BAB II KAJIAN PUSTAKA. Setelah mencapai usia dewasa, secara alami seluruh komponen tubuh tidak dapat

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II KAJIAN PUSTAKA. Setelah mencapai usia dewasa, secara alami seluruh komponen tubuh tidak dapat"

Transkripsi

1 7 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Penuaan Setelah mencapai usia dewasa, secara alami seluruh komponen tubuh tidak dapat berkembang lagi. Sebaliknya terjadi penurunan akibat proses penuaan. Pada umumnya menjadi tua dianggap hal yang lumrah sehingga semua masalah yang muncul dianggap memang seharusnya dialami. Padahal terdapat banyak faktor yang berpengaruh terhadap proses penuaan. Faktor-faktor ini dapat dibagi menjadi faktor internal dan faktor eksternal. Beberapa faktor internal adalah radikal bebas, hormon yang berkurang, dan genetik. Faktor eksternal yang utama adalah pola hidup yang tidak sehat, polusi lingkungan dan stres. Faktor-faktor ini dapat dicegah, diperlambat bahkan mungkin dihambat sehingga kualitas hidup dapat dipertahankan. Lebih jauh lagi usia harapan hidup dapat lebih panjang dengan kualitas hidup yang baik (Pangkahila, 2011). Dengan mengingat faktor-faktor yang berpengaruh dalam proses penuaan, dapatlah ditentukan faktor mana yang perlu dihindari atau diatasi sehingga proses penuaan dapat dicegah atau dihambat. Bermodalkan kesadaran tentang pentingnya menjaga kesehatan dan menghindari berbagai faktor penyebab proses penuaan dilengkapi dengan pengobatan, masyarakat memiliki kesempatan untuk hidup lebih sehat dan berusia lebih panjang dengan kualitas hidup yang baik (Pangkahila, 2011).

2 8 2.2 Penyakit Degeneratif Penyakit degeneratif adalah istilah medis untuk menjelaskan suatu penyakit yang muncul akibat proses kemunduran fungsi sel tubuh, dari keadaan normal menjadi lebih buruk. Dari berbagai hasil penelitian modern diketahui bahwa munculnya penyakit degeneratif memiliki hubungan yang cukup kuat dengan bertambahnya usia seseorang. Penyakit degeneratif dapat dikaitkan pula sebagai penyakit yang mengiringi proses penuaan (Karyani, 2003). Hal yang menyebabkan terjadinya penyakit degeneratif adalah kerusakan sel-sel dalam jaringan/ organ, sehingga jaringan/ organ tersebut tidak lagi berfungsi sesuai dengan kebutuhan tubuh. Kerusakan ini bersifat irreversible, sehingga obat-obatan yang pada saat ini tersedia, hanya dapat memperlambat atau mencegah terjadinya kerusakan jaringan/ organ yang lebih luas (Halim dkk., 2010). Penyakit degeneratif dapat terjadi karena adanya proses penuaan, tidak termasuk penyakit menular dan berlangsung kronis seperti penyakit jantung coroner, hipertensi, diabetes melitus, obesitas dan lainnya (Powers, 2008). 2.3 Diabetes melitus Diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya (Perkeni, 2011). Klasifikasi etiologis DM menurut American Diabetes Association (ADA) 2015, dibagi dalam 4 jenis yaitu:

3 9 a. Diabetes melitus Tipe 1 atau Insulin Dependent Diabetes Mellitus/ IDDM. DM tipe 1 terjadi karena adanya destruksi sel beta pankreas karena sebab autoimun. b. Diabetes melitus tipe 2 atau Insulin Non-dependent Diabetes Mellitus/ NIDDM. Pada penderita DM tipe ini terjadi hiperinsulinemia tetapi insulin tidak bisa membawa glukosa masuk ke dalam jaringan karena terjadi resistensi insulin yang merupakan turunnya kemampuan insulin untuk merangsang pengambilan glukosa oleh jaringan perifer dan untuk menghambat produksi glukosa oleh hati. c. Diabetes melitus tipe lain. DM tipe ini terjadi karena etiologi lain, misalnya pada defek genetik fungsi sel beta, defek genetik kerja insulin, penyakit eksokrin pankreas, penyakit metabolik endokrin lain, iatrogenik, infeksi virus, penyakit autoimun dan kelainan genetik lain. d. Diabetes melitus gestasional. DM tipe ini terjadi selama masa kehamilan, dimana intoleransi glukosa didapati pertama kali pada masa kehamilan, biasanya pada trimester kedua dan ketiga Mekanisme kematian sel β pankreas pada diabetes melitus tipe 1 dan 2 Diabetes melitus tipe 1 dan 2 dikarakteristikan dengan adanya kegagalan fungsi sel β secara progresif. Apoptosis merupakan bentuk utama kematian sel β. Lesi insulinitis pada DM tipe 1 menyebabkan sel imun memproduksi sitokin, seperti IL-1 β,

4 10 tumor necrosis factor (TNF)-α, dan interferon (IFN)-γ. Apoptosis IL-1β dan/ atau TNF-α plus IFN-γinduce β-cell terjadi melalui aktivasi dari β-cell gene dibawah kontrol faktor trasnkripsi NF-κB dan STAT-1. Aktivasi NF-κB menyebabkan produksi dari nitric oxide (NO) dan chemokines serta deplesi dari kalsium retikulum endoplasma. Kematian sel β ini terjadi karena aktivasi dari mitogen-activated protein kinase, yang dipacu oleh stress pada retikulum endoplasma serta pelepasan mitochondrial death signals. Paparan kronik yang menyebabkan kenaikan kadar glukosa dan asam lemak bebas menyebabkan disfungsi dari sel β serta dapat menginduksi apoptosis sel β pada DM tipe 2. Paparan kadar glukosa yang tinggi memiliki dua efek, yaitu memacu hipersensitisasi glukosa pada tahap awal dan kemudian apoptosis melalui mekanisme yang berbeda. Asam lemak bebas menyebabkan apoptosis sel β melalui stress pada retikulum endoplasma (Cnop dkk., 2005) Kriteria diagnosis diabetes melitus Diagnosis klinis DM ditegakkan bila ada gejala khas DM berupa poliuria, polidipsia, polifagia dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan penyebabnya. Jika terdapat gejala khas dan pemeriksaan Glukosa Darah Sewaktu (GDS) 200 mg/dl diagnosis DM sudah dapat ditegakkan. Hasil pemeriksaan Glukosa Darah Puasa (GDP) 126 mg/dl juga dapat digunakan untuk pedoman diagnosis DM (Perkeni, 2011).

5 Intervensi farmakologis diabetes melitus Dalam konsensus pengelolaan dan pencegahan DM tipe 2 di Indonesia 2011, penatalaksanaan dan pengelolaan DM dititikberatkan pada 4 pilar penatalaksanaan DM, yaitu: edukasi, terapi gizi medis, latihan jasmani dan intervensi farmakologis (Perkeni, 2011). 2.4 Sel Punca Perkembangan sel punca di dunia medis dimulai sejak tahun 1950-an, yaitu ketika ditemukannya sel-sel penyusun sumsum tulang yang mampu membentuk seluruh jenis sel darah dalam tubuh manusia. Secara etimologi, sel punca dapat diartikan sebagai sel yang menjadi awal mula dari pertumbuhan sel lain yang menyusun keseluruhan tubuh organisme, termasuk manusia. Selain itu, sel punca juga merupakan awal dari pertumbuhan berbagai jenis sel penyusun tubuh. Dalam bahasa Indonesia, kata punca berarti awal mula. Makna yang terkandung dalam kata sel punca, semakin diteguhkan dengan penemuan keberadaan sel punca pada awal kehidupan manusia, yaitu saat masih embrio. Hal ini tentu semakin menegaskan bahwa sel punca adalah sel yang menjadi awal mula terbentuknya 200 jenis sel yang menyusun tubuh (Halim dkk., 2010) Karakteristik sel punca Supaya dapat dikategorikan sebagai sel punca, suatu sel harus memiliki beberapa karakteristik, yaitu:

6 12 1. Belum berdiferensiasi (undifferentiated), yaitu belum memiliki bentuk dan fungsi spesifik layaknya sel-sel lain pada organ tubuh (Halim dkk.,2010). 2. Mampu memperbanyak diri sendiri (self renewal), yang berarti bahwa sel punca dapat melakukan replikasi dan menghasilkan sel-sel yang mempunyai karakteristik sama dengan sel induknya. Populasi sel punca dalam tubuh terjaga dengan kemampuannya memperbanyak diri sendiri. Kemampuan ini dapat dilakukan berulang kali, bahkan diduga tidak terbatas. Selain itu, kemampuan ini juga dipertahankan dalam jangka waktu yang panjang (Halim dkk., 2010). 3. Berdiferensiasi menjadi lebih dari satu jenis sel (multipoten atau pluripoten); bersifat pluripoten apabila stem cell mampu berdiferensiasi menjadi sel tubuh apa pun yang berasal dari ketiga lapisan embrional (ektoderm, mesoderm, dan endoderm); dan sel punca bersifat multipoten apabila mampu berdiferensiasi menjadi beberapa jenis sel yang biasanya berada dalam satu golongan serupa, misalnya sel-sel sistem hematopoietik atau sistem saraf (Halim dkk.,2010) Jenis sel punca Berdasarkan tingkat maturasi tubuh yang menjadi sumber keberadaannya, secara praktis sel punca dibagi menjadi dua jenis, yaitu sel punca embrionik (embryonic stem cell) dan sel punca dewasa (adult stem cell) (Halim dkk., 2010) Sel punca embrionik (embryonic stem cell) Sel punca embrionik adalah sel punca yang didapatkan saat perkembangan individu masih berada dalam tahap embrio. Lebih tepatnya, sel punca ini adalah massa sel

