EVALUASI PENERAPAN PROGRAM INDUSTRI HIJAU DI PT X, SEBUAH INDUSTRI SEMEN DI INDONESIA TIMUR

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "EVALUASI PENERAPAN PROGRAM INDUSTRI HIJAU DI PT X, SEBUAH INDUSTRI SEMEN DI INDONESIA TIMUR"

Transkripsi

1 EVALUASI PENERAPAN PROGRAM INDUSTRI HIJAU DI PT X, SEBUAH INDUSTRI SEMEN DI INDONESIA TIMUR Andi Nurwahidah 1) dan Maria Anityasari 2) 1,2) Teknik Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember Jl. Arief Rahman Hakim, Kampus Keputih, Sukolilo, Surabaya, 60111, Indonesia 1) dan 2) ABSTRAK Industri Hijau merupakan program pemerintah lewat Kementerian Perindustrian yang dikeluarkan pada tahun Industri Hijau merupakan program yang ditujukan untuk industri manufaktur di Indonesia agar lebih berwawasan lingkungan, menjaga kelestarian lingkungan, efisien dalam penggunaan energi, dan mempunyai sistem manajemen perusahaan yang baik. Sampai tahun 2015 sifat keikutsertaan dalam program ini masih bersifat sukarela sehingga masih banyak perusahaan yang belum mengetahui dan mengikuti program ini. Penelitian yang akan dipaparkan dalam makalah ini dilakukan untuk mengevaluasi kesiapan perusahaan mengikuti program Industri Hijau. Perusahaan yang dievaluasi dalam penelitian ini adalah PT X, sebuah perusahaan semen di Indonesia Timur yang telah memiliki sertifikasi ISO maupun PROPER. Penelitian diawali dengan penyusunan Key Performance Indicator (KPI) yang mengintegrasikan program Industri Hijau dengan program lainnya seperti ISO, PROPER, Cement Sustainability Initiatives dan Green Cement. Hasil pengukuran KPI terintegrasi di PT X menunjukkan bahwa PT X telah memenuhi 86% dari KPI terintegrasi tersebut. Kata Kunci: Industri Hijau, Key Performance indicator, Green Cement, Cement Sustainability Initiatives PENDAHULUAN Isu lingkungan menjadi isu global sekarang ini dengan semakin banyaknya lembaga peduli lingkungan yang mempromosikan dan mengajak seluruh kalangan untuk menjaga lingkungan. Industri dinilai menjadi salah satu penyebab isu lingkungan saat ini industri merupakan penyumbang gas CO2, limbah B3, dan limbah padat maupun cair yang sangat membahayakan Selain penyumbang limbah, industri manufaktur juga diklaim sebagai pengguna sumber daya alam dan energi terbesar. Bey dkk (2013) mengatakan bahwa isu lingkungan menjadi sangat penting sekarang ini, berbagai tekanan dari berbagai pihak mulai dari masyarakat sekitar hingga permintaan pasar akan proses produksi dan produk yang ramah lingkungan. Upaya untuk mengatasi permasalahan lingkungan yang diakibatkan oleh industri telah banyak dikembangkan oleh masyarakat ataupun industri itu sendiri. Shapira dkk, 2014 mengatakan upaya untuk membantu perkembangan program green pada industri sudah diperkenalkan seluruh negara. di Eropa, sudah diperkenalkan program Eco-Innovation melalui the Executive Agency for Competitiveness and Innovation pada tahun Dengan berkembangnya kewaspadaan mengenai masalah perlindungan lingkungan maka diwujudkannya program-program peduli lingkungan untuk industri manufaktur seperti Green Manufacture, Green Supply Chain, Green Building, Green Construction, Green Product, Green Technology dan masih banyak yang lain. A-16-1

2 Pemerintah Indonesia sendiri sudah mulai memperkenalkan program peduli lingkungan lewat program PROPER dari Kementerian Lingkungan hidup RI yang fokus pada pencemaran lingkungan yang diakibatkan oleh proses produksi industri manufaktur. dan Pada tahun 2010 pemerintah melalui Kementrian Perindustrian RI mulai mencanangkan program penghargaan Industri Hijau. Industri Hijau merupakan program pemilihan industri yang berwawasan lingkungan yang telah berupaya melakukan pengelolaan lingkungan hidup sehingga dapat meminimalisir pencemaran dan perusakan lingkungan hidup akibat kegiatan industri, mengutamakan efisiensi dan efektivitas penggunaan sumberdaya alam serta bermanfaat bagi masyarakat (Kementerian Perindustrian, 2014). Program Industri Hijau i ni sendiri memiliki beberapa kriteria penilaian yang mencakup semua departemen, divisi dan bagian pada suatu industri. Ada 14 aspek penilaian dan 34 kriteria penilaian yang dinilai pada program Industri Hijau ini. Program Industri Hijau ini didukung oleh komitmen Presiden dalam upaya penurunan emisi gas rumah kaca. Menurut Kementerian Perindustrian (2012), sektor industri yang menghasilkan emisi CO2 terbesar adalah industri manufaktur. Emisi CO2 tersebut dihasilkan dari proses penggunaan energi, proses produksi, dan dari limbah yang dihasilkan industri tersebut. Menurut informasi, industri manufaktur menyumbangkan 43% CO2 dari seluruh total emisi CO2 di bumi. Dari seluruh jenis industri manufaktur, industri dengan kontribusi CO2 terbesar adalah industri semen. CO2 yang dihasilkan industri semen berasal proses pembakaran batu bara pada proses pembuatan Klinker. Industri semen melakukan eksploitasi terhadap gunung untuk mengambil batu kapur, proses pengambilan dilakukan menggunakan bom yang menyebabkan banyakya debu yang dihasilkanproses pembangunan infrastruktur negara yang semakin berkembang menjadikan kebutuhan akan semen semakin bertamabah, hal ini yang menjadi dasar untuk industri semen di Indonesia menambahkan kapasitas produksi mereka, hal ini tentu saja berdampak pada ligkungan berupa limbah emisi dari proses produksi dan proses penambangan dan pengeksploitasian sumber daya alam. PT.X merupakan salah satu industri semen yang berada di daerah Sulawesi Selatan. PT.X sudah memiliki ISO, dan PROPER dan dalam tahap penerapan Industri Hijau. Penelitian ini akan melakukan evaluasi kesiapan penerapan Program Industri Hijau di PT.X. METODOLOGI Penelitian ini diawali dengan penyusunan Key Performance Indicator untuk melakukan penilaian kesiapan perusahaan. Pembuatan KPI ini didasari oleh beberapa studi literatur yaitu Program Industri Hijau, proses produksi industri semen, green cement, dan cement sustainability initiatives. Proses Penyusunan KPI menggunakan pendekatan Integrated Environment Performance Measurement System (IEPMS) yang digunakan untuk penilaian kinerja lingkungan. IEPMS mempertimbangkan dua ukuran penilaian yang dilakukan yaitu kuantitatif dan kualitatif. Ukuran kuantitatif dan kualitatif telah ditentukan sebelumnya oleh BAPEDAL pada tahun Tahap selajutnya adalah proses verifikasi KPI Proses verifikasi ini menggunakan pendapat para ahli dari akademisi, konsultan dan pihak perusahaan terkait. KPI yang sudah diverifikasi dibobotkan untuk setiap kriterianya dengan menggunakan AHP. Penentuan KPI pada penilaian kuantitatif dilakukan dengan mengidentifikasi proses produksi pada industri semen. Lima proses produksi utama yang memberikan dampak buruk pada lingkungan yaitu: 1. Proses penambangan bahan baku 2. Proses pengangkutan bahan baku 3. Proses pembuatan klinker A-16-2

