KINERJA PENGAWAS KAPAL PERIKANAN (STUDI KASUS DI PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA NIZAM ZACHMAN JAKARTA) AHMAD MANSUR

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KINERJA PENGAWAS KAPAL PERIKANAN (STUDI KASUS DI PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA NIZAM ZACHMAN JAKARTA) AHMAD MANSUR"

Transkripsi

1 KINERJA PENGAWAS KAPAL PERIKANAN (STUDI KASUS DI PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA NIZAM ZACHMAN JAKARTA) AHMAD MANSUR SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007

2 PERNYATAAN MENGENAI TESIS Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Kinerja Pengawas Kapal Ikan (Studi Kasus di Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman Jakarta) adalah karya saya sendiri dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada Perguruan Tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal dari kutipan dari karya yang diterbitkan dari penulisi lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, Juli 2007 Ahmad Mansur C

3 ABSTRAK Ahmad Mansur. Kinerja Pengawas Kapal Ikan (Studi Kasus di Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman Jakarta) Dibimbing oleh Budhi Hascaryo Iskandar sebagai Ketua Komisi Pembimbing dan Domu Simbolon sebagai Anggota Pengawasan terhadap kapal perikanan yang dilakukan di pelabuhan pangkalan diharapkan mampu mencegah terjadinya pelanggaran atau kejahatan di bidang perikanan. Dengan demikian perlu dilakukan suatu analisis kinerja pengawas perikanan dalam melakukan pengawasan terhadap kapal perikanan yang berpangkalan di Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman Jakarta (PPSNZJ). Dengan Penelitian ini diharapkan dapat mencegah terjadinya pelanggaran di bidang perikanan yang pada akhirnya akan terwujud kelestarian sumberdaya ikan. Tujuan penelitian ini adalah : (1) mengevaluasi faktor-faktor yang berpengaruh terhadap tingkat kinerja pengawas; dan (2) mengetahui tingkat kinerja pengawas perikanan dan menentukan cara meningkatkan kinerja pengawas kapal perikanan di PPSNZJ. Metodologi yang digunakan adalah : (1) Analisis diskriptif dan perhitungan rata-rata bobot nilai setiap faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kinerja pengawas yang sudah ditentukan; (2) Analisis Rank Spearman untuk mengetahui tingkat hubungan dari masing-masing faktor yang berpengaruh terhadap tingkat kinerja pengawas; (3) metode Proses Hierarki Analitik (PHA) untuk meningkatkan kinerja pengawas kapal perikanan di PPSNZJ. Dari hasil penelitian ini didapat bahwa tingkat kinerja dari pengawas perikanan di PPSNZJ kurang baik. Peningkatan kinerja pengawas kapal perikanan di PPSNZJ dapat dilakukan dengan cara meningkatkan kecakapan penguasaan pengetahuan dan hukum bidang perikanan. Kata Kunci: Pengawas, kapal ikan, tingkat kinerja, PPS Nizam Zachman Jakarta.

4 ABSTRACT A Study on The Performance of Fishing Vessel Supervisor (Case Study in Jakarta Ocean Fishing Port). Supervised by Budhi Hascaryo Iskandar and Domu Simbolon The observation on fishing vessel is expected by prevent illegal fishing.. The aims of this research are : (1) To evaluate factors having an effect on to supervisor performance; and (2) To know of performance fishing vessel supervisor and determine the research are : (1) To evaluate factors having an effect on the supervisor performances ; and (2) To determine the way of improving performance fishing vessel supervisor in Jakarta Nizam Zachman Ocean Fishing Port. The analysis method that used are : (1) Analysis of descript an anumeration of weight mean asses every factor having an effect on to determined supervisor performance; (2) Process Hierarki Analytic (PHA) to increase performance of fishing vessel supervisor in Jakarta Nizam Zachman Ocean Fishing Port. The research result shows that the performance of supervisor can be improved by enrichment the knowledge of the supervisor especially in the field of fisheris law. The research result shows that the performance of supervisor in Jakarta Nizam Zachman Ocean Fishing Port can be improved knowledge and punish the are of supervisor fishery. Keyword : Performance, Fishing Vessel Supervisor, Jakarta Nizam Zachman Ocean Fishing Port.

5 Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor Tahun 2007 Hak cipta dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak, fotokopi, mikrofilm, dan sebagainya

6 KINERJA PENGAWAS KAPAL PERIKANAN (STUDI KASUS DI PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA JAKARTA) AHMAD MANSUR Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Teknologi Kelautan SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007

7 Judul Penelitian Nama Mahasiswa Nomor Pokok Program Studi : Kinerja Pengawas Kapal Perikanan (Studi Kasus di Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman Jakarta) : Ahmad Mansur : C : Teknologi Kelautan Disetujui, Komisi Pembimbing Dr. Ir. Budhi Hascaryo Iskandar, M.Si. Ketua Dr. Ir. Domu Simbolon, M.Si. Anggota Diketahui, Program Studi Teknologi Kelautan Dekan Sekolah Pascasarjana IPB Prof. Dr. Ir. John Haluan, M.Sc. Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS. Tanggal Ujian : Tanggal Lulus :

8 PRAKATA Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan hidayah-nya penulis dapat menyelesaikan tesis tepat pada waktunya dengan judul Kinerja Pengawas Kapal Perikanan (Studi Kasus di Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman Jakarta). Selama penelitian dan penyusunan tesis ini, penulis banyak mendapatkan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karenanya pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan kepada : 1. Dr. Ir. Budhi Hascaryo Iskandar, M.Si dan Dr. Ir. Domu Simbolon, M.Si sebagai ketua dan anggota komisi pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan arahan. 2. Dr. Ir. Sugeng Hari Wisudo, M.Si selaku penguji luar komisi atas masukanmasukan untuk perbaikan tesis penulis. 3. Prof. Dr. John Haluan, M.Sc sebagai ketua Program Studi atas arahannya selama menyelesaikan studi. 4. Seluruh Dosen dan Staf Administrasi Program Studi Teknologi Kelautan atas bantuan kelancaran selama proses menyelesaikan studi. Penulis menyadari bahwa tesis ini masih banyak terdapat kesalahan baik dari segi isinya maupun dari segi penulisannya. Oleh karena itu, kritik dan saran sangat diharapkan dari semua pihak untuk perbaikan tesis ini. Bogor, Juli 2007 Penulis

9 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Pekalongan pada tanggal 16 Mei 1974 sebagai putra ke 7 (tujuh) dari 9 (sembilan) bersaudara pasangan Bapak H. Misbah Malibary dan Hj. Ibu Ulfah. Pendidikan penulis dari SD hingga SLTA ditempuh di Kota Pekalongan dan SMA ditempuh di SUPM Negeri Tegal. Setelah tamat dari SMA tahun 1992, penulis diterima sebagai CPNS di Dinas Perikanan Propinsi Nusa Tenggara Timur. Pada tahun 1995 penulis mendapat tugas belajar di Universitas Brawijaya Malang. Tahun 2000 alih tugas di Departemen Kelautan dan Perikanan dan pada saat ini bekerja sebagai Staf Direktorat Pengawasan dan Pengendalian Sumberdaya Perikanan, Departemen Kelautan dan Perikanan. Pada tahun 2004 penulis melanjutkan pendidikan pada Program Studi Teknologi Kelautan, Sub Program Perencanan Pembangunan Kelautan Perikanan, SPs-IPB. Penulis dinyatakan lulus dalam sidang ujian tesis yang diselenggarakan oleh Sekolah Pascasarjana pada tanggal 4 Agustus 2007 dengan judul tesis Kinerja Pengawas Kapal Perikanan (Studi Kasus di Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman Jakarta).

10 DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR... i PRAKATA... ii RIWAYAT HIDUP... iii DAFTAR ISI... iv DAFTAR TABEL... vii DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR LAMPIRAN... ix 1 PENDAHULUAN Latar Belakang... 1 Perumusan Permasalahan Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Kerangka Pemikiran Hipotesis TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Analisis Kinerja Pengawas Perikanan Pengawasan Pengawasan Kapal Perikanan Obyek Pengawasan Kapal Perikanan Dukungan Dalam Pengawasan Kapal Perikanan Hukum dan kelembagaan Dukungan sumberdaya Dukungan peran serta stakeholder METODOLOGI 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Metode Pengumpulan Data Analisa Data Penetapan indikator kinerja pengawas Peningkatan kinerja pengawas perikanan di PPSNZJ iv

11 Halaman 4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Lokasi Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman Jakarta Fasilitas dan Pelayanan Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman Jakarta Fasilitas pokok (dasar) Fasilitas fungsional Fasilitas penunjang Pengelola Pelabuhan Perikanan Samudera Jakarta Unit pelaksana teknis PPSNZJ Perum prasarana perikanan samudera HASIL PENELITIAN 5.1 Materi pengawasan Dokumen perizinan usaha perikanan Pemeriksaan fisik kapal perikanan Pemeriksaan alat penangkap ikan Pemeriksaan alat bantu penangkapan ikan Pemeriksaan daerah operasi penangkapan Pemeriksaan nakhoda dan anak buah kapal (ABK) Pemeriksaan penerapan log book perikanan (LBP) dan surat laik operasi (SLO) kapal perikanan Pemeriksaan penerapan vessel monitoring system (VMS) Pengawasan Kapal Perikanan Prosedur pengawasan kapal perikanan secara normatif Prosedur pengawasan kapal perikanan secara emperis di PPSNZJ Prosedur pengawasan kapal masuk di PPSNZJ Prosedur pengawasan kapal keluar di PPSNZJ Kondisi Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Pengawas Perikanan Kemampuan pemeriksaan dokumen perizinan Kemampuan pemeriksaan fisik kapal Kecakapan pengawas perikanan dalam hal penguasaan pengetahuan dan hukum bidang perikanan Kemampuan kecepatan pemeriksaan oleh pengawas perikanan Kualitas hasil pemeriksaan oleh pengawas perikanan Kesungguhan pemeriksaan oleh pengawas perikanan Ketersediaan anggaran biaya Kinerja pengawas kapal perikanan di PPSNZJ Stakeholder di PPSNZJ Strategi Peningkatan Kinerja Pengawas Kapal Perikanan di PPSNZJ.. 79 v

12 Halaman 6 PEMBAHASAN 6.1 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Pengawas Perikanan Kemampuan pemeriksaan dokumen perizinan Pemeriksaan fisik kapal Kecakapan pengawas dalam penguasaan pengetahuan dan hukum Kecepatan Pemeriksaan kapal perikanan Kualitas hasil pemeriksaan Kesungguhan dalam Pemeriksaan Ketersediaan Anggaran Biaya Sarana Prasarana Hukum dan kelembagaan Jumlah pengawas Dukungan stakeholder dan instansi terkait Hubungan antara Faktor-Faktor yang Menentukan Tingkat Kinerja Pengawas Perikanan Proses Peningkatan Kinerja Pengawas Kapal Perikanan di PPSNZJ KESIMPULAN DAN SARAN 7.1 Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN vi

13 DAFTAR TABEL Halaman 1. Jumlah kapal yang masuk dan keluar di PPSNZJ tahun Rincian data primer yang dikumpulkan selama penelitian Rincian data sekunder yang dikumpulkan selama penelitian Penetapan bobot nilai indikator kinerja pengawas perikanan Skor penetapan priorutas dalam AHP Matrik berbanding berpasangan Sarana atau fasilitas pelabuhan di PPSNZJ Pelabuhan yang berwenang menerbitkan surat ukur Tingkat kinerja pengawas di PPSNZJ Dukungan partisipasi stakeholder dalam pengawasan kapal perikanan Perbandingan prioritas antara pihak yang berkepentingan Perbandingan prioritas antara faktor pengawas dengan pihak yang berkepentingan Prioritas tindakan untuk meningkatkan kinerja pengawas perikanan Alokasi anggaran biaya pengawasan di PPSNZJ tahun anggaran Realisasi anggaran pengawasan di PPSNZJ tahun anggaran Fasilitas sarana prasarana pengawasan di PPSNZJ tahun vii

14 DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Kerangka pemikiran penelitian Hierarki peningkatan kinerja pengawas di PPSNZJ Diagram alir pendekatan penelitian Peta lokasi PPSJ (PPSNZJ) Struktur organisasi UPT PPSNZJ Struktur Organisasi Perum Prasarana Perikanan Samudera Cabang Jakarta Mekanisme pengawasan di darat saat kapal perikanan merapat di pelabuhan Mekanisme operasi pengawasan di laut dengan kapal pengawas Prosedur pengawasan kapal masuk di PPSNZJ Prosedur pengawasan kapal keluar di PPSNZJ Penilaian pengawas terhadap indikator kemampuan pemeriksaan dokumen kapal Sebaran penilaian pengawas terhadap indikator kemampuan pemeriksaan fisik kapal Sebaran penilaian kecakapan pengawas terhadap indikator penguasaan pengetahuan dan hukum perikanan Sebaran penilaian pengawas terhadap indikator kemampuan kecepatan pemeriksaan Sebaran penilaian pengawas terhadap indikator kualitas hasil pemeriksaan Sebaran penilaian pengawas berdasarkan indikator kesungguhan Pemeriksaan Sebaran penilaian pengawas terhadap indikator ketersediaan anggaran biaya pemeriksaan Hierarki cara meningkatkan kinerja pengawasan kapal perikanan di PPSNZJ viii

15 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Selama ini, kegiatan pengawasan kapal perikanan dilakukan di darat dan di laut. Pengawasan langsung di laut terhadap kapal-kapal yang melakukan kegiatan penangkapan ikan dilakukan dengan menggunakan kapal-kapal patroli, baik yang dimiliki Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) maupun bekerjasama dengan Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut (TNI AL), dan Polisi Air. Pengawasan di darat yaitu di pelabuhan pangkalan dilakukan oleh petugas pengawas perikanan. Pengawasan kapal perikanan di pelabuhan pangkalan dimulai pada tahun 1994, yaitu dengan dikeluarkannya Surat Keputusan (SK) Dirjen Perikanan Nomor 320 tahun 1994 tentang Penunjukkan Petugas Pengawas Kapal Ikan dan Nomor 420 tahun 1994 tentang Petunjuk Operasional bagi Pengawas Kapal Ikan, selanjutnya diperkuat dan disempurnakan dengan SK Menteri Pertanian Nomor 996 tahun 1999 perihal yang sama. Sejalan dengan perkembangan kebijakan negara Indonesia pada tahun 2000, terbentuk Departemen Eksplorasi Laut dan Perikanan yang salah satu tugas pokok dan fungsi di dalamnya adalah Direktur Jenderal Pengawasan dan Perlindungan yang mempunyai tugas dan fungsi pengawasan kapal perikanan. Sebagai dasar pelaksanaan petugas pengawas perikanan di lapangan diterbitkannya Surat Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan No. 44/MEN/2001 tentang Pengalihan Pembinaan Teknis Pengawas Perikanan dari Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap kepada Direktorat Jenderal Pengendalian Sumberdaya Kelautan dan Perikanan. Selanjutnya tahun 2002 dilakukan penyempurnaan Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 996 tahun 1999 tentang petunjuk Pelaksanaan Pengawasan Sumberdaya Ikan menjadi Surat Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor : KEP.02/MEN/2002 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengawasan Penangkapan Ikan dan Nomor : KEP. 03/MEN/2002 tentang Log Book Penangkapan dan Pengangkutan Ikan yang selanjutnya ditindaklanjuti dengan Surat Keputusan Dirjen Pengawasan Sumberdaya Kelautan dan Perikanan Nomor : KEP.10/DJ-PSDKP/V/2004 tentang Pedoman Tata Cara Pengisian Log Book Perikanan dan Lembar Laik Operasional Kapal Perikanan.

