BAB 5 HASIL PENELITIAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 5 HASIL PENELITIAN"

Transkripsi

1 BAB 5 HASIL PENELITIAN 5.1 Analisis Univariat Status Gizi Dalam penelitian ini status gizi merupakan variabel terikat (dependen). Penilaian status gizi yang digunakan adalah berdasarkan klasifikasi WHO-NCHS dengan indeks berat badan menurut umur (BB/U). Status gizi dibagi ke dalam 4 kategori yaitu gizi buruk (< -3,0 SD), gizi kurang (< -2,0 SD), gizi baik (-2,0 SD s.d +2,0 SD) dan gizi lebih (> 2,0 SD). Untuk lengkapnya dapat dilihat pada tabel 5.1 berikut. Tabel 5.1 Distribusi Siswa SD Berdasarkan Status Gizi (BB/U) Status Gizi n % Gizi Buruk 3 2,0 Gizi Kurang 24 16,1 Gizi Baik ,2 Gizi Lebih 1 0,7 Total ,0 Pada tabel 5.1 diperoleh hasil bahwa terdapat 2% siswa yang berstatus gizi buruk, 16,1% berstatus gizi kurang, 81,2% siswa berstatus gizi baik dan 0,7% lainnya berstatus gizi lebih. Untuk keperluan analisis bivariat, maka status gizi dikelompokkan menjadi dua kategori yaitu gizi kurang (gizi buruk dan gizi kurang) dan gizi baik (gizi baik dan gizi lebih).

2 5.1.2 Karakteristik Anak a. Umur Tabel 5.2 Distribusi Siswa SD Berdasarkan Umur Umur n % 10 Tahun 98 65,8 < 10 Tahun 51 34,2 Total ,0 Berdasarkan perhitungan, diperoleh mean dari umur adalah 10,26, median 10,00, standar deviasi 1,26 dan nilai minimum maksimum masing-masing adalah 7 dan 14. Pengkategorian umur dilakukan dengan menggunakan nilai mean karena data umur pada penelitian ini merupakan data kontinu sehingga lebih tepat menggunakan nilai mean dibandingkan nilai median. Oleh karena itu, umur dikelompokkan menjadi 2 kelompok yaitu 10 tahun dan < 10 tahun. Pada tabel 5.2 menunjukkan bahwa distribusi anak usia 10 tahun lebih banyak yaitu 98 anak (65,8%) dibandingkan anak usia < 10 tahun (34,2%). b. Jenis Kelamin Tabel 5.3 Distribusi Siswa SD Berdasarkan Jenis Kelamin Jenis Kelamin n % Laki-laki 68 45,6 Perempuan 81 54,4 Total ,0

3 Pada tabel 5.3 menunjukkan bahwa anak berjenis kelamin perempuan lebih banyak yaitu 81 anak (54,4%) dibandingkan anak berjenis kelamin laki-laki (45,6%). c. Riwayat Kesehatan Tabel 5.4 Distribusi Siswa SD Berdasarkan Riwayat Kesehatan 6 Bulan Terakhir Riwayat Kesehatan n % Kurang Baik ,1 Baik 46 30,9 Total ,0 Pada tabel 5.4 menunjukkan bahwa lebih banyak anak mempunyai riwayat kesehatan kurang baik/pernah sakit (69,1%) daripada anak dengan riwayat kesehatan baik (30,9%). d. Tingkat Pengetahuan Gizi Anak Tabel 5.5 Distribusi Siswa SD Berdasarkan Tingkat Pengetahuan Gizi Pengetahuan Gizi n % Kurang 72 48,3 Baik 77 51,7 Total ,0 Pada tabel 5.5 menunjukkan bahwa lebih banyak anak berpengetahuan gizi baik (63,8%) daripada anak dengan pengetahuan gizi kurang (36,2%). Pengkategorian tingkat pengetahuan gizi dilakukan dengan menggunakan nilai median dari total jawaban benar masing-masing responden. Penggunaan nilai

4 median sebagai cut of point penilaian pengetahuan karena data pada penelitian ini berupa data kategori, sehingga lebih tepat menggunakan nilai median dibandingkan nilai mean. Berdasarkan perhitungan diperoleh median dari tingkat pengetahuan adalah 2, sehingga disebut pengetahuan kurang jika total jawaban benar 2, dan disebut pengetahuan baik jika total jawaban benar > 2. e. Kebiasaan Makan Pagi Tabel 5.6 Distribusi Siswa SD Berdasarkan Kebiasaan Makan Pagi Kebiasaan Makan Pagi n % Tidak Biasa 31 20,8 Biasa ,2 Total ,0 Pada tabel 5.6 menunjukkan bahwa lebiih banyak (79,2%) anak biasa makan pagi sebelum berangkat ke sekolah dibandingkan yang tidak biasa makan pagi sebelum berangkat ke sekolah (20,8%). f. Kebiasaan Jajan Tabel 5.7 Distribusi Anak Berdasarkan Kebiasaan Jajan dalam 1 Minggu Kebiasaan Jajan n % Sering ( 6 x/minggu) ,2 Jarang (<6x/minggu) 22 14,8 Total ,0

5 Pada tabel 5.7 menunjukkan bahwa terdapat 127 anak (85,2%) yang sering jajan ( 6 x/minggu) dan 22 anak (14,8%) yang jarang jajan (<6x/minggu). g. Keikutsertaan PMT-AS Tabel 5.8 Distribusi Anak Berdasarkan Keikutsertaan PMT-AS Keikutsertaan PMT-AS n % Tidak Ikut 88 59,1 Ikut 61 40,9 Total ,0 Pada tabel 5.8 menunjukkan bahwa anak yang tidak ikut dalam program PMT-AS lebih banyak (59,1%) dibandingkan anak yang ikut dalam program PMT-AS (40,9%) Karakteristik Orang Tua a. Pendidikan Ayah Tabel 5.9 Distribusi Siswa SD Berdasarkan Tingkat Pendidikan Ayah Pendidikan Ayah N % Rendah ( SMP) 82 55,0 Tinggi (> SMP) 67 45,0 Total ,0 Pada tabel 5.9 diatas diketahui bahwa anak dengan ayah yang tingkat pendidikannya rendah lebih banyak yaitu 82 anak (55%) dibandingkan anak dengan ayah yang tingkat pendidikannya tinggi (45%).

6 b. Pendidikan Ibu Tabel 5.10 Distribusi Siswa SD Berdasarkan Tingkat Pendidikan Ibu Pendidikan Ibu N % Rendah ( SMP) 97 65,1 Tinggi(> SMP) 52 34,9 Total ,0 Pada tabel 5.10 menunjukkan bahwa anak dengan ibu yang tingkat pendidikannya rendah lebih banyak (65,1%) dibandingkan anak dengan ibu yang tingkat pendidikannya tinggi (34,9%). c. Pekerjaan Ayah Tabel 5.11 Distribusi Siswa SD Berdasarkan Pekerjaan Ayah Pekerjaan Ayah N % Bukan PNS ,9 PNS 21 14,1 Total ,0 Pada tabel 5.11 menunjukkan bahwa anak yang ayahnya bekerja bukan sebagai PNS lebih banyak (85,2%) daripada anak yang ayahnya bekerja sebagai PNS (14,8%).

7 d. Pekerjaan Ibu Tabel 5.12 Distribusi Siswa SD Berdasarkan Status Pekerjaan Ibu Pekerjaan Ibu N % Tidak Bekerja ,8 Bekerja 48 32,2 Total ,0 Pada tabel 5.12 menunjukkan bahwa siswa SD yang mempunyai ibu tidak bekerja lebih banyak (67,8%) dibandingkan siswa SD yang mempunyai ibu bekerja (32,2%) Konsumsi Zat Gizi a. Konsumsi Energi Tabel 5.13 Distribusi Siswa SD Berdasarkan Konsumsi Energi Konsumsi Energi N % Kurang ( <80% AKG) ,3 Baik ( 80% AKG) 13 8,7 Total ,0 Pada tabel 5.13 menunjukkan bahwa anak dengan konsumsi energi kurang lebih banyak (91,3%) dibandingkan anak dengan konsumsi energi baik (8,7%).

8 b. Konsumsi Protein Tabel 5.14 Distribusi Siswa SD Berdasarkan Konsumsi Protein Konsumsi Protein N % Kurang ( <80% AKG) 92 61,7 Baik ( 80% AKG) 57 38,3 Total ,0 Pada tabel 5.14 menunjukkan bahwa anak dengan konsumsi protein kurang lebih banyak (61,7%) dibandingkan anak dengan konsumsi protein baik (38,3%).

9 5.2 Rangkuman Hasil Analisis Univariat Tabel 5.15 Hasil Analisis Univariat No Variabel Kategori Jumlah n % 1. Status Gizi Gizi Kurang 27 18,1 Gizi Baik ,9 2. Umur 10 Tahun 98 65,8 < 10 Tahun 51 34,2 3. Jenis Kelamin Laki-laki 68 45,6 Perempuan 81 54,4 4. Riwayat Kesehatan Kurang Baik ,1 Baik 46 30,9 5. Pengetahuan Gizi Kurang ( median) 72 48,3 Baik (> median) 77 51,7 6. Kebiasaan Makan Pagi Tidak Biasa 31 20,8 Biasa ,2 7. Kebiasaan Jajan Sering ( 6x/minggu) ,2 Jarang (< 6x/minggu) 22 14,8 8. Keikutsertaan PMT-AS Tidak Ikut 88 59,1 Ikut 61 40,9 9. Pendidikan Ayah Rendah ( SMP) 82 55,0 Tinggi (> SMP) 67 45,0 10. Pendidikan Ibu Rendah ( SMP) 97 65,1 Tinggi (> SMP) 52 34,9 11. Pekerjaan Ayah Bukan PNS ,9 PNS 21 14,1 12. Pekerjaan Ibu Tidak Bekerja ,8 Bekerja 48 32,2 13. Konsumsi Energi Kurang (<80% AKG) ,3 Baik ( 80% AKG) 13 8,7 14. Konsumsi Protein Kurang (< 80% AKG) 92 61,7 Baik ( 80% AKG) 57 38,3

10 5.3 Analisis Bivariat Hubungan antara Karakteristik Anak dengan Status Gizi a. Hubungan antara Umur dengan Status Gizi Tabel 5.16 Hubungan Umur dengan Status Gizi Kurang pada Siswa SD Status Gizi POR Umur Kurang Baik (95% CI) n % n % 10 Tahun 20 20, ,6 < 10 Tahun 7 13, ,3 Total 27 18, ,9 1,61 (0,63-4,11) Nilai p 0,43 Dari tabel 5.16 diketahui bahwa gizi kurang lebih banyak ditemukan pada anak umur 10 tahun yaitu 20,4%, dibandingkan umur <10 tahun (13,7%). Berdasarkan hasil uji statistik chi-square diperoleh nilai p=0,435 yang berarti tidak ada hubungan yang bermakna antara umur dengan status gizi kurang. b. Hubungan antara Jenis Kelamin dengan Status Gizi Tabel 5.17 Hubungan Jenis Kelamin dengan Status Gizi Kurang pada Siswa SD Status Gizi Jenis Kelamin Kurang Baik POR Nilai p n % n % (95% CI) Laki-laki 18 26, ,5 2,88 0,03 Perempuan 9 11, ,9 (1,19 6,93) Total 27 18, ,9 Dari tabel 5.17 diketahui bahwa gizi kurang lebih banyak ditemukan pada anak laki-laki yaitu sebesar 26,5% dibandingkan anak perempuan (11,1%). Berdasarkan hasil uji statistik chi-square terdapat hubungan yang bermakna antara

