan tersebut menghambat kerja. Pakaian khusus

59 48 penyemprot tidak nyaman dipakai karena terasa panas. Masker khusus penyemprot dianggap menyulitkan pekerja bernafas. Meskipun sudah menyediakan, perusahaan tidak menekankan penggunaan perlengkapan tersebut karena pekerja tidak mau bekerja jika dipaksa menggunakannya. Dosis. Untuk mendapatkan hasil semprot yang baik, perlu diperhatikan dosis dan volume semprot yang dibutuhkan dalam pengendalian gulma. Manajemen PT JAW telah menetapkan dosis herbisida melalui perhitungan jumlah dosis dan volume semprot berdasarkan rekomendasi dari perusahaan. Kebutuhan herbisida perluasan dipengaruhi oleh umur tanaman dan luas bidang semprot gawangan. Berikut adalah contoh penentuan dosis herbisida Gramoxone 276 SL. Dosis rekomendasi blanket = 1.5 l/ha SPH (Stand Per Ha) = jumlah tanaman per ha = 135 pokok Jarak tanam dalam baris = 9.2 m Diameter piringan = 5 m Diameter tanaman = 0.8 m Lebar jalan pikul yang disemprot = 1.2 m Rata-rata diameter tanaman = 0.8 m Maka luas bidang semprot adalah luas piringan ditambah luas jalan pikul. L piringan/ha = (L lingkaran piringan - L areal tanaman) x SPH = (πr 2 - πr 2 ) x 135 = (3.14 x (2.5 m) x (0.4 m ) 2 ) x 135 = m 2 L jalan pikul = panjang jalan pikul x lebar jalan pikul = x 1.2 m = x 1.2 m = 745 m 2 L bidang semprot/ha = m m 2 = m 2 Maka, dosis per ha = x L bidang semprot

60 49 = x m 2 = l, atau dibulatkan menjadi 0.5 l/ha. Dosis yang digunakan tidak selalu tepat 0.5 l/ha, tergantung pada kondisi gulma. Akan tetapi, ketika penulis melaksanakan magang, perusahaan menekan penggunaan herbisida hingga dosis 0.4 l/ha untuk efisiensi biaya,. Hal ini sering menjadi masalah di lapangan. Perusahaan menginginkan gulma bisa dikendalikan dengan dosis 0.4 l/ha, namun untuk kondisi gulma yang berat, dosis 0.4 l/ha tidak mampu menekan gulma. Mandor semprot sering memerintahkan penggunaan dosis 0.5 l/ha meskipun dengan risiko mendapat sanksi dari pimpinan. Penggunaan dosis yang melebihi anggaran biaya tersebut menyebabkan pembengkakan biaya pada realisasi penggunaan herbisida. Tabel Lampiran 8 menunjukkan realisasi pengendalian gulma secara kimiawi di Divisi III PT JAW. Sebagian besar realisasi pengendalian gulma melebihi anggaran biaya penggunaan herbisida yang telah ditetapkan, yaitu dosis 0.4 l/ha, sedangkan penggunaan herbisida di lapangan sering mencapai 0.5 l/ha. Volume semprot. Volume semprot per ha ditetapkan agar efisiensi penyemprotan bisa tercapai. Volume semprot adalah banyaknya larutan yang dibutuhkan perluasan. Volume semprot berpengaruh terhadap penggunaan dosis herbisida. Jika volume semprot tidak memenuhi standar kebun, maka herbisida yang digunakan juga tidak sama dengan dosis yang telah ditetapkan. Volume semprot yang digunakan dipengaruhi oleh kondisi jalan, kecepatan jalan, dan nozzle yang digunakan. Untuk mempermudah pekerjaan di lapangan, maka diperlukan kalibrasi volume semprot terlebih dahulu sehingga diketahui kebutuhan herbisida per knapsack. Berikut adalah contoh perhitungan standar volume semprot menggunakan nozzle hitam V = A = Ukuran lebar semprot rata-rata (m) B = jarak yang ditempuh operator semprot per menit (m/menit) C = rata-rata output semprot per menit (l/menit) L = Luas bidang semprot (m 2 )

61 50 V = volume semprot Maka, V = = = liter Untuk memudahkan pelaksanaan penyemprotan, volume semprot dinyatakan dalam satuan knapsack (15 liter). Volume semprot yang dibutuhkan untuk semprot jalan pikul dan piringan per hektar ( m 2 ) adalah liter : 15 liter sama dengan 9.9 knapsack atau dibulatkan menjadi 10 knapsack. Pada pelaksanaan teknis penyemprotan di lapangan, volume semprot yang diaplikasikan tidak selalu tepat liter. Untuk alasan yang telah disebutkan pada pembahasan tentang dosis, perusahaan menekan penggunaan herbisida menjadi 0.4 l/ha, dengan demikian kebutuhan volume semprot juga berkurang menjadi 8 knapsack. Besarnya volume semprot yang telah ditetapkan harus dipatuhi oleh pekerja. Namun, dalam pelaksanaannya volume semprot juga dipengaruhi oleh faktor operator. Berdasarkan pengujian terhadap 5 orang operator semprot dengan cara simulasi semprot di tempat yang datar untuk mengetahui nozzle output yang dihasilkan masing-masing operator menggunakan knapsack dan nozzle merah yang sama, diperoleh data yang disajikan pada Tabel 9. Operator semprot Tabel 9. Data Pengamatan Nozzle Output. Ulangan I Ulangan II Ulangan III Rata-rata liter/menit A B C D E Sumber : Pengamatan di lapangan

62 51 Data pada Tabel 9 menunjukkan bahwa dengan nozzle dan knapsack yang sama, setiap operator menghasilkan output semprot yang berbeda. Meskipun perbedaannya kecil, jika dilakukan dalam waktu yang lama, yaitu selama kegiatan penyemprotan, bisa mempengaruhi volume semprot yang digunakan. Hal ini disebabkan perbedaan kecepatan dan kekuatan memompa. Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa tidak semua operator semprot menggunakan nozzle yang standar. Operator semprot biasanya memperbesar lubang pengeluaran nozzle untuk mempercepat keluarnya larutan dengan cara dicongkel atau dikorek menggunakan jarum. Tabel 10 menunjukkkan hasil pengujian terhadap 5 orang operator semprot menggunakan knapsack dan nozzle merah masing-masing. Tabel 10. Data Pengamatan Nozzle Output 5 Operator Semprot Menggunakan Knapsack dan Nozzle Merah Masing-masing. Operator semprot Ulangan I Ulangan II Ulangan III Rata-rata l/menit A B C D E Sumber : Pengamatan di lapangan Data pada Tabel 10 menunjukkan volume semprot juga dipengaruhi oleh nozzle yang digunakan. Nozzle yang lubang pengeluarannya diperbesar menghasilkan volume semprot yang lebih besar juga. Hal ini menyebabkan penyemprotan kurang merata karena pemakaian cairan herbisida boros. Hasil uji pada Tabel 9 dan Tabel 10 belum bisa menggambarkan keadaan sebenarnya di lapangan. Volume semprot dipengaruhi juga oleh kecepatan jalan operator. Pada umumnya, kecepatan di lahan gambut lebih lambat dibandingkan pada lahan datar sehingga volume semprot yang dihasilkan pun lebih besar. Pada lahan yang kondisi gulmanya sudah berat, prestasi kerja karyawan tidak mencapai 2 ha/hk karena pekerja mengalami hambatan dalam pengerjaan yang diakibatkan oleh populasi gulma tersebut. Selain itu, kondisi lahan yang

