IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PEMERINTAH KOTA BANJAR DALAM PENGELOLAAN SEKTOR PARIWISATA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PEMERINTAH KOTA BANJAR DALAM PENGELOLAAN SEKTOR PARIWISATA"

Transkripsi

1 IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PEMERINTAH KOTA BANJAR DALAM PENGELOLAAN SEKTOR PARIWISATA (Studi Deskriptif di Situmustika di Kota Banjar) JURNAL GALIH RESFATY RAKASIWI NPM : NPM (galihresfaty@gmail.com) Program Studi Ilmu Pemerintahan Stisip Bina Putera Banjar PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN SEKOLAH TINGGI ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK (STISIP) STISIP BINA PUTERA BANJAR 2016

2 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Otonomi daerah menurut Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 tentang otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Adanya penerapan Otonomi Daerah (Otda) dituntut suatu pemerintah daerah dapat melaksanakan penyelenggaraan pengelolaan daerahnya secara desentralisasi atau segala yang berkaitan pengaturan urusan pemerintahannya sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku harus diwenangkan dan dilaksanakan secara mandiri. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang kepariwisataan bahwa obyek wisata pada suatu daerah akan sangat menguntungkan, antara lain meningkatnya Pendapatan Asli Daerah (PAD), meningkatnya taraf hidup masyarakat dan memperluas kesempatan kerja meningkatkan rasa cinta lingkungan, alam, dan budaya setempat. Dimana mengenai kepariwisataan Kota Banjar mengacu pada Peraturan Daerah Kota Banjar Nomor 22 Tahun 2004 Tentang Izin Usaha Kepariwisataan dan Budaya Di Kota Banjar. Pariwisata merupakan usaha bisnis yang menjual jasa-jasa yang berkaitan dengan kerekreasian kepada wisatawan baik wisatawan domestik ataupun dari mancanegara. Hal ini sesuai dengan pendapat Bagyono (2007:25-28) adalah sebagai berikut: Pariwisata adalah suatu jasa pariwisata adalah suatu usaha bisnis yang kegiatannya utamanya meliputi menjual jasa-jasa pariwisata kepada wisatawan baik itu wisatawan domestik maupun wisatawan mancanegara. Objek wisata Situ Mustika Banjar Patroman tersebut berpeluang besar untuk menjadi ikon pariwisata, pendek kata menjadi Daerah Tujuan Wisata (DTW) yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan apabila hal itu dapat dikelola dengan baik, maka akan memiliki objek perusahaan wisata tersebut akan menjadi tempat yang bernilai dan mempunyai daya tarik bagi pengunjung wisatawan. Dengan demikian kuncinya adalah terdapat pada pengelolaan. Pengelolaan diartikan sebagai manajemen, manajemen merupakan suatu proses yang diterapkan oleh individu atau kelompok dalam upayaupaya koordinasi dalam menerbitkan, mengatur, dan berpikir untuk mencapai suatu tujuan. Munir (2006:9) mendefinisikan pengertian manajeman adalah: Aktivitas menerbitkan, mengatur, dan berpikir yang dilakukan oleh seseorang, sehingga mampu mengemukakan, menata, dan merapikan segala sesuatu yang ada disekitarnya, mengetahui prinsip-prinsipnya serta menjadi hidup selaras dan serasi dengan yang lainnya.

3 Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas maka dirumuskan permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana implementasi Kebijakan Pemerintah Kota Banjar dalam Pengelolaan Sektor Pariwisata? 2. Bagaimana Kendala Penerapan implementasi Kebijakan Pemerintah Kota Banjar dalam Pengelolaan Sektor Pariwisata? 3. Bagaimana Upaya-upaya Mengatasi Kendala implementasi Kebijakan Pemerintah Kota Banjar dalam Pengelolaan Sektor Pariwisata? TINJAUAN PUSTAKA Kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah melalui Dinas Perhubungan Informasi Komunikasi dan Pariwisata merupakan kebijakan yang haurs dilaksanakan dalam pelaksanaan sistem pelaksanaan sektor pariwisata. Untuk dapat mengetahui pengertian kebijakan, berikut di bawah ini pengertian kebijkan menurut beberapa ahli. Carl Friedrich (Wahab, 2005:3) mengemukakan pendapatnya sebagai berikut: Kebijaksanaan ialah suatu tindakan yang mengarah pada tujuan yang diusulkan oleh seseorang, kelompok atau pemerintah dalam lingkungan tertentu sehubungan dengan adanya hambatan-hambatan tertentu seraya mencari peluang-peluang untuk mencapai tujuan atau mewujudkan sasaran yang diinginkan. Dari pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa kebijakan merupakan rangkaian konsep dan asas yang menjadi garis besar dan dasar rencana dalam pelaksanaan suatu aturan yang harus dilaksanakan oleh pemangku kebijakan. tujuan kebijakan mengacu pada teori yang dikemukakan oleh Jones (Jenawi, 2008:19) menyebutkan bahwa kompenon-komponen kebijakan mencakup hal-hal berikut: 1. Intentions, yaitu niat atau tujuan sebenarnya dari tindakan. 2. Goals, yaitu tujuan atau keadaan akhir yang hendak dicapai. 3. Plans or proposal, yaitu rencana atau usulan untuk mencapai tujuan. 4. Program, yaitu program yang disyahkan untuk mencapai tujuan kebijakan. 5. Decisions or choices, yaitu keputusan atau pilihan atas tindakantindakan yang diambil untuk mencapai tujuan, mengembangkan rencana, melaksanakan dan mengevaluasi progam. 6. Effect, yaitu dampak atau pengaruh yang dapat diukur.

4 Pelaksanaan Kebijakan Proses pelaksanaan roda di pemerintahan tidak akan berjalan tanpa adanya kebijakan. Oleh sebab itu, suatu pelaksanaan kebijakan merupakan satu kesatuan yang berkaitan di pemerintahan. Implementasi kebijakan akan menghasilkan sebuah perwujudan, jika pengimplementasian kebijakan juga dilaksanakan dengan tindakan-tindakan oleh individu atau kelompok. Van Meter dan Horn (Winarno, 2008:146) dalam bahwa Implementasi kebijakan sebagai tindakan-tindakan yang dilakukan oleh individu-individu (atau kelompok-kelompok) pemerintah maupun swasta yang diarahkan untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan. Pengertian Pengelolaan pengelolaan tidak asing lagi, banyak yang mengartikan mengendalikan ataupun mengerjakan. Ataupun lebih ke arah ilmiah pengertian pengelolaan diartikan sebagai pengaturan, dan pengadministrasian, memang itulah pengertian yang populer saat ini. Pengelolaan dalam menyelenggarakan kepariwisataan, diperlukan keterpaduan peranan Pemerintah, badan usaha dan masyarakat secara selaras dan seimbang agar dapat mewujudkan potensi pariwisata nasional yang memiliki kemampuan daya saing baik di tingkat regional maupun global Fungsi Pengelolaan Bedasarkan fungsinya, pengelolaan memiliki tujuan dan manfaat untuk melaksanakan sebuah perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengawasan. Tujuan akhir yang akan diperoleh dari sebuah pelaksanaan pengelolaan tergantung tipe organisasi, kebiasaan, dan karakteristik anggota dalam organisasi atau perseorangan tersebut. Perencanaan adalah rancangan sesuatu yang akan dikerjakan); 2 konsep; naskah (surat); Laporan pemberitaan (perslah); catatan mengenai pembicaraan dalam rapat dsb; 5 acara (pembicaraan); program; 6 artikel; makalah; kertas kerja. Perencanaan diartikan sebagai perhitungan dan penentuan tentang apa yang akan dijalankan dalam rangka mencapai tujuan tertentu, dimana menyangkut tempat, oleh siapa pelaku itu atau pelaksana dan bagaimana tata cara mencapai itu. Pengorganisasian ialah keseluruhan proses pengelompokkan orang-orang, alat-alat, tugas-tugas, serta wewenang dan tanggung jawab sedemikian rupa sehingga tercipta suatu organisasi yang dapat digerakkan sebagai suatu kesatuan yang utuhdan bulat dalam rangka pencapaian tujuan yang telah ditentukan sebelumnya. Pelaksanaan atau penggerakan dapat diartikan sebagai keseluruhan usaha, cara, teknik dan metode untuk mendorong para anggota organisasi agar mau dan ikhlas bekerja dengan sebaik mungkin demi tercapainya organisasi dengan efisien, efektif dan ekonomis. pengawasan merupakan fungsi manajerial dasar yang sengaja didesain untuk maksud-maksud tertentu sesuai dengan tujuan kontrol yang diharapkan, sehingga manajer dapat mengetahui efektivitas sumber-sumber informasi yang ada dalam organisasinya, efektivitas aktifitas kelompok, serta efektivitas aktifitas setiap individu anggota organisasinya.

