4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "4 HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Penelitian Tahap Satu Penelitian tahap satu dilakukan untuk menentukan produk tsukuda-ni yang paling disukai panelis dengan perlakuan jenis larutan perendam. Larutan yang digunakan pada penelitian tahap satu ini adalah soy bean sauce, sweet sake, cuka beras, dan sprite. Hasil uji organoleptik pada penelitian tahap satu dapat dilihat pada Gambar Nilai rata rata organoleptik Kontrol Sprite Soy bean Sweet sake Cuka beras 0 WARNA TEKSTUR AROMA RASA Keterangan: Angka-angka pada diagram batang yang diikuti dengan huruf superscript yang berbeda (a,b) menunjukkan berbeda nyata (p<0,05) Gambar 7 Hasil uji organoleptik perlakuan larutan perendam. Tsukuda-ni perlakuan larutan perendam soy bean memiliki skor kesukaan rata-rata tertinggi yakni sebesar 6,47 dengan tingkat kategori kesukaan suka pada parameter warna. Tingkat kesukaan warna terkecil terdapat pada produk tsukudani dengan perlakuan kontrol. Perubahan warna terjadi setelah proses perebusan atau pengovenan. Hal ini dipengaruhi oleh suhu dan lamanya kedua proses tersebut, sehingga dapat mempercepat reaksi Maillard. Berdasarkan hasil uji Kruskal Wallis dengan α=0,05 (Lampiran 3), menunjukkan bahwa perlakuan penggunaan jenis larutan perendam tidak

2 39 memberikan pengaruh yang berbeda nyata (p>0,05) pada tingkat kesukaan panelis terhadap parameter warna. Hal ini berarti warna produk tsukuda-ni perlakuan sprite, soy bean, sweet sake, cuka beras dan kontrol memiliki skor rata-rata kesukaan yang hampir sama. Tsukuda-ni yang terbuat dari daging ikan harus memiliki warna coklat gelap, dan bentuknya harus memiliki keunikan serta ukuran yang sama (Tanikawa 1971). Larutan soy bean memiliki warna coklat kemerahan atau agak gelap, sehingga memberikan perubahan warna pada daging yang semula merah cerah (Farrell 1990). Tsukuda-ni perlakuan larutan sprite memiliki tingkat kategori kesukaan suka dan skor rata-rata tertinggi yaitu sebesar 6,47 pada parameter tekstur. Nilai tingkat kesukaan terendah terdapat pada produk tsukuda-ni dengan perlakuan kontrol. Selama pembaceman terjadi reaksi antara daging ikan dengan larutan perendam. Pada saat proses pembaceman terjadi pembengkakan yang dialami oleh daging karena adanya perubahan sifat pada protein kolagen. Protein kolagen dapat mengembang karena daya ikat pada struktur molekulnya melemah saat diberikan perlakuan ph di bawah 4 atau dinaikkan sampai ph 10 (Mursaha 2009). Daging terdapat tiga kelompok protein, yaitu protein sarkoplasma, protein otot dan jaringan ikat. Jaringan ikat mempunyai dua fungsi utama, yaitu untuk mengemulsikan lemak dan mengikat air. Bila miosin bergabung dengan aktin yang membentuk aktomiosin, akan menghasilkan tekstur yang baik, karena protein aktomiosin mempunyai kemampuan mengemulsi lemak lebih besar dibandingkan dengan protein jaringan ikat dan protein sarkoplasma. Tekstur daging berubah mejadi tetap atau kompak dan empuk setelah proses perendaman (Kramlich 1971). Hasil analisis Kruskal Wallis (Lampiran 3) memperlihatkan bahwa perlakuan penggunaan jenis larutan perendam berpengaruh nyata terhadap parameter tekstur produk tsukuda-ni. Uji lanjut Multiple Comparison (Lampiran 4) menunjukkan bahwa tsukuda-ni perlakuan jenis larutan perendam memiliki nilai rata-rata kesukaan yang berbeda nyata (p<0,05). Perlakuan larutan sprite berbeda nyata terhadap perlakuan kontrol dan soy bean, perlakuan soy bean juga

3 40 berbeda nyata terhadap sweet sake. Perlakuan jenis larutan cuka beras tidak berbeda nyata terhadap perlakuan sprite, soy bean, sweet sake, dan kontrol. Tsukuda-ni perlakuan larutan perendam soy bean memiliki nilai kesukaan rata-rata tertinggi yakni sebesar 6,47. Nilai tingkat kesukaan terendah terdapat pada produk tsukuda-ni dengan perlakuan kontrol. Aroma produk tsukuda-ni yang ditimbulkan merupakan hasil kombinasi antara senyawa-senyawa volatil dari daging ikan dan larutan perendam. Aroma daging ikan berasal dari degradasi protein dan degradasi lanjut bahan-bahan teroksidasi dari lemak yang memberikan aroma khas yang disukai maupun tidak disukai. Aroma perendam soy bean memberikan karakteristik yang khas pada produk tsukuda-ni. Soy bean sauce memiliki karakteristik segar, lembut, rasa asin, aromanya sedap, aromatik, beralkohol dan beberapa jenis terlihat berkaramel (Fareell 1990). Berdasarkan uji Kruskal Wallis (Lampiran 3) diketahui bahwa perlakuan penggunaan jenis larutan perendam memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap nilai organoleptik aroma tsukuda-ni. Hasil uji lanjut Multiple Comparison (lampiran 4) memperlihatkan bahwa tsukuda-ni perlakuan soy bean memiliki nilai rata-rata kesukaan yang tidak berbeda nyata dengan tsukuda-ni perlakuan sprite dan cuka beras tetapi berbeda nyata dengan tsukuda-ni perlakuan sweet sake dan tanpa perlakuan (kontrol). Tsukuda-ni perlakuan larutan perendam sprite memiliki tingkat kategori kesukaan suka pada parameter rasa. Tsukuda-ni perlakuan sprite memiliki nilai rata-rata tertinggi yakni sebesar 6,87. Nilai tingkat kesukaan terendah terdapat pada produk tsukuda-ni dengan perlakuan kontrol. Rasa produk tsukuda-ni berasal dari larutan perendam yang diberikan dan dari rempah-rempah yang ditambahkan, serta adanya reaksi dari komponen-komponen yang terkandung dalam daging ikan. Komponen tersebut terurai atau bereaksi dengan komponen lain yang terjadi selama perendaman dan perebusan. Larutan sprite dan penggunaan gula fruktosa memberikan rasa manis pada produk akhir tsukuda-ni. Banyaknya gula yang meresap dalam daging akan mengakibatkan terjadinya karamelisasi pada proses perebusan dan pengovenan, sehingga menimbulkan rasa yang disukai maupun tidak disukai (Sumarta 2007).

4 41 Hasil analisis Kruskal Wallis (Lampiran 3) menunjukkan bahwa tsukuda-ni dengan perlakuan penggunaan jenis larutan perendam tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap rasa tsukuda-ni tersebut (p>0,05). Hal ini berarti bahwa pembuatan tsukuda-ni dengan penambahan berbagai jenis larutan perendam memiliki rasa yang hampir sama. Rasa tsukuda-ni disesuaikan dengan selera konsumen pada suatu tempat. Rasa khas pada produk tsukuda-ni adalah manis atau asin (Tanikawa 1971). Timbulnya rasa pada tsukuda-ni tersebut disebabkan oleh bahan-bahan dalam adonan tersebut, misalnya gula, garam, larutan jahe, asam, dan penggunaan sprite dan larutan perendam. Minuman sprite memiliki nilai ph sekitar 3,2 (Arie 2004). Perendaman daging dalam larutan sprite membuat ph daging menjadi asam. Gambar 7 terlihat bahwa produk tsukuda-ni dengan penambahan cuka beras memiliki nilai kesukaan tertinggi kedua. Asam pada sprite dan cuka beras dapat meningkatkan citarasa tsukuda-ni jika dibandingkan dengan perlakuan kontrol. Penilaian tingkat kesukaan terhadap semua parameter (warna, tekstur, aroma dan rasa) menunjukkan bahwa perlakuan larutan perendam sprite pada produk tsukuda-ni memberikan skor kesukaan rata-rata terbaik dan memberikan pengaruh yang berbeda pada parameter tekstur dan rasa, kemudian dilanjutkan dengan perlakuan soy bean, cuka beras, dan sweet sake dibandingkan dengan tsukuda-ni tanpa perlakuan (kontrol). Dari penelitian ini diperoleh larutan perendam terbaik yaitu larutan perendam sprite. Penelitian selanjutnya adalah larutan tersebut digunakan pada pembuatan produk tsukuda-ni dengan perlakuan berbagai konsentrasi. 4.2 Penelitian Tahap Dua Penelitian tahap sebelumnya, produk tsukuda-ni dengan perlakuan larutan perendam sprite memberikan skor kesukaan rata-rata paling tinggi jika dibandingkan dengan tsukuda-ni perlakuan lainnya. Tahap selanjutnya dilakukan pembuatan tsukuda-ni dengan perlakuan konsentrasi larutan sprite. Pemilihan larutan perendam dilakukan dalam penelitian tahap dua ini, mengingat bahwa perlakuan larutan perendam sprite memiliki nilai rata-rata organoleptik parameter

5 42 Perlakuan Konsentrasi Sprite Keterangan: Angka-angka pada diagram batang yang diikuti dengan huruf superscript yang berbeda ( a,b) menunjukkan berbeda nyata (p<0,05) Gambar 8 Histogram nilai rata-rata warna tsukuda-ni tekstur yang lebih baik dibandingkan dengan perlakuan lain, dan berdasarkan analisis statistika yang menunjukkan bahwa tsukuda-ni dengan perlakuan larutan perendam sprite tidak berbeda nyata dengann perlakuan lainnya terhadap parameter warna, aroma dan rasa. Sprite juga dipilih karena lebih ekonomis dibandingkan larutan lainnya. Perbandingan harga larutan perendam di pasaran dan analisis biaya sederhana terdapat padaa Lampiran 13 dan Lampiran 14. Penentuan berbagai tingkat perbandingan konsentrasi larutan perendam sprite berdasarkan Tanikawa (1971) yang mengemukakan bahwa maksimal larutan perendam yang digunakann dalam pembuatan tsukuda-ni adalah 40% (v/v) dari volume larutan bumbu tanpa penambahan daging ikan, dan konsentrasi larutan perendam terbaik pada pembuatan tsukuda-ni adalah 60% (v/v) dari volume larutan bumbu tanpa penambahan daging ikan (Roseta 2010). Konsentrasi sprite yang ditambahkan dalam pembuatan tsukuda-ni adalah 10%, 20%, 30%, 40%, 50% dan 60% Warna Penentuan mutu bahan makanan sangat tergantung pada beberapa faktor, diantaranya cita rasa, warna, tekstur dan nilai gizinya. Makanan yang dinilai bergizi, enak dan teksturnya sangat baik tidak akan dimakan apabila memiliki warna yang tidak sedap dipandang atau memberikan kesan telah menyimpang dari warna yang seharusnya. Penerimaan warna suatu bahan pangan berbeda-beda tergantungg dari faktor alam, geografis dan aspek sosial masyarakat penerima (Winarno 1997). Nilai hedonik rata-rata parameter warna pada produk tsukuda- ni ikan jangilus (Istiophorus orientalis) dapat dilihat pada Gambar 8. nilai rata rata organoleptik 7 5,97 a 6,000 5,93 a % 20% 30% 6,07 a 5,83 a 5,60 40% 50% 60% 0 a

