PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK PENJUALAN BARANG MEWAH

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK PENJUALAN BARANG MEWAH"

Transkripsi

1 MODUL PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK PENJUALAN BARANG MEWAH Disusun Oleh Anang Mury Kurniawan i

2 DAFTAR ISI DAFTAR ISI... ii DAFTAR GAMBAR...vi PETUNJUK PENGGUNAAN MODUL...vii PETA KONSEP... viii PENDAHULUAN Deskripsi Singkat Prasyarat Kompetensi Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Relevansi Modul... 2 KEGIATAN BELAJAR DASAR DASAR PPN DAN PPn BM... 3 A. Indikator... 3 B. Uraian dan Contoh... 3 a. Mekanisme Pemungutan Pajak Penjualan (PPn) dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Pajak Penjualan/PPn (Sales Tax) Pajak Pertambahan Nilai/PPN (Value Added Tax)... 5 b. Dasar Hukum dan Sistematika Undang Undang PPN... 6 c. Legal Karakter PPN... 8 C. Latihan... 9 D. Rangkuman... 9 E. Tes Formatif F. Umpan Balik dan Tindak Lanjut PENGUKUHAN PENGUSAHA KENA PAJAK...13 A. Indikator...13 B. Uraian dan Contoh...13 a. Pengertian Pengusaha Kena Pajak...13 b. Batasan Pengusaha Kecil...13 c. Kewajiban Pengusaha Kena Pajak...14 d. Tempat Pengukuhan PKP...15 C. Latihan...16 D. Rangkuman...17 E. Tes Formatif F. Umpan Balik dan Tindak Lanjut OBJEK PPN...21 A. Indikator...21 B. Uraian dan Contoh...21 a. Barang Kena Pajak dan Jasa Kena Pajak Barang Kena Pajak Jasa Kena Pajak...22 b. Penyerahan yang Terutang PPN...25 c. Objek PPN pasal 4 Undang Undang PPN Penyerahan Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean Impor Barang Kena Pajak Penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean Ekspor Barang Kena Pajak Berwujud Ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud Ekspor Jasa Kena Pajak...32 ii

3 d. Objek PPN pasal 16C Undang Undang PPN...33 e. Objek PPN pasal 16D Undang Undang PPN...35 C. Latihan...36 D. Rangkuman...39 E. Tes Formatif F. Umpan Balik dan Tindak Lanjut TARIF DAN DASAR PENGENAAN PAJAK...43 A. Indikator...43 B. Uraian dan Contoh...43 a. Tarif Tarif PPN Tarif PPn BM...43 b. Dasar Pengenaan Pajak Harga Jual Penggantian Nilai Impor Nilai ekspor Nilai Lain...46 C. Latihan...48 D. Rangkuman...50 E. Tes Formatif F. Umpan Balik dan Tindak Lanjut FAKTUR PAJAK...54 A. Indikator...54 B. Uraian dan Contoh...54 a. Pengertian Faktur Pajak...54 b. Bentuk dan Jenis Faktur Pajak...54 c. Informasi Dalam Faktur Pajak...56 d. Pembuatan Faktur Pajak Pengadaan Faktur Pajak Saat Pembuatan Faktur Pajak...58 Penerbitan Faktur Pajak Melewati Batas Waktu Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak Faktur Pajak Pengganti Faktur Pajak Hilang Faktur Pajak Batal Pembetulan SPT Masa PPN akibat Pembatalan atau Penggantian Faktur Pajak Faktur Pajak Elektronik (e-faktur) Sanksi Terkait Faktur Pajak...77 Sanksi Administrasi...77 Sanksi Pidana...77 e. Nota Retur dan Nota Pembatalan...77 C. Latihan...79 D. Rangkuman...82 E. Tes Formatif F. Umpan Balik dan Tindak Lanjut PENGHITUNGAN PPN...86 A. Indikator...86 B. Uraian dan Contoh...86 a. Penghitungan PPN Kurang (Lebih) Bayar...86 b. Pengkreditan Pajak Masukan...87 iii

4 b. Penghitungan PPN Menggunakan Deem Pajak Masukan Deem Pajak Masukan Bagi PKP Yang Mempunyai Peredaran Usaha Tertentu Deem Pajak Masukan Bagi PKP Yang Melakukan Kegiatan Usaha Tertentu...90 C. Latihan...90 D. Rangkuman...92 E. Tes Formatif F. Umpan Balik dan Tindak Lanjut PAJAK PENJUALAN BARANG MEWAH...96 A. Indikator...96 B. Uraian dan Contoh...96 a. Karakteristik PPn BM...96 b. Jenis barang mewah dan tarif PPn BM...97 c. Mekanisme Pengenaan PPn BM C. Latihan D. Rangkuman E. Tes Formatif F. Umpan Balik dan Tindak Lanjut PEMUNGUT PPN A. Indikator B. Uraian dan Contoh a. Pihak-Pihak yang Ditunjuk Sebagai Pemungut PPN b. Mekanisme Pemungutan PPN oleh Pemungut PPN Bendahara Pemerintah Kontraktor Kontrak Kerja Sama Migas Badan Usaha Milik Negara Badan Usaha Tertentu C. Latihan D. Rangkuman E. Tes Formatif F. Umpan Balik dan Tindak Lanjut FASILITAS PPN A. Indikator B. Uraian dan Contoh a. Dasar hukum, Tujuan dan Jenis Fasilitas b. Fasilitas PPN Tidak Dipungut c. Fasilitas PPN Dibebaskan C. Latihan D. Rangkuman E. Tes Formatif F. Umpan Balik dan Tindak Lanjut RESTITUSI PPN A. Indikator B. Uraian dan Contoh a. Sebab-Sebab Restitusi PPN b. Mekanisme restitusi c. Restitusi Turis Asing C. Latihan D. Rangkuman E. Tes Formatif F. Umpan Balik dan Tindak Lanjut SPT MASA PPN iv

