PENGARUH PENDIDIKAN KEWIRAUSAHAAN TERHADAP INTENSI BERWIRAUSAHA MAHASISWA INSTITUT PERTANIAN BOGOR MELALUI PENDEKATAN THEORY OF PLANNED BEHAVIOR

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENGARUH PENDIDIKAN KEWIRAUSAHAAN TERHADAP INTENSI BERWIRAUSAHA MAHASISWA INSTITUT PERTANIAN BOGOR MELALUI PENDEKATAN THEORY OF PLANNED BEHAVIOR"

Transkripsi

1 PENGARUH PENDIDIKAN KEWIRAUSAHAAN TERHADAP INTENSI BERWIRAUSAHA MAHASISWA INSTITUT PERTANIAN BOGOR MELALUI PENDEKATAN THEORY OF PLANNED BEHAVIOR ELIS TRISNAWATI DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011

2

3 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini Saya menyatakan bahwa skripsi Pengaruh Pendidikan Kewirausahaan terhadap Intensi Berwirausaha Mahasiswa Institut Pertanian Bogor melalui Pendekatan Theory of Planned Behavior adalah karya Saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, Juli 2011 Elis Trisnawati NIM I

4

5 ABSTRAK ELIS TRISNAWATI. Pengaruh pendidikan kewirausahaan terhadap intensi berwirausaha mahasiswa Institut Pertanian Bogor melalui pendekatan Theory of Planned Behavior. Dibimbing oleh LILIK NOOR YULIATI dan ALFIASARI Tingginya angka pengangguran membutuhkan strategi solusi untuk menyelesaikannya, khususnya oleh generasi muda. Kewirausahaan dapat menjadi salah satu solusi untuk masalah ini. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh pendidikan kewirausahaan terhadap intensi berwirausaha mahasiswa Institut Pertanian Bogor melalui pendekatan Theory of Planned Behavior (TPB) yang terdiri dari sikap, norma subjektif, dan kontrol perilaku. Penelitian ini menggunakan desain cross sectional study, dengan lokasi penelitian di kampus IPB Darmaga. Contoh dalam penelitian ini adalah 100 mahasiswa sarjana yang masih aktif. Contoh merupakan mahasiswa semester empat sampai dengan semester delapan. Persyaratan contoh adalah yang mengikuti pendidikan kewirausahaan secara formal atau pendidikan kewirausahaan secara nonformal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa suku (daerah) (p<0,05) berhubungan nyata dengan sikap. Uang saku bulanan (p<0,05) dan pendidikan kewirausahaan formal yang diikuti (p<0,05) memiliki hubungan yang nyata dan positif dengan sikap. Pendidikan ibu (p<0,05) mempunyai hubungan yang nyata dan negatif dengan kontrol perilaku. Pendidikan kewirausahaan nonformal yang diikuti (p<0,05), sikap (p<0,01), dan norma subjektif (p<0,01) memiliki hubungan yang nyata dan positif dengan intensi berwirausaha. Walaupun melalui pendekatan TPB, hasil penelitian menunjukkan bahwa hanya sikap (p<0,01) yang berpengaruh terhadap intensi berwirausaha. Kata kunci: intensi berwirausaha, mahasiswa, pendidikan kewirausahaan, Theory of Planned Behavior ABSTRACT ELIS TRISNAWATI. The effect of entrepreneurship education to the entrepreneurship intention of Bogor Agricultural University students using Theory of Planned Behavior perspective. Surpervised by LILIK NOOR YULIATI and ALFIASARI High numbers of unemployments need strategic solution to solve it, especially for young generation. Entrepreneurship can be one of solution for this problem. The purpose of this research was to analyze the effect of entrepreneurship education to the entrepreneurship intention of Bogor Agricultural University students using Theory of Planned Behavior (TPB) perspective (TPB consists of attitude, subjective norm, and perceived behavior control). This research used cross sectional study design with located at campus IPB Darmaga. Samples in this research were 100 students that consist of fourth semester until eight semester students. Requirements of the samples are they have followed formal entrepreneurship education or nonformal entrepreneurship education. Result showed that ethnic groups (p<0,05) had significant correlation with attitude. Monthly allowance (p<0,05) and formal entrepreneurship education that s followed (p<0,05) had significant and positive correlation with attitude. Mother education (p<0,05) had significant and negative correlation with perceived behavioral control. Nonformal entrepreneurship education that s followed (p<0,05), attitude (p<0,01), and subjective norm (p<0,01) had significant and positive correlation with entrepreneurship intention. Meanwhile, in the perspective of TPB, the research showed that only attitude (p<0,01) that had influence toward entrepreneurship intention. Keywords: entrepreneurship education, entrepreneurship intention, graduate student, Theory of Planned Behavior

6

7 RINGKASAN ELIS TRISNAWATI. Pengaruh Pendidikan Kewirausahaan terhadap Intensi Berwirausaha Mahasiswa Institut Pertanian Bogor melalui Pendekatan Theory of Planned Behavior. Dibimbing oleh LILIK NOOR YULIATI dan ALFIASARI Hasil Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) semester pertama 2007 menunjukkan tiga dari empat lulusan perguruan tinggi memilih menjadi karyawan. Harusnya, melihat kenyataan bahwa lapangan kerja yang ada tidak memungkinkan untuk menyerap seluruh lulusan perguruan tinggi di Indonesia, para lulusan perguruan tinggi mulai memilih berwirausaha. Penelitian ini secara umum bertujuan untuk menganalisis pengaruh pendidikan kewirausahaan terhadap intensi berwirausaha mahasiswa Institut Pertanian Bogor melalui pendekatan Theory of Planned Behavior (TPB). Tujuan khususnya adalah: 1) mengidentifikasi karakteristik contoh, karakteristik keluarga, dan pendidikan kewirausahaan (formal dan nonformal) contoh, 2) menganalisis tingkat sikap, norma subjektif, kontrol perilaku, dan intensi berwirausaha contoh, 3) menganalisis hubungan antara karakteristik individu, karakteristik keluarga, dan pendidikan kewirausahaan dengan sikap, norma subjektif, kontrol perilaku, dan intensi berwirausaha contoh, 4) menganalisis hubungan antara sikap, norma subjektif, dan kontrol perilaku dengan intensi berwirausaha contoh, 5) menganalisis pengaruh pendidikan kewirausahaan, sikap, norma subjektif, dan kontrol perilaku terhadap intensi berwirausaha contoh. Desain penelitian ini adalah cross sectional study. Penelitian dilakukan di Institut Pertanian Bogor (IPB) yang berlokasi di Kampus IPB Darmaga. Waktu pengumpulan data dilakukan pada bulan Maret sampai April Populasi dalam penelitian ini adalah mahasiswa Sarjana IPB semester empat sampai semester delapan pada tahun ajaran 2010/2011 yang berjumlah orang. Kerangka contoh dalam penelitian ini adalah mahasiswa sarjana IPB yang masih aktif, pernah mengambil mata kuliah yang berhubungan dengan kewirausahaan (pendidikan kewirausahaan secara formal) atau pernah mengikuti program atau kegiatan kewirausahaan yang ada di IPB (pendidikan kewirausahaan secara nonformal). Metode pengambilan contoh yang digunakan adalah teknik probability sampling berupa proportional random sampling untuk masing-masing kelompok. Jumlah contoh yang diambil dalam penelitian ini adalah 100 orang dengan menggunakan rumus Slovin. Cara pemilihan contoh dibagi menjadi dua yaitu 50 orang yang mengikuti pendidikan kewirausahaan secara formal (24 contoh mengikuti Mata Kuliah Kewirausahaan, 10 Resiko Bisnis, serta 16 Negosiasi dan Advokasi Bisnis) dan 50 orang yang mengikuti pendidikan kewirausahaan secara nonformal (29 contoh mengikuti Program Kreativitas Mahasiswa Kewirausahaan (PKMK), 19 contoh Program Pengembangan Kewirausahaan Mahasiswa (PPKM), dan 2 contoh Unit Kegiatan Mahasiswa Center of Entrepreneurship Development for Youth (UKM Century). Pengelompokan data pendidikan kewirausahaan dibagi menjadi tiga kelompok yaitu kelompok pendidikan kewirausahaan formal, nonformal, serta kombinasi formal dan nonformal. Data terdiri dari dua yaitu data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari pengisian kuesioner yang mencakup karakteristik contoh, karakteristik keluarga, pendidikan kewirausahaan, sikap (14 item pertanyaan), norma subjektif (4 item pertanyaan), kontrol perilaku (12 item pertanyaan), dan intensi berwirausaha (3 item pertanyaan). Pemberian skor ditujukan pada variabel sikap, norma subjektif, kontrol perilaku, dan intensi berwirausaha. Selanjutnya, skor pada variabel sikap, norma subjektif, dan kontrol perilaku tersebut dikalikan antara dua komponennya lalu dijumlahkan sesuai dengan model TPB. Setelah didapat skor total lalu dikategorikan dengan kategori rendah, sedang, dan tinggi dengan menggunakan interval kelas. Kategori pada variabel sikap terdiri dari rendah (7-63), sedang (64-119), dan tinggi ( ). Kategori pada variabel norma subjektif terdiri dari rendah (2-18), sedang (19-34), dan tinggi (35-50). Kategori pada variabel kontrol perilaku terdiri dari rendah (6-54), sedang (55-92), dan tinggi (93-150). Kategori pada variabel intensi berwirausaha terdiri dari rendah (3-7), sedang (8-11), dan tinggi (12-15).

8 Data yang dikumpulkan dari kuesioner lalu diolah melalui proses editing, coding, scoring, dan entry data ke komputer, cleaning data, dan analize data. Data disajikan dalam bentuk tabel dan dianalisis secara deskriptif. Data diolah dengan menggunakan uji korelasi Chi-Square dan Pearson untuk melihat hubungan antar variabel. Uji regresi linier berganda digunakan untuk menganalisis faktor- faktor yang berpengaruh terhadap intensi berwirausaha. Secara umum usia contoh (40%) adalah 21 tahun. Lebih dari separuh contoh (61%) berjenis kelamin perempuan. Persentase terbesar contoh (46%) berasal dari suku Jawa. IPK sebagian besar contoh (69%) berada pada kisaran 2,76-3,50. Hampir seluruh contoh (84%) mempunyai uang saku bulanan yang berada pada kisaran Rp hingga Rp Persentase terbesar sumber uang saku bulanan contoh (24,7%) berasal dari orang tua. Pekerjaan ayah contoh (29%) didominasi oleh PNS sedangkan lebih dari separuh pekerjaan ibu contoh (52%) adalah IRT. Persentase terbesar jenjang pendidikan ayah (45%) dan ibu contoh (35%) adalah perguruan tinggi. Lebih dari separuh contoh (52,9%) mengikuti Mata Kuliah Kewirausahaan dalam pendidikan kewirausahaan formal. Persentase terbesar contoh (35%) hanya mengikuti satu mata kuliah diantara tiga mata kuliah dalam pendidikan formalnya. Persentase keikutsertaan contoh pada program kewirausahaan dalam pendidikan kewirausahaan nonformal yaitu sebesar 52,3 persen mengikuti PKMK, 29 persen mengikuti PPKM, dan 2 persen mengikuti UKM Century. Persentase terbesar dalam tahapan PKMK yang diikuti contoh (35,4%) adalah sampai didanai. Sementara itu, pada tahapan PPKM yang pernah diikuti contoh persentase terbesarnya (14,9%) adalah sampai Stadium General. Secara umum, jumlah seminar kewirausahaan dan pelatihan kewirausahaan yang diikuti contoh adalah sebanyak 1-2 kali baik yang diselenggarakan oleh IPB maupun non IPB. Lebih dari separuh contoh (63%) mempunyai sikap dengan kategori tinggi. Hampir sebagian besar contoh (45%) mempunyai norma subjektif dengan kategori sedang. Lebih dari separuh contoh (68%) mempunyai kontrol perilaku dengan kategori rendah. Sebagian besar contoh (65%) mempunyai intensi berwirausaha dengan kategori tinggi. Suku (daerah) (r=9,225; p<0,05), uang saku bulanan (r=0,215; p<0,05), dan jumlah pendidikan kewirausahaan formal yang diikuti (r=0,248; p<0,05) memiliki hubungan yang nyata dengan sikap. Pendidikan ibu (r=-0,181; p<0,05) mempunyai hubungan nyata dan negatif dengan kontrol perilaku. Sementara itu, jumlah pendidikan kewirausahaan nonformal (r=0,198; p<0,05), sikap (r=0,383; p<0,01), dan norma subjektif (r=0,314; p<0,01) memiliki hubungan nyata dan positif dengan intensi berwirausaha. Hasil uji regresi menunjukkan bahwa sebesar 15,5 persen intensi berwirausaha dapat dijelaskan oleh variabel sikap, norma subjektif, dan kontrol perilaku. Selain itu, intensi berwirausaha juga dapat dijelaskan oleh variabel pekerjaan ayah, pendidikan kewirausahaan, sikap, norma subjektif, dan kontrol perilaku dengan besarnya nilai koefisien determinasi (R 2 ) sebesar 16,6 persen. Kedua persamaan regresi menunjukkan bahwa hanya variabel sikap (p<0,01) yang berpengaruh secara signifikan terhadap intensi berwirausaha. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sikap berpengaruh terhadap intensi berwirausaha mahasiswa IPB. Oleh karena itu, perlu adanya upaya untuk meningkatkan sikap terhadap berwirausaha. Upaya yang bisa dilakukan IPB adalah menciptakan lingkungan yang mendukung mahasiswa untuk berwirausaha dengan mempermudah akses terhadap modal usaha, memperbanyak kegiatan seminar, dan pelatihan kewirausahaan sehingga menumbuhkan sikap yang positif terhadap berwirausaha yang pada akhirnya dapat meningkatkan intensi berwirausaha mahasiswa IPB. Kata kunci: intensi berwirausaha, mahasiswa, pendidikan kewirausahaan, Theory of Planned Behavior

9 Hak Cipta milik IPB, tahun 2011 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah, dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.

10

11 PENGARUH PENDIDIKAN KEWIRAUSAHAAN TERHADAP INTENSI BERWIRAUSAHA MAHASISWA INSTITUT PERTANIAN BOGOR MELALUI PENDEKATAN THEORY OF PLANNED BEHAVIOR ELIS TRISNAWATI Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Depertemen Ilmu Keluarga dan Konsumen DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011

12 JUDUL NAMA NRP : Pengaruh Pendidikan Kewirausahaan terhadap Intensi Berwirausaha Mahasiswa Institut Pertanian Bogor melalui Pendekatan Theory of Planned Behavior : Elis Trisnawati : I Disetujui, Dr. Ir. Lilik Noor Yuliati, MFSA Pembimbing I Alfiasari, S.P., M.Si Pembimbing II Diketahui, Dr. Ir. Hartoyo, M.Sc. Ketua Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen Tanggal Lulus :

13 PRAKATA Puji dan syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat, hidayah, dan pertolongannya sehingga penulis mampu untuk menyelesaikan skripsi yang berjudul Pengaruh Pendidikan Kewirausahaan terhadap Intensi Berwirausaha Mahasiswa Institut Pertanian Bogor melalui Pendekatan Theory of Planned Behavior. Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr. Ir. Lilik Noor Yuliati, MFSA dan Alfiasari, S.P., M.Si sebagai dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan doa, bimbingan, perhatian, waktu, motivasi, tenaga, dan saran kepada penulis hingga selesainya skripsi ini. Selain itu, kepada Bapak dan Ibu yang bekerja di Direktorat Pengembangan Karir dan Hubungan Alumni, Direktorat Kemahasiswaan, dan Direktorat Manajemen mutu Pendidikan yang telah membantu selama pengumpulan data. Terima Kasih kepada Ir. M. D. Djamaludin, M.Sc selaku dosen penguji, Neti Hernawati, SP, M.Si selaku dosen pemandu seminar, serta Mei Suciati dan Nur Rochimah selaku pembahas seminar atas masukan bagi perbaikan skripsi ini. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Papa (Ahmad Fadil), mama (Eha Julaeha), kakak (Didi Supandi dan Rony Apriyandi), seluruh keluarga besar di Kuningan, teman-teman (Revi, Lika, Evi, Neneng, Reza, Abdul, Ayip, Neng Leny) dan sahabat-sahabatku (Iya, Erika, Mba Mei, Ratih) atas segala doa, kebersamaan, dan motivasinya. Semoga Allah membalas semuanya dengan kebaikan. Demikianlah ucapan terima kasih ini dipersembahkan,dengan tulus dari lubuk hati yang paling dalam. Semoga hasil penelitian ini bermanfaat. Bogor, Juli 2011 Elis Trisnawati

14

15 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... Halaman PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang... 1 Perumusan Masalah... 4 Tujuan Penelitian... 6 Kegunaan Penelitian... 7 TINJAUAN PUSTAKA... 9 Theory of Planned Behavior (TPB)... 9 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku dan Intensi Berwirausaha Kewirausahaan dan Wirausaha KERANGKA PEMIKIRAN METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian Cara Pemilihan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data Pengolahan dan Analisis Data Definisi Operasional HASIL Kondisi Umum Lokasi Penelitian Karakteristik Contoh Karakteristik Keluarga Contoh Pendidikan Kewirausahaan Contoh Sikap Norma Subjektif Kontrol Perilaku Intensi Berwirausaha Hubungan Antar Variabel Penelitian Faktor-Faktor yang Berpengaruh terhadap Intensi Berwirausaha PEMBAHASAN KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN iv vi vi

