PENGEMBANGAN INDUSTRI BENIH KELAPA BERBASIS PVT DAN PELESTARIAN PLASMA NUTFAH IN SITU

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENGEMBANGAN INDUSTRI BENIH KELAPA BERBASIS PVT DAN PELESTARIAN PLASMA NUTFAH IN SITU"

Transkripsi

1 PENGEMBANGAN INDUSTRI BENIH KELAPA BERBASIS PVT DAN PELESTARIAN PLASMA NUTFAH IN SITU Hengky Novarianto dan Heldering Tampeke Balai Penelitian Tanaman Kelapa dan Palma Lainnya Manado ABSTRAK Kebutuhan benih kelapa untuk program peremajaan, rehabilitasi dan pengembangan tidak seimbang dengan ketersediaan sumber benih unggul. Jumlah aksesi kelapa di Indonesia diperkirakan lebih dari 500 aksesi kelapa yang tersebar di lebih dari pulau. Sedangkan yang telah dikoleksi oleh Balitka secara ex situ sampai tahun 2007 baru mencapai 95 aksesi. Tantangan yang dihadapi adalah bagaimana melestarikan dan mengelola sumberdaya genetik kelapa yang tersedia secara efisien dan efektif. Upaya-upaya pelestarian kelapa menemui beberapa kendala, yaitu: (1) sebaran sentrasentra keragaman genetik belum teridentifikasi dan terpetakan, (2) kegiatan eksplorasi, koleksi, karakterisasi dan evaluasi plasma nutfah tidak berlangsung secara kontinu, (3) keterbatasan dana dan lahan untuk melakukan konservasi ex situ, dan (4) konservasi ex situ banyak menghadapi masalah perubahan peruntukan lahan. Konservasi ex situ tetap harus dilakukan, sejauh untuk kepentingan pemuliaan kelapa. Balitka telah memanfaatkan koleksi plasma nutfah kelapa ini, dan sampai tahun 2006 telah merilis sebanyak 19 varietas kelapa unggul. Tetapi, pemanfaatan benih dari kelapa unggul ini masih sangat sedikit, karena tidak diikuti dengan pembangunan kebun induk. Balitka membangun kebun induk hanya sebatas sebagai penyedia benih sumber untuk para penakar benih, sedangkan pihak swasta kurang tertarik untuk membangun kebun induk kelapa. Pembangunan kebun benih sebaiknya menggunakan kelapa unggul lokal, dengan pertimbangan telah adaptif dengan lingkungan setempat. Metode penyediaan benih yang di sarankan adalah identifikasi Blok Penghasil Tinggi (BPT) dan dilanjutkan dengan seleksi PIK (Pohon Induk Kelapa). Disamping menetapkan BPT dan PIK sebagai sumber benih, untuk jangka panjang tetap perlu dibangun secara bertahap di setiap daerah, yaitu Kebun Induk Kelapa Dalam Komposit. Jika industri benih kelapa ini dapat berjalan secara bertahap, maka dipastikan setiap daerah akan dapat memenuhi kebutuhan benihnya dari daerah sendiri. Perlindungan varietas lokal yang spesifik juga perlu dilakukan, melalui pendaftaran di PPVT. Sudah saatnya setiap provinsi/kabupaten mempunyai pusat-pusat sumber benih kelapa unggul setiap daerah, disamping berfungsi sebagai sumber benih kelapa lokal, juga secara tidak langsung akan melestarikan keragaman genetik kelapa secara in situ atau on farm conservation. Kata kunci : Industri, kelapa, benih, PVT, plasmanutfah, pelestarian dan in situ PENDAHULUAN Bagi masyarakat Indonesia, kelapa merupakan bagian dari kehidupannya karena semua bagian tanaman dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan ekonomi, sosial dan budaya. Di samping itu, arti penting kelapa bagi masyarakat juga tercermin dari luasnya areal perkebunan rakyat yang mencapai 98% dari 3,89 juta ha dan melibatkan lebih dari 3 juta rumah tangga petani. Pengusahaan kelapa juga membuka tambahan kesempatan kerja dari kegiatan pengolahan produk turunan dan hasil samping yang sangat beragam. Salah satu permasalahan kelapa di tingkat petani adalah rendahnya produktivitas kelapa yang baru mencapai 0,8-1,2 ton kopra per ha per tahun, sedangkan potensi hasil produksi dapat mencapai 3-4 ton kopra per ha per tahun. Benih kelapa unggul merupakan komponen teknologi yang dibutuhkan dalam upaya meningkatkan produktivitas kelapa. Dalam rangka penyediaan benih kelapa unggul, upaya-upaya perakitan kelapa unggul perlu dilakukan. Perakitan kelapa unggul akan berhasil baik jika tersedia plasma nutfah yang beragam genetiknya sebagai materi dasar pemuliaan kelapa. Jumlah aksesi kelapa di Indonesia diperkirakan lebih dari 500 aksesi kelapa yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia, sementara yang telah berhasil dikoleksi secara ex situ sampai tahu 2007 baru mencapai 95 aksesi. Kegiatan eksplorasi dan koleksi telah dimulai sejak tahun 1926 di bawah pimpinan ahli botani dari Belanda yaitu P.L.M. Thames dan dilanjutkan oleh para peneliti Balitka yang ditanam di

2 beberapa kebun plasma nutfah, yaitu KP. Mapanget, KP. Paniki, KP., Kima Atas dan KP. Pandu, Sulawesi Utara. Aksesi-aksesi yang belum dikoleksi, dikarakterisasi dan dievaluasi mengalami kemunduran genetik akibat erosi genetik (genetic erosion), kerapuhan genetik (genetic vulnerability), pemusnahan genetik (genetic wipe-out), dan pencurian sumberdaya genetik (genetic flow-out). Sementara itu potensi sumberdaya genetik kelapa di Indonesia belum diinventarisasi, didokumentasi, dikarakterisasi, dan dievaluasi dengan baik. Jika hal ini terjadi terus menerus maka Indonesia akan kehilangan sumberdaya genetik untuk perbaikan genetik tanaman yang penting dalam rangka menunjang program ketahanan pangan. Tantangan yang dihadapi adalah bagaimana melestarikan dan mengelola sumberdaya genetik kelapa yang tersedia secara efisien dan efektif. Upaya-upaya pelestarian kelapa menemui beberapa kendala, yaitu: (1) sebaran sentra-sentra keragaman genetik belum teridentifikasi dan terpetakan, (2) kegiatan eksplorasi, koleksi, karakterisasi dan evaluasi plasma nutfah tidak berlangsung secara kontinu, dan (3) keterbatasan dana dan lahan untuk melakukan konservasi ex situ. Tetapi dalam realisasi dan sistem pelaksanaan konservasi ternyata tidak semudah yang direncanakan. Pada kenyataannya, pengumpulan materi plasma nutfah kelapa sangat lambat, karena dipengaruhi oleh ketersediaan dana, kesiapan materi di lapangan, pemeliharaan materi, dan sumber daya pendukung lainnya. Masalah lain yang dihadapi selama ini, yaitu keterbatasan sumber benih kelapa unggul. Walaupun Balitka sampai tahun 2006 telah merilis sebanyak 19 varietas kelapa unggul, baik kelapa Dalam, Genjah dan Hibrida, tetapi pemanfaatan benih dari kelapa unggul ini masih sangat kecil, karena antara lain tidak diikuti dengan pembangunan kebun induk. Balitka membangun kebun induk hanya sebatas sebagai penyedia benih sumber untuk para penakar benih, sedangkan pihak swasta kurang tertarik untuk membangun kebun induk kelapa, karena dari segi ekonomi kurang menguntungkan, dibandingkan membangun benih kelapa sawit. Sehingga dalam situasi seperti ini, dimana pengembangan kelapa tetap harus diberi prioritas sebab menyangkut sumber ekonomi masyarakat petani kecil, ketahanan pangan dan lapangan kerja, maka pembangunan kebun induk kelapa unggul untuk kebutuhan peremajaan dan rehabilitasi kelapa perlu ditangani langsung oleh pemerintah pusat dan daerah. Selain itu, untuk mensuplai benih kelapa ke daerah lain/kepulauan, membutuhkan transport yang mahal, yang disebabkan ukuran benih kelapa cukup besar dan berat dari segi volume. Untuk mengatasi masalah ini, dibutuhkan suatu strategi, yang bertujuan, yaitu selain meningkatkan kegiatan pelestarian plasma nutfah kelapa, juga akan mempercepat penyediaan benih kelapa unggul dalam rangka mendukung program pengembangan kelapa jangka panjang. Indonesia adalah negara kepulauan yang memiliki lebih dari pulau besar kecil. Pertanaman kelapa tersebar di seluruh kepulauan Indonesia, sehingga secara nasional terkenal juga dengan lagu Rayuan Pulau Kelapa dan Nyiur Hijau. Diduga setiap daerah memiliki origin plasma nutfah kelapa yang spesifik, dan beranekaragam. Untuk itu akan lebih efisien dan efektif jika konservasi plasma nutfah dilakukan juga secara in situ atau on farm conservation. Seiring dengan otonomi daerah, maka desentralisasi penyediaan benih kelapa unggul dapat lebih mudah dilakukan, yaitu melalui seleksi Blok Penghasil Tinggi (BPT) dan pembangunan kebun benih kelapa Dalam Komposit. Jika program ini dapat dilaksanakan secara bertahap, dan kontinu, maka selain penyediaan benih unggul dapat menunjang pengembangan kelapa setiap daerah, sekaligus terlaksana konservasi plasma nutfah kelapa secara in situ. Disamping itu sekaligus juga untuk melindungi varietas kelapa hasil perakitan pemuliaan, termasuk kelapa unggul lokal atau yang memiliki ciri karakter spesifik, dapat dilakukan pendaftaran dan perlindungan varietas tanaman. KONDISI PERKELAPAAN INDONESIA SAAT INI Pertanaman kelapa tersebar di seluruh kepulauan Indonesia. Pada tahun 2005 dari total areal 3,89 juta ha, pangsa pulau Sumatera mencapai 34,5%, Jawa 23,2%, Bali, NTB dan NTT 8,0%, Kalimantan 7,2%, Sulawesi 19,6%, Maluku dan Papua 7,5%. Luas areal dan produksi tanaman kelapa di setiap provinsi disajikan pada Tabel 1. Pada Tabel 1 tersebut dapat dilihat bahwa luas areal tanaman kelapa yang paling luas terdapat di provinsi: Riau, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah dan Maluku Utara. Produk utama yang dihasilkan di wilayah Sumatera adalah kopra dan minyak; di Jawa kelapa butir; Bali, NTB dan NTT kelapa butir dan minyak; Kalimantan kopra; Sulawesi minyak; Maluku dan Papua kopra. Komposisi keadaan tanaman secara nasional meliputi, tanaman belum menghasilkan

3 (TBM) seluas 13.9 % (0,54 juta ha), tanaman menghasilkan (TM) 74,0 % (2,88 juta ha) dan tanaman tua/rusak (TT/TR) 12,1 % ( 0,47 juta ha). Produktivitas tanaman kelapa baru mencapai kelapa butir yang setara 0,8 1,2 ton kopra/ha. Produktivitas ini masih dapat ditingkatkan menjadi butir atau setara 1,5-2,0 ton kopra. Ditingkat rumah tangga usahatani kelapa dapat menghasilkan penghasilan kotor sekitar Rp 2,0 juta/ha/tahun. Mengingat pada umumnya usahatani kelapa merupakan usahatani sampingan maka besaran pendapatan tersebut memberikan kontribusi yang berarti terhadap total pendapatan. Dalam konteks ketahanan pangan, kontribusi kelapa tercermin dari besarnya prosentase konsumsi domestik yang mencapai % dari produksi dalam bentuk konsumsi kelapa segar.

