Panduan Teknis Beracara dalam Perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Panduan Teknis Beracara dalam Perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD"

Transkripsi

1 Panduan Teknis Beracara dalam Perkara

2 Panduan Teknis Beracara dalam Perkara Penerbit Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi 2009

3 Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi Panduan Teknis Beracara dalam Perkara Jakarta: Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi xix + 78 hal; 10,5 x 15 cm Cetakan pertama, Maret 2009 Hak cipta dilindungi undang-undang All rights reserved Penerbit Setjen dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi Jl. Medan Merdeka Barat No. 6 Jakarta Pusat Telp. (021) , Faks. (021) PO. Box. 999 Jakarta Laman:

4 Dari Penerbit Puji sukur ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa, naskah ini dapat terbit pada saat yang tepat menjelang Pemilihan Umum 2009 yang akan dilanjutkan dengan persidangan perselisihan hasil Pemilu 2009 di Mahkamah Konstitusi apabila terjadi sengketa hasil perolehan suara peserta pemilu. Dengan terbitnya buku ini diharapkan dapat memudahkan dan mempercepat berbagai pihak yang terkait dalam persidangan perselisihan hasil pemilu tersebut di Mahkamah Konstitusi. Salah satu ikhtiar yang dilakukan untuk itu adalah bahwa buku ini memuat narasi secara singkat, padat, dan dilengkapi dengan berbagai alur gambar sehingga diharapkan lebih mudah dan lebih cepat dipahami. Hal ini dipandang penting mengingat persidangan perselisihan hasil Pemilu Legislatif di Mahkamah Konstitusi paling lambat sudah harus diputus dalam 30 hari kerja sehingga kesiapan semua pihak, baik Pemohon, Termohon,

5 Turut Termohon, dan Mahkamah Konstitusi sendiri dalam penyelenggaraan persidangan perselisihan hasil pemilu merupakan kebutuhan bersama. Seiring dengan itu, kelancaran dan ketertiban persidangan itu juga terkait erat dengan kelancaran pelaksanaan kalender ketatanegaraan yang telah menjadi konvensi negara kita, terutama terkait pengucapan sumpah anggota DPR, DPD, dan DPRD. Penerbitan buku ini mendapat dukungan sepenuhnya dari berbagai pihak. Untuk itu kami menyampaikan terima kasih kepada Ketua Mahkamah Konstitusi, Bapak Prof. Dr. Moh. Mahfud MD., S.H. yang telah berkenan memberikan pengantar dan memberikan arahan dan bimbingan. Demikian pula kami menyampaikan terima kasih kepada Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi, Bapak Prof. Abdul Mukthie Fadjar, S.H., M.S. dan Hakim Konstitusi Bapak Maruarar Siahaan, S.H. serta Bapak/Ibu Hakim Konstitusi lainnya yang telah memberikan bimbingan dan arahan dalam penyusunan buku ini. Kami juga menyampaikan terima kasih kepada Tim Penyusun Buku Panduan ini yang telah bekerja vi

6 dengan cermat sehingga buku ini dapat terbit tepat waktu. Akhirnya semoga buku ini bermanfaat. Jakarta, 20 Maret 2009 Sekretaris Jenderal Mahkamah Konstitusi, Janedjri M.Gaffar vii

7 viii Panduan Teknis Beracara dalam Perkara

8 MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA Pengantar Ketua Mahkamah Konstitusi Mahkamah Konstitusi dibentuk berdasarkan Perubahan Ketiga Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) yang merupakan hasil Sidang Tahunan Majelis Permusyawaratan Rakyat, 9 November Mahkamah Konstitusi, sebagaimana diatur dalam Pasal 24 ayat (2) dan Pasal 24C UUD 1945, merupakan salah satu lembaga negara pelaku kekuasaan kehakiman bersama-sama dengan Mahkamah Agung. Kedudukan Mahkamah Konstitusi sederajat dengan lembaga-lembaga negara lain, seperti Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan ix

9 Perwakilan Daerah, Badan Pemeriksa Keuangan, dan Mahkamah Agung. Terbentuknya Mahkamah Konstitusi merupakan salah satu wujud penguatan prinsip checks and balances antarlembaga negara serta perlindungan hak konstitusional warga negara yang dijamin oleh konstitusi. UUD 1945 telah mengatur secara limitatif wewenang dan kewajiban Mahkamah Konstitusi. Wewenang yang diberikan oleh UUD 1945 kepada Mahkamah Konstitusi adalah mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap UUD 1945; memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD 1945; memutus pembubaran partai politik; dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum. Adapun kewajiban Mahkamah Konstitusi adalah memberi putusan atas pendapat Dewan Perwakilan Rakyat mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden menurut UUD 1945, atau biasa dikenal dengan istilah impeachment. Sejak awal keberadaannya pada 2003, Mahkamah Konstitusi telah melaksanakan tiga x

10 dari empat wewenangnya, yaitu menguji undang-undang terhadap UUD 1945; memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD 1945; dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum. Dalam konteks penanganan perkara perselisihan pemilihan umum (PHPU), terhitung sejak November 2008, Mahkamah Konstitusi telah pula memiliki wewenang untuk mengadili perkara perselisihan pemilihan umum kepala daerah (Pemilukada). Adapun satu wewenang belum dijalankan karena tidak ada permohonan yang masuk, yakni memutus pembubaran partai politik. Dengan alasan sama, satu-satunya kewajiban juga belum dijalankan, yakni memberikan putusan atas pendapat Dewan Perwakilan Rakyat mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden menurut UUD Ruang lingkup wewenang dan kewajiban Mahkamah Konstitusi terkait erat dengan masalah ketatanegaraan dan politik. Dengan demikian, penyelesaian sengketa masalahmasalah ketatanegaraan dan politik diharapkan xi

11 tidak lagi diselesaikan dengan menggunakan kekuatan dan kekuasaan, melainkan diselesaikan secara konstitusional, institusional, dan demokratis dengan menggunakan mekanisme hukum melalui peradilan di Mahkamah Konstitusi. Mengingat keberadaannya yang dekat dengan masalah-masalah konstitusi serta peranannya menjaga dan mengawal konstitusi, maka Mahkamah Konstitusi disebut sebagai Lembaga Negara Pengawal Konstitusi. Pelaksanaan tugas konstitusional Mahkamah Konstitusi yang dilakukan oleh sembilan Hakim Konstitusi, memerlukan dukungan secara formal baik berkaitan dengan ketentuan beracara maupun secara materiil mengenai subtansi kewenangan dan tugas Mahkamah Konstitusi. Saat ini pelaksanaan kewenangan dimaksud mengacu kepada Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi yang selanjutnya telah pula dijabarkan dalam beberapa Peraturan Mahkamah Konstitusi. Dalam hal penyelesaian perselisihan hasil pemilihan umum, Hukum Acara Mahkamah xii

12 Konstitusi menegaskan bahwa proses penanganan perkara ini harus diselesaikan dalam waktu cepat (speedy trial). Dalam penyelesaian perselisihan pemilu legislatif (DPR, DPRD, dan DPD), Mahkamah Konstitusi memiliki waktu penyelesaian 30 (tiga puluh) hari kerja. Sedangkan untuk pemilihan umum Presiden dan/ Wakil Presiden harus diselesaikan dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari kerja. Oleh karena itu, untuk menyelesaikan perkara ini diperlukan dukungan serta persiapan yang memadai. Penanganan perkara perselisihan umum merupakan kesempatan kedua kalinya bagi Mahkamah Konstitusi, setelah berhasil melaksanakan perintah undang-undang untuk menangani peselisihan terkait Pemilu Legislatif dan Presiden pada Namun penyelesaian tersebut bukan tanpa kendala. Berdasarkan pengalaman tersebut, Mahkamah Konstitusi memandang perlu melakukan berbagai langkah antisipasi agar penanganan perselisihan hasil Pemilu Legislatif dan Presiden pada 2009 berhasil dengan baik. Salah satu xiii

13 bentuk antisipasi dimaksud adalah penyebarluasan informasi tentang prosedur beracara di Mahkamah Konstitusi melalui penerbitan buku panduan beracara ini. Mahkamah Konstitusi berharap penerbitan buku panduan ini bisa meningkatkan pemahaman masyarakat terhadap hukum acara perselisihan hasil pemilihan umum, sehingga secara tidak langsung akan mendukung terwujudnya mekanisme peradilan cepat, transparan, dan akuntabel. Jakarta, 25 Maret 2009 Moh. Mahfud MD xiv

14 Daftar Isi Dari Penerbit....v Pengantar Ketua Mahkamah Konstitusi... ix Daftar Isi... xv Daftar Singkatan xvii Daftar Lampiran......xix I. Pendahuluan... 1 II. Perselisihan Hasil Pemilihan Umum, Pemohon, dan Termohon... 8 II.1. Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD... 8 II.2. Permohonan PHPU Anggota DPR, DPD, dan DPRD II.2.1. Materi Permohonan II.2.2. Dalil Permohonan II.2.3. Sistematika Permohonan II.2.4. Bukti Pendukung Permohonan II.2.5. Saksi III. Tata Cara Pengajuan Permohonan xv

15 III.1. Persyaratan Umum III.2. Tata Cara Mengajukan Permohonan dan Registrasi Perkara III.3. Tata Cara Mengajukan Permohonan secara online IV. Persidangan dan Rapat Permusyawaratan Hakim IV.1. Penjadwalan Sidang IV.2. Jenis dan Tahap Persidangan IV.3. Rapat Permusyawaratan Hakim...37 IV.4. Persidangan Jarak Jauh IV.5. Pemeriksaan Setempat IV.6. Sidang Pengucapan Putusan...41 V. Putusan MK V.1. Umum V.2. Sidang Pembacaan Putusan V.3. Amar Putusan V.4. Sifat Putusan V.5. Pelaksanaan Putusan V.6. Akses Terhadap Putusan Lampiran xvi

16 Daftar Singkatan dan Akronim Bawaslu BRPK DPD DPR DPRA DPRD DPRK FH KIP KPU KPPS KTP : Badan Pengawas Pemilihan Umum : Buku Registrasi Perkara Konstitusi : Dewan Perwakilan Daerah : Dewan Perwakilan Rakyat : Dewan Perwakilan Rakyat Aceh : Dewan Perwakilan Rakyat Daerah : Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten/Kota di Aceh : electronic mail : Fakultas Hukum : Komisi Independen Pemilihan (sebagai penyelenggara Pemilu DPRA dan DPRK di Aceh) : Komisi Pemilihan Umum : Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara : Kartu Tanda Penduduk xvii

