PEMBUATAN KATALIS ASAM HETEROGEN DENGAN METODE KARBONISASI HIDROTERMAL SATU TAHAP

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PEMBUATAN KATALIS ASAM HETEROGEN DENGAN METODE KARBONISASI HIDROTERMAL SATU TAHAP"

Transkripsi

1 Perjanjian No.: III/LPPM/ /60-P PEMBUATAN KATALIS ASAM HETEROGEN DENGAN METODE KARBONISASI HIDROTERMAL SATU TAHAP Disusun Oleh: Herry Santoso, S.T., M.T.M., Ph.D., Dra. H. Maria Inggrid, M.Sc., Evie Christiana, Sharon Arvina, Maria Prisila Paru, Thomas Santosa, Albert, Fitriah Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Universitas Katolik Parahyangan 2016

2 ABSTRAK Katalis asam merupakan salah satu jenis katalis yang berperan penting dalam industri kimia. Lebih dari 15 juta ton asam sulfat (H 2 SO 4 ) telah terkonsumsi sebagai katalis yang tidak dapat diperbaharui, yang membutuhkan biaya tinggi dan juga pemisahan katalis yang tidak efisien dari campuran reaksi homogennya (Xiao, et al., 2010). Saat ini, sintesis katalis asam heterogen berbahan dasar sakarida menjadi pusat perhatian untuk menemukan solusi dari masalah tersebut. Katalis berbahan dasar sakarida, yang dapat dibuat dari bahan baku yang memiliki gugus dasar glukosa seperti D-glukosa, sukrosa, pati, dan selulosa, merupakan katalis asam padat, yang terdiri dari material karbon tersulfonasi, sebagai hasil dari proses karbonisasi dan sulfonasi secara bertahap. Untuk meningkatkan efisiensi sekaligus mengurangi penggunaan bahan kimia yang berbahaya yang dapat mencemari lingkungan, proses karbonisasi hidrotermal satu tahap dikembangkan untuk mensintesis katalis karbon dari bahan sakarida. Dalam proses ini, karbonisasi dan sulfonasi dilakukan secara serempak dengan bantuan hydroxyethylsulfonic acid. Lebih lanjut, untuk meningkatkan luas permukaan katalis, material karbon tersulfonasi dapat dipadukan dengan support berbasis silika untuk menghasilkan katalis komposit karbon-silika tersulfonasi. Sebagai sumber silika dapat digunakan tetraethyl orthosilicate (TEOS). Tujuan penelitian ini adalah untuk mengembangkan proses pembuatan katalis asam heterogen berbahan dasar pati jagung melalui metode karbonisasi hidrotermal satu tahap di mana proses karbonisasi dan sulfonasi dilakukan secara bersamaan. Secara khusus, hal ini meliputi (1) mensintesis katalis asam heterogen melalui proses karbonisasi hidrotermal satu tahap; (2) mengetahui pengaruh penggunaan hydroxyethylsulfonic acid dalam bentuk garam dan dalam bentuk asam dalam pembuatan katalis asam heterogen menggunakan metode karbonisasi hidrotermal satu tahap; (3) mengetahui pengaruh rasio hydroxyethylsulfonic acid dan tetraethyl orthosilicate (TEOS) terhadap pati jagung dalam pembuatan katalis asam heterogen menggunakan metode karbonisasi hidrotermal satu tahap; (4) mengetahui kinerja katalis asam heterogen yang dihasilkan dalam reaksi esterifikasi asam oleat. Dari hasil penelitian ditemukan bahwa material yang dihasilkan melalui proses karbonisasi hidrotermal dan sulfonasi secara serempak dengan bantuan sodium hydroxyethyl sulfonate maupun asam hydroxyethyl sulfonate merupakan material komposit karbon-silika dengan luas permukaan yang cukup besar. Material komposit karbon-silika dengan luas permukaan terbesar diperoleh pada variasi percobaan menggunakan asam hydroxyethyl sulfonate, dengan jumlah pati jagung, asam hydroxyethyl sulfonate, dan TEOS masingmasing sebesar 2 gram. Luas permukaan yang dihasilkan adalah 315,853 m 2 /gram. Akan tetapi, material komposit karbon-silika yang dihasilkan tidak mengandung gugus sulfonat sehingga tidak memiliki kemampuan katalisasi saat dicoba dalam reaksi esterifikasi asam oleat. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa proses hidrotermal dan sulfonasi serempak hanya mampu menghasilkan material komposit karbon-silika, namun gagal memasukkan gugus sulfonat ke dalam material tersebut. ii

3 DAFTAR ISI ABSTRAK ii DAFTAR ISI iii BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Penelitian Urgensi Penelitian 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Katalis Katalis Karbon Tersulfonasi Berbahan Dasar Sakarida Sintesis Katalis Karbon Tersulfonasi Sintesis Katalis Karbon Tersulfonasi dengan Proses Pirolisis-Sulfonasi Sintesis Katalis Karbon Tersulfonasi Dengan Proses Impregnasi Sintesis Katalis Karbon Tersulfonasi Dengan Proses Hidrotermal 11 BAB III METODOLOGI PENELITIAN Pembuatan Katalis Asam Heterogen dengan Proses Karbonisasi Hidrotermal Analisa Sifat Fisik dan Kimia Katalis Uji Kinerja Katalis 19 BAB IV JADWAL PELAKSANAAN 20 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan Katalis Dengan Menggunakan Garam Na-hydroxyethyl sulfonate Uji Kinerja Katalis Karakterisasi Katalis Pembuatan Katalis Dengan Menggunakan Asam Hydroxyethyl Sulfonate Uji Kinerja Katalis Karakterisasi Katalis 28 BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran 32 DAFTAR PUSTAKA 33 iii

4 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Katalis memegang peranan penting dalam industri kimia karena hampir semua produk industri dihasilkan melalui proses yang memanfaatkan jasa katalis, baik dalam salah satu atau beberapa proses di dalamnya. Katalis sangat berperan dalam pengaktifan reaksi yang dapat mempercepat laju reaksi dengan cara menurunkan energi aktivasi. Secara umum katalis digolongkan mejadi katalis homogen dan katalis heterogen. Katalis homogen merupakan katalis yang memiliki fasa yang sama dengan reaktan dan produk reaksinya. Katalis homogen memiliki kelebihan yakni dapat tercampur secara sempurna dalam campuran reaksi sehingga dapat dianggap memiliki luas permukaan kontak yang tidak terbatas. Adapun keunggulan katalis heterogen adalah ramah lingkungan, tidak bersifat korosif, mudah dipisahkan dari produk, serta dapat digunakan berulangkali dalam jangka waktu yang lama. Selain itu, katalis heterogen dapat meningkatkan kemurnian hasil karena pemisahan yang relatif mudah antara katalis dengan campuran reaksinya. Katalis heterogen secara umum berbentuk padat dan banyak digunakan pada reaktan berwujud cair atau gas. Katalis asam merupakan salah satu jenis katalis yang berperan penting dalam proses kimia. Lebih dari 15 juta ton asam sulfat (H 2 SO 4 ) telah terkonsumsi sebagai katalis yang tidak dapat diperbaharui, yang membutuhkan biaya tinggi serta pemisahan katalis yang tidak efisien dari campuran reaksi homogennya (Xiao, et al., 2010). Oleh karena itu berbagai penelitian mengenai katalis asam heterogen terus dikembangkan guna mengatasi kelemahan dari katalis asam homogen tersebut. Namun permasalahannya adalah langkanya katalis asam heterogen yang memiliki keaktifan dan kestabilan yang tinggi, serta harga yang relatif murah dibandingkan dengan asam sulfat. Katalis asam padat konvensional seperti Amberlyst-15, Nafion-NR50, dan Zirconia Sulfat kebanyakan memiliki stabilitas yang rendah dan harganya mahal. Oleh karena itu diperlukan upaya lebih lanjut untuk mengembangkan katalis asam heterogen dengan performa yang tinggi namun dengan harga yang lebih ekonomis. Katalis asam padat berbasis karbon tersulfonasi banyak diminati karena memiliki stabilitas termal yang tinggi (Liang, et al., 2011). Penelitian menunjukan bahwa katalis asam padat berbasis karbon tersulfonasi dari sakarida terutama pati merupakan katalis yang sangat efektif dan merupakan katalis asam 1

5 padat yang menjanjikan dibandingkan dengan jenis katalis padat berbahan dasar karbon lainnya (Lou, et al., 2008). Pati jagung adalah pati yang baik untuk digunakan sebagai bahan baku pembuatan katalis asam karena memiliki kandungan amilopektin yang tinggi. Sintesis katalis asam heterogen berbahan dasar pati dapat dilakukan melalui proses pirolisis disertai dengan impregnasi untuk menghasilkan material karbon polisiklik aromatic dengan luas permukaan yang besar yang kemudian dilanjutkan dengan proses sulfonasi untuk menambahkan gugus aktif SO 3 H ke dalam material karbon polisiklik tersebut. Meskipun proses pirolisis-sulfonasi mampu menghasilkan katalis asam heterogen yang stabil dan memiliki nilai acid site density yang cukup tinggi serta proses impregnasi mampu menghasilkan luas permukaan spesifik yang lebih besar, namun proses pirolisis yang dilakukan pada temperatur tinggi (± 400 o C) dan dalam waktu yang lama (15 jam) menjadikan proses ini kurang ekonomis dan tidak ramah lingkungan. Lebih lanjut, pada proses sulfonasi dibutuhkan asam sulfat pekat (96%) yang cukup banyak dan dilakukan pada temperatur 150 o C selama 15 jam juga menjadi pertimbangan tersendiri bagi para ilmuwan untuk mengembangkan sintesis katalis asam heterogen berbahan dasar sakarida dengan proses yang lebih ramah lingkungan. Salah satu proses yang dapat digunakan untuk menghasilkan katalis berbahan dasar sakarida adalah dengan proses karbonisasi hidrotermal satu tahap. Proses karbonisasi hidrotermal satu tahap merupakan metode untuk membentuk material karbon polisiklik aromatik sekaligus memasukan gugus fungsi tertentu ke dalam kerangka karbon yang dihasilkan dengan menambahkan zat aditif tertentu. Kelebihan dari proses ini adalah kondisi temperatur yang relatif lebih rendah dari pirolisis, tidak dibutuhkannya aliran gas inert untuk menghilangkan oksigen dari proses, lebih ramah lingkungan, murah, dan lebih mudah dilakukan (Zhang, et al., 2011). Proses karbonisasi hidrotermal satu tahap dikembangkan untuk mensintesis katalis karbon dari bahan sakarida secara lebih efisien untuk mengurangi limbah kimia yang berbahaya karena meminimalisir penggunaan asam kuat seperti asam sulfat pada proses sulfonasi. Dalam proses karbonisasi hidrotermal satu tahap, tahap karbonisasi dan sulfonasi dilakukan secara serempak. Pada proses ini tidak digunakan asam sulfat pekat melainkan menggunakan hydroxyethylsulfonic acid dimana asam ini tidak memiliki kemampuan dehidrasi yang cepat seperti pada asam sulfat sehingga proses karbonisasi yang dikatalisis dengan asam ini berjalan lebih lambat dan gugus hidroksil yang terlibat dalam proses ini mampu mengikat gugus SO 3 H ke permukaan katalis. 2

6 Dalam penelitian ini, akan dilakukan pembuatan katalis asam heterogen menggunakan metode karbonisasi hidrotermal dan sulfonasi secara serempak (karbonisasi hidrotermal satu tahap). Katalis asam heterogen akan dibuat dari bahan baku berbahan dasar sakarida yaitu pati jagung. Sebagai agen sulfonasi, akan digunakan hydroxyethylsulfonic acid. Hydroxyethylsulfonic acid pada dasarnya merupakan senyawa yang tidak stabil sehingga umumnya dijual dalam bentuk garam. Oleh karena itu dalam penelitian ini akan dilakukan variasi pembuatan katalis asam heterogen menggunakan hydroxyethylsulfonic acid dalam bentuk garam dan hydroxyethylsulfonic acid dalam bentuk asam untuk melihat pengaruhnya terhadap katalis yang dihasilkan. Untuk meningkatkan luas permukaan katalis, akan digunakan support berbasis silika. Sebagai sumber silika akan digunakan tetraethyl orthosilicate (TEOS). Pengaruh rasio jumlah hydroxyethylsulfonic acid, TEOS, dan bahan baku pati jagung terhadap luas permukaan spesifik katalis, acid site density katalis, dan kemampuan katalisasi katalis pada reaksi esterifikasi asam oleat kemudian akan dipelajari. 1.2 Tujuan Penelitian 1. Melakukan sintesa katalis asam heterogen berbahan dasar pati jagung melalui proses karbonisasi hidrotermal dan sulfonasi secara serempak (karbonisasi hidrothermal satu tahap) dengan bantuan hydroxyethylsulfonic acid. 2. Mengetahui pengaruh penggunaan hydroxyethylsulfonic acid dalam bentuk garam dan dalam bentuk asam terhadap katalis asam heterogen yang dihasilkan. 3. Mengetahui pengaruh rasio jumlah hydroxyethylsulfonic acid dan tetraethyl orthosilicate (TEOS) terhadap pati jagung dalam pembuatan katalis asam heterogen menggunakan metode karbonisasi hidrotermal satu tahap. 4. Mengetahui kinerja katalis asam heterogen yang dihasilkan dari proses karbonisasi hidrotermal satu tahap dalam reaksi esterifikasi asam oleat. 1.3 Urgensi Penelitian Penelitian ini dilakukan untuk memperoleh pemahaman yang mendalam mengenai proses pembuatan katalis asam heterogen berbahan dasar pati melalui proses karbonisasi hidrotermal-sulfonasi satu tahap. Informasi dari penelitian ini, yang berupa kondisi operasi karbonisasi hidrotermal-sulfonasi satu tahap, yaitu temperatur dan waktu operasi, serta rasio jumlah hydroxyethylsulfonic acid dan TEOS terhadap pati, sangat berguna untuk pengembangan katalis asam heterogen yang lebih ramah lingkungan. Sintesis katalis asam 3

