BAB I PENDAHULUAN. kendala-kendala dikarenakan oleh dorongan-dorongan yang disebabkan oleh suatu

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. kendala-kendala dikarenakan oleh dorongan-dorongan yang disebabkan oleh suatu"

Transkripsi

1 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ketenangan dan kerukunan dalam kehidupan merupakan keinginan yang mendasar bagi setiap manusia. Namun keinginan tersebut banyak menghadapi kendala-kendala dikarenakan oleh dorongan-dorongan yang disebabkan oleh suatu keadaan dan situasi lingkungan hidup dan sosial bahkan adanya dorongandorongan nativistik yang secara naluriah dari dalam diri manusia yang membawa manusia itu sendiri ke dalam suatu keadaan yang berkebalikan dengan keinginan tersebut yang dikenal dengan sebutan konflik. Konflik merupakan suatu proses yang wajib dihadapi dan dilalui oleh setiap manusia terutama pada masyarakat yang memiliki tingkat kemajemukan yang tinggi. Hal tersebut disampaikan oleh Aman Saputra (2009:4) 1, menyakan bahwa masyarakat Indonesia, yang memiliki kemajemukan budaya, suku bangsa, adat istiadat, secara tidak langsung sesungguhnya mengandung unsurunsur kemajemukan konflik yang relatif tinggi pula. Betapa tidak, perbedaanperbedaan dan kepentingan yang terkandung dalam kondisi suatu masyarakat yang majemuk, tentu sangat bervariasi. Artinya, masyarakat kita sejak dari awal terbentuknya sebenarnya sudah kaya dengan unsur-unsur konflik. Variasi konflik ini menjadi semakin berkembang bersamaan dengan perkembangan kultur politik dan ideologi yang semakin marak akhir-akhir ini. 1 Studi Kasus Penyelesaian Konflik Kewenangan Laut. Diakses dari images/doc/isbn pdf. Diakses pada 05/10/2012 Pukul 22:16.

2 2 Hal tersebut dalam konteks yang umum disebabkan oleh konsekuensi manusia sebagai makhluk sosial yang selalu berinteraksi, berbagi, menuntut sesuatu antar sesama. Konsekuensi lain dari makhluk sosial ini adalah mereka harus hidup secara berkelompok, walaupun demikian tidak akan serta merta melupakan tujuan dan keinginan mereka secara individu sehingga di dalam sebuah bingkai kelompok pun manusia akan tetap menghadapi suatu konflik antar sesama dan bisa saja melibatkan kelompok kecil dalam kelompok besar. Gambaran tersebut sesungguhnya merupakan sebuah kenyataan yang benar-benar terjadi seperti dalam kasus konflik yang menimpa komunitas warga Desa Ketara. Desa Ketara merupakan sebuah Desa yang terdapat di Kabupaten Lombok Tengah Provinsi Nusa Tenggara Barat. Walaupun secara statistik daerah Lombok Tengah menduduki posisi ke dua dalam kuantitas terjadinya konflik setelah Lombok Barat 2, namun perhatian masyarakat banyak tertuju kepada daerah tersebut akibat keberadaan Desa Ketara yang dikenal oleh masyarakat Lombok sebagai daerah yang sering bertikai, akibatnya masyarakat mempunyai stereotip atau budaya yang khusus yakni masyarakat Desa ini sebagai masyarakat yang berkarakter keras. Hal tersebut kemudian mempengaruhi tindakan dan reaksi masyarakat apabila berkaitan dengan Desa Ketara. Konflik internal terakhir yang menimpa warga Desa Ketara terjadi antara warga Dusun Bagik Dewa (Lauk Rurung) dan Dayen Rurung, tercatat telah terjadi 4 kali pertikaian antar warga kedua dusun tersebut dari kurun waktu antara tahun 2007 sampai pada tahun Kasus pertama pada tahun 2007 terjadi ketika pembangunan Bandara 2 Data Konflik Kab/Kota Se-NTB Bakesbangpoldagri Dan Kominda Provinsi NTB Tahun 2012.

3 3 Internasional Lombok (BIL) digulirkan oleh Pemerintah Provinsi NTB, pembangunan tersebut mengalami penolakan dari masyarakat lingkar bandara terkait pembebasan lahan, atas dasar prakarsa tokoh masyarakat Ketara maka terbentuklah tim 11 yang membantu Pemerintah Daerah dalam pembebasan lahan tersebut. Seiring berjalannya waktu, tim tersebut mengalami perpecahan antara kelompok H. Abdul Haq dengan Lalu Askan yang berakhir dengan terbunuhnya H. Abdul Haq oleh Lalu Askan. Pristiwa ke-dua terjadi pada bulan Mei 2009, berawal dari permasalahan kecil antar pemuda antar dusun kemudian menjadi meluas dengan keterlibatan orang tua dan masyarakat kedua dusun. Pristiwa terakhir terjadi pada bulan september 2009, berawal dari cekcok dua anggota masyarakat yang berujung penganiyaan mengakibatkan kedua kelompok masyarakat dusun tersebut kembali bertikai. Pertikaian-pertikaian tersebut tidak hanya menyebabkan kerugian pada masyarakat secara materi saja, namun juga kerugian hilangnya nyawa dari masing-masing pihak yang bertikai, tercatat sebanyak 7 orang yang kehilangan nyawa dalam pertikaian-pertikaian tersebut. Masyarakat Ketara merupakan masyarakat yang hidup dalam suatu kelompok Desa yang secara wilayah maupun administratif berada di bawah naungan pemerintah kabupaten Lombok Tengah. Sebagai suatu kelompok yang besar dengan konflik-konflik yang ada di dalamnya, tentunya hal tersebut tidak lagi merupakan kewajiban mereka sendiri untuk menyelesaikannya namun juga merupakan kewajiban pemerintah daerah kabupaten Lombok Tengah sebagai pihak yang memiliki tanggungjawab atas peran-perannya sebagai pemerintah daerah. Semenjak diberlakukannya Undang-undang otonomi daerah No. 32 Tahun

4 secara tidak langsung pada dasarnya telah memberikan kewajiban dan kewenangan mengurusi konflik-konflik yang terjadi di daerahnya. Oleh karena itu, tidak ada suatu alasan bagi pemerintah daerah untuk lepas tangan dalam permasalahan-permasalahan yang ada menyangkut masyarakat yang dipimpinnya. Atas dasar inilah pemerintah daerah kabupaten Lombok Tengah menaruh perhatian terhadap kondisi tersebut terlebih Desa Ketara memiliki posisi yang strategis terhadap obyek-obyek vital dan pusat pariwisata di daerah Lombok Tengah. Salah satu bentuk perhatian Pemerintah Daerah Lombok Tengah terhadap masyarakat adalah melakukan upaya manajemen konflik sesuai tugas pokok, dalam kaitan dengan itu, tulisan ini dimaksudkan untuk mengkaji bagaimana manajemen terhadap konflik yang dilakukan oleh pemerintah daerah kabupaten Lombok Tengah khususnya di Desa Katare Permasalahan Penelitian Ketara sebagai masyarakat yang memiliki posisi dan kedudukan yang penting di kawasan kecamatan pujut turut memberi andil terhadap dinamika dan kondisi sosial yang ada terutama dalam terciptanya kondisi yang aman dan kondusif bagi daerah tersebut terlebih keberhasilan pembangunan Bandara Internasional Lombok (BIL) turut juga dipengaruhi oleh peran serta masyarakat Ketara. Dengan kata lain keberlangsungan kondisi yang kondusif bagi pembangunan di sekitar bandara dipengaruhi oleh kondisi masyarakat Ketara sendiri. Konflik yang terjadi di dalam internal Desa Ketara sendiri telah terjadi berkali-kali dan hal tersebut memberikan sebuah pertanyaan bagaimana sebenarnya Pemerintah Daerah Kabupaten Lombok Tengah yang memiliki hak

5 5 dan kewajiban untuk mengatasi permasalahan sosial tersebut selama ini dilakukan. Oleh karena itu, yang menjadi fokus penelitian ini adalah bagaimana Pemerintah Kabupaten Lombok Tengah mengelola konflik sosial yang menimpa masyarakat Desa Ketara Landasan Teori Pengertian Konflik Aman Saputra (2009:1) 3, Konflik timbul karena adanya ketidaksesuaian dalam hal proses-proses sebagai sosial. suatu Secara kondisi teoretik yang sering didefinisikan sebagai suatu kondisi yang menunjukkan adanya pertentangan antara dua pihak atau lebih yang saling berbeda pandangan/kepentingan. Konflik juga merupakan suatu bentuk perjuangan untuk memperoleh hal-hal yang langka seperti: nilai, status, kekuasaan, otoritas, dan sebagainya, dimana tujuan dari mereka yang berkonflik itu tidak hanya untuk memperoleh keuntungan tetapi juga untuk menundukkan saingannya. Selain itu ada juga yang menganggap bahwa konflik timbul karena adanya ketidak sesuaian dalam hal proses-proses sosial. Konflik pada dasarnya tidak hanya bersifat negatif semata, namun juga dapat bersifat positif jika konflik tersebut memberikan manfaat bagi masingmasing kelompok yang terlibat seperti terbangunnya persatuan kelompok, kedekatan emosional antar individu dalam kelompok dan sebagainya. Konflik positif tersebut juga dapat dilihat apabila dalam proses penyelesaiannya dapat terlaksana dengan baik. Namun hal tersebut juga harus dibarengi dengan upaya 3 Studi Kasus Penyelesaian Konflik Kewenangan Laut. Diakses dari Diakses pada 05/10/2012 Pada Pukul 22:16.