16 Beberapa kebijakan tersebut dikeluarkan dengan tujuan sebagai langkah untuk mengurangi pelanggaran yang terjadi di lapangan, sehingga pelaksanaan pengawasan dapat optimal terutama pengawasan terhadap kapal perikanan di pelabuhan pangkalan. Pada umumnya kegiatan penangkapan dimulai dari pelabuhan pangkalan sebagai pusat dimulainya aktivitas kegiatan bagi kapal perikanan yang meliputi pengisian bahan bakar minyak, perbekalan logistik, pendaratan hasil tangkapan, pergantian ABK dan sebagainya. Pengawasan terhadap kapal perikanan dilakukan di pelabuhan pangkalan diharapkan mampu mencegah terjadinya pelanggaran atau kejahatan di bidang perikanan melalui kegiatan pemeriksaan dokumen perizinan, pemeriksaan fisik kapal di lapangan dan alat tangkap serta ikan hasil tangkapan yang dituangkan dalam bentuk surat laik operasi (SLO) sebagai dasar persyaratan penerbitan surat izin berlayar (SIB) dan laporan penangkapan atau Log Book Perikanan (LBP) pada saat melakukan operasi penangkapan ikan di laut wajib diisi dengan benar oleh nakhoda, selanjutnya diserahkan kepada pengawas perikanan pada saat mendarat kembali ke pelabuhan pangkalan. Data dan informasi dari proses pengawasan kapal perikanan selanjutnya dianalisis dan apabila ditemukan adanya indikasi terjadi pelanggaran perikanan dilakukan penyidikan. Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman Jakarta adalah salah satu pelabuhan terbesar di Indonesia yang termasuk pelabuhan tipe A. Pelabuhan ini merupakan salah satu pelabuhan perikanan yang berskala industri, yaitu industri penangkapan ikan yang mempunyai fasilitas yang lengkap sebagai ujung tombak dalam mengadakan aktivitas penangkapan ikan. Disamping itu pelabuhan ini merupakan pelabuhan pangkalan bagi kapal perikanan dalam melakukan aktivitas penangkapan ikan sesuai dengan perizinan yang dimilikinya. Sebagai pelabuhan yang strategis dan mempunyai fasilitas yang lengkap, jumlah kapal yang berpangkalan cenderung lebih banyak dibanding dengan pelabuhan yang tidak strategis dan tidak mempunyai fasilitas yang lengkap. Dilain pihak dengan banyaknya jumlah kapal yang berpangkalan akan mendorong terjadinya upayaupaya pelanggaran di bidang perikanan. 2

17 Menurut data base Ditjen Perikanan Tangkap 2004, bahwa kapal perikanan yang berpangkalan di Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman Jakarta (PPSNZJ) berjumlah unit (sampai dengan Nopember 2004) yang sebagian besar menggunakan alat tangkap long line dengan intensitas keluar masuk kapal di pelabuhan tersebut sekitar 15 kapal perhari. Hal ini diperlukan suatu kinerja pengawas perikanan dalam menerapkan mekanisme kerja pengawasan secara normatif (sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku) agar dapat mencegah terjadinya pelanggaran dan kejahatan perikanan. Namun pada kenyataannya pengawas perikanan belum melakukan pemeriksaan kapal perikanan secara optimal terhadap keluar masuknya kapal perikanan di PPSNZJ, sehingga belum terlihat tingkat ketaatan kapal perikanan terhadap kewajiban sesuai dengan peraturan yang berlaku. Hal ini sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor yang menentukan tingkat kinerja pengawas terutama keterbatasan faktor internal dan eksternal. Diantaranya, faktor kecakapan, pengalaman, kemampuan dalam memeriksa kapal perikanan, dan jumlah pengawas yang tidak sebanding dengan jumlah kapal serta lemahnya dukungan hukum, kelembagaan, biaya, sarana prasarana, dan anggaran biaya. Melihat kenyataan di lapangan, bahwa kapal perikanan yang berpangkalan di PPSNZJ cukup banyak dan kinerja pengawas perikanan yang belum optimal, maka tidak menutup kemungkinan pengawas perikanan hanya sebagian melaksanakan tugasnya dan tidak dilakukan pemeriksaan secara keseluruhan, baik dari segi perizinan maupun fisik kapal. Kondisi ini mampu membuka peluangpeluang terjadinya pelanggaran di bidang perikanan, terutama kapal-kapal asing yang masuk ke pelabuhan tanpa melalui prosedur yang berlaku dan tidak menyerahkan dokumen perizinannya serta laporan perjalanan (Log Book Perikanan). Dengan demikian perlu dilakukan suatu analisis kinerja pengawas perikanan dalam melakukan pengawasan terhadap kapal perikanan yang berpangkalan di Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman Jakarta dengan harapan dapat mencegah terjadinya pelanggaran di bidang perikanan yang pada akhirnya akan terwujud kelestarian sumberdaya ikan. 3

18 1.2 Perumusan Permasalahan Pengawas perikanan dalam melaksanakan pengawasan kapal perikanan dimulai sejak kapal menyampaikan laporan kedatangan atau keberangkatan kapal di pelabuhan dengan melakukan pemeriksaan-pemeriksaan terhadap dokumen perizinan kapal perikanan, fisik kapal perikanan, alat penangkapan ikan, peralatan kapal, komposisi ABK, kegiatan dan hasil penangkapan dan atau pengangkutan, ketaatan di pelabuhan pangkalan, bongkar muat dan atau pelabuhan lapor, penerapan Log Book Perikanan (LBP) dan surat Laik Operasi (SLO) kapal perikanan, penerapan Vessel Monitoring System (VMS). Hal tersebut mempunyai tujuan untuk memastikan bahwa setiap kapal perikanan yang masuk pelabuhan dan membongkar hasil tangkapannya dalam melakukan kegiatan penangkapan ikan telah sesuai dengan ketentuan dan perizinan yang dimilikinya. Disamping itu memastikan bahwa setiap kapal perikanan yang akan keluar pelabuhan untuk melakukan operasi penangkapan ikan telah laik tangkap dan secara teknis adminstrasi telah memenuhi syarat untuk melakukan operasi penangkapan ikan. Keberhasilan pelaksanaan pengawasan ditentukan oleh tingkat kinerja pengawas perikanan yang merupakan ujung tombak dalam operasional di lapangan. Berdasarkan laporan tahunan pengawasan Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman Jakarta 2005, data jumlah kapal yang dilakukan pemeriksaan oleh pengawas perikanan selama kurun waktu tahun 2005 dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Jumlah kapal yang masuk dan keluar PPSNZJ berdasarkan jenis alat tangkap tahun 2005 ALAT TANGKAP JUMLAH KAPAL (Unit) MASUK KELUAR Long line Purse seine Gill net Bouke ami Kapal angkut Kapal ekspor 9 8 Kapal riset 2 2 JUMLAH Sumber : Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman Jakarta,

19 Berdasarkan hasil pemeriksaan ditemukan pelanggaran terhadap ketidaksesuaian izin pangkalan sebanyak 102 kapal dengan jenis kapal angkut sebanyak 27 unit, purse seine 37 unit, bouke ami 24 unit, gill net 10 unit dan long line 4 unit kapal. Disamping itu ditemukan juga pelanggaran mengenai kelengkapan Tanda Pelunasan Pungutan Perikanan (TPPP) yang belum melunasi kewajiban membayar Pungutan Perikanan sebanyak 115 kapal. Ditjen PSDKP (2005) mengemukakan bahwa pelanggaran yang terjadi di lapangan sebagian besar memanipulasi ukuran kapal, nama, nomor mesin dan sebagainya terkait fisik kapal, yang merupakan tahap pertama untuk melakukan illegal fishing. Hal ini mengindikasikan bahwa pengawas perikanan di PPSNZJ umumnya hanya melakukan pemeriksaan dokumen perizinan tanpa melakukan pemeriksaan fisik kapal secara optimal. Pelanggaran bersifat administratif seharusnya dapat diangkat sebagai tindak pidana perikanan. Namun pengawas perikanan di PPSNZJ masih dihadapkan pada beberapa permasalahan yang dapat menghambat dalam melaksanakan tugasnya, baik berupa faktor internal maupun eksternal. Beberapa permasalahan faktor internal pengawas perikanan meliputi : 1) Kemampuan pemeriksaan dokumen perizinan dan sebagainya yang berpengaruh pada ketepatan membedakan keabsahan atau ketidakabsahan serta laik tidaknya kapal perikanan dalam melakukan operasional pemanfaatan sumberdaya perikanan. 2) Kecakapan pengawas perikanan dalam penguasaan bidang pengetahuan dan bidang hukum akan berpengaruh pada penindakan dalam mengambil suatu keputusan hasil pemeriksaan kapal perikanan dan jenis pelanggaran terhadap kewajiban peraturan yang berlaku. 3) Kecepatan dalam kaitannya waktu yang diperlukan untuk pemeriksaan kapal perikanan terhadap ketentuan ketaatan yang harus dipenuhi oleh kapal perikanan sesuai yang berlaku. 4) Kualitas hasil pemeriksaan yang memungkinkan peluang terjadinya pelanggaran perikanan dan tidak memberikan manfaat terhadap operasional pengawasan. 5) Kesungguhan dalam pemeriksaan kapal perikanan menimbulkan praktek kolusi antara pengawas atau oknum dengan pihak pemanfaat sumberdaya ikan dan hanya berorientasi formalitas legalitas. 5

20 Beberapa permasalahan faktor eksternal pengawas perikanan meliputi : 1) Ketersediaan anggaran biaya yang mampu menumbuhkan motivasi para pengawas untuk melaksanakan tugas dan fungsinya lebih efektif 2) Sarana dan prasarana dalam menunjang kegiatan pengawasan kapal perikanan yang berpengaruh terhadap efektivitas pengawasan 3) Hukum dan kelembagaan dalam penugasan pengawas perikanan sangat berpengaruh terhadap kewenangan yang dimiliki dalam pelaksanaan pengawasan 4) Jumlah pengawas dibandingkan dengan jumlah kapal yang akan berpengaruh terhadap sistem pelayanan pengawasan yang dilakukan. 5) Dukungan stakeholder dan instansi terkait Sehubungan dengan permasalahan tersebut di atas, perlu adanya suatu analisis kinerja pengawas perikanan dalam melaksanakan pengawasan kapal perikanan. Hal ini diharapkan dapat memecahkan pola pengawasan di PPSNZJ yang sesuai dan optimal, sehingga akan terwujud ketertiban usaha yang berdampak pada penurunan pelanggaran. 1.3 Tujuan Penelitian Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengoptimalkan pengawasan sumberdaya kelautan dan perikanan, sehingga diharapkan tingkat pelanggaran yang terjadi dapat menurun dan kerugian negara dapat tercegah. Lebih khusus tujuan penilitan ini adalah : 1) Mengevaluasi faktor-faktor yang berpengaruh terhadap tingkat kinerja pengawas; 2) Mengetahui tingkat kinerja pengawas perikanan dan menentukan cara meningkatkan kinerja pengawas kapal perikanan di PPSNZJ. 1.4 Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan praktis maupun akademis sebagai berikut : 1) Bagi kepentingan akademis, penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi bagi peneliti lain tetapi dengan karakteristik dan kondisi sosial ekonomi yang berbeda; 2) Bagi kepentingan praktis, penelitian ini diharapkan menjadi masukan bagi instansi terkait dalam rangka menyusun keputusan pengawas perikanan dalam pembentukan kelembagaan pengawasan; 3) Bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK), diharapkan ada jalan keluar cara pengawasan yang optimal di PPSNZJ, yang nantinya cara tersebut dapat diterapkan di pelabuhan perikanan lainnya. 6

21 1.5 Kerangka Pemikiran Berdasarkan pasal 66 Undang-undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan menyatakan bahwa pengawasan perikanan dilakukan oleh Pengawas Perikanan yang bertugas untuk mengawasi tertib pelaksanaan perundangundangan di bidang perikanan. Kegiatan operasional pengawasan diterapkan melalui konsep Monitoring, Controling dan Surveilance (MCS) yang dikembangkan oleh Departemen Kelautan dan Perikanan. Salah satu pengembangan konsep MCS tersebut dengan dikeluarkannya Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor KEP/MEN/2002 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengawasan Penangkapan Ikan, Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor KEP/03/MEN/2002 tentang Log Book Penangkapan dan Pengangkutan Ikan, dan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor KEP/29/MEN/2003 tentang Sistem Pemantauan Kapal Perikanan. Pengawas Perikanan dalam melaksanakan tugas dan fungsinya diharapkan mengacu pada Standar Operasi dan Prosedur (SOP) Pengawasan kapal perikanan agar operasional pengawasan di lapangan dapat dilaksanakan seoptimal mungkin. Untuk maksud tersebut dikeluarkan Keputusan Direktur Jenderal Pengawasan Sumberdaya Kelautan dan Perikanan Nomor KEP/06/DJ-PSDKP/IV/2004 tentang Standar Operasional dan Prosedur Pengawasan Penangkapan dan atau Pengangkutan Ikan. Adapun ruang lingkup standar operasional prosedur tersebut meliputi : 1) Pemeriksaan dokumen perizinan kapal perikanan; 2) Pemeriksaan fisik kapal perikanan; 3) Pemeriksaan alat penangkapan ikan; 4) Pemeriksaan alat bantu penangkapan ikan; 5) Pemeriksaan peralatan lainnya; 6) Pemeriksaan jumlah dan komposisi ABK asing; 7) Pemeriksaan kegiatan dan hasil penangkapan dan pengangkutan ikan; 8) Ketaatan di pelabuhan pangkalan, bongkar muat dan/atau pelabuhan lapor; 9) Pengawasan jalur penangkapan ikan; 10) Pemeriksaan daerah operasi penangkapan dan pengangkutan ikan; 11) Pengawasan penerapan LBP dan SLO kapal perikanan; 12) Pengawasan penerapan Vessel Monitoring System (VMS). 7

22 Pada kenyataannya pengawas perikanan dalam melaksanakan tugasnya belum dapat optimal sebagaimana diamanatkan oleh SOP tersebut. Hasil pengawasan yang belum optimal sangat dipengaruhi oleh tingkat kinerja pengawas terutama keterbatasan faktor internal dan eksternal, yang meliputi aspek-aspek yang terkait dengan faktor kecakapan, pengalaman, kemampuan dalam memeriksa kapal perikanan, dan jumlah pengawas yang tidak sebanding dengan jumlah kapal serta lemahnya dukungan hukum, kelembagaan, biaya, sarana prasarana, dan anggaran biaya. Oleh karena itu perlu adanya suatu analisis kinerja pengawas perikanan dalam melakukan kegiatan pengawasan kapal perikanan untuk mengetahui seberapa jauh mekanisme kerja pengawasan kapal ikan secara empiris dapat mencapai tingkat kinerja pengawas perikanan dalam mencapai tujuan pengawasan yang dilakukan di Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman Jakarta. Analisis mengenai tingkat kinerja pengawas perikanan dapat dilakukan dengan cara analisis deskriptif dan penghitungan rata-rata bobot nilai setiap faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kinerja pengawas yang sudah ditentukan. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kinerja pengawas di bagi menjadi dua, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Setiap faktor tersebut terdiri dari beberapa subfaktor, dimana setiap subfaktor tersebut diberi bobot nilai yang akan mencerminkan bobot nilai dari faktor tersebut. Bobot nilai tersebut adalah: 1 = tidak baik; 2 = kurang baik; 3 = cukup baik; 4 = baik; 5 = sangat baik. Ratarata yang didapat akan menunjukkan tingkat kinerja pengawas perikanan di PPSNZJ, yaitu tidak baik, kurang baik, cukup baik, baik, dan sangat baik. Antara faktor internal dan eksternal kemungkinan terdapat korelasi atau hubungan yang berpengaruh terhadap kinerja pengawas perikanan di PPSNZJ. Hubungan atau korelasi antara faktor yang berpengaruh terhadap kinerja pengawas perikanan di PPSNZJ dapat diketahui dengan menggunakan metode rank spearman. Metode ini mampu memperlihatkan seberapa besar hubungan keduanya dalam mempengaruhi kineja pengawas perikanan. Peningkatkan kinerja pengawas kapal perikanan di PPSNZJ dianalisis dengan mentode Proses Hierarki Analitik (PHA). Analisis ini dipakai karena sifatnya yang dapat menyederhanakan permasalahan yang kompleks dengan cara membaginya ke dalam bagian-bagian yang lebih kecil. Dari PHA ini akan diperoleh prioritas program kerja untuk meningkatkan kinerja pengawas perikanan di PPSNZJ. 8

23 1.6 Hipotesis Kinerja pengawas perikanan dapat mempengaruhi terhadap tingkat pelanggaran oleh kapal perikanan. Diharapkan kinerja pengawas perikanan di PPSNZJ bisa optimal, sehingga pelanggaran oleh kapal perikanan dapat dihindari. Pengelolaan Potensi SDI Peraturan atau Perundangan Perizinan Perikanan Pengawasan (MSC) Penegakan Hukum Ruang Lingkup Pengawasan Standar Operasional dan Prosedur (SOP) Aktivitas Pengawasan Kapal Perikanan Secara Empiris Pengawasan Perikanan secara Non Aktif Faktor-Faktor Kinerja Pengawas (Internal dan Eksternal) Kinerja Pengawas Optimal Gambar 1 Kerangka pemikiran penelitian. 9

24 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Analisis Soedjadi (1996) menyatakan bahwa, analisis adalah rangkaian kegiatan pemikiran yang logis, rasional, sistematis dan obyektif dengan menerapkan metodologi atau teknik ilmu pengetahuan, untuk melakukan pengkajian, penelaahan, penguraian, pemerincian dan pemecahan terhadap suatu obyek atau sasaran sebagai satu kebulatan komponen yang utuh ke dalam sub-sub komponen yang lebih kecil, sehingga dapat diperoleh kejelasan-kejelasan tentang fakta, data dari informasi tentang obyek tertentu. Berkaitan dengan penelitian ini, maka analisis yang dimaksud adalah serangkaian kegiatan menguraikan, menelaah dan mengkaji aspek-aspek yang mendukung pelaksanaan kegiatan pengawasan kapal perikanan. Aspek-aspek tersebut adalah mekanisme kerja, dukungan sumberdaya, dukungan hukum dan kelembagaan serta dukungan peran serta stakeholder yang terkait. 2.2 Kinerja Kinerja berasal dari bahasa sansekerta kinarya yang berarti hasil karya atau hasil kerja. Hasibuan (1994) menyatakan bahwa prestasi kerja (kinerja) merupakan suatu hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melakukan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman, kesungguhan serta ketepatan waktu. Prestasi kerja ini adalah gabungan dari tiga faktor penting, yaitu kemampuan dan minat seorang pekerja, penerimaan atas penjelasan delegasi tugas dan peran serta tingkat motivasi. Ukuran-ukuran kinerja yang digunakan sangat banyak jenisnya. Menurut Furtwengler (2002), kinerja dapat diukur dalam empat hal, yaitu sebagai berikut : 1) Kecepatan Dalam suatu kegiatan pengawasan diperlukan petugas pengawas yang kinerjanya harus cepat, dapat menyelesaikan pekerjaan sesuai atau lebih awal dari deadline serta bebas dari kesalahan;

