ANALISIS KROMOSOM DAN STOMATA TANAMAN SALAK BALI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS KROMOSOM DAN STOMATA TANAMAN SALAK BALI"

Transkripsi

1 1 ANALISIS KROMOSOM DAN STOMATA TANAMAN SALAK BALI (Salacca zalacca var. aboinensis (Becc.) Mogea), SALAK PADANG SIDEMPUAN (S. suatrana (Becc.)) DAN SALAK JAWA (S. zalacca var. zalacca (Becc) Mogea)) Oleh: FRANSISKUS FENDI HARYANTO H FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010

2 2 ANALISIS KROMOSOM DAN STOMATA TANAMAN SALAK BALI (Salacca zalacca var. aboinensis (Becc.) Mogea), SALAK PADANG SIDEMPUAN (S. suatrana (Becc.)) DAN SALAK JAWA (S. zalacca var. zalacca (Becc) Mogea)) Skripsi Untuk eenuhi sebagian persyaratan guna eperoleh derajat Sarjana Pertanian di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Jurusan/Progra Studi Agronoi Oleh: FRANSISKUS FENDI HARYANTO H FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010 i

3 3 ANALISIS KROMOSOM DAN STOMATA TANAMAN SALAK BALI (Salacca zalacca var. aboinensis (Becc.) Mogea), SALAK PADANG SIDEMPUAN (S. suatrana (Becc.)) DAN SALAK JAWA (S. zalacca var. zalacca (Becc) Mogea)) yang dipersiapkan dan disusun oleh Fransiskus Fendi Haryanto H telah dipertahankan di depan Dewan Penguji pada tanggal: Oktober 2010 dan dinyatakan telah eenuhi syarat Susunan Ti Penguji Ketua Anggota I Anggota II Prof. Dr. Ir. Nandariyah, MS Ir. Sri Hartati, MP Ir. Warsoko Wiryowidodo NIP NIP NIP Surakarta, Oktober 2010 Mengetahui Universitas Sebelas Maret Fakultas Pertanian Dekan Prof. Dr. Ir. H. Suntoro, MS NIP

4 4 KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan YME atas rahat dan karunia-nya sehingga penulis dapat enyelesaikan rangkaian penelitian dan penulisan skripsi yang berjudul Analisis Krooso dan Stoata Tanaan Salak Bali (Salacca zalacca var. aboinensis (Becc.) Mogea), Salak Padang Sidepuan (S. suatrana (Becc.)) dan Salak Jawa (S. zalacca var. zalacca (Becc) Mogea)) ini dengan baik. Penulis enyadari sepenuhnya bahwa dala penulisan dan penyusunan skripsi ini dapat berjalan baik dan lancar karena adanya pengarahan, bibingan, dan bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin enyapaikan teriakasih kepada: 1. Prof. Dr. Ir. H. Suntoro, MS selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta. 2. Prof. Dr. Ir. Nandariyah, MS selaku Dosen Pebibing Utaa yang telah eberikan saran dan subangan peikiran kepada penulis selaa pelaksanaan penelitian sapai penyusunan skripsi ini. 3. Ir. Sri Hartati, MP selaku Dosen Pebibing Pendaping atas asukan dan saran dala penelitian hingga akhir penyusunan skripsi ini. 4. Ir. Warsoko Wiryowidodo selaku Dosen Pebahas yang telah eberikan asukan dan saran pada skripsi ini. 5. Ir. Wartoyo SP, MS selaku Dosen Pebibing Akadeik 6. Keluargaku tersayang: Bapak, Ibu, Kakak dan Adik yang selalu endukung dan endoakanku. 7. Tean-tean, kakak-kakak tingkat Agronoi, dan seua pihak yang telah ebantu dei kelancaran penulisan skripsi ini. Penulis enyadari bahwa penulisan skripsi ini asih jauh dari sepurna. Seoga skripsi ini beranfaat bagi penulis khususnya dan pebaca pada uunya. Surakarta, Oktober 2010

5 5 Penulis

6 6 DAFTAR ISI Halaan KATA PENGANTAR... iii DAFTAR ISI... iv DAFTAR TABEL... vi DAFTAR GAMBAR... vii DAFTAR LAMPIRAN... viii RINGKASAN... ix SUMMARY... x I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang... 1 B. Peruusan Masalah... 2 C. Tujuan Penelitian... 3 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaan Salak... 4 B. Krooso... 6 C. Pebuatan Sediaan... 9 D. Stoata III. METODE PENELITIAN A. Tepat dan Waktu Penelitian B. Bahan dan Alat C. Tata Laksana Penelitian D. Variabel Pengaatan E. Analisis Data IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Julah Krooso B. Ukuran Krooso C. Bentuk Krooso D. Karyotipe E. Indeks Asietri Krooso... 35

7 7 F. Julah Stoata G. Ukuran Stoata V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesipulan B. Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 42

8 8 DAFTAR TABEL Judul Tabel Halaan 1. Bentuk krooso berdasarkan rasio lengan krooso... 8 Tabel 2. Ukuran krooso salak Bali (Salacca. zalacca Var. Aboinensis (Becc.) Mogea) Tabel 3. Ukuran krooso salak Padang Sidepuan (Salacca suatrana (Becc.) Tabel 4. Ukuran krooso salak Pondoh (Salacca zalacaa cv pondoh) Tabel 5. Ukuran krooso salak Gading (Salacca zalacca cv gading) Tabel 6. Bentuk krooso salak Bali (Salacca. zalacca Var. Aboinensis (Becc.) Mogea) Tabel 7. Bentuk krooso salak Padang Sidepuan (Salacca suatrana (Becc.) Tabel 8. Bentuk krooso salak Pondoh (Salacca zalacaa cv pondoh) Tabel 9. Bentuk krooso salak Gading (Salacca zalacca cv gading)... 28

9 9 DAFTAR GAMBAR Judul Halaan Gabar 1. Foto Krooso salak Bali (S. zalacca var. aboinensis (Becc.) Mogea) Gabar 2. Foto Krooso salak Padang Sidepuan (Salacca suatrana (Becc.) Gabar 3. Foto Krooso salak Pondoh (Salacca zalacaa cv pondoh) Gabar 4. Foto Krooso salak Gading (Salacca zalacca cv gading) Gabar 5. Karyotipe krooso salak Bali (S. zalacca Var. Aboinensis (Becc.) Mogea) Gabar 6. Karyotipe krooso salak Padang Sidepuan (Salacca suatrana (Becc.) Gabar 7. Karyotipe krooso salak Pondoh (Salacca zalacaa cv pondoh) Gabar 8. Karyotipe krooso salak Gading (Salacca zalacca cv gading) Gabar 9. Idiogra krooso salak Bali (S. zalacca Var. Aboinensis (Becc.) Mogea) Gabar 10.Idiogra krooso Padang Sidepuan (Salacca suatrana (Becc.) Gabar 11.Idiogra krooso salak Pondoh (Salacca zalacaa cv pondoh) Gabar 12.Idiogra krooso salak Gading (Salacca zalacca cv gading)

10 10 DAFTAR LAMPIRAN Judul Halaan Lapiran 1. Gabar tanaan salak Lapiran 2. Alat dan bahan penelitian Lapiran 3. Gabar krooso tanaan salak Bali (S. zalacca Var. Aboinensis (Becc.) Mogea) Lapiran 4. Gabar krooso tanaan salak Padang Sidepuan (Salacca suatrana (Becc.) Lapiran 5. Gabar krooso tanaan salak Pondoh (Salacca zalacaa cv pondoh) Lapiran 6. Gabar krooso tanaan salak Gading (Salacca zalacca cv gading) Lapiran 7. Gabar karyotipe krooso salak Bali (S. zalacca Var. Aboinensis (Becc.) Mogea) Lapiran 8. Gabar karyotipe krooso salak Padang Sidepuan (Salacca suatrana (Becc.) Lapiran 9. Gabar karyotipe krooso salak Pondoh (Salacca zalacaa cv pondoh) Lapiran10 Gabar karyotipe krooso salak Gading (Salacca zalacca cv gading) Lapiran 11 Panjang dari 3 ulangan sel tanaan salak Lapiran12 Gabar stoata tanaan salak Bali (S. zalacca Var. Aboinensis (Becc.) Mogea) Lapiran13 Gabar stoata tanaan salak Padang Sidepuan (Salacca suatrana (Becc.) Lapiran14 Gabar stoata tanaan salak Pondoh (Salacca zalacaa cv pondoh) Lapiran15 Gabar stoata tanaan salak Gading (Salacca zalacca cv gading) Lapiran16 Ukuran stoata tanaan salak... 69

11 11 ANALISIS KROMOSOM DAN STOMATA TANAMAN SALAK BALI (Salacca zalacca Var. Aboinensis (Becc.) Mogea), SALAK PADANG SIDEMPUAN (Salacca suatrana (Becc.)) DAN SALAK JAWA (Salacca zalacca Var. zalacca (Becc) Mogea)) Fransiskus Fendi Haryanto H RINGKASAN Salak (Salacca zalacca (Gaertner (Voss)) erupakan tanaan asli Indonesia yang epunyai nilai ekonois dan peluang pasar yang cukup luas. Upaya perakitan kultivar-kultivar salak unggul baru perlu dilakukan untuk eenuhi perintaan konsuen yang selalu berkebang dan engantisipasi kendala-kendala budidaya yang potensial. Upaya peningkatan produktivitas dan utu salak elalui peuliaan enghadapi kendala berupa rendahnya keragaan genetik salak. Analisis krooso tanaan salak diharapkan dapat enghasilkan inforasi engenai susunan krooso (karyotipe) tanaan tersebut, selanjutnya dapat berguna dala endukung peuliaan tanaan salak. Penelitian ini bertujuan endapatkan identitas tanaan salak Bali (Salacca zalacca Var. Aboinensis (Becc.) Mogea), salak Padang Sidepuan (Salacca suatrana (Becc.)) dan salak Jawa (Salacca zalacca Var. zalacca (Becc) Mogea)) berdasarkan sifat orfologi krooso ( julah, bentuk, ukuran krooso dan susunan karyotipe) dan berdasarkan analisis stoata. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratoriu Peuliaan Tanaan Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta pada bulan Januari - Septeber Pengaatan krooso dilakukan dengan etode squashing (pencet) dengan pra perlakuan aquadest selaa 24 ja pada suhu 5 10ºC, fiksasi enggunakan larutan Carnoy 2 (6 etanol : 3 klorofor : 1 asa asetat glasial 45%), hidrolisis dengan larutan HCl 1 N selaa 10 enit pada suhu ruang, dan pewarnaan krooso enggunakan larutan aceto-orcein 2% selaa ja dala refigerator. Variabel penelitian eliputi julah krooso, ukuran, bentuk, karyotipe, indeks asietri krooso, julah stoata dan ukuran stoata. Hasil penelitian enunjukkan bahwa tanaan tanaan salak Bali (Salacca zalacca Var. Aboinensis (Becc.) Mogea), salak Padang Sidepuan (Salacca suatrana (Becc.)), salak Pondoh (Salacca zalacaa cv pondoh) dan salak Gading (Salacca zalacca cv gading) epunyai julah krooso yang saa, yaitu 2n = 28. Ruus karyotipe Salacca zalacca Var. Aboinensis (Becc.) Mogea dan Salacca zalacca cv gading adalah 2n = s (11 krooso etasentris dan 3 krooso subetasentris), sedangkan Salacca suatrana (Becc.) dan Salacca zalacaa cv pondoh adalah 2n = s (9 krooso etasentris dan 5 krooso subetasentris). Salacca zalacca Var. Aboinensis (Becc.) Mogea eiliki julah 76 stoata/2, Salacca suatrana (Becc.)) eiliki 78 stoata/2, Salacca zalacaa cv pondoh) eiliki 68 stoata/2 dan Salacca zalacca cv gading eiliki julah 80 stoata/2.

12 12 Kata Kunci: Karyotipe, Krooso, Stoata, Salak, Salacca zalacca (Gaertner) Voss THE ANALYSIS OF CHROMOSOME AND STOMATA OF SALAK BALI (Salacca zalacca Var. Aboinensis (Becc.) Mogea), SALAK PADANG SIDEMPUAN (Salacca suatrana (Becc.)) and SALAK JAWA (Salacca zalacca Var. zalacca (Becc) Mogea)) Fransiskus Fendi Haryanto H SUMMARY Salak (Salacca zalacca (Gaertne(Voss)) is nature plants fro Indonesia wich has a high econoically value and very arketable. Iproving new varieties of superior salak need to fill the arket for deand needs which increase tie to tie and anticipate the difficulty of growing ethod. Increase of productivity and quality of salak plant by breeding ethod has difficulty of lower various genetically. Chroosoe analyze hope to find an inforation about chroosoe caryotipes for helping of breeding ethod. Research ais are to identify of salak varieties of Bali (Salacca zalacca Var. Aboinensis (Becc.) Mogea), Padang Sidepuan (Salacca suatrana (Becc.)) and salak Jawa (Salacca zalacca Var. zalacca (Becc)Mogea)) based on orphological charactrers of chroosoe (nuber,for,size and caryotipe arrangeent) also stoata analyzed. The research was done at plants breeding laboratory of Agriculture faculty of Sebelas Maret University fro January until Septeber The chroosoes observation was conducted by squashing ethod with aquadest pre-treatent for 24 hours at a teperature of 5-10 º C, fixation by using Carnoy 2 solution (6 ethanol: 3 chlorofor: 1 glacial acetic acid 45%), hydrolysis with HCl 1 N solution for 10 inutes at roo teperature, and chroosoes staining by using 2% aceto-orcein solution for hours in refigerator. The research variables are the nuber of chroosoes, chroosoes size, for, karyotype arrangeent, asyetry index, the nuber of stoata and stoata size. The results of this study indicate that salak Bali (Salacca zalacca Var. Aboinensis (Becc.) Mogea), salak Padang Sidepuan (Salacca suatrana (Becc.)), salak Pondoh (Salacca zalacaa cv pondoh) and salak Gading (Salacca zalacca cv gading ) have the sae nuber of chroosoes, that is 2n = 28. The karyotipe forula of Salacca zalacca Var Aboinensis (Becc) Mogea and Salacca zalacca cv ivory is 2n = s (11 etasentris chroosoes and 3 subetasentris chroosoes) while Salacca suatrana (Becc.) and Salacca zalacaa cv pondoh is 2n = s (9 etasentris chroosoes and 5 subetasentris chroosoes). Salacca zalacca Var Aboinensis (Becc) Mogea has 76 stoata/2, Salacca suatrana (Becc.) has 78 stoata/2, Salacca