6 6 pengelolaan yang baik pula dari pihak ke-3 atau dari masing-masing pihak yang berkonflik tersebut. Oleh karena itu, salah satu hal yang terpenting dalam mewujudkan pengelolaan konflik yang baik harus didahului dengan tindakan assessment atau analisa terhadap situasi konflik yang terjadi agar terkumpul suatu informasi lengkap dan mendasar yang dapat berguna dalam proses penyelesaian sampai mempertahankan kondisi damai. Analisis konflik adalah suatu proses praktis untuk mengkaji dan memahami kenyataan konflik dari berbagai sudut pandang (memerlukan pengalaman pribadi dan keterlibatan emosi yang kuat). Analisis konflik bukan pekerjaan sekali selesai, namun harus dilakukan terus menerus seiring dengan perkembangan situasi. Manfaat analisis konflik adalah untuk memahami latar belakang dan sejarah konflik, mengidentifikasi posisi dan hubungan pihak-pihak yang terlibat termasuk faktor-faktor dan kecenderungan-kecenderungan yang mendasari konflik Penyebab Konflik Terdapat beberapa teori-teori yang menjelaskan berbagai penyebab konflik antara lain 4 : 1. Teori Hubungan Masyarakat Teori ini beranggapan bahwa konflik disebabkan oleh polarisasi yang terus terjadi, ketidakpercayaan dan permusuhan diantara kelompok yang berbedabeda dalam suatu masyarakat. Sasaran yang ingin dicapai teori ini adalah : (1) 4 Simon Fisher et.al, Working With Conflict : Skills & Strategies For Action, Zed Books Ltd., New York, 2000, hlm. 8.

7 7 Meningkatkan komunikasi dan saling pengertian antara kelompok-kelompok yang mengalami konflik, dan (2) Mengusahakan toleransi dan agar masyarakat lebih terbiasa saling menerima keragaman yang ada di dalamnya. 2. Teori Negosiasi Prinsip Teori ini beranggapan bahwa konflik disebabkan oleh posisi-posisi yang tidak selaras, dan perbedaan pandangan tentang konflik oleh pihak-pihak yang mengalami konflik. Sasaran yang ingin dicapai teori ini adalah : (1) Membantu pihak-pihak yang mengalami konflik untuk memisahkan perasaan pribadi dengan berbagai masalah dan isu, dan memampukan mereka untuk melakukan negosiasi berdasar kepentingan-kepentingan mereka daripada posisi tertentu yang sudah tetap, serta (2) Melancarkan proses pencapaian kesepakat-an yang menguntungkan kedua belah pihak atau semua pihak. 3. Teori Kebutuhan Manusia Teori ini berasumsi bahwa konflik yang berakar dalam masyarakat disebabkan oleh kebutuhan dasar manusia (fisik, mental dan sosial) yang tidak terpenuhi atau dihalangi. Keamanan, identitas, pengakuan, partisipasi dan otonomi sering merupakan inti dari pembicaraan. Sasaran yang ingin dicapai teori ini adalah : (1) Membantu pihak-pihak yang mengalami konflik untuk mengidentifikasi dan mengupayakan bersama kebutuhan mereka yang tidak terpenuhi dan menghasilkan pilihan-pilihan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan itu, serta (2) Agar pihak-pihak yang mengalami konflik mencapai kesepakatan untuk memenuhi kebutuhan dasar semua pihak.

8 8 4. Teori Identitas Teori ini memiliki asumsi bahwa konflik disebabkan karena identitas yang terancam, yang sering berakar pada hilangnya sesuatu atau penderitaan di masa lalu yang tidak terselesaikan. Sasaran yang ingin dicapai teori ini adalah : (1) Melalui fasilitasi lokakarya dan dialog antara pihak-pihak yang mengalami konflik, mereka diharapkan dapat meng-identifikasi ancaman-ancaman dan ketakutan yang mereka rasakan masing-masing dan untuk mem-bangun empati dan rekonsiliasi di antara mereka, serta (2) Meraih kesepakatan bersama yang mengakui kebutuhan identitas pokok semua pihak. 5. Teori Kesalahpahaman Antar Budaya Teori ini berasumsi bahwa konflik disebabkan oleh ketidakcocokkan dalam cara-cara komunikasi di antara berbagai budaya yang berbeda. Sasaran yang ingin dicapai teori ini adalah : (1) Menambah pengetahuan pihak-pihak yang mengalami konflik mengenai budaya pihak lain, (2) Mengurangi stereotip negative yang mereka miliki tentang pihak lain, dan (3) Meningkatkan keefektifan komunikasi antar budaya. 6. Teori Transformasi Konflik Teori ini beranggapan bahwa konflik disebabkan oleh masalah-masalah ketidaksetaraan dan ketidak adilan yang muncul sebagai masalah-masalah sosial, budaya dan ekonomi. Sasaran yang ingin dicapai teori ini adalah : (1) Mengubah berbagai struktur dan kerangka kerja yang menyebabkan ketidaksetaraan dan ketidakadilan, terma-suk kesenjangan ekonomi, (2)

9 9 Meningkatkan jalinan hubungan dan sikap jangka panjang di antara pihakpihak yang mengalami konflik, serta (3) Mengembangkan berbagai proses dan sistem untuk mempromosikan pemberdayaan, keadilan, perdamaian, pengampunan, rekonsiliasi, pengakuan Isu-isu Kritis dalam Konflik Beberapa isu kritis (faktor penyebab) berkenaan dengan konflik menurut Fisher (2000) 5 adalah sebagai berikut : 1. Kekuasaan Kekuasaan yang dimaksud disini adalah kekuatan, legitimasi, otoritas atau kemampuan memaksa pihak lain. Dalam suatu konflik, seringkali akar masalahnya berpusat pada usaha untuk memperoleh kekuasaan yang lebih besar, atau kekhawatiran kehilangan kekuasaan. Pihak yang berkonflik sering merasa bahwa mereka tidak memiliki kekuasaan untuk melakukan perubahan atau perdamaian. Beberapa situasi dapat dipengaruhi oleh kekuasaan yang bersumber dari adanya otoritas, akses ke sumberdaya, jaringan kerja, kemampuan/keahlian, informasi serta sumber yang disebabkan kepribadian seseorang. 2. Budaya Budaya sangat menentukan cara orang berpikir dan bertindak. Masyarakat dimanapun menghormati budayanya sendiri dan sering mempertahankannya dalam menghadapi pengaruh-pengaruh dari luar. Budaya yang dimaksud adalah suatu kebiasaan dan nilai-nilai tertentu yang diakui secara umum oleh 5 Simon Fisher et.al.. Working With Conflict : Skills & Strategies For Action, Zed Books Ltd., New York, 2000, hlm.37.