6 43 Hasil uji rata-rata organoleptik warna tsukuda-ni dengan perlakuan penambahan konsentrasi sprite pada Gambar 8 memperlihatkan bahwa tsukuda-ni dengan perlakuan penambahan konsentrasi sprite 40% memiliki skor kesukaan rata-rata tertinggi yakni sebesar 6,07. Nilai rata-rata tingkat kesukaan terendah terdapat pada produk tsukuda-ni dengan perlakuan penambahan konsentrasi sprite 30%. Berdasarkan hasil analisis Kruskal Wallis (Lampiran 7) menunjukkan bahwa perlakuan penambahan konsentrasi sprite tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap tingkat kesukaan warna tsukuda-ni tersebut (p>0,05). Hal ini berarti bahwa pembuatan tsukuda-ni dengan penambahan konsentrasi sprite memiliki warna yang hampir sama. Produk tsukuda-ni pada penelitian ini memiliki warna coklat kegelapan. Hal ini disebabkan adanya penambahan gula High Fructose Syrup (HFS), gula pada sprite, proses perebusan dan pengovenan. Sprite mengandung air yang berkarbonasi, asam fosfat, kalium sitrat, kalium benzoat (rasa pelindung), asam sitrat, rasa alami, aspartam dan acesulfame kalium, fructose corn syrup dan pewarna karamel (Arie 2004). Gula dalam larutan akan mengkristal ketika kadar air menjadi terlalu rendah. Komponen gula membentuk reaksi karamelisasi selama pemasakan, warna yang dihasilkan dari reaksi karamelisasi adalah warna coklat, sehingga semakin banyak gula yang ditambahkan pada produk maka warna coklat yang dihasilkan pada produk semakin meningkat (Steele 2004) Tekstur Tekstur adalah sifat suatu zat atau bahan yang dihasilkan dari kombinasi sifat-sifat fisik dan hasil rangsangan yang diterima melalui panca indera perabaan, penglihatan dan pendengaran. Tekstur memegang peranan penting dalam proses penerimaan suatu produk, karena biasanya konsumen mengharapkan tekstur yang khas dari suatu produk agar mereka dapat menerima dan membedakan teksturnya dengan baik. Tekstur juga merupakan salah satu kriteria utama yang digunakan oleh konsumen untuk menduga kualitas dan kesegaran makanan (Carpenter et al. 2000). Nilai hedonik rata-rata terhadap parameter tekstur pada produk tsukuda-ni ikan jangilus (Istiophorus orientalis) dapat dilihat pada Gambar 9.

7 44 Nilai rata rata organoleptik ,23 a 4,4 47ab 4,63ab b 5,43 bc 5,47 bc 5, 80 c 0 10% 20% 30% 40% 50% 60% Perlakuan Konsentrasi Sprite Keterangan: Angka-angka pada diagram batang yang diikuti dengan huruf superscript yang berbeda ( a,b) menunjukkan berbeda nyata (p<0,05) Gambar 9 Histogram nilai rata-rata tekstur tsukuda-ni. Nilai hedonik rata-rata parameter tekstur tsukuda-ni berkisar antara 4,23 5,80. Tsukuda-ni dengan perlakuan penambahan konsentrasi sprite 60% memiliki skor kesukaan rata-rata tertinggii yakni sebesar 5,08 dan nilai terendah dihasilkan oleh tsukuda-ni dengan perlakuan penambahan konsentrasi sprite 10% sebesar 4,23. Hasil analisis Kruskal Wallis (Lampiran 7) menunjukkan bahwa tsukuda- nyata terhadap tekstur produk tsukuda-ni yang dihasilkan. Uji lanjut Multiple Comparison (Lampiran 9) memperlihatkan bahwa produk tsukuda-ni dengan konsentrasi sprite 60% memiliki skor rata-rata kesukaan yang berbeda nyata ni perlakuan penambahan konsentrasi sprite memberikan pengaruh yang berbeda dengan produk tsukuda-ni perlakuan konsentrasi sprite 10%, 20%, 30%, tetapi tidak berbeda nyata dengan konsentrasi sprite 40%, dan 50%. Produk tsukuda-ni dengan konsentrasi sprite 20% dan 30% tidak berbeda nyata dengan produk tsukuda-ni konsentrasi 40% dan 50%. Komposisi dari sprite adalah air berkarbonasi, High Fructose Syrup (HFS), asam sitrat, natrium sitrat, natrium benzoat, dan flavor (Anonim 2008 c ). Air berkarbonasi adalah air yang diinjeksi karbon dioksida (Varnam dan Sutherland 1994). Reaksi air (H 2 O) ditambah karbon dioksida (CO 2 ) akan menghasilkan asam karbonat (H 2 CO 3 ) (Hui 2006). Pada reaksi tersebut diketahui

8 45 Perlakuan Konsentrasi Sprite Keterangan: Angka-angka pada diagram batang yang diikuti dengan huruf superscript yang berbeda ( a,b) menunjukkan berbeda nyata (p<0,05) Gambar 10 Histogram nilai rata-rata aroma tsukuda-ni Nilai hedonik rata-rata parameter aroma tsukuda-ni berkisar 5,73-6,07. Gambar 10 memperlihatkan bahwa tsukuda-ni dengan perlakuan konsentrasi sprite 40% memiliki skor kesukaan rata-rata tertinggi yakni sebesar 6,07. Nilai bahwa air penyusun sprite yang merupakan air berkarbonasi mengandung asam karbonat. Ketika protein terdenaturasi oleh pemanasan, daging akan membentuk rongga-rongga di dalamnya. Rongga-rongga ini akan diisi oleh larutan perendam dan asam (asam karbonat dari larutan sprite). Larutan perendam akan memberikan flavor pada daging sedangkan asam akan melembutkan tekstur daging sehingga daging terasa lunak (Sumarta 2009) ). Pada Gambar 9 terlihat bahwa semakin tinggi konsentrasi sprite yang ditambahkan, tekstur tsukuda-ni yang dihasilkan semakin lembut Aroma Aroma makanan menentukan kelezatan bahan makanan. Pada umumnya, aroma yang diterima oleh hidung dan otak merupakan berbagai ramuan atau campuran empat aroma utama yaitu harum, asam, tengik dan hangus. Produksi senyawa-senyawa aroma ditentukan oleh komposisi kimia dari produk, enzim- tersebut (Winarno 1997). Nilai hedonik terhadap parameter aroma pada produk tsukuda-ni ikan jangilus (Istiophorus orientalis) dapat dilihat padaa Gambar 10. enzim yang terlibat di dalamnya, maupun bakteri yang terlibat dalam senyawa Nilai rata rata organoleptik ,80 a 6,0 00 a 6,03 a 6,07 a 5,87 a 5,73 3 a 0 10% 20% 30% 40% 50% 60%

9 46 Nilai rata rata organoleptik 7 6 5,33 a 5,57 a 5,47 a % 20% 30% 6,03 a 5,93 a 5,77 40% 50% 60% rata-rata tingkat kesukaan terendah terdapat pada produk tsukuda-ni dengan perlakuan penambahan konsentrasi sprite 60%. Berdasarkan uji Kruskal Wallis dengann α=0,05 (Lampiran 7), menunjukkan bahwaa perlakuan penambahan konsentrasi sprite pada tsukuda-ni tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata (p>0,05) terhadap parameter aroma tsukuda-ni. Hal ini berarti bahwa pembuatan tsukuda-ni dengan perlakuan penambahan konsentrasi sprite memiliki aroma yang hampir sama. Perebusan daging sebelum pengeringan dapat membantu menginaktifkan enzim-enzim yang terdapat pada daging sehingga dapat mengurangi terjadinya reaksi browning enzimatik dan akibat reaksi antara komponen kimia dalam daging dengan bahan lain seperti gula dan garam akan menghasilkan aroma yang khas pada daging (Hui 2001) Rasaa Parameter rasa berbeda dengan aroma dan lebih banyak melibatkan panca indra lidah. Pengindraan pengecapan dibagi menjadi empat cecapan utama yaitu asin, asam, manis dan pahit. Rasa dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah senyawa kimia, suhu, konsentrasi dan interaksi dengan komponenn rasa yang lain (Winarno 1997). Rasa merupakan sensasi kimia yang timbul dari pelepasan sejumlah molekul oleh makanan pada saat dimakan. Rasa adalah salah satu karakteristi paling penting pada semua produk makanan (Holley 2006). Nilai hedonik rata-rata terhadap parameter rasa pada produk tsukuda-ni ikan jangilus (Istiophorus orientalis) dapat dilihat pada Gambar 11. Perlakuan konsentrasi Sprite Keterangan: Angka-angka pada diagram batang yang diikuti dengan huruf superscript yang berbeda (a,b) menunjukkan berbeda nyata (p<0, 05) Gambar 11 Histogram nilai rata-rata rasa tsukuda-ni 7 a