11 jenis kelamin dengan status gizi kurang dengan nilai p=0,03. Hubungan ini didukung dengan nilai POR 2,88 yang berarti bahwa anak laki-laki mempunyai peluang 2,88 kali untuk mengalami gizi kurang dibanding anak perempuan. c. Hubungan antara Riwayat Kesehatan dengan Status Gizi Tabel 5.18 Hubungan Riwayat Kesehatan dengan Status Gizi Kurang pada Siswa SD Status Gizi Riwayat POR Kurang Baik Kesehatan (95% CI) n % n % Nilai p Kurang Baik 17 16, ,5 0,71 Baik 10 21, ,3 (0,29 1,70) 0,59 Total 27 18, ,9 Dari tabel 5.18 diketahui bahwa gizi kurang lebih banyak ditemukan pada siswa yang mempunyai riwayat kesehatan tidak pernah sakit yaitu sebesar 21,7% dibandingkan dengan riwayat kesehatan pernah sakit (16,5%). Berdasarkan hasil uji statistik chi-square tidak terdapat hubungan bermakna antara riwayat kesehatan siswa dengan status gizi kurang (p>0,05). d. Hubungan antara Pengetahuan Gizi dengan Status Gizi Tabel 5.19 Hubungan Pengetahuan Gizi dengan Status Gizi Kurang pada Siswa SD Status Gizi POR Pengetahuan Gizi Kurang Baik Nilai p (95% CI) n % n % Kurang ( median) 13 18, ,9 0,99 1,00 Baik (> median) 14 18, ,8 (0,43 2,28) Total 27 18, ,9

12 Dari tabel 5.19 diketahui bahwa status gizi kurang lebih banyak ditemukan pada siswa berpengetahuan gizi baik yaitu 18,2% dibandingkan siswa berpengetahuan gizi kurang (18,1%). Berdasarkan hasil uji statistik chi-square tidak terdapat hubungan bermakna antara pengetahuan gizi dengan status gizi kurang (p>0,05). e. Hubungan antara Kebiasaan Makan Pagi dengan Status Gizi Tabel 5.20 Hubungan Kebiasaan Makan Pagi dengan Status Gizi Kurang pada Siswa SD Status Gizi Kebiasaan Makan Pagi POR Kurang Baik (Sarapan) (95% CI) n % n % Nilai p Tidak biasa 6 19, ,6 1,11 Biasa 21 17, ,2 (0,40 3,04) 1,00 Total 27 18, ,9 Dari tabel 5.20 diketahui bahwa status gizi kurang lebih banyak ditemukan pada siswa yang mempunyai kebiasaan tidak makan pagi yaitu 19,4% dibandingkan siswa yang mempunyai kebiasaan makan pagi (17,8%). Berdasarkan hasil uji statistik chi-square tidak terdapat hubungan bermakna antara pengetahuan gizi dengan status gizi kurang (p>0,05).

13 f. Hubungan antara Kebiasaan Jajan dengan Status Gizi Tabel 5.21 Hubungan Kebiasaan Jajan dengan Status Gizi Kurang pada Siswa SD Kebiasaan Jajan Status Gizi POR Kurang Baik (95% CI) n % n % Sering ( 6 x/minggu) 24 18, ,1 1,48 Jarang (<6x/minggu) 3 13, ,4 (0,40 5,39) Total 27 18, ,9 Nilai p 0,77 Dari tabel 5.21 diketahui bahwa status gizi kurang lebih banyak ditemukan pada siswa yang mempunyai kebiasaan sering jajan yaitu 18,9% dibandingkan siswa yang mempunyai kebiasaan jarang jajan (13,6%). Berdasarkan hasil uji statistik chi-square tidak terdapat hubungan bermakna antara kebiasaan jajan dengan status gizi kurang (p>0,05). g. Hubungan antara Keikutsertaan dalam PMT-AS dengan Status Gizi Tabel 5.22 Hubungan Keikutsertaan PMT-AS dengan Status Gizi Kurang pada Siswa SD Status Gizi POR Keikutsertaan PMT-AS Kurang Baik Nilai p (95% CI) n % n % Tidak Ikut 18 20, ,5 1,49 0,50 Ikut 9 14, ,2 (0,62 3,57) Total 27 18, ,9 Dari tabel 5.22 diketahui bahwa status gizi kurang lebih banyak ditemukan pada siswa yang tidak ikut serta dalam program PMT-AS yaitu sebanyak 20,5% dibandingkan siswa yang ikut serta dalam program PMT-AS (14,8%).

14 Berdasarkan hasil uji statistik chi-square tidak terdapat hubungan yang bermakna antara keikutsertaan dalam PMT-AS dengan status gizi kurang (p>0,05) Hubungan antara Karakteristik Orang Tua dengan Status Gizi a. Hubungan antara Pendidikan Ayah dengan Status Gizi Tabel 5.23 Hubungan Pendidikan Ayah dengan Status Gizi Kurang pada Siswa SD Status Gizi POR Pendidikan Ayah Kurang Baik Nilai p (95% CI) n % n % Rendah ( SMP) 14 17, ,9 0,85 0,88 Tinggi (> SMP) 13 19, ,6 (0,37 1,97) Total 27 18, ,9 Dari tabel 5.23 diketahui bahwa status gizi kurang lebih banyak ditemukan pada siswa dengan tingkat pendidikan ayah yang tinggi, yaitu sebanyak 19,4% dibandingkan tingkat pendidikan ayah rendah (17,1%). Berdasarkan hasil uji statistik chi-square tidak terdapat hubungan yang bermakna antara pendidikan ayah dengan status gizi kurang (p>0,05). b. Hubungan antara Pendidikan Ibu dengan Status Gizi Tabel 5.24 Hubungan Pendidikan Ibu dengan Status Gizi Kurang pada Siswa SD Status Gizi POR Pendidikan Ibu Kurang Baik Nilai p (95% CI) n % n % Rendah ( SMP) 13 13, ,6 0,42 0,07 Tinggi (> SMP) 14 26, ,1 (0,18 0,98) Total 27 18, ,9

15 Dari tabel 5.24 diketahui bahwa status gizi kurang lebih banyak ditemukan pada siswa dengan tingkat pendidikan ibu yang tinggi yaitu sebanyak 26,9% dibandingkan tingkat pendidikan ibu rendah (13,4%). Berdasarkan hasil uji statistik tidak terdapat hubungan yang bermakna antara pendidikan ibu dengan status gizi kurang (p>0,05). c. Hubungan antara Pekerjaan Ayah dengan Status Gizi Tabel 5.25 Hubungan Pekerjaan Ayah dengan Status Gizi Kurang pada Siswa SD Status Gizi Pekerjaan POR Kurang Baik Ayah (95% CI) n % n % Nilai p Bukan PNS 22 17, ,8 0,66 PNS 5 23, ,2 (0,22 2,00) 0,67 Total 27 18, ,9 Dari tabel 5.25 diketahui bahwa status gizi kurang lebih banyak ditemukan pada siswa yang ayahnya bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) yaitu sebanyak 23,8% dibandingkan siswa yang ayahnya bekerja bukan sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS). Berdasarkan hasil uji statistik chi-square tidak terdapat hubungan bermakna antara pekerjaan ayah dengan status gizi kurang (p>0,05).

16 d. Hubungan antara Status Pekerjaan Ibu dengan Status Gizi Tabel 5.26 Hubungan Pekerjaan Ibu dengan Status Gizi Kurang pada Siswa SD Status Gizi POR Pekerjaan Ibu Kurang Baik Nilai p (95% CI) n % n % Tidak Bekerja 14 13, ,1 0,43 0,08 Bekerja 13 27, ,9 (0,18 1,01) Total 27 18, ,9 Dari tabel 5.26 diketahui bahwa status gizi kurang lebih banyak ditemukan pada siswa yang ibunya bekerja yaitu sebanyak 27,1% dibandingkan siswa yang ibunya tidak bekerja (13,9%). Berdasarkan hasil uji statistik chi-square tidak terdapat hubungan bermakna antara status pekerjaan ibu dengan status gizi kurang (p>0,05) Hubungan antara Konsumsi Zat Gizi dengan Status Gizi a. Hubungan antara Konsumsi Energi dengan Status Gizi Tabel 5.27 Hubungan Konsumsi Energi dengan Status Gizi Kurang pada Siswa SD Status Gizi POR Konsumsi Energi Kurang Baik Nilai p (95% CI) n % n % Kurang (<80% AKG) 24 17, ,4 0,71 0,91 Baik ( 80% AKG) 3 23, ,9 (0,18 2,79) Total 27 18, ,9 Dari tabel 5.27 diketahui bahwa status gizi kurang lebih banyak ditemukan pada siswa dengan konsumsi energi baik ( 80% AKG) yaitu sebanyak 23,1% dibandingkan siswa dengan konsumsi energi kurang (< 80% AKG). Berdasarkan

17 hasil uji statistik chi-square tidak terdapat hubungan yang bermakna antara konsumsi energi dengan status gizi kurang (p>0,05). b. Hubungan antara konsumsi protein dengan status gizi Tabel 5.28 Hubungan Konsumsi Protein dengan Status Gizi Kurang pada Siswa SD Status Gizi POR Konsumsi Protein Kurang Baik Nilai p (95% CI) n % n % Kurang (<80% AKG) 16 17, ,6 0,88 0,94 Baik ( 80% AKG) 11 19, ,7 (0,37 2,06) Total 27 18, ,9 Dari tabel 5.28 diketahui bahwa status gizi kurang lebih banyak ditemukan pada siswa dengan konsumsi protein baik ( 80% AKG) yaitu sebanyak 19,3% dibandingkan siswa dengan konsumsi protein kurang (< 80% AKG). Berdasarkan hasil uji statistik chi-square tidak terdapat hubungan yang bermakna antara konsumsi protein dengan status gizi kurang (p>0,05).