10 10 suatu masyarakat yang tinggal di suatu tempat tertentu. Budaya itu sendiri merupakan produk kolektif yang menghasilkan suatu ukuran dan rangkaian tindakan yang dipakai sebagai acuan untuk menilai tindakan orang lain. Budaya ini sering muncul sebagai faktor yang berpengaruh terhadap konflik. 3. Identitas Identitas dalam kaitannya dengan situasi konflik memiliki banyak dimensi. Rasa identitas seseorang dapat cepat berubah sebagai respons terhadap ancaman, baik yang nyata atau yang dirasakan. Sesungguhnya suatu hal yang penting dari seseorang untuk memiliki rasa percaya terhadap siapa dirinya (memilih identitasnya sendiri), sehingga orang lain tidak dapat memaksakan suatu identitas tertentu pada dirinya. Konflik sering terjadi akibat tidak diakuinya atau dipaksakannya suatu identitas tertentu pada seseorang/sekelompok orang atau adanya prasangka (stereotip) yang tidak akurat. 4. Gender Gender yang dimaksud disini adalah perbedaan pria dan wanita yang dikonstruksi secara sosial. Pria dan wanita memiliki peran sosial, sumber kekuasaan dan pengaruh yang berbeda. Akibat perbedaan peran dan tanggung jawab ini, pria dan wanita dapat memiliki perspektif yang berbeda dan mungkin kepentingan yang bersaing. Implikasi perbedaan ini dalam analisis konflik, penilaian mengenai dampak konflik kekerasan, dalam melakukan identifikasi strategi yang sesuai bagi tindakan, dan kemungkinan kelompok

11 11 atau pelaku untuk bekerja sama menyelesaikan konflik, serta mengurangi efek yang timbul karena kekerasan. 5. Hak Hak merupakan dimensi konflik sosial dan politik yang vital. Pelanggaran hak dan perjuangan untuk menghapuskan pelanggaran ini merupakan dasar dari beberapa konflik kekerasan Manajemen Konflik Manajemen konflik adalah mengatur, membimbing dan memimpin semua orang yang menjadi bawahannya agar usaha yang sedang dikerjakan dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Menurut G.R. Terry 6, manajemen diartikan sebagai proses yang khas yang terdiri atas perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengawasan yang dilakukan untuk menentukan dan usaha mencapai sasaran-sasaran dengan memanfaatkan sumber daya manusia dan sumber daya lainnya. Penjelasan tersebut senada dengan James A. F. Stoner 7 yang mengartikan manajemen sebagai proses perencanaan, pengorganisasian, kepemimpinan, dan pengawasan upaya (usaha-usaha) anggota organisasi dan menggunakan semua sumber daya organisasi untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dalam melakukan suatu manajemen terdapat beberapa pedoman kerja yang bersifat pokok dan tidak boleh diabaikan oleh setiap unsur yang melakukan suatu proses manajemen. Pendoman-pedoman tersebut antara lain sebagai berikut. 6 George R Terry, Principles Of Management, McGraw-Hill Publishing Ltd., New Delhi, 2008, hlm James A.F. Stoner, Management, Prentice/Hall International Inc., New York, 1982, hlm. 8.

12 12 1. Pembagian kerja yang berimbang. Dalam membagi-bagikan tugas dan jenisnya kepada semua kerabat kerja, seorang manajer hendaknya bersifat adil, yaitu harus bersikap sama baik dan memberikan beban kerja yang berimbang. 2. Pemberian kewenangan dan rasa tanggung jawab yang tegas dan jelas. Setiap kerabat kerja atau karyawan hendaknya diberi wewenang sepenuhnya untuk melaksanakan tugasnya dengan baik dan mempertanggung jawabkannya kepada atasan secara langsung. 3. Disiplin. Disiplin adalah kesedian untuk melakukan usaha atau kegiatan nyata (bekerja sesuai dengan jenis pekerjaan yang menjadi tugas dan tanggung jawabnya) berdasarkan rencana, peraturan dan waktu (waktu kerja) yang telah ditetapkan. 4. Kesatuan perintah. Setiap karyawan atau kerabat kerja hendaknya hanya menerima satu jenis perintah dari seorang atasan langsung (mandor/kepala seksi/kepala bagian), bukan dari beberapa orang yang sama-sama merasa menjadi atasan para karyawan/kerabat kerja tersebut. 5. Kesatuan arah. Kegiatan hendaknya mempunyai tujuan yang sama dan dipimpin oleh seorang atasan langsung serta didasarkan pada rencana kerja yang sama (satu tujuan, satu rencana, dan satu pimpinan). Menurut Ross (1993) 8, manajemen konflik merupakan langkah-langkah yang diambil para pelaku atau pihak ke-tiga dalam rangka mengarahkan perselisihan ke arah hasil tertentu yang mungkin atau tidak mungkin menghasilkan 8 Marc Howard Ross, The Management Of Conflict: Interpretations And Interests In Comparative Perspective, Yale University Press., New Heaven, 1993, hlm.7.

13 13 suatu akhir berupa penyelesaian konflik. Di samping itu, mungkin atau tidak mungkin dapat menghasilkan ketenangan, hal positif, kreatif, bermufakat atau agresif. Manajemen konflik merupakan serangkaian aksi dan reaksi antara pelaku maupun pihak luar dalam suatu konflik. Manajemen konflik termasuk dalam suatu pendekatan yang berorientasi pada proses yang mengarahkan pada bentuk komunikasi (termasuk tingkah laku) dari pelaku maupun pihak luar dan bagaimana mereka mempengaruhi kepentingan (interest) dan interpretasi. Bagi pihak luar (di luar yang berkonflik) sebagai pihak ke-tiga, diperlukan adalah informasi yang akurat tentang situasi konflik. Hal ini karena komunikasi afaktif diantara pelaku dapat terjadi jika ada kepercayaan terhadap pihak ke-tiga. Pengertian manajemen konflik bisa diartikan sebagai pendekatan manajemen konflik dalam menyikapi berbagai masalah yang timbul di kalangan anak asuh. Hal ini dimaksudkan agar setiap anak dapat berfikir cerdas tentang aspek positif dan negatif dari setiap tingkah laku mereka. Tidak hanya itu, dengan adanya pendekatan manajemen konflik, diharapkan setiap anak bisa lebih mudah berinteraksi antar sesama teman, sehingga tidak ada lagi perpecahan dan kelompok-kelompok kecil di antara mereka. Sementara itu, Lewis A. Coser (1977) 9 menyatakan bahwa konflik mempunyai dua sifat yaitu realistik dan non realistik. Konflik realistik adalah konflik yang memiliki sasaran yang jelas karena masing-masing pihak bersifat antagonis. Konflik tersebut dikatakan memiliki sasaran yang jelas dikarenakan 9 Lewis A.Coser, Master of Sociological Thought, 2nd ed., Harcourt Brace Jovanovich, Inc., New York, 1977, hlm.197.

14 14 memiliki arah, sasaran yang menjadi sumber konflik tersebut mudah diamati dan dirasakan seperti perlawanan buruh terahadap pemilik modal atau manajemen yang menentukan nasib buruh. Sedangkan konflik non realistik adalah konflik yang tidak jelas sasarannya karena sering kali merupakan hasil kekecewaan dan kerugian sebagai pengganti antagonisme realistik yang tidak terungkapkan, sebagai contoh pencarian kambing hitam dalam suatu pertentangan antar dua kelompok sebagai akibat pihak-pihak yang terlibat tidak mengungkapkan sasarannya secara realistik. Oleh karena itu, suatu konflik yang terjadi memiliki kekompleksan dan kerumitan tersendiri serta memrlukan suatu tindakan yang terstruktur dan bertujuan jelas yang tertuang dalam suatu manajemen konflik yang tentunya bertujuan untuk mengarahkan konflik dan kekerasan itu sendiri ke arah suatu kondisi yang lebih terkendali. Fisher (2000) 10 menyatakan bahwa ada beberapa upaya yang dapat dilakukan dalam usaha mengendalikan konflik dalam upaya membangun manajemen konflik. Upaya-upaya tersebut antara lain : 1. Pencegahan konflik, yaitu suatu upaya yang bertujuan untuk mencegah timbulnya konflik yang lebih keras. 2. Pengelolaan konflik, yaitu suatu usaha yang bertujuan untuk membatasi dan menghindari kekerasan dengan mendorong perubahan perilaku yang positif bagi pihak-pihak yang terlibat. 10 Simon Fisher et.al., Working With Conflict : Skills & Strategies For Action, Zed Book Ltd., New York, 2000, hlm.7.