17 Panwaslu : Panitia Pengawas Pemilihan Umum Parpol : Partai Politik Pemilu : Pemilihan Umum (Anggota DPR, DPD, dan DPRD) PHPU : Perselisihan Hasil Pemilihan Umum PPK : Panitia Pemilihan Kecamatan RPH : Rapat Permusyawaratan Hakim SIMPEL : Sistem Informasi Manajemen Permohonan Elektronik TPS : Tempat Pemungutan Suara vicon : video conference xviii

18 Daftar Lampiran 1. Model Permohonan PHPU Anggota DPR dan DPRD 2. Model Permohonan PHPU Anggota DPD 3. Model Permohonan PHPU Anggota DPRA dan DPRK 4. Akta Penerimaan Berkas Permohonan 5. Check list Pemeriksaan Berkas 6. Daftar Bukti Perkara 7. Tanda Terima 8. Tanda Terima Permohonan Baru (online) 9. Akta Pemberitahuan Kekuranglengkapan Berkas Permohonan 10. Akta Registrasi Perkara 11. Surat Panggilan Sidang 12. Surat Kuasa 13. Daftar Fakultas Hukum tempat Fasilitas Video Conference 14. Alamat Mahkamah Konstitusi dan Nomor Telepon Layanan xix

19 Bab I Pendahuluan Pasal 24C UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) mengamanatkan empat kewenangan dan satu kewajiban kepada Mahkamah Konstitusi. Salah satu kewenangan yang diamanatkan kepada Mahkamah Konstitusi adalah mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum. Amanat yang disebut dalam Pasal 24C UUD 1945 ditegaskan kembali dalam Pasal 10 Undang- Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (UU MK). Selanjutnya teknis pelaksanaan kewenangan tersebut diatur dalam Peraturan Mahkamah Konstitusi (PMK). Tata cara pengajuan permohonan yang disajikan dalam buku Panduan Ringkas Beracara dalam Perkara PHPU Anggota DPR, DPD, dan DPRD ini merujuk pada UUD 1945, UU MK, 1

20 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum (UU Penyelenggara Pemilu), Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (UU Pemilu Legislatif), dan PMK Nomor 16 Tahun 2009 tentang Pedoman Beracara dalam Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Perselisihan hasil Pemilu pada hakikatnya harus dibedakan dari pelanggaran pidana Pemilu. Pelanggaran administratif Pemilu harus diselesaikan oleh KPU berdasarkan laporan Bawaslu/Panwaslu, sedangkan pelanggaran pidana Pemilu harus ditangani dan diselesaikan oleh aparat penegak hukum, yaitu kepolisian, kejaksaan, dan pengadilan umum (pengadilan negeri atau pengadilan tinggi). Menurut Pasal 257 Ayat (1) UU No. 10 Tahun 2008, pelanggaran pidana Pemilu yang memengaruhi perolehan suara Pemilu harus selesai sebelum KPU menetapkan hasil Pemilu secara nasional. 2

21 Oleh karena itu, seharusnya perkara peselisihan hasil Pemilu yang diajukan ke Mahkamah Konstitusi bersih dari urusan-urusan pelanggaran pidana Pemilu. Apabila pelanggaran pidana Pemilu yang memengaruhi perolehan suara hasil Pemilu belum/tidak diselesaikan sebelum penetapan KPU, maka Mahkamah Konstitusi akan berpegang pada khittah-nya sebagai Pengawal Konstitusi, yaitu mengawal asas-asas Pemilu yang luber dan jurdil yang tercantum dalam Pasal 22E Ayat (1) UUD Perselisihan hasil Pemilu yang ditangani Mahkamah Konstitusi adalah perselisihan yang timbul karena adanya perbedaan hasil penghitungan suara dalam Pemilu. Perselisihan hasil penghitungan suara tersebut adalah antara hasil yang ditetapkan penyelenggara Pemilu dengan penghitungan oleh Pemohon. Peradilan perselisihan hasil Pemilu merupakan speedy trial. Artinya Perselisihan Hasil Pemilu diperiksa dan diputus secara cepat dan sederhana. Speedy trial dilakukan karena perkara perselisihan hasil Pemilu menyangkut suksesi lembaga-lembaga politik. Jika lembaga- 3

22 lembaga politik (hasil Pemilu) tidak segera terbangun dengan stabil, akan mengakibatkan terganggunya proses-proses kenegaraan. Berdampingan dengan sifat speedy trial, putusan Mahkamah Konstitusi bersifat final and binding final dan mengikat. Putusan Mahkamah Konstitusi langsung memperoleh kekuatan hukum tetap sejak diucapkan dan tidak ada upaya hukum yang dapat ditempuh. 4

23 5

24 Sidang Pemeriksa Putusan/ Ketetapa Panduan Teknis Beracara dalam Perkara Belum Lengkap Perbaikan oleh Pemohon Lengkap Pengumuman KPU Permohonan ke MK Pelayanan Konsultasi Lengkap Dicatat dalam BRP Alur Perkara PHPU Catatan: Gambar menunjukkan adanya 3 desk/meja/panel. Minutasi Berkas Pencatatan Pengolahan Data Penyusunan Laporan 6

25 Belum Lengkap Perbaikan oleh Pemohon Lengkap mohonan ke MK Lengkap Dicatat dalam BRPK Pemberitahuan kepada KPU Ket. dan Bukti dari KPU Sidang Pemeriksaan Putusan/ Ketetapan RPH Minutasi Berkas Pencatatan Pengolahan Data Penyusunan Laporan Penyampaian Putusan kepada: Presiden KPU Pemohon Pihak terkait 7

26 Bab II Perselisihan Hasil Pemilihan Umum, Pemohon, dan Termohon II.1. Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Perselisihan yang dimaksud adalah perselisihan antara peserta Pemilu dan KPU sebagai penyelenggara Pemilu mengenai penetapan secara nasional perolehan suara hasil Pemilu oleh KPU; dan perselisihan antara peserta Pemilu DPRA dan DPRK di Aceh dan KIP. 8

27 Para Pihak dalam Perkara: a.perseorangan calon Anggota DPD peserta Pemilu; b.partai politik peserta Pemilu; atau c.partai Politik dan Partai Politik Lokal Peserta Pemilu Anggota DPRA dan DPRK di Aceh Pemohon Termohon Komisi Pemilihan Umum (KPU) Turut Pihak Terkait Pihak lain selain Pemohon yang memiliki kepentingan terkait permohonan. Termohon a.kpu provinsi dan/atau KIP Aceh, dalam perselisihan hasil penghitungan suara calon Anggota DPRD provinsi dan/atau DPRA; atau b.kpu kabupaten/kota dan/atau KIP kabupaten/kota di Aceh, dalam perselisihan hasil penghitungan suara calon Anggota DPRD kabupaten/kota dan/atau DPRK di Aceh. 9

28 Peserta lain dalam Pemilu yang terpengaruh Putusan Mahkamah Konstitusi dapat ikut menjadi memberikan keterangan di Mahkamah Konstitusi sebagai Pihak Terkait. II.2. Permohonan PHPU II.2.1. Materi Permohonan Materi atau pokok permasalahan dalam permohonan adalah penetapan perolehan suara hasil Pemilu yang telah diumumkan secara nasional oleh KPU yang memengaruhi: a. terpenuhinya ambang batas perolehan suara 2,5% (dua koma lima persen) untuk partai politik; b. perolehan kursi Partai Politik peserta Pemilu di suatu daerah pemilihan; c. perolehan kursi Partai Politik lokal peserta Pemilu di Aceh; 10

29 d. terpilihnya calon Anggota DPD. 11

30 II.2.2. Dalil Permohonan Dalam permohonannya, Pemohon harus menyampaikan dalil yang menjelaskan kebenaran permohonan, yang antara lain berisi hal berikut. a. b. c. Putusan Pengadilan Negeri setempat tentang telah terjadinya perbuatan/tindak pidana (jika telah terjadi tindak pidana) Pemilu; Adanya kesalahan penghitungan suara yang tidak diikuti koreksi/ pembetulan oleh KPU, KPU provinsi, KIP Aceh, KPU kabupaten/ kota, atau KIP kabupaten/kota; Tempat terjadinya kesalahan penghitungan suara. 12

31 II.2.3. Sistematika Permohonan Permohonan disusun dengan sistematika meliputi: a. identitas pemohon; b. kesalahan hasil penghitungan suara yang diumumkan oleh KPU dan hasil penghitungan suara yang benar menurut pemohon. Pemohon juga wajib menjelaskan siapa pihak yang terpengaruh oleh kesalahan penghitungan suara tersebut; c. permintaan untuk membatalkan hasil penghitungan suara yang diumumkan oleh KPU dan permintaan menetapkan hasil penghitungan suara yang benar menurut pemohon. d. daftar calon ahli dan/atau saksi disertai pernyataan singkat tentang hal-hal yang akan diterangkan terkait dengan alasan permohonan, serta pernyataan bersedia menghadiri persidangan. 13

32 Identitas pemohon dalam permohonan setidaknya terdiri dari: Nama a.1. bagi calon Anggota DPD: Tempat Tanggal Lahir/Umur Agama Alamat lengkap Nomor telpon/faksimili/ Pekerjaan Nama Parpol a.2. bagi Parpol peserta Pemilu calon Anggota DPR: Nama Ketua Umum, atau nama jabatan sejenisnya dari Parpol Nama Sekretaris Jenderal, atau nama jabatan sejenisnya dari Parpol Alamat lengkap kantor Parpol Nomor telpon/faksimili/ 14

33 Nama Parpol a.3. bagi Parpol lokal: Nama Ketua Umum, atau nama sejenisnya dari Parpol lokal Nama Sekretaris Jenderal, atau nama sejenisnya dari Parpol lokal Alamat lengkap kantor Parpol lokal Nomor telpon/faksimili/ Penyebutan identitas dilampiri dengan alat bukti yang sah, antara lain foto kopi KTP, kartu pemilih, tanda bukti peserta Pemilu, serta identitas lain yang sah sesuai kedudukan Pemohon. 15