13 13 zalacaa pondoh cv) has 68 stoata/2 and Salacca zalacca cv gading has 80 stoata/2. Keywords: Karyotipe, Chroosoes, (Gaertner) Voss Stoata, Salak, Salacca zalacca

14 14 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salak (Salacca zalacca (Gaertner (Voss)) erupakan tanaan asli Indonesia. Buahnya banyak digeari asyarakat karena rasanya anis, renyah dan kandungan gizi yang tinggi. Salak epunyai nilai ekonois dan peluang pasar yang cukup luas, baik di dala negeri aupun ekspor. Pulau Jawa sebagai salah satu pusat keragaan kultivar salak, epunyai potensi yang cukup besar untuk enghasilkan varietas-varietas unggul yang lebih bernilai ekonois dan kopetitif ( Nandariyah et al., 2004). Hapir di setiap daerah di Indonesia terdapat tanaan salak, baik yang telah dibudidayakan ataupun yang asih tubuh liar. Salak diteukan tubuh liar di ala di Jawa bagian barat daya dan Suatra bagian selatan. Sebenarnya jenis salak yang ada di Indonesia ada 3 perbedaan yang enyolok, yakni: salak Jawa (Salacca zalacca (Gaertner) Voss) yang berbiji 2-3 butir, salak Bali (Salacca aboinensis (Becc) Mogea) yang berbiji 1-2 butir, dan salak Padang Sidepuan (Salacca suatrana (Becc) Mogea) yang berdaging erah. Upaya perakitan kultivar-kultivar salak unggul baru perlu dilakukan untuk eenuhi perintaan konsuen yang selalu berkebang dan engantisipasi kendala-kendala budidaya yang potensial. Julah kultivar salak unggul asih relatif terbatas. Ketersediaan kultivar-kultivar unggul baru akan sangat endukung pengebangan budidaya salak. Indonesia erupakan salah satu pusat keragaan tanaan salak sehingga epunyai potensi suberdaya genetik yang besar untuk endukung progra peuliaan salak (Parjanto et al., 2003). Upaya perakitan varietas unggul dapat dilakukan elalui kegiatan peuliaan tanaan dan salah satu faktor penentu keberhasilan progra perakitan varietas unggul adalah tersedianya keragaan genetik. Usaha untuk enibulkan keragaan genetik 1 dapat dilakukan elalui teknik

15 15 poliploidisasi, utasi, ataupun teknik-teknik yang lain dan untuk endukung kegiatan peuliaan tersebut diperlukan upaya untuk engkaji keragaan genetik. Ada beberapa etode yang dapat digunakan untuk engkaji keragaan genetik, salah satunya dengan analisis berdasarkan susunan genetik, khususnya susunan krooso, sehingga inforasi genetik suatu individu dapat diketahui. Peloqin (1981) dala Parjanto et al, 2003 engeukakan bahwa teuan-teuan baru di bidang sitogenetika dapat berguna untuk endukung progra peuliaan tanaan, baik secara tidak langsung yaitu berupa peningkatan pengetahuan susunan genetik suatu jenis tanaan, aupun secara langsung yang berupa penerapan teknik sitogenetika untuk perbaikan sifat tanaan. Berdasarkan hasil analisis sifat orfologi krooso tanaan salak, aka ruus kariotipe salak adalah 2n = 28 = (SAT) + 2 s, yaitu terdiri dari sebelas pasang krooso etasentrik, satu pasang krooso etasentrik dengan satelit krooso dan dua pasang krooso subetasentrik (Parjanto et al., 2003) dengan bahan tanaan berasal dari salak pondoh Slean. Oleh karena itu perlu diperlukan penelitian terhadap kultivar salak yang lain untuk enabah pengetahuan engenai variasi (perbedaan) susunan genetik tanaan salak. B. Peruusan Masalah Terbatasnya inforasi genetik, khususnya yang erat kaitannya dengan krooso salak, dapat enjadi penghabat usaha peuliaan tanaan tersebut di asa depan. Penelitian di bidang sitogenetika berdasarkan analisis krooso diharapkan dapat eberikan inforasi julah, ukuran, dan bentuk krooso serta pola kariotipe. Bentuk, ukuran, dan julah krooso setiap spesies pada dasarnya selalu tetap, sehingga dapat digunakan untuk tujuan taksonoi, engetahui keanekaragaan, hubungan kekerabatan dan evolusi eskipun dala keadaan tertentu dapat pula terjadi variasi.

16 16 Perasalahan yang akan dipelajari dala penelitian ini adalah: 1. Bagaianakah sifat-sifat orfologi (julah, bentuk, dan ukuran) krooso tanaan salak Bali (Salacca zalacca Var. Aboinensis (Becc.) Mogea), salak Padang Sidepuan (Salacca suatrana (Becc.)) dan salak Jawa (Salacca zalacca Var. zalacca (Becc) Mogea)? 2. Bagaianakah susunan karyotipe tanaan salak Bali (Salacca zalacca Var. Aboinensis (Becc.) Mogea), salak Padang Sidepuan (Salacca suatrana (Becc.)) dan salak Jawa (Salacca zalacca Var. zalacca (Becc) Mogea))? 3. Apakah terdapat perbedaan karyotipe antara tanaan salak Bali (Salacca zalacca Var. Aboinensis (Becc.) Mogea), salak Padang Sidepuan (Salacca suatrana (Becc.)) dan salak Jawa (Salacca zalacca Var. zalacca (Becc) Mogea))? 4. Apakah terdapat perbedaan stoata antara tanaan salak Bali (Salacca zalacca Var. Aboinensis (Becc.) Mogea), salak Padang Sidepuan (Salacca suatrana (Becc.)) dan salak Jawa (Salacca zalacca Var. zalacca (Becc) Mogea))? C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk endapatkan identitas tanaan salak Bali (Salacca zalacca Var. Aboinensis (Becc.) Mogea), salak Padang Sidepuan (Salacca suatrana (Becc.)) dan salak Jawa (Salacca zalacca Var. zalacca (Becc) Mogea)) berdasarkan sifat orfologi krooso ( julah, bentuk, ukuran krooso dan susunan karyotipe) dan berdasarkan analisis stoata.

17 17 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaan Salak Taksonoi tanaan salak : Kerajaan : Plantae Divisi : Magnoliophyta Kelas : Liliopsida Ordo : Arecales Faili : Arecaceae Genus : Salacca Spesies : Salacca zalacca Tanaan buah yang asih berkerabat dengan kelapa ini cukup dikenal asyarakat kita. Walau saa-saa tergolong pale (batangnya tak bercabang dan epunyai berkas daun berbentuk lingkaran), penapilan salak berbeda dengan kelapa. Pertubuhan kelapa enjulang tinggi ke atas sedangkan salak tubuh erupun. Batang salak hapir tak pernah kelihatan karena uunya tertutup oleh pelepah daun yang tersusun rapat. Pelepah daun ini berduri-duri panjang. Begitu pula tangkai daun dan hapir seluruh bagian lain ditutupi oleh duri-duri taja. Buah salak yang kita kenal, tersusun rapat bergerobol dala tandan yang uncul dari ketiak-ketiak pelepah daun. Buah salak yang bentuknya bulat atau bulat telur terbalik dengan bagian pangkalnya eruncing itu eiliki sisik tipis berwarna coklat kekuningan sapai coklat kehitaan enyelubungi dan elindungi daging buah bagaikan atap genteng ruah. Daging buah salak tidak berserat, berwarna putih kapur, putih kekuningan, atau kuning kecoklatan rasanya bervariasi ada yang anis, anis keasaan, anis agak sepat dan ada juga yang disertai rasa asir (seperti berisi pasir halus) (Ibas, 2008). Tanaan salak epunyai tinggi antara 4-7 eter, batang salak hapir tidak kelihatan karena tertutup oleh pelepah daun yang tertutup rapat. Terkadang berbatang elata dan dapat bertunas. Pelepah dan tangkai daun berduri panjang. Bunga tersusun dala tandan jantan dan betina yang asing- 4

18 18 asing terletak pada pohon yang berlainan. Sebagian tandan bunga terbungkus oleh seludang yang berbentuk seperti perahu. Buah salak tersusun dala tandan, terletak diantara pelepah daun, buah tersebut bersisik cokelat sapai kekuningan (AAK, 1980). Salak erupakan salah satu buah tropis asli Indonesia. Di Indonesia dijupai kurang lebih 13 spesies (jenis) salak dan kerabatnya karena negara kita erupakan pusat asal tanaan salak. Berdasarkan tipe pebungaan, tanaan salak terbagi dala tiga jenis, yaitu tanaan dengan bunga jantan, betina, dan sepurna. Tanaan jantan hanya enghasilkan bunga jantan, tanaan betina hanya enghasilkan bunga betina, dan tanaan sepurna dapat enghasilkan bunga jantan dan betina (Budiyanti, 2007). Bunga salak ada tiga aca bunga yaitu bunga betina, bunga jantan, dan bunga sepurna. Bunga jantan terbungkus oleh seludang dengan tangkai panjang, warna bunga ekar kuning cerah, julah dala satu tongkol terdapat 900 bunga, panjang tangkai tongkol 6 c, warna tangkai coklat dan warna pelepah juga coklat. Bunga betina terbungkus oleh seludang dengan tangkai pendek dan berbentuk agak bulat. Bunga berwarna erah uda jika ekar, banyak helaian ahkota 3 ahkota, banyak bunga dala satu tongkol sekitar 43, panjang karangan bunga sekitar 8,5 c dan eilii warna pelepah coklat. Bunga sepurna capuran eiliki seludang bunga jantan dan seludang bunga sepurna yang seluruhnya fertile. (Tjahjadi, 1995). Daun salak ajeuk enyirip, panjang 3-7 eter, tangkai daun, pelepah dan anak daun berduri panjang, tipis dan banyak, warna anak daun kelabu sapai kehitaan. Anak daun berbentuk lanset dengan ujung daun eruncing, berukuran sapai 8 x 85 c, sisi bawah keputihan oleh lapisan lilin. Batang salak tidak dapat digunakan untuk bahan bangunan atau kayu bakar. Naun tanaan salak baik untuk batas kebun sekaligus sebagai pengaan kebun (Nandariyah et al., 2004). Daun salak berbentuk pinnate atau

19 19 berupa sisir atau bulu, terdiri atas pelepah, tangkai dan helaian anak daun yang tersusun enyirip. Tangkai daun salak tertutup oleh duri taja (Ashari, 1995). B. Krooso Bagian terkecil dari tubuh akhluk hidup dinaakan sel, inti sel atau nukleus (karyon) terdiri dari: selaput (karyotheca), plasa (karyoplasa atau nukleoplasa), anak inti (nukleolus) dan krooso. Krooso adalah pebawa bahan keturunan dan engandung gen-gen dan erupakan sarana bagi peindahan gen (bahan keturunan atau ateri genetik) yang engatur penapilan sifat-sifat keturunan dari satu generasi ke generasi berikutnya pada organise. Krooso erupakan jalinan benang-benang halus yang berpilin-pilin longgar dan diseliuti protein (disebut kroonea) dala plasa inti yang udah engikat zat warna. Selaa sel ebelah, pilinan tersebut enjadi sangat rapat sehingga eendek dan ebesar sehingga dapat diaati dengan jelas bagian-bagiannya di bawah ikroskop (Yati, 1986). Menurut Crowder (1997), krooso adalah benda-benda halus berbentuk panjang atau pendek dan lurus atau bengkok. Krooso erupakan struktur akroolekul besar yang euat DNA yang ebawa inforasi genetik dala sel. DNA terbalut dala satu atau lebih krooso. Sebuah krooso (dala bahasa Yunani chroa=warna dan soa=badan) adalah seberkas DNA yang sangat panjang dan berkelanjutan, yang terdapat banyak gen unsur regulator dan sekuens nukleotida lainnya. Dala krooso eukariota, DNA yang tidak terkondensasi berada dala struktur order-quasi dala nukleus, ebungkus histon (protein struktural, gabar 1) dan aterial koposit ini disebut chroatin. Selaa itosis (pebelahan sel), krooso terkondensasi dan disebut krooso etafase. Hal ini enyebabkan asing-asing krooso dapat diaati elalui ikroskop optik (Wikipedia, 2007).