7 heterogen dengan proses hidrotermal-sulfonasi satu tahap diharapkan mampu mengurangi dampak pencemaran terhadap lingkungan dari limbah kimia yang berbahaya akibat penggunaan asam kuat seperti asam sulfat yang umumnya terjadi dalam proses pembuatan katalis asam heterogen menggunakan proses pirolisis-sulfonasi konvensional. 4

8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Katalis Katalis adalah senyawa, yang ketika ditambahkan ke dalam suatu reaksi kimia dapat mengurangi energi aktivasi dan meningkatkan laju reaksi. Jumlah katalis tidak berubah selama reaksi karena tidak dikonsumsi sebagai bagian dari proses reaksi. Katalis berfungsi untuk menurunkan energi yang dibutuhkan untuk mencapai keadaan transisi pada reaksi serta memungkinkan interaksi yang lebih pada molekul untuk mencapai keadaan tersebut Pada Gambar 2.1 disajikan diagram energi potensial dari reaksi menggunakan katalis heterogen, dengan fasa reaktan gas. Gambar 2.1 Diagram Energi Potensial Reaksi Menggunakan Katalis Heterogen (I Chorkendorff dan J.W. Niemantsverdriet, 2003) Beberapa hal yang dapat disimpulkan dari gambar diatas adalah a) Energi aktivasi reaksi dengan katalis jauh lebih rendah dari energi aktivasi tanpa katalis sehingga laju reaksi menjadi lebih cepat. b) Energi bebas secara keseluruhan antara reaksi dengan dan tanpa katalis adalah sama. Katalis tidak mempengaruhi nilai koefisien kesetimbangan. Katalis mempengaruhi kinetika namun tidak mempengaruhi secara termodinamika. c) Katalis mempercepat kinetika reaksi reaktan menjadi produk maupun produk menjadi reaktan pada reaksi reversibel. 5

9 Berdasarkan fasanya, katalis dapat dibedakan menjadi katalis homogen dan katalis heterogen. Katalis homogen merupakan katalis yang memiliki fasa yang sama dengan reaktan dan produk reaksi, sedangkan katalis heterogen merupakan katalis yang memiliki fasa yang berbeda dengan fasa reaktan dan produk reaksi. Saat ini di dunia industri, penggunaan katalis homogen sudah mulai dikurangi karena sulitnya pemisahan katalis dari produk. Oleh karena itu untuk mengatasi kelemahan katalis homogen tersebut, banyak digunakan katalis heterogen. Beberapa contoh katalis heterogen yang umum digunakan adalah katalis basa heterogen dan katalis asam heterogen. Katalis basa heterogen yang paling umum digunakan adalah senyawa-senyawa oksida logam seperti oksida logam alkali dan oksida logam alkali tanah seperti MgO, CaO, SrO dan BaO. Selain katalis basa heterogen, katalis asam heterogen juga banyak digunakan di industri. Katalis senyawa karbon berbasis sulfonat menjadi katalis asam heterogen yang sangat diminati saat ini karena memiliki gugus SO 3 H dengan kerangka karbon yang stabil sehingga memiliki kinerja yang baik dan mudah dipisahkan dari sistem reaksi (Kang, Ye, & Chang, 2013). Beberapa kriteria katalis asam heterogen yang ideal antara lain: memiliki stabilitas tinggi, memiliki pusat aktif yang kuat, memiliki pori-pori besar, memiliki permukaan yang bersifat hydrophobic, harganya relatif murah, mudah dilakukan pemisahan katalis dari media reaksi sehingga meminimallisasi kontaminasi produk, dan dapat dilakukan regenerasi (Lam, et al., 2010). Namun katalis asam heterogen yang tersedia saat ini memiliki beberapa kekurangan, seperti rendahnya luas permukaan katalis, densitas asam yang rendah, dan terjadinya leaching pusat aktif. Penelitian dalam pembuatan katalis asam heterogen saat ini terus dilakukan untuk menghasilkan katalis asam heterogen yang memiliki acid site density yang tinggi, stabil, serta memiliki luas permukaan yang besar. Salah satu penelitian sintesis katalis asam heterogen yang sangat banyak dikembangkan saat ini adalah sintesis katalis senyawa karbon tersulfonasi berbahan dasar sakarida. 2.2 Katalis Karbon Tersulfonasi Berbahan Dasar Sakarida Katalis asam memegang peranan penting dalam proses kimia. Lebih dari 15 juta ton asam sulfat telah terkonsumsi sebagai katalis yang tidak dapat diperbaharui, yang membutuhkan biaya tinggi dan juga pemisahan katalis yang tidak efisien dari campuran reaksi homogennya (Xiao, et al., 2010). Oleh karena itu berbagai penelitian mengenai katalis asam terus dikembangkan guna mengatasi kelemahan dari katalis asam tersebut. Namun 6

10 permasalahannya adalah langkanya katalis asam heterogen yang memiliki keaktifan dan kestabilan yang tinggi, dan harga yang relatif murah dibandingkan dengan asam sulfat. Saat ini sintesis katalis padat berbahan dasar sakarida menjadi pusat perhatian dalam penemuan solusi dari masalah tersebut. Katalis berbahan dasar sakarida dapat dibuat dari bahan baku yang memiliki gugus dasar glukosa seperti D-glukosa, sukrosa, pati, dan selulosa. Katalis asam padat tersebut pada dasarnya merupakan material karbon tersulfonasi sebagai hasil dari proses pirolisis dan sulfonasi. Sintesis katalis asam heterogen menggunakan glukosa, sukrosa, selulosa, atau pati memiliki kelebihan yaitu harga yang murah dan jumlah bahan baku yang melimpah, serta dapat menghasilkan material karbon yang kuat yang terdiri dari karbon polisiklik aromatik kecil dalam struktur tiga dimensi dengan ikatan sp3. Lou, et al (2008) melakukan percobaan untuk memproduksi katalis asam heterogen menggunakan bahan baku berbahan dasar sakarida berupa glukosa, sukrosa, selulosa, dan pati. Hasil penelitiannya.menunjukkan bahwa katalis berbahan dasar pati memiliki aktivitas katalitik yang paling baik ketika diuji pada reaksi pembuatan biodiesel. Bahan Baku Tabel 2.1 Hasil penelitian Lou, et al (2008) Acid Site Density (mmol/g) Luas Permukaan (m 2 /g) Glukosa Sukrosa Selulosa Pati Jagung Katalis yang dihasilkan dari bahan baku berupa pati, selulosa, sukrosa, dan glukosa mampu menghasilkan yield masing-masing sebesar 95%, 88%, 80%, dan 76%. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa pati merupakan pilihan biomassa terbaik dalam pembuatan katalis untuk sintesa biodiesel. Selain yield yang tinggi, pati juga juga dapat mencapai yield maksimumnya yaitu 95% dalam waktu yang cukup singkat yaitu 3 jam dan memiliki ketahanan yang baik di mana catalytic activity dari katalis tersebut masih dapat mencapai mencapai 93% dari kondisi awalnya setelah 50 cycle penggunaan ulang. Pati merupakan polisakarida dari tanaman. Polisakarida terdiri dari beberapa monosakarida yang terhubung dengan ikatan glikosida. Tanaman yang mengandung pati di 7

11 antaranya: beras, jagung, kentang, gandum, sagu, ubi, tapioka, dan umbi garut. Pati memiliki struktur granular semikristalin yang merupakan rezim antara kristal dan amorph. Rezim kristal yang dimiliki oleh pati berasal dari polimer amilopektin yang cabang terluarnya adalah hidrogen yang terikat satu sama lain membentuk crystallite, sedangkan rezim amorph berasal dari titik percabangan dari amilosa dan amilopektin. Pati dapat dipisahkan menjadi dua fraksi utama berdasarkan kelarutannya dalam air panas, yaitu 20% pati terdiri dari amilosa (larut) dan 80% sisanya adalah amilopektin (tidak larut). Kandungan amilopektin pada pati sangat penting dalam pembentukan struktur polisiklik aromatik karbon yang berfungsi untuk mengikat gugus sulfonat (-SO 3 H). Pati yang digunakan dalam penelitian Lou et al (2008) adalah pati jagung. Pati jagung memiliki kandungan amilosa sebesar 28% dan kandungan amilopektin sebesar 72%. Kandungan amilopektin yang tinggi ini merupakan alasan utama pati jagung menghasilkan aktivitas katalitik yang paling baik. 2.3 Sintesis Katalis Karbon Tersulfonasi Katalis asam heterogen berbahan dasar karbon menggunakan bahan baku sakarida dapat disintesis melalui beberapa proses seperti pirolisis, impregnasi, dan karbonisasi hidrotermal Sintesis Katalis Karbon Tersulfonasi dengan Proses Pirolisis-Sulfonasi Pirolisis merupakan proses dekomposisi dengan pemanasan pada temperatur tinggi yang mendorong terjadinya proses karbonisasi tidak sempurna untuk membentuk material karbon polisiklik aromatik, sedangkan sulfonasi merupakan proses untuk menambahkan gugus aktif SO 3 H ke dalam material karbon polisiklik tersebut. Tahap sulfonasi dapat merusak struktur pori katalis sehingga luas permukaan katalis akan berkurang. Pori katalis yang besar akan menyebabkan reaktan lebih mudah berdifusi ke bagian dalam katalis. Hal ini dapat menyebabkan kontak yang lebih intensif antara reaktan dengan pusat asam katalis dan katalis akan menghasilkan aktivitas yang lebih baik. Proses sulfonasi dari material karbon hasil pirolisis akan menghasilkan padatan yang stabil dengan massa jenis sisi aktif yang besar. Dengan demikian, proses karbonisasi dan sulfonasi yang baik dari senyawa sakarida akan menghasilkan struktur karbon yang stabil dengan densitas gugus SO 3 H yang besar (Liu, et al., 2009). Selain itu katalis karbon tersulfonasi memiliki gugus karbon yang stabil dan tidak larut dalam kondisi asam maupun basa. Katalis ini dapat dengan mudah dipisahkan dari reaksi dan sangat mudah untuk digunakan kembali (Kang, Ye, & Chang, 2013). Proses 8

12 sintesis material karbon tersulfonasi melalui proses pirolisis-sulfonasi ditampilkan dalam Gambar 2.2. (A) Pirolisis ; (B) Karbonisasi tidak Sempurna ; (C) Sulfonasi Gambar 2.2 Proses pirolisis-sulfonasi (Okamura, et al., 2006) Katalis yang dihasilkan melalui proses pirolisis-sulfonasi memilki jumlah gugus fungsional hidrofilik yang besar sehingga mampu menyediakan akses yang baik untuk reaktan hidrofilik untuk dapat bereaksi dengan kelompok SO 3 H. Namun, gugus-gugus fungsional hidrofilik tersebut dapat menjadi penghalang dalam penggabungan molekul hidrofobik (asam lemak) ke pusat aktif katalis. Akibatnya, katalis ini masih kurang baik untuk digunakan dalam reaksi-reaksi hidrofobik karena reaksi hanya dapat terjadi jika reaktan dapat mengakses permukaan katalis. Katalis asam padat yang dihasilkan dari proses pirolisissulfonasi memiliki luas permukaan spesifik yang relatif rendah yakni < 8 m 2 /g (Lou, et al., 2008; Nakajima, et al., 2008) sehingga kemampuan katalis tersebut masih kurang baik untuk mengkatalisis reaksi pada molekul-molekul reaktan yang kecil seperti reaksi asam asetat dengan metanol Sintesis Katalis Karbon Tersulfonasi Dengan Proses Impregnasi Untuk menyikapi keterbatasan katalis karbon tersulfonasi yang memiliki luas permukaan spesifik yang kecil tersebut, maka dikembangkan prosedur sintesis katalis dengan luas permukaan spesifik yang besar sehingga kontak antara reaktan dengan permukaan katalis menjadi lebih intensif. Strategi awalnya dikemukakan oleh Mo, et al. (2008) di dalam penelitiannya untuk mensintesis katalis karbon tersulfonasi (P-C-SO 3 H) dengan proses pirolisis yang disertai impregnasi dan diikuti dengan proses sulfonasi. Prinsip impregnasi adalah memasukkan katalis logam secara paksa ke dalam rongga-rongga pengemban. Hasilnya katalis (P-C-SO 3 H) memiliki luas permukaan spesifik dan tingkat kepadatan asam yang lebih besar dari katalis (C-SO 3 H) yang dihasilkan dengan proses pirolisis-sulfonasi 9