16 DAFTAR TABEL Halaman 1 Jumlah contoh berdasarkan persentase pendidikan kewirausahaan formal Jumlah contoh berdasarkan persentase pendidikan kewirausahaan nonformal Variabel, skala, dan keterangan Sebaran contoh berdasarkan usia dan pendidikan kewirausahaan serta rataan dan standar deviasi usia contoh 32 5 Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin dan pendidikan kewirausahaan 33 6 Sebaran contoh berdasarkan suku daerah dan pendidikan kewirausahaan 34 7 Sebaran contoh berdasarkan indeks prestasi akademik dan pendidikan kewirausahaan serta rataan dan standar deviasi IPK contoh Sebaran contoh berdasarkan uang saku bulanan dan pendidikan kewirausahaan serta rataan dan standar deviasi uang saku bulanan contoh Sebaran contoh berdasarkan sumber uang saku bulanan dan pendidikan kewirausahaan Sebaran contoh berdasarkan pekerjaan orang tua dan pendidikan kewirausahaan Sebaran contoh berdasarkan pendidikan orang tua dan pendidikan kewirausahaan Sebaran contoh berdasarkan keikutsertaan dalam pendidikan kewirausahaan nonformal beserta tahapan-tahapannya Sebaran contoh berdasarkan jumlah keikutsertaan dalam seminar dan pelatihan kewirausahaan Sebaran contoh berdasarkan kategori sikap dan pendidikan kewirausahaan serta rataan dan standar deviasi sikap contoh Sebaran contoh berdasarkan kategori norma subjektif dan pendidikan kewirausahaan serta rataan dan standar deviasi norma subjektif contoh Sebaran contoh berdasarkan kategori figur sosial yang mendorong berwirausaha dan pendidikan kewirausahaan Sebaran contoh berdasarkan kategori kontrol perilaku dan pendidikan kewirausahaan serta rataan dan standar deviasi kontrol perilaku contoh Sebaran contoh berdasarkan kategori intensi berwirausaha dan pendidikan kewirausahaan serta rataan dan standar deviasi intensi berwirausaha contoh. 48

17 Halaman 19 Sebaran contoh berdasarkan tabulasi silang antara karakteristik contoh, karakteristik keluarga, dan pendidikan kewirausahaan dengan sikap Sebaran contoh berdasarkan tabulasi silang antara karakteristik contoh, karakteristik keluarga, dan pendidikan kewirausahaan dengan norma subjektif Sebaran contoh berdasarkan tabulasi silang antara karakteristik contoh, karakteristik keluarga, dan pendidikan kewirausahaan dengan kontrol perilaku Sebaran contoh berdasarkan tabulasi silang antara karakteristik contoh, karakteristik keluarga, dan pendidikan kewirausahaan dengan intensi berwirausaha Koefisien korelasi antar variabel penelitian menggunakan uji korelasi Pearson Koefisien korelasi antara variabel sikap, norma subjektif, dan kontrol perilaku dengan intensi berwirausaha Analisis regresi pengaruh sikap, norma subjektif, dan kontrol perilaku terhadap intensi berwirausaha Analisis regresi pekerjaan ayah, pendidikan kewirausahaan, sikap, norma subjektif, dan kontrol perilaku terhadap intensi berwirausaha.. 53 DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Grafik persentase sebaran responden status kerja alumni berdasarkan fakultas tahun Model Theory of Reason Action (TRA) Model Theory of Planned Behavior (TPB) Kerangka pemikiran penelitian Grafik sebaran contoh berdasarkan keikutsertaan dalam pendidikan kewirausahaan formal 40 6 Grafik sebaran contoh berdasarkan keikutsertaan jumlah mata kuliah dalam pendidikan kewirausahaan formal. 40 DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Output realibilitas kuesioner Theory of Planned Behavior (TPB) Sebaran contoh berdasarkan jawaban Theory of Planned Behavior Koefisien korelasi antar variabel... 70

18

19 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah pengangguran merupakan salah satu masalah penting di suatu negara, termasuk di Indonesia. Masalah pengangguran ini terjadi karena peningkatan jumlah penduduk yang diiringi dengan jumlah angkatan kerja dan tidak diimbangi dengan jumlah peningkatan lapangan kerja yang memadai. Kondisi ini semakin diperburuk dengan adanya krisis global yang turut menimpa Indonesia. Departemen Tenaga Kerja tahun 2007 mencatat jumlah pengangguran terbuka di Indonesia mencapai orang, sedangkan target pertumbuhan ekonomi yang ditetapkan pemerintah adalah enam persen. Jika diasumsikan setiap satu persen pertumbuhan ekonomi menghasilkan lapangan kerja baru, berarti dengan pertumbuhan ekonomi enam persen, kita hanya bisa menambah jumlah lapangan kerja Hal ini berarti di dalam negeri masih kekurangan lapangan kerja. Di antara banyaknya pengangguran di negeri ini justru yang paling mengenaskan adalah lebih dari 50 persen sarjana menganggur, padahal sarjana inilah yang diharapkan untuk menjadi agent of change yang bisa membawa kemajuan bagi bangsa ini (Gani 2009). Menurut Rasyidi dalam Ariamtisna (2008) banyaknya angka pengangguran salah satunya juga disebabkan minimnya jiwa kewirausahaan masyarakat. Pendidikan di perguruan tinggi lebih banyak menghasilkan lulusan perguruan pekerja berkualifikasi akademis tinggi padahal yang dibutuhkan adalah lulusan yang berjiwa kewirausahaan karena seharusnya jumlah wirausaha di Indonesia saat ini sedikitnya atau dua persen dari total jumlah penduduk, namun saat ini baru ada pengusaha di Indonesia. Kalangan terdidik cenderung menghindari pilihan pekerjaan ini karena preferensinya terhadap pekerjaan di kantor lebih tinggi. Preferensi yang lebih tinggi didasarkan pada perhitungan biaya yang telah dikeluarkan selama menempuh pendidikan dan mengharapkan tingkat pengembalian (rate of return) yang sebanding (Citra 2010). Kecenderungan menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan semakin besar keinginan mendapat pekerjaan yang aman. Kalangan terdidik tidak berani mengambil pekerjaan berisiko seperti berwirausaha. Pilihan status pekerjaan utama para lulusan perguruan tinggi adalah sebagai karyawan atau

20 2 buruh, dalam arti bekerja pada orang lain atau perusahaan secara tetap dengan menerima upah yang rutin. Hasil Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) semester pertama tahun 2007 menunjukkan tiga dari empat lulusan perguruan tinggi memilih status untuk menjadi karyawan. Hanya lima persen yang berwirausaha yaitu dengan membuka usaha yang dapat mempekerjakan buruh atau karyawan yang dibayar tetap (Darmaningtyas dalam Citra 2010). Kecilnya minat berwirausaha di kalangan lulusan perguruan tinggi sangat disayangkan. Harusnya, melihat kenyataan bahwa lapangan kerja yang ada tidak memungkinkan untuk menyerap seluruh lulusan perguruan tinggi di Indonesia, para lulusan perguruan tinggi mulai memilih berwirausaha sebagai pilihan karir. Kewirausahaan memiliki peranan yang sangat penting dalam perekonomian Indonesia karena kewirausahaan memiliki peran untuk menambah daya tampung tenaga kerja, generator pembangunan, contoh bagi masyarakat lain, membantu orang lain, memberdayakan karyawan, hidup efisien, dan menjaga keserasian lingkungan. Jiwa kewirausahaan akan mendorong seseorang memanfaatkan peluang yang ada menjadi sesuatu yang menguntungkan. Pendorong utama meningkatnya kebutuhan kewirausahaan adalah munculnya ragam kesempatan berusaha dalam produksi dan pemasaran barang dan jasa (Alma 1999). Indonesia masih membutuhkan sumber daya manusia tangguh yang memiliki jiwa kewirausahaan untuk mengembangkan sektor pertanian sebagai suatu sektor yang memiliki basis sumber daya alam yang berlimpah. Hal tersebut menjadi tantangan bagi Institut Pertanian Bogor (IPB) yang merupakan perguruan tinggi negeri di bidang pertanian yang dituntut untuk menghasilkan sumber daya manusia tangguh yang dapat berperan dalam pengembangan pertanian. IPB telah mencanangkan lima pilar orientasi pendidikan untuk mempersiapkan sumber daya manusia tersebut. Kelima pilar tersebut adalah profesionalisme, kepekaan sosial, kepedulian lingkungan, jiwa kewirausahaan dan moral (Daryanto dalam Fawaqa 2006). Hal ini sesuai dengan visi Institut Pertanian Bogor, yaitu Menjadi universitas riset terkemuka di Asia dengan kompetensi utama pertanian tropika, berkarakter kewirausahaan, dan bersendikan keharmonisan (Panduan Program Sarjana 2008). Dari lima pilar pendidikan dan visi IPB terlihat jelas bahwa pengembangan jiwa kewirausahaan menjadi salah satu titik penting bagi pembinaan kemahasiswaan di IPB. Hal ini dikarenakan mahasiswa memiliki

21 3 potensi yang sangat luar biasa dalam bidang kewirausahaan. Mahasiswa yang berada pada proses menuju pendewasaan berfikir dan persiapan menuju kehidupan pascakampus serta ditunjang dengan semangat generasi muda yang memiliki potensi sangat besar untuk mulai berwirausaha (Azzahra 2009). Usia mendirikan usaha terlihat cukup potensial pada usia tahun yang merupakan kisaran usia mahasiswa (Zimmerer & Scarborough dalam Azzahra 2009). Hasil penelitian terbaru terhadap wirausaha warung internet di Indonesia membuktikan bahwa usia wirausahawan berkorelasi signifikan terhadap kesuksesan usaha yang dijalankan (Kristiansen et al. 2003). Keinginan seseorang untuk berwirausaha dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti karakteristik individu, karakteristik keluarga, faktor psikologis, nilai budaya dan sosial, serta pendidikan. Penelitian Schiller dan Crawson dalam Indarti dan Rokhima (2008) menemukan adanya perbedaan yang signifikan dalam hal kesuksesan berwirausaha antara perempuan dan laki-laki. Berdasarkan penelitian Mazzarol et al. (1999), perempuan cenderung kurang menyukai untuk membuka usaha baru dibandingkan kaum laki-laki. Hal ini mungkin dikarenakan laki-laki mempunyai tanggung jawab yang lebih besar dibandingkan perempuan dalam hal penghasilan sehingga laki-laki akan berusaha untuk mendapatkan pekerjaan atau membuka usaha baru. Keluarga adalah salah satu faktor yang mempengaruhi seseorang untuk berwirausaha. Orang tua akan memberikan corak budaya, suasana rumah, pandangan hidup dan pola sosialisasi yang akan menentukan sikap, perilaku serta proses pendidikan terhadap anak-anaknya. Orang tua yang bekerja sebagai wirausaha akan mendukung dan mendorong kemandirian, berprestasi dan bertanggung jawab. Dukungan orang tua ini, terutama ayah sangat penting dalam pengambilan keputusan pemilihan karir bagi anak seperti menjadi wirausaha. Orang tua memberikan dampak kuat pada pemilihan karir, penelitian menunjukkan para wirausaha biasanya memiliki orang tua yang juga seorang wirausaha (Peterman & Kennedy 2003). Menurut Hisrich dan Peters dalam Wijaya (2007), pendidikan penting bagi wirausaha. Bukan hanya gelar yang didapatkannya saja, namun pendidikan juga mempunyai peranan yang besar dalam membantu mengatasi masalah-masalah dalam bisnis seperti keputusan investasi dan sebagainya. Dari penelitian tersebut ditemukan bahwa 70 persen wirausahawati adalah lulusan perguruan tinggi. Secara lebih spesifik penelitian ini menemukan bahwa pendidikan yang

22 4 dibutuhkan untuk berwiraswasta termasuk dalam area finansial, strategi perencanaan, pemasaran dan manajemen. Kram et al. dalam Farzier dan Niehm (2008) menemukan bahwa pendidikan dan pelatihan mempengaruhi persepsi orang terhadap karir kewirausahaan, dengan menyediakan kesempatan untuk mensimulasikan memulai usaha. Intensi berwirausaha telah terbukti menjadi prediktor yang terbaik bagi perilaku kewirausahaan (Krueger & Carsrud dalam Indarti dan Rokhima 2008). Menurut Ajzen (1988) intensi seseorang terhadap perilaku tertentu dipengaruhi oleh tiga variabel yaitu sikap, norma subjektif dan kontrol perilaku yang disebut dengan Theory of Planned Behavior (TPB). Beberapa penelitian sebelumnya menyebutkan bahwa keinginan berwirausaha para mahasiswa merupakan sumber bagi lahirnya wirausaha-wirausaha masa depan (Gorman et al. 1997). Oleh karena itu, hal yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah faktor-faktor yang mempengaruhi intensi berwirausaha pada mahasiswa melalui pendekatan Theory of Planned Behavior (TPB). Perumusan Masalah Upaya untuk mendorong minat berwirausaha mulai terlihat dilakukan oleh kalangan institusi pendidikan, termasuk perguruan tinggi dan Institut Pertanian Bogor adalah salah satunya. IPB telah menyelenggarakan Program Pengembangan Kewirausahaan Mahasiswa (PPKM) untuk menjaring potensi wirausaha di kalangan mahasiswa sekaligus melatih jiwa kewirausahaannya agar kelak bisa berkarir sebagai seorang wirausahawan. Potensi mahasiswa untuk berwirausaha juga terlihat pada banyaknya mahasiswa yang mengikuti berbagai program pengembangan kewirausahaan. Salah satunya adalah keaktifan mahasiswa dalam Program Kreativitas Mahasiswa Kewirausahaan (PKMK) yang merupakan suatu ajang lomba yang berhasil menunjukkan potensi wirausaha mahasiswa dan juga sebagai wadah pengembangan jiwa kewirausahaan bagi generasi muda, yaitu mahasiswa yang diselenggarakan oleh pemerintah melalui Direktorat Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (DP2M), Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Ditjen Dikti). Selain itu, di IPB juga terdapat Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Century yang merupakan wadah untuk mengaplikasikan jiwa kewirausahaan mahasiswa. Adanya program kewirausahaan tersebut, diharapkan meningkatkan intensi kewirausahaan mahasiswa. Kurikulum yang telah memasukkan pelajaran atau mata kuliah

23 5 kewirausahaan juga telah marak di perguruan tinggi termasuk di IPB. Namun demikian, hasilnya masih belum terlihat. Para lulusan perguruan tinggi masih saja tidak mau untuk langsung terjun sebagai wirausahawan (Citra 2010). Direktorat Pengembangan Karir dan Hubungan Alumni (DPKHA) atau Career Development and Alumni Affairs yang sering disebut CDA IPB juga berusaha untuk meningkatkan berbagai pola pembinaan kewirausahaan, baik kepada mahasiswa maupun alumni agar dapat berusaha secara mandiri, bahkan dapat menyerap tenaga kerja. Berdasarkan hasil studi CDA periode , wirausaha adalah jenis profesi yang paling diminati oleh mahasiswa IPB di tingkat pertama dengan jumlah peminat yang mencapai persen. Namun demikian, ada kecenderungan yang mengkhawatirkan karena minat mahasiswa untuk berwirausaha semakin menurun menjelang kelulusan dan alumni IPB yang benar-benar berwirausaha setelah menyelesaikan studi hanya sekitar empat persen (Nurrochmat 2009). Gambar 1 menunjukkan sebaran status kerja alumni IPB pada tahun 2010 yang mencapai jumlah alumni. Hasil penelitian DPKHA tahun 2010 tersebut menunjukkan persentase dominan berada pada status bekerja dengan persentase sebesar 84,71 persen. Namun sedikit sekali alumni yang berwirausaha setelah lulus kuliah yang ditunjukkan dari sebaran status kerja yang berwirausaha hanya sebesar 4,42 persen. Sementara itu, persentase alumni yang berstatus kerja berdasarkan aktivitas lain sebesar 10,87 persen (Laporan Tracer Studi 2010). Gambar 1 Grafik persentase sebaran responden status kerja alumni berdasarkan fakultas tahun 2010

24 6 Seseorang dengan intensi untuk memulai usaha akan memiliki kesiapan dan kemajuan yang lebih baik dalam usaha yang dijalankan dibandingkan seseorang tanpa intensi untuk memulai usaha. Intensi dapat dijadikan sebagai pendekatan dasar yang masuk akal untuk memahami siapa-siapa yang akan menjadi wirausaha (Choo & Wong 2006). Menurut Ajzen (1988) dalam Theory of Planned Behavior (TPB), intensi dibentuk oleh tiga variabel yaitu sikap, norma subjektif, dan kontrol perilaku. Hal ini sangat tepat untuk dikaji lebih lanjut, mengingat banyaknya program kewirausahaan yang ada tetapi pada akhirnya, mahasiswa tetap memilih bekerja dibandingkan untuk berwirausaha. Fenomena tersebut menunjukkan bahwa meskipun minat mahasiswa IPB tinggi terhadap kewirausahaan yang terlihat dari antusiasme dalam mengikuti program kewirausahaan yang ada di kampus tetapi setelah lulus ternyata hanya sedikit yang menjadi wirausaha. Oleh karenanya, perumusan masalah dalam penelitian ini adalah : 1. Bagaimana tingkat sikap, norma subjektif, kontrol perilaku, dan intensi berwirausaha pada mahasiswa IPB? 2. Bagaimana hubungan antara karakteristik individu, karakteristik keluarga, dan pendidikan kewirausahaan dengan sikap, norma subjektif, kontrol perilaku, dan intensi berwirausaha mahasiswa IPB? 3. Bagaimana hubungan antara sikap, norma subjektif, dan kontrol perilaku dengan intensi berwirausaha mahasiswa IPB? 4. Bagaimana pengaruh pendidikan kewirausahaan, sikap, norma subjektif, dan kontrol perilaku terhadap intensi berwirausaha mahasiswa IPB? Tujuan Penelitian Tujuan Umum Secara umum, tujuan diadakannya penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh pendidikan kewirausahaan terhadap intensi berwirausaha mahasiswa Institut Pertanian Bogor melalui pendekatan Theory of Planned Behavior. Tujuan Khusus 1. Mengidentifikasi karakteristik contoh (jenis kelamin, usia, suku (daerah), Indeks Prestasi Kumulatif, dan uang saku bulanan), karakteristik keluarga (pendidikan orang tua dan pekerjaan orang tua), dan pendidikan kewirausahaan (secara formal maupun nonformal) contoh.