5 penjelasan dari kerangka pemikiran tersebut dapat dijelaskan bahwa terdapat permasalahan yang telah teridentifikasi di tempat penelitian membuktikan bahwa: 1) Permasalahan eksternal: Permasalahan di sektor pariwisata Situ Mustika dimana pengunjung pun belum ada ketertarikan untuk mengunjungi objek wisata tersebut karena banyak beredar cerita gaib, hal tersebut berdampak pada berkurangnya minat pengunjung. 2) Permasalahan Internal: a) Kota Banjar masih mengembangkan potensi alam Wana Wisata Situ Mustika di Purwaharja dan b) Kurangnya peran serta masyarakat dalam mengembangkan kepariwisataan dan industri keratif, khususnya yang berkaitan dengan kepariwisataan Situ Mustika Berdasarkan permasalahan tersebut, maka masalah tersebut harus diteliti sejauh mana kebijakan pemerintah dalam pengelolaan sektor Pariwisata dalam meningkatkan Pendapat Asli Daerah yang diukur dengan teori yang kredibel. Teori tersebut mengacu pada George R. Terry yang terdiri dari perencanaan (Planning), pengorganisasian (Organizing), penggerakkan (Actuating), pengendalian (Controlling). METODE PENELITIAN Jenis Penelitian Penelitian mengenai kebijakan pemerintah dalam pengelolaan sektor pariwisata untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Banjar ini merupakan peneltian deskripsi dengan menentukan salah satu fokus penelitian di Situ Mustika Kota Banjar. Adapun penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Metode penelitian deskriptif adalah metode penelitian yang dilakukan untuk mengetahui nilai variabel mandiri atau lebih (independen) tanpa membuat perbandingan atau menggabungkan antara variabel satu dengan yang lain. Tempat Penelitian Lokasi penelitian ini akan dilaksanakan di Kota Banjar dengan lokus penelitian secara khusus di Dinas Perhubungan Komunikasi informasi dan pariwisata (Dishubkominpar) yang melaksanakan kebijakan untuk pengelolaan sektor pariwisata Situ Mustika Kota Banjar. Waktu Penelitian Lamanya penelitian selama 10 bulan, dimulai dari Bulan Nopember 2015 sampai dengan Bulan Agustus Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang ditempuh untuk mendapatkan data. Sugiyono (2012:224) mengemukakan bahwa: Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling strategis dalam penelitian, karena tujuan utama penelitian adalah mendapatkan data. Tanpa mengetahui teknik pengumpulan data maka peneliti tidak akan mendapatkan data yang memenuhi standar data yang ditetapkan. Teknik Analisis Data Menurut Sugiyono (2012:246) bahwa Analisis data dalam penelitian kualitatif, dilakukan pada saat pengumpulan data berlangsung dan setelah selesai pengumpulan data dalam periode tertentu.

6 Objek Penelitian HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Pemaparan dan pendeskripsian hasil penelitian diuraikan melalui gambaran umum objek penelitian mengenai kondisi Kecamatan Purwaharja Kota Banjar. Keadaan Geografi Kecamatan Purwaharja merupakan daerah daratan dengan ketinggian sekitar 39 m di atas permukaan laut serta beriklim tropis. Dengan tingkat kesuburan tanah pada umumnya tergolong sedang, dengan tekstur tanah sebagian besar halus dengan jenis tanah aluvial juga berjenis tanah podsolik. Luas wilayah Kecamatan Purwaharja berdasarkan tekstur tanah seluas 1.605,4 Ha dengan batas wilayah sebagai berikut : Sebelah Utara : Desa Wangujaya Kecamatan Cisaga Kabupaten Ciamis Sebelah Timur : Sungai Cijolang / Propinsi Jateng Sebelah Selatan : Sungai Citanduy / Kecamatan Banjar Sebelah Barat : Kecamatan Cisaga / Kabupaten Ciamis Demografi Secara demografi jumlah penduduk di Kecamatan Purwaharja menurut data dari Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil) Kota Banjar pada Tahun 2014 tercatat sebanyak jiwa dengan rincian jiwa penduduk berjenis kelamin laki-laki dan sebanyak jiwa berjenis kelamin perempuan. Sehingga angka sex ratio (perbandingan penduduk lakilaki dan perempuan) sebesar 103 artinya dari 1 penduduk perempuan terdapat 103 penduduk laki-laki. Kelurahan Purwaharja merupakan kelurahan yang paling banyak penduduk yaitu sebesar Jiwa. Sedangkan Desa Raharja merupakan Desa yang penduduknya paling sedikit yaitu sebanyak Jiwa. Hasil Penelitian dan Pembahasan Hasil Penelitian Implementasi Kebijakan Pemerintah Kota Banjar dalam Pengelolaan Sektor Pariwisata Implementasi kebijakan Pemerintah Kota Banjar dalam pengelolaan sektor pariwisata yang salah satu objeknya adalah Situmustika. Hal tersebut merupakan fokus permasalahan yang disajikan di dalam perumusan masalah pertama pada penelitian ini. Dasar teori yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan teori empat pengelolaan. Penjabaran teori yang dikemukakan

7 mengenai teori pengelolaan yang terdiri dari perencanaan, pengorganisasian, penggerakkan, dan pengendalian. Aturan Perencanaan Yang Dijalankan Dimensi ini membahas mengenai aturan perencanaan yang dijalankan mencakup perhitungan dan penentuan yang akan dijalankan dalam rangka mencapai mendapatkan program yang ditargetkan, dimana menyangkut tempat, siapa pelaksana dan bagaimana tata cara mencapai itu. Penilaian mengenai bentuk pengelolaan terdiri dari perencanaan (planning) sebagai bentuk pengelolaan sektor pariwisata di Kota Banjar Adanya perencanaan khusus dari Dishubkominpar Kota Banjar mengenai objek wisata Situ Mustika yakni pengalihan lokasi ke Kota Banjar. Hal ini guna mempermudah pengelolaan baik dari segi fasilitas, jenis objek, dan tempat lainnya pun akan dikembangkan, namun pengalihan tersebut terbentur masalah kepemilikan sebagian wilayah oleh Perhutani Penentuan Pihak Lain Dimensi ini membahas mengenai penentuan pihak lain yang mencakup penentuan pihak lain yang terkait untuk ikut dilibatkan dalam perencanaan pengelolaan sektor pariwisata Situ Mustika Kota Banjar agar adanya suatu hasil dari pengelolaannya, dimana penentuan pihak lain ini menyangkut siapa yang akan diterjunkan/diikutsertakan secara langsung sebagai bentuk pengelolaan sektor pariwisata di Kota Banjar. Pengorganisasian Tambahan Organisasi di Objek Wisata Dimensi ini membahas mengenai tanggapan hirarki pengorganisasian misalnya bagi para petugas tetap yang di objek wisata Situ Mustika agar terkelola dengan baik, hal ini agar implikasinya memberikan peningkatan bagi Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Banjar, dimana penentuan pihak ini menyangkut organisasi mana yang akan diterjunkan/diikutsertakan secara langsung di lokasi. Pembagian Tugas Kepada Bawahan Dimensi ini membahas mengenai tanggapan pemberian dan pembagian tugas kepada bawahan terkait pengelolaan sektor pariwisata Situ Mustika di Kota Banjar. Bawahan tersebut ada dua pengertian yaitu bawahan staf yang berada di struktur birokrasi yakni berupa staf, sedangkan yang ada di lingkungan masyarakat berupa organisasi misalnya organisasi masyarakat. Penggerakkan Pengarahan Bawahan/Staff Sesuai Standar Operasional Prosedur Dimensi ini membahas mengenai tanggapan pengarahan kepada bawahan/staff agar pelaksanaan sesuai Standar Operasional Prosedur (SOP) dalam melaksanakan tugasnya terkait pengelolaan objek wisata Situ Mustika di Kota Banjar. Pada aspek ini digunakan untuk menguji sejauh mana pengarahan organisasi yang diterjunkan/diikutsertakan secara langsung di lokasi objek wisata Situ Mustika.