13 tanpa impregnasi. Proses impregnasi ini bertujuan untuk memberikan support pada katalis sehingga material karbon yang dihasilkan dari proses pirolisis tidak hancur melainkan membentuk luas permukaan aktif yang lebih besar. Proses pembuatan katalis melalui proses pirolisis-sulfonasi dengan dan tanpa impregnasi ditunjukkan dalam Gambar 2.3. Gambar 2.3 Sintesis katalis karbon tersulfonasi C-SO 3 H dan P-C-SO 3 H (Mo, et al, 2008) Beberapa penelitian telah dikembangkan terkait dengan proses impregnasi ini. Kitano, et al. (2009) melaporkan katalis karbon dengan luas permukaan spesifik yang tinggi dapat disintesis dengan proses impregnasi menggunakan ZnCl 2 yang dilanjutkan dengan proses sulfonasi. Dalam hasil penelitiannya, katalis karbon tersulfonasi yang diperoleh melalui proses impregnasi menggunakan ZnCl 2 ini memiliki acid site density sebesar 1,3 mmol/g dan hasil BET menunjukkan bahwa katalis memiliki luas permukaan spesifik sebesar 805 m 2 /g dengan temperatur pirolisis optimum pada 450 o C. Sedangkan katalis karbon tersulfonasi yang dihasilkan tanpa proses impregnasi memiliki acid site density sebesar 0,5 mmol/g dan luas permukaan spesifik hanya sebesar 33 m 2 /g. Namun penggunaan ZnCl 2 sebagai agen pengaktif telah menurun karena masalah ekonomi dan pencemaran lingkungan karena adanya senyawa seng (Zn) yang berbahaya. Selanjutnya Fu, et al (2012) mengembangkan prosedur sintesis katalis asam padat berbasis karbon dengan proses impregnasi menggunakan H 3 PO 4 untuk menghasilkan katalis dengan luas permukaan spesifik yang tinggi untuk menjamin aksesibilitas gugus SO 3 H yang baik ke dalam pusat aktif katalis. Fu, et al. (2012) melakukan variasi temperatur dan waktu 10

14 pirolisis untuk menemukan waktu dan temperatur yang paling tepat dalam sintesa katalis asam berbahan dasar karbon ini. Katalis karbon tersulfonasi yang dihasilkan dari proses impregnasi menggunakan H 3 PO 4 memiliki acid site density sebesar 1.1 mmol/g dan luas permukaan spesifik sebesar 118 m 2 /g dengan temperatur pirolisis optimum pada 250 o C selama 1.5 jam. Dalam penelitiannya juga dilakukan sintesis katalis karbon tersulfonasi tanpa proses impregnasi menggunakan H 3 PO 4 dan dihasilkan acid site density sebesar 1 mmol/g dengan luas permukaan spesifik < 1 m 2 /g. Selain itu juga dilakukan sintesis katalis karbon menggunakan proses impregnasi namun tidak diikuti proses sulfonasi dan hasilnya menunjukkan acid site density sebesar 0.4 mmol/g dengan luas permukaan spesifik sebesar 830 m 2 /g. Meskipun proses pirolisis-sulfonasi mampu menghasilkan katalis asam heterogen yang stabil dan memiliki nilai acid site density yang cukup tinggi serta proses impregnasi mampu menghasilkan katalis dengan luas permukaan spesifik yang lebih besar, namun proses pirolisis yang dilakukan pada temperatur tinggi ( ± 400 o C ) dan dalam waktu yang lama (15 jam) menjadikan proses ini tidak ramah lingkungan dan menimbulkan potensi dihasilkannya limbah yang dapat mencemari lingkungan. Di sisi lain pada proses sulfonasi dibutuhkan asam sulfat pekat (96%) yang cukup banyak dan dilakukan pada temperatur 150 o C selama 15 jam juga menjadi pertimbangan tersendiri bagi para ilmuwan untuk mengembangkan sintesis katalis asam heterogen berbahan dasar sakarida dengan proses yang lebih ramah lingkungan. Salah satu proses yang dapat digunakan untuk menghasilkan katalis berbahan dasar sakarida adalah dengan proses karbonisasi hidrotermal Sintesis Katalis Karbon Tersulfonasi Dengan Proses Hidrotermal Proses karbonisasi hidrotermal sering disebut sebagai proses karbonisasi basah. Proses hidrotermal dilakukan dengan cara memanaskan biomassa dalam kondisi basah dengan temperatur tertentu ( C) dengan rentang tekanan bar atau tekanan saturated steam. Proses karbonisasi hidrotermal merupakan salah satu metode untuk membentuk material polisiklik aromatik sekaligus memasukkan gugus fungsi tertentu ke dalam kerangka karbon yang dihasilkan dengan menambahkan zat aditif tertentu. Kelebihan dari proses ini adalah kondisi temperatur yang relatif lebih rendah dari pirolisis, tidak dibutuhkannya aliran gas inert untuk menghilangkan oksigen dari proses, lebih ramah lingkungan, murah, dan lebih mudah dilakukan (Wei, Xu, & Li, 2009). 11

15 Secara umum katalis asam berbahan dasar karbon dapat disintesis melalui proses hidrotermal dilanjutkan dengan proses sulfonasi. Pada proses hidrotermal terjadi karbonisasi secara tidak sempurna terhadap material biomassa untuk pembentukan material karbon polisiklik aromatik sementara pada proses sulfonasi terjadi penambahan gugus aktif SO 3 H ke dalam material karbon hasil karbonisasi hidrotermal. Deshmane, et al (2013) mensintesis katalis karbon tersulfonasi dari glukosa menggunakan proses hidrotermal yang dilanjutkan dengan proses sulfonasi menggunakan asam sulfat. Proses karbonisasi hidrotermal dilakukan pada temperatur 200 o C selama 24 jam. Luas permukaan yang dihasilkan dari proses karbonisasi hidrotermal relatif kecil yakni kurang dari 10 m 2 /g. Kemudian material hasil karbonisasi hidrotermal disulfonasi pada temperatur 150 o C selama 15 jam dan menghasilkan material karbon tersulfonasi yang memiliki kandungan karbon sebesar 53% dan kandungan sulfur mencapai 1.45% dengan luas permukaan spesifik yang besar yakni m 2 /g. Sama halnya dengan proses pirolisis-sufonasi, katalis yang dihasilkan menggunakan proses hidrotermal-sulfonasi ini mampu menghasilkan katalis yang stabil dengan tingkat kepadatan SO 3 H yang besar. Namun proses sulfonasi menggunakan asam kuat seperti asam sulfat membutuhkan temperatur yang tinggi dan waktu yang lama sehingga kondisi tersebut menjadi kurang ramah lingkungan. Penggunaan asam sulfat dalam jumlah yang besar dapat menghasilkan limbah kimia yang membahayakan lingkungan. Oleh karena itu dikembangkan prosedur yang lebih efisien untuk mensintesis katalis karbon tersulfonasi yaitu melalui proses karbonisasi hidrotermal satu tahap. Liang, et al. (2011) mensintesis katalis karbon tersulfonasi menggunakan 2-hydroxyethylsulfonic acid dan pati pada temperatur 180 o C selama 4 jam. Dalam proses satu tahap ini, 2- hydroxyethylsulfonic acid bertindak sebagai molekul bifunctional untuk mengakatalisis proses karbonisasi pati dan membentuk kelompok -SO 3 H. Penggunaan 2-hydroxyethylsulfonic acid menggantikan asam sulfat dilakukan karena alasan berikut ini. Ketika asam sulfat dicampurkan dengan suatu bahan sakarida, akan terjadi karbonisasi secara sangat cepat dan mengakibatkan terbentuknya material karbon dengan permukaan yang hidrofilik sehingga akan menyebabkan sulitnya proses sulfonasi untuk membentuk permukaan katalis dengan sisi aktif yang besar dikarenakan gugus SO 3 H sulit menempel pada katalis. Berbeda halnya jika digunakan 2-hydroxyethylsulfonic acid dimana asam ini tidak memiliki kemampuan dehidrasi yang cepat seperti pada asam sulfat sehingga proses karbonisasi yang dikatalisis dengan asam ini berjalan lebih lambat dan gugus hidroksil yang terlibat dalam proses ini mampu membantu mengikat gugus SO 3 H ke permukaan 12

16 katalis. Perlu diketahui bahwa 2-hydroxyethylsulfonic acid (Gambar 2.4) merupakan asam yang tidak stabil sehingga asam ini umumnya diperoleh dalam bentuk garam natrium atau garam ammonium. Gambar 2.4 Struktur 2-hydroxyethyl sulfonic acid Katalis karbon tersulfonasi yang dihasilkan dari percobaan Liang, et al. (2011) ini memiliki acid site density sebesar 2.6 mmol/g dimana angka ini lebih besar dari katalis asam padat seperti Nafion dan Amberlyst-15 (0.8 mmol/g) dan katalis karbon tersulfonasi menggunakan proses pirolisis-sulfonasi (< 2 mmol/g). Song, et al (2012) mensintesis katalis karbon tersulfonasi dengan proses hidrotermal satu tahap menggunakan gliserol dan concentrated sulfuric acid pada temperatur 180 o C selama 0.5 jam. Disini concentrated sulfuric acid bertindak sebagai molekul bifuctional dalam mengkatalisis proses karbonisasi gliserol dan membentuk kelompok SO 3 H pada katalis secara simultan. Hasilnya katalis karbon tersulfonasi ini memiliki acid site density sebesar 1.6 mmol/g dan luas permukaan spesifik sebesar 87 m 2 /g. Xiao, et al (2010) mensintesis katalis karbon tersulfonasi menggunakan glukosa, asam sitrat, dan hydroxyethylsulfonic acid dengan proses hidrotermal satu tahap pada temperatur 180 o C selama 4 jam. Dalam proses ini, hydroxyethylsulfonic acid berperan untuk menambahkan gugus aktif SO 3 H ke dalam katalis, sedangkan asam sitrat berperan sebagai supplier gugus karbonil untuk mencegah terurainya gugus aktif SO 3 H menjadi gugus sulfonat atau sulfone. Hasilnya katalis ini memiliki nilai acid site density sebesar 1.7 mmol/g dengan perbandingan gugus karbonil dengan gugus asam sulfonat sebesar 1:3. Hasil BET menunjukkan katalis memiliki luas permukaan spesifik sebesar 138 m 2 /g. Lu, et al (2012) mensintesis katalis karbon tersulfonasi menggunakan sukrosa, hydroxyethylsulfonic acid, dan tetraethyl orthosilicate (TEOS) dengan proses karbonisasi hidrotermal satu tahap pada temperatur 180 o C selama 4 jam (Gambar 2.5). 13

17 Gambar 2.5 Proses hidrotermal satu tahap menggunakan hydroxyethyl sulfonic acid dan TEOS (Lu, et al., 2012) Katalis yang dihasilkan memiliki acid site density sebesar 2 mmol/g dimana angka ini lebih tinggi dari katalis asam padat komersial seperti Nafion dan Amberlyst-15 (0.8 mmol/g). Selain itu katalis ini juga menghasilkan nilai BET sebesar 532 m 2 /g. Dalam proses ini TEOS (Gambar 2.6) berperan untuk memperluas permukaan katalis dimana luas permukaan katalis yang dihasilkan tanpa TEOS sebesar 126 m 2 /g. Adanya rangka silika organik dalam struktur katalis mampu meningkatkan kestabilan katalis. Gambar 2.6 Struktur TEOS Perbandingan molar TEOS terhadap hydroxyethylsulfonic acid praktis mengubah tingkat keasaman dan luas permukaan BET katalis yang dihasilkan. Semakin banyak TEOS yang digunakan menghasilkan luas permukaan yang semakin besar, namun di sisi lain akan mereduksi tingkat keasaman katalis karena tingginya kadar silikon dioksida (SiO 2 ). Sementara itu penggunaan hydroxyethylsulfonic acid yang semakin banyak mampu menghasilkan katalis dengan tingkat keasaman yang besar namun luas permukaan spesifiknya menjadi kecil karena terjadi reaksi hidrolisis TEOS secara cepat tanpa berinteraksi dengan sukrosa. 14