20 20 Keterangan: 1. Kroatid 2. Sentroer 3. Lengan pendek 4. Lengan panjang Gabar 1: Krooso dan bagian-bagian krooso. Menurut Suryo (1995) pengaatan krooso dapat dilakukan pada saat sel ebelah. Pebelahan sel dibedakan atas pebelahan itosis dan eiosis. Pebelahan itosis eliputi beberapa fase ebelah sebagaiana diuraikan berikut ini: Interfase, pada fase ini sel belu eperlihatkan kegiatan ebelah, inti sel tapak keruh, ulai tapak benang-benang kroatin yang halus. Profase, fase yang ditunjukkan dengan benang-benang kroatin yang seakin pendek dan tebal sehingga terbentuk krooso. Tiap krooso lalu ebelah, eanjang dan anakan krooso disebat kroatid. Dinding ulai enghilang dan sentriol ebelah. Metafase, fase ini ditandai dengan krooso yang berada di bidang tengah sel. Anafase, fase ini eperlihatkan sentriol yang ebelah dan kedua kroatid eisahkan diri dan bergerak enuju kutub sel yang berlawanan. Telofase, pada fase ini setiap kutub sel terbentuk stel krooso yang identik. Serabut gelendong inti lenyap dan dinding inti terbentuk lagi. Keudian plasa sel terbagi enjadi dua bagian yang disebut sitokinese. Sitokinese pada tubuhan ditandai dengan terbentuknya dinding peisah ditengah-tengah sel. Berdasarkan fase pebelahan, krooso dapat dilihat dengan jelas pada tahap etafase yaitu fase diana krooso berada di bidang tengah sel atau proetafase (etafase awal) karena pada proetafase ukuran krooso jauh lebih panjang dan struktur krooso tapak lebih jelas dibanding pada etafase (De Robertis et al., 1976 dan Parjanto et al., 2003). Pada fase ini udah untuk enghitung banyaknya krooso dan epelajari

21 21 orfologinya, karena krooso-krooso telah enebal dan enepatkan diri pada bidang tengah (Suryo, 1995). Bentuk krooso dibedakan enjadi 4 berdasarkan letak sentroer yaitu etasentrik diana kedudukan sentroer lebih kurang berada di tengahtengah krooso sehingga eberikan kenapakan krooso seperti huruf V subetasentrik yang sentroernya terletak di antara tengah dan ujung krooso sehingga eberikan kenapakan krooso seperti huruf J akrosentrik yaitu sentroer terletak hapir di ujung krooso sehingga eberikan kenapakan krooso seperti huruf I dan telosentrik yaitu jika panjang lengan satu sedang dan yang lainnya pendek sekali. Penggolongan bentuk krooso juga dapat dibedakan berdasarkan rasio lengan krooso (r = q / p) engikuti cara Ciupercescu et al. (1990) cit. Parjanto et al. (2003) yang dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Bentuk krooso berdasarkan rasio lengan Bentuk Krooso Rasio lengan (r = q / p) Metasentrik () 1,0 < r 1,7 Subetasentrik (s) 1,7 < r 3,0 Akrosentrik (t) 3,0 < r 7,0 Telosentrik (T) > 7,0 Setiap krooso biasanya eiliki sentroer karena sentroer berfungsi sebagai tepat berpegangnya benang-benang plasa dari spindel (gelendong inti) pada stadiu anafase dari pebelahan inti sel. Sentroer erupakan bagian dari krooso yang enyepit dan tapak lebih terang. Krooso dari kebanyakan organise hanya epunyai sebuah sentroer saja, sehingga disebut dengan krooso onosentris (Suryo, 1995). Selain sentroer, pada krooso kadang-kadang juga dijupai adanya lekukan sekunder yang sering terdapat di daerah dekat dengan ujung krooso, sehingga segen di bawahnya pendek dan disebut satelit dan satelit ini dihubungkan dengan bagian lain dari krooso oleh tangkai satelit

22 22 (Suryo, 1995). Tidak setiap krooso eiliki satelit. Krooso yang eiliki satelit dinaakan krooso satelit (Suryo, 2003). Perbedaan krooso secara uu enggabarkan perbedaan kandungan genetik dan protein suatu individu. Variasi utaa yang dapat diaati yaitu ukuran atau panjang absolut, orfologi, ukuran relatif dan julah krooso. Individu-individu dala satu spesies epunyai julah krooso saa tetapi spesies yang berbeda dala satu genus epunyai julah krooso berbeda. Bentuk, ukuran dan julah krooso setiap spesies selalu tetap, sehingga dapat digunakan untuk tujuan taksonoi, engetahui keanekaragaan, hubungan kekerabatan dan evolusi eskipun dala keadaan tertentu pula terjadi variasi (Crowder, 1997; Setyawan dan Sutikno, 2000; Suliartini et al., 2004). Berdasarkan bentuk, julah dan ukuran krooso dapat dibuat kariotipe atau kariogra dan idiogra. Kariotipe adalah susunan krooso yang berurutan enurut panjang dan bentuknya. Kariotipe berasal dari kata karyon = inti dan typos = bentuk. Setiap spesies akhluk eiliki bentuk dan julah krooso yang berbeda sehingga kariotipe juga berbeda. Kariotipe berperan dala pengaatan sifat keturunan. Kelainan pada kariotipe berhubungan dengan anatoi, orfologi dan fisiologi (Yati, 1986; Darnaedi, 1991 cit. Setyawan dan Sutikno, 2000). C. Pebuatan Sediaan Pebuatan preparat untuk epelajari krooso dapat digunakan beberapa etode, salah satu etode yang sering digunakan adalah etode pencet (Squash). Metode pencet adalah suatu etode untuk endapatkan suatu sediaan dengan cara eencet suatu potongan jaringan sehingga didapat suatu sediaan tipis dan dapat diaati di bawah ikroskop (Suntoro, 1983 ; Gunarso, 1988). Pebuatan preparat untuk epelajari pebelahan itosis banyak enggunakan ujung akar eristeatis. Jaringan eriste yang terdapat di ujung akar disebut jaringan eriste ujung. Ujung akar erupakan organ paling eriste yang berkaitan dengan fungsinya sebagai alat pencari unsur

23 23 hara yang selalu bergerak encari unsur hara sehingga ujung akar selalu ebelah (Gardner et al., 1991 ; Setyawan dan Sutikno, 2000). Pebuatan sediaan diawali dengan peotongan ujung akar yang dilakukan saat ja biologi yang engatur waktu optiu pebelahan itosis. Uunya tubuhan elakukan pebelahan sel pada pagi hari, untuk tanaan salak waktu yang optiu pebelahan itosis terjadi antara pukul WIB. Preparat dengan sel-sel paling banyak berada dala kondisi aktif ebelah ewakili waktu optiu pebelahan sel (Johansen, 1940 cit. Setyawan dan Sutikno, 2000 ; Wulandari et al., 2006). Untuk eperudah proses pengaatan julah dan orfologi krooso dapat dilakukan pra perlakuan, yaitu dengan perusakan viskositas antara isi spindle dan sitoplasa, sehingga ikatan krooso akan longgar dan dapat enyebar dengan baik saat akan dilakukan pengaatan. Pra perlakuan bisa dilakukan dengan enggunakan air suling aupun zat kiia, tetapi air suling lebih sering digunakan pada jaringan hewani sedangkan zat kiia pada dasarnya dapat digunakan untuk jaringan tanaan. Zat kiia yang biasa digunakan diantaranya adalah kolkhisin, acenaphthene, cauarin, dan lainlain (Gunarso, 1988). Fiksasi bertujuan untuk eatikan dan enetapkan jaringan pada titik akhir kehidupan sel. Keutuhan struktur krooso terpelihara pada sel-sel yang engalai pebelahan proetafase (Gunarso, 1988; Jahier et al., 1996). Berbagai jenis larutan yang digunakan untuk fiksasi dan setiap larutan fiksatif epunyai efektifitas yang berbeda terhadap setiap jenis jaringan. Hidrolisis dilakukan untuk endapatkan sel-sel yang enyebar dala pengaatan krooso. Penyebaran sel erupakan akibat dari laela tengah yang larut pada jaringan eriste yang belu kuat. Asa klorida dan enzi hidrolase dapat digunakan untuk proses hidrolisis. Hidrolisis yang terlalu laa dapat engurangi affinitas pewarna terhadap krooso dan enyebabkan krooso terurai karena denaturasi protein dan asa nukleat (Jahier et al., 1996 ; Setyawan dan Sutikno, 2000).

24 24 Pencucian dilakukan untuk enghilangkan pengaruh perlakuan sebelunya dan engebalikan bahan pada suhu kaar sebelu diberi perlakukan lagi. Pecucian dilakukan dengan akudes sebanyak 3 kali. Akuades dipilih karena akuades erupakan bahan pelarut dari seua keikalia yang digunakan (Setyawan dan Sutikno, 2000). Sebelu dilakukan pengaatan, aka krooso perlu diwarnai terlebih dahulu. Krooso akan lebih udah terlihat apabila digunakan teknik pewarnaan yang khusus selaa nukleus ebelah. Hal ini disebabkan karena pada saat itu krooso engadakan kontraksi sehingga enjadi lebih tebal dan dapat enyerap zat warna lebih baik (Suryo, 2003). Gunarso (1988) enyatakan bahwa larutan yang biasa digunakan untuk pewarnaan krooso antara lain acetic-orcein, iron aceto-carin, safranin dan lain-lain. Acetic-orcein paling sering digunakan karena pebuatannya udah, cocok digunakan pada jaringan eriste seperti ujung akar, pewarnaannya lebih cepat dibandingkan dengan larutan pewarna yang lain dan bisa dipadukan dengan larutan fiksatif asa asetat. Selanjutnya Parjanto et al. (2003), enyatakan bahwa pewarnaan krooso dapat dilakukan dengan cara erenda cuplikan akar pada larutan aceto orcein 2% selaa 24 ja pada suhu kaar. Cara ini enghasilkan pewarnaan yang baik dan jelas untuk pengaatan bentuk dan ukuran krooso. D. Stoata Stoata dala bahasa Yunani berarti ulut ( Prawiranata et al., 1995). Stoata erupakan celah dala epideris yang dibatasi oleh dua sel epideris khusus yaitu sel penutup. Dengan engubah bentuknya, sel penutup engatur pelebaran dan penyepitan celah. Sel yang engelilingi stoata dapat bebentuk saa atau berbeda dengan sel epideris lainnya. Sel ini dinaakan sel tetangga yang berperan dala perubahan osotik yang enyebabkan gerakan sel penutup dala engatur lebar celah ( Estiti, 1995). Stoata bersaa-saa sel tetangga disebut perlengkapan stoata atau kopleks stoata ( Fahn, 1991).

25 25 Stoata biasanya diteukan pada bagian tubuhan yang berhubungan dengan udara terutaa di daun, batang dan rizo. Stoata tidak diteukan di akar dan seluruh perukaan beberapa tubuhan parasit yang tanpa klorofil. Stoata dapat juga diteukan pada daun ahkota, tangkai sari, daun buah dan biji tetapi biasanya stoata tersebut tidak berfungsi. Pada daun yang berfotosintesis, stoata ungkin diteukan di kedua perukaan daun, atau hanya diperukaan sebelah bawah. Pada daun yang pertulangannya sejajar stoata tersusun dala barisan yang sejajar ( Fahn, 1991). Menurut Estiti ( 1995), ada epat tipe stoata berdasarkan susunan sel epideris yang ada di saping sel penutup. Tipe anoositik atau tipe Ranunculaceae diana sel penutup dikelilingi oleh sejulah sel yang tidak berbeda ukuran dan bentuknya dari sel epideris lainnya. Tipe ini uunya terdapat pada Ranunculaceae, capparidaceae, Cucurbitaceae, Malvaceae. Tipe anisositik atau tipe Cruciferae diana sel penutup dikelilingi tiga buah sel tetangga yang tidak saa besar. Tipe ini uu terdapat pada Cruciferae, Nicotiana, Solanu. Tipe parasitik atau jenis Rubiaceae diana sel penutup diiringi sebuah sel tetangga atau lebih dengan subu panjang sel tetangga itu sejajar sel subu penutup serta celah. Tipe ini uu terdapat pada Rubiaceae, Magnoliaceae, Convolulaceae, Miosaceae. Tipe diasifik atau tipe Caryophyllaceae yang setiap stoata dikelilingi dua sel tetangga. Dinding bersaa dari kedua sel tetangga itu tegak lurus terhadap subu elalui panjang sel penutup serta celah. Tipe ini uu terdapat pada Caryophyllaceae, Acanthaceae. Menurut Fahn ( 1991), selain ke epat tipe stoata di atas asih ada tipe aktinositik, yaitu stoata dikelilingi oleh lingkaran sel yang enyebar dala radius. Modifikasi tipe-tipe di atas dan tipe tabahan dapat terjadi pada spesies dari berbagai faili. Lebih dari satu tipe stoata terkadang terjadi bersaa-saa pada organ yang saa. Julah stoata per satuan luas daun bervariasi diantara jenis-jenis tubuhan. Keadaan lingkungan juga epengaruhi frekuensi stoata. Daun yang tubuh pada lingkungan kering dan dibawah cahaya dengan intensitas

26 26 tinggi cenderung epunyai stoata banyak dan kecil-kecil dibandingkan dengan yang hidup pada lingkungan basah dan terlindung. Frekuensi stoata tidak saja bervariasi antar jenis tetapi juga antar daun dari tubuhan yang saa. Variasi juga terjadi dala penyebaran stoata. Ada yang hanya di perukaan epideris atas saja atau diperukaan bawah saja dan ada juga yang ada pada kedua perukaan, perukaan bawah uunya berjulah lebih banyak dari pada di perukaan atas ( Prawiranata et al., 1995).