3 4. Proses penggilingan semen 5. Proses pengepakan semen Setelah dilakukan identifikasi didapatkan 37 poin penilaian pada aspek penilaian kuantitatif. Pada aspek penilaian kualitatif diidentifikasi ada 31 poin penilaian yang didominasi oleh kriteria penilaian Industri Hijau. Kriteria penilaian kuantitatif dan kualitatif tersebut juga didasari oleh beberapa sumber seperti cement sustainability initiatives dan green cement. Cement Sustainability Initiatives (CSI) merupakan suatu organisasi internasional yang terdiri dari beberpa industri semen besar di seluruh dunia. Organisasi ini memiliki perhatian penuh pada dampak lingkungan yang ditimbulkan oleh industri semen. CSI ini sendiri merekomendasikan beberapa poin KPI untuk industri semen yang sustainable antara lain: 1. Perubahan Iklim yang diakibatkan aktivitas Industri semen 2. Penggunaan energi oleh industri semen 3. Penggunaan bahan baku oleh industri semen 4. Kesehatan dan keselamatan kerja karyawan 5. Pencemaran udara (CO2) 6. Pengaruh lingkungan dan penduduk sekitar industri 7. Teknologi yang efisien, efektif dan ramah lingkungan Total poin penilain dari aspek kuantitatif dan kaulitatif ada 68 poin (lampiran). Setelah penentuan KPI, lalu dilakukan verifikasi KPI. Proses verifikasi ini dilakukan guna memastikan poin penilaian yang ditentukan di awal dapat dijadikan penilian pada PT. X. Proses verifikasi dilakukan dengan metode wawancara kepada beberapa karyawan PT. X di setiap departemen yang menjadi fokus penelitian. Setelah dilakukan proses verifikasi, didapatkan bahwa poin penilaian yang telah ditentukan di awal dapat digunakan. Untuk beberapa poin penilaian, departemen yang bersangkutan tidak bisa mengeluarkan data riil karena alasan kerahasiaan. Dengan demikian dalam penilaian kali ini digunakan persentase pencapaian yang bukan nilai absolut dari perusahaan. Setelah proses verifikasi KPI dilakukan, proses pembobotan KPI dilakukan. Hal ini dilakukan guna mengetahui poin-poin penilaian yang memiliki tingkat keseriusan dampak yang ditimbulkan dan tingkat kepentingan dari tiap-tiap poin penilaian. Proses pembobotan dilakukan dengan menggunakan metode AHP lewat wawancara kepada karyawan PT X yang mempunyai kepentingan dalam hal penilaian kinerja lingkungan perusahaan. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil pembobotan KPI menggunakan software expert choice ini menunjukkan bahwa bobot untuk aspek penilaian kuantitatif lebih besar dibandingkan dengan aspek penilaian kualitatif. Screenshot penilaian KPI dapat dilihat di Gambar 1 dan 2. Pada aspek penilaian kuantitatif, energy index reduction dan penggunaan energi alternatif menjadi poin penilaian terpenting dengan bobot 0.4%. Hal ini sesuai dengan tujuan Program Industri Hijau dimana perusahaan tidak hanya mengelola limbah untuk menjaga lingkungan tetapi juga menggunakan energi seefektif dan efisien mungkin. Sedangkan tingkat kebisingan dan getaran mendapat bobot terendah. Pada aspek penilaian kualitatif, persentase pencapaian penerapan program efisiensi produksi mendapatkan bobot 0.3%. Program efisiensi produksi, termasuk efisiensi bahan baku, efisiensi energi, efisiensi biaya, termasuk mengurangi barang defect dan reject. A-16-3

4 Gambar 1. Pembobotan Aspek Kuantitatif Gambar 2. Pembobotan Aspek Kualitatif Setelah mengetahui bobot untuk masing-masing poin KPI, maka dilakukan penilaian pencapaian KPI. Evaluasi pencapaian KPI penilaian penerapan Industri Hijau pada PT. X dilakukan dengan melihat data 2 tahun terakhir. Pada perhitungan pencapaian KPI didapatkan bahwa sebagian besar KPI sudah mencapai target, akan tetapi ada beberapa poin KPI yang tidak mencapai target standar dari Industri Hijau. Pada aspek penilaian kualitatif, terdapat 5 poin penilaian tidak mencapai target penilaian Program Industri Hijau yaitu: 1. Poin 41. Efisiensi Penggunaan Material Input. Sampai saat ini, PT X belum menggunakan bahan baku pengganti yang dapat menggantikan bahan baku utama walaupun sudah banyak penelitian mengenai material pengganti misalnya abu hasil pembakaran, dan cangkang karang. Penggunaan abu hasil pembakaran batu bara dari proses pembuatan klinker sebenarnya sudah mulai dibicarakan untuk digunakan sebagai material input pengganti pembuatan semen, akan tetapi keamanan dari peggunaan limbah tersebut masih belum teruji. 2. Poin 45. Penggunaan Energi Terbarukan Penggunaan energi terbarukan sudah sering digunakan pada industri semen besar seperti HOLCIM. Mereka mengumpulkan limbah dari perusahaan lain dan limbah pertanian, sehingga dapat digunakan sebagai bahan bakar. Pada awalnya PT X menggunakan sekam padi sebagai bahan bakar pengganti, akan tetapi karena beberapa hal penggunaan sekam padi tersebut tidak dilanjutkan pemakaiannya. 3. Poin 54. Jumlah Produk Reject dan Defect Produk reject dan defect tidak bisa terhindarkan. Banyak hal yang mengakibatkan hal tersebut, misalnya kinerja mesin yang kurang bagus, mesin yang kurang perawatan atau A-16-4

5 mesin yang sudah lama sehingga produk yang dihasilkan tidak mempunyai kualitas yang bagus. Selain permasalahan mesin, permasalahan kualitas bahan baku dan kinerja pekerja juga bisa menjadi salah satu faktor banyaknya produk reject dan defect. 4. Poin 66. Alokasi Dana CSR 2% dari Keuntungan Perusahaan Sampai saat ini PT X tidak memiliki alokasi dana untuk kegaiatan CSR perusahaannya, Strategi yang mereka lakukan selama ini adalah dengan mengajukan proposal ke bagian keuangan untuk program CSR secara insidentil. Hal ini didasari oleh keuntungan perusahaan yang tidak stabil sehingga sulit untuk mengalokasikan keuntungan perusahaan 2% dana untuk CSR per tahunnya. 5. Poin 68. Pemeriksaan Kesehatan Karyawan dilakukan 3 Bulan Sekali. Poin penilaian pemeriksanaan kesehatan karyawan pada PT X tidak mencapai target yang telah ditetapkan oleh Kementerian perindustrian yaitu sebanyak 3 kali dalam setahun. PT X hanya melakukan pemeriksaan kesehatan untuk seluruh karyawan sekali dalam setahun. Akan tetapi PT X menyediakan klinik pada lokasi pabrik, sehingga karyawan dapat mendatangi klinik setiap waktu juga mempunyai keluhan kesehatan dan bersifat gratis kepada seluruh karyawan Semen PT X. Pada aspek penilaian kuantitatif, 5 poin penilaian tidak mencapai target penilaian yang telah ditetapkan, yaitu: pemeriksanaan kesehatan yang dilakukan PT X hanya sekali dalam setahun. Salah satu alasannya karena alokasi dana untuk pemeriksaan kesehatan hanya cukup untuk sekali setahun. 1. Poin 5. Tingkat dba pada Proses Penambangan Tingkat kebisingan pada proses penambangan bahan baku melebihi target baku mutu. Hal ini dikarenakan salah satunya karena proses penambangan yang dilakukan masih menggunakan metode peledakan sehingga menimbulkan polusi suara. 2. Poin 14. Suhu Udara pada Proses Pembuatan Kliker Proses produki klin dilakukan proses pembakaran klinker menggunakan batu bara. Suhu pada saat proses pembakaran batu bara hingga 1500 o C. Walaupun panas dari proses pembakaran klinker tidak seluruhnya merambat keluar tungku akan tetapi proses pemanasan yang terus menerus akan membuat ruangan proses produksi klinker menjadi sangat panas melebihi ambang batas baku mutu suhu ruangan. 3. Poin 26. Penggunaan Energi Terbarukan pada Proses Pembuatan Klinker Sebagaimana disebutkan di atas, industri semen besar seperti HOLCIM mempunyai unit geocycle untuk mengolah limbah dari industri lain dan dari internal perusahaan. Hasil limbah dari geocycle digunakan sebagai bahan bakar pengganti bahan bakar tidak terbarukan. Pada awalnya PT X menggunakan sekam padi sebagai bahan bakar pengganti mereka, akan tetapi penggunaan tersebut tidak dilanjutkan. 4. Poin 34. Penggunaan Energi Terbarukan pada Proses Penggilingan Semen Sama halnya dengan penggunaan energi terbarukan pada proses produksi klinker, penggunaan energi terbarukan pada proses penggilingan semen juga belum menggunakan energi terbarukan pada proses penggilingan semen. 5. Poin 35. Suhu Udara pada Proses Pengepakan Semen Suhu udara pada proses pengepakan semen pada PT X melewati ambang batas baku mutu suhu ruangan. Ada beberapa faktor penyebab suhu ruangan yang melebihi baku mutu, salah satunya kurangnya ventilasi pada ruangan pengepakan sehingga panas yang ditimbulkan oleh mesin pengepakan tidak keluar ruangan. Dari hasil analisa kegagalan pencapaian KPI diketahui bahwa KPI yang tidak terpenuhi merupakan kriteria penting dalam penerapan Program Industri Hijau dengan A-16-5