18 Zhang, et al. (2011) telah berhasil mensintesis katalis karbon tersulfonasi dengan rantai gabungan antara karbon-silika yang menunjukkan kestabilan yang tinggi dan kereaktifan secara kimia yang baik pada reaksi esterifikasi maupun transesterifikasi untuk menghasilkan biodiesel. Katalis dengan rantai karbon-silika dapat digunakan berulang kali karena adanya silika dalam katalis ini. Senyawa dengan basis silika dapat mengikat lebih banyak cincin benzena untuk disubstitusi oleh gugus sulfonat sehingga derajat sulfonasi menjadi lebih tinggi. Dengan meningkatnya jumlah gugus -SO 3 H maka daya pencampuran antara alkohol dengan minyak atau lemak akan semakin besar. Dari beberapa penelitian yang telah diuraikan di atas, dapat disimpulkan bahwa katalis karbon tersulfonasi yang disintesis melalui proses hidrotermal satu tahap ini mampu menghasilkan luas permukaan katalis yang lebih besar dibandingkan dengan katalis karbon tersulfonasi yang dihasilkan melalui proses pirolisis-sulfonasi dan mampu mempertahankan nilai acid site density yang cukup tinggi. Di sisi lain, proses karbonisasi hidrotermal satu tahap ini mampu mengurangi limbah kimia yang berbahaya karena meminimalisir penggunaan asam kuat seperti asam sulfat pada proses sulfonasi. Temperatur yang digunakan pada proses hidrotermal satu tahap ini juga lebih rendah dari temperatur proses pirolisissulfonasi sehingga proses ini menjadi alternatif proses sintesis katalis yang lebih ramah lingkungan. Dalam penelitian ini, katalis asam heterogen akan dibuat dari bahan baku berbahan dasar sakarida yaitu pati jagung. Katalis asam heterogen tersebut akan disintesis menggunakan proses karbonisasi hidrotermal satu tahap. hydroxyethylsulfonic acid sebagai asam yang memiliki gugus sulfonat akan digunakan sebagai molekul yang bertindak sebagai molekul bifunctional untuk mengakatalisis proses karbonisasi pati dan membentuk kelompok -SO 3 H dan TEOS digunakan untuk memperoleh katalis dengan luas permukaan spesifik yang besar sehingga dapat meningkatkan performa katalis asam heterogen yang dihasilkan. Dalam penelitian ini performa katalis asam heterogen yang dihasilkan akan diuji melalui reaksi esterifikasi asam oleat. 15

19 BAB III METODE PENELITIAN Dalam penelitian ini, akan dilakukan pembuatan katalis asam heterogen menggunakan metode karbonisasi hidrotermal dan sulfonasi secara serempak (karbonisasi hidrotermal satu tahap). 3.1 Pembuatan Katalis Asam Heterogen dengan Proses Karbonisasi Hidrotermal Katalis asam heterogen akan dibuat dari bahan baku berbahan dasar sakarida yaitu pati jagung. Sebagai agen sulfonasi, akan digunakan hydroxyethylsulfonic acid. Hydroxyethylsulfonic acid merupakan senyawa yang tidak stabil sehingga umumnya dijual dalam bentuk garam. Oleh karena itu dalam penelitian ini akan dilakukan variasi pembuatan katalis asam heterogen menggunakan hydroxyethylsulfonic acid dalam bentuk garam maupun dalam bentuk asam untuk melihat pengaruhnya terhadap katalis yang dihasilkan. Untuk meningkatkan luas permukaan katalis, akan digunakan support berbasis silika. Sebagai sumber silika akan digunakan tetraethyl orthosilicate (TEOS). Pengaruh rasio jumlah hydroxyethylsulfonic acid, TEOS, dan bahan baku pati jagung terhadap luas permukaan spesifik katalis, acid site density katalis, dan kemampuan katalisasi katalis pada reaksi esterifikasi asam oleat kemudian akan dipelajari. Adapun temperatur dan waktu karbonisasi hidrotermal yang digunakan didasarkan pada penelitian Zhang, et al. (2010) dan Zhang, et al. (2011) yaitu pada temperatur 180 o C dan waktu 24 jam. Tabel 3.1 Variasi Jumlah Hydroxyethylsulfonic acid, TEOS, dan pati Karbonisasi Hidrotermal Satu Tahap Variasi Pati Asam TEOS Garam hydroxyethylsulfonic Asam hydroxyethylsulfonic Dalam penelitian pembuatan katalis asam heterogen dengan metode hidrotermal satu tahap ini, bahan baku pati jagung, asam yang memiliki gugus sulfonat, dan TEOS dicampur 16

20 di dalam autoklaf kemudian dipanaskan dalam oven pada suhu 180ºC selama 24 jam. Padatan yang diperoleh disaring, dicuci, dan kemudian dikeringkan dalam oven pada temperatur 100 o C selama 24 jam. Autoklaf yang digunakan untuk melangsungkan proses karbonisasi hidrotermal diperlihatkan pada Gambar 3.1. Diagram alir proses pembuatan katalis asam heterogen dengan proses karbonisasi hidrotermal satu tahap diperlihatkan pada Gambar 3.2. Gambar 3.1 Teflon-Lined Stainless Steel Autoclave Bahan baku pati dan Hydroxyethylsulfonic acid dimasukkan ke dalam 60 ml air demin lalu diaduk pada temperatur 65 o C selama 25 menit. Kedalam campuran tersebut selanjutnya ditambahkan TEOS dengan komposisi sesuai variasi percobaan Campuran dimasukkan ke dalam 100 ml Teflon-lined stainless steel autoclave. Teflonlined stainless steel autoclave ditutup dengan rapat dam dipanaskan dalam oven pada temperatur 180 o C selama 24 jam. Hasil dari proses karbonisasi hidrotermal kemudian dicuci menggunakan air dan etanol sampai warna filtrat bening Padatan katalis karbon yang diperoleh dikeringkan di dalam oven pada temperatur 100 o C selama 24 jam. Selesai. Gambar 3.2 Prosedur Pembuatan Katalis Karbonisasi Hidrotermal Satu Tahap 17

21 Pada pembuatan katalis asam heterogen menggunakan hydroxyethylsulfonic acid perlu dilakukan pembebasan asam hydroxyethylsulfonic dari bentuk garamnya. Proses pembebasan hydroxyethylsulfonic acid dari bentuk garam diperlihatkan pada Gambar 3.3. Asam oksalat dan hydroxyethylsulfonic acid (dalam bentuk garam) ditimbang (perbandingan mol asam oksalat dan garam hydroxyethylsulfonic adalah 1:1) Air dipanaskan hingga mencapai temperatur 100 o C. Air yang telah dipanaskan digunakan untuk melarutkan asam oksalat dan garam hydroxyethylsulfonic, masing-masing dalam gelas kimia yang berbeda. Jumlah air untuk melarutkan asam oksalat adalah berdasarkan literatur: gram oksalat dilarutkan dalam 250 ml aquades Jumlah air untuk melarutkan garam hydroxyethylsulfonic adalah berdasarkan literatur: gram garam hydroxyethylsulfonic dilarutkan dalam 500 ml aquades Larutan asam oksalat dan garam hydroxyethylsulfonic dicampur dalam gelas kimia lalu diletakan dalam ice bath untuk proses kristalisasi Kristal yang terbentuk dipisahkan melalui proses filtrasi Filtrat yang terbentuk dikeringkan dalam oven untuk menghilangkan air yang terkandung dalam filtrat Gambar 3.3 Diagram Alir Proses Pembuatan hydroxyethylsulfonic acid 3.2 Analisa Sifat Fisik dan Kimia Katalis Analisa yang digunakan dalam menguji karakteritik katalis, adalah BET (Brunauer Emmett Teller), SEM (Scanning Electron Microscopy) dan EDS (Energy Dispersive Spectrocopy). Analisa BET digunakan untuk mengetahui luas permukaan dan rata-rata 18

22 ukuran pori katalis hidrotermal yang didapat. Analisa SEM (Scanning Electron Microscopy) digunakan untuk melihat sturuktur dan morfologi katalis hidrotermal. Analisa EDS (Energy Dispersive Spectrocopy) digunakan untuk menentukan komposisi dalam katalis hidrotermal. 3.3 Uji Kinerja Katalis Pada penelitian ini, uji kinerja katalis dilakukan menggunakan reaksi esterifikasi asam oleat. Kinerja katalis akan dinilai berdasarkan parameter konversi asam oleat, densitas metil oleat dan viskositas metil oleat. Cara kerja pada proses ini ditampilkan pada Gambar %-b katalis karbonisasi hidrotermal satu tahap dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer Asam oleat dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer Metanol dengan rasio molar 10 : 1 terhadap asam oleat dimasukkan juga ke dalam erlenmeyer Erlenmeyer dirangkai dalam rangkaian alat esterifikasi Campuran dalam labu erlenmeyer dipanaskan selama 3 jam pada temperature 80 o C dan diaduk dengan kecepatan tertentu Campuran pada labu erlenmeyer disentrifugasi selama 15 menit dengan tujuan memisahkan katalis, kemudian dimasukkan ke dalam corong pisah Hasil metil oleat pada fasa atas diambil dan air-metanol yang tersisa dipisahkan Metil oleat yang telah dipisahkan dicuci dengan air panas Gambar 3.4 Cara Kerja Reaksi Esterifikasi Asam Oleat 19

23 BAB IV JADWAL PELAKSANAAN No. Kegiatan Persiapan alat dan bahan Pembuatan katalis asam heterogen menggunakan pati jagung Karakterisasi sifat fisik dan kimia katalis asam heterogen Uji reaksi esterifikasi dengan menggunakan asam oleat 5 Penyelesaian laporan 20

24 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Pada penelitian ini, pembuatan katalis asam heterogen berbasis komposit karbonsilika menggunakan bahan dasar sakarida yaitu pati jagung sebagai sumber kerangka karbon dalam katalis. Pembuatan katalis asam heterogen ini dilakukan menggunakan proses hidrotermal dan sulfonasi secara serempak yang dilangsungkan dalam 100 ml Teflon-lined stainless steel autoclaves. Sebagai agen sulfonasi digunakan hydroxyethylsulfonic acid dalam bentuk garam maupun dalam bentuk asam. Selain itu dalam pembuatan katalis asam heterogen ini juga digunakan tetraethyl orthosilicate (TEOS) sebagai support katalis yang diharapkan mampu memperluas permukaan katalis. Karakterisasi katalis dilakukan menggunakan Scaning Electron Microscope (SEM), Energy Dispersive Spectroscopy (EDS), dan Brunauer-Emmett-Teller (BET). Pengujian performa katalis dilakukan dengan reaksi esterifikasi asam oleat. 5.1 Pembuatan Katalis Dengan Menggunakan Garam Na-hydroxyethyl sulfonate Variasi percobaan dilakukan untuk melihat pengaruh rasio jumlah pati jagung, asam hydroxyethyl sulfonate dalam bentuk garam natrium, dan TEOS terhadap acid site density dan luas permukaan katalis yang dihasilkan. Tabel 5.1 Variasi Jumlah Pati, Garam Na-hydroxyethyl sulfonate, dan TEOS Variasi Pati jagung (gr) Na-hydroxyethyl sulfonate (gr) TEOS (gr) Simbol SH SH-2 2 3,5 2 SH-3 Prosedur pembuatan katalis asam heterogen dilakukan berdasarkan prosedur yang diusulkan oleh Zhang, et al., (2011). Pati jagung dan garam Na-hydroxyethyl sulfonate dengan jumlah tertentu dicampur terlebih dahulu sambil diaduk dalam air demin selama 30 menit pada temperatur 65 º C. Pada tahap ini terjadi gelatinisasi pati. Selanjutnya TEOS ditambahkan dalam jumlah tertentu. Campuran kemudian dimasukkan ke dalam autoklaf. Pemanasan campuran dalam autoklaf dilakukan menggunakan oven pada temperatur 180 C 21

25 selama 24 jam. Produk yang dihasilkan disaring dan dicuci menggunakan aquades dan etanol sampai ph filtrat dari pencucian katalis netral dan filtrat berwarna bening. Setelah dilakukan pencucian produk yang dihasilkan dikeringkan dalam oven selama 24 jam pada temperatur 100 C sehingga diperoleh padatan berwarna hitam Uji Kinerja Katalis Katalis yang dihasilkan diuji kinerjanya dalam reaksi esterifikasi asam oleat. Sebanyak 5%-wt katalis dimasukkan ke dalam campuran methanol dan asam oleat dengan rasio molar 10:1 dan direaksikan pada temperatur 80 C selama tiga jam. Reaksi dilangsungkan dalam sebuah erlenmeyer yang dilengkapi kondensor refluks. Untuk mempertahankan temperatur reaksi digunakan waterbath yang dilengkapi thermostat. Setelah reaksi esterifikasi selesai, campuran kemudian disentrifugasi untuk memisahkan katalis padat dari campuran reaksi. Kemudian campuran reaksi dimasukkan ke dalam corong pisah dan didiamkan semalaman. Campuran reaksi yang sudah didiamkan semalaman tidak menunjukkan adanya pemisahan dua fasa. Hal ini terjadi pada semua campuran hasil reaksi esterifikasi menggunakan katalis SH-1, SH-2, dan SH-3. Pada dasarnya reaksi esterifikasi asam oleat dan metanol mengikuti persaman reaksi kimia seperti yang ditunjukkan berikut ini: Berdasarkan persamaan reaksi diatas dapat dilihat bahwa reaksi esterifikasi asam oleat dan metanol akan menghasilkan metil oleat dan air. Metil oleat memiliki sifat tidak larut dalam air. Dengan demikian, salah satu indikasi awal keberhasilan reaksi esterifikasi dapat ditentukan melalui terbentuk atau tidaknya dua fasa cairan setelah reaksi dilangsungkan. Tidak terbentuknya dua fasa cairan dari campuran hasil reaksi menunjukkan bahwa reaksi esterifikasi asam oleat sesungguhnya tidak terjadi. Untuk memastikan bahwa campuran reaksi masih berupa larutan asam oleat dan metanol dan bukan produk metil oleat maka dilakukan analisis densitas dan viskositas terhadap campuran hasil reaksi esterifikasi menggunakan katalis SH-1, SH-2 dan SH-3 tersebut di atas. Hasil selengkapnya disajikan pada Tabel