8 Pengarahan Kepada Wisatawan Dimensi ini membahas mengenai tanggapan pengarahan kepada masyarakat agar antusiasme masyarakat sebagai wisatawan terhadap objek wisata Situ Mustika di Kota Banjar Meningkat. Pada aspek ini digunakan untuk menguji sejauh mana respon masyarakat dengan adanya pengarahan (transimisi pesan, sosialisasi, atau kegiatan lainnya) sehingga berpengaruh terhadap animo masyarakat menjadi wisatawan domestik bagi objek wisata Situ Mustika di Kota Banjar, yang secara tidak langsung akan memberikan kontribusi Pendapatan Asli Daerah (PAD) bagi Kota Banjar Pengendalian Proses Memonitoring Dimensi ini membahas mengenai tanggapan proses pemonitoringan yang dilakukan pihak Dishubkominpar terhadap para petugas pariwisata agar fungsi pengelolaannya dapat dilaksanakan dengan maksimal. Pada aspek ini digunakan untuk menguji sejauh mana bentuk pengawasan yang dilakukan oleh pihak terkait dalam rangka memperbaiki kinerja para petugas pariwisata. Kendala Penerapan implementasi Kebijakan Pemerintah Kota Banjar dalam Pengelolaan Sektor Pariwisata Hasil penelitian yang dilakukan terhadap aspek kendala penerapan implementasi kebijakan Pemerintah Kota Banjar dalam pengelolaan sektor pariwisata, dalam hal ini adalah objek wisata Situ Mustika yang ada di Kota Banjar yang sudah diketahui adanya kendala sebesar persentase 43,33% terdapat di sub variabel kecuali Pengarahan Bawahan/Staff Sesuai Standar Operasional Prosedur, jadi jumlahnya ada enam subvariabel yakni pada: Perencanaan, Pengorganisasian, Penggerakkan, dan Pengendalian. Perencanaan Aspek kendala di dalam sebuah perencanaan merupakan perhitungan dan penentuan yang tidak sesuai dengan apa yang dijalankan dalam rangka mencapai tujuan. Kendala yang ditemukan dalam perencanaan adalah rencana hak memiliki sepenuhnya Situ Mustika yakni terbenturnya kepemilikan, karena masih dimiliki 80% oleh pihak Perhutani. Pengorganisasian Aspek kendala di dalam melangsungkan sebuah pengorganisasian merupakan proses fungsi tanggapan kendala, dapat teridentifikasi bahwa dari pihak Perhutani tidak memprioritaskan terhadap objek wisata Situ Mustika tersebut, sedangkan saat Pemerintah Kota Banjar meminta, belum ada izin memberikan kewenangan pengelolaan kepada Pemerintah Kota Banjar. Penggerakan Kendala di dalam melakukan pengarahan dan bimbingan adalah proses untuk mendapatkan fase menciptakan, memelihara, menjaga, mempertahankan dan memajukan organisasi melalui setiap personil, baik secara struktural maupun fungsional, agar langkah operasionalnya tidak keluar dari usaha mencapai tujuan organisasi. Kendala mengenai penggerakan di segala kegiatan terbentur masalah pembiayaan, dimana anggaran kegiatan di sana selalu diambil dari APBD.

9 Pengendalian Kendala di dalam melakukan pengendalian sebuah aktivitas atau kegiatan pengawasan terhadap organisasi dengan tujuan agar organisasi tersebut dapat melaksanakan fungsinya dengan baik dan dapat memenuhi tujuannya yang telah ditetapkan. Upaya-upaya Mengatasi Kendala Implementasi Kebijakan Pemerintah Kota Banjar dalam Pengelolaan Sektor Pariwisata Hasil penelitian yang dilakukan terhadap aspek upaya-upaya mengatasi kendala implementasi kebijakan pemerintah Kota Banjar dalam pengelolaan sektor pariwisata di objek wisata Situ Mustika yang sudah diketahui terdapat kendalanya. Upaya yang dilakukan untuk mengatasi hambatan tersebut agar permasalahan-permasalahan yang ditemukan dapat dihilangkan bahkan jika dapat menjadi sebuah referensi bagi pihak lembaga untuk dapat memperbaikinya. Perencanaan Perencanaan merupakan perhitungan dan penentuan apa yang akan dijalankan dalam rangka mencapai tujuan tertentu, dimana perencanan menyangkut tempat siapa pelaksana dan bagaimana tata cara mencapai aspek yang diinginkan dalam mencapai keberhasilan sebuah program. Pengorganisasian Pengorganisasian merupaka proses fungsi penetapan dan pengaturan kegiatan yang dilakukan dalam mencapai tujuan, mengadakan pembagian pekerjaan, menempatkan orang-orang yang berwenang pada kesatuankesatuan organisatoris atau departemen serta menetapkan batas wewenang yang diperlukan dalam pelaksanaan tugas masing-masing. Penggerakan Pengarahan dan bimbingan adalah kegiatan menciptakan, memelihara, menjaga, mempertahankan dan memajukan organisasi melalui setiap personil, baik secara struktural maupun fungsional, agar langkah operasionalnya tidak keluar dari usaha mencapai tujuan organisasi. Kegiatan ini dilakukan oleh Dishubkominpar dan pihak terkait lainnya. Pengendalian Pengendalian merupakan sebuah aktivitas atau kegiatan penilaian terhadap organisasi, dimana kegiatan tersebut dilakukan dengan tujuan agar organisasi tersebut dapat melaksanakan fungsinya dengan baik dan dapat memenuhi tujuannya yang telah ditetapkan. Pembahasan Implementasi Kebijakan Pemerintah Kota Banjar dalam Pengelolaan Sektor Pariwisata Perencanaan Hasil penelitian menjelaskan bahwa pada aspek mengenai aturan perencanaan yang dijalankan terfokus pada pemeliharaan dan perawatan fasilitas yang ada di obyek wisata Situmustika; adanya keinginan masyarakat mengelola Situ Mustika oleh pihak investor agar tertata rapi suasananya; Fasilitas penunjang diperbaiki dengan adanya out door/ kemah, dan peningkatan daya promosi.