4 Tabel 1. Luas areal dan produksi kelapa tahun Tahun 2003 Tahun 2004 Tahun 2005 Provinsi Luas Produksi Luas Produksi Luas Produksi D.I. Aceh Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Riau Kepulauan Jambi Sumatera Selatan Bangka Belitung Bengkulu Lampung DKI Jakarat Jawa Barat Banten Jawa Tengah D.i.Yogyakarta Jawa Timur Bali Nusa Tenggara Barat Nusa Tengara Timur Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Sulawesi Utara Gorontalo Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawei Barat Sulawesi Tenggara Maluku Maluku Utara Papua Irian Jaya Barat INDONESIA Sumber: Deptan-Statistik Ditjenbun, 2006 Sekitar ha (15%) kondisi pertanaman kelapa saat ini sudah tua dan rusak sehingga perlu dilakukan peremajaan dan rehabilitasi. Agar produksi kelapa tidak menurun maka pelaksanaan peremajaan dan rehabilitasi harus dilakukan terus-menerus karena TM akan menjadi tua, demikian pula dengan kerusakan akibat serangan hama dan penyakit, dan bencana alam. Untuk meningkat produktivitas tanaman yang saat ini tergolong rendah maka dalam melaksanakan peremajaan dan rehabilitasi diperlukan bibit unggul yang berasal dari kebun induk, terutama Kebun Induk Kelapa Dalam Komposit (KIKDK). Saat ini sumber benih kelapa yang digunakan belum berasal dari kebun induk yang

5 dibangun khusus sebagai kebun induk yang benar, tetapi dipilih dari pertanaman yang ada di berbagai daerah yang disebut dengan blok penghasil tinggi (BPT). Walaupun benih yang berasal dari BPT lebih baik daripada benih sapuan, ke depan perlu dibangun KIKD Komposit sebagai sumber benih.penggunaan kelapa Dalam unggul lokal akan mampu meningkatkan produksi kelapa dari 1,1 ton kopra/ha/tahun menjadi 1,5 ton kopra/ha/tahun, selanjutnya untuk jangka panjang, penggunaan benih kelapa Dalam unggul Komposit akan meningkatkan produksi kelapa Dalam dari rata-rata 1,5 ton kopra/ha/tahun menjadi minimal 2,25 ton kopra/ha/tahun dengan pemeliharaan semi intensif. Benih kelapa diperlukan sebagai input dalam proses produksi dan sebagai materi sumber genetik untuk perbaikan potensi genetik kelapa. Permintaan benih kelapa dimasa mendatang sangat tinggi jika didasarkan pada angka perkembangan areal dan peremajaan. Secara nasional proporsi tanaman tua yang berumur lebih dari 50 tahun saat ini mencapai 15% dari areal kelapa total seluas 3,89 juta ha atau hektar. Areal kelapa tua ini seharusnya diremajakan karena tidak produktif lagi dan tidak layak secara ekonomi untuk diusahakan. Jika pertambahan areal selama 10 tahun terakhir sekitar 1% tetap berlanjut dan setiap tahun dilakukan peremajaan 5% dari total tanaman tua maka kebutuhan benih per tahun untuk peremajaan kelapa mencapai butir (220 butir benih/ha) untuk luasan hektar. Kebutuhan benih sebanyak itu memerlukan sedikitnya hektar kebun benih. Penetapan BPT sejak tahun 1970 sebagai sumber benih kelapa Dalam sebenarnya hanya merupakan langkah darurat atau jangka pendek untuk memasok kebutuhan benih pada program pengembangan kelapa. Pada saat itu, sumber benih hasil penelitian pemuliaan belum tersedia. Setelah sumber benih hasil pemuliaan tersedia, pengambilan benih di BPT selayaknya tidak dilakukan lagi untuk menjamin peningkatan produksi kelapa. Sehubungan dengan hal tersebut, alternatif sumber benih kelapa unggul selain BPT perlu dipersiapkan. Tetapi karena belum siap KIKD Komposit, maka bisa diidentifikasi BPT dan PIK secara ketat dan mengikuti prosedur dengan teknologi seleksi yang benar. Sumber benih kelapa dari BPT dan PIK dilakukan untuk jangka pendek sebelum KIKD Komposit berkembang dan berproduksi. KETERSEDIAAN TEKNOLOGI VARIETAS UNGGUL MENUNJANG PENGEMBANGAN KELAPA Tanaman kelapa digolongkan atas dua tipe yaitu kelapa Dalam dan kelapa Genjah. Tipe kelapa Dalam umumnya memiliki batang lebih tinggi, lebih dominan menyerbuk silang, dan mulai berbuah lebih lambat. Sebaliknya tipe kelapa Genjah memiliki batang lebih pendek, jarak antar bekas daun pada batang lebih rapat, lebih dominan menyerbuk sendiri dan precocious. Pada setiap tipe Dalam dan Genjah ini dijumpai perbedaan-perbedaan sifat yang dapat diwariskan pada generasi lebih lanjut. Sedangkan kelapa Hibrida adalah hasil persilangan F1 antar tipe kelapa yang berbeda, atau antar varietas berbeda dari tipe yang sama. Untuk mendukung pengembangan kelapa dalam rangka meningkatkan produktivitas kelapa, Balitka yang memiliki mandat komoditi kelapa telah menghasilkan beberapa varietas kelapa Dalam, kelapa Genjah, dan kelapa Hibrida. Kelapa Dalam Varietas kelapa Dalam yang telah direkomendasi Balitka ada lima varietas, yaitu kelapa Dalam Mapanget (DMT), Dalam Tenga (DTA), Dalam Bali (DBI), Dalam Palu (DPU) dan Dalam Sawarna (DSA). Keunggulan utama kelima kelapa unggul ini yaitu potensi hasil tinggi, dan toleran terhadap penyakit busuk pucuk. Kelapa Dalam Mapanget berasal dari Desa Mapanget, Kecamatan Dimembe, Kabupaten Minahasa Utara, Sulawesi Utara. Kelapa ini adalah hasil seleksi massa yang dilakukan oleh Dr. P.L.M.Tammes (Agronomy Belanda) tahun 1926/1927. Seleksi dilakukan terhadap 100 pohon dengan kriteria hasil tinggi. Keunggulan kelapa Dalam ini yaitu dapat menghasilkan buah dalam jumlah banyak, dengan ukuran buah sedang. Warna kulit buah antara lain hijau, hijau kecoklatan, coklat sampai merah. Jumlah buah yang dihasilkan rata-rata 90 butir/pohon/tahun, kadar kopra 260 g/butir, dan produksi kopra mencapai 3,3 ton/ha. Selanjutnya kelapa Dalam Tenga ditemukan pertama kali di Desa Tenga/Radei, Kecamatan Tenga, Kabupaten Minahasa Selatan, Sulawesi Utara pada waktu melakukan ekplorasi awal tahun 1970 an. Kelapa Dalam Tenga adalah tetua jantan dari kelapa hibrida KHINA-1, karena memiliki daya gabung yang baik dengan kelapa Genjah Kuning Nias (GKN). Rata-rata komponen buah Dalam Tenga lebih tinggi dari pada Dalam Mapanget, tetapi kadar kopra per butir dan per hektar adalah sama yaitu 260 g/butir dan 3,0 ton/ha. Kemudian, kelapa Dalam Bali sesuai dengan namanya berasal dari

6 pulau Bali yaitu di Perkebunan Pulukan. Kespesifikan Dalam Bali adalah memiliki ukuran buah besar, dan warna buah hijau. Berat buah utuh mencapai g/butir, berat daging segar 678 g/butir dan kadar kopra 325 g/butir, dengan produksi sekitar 3,0 ton kopra/ha/tahun. Komponen buah lainnya seperti sabut, tempurung dan air adalah cukup tinggi, dan ini menjadi bahan baku yang potensial untuk produk-produk serat sabut, charcoal, arang aktif, dan sari kelapa. Kelapa Dalam Bali telah digunakan sebagai tetua jantan pada perakitan kelapa hibrida KHINA-2. Varietas keempat adalah kelapa Dalam Palu yang memiliki sifat agak toleran terhadap kekeringan, karena asalnya dari Desa Bangga, Sulawesi Tengah yang beriklim agak kering. Dalam Palu digunakan sebagai tetua jantan pada kelapa Hibrida KHINA-3, dan ternyata efek kemarau terhadap penurunan produksi lebih nyata pada KHINA-1 dan KHINA-2 dibandingkan KHINA-3. Dalam Palu memiliki ukuran buah besar, bulat dan berwarna hijau. Walaupun produksi buah rata-rata hanya 80 butir/pohon/tahun, tetapi dengan kadar kopra 360 g/butir, maka dapat diperoleh hasil sekitar 2,8 ton kopra/ha. Terakhir adalah kelapa Dalam Sawarna yang memiliki keunggulan sifat, yaitu kecepatan pembungaan pertama sekitar 3,5-4 tahun. Kelapa ini berasal dari Desa Sawarna, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Warna buah yang dominan hijau, dengan ukuran buah sedang. Kadar kopra sekitar 280 g/butir, dan hasil dapat mencapai 3,0 ton kopra/ha. Kelapa Dalam DMT, DTA, DBI dan DPU telah dilepas oleh Mentan RI pada tahun 2004, selanjutnya kelapa Dalam DSA dilepas oleh Mentan pada tahun Varietas kelapa Dalam unggul ini yang direkomendasikan juga dalam rangka pembanguan KIKD Komposit, melalui sistem campuran dengan kelapa Dalam unggul lokal dari setiap daerah. Kelapa Genjah Pemanfaatan jenis kelapa Genjah lebih diarahkan pada penggunaan sebagai kelapa segar/sayur, kelapa muda, tanaman ornamental. Jenis kelapa ini sesuai untuk tujuan seperti diatas, karena memiliki penampilan pohon yang pendek, cepat berbuah, jumlah buah banyak, dan sesuai untuk minuman ringan. Sebagai tanaman ornamental, karena jenis kelapa Genjah memiliki keragaman warna buah dan pelepah daun yang lebih beragam. Disamping pemanfaatan langsung, jenis kelapa Genjah dimanfaatkan juga sebagai tetua persilangan di dalam perakitan kelapa Hibrida. Pada tahun 2006, Mentan RI telah melepas empat varietas kelapa Genjah unggul, yaitu: kelapa Genjah Salak (GSK) asal Kalimantan Selatan dengan kulit buah warna hijau, Genjah Raja (GRA) asal Maluku Utara dengan kulit buah warna coklat, Genjah Kuning Nias asal Sumatera Utara (GKN) dan Genjah Kuning Bali asal Bali (GKB). Rata-rata keempat varietas kelapa Genjah unggul ini dapat menghasilkan buah antara butir per pohon per tahun. Kelapa Hibrida Perakitan kelapa Hibrida dilakukan untuk menghasilkan varietas kelapa yang cepat berbuah dan produksi tinggi. Hasil penelitian sejak tahun Balitka telah merilis tiga jenis kelapa hibrida dengan potensi hasil antara 4-5 ton kopra/ha pada pemeliharaan dengan hight input, yaitu KHINA-1, 2 dan 3, dilepas oleh Mentan RI tahun Kelapa Hibrida KHINA-1 adalah hasil persilangan antara kelapa Genjah Kuning Nias dengan Dalam Tenga. Hibrida KHINA-1 ini mempunyai precocious yang sama dengan hibrida PB-121 (hibrida introduksi), tetapi dari penampilan morfologi, terutama warna buah kurang seragam dibandingkan PB-121. Tetapi terakhir petani lebih menyukai hibrida KHINA-1 daripada PB-121, karena KHINA-1 memiliki ukuran buah lebih besar dan agak toleran terhadap penyakit busuk pucuk. Kelapa hibrida KHINA-1 mulai berbuah pada umur 3,4 tahun, dan bisa dipanen pertama kali pada umur 4.7 tahun. Produksi kopra rata-rata mencapai 4 ton/ha, dengan produksi tertinggi sampai 5 ton/ha. Kadar minyak kopra adalah 64%. Kemudian kelapa hibrida KHINA-2 adalah hasil silangan antara kelapa Genjah Kuning Nias dengan Dalam Bali. Mulai berbuah umur 3,5 tahun. Warna buah hijau dan hijau kecoklatan, dengan ukuran buah tergolong sedang. Kadar kopranya cukup tinggi yaitu sekitar 296 g/butir, atau membutuhkan 3-4 butir kelapa untuk menjadi 1 kg kopra. Produksi kopra adalah sekitar 4 ton/ha, dengan kadar minyak kopra 64%. Sedangkan kelapa hibrida KHINA-3 adalah hasil silangan Genjah Kuning Nias dengan Dalam Palu. Morfologi pohon dan buah agak sulit dibebakan dengan KHINA-2. Demikian juga potensi hasil per pohon dan per hektar hampir sama dengan hibrida KHINA-2. Kelebihan kelapa hibrida KHINA-3 yaitu penurunan produksi buah tidak sedrastis KHINA-2 apabila mengalami kemarau panjang. Kadar minyak kopra cukup tinggi yaitu sekitar 65%. Walaupun memiliki potensi hasil tinggi, tetapi sama dengan sifat hibrida pada jenis tanaman lainnya, yaitu membutuhkan input yang tinggi terutama pemupukan yang optimal dan konsisten, serta kebutuhan teknis pemeliharaan lainnya. Petani kelapa umumnya tidak biasa melaksanakan pemupukan