18 5.4 Rangkuman Hasil Analisis Bivariat Tabel 5.29 Hasil Analisis Bivariat Variabel Independen Status Gizi 95% CI Nilai Kurang Baik POR p Lower Upper n % n % Umur < 10 Tahun 7 13, ,3 10 Tahun 20 20, ,6 0,43 0,62 0,24 1,58 Jenis Kelamin Laki-laki 18 26, ,5 Perempuan 11 13, ,4 0,03 2,88 1,19 6,93 Riwayat Kesehatan Kurang Baik 17 16, ,5 Baik 10 21, ,3 0,59 0,71 0,29 1,70 Pengetahuan Gizi Kurang ( median) 13 18, ,9 Baik (> median) 14 18, ,8 1,00 0,99 0,43 2,28 Kebiasaan Makan Pagi Tidak Biasa 6 19, ,6 Biasa 21 17, ,2 1,00 1,11 0,40 3,04 Kebiasaan Jajan Sering ( 6x/minggu) 24 18, ,1 Jarang (< 6x/minggu) 3 13, ,4 0,77 1,48 0,40 5,39 Keikutsertaan PMT-AS SD non PMT 18 20, ,5 SD PMT 9 14, ,2 0,50 1,49 0,62 3,57 Pendidikan Ayah Rendah ( SMP) 14 17, ,9 Tinggi (> SMP) 13 19, ,6 0,88 0,85 0,37 1,97 Pendidikan Ibu Rendah ( SMP) 13 13, ,6 Tinggi (> SMP) 14 26, ,1 0,07 0,42 0,18 0,98 Pekerjaan Ayah Bukan PNS 22 17, ,8 PNS 5 23, ,2 0,67 0,66 0,22 2,00 Pekerjaan Ibu Tidak Bekerja 14 13, ,1 Bekerja 13 27, ,9 0,08 0,43 0,18 1,01 Konsumsi Energi Kurang (< 80% AKG) 24 17, ,4 Baik ( 80% AKG) 3 23, ,9 0,91 0,71 0,18 2,79 Konsumsi Protein Kurang (< 80% AKG) 16 17, ,6 Baik ( 80% AKG) 11 19, ,7 0,94 0,88 0,37 2,06

19 BAB 6 PEMBAHASAN 6.1 Keterbatasan Penelitian Penelitian ini menggunakan rancangan studi crossectional (potong lintang) yang bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan status gizi siswa sekolah dasar di 3 kecamatan di Kabupaten Kampar. Kelemahan menggunakan desain penelitian crossectional adalah adanya kerancuan urutan waktu antara hubungan sebab akibat mengingat variabel-variabel yang diperkirakan sebagai sebab dan sebagai akibat diselidiki secara bersamaan sehingga sulit memastikan mana yang terjadi terlebih dahulu. Hubungan atau perbedaan yang ditemukan antar variabel bukan merupakan hubungan kausal. Pada studi dengan desain crossectional, faktor resiko sulit diukur secara akurat dan kurang valid untuk meramalkan suatu kecenderungan dan korelasi faktor resiko, desain ini paling lemah dibandingkan dengan desain studi kohort dan kasus kontrol. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang berasal dari data Kajian Dampak PMT-AS di Kabupaten Kampar Propinsi Riau Tahun 2007, sehingga variabel-variabel yang diteliti terbatas dan disesuaikan dengan variabel yang tersedia pada data. Kelemahan penggunaan data Kajian Dampak Program PMT-AS dalam penelitian ini antara lain adalah terbatasnya informasi mengenai karakteristik dan status kesehatan anak. Oleh karena

20 keterbatasan yang dimiliki, maka variabel yang diteliti meliputi karakteristik anak (umur, jenis kelamin, riwayat kesehatan, pengetahuan gizi anak, kebiasaan makan pagi, kebiasaan jajan dan keikutsertaan dalam PMT-AS), karakteristik orang tua (pendidikan dan pekerjaan orang tua) dan konsumsi zat gizi (energi dan protein). Selain itu, peneliti tidak dapat mengontrol kualitas data secara langsung, karena data sudah tersedia sebelumnya. 6.2 Gambaran Status Gizi Penilaian status gizi responden berdasarkan klasifikasi WHO-NCHS dengan indeks berat badan menurut umur (BB/U). Berat badan adalah salah satu parameter antropometri yang sangat labil dan dapat memberikan gambaran massa tubuh. Dalam keadaan normal, dimana keadaan kesehatan baik dan keseimbangan antara konsumsi dan kebutuhan zat gizi terjamin, maka berat badan berkembang mengikuti pertambahan umur. Sebaliknya dalam keadaan yang abnormal, terdpat 2 kemungkinan perkembangan berat badan yaitu dapat berkembang cepat atau lebih lambat dari keadaan normal. Indeks berat badan menurut umur (BB/U) lebih menggambarkan status gizi seseorang saat ini (current nutritional status). Gambaran status gizi responden dapat dilihat pada tabel 5.1 yang menunjukkan bahwa sebesar 81,2% berstatus gizi baik, 2,0% responden berstatus gizi buruk dan 16,1% berstatus gizi kurang. Hasil penelitian ini lebih besar dibandingkan dengan kejadian gizi kurang yang ditemukan oleh Mulyani (2004) dan Ikhsanudin (2006) dalam penelitiannya yaitu masing-masing 15,9% dan 6,7%.

21 6.3 Hubungan Karakteristik Anak dengan Status Gizi Hubungan antara Umur dengan Status Gizi Pada penelitian ini didapatkan bahwa sebagian besar siswa berusia 10 tahun (65,8%). Berdasarkan hasil uji chi-square diperoleh nilai p>0,05 yang berarti tidak ada hubungan signifikan antara umur dengan status gizi. Hasil ini sejalan dengan hasil penelitian Daryono (2003) dan Mulyani (2004) yang tidak menemukan adanya hubungan antara umur dengan status gizi. Namun hasil ini berbeda dengan hasil penelitian Rahmat (2001) dan Rijanti (2002) yang menemukan adanya hubungan yang bermakna antara umur dengan status gizi. Status gizi kurang lebih banyak ditemukan pada siswa yang berusia 10 tahun dibandingkan dengan siswa yang berusia < 10 tahun. Hal ini senada dengan hasil penelitian Marbun (2002), dimana anak yang berumur tahun lebih banyak berstatus gizi kurus daripada yang berumur 7-9 tahun. Hal ini sesuai dengan pernyataan Hanley et.al (2000) dalam Daryono (2003), bahwa pada anak umur 5-6 tahun sudah mulai terjadi adiposity rebound yaitu sebagai periode kedua pertumbuhan pesat jaringan lemak tubuh (adipositas). Dijelaskan lebih lanjut oleh Katch, Frank I et.al (1993), jaringan lemak terbentuk sangat pesat pada umur 3 bulan kehamilan. Setelah setahun pertama kelahiran, jumlah sel meningkat secara bertahap hingga usia 10 tahun yang mengindikasikan percepatan penumpukan lemak pada periode usia 6 tahun hingga memasuki uisa remaja dan diimbangi oleh pertumbuhan sel.

22 6.3.2 Hubungan antara Jenis Kelamin dengan Status Gizi Pada penelitian ini didapatkan bahwa sebagian besar siswa berjenis kelamin perempuan (54,4%). Berdasarkan hasil uji chi-square diperoleh nilai p=0,003 dengan POR=2,88 (95% CI: 1,19 6,93) yang berarti bahwa anak lakilaki mempunyai peluang 2,88 kali untuk mengalami gizi kurang dibandingkan anak perempuan. Ada hubungan yang signifikan antara jenis kelamin dengan status gizi. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Nugroho (1999) dan Widyaningtyas (2003) yang menemukan adanya hubungan bermakna antara jenis kelamin dengan status gizi. Namun, hasil ini berbeda dengan hasil penelitian Rijanti (2002) dan Ikhsanudin (2006) yang tidak menemukan adanya hubungan bermakna antara jenis kelamin dan status gizi. Status gizi kurang lebih banyak ditemukan pada anak dengan jenis kelamin laki-laki dibandingkan dengan anak perempuan. Kodyat (1997) pada penelitian terhadap anak sekolah dasar di 27 Propinsi di Indonesia memperoleh hasil bahwa prevalensi gangguan pertumbuhan pada anak laki-laki lebih besar (30,7%) daripada anak perempuan (29,6%). Hal ini dapat disebabkan karena perbedaan pola aktivitas fisik anak laki-laki dengan anak perempuan, sehingga anak laki-laki membutuhkan energi yang lebih banyak Hubungan antara Riwayat Kesehatan dengan Status Gizi Pada penelitian ini didapatkan bahwa sebagian besar siswa mempunyai riwayat kesehatan sakit (69,1%). Berdasarkan hasil uji chi-square diperoleh nilai p>0,05 yang berarti bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara riwayat

23 kesehatan dengan status gizi. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Puteri (2003) dan Ikhsanudin (2006) yang tidak menemukan adanya hubungan bermakna antara status kesehatan dengan status gizi. Namun, hasil ini berbeda dengan hasil penelitian Neldawati R (2006) yang menemukan adanya hubungan bermakna antara status kesehatan dengan status gizi. Perbedaan hasil ini dimungkinkan karena perbedaan karakteristik sampel yang diteliti, dimana penelitian Neldawati (2006) dilakukan terhadap balita usia 6-59 bulan, sedangkan sampel pada penelitian ini adalah anak sekolah dasar kelas 4 sampai kelas 6.. Hubungan positif antara status gizi dan penyakit infeksi telah banyak dikemukakan oleh para ahli. Sepeti halnya yang diungkapkan oleh Kalangie (1985) bahwa dampak utama dari kelaparan dan kekurangan gizi terhadap hidup manusia apapun kriterianya merupakan gangguan kesehatan (dampak klinik). Gangguan kesehatan dapat mengurangi daya tahan fisik dalam menghadapi berbagai penyakit infeksi, memudahkan pengidapan penyakit-penyakit kronis dan mengakibatkan hilangnya kemampuan untuk dapat bekerja seefisien mungkin. Malnutrisi merupakan salah satu faktor penting yang berkontribusi terhadap kesakitan. Keadaan gizi yang buruk akan mempermudah seseorang untuk terkena penyakit terutama penyakit-penyakit infeksi. Sebaliknya, penyakit infeksi akan memperburuk keadaan gizi seseorang (Departemen Gizi dan Kesehatan Masyarakat, 2007). Keberadaan infeksi dapat menimbulkan gizi kurang melalui berbagai mekanisme, dan yang terpenting adalah efek langsung dari infeksi sistemik pada katabolisme jaringan. Meskipun yang terjadi hanya

24 infeksi ringan, akan menimbulkan kehilangan nitrogen. Infeksi yang akut mengakibatkan kurangnya nafsu makan dan toleransi terhadap makanan Hubungan antara Pengetahuan Gizi dengan Status Gizi Pada penelitian ini didapatkan bahwa sebagian besar siswa mempunyai pengetahuan gizi yang baik (51,7%). Berdasarkan hasil uji chi-square diperoleh nilai p>0,05 yang berarti bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat pengetahuan gizi dengan status gizi. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Yulianto (2001) dan Marbun (2002) yang tidak menemukan adanya hubungan antara tingkat pengetahuan gizi anak dan status gizi. Status gizi kurang lebih banyak ditemukan pada siswa yang mempunyai pengetahuan gizi kurang dibandingkan anak dengan pengetahuan gizi baik. Keadaan ini kemungkinan dapat terjadi karena ketidakmampuan anak menyerap materi gizi yang disampaikan di sekolah. Selain itu, peranan orang tua dalam memberikan pengetahuan gizi kepada anaknya sangatlah penting. Orang tua merupakan contoh/teladan langsung bagi anak, bagaimana cara/perilaku orang tua dalam memilih makanan/bahan makanan akan mempengaruhi perilaku makan anak. Notoatmodjo (2005) menyatakan pengetahuan merupakan hasil penginderaan manusia terhadap suatu objek. Pengetahuan mempunyai peran penting dalam terbentuknya perilaku seseorang.