10 Pengorganisasian Hasil penelitian menjelaskan bahwa pada aspek penambahan Organisasi di Objek Wisata bagi para petugas tetap yang ada di objek wisata Situ Mustika bertujuan agar terkelola dengan baik, hal ini agar implikasinya memberikan suatu hasil dari pengelolaan Situ Mustika dapat menguntungkan. Penggerakkan Hasil penelitian menjelaskan bahwa pengarahan kepada bawahan/staff agar pelaksanaan sesuai Standar Operasional Prosedur (SOPs) dalam melaksanakan tugasnya terkait pengelolaan objek wisata Situ Mustika di Kota Banjar yang berpengaruh baik pada pencapaian hasil akhir bagi Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Banjar. Pengendalian Hasil penelitian menjelaskan bahwa proses memonitoring yang dilakukan pihak Dishubkominpar terhadap para petugas pariwisata di objek wisata Situ Mustika agar fungsi pengelolaannya dapat dilaksanakan dengan maksimal, maka dapat disimpulkan peneliti bahwa pernyataan mengenai tanggapan tanggapan proses memonitoring yang dilakukan pihak Dishubkominpar terhadap para petugas pariwisata di objek wisata Situmustika, dapat diinterpretasikan sudah dilakukan oleh pihak Dishubkominpar melalui berbagai teknik. Kendala Penerapan implementasi Kebijakan Pemerintah Kota Banjar dalam Pengelolaan Sektor Pariwisata Perencanaan Hasil penelitian menjelaskan bahwa mengenai kendala di dalam sebuah perencanaan merupakan perhitungan dan penentuan yang tidak sesuai dengan apa yang dijalankan dalam rangka mencapai tujuan. Beberapa kendala yang ditemukan di dalam pengimplementasian kebijakan Pemerintah Kota Banjar dalam pengelolaan sektor pariwisata, dalam hal ini adalah objek wisata Situ Mustika, maka jelas bahwa pada aspek kendala perencanaan adalah anggaran dan Sumber Daya Manusia. Serta obyek wisata Situ Mustika bukan milik Pemerintah Kota Banjar, praktis adanya kendala pemeliharaan objek wisata Situ Mustika menjadi sangsi dikelola. Pengorganisasian Hasil penelitian menjelaskan bahwa mengenai tanggapan terhadap bagian pengorganisasian, maka dapat disimpulkan bahwa Pihak Perhutani cenderung tidak memprioritaskan kawasan obyek wisata tersebut. Sedangkan situasionalnya seperti demikian, ada asumsi pengorganisasian ada organisasi Masyarakat yang selalu mencari keuntungan. Penggerakan Hasil penelitian menjelaskan bahwa kendala yang dirasakan yakni setiap adanya kegiatan di Situ Mustika, selalu mengandalkan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah Kota Banjar, serta masalah lain ketika ada kegiatan, selalu timbul masalah kebersihan akibat adanya pedagang asongan yang kurang memperhatikan kebersihan di kawasan Situ Mustika.

11 Pengendalian Hasil penelitian menjelaskan bahwa di dalam melakukan pengendalian sebuah aktivitas yakni yang menjadi permasalahan pengendalian atau pengontrolan, dari Dinas Perhutani tidak memiliki pandangan untuk dijadikan potensi objek wisata, sedangkan dari Pemerintah Kota Banjar melalui Dishubkominpar mencoba menginginkan dijadikan aset, namun pihak Perhutani kurang merespon, akibatnya yang terjadi adalah misskomunikasi. Upaya-upaya Mengatasi Kendala Implementasi Kebijakan Pemerintah Kota Banjar dalam Pengelolaan Sektor Pariwisata Perencanaan Upaya yang dilakukan mengatasi hambatan pada aspek ini, adalah bahwa a) Fokus pekerjaan Situ Mustika ada usulan ke arah promosi ke publik seperti objek wisata lain yang lebih diiklankan melalui media. Serta jika mendapat perizinan, maka akan dikelola melalui pembangunan Situ Mustika. Pengorganisasian Upaya pembentukan keorganisasian idealnya dilakukan dari Perhutani, pihak Dishubkominpar Kota Banjar sebagai pendamping untuk apa yang dibutuhkan; b) Bentuk pengorganisasian yang dilakukan sebatas mengkomunikasikannya dengan Dinas, bahwa keterlibatan suatu organisasi tersebut tidak mengikuti kesepakatan bersama; c) Pemberian tugas kepada organisasi LSM, idealnya bekerja secara ikhlas, kompak, dan jangan mempertahankan ego masing-masing. Selanjutnya mengenai promosi harus lebih gencar, dengan catatan setelah memperbaiki sarana dan prasarana di Situ Mustika. Penggerakan Dapat disimpulkan dari pernyataan tersebut, bahwa a) Adanya kerjasama yang dilakukan antara Dishubkominpar dengan Perhutani secara intens; b) Adanya kegiatan mempromosikan sebagai upaya mengantisipasi kurang fokusnya ke Situ Mustika setiap hari; c) Upaya yang dilakukan hanya sebatas mengkomunikasikannya dengan pihak dinas tentang kebutuhan yang harus dipenuhi di objek wisata Situ Mustika agar terawat dengan baik; d) Harus mengadakan acara hiburan rakyat agar masyarakat setempat lebih tertarik berkunjung. Pengendalian Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari pernyataan yang telah teridentifikasi, bahwa a) Adanya upaya dari pihak Dishubkominpar dalam mengatasi proses memonitoring petugas pengelola partiwsata di Situ Mustika Kota Banjar, yaitu dengan melakukan pendekatan secara personal dengan kepentingan yang sama; b) Masyarakat hanya berpartisipasi menjaga keamanan obyek Situ Mustika. Berdasarkan teori tersebut, dapat disimpulkan bahwa pengelolaan (manajemen) merupakan proses aktivitas yang dilakukan oleh seseorang atau kelompok di dalam sebuah organisasi, dimana pelaksanaannya diterapkan secara tersistematis dan terencana, terorganisir, terkendali, terarah, dengan menerapkan aturan perundang-undangan yang berlaku sehingga menghasilkan suatu produk atau jasa secara efisien dalam

12 hal ini melalui bukti nyata dari adanya pengelolaan sektor wisata Situ Mustika Kota Banjar KESIMPULAN DAN SARAN 1. Implementasi kebijakan Pemerintah Kota Banjar dalam pengelolaan sektor pariwisata di Situ Mustika Kota Banjar terdiri dari; a) Perencanaan terfokus pada pemeliharaan objek yang dilengkapi dengan promosi; b) Pengorganisasian: adanya pembagian tugas dari Dinas atau organisasi di lokus objek; c) Pergerakan: Pengarahan kepada pihak Dinas berupa penetapan tata tertib dan operasional pemeliharaan yang harus diberlakukan di objek wisata Situ Mustika, d) Pengendalian: adanya pemantauan pengelolaan dan pemonitoringan objek wisata. 2. Kendala penerapan implementasi kebijakan pemerintah Kota Banjar dalam pengelolaan sektor pariwisata di Situ Mustika terdiri dari: a) Perencanaan terkendala oleh faktor anggaran dan Sumber Daya Manusia dalam mengelola obyek wisata Situ Mustika; b) Pengorganisasian: Pihak Perhutani cenderung kurang memprioritaskan obyek wisata karena situasionalnya; c) Penggerakan: Kegiatan di Situ Mustika selalu mengandalkan APBD Kota Banjar, serta masalah lain ketika ada kegiatan, selalu timbul masalah kebersihan di saat ada kegiatan; d) Pengendalian: adanya misskomunikasi antara keinginan Dishubkominpar Kota Banjar dengan Perhutani Kabupaten Ciamis.

BUPATI BULUKUMBA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN BUPATI BULUKUMBA NOMOR 46 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI BULUKUMBA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN BUPATI BULUKUMBA NOMOR 46 TAHUN 2016 TENTANG BUPATI BULUKUMBA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN BUPATI BULUKUMBA NOMOR 46 TAHUN 2016 TENTANG POLA HUBUNGAN KERJA TERPADU ANTARA STAF AHLI BUPATI DENGAN SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH KABUPATEN BULUKUMBA

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. hakekatnya membangun manusia seutuhnya dan seluruhnya masyarakat

I. PENDAHULUAN. hakekatnya membangun manusia seutuhnya dan seluruhnya masyarakat I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian dari Pembangunan Nasional yang pada hakekatnya membangun manusia seutuhnya dan seluruhnya masyarakat Indonesia. Kegiatan Pembangunan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA DINAS KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA KABUPATEN LAMONGAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA DINAS KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA KABUPATEN LAMONGAN 27 LEMBARAN DAERAH Nopember KABUPATEN LAMONGAN 5/D 2007 SERI D PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA DINAS KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA KABUPATEN LAMONGAN

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN LAMONGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 08 TAHUN 2008 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN LAMONGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 08 TAHUN 2008 TENTANG SALINAN PEMERINTAH KABUPATEN LAMONGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 08 TAHUN 2008 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA KECAMATAN DAN KELURAHAN KABUPATEN LAMONGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dengan beribu

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dengan beribu 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dengan beribu pulau yang terletak di antara dua benua, yaitu Benua Asia dan Benua Australia serta dua samudera,

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA INDUK PENGEMBANGAN PARIWISATA KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI

LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : 12 2013 SERI : E PERATURAN DAERAH KOTA BEKASI NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN DAERAH KOTA BEKASI TAHUN 2013 2028 Menimbang : a.

