BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terhadap antibiotik diantaranya adalah Staphylococcus aureus, Pseudomonas

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terhadap antibiotik diantaranya adalah Staphylococcus aureus, Pseudomonas"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai negara tropis sangat mendukung mikroba untuk tumbuh subur, sehingga terus memunculkan masalah kesehatan seperti meningkatnya angka penyakit endemik dan epidemik yang semakin tinggi dan penyakit infeksi baru. Meningkatnya kejadian resistensi mikroba terhadap antibiotik yang saat ini digunakan menjadi alasan untuk dikembangkannya obatobat untuk infeksi yang lebih baik. Mikroba yang telah mengalami resistensi terhadap antibiotik diantaranya adalah Staphylococcus aureus, Pseudomonas aeruginosa, dan Escherichia coli (Tenover, 2006). Kini mulai dikembangkan jenis antimikroba yang diharapkan dapat menurunkan perkembangan mikroba resisten atau yang disebut sebagai antipatogenik dengan mekanisme kerjanya melalui penghambatan interaksi dan komunikasi antar mikroba (quorum sensing inhibition). Dengan terhambatnya komunikasi tersebut, mengakibatkan tidak tercapainya populasi mikroba yang cukup untuk mengekspresikan beberapa faktor yang regulasinya diatur oleh quorum sensing seperti virulensi (Mittal dkk., 2008), pembentukan biofilm (Ren dkk., 2002), bioluminescence (Sitnikov dkk., 1995), produksi antibiotik, dan bacterial swarming (Grossman, 1995). Oleh karena itu, quorum sensing menjadi sangat penting bagi kelangsungan hidup dari mikroba tersebut. 1

2 2 P. aeruginosa merupakan bakteri patogen penyebab berbagai masalah kesehatan yang paling banyak ditemukan pada kasus infeksi nokosomial atau infeksi yang membahayakan jiwa pada pasien yang memiliki ketahanan tubuh rendah (Van Delden dan Iglewsky, 1998). Mekanisme quorum sensing pada P. aeruginosa ditunjukkan oleh penghambatan pembentukan pigmen pyocyanin yang berfluoresensi hijau kebiruan. Untuk menunjukkan kaitan penghambatan mekanisme tersebut dengan virulensi, pengujian perlu dilanjutkan dengan uji motilitas tipe swimming, swarming dan twitching (Williams and Camara, 2009). Resistensi mikroba terhadap antibiotik juga dapat diturunkan dengan mengontrol dan mengurangi penggunaan antibiotik, dan penemuan antibiotik baru. Salah satu sumber antibiotik baru adalah fungi endofit. Fungi endofit hidup berkoloni dalam sel atau jaringan tanaman dan mampu menghasilkan metabolit sekunder yang sama dengan inangnya, maupun metabolit sekunder lain (Ghimire dan Hyde, 2004). Purwantini (2010) berhasil mengisolasi tujuh macam fungi endofit dari tanaman Artemisia annua L. Ekstrak etil asetat fungi endofit A. annua dengan kode DP2 memiliki aktivitas antimikroba terhadap S. aureus, E. coli, B. subtilis, S. mutans, dan S. typhi (Sari, 2010). Pada penelitian ini dilakukan uji aktivitas antibakteri dengan metode mikrodilusi untuk mengetahui aktivitas antibakteri ekstrak DP2. Kemudian dilakukan pengujian quorum sensing inhibition pada bakteri P. aeruginosa dengan mekanisme penghambatan pembentukan pigmen pyocyanin.

3 3 B. Perumusan Masalah 1. Berapakah nilai KHM dari ekstrak fungi endofit A. annua kode DP2 dengan menggunakan uji mikrodilusi? 2. Apakah fungi endofit A. annua kode DP2 dapat menghambat pembentukan pigmen hijau sebagai aksi quorum sensing pada P. aeruginosa? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi bahan alam yang bersifat antibakteri secara optimal untuk menemukan jenis antibakteri baru yang lebih poten. 2. Tujuan khusus a. Untuk mengetahui seberapa besar potensi antibakteri dari ekstrak fungi endofit A. annua kode DP2 dengan menggunakan parameter nilai KHM yang diperoleh dari hasil uji dengan metode mikrodilusi. b. Untuk mengetahui potensi penghambatan quorum sensing fungi endofit A. annua kode DP2 terhadap P. aeruginosa. D. Tinjauan Pustaka 1. Endofit Mikroba endofit merupakan mikroba yang hidup berkoloni dan menginfeksi jaringan tumbuhan inang, umumnya tumbuhan tingkat tinggi (Strobel dan Daisy, 2003). Endofit mampu menghasilkan senyawa yang diduga hasil dari

4 4 transfer genetik dari tumbuhan inang ke dalam endofit dan terdapat pada hampir semua jaringan tanaman, termasuk lumut (Tan dan Zou, 2001; Faeth, 2002). Tanaman yang mengandung endofit sering tumbuh lebih cepat dari tanaman yang tidak terinfeksi. Adanya endofit dalam tumbuhan inang dapat membantu dalam mengambil nutrisi seperti nitrogen dan fosfor (Tan and Zou, 2001). Hasil metabolit dari fungi endofit juga dapat membantu melindungi tumbuhan terhadap serangan patogen seperti fungi, bakteri, insekta dan predator lain (Strobel dan Daisy, 2003) dan mampu meningkatkan kemampuan adaptasi inang terhadap stress lingkungan (Faeth, 2002). Dari berbagai penelitian dapat disimpulkan bahwa simbiosis antara tumbuhan inang dan endofit adalah mutualisme atau saling menguntungkan. Fungi endofit merupakan potensi sumber produk alami baru dalam industri farmasi, terutama oleh adanya metabolit sekunder yang dihasilkan oleh fungi endofit yang melekat pada tumbuhan inang obat (Strobel dan Daisy, 2003). Contohnya adalah fungi endofit Colletotrichum sp. yang diisolasi dari A. annua menghasilkan artemisinin seperti pada tanaman inangnya, sehingga memiliki aktivitas yang sama pula seperti artemisinin yang dihasilkan oleh tanamannya (Wang dkk., 2002). Endofit pada tanaman tergantung lingkungan dan habitatnya. Begitu pula ketika endofit sudah diisolasi, media kultur yang digunakan sangat berpengaruh terhadap jumlah endofit serta metabolit yang dihasilkan (Strobel dkk., 2005). Berbagai jenis endofit telah berhasil diisolasi dan dibiakkan dalam media pembenihan yang sesuai. Metabolit sekunder dari fungi endofit belum dieksporasi

5 5 secara luas, tetapi fungi ini menjanjikan sebagai sumber metabolit aktif karena melimpahnya populasi endofit di alam dan kemampuannya untuk berasosiasi terhadap organisme lain (Lee dkk., 1996). Metabolit sekunder tersebut ada yang berupa antibiotik seperti munumbicin, antibiotik berspektrum luas yang dihasilkan oleh endofit Streptomyces spp. strain NRRL yang diisolasi dari tanaman Kennedianigriscans. Senyawa ini dapat menghambat pertumbuhan Bacillus anthracis dan Mycobacterium tuberculosis yang multiresisten terhadap berbagai obat anti TBC (Castillo dkk., 2002). Contoh lainnya adalah fungi endofit Pestalotiopsis microspora yang hidup pada tanaman Taxus taxifolia yang memiiki efek sebagai anti kanker dengan mekanisme pemacuan apoptosis karena memproduksi senyawa asam toreyanat. Senyawa anti kanker ini dihasilkan dari P. microspora yang ditanam dalam media Potato Dextrose Agar (PDA) dan diekstrak dengan etil asetat (Lee dkk., 1996). Endofit Artemisia annua L. Kode DP2 Fungi endofit yang berhasil diisolasi oleh Purwantini (2010) dengan kode DP2 telah diketahui merupakan fungi dari genus Penicillium (Penicillium sp.). Fungi ini menunjukkan aktivitas sebagai antibakteri dalam ekstrak etil asetat terhadap B. subtilis, E. coli, S. aureus, S. mutans, dan S. typhi yang diujikan dengan metode disc diffusion (Sari, 2010). Senyawa yang aktif sebagai antibakteri dari DP2 merupakan senyawa berkromofor (Putri, 2011). Endofit DP2 diisolasi dari tanaman Artemisia annua L. dari bagian daun dan dibiakkan pada media PDA