25 6.3.5 Hubungan antara Kebiasaan Makan Pagi dengan Status Gizi Pada penelitian ini didapatkan bahwa sebagian besar siswa sudah terbiasa makan pagi sebelum berangkat ke sekolah (79,2%). Berdasarkan hasil uji chisquare diperoleh nilai p>0,05 yang berarti bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara kebiasaan makan pagi dengan status gizi. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Daryono (2003) dan Ikhsanudin (2006) yang menyatakan tidak ada hubungan antara kebiasaan makan pagi dan status gizi. Namun, hasil ini berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Yulianto (2001) dan Meilinasari (2002) yang menemukan adanya hubungan bermakna antara kebiasaan makan pagi dengan status gizi. Status gizi kurang lebih banyak ditemukan pada anak yang tidak terbiasa makan pagi. Gizi kurang pada anak disebabkan karena anak mendapat makanan yang tidak sesuai dengan keperluan pertumbuhan badan anak, baik jumlah maupun mutu makanan. Jarak waktu antara makan malam dan bangun pagi adalah sekitar 8 jam. Selama waktu tidur metabolisme dalam tubuh tetap berlangsung, sehingga pada pagi hari perut sudah kosong. Kebutuhan energi diambil dari cadangan lemak tubuh. Rendahnya kadar gula dalam darah dapat menimbulkan rasa lemas, malas dan berkeringat dingin (Muhilal, 1998). Oleh sebab itu sarapan (makan pagi) menjadi penting, karena sarapan sangat bermanfaat bagi setiap orang untuk memulai aktivitas di pagi hari. Kebiasan sarapan harus sudah mulai dibiasakan dalam keluarga terutama pada anak usia sekolah. Sarapan dapat membantu anak untuk berkonsentrasi dalam belajar, berfikir sehingga mampu memperoleh prestasi belajar yang optimal. Selain itu, dalam pesan dalam PUGS

26 (Pedoman Umum Gizi Seimbang) juga sudah diingatkan untuk membiasakan diri makan pagi Hubungan antara Kebiasaan Jajan dengan Status Gizi Pada penelitian ini didapatkan bahwa sebagian besar siswa mempunyai kebiasaan sering jajan (85,2%). Berdasarkan hasil uji chi-square diperoleh nilai p>0,05 yang menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan antara kebiasaan jajan dengan status gizi. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Yulianto (2001) dan Daryono (2003) yang menyatakan tidak ada hubungan antara kebiasaan jajan dengan status gizi. Namun hasil ini berbeda dengan hasil penelitian Marbun (2002), Meilinasari (2002) yang menemukan adanya hubungan bermakna antara kebiasaan jajan dengan status gizi. Perbedaan ini kemungkinan terjadi disebabkan karena perbedaan desain studi dan besar sampel serta perbedaan dalam pengkategorian kebiasaan jajan. Meilinasari dalam penelitiannya menggunakan desain kasus kontrol dengan jumlah sampel yang lebih besar dan membagi kebiasaan jajan menjadi 4x/minggu dan <4x/minggu. Sedangkan penelitian ini menggunakan desain crossectional dan membagi kebiasaan jajan menjadi 6x/minggu dan <6x/minggu. Status gizi kurang lebih banyak ditemukan pada anak yang mempunyai kebiasaan sering jajan. Kebiasaan jajan pada anak sekolah dapat menjadi positif jika makanan yang dibeli adalah makanan mempunyai nilai gizi. Namun, kebanyakan anak sekolah membeli jajanan yang tidak mempunyai nilai gizi baik

27 seperti es, permen, chiki dan lain-lain. Hasil penelitian Husaini (1993) menunjukkan, murid sekolah dasar masih belum dapat memilih makanan jajanan yang sehat dan bersih. Hal tersebut tercermin dari makanan jajanan yang dikonsumsi murid SD masih banyak yang mengandung pewarna sintetik, logam berat, bakteri patogen dan lain-lain. Selain itu murid SD juga belum terbiasa mencuci tangan sebelum menjamah makanan. Jajan di sekolah sepertinya sudah menjadi kebiasaan anak di semua tempat, baik perkotaan maupun pedesaan. Ada beberapa hal yang menyebabkan anak jajan di sekolah, diantaranya karena anak tidak sempat sarapan di rumah. Keadaan ini dapat terjadi karena ibu tidak sempat menyiapkan makanan sebelum anak berangkat ke sekolah. Jajan sudah menjadi suatu kebiasaan yang rutin dilakukan oleh anak sekolah, terutama pada anak di daerah perkotaan. Bahkan orang tua selalu memberikan uang jajan kepada anaknya ketika akan berangkat sekolah Hubungan antara Keikutsertaan dalam PMT-AS dengan Status Gizi Pada penelitian ini didapatkan bahwa sebagian besar siswa tidak ikut dalam Program Pemberian Makanan Tambahan bagi Anak Sekolah (PMTAS) yaitu (59,1%). Berdasarkan hasil uji chi-square diperoleh nilai p>0,05 yang berarti bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara keikutsertaan dalam program PMT-AS dengan status gizi. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Rahmat (2001) yang tidak menemukan adanya hubungan yang bermakna antara keikutsertaan dalam PMT-AS dengan status gizi.

28 Ketidakbermaknaan hasil penelitian ini bisa saja diakibatkan karena ketidakmerataan pemberian makanan tambahan. Kemungkinan mereka yang menerima PMT-AS adalah mereka yang tidak mengalami gizi kurang, sehingga tujuan PMT-AS belum tercapai. Tujuan PMT-AS adalah untuk mengatasi masalah gizi dan kesehatan agar siswa mampu mengikuti pelajaran di sekolah dengan lebih baik dan mencapai prestasi belajar yang lebih baik juga (Depkes, 2000). Hal ini juga menjadi keterbatasan dalam penelitian ini. Selain itu. dampak dari pemberian makanan tambahan baru dapat dilihat dalam jangka waktu yang panjang. Pendapat ini senada dengan pernyataan Sandjaja (1998) yaitu pemberian makanan tambahan sebanyak 300 kilokalori dan 5 gram protein dalam jangka panjang akan meningkatkan status gizi. Berbagai hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian makanan tambahan pada anak sekolah mempunyai dampak positif untuk anak. Banyak penelitian berkesimpulan bahwa pemberian makanan tambahan pada anak yang menderita kurang energi protein (KEP) berdampak positif dalam memperbaiki KEP. Selain itu, terdapat bukti yang cukup kuat bahwa tidak sarapan pagi berdampak negatif terhadap perkembangan kognitif (Powell, 1983 dalam Kartono, 1998). 6.4 Hubungan antara Karakteristik Orang Tua dengan Status Gizi Hubungan antara Pendidikan Ayah dengan Status Gizi Berdasarkan hasil uji chi-square diperoleh nilai p>0,05 yang berarti bahwa tidak ada hubungan antara tingkat pendidikan ayah dengan status gizi anak. Hasil ini sejalan dengan hasil penelitian Daryono (2003) dan Mulyani (2004) yang tidak

29 menemukan adanya hubungan antara tingkat pendidian ayah dengan status gizi anak. Namun, hasil ini berbeda dengan hasil penelitian Marbun (2002) di SD Santa Maria Fatima Jakarta Timur yang menemukan adanya hubungan yang bermakna antara tingkat pendidikan ayah dengan status gizi lebih. Status gizi kurang lebih banyak ditemukan pada siswa dengan tingkat pendidikan ayah yang tinggi. Hal ini kemungkinan dapat disebabkan karena tingkat pendidikan tidak selalu sejajar dengan pengetahuan gizi yang dimiliki dan bukan merupakan faktor yang langsung mempengaruhi status gizi. Tinggi pendidikan berpengaruh pada pengetahuan, karena belum tentu pendidikan yang tinggi juga diikuti dengan pengetahuan gizi yang baik. Banyak faktor yang mempengaruhi keadaan ini, diantaranya adalah perilaku, kebiasaan dan budaya pemilihan makanan. Meskipun mempunyai pendidikan yang tinggi, tetapi jika perilaku makan tidak mendukung maka akan berdampak terhadap keadaan gizinya. Hal ini senada dengan pendapat Roekmono dan Setiady (1985) yang mengatakan bahwa selain jumlah penduduk yang besar dengan pertumbuhan yang cukup tinggi serta distribusi yang tidak merata, merupakan tantangan berat bagi pembangunan kesehatan di Indonesia. Keadaan lain yang dapat mempengaruhi derajat kesehatan adalah tingkat pendidikan umum yang belum memadai, terutama pada golongan wanita. Di samping itu adat istiadat, sikap, tingkah laku, dan kebiasaan-kebiasaan masyarakat untuk hidup sehat dan berperan aktif dalam pembangunan kesehatan juga masih belum seperti yang diharapkan. Pendidikan merupakan salah satu faktor yang akan mempengaruhi konsumsi pangan melalui

30 cara pemilihan bahan pangan. Orang yang berpendidkan tinggi cenderung memilih makanan yang baik dibandingkan dengan orang yang berpendidikan rendah Hubungan antara Pendidikan Ibu dengan Status Gizi Berdasarkan hasil uji chi-square diperoleh nilai p>0,05 yang berarti bahwa tidak ada hubungan antara tingkat pendidikan ibu dengan status gizi anak. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Marbun (2002) dan Mulyani (2004) yang tidak menemukan hubungan bermakna antara tingkat pendidikan ibu dan status gizi. Namun hasil ini berbeda dengan hasil penelitian Yulianto (2001) dan Meilinasari (2002) yang menemukan adanya hubungan bermakna antara pendidikan ibu dengan status gizi. Status gizi kurang lebih banyak ditemukan pada siswa yang tingkat pendidikan ibunya tinggi. Kemungkinan hal ini dapat saja terjadi karena tingkat pendidikan ibu yang tinggi tidak diimbangi dengan pengetahuan gizi yang baik. Keadaan ini dipengaruhi oleh berbagai faktor diantaranya perilaku makan, kebiasaan makan, waktu, budaya pemilihan makanan, lingkungan fisik/sosial dan status pekerjaan ibu. Ibu yang bekerja (terutama di luar rumah) tidak mempunyai waktu yang cukup seperti ibu yang tidak bekerja untuk menyediakan makanan yang bergizi bagi anak. Tingkat pendidikan dan pengetahuan ibu dalam sebuah keluarga/rumah tangga dapat mempengaruhi kualitas gizi keluarga. Ibu yang berpendidikan tinggi lebih cenderung untuk memilih makanan yang mempunyai nilai gizi lebih baik

31 untuk kebutuhan keluarganya. Penelitian Irawati, dkk (1992), menyatakan bahwa pendidikan berhubungan dengan tingkat pendapatan yang pada gilirannya akan berpengaruh terhadap konsumsi keluarga, artinya secara tidak langsung tingkat pendidikan ibu berhubungan dengan status gizi. Kemudian menurut Djoko (1993), menunjukkan bahwa ada hubungan antara tingkat pendidikan ayah dan ibu dengan keadaan gizi anak dimana semakin tinggi tingkat pendidikan ayah dan ibu maka kemungkinan anak untuk berstatus gizi baik akan semakin besar pula Hubungan antara Pekerjaan Ayah dengan Status Gizi Berdasarkan hasil uji chi-square diperoleh nilai p>0,05 yang berarti bahwa tidak ada hubungan antara jenis pekerjaan ayah dengan status gizi anak. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil yang diperoleh oleh Marbun (2002) dan Mulyani (2004) yang tidak menemukan adanya hubungan bermakna antara pekerjaan ayah dengan status gizi. Berbeda dengan hasil penelitian Ikhsanudin (2006) yang menemukan adanya hubungan antara pekerjaan ayah dengan status gizi (TB/U). Pekerjaan ayah dapat digunakan untuk mengukur tingkat sosial ekonomi keluarga. Pada beberapa penelitian telah mengemukakan bahwa pertumbuhan anak dapat dipengaruhi oleh status sosial ekonomi. Menurut Jalal dan Sukirman (1990) asset produksi pangan seperti tanah, kemampuan keluarga untuk memproduksi makanan dan besarnya penghasilan merupakan prediktor yang sensitif bagi pertumbuhan anak. Penghasilan yang diperoleh tentunya merupakan pengaruh dari pekerjaan kepala keluarga. Pekerjaan yang layak akan dapat