7 13 dalam (inner cell mass) yang terdapat dalam blastosis. Inner cell mass terbentuk saat embrio berusia 3-5 hari, yaitu saat blastosis terbentuk dan akan mengimplantasikan dirinya ke dalam dinding rahim. Dalam tahap perkembangan selanjutnya, sel-sel ini akan berdiferensiasi menjadi sel-sel yang lebih dewasa, yang memiliki kemampuan proliferasi dan diferensiasi yang lebih rendah dibandingkan sel punca embrionik. Sel punca embrionik merupakan awal dari seluruh jenis sel dalam tubuh manusia. Sel punca embrionik tergolong sebagai sel punca yang bersifat pluripoten. Selain sifatnya yang pluripoten, sel punca embrionik juga memiliki daya proliferasi yang tinggi, telomer yang panjang, dan aktivitas enzim telomerase yang tinggi (Halim dkk., 2010) Sel punca dewasa (adult stem cell) Sel punca dewasa adalah sel punca yang ditemukan di antara sel-sel lain yang telah berdiferensiasi, dalam suatu jaringan yang telah mengalami maturasi. Dengan kata lain, sel punca dewasa adalah sekelompok sel yang belum berdiferensiasi, bahkan terkadang ditemukan dalam keadaan inaktif, pada suatu jaringan yang telah memiliki fungsi spesifik dalam tubuh individu. Saat ini hampir seluruh jaringan dan organ tubuh yang telah matur, terbukti mengandung sel punca dewasa. Oleh karena itu, penggolongan sel punca dewasa dilakukan berdasarkan organ atau golongan sel yang akan menjadi alur diferensiasinya, seperti sel punca hematopoietik, sel punca jantung, sel punca jaringan saraf (neural stem cell), sel punca mesenkimal, sel punca kulit, dan sebagainya (Halim dkk., 2010).

8 14 Beberapa contoh alur diferensiasi dari sel punca dewasa: 1. Sel Punca Hematopoietik Adalah sel yang mampu membentuk seluruh progenitor sel darah, demi terselenggaranya hematopoiesis dan fungsi imun tubuh. Dengan demikian, sel ini bisa dikatakan sebagai induk dari segala jenis sel darah yang beredar dalam tubuh manusia. Sel punca hematopoietik merupakan hasil dari diferensiasi hemangioblast, yang juga dapat berdiferensiasi menjadi progenitor sel endotel. Oleh karena itu, sel punca hematopoietik memiliki beberapa kesamaan sifat, terutama dalam hal ekspresi protein permukaan, dengan progenitor sel endotel. Sel punca hematopoietik mampu berdiferensiasi menjadi seluruh jenis sel darah, seperti eritrosit, trombosit, monosit, neutrofil, basofil, eosinofil, limfosit B, limfosit T, dan natural killer (NK) cell (Halim dkk., 2010) 2. Sel Punca Jaringan Saraf (Neural): Mampu berdiferensiasi menjadi tiga golongan utama sel saraf, yaitu astrost, oligodendrosit, dan neuron. Selain itu, sel punca jaringan saraf juga mampu berdiferensiasi menjadi kelompok sel saraf yang memiliki aktivitas dopaminergik (Halim dkk., 2010). 3. Sel Punca Jaringan Kulit: Sel punca yang banyak ditemukan di stratum basalis epidermis kulit dan dasar folikel rambut ini, mampu berdiferensiasi menjadi

9 15 keratinosit, dan sel penyusun lapisan epidermis kulit (Halim dkk., 2010). 4. Sel Punca Mesenkimal: Mampu berdiferensiasi menjadi osteosit, kondrosit, adiposit, dan berbagai jenis sel penyusun jaringan ikat (Halim dkk., 2010). 5. Sel Punca Jantung: Mampu berdiferensiasi menjadi tiga jenis sel utama penyusun organ jantung, yaitu endotel, kardiomiosit, dan sel otot polos (Halim dkk., 2010). Khusus untuk sel punca dewasa, walaupun telah disebutkan sebelumnya bahwa potensi diferensiasi yang telah dimilikinya hanya tergolong multipotent, namun jurnal-jurnal ilmiah beberapa tahun terakhir ini: menyatakan bukti dapat terjadinya transdiferensiasi (Halim dkk., 2010) Homing Definisi homing sebagai aktivitas sel punca untuk kembali ke rumahnya, yaitu jaringan tubuh yang rusak dan hendak diperbaiki. Sejumlah faktor memegang peran penting untuk membantu keberlangsungan proses homing ini. Istilah homing pertama kali digunakan untuk mendeskripsikan proses yang terjadi dalam transplantasi sel dari sumsum tulang. Sel punca hematopoietik yang disuntikkan ke pembuluh darah akan segera menuju ke bagian sumsum tulang yang mengalami kerusakan. Dalam uji laboratorium pada hewan, sel punca diberi suatu penanda untuk melacak keberadaannya setelah masuk ke dalam pembuluh darah. Melalui percobaan tersebut, sel punca

10 16 yang terbukti segera menuju jaringan tubuh hewan yang rusak. Pada penyelidikan selanjutnya, aktivitas sel punca seperti ini diduga dipengaruhi oleh adanya protein spesifik yang dilepaskan oleh sel-sel tubuh yang rusak sebagai bentuk komunikasi seluler. Protein ini bersifat kemoatraktif, sehingga mampu menarik sel punca yang berada di peredaran pembuluh darah, untuk menuju ke arah keberadaan proteinnya (Halim dkk., 2010) Mekanisme regenerasi jaringan oleh sel punca Setelah sel punca yang diadministrasikan secara sistemik atau secara langsung sampai pada jaringan yang dituju, maka mekanisme regenerasi jaringan yang rusak pun segera dimulai. Mekanisme perbaikan jaringan yang rusak dengan menggunakan sel punca terdiri dari dua jenis, yaitu diferensiasi sel punca dan produksi faktor pertumbuhan. Diferensiasi sel punca, dengan kemampuan ini maka sel punca yang telah sampai pada lokasi kerusakan sel dalam jaringan tubuh akan mampu berdiferensiasi menjadi sel somatik jaringan tubuh tersebut, sehingga mampu menggantikan sel-sel yang telah rusak. Produksi faktor pertumbuhan, sel punca yang ditransplantasikan ke dalam tubuh secara sistemik dapat menginduksi sel punca lain yang berada di berbagai organ tubuh pasien sendiri untuk berproliferasi dan bergerak menuju ke jaringan/ organ yang mengalami kerusakan. Salah satu hal yang diduga menyebabkan hal ini adalah sejumlah faktor yang diproduksi oleh sel punca yang dicangkokkan ke dalam tubuh, mampu merangsang pengeluaran sel punca dari berbagai organ tubuh pasien. Faktor-faktor ini adalah sitokin dan faktor pertumbuhan (Halim dkk., 2010).

11 Sel Punca Mesenkimal (Mesenchymal Stem Cell/ MSC) Sel punca mesenkimal terdapat pada seluruh organ tubuh manusia, lebih tepatnya sebagai bagian dari populasi sel yang terdapat di daerah perivaskular. Dengan pertimbangan sel, aksesibilitas, dan hasil penelitian yang dilakukan, maka terdapat tiga sumber yang paling banyak digunakan untuk mendapatkan sel punca mesenkimal, yaitu sumsum tulang, darah tali pusat, dan jaringan adiposa (Halim dkk., 2010). Perkembangan minat penelitian MCS dimulai pada tahun 1960 pada saat Friedenstein melaporkan bahwa sel stroma sumsum tulang dapat menghasilkan tulang. Ia kemudian menunjukkan bahwa sel-sel stroma sumsum tulang memiliki sifat khondrogenik dan adipogenik serta kemampuan yang tinggi untuk pembaruan diri. Sejak saat itu MSC terbukti terdapat di sel punca dewasa seperti di jaringan adiposa, otot, darah perifer, paru-paru, jantung, stroma kornea, pulpa gigi, plasenta, endometrium, membran amnion, Wharton s jelly (tali pusat) dan sel punca embrionik. MSC memiliki kemampuan untuk berdiferensiasi menjadi berbagai sel-sel khusus dari mesoderm asal: sel-sel tulang, tulang rawan, lemak, kardiomiosit, serat otot, sel-sel tubulus ginjal, dan berdiferensiasi menjadi sel-sel asal ektodermal, misalnya, neuron, dan asal endodermal, seperti hepatosit dan sel pulau pankreas. Karena sifat di atas, MSC dianggap sebagai pilihan pengobatan baru yang muncul dan agen terapi dalam pengobatan regeneratif. Potensi terapi MSC dapat secara langsung dengan meregenerasi sel-sel jaringan yang luka atau dengan efek parakrin pada lingkungan sekitar,