63 52 sering mengalami hujan menghambat laju pekerja dalam aplikasi herbisida. Berkurangnya kecepatan jalan pekerja mempengaruhi volume herbisida yang digunakan. Semakin lambat pekerja berjalan, maka semakin banyak herbisida yang digunakan. Pengendalian gulma SP3TPH. Kegiatan SP3TPH dilaksanakan di piringan, jalan pikul, dan TPH. Gulma yang berada di piringan dibersihkan hingga W 0, sedangakan gulma di gawangan terutama jalan pikul dikendalikan hingga pada kondisi yang tidak mengganggu. Gulma di gawangan mati tidak dikendalikan secara intensif berkaitan dengan efisiensi biaya. Campuran Ally 20 WDG dan Gramoxone 276 SL sangat efektif untuk mengendalikan gulma daun lebar seperti Neprolephis biserrata, clidemia hirta, chromolaena odorata, dan Asystasia coromandeliana. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa gulma-gulma tersebut mengalami kerusakan efek bakar setelah beberapa jam dari waktu aplikasi. Pemakaian campuran Ally 20 WDG dan Gramoxone 276 SL memperlebar spektrum pengendalian kedua herbisida. Gramoxone 276 SL yang merupakan herbisida kontak berbahan aktif paraquat bekerja pada semua jenis gulma dan bekerja secara cepat menimbulkan efek bakar pada jaringan yang terkena, sedangkan Ally 20 WDG merupakan herbisida sistemik berbahan aktif metil metsulfron ditranslokasikan ke seluruh jaringan tumbuhan sehingga bisa menghambat pertumbuhan bagian gulma yang berada di bawah tanah. Menurut Tomlin (1994), metil metsulfron merupakan herbisida sistemik dan selektif. Herbisida ini kompatibel dengan banyak herbisida dan efektif dalam mengendalikan gulma daun lebar dan teki. Gambar 6 memperlihatkan hasil semprot menggunakan campuran Ally 20 WDG dan Gramoxone 276 SL yang ditandai dengan warna coklat terbakar pada bagian yang terkena cairan. Penggunaan Smart 486 AS. Smart 486 AS mengandung bahan aktif glifosat yang merupakan herbisida sistemik nonselektif yang berspektrum luas. PT JAW menggunakan Smart 486 AS untuk mengendalikan gulma rumput di gawangan. Dosis dan volume semprot Smart 486 AS sama dengan dosis dan volume semprot pada pengendalian gulma menggunakan campuran Ally 20 WDG

64 53 dan Gramoxone 276 SL. Hasil pengamatan pengendalian gulma menggunakan Smart 486 AS disajikan pada Tabel 11. Gambar 6. Hasil Aplikasi Campuran Gramoxone dan Ally pada Gulma Pakis Tabel 11. Hasil Aplikasi Smart 486 AS Jenis gulma Tingkat kerusakan II MSA Kemudahan dicabut Paspalum conjugatum 40 % Sangat sulit Otochloa nodosa 40 % Sangat sulit Axonopus compressus 40 % Sangat sulit Nephrolepis biserrata 20 % Sangat sulit Mikania michranta 20 % Sangat sulit Asystasia coromandeliana 20 % Sangat sulit Jenis gulma Tingkat kerusakan IV MSA Kemudahan dicabut Paspalum conjugatum 80 % Mudah Otochloa nodosa 80 % Mudah Axonopus compressus 80 % Mudah Nephrolepis biserrata 50 % Sulit Mikania michranta 50 % Sulit Asystasia coromandeliana 50 % Sulit Sumber : Pengamatan di Lapangan (2009) Data pada Tabel 11 menunjukkan bahwa Smart 486 AS efektif dalam mengendalikan gulma rumput. Pengamatan hasil semprot yang lain juga

65 54 menunujukkan pada 7 MSA, gulma daun lebar sudah tumbuh lagi sedangkan gulma daun sempit masih dalam keadaan mati. Gambar 7 menunjukkan pertumbuhan kembali gulma daun lebar pada 7 MSA herbisida Smart 486 AS. Hal ini disebabkan matinya gulma rumput menyediakan ruang bagi cahaya masuk ke permukaan tanah sehingga biji gulma daun lebar bisa tumbuh. Hal tersebut sesuai dengan hasil penelitian Sari (2002) yang menunjukkan bahwa glifosat 486 AS dosis 1.5 l/ha efektif mengendalikan gulma rumput sampai pada 12 MSA, sedangkan pengendalian gulma daun lebar membutuhkan dosis yang lebih tinggi karena glifosat cenderung sulit berpenetrasi pada tumbuhan berdaun tebal akibat adanya lapisan kutikula yang tebal. Sukarji dan Tobing (1987) menyebutkan gulma daun lebar umumya termasuk gulma semusim dengan organ perbanyakan berupa biji. Glifosat merupakan herbisida yang diaplikasikan lewat daun, bila jatuh ke tanah bahan aktifnya menjadi tidak aktif sehingga tidak mematikan biji gulma yang berkecambah. Gambar 7. Hasil Aplikasi Smart 486 AS pada 7 MSA pada Gulma Rumput dan Daun Lebar Pengendalian Gulma Piringan Selektif Kegiatan ini merupakan kegiatan pengendalian gulma secara manual yang pelaksanaannya masih dalam tahap percobaan berkaitan dengan biaya yang dikeluarkan. Kegiatan piringan selektif memerlukan biaya yang besar sedangkan hasil kerja karyawan sangat rendah. Perusahaan mengujicobakan cara pengupahan 5/7 HK dan borongan. Cara pengupahan 5/7 HK dilaksanakan dengan cara karyawan bekerja selama 5 jam dengan upah Rp ,00. Dengan cara ini, prestasi pekerja adalah pokok.