25 7 2. Menganalisis tingkat sikap, norma subjektif, kontrol perilaku, dan intensi berwirausaha contoh. 3. Menganalisis hubungan antara karakteristik individu, karakteristik keluarga, dan pendidikan kewirausahaan dengan sikap, norma subjektif, kontrol perilaku, dan intensi berwirausaha contoh. 4. Menganalisis hubungan antara sikap, norma subjektif, dan kontrol perilaku dengan intensi berwirausaha contoh. 5. Menganalisis pengaruh pendidikan kewirausahaan, sikap, norma subjektif, dan kontrol perilaku terhadap intensi berwirausaha contoh. Kegunaan Penelitian Beberapa kegunaan yang dapat diperoleh dari hasil penelitian ini adalah: 1. Bagi peneliti. Penelitian ini berguna sebagai sarana untuk menambah wawasan, pemahaman, pengalaman, pengembangan ilmu yang berguna untuk masa depan. 2. Bagi mahasiswa. Penelitian ini berguna untuk mengetahui intensi kewirausahaan pada mahasiswa sehingga bisa menumbuhkan perilaku berwirausaha di kalangan mahasiswa dan menjadi bahan untuk penelitian selanjutnya. 3. Bagi pihak Institusi IPB. Penelitian ini berguna memberikan informasi kepada pihak Rektorat Institut Pertanian Bogor khususnya Direktorat Kemahasiswaan dan Direktorat Pengembangan Karir dan Hubungan Alumni (DPKHA) terkait dengan program kewirausahaan sehingga dapat menumbuhkan jiwa kewirausahaan pada mahasiswa. 4. Bagi Pemerintah. Penelitian ini berguna dalam memberikan informasi kepada pihak Departemen Ketanagakerjaan dalam mengambil kebijakan mengenai peningkatan pengembangan kewirausahaan terkait dengan program serta penyediaan sarana dan prasarana untuk meningkatkan jiwa kewirausahaan di kalangan masyarakat. 5. Bagi pihak Lembaga Keuangan. Penelitian ini berguna dalam hal penyediaan modal dalam rangka meningkatkan jumlah wirausaha di Indonesia.

26 8

27 9 TINJAUAN PUSTAKA Teori Perilaku yang telah Direncanakan (Theory of Planned Behavior) Para teoritikus sikap memiliki pandangan bahwa sikap seseorang terhadap suatu objek sudah dapat dijadikan prediktor apakah ia akan melakukan suatu tindakan atau tidak. Fishbein dan Ajzen (1975) berpendapat berbeda, mereka menyatakan bahwa sikap seseorang itu belum cukup pasti untuk memunculkan suatu perilaku. Melalui Teori Aksi Beralasan (Theory of Reasoned Action) yang dikenal dengan singkatan TRA, keduanya kemudian menambahkan faktor norma subjektif sebagai faktor tekanan lingkungan yang ikut andil dalam memunculkan perilaku. Akumulasi dari faktor sikap dan norma subjektif tersebut disebut sebagai intensi atau niat (intention). Fishbein dan Ajzen (1975) menjelaskan bahwa intensi seseorang terhadap perilaku dibentuk oleh dua faktor utama yaitu sikap perilaku tertentu (attitude toward the behavior) dan norma subjektif (subjective norms). Sikap merupakan evaluasi atau penilaian positif atau negatif seseorang terhadap sejumlah kepercayaan (belief) terhadap objek tertentu. Sementara itu, norma subjektif yaitu sejauh mana keinginan individu memenuhi harapan dari sejumlah pihak yang dianggap penting berkaitan dengan perilaku tertentu. Gambar 2 dapat memperjelas pemahaman tentang intensi yang telah diuraikan di atas. Sikap Intensi Perilaku Norma Subjektif Gambar 2 Model Theory of Reason Action (TRA) (Sumber : Fishbein dan Ajzen 1975) Selain itu juga, Ajzen (1988) menjelaskan bahwa intensi melibatkan empat elemen penting yaitu TACT yang merupakan singkatan dari Target, Action, Context, dan Time. Keempat elemen itu dapat diartikan sebagai objek target pada perilaku tersebut (Target), perilaku (Action), situasi dimana perilaku harus ditampilkan (Context) dan kapan perilaku harus ditampilkan (Time). Semakin jelas keempat elemen ini maka semakin kuat intensi memprediksi perilaku tertentu.

28 10 TRA dinilai memiliki kelemahan karena adanya penekanan pada faktor norma subjektif yang dianggap terlalu melemahkan faktor individu sebagai pengendali atas tingkah lakunya sendiri. Oleh karena itu, TRA dikembangkan menjadi Theory of Planned Behavior (TPB) dengan menambahkan kontrol perilaku (perceived behavioral control) sebagai penentu niat seseorang. TPB menjelaskan bahwa perilaku seseorang tidak hanya dikendalikan oleh dirinya sendiri, tetapi juga kontrol yang ketersediaan sumber daya dan kesempatan tertentu (perceived behavioral control) (Ajzen 1988). Gambar 3 memberikan pemahaman bahwa intensi seseorang terhadap perilaku tertentu dipengaruhi oleh tiga variabel yaitu sikap, norma subjektif, dan kontrol perilaku. Sikap Intensi Perilaku Norma Subjektif Kontrol perilaku Gambar 3 Model Theory of Planned Behavior (TPB) (Sumber : Ajzen 1988) Berikut ini akan dijelaskan komponen-komponen intensi melalui pendekatan Theory of Planned Behavioral. Sikap Sikap merupakan salah satu komponen dalam intensi terhadap perilaku tertentu. Sikap atau attitude merupakan suatu faktor yang ada dalam diri seseorang yang dipelajari untuk memberikan respon dengan cara konsisten yaitu suka atau tidak suka pada penilaian terhadap suatu yang diberikan. Salah satu pemahaman sikap yang juga penting adalah bahwa sikap terdiri dari tiga komponen yang dikenal dengan trilogi sikap, yaitu sikap terdiri dari afektif, kognitif dan konatif. Afektif berarti perasaan atau penilaian tertentu seseorang baik terhadap suatu objek, orang, isu maupun kejadian. Kognitif terdiri dari

29 11 pengetahuan, opini, dan kepercayaan terhadap suatu objek. Sedangkan komponen konatif merupakan bentuk perasaan dan evaluatif (Fishbein & Azjen 1975). Sikap dalam teori ini memiliki dua aspek pokok, yaitu: kepercayaan perilaku dan evaluasi. Kepercayaan perilaku adalah keyakinan individu bahwa menampilkan atau tidak menampilkan perilaku tertentu akan menghasilkan akibat-akibat atau hasil-hasil tertentu, dan merupakan aspek pengetahuan individu tentang obyek sikap dapat pula berupa opini individu hal yang belum tentu sesuai dengan kenyataan. Semakin positif keyakinan individu akan akibat dari suatu obyek sikap maka akan semakin positif pula sikap individu terhadap obyek sikap tersebut, demikian pula sebaliknya. Evaluasi adalah penilaian seseorang terhadap hasil-hasil yang dimunculkan dari suatu perilaku. Evaluasi akan berakibat pada perilaku penilaian yang diberikan individu terhadap tiap-tiap akibat atau hasil yang diperoleh oleh individu. Apabila menampilkan atau tidak menampilkan perilaku tertentu, evaluasi atau penilaian ini dapat bersifat menguntungkan atau merugikan (Fishbein & Ajzen 1975). Berikut ini adalah formulasi model sikap dalam TPB. n A B = b i. e i i=1 Keterangan : A B = sikap terhadap perilaku tertentu b = kepercayaan terhadap perilaku tersebut yang mengarahkan pada konsekuensi atau hasil i = hasil (outcome) e = evaluasi seseorang terhadap hasil n = jumlah kepercayaan yang dimiliki seseorang terhadap perilaku tertentu Norma Subjektif Komponen intensi lainnya dalam intensi terhadap perilaku tertentu adalah norma subjektif. Norma subjektif adalah persepsi seseorang terhadap pikiran pihak-pihak yang dianggap berperan dan memiliki harapan kepadanya untuk melakukan sesuatu dan sejauh mana keinginan untuk memenuhi harapan tersebut. Konsep norma subjektif merupakan representasi dari tuntutan atau tekanan lingkungan yang dihayati individu dan menunjukkan keyakinan individu atas adanya persetujuan atau tidak dari figur-figur sosial jika ia melakukan suatu perbuatan. Orang lain atau figur sosial dalam norma subjektif yang dimaksud biasanya ialah significant other bagi orang yang bersangkutan (Fishbein dan

30 12 Ajzen 1975). Figur-figur sosial yang penting bisa saja termasuk di dalamnya orang tua, teman dekat, suami atau istri, rekan kerja (Wijaya 2007). Norma subjektif dibentuk oleh dua aspek, yakni keyakinan normatif dan motivasi untuk memenuhi tuntunan lingkungan. Keyakinan normatif merupakan pandangan pihak lain yang dianggap penting oleh individu yang menyarankan individu untuk menampilkan atau tidak menampilkan perilaku tertentu. Sementara itu, motivasi untuk memenuhi tuntunan lingkungan merupakan kesediaan individu untuk melaksanakan atau tidak melaksanakan pendapat atau pikiran pihak lain yang dianggap penting bahwa individu harus atau tidak harus menampilkan perilaku tertentu (Fishbein & Ajzen 1975). Rumusan norma subjektif pada intensi perilaku tertentu dirumuskan sebagai berikut. n SN = b i. m i i=1 Keterangan : SN b i m i = norma subjektif = kepercayaan normatif = motivasi untuk mengikuti sejumlah n referensi atau i Kontrol Perilaku Komponen ketiga dalam intensi adalah kontrol perilaku. Kontrol perilaku ini merupakan suatu acuan adanya kesulitan atau kemudahan yang ditemui seseorang dalam berperilaku tertentu. Kontrol perilaku berperan dalam Theory of Planned Behavior dalam dua cara yaitu secara langsung dan tidak langsung berdasarkan kontrol-kontrol yang ada pada diri seseorang. Kontrol perilaku berperan secara tidak langsung mempengaruhi perilaku yaitu melalui intensi terhadap perilaku. Selain itu, kontrol perilaku juga bisa secara langsung mempengaruhi perilaku tersebut (Ajzen 1988). Variabel ini kemudian dirumuskan sebagai berikut. PBC = C i. P i Keterangan : PBC = kontrol perilaku C i = control belief strength (kekuatan keyakinan seseorang bahwa ia bisa berbuat sesuatu) P i = control belief power (keyakinan seseorang akan adanya hambatan atau dukungan untuk melakukan suatu perbuatan)

31 13 Intensi dan Intensi Kewirausahaan Perilaku seseorang dapat diprediksi melalui pengukuran sikapnya terhadap suatu objek tertentu. Pendekatan ini dapat dijembatani dengan melihat intensi untuk menampilkan perilaku tertentu dalam diri seseorang. Intensi secara harfiah bermakna niat. Fishbein dan Ajzen (1975) mendefinisikan intensi atau niat ini sebagai kemungkinan subjektif (subjective probability) individu untuk berperilaku tertentu. Intensi merupakan dimensi probabilitas lokasi subjektif seseorang yang menghubungkan antara dirinya dengan suatu tindakan tertentu. Dengan kata lain, intensi merupakan besarnya dimensi probabilitas subjektif seseorang yang akan ditampilkan dalam bentuk perilaku tertentu. Intensi dipandang sebagai ubahan yang paling dekat dari individu untuk melakukan perilaku, maka dengan demikian intensi dapat dipandang sebagai hal yang khusus dari keyakinan yang obyeknya selalu individu dan atribusinya selalu perilaku (Fishbein & Ajzen 1975). Menurut Ajzen (1988) pembentukan intensi pada diri seseorang terikat dalam suatu perilaku tertentu. Intensi terbentuk dalam rangka memenuhi faktor-faktor kebutuhan yang memiliki dampak pada perilaku. Intensi juga menandakan bagaimana upaya seseorang bertekad untuk mencoba dan berencana untuk menampilkan perilaku tertentu. Santoso (1995) beranggapan bahwa intensi adalah hal-hal yang diasumsikan dapat menjelaskan faktor-faktor motivasi serta berdampak kuat pada tingkah laku. Hal ini mengindikasikan seberapa keras seseorang berusaha dan seberapa banyak usaha yang dilakukan agar perilaku yang diinginkan dapat dilakukan. Jika sikap positif dan individu terdorong untuk berbuat sesuai harapan lingkungan untuk melakukan suatu perbuatan, ditambah individu melihat bahwa tidak ada hambatan baginya untuk berperilaku maka kemungkinan munculnya perilaku tinggi. Dengan kata lain, niatnya besar. Bila sikap negatif, individu tidak mau menentang harapan lingkungan padanya, dan individu merasa tidak akan mampu melakukan suatu perbuatan, maka niat menjadi lemah, yang ini berarti kemungkinan dia berperilakupun rendah (Wijaya 2007). Penelitian untuk melihat aspek intensi kewirausahaan seseorang telah mendapat perhatian cukup besar dari para peneliti. Intensi kewirausahaan dapat diartikan sebagai proses pencarian informasi yang dapat digunakan untuk mencapai tujuan pembentukan suatu usaha (Katz & Gartner 1988). Seseorang dengan intensi untuk memulai usaha akan memiliki kesiapan dan kemajuan yang lebih baik dalam usaha yang dijalankan dibandingkan seseorang tanpa intensi

32 14 untuk memulai usaha. Intensi kewirausahaan adalah prediksi yang reliabel untuk mengukur perilaku kewirausahaan dan aktivitas kewirausahaan (Krueger et al. 2000). Umumnya, intensi kewirausahaan adalah keadaan berfikir yang secara langsung dan mengarahkan perilaku individu ke arah pengembangan dan implementasi konsep bisnis yang baru (Birds, 1988 dalam Nasrudin et al. 2009). Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku dan Intensi Berwirausaha Karakteristik Individu Usia. Usia ketika seseorang memulai usaha menjadi kurang penting, tetapi apabila sudah ada pelatihan dan persiapan yag memadainya sebaiknya semakin awal memulai usaha akan semakin baik daripada menunda usaha (Staw dalam Riyanti 2003). Hurlock (1980) berpendapat bahwa perkembangan karier berjalan seiring dengan proses perkembangan manusia. Roe dalam Wijaya (2007) mengatakan bahwa minat terhadap pekerjaan mengalami perubahan sejalan dengan usia tetapi menjadi relatif stabil pada post adolescent. Hasil penelitian Hijriyah (2004) menemukan bahwa umur mempengaruhi perilaku wirausaha pedagang Fried Chicken kaki lima di kota Bogor. Jenis kelamin. Jenis kelamin sangat berpengaruh terhadap minat berwirausaha mengingat adanya perbedaan terhadap pandangan pekerjaan antra pria dan wanita. Manson dan Hogg dalam Wijaya (2007) mengemukakan bahwa kebanyakan wanita cenderung sambil lalu dalam memilih pekerjaan dibanding dengan pria. Wanita menganggap pekerjaan bukanlah hal yang penting. Karena wanita masih dihadapkan pada tuntutan tradisional yang lebih besar menjadi istri dan ibu rumah tangga. Seperti yang sudah diduga, bahwa mahasiswa laki-laki memiliki intensi yang lebih kuat dibandingkan mahasiswa perempuan. Secara umum, sektor wiraswasta adalah sektor yang didominasi oleh kaum laki-laki. Kolvereid (1996) menyatakan bahwa laki-laki terbukti mempunyai intensi kewirausahaan yang lebih tinggi dibandingkan perempuan. Penelitian yang dilakukan oleh Matthews dan Moser (1996) pada lulusan master di Amerika dengan menggunakan studi longitudinal menemukan bahwa minat laki-laki untuk berwirausaha konsisten dibandingkan minat perempuan yang berubah menurut waktu. Uang Saku Bulanan. Uang saku bulanan adalah uang yang diterima mahasiswa setiap bulannya untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari yang berasal dari orang tua, beasiswa, hasil dari bekerja, berwirausaha dan lain-lain.