12 18 dan secara tidak langsung dengan mendukung revaskularisasi, melindungi jaringan dari stres yang disebabkan apoptosis, dan modulasi reaksi inflamasi. Uji klinis hasil terapi berbasis sel MSC di berbagai bidang klinis berdasarkan in vitro dan in vivo telah lebih dari 400 yang terdaftar (Kalaszczynska dkk., 2015). Mesenchymal stem cell awalnya diisolasi dari sumsum tulang (Bone Marrow/ BM) dan populasi sel ini masih dianggap sebagai standar emas untuk aplikasi MSC. Namun demikian BM memiliki beberapa keterbatasan sebagai sumber MSC, termasuk jumlah MSC yang rendah, prosedur isolasi yang sangat invasif dan terdapat penurunan karakteristik MSC sesuai dengan usia donor. Sejumlah sel punca diperkirakan mengalami degenerasi seiring dengan semakin lanjut usia, sehingga menyebabkan jumlah dalam populasinya pun berkurang. Oleh karena itu para peneliti mencari dan mengidentifikasi sumber-sumber alternatif lainnya untuk MSC (Hass dkk., 2011) Karakteristik sel punca mesenkimal Agar dapat dikarakteristikan sebagai MSC, sel harus memiliki karakteristik mampu untuk menempel pada cawan kultur plastik, mengekspresikan antigen membran CD105, CD73, CD90, dan sedikitnya ekspresi CD45 dan CD34, serta mampu berdiferensiasi menjadi garis keturunan kondrogenik dan adipogenik (Halim dkk., 2010) Insulin producing cells (IPCs)

13 19 Schuldiner dkk menunjukkan bahwa human embryonic stem cells (hescs) dapat berdiferensiasi secara spontan menjadi menjadi IPCs pada saat dikultur. Assady dkk juga melaporkan bahwa adherent hescs dapat mengeskpresikan insulin pada saat dikultur. Namun, efisiensi pola diferensiasi spontan ini masih sangat rendah. Beberapa peneliti menggunakan manipulasi gen untuk memperbaiki efisiensi islet-cell transduction dengan overexpression dari Pdx1 (pancreatic β-cell development gene) atau Ngn3. Namun, metode ini memiliki kekurangan untuk digunakan sebagai terapi sel karena terdapat kontaminasi eksogenus pada DNA. Terdapat 3 tahap perkembangan penting dalam regenerasi sel β pankreas: tahap pertama dengan menginduksi sel punca menjadi lapisan endoderm definitif, tahap kedua dengan menjadi pancreatic progenitors atau endocrine progenitors dan tahap ketiga menjadi sel β pankreas. Masing-masing tahapan terdapat faktor-faktor yang menginduksi diferensiasi. Sebagai contoh, Activin A, yang telah digunakan untuk diferensiasi hes menjadi garis keturunan endoderm, adalah faktor penting untuk diferensiasi endoderm definit pada sel punca embrionik tikus dan manusia (Wu dkk, 2014). Sel punca mesenkimal Wharton s Jelly dapat berdiferensiasi menjadi IPC. Chao dkk mendiferensiasikan WJ-MSC menjadi IPC melalui beberapa tahap kultur menggunakan neuroconditioned medium. Wu dkk melakukan studi banding dengan membandingkan kemampuan WJ-MSC dan BM-MSC berdiferensiasi menjadi IPC phenotype. Kedua tipe seluler tersebut memiliki kemampuan untuk membentuk isletlike cluster pada kultur hari pertama dengan medium kultur yang mengandung nico-

14 20 tinamide, activin, HGF, exendin-4 dan pentagastrin. Para peneliti tersebut menemukan ekspresi Pdx-1 pada differentiated WJ-MSC yang lebih tinggi dibanding dengan differentiated BM-MSC (Anzalone dkk., 2011). Human umbilical cord MSC dapat berdiferensiasi menjadi IPCs dibawah medium diferensiasi. Wu dkk menggunakan one-step method untuk membentuk islet-like cell cluster yang dapat mengeskpresikan faktor transkripsi pancreatic-specific PDX-1 dan pancreatic-specific marker C-peptide. Medium diferensiasi mengandung suatu jenis hormon pentagastrin selain faktor yang biasanya digunakan seperti activin-a, exendin-4, HGF. Dibawah medium diferensiasi yang sama, bone marrow mesenchymal stem cells (BMMSCs) membentuk islet-like cluster yang lebih kecil dan ekspresi pdx-1 sertac-peptide yang lebih rendah. Tiga langkah induksi spesifik WJ-MSC dapat membentuk insulin-producing cells tanpa pembentukan islet-like cells cluster (Wu dkk., 2014). Tabel 1.1 Diferensiasi dari beberapa populasi sel punca mesenkimal menjadi islet-like cells (Anzalone dkk., 2011)

15 21 Induced Insulin-Producing Cells dapat melepaskan insulin dan C-peptide. Implantasi dari MSC yang telah berdiferensiasi ke dalam tikus model diabetes dapat menurunkan kadar glukosa ke tingkat normal. Oleh karena itu IPCs yang berasal dari induksi MSC terlihat sebagai sumber yang sel β yang ideal untuk terapi cell replacement pada diabetes (Wu dkk, 2014) Tingkat keamanan sel punca mesenkimal pada aplikasi kilnis Transplantasi MSC menjadi terapi yang efektif untuk penyakit hematologi, respiratory distress syndrome, spinal cord injury, liver injury, dan critical limb ischemia. Sampai saat ini, ratusan uji klinik menggunakan MSC telah terdaftar dalam database ( dari lembaga kesehatan nasional AS (Wang dkk., 2012).

16 22 Untuk mengetahui toksisitas dan tumorigenicity dari human adipose tissuederived mesenchymal stem cells (hadmcss), berbagai dosis sel dengan takaran berbeda diinjeksikan secara intravena pada tikus dengan imunodefisiensi dan diobservasi selama 13 dan 26 minggu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ditemukan adanya efek samping pada pemberian dengan dosis sel tertinggi (2,5 x 10 8 sel/kgbb) dan tidak ditemukan adanya perkembangan tumor. Uji klinik selama lebih dari 12 bulan pada 8 pasien laki-laki yang menderita spinal cord injury dengan dosis sel 4 x 10 8 sel/kgbb juga tidak ditemukan reaksi efek samping. Dari hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa transplantasi sistemik hadmsc aman dan tidak menginduksi perkembangan tumor (Ra dkk., 2011) Diabetes melitus mengganggu potensi angiogenik adipose-derived stemcell (ADSC) Diabetes melitus merusak potensi angiogenik dari ADSC dengan cara deplesi subpopulasi seluler selektif. Secara khusus, pada DM terjadi gangguan pada fungsi diabetes endotelial progenitor sel (EPC) dan populasi kultur jaringan fibroblast in vitro. Selain itu, terdapat pengurangan ekspresi vaskulogenik dan sitokin regeneratif vaskular endothelial growth factor (VEGF) serta hipoxia induced factor 1-alpha (HIF-1α). ADSC pada pasien DM gagal memperbaiki penyembuhan luka iskemik (Rennert dkk., 2014).

17 23 Gambar 2.1Perbedaan persentase jumlah sel yang berdiferensiasi menjadi adipogenik dan osteogenik ADSC pada pasien DM dan non DM (Rennert dkk., 2014) Penurunan karakteristik sel punca mesenkimal Keberadaan sumber MSC pada adult stem cell dalam tubuh membuat mereka sangat rentan terhadap penumpukan kerusakan sel yang kemudian dapat menyebabkan kematian sel, penuaan, atau hilangnya fungsi regeneratif dan transformasi neoplastik. Sebaliknya, MSC neonatal seperti WJ-MSC, terhindar dari faktor pro aging. Penurunan kapasitas perbaikan dan peningkatan kerentanan terhadap penyakit degeneratif disebabkan karena fungsi sel induk menurun seiring dengan usia. Banyak penelitian ilmiah menunjukkan bahwa usia jaringan donor mempengaruhi beberapa sifat MSC. Hal itu menunjukkan bahwa kemampuan ADSC