32 memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari terutama kebutuhan gizi, secara langsung akan berkontribusi terhadap status gizi keluarga yang lebih baik. Pekerjaan yang memiliiki penghasilan tinggi, tentunya akan meningkatkan sosial ekonomi keluarga. Dengan penghasilan tersebut kebutuhan terhadap makanan yang bergizi dan sehat dapat menunjang pembentukan status gizi yang baik untuk anggota keluarga. Ayah yang mempunyai pekerjaan meskipun dengan penghasilan yang relatif rendah nilainya, setidaknya dapat memenuhi kebutuhan keluarga daripada ayah yang tidak mempunyai pekerjaan dan penghasilan yang tidak tetap. Akan tetapi dari hasil analisis diketahui bahwa status gizi kurang lebih banyak ditemukan pada anak dengan ayah yang berkerja sebagai PNS. Berbeda dengan hasil penelitian Mulyani (2004) yang mengatakan bahwa status gizi baik lebih banyak ditemukan pada siswa yang ayahnya bekerja sebagai PNS. Jika dihubungkan dengan tingkat pendidikan ayah, sebagian besar siswa memiliki ayah dengan tingkat pendidikan rendah. Keadaan ini kemungkinan dapat menjawab kenapa anak dengan gizi kurang lebih banyak ditemukan pada ayah yang bekerja sebagai PNS. Selain itu, kondisi ini juga dipengaruhi oleh perilaku pemilihan bahan makanan oleh ibu dan budaya makan dalam keluarga itu sendiri Hubungan antara Pekerjaan Ibu dengan Status Gizi Pada penelitian ini didapatkan bahwa lebih banyak ibu yang tidak bekerja (ibu rumah tangga). Berdasarkan hasil uji chi-square diperoleh nilai p>0,05 yang berarti bahwa tidak ada hubungan antara pekerjaan ibu dengan status gizi anak.

33 Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil yang diperoleh oleh Daryono (2003) Mulyani (2004) yang tidak menemukan adanya hubungan yang bermakna antara status pekerjaan ibu dengan status gizi anak. Berberda dengan hasil yang diperoleh Marbun (2002) yang menemukan adanya hubungan antara status pekerjaan ibu dengan status gizi. Status gizi kurang lebih banyak ditemukan pada siswa yang ibunya bekerja. Hal ini disebabkan karena status pekerjaan ibu dapat mempengaruhi perilaku dan kebiaaan makan anak. Anak yang ibunya bekerja terutama di luar rumah akan mempunyai perilaku makan yang tidak baik dibandingkan anak yang ibunya tidak bekerja. Asumsinya adalah ibu yang bekerja tidak mempunyai waktu yang cukup untuk mempersiapkan dan menyediakan kebutuhan makan bagi keluarganya sehingga tugasnya dilakukan oleh orang lain seperti ibu mertua ataupun asisten rumah tangga. Keadaan ini menjadi sedikit rumit ketika ibu bekerja sebagai pencari nafkah di luar rumah untuk mendukung (membantu) ayah dalam meningkatkan sosial ekonomi keluarga. Pendapat yang sama juga diungkapkan oleh Jahari (1980) bahwa perekonomian keluarga bukan saja ditentukan oleh suami sebagai kepala keluarga, akan tetapi dapat pula ditunjang oleh istri. Dimana selain mempunyai peran dalam menyusun pola makan dalam keluarga, istri juga merupakan modal utama dalam menunjang perekonomian keluarga. Latar belakang pendidikan dan pekerjaan orang tua khususnya ibu merupakan salah satu unsur penting yang mempengaruhi keadaan gizi anak-anak. Ibu mempunyai peran dalam pemilihan pangan dan bahan

34 pangan yang akan di konsumsi oleh keluarga yang kemudian akan mempengaruhi pembentukan kebiasaan makan anak. 6.5 Hubungan antara Konsumsi Zat Gizi dengan Status Gizi Hubungan antara Konsumsi Energi dengan Status Gizi Pada penelitian ini didapatkan bahwa lebih banyak siswa yang konsumsi energinya kurang dibandingkan anak dengan konsumsi energi yang baik ( 80% AKG). Berdasarkan hasil uji chi-square diperoleh nilai p>0,05 yang berarti bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara konsumsi energi dengan status gizi anak. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang diperoleh Marbun (2002) dan Puteri (2003) yang menyatakan tidak ada hubungan bermakna antara asupan energi dengan status gizi. Namun hasil ini berbeda dengan penelitian Daryono (2003) dan Mulyani (2004) yang menemukan adanya hubungan yang signifikan antara konsumsi energi dengan status gizi. Perbedaan hasil penelitian ini dengan penelitian terdahulu kemungkinan disebabkan pada penelitian ini rata-rata konsumsi energi masih dibawah angka kecukupan gizi. Status gizi kurang lebih banyak ditemukan pada siswa dengan konsumsi energi kurang (<80% AKG). Hal ini kemungkinan disebabkan oleh ketidakmampuan tubuh mengabsorpsi zat-zat gizi yang masuk ke. dalam tubuh dan adanya gangguan pencernaan. Kebutuhan energi terutama dihasilkan dari karbohidrat dan lemak. Sumber energi utama adalah karbohidrat, karena banyak terdapat di alam dan relatif lebih murah dibandingkan protein. Jika konsumsi karbohidrat tidak mencukupi, maka kebutuhan energi akan diambil dari protein

35 dengan mengabaikan fungsinya sebagai zat pembangun. Kekurangan energi dapat berakibat pada kurang berat badan dari berat seharusnya. Pada anak usia sekolah, kekurangan energi dapat menghambat pertumbuhan. Menurut Kourlis Blatos dalam Daryono (2003) menyatakan kelebihan energi disimpan di dalam tubuh dalam bentuk lemak akan di ikat dalam jaringan adipose. Jaringan adipose sebagian besar disusun oleh sel-sel adipose, pembuluh darah, saraf, jaringan ikat dan beberapa cairan ekstraseluler. Jaringan adipose sebagian besar tersusun 70% lemak trigliserida. Secara khusus hampir separuh dari lemak tubuh (trigliserida) akan disimpan dibawah lapisan kulit dan separuhnya menumpuk di organ dalam khususnya di ginjal dan usus Hubungan antara Konsumsi Protein dengan Status Gizi Pada penelitian ini didapatkan bahwa lebih banyak anak yang konsumsi proteinnya kurang dibandingkan anak dengan konsumsi protein baik ( 80% AKG). Berdasarkan uji statistik chi-square diperoleh nilai p>0,05 yang berarti bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna antara konsumsi protein dengan status gizi. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Marbun (2002) dan Puteri (2003) yang menyatakan tidak ada hubungan bermakna antara asupan protein dengan status gizi. Namun, hasil ini berbeda dengan hasil yang didapatkan oleh Daryono (2003) dan Mulyani (2004) yang menyatakan ada hubungan bermakna antara konsumsi protein dengan status gizi. Hasil ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Suhardjo (1992) menyatakan kenaikan berat badan dapat

36 diakibatkan oleh peningkatan asupan energi protein disertai peningkatan asupan energi karena protein dapat diubah dan berfungsi sebagai sumber energi. Status gizi lebih banyak ditemukan pada anak dengan konsumsi protein yang baik dibandingkan anak dengan konsumsi protein kurang. Status gizi kurang lebih banyak ditemukan pada siswa dengan konsumsi protein baik ( 80% AKG). Meskipun konsumsi protein siswa sebagian besar baik, tetapi jika konsumsi energinya kurang maka protein akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan energi tubuh. Hal ini sesuai dengan pendapat Almatsier (2001) yang mengatakan absorpsi protein oleh karena suatu sebab mungkin tidak terjadi secara komplit. Hal ini dapat disebabkan karena struktur fisika atau kimia protein tidak dapat dicerna dan dikeluarkan melalui usus halus tanpa perubahan. Pada anak usia sekolah, protein yang dibutuhkan harus berkualitas tinggi karena anak berada pada masa pertumbuhan. Tubuh yang menerima cukup makanan bergizi mempunyai simpanan protein yang dapat digunakan sebagai cadangan. Tetapi bila tidak mencukupi kebutuhan tubuh dan berlangsung lama, gejala-gejala kurang protein akan timbul. Dalam tubuh tidak ada penyimpanan yang sebenarnya bagi protein yang belebihan sebagaimana halnya bagi lemak dan dalam taraf rendah untuk karbohidrat dalam bentuk glikogen. Protein merupakan zat gizi yang paling banyak dalam tubuh setelah air, jika cukup karbohidrat dan lemak dimakan untuk menutup pengeluaran energi yang meningkat, kerja dan bentuk kegiatan lain yang biasanya tidak meningkatkan kebutuhan protein dalam makanan (Almatsier, 2003).

BAB 1. Keberhasilan pembangunan nasional suatu bangsa ditentukan oleh. ketersediaan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas, yaitu SDM yang

BAB 1. Keberhasilan pembangunan nasional suatu bangsa ditentukan oleh. ketersediaan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas, yaitu SDM yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberhasilan pembangunan nasional suatu bangsa ditentukan oleh ketersediaan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas, yaitu SDM yang memiliki ketangguhan fisik, mental

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Status Gizi 2.1.1 Definisi Status gizi merupakan ekspresi dari keseimbangan antara makanan yang masuk ke dalam tubuh sebagai zat gizi yang dibutuhkan oleh tubuh (Supariasa, dkk,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Gizi Kurang Zat gizi adalah ikatan kimia yang diperlukan tubuh untuk melakukan fungsinya, yaitu menghasilkan energi, membangun dan memelihara jaringan, serta mengatur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada kelompok anak usia sekolah, termasuk remaja usia 16-18

BAB I PENDAHULUAN. Pada kelompok anak usia sekolah, termasuk remaja usia 16-18 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada kelompok anak usia sekolah, termasuk remaja usia 16-18 tahun, sarapan berfungsi sumber energi dan zat gizi agar dapat berpikir, belajar dan melakukan aktivitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan utama pembangunan nasional adalah peningkatan kualitas Sumber

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan utama pembangunan nasional adalah peningkatan kualitas Sumber BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tujuan utama pembangunan nasional adalah peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) yang dilakukan secara berkelanjutan. Upaya peningkatan kualitas SDM dimulai

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. tetapi pada masa ini anak balita merupakan kelompok yang rawan gizi. Hal ini

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. tetapi pada masa ini anak balita merupakan kelompok yang rawan gizi. Hal ini BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Masalah Gizi Pada Anak Balita Masa balita merupakan periode penting dalam tumbuh kembang anak. Akan tetapi pada masa ini anak balita merupakan kelompok yang rawan gizi. Hal

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Status Gizi Status gizi adalah keseimbangan antara pemasukan zat gizi dari bahan makanan yang dimakan dengan bertambahnya pertumbuhan aktifitas dan metabolisme dalam tubuh. Status

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Berat Badan Lahir Cukup (BBLC) a. Definisi Berat badan lahir adalah berat badan yang didapat dalam rentang waktu 1 jam setelah lahir (Kosim et al., 2014). BBLC