5 A. Indikator B. Uraian dan Contoh a. Kewajiban Pelaporan SPT Masa PPN b. SPT Masa PPN c. SPT Masa PPN 1111 DM d. SPT Masa PPN 1107 PUT C. Latihan D. Rangkuman E. Tes Formatif F. Umpan Balik dan Tindak Lanjut PENUTUP TES SUMATIF KUNCI JAWABAN TES FORMATIF DAN TES SUMATIF Jawaban Tes Formatif Jawaban Tes Formatif Jawaban Tes Formatif Jawaban Tes Formatif Jawaban Tes Formatif Jawaban Tes Formatif Jawaban Tes Formatif Jawaban Tes Formatif Jawaban Tes Formatif Jawaban Tes Formatif Jawaban Tes Formatif Jawaban Tes Sumatif DAFTAR ISTILAH DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN Lampiran 1. Daftar jenis BKP yang Tergolong Mewah Kendaraan bermotor Lampiran 2. Daftar jenis BKP yang Tergolong Mewah Selain Kendaraan bermotor Lampiran 3. Faktur Pajak Lampiran 4. SPT Masa PPN Formulir 1111 Lampiran 5. SPT Masa PPN Formulir 1111DM Lampiran 6. SPT Masa PPN Formulir 1107PUT v

6 DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Mekanisme Pajak Penjualan... 4 Gambar 2. Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai... 6 Gambar 3. Penghitungan PPN atau PPn BM Terutang...44 Gambar 4. Mekanisme PPn BM Impor Gambar 5. Mekanisme PPn BM Penyerahan Pabrikan vi

7 PETUNJUK PENGGUNAAN MODUL Dalam mempelajari modul, hal-hal yang harus diperhatikan antara lain : 1. Proses pembelajaran di kelas diatur dengan berbagai variasi metode, sehingga akan dicapai hasil yang diharapkan. Untuk mempermudah memahami modul ini dapat menggunakan metode ceramah, diskusi dan simulasi 2. Peralatan berupa pensil, bollpoin, penghapus, LCD proyektor, papan tulis, laptop dll 3. Waktu 40 jam latihan 4. Setelah mempelajari moudul peserta diklat dipersilahkan melakukan latihan, tes formatif dan tes sumatif 5. Untuk meningkatkan kompetensi materi maka peserta diklat harus memahami terlebih dahulu Ketentuan Umum Tata Cara Perpajakan 6. Widyaiswara/pengajar menerangkan, menjawab pertanyaan dan diskusi vii

8 PETA KONSEP Dasar-Dasar PPN Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak Objek PPN Tarif dan Dasar Pengenaan Pajak Faktur Pajak Penghitungan PPN Pajak Penjualan Barang Mewah Pemungut PPN Fasilitas Restitusi Pengisian SPT Masa PPN viii

9 PENDAHULUAN 1. Deskripsi Singkat Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Tuntutan pembiayaan APBN dari sektor perpajakanan yang setiap tahun semakin meningkat sangat dirasakan bahwa pajak merupakan suatu kebutuhan. Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan Barang Mewah (PPn BM) merupakan salah satu jenis pajak pusat yang kewenangan pemungutannya berada di Direktorat Jenderal Pajak. Sistem self assessment yang dianut oleh sistem perpajakan memberikan kepercayaan kepada Wajib Pajak diwajibkan menghitung, menghitung, menyetor dan melaporkan sendiri kewajiban perpajakannya. Dalam sistem ini aparat pajak berperan dalam melakukan pembinaan, pengawasan dan penegakan hukum dalam pelaksanaan kewajiban perpajakan dari wajib pajak. Dalam rangka efektifitas administrasi perpajakan dan memberikan keadilan, merupakan suatu keharusan bagi setiap pegawai Direktorat Jenderal Pajak mempunyai penguasaan ketentuan PPN dan PPn BM sehingga dapat melaksanakan tugasnya dengan baik. Modul ini memberika gambaran secara utuh mengenai ketentuan PPN dan PPn BM, yang meliputi dasar-dasar PPN dan ketentuan pengenaan PPN dan PPn BM dalam Undang Undang PPN 1984 dan perubahannya meliputi; pengukuhan pengusaha kena pajak, objek PPN, faktur pajak, pemungut PPN, pemberian fasilitas dan restitusi. Selain itu modul ini juga membahas penghitungan PPN dan PPn BM sampai dengan pengisian surat pemberitahuan (SPT). 2. Prasyarat Kompetensi Sebelum mempelajari Bahan Ajar ini peserta diklat telah memahami materi Pengantar Hukum Pajak dan Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) 3. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Modul ini disusun bagi Peserta Diklat Teknis Subtantif Dasar Pajak II dalam lingkungan Direktorat Jenderal Pajak. Setelah mengikuti diklat peserta diklat harus memiliki Standar Kompetensi dan Kompetensi dasar sebagai berikut : Standar Kompetensi Setelah mengikuti Diklat Teknis Subtantif Dasar Pajak II, peserta diklat dapat memahami ketentuan PPN dan PPn BM dan dapat menghitung PPN dan PPn BM serta mengisi SPT Masa PPN dengan benar Kompetensi Dasar Setelah mengikuti Diklat Teknis Subtantif Dasar Pajak II ; a. peserta diklat dapat memahami dasar-dasar PPN b. peserta diklat dapat memahami pengukuhan pengusaha kena pajak c. peserta diklat dapat memahami objek PPN Halaman 1

10 d. peserta diklat dapat memahami tarif dan dasar pengenaan pajak e. peserta diklat dapat memahami faktur pajak f. peserta diklat dapat menghitung PPN yang kurang (lebih) bayar g. peserta diklat dapat memahami pengenaan PPn BM h. peserta diklat dapat memahami pemungutan PPN dan PPn BM oleh pemungut PPN i. peserta diklat dapat memahami fasilitas PPN j. peserta diklat dapat memahami restitusi PPN k. peserta diklat dapat mengisi SPT Masa PPN 4. Relevansi Modul Setelah mempelajari modul ini diharapkan peserta diklat mampu memahami ketentuan PPN dan PPn BM serta dapat menghitung PPN dan PPn BM dengan benar. Halaman 2