KEADAAN UMUM KEBUN Letak Geografis Keadaan Iklim, Tanah, dan Topografi

KEADAAN UMUM KEBUN Letak Geografis Keadaan Iklim, Tanah, dan Topografi KEADAAN UMUM KEBUN Letak Geografis Lokasi kebun PT JAW terletak di Kecamatan Air Hitam, Kabupaten Sarolangun, Provinsi Jambi. Wilayah kebun dapat diakses dalam perjalanan darat dengan waktu tempuh sekitar

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit Setyamidjaja (2006) menjelasakan taksonomi tanaman kelapa sawit (palm oil) sebagai berikut. Divisi : Spermatophyta Kelas : Angiospermae Ordo : Monocotyledonae Famili

Lebih terperinci

PELAKSANAAN TEKNIS LAPANGAN

PELAKSANAAN TEKNIS LAPANGAN PELAKSANAAN TEKNIS LAPANGAN Aspek Teknis Kebun Selama menjalani kegiatan magang, penulis melaksanakan kegiatankegiatan teknis di lapangan ketika berstatus sebagai KHL. Selama menjadi KHL, penulis mengikuti

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Kelapa Sawit

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Kelapa Sawit 3 TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit Kelapa sawit adalah tanaman perkebunan/industri berupa pohon batang lurus dari famili Arecaceae. Tanaman tropis ini dikenal sebagai penghasil minyak sayur yang berasal

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Kelapa Sawit

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Kelapa Sawit 3 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Kelapa Sawit Kelapa sawit merupakan tanaman yang berasal dari Afrika. Tanaman yang merupakan subkelas dari monokotil ini mempunyai habitus yang paling besar. Klasifikasi

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM LOKASI MAGANG. Lokasi Kebun

KEADAAN UMUM LOKASI MAGANG. Lokasi Kebun 12 KEADAAN UMUM LOKASI MAGANG Lokasi Kebun PT Aneka Intipersada (PT AIP) merupakan suatu perseroan terbatas yang didirikan pada tanggal 30 Agustus 1989. Dalam manajemen Unit PT Aneka Intipersada Estate

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) berasal dari Afrika dan termasuk famili Aracaceae (dahulu: Palmaceae). Tanaman kelapa sawit adalah tanaman monokotil

Lebih terperinci

METODE MAGANG. Tempat dan Waktu

METODE MAGANG. Tempat dan Waktu 10 METODE MAGANG Tempat dan Waktu Kegiatan magang ini dilaksanakan di PT Socfindo, Perkebunan Bangun Bandar Medan, Sumatera Utara, dimulai pada tanggal 13 Februari 2012 sampai 12 Mei 2012. Metode Pelaksanaan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit 4 TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit Taksonomi kelapa sawit yang dikutip dari Pahan (2008) adalah sebagai berikut: Kingdom : Plantae Divisi : Embryophyta Siphonagama Kelas : Angiospermeae Ordo : Monocotyledonae

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Jenis Gulma Faktor-faktor yang Mempengaruhi Komunitas Gulma Lingkungan.

HASIL DAN PEMBAHASAN Jenis Gulma Faktor-faktor yang Mempengaruhi Komunitas Gulma Lingkungan. HASIL DAN PEMBAHASAN Jenis Gulma Jenis gulma yang tumbuh di suatu tempat berbeda-beda, tergantung faktor lingkungan yang mempengaruhinya. Menurut Sastroutomo (1990), komunitas tumbuhan memperlihatkan adanya

Lebih terperinci

PENGELOLAAN PEMUPUKAN PADA TANAMAN KELAPA SAWIT

PENGELOLAAN PEMUPUKAN PADA TANAMAN KELAPA SAWIT PENGELOLAAN PEMUPUKAN PADA TANAMAN KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis, Jacq) DI PERKEBUNAN PT CIPTA FUTURA PLANTATION, KABUPATEN MUARA ENIM, SUMATERA SELATAN OLEH HARYO PURWANTO A24051955 DEPARTEMEN AGRONOMI

Lebih terperinci

KONDISI UMUM LOKASI MAGANG

KONDISI UMUM LOKASI MAGANG KONDISI UMUM LOKASI MAGANG PT Windu Nabatindo Abadi adalah perusahaan perkebunan kelapa sawit yang mengelola tiga unit usaha, yaitu Sungai Bahaur Estate (SBHE), Sungai Cempaga Estate (SCME), Bangun Koling

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM Letak Wilayah Administratif Keadaan Iklim dan Tanah

KEADAAN UMUM Letak Wilayah Administratif Keadaan Iklim dan Tanah 13 KEADAAN UMUM Letak Wilayah Administratif Angsana Estate (ASE) adalah salah satu kebun kelapa sawit PT Ladangrumpun Suburabadi (LSI). PT LSI merupakan salah satu anak perusahaan dari PT Minamas Gemilang,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit 3 TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit Kelapa sawit adalah tanaman perkebunan berupa pohon batang lurus dari famili Palmae yang berasal dari Afrika. Kelapa sawit pertama kali diintroduksi ke Indonesia

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM. Wilayah Administratif

KEADAAN UMUM. Wilayah Administratif KEADAAN UMUM Wilayah Administratif Lokasi PT Sari Aditya Loka 1 terletak di Desa Muara Delang, Kecamatan Tabir Selatan, Kabupaten Merangin, Provinsi Jambi. Jarak antara perkebunan ini dengan ibukota Kabupaten

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi dan Botani Kelapa Sawit

TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi dan Botani Kelapa Sawit 3 TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi dan Botani Kelapa Sawit Kelapa sawit berasal dari benua Afrika. Delta Nigeria merupakan tempat dimana fosil tepung sari dari kala miosen yang bentuknya sangat mirip dengan

Lebih terperinci

MANAJEMEN PEMUPUKAN TANAMAN KELAPA SAWIT

MANAJEMEN PEMUPUKAN TANAMAN KELAPA SAWIT MANAJEMEN PEMUPUKAN TANAMAN KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) DI PERKEBUNAN PT. SARI ADITYA LOKA I (PT. ASTRA AGRO LESTARI Tbk) KABUPATEN MERANGIN, PROVINSI JAMBI SILVERIUS SIMATUPANG A24050072 DEPARTEMEN

Lebih terperinci

PENGELOLAAN LIMBAH CAIR INDUSTRI KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) DI PT AGROWIYANA, TUNGKAL ULU, TANJUNG JABUNG BARAT, JAMBI