33 15 Hasil penelitian Azzahra (2009) menemukan bahwa uang saku per bulan tidak memberikan pengaruh nyata terhadap pengetahuan, sikap, tindakan, maupun perilaku wirausaha mahasiswa IPB peserta PPKM dan PKMK. Tren wirausaha saat ini bukan lagi ingin digeluti oleh orang yang berpenghasilan rendah, tetapi juga yang berpenghasilan tinggi. Suku (daerah). Hasil penelitian Azzahra (2009) menyatakan bahwa karakteristik suku (daerah) berhubungan nyata dengan sikap dan tindakan wirausaha. Dari sisi sikap wirausaha, hal ini disebabkan karena adanya pandangan dan persepsi positif terhadap profesi wirausaha oleh beberapa suku (daerah) di Indonesia seperti suku Minang, sehingga mempengaruhi sikap wirausaha responden. Dari sisi tindakan wirausaha, adanya adat atau kebiasaan di suku (daerah) yang lebih cepat dalam bertindak dan melakukan sesuatu dibandingkan dengan suku (daerah) lain. Adat dan kebiasaan tersebut tentunya mempengaruhi tindakan seseorang dalam berwirausaha. Indeks Prestasi Kumulatif (IPK). Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) merupakan angka yang menunjukkan prestasi akademik atau kemajuan belajar mahasiswa secara kumulatif yang dicapai mulai dari semester 1 sampai dengan semester paling akhir untuk semua mata kuliah yang ditempuh (Anonim 2009). Penelitian yang dilakukan Azzahra (2009) menyatakan bahwa IPK tidak berhubungan nyata dengan perilaku wirausaha maupun unsur-unsurnya yaitu pengetahuan, sikap, dan tindakan wirausaha. Orang yang memiliki IPK tinggi belum tentu memiliki pengetahuan, sikap dan tindakan wirausaha yang baik. Karakteristik Keluarga Keluarga adalah tempat pertama dan utama dimana seorang anak dididik dan dibesarkan. Segala perilaku orang tua dan pola asuh yang diterapkan didalam keluarga pasti berpengaruh dalam pembentukan kepribadian atau karakter seorang anak (Schikendanz dalam Megawangi 2004). Pekerjaan Orang tua. Menurut Staw dalam Riyanti (2003) ada bukti kuat bahwa wirausaha memiliki orang tua yang bekerja mandiri atau berbasis sebagai wirausaha meskipun tidak ada studi banding dengan wirausaha yang orang tuanya bukan wirausaha, relasi dengan orang tua yang wirausaha tampaknya menjadi aspek penting yang membentuk keinginan seseorang untuk menjadi wirausaha. Pendidikan Orang tua. Tingkat pendidikan orang tua merupakan aspek yang mempengaruhi keefektifan komunikasi dalam keluarga. Tingkat pendidikan

34 16 yang dicapai seseorang akan membentuk cara, pola dan karakter berpikir, presepsi, pemahaman, dan kepribadian (Guhardja et al. 1992). Menurut Gunarsa dan Gunarsa (2004) pendidikan orang tua akan berpengaruh terhadap perkembangan pendidikan anak. Semakin tinggi pendidikan orang tua maka semakin besar pengetahuan orang tua akan pentingnya pendidikan. Dengan demikian, orang tua diharapkan dapat memberi stimulasi dan fasilitas yang dapat menunjang proses belajar dan prestasi akademik anak. Pendidikan Kewirausahaan Pengaruh pendidikan kewirausahaan selama ini telah dipertimbangkan sebagai salah satu faktor penting untuk menumbuhkan dan mengembangkan hasrat, jiwa dan perilaku berwirausaha di kalangan generasi muda. Pendidikan memainkan peran penting pada saat wirausaha mencoba mengatasi masalahmasalah dan mengoreksi penyimpangan dalam praktek bisnis (Kourilsky & Walstad 1998). Melalui pendidikan formal, belajar kewirausahaan dapat dilakukan melalui Mata Kuliah Kewirausahaan yang bisa memberikan pemahaman yang lebih baik tentang proses kewirausahaan, tantangan yang dihadapi para pendiri usaha baru dan masalah yang harus diatasi agar berhasil. Pengetahuan yang diperoleh dari pendidikan formal tersebut terkait langsung dengan bidang usaha yang dikelola. Semakin banyak seseorang tertarik untuk belajar dalam dunia pendidikan akan meningkatkan dalam usahanya (Utami 2007). Rahmawati (2000) mengatakan bahwa paket pendidikan kewirausahaan akan membentuk siswa untuk mengejar karir kewirausahaan. Meski pendidikan formal bukan syarat untuk memulai usaha baru, pengetahuan yang diperoleh dari pendidikan formal memberi dasar yang baik apalagi bila pendidikan formal tersebut terkait dengan bidang usaha yang dikelola (Riyanti 2003). Di sisi lain, kewirausahaan juga dapat dipelajari dari pendidikan nonformal. Pendidikan kewirausahaan nonformal sangat penting karena mahasiswa yang mengetahui prinsip-prinsip kewirausahaan dan pengelolaan bisnis dari pendidikan formalnya tersebut belum tentu menjadi wirausaha yang sukses. Mereka perlu dibekali dengan berbagai atribut, keterampilan dan perilaku yang dapat meningkatkan kemampuan kewirausahaan mereka dengan pelatihan kewirausahaan (Brockhaus dalam Bell 2008). Kram et al dalam Farzier dan Niehm (2008) menemukan bahwa pendidikan dan pelatihan mempengaruhi

35 17 persepsi orang terhadap karir kewirausahaan, dengan menyediakan kesempatan untuk mensimulasikan memulai usaha. Kewirausahaan dan Wirausaha John Kao dalam Sudjana (2004) menyebutkan bahwa kewirausahaan adalah sikap dan perilaku wirausaha. Kewirausahaan yang sering dikenal dengan sebutan entrepreneurship berasal dari bahasa Perancis yang diterjemahkan secara harfiah adalah perantara. Secara lebih luas kewirausahaan didefinisikan sebagai proses penciptaan sesuatu yang berbeda nilainya dengan menggunakan usaha dan waktu yang diperlukan, memikul resiko finansial, psikologi dan sosial yang menyertainya serta menerima balas jasa moneter dan kepuasan pribadi. Namun demikian, istilah kewirausahaan dapat pula diartikan sebagai sikap dan perilaku mandiri yang mampu memadukan unsur cipta, rasa, dan karsa serta karya atau menggabungkan kreativitas, tantangan, kerja keras, dan kepuasan untuk mencapai prestasi maksimal sehingga dapat memberikan nilai tambah maksimal terhadap jasa, barang, maupun pelayanan yang dihasilkan dengan mengindahkan sendi-sendi kehidupan masyarakat. Kewirausahaan merupakan suatu kualitas dari sikap seseorang daripada hanya sekedar keahlian. Seorang wirausaha memiliki kualifikasi yang tahan banting, selalu mencari peluang, dan memiliki visi (Sutanto 2002). Wirausaha adalah orang yang menciptakan kerja bagi orang lain dengan cara mendirikan, mengembangkan, dan melembagakan perusahaan miliknya sendiri dan bersedia mengambil resiko pribadi dalam menentukan peluang berusaha dan secara kreatif menggunakan potensi-potensi dirinya untuk mengenali produk, mengelola dan menentukan cara produksi, menyusun operasi untuk pengadaan produk, memasarkannya, serta mengatur permodalan operasinya (Riyanti 2003)

36 18

37 19 KERANGKA PEMIKIRAN Institut Pertanian Bogor yang merupakan salah satu perguruan tinggi negeri dituntut untuk menghasilkan sumber daya manusia yang tangguh yang dapat berperan dalam pengembangan pertanian. Usaha untuk menumbuhkan jiwa kewirausahaan pada mahasiswa adalah penyelenggaraan mata kuliah yang berkaitan dengan kewirausahaan yang merupakan pendidikan formalnya. Program Pengembangan Kewirausahaan Mahasiswa (PPKM), Program Kreativitas Mahasiswa Kewirausahaan (PKMK), dan pengadaan Unit Kegiatan Mahasiswa yang bergerak di bidang kewirausahaan yaitu Century yang merupakan pendidikan nonformalnya. Program kewirausahaan tersebut diharapkan bisa menumbuhkan jiwa kewirausahaan pada mahasiswa sehingga dapat meningkatkan intensi berwirausaha mahasiswa. Niat seseorang untuk berwirausaha bisa diukur dengan menggunakan intensi karena menurut Choo dan Wong (2006) menyatakan bahwa intensi berwirausaha dapat dijadikan pendekatan dasar yang masuk akal untuk memahami siapa-siapa yang akan menjadi wirausaha. Penelitian ini menggunakan pendekatan Theory of Planned Behavior (TPB) untuk mengetahui intensi berwirausaha pada mahasiswa IPB. TPB merupakan salah satu teori yang sering digunakan untuk mengukur intensi. TPB menjelaskan bagaimana perilaku tertentu dapat diprediksi melalui determinan-determinan perilaku tersebut. Intensi mencakup tiga determinan yang menentukannya, yakni sikap (attitude toward behavior), norma subjektif (subjective norms) dan kontrol perilaku (perceived behavioral control) (Ajzen 1988). Artinya, jika seseorang memiliki sikap positif terhadap perilaku berwirausaha, mendapatkan dukungan lingkungan untuk melakukan suatu tindakan berwirausaha, dan ia merasa bahwa tidak ada hambatan untuk melaksanakannya maka intensi kewirausahaannya akan kuat. Dengan demikian, kemungkinan orang tersebut untuk berperilaku berwirausaha akan sangat tinggi. Selain menggunakan model TPB, keinginan seseorang untuk berwirausaha atau intensi berwirausaha dapat juga dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti karakteristik individu, karakteristik keluarga, dan pendidikan kewirausahaan yang diikuti. Karakteristik individu yang akan diteliti berkaitan dengan intensi berwirausaha adalah jenis kelamin, umur, suku (daerah), uang saku bulanan, dan IPK. Sementara itu, karakteristik keluarga yang diteliti meliputi

38 20 pekerjaan orang tua dan pendidikan orang tua. Pendidikan kewirausahaan yang diteliti yaitu pendidikan secara formal dan secara nonformal yang selanjutnya diduga akan berhubungan dengan intensi berwirausaha. Bagan kerangka pemikiran pengaruh pendidikan kewirausahaan terhadap intensi berwirausaha pada mahasiswa Institut Pertanian Bogor melalui Pendekatan Theory of Planned Behavior dapat dilihat pada Gambar 4.

39 21 Karakteristik individu: - Jenis kelamin - Usia - Suku (daerah) - Indeks Prestasi Kumulatif - Uang saku bulanan Karakteristik keluarga: - Pekerjaan orang tua - Pendidikan orang tua Pendidikan kewirausahaan: - Formal - Nonformal Sikap Norma Subjektif Kontrol Perilaku Intensi Berwirausaha Perilaku Berwirausaha Keterangan: Hubungan Antar Variabel yang Diteliti Variabel yang Diteliti Hubungan Antar Variabel yang tidak Diteliti Variabel yang tidak Diteliti Gambar 4 Kerangka pemikiran penelitian diadaptasi dari Theory of Planned Behavior Ajzen (1988)

40 22

41 23 METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian Desain penelitian ini menggunakan cross sectional study yakni data dikumpulkan pada satu waktu untuk memperoleh gambaran karakteristik contoh. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah metode survei karena mengambil contoh dari satu populasi dengan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpul data yang pokok (Singarimbun & Effendi 1995). Penelitian dilakukan di Institut Pertanian Bogor (IPB) yang berlokasi di Kampus IPB Darmaga. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive) berdasarkan pertimbangan bahwa IPB merupakan salah satu perguruan tinggi terbesar di Indonesia dan mahasiswa IPB memiliki keinginan untuk mengikuti program dan kegiatan kewirausahaan. Waktu pengumpulan data dilakukan pada bulan Maret sampai April Cara Pemilihan Contoh Populasi dalam penelitian ini adalah mahasiswa Sarjana IPB semester empat sampai semester delapan tahun ajaran 2010/2011 yang berjumlah orang. Data tersebut diperoleh melalui Direktorat Administrasi Pendidikan IPB tahun Kerangka contoh dalam penelitian ini adalah mahasiswa sarjana IPB yang masih aktif, pernah mengambil mata kuliah yang berhubungan dengan kewirausahaan (pendidikan kewirausahaan secara formal), atau pernah mengikuti program atau kegiatan kewirausahaan yang ada di IPB (pendidikan kewirausahaan secara nonformal). Jumlah contoh yang akan diambil berdasarkan rumus Slovin, yaitu salah satu teknik penentuan jumlah contoh untuk penelitian sosial yang mana dalam penelitian ini menggunakan tingkat kesalahan 10%. Menurut Umar (2003), untuk menentukan jumlah contoh yang diambil, digunakan rumus Slovin berikut: N n = = = 98,93 (1+Ne 2 ) (0,1 2 ) Keterangan : n = jumlah mahasiswa contoh N = populasi mahasiswa IPB e = kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan yang bisa ditolerir yaitu 10 persen

42 24 Berdasarkan hasil perhitungan rumus Slovin maka penelitian ini menetapkan jumlah contoh 100 orang. Contoh dipilih secara purposive dengan dibagi menjadi dua yaitu 50 orang yang mengikuti pendidikan kewirausahaan secara formal (kelompok formal) dan 50 orang yang mengikuti pendidikan kewirausahaan secara nonformal (kelompok nonformal). Contoh pada kelompok formal dipilih dari peserta mata kuliah Kewirausahaan, Resiko Bisnis, serta Negosiasi dan Advokasi Bisnis. Metode pengambilan contoh yang digunakan adalah teknik probability sampling berupa proportional random sampling untuk masing-masing kelompok. Jumlah contoh berdasarkan persentase jumlah mahasiswa peserta mata kuliah Kewirausahaan, Resiko Bisnis, serta Negosiasi dan Advokasi Bisnis dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Jumlah contoh berdasarkan persentase pendidikan kewirausahaan formal No. Mata Kuliah Jumlah Mahasiswa (N) Persentase (%) Jumlah contoh (n) 1. Kewirausahaan Resiko Bisnis Negosiasi dan Advokasi Bisnis Total Sementara itu, contoh pada kelompok nonformal dipilih dari keikutsertaan dalam Program Kreativitas Mahasiswa Kewirausahaan (PKMK), Program Pengembangan Kewirausahaan Mahasiswa (PPKM), dan Unit Kegiatan Mahasiswa Center of Entrepreneurship Development for Youth (UKM Century). Jumlah contoh berdasarkan persentase jumlah mahasiswa yang mengikuti PKMK, PPKM, dan UKM Century dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 Jumlah contoh berdasarkan persentase pendidikan kewirausahaan nonformal No. Program Jumlah Mahasiswa (N) Persentase (%) Jumlah contoh (n) 1. PKMK PPKM UKM Century Total Jenis dan Cara Pengumpulan Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer dalam penelitian ini diperoleh secara langsung dari responden yang merupakan mahasiswa sarjana semester empat sampai

43 25 semester delapan IPB yang mengikuti pendidikan kewirausahaan formal serta nonformal. Data primer yang diambil diantaranya adalah karakteristik individu (jenis kelamin, umur, suku (daerah), uang saku bulanan, dan Indeks Prestasi Kumulatif), karakteristik keluarga (pendidikan, pekerjaan orang tua), pendidikan kewirausahaan (formal dan nonformal), sikap, norma subjektif, kontrol perilaku, dan intensi berwirausaha. Tabel 3 Variabel, skala, dan keterangan Skala perta- No Variabel nyaan pada kuesioner Keterangan 1. Jenis kelamin Nominal 1. Laki-laki 2. Perempuan 2. Umur (tahun) Rasio - (Hijriyah 2004) 3 Suku (daerah) Nominal 1. Minang 4.Sunda 7. lainnya (Azzahra 2009) 2. Batak 5.Jawa 4 Indeks Prestasi Kumulatif 5. Uang Saku Bulanan (Rp/bulan) 6. Pendidikan orang tua (lama pendidikan) Interval Rasio Rasio 3. Betawi 6. Makasar Penelitian ini mengkategorikan IPK menjadi: 1.Memuaskan ( 2,75) 2.Sangat memuaskan(2,76 3,50) 3.Cum laude ( 3.51) Penelitian ini mengkategorikan uang saku bulanan menjadi: 1.Rendah (<Rp ) 2.Sedang(Rp Rp ) 3.Tinggi (>Rp ) Penelitian ini mengkategorikan pendidikan orang tua menjadi: 1. Tidak sekolah (< 6 tahun) 2. Tamat SD (6 tahun) 3. Tamat SMP (9 tahun) 4. Tamat SMU (12 tahun) 5. Tamat akademi/pt (> 12 tahun) 7. Pekerjaan orang tua (Azzahra 2009) Nominal 8. Pendidikan kewira- Rasio usahaan formal 9. Pendidikan kewira- Rasio usahaan nonformal 10. Sikap (skor) Ordinal Norma subjektif (skor) Ordinal Kontrol perilaku (skor) Ordinal Intensi Berwirausaha (skor) 1. Wirausaha 2. Non wirausaha Jumlah keikutsertaan mata kuliah Jumlah keikutsertaan program, seminar, dan pelatihan kewirausahaan Ordinal - Data sekunder diperoleh dari buku Panduan Program Sarjana tahun 2008 mengenai gambaran umum lokasi penelitian. Informasi mengenai jumlah mahasiswa diperoleh dari Direktorat Administrasi Pendidikan IPB, mengenai Program Kewirausahaan di Institut Pertanian Bogor seperti Program Kreativitas

44 26 Mahasiswa Kewirausahaan (PKMK) diperoleh dari Direktorat Kemahasiswaan dan mengenai Program Pengembangan Kewirausahaan Mahasiswa (PPKM) diperoleh dari Direktorat Pengembangan Karir dan Hubungan Alumni (DPKHA) atau Career Development and Alumni Affairs (CDA). Cara pengumpulan data dalam penelitian ini dengan menyebarkan kuesioner sebagai alat pengumpul data. Setiap responden diberikan satu paket kuesioner untuk diisi dengan menggunakan metode self-report. Skala yang digunakan adalah skala nominal, ordinal, rasio, dan interval dengan kategori yang telah disesuaikan dengan jenis variabel yang diukur. Pengolahan dan Analisis Data Instrumen yang dibuat harus diuji reliabilitasnya. Uji reliabilitas adalah uji keterandalan instrumen yang digunakan dalam penelitian yang akan mampu mengungkapkan informasi yang sebenarnya di lapangan. Instrumen yang diukur reliabilitasnya adalah sikap, norma subjektif, kontrol perilaku, dan intensi berwirausaha. Besarnya reliabilitas pada variabel sikap sebesar 0,955, norma subjektif sebesar 0,773, kontrol perilaku sebesar 0,725, dan intensi berwirausaha sebesar 0,866 (Lampiran 1). Analisis data adalah proses penyederhanaan data ke dalam bentuk yang lebih mudah dipahami. Data yang dikumpulkan dari kuesioner diolah melalui proses editing, coding, scoring, dan entry data ke komputer, cleaning data, dan analize data. Untuk menganalisis data dalam penelitian ini digunakan analisis deskriptif dan inferensia. Analisis data inferensia yang digunakan dalam penelitian ini mencakup uji korelasi dan uji regresi linear berganda. Analisis deskriptif digunakan untuk menggambarkan karakteristik contoh (jenis kelamin, umur, suku (daerah), uang saku bulanan, dan Indeks Prestasi Kumulatif), karakteristik keluarga (pendidikan dan pekerjaan orang tua), pendidikan kewirausahaan (secara formal dan nonformal), sikap, norma subjektif, kontrol perilaku, dan intensi berwirausaha. Rumus untuk mengetahui sikap adalah sebagai berikut: n A B = b i. e i i=1