34 16 II.2.4. Bukti Pendukung Permohonan Alat bukti pendukung harus disertakan dalam pengajuan permohonan bersangkutan. Alat bukti dalam PHPU terdiri atas: a. surat atau tulisan; b. keterangan saksi; c. keterangan ahli; d. keterangan para pihak; e. petunjuk; dan f. informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik. Alat bukti tertulis, antara lain terdiri dari: a. Ketetapan KPU tentang Parpol peserta Pemilu; b. berita acara dan salinan pengumuman hasil pemungutan suara Parpol peserta Pemilu dan calon Anggota DPR, DPD, DPRD, DPRA, dan DPRK di TPS; c. berita acara dan salinan rekapitulasi jumlah suara Parpol peserta Pemilu dan calon Anggota DPR, DPD, DPRD, DPRA, dan DPRK dari PPK;

35 d. berita acara dan salinan rekapitulasi hasil penghitungan suara Parpol peserta Pemilu dan calon Anggota DPR, DPD, DPRD, DPRA, dan DPRK dari KPU kabupaten/kota; e. berita acara dan salinan penetapan hasil penghitungan suara Anggota DPRD kabupaten/kota; f. berita acara dan salinan penetapan hasil penghitungan suara Anggota DPRK; g. berita acara dan salinan rekapitulasi hasil penghitungan suara dari KPU provinsi; h. berita acara dan salinan rekapitulasi hasil penghitungan suara dari KIP Aceh; i. berita acara dan salinan penetapan hasil penghitungan suara Anggota DPRD provinsi; j. berita acara dan salinan penetapan hasil penghitungan suara Anggota DPRA; k. berita acara dan salinan rekapitulasi hasil penghitungan suara dari KPU atau dari KIP; l. berita acara dan salinan penetapan hasil penghitungan suara secara nasional Anggota DPR, DPD, dan DPRD dari KPU; 17

36 m. salinan putusan pengadilan yang telah memeroleh kekuatan hukum tetap yang memengaruhi perolehan suara partai politik peserta Pemilu dan calon Anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, DPRD kabupaten/kota, DPRA, dan DPRK; dan n. dokumen tertulis lainnya. Alat bukti surat atau tulisan yang disebut di atas adalah alat bukti yang memiliki keterkaitan langsung dengan objek perselisihan hasil Pemilu yang dimohonkan ke Mahkamah Konstitusi. Untuk memudahkan pengelompokan bukti dari para pihak, setiap alat bukti diberi kode berupa huruf P untuk Pemohon; huruf T untuk Termohon; dan Tk untuk Pihak Terkait. Misalnya, bukti dari Pemohon secara berurutan dimulai dari P-1 untuk alat bukti pertama; P-2 untuk alat bukti kedua; P-3 untuk alat bukti ketiga; dan seterusnya. Alat bukti yang diserahkan, harus dilengkapi daftar alat bukti. 18

37 Alat bukti tertulis sebagaimana tersebut di atas diserahkan dalam rangkap 12 (dua belas); setelah 1 (satu) rangkap dibubuhi materai cukup dan dilegalisasi. 19

38 II.2.5. Saksi Saksi adalah orang yang melihat, mendengar, atau mengalami sendiri proses penghitungan suara yang diperselisihkan. Saksi dalam perselisihan hasil Pemilu terdiri atas: a. saksi resmi peserta Pemilu, dan b. saksi pemantau Pemilu yang bersertifikat. Selain saksi di atas, yang diajukan oleh Pemohon, Mahkamah Konstitusi dapat memanggil saksi lain seperti Bawaslu/Panwaslu atau Kepolisian. 20

39 Bab III Tata Cara Pengajuan Permohonan III.1. Persyaratan Umum Penetapan hasil Pemilu secara nasional oleh KPU Petugas Penerima Permohonan 3x24 jam Pengajuan permohonan ke MK kepada Permohonan diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia oleh pemohon atau kuasanya kepada Mahkamah Konstitusi dalam 12 (dua belas) rangkap. 21

40 Permohonan diajukan kepada Mahkamah Konstitusi dalam jangka waktu paling lambat 3x24 (tiga kali dua puluh empat) jam sejak KPU mengumumkan penetapan perolehan suara hasil Pemilu secara nasional oleh KPU. Berikut ini contoh cara menghitung tenggat pendaftaran perkara. 22

41 Bagi Calon Anggota DPD dan Parpol lokal peserta Pemilu DPRA dan DPRK di Aceh, pengajuan permohonan dapat dilakukan secara online melalui Sistem Informasi Manajemen Permohonan Elektronik (SIMPEL) di laman dikirimkan melalui ke alamat maupun melalui faksimili. Meskipun demikian, berkas permohonan asli tetap harus diterima Mahkamah Konstitusi paling lambat 3x24 (tiga kali dua puluh empat) jam setelah berakhirnya batas waktu pengajuan permohonan. 23

42 Permohonan ditandatangani oleh: Ketua Umum dan Sekretaris Jenderal dari dewan pimpinan pusat atau jabatan sejenis dari Partai Politik atau Partai Politik Lokal Peserta Pemilu atau kuasanya; atau Calon Anggota DPD Peserta Pemilu atau kuasanya. Kuasa Pemohon harus menunjukkan surat penunjukan sebagai kuasa khusus yang ditandatangani oleh: Ketua Umum dan Sekretaris Jenderal dari dewan pimpinan pusat atau jabatan sejenis dari partai politik atau partai politik lokal Peserta Pemilu yang mengajukan permohonan; atau Calon Anggota DPD Peserta Pemilu yang mengajukan permohonan. 24

43 III.2. Tata Cara Mengajukan Permohonan dan Registrasi Perkara Pengumuman KPU Permohonan ke MK Pelayanan Konsultasi Permohonan diserahkan kepada Petugas Bagian Pendaftaran Perkara. Pada saat pengajuan permohonan, petugas akan memeriksa berkas permohonan sesuai syarat kelengkapan. Proses pemeriksaan kelengkapan administrasi permohonan bersifat terbuka; dapat diselenggarakan melalui forum konsultasi oleh calon Pemohon dengan staf Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi. 25

44 Permohonan ke MK Lengkap Belum Lengkap Perbaikan oleh Pemohon Lengkap Dicatat dalam BRPK 26

45 Jika terdapat kekuranglengkapan isi (dan berkas) permohonan, Pemohon wajib melengkapi dalam jangka waktu 1x24 (satu kali dua puluh empat) jam. Apabila kekurangan dimaksud tidak dilengkapi dalam jangka waktu 1x24 (satu kali dua puluh empat) jam, Panitera akan melaporkan hal tersebut kepada Majelis Hakim sebagai bahan pertimbangan dalam memutus perkara. Permohonan yang sudah tercatat dalam BRPK dikirimkan oleh Panitera Mahkamah Konstitusi kepada KPU dalam jangka waktu paling lambat 3 (tiga) hari kerja. Pengiriman permohonan kepada KPU disertai permintaan agar KPU memberikan keterangan tertulis yang dilengkapi bukti-bukti hasil penghitungan suara yang dipersengketakan. 27

46 Permohonan Dicatat dalam BRPK Keterangan tertulis KPU sudah harus diterima Mahkamah Konstitusi paling lambat 1 (satu) hari sebelum hari persidangan. Pemberitahuan kepada KPU/KIP Ket. dan Bukti dari KPU/KIP Sidang Pemeriksaan 28

47 III.3. Tata Cara Mengajukan Permohonan secara Online Prosedur pendaftaran perkara melalui fasilitas SIMPEL adalah sebagai berikut: a. Pemohon membuka laman (website) Mahkamah Konstitusi di kemudian masuk ke fitur SIMPEL; 29

48 b. Pemohon melakukan pendaftaran dengan mengisi formulir data diri Pemohon secara lengkap. Formulir data diri Pemohon bisa dibuka dengan meng-klik fitur Perkara Online kemudian meng-klik fitur Pendaftaran. Pada tahap ini Pemohon akan memperoleh user name dan password; c. Pemohon log in dengan cara memasukkan user name dan password ke fitur log in; d. Setelah log in ke dalam SIMPEL, silakan klik fitur Perkara Online dan memilih menu berikut ini: 30

49 Permohonan Perkara; Permohonan Pihak Terkait; Pengajuan Saksi dan Ahli; Penarikan Perkara; Tambah Dokumen; Risalah Sidang; Putusan Sidang; Jadwal Sidang; Perkembangan Perkara. e. Klik fitur print untuk memperoleh tanda bukti telah melakukan pendaftaran. f. Bukti pendaftaran harus disertakan saat Pemohon menyampaikan asli berkas kepada Mahkamah Konstitusi. Pendaftaran melalui SIMPEL, , atau faksimili, dilakukan dalam tenggat 3x24 jam setelah pengumuman KPU. Selanjutnya berkas permohonan asli harus diterima Mahkamah Konstitusi paling lambat 3x24 jam setelah berakhirnya batas waktu pengajuan permohonan. 31

50 Bab IV Persidangan dan Rapat Permusyawaratan Hakim a. Selambatnya 7 (tujuh) hari kerja sejak permohonan PHPU dicatat dalam BRPK, Mahkamah Konstitusi menetapkan hari sidang pertama. b. Pemberitahuan hari sidang pertama diterima Pemohon selambatnya 3 (tiga) hari kerja sebelum hari persidangan. Permohonan IV.1. Penjadwalan Sidang BRPK 7 hari kerja Pemberitahuan disampaikan oleh juru panggil melalui surat, telepon, atau faksimile. 32

51 IV.2. Jenis dan Tahap Sidang Pemeriksaan Pemeriksaan Pendahuluan a. Pemeriksaan pendahuluan dilakukan dalam persidangan terbuka untuk umum oleh Panel Hakim yang sekurangnya terdiri atas 3 (tiga) orang hakim konstitusi. b. Panel Hakim memeriksa kelengkapan dan kejelasan materi permohonan. c. Panel Hakim wajib memberi nasihat kepada Pemohon untuk melengkapi dan/ atau memperbaiki permohonan apabila terdapat kekurangan. d. Pemohon diberi kesempatan melengkapi dan/atau memperbaiki permohonannya dalam waktu 1 x 24 (satu kali dua puluh empat) jam. 33