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 15 2002 SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 4 TAHUN 2002 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN GARUT DENGAN MENGHARAP BERKAT DAN RAHMAT ALLAH SUBHANAHU

Lebih terperinci

GUBERNUR SUMATERA BARAT,

GUBERNUR SUMATERA BARAT, GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN GUBERNUR SUMATERA BARAT NOMOR 23 TAHUN 2017 TENTANG URAIAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PROVINSI SUMATERA BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 3 TAHUN 2008 SERI D.2 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 33 TAHUN 2008 TENTANG POLA ORGANISASI PERANGKAT DAERAH KABUPATEN CIREBON DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 9 TAHUN 2008

LEMBARAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 9 TAHUN 2008 No. 9, 2008-1 - LEMBARAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 9 TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 9 TAHUN 2008 TENTANG URUSAN PEMERINTAHAN YANG MENJADI KEWENANGAN PROVINSI KALIMANTAN

Lebih terperinci

BUPATI WAY KANAN PROVINSI LAMPUNG

BUPATI WAY KANAN PROVINSI LAMPUNG -1- BUPATI WAY KANAN PROVINSI LAMPUNG PERATURAN BUPATI WAY KANAN NOMOR 49 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS PEMUDA, OLAHRAGA DAN PARIWISATA KABUPATEN

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANAH LAUT NOMOR 5 TAHUN 2014 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH LAUT TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANAH LAUT NOMOR 5 TAHUN 2014 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH LAUT TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANAH LAUT NOMOR 5 TAHUN 2014 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH LAUT NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN DAERAH KABUPATEN TANAH LAUT DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pariwisata bergerak dari tiga aktor utama, yaitu masyarakat (komunitas

BAB I PENDAHULUAN. Pariwisata bergerak dari tiga aktor utama, yaitu masyarakat (komunitas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pariwisata bergerak dari tiga aktor utama, yaitu masyarakat (komunitas lokal) yang berperan sebagai informal business unit, sektor swasta sebagai formal business unit,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas ekonomi dan tugas

BAB I PENDAHULUAN. mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas ekonomi dan tugas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pemerintah Daerah diberi kewenangan untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas ekonomi dan tugas berbantuan sesuai dengan Undang-Undang

Lebih terperinci

BUPATI PURWOREJO PROVINSI JAWA TENGAH

BUPATI PURWOREJO PROVINSI JAWA TENGAH BUPATI PURWOREJO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWOREJO, Menimbang: bahwa

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SITUBONDO

PEMERINTAH KABUPATEN SITUBONDO 1 PEMERINTAH KABUPATEN SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 39 TAHUN 2008 TENTANG URAIAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN KABUPATEN SITUBONDO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

GUBERNUR KALIMANTAN BARAT

GUBERNUR KALIMANTAN BARAT GUBERNUR KALIMANTAN BARAT PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN BARAT NOMOR 134 TAHUN 2005 TENTANG STRUKTUR ORGANISASI, TUGAS POKOK, FUNGSI DAN TATA KERJA KANTOR PERWAKILAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT DENGAN

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 185 TAHUN 2014 TENTANG PERCEPATAN PENYEDIAAN AIR MINUM DAN SANITASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 185 TAHUN 2014 TENTANG PERCEPATAN PENYEDIAAN AIR MINUM DAN SANITASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 185 TAHUN 2014 TENTANG PERCEPATAN PENYEDIAAN AIR MINUM DAN SANITASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa air minum

Lebih terperinci

BUPATI TASIKMALAYA KEPUTUSAN BUPATI TASIKMALAYA NOMOR : 61 TAHUN 2001 TENTANG

BUPATI TASIKMALAYA KEPUTUSAN BUPATI TASIKMALAYA NOMOR : 61 TAHUN 2001 TENTANG BUPATI TASIKMALAYA KEPUTUSAN BUPATI TASIKMALAYA NOMOR : 61 TAHUN 2001 TENTANG TUGAS POKOK, FUNGSI DAN RINCIAN TUGAS UNIT KANTOR PARIWISATA KABUPATEN TASIKMALAYA BUPATI TASIKMALAYA Menimbang Mengingat :

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TABALONG NOMOR 01 TAHUN 2015 TENTANG RENCANA INDUK PENGEMBANGAN PARIWISATA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TABALONG NOMOR 01 TAHUN 2015 TENTANG RENCANA INDUK PENGEMBANGAN PARIWISATA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN TABALONG NOMOR 01 TAHUN 2015 TENTANG RENCANA INDUK PENGEMBANGAN PARIWISATA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TABALONG, Menimbang : a. bahwa kondisi wilayah Kabupaten

Lebih terperinci

BUPATI PULANG PISAU PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PULANG PISAU NOMOR 8 TAHUN 2015

BUPATI PULANG PISAU PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PULANG PISAU NOMOR 8 TAHUN 2015 SALINAN BUPATI PULANG PISAU PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PULANG PISAU NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN PULANG PISAU NOMOR 10 TAHUN 2008

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. alam yang luar biasa yang sangat berpotensi untuk pengembangan pariwisata dengan

BAB I PENDAHULUAN. alam yang luar biasa yang sangat berpotensi untuk pengembangan pariwisata dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Bobonaro merupakan sebuah kabupaten yang memiliki kekayaan alam yang luar biasa yang sangat berpotensi untuk pengembangan pariwisata dengan banyaknya potensi

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR : 9 TAHUN 2008 SERI : D NOMOR : 7 PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR 9 TAHUN 2008 TENTANG URUSAN PEMERINTAHAN YANG MENJADI KEWENANGAN PEMERINTAHAN DAERAH

Lebih terperinci

BUPATI ASAHAN PROVINSI SUMATERA UTARA PERATURAN BUPATI ASAHAN NOMOR 32 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI ASAHAN PROVINSI SUMATERA UTARA PERATURAN BUPATI ASAHAN NOMOR 32 TAHUN 2016 TENTANG SALINAN BUPATI ASAHAN PROVINSI SUMATERA UTARA PERATURAN BUPATI ASAHAN NOMOR 32 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, TUGAS DAN FUNGSI, SUSUNAN ORGANISASI, TATA KERJA, URAIAN TUGAS DAN FUNGSI JABATAN PADA SEKRETARIAT

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MELAWI PERATURAN DAERAH KABUPATEN MELAWI NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

PEMERINTAH KABUPATEN MELAWI PERATURAN DAERAH KABUPATEN MELAWI NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH +- PEMERINTAH KABUPATEN MELAWI PERATURAN DAERAH KABUPATEN MELAWI NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MELAWI, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kawasan wisata primadona di Bali sudah tidak terkendali lagi hingga melebihi

BAB I PENDAHULUAN. kawasan wisata primadona di Bali sudah tidak terkendali lagi hingga melebihi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jika dilihat secara nyata, saat ini pembangunan yang terjadi di beberapa kawasan wisata primadona di Bali sudah tidak terkendali lagi hingga melebihi daya tampung dari

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA NOMOR : 4 TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA NOMOR : 4 TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA NOMOR : 4 TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG KEDUDUKAN, TUGAS POKOK DAN SUSUNAN ORGANISASI SEKRETARIAT DAERAH, STAF AHLI DAN

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG

LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG TAHUN 2008 NOMOR 8 PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 5 TAHUN 2008 TENTANG URUSAN PEMERINTAHAN YANG MENJADI KEWENANGAN PEMERINTAHAN DAERAH KOTA SEMARANG DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BUPATI GUNUNGKIDUL BUPATI GUNUNGKIDUL,