45 27 Keterangan : A B = sikap terhadap perilaku tertentu b = kepercayaan terhadap perilaku tersebut yang mengarahkan pada konsekuensi atau hasil i = hasil (outcome) e = evaluasi seseorang terhadap hasil n = jumlah kepercayaan yang dimiliki seseorang terhadap perilaku tertentu Rumus untuk mengetahui norma subjektif adalah sebagai berikut: n SN = b i. m i i=1 Keterangan : SN b i m i = norma subjektif = kepercayaan normatif = motivasi untuk mengikuti sejumlah n referensi atau i Rumus untuk mengetahui kontrol perilaku adalah sebagai berikut: PBC = C i. P i Keterangan : PBC = kontrol perilaku C i = control belief strength (kekuatan keyakinan seseorang bahwa ia bisa berbuat sesuatu) P i = control belief power (keyakinan seseorang akan adanya hambatan atau dukungan untuk melakukan suatu perbuatan) Pemberian skor ditujukan pada variabel sikap, norma subjektif, kontrol perilaku, dan intensi berwirausaha. Skor pada variabel sikap, norma subjektif, dan kontrol perilaku tersebut dikalikan antara dua komponennya lalu dijumlahkan sesuai dengan model TPB. Setelah didapat skor total lalu dikategorikan dengan kategori rendah, sedang, dan tinggi. Sikap terdiri dari 14 pertanyaan yaitu masing-masing 7 pertanyaan kepercayaan dan 7 pertanyaan evaluasi dengan nilai skor minimal 7 dan nilai skor maksimal 175. Kategori pada variabel sikap terdiri dari rendah (7-63), sedang (64-119), dan tinggi ( ). Norma subjektif terdiri dari 4 pertanyaan yaitu masing-masing 2 pertanyaan kepercayaan normatif dan 2 pertanyaan motivasi untuk memenuhi tuntunan lingkungan dengan nilai skor minimal 2 dan nilai skor maksimal 50. Kategori pada variabel norma subjektif terdiri dari rendah (2-18), sedang (19-34), dan tinggi (35-50). Kontrol perilaku terdiri dari 12 pertanyaan yaitu masing-masing 6 pertanyaan control belief strength dan 6 pertanyaan control belief power dengan nilai skor minimal 6 dan nilai skor maksimal 150. Kategori pada variabel kontrol perilaku terdiri dari rendah (6-54), sedang (55-92), dan tinggi (93-150). Intensi berwirausaha terdiri dari 3 pertanyaan dengan nilai skor minimal 3 dan nilai skor

46 28 maksimal 15. Kategori pada variabel intensi berwirausaha terdiri dari rendah (3-7), sedang (8-11), dan tinggi (12-15). Interval kelas digunakan untuk mengkategorikan variabel sikap, norma subjektif, kontrol perilaku, dan intensi berwirausaha. Interval kelas dapat dihitung dengan cara sebagai berikut: Interval Kelas (I) = Skor Maksimum (NT) Skor Minimum (NR) Kategori Keterangan : Pengelompokkan kategori adalah sebagai berikut: Rendah = NR sampai (NR + I) Sedang = (NR + I) + 1 sampai (NR + 2 I) Tinggi = (NR + 2 I) + 1 sampai NT Uji korelasi dilakukan untuk menganalisis adanya hubungan antara karakteristik individu, kerakteristik keluarga dan pendidikan kewirausahaan dengan sikap, norma subjektif, kontrol perilaku, dan intensi kewirausahaan contoh. Selain itu juga, untuk menganalisis adanya hubungan antara sikap, norma subjektif, kontrol perilaku terhadap intensi berwirausaha. Uji regresi linear berganda digunakan untuk memprediksi perilaku dari variabel dependen dengan menggunakan lebih dari dua independen. Faktorfaktor yang diduga mempengaruhi intensi berwirausaha berdasarkan Theory of Planned Behavior (TPB) adalah sikap, norma subjektif, dan kontrol perilaku yang dirumuskan sebagai berikut: Y 1 = a + b 1 X 1 + b 2 X 2 + b 3 X 3 + ε Keterangan: Y = intensi berwirausaha X 2 = norma subjektif (skor) a = unstandardrized coefficient β X 3 = kontrol perilaku (skor) b = konstanta ε = galat X 1 = sikap (skor) Uji regresi linear berganda juga digunakan untuk menduga faktor-faktor yang mempengaruhi intensi berwirausaha dengan menggunakan variabel dalam Theory of Planned Behavior (TPB) yaitu sikap, norma subjektif, dan kontrol perilaku serta menambahkan pekerjaan ayah, jumlah pendidikan kewirausahaan formal, jumlah pendidikan kewirausahaan nonformal yang diikuti contoh. Y 1 = a + b 1 X 1 + b 2 X 2 + b 3 X 3 + b 4 X 4 + b 5 X 5 + b 6 X 6 + ε Keterangan: Y = intensi berwirausaha a = unstandardrized coefficient β b = konstanta = pekerjaan ayah (0 = non wirausaha, 1 = wirausaha) X 1

47 29 X 2 X 3 X 4 X 5 X 6 ε = jumlah pendidikan kewirausahaan formal yang diikuti contoh (skor) = jumlah pendidikan kewirausahaan nonformal yang diikuti contoh (skor) = sikap (skor) = norma subjektif (skor) = kontrol perilaku (skor) = galat Pengelompokkan data pendidikan kewirausahaan dibagi menjadi tiga kelompok yaitu kelompok pendidikan kewirausahaan formal, nonformal, serta kombinasi formal dan nonformal. Kelompok kombinasi formal dan nonformal adalah contoh yang mengikuti pendidikan kewirausahaan formal dan pendidikan kewirausahaan nonformal. Skor pada jumlah pendidikan kewirausahaan formal diperoleh dari jumlah mata kuliah yang berhubungan dengan kewirausahaan yang diikuti contoh. Sementara itu, skor pada jumlah pendidikan kewirausahaan nonformal diperoleh dari jumlah keikutsertaan contoh dalam program kewirausahaan (PKMK, PPKM, dan UKM Century), seminar kewirausahaan, dan pelatihan kewirausahaan baik yang diadakan oleh IPB maupun non IPB. Contoh yang belum pernah mengikuti kegiatan kewirausahaan nonformal masing-masing diberi skor 0 di setiap kegiatan. Skor pada setiap tahapan PKMK berbeda-beda yaitu contoh yang ikut sampai proposal diberi skor 1, didanai diberi skor 2, sampai pada tahap PIMNAS diberi skor 3, dan apabila menang di PIMNAS diberi skor 4. Sama halnya dengan PKMK, skor pada setiap tahapan PPKM juga berbeda-beda yaitu contoh yang ikut sampai pada tahap mendaftar diberi skor 0,5, Stadium General diberi skor 1, pelatihan diberi skor 2, psikotest diberi skor 3, menyusun rencana bisnis diberi skor 4, memperoleh modal kerja diberi skor 5, dan masih berwirausaha hingga penelitian diambil diberi skor 6. Contoh yang menjadi anggota Century diberi skor 2. Sementara itu, contoh yang mengikuti seminar kewirausahaan diberi skor 1 dan pelatihan kewirausahaan diberi skor 2. Definisi Operasional Jenis kelamin adalah perbedaan contoh antara kategori laki-laki dan perempuan. Umur adalah usia yang dimiliki oleh contoh dinyatakan dalam tahun dan berkisar antara remaja akhir dan dewasa awal. Suku (daerah) adalah suku asal keluarga yang diakui contoh. Uang saku bulanan adalah jumlah uang yang diterima oleh contoh setiap bulannya.

48 30 Indeks Prestasi Kumulatif adalah nilai yang menunjukkan prestasi akademik atau kemajuan belajar contoh secara kumulatif yang dicapai mulai dari semester 1 sampai semester terakhir yang dilalui untuk semua mata kuliah yang ditempuh. Pendidikan orang tua adalah lama pendidikan yang ditempuh orang tua contoh. Skor satu jika orang tua tidak bersekolah atau tidak tamat SD (< 6 tahun), skor dua jika pendidikan orang tua tamat SD (6 tahun), skor tiga jika pendidikan orang tua tamat Sekolah Menengah Pertama (9 tahun) atau sederajat, skor empat jika orang tua tamat Sekolah Menengah Atas (12 tahun). Terakhir, skor lima jika pendidikan orang tua mencapai akademi atau perguruan tinggi (>12 tahun). Pekerjaan orang tua adalah usaha yang dilakukan orang tua contoh untuk memperoleh uang. Skor satu jika pekerjaan orang tua sebagai wirausaha, sedangkan skor dua jika pekerjaan orang tua bukan sebagai wirausaha. Pendidikan kewirausahaan formal adalah keikutsertaan contoh dalam mata kuliah yang berhubungan dengan perilaku berwirausaha yaitu Kewirausahaan, Resiko Bisnis serta Negosiasi dan Advokasi Bisnis. Pendidikan kewirausahaan nonformal adalah keikutsertaan contoh dalam kegiatan kewirausahaan nonformal yang ada di IPB, yang terdiri dari Program Pengembangan Kewirausahaan Mahasiswa (PPKM) yang diadakan DPKHA tahun 2010 beserta tahapannya, Program Kreativitas Mahasiswa Kewirausahaan (PKMK) yang diadakan oleh Dikti tahun 2010 beserta tahapannya, dan UKM Century kepengurusan Selain itu, ditambahkan dari keikutsertaan contoh dalam seminar dan pelatihan kewirausahaan baik yang dilakukan oleh IPB maupun non IPB. Sikap adalah suatu faktor yang ada dalam diri contoh yang dipelajari untuk memberikan respon dengan cara konsisten yaitu suka atau tidak suka pada penilaian terhadap suatu yang diberikan. Norma subjektif adalah persepsi terhadap pikiran pihak-pihak yang dianggap berperan dan memiliki harapan kepada contoh untuk melakukan sesuatu dan sejauh mana keinginan untuk memenuhi harapan tersebut. Kontrol perilaku adalah persepsi contoh tentang betapa mudah dan sulitnya untuk berperilaku tertentu. Intensi berwirausaha adalah besarnya niat contoh yang akan ditampilkan dalam bentuk perilaku berwirausaha.

49 31 HASIL Kondisi Umum Lokasi Penelitian Institut Pertanian Bogor (IPB) merupakan lembaga pendidikan tinggi sebagai kelanjutan dari lembaga pendidikan menengah dan tinggi pertanian serta kedokteran hewan yang dimulai pada awal abad ke-20 di Bogor. Jumlah mahasiswa IPB program Sarjana setiap tahunnya selalu meningkat dikarenakan bertambahnya peminat yang ingin meneruskan pendidikan ke IPB untuk mengambil jenjang pendidikan yang lebih tinggi untuk meningkatkan sumberdaya manusia. Hal ini sesuai dengan visi Institut Pertanian Bogor, yaitu Menjadi universitas riset terkemuka di Asia dengan kompetensi utama pertanian tropika, berkarakter kewirausahaan, dan bersendikan keharmonisan (Panduan Program Sarjana 2008). Berdasarkan visi IPB, terlihat jelas bahwa pengembangan jiwa kewirausahaan menjadi salah satu titik penting bagi pembinaan kemahasiswaan di IPB. Oleh karena itu, IPB melalui Direktorat Pengembangan Karir dan Hubungan Alumni (DPKHA) yang juga dikenal dengan sebutan CDA (Career Development and Alumni Affairs) menyelenggarakan Program Pengembangan Kewirausahaan Mahasiswa (PKMK). Program ini diadakan dalam rangka menjaring potensi berwirausaha di kalangan mahasiswa IPB untuk dikembangkan menjadi wirausaha yang sukses dengan memberikan bantuan modal usaha dalam jumlah yang memadai, pendampingan usaha, dan pembinaan terarah dengan melibatkan para pengusaha mitra, alumni, dan pihak lainnya yang berkompeten dalam pengembangan kewirausahaan (Azzahra 2009). Program lainnya yang mendukung jiwa berwirausaha pada mahasiswa adalah Program Kreativitas Mahasiswa Kewirausahaan (PKMK) yang diselenggarakan oleh Direktorat Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (DP2M), Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Ditjen Dikti) dalam meningkatkan kualitas peserta didik (mahasiswa) di perguruan tinggi. Program ini diberikan kepada Perguruan Tinggi Negeri (PTN) dan Perguruan Tinggi Swasta (PTS) dengan pola pembinaan melalui penyediaan dana yang bersifat kompetitif, akuntabel, dan transparan. Program ini di IPB berada di bawah tanggung jawab Direktorat Kemahasiswaan. PKMK merupakan kreativitas penciptaan keterampilan berwirausaha dan berorientasi pada profit. Umumya didahului oleh

50 32 survai pasar, karena relevansinya tinggi terhadap terbukanya peluang perolehan profit bagi mahasiswa. Selain itu juga, direktorat Kemahasiswaan IPB menaungi Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) yang bergerak di dalam pengembangan kewirausahaan yaitu UKM Century (Center of Entrepreneurship Development for Youth) yang bertujuan untuk meningkatkan jiwa kepemimpinan dan kreatifitas kewirausahaan mahasiswa, membentuk mahasiswa yang mandiri, professional dan berdaya saing tinggi serta meningkatkan pengetahuan dan kemampuan mahasiswa dalam berwirausaha (Panduan Kemahasiswaan IPB 2008). Selain itu, di IPB juga diselenggarakan mayor Agribisnis dan menawarkan minor Pengembangan Usaha Agribisnis dan minor Kewirausahaan Agribisnis. dengan mata kuliah Dasar-Dasar Bisnis, Tataniaga Produk Agribisnis, Perencanaan Bisnis, dan Studi Kelayakan Bisnis yang bisa diambil pada semester ganjil. Sementara itu, mata kuliah Kewirausahaan, Resiko Bisnis serta Negosiasi dan Advokasi Bisnis bisa diambil pada semester genap. Mata Kuliah tersebut bisa diambil oleh mahasiswa IPB pada strara Sarjana yang mengambil minor tersebut (Panduan Program Sarjana 2008). Karakteristik Contoh Usia Usia contoh pada penelitian ini berkisar antara 18 sampai 23 tahun. Berdasarkan Tabel 4, sebagian besar contoh pada kelompok nonformal serta kelompok kombinasi formal dan nonformal berusia 21 tahun dengan persentase masing-masing sebesar sembilan persen dan 21 persen dari total persen keseluruhan contoh. Sementara itu, sebagian besar contoh pada kelompok formal berusia 20 tahun dengan persentase sebesar 14 persen. Tabel 4 Sebaran contoh berdasarkan usia dan pendidikan kewirausahaan serta rataan dan standar deviasi usia contoh No tahun 19 tahun 20 tahun 21 tahun 22 tahun 23 tahun Usia Formal Pendidikan Kewirausahaan (%) Kombinasi Nonformal Formal dan Nonformal Total Total

51 33 Rata-rata std 19,95 1,025 20,95 1,090 20,90 0,882 20,54 1,086 Tidak ada contoh yang berusia 18 tahun pada kelompok nonformal serta kombinasi formal dan nonformal. Sementara itu, pada kelompok formal, tidak ada contoh yang berusia 23 tahun. Rata-rata usia menunjukkan contoh dari kelompok nonformal memiliki usia yang lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok formal serta kelompok kombinasi formal dan nonformal. Jenis Kelamin Jenis kelamin sangat berpengaruh terhadap minat berwirausaha mengingat adanya perbedaan terhadap pandangan pekerjaan antara laki-laki dan perempuan. Perempuan menganggap pekerjaan bukanlah hal yang penting karena masih dihadapkan pada tuntutan tradisional yang lebih besar yaitu menjadi istri dan ibu rumah tangga. Sementara itu, laki-laki lebih berusaha dalam berwirausaha karena nantinya akan menjadi pencari nafkah untuk keluarga. Berdasarkan Tabel 5, diketahui bahwa secara keseluruhan contoh yang berjenis kelamin perempuan lebih banyak dibandingkan laki-laki, yaitu 28 persen pada kelompok formal, sembilan persen pada kelompok nonformal, serta 24 persen pada kelompok kombinasi formal dan nonformal. Namun, contoh pada kelompok kombinasi formal dan nonformal yang berjenis kelamin laki-laki lebih banyak daripada perempuan dengan persentase sebesar 13 persen. Tabel 5 Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin dan pendidikan kewirausahaan No 1 2 Pendidikan Kewirausahaan (%) Jenis Kelamin Kombinasi Formal Nonformal Formal dan Total Nonformal Laki-laki Perempuan Total Suku (daerah) Suku (daerah) mempunyai adat dan kebiasaan tertentu yang bisa mempengaruhi tindakan seseorang. Karakteristik suku (daerah) juga mempengaruhi pandangan dan persepsi seseorang terhadap sesuatu hal termasuk berwirausaha (Azzahra 2009). Berdasarkan Tabel 6, diketahui bahwa secara keseluruhan contoh berasal dari suku Jawa yaitu 23 persen pada kelompok formal, 10 persen pada kelompok nonformal, serta 13 persen pada kelompok kombinasi formal dan nonformal. Persentase asal suku contoh yang terkecil secara keseluruhan adalah suku Batak sebesar empat persen. Contoh

52 34 yang berasal dari suku Minang hanya sebesar 13 persen dengan rincian sebesar lima persen pada kelompok formal, dua persen pada kelomok nonformal, serta enam persen pada kelompok kombinasi formal dan nonformal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa contoh yang berasal dari suku Minang pada kelompok kombinasi formal dan nonformal lebih banyak dibandingkan dengan kelompok formal dan kelompok nonformal. Tabel 6 Sebaran contoh berdasarkan suku (daerah) dan pendidikan kewirausahaan No Suku (daerah) Minang Batak Betawi Sunda Jawa Lainnya* Formal Pendidikan Kewirausahaan (%) Kombinasi Nonformal Formal dan Nonformal Total Total *Keterangan : suku Kaili, Tionghoa, Aceh, Mandar Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) merupakan angka yang menunjukkan prestasi akademik atau kemajuan belajar mahasiswa secara kumulatif yang dicapai mulai dari semester satu sampai dengan semester paling akhir untuk semua mata kuliah yang ditempuh (Anonim 2009). Tabel 7 menunjukkan bahwa IPK sebagian besar contoh secara keseluruhan berada pada kisaran 2,76-3,50. Rinciannya pada kelompok formal sebesar 25 persen, 16 persen pada kelompok nonformal, serta 28 persen pada kelompok kombinasi formal dan nonformal Tabel 7 Sebaran contoh berdasarkan Indeks Prestasi Kumulatif dan pendidikan kewirausahaan serta rataan dan standar deviasi IPK contoh No <2,75 2,76-3,50 >3,50 IPK Formal Pendidikan Kewirausahaan (%) Kombinasi Nonformal Formal dan Nonformal Total Total Rata-rata std 3,14 0,405 2,99 0,316 3,09 0,363 3,09 0,371 Persentase IPK contoh yang terkecil berada pada kisaran di atas 3,50 yaitu satu persen pada kelompok nonformal serta dua persen pada kelompok