10 47 Nilai hedonik rata-rata parameter rasa tsukuda-ni pada Gambar 11 memperlihatkan bahwa tsukuda-ni dengan perlakuan konsentrasi sprite 40% memiliki skor kesukaan rata-rata tertinggi yakni sebesar 6,03. Nilai rata-rata tingkat kesukaan terendah terdapat pada produk tsukuda-ni dengan perlakuan penambahan konsentrasi sprite 10%. Hasil analisis uji Kruskal Wallis dengan α=0,05 (Lampiran 7), menunjukkan bahwa perlakuan penambahan konsentrasi sprite pada tsukuda-ni tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata (p>0,05) terhadap parameter parameter rasa tsukuda-ni. Hal ini berarti bahwa pembuatan tsukuda-ni dengan perlakuan penambahan konsentrasi sprite memiliki rasa yang hampir sama. Rasa tsukuda-ni pada penelitian ini adalah manis. Rasa manis ini disebabkan adanya gula dan bahan pemanis yang terdapat pada sprite. Larutan jahe yang digunakan memberikan rasa hangat di indera pengecapan. Pencampuran bumbu-bumbu dan larutan sprite menghasilkan rasa yang khas. Pada saat larut dalam air, CO 2 memberikan rasa asam dan menurunkan ph menjadi sekitar 3,2-3,7 (Varnam et al. 1994). Penambahan konsentrasi sprite yang semakin tinggi pada penelitian ini tidak memberikan rasa yang sangat asam pada produk tsukuda-ni. Hal ini disebabkan rasa asam sprite tertutupi oleh penambahan bumbu-bumbu lain. Larutan yang digunakan untuk perendam harus memiliki keseimbangan antara flavor, asam dan minyak sehingga akan dihasilkan rasa produk yang diinginkan (Christensen 2009). 4.3 Karakteristik Fisik Tsukuda-ni Ikan Jangilus (Istiophorus orientalis) Karakteristik fisik berhubungan dengan karakteristik bahan dan komponennya. Salah satu karakter penting yang berhubungan dengan sifat fisik adalah sifat fungsional dari bahan pangan atau komponennya. Peubah sifat fisik tsukuda-ni ikan jangilus (Istiophorus orientalis) yang diamati adalah daya iris (cutting strength), aktivitas air (a w ) dan derajat keasaman ph. Data rata-rata hasil analisis fisik tsukuda-ni dapat dilihat pada Tabel 10.

11 48 Tabel 10 Rataan hasil uji fisik tsukuda-ni ikan jangilus (Istiophorus orientalis) Perlakuan Cutting strength tsukuda-ni (daya iris (kg/cm 2 )) a w (aktivitas air) ph 10% 44,39 ± 17,926 a 0,69 a 5,33 a 20% 39,02 ± 13,007 a 0,70 b 5,43 a 30% 35,85 ± 23,289 a 0,72 c 5,45 a 40% 30,95 ± 1,205 a 0,73 c 5,48 a 50% 24,06 ± 3,170 a 0,75 d 5,51 a 60% 20,75 ± 1,858 a 0,77 e 5,54 a Daya iris tsukuda-ni ikan jangilus (Istiophorus orientalis) Nilai akseptansi daging berbeda, tergantung pada faktor fisiologis dan sensasi organoleptik. Salah satu faktor yang ikut menentukan kelezatan dan daya terima daging adalah tekstur dan keempukan. Keempukan dan tekstur daging merupakan penentu paling penting pada kualitas daging. Keempukan daging ditentukan oleh tiga komponen daging, yaitu struktur miofibrilar dan status kontraksinya, kandungan jaringan ikat dan tingkat ikatan silangnya, dan daya ikat air oleh protein daging serta jus daging (Gaman 1992). Nilai daya iris yang tinggi menunjukkan nilai keempukan daging yang rendah. Tsukuda-ni perlakuan sprite 10% memperlihatkan nilai keempukan yang rendah, yaitu sebesar 44,39 kg/cm 2 sedangkan pada konsentrasi 60% memiliki nilai keempukan yang tinggi, yaitu sebesar 20,75 kg/cm 2. Hasil analisis ragam pada taraf nyata α=0,05 (Lampiran 9), masingmasing perlakuan penambahan konsentrasi sprite tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada parameter daya iris tsukuda-ni ikan jangilus (F hitung <F tabel ). Hal ini berarti daya iris masing-masing perlakuan penambahan konsentrasi sprite untuk produk tsukuda-ni hampir sama. Nilai standar deviasi terendah adalah perlakuan penambahan konsentrasi sprite 40%. Daya iris produk tsukuda-ni yang terpilih adalah perlakuan penambahan konsentrasi sprite 40%. Hal ini dikarenakan produk tsukuda-ni perlakuan penambahan konsentrasi sprite 40% memiliki tingkat kesalahan lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan lainnya.

12 49 Nilai daya iris berhubungan dengan ph. Pada ph rendah struktur daging saling berikatan kuat sehingga menyebabkan daging mengkerut. Struktur asam amino pada ph rendah cenderung bersifat asam (H + ), dengan demikian senyawa asam amino yang mengandung NH 3 akan membentuk NH + 3, sedangkan molekul asam dari asam amino bermuatan negatif yaitu COO - akibat adanya tarik-menarik antara gugus amino basa yaitu NH + 3 dengan COO - pada sarkomer akan menghasilkan serat yang mengkerut, dengan mengkerutnya serat daging akan meningkatkan kekerasan tsukuda-ni (Hui 2001) Nilai ph Tskuda-ni ikan jangilus (Istiophorus orientalis) Nilai ph merupakan ukuran keasaman suatu zat. Nilai ph sering digunakan sebagai indikator kerusakan bahan makanan, oleh sebab itu pengontrolan nilai ph merupakan salah satu cara untuk mencegah pertumbuhan mikroorganisme pembusuk. Kemampuan mikroorganisme untuk tumbuh di medium dengan ph rendah tergantung pada sistem sel untuk mengatur ph mendekati ph netral. Nilai ph minimum pertumbuhan mikroba bergantung pada jenis asam pada medium. Nilai rata-rata ph tsukuda-ni disajikan pada Tabel 10. Data pada Tabel 10 menunjukkan bahwa tsukuda-ni dengan berbagai konsentrasi perlakuan sprite memiliki kisaran ph 5,33 sampai ph 5,54. Hal ini menggambarkan bahwa perlakuan sprite tidak berperanan dalam menurunkan nilai ph. Nilai ph tsukuda-ni lebih dipengaruhi oleh ph daging normal, yang sedikit mengalami peningkatan karena faktor pengolahan. Hasil analisis ragam pada taraf nyata α=0,05 (Lampiran 11 ), masingmasing perlakuan penambahan konsentrasi sprite tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada parameter ph tsukuda-ni ikan jangilus (F hitung <F tabel ). Hal ini berarti ph masing-masing perlakuan penambahan konsentrasi sprite untuk produk tsukuda-ni hampir sama. Nilai standar deviasi ph yang terendah adalah perlakuan penambahan konsentrasi sprite 40% (Lampiran 10). Derajat keasaman (ph) berpengaruh terhadap keempukan daging. Nilai ph perlakuan penambahan konsentrasi sprite pada penelitian ini semakin meningkat dan keempukan tsukuda-ni ikan jangilus juga semakin meningkat pula. Derajat keasaman ph tsukuda-ni ikan jangilus ini juga dipengaruhi oleh pengaruh pencampuran bumbu-bumbu yang ditambahkan pada produk.

13 50 Daging secara umum memiliki (ph) 5,3 sampai 5,8. Daging dengan ph tinggi mempunyai keempukan yang lebih tinggi daripada daging dengan ph rendah. Kekerasan atau keempukan serabut otot pada kisaran ph 5,4 sampai 6,0 lebih banyak ditentukan oleh status kontraksi serabut otot daripada oleh status fisik serabut otot (Soeparno 1998) Nilai a w tsukuda-ni ikan jangilus (Istiophorus orientalis) Kandungan air dalam bahan makanan mempengaruhi daya tahan bahan makanan terhadap serangan mikroorganisme. Aktivitas air dinyatakan dalam a w (water activity), yaitu jumlah air bebas yang dapat digunakan oleh mikroorganisme untuk pertumbuhannya. Berbagai mikroorganisme mempunyai a w minimal agar dapat tumbuh dengan baik. Aktivitas air mempengaruhi multiplikasi dan aktivitas metabolisme mikroorganisme, resistensi dan daya tahan (Johnson 1994). Hasil pengukuran nilai a w tsukuda-ni ditunjukkan pada Tabel 10. Data pada Tabel 10 menunjukkan bahwa tsukuda-ni perlakuan sprite memiliki nilai kisaran a w antara 0,69-0,77. Nilai a w terendah sebesar 0,69 untuk tsukuda-ni konsentrasi 10% dan nilai a w tertinggi sebesar 0,77 untuk tsukuda-ni konsentrasi 60%. Hasil analisis ragam pada taraf nyata α=0,05 (Lampiran 14), masingmasing perlakuan penambahan konsentrasi sprite memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada parameter a w tsukuda-ni ikan jangilus (F hitung >F tabel ). Uji lanjut Tukey (Lampiran 15) memperlihatkan bahwa nilai a w tsukuda-ni konsentrasi sprite 30% tidak berbeda nyata dengan konsentrasi sprite 40%, tetapi keduanya berbeda nyata dengan perlakuan lainnya. Hal ini menggambarkan bahwa sprite memiliki kemampuan dalam mengikat air bebas sehingga menjadikan daging ikan tersebut empuk (tenderness). Hal ini dapat dijelaskan bahwa ketika gas yang terdapat dalam sprite bercampur dengan air, akan terbentuk gelembunggelembung gas yang dapat masuk ke dalam daging dan membuat rongga di dalamnya. Rongga-rongga tersebut akan terisi oleh air yang terdapat di luar daging. Makanan semi basah mempunyai nilai aktivitas air (a w ) berkisar antara 0,6-0,9 yang pada umumnya cukup awet dan stabil pada penyimpanan suhu kamar (Johnson1994).