26 Tabel 5.2 Hasil Uji Reaksi Katalis SH-1, SH-2 dan SH-3 Pati (gr) Variasi Nahydroxyethyl sulfonate (gr) TEOS (gr) Simbol Konversi ρ produk (gr/ml) μ produk (mm 2 /s) SH-1 0 0,919 10, SH-2 0 0,892 8, SH-3 0 0,909 8,915 Densitas metil oleat pada 40 o C adalah 0,874 gr/ml sedangkan viskositas kinematik metil oleat pada 40 C berada pada rentang 2,3-6 mm 2 /s. Dari Tabel 5.2 dapat dilihat bahwa densitas produk esterifikasi berada pada rentang 0,892-0,919 gr/ml. Nilai densitas ini melebihi densitas metil oleat seharusnya. Nilai densitas ini lebih mendekati nilai densitas asam oleat yaitu 0,895 gr/ml. Pada uji viskositas juga diperoleh hal yang serupa dengan uji densitas. Viskositas produk esterifikasi yang diperoleh berada pada rentang 8,38-10,255 mm 2 /s. Nilai viskositas ini cukup jauh dari viskositas metil oleat. Hasil analisis yang diperoleh mengindikasikan bahwa katalis asam heterogen SH-1, SH-2, dan SH-3 yang digunakan tidak berfungsi seperti yang diharapkan dalam reaksi esterifikasi asam oleat dan metanol Karakterisasi Katalis Karakterisasi katalis hasil karbonisasi hidrotermal dan sulfonasi secara serempak menggunakan garam Na-hydroxyethyl sulfonate yang dilakukan meliputi Scaning Electron Microscope (SEM), Energy Dispersive Spectroscopy (EDS), dan Brunauer-Emmett-Teller (BET). Karakterisasi dilakukan pada dua sampel katalis yaitu katalis SH-2 dan SH-3. Scaning Electron Microscope (SEM) Tujuan dari analisis SEM adalah untuk mengetahui morfologi katalis. Hasil analisis SEM katalis SH-2 dan SH-3 dengan perbesaran 2000x diperlihatkan pada Gambar 5.1. Berdasarkan Gambar 5.1 dapat dilihat bahwa katalis yang dihasilkan memiliki permukaan yang tidak halus (cenderung kasar) dan teragregasi serta memiliki rongga pada permukaan katalis. 23

27 Gambar 5.1 Analisis SEM Katalis (a) SH-2 dan (b) SH-3 (Perbesaran 2000x) Analisis Energy Dispersive Spectroscopy (EDS) Kandungan unsur pada permukaan katalis dianalisis menggunakan Energy Dispersive Spectroscopy (EDS). Hasil analisis Energy Dispersive Spectroscopy (EDS) katalis SH-2 dan katalis SH-3 diperlihatkan pada Tabel 5.3 dan 5.4. Pati (gr) Tabel 5.3 Analisis EDS Spektrum Murni Katalis SH-2 dan SH-3 Variasi Simbol % Nahydroxyethyl sulfonate (gr) TEOS (gr) massa C % massa O % massa Si % massa S SH-2 50,94 39,05 10, SH-3 69,75 27,13 3,11 - Pati (gr) Tabel 5.4 Analisis EDS Spektrum Oksida Katalis SH-2 dan SH-3 Variasi Simbol % massa S % Nahydroxyethyl sulfonate (gr) TEOS (gr) massa SO 3 H % massa SiO SH , SH ,10 Berdasarkan hasil analisis EDS dapat disimpulkan bahwa unsur-unsur yang terdapat di permukaan katalis diantaranya karbon (C), oksigen (O), dan silika (SiO 2 ). Keberadaan silika pada masing-masing katalis menunjukkan bahwa katalis yang terbentuk merupakan katalis komposit karbon-silika. Dari hasil EDS tidak ditemukan adanya kandungan sulfur (S) pada katalis. Hal ini menunjukkan bahwa metode pembuatan katalis asam heterogen dengan proses karbonisasi 24

28 hidrotermal dan sulfonasi secara serempak belum berhasil memasukkan gugus sulfonat pada kerangka karbon katalis. Hal ini diduga terjadi karena garam Na-hydroxyethyl sulfonate yang digunakan sebagai agen sulfonasi tidak cukup kuat untuk dapat memasukkan gugus sulfonat ke dalam kerangka karbon katalis. Pada pengukuran ph larutan garam Na-hydroxyethyl sulfonate, diperoleh ph larutan garam tersebut berkisar pada ph 9 (sedikit basa). Tidak adanya kandungan sulfur (S) di dalam katalis menunjukkan bahwa katalis tidak memiliki gugus SO 3 H yang berfungsi sebagai pusat aktif katalis. Hal ini sejalan dengan hasil yang ditunjukkan pada uji kinerja reaksi di atas. Pada reaksi esterifikasi asam oleat menggunakan katalis yang dihasilkan dari proses karbonisasi hidrotermal dan sulfonasi secara serempak menggunakan garam Na-hydroxyethyl sulfonate, katalis tidak memiliki kemampuan katalisasi sehingga produk metil oleat yang diharapkan tidak terbentuk. Jika dilihat dari variasi penambahan jumlah Na-hydroxyethyl sulfonate dengan jumlah TEOS yang tetap, diperoleh kecenderungan jumlah silika dalam katalis cenderung berkurang. Hal ini diduga karena terjadinya reaksi hidrolisis TEOS yang merupakan sumber silika bagi katalis oleh Na-hydroxyethyl sulfonated sebelum sempat membentuk material komposit karbon-silika. Analisis Brunauer-Emmett-Teller (BET) Pati (gr) Tabel 5.5 Analisis BET Katalis SH-2 dan SH-3 Variasi Luas permukaan katalis SH-2 dan SH-3 dianalisis menggunakan Brunauer-Emmett- Teller (BET) disajikan pada Tabel 5.5. Nahydroxyethyl sulfonated (gr) Diameter rata rata Luas pori katalis Simbol permukaan TEOS (gr) (m 2 /g) ( Å) (nm) SH-2 82, ,484 31, ,5 2 SH-3 12, ,750 17,975 Hasil analisis BET menunjukkan bahwa katalis SH-2 memiliki luas permukaan yang lebih besar di bandingkan katalis SH-3. Berdasarkan kandungan silika dari analisis EDS, katalis SH-2 memiliki kandungan silika (Si) lebih besar, yaitu 27,99%. Sementara kandungan silika pada katalis SH-3 hanya 9,10%. Dengan kandungan silika yang lebih besar tentu katalis SH-2 memiliki luas permukaan yang lebih besar juga. Ukuran diameter rata-rata pori katalis berada pada kategori mesopori dengan rentang ukuran diameter pori di antara 2-50 nm. 25

29 5.2 Pembuatan Katalis Dengan Menggunakan Asam Hydroxyethyl Sulfonate Pada percobaan ini dilakukan pembebasan asam hydroxyethyl sulfonate dari bentuk garam nya terlebih dahulu menggunakan asam oksalat. Asam hydroxyethyl sulfonate yang dihasilkan memiliki viskositas yang tinggi dengan ph yang sangat asam (mendekati 0). Bentuk asam hydroxyethyl sulfonate yang diperoleh diperlihatkan pada Gambar 5.2. Gambar 5.2 Asam Hydroxyethyl Sulfonate Variasi percobaan dilakukan untuk melihat pengaruh rasio jumlah pati jagung, asam hydroxyethyl sulfonate, dan TEOS terhadap acid site density dan luas permukaan katalis yang dihasilkan. Tabel 5.6 Variasi Jumlah Pati, Asam hydroxyethyl sulfonate, dan TEOS Variasi Asamhydroxyethyl Pati jagung TEOS Simbol (gr) (gr) sulfonate (gr) AHS AHS-2 2 3,5 2 AHS-3 Secara visual katalis yang dihasilkan dari metode karbonisasi hidrotermal dan sulfonasi serempak menggunakan garam Na-hydroxyethyl sulfonate dan asam hydroxyethyl sulfonate tidak memiliki perbedaan yang mencolok. Warna katalis yang dihasilkan adalah hitam dan berbentuk serbuk. Namun terdapat perbedaan tekstur katalis yang dihasilkan saat 26

30 katalis disentuh, yaitu katalis yang dihasilkan menggunakan asam hydroxyethyl sulfonate memiliki tekstur yang lebih kasar dan keras Uji Kinerja Katalis Kinerja katalis yang dihasilkan diuji menggunakan reaksi esterifikasi asam oleat. Parameter yang diamati meliputi konversi asam oleat serta densitas dan viskositas campuran hasil reaksi. Prosedur reaksi esterifikasi asam oleat yang dilakukan sama seperti prosedur reaksi esterfikasi asam oleat pada percobaan sebelumnya. Setelah reaksi esterifikasi selesai, campuran disentrifugasi untuk memisahkan katalis padat dari campuran reaksi. Kemudian campuran reaksi dimasukkan ke dalam corong pisah dan didiamkan semalaman. Campuran reaksi yang sudah didiamkan semalaman tidak menunjukkan adanya pemisahan dua fasa. Hal ini terjadi pada semua campuran hasil reaksi menggunakan katalis AHS-1, AHS-2, dan AHS-3. Hal ini menunjukkan bahwa reaksi esterifikasi asam oleat menggunakan katalis AHS-1, AHS-2, dan AHS-3 tidak menghasilkan produk metil oleat yang diinginkan. Untuk memastikan bahwa campuran reaksi masih berupa larutan asam oleat dan metanol dan bukan produk metil oleat maka dilakukan analisis densitas dan viskositas terhadap campuran hasil reaksi menggunakan katalis AHS-1, AHS-2 dan AHS-3 tersebut di atas. Hasil selengkapnya disajikan pada Tabel 5.7. Tabel 5.7 Hasil Uji Reaksi Katalis AHS-1, AHS-2 dan AHS-3 Pati (gr) Variasi Asam hydroxyethyl sulfonate (gr) TEOS (gr) Simbol Konversi ρ produk (gr/ml) μ produk (mm 2 /s) AHS-1 0 0,887 9, AHS-2 0 0,908 10, AHS-3 0 0,877 7,477 Dari Tabel 5.7 dapat dilihat bahwa densitas produk esterifikasi berada pada rentang 0,877-0,908 gr/ml. Nilai densitas ini melebihi nilai densitas metil oleat yang seharusnya dan lebih mendekati nilai densitas asam oleat. Viskositas produk esterifikasi yang diperoleh juga melebihi viskositas metil oleat dan lebih mendekati viskositas asam oleat. Hasil analisa yang diperoleh mengindikasikan bahwa katalis AHS-1, AHS-2, dan AHS-3 yang digunakan tidak berperan aktif dalam reaksi esterifikasi asam oleat. 27

31 5.2.2 Karakterisasi Katalis Katalis hasil karbonisasi hidrotermal dan sulfonasi serempak menggunakan asam hydroxyethyl sulfonate selanjutnya diuji menggunakan Scaning Electron Microscope (SEM), Energy Dispersive Spectroscopy (EDS), dan Brunauer-Emmett-Teller (BET). Scaning Electron Microscope (SEM) Karakterisasi SEM dilakukan dengan perbesaran 2000x. Gambar hasil karakterisasi SEM katalis dengan perbesaran 2000x diperlihatkan pada Gambar 5.3. Berdasarkan Gambar 5.3 dapat dilihat bahwa katalis yang dihasilkan memiliki permukaan yang cenderung kasar, teragregasi, serta memiliki rongga pada permukaan katalis. Gambar 5.3 Analisis SEM Katalis (a) AHS-1, (b) AHS-2 dan (c) AHS-3 (Perbesaran 2000x) Energy Dispersive Spectroscopy (EDS) Kandungan unsur-unsur pada permukaan katalis dianalisis menggunakan Energy Dispersive Spectroscopy (EDS). Hasil analisis Energy Dispersive Spectroscopy (EDS) spektrum murni dan spektrum oksida katalis AHS-1, AHS-2, dan AHS-3 ditunjukkan pada Tabel 5.8 dan 5.9. Pati (gr) Tabel 5.8 Analisis EDS Spektrum Murni Katalis AHS-1, AHS-2 dan AHS-3 Variasi Simbol % Asam hydroxyethyl sulfonate (gr) TEOS (gr) massa C % massa O % massa Si % massa S AHS-1 38,93 41,8 19, AHS-2 59,57 28,99 11, AHS-2 76,1 23,44 0,39-28

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebutuhan akan sumber bahan bakar semakin meningkat dari waktu ke waktu seiring dengan meningkatnya pertumbuhan penduduk. Akan tetapi cadangan sumber bahan bakar justru

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pengembangan sumber energi alternatif saat ini terus digiatkan dengan tujuan