25 2) Kualitas Kecepatan dalam menghasilkan suatu output pengawasan sumberdaya tanpa disertai kualitas yang dihasilkan tersebut adalah sia-sia. Kualitas yang buruk memungkinkan peluang terjadinya pelanggaran perikanan atau illegal fishing; 3) Layanan Layanan yang buruk selama kegiatan pengawasan dilakukan, maka akan menghapus manfaat yang dicapai dari kecepatan dan kualitas; 4) Nilai Nilai adalah suatu kualitas yang dapat dirasakan yang lebih baik dari yang mereka bayarkan. Ukuran-ukuran kecepatan, kualitas, layanan, dan nilai akan memberikan gambaran mengenai tingkat kinerja dari sumberdaya pengawas pada suatu lembaga satuan pengawas. Tingkat kinerja merupakan prestasi kerja pengawas terkait dengan sikap kerja, pengetahuan dan ketrampilan, serta kesempatan atau peluang. Sikap kerja itu sendiri dipengaruhi oleh motivasi, yang dilandasi oleh sistem budaya atau tradisi, hubungan manajemen dan partisipasi. Pengetahuan dan ketrampilan dipengaruhi oleh sistem pendidikan dan latihan serta pengalaman. Menurut Furtwengler (2002), ada beberapa cara yang dapat dilakukan dalam rangka meningkatkan kinerja karyawannya, antara lain : membuat ukuran kinerja karyawan, mendorong pengembangan karyawan dan mengupayakan kepuasan karyawan. 2.3 Pengawas Perikanan Menurut DKP berdasarkan SK Nomor KEP/59/MEN/SJ/2002 tentang Petunjuk Teknis Pengelolaan Administrasi Kepegawaian Jabatan Fungsional Pengawas Perikanan, pengawas perikanan adalah Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang diberi tugas, tanggung jawab, wewenang, hak secara penuh oleh pejabat yang berwenang untuk melakukan kegiatan pengawasan perikanan. Pengawasan Perikanan adalah seluruh proses kegiatan penilaian terhadap kegiatan usaha perikanan dengan tujuan untuk memastikan apakah pelaksanaan rangkaian usaha perikanan telah dilaksanakan sesuai ketentuan yang berlaku, termasuk didalamnya kegiatan pemantauan, pemeriksaan, bimbingan teknis, sosialisasi, inspeksi, penilikan, analisis, dan evaluasi. 11

26 Pengawas Perikanan Bidang penangkapan Ikan adalah Pegawai Negeri Sipil yang diberi tugas, tanggung jawab, wewenang, dan hak secara penuh oleh pejabat yang berwenang untuk melakukan kegiatan pengawasan penangkapan ikan meliputi dokumen perizinan usaha penangkapan, operasi kapal perikanan, alat penangkapan dan alat bantu penangkapan, hasil tangkapan, anak buah kapal, log book perikana, daerah penangkapan, pemanfaatan sumberdaya ikan dan lingkungan serta yang berkaitan dengan penangkapan lainnya. Pengawas Perikanan terdiri dari Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) dan Non PPNS. Pengawas diutamakan yang telah berstatus PPNS Perikanan, sehingga mempunyai kewenangan melakukan tindakan penyidikan secara langsung dalam hal ditemukan bukti awal telah terjadi pelanggaran perikanan. Syarat sebagai PPNS yang sah adalah : 1) Telah mengikuti pelatihan penyidikan di Mabes Polri dan dinyatakan lulus; 2) Mendapat sertifikat sebagai penyidik PNS melalui Menteri Kehakiman; 3) Telah melakukan sumpah jabatan sebagai PPNS didepan Pejabat yang berwenang. Pengawasan kapal ikan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan harus didukung oleh sumber-sumber yang akan dimanfaatkan untuk mencapai tujuan dan harus memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi dinamika dan efektifitas keberhasilan suatu organisasi. Kondisi tersebut mengakibatkan kegiatan pengawasan kapal ikan tidak dapat dihitung dengan asas biaya dan manfaat, karena yang penting adalah pengaruhnya terhadap kelestarian sumberdaya dan lingkungan dalam upaya menciptakan peluang kepada masyarakat saat ini secara berkelanjutan dan bertanggung jawab. Suatu organisasi atau lembaga tidak dapat efektif melaksanakan tugas dan fungsinya tanpa didukung dengan sumberdaya yang memadai, sumberdaya tersebut adalah : 1) Tenaga pelaksana dalam hal ini adalah petugas pengawas perikanan yang ditunjuk oleh pejabat yang berwenang dan mempunyai kapasitas dan kemampuan yang cakap dan terampil; 2) Uang atau biaya dalam hal ini adalah tersediannya biaya atau anggaran yang jelas sumber atau mata anggarannya sehingga dapat direncanakan untuk membiayai pelaksanaan pengawasan secara berkesinambungan dalam kurun waktu tertentu. Tanpa tersedianya biaya, niscaya pengawasan tidak akan dapat terselenggaranya secara efektif, sistematis dan terukur untuk mencapai target dan tujuan pengawasan kapal ikan; 12

27 3) Bahan atau alat pengawasan dalam hal ini adalah LBP, alat-alat ukur, barcode, alat dokumentasi dan sebagainya. Tanpa adanya dukungan bahan dan alat bantu pengawasan niscaya pengawasan tidak akan menghasilkan output positif dan berguna, sehingga sulit untuk mendapat simpati dan peran serta masyarakat; 4) Sarana pengawasan dalam ha ini adalah berupa kantor dan perlengkapannya, sarana transportasi, sarana penyidikan termasuk gedung penyimpanan barang bukti dan ruang tahanan, dan kapal pengawas untuk patroli; 5) Metode atau tatacara dalam hal ini adalah pedoman yang tertuang dalam standar operasi dan prosedur pengawasan penangkapan ikan yang mengacu pada SK Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor KEP/02/MEN/2002 tentang Pedoman Pelaksana Pengawasan Penangkapan Ikan. 6) Waktu pengawasan kapal ikan dalam hal ini adalah waktu kerja pengawas perikanan, waktu kerja pengawasan harus diupayakan selama 24 jam dan dapat dilakukan dengan jadual piket antar satuan piket pengawas sekurangkurangnya harus ada satu orang yang berstatus PPNS. 2.4 Pengawasan Handoko (1993) menyatakan bahwa yang dimaksud pengawasan (controlling) adalah suatu proses yang dilakukan untuk menjamin bahwa tujuan suatu organisasi dan manajemen dapat dicapai. Pengawasan adalah suatu proses dimana pimpinan ingin mengetahui apakah hasil pelasanaan pekerjaan yang dilakukan oleh bawahannya sesuai dengan rencana, perintah, tujuan atau kebijaksanaan yang telah ditentukan sebelumnya. Jelasnya pengawasan harus berpedoman terhadap rencana (planning) yang telah diputuskan, perintah (order) terhadap pelaksanaan pekerjaan (performance), tujuan dan atau kebijaksanaan yang telah ditentukan sebelumnya (Farlan, 1989 diacu dalam Handayaningrat, 1994). Handayaningrat (1994) menyatakan pengawasan dimaksudkan untuk memperbaiki kesalahan, penyimpangan, ketidak-sesuaian, penyelewengan dan lainnya yang tidak sesuai dengan tugas dan wewenang yang telah ditentukan. Jadi maksud pengawasan bukan mencari kesalahan tetapi mencari kebenaran terhadap hasil pelaksanaan pekerjaan. Tujuan pengawasan adalah agar pelaksaan pekerjaan diperoleh secara berdaya guna dan berhasil guna sesuai dengan rencana yang telah ditentukan sebelumnya. 13

28 Macam-macam Pengawasan (Handayaningrat, 1994) 1) Pengawasan dari dalam adalah pengawasan yang dilakukan oleh aparat atau unit pengawasan yang dibentuk di dalam organisasi itu sendiri, aparat pengawas bertindak untuk dan atas nama pimpinan organisasi. Aparat pengawas ini bertugas mengumpulkan data dan informasi yang diperlukan oleh pimpinan organisasi untuk perbaikan atau kebijaksaan lebih lanjut; 2) Pengawasan dari luar adalah pengawasan yang dilakukan oleh aparat atau unit dari luar organisasi itu. Aparat atau unit pengawasan bertindak atas nama atasan dari pimpinan organisasi itu, atau atas nama pimpinan organisasi itu atas permintaannya; 3) Pengawasan preventif adalah pengawasan sebelum suatu rencana dilaksanakan, pengawasan untuk mencegah terjadinya kekeliruan, kesalahan dalam pelaksanaan kegiatan; 4) Pengawasan represif, pengawasan kapal ikan dimaksudkan untuk memastikan bahwa tidak terjadi kesalahan atau kekeliruan dalam pelaksanaan izin oleh kapal ikan tersebut, berupa surviellane dengan cara melakukan pemeriksaan secara langsung pelaksanaan kegiatan kapal ikan tersebut di laut. Pengawasan kapal ikan sebagai pengawasan represif dapat menggunakan beberapa sistem (Handayaningrat, 1994) yaitu : 1) Sistem komparatif yaitu mempelajari laporan penangkapan ikan (Fishing Log Book) dibandingkan dengan lamanya trip penangkapan dan jenis ikan yang tertangkap, mengadakan analisa dan memberikan penilaian serta penyempurnaan; 2) Sistem verifikatif yaitu pemeriksaan berdasarkan pedoman atau petunjuk teknis dan dibuat laporan periodik, melihat perkembangan dan penilaian hasil pelaksanaan serta memutuskan tindakan-tindakan lebih lanjut; 3) Sistem Inspekstif yaitu dengan cara mengecek kebenaran dari suautu laporan penangkapan ikan dengan pemeriksaan di tempat (on the spot inspection); 4) Sistem investigative yaitu pemeriksaan dengan titik berat pada penyelidikan atau penelitian yang lebih mendalam terhadap indikasi adanya pelanggaran perikanan, baik dari laporan masyarakat atau dari pengamatan langsung di lapangan, tujuannya untuk memberi keyakinan tentang kebenaran laporan atau dugaan pelanggaran yang telah diterima sebelumnya. Keempat sistem tersebut saat ini dipergunakan dalam pelaksanaan kebijakan pengawasan kapal ikan di Indonesia dan di kenal dengan sebutan system MCSI singkatan dari Monitoring, Controlling, Surveilance dan Investigation. 14

29 Pengertian MCS, secara umum dipakai sebagaimana disepakati dalam konferensi FAO tahun 1981 di Roma dengan uraian sebagai berikut : 1) Monitoring the continuous requirement for the measurement of fishing effort characteristics and resources yields; 2) Control the regulatory conditions under which the exploitation of the resource may be conducted; 3) Surveillance the degree and types of observation reguired to maintaian compliance with the regulatory control imposed on fishing activities. MCS bagi setiap negara berbeda tergantung dari pola dan strategi pembangunan Negara yang bersangkutan. Ditjen Pengawasan dan Pengendalian Sumberdaya Kelautan dan Perikanan, mendefinisikan MCS adalah sebagai berikut: 1) Monitoring (Pemantauan) adalah pencarian dan pengumpulan data, informasi, fakta yang dilakukan setiap saat secara berkelanjutan untuk memperoleh kejelasan serta akibat peristiwa yang terjadi; 2) Controlling (Pemeriksaan) adalah upaya menemukan terjadinya sebuah peristiwa yang dilakukan di luar ketentuan perundang-undangan yang berlaku; 3) Surveillance (Pengamatan) adalah tindakan hukum yang dilakukan terhadap suatu peristiwa tindak pidana yang disengaja atau tidak disengaja oleh seseorang atau badan hukum. Metode Pengawasan terdiri dari enam jenis (Handayaningrat, 1994) : 1) Pengawasan langsung adalah apabila aparat pengawasan atau pimpinan organisasi melakukan pemeriksaan langsung pada tempat pelaksanaan pekerjaan, baik dengan sistem inspektif, verifikatif maupun investigatif. Metode ini dimaksudkan agar segera dapat dilakukan tindakan perbaikan dan penyempurnaan dalam pelaksanaan pekerjaan; 2) Pengawasan tidak langsung adalah apabila aparat pengawasan atau pimpinan organisasi melakukan pemeriksaan pelaksanaan pekerjaan hanya melalui laporan-laporan yang masuk padanya. Laporan dapat berupa deretan angkaangka statistik dan lain-lain tentang kemajuan pelaksanaan pekerjaan. Kelemahan laporan ini tidak segera mengetahui kesalahan-kesalahan dalam pelaksanaan pekerjaan, sehingga dapat menimbulkan kerugian yang lebih besar; 15

30 3) Pengawasan formal adalah pengawasan yang dilakukan oleh unit atau aparat pengawas yang bertindak atas nama pimpinan organisasi itu atau atasan dari pimpinan organisasi itu. Dalam pengawasan ini telah diatur prosedur, hubungan dan tata kerja, dan periode waktunya. Aparat pengawasan ini harus melakukan pengawasan dan pelaporan pengawasannya secara periodik, laporan harus disertai saran-saran perbaikan atau penyempurnaan; 4) Pengawasan informal adalah pengawasan yang tidak melalui saluran formal atau prosedur yang telah ditentukan. Pengawasan informal ini biasanya dilakukan oleh Pejabat Pimpinan dengan melalui kunjungan yang tidak resmi (pribadi), atau secara incginito. Hal ini berguna untuk menghindari kekakuan hubungan antara atasan dan bawahan, sehingga tercipta suasana keterbukaan dalam memperoleh informasi tentang pelaksanaan pekerjaan, usul dan saransaran dari bawahan; 5) Pengawasan adminstratif adalah pengawasan meliputi bidang keuangan, kepegawaian dan material; 6) Pengawasan teknis adalah pengawasan terhadap hal-hal yang bersifat fisik, misalnya pemeriksaan terhadap pembangunan gedung, pembuatan kapal dan sebagainya; Prinsip-prinsip pengawasan (Handayaningrat,1994) adalah : 1) Pengawasan berorientasi pada tujuan organisasi; 2) Pengawasan harus obyektif, jujur dan mendahulukan kepentingan umum daripada kepentingan pribadi; 3) Pengawasan harus berorientasi pada kebenaran menurut peraturan perundangan yang berlaku (wetmatigheid), berorientasi pada kebenaran atas prosedur yang telah ditetapkan (rechtmatigheid), dan berorientasi terhadap tujuan atau manfaat dalam pelaksanaan pekerjaan (doelmatifheid); 4) Pengawasan harus menjamin daya guna dan hasil guna pekerjaan; 5) Pengawasan harus berdasarkan atas standar yang obyektif,teliti dan tepat; 6) Pengawasan harus bersifat terus menerus; 7) Hasil pengawasan harus dapat memberikan umpan balik terhadap perbaikan dan penyempurnaan pelaksanaan, perencanaan dan kebijaksanaan dimasa depan. 16

31 Syarat-syarat pengawasan (Handayaningrat,1994) adalah : 1) Menentukan standar pengawasan yang baik dan dapat dilaksanakan; 2) Menghindari adanya tekanan, paksaan yang menyebabkan penyimpangan dari tujuan pengawasan itu sendiri; 3) Melaksanakan koreksi rencana yang dapat digunakan untuk mengadakan perbaikan serta penyempurnaan rencana yang akan datang. Prosedur pengawasan (Handayaningrat,1994) adalah : 1) Observasi pemeriksaan dan pemerikasaan kembali; 2) Pemberian contoh; 3) Catatan dan laboran; 4) Pembatasan wewenang; 5) Menentukan peraturan-peraturan, perintah-perintah dan prosedur; 6) Anggaran; 7) Sensor dan tindakan disiplin. 2.5 Pengawasan Kapal Perikanan Pengawasan kapal perikanan adalah pengawasan yang dilakukan oleh aparatur pengawas yang ditunjuk Menteri Kelautan dan Perikanan atau pejabat yang ditunjuk dan Gubernur Propinsi atau Pejabat yang ditunjuk atas nama pemerintah untuk melakukan pengawasan terhadap kapal perikanan yang masuk, membongkar ikan hasil tangkapan serta kapal perikanan yang keluar pelabuhan dengan tatacara dan prosedur sebagaimana ditetapkan. Pelaku utama pengawasan kapal perikanan adalah pemerintah atau petugas yang ditunjuk atas nama pemerintah. Pertimbangan pemerintah utamanya adalah efektifitas dan bukan efisiensi, karena sulit untuk mengukur efisiensi dalam pekerjaan pemerintah, (Handayaningrat,1994). Pengawasan kapal perikanan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan harus didukung oleh sumber-sumber yang akan dimanfaatkan untuk mencapai tujuan serta memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi dinamika dan evektivitas keberhasilan suatu organisasi. Soedjadi (1995) menyatakan bahwa, organisasi tak mungkin dapat melaksanakan tugasnya tanpa didukung dengan sumber-sumber atau sarana-sarana yang akan didayagunakan untuk mencapai tujuan organisasi. Sumber-sumber tersebut adalah : 17