15 15 3. Resolusi konflik, yaitu suatu bentuk usaha untuk menangani sebab-sebab konflik dan berusaha membangunhubungan baru dan bisa bertahan lama di antara kelompok-kelompok yang bermusuhan. 4. Transformasi konflik, yaitu suatu upaya yang dilakukan untuk mengatasi sumber-sumber konflik sosial dan politik yang lebih luas dan berusaha mengubah kekuatan negatif dan peprangan menjadi kekuatan sosial dan politik yang positif. Sehubungan itu, bentuk pengendalian yang dapat diupayakan dalam sebuah konflik adalah : 1. Konsiliasi, yaitu bentuk pengendalian yang melibatkan lembaga-lembaga tertentu memungkinkan terjadinya diskusi, pengambilan keputusan diantara pihak yang berkonflik tentang persoalan yang mereka pertentangkan. Lembaga seperti ini paling tidak harus memenuhi syarat seperti: a. Bersifat otonom. b. Bersifat monopolistis. c. Mampu mengikat kelompok-kelompok yang berkonflik. d. Bersifat demokratis. Umumnya keempat syarat di atas didahului dengan adanya prasyarat yakni menyadari akan adanya situasi konflik diantara mereka dan mematuhi aturan permainan tertentu. 2. Mediasi, Pengendalian konflik yang lain adalah mediasi (mediation), yaitu dengan cara masing-masing pihak yang berkonflik bersama-sama bersepakat untuk menunjuk pihak ketiga yang akan memberikan nasihat-nasihat tentang

16 16 jalan keluar yang harus mereka tempuh untuk menyelesaikan konflik. Masingmasing pihak bebas untuk menerima atau menolak keputusan mediator. 3. Arbitrase, cara ini dapat dilakukan jika masing-masing pihak yang berkonflik menerima atau terpaksa menerima hadirnya pihak ketiga yang akan memberikan keputusan tertentu untuk menyelesaikan konflik. Dengan sistem perwasitan ini maka ada keharusan keduanya menerima keputusan wasit yang telah disepakati Pemerintah Kabupaten Pemerintah daerah yang terdiri atas Bupati dan Perangkat Daerah, yang meliputi Sekretariat Daerah, Dinas Daerah, Lembaga Teknis Daerah, Kecamatan, dan Kelurahan. Kepala daerah dibantu oleh satu orang wakil kepala daerah, untuk kabupaten disebut wakil bupati. Kepala dan wakil kepala daerah memiliki tugas, wewenang dan kewajiban serta larangan. Kepala daerah juga mempunyai kewajiban untuk memberikan laporan penyelenggaraan pemerintahan daerah kepada Pemerintah, dan memberikan laporan keterangan pertanggungjawaban kepada DPRD, serta menginformasikan laporan penyelenggaraan pemerintahan daerah kepada masyarakat. Sekretaris Daerah Kabupaten diangkat dan diberhentikan oleh Gubernur atas usul Bupati sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Sekretaris Daerah karena kedudukannya sebagai pembina pengawai negeri sipil di daerahnya. Sekretariat DPRD dipimpin oleh sekretaris DPRD. Sekretaris DPRD Provinsi diangkat dan diberhentikan oleh Gubernur dengan persetujuan DPRD

17 17 Provinsi. Sekretaris DPRD Kabupaten diangkat dan diberhentikan oleh Bupati/Walikota dengan persetujuan DPRD Kabupaten. Dinas daerah merupakan unsur pelaksana otonomi daerah. Dinas daerah dipimpin oleh kepala dinas yang diangkat dan diberhentikan oleh kepala daerah dari pegawai negeri sipil yang memenuhi syarat atas usul Sekretaris Daerah. Lembaga Teknis Daerah merupakan unsur pendukung tugas kepala daerah dalam penyusunan dan pelaksanaan kebijakan daerah yang bersifat spesifik berbentuk badan, kantor, atau rumah sakit umum daerah. Badan, kantor atau rumah sakit umum daerah sebagaimana di maksud dipimpin oleh kepala badan, kepala kantor, atau kepala rumah sakit umum daerah yang diangkat oleh kepala daerah dari pegawai negeri sipil yang memenuhi syarat atas usul sekretaris daerah. Kecamatan dibentuk di wilayah Kabupaten dengan Perda Kabupaten yang berpedoman pada Peraturan Pemerintah. Kecamatan dipimpin oleh seorang camat yang dalam pelaksanaan tugasnya memperoleh pelimpahan sebagian wewenang bupati atau walikota untuk menangani sebagian urusan otonomi daerah. Camat diangkat oleh Bupati atas usul sekretaris daerah kabupaten dari pegawai negeri sipil yang menguasai pengetahuan teknis pemerintahan dan memenuhi persyaratan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Kelurahan dibentuk di wilayah kecamatan dengan Perda Kabupaten/Kota yang berpedoman pada Peraturan Pemerintah. Kelurahan dipimpin oleh seorang lurah yang dalam pelaksanaan tugasnya memperoleh pelimpahan dari Bupati/Walikota. Lurah diangkat oleh Bupati/Walikota atas usul Camat dari

18 18 pegawai negeri sipil yang menguasai pengetahuan teknis pemerintahan dan memenuhi persyaratan sesuai dengan peraturan perundang-undangan Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menggambarkan sejauh mana penanganan konflik yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Lombok Tengah dalam konflik internal di Desa Ketara, Pujut, Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Memberikan gambaran tentang usaha-usaha penanganan konflik oleh Pemerintah Kabupaten Lombok Tengah. 2. Memberikan masukan kepada pihak-pihak ke-tiga yang menjadi agen penanganan konflik tentang hal-hal yang harus diperhatikan dalam mengelola suatu konflik sosial Metode Penelitian Desain Penelitian Dalam penelitian ini Penulis menggunakan metode kualitatif deskriptif. Menurut Maman 11 penelitian deskriptif berusaha menggambarkan suatu gejala sosial. Dengan kata lain penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan sifat sesuatu yang tengah berlangsung pada saat studi. Metode kualitatif ini memberikan informasi yang mutakhir sehingga bermanfaat bagi perkembangan 11 Maman Kh. U., Menggabungkan Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif, IPB Bogor Bogor, 2002, hlm. 3.

19 19 ilmu pengetahuan serta lebih banyak dapat diterapkan pada berbagai. Dengan demikian dalam penelitian ini Penulis lebih memfokuskan pada studi kasus yang berkaitan dengan manajemen konflik yang dilakukan oleh Pemerintah Lombok Tengah dalam penanganan konflik di Desa Katare Metode Pengumpulan Data Dalam penelitian Penulis menggunakan 3 cara untuk mengumpulkan data yaitu studi lapangan, studi literatur dan wawancara dengan para narasumber. Adapun narasaumber tersebut berjumlah 6 orang yaitu Bapak Tajir Saroni dan H. Lalu M. Rifai (tokoh masyarakat Desa Ketara), M. Sobri, S.Sos (Bakesbangpol dan Linmas Lombok Tengah), Mulyadi (Staff Pemerintahan Kabupaten Lombok Tengah), Made Pertama, S.H. (Kepala Unit III Reskrim Polres Lombok Tengah), dan H. M. Natsir (Peneliti Universitas Mataram). Sementara itu, studi literatur digunakan untuk mengkaji literatur-literatur yang berkaitan dengan topik penelitian. Selanjutnya Penulis melakukan studi lapangan untuk mengumpulkan data-data yang terkait langsung dengan lokasi konflik beserta masyarakat yang terdapat di dalamnya. Cara terakhir adalah dengan mewawancarai langsung pihakpihak yang terlibat dalam konflik termasuk pihak-pihak luar yang terlibat langsung maupun tidak langsung terhadap penanganan konflik.

20 Sumber Data Menurut Lofland dan Lofland (1984:47) sebagaimana yang dikutip oleh Lexi J. Moleong 12 bahwa sumber data utama dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata dan tindakan selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain. Dimana data hasil penelitian didapatkan melalui dua sumber data, yaitu: a. Sumber data primer adalah sejumlah keterangan atau fakta yang diperoleh diperoleh melalui wawancara dengan informan dan pengamatan langsung di lapangan. b. Sumber data sekundernya adalah keterangan atau fakta yang secara tidak langsung diperoleh melalui berbagai dokumen, peraturan perundang-undangan, arsip, informasi dari internet, berita surat kabar dan sumber pustaka yang ada relevansinya dengan fokus penelitian Teknik Pengolahan Data Teknik pengumpulan dilakukan dengan beberapa langkah sebagai berikut: a. Pengumpulan informasi, melalui wawancara, kuisioner maupun observasi langsung. b. Reduksi. Langkah ini adalah untuk memilih informasi mana yang sesuai dan tidak sesuai dengan masalah penelitian. c. Penyajian. Setelah informasi dipilih maka disajikan bisa dalam bentuk tabel, ataupun uraian penjelasan. d. Tahap akhir, adalah menarik kesimpulan. (Miles dan Huberman, 1992: 18) 12 Lexy Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung, 2002, hlm. 157.