52 Pemeriksaan Persidangan a. Pemeriksaan Persidangan dilakukan dalam persidangan terbuka untuk umum oleh Panel Hakim atau oleh Pleno Hakim. b. Pemeriksaan Persidangan dilakukan setelah Pemeriksaan Pendahuluan selesai; atau setelah Mahkamah menerima perbaikan permohonan. c. Tahapan dalam Pemeriksaan Persidangan terdiri dari pemeriksaan: jawaban Termohon; keterangan Pihak Terkait; pembuktian oleh Pemohon, Termohon, Turut Termohon, Pihak Terkait; dan kesimpulan. d. Untuk kepentingan pembuktian, Mahkamah dapat memanggil KPU provinsi dan/ atau KIP Aceh, KPU kabupaten/kota dan/ atau KIP kabupaten/kota tertentu untuk memberikan keterangan sebagai Turut Termohon. 34

53 e. Apabila diperlukan, Mahkamah dapat menetapkan putusan sela. Mahkamah dalam memutus akan/dapat mempertimbangkan Alat Bukti yang terdiri dari: a. keterangan para pihak; b. surat atau tulisan; c. keterangan saksi; d. keterangan ahli; e. petunjuk; dan f. alat bukti lain berupa informasi dan komunikasi elektronik. 35

54 Setelah pemeriksaan sidang dianggap cukup, Mahkamah Konstitusi mengadakan Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH) untuk mengambil putusan. Rapat ini dilaksanakan secara tertutup oleh Pleno Hakim. Sidang Mahkamah Konstitusi terbuka untuk umum. Artinya, segenap masyarakat bebas untuk mengikuti jalannya persidangan di Mahkamah Konstitusi. 36

55 IV.3. Rapat Permusyawaratan Hakim Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH) diselenggarakan setelah Pleno Hakim melaporkan bahwa pemeriksaan perkara dipandang cukup dan dapat segera diambil putusan. RPH dilaksanakan dengan ketentuan: a. Dilaksanakan secara tertutup. b. Dihadiri sekurang-kurangnya 7 (tujuh) orang hakim konstitusi. c. Membahas rancangan putusan. d. Pengambilan putusan dilakukan secara musyawarah untuk mufakat setelah mendengar pendapat hukum para hakim konstitusi. e. Jika tidak tercapai mufakat bulat, pengambilan putusan didasarkan pada suara terbanyak. Jika suara terbanyak tidak tercapai, maka suara Ketua Rapat Pleno Hakim Konstitusi menentukan. 37

56 IV.4. Persidangan Jarak Jauh Pihak Terkait Ruang Vicon Fakultas Hukum Ruang Data Persidangan jarak jauh dilakukan dengan menggunakan teknologi video conference (vicon). Persidangan jarak jauh meliputi jenis persidangan berikut ini. a. Pemeriksaan pendahuluan. b. Pemeriksaan persidangan (pembuktian). Ruang Vicon MK 38

57 Pemohon dan/atau Termohon atau Kuasanya mengajukan permohonan Persidangan Jarak Jauh Permohonan Persidangan Jarak Jauh memuat alasan (a) para Pihak sulit di hadirkan langsung, atau (b) informasi sulit untuk disampaikan secara langsung Diajukan kepada MKRI dengan tembusan kepada Fakultas Hukum tempat Vicon Mahkamah Konstitusi mempertimbangkan urgensi Persidangan Jarak Mahkamah Konstitusi memberitahukan pelaksanaan sidang kepada Pemohon dan Fakultas Hukum tempat Vicon Persidangan Jarak Jauh dilaksanakan Bagan di samping menunjukkan tahap-tahap s e b e l u m penyelenggaraan Persidangan Jarak Jauh. 39

58 IV.5. Pemeriksaan Setempat Pemeriksaan Setempat, atas dasar Putusan Sela yang dijatuhkan Mahkamah Konstitusi, dilakukan untuk memeriksa alat bukti yang tidak bisa dihadirkan di hadapan sidang Mahkamah Konstitusi di Jakarta maupun di lokasi peralatan video conference. Dengan demikian, Pemeriksaan Setempat/Persidangan Setempat dilakukan di tempat beradanya alat bukti bersangkutan. RPH menunjuk (setidaknya) satu Hakim Konstitusi dan Petugas MK untuk melakukan pemeriksaan setempat Panitera menjadwalkan sidang; dan memberitahukan kepada Pemohon dan Pihak lain. 40 Persidangan Setempat dilakukan sebagaimana persidangan di Mahkamah Konstitusi

59 IV.6. Sidang Pengucapan Putusan Sidang Pemeriksaan Putusan/ Ketetapan RPH a. Putusan yang telah diambil dalam Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH) diucapkan dalam sidang pleno Mahkamah Konstitusi yang terbuka untuk umum. b. Putusan Mahkamah Konstitusi mengenai permohonan atas perselisihan hasil Pemilu Anggota DPR, DPD dan DPRD diputuskan paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja sejak permohonan dicatat dalam Buku Registrasi Perkara Konstitusi. 41

60 Bab V Putusan Mahkamah Konstitusi V.1. Umum Permohonan PHPU Anggota DPR, DPD, dan DPRD wajib diputus paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja sejak permohonan dicatat dalam BRPK. Salinan Putusan Mahkamah Konstitusi disampaikan kepada Pemohon, KPU, Presiden, dan Pihak Terkait 42

61 V.2. Sidang Pembacaan Putusan Putusan yang telah diambil dalam Rapat Permusyawaratan Hakim diucapkan dalam sidang pleno terbuka untuk umum. V.3. Amar Putusan Amar putusan Mahkamah Konstitusi dalam perkara dapat menyatakan: Permohonan tidak dapat diterima apabila Pemohon dan/ atau permohonannya tidak memenuhi syarat sebagaimana ketentuan Pasal 74 UU MK. (syarat dimaksud lihat pada bagian Permohonan PHPU). 43

62 Permohonan dikabulkan apabila permohonan terbukti beralasan; dan selanjutnya Mahkamah Konstitusi membatalkan hasil penghitungan suara yang diumumkan oleh KPU serta menetapkan hasil penghitungan suara yang benar. Permohonan ditolak apabila permohonan tidak terbukti beralasan. V.4. Sifat Putusan Putusan Mahkamah Konstitusi tentang perselisihan hasil Pemilu bersifat final, yaitu langsung memperoleh kekuatan hukum tetap sejak diucapkan dan tidak ada upaya hukum yang dapat ditempuh. 44

63 V.5. Pelaksanaan Putusan Putusan Mahkamah Konstitusi tentang perselisihan hasil Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD wajib ditindaklanjuti oleh KPU, KPU provinsi, KIP, dan KPU kabupaten/kota. V.6. Akses Terhadap Putusan Masyarakat yang menginginkan informasi terkait Putusan Mahkamah Konstitusi bisa mengakses melalui laman (website) mendapatkan informasi dengan langsung menghubungi Bagian Risalah dan Putusan Mahkamah Konstitusi; atau melalui media cetak. 45

64 46 Panduan Teknis Beracara dalam Perkara

65 Lampiran

66 48 Panduan Teknis Beracara dalam Perkara

67 --LOGO/KEPALA SURAT-- Model Permohonan PHPU-DPR/DPRD Jakarta,... Nomor :... Lamp :... Hal : Permohonan Pembatalan Keputusan Komisi Pemilihan Umum Nomor... tanggal... tentang... (sebutkan perihal permohonan) Kepada Yth, Ketua Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Medan Merdeka Barat No. 6 Jakarta Pusat I. a. Nama :... d. Pekerjaan/Jabatan :... c. Kewarganegaraan :... d. Alamat :... e. Nomor Telepon/HP :... f. Nomor Faksimili :... II. a. Nama :... b. Pekerjaan/Jabatan :... c. Kewarganegaraan :... d. Alamat :... e. Nomor Telepon/HP :... f. Nomor Faksimili :... Sebagai Ketua Umum dan Sekretaris Jenderal yang bertindak untuk dan atas nama Partai... peserta Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Tahun 2009 dengan nomor urut..., berdasarkan Surat Kuasa Khusus Nomor... tanggal... memberikan kuasa kepada: dan seterusnya (bila ada) semuanya adalah Advokat/Penasihat Hukum dari..., yang berkedudukan di... dengan alamat..., nomor telepon/hp..., nomor faksimili..., baik sendiri-sendiri atau bersama-sama bertindak untuk dan atas nama Pemberi Kuasa selanjutnya disebut PEMOHON. Lampiran 1 49

68 Dalam hal ini mengajukan Permohonan penyelesaian Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota kepada Ketua Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia terkait Penetapan Komisi Pemilihan Umum Nomor... Tahun... terhadap Komisi Pemilihan Umum yang berkedudukan di... selanjutnya disebut TERMOHON. Komisi Pemilihan Umum Daerah... berkedudukan di... selanjutnya disebut TURUT TERMOHON. I. KEWENANGAN MAHKAMAH (Uraikan perihal kewenangan Mahkamah dalam memeriksa, mengadili, dan memutus perkara PHPU sebagaimana tersebut pada Pasal 24C Ayat (1) UUD 1945 dan Pasal 10 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia juncto Pasal 12 ayat (1) huruf a Undang- Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman.) II. KEDUDUKAN HUKUM (Uraikan perihal kedudukan hukum [legal standing] Pemohon dengan merujuk pada ketentuan Pasal 74 ayat (1) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi juncto Pasal 3 ayat (1) Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 16 Tahun 2009 tentang Pedoman Beracara Dalam Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyata Daerah.) III. TENGGANG WAKTU PENGAJUAN PERMOHONAN Pemohon mengajukan permohonan perselisihan hasil pemilihan umum ke Mahkamah Konstitusi dalam tenggat waktu 3 x 24 (tiga kali dua puluh empat) jam sejak KPU mengumumkan penetapan perolahan suara secara nasional sebagaimana ketentuan Pasal 259 ayat (2) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, yang ditegaskan kemudian dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi serta Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 16 Tahun 2009 tentang Pedoman Beracara Dalam Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Bahwa pengumuman KPU sebagaimana dimaksud dilakukan pada hari... tanggal... bulan... tahun 2009 pukul... Sedangkan Pemohon mendaftarkan permohonannya ke Mahkamah Konstitusi pada hari... tanggal... bulan... tahun 2009 pukul... (tambahkan penjelasan lain yang dianggap perlu) 50 Lampiran 1