7 pada kelapa Dalam, sehingga saat membudidayakan kelapa hibrida, banyak petani tidak melakukan syarat pemeliharaan yang baik, terutama pemupakan yang intensif. Akibatnya penampilan dan potensi hasil kelapa hibrida tidak terlihat sebagaimana mestinya. Ukuran buah kelapa hibrida kecil, dan produksi tidak sesuai dengan rekomendasi semula. Untuk mengatasi masalah ini, Balitka telah melakukan perakitan kelapa hibrida dengan melasanakan pemeliharaan medium input, yaitu pemupukan sekitar 3 kg/pohon/tahun, sedangkan rekomendasi sebelumnya untuk kelapa hibrida, yaitu sekitar 6 kg/ha/tahun (high input). Hasil penelitian Balitka selama 10 tahun ( ), telah dilepas dua jenis hibrida baru, yang dinamai KHINA-4 (GRA x DMT) dan KHINA-5 (GKB x DMT). KHINA-4 adalah hasil silangan kelapa Genjah Raja (GRA) dengan Kelapa Dalam Mapanget (DMT). Warna buah merah kecoklatan, ukuran buah sedang dan kadar kopra 236 g/butir. Hasil selama 5 tahun pertama diperoleh rata-rata 2,5 ton/ha, dan hasil tertinggi 3,5 ton/ha. Kandungan minyak daging buah adalah 60%, dan kandungan protein sekitar 6,11%. Air kelapa hibrida ini baik untuk bahan baku minuman ringan dan sari kelapa, karena selain volumenya cukup tinggi, kadar seratnya juga tinggi yaitu 0,53%. Hibrida KHINA-5 ini menggunakan tetau betina Genjah Kuning Bali (GKB), sedangkan tetua jantan adalah kelapa Dalam Mapanget. Mulai berbunga umur 3 tahun, dan panen pertama umur 4,3 tahun. Warna buah coklat kehijauan, ukuran buah sedang, dan produksi buah sekitar 80 butir/pohon/tahun. Kadar kopra buah 219 g/butir, dengan produksi rata-rata 2,4 ton/ha, dan produksi tertinggi 3,3 ton/ha. Kandungan minyak 60% dan protein daging buah sekitar 6,38%. Air buah hibrida ini cocok untuk bahan baku minuman ringan dan sari kelapa, karena volume air cukup tinggi 378 g/butir, dan kandungan kalsium 12,22% serta serat kasar 0,50%. KONSERVASI PLASMA NUTFAH KELAPA Konservasi plasma nutfah dapat dilakukan secara ex situ dan in situ atau on farm conservation. Masing-masing memiliki keuntungan dan kerugian. Konservasi plasma nutfah kelapa secara ex situ telah dilakukan oleh Balitka pada beberapa daerah, tetapi masalah, hambatan, tantangan yang dihadapi cukup berat juga. Masalah lain pada sistem konservasi secara ex situ adalah membutuhkan biaya maintenance yang sangat tinggi. Kemudian masalah lain yang dihadapi juga, yaitu biaya transport bahan tanaman yang sangat mahal, akibat dari benih kelapa yang memiliki volume besar dan berat. Teknologi perbanyakkan secara kultur embrio telah tersedia, tetapi tetap memiliki beberapa keterbatasan juga. Sehingga pengumpulan materi plasma nutfah kelapa yang tidak ditangani dengan baik, jumlah yang harus ditanam tidak terpenuhi lagi, maka mungkin saja keaslian genetik kelapa di in situ, tidak diperlihatkan lagi pada penampilan di koleksi ex situ. Berdasarkan pertimbangan ini, mungkin untuk kepentingan penelitian sampai batas-batas tertentu tetap harus dilakukan eksplorasi, karakterisasi, koleksi dan evaluasi serta pengumpulan database dari koleksi plasma nutfah kelapa pada ex situ, yang selanjutnya akan dimanfaatkan pada kegiatan pemuliaaan lebih lanjut dalam rangka perakitan varietas kelapa unggul baru. Tetapi dalam rangka menunjang peremajaan dan rehabilitasi kelapa yang membutuhkan banyak benih kelapa bermutu di setiap provinsi dan kabupaten, maka strategi seleksi BPT dan PIK, sekaligus ditujukan untuk konservasi in situ secara tidak langsung akan sangat bermanfaat dan lebih logis untuk dilakukan ke depan. Dengan pertimbangan-pertimbangan masalah pada koleksi secara ex situ, maka pemanfaatan materi plasma nutfah yang diseleksi unggul di setiap daerah atau kepulauan, selain ketersediaan benih unggul lokal dapat terpenuhi bagi kebutuhan setiap daerah pengembangan kelapa, juga konservasi plasma nutfah jenis kelapa lokal setiap daerah tersebut dapat berjalan secara lestari. Seiring dengan otonomi daerah, mungkin konservasi in situ lebih baik dan lebih mudah diterapkan, karena setiap daerah dapat mengeluarkan kebijakan untuk melindungi kepentingan umum. Kemudian dengan cara konservasi seperti ini, maka benih kelapa yang diedarkan kepada para pengguna, pasti akan lebih efisien, murah dan efektif, serta manfaatnya besar bagi masyarakat sekitar dan petani kelapa. Hal yang harus diperhatikan untuk sustainable dari konservasi plasma nutfah secara in situ adalah masyarakat sekitar dan petani setempat atau petani kelapa merasakan langsung manfaat dari keberadaan atau mempertahankan materi kelapa tersebut secara ekonomi, sosial, budaya dan kelestarian lingkungannya. Jika manfaat dapat dirasakan oleh masyarakat sekitar, maka tanaman kelapa tersebut tidak akan ditebang untuk diganti dengan tanaman lain yang dirasa lebih ekonomis, ataupun untuk kepentingan pembangunan lainnnya. Disini tentu saja peran daerah, yang dapat mengeluarkan

8 kebijakan untuk pelestarian jenis kelapa lokalnya, dapat membantu untuk memperlambat terjadinya erosi genetik pada tanaman kelapa. Disamping itu dalam rangka perlindungan varietas tanaman termasuk komoditi kelapa, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2000, maka varietas atau kultivar kelapa yang dianggap unik dan berbeda jelas dengan varietas/kultivar lainnya, dapat diajukan oleh pemda setempat/masyarakat/petani sebagai pemilik untuk mendapatkan hak PVT. Sejalan dengan kondisi ini, maka pengembangan industri benih kelapa ke depan tetap harus melalui pembangunan KIKD Komposit, dan untuk kebutuhan benih awal dapat diseleksi melalui BPT dan PIK. PENGEMBANGAN INDUSTRI BENIH KELAPA Pembangunan KIKD Komposit Perakitan kelapa Dalam Unggul Komposit dapat dilakukan dengan 3 cara berdasarkan populasi tetua yang digunakan. Pertama. Dalam Unggul Komposit dirakit dari kelapa Dalam Unggul bersari bebas (Open-pollinated population) menghasilkan Kelapa Dalam Komposit Sari Bebas (DKT-SB). Kedua. Dalam Unggul Komposit dirakit dari kelapa Hibrida Intervarietas Dalam x Dalam menghasilkan Kelapa Dalam Komposit Hibrida Intervarietas (DKT-HI), Ketiga. Dalam Unggul Komposit dirakit dari turunan pertama penyerbukan sendiri (Selfing generation one disingkat S1) dari kelapa Dalam Unggul menghasilkan Kelapa Dalam Komposit Serbuk Sendiri (DKT-SS). Proses perakitan DKT-SB lebih mudah dibanding dengan proses perakitan DKT-HI dan DKT-SS karena hanya melalui 2 tahapan yaitu seleksi dan uji multilokasi. Perakitan KDK-HI melalui tahapan seleksi, persilangan Dalam x Dalam dan uji multilokasi, sedangkan perakitan DKT-SS melalui proses seleksi, penyerbukan sendiri (selfing) dari tetua, dan uji multilokasi. Turunan pertama dari persilangan alami DKT-SB dan DKT-SS yaitu Hibrida Alami Intervarietas Tunggal (Natural Intervariety Single Cross-Hybrids). Turunan pertama dari persilangan alami DKT-HI yaitu Hibrida Alami Intervarietas Ganda (Natural Intervariety Multiple Cross Hybrids). DKT- SS memiliki efek heterosis yang lebih tinggi dari DKT-SB dan DKT-HI karena penyerbukan silang akan mengeliminir gen-gen resesif yang tidak diinginkan dan mengakumulasi gen-gen dominant yang diinginkan. Balitka pada tahun , telah melakukan penelitian untuk merakit DKT-SB dan DKT-HI. Hasil yang diperoleh berupa kelapa Dalam terpilih sebanyak 10 kultivar yaitu Dalam Mapanget (DMT), Dalam Tenga (DTA), Dalam Bali (DBI), Dalam Palu (DPU), Dalam Sawarna (DSA), Dalam Lubuk Pakam (DLP), Dalam Jepara (DJA), Dalam Banyuwangi (DBW), Dalam Kima Atas (DKA) dan Dalam Rennel (DRL). Kelapa Dalam Komposit Sari Bebas generasi nol (DKT-SBO) telah ditanam tahun 2003 di dua provinsi Jawa Timur dan Gorontalo masing-masing 10 ha. Pertanaman ini selanjutnya berfungsi sebagai kebun induk yang akan menghasilkan benih kelapa Dalam Komposit Serbuk Bebas generasi satu (DKT- SB1). Benih DKT-SB1 dapat digunakan dalam pengembangan setelah DKT-SBO dievaluasi dan dilepas. Evaluasi DKT-SBO selama 3 tahun setelah berproduksi. Selanjutnya bibit kelapa DKT-HI telah ditanam juga di provinsi Jawa Timur dan Gorontalo tahun 2005, masing-masing seluas 5 ha, dan tahun 2006 ditanam di lokasi ke 3 yaitu K.P. Kima Atas, Balitka, provinsi Sulawesi Utara seluas 5 ha. Pembangunan Kebun Induk Komposit bersari bebas hasil kerjasama Balitka dengan beberapa Provinsi/Kabupaten telah dilaksanakan di Sibolga-Sumatera Utara, Kalbar, Sampit-Kalteng, Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, Jawa Barat, dan Jawa Tengah. Kelapa Dalam Komposit yang disarankan Balitka untuk pengembangan secara cepat di daerah-daerah kelapa yaitu Komposit Serbuk Bebas (DKT- SB). Caranya yaitu diintroduksi 4 varietas unggul yang telah dilepas oleh Balitka, yaitu Dalam Mapanget, Dalam Tenga, Dalam Bali dan Dalam Palu. Kemudian dicampur juga dengan 3 kultivar kelapa unggul lokal hasil dari Blok Penghasil Tinggi (BPT) yang telah diidenfifikasi Balitka dan bekerjasama dengan BP2MB/IP2MB setempat serta Disbun Provinsi/Kabupaten. Sebagai dasar seleksi penetapan ataupun evaluasi kembali BPT di setiap Provinsi/Kabupaten dan seleksi Pohon Induk Kelapa, dapat memanfaatkan Hasil Kesepakatan Bali, yaitu tentang Sertifikasi Benih Kelapa. Modelnya akan ditanam seperti rancangan Kelapa Dalam Komposit sebelumnya yaitu sarang lebah (honey comb) atau 7 varietas/ kultivar dalam satu sarang lebah, sehingga persilangan antar varietas akan berpeluang sangat besar untuk membentuk genotip heterosigot yang diharapkan. Diharapkan setiap Provinsi/Kabupaten dapat membangun Kebun Induk Komposit ini secara bertahap, minimal 100 ha untuk memenuhi kebutuhan benih bagi peremajaan kelapa. Pembangunan Kebun Induk Kelapa Dalam Komposit dapat dilakukan dalam bentuk waralaba benih di mana petani, pengusaha, PEMDA dan pengguna lainnya sebagai penerima waralaba dan Balai