I. PENDAHULUAN. Pengembangan sumber energi alternatif saat ini terus digiatkan dengan tujuan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengembangan sumber energi alternatif saat ini terus digiatkan dengan tujuan untuk mengatasi masalah kekurangan sumber energi akibat cadangan sumber energi fosil yang semakin

Lebih terperinci

BAB III METODA PENELITIAN. yang umum digunakan di laboratorium kimia, set alat refluks (labu leher tiga,

BAB III METODA PENELITIAN. yang umum digunakan di laboratorium kimia, set alat refluks (labu leher tiga, 24 BAB III METODA PENELITIAN A. Alat dan Bahan 1. Alat Alat yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah semua alat gelas yang umum digunakan di laboratorium kimia, set alat refluks (labu leher tiga,

Lebih terperinci

UJI COBA PEMBUATAN BIODIESEL MENGGUNAKAN KATALIS D-GLUKOSA DAN PATI JAGUNG

UJI COBA PEMBUATAN BIODIESEL MENGGUNAKAN KATALIS D-GLUKOSA DAN PATI JAGUNG UJI COBA PEMBUATAN BIODIESEL MENGGUNAKAN KATALIS D-GLUKOSA DAN PATI JAGUNG Gloria Marcella Morgen Wiria *, Irene Tedjasaputra *, dan Herry Santoso Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknologi Industri, Universitas

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Reaksi esterifikasi antara asam karboksilat dengan alkohol bersifat reversible, sehingga untuk membuat kesetimbangan reaksi berjalan ke arah pembentukan ester dapat

Lebih terperinci

AKTIVITAS KATALIS K 3 PO 4 /NaZSM-5 MESOPORI PADA TRANSESTERIFIKASI REFINED PALM OIL (RPO) MENJADI BIODIESEL

AKTIVITAS KATALIS K 3 PO 4 /NaZSM-5 MESOPORI PADA TRANSESTERIFIKASI REFINED PALM OIL (RPO) MENJADI BIODIESEL L/O/G/O AKTIVITAS KATALIS K 3 PO 4 /NaZSM-5 MESOPORI PADA TRANSESTERIFIKASI REFINED PALM OIL (RPO) MENJADI BIODIESEL SAMIK (1409201703) Pembimbing: Dra. Ratna Ediati, M.S., Ph.D. Dr. Didik Prasetyoko,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Perlakuan Awal dan Karakteristik Abu Batubara Abu batubara yang digunakan untuk penelitian ini terdiri dari 2 jenis, yaitu abu batubara hasil pembakaran di boiler tungku

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT Bahan-bahan dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah biji karet, dan bahan pembantu berupa metanol, HCl dan NaOH teknis. Selain bahan-bahan di atas,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pendahuluan Proses pembuatan MCT dapat melalui dua reaksi. Menurut Hartman dkk (1989), trigliserida dapat diperoleh melalui reaksi esterifikasi asam lemak kaprat/kaprilat

Lebih terperinci

Bab III Pelaksanaan Penelitian

Bab III Pelaksanaan Penelitian Bab III Pelaksanaan Penelitian Penelitian ini dilakukan untuk mengevaluasi efektivitas transesterifikasi in situ pada ampas kelapa. Penelitian dilakukan 2 tahap terdiri dari penelitian pendahuluan dan

Lebih terperinci

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan Pada penelitian ini, proses pembuatan monogliserida melibatkan reaksi gliserolisis trigliserida. Sumber dari trigliserida yang digunakan adalah minyak goreng sawit.

Lebih terperinci

SINTESIS KATALIS ZSM-5 MESOPORI DAN AKTIVITASNYA PADA ESTERIFIKASI MINYAK JELANTAH UNTUK PRODUKSI BIODISEL

SINTESIS KATALIS ZSM-5 MESOPORI DAN AKTIVITASNYA PADA ESTERIFIKASI MINYAK JELANTAH UNTUK PRODUKSI BIODISEL SINTESIS KATALIS ZSM-5 MESOPORI DAN AKTIVITASNYA PADA ESTERIFIKASI MINYAK JELANTAH UNTUK PRODUKSI BIODISEL SUSI NURUL KHALIFAH 1408 201 001 Dosen Pembimbing: Dr. Didik Prasetyoko, M.Sc PENDAHULUAN Minyak

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4:1, MEJ 5:1, MEJ 9:1, MEJ 10:1, MEJ 12:1, dan MEJ 20:1 berturut-turut

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4:1, MEJ 5:1, MEJ 9:1, MEJ 10:1, MEJ 12:1, dan MEJ 20:1 berturut-turut BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 5. Reaksi Transesterifikasi Minyak Jelantah Persentase konversi metil ester dari minyak jelantah pada sampel MEJ 4:1, MEJ 5:1, MEJ 9:1, MEJ 10:1, MEJ 12:1, dan MEJ

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan Energi merupakan salah satu kebutuhan wajib bagi seluruh masyarakat dunia, khususnya masyarakat Indonesia. Bahan bakar minyak (BBM) menjadi salah satu

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Penelitian ini didahului dengan perlakuan awal bahan baku untuk mengurangi pengotor yang terkandung dalam abu batubara. Penentuan pengaruh parameter proses dilakukan dengan cara

Lebih terperinci

Perbandingan aktivitas katalis Ni dan katalis Cu pada reaksi hidrogenasi metil ester untuk pembuatan surfaktan

Perbandingan aktivitas katalis Ni dan katalis Cu pada reaksi hidrogenasi metil ester untuk pembuatan surfaktan Perbandingan aktivitas katalis Ni dan katalis Cu pada reaksi hidrogenasi metil ester untuk pembuatan surfaktan Tania S. Utami *), Rita Arbianti, Heri Hermansyah, Wiwik H., dan Desti A. Departemen Teknik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1

BAB I PENDAHULUAN I.1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Cadangan dan produksi bahan bakar minyak bumi (fosil) di Indonesia mengalami penurunan 10% setiap tahunnya sedangkan tingkat konsumsi minyak rata-rata naik 6% per tahun.

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap. Penelitian penelitian pendahuluan dilakukan untuk mendapatkan jenis penstabil katalis (K 3 PO 4, Na 3 PO 4, KOOCCH 3, NaOOCCH 3 ) yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Energi berperan penting dalam kehidupan manusia yang mana merupakan kunci utama dalam berbagai sektor ekonomi yang dapat mempengaruhi kualitas kehidupan manusia. Kebutuhan

Lebih terperinci

2 Tinjauan Pustaka. 2.1 Polimer. 2.2 Membran

2 Tinjauan Pustaka. 2.1 Polimer. 2.2 Membran 2 Tinjauan Pustaka 2.1 Polimer Polimer (poly = banyak, meros = bagian) merupakan molekul besar yang terbentuk dari susunan unit ulang kimia yang terikat melalui ikatan kovalen. Unit ulang pada polimer,

Lebih terperinci

PENGARUH TEMPERATUR PADA PROSES PEMBUATAN ASAM OKSALAT DARI AMPAS TEBU. Oleh : Dra. ZULTINIAR,MSi Nip : DIBIAYAI OLEH

PENGARUH TEMPERATUR PADA PROSES PEMBUATAN ASAM OKSALAT DARI AMPAS TEBU. Oleh : Dra. ZULTINIAR,MSi Nip : DIBIAYAI OLEH PENGARUH TEMPERATUR PADA PROSES PEMBUATAN ASAM OKSALAT DARI AMPAS TEBU Oleh : Dra. ZULTINIAR,MSi Nip : 19630504 198903 2 001 DIBIAYAI OLEH DANA DIPA Universitas Riau Nomor: 0680/023-04.2.16/04/2004, tanggal

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Januari Februari 2014.

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Januari Februari 2014. BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian 1. Waktu Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Januari Februari 2014. 2. Tempat Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia Teknik Pengolahan

Lebih terperinci

4 Pembahasan Degumming

4 Pembahasan Degumming 4 Pembahasan Proses pengolahan biodiesel dari biji nyamplung hampir sama dengan pengolahan biodiesel dari minyak sawit, jarak pagar, dan jarak kepyar. Tetapi karena biji nyamplung mengandung zat ekstraktif

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT Bahan yang digunakan dalam penelitian kali ini terdiri dari bahan utama yaitu biji kesambi yang diperoleh dari bantuan Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan Penelitian Katalis umumnya diartikan sebagai bahan yang dapat mempercepat suatu reaksi kimia menjadi produk. Hal ini perlu diketahui karena, pada dasarnya

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Sintesa Katalis Dalam penelitian ini, katalis disintesis menggunakan metode impregnasi kering. Metode ini dipilih karena metode impregnasi merupakan metode sintesis yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu permasalahan nasional dewasa ini dan semakin dirasakan pada masa mendatang adalah masalah energi. Perkembangan teknologi, industri dan transportasi yang

Lebih terperinci

Bab III Metodologi Penelitian

Bab III Metodologi Penelitian Bab III Metodologi Penelitian III.1 Metodologi Seperti yang telah diungkapkan pada Bab I, bahwa tujuan dari penelitian ini adalah untuk membuat katalis asam heterogen dari lempung jenis montmorillonite

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DESKRIPSI PROSES

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DESKRIPSI PROSES BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DESKRIPSI PROSES 2.1 Sodium Stirena Sulfonat Sodium stirena sulfonat merupakan senyawa jenis polimer turunan dari stirena yang mudah larut dalam air, tidak larut dalam alkohol

Lebih terperinci

MODIFIKASI PROSES IN SITU ESTERIFIKASI UNTUK PRODUKSI BIODIESEL DARI DEDAK PADI

MODIFIKASI PROSES IN SITU ESTERIFIKASI UNTUK PRODUKSI BIODIESEL DARI DEDAK PADI SEMINAR SKRIPSI MODIFIKASI PROSES IN SITU ESTERIFIKASI UNTUK PRODUKSI BIODIESEL DARI DEDAK PADI Oleh: Arsita Permatasari 2308 100 539 Indah Marita 2308 100 540 Dosen Pembimbing: Prof.Dr.Ir.H.M.Rachimoellah,Dipl.EST

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. gugus hidrofilik pada salah satu sisinya dan gugus hidrofobik pada sisi yang

BAB I PENDAHULUAN. gugus hidrofilik pada salah satu sisinya dan gugus hidrofobik pada sisi yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mono- dan diasilgliserol merupakan molekul amfifilik, yaitu memiliki gugus hidrofilik pada salah satu sisinya dan gugus hidrofobik pada sisi yang lainnya. Mono- dan

Lebih terperinci

A. Sifat Fisik Kimia Produk

A. Sifat Fisik Kimia Produk Minyak sawit terdiri dari gliserida campuran yang merupakan ester dari gliserol dan asam lemak rantai panjang. Dua jenis asam lemak yang paling dominan dalam minyak sawit yaitu asam palmitat, C16:0 (jenuh),

Lebih terperinci

Laporan Hasil Penelitian Kinerja Katalis Gula dalam Pembuatan Biodiesel dari Minyak Goreng Bekas

Laporan Hasil Penelitian Kinerja Katalis Gula dalam Pembuatan Biodiesel dari Minyak Goreng Bekas Laporan Hasil Penelitian Kinerja Katalis Gula dalam Pembuatan Biodiesel dari Minyak Goreng Bekas Oleh: Herry Santoso Yunita Yunus Theresia May Anggraini Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknologi Industri

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan 4.1 Tahap Sintesis Biodiesel Pada tahap sintesis biodiesel, telah dibuat biodiesel dari minyak sawit, melalui reaksi transesterifikasi. Jenis alkohol yang digunakan adalah metanol,

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. SIFAT FISIKO-KIMIA BIJI DAN MINYAK JARAK PAGAR Biji jarak pagar (Jatropha curcas L.) yang digunakan dalam penelitian ini didapat dari PT. Rajawali Nusantara Indonesia di daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oksigen. Senyawa ini terkandung dalam berbagai senyawa dan campuran, mulai

BAB I PENDAHULUAN. oksigen. Senyawa ini terkandung dalam berbagai senyawa dan campuran, mulai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Silika merupakan unsur kedua terbesar pada lapisan kerak bumi setelah oksigen. Senyawa ini terkandung dalam berbagai senyawa dan campuran, mulai dari jaringan

Lebih terperinci

Tugas Perancangan Pabrik Kimia Prarancangan Pabrik Amil Asetat dari Amil Alkohol dan Asam Asetat Kapasitas ton/tahun BAB I PENGANTAR

Tugas Perancangan Pabrik Kimia Prarancangan Pabrik Amil Asetat dari Amil Alkohol dan Asam Asetat Kapasitas ton/tahun BAB I PENGANTAR BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Perkembangan industri di Indonesia semakin meningkat dari tahun ke tahun. Mulai dari industri makanan, tekstil, kimia hingga farmasi. Dalam proses produksinya, beberapa

Lebih terperinci

Pemanfaatan Bentonit Dan Karbon Sebagai Support Katalis NiO-MgO Pada Hidrogenasi Gliserol

Pemanfaatan Bentonit Dan Karbon Sebagai Support Katalis NiO-MgO Pada Hidrogenasi Gliserol Pemanfaatan Bentonit Dan Karbon Sebagai Support Katalis NiO-MgO Pada Hidrogenasi Gliserol Oleh : Ferlyna Sari 2312 105 029 Iqbaal Abdurrokhman 2312 105 035 Pembimbing : Ir. Ignatius Gunardi, M.T NIP 1955

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. berbeda menjadi material baru yag memiliki sifat yang lebih baik dari material

I. PENDAHULUAN. berbeda menjadi material baru yag memiliki sifat yang lebih baik dari material I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dengan berkembangnya teknologi saat ini, kebutuhan material dengan kombinasi sifat-sifat mekanis yang tidak ditemukan pada material konvensional seperti metal, keramik

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Katalis Katalis merupakan suatu senyawa yang dapat meningkatkan laju reaksi tetapi tidak terkonsumsi oleh reaksi. Katalis meningkatkan laju reaksi dengan energi aktivasi Gibbs

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Bahan Kimia Dan Peralatan. 3.1.1. Bahan Kimia. Minyak goreng bekas ini di dapatkan dari minyak hasil penggorengan rumah tangga (MGB 1), bekas warung tenda (MGB 2), dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemakaian batubara sebagai sumber energi telah menjadi salah satu pilihan di Indonesia sejak harga bahan bakar minyak (BBM) berfluktuasi dan cenderung semakin mahal.