69 IV. POKOK PERMOHONAN Pada pokoknya permohonan Pemohon adalah mengenai: 1. Terpenuhinya ambang batas perolehan suara 2,5% (dua koma lima per seratus) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 202 ayat (1) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, terkait dengan perolehan suara sah secara nasional Partai... menurut KPU sebesar... suara atau setara dengan...% (... per seratus). 2. Perolehan kursi Partai... di satu atau beberapa Dapil untuk DPR sebesar... kursi; DPRD Provinsi... sebesar... kursi; DPRD Kabupaten... sebesar... kursi; DPRD Kota... sebasar... kursi; (poin-poin pokok permohonan tersebut di atas silakan disesuaikan dengan kebutuhan Pemohon.) Adapun rincian dari pokok permohonan tersebut di atas adalah sebagai berikut: IV.1.Terpenuhinya ambang batas perolehan suara 2,5%. Terpenuhinya ambang batas perolehan suara 2,5% (dua koma lima per seratus) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 202 ayat (1) Undang- Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah terkait dengan perolehan suara sah secara nasional Partai... sebesar... suara atau setara dengan... per seratus. Bahwa perolehan suara sah secara nasional Partai... berdasarkan pengumuman secara nasional oleh KPU... sebesar... suara atau setara...% (... per seratus) adalah salah dan tidak berdasar. Adapun perolehan suara Partai... yang benar adalah... suara atau setara...% (... per seratus). (Jelaskan secara detail klaim perolehan suara yang benar dengan membandingkan perolehan suara menurut KPU dengan perolehan suara menurut Pemohon. Dalam perbandingan ini silakan disebutkan pula suara yang diperoleh partai lain. Jelaskan pula sebab terjadinya perbedaan dimaksud disertai alat bukti.) Jumlah Suara No. Nama Partai Menurut Menurut KPU Pemohon dst. Jumlah Suara dalam Persen Menurut KPU Menurut Pemohon Lampiran 1 51

70 IV.2. Perolehan kursi Partai... di satu atau beberapa Dapil untuk DPR. (Jelaskan secara detail klaim perolehan suara yang benar dengan membandingkan perolehan suara dan kursi menurut KPU dengan perolehan suara dan kursi menurut Pemohon. Dalam perbandingan ini silakan disebutkan pula suara yang diperoleh partai lain. Jelaskan pula sebab terjadinya perbedaan dimaksud disertai alat bukti.) Pemohon berkeberatan terhadap penetapan KPU Nomor... tanggal... tentang Penetapan Hasil Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dalam Pemilihan Umum Tahun 2009 untuk Dewan Perwakilan Rakyat yang merugikan Pomohon di... Daerah Pemilihan sebagai berikut: 1. Dapil Dapil Dapil Dapil... dan seterusnya (jika ada). 1. Dapil... (DPR) Pemohon berkeberatan terhadap penetapan KPU Nomor... tanggal... tentang Penetapan Hasil Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD dan DPRD Tahun 2009 secara nasional untuk perolehan suara dan kursi Anggota DPR dari Daerah Pemilihan... yang diumumkan pada hari... tanggal... tahun 2009 pukul... WIB, yaitu sebagai berikut: Jumlah Suara No. Nama Partai Menurut Menurut KPU Pemohon dst. Perolehan Kursi Menurut Menurut KPU Pemohon 2. Dapil... (DPR) (silahkan diuraikan seperti pada contoh angka 1 di atas.) IV.3. Perolehan kursi Partai... di satu atau beberapa Dapil untuk DPRD Provinsi... Pemohon berkeberatan terhadap penetapan KPU Nomor... tanggal... tentang Penetapan Hasil Pemilihan Umum Anggota Dewan 52 Lampiran 1

71 Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Tahun 2009 secara nasional untuk DPRD Provinsi... yang merugikan Pomohon di... Daerah Pemilihan sebagai berikut: 1. Dapil Dapil Dapil Dapil... dan seterusnya (jika ada) 1. Dapil... (DPRD Provinsi) Pemohon berkeberatan terhadap penetapan KPU Nomor... tanggal... tentang hasil penghitungan suara pemilihan umum anggota DPR, DPD dan DPRD tahun 2009 secara nasional untuk perolehan suara dan kursi Anggota DPRD Provinsi... dari Daerah Pemilihan... yang diumumkan pada hari... tanggal... tahun 2009 pukul... WIB, yaitu sebagai berikut: Jumlah Suara No. Nama Partai Menurut Menurut KPU Pemohon dst. Perolehan Kursi Menurut Menurut KPU Pemohon IV.4. Perolehan kursi Partai... di satu atau beberapa Dapil untuk DPRD Kabupaten/Kota... Pemohon berkeberatan terhadap penetapan KPU Nomor... tanggal... tentang Penetapan Hasil Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Tahun 2009 secara nasional untuk DPRD Kabupaten/Kota... yang merugikan Pomohon di... Daerah Pemilihan sebagai berikut: 1. Dapil Dapil Dapil Dapil... dan seterusnya (jika ada) 1. Dapil... (DPRD Kabupaten/Kota) Pemohon berkeberatan terhadap penetapan KPU Nomor... tanggal... tentang hasil penghitungan suara pemilihan Lampiran 1 53

72 umum anggota DPR, DPD dan DPRD tahun 2009 secara nasional untuk perolehan suara dan kursi Anggota DPRD Kabupaten/Kota... dari Daerah Pemilihan... yang diumumkan pada hari... tanggal... tahun 2009 pukul... WIB, yaitu sebagai berikut: Jumlah Suara No. Nama Partai Menurut Menurut KPU Pemohon dst. Perolehan Kursi Menurut Menurut KPU Pemohon 2. Dapil... (DPRD Provinsi) (silahkan diuraikan seperti pada contoh angka 1 di atas.) V. PETITUM (hal-hal yang dimohonkan Pemohon) Berdasarkan alasan-alasan tersebut di atas, mohon kepada Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia untuk menjatuhkan putusan sebagai berikut : - Mengabulkan permohonan Pemohon untuk seluruhnya; - Menyatakan membatalkan penetapan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Nomor... tanggal... tentang hasil Perhitungan Suara Pemilihan Umum anggota DPR, dan DPRD Tahun 2009 secara nasional untuk Pemilihan Umum... Daerah Pemilihan... yang diumumkan pada hari... tanggal... pukul... WIB. - Menetapkan hasil perhitungan suara yang benar sebagai berikut : 1. Perolehan suara secara nasional yang benar untuk Partai... sesuai dengan rekapitulasi hasil suara di tingkat nasional seharusnya... suara, bukan... suara. 2. Bahwa perolehan suara secara nasional di atas setara dengan... % (.. per seratus) dan melebihi ambang batas 2,5% (dua koma lima per seratus) sehingga Partai... berhak mengikuti pembagian kursi Dewan Perwakilan Rakyat. 3. Perolehan suara yang benar untuk Partai... sesuai dengan rekapitulasi hasil suara di tingkat... seharusnya... suara, bukan... suara. 4. Bahwa atas kesalahan hasil penghitungan tersebut di atas seharusnya Partai... mendapatkan... kursi Memerintahkan kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk melaksanakan putusan ini 54 Lampiran 1

73 Demikianlah permohonan Pemohon, dengan harapan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia dapat segera memeriksa, mengadili dan memutuskan permohonan ini secara adil. (Tempat), (Tanggal, Bulan, Tahun) Hormat kami, PEMOHON/KUASA HUKUM PEMOHON PEMOHON, KUASA HUKUM, 1. Nama (tanda tangan) 1. Nama (tanda tangan) 2. Nama (tanda tangan) 2. Nama (tanda tangan) Lampiran 1 55

74 --LOGO/KEPALA SURAT-- Model Permohonan PHPU-DPD Jakarta,... Nomor :... Lamp :... Hal : Permohonan Pembatalan Keputusan Komisi Pemilihan Umum Nomor... tanggal... tentang... (sebutkan perihal permohonan) Kepada Yth, Ketua Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jalan Medan Merdeka Barat No. 6 Jakarta Pusat Nama :... Tempat, Tanggal Lahir/Umur :... Agama :... Pekerjaan :... Jabatan :... Kewarganegaraan :... Alamat :... Nomor Telepon/HP :... Nomor faksimili :... Adalah Calon Anggota Dewan Perwakilan Daerah Provinsi... peserta Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Tahun 2009, dalam hal ini berdasarkan Surat Kuasa Khusus Nomor... tanggal... memberikan Kuasa kepada: dan seterusnya (bila ada), Semuanya adalah Advokat/Penasihat Hukum dari..., selanjutnya disebut Penerima Kuasa, yang berkedudukan di... dengan alamat..., nomor telepon/hp..., nomor faksimili..., baik sendiri-sendiri atau bersama-sama bertindak untuk dan atas nama Pemberi Kuasa selanjutnya disebut PEMOHON. Dalam hal ini mengajukan Permohonan penyelesaian Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Anggota DPD Provinsi... kepada Ketua Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia terkait Penetapan Komisi Pemilihan Umum Nomor... Tahun Lampiran 2

75 terhadap Komisi Pemilihan Umum yang berkedudukan di..., selanjutnya disebut TERMOHON. Komisi Pemilihan Umum Daerah... berkedudukan di... selanjutnya disebut TURUT TERMOHON. I. KEWENANGAN MAHKAMAH (Uraikan perihal kewenangan Mahkamah dalam memeriksa, mengadili, dan memutus perkara PHPU sebagaimana tersebut pada Pasal 24C Ayat (1) UUD 1945, Pasal 10 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia juncto Pasal 12 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman.) II. KEDUDUKAN HUKUM (Uraikan perihal kedudukan hukum [legal standing] Pemohon dengan merujuk pada ketentuan Pasal 74 ayat (1) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi juncto Pasal 3 ayat (1) Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 16 Tahun 2009 tentang Pedoman Beracara Dalam Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.) III. TENGGANG WAKTU PENGAJUAN PERMOHONAN Pemohon mengajukan permohonan perselisihan hasil pemilihan umum ke Mahkamah Konstitusi dalam tenggat waktu 3 x 24 (tiga kali dua puluh empat) jam sejak KPU mengumumkan penetapan perolahan suara secara nasional sebagaimana ketentuan Pasal 259 ayat (2) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, yang ditegaskan kemudian dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi serta Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 16 Tahun 2009 tentang Pedoman Beracara Dalam Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3) Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 16 Tahun 2009 tentang Pedoman Beracara Dalam Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, Pemohon juga telah menyerahkan berkas permohonan asli dalam tenggang waktu 3 x 24 (tiga kali dua puluh empat) jam sejak berakhirnya tenggang waktu pendaftaran. Bahwa pengumuman KPU sebagaimana dimaksud dilakukan pada hari... tanggal... bulan... tahun 2009 pukul... Sedangkan Pemohon mendaftarkan permohonannya ke Mahkamah Konstitusi pada hari... tanggal... bulan... Lampiran 2 57