18 24 untuk pembentukan jaringan pembuluh darah (neovaskularisasi) berkurang seiring dengan berjalannya usia. Demikian juga dengan bone marrow stem cell (BMSC) yang mengalami penurunan kemampuan imunomodulator seiring berjalannya usia (Kalaszczynska dkk., 2015). 2.6 Sel Punca Mesenkimal Wharton s Jelly (Wharton s Jelly Mesenchymal Stem Cell/ WJ-MSC) Pada saat ini dikembangkan sumber MSC Wharton s Jelly yang diperoleh dari tali pusat (Umbilical Cord/ UC). Sel punca mesenkimal Wharton s Jelly (Wharton s Jelly Mesenchymal Stem Cell/ WJ-MSC) mendapat perhatian yang sangat besar karena sel dapat dengan mudah diisolasi (non-invasive procedure), tidak terbentur masalah etika dan berasal dari jaringan yang didapat setelah lahir sehingga tidak terdapat penurunan karakteristik MSC (Wang dkk., 2004). WJ-MSC memungkinkan untuk digunakan sebagai alternatif klinis dari BMMSC karena memiliki aksesibilitas yang lebih baik, potensi ekspansi yang lebih tinggi serta imunogenisitas rendah (Quintiliano, 2010). Penelitian tentang manfaat dan keamanan transplantasi WJ-MSC pada pasien DM tipe 2 menunjukkan bahwa WJ-MSC dapat menurunkan kadar glukosa, memperbaiki kadar C-peptide dan fungsi sel beta, serta menurunkan penanda inflamasi sistemik dan jumlah T limfosit (Liu dkk., 2014). Terdapat dua populasi sel mesenkimal dalam tali pusat manusia, yaitu: Wharton s Jelly Messenchymal Stem Cell (WJ-MSC) dan Human Umbilical Cord

19 25 perivascular Cell (HUCPVCs). WJ-MSC dari tali pusat mengandung jaringan ikat mucoid dan fibroblast-like cell. Dengan menggunakan analisis flowcitrometri, sel-sel tersebut mengeksresikan reseptor matriks (CD44, CD105) dan integrin marker (CD29, CD51) tetapi tidak untuk penanda garis keturunan hematopoietik (CD34, CD45). Sel-sel ini juga mengekspresikan sejumlah besar penanda sel batang mesenkimal (SH2, SH3) serta memiliki potensi multilineage dan dapat berdiferensiasi menjadi sel-sel dari garis keturunan adipogenik dan osteogenik (Wang dkk., 2004). Gambar 2.2 Sel punca mesenkimal Wharton s Jelly (Baergen, 2011) Isolasi Sel Punca Mesenkimal Wharton s Jelly Dengan metode explan, jaringan dipotong menjadi ukuran kecil (sekitar 1 mm2) dan ditempatkan dalam medium. Explan menempel pada substrat dan sel keluar dari jaringan. Sel-sel ini kemudian dipanen dan dipassase (Puranik dkk., 2012).

20 26 Gambar 2.3 Isolasi dari sel punca mesenkimal Wharton s Jelly ( Puranik dkk., 2012) Gambar 2.4 Kultur sel punca mesenkimal Wharton s Jelly hari 1, 3 dan 5 setelah passase hari ke 21. Tampak adanya pertumbuhan sel punca dan pengelompokan sel punca (tanda panah) tersebut (Fibrianto dkk., 2009)

21 27 Gambar 2.5 Isolasi dan karakteristik dari WJ-MSC. (A)Pasase 5 WJ-MSC; (B) WJ-MSCs masson s trichrome staining; (C) Diferensiasi adiposit WJ-MSCs; (D) Oil Red O Staining; Diferensiasi osteosit, Von kossa Staining (E) and Alkaline Phosphatase staining (F); (G) Diferensiasi kondrosit, Safranin O Staining; (H) Analisis flocitometri WJ-MSC; (I) Diferensiasi neural, Neuroglia2 immunostaining (J); (K) Smooth muscle actin staining; (L) Diferenasiasi sel photoreseptor, Rhodopsin staining (M); (N) Diferensiasi progenitor pankreatik, (O) Insulin, (P) PDX1 (Sabapathy dkk., 2014) Sel punca mesenkimal Wharton s Jelly berdiferensiasi menjadi insulinproducing cells in vitro Sel punca Wharton s Jelly yang diinduksi dengan nikotinamid dan β- mercaptoethanol atau neurogenic differentiation 1 gene (NeuroD1) secara gradual terjadi perubahan morfologi dari sel yang berbentuk fibroblas menjadi sel yang berbentuk bulat. Pemeriksaan imunohistokimia menunjukkan adanya ekspresi positif dari insulin dan glukagon dari sel-sel ini. Pemeriksaan RT-PCR menunjukkan bahwa

22 28 humsc mengekspresikan insulin dan gen PDX-1 setelah diinduksi (Wang dkk., 2011). Gambar 2.6 Hasil dari diferensiasi. A1: humsc, A2: Sel tersebut memiliki morfologi fibroblas-like. B1 & B2: Perubahan morfologi pada humsc setelah diinduksi nicotinamid & β-mercaptoethanol (perbesaran 200x). C1: ekspresi seluler dari protein glukagon manusia setelah terapi dengan nicotinamid & β- mercaptoethanol. C2 & D2: kelompok kontrol tanpa adanya eskpresi dari insulin atau glukagon (perbesaran 200x). E1: Dithizone staining pada D-HuMSCs menunjukan cytoplasmic staining dengan warna merah kecoklatan dan E2 adalah kontrol negatif (perbesaran 200x). F: Analisis RT-PCR human insulin dan PDX-1 genes setelah induksi. Setelah induksi selama 6 hari, humscs mengeskpresikan human PDX-1 gene dan humscs mengekspresikan human insulin gene setelah induksi selama 12 hari. G: Insulin leve (Wang dkk., 2011) Efek dan keamaan transplantasi sel punca mesenkimal wharton s jelly Penelitian tentang efek dan keamaan transplantasi WJ-MSC dilakukan pada 20 pasien DM tipe 2. Kelompok pertama WJ-MSC diberikan secara intravena dan kelompok kedua transplantasi WJ-MSC diberikan secara endovaskular intrapankreatik. Setelah 12 bulan pasca transplantasi, terdapat penurunan pada kadar glukosa dan glycated hemoglobin, perbaikan kadar C-peptide dan fungsi sel beta pankreas, serta

23 29 penurunan marker inflamasi sistemik dan hitung T limfosit. Tidak ditemukan efek samping (Liu dkk., 2014). Gambar 2.7 Kadar glycated hemoglobin, glukosa puasa dan glukosa 2 jam post prandial selama 12 bulan periode penelitian (Liu dkk., 2014). Berdasarkan hasil uji toksisitas dan uji tumorigenicity, Ra JC dkk menyimpulkan bahwa transplantasi hingga 2 x 10 8 sel/ kgbb Human Adipose Tissue-Derived Mesenchymal Stem Cells (hadmscs) autologus aman bila diberikan infus intravena secara perlahan (Ra dkk., 2011) Jalur pemberian sel punca mesenkimal wharton s jelly Terdapat dua metode transplantasi sel punca. Metode pertama adalah secara langsung mengimplantasikan sel punca tersebut ke dalam jaringan/ organ tubuh

24 30 pasien yang telah rusak. Metode kedua adalah mengimplantasikan sel punca melalui pembuluh darah, baik yang berada dekat dengan lokasi jaringan/ organ yang telah rusak atau pembuluh darah manapun yang terdapat dalam tubuh pasien. Karena kemudahan aplikasinya di kemudian hari, maka metode kedua inilah yang paling banyak digunakan dan diuji efektivitasnya. Cara pemberian secara langsung memiliki tingkat kesulitan yang cukup tinggi dalam pelaksanaannya. Sebalikya, administrasi sel punca melalui pembuluh darah jauh lebih mudah dilakukan daripada injeksi sel punca intralesi (Halim dkk., 2010). Gambar 2.8 Adhesi MSC pada pulau pankreas (Scuteri dkk., 2014)

25 31 Gambar 2.9 Evaluasi persentase survival MSC pada pulau pankreas (Scuteri dkk., 2014) 2.7 Hewan Percobaan Tikus putih (Rattus norvegicus) jantan sebagai hewan coba Percobaan ini menggunakan tikus putih jantan sebagai binatang percobaan karena tikus putih jantan dapat memberikan hasil penelitian yang lebih stabil karena tidak dipengaruhi oleh adanya siklus menstruasi dan kehamilan seperti pada tikus putih betina. Tikus putih jantan juga mempunyai kecepatan metabolisme obat yang lebih cepat dan kondisi biologis tubuh yang lebih stabil dibanding tikus betina (Ngatijan, 2006). Aktivitasnya tidak terganggu oleh adanya manusia di sekitarnya. Ada dua sifat yang membedakan tikus putih dari hewan percobaan yang lain, yaitu bahwa tikus

26 32 putih tidak dapat muntah karena struktur anatomi yang tidak lazim di tempat esofagus bermuara ke dalam lubang dan tikus putih tidak mempunyai kandung empedu (Smith dan Mangkoewidjojo, 1988). Tikus laboratorium jantan jarang berkelahi seperti mencit jantan. Tikus putih dapat tinggal sendirian dalam kandang dan hewan ini lebih besar dibandingkan dengan mencit, sehingga untuk percobaan laboratorium, tikus putih lebih menguntungkan daripada mencit. Usia tikus 2,5 bulan memiliki persamaan dengan manusia usia dewasa muda dan belum mengalami proses penuaan intrinsik (Smith dan Mangkoewidjojo, 1988). Klasifikasi tikus putih dalam sistematika hewan percobaan adalah sebagai berikut (Smith dan Mangkoewidjojo, 1988) : Filum : Chordata Subfilum : Vertebrata Classis : Mammalia Subclassis : Placentalia Ordo : Rodentia Familia : Muridae Genus : Rattus

27 33 Species : Rattus norvegicus Kriteria tikus diabetes Kadar glukosa normal pada tikus yang sehat adalah antara 50 mg/dl sampai 135 mg/dl. Seperti mamalia lainnya, kadar glukosa ini tergantung pada tipe makanan yang dikonsumsi dan waktu makan terakhir. Kadar glukosa pada tikus dapat dikatakan diabetes jika kadar glukosa puasa di atas 126 mg/dl (Animalarticle, 2011).