21 Fokus dan Lokasi Penelitian Penelitian ini difokuskan kepada bagaimana sebenarnya upaya yang dilakukan Pemerintah Daerah Kabupaten Lombok Tengah dalam menyelesaikan konflik sosial di daerahnya meliputi langkah dan proses penyelesaian konflik sosial itu sendiri dan pada kasus ini seperti konflik sosial yang menimpa internal masyarakat Desa Ketara yakni masyarakat Dusun Bagik Dewa (Lauk Rurung) dan Dusun Bagik Dewa Kecamatan Pujut Kabupaten Lombok Tengah. Adapun yang menjadi pertimbangan pemilihan lokasi tersebut antara lain: 1) Sebelum pembangunan obyek vital Bandara Internasional Lombok (BIL), masyarakat Desa Ketara pada umumnya dan masyarakat Dusun Bagik Dewa (Lauk Rurung) dan Dusun Dayen Rurung adalah masyarakat yang hampir jarang memperoleh perhatian Pemerintah Daerah. 2) Berdirinya Bandara Internasional Lombok (BIL) sebagai salah satu sumber yang dapat mengangkat tingkat perekonomian masyarakat di lingkar bandara secara tidak langsung memberikan sumbangsih terhadap perubahan dan dinamika sosial yang terdapat di sekitar lingkar bandara termasuk Kecamatan Pujut yang di dalamnya Desa Ketara beserta dusun-dusunnya. 3) Desa Ketara merupakan desa yang memiliki sumbangsih terbesar dalam catataan terjadinya konflik sosial di daerah Kecamatan Pujut, dari 21 kasus konflik sosial yang tercatat terdapat 9 konflik yang melibatkan masyarakat Desa Ketara sendiri maupun dusun-dusun yang ada di dalamnya.

22 Sistematika Penulisan Sistematika penulisan ini terdiri dari 5 bab utama. Bab I adalah bab pendahuluan yang meliputi beberapa hal yakni Latar Belakang Masalah, Permasalahan Penelitian, Landasan Teori, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Metode Penelitian dan Sistematika Penelitian. Selanjutnya pada bab II Penulis akan membahas tentang Dinamika dan Perkembangan Konflik. Pembahasannya meliputi penjelasan posisi geografis dan demografis Desa Katare yang menjadi arena konflik, Sejarah Masyarakat Katare, konflik horizontal antara masyarakat yang mendiami Desa Katare. Bab ini kemudian ditutup dengan uraian tentang pemetaan dan faktor-faktor penyebab konflik. Sedangkan pada bab III Penulis akan menjelaskan tentang Profil Pemerintah daerah Kabupaten Lombok Tengah. Pembahasannya meliputi kewenangan Pemerintah Daerah Kabupaten Lombok Tengah dalam manajemen konflik, visi dan misi, program serta kegiatan yang telah dilakukan pemerintah Kabupaten Lombok Tengah dalam menyelesaikan konflik internal dalam Masyarakat. Bab IV dari tesis ini merupakan bab inti. Pada bab ini Penulis akan menguraikan dan menganalisa manajemen konflik yang sudah dilakukan Pemerintah Kabupaten Lombok Tengah di Desa Katare, serta hasil dan faktorfaktor yang mempengaruhi proses pengelolaan konflik tersebut. Akhirnya pada bab V, setelang rangkaian uraian dari masing-masing bab sebelumnya, Penulis akan menutup tulisan ilmiah tersebut dengan memberikan kesimpulan.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Tujuan Penulisan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Tujuan Penulisan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manajemen konflik merupakan serangkaian aksi dan reaksi antara pelaku maupun pihak luar dalam suatu konflik. Manajemen konflik termasuk pada suatu pendekatan yang berorientasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tersebut terkadang menimbulkan konflik yang dapat merugikan masyarakat itu. berbeda atau bertentangan maka akan terjadi konflik.

I. PENDAHULUAN. tersebut terkadang menimbulkan konflik yang dapat merugikan masyarakat itu. berbeda atau bertentangan maka akan terjadi konflik. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang memiliki keanekaragaman sumber daya alam dan memiliki banyak suku yang berada diseluruh kepulauan Indonesia, mulai dari Aceh sampai

Lebih terperinci

KEPALA DESA NITA KABUPATEN SIKKA PERATURAN DESA NITA NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG KERJA SAMA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA DESA NITA,

KEPALA DESA NITA KABUPATEN SIKKA PERATURAN DESA NITA NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG KERJA SAMA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA DESA NITA, KEPALA DESA NITA KABUPATEN SIKKA PERATURAN DESA NITA NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG KERJA SAMA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA DESA NITA, Menimbang : bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 143 Peraturan

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2007 TENTANG

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2007 TENTANG UNDANG-UNDANG NOMOR 29 TAHUN 2007 TENTANG PEMERINTAHAN PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA SEBAGAI IBUKOTA NEGARA KESATUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa Provinsi Daerah

Lebih terperinci

BUPATI BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLITAR NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG KERJA SAMA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLITAR NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG KERJA SAMA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLITAR NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG KERJA SAMA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BLITAR, Menimbang: a. bahwa dalam rangka menanggulangi

Lebih terperinci

LATIHAN KEPEMIMPINAN TINGKAT LANJUT (LKTL) LGM FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS ISLAM MALANG Tanggal, 10 s/d 12 April 2015 MANAJEMEN KONFLIK

LATIHAN KEPEMIMPINAN TINGKAT LANJUT (LKTL) LGM FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS ISLAM MALANG Tanggal, 10 s/d 12 April 2015 MANAJEMEN KONFLIK LATIHAN KEPEMIMPINAN TINGKAT LANJUT (LKTL) LGM FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS ISLAM MALANG Tanggal, 10 s/d 12 April 2015 MANAJEMEN KONFLIK Afifudin, SE., M.SA., Ak. (Fakultas Ekonomi Universitas Islam Malang)

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2007 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2007 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2007 TENTANG PEMERINTAHAN PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA SEBAGAI IBUKOTA NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BENGKAYANG,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BENGKAYANG, PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, PENGGABUNGAN DESA DAN PERUBAHAN STATUS DESA MENJADI KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BENGKAYANG,

Lebih terperinci

Agen-Agen Perubahan dan Aksi Tanpa Kekerasan

Agen-Agen Perubahan dan Aksi Tanpa Kekerasan Agen-Agen Perubahan dan Aksi Tanpa Kekerasan Oleh Hardy Merriman Aksi tanpa kekerasan menjadi salah satu cara bagi masyarakat pada umumnya, untuk memperjuangkan hak, kebebasan, dan keadilan. Pilihan tanpa

Lebih terperinci

BUPATI CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 8 TAHUN 2013

BUPATI CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 8 TAHUN 2013 BUPATI CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN, PEMECAHAN, PENGGABUNGAN, DAN PENGHAPUSAN DUSUN DALAM DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CILACAP,

Lebih terperinci

MENGATASI KONFLIK, NEGOSIASI, PENDEKATAN KEAMANAN BERPERSPEKTIF HAM

MENGATASI KONFLIK, NEGOSIASI, PENDEKATAN KEAMANAN BERPERSPEKTIF HAM SEMINAR DAN WORKSHOP Proses Penanganan Kasus Perkara dengan Perspektif dan Prinsip Nilai HAM untuk Tenaga Pelatih Akademi Kepolisian Semarang Hotel Santika Premiere Yogyakarta, 7-9 Desember 2016 MAKALAH

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2007 TENTANG PEMERINTAHAN PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA SEBAGAI IBUKOTA NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

- 1 - MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG PENATAAN DESA

- 1 - MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG PENATAAN DESA - 1 - MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG PENATAAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUNINGAN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mewujudkan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SIAK KECAMATAN BUNGARAYA DESA BUNGARAYA

PEMERINTAH KABUPATEN SIAK KECAMATAN BUNGARAYA DESA BUNGARAYA PEMERINTAH KABUPATEN SIAK KECAMATAN BUNGARAYA DESA BUNGARAYA Jl. Hang Tuah No. 18 BUNGARAYA Kode Pos 28663 PERATURAN DESA BUNGARAYA KECAMATAN BUNGARAYA KABUPATEN SIAK NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG BADAN KERJASAMA

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN DAN PENGGABUNGAN KELURAHAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN DAN PENGGABUNGAN KELURAHAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN DAN PENGGABUNGAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUTAI KARTANEGARA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 9 TAHUN 2006

PEMERINTAH KABUPATEN CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 9 TAHUN 2006 PEMERINTAH KABUPATEN CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG PEDOMAN ORGANISASI DAN TATA KERJA PEMERINTAHAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CILACAP Menimbang:

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. aspirasi dan memilih pemimpin dengan diadakannya pemilihan umum.