9 Penelitian Tanaman Kelapa dan Palma sebagai pemberi waralaba. Pembangunan KIKDK dengan mengikutsertakan petani/asosiasi petani dan PEMDA akan meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pembangunan, meningkatkan pendapatan, mendorong komersialisasi perbenihan, dan meningkatkan pendapatan asli daerah serta mendukung percepatan pelaksanaan otonomi daerah. Identifikasi, Evaluasi dan Seleksi BPT dan PIK Berdasarkan hasil penelitian Balitka dalam rangka eksplorasi plasma nutfah, identifikasi BPT dan pohon induk kelapa, survai petani kelapa, pengentasan kemiskinan petani kelapa, dan sebagainya, ternyata cukup banyak ditemukan berbagai kultivar kelapa unggul dan unik yang memiliki sifat spesifik untuk dikembangkan di berbagai daerah, baik provinsi, kabupaten, kecamatan, sampai tingkat desa. Hasil ini memperlihatkan bahwa sebenarnya setiap daerah pengembangan kelapa memiliki kelapa unggul lokal. Masalahnya sekarang, bahan tanaman yang potensial ini perlu dilakukan penanganan secara sistematis, sehingga benih dan bibit kelapa yang disalurkan dari sumber benih lokal, benar-benar dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah, dan pada kenyataannya nanti di kebun petani mampu meningkatkan produksi kelapa. Beberapa contoh kelapa unggul lokal yang ditemukan dalam kegiatan penelitian Balitka selama ini, antara lain: Kelapa Dalam Mamuaya, asal Desa Wasian, Kecamatan Dimembe, Kab. Minahasa, Provinsi Sulawesi Utara. Dinamakan kelapa Mamuaya karena pemiliknya adalah dari keluarga Mamuaya. Keunggulan dari kelapa Mamuaya ini adalah produksi buahnya yang cukup tinggi dengan kualitas komponen buah yang berada di atas ukuran rata-rata serta memiliki sabut tipis. Estimasi potensi produksi kopra kelapa Dalam Mamuaya yaitu sekitar 4,0 ton per ha per tahun. Kemudian, kelapa Dalam Palapi, ditemukan di Desa Palapi, Kecamatan Moutong Kab.Donggala,Provinsi Sulawesi Tengah. Kelapa ini memiliki ukuran buah dan biji yang besar, dan jumlah buah pertandan rata-rata diatas 8 butir, produksi sekitar 3 ton kopra/ha/tahun. Keunikan lain yang spesifik dari kelapa Palapi ini adalah rongga buah tanpa daging yang besar dan menjorok ke dua arah sehingga kandungan airnya melebihi rata-rata kandungan air kelapa Dalam normal lainnya. Kandungan air yang banyak sangat disukai untuk bahan baku pembuat nata de coco (sari kelapa). Selanjutnya, kelapa Dalam Dobo, berasal dari Desa Ngilngof,Kepulauan Kei Kecil Kabupaten Maluku Tenggara,Provinsi Maluku. Populasi kelapa ini banyak tersebar di Pulau Babi (Kepulauan Aru) dan menurut informasi penduduk Ngilngof, penyebaran kelapa Dobo ini berasal dari Australia dan New Zealand, yang ditanam oleh pemerintah Belanda sebagai kebun induk di pulau Babi pada tahun1905. Keunikan dari kelapa Dobo adalah ukuran buah sangat besar (3,5 kg/butir dibandingkan dengan kelapa pada umumnya (1-2 kg/butir). Lalu contoh lain adalah kelapa Dalam Santongbolang, ditemukan di Desa Santongbolang Kecamatan Santongbolang Kab. Bolaang Mongondow,Sulawesi Utara. Keunikan dari kelapa Santongbolang adalah produksi buah/tandan/tahun yang sangat banyak yaitu rata-rata 60 butir bahkan dalam kondisi normal mampu menghasilkan buah diatas 100 butir/tandan,dengan ukuran buah sedang. Berat daging buah segar 400 g/butir, sehingga estimasi hasil kopra dapat mencapai di atas 3 ton/ha/tahun. Sedangkan kelapa Dalam Takome, berasal dari Desa Takome, Ternate,Maluku Utara. Keunikan dari kelapa jenis ini adalah jumlah buah per tandan yang bisa mencapai lebih dari 100 butir. Tetapi pembuahan jenis kelapa ini bersifat seasonal yaitu sangat di pengaruhi oleh keadaan musim. Ditemukan pertama kali oleh Balitka pada tahun Penduduk setempat menamakan kelapa ini Igoratu yang artinya Igo = Kelapa dan Ratu = Ratusan. Diduga masih banyak kelapa unik yang dimiliki oleh setiap daerah/kepulauan, yang perlu ditangani secara baik agar tidak musnah dan dimanfaatkan untuk kepentingan masyarakat setempat. Blok adalah kebun kelapa yang tanamannya berada dalam satu hamparan (tidak terpencar) dengan luas minimal 2,5 ha dan maksimal 25 ha. Berdasarkan pengertian diatas maka Blok Penghasil Tinggi (BPT) dapat didefinisikan : hamparan pertanaman kelapa yang kompak dengan luas antara 2,5-25 ha, umur tanaman antara tahun, pertanaman seragam baik jenis jarak tanam dan tinggi tanaman serta dapat memproduksi minimal 1,5 ton kopra/ ha/tahun. Selama ini BPT dianggap sama dengan kebun induk sehingga semua tanaman dapat dijadikan sumber benih pada hal BPT sebagai sumber benih tidak akan memberikan perbaikan pada populasi turunannya. Seharusnya dari BPT tersebut dilakukan lagi seleksi individual sehingga diperoleh pohonpohon induk sumber benih untuk bahan tanaman. Besarnya tingkat seleksi PIK untuk setiap BPT dianjurkan maksimum 15% tanaman terbaik, artinya kalau luas BPT 2,5 ha dengan jumlah tanaman 250 pohon maka PIK sumber benih maksimum 38 pohon. Liyanage (1973) melaporkan bahwa seleksi massa di Sri Lanka berdasarkan berat buah tanpa sabut meningkatkan hasil pada turunannya. Seleksi 5% pohon terbaik akan memberikan kenaikan berat buah tanpa sabut sebesar 14.4% pada populasi

10 turunannya. Selanjutnya, seleksi 10% dan 15% tanaman terbaik akan memberikan kenaikan berat buah tanpa sabut berturut-turut sebesar 10.1% dan 7.9% (Liyanage, 1972). Pada BPT, sekitar 80% buah yang berasal dari populasi tersebut dijadikan benih sehingga intensitas seleksi sangat rendah. Akibatnya, perbaikan produksi turunan dibandingkan tetua asalnya tidak nyata. Program peremajaan dan pengembangan kelapa ternyata masih membutuhkan butir benih/tahun. Dalam jangka pendek hanya mungkin diperoleh jika memperluas BPT dan memperbanyak PIK. Kebutuhan PIK diperkirakan pohon dari luas BPT ha. Untuk mendapatkan BPT dan PIK tersebut dapat dilakukan perluasan di provinsi yang sudah dilakukan sebelumnya seperti Gorontalo, Sulawesi Utara, Sulawesi Barat dan Bali dan khususnya provinsi yang menjadi obyek peremajaan dan belum dilakukan identifikasi BPT/ PIK seperti NAD, Jambi, Sulteng, Sultra, Maluku Utara, Maluku dan Lampung perlu dilakukan penetapan sumber benih sesuai kebutuhan yang telah diprogramkan. Untuk merealisasikan kegiatan ini, diharapkan DItjenbun dan Dinas-Dinas Perkebunan Provinsi yang terkait dapat tetap memprogramkan dan menyediakan dana untuk penetapan BPT dan PIK. Sejak tahun beberapa Dinas Perkebunan Provinsi telah meminta bantuan teknik dari Balitka untuk penentuan Blok Penghasil Tinggi (BPT) dan Pohon Induk Kelapa (PIK) yakni Jawa Timur, Gorontalo, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Sulawesi Utara, Bali, Sulawesi Barat, Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa Tengah. Luas BPT dan jumlah PIK serta perkiraan produksi benih masing-masing provinsi dapat dilihat pada Tabel 2. Data pada Tabel 2 menunjukkan bahwa luas BPT sembilan provinsi 800 ha dengan jumlah PIK pohon, dapat menghasilkan butir benih per tahun,. Jumlah ini masih kurang dibandingkan kebutuhan benih jika peremajaan dan rehabilitasi berjalan sesuai dengan target Direktorat Jenderal Perkebunan, yaitu sekitar Ha per tahun. Tabel 2. Luas BPT, jumlah PIK dan perkiraan produksi benih kelapa Dalam di sembilan Provinsi. No. Provinsi Luas BPT Jumlah PIK Perkiraan Produksi (ha) (pohon) Benih (Butir) 1 Jawa Timur Gorontalo Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Sulawesi Utara Bali Sulawesi Barat Daerah Istimewa Yogya Jawa Tengah Jumlah Pelestarian Plasma Nutfah dan PVT yang Sejalan dengan Pengembangan Benih kelapa: Kelapa Kopyor Genjah di Kabupaten Pati, Jawa Tengah Kelapa Kopyor, di Indonesia sudah lama dikenal sebagai bahan campuran pada berbagai jenis makanan seperti kue, es krim, sirup, dan lain-lain. Kelapa Kopyor ditemukan secara alami di Jawa Tengah dan Pulau Bali, serta Provinsi lampung, khususnya Kabupaten Lampung Selatan,Kalianda. Dinegara-negara penghasil kelapa lainnya ditemukan juga jenis kelapa ini dengan nama yang berbeda beda,seperti Makapuno di Filipina,Dikiri di Srilanka,dan Maphrao Khati di Thailand. Sebagai contoh telah berkembangnya secara baik pemanfaatan kelapa dan sekaligus melestarikan keragaman genetiknya adalah pengembangan kelapa Kopyor Genjah oleh pemerintah Kabupaten Pati, Jawa Tengah. Luas tanaman kelapa kopyor di Kabupaten Pati adalah 378 Ha, yang tersebar di beberapa kecamatan, yaitu: Dukuhseti, Margoyoso, Taju, Wedarijaksa, Trangkil, Gunung Wungkal dan Cluwak. Dengan meningkatnya permintaan buah kelapa kopyor untuk konsumsi, maka pengembangan jenis kelapa kopyor ini terjadi dengan cepat, karena masyarakat serta petani kelapa merasakan langsung nilai tambah secara ekonomi bagi keluarga dan masyarakat sekitar. Pekerjaan lain yang berkembang dengan makin maraknya pemasaran kelapa kopyor, selain petani kopyor sendiri, yaitu penakar bibit kopyor, para penokok buah kopyor yang berperan ganda sebagai pedagang perantara, dan