6 demikian PT X masih perlu banyak perbaikan terutama dalam pemakaian sumber energi yang terbarukan dan penggantian material input. Perhitungan level pencapaian perusahaan dilakukan dengan menghitung jumlah KPI yang tercapai dibandingkan jumlah total KPI yang dinilai. Level pencapaian= Level pencapaian aspek kuantitatif= x 100% = 83.8% Level pencapaian aspek kualitatif= x 100% = 86. Dari perhitungan level pencapaian di atas diketahui bahwa PT X masih berada pada level 4 penerapan Program Industri Hijau. KESIMPULAN Tabel Nilai Level Pencapaian pada Program Industri Hijau Level Pencapaian Interval Nilai Level 5 90, Level 4 80,1-90,0 Level 3 60,1-80,0 Level 2 30,1-60,0 Level ,0 Berdasarkan penelitian yang dilakukan, maka dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Setelah dilakukan penilaian pada PT X yang telah menerapkan PROPER dan mendapatkan sertifikasi ISO didapatkan bahwa PT X masih memiliki beberapa kekurangan dalam penerapan program Industri Hijau 2. Kekurangan PT X terdapat pada beberapa aspek penilaian proses produksi. 3. Kriteria penilaian Indutri Hijau masih perlu perbaikan dimana saat ini belum semua aspek disentuh oleh kriteria penilaian Industri Hijau. Kriteria penilaian Industri Hijau yang disempurnakan akan membawa industri manufaktur di Indonesia dapat disandingkan dengan industri pada negara maju lainnya. DAFTAR PUSTAKA Bey, Niki., Hauschild, Michael., & McAloone, Tim. (2013). Drivers and Barrier for Implementation of Environmental Strategies in Manufacturing Companies. The Journal of CIRP Annals- Manufacturing Technology, 62, Bhargava, Rakesh. (2013). Sustainability in Cement Industry. Global HSE Conference. India. Shree Cement. Kementrian Perindustrian Republik Indonesia. ( 2014). Pedoman Penilaian Penghargaan Industri Hijau. Jakarta. Kementerian Perindustrian Republik Indonesia. Kementerian Perindustrian Republik Indonesia. ( 2014). Green Industry Concept and Implementation. Jakarta. Kementerian Perindustrian Republik Indonesia. Kementerian Perindustrian Republik Indoneisa. ( 2012). Perencanaan Kebutuhan Energi Sektor Industri Dalam Rangka Ekselerasi Industrialisasi. A-16-6

7 Shapira, Philip., Gok, Abdullah., Klochikhin, Evgeny., & Sensier, Marianne. (2014). Probing Green Industry Enterprise in the UK: A New Identification Approach. The Journal of Technological Forecasting & Social Change, 85, The Cement Sustainabiity Initiatives. (2010). 10 Years of Progress Moving on to the Next Decade. World Business Council for Sustainability Development. ( 2002). Key Performance Indicator. LAMPIRAN Tabel Key Performance Indicator (KPI) yang telah disusun No Aktivitas Aspek Penilaian KPI No. KPI Kadar partikulat debu 1 Kualitas udara[1][2][3] Kadar CO 2 Kadar SO2 3 Penambangan batu Kadar NO2 4 1 gamping dan tanah Kebisingan [1][3] Tingkat dba 5 liat Getaran [1][3] Tingkat getaran 6 Energy index reduction 7 Konsumsi energi [1][2][3] Penggunaan energi alternatif 8 Konsumsi energi [1][2][3] Energy index reduction 9 2 Kebisingan [1][3] Tingkat dba 10 Pengangkutan bahan Kadar partikulat debu 11 baku Kualitas udara[1][2][3] Kadar HC 12 Kadar CO 13 Suhu udara 14 Kadar partikulat debu 15 Kadar CO 16 Kadar SO2 17 Kualitas udara [1][2][3] Kadar NO2 18 Kadar HCl 19 3 Proses produksi klin Kadar Cd 20 Kadar As 21 Kadar Cr 22 Getaran [1][3] Tingkat NAB 23 Kebisingan [1][3] Tingkat dba 24 Energy index reduction 25 Konsumsi energi [1][2][3] Penggunaan energi alternatif 26 Kadar partikulat debu 27 Kualitas udara [1][2][3] Kadar SO2 28 Kadar No Proses penggilingan Getaran [1][3] Tingkat NAB 30 semen Kebisingan [1][3] Tingkat dba 31 Energy index reduction 32 Konsumsi energi [1][2][3] Penggunaan energi alternatif 33 A-16-7

8 Kualitas udara [1][2][3] Kadar partikulat debu 34 Suhu udara 35 5 Proses pengepakan Kebisingan [1][3] Tingkat dba 36 Getaran [1][3] Tingkat NAB 37 No Aspek Lingkungan Aspek Penilaian KPI 1 Program efisiensi produksi 2 Material input 3 Energi 4 Air 5 Teknologi proses 6 Sumber daya manusia Kebijakan perusahaan dalam penerapan efisiensi produksi [1] Tingkat pencapaian penerapan program [1] Sertifikasi/Izin material input dan MSDS [1][2] Rasio material input terhadap produk [1][2] Efisiensi penggunaan material input [1][2] Audit energi secara berkala [1][2][3] Upaya efisiensi energi [1][2][3] Upaya penggunaan energi alternatif [1][2][3] Kebijakan efisiensi produksi yang dijalankan perusahaan % pencapaian penerapan program % penggunaan material input bersertifikat % penggunaan material input terhadap produk yang dihasilkan Upaya efisiensi penggunaan material input Jumlah audit pertahunnya % energi index reduction % rasio penggunaan energi terbarukan terhadap total penggunaan energi No. KPI Upaya efisiensi air [1][2] % water index reduction 46 Penggunaan air daur % penggunaan air daur ulang [1][2] ulang 47 Audit penggunaan air Jumlah audit secara berkala [1][2] pertahunnya 48 Penerapan reduce, reuse, recycle (3R) [1] pelaksanaan program 49 Peningkatan teknologi proses [1] Pelaksanaan program penggantian mesin/peralatan Kinerja peralatan [1] % OEE 51 Penerapan SOP pada seluruh proses produksi [1] Tersedianya SOP 52 Inovasi produk ramah lingkungan [1] Ada program inovasi produk ramah lingkungan Tingkat produk reject dan % produk reject dan defect [1] defect 54 Peningkatan SDM proses % peningkatan SDM produksi [1][3] proses produksi 55 Jumlah SDM yang % SDM yang memiliki A-16-8

9 memiliki sertifikasi kompetensi [1][2][3] sertifikasi kompetensi 7 8 Lingkungan kerja di ruang proses produksi Pengelolaan limbah/emisi Pemantauan dan penilaian kinerja K3L [1][2][3] Operasional sarana pengelolaan limbah dan emisi [1][2][3] Perizinan pengelolaan limbah B3[1][2][3] Upaya penurunan emisi CO2 [1][2][3] Jumlah pelaksanaan program K3L Terdapat sarana pengelolaan limbah yang berfungsi dengan baik Terdapat sarana pengelolaan limbah B3 yang memiliki izin Memiliki KPI dan memenuhi 100% Pemenuhan baku mutu limbah cair [1][2][3] Memiliki KPI dan memenuhi 100% 61 9 Sertifikasi CSR Penghargaan Kesehatan karyawan Pemenuhan baku mutu limbah gas dan debu [1][2][3] Produk [1] Sistem manajemen [1] Penerapan CSR [1][2][3] Alokasi dana CSR [1][2][3] Penghargaan terkait bidang produksi dan pengelolaan lingkungan lingkungan industri yang pernah diterima [1] Pemeriksaan kesehatan karyawan [1][2][3] Memiliki KPI dan memenuhi 100% 62 % produk yang memiliki sertifikat Program setifikasi yang dimiliki Jumlah pelaksanaan program CSR % alokasi dana CSR dari keuntungan perusahaan Jumlah penghargaan yang pernah diterima Jumlah pemeriksaan kesehatan karyawan Keterangan: [1] = Kriteria Industri Hijau [2] = Green Cement [3] = Cement Sustainability Initiatives A-16-9

LEMBAR PERTAMA UNTUK PERUSAHAAN

LEMBAR PERTAMA UNTUK PERUSAHAAN LAMPIRAN 1 LEMBAR PERTAMA UNTUK PERUSAHAAN KEPADA: SEKRETARIAT PENGHARGAAN INDUSTRI HIJAU d/a : PUSAT PENGKAJIAN INDUSTRI HIJAU DAN LINGKUNGAN HIDUP Gedung Kementerian Perindustrian Lantai 20 Jl. Jenderal

Lebih terperinci

STUDI IMPLEMENTASI PENERAPAN INDUSTRI HIJAU PADA GALANGAN KAPAL BAJA. Oleh: Gangsar Anugrah Tirta P

STUDI IMPLEMENTASI PENERAPAN INDUSTRI HIJAU PADA GALANGAN KAPAL BAJA. Oleh: Gangsar Anugrah Tirta P STUDI IMPLEMENTASI PENERAPAN INDUSTRI HIJAU PADA GALANGAN KAPAL BAJA Oleh: Gangsar Anugrah Tirta P 4108100055 IKHTISAR Menjadikan galangan kapal menjadi industri yang mampu menerapkan konsep industri hijau.