I. PENDAHULUAN. aspirasi dan memilih pemimpin dengan diadakannya pemilihan umum. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia merupakan suatu negara yang menganut paham demokrasi, dan sebagai salah satu syaratnya adalah adanya sarana untuk menyalurkan aspirasi dan memilih pemimpin

Lebih terperinci

ANALISA PENYEBAB TERJADINYA KONFLIK HORIZONTAL DI KALIMANTAN BARAT. Alwan Hadiyanto Dosen Tetap Program Studi Ilmu Hukum UNRIKA

ANALISA PENYEBAB TERJADINYA KONFLIK HORIZONTAL DI KALIMANTAN BARAT. Alwan Hadiyanto Dosen Tetap Program Studi Ilmu Hukum UNRIKA ANALISA PENYEBAB TERJADINYA KONFLIK HORIZONTAL DI KALIMANTAN BARAT Alwan Hadiyanto Dosen Tetap Program Studi Ilmu Hukum UNRIKA Sesuai dengan Undang-undang Dasar 1945, tujuan bangsa Indonesia adalah menciptakan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI PERATURAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI NOMOR 9 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA PEMERINTAH DESA BAGIAN HUKUM DAN PERUNDANG-UNDANGAN SETDA

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN KERJA SAMA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN KERJA SAMA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL, PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN KERJA SAMA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 85 Peraturan Pemerintah

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG PENATAAN DESA

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG PENATAAN DESA SALINAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG PENATAAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Komunikasi merupakan aktifitas dasar manusia. Dengan berkomunikasi, manusia dapat saling berhubungan satu sama lain didalam kehidupan sehari-hari. Komunikasi memiliki

Lebih terperinci

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT 1 BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 38 TAHUN 2015 PERATURAN GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 38 TAHUN 2015 TENTANG BALE MEDIASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR NUSA TENGGARA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kedudukan negara Indonesia yang terdiri dari banyak pulau dan Daerah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kedudukan negara Indonesia yang terdiri dari banyak pulau dan Daerah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kedudukan negara Indonesia yang terdiri dari banyak pulau dan Daerah mengharuskan untuk diterapkannya kebijakan otonomi daerah. Meskipun dalam UUD 1945 disebutkan

Lebih terperinci

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIDOARJO NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN PENATAAN DESA

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIDOARJO NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN PENATAAN DESA BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIDOARJO NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN PENATAAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIDOARJO, Menimbang : a. bahwa pemerintahan

Lebih terperinci

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 13 TAHUN 2015 TENTANG KERJASAMA DESA

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 13 TAHUN 2015 TENTANG KERJASAMA DESA BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 13 TAHUN 2015 TENTANG KERJASAMA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KOTABARU, Menimbang : a. bahwa kerjasama

Lebih terperinci

BUPATI LOMBOK UTARA PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN BUPATI LOMBOK UTARA NOMOR 12 TAHUN 2017 TENTANG

BUPATI LOMBOK UTARA PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN BUPATI LOMBOK UTARA NOMOR 12 TAHUN 2017 TENTANG BUPATI LOMBOK UTARA PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN BUPATI LOMBOK UTARA NOMOR 12 TAHUN 2017 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA PEMERINTAH DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LOMBOK

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 8 TAHUN 2008 TENTANG KERJA SAMA DESA

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 8 TAHUN 2008 TENTANG KERJA SAMA DESA PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 8 TAHUN 2008 TENTANG KERJA SAMA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KOTAWARINGIN BARAT, Menimbang :

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUWANGI,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUWANGI, 1 BUPATI BANYUWANGI PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 33 TAHUN 2017 TENTANG PENANGANAN KONFLIK SOSIAL DI KABUPATEN BANYUWANGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUWANGI,

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN ASAHAN SEKRETARIAT DAERAH Jalan Jenderal Sudirman No.5 Telepon K I S A R A N

PEMERINTAH KABUPATEN ASAHAN SEKRETARIAT DAERAH Jalan Jenderal Sudirman No.5 Telepon K I S A R A N PEMERINTAH KABUPATEN ASAHAN SEKRETARIAT DAERAH Jalan Jenderal Sudirman No.5 Telepon 41928 K I S A R A N 2 1 2 1 6 NOMOR 5 TAHUN 2013 Menimbang LEMBARAN DAERAH KABUPATEN ASAHAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 15 2003 SERI D PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 6 TAHUN 2003 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI PEMERINTAH DESA DENGAN MENGHARAP BERKAT DAN RAHMAT ALLAH SUBHANAHU WATA

Lebih terperinci

PEMERINTAHAN DAERAH. Harsanto Nursadi

PEMERINTAHAN DAERAH. Harsanto Nursadi PEMERINTAHAN DAERAH Harsanto Nursadi Beberapa Ketentuan Umum Pemerintah pusat, selanjutnya disebut Pemerintah, adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

BUPATI BULUNGAN PROVINSI KALIMANTAN UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG KERJA SAMA DESA

BUPATI BULUNGAN PROVINSI KALIMANTAN UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG KERJA SAMA DESA SALINAN BUPATI BULUNGAN PROVINSI KALIMANTAN UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG KERJA SAMA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BULUNGAN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 18 TAHUN 2017 TENTANG PEMBERDAYAAN DAN PEMBINAAN LEMBAGA ADAT

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 18 TAHUN 2017 TENTANG PEMBERDAYAAN DAN PEMBINAAN LEMBAGA ADAT BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 18 TAHUN 2017 TENTANG PEMBERDAYAAN DAN PEMBINAAN LEMBAGA ADAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KOTABARU, Menimbang

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG PENATAAN DESA

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG PENATAAN DESA SALINAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG PENATAAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 3 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA PEMERINTAHAN DESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 3 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA PEMERINTAHAN DESA BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 3 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA PEMERINTAHAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG, Menimbang : a.

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN LUMAJANG

PEMERINTAH KABUPATEN LUMAJANG PEMERINTAH KABUPATEN LUMAJANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUMAJANG NOMOR 21 TAHUN 2006 T E N T A N G PEDOMAN PENYUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA PEMERINTAHAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANAH LAUT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANAH LAUT LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANAH LAUT NOMOR 14 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH LAUT NOMOR 14 TAHUN 2009 TENTANG KERJASAMA ANTAR DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANAH LAUT, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG KERJASAMA DESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG KERJASAMA DESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG KERJASAMA DESA Menimbang : a. DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BULUNGAN, bahwa dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat

Lebih terperinci

LEONARD PITJUMARFOR, 2015 PELATIHAN PEMUDA PELOPOR DALAM MENINGKATKAN WAWASAN KESANAN PEMUDA DI DAERAH RAWAN KONFLIK

LEONARD PITJUMARFOR, 2015 PELATIHAN PEMUDA PELOPOR DALAM MENINGKATKAN WAWASAN KESANAN PEMUDA DI DAERAH RAWAN KONFLIK BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Indonesia dalam interaksi berbangsa dan bernegara terbagi atas lapisanlapisan sosial tertentu. Lapisan-lapisan tersebut terbentuk dengan sendirinya sebagai

Lebih terperinci

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 6 TAHUN 2018 TENTANG PEDOMAN PENATAAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA, Menimbang Mengingat

Lebih terperinci

WALIKOTA MATARAM PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN WALIKOTA MATARAM NOMOR 26 TAHUN 2016

WALIKOTA MATARAM PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN WALIKOTA MATARAM NOMOR 26 TAHUN 2016 SALINAN WALIKOTA MATARAM PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN WALIKOTA MATARAM NOMOR 26 TAHUN 2016 TENTANG KODE ETIK APARATUR SIPIL NEGARA DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KOTA MATARAM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

PEMERINTAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PEMERINTAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT TAHUN 2005 2025 DENGAN

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT LD 27 2008 R PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2008 TENTANG URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH KABUPATEN GARUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GARUT, Menimbang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Tentang Kinerja 1. Pengertian Kinerja Menurut Soewarno Handayaningrat (2004: 19), kinerja adalah cara menjalankan tugas dan hasil yang diperoleh. Kinerja adalah cara dalam

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA PEMECAHAN MASALAH. A. Terjadinya Konflik Jalan Lingkungan Di Kelurahan Sukapada

BAB II KERANGKA PEMECAHAN MASALAH. A. Terjadinya Konflik Jalan Lingkungan Di Kelurahan Sukapada BAB II KERANGKA PEMECAHAN MASALAH A. Terjadinya Konflik Jalan Lingkungan Di Kelurahan Sukapada Proses peralihan kepemilikan lahan kosong terjadi sejak akhir 2004 dan selesai pada tahun 2005, dan sejak