53 35 kombinasi formal dan nonformal. Sementara itu, pada kelompok formal, contoh yang memiliki IPK di bawah 2,75 dan di atas 3,50 mempunyai persentase yang sama yaitu sebesar tujuh persen. Rata-rata IPK menunjukkan contoh dari kelompok pendidikan kewirausahaan formal memilki IPK yang lebih besar dibandingkan dengan kelompok nonformal serta kelompok kombinasi formal dan nonformal. Uang Saku Bulanan Uang saku bulanan adalah uang yang diterima mahasiswa setiap bulannya untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari yang berasal dari orang tua, beasiswa, hasil dari bekerja, berwirausaha dan lain-lain. Tabel 8 menunjukkan bahwa sebagian besar contoh secara keseluruhan mempunyai uang saku bulanan yang berada pada kisaran Rp hingga Rp yaitu sebesar 32 persen pada kelompok formal, 18 persen pada kelompok nonformal, serta 34 persen pada kelompok kombinasi formal dan nonformal. Persentase uang saku bulanan contoh terkecil berada di bawah Rp yaitu masing-masing satu persen pada kelompok formal serta kelompok kombinasi formal dan nonformal. Sementara itu, pada kelompok nonformal, contoh yang memiliki uang saku bulanan di bawah Rp dan di atas Rp mempunyai persentase yang sama yaitu sebesar dua persen. Tabel 8 Sebaran contoh berdasarkan uang saku bulanan dan pendidikan kewirausahaan serta rataan dan standar deviasi uang saku bulanan contoh No Uang Saku Bulanan (Rp/bulan) < > Formal Pendidikan Kewirausahaan (%) Kombinasi Nonformal Formal dan Nonformal Total Total Rata-rata std , , , ,79 Rata-rata uang saku bulanan contoh pada tiap kelompok pendidikan kewirausahaan adalah Rp per bulan pada kelompok formal Rp per bulan untuk kelompok nonformal, dan Rp per bulan pada kelompok kombinasi formal dan nonformal. Rata-rata uang saku bulanan menunjukkan contoh dari kelompok formal memiliki uang saku bulanan yang lebih besar

54 36 dibandingkan dengan kelompok nonformal serta kelompok kombinasi formal dan nonformal. Sumber uang saku bulanan contoh bisa berasal dari orang tua, beasiswa, bekerja pada orang lain, dan bekerja secara mandiri atau berwirausaha. Selain itu, uang saku bulanan tidak selalu berasal dari satu sumber saja. Berdasarkan Tabel 9, sumber uang saku bulanan contoh sebagian besar pada ketiga kelompok pendidikan kewirausahaan berasal dari orang tua yaitu pada kelompok formal sebesar 23,3 persen dari total persen keseluruhan contoh, pada kelompok nonformal sebesar 13,0 persen, serta pada kelompok kombinasi formal dan nonformal sebesar 24,7 persen. Sumber uang saku contoh dengan persentase terkecil berasal dari hasil bekerja pada orang lain dan berwirausaha masing-masing sebesar dua persen pada kelompok formal dan 1,4 persen pada kelompok nonformal. Sementara itu, persentase terkecil pada kelompok kombinasi formal dan nonformal berasal dari hasil bekerja yaitu sebesar 3,4 persen. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sumber uang saku bulanan contoh dari hasil berwirausaha pada kelompok kombinasi formal dan nonformal lebih banyak dibandingkan dengan kelompok formal dan kelompok nonformal. Tabel 9 Sebaran contoh berdasarkan sumber uang saku bulanan dan pendidikan kewirausahaan Pendidikan Kewirausahaan (%) No Kombinasi Sumber Formal Nonformal Formal dan Uang saku bulanan* Nonformal n % n % n % 1 Orang tua 34 23, , ,7 2 3 Beasiswa Bekerja pada orang lain ,2 2, ,1 1, ,6 3,4 4 Berwirausaha (bekerja mandiri) 3 2,0 2 1,4 7 4,8 *keterangan: jawaban boleh lebih dari satu Pekerjaan Orang Tua Karakteristik Keluarga Contoh Menurut Staw dalam Riyanti (2003) ada bukti kuat bahwa wirausaha memiliki orang tua yang bekerja mandiri atau berbasis sebagai wirausaha meskipun tidak ada studi banding dengan wirausaha yang orang tuanya bukan wirausaha, relasi dengan orang tua yang wirausaha tampaknya menjadi aspek penting yang membentuk keinginan seseorang untuk menjadi wirausaha.

55 37 Tabel 10 menunjukkan bahwa persentase terbesar pekerjaan ayah contoh pada kelompok formal dan kelompok nonformal masing-masing adalah swasta sebesar 13 persen dan PNS sebesar tujuh persen. Persentase terbesar pekerjaan ayah contoh pada kelompok kombinasi formal dan nonformal adalah PNS sebesar 11 persen. Sementara itu, persentase terkecil pekerjaan ayah pada kelompok formal adalah sebagai pensiun sebesar dua persen, serta pekerjaan ayah pada kelompok kombinasi formal dan nonformal masing-masing sebesar tiga persen adalah swasta dan tidak bekerja. Tidak ada ayah contoh pada kelompok nonformal yang tidak bekerja. Ayah contoh yang menjadi seorang wirausaha hanya tujuh persen pada kelompok formal, empat persen pada kelompok nonformal, dan 10 persen pada kelompok kombinasi formal dan nonformal. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pekerjaan ayah contoh sebagai wirausaha pada kelompok kombinasi formal dan nonformal lebih banyak dibandingkan dengan kelompok formal dan kelompok nonformal. Tabel 10 Sebaran contoh berdasarkan pekerjaan orang tua dan pendidikan kewirausahaan No Pekerjaan Orang Tua Formal 1 Ayah Tidak bekerja 3 Wirausaha 7 PNS 11 Swasta 13 Pensiun 2 Lain-lain* 3 Total 39 2 Ibu IRT 23 Wirausaha 5 PNS 7 Swasta 3 Pensiun 1 Buruh 0 Total 39 *Keterangan : sopir, petani, buruh Pendidikan Kewirausahaan (%) Kombinasi Nonformal Formal dan Nonformal Total Persentase terbesar pekerjaan ibu contoh secara keseluruhan adalah Ibu Rumah Tangga (IRT) yaitu sebesar 23 persen pada kelompok formal, 11 persen pada kelompok nonformal, serta 18 persen pada kelompok kombinasi formal dan nonformal. Sementara itu, secara keseluruhan persentase terkecil pekerjaan ibu contoh adalah buruh sebesar satu persen pada kelompok kombinasi formal dan

56 38 nonformal, pada kelompok formal dan kelompok nonformal tidak ada ibu contoh yang bekerja sebagai buruh. Ibu contoh yang menjadi seorang wirausaha hanya lima persen pada kelompok formal, dua persen pada kelompok nonformal, serta 10 persen pada kelompok kombinasi formal dan nonformal. Sama halnya dengan pekerjaan ayah, pekerjaan ibu contoh sebagai wirausaha pada kelompok kombinasi formal dan nonformal lebih banyak dibandingkan dengan kelompok formal dan kelompok nonformal. Pendidikan Orang Tua Pendidikan orang tua merupakan salah satu faktor penting dalam tumbuh kembang anak, dengan pendidikan yang baik maka orang tua dapat menerima segala informasi dari luar terutama tentang pengasuhan anak yang baik, menjaga kesehatan dan pendidikan anaknya. Setiap orang tua mempunyai tingkat pendidikan yang berbeda-beda dari segi kualitas maupun kuantitas (Soetjiningsih 1995). Tabel 11 menunjukkan bahwa persentase terbesar jenjang pendidikan ayah contoh sampai Perguruan Tinggi pada kelompok formal sebesar 21 persen dan 12 persen pada kelompok nonformal. Sementara itu, pada kelompok kombinasi formal dan nonformal jenjang pendidikan ayah contoh sampai SMA sebesar 17 persen. Persentase terkecil jenjang pendidikan ayah contoh pada kelompok formal serta kelompok kombinasi formal dan nonformal adalah tidak sekolah masing-masing sebesar dua persen dan satu persen, pada kelompok nonformal tidak ada ayah contoh yang jenjang pendidikannya sampai SMP. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pendidikan ayah contoh sampai Perguruan Tinggi pada kelompok formal lebih banyak dibandingkan dengan kelompok nonformal dan kelompok kombinasi formal dan nonformal. Persentase terbesar jenjang pendidikan ibu contoh sampai Perguruan Tinggi pada kelompok formal sebesar 15 persen dan sembilan persen pada kelompok nonformal. Sementara itu, persentase terbesar jenjang pendidikan ibu contoh pada kelompok kombinasi formal dan nonformal sampai SMA sebesar 13 persen. Persentase terkecil jenjang pendidikan ibu contoh pada kelompok formal serta kelompok kombinasi formal dan nonformal adalah tidak sekolah masingmasing sebesar dua persen dan satu persen. Sementara itu, persentase terkecil jenjang pendidikan ibu contoh pada kelompok nonformal hanya sampai SMA sebesar dua persen. Sama halnya dengan pendidikan ayah, pendidikan ibu

57 39 contoh sampai Perguruan Tinggi pada kelompok formal lebih banyak dibandingkan dengan dua kelompok lainnya. Tabel 11 Sebaran contoh berdasarkan pendidikan orang tua dan pendidikan kewirausahaan No Pendidikan Orang Tua Formal 1 Ayah Tidak sekolah 2 SD 3 SMP 3 SMA 10 PT 21 Pendidikan Kewirausahaan (%) Kombinasi Nonformal Formal dan Nonformal Total Total Ibu Tidak sekolah SD SMP SMA PT Total Pendidikan Kewirausahaan Contoh Pendidikan Kewirausahaan Formal Melalui pendidikan formal, belajar kewirausahaan dapat dilakukan melalui mata kuliah kewirausahaan yang bisa memberikan pemahaman yang lebih baik tentang proses kewirausahaan, tantangan yang dihadapi para pendiri usaha baru dan masalah yang harus diatasi agar berhasil. Rahmawati (2000) mengatakan bahwa paket pendidikan kewirausahaan pada pendidikan formal akan membentuk siswa untuk mengejar karir kewirausahaan. Oleh karena itu, meski pendidikan formal bukan syarat untuk memulai usaha baru, pengetahuan yang diperoleh dari pendidikan formal memberi dasar yang baik apalagi bila pendidikan formal tersebut terkait dengan bidang usaha yang dikelola (Riyanti 2003). Pendidikan kewirausahaan formal dilihat dari keikutsertaan contoh dalam mata kuliah yang berhubungan dengan berwirausaha yaitu Mata Kuliah Kewirausahaan, Negosiasi dan Advokasi Bisnis, serta Resiko Bisnis. Gambar 5 menunjukkan bahwa persentase terbesar contoh yang mengikuti mata kuliah dalam pendidikan kewirausahaan formal sebesar 52,9 persen pada Mata Kuliah Kewirausahaan. Sementara itu, contoh yang mengikuti Mata Kuliah Negosiasi dan Advokasi Bisnis sebesar 33.1 persen. Persentase terkecil contoh yang

58 40 mengikuti mata kuliah dalam pendidikan kewirausahaan formal sebesar 14,0 persen pada Mata Kuliah Resiko Bisnis. Persentase Mata Kuliah Gambar 5 Grafik sebaran contoh berdasarkan keikutsertaan dalam pendidikan kewirausahaan formal Jumlah mata kuliah dalam pendidikan formal yang diikuti contoh bermacam-macam. Berdasarkan Gambar 6, sebaran contoh berdasarkan keikutsertaan jumlah mata kuliah dalam pendidikan formal menunjukkan persentase terbesar contoh hanya mengikuti satu mata kuliah diantara tiga mata kuliah dalam pendidikan formalnya yaitu sebesar 35 persen. Sementara itu, contoh yang mengikuti dua mata kuliah dan tidak mengikuti mata kuliah satupun masing-masing sebesar 28 persen dan 22 persen. Persentase terkecil jumlah mata kuliah dalam pendidikan kewirausahaan formal yang diikuti contoh adalah tiga mata kuliah sebesar 15 persen. Persentase Jumlah Mata Kuliah Gambar 6 Grafik sebaran contoh berdasarkan keikutsertaan jumlah mata kuliah dalam pendidikan kewirausahaan formal

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah pengangguran merupakan salah satu masalah penting di suatu negara, termasuk di Indonesia. Masalah pengangguran ini terjadi karena peningkatan jumlah penduduk yang diiringi

Lebih terperinci

PENGARUH PENDIDIKAN KEWIRAUSAHAAN TERHADAP INTENSI BERWIRAUSAHA MAHASISWA INSTITUT PERTANIAN BOGOR MELALUI PENDEKATAN THEORY OF PLANNED BEHAVIOR

PENGARUH PENDIDIKAN KEWIRAUSAHAAN TERHADAP INTENSI BERWIRAUSAHA MAHASISWA INSTITUT PERTANIAN BOGOR MELALUI PENDEKATAN THEORY OF PLANNED BEHAVIOR PENGARUH PENDIDIKAN KEWIRAUSAHAAN TERHADAP INTENSI BERWIRAUSAHA MAHASISWA INSTITUT PERTANIAN BOGOR MELALUI PENDEKATAN THEORY OF PLANNED BEHAVIOR ELIS TRISNAWATI DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN FAKULTAS

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2 Model Theory of Reason Action (TRA) (Sumber : Fishbein dan Ajzen 1975)

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2 Model Theory of Reason Action (TRA) (Sumber : Fishbein dan Ajzen 1975) 9 TINJAUAN PUSTAKA Teori Perilaku yang telah Direncanakan (Theory of Planned Behavior) Para teoritikus sikap memiliki pandangan bahwa sikap seseorang terhadap suatu objek sudah dapat dijadikan prediktor

Lebih terperinci

HASIL Kondisi Umum Lokasi Penelitian

HASIL Kondisi Umum Lokasi Penelitian HASIL Kondisi Umum Lokasi Penelitian Institut Pertanian Bogor (IPB) merupakan lembaga pendidikan tinggi sebagai kelanjutan dari lembaga pendidikan menengah dan tinggi pertanian serta kedokteran hewan yang

Lebih terperinci

Kesimpulannya, intensi seseorang terhadap perilaku tertentu dipengaruhi oleh tiga variabel yaitu sikap, norma subjektif, dan kontrol perilaku (Ajzen

Kesimpulannya, intensi seseorang terhadap perilaku tertentu dipengaruhi oleh tiga variabel yaitu sikap, norma subjektif, dan kontrol perilaku (Ajzen 55 PEMBAHASAN Berdasarkan karakteristik contoh dan karakteristik keluarga contoh, hasil penelitian menunjukkan bahwa profil contoh mempunyai karakteristik sebagai berikut: (1) pada contoh yang hanya mengikuti

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian Cara Pemilihan Contoh

METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian Cara Pemilihan Contoh 23 METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian Desain penelitian ini menggunakan cross sectional study yakni data dikumpulkan pada satu waktu untuk memperoleh gambaran karakteristik contoh.

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP SIKAP DAN PERILAKU MEMBELI BUKU BAJAKAN PADA MAHASISWA IPB PUSPA WIDYA UTAMI

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP SIKAP DAN PERILAKU MEMBELI BUKU BAJAKAN PADA MAHASISWA IPB PUSPA WIDYA UTAMI ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP SIKAP DAN PERILAKU MEMBELI BUKU BAJAKAN PADA MAHASISWA IPB PUSPA WIDYA UTAMI DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rahasia lagi bahwa tanpa krisis keuangan global (global financial crisis), global (Sumber : Kompas, Kamis, 11 Desember 2008).

BAB I PENDAHULUAN. rahasia lagi bahwa tanpa krisis keuangan global (global financial crisis), global (Sumber : Kompas, Kamis, 11 Desember 2008). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu tantangan dalam pembangunan suatu negara adalah menangani masalah pengangguran. Pengangguran merupakan salah satu masalah sosial yang dihadapi suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan manusia yang berjiwa kreatif, inovatif, sportif, dan wirausaha.

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan manusia yang berjiwa kreatif, inovatif, sportif, dan wirausaha. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan kewirausahaan merupakan salah satu program pemerintah khususnya Kementerian Pendidikan Nasional yang bertujuan untuk membangun dan mengembangkan manusia

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Semakin banyaknya angka pengangguran jaman sekarang, memaksa

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Semakin banyaknya angka pengangguran jaman sekarang, memaksa BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Landasan Teori dan Konsep 2.1.1 Pengertian Kewirausahaan Semakin banyaknya angka pengangguran jaman sekarang, memaksa seseorang untuk bisa lebih kreatif

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Intensi Berwirausaha

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Intensi Berwirausaha BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Intensi Berwirausaha 1. Pengertian Intensi Berwirausaha 1.1. Pengertian Intensi Berdasarkan teori planned behavior milik Ajzen (2005), intensi memiliki tiga faktor penentu dasar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan tenaga kerja di Indonesia akhir-akhir ini semakin kompleks.