11 pedagang pengumpul buah kopyor. DiKabupaten Pati telah diidentifikasi sebanyak pohon kelapa kopyor yang dimiliki oleh petani (Dishutbun Pati, 2006). Lalu jumlah tukang tokok buah kopyor sebanyak 13 orang, pedagang pengumpul buah kopyor 8 orang, serta penakar bibit kopyor sebanyak 30 orang (Dishutbun Pati, 2007). Keterkaitan dengan konservasi plasma nutfah kelapa, khususnya jenis kelapa kopyor, yaitu kelapa Kopyor Genjah Pati ini telah diidentifikasi secara morfologi dan analisis marka DNA ternyata memiliki lima aksesi. Dari segi warna kulit buah dapat dibedakan atas, kopyor Puyuh (warna hijau), gading, coklat, merah dan kuning. Dari daging buah kopyor dibedakan atas jenis kopyor daging tebal, tipis, dan lilin. Tanaman kelapa kopyor di Kabupaten Pati, sebagian besar ditanam petani dipekarangan rumah atau batas halam rumah, dengan jarak sangat rapat, yaitu ada yang hanya dua meter. Tetapi yang penting disini, yaitu terjadi konservasi secara in situ, karena petani kelapa dan masyarakat sekitar tetap memelihara semua jenis kopyor tersebut, sehingga kecil kemungkinan akan terjadi erosi genetis. Bahkan sementara induk pohon kelapa kopyornya masih produktif, petani telah menyisipkan kembali bibit hasil seleksi dari pohon kopyor terbaik, sebagai calon pohon pengganti yang ditanam disamping pohon yang sedang produktif tersebut. Namun demikian untuk pengembangan jenis kelapa kopyor ini agar lebih baik lagi dan produktivitas buah kopyor dapat ditingkatkan, lalu nilai ekonomi makin tinggi, maka perlu dilakukan seleksi dan perbaikan produktivitas tanaman, melalui penanaman yang lebih teratur, pembangunan kebun induk benih yang terseleksi baik, sehingga bisa lebih meningkatkan produktifitas tanaman. Jenis kelapa Kopyor Genjah asal kabupaten Pati ini akan segera didaftarkan oleh pemda setempat sebagai pemilik di kantor PPVT. Balitka bekerja sama dengan Dishutbun Kabupaten Pati, sedang melengkapi Form isian untuk pendaftaran varietas kelapa tersebut.

12 PENUTUP Kebutuhan benih kelapa untuk program peremajaan, rehabilitasi dan pengembangan sangat banyak dan tidak seimbang dengan ketersediaan sumber benih unggul yang ada. Untuk mengatasi kekurangan benih tersebut dapat ditempuh melalui identifikasi dan evaluasi kembali BPT serta seleksi PIK baik di setiap provinsi dan atau kabupaten yang menjadi obyek peremajaan dan pengembangan kelapa. Strategi penyediaan benih kelapa ini dapat dilakukan secara secara cepat, murah, dan mudah dibandingkan membangun dan menunggu produksi dari KIKD Komposit, tetapi sifatnya hanya untuk jangka pendek. Sedangkan untuk jangka panjang diharapkan setiap provinsi/kabupaten penghasil utama kelapa dapat membangun secara kontinu dan bertahap KIKD Komposit minimal 100 ha sebagai sumber benih. BPT sebagai sumber benih kelapa unggul lokal, sekaligus sebagai tempat pelestarian plasma nutfah secara in situ. Diharapkan juga bahwa varietas atau kultivar kelapa unik yang berbeda secara spesifik, agar didaftarkan dan dilindungi kepemilikannya di kantor PPVT.

STRATEGI KEBIJAKAN PEREMAJAAN KELAPA RAKYAT 1)

STRATEGI KEBIJAKAN PEREMAJAAN KELAPA RAKYAT 1) 288 Pengembangan Inovasi Pertanian 1(4), 2008: 288-297 Dedi Soleh Effendi STRATEGI KEBIJAKAN PEREMAJAAN KELAPA RAKYAT 1) Dedi Soleh Effendi Balai Penelitian Tanaman Kelapa dan Palma Lain Jalan Bethesda

Lebih terperinci

PENETAPAN BPT KELAPA DALAM SEBAGAI BENIH SUMBER DI KABUPATEN SUMBA TIMUR PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR. Oleh Yeany M. Bara Mata, SP

PENETAPAN BPT KELAPA DALAM SEBAGAI BENIH SUMBER DI KABUPATEN SUMBA TIMUR PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR. Oleh Yeany M. Bara Mata, SP PENETAPAN BPT KELAPA DALAM SEBAGAI BENIH SUMBER DI KABUPATEN SUMBA TIMUR PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Oleh Yeany M. Bara Mata, SP (PBT Pertama - Dinas Pertanian dan Perkebunan Propinsi NTT) Tanaman kelapa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Untuk tingkat produktivitas rata-rata kopi Indonesia saat ini sebesar 792 kg/ha

I. PENDAHULUAN. Untuk tingkat produktivitas rata-rata kopi Indonesia saat ini sebesar 792 kg/ha I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kopi merupakan salah satu komoditas perkebunan tradisional yang mempunyai peran penting dalam perekonomian Indonesia. Peran tersebut antara lain adalah sebagai sumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Hampir semua bagian dari tanaman kelapa baik dari batang, daun dan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Hampir semua bagian dari tanaman kelapa baik dari batang, daun dan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kelapa merupakan salah satu tanaman yang terpenting dalam perekonomian Indonesia. Hampir semua bagian dari tanaman kelapa baik dari batang, daun dan buah mempunyai

Lebih terperinci

MENGENAL KELAPA DALAM UNGGUL LOKAL ASAL SULAWESI UTARA (Cocos nucifera. L) Eko Purdyaningsih,SP PBT Ahli Muda BBPPTPSurabaya

MENGENAL KELAPA DALAM UNGGUL LOKAL ASAL SULAWESI UTARA (Cocos nucifera. L) Eko Purdyaningsih,SP PBT Ahli Muda BBPPTPSurabaya A. Pendahuluan MENGENAL KELAPA DALAM UNGGUL LOKAL ASAL SULAWESI UTARA (Cocos nucifera. L) Eko Purdyaningsih,SP PBT Ahli Muda BBPPTPSurabaya Kelapa (Cocos nucifera. L) merupakan tanaman yang sangat dekat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai sentra bisnis yang menggiurkan. Terlebih produk-produk tanaman

BAB I PENDAHULUAN. sebagai sentra bisnis yang menggiurkan. Terlebih produk-produk tanaman BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Permasalahan Tanaman perkebunan merupakan salah satu komoditas yang bisa diandalkan sebagai sentra bisnis yang menggiurkan. Terlebih produk-produk tanaman perkebunan

Lebih terperinci

POTENSI KELAPA GENJAH HIJAU MANIS UNTUK TENDER COCONUT

POTENSI KELAPA GENJAH HIJAU MANIS UNTUK TENDER COCONUT POTENSI KELAPA GENJAH HIJAU MANIS UNTUK TENDER COCONUT Meity A. Tulalo, Hengky Novarianto dan Chandra Indrawanto Balai Penelitian Tanaman Palma, Manado Jalan Raya Mapanget, PO Box 1004 Manado 95001 ABSTRAK

Lebih terperinci

PENILAIAN DAN PENETAPAN CALON BLOK PENGHASIL TINGGI (BPT) KELAPA DALAM DI KABUPATEN TAMBRAUW PROVINSI PAPUA BARAT

PENILAIAN DAN PENETAPAN CALON BLOK PENGHASIL TINGGI (BPT) KELAPA DALAM DI KABUPATEN TAMBRAUW PROVINSI PAPUA BARAT PENILAIAN DAN PENETAPAN CALON BLOK PENGHASIL TINGGI (BPT) KELAPA DALAM DI KABUPATEN TAMBRAUW PROVINSI PAPUA BARAT Oleh Agung mahardhika, SP ( PBT Pertama ) Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan

Lebih terperinci

KEBIJAKAN DAN STRATEGI OPERASIONAL PENGEMBANGAN BIOINDUSTRI KELAPA NASIONAL

KEBIJAKAN DAN STRATEGI OPERASIONAL PENGEMBANGAN BIOINDUSTRI KELAPA NASIONAL KEBIJAKAN DAN STRATEGI OPERASIONAL PENGEMBANGAN BIOINDUSTRI KELAPA NASIONAL Gamal Nasir Direktorat Jenderal Perkebunan PENDAHULUAN Kelapa memiliki peran strategis bagi penduduk Indonesia, karena selain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Kelapa (Cocos nucifera L.) merupakan salah satu tanaman yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Kelapa (Cocos nucifera L.) merupakan salah satu tanaman yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kelapa (Cocos nucifera L.) merupakan salah satu tanaman yang banyak dibudidayakan dihampir seluruh negara tropis di dunia termasuk Indonesia. Indonesia mampu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ubi kayu (Manihot esculenta Crantz) merupakan sumber bahan pangan ketiga di

I. PENDAHULUAN. Ubi kayu (Manihot esculenta Crantz) merupakan sumber bahan pangan ketiga di 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Ubi kayu (Manihot esculenta Crantz) merupakan sumber bahan pangan ketiga di Indonesia setelah padi dan jagung. Dengan perkembangan teknologi, ubi kayu dijadikan

Lebih terperinci

PENGAWALAN INTEGRASI JAGUNG DI LAHAN PERKEBUNAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR TAHUN 2017

PENGAWALAN INTEGRASI JAGUNG DI LAHAN PERKEBUNAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR TAHUN 2017 PENGAWALAN INTEGRASI JAGUNG DI LAHAN PERKEBUNAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR TAHUN 2017 Samarinda, 1 Maret 2017 1 LATAR BELAKANG Untuk mewujudkan ketahanan pangan nasional dan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi

Lebih terperinci

Identifikasi Kelapa Dalam Unggul Lokal untuk Materi Kebun Induk Kelapa Dalam Komposit di Provinsi Jawa Tengah

Identifikasi Kelapa Dalam Unggul Lokal untuk Materi Kebun Induk Kelapa Dalam Komposit di Provinsi Jawa Tengah Identifikasi Kelapa Dalam Unggul Lokal untuk Materi Kebun Induk Kelapa Dalam Komposit di Provinsi Jawa Tengah Jeanette Kumaunang Balai Penelitian Tanaman Kelapa dan Palma Lain ABSTRAK Penelitian ini bertujuan

Lebih terperinci

5 GAMBARAN UMUM AGRIBISNIS KELAPA SAWIT

5 GAMBARAN UMUM AGRIBISNIS KELAPA SAWIT 27 5 GAMBARAN UMUM AGRIBISNIS KELAPA SAWIT Perkembangan Luas Areal dan Produksi Kelapa Sawit Kelapa sawit merupakan tanaman penghasil minyak sawit dan inti sawit yang menjadi salah satu tanaman unggulan

Lebih terperinci

DAFTAR ALAMAT MADRASAH TSANAWIYAH NEGERI TAHUN 2008/2009

DAFTAR ALAMAT MADRASAH TSANAWIYAH NEGERI TAHUN 2008/2009 ACEH ACEH ACEH SUMATERA UTARA SUMATERA UTARA SUMATERA BARAT SUMATERA BARAT SUMATERA BARAT RIAU JAMBI JAMBI SUMATERA SELATAN BENGKULU LAMPUNG KEPULAUAN BANGKA BELITUNG KEPULAUAN RIAU DKI JAKARTA JAWA BARAT

Lebih terperinci

KELAPA. (Cocos nucifera L.)