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Alat dan Bahan Metode Penelitian Pembuatan zeolit dari abu terbang batu bara (Musyoka et a l 2009).

BAHAN DAN METODE Alat dan Bahan Metode Penelitian Pembuatan zeolit dari abu terbang batu bara (Musyoka et a l 2009). BAHAN DAN METODE Alat dan Bahan Pada penelitian ini alat yang digunakan adalah timbangan analitik dengan ketelitian 0,1 mg, shaker, termometer, spektrofotometer serapan atom (FAAS GBC), Oven Memmert, X-Ray

Lebih terperinci

PENGGUNAAN CANGKANG BEKICOT SEBAGAI KATALIS UNTUK REAKSI TRANSESTERIFIKASI REFINED PALM OIL

PENGGUNAAN CANGKANG BEKICOT SEBAGAI KATALIS UNTUK REAKSI TRANSESTERIFIKASI REFINED PALM OIL PENGGUNAAN CANGKANG BEKICOT SEBAGAI KATALIS UNTUK REAKSI TRANSESTERIFIKASI REFINED PALM OIL Imroatul Qoniah (1407100026) Pembimbing: Dr. Didik Prasetyoko, M.Sc. Kamis, 14 Juli 2011 @ R. J111 LATAR BELAKANG

Lebih terperinci

PRODUKSI BIOFUEL DARI MINYAK KELAPA SAWIT DENGAN KATALIS PADAT CaO/γ-Al 2 O 3 dan CoMo/γ-Al 2 O 3

PRODUKSI BIOFUEL DARI MINYAK KELAPA SAWIT DENGAN KATALIS PADAT CaO/γ-Al 2 O 3 dan CoMo/γ-Al 2 O 3 PRODUKSI BIOFUEL DARI MINYAK KELAPA SAWIT DENGAN KATALIS PADAT CaO/γ-Al 2 O 3 dan CoMo/γ-Al 2 O 3 Maya Kurnia Puspita Ayu 238.1.66 Pembimbing : 1. Prof. Dr. Ir. Achmad Roesyadi, DEA 2. Ir. Ignatius Gunardi,

Lebih terperinci

Prarancangan Pabrik Metil Ester Sulfonat dari Crude Palm Oil berkapasitas ton/tahun BAB I PENGANTAR

Prarancangan Pabrik Metil Ester Sulfonat dari Crude Palm Oil berkapasitas ton/tahun BAB I PENGANTAR BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Pertumbuhan jumlah penduduk Indonesia yang begitu pesat telah menyebabkan penambahan banyaknya kebutuhan yang diperlukan masyarakat. Salah satu bahan baku dan bahan penunjang

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran METDE PENELITIAN Kerangka Pemikiran Sebagian besar sumber bahan bakar yang digunakan saat ini adalah bahan bakar fosil. Persediaan sumber bahan bakar fosil semakin menurun dari waktu ke waktu. Hal ini

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 BIDIESEL Biodiesel merupakan sumber bahan bakar alternatif pengganti solar yang terbuat dari minyak tumbuhan atau lemak hewan. Biodiesel bersifat ramah terhadap lingkungan karena

Lebih terperinci

PEMBUATAN BIODIESEL DARI MINYAK NYAMPLUNG (Calophyllum inophyllum L) DENGAN REAKSI TRANSESTERIFIKASI MENGGUNAKAN KATALIS KI/H-ZA BERBASIS ZEOLIT ALAM

PEMBUATAN BIODIESEL DARI MINYAK NYAMPLUNG (Calophyllum inophyllum L) DENGAN REAKSI TRANSESTERIFIKASI MENGGUNAKAN KATALIS KI/H-ZA BERBASIS ZEOLIT ALAM SEMINAR SKRIPSI 2013 PEMBUATAN BIODIESEL DARI MINYAK NYAMPLUNG (Calophyllum inophyllum L) DENGAN REAKSI TRANSESTERIFIKASI MENGGUNAKAN KATALIS KI/H-ZA BERBASIS ZEOLIT ALAM Disusun oleh : Archita Permatasari

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 DIAGRAM ALIR PENELITIAN Gambar 3.1 di bawah ini memperlihatkan diagram alir dalam penelitian ini. Surfaktan P123 2 gr Penambahan Katalis HCl 60 gr dengan variabel Konsentrasi

Lebih terperinci

Reaksi Dehidrasi: Pembuatan Sikloheksena. Oleh : Kelompok 3

Reaksi Dehidrasi: Pembuatan Sikloheksena. Oleh : Kelompok 3 Reaksi Dehidrasi: Pembuatan Sikloheksena Oleh : Kelompok 3 Outline Tujuan Prinsip Sifat fisik dan kimia bahan Cara kerja Hasil pengamatan Pembahasan Kesimpulan Tujuan Mensintesis Sikloheksena Menentukan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PERSIAPAN BAHAN 1. Ekstraksi Biji kesambi dikeringkan terlebih dahulu kemudian digiling dengan penggiling mekanis. Tujuan pengeringan untuk mengurangi kandungan air dalam biji,

Lebih terperinci

PENGARUH KONSENTRASI NaOH DAN Na 2 CO 3 PADA SINTESIS KATALIS CaOMgO DARI SERBUK KAPUR DAN AKTIVITASNYA PADA TRANSESTERIFIKASI MINYAK KEMIRI SUNAN

PENGARUH KONSENTRASI NaOH DAN Na 2 CO 3 PADA SINTESIS KATALIS CaOMgO DARI SERBUK KAPUR DAN AKTIVITASNYA PADA TRANSESTERIFIKASI MINYAK KEMIRI SUNAN PENGARUH KONSENTRASI NaOH DAN Na 2 CO 3 PADA SINTESIS KATALIS CaOMgO DARI SERBUK KAPUR DAN AKTIVITASNYA PADA TRANSESTERIFIKASI MINYAK KEMIRI SUNAN DESY TRI KUSUMANINGTYAS (1409 100 060) Dosen Pembimbing

Lebih terperinci

Oleh : ENDAH DAHYANINGSIH RAHMASARI IBRAHIM DOSEN PEMBIMBING Prof. Dr. Ir. Achmad Roesyadi, DEA NIP

Oleh : ENDAH DAHYANINGSIH RAHMASARI IBRAHIM DOSEN PEMBIMBING Prof. Dr. Ir. Achmad Roesyadi, DEA NIP Oleh : ENDAH DAHYANINGSIH 2311105008 RAHMASARI IBRAHIM 2311105023 DOSEN PEMBIMBING Prof. Dr. Ir. Achmad Roesyadi, DEA NIP. 19500428 197903 1 002 LABORATORIUM TEKNIK REAKSI KIMIA JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS

Lebih terperinci

Sintesis Organik Multitahap: Sintesis Pain-Killer Benzokain

Sintesis Organik Multitahap: Sintesis Pain-Killer Benzokain Sintesis Organik Multitahap: Sintesis Pain-Killer Benzokain Safira Medina 10512057; K-01; Kelompok IV shasamedina@gmail.com Abstrak Sintesis ester etil p-aminobenzoat atau benzokain telah dilakukan melalui

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biodiesel Biodiesel merupakan bahan bakar rendah emisi pengganti diesel yang terbuat dari sumber daya terbarukan dan limbah minyak. Biodiesel terdiri dari ester monoalkil dari

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang 13 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Molekul-molekul pada permukaan zat padat atau zat cair mempunyai gaya tarik kearah dalam, karena tidak ada gaya-gaya lain yang mengimbangi. Adanya gayagaya ini

Lebih terperinci

Gambar 7 Desain peralatan penelitian

Gambar 7 Desain peralatan penelitian 21 III. METODE PENELITIAN 3.1. Bahan dan Alat Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah tanah pemucat bekas yang diperoleh dari Asian Agri Group Jakarta. Bahan bahan kimia yang digunakan adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pati merupakan polisakarida yang terdiri atas unit-unit glukosa anhidrat.

BAB I PENDAHULUAN. Pati merupakan polisakarida yang terdiri atas unit-unit glukosa anhidrat. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pati merupakan polisakarida yang terdiri atas unit-unit glukosa anhidrat. Komposisi utama pati adalah amilosa dan amilopektin yang mempunyai sifat alami berbeda-beda.

Lebih terperinci

METODA AKTIVASI ZEOLIT ALAM DAN APLIKASINYA SEBAGAI MEDIA AMOBILISASI ENZIM α-amilase. Skripsi Sarjana Kimia. Oleh WENI ASTUTI

METODA AKTIVASI ZEOLIT ALAM DAN APLIKASINYA SEBAGAI MEDIA AMOBILISASI ENZIM α-amilase. Skripsi Sarjana Kimia. Oleh WENI ASTUTI METODA AKTIVASI ZEOLIT ALAM DAN APLIKASINYA SEBAGAI MEDIA AMOBILISASI ENZIM α-amilase Skripsi Sarjana Kimia Oleh WENI ASTUTI 07132011 JURUSAN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS

Lebih terperinci

Sintesis ZSM-5 Mesopori menggunakan Prekursor Zeolit Nanocluster : Pengaruh Waktu Hidrotermal

Sintesis ZSM-5 Mesopori menggunakan Prekursor Zeolit Nanocluster : Pengaruh Waktu Hidrotermal Sintesis ZSM-5 Mesopori menggunakan Prekursor Zeolit Nanocluster : Pengaruh Waktu Hidrotermal Oleh: Risa Fitriya H. Pembimbing: Dr. Didik Prasetyoko, M.Sc. Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan

Lebih terperinci

Prarancangan Pabrik Biodiesel dari Biji Tembakau dengan Kapasitas Ton/Tahun BAB I PENDAHULUAN

Prarancangan Pabrik Biodiesel dari Biji Tembakau dengan Kapasitas Ton/Tahun BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pada beberapa dekade terakhir ini, konsumsi bahan bakar fosil seperti minyak bumi terus mengalami kenaikan. Hal itu dikarenakan pertumbuhan penduduk yang semakin meningkat

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Mulai. Persiapan alat dan bahan. Meshing AAS. Kalsinasi + AAS. Pembuatan spesimen

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Mulai. Persiapan alat dan bahan. Meshing AAS. Kalsinasi + AAS. Pembuatan spesimen BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Diagram Alir Penelitian berikut: Pada penelitian ini langkah-langkah pengujian mengacu pada diagram alir Mulai Persiapan alat dan bahan Meshing 100 + AAS Kalsinasi + AAS

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Kegiatan penelitian ini dilaksanakan selama 6 bulan, dimulai dari bulan

BAB III METODE PENELITIAN. Kegiatan penelitian ini dilaksanakan selama 6 bulan, dimulai dari bulan 25 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Kegiatan penelitian ini dilaksanakan selama 6 bulan, dimulai dari bulan Januari 2011. Penelitian dilakukan di Laboratorium Fisika Material jurusan

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN. Neraca Digital AS 220/C/2 Radwag Furnace Control Indicator Universal

BAB 3 METODE PENELITIAN. Neraca Digital AS 220/C/2 Radwag Furnace Control Indicator Universal BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Alat Neraca Digital AS 220/C/2 Radwag Furnace Control Fisher Indicator Universal Hotplate Stirrer Thermilyte Difraktometer Sinar-X Rigaku 600 Miniflex Peralatan Gelas Pyrex

Lebih terperinci

Pengaruh Kadar Logam Ni dan Al Terhadap Karakteristik Katalis Ni-Al- MCM-41 Serta Aktivitasnya Pada Reaksi Siklisasi Sitronelal

Pengaruh Kadar Logam Ni dan Al Terhadap Karakteristik Katalis Ni-Al- MCM-41 Serta Aktivitasnya Pada Reaksi Siklisasi Sitronelal Pengaruh Kadar Logam Ni dan Al Terhadap Karakteristik Katalis Ni-Al- MCM-41 Serta Aktivitasnya Pada Reaksi Siklisasi Sitronelal K Oleh Said Mihdar Said Hady Nrp. 1407201729 Dosen Pembimbing Dra. Ratna