14 Karakteristik Kimia Tsukuda-Ni Ikan Jangilus (Istiophorus orientalis) Analisis kimia dilakukan untuk mengetahui kandungan tsukuda-ni ikan jangilus (Istiophorus orientalis). Analisis kimia yang dilakukan adalah analisis kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak, dan kadar karbohidrat. Hasil nilai rata-rata analisis proksimat dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11 Komposisi kimia tsukuda-ni ikan jangilus (Istiophorus orientalis) dengan perlakuan konsentrasi sprite. Parameter (%) Kadar air Kadar Kadar Kadar abu protein lemak 10% 61,67 a 2,53 a 28,27 a 0,93 a 5,75 a 20% 61,54 a 2,87 a 28,43 a 0,76 ab 5,60 a 30% 61,29 a 4,02 b 28,65 a 0,47 bc 4,78 b 40% 61,02 a 4,48 b 28,89 a 0,34 bc 4,49 b 50% 60,98 a 5,94 c 29,04 a 0,32 c 2,98 c 60% 60,92 a 7,59 d 29,22 a 0,32 c 1,23 d Perlakuan tsukuda-ni Kadar air tsukuda-ni ikan jangilus (Istiophorus orientalis) Kadar karbohidrat (by difference) Air merupakan komponen utama dalam bahan pangan karena dapat mempengaruhi penampakan, tekstur serta cita rasa makanan. Semua bahan makanan mengandung air dalam jumlah berbeda-beda, baik itu bahan makanan hewani maupun nabati. Kandungan air dalam bahan makanan ikut menentukan acceptability, kesegaran dan daya tahan bahan itu. Sebagian besar dari perubahan-perubahan bahan makanan terjadi dalam media air yang ditambahkan atau yang berasal dari bahan itu sendiri (Winarno 1997). Hasil pengukuran kadar air tsukuda-ni pada Tabel 11 menunjukkan bahwa perlakuan konsentrasi sprite sebagai bahan perendam bahwa penambahan sprite 10% memberikan nilai rata-rata kadar air tertinggi pada tsukuda-ni sebesar 61,67%, sedangkan penambahan sprite 60% memberikan nilai rata-rata kadar air terendah sebesar 60,92%. Hasil analisis ragam kadar air pada taraf nyata α=0,05 (Lampiran 16), masing-masing perlakuan penambahan konsentrasi sprite tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada nilai kadar air tsukuda-ni ikan jangilus

15 52 (F hitung <F tabel ). Hal ini berarti nilai kadar air masing-masing perlakuan penambahan konsentrasi sprite untuk produk tsukuda-ni sama. Kadar air tsukuda-ni komersial minimal adalah sebesar 60.4% (Nisizawa 1998). Nilai rata-rata kadar air pada penelitian ini adalah sebesar 60,92-61,67%. Tsukuda-ni yang memiliki nilai kadar air terbaik adalah perlakuan penambahan konsentrasi sprite 40% dengan nilai rata-rata 61,02 karena memiliki nilai standar deviasi yang terendah (Lampiran 15). Ikan dengan perendam sprite mengalami penurunan kadar air yang lebih besar dibanding ikan yag tidak direndam. Hal ini disebabkan ikan yang direndam mengalami penurunan ph yang lebih besar sehingga protein dalam daging menjadi terganggu dan kehilangan kemampuannya mengikat air (Pia 2008) Kadar abu tsukuda-ni ikan jangilus (Istiophorus orientalis) Sebagian besar bahan makanan terdiri dari bahan organik dan air, yaitu sekitar 96%, sedangkan sisanya terdiri dari unsur-unsur mineral. Unsur mineral juga dikenal sebagai zat anorganik atau kadar abu. Dalam proses pembakaran, bahan-bahan organik terbakar tetapi zat anorganiknya tidak, karena itulah disebut abu (Winarno 1997). Tabel 11 memberikan informasi bahwa penambahan sprite 10% memiliki nilai kadar abu yang paling rendah, yaitu sebesar 2,53% sedangkan penambahan sprite 60% memiliki nilai kadar abu yang paling tinggi, yaitu sebesar 7,59%. Hasil analisis ragam kadar abu pada taraf nyata α=0,05 (Lampiran 16), masing-masing perlakuan penambahan konsentrasi sprite memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada nilai kadar abu tsukuda-ni ikan jangilus (F hitung >F tabel ). Uji lanjut Tukey (Lampiran 18) memperlihatkan bahwa nilai kadar abu tsukuda-ni konsentrasi sprite 50% dan 60% berbeda nyata dengan konsentrasi perlakuan lainnya. Konsentrasi sprite 10% tidak berbeda nyata dengan konsentrasi sprite 20%, tetapi keduanya berbeda nyata dengan perlakuan lainnya. Konsentrasi sprite 30% dan sprite 40% tidak berbeda nyata, tetapi keduanya berbeda nyata dengan perlakuan lainnya. Nilai standar deviasi yang terendah adalah perlakuan penambahan konsentrasi sprite 40% dan nilai tertinggi adalah perlakuan penambahan konsentrasi sprite 30% (Lampiran 15).

16 53 Kadar abu tsukuda-ni menurut (Anonim e 2009) adalah sebesar 8,8%. Nilai rata-rata kadar abu pada penelitian ini berkisar antara 2,53-7,59%. Tsukuda-ni yang memiliki nilai kadar abu terbaik adalah perlakuan penambahan konsentrasi sprite 40% dengan nilai rata-rata kadar abu 4,48 %, karena memiliki nilai standar deviasi yang terendah (Lampiran 15). Kadar abu suatu bahan pangan menunjukkan kandungan mineralnya. Semakin banyak penambahan sprite, akan menghasilkan kadar abu yang semakin besar, mengingat bahwa sebagian besar kandungan sprite berupa karbohidrat, gula, dan mineral yaitu sebesar 2,8 g gula, 3,1 g karbohidrat serta 4,0 mg mineral dalam tiap 100 g sprite (USDA 2009) Kadar protein tsukuda-ni ikan jangilus (Istiophorus orientalis) Protein merupakan suatu zat yang penting bagi tubuh karena berfungsi sebagai zat pembangun dan pengatur. Protein adalah sumber-sumber asam amino yang mengandung unsur-unsur C, H, O dan N yang tidak dimiliki oleh lemak atau karbohidrat. Fungsi utama protein ialah untuk membentuk jaringan baru dan mempertahankan jaringan yang telah ada. Protein juga dapat digunakan sebagai bahan bakar apabila keperluan energi tubuh tidak terpenuhi oleh karbohidrat dan lemak (Winarno 1997). Tabel 11 menunjukkan perlakuan konsentrasi sprite pada produk tsukudani memberikan pengaruh yang tidak signifikan terhadap kadar protein tsukuda-ni. Larutan sprite tidak memiliki kandungan protein, dan lemak. Kadar protein yang ada berasal dari daging ikan itu sendiri. Hasil analisis ragam kadar protein pada taraf nyata α=0,05 (Lampiran 19), masing-masing perlakuan penambahan konsentrasi sprite tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada nilai kadar protein tsukuda-ni ikan jangilus (F hitung <F tabel ). Nilai standar deviasi yang terendah adalah perlakuan penambahan konsentrasi sprite 40% dan nilai tertinggi adalah perlakuan penambahan konsentrasi sprite 30% (Lampiran 15). Kadar protein tsukuda-ni secara komersial menurut (Anonim e 2009) adalah sebesar 19,5 %. Nilai rata-rata kadar protein pada penelitian ini berkisar antara 28,27-29,22%. Tsukuda-ni yang memiliki nilai kadar protein terbaik

17 54 adalah perlakuan penambahan konsentrasi sprite 40% dengan nilai rata-rata kadar protein 28,29 karena memiliki nilai standar deviasi yang terendah (Lampiran 15). Konsentrat sprite terdiri dari bahan pengawet, zat pengasam, zat perisa, zat pewarna dan digabung dalam sirup gula (Thorner dan Hezberg 1978). Salah satu bahan pemanis yang ada pada sprite adalah aspartam. Aspartam (nutrisweet) merupakan senyawa metil ester dipeptida yang tersusun oleh asam-asam amino. Karena terdiri dari asam-asam amino, maka aspartam mengalami metabolisme seperti halnya asam amino dari protein pada umumnya (Fardiaz et al. 1987) Kadar lemak tsukuda-ni ikan jangilus (Istiophorus orientalis) Lemak merupakan salah satu unsur penting dalam bahan pangan. Lemak memiliki fungsi untuk memperbaiki bentuk dan struktur fisik bahan pangan, menambah nilai gizi dan kalori, serta memberikan cita rasa yang gurih pada bahan pangan. Selain itu, lemak berperan sangat penting bagi gizi dan kesehatan tubuh karena merupakan sumber energi serta sebagai sumber dan pelarut vitamin A, D, E, dan K (Winarno 1997). Hasil analisis pada Tabel 11 menunjukkan bahwa perlakuan konsentrasi sprite terhadap produk tsukuda-ni memberikan penurunan kandungan lemak. Semakin tinggi konsentrasi sprite yang ditambahkan, nilai kadar lemak yang dihasilkan semakin sedikit, yaitu sebesar 0,32% dibandingkan dengan konsentrasi sprite 10% yang menghasilkan kadar lemak sebesar 0,93%. Hasil analisis ragam kadar lemak pada taraf nyata α=0,05 (Lampiran 16), masing-masing perlakuan penambahan konsentrasi sprite memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada nilai kadar abu tsukuda-ni ikan jangilus (F hitung >F tabel ). Uji lanjut Tukey (Lampiran 21) memperlihatkan bahwa nilai kadar lemak tsukudani konsentrasi sprite 50%, dan 60% tidak berbeda nyata pengaruhnya dengan konsentrasi sprite 30% dan 40%, tetapi berbeda nyata dengan konsentrasi sprite 10% dan 20%. Nilai standar deviasi yang terendah adalah perlakuan penambahan konsentrasi sprite 40% dan nilai tertinggi adalah perlakuan penambahan konsentrasi sprite 10% (Lampiran 15). Kadar lemak tsukuda-ni secara komersial menurut (Anonim e 2009) adalah sebesar 3,3 %. Nilai rata-rata kadar lemak pada penelitian ini berkisar antara 0,93-0,32%. Tsukuda-ni yang memiliki nilai kadar lemak terbaik adalah

18 55 perlakuan penambahan konsentrasi sprite 40% dengan nilai rata-rata kadar lemak 0,32%, karena memiliki nilai standar deviasi yang terendah (Lampiran 15). Pada proses pemanggangan, asam lemak akan dikonversi menjadi hidroperoksida yang tidak stabil oleh adanya aktivitas enzim lipoksigenase. Perubahan tersebut akan berpengaruh pada nilai gizi lemak dan vitamin (oksidasi vitamin larut-lemak) produk (Palupi 2007) Kadar karbohidrat tsukuda-ni ikan jangilus (Istiophorus orientalis) Karbohidrat merupakan sumber kalori utama yang terdapat dalam makanan. Karbohidrat merupakan sumber kalori yang murah dibandingkan dengan protein dan lemak. Karbohidrat mempunyai peran penting dalam menentukan karakteristik bahan makanan, misalnya rasa, warna, tekstur dan lainlain. Karbohidrat berguna untuk mencegah timbulnya ketosis, pemecahan protein tubuh yang berlebihan, kehilangan mineral dan berguna untuk membantu metabolisme lemak dan protein di dalam tubuh (Winarno 1997). Hasil analisis pada Tabel 11 menunjukkan bahwa perlakuan konsentrasi sprite sebagai bahan perendam memberikan hasil penurunan persentase kadar karbohidrat. Penambahan sprite 10% memberikan nilai karbohidrat sebesar 5,75%, lebih tinggi jika dibandingkan dengan penambahan sprite 60% yang memberikan nilai sebesar 1,23%. Semakin tinggi konsentrasi sprite yang digunakan maka semakin rendah nilai karbohidratnya. Hasil analisis ragam kadar karbohidrat pada taraf nyata α=0,05 (Lampiran 22), masing-masing perlakuan penambahan konsentrasi sprite memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada nilai kadar karbohidrat tsukuda-ni ikan jangilus (F hitung >F tabel ). Uji lanjut Tukey (Lampiran 23) memperlihatkan bahwa nilai kadar karbohidrat tsukuda-ni konsentrasi sprite 30%, dan 40% tidak berbeda nyata pengaruhnya, tetapi berbeda nyata dengan perlakuan lainnya. Perlakuan konsentrasi sprite 10% dan 20% tidak berbeda nyata pengaruhnya, tetapi berbeda nyata dengan perlakuan konsentrasi sprite lainnya. Nilai standar deviasi yang terendah adalah perlakuan penambahan konsentrasi sprite 40% dan nilai tertinggi adalah perlakuan penambahan konsentrasi sprite 10%. (Lampiran 15). Kadar karbohidrat tsukuda-ni secara komersial menurut (Anonim e 2009) adalah sebesar 32,3%. Nilai rata-rata kadar karbohidrat pada penelitian ini