KELAPA. (Cocos nucifera L.) KELAPA (Cocos nucifera L.) Produksi tanaman kelapa selain untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, juga diekspor sebagai sumber devisa negara. Tenaga kerja yang diserap pada agribisnis kelapa tidak sedikit,

Lebih terperinci

VI. ARAH PENGEMBANGAN PERTANIAN BEDASARKAN KESESUAIAN LAHAN

VI. ARAH PENGEMBANGAN PERTANIAN BEDASARKAN KESESUAIAN LAHAN VI. ARAH PENGEMBANGAN PERTANIAN BEDASARKAN KESESUAIAN LAHAN Pada bab V telah dibahas potensi dan kesesuaian lahan untuk seluruh komoditas pertanian berdasarkan pewilayahan komoditas secara nasional (Puslitbangtanak,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN UMUM Latar Belakang

I. PENDAHULUAN UMUM Latar Belakang I. PENDAHULUAN UMUM Latar Belakang Pepaya merupakan salah satu komoditi buah penting dalam perekonomian Indonesia. Produksi buah pepaya nasional pada tahun 2006 mencapai 9.76% dari total produksi buah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kelapa (Cocos nucifera L) disebut pohon kehidupan, karena hampir semua

BAB I PENDAHULUAN. Kelapa (Cocos nucifera L) disebut pohon kehidupan, karena hampir semua BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kelapa (Cocos nucifera L) disebut pohon kehidupan, karena hampir semua bagian dari pohon yaitu akar, batang, daun dan buahnya dapat dipergunakan untuk kebutuhan kehidupan

Lebih terperinci

VALUASI EKONOMI SUMBER DAYA GENETIK PERTANIAN INDONESIA: Studi Kasus Padi

VALUASI EKONOMI SUMBER DAYA GENETIK PERTANIAN INDONESIA: Studi Kasus Padi POLICY BRIEF VALUASI EKONOMI SUMBER DAYA GENETIK PERTANIAN INDONESIA: Studi Kasus Padi Tim Peneliti: Ening Ariningsih Pantjar Simatupang Putu Wardana M. Suryadi Yonas Hangga Saputra PUSAT SOSIAL EKONOMI

Lebih terperinci

Benih kelapa dalam (Cocos nucifera L. var. Typica)

Benih kelapa dalam (Cocos nucifera L. var. Typica) Standar Nasional Indonesia Benih kelapa dalam (Cocos nucifera L. var. Typica) ICS 65.020 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Istilah dan definisi...

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan sesuatu hal yang sangat vital bagi kehidupan manusia.

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan sesuatu hal yang sangat vital bagi kehidupan manusia. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pangan merupakan sesuatu hal yang sangat vital bagi kehidupan manusia. Peningkatan ketahanan pangan merupakan tanggung jawab bersama antara masyarakat dan pemerintah.

Lebih terperinci

Prospek Produksi Benih Sumber Jagung Komposit di Provinsi Sulawesi Utara

Prospek Produksi Benih Sumber Jagung Komposit di Provinsi Sulawesi Utara Prospek Produksi Benih Sumber Jagung Komposit di Provinsi Sulawesi Utara Bahtiar 1), J. W. Rembang 1), dan Andi Tenrirawe 2) Peneliti pada Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Utara 1) Balai Penelitian

Lebih terperinci

Penetapan Blok Penghasil Tinggi (BPT) Kelapa Dalam (Cocos Nucifera L.) Di Kabupaten Sarmi, Papua

Penetapan Blok Penghasil Tinggi (BPT) Kelapa Dalam (Cocos Nucifera L.) Di Kabupaten Sarmi, Papua Penetapan Blok Penghasil Tinggi (BPT) Kelapa Dalam (Cocos Nucifera L.) Di Kabupaten Sarmi, Papua Oleh : Septyan Adi Pramana, SP Pengawas Benih Tanaman Ahli Pertama Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman

Lebih terperinci

Ismail Maskromo Balai Penelitian Tanaman Kelapa dan Palma Lain Indonesian Coconut and Other Palmae Research Institute RINGKASAN

Ismail Maskromo Balai Penelitian Tanaman Kelapa dan Palma Lain Indonesian Coconut and Other Palmae Research Institute RINGKASAN Identifikasi Blok Penghasil Tinggi dan Potensi Produksi Benih Kelapa Dalam di Provinsi Bali Identification of High Yielding Block and Seed Production Potency of Tall Coconut in Bali Province Ismail Maskromo

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan yang sangat penting bagi perekonomian Indonesia. Peranan pertanian antara lain adalah : (1) sektor pertanian masih menyumbang sekitar

Lebih terperinci

V. KEBIJAKAN, STRATEGI, DAN PROGRAM

V. KEBIJAKAN, STRATEGI, DAN PROGRAM V. KEBIJAKAN, STRATEGI, DAN PROGRAM Hingga tahun 2010, berdasarkan ketersediaan teknologi produksi yang telah ada (varietas unggul dan budidaya), upaya mempertahankan laju peningkatan produksi sebesar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mampu mengekspor kelapa kering (desiccated coconut) sebanyak 75,9 ribu ton

BAB I PENDAHULUAN. mampu mengekspor kelapa kering (desiccated coconut) sebanyak 75,9 ribu ton 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kelapa (Cocos nucifera L) merupakan salah satu komoditi perkebunan yang sangat penting bagi Indonesia. Pada tahun 2014, Indonesia merupakan negara penghasil

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Tanaman hortikultura merupakan salah satu tanaman yang menunjang pemenuhan gizi masyarakat sebagai sumber vitamin, mineral, protein, dan karbohidrat (Sugiarti, 2003).

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Tembakau merupakan salah satu komoditas perdagangan penting di dunia. Menurut Rachmat dan Sri (2009) sejak tahun

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Tembakau merupakan salah satu komoditas perdagangan penting di dunia. Menurut Rachmat dan Sri (2009) sejak tahun I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Tembakau merupakan salah satu komoditas perdagangan penting di dunia. Menurut Rachmat dan Sri (2009) sejak tahun 2000-an kondisi agribisnis tembakau di dunia cenderung

Lebih terperinci

TANAMAN PERKEBUNAN. Kelapa Melinjo Kakao

TANAMAN PERKEBUNAN. Kelapa Melinjo Kakao TANAMAN PERKEBUNAN Kelapa Melinjo Kakao 1. KELAPA Di Sumatera Barat di tanam 3 (tiga) jenis varietas kelapa, yaitu (a) kelapa dalam, (b) kelapa genyah, (c) kelapa hibrida. Masing-masing mempunyai karakteristik

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Sumatera Utara, karena mempunyai keunggulan komperatif dan kompetitif

PENDAHULUAN. Sumatera Utara, karena mempunyai keunggulan komperatif dan kompetitif PENDAHULUAN Latar Belakang Jeruk Keprok Maga merupakan salah satu komoditi buah buahan andalan Sumatera Utara, karena mempunyai keunggulan komperatif dan kompetitif dengan kultivar atau varietas jeruk

Lebih terperinci

Populasi Ternak Menurut Provinsi dan Jenis Ternak (Ribu Ekor),

Populasi Ternak Menurut Provinsi dan Jenis Ternak (Ribu Ekor), Babi Aceh 0.20 0.20 0.10 0.10 - - - - 0.30 0.30 0.30 3.30 4.19 4.07 4.14 Sumatera Utara 787.20 807.40 828.00 849.20 871.00 809.70 822.80 758.50 733.90 734.00 660.70 749.40 866.21 978.72 989.12 Sumatera

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Selain sebagai bahan pangan, akhir-akhir ini jagung juga digunakan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Selain sebagai bahan pangan, akhir-akhir ini jagung juga digunakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jagung (Zea mays L.) merupakan komoditas pangan kedua setelah padi di Indonesia. Selain sebagai bahan pangan, akhir-akhir ini jagung juga digunakan sebagai pakan ternak.

Lebih terperinci

Benih kelapa genjah (Cocos nucifera L var. Nana)

Benih kelapa genjah (Cocos nucifera L var. Nana) SNI 01-7158-2006 Standar Nasional Indonesia Benih kelapa genjah (Cocos nucifera L var. Nana) ICS 65.020 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Istilah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. komoditas utama penghasil serat alam untuk bahan baku industri Tekstil dan

I. PENDAHULUAN. komoditas utama penghasil serat alam untuk bahan baku industri Tekstil dan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kapas merupakan salah satu bahan baku industri yang memegang peranan penting dalam perekonomian nasional karena kapas merupakan komoditas utama penghasil serat alam untuk

Lebih terperinci

LAPORAN KINERJA DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN TRIWULAN III TAHUN 2017

LAPORAN KINERJA DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN TRIWULAN III TAHUN 2017 LAPORAN KINERJA DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN TRIWULAN III TAHUN 2017 KEMENTERIAN PERTANIAN-RI DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN OKTOBER 2017 2017 Laporan Kinerja Triwulan III DAFTAR ISI KATA PENGANTAR

Lebih terperinci

KEBIJAKAN LOKASI PROGRAM PERBAIKAN IRIGASI BERDASARKAN PELUANG PENINGKATAN INDEKS PERTANAMAN (IP) 1

KEBIJAKAN LOKASI PROGRAM PERBAIKAN IRIGASI BERDASARKAN PELUANG PENINGKATAN INDEKS PERTANAMAN (IP) 1 KEBIJAKAN LOKASI PROGRAM PERBAIKAN IRIGASI BERDASARKAN PELUANG PENINGKATAN INDEKS PERTANAMAN (IP) 1 Sudi Mardianto, Ketut Kariyasa, dan Mohamad Maulana Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi

Lebih terperinci

I. Pendahuluan. II. Permasalahan

I. Pendahuluan. II. Permasalahan A. PENJELASAN UMUM I. Pendahuluan (1) Padi sawah merupakan konsumen pupuk terbesar di Indonesia. Efisiensi pemupukan tidak hanya berperan penting dalam meningkatkan pendapatan petani, tetapi juga terkait

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan Ekspor Buah-Buahan Indonesia Tahun Volume (Kg) Nilai (US $) Volume (Kg)

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan Ekspor Buah-Buahan Indonesia Tahun Volume (Kg) Nilai (US $) Volume (Kg) I. PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara tropis yang memiliki potensi yang besar dalam menghasilkan produksi pertanian. Hortikultura merupakan salah satu sub sektor pertanian yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian memegang peranan penting dalam perekonomian Indonesia karena merupakan tumpuan hidup sebagian besar penduduk Indonesia. Lebih dari setengah angkatan kerja

Lebih terperinci

Peraturan Pemerintah No. 44 Tahun 1995 Tentang : Pembenihan Tanaman

Peraturan Pemerintah No. 44 Tahun 1995 Tentang : Pembenihan Tanaman Peraturan Pemerintah No. 44 Tahun 1995 Tentang : Pembenihan Tanaman Oleh : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor : 44 TAHUN 1995 (44/1995) Tanggal : 30 DESEMBER 1995 (JAKARTA) Sumber : LN 1995/85; TLN NO.