Lebih terperinci

SIH Standar Industri Hijau

SIH Standar Industri Hijau SIH Standar Industri INDUSTRI SEMEN PORTLAND Daftar isi Daftar isi... 1 Prakata... 2 1 Ruang Lingkup... 3 2 Acuan Normatif... 3 3 Definisi... 3 4 Simbol dan Singkatan Istilah... 4 5 Persyaratan Teknis...

Lebih terperinci

STANDAR INDUSTRI HIJAU

STANDAR INDUSTRI HIJAU Kementerian Perindustrian-Republik Indonesia Medan, 23 Februari 2017 OVERVIEW STANDAR INDUSTRI HIJAU Misi, Konsep dan Tujuan Pengembangan Industri Global Visi: Mengembangan Industri yang berkelanjutan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Bab ini berisikan latar belakang penelitian, perumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah, dan sistematika penulisan laporan. 1.1 Latar Belakang Istilah keberlanjutan (sustainability)

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PENGEMBANGAN INDUSTRI HIJAU. Disampaikan pada : Workshop Efisiensi Energi di IKM Jakarta, 27 Maret 2012

KEBIJAKAN PENGEMBANGAN INDUSTRI HIJAU. Disampaikan pada : Workshop Efisiensi Energi di IKM Jakarta, 27 Maret 2012 KEBIJAKAN PENGEMBANGAN INDUSTRI HIJAU Disampaikan pada : Workshop Efisiensi Energi di IKM Jakarta, 27 Maret 2012 1. Kondisi Industri I. LATAR BELAKANG Pembangunan sektor industri di Indonesia yang telah

Lebih terperinci

Slide 1. Paparan Menteri Perindustrian pada acara TROPICAL LANDSCAPES SUMMIT: A GLOBAL INVESTMENT OPPORTUNITY 28 APRIL 2015, Shangri la Hotel Jakarta

Slide 1. Paparan Menteri Perindustrian pada acara TROPICAL LANDSCAPES SUMMIT: A GLOBAL INVESTMENT OPPORTUNITY 28 APRIL 2015, Shangri la Hotel Jakarta Paparan Menteri Perindustrian pada acara TROPICAL LANDSCAPES SUMMIT: A GLOBAL INVESTMENT OPPORTUNITY 28 APRIL 2015, Shangri la Hotel Jakarta Slide 1 Pada pertemuan G-20 di Pittsburg tahun 2009, Pemerintah

Lebih terperinci

PENERAPAN KONSEP SUSTAINABLE PADA RUMAH TINGGAL DARI SEGI MATERIAL

PENERAPAN KONSEP SUSTAINABLE PADA RUMAH TINGGAL DARI SEGI MATERIAL PENERAPAN KONSEP SUSTAINABLE PADA RUMAH TINGGAL DARI SEGI MATERIAL Allan Subrata Ottong 1, Felix Yuwono 2, Ratna S. Alifen 3, Paulus Nugraha 4 ABSTRAK : Pembangunan rumah tinggal di Indonesia adalah salah

Lebih terperinci

cost sekalipun dapat memberikan dampak besar bagi perusahaan KATA PENGANTAR

cost sekalipun dapat memberikan dampak besar bagi perusahaan KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) resmi diberlakukan sejak akhir Desember 05 yang lalu di tengah situasi ekonomi nasional yang dirundung mendung sebagai akibat dari situasi perekonomian global

Lebih terperinci

Jl. Jend. Gatot Subroto Kav Jakarta Telp./Fax. (021) KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA

Jl. Jend. Gatot Subroto Kav Jakarta Telp./Fax. (021) KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA Jl. Jend. Gatot Subroto Kav. 5-5 Jakarta 950. Telp./Fax. (0) 5576 www.kemenperin.go.id Cover Pedoman PIH 0 Final.indd KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA 0 //0 :6: PM KATA PENGANTAR Penghargaan

Lebih terperinci

PEDOMAN PENILAIAN PENGHARGAAN INDUSTRI HIJAU

PEDOMAN PENILAIAN PENGHARGAAN INDUSTRI HIJAU Sekretariat Penghargaan Industri Hijau Gedung Kementerian Perindustrian RI Lt. Jl. Jend. Gatot Subroto Kav. 5-5 Jakarta Selatan Telp/Fax : () 5576 Email : industrihijaukemenperin@gmail.com www.kemenperin.go.id

Lebih terperinci

SIH Standar Industri Hijau

SIH Standar Industri Hijau SIH Standar Industri Hijau INDUSTRI PENGASAPAN KARET (RIBBED SMOKED SHEET RUBBER) Daftar isi Daftar isi... 1 Prakata... 2 1 Ruang Lingkup... 3 2 Acuan... 3 3 Definisi... 3 4 Simbol dan Singkatan Istilah...

Lebih terperinci

No pemeliharaan dan pemanfaatan keanekaragaman hayati sebagai modal dasar pembangunan. Penerapan prinsip Keuangan Berkelanjutan sebagai per

No pemeliharaan dan pemanfaatan keanekaragaman hayati sebagai modal dasar pembangunan. Penerapan prinsip Keuangan Berkelanjutan sebagai per TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I No.6149 KEUANGAN OJK. Efek. Utang. Berwawasan Lingkungan. Penerbitan dan Persyaratan. (Penjelasan atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 281) PENJELASAN ATAS

Lebih terperinci

SIH Standar Industri Hijau

SIH Standar Industri Hijau SIH Standar Industri Hijau INDUSTRI UBIN KERAMIK Daftar isi Daftar isi... 1 Prakata... 2 1 Ruang Lingkup... 3 2 Acuan Normatif... 3 3 Definisi... 3 4 Simbol dan Singkatan Istilah... 4 5 Persyaratan Teknis...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. produk atau jasa. Melalui produktivitas, perusahaan dapat pula mengetahui. melakukan peningkatan produktivitas.

BAB I PENDAHULUAN. produk atau jasa. Melalui produktivitas, perusahaan dapat pula mengetahui. melakukan peningkatan produktivitas. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Produktivitas telah menjadi hal yang sangat penting bagi perusahaanperusahaan dikarenakan sebagai suatu sarana untuk mempromosikan sebuah produk atau jasa.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Konsep hijau (green) mengacu kepada prinsip keberlanjutan (sustainability)

BAB I PENDAHULUAN. Konsep hijau (green) mengacu kepada prinsip keberlanjutan (sustainability) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Konsep hijau (green) mengacu kepada prinsip keberlanjutan (sustainability) dan menerapkan praktik-praktik ramah lingkungan. Konsep ini sudah tidak asing

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan negara dalam hal menyediakan lapangan pekerjaan bagi masyarakat. penting dilakukan untuk menekan penggunaan energi.