6 6 (Potato Dextrose Agar). Endofit mulai tumbuh pada hari keempat sampai ketujuh, dan dimurnikan sehingga diperoleh kultur murni (Sari, 2006). 2. Bakteri Uji a. Pseudomonas aeruginosa Gambar 1. Pseudomonas aeruginosa (Todar, 2012) P. aeruginosa adalah bakteri Gram negatif aerob obligat, berkapsul, mempunyai flagella polar sehingga bersifat motil, berukuran sekitar 0,5-1,0 µm. Bakteri ini tidak menghasilkan spora dan tidak dapat menfermentasikan karbohidrat (Toyofoku, 2011). P. aeruginosa merupakan bakteri patogen oportunistik, artinya bakteri akan memulai infeksi saat sistem imun inangnya lemah (Moore dkk., 2006). P. aeruginosa juga dapat membentuk biofilm yang terbuat dari kapsul glikokalis untuk mengurangi keefektifan mekanisme sistem imun inang sehingga dapat mempertahankan hidup lebih lama (Esmaeli, 2011). P. aeruginosa digolongkan ke dalam true Pseudomonas, termasuk di

7 7 dalamnya P. fluorescens dan P. putida, karena mengandung pigmen larut air yang dapat berfluoresens, dan pada P. aeruginosa berwarna hijau kebiruan. Fluoresensi hijau kebiruan yang ditimbulkan ini merupakan perpaduan bermacam pigmen. Fluoresensi kuning kehijauan muncul karena adanya pyoverdine dan warna hijau kebiruan yang terlihat jelas di bawah UV 366 nm oleh adanya pyocyanin. Selain itu, P. aeruginosa juga mengandung pyorubin yang berwana merah (Moore dkk., 2006). P. aeruginosa memproduksi alginat yang menginfeksi paru-paru dari penderita cystic fibrosis dan mengakibatkan masalah pernapasan yang serius (Govan, 1988). b. Escherichia coli Gambar 2. Escherichia coli (Todar, 2012) E. coli merupakan bakteri Gram negatif dari famili Enterobacteriaceae yang hidup dalam usus kolon manusia dan usus hewan berdarah panas (Waites dkk., 2001). Bakteri ini tidak berspora, berbentuk basil dengan diameter 0,5 µm dan panjang 1,0-3,0 µm, dan merupakan bakteri anaerob

8 8 fakultatif (Welch, 2006). Bakteri ini dapat memfermentasi laktosa dan mampu memproduksi indol dan toxin yang dapat menyebabkan diare (Ryan dan Ray, 2004). E. coli mempunyai periplasman single layer dengan peptidoglikan, bergerak menggunakan peritrichous flagella, dan hidup baik pada suhu o C dengan ph 5,5-8,0 (Welch, 2006). c. Staphylococcus aureus Gambar 3. Staphylococcus aureus (Todar, 2012) Bakteri S. aureus termasuk famili Staphylococcaceae dalam kelompok bakteri Gram positif. Hidup berkoloni seperti buah anggur dengan diameter sel 0,8-1,0 µm. S. aureus dapat membentuk koloni dalam jumlah besar yang berwarna kuning. S. aureus merupakan penyebab infeksi kulit seperti bisul dan furuncules, dan selain itu dapat menyebabkan pneumonia, mastitis, phlebitis, meningitis, dan urinary tract infections (Todar, 2008; Benzon, 2001).

9 9 d. Bacillus subtilis Gambar 4. Bacillus subtilis (Todar, 2012) Bacillus subtilis merupakan famili Bacillaceae, yang dapat hidup pada suhu rendah maupun tinggi, yaitu berkisar antara 5-20 o C dan o C (Zeigler dan Perkins, 2009). Termasuk dalam kelompok Gram positif, bersifat fakultatif anaerob, khemoheterotropik, dan mempunyai lebar 0,5-2,5 µm dengan panjang 1,2-10 µm (Waites dkk., 2001). Tidak seperti bakteri lain dari genus Bacillus, B. subtilis tidak menyebabkan penyakit, justru dapat memproduksi enzim amilase dan protease dan digunakan sebagai inang untuk produksi protein dan vitamin. Bacillus subtilis mempunyai sel vegetatif berupa spora dan mempunyai flagella sebagai alat gerak (Waites dkk., 2001). 3. Quorum Sensing Quorum sensing pada bakteri terjadi karena bakteri memproduksi dan melepaskan molekul sinyal kimia yang disebut autoinducer yang konsentrasinya

10 10 meningkat sebanding dengan peningkatan populasi sel, dan ketika konsentrasi autoinducer mencapai batas minimal yang dibutuhkan, bakteri dapat meregulasi transkripsi gen dan memberikan respon berupa perilaku tertentu. Dengan demikian, bakteri dapat menyinkronkan perilaku tertentu pada populasi sehingga dapat berfungsi seperti organisme multiseluler (Waters dan Bassler, 2005). Autoinducer berbeda pada bakteri Gram positif dan negatif. Pada bakteri Gram positif biasanya berupa oligopeptida termodifikasi dan pada bakteri Gram negatif berupa N-acyl homoserine lactones (N-AHL). Sel bakteri memproduksi autoinducer yang akan berdifusi keluar sel dan terakumulasi di sekitarnya. Setelah mencapai konsentrasi tertentu akan berdifusi kembali ke sel bakteri untuk meregulasi transkripsi gen tertentu seperti biofilm (McLean dkk., 1997), bioluminescence (Nelson, 1977), dan swarming (Eberl dkk., 1996). Molekul induk R gugus Gambar 5. Struktur AHL (Waters dan Bassler, 2005)

11 11 Contoh pada bakteri Gram negatif Vibrio fischeri, terdapat dua macam protein LuxI dan LuxR yang mengendalikan ekspresi dari operon luciferase (luxicdabe) dalam produksi cahaya. LuxI mensintesis autoinducer, yaitu AHL, sedangkan LuxR merupakan aktivator transkripsi DNA-binding atau reseptor autoinducer sitoplasmik. AHL berdifusi keluar masuk sel sesuai produksinya, dan kadarnya meningkat sebanding dengan meningkatnya densitas sel (Kaplan dan Greenberg, 1985). Ketika signal mencapai ambang konsentrasi kritikal, AHL akan berikatan dengan LuxR dan kompleks ini akan mengaktivasi transkripsi dari operon luciferase (Stevens, dkk., 1994). Kompleks LuxR-AHL juga menginduksi ekspresi LuxI karena juga disandi oleh operon luciferase. Konfigurasi ini mengakibatkan lingkungan dijenuhi dengan signal. Hal ini menciptakan positive feedback loop sehingga terjadi mekanisme quorum-sensing dan menghasilkan cahaya. Mekanisme quorum sensing diperkirakan merupakan mekanisme bakteri patogen untuk meminimalisasi respon sistem kekebalan tubuh dengan cara menunda faktor virulensi yang dapat merusak jaringan inang sampai dicapai jumlah bakteri yang cukup untuk menimbulkan infeksi (Henzer and Givskov, 2003). Sehingga inaktivasi sistem quorum sensing pada bakteri akan menurunkan produksi faktor virulensi secara signifikan, sehingga terjadinya infeksi dapat dicegah. Contoh penelitian mengenai quorum sensing inhibition yaitu penghambatan produksi violacein pada Chomobacterium violaceum oleh ekstrak vanila (Choo dkk., 2005). C. violaceum merupakan bakteri Gram negatif yang

12 12 mensintesis pigmen berwarna ungu violet violacein sebagai mekanisme quorum sensing dengan autoinducer N-hexanoyl homoserine lactone (HHL) (Lichstein dan van de Sand, 1945). Penelitian pada bakteri P. aeruginosa oleh Rasmussen dkk. (2005) menunjukkan aktivitas penghambatan quorum sensing oleh ekstrak bawang putih. 4. Fermentasi Fermentasi dalam mikrobiologi industri merupakan proses pengembangbiakan mikroorganisme untuk mengubah bahan dasar menjadi produk yang dikehendaki dalam kultur mikroba tertentu, dalam hal ini yaitu metabolit sekunder. Contoh fermentasi dalam bidang mikrobiologi adalah produksi antibiotik streptomisin dan penisilin. Menurut Rahman (1992), dalam pengambilan hasil fermentasi, terdapat tahapan-tahapan yang tergantung pada bahan awal, konsentrasi awal, kestabilan produk, dan tingkat kemurnian produk akhir yang diinginkan. Fermentasi dapat menghasilkan : a) Biomassa (sel-sel mikrobia), misalnya protein sel tunggal; b) Enzim, misalnya amilase dan protease; c) Metabolit, yaitu metabolit primer seperti polisakarida dan asam nukleat, dan metabolit sekunder misalnya antibiotika; d) Produk rekombinan, misalnya insulin dan interferon; dan e) Biokonversi, misalnya konversi asam asetat dari etanol, aseton dari propanol, sorbosa dari sorbitol serta produk steroid, antibiotika dan prostaglandin (Stanburry dkk., 1995).