32 1) Manusia atau tenaga kerja; 2) Uang atau biaya; 3) Bahan-bahan atau meterial; 4) Mesin dan peralatan; 5) Metode; 6) Waktu. Ketentuan hukum yang berkaitan dengan pengawasan adalah sebagai berikut : 1) Berkaitan dengan perizinan perikanan meliputi : (1) Undang-Undang Nomor 5 tahun 1983 tentang Zona Eksklusif Ekonomi Indonesia (ZEEI); (2) Undang-Undang Nomor 6 tahun 1996 tentang Perairan Indonesia; (3) Undang-Undang Nomor 21 tahun 2002 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak; (4) Undang-Undang Nomor 31 tahun 2004 tentang Perikanan; (5) Peraturan pemerintah nomor 15 tahun 2002 tentang usaha perikanan; (6) Peraturan pemerintah nomor 54 tahun 2002 tentang usaha perikanan; (7) Peraturan Pemerintah nomor 22 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak; (8) Keputusan Menteri Kalautan Nomor KEP/10/MEN/2003 tentang Perizinan Usaha Penangkapan Ikan; 2) Berkaitan dengan fisik kapal (1) Undang-Undang Nomor 21 tahun 1992 tentang pelayaran; (2) Keputusan Menteri Keluatan dan Perikanan Nomor KEP/60/MEN/2001 tentang Penataan Penggunaan Kapal Perikanan di ZEEI; (3) Keputusan Menteri Keluatan dan Perikanan Nomor KEP/28/MEN/2003 tentang Produktifitas Kapal Penangkap Ikan. 3) Berkaitan dengan alat penangkapan ikan (1) Undang-undang Nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya; (2) Undang-Undang Nomor 23 tahun1997 tentang pengelolaan Lingkungan Hidup; (3) Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor KEP/28/MEN/2003 tentang Produktifitas Kapal Penangkap Ikan; (4) Keputusan Dirjen Perikanan Nomor 10/1982 tentang Pukat Udang; (5) Keputusan Dirjen Perikanan Nomor 340/1990K tentang Pukat Ikan; (6) Keputusan Dirjen Perikanan Nomor 340/1990 tentang Long Line. 18

33 4) Berkaitan dengan ABK (1) Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor KEP/781/MEN/1985 tentang Pembatasan penggunaan Tenaga Kerja Warga Negara Asing Pendatang (TKWNAP); (2) Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor PER/03/MEN/1985 tentang pemberian Izin Memperkerjakan Tenaga Kerja Warga Negara Asing Pendatang; (3) Keputusan menteri Kehakiman Nomor M.02.IZ tahun 1995 tentang Kemudahan Keimigrasian diganti dengan : Keputusan Menteri Kehakiman dan HAM Nomor M. 01.IZ tahun 2003 tentang Perubahan atas Keputusan Menteri Nomor M.02.IZ tahun 1995 tentang Visa Singgah,Visa Tinggal Terbatas, Izin Masuk dan Izin Keimigrasian; (4) Keputusan Direktur Jenderal Imigrasi Nomor F-658.IZ tahun 2003 tentang Kemudahan Khusus Keimigrasian. 5) Berkaitan dengan Daerah Penangkapan dan jalur-jalaur penangkapan Ikan (1) Keputusan Menteri Pertanian Nomor 995/Kpts/IK.210/9/99 tentang Potensi Sumberdaya Ikan dan Jumlah Tangkapan yang Diperbolehkan (JTB) Di Wilayah Perikanan Republik Indonesia; (2) Keputusan Menteri Pertanian Nomor 995/Kpts/IK.210/9/99 tentang Jalur- Jalur Penangkapan Ikan. 6) Berkaitan dengan Penerapan LBP dan SLO (1) Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor KEP/02/MEN/2002 tentang Pedoman Pelaksanaan pengawasan penangkapan Ikan; (2) Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor KEP/02/MEN/2002 tentang log book penangkapan dan Pengangkutan Ikan. 7) Berkaitan dengan VMS (1) Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor KEP/29/MEN/2003 tentang Penyelenggaraan Sistem Pemantauan Kapal Perikanan; (2) Pelatihan teknis pemasangan VMS. 19

34 2.6 Obyek Pengawasan Sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 31 tahun 2004, obyek pengawasan perikanan meliputi : 1) Penangkapan dan atau pengangkutan ikan ( pasal 7 ayat (2); pasal 8 ayat (1), (2), dan (3); pasal 9 ; pasal 27 ; pasal 28, pasal 31 ; pasal 38 ; pasal 43 ; pasal 44); 2) Pembudidayaan ikan ( pasal 7 ayat (2) ; pasal 8 ayat (4) dan (5) ; pasal 12 ayat (1), (2), (3), dan (4) ); 3) Pengangkutan ikan hidup antar pulau dalam wilayah Republik Indonesia atau antara wilayah Republik Indonesia dengan negara lain (pasal 7 ayat (2)); 4) Suaka perikanan (pasal 7 ayat (2)); 5) Jenis ikan yang dilindungi (pasal 7 ayat (2)); 6) Plasma nutfah ( pasal 7 ayat (2) ; pasal 14 ayat (4)); 7) Penggunaan bahan dan atau atau alat dan atau atau cara dan atau atau bangunan yang merugikan dan atau atau membahayakan kelestarian sumber daya ikan da atau atau lingkungannya (pasal 7 ayat (2) dan pasal 8 ayat (5)); 8) Pencegahan pencemaran dan kerusakan sumber daya ikan dan lingkungannya (pasal 7 ayat (2)); 9) Penaatan persyaratan atau standard operasional prosedur penangkapan ikan (pasal 7 ayat (2)); 10) Wabah, hama dan penyakit ikan (pasal 7 ayat (2); pasal 21; pasal 23; pasal 26); 11) Distribusi dan pemasaran hasil perikanan ( pasal 16 ayat (1) ; pasal 26); 12) Penanganan dan pengolahan hasil perikanan ( pasal 20 ayat (3)); 13) Penelitian perikanan ( pasal 55); Hal ini sejalan dengan yang tertuang dalam pasal 66 ayat (1) bahwa pengawasan perikanan dilakukan oleh pengawas perikanan. Didalam penjelasan Pasal 66 ayat (1) dinyatakan bahwa pengawas perikanan antara lain pengawas penangkapan, pengawas perbenihan, pengawas budidaya, pengawas hama dan penyakit ikan, dan pengawas mutu. 20

35 Obyek pengawasan kapal perikanan meliputi : 1) Pemeriksaan dokumen perizinan kapal perikanan 2) Pemeriksaan fisik kapal perikanan 3) Pemeriksaan alat penangkapan ikan 4) Pemeriksaan alat bantu penangkapan ikan 5) Pemeriksaan peralatan lainnya 6) Pemeriksaan jumlah dan komposisi Awak Buah kapal (ABK) Asing 7) Pemeriksaan kegiatan dan hasil penangkapan dan pengangkutan ikan 8) Ketaatan di pelabuhan pangkalan, bongkar muat dan atau atau pelabuhan lapor 9) Pengawasan jalur penangkapan ikan 10) Pemeriksaan daerah operasi penangkapan dan pengangkutan ikan 11) Pengawasan penerapan Log Book Perikanan (LBP) dan Surat Laik Operasi (SLO) kapal perikanan 12) Pengawasan penerapan Vessel Monitoring System (VMS) 2.7 Kapal Perikanan Menurut Nomura & Yamazaki (1997) bahwa kapal perikanan adalah kapal yang digunakan dalam kegiatan perikanan yang mencakup penggunaan atau aktivitas penangkapan atau mengumpulkan sumberdaya penangkapan atau mengumpulkan sumberdaya perairan, serta penggunaan dalam beberapa aktivitas seperti riset, training dan inspeksi sumberdaya perairan. Lebih lanjut Fyson (1985) mengemukakan bahwa kapal perikanan adalah kapal yang dibangun untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan usaha penangkapan ikan dengan ukuran, rancangan bentuk dek, kapasitas muat, akomodasi, mesin serta berbagai perlengkapan yang secara keseluruhan disesuaikan dengan fungsi dalam rencana operasi. Berdasarkan Undang-Undang No. 31 tahun 2004 tentang perikanan bahwa kapal perikanan adalah kapal, perahu, atau alat apung lainnya yang dipergunakan untuk melakukan penangkapan ikan, mendukung operasi penangkapan ikan, pembudidayaan ikan, pengangkutan ikan, pengolahan ikan,pelatihan perikanan, dan penelitian atau eksplorasi perikanan. 21

36 Code of Conduct for Responsible Fisheries pada artikel menerangkan bahwa negara pemegang bendera harus menjaga dokumen atau data kapal ikan yang diberi hak mengibarkan benderanya dan kewenangan melakukan penangkapan ikan serta harus menunjukkan beberapa rincian data kapal, kepemilikan dan kewenangan menangkap ikan. Artikel disebutkan bahwa kapal-kapal ikan yang diberi wewenang melakukan penangkapann ikan pada perairan laut bebas atau di dalam perairan di bawah yuridiksi negara lain dari pada negara pemegang bendera, harus ditandai dengan keseragaman dan sistem penandaan kapal yang dikenal secara internasional seperti spesifikasi FAO dan petunjuk penandaan dan identifikasi kapal-kapal ikan. Kapal perikanan, harus menunjukkan informasi tentang : 1) Pihak yang memberi izin; 2) Ukuran (GT); 3) Daerah penangkapan; 4) Keterangan pemilik. Kapal perikanan dalam Undang-Undang No. 31 tahun 2004 disebutkan bahwa setiap kapal perikanan yang digunakan untuk menangkap ikan di wilayah pengelolaan perikanan Republik Indonesia wajib dilengkapi surat izin penangkapan ikan (SIPI) dan setiap kapal perikanan yang digunakan untuk mengangkut ikan di wilayah pengelolaan perikanan Republik Indonesia wajib dilengkapi SIKPI. Setiap kapal perikanan yang akan melakukan kegiatan perikanan wajib memiliki surat laik operasi kapal perikanan dari pengawas perikanan setelah dipenuhi persyaratan administrasi dan kelayakan teknis sebagai persyaratan untuk mendapatkan surat izin berlayar dari syahbandar. Fungsinya kapal perikanan meliputi : 1) Kapal penangkap ikan; 2) Kapal pengangkut ikan; 3) Kapal pengolah ikan; 4) Kapal latih perikanan; 5) Kapal penelitian atau eksplorai perikanan; 6) Kapal pendukung operasi penangkapan ikan dan atau pembudidayaan ikan. 22

37 Fyson (1985) menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi desain suatu kapal ikan yaitu : 1) Tujuan penangkapan; 2) Alat dan metode penangkapan; 3) Kelaiklautan dari kapal dan keselamatan awak kapal; 4) Peraturan-peraturan yang berhubungan dengan desain kapal ikan; 5) Pemilihan material yang tepat untuk kontruksi; 6) Penanganan dan penyimpanan hasil tangkapan; 7) Faktor-faktor ekonomi. Nomura dan Yamazaki (1977) menyatakan bahwa sifat operasi kapal ikan selalu berpindah-pindah dari satu daerah penangkapan ke daerah penangkapan lain, sehingga kapal ikan harus mempunyai kontruksi yang kuat. Disamping itu, kondisi laut dan getaran mesin kapal akan mempengaruhi kekuatan kontruksi kapal. Persyaratan minimal untuk kapal ikan ketika melakukan operasi penangkapan adalah sebagai berikut : 1) Memiliki kekuatan struktur badan kapal; 2) Memiliki stabilitas yang tinggi; 3) Memiliki fasilitas untuk penyimpanan. Karakteristik yang membedakan kapal ikan dengan jenis kapal lainnya (Nomura dan Yamazaki, 1977) adalah : 1) Kecepatan kapal Membutuhkan kecepatan yang tinggi untuk mengejar kelompok ikan serta membawa hasil tangkapan yang segar dalam waktu yang pendek atau kisaran kecepatan dalam operasi sangat bervariasi. 2) Kemampuan olah gerak kapal Membutuhkan olah gerak yang baik pada saat pengoperasian alat tangkap, seperti kemampuan steerability yang baik, radius putaran (turning circle) yang kecil dan daya dorong mesin (propulsion engine) yang dapat dengan mudah untuk bergerak maju dan mundur. 3) Kelaik lautan Laik (layak) digunakan untuk operasi penangkapan ikan dan cukup tahan untuk melawan kekuatan angin, gelombang, memiliki stabilitas yang baik dan gaya apung yang cukup diperlukan untuk menjamin keamanan dalam pelayaran. 23

38 4) Luas area pelayaran Area pelayaran kapal ikan luas karena pelayarannya ditentukan oleh pergerakan kelompok ikan, daerah musim, berpindahan daerah penangkapan ikan dan lain-lain. 5) Kontruksi badan kapal yang kuat Kontruksi harus kuat karena dalam operasi penangkapan ikan akan menghadapi kondisi alam yang berubah-ubah dan tahan terhadap getaran yang disebabkan oleh kerja mesin atau menahan faktor internal dan eksternal. 6) Daya dorong mesin Membutuhkan daya dorong mesin yang cukup besar, dengan volume mesin yang kecil dan getaran mesin yang kuat. 7) Fasilitas penyimpanan dan pengolahan ikan Penyimpanan hasil tangkapan dalam ruang tertentu dengan fasilitas ruang pendingin, ruang pembekuan atau dengan es untuk menghindari pengaruh luar yang akan menurunkan mutu ikan. Pengolahan ikan membutuhkan mesin-mesin untuk pengolahan (pengalengan dan pengolahan tepung ikan) pada ikan. 8) Mesin-mesin penangkapan Umumnya dilengkapi dengan alat bantu penangkapan untuk membentuk kelancaran operasi penangkapan ikan seperti winch, power block, line hauler dan sebagainya. 2.8 Dukungan Dalam Pengawasan Kapal Perikanan Hukum dan kelembagaan Dukungan hukum yang dimaksud adalah berupa landasan hukum yang menjadi dasar hukum kebijakan pengawasan sampai dengan aturan-aturan pelaksanaan pengawasan kapal perikanan di lapangan, sehingga secara hukum dapat dibenarkan dan dapat dipertanggungjawabkan. Kebijakan Pengawasan kapal ikan adalah kegiatan yang bersifat mengikat dan wajib diindahkan terutama oleh pihak-pihak yang terkait oleh karena itu dasar hukum kebijakannya harus berupa undang-undang dan Peraturan Pemerintah untuk tingkat nasional dan peraturan daerah untuk tingkat propinsi, sedang peraturan pelaksanaannya harus oleh pejabat yang berwenang.dukungan Kelembagaan yang dimaksud adalah lembaga atau organisasi pengawas perikanan dan kelembagaan atau proses memasyarakatkan kegiatan pengawasan kapal perikanan, artinya kelembagaan mempunyai dua makna yaitu sebagai wadah dan sebagai proses. 24

39 Dahuri, et. al (1996) menyatakan bahwa kelembagaan dapat diartikan dalam dua bagian, pertama kelembagaan sebagai institut yaitu lembaga atau organisasi berbadan hukum untuk mengelola suatu kegitan. Kelembagaan sebagai institut dikembangkan dalam tiga aspek yaitu : 1) Peningkatan kemampuan aparatur yang bekerja pada lembaga tersebut dan memobilisasi tenaga untuk bekerja di lembaga tersebut; 2) Menyediakan fasilitas ruang kantor, peralatan dan bahan serta fasilitas lainnya untuk mengoperasikan lembaga tersebut; 3) Penyediaan dana operasional dan pemeliharaan serta pembangunan untuk membiayai kegiatan lembaga tersebut. Kedua, kelembagaan sebagai proses pelembagaan nilai-nilai yang dikembangkan dengan memasyarakatkan hasil-hasil yang dikerjakan oleh lembaga tersebut ke masyarakat (target atau pengguna jasa lembaga tersebut). Nilai-nilai yang dilembagakan bisa berupa peraturan perundangan, peraturan daerah, seperti tata ruang wilayah pesisir, petunjuk teknis operasional bagi pengawas perikanan, informasi potensi sumberdaya ikan dan bentuk-bentuk lainnya yang dihasilkan oleh lembaga tersebut. Pengembangan dukungan sumberdaya dalam pengawasan kapal perikanan yang diperlukan antara lain, 1) Peningkatan kemampuan petugas pengawas perikanan, 2) Penyediaan sarana kantor dan perlengkapannya, 3) Penyediaan peralatan dan bahan pengawasan, 4) Penyediaan dana operasional dan pemeliharaan serta pengadaan fasilitas lain yang mendukung efektifitas pengawasan kapal perikanan. Disamping dukungan sumberdaya tersebut yang tak kalah penting harus diperhatikan adalah dalam proses rekruitmen petugas pengawas perikanan, seperti diketahui kegiatan pengawasan adalah kegiatan yang bersifat mengikat dan mempunyai kekuatan memaksa, maka petugas pengawas perikanan yang ditunjuk harus memenuhi beberapa persyaratan dan kesiapan mental dan fisik yang memadai, sehingga mampu menjawab tantangan dalam pelaksanaan tugas di lapangan. 25