PENGELOLAAN LIMBAH CAIR INDUSTRI KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) DI PT AGROWIYANA, TUNGKAL ULU, TANJUNG JABUNG BARAT, JAMBI PENGELOLAAN LIMBAH CAIR INDUSTRI KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) DI PT AGROWIYANA, TUNGKAL ULU, TANJUNG JABUNG BARAT, JAMBI Oleh PUGUH SANTOSO A34103058 PROGRAM STUDI AGRONOMI FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Akar Tanaman Kelapa Sawit Ekologi Kelapa Sawit

TINJAUAN PUSTAKA Akar Tanaman Kelapa Sawit Ekologi Kelapa Sawit TINJAUAN PUSTAKA Akar Tanaman Kelapa Sawit Akar tanaman kelapa sawit berfungsi sebagai penyerap unsur hara dalam tanah dan respirasi tanaman. Tanaman kelapa sawit berakar serabut. Perakarannya sangat kuat

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM LOKASI MAGANG

KEADAAN UMUM LOKASI MAGANG KEADAAN UMUM LOKASI MAGANG Sejarah Perusahaan Sejarah perusahaan PT Jambi Agro Wijaya berawal dari didirikannya perusahaan perkebunan kelapa sawit oleh (Sie Tan Hook) STH grup yaitu perusahaan keluarga

Lebih terperinci

PENGELOLAAN RESIKO PANEN KELAPA SAWIT

PENGELOLAAN RESIKO PANEN KELAPA SAWIT PENGELOLAAN RESIKO PANEN KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) DI PERKEBUNAN PANTAI BUNATI ESTATE PT. SAJANG HEULANG MINAMAS PLANTATION KALIMANTAN SELATAN Oleh Camellia Kusumaning Tyas A34104031 PROGRAM

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM LOKASI MAGANG

KEADAAN UMUM LOKASI MAGANG KEADAAN UMUM LOKASI MAGANG PT Bina Sains Cemerlang merupakan perusahaan yang mengelola tiga unit usaha, yaitu Bukit Pinang Estate (BPE), Sungai Pinang Estate (SPE), dan Sungai Pinang Factory (SPF). Masing-masing

Lebih terperinci

PENGELOLAAN PEMBIBITAN TANAMAN KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) DI PT. JAMBI AGRO WIJAYA, SAROLANGUN - JAMBI

PENGELOLAAN PEMBIBITAN TANAMAN KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) DI PT. JAMBI AGRO WIJAYA, SAROLANGUN - JAMBI PENGELOLAAN PEMBIBITAN TANAMAN KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) DI PT. JAMBI AGRO WIJAYA, SAROLANGUN - JAMBI OLEH DEDDY EFFENDI A24052821 DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

PENGELOLAAN RESIKO PANEN TANDAN BUAH SEGAR KELAPA SAWIT

PENGELOLAAN RESIKO PANEN TANDAN BUAH SEGAR KELAPA SAWIT PENGELOLAAN RESIKO PANEN TANDAN BUAH SEGAR KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) DI BUKIT PINANG ESTATE, PT. BINA SAINS CEMERLANG, MINAMAS PLANTATION, SUMATERA SELATAN OLEH RIZA EKACITRA PUTRIANI RACHMAN

Lebih terperinci

PENGELOLAAN LIMBAH KELAPA SAWIT

PENGELOLAAN LIMBAH KELAPA SAWIT PENGELOLAAN LIMBAH KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) DI SUNGAI PINANG ESTATE, PT. BINA SAINS CEMERLANG, MINAMAS PLANTATION, SIME DARBY GROUP, MUSI RAWAS, SUMATERA SELATAN oleh HULMAN IRVAN A24052646

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kelapa sawit termasuk sebagai tanaman monokotil, mempunyai akar serabut.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kelapa sawit termasuk sebagai tanaman monokotil, mempunyai akar serabut. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Botani Dan Morfologi Kelapa Sawit 1. Akar Kelapa sawit termasuk sebagai tanaman monokotil, mempunyai akar serabut. Akar pertama yang muncul dari biji yang berkecambah disebut radikula

Lebih terperinci

PENGENDALIAN GULMA KELAPA SAWIT. (Elaeis guineensis Jacq.) DI KEBUN BUKIT PINANG, PT BINA SAINS CEMERLANG, MINAMAS PLANTATION,

PENGENDALIAN GULMA KELAPA SAWIT. (Elaeis guineensis Jacq.) DI KEBUN BUKIT PINANG, PT BINA SAINS CEMERLANG, MINAMAS PLANTATION, PENGENDALIAN GULMA KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) DI KEBUN BUKIT PINANG, PT BINA SAINS CEMERLANG, MINAMAS PLANTATION, KABUPATEN MUSI RAWAS, PROPINSI SUMATERA SELATAN OLEH EKY PERDANA A24052775

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Konsep Pemupukan (4T) BPE Jenis Pupuk

HASIL DAN PEMBAHASAN Konsep Pemupukan (4T) BPE Jenis Pupuk 62 HASIL DAN PEMBAHASAN Konsep Pemupukan (4T) BPE Pemupukan bertujuan untuk meningkatkan kandungan dan menjaga keseimbangan hara di dalam tanah. Upaya peningkatan efisiensi pemupukan dapat dilakukan dengan

Lebih terperinci

MANAJEMEN PANEN DI PERKEBUNAN KELAPA SAWIT

MANAJEMEN PANEN DI PERKEBUNAN KELAPA SAWIT MANAJEMEN PANEN DI PERKEBUNAN KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) PANTAI BUNATI ESTATE, PT. SAJANG HEULANG, MINAMAS PLANTATION, TANAH BUMBU, KALIMANTAN SELATAN. Oleh ARDILLES AKBAR A34104058 DEPARTEMEN

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM LOKASI MAGANG

KEADAAN UMUM LOKASI MAGANG KEADAAN UMUM LOKASI MAGANG Letak Geografis Perkebunan kelapa sawit Gunung Sari Estate (GSE) PT. Ladangrumpun Suburabadi (LSI) berada di wilayah Desa Bayansari, Kecamatan Angsana, Kabupaten Tanah Bumbu,

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM Letak Wilayah Administratif Keadaan Iklim dan Tanah

KEADAAN UMUM Letak Wilayah Administratif Keadaan Iklim dan Tanah 12 KEADAAN UMUM Letak Wilayah Administratif Teluk Siak Estate PT Aneka Intipersada secara geografis terletak di Desa Tualang Perawang, Kecamatan Tualang, Kabupaten Siak, Provinsi Riau. Konsep pengembangan

Lebih terperinci

METODE MAGANG. Tempat dan Waktu

METODE MAGANG. Tempat dan Waktu METODE MAGANG Tempat dan Waktu Kegiatan magang ini dilaksanakan selama empat bulan yang terhitung mulai dari 14 Februari hingga 14 Juni 2011. Kegiatan ini bertempat di Sungai Bahaur Estate (SBHE), PT Bumitama