27 27 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tepat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan ulai bulan Januari - Septeber 2010 di Laboratoriu Peuliaan Tanaan Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta. B. Bahan dan Alat 1. Bahan Bahan yang digunakan dala penelitian ini adalah akar dan daun tanaan salak yang eliputi salak Bali (Salacca zalacca Var. Aboinensis (Becc.) Mogea), salak Padang Sidepuan (Salacca suatrana (Becc.)) dan salak Jawa (Salacca zalacca Var. zalacca (Becc) Mogea)) yang terdiri dari salak pondoh (Salacca zalacca cv pondoh) dan salak gading (Salacca zalacca cv gading). Bahan lain yang digunakan untuk analisis krooso antara lain: larutan HCl 1 N, aquades, larutan aceto-orcein 2%, larutan carnoy 2 (6 etanol : 3 klorofo :1 asa asetat glasial 45%), alkohol 70% dan edia pebibitan. Sedangkan bahan untuk analisis stoata adalah kuteks kuku bening 2. Alat Alat yang digunakan antara lain: pot, pinset, flakon, gelas preparat, gelas penutup, penggaris, label, refrigerator, ikroskop cahaya dan photo. C. Tata Laksana Penelitian 1. Analisis Krooso a. Penyiapan bahan tanaan Bibit salak diperoleh dari biji salak yang dikecabahkan dala edia pebibitan. Ujung akar yang eristiatis pada bibit salak digunakan sebagai bahan pebuatan sediaan (preparat) pengaatan krooso. Daun salak digunakan untuk pengaatan stoata. 14

28 28 b. Pebuatan sediaan 1. Pengabilan bahan Bahan diabil dari ujung akar yang eristeatis 5. Ujung akar digunakan sebagai bahan pebuatan sediaan karena ujung akar erupakan organ paling eriste yang berkaitan dengan fungsinya sebagai alat pencari unsur hara yang selalu ebelah untuk bergerak encari unsur hara (Setyawan dan Sutikno, 2000). Peotongan akar salak dilakukan pada pukul WIB. 2. Pra perlakuan Pra perlakuan dilakukan untuk peisahan dan penguraian kepadatan krooso, penjernihan sitoplasa dan elunakkan jaringan (Gunarso, 1988). Pra perlakuan dilakukan dengan erenda bahan dala air suling selaa 24 ja pada suhu 5 8 C. Pra perlakuan dala air dingin pada suhu 5 10 C selaa 24 ja enghasilkan sediaan ikroskopis dengan krooso yang sangat enyebar (Parjanto et al., 2003). 3. Fiksasi Fiksasi dilakukan untuk eatikan jaringan tanpa enyebabkan terjadinya perubahan pada koponen sel (Gunarso, 1988). Fiksasi dilakukan dengan enggunakan larutan Carnoy 2 (6 etanol : 3 klorofor : 1 asa asetat glasial) dan disipan dala refrigerator selaa 24 ja, keudian dicuci secara bertahap setiap 10 enit sabil dshaker berturut-turut dengan alkohol 70%, alkohol 50%, alkohol 30% dan aquadest. 4. Hidrolisis Hidrolisis dilakukan untuk endapatkan sel-sel yang enyebar dala pengaatan krooso dengan cara elarutkan laela tengah sel-sel eristeatis yang belu kuat perlekatan (Jahier et al., 1996; Setyawan dan Sutikno, 2000). Hidrolisis dilakukan dengan erenda akar salak ke dala larutan HCl 1N

29 29 dan disipan dala suhu ruang ( 25oC) selaa kurang lebih 10 enit, keudian dicuci dengan akuades 3 kali. 5. Pewarnaan Pewarnaan krooso dilakukan dengan erenda bahan dala larutan aceto-orcein 2% selaa 24 ja pada suhu 5 10 C. Aceto-orcein sangat cocok untuk ujung akar karena penetrasinya cepat dan tahan laa dala penyipanan. 6. Squashing (Peencetan) Bagian ujung akar eristeatis diabil ( 0,5 ) dan diletakkan pada gelas preparat. Bahan ditetesi dengan asa asetat 45% dan ditutup dengan gelas penutup keudian dipencet (squash) dengan ibu jari. Preparat ini selanjutnya digunakan untuk pengaatan sifat-sifat orfologi krooso. 7. Pengaatan Pengaatan enggunakan ikroskop cahaya. Krooso tahap proetafase atau etafase awal yang enunjukkan penyebaran krooso dengan baik dipotret dengan ikroskopfoto Nikon dan dibuat ikrografinya. Pengaatan dilakukan pada 4 sel tanaan salak untuk setiap jenis salak. Gabar krooso hasil peotretan diperbesar dan dicetak dengan progra koputer Adobe Photoshop 8.0. Selanjutnya hasil cetak gabar krooso tersebut digunakan untuk pengaatan julah dan orfologi krooso. Metode ini erupakan odifikasi etode yang dipergunakan oleh Parjanto et al. (2003). Hasil olah data dibuat Idiogranya dengan enggunakan progra coputer MS Office Visio berdasar rata-rata data pengaatan panjang dan nisbah lengan asing- asing krooso hoolog. 2. Analisis Stoata a. Penyiapan bahan Bahan diabil dari daun tanaan salak yang dikecabahkan.

30 30 b. Perlakuan Mengoleskan kuteks bening pada sisi atas dan bawah daun dan biarkan beberapa enit hingga engering. Tarik dengan bantuan pinset kuteks yang telah engering tersebut secara hati-hati dan letakkan diatas gelas obyek, beri air sedikit dan tutup dengan gelas penutup c. Pengaatan Pengaatan dilakukan dengan ikroskop untuk engetahui ukuran dan julah stoata/ 2 luas bidang pandang (2 luas daun). D. Variabel Pengaatan 1. Variabel Pengaatan Krooso a. Julah krooso Krooso yang tapak pada pengaatan dengan ikroskop dipotret dan dari hasil cetakan dapat dihitung julah kroosonya. b. Ukuran krooso Ukuran krooso terdiri atas panjang lengan panjang (q) dan panjang lengan pendek (p) dan panjang total (q + p). Pengukuran panjang krooso dilakukan berdasarkan skala objek ikroeter. c. Bentuk krooso Bentuk krooso ditentukan berdasarkan rasio lengan krooso (r = q / p). Penggolongan bentuk krooso engikuti cara Ciupercescu et al. (1990) cit. Parjanto et al. (2003). d. Kariotipe Kariotipe adalah susunan krooso berurutan dari ukuran terpanjang sapai terpendek sebagai kariotipe. Penyusunan kariotipe dilakukan dengan easangkan krooso hoolog yang ditentukan berdasarkan keiripan ukuran dan bentuk krooso (Parjanto et al., 2003).

31 31 e. Indeks asietri krooso Indeks asietri intrakrooso (A1) digunakan untuk engetahui variasi bentuk krooso dala satu kariotipe. Nilai A1 berkisar antara nol dan satu. Nilai A1 seakin kecil (endekati nol) bila proporsi krooso etasentris seakin besar (Parjanto et al., 2003). Indeks asietri intrakrooso (A1) dihitung enurut Roero cit. Parjanto et al. (2003). Indeks asietri intrakrooso : A1 = 1 [ n 1 (bi / Bi) / n ] i bi = rata-rata lengan pendek tiap pasangan krooso hoolog Bi = rata-rata lengan panjang tiap pasangan krooso hoolog n = julah pasangan krooso hoolog Indeks asietri interkrooso (A2) digunakan untuk engetahui penyipangan (dispersi) ukuran krooso dala satu kariotipe. Nilai A2 seakin kecil enunjukkan penyipangan (dispersi) ukuran krooso ukuran krooso dala satu kariotipe tidak terlalu besar. Indeks asietri interkrooso (A2) dihitung enurut Roero cit. Parjanto et al. (2003). Indeks asietris interkrooso : A2 = SD / X SD = Standar deviasi panjang krooso dala suatu kariotipe X = Rata-rata panjang krooso dala suatu kariotipe 2. Variabel Pengaatan Stoata a. Julah Stoata/2 luas daun Stoata yang tapak pada pengaatan degan ikroskop keudian dipotret dan dari hasil cetakan dapat dihitung julah stoatanya

32 32 b. Ukuran stoata Pengukuran ukuran stoata dilakukan berdasarkan skala objek icroeter. E. Analisis Data Data hasil pengaatan dianalisis dan disajikan secara deskriptif. Hasil analisis data sitologisnya dinyatakan dala bentuk karyotipe dan Idiogra. Karyotipe disusun dengan cara asing-asing krooso pada setiap sel dipotong dan ditata berurutan dari ukuran terpanjang sapai terpendek berdasarkan keiripan yaitu atas dasar nisbah lengan panjang dan lengan pendek krooso. Idiogra disusun berdasar rata-rata data pengaatan panjang dan nisbah lengan asing- asing krooso.

33 33 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Julah Krooso Julah krooso erupakan data yang paling sering digunakan dala penelitian taksonoi karena pengaatannya yang udah dilakukan. Data sitologi dapat digunakan pada berbagai tingkatan dala hirarki taksonoi, terutaa pada tingkat jenis karena eiliki hubungan yang erat dengan faktor reproduksi ( Stuessy, 1990 cit. Sujadiko dan Sutikno, 1990). Hasil pengaatan krooso sel ujung akar enunjukkan bahwa tanaan salak Bali (Salacca zalacca Var. Aboinensis (Becc.) Mogea), salak Padang Sidepuan (Salacca suatrana (Becc.)), salak Pondoh (Salacca zalacaa cv pondoh) dan salak Gading (Salacca zalacca cv gading) epunyai julah krooso yang saa, yaitu 2n = 28 (gabar 1, gabar 2, gabar 3 dan gabar 4). Parjanto et al (2003) elaporkan bahwa hasil pengaatan krooso sel ujung akar enunjukkan bahwa tanaan salak eiliki julah krooso 2n = 28. Dengan deikian dapat dikeukakan bahwa tidak ada perbedaan julah krooso antara salak Bali, salak Padang Sidepuan, salak Pondoh dan salak Gading. Suryo (2003) enyatakan bahwa julah krooso seua individu dari suatu spesies adalah tetap dari generasi ke generasi. Konsistensi ini enguatkan bahwa krooso sebagai salah satu karakter taksonoi penting. Julah krooso salak adalah diploid, yaitu satu pasang krooso terdiri atas dua set krooso hoolog. Oleh karena itu variasi julah set krooso (ploidi) pada tanaan salak terasuk dala kelopok euploidi, yaitu keadaan bahwa julah krooso yang diaati dari suatu akluk hidup erupakan kelipatan dari julah krooso dasarnya. 20

34 34 Gabar1. Krooso salak Bali (S. zalacca Var. Aboinensis (Becc.) Mogea). Gabar 2. Krooso salak Padang Sidepuan (Salacca suatrana (Becc.). Gabar 3. Krooso salak Pondoh (Salacca zalacaa cv pondoh).

35 35 Gabar 4. Krooso salak Gading (Salacca zalacca cv gading). B. Ukuran Krooso Ukuran krooso erupakan salah satu kriteria untuk engidentifikasi krooso yang sangat berguna untuk ebedakan satu krooso dengan yang lainya. Pengaatan ukuran krooso eliputi panjang total krooso (q + p), panjang lengan panjang krooso (q) dan panjang lengan pendek krooso (p). Tabel 2. Ukuran krooso salak Bali (Salacca. zalacca Var. Aboinensis (Becc.) Mogea). Pasangan krooso Panjang krooso (x SD, µ) Lengan panjang (q) Lengan pendek (p) Lengan total (q + p)

36 36 Salak Bali (tabel 2) eiliki rata-rata panjang krooso µ dengan kisaran panjang krooso total antara µ sapai dengan µ. Ukuran lengan panjang krooso berkisar antara µ sapai µ sedangkan panjang lengan pendek krooso berkisar antara µ sapai µ. Tabel 3. Ukuran krooso salak Padang Sidepuan (Salacca suatrana (Becc.). Pasangan krooso Panjang krooso (x SD, µ) Lengan panjang (q) Lengan pendek (p) Lengan total (q + p) Salak Padang Sidepuan (tabel 3) eiliki rata-rata panjang krooso µ dengan kisaran panjang krooso total antara µ sapai dengan µ. Ukuran lengan panjang krooso berkisar antara µ sapai µ sedangkan panjang lengan pendek krooso berkisar antara µ sapai µ.

37 37 Tabel 4. Ukuran krooso salak Pondoh (Salacca zalacaa cv pondoh). Pasangan krooso Panjang krooso (x SD, µ) Lengan panjang (q) Lengan pendek (p) Lengan total (q + p) Salak Jawa yang terdiri dari salak Pondoh dan salak Gading eiliki rata-rata panjang krooso µ dengan kisaran panjang krooso total antara µ sapai dengan µ untuk salak Pondoh (tabel 4). Ukuran lengan panjang krooso salak Pondoh berkisar antara µ sapai µ sedangkan panjang lengan pendek krooso berkisar antara µ sapai µ. Tabel 5. Ukuran krooso salak Gading (Salacca zalacca cv gading). Pasangan krooso Panjang krooso (x SD, µ) Lengan panjang (q) Lengan pendek (p) Lengan total (q + p)

38 38 Salak Gading (tabel 5) eiliki rata-rata panjang krooso µ dengan kisaran panjang krooso total antara µ sapai dengan µ. Ukuran lengan panjang krooso berkisar antara µ sapai µ sedangkan panjang lengan pendek krooso berkisar antara µ sapai µ. Hasil uji T enunjukkan bahwa kultivar salak tidak berpengaruh nyata terhadap panjang krooso (lapiran 17) karena rata-rata panjang krooso dari 4 kultivar salak enunjukkan angka yang hapir saa. Ukuran krooso salak bervariasi dari satu sel ke sel yang lain. Perbedaan ukuran krooso pada spesies tanaan yang saa diungkinkan terjadi karena krooso yang diukur berasal dari sel dan tanaan yang berbeda sehingga diungkinkan ada selisih waktu pebelahan sel. Hal ini sesuai dengan pernyataan Parjanto et al. (2003), pada sel yang berbeda dapat terjadi perbedaan ukuran panjang krooso yang disebabkan oleh perbedaan tingkat kondensasi krooso. Berdasarkan rata-rata panjang krooso, salak terasuk tanaan yang eiliki krooso berukuran kecil. Parjanto et al. (2003) enyarankan bahwa dala identifikasi krooso pada tanaan yang eiliki ukuran krooso kecil sebaiknya dilakukan pada sel-sel tahap proetafase. Hal ini disebabkan karena ukuran krooso jauh lebih panjang dan struktur krooso tapak lebih jelas pada proetafase dibandingkan dengan sel-sel tahap etafase.