40 2.8.2 Dukungan sumberdaya Soedjadi (1995) menyatakan suatu organisasi atau lembaga tidak dapat efektif melaksanakan tugas dan fungsinya tanpa didukung dengan sumberdaya yang memadai, sumberdaya tersebut adalah : 1) Tenaga pelaksana Tenaga pelaksana dalam hal ini adalah petugas pengawas perikanan yang ditunjuk oleh pejabat yang berwenang dan mempunyai kapasitas dan kemampuan sebagai pengawas perikanan yang cakap dan terampil. Pengawas perikanan diutamakan yang telah berstatus PPNS yang mempunyai kartu anggota dan telah disumpah oleh pejabat yang berwenang sehingga sah secara hukum dapat melakukan tindakan penyidikan lebih lanjut bila ditemukan adanya bukti awal telah terjadi pelanggaran perikanan. Tanpa kewenangan yang bersifat memaksa dan sah secara hukum, niscaya kegiatan pengawasan tidak akan berjalan efektif sebagaimana diharapkan. 2) Uang atau biaya Tersedianya biaya atau anggaran yang jelas sumber atau mata anggarannya sehingga dapat direncanakan untuk membiayai pelaksanaan pengawasan secara berkesinambungan dalam kurun waktu tertentu, termasuk untuk biaya operasional penyelidikan dan penyidikan. Tanpa tersedianya biaya, niscaya pengawasan tidak akan dapat terselenggara secara efektif, sistematis dan terukur untuk mencapai target dan tujuan pengawasan kapal perikanan. 3) Sarana dan prasarana pengawasan Sarana dan prasarana pengawasan yang ada berupa kantor dan perlengkapannya, sarana transportasi, sarana penyidikan termasuk gudang penyimpanan barang bukti dan ruang tahanan bila diperlukan, kapal pengawas, alat komunikasi (SSB), CDB, VMS dan lain sebagainya. Sarana prasarana tersebut mutlak diperlukan sebagai dukungan dalam proses kegiatan pengawasan kapal perikanan. 4) Bahan atau alat pengawasan Bahan atau alat pengawasan berupa alat pengawasan berupa Log Book perikanan dan surat laik operasi, alat-alat ukur, alat dokumentasi, barcode dan sebagainya. Tanpa adanya dukungan bahan dan alat bantu pengawasan, niscaya pengawasan tidak akan menghasilkan output positif dan berguna, sehingga sulit untuk mendapat simpati apalagi peran serta masyarakat. 26

41 5) Metode atau tata cara Pedoman yang tertuang dalam standar operasional pengawasan yang ada harus mengacu pada Surat Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor KEP/02/MEN/2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengawasan Sumberdaya Perikanan. 6) Waktu pengawasan kapal perikanan Waktu kerja para pengawas perikanan harus diupayakan selama 24 jam dan dapat dilakukan dengan jadual piket antar satuan pengawas. Setiap satuan piket pengawas sekurang-kurangnya harus ada satu orang yang berstatus PPNS. Hal ini dimaksudkan sebagai upaya untuk mencegah terjadinya cacat hukum dalam pelaksanaan pengawasan, terutama dalam hal pemeriksaan fisik kapal, pemeriksaan alat tangkap serta dokumen perizinan Dukungan peran serta stakeholder Pengawasan kapal perikanan mutlak memerlukan dukungan masyarakat, oleh karena itu peran serta pihak-pihak terkait (stakeholder) sangat diperlukan. Dukungan tersebut dapat berupa dukungan langsung yang berupa peran aktif atau informasi yang dibutuhkan dalam prses pengawasan, atau dukungan tak langsung berupa sikap positif dan tidak mempersulit atau menghalangi-halangi proses pengawasan kapal perikanan, mulai dari proses perencanaan sampai proses pelaksanaan. Terciptanya peran serta stakeholder sangat dipengaruhi oleh mekanisme pengawasan, yaitu bagaimana kinerjanya pengawas perikanan, bagaimana dukungan sumberdaya yang dimiliki, sehingga outputnya akan diperhatikan dan diterima masyarakat sebagai suatu hal yang posistif dan wajar untuk diapresiasi. Dalam hal pengawasan kapal perikanan bahwa kinerja pengawas harus dilakukan semata-mata demi kepentingan publik dengan menjunjung tinggi asas keadilan (Soedjadi, 1995) Indikator peran serta stakeholder dalam proses penelitian ini adalah : 1) Adanya dukungan Kepala Pelabuhan Perikanan dalam bentuk penyediaan: (1) Dukungan sumberdaya untuk melaksanakan pengawasan; (2) Kewenangan pengawas dalam menolak masuknya kapal perikanan yang illegal; (3) Kantor khusus pengawas perikanan beserta perlengkapannya; (4) Honor rutin setiap bulan atau insentif kepada pengawas perikanan. 27

42 2) Adanya dukungan dari syahbandar pelabuhan dalam bentuk menerima Surat Laik Operasi dari Pengawas sebagai dasar penerbitan Surat Ijin Berlayar (SIB). 3) Kesediaan bekerja sama dari nakhoda dalam memberikan data, fakta dan informasi yang diperlukan dalam pengawasan sehingga memudahkan dan memperlancar proses pengawasan diatas kapal serta kesediaan mengisi Log Book perikanan. 4) Adanya dukungan dari lembaga nelayan (HNSI dan POKMASWAS) dalam bentuk menerima dan membantu pengawasan dalam proses kegiatan pengawasan (Dahuri et. al (1996). 28

43 3 METODOLOGI 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan selama 6 bulan mulai bulan Februari 2006 sampai dengan Juli 2006 di Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman Jakarta (PPSNZJ). Kegiatan penelitian ini meliputi tahap studi pustaka, pengumpulan data, pengolahan data, analisis data dan penilaian hasil. Penelitian di lapangan dilakukan pada bulan Juni sampai Juli Dasar pertimbangan pemilihan PPSNZJ sebagai lokasi penelitian karena pelabuhan tersebut mempunyai aktifitas kapal panangkapan ikan yang relatife tinggi. PPSNZJ juga merupakan salah satu pelabuhan perikanan tingkat samudera dan terbesar di Indonesia yang memiliki fasilitas yang paling lengkap, sehingga diharapkan data dan informasinya dapat mewakili dan mencerminkan kegiatan pengawasan di pelabuhan lainnya. 3.2 Metode Pengumpulan Data Berdasarkan pada tujuan yang hendak dicapai, maka penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode deskriptif studi kasus, dengan harapan dapat menemukan dan mengkaji aspek-aspek pengawasan yang dilakukan di lapangan. Menurut Suryabrata (1995), keunggulan penelitian kasus terutama sangat berguna untuk informasi mengenai latar belakang permasalahan guna perencanaan penelitian yang lebih besar karena intensif sifatnya dan studinya menerangkan variabel-variabel yang penting, proses-proses dan interaksi-interaksi yang memerlukan perhatian lebih luas. Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder. Data primer merupakan data yang dikumpulkan secara langsung dihimpun berdasarkan wawancara yang bersifat kualitatif dan kuantitatif, serta pengamatan langsung terhadap aktivitas pengawasan kapal perikanan secara keseluruhan yang dimulai dari kapal masuk ke pelabuhan sampai dengan kapal keluar dari pelabuhan. Wawancara dilakukan kepada stakeholder yang ada, terutama pengawas perikanan dan nelayan. Jumlah responden sebanyak 8 orang. Responden yang mewakili pengawas perikanan dan nelayan ditentukan secara purposive sampling. Wawancara terhadap responden dilakukan guna mendapatkan gambaran dan keterangan mengenai aktivitas yang berkaitan dengan proses pengawasan.

44 Pengamatan terhadap pengawas perikanan ketika melakukan pemeriksaan terhadap kapal yang akan masuk PPSNZJ dan yang akan keluar PPSNZJ. Pengamatan dilakukan sebanyak delapan kali ulangan (hari) karena data yang didapat sudah mampu menggambarkan keadaan kinerja pengawas perikanan di PPSNZJ. Pengamatan langsung ini juga sebagai kontrol atau mencocokkan data hasil wawancara dari pihak pengawas perikanan dan nelayan. Data dan sumber data primer yang dikumpulkan dapat dilihat pada Tabel 2 berikut. Tabel 2 Rincian data primer yang dikumpulkan selama penelitian No Data Sumber 1 Waktu pemeriksaan kapal perikanan - Memeriksa dokumen - Pemeriksaan ikan - Memeriksa fisik kapal - Memeriksa alat tangkap - Memeriksa daerah penangkapan - Memeriksa ABK 2 Kemampuan pengawas dalam pemeriksaan - Kemampuan memeriksa dokumen - Kemampuan pemeriksaan ikan - Kemampuan memeriksa fisik kapal - Kemampuan memeriksa alat tangkap - Kemampuan memeriksa daerah penangkapan - Kemampuan memeriksa ABK 3 Biaya pelaksanaan Pengawasan - Honor pengawas - Biaya pencetakan log book - Biaya koordinasi - Biaya pengawasan ketaatan kapal 4 Sarana pengawasan - Kantor pengawasan - Perlengkapan kantor - Sarana komunikasi atau SSB - Sarana telephon - Alat barcode - Speed boat 5 Waktu pengawasan - Pembagian regu atau plug - Waktu pelayanan 6 Tindakan pengawas tehadap pelanggaran - Pembinaan - Peringatan - Proses hukum 7 Hasil pengawasan - Data ketaatan kapal di pangkalan - Data statistik tentang pelanggaran yang ditemukan - Data statistik tentang jenis dan ukuran kapal masuk dan keluar pelabuhan - Data statistik tentang jenis ikan yang masuk dan keluar pelabuhan Wawancara dengan pengawas perikanan dan nelayan Pengamatan, pengukuran, wawancara dengan pengawas perikanan dan nelayan Pengukuran dan wawancara dengan pengawas perikanan Pengamatan, pengukuran dan wawancara dengan pengawas perikanan Pengukuran dan wawancara dengan pengawas perikanan Pengukuran dan wawancara dengan pengawas perikanan dan nelayan Pengukuran dan wawancara dengan pengawas perikanan 30

45 Data sekunder diperoleh melalui pustaka dan data dari PPSNZJ dan DKP. Data ini nantinya digunakan sebagai informasi mengenai peraturan-peraturan yang berlaku dan kelembagaan terkait dengan pengawasan perikanan. Data sekunder lain yang diperlukan adalah data statistik. Data dan sumber data sekunder yang dikumpulkan dapat dilihat pada Tabel 3 berikut. Tabel 3 Rincian data sekunder yang dikumpulkan selama penelitian No Data Sumber 1 Keragaan pelabuhan perikanan lokasi penelitian - Lembaga pengelola dan status pelabuhan - Fasilitas pelabuhan PPSNZJ dan DKP - Kelembagaan di pelabuhan - Potensi kapal perikanan - Produksi ikan yang masuk pelabuhan 2 Mekanisme pengawasan normatif - Dasar hukum pengawasan kapal perikanan - Prosedur pelaksanaan tugas pengawas - Tatacara pemeriksaan dokumen perizinan - Tatacara pemeriksaan fisik kapal PPSNZJ dan DKP - Tatacara pemeriksaan alat tangkap - Tata cara pemeriksaan hasil kegiatan penangkapan dan pengangkutan - Tatacara pengawasan komposisi ABK 3 Partisipasi Stakeholder - Kesedian nakhoda menerima dan melayani pemeriksaan dokumen - Kesedian nakhoda dan pemilik kapal menerima dan melayani pemeriksaan fisik kapal. PPSNZJ dan DKP - Kesediaan nakhoda mengisi log book - Dukungan POLRI dan WASKI - Dukungan KAMTIB dan WASKI - Dukungan syahbandar 4 Hukum dan kelembagaan - Penugasan aparatur - Keputusan pemberlakuan kebijakan - Pola sosialisasi kebijakan - Koordinasi dengan departemen - Kordinasi dengan kepala pelabuhan - Koordinasi dgn Dinas Propinsi atau Kodya PPSNZJ dan DKP - Koordinasi dengan syahbandar - Kordinasi dengan pengelola TPI - Kordinasi dengan POLRI - Koordinasi dengan HNSI - Kordinasi dengan LSM perikanan lain - Koodinasi dengan koperasi mina 5 Data statistik - Data statistik tentang jenis dan ukuran kapal masuk dan keluar pelabuhan PPSNZJ - Data statistik tentang jenis ikan yang masuk dan keluar pelabuhan 31

46 3.3 Analisis Data Penetapan indikator kinerja pengawas Faktor internal yang mempengaruhi kinerja pengawas merupakan faktor yang berasal dari dalam diri pengawas itu sendiri. Berdasarkan tujuan penelitian, faktor internal yang diduga berhubungan dengan kinerja pengawas kapal perikanan adalah 1) kemampuan pemeriksaan dokumen perizinan dan fisik kapal; 2) kecakapan pengawas dalam penguasaan pengetahuan dan hukum yang berkaitan dengan perikanan; 3) kecepatan dalam kaitannya waktu yang diperlukan untuk pemeriksaan kapal perikanan; 4) kualitas hasil pemeriksaan; 5) kesungguhan dalam pemeriksaan. Faktor eksternal yang mempengaruhi kinerja pengawas merupakan faktor yang berasal dari luar dimana turut mempengaruhi kinerja dari pengawas. Faktorfaktor tersebut secara tidak langsung mempengaruhi kinerja dari pengawas. Faktor tersebut adalah 1) Ketersediaan anggaran biaya untuk melakukan pengawasan terhadap kapal perikanan; 2) Sarana dan prasarana yang digunakan untuk melakukan pengawasan; 3) Hukum dan kelembagaan; 4) Jumlah pengawas; dan 5) Dukungan stakeholder dan instansi terkait. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kinerja pengawas perikanan di PPSNZJ dilakukan dengan menggunakan analisis deskriptif dan penghitungan rata-rata bobot nilai setiap faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kinerja pengawas perikanan yang sudah ditentukan. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kinerja pengawas perikanan di PPSNZJ di bagi menjadi dua, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Setiap faktor tersebut terdiri dari beberapa subfaktor, dimana setiap subfaktor diberi bobot nilai yang akan mencerminkan bobot nilai dari faktor tersebut. Bobot nilai tersebut adalah 1 = tidak baik; 2 = kurang baik; 3 = cukup baik; 4 = baik; 5 = sangat baik. Pemberian bobot nilai dari faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kinerja pengawas dilakukan pengulangan sebanyak delapan kali. Banyaknya pengulangan didasarkan pada data yang diambil sudah mampu menggambarkan kondisi yang ada. Data dari pengulangan tersebut dihitung rata-rata setiap faktor yang berpengaruh terhadap kinerja pengawas. Nilai rata-rata yang diperoleh akan memberikan keterangan mengenai tingkat kinerja pengawas di PPSNZJ. 32

47 Tabel 4 Penetapan Bobot Nilai Indikator Kinerja Pengawas Perikanan Ulangan Ratarata Faktor Internal Faktor eksternal X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8 X9 X10 Ada kemungkinan terdapat korelasi atau hubungan antara faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kinerja pengawas, dimana hubungan antar faktor-faktor tersebut menunjukkan saling berpengaruhnya kedua faktor dalam menentukan tingkat kinerja pengawas. Korelasi atau hubungan antara faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kinerja pengawas dapat diketahui dengan menggunakan metode rank spearman. Langkah-langkah penghitungan metode rank spearman adalah sebagai berikut: 1) Pengukuran tingkat kinerja, dimana pengukuran dilakukan pada semua faktor; 2) Setiap faktor harus diketahui perbedaannya dengan mengurangkan kedua faktor tersebut; 3) Perbedaan setiap pasang faktor yang telah dihitung dikuadratkan kemudian dijumlahkan. 4) Jika proporsi angka tidak sama dalam pengamatan, rumus yang digunakan adalah : r s = 1 σ N 3 di 2 N Jika dalam penelitian terdapat angka sama maka rumus yang digunakan adalah : r s = 2 2 x + y + x y d 2 dimana : 33

48 x 2 = 3 N N 12 T x dan y 2 = 3 N N 12 T y Faktor-faktor korelasi yang berangka sama : T = 3 t t 12 Keterangan : r s = koefesien korelasi x = variabel bebas y = variabel tidak bebas N = jumlah sampel d = selisih antara rank x dan rank y T x = faktor korelasi x T y = faktor korelasi y T = banyak pengamatan yang berangka sama pada suatu rangking tertentu. Statistik uji yang digunakan adalah uji t, yang mana sebelumnya harus di uji homogenitas karena jumlah sampel lebih kecil dari sepuluh maka rumus yang dugunakan adalah : t hit = N 2 1 r s Wilayah kritis, t hit yang diperoleh dibandingkan dengan t tabel jika : t hit > t tabel tolak H 0 t hit < t tabel ` terima H 0 Hipotesis : H 0 : tidak ada hubungan antara kedua faktor dalam menentukan kinerja pengawas H 1 : kedua faktor ada hubungannya dalam menentukan kinerja pengawas. Tingkat signifikasi yang digunakan adalah 0,05 dengan derajat bebas N-2 34