Lebih terperinci

METODOLOGI Waktu dan Tempat Metode Pelaksanaan Kerja Praktek Langsung di Kebun

METODOLOGI Waktu dan Tempat Metode Pelaksanaan Kerja Praktek Langsung di Kebun METODOLOGI Waktu dan Tempat Kegiatan magang ini dilaksanakan sejak tanggal 14 Februari 2008 hingga tanggal 14 Juni 2008 di perkebunan kelapa sawit Gunung Kemasan Estate, PT Bersama Sejahtera Sakti, Minamas

Lebih terperinci

KONDISI UMUM KEBUN. Letak Geografis Kebun. Keadaan Iklim dan Tanah

KONDISI UMUM KEBUN. Letak Geografis Kebun. Keadaan Iklim dan Tanah 18 KONDISI UMUM KEBUN Letak Geografis Kebun PT. Ladangrumpun Suburabadi merupakan perusahaan yang mengelola tiga unit usaha yaitu : Angsana Estate (ASE), Gunung Sari Estate (GSE), dan Angsana Factory (ASF).

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Seorang ahli botani bernama Linnaeus adalah orang yang memberi nama latin Zea mays

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Seorang ahli botani bernama Linnaeus adalah orang yang memberi nama latin Zea mays BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Taksonomi Tanaman Jagung Seorang ahli botani bernama Linnaeus adalah orang yang memberi nama latin Zea mays untuk spesies jagung (Anonim, 2007). Jagung merupakan tanaman semusim

Lebih terperinci

KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.)

KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) I. SYARAT PERTUMBUHAN 1.1. Iklim Lama penyinaran matahari rata rata 5 7 jam/hari. Curah hujan tahunan 1.500 4.000 mm. Temperatur optimal 24 280C. Ketinggian tempat

Lebih terperinci

TUGAS I. MANAJEMEN PEMELIHARAAN KELAPA SAWIT

TUGAS I. MANAJEMEN PEMELIHARAAN KELAPA SAWIT TUGAS I. MANAJEMEN PEMELIHARAAN KELAPA SAWIT NAMA INSTANSI FASILITATOR : MU ADDIN, S.TP : SMK NEGERI 1 SIMPANG PEMATANG : Ir. SETIA PURNOMO, M.P. Perencanaan pemeliharaan merupakan tahapan awal yang sangat

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tanaman Kelapa Sawit Pohon kelapa sawit terdiri dari pada dua spesies Arecaceae atau famili palma yang digunakan untuk pertanian komersial dalam pengeluaran minyak kelapa sawit.

Lebih terperinci

= pemanen. Sistem Penunasan

= pemanen. Sistem Penunasan PEMBAHASAN Kebijakan penunasan di PT Inti Indosawit Subur adalah mempergunakan sistem penunasan progresif. Penunasan progresif adalah penunasan yang dilakukan oleh pemanen dengan bersamaan dengan panen.

Lebih terperinci

Tujuan TINJAUAN PUSTAKA. Botani Kelapa Sawit

Tujuan TINJAUAN PUSTAKA. Botani Kelapa Sawit 2 Pembibitan merupakan kegiatan teknis budidaya yang dapat dilakukan untuk memperoleh bibit kelapa sawit yang berkualitas. Kegiatan pemeliharaan merupakan faktor utama yang menentukan keberhasilan pembibitan.

Lebih terperinci

PENGELOLAAN TENAGA KERJA PANEN DAN SISTEM PENGANGKUTAN TANDAN BUAH SEGAR KELAPA SAWIT

PENGELOLAAN TENAGA KERJA PANEN DAN SISTEM PENGANGKUTAN TANDAN BUAH SEGAR KELAPA SAWIT PENGELOLAAN TENAGA KERJA PANEN DAN SISTEM PENGANGKUTAN TANDAN BUAH SEGAR KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) DI KEBUN MUSTIKA PT SAJANG HEULANG MINAMAS PLANTATION KALIMANTAN SELATAN Oleh CINDY CHAIRUNISA

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Universitas Medan Area yang berlokasi di jalan Kolam No. 1 Medan Estate,

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Universitas Medan Area yang berlokasi di jalan Kolam No. 1 Medan Estate, III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini akan dilakukan di kebun percobaan Fakultas Pertanian Universitas Medan Area yang berlokasi di jalan Kolam No. 1 Medan Estate,

Lebih terperinci

BUDIDAYA KELAPA SAWIT

BUDIDAYA KELAPA SAWIT KARYA ILMIAH BUDIDAYA KELAPA SAWIT Disusun oleh: LEGIMIN 11.11.5014 SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMATIKA DAN KOMUNIKASI AMIKOM YOGYAKARTA 2012 ABSTRAK Kelapa sawit merupakan komoditas yang penting karena

Lebih terperinci

PERKIRAAN BIAYA PEMBUKAAN LAHAN PER HEKTAR

PERKIRAAN BIAYA PEMBUKAAN LAHAN PER HEKTAR PERKIRAAN PEMBUKAAN LAHAN PER HEKTAR PEKERJAAN HK URIAN VOLUME 1. Lahan Bekas Hutan : Survey dan Blocking (Manual) 3 Peralatan, Bahan dll (PO) Babat - Imas (Manual) 1 o Excavator 6 JK 25, 1,5, 25 1,5,

Lebih terperinci

Peluang Usaha Budidaya Cabai?

Peluang Usaha Budidaya Cabai? Sambal Aseli Pedasnya Peluang Usaha Budidaya Cabai? Tanaman cabai dapat tumbuh di wilayah Indonesia dari dataran rendah sampai dataran tinggi. Peluang pasar besar dan luas dengan rata-rata konsumsi cabai

Lebih terperinci

PEMBUATAN BAHAN TANAM UNGGUL KAKAO HIBRIDA F1

PEMBUATAN BAHAN TANAM UNGGUL KAKAO HIBRIDA F1 PEMBUATAN BAHAN TANAM UNGGUL KAKAO HIBRIDA F1 Wahyu Asrining Cahyowati, A.Md (PBT Terampil Pelaksana) Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan Surabaya I. Pendahuluan Tanaman kakao merupakan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Faktor Lingkungan Tumbuh Kelapa Sawit

TINJAUAN PUSTAKA. Faktor Lingkungan Tumbuh Kelapa Sawit TINJAUAN PUSTAKA Faktor Lingkungan Tumbuh Kelapa Sawit Tanaman kelapa sawit semula merupakan tanaman yang tumbuh liar di hutan-hutan maupun daerah semak belukar tetapi kemudian dibudidayakan. Sebagai tanaman