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan negara dalam hal menyediakan lapangan pekerjaan bagi masyarakat. penting dilakukan untuk menekan penggunaan energi. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sektor industri merupakan sektor yang berperan dalam meningkatkan pendapatan negara dalam hal menyediakan lapangan pekerjaan bagi masyarakat. Namun demikian

Lebih terperinci

Menteri Perindustrian Republik Indonesia. Konferensi pers persiapan penyelenggaraan Tropical Landscape Summit Jakarta, 31 Maret 2015

Menteri Perindustrian Republik Indonesia. Konferensi pers persiapan penyelenggaraan Tropical Landscape Summit Jakarta, 31 Maret 2015 Menteri Perindustrian Republik Indonesia Konferensi pers persiapan penyelenggaraan Tropical Landscape Summit Jakarta, 31 Maret 2015 Posisi Geografis Indonesia sangat rentan terhadap dampak dan perubahan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Akhir akhir ini global warming tengah menjadi topik pembahasan yang sering di bicarakan oleh masyarakat dunia. Global warming adalah perubahan meningkatnya temperatur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Konsep bangunan hijau merupakan sebuah isu penting dalam desain arsitektur. Menurut Konsil Bangunan Hijau Indonesia, bangunan hijau adalah bangunan yang dalam tahap

Lebih terperinci

2012, No BAB I PENDAHULUAN

2012, No BAB I PENDAHULUAN 5 2012, No.155 LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12/M- IND/PER/1/2012 TENTANG PETA PANDUAN (ROAD MAP) PENGURANGAN EMISI CO 2INDUSTRI SEMEN DI INDONESIA BAB I PENDAHULUAN

Lebih terperinci

telah memberikan rahmat dan karunia-nya sehingga

telah memberikan rahmat dan karunia-nya sehingga KEYNOTESPEECH MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIC INDONESIA PADA PENGANUGERAHAN PAMERAN FOTO INDUSTRI HIJAU Plaza Industri Kementerian Perindustrian, Jakarta 7 Mei 2013 Yang saya hormatl, para hadirin sekalian

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Indocement. Bosowa Maros Semen Tonasa. Semen Kupang

1. PENDAHULUAN. Indocement. Bosowa Maros Semen Tonasa. Semen Kupang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Semen adalah komoditas yang strategis bagi Indonesia. Sebagai negara yang terus melakukan pembangunan, semen menjadi produk yang sangat penting. Terlebih lagi, beberapa

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN INDUSTRI HIJAU NASIONAL

PENGEMBANGAN INDUSTRI HIJAU NASIONAL PENGEMBANGAN INDUSTRI HIJAU NASIONAL OLEH LINTONG SOPANDI HUTAHAEAN KEPALA PUSLITBANG INDUSTRI HIJAU DAN LINGKUNGAN HIDUP Jakarta, 5 April 2017 INDUSTRI HIJAU INDUSTRI HIJAU DEFINISI DASAR HUKUM UU No.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Tingkat kepedulian masyarakat di seluruh dunia terhadap isu-isu

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Tingkat kepedulian masyarakat di seluruh dunia terhadap isu-isu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tingkat kepedulian masyarakat di seluruh dunia terhadap isu-isu lingkungan dan perubahan iklim meningkat pesat akhir-akhir ini. Berbagai gerakan hijau dilakukan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam era persaingan bisnis saat ini, sebuah perusahaan dituntut untuk mampu memiliki langkahlangkah inovatif yang mampu memberi daya saing dengan kompetitor. Selain

Lebih terperinci

Pemanfaatan Limbah Sekam Padi Menjadi Briket Sebagai Sumber Energi Alternatif dengan Proses Karbonisasi dan Non-Karbonisasi

Pemanfaatan Limbah Sekam Padi Menjadi Briket Sebagai Sumber Energi Alternatif dengan Proses Karbonisasi dan Non-Karbonisasi JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) 1 Pemanfaatan Limbah Sekam Padi Menjadi Briket Sebagai Sumber Energi Alternatif dengan Proses Karbonisasi dan Non-Karbonisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bumi yang diakibatkan oleh proses peningkatan suhu rata-rata atmosfer, laut dan

BAB I PENDAHULUAN. bumi yang diakibatkan oleh proses peningkatan suhu rata-rata atmosfer, laut dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pemanasan global menjadi isu yang penting dikalangan masyarakat akhirakhir ini. Pemanasan global adalah suatu bentuk ketidak seimbangan ekosistem di bumi yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Lingkungan hidup Indonesia merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa yang

I. PENDAHULUAN. Lingkungan hidup Indonesia merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa yang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Lingkungan hidup Indonesia merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa yang tidak ternilai harganya, sehingga harus senantiasa dijaga, dikelola dan dikembangkan dengan

Lebih terperinci

ENVIRONMENT POLLUTION PREVENTIONEnvironm

ENVIRONMENT POLLUTION PREVENTIONEnvironm ENVIRONMENT POLLUTION PREVENTIONEnvironm Environment Pollution Prevention merupakan program pengelolaan lingkungan dengan mengupayakan pencegahan pencemaran terhadap lingkungan dari setiap aktivitas, produk,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Teknologi Informasi (TI) menjadi manfaat yang luar biasa bagi kemajuan peradaban manusia khususnya bagi perusahaan maju maupun berkembang. Jenis pekerjaan yang sebelumnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. semakin meningkat, hal ini dapat terlihat dari adanya kekhawatiran kemungkinan

BAB I PENDAHULUAN. semakin meningkat, hal ini dapat terlihat dari adanya kekhawatiran kemungkinan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kesadaran masyarakat dunia akan pentingnya pelestarian lingkungan semakin meningkat, hal ini dapat terlihat dari adanya kekhawatiran kemungkinan besar terjadinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memberikan dampak positif seperti mudahnya berkomunikasi maupun berpindah

BAB I PENDAHULUAN. memberikan dampak positif seperti mudahnya berkomunikasi maupun berpindah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemajuan teknologi sudah dimulai sejak Revolusi Industri yang terjadi pada abad ke 18 di Inggris yang pada akhirnya menyebar keseluruh dunia hingga saat sekarang ini.

Lebih terperinci

pemerintah dan lembaga pelayanan itu sendiri. Dalam menjalankan fungsinya Rumah Sakit dapat menimbulkan gangguan kesehatan bagi karyawan, pasien,

pemerintah dan lembaga pelayanan itu sendiri. Dalam menjalankan fungsinya Rumah Sakit dapat menimbulkan gangguan kesehatan bagi karyawan, pasien, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tren Eco-Friendly telah masuk dalam dunia perumahsakitan. Konsep Green Hospital saat ini telah berkembang menjadi pendekatan sisi baru dalam pengelolaan Rumah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara penghasil kakao terbesar ketiga di dunia, namun kakao

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara penghasil kakao terbesar ketiga di dunia, namun kakao BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara penghasil kakao terbesar ketiga di dunia, namun kakao yang dihasilkan sebanyak 70% diekspor dalam bentuk biji kakao (raw product). Hal ini

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan kota-kota seluruh dunia.

I. PENDAHULUAN. merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan kota-kota seluruh dunia. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Banyak kota di dunia dilanda oleh permasalahan lingkungan, paling tidak adalah semakin memburuknya kualitas udara. Terpapar oleh polusi udara saat ini merupakan

Lebih terperinci

Audit Energi. Institut Teknologi Indonesia. Teddy Dharmawan

Audit Energi. Institut Teknologi Indonesia. Teddy Dharmawan Audit Energi Institut Teknologi Indonesia Teddy Dharmawan 114132512 Pendahuluan Pada awalnya, ISO 50001 berasal dari permintaan sebuah lembaga di bawah PBB, yaitu United Nations Industrial Development

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2012 TENTANG PEMBANGUNAN DAN PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP BANDAR UDARA I. UMUM Kegiatan penerbangan merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perhatian adalah mengenai konsumsi energi dan mengenai penghematan energi.

BAB I PENDAHULUAN. perhatian adalah mengenai konsumsi energi dan mengenai penghematan energi. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada era globalisasi ini, permasalahan yang sering sekali menjadi pusat perhatian adalah mengenai konsumsi energi dan mengenai penghematan energi. Di Indonesia, hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manajemen dapat memantau perkembangan perusahaan tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. manajemen dapat memantau perkembangan perusahaan tersebut. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada dasarnya tujuan utama yang ingin dicapai oleh semua perusahaan adalah bagaimana perusahaan dapat memperoleh keuntungan yang sebesarbesarnya. Karena keberlangsungan

Lebih terperinci

ISO Nur Hadi Wijaya

ISO Nur Hadi Wijaya ISO 14000 Nur Hadi Wijaya Isu-isu Lingkungan Global Air Pollution Ozone Depletion Global Warming Water & Soil Contamination Degradation of Biodiversity Global Climate Change Environment effect - Global

Lebih terperinci

Pengukuran Kinerja Lingkungan Industri di Indonesia berdasarkan Standar Industri Hijau

Pengukuran Kinerja Lingkungan Industri di Indonesia berdasarkan Standar Industri Hijau Paper ini telah direview dan dipublikasikan di Jurnal Rekayasa Sistem Industri Volume 6 No.1 April 2017 http://journal.unpar.ac.id/index.php/jrsi/index ISSN: 0216-1036 (print) & ISSN 2339-1499 (online)

Lebih terperinci

tersebut terdapat di atmosfer. Unsur-unsur yang terkandung dalam udara dan

tersebut terdapat di atmosfer. Unsur-unsur yang terkandung dalam udara dan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Udara di bumi memiliki beberapa unsur yang sangat dibutuhkan oleh kehidupan manusia, tumbuhan dan hewan. Udara untuk kehidupan sehari-hari tersebut terdapat di atmosfer.