39 39 C. Bentuk Krooso Berdasarkan letak sentroer, bentuk krooso dibedakan enjadi 4 aca yaitu etasentrik, subetasentrik, akrosentrik dan telosentrik. Letak sentroer erupakan salah satu sifat orfologi krooso yang penting dala identifikasi krooso. Antara krooso yang berbentuk etasentrik dan subetasentrik terkadang tidak dapat dibedakan secara langsung satu dengan yang lainnya. Penentuan bentuk krooso berdasarkan rasio lengan panjang dan lengan pendek krooso (r = q/ p) dengan engikuti cara Ciupercescu et al (1990) cit. Parjanto et al (2003). Berdasarkan perhitungan nisbah lengan krooso, salak Bali enunjukkan bahwa kroosonya berbentuk etasentrik (pasangan krooso noor 1, 3, 4, 5, 6, 7, 10, 11, 12, 13 dan 14) dan subetasentrik (pasangan krooso noor 2, 8 dan 9) (tabel 6). Hasil pengaatan pada salak Padang Sidepuan enunjukkan bahwa kroosonya berbentuk etasentrik (pasangan krooso noor 1, 2, 4, 5, 7, 8, 9, 10 dan 12) dan subetasentrik (pasangan krooso noor 3, 6, 11, 13 dan 14) (table 7). Tabel 6. Bentuk krooso salak Bali (Salacca. zalacca Var. Aboinensis (Becc.) Mogea). Pasangan krooso Lengan panjang krooso (q) Lengan pendek Krooso (p) Nisbah lengan (r =q/p) Bentuk krooso s s s

40 40 Keterangan : = etasentrik, s = subetasentrik Tabel 7. Bentuk krooso salak Padang Sidepuan (Salacca suatrana (Becc.). Pasangan krooso Lengan panjang Krooso (q) Lengan pendek Krooso (p) Nisbah lengan (r =q/p) Bentuk krooso s s s s s Keterangan : = etasentrik, s = subetasentrik Bentuk krooso etasentrik pada salak Pondoh terdapat pada pasangan krooso noor 1, 4, 6, 7, 8, 9, 10, 12 dan 14 sedangkan krooso subetasentrik terdapat pada pasangan krooso noor 2, 3, 5, 11 dan 13 (table 8). Salak Gading eiliki 11 pasang krooso berbentuk etasentrik (pasangan krooso noor 1, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 12 dan 14) dan eiliki 3 pasang krooso berbentuk subetasentrik (pasangan krooso noor 2, 11 dan 13) (tabel 9). Seringnya diteukan krooso berbentuk etasentris erupakan hal yang wajar, engingat kelopok tubuhan uunya eiliki krooso dengan bentuk deikian. Hal ini di dukung oleh pernyataan Suinah et al (2002), bahwa tubuhan uunya eiliki krooso berbentuk etasentris.

41 41 Tabel 8. Bentuk krooso salak Pondoh (Salacca zalacaa cv pondoh). Pasangan krooso Lengan panjang Krooso (q) Lengan pendek Krooso (p) Nisbah lengan (r =q/p) Bentuk krooso s s s s s Keterangan : = etasentrik, s = subetasentrik Tabel 9. Bentuk krooso salak Gading (Salacca zalacca cv gading). Pasangan krooso Lengan panjang krooso (q) Lengan pendek Krooso (p) Keterangan : = etasentrik, s = subetasentrik. Nisbah lengan (r =q/p) Bentuk krooso s s s

42 42 D. Kariotipe Kariotipe suatu individu pada dasarnya konstan, naun dala kondisi tertentu dapat terjadi penyipangan sehingga orfologi kroososnya berubah. Perubahan tersebut dapat berupa penabahan atau pengurangan bagian krooso dan penyusunan kebali bagian krooso (raerrangeent), yang secara genetik elibatkan bagian-bagian penting krooso (Sybenga, 1992 cit. Praashintha et al., 2003). Kariotipe disusun dengan engatur krooso secara berurutan dari ukuran terpanjang sapai terpendek serta easangkan krooso dengan krooso hoolognya. Pasangan krooso hoolog ditentukan berdasarkan keiripan ukuran dan keiripan bentuk (rasio lengan krooso). Peran kariotipe dala pengaatan sifat keturunan besar sekali, susunan kariotipe dapat digunakan untuk engetahui penyipangan krooso baik dala julah dan struktur krooso yang terjadi pada waktu pebelahan sel. Susunan kariotipe ke salak Bali (Salacca zalacca Var. Aboinensis (Becc.) Mogea), salak Padang Sidepuan (Salacca suatrana (Becc.)), salak Pondoh (Salacca zalacaa cv pondoh) dan salak Gading (Salacca zalacca cv gading) dala bentuk karyogra dan idiogra dinyatakan dala gabar. Berdasarkan keiripan bentuk dan ukuran krooso dapat diketahui bahwa krooso salak adalah diploid (2n). Keiripan bentuk dan ukuran krooso yang telah disusun dan diurutkan enunjukkan hanya ada 2 krooso pada tiap pasangan krooso hoolognya.

43 43 Gabar 5. Karyogra krooso salak Bali (S. zalacca Var. Aboinensis (Becc.) Mogea). Gabar 6. Karyogra krooso salak Padang Sidepuan (Salacca suatrana (Becc.).

44 44 Gabar 7. Karyogra pondoh). krooso salak Pondoh (Salacca zalacaa cv Gabar 8. Karyogra krooso salak Gading (Salacca zalacca cv gading). Karyogra erupakan penyusunan krooso secara berurutan dari ukuran terpanjang sapai terpendek dengan easangkan asing-asing krooso hoolognya. Pasangan krooso hoolog ditentukan berdasarkan keiripan bentuk dan ukuran krooso (Parjanto et al., 2003). Krooso yang dipasangkan dengan hoolognya epunyai keiripan bentuk dan ukuran. Pada penelitian ini, teridentifikasi beberapa

45 45 pasangan krooso yang eiliki keiripan bentuk dan ukuran, isalnya antara pasangan krooso noor 5 dengan noor 6 pada salak Bali, pasangan krooso noor 5 dengan noor 8 pada salak Pondoh dan pasangan krooso noor 11 dengan noor 12 pada salak Gading. Keiripan beberapa pasangan krooso tersebut enibulkan kesulitan dala penentuan pasangan krooso hoolog. Untuk engatasi perasalahan ini perlu dilakukan identifikasi krooso dengan teknik peitaan krooso (chroosoe banding). Melalui peitaan krooso, identifikasi krooso secara individual dapat dilakukan sehingga penentuan pasangan krooso hoolog dapat dilakukan secara lebih akurat (Parjanto et al., 2003). Kariotipe krooso dapat diperjelas dengan pebuatan Idiogra berdasar ukuran krooso. Penyusunan idiogra didasarkan pada rata-rata panjang absolute dan bentuk krooso. Susunan krooso dala bentuk idiogra dapat dilihat pada gabar 9, gabar 10, gabar 11 dan gabar 12.

46 46 Gabar 9. Idiogra krooso salak Bali (S. zalacca Var. Aboinensis (Becc.) Mogea). Gabar 10. Idiogra krooso salak Padang Sidepuan (Salacca suatrana (Becc.).

47 47 Gabar 11. Idiogra krooso salak Pondoh (Salacca zalacaa cv pondoh). Gabar 12. Idiogra krooso salak Gading (Salacca zalacca cv gading).

ANALISIS MORFOLOGI DAN SITOLOGI TANAMAN BUAH NAGA KULIT KUNING (Selenicereus megalanthus)

ANALISIS MORFOLOGI DAN SITOLOGI TANAMAN BUAH NAGA KULIT KUNING (Selenicereus megalanthus) ANALISIS MORFOLOGI DAN SITOLOGI TANAMAN BUAH NAGA KULIT KUNING (Selenicereus egalanthus) Skripsi Untuk eenuhi sebagian persyaratan Guna eperoleh derajat Sarjana Pertanian di Fakultas Pertanian Universitas

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA A.

II. TINJAUAN PUSTAKA A. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman sawo Sawo atau yang biasa disebut sapodilla adalah salah satu tanaman buah di Asia Tenggara. Tanaman tersebut merupakan tanaman asli dari Mexico dan Amerika, tetapi saat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam skala prioritas pembangunan nasional dan daerah di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. dalam skala prioritas pembangunan nasional dan daerah di Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pebangunan ekonoi erupakan asalah penting bagi suatu negara, untuk itu sejak awal pebangunan ekonoi endapat tepat penting dala skala prioritas pebangunan nasional

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Konsep Dasar Graph Sebelu sapai pada pendefinisian asalah network flow, terlebih dahulu pada bagian ini akan diuraikan engenai konsep-konsep dasar dari odel graph dan representasinya

Lebih terperinci

ANALISIS POLA PITA-C KROMOSOM TANAMAN SALAK JANTAN DAN BETINA (Salacca zalacca var. zalacca)

ANALISIS POLA PITA-C KROMOSOM TANAMAN SALAK JANTAN DAN BETINA (Salacca zalacca var. zalacca) ANALISIS POLA PITA-C KROMOSOM TANAMAN SALAK JANTAN DAN BETINA (Salacca zalacca var. zalacca) ANALYSIS OF C-BANDING CHROMOSOMES OF MALE AND FEMALE SALAK (Salacca zalacca var. zalacca) Parjanto Staf Pengajar

Lebih terperinci

SKRIPSI. ANALISIS KROMOSOM PADA ANGGREK ALAM JAWA TIMUR (Paphiopedilum glaucophyllum, Coelogyne speciosa dan Dendrobium crumenatum)

SKRIPSI. ANALISIS KROMOSOM PADA ANGGREK ALAM JAWA TIMUR (Paphiopedilum glaucophyllum, Coelogyne speciosa dan Dendrobium crumenatum) SKRIPSI ANALISIS KROMOSOM PADA ANGGREK ALAM JAWA TIMUR (Paphiopedilum glaucophyllum, Coelogyne speciosa dan Dendrobium crumenatum) Oleh : INDAH DEWI M.J H 0709056 PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. segi kuantitas dan kualitasnya. Penambahan jumlah konsumen yang tidak di ikuti

BAB I PENDAHULUAN. segi kuantitas dan kualitasnya. Penambahan jumlah konsumen yang tidak di ikuti BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air erupakan kebutuhan yang penting bagi kehidupan anusia. Manusia tidak dapat elanjutkan kehidupannya tanpa penyediaan air yang cukup dala segi kuantitas dan kualitasnya.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembekuan

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembekuan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pebekuan Pebekuan berarti peindahan panas dari bahan yang disertai dengan perubahan fase dari cair ke padat dan erupakan salah satu proses pengawetan yang uu dilakukan untuk penanganan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Data dan Variabel 2.1.1 Data Pengertian data enurut Webster New World Dictionary adalah things known or assued, yang berarti bahwa data itu sesuatu yang diketahui atau dianggap.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan di bidang-bidang lain, seperti sosial, politik, dan budaya. perbedaan antara yang kaya dengan yang miskin.

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan di bidang-bidang lain, seperti sosial, politik, dan budaya. perbedaan antara yang kaya dengan yang miskin. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pebangunan ekonoi erupakan asalah penting bagi suatu negara, untuk itu sejak awal pebangunan ekonoi endapat tepat penting dala skala prioritas pebangunan nasional

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi Anggrek

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi Anggrek 4 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi Anggrek Anggrek di klasifikasikan sebagai berikut: Kingdom : Plantae Divisio : Spermatophyta Subdivisio : Angiospermae Classis : Monocotyledoneae Ordo : Orchidales

Lebih terperinci

BAB GELOMBANG ELEKTROMAGNETIK

BAB GELOMBANG ELEKTROMAGNETIK BAB GLOMBANG LKTROMAGNTIK Contoh. Hubungan dan B dari gelobang bidang elektroagnetik Suatu gelobang bidang elektroagnetik sinusoidal dengan frekuensi 5 MHz berjalan di angkasa dala arah X, seperti ditunjukkan

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM PEMBUATAN PREPARAT SQUASH AKAR BAWANG

LAPORAN PRAKTIKUM PEMBUATAN PREPARAT SQUASH AKAR BAWANG LAPORAN PRAKTIKUM PEMBUATAN PREPARAT SQUASH AKAR BAWANG Disusun Guna Memenuhi Tugas Terstruktur Mata Kuliah Praktikum Mikroteknik Tahun Ajaran 2014 Disusun Oleh : Litayani Dafrosa Br S 4411412016 Kelompok

Lebih terperinci

BAB 3 SEJARAH SINGKAT TEMPAT RISET. 3.1 Sejarah Singkat Badan Pusat Statistik (BPS)

BAB 3 SEJARAH SINGKAT TEMPAT RISET. 3.1 Sejarah Singkat Badan Pusat Statistik (BPS) BAB 3 SEJARAH SINGKAT TEMPAT RISET 3.1 Sejarah Singkat Badan Pusat Statistik (BPS) Adapun sejarah Badan Pusat Statistik di Indonesia terjadi epat asa peerintah di Indonesia, antara lain : 1. Masa Peerintahan

Lebih terperinci

UNIVERSITAS GADJAH MADA LABORATORIUM GENETIKA DAN PEMULIAAN

UNIVERSITAS GADJAH MADA LABORATORIUM GENETIKA DAN PEMULIAAN Halaman : 1 dari 5 METODE PREPARASI KROMOSOM DENGAN METODE SQUASH 1. RUANG LINGKUP Metode ini digunakan untuk penentuan jam pembelahan sel dan jumlah kromosom. 2. ACUAN NORMATIF Aristya, G.R., Daryono,

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 18 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Anggrek alam merupakan salah satu tanaman yang perlu di lestarikan populasinya. Kondisi lingkungan yang tidak mendukung untuk pertumbuhannya serta banyaknya perburuan liar menjadi

Lebih terperinci

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM MIKROTEKNIK

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM MIKROTEKNIK LAPORAN RESMI PRAKTIKUM MIKROTEKNIK Metode Squash Disusun Untuk Memenuhi Ujian Kompetensi Mata Kuliah Mikroteknik Semester V Disusun Oleh : Wike Trajuningtyas Oktaviana K4312073 PENDIDIKAN BIOLOGI FAKULTAS

Lebih terperinci

LEMBAR SOAL UJIAN SEKOLAH TAHUN PELAJARAN 2008/2009

LEMBAR SOAL UJIAN SEKOLAH TAHUN PELAJARAN 2008/2009 DOKUMEN NEGARA SANGAT RAHASIA P-01 PEMERINTAH DAERAH PROPINSI DKI JAKARTA DINAS PENDIDIKAN MENENGAH DAN TINGGI SUB DINAS PENDIDIKAN SMK LEMBAR SOAL UJIAN SEKOLAH TAHUN PELAJARAN 008/009 Mata Diklat : MATEMATIKA

Lebih terperinci

RANCANGAN ALAT SISTEM PEMIPAAN DENGAN CARA TEORITIS UNTUK UJI POMPA SKALA LABORATORIUM. Oleh : Aprizal (1)