Lebih terperinci

4. Hasil dan Pembahasan

4. Hasil dan Pembahasan 4. Hasil dan Pembahasan 4.1. Sintesis Polistiren Sintesis polistiren yang diinginkan pada penelitian ini adalah polistiren yang memiliki derajat polimerisasi (DPn) sebesar 500. Derajat polimerisasi ini

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3. Tahap Persiapan Tahap persiapan yang dilakukan meliputi tahap studi literatur, persiapan alat dan bahan baku. Bahan baku yang digunakan adalah nata de banana. 3.1. Persiapan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Metil ester sulfonat (MES) merupakan surfaktan anionik yang dibuat melalui

I. PENDAHULUAN. Metil ester sulfonat (MES) merupakan surfaktan anionik yang dibuat melalui 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Masalah Metil ester sulfonat (MES) merupakan surfaktan anionik yang dibuat melalui proses sulfonasi dengan menggunakan bahan baku dari minyak nabati seperti kelapa

Lebih terperinci

METANOLISIS MINYAK KOPRA (COPRA OIL) PADA PEMBUATAN BIODIESEL SECARA KONTINYU MENGGUNAKAN TRICKLE BED REACTOR

METANOLISIS MINYAK KOPRA (COPRA OIL) PADA PEMBUATAN BIODIESEL SECARA KONTINYU MENGGUNAKAN TRICKLE BED REACTOR Jurnal Rekayasa Produk dan Proses Kimia JRPPK 2015,1/ISSN (dalam pengurusan) - Astriana, p.6-10. Berkas: 07-05-2015 Ditelaah: 19-05-2015 DITERIMA: 27-05-2015 Yulia Astriana 1 dan Rizka Afrilia 2 1 Jurusan

Lebih terperinci

Bab III Metodologi Penelitian

Bab III Metodologi Penelitian Bab III Metodologi Penelitian 3.1 Alat dan Bahan Peralatan yang diperlukan pada penelitian ini meliputi seperangkat alat gelas laboratorium kimia (botol semprot, gelas kimia, labu takar, erlenmeyer, corong

Lebih terperinci

BAB IV DATA DAN PEMBAHASAN

BAB IV DATA DAN PEMBAHASAN BAB IV DATA DAN PEMBAHASAN 4.1 SINTESIS SBA-15 Salah satu tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan material mesopori silika SBA-15 melalui proses sol gel dan surfactant-templating. Tahapan-tahapan

Lebih terperinci

1.3 Tujuan Percobaan Tujuan pada percobaan ini adalah mengetahui proses pembuatan amil asetat dari reaksi antara alkohol primer dan asam karboksilat

1.3 Tujuan Percobaan Tujuan pada percobaan ini adalah mengetahui proses pembuatan amil asetat dari reaksi antara alkohol primer dan asam karboksilat 1.1 Latar Belakang Senyawa ester hasil kondensasi dari asam asetat dengan 1-pentanol akan menghasilkan senyawa amil asetat.padahal ester dibentuk dari isomer pentanol yang lain (amil alkohol) atau campuran

Lebih terperinci

II. DESKRIPSI PROSES

II. DESKRIPSI PROSES II. DESKRIPSI PROSES Usaha produksi dalam pabrik kimia membutuhkan berbagai sistem proses dan sistem pemroses yang dirangkai dalam suatu sistem proses produksi yang disebut teknologi proses. Secara garis

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Padatan TiO 2 Amorf Proses sintesis padatan TiO 2 amorf ini dimulai dengan melarutkan titanium isopropoksida (TTIP) ke dalam pelarut etanol. Pelarut etanol yang digunakan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Pelaksanaan penelitian dimulai sejak Februari sampai dengan Juli 2010.

BAB III METODE PENELITIAN. Pelaksanaan penelitian dimulai sejak Februari sampai dengan Juli 2010. BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Pelaksanaan penelitian dimulai sejak Februari sampai dengan Juli 2010. Sintesis cairan ionik, sulfonasi kitosan, impregnasi cairan ionik, analisis

Lebih terperinci

Kata kunci: katalis gula, katalis gula-h 2 SO 4, metil ester dari minyak sawit

Kata kunci: katalis gula, katalis gula-h 2 SO 4, metil ester dari minyak sawit AKTIVITAS KATALIS GULA (SUGAR CATALYST), KATALIS GULA- H 2 SO 4, DAN KATALIS ASAM SULFAT PADA REAKSI TRANS-ESTERIFIKASI MINYAK SAWIT (Elaise guineensis) DENGAN METANOL SEBAGAI UPAYA PEMBUATAN BIODIESEL

Lebih terperinci

Bab III Metodologi Penelitian

Bab III Metodologi Penelitian Bab III Metodologi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penelitian Kimia Analitik, Program Studi Kimia FMIPA ITB sejak September 2007 sampai Juni 2008. III.1 Alat dan Bahan Peralatan

Lebih terperinci

Proses Pembuatan Biodiesel (Proses Trans-Esterifikasi)

Proses Pembuatan Biodiesel (Proses Trans-Esterifikasi) Proses Pembuatan Biodiesel (Proses TransEsterifikasi) Biodiesel dapat digunakan untuk bahan bakar mesin diesel, yang biasanya menggunakan minyak solar. seperti untuk pembangkit listrik, mesinmesin pabrik

Lebih terperinci

ESTERIFIKASI MINYAK LEMAK [EST]

ESTERIFIKASI MINYAK LEMAK [EST] MODUL PRAKTIKUM LABORATORIUM INSTRUKSIONAL TEKNIK KIMIA ESTERIFIKASI MINYAK LEMAK [EST] Disusun oleh: Lia Priscilla Dr. Tirto Prakoso Dr. Ardiyan Harimawan PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNOLOGI

Lebih terperinci

Bab III Metodologi. III.1 Alat dan Bahan. III.1.1 Alat-alat

Bab III Metodologi. III.1 Alat dan Bahan. III.1.1 Alat-alat Bab III Metodologi Penelitian ini dibagi menjadi 2 bagian yaitu isolasi selulosa dari serbuk gergaji kayu dan asetilasi selulosa hasil isolasi dengan variasi waktu. Kemudian selulosa hasil isolasi dan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dewasa ini penggunaan plastik di Indonesia sebagai bahan kemasan pangan untuk memenuhi kebutuhan sehari hari sangat besar (mencapai 1,9 juta ton di tahun 2013) (www.kemenperin.go.id),

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN 22 BAB IV HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Produksi Furfural Bonggol jagung (corn cobs) yang digunakan dikeringkan terlebih dahulu dengan cara dijemur 4-5 hari untuk menurunkan kandungan airnya, kemudian

Lebih terperinci

PERBANDINGAN PEMBUATAN BIODIESEL DENGAN VARIASI BAHAN BAKU, KATALIS DAN TEKNOLOGI PROSES

PERBANDINGAN PEMBUATAN BIODIESEL DENGAN VARIASI BAHAN BAKU, KATALIS DAN TEKNOLOGI PROSES PERBANDINGAN PEMBUATAN BIODIESEL DENGAN VARIASI BAHAN BAKU, KATALIS DAN TEKNOLOGI PROSES KARYA TULIS ILMIAH Disusun Oleh: Achmad Hambali NIM: 12 644 024 JURUSAN TEKNIK KIMIA POLITEKNIK NEGERI SAMARINDA

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.8. Latar Belakang Indonesia mulai tahun 2007 dicatat sebagai produsen minyak nabati terbesar di dunia, mengungguli Malaysia, dengan proyeksi produksi minimal 17 juta ton/tahun di areal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Limbah pelumas bekas yang jumlahnya semakin meningkat seiring dengan perkembangan industri dan transportasi merupakan salah satu masalah serius. Pelumas bekas ini jika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan nanoteknologi terus dilakukan oleh para peneliti dari dunia akademik maupun dari dunia industri. Para peneliti seolah berlomba untuk mewujudkan karya

Lebih terperinci

ANALISIS. Analisis Zat Gizi Teti Estiasih

ANALISIS. Analisis Zat Gizi Teti Estiasih ANALISIS KARBOHIDRAT Analisis Zat Gizi Teti Estiasih 1 Definisi Ada beberapa definisi Merupakan polihidroksialdehid atau polihidroksiketon Senyawa yang mengandung C, H, dan O dengan rumus empiris (CH2O)n,

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan Sebelum dilakukan sintesis katalis Cu/ZrSiO 4, serbuk zirkon (ZrSiO 4, 98%) yang didapat dari Program Studi Metalurgi ITB dicuci terlebih dahulu menggunakan larutan asam nitrat 1,0

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Energi merupakan aspek penting dalam kehidupan manusia dan merupakan kunci utama diberbagai sektor. Semakin hari kebutuhan akan energi mengalami kenaikan seiring dengan

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan. IV.2.1 Proses transesterifikasi minyak jarak (minyak kastor)

Bab IV Hasil dan Pembahasan. IV.2.1 Proses transesterifikasi minyak jarak (minyak kastor) 23 Bab IV Hasil dan Pembahasan IV.1 Penyiapan Sampel Kualitas minyak kastor yang digunakan sangat mempengaruhi pelaksanaan reaksi transesterifikasi. Parameter kualitas minyak kastor yang dapat menjadi

Lebih terperinci

Direndam dalam aquades selama sehari semalam Dicuci sampai air cucian cukup bersih

Direndam dalam aquades selama sehari semalam Dicuci sampai air cucian cukup bersih BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Alat dan Bahan Bahan katalis yang digunakan pada penelitian ini adalah zeolit alam yang berasal dari Tasikmalaya Jawa Barat dan phospotungstic acid (HPW, H 3 PW 12 O 40 )

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW. teknologi sekarang ini. Menurut catatan World Economic Review (2007), sektor

BAB I PENDAHULUAN UKDW. teknologi sekarang ini. Menurut catatan World Economic Review (2007), sektor BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebutuhan akan energi tidak pernah habis bahkan terus meningkat dari waktu ke waktu seiring dengan berkembangnya kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi sekarang ini.

Lebih terperinci

METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT 1. Bahan a. Bahan Baku b. Bahan kimia 2. Alat B. METODE PENELITIAN 1. Pembuatan Biodiesel

METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT 1. Bahan a. Bahan Baku b. Bahan kimia 2. Alat B. METODE PENELITIAN 1. Pembuatan Biodiesel METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT 1. Bahan a. Bahan Baku Bahan baku yang digunakan untuk penelitian ini adalah gliserol kasar (crude glycerol) yang merupakan hasil samping dari pembuatan biodiesel. Adsorben

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. analisis komposisi unsur (EDX) dilakukan di. Laboratorium Pusat Teknologi Bahan Industri Nuklir (PTBIN) Batan Serpong,

III. METODOLOGI PENELITIAN. analisis komposisi unsur (EDX) dilakukan di. Laboratorium Pusat Teknologi Bahan Industri Nuklir (PTBIN) Batan Serpong, III. METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Biomassa, Lembaga Penelitian Universitas Lampung. permukaan (SEM), dan Analisis difraksi sinar-x (XRD),

Lebih terperinci

PASI NA R SI NO L SI IK LI A KA

PASI NA R SI NO L SI IK LI A KA NANOSILIKA PASIR Anggriz Bani Rizka (1110 100 014) Dosen Pembimbing : Dr.rer.nat Triwikantoro M.Si JURUSAN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan IV.1 Analisis XRD Hasil analisis XRD sampel Montmorilonite ditunjukan oleh gambar berikut 9,6Ǻ a 8,9Ǻ b 10Ǻ c Gambar IV.1 Difraktogram XRD (a)montmorillonite, (b)h-montmorillonite,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 INDUSTRI KIMIA DAN PERKEMBANGANNYA Saat ini, perhatian terhadap industri kimia semakin meningkat karena berkurangnya pasokan bahan baku dan sumber energi serta meningkatnya

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. M yang berupa cairan berwarna hijau jernih (Gambar 4.1.(a)) ke permukaan Al 2 O 3

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. M yang berupa cairan berwarna hijau jernih (Gambar 4.1.(a)) ke permukaan Al 2 O 3 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Sintesis Katalis Katalis Ni/Al 2 3 diperoleh setelah mengimpregnasikan Ni(N 3 ) 2.6H 2 0,2 M yang berupa cairan berwarna hijau jernih (Gambar 4.1.(a)) ke permukaan Al 2

Lebih terperinci

LAMPIRAN A DATA PENGAMATAN. 1. Data Pengamatan Ekstraksi dengan Metode Maserasi. Rendemen (%) 1. Volume Pelarut n-heksana (ml)

LAMPIRAN A DATA PENGAMATAN. 1. Data Pengamatan Ekstraksi dengan Metode Maserasi. Rendemen (%) 1. Volume Pelarut n-heksana (ml) LAMPIRAN A DATA PENGAMATAN 1. Data Pengamatan Ekstraksi dengan Metode Maserasi Berat Mikroalga Kering (gr) Volume Pelarut n-heksana Berat minyak (gr) Rendemen (%) 1. 7821 3912 2. 8029 4023 20 120 3. 8431

Lebih terperinci