Lebih terperinci

SIH Standar Industri Hijau

SIH Standar Industri Hijau SIH Standar Industri Hijau INDUSTRI PUPUK BUATAN TUNGGAL HARA MAKRO PRIMER Daftar isi Daftar isi... 1 Prakata... 2 1 Ruang Lingkup... 3 2 Acuan... 3 3 Definisi... 3 4 Simbol dan singkatan istilah... 5

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Produk Domestik Bruto (PDB) tahun 2012 yang tumbuh sebesar 6,23 persen

BAB I PENDAHULUAN. Produk Domestik Bruto (PDB) tahun 2012 yang tumbuh sebesar 6,23 persen BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan ekonomi yang pesat di Indonesia dapat dilihat dari peningkatan Produk Domestik Bruto (PDB) tahun 2012 yang tumbuh sebesar 6,23 persen dibandingkan

Lebih terperinci

Corporate Social Responsibility PPMJ

Corporate Social Responsibility PPMJ Corporate Social Responsibility PPMJ Latar Belakang Rangkaian Tragedi Lingkungan dan Kemanusiaan : Minamata (Jepang), Bhopal (India), Chernobhyl (Uni soviet), Shell (Nigeria), Grasberg (Indonesia), Ok

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemajuan dunia industri merupakan salah satu indikator yang memberikan penggambaran untuk menilai perkembangan ekonomi suatu Negara. Kemajuan industri di Indonesia

Lebih terperinci

N, 2015 PENGARUH PENGUNGKAPAN AKUNTANSI LINGKUNGAN TERHADAP KINERJA KEUANGAN

N, 2015 PENGARUH PENGUNGKAPAN AKUNTANSI LINGKUNGAN TERHADAP KINERJA KEUANGAN BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tidak dapat dipungkiri bahwa manusia sebagai makhluk sosial haruslah berinteraksi dengan manusia lain maupun dengan alam. Dan juga dengan semakin berkembangnya kegiatan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sebagai salah satu cara untuk memantau kinerja produksinya. Pengukuran

BAB 1 PENDAHULUAN. sebagai salah satu cara untuk memantau kinerja produksinya. Pengukuran BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Produktivitas merupakan satu hal yang sangat penting bagi perusahaan sebagai salah satu cara untuk memantau kinerja produksinya. Pengukuran produktivitas dilakukan

Lebih terperinci

PROGRAM PEMERINTAH PENINGKATAN KEBUTUHAN DAMPAK LINGKUNGAN

PROGRAM PEMERINTAH PENINGKATAN KEBUTUHAN DAMPAK LINGKUNGAN PROGRAM PEMERINTAH PENINGKATAN KEBUTUHAN DAMPAK LINGKUNGAN PERMASALAHAN SUMBER DAYA ALAM PERMASALAHAN PEMUKIMAN POLUSI LINGKUNGAN KERUSAKAN HUTAN KEPUNAHAN HEWAN & TUMBUHAN PERLUASAN LAHAN KRITIS SANITASI

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi suatu negara atau bahkan roda perekonomian dunia. Sektor industri telah

BAB 1 : PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi suatu negara atau bahkan roda perekonomian dunia. Sektor industri telah BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kegiatan industri saat ini menjadi sektor yang tidak dapat dipisahkan dalam pembangunan ekonomi suatu negara atau bahkan roda perekonomian dunia. Sektor industri

Lebih terperinci

ISU LINGKUNGAN DAN KENDALA YANG DIHADAPI PROYEK KONSTRUKSI DI BANDA ACEH

ISU LINGKUNGAN DAN KENDALA YANG DIHADAPI PROYEK KONSTRUKSI DI BANDA ACEH ISU LINGKUNGAN DAN KENDALA YANG DIHADAPI PROYEK KONSTRUKSI DI BANDA ACEH Cut Mutiawati 1, Cut Zukhrina Oktaviani 2, dan Amanda Setiawan 2 1,2,3 Program Studi Teknik Sipil, Universitas Syiah Kuala, Jl.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Subbab ini menjelaskan latar belakang dari penelitian yang dilaksanakan. Penelitian ini berangkat dari konsep sustainability dan penerapan konsep sustainable manufacturing

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terus menerus akan mengakibatkan menipisnya ketersediaan bahan. konsumsi energi 7 % per tahun. Konsumsi energi Indonesia tersebut

BAB I PENDAHULUAN. terus menerus akan mengakibatkan menipisnya ketersediaan bahan. konsumsi energi 7 % per tahun. Konsumsi energi Indonesia tersebut BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Bahan bakar fosil adalah termasuk bahan bakar yang tidak dapat diperbaharui (non renewable).jumlah konsumsi bahan bakar fosil baik minyak bumi, gas alam, ataupun batu

Lebih terperinci

KONSEP KAMPUS HIJAU Green-Safe-Disaster Resilience (Hijau-Keselamatan-Ketahanan Bencana)

KONSEP KAMPUS HIJAU Green-Safe-Disaster Resilience (Hijau-Keselamatan-Ketahanan Bencana) KONSEP KAMPUS HIJAU Green-Safe-Disaster Resilience (Hijau-Keselamatan-Ketahanan Bencana) INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG Sebuah Strategi Menuju Efisiensi Sumber Daya dan Keberlanjutan 2020 A Big Step towards

Lebih terperinci

`BAB IV PENYELENGGARAAN URUSAN PEMERINTAH DAERAH

`BAB IV PENYELENGGARAAN URUSAN PEMERINTAH DAERAH `BAB IV PENYELENGGARAAN URUSAN PEMERINTAH DAERAH URUSAN BIDANG LINGKUNGAN HIDUP (Urusan Bidang Lingkungan Hidup dilaksanakan oleh Badan Lingkungan Hidup Daerah (BAPEDAL) Aceh. 2. Realisasi Pelaksanaan

Lebih terperinci

5.1 PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. secara terpadu. Perusahaan ini termasuk perusahaan perseroan terbatas dengan

5.1 PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. secara terpadu. Perusahaan ini termasuk perusahaan perseroan terbatas dengan V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk adalah salah satu produsen semen terbesar di Indonesia yang memproduksi berbagai jenis semen

Lebih terperinci

BAB I Pendahuluan 1. 1 Latar Belakang

BAB I Pendahuluan 1. 1 Latar Belakang BAB I Pendahuluan 1. 1 Latar Belakang Sasaran pertumbuhan PDB Nasional berdasar RPJPN 2005-2025 adalah mencapai pendapatan per kapita pada tahun 2025 setara dengan negara-negara berpendapatan menengah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada pertengahan abad ke-20 yang lalu. Hal ini ditandai antara lain dengan

BAB I PENDAHULUAN. pada pertengahan abad ke-20 yang lalu. Hal ini ditandai antara lain dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Beberapa tahun terakhir ini manusia di seluruh dunia (termasuk Indonesia) berteriak akan adanya pemanasan global yang berakibat terjadinya perubahan iklim. Kekhawatiran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hubungan antara..., Dian Eka Sutra, FKM UI, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Hubungan antara..., Dian Eka Sutra, FKM UI, Universitas Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Polusi udara merupakan masalah lingkungan global yang terjadi di seluruh dunia. Berdasarkan data dari World Health Organization (WHO), polusi udara menyebabkan kematian

Lebih terperinci

KRITERIA DOKUMEN RINGKASAN KINERJA PENGELOLAAN LINGKUNGAN

KRITERIA DOKUMEN RINGKASAN KINERJA PENGELOLAAN LINGKUNGAN DOKUMEN RINGKASAN KINERJA PENGELOLAAN LINGKUNGAN DOKUMEN RINGKASAN KINERJA PENGELOLAAN LINGKUNGAN PROPER 2014 KETENTUAN UMUM DRKPL adalah makalah yang berisi deskripsi secara ringkas dan jelas tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pihak menanggung beban akibat aktivitas tersebut. Salah satu dampak yang paling