76 tahun 2009 pukul... (tambahkan penjelasan lain yang dianggap perlu) IV. POKOK PERMOHONAN Pada pokoknya permohonan Pemohon adalah mengenai perolehan suara Pemohon menurut KPU untuk DPD Provinsi sebesar... suara. (Jelaskan secara detail klaim perolehan suara yang benar dengan membandingkan perolehan suara menurut KPU dengan perolehan suara menurut Pemohon. Dalam perbandingan ini silakan disebutkan pula suara yang diperoleh calon lain. Jelaskan pula sebab terjadinya perbedaan dimaksud disertai alat bukti.) Pemohon berkeberatan terhadap penetapan KPU Nomor... tanggal... tentang Penetapan Hasil Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD dan DPRD Tahun 2009 secara nasional untuk perolehan suara dan kursi Anggota DPD Provinsi... yang diumumkan pada hari... tanggal... tahun 2009 pukul... WIB, yaitu sebagai berikut: No dst. Nama Calon Anggota DPD Menurut KPU Jumlah Suara Menurut Pemohon V. PETITUM (hal-hal yang dimohonkan Pemohon) Berdasarkan alasan-alasan tersebut di atas, mohon kepada Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia untuk menjatuhkan putusan sebagai berikut : - Mengabulkan permohonan Pemohon untuk seluruhnya; - Menyatakan membatalkan penetapan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Nomor... tanggal... tentang hasil Perhitungan Suara Pemilihan Umum anggota DPR, DPD, dan DPRD... Tahun secara nasional untuk DPD Provinsi... yang diumumkan pada hari... tanggal... pukul... WIB. - Menetapkan hasil perhitungan suara yang benar sebagai berikut : 1. Perolehan suara yang benar untuk... sesuai dengan rekapitulasi hasil suara di tingkat... seharusnya... suara, bukan... suara. 58 Lampiran 2

77 2. Bahwa atas kesalahan hasil penghitungan tersebut di atas seharusnya... menempati urutan... dan berhak menjadi Anggota DPD Provinsi Memerintahkan kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk melaksanakan putusan ini Demikianlah permohonan Pemohon, dengan harapan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia dapat segera memeriksa, mengadili dan memutuskan permohonan ini secara adil. (Tempat), (Tanggal, Bulan, Tahun) Hormat kami, PEMOHON/KUASA HUKUM PEMOHON PEMOHON, KUASA HUKUM, (tanda tangan) (tanda tangan) Lampiran 2 59

78 --LOGO/KEPALA SURAT-- Model Permohonan PHPU-DPRA/ DPRK Jakarta,... Nomor :... Lamp :... Hal : Permohonan Pembatalan Keputusan Komisi Pemilihan Umum Nomor... tanggal... tentang... (sebutkan perihal permohonan) Kepada Yth, Ketua Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Medan Merdeka Barat No. 6 Jakarta Pusat I. a. Nama :... b. Pekerjaan/Jabatan :... c. Kewarganegaraan :... d. Alamat :... e. Nomor Telepon/HP :... f. Nomor faksimili :... II. a. Nama :... b. Pekerjaan/Jabatan :... c. Kewarganegaraan :... d. Alamat :... e. Nomor Telepon/HP :... f. Nomor faksimili :... Sebagai Ketua Umum dan Sekretaris Jenderal yang bertindak untuk dan atas nama Partai... peserta Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Tahun 2009 dengan nomor urut..., berdasarkan Surat Kuasa Khusus Nomor... tanggal... memberikan kuasa kepada: dan seterusnya (bila ada) Semuanya adalah Advokat/Penasihat Hukum dari..., selanjutnya disebut Penerima Kuasa, yang berkedudukan di... dengan alamat..., nomor telepon/hp..., nomor faksimili..., baik sendiri-sendiri atau bersama-sama bertindak untuk dan atas 60 Lampiran 3

79 nama Pemberi Kuasa selanjutnya disebut PEMOHON. Dalam hal ini mengajukan Permohonan penyelesaian Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Anggota DPR Aceh dan DPR Kabupaten/Kota di Aceh kepada Ketua Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia terkait Penetapan Komisi Pemilihan Umum Nomor... Tahun... terhadap Komisi Pemilihan Umum yang berkedudukan di..., selanjutnya disebut TERMOHON. Komisi Pemilihan Umum Daerah... berkedudukan di... selanjutnya disebut TURUT TERMOHON. I. KEWENANGAN MAHKAMAH (Uraikan perihal kewenangan Mahkamah dalam memeriksa, mengadili, dan memutus perkara PHPU sebagaimana tersebut pada Pasal 24C Ayat (1) UUD 1945 dan Pasal 10 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia juncto Pasal 12 ayat (1) huruf a Undang- Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman.) II. KEDUDUKAN HUKUM (Uraikan perihal kedudukan hukum [legal standing] Pemohon dengan merujuk pada ketentuan Pasal 74 ayat (1) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi juncto Pasal 3 ayat (1) Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 16 Tahun 2009 tentang Pedoman Beracara Dalam Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyata Daerah.) III. TENGGANG WAKTU PENGAJUAN PERMOHONAN Pemohon mengajukan permohonan perselisihan hasil pemilihan umum ke Mahkamah Konstitusi dalam tenggat waktu 3 x 24 (tiga kali dua puluh empat) jam sejak KPU mengumumkan penetapan perolahan suara secara nasional sebagaimana ketentuan Pasal 259 ayat (2) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, yang ditegaskan kemudian dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi serta Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 16 Tahun 2009 tentang Pedoman Beracara Dalam Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3) Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 16 Tahun 2009 tentang Pedoman Beracara Dalam Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, Pemohon juga telah menyerahkan Lampiran 3 61

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 14 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN BERACARA DALAM PERSELISIHAN HASIL PEMILIHAN UMUM ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN

Lebih terperinci

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MAHKAMAH KONSTITUSI

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MAHKAMAH KONSTITUSI MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR : 04/PMK/2004 TENTANG PEDOMAN BERACARA DALAM PERSELISIHAN HASIL PEMILIHAN UMUM MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 15 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN BERACARA DALAM PERSELISIHAN HASIL PEMILIHAN UMUM KEPALA DAERAH

PERATURAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 15 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN BERACARA DALAM PERSELISIHAN HASIL PEMILIHAN UMUM KEPALA DAERAH MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 15 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN BERACARA DALAM PERSELISIHAN HASIL PEMILIHAN UMUM KEPALA DAERAH MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR: 05/PMK/2004 TENTANG PROSEDUR PENGAJUAN KEBERATAN ATAS PENETAPAN HASIL PEMILIHAN UMUM PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN TAHUN 2004 MAHKAMAH

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG DEWAN PERWAKILAN MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG MAHKAMAH MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA

UNDANG-UNDANG DEWAN PERWAKILAN MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG MAHKAMAH MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA UNDANG-UNDANG DEWAN PERWAKILAN MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG MAHKAMAH MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN PERWAKILAN MAHASISWA UNIVERSITAS

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, 1 of 24 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

PUTUSAN. Nomor 37/PHPU.A-VII/2009 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA

PUTUSAN. Nomor 37/PHPU.A-VII/2009 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA PUTUSAN Nomor 37/PHPU.A-VII/2009 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA [1.1] Yang memeriksa, mengadili, dan memutus perkara konstitusi pada tingkat pertama

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.98, 2003 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4316) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 08/PMK/2006 TENTANG PEDOMAN BERACARA DALAM SENGKETA KEWENANGAN KONSTITUSIONAL LEMBAGA NEGARA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR : 06/PMK/2005 TENTANG

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR : 06/PMK/2005 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR : 06/PMK/2005 TENTANG PEDOMAN BERACARA DALAM PERKARA PENGUJIAN UNDANG-UNDANG MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA Menimbang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN. TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN. TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN. TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

Lampiran Peraturan Badan Pengawas Pemilihan Umum Nomor : 14 Tahun 2013 Tanggal : 26 Juli 2013 TANDA TERIMA BERKAS PERMOHONAN

Lampiran Peraturan Badan Pengawas Pemilihan Umum Nomor : 14 Tahun 2013 Tanggal : 26 Juli 2013 TANDA TERIMA BERKAS PERMOHONAN Lampiran Peraturan Badan Pengawas Pemilihan Umum Nomor : 14 Tahun 2013 Tanggal : 26 Juli 2013 FORMULIR MODEL C-1 TANDA TERIMA BERKAS PERMOHONAN TANDA TERIMA BERKAS PERMOHONAN Nomor :..*) Nama Pemohon :...