DR.ETI YERIZEL,MS FK-UNIBA

DR.ETI YERIZEL,MS FK-UNIBA DR.ETI YERIZEL,MS FK-UNIBA Dikenal di Dunia Kedokteran sejak th 1950 Ditemukan sel penyusun sum-sum tulang yg mampu membentuk seluruh jenis sel darah di dalam tubuh manusia, selanjutnya disebut Stem cell

Lebih terperinci

DIABETES MELLITUS I. DEFINISI DIABETES MELLITUS Diabetes mellitus merupakan gangguan metabolisme yang secara genetis dan klinis termasuk heterogen

DIABETES MELLITUS I. DEFINISI DIABETES MELLITUS Diabetes mellitus merupakan gangguan metabolisme yang secara genetis dan klinis termasuk heterogen DIABETES MELLITUS I. DEFINISI DIABETES MELLITUS Diabetes mellitus merupakan gangguan metabolisme yang secara genetis dan klinis termasuk heterogen dengan manifestasi berupa hilangnya toleransi karbohidrat.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Penelitian dalam bidang sel punca mengalami perkembangan yang sangat

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Penelitian dalam bidang sel punca mengalami perkembangan yang sangat PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian dalam bidang sel punca mengalami perkembangan yang sangat pesat dalam dekade terakhir. Minat penelitian tersebut dipicu oleh kemampuan sel punca untuk berdiferensiasi,

Lebih terperinci

BAB 2 SEL PUNCA. Biologi sel punca merupakan bidang baru yang maju dan sangat pesat

BAB 2 SEL PUNCA. Biologi sel punca merupakan bidang baru yang maju dan sangat pesat BAB 2 SEL PUNCA Biologi sel punca merupakan bidang baru yang maju dan sangat pesat dengan penemuan-penemuan baru yang dilaporkan dari seluruh dunia. Selama bertahun-tahun para peneliti telah mencari cara

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sebagai distributor beban gaya yang bekerja pada tulang subkondral yang terletak

BAB 1 PENDAHULUAN. sebagai distributor beban gaya yang bekerja pada tulang subkondral yang terletak digilib.uns.ac.id 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kartilago artikuler merupakan satu jaringan yang unik dengan fungsi sebagai distributor beban gaya yang bekerja pada tulang subkondral yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sel punca sendiri merupakan sel yang mampu mereplikasi dirinya dengan cara beregenerasi, mempertahankan, dan replacing akhir diferensiasi sel. (Perin, 2006). Penelitian

Lebih terperinci

TESIS PEMBERIAN SEL PUNCA MESENKIMAL WHARTON S JELLY

TESIS PEMBERIAN SEL PUNCA MESENKIMAL WHARTON S JELLY TESIS PEMBERIAN SEL PUNCA MESENKIMAL WHARTON S JELLY INTRAVENA MENINGKATKAN JUMLAH SEL BETA PANKREAS DAN MENURUNKAN KADAR GLUKOSA DARAH PUASA PADA TIKUS (RATTUS NORVEGICUS) JANTAN GALUR WISTAR DIABETES

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. ahli medis, bahkan orang awam diseluruh penjuru dunia. Sesuai dengan kata yang

BAB I. PENDAHULUAN. ahli medis, bahkan orang awam diseluruh penjuru dunia. Sesuai dengan kata yang BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Saat ini, stem sel telah menjadi topik utama pembicaraan banyak ilmuwan, ahli medis, bahkan orang awam diseluruh penjuru dunia. Sesuai dengan kata yang menyusunnya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. terjadi di seluruh dunia oleh World Health Organization (WHO) dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. terjadi di seluruh dunia oleh World Health Organization (WHO) dengan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes melitus (DM) telah dikategorikan sebagai penyakit yang terjadi di seluruh dunia oleh World Health Organization (WHO) dengan jumlah pasien yang terus meningkat

Lebih terperinci

SIFAT-SIFAT STEM SEL JENIS STEM CELL Berdasarkan Potensi atau Kemampuan Berdiferensiasi Berdasarkan Sumbernya adult stem cell

SIFAT-SIFAT STEM SEL JENIS STEM CELL Berdasarkan Potensi atau Kemampuan Berdiferensiasi Berdasarkan Sumbernya adult stem cell SIFAT-SIFAT STEM SEL Stem cell adalah sel yang tidak/belum terspesialisasi yang mempunyai 2 sifat: 1. Kemampuan untuk berdiferensiasi menjadi sel lain (differentiate). Dalam hal ini stem cell mampu berkembang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i LEMBAR PERSETUJUAN SKRIPSI... ii PENETAPAN PANITIA PENGUJI SKRIPSI... iii PERNYATAAN KEASLIAN KARYA TULIS SKRIPSI.... iv ABSTRAK v ABSTRACT. vi RINGKASAN.. vii SUMMARY. ix

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Fakta menunjukkan bahwa pada proses penuaan terjadi kemunduran dan deplesi jumlah sel

BAB I PENDAHULUAN. Fakta menunjukkan bahwa pada proses penuaan terjadi kemunduran dan deplesi jumlah sel BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Fakta menunjukkan bahwa pada proses penuaan terjadi kemunduran dan deplesi jumlah sel Langerhans di epidermis, yakni sel efektor imunogen pada kulit, penurunan daya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemajuan, termasuk di bidang kedokteran, salah satunya adalah ilmu Anti Aging

BAB I PENDAHULUAN. kemajuan, termasuk di bidang kedokteran, salah satunya adalah ilmu Anti Aging BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini perkembangan ilmu pengetahuan semakin mengalami kemajuan, termasuk di bidang kedokteran, salah satunya adalah ilmu Anti Aging Medicine (AAM) atau disebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes mellitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi akibat sekresi insulin yang tidak adekuat, kerja

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Secara alamiah seluruh komponen tubuh setelah mencapai usia dewasa tidak

PENDAHULUAN. Secara alamiah seluruh komponen tubuh setelah mencapai usia dewasa tidak 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara alamiah seluruh komponen tubuh setelah mencapai usia dewasa tidak dapat berkembang lagi, tetapi justru terjadi penurunan fungsi tubuh karena proses penuaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. proses di berbagai Negara. Saat ini penggunaan terapi stem cell menjadi

BAB I PENDAHULUAN. proses di berbagai Negara. Saat ini penggunaan terapi stem cell menjadi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan penelitian mengenai Stem cell masih memasuki tahap proses di berbagai Negara. Saat ini penggunaan terapi stem cell menjadi terobosan baru dalam upaya pengobatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Makanan adalah sumber kehidupan. Di era modern ini, sangat banyak berkembang berbagai macam bentuk makanan untuk menunjang kelangsungan hidup setiap individu. Kebanyakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Diabetes Mellitus (DM) merupakan penyakit kronis. yang telah menjadi masalah global dengan jumlah

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Diabetes Mellitus (DM) merupakan penyakit kronis. yang telah menjadi masalah global dengan jumlah BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Diabetes Mellitus (DM) merupakan penyakit kronis yang telah menjadi masalah global dengan jumlah penderita lebih dari 240 juta jiwa di dunia. Indonesia merupakan negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. DM yaitu DM tipe-1 dan DM tipe-2. Diabetes tipe-1 terutama disebabkan

BAB I PENDAHULUAN. DM yaitu DM tipe-1 dan DM tipe-2. Diabetes tipe-1 terutama disebabkan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ulkus diabetikum (UD) adalah luka terbuka pada permukaan kulit yang disebabkan oleh adanya komplikasi kronik berupa mikroangiopati dan makroangiopati akibat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang khas dengan gejala-gejala kadar gula darah tinggi, glukosuria dan setelah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang khas dengan gejala-gejala kadar gula darah tinggi, glukosuria dan setelah BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Diabetes Melitus Diabetes melitus atau DM merupakan penyakit metabolisme karbohidrat yang khas dengan gejala-gejala kadar gula darah tinggi, glukosuria dan setelah beberapa tahun

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Seseorang dengan katarak akan melihat benda seperti tertutupi kabut, lensa mata

II. TINJAUAN PUSTAKA. Seseorang dengan katarak akan melihat benda seperti tertutupi kabut, lensa mata II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Katarak Asal kata katarak dari bahasa Yunani cataracta yang berarti air terjun. Seseorang dengan katarak akan melihat benda seperti tertutupi kabut, lensa mata yang biasanya bening

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau berlebih yang dapat mengganggu kesehatan. Dahulu obesitas identik dengan

BAB I PENDAHULUAN. atau berlebih yang dapat mengganggu kesehatan. Dahulu obesitas identik dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Overweight dan obesitas didefinisikan sebagai akumulasi lemak abnormal atau berlebih yang dapat mengganggu kesehatan. Dahulu obesitas identik dengan kemakmuran, akan