RANCANGAN ALAT SISTEM PEMIPAAN DENGAN CARA TEORITIS UNTUK UJI POMPA SKALA LABORATORIUM. Oleh : Aprizal (1) RANCANGAN ALAT SISTEM PEMIPAAN DENGAN CARA TEORITIS UNTUK UJI POMPA SKALA LABORATORIUM Oleh : Aprizal (1) 1) Dosen Progra Studi Teknik Mesin. Fakultas Teknik Universitas Pasir Pengaraian Eail. ijalupp@gail.co

Lebih terperinci

Penggunaan Media Manik-Manik Untuk Meningkatkan Kemampuan Belajar Matematika Anak Tunagrahita. Maman Abdurahman SR dan Hayatin Nufus

Penggunaan Media Manik-Manik Untuk Meningkatkan Kemampuan Belajar Matematika Anak Tunagrahita. Maman Abdurahman SR dan Hayatin Nufus Riset PenggunaanMedia Manik-Manik* Maan Abdurahan SR HayatinNufus Penggunaan Media Manik-Manik Untuk Meningkatkan Keapuan Belajar Mateatika Anak Tunagrahita Maan Abdurahan SR Hayatin Nufus Universitas

Lebih terperinci

MAKALAH SISTEM BASIS DATA

MAKALAH SISTEM BASIS DATA MAKALAH SISTEM BASIS DATA (Entity Relationship Diagra (ERD) Reservasi Hotel) Disusun Oleh : Yulius Dona Hipa (16101055) Agustina Dau (15101635) Arsenia Weni (16101648) PROGRAM STUDI TEKNIK INFORMARIKA

Lebih terperinci

ANALISIS MEIOSIS PENDAHULUAN

ANALISIS MEIOSIS PENDAHULUAN 1 ANALISIS MEIOSIS PENDAHULUAN Latar Belakang Stadium haploid dari siklus seksual dihasilkan dari proses pembelahan inti yang disebut meiosis. Meiosis berlangsung pada sel-sel yang terdapat di dalam jaringan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ada didalam sel, pembelahan dan penduplikasian merupakan konsep terpenting

BAB I PENDAHULUAN. ada didalam sel, pembelahan dan penduplikasian merupakan konsep terpenting BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap sel berasal dari sel hidup lainnya. Siklus sel merupakan tahapan dimana terjadinya proses pembelahan dan penduplikasian berbagai materi yang ada didalam sel,

Lebih terperinci

Perhitungan Tahanan Kapal dengan Metode Froude

Perhitungan Tahanan Kapal dengan Metode Froude 9/0/0 Perhitungan Tahanan Kapal dengan etode Froude Froude enganggap bahwa tahanan suatu kapal atau odel dapat dipisahkan ke dala dua bagian: () tahanan gesek dan () tahanan sisa. Tahanan sisa ini disebabkan

Lebih terperinci

PENGARUH POSISI BEBAN DAN MOMEN INERSIA TERHADAP PUTARAN KRITIS PADA MODEL POROS MESIN KAPAL

PENGARUH POSISI BEBAN DAN MOMEN INERSIA TERHADAP PUTARAN KRITIS PADA MODEL POROS MESIN KAPAL PENGARUH POSISI BEBAN DAN MOMEN INERSIA TERHADAP PUTARAN KRITIS PADA MODEL POROS MESIN KAPAL Waris Wibowo Staf Pengajar Akadei Mariti Yogyakarta (AMY) ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk endapatkan

Lebih terperinci

SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN FISIKA 2017

SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN FISIKA 2017 Peran Pendidikan, Sains, dan Teknologi untuk Mengebangkan Budaya Iliah dan Inovasi terbarukan dala endukung Sustainable Developent Goals (SDGs) 2030 ANALISIS INTENSITAS MEDAN MAGNET EXTREMELY LOW FREQUENCY

Lebih terperinci

SKRIPSI KAJIAN KARIOTIPE TANAMAN SAWO (ACHRAS ZAPOTA) Oleh Erni Yulianingsih H

SKRIPSI KAJIAN KARIOTIPE TANAMAN SAWO (ACHRAS ZAPOTA) Oleh Erni Yulianingsih H SKRIPSI KAJIAN KARIOTIPE TANAMAN SAWO (ACHRAS ZAPOTA) Oleh Erni Yulianingsih H0712070 PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2016 i KAJIAN KARIOTIPE TANAMAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. daya nasional yang memberikan kesempatan bagi peningkatan demokrasi, dan

BAB I PENDAHULUAN. daya nasional yang memberikan kesempatan bagi peningkatan demokrasi, dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pebangunan daerah sebagai bagian yang integral dari pebangunan nasional dilaksanakan berdasakan prinsip otonoi daerah dan pengaturan suber daya nasional yang

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM BIOLOGI SEL DAN MOLEKULER MITOSIS AKAR BAWANG

LAPORAN PRAKTIKUM BIOLOGI SEL DAN MOLEKULER MITOSIS AKAR BAWANG LAPORAN PRAKTIKUM BIOLOGI SEL DAN MOLEKULER MITOSIS AKAR BAWANG Disusun oleh: Kelompok 1: Bayu Purnomo (1110016100031) Ditya Ambarwati (1110016100024) Ria Rista Agustina (1110016100003) Ayu Nofitasari

Lebih terperinci

BAB III. METODE PENELITIAN. Tabel 1. Indikator/ Indikasi Penelitian

BAB III. METODE PENELITIAN. Tabel 1. Indikator/ Indikasi Penelitian 39 BAB III. METODE PENELITIAN 3.1. Tipe Penelitian Penelitian ini terasuk tipe penelitian dengan pendekatan analisis deskriptif kualitatif dan kuantitatif. Analisis ini dipergunakan untuk enggabarkan tentang

Lebih terperinci

ANALISIS KROMOSOM JAHE (Zingiber officinale var. officinale) Chromosomes Analysis Of Ginger (Zingiber Officinale Var. Officinale)

ANALISIS KROMOSOM JAHE (Zingiber officinale var. officinale) Chromosomes Analysis Of Ginger (Zingiber Officinale Var. Officinale) ANALISIS KROMOSOM JAHE (Zingiber officinale var. officinale) Chromosomes Analysis Of Ginger (Zingiber Officinale Var. Officinale) Faizal Kusuma Yulianto 1) dan Parjanto 2) ABSTRACT The cytogenetic information

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Konsep teori graf diperkenalkan pertama kali oleh seorang matematikawan Swiss,

I. PENDAHULUAN. Konsep teori graf diperkenalkan pertama kali oleh seorang matematikawan Swiss, I. PENDAHULUAN. Latar Belakang Konsep teori graf diperkenalkan pertaa kali oleh seorang ateatikawan Swiss, Leonard Euler pada tahun 736, dala perasalahan jebatan Konigsberg. Teori graf erupakan salah satu

Lebih terperinci

KAJIAN PERBANDINGAN KINERJA GRAFIK PENGENDALI CUMULATIVE SUM

KAJIAN PERBANDINGAN KINERJA GRAFIK PENGENDALI CUMULATIVE SUM KAJIAN PERBANDINGAN KINERJA GRAFIK PENGENDALI CUMULATIVE SUM (CUSUM) DAN EXPONENTIALLY WEIGHTED MOVING AVERAGE () DALAM MENDETEKSI PERGESERAN RATARATA PROSES Oleh: Nurul Hidayah 06 0 05 Desen pebibing:

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI LINEAR CONGRUENT METHOD (LCM) PADA GAME HANGAROO BERBASIS ANDROID

IMPLEMENTASI LINEAR CONGRUENT METHOD (LCM) PADA GAME HANGAROO BERBASIS ANDROID IMPLEMENTASI LINEAR CONGRUENT METHOD (LCM) PADA GAME HANGAROO BERBASIS ANDROID Dwi Rizki Purnaasari Mahasiswa Progra Studi Teknik Inforatika STMIK Budidara Medan Jl. Sisingaangaraja No. 338 Sipang Liun

Lebih terperinci

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN Analisa pelat lantai gedung rawat inap RSUD Surodinawan Kota Mojokerto dengan enggunakan teori garis leleh ebutuhkan beberapa tahap perhitungan dan analsis aitu perhitungan

Lebih terperinci

Hukum II Newton. Untuk SMA kelas X. (Modul ini telah disesuaikan dengan KTSP)

Hukum II Newton. Untuk SMA kelas X. (Modul ini telah disesuaikan dengan KTSP) Huku II Newton Untuk SMA kelas X (Modul ini telah disesuaikan dengan KTSP) Lisensi Dokuen: Copyright 008 009 GuruMuda.Co Seluruh dokuen di GuruMuda.Co dapat digunakan dan disebarkan secara bebas untuk

Lebih terperinci

1 1. POLA RADIASI. P r Dengan : = ½ (1) E = (resultan dari magnitude medan listrik) : komponen medan listrik. : komponen medan listrik

1 1. POLA RADIASI. P r Dengan : = ½ (1) E = (resultan dari magnitude medan listrik) : komponen medan listrik. : komponen medan listrik 1 1. POLA RADIASI Pola radiasi (radiation pattern) suatu antena : pernyataan grafis yang enggabarkan sifat radiasi suatu antena pada edan jauh sebagai fungsi arah. pola edan (field pattern) apabila yang

Lebih terperinci

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI...

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR ISI KATA PENGANTAR DAFTAR ISI Halaan i iii I PENGAWASAN DAN PEMERIKSAAN 11 Latar Belakang 1 12 Fungsi Pengawas dan Peeriksa 2 13 Pengawasan 2 14 Peeriksaan 3 II PEMERIKSAAN ISIAN DAFTAR VIMK14-L2

Lebih terperinci

TERMODINAMIKA TEKNIK II

TERMODINAMIKA TEKNIK II DIKTAT KULIAH TERMODINAMIKA TEKNIK II TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DARMA PERSADA 2005 i DIKTAT KULIAH TERMODINAMIKA TEKNIK II Disusun : ASYARI DARAMI YUNUS Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik

Lebih terperinci

PEMETAAN MEDAN ELEKTROMAGNETIK PADA PEMUKIMAN PENDUDUK DI BAWAH JARINGAN SUTT 150 KV PLN WILAYAH KALIMANTAN BARAT

PEMETAAN MEDAN ELEKTROMAGNETIK PADA PEMUKIMAN PENDUDUK DI BAWAH JARINGAN SUTT 150 KV PLN WILAYAH KALIMANTAN BARAT PEMETAAN MEDAN ELEKTROMAGNETIK PADA PEMUKIMAN PENDUDUK DI BAWAH JARINGAN SUTT 5 KV PLN WILAYAH KALIMANTAN BARAT Baharuddin Progra Studi Teknik Elektro, Universitas Tanjungpura, Pontianak Eail : cithara89@gail.co

Lebih terperinci

BAB II METODOLOGI PENELITIAN

BAB II METODOLOGI PENELITIAN 6 BAB II METODOLOGI PENELITIAN.1 Waktu dan Tepat Penelitian Gabar Peta kawasan hutan KPH Madiun Peru perhutani Unit II Jati. Pengabilan data penelitian ini dilakukan pada bulan Oktober sapai dengan bulan

Lebih terperinci

LEMBAR SOAL UJIAN SEKOLAH TAHUN PELAJARAN 2008/2009

LEMBAR SOAL UJIAN SEKOLAH TAHUN PELAJARAN 2008/2009 DOKUMEN NEGARA SANGAT RAHASIA P-01 PEMERINTAH DAERAH PROPINSI DKI JAKARTA DINAS PENDIDIKAN MENENGAH DAN TINGGI SUB DINAS PENDIDIKAN SMK LEMBAR SOAL UJIAN SEKOLAH TAHUN PELAJARAN 008/009 Mata Diklat : MATEMATIKA

Lebih terperinci

THE CAUSALITY AVAILABILITY OF FOOD AND ECONOMIC GROWTH IN CENTRAL JAVA

THE CAUSALITY AVAILABILITY OF FOOD AND ECONOMIC GROWTH IN CENTRAL JAVA THE CAUSALITY AVAILABILITY OF FOOD AND ECONOMIC GROWTH IN CENTRAL JAVA Juli Biantoro 1, Didit Purnoo 2 1,2 Fakultas Ekonoi dan Bisnis, Universitas Muhaadiyah Surakarta dp274@us.ac.id Abstrak Ketahanan

Lebih terperinci

Respon Tanaman Jagung (Zea mays) pada Berbagai Regim air Tanah dan Pemberian Pupuk Nitrogen

Respon Tanaman Jagung (Zea mays) pada Berbagai Regim air Tanah dan Pemberian Pupuk Nitrogen Respon Tanaan Jagung (Zea ays) pada Berbagai Regi air Tanah dan Peberian Pupuk Nitrogen Burhanuddin Rasyid, Solo S.R. Saosir, Firan Sutoo Jurusan Ilu Tanah, Fak. Pertanian, Universitas Hasanuddin Jl. Perintis

Lebih terperinci

PEMBENTUKAN SEL-SEL MESIN UNTUK MENDAPATKAN PENGURANGAN JARAK DAN BIAYA MATERIAL HANDLING DENGAN METODE HEURISTIK DI PT. BENGKEL COKRO BERSAUDARA

PEMBENTUKAN SEL-SEL MESIN UNTUK MENDAPATKAN PENGURANGAN JARAK DAN BIAYA MATERIAL HANDLING DENGAN METODE HEURISTIK DI PT. BENGKEL COKRO BERSAUDARA PEMBENTUKAN SEL-SEL MESIN UNTUK MENDAPATKAN PENGURANGAN JARAK DAN BIAYA MATERIAL HANDLING DENGAN METODE HEURISTIK DI PT. BENGKEL COKRO BERSAUDARA Babang Purwanggono, Andre Sugiyono Progra Studi Teknik

Lebih terperinci

SOAL UJIAN SELEKSI CALON PESERTA OLIMPIADE SAINS NASIONAL 2013 TINGKAT PROPINSI

SOAL UJIAN SELEKSI CALON PESERTA OLIMPIADE SAINS NASIONAL 2013 TINGKAT PROPINSI SOAL UJIAN SELEKSI CALON PESERTA OLIMPIADE SAINS NASIONAL 013 TINGKAT PROPINSI FISIKA Waktu : 3,5 ja KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN MENENGAH DIREKTORAT PEMBINAAN SEKOLAH