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan

Lebih terperinci

2016, No Gubernur, Bupati, dan Wali Kota menjadi Undang- Undang; b. bahwa Pasal 22B huruf a dan huruf b Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tent

2016, No Gubernur, Bupati, dan Wali Kota menjadi Undang- Undang; b. bahwa Pasal 22B huruf a dan huruf b Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tent No.1711,2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BAWASLU.Pemilihan.Gubernur.Bupati.Walikota.Pelanggaran Administrasi. PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2016 TENTANG

Lebih terperinci

- 2 - BAB I KETENTUAN UMUM

- 2 - BAB I KETENTUAN UMUM - 2 - BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Badan ini yang dimaksud dengan: 1. Pemilihan Umum yang selanjutnya disebut Pemilu adalah sarana kedaulatan rakyat untuk memilih anggota Dewan Perwakilan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG IKATAN KELUARGA MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2009 TENTANG MAHKAMAH MAHASISWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG IKATAN KELUARGA MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2009 TENTANG MAHKAMAH MAHASISWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG IKATAN KELUARGA MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2009 TENTANG MAHKAMAH MAHASISWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN PERWAKILAN MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA Menimbang

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA ANCANGAN

KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA ANCANGAN KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA ANCANGAN PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENYELESAIAN SENGKETA TATA USAHA NEGARA PEMILIHAN DAN SENGKETA PELANGGARAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI MAHKAMAH KONSTITUSI, MAHKAMAH AGUNG, PEMILIHAN KEPALA DAERAH

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI MAHKAMAH KONSTITUSI, MAHKAMAH AGUNG, PEMILIHAN KEPALA DAERAH BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI MAHKAMAH KONSTITUSI, MAHKAMAH AGUNG, PEMILIHAN KEPALA DAERAH 2.1. Tinjauan Umum Mengenai Mahkamah Konstitusi 2.1.1. Pengertian Mahkamah Konstitusi Mahkamah Konstitusi merupakan

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PELANGGARAN ADMINISTRASI TERKAIT LARANGAN MEMBERIKAN

Lebih terperinci

P U T U S A N. Perkara Nomor : 032/PHPU.A-II/2004 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA

P U T U S A N. Perkara Nomor : 032/PHPU.A-II/2004 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA P U T U S A N Perkara Nomor : 032/PHPU.A-II/2004 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA Yang memeriksa, mengadili, dan memutus perkara konstitusi pada

Lebih terperinci

PEDOMAN PENYUSUNAN KETERANGAN PIHAK TERKAIT (PARTAI POLITIK LOKAL)

PEDOMAN PENYUSUNAN KETERANGAN PIHAK TERKAIT (PARTAI POLITIK LOKAL) LAMPIRAN VI PERATURAN MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN BERACARA DALAM PERSELISIHAN HASIL PEMILIHAN UMUM ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH,

Lebih terperinci

BEBERAPA MASALAH DALAM PENYELESAIAN PERSELISIHAN HASIL PEMILIHAN UMUM 1

BEBERAPA MASALAH DALAM PENYELESAIAN PERSELISIHAN HASIL PEMILIHAN UMUM 1 BEBERAPA MASALAH DALAM PENYELESAIAN PERSELISIHAN HASIL PEMILIHAN UMUM 1 Oleh: A. Mukthie Fadjar 2 I. Pendahuluan Salah satu kewenangan konstitusional yang diberikan kepada Mahkamah Konstitusi (disingkat

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan

Lebih terperinci

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG PROSEDUR BERACARA DALAM PEMBUBARAN PARTAI POLITIK

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG PROSEDUR BERACARA DALAM PEMBUBARAN PARTAI POLITIK MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG PROSEDUR BERACARA DALAM PEMBUBARAN PARTAI POLITIK MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA Menimbang Mengingat

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan

Lebih terperinci

ANOTASI UNDANG-UNDANG BERDASARKAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

ANOTASI UNDANG-UNDANG BERDASARKAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI ANOTASI UNDANG-UNDANG BERDASARKAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DAFTAR ANOTASI Halaman 1. Sejak hari Selasa, tanggal 12 April

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan

Lebih terperinci

Muchamad Ali Safa at

Muchamad Ali Safa at Muchamad Ali Safa at Pasal 24C ayat (1) UUD 1945 UU No. 24 Tahun 2003 tentang MK sebagaimana diubah dengan UU No. 8 Tahun 2011. Paket UU Pemilu dan Pemilukada PMK Nomor 15/PMK/2008 tentang Pedoman Beracara

Lebih terperinci

MAHASISWA UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN MEMUTUSKAN : : UNDANG-UNDANG TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI MAHASISWA UNIVERSITAS.

MAHASISWA UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN MEMUTUSKAN : : UNDANG-UNDANG TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI MAHASISWA UNIVERSITAS. UNDANG-UNDANG KELUARGA BESAR MAHASISWA UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI MAHASISWA UNIVERSITAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN PERWAKILAN MAHASISWA UNIVERSITAS

Lebih terperinci

Prosedur berperkara di Mahkamah Konstitusi

Prosedur berperkara di Mahkamah Konstitusi Prosedur berperkara di Mahkamah Konstitusi 1. Pengajuan permohonan 2. Pendaftaran 3. Penjadwalan Sidang 4. Pemeriksaan Pendahuluan 5. Pemeriksaan Persidangan 6. Putusan 9/6/2013 1 GAMBARAN UMUM PROSES

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id

Lebih terperinci

PUTUSAN NOMOR 85/PHPU.C-VII/2009 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA.

PUTUSAN NOMOR 85/PHPU.C-VII/2009 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA. 1 F PUTUSAN NOMOR 85/PHPU.C-VII/2009 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA [1.1] Yang memeriksa, mengadili dan memutus perkara konstitusi pada tingkat

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

Lampiran Peraturan Badan Pengawas Pemilihan Umum Nomor : 15 Tahun 2012 Tanggal : 25 Oktober 2012

Lampiran Peraturan Badan Pengawas Pemilihan Umum Nomor : 15 Tahun 2012 Tanggal : 25 Oktober 2012 18 Lampiran Peraturan Badan Pengawas Pemilihan Umum Nomor : 15 Tahun 2012 Tanggal : 25 Oktober 2012 TANDA TERIMA BERKAS PERMOHONAN Nomor :..*) Nama Pemohon :... Berkas yang sudah diserahkan terdiri dari

Lebih terperinci

PEDOMAN PENYUSUNAN KETERANGAN PIHAK TERKAIT (PERSEORANGAN CALON ANGGOTA DPRA DAN DPRK)

PEDOMAN PENYUSUNAN KETERANGAN PIHAK TERKAIT (PERSEORANGAN CALON ANGGOTA DPRA DAN DPRK) LAMPIRAN VII PERATURAN MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN BERACARA DALAM PERSELISIHAN HASIL PEMILIHAN UMUM ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH,

Lebih terperinci

MAHKAMAH MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA

MAHKAMAH MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA PERATURAN MAHKAMAH MAHASISWA NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN BERACARA DALAM SENGKETA PEMILIHAN RAYA IKATAN KELUARGA MAHASISWA MAHKAMAH MAHASISWA Menimbang Mengingat : a. bahwa salah satu kewenangan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.768, 2012 KOMISI PEMILIHAN UMUM. Pendaftaran. Verifikasi. Penetapan. Parpol. Pemilu. DPR. DPRD. PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG PENDAFTARAN,

Lebih terperinci

PEDOMAN PENYUSUNAN KETERANGAN PIHAK TERKAIT (PARTAI POLITIK)

PEDOMAN PENYUSUNAN KETERANGAN PIHAK TERKAIT (PARTAI POLITIK) LAMPIRAN IV PERATURAN MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN BERACARA DALAM PERSELISIHAN HASIL PEMILIHAN UMUM ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH,

Lebih terperinci

- 2 - BAB I KETENTUAN UMUM

- 2 - BAB I KETENTUAN UMUM - 2 - Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota menjadi Undang-Undang

Lebih terperinci

2 c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Mahkamah Agung tentang Pedoman Beracar

2 c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Mahkamah Agung tentang Pedoman Beracar BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1267, 2015 MA. Penyalahgunaan Wewenang. Penilaian Unsur. Pedoman Beracara. PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN BERACARA DALAM

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2017 TENTANG TATA CARA PENYELESAIAN SENGKETA PROSES PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

2017, No sesuai dengan perkembangan kebutuhan hukum, sehingga perlu diganti; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huru

2017, No sesuai dengan perkembangan kebutuhan hukum, sehingga perlu diganti; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huru BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1428, 2017 BAWASLU. Penanganan Pelanggaran Administrasi. Pencabutan. PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2017 TENTANG TATA CARA

Lebih terperinci

2015, No menyelesaikan sengketa yang timbul dalam Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati serta Walikota dan Wakil Waliko

2015, No menyelesaikan sengketa yang timbul dalam Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati serta Walikota dan Wakil Waliko No.920, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BAWASLU. Penyelesaian Sengketa. Pemilihan. Gubernur. Wakil Gubernur. Bupati. Wakil Bupati. Walikota. Wakil Walikota. Tata Cara. PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN

Lebih terperinci

2017, No Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 186, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5729); 4. Peraturan Presiden Nomor 80 Tahu

2017, No Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 186, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5729); 4. Peraturan Presiden Nomor 80 Tahu BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1826, 2017 BAWASLU. Penyelesaian Sengketa Pemilu. Pencabutan. PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2017 TENTANG TATA CARA PENYELESAIAN

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PEMBERIAN KETERANGAN DALAM PERSELISIHAN HASIL PEMILIHAN

Lebih terperinci

PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENYELESAIAN SENGKETA PEMILIHAN UMUM

Lebih terperinci

- 4 - BAB I KETENTUAN UMUM

- 4 - BAB I KETENTUAN UMUM - 2 - dengan perkembangan kebutuhan hukum, sehingga perlu diganti; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Badan Pengawas Pemilihan

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 4 TAHUN

Lebih terperinci

BAB I KETENTUAN UMUM

BAB I KETENTUAN UMUM - 2 - BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Badan ini yang dimaksud dengan: 1. Pemilihan Umum yang selanjutnya disebut Pemilu adalah sarana kedaulatan rakyat untuk memilih anggota Dewan Perwakilan

Lebih terperinci

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 73, Tamb

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 73, Tamb No.1442, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA MA. Penyelesaian Sengketa PEMILU. PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2017 TENTANG TATA CARA PENYELESAIAN SENGKETA PROSES PEMILIHAN

Lebih terperinci

PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG PENDAFTARAN, VERIFIKASI, DAN PENETAPAN PARTAI POLITIK PESERTA PEMILU ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI,

Lebih terperinci

Lex Administratum, Vol. IV/No. 2/Feb/2016

Lex Administratum, Vol. IV/No. 2/Feb/2016 KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI DALAM MEMUTUS SENGKETA HASIL PERHITUNGAN SUARA PEMILIHAN KEPALA DAERAH 1 Oleh: Imam Karim 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana kewenangan

Lebih terperinci

MATRIKS RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

MATRIKS RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI MATRIKS RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI UU MK (UU No. 24 Tahun 2003) LNRI Tahun 2003 No.