Lebih terperinci

FAKTOR IMUNOLOGI PATOGENESIS ENDOMETRIOSIS

FAKTOR IMUNOLOGI PATOGENESIS ENDOMETRIOSIS FAKTOR IMUNOLOGI PATOGENESIS ENDOMETRIOSIS FATMAWATI MADYA SP2FER S ENDOMETRIOSIS Telah banyak hipotesa diajukan untuk menerangkan patogenesis endometriosis, tapi hingga kini belum ada satupun teori yang

Lebih terperinci

BASIC STEM CELL. Pembimbing : Dr. Safrizal Rahman, M.Kes, sp.ot,

BASIC STEM CELL. Pembimbing : Dr. Safrizal Rahman, M.Kes, sp.ot, BASIC STEM CELL Pembimbing : Dr. Safrizal Rahman, M.Kes, sp.ot, Introducing stem cells A life story Stem cell merupakan sel yang belum berdeferensiasi dan mempunyai potensi yang sangat tinggi untuk berkembang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes Mellitus (DM) adalah gangguan metabolisme kronik yang

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes Mellitus (DM) adalah gangguan metabolisme kronik yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes Mellitus (DM) adalah gangguan metabolisme kronik yang ditandai dengan adanya kenaikan kadar gula darah atau hiperglikemia. Penyakit DM dapat disebabkan oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya (American Diabetes

BAB I PENDAHULUAN. sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya (American Diabetes BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Diabetes Melitus (DM) adalah merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Kulit merupakan barier penting tubuh terhadap lingkungan termasuk

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Kulit merupakan barier penting tubuh terhadap lingkungan termasuk PENDAHULUAN Latar Belakang Kulit merupakan barier penting tubuh terhadap lingkungan termasuk mikroorganisme. Gangguan atau kerusakan pada struktur anatomi kulit dengan hilangnya fungsi yang berturut-turut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pada pria dan 21,6% pada wanita (Zhu et al., 2011). Data tahun 2012 pada populasi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pada pria dan 21,6% pada wanita (Zhu et al., 2011). Data tahun 2012 pada populasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Prevalensi hiperurisemia pada populasi manusia cukup tinggi. Studi di Amerika tahun 2011 menunjukkan bahwa prevalensi hiperurisemia sebesar 21,2% pada pria dan 21,6%

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dunia sekarang mengalami penderitaan akibat dampak epidemik dari berbagai penyakit penyakit akut dan kronik yang semakin meningkat dari tahun ke tahun. Penyakit penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seiring proses penuaan mengakibatkan tubuh rentan terhadap penyakit. Integritas

BAB I PENDAHULUAN. Seiring proses penuaan mengakibatkan tubuh rentan terhadap penyakit. Integritas 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring proses penuaan mengakibatkan tubuh rentan terhadap penyakit. Integritas sistem imun sangat diperlukan sebagai mekanisme pertahanan tubuh terhadap ancaman,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes Mellitus (DM) adalah suatu sindrom klinis kelainan metabolik yang ditandai oleh adanya hiperglikemia yang disebabkan oleh defek sekresi insulin, defek kerja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembuluh darah (Ruan, et al., 2013). Hiperglikemia tidak hanya meningkatkan resiko

BAB I PENDAHULUAN. pembuluh darah (Ruan, et al., 2013). Hiperglikemia tidak hanya meningkatkan resiko BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes melitus (DM) merupakan penyakit metabolik kronik yang dikarakteristikan dengan hiperglikemia akibat gangguan pada sekresi insulin, kerja insulin atau keduanya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. darah / hiperglikemia. Secara normal, glukosa yang dibentuk di hepar akan

BAB I PENDAHULUAN. darah / hiperglikemia. Secara normal, glukosa yang dibentuk di hepar akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Diabetes Mellitus (DM) merupakan kelainan metabolisme karbohidrat, lemak dan protein yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah / hiperglikemia. Secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi tantangan dalam bidang kesehatan di beberapa negara (Chen et al., 2011).

BAB I PENDAHULUAN. menjadi tantangan dalam bidang kesehatan di beberapa negara (Chen et al., 2011). 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes tipe 2 merupakan kelainan heterogen yang ditandai dengan menurunnya kerja insulin secara progresif (resistensi insulin), yang diikuti dengan ketidakmampuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. misalnya sel otot, sel darah, sel otak atau sel jantung. Stem cell berfungsi sebagai

BAB I PENDAHULUAN. misalnya sel otot, sel darah, sel otak atau sel jantung. Stem cell berfungsi sebagai 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Stem cell merupakan sel yang belum terdiferensiasi dan mempunyai potensi yang tinggi untuk berkembang menjadi jenis sel berbeda di dalam tubuh misalnya sel otot, sel

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. 1) DM tipe I atau Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM) Adanya kerusakan sel β pancreas akibat autoimun yang umumnya

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. 1) DM tipe I atau Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM) Adanya kerusakan sel β pancreas akibat autoimun yang umumnya BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Diabetes Mellitus Diabetes mellitus adalah suatu kelompok berbagai macam kelainan yang ditandai dengan tingginya kadar glukosa darah. 14 Gejala khasnya adalah poliuri, polifagi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hormon insulin baik secara relatif maupun secara absolut. Jika hal ini dibiarkan

BAB I PENDAHULUAN. hormon insulin baik secara relatif maupun secara absolut. Jika hal ini dibiarkan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Diabetes mellitus merupakan suatu penyakit menahun yang ditandai dengan adanya kadar glukosa darah yang melebihi nilai normal dan gangguan metabolisme karbohidrat,

Lebih terperinci

Pendidikan Agama Katolik

Pendidikan Agama Katolik Pendidikan Agama Katolik Modul ke: 06Fakultas Psikologi MENSYUKURI ANUGERAH KEHIDUPAN Program Studi Psikologi Drs. Sugeng Baskoro, M.M KILAS BERITA : Di sebuah rumah sakit di London utara, para ilmuwan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sering ditemukan pada wanita usia reproduksi berupa implantasi jaringan

BAB I PENDAHULUAN. sering ditemukan pada wanita usia reproduksi berupa implantasi jaringan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Endometriosis merupakan salah satu penyakit ginekologi yang sering ditemukan pada wanita usia reproduksi berupa implantasi jaringan (sel-sel kelenjar dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. secara efektif. Diabetes Melitus diklasifikasikan menjadi DM tipe 1 yang terjadi

BAB I PENDAHULUAN. secara efektif. Diabetes Melitus diklasifikasikan menjadi DM tipe 1 yang terjadi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes melitus (DM) merupakan suatu penyakit kronik yang ditandai dengan peningkatan kadar glukosa darah akibat tidak terbentuknya insulin oleh sel-β pankreas atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada dekade terakhir perhatian dan penelitian dalam bidang sel mengalami kemajuan yang amat pesat. Hal ini terkait dengan upaya manusia untuk mengetahui dan mengobati

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. utama morbiditas dan mortalitas ibu dan janin. The World Health

BAB I PENDAHULUAN. utama morbiditas dan mortalitas ibu dan janin. The World Health BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Preeklamsi merupakan penyulit utama dalam kehamilan dan penyebab utama morbiditas dan mortalitas ibu dan janin. The World Health Organization (WHO) melaporkan angka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang ditandai dengan meningkatnya glukosa darah sebagai akibat dari

BAB I PENDAHULUAN. yang ditandai dengan meningkatnya glukosa darah sebagai akibat dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes Mellitus (DM) merupakan penyakit gangguan metabolisme yang ditandai dengan meningkatnya glukosa darah sebagai akibat dari gangguan produksi insulin atau gangguan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lupus Eritematosus Sistemik (SLE) adalah penyakit autoimun yang kompleks ditandai oleh adanya autoantibodi terhadap inti sel dan melibatkan banyak sistem organ dalam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penderita DM di dunia diperkirakan berjumlah > 150 juta dan dalam 25

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penderita DM di dunia diperkirakan berjumlah > 150 juta dan dalam 25 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Penderita DM di dunia diperkirakan berjumlah > 150 juta dan dalam 25 tahun ini bertambah 2 kali lipat. Penderita DM mempunyai resiko terhadap penyakit kardiovaskular 2 sampai 5

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pengambil kebijakan di bidang kesehatan. Beberapa dekade belakangan ini,

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pengambil kebijakan di bidang kesehatan. Beberapa dekade belakangan ini, 9 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit diabetes melitus merupakan suatu penyakit yang mempunyai karakterisktik meningkatnya nilai glukosa plasma darah. Kondisi hiperglikemia ini diakibatkan

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. orang pada tahun 2030 (Patel et al., 2012). World Health Organization (WHO)

BAB I. PENDAHULUAN. orang pada tahun 2030 (Patel et al., 2012). World Health Organization (WHO) BAB I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Diabetes melitus (DM) merupakan salah satu penyakit dengan insidensi yang cukup tinggi di masyarakat. Saat ini diperkirakan 170 juta orang di dunia menderita DM dan

Lebih terperinci

DIAGNOSIS DM DAN KLASIFIKASI DM

DIAGNOSIS DM DAN KLASIFIKASI DM DIAGNOSIS DM DAN KLASIFIKASI DM DIAGNOSIS DM DM merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemi yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berfungsi dengan baik. Kulit yang mengalami penuaan oleh karena aging