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA TAHUN 2006 NOMOR 13 SERI E NOMOR SERI 9 PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA NOMOR 10 TAHUN 2006

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA TAHUN 2006 NOMOR 13 SERI E NOMOR SERI 9 PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA NOMOR 10 TAHUN 2006 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA TAHUN 2006 NOMOR 13 SERI E NOMOR SERI 9 PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA NOMOR 10 TAHUN 2006 TENTANG STRUKTUR ORGANISASI DAN TATA KERJA PEMERINTAHAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 38 TAHUN 2007 TENTANG KERJASAMA DESA MENTERI DALAM NEGERI,

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 38 TAHUN 2007 TENTANG KERJASAMA DESA MENTERI DALAM NEGERI, PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 38 TAHUN 2007 TENTANG KERJASAMA DESA MENTERI DALAM NEGERI, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 82 sampai dengan Pasal 87 Peraturan Pemerintah Nomor

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2008 TENTANG KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2008 TENTANG KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2008 TENTANG KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa sesuai dengan ketentuan Pasal 126 ayat (1)

Lebih terperinci

2011, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi Mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Pe

2011, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi Mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Pe No.927, 2011 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN DALAM NEGERI. Pengarusutamaan Gender. Daerah. Pedoman. PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 67 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang paling berperan dalam menentukan proses demokratisasi di berbagai daerah.

BAB I PENDAHULUAN. yang paling berperan dalam menentukan proses demokratisasi di berbagai daerah. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di negara Indonesia salah satu institusi yang menunjukkan pelaksanaan sistem demokrasi tidak langsung adalah DPRD sebagai lembaga perwakilan rakyat di daerah.

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK TENGAH NOMOR 11 TAHUN 2007 T E N T A N G PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, PENGGABUNGAN DESA DAN PERUBAHAN STATUS DESA MENJADI KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

VII KONFLIK DAN INTEGRASI

VII KONFLIK DAN INTEGRASI VII KONFLIK DAN INTEGRASI Pengertian Konflik Konflik adalah perselisihan atau persengketaan antara dua atau lebih kekuatan baik secara individu atau kelompok yang kedua belah pihak memiliki keinginan untuk

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG KERJASAMA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG KERJASAMA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN, PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG KERJASAMA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka optimalisasi potensi desa dan peningkatan

Lebih terperinci

BUPATI CILACAP PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI CILACAP NOMOR 64 TAHUN 2016 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA PEMERINTAH DESA

BUPATI CILACAP PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI CILACAP NOMOR 64 TAHUN 2016 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA PEMERINTAH DESA BUPATI CILACAP PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI CILACAP NOMOR 64 TAHUN 2016 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA PEMERINTAH DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CILACAP, Menimbang :

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA NOMOR : 3 TAHUN 2008 TENTANG PEMERINTAH DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWAKARTA,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA NOMOR : 3 TAHUN 2008 TENTANG PEMERINTAH DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWAKARTA, 1 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA NOMOR : 3 TAHUN 2008 SERI D PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA NOMOR : 3 TAHUN 2008 TENTANG PEMERINTAH DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWAKARTA,

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA BATU

PEMERINTAH KOTA BATU PEMERINTAH KOTA BATU PERATURAN DAERAH KOTA BATU NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PEDOMAN ORGANISASI DAN TATA KERJA PEMERINTAHAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BATU, Menimbang : bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

- 1 - PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 73 TAHUN 2005 TENTANG KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

- 1 - PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 73 TAHUN 2005 TENTANG KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, - 1 - PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 73 TAHUN 2005 TENTANG KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 127 ayat (1) Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejak beribu-ribu tahun yang lalu hingga sekarang ini, baik yang dicatat dalam

BAB I PENDAHULUAN. Sejak beribu-ribu tahun yang lalu hingga sekarang ini, baik yang dicatat dalam BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Sejak beribu-ribu tahun yang lalu hingga sekarang ini, baik yang dicatat dalam catatan sejarah maupun tidak, baik yang diberitakan oleh media masa maupun yang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 12 TAHUN 2010 TENTANG KERJASAMA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 12 TAHUN 2010 TENTANG KERJASAMA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA, PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 12 TAHUN 2010 TENTANG KERJASAMA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA, Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 85 Peraturan Pemerintah

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI PERATURAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI NOMOR 2 TAHUN 2009 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN DAN PENGGABUNGAN DESA BAGIAN HUKUM DAN PERUNDANG-UNDANGAN SETDA KABUPATEN WAKATOBI

Lebih terperinci

BAB II PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN YANG MENGATUR PERALIHAN STATUS DESA MENJADI KELURAHAN. A. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa

BAB II PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN YANG MENGATUR PERALIHAN STATUS DESA MENJADI KELURAHAN. A. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa BAB II PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN YANG MENGATUR PERALIHAN STATUS DESA MENJADI KELURAHAN A. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa Dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 disebutkan pengertian desa

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 73 TAHUN 2005 TENTANG KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 73 TAHUN 2005 TENTANG KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 73 TAHUN 2005 TENTANG KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 127 ayat (1) Undang-Undang

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KETAPANG

PEMERINTAH KABUPATEN KETAPANG PEMERINTAH KABUPATEN KETAPANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN KETAPANG NOMOR 3 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA PEMERINTAHAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KETAPANG,

Lebih terperinci

BUPATI TORAJA UTARA PROVINSI SULAWESI SELATAN

BUPATI TORAJA UTARA PROVINSI SULAWESI SELATAN BUPATI TORAJA UTARA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TORAJA UTARA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PEMERINTAHAN LEMBANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang Mengingat : : BUPATI TORAJA

Lebih terperinci

WALIKOTA MATARAM PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN WALIKOTA MATARAM NOMOR : 64 TAHUN 2016 TENTANG

WALIKOTA MATARAM PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN WALIKOTA MATARAM NOMOR : 64 TAHUN 2016 TENTANG WALIKOTA MATARAM PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN WALIKOTA MATARAM NOMOR : 64 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, TUGAS DAN FUNGSI STAF AHLI WALIKOTA MATARAM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

Lebih terperinci

yang berperan sebagai milisi dan non-milisi. Hal inilah yang menyebabkan skala kekerasan terus meningkat karena serangan-serangaan yang dilakukan

yang berperan sebagai milisi dan non-milisi. Hal inilah yang menyebabkan skala kekerasan terus meningkat karena serangan-serangaan yang dilakukan Bab V Kesimpulan Hal yang bermula sebagai sebuah perjuangan untuk memperoleh persamaan hak dalam politik dan ekonomi telah berkembang menjadi sebuah konflik kekerasan yang berbasis agama di antara grup-grup

Lebih terperinci

KERJA SAMA DESA SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BATANG HARI NOMOR 20 TAHUN 2007 TENTANG

KERJA SAMA DESA SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BATANG HARI NOMOR 20 TAHUN 2007 TENTANG SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BATANG HARI NOMOR 20 TAHUN 2007 TENTANG KERJA SAMA DESA Menimbang Mengingat DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BATANG HARI, : a. bahwa dalam rangka meningkatkan

Lebih terperinci

BUPATI BANGKA TENGAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA TENGAH NOMOR 9 TAHUN 2015 TENTANG KERJA SAMA DESA

BUPATI BANGKA TENGAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA TENGAH NOMOR 9 TAHUN 2015 TENTANG KERJA SAMA DESA BUPATI BANGKA TENGAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA TENGAH NOMOR 9 TAHUN 2015 TENTANG KERJA SAMA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA TENGAH,

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KULON PROGO

PEMERINTAH KABUPATEN KULON PROGO PEMERINTAH KABUPATEN KULON PROGO PERATURAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR : 10 TAHUN 2008 TENTANG KERJASAMA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KULON PROGO, Menimbang : a. bahwa dalam upaya

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI SUMEDANG NOMOR 9 TAHUN 2010 TENTANG

PERATURAN BUPATI SUMEDANG NOMOR 9 TAHUN 2010 TENTANG PERATURAN BUPATI SUMEDANG NOMOR 9 TAHUN 2010 TENTANG URAIAN TUGAS JABATAN STRUKTURAL PADA BADAN KESATUAN BANGSA, PERLINDUNGAN MASYARAKAT DAN PENANGGULANGAN BENCANA KABUPATEN SUMEDANG DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BUPATI TANAH BUMBU PERATURAN BUPATI TANAH BUMBU NOMOR 37 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN KERJASAMA DESA BUPATI TANAH BUMBU,