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2006 ANALISIS SISTEM PERBENIHAN KOMODITAS PANGAN DAN PERKEBUNAN UTAMA

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2006 ANALISIS SISTEM PERBENIHAN KOMODITAS PANGAN DAN PERKEBUNAN UTAMA LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2006 ANALISIS SISTEM PERBENIHAN KOMODITAS PANGAN DAN PERKEBUNAN UTAMA Oleh : Bambang Sayaka I Ketut Kariyasa Waluyo Yuni Marisa Tjetjep Nurasa PUSAT ANALISIS SOSIAL EKONOMI

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Karet di Indonesia merupakan salah satu komoditas penting perkebunan. selain kelapa sawit, kopi dan kakao. Karet ikut berperan dalam

I. PENDAHULUAN. Karet di Indonesia merupakan salah satu komoditas penting perkebunan. selain kelapa sawit, kopi dan kakao. Karet ikut berperan dalam 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Karet di Indonesia merupakan salah satu komoditas penting perkebunan selain kelapa sawit, kopi dan kakao. Karet ikut berperan dalam menyumbangkan pendapatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia tidak terlepas dari perekenomian yang berbasis dari sektor

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia tidak terlepas dari perekenomian yang berbasis dari sektor BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia tidak terlepas dari perekenomian yang berbasis dari sektor pertanian. Hal ini karena sektor pertanian, masih tetap memegang peranan penting yakni sebagai

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan pangan terus menjadi ancaman bagi keberlangsungan hidup manusia. Peningkatan jumlah populasi dunia, peningkatan suhu bumi yang disebabkan efek pemanasan global,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Pemuliaan Tanaman Padi

TINJAUAN PUSTAKA Pemuliaan Tanaman Padi TINJAUAN PUSTAKA Pemuliaan Tanaman Padi Peningkatan hasil tanaman dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan teknik bercocok tanam yang baik dan dengan peningkatan kemampuan berproduksi sesuai harapan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Menurut Cock (1985), ubikayu merupakan salah satu tanaman penghasil

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Menurut Cock (1985), ubikayu merupakan salah satu tanaman penghasil PENDAHULUAN Latar Belakang Menurut Cock (1985), ubikayu merupakan salah satu tanaman penghasil kalori penting di daerah tropik. Tanaman ubikayu ini dapat membentuk karbohidrat dengan efisien. Dalam Widodo

Lebih terperinci

PEMANTAUAN DAN EVALUASI CAPAIAN KINERJA KEGIATAN PENGELOLAAN SISTEM PENYEDIAAN BENIH TANAMAN PANGAN TRIWULAN II 2016

PEMANTAUAN DAN EVALUASI CAPAIAN KINERJA KEGIATAN PENGELOLAAN SISTEM PENYEDIAAN BENIH TANAMAN PANGAN TRIWULAN II 2016 PEMANTAUAN DAN EVALUASI CAPAIAN KINERJA KEGIATAN PENGELOLAAN SISTEM PENYEDIAAN BENIH TANAMAN PANGAN TRIWULAN II 2016 KEMENTERIAN PERTANIAN-RI DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN DIREKTORAT PERBENIHAN TANAMAN

Lebih terperinci

Tabel Lampiran 1. Produksi, Luas Panen dan Produktivitas Padi Per Propinsi

Tabel Lampiran 1. Produksi, Luas Panen dan Produktivitas Padi Per Propinsi Tabel., dan Padi Per No. Padi.552.078.387.80 370.966 33.549 4,84 4,86 2 Sumatera Utara 3.48.782 3.374.838 826.09 807.302 4,39 4,80 3 Sumatera Barat.875.88.893.598 422.582 423.402 44,37 44,72 4 Riau 454.86

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengandalkan hidupnya dan bermata pencaharian dari hutan (Pratiwi, 2010 :

BAB I PENDAHULUAN. mengandalkan hidupnya dan bermata pencaharian dari hutan (Pratiwi, 2010 : BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alam. Hutan merupakan salah satu sumber daya alam yang memegang peranan penting dalam kehidupan. Hutan memberikan

Lebih terperinci

Penemuan Klon Kakao Tahan Hama Penggerek Buah Kakao (PBK) di Indonesia. Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, Jl. PB. Sudirman 90 Jember 68118

Penemuan Klon Kakao Tahan Hama Penggerek Buah Kakao (PBK) di Indonesia. Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, Jl. PB. Sudirman 90 Jember 68118 Penemuan Klon Kakao Tahan Hama Penggerek Buah Kakao (PBK) di Indonesia Agung Wahyu Susilo 1) 1) Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, Jl. PB. Sudirman 90 Jember 68118 Keberadaan hama penggerek buah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ubi kayu (Manihot esculenta Crantz) merupakan salah satu tanaman pangan

I. PENDAHULUAN. Ubi kayu (Manihot esculenta Crantz) merupakan salah satu tanaman pangan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Ubi kayu (Manihot esculenta Crantz) merupakan salah satu tanaman pangan daerah tropis. Ubi kayu menjadi tanaman pangan pokok ketiga setelah padi dan jagung.

Lebih terperinci

Analisis Usahatani Beberapa Varietas Unggul Baru Jagung Komposit di Sulawesi Utara

Analisis Usahatani Beberapa Varietas Unggul Baru Jagung Komposit di Sulawesi Utara Analisis Usahatani Beberapa Varietas Unggul Baru Jagung Komposit di Sulawesi Utara Bahtiar 1), J. Sondakh 1), dan Andi Tenrirawe 2) 1)Balai Pengkajian Teknologi Pertanian, Sulawesi Utara dan 2)Balai Penelitian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tanaman jagung manis (Zea mays saccharata Sturt.) merupakan jagung yang

I. PENDAHULUAN. Tanaman jagung manis (Zea mays saccharata Sturt.) merupakan jagung yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Tanaman jagung manis (Zea mays saccharata Sturt.) merupakan jagung yang terbentuk akibat jagung biasa yang mengalami mutasi secara alami. Terdapat gen utama

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Jarak pagar (Jatropha curcas L.) merupakan tanaman asli dari daerah tropis Amerika yang termasuk ke dalam famili Euphorbiaceae (Heller 1996). Di Indonesia, jarak pagar dapat

Lebih terperinci

PEMANTAUAN DAN EVALUASI CAPAIAN KINERJA KEGIATAN PENGELOLAAN SISTEM PENYEDIAAN BENIH TANAMAN PANGAN TRIWULAN I 2016

PEMANTAUAN DAN EVALUASI CAPAIAN KINERJA KEGIATAN PENGELOLAAN SISTEM PENYEDIAAN BENIH TANAMAN PANGAN TRIWULAN I 2016 PEMANTAUAN DAN EVALUASI CAPAIAN KINERJA KEGIATAN PENGELOLAAN SISTEM PENYEDIAAN BENIH TANAMAN PANGAN TRIWULAN I 2016 KEMENTERIAN PERTANIAN-RI DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN DIREKTORAT PERBENIHAN TANAMAN

Lebih terperinci

METODE PEMULIAAN TANAMAN MENYERBUK SENDIRI

METODE PEMULIAAN TANAMAN MENYERBUK SENDIRI METODE PEMULIAAN TANAMAN MENYERBUK SENDIRI Metode Pemuliaan Introduksi Seleksi Hibridisasi penanganan generasi bersegregasi dengan Metode silsilah (pedigree) Metode curah (bulk) Metode silang balik (back

Lebih terperinci

Sistem Perbenihan Jagung

Sistem Perbenihan Jagung Sistem Perbenihan Jagung Bahtiar, S. Pakki, dan Zubachtirodin Balai Penelitian Tanaman Serealia, Maros PENDAHULUAN Benih merupakan faktor yang sangat menentukan keberhasilan usahatani jagung, sehingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanaman karet (Hevea brasilensis Muell) adalah komoditas utama dalam bidang perkebunan yang merupakan produksi non migas dan menjadi sumber devisa negara yang cukup

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Pembangunan pertanian subsektor perkebunan mempunyai arti penting dan strategis terutama di negara yang sedang berkembang, yang selalu berupaya: (1) memanfaatkan kekayaan

Lebih terperinci

PENINGKATAN PRODUKSI, PRODUKTIVITAS DAN MUTU TANAMAN REMPAH DAN PENYEGAR

PENINGKATAN PRODUKSI, PRODUKTIVITAS DAN MUTU TANAMAN REMPAH DAN PENYEGAR PENINGKATAN PRODUKSI, PRODUKTIVITAS DAN MUTU TANAMAN REMPAH DAN PENYEGAR Kakao Cengkeh Kopi PEDOMAN TEKNIS PENGEMBANGAN KEBUN BENIH TANAMAN REMPAH DAN PENYEGAR TAHUN 2014 DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan Konsumsi Gula Tahun Periode

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan Konsumsi Gula Tahun Periode 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gula termasuk salah satu komoditas strategis dalam perekonomian Indonesia. Dengan luas areal rata-rata 400 ribu ha pada periode 2007-2009, industri gula berbasis tebu

Lebih terperinci

Adopsi dan Dampak Penggunaan Benih Berlabel di Tingkat Petani.

Adopsi dan Dampak Penggunaan Benih Berlabel di Tingkat Petani. 28 Adopsi dan Dampak Penggunaan Benih Berlabel di Tingkat Petani. Pendahuluan Kebutuhan benih bermutu untuk produksi tanaman pangan dan perkebunan relatif tinggi seiring dengan tujuan produksi yang lebih

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Plasma nutfah ternak mempunyai peranan penting dalam memenuhi kebutuhan pangan dan kesejahteraan bagi masyarakat dan lingkungannya. Sebagai negara tropis Indonesia memiliki

Lebih terperinci

Pedoman Penilaian dan Pelepasan Varietas Hortikultura (PPPVH) 2004

Pedoman Penilaian dan Pelepasan Varietas Hortikultura (PPPVH) 2004 Pedoman Penilaian dan Pelepasan Varietas Hortikultura (PPPVH) 2004 KENTANG (Disarikan dari PPPVH 2004) Direktorat Perbenihan Direktorat Jenderal Bina Produksi Hortikultura I. UJI ADAPTASI 1. Ruang Lingkup

Lebih terperinci

STATUS PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KELAPA KOPYOR DI INDONESIA

STATUS PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KELAPA KOPYOR DI INDONESIA STATUS PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KELAPA KOPYOR DI INDONESIA Sudarsono 1, Ismail Maskromo,2, Dini Dinarti 1, Megayani S. Rahayu 1, Dewi Sukma 1, Yuliasti 3, Meldy LA. Hosang 2, dan Hengky Novarianto 2,

Lebih terperinci

STUDI KASUS PERMASALAHAN KOMODITAS KEDELAI DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA

STUDI KASUS PERMASALAHAN KOMODITAS KEDELAI DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA STUDI KASUS PERMASALAHAN KOMODITAS KEDELAI DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA BAB I PENDAHULUAN Indonesia dikenal sebagai negara agraris karena berkah kekayaan alam yang berlimpah, terutama di bidang sumber

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN Latar Belakang

I PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN Indonesia sebagai negara agraris memiliki hasil pertanian yang sangat berlimpah. Pertanian merupakan sektor ekonomi yang memiliki posisi penting di Indonesia. Data Product

Lebih terperinci

RILIS HASIL AWAL PSPK2011

RILIS HASIL AWAL PSPK2011 RILIS HASIL AWAL PSPK2011 Kementerian Pertanian Badan Pusat Statistik Berdasarkan hasil Pendataan Sapi Potong, Sapi Perah, dan Kerbau (PSPK) 2011 yang dilaksanakan serentak di seluruh Indonesia mulai 1-30