19 56 berkisar antara 1,23-5,75%. Tsukuda-ni yang memiliki nilai kadar karbohidrat terbaik adalah perlakuan penambahan konsentrasi sprite 40% dengan nilai ratarata kadar karbohidrat 4,49%, karena memiliki nilai standar deviasi yang terendah (Lampiran 15). Peranan karbohidrat sederhana dan dalam reaksi Maillard dapat menurunkan ketersediaan karbohidrat dalam produk-produk hasil pemanggangan (Palupi 2007). Sejumlah karbohidrat tertentu diperlukan dalam makanan untuk berfungsi sebagai pasangan protein. Jika makanan mengandung sedikit karbohidrat maka presentase protein yang harus disediakan sebagai sumber energi harus lebih besar (Gaman 1992) Uji mikrobiologi tsukuda-ni ikan jangilus (Istiophorus orientalis) Kerusakan bahan pangan dapat disebabkan oleh pertumbuhan dan aktivitas mikroba terutama bakteri, ragi dan kapang, aktivitas enzim-enzim di dalam bahan pangan. Mikroorganisme bersifat cosmopolitan, hidup tersebar luas di lingkungan. Mikroorganisme yang banyak tumbuh pada bahan pangan adalah bakteri, kapang dan khamir yang dapat menyebabkan kerusakan dari segi organoleptik maupun komposisi bahan kimia. Kerusakan bahan pangan yang ditimbulkan oleh mikroorganisme antara lain perubahan warna, pembentukan lendir, pembentukan endapan, pembentukan gas, bau asam, bau busuk dan berbagai perubahan lainnya (Fardiaz 1992). Hasil penghitungan total mikroba dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel 12 Total mikroba tsukuda-ni dengan penambahan sprite. Perlakuan tsukuda-ni Total mikroba (CFU/ml) Sprite 10% 4,5 x 10 2 Sprite 20% 4,1 x 10 2 Sprite 30% 2,5 x 10 2 Sprite 40% 1,1 x 10 2 Sprite 50% 5,0 x 10 1 Sprite 60% 6,0 x 10 1 Daging ikan jangilus (Istiophorus orientalis) yang digunakan dalam pembuatan produk tsukuda-ni memiliki total mikroba 6,4x10 3 CFU/ml. Tabel diatas menginformasikan bahwa tsukuda-ni dengan perlakuan sprite 10% memiliki total mikroba 4,5x10 2 CFU/ml sedangkan dengan perlakuan sprite 60%

20 57 memiliki total mikroba 6,0x10 1 CFU/ml, sehingga dapat disimpulkan bahwa perlakuan sprite mampu menurunkan jumlah mikroba yang terdapat pada produk tsukuda-ni. Keasaman ph daging ikan yang dihasilkan dari perendaman sprite membuat bakteri-bakteri yang tidak tahan suasana asam terhambat pertumbuhannya, sehingga ikan memiliki nilai log TPC yang rendah. Kondisi asam yang dihasilkan larutan sprite memungkinkan terjadinya denaturasi pada protein penyusun sel bakteri sehingga pertumbuhan bakteri terganggu. Karbonasi merupakan peristiwa pencampuran gas karbon dioksida ke dalam air. Keuntungan dari penambahan gas karbon dioksida adalah turunnya ph air, karena karbon dioksida yang dicampurkan ke dalam air akan membentuk asam karbonat yang bersifat asam, sehingga melindungi produk dari mikroba (Hui 2006). Kandungan bahan-bahan lain selain karbon dioksida dan asam karbonat pada sprite adalah High Fructose Corn Syrup (HFCS), asam sitrat, dan natrium benzoat. Bahan-bahan ini hanya terdapat dalam jumlah kecil dalam komposisi sprite, tetapi komponen-komponen tersebut memiliki pengaruh dalam mekanisme penghambatan pertumbuhan bakteri (Saleh et al. 2002).

KARAKTERISTIK DAN KANDUNGAN GIZI TSUKUDA-NI IKAN JANGILUS (Istiophorus orientalis)

KARAKTERISTIK DAN KANDUNGAN GIZI TSUKUDA-NI IKAN JANGILUS (Istiophorus orientalis) Jurnal Inovasi dan Kewirausahaan Volume 1 No. 2 Mei 2012 Halaman 96-104 KARAKTERISTIK DAN KANDUNGAN GIZI TSUKUDA-NI IKAN JANGILUS (Istiophorus orientalis) Sri Purwaningsih *, Agoes M Jacoeb, Masikah Maylan

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Tepung Tulang Ikan Rendemen tepung tulang ikan yang dihasilkan sebesar 8,85% dari tulang ikan. Tepung tulang ikan patin (Pangasius hypopthalmus) yang dihasilkan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pembuatan Ikan Tongkol (Euthynnus affinis) Asap. Pengolahan ikan tongkol (Euthynnus affinis) asap diawali dengan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pembuatan Ikan Tongkol (Euthynnus affinis) Asap. Pengolahan ikan tongkol (Euthynnus affinis) asap diawali dengan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pembuatan Ikan Tongkol (Euthynnus affinis) Asap Pengolahan ikan tongkol (Euthynnus affinis) asap diawali dengan melakukan preparasi ikan. Selanjutnya diberi perlakuan penggaraman

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. batok sabut kelapa (lunggabongo). Sebelum dilakukan pengasapan terlebih dahulu

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. batok sabut kelapa (lunggabongo). Sebelum dilakukan pengasapan terlebih dahulu BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Ikan tongkol (Euthynnus affinis) segar diperoleh dari TPI (Tempat Pelelangan Ikan) kota Gorontalo. Bahan bakar yang digunakan dalam pengasapan ikan adalah batok sabut kelapa

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Rendemen merupakan suatu parameter yang penting untuk mengetahui nilai

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Rendemen merupakan suatu parameter yang penting untuk mengetahui nilai BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tepung Tulang Ikan Tuna 4.1.1 Rendemen Rendemen merupakan suatu parameter yang penting untuk mengetahui nilai ekonomis dan efektivitas suatu produk atau bahan. Perhitungan

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Organoleptik Bakso Ikan Nila Merah Uji organoleptik mutu sensorik yang dilakukan terhadap bakso ikan nila merah yang dikemas dalam komposisi gas yang berbeda selama

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Pendahuluan Penelitian pendahuluan meliputi pembuatan tepung jerami nangka, analisis sifat fisik dan kimia tepung jerami nangka, serta pembuatan dan formulasi cookies dari

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 18 HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan Mutu Organoleptik Biskuit Selama Penyimpanan Uji kesukaan dan mutu hedonik merupakan salah satu cara untuk uji sensori suatu produk. Uji kesukaan dan mutu hedonik dilakukan

Lebih terperinci

molekul kasein yang bermuatan berbeda. Kondisi ph yang asam menyebabkan kalsium dari kasein akan memisahkan diri sehingga terjadi muatan ion dalam sus

molekul kasein yang bermuatan berbeda. Kondisi ph yang asam menyebabkan kalsium dari kasein akan memisahkan diri sehingga terjadi muatan ion dalam sus Populasi Kultur Starter HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Pendahuluan Perhitungan populasi dilakukan untuk mendapatkan kultur starter yang terbaik dari segi jumlah maupun kualitasnya. Pada tahap pendahulan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Sifat Fisik Daging Kualitas karkas dan daging dipengaruhi oleh faktor sebelum dan setelah pemotongan. Faktor sebelum pemotongan yang dapat mempengaruhi kualitas daging antara lain

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Cabai Merah (Capsicum annuum L.) Karakteristik awal cabai merah (Capsicum annuum L.) diketahui dengan melakukan analisis proksimat, yaitu kadar air, kadar vitamin

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mengandung 83-87,5 g air; 3,3 4,9 g protein dan; 4 7,3 g lemak. Susu kambing

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mengandung 83-87,5 g air; 3,3 4,9 g protein dan; 4 7,3 g lemak. Susu kambing 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Susu Kambing Susu kambing menurut hasil penelitian dalam Sodiq dan Abidin (2008) mengandung 83-87,5 g air; 3,3 4,9 g protein dan; 4 7,3 g lemak. Susu kambing dapat dikonsumsi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Nilai Rendemen Kerupuk Kulit Kelinci dengan Berbagai Konsentrasi Garam

HASIL DAN PEMBAHASAN. Nilai Rendemen Kerupuk Kulit Kelinci dengan Berbagai Konsentrasi Garam 44 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Konsentrasi Garam Terhadap Rendemen Kerupuk Kulit Kelinci Hasil penelitian pengaruh konsentrasi garam terhadap rendemen kerupuk kulit kelinci tercantum pada Tabel

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Penelitian Pendahuluan Pengamatan suhu alat pengering dilakukan empat kali dalam satu hari selama tiga hari dan pada pengamatan ini alat pengering belum berisi ikan (Gambar

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Kerbau adalah hewan tergolong memamah biak subkeluarga bovinae dan

TINJAUAN PUSTAKA. Kerbau adalah hewan tergolong memamah biak subkeluarga bovinae dan TINJAUAN PUSTAKA Daging Kerbau Kerbau adalah hewan tergolong memamah biak subkeluarga bovinae dan mempunyaikebiasaan berendam di sungai dan lumpur. Ternak kerbau merupakan salah satu sarana produksi yang

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. menghasilkan bau, sebagai zat harus bersifat menguap. Dua zat atau. atau saling menutupi (Setyaningsih, dkk., 2010).