Lebih terperinci

BAB V PERENCANAAN STRUKTUR

BAB V PERENCANAAN STRUKTUR BAB V PERENCANAAN STRUKTUR 5.1. TINJAUAN UMUM Dala perencanaan suatu bangunan pantai harus ditetapkan terlebih dahulu paraeter-paraeter yang berperan dalan perhitungan struktur. Paraeterparaeter tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Genus Cucumis pada dasarnya memiliki bermacam-macam jenis spesies

BAB I PENDAHULUAN. Genus Cucumis pada dasarnya memiliki bermacam-macam jenis spesies 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Genus Cucumis pada dasarnya memiliki bermacam-macam jenis spesies tanaman yang berbeda dari bentuk morfologi daunnya ataupun buahnya. Tanaman dari genus Cucumis ini

Lebih terperinci

Bab III S, TORUS, Sebelum mempelajari perbedaan pada grup fundamental., dan figure eight terlebih dahulu akan dipelajari sifat dari grup

Bab III S, TORUS, Sebelum mempelajari perbedaan pada grup fundamental., dan figure eight terlebih dahulu akan dipelajari sifat dari grup GRUP FUNDAMENTAL PADA Bab III S, TORUS, P dan FIGURE EIGHT Sebelu epelajari perbedaan pada grup fundaental S, Torus, P, dan figure eight terlebih dahulu akan dipelajari sifat dari grup fundaental asing-asing

Lebih terperinci

PETUNJUK UMUM Pengerjaan Soal Tahap Final Diponegoro Physics Competititon Tingkat SMA

PETUNJUK UMUM Pengerjaan Soal Tahap Final Diponegoro Physics Competititon Tingkat SMA PETUNJUK UMUM Pengerjaan Soal Tahap Final Diponegoro Physics Copetititon Tingkat SMA 1. Ujian Eksperien berupa Naskah soal beserta lebar jawaban dan kertas grafik. 2. Waktu keseluruhan dala eksperien dan

Lebih terperinci

SISTEM RESI GUDANG SOLUSI BAGI PETANI

SISTEM RESI GUDANG SOLUSI BAGI PETANI SISTEM RESI GUDANG SOLUSI AGI PETANI Noviarina Purnai Putri Siste Resi Gudang ulai di kenal di Indonesia sejak 5 tahun terakhir. Sebelu uncul Undang- Undang no 9 Tahun 2006 Tentang Siste Resi Gudang banyak

Lebih terperinci

Membelajarkan Geometri dengan Program GeoGebra

Membelajarkan Geometri dengan Program GeoGebra Mebelajarkan Geoetri dengan Progra GeoGebra Oleh : Jurusan Pendidikan Mateatika FMIPA UNY Yogyakarta Eail: ali_uny73@yahoo.co ABSTRAK Peanfaatan teknologi koputer dengan berbagai progranya dala pebelajaran

Lebih terperinci

Pada keadaan demikian, kromosom lebih mudah menyerap zat warna, misalnya sudan III, hematoksilin, methylen blue, dan kalium iodida.

Pada keadaan demikian, kromosom lebih mudah menyerap zat warna, misalnya sudan III, hematoksilin, methylen blue, dan kalium iodida. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gen yang menentukan sifat suatu makhluk hidup dibawa oleh struktur pembawa gen yang mirip benang dan terdapat di dalam inti sel (nukleus). Kromosom hanya dapat diamati

Lebih terperinci

Gambar 1. Skema proses komunikasi dalam pembelajaran

Gambar 1. Skema proses komunikasi dalam pembelajaran 2 kurang tertarik epelajari pelajaran ilu pengetahuan ala karena etode pebelajaran yang diterapkan guru. Jadi etode pengajaran guru sangat epengaruhi inat belajar siswa dala epelajari ilu pengetahuan ala.

Lebih terperinci

Diketik ulang oleh : Copyright Bank Soal OLIMPIADE IPA, MATEMATIKA, FISIKA, BIOLOGI, KIMIA, ASTRONOMI, INFORMATIKA, dll UNTUK

Diketik ulang oleh : Copyright  Bank Soal OLIMPIADE IPA, MATEMATIKA, FISIKA, BIOLOGI, KIMIA, ASTRONOMI, INFORMATIKA, dll UNTUK Copyright http://serbiserbi.co/ Bank Soal OLIMPIADE IPA, MATEMATIKA, FISIKA, BIOLOGI, 1 2 SOAL PILIHAN GANDA 1. Tahukah kalian, salah satu keunikan dari laba-laba pelopat adalah keistiewaan penglihatannya.

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di PT Tirta Ala Seesta. Perusahaan tersebut berlokasi di Desa Ciburayut, Kecaatan Cigobong, Kabupaten Bogor. Peilihan objek

Lebih terperinci

SIFAT-SIFAT OPERASI ARITMATIKA, DETERMINAN DAN INVERS PADA MATRIKS INTERVAL TUGAS AKHIR. Oleh : NURSUKAISIH

SIFAT-SIFAT OPERASI ARITMATIKA, DETERMINAN DAN INVERS PADA MATRIKS INTERVAL TUGAS AKHIR. Oleh : NURSUKAISIH SIFAT-SIFAT OPERASI ARITMATIKA DETERMINAN DAN INVERS PADA MATRIKS INTERVAL TUGAS AKHIR Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Meperoleh Gelar Sarjana Sains pada Jurusan Mateatika Oleh : NURSUKAISIH 0854003938

Lebih terperinci

ISSN WAHANA Volume 67, Nomer 2, 1 Desember 2016

ISSN WAHANA Volume 67, Nomer 2, 1 Desember 2016 ISSN 0853 4403 WAHANA Volue 67, Noer 2, Deseber 206 PERBANDINGAN LATIHAN BOLA DIGANTUNG DAN BOLA DILAMBUNGKAN TERHADAP HASIL BELAJAR SEPAK MULA DALAM PERMAINAN SEPAK TAKRAW PADA SISWA PUTRA KELAS X-IS

Lebih terperinci

APLIKASI INTEGER LINEAR PROGRAMMING UNTUK MEMINIMALKAN BIAYA PEMINDAHAN BARANG DI PT RST

APLIKASI INTEGER LINEAR PROGRAMMING UNTUK MEMINIMALKAN BIAYA PEMINDAHAN BARANG DI PT RST APLIKASI INTEGER LINEAR PROGRAMMING UNTUK MEMINIMALKAN BIAYA PEMINDAHAN BARANG DI PT RST Andry Budian Sutanto dan Abdullah Shahab Progra Studi Magter Manajeen Teknologi, Institut Teknologi Sepuluh Nopeber

Lebih terperinci

PERANCANGAN SISTEM KOMPUTERISASI PROSES PINJAMAN DAN ANGSURAN PINJAMAN ANGGOTA KOPERASI ( STUDI KASUS PADA KOPERASI AMANAH SEJAHTERA SEMARANG )

PERANCANGAN SISTEM KOMPUTERISASI PROSES PINJAMAN DAN ANGSURAN PINJAMAN ANGGOTA KOPERASI ( STUDI KASUS PADA KOPERASI AMANAH SEJAHTERA SEMARANG ) PERANCANGAN SISTEM KOMPUTERISASI PROSES PINJAMAN DAN ANGSURAN PINJAMAN ANGGOTA KOPERASI ( STUDI KASUS PADA KOPERASI AMANAH SEJAHTERA SEMARANG ) Siti Munawaroh, S.Ko Abstrak: Koperasi Aanah Sejahtera erupakan

Lebih terperinci

BAB III PEMODELAN SISTEM DINAMIK PLANT. terbuat dari acrylic tembus pandang. Saluran masukan udara panas ditandai dengan

BAB III PEMODELAN SISTEM DINAMIK PLANT. terbuat dari acrylic tembus pandang. Saluran masukan udara panas ditandai dengan BAB III PEMODELAN SISTEM DINAMIK PLANT 31 Kriteria rancangan plant Diensi plant yang dirancang berukuran 40cx60cx50c, dinding terbuat dari acrylic tebus pandang Saluran asukan udara panas ditandai dengan

Lebih terperinci

PSIKOLOGI PERKEMBAN GAN

PSIKOLOGI PERKEMBAN GAN PSIKOLOGI PERKEMBAN GAN 1 Definisi psikologi perkebangan Psikologi berasal dari bahasa yunani yaitu kata psikose yg berarti jiwa dan logos yg berarti ilu. Berarti psikologi adalah ilu yg ebahas tentang

Lebih terperinci

Kecepatan atom gas dengan distribusi Maxwell-Boltzmann (1) Oleh: Purwadi Raharjo

Kecepatan atom gas dengan distribusi Maxwell-Boltzmann (1) Oleh: Purwadi Raharjo Kecepatan ato gas dengan distribusi Mawell-Boltzann () Oleh: Purwadi Raharjo Dala proses odifikasi perukaan bahan, kita ungkin sering endengar teknologi pelapisan tipis (thin fil). Selain pelapisan tipis,

Lebih terperinci

PEMBELAHAN MITOSIS PADA TUDUNG AKAR BAWANG MERAH (Allium Cepa)

PEMBELAHAN MITOSIS PADA TUDUNG AKAR BAWANG MERAH (Allium Cepa) PEMBELAHAN MITOSIS PADA TUDUNG AKAR BAWANG MERAH (Allium Cepa) LAPORAN PRAKTIKUM UNTUK MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH Genetika 1 yang dibimbing oleh Prof. Dr. Hj. Siti Zubaidah, M.Pd dan Andik Wijayanto, S.Si,

Lebih terperinci

PANDUAN SELEKSI TINGKAT KAB/KOTA

PANDUAN SELEKSI TINGKAT KAB/KOTA PANDUAN SELEKSI TINGKAT KAB/KOTA CERDAS CERMAT EMPAT PILAR MPR (PANCASILA, UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945, NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA, BHiNNEKA TUNGGAL IKA, DAN KETETJ\PAN

Lebih terperinci

Implementasi Histogram Thresholding Fuzzy C-Means untuk Segmentasi Citra Berwarna

Implementasi Histogram Thresholding Fuzzy C-Means untuk Segmentasi Citra Berwarna JURNAL TEKNIK POMITS Vol., No., (03) ISSN: 337-3539 (30-97 Print) Ipleentasi Histogra Thresholding Fuzzy C-Means untuk Segentasi Citra Berwarna Risky Agnesta Kusua Wati, Diana Purwitasari, Rully Soelaian

Lebih terperinci

Volume 17, Nomor 2, Hal Juli Desember 2015

Volume 17, Nomor 2, Hal Juli Desember 2015 Volue 17, Noor 2, Hal. 111-120 Juli Deseber 2015 ISSN:0852-8349 EFEKTIVITAS PENGGUNAAN MEDIA MIND MAP TERHADAP PRESTASI BELAJAR BIOLOGI SISWA KELAS VII SMP NEGERI 2 KERINCI TAHUN PELAJARAN 2014/2015 Efriana

Lebih terperinci

PETUNJUK PRAKTIKUM GENETIKA DASAR. Disusun oleh : Dr. Henny Saraswati, M.Biomed PROGRAM STUDI BIOTEKNOLOGI FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN

PETUNJUK PRAKTIKUM GENETIKA DASAR. Disusun oleh : Dr. Henny Saraswati, M.Biomed PROGRAM STUDI BIOTEKNOLOGI FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN PETUNJUK PRAKTIKUM GENETIKA DASAR Disusun oleh : Dr. Henny Saraswati, M.Biomed PROGRAM STUDI BIOTEKNOLOGI FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ESA UNGGUL 2017 2 Petunjuk Praktikum Genetika Dasar TATA

Lebih terperinci

KAJIAN METODE ZILLMER, FULL PRELIMINARY TERM, DAN PREMIUM SUFFICIENCY DALAM MENENTUKAN CADANGAN PREMI PADA ASURANSI JIWA DWIGUNA

KAJIAN METODE ZILLMER, FULL PRELIMINARY TERM, DAN PREMIUM SUFFICIENCY DALAM MENENTUKAN CADANGAN PREMI PADA ASURANSI JIWA DWIGUNA Jurnal Mateatika UNAND Vol. 3 No. 4 Hal. 160 167 ISSN : 2303 2910 c Jurusan Mateatika FMIPA UNAND KAJIAN METODE ZILLMER, FULL PRELIMINARY TERM, DAN PREMIUM SUFFICIENCY DALAM MENENTUKAN CADANGAN PREMI PADA

Lebih terperinci

STUDI KARAKTERISASI ANGGREK SECARA SITOLOGI DALAM RANGKA PELESTARIAN PLASMA NUTFAH

STUDI KARAKTERISASI ANGGREK SECARA SITOLOGI DALAM RANGKA PELESTARIAN PLASMA NUTFAH STUDI KARAKTERISASI ANGGREK SECARA SITOLOGI DALAM RANGKA PELESTARIAN PLASMA NUTFAH (Characterization Study in Orchid Cytology in Order Preservation Germplasm) Sri Hartati 1)*, Linayanti Darsana 1), Ongko

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB LANDASAN TEORI. Beberapa Defenisi Pada analisa keputusan, si pebuat keputusan selalu doinan terhadap penjabaran seluruh alternatif yang terbuka, eperkirakan konsequensi yang perlu dihadapi pada setiap

Lebih terperinci

PETUNJUK PRAKTIKUM BIOLOGI MODUL 3 BIOPSIKOSOSIOKULTURAL FAKULTAS KEDOKTERAN

PETUNJUK PRAKTIKUM BIOLOGI MODUL 3 BIOPSIKOSOSIOKULTURAL FAKULTAS KEDOKTERAN PETUNJUK PRAKTIKUM BIOLOGI MODUL 3 BIOPSIKOSOSIOKULTURAL FAKULTAS KEDOKTERAN BAGIAN BIOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG 2012 TATA TERTIB PRAKTIKUM BIOLOGI 1. Saat praktikum berlangsung

Lebih terperinci

KEEFEKTIFAN WAKTU AERASI MENGGUNAKAN BUBBLE AERATOR DALAM MENURUNKAN KADAR BESI (Fe) AIR SUMUR DESA KEBARONGAN KEMRANJEN BANYUMAS TAHUN 2016