13 13 Berdasarkan proses fermentasinya metode fermentasi dibagi menjadi batch culture, fed-batch culture, dan continuous culture. Batch culture merupakan sistem fementasi tertutup, artinya semua nutrisi yang dibutuhkan mikroba selama pertumbuhan dan pembentukan produk berada di dalam satu fermentor. Jadi tidak ada penambahan bahan atau pengambilan hasil selama fermentasi berlangsung. Keuntungan sistem ini adalah mudah, sederhana, dan dapat meminimalisir terjadinya kontaminasi. Tetapi kultur mikroba yang difermentasi dapat menua, tidak ada perbaruan pertumbuhan mikroba, dapat tercampurnya metabolit toksik dengan produk, dan sulit untuk digunakan dalam skala besar. Pada fed-batch culture, media pertumbuhan ditambahkan ke dalam batch secara terus-menerus setelah penanaman atau pada tengah proses batch culture berlangsung tanpa menghilangkan cairan kultur (Harada dkk., 1997). Proses ini dapat mengoptimalkan pertumbuhan mikroba, mudah dalam pengontrolan konsentrasi media, dan tingkat kebutuhan oksigen dapat dikontrol. Tetapi sistem ini membutuhkan pengetahuan mengenai profil pertumbuhan mikroba, kontrol sistem yang lebih ketat, dan membutuhkan peralatan dan operator yang lebih terlatih dalam pelaksanaannya. Continuous culture biasanya digunakan dalam skala industri. Media pertumbuhan ditambahkan dengan kecepatan yang sama secara terus-menerus setelah penanaman dan pada saat bersamaan cairan kultur dikeluarkan dari wadah fermentasi. Proses ini dapat memperpanjang fase pertumbuhan eksponensial. Keuntungan sistem ini adalah mempunyai produktivitas dan kecepatan pertumbuhan dapat dioptimalkan, proses dalam waktu lama dapat dijalankan, dan

14 14 dapat digunakan model sel amobil. Namun dilarang digunakan untuk memproduksi produk farmasi karena tidak sesuai dengan kaidah Good Manufacturing Practice, resiko kontaminasi yang besar, produk belum terbentuk secara optimal, dan mudah timbul evolusi pada mikroba (McNeil and Harvey, 2008). 5. Media Media merupakan bahan yang bernutrisi ditujukan untuk pertumbuhan mikroorganisme di laboratorium. Berdasarkan konsistensinya, media dikelompokkan menjadi media cair dan media padat. Media padat menggunakan Agar, suatu kompleks polisakarida yang diperoleh dari alga merah. Agar merupakan agen pengeras yang sangat bagus karena tidak dapat didegradasi oleh mikroorganisme (Pratiwi, 2008). Menurut Green (2009) terdapat 3 macam media berdasarkan kandungan nutrisinya, yaitu media umum, media selektif, dan media diferensial. Media umum adalah media yang dipakai secara general untuk menumbuhkan berbagai macam mikroorganisme. Biasanya digunakan untuk mikroorganisme yang belum banyak diketahui sehingga harus melalui proses identifikasi dan klasifikasi terlebih dahulu untuk menentukan media yang optimal untuk menumbuhakan. Contoh media umum adalah TSA (Trypticase Soy Blood Agar). Media selektif digunakan untuk mengisolasi mikroorganisme tertentu secara khusus dan biasanya untuk tujuan yang khusus pula. Misalnya TMA (Thayer Martin Agar) yang digunakan untuk menumbuhakan Neisseria. Media selektif juga digunakan untuk

15 15 tujuan tertentu seperti misalnya untuk mengoptimalkan produksi senyawa tertentu dari mikroorganisme. Media differensial digunakan selain untuk menumbuhkan mikroorganisme, juga bertujuan untuk mengidentifikasi. Pengidentifikasian ini salah satunya adalah melalui warna yang ditimbulkan pada koloni yang tumbuh pada media tersebut. Misalnya MacConkey Agar untuk membedakan jenis bakteri Enterobacteriaceae, misalnya bakteri Lactobacillus yang digunakan dalam fermentasi dapat menghasilkan warna ungu. Contoh lain adalah Cetrimide Agar yang khusus digunakan untuk biakan P. aeruginosa untuk menonjolkan pigmen yang diproduksi oleh P. aeruginosa sehingga terlihat lebih jelas meskipun diamati secara visual. Untuk memperoleh metabolit sekunder dari fungi dilakukan fermentasi. Ada tiga macam media fermentasi menurut Harvey dan McNeil (2008), yaitu media sintetik, media semi sintetik, dan media kompleks. Media sintetik merupakan media yang seluruhnya berupa bahan kimia sintetik yang semua komponen dalam pembuatannya sudah diketahui dan dalam jumlah dan konsentrasi tertentu. Media ini merupakan media sederhana yang mengandung karbon, nitrogen, dan garam inorganik. Biasanya media ini digunakan dalam skala penelitian untuk meningkatkan kandungan metabolit tertentu, karena komponen yang digunakan dapat ditentukan sesuai kebutuhan. Media semi sintetik mengandung media sintetik dalam jumlah besar dan komponen non-sintetik untuk mengontrol komposisi media. Contoh komponen non-sintetik adalah yeast extract yang merupakan sumber vitamin B. Media kompleks berasal dari tumbuhan atau hewan yang tidak diketahui komposisi serta

16 16 perbandingan jumlah dan kadarnya, sehingga sangat bervariasi dalam setiap batch-nya karena bahan pembuatan media dipengaruhi oleh musim dan lingkungan. Biasanya digunakan untuk proses bioteknologi dalam skala besar. Misalnya media yang berasal dari kentang, jagung, kedelai, dan tebu. Media PDB (Potato Dextrose Broth) merupakan salah satu contoh media semi sintetik untuk menumbuhkan yeast dan kapang. Media ini dibuat dari pati kentang yang diperoleh dari hasil infusa dan dekstrosa. Infusa kentang mengandung karbon, amilum dan vitamin yang mendorong sporulasi, produksi pigmen, dan pertumbuhan fungi secara optimal, sedangkan dekstrosa berperan sebagai sumber karbon dalam jumlah dan komposisi yang pasti (AOAC,1995; MacFaddin, 1985). Media yang digunakan untuk fermentasi mikroorganisme, selain karbon dan nitrogen diperlukan pula air, mineral, growth factor, buffer, dan vitamin (Stanbury dkk., 2003). Sumber karbon dibutuhkan untuk menghasilkan energi, tumbuh, dan memproduksi metabolit. Contoh sumber karbon misalnya glukosa, sukrosa, dan lemak. Nitrogen dibutuhkan untuk pertumbuhan dan sintesis protein dan asam amino. Mineral yang dibutuhkan mikroorganisme misalnya magnesium, fosfor, natrium, dan sulfur (Stanbury dkk., 2003). Vitamin dan growth factor hanya dibutuhkan dalam jumlah yang sedikit dan merupakan katalisis untuk biosintesis. Vitamin yang penting misalnya tiamin, biotin, dan niasin. Growth factor terdiri dari bahan organik yaitu vitamin, purin, pirimidin, dan asam amino (Kampen, 1997; Harvey dan McNeil, 2008).