11 KEGIATAN BELAJAR Kegiatan Belajar 1 1. DASAR DASAR PPN DAN PPn BM A. Indikator a. Peserta diklat dapat menjelaskan mekanisme pemungutan Pajak Penjualan (PPn) dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) b. Peserta diklat dapat menyebutkan dasar hukum dan sistematika Undang Undang PPN c. Peserta diklat dapat menjelaskan legal karakteristik PPN di Indonesia B. Uraian dan Contoh a. Mekanisme Pemungutan Pajak Penjualan (PPn) dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Pajak adalah salah satu sumber penerimaan negara untuk tujuan pembangunan. Berbagai jenis pajak dapat dikenakan oleh suatu negara dengan berbagai macam nama dan cara pemungutan. Boleh jadi tiap-tiap negara mempunyai kebijakan yang berbeda-beda dalam melakukan pemajakan, namun satu hal yang pasti bahwa pada akhirnya pajak tersebut pada dasarnya akan membebani penghasilan seseorang. Pajak penjualan (PPn) dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah pajak yang dikenakan atas konsumsi barang atau jasa. Pajak konsumsi merupakan jenis pajak yang tujuannya adalah membebani penghasilan seseorang pada waktu penghasilan tersebut dibelanjakan atau digunakan untuk konsumsi. Perbedaan pajak atas konsumsi dengan dengan pajak penghasilan adalah pajak penghasilan membebani penghasilan ketika penghasilan tersebut diperoleh, sedangkan pajak atas konsumsi membebani penghasilan ketika penghasilan tersebut dibelanjakan. Pajak atas konsumsi dikenakan atas belanja barang dan/atau jasa. Dasar pemajakan atas pajak konsumsi adalah pengeluaran uang untuk konsumsi barang dan/atau jasa tersebut. Ada dua bentuk pajak konsumsi yang propuler dianut dalam sistem perpajakan negaranegara di dunia, yaitu pajak penjualan/ppn (sales tax) dan pajak pertambahan nilai/ppn (value added tax). 1. Pajak Penjualan/PPn (Sales Tax) Pajak penjualan (PPn) atau sales tax merupakan pajak atas konsumsi yang mekanisme pengenaannya secara tidak langsung. PPn dikenakan atas penjualan barang atau jasa tertentu yang ditentukan undang undang. Pemungutan PPn dilakukan oleh penjual ketika melakukan penjualan barang atau jasa kepada konsumen. Konsumen akan membayar sebesar harga barang ditambah dengan pajak (PPn). Selanjutnya PPn yang dipungut tersebut disetorkan penjual ke kas negara. Halaman 3

12 Pengenaan PPn dapat dilakukan satu tingkat (singgle stage levy) maupun beberapa tingkatan (multi stage levy). Dalam singgle stage levy PPn dikenakan satu kali saja di tingkat produsen, distributor ataupun pengecer. Sedangkan dalam multi stage levy PPn dapat dikenakan dibeberapa tingkatan, bahkan semua tingkatan baik di tingkat produsen, distributor ataupun pengecer. Untuk memberikan gambaran mekanisme pengenaan PPn dapat disimak ilustrasi berikut ini. A seorang produsen menjual barang kepada distributor B dengan harga jual Rp Oleh B barang tersebut dijual kepada pengecer C dengan harga jual Rp Selanjutnya oleh C barang tersebut dijual ke konsumen D dengan harga jual Rp Asumsi tarif PPn 10% Dalam kasus ini ketika A menjual barang ke B maka A akan memungut PPn sebesar , dengan demikian B harus membayar kepada A sebesar Rp Selanjutnya A harus menyetor PPn yang dipungutnya sebesar Rp ke kas negara. Ketika B menjual barang ke C maka C akan memungut PPn sebesar , dengan demikian C harus membayar kepada B sebesar Rp Selanjutnya B harus menyetor PPn yang dipungutnya sebesar Rp ke kas negara. Ketika C menjual barang ke D maka C akan memungut PPn sebesar , dengan demikian D harus membayar kepada C sebesar Rp Selanjutnya C harus menyetor PPn yang dipungutnya sebesar Rp ke kas negara. Gambar 1. Mekanisme Pajak Penjualan Mekanisme PPn ini mengandung sejumlah kelemahan, yaitu : a. PPn yang dibayar oleh pembeli diperlakukan sebagai beban/biaya (expense) sehingga ketika pembeli menjual kembali barang tersebut kepada pihak lain PPn yang telah dibayar akan dimasukkan dalam komponen harga pokok penjualan. Harga pokok ditambah dengan keuntungan didapatkan harga jual. Harga jual kemudian dikenakan PPn. Artinya ketika dijual ke pihak lain dalam harga jual terdapat unsur PPn yang kemudian dikenakan PPn lagi. Kondisi disitilahkan dengan cash cadding effect. Dalam ilustrasi kasus diatas PPn yang dibayar oleh distributor B sebesar dimasukkan dalam komponen harga pokok penjualan. Dengan asumsi laba yang diharapkan oleh B sebesar Rp maka harga jual barang menjadi Rp (terdiri dari harga beli barang Rp ditambah PPn pembelian Rp ditambah laba Rp ). Dengan demikian ketika harga jual dikenakan PPn sebesar Rp terdapat PPn dalam komponen harga pokok yang dikenakan PPn lagi. Kondisi kembali berulang ketika barang dijual oleh pengecer C Halaman 4