BUPATI TANAH BUMBU PERATURAN BUPATI TANAH BUMBU NOMOR 37 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN KERJASAMA DESA BUPATI TANAH BUMBU, BUPATI TANAH BUMBU PERATURAN BUPATI TANAH BUMBU NOMOR 37 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN KERJASAMA DESA BUPATI TANAH BUMBU, Menimbang : a. bahwa sebagai tindak lanjut Peraturan Daerah Kabupaten Tanah Bumbu

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULELENG NOMOR 7 TAHUN 2006 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN DAN PERUBAHAN STATUS DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULELENG NOMOR 7 TAHUN 2006 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN DAN PERUBAHAN STATUS DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULELENG NOMOR 7 TAHUN 2006 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN DAN PERUBAHAN STATUS DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BULELENG, Menimbang : a. bahwa untuk memenuhi

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 11 TAHUN 2007 TENTANG KERJASAMA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEMBRANA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 11 TAHUN 2007 TENTANG KERJASAMA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEMBRANA, PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 11 TAHUN 2007 TENTANG KERJASAMA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEMBRANA, Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 214 Undang- Undang

Lebih terperinci

BUPATI ENREKANG PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN ENREKANG NOMOR 1 TAHUN 2016

BUPATI ENREKANG PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN ENREKANG NOMOR 1 TAHUN 2016 P BUPATI ENREKANG PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN ENREKANG NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN PENGAKUAN DAN PERLINDUNGAN TERHADAP MASYARAKAT HUKUM ADAT DI KABUPATEN ENREKANG DENGAN

Lebih terperinci

BUPATI SIAK PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 14 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA PEMERINTAHAN DESA

BUPATI SIAK PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 14 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA PEMERINTAHAN DESA BUPATI SIAK PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 14 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA PEMERINTAHAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIAK, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Konflik bersenjata atau dalam bahasa asing disebut sebagai armed conflict

BAB I PENDAHULUAN. Konflik bersenjata atau dalam bahasa asing disebut sebagai armed conflict BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Konflik bersenjata atau dalam bahasa asing disebut sebagai armed conflict merupakan suatu keadaan yang tidak asing lagi di mata dunia internasional. Dalam kurun waktu

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MOJOKERTO

PEMERINTAH KABUPATEN MOJOKERTO PEMERINTAH KABUPATEN MOJOKERTO PERATURAN DAERAH KABUPATEN MOJOKERTO NOMOR 14 TAHUN 2006 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MOJOKERTO, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

BUPATI SRAGEN PROVINSI JAWA TENGAH RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR TAHUN 2016 TENTANG KERJA SAMA DESA

BUPATI SRAGEN PROVINSI JAWA TENGAH RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR TAHUN 2016 TENTANG KERJA SAMA DESA BUPATI SRAGEN PROVINSI JAWA TENGAH RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR TAHUN 2016 TENTANG KERJA SAMA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SRAGEN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

Gubernur Jawa Barat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 44 Tahun 2012 TENTANG PEDOMAN PENETAPAN DAN PENEGASAN BATAS DESA DI JAWA BARAT

Gubernur Jawa Barat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 44 Tahun 2012 TENTANG PEDOMAN PENETAPAN DAN PENEGASAN BATAS DESA DI JAWA BARAT Gubernur Jawa Barat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 44 Tahun 2012 TENTANG PEDOMAN PENETAPAN DAN PENEGASAN BATAS DESA DI JAWA BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LANDAK NOMOR 5 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA PEMERINTAHAN DESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LANDAK NOMOR 5 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA PEMERINTAHAN DESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN LANDAK NOMOR 5 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA PEMERINTAHAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LANDAK, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

BUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN BUPATI TANAH BUMBU NOMOR 33 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN BUPATI TANAH BUMBU NOMOR 33 TAHUN 2015 TENTANG BUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN BUPATI TANAH BUMBU NOMOR 33 TAHUN 2015 TENTANG STANDAR OPERASIONAL PRUSEDUR PENCEGAHAN KONFLIK, PENGHENTIAN KONFLIK DAN PENYELESAIAN KONFLIK SOSIAL

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sebagai awal dalam rangkaian penelitian ini, pada bab I menjelaskan latar

BAB 1 PENDAHULUAN. Sebagai awal dalam rangkaian penelitian ini, pada bab I menjelaskan latar BAB 1 PENDAHULUAN Sebagai awal dalam rangkaian penelitian ini, pada bab I menjelaskan latar belakang masalah penelitian yang selanjutnya dikerucutkan dalam rumusan masalah. Atas dasar rumusan masalah tersebut,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 2005 TENTANG KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 2005 TENTANG KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 2005 TENTANG KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 127 ayat

Lebih terperinci

BUPATI SIAK PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 14 TAHUN 2007 TENTANG. Pedoman penyusunan organisasi dan Tata kerja pemerintahan desa

BUPATI SIAK PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 14 TAHUN 2007 TENTANG. Pedoman penyusunan organisasi dan Tata kerja pemerintahan desa BUPATI SIAK PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 14 TAHUN 2007 TENTANG Pedoman penyusunan organisasi dan Tata kerja pemerintahan desa DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIAK, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWOREJO, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 22 2003 SERI D PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN DAN PENGGABUNGAN DESA DENGAN MENGHARAP BERKAT DAN RAHMAT ALLAH

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, PENGGABUNGAN DESA DAN PERUBAHAN STATUS DESA MENJADI KELURAHAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, PENGGABUNGAN DESA DAN PERUBAHAN STATUS DESA MENJADI KELURAHAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, PENGGABUNGAN DESA DAN PERUBAHAN STATUS DESA MENJADI KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUNINGAN,

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN WONOSOBO PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOSOBO NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN DAN ATAU PENGGABUNGAN DESA

PEMERINTAH KABUPATEN WONOSOBO PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOSOBO NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN DAN ATAU PENGGABUNGAN DESA SALINAN PEMERINTAH KABUPATEN WONOSOBO PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOSOBO NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN DAN ATAU PENGGABUNGAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI WONOSOBO,

Lebih terperinci

KEPALA DESA BANJAR KECAMATAN LICIN KABUPATEN BANYUWANGI SALINAN PERATURAN DESA BANJAR NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG KERJASAMA DESA

KEPALA DESA BANJAR KECAMATAN LICIN KABUPATEN BANYUWANGI SALINAN PERATURAN DESA BANJAR NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG KERJASAMA DESA KEPALA DESA BANJAR KECAMATAN LICIN KABUPATEN BANYUWANGI SALINAN PERATURAN DESA BANJAR NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG KERJASAMA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA DESA BANJAR Menimbang : a. Pasal

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BOGOR

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BOGOR LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BOGOR NOM0R : 10 TAHUN : 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR NOMOR 10 TAHUN 2009 TENTANG KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang : a. b. BUPATI BOGOR, bahwa sebagai

Lebih terperinci

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 48 TAHUN 2016

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 48 TAHUN 2016 BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 48 TAHUN 2016 PERATURAN GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 48 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA SEKRETARIAT

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN LAHAT

PEMERINTAH KABUPATEN LAHAT PEMERINTAH KABUPATEN LAHAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAHAT NOMOR : 01 TAHUN 2008 TENTANG PENETAPAN DAN PENEGASAN BATAS DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LAHAT, Menimbang : a. bahwa batas desa

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT LD. 5 2008 R PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 5 TAHUN 2008 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA PEMERINTAH DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GARUT,

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

PEMERINTAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT 1 PEMERINTAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT TAHUN 2009-2013

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TABANAN NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA PEMERINTAHAN DESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TABANAN NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA PEMERINTAHAN DESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN TABANAN NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA PEMERINTAHAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TABANAN, Menimbang : a. bahwa dengan

Lebih terperinci

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 10 TAHUN 2007 TENTANG

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 10 TAHUN 2007 TENTANG BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 10 TAHUN 2007 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA PEMERINTAHAN

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN CILACAP

PEMERINTAH KABUPATEN CILACAP PEMERINTAH KABUPATEN CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG KERJASAMA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CILACAP, Menimbang : a. bahwa sesuai ketentuan Pasal 85

Lebih terperinci

BUPATI BOGOR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR NOMOR 15 TAHUN 2000 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, DAN PENGGABUNGAN KELURAHAN

BUPATI BOGOR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR NOMOR 15 TAHUN 2000 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, DAN PENGGABUNGAN KELURAHAN BUPATI BOGOR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR NOMOR 15 TAHUN 2000 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, DAN PENGGABUNGAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BOGOR, Menimbang: a. bahwa

Lebih terperinci