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan tenaga kerja di Indonesia akhir-akhir ini semakin kompleks. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Permasalahan tenaga kerja di Indonesia akhir-akhir ini semakin kompleks. Hal ini dapat diamati dari jumlah pengangguran yang terus meningkat dan terbatasnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Minat terhadap profesi wirausaha (entrepreneur) pada masyarakat Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Minat terhadap profesi wirausaha (entrepreneur) pada masyarakat Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Minat terhadap profesi wirausaha (entrepreneur) pada masyarakat Indonesia masih sangat kurang. Kurangnya profesi wirausaha pada masyarakat Indonesia ini dapat

Lebih terperinci

PENGARUH PEMENUHAN TUGAS PERKEMBANGAN KELUARGA DENGAN ANAK USIA REMAJA TERHADAP PENCAPAIAN TUGAS PERKEMBANGAN REMAJA. Lia Nurjanah

PENGARUH PEMENUHAN TUGAS PERKEMBANGAN KELUARGA DENGAN ANAK USIA REMAJA TERHADAP PENCAPAIAN TUGAS PERKEMBANGAN REMAJA. Lia Nurjanah PENGARUH PEMENUHAN TUGAS PERKEMBANGAN KELUARGA DENGAN ANAK USIA REMAJA TERHADAP PENCAPAIAN TUGAS PERKEMBANGAN REMAJA Lia Nurjanah DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT

Lebih terperinci

HUBUNGAN KARAKTERISTIK KELUARGA DAN PEER GROUP DENGAN KARAKTER DAN PERILAKU BULLYING REMAJA KARINA

HUBUNGAN KARAKTERISTIK KELUARGA DAN PEER GROUP DENGAN KARAKTER DAN PERILAKU BULLYING REMAJA KARINA HUBUNGAN KARAKTERISTIK KELUARGA DAN PEER GROUP DENGAN KARAKTER DAN PERILAKU BULLYING REMAJA KARINA DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012 Hak Cipta

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Intensi Berwirausaha. tindakan dan merupakan unsur yang penting dalam sejumlah tindakan, yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Intensi Berwirausaha. tindakan dan merupakan unsur yang penting dalam sejumlah tindakan, yang 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Intensi Berwirausaha 1. Definisi Intensi Menurut Ancok (1992 ), intensi merupakan niat seseorang untuk melakukan suatu perilaku. Intensi merupakan sebuah istilah yang terkait

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Kemajuan suatu bangsa terletak pada generasi mudanya yang akan meneruskan estafet kepemerintahan Indonesia, salah satu pilar pentingnya adalah mahasiswa.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Theory of Planned Behavior Theory Reasoned Action (TRA) pertama kali dicetuskan oleh Ajzen pada tahun 1980 (Jogiyanto, 2007). Teori ini disusun menggunakan asumsi dasar bahwa

Lebih terperinci

DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR i ANALISIS MANAJEMEN KEUANGAN, TEKANAN EKONOMI, STRATEGI KOPING DAN TINGKAT KESEJAHTERAAN KELUARGA NELAYAN DI DESA CIKAHURIPAN, KECAMATAN CISOLOK, KABUPATEN SUKABUMI HIDAYAT SYARIFUDDIN DEPARTEMEN ILMU

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Desain, Tempat dan Waktu Penelitian

METODE PENELITIAN. Desain, Tempat dan Waktu Penelitian 36 METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini menggunakan desain Cross Sectional Study dengan metode survey. Penelitian dengan desain Cross Sectional Study yaitu penelitian yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sampai SMA saja, tetapi banyak juga sarjana. Perusahaan semakin selektif menerima

BAB I PENDAHULUAN. sampai SMA saja, tetapi banyak juga sarjana. Perusahaan semakin selektif menerima BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) menjadi solusi yang dilematis namun terus saja terjadi setiap tahun. Saat ini pengangguran tak hanya berstatus lulusan SD sampai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Riskha Mardiana, 2015

BAB I PENDAHULUAN. Riskha Mardiana, 2015 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Permasalahan pada suatu negara yang saat ini sedang di alami adalah mengenai pengangguran. Jumlah pengangguran semakin mengkhawatirkan pertahunnya terus bertambah.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Variabel Penelitian dan Hipotesis 3.1.1 Variabel dan Definisi Operasional Definisi operasional adalah suatu definisi yang diberikan kepada suatu variabel atau konstruk dengan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Indonesia Menurut Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan

BAB 1 PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Indonesia Menurut Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dunia kerja semakin menuntut manusia untuk lebih mampu bersaing dari kompetitornya, sehingga tidak mudah untuk memperoleh pekerjaan yang layak sesuai yang

Lebih terperinci

PENGARUH NILAI DAN GAYA HIDUP TERHADAP PREFERENSI DAN PERILAKU PEMBELIAN BUAH-BUAHAN IMPOR ASTARI SUKMANINGTYAS

PENGARUH NILAI DAN GAYA HIDUP TERHADAP PREFERENSI DAN PERILAKU PEMBELIAN BUAH-BUAHAN IMPOR ASTARI SUKMANINGTYAS 1 PENGARUH NILAI DAN GAYA HIDUP TERHADAP PREFERENSI DAN PERILAKU PEMBELIAN BUAH-BUAHAN IMPOR ASTARI SUKMANINGTYAS DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Teori Tindakan Beralasan (Theory of Reasoned Action) Icek Ajzen dan Martin Fishbein bergabung untuk mengeksplorasi cara untuk memprediksi

Lebih terperinci

Bab 2. Landasan Teori

Bab 2. Landasan Teori Bab 2 Landasan Teori 2.1. Teori Perilaku Rencanaan (Theory Of Planned Behavior) Melanjutkan sekolah dan menyelesaikan pendidikan merupakan sebuah tujuan yang semestinya dicapai oleh setiap siswa. Untuk

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Gambar 2 Kerangka pengambilan contoh penelitian. Purposive. Proporsional random sampling. Mahasiswa TPB-IPB 2011/2012 (N=3494)

METODE PENELITIAN. Gambar 2 Kerangka pengambilan contoh penelitian. Purposive. Proporsional random sampling. Mahasiswa TPB-IPB 2011/2012 (N=3494) 19 METODE PENELITIAN Desain, Lokasi, dan Waktu Penelitian ini menggunakan desain cross sectional karena pengumpulan data hanya dilakukan pada satu waktu dan tidak berkelanjutan, serta retrospektif karena

Lebih terperinci

NURUL ILMI FAJRIN_ Jurusan Psikologi Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang

NURUL ILMI FAJRIN_ Jurusan Psikologi Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang HUBUNGAN ANTARA KEMANDIRIAN DENGAN INTENSI BERWIRAUSAHA PADA MAHASISWA FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG NURUL ILMI FAJRIN_11410126 Jurusan Psikologi Fakultas Psikologi

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Keterangan : n = jumlah mahasiswa yang diambil N = jumlah populasi mahasiswa program sarjana e = batas kesalahan pengambilan contoh

METODE PENELITIAN. Keterangan : n = jumlah mahasiswa yang diambil N = jumlah populasi mahasiswa program sarjana e = batas kesalahan pengambilan contoh 21 METODE PENELITIAN Desain, Lokasi, dan Waktu Penelitian Desain penelitian ini adalah cross sectional study, yaitu penelitian yang dilakukan pada satu waktu atau periode tertentu. Lokasi penelitian dilakukan

Lebih terperinci

NILAI ANAK, STIMULASI PSIKOSOSIAL, DAN PERKEMBANGAN KOGNITIF ANAK USIA 2-5 TAHUN PADA KELUARGA RAWAN PANGAN DI KABUPATEN BANJARNEGARA, JAWA TENGAH

NILAI ANAK, STIMULASI PSIKOSOSIAL, DAN PERKEMBANGAN KOGNITIF ANAK USIA 2-5 TAHUN PADA KELUARGA RAWAN PANGAN DI KABUPATEN BANJARNEGARA, JAWA TENGAH NILAI ANAK, STIMULASI PSIKOSOSIAL, DAN PERKEMBANGAN KOGNITIF ANAK USIA 2-5 TAHUN PADA KELUARGA RAWAN PANGAN DI KABUPATEN BANJARNEGARA, JAWA TENGAH CHANDRIYANI I24051735 DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN

Lebih terperinci

ANALISIS PENGGUNAAN DANA BEASISWA BIDIKMISI PADA MAHASISWA INSTITUT PERTANIAN BOGOR MENGGUNAKAN THEORY OF PLANNED BEHAVIOR VIVI PRILIYANTI

ANALISIS PENGGUNAAN DANA BEASISWA BIDIKMISI PADA MAHASISWA INSTITUT PERTANIAN BOGOR MENGGUNAKAN THEORY OF PLANNED BEHAVIOR VIVI PRILIYANTI ANALISIS PENGGUNAAN DANA BEASISWA BIDIKMISI PADA MAHASISWA INSTITUT PERTANIAN BOGOR MENGGUNAKAN THEORY OF PLANNED BEHAVIOR VIVI PRILIYANTI DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

Lebih terperinci

STUDI ANTESEDEN INTENSI BERWIRAUSAHA MAHASISWA. Woro Endah Sulistyaningrum Universitas Gadjah Mada

STUDI ANTESEDEN INTENSI BERWIRAUSAHA MAHASISWA. Woro Endah Sulistyaningrum Universitas Gadjah Mada STUDI ANTESEDEN INTENSI BERWIRAUSAHA MAHASISWA Woro Endah Sulistyaningrum Universitas Gadjah Mada Majang Palupi Universitas Islam Indonesia majang_palupi@uii.ac.id ABSTRACT In this research, theory of

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. INTENSI Intensi menurut Fishbein dan Ajzen (1975), merupakan komponen dalam diri individu yang mengacu pada keinginan untuk melakukan tingkah laku tertentu. Intensi didefinisikan

Lebih terperinci

pengetahuan, dan sikap akan berhubungan dengan perilaku pembelian buku bajakan. Kerangka pemikiran dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 3.

pengetahuan, dan sikap akan berhubungan dengan perilaku pembelian buku bajakan. Kerangka pemikiran dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 3. 17 KERANGKA PEMIKIRAN Perguruan tinggi merupakan komunitas yang terdiri dari orang-orang intelektual dalam berbagai aktivitas akademis. Perguruan tinggi memiliki peran strategis dan sangat penting sebagai

Lebih terperinci

BAB IV PELAKSANAAN DAN HASIL PENELITIAN. A. Orientasi Kancah dan Persiapan. Kaliurang KM. 14.5, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta.

BAB IV PELAKSANAAN DAN HASIL PENELITIAN. A. Orientasi Kancah dan Persiapan. Kaliurang KM. 14.5, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. BAB IV PELAKSANAAN DAN HASIL PENELITIAN A. Orientasi Kancah dan Persiapan 1. Orientasi Kancah Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan antara dukungan orang tua dan minat berwirausaha pada mahasiswa.

Lebih terperinci

PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR PENGARUH STIMULASI PSIKOSOSIAL, PERKEMBANGAN KOGNITIF, DAN PERKEMBANGAN SOSIAL EMOSI TERHADAP PERKEMBANGAN BAHASA ANAK USIA PRASEKOLAH DI KABUPATEN BOGOR GIYARTI PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ajzen yang merupakan penyempurnaan dari reason action theory yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ajzen yang merupakan penyempurnaan dari reason action theory yang A. Teori Planned Behavior BAB II TINJAUAN PUSTAKA Theory of planned behavior merupakan teori yang dikembangkan oleh Ajzen yang merupakan penyempurnaan dari reason action theory yang dikemukakan oleh Fishbein

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1. Pengangguran Terbuka Menurut Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1. Pengangguran Terbuka Menurut Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah pengangguran merupakan salah satu masalah penting di suatu negara, demikian halnya di Indonesia. Pengangguran di Indonesia hampir separuhnya disumbangkan oleh

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wirausaha memiliki peran penting dalam perkembangan ekonomi suatu negara, salah satu contohnya adalah negara adidaya Amerika. Penyumbang terbesar perekonomian Amerika

Lebih terperinci

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha ABSTRAK Kontribusi determinan-determinan dari planned behavior terhadap intention dalam melakukan pengiriman barang tepat waktu pada salesman PT X Jakarta. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui kontribusi

Lebih terperinci

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha ABSTRAK Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui gambaran intention dan determinandeterminannya dalam melakukan usaha untuk dapat naik kelas pada siswa kelas XI di SMAN X Bandung ditinjau dari teori planned

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Theory of Planned Behavior Fishbein dan Ajzen

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Theory of Planned Behavior Fishbein dan Ajzen BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Theory of Planned Behavior Fishbein dan Ajzen Theory of planned behaviour merupakan pengembangan lebih lanjut dari Theory of Reasoned Action (Fishbein dan Ajzen, 1980; Fishbein

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Di negara maju, para entrepreneur telah memperkaya. pasar dengan produk-produk yang inovatif.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Di negara maju, para entrepreneur telah memperkaya. pasar dengan produk-produk yang inovatif. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di negara maju, para entrepreneur telah memperkaya pasar dengan produk-produk yang inovatif. Tahun 1980-an di Amerika telah lahir sebanyak 20 juta entrepreneur, mereka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masalah, salah satunya adalah kurangnya lapangan pekerjaan yang tersedia,

BAB I PENDAHULUAN. masalah, salah satunya adalah kurangnya lapangan pekerjaan yang tersedia, BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Jumlah penduduk di Indonesia setiap harinya semakin bertambah. Pertambahan penduduk tersebut menyebabkan Indonesia mengalami beberapa masalah, salah satunya

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Disain, Lokasi dan Waktu Penelitian Teknik Penarikan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data

METODE PENELITIAN Disain, Lokasi dan Waktu Penelitian Teknik Penarikan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data 19 METODE PENELITIAN Disain, Lokasi dan Waktu Penelitian Disain penelitian adalah cross sectional study, yakni data dikumpulkan pada satu waktu (Singarimbun & Effendi 1995. Penelitian berlokasi di Kota

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. biasa disebut academic dishonesty sudah tidak dapat terelakkan lagi di kalangan

BAB I PENDAHULUAN. biasa disebut academic dishonesty sudah tidak dapat terelakkan lagi di kalangan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perilaku terhadap pelanggaran, ketidakjujuran, dan penyimpangan akademik atau biasa disebut academic dishonesty sudah tidak dapat terelakkan lagi di kalangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara lain (www.smecda.com). Berdasarkan data General Enterpreuner

BAB I PENDAHULUAN. negara lain (www.smecda.com). Berdasarkan data General Enterpreuner BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan wirausaha di Indonesia sangat lambat dibandingkan dengan negara lain (www.smecda.com). Berdasarkan data General Enterpreuner Monitorong (GEM) 2009, jumlah

Lebih terperinci

Anteseden Niat Berwirausaha: Studi Kasus Pada Mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Methodist Indonesia

Anteseden Niat Berwirausaha: Studi Kasus Pada Mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Methodist Indonesia Anteseden Niat Berwirausaha: Studi Kasus Pada Mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Methodist Indonesia Maludin Panjaitan Prodi Manajemen, Fakultas Ekonomi, Universitas Methodist Indonesia Jalan Hang

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Disain, Tempat, dan Waktu Cara Pemilihan Contoh

METODE PENELITIAN Disain, Tempat, dan Waktu Cara Pemilihan Contoh METODE PENELITIAN Disain, Tempat, dan Waktu Penelitian ini berjudul Konsep Diri, Kecerdasan Emosional, Tingkat Stres, dan Strategi Koping Remaja pada Berbagai Model Pembelajaran di SMA. Disain penelitian

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI NIAT MAHASISWA AKUNTANSI UNTUK BERKARIER SEBAGAI AKUNTAN PUBLIK : APLIKASI THEORY OF PLANNED BEHAVIOR

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI NIAT MAHASISWA AKUNTANSI UNTUK BERKARIER SEBAGAI AKUNTAN PUBLIK : APLIKASI THEORY OF PLANNED BEHAVIOR i FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI NIAT MAHASISWA AKUNTANSI UNTUK BERKARIER SEBAGAI AKUNTAN PUBLIK : APLIKASI THEORY OF PLANNED BEHAVIOR (Studi Empiris pada Mahasiswa Akuntansi Universitas Muria Kudus)

Lebih terperinci

BAB VI FAKTOR-FAKTOR YANG BERKAITAN DENGAN KOMPETENSI DALAM MENGIKUTI PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA (PKM)

BAB VI FAKTOR-FAKTOR YANG BERKAITAN DENGAN KOMPETENSI DALAM MENGIKUTI PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA (PKM) BAB VI FAKTOR-FAKTOR YANG BERKAITAN DENGAN KOMPETENSI DALAM MENGIKUTI PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA (PKM) Faktor yang berpotensi berhubungan dengan Kompetensi remaja dalam mengikuti Program Kreativitas

Lebih terperinci

Gambaran Intensi Golput pada Pemilih Pemula dalam Pemilihan Umum 2014

Gambaran Intensi Golput pada Pemilih Pemula dalam Pemilihan Umum 2014 Gambaran Intensi Golput pada Pemilih Pemula dalam Pemilihan Umum 2014 oleh : Yoga Adi Prabowo (190110080095) Fakultas Psikologi Universitas Padjadjaran ABSTRAK Golput atau golongan putih merupakan suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diharapkan untuk selalu berkembang dengan pendidikan. Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. diharapkan untuk selalu berkembang dengan pendidikan. Pendidikan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan hal yang terpenting dalam kehidupan. Hal ini berarti bahwa setiap manusia Indonesia berhak mendapatkannya dan diharapkan untuk selalu berkembang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. untuk meningkatkan niat berwirausaha mahasiswa. Niat berwirausaha menjembatani

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. untuk meningkatkan niat berwirausaha mahasiswa. Niat berwirausaha menjembatani BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Landasan Teori dan Konsep 2.1.1 Niat Berwirausaha Niat berwirausaha diartikan sebagai kebulatan tekad seseorang untuk memulai sebuah usaha. Niat berwirausaha

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah

PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Dewasa ini masih banyak lulusan perguruan tinggi yang masih berstatus sebagai pencari kerja (job seeker) daripada sebagai pencipta lapangan kerja (job creator). Keadaan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Gambar 2 Kerangka Penarikan Contoh Penelitian. Purposive. Kecamatan Bogor Barat. Purposive. Kelurahan Bubulak

METODE PENELITIAN. Gambar 2 Kerangka Penarikan Contoh Penelitian. Purposive. Kecamatan Bogor Barat. Purposive. Kelurahan Bubulak 25 METODE PENELITIAN Disain, Lokasi, dan Waktu Penelitian Disain yang digunakan dalam penelitian ini adalah kombinasi antara cross sectional study, yaitu penelitian yang hanya dilakukan pada satu waktu

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Keterbatasan lapangan kerja pada saat ini telah yang di akibatkan oleh