17 17 6. Uji Aktivitas Antimikroba Uji aktivitas antimikroba merupakan pengukuran respon dari pertumbuhan populasi mikroba terhadap agen antimikroba. Tujuan dari pengujian antimikroba adalah untuk mengetahui potensi dari agen antimikroba, sehingga dapat dimanfaatkan untuk pengobatan yang efektif dan efisien. Uji aktivitas antibakteri menurut Pratiwi (2008) ada beberapa metode, yaitu : a. Metode difusi 1) Disc diffusion test (Kirby & Bauer) Disc diffusion test dilakukan dengan mengukur diameter zona bening (clear zone) yang merupakan petunjuk adanya respon penghambatan pertumbuhan bakteri oleh suatu senyawa antibakteri dalam ekstrak. Syarat jumlah bakteri untuk uji kepekaan/sensitivitas yaitu CFU/mL (Hermawan dkk., 2007). 2) E-test Metode ini digunakan untuk menentukan MIC (Minimum Inhibitory Concentration) atau KHM (Kadar Hambat Minimum), yaitu minimum konsentrasi senyawa antibakteri yang dapat menghambat mikroba. Menurut Wanger (2009), KHM sangat berpengaruh terhadap aktivitas terapi suatu antibakteri. Nilai KHM μg/ml memiliki perbedaan yang sangat signifikan terhadap nilai KHM 1 μg/ml dalam terapi antibakteri. Metode ini menggunakan strip plastik yang mengandung agen antimikroba dengan berbagai kadar tertentu dan diletakkan pada

18 18 permukaan media Agar yang ditanami mikroba. Area jernih menunjukkan aktivitas antimikroba dalam menghambat mikroorganisme. 3) Ditch-plate technique Media Agar dalam petri dibuat parit dengan memotong pada bagian tengah secara membujur, kemudian sampel uji yang berupa agen antimikroba diletakkan pada parit. Mikroba uji (maksimal 6 jenis) digoreskan ke dalam parit. 4) Cup-plate technique Metode ini menggunakan sumuran pada media, yaitu dengan membuat lubang pada Agar padat yang telah diinokulasi dengan bakteri. Jumlah dan letak lubang disesuaikan dengan tujuan penelitian, kemudian lubang diinjeksikan dengan ekstrak yang akan diuji. Setelah dilakukan inkubasi, pertumbuhan bakteri diamati untuk melihat ada tidaknya daerah hambatan di sekeliling lubang (Kusmayati dan Agustini, 2007). 5) Gradient-plate technique Pada metode ini, digunakan agen antimikroba dari konsentrasi 0 hingga maksimal secara teoritis. Media Agar dicairkan dan ditambahkan larutan uji. Kemudian dituang ke dalam petri dan dibiarkan dalam posisi miring. Nutrisi kedua dituang di atasnya dan diinkubasi 24 jam agar agen antimikroba berdifusi dan media memadat. Mikroba uji digoreskan dari konsentrasi tinggi ke rendah. Hasil diperhitungkan sebagai panjang total pertumbuhan mikroba

19 19 maksimum yang mungkin dibandingkan dengan panjang pertumbuhan hasil goresan. b. Metode dilusi Metode dilusi merupakan metode kuantitatif. Hasil metode dilusi diukur sebagai MIC atau KHM. 1) Metode dilusi cair (broth dilution test/serial dilution) Dilusi cair digunakan untuk mengukur KHM dan KBM (Kadar Bunuh Minimum). Prinsip metode ini adalah sejumlah senyawa antimikroba dibuat beberapa seri kadar dan diteteskan pada media cair yang telah diinokulasikan standar mikroba uji. Larutan pada kadar terendah yang terlihat jernih tanpa ada pertumbuhan mikroba ditetapkan sebagai KHM. Larutan yang ditetapkan sebagai KHM tersebut dikultur ulang pada media cair tanpa penambahan mikroba uji maupun agen antimikroba dan diinkubasi selama jam. Media yang tetap jernih setelah inkubasi ditetapkan sebagai KBM. 2) Metode dilusi padat (solid dilution test) Prinsip metode ini sama dengan metode dilusi cair, tetapi menggunakan media padat. Keuntungan metode ini adalah satu konsentrasi agen antimikroba dapat diujikan pada beberapa mikroba uji. c. Metode mikrodilusi Untuk menguji sampel dalam jumlah yang sedikit dalam mikrobiologi klinik digunakan mikrodilusi. Metode ini menggunakan mikroplat yang

20 20 terdiri dari sejumlah sumuran. Prinsipnya sama dengan dilusi pada umumnya, hanya menggunakan sampel dan jumlah bakteri yang lebih sedikit, sehingga hasilnya lebih sensitif. Keuntungan metode ini adalah reproduktivitas untuk uji tinggi, rendah sulfonamide, trimetoprim, dan inhibitor tetrasiklin, mempunyai hasil yang paling baik dalam pertumbuhan mikroorganisme (Qaiyumi, 2007). Selain itu, metode ini juga mudah dilakukan, membutuhkan sampel dalam jumlah yang sedikit, dan dapat melakukan uji dalam banyak perlakuan sekaligus dalam satu waktu yang bersamaan, sehingga kondisi lingkungan pada tiap perlakuan sama (Schwalbe dkk., 2007). E. Keterangan Empiris Dari penelitian ini ingin diketahui nilai KHM dari ekstrak DP2 sebagai parameter potensi antibakteri yang diujikan terhadap P. aeruginosa, E. coli, S. aureus, dan B. subtilis menggunakan metode mikrodilusi dan aktivitas quorum sensing inhibitor senyawa aktif dari fungi endofit DP2 dari A. annua terhadap P. aeruginosa.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dwi Putri Ayuningtyas, 2015

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dwi Putri Ayuningtyas, 2015 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Vetiveria zizanioides merupakan tanaman dari famili Poaceae yang pertama kali ditemukan di India dengan nama Khas-khas. Tanaman ini sangat adaptif terhadap kondisi-kondisi

Lebih terperinci

mencit dalam menurunkan jumlah rerata koloni Salmonella typhimurium (Murtini, 2006). Ekstrak metanol daun salam juga terbukti mampu menghambat

mencit dalam menurunkan jumlah rerata koloni Salmonella typhimurium (Murtini, 2006). Ekstrak metanol daun salam juga terbukti mampu menghambat BAB 1 PENDAHULUAN Indonesia sebagai negara tropis memiliki beraneka ragam jenis tanaman yang dapat menunjang kehidupan masyarakat, salah satunya adalah sebagai bahan untuk pengobatan. Salah satu dari berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Glukosa adalah monosakarida yang berperan sebagai sumber karbon pada media pertumbuhan mikrobia, yang juga merupakan salah satu produk pertanian yang murah dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan jaman, dunia pengobatan saat ini semakin

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan jaman, dunia pengobatan saat ini semakin I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan perkembangan jaman, dunia pengobatan saat ini semakin berkembang dengan pesat, terutama perkembangan antibiotik yang dihasilkan oleh mikrobia. Penisilin

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Bakteri Asam laktat (BAL) yaitu kelompok bakteri gram positif, katalase

II. TINJAUAN PUSTAKA. Bakteri Asam laktat (BAL) yaitu kelompok bakteri gram positif, katalase 5 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Bakteri Asam Laktat Bakteri Asam laktat (BAL) yaitu kelompok bakteri gram positif, katalase negatif yang dapat memproduksi asam laktat dengan cara memfermentasi karbohidrat, selnya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Luka adalah kerusakan fisik akibat dari terbukanya atau hancurnya kulit yang menyebabkan ketidakseimbangan fungsi dan anatomi kulit normal (Nagori and Solanki, 2011).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mikroorganisme banyak ditemui dalam kehidupan sehari-hari seperti pada udara, tanah, air dan masih banyak lagi. Kebanyakan dari mikroorganisme itu bisa merugikan,

Lebih terperinci

Analisis Hayati KEPEKAAN TERHADAP ANTIBIOTIKA. Oleh : Dr. Harmita

Analisis Hayati KEPEKAAN TERHADAP ANTIBIOTIKA. Oleh : Dr. Harmita Analisis Hayati KEPEKAAN TERHADAP ANTIBIOTIKA Oleh : Dr. Harmita Pendahuluan Dewasa ini berbagai jenis antimikroba telah tersedia untuk mengobati penyakit yang disebabkan oleh mikroorganisme. Zat anti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Infeksi merupakan masalah yang paling banyak dijumpai pada kehidupan sehari-hari. Kasus infeksi disebabkan oleh bakteri atau mikroorganisme patogen yang masuk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara tropis yang memiliki tumbuhan sebagai salah satu sumber kekayaan yang luar biasa. Banyak tanaman yang tumbuh subur dan penuh

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. (a) (b) (c) (d) Gambar 1. Lactobacillus plantarum 1A5 (a), 1B1 (b), 2B2 (c), dan 2C12 (d) Sumber : Firmansyah (2009)