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. menghasilkan bau, sebagai zat harus bersifat menguap. Dua zat atau. atau saling menutupi (Setyaningsih, dkk., 2010). IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Uji Organoleptik 1. Aroma Bau atau aroma merupakan sifat sensori yang paling sulit untuk diklasifikasikan dan dijelaskan karena ragamnya yang begitu besar, agar menghasilkan

Lebih terperinci

Ulangan 1 Ulangan 2 (%)

Ulangan 1 Ulangan 2 (%) BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA Deskripsi dan analisis data memuat penjelasan tentang hasil penelitian. Hasil yang diperoleh selama proses penelitian meliputi data sifat kimia, sifat fisik dan organoleptik

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Total Fenolat Senyawa fenolat merupakan metabolit sekunder yang banyak ditemukan pada tumbuh-tumbuhan, termasuk pada rempah-rempah. Kandungan total fenolat dendeng sapi yang

Lebih terperinci

5.1 Total Bakteri Probiotik

5.1 Total Bakteri Probiotik V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Total Bakteri Probiotik Berdasarkan hasil pengamatan (Lampiran 3) menunjukkan bahwa perlakuan penambahan bakteri L. acidophilus pada perbandingan tepung bonggol pisang batu

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Konsentrasi dan Lama Perendaman dalam Air Perasan Jeruk

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Konsentrasi dan Lama Perendaman dalam Air Perasan Jeruk BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Konsentrasi dan Lama Perendaman dalam Air Perasan Jeruk Nipis Terhadap Kadar Protein Analisis protein dilakukan untuk mengetahui kualitas protein tahu putih hasil

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Pendahuluan

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Pendahuluan IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.. Hasil 4... Penelitian Pendahuluan Sebelum dilakukan penelitian utama, terlebih dahulu dilakukan penelitian pendahuluan pembuatan permen cokelat dengan penambahan daging ikan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik Fisik Sosis Sapi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik Fisik Sosis Sapi HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Fisik Sosis Sapi Nilai ph Sosis Sapi Substrat antimikroba yang diambil dari bakteri asam laktat dapat menghasilkan senyawa amonia, hidrogen peroksida, asam organik (Jack

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil sidik ragam kadar protein kecap manis air kelapa menunjukkan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil sidik ragam kadar protein kecap manis air kelapa menunjukkan IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. L Kadar Protein Hasil sidik ragam kadar protein kecap manis air kelapa menunjukkan bahwa penambahan gula aren dengan formulasi yang berbeda dalam pembuatan kecap manis air kelapa

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5. Rataan Nilai Warna (L, a, b dan HUE) Dendeng Sapi dengan Metode Perlakuan Curing yang Berbeda

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5. Rataan Nilai Warna (L, a, b dan HUE) Dendeng Sapi dengan Metode Perlakuan Curing yang Berbeda HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Warna Dendeng Sapi Warna merupakan salah satu indikator fisik yang dapat mempengaruhi konsumen terhadap penerimaan suatu produk. Derajat warna menunjukkan tingkat warna

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Bahan Baku Ladon (kaldu kupang).

4. HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Bahan Baku Ladon (kaldu kupang). 128 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Bahan Baku Ladon (kaldu kupang). Analisis kimia terhadap bahan baku ladon (kaldu kupang) meliputi analisis proksimat (kadar air, abu, protein dan lemak),

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tepung terigu yang ditambahkan dengan bahan bahan tambahan lain, seperti

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tepung terigu yang ditambahkan dengan bahan bahan tambahan lain, seperti 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Biskuit Menurut SNI 2973-2011, biskuit merupakan salah satu produk makanan kering yang dibuat dengan cara memanggang adonan yang terbuat dari bahan dasar tepung terigu atau

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Daging ayam juga merupakan bahan pangan kaya akan gizi yang sangat. diperlukan manusia. Daging ayam dalam bentuk segar relatif

TINJAUAN PUSTAKA. Daging ayam juga merupakan bahan pangan kaya akan gizi yang sangat. diperlukan manusia. Daging ayam dalam bentuk segar relatif II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Nugget Ayam Bahan pangan sumber protein hewani berupa daging ayam mudah diolah, dicerna dan mempunyai citarasa yang enak sehingga disukai banyak orang. Daging ayam juga merupakan

Lebih terperinci

Tabel 9. Rata-rata kadar air mi sagu MOCAL

Tabel 9. Rata-rata kadar air mi sagu MOCAL IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kadar Air Kadar air merupakan banyaknya air yang terkandung dalam bahan yang dinyatakan dalam persen. Kadar air merupakan salah satu karakteristik yang sangat penting pada

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kadar Air dan Aktivitas Air

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kadar Air dan Aktivitas Air HASIL DAN PEMBAHASAN Kadar Air dan Aktivitas Air Kadar air dendeng hasil penelitian adalah 19,33%-23,82% dengan rataan 21,49±1,17%. Aktivitas air dendeng hasil penelitian sebesar 0,53-0,84 dengan nilai

Lebih terperinci

PENGAWETAN PANGAN. Oleh: Puji Lestari, S.TP Widyaiswara Pertama

PENGAWETAN PANGAN. Oleh: Puji Lestari, S.TP Widyaiswara Pertama Oleh: Puji Lestari, S.TP Widyaiswara Pertama PENGAWETAN PANGAN I. PENDAHULUAN Makanan merupakan kebutuhan pokok bagi setiap manusia, karena didalamnya terkandung senyawa-senyawa yang sangat diperlukan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Sifat Fisik Meatloaf. Hasil penelitian mengenai pengaruh berbagai konsentrasi tepung tulang

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Sifat Fisik Meatloaf. Hasil penelitian mengenai pengaruh berbagai konsentrasi tepung tulang IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Sifat Fisik Meatloaf 4.1.1 Daya Ikat Air Meatloaf Hasil penelitian mengenai pengaruh berbagai konsentrasi tepung tulang rawan ayam terhadap daya

Lebih terperinci

Karakteristik mutu daging

Karakteristik mutu daging Karakteristik mutu daging Oleh: Elvira Syamsir (Tulisan asli dalam Kulinologi Indonesia edisi Maret 2011) Mutu merupakan gabungan atribut produk yang dinilai secara organoleptik dan digunakan konsumen

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bakso adalah jenis makanan yang dibuat dari bahan pokok daging dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bakso adalah jenis makanan yang dibuat dari bahan pokok daging dengan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Bakso Bakso adalah jenis makanan yang dibuat dari bahan pokok daging dengan penambahan bumbu-bumbu dan bahan kimia lain sehingga dihasilkan produk yang strukturnya kompak atau

Lebih terperinci

KERUSAKAN BAHAN PANGAN TITIS SARI

KERUSAKAN BAHAN PANGAN TITIS SARI KERUSAKAN BAHAN PANGAN TITIS SARI 1 Sebagian besar dikonsumsi dalam bentuk olahan Pengolahan : Menambah ragam pangan Perpanjang masa simpan bahan pangan Bahan Pangan 2 Komponen Utama Penyusun Bahan Pangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang mengandung karbohidrat dan sumber kalori yang cukup tinggi, sumber vitamin (A, C,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENGARUH SUHU DAN WAKTU PENGGORENGAN VAKUM TERHADAP MUTU KERIPIK DURIAN Pada tahap ini, digunakan 4 (empat) tingkat suhu dan 4 (empat) tingkat waktu dalam proses penggorengan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar belakang, (2) Identifikasi

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar belakang, (2) Identifikasi I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar belakang, (2) Identifikasi masalah,(3) Maksud dan tujuan penelitian, (4) Manfaat penelitian, (5) Kerangka Berpikir, (6) Hipotesa penelitian dan (7)

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN SUKROSA DAN GLUKOSA PADA PEMBUATAN PERMEN KARAMEL SUSU KAMBING TERHADAP SIFAT KIMIA, MIKROBIOLOGI DAN ORGANOLEPTIK

PENGARUH PENAMBAHAN SUKROSA DAN GLUKOSA PADA PEMBUATAN PERMEN KARAMEL SUSU KAMBING TERHADAP SIFAT KIMIA, MIKROBIOLOGI DAN ORGANOLEPTIK PENGARUH PENAMBAHAN SUKROSA DAN GLUKOSA PADA PEMBUATAN PERMEN KARAMEL SUSU KAMBING TERHADAP SIFAT KIMIA, MIKROBIOLOGI DAN ORGANOLEPTIK (Laporan Penelitian) Oleh RIFKY AFRIANANDA JURUSAN TEKNOLOGI HASIL

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan tempat 3.2 Alat dan bahan 3.3 Metode penelitian

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan tempat 3.2 Alat dan bahan 3.3 Metode penelitian 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan tempat Penelitian tentang kajian penggunaan larutan perendam terhadap karakteristik tekstur produk tsukuda-ni ikan jangilus (Istiophorus orientalis) ini dilakukan pada bulan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Protein (KEP). KEP merupakan suatu keadaan seseorang yang kurang gizi

BAB I PENDAHULUAN. Protein (KEP). KEP merupakan suatu keadaan seseorang yang kurang gizi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu masalah gizi yang utama di Indonesia adalah Kurang Energi Protein (KEP). KEP merupakan suatu keadaan seseorang yang kurang gizi disebabkan oleh rendahnya

Lebih terperinci

rv. HASIL DAN PEMBAHASAN

rv. HASIL DAN PEMBAHASAN rv. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kadar Air Rata-rata kadar air kukis sagu MOCAL dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Hasil uji lanjut DNMRT terhadap kadar air kukis (%) SMO (Tepung sagu 100%, MOCAL 0%) 0,331"

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian Tahap Pertama. Tabel 6. Komposisi Kimia TDTLA Pedaging

HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian Tahap Pertama. Tabel 6. Komposisi Kimia TDTLA Pedaging TDTLA Pedaging HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Tahap Pertama Penelitian tahap pertama adalah pembuatan tepung daging-tulang leher ayam yang dilakukan sebanyak satu kali proses pembuatan pada waktu yang

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. dapat diperoleh di pasar atau di toko-toko yang menjual bahan pangan. Abon dapat

I PENDAHULUAN. dapat diperoleh di pasar atau di toko-toko yang menjual bahan pangan. Abon dapat I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Buah naga (Hylocereus polyrhizus) merupakan buah yang saat ini cukup populer