BAB I PENDAHULUAN. berfungsi dengan baik. Kulit yang mengalami penuaan oleh karena aging BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan kemajuan riset dan teknologi bidang kedokteran untuk meningkatkan kesejahteraan kesehatan manusia, ditemukanlah beberapa pembaruan ilmu dan terapan kedokteran

Lebih terperinci

STEM CELL SEL PUNCA FIKES UMM

STEM CELL SEL PUNCA FIKES UMM STEM CELL SEL PUNCA FIKES UMM History 1908 kata stem cell diperkenalkan oleh Alexander Maksimov 1981 isolasi stem cell pada embrio 1998 aplikasi sel punca untuk kloning 2007 nobel tentang sel punca dan

Lebih terperinci

CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI

CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI rina_susilowati@ugm.ac.id Apakah imunologi itu? Imunologi adalah ilmu yang mempelajari sistem imun. Sistem imun dipunyai oleh berbagai organisme, namun pada tulisan ini sistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seperti kurang berolahraga dan pola makan yang tidak sehat dan berlebihan serta

BAB I PENDAHULUAN. seperti kurang berolahraga dan pola makan yang tidak sehat dan berlebihan serta BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang berkembang, sehingga banyak menimbulkan perubahan baik dari pola hidup maupun pola makan. Pola hidup seperti kurang berolahraga dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes mellitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemi yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyakit beragam (Perhimpunan Reumatologi Indonesia, 2011). Manifestasi klinis SLE

BAB I PENDAHULUAN. penyakit beragam (Perhimpunan Reumatologi Indonesia, 2011). Manifestasi klinis SLE BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Systemic Lupus Erythematosus (SLE) adalah penyakit inflamasi autoimun kronis yang belum jelas penyebabnya dengan gambaran klinis yang luas serta tampilan perjalanan

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB III KERANGKA BERIKIR, KONSE AN HIOTESIS ENELITIAN 3.1 Kerangka Berpikir Fakta menunjukkan bahwa proses penuaan terjadi kemunduran dan deplesi jumlah sel Langerhans di epidermis, yakni sel efektor imunogen

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.2Tujuan Mahasiswa dapat mengetahui fungsi stem cell Mahasiswa dapat mengetahui kegunaan stem cell pada tubuh manusia

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.2Tujuan Mahasiswa dapat mengetahui fungsi stem cell Mahasiswa dapat mengetahui kegunaan stem cell pada tubuh manusia STEM CELL BAB 1 PENDAHULUAN 1.1Latarbelakang Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan tentang kesehatan, penelitian dalam bidang stem cell mengalami kemajuan. Hal ini tidak terlepas dari upaya manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diderita. Banyak cara yang dapat dilakukan untuk memperlambat penuaan, dan

BAB I PENDAHULUAN. diderita. Banyak cara yang dapat dilakukan untuk memperlambat penuaan, dan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penuaan adalah suatu proses menghilangnya kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti diri dan mempertahankan struktur dan fungsi normalnya, sehingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Penyakit paru obstruksi kronik adalah salah satu penyebab kematian utama karena merokok (Barnes PJ., 2007). PPOK merupakan masalah kesehatan global yang menjadi penyebab

Lebih terperinci

URAIAN MATERI 1. Kultur sel tunggal Sejalan dengan kemajuan teknologi DNA, ilmuwan telah mengembangkan dan menyempurnakan metode untuk melakukan

URAIAN MATERI 1. Kultur sel tunggal Sejalan dengan kemajuan teknologi DNA, ilmuwan telah mengembangkan dan menyempurnakan metode untuk melakukan URAIAN MATERI 1. Kultur sel tunggal Sejalan dengan kemajuan teknologi DNA, ilmuwan telah mengembangkan dan menyempurnakan metode untuk melakukan kloning pada organisme multiseluler melalui kultur sel tunggal.

Lebih terperinci

Vitamin D and diabetes

Vitamin D and diabetes Vitamin D and diabetes a b s t r a t c Atas dasar bukti dari studi hewan dan manusia, vitamin D telah muncul sebagai risiko potensial pengubah untuk tipe 1 dan tipe 2 diabetes (diabetes tipe 1 dan tipe

Lebih terperinci

Sel Punca sebagai Transformasi Alternatif Terapi

Sel Punca sebagai Transformasi Alternatif Terapi Wahyu Widowati dan Rahma Micho Widyanto Fakultas Kedokteran, Universitas Kristen Maranatha, Bandung Abstract Stem cells are cells that became the beginning of the growth to others cell that constract the

Lebih terperinci

PENGARUH CONDITIONED MEDIUM RAT EMBRYONIC FIBROBLAST

PENGARUH CONDITIONED MEDIUM RAT EMBRYONIC FIBROBLAST i PENGARUH CONDITIONED MEDIUM RAT EMBRYONIC FIBROBLAST (CM-REF) DENGAN DAN TANPA LEUKEMIA INHIBITORY FACTOR (LIF) DALAM MEDIUM TERHADAP TINGKAT PROLIFERASI DAN SIFAT PLURIPOTENSI MESENCHYMAL STEM CELL

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Proses penuaan merupakan rangkaian proses yang terjadi secara alami

BAB I PENDAHULUAN. Proses penuaan merupakan rangkaian proses yang terjadi secara alami BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Proses penuaan merupakan rangkaian proses yang terjadi secara alami setelah manusia mencapai usia dewasa di mana seluruh komponen tubuh berhenti berkembang dan mulai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes Melitus (DM) atau kencing manis, disebut juga penyakit gula merupakan salah satu dari beberapa penyakit kronis yang ada di dunia (Soegondo, 2008). DM ditandai

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Stem Cell

TINJAUAN PUSTAKA Stem Cell TINJAUAN PUSTAKA Stem Cell Stem cell atau stem cell, diprediksi memegang kunci untuk pengobatan beberapa penyakit yang pada saat ini tidak dapat disembuhkan dengan pengobatan konvensional. Berkat kemajuan

Lebih terperinci

ABSTRAK APLIKASI SEL-SEL INDUK (STEM CELLS) DALAM TERAPI

ABSTRAK APLIKASI SEL-SEL INDUK (STEM CELLS) DALAM TERAPI ABSTRAK APLIKASI SEL-SEL INDUK (STEM CELLS) DALAM TERAPI Bramantyo Pamugar Tutor I : Sylvia Soeng, dr., MKes Tutor II: Teresa Liliana W., S.Si Penggunaan sel induk dalam terapi berbasis sel adalah salah

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Kehidupan modern dewasa ini menyebabkan tingkat stress yang tinggi, sehingga menjadi salah satu faktor pemicu berkembangnya berbagai macam penyakit yang memerlukan penanganan

Lebih terperinci

UJI ANTIDIABETES SECARA IN VIVO. Dwi Handayani Ni Luh Sukeningsih

UJI ANTIDIABETES SECARA IN VIVO. Dwi Handayani Ni Luh Sukeningsih UJI ANTIDIABETES SECARA IN VIVO Dwi Handayani Ni Luh Sukeningsih PENGERTIAN DIABETES Diabetes melitus keadaan hiperglikemia kronik disertai berbagai kelainan metabolik akibat gangguan hormonal, yang menimbulkan

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang Penelitian

Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang Penelitian Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang Penelitian Menurut American Diabetes Association (ADA), diabetes melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik yang disebabkan karena terjadinya gangguan

Lebih terperinci

Definisi Diabetes Melitus

Definisi Diabetes Melitus Definisi Diabetes Melitus Diabetes Melitus berasal dari kata diabetes yang berarti kencing dan melitus dalam bahasa latin yang berarti madu atau mel (Hartono, 1995). Penyakit ini merupakan penyakit menahun

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada tahun 2007, penyebab kematian akibat diabetes mellitus pada kelompok usia 45-54 tahun di daerah perkotaan menduduki ranking ke-2 yaitu 14,7%. Di daerah pedesaan,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Diabetes diturunkan dari bahasa Yunani yaitu diabetes yang berarti pipa air melengkung (syphon). Diabetes dinyatakan sebagai keadaan di mana terjadi produksi urin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pola penyakit yang diderita masyarakat telah bergeser ke arah. penyakit tidak menular seperti penyakit jantung dan pembuluh darah,

BAB I PENDAHULUAN. Pola penyakit yang diderita masyarakat telah bergeser ke arah. penyakit tidak menular seperti penyakit jantung dan pembuluh darah, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pola penyakit yang diderita masyarakat telah bergeser ke arah penyakit tidak menular seperti penyakit jantung dan pembuluh darah, serta kanker dan Diabetes Melitus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Diabetes Melitus (DM) merupakan salah satu penyakit degeneratif, yang memerlukan waktu dan biaya terapi yang tidak sedikit. Penyakit ini dapat membuat kondisi tubuh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Jumlah penderita diabetes mellitus (DM) di Indonesia menurut World Health