TINJAUAN PUSTAKA. (a) (b) (c) (d) Gambar 1. Lactobacillus plantarum 1A5 (a), 1B1 (b), 2B2 (c), dan 2C12 (d) Sumber : Firmansyah (2009) TINJAUAN PUSTAKA Lactobacillus plantarum Bakteri L. plantarum termasuk bakteri dalam filum Firmicutes, Ordo Lactobacillales, famili Lactobacillaceae, dan genus Lactobacillus. Lactobacillus dicirikan dengan

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM PERSIAPAN MEDIA DAN STERILISASI OLEH : : RITA ANGGREANI WIDIASTUTI NIM : D1C KELOMPOK : IV KELAS : TPG-A 2014

LAPORAN PRAKTIKUM PERSIAPAN MEDIA DAN STERILISASI OLEH : : RITA ANGGREANI WIDIASTUTI NIM : D1C KELOMPOK : IV KELAS : TPG-A 2014 LAPORAN PRAKTIKUM PERSIAPAN MEDIA DAN STERILISASI OLEH : NAMA : RITA ANGGREANI WIDIASTUTI NIM : D1C1 14 155 KELOMPOK : IV KELAS : TPG-A 2014 JURUSAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI DAN INDUSTRI PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bahan-bahan lain seperti garam, bawang merah, bawang putih. Sambal

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bahan-bahan lain seperti garam, bawang merah, bawang putih. Sambal BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sambal Cabai 1. Sambal Sambal salah satu bahan yang terbuat dari cabai dan ditambah bahan-bahan lain seperti garam, bawang merah, bawang putih. Sambal memiliki cita rasa yang

Lebih terperinci

Media Kultur. Pendahuluan

Media Kultur. Pendahuluan Media Kultur Materi Kuliah Bioindustri Minggu ke 4 Nur Hidayat Pendahuluan Medium untuk pertumbuhan skala laboratorium umumnya mahal sehingga dibutuhkan perubahan agar dapat dipakai medium yang murah sehingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pangan fungsional adalah pangan olahan yang mengandung satu atau lebih komponen fungsional yang berdasarkan kajian ilmiah mempunyai fungsi fisiologis tertentu, terbukti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ke-20. Kemampuannya dalam menghasilkan senyawa antibiotik dapat memberikan

BAB I PENDAHULUAN. ke-20. Kemampuannya dalam menghasilkan senyawa antibiotik dapat memberikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Eksplorasi mikroorganisme sebagai agen terapetik sudah dimulai sejak abad ke-20. Kemampuannya dalam menghasilkan senyawa antibiotik dapat memberikan manfaat dalam mengatasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tropis, seperti Indonesia karena temperatur yang hangat serta lembab sehingga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tropis, seperti Indonesia karena temperatur yang hangat serta lembab sehingga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Infeksi merupakan penyebab utama penyakit di dunia terutama di daerah tropis, seperti Indonesia karena temperatur yang hangat serta lembab sehingga mendukung

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh daya antibakteri

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh daya antibakteri BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh daya antibakteri ekstrak etanol daun ciplukan (Physalis angulata L.) dalam bentuk sediaan obat kumur terhadap bakteri

Lebih terperinci

Zat-zat hara yang ditambahkan kedalam media tumbuh suatu mikroba adalah :

Zat-zat hara yang ditambahkan kedalam media tumbuh suatu mikroba adalah : 1. DEFINISI MEDIA Media adalah suatu bahan yang terdiri dari campuran zat-zat hara (nutrient) yang berguna untuk membiakkan mikroba. Dengan mempergunakan bermacammacam media dapat dilakukan isolasi, perbanyakan,

Lebih terperinci

Media Kultur. Pendahuluan. Komposisi Media 3/9/2016. Materi Kuliah Mikrobiologi Industri Minggu ke 3 Nur Hidayat

Media Kultur. Pendahuluan. Komposisi Media 3/9/2016. Materi Kuliah Mikrobiologi Industri Minggu ke 3 Nur Hidayat Media Kultur Materi Kuliah Mikrobiologi Industri Minggu ke 3 Nur Hidayat Pendahuluan Medium untuk pertumbuhan skala laboratorium umumnya mahal sehingga dibutuhkan perubahan agar dapat dipakai medium yang

Lebih terperinci

Penambahan jumlah sel pada bakteri dilakukan secara biner (membelah diri) yaitu dari 1 sel membelah menjadi 2 sel yang identik dengan sel induk

Penambahan jumlah sel pada bakteri dilakukan secara biner (membelah diri) yaitu dari 1 sel membelah menjadi 2 sel yang identik dengan sel induk Firman Jaya 2 Diartikan sebagai penambahan jumlah sel Penambahan jumlah sel pada bakteri dilakukan secara biner (membelah diri) yaitu dari 1 sel membelah menjadi 2 sel yang identik dengan sel induk 3 4

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Infeksi merupakan penyakit yang paling banyak ditemukan dalam kehidupan sehari-hari. Kasus infeksi biasanya disebabkan oleh beberapa mikroorganisme seperti bakteri,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. sebagai obat. Indonesia memiliki keanekaragaman hayati yang melimpah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. sebagai obat. Indonesia memiliki keanekaragaman hayati yang melimpah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Keanekaragaman hayati seperti tanaman, mikroba, serta hewan merupakan sumber dari senyawa bioaktif yang sangat berpotensi untuk dikembangkan sebagai obat.

Lebih terperinci

BAB VI PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN. Untuk mengetahui efek pemberian ekstrak mengkudu terhadap daya

BAB VI PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN. Untuk mengetahui efek pemberian ekstrak mengkudu terhadap daya 1 BAB VI PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN 6.1. Subjek Penelitian Untuk mengetahui efek pemberian ekstrak mengkudu terhadap daya hambat Streptococcus mutans secara in vitro maka dilakukan penelitian pada plate

Lebih terperinci

3. HASIL PENELITIAN Acar Kubis Putih (Brassica oleracea)

3. HASIL PENELITIAN Acar Kubis Putih (Brassica oleracea) 3. HASIL PENELITIAN 3.1. Acar Kubis Putih (Brassica oleracea) Bahan utama yang digunakan sebagai substrat untuk proses fermentasi acar ini adalah kubis putih yang berasal dari daerah Getasan, Kopeng (Gambar

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi merupakan penyakit yang disebabkan oleh mikroorganisme yang masuk ke dalam tubuh inangnya. Infeksi seringkali membahayakan hidup manusia. Oleh sebab itu, berbagai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dari saluran napas bagian atas manusia sekitar 5-40% (Abdat,2010).

BAB 1 PENDAHULUAN. dari saluran napas bagian atas manusia sekitar 5-40% (Abdat,2010). BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bakteri Streptococcus pneumoniae merupakan bakteri komensal dari saluran napas bagian atas manusia sekitar 5-40% (Abdat,2010). Streptococcus pneumoniae menyebabkan

Lebih terperinci

Dr. Dwi Suryanto Prof. Dr. Erman Munir Nunuk Priyani, M.Sc.

Dr. Dwi Suryanto Prof. Dr. Erman Munir Nunuk Priyani, M.Sc. BIO210 Mikrobiologi Dr. Dwi Suryanto Prof. Dr. Erman Munir Nunuk Priyani, M.Sc. Kuliah 6. NUTRISI DAN MEDIA Kebutuhan dan syarat untuk pertumbuhan, ada 2 macam: fisik suhu, ph, dan tekanan osmosis. kimia

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kelangsungan Hidup Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelangsungan hidup dari setiap perlakuan memberikan hasil yang berbeda-beda. Tingkat kelangsungan hidup yang paling

Lebih terperinci

BAB I. A. Latar Belakang Masalah. baik bagi masyarakat yang tinggal di perkotaan maupun pedesaan. Tanaman obat

BAB I. A. Latar Belakang Masalah. baik bagi masyarakat yang tinggal di perkotaan maupun pedesaan. Tanaman obat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanaman obat adalah tanaman yang dapat digunakan sebagai obat untuk mengobati berbagai penyakit. Sejak dahulu, tanaman obat telah digunakan masyarakat Indonesia

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tumbuhan yang memiliki bunga banyak, serta daun dari bunga bakung ini memilki

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tumbuhan yang memiliki bunga banyak, serta daun dari bunga bakung ini memilki BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Morfologi Tumbuhan Bunga Bakung Tumbuhan bunga bakung mempunyai ketinggian antara 0,5-1,25 m, merupakan tumbuhan yang memiliki daun dan bunga. Bunga bakung termasuk tumbuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW. jika menembus permukaan kulit ke aliran darah (Otto, 2009). S. epidermidis