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.792, 2013 BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM. Pemberian Keterngan. Perselisihan Hasil Pemilu. MK. Bawaslu. Tata Cara. PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 13 TAHUN

Lebih terperinci

PEDOMAN PENYUSUNAN JAWABAN TERMOHON TERHADAP PERMOHONAN PEMOHON (PARTAI POLITIK LOKAL)

PEDOMAN PENYUSUNAN JAWABAN TERMOHON TERHADAP PERMOHONAN PEMOHON (PARTAI POLITIK LOKAL) LAMPIRAN X PERATURAN MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN BERACARA DALAM PERSELISIHAN HASIL PEMILIHAN UMUM ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH,

Lebih terperinci

PEDOMAN PENYUSUNAN KETERANGAN PIHAK TERKAIT (PERSEORANGAN CALON ANGGOTA DPD)

PEDOMAN PENYUSUNAN KETERANGAN PIHAK TERKAIT (PERSEORANGAN CALON ANGGOTA DPD) LAMPIRAN VIII PERATURAN MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN BERACARA DALAM PERSELISIHAN HASIL PEMILIHAN UMUM ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH,

Lebih terperinci

- 2 - Keputusan Rapat Pleno Komisi Pemilihan Umum tanggal 30 Juli 2012; MEMUTUSKAN :

- 2 - Keputusan Rapat Pleno Komisi Pemilihan Umum tanggal 30 Juli 2012; MEMUTUSKAN : - 2-4. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 101, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5246); 5. Undang-Undang

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.907, 2012 DEWAN KEHORMATAN PENYELENGGARA PEMILU. Penyelenggara Pemilu. Pedoman. PERATURAN DEWAN KEHORMATAN PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 51/PUU-XI/2013 Tentang Kewenangan KPU Dalam Menetapkan Partai Politik Peserta Pemilu

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 51/PUU-XI/2013 Tentang Kewenangan KPU Dalam Menetapkan Partai Politik Peserta Pemilu RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 51/PUU-XI/2013 Tentang Kewenangan KPU Dalam Menetapkan Partai Politik Peserta Pemilu I. PEMOHON Partai Serikat Rakyat Independen (Partai SRI), dalam hal ini diwakili

Lebih terperinci

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 02 TAHUN 2002 TENTANG TATA CARA PENYELENGGARAAN WEWENANG MAHKAMAH KONSTITUSI OLEH MAHKAMAH AGUNG

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 02 TAHUN 2002 TENTANG TATA CARA PENYELENGGARAAN WEWENANG MAHKAMAH KONSTITUSI OLEH MAHKAMAH AGUNG PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 02 TAHUN 2002 TENTANG TATA CARA PENYELENGGARAAN WEWENANG MAHKAMAH KONSTITUSI OLEH MAHKAMAH AGUNG MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. Bahwa

Lebih terperinci

Info Lengkap di: buku-on-line.com 1 of 14

Info Lengkap di: buku-on-line.com 1 of 14 1 of 14 PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI I. UMUM Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menegaskan bahwa kedaulatan berada

Lebih terperinci

PUTUSAN Nomor 56/PHPU.A-VII/2009 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA

PUTUSAN Nomor 56/PHPU.A-VII/2009 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA PUTUSAN Nomor 56/PHPU.A-VII/2009 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA [1.1] Yang memeriksa, mengadili, dan memutus perkara konstitusi pada tingkat pertama

Lebih terperinci

RANCANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, KETUA BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, KETUA BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR TAHUN 2017 TENTANG PENYELESAIAN PELANGGARAN ADMINISTRATIF PEMILU DAN YANG TERJADI SECARA TERSTRUKTUR, SISTEMATIS, DAN MASIF PADA PEMILIHAN UMUM DENGAN

Lebih terperinci

DEWAN KEHORMATAN PENYELENGGARA PEMILU REPUBLIK INDONESIA

DEWAN KEHORMATAN PENYELENGGARA PEMILU REPUBLIK INDONESIA DEWAN KEHORMATAN PENYELENGGARA PEMILU REPUBLIK INDONESIA PERATURAN DEWAN KEHORMATAN PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN BERACARA KODE ETIK PENYELENGGARA PEMIILIHAN UMUM DENGAN

Lebih terperinci

P U T U S A N Perkara Nomor : 019/PHPU.A-II/2004

P U T U S A N Perkara Nomor : 019/PHPU.A-II/2004 P U T U S A N Perkara Nomor : 019/PHPU.A-II/2004 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA Yang memeriksa, mengadili, dan memutus perkara konstitusi pada

Lebih terperinci

BERITA NEGARA. No.1109, 2012 BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM. Sengketa Pemilu. Penyelesaian. Tata Cara. PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM

BERITA NEGARA. No.1109, 2012 BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM. Sengketa Pemilu. Penyelesaian. Tata Cara. PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1109, 2012 BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM. Sengketa Pemilu. Penyelesaian. Tata Cara. PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG

Lebih terperinci

MAHKAMAH KONSTITUSI. Oleh: Letjen TNI (Purn) H. AchmadRoestandi, S.H. BANDUNG -JUNI

MAHKAMAH KONSTITUSI. Oleh: Letjen TNI (Purn) H. AchmadRoestandi, S.H. BANDUNG -JUNI MAHKAMAH KONSTITUSI Oleh: Letjen TNI (Purn) H. AchmadRoestandi, S.H. BANDUNG -JUNI 2012 1 GAGASAN PEMBENTUKAN MKRI 1. Perkembangan Gagasan Pembentukan MKRI a. 1945 dalam BPUPKI 1) Yamin 2) Supomo b. 1980

Lebih terperinci

PUTUSAN Perkara Nomor : 051/PHPU.A-II/2004 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA. Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia

PUTUSAN Perkara Nomor : 051/PHPU.A-II/2004 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA. Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia PUTUSAN Perkara Nomor : 051/PHPU.A-II/2004 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Yang memeriksa, mengadili, dan memutus perkara konstitusi pada tingkat

Lebih terperinci

TEKNIK PENYUSUNAN JAWABAN TERMOHON

TEKNIK PENYUSUNAN JAWABAN TERMOHON TEKNIK PENYUSUNAN JAWABAN TERMOHON Oleh: KEPANITERAAN SEKRETARIAT JENDERAL MAHKAMAH KONSTITUSI DISAMPAIKAN DALAM BIMTEK PENYELESAIAN PERKARA PERSELISIHAN HASIL PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA

Lebih terperinci

PUTUSAN Nomor 19/PUU-XV/2017 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA. : Habiburokhman S.H., M.H.

PUTUSAN Nomor 19/PUU-XV/2017 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA. : Habiburokhman S.H., M.H. SALINAN PUTUSAN Nomor 19/PUU-XV/2017 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA [1.1] Yang mengadili perkara konstitusi pada tingkat pertama dan terakhir,

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1603, 2013 DEWAN KEHORMATAN PENYELENGGARA PEMILU. Kode Etik. Beracara. Pedoman. Pencabutan. PERATURAN DEWAN KEHORMATAN PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 65/PUU-XIV/2016 Konstitusinalitas KPU Sebagai Penyelenggara Pemilihan Kepala Daerah Pada Rezim Pemilihan Kepala Daerah Bukan Pemilihan Umum I. PEMOHON 1. Muhammad Syukur

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM,

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM, 1 PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PENGAWASAN PERGERAKAN KOTAK SUARA, REKAPITULASI HASIL PENGHITUNGAN SUARA, DAN PENETAPAN HASIL PEMILIHAN UMUM KEPALA DAERAH DAN

Lebih terperinci

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 51/PUU-XI/2013 Tentang Kewenangan KPU Dalam Menetapkan Partai Politik Peserta Pemilu

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 51/PUU-XI/2013 Tentang Kewenangan KPU Dalam Menetapkan Partai Politik Peserta Pemilu RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 51/PUU-XI/2013 Tentang Kewenangan KPU Dalam Menetapkan Partai Politik Peserta Pemilu I. PEMOHON Partai Serikat Rakyat Independen (Partai SRI), dalam hal ini

Lebih terperinci

PUTUSAN Nomor 168/PHPU.D-XI/2013 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA

PUTUSAN Nomor 168/PHPU.D-XI/2013 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA PUTUSAN Nomor 168/PHPU.D-XI/2013 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA [1.1] Yang mengadili perkara konstitusi pada tingkat pertama dan terakhir, menjatuhkan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA SALINAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

2017, No Gubernur, Bupati, dan Wali Kota menjadi Undang- Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 130, Tambahan Lembaran N

2017, No Gubernur, Bupati, dan Wali Kota menjadi Undang- Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 130, Tambahan Lembaran N No.1404, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DKPP. Kode Etik Penyelenggara Pemilu. Pedoman Beracara. Pencabutan. PERATURAN DEWAN KEHORMATAN PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PELAPORAN DAN PENANGANAN PELANGGARAN PEMILIHAN UMUM ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN

Lebih terperinci

PERSELISIHAN HASIL PEMILIHAN

PERSELISIHAN HASIL PEMILIHAN PERSELISIHAN HASIL PEMILIHAN UMUM DASAR HUKUM Pasal 24C ayat (1) UUD 1945 UU No. 24 Tahun 2003 tentang MK sebagaimana diubah dengan UU No. 8 Tahun 2011. Paket UU Pemilu dan Pemilukada PMK Nomor 15/PMK/2008

Lebih terperinci

2 untuk mendapatkan Keputusan dan/atau Tindakan Badan atau Pejabat Pemerintahan; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a

2 untuk mendapatkan Keputusan dan/atau Tindakan Badan atau Pejabat Pemerintahan; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1268, 2015 MA. Beracara. Putusan.Penerimaan Permohonan. Tindakan Badan. Pejabat Pemerintahan. Pedoman. PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2015

Lebih terperinci

P U T U S A N. Perkara Nomor :013/PHPU.A-II/2004 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA

P U T U S A N. Perkara Nomor :013/PHPU.A-II/2004 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA P U T U S A N Perkara Nomor :013/PHPU.A-II/2004 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA Yang memeriksa, mengadili, dan memutus perkara konstitusi pada tingkat

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2007 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2007 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2007 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pemilihan umum

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2007 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2007 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2007 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pemilihan umum secara langsung

Lebih terperinci

Penjelasan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik... 133 I. Umum... 133 II. Pasal Demi Pasal...

Penjelasan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik... 133 I. Umum... 133 II. Pasal Demi Pasal... DAFTAR ISI Hal - Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum... - BAB I Ketentuan Umum... 4 - BAB II Asas Penyelenggara Pemilu... 6 - BAB III Komisi Pemilihan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PENGAWASAN PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KETUA

Lebih terperinci