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sarapan Pagi Sarapan pagi adalah makanan atau minuman yang memberikan energi dan zat gizi lain yang dikonsumsi pada waktu pagi hari. Makan pagi ini penting karena makanan yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pola Makan Pola makan adalah berbagai informasi yang memberikan gambaran mengenai jumlah dan jenis bahan makanan yang dimakan setiap hari oleh satu orang dan merupakan ciri

Lebih terperinci

HUBUNGAN ASUPAN GIZI MAKAN PAGI DAN MAKAN SIANG DENGAN STATUS GIZI DAN KESEGARAN JASMANI PADA ANAK SEKOLAH DASAR NEGERI TEMBALANG SEMARANG TAHUN 2012

HUBUNGAN ASUPAN GIZI MAKAN PAGI DAN MAKAN SIANG DENGAN STATUS GIZI DAN KESEGARAN JASMANI PADA ANAK SEKOLAH DASAR NEGERI TEMBALANG SEMARANG TAHUN 2012 HUBUNGAN ASUPAN GIZI MAKAN PAGI DAN MAKAN SIANG DENGAN STATUS GIZI DAN KESEGARAN JASMANI PADA ANAK SEKOLAH DASAR NEGERI TEMBALANG SEMARANG TAHUN 2012 Mulinatus Saadah 1. Mahasiswa Peminatan Gizi Kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. zat-zat gizi. Oleh karena itu, manusia dalam kesehariannya tidak terlepas dari

BAB I PENDAHULUAN. zat-zat gizi. Oleh karena itu, manusia dalam kesehariannya tidak terlepas dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Makanan adalah kebutuhan pokok manusia yang diperlukan oleh tubuh dalam kehidupan sehari-hari dalam jumlah yang cukup sebagai sumber energi dan zat-zat gizi. Oleh karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. zat seng / zinc. Padahal zinc merupakan co-faktor hampir 100 enzim yang

BAB I PENDAHULUAN. zat seng / zinc. Padahal zinc merupakan co-faktor hampir 100 enzim yang BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Masalah gizi pada anak sekolah dasar masih cukup memprihatinkan. Hal ini dapat terlihat dari beberapa penelitian yang dilakukan terhadap anak usia sekolah dasar di Indonesia.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Status Gizi Pertumbuhan seorang anak bukan hanya sekedar gambaran perubahan antropometri (berat badan, tinggi badan, atau ukuran tubuh lainnya) dari waktu ke waktu, tetapi lebih

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Status Gizi 1. Pengertian status gizi Status gizi adalah suatu keadaan tubuh yang diakibatkan oleh keseimbangan antara asupan zat gizi dengan kebutuhan. Jika keseimbangan tadi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. beberapa zat gizi tidak terpenuhi atau zat-zat gizi tersebut hilang dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. beberapa zat gizi tidak terpenuhi atau zat-zat gizi tersebut hilang dengan BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keadaan gizi kurang dapat ditemukan pada setiap kelompok masyarakat. Pada hakekatnya keadaan gizi kurang dapat dilihat sebagai suatu proses kurang asupan makanan ketika

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Sarapan Pagi

TINJAUAN PUSTAKA. A. Sarapan Pagi Kecukupan Tingkat Kecukupan Asupan Kebiasaan Protein Pengetahuan Pendidikan energi Perilaku Energi Energi makan BAB dan ibu di dan protein Gizi sekolah pagi II Pengetahuan gizi Ibu Protein ibu Sarapan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI. dikonsumsi secara normal melalui proses digesti, absorpsi, transportasi,

BAB II TINJAUAN TEORI. dikonsumsi secara normal melalui proses digesti, absorpsi, transportasi, BAB II TINJAUAN TEORI 2.1 Status Gizi Gizi adalah suatu proses organisme menggunakan makanan yang dikonsumsi secara normal melalui proses digesti, absorpsi, transportasi, penyimpanan, metabolisme, dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kekurangan Energi Kronis (KEK) 1. Pengertian Kekurangan Energi Kronis (KEK) adalah keadaan ibu hamil dan WUS (Wanita Usia Subur) yang kurang gizi diakibatkan oleh kekurangan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Gambaran Umum Rumah Sakit RSUD dr. Moewardi. 1. Rumah Sakit Umum Daerah dr. Moewardi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Gambaran Umum Rumah Sakit RSUD dr. Moewardi. 1. Rumah Sakit Umum Daerah dr. Moewardi BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Rumah Sakit RSUD dr. Moewardi 1. Rumah Sakit Umum Daerah dr. Moewardi RSUD dr. Moewardi adalah rumah sakit umum milik pemerintah Propinsi Jawa Tengah. Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tujuan Millenium Development Goals (MDGs) ialah. menurunkan angka kematian anak (Bappenas, 2007). Kurang gizi merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tujuan Millenium Development Goals (MDGs) ialah. menurunkan angka kematian anak (Bappenas, 2007). Kurang gizi merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu tujuan Millenium Development Goals (MDGs) ialah menurunkan angka kematian anak (Bappenas, 2007). Kurang gizi merupakan faktor langsung dan tidak langsung

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hidup anak sangat tergantung pada orang tuanya (Sediaoetama, 2008).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hidup anak sangat tergantung pada orang tuanya (Sediaoetama, 2008). BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anak Balita Anak balita merupakan kelompok yang menunjukkan pertumbuhan yang pesat sehingga memerlukan zat gizi yang tinggi setiap kilogram berat badannya. Anak balita ini justru

Lebih terperinci

BAB 5 HASIL. 29 Hubungan antara..., Wita Rizki Amelia, FKM UI, Universitas Indonesia

BAB 5 HASIL. 29 Hubungan antara..., Wita Rizki Amelia, FKM UI, Universitas Indonesia BAB 5 HASIL 5.1 Gambaran Umum RSUPN Dr.Cipto Mangunkusumo (RSCM) merupakan rumah sakit rujukan nasional yang melayani pasien dari seluruh wilayah Indonesia bahkan ada beberapa diantaranya adalah warga

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Status Gizi 1. Pengertian Status Gizi Menurut Supariasa dkk (2002) status gizi merupakan ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk variabel tertentu sedangkan menurut Almatsier

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Obesitas Obesitas adalah kondisi kelebihan berat tubuh akibat tertimbun lemak yang melebihi 25 % dari berat tubuh, orang yang kelebihan berat badan biasanya karena kelebihan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. demikian derajat kesehatan di Indonesia masih terhitung rendah apabila

BAB I PENDAHULUAN. demikian derajat kesehatan di Indonesia masih terhitung rendah apabila BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Program kesehatan yang dilaksanakan secara berkesinambungan dalam tiga dekade ini telah cukup berhasil meningkatkan derajat kesehatan. Namun demikian derajat kesehatan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. (SDM) yang berkualitas, sehat, cerdas, dan produktif (Hadi, 2005). bangsa bagi pembangunan yang berkesinambungan (sustainable

BAB 1 PENDAHULUAN. (SDM) yang berkualitas, sehat, cerdas, dan produktif (Hadi, 2005). bangsa bagi pembangunan yang berkesinambungan (sustainable BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberhasilan pembangunan suatu bangsa sangat tergantung kepada keberhasilan bangsa itu sendiri dalam menyiapkan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas, sehat, cerdas,

Lebih terperinci

BAB 5 HASIL PENELITIAN. 5.1 Gambaran Umum Pemberian ASI Eksklusif Di Indonesia

BAB 5 HASIL PENELITIAN. 5.1 Gambaran Umum Pemberian ASI Eksklusif Di Indonesia BAB 5 HASIL PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Pemberian ASI Eksklusif Di Indonesia Berdasarkan laporan Biro Pusat Statistik (2008), pada hasil Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2007 menunjukkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia bagi keberhasilan pembangunan bangsa. Anak sekolah

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia bagi keberhasilan pembangunan bangsa. Anak sekolah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak sekolah merupakan aset negara yang sangat penting sebagai sumber daya manusia bagi keberhasilan pembangunan bangsa. Anak sekolah dasar adalah anak yang berusia

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA TEORI DAN HIPOTESIS

BAB II KERANGKA TEORI DAN HIPOTESIS DAFTAR ISI Halaman ABSTRAK... ii LEMBAR PERSETUJUAN SKRIPSI... iii LEMBAR PENGESAHAN... iv DAFTAR RIWAYAT HIDUP... v SURAT PERNYATAAN... vi KATA PENGANTAR... vii DAFTAR ISI... ix DAFTAR TABEL... xii DAFTAR

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Energi dan Protein 1. Kebutuhan Energi Energi digunakan untuk pertumbuhan, sebagian kecil lain digunakan untuk aktivitas, tetapi sebagian besar dimanfaatkan untuk metabolisme

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. A. Analisis Univariat. 1. Karakteristik responden. Reponden pada penelitian ini adalah anak sekolah dasar kelas

BAB V PEMBAHASAN. A. Analisis Univariat. 1. Karakteristik responden. Reponden pada penelitian ini adalah anak sekolah dasar kelas BAB V PEMBAHASAN A. Analisis Univariat 1. Karakteristik responden Reponden pada penelitian ini adalah anak sekolah dasar kelas 4 dan 5 usia minumum yaitu 127 bulan dan maximum yaitu 161 bulan. Jumlah responden

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA HIGIENE PERORANGAN, FREKUENSI KONSUMSI DAN SUMBER MAKANAN JAJANAN DENGAN KEJADIAN DIARE

HUBUNGAN ANTARA HIGIENE PERORANGAN, FREKUENSI KONSUMSI DAN SUMBER MAKANAN JAJANAN DENGAN KEJADIAN DIARE HUBUNGAN ANTARA HIGIENE PERORANGAN, FREKUENSI KONSUMSI DAN SUMBER MAKANAN JAJANAN DENGAN KEJADIAN DIARE NASKAH PUBLIKASI SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Derajat Sarjana Gizi Pada Fakultas

Lebih terperinci

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB 5 HASIL PENELITIAN BAB 5 HASIL PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Asrama Asrama UI adalah suatu penunjang fasilitas akademik bagi para mahasiswa UI yang merupakan tempat tinggal sementara bagi para mahasiswa yang membutuhkan dan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Visi baru pembangunan kesehatan direfleksikan dalam bentuk motto yang berbunyi Indonesia Sehat 2010. Tahun 2010 dipilih dengan pertimbangan bahwa satu dasawarsa merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. generasi penerus bangsa. Upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia

BAB I PENDAHULUAN. generasi penerus bangsa. Upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak usia sekolah adalah investasi bangsa, karena mereka adalah generasi penerus bangsa. Upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia harus dilakukan sejak dini, secara

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Desain, Waktu dan Tempat Cara Pemilihan Contoh

METODE PENELITIAN Desain, Waktu dan Tempat Cara Pemilihan Contoh METODE PENELITIAN Desain, Waktu dan Tempat Penelitian mengenai Pemberian Makanan Tambahan (PMT) biskuit yang disubstitusi tepung Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) pada balita gizi kurang dan gizi buruk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. anak menjadi lemah dan cepat lelah serta berakibat meningkatnya angka absensi serta

BAB I PENDAHULUAN. anak menjadi lemah dan cepat lelah serta berakibat meningkatnya angka absensi serta 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Usia sekolah merupakan masa pertumbuhan bagi anak sehingga memerlukan gizi yang cukup dan seimbang. Defisiensi gizi pada usia sekolah dapat menyebabkan anak menjadi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pola Konsumsi Makanan Dalam kehidupan sehari-hari, orang tidak terlepas dari makanan karena makanan adalah salah satu kebutuhan pokok manusia. Fungsi pokok makanan adalah untuk