BAB I PENDAHULUAN UKDW. jika menembus permukaan kulit ke aliran darah (Otto, 2009). S. epidermidis BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Staphylococcus epidermidis merupakan flora normal,bersifat komensal pada permukaan kulit dan membran mukosa saluran napas atas manusia. Bakteri ini diklasifikasikan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. ekstrak kulit nanas (Ananas comosus) terhadap bakteri Porphyromonas. Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. ekstrak kulit nanas (Ananas comosus) terhadap bakteri Porphyromonas. Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pengaruh daya antibakteri ekstrak kulit nanas (Ananas comosus) terhadap bakteri Porphyromonas gingivalis secara in vitro dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Mikroorganisme dapat menyebabkan infeksi terhadap manusia. Infeksi

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Mikroorganisme dapat menyebabkan infeksi terhadap manusia. Infeksi A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN Mikroorganisme dapat menyebabkan infeksi terhadap manusia. Infeksi adalah proses invasif oleh mikroorganisme dan berproliferasi di dalam tubuh yang menyebabkan sakit, mikroorganisme

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber pangan terutama pada tumbuhan. Berbagai macam tumbuhan mampu menghasilkan cadangan makanan yang digunakan sebagai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Bakteri Bakteri adalah domain yang terdiri dari makhluk hidup yang tidak memiliki membran inti (prokariota). Bakteri dulu terbagi menjadi Bacteria dan Archaebacteria, namun

Lebih terperinci

TUJUAN PUSTAKA Klasifikasi dan Kegunaan Bawang Batak (A. cinense) Jadi mirip bawang daun berbentuk mungil dengan daun kecil panjang, dan juga

TUJUAN PUSTAKA Klasifikasi dan Kegunaan Bawang Batak (A. cinense) Jadi mirip bawang daun berbentuk mungil dengan daun kecil panjang, dan juga TUJUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Kegunaan Bawang Batak (A. cinense) Bawang batak (A. cinense) memiliki morfologi seperti bawang kucai namun dengan ujung tangkai yang lebih panjang dan warnanya cenderung

Lebih terperinci

HASIL DA PEMBAHASA. Kadar Air

HASIL DA PEMBAHASA. Kadar Air Pemilihan Eluen Terbaik Pelat Kromatografi Lapis Tipis (KLT) yang digunakan adalah pelat aluminium jenis silika gel G 60 F 4. Ekstrak pekat ditotolkan pada pelat KLT. Setelah kering, langsung dielusi dalam

Lebih terperinci

BAB II TINJUAN PUSTAKA

BAB II TINJUAN PUSTAKA BAB II TINJUAN PUSTAKA A. Titanium Dioksida (TiO 2 ) Titanium merupakan salah satu unsur logam transisi golongan IV B, berbentuk padat yang berwarna putih keperakan. Titanium murni dapat larut dalam larutan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang kaya dengan tumbuhan berkhasiat, sehingga banyak dimanfaatkan dalam bidang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang kaya dengan tumbuhan berkhasiat, sehingga banyak dimanfaatkan dalam bidang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang kaya dengan tumbuhan berkhasiat, sehingga banyak dimanfaatkan dalam bidang pertanian, kesehatan, dan industri. Umumnya pengetahuan masyarakat

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. AKTIVITAS KUALITATIF ENZIM KITINOLITIK (INDEKS KITINOLITIK)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. AKTIVITAS KUALITATIF ENZIM KITINOLITIK (INDEKS KITINOLITIK) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. AKTIVITAS KUALITATIF ENZIM KITINOLITIK (INDEKS KITINOLITIK) Peremajaan dan purifikasi terhadap kedelapan kultur koleksi isolat bakteri dilakukan terlebih dahulu sebelum pengujian

Lebih terperinci

PETUNJUK PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI DASAR (TPP 1207) Disusun oleh : Dosen Pengampu

PETUNJUK PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI DASAR (TPP 1207) Disusun oleh : Dosen Pengampu PETUNJUK PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI DASAR (TPP 1207) Disusun oleh : Dosen Pengampu KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS PERTANIAN PURWOKERTO 2016 ACARA

Lebih terperinci

A. LATAR BELAKANG MASALAH

A. LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Infeksi merupakan masalah yang paling banyak dijumpai pada kehidupan sehari-hari. Kasus infeksi disebabkan oleh bakteri atau mikroorganisme yang patogen, mikroba

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN MIKROORGANISME

PERTUMBUHAN MIKROORGANISME PERTUMBUHAN MIKROORGANISME 2 pertumbuhan Diartikan sebagai penambahan jumlah sel Penambahan jumlah sel pada bakteri dilakukan secara biner (membelah diri) yaitu dari 1 sel membelah menjadi 2 sel yang identik

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pemotongan hewan Pacar Keling, Surabaya. dengan waktu pengamatan setiap 4 jam

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pemotongan hewan Pacar Keling, Surabaya. dengan waktu pengamatan setiap 4 jam BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian tentang skrining dan uji aktivitas enzim protease bakteri hasil isolasi dari limbah Rumah Pemotongan Hewan (RPH) Pacar Keling Surabaya menghasilkan data-data sebagai

Lebih terperinci

3. HASIL PENELITIAN Fermentasi Asinan Rebung

3. HASIL PENELITIAN Fermentasi Asinan Rebung 3. HASIL PENELITIAN 3.1. Fermentasi Asinan Rebung Rebung yang digunakan untuk asinan rebung ialah rebung jenis rebung kuning bambu betung (Dendrocalamus asper) dengan kualitas yang baik (Gambar 5a). Fermentasi

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN & REPRODUKSI MIKROORGANISME. Dyah Ayu Widyastuti

PERTUMBUHAN & REPRODUKSI MIKROORGANISME. Dyah Ayu Widyastuti PERTUMBUHAN & REPRODUKSI MIKROORGANISME Dyah Ayu Widyastuti Sifat Mikroorganisme Berdasarkan zat hara yang diperhatikan bakteri: 1. Sumber energi: a. Kemotrofik energi dari bahan kimia b. Fototrofik energi

Lebih terperinci

BAB IV. PENETAPAN HAYATI DENGAN MIKROBIA

BAB IV. PENETAPAN HAYATI DENGAN MIKROBIA BAB IV. PENETAPAN HAYATI DENGAN MIKROBIA Materi yang akan disampaikan meliputi: Sistem Hayati : - Bacteria - ragi (yeast) - jamur Obat yang diuji: 1. Antibiotika (bactericide, fungicide) 2. Vitamin (Vit.B,

Lebih terperinci

Penyiapan Kultur Starter. Bioindustri Minggu 6 Oleh : Sri Kumalaningsih, dkk

Penyiapan Kultur Starter. Bioindustri Minggu 6 Oleh : Sri Kumalaningsih, dkk Penyiapan Kultur Starter Bioindustri Minggu 6 Oleh : Sri Kumalaningsih, dkk Pendahuluan Beberapa faktor yang mempengaruhi keberhasilan produksi barang dan jasa dengan menggunakan mikroorganisme diantaranya

Lebih terperinci

Gelas beker 3. Potato Dextrose Agar (PDA) 39 gr/l. Labu Erlenmeyer 4. Daging segar tanpa lemak 200 gr

Gelas beker 3. Potato Dextrose Agar (PDA) 39 gr/l. Labu Erlenmeyer 4. Daging segar tanpa lemak 200 gr TUJUAN Praktikum ini dimaksudkan untuk memberi pengetahuan kepada mahasiswa mengenai berbagai jenis media pertumbuhan mikroba dan menguasai cara-cara pembuatannnya. ALAT BAHAN Tabung Reaksi 1. Nutrien

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Umbi Bit ( Beta vulgaris ) 1. Klasifikasi Famili : Brassicaceae Specimen : Beta vulgaris L Nama local : Umbi Bit (dari Hasil determinasi) 2. Nama Daerah Bit gula, beet, common

Lebih terperinci

Mikroorganisme dalam Industri Fermentasi

Mikroorganisme dalam Industri Fermentasi Mikroorganisme dalam Industri Fermentasi Mas ud Effendi Agroindustri Produk Fermentasi TIP FTP - UB Mikrobia yang sering digunakan dalam fermentasi Bakteri (bacteria) Khamir (yeast) Jamur (fungi) 1 Bakteri