13 b. Semakin panjang rantai distribusi maka pajak yang disetor ke kas negara akan semakin besar. Kondisi ini menimbulkan situasi yang tidak netral antara usaha dengan rantai distribusi yang panjang dan rantai distribusi yang pendek. Dalam ilustrasi diatas PPn yang dihimpun olah negara sebesar Rp (atau Rp Rp Rp ) 2. Pajak Pertambahan Nilai/PPN (Value Added Tax) Pajak pertambahan nilai (PPN) atau Value Added Tax merupakan pajak atas konsumsi yang mekanisme pengenaannya secara tidak langsung. PPN pada prinsipnya bukan memajaki penjualan namun memajaki nilai tambah (value added). Pemungutan PPN dilakukan secara tidak langsung, yaitu melalui penjual yang melakukan penyerahan barang kena pajak atau jasa kena pajak kepada pembeli. Ketika pembeli membeli barang kena pajak atau jasa kena pajak dia harus membayar PPN yang dipungut melalui penjual, sehingga pengusaha kena pajak tersebut harus membayar sebesar harga barang ditambah dengan PPN. Sebagai bukti pemungutan PPN pihak penjual akan menerbitkan faktur pajak. Bagi pengusaha kena pajak selaku pembeli faktur pajak tersebut diaggap sebagai pajak masukan (VAT In), yang merupakan uang muka pajak bagi pengusaha kena pajak selaku pembeli. Selanjutnya ketika pengusaha kena pajak menjual kembali (melakukan penyerahan) barang kena pajak atau jasa kena pajak dia berkewajiban memungut PPN dengan kewajiban menerbitkan faktur pajak. Bagi pengusaha kena pajak selaku penjual faktur pajak yang diterbitkan tersebut dianggap sebagai pajak keluaran (VAT Out) yang sifatnya sebagai hutang pajak. Apabila pajak keluaran lebih besar dari pajak masukan, maka kelebihan tersebut merupakan kewajiban PPN yang harus disetor ke kas negara. Untuk memberikan gambaran mekanisme pengenaan PPN dapat disimak ilustrasi berikut ini. A seorang produsen menjual barang kepada distributor B dengan harga jual Rp Oleh B barang tersebut dijual kepada pengecer C dengan harga jual Rp Selanjutnya oleh C barang tersebut dijual ke konsumen D dengan harga jual Rp Asumsi tarif PPN 10% Dalam kasus ini ketika A menjual barang ke B maka A akan memungut PPn sebesar , dengan demikian B harus membayar kepada A sebesar Rp PPN sebesar tersebut bagi A merupakan pajak keluaran, sedangkan bagi B merupakan pajak masukan. Karena A tidak mempunyai pajak masukan maka jumlah yang harus disetor oleh A ke kas negara adalah sebesar Rp Ketika B menjual barang ke C maka C akan memungut PPN sebesar , dengan demikian C harus membayar kepada B sebesar Rp PPN sebesar Rp tersebut bagi B merupakan pajak keluaran sedangkan bagi C merupakan pajak masukan. Selanjutnya B harus menyetor PPN ke kas negara sebesar Rp yang selisih pajak keluaran Rp dengan pajak masukan Rp Ketika C menjual barang ke D maka C akan memungut PPn sebesar , dengan demikian D harus membayar kepada C sebesar Rp PPN sebesar Rp tersebut bagi C merupakan pajak keluaran sedangkan bagi D pajak masukan tersebut tidak dapat dikurangkan karena D merupakan konsumen akhir, atau dengan kata lain PPN sebesar Rp sebagai beban bagi D selaku konsumen akhir. Selanjutnya B harus menyetor PPN ke kas negara sebesar Rp yang selisih pajak keluaran Rp dengan pajak masukan Rp Halaman 5

14 Gambar 2. Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai Dalam mekanisme PPN pajak yang dibayar oleh pengusaha kena pajak ketika membeli barang kena pajak atau jasa kena pajak dapat dikurangkan dalam menghitung pajak yang harus disetor ke kas negara (tidak diperlakukan sebagai biaya). Pengusaha kena pajak penjual hanya menyetor PPN ke kas negara atas selisih pajak keluaran dan pajak masukan saja, artinya hanya dikenakan pajak atas nilai tambahnya (selisih penjualan dan pembelian) Dalam ilustrasi diatas jumlah PPN yang disetor ke kas negara Rp (atau Rp Rp Rp ) akan sama dengan PPN yang dibayar oleh konsumen akhir. Dengan demikian tujuan pemajakan atas konsumsi dapat tercapai dengan mekanisme ini. Pajak sejatinya dikenakan kepada konsumen akhir. Produsen, distributor dan pengecer sejatinya tidak memikul beban pajak, mereka hanya merupakan kepanjangan tangan pemerintah saja dalam melakukan pemajakan. Dapat pula dikatakan bahwa sejatinya PPN bukan merupakan pajak atas kegiatan bisnis, karena tujuan pemajakan bukan kepada pelaku usaha tapi kepada konsumen akhir b. Dasar Hukum dan Sistematika Undang Undang PPN Sejak 1 April 1985 Indonesia mulai menerapkan sistem pemungutan pajak pertambahan Nilai (PPN). Untuk barang-barang yang tergolong mewah selain dikenakan pajak pertambahan niali (PPN) juga dikenakan Pajak Penjualan Barang Mewah (PPn BM). Pemungutan PPN dan PPn BM di Indonesia didasarkan pada Undang Undang No.8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang Dan Jasa Dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah, yang berlaku mulai 1 April Undang Undang ini telah mengalami beberapa kali perubahan, yaitu : 1) Perubahan pertama dengan Undang Undang No.11 Tahun 1994 berlaku mulai 1 Januari 1995 Halaman 6

15 2) Perubahan kedua dengan Undang Undang No.18 Tahun 2000 berlaku mulai 1 Januari ) Perubahan ketiga dengan Undang Undang No.42 Tahun 2009 berlaku mulai 1 April 2010 Sistematika Undang Undang PPN dapat digambarkan sebagai berikut : BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Pengertian Pasal 1A Ruang Lingkup Penyerahan Barang Kena Pajak Pasal 2 Transaksi Hubungan Istimewa BAB IIA KEWAJIBAN MELAPORKAN USAHA DAN KEWAJIBAN MEMUNGUT, MENYETOR DAN MELAPORKAN PAJAK YANG TERUTANG Pasal 3A Pengusaha Kena Pajak, Pengusaha Kecil, BKP tida berwujud dan JKP dari Luar Daerah Pabean BAB III OBJEK PAJAK Pasal 4 Objek PPN Pasal 4A Jenis Barang dan Jasa Tidak Kena Pajak Pasal 5 Obyek PPnBM Pasal 5A Retur Penjualan/Pembelian BAB IV TARIF PAJAK DAN CARA MENGHITUNG PAJAK Pasal 7 Tarif PPN Pasal 8 Tarif PPnBM Pasal 8A Cara Menghitung PPN Pasal 9 Cara Menghitung PPN Kurang (Lebih) Bayar Pasal 10 Cara Menghitung PPnBM BAB V SAAT DAN TEMPAT TERUTANG DAN LAPORAN PENGHITUNGAN PAJAK Pasal 11 Saat Terutang Pajak Pasal 12 Tempat Terutang Pajak Pasal 13 Faktur Pajak Pasal 14 Larangan Membuat Faktur Pajak Pasal 15a Jangka Waktu Penyetoran Pajak dan Penyampaian SPT Masa BAB V A KETENTUAM KHUSUS Pasal 16A Pemungut PPN Pasal 16B Fasilitas Pasal 16C PPN Kegiatan Membangun Sendiri Pasal 16D PPN Penyerahan Aktiva Yang Menurut Tujuan semula Tidak Untuk Diperjualbelikan Pasal 16E Restitusi Turis Asing Pasal 16F Tanggung Renteng BAB VI KETENTUAN LAIN-LAIN Pasal 17 Tata Cara Pemungutan yang Secara Khusus Belum Diatur Berlaku UU KUP BAB VII KETENTUAN PERALIHAN Pasal 18 Ketentuan peralihan BAB VIII KETENTUAN PENUTUP Halaman 7