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. B. PENILAIAN STATUS GIZI Ukuran ukuran tubuh antropometri merupakan refleksi darik pengaruh 4

TINJAUAN PUSTAKA. B. PENILAIAN STATUS GIZI Ukuran ukuran tubuh antropometri merupakan refleksi darik pengaruh 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. STATUS GIZI Status gizi anak pada dasarnya ditentukan oleh dua hal yaitu makanan yang dikonsumsi dan kesehatan anak itu sendiri. Kualitas dan kuantitas bahan makanan yang dikonsumsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UNIVERSITAS ESA UNGGUL

BAB I PENDAHULUAN UNIVERSITAS ESA UNGGUL 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anak sekolah merupakan generasi penerus dan modal pembangunan. Oleh karena itu, tingkat kesehatannya perlu dibina dan ditingkatkan. Salah satu upaya kesehatan tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN (6; 1) (11)

BAB I PENDAHULUAN (6; 1) (11) anemia. (14) Remaja putri berisiko anemia lebih besar daripada remaja putra, karena BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anemia adalah keadaan dimana jumlah eritrosit dalam darah kurang dari yang dibutuhkan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian

METODE PENELITIAN. Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian 23 METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian Desain penelitian ini adalah crosssectional study dimana seluruh paparan dan outcome diamati pada saat bersamaan dan pengumpulan data dilakukan

Lebih terperinci

METODOLOGI Desain, Tempat dan Waktu Penelitian Jumlah dan Teknik Penarikan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data

METODOLOGI Desain, Tempat dan Waktu Penelitian Jumlah dan Teknik Penarikan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data 18 METODOLOGI Desain, Tempat dan Waktu Penelitian Desain penelitian ini adalah cross sectional study dimana seluruh pengumpulan data dilakukan pada satu waktu. Penelitian ini dilakukan di SD Negeri 1 Malangsari

Lebih terperinci

KEBIASAAN JAJAN ANAK SEKOLAH DASAR DAN HUBUNGANNYA TERHADAP STATUS GIZI DI SEKOLAH DASAR SUNGAI RAMBUTAN KABUPATEN OGAN ILIR

KEBIASAAN JAJAN ANAK SEKOLAH DASAR DAN HUBUNGANNYA TERHADAP STATUS GIZI DI SEKOLAH DASAR SUNGAI RAMBUTAN KABUPATEN OGAN ILIR JURNAL Jurnal ILMU Ilmu KESEHATAN Kesehatan Masyarakat MASYARAKAT VOLUME 2 Nomor 03 November 20 Artikel Penelitian KEBIASAAN JAJAN ANAK SEKOLAH DASAR DAN HUBUNGANNYA TERHADAP STATUS GIZI DI SEKOLAH DASAR

Lebih terperinci

ISSN Vol 2, Oktober 2012

ISSN Vol 2, Oktober 2012 ISSN 2 57 Vol 2, Oktober 22 HUBUNGAN STATUS GIZI DAN JENIS SARAPAN PAGI SERTA TINGKAT PENDAPATAN DENGAN PRESTASI BELAJAR SISWA KELAS IV DAN V SDN PULAU LAWAS KECAMATAN BANGKINANG SEBERANG SYAFRIANI Dosen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terpenuhi. Anak sekolah yang kekurangan gizi disebabkan oleh kekurangan gizi pada

BAB I PENDAHULUAN. terpenuhi. Anak sekolah yang kekurangan gizi disebabkan oleh kekurangan gizi pada BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Keadaan gizi kurang dapat ditemukan pada setiap kelompok masyarakat. Pada hakikatnya keadaan gizi kurang dapat dilihat sebagai suatu proses kurang asupan makanan ketika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan kecerdasan anak. Pembentukan kecerdasan pada masa usia

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan kecerdasan anak. Pembentukan kecerdasan pada masa usia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Status gizi memiliki pengaruh yang sangat besar dalam mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas di masa yang akan datang. Status gizi berhubungan dengan kecerdasan

Lebih terperinci

Konsumsi Pangan Sumber Fe ANEMIA. Perilaku Minum Alkohol

Konsumsi Pangan Sumber Fe ANEMIA. Perilaku Minum Alkohol 15 KERANGKA PEMIKIRAN Anemia merupakan kondisi kurang darah yang terjadi bila kadar hemoglobin darah kurang dari normal (Depkes 2008). Anemia hampir dialami oleh semua tingkatan umur dan salah satunya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hari dalam jumlah tertentu sebagai sumber energy dan zat-zat gizi. Kekurangan

BAB I PENDAHULUAN. hari dalam jumlah tertentu sebagai sumber energy dan zat-zat gizi. Kekurangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pangan merupakan salah satu kebutuhan pokok yang dibutuhkan setiap hari dalam jumlah tertentu sebagai sumber energy dan zat-zat gizi. Kekurangan atau kelebihan dalam

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA HUBUNGAN KARAKTERISTIK INDIVIDU GAYA HIDUP DAN KONSUMSI ZAT GIZI TERHADAP STATUS IMT LANSIA DI 3 POSBINDU KELURAHAN RANGKAPAN JAYA LAMA KECAMATAN PANCORAN MAS KOTA DEPOK TAHUN 2008

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Permasalahan Gizi Pada Balita

TINJAUAN PUSTAKA Permasalahan Gizi Pada Balita 6 TINJAUAN PUSTAKA Permasalahan Gizi Pada Balita Gizi merupakan hal penting dalam pembangunan, karena gizi adalah investasi dalam pembangunan. Gizi yang baik dapat memicu terjadi pembangunan yang pesat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang penting dilakukan sebelum mengisi aktivitas yang lain setiap hari. Sarapan dibutuhkan

BAB I PENDAHULUAN. yang penting dilakukan sebelum mengisi aktivitas yang lain setiap hari. Sarapan dibutuhkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sarapan pagi merupakan makanan yang dimakan setiap pagi hari atau suatu kegiatan yang penting dilakukan sebelum mengisi aktivitas yang lain setiap hari. Sarapan dibutuhkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Indeks Masa Tubuh 2.1.1. Defenisi Indeks Masa Tubuh Indeks Massa tubuh (IMT) adalah alat ukur paling umum yang digunakan untuk mendefenisikan status berat badan anak, remaja,

Lebih terperinci

67,3 54,5 43,6 32,7 1,8 0. Kategori umur orangtua contoh. Gambar 3 Sebaran umur orangtua contoh

67,3 54,5 43,6 32,7 1,8 0. Kategori umur orangtua contoh. Gambar 3 Sebaran umur orangtua contoh 31 Karakteristik Sosial Ekonomi keluarga Umur orangtua Sebaran umur orangtua contoh dikelompokkan menjadi empat golongan, yaitu kelompok remaja (

Lebih terperinci

anak yang berusia di bawahnya. Pada usia ini pemberian makanan untuk anak lakilaki dan perempuan mulai dibedakan.

anak yang berusia di bawahnya. Pada usia ini pemberian makanan untuk anak lakilaki dan perempuan mulai dibedakan. WHO memberi batasan anak usia sekolah adalah anak dengan usia 6-12 tahun. Mereka berbeda dengan orang dewasa, karena anak mempunyai ciri yang khas yaitu selalu tumbuh dan berkembang, sampai berakhirnya

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ANEMIA GIZI BESI PADA TENAGA KERJA WANITA DI PT HM SAMPOERNA Oleh : Supriyono *)

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ANEMIA GIZI BESI PADA TENAGA KERJA WANITA DI PT HM SAMPOERNA Oleh : Supriyono *) FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ANEMIA GIZI BESI PADA TENAGA KERJA WANITA DI PT HM SAMPOERNA Oleh : Supriyono *) PENDAHULUAN Gizi merupakan salah satu penentu kualitas sumber daya manusia. Kekurangan gizi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dipengaruhi oleh keadaan gizi (Kemenkes, 2014). Indonesia merupakan akibat penyakit tidak menular.

BAB 1 PENDAHULUAN. dipengaruhi oleh keadaan gizi (Kemenkes, 2014). Indonesia merupakan akibat penyakit tidak menular. BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu ciri bangsa maju adalah bangsa yang memiliki tingkat kesehatan, kecerdasan, dan produktivitas kerja yang tinggi. Ketiga hal ini dipengaruhi oleh keadaan gizi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Status Gizi 2.1.1 Pengertian Status Gizi Status gizi adalah keadaan kesehatan individu-individu atau kelompok-kelompok yang ditentukan oleh derajat kebutuhan fisik akan energi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lum masa dewasa dari usia tahun. Masa remaja dimulai dari saat pertama

BAB I PENDAHULUAN. lum masa dewasa dari usia tahun. Masa remaja dimulai dari saat pertama BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Remaja didefinisikan oleh WHO sebagai suatu periode pertumbuhan dan perkembangan manusia yang terjadi setelah masa anak-anak dan sebe lum masa dewasa dari usia 10-19

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Status Gizi 1. Pengertian Status Gizi Status gizi atau tingkat konsumsi pangan adalah suatu bagian penting dari status kesehatan seseorang (Suhardjo, 1989). Menurut Roedjito

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (mordibity) dan angka kematian (mortality). ( Darmadi, 2008). Di negara

BAB I PENDAHULUAN. (mordibity) dan angka kematian (mortality). ( Darmadi, 2008). Di negara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakancg Pada negara-negara berkembang seperti halnya Indonesia, penyakit infeksi masih merupakan penyebab utama tingginya angka kesakitan (mordibity) dan angka kematian (mortality).

Lebih terperinci

1 Universitas Indonesia

1 Universitas Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kurang Energi Protein (KEP) merupakan salah satu masalah gizi utama di Indonesia. Keadaan ini banyak diderita oleh kelompok balita yang merupakan generasi penerus bangsa.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan untuk melaksanakan pembangunan nasional. Untuk mencapai SDM

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan untuk melaksanakan pembangunan nasional. Untuk mencapai SDM BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan faktor utama yang diperlukan untuk melaksanakan pembangunan nasional. Untuk mencapai SDM berkualitas faktor gizi memegang

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gizi 2.1.1. Definisi Gizi Ilmu gizi adalah ilmu yang mempelajari proses yang terjadi pada organisme hidup. Proses tersebut mencakup pengambilan dan pengolahan zat padat dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bagi kelangsungan hidup suatu bangsa. Status gizi yang baik merupakan

BAB I PENDAHULUAN. bagi kelangsungan hidup suatu bangsa. Status gizi yang baik merupakan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keadaan gizi yang baik dapat dicapai dengan memperhatikan pola konsumsi makanan terutama energi, protein, dan zat gizi mikro. Pola konsumsi makanan harus memperhatikan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu)

TINJAUAN PUSTAKA Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) 5 TINJAUAN PUSTAKA Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) Posyandu merupakan salah satu bentuk kegiatan dari Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa (LKMD), dimana masyarakat antara lain melalui kader-kader yang terlatih

Lebih terperinci

METODE. n = Z 2 P (1- P)

METODE. n = Z 2 P (1- P) 18 METODE Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian ini menggunakan desain cross sectional study yaitu pengamatan yang dilakukan sekaligus pada satu waktu. Lokasi penelitian adalah TKA Plus Ihsan Mulya Cibinong.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. setelah dikonsumsi mengalami proses pencernaan di dalam alat pencernaan.