I. PENDAHULUAN. Buah naga (Hylocereus polyrhizus) merupakan buah yang saat ini cukup populer I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Buah naga (Hylocereus polyrhizus) merupakan buah yang saat ini cukup populer di Indonesia. Buah naga mengandung antara lain vitamin C, betakaroten, kalsium,

Lebih terperinci

PEMANFAATAN Gracilaria sp. DALAM PEMBUATAN PERMEN JELLY

PEMANFAATAN Gracilaria sp. DALAM PEMBUATAN PERMEN JELLY PEMANFAATAN Gracilaria sp. DALAM PEMBUATAN PERMEN JELLY Ella Salamah 1), Anna C Erungan 1) dan Yuni Retnowati 2) Abstrak merupakan salah satu hasil perikanan yang mempunyai nilai ekonomis tinggi dan menjadi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. segar mudah busuk atau rusak karena perubahan komiawi dan kontaminasi

PENDAHULUAN. segar mudah busuk atau rusak karena perubahan komiawi dan kontaminasi PENDAHULUAN Latar Belakang Daging merupakan salah satu komoditi pertanian yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan protein, karena daging mengandung protein yang bermutu tinggi, yang mampu menyumbangkan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Buah Kurma Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah buah kurma dalam bentuk yang telah dikeringkan dengan kadar air sebesar 9.52%. Buah kurma yang

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Kadar Air (%) Tempe Dengan Penambahan Tepung Belut dan Variasi Konsentrasi Usar Tempe

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Kadar Air (%) Tempe Dengan Penambahan Tepung Belut dan Variasi Konsentrasi Usar Tempe 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kadar Air (%) Tempe Dengan Penambahan Tepung Belut dan Variasi Purata kadar air (% ± SE) tempe dengan penambahan tepung belut dan variasi usar tempe berkisar antara 60,37 ±

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagian besar masyarakat. Sampai saat ini produk-produk sumber protein

BAB I PENDAHULUAN. sebagian besar masyarakat. Sampai saat ini produk-produk sumber protein BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Kekurangan konsumsi protein diduga sebagai salah satu penyebab gizi buruk di Indonesia. Hal ini yang diakibatkan oleh rendahnya taraf perekonomian sebagian besar masyarakat.

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Penelitian Pendahuluan Pada penelitian pendahuluan dilakukan penentuan frekuensi pencucian daging lumat yang tepat (1 kali pencucian, 2 kali pencucian dan 3 kali pencucian) dalam

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pengkukusan kacang hijau dalam pembuatan noga kacang hijau.

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pengkukusan kacang hijau dalam pembuatan noga kacang hijau. IV HASIL DAN PEMBAHASAN Bab ini akan menjelaskan mengenai : (4.1) Penelitian Pendahuluan, dan (4.2) Penelitian Utama. 4.1. Penelitian Pendahuluan Penelitian pendahuluan bertujuan untuk menentukan lama

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. di antara pulau lain, namun tingkat endemik masih kalah dibandingkan dengan

I. PENDAHULUAN. di antara pulau lain, namun tingkat endemik masih kalah dibandingkan dengan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kalimantan merupakan salah satu pulau terbesar di Indonesia bahkan dunia. Kondisi geografis yang berlekuk mengakibatkan Kalimantan memiliki banyak aliran sungai (Nurudin,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perikanan yang sangat besar. Oleh karena itu sangat disayangkan bila. sumber protein hewani, tingkat konsumsi akan ikan yang tinggi

BAB I PENDAHULUAN. perikanan yang sangat besar. Oleh karena itu sangat disayangkan bila. sumber protein hewani, tingkat konsumsi akan ikan yang tinggi BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Indonesia merupakan negara kepulauan yang sebagian besar wilayahnya terdiri atas perairan, dan mempunyai laut serta potensi perikanan yang sangat besar. Oleh

Lebih terperinci

PEMANFAATAN BIJI TURI SEBAGAI PENGGANTI KEDELAI DALAM BAHAN BAKU PEMBUATAN KECAP SECARA HIDROLISIS DENGAN MENGGUNAKAN EKSTRAK PEPAYA DAN NANAS

PEMANFAATAN BIJI TURI SEBAGAI PENGGANTI KEDELAI DALAM BAHAN BAKU PEMBUATAN KECAP SECARA HIDROLISIS DENGAN MENGGUNAKAN EKSTRAK PEPAYA DAN NANAS PEMANFAATAN BIJI TURI SEBAGAI PENGGANTI KEDELAI DALAM BAHAN BAKU PEMBUATAN KECAP SECARA HIDROLISIS DENGAN MENGGUNAKAN EKSTRAK PEPAYA DAN NANAS NASKAH PUBLIKASI Disusun oleh: VANDA FIKOERITRINA WIDYA PRIMERIKA

Lebih terperinci

KANDUNGAN VITAMIN C DAN UJI ORGANOLEPTIK FRUITHGURT KULIT BUAH SEMANGKA DENGAN PENAMBAHAN GULA AREN DAN KAYU SECANG NASKAH PUBLIKASI

KANDUNGAN VITAMIN C DAN UJI ORGANOLEPTIK FRUITHGURT KULIT BUAH SEMANGKA DENGAN PENAMBAHAN GULA AREN DAN KAYU SECANG NASKAH PUBLIKASI KANDUNGAN VITAMIN C DAN UJI ORGANOLEPTIK FRUITHGURT KULIT BUAH SEMANGKA DENGAN PENAMBAHAN GULA AREN DAN KAYU SECANG NASKAH PUBLIKASI Disusun oleh: WIDYA AGUSTINA A 420 100 076 FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Jenang adalah salah satu hasil olahan dari tepung ketan. Selain tepung ketan, dalam pembuatan jenang diperlukan bahan tambahan berupa gula merah dan santan kelapa. Kedua bahan

Lebih terperinci

Gambar 4. Diagram batang nilai rata-rata sensori penampakan fillet belut asap

Gambar 4. Diagram batang nilai rata-rata sensori penampakan fillet belut asap 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Penelitian Pendahuluan Penelitian pendahuluan dilakukan untuk mengetahui konsentrasi garam terpilih yang ditentukan melalui uji sensori. onsentrasi garam yang diberikan terdiri

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Perbandingan Tepung Tapioka : Tepung Terigu :

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Perbandingan Tepung Tapioka : Tepung Terigu : 28 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Analisis Sensoris Pengujian sensoris untuk menentukan formulasi terbaik kerupuk goring dengan berbagai formulasi penambahan tepung pisang kepok kuning dilakukan dengan cara

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka

I PENDAHULUAN. Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis, dan (7)

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pembuatan Daging Lumat Ikan layaran yang akan diolah telah dilakukan uji organoleptik terlebih dahulu untuk melihat tingkat kesegarannya. Uji organoleptik merupakan cara pengujian

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. diinkubasi dengan pembungkus daun Jati (Tectona grandis L.). Koji lamtoro yang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. diinkubasi dengan pembungkus daun Jati (Tectona grandis L.). Koji lamtoro yang digilib.uns.ac.id BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan kecap melalui 2 tahap fermentasi, yaitu fermentasi koji dan moromi. Pada tahap fermentasi koji, koji dengan variasi inokulum ragi tempe dan usar

Lebih terperinci

KESIMPULAN DAN SARAN KESIMPULAN. Hasil penelitian menunjukkan bahwa subtitusi pati ganyong pada

KESIMPULAN DAN SARAN KESIMPULAN. Hasil penelitian menunjukkan bahwa subtitusi pati ganyong pada KESIMPULAN DAN SARAN KESIMPULAN Hasil penelitian menunjukkan bahwa subtitusi pati ganyong pada dodol susu kambing mampu meningkatkan kualitas organoleptik, meningkatkan kadar lemak, dan kadar total karbohidrat.

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. banyak ditemukan dan dikonsumsi yaitu ikan tongkol. Secara ilmu pengetahuaan,

I PENDAHULUAN. banyak ditemukan dan dikonsumsi yaitu ikan tongkol. Secara ilmu pengetahuaan, I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

Disusun Oleh: RURIYAWATI LISTYORINI A

Disusun Oleh: RURIYAWATI LISTYORINI A PERBANDINGAN KADAR PROTEIN DAN SIFAT ORGANOLEPTIK PADA TELUR ASIN HASIL PERENDAMAN SERBUK BATU BATA MERAH DENGAN TELUR BEBEK TANPA PENGASINAN Disusun Guna Memenuhi Sebagian Persyaratan Menempuh Sarjana

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Bubur buah (puree) mangga adalah bahan setengah jadi yang digunakan sebagai

I. PENDAHULUAN. Bubur buah (puree) mangga adalah bahan setengah jadi yang digunakan sebagai I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bubur buah (puree) mangga adalah bahan setengah jadi yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan minuman sari buah atau nektar, produk roti, susu, permen, selai dan jeli

Lebih terperinci

PAPER BIOKIMIA PANGAN

PAPER BIOKIMIA PANGAN PAPER BIOKIMIA PANGAN BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ilmu kimia terkait erat dengan kehidupan manusia sehari-hari. Mulai dari urusan sandang dan pangan, bahan bakar, obat-obatan sampai bahan konstruksi

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Penelitian Pendahuluan Penelitian pendahuluan dilakukan dalam dua tahap. Pada tahap pertama dilakukan karakterisasi rumput laut kering Kappaphycus alvarezii dan buah mengkudu

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini akan membahas mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian,

I PENDAHULUAN. Bab ini akan membahas mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, I PENDAHULUAN Bab ini akan membahas mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Proses Pengolahan Bumbu Pasta Ayam Goreng Proses pengolahan bumbu pasta ayam goreng meliputi tahapan sortasi, penggilingan, penumisan, dan pengentalan serta pengemasan. Sortasi

Lebih terperinci

ANALISIS ORGANOLEPTIK PADA HASIL OLAHAN SOSIS IKAN AIR LAUT DAN AIR TAWAR

ANALISIS ORGANOLEPTIK PADA HASIL OLAHAN SOSIS IKAN AIR LAUT DAN AIR TAWAR ANALISIS ORGANOLEPTIK PADA HASIL OLAHAN SOSIS IKAN AIR LAUT DAN AIR TAWAR Ridawati Marpaung 1 Asmaida Abstract Penelitian ini bertujuan melakukan analisis organoleptik dari hasil olahan sosis ikan air

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Formulasi Tepung Bumbu Ayam Goreng Pada proses pengolahan tepung bumbu ayam goreng, formula dasar diperoleh dari hasil survei dari internet dan buku yang kemudian dimodifikasi

Lebih terperinci

PENGARUH LAMA PENYIMPANAN DAGING RAJUNGAN (Portunus pelagicus) REBUS PADA SUHU KAMAR

PENGARUH LAMA PENYIMPANAN DAGING RAJUNGAN (Portunus pelagicus) REBUS PADA SUHU KAMAR PENGARUH LAMA PENYIMPANAN DAGING RAJUNGAN (Portunus pelagicus) REBUS PADA SUHU KAMAR Sri Purwaningsih 1, Josephine W 2, Diana Sri Lestari 3 Abstrak Rajungan (Portunus pelagicus) merupakan hasil laut yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanaman Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L.) merupakan tanaman yang berasal dari Amerika tropis yang menghendaki tempat tumbuh yang tidak ternaungi dan cukup lembab.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Uji Pembedaan Segitiga Ikan Teri (Stolephorus sp.) Kering

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Uji Pembedaan Segitiga Ikan Teri (Stolephorus sp.) Kering BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Uji Pembedaan Segitiga Ikan Teri (Stolephorus sp.) Kering Uji pembedaan segitiga dilakukan untuk melihat perbedaan ikan teri hasil perlakuan dengan ikan teri komersial.