16 Hal-hal yang belum diatur dalam undang-undang diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah c. Legal Karakter PPN Legal karakter (legal character) PPN merupakan ciri khas mekanisme menungutan PPN di Indonesia yang membedakannya dengan pemungutan pajak-pajak lain. PPN di Indonesia mempunyai legal karakter, sebagai berikut : 1 a) Pajak Pertambahan Nilai sebagai Pajak Tidak Langsung dan Pajak Objektif. Karakter PPN sebagai pajak tidak langsung ini menimbulkan konsekuensi bahwa antara pemikul beban pajak dengan penanggung jawab atas penyetoran pajak ke kas negara berada pada pihak-pihak yang berbeda. Pemikul beban pajak ini berada pada pembeli Barang Kena Pajak (BKP) atau penerima Jasa Kena Pajak (JKP). Sedangkan penanggung jawab atas pelaporan/penyetoran pajak ke kas negara adalah Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang bertindak selaku penjual BKP atau pengusaha JKP selaku pengusaha yang menyerahkan JKP PPN sebagai pajak objektif yang bermakna bahwa timbulnya kewajiban pajak ditentukan oleh peristiwa atau perbuatan hukum yang dapat dikenakan pajak yang juga disebut objek pajak. Kondisi subjektif subjek pajak tidak ikut menentukan. PPN tidak membedakan antara konsumen orang pribadi dengan konsumen berbentuk badan, antara konsumen yang berpenghasilan tinggi dengan yang berpenghasilan rendah. Sepanjang mereka mengonsumsi barang atau jasa dari jenis yang sama, mereka diperlakukan sama. Sebagai pajak objektif PPN menimbulkan dampak regresive yaitu semakin tinggi kemampuan konsumen semakin ringan beban pajak yang dipikul, semakin rendah kemampuan konsumen, semakin berat beban pajak yang dipikul. Untuk mengurangi dampak regresif ini, terhadap konsumen yang mengonsumsi BKP yang tergolong mewah dikenakan PPnBM di samping PPN. b) Multi Stage Levy namun Non Kumulatif. Multi stage tax adalah karakteristik PPN yang mempunyai makna PPN dikenakan pada setiap mata rantai jalur produksi maupun jalur distribusi. Setiap penyerahan barang yang menjadi obyek PPN mulai dari tingkat pabrikan (manufacturer) kemudian ditingkat pedagang besar (wholesaler) dalam berbagai bentuk atau nama sampai dengan tingkat pedagang pengecer (retailer) dikenakan PPN. c) Penghitungan PPN terutang untuk dibayar ke kas negara menggunakan indirect subtraction method. Indirect Subtraction Method adalah metode penghitungan PPN yang akan disetor ke kas negara dengan cara mengurangkan pajak atas perolehan dengan pajak atas penyerahan barang atau jasa. d) Pajak Pertambahan Nilai adalah Pajak atas Konsumsi Umum Dalam Negeri sehingga memiliki kedudukan netral. Sebagai pajak atas konsumsi mengandung makna bahwa PPN bukanlah pajak atas kegiatan bisnis, dan dalam mekanisme PPN sejatinya pemikul beban pajak adalah konsumen. Sebagai pajak atas konsumsi umum dalam negeri, PPN hanya dikenakan atas konsumsi BKP dan/atau JKP yang dilakukan di dalam negeri. 1 Untung Sukardji, Modul PPN untuk DTSD Pajak Halaman 8

17 e) PPN Indonesia menerapkan tarif tunggal (single rate) Pasal 7 ayat (1) UU PPN mengatur bahwa atas penyerahan BKP dikenakan PPN dengan tarif 10%. Sedangkan tarif ekspor BKP yang ditentukan pada ayat (2) sebesar 0% secara ekonomis tidak akan menimbulkan beban pajak. Tarif 0% yang dibuat dengan maksud untuk menjaga netralitas PPN tanpa mengorbankan aspek ekonomi yaitu PPN tetap menjaga daya saing komoditi ekspor di luar negeri (negara tujuan). f) PPN Indonesia termasuk tipe konsumsi (Consumption Type VAT) Dalam mekanisme PPN di Indonesia semua pembelian yang berkaitan secara langsung dengan kegiatan usaha dikurangkan dari penghitungan nilai tambah. Pengertian berkaitan langsung dengan kegiatan usaha adalah berkaitan dengan produksi, distribusi, manajemen atau pemasaran. C. Latihan 1. Jelaskan pengertian PPN sebagai pajak atas konsumsi 2. Jelaskan mekanisme pemungutan pajak penjualan (PPn) 3. Jelaskan mekanisme pemungutan pajak pertambahan nilai (PPN) 4. Sebutkan dasar hukum pemungutan PPN 5. Sebutkan legal karakter PPN di Indonesia D. Rangkuman Terdapat dua jenis pajak konsumsi yang populer, yaitu pajak penjualan (PPn) dan pajak pertambahan Nilai (PPN). PPN dan PPn BM merupakan pajak atas konsumsi dalam negeri. Pemungutan PPN dan PPn BM di Indonesia dipungut berdasaran Undang undang No.8 tahun 1983 sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang Undang No. 42 tahun PPN di Indonesia mempunyai legal karakter, dimana legal karakter ini yang akan membedakannya dengan pajak-pajak yang lain. PPN di Indonesia mempunyai karakteristik sebagai berikut : a. Pajak Pertambahan Nilai sebagai Pajak Tidak Langsung dan Pajak Objektif b. Multi Stage Levy namun Non Kumulatif. c. Penghitungan PPN terutang untuk dibayar ke kas negara menggunakan indirect subtraction method d. Pajak Pertambahan Nilai adalah Pajak atas Konsumsi Umum Dalam Negeri sehingga memiliki kedudukan netral e. PPN Indonesia menerapkan tarif tunggal (single rate) f. PPN Indonesia termasuk tipe konsumsi (Consumption Type VAT) E. Tes Formatif 1 1. Pajak pertambahan nilai (PPN) dan Pajak Penjualan Barang Mewah (PPn BM) merupakan... a. Pajak atas penghasilan b. Pajak atas konsumsi c. Pajak atas kekayaan d. Pajak atas investasi Halaman 9