BAB I PENDAHULUAN. pihak menanggung beban akibat aktivitas tersebut. Salah satu dampak yang paling BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Beberapa tahun terakhir ini, aktivitas operasional perusahaan memberikan dampak yang buruk terhadap lingkungan dan sosial, Hal ini menyebabkan berbagai pihak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Isu pemanasan global sudah sering dibicarakan pada media berita dan masyarakat sendiri sudah tidak asing lagi dengan kata pemanasan global. Namun isu pemanasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut World Health Organization (WHO) tahun 2016, 2/3 dari total penduduk negara berkembang atau 3 miliar orang mengandalkan biomassa (kayu dan sisa tanaman) untuk

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PENGEMBANGAN INDUSTRI HIJAU DI INDONESIA

KEBIJAKAN PENGEMBANGAN INDUSTRI HIJAU DI INDONESIA KEBIJAKAN PENGEMBANGAN INDUSTRI HIJAU DI INDONESIA OLEH LINTONG SOPANDI HUTAHAEAN (KEPALA PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN INDUSTRI HIJAU DAN LINGKUNGAN HIDUP KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN) Bekasi, Hotel

Lebih terperinci

FORM PROFIL PERUSAHAAN PENYEDIA TEKNOLOGI LINGKUNGAN

FORM PROFIL PERUSAHAAN PENYEDIA TEKNOLOGI LINGKUNGAN FORM PROFIL PERUSAHAAN PENYEDIA TEKNOLOGI LINGKUNGAN KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP Deputi Bidang Pembinaan Sarana Teknis dan Peningkatan Kapasitas Asdep Urusan Standardisasi dan Teknologi Gd. A, Lt. 6 Jl.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Isu kerusakan lingkungan yang mencuat akhir-akhir ini menimbulkan kesadaran dan

BAB I PENDAHULUAN. Isu kerusakan lingkungan yang mencuat akhir-akhir ini menimbulkan kesadaran dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Isu kerusakan lingkungan yang mencuat akhir-akhir ini menimbulkan kesadaran dan keprihatinan masyarakat dunia tentang pentingnya pelestarian lingkungan, hal ini tentu

Lebih terperinci

PENINGKATAN EFISIENSI PERUSAHAAN MELALUI KONSEP NON PRODUK OUTPUT (NPO) SEBAGAI BAGIAN INTERNALISASI BIAYA LINGKUNGAN

PENINGKATAN EFISIENSI PERUSAHAAN MELALUI KONSEP NON PRODUK OUTPUT (NPO) SEBAGAI BAGIAN INTERNALISASI BIAYA LINGKUNGAN J. Tek. Ling Edisi Khusus Hal. 20-25 Jakarta Juli 2008 ISSN 1441-318X PENINGKATAN EFISIENSI PERUSAHAAN MELALUI KONSEP NON PRODUK OUTPUT (NPO) SEBAGAI BAGIAN INTERNALISASI BIAYA LINGKUNGAN Lestario Widodo

Lebih terperinci

PERANCANGAN SISTEM PENGUKURAN KINERJA LINGKUNGAN DENGAN PENDEKATAN INTEGRATED ENVIROMENTAL PERFORMANCE MEASUREMENT SYSTEM AHP

PERANCANGAN SISTEM PENGUKURAN KINERJA LINGKUNGAN DENGAN PENDEKATAN INTEGRATED ENVIROMENTAL PERFORMANCE MEASUREMENT SYSTEM AHP PERANCANGAN SISTEM PENGUKURAN KINERJA LINGKUNGAN DENGAN PENDEKATAN INTEGRATED ENVIROMENTAL PERFORMANCE MEASUREMENT SYSTEM AHP Shanti Kirana Anggraeni, Sirajuddin, Prasetiyo Nugroho Jurusan Teknik Industri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Pemanasan global menjadi topik perbincangan dunia dalam beberapa tahun terakhir. Berbagai peristiwa alam yang dianggap sebagai anomali melanda seluruh dunia dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kegiatan industri dianggap memberikan dampak buruk bagi lingkungan yaitu meningkatkan pencemaran air dan udara, penurunan kualitas tanah, dampak dalam skala global

Lebih terperinci

PT SEMEN PADANG DISKRIPSI PERUSAHAAN DESKRIPSI PROSES

PT SEMEN PADANG DISKRIPSI PERUSAHAAN DESKRIPSI PROSES PT Semen Padang: Studi Kasus Perusahaan PT SEMEN PADANG DISKRIPSI PERUSAHAAN PT. Semen Padang didirikan pada tahun 1910 dan merupakan pabrik semen tertua di Indonesia. Pabrik berlokasi di Indarung, Padang,

Lebih terperinci

Agro Industri Ramah Lingkungan Dede Sulaeman

Agro Industri Ramah Lingkungan Dede Sulaeman Agro Industri Ramah Lingkungan Dede Sulaeman Agro-industri Ramah Lingkungan Nopember 2007 Penulis: Dede Sulaeman, ST, M.Si Subdit Pengelolaan Lingkungan, Dit. Pengolahan Hasil Pertanian, Ditjen PPHP-Deptan

Lebih terperinci

FORM USULAN PERBAIKAN KRITERIA PENILAIAN KETAATAN PROPER KRITERIA PENILAIAN PERINGKAT KINERJA PERUSAHAAN (PROPER) HIJAU DAN EMAS

FORM USULAN PERBAIKAN KRITERIA PENILAIAN KETAATAN PROPER KRITERIA PENILAIAN PERINGKAT KINERJA PERUSAHAAN (PROPER) HIJAU DAN EMAS KESEPAKATAN : FORM USULAN PERBAIKAN KRITERIA PENILAIAN KETAATAN PROPER 2012-2013 KRITERIA PENILAIAN PERINGKAT KINERJA PERUSAHAAN (PROPER) HIJAU DAN EMAS A. KRITERIA SISTEM MANAJEMEN LINGKUNGAN 1. Kebijakan

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN MODEL SUSTAINABLE DEVELOPMENT DECISION-MAKING UNTUK UKM BATIK DI SURABAYA DENGAN PENDEKATAN ANP

PENGEMBANGAN MODEL SUSTAINABLE DEVELOPMENT DECISION-MAKING UNTUK UKM BATIK DI SURABAYA DENGAN PENDEKATAN ANP PENGEMBANGAN MODEL SUSTAINABLE DEVELOPMENT DECISION-MAKING UNTUK UKM BATIK DI SURABAYA DENGAN PENDEKATAN ANP Puspita Dewi Widayat 1, *), Moses L. Singgih 2) dan Udisubakti Ciptomulyono C 3) Jurusan Teknik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan. Orang-orang mulai khawatir akan dampak global warming pada

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan. Orang-orang mulai khawatir akan dampak global warming pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Sejak beberapa dekade terakhir kesadaran masyarakat dunia akan pentingnya pelestarian lingkungan semakin meningkat, peningkatan ini dicetuskan oleh adanya

Lebih terperinci

TATA CARA PENILAIAN KETAATAN DAN PENILAIAN KINERJA LEBIH DARI KETAATAN

TATA CARA PENILAIAN KETAATAN DAN PENILAIAN KINERJA LEBIH DARI KETAATAN LAMPIRAN III PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PROGRAM PENILAIAN PERINGKAT KINERJA PERUSAHAAN DALAM PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP TATA CARA PENILAIAN KETAATAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alam (SDA) dan sumber daya manusia (SDM). SDA yang melimpah dimanfaatkan oleh berbagai pihak dalam aktivitasnya

Lebih terperinci

Best Practice. Company Third level

Best Practice. Company Third level Best Practice Company ( Green Third level Companies) Fourth level Lely Riawati, ST, MT SUMBER INDONESIA GREEN COMPANY 2014 Third level Fourth level SUMBER : SWA Ed. 26 ( 8-17 DESEMBER 2014) (2006-2011)

Lebih terperinci

Mada Asawidya [ ] Yusronia Eka Putri, ST, MT Christiono Utomo, ST, MT, Ph.D

Mada Asawidya [ ] Yusronia Eka Putri, ST, MT Christiono Utomo, ST, MT, Ph.D Oleh : Mada Asawidya [31.07.100.051] Dosen Pembimbing : Yusronia Eka Putri, ST, MT Christiono Utomo, ST, MT, Ph.D ABSTRAK konsep mengenai pembangunan suatu gedung maupun bangunan lainnya mengacu pada konsep

Lebih terperinci

INTEGRASI RENCANA AKSI NASIONAL PENURUNAN EMISI GRK KE DALAM PEMBANGUNAN

INTEGRASI RENCANA AKSI NASIONAL PENURUNAN EMISI GRK KE DALAM PEMBANGUNAN INTEGRASI RENCANA AKSI NASIONAL PENURUNAN EMISI GRK KE DALAM PEMBANGUNAN Endah Murniningtyas Deputi Bidang Sumberdaya Alam dan Lingkungan Hidup Disampaikan dalam Workshop: Peran Informasi Geospatial dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan sektor industri di Indonesia telah berjalan sekitar empat puluh lima tahun terhitung sejak lahirnya Undang-Undang Penanaman Modal Asing (PMA) tahun

Lebih terperinci

LAMPIRAN Bagaimana sejarah berdirinya PT Margono Dian Graha? 2. Apa visi dan misi PT Margono Dian Graha?