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. Cempedak Terhadap Kualitas Fisik Dan Organoleptik. Proses fermentasi tempe dimulai dari fase pertumbuhan cepat (0-30 jam

BAB V PEMBAHASAN. Cempedak Terhadap Kualitas Fisik Dan Organoleptik. Proses fermentasi tempe dimulai dari fase pertumbuhan cepat (0-30 jam BAB V PEMBAHASAN A. Pengaruh Lama Waktu Fermentasi Tempe Berbahan Baku Biji Cempedak Terhadap Kualitas Fisik Dan Organoleptik. Perlakuan lama waktu fermentasi sangat berpengaruh nyata terhadap kualitas

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. A. Deskripsi Hasil Penelitian Berdasarkan Parameter

BAB V PEMBAHASAN. A. Deskripsi Hasil Penelitian Berdasarkan Parameter BAB V PEMBAHASAN A. Deskripsi Hasil Penelitian Berdasarkan Parameter 1. Kualitas Fisik dan Organoleptik Berdasarkan Parameter Warna Tempe Parameter warna pemberian dosis ragi sebanyak 0,5-3 grafik berpengaruh

Lebih terperinci

Pengawetan Bahan Nabati dan Hewani. 1. Pengertian Pengawetan Bahan Nabati dan Hewani

Pengawetan Bahan Nabati dan Hewani. 1. Pengertian Pengawetan Bahan Nabati dan Hewani Pengawetan Bahan Nabati dan Hewani 1. Pengertian Pengawetan Bahan Nabati dan Hewani Bahan makanan umumny mudah rusak (perishable). Perhatikan saja, buah-buahan dan sayuran yang kita panen. Kita dapat melihat

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Pengamatan dilakukan terhadap sifat fisik (uji lipat), organoleptik (uji hedonik), uji skoring dan analisis kimia (Pb). 1.1 Uji Lipat Uji lipat (folding test) merupakan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PROSES PENGOLAHAN BERAS PRATANAK Gabah yang diperoleh dari petani masih bercampur dengan jerami kering, gabah hampa dan kotoran lainnya sehingga perlu dilakukan pembersihan.

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Untuk mengetahui mutu kerupuk ikan Selais (Crytopterus bicirhis) hasil

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Untuk mengetahui mutu kerupuk ikan Selais (Crytopterus bicirhis) hasil IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Untuk mengetahui mutu kerupuk ikan Selais (Crytopterus bicirhis) hasil Fortifikasi dengan penambahan Jamur Tiram Putih (Pleurotus Ostreatus) selama penyimpanan, dilakukan analisa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Protein (KEP). KEP merupakan suatu keadaan seseorang yang kurang gizi

BAB I PENDAHULUAN. Protein (KEP). KEP merupakan suatu keadaan seseorang yang kurang gizi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu masalah gizi yang utama di Indonesia adalah Kurang Energi Protein (KEP). KEP merupakan suatu keadaan seseorang yang kurang gizi disebabkan oleh rendahnya

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Fisik Gelatin Pengujian fisik gelatin meliputi rendemen, kekuatan gel dan viskositas. Pengujian fisik bertujuan untuk mengetahui nilai dari rendemen, kekuatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikan Nila (Oreochromis niloticus) merupakan ikan asli perairan Indonesia yang sudah menyebar ke wilayah Asia Tenggara dan Cina. Ikan tersebut termasuk komoditas yang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Komposisi Proksimat Fillet Gurami Komponen penting dari komposisi kimia ikan adalah protein dan lemak. Ikan gurami mengandung 75-80% protein dan 6-9% lemak (basis kering) (Tabel 3).

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. tapioka menjadi adonan yang kemudian dibentuk menjadi bola-bola seukuran bola

II. TINJAUAN PUSTAKA. tapioka menjadi adonan yang kemudian dibentuk menjadi bola-bola seukuran bola II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Bakso Ayam Bakso merupakan salah satu makanan tradisional Indonesia yang terbuat dari daging. Dihasilkan dengan mencampur daging, garam, bawang, dan tepung tapioka menjadi adonan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai Latar Belakang (1.1.), Identifikasi

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai Latar Belakang (1.1.), Identifikasi 1 I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai Latar Belakang (1.1.), Identifikasi Masalah (1.2.), Maksud dan Tujuan Penelitian (1.3.), Manfaat Penelitian (1.4.), Kerangka Pemikiran (1.5.), Hipotesis Penelitian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. protein yang lebih baik bagi tubuh dibandingkan sumber protein nabati karena mengandung

I. PENDAHULUAN. protein yang lebih baik bagi tubuh dibandingkan sumber protein nabati karena mengandung I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Daging merupakan bahan makanan hewani yang digemari oleh seluruh lapisan masyarakat karena rasanya yang lezat dan mengandung nilai gizi yang tinggi. Daging merupakan

Lebih terperinci

PERAN CHITOSAN SEBAGAI PENGAWET ALAMI DAN PENGARUHNYA TERHADAP KANDUNGAN PROTEIN DAN ORGANOLEPTIK BAKSO AYAM SKRIPSI

PERAN CHITOSAN SEBAGAI PENGAWET ALAMI DAN PENGARUHNYA TERHADAP KANDUNGAN PROTEIN DAN ORGANOLEPTIK BAKSO AYAM SKRIPSI PERAN CHITOSAN SEBAGAI PENGAWET ALAMI DAN PENGARUHNYA TERHADAP KANDUNGAN PROTEIN DAN ORGANOLEPTIK BAKSO AYAM SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagai Persyaratan Guna Mencapai Derajat S-1 Program Studi Pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kecukupan gizi. Unsur gizi yang dibutuhkan manusia antara lain: protein, lemak,

BAB I PENDAHULUAN. kecukupan gizi. Unsur gizi yang dibutuhkan manusia antara lain: protein, lemak, BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kelangsungan hidup manusia sangat dipengaruhi oleh nilai atau kecukupan gizi. Unsur gizi yang dibutuhkan manusia antara lain: protein, lemak, karbohidrat, mineral, serta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. macam belimbing yaitu belimbing manis (Averrhoa carambola) dan

BAB I PENDAHULUAN. macam belimbing yaitu belimbing manis (Averrhoa carambola) dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Belimbing merupakan buah yang banyak mengandung air. Ada dua macam belimbing yaitu belimbing manis (Averrhoa carambola) dan belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.). Belimbing

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Ayam Ayam merupakan sumber protein hewani yang baik, karena mengandung asam amino essensial yang lengkap dan dalam perbandingan jumlah yang baik. Selain itu serat

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Djoko Poernomo*, Sugeng Heri Suseno*, Agus Wijatmoko**

PENDAHULUAN. Djoko Poernomo*, Sugeng Heri Suseno*, Agus Wijatmoko** Pemanfaatan Asam Cuka, Jeruk Nipis (Citrus Aurantifolia) dan Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi) untuk Mengurangi Bau Amis Petis Ikan Layang (Decapterus spp.) Djoko Poernomo*, Sugeng Heri Suseno*, Agus

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Nugget Ayam Menurut SNI (2002) nugget merupakan salah satu produk olahan daging

II. TINJAUAN PUSTAKA Nugget Ayam Menurut SNI (2002) nugget merupakan salah satu produk olahan daging II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Nugget Ayam Menurut SNI (2002) nugget merupakan salah satu produk olahan daging yang dicetak, dimasak dan dibekukan serta terbuat dari campuran daging giling yang diberi bahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kabupaten Kendal terkenal dengan sentra pertanian, salah satunya adalah

BAB I PENDAHULUAN. Kabupaten Kendal terkenal dengan sentra pertanian, salah satunya adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kabupaten Kendal terkenal dengan sentra pertanian, salah satunya adalah budidaya jambu biji. Jambu biji jenis getas merah (Psidium guajava Linn) merupakan jenis jambu

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat

I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Onggok Sebelum Pretreatment Onggok yang digunakan dalam penelitian ini, didapatkan langsung dari pabrik tepung tapioka di daerah Tanah Baru, kota Bogor. Onggok

Lebih terperinci

PENGARUH JENIS KEMASAN DAN LAMA PENYIMPANAN TEHADAP SIFAT KIMIA, MIKROBIOLOGI, DAN ORGANOLEPTIK PERMEN KARAMEL SUSU KAMBING. (Laporan Penelitian) Oleh

PENGARUH JENIS KEMASAN DAN LAMA PENYIMPANAN TEHADAP SIFAT KIMIA, MIKROBIOLOGI, DAN ORGANOLEPTIK PERMEN KARAMEL SUSU KAMBING. (Laporan Penelitian) Oleh PENGARUH JENIS KEMASAN DAN LAMA PENYIMPANAN TEHADAP SIFAT KIMIA, MIKROBIOLOGI, DAN ORGANOLEPTIK PERMEN KARAMEL SUSU KAMBING (Laporan Penelitian) Oleh PUTRI CYNTIA DEWI JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PETANIAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kue bolu merupakan kue berbahan dasar tepung terigu dengan penambahan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kue bolu merupakan kue berbahan dasar tepung terigu dengan penambahan 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Bolu Kukus Kue bolu merupakan kue berbahan dasar tepung terigu dengan penambahan telur dan gula. Terdapat banyak macam kue bolu, misalnya kue tart yang biasa dihidangkan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Bahan Baku 4.1.1. Analisis Proksimat Granda et al. (2005) menyatakan bahwa komposisi bahan pangan mempengaruhi jumlah pembentukan senyawa akrilamid. Komponen

Lebih terperinci