49 Nilai rs berada pada selang -1<rs<1, tanda negatif menunjukkan hubungan yang berlawanan arah, sedangkan tanda positif menunjukkan hubungan searah. Untuk menentukan kuat lemahnya korelasi maka ada batasan-batasan yang akan digunakan (J. Champion, diacu dalam Manurung, 1999) : : No associatioan, kondisi ini menunjukkan tidak adanya hubungan antara kedua faktor; : Moderately low, kondisi ini menunjukkan hubungan terikat agak lemah kedua faktor; : Moderately, kondisi ini menujukkan hubungan yang agak kuat antara kedua faktor; : High association, kondisi ini menunjukkan hubungan yang kuat kedua faktor. Penggunaan soft ware SPSS 11.0 dapat juga diaplikasikan untuk mendapatkan hasil perhitungan dari metode rank spearman. Langkah-langkahnya adalah sebagai berikut (Trihendradi, 2004): 1. Buka file data yang akan dianalisis (program spss 11.0); 2. Klik Analyze Correlate Bivariate dimenu, maka kotak Bivariate Correlation muncul; 3. Masukkan variabel (faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kinerja pengawas) di kotak variabel, kemudian pilih Spearman di Correlation Coefficient; 4. Klik Ok. Berlaku hipotesis: Ho = kedua faktor tidak ada hubunganya dalam menetukan kinerja pengawas H1 = kedua faktor ada hubungannya dalam menentukan kinerja pengawas Guna mengetahui hipotesis yang berlaku, maka dilihat tabel hasil dari analisis. Di dalam tabel tersebut terdapat nilai sig (2-tailled), dimana jika nilai sig (2-tailled) < 0,05, maka Ho ditolak (ada hubungan antara kedua faktor) dan sig (2- tailled) > 0,05 maka gagal tolak Ho (tidak ada hubungan antara kedua faktor). 35

50 3.3.2 Peningkatan kinerja pengawas perikanan di PPSNZJ Guna meningkatkan kinerja pengawas perikanan di PPSNZJ digunakan mentode Proses Hierarki Analitik (PHA). Menurut (Saaty, 1991) bahwa pengambilan keputusan dengan PHA dilakukan melalui pendekatan sistem.pendekatan sistem ini berusaha melihat permasalahan yang kompleks menjadi persolaan yang sederhana dengan cara membaginya ke dalam bagianbagian yang lebih kecil. Pemahaman terhadap situasi dan kondisi sistem membantu untuk melakukan prediksi dalam pengambilan keputusan. Prinsip dasar yang harus dipenuhi dalam menyelesaikan persoalan dengan menggunakan PHA, yaitu 1) menyusun hierarki, 2) menetapkan prioritas, dan 3) konsistensi logis. Proses pembuatan PHA dimulai dengan menata elemen suatu persoalan dalam bentuk hierarki. Setelah itu, dibuat perbandingan berpasangan antar elemen dari suatu tingkat sesuai dengan kriteria yang berada setingkat lebih tinggi. Berbagai perbandingan ini akan menghasilkan prioritas yang akhirnya melalui sintesis menghasilkan prioritas yang menyeluruh. Langkah-langkah pembuatan PHA adalah sebagai berikut: 1) Menentukan sasaran atau tujuan menyeluruh dari suatu masalah yang dianalisis (hierarki bagian paling atas); 2) Membuat hierarki dimana didalamnya terdapat elemen-elemen yang saling berhubungan (bagian tengah merupakan kriteria); 3) Menentukan tindakan terakhir atau rencana alternatif guna mencapai tujuan yang sudah ditentukan; 4) Menetapkan prioritas antara 1-9 terhadap elemen yang sudah ada, dimana skor tersebut menjelaskan tingkat kepentingan elemen terhadap rencana sasaran atau tujuan menyeluruh yang sudah ditentukan; 5) Menguji konsistensi penetapan prioritas yang sudah dilakukan; 6) Melihat nilai tertinggi dari masing-masing tindakan terakhir atau rencana alternatif, dimana nilai tertinggi merupakan rencana alternatif yang direkomendasikan. 36

51 (1) Menyusun hierarki Dalam menyusun hierarki, harus menyusun rincian relevan yang cukup untuk menggambarkan persoalan dengan sebaik mungkin. Dalam hal ini, rincian relevan yang dimaksud dalam menyusun hierarki tingkat pertama adalah adanya fokus yang akan diidentifikasi yaitu peningkatan kinerja pengawas perikanan di PPSNZJ. Tingkat kedua adalah pihak yang berkepentingan, dalam hal ini pemerintah sebagai pembuat peraturan dan undang-undang, pengelola PPSNZJ selaku pelaku pengawas perikanan, nakhoda atau pemilik kapal selaku pihak yang mendukung kelancaran pengawasan, dan syahbandar selaku pihak yang memberikan kontribusi dalam melakukan pengawasan. Tingkat ketiga adalah sumberdaya manusia yang melakukan pengawasan. Dalam hal ini motivasi kerja, penguasaan materi, dan jumlah pengawas. Tingkat keempat adalah program tindakan, yaitu kecakapan pengawas, dukungan stakeholder, kesungguhan pengawas. Peningkatan kinerja pengawas di PPSNZJ Pihak yang berkepentinga n Pemerintah Pengelola PPSNZJ Nakhoda kapal Perum Sumberdaya manusia Motivasi kerja Penguasaan materi Jumlah pengawas Program tindakan Kecakapan pengawas Dukungan stakeholder Kesungguhan pengawas Gambar 2 Hierarki peningkatan kinerja pengawas di PPSNZJ. 37

52 (2) Menetapkan prioritas Menetapkan prioritas untuk membandingkan tingkat kepentingan dari berbagai pertimbangan yang ada. Perbandingan dilakukan dengan membuat penilaian tentang kepentingan relatif antara kedua elemen pada suatu tingkatan tertentu berdasar elemen yang ada di satu tingkat diatasnya. Penilaian disajikan dalam bentuk matrik berbanding berpasangan dan dibuat untuk setiap tingkat hierarki. Prioritas setiap elemen diperoleh dengan menghitung berbagai pernyataan yang telah dibuat. Langkah dalam menentukan prioritas yaitu membuat matrik berbanding berpasangan dan mensintesis berbagai pertimbangan. Penjelasan nilai skor yang digunakan untuk menetapkan prioritas antara 1-9 sebagaimana disajikan pada Tabel 5 berikut. Tabel 5 Skor penetapan prioritas dalam AHP Intensitas pentingnya Definisi Penjelasan 1 Kedua elemen sama pentingnya Dua elemen menyumbangkan sama besar sifat tersebut 3 Elemen yang satu sedikit lebih penting dari elemen yang lainnya Pengalaman dan pertimbangan sedikit menyokong satu elemen atas elemen lainnya 5 Elemen yang satu sangat penting dari elemen yang lainnya 7 Elemen yang satu jelas lebih penting dari elemen yang lainnya 9 Elemen yang satu sedikit lebih penting dari elemen yang lainnya 2,4,6,8 Nilai diantara dua pertimbangan yang berdekatan Sumber: Saaty, Pengalaman dan pertimbangan menyokong satu elemen atas elemen lainnya Satu elemen dengan kuat disokong dan dominasi terlihat dalam praktek Bukti yang menyokong elemen yang satu atas yang lain memiliki tingkat penegasan tertinggi yang mungkin menguatkan Kompromi diperlukan diantara dua pertimbangan (3) Membuat matrik berbanding berpasangan Penilaian tingkat kepentingan diperiksa dari suatu elemen yang berada di sebelah kiri dibandingkan dengan suatu elemen yang berada di baris atas matriks. Penilaian perbandingan berdasarkan pada pertanyaan seberapa kuat suatu elemen berkontribusi, mendominasi, mempengaruhi atau menguntungkan tujuan yang sudah ditetapkan dalam matrik berbanding berpasangan (Tabel 6). 38

53 Tabel 6 Matrik berbanding berpasangan C A1 A2 A3 A4... An A1 1 a12 a13 a14... a1n A2 1/a12 1 a23 a24... a2n A3 1/a13 a/a23 1 a34... a3n A4 1/a14 1/a24 1/a a4n An 1/a1n 1/a2n 1/a3n 1/a4n... 1 Keterangan : C : Kriteria atau sifat yang digunakan untuk pembandingan A1, A2,...,An : Elemen yang akan dibandingkan, satu tingkat dibawah C. a12, a13,...,1 : Kuantifikasi pendapat dari hasil komparasi yang mencerminkan nilai kepentingan Ai terhadap Aj. (4) Mensintesis Berbagai Pertimbangan Prioritas menyeluruh dari berbagai pertimbangan dalam permasalahan pengambilan keputusan, diperoleh dengan cara mensintesis terhadap keseluruhan pertimbangan. Sintesis dilakukan dengan menghitung setiap nilai yang sudah ditetapkan. Penghitungannya sebagai berikut : 1. Formulasi dengan menggunakan rata-rata aritmetik. - Menjumlahkan semua nilai-nilai dalam setiap kolom (NKa) NKa = aij( k) n kj= 1 Keterangan : NKa = Nilai kolom ke-a Aij = Nilai setiap entri dalam matriks pada baris i dan kolom j N = Jumlah elemen. Membagi entri dalam setiap kolom dengan jumlah pada kolom untuk memperoleh matriks yang dinormalisasi (Naij) aij Naij = Nkj Keterangan : Naij : Nilai setiap entri dalam matriks yang dinormalisasi pada baris i dan kolom j Aij : Nilai setiap entri dalam matriks pada baris i dan kolom j Nkj : Nilai kolom ke j. 39

54 Vektor prioritas dari setiap elemen, diperoleh dengan merata-ratakan nilai sepanjang baris (Vpi) n Naij Vpi = n j= 1 j= 1 Naij Keterangan : Vpi : Vektor prioritas dari elemen i Ndij : Nilai setiap entri dalam matriks yang dinormalisasi pada baris i dan kolom j. 2. Konsistensi Dalam persoalan pengambilan keputusan, konsistensi penting untuk diperhatikan. Konsistensi ini bertujuan untuk menilai seberapa besar kekonsistensian penialain satu variabel dengan faktor yang lain. Jika nilai konistensi tinggi, maka penilaian antar variabel sudah baik. Ratio konsistensi dihitung dengan rumus sebagai berikut : (1) Perhitungan akar ciri nilai eigen (eigen value) maksimum dengan rumus : VA = aij x Vp dengan Va = (V aij) Keterangan : VA adalah vektor antara VA VB = dengan VB = V bi VP Dimana : VB adalah nilai eigen Amax = n i=1 VB n (2) Perhitungan indeks konsistensi (C1), dengan rumus : Cl = λmaks n n 1 (3) Perhitungan rasio konsistensi (CR), dengan rumus : CL CR = RI 40

55 Mulai - Potensi Sumberdaya Ikan - Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Pengawasan Kapal Perikanan - Ruang Lingkup Pengawasan - Standar Operasional Prosedur (SOP) Aktifitas Pengawasan Kapal Perikanan (empiris) Cukup Tidak Ya Faktor Kinerja Pengawas Internal dan Eksternal Analisa Kinerja Pengawas Perikanan - Rank Sparman - Rata-rata - PHA Kinerja Pengawas Perikanan Cukup Tidak - Ketidaktertiban usaha - Illegal fishing meningkat - Potensi SDI rusak Ya Pola Pengawasan Berdasarkan Kinerja Pengawas Perikanan Selesai Gambar 3 Diagram alir pendekatan penelitian. 41

56 4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Lokasi Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman Jakarta Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman Jakarta (PPSNZJ) terletak di Teluk Jakarta tepatnya di Kelurahan Penjaringan, Jakarta Utara yang secara geografis terletak pada ' ' LS dan ' ' BT. Kelurahan Penjaringan di Jakarta Utara mempunyai batas administratif sebagai berikut : 1) Sebelah utara : Laut Jawa, Jalan Pluit Selatan (wilayah Kelurahan Pluit); 2) Sebelah selatan : Jalan Bandengan Utara; 3) Sebelah barat : Waduk Pluit Sebelah Barat, Jalan Jembatan Tiga dan Kali Muara Karang; 4) Sebelah timur : Alur Pelabuhan Sunda Kelapa, Kali Jelakeng (wilayah Kelurahan Ancol). Kelurahan Penjaringan merupakan salah satu kawasan perusahaan yang terdapat di Jakarta Utara. Hal ini terlihat dari penggunaan lahan yang sebagian besar dipergunakan untuk perusahaan yaitu seluas 243,27 Ha atau 61,52 % dari luas kelurahan ini, sedangkan lahan pemukiman 31,46 % dan sisanya 7,02 % dipergunakan untuk industri. Luas lokasi PPSNZJ adalah 98 ha atau 25,29 % dari total luas kelurahan ini. PPSNZJ termasuk pelabuhan tipe A dengan luas keseluruhan arealnya mencapai 98 Ha yang terbagi dalam tiga kawasan yaitu kawasan industri 48 Ha, kawasan Perum dan UPT PPSNZJ 10 Ha dan kawasan kolam pelabuhan 40 Ha. Tanah daratan yang ada di PPSNZJ merupakan tanah merah hasil reklamasi yang telah dilakukan. PPSNZJ diresmikan pada tanggal 17 Juli 1984 oleh Presiden Republik Indonesia. Perencanaan pembangunan PPSNZJ dimulai sejak tahun Studi kelayakannya dilakukan oleh pemerintah Jepang melalui Overseas Technical Cooperation Agency (OTCA) of Japan sekarang dikenal sebagai Japanese International Cooperation Agency (JICA). PPSNZJ mulai dibangun tahun 1980 dengan pembiayaan bantuan Pemerintah Jepang melalui Overseas Economic Cooperation Fund (OECF) dan dana APBN. Perencanaan teknis pembangunan pelabuhan dilaksanakan oleh Pacific Concultant International dari Jepang yang bekerjasama dengan PT. Inconeb dari Indonesia.

57 Pembangunan awal PPSNZJ dilaksanakan dalam beberapa tahapan pembangunan, yaitu sebagai berikut : 1) Pembangunan tahap I (5 Maret 1980 s/d 31 Desember 1982), meliputi pembangunan fasilitas dasar, yaitu pembuatan kolam pelabuhan, dermaga, penahan gelombang, lampu navigasi, dan reklamasi tanah; 2) Pembangunan tahap II (22 Maret 1982 s/d 31 Maret 1984), terdiri dari pembangunan fasilitas fungsional (gedung pelelangan ikan, cold syorage, pabrik es, kantor pelabuhan, dermaga bongkar muat, mesin pendingin, pembangkit listrik, galangan kapal dan sarana lainnya); 3) Pembangunan tahap III ( ), meliputi pembangunan fasilias penunjang (Pembangunan jalan komplek PPSNZJ, perkantoran, masjid, pos polisi, pertokoan dan tempat pemrosesan ikan, selanjutnya tahun perpanjangan dermaga sepanjang 150 meter, perluasan cold storage, kantor Perum PPSNZJ Jakarta, gedung pemasaran ikan, tempat penginapan, MCK, dan industri pengolahan ikan); 4) Pembanguna tahap IV (1993 s/d 2001), meliputi empat paket yaitu : (1) Paket I (pengurukan pasir dan pekerjaan penimbunan); (2) Paket II (pembangunan dermaga dengan kedalaman air 7,5 meter, fasilitas perbaikan kapal, sistem pembuangan air kotor laut, perbaikan revetment, dan pemasangan fasilitas listrik dan air di dermaga); (3) Paket III (pembangunan gedung Muara Baru Centre A, kontruksi gedung Muara Baru B, pekerjaan jalan, area parkir dan sistem drainase di Muara Baru Centre area, pekerjaan walkyway sepanjang jalan di area PPSNZJ beserta perlengkapannya); (4) Paket IV meliputi pengadaan Handling Equipment (forklift) 8 unit, towing tractor 3 unit, truck crane 2 unit, dump truck 2 unit dan garbage car 12 unit). 43

58 Gambar 4 Peta lokasi PPS Nizam Zachman Jakarta (Laporan Tahunan PPSNZJ, 2005). 44

KINERJA PENGAWAS KAPAL PERIKANAN (STUDI KASUS DI PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA NIZAM ZACHMAN JAKARTA) AHMAD MANSUR

KINERJA PENGAWAS KAPAL PERIKANAN (STUDI KASUS DI PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA NIZAM ZACHMAN JAKARTA) AHMAD MANSUR KINERJA PENGAWAS KAPAL PERIKANAN (STUDI KASUS DI PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA NIZAM ZACHMAN JAKARTA) AHMAD MANSUR SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 PERNYATAAN MENGENAI TESIS Dengan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Selama ini, kegiatan pengawasan kapal perikanan dilakukan di darat dan di laut. Pengawasan langsung di laut terhadap kapal-kapal yang melakukan kegiatan penangkapan ikan