KEEFEKTIFAN WAKTU AERASI MENGGUNAKAN BUBBLE AERATOR DALAM MENURUNKAN KADAR BESI (Fe) AIR SUMUR DESA KEBARONGAN KEMRANJEN BANYUMAS TAHUN 2016 KEEFEKTIFAN WAKTU AERASI MENGGUNAKAN BUBBLE AERATOR DALAM MENURUNKAN KADAR BESI (Fe) AIR SUMUR DESA KEBARONGAN KEMRANJEN BANYUMAS TAHUN 2016 PUBLIKASI ILMIAH Disusun sebagai sa satu syarat enyelesaikan

Lebih terperinci

MODUL PERTEMUAN KE 6 MATA KULIAH : FISIKA TERAPAN

MODUL PERTEMUAN KE 6 MATA KULIAH : FISIKA TERAPAN 43 MODUL PERTEMUAN KE 6 MATA KULIAH : MATERI KULIAH: Mekanika klasik, Huku Newton I, Gaya, Siste Satuan Mekanika, Berat dan assa, Cara statik engukur gaya.. POKOK BAHASAN: DINAMIKA PARTIKEL 6.1 MEKANIKA

Lebih terperinci

Penerapan Metode Simpleks Untuk Optimalisasi Produksi Pada UKM Gerabah

Penerapan Metode Simpleks Untuk Optimalisasi Produksi Pada UKM Gerabah Konferensi Nasional Siste & Inforatika 2017 STMIK STIKOM Bali, 10 Agustus 2017 Penerapan Metode Sipleks Untuk Optialisasi Produksi Pada UKM Gerabah Ni Luh Gede Pivin Suwirayanti STMIK STIKOM Bali Jl. Raya

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench) termasuk famili Graminae

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench) termasuk famili Graminae 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Sorgum Tanaman sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench) termasuk famili Graminae (Poaceae). Tanaman ini telah lama dibudidayakan namun masih dalam areal yang terbatas. Menurut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sumber untuk membiayai dirinya dan keluarganya, dan bagi tenaga kerja yang

BAB I PENDAHULUAN. sumber untuk membiayai dirinya dan keluarganya, dan bagi tenaga kerja yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Upah bagi para pekerja erupakan faktor penting karena erupakan suber untuk ebiayai dirinya dan keluarganya, dan bagi tenaga kerja yang berpendidikan upah erupakan hasil

Lebih terperinci

PENGARUH KONSENTRASI KOLKHISIN PADA BEBERAPA ANGGREK ALAM Phalaenopsis spp. SKRIPSI. Program Studi Agronomi

PENGARUH KONSENTRASI KOLKHISIN PADA BEBERAPA ANGGREK ALAM Phalaenopsis spp. SKRIPSI. Program Studi Agronomi PENGARUH KONSENTRASI KOLKHISIN PADA BEBERAPA ANGGREK ALAM Phalaenopsis spp. SKRIPSI Program Studi Agronomi n Oleh : ISABELLA SEKTI NURJANAH H 0107012 FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

Lebih terperinci

PERHITUNGAN INTEGRAL FUNGSI REAL MENGGUNAKAN TEKNIK RESIDU

PERHITUNGAN INTEGRAL FUNGSI REAL MENGGUNAKAN TEKNIK RESIDU PERHITUNGAN INTEGRAL FUNGSI REAL MENGGUNAKAN TEKNIK RESIDU Warsito (warsito@ail.ut.ac.id) Universitas Terbuka ABSTRAT A function f ( x) ( is bounded and continuous in (, ), so the iproper integral of rational

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Caisim (Brassica juncea L.) Caisim merupakan jenis sayuran yang digemari setelah bayam dan kangkung (Haryanto dkk, 2003). Tanaman caisim termasuk dalam famili Cruciferae

Lebih terperinci

bio.unsoed.ac.id MATERI DAN METODE PENELITIAN

bio.unsoed.ac.id MATERI DAN METODE PENELITIAN III. MATERI DAN METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi, dan Waktu Penelitian 1. Materi Penelitian 1.1 Bahan Bahan yang digunakan antara lain daun salak [Salacca zalacca (Gaertn.) Voss] kultivar Kedung Paruk,

Lebih terperinci

Jurnal Einstein 4 (1) (2016): 1-6. Jurnal Einstein. Available online

Jurnal Einstein 4 (1) (2016): 1-6. Jurnal Einstein. Available online Jurnal Einstein Available online http://jurnal.unied.ac.id/2012/index.php/einstein Aplikasi Citra Landsat 8 Oli Untuk Menganalisa Kerapatan Vegetasi Bill Cklinton Sianjuntak dan Rita Juliani* Jurusan Fisika,

Lebih terperinci

BAHASAN ALGORITME ARITMETIK GF(3 ) Telah dijelaskan sebelumnya bahwa dalam mengonstruksi field GF(3 )

BAHASAN ALGORITME ARITMETIK GF(3 ) Telah dijelaskan sebelumnya bahwa dalam mengonstruksi field GF(3 ) BAB IV BAHASAN ALGORITME ARITMETIK GF(3 ) Telah dijelaskan sebelunya bahwa dala engonstruksi field GF(3 ) diperoleh dari perluasan field 3 dengan eilih polinoial priitif berderajat atas 3 yang dala hal

Lebih terperinci

dimana p = massa jenis zat (kg/m 3 ) m= massa zat (kg) V= Volume zat (m 3 ) Satuan massa jenis berdasarkan Sistem Internasional(SI) adalah kg/m 3

dimana p = massa jenis zat (kg/m 3 ) m= massa zat (kg) V= Volume zat (m 3 ) Satuan massa jenis berdasarkan Sistem Internasional(SI) adalah kg/m 3 Zat dan Wujudnya Massa Jenis Jika kau elihat kapas yang berassa 1 kg dan batu berassa 1 kg, apa ada di benaku? Massa Jenis adalah perbandingan antara assa benda dengan volue benda Massa jenis zat tidak

Lebih terperinci

PRAKTIKUM VI I. ALAT DAN BAHAN II. CARA KERJA

PRAKTIKUM VI I. ALAT DAN BAHAN II. CARA KERJA PRAKTIKUM VI Topik : Epidermis dan Derivatnya Tujuan : Untuk mengamati bentuk-bentuk epidermis, trikoma dan stoma Hari/Tanggal : Kamis, 16 April 2011 Tempat : Laboratorium Biologi PMIPA FKIP UNLAM Banjarmasin

Lebih terperinci

DINAS PENDIDIKAN PROPINSI DKI JAKARTA MUSYAWARAH GURU MATA PELAJARAN FISIKA SMA MGMP FISIKA - SMA DKI

DINAS PENDIDIKAN PROPINSI DKI JAKARTA MUSYAWARAH GURU MATA PELAJARAN FISIKA SMA MGMP FISIKA - SMA DKI DINAS PENDIDIKAN PROPINSI DKI JAKARTA MUSYAWARAH GURU MATA PELAJARAN FISIKA SMA MGMP FISIKA - SMA DKI Sekretariat: SMAN 72, Jl.Prihatin Kodaar Kelapa Gading Barat Jakarta Utara Telp 021 4502584 Fax: 021-45850134

Lebih terperinci

FISIKA. Sesi GELOMBANG CAHAYA A. INTERFERENSI

FISIKA. Sesi GELOMBANG CAHAYA A. INTERFERENSI FISIKA KELAS XII IPA - KURIKULUM GABUNGAN 03 Sesi NGAN GELOMBANG CAHAYA Cahaya erupakan energi radiasi berbentuk gelobang elektroagnetik yang dapat dideteksi oleh ata anusia serta bersifat sebagai gelobang

Lebih terperinci

III HASIL DAN PEMBAHASAN

III HASIL DAN PEMBAHASAN 7 III HASIL DAN PEMBAHASAN 3. Analisis Metode Dala penelitian ini akan digunakan etode hootopi untuk enyelesaikan persaaan Whitha-Broer-Koup (WBK), yaitu persaaan gerak bagi perabatan gelobang pada perairan

Lebih terperinci

Kriptografi Visual Menggunakan Algoritma Berbasiskan XOR dengan Menyisipkan pada K-bit LSB Gambar Sampul

Kriptografi Visual Menggunakan Algoritma Berbasiskan XOR dengan Menyisipkan pada K-bit LSB Gambar Sampul Kriptografi Visual Menggunakan Algorita Berbasiskan XOR dengan Menyisipkan pada K-bit LSB Gabar Sapul Yusuf Rahatullah Progra Studi Teknik Inforatika Institut Teknologi Bandung Bandung, Indonesia 13512040@std.stei.itb.a.id

Lebih terperinci

PENGARUH BENTUK COVER TERHADAP PRODUKTIFITAS DAN EFISIENSI SOLAR STILL

PENGARUH BENTUK COVER TERHADAP PRODUKTIFITAS DAN EFISIENSI SOLAR STILL PENGARUH BENTUK COVER TERHADAP PRODUKTIFITAS DAN EFISIENSI SOLAR STILL Nova R. Isail Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Widyagaa Malang novarislapung@yahoo.co.id ABSTRACT Various distillation

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sejarah Tanaman Cabai Botani Tanaman Cabai

TINJAUAN PUSTAKA Sejarah Tanaman Cabai Botani Tanaman Cabai 3 TINJAUAN PUSTAKA Sejarah Tanaman Cabai Cabai ditemukan pertama kali oleh Columbus pada saat menjelajahi Dunia Baru. Tanaman cabai hidup pada daerah tropis dan wilayah yang bersuhu hangat. Selang beberapa

Lebih terperinci

Skripsi Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana 1 Program Studi Pendidikan B iologi. Disusun Oleh: RAHAYU KURNIA DEWI

Skripsi Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana 1 Program Studi Pendidikan B iologi. Disusun Oleh: RAHAYU KURNIA DEWI PENGAMATAN INTI SEL UJUNG AKAR Allium cepa MENGGUNAKAN PEWARNA ALTERNATIF BUAH GENDULA GENDULU (Breynia sp) DAN PERASAN RIMPANG KUNYIT (Curcuma domestica) Skripsi Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kembang sungsang (Gloriosa. superba L.) merupakan salah satu jenis

I. PENDAHULUAN. Kembang sungsang (Gloriosa. superba L.) merupakan salah satu jenis 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kembang sungsang (Gloriosa. superba L.) merupakan salah satu jenis tanaman yang termasuk kedalam suku Liliaceae. Tanaman ini merupakan tumbuhan memanjat sehingga dikenal

Lebih terperinci

PENGARUH VARIASI TABUNG UDARA TERHHADAP DEBIT PEMOMPAAN POMPA HIDRAM

PENGARUH VARIASI TABUNG UDARA TERHHADAP DEBIT PEMOMPAAN POMPA HIDRAM 25 PENGARUH VARIASI TABUNG UDARA TERHHADAP DEBIT PEMOMPAAN POMPA HIDRAM Budi Hartono Fakultas Teknik, Universitas Ibnu Chaldun, Jl. Raya Serang Cilegon K.5, Serang Banten. Telp. 254-82357 / Fax. 254-82358

Lebih terperinci

PENGGUNAAN METODE HOMOTOPI PADA MASALAH PERAMBATAN GELOMBANG INTERFACIAL

PENGGUNAAN METODE HOMOTOPI PADA MASALAH PERAMBATAN GELOMBANG INTERFACIAL PENGGUNAAN METODE HOMOTOPI PADA MASALAH PERAMBATAN GELOMBANG INTERFACIAL JAHARUDDIN Departeen Mateatika Fakultas Mateatika Ilu Pengetahuan Ala Institut Pertanian Bogor Jl Meranti, Kapus IPB Daraga, Bogor

Lebih terperinci

Perancangan Sistem Tracking Quadrotor untuk Sebuah Target Bergerak di Darat Menggunakan Sistem Fuzzy

Perancangan Sistem Tracking Quadrotor untuk Sebuah Target Bergerak di Darat Menggunakan Sistem Fuzzy JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 1, (2014) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) A-58 Perancangan Siste Tracking Quadrotor untuk Sebuah Target Bergerak di Darat Menggunakan Siste Fuzzy Mochaad Raa Raadhan,

Lebih terperinci

MORPHOLOGICAL IDENTIFICATION OF NORTH SUMATRA SALAK (Salacca sumatrana Becc.) AT SOUTH TAPANULI REGION

MORPHOLOGICAL IDENTIFICATION OF NORTH SUMATRA SALAK (Salacca sumatrana Becc.) AT SOUTH TAPANULI REGION 833. Jurnal Online Agroekoteknologi Vol.1, No.3, Juni 2013 ISSN No. 2337-6597 IDENTIFIKASI KARAKTER MORFOLOGIS SALAK SUMATERA UTARA (Salacca sumatrana Becc.) DI BEBERAPA DAERAH KABUPATEN TAPANULI SELATAN

Lebih terperinci

PENJUMLAHAN MOMENTUM SUDUT

PENJUMLAHAN MOMENTUM SUDUT PENJUMAHAN MOMENTUM SUDUT A. Penjulahan Moentu Sudut = + Gabar.9. Penjulahan oentu angular secara klasik. Dua vektor oentu angular dan dijulahkan enghasilkan Jika oentu angular elektron pertaa adalah dan

Lebih terperinci

PERAKITAN VARIETAS SALAK :

PERAKITAN VARIETAS SALAK : PERAKITAN VARIETAS SALAK : SARI INTAN 48 : SK Mentan No.3510/Kpts/SR.120/10/2009 SARI INTAN 541 : SK Mentan No.3511/Kpts/SR.120/10/2009 SARI INTAN 295 : SK Mentan No.2082/Kpts/SR.120/5/2010 KERJASAMA ANTARA

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kondisi Umum Lokasi Penelitian

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kondisi Umum Lokasi Penelitian IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Umum Lokasi Penelitian Tanaman salak yang digunakan pada penelitian ini adalah salak pondoh yang ditanam di Desa Tapansari Kecamatan Pakem Kabupaten Sleman Yogyakarta.

Lebih terperinci