Lebih terperinci

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB 5 HASIL PENELITIAN BAB 5 HASIL PENELITIAN 5.1 Uji Identifikasi Fitokimia Uji identifikasi fitokimia hasil ekstraksi lidah buaya dengan berbagai metode yang berbeda dilakukan untuk mengetahui secara kualitatif kandungan senyawa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hampir 15 juta orang meninggal setiap tahunnya di negara berkembang karena penyakit infeksi. Beberapa penyakit infeksi yang masuk dalam daftar 10 penyakit terbanyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit yang disebabkan oleh mikroorganisme di Indonesia masih mengkhawatirkan kehidupan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit yang disebabkan oleh mikroorganisme di Indonesia masih mengkhawatirkan kehidupan masyarakat. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit yang disebabkan oleh mikroorganisme di Indonesia masih mengkhawatirkan kehidupan masyarakat. Salah satu penyebabnya adalah semakin meluasnya resistensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai uji klinis dan di pergunakan untuk pengobatan yang berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai uji klinis dan di pergunakan untuk pengobatan yang berdasarkan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Indonesia adalah negara yang kaya akan sumber daya alam yang dapat di manfaatkan sebagai obat tradisional. Obat tradisional merupakan obat yang berasal dari tumbuhan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di Indonesia penyakit infeksi masih merupakan penyebab kematian tertinggi. Selain itu, penggunaan antibakteri atau antiinfeksi masih dominan dalam pelayanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bakteri merupakan salah satu mikroorganisme utama penyebab penyakit infeksi (Jawetz et al., 2001). Bakteri yang dapat menyebabkan penyakit infeksi antara lain

Lebih terperinci

III. METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT C. METODE PENELITIAN

III. METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT C. METODE PENELITIAN III. METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT Bahan baku utama yang digunakan pada penelitian ini adalah rimpang jahe segar yang diperoleh dari Balai Penelitian Tanaman Aromatik dan Obat (Balitro) Bogor berumur 8

Lebih terperinci

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian ini telah dilaksanakan pada percobaan uji mikrobiologi dengan menggunakan ekstrak etanol daun sirih merah. Sebanyak 2,75 Kg daun sirih merah dipetik di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit infeksi merupakan salah satu permasalahan kesehatan di masyarakat yang tidak pernah dapat diatasi secara tuntas yang menjadi penyebab utama penyakit

Lebih terperinci

UJI-UJI ANTIMIKROBA. Uji Suseptibilitas Antimikrobial. Menggunakan cakram filter, mengandung sejumlah antibiotik dengan konsentrasi tertentu

UJI-UJI ANTIMIKROBA. Uji Suseptibilitas Antimikrobial. Menggunakan cakram filter, mengandung sejumlah antibiotik dengan konsentrasi tertentu UJI-UJI ANTIMIKROBA KIMIA BIOESAI PS-S2 KIMIA IPB 2014 Uji Suseptibilitas Antimikrobial Metode Difusi Menggunakan cakram filter, mengandung sejumlah antibiotik dengan konsentrasi tertentu Metode Dilusi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan obat-obatan tradisional khususnya tumbuh-tumbuhan untuk

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan obat-obatan tradisional khususnya tumbuh-tumbuhan untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penggunaan obat-obatan tradisional khususnya tumbuh-tumbuhan untuk membantu meningkatkan kesehatan masyarakat sudah dilakukan sejak zaman dahulu. Hal tersebut telah

Lebih terperinci

Teknik Isolasi pada Mikroba

Teknik Isolasi pada Mikroba Teknik Isolasi pada Mikroba Populasi mikroba di alam tidak terpisah sendiri menurut jenisnya, tetapi terdiri dari campuran berbagai macam sel. Di laboratorium populasi mikroba dapat diisolasi menjadi kultur

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Morfologi Sel dan Pewarnaan Gram

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Morfologi Sel dan Pewarnaan Gram HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Morfologi Sel dan Pewarnaan Karakteristik morfologi L. plantarum yang telah didapat adalah positif, berbentuk batang tunggal dan koloni berantai pendek. Karakteristik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan non-bergerak bulat kecil berbentuk atau non-motil cocci. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. dan non-bergerak bulat kecil berbentuk atau non-motil cocci. Hal ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Staphylococcus aureus adalah jenis bakteri. Ini Gram positif noda dan non-bergerak bulat kecil berbentuk atau non-motil cocci. Hal ini ditemukan dalam anggur seperti

Lebih terperinci

aeruginosa ATCC secara in vitro Pembuatan filtrat Streptomyces sp... 25

aeruginosa ATCC secara in vitro Pembuatan filtrat Streptomyces sp... 25 DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL HALAMAN PERSETUJUAN... i KATA PENGANTAR... ii ABSTRAK... iv ABSTRACT... v DAFTAR ISI... vi DAFTAR GAMBAR... ix DAFTAR TABEL... xi DAFTAR LAMPIRAN... xii I. PENDAHULUAN...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bakteri merupakan salah satu penyebab utama masalah kesehatan di dunia, terutama di negara tropis. Di daerah tropis seperti Indonesia, penyakit yang disebabkan oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melanda peradaban manusia selama berabad-abad (Pelczar dan Chan, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. melanda peradaban manusia selama berabad-abad (Pelczar dan Chan, 2007). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mikroorganisme merupakan penyebab berbagai macam penyakit yang telah melanda peradaban manusia selama berabad-abad (Pelczar dan Chan, 2007). Mikroorganisme berkembang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW. Salah satu kuman penyebab infeksi saluran cerna adalah Shigella, yang

BAB I PENDAHULUAN UKDW. Salah satu kuman penyebab infeksi saluran cerna adalah Shigella, yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang penelitian Salah satu kuman penyebab infeksi saluran cerna adalah Shigella, yang bermanifestasi klinis diare dengan darah (disentri). Secara umum, Shigella spp. bertanggung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Saat ini banyak dikembangkan penelitian tentang mikroorganisme penghasil antibiotik, salah satunya dari Actinomycetes. Actinomycetes berhabitat di dalam tanah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kondisi alam tropis Indonesia sangat menunjang pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. Kondisi alam tropis Indonesia sangat menunjang pertumbuhan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kondisi alam tropis Indonesia sangat menunjang pertumbuhan mikroorganisme. Pada umumnya mikroorganisme yang patogen bersifat merugikan karena dapat menimbulkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara tropis yang mempunyai banyak keanekaragaman hayati, terutama tumbuh-tumbuhan yang dapat dipergunakan sebagai bahan makanan dan obat-obatan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahan-bahan dari alam tersebut dapat berupa komponen-komponen biotik seperti

BAB I PENDAHULUAN. Bahan-bahan dari alam tersebut dapat berupa komponen-komponen biotik seperti BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Obat alami yang digunakan oleh masyarakat semuanya bersumber dari alam. Bahan-bahan dari alam tersebut dapat berupa komponen-komponen biotik seperti tumbuhan maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebelum melakukan pengamatan terhadap bakteri dan jamur di laboratorium, telebih dahulu kita harus menumbuhkan atau membiakan bakteri/jamur tersebut. Mikroorganisme

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5. Jumlah Bakteri Asam Laktat pada Media Susu Skim.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5. Jumlah Bakteri Asam Laktat pada Media Susu Skim. HASIL DAN PEMBAHASAN Persiapan Penelitian Persiapan penelitian meliputi pembiakan kultur pada media susu skim. Pembiakan kultur starter pada susu skim dilakukan untuk meningkatkan populasi kultur yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu cermin dari kesehatan manusia, karena merupakan

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu cermin dari kesehatan manusia, karena merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rongga mulut merupakan tempat masuknya berbagai zat yang dibutuhkan oleh tubuh dan salah satu bagian di dalamnya ada gigi yang berfungsi sebagai alat mastikasi,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi dan Inokulasi Penyebab Busuk Lunak Karakterisasi Bakteri Penyebab Busuk Lunak Uji Gram

HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi dan Inokulasi Penyebab Busuk Lunak Karakterisasi Bakteri Penyebab Busuk Lunak Uji Gram HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi dan Inokulasi Penyebab Busuk Lunak Isolasi daun anggrek yang bergejala busuk lunak dihasilkan 9 isolat bakteri. Hasil uji Gram menunjukkan 4 isolat termasuk bakteri Gram positif

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Pemeriksaan Kemurnian Isolat Bakteri Asam Laktat dan Bakteri Patogen Indikator Morfologi Sel

HASIL DAN PEMBAHASAN Pemeriksaan Kemurnian Isolat Bakteri Asam Laktat dan Bakteri Patogen Indikator Morfologi Sel HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil yang diperoleh pada penelitian ini diawali dengan pemeriksaan karakteristik morfologi dan kemurnian isolat bakteri yang digunakan. Isolat bakteri yang digunakan adalah BAL indigenous

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Demam tifoid merupakan penyakit infeksi akut pada usus halus dengan gejala demam satu minggu atau lebih disertai gangguan pada saluran pencernaan (Widodo,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 100 genus Actinomycetes hidup di dalam tanah. tempat-tempat ekstrim seperti daerah bekas letusan gunung berapi.