BAB 1 PENDAHULUAN. Keterbatasan lapangan kerja pada saat ini telah yang di akibatkan oleh BAB 1 PENDAHULUAN Keterbatasan lapangan kerja pada saat ini telah yang di akibatkan oleh tingginya persaingan diantara para pencari kerja, terutama persaingan pada lulusan universitas. Data Biro Pusat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memadai untuk mendapatkan peluang kerja yang kian terbatas. Bukan saja yang

BAB I PENDAHULUAN. memadai untuk mendapatkan peluang kerja yang kian terbatas. Bukan saja yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pertumbuhan lembaga pendidikan telah mencetak tenaga terdidik dalam jumlah besar yang tidak semuanya memiliki kualitas dan kompetensi teknis yang memadai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Persaingan di dunia industri saat ini semakin tinggi. Tidak heran jika

BAB I PENDAHULUAN. Persaingan di dunia industri saat ini semakin tinggi. Tidak heran jika BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Persaingan di dunia industri saat ini semakin tinggi. Tidak heran jika perusahaan semakin menuntut kemampuan dan kompetensi karyawan. Salah satu kompetensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Gugun Ruslandi, 2016 Pengaruh Program Mahasiswa Wirausaha Terhadap Minat Berwirausaha

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Gugun Ruslandi, 2016 Pengaruh Program Mahasiswa Wirausaha Terhadap Minat Berwirausaha 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Profesi wirausaha di Indonesia, berdasarkan informasi dari Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, ternyata masih kurang diminati oleh sebagian besar

Lebih terperinci

PREDIKTOR-PREDIKTOR INTENSI PENGGUNAAN INTERNET DALAM MELAKUKAN PEMBELIAN ONLINE. (Studi Pada Mahasiswa Universitas Sebelas Maret Surakarta) TESIS

PREDIKTOR-PREDIKTOR INTENSI PENGGUNAAN INTERNET DALAM MELAKUKAN PEMBELIAN ONLINE. (Studi Pada Mahasiswa Universitas Sebelas Maret Surakarta) TESIS PREDIKTOR-PREDIKTOR INTENSI PENGGUNAAN INTERNET DALAM MELAKUKAN PEMBELIAN ONLINE (Studi Pada Mahasiswa Universitas Sebelas Maret Surakarta) TESIS Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan berkelanjutan suatu bangsa terletak pada generasi mudanya. Generasi muda sebagai garda depan pembangunan dimasa depan dan estafet kepemimpinan akan berada

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berkembangnya teknologi informasi yang semakin pesat ini, menimbulkan pemikiran baru bagi pelaku bisnis untuk menjalankan bisnisnya agar dapat bersaing dengan pelaku

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kewirausahaan merupakan kendaraan untuk pertumbuhan ekonomi,

BAB I PENDAHULUAN. Kewirausahaan merupakan kendaraan untuk pertumbuhan ekonomi, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sektor kewirausahaan sedang gencar digalakan oleh pemerintah Indonesia karena mampu menstimulasi pertumbuhan ekonomi nasional, mengurangi tingkat pengangguran

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Intensi 2.1.1 Definisi Intensi Intensi didefinisikan sebagai dimensi probabilitas subjek individu dalam kaitan antara diri dan perilaku. Intensi merupakan perkiraan seseorang

Lebih terperinci

ABSTRAK. iii Universitas Kristen Maranatha

ABSTRAK. iii Universitas Kristen Maranatha ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh determinan-determinan intention terhadap intention untuk minum obat secara teratur pada penderita TBC di Balai Besar Kesehatan X Bandung. Pemilihan

Lebih terperinci

ANALISIS PERSEPSI DAN SIKAP TERHADAP PERAN GENDER PADA MAHASISWA FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR NI NYOMAN SUSI RATNA DEWANTI

ANALISIS PERSEPSI DAN SIKAP TERHADAP PERAN GENDER PADA MAHASISWA FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR NI NYOMAN SUSI RATNA DEWANTI ANALISIS PERSEPSI DAN SIKAP TERHADAP PERAN GENDER PADA MAHASISWA FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR Oleh: NI NYOMAN SUSI RATNA DEWANTI PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA

Lebih terperinci

PENGARUH ATTITUDE, SUBJECTIVE NORM, DAN PERCEIVED BEHAVIORAL CONTROL TERHADAP CONTINUED USE INTENTION PADA KONSUMEN PAKAIAN ONLINE DI SURABAYA

PENGARUH ATTITUDE, SUBJECTIVE NORM, DAN PERCEIVED BEHAVIORAL CONTROL TERHADAP CONTINUED USE INTENTION PADA KONSUMEN PAKAIAN ONLINE DI SURABAYA PENGARUH ATTITUDE, SUBJECTIVE NORM, DAN PERCEIVED BEHAVIORAL CONTROL TERHADAP CONTINUED USE INTENTION PADA KONSUMEN PAKAIAN ONLINE DI SURABAYA OLEH : SHEILA SEMIARDI 3103010127 JURUSAN MANAJEMEN FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB 6 KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN

BAB 6 KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN 58 BAB 6 KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN Pada bagian ini peneliti memaparkan mengenai kesimpulan yang digunakan untuk menjawab permasalahan penelitian berdasarkan analisis data yang telah dilakukan; diskusi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tingginya angka pengangguran merupakan fenomena empiris yang terjadi di Indonesia. Tarbatasnya lapangan pekerjaan yang tersedia telah meningkatkan jumlah pengangguran

Lebih terperinci

ABSTRAK. iii. Universitas Kristen Maranatha

ABSTRAK. iii. Universitas Kristen Maranatha ABSTRAK Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui kekuatan intention dalam melakukan diet pada penderita hiperkolesterolemia di Laboratorium Klinik X Bandung dan juga kontribusi dari determinan-determinan

Lebih terperinci

ANALISIS PENGETAHUAN, SIKAP DAN PENGARUHNYA TERHADAP PEMBENTUKAN INTENSI DAN PERILAKU KONSUMSI BERAS MERAH

ANALISIS PENGETAHUAN, SIKAP DAN PENGARUHNYA TERHADAP PEMBENTUKAN INTENSI DAN PERILAKU KONSUMSI BERAS MERAH ANALISIS PENGETAHUAN, SIKAP DAN PENGARUHNYA TERHADAP PEMBENTUKAN INTENSI DAN PERILAKU KONSUMSI BERAS MERAH (Oryza nivara) MENGGUNAKAN PENDEKATAN THEORY OF PLANNED BEHAVIOUR NADIA TIARA PUTRI DEPARTEMEN

Lebih terperinci

BAB 3 Metode Penelitian 3.1 Variabel penelitian dan Hipotesis Variabel Penelitian dan Definisi Operasional

BAB 3 Metode Penelitian 3.1 Variabel penelitian dan Hipotesis Variabel Penelitian dan Definisi Operasional BAB 3 Metode Penelitian 3.1 Variabel penelitian dan Hipotesis 3.1.1 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Pada penelitian ini terdapat empat variabel yaitu,, Subjective Norm, Perceived Control,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Banyak masyarakat yang kesulitan dalam mendapatkan penghasilan untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Banyak masyarakat yang kesulitan dalam mendapatkan penghasilan untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Permasalahan Krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia telah menyentuh semua sisi kehidupan masyarakat dari lapisan atas hingga ke lapisan bawah. Banyak masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia pada dasarnya dilahirkan dalam keadaan lemah dan tidak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia pada dasarnya dilahirkan dalam keadaan lemah dan tidak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia pada dasarnya dilahirkan dalam keadaan lemah dan tidak berdaya, ia membutuhkan bantuan orang lain untuk memenuhi kebutuhannya. Pada masa bayi ketika

Lebih terperinci

Studi Mengenai Kontribusi Determinan Intensi Terhadap Intensi Datang Latihan Pada Anggota Perkusi Komunitas United State Of Bandung Percussion

Studi Mengenai Kontribusi Determinan Intensi Terhadap Intensi Datang Latihan Pada Anggota Perkusi Komunitas United State Of Bandung Percussion Prosiding Psikologi ISSN: 2460-6448 Studi Mengenai Kontribusi Determinan Intensi Terhadap Intensi Datang Latihan Pada Anggota Perkusi Komunitas United State Of Bandung Percussion 1 Tivanny Salliha P 2

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memecahkan permasalahan dalam penelitian Teori Perilaku Terencana (Theory Of Planned Behaviour)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memecahkan permasalahan dalam penelitian Teori Perilaku Terencana (Theory Of Planned Behaviour) BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori Teori adalah seperangkat konsep, definisi, dan proporsi yang terkait secara sistematis untuk menjelaskan dan memprediksi fenomena (fakta) (Cooper dan Schindler,

Lebih terperinci

ANALISIS NIAT BELI ASURANSI JIWA PADA MAHASISWA: APLIKASI THEORY OF PLANNED BEHAVIOR

ANALISIS NIAT BELI ASURANSI JIWA PADA MAHASISWA: APLIKASI THEORY OF PLANNED BEHAVIOR Jur. Ilm. Kel. & Kons., Januari 2014, p : 58-66 Vol. 7, No. 1 ISSN : 1907-6037 ANALISIS NIAT BELI ASURANSI JIWA PADA MAHASISWA: APLIKASI THEORY OF PLANNED BEHAVIOR Novie Astri Pratiwi 1, Hartoyo 1*) 1

Lebih terperinci

ANALISIS BIAYA KONSUMSI PANGAN, PENGETAHUAN GIZI, SERTA TINGKAT KECUKUPAN GIZI SISWI SMA DI PESANTREN LA TANSA, BANTEN SYIFA PUJIANTI

ANALISIS BIAYA KONSUMSI PANGAN, PENGETAHUAN GIZI, SERTA TINGKAT KECUKUPAN GIZI SISWI SMA DI PESANTREN LA TANSA, BANTEN SYIFA PUJIANTI ANALISIS BIAYA KONSUMSI PANGAN, PENGETAHUAN GIZI, SERTA TINGKAT KECUKUPAN GIZI SISWI SMA DI PESANTREN LA TANSA, BANTEN SYIFA PUJIANTI DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Teori Perilaku Terencana (Theory of Planned Behavior) Teori Perilaku Terencana atau Theory of Planned Behavior (selanjutnya disingkat TPB, dikemukakan olehajzen (1991). Teori

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Desain, Lokasi, dan Waktu Jenis dan Teknik Pengambilan Contoh

METODE PENELITIAN Desain, Lokasi, dan Waktu Jenis dan Teknik Pengambilan Contoh 20 METODE PENELITIAN Desain, Lokasi, dan Waktu Penelitian ini menggunakan desain cross sectional study, karena data dikumpulkan pada satu waktu dan tidak berkelanjutan dengan sampel yang dipilih khusus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Taufik Pardita, 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Taufik Pardita, 2013 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dewasa ini isu mengenai pengembangan kewirausahaan menjadi kajian yang hangat karena kewirausahaan perannya sangat penting dalam pembangunan suatu negara. Keinginan

Lebih terperinci

(Studi Pada Mahasiswa Fakutas Ekonomi Dan Bisnis Universitas Muhammadiyah Surakarta) Oleh : BENTAR SORAYA B FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

(Studi Pada Mahasiswa Fakutas Ekonomi Dan Bisnis Universitas Muhammadiyah Surakarta) Oleh : BENTAR SORAYA B FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ANALISIS PENGARUH SIKAP, NORMA SUBYEKTIF, DAN EFIKASI DIRI TERHADAP INTENSI BERWIRAUSAHA PADA MAHASISWA FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA (Studi Pada Mahasiswa Fakutas Ekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mempunyai kesempatan untuk mendapatkan perangkat lunak ilegal.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mempunyai kesempatan untuk mendapatkan perangkat lunak ilegal. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagian besar organisasi di semua sektor, baik industri, bisnis, maupun pemerintahan bergantung pada sistem informasi dalam menjalankan aktivitasnya. Penggunaan komputer

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan Indonesia dalam Masterplan Percepatan dan Perluasan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan Indonesia dalam Masterplan Percepatan dan Perluasan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Kewirausahaan berkembang pesat bersamaan dengan ditetapkannya arah pembangunan Indonesia dalam Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. mengalami berbagai perubahan di berbagai bidang, seperti ilmu pengetahuan,

BAB 1 PENDAHULUAN. mengalami berbagai perubahan di berbagai bidang, seperti ilmu pengetahuan, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Memasuki ambang millenium ketiga, masyarakat Indonesia mengalami berbagai perubahan di berbagai bidang, seperti ilmu pengetahuan, teknologi, politik, ekonomi,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. penelitian yang terdiri dari latar belakang masalah, identifikasi masalah,

I. PENDAHULUAN. penelitian yang terdiri dari latar belakang masalah, identifikasi masalah, I. PENDAHULUAN Pada bab pendahuluan ini akan dibahas beberapa hal mengenai gambaran umum penelitian yang terdiri dari latar belakang masalah, identifikasi masalah, pembatasan masalah, rumusan masalah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. macam suku bangsa, kebudayaan dan sumber daya alam serta didukung oleh

BAB I PENDAHULUAN. macam suku bangsa, kebudayaan dan sumber daya alam serta didukung oleh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang memiliki banyak pulau dengan berbagai macam suku bangsa, kebudayaan dan sumber daya alam serta didukung oleh banyaknya jumlah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengakibatkan tingginya angka pengangguran di negara Indonesia adalah. pertumbuhan ekonomi di Indonesia (Andika, 2012).

BAB I PENDAHULUAN. mengakibatkan tingginya angka pengangguran di negara Indonesia adalah. pertumbuhan ekonomi di Indonesia (Andika, 2012). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengangguran dan kemiskinan merupakan masalah klasik yang dihadapi negara-negara berkembang termasuk di Indonesia. Tingginya angka pengangguran merupakan fenomena

Lebih terperinci

ANALISIS TINGKAT KEPUASAN KONSUMEN TERHADAP TANGGAPAN PERUSAHAAN PASCATINDAKAN KOMPLAIN MELALUI MEDIA MASSA KOMPAS YUZA ANZOLA

ANALISIS TINGKAT KEPUASAN KONSUMEN TERHADAP TANGGAPAN PERUSAHAAN PASCATINDAKAN KOMPLAIN MELALUI MEDIA MASSA KOMPAS YUZA ANZOLA ANALISIS TINGKAT KEPUASAN KONSUMEN TERHADAP TANGGAPAN PERUSAHAAN PASCATINDAKAN KOMPLAIN MELALUI MEDIA MASSA KOMPAS YUZA ANZOLA PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan teknologi yang pesat dewasa ini telah membuat kehidupan banyak masyarakat menjadi lebih mudah. Dalam beberapa tahun belakangan ini, internet merupakan

Lebih terperinci

HUBUNGAN KECERDASAN EMOSIONAL DENGAN KEPATUHAN DAN KEMANDIRIAN SANTRI REMAJA DI PONDOK PESANTREN ASSHIDDIQIYAH NURLAILI RAHMAH DINI

HUBUNGAN KECERDASAN EMOSIONAL DENGAN KEPATUHAN DAN KEMANDIRIAN SANTRI REMAJA DI PONDOK PESANTREN ASSHIDDIQIYAH NURLAILI RAHMAH DINI 1 HUBUNGAN KECERDASAN EMOSIONAL DENGAN KEPATUHAN DAN KEMANDIRIAN SANTRI REMAJA DI PONDOK PESANTREN ASSHIDDIQIYAH NURLAILI RAHMAH DINI DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT

Lebih terperinci

IRRA MAYASARI F

IRRA MAYASARI F HUBUNGAN ANTARA KEMATANGAN VOKASIONAL DENGAN MINAT BERWIRAUSAHA PADA MAHASISWA Skripsi Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Mencapai Derajat Sarjana S-1 Disusun oleh : IRRA MAYASARI F 100 050 133

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Krisis global dan dibukanya ASEAN China Free Trade Agreement (ACFTA)

BAB I PENDAHULUAN. Krisis global dan dibukanya ASEAN China Free Trade Agreement (ACFTA) BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Krisis global dan dibukanya ASEAN China Free Trade Agreement (ACFTA) berdampak negatif terhadap produk-produk dalam negeri. Produk-produk dalam negeri akan

Lebih terperinci

HUBUNGAN SIKAP DAN PERILAKU PEMILIHAN MEREK SUSU UNTUK ANAK USIA 2 5 TAHUN DI KOTA BOGOR FARIDAH HANDAYASARI

HUBUNGAN SIKAP DAN PERILAKU PEMILIHAN MEREK SUSU UNTUK ANAK USIA 2 5 TAHUN DI KOTA BOGOR FARIDAH HANDAYASARI HUBUNGAN SIKAP DAN PERILAKU PEMILIHAN MEREK SUSU UNTUK ANAK USIA 2 5 TAHUN DI KOTA BOGOR FARIDAH HANDAYASARI PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.edu

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.edu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perilaku merokok merupakan salah satu penyebab yang menimbulkan munculnya berbagai penyakit dan besarnya angka kematian. Hal ini wajar, mengingat setiap tahunnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. global. Hal tersebut lebih penting dibandingkan dengan sumber daya alam yang

BAB I PENDAHULUAN. global. Hal tersebut lebih penting dibandingkan dengan sumber daya alam yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sumber daya manusia yang berkualitas memiliki faktor penting dalam era global. Hal tersebut lebih penting dibandingkan dengan sumber daya alam yang berlimpah.

Lebih terperinci

Disain, Lokasi, dan Waktu Penelitian

Disain, Lokasi, dan Waktu Penelitian 37 METODE PENELITIAN Disain, Lokasi, dan Waktu Penelitian Penelitian ini menggunakan disain cross sectional study yaitu data dikumpulkan pada satu waktu tidak berkelanjutan untuk memperoleh karakteristik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sudah beberapa kali mengalami perubahan. Pada tanggal 1 Maret 2005, BBM jenis Premium dan Solar kembali dinaikkan.

BAB I PENDAHULUAN. sudah beberapa kali mengalami perubahan. Pada tanggal 1 Maret 2005, BBM jenis Premium dan Solar kembali dinaikkan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Selama satu dekade terakhir, kebijakan harga BBM jenis Premium sudah beberapa kali mengalami perubahan. Pada tanggal 1 Maret 2005, pemerintah menaikkan BBM

Lebih terperinci