Lebih terperinci

KINERJA PENGAWAS KAPAL PERIKANAN (STUDI KASUS DI PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA NIZAM ZACHMAN JAKARTA) AHMAD MANSUR

KINERJA PENGAWAS KAPAL PERIKANAN (STUDI KASUS DI PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA NIZAM ZACHMAN JAKARTA) AHMAD MANSUR KINERJA PENGAWAS KAPAL PERIKANAN (STUDI KASUS DI PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA NIZAM ZACHMAN JAKARTA) AHMAD MANSUR SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 PERNYATAAN MENGENAI TESIS Dengan

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Analisis 2.2 Kinerja

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Analisis 2.2 Kinerja 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Analisis Soedjadi (1996) menyatakan bahwa, analisis adalah rangkaian kegiatan pemikiran yang logis, rasional, sistematis dan obyektif dengan menerapkan metodologi atau teknik ilmu

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUNLIK INDONESIA NOMOR PER.03/MEN/2007 TENTANG SURAT LAIK OPERASI KAPAL PERIKANAN

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUNLIK INDONESIA NOMOR PER.03/MEN/2007 TENTANG SURAT LAIK OPERASI KAPAL PERIKANAN PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUNLIK INDONESIA NOMOR PER.03/MEN/2007 TENTANG SURAT LAIK OPERASI KAPAL PERIKANAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa sebagai

Lebih terperinci

3 METODOLOGI. 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

3 METODOLOGI. 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian 3 METODOLOGI 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan selama 6 bulan mulai bulan Februari 006 sampai dengan Juli 006 di Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman Jakarta (PPSNZJ). Kegiatan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER. 05/MEN/2007 TENTANG PENYELENGGARAAN SISTEM PEMANTAUAN KAPAL PERIKANAN

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER. 05/MEN/2007 TENTANG PENYELENGGARAAN SISTEM PEMANTAUAN KAPAL PERIKANAN PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER. 05/MEN/2007 TENTANG PENYELENGGARAAN SISTEM PEMANTAUAN KAPAL PERIKANAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

PETUNJUK TEKNIS PENGAWASAN PENGUSAHAAN PASIR LAUT

PETUNJUK TEKNIS PENGAWASAN PENGUSAHAAN PASIR LAUT PETUNJUK TEKNIS PENGAWASAN PENGUSAHAAN PASIR LAUT KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PENGAWASAN SUMBER DAYA KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR : KEP.57/DJ-PSDKP/2011 TENTANG PENGAWASAN PENGUSAHAAN PASIR LAUT DIREKTORAT

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu tujuan pembangunan perikanan tangkap adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat, khususnya nelayan, dan sekaligus menjaga kelestarian sumberdaya ikan serta

Lebih terperinci

STRATEGI PENGELOLAAN PARIWISATA PESISIR DI SENDANG BIRU KABUPATEN MALANG PROPINSI JAWA TIMUR MUHAMMAD ZIA UL HAQ

STRATEGI PENGELOLAAN PARIWISATA PESISIR DI SENDANG BIRU KABUPATEN MALANG PROPINSI JAWA TIMUR MUHAMMAD ZIA UL HAQ STRATEGI PENGELOLAAN PARIWISATA PESISIR DI SENDANG BIRU KABUPATEN MALANG PROPINSI JAWA TIMUR MUHAMMAD ZIA UL HAQ SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

Lebih terperinci

SUMBER DAYA KELAUTAN DAN PERIKANAN KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PENGAWASAN SUMBER DAYA KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR 56/KEP-DJPSDKP/2015 TENTANG

SUMBER DAYA KELAUTAN DAN PERIKANAN KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PENGAWASAN SUMBER DAYA KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR 56/KEP-DJPSDKP/2015 TENTANG KEMENTERIAN DIREKTORAT JENDERAL PENGAWASAN SUMBER DAYA Jalan Medan Merdeka Timur Nomor 16 Gedung Mina Bahari III Lantai 15, Jakarta 10110 Telepon (021) 3519070, Facsimile (021) 3520346 Pos Elektronik ditjenpsdkp@kkp.goid

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Perubahan arah kebijakan pembangunan dari yang berbasis pada sumber daya terestrial ke arah sumber daya berbasis kelautan merupakan tuntutan yang tidak dapat dielakkan. Hal ini dipicu

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, NOMOR PER. 07/MEN/2010 TENTANG SURAT LAIK OPERASI KAPAL PERIKANAN

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, NOMOR PER. 07/MEN/2010 TENTANG SURAT LAIK OPERASI KAPAL PERIKANAN PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER. 07/MEN/2010 TENTANG SURAT LAIK OPERASI KAPAL PERIKANAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

PERATURAN KESYAHBANDARAN DI PELABUHAN PERIKANAN

PERATURAN KESYAHBANDARAN DI PELABUHAN PERIKANAN KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN DIREKTORAT JENDERAL PERIKANAN TANGKAP DIREKTORAT PELABUHAN PERIKANAN PERATURAN KESYAHBANDARAN DI PELABUHAN PERIKANAN SYAHBANDAR DI PELABUHAN PERIKANAN Memiliki kompetensi

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN SELAKU KETUA TIM PENGENDALI DAN PENGAWAS PENGUSAHAAN PASIR LAUT

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN SELAKU KETUA TIM PENGENDALI DAN PENGAWAS PENGUSAHAAN PASIR LAUT KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN SELAKU KETUA TIM PENGENDALI DAN PENGAWAS PENGUSAHAAN PASIR LAUT NOMOR 01/K-TP4L/VIII/2002 TANGGAL 1 AGUSTUS 2002 MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN SELAKU KETUA TIM

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.16/MEN/2010 TENTANG PEMBERIAN KEWENANGAN PENERBITAN SURAT IZIN PENANGKAPAN IKAN (SIPI) DAN SURAT IZIN KAPAL PENGANGKUT IKAN (SIKPI)

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI SUMBERDAYA PERIKANAN DI PERAIRAN PEMANGKAT KABUPATEN SAMBAS EKA SUPRIANI

KAJIAN EKONOMI SUMBERDAYA PERIKANAN DI PERAIRAN PEMANGKAT KABUPATEN SAMBAS EKA SUPRIANI KAJIAN EKONOMI SUMBERDAYA PERIKANAN DI PERAIRAN PEMANGKAT KABUPATEN SAMBAS EKA SUPRIANI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 ii PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan

Lebih terperinci

DIREKTUR JENDERAL PENGAWASAN SUMBER DAYA KELAUTAN DAN PERIKANAN,

DIREKTUR JENDERAL PENGAWASAN SUMBER DAYA KELAUTAN DAN PERIKANAN, KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN DIREKTORATJENDERAL PENGAWASAN SUMBER DAYA KELAUTAN DAN PERIKANAN Jl. Medan Merdeka Timur No.16 Lt.15 Gd.Mina Bahari II, Jakarta Pusat 10110 Telp (021) 3519070 ext 1524/1526,

Lebih terperinci

BUPATI MALANG PROVINSI JAWA TIMUR

BUPATI MALANG PROVINSI JAWA TIMUR BUPATI MALANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR 37 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI, SERTA TATA KERJA DINAS PERHUBUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BUPATI GROBOGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI GROBOGAN NOMOR 71 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI GROBOGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI GROBOGAN NOMOR 71 TAHUN 2016 TENTANG BH INNEKA TU NGGAL IKA BUPATI GROBOGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI GROBOGAN NOMOR 71 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS POKOK, FUNGSI, URAIAN TUGAS JABATAN DAN TATA KERJA

Lebih terperinci

2 Indonesia Tahun 1996 Nomor 73, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3647); 3. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan (Lemb

2 Indonesia Tahun 1996 Nomor 73, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3647); 3. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan (Lemb No.1618, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN KKP. Penangkapan. Ikan. Log Book. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48/PERMEN-KP/2014 TENTANG LOG BOOK PENANGKAPAN

Lebih terperinci

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 28 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN PANGKALAN PENDARATAN IKAN DAN TEMPAT PELELANGAN IKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Perencanaan Dan..., Widyantoro, Program Pascasarjana, Universitas Indonesia

1. PENDAHULUAN. Perencanaan Dan..., Widyantoro, Program Pascasarjana, Universitas Indonesia 1 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Organisasi sebagai wadah kegiatan manusia yang memiliki tujuan tertentu, secara absolut sangatlah tergantung dari kualitas pengelolaan sumber daya manusia di dalamnya.

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17/PERMEN-KP/2014 TENTANG PELAKSANAAN TUGAS PENGAWAS PERIKANAN

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17/PERMEN-KP/2014 TENTANG PELAKSANAAN TUGAS PENGAWAS PERIKANAN PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17/PERMEN-KP/2014 TENTANG PELAKSANAAN TUGAS PENGAWAS PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK

Lebih terperinci

GUBERNUR NUSA TENGGARA TIMUR, PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG PENGENDALIAN USAHA PERIKANAN

GUBERNUR NUSA TENGGARA TIMUR, PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG PENGENDALIAN USAHA PERIKANAN GUBERNUR NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG PENGENDALIAN USAHA PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR NUSA TENGGARA TIMUR, Menimbang

Lebih terperinci

BAB IV. A. Pengaturan Penggunaan Sistem Pemantauan Kapal Perikanan. VMS/(Vessel Monitoring System) dihubungkan dengan Undang-

BAB IV. A. Pengaturan Penggunaan Sistem Pemantauan Kapal Perikanan. VMS/(Vessel Monitoring System) dihubungkan dengan Undang- BAB IV Mengenai Kewenangan Mengadili Atas Kasus Illegal Fishing Berdasarkan Track Record Data VMS (Vessel Monitoring System) Dihubungkan dengan Undang-Undang 45 Tahun 2009 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang

Lebih terperinci

- 1 - PENETAPKAN STANDAR PELAYANAN PENERBITAN SURAT LAIK OPERASI (SLO) KAPAL PERIKANAN BAB I PENDAHULUAN

- 1 - PENETAPKAN STANDAR PELAYANAN PENERBITAN SURAT LAIK OPERASI (SLO) KAPAL PERIKANAN BAB I PENDAHULUAN - 1 - LAMPIRAN KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PENGAWASAN SUMBER DAYA KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR. 365/DJPSDKP/IX/2013 TENTANG PENETAPAN STANDAR PELAYANAN SURAT LAIK OPERASI (SLO) KAPAL PERIKANAN PENETAPKAN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.862, 2013 KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN. Wilayah Pesisir. Pulau-Pulau Kecil. Pengelolan. Pengawasan. PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

Pelaksanaan monitoring, controlling, surveillance kapal pengangkut ikan di atas 30 GT di Pelabuhan Perikanan Samudera Bitung

Pelaksanaan monitoring, controlling, surveillance kapal pengangkut ikan di atas 30 GT di Pelabuhan Perikanan Samudera Bitung Jurnal Ilmu dan Teknologi Perikanan Tangkap 2(4): 135-139, Desember 2016 ISSN 2337-4306 Pelaksanaan monitoring, controlling, surveillance kapal pengangkut ikan di atas 30 GT di Pelabuhan Perikanan Samudera

Lebih terperinci

BUPATI BULUKUMBA PROVINSI SULAWESI SELATAN

BUPATI BULUKUMBA PROVINSI SULAWESI SELATAN BUPATI BULUKUMBA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN BUPATI BULUKUMBA NOMOR 98 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, TUGAS DAN FUNGSI, SUSUNAN ORGANISASI, DAN TATA KERJA SATUAN POLISI PAMONG PRAJA DAN PEMADAM

Lebih terperinci

BUPATI BARITO UTARA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO UTARA NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DAERAH

BUPATI BARITO UTARA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO UTARA NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DAERAH BUPATI BARITO UTARA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO UTARA NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BARITO UTARA,

Lebih terperinci

down mengandung makna bahwa perencanaan ini memperhatikan pula

down mengandung makna bahwa perencanaan ini memperhatikan pula BAB II PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA Dalam rangka melaksanakan tugas dan fungsinya agar efektif, efisien, dan akuntabel, Direktorat Penanganan Pelanggaran (Dit. PP) berpedoman pada dokumen perencanaan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG PEMERINTAH KABUPATEN MALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MALANG NOMOR 5 TAHUN 2008 TENTANG ORGANISASI PERANGKAT DAERAH SATUAN POLISI PAMONG PRAJA DAN PERLINDUNGAN MASYARAKAT BUPATI MALANG, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

PETUNJUK TEKNIS PENGAWASAN PENCEMARAN PERAIRAN

PETUNJUK TEKNIS PENGAWASAN PENCEMARAN PERAIRAN PETUNJUK TEKNIS PENGAWASAN PENCEMARAN PERAIRAN KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PENGAWASAN SUMBER DAYA KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR : KEP.59/DJ-PSDKP/2011 TENTANG PENGAWASAN PENCEMARAN PERAIRAN DIREKTORAT PENGAWASAN

Lebih terperinci

BUPATI LUMAJANG PROVINSI JAWA TIMUR

BUPATI LUMAJANG PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN BUPATI LUMAJANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI LUMAJANG NOMOR 75 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, URAIAN TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS PERHUBUNGAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendayagunaan sumber daya kelautan menjanjikan potensi pembangunan ekonomi yang luar biasa. Hal ini dapat dilihat dari potensi yang terkandung dalam eksistensi Indonesia

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI RIAU NOMOR 5 TAHUN 2017 TENTANG IZIN USAHA PERIKANAN TANGKAP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR RIAU,

PERATURAN DAERAH PROVINSI RIAU NOMOR 5 TAHUN 2017 TENTANG IZIN USAHA PERIKANAN TANGKAP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR RIAU, PERATURAN DAERAH PROVINSI RIAU NOMOR 5 TAHUN 2017 TENTANG IZIN USAHA PERIKANAN TANGKAP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR RIAU, Menimbang: a. bahwa sumber daya ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan

Lebih terperinci

BUPATI KEPULAUAN ANAMBAS

BUPATI KEPULAUAN ANAMBAS BUPATI KEPULAUAN ANAMBAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA PERANGKAT DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

GUBERNUR BALI, Mengingat

GUBERNUR BALI, Mengingat GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 90 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI, SERTA TATA KERJA DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN PROVINSI BALI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57/PERMEN-KP/2014 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR PER.30/MEN/2012 TENTANG USAHA PERIKANAN TANGKAP

Lebih terperinci

WALIKOTA TASIKMALAYA

WALIKOTA TASIKMALAYA WALIKOTA TASIKMALAYA PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA Nomor : 20 Tahun 2009 Lampiran : - TENTANG PENGAWASAN INTERN DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KOTA TASIKMALAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TASIKMALAYA,

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /PERMEN-KP/2017 TENTANG TINDAKAN KHUSUS TERHADAP KAPAL PERIKANAN BERBENDERA ASING YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA DI BIDANG PERIKANAN DENGAN

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2005 TENTANG KOMISI KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2005 TENTANG KOMISI KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2005 TENTANG KOMISI KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR : KEP.60/MEN/2001 TENTANG PENATAAN PENGGUNAAN KAPAL PERIKANAN DI ZONA EKONOMI EKSKLUSIF INDONESIA

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR : KEP.60/MEN/2001 TENTANG PENATAAN PENGGUNAAN KAPAL PERIKANAN DI ZONA EKONOMI EKSKLUSIF INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR : KEP.60/MEN/2001 TENTANG PENATAAN PENGGUNAAN KAPAL PERIKANAN DI ZONA EKONOMI EKSKLUSIF INDONESIA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN, Menimbang : a. bahwa dengan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.03/MEN/2009 TENTANG PENANGKAPAN IKAN DAN/ATAU PENGANGKUTAN IKAN DI LAUT LEPAS

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.03/MEN/2009 TENTANG PENANGKAPAN IKAN DAN/ATAU PENGANGKUTAN IKAN DI LAUT LEPAS PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.03/MEN/2009 TENTANG PENANGKAPAN IKAN DAN/ATAU PENGANGKUTAN IKAN DI LAUT LEPAS MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN NOMOR: PER 1274/K/JF/2010 TENTANG

BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN NOMOR: PER 1274/K/JF/2010 TENTANG BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN NOMOR: PER 1274/K/JF/2010 TENTANG PENDIDIKAN, PELATIHAN DAN SERTIFIKASI AUDITOR APARAT PENGAWASAN INTERN

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2007 NOMOR 9 SERI D

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2007 NOMOR 9 SERI D LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2007 NOMOR 9 SERI D PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA NOMOR 2 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA SATUAN POLISI PAMONG PRAJA

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 20 TAHUN 2016 TENTANG PENGENDALIAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN DI ACEH DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR ACEH,

PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 20 TAHUN 2016 TENTANG PENGENDALIAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN DI ACEH DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR ACEH, PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 20 TAHUN 2016 TENTANG PENGENDALIAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN DI ACEH DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR ACEH, Menimbang : a. bahwa hutan dan lahan merupakan sumberdaya