BUPATI GUNUNGKIDUL BUPATI GUNUNGKIDUL, BUPATI GUNUNGKIDUL PERATURAN BUPATI GUNUNGKIDUL NOMOR 18 TAHUN 2009 TENTANG POLA HUBUNGAN KERJA ANTAR PERANGKAT DAERAH DAN ANTARA KECAMATAN DENGAN PEMERINTAHAN DESA BUPATI GUNUNGKIDUL, Menimbang Mengingat

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 52 TAHUN 2001 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 52 TAHUN 2001 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 52 TAHUN 2001 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANJUNG JABUNG BARAT, Menimbang

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.389, 2014 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KESEHATAN. Penyediaan Air Minum. Sanitasi. Percepatan. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 185 TAHUN 2014 TENTANG PERCEPATAN PENYEDIAAN AIR MINUM

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 6.1 Kesimpulan

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 6.1 Kesimpulan BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 6.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil temuan dan analisis, penelitian ini menghasilkan kesimpulan sebagai berikut: 1. Program KSN Borobudur dan Program Pembangunan Desa Program

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG URUSAN PEMERINTAHAN YANG MENJADI KEWENANGAN PEMERINTAH KABUPATEN CIAMIS

PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG URUSAN PEMERINTAHAN YANG MENJADI KEWENANGAN PEMERINTAH KABUPATEN CIAMIS PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG URUSAN PEMERINTAHAN YANG MENJADI KEWENANGAN PEMERINTAH KABUPATEN CIAMIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang Mengingat BUPATI CIAMIS,

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG

LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG TAHUN 2008 NOMOR 8 PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 5 TAHUN 2008 TENTANG URUSAN PEMERINTAHAN YANG MENJADI KEWENANGAN PEMERINTAHAN DAERAH KOTA SEMARANG Menimbang : a. Mengingat

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 69 TAHUN 1996 TENTANG PELAKSANAAN HAK DAN KEWAJIBAN, SERTA BENTUK DAN TATA CARA PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM PENATAAN RUANG

PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 69 TAHUN 1996 TENTANG PELAKSANAAN HAK DAN KEWAJIBAN, SERTA BENTUK DAN TATA CARA PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM PENATAAN RUANG PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 69 TAHUN 1996 TENTANG PELAKSANAAN HAK DAN KEWAJIBAN, SERTA BENTUK DAN TATA CARA PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM PENATAAN RUANG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA SEMARANG

BERITA DAERAH KOTA SEMARANG BERITA DAERAH KOTA SEMARANG TAHUN 2008 NOMOR 21 PERATURAN WALIKOTA SEMARANG NOMOR 21 TAHUN 2008 TENTANG PENJABARAN TUGAS DAN FUNGSI SEKRETARIAT DAERAH KOTA SEMARANG Menimbang : a. DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BUPATI KEBUMEN PERATURAN BUPATI KEBUMEN NOMOR 80 TAHUN 2008 TENTANG

BUPATI KEBUMEN PERATURAN BUPATI KEBUMEN NOMOR 80 TAHUN 2008 TENTANG BUPATI KEBUMEN PERATURAN BUPATI KEBUMEN NOMOR 80 TAHUN 2008 TENTANG RINCIAN TUGAS POKOK, FUNGSI DAN TATA KERJA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA JAMBI

BERITA DAERAH KOTA JAMBI BERITA DAERAH KOTA JAMBI NOMOR 40 TAHUN 2014 PERATURAN WALIKOTA JAMBI NOMOR 40 TAHUN 2014 TENTANG KEDUDUKAN, FUNGSI DAN TUGAS SERTA TATA KERJA STAF AHLI WALIKOTA JAMBI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pariwisata merupakan industri terbesar abad ini, hal ini bisa dilihat dari sumbangannya terhadap pendapatan dunia serta penyerapan tenaga kerja yang menjadikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara ataupun bagi daerah objek wisata tersebut. antara lain unsur budaya, transportasi, akomodasi, objek wisata tersebut

BAB I PENDAHULUAN. negara ataupun bagi daerah objek wisata tersebut. antara lain unsur budaya, transportasi, akomodasi, objek wisata tersebut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara dengan kekayaan alam yang sangat besar, dimana terdiri dari beribu-ribu pulau yang tersebar merata di seluruh wilayah Indonesia.

Lebih terperinci

KEPUTUSAN BUPATI TASIKMALAYA NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG URAIAN TUGAS UNIT KANTOR PARIWISATA DAN KEBUDAYAAN KABUPATEN TASIKMALAYA BUPATI TASIKMALAYA

KEPUTUSAN BUPATI TASIKMALAYA NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG URAIAN TUGAS UNIT KANTOR PARIWISATA DAN KEBUDAYAAN KABUPATEN TASIKMALAYA BUPATI TASIKMALAYA B U PATI TASIKMALAY A KEPUTUSAN BUPATI TASIKMALAYA NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG URAIAN TUGAS UNIT KANTOR PARIWISATA DAN KEBUDAYAAN KABUPATEN TASIKMALAYA BUPATI TASIKMALAYA Menimbang : a. bahwa dengan telah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pembangunan senantiasa memerlukan sumber penerimaan yang memadai dan

BAB 1 PENDAHULUAN. pembangunan senantiasa memerlukan sumber penerimaan yang memadai dan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemerintah daerah dalam rangka melaksanakan tugas pemerintahan dan pembangunan senantiasa memerlukan sumber penerimaan yang memadai dan dapat diandalkan. Pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia atau masyarakat suatu bangsa, dalam berbagai kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. manusia atau masyarakat suatu bangsa, dalam berbagai kegiatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan sering dikaitkan dalam perkembangan ekonomi suatu negara dengan tujuan sebagai upaya untuk mewujudkan kesejahteraan hidup manusia atau masyarakat suatu bangsa,

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN LAMONGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 03 TAHUN 2008 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN LAMONGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 03 TAHUN 2008 TENTANG PEMERINTAH KABUPATEN LAMONGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 03 TAHUN 2008 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA DINAS DAERAH KABUPATEN LAMONGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LAMONGAN,

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SINTANG

PEMERINTAH KABUPATEN SINTANG 1 PEMERINTAH KABUPATEN SINTANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SINTANG NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN DAERAH KABUPATEN SINTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SINTANG,

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN TUGAS KEHUMASAN DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN DALAM NEGERI DAN PEMERINTAH DAERAH DENGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. nusantara maupun wisatawan mancanegara. Hal ini dikarenakan. yang dapat dimanfaatkan sebagai kegiatan di bidang pariwisata.

BAB I PENDAHULUAN. nusantara maupun wisatawan mancanegara. Hal ini dikarenakan. yang dapat dimanfaatkan sebagai kegiatan di bidang pariwisata. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki banyak potensi alam baik di daratan maupun di lautan. Keanekaragaman alam, flora, fauna dan, karya cipta manusia yang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA SORONG NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA DINAS PARIWISATA DAN EKONOMI KREATIF KOTA SORONG

PERATURAN DAERAH KOTA SORONG NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA DINAS PARIWISATA DAN EKONOMI KREATIF KOTA SORONG SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA SORONG NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA DINAS PARIWISATA DAN EKONOMI KREATIF KOTA SORONG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SORONG, Menimbang

Lebih terperinci

WALIKOTA BATU PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 73 TAHUN 2016 TENTANG

WALIKOTA BATU PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 73 TAHUN 2016 TENTANG SALINAN WALIKOTA BATU PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 73 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, URAIAN TUGAS DAN FUNGSI, SERTA TATA KERJA DINAS PARIWISATA KOTA BATU DENGAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pariwisata merupakan salah satu fenomena sosial, ekonomi, politik, budaya,

I. PENDAHULUAN. Pariwisata merupakan salah satu fenomena sosial, ekonomi, politik, budaya, 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pariwisata merupakan salah satu fenomena sosial, ekonomi, politik, budaya, dan teknologi, sehingga keadaan ini menjadi sebuah perhatian yang besar dari para

Lebih terperinci

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 16 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 16 TAHUN 2016 TENTANG BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 16 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS TAHUN 2017-2027 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN LAMONGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN LAMONGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG PEMERINTAH KABUPATEN LAMONGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA LEMBAGA TEKNIS DAERAH KABUPATEN LAMONGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