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Jumlah penderita diabetes mellitus (DM) di Indonesia menurut World Health BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jumlah penderita diabetes mellitus (DM) di Indonesia menurut World Health Organizaton (WHO) pada tahun 2000 diperkirakan sekitar 4 juta orang, jumlah tersebut diperkirakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Glukosa Darah Karbohidrat merupakan sumber utama glukosa yang dapat diterima dalam bentuk makanan oleh tubuh yang kemudian akan dibentuk menjadi glukosa. Karbohidrat yang dicerna

Lebih terperinci

BAB VI PEMBAHASAN. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa kadar NO serum awal penelitian dari

BAB VI PEMBAHASAN. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa kadar NO serum awal penelitian dari BAB VI PEMBAHASAN VI.1. Pembahasan Hasil uji statistik menunjukkan bahwa kadar NO serum awal penelitian dari kedua kelompok tak berbeda bermakna. Kadar NO serum antar kelompok berbeda bermakna. Kadar NO

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Diabetes mellitus (DM) merupakan penyakit metabolik yang berlangsung kronik progresif, dengan manifestasi gangguan metabolisme glukosa dan lipid, disertai oleh komplikasi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. metabolisme karbohidrat, lemak dan protein. Terjadinya diabetes melitus ini

BAB 1 PENDAHULUAN. metabolisme karbohidrat, lemak dan protein. Terjadinya diabetes melitus ini 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Diabetes melitus (DM) yang juga dikenal di Indonesia dengan istilah penyakit kencing manis adalah kelainan metabolisme yang disebabkan oleh banyak faktor dengan gejala

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Diabetes mellitus (DM) merupakan penyakit kronis yang dapat

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Diabetes mellitus (DM) merupakan penyakit kronis yang dapat I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes mellitus (DM) merupakan penyakit kronis yang dapat disebabkan karena faktor genetik, kekurangan produksi insulin oleh sel beta pankreas, maupun karena ketidakefektifan

Lebih terperinci

Dasar-dasar Stem Cell dan Potensi Aplikasinya dalam Ilmu Kedokteran

Dasar-dasar Stem Cell dan Potensi Aplikasinya dalam Ilmu Kedokteran TINJAUAN KEPUSTAKAAN Dasar-dasar Stem Cell dan Potensi Aplikasinya dalam Ilmu Kedokteran Virgi Saputra Business Development Corporate Department, PT Kalbe Farma Tbk. Jakarta, Indonesia ABSTRAK Minat terhadap

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. membuat kadar kolesterol darah sangat sulit dikendalikan dan dapat menimbulkan

BAB 1 PENDAHULUAN. membuat kadar kolesterol darah sangat sulit dikendalikan dan dapat menimbulkan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pola makan modern yang banyak mengandung kolesterol, disertai intensitas makan yang tinggi, stres yang menekan sepanjang hari, obesitas dan merokok serta aktivitas

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Subyek Penelitian Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan penurunan kadar HsCRP dan tekanan darah antara pemberian

Lebih terperinci

BAB I. Pendahuluan. diamputasi, penyakit jantung dan stroke (Kemenkes, 2013). sampai 21,3 juta orang di tahun 2030 (Diabetes Care, 2004).

BAB I. Pendahuluan. diamputasi, penyakit jantung dan stroke (Kemenkes, 2013). sampai 21,3 juta orang di tahun 2030 (Diabetes Care, 2004). BAB I Pendahuluan 1. Latar Belakang Penyakit Tidak Menular (PTM) sudah menjadi masalah kesehatan masyarakat, baik secara global, regional, nasional dan lokal. Salah satu PTM yang menyita banyak perhatian

Lebih terperinci

BAB 6 PEMBAHASAN. Telah dilakukan penelitian pada 75 ibu hamil dengan usia kehamilan antara 21

BAB 6 PEMBAHASAN. Telah dilakukan penelitian pada 75 ibu hamil dengan usia kehamilan antara 21 50 BAB 6 PEMBAHASAN Telah dilakukan penelitian pada 75 ibu hamil dengan usia kehamilan antara 21 25 minggu yang dilakukan pemeriksaan kadar aktivin A serum. Selama perjalanan kehamilan didapatkan 11 subyek

Lebih terperinci

Semarang, undip.ac.id Pengetahuan tentang sel punca sudah lama dikenal di

Semarang, undip.ac.id Pengetahuan tentang sel punca sudah lama dikenal di Semarang, undip.ac.id Pengetahuan tentang sel punca sudah lama dikenal di dunia biologi sel. Potensi penggunaan sel punca sangat luas, antara lain untuk memahami awal perkembangan embrio yang kompleks

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kelebihan kadar glukosa dalam darah. Pengobatan diabetes melitus dapat

BAB I PENDAHULUAN. kelebihan kadar glukosa dalam darah. Pengobatan diabetes melitus dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes melitus merupakan penyakit kronik dimana penderita mengalami kelebihan kadar glukosa dalam darah. Pengobatan diabetes melitus dapat dilakukan secara medis

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Umum HIV/AIDS HIV merupakan virus yang menyebabkan infeksi HIV (AIDSinfo, 2012). HIV termasuk famili Retroviridae dan memiliki genome single stranded RNA. Sejauh ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akut maupun komplikasi vaskuler jangka panjang, baik mikroangiopati maupun

BAB I PENDAHULUAN. akut maupun komplikasi vaskuler jangka panjang, baik mikroangiopati maupun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Diabetes mellitus merupakan suatu penyakit yang ditandai oleh kadar glukosa darah melebihi normal dan gangguan metabolisme karbohidrat, lemak dan protein yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Obesitas merupakan suatu penyakit multifaktorial, yang terjadi akibat akumulasi lemak yang tidak normal atau berlebihan di jaringan adiposa, sehingga dapat mengganggu

Lebih terperinci

serta terlibat dalam metabolisme energi dan sintesis protein (Wester, 1987; Saris et al., 2000). Dalam studi epidemiologi besar, menunjukkan bahwa

serta terlibat dalam metabolisme energi dan sintesis protein (Wester, 1987; Saris et al., 2000). Dalam studi epidemiologi besar, menunjukkan bahwa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam tubuh manusia, sistem imun sangat memegang peranan penting dalam pertahanan tubuh terhadap berbagai antigen (benda asing) dengan memberantas benda asing tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan agen penyebab Acquired

BAB I PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan agen penyebab Acquired BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan agen penyebab Acquired immunodeficiency syndrome (AIDS) dan AIDS merupakan tahap akhir dari infeksi HIV. AIDS didefinisikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Klasifikasi diabetes mellitus menurut ADA (2005) antara lain diabetes mellitus

BAB I PENDAHULUAN. Klasifikasi diabetes mellitus menurut ADA (2005) antara lain diabetes mellitus BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes mellitus merupakan suatu kelainan metabolisme pada tubuh yang dicirikan dengan kadar gula yang tinggi atau hiperglikemia akibat kelainan sekresi insulin, kerja

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. masalah utama dalam dunia kesehatan di Indonesia. Menurut American. Diabetes Association (ADA) 2010, diabetes melitus merupakan suatu

I. PENDAHULUAN. masalah utama dalam dunia kesehatan di Indonesia. Menurut American. Diabetes Association (ADA) 2010, diabetes melitus merupakan suatu 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes melitus (DM) merupakan penyakit kronis yang masih menjadi masalah utama dalam dunia kesehatan di Indonesia. Menurut American Diabetes Association (ADA) 2010,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut World Health Organization (WHO) ditingkat dunia AKB berkisar sekitar 37 per 1000

BAB I PENDAHULUAN. Menurut World Health Organization (WHO) ditingkat dunia AKB berkisar sekitar 37 per 1000 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Angka angka kematian bayi (AKB) pada saat ini masih menjadi persoalan di Indonesia. Menurut World Health Organization (WHO) ditingkat dunia AKB berkisar sekitar 37

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Masalah. karbohidrat, lemak dan protein. Diabetes Mellitus terjadi akibat keterbatasan

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Masalah. karbohidrat, lemak dan protein. Diabetes Mellitus terjadi akibat keterbatasan BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Diabetes Mellitus (DM) adalah sindroma gangguan metabolisme karbohidrat, lemak dan protein. Diabetes Mellitus terjadi akibat keterbatasan insulin dan menurunnya

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pada dasarnya penyakit dibagi menjadi dua bagian yaitu penyakit

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pada dasarnya penyakit dibagi menjadi dua bagian yaitu penyakit BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada dasarnya penyakit dibagi menjadi dua bagian yaitu penyakit menular dan penyakit tidak menular. Perkembangan penyakit menular dari waktu ke waktu cenderung lebih

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Diabetes Melitus a. Definisi Menurut American Diabetes Association (ADA), diabetes adalah sekelompok penyakit metabolik yang ditandai dengan hiperglikemia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Diabetes Melitus disebut juga the silent killer merupakan penyakit yang akan

I. PENDAHULUAN. Diabetes Melitus disebut juga the silent killer merupakan penyakit yang akan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes Melitus disebut juga the silent killer merupakan penyakit yang akan memicu krisis kesehatan terbesar pada abad ke-21. Negara berkembang seperti Indonesia merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Diabetes Mellitus adalah suatu penyakit akibat gangguan metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein (Ebadi, 2007). Diabetes mellitus juga dikenal sebagai penyakit

Lebih terperinci