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /PERMEN-KP/2017 TENTANG PENANGANAN TINDAK PIDANA PERIKANAN OLEH PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32/PERMEN-KP/2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR 15/PERMEN-KP/2016 TENTANG KAPAL PENGANGKUT IKAN

Lebih terperinci

BUPATI KEDIRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEDIRI,

BUPATI KEDIRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEDIRI, SALINAN 1 BUPATI KEDIRI PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI KEDIRI NOMOR 23 TAHUN 2015 TENTANG TUGAS BELAJAR DAN IZIN BELAJAR PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN KEDIRI DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2002 TENTANG PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN PENGUSAHAAN PASIR LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2002 TENTANG PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN PENGUSAHAAN PASIR LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN NOMOR 33 TAHUN 2002 TENTANG PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN PENGUSAHAAN PASIR LAUT PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa kegiatan penambangan, pengerukan, pengangkutan, dan perdagangan pasir laut,

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG SATUAN POLISI PAMONG PRAJA KABUPATEN PASURUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG SATUAN POLISI PAMONG PRAJA KABUPATEN PASURUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG SATUAN POLISI PAMONG PRAJA KABUPATEN PASURUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN, Menimbang : a. bahwa Satuan Polisi Pamong

Lebih terperinci

RETREAT ISU STRATEGIS DAN KEGIATAN PRIORITAS PENGAWASAN. Kepala Subbagian Perencanaan dan Penganggaran Ditjen PSDKP

RETREAT ISU STRATEGIS DAN KEGIATAN PRIORITAS PENGAWASAN. Kepala Subbagian Perencanaan dan Penganggaran Ditjen PSDKP RETREAT ISU STRATEGIS DAN KEGIATAN PRIORITAS PENGAWASAN PENGELOLAAN DITJEN PSDKP SDKP TAHUN TA. 2018 2017 Kepala Subbagian Perencanaan dan Penganggaran Ditjen PSDKP OUTLINE 1. 2. 3. 4. ISU STRATEGIS IUU

Lebih terperinci

PENGUATAN KAPASITAS LEMBAGA SIMPAN PINJAM RUKUN LESTARI UNTUK PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MISKIN

PENGUATAN KAPASITAS LEMBAGA SIMPAN PINJAM RUKUN LESTARI UNTUK PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MISKIN 136 PENGUATAN KAPASITAS LEMBAGA SIMPAN PINJAM RUKUN LESTARI UNTUK PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MISKIN (KASUS DI RW 04 DUSUN DAWUKAN DESA SENDANGTIRTO KECAMATAN BERBAH KABUPATEN SLEMAN YOGYAKARTA) DJULI SUGIARTO

Lebih terperinci

MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN WALIKOTA TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS, FUNGSI, DAN TATA KERJA DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN.

MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN WALIKOTA TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS, FUNGSI, DAN TATA KERJA DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN. PERATURAN WALIKOTA PADANG NOMOR 85 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS, FUNGSI, DAN TATA KERJA DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PADANG, Menimbang

Lebih terperinci

TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA,

TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA, SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 18 TAHUN 2014 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka penegakan hukum di

Lebih terperinci

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PURBALINGGA NOMOR 82 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PURBALINGGA NOMOR 82 TAHUN 2016 TENTANG SALINAN BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PURBALINGGA NOMOR 82 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI, SERTA TATA KERJA SATUAN POLISI PAMONG PRAJA KABUPATEN

Lebih terperinci

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotis

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotis BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.88. 2016 KEMENLH-KEHUTANAN. Pengawasan Intern. Penyelenggaraan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.83/MENLHK-SETJEN/2015

Lebih terperinci

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 55 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 55 TAHUN 2016 TENTANG BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 55 TAHUN 2016 TENTANG TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA UNSUR ORGANISASI SATUAN POLISI PAMONG PRAJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CIAMIS,

Lebih terperinci

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 72 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 72 TAHUN 2016 TENTANG BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 72 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA SATUAN POLISI PAMONG PRAJA KABUPATEN SIDOARJO

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 86 TAHUN 1999 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 86 TAHUN 1999 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 86 TAHUN 1999 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa sehubungan dengan perkembangan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 86 TAHUN 1999 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 86 TAHUN 1999 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 86 TAHUN 1999 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa sehubungan dengan perkembangan

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PENGAWASAN SUMBER DAYA KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR 11 /PER-DJPSDKP/2017. TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PENGAWASAN SUMBER DAYA KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR 11 /PER-DJPSDKP/2017. TENTANG PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PENGAWASAN SUMBER DAYA KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR 11 /PER-DJPSDKP/2017. TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENGAWASAN DI KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2005 TENTANG KOMISI KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2005 TENTANG KOMISI KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2005 TENTANG KOMISI KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

ANALISIS KAPASITAS PENANGKAPAN (FISHING CAPACITY) PADA PERIKANAN PURSE SEINE DI KABUPATEN ACEH TIMUR PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM Y U S T O M

ANALISIS KAPASITAS PENANGKAPAN (FISHING CAPACITY) PADA PERIKANAN PURSE SEINE DI KABUPATEN ACEH TIMUR PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM Y U S T O M ANALISIS KAPASITAS PENANGKAPAN (FISHING CAPACITY) PADA PERIKANAN PURSE SEINE DI KABUPATEN ACEH TIMUR PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM Y U S T O M SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009

Lebih terperinci

PROVINSI PAPUA BUPATI MERAUKE PERATURAN DAERAH KABUPATEN MERAUKE NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL

PROVINSI PAPUA BUPATI MERAUKE PERATURAN DAERAH KABUPATEN MERAUKE NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL PROVINSI PAPUA BUPATI MERAUKE PERATURAN DAERAH KABUPATEN MERAUKE NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MERAUKE, Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

BUPATI BANYUMAS PERATURAN BUPATI BANYUMAS NOMOR 23 TAHUN 2010 TENTANG PENJABARAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS PETERNAKAN DAN PERIKANAN KABUPATEN BANYUMAS

BUPATI BANYUMAS PERATURAN BUPATI BANYUMAS NOMOR 23 TAHUN 2010 TENTANG PENJABARAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS PETERNAKAN DAN PERIKANAN KABUPATEN BANYUMAS BUPATI BANYUMAS PERATURAN BUPATI BANYUMAS NOMOR 23 TAHUN 2010 TENTANG PENJABARAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS PETERNAKAN DAN PERIKANAN KABUPATEN BANYUMAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, BUPATI BANYUMAS, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2017 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2017 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2017 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 1999 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UDANG NOMOR 8 TAHUN 1974 TENTANG POKOK-POKOK KEPEGAWAIAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 1999 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UDANG NOMOR 8 TAHUN 1974 TENTANG POKOK-POKOK KEPEGAWAIAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 1999 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UDANG NOMOR 8 TAHUN 1974 TENTANG POKOK-POKOK KEPEGAWAIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

STRATEGI PENGEMBANGAN ARMADA PENANGKAPAN IKAN PELAGIS DI KABUPATEN BELITUNG YEPPI SUDARJA

STRATEGI PENGEMBANGAN ARMADA PENANGKAPAN IKAN PELAGIS DI KABUPATEN BELITUNG YEPPI SUDARJA STRATEGI PENGEMBANGAN ARMADA PENANGKAPAN IKAN PELAGIS DI KABUPATEN BELITUNG YEPPI SUDARJA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 PERNYATAAN MENGENAI TESIS Dengan ini saya menyatakan bahwa

Lebih terperinci

MAKSUD DAN TUJUAN DAPAT DIGUNAKAN SEBAGAI PEDOMAN DALAM RANGKA MEWUJUDKAN PERAN SERTA POKMASWAS DALAM MEMBANTU KEGIATAN PENGAWASAN

MAKSUD DAN TUJUAN DAPAT DIGUNAKAN SEBAGAI PEDOMAN DALAM RANGKA MEWUJUDKAN PERAN SERTA POKMASWAS DALAM MEMBANTU KEGIATAN PENGAWASAN PROSEDUR OPERASIONAL STANDAR (POS) PELAPORAN, PEMANTAUAN, PENGAWASAN DAN PERAN SERTA POKMASWAS TERHADAP TINDAK PIDANA KEJAHATAN DAN PELANGGARAN TOPAN RENYAAN, S.H. MAKSUD DAN TUJUAN DAPAT DIGUNAKAN SEBAGAI

Lebih terperinci

WALIKOTA TANGERANG SELATAN

WALIKOTA TANGERANG SELATAN WALIKOTA TANGERANG SELATAN PERATURAN WALIKOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 23 TAHUN 2010 TENTANG PROSEDUR TETAP OPERASIONAL SATUAN POLISI PAMONG PRAJA KOTA TANGERANG SELATAN WALIKOTA TANGERANG SELATAN, Menimbang

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 7 TAHUN 2005

PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 7 TAHUN 2005 PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 7 TAHUN 2005 TENTANG PELABUHAN PERIKANAN PANTAI (PPP) DI PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA DENGAN

Lebih terperinci

BUPATI BLORA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI BLORA NOMOR 70 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI BLORA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI BLORA NOMOR 70 TAHUN 2016 TENTANG BUPATI BLORA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI BLORA NOMOR 70 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA SATUAN POLISI PAMONG PRAJA KABUPATEN BLORA DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PERATURAN JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR : PER- 022 /A/JA/03/2011 TENTANG PENYELENGGARAAN PENGAWASAN KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR : PER- 022 /A/JA/03/2011 TENTANG PENYELENGGARAAN PENGAWASAN KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA 1 PERATURAN JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR : PER- 022 /A/JA/03/2011 TENTANG PENYELENGGARAAN PENGAWASAN KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. Bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

BUPATI MALANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR 81 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN PENGANGKATAN DAN PEMBERHENTIAN PERANGKAT DESA

BUPATI MALANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR 81 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN PENGANGKATAN DAN PEMBERHENTIAN PERANGKAT DESA 1 BUPATI MALANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR 81 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN PENGANGKATAN DAN PEMBERHENTIAN PERANGKAT DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MALANG, Menimbang

Lebih terperinci

PETUNJUK TEKNIS PENGAWASAN EKOSITEM PERAIRAN

PETUNJUK TEKNIS PENGAWASAN EKOSITEM PERAIRAN PETUNJUK TEKNIS PENGAWASAN EKOSISTEM PERAIRAN KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PENGAWASAN SUMBER DAYA KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR : KEP.58/DJ-PSDKP/2011 TENTANG PENGAWASAN EKOSITEM PERAIRAN DIREKTORAT PENGAWASAN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.307, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN. Kapal Penangkap. Pengangkut. Ikan. Pemantau. PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1/PERMEN-KP/2013

Lebih terperinci

POLICY BRIEF ANALISIS DAN EVALUASI HUKUM DALAM RANGKA PEMBERANTASAN KEGIATAN PERIKANAN LIAR (IUU FISHING)

POLICY BRIEF ANALISIS DAN EVALUASI HUKUM DALAM RANGKA PEMBERANTASAN KEGIATAN PERIKANAN LIAR (IUU FISHING) POLICY BRIEF ANALISIS DAN EVALUASI HUKUM DALAM RANGKA PEMBERANTASAN KEGIATAN PERIKANAN LIAR (IUU FISHING) A. Pendahuluan Wilayah perairan Indonesia yang mencapai 72,5% menjadi tantangan besar bagi TNI

Lebih terperinci

2017, No Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679); M

2017, No Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679); M No.73, 2017 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PEMERINTAH DAERAH. Penyelenggaraan. Pembinaan. Pengawasan. Pencabutan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6041) PERATURAN

Lebih terperinci

2016, No Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Indonesia Nomor 3851); 2. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang

2016, No Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Indonesia Nomor 3851); 2. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang No.1494, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENAG. Pengawasan Internal. Pencabutan. PERATURAN MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2016 TENTANG PENGAWASAN INTERNAL PADA KEMENTERIAN AGAMA

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26/PERMEN-KP/2014 TENTANG RUMPON DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26/PERMEN-KP/2014 TENTANG RUMPON DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26/PERMEN-KP/2014 TENTANG RUMPON DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

ANALISIS PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERIKANAN DENGAN PEMBERDAYAAN EKONOMI MASYARAKAT PESISIR DI KECAMATAN PEMANGKAT KABUPATEN SAMBAS

ANALISIS PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERIKANAN DENGAN PEMBERDAYAAN EKONOMI MASYARAKAT PESISIR DI KECAMATAN PEMANGKAT KABUPATEN SAMBAS ANALISIS PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERIKANAN DENGAN PEMBERDAYAAN EKONOMI MASYARAKAT PESISIR DI KECAMATAN PEMANGKAT KABUPATEN SAMBAS SYARIF IWAN TARUNA ALKADRIE SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

STRATEGI PEMERINTAH KABUPATEN KARAWANG UNTUK MENSINERGIKAN PROGRAM RAKSA DESA ABAS SUDRAJAT

STRATEGI PEMERINTAH KABUPATEN KARAWANG UNTUK MENSINERGIKAN PROGRAM RAKSA DESA ABAS SUDRAJAT STRATEGI PEMERINTAH KABUPATEN KARAWANG UNTUK MENSINERGIKAN PROGRAM RAKSA DESA ABAS SUDRAJAT SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 PERNYATAAN MENGENAI TUGAS AKHIR DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

BUPATI BELITUNG PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG NOMOR 58 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI BELITUNG PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG NOMOR 58 TAHUN 2016 TENTANG SALINAN BUPATI BELITUNG PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG NOMOR 58 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI, SERTA TATA KERJA SATUAN POLISI PAMONG PRAJA

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 42 TAHUN : 2004 SERI : E PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 5 TAHUN 2004 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 42 TAHUN : 2004 SERI : E PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 5 TAHUN 2004 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 42 TAHUN : 2004 SERI : E PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 5 TAHUN 2004 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang : a. WALIKOTA

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Dasar Sistem

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Dasar Sistem 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Dasar Sistem Istilah sistem berasal dari bahasa Yunani systema yang mempunyai berbagai pengertian. Sistem adalah suatu keseluruhan yang tersusun dari sekian banyak bagian

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR: KEP. 30/MEN/2004 TENTANG PEMASANGAN DAN PEMANFAATAN RUMPON

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR: KEP. 30/MEN/2004 TENTANG PEMASANGAN DAN PEMANFAATAN RUMPON KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR: KEP. 30/MEN/2004 TENTANG PEMASANGAN DAN PEMANFAATAN RUMPON MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN, Menimbang : a. bahwa dengan semakin meningkat dan berkembangnya

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki potensi kelautan dan perikanan yang sangat besar. Secara fisik potensi tersebut berupa perairan nasional seluas 3,1 juta km 2, ZEEI (Zona Ekonomi Eksklusif

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG KEIMIGRASIAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG KEIMIGRASIAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG KEIMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2002 TENTANG PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN PENGUSAHAAN PASIR LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2002 TENTANG PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN PENGUSAHAAN PASIR LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2002 TENTANG PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN PENGUSAHAAN PASIR LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa kegiatan penambangan, pengerukan,

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.737, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENHUB. Pengawasan. Pelaksanaan. Tata Cara Tetap. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 91 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA TETAP

Lebih terperinci

QANUN KABUPATEN ACEH BARAT DAYA NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG IZIN USAHA PERIKANAN BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA

QANUN KABUPATEN ACEH BARAT DAYA NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG IZIN USAHA PERIKANAN BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA S AP EUE KHE UEN SA HO U L ANG KA H QANUN KABUPATEN ACEH BARAT DAYA NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG IZIN USAHA PERIKANAN BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA BUPATI ACEH BARAT DAYA,

Lebih terperinci

PENINGKATAN PENGELOLAAN PANGKALAN PENDARATAN IKAN PANGANDARAN DAN WISATA PANTAI DALAM MENINGKATKAN KESEJAHTERAAN NELAYAN DEDE HERMAWAN

PENINGKATAN PENGELOLAAN PANGKALAN PENDARATAN IKAN PANGANDARAN DAN WISATA PANTAI DALAM MENINGKATKAN KESEJAHTERAAN NELAYAN DEDE HERMAWAN PENINGKATAN PENGELOLAAN PANGKALAN PENDARATAN IKAN PANGANDARAN DAN WISATA PANTAI DALAM MENINGKATKAN KESEJAHTERAAN NELAYAN DEDE HERMAWAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.68, 2013 HUKUM. Keimigrasian. Administrasi. Pelaksanaan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5409) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2005 TENTANG KOMISI KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2005 TENTANG KOMISI KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2005 TENTANG KOMISI KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 69 TAHUN 2016 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA DINAS PERHUBUNGAN PROVINSI JAWA TENGAH

PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 69 TAHUN 2016 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA DINAS PERHUBUNGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 69 TAHUN 2016 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA DINAS PERHUBUNGAN PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.04/MEN/2011 TENTANG PEDOMAN PENGAWASAN INTERN LINGKUP KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan yang sangat luas terdiri dari

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan yang sangat luas terdiri dari I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang sangat luas terdiri dari beberapa pulau besar antara lain Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Jawa, Nusa Tenggara, Maluku dan Papua.

Lebih terperinci