BAB I PENDAHULUAN. 100 genus Actinomycetes hidup di dalam tanah. tempat-tempat ekstrim seperti daerah bekas letusan gunung berapi. BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Actinomycetes adalah bakteri gram positif, filamentus, membentuk spora dan mempunyai kandungan G+C tinggi (57-75%). Actinomycetes sering dianggap kelompok peralihan

Lebih terperinci

dapat dimanfaatkan sebagai obat berbagai macam penyakit. Beberapa yang dilakukan untuk menemukan senyawa-senyawa bioaktif yang

dapat dimanfaatkan sebagai obat berbagai macam penyakit. Beberapa yang dilakukan untuk menemukan senyawa-senyawa bioaktif yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tumbuhan memiliki senyawa bioaktif metabolit sekunder yang dapat dimanfaatkan sebagai obat berbagai macam penyakit. Beberapa diantaranya memiliki sifat antibakteri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dari catatan sejarah dapat diketahui bahwa fitoterapi atau terapi menggunakan

BAB I PENDAHULUAN. Dari catatan sejarah dapat diketahui bahwa fitoterapi atau terapi menggunakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada zaman dahulu manusia menggunakan bahan alam untuk pengobatan, baik dari tumbuhan, hewan ataupun mineral. Pengobatan dengan menggunakan bahan alam diperkirakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Mengkudu (Morinda citrifolia) merupakan tanaman khas Indonesia yang telah dimanfaatkan untuk berbagai pengobatan. Beberapa bagian tanaman tersebut telah mengalami pengujian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Penelitian, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian

I. PENDAHULUAN. Penelitian, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian I. PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Penelitian, (6) Hipotesis Penelitian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. makhluk hidup. Umumnya bakteri hidup secara berkoloni dan hidup. berkumpul di dalam suatu medium yang sama (Zaif, 2006).

I. PENDAHULUAN. makhluk hidup. Umumnya bakteri hidup secara berkoloni dan hidup. berkumpul di dalam suatu medium yang sama (Zaif, 2006). 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bakteri merupakan mikroorganisme yang hidup di air, udara, tanah dan makhluk hidup. Umumnya bakteri hidup secara berkoloni dan hidup berkumpul di dalam suatu medium yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW. negara berkembang seperti Indonesia (Stella et al, 2012). S. typhii adalah bakteri

BAB I PENDAHULUAN UKDW. negara berkembang seperti Indonesia (Stella et al, 2012). S. typhii adalah bakteri BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah S. typhi merupakan salah satu penyebab infeksi tersering di daerah tropis, terutama di tempat-tempat yang memiliki sanitasi yang buruk (Brooks, 2007). Penularan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. oleh berbagai spesies mikroorganisme, yang dalam konsentrasi rendah. mampu menghambat pertumbuhan mikroorganisme lainnya.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. oleh berbagai spesies mikroorganisme, yang dalam konsentrasi rendah. mampu menghambat pertumbuhan mikroorganisme lainnya. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Antibiotik Antibiotik adalah suatu substansi kimia yang diperoleh atau dibentuk oleh berbagai spesies mikroorganisme, yang dalam konsentrasi rendah mampu menghambat pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pengukuran zona hambat yang berikut ini disajikan dalam Tabel 2 : Ulangan (mm) Jumlah Rata-rata

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pengukuran zona hambat yang berikut ini disajikan dalam Tabel 2 : Ulangan (mm) Jumlah Rata-rata BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1.1 Hasil Dari penelitian yang dilakukan sebanyak 3 kali pengulangan, diperoleh hasil pengukuran zona hambat yang berikut ini disajikan dalam Tabel 2 : Tabel 2 : Hasil pengukuran

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian observasional laboratorik.

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian observasional laboratorik. BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian observasional laboratorik. B. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan pada bulan Oktober Desember 2014 bertempat

Lebih terperinci

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB 5 HASIL PENELITIAN BAB 5 HASIL PENELITIAN 5.1 Hasil Uji Identifikasi Fitokimia Hasil uji identifikasi fitokimia yang tersaji pada tabel 5.1 membuktikan bahwa dalam ekstrak maserasi n-heksan dan etil asetat lidah buaya campur

Lebih terperinci

Penelitian ini dilakukan di laboratorium Mikrobiologi Pangan Universitas Katolik Soegijapranata pada Agustus 2013 hingga Januari 2014.

Penelitian ini dilakukan di laboratorium Mikrobiologi Pangan Universitas Katolik Soegijapranata pada Agustus 2013 hingga Januari 2014. 2. MATERI DAN METODE 2.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di laboratorium Mikrobiologi Pangan Universitas Katolik Soegijapranata pada Agustus 2013 hingga Januari 2014. 2.2. Materi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Kadar Air Ekstraksi dan Rendemen Hasil Ekstraksi

HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Kadar Air Ekstraksi dan Rendemen Hasil Ekstraksi 24 Rancangan ini digunakan pada penentuan nilai KHTM. Data yang diperoleh dianalisis dengan Analysis of Variance (ANOVA) pada tingkat kepercayaan 95% dan taraf α 0.05, dan menggunakan uji Tukey sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit infeksi merupakan salah satu masalah dalam bidang kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit infeksi merupakan salah satu masalah dalam bidang kesehatan BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Penyakit infeksi merupakan salah satu masalah dalam bidang kesehatan yang dari waktu ke waktu terus berkembang. Infeksi merupakan penyakit yang dapat ditularkan dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Infeksi merupakan salah satu penyebab utama penyakit di Indonesia, karena memiliki iklim yang tropis dan kelembabannya tinggi sehingga mikroba dapat tumbuh subur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Makanan, minuman dan obat-obatan yang beredar dalam kemasan di masyarakat dewasa ini menggunakan bahan pengawet sebagai bahan tambahan. Bahan pengawet (preservative),

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. utama terutama di negara tropis seperti Indonesia. Hal ini ditunjang oleh iklim tropis

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. utama terutama di negara tropis seperti Indonesia. Hal ini ditunjang oleh iklim tropis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit infeksi merupakan penyakit yang masih menjadi salah satu masalah utama terutama di negara tropis seperti Indonesia. Hal ini ditunjang oleh iklim tropis

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. positif yang hampir semua strainnya bersifat patogen dan merupakan bagian dari

BAB 1 PENDAHULUAN. positif yang hampir semua strainnya bersifat patogen dan merupakan bagian dari 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Staphylococcus aureus merupakan salah satu kelompok bakteri gram positif yang hampir semua strainnya bersifat patogen dan merupakan bagian dari flora normal kulit

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS PENGGUNAAN METODE PENGUJIAN ANTIBIOTIK ISOLAT STREPTOMYCES DARI RIZOSFER FAMILIA POACEAE TERHADAP Escherichia coli

EFEKTIVITAS PENGGUNAAN METODE PENGUJIAN ANTIBIOTIK ISOLAT STREPTOMYCES DARI RIZOSFER FAMILIA POACEAE TERHADAP Escherichia coli EFEKTIVITAS PENGGUNAAN METODE PENGUJIAN ANTIBIOTIK ISOLAT STREPTOMYCES DARI RIZOSFER FAMILIA POACEAE TERHADAP Escherichia coli SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang Penelitian. beberapa manfaat salah satunya adalah sebagai probiotik. Hal ini

PENDAHULUAN. Latar Belakang Penelitian. beberapa manfaat salah satunya adalah sebagai probiotik. Hal ini PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Bakteri asam laktat (BAL) merupakan bakteri yang memiliki beberapa manfaat salah satunya adalah sebagai probiotik. Hal ini dikarenakan asam - asam organik yang dihasilkan

Lebih terperinci