Lebih terperinci

RENCANA KEGIATAN DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN TAHUN 2018

RENCANA KEGIATAN DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN TAHUN 2018 RENCANA KEGIATAN DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN TAHUN 2018 Disampaikan pada: MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN PERTANIAN NASIONAL Jakarta, 30 Mei 2017 CAPAIAN INDIKATOR MAKRO PEMBANGUNAN PERKEBUNAN NO.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 15 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karet merupakan komoditas perkebunan yang sangat penting peranannya di Indonesia. Selain sebagai sumber lapangan kerja, komoditas ini juga memberikan kontribusi yang

Lebih terperinci

DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2013

DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2013 DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2013 KAKAO Penyebaran Kakao Nasional Jawa, 104.241 ha Maluku, Papua, 118.449 ha Luas Areal (HA) NTT,NTB,Bali, 79.302 ha Kalimantan, 44.951 ha Maluku,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kedelai ( Glycine max (L.) Merrill) merupakan salah satu tanaman penghasil

I. PENDAHULUAN. Kedelai ( Glycine max (L.) Merrill) merupakan salah satu tanaman penghasil I. PENDAHULUAN I.I Latar Belakang Kedelai ( Glycine max (L.) Merrill) merupakan salah satu tanaman penghasil protein dan lemak nabati yang cukup penting untuk memenuhi nutrisi tubuh manusia. Bagi industri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang sangat penting dalam perekonomian nasional. Oleh karena itu, pembangunan ekonomi nasional abad ke- 21, masih akan tetap berbasis pertanian

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 1995 TENTANG PEMBENIHAN TANAMAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 1995 TENTANG PEMBENIHAN TANAMAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 1995 TENTANG PEMBENIHAN TANAMAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa benih tanaman merupakan salah satu sarana budidaya tanaman yang mempunyai

Lebih terperinci

PENTINGNYA PLASMA NUTFAH DAN UPAYA PELESTARIANNYA Oleh : DIAN INDRA SARI, S.P. (Pengawas Benih Tanaman Ahli Pertama BBPPTP Surabaya)

PENTINGNYA PLASMA NUTFAH DAN UPAYA PELESTARIANNYA Oleh : DIAN INDRA SARI, S.P. (Pengawas Benih Tanaman Ahli Pertama BBPPTP Surabaya) PENTINGNYA PLASMA NUTFAH DAN UPAYA PELESTARIANNYA Oleh : DIAN INDRA SARI, S.P. (Pengawas Benih Tanaman Ahli Pertama BBPPTP Surabaya) I. PENDAHULUAN Plasma nutfah merupakan sumber daya alam keempat selain

Lebih terperinci

PENINGKATAN PRODUKSI, PRODUKTIVITAS DAN MUTU TANAMAN TAHUNAN

PENINGKATAN PRODUKSI, PRODUKTIVITAS DAN MUTU TANAMAN TAHUNAN PENINGKATAN PRODUKSI, PRODUKTIVITAS DAN MUTU TANAMAN TAHUNAN PEDOMAN TEKNIS PENGEMBANGAN KEBUN SUMBER BAHAN TANAM TANAMAN TAHUNAN TAHUN 2014 DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN DESEMBER

Lebih terperinci

RENCANA KERJA PEMBANGUNAN HORTIKULTURA 2016

RENCANA KERJA PEMBANGUNAN HORTIKULTURA 2016 RENCANA KERJA PEMBANGUNAN HORTIKULTURA 2016 Disampaikan pada acara : Pramusrenbangtannas Tahun 2016 Auditorium Kementerian Pertanian Ragunan - Tanggal, 12 Mei 201 KEBIJAKAN OPERASIONAL DIREKTORATJENDERALHORTIKULTURA

Lebih terperinci

KEBUTUHAN BENIH (VOLUME) PER WILAYAH PER JENIS DALAM KEGIATAN REHABILITASI HUTAN DAN LAHAN. Oleh : Direktur Bina Perbenihan Tanaman Hutan

KEBUTUHAN BENIH (VOLUME) PER WILAYAH PER JENIS DALAM KEGIATAN REHABILITASI HUTAN DAN LAHAN. Oleh : Direktur Bina Perbenihan Tanaman Hutan KEBUTUHAN BENIH (VOLUME) PER WILAYAH PER JENIS DALAM KEGIATAN REHABILITASI HUTAN DAN LAHAN Oleh : Direktur Bina Perbenihan Tanaman Hutan Latar Belakang Kerusakan Daerah Aliran Sungai (DAS) di Indonesia

Lebih terperinci

PENINGKATAN PRODUKSI, PRODUKTIVITAS DAN MUTU TANAMAN TAHUNAN

PENINGKATAN PRODUKSI, PRODUKTIVITAS DAN MUTU TANAMAN TAHUNAN PENINGKATAN PRODUKSI, PRODUKTIVITAS DAN MUTU TANAMAN TAHUNAN PEDOMAN TEKNIS PENGEMBANGAN TANAMAN JAMBU METE TAHUN 2014 DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN DESEMBER 2013 KATA PENGANTAR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam meningkatkan perkembangan ekonomi Indonesia. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam meningkatkan perkembangan ekonomi Indonesia. Hal ini BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang mempunyai peranan penting dalam meningkatkan perkembangan ekonomi Indonesia. Hal ini dikarenakan sektor pertanian

Lebih terperinci

Evaluasi Kegiatan TA 2016 dan Rancangan Kegiatan TA 2017 Ditjen Prasarana dan Sarana Pertanian *)

Evaluasi Kegiatan TA 2016 dan Rancangan Kegiatan TA 2017 Ditjen Prasarana dan Sarana Pertanian *) Evaluasi Kegiatan TA 2016 dan Rancangan Kegiatan TA 2017 Ditjen Prasarana dan Sarana Pertanian *) Oleh : Dr. Ir. Sumarjo Gatot Irianto, MS, DAA Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian *) Disampaikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki potensi sangat besar dalam menyerap tenaga kerja di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. memiliki potensi sangat besar dalam menyerap tenaga kerja di Indonesia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia sebagai negara agraris memiliki potensi pertanian yang cukup besar dan dapat berkontribusi terhadap pembangunan dan ekonomi nasional. Penduduk di Indonesia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tanaman kacang panjang (Vigna sinensis L.) merupakan tanaman sayuran yang

I. PENDAHULUAN. Tanaman kacang panjang (Vigna sinensis L.) merupakan tanaman sayuran yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Tanaman kacang panjang (Vigna sinensis L.) merupakan tanaman sayuran yang banyak digemari oleh masyarakat Indonesia yang digunakan sebagai sayuran maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kelapa merupakan komoditas penting bagi rakyat Indonesia dan

BAB I PENDAHULUAN. Kelapa merupakan komoditas penting bagi rakyat Indonesia dan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kelapa merupakan komoditas penting bagi rakyat Indonesia dan merupakan salah satu sumber devisa negara. Daerah penghasil kelapa di Indonesia antara lain Sulawesi Utara,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi daerah dan nasional. Pertanian yang berkelanjutan

I. PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi daerah dan nasional. Pertanian yang berkelanjutan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai petani yang bertempat tinggal di pedesaan. Sektor pertanian

Lebih terperinci

BAB VII PEMBAHASAN UMUM

BAB VII PEMBAHASAN UMUM BAB VII PEMBAHASAN UMUM Kajian tentang potensi jarak pagar sebagai penghasil bahan bakar nabati telah banyak dilakukan. Sebagai penghasil bahan bakar nabati, secara teknis banyak nilai positif yang dimiliki

Lebih terperinci

REKALKUKASI SUMBER DAYA HUTAN INDONESIA TAHUN 2003

REKALKUKASI SUMBER DAYA HUTAN INDONESIA TAHUN 2003 REKALKUKASI SUMBER DAYA HUTAN INDONESIA TAHUN 2003 KATA PENGANTAR Assalaamu alaikum Wr. Wb. Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT atas karunia-nya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan Buku

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Spesies Phaseolus vulgaris L. atau common bean dikenal pula dengan sebutan French bean, kidney bean, haricot bean, salad bean, navy bean, snap bean, string bean, dry bean,

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PROGRAM DAN KEGIATAN DITJEN TANAMAN PANGAN TAHUN 2017

KEBIJAKAN PROGRAM DAN KEGIATAN DITJEN TANAMAN PANGAN TAHUN 2017 KEBIJAKAN PROGRAM DAN KEGIATAN DITJEN TANAMAN PANGAN TAHUN 2017 HASIL SEMBIRING DIREKTUR JENDERAL TANAMAN PANGAN KEMENTERIAN PERTANIAN DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN JAKARTA, 31 MEI 2016 PERKEMBANGAN

Lebih terperinci

MENGENAL ORSINA SEBAGAI VARIETAS BARU TANAMAN KUMIS KUCING

MENGENAL ORSINA SEBAGAI VARIETAS BARU TANAMAN KUMIS KUCING MENGENAL ORSINA SEBAGAI VARIETAS BARU TANAMAN KUMIS KUCING Agung Mahardhika, SP ( PBT Ahli Pertama ) Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan I. Pendahuluan Kumis kucing (Orthosiphon aristatus

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. terutama pangan dan energi dunia, termasuk Indonesia akan dihadapkan pada

I. PENDAHULUAN. terutama pangan dan energi dunia, termasuk Indonesia akan dihadapkan pada I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Peningkatan jumlah penduduk akan terus menuntut pemenuhan kebutuhan dasar terutama pangan dan energi dunia, termasuk Indonesia akan dihadapkan pada krisis

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L.] Merrill) merupakan salah satu komoditas pangan

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L.] Merrill) merupakan salah satu komoditas pangan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kedelai (Glycine max [L.] Merrill) merupakan salah satu komoditas pangan strategis ketiga di Indonesia setelah padi dan jagung. Sejalan dengan bertambahnya

Lebih terperinci

PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS KELAPA

PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS KELAPA PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS KELAPA Edisi Kedua Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 27 AGRO INOVASI BHINEKA TUNGGAL IKA SAMBUTAN MENTERI PERTANIAN Atas perkenan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Kedelai merupakan salah satu tanaman yang menjadi komoditas utama di Indonesia. Bagian yang dimanfaatkan pada tanaman kedelai adalah bijinya. Berdasarkan Sastrahidajat

Lebih terperinci

Wilayah Produksi dan Potensi Pengembangan Jagung

Wilayah Produksi dan Potensi Pengembangan Jagung Wilayah Produksi dan Potensi Pengembangan Jagung Zubachtirodin, M.S. Pabbage, dan Subandi Balai Penelitian Tanaman Serealia, Maros PENDAHULUAN Jagung mempunyai peran strategis perekonomian nasional, mengingat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Dalam rangka peningkatan produksi pertanian Indonesia pada periode lima

I. PENDAHULUAN. Dalam rangka peningkatan produksi pertanian Indonesia pada periode lima 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Perumusan Masalah Dalam rangka peningkatan produksi pertanian Indonesia pada periode lima tahun ke depan (2010-2014), Kementerian Pertanian akan lebih fokus pada

Lebih terperinci

Perakitan Kelapa Hibrida Intervarietas dan Pengembangannya di Indonesia

Perakitan Kelapa Hibrida Intervarietas dan Pengembangannya di Indonesia Perakitan Kelapa Hibrida Intervarietas dan Pengembangannya di Indonesia ELSJE T. TENDA Balai Penelitian Tanaman Kelapa dan Palma Lain Indonesian Coconut and Palmae Research Institute Kotak Pos 1004 Manado

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang cukup berpengaruh

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang cukup berpengaruh I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang cukup berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Sektor ini memiliki share sebesar 14,9 % pada

Lebih terperinci