18 2. Pernyataan berikut ini yang tepat mengenai pajak penjualan (PPn) dan pajak pertambahan nilai (PPN) adalah... a. PPn yang dibayar oleh pembeli merupakan kredit pajak b. PPn yang dibayar oleh pembeli merupakan pajak dibayar dimuka c. PPN yang dibayar oleh pembeli merupakan hutang pajak d. PPN yang dibayar oleh pembeli merupakan uang muka pajak 3. Pernyataan berikut ini yang benar adalah... a. Di Indonesia, PPN dipungut satu kali b. Di Indonesia, PPN dipungut tiap rantai distribusi c. Di Indonesia, PPn dipungut tiap rantai distribusi d. Di Indonesia PPN dipungut tergantung bentuk hukum dari perusahaannya 4. Dasar hukum pemberlakuan Undang Undang PPN mulai 1 April 2010 adalah... a. UU No.8 Tahun 1983 saja b. UU No.42 Tahun 2009 saja c. UU No.8 Tahun 1983 sebagaimana diubah beberapa kali terakhir dengan UU No 42 Tahun 2009 d. Tidak ada jawaban yang benar 5. Pernyataan berikut ini yang benar adalah... a. PPN di Indonesia menggunakan tarif tunggal b. PPN di Indonesia menggunakan tarif ganda c. PPN di Indonesia menggunakan tarif progresif d. PPN di Indonesia menggunakan tarif regresif 6. Pernyataan berikut ini yang benar adalah... a. PPN di Indonesia singgle stage levy namun non kumulatif b. PPN di Indonesia singgle stage levy namun kumulatif c. PPN di Indonesia multi stage levy namun kumulatif d. PPN di Indonesia multi stage levy namun non kumulatif 7. Pernyataan berikut ini yang benar adalah... a. Pajak Pertambahan Nilai merupakan Pajak Tambahan b. Pajak Pertambahan Nilai merupakan Pajak Langsung c. Pajak Pertambahan Nilai merupakan Pajak Tidak Langsung d. Tidak ada jawaban yang benar 8. Pernyataan berikut ini yang benar adalah... a. Pajak Pertambahan Nilai merupakan Subjektif b. Pajak Pertambahan Nilai merupakan Pajak Objektif c. Pajak Pertambahan Nilai merupakan Pajak Kolektif d. Pajak Pertambahan Nilai merupakan Pajak Represif 9. Penghitungan PPN terutang untuk dibayar ke kas negara menggunakan... a. subtraction method b. direct subtraction method c. indirect subtraction method d. addition method 10. Metode pemungutan PPN di Indonesia menganut... a. Invoice method Halaman 10

19 b. Refund method c. Collection method d. Regresif method 11. Pernyataan berikut ini yang benar adalah... a. Pajak Pertambahan Nilai adalah pajak atas konsumsi umum dalam negeri sehingga memiliki kedudukan netral b. Pajak Pertambahan Nilai adalah pajak atas konsumsi umum dalam negeri sehingga dikenakan atas konsumen akhir saja c. Pajak Pertambahan Nilai adalah pajak atas konsumsi umum dalam negeri sehingga tidak dikenakan terhadap produsen d. Pajak Pertambahan Nilai adalah pajak atas konsumsi umum dalam negeri sehingga tidak dikenakan terhadap distributor 12. PPN Indonesia termasuk a. Tipe Produksi (Production Type VAT) b. Tipe Konsumsi (Consumption Type VAT) c. Gross National Product Type VAT d. Nett National Product Type VAT 13. Pernyataan berikut ini yang benar adalah... a. PPN sebagai pajak subjektif yang bermakna bahwa timbulnya kewajiban pajak ditentukan oleh subjek hukum yang dapat dikenakan pajak b. PPN sebagai pajak objektif yang bermakna bahwa timbulnya kewajiban pajak ditentukan oleh peristiwa atau perbuatan hukum yang dapat dikenakan pajak c. PPN sebagai pajak objektif yang bermakna bahwa timbulnya kewajiban pajak ditentukan melalui penerbitan surat ketetapan pajak d. PPN sebagai pajak objektif yang bermakna bahwa timbulnya kewajiban pajak ditentukan melalui penerbitan surat tagihan pajak e. PPN sebagai pajak objektif yang bermakna bahwa timbulnya kewajiban pajak ditentukan oleh peristiwa atau perbuatan hukum yang dapat dikenakan pajak 14. Pernyataan berikut ini yang benar adalah... a. Karakter PPN sebagai pajak langsung ini menimbulkan konsekuensi bahwa antara pemikul beban pajak dengan penanggung jawab atas penyetoran pajak ke kas negara berada pada pihak yang sama b. Karakter PPN sebagai pajak langsung ini menimbulkan konsekuensi bahwa antara pemikul beban pajak dengan penanggung jawab atas penyetoran pajak ke kas negara berada pada pihak yang berbeda c. Karakter PPN sebagai pajak tidak langsung ini menimbulkan konsekuensi bahwa antara pemikul beban pajak dengan penanggung jawab atas penyetoran pajak ke kas negara berada pada pihak yang sama d. Karakter PPN sebagai pajak tidak langsung ini menimbulkan konsekuensi bahwa antara pemikul beban pajak dengan penanggung jawab atas penyetoran pajak ke kas negara berada pada pihak yang berbeda 15. Pernyataan berikut ini yang benar adalah... a. Dalam mekanisme PPN di Indonesia pemikul beban pajak adalah penjual, sedangkan yang berkewajiban menyetor ke kas negara adalah pembeli Halaman 11

20 b. Dalam mekanisme PPN di Indonesia pemikul beban pajak adalah pembeli, sedangkan yang berkewajiban menyetor ke kas negara adalah penjual c. Dalam mekanisme PPN di Indonesia pemikul beban pajak adalah produsen, sedangkan yang berkewajiban menyetor ke kas negara adalah konsumen d. Dalam mekanisme PPN di Indonesia pemikul beban pajak adalah pengecer, sedangkan yang berkewajiban menyetor ke kas negara adalah konsumen F. Umpan Balik dan Tindak Lanjut Cocokkanlah jawaban Anda dengan Kunci Jawaban yang terdapat di bagian akhir Bahan Ajar. Hitunglah jawaban Anda yang benar. Kemudian gunakanlah rumus dibawah ini untuk mengetahui tingkat penguasaan anda terhadap materi ini. Rumus : Jumlah Soal Yang Dijawab Dengan Benar Nilai = x 100% Jumlah Soal Dengan hasil penghitungan itu dapat dilakukan klasifikasi penilaian, yaitu : Bila > 80%, Sangat Baik Bila 70% - 79%, Baik Bila 60% - 69%, Cukup Bila < 60%, Kurang Bila Anda mencapai penguasaan diatas 70% atau lebih, Anda dapat meneruskan ke Kegiatan Belajar 2, apabila belum supaya memperdalam terlebih dahulu Kegiatan Belajar 1. Halaman 12