BUPATI KARANGANYAR PERATURAN BUPATI KARANGANYAR NOMOR 17 TAHUN 2009 TENTANG

BUPATI KARANGANYAR PERATURAN BUPATI KARANGANYAR NOMOR 17 TAHUN 2009 TENTANG BUPATI KARANGANYAR PERATURAN BUPATI KARANGANYAR NOMOR 17 TAHUN 2009 TENTANG URAIAN TUGAS DAN FUNGSI JABATAN STRUKTURAL PADA BADAN PELAYANAN PERIZINAN TERPADU KABUPATEN KARANGANYAR BUPATI KARANGANYAR, Menimbang

Lebih terperinci

APBD KOTA YOGYAKARTA TAHUN ANGGARAN 2018

APBD KOTA YOGYAKARTA TAHUN ANGGARAN 2018 APBD KOTA YOGYAKARTA TAHUN ANGGARAN 2018 1. Tema pembangunan tahun 2018 : Meningkatnya Pelayanan Publik yang Berkualitas Menuju Kota Yogyakarta yang Mandiri dan Sejahtera Berlandaskan Semangat Segoro Amarto.

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 53 TAHUN 2010 PERATURAN BUPATI BANDUNG NOMOR 53 TAHUN 2010 TENTANG

BERITA DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 53 TAHUN 2010 PERATURAN BUPATI BANDUNG NOMOR 53 TAHUN 2010 TENTANG BERITA DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 53 TAHUN 2010 PERATURAN BUPATI BANDUNG NOMOR 53 TAHUN 2010 TENTANG RINCIAN TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN BANDUNG DENGAN

Lebih terperinci

WALIKOTA TEGAL PERATURAN WALIKOTA TEGAL NOMOR 9 TAHUN 2010 TENTANG

WALIKOTA TEGAL PERATURAN WALIKOTA TEGAL NOMOR 9 TAHUN 2010 TENTANG WALIKOTA TEGAL PERATURAN WALIKOTA TEGAL NOMOR 9 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN BADAN PENGENDALIAN PEMBANGUNAN PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN DAERAH KOTA TEGAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rakyat Indonesia, dewasa ini Pemerintah sedang giat-giatnya melaksanakan

BAB I PENDAHULUAN. rakyat Indonesia, dewasa ini Pemerintah sedang giat-giatnya melaksanakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam rangka usaha untuk meningkatkan kesejahteraan bangsa, negara, dan rakyat Indonesia, dewasa ini Pemerintah sedang giat-giatnya melaksanakan pembangunan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANAH LAUT NOMOR 5 TAHUN 2014 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH LAUT TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANAH LAUT NOMOR 5 TAHUN 2014 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH LAUT TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANAH LAUT NOMOR 5 TAHUN 2014 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH LAUT NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN DAERAH KABUPATEN TANAH LAUT DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HALMAHERA TENGAH NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HALMAHERA TENGAH NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN HALMAHERA TENGAH NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN DAERAH KABUPATEN HALMAHERA TENGAH TAHUN 2013-2023 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia memiliki banyak potensi dan sumber daya alam yang belum dikembangkan

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia memiliki banyak potensi dan sumber daya alam yang belum dikembangkan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki banyak potensi dan sumber daya alam yang belum dikembangkan secara maksimal, termasuk didalamnya di sektor pariwisata. Untuk lebih memantapkan pertumbuhan

Lebih terperinci

BUPATI BLITAR PERATURAN BUPATI BLITAR NOMOR 41 TAHUN 2011 TENTANG PENJABARAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN KABUPATEN BLITAR

BUPATI BLITAR PERATURAN BUPATI BLITAR NOMOR 41 TAHUN 2011 TENTANG PENJABARAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN KABUPATEN BLITAR BUPATI BLITAR PERATURAN BUPATI BLITAR NOMOR 41 TAHUN 2011 TENTANG PENJABARAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN KABUPATEN BLITAR BUPATI BLITAR, Menimbang : a. bahwa untuk pelaksanaan

Lebih terperinci

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN SALINAN BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

KEPALA DINAS SEKRETARIS

KEPALA DINAS SEKRETARIS KEPALA DINAS Mempunyai tugas pokok memimpin, merumuskan, mengatur, membina, mengendalikan, mengkondisikan dan mempertanggungjawabkan kebijakan teknis pelaksanaan urusan pemerintahan daerah berdasarkan

Lebih terperinci

Perda No. 18 / 2004 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, SOT BAPPEDA dan UPT Bappeda Kabupaten Magelang

Perda No. 18 / 2004 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, SOT BAPPEDA dan UPT Bappeda Kabupaten Magelang Perda No. 18 / 2004 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, SOT BAPPEDA dan UPT Bappeda Kabupaten Magelang PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 18 TAHUN 2004 TENTANG PEMBENTUKAN, KEDUDUKAN, TUGAS, FUNGSI,

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TENGAH NOMOR : 2 TAHUN 2001 TENTANG

PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TENGAH NOMOR : 2 TAHUN 2001 TENTANG PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TENGAH NOMOR : 2 TAHUN 2001 TENTANG PEMBENTUKAN, KEDUDUKAN, TUGAS POKOK, FUNGSI DAN SUSUNAN ORGANISASI SEKRETARIAT DAERAH PROPINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

WALIKOTA TASIKMALAYA

WALIKOTA TASIKMALAYA WALIKOTA TASIKMALAYA KEPUTUSAN WALIKOTA TASIKMALAYA NOMOR : 19 TAHUN 2003 TENTANG TUGAS POKOK, FUNGSI DAN RINCIAN TUGAS UNIT KANTOR PARIWISATA DAN KEBUDAYAAN KOTA TASIKMALAYA WALIKOTA TASIKMALAYA Menimbang

Lebih terperinci

BUPATI MALANG PROVINSI JAWA TIMUR

BUPATI MALANG PROVINSI JAWA TIMUR BUPATI MALANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR 49 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI, SERTA TATA KERJA DINAS PARIWISATA DAN KEBUDAYAAN DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI PANDEGLANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG,

PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI PANDEGLANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG, PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI PANDEGLANG NOMOR 63 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, RINCIAN TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG PEMERINTAH KABUPATEN MALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MALANG NOMOR 10 TAHUN 2007 TENTANG KEWENANGAN PEMERINTAHAN KABUPATEN MALANG DALAM URUSAN PEMERINTAHAN WAJIB DAN PILIHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. A. Sejarah Singkat Dinas Perhubungan Kota Bandar Lampung

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. A. Sejarah Singkat Dinas Perhubungan Kota Bandar Lampung IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Sejarah Singkat Dinas Perhubungan Kota Bandar Lampung Pada masa Orde Baru atau sebelum munculnya reformasi, urusan perhubungan diatur oleh Pemerintah Pusat di bawah

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN BANTUL

BERITA DAERAH KABUPATEN BANTUL 1 2016 BERITA DAERAH KABUPATEN BANTUL No.130,2016 Bagian Organisasi Sekretariat Daerah Kabupaten Bantul. PEMERINTAH DAERAH. ORGANISASI. TATA LAKSANA. Kedudukan. Susunan Organisasi. Tugas. Fungsi. Tata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memerlukan suatu penerimaan yang rutin, maka pemerintah menempatkan

BAB I PENDAHULUAN. memerlukan suatu penerimaan yang rutin, maka pemerintah menempatkan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan merupakan hal yang penting bagi suatu negara yang terus menerus berkembang. Dalam peningkatan dan pembangunan nasional pemerintah memerlukan suatu penerimaan

Lebih terperinci

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH 1 GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH NOMOR 26 TAHUN 2008 T E N T A N G TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS PEKERJAAN UMUM PROVINSI KALIMANTAN TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