BAB 1 PENDAHULUAN. setelah dikonsumsi mengalami proses pencernaan di dalam alat pencernaan. BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Zat gizi adalah bahan dasar yang menyusun bahan makanan. Makanan setelah dikonsumsi mengalami proses pencernaan di dalam alat pencernaan. Bahan makanan diuraikan menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia, masalah gizi perlu mendapatkan perhatian dari

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia, masalah gizi perlu mendapatkan perhatian dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di Indonesia, masalah gizi perlu mendapatkan perhatian dari pemerintah terutama bagi remaja putri usia sekolah. Hal ini dilakukan karena pada remaja putri usia sekolah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian dan Karakteristik Anak Sekolah Dasar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian dan Karakteristik Anak Sekolah Dasar BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anak Sekolah Dasar 2.1.1. Pengertian dan Karakteristik Anak Sekolah Dasar Anak sekolah dasar adalah anak yang berusia 7-12 tahun, memiliki fisik lebih kuat mempunyai sifat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja merupakan tahap di mana seseorang mengalami sebuah masa transisi menuju dewasa. Remaja adalah tahap umur yang datang setelah masa kanakkanak berakhir, ditandai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bentuk variabel tertentu atau perwujudan dari nutritute dalam bentuk. variabel tertentu ( Istiany, 2013).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bentuk variabel tertentu atau perwujudan dari nutritute dalam bentuk. variabel tertentu ( Istiany, 2013). BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Status Gizi a. Definisi Status Gizi Staus gizi merupakan ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk variabel tertentu atau perwujudan dari nutritute dalam

Lebih terperinci

BAB 4 METODE PENELITIAN

BAB 4 METODE PENELITIAN BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1 Desain Penelitian Melihat tujuan penelitian untuk mengetahui hubungan antara indeks massa tubuh dan faktor-faktor lainnya dengan status lemak tubuh pada pramusaji di Pelayanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengaruh negatif yang secara langsung maupun tidak langsung. yang berperan penting terhadap munculnya overweight (Hadi, 2005).

BAB I PENDAHULUAN. pengaruh negatif yang secara langsung maupun tidak langsung. yang berperan penting terhadap munculnya overweight (Hadi, 2005). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara berkembang yang memiliki berbagai masalah gizi, seperti gizi kurang dan gizi lebih. Gizi lebih sering terjadi pada kota besar karena biasanya

Lebih terperinci

BAB II T1NJAUAN PUSTAKA

BAB II T1NJAUAN PUSTAKA BAB II T1NJAUAN PUSTAKA A. Pola Konsumsi Anak Balita Pola konsumsi makan adalah kebiasaan makan yang meliputi jumlah, frekuensi dan jenis atau macam makanan. Penentuan pola konsumsi makan harus memperhatikan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis Penelitian ini merupakan explanatory research yaitu penelitian yang menjelaskan hubungan dua atau lebih variabel yang akan diteliti. Metode yang digunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan pembangunan nasional suatu bangsa ditentukan oleh

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan pembangunan nasional suatu bangsa ditentukan oleh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberhasilan pembangunan nasional suatu bangsa ditentukan oleh ketersediaan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas yang memiliki fisik tanggung, mental yang kuat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gizi merupakan sebuah masalah keluarga yang sifatnya jangka panjang dan kebisaan makan yang sehat harus dimulai sejak dini. Masalah gizi pada anak di Indonesia akhir-akhir

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menyebabkan anak balita ini rawan gizi dan rawan kesehatan antara lain : sehingga perhatian ibu sudah berkurang.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menyebabkan anak balita ini rawan gizi dan rawan kesehatan antara lain : sehingga perhatian ibu sudah berkurang. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anak Balita Anak Balita merupakan kelompok umur yang rawan gizi dan rawan penyakit. Kelompok ini yang merupakan kelompok umur yang paling menderita akibat gizi (KKP), dan jumlahnya

Lebih terperinci

PERBEDAAN PENGGUNAAN INDEKS MEMBERIKAN PREVALENSI STATUS GIZI YG. BERBEDA.

PERBEDAAN PENGGUNAAN INDEKS MEMBERIKAN PREVALENSI STATUS GIZI YG. BERBEDA. INDEKS ANTROPOMETRI INDEKS YG SERING DIGUNAKAN : 1. BERAT BADAN MENURUT UMUR (BB/U) 2. TINGGI BADAN MENURUT UMUR (TB/U) 3. BERAT BADAN MENURUT TINGGI BADAN ( BB/TB) PERBEDAAN PENGGUNAAN INDEKS MEMBERIKAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masalah gizi khususnya balita stunting dapat menghambat proses

BAB I PENDAHULUAN. Masalah gizi khususnya balita stunting dapat menghambat proses BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah gizi khususnya balita stunting dapat menghambat proses tumbuh kembang balita. Balita pendek memiliki dampak negatif yang akan berlangsung dalam kehidupan selanjutnya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hipertensi memiliki istilah lain yaitu silent killer dikarenakan penyakit ini

BAB I PENDAHULUAN. Hipertensi memiliki istilah lain yaitu silent killer dikarenakan penyakit ini BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Hipertensi memiliki istilah lain yaitu silent killer dikarenakan penyakit ini biasanya menyerang tanpa tanda-tanda. Hipertensi itu sendiri bisa menyebabkan berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keseimbangan masukan dan pengeluaran asupan zat gizi. Asupan. ketiga zat gizi tersebut merupakan zat gizi makro yang diperlukan

BAB I PENDAHULUAN. keseimbangan masukan dan pengeluaran asupan zat gizi. Asupan. ketiga zat gizi tersebut merupakan zat gizi makro yang diperlukan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Status gizi merupakan status kesehatan yang dihasilkan dari keseimbangan masukan dan pengeluaran asupan zat gizi. Asupan energi dan zat gizi makro seperti protein

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengukuran Indeks Pembangunan Manusia ( IPM ), kesehatan adalah salah

BAB I PENDAHULUAN. pengukuran Indeks Pembangunan Manusia ( IPM ), kesehatan adalah salah BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Kesehatan merupakan investasi untuk mendukung pembangunan ekonomi serta memiliki peran penting dalam upaya penanggulangan kemiskinan. Pembangunan kesehatan harus dipandang

Lebih terperinci

HUBUNGAN FAKTOR MAKANAN DENGAN KADAR GULA DARAH PRA LANSIA DI DESA PESUDUKUH KECAMATAN BAGOR KABUPATEN NGANJUK

HUBUNGAN FAKTOR MAKANAN DENGAN KADAR GULA DARAH PRA LANSIA DI DESA PESUDUKUH KECAMATAN BAGOR KABUPATEN NGANJUK HUBUNGAN FAKTOR MAKANAN DENGAN KADAR GULA DARAH PRA LANSIA DI DESA PESUDUKUH KECAMATAN BAGOR KABUPATEN NGANJUK Lexy Oktora Wilda STIKes Satria Bhakti Nganjuk lexyow@gmail.com ABSTRAK Background. Prevalensi

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Almatsier, Sunita Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

DAFTAR PUSTAKA. Almatsier, Sunita Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. DAFTAR PUSTAKA Almatsier, Sunita. 2003. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Ariawan, Iwan. 1998. Besar dan Metode Sampel Pada Penelitian Kesehatan. Jurusan Biostatistik

Lebih terperinci

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB 5 HASIL PENELITIAN BAB 5 HASIL PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Hasil Peneltian Dari hasil penelitian dapat di simpulkan bahwa kejadian BBLR pada kelompok vegetarian di 17 kota di Indonesia tahun 2009 adalah rendah, dengan persentase

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lainnya gizi kurang, dan yang status gizinya baik hanya sekitar orang anak

BAB I PENDAHULUAN. lainnya gizi kurang, dan yang status gizinya baik hanya sekitar orang anak BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Hasil analisis data dari Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas 2005) menunjukkan bahwa telah terjadi peningkatan gizi kurang pada anak usia sekolah yaitu

Lebih terperinci

BAB I PEN DAHULUAN. prasarana pendidikan yang dirasakan masih kurang khususnya didaerah pedesaan.

BAB I PEN DAHULUAN. prasarana pendidikan yang dirasakan masih kurang khususnya didaerah pedesaan. BAB I PEN DAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu masalah pembangunan nasional adalah rendahnya kualitas SDM. Masalah ini dipengaruhi oleh banyak faktor, seperti gizi makanan, sikap masyarakat terhapat pendidikan,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Anak Balita (1 5 Tahun) Anak balita adalah anak yang berusia 1-5 tahun. Pada kelompok usia ini, pertumbuhan anak tidak sepesat masa bayi, tapi aktifitasnya lebih banyak (Azwar,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Status Gizi Status gizi adalah tingkat kesehatan seseorang atau masyarakat yang di pengaruhi oleh makanan yang dikonsumsi di nilaidengan ukuran atau parameer gizi.balita yang

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian Jumlah dan Cara Pengambilan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data

METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian Jumlah dan Cara Pengambilan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data 23 METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan melalui pendekatan kuantitatif dengan menggunakan desain cross sectional study yaitu pengamatan terhadap paparan dan outcome

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. gaya hidup dan kebiasan makan remaja mempengaruhui baik asupan

BAB I PENDAHULUAN. gaya hidup dan kebiasan makan remaja mempengaruhui baik asupan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Usia remaja merupakan periode rawan gizi. Hal ini disebabkan karena pada usia remaja memerlukan zat gizi yang lebih tinggi, perubahan gaya hidup dan kebiasan makan remaja

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. kemungkinan diskriminasi dari lingkungan sekitar. Gizi lebih yang terjadi pada remaja,

BAB 1 : PENDAHULUAN. kemungkinan diskriminasi dari lingkungan sekitar. Gizi lebih yang terjadi pada remaja, BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gizi lebih merupakan keadaan patologis, yaitu dengan terdapatnya penimbunan lemak yang berlebihan dari yang diperlukan untuk fungsi tubuh yang normal. (1) Gizi lebih

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. n = z 2 α/2.p(1-p) = (1,96) 2. 0,15 (1-0,15) = 48,9 49 d 2 0,1 2

METODE PENELITIAN. n = z 2 α/2.p(1-p) = (1,96) 2. 0,15 (1-0,15) = 48,9 49 d 2 0,1 2 METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian Penelitian ini desain population survey, yaitu dengan mensurvei sebagian dari populasi balita yang ada di lokasi penelitian selama periode waktu tertentu.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dari persentase pria dan wanita dari penduduk lanjut usia berdasarkan estimasi

BAB 1 PENDAHULUAN. dari persentase pria dan wanita dari penduduk lanjut usia berdasarkan estimasi BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jumlah penduduk lanjut usia pria lebih rendah dibanding wanita. Terlihat dari persentase pria dan wanita dari penduduk lanjut usia berdasarkan estimasi dan proyeksi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 24 HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Geografis Daerah Khusus Ibukota Jakarta (DKI Jakarta) adalah sebuah provinsi sekaligus ibu kota negara Indonesia. Jakarta terletak di bagian barat laut Pulau

Lebih terperinci

BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Uji Validitas dan Reliabilitas Uji validitas dan reliabilitas dilakukan sebelum penelitian dimulai. Kuisioner divalidasi dengan cara diuji coba pada 30 orang yang mana 20

Lebih terperinci

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB 5 HASIL PENELITIAN BAB 5 HASIL PENELITIAN 5.1 Analisa Univariat Analisa univariat ini bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan karakteristik masing-masing variabel yang diteliti. Data ini merupakan data primer yang

Lebih terperinci