21 Kegiatan Belajar 2 2. PENGUKUHAN PENGUSAHA KENA PAJAK A. Indikator a. Peserta diklat dapat menjelaskan pengertian pengusaha kena pajak (PKP) b. Peserta diklat dapat menjelaskan batasan pengusaha kecil c. Peserta diklat dapat menjelaskan kewajiban PKP d. Peserta diklat dapat menjelaskan tempat pengukuhan PKP B. Uraian dan Contoh a. Pengertian Pengusaha Kena Pajak Pengertian Pengusaha Kena Pajak (PKP) adalah Pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang PPN 2. Sedangkan yang dimaksud dengan pengusaha adalah baik orang pribadi maupun badan dalam bentuk apa pun yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya menghasilkan barang, mengimpor barang, mengekspor barang melakukan usaha perdagangan, memanfaatkan barang tidak berwujud dari luar Daerah Pabean, melakukan usaha jasa termasuk mengekspor jasa, atau memanfaatkan jasa dari luar Daerah Pabean 3. Pengertian pengusaha dalam Undang Undang PPN tersebut tidak hanya melihat bentuk formal dari suatu perusahaan (misalnya ijin usaha) namun lebih pada pendekatan material, yaitu subtansi dari usaha wajib pajak. Dalam praktik kadang terjadi perusahaan secara formal mempunyai ijin usaha bidang usaha tertentu, namun subtansinya melakukan usaha yang lain yang tidak sesuai dengan ijin usaha tersebut. Dalam hal ini Undang Undang PPN menggunakan pendekatan material, apabila kenyataannya pengusaha ternyata melakukan penyerahan yang terutang PPN maka pengusaha tersebut dapat dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak. b. Batasan Pengusaha Kecil Untuk memberikan keadilan dan kesederhanaan administrasi PPN, Undang Undang memberikan batasan, dimana pengusaha yang masih termasuk dalam kategori pengusaha kecil tidak wajib dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak (PKP) walaupun pengusaha ini melakukan penyerahan barang kena pajak atau jasa kena pajak. Dengan demikian pengusaha kecil ini tidak dibebani kewajiban dan administrasi PPN. 2 Pasal 1 angka 15 UU No.42 Tahun Pasal 1 angka 14 UU No.42 Tahun 2009 Halaman 13

22 Pengusaha kecil merupakan pengusaha yang selama satu tahun buku melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak dengan jumlah peredaran bruto dan/atau penerimaan bruto tidak lebih dari Rp ,00. Yang dimaksud dengan jumlah peredaran bruto dan/atau penerimaan bruto adalah jumlah keseluruhan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang dilakukan oleh pengusaha dalam rangka kegiatan usahanya. Bagi pengusaha orang pribadi yang dikecualikan dari kewajiban menyelenggarakan pembukuan, pengertian tahun buku adalah tahun kalender. 4 Dalam rangkan kepetingannya Pengusaha Kecil dapat memilih untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak. Namum perlu diingat, pengusaha kecil yang memilih untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak wajib memenuhi kewajiban sebagai PKP pada umumnya, yaitu memungut, menyetor dan melaporkan kewajiban PPN. c. Kewajiban Pengusaha Kena Pajak Pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean dan/atau melakukan ekspor Barang Kena Pajak Berwujud, ekspor Jasa Kena Pajak, dan/atau ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud diwajibkan : a. melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak; b. memungut pajak yang terutang; c. menyetorkan Pajak Pertambahan Nilai yang masih harus dibayar dalam hal Pajak Keluaran lebih besar daripada Pajak Masukan yang dapat dikreditkan serta menyetorkan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang terutang; dan d. melaporkan penghitungan pajak. Kewajiban di atas tidak berlaku untuk pengusaha kecil yang batasannya ditetapkan oleh Menteri Keuangan 5 Terkait dengan kewajiban pengukuhan PKP, pengusaha wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, apabila sampai dengan suatu bulan dalam tahun buku jumlah peredaran bruto dan/atau penerimaan brutonya melebihi Rp ,00. Kewajiban melaporkan usaha untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak tersebut dilakukan paling lama akhir bulan berikutnya setelah bulan saat jumlah peredaran bruto dan/atau penerimaan brutonya melebihi Rp ,00. 6 Misalnya Pengusaha A pada bulan Agustus 2014 jumlah peredaran bruto dan/atau penerimaan brutonya melebihi Rp ,00 maka paling lambat harus melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP tanggal 30 September Dalam hal pengusaha tidak memenuhi kewajiban tersebut, apabila diperoleh data dan/ atau informasi yang menunjukkan adanya kewajiban perpajakan tidak dipenuhi pengusaha, Direktur Jenderal Pajak secara jabatan dapat mengukuhkan pengusaha tersebut sebagai Pengusaha Kena Pajak. Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan surat ketetapan pajak dan/atau surat tagihan pajak untuk Masa Pajak sebelum pengusaha dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, terhitung sejak saat jumlah peredaran bruto dan/atau penerimaan brutonya melebihi Rp ,00 4 Peraturan Menteri Keuangan No. 197/PMK.03/ Penjelasan pasal 3A ayat (1) UU No.42 Tahun Peraturan Menteri Keuangan No. 197/PMK.03/2013 Halaman 14