LAMPIRAN Bagaimana sejarah berdirinya PT Margono Dian Graha? 2. Apa visi dan misi PT Margono Dian Graha? LAMPIRAN 1 Daftar Pertanyaan Wawancara Pertanyaan untuk pemilik perusahaan : 1. Bagaimana sejarah berdirinya PT Margono Dian Graha? 2. Apa visi dan misi PT Margono Dian Graha? 3. Bagaimana struktur organisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (O Riodran, 1994) yang menurut Ekins (1999) dalam Green Fiscal. masalah lingkungan oleh perubahan iklim (Baronchelli et all, 2013).

BAB I PENDAHULUAN. (O Riodran, 1994) yang menurut Ekins (1999) dalam Green Fiscal. masalah lingkungan oleh perubahan iklim (Baronchelli et all, 2013). BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Pajak merupakan penerimaan negara yang berasal dari orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa dan tidak mendapatkan imbalan langsung yang digunakan untuk pengeluaran

Lebih terperinci

MODEL PEMILIHAN INDUSTRI KOMPONEN OTOMOTIF YANG RAMAH LINGKUNGAN

MODEL PEMILIHAN INDUSTRI KOMPONEN OTOMOTIF YANG RAMAH LINGKUNGAN MODEL PEMILIHAN INDUSTRI KOMPONEN OTOMOTIF YANG RAMAH LINGKUNGAN Triwulandari S. Dewayana, Dedy Sugiarto, Dorina Hetharia Program Studi Magister Teknik Industri Fakultas Teknologi Industri Universitas

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. diperbahurui makin menipis dan akan habis pada suatu saat nanti, karena itu

PENDAHULUAN. diperbahurui makin menipis dan akan habis pada suatu saat nanti, karena itu PENDAHULUAN Latar Belakang Energi merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia dan saat ini konsumsi meningkat. Namun cadangan bahan bakar konvesional yang tidak dapat diperbahurui makin menipis dan akan

Lebih terperinci

PROPOSAL KERJA PRAKTEK DI PT. HOLCIM INDONESIA Tbk. PLANT CILACAP JAWA TENGAH

PROPOSAL KERJA PRAKTEK DI PT. HOLCIM INDONESIA Tbk. PLANT CILACAP JAWA TENGAH PROPOSAL KERJA PRAKTEK DI PT. HOLCIM INDONESIA Tbk. PLANT CILACAP JAWA TENGAH Dibuat untuk memenuhi persyaratan permohonan Kerja Praktek di PT. HOLCIM INDONESIA Tbk. Plant Cilacap Jawa Tengah Oleh: AHMAD

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1. Kontribusi negatif bangunan terhadap lingkungan

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1. Kontribusi negatif bangunan terhadap lingkungan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Green hospital, sebenarnya merupakan bagian dari suatu gerakan global secara umum yang dikenal dengan Green building. Konsep Green building itu sendiri mulai

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Hadirnya energi listrik ke dalam kehidupan manusia merupakan salah satu hal penting yang mendukung pesatnya perkembangan kemajuan kehidupan di dunia sekarang ini. Hampir setiap

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan serta pada pembahasan Bab IV mengenai Pengaruh Dorongan Akuntansi Manajemen Lingkungan Proaktif Terhadap Kinerja Lingkungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kerusakan lingkungan merupakan suatu kegiatan yang disebabkan oleh

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kerusakan lingkungan merupakan suatu kegiatan yang disebabkan oleh BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kerusakan lingkungan merupakan suatu kegiatan yang disebabkan oleh aktivitas alam (bencana alam) atau aktivitas manusia, yang menyebabkan rusaknya keseimbangan ekosistem

Lebih terperinci

Untuk mengatasi permasalahan di atas, pada tahun 2003 pemerintah meluncurkan program kemitraan konservasi energi. Program kemitraan ini merupakan kese

Untuk mengatasi permasalahan di atas, pada tahun 2003 pemerintah meluncurkan program kemitraan konservasi energi. Program kemitraan ini merupakan kese BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejalan dengan meningkatnya pembangunan yang diikuti dengan pertumbuhan dan perekembangan perekonomian Indonesia, kebutuhan energi nasional juga semakin meningkat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. aktivitas-aktivitas yang dapat memperparah kerusakan pada lingkungan.

BAB I PENDAHULUAN. aktivitas-aktivitas yang dapat memperparah kerusakan pada lingkungan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan lingkungan adalah akibat dari aktivitas manusia, baik secara langsung maupun tidak langsung, telah menjadi isu internasional bahkan sejak 30 tahun yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Energi listrik menjadi kebutuhan utama manusia baik sektor rumah tangga, industri, perkantoran, dan lainnya. Kebutuhan energi terus meningkat seiring dengan meningkatnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sungai maupun pencemaran udara (Sunu, 2001). dan dapat menjadi media penyebaran penyakit (Agusnar, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. sungai maupun pencemaran udara (Sunu, 2001). dan dapat menjadi media penyebaran penyakit (Agusnar, 2007). BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Berkembangnya sektor industri dan pemanfaatan teknologinya tercipta produk-produk untuk dapat mencapai sasaran peningkatan kualitas lingkungan hidup. Dengan peralatan

Lebih terperinci

PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /POJK.04/ TENTANG PENERBITAN DAN PERSYARATAN EFEK BERSIFAT UTANG BERWAWASAN LINGKUNGAN (GREEN BOND)

PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /POJK.04/ TENTANG PENERBITAN DAN PERSYARATAN EFEK BERSIFAT UTANG BERWAWASAN LINGKUNGAN (GREEN BOND) OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /POJK.04/ TENTANG PENERBITAN DAN PERSYARATAN EFEK BERSIFAT UTANG BERWAWASAN LINGKUNGAN (GREEN BOND) DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Jumlah penduduk di Indonesia dari tahun ke tahun semakin bertambah. Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa terjadi kenaikan jumlah penduduk sebesar

Lebih terperinci

APA ITU GLOBAL WARMING???

APA ITU GLOBAL WARMING??? PEMANASAN GLOBAL APA ITU GLOBAL WARMING??? Pemanasan global bisa diartikan sebagai menghangatnya permukaan Bumi selama beberapa kurun waktu. Atau kejadian meningkatnya temperatur rata-rata atmosfer, laut

Lebih terperinci

REPUBLIK INDONESIA BADAN PUSAT STATISTIK SURVEI KHUSUS PENGELUARAN PERLINDUNGAN LINGKUNGAN DAN PRODUKSI BARANG/JASA LINGKUNGAN

REPUBLIK INDONESIA BADAN PUSAT STATISTIK SURVEI KHUSUS PENGELUARAN PERLINDUNGAN LINGKUNGAN DAN PRODUKSI BARANG/JASA LINGKUNGAN RAHASIA EPEA/EGSS-15 REPUBLIK INDONESIA BADAN PUSAT STATISTIK SURVEI KHUSUS PENGELUARAN PERLINDUNGAN LINGKUNGAN DAN PRODUKSI BARANG/JASA LINGKUNGAN 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. Perhatian : (Harap dibaca

Lebih terperinci

Pusat Pengkajian Industri Hijau dan Lingkungan Hidup Badan Penelitian dan Pengembangan Industri Kementerian Perindustrian

Pusat Pengkajian Industri Hijau dan Lingkungan Hidup Badan Penelitian dan Pengembangan Industri Kementerian Perindustrian GREEN CHILLER POLICY IN INDUSTRIAL SECTOR Disampaikan pada: EBTKE CONEX Jakarta Convention Center 21 Agustus 2015 Pusat Pengkajian Industri Hijau dan Lingkungan Hidup Badan Penelitian dan Pengembangan

Lebih terperinci