- 1 - BUPATI KEPULAUAN SANGIHE PROVINSI SULAWESI UTARA PERATURAN BUPATI KEPULAUAN SANGIHE NOMOR 57 TAHUN 2016 TENTANG

- 1 - BUPATI KEPULAUAN SANGIHE PROVINSI SULAWESI UTARA PERATURAN BUPATI KEPULAUAN SANGIHE NOMOR 57 TAHUN 2016 TENTANG - 1 - BUPATI KEPULAUAN SANGIHE PROVINSI SULAWESI UTARA PERATURAN BUPATI KEPULAUAN SANGIHE NOMOR 57 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS PERHUBUNGAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LANDAK,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LANDAK, PERATURAN BUPATI LANDAK NOMOR 15 TAHUN 2008 TENTANG TUGAS POKOK, FUNGSI, STRUKTUR ORGANISASI DAN TATA KERJA DINAS KEPENDUDUKAN DAN CATATAN SIPIL KABUPATEN LANDAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN LUWU TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 14 TAHUN 2010 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

PEMERINTAH KABUPATEN LUWU TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 14 TAHUN 2010 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PEMERINTAH KABUPATEN LUWU TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 14 TAHUN 2010 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LUWU TIMUR, Menimbang : a. bahwa irigasi mempunyai peranan

Lebih terperinci

S A L I N A N. No. 152, 2016 BERITA DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 152 TAHUN 2016 NOMOR 152 TAHUN 2016 TENTANG

S A L I N A N. No. 152, 2016 BERITA DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 152 TAHUN 2016 NOMOR 152 TAHUN 2016 TENTANG 1 S A L I N A N BERITA DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 152 TAHUN 2016 NOMOR 152 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA MUSEUM KEHUTANAN PROVINSI KALIMANTAN

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BOGOR

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BOGOR LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BOGOR NOM0R : 10 TAHUN : 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR NOMOR 10 TAHUN 2009 TENTANG KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang : a. b. BUPATI BOGOR, bahwa sebagai

Lebih terperinci

BUPATI BANYUMAS PERATURAN BUPATI BANYUMAS NOMOR 38 TAHUN 2010 TENTANG PENJABARAN TUGAS KECAMATAN DI KABUPATEN BANYUMAS

BUPATI BANYUMAS PERATURAN BUPATI BANYUMAS NOMOR 38 TAHUN 2010 TENTANG PENJABARAN TUGAS KECAMATAN DI KABUPATEN BANYUMAS BUPATI BANYUMAS PERATURAN BUPATI BANYUMAS NOMOR 38 TAHUN 2010 TENTANG PENJABARAN TUGAS KECAMATAN DI KABUPATEN BANYUMAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, BUPATI BANYUMAS, Menimbang : a. bahwa berdasarkan

Lebih terperinci

KEMENTERIAN DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

KEMENTERIAN DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PENGUATAN KELEMBAGAAN KPH SEBAGAI PENGELOLA KAWASAN HUTAN DI TINGKAT TAPAK YANG MANDIRI Drs. H. Slamet, M.Si KASUBDIT WILAYAH IV DIREKTORAT FASILITASI KELEMBAGAAN

Lebih terperinci

BUPATI SUMBA BARAT DAYA PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBA BARAT DAYA NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI SUMBA BARAT DAYA PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBA BARAT DAYA NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG BUPATI SUMBA BARAT DAYA PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBA BARAT DAYA NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN SUMBA BARAT DAYA TAHUN 2014

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SAMPANG

PEMERINTAH KABUPATEN SAMPANG PEMERINTAH KABUPATEN SAMPANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SAMPANG NOMOR : 9 TAHUN 2008 TENTANG URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH KABUPATEN SAMPANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SAMPANG, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2007 TENTANG ORGANISASI PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2007 TENTANG ORGANISASI PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2007 TENTANG ORGANISASI PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk penyelenggaraan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LANDAK,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LANDAK, PERATURAN BUPATI LANDAK NOMOR 25 TAHUN 2008 TENTANG TUGAS POKOK, FUNGSI, STRUKTUR ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN LANDAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, BUPATI PULANG PISAU,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, BUPATI PULANG PISAU, SALINAN BUPATI PULANG PISAU PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI PULANG PISAU NOMOR 31 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA SEKRETARIAT DAERAH KABUPATEN

Lebih terperinci

BUPATI TASIKMALAYA KEPUTUSAN BUPATI TASIKMALAYA NOMOR : 43 TAHUN 2004 TENTANG URAIAN TUGAS UNIT SEKRETARIAT DAERAH KABUPATEN TASIKMALAYA

BUPATI TASIKMALAYA KEPUTUSAN BUPATI TASIKMALAYA NOMOR : 43 TAHUN 2004 TENTANG URAIAN TUGAS UNIT SEKRETARIAT DAERAH KABUPATEN TASIKMALAYA BUPATI TASIKMALAYA KEPUTUSAN BUPATI TASIKMALAYA NOMOR : 43 TAHUN 2004 TENTANG URAIAN TUGAS UNIT SEKRETARIAT DAERAH KABUPATEN TASIKMALAYA BUPATI TASIKMALAYA Menimbang : a. bahwa dengan telah ditetapkannya

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT LD 42 2008 R PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 27 TAHUN 2008 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI KECAMATAN DAN KELURAHAN KABUPATEN GARUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 17 2002 SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 8 TAHUN 2002 TENTANG RENCANA UMUM TATA RUANG KOTA KECAMATAN MALANGBONG DENGAN MENGHARAP BERKAT DAN RAHMAT ALLAH

Lebih terperinci

BUPATI KEPULAUAN ANAMBAS

BUPATI KEPULAUAN ANAMBAS BUPATI KEPULAUAN ANAMBAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA PERANGKAT DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PROVINSI RIAU BUPATI KEPULAUAN MERANTI PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI NOMOR 07 TAHUN 2014 TENTANG

PROVINSI RIAU BUPATI KEPULAUAN MERANTI PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI NOMOR 07 TAHUN 2014 TENTANG PROVINSI RIAU BUPATI KEPULAUAN MERANTI PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI NOMOR 07 TAHUN 2014 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BUPATI KAPUAS PROVINSI KALIMANTAN TENGAH

BUPATI KAPUAS PROVINSI KALIMANTAN TENGAH 1 SALINAN BUPATI KAPUAS PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI KAPUAS NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG POLA HUBUNGAN KERJA STAF AHLI BUPATI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KAPUAS, Menimbang : a.

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P.5/Menhut-II/2012 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P.5/Menhut-II/2012 TENTANG PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P.5/Menhut-II/2012 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN TUGAS KEHUMASAN DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN KEHUTANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. setiap kali Kraton melaksanakan perayaan. Sepanjang Jalan Malioboro adalah penutur cerita bagi setiap orang yang

BAB I PENDAHULUAN. setiap kali Kraton melaksanakan perayaan. Sepanjang Jalan Malioboro adalah penutur cerita bagi setiap orang yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Malioboro adalah jantung Kota Yogyakarta yang tak pernah sepi dari pengunjung. Membentang di atas sumbu imajiner yang menghubungkan Kraton Yogyakarta, Tugu dan puncak

Lebih terperinci

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 51 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 51 TAHUN 2016 TENTANG BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 51 TAHUN 2016 TENTANG TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA UNSUR ORGANISASI DINAS PENANAMAN MODAL DAN PELAYANAN TERPADU SATU PINTU DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini akan diuraiakan latar belakang, rumusan masalah, tujuan dan sasaran, ruang lingkup, metodologi penelitian, kerangka pemikiran, sistematika pembahasan. Untuk lebih jelasnya

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1996 TENTANG PELAKSANAAN HAK DAN KEWAJIBAN, SERTA BENTUK DAN TATA CARA PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM PENATAAN RUANG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1996 TENTANG PELAKSANAAN HAK DAN KEWAJIBAN, SERTA BENTUK DAN TATA CARA PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM PENATAAN RUANG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUNINGAN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mewujudkan

Lebih terperinci

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PURBALINGGA NOMOR 75 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PURBALINGGA NOMOR 75 TAHUN 2016 TENTANG SALINAN BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PURBALINGGA NOMOR 75 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA SEKRETARIAT DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA

Lebih terperinci