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Di Indonesia, kelapa sawit pertama kali didatangkan oleh pemerintah Hindia

II. TINJAUAN PUSTAKA. Di Indonesia, kelapa sawit pertama kali didatangkan oleh pemerintah Hindia II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kelapa Sawit Di Indonesia, kelapa sawit pertama kali didatangkan oleh pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1848. Penanaman dilakukan dengan menanam di Kebun Raya Bogor,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit Syarat Tumbuh

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit Syarat Tumbuh 3 TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit Tanaman kelapa sawit diklasifikasikan sebagai berikut : Divisi : Embryophyta Siphonagama Kelas : Angiospermae Ordo : Monocotyledonae Famili : Arecaceae Sub Famili

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) diklasifikasikan ke dalam kelas

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) diklasifikasikan ke dalam kelas II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani Tanaman Kelapa Sawit Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) diklasifikasikan ke dalam kelas Angiospermae, subkelas Monocotyledonae, ordo Palmales, famili Palmae, genus Elaeis,

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di rumah kaca Unit Pelayanan Teknis (UPT), Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas Riau. Pelaksanaannya dilakukan pada bulan

Lebih terperinci

PENGELOLAAN LIMBAH ORGANIK INDUSTRI KELAPA SAWIT

PENGELOLAAN LIMBAH ORGANIK INDUSTRI KELAPA SAWIT PENGELOLAAN LIMBAH ORGANIK INDUSTRI KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) DI PT. SOCFIN INDONESIA, KEBUN TANAH GAMBUS, LIMA PULUH, BATU BARA, SUMATERA UTARA Oleh : GUNTUR SYAHPUTRA PURBA A 34104049 DEPARTEMEN

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PENELITIAN. dan produksi kacang hijau, dan kedua produksi kecambah kacang hijau.

PELAKSANAAN PENELITIAN. dan produksi kacang hijau, dan kedua produksi kecambah kacang hijau. 21 PELAKSANAAN PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan dengan 2 (dua) tahap, pertama pertumbuhan dan produksi kacang hijau, dan kedua produksi kecambah kacang hijau. Tahap I. Pengujian Karakter Pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Indonesia menguasai ekspor pasar minyak sawit mentah dunia sebesar

BAB I PENDAHULUAN Indonesia menguasai ekspor pasar minyak sawit mentah dunia sebesar 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia sebagai negara agraris memiliki potensi pertanian yang cukup besar dan dapat berkontribusi terhadap pembangunan dan ekonomi nasional. Penduduk di Indonesia

Lebih terperinci

Makalah Seminar Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

Makalah Seminar Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor Makalah Seminar Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor PENGELOLAAN KELAPA SAWIT ((Elaeis guineensis Jacq.) DI PT. ERAMITRA AGRO LESTARI, PEMATANG KULIM, BAKRIE

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Morfologi Bawang Merah ( Allium ascalonicum L.)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Morfologi Bawang Merah ( Allium ascalonicum L.) 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Morfologi Bawang Merah ( Allium ascalonicum L.) Menurut Rahayu dan Berlian ( 2003 ) tanaman bawang merah dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Tabel 1. Botani Bawang Merah

Lebih terperinci

OLEH ESTHERLINA HUTAGAOL A

OLEH ESTHERLINA HUTAGAOL A MANAJEMEN PANEN TANAMAN KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) DI SUNGAI PINANG ESTATE, PT. BINA SAINS CEMERLANG MINAMAS PLANTATION, MUSI RAWAS, SUMATERA SELATAN OLEH ESTHERLINA HUTAGAOL A24053121 DEPARTEMEN

Lebih terperinci

Sumber : Manual Pembibitan Tanaman Hutan, BPTH Bali dan Nusa Tenggara.

Sumber : Manual Pembibitan Tanaman Hutan, BPTH Bali dan Nusa Tenggara. Penyulaman Penyulaman dilakukan apabila bibit ada yang mati dan perlu dilakukan dengan segera agar bibit sulaman tidak tertinggal jauh dengan bibit lainnya. Penyiangan Penyiangan terhadap gulma dilakukan

Lebih terperinci

PENGELOLAAN PEMUPUKAN TANAMAN KAKAO (Theobroma cacao L.) DI PERKEBUNAN RUMPUN SARI ANTAN I PT SUMBER ABADI TIRTASENTOSA, CILACAP, JAWA TENGAH

PENGELOLAAN PEMUPUKAN TANAMAN KAKAO (Theobroma cacao L.) DI PERKEBUNAN RUMPUN SARI ANTAN I PT SUMBER ABADI TIRTASENTOSA, CILACAP, JAWA TENGAH PENGELOLAAN PEMUPUKAN TANAMAN KAKAO (Theobroma cacao L.) DI PERKEBUNAN RUMPUN SARI ANTAN I PT SUMBER ABADI TIRTASENTOSA, CILACAP, JAWA TENGAH Oleh SUER SEPWAN ANDIKA A24052845 DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA

Lebih terperinci

LAPORAN TUGAS AKHIR. BUDIDAYA DAN PENGOLAHAN KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) DI PT. BAKRIE PASAMAN PLANTATIONS - PASAMAN SUMATRA BARAT

LAPORAN TUGAS AKHIR. BUDIDAYA DAN PENGOLAHAN KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) DI PT. BAKRIE PASAMAN PLANTATIONS - PASAMAN SUMATRA BARAT i LAPORAN TUGAS AKHIR BUDIDAYA DAN PENGOLAHAN KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) DI PT. BAKRIE PASAMAN PLANTATIONS - PASAMAN SUMATRA BARAT Disusun oleh : DEDE SARFAWI HARAHAP NBP. 0801111021 Telah

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini telah di laksanakan di Rumah Kaca Kebun Percobaan Fakultas Pertanian, Jalan Bina Widya KM 12,5 Simpang Baru Kecamatan Tampan Pekanbaru yang berada

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Botani dan Morfologi Kelapa sawit termasuk tanaman jangka panjang. Tinggi kelapa sawit dapat mencapai 13-18 meter. Tanaman kelapa sawit termasuk ke dalam tanaman berbiji satu

Lebih terperinci

I. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Politeknik Negeri Lampung, Bandar Lampung.

I. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Politeknik Negeri Lampung, Bandar Lampung. I. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Politeknik Negeri Lampung, Bandar Lampung. Waktu penelitian dilaksanakan sejak bulan Mei 2010 sampai dengan panen sekitar

Lebih terperinci

percobaan pemupukan, berdasarkan jumlah dan macam unsur hara yang diangkut hasil panen, berdasarkan ketersediaan unsur hara dalam tanah (analisis

percobaan pemupukan, berdasarkan jumlah dan macam unsur hara yang diangkut hasil panen, berdasarkan ketersediaan unsur hara dalam tanah (analisis PEMBAHASAN Tujuan pemupukan pada areal tanaman kakao yang sudah berproduksi adalah untuk menambahkan unsur hara ke dalam tanah supaya produktivitas tanaman kakao tinggi, lebih tahan terhadap hama dan penyakit,

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM Letak Wilayah Administratif

KEADAAN UMUM Letak Wilayah Administratif Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah populasi data berdistribusi normal atau tidak. Uji ini biasanya digunakan untuk mengukur data berskala ordinal, interval, ataupun rasio. Jika analisis menggunakan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Pemupukan

TINJAUAN PUSTAKA Pemupukan TINJAUAN PUSTAKA Pemupukan Pupuk adalah penyubur tanaman yang ditambahkan ke tanah untuk menyediakan unsur-unsur yang diperlukan tanaman. Pemupukan merupakan suatu upaya untuk menyediakan unsur hara yang

Lebih terperinci

PEMBAHASAN. Aspek Teknis

PEMBAHASAN. Aspek Teknis PEMBAHASAN Aspek Teknis Pengendalian Gulma Pengendalian gulma dilakukan untuk mengurangi kompetisi antara gulma dengan tanaman utama dalam pemanfaatan unsur hara, mineral CO 2, dan air. Bagian yang perlu

Lebih terperinci

METODE MAGANG. Tempat dan Waktu

METODE MAGANG. Tempat dan Waktu 10 METODE MAGANG Tempat dan Waktu Kegiatan magang dilaksanakan di Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS), Unit Usaha Marihat, Provinsi Sumatera Utara selama 4 bulan yang dimulai dari tanggal 1 Maret 2010

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Kecamatan Medan Percut Sei Tuan dengan ketinggian tempat kira-kira 12 m dpl,

III. METODE PENELITIAN. Kecamatan Medan Percut Sei Tuan dengan ketinggian tempat kira-kira 12 m dpl, III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di kebun percobaan Fakultas Pertanian Universitas Medan Area yang berlokasi di Jl. Kolam No.1 Medan Estate Kecamatan Medan Percut

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Kelapa Sawit

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Kelapa Sawit 3 TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) berasal dari Afrika dan Amerika Selatan, tepatnya Brasilia. Kata Elaeis berasal dari kata Elaion berarti minyak dalam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Deskripsi Kacang Hijau Kacang hijau (Vigna radiata L.) merupakan salah satu komoditas tanaman kacang-kacangan yang banyak dikonsumsi rakyat Indonesia. Kacang hijau termasuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki potensi sangat besar dalam menyerap tenaga kerja di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. memiliki potensi sangat besar dalam menyerap tenaga kerja di Indonesia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia sebagai negara agraris memiliki potensi pertanian yang cukup besar dan dapat berkontribusi terhadap pembangunan dan ekonomi nasional. Penduduk di Indonesia

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. sangat diperlukan untuk memprediksi produktivitas kelapa sawit tersebut dalam

TINJAUAN PUSTAKA. sangat diperlukan untuk memprediksi produktivitas kelapa sawit tersebut dalam II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kriteria Kelas Kesesuaian Lahan Idealnya setiap kebun harus sudah dievaluasi lahannya secara benar. Evaluasi Kelas Kesesuaian Lahan (KKL) pada suatu perkebunan kelapa sawit sangat

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM. Letak Wilayah Administratif

KEADAAN UMUM. Letak Wilayah Administratif 12 KEADAAN UMUM Letak Wilayah Administratif Tambusai Estate terletak di antara 100 0 37-100 0 24 Bujur Timur dan 1 0 04-1 0 14 Lintang Utara yang terletak di Desa Tambusai Utara, Kecamatan Tambusai Utara,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 50 HASIL DAN PEMBAHASAN Produktivitas Kebun Air sangat diperlukan tanaman untuk melarutkan unsur-unsur hara dalam tanah dan mendistribusikannya keseluruh bagian tanaman agar tanaman dapat tumbuh secara

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Desa Manjung, Kecamatan Sawit, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah. Kecamatan Sawit memiliki ketinggian tempat 150 m dpl. Penelitian ini dilaksanakan

Lebih terperinci

PENGELOLAAN GULMA PADA PERKEBUNAN KELAPA SAWIT

PENGELOLAAN GULMA PADA PERKEBUNAN KELAPA SAWIT Makalah Seminar Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor PENGELOLAAN GULMA PADA PERKEBUNAN KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) TANAMAN MENGHASILKAN DI PT JAMBI

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan dikebun percobaan Politeknik Negeri Lampung,

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan dikebun percobaan Politeknik Negeri Lampung, III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dikebun percobaan Politeknik Negeri Lampung, Bandar lampung. Waktu penelitian dilaksanakan sejak bulan Mei 2011 sampai

Lebih terperinci

PELAKSANAAN KEGIATAN MAGANG

PELAKSANAAN KEGIATAN MAGANG PELAKSANAAN KEGIATAN MAGANG Aspek Teknis Ubikayu Persiapan lahan. Pengolahan lahan dilakukan dengan traktor. Pembajakan dilakukan dua sampai tiga kali. Pembajakan dilakukan pada saat cuaca sedang cerah.

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM. Letak Wilayah Administratif

KEADAAN UMUM. Letak Wilayah Administratif 11 KEADAAN UMUM Letak Wilayah Administratif PT. Panca Surya Agrindo terletak di antara 100 0 36-100 0 24 Bujur Timur dan 100 0 04 100 0 14 Lintang Utara, di Desa Tambusai Utara, Kecamatan Tambusai Utara,

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM. Letak Geografi

KEADAAN UMUM. Letak Geografi 8 KEADAAN UMUM PT. Sari Lembah Subur (SLS) merupakan anak perusahaan dari PT. Astra Agro Lestari, Tbk yang bergerak di bidang perkebunan kelapa sawit. PT. SLS adalah perusahaan perkebunan kelapa sawit

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Panen Kelapa sawit Panen merupakan suatu kegiatan memotong tandan buah yang sudah matang, kemudian mengutip tandan dan memungut brondolan, dan mengangkutnya dari pohon ke tempat

Lebih terperinci

SYARAT TUMBUH TANAMAN KAKAO

SYARAT TUMBUH TANAMAN KAKAO SYARAT TUMBUH TANAMAN KAKAO Sejumlah faktor iklim dan tanah menjadi kendala bagi pertumbuhan dan produksi tanaman kakao. Lingkungan alami tanaman cokelat adalah hutan tropis. Dengan demikian curah hujan,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Amerika Jacquin. Taksonomi dari kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) adalah:

TINJAUAN PUSTAKA. Amerika Jacquin. Taksonomi dari kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) adalah: TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) Elaesis berasal dari kata Elaion berarti minyak dalam bahasa Yunani. Guineensis berasal dari Guinea (pantai barat Afrika), Jacq berasal

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Ciparay, pada ketinggian sekitar 625 m, di atas permukaan laut dengan jenis tanah

BAB III METODE PENELITIAN. Ciparay, pada ketinggian sekitar 625 m, di atas permukaan laut dengan jenis tanah BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Percobaan Penelitian dilaksanakan di lahan sawah Sanggar Penelitian, Latihan dan Pengembangan Pertanian (SPLPP) Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran

Lebih terperinci

Jojon Soesatrijo. Abstrak

Jojon Soesatrijo. Abstrak STUDI PEMANFAATAN KAYU ULIN SEBAGAI BAHAN BAKU PEMBUATAN TITI PANEN DI PERKEBUNAN KELAPA SAWIT (Studi Kasus di PT. Buana Karya Bhakti Kalimantan Selatan) Jojon Soesatrijo Abstrak Penelitian ini dilaksanakan

Lebih terperinci

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR EVALUASI DAN UPAYA PERBAIKAN SISTEM PRODUKSI KELAPA SAWIT DITINJAU DARI ASPEK PEMELIHARAAN TM DI PT JAMBI AGRO WIJAYA KEBUN MENTAWAK, AIR HITAM, SAROLANGUN, JAMBI FAUZAN A24053780 DEPARTEMEN AGRONOMI DAN

Lebih terperinci

PELAKSANAAN KEGIATAN MAGANG

PELAKSANAAN KEGIATAN MAGANG PELAKSANAAN KEGIATAN MAGANG Aspek Teknis Pelaksanaan kegiatan teknis yang dilakukan di PT. National Sago Prima adalah kegiatan pembibitan, persiapan lahan, sensus tanaman, penyulaman, dan pemeliharaan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Botani dan Morfologi Kacang Tanah

TINJAUAN PUSTAKA. Botani dan Morfologi Kacang Tanah TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Kacang Tanah Kacang tanah tergolong dalam famili Leguminoceae sub-famili Papilinoideae dan genus Arachis. Tanaman semusim (Arachis hypogaea) ini membentuk polong dalam

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Tanaman Teh Morfologi Tanaman Teh Syarat Tumbuh

TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Tanaman Teh Morfologi Tanaman Teh Syarat Tumbuh 3 TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Tanaman Teh Teh termasuk famili Transtromiceae dan terdiri atas dua tipe subspesies dari Camellia sinensis yaitu Camellia sinensis var. Assamica dan Camellia sinensis var.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Teknis Panen

TINJAUAN PUSTAKA. Teknis Panen 3 TINJAUAN PUSTAKA Teknis Panen Panen merupakan rangkaian kegiatan terakhir dari kegiatan budidaya kelapa sawit. Pelaksanaan panen perlu dilakukan secara baik dengan memperhatikan beberapa kriteria tertentu

Lebih terperinci

Lampiran 1 Curahan Tenaga Kerja (HK) Tanaman Tebu Per Ha Per Musim

Lampiran 1 Curahan Tenaga Kerja (HK) Tanaman Tebu Per Ha Per Musim Lampiran 1 Curahan Tenaga Kerja (HK) Tanaman Tebu Per Ha Per Musim Tanam 2009/2010 No Uraian Kegiatan Norma 1 Persiapan Lahan pembersihan lahan 25 Hk pembukaan jaringan drainase 10 Hk 2 Menanam Menanam

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Species: Allium ascalonicum L. (Rahayu dan Berlian, 1999). Bawang merah memiliki batang sejati atau disebut discus yang bentuknya

TINJAUAN PUSTAKA. Species: Allium ascalonicum L. (Rahayu dan Berlian, 1999). Bawang merah memiliki batang sejati atau disebut discus yang bentuknya Botani Tanaman TINJAUAN PUSTAKA Bawang merah diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom: Plantae, Divisio: Spermatophyta, Subdivisio: Angiospermae, Kelas: Monocotyledonae, Ordo: Liliales/ Liliflorae, Famili:

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE. Medan Area yang berlokasi di Jalan Kolam No. 1 Medan Estate, Kecamatan

BAB III BAHAN DAN METODE. Medan Area yang berlokasi di Jalan Kolam No. 1 Medan Estate, Kecamatan BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas Medan Area yang berlokasi di Jalan Kolam No. 1 Medan Estate, Kecamatan Percut

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di kebun percobaan Fakultas Pertanian

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di kebun percobaan Fakultas Pertanian III. METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di kebun percobaan Fakultas Pertanian Universitas Medan Area yang berlokasi di jalan Kolam No. 1 Medan Estate, Kecamatan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 14 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Awal Lahan Bekas Tambang Lahan bekas tambang pasir besi berada di sepanjang pantai selatan desa Ketawangrejo, Kabupaten Purworejo. Timbunan-timbunan pasir yang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi tegas, kering, berwarna terang segar bertepung. Lembab-berdaging jenis

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi tegas, kering, berwarna terang segar bertepung. Lembab-berdaging jenis 16 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Ada 2 tipe akar ubi jalar yaitu akar penyerap hara di dalam tanah dan akar lumbung atau umbi. Menurut Sonhaji (2007) akar penyerap hara berfungsi untuk menyerap unsur-unsur

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini telah dilaksanakan di lahan gambut Desa Rimbo Panjang

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini telah dilaksanakan di lahan gambut Desa Rimbo Panjang III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini telah dilaksanakan di lahan gambut Desa Rimbo Panjang Kecamatan Kampar dengan ketinggian tempat 10 meter di atas permukaan laut selama 5 bulan,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Manajemen Agribisnis Kelapa Sawit Syarat Tumbuh Kelapa Sawit

TINJAUAN PUSTAKA Manajemen Agribisnis Kelapa Sawit Syarat Tumbuh Kelapa Sawit 3 TINJAUAN PUSTAKA Manajemen Agribisnis Kelapa Sawit Agribisnis kelapa sawit membutuhkan organisasi dan manajemen yang baik mulai dari proses perencanaan bisnis hingga penjualan crude palm oil (CPO) ke

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1. Lokasi Penelitian dan Letak Geografis Lokasi penelitian dilakukan di PT. Perkebunan Nusantara VIII. PT. Perkebunan Nusantara VIII, Perkebunan Cikasungka bagian Cimulang

Lebih terperinci