23 Apabila pengusaha telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak dan jumlah peredaran bruto dan/atau penerimaan brutonya dalam satu tahun buku tidak melebihi Rp ,00, Pengusaha Kena Pajak dapat mengajukan permohonan pencabutan pengukuhan sebagai Pengusaha Kena Pajak. d. Tempat Pengukuhan PKP Wajib Pajak sebagai Pengusaha Kena Pajak melaporkan usahanya ke Kantor Pelayanan Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat kegiatan usaha Wajib Pajak atau ke Kantor Pelayanan Pajak tertentu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.pengusaha Kena Pajak orang pribadi terutang pajak di tempat tinggal dan/atau tempat kegiatan usaha sedangkan Pengusaha Kena Pajak badan terutang pajak di tempat kedudukan dan tempat kegiatan usaha 7. Apabila Pengusaha Kena Pajak mempunyai satu atau lebih tempat kegiatan usaha di luar tempat tinggal atau tempat kedudukannya, setiap tempat tersebut merupakan tempat terutangnya pajak dan Pengusaha Kena Pajak dimaksud wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak. Contoh : Orang pribadi A yang bertempat tinggal di Bogor mempunyai usaha di Cibinong. Apabila di tempat tinggal orang pribadi A tidak ada penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak, orang pribadi A hanya wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Cibinong sebab tempat terutangnya pajak bagi orang pribadi A adalah di Cibinong. Sebaliknya, apabila penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak dilakukan oleh orang pribadi A hanya di tempat tinggalnya saja, orang pribadi A hanya wajib mendaftarkan diri di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bogor. Namun, apabila baik di tempat tinggal maupun di tempat kegiatan usahanya orang pribadi A melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak, orang pribadi A wajib mendaftarkan diri di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bogor dan Kantor Pelayanan Pajak Pratama Cibinong karena tempat terutangnya pajak berada di Bogor dan Cibinong. Berbeda dengan orang pribadi, Pengusaha Kena Pajak badan wajib mendaftarkan diri baik di tempat kedudukan maupun di tempat kegiatan usaha karena bagi Pengusaha Kena Pajak badan di kedua tempat tersebut dianggap melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak. PT A mempunyai 3 (tiga) tempat kegiatan usaha, yaitu di kota Bengkulu, Bintuhan, dan Manna yang ketiganya berada di bawah pelayanan 1 (satu) kantor pelayanan pajak, yaitu Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bengkulu. Ketiga tempat kegiatan usaha tersebut melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak dan melakukan administrasi penjualan dan administrasi keuangan sehingga PT A terutang pajak di ketiga tempat atau kota itu. Dalam keadaan demikian, PT A wajib memilih salah satu tempat kegiatan usaha untuk melaporkan usahanya guna dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, misalnya tempat kegiatan usaha di Bengkulu. PT A yang bertempat kegiatan usaha di Bengkulu ini bertanggung jawab untuk melaporkan seluruh kegiatan usaha yang dilakukan oleh ketiga tempat kegiatan usaha perusahaan tersebut. 7 Pasal 12 Undang Undang No. 42 Tahun 2009 Halaman 15

24 Dalam hal PT A menghendaki tempat kegiatan usaha di Bengkulu dan Bintuhan ditetapkan sebagai tempat pajak terutang untuk seluruh kegiatan usahanya, PT A wajib memberitahukan kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bengkulu. C. Latihan Kasus 1 Tuan Liem membuka usaha toko elektronik di ITC Glodok Jakarta Pusat sejak 1 Januari Berikut ini peredaran bruto toko elektronik Tuan Liem selama tahun 2014: Bulan Peredaran Buto Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober Nopember Desember Pertanyaan : a) Kapan paling lambat Tuan Liem harus melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak (PKP)? b) Jika sampai dengan akhir tahun 2014 Tn Liem tidak melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP, sejak masa pajak apa Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan STP/SKP? Kasus 2 Tn Bambang bertempat tinggal di Jl Raya Puncak No.14 Ciawi yang masuk wilayah kerja KPP Pratama Ciawi. Tn Bambang mempunyai usaha berupa bengkel kendaraan bermotor yang berlokasi a. Jl Proklamasi No.17 Sukabumi (masuk wilayah kerja KPP Pratama Sukabumi) b. Jl Kemerdekaan No.45 Cibinong (masuk wilayah kerja KPP Pratama Cibinong) Pertanyaan : di KPP mana Tn Bambang harus melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP? Kasus 3. CV TITIPAN PETIR bergerak dalam bidang jasa pengiriman (ekspedisi). Kantor pusat perusahaan terletak di Jl Merak No 2 Bekasi (masuk wilayang kerja KPP Pratama Bekasi). CV TITIPAN PETIR mempunyai cabang yang terletak di Jl Merpati No 3 Tangerang (masuk wilayang kerja KPP Pratama Tangerang) dan Jl Tekukur No 4 Serpong (masuk wilayang kerja KPP PratamaSerpong). Halaman 16

25 Pertanyaan : di KPP mana CV TITIPAN PETIR melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP? Kasus 4 Ny Maya seorang bertempat tinggal di Jl Pemuda No 7 Karawang (masuk wilayang kerja KPP Pratama Karawang) mempunyai usaha salon kecantikan yang berada di depan rumahnya. Usaha salon kecantikan Ny Maya juga mempunyai cabang yang terletak di Jl Remaja No. 8 Karawang (masuk wilayang kerja KPP Pratama karawang) dan Jl Balita No.9 Karawang (masuk wilayang kerja KPP Pratama karawang) Pertanyaan : apakah semua tempat usaha Ny Maya harus dilaporkan ke Kantor Pajak untuk masing-masing dikukuhkan sebagai PKP? D. Rangkuman Pengertian Pengusaha Kena Pajak (PKP) adalah Pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang PPN. Pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean dan/atau melakukan ekspor Barang Kena Pajak Berwujud, ekspor Jasa Kena Pajak, dan/atau ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud diwajibkan : a. melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak; b. memungut pajak yang terutang; c. menyetorkan Pajak Pertambahan Nilai yang masih harus dibayar dalam hal Pajak Keluaran lebih besar daripada Pajak Masukan yang dapat dikreditkan serta menyetorkan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang terutang; dan d. melaporkan penghitungan pajak. Pengusaha kecil tidak wajib dikukuhkan sebagai PKP. Pengusaha kecil merupakan pengusaha yang selama satu tahun buku melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak dengan jumlah peredaran bruto dan/atau penerimaan bruto tidak lebih dari Rp ,00. Dalam rangkan kepetingannya Pengusaha Kecil dapat memilih untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak. Namum perlu diingat, pengusaha kecil yang memilih untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak wajib memenuhi kewajiban sebagai PKP pada umumnya, yaitu memungut, menyetor dan melaporkan kewajiban PPN E. Tes Formatif 2 1. Pengertian Pengusaha Kena Pajak (PKP) adalah... a. Pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang PPN b. Pengusaha yang melakukan penjualan Barang Kena Pajak saja c. Pengusaha yang melakukan penjualan Jasa Kena Pajak saja d. Setiap orang yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak Halaman 17

26 2. Pengusaha kecil merupakan pengusaha yang selama satu tahun buku melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak dengan jumlah peredaran bruto dan/atau penerimaan bruto tidak lebih dari... a. Rp ,00 b. Rp ,00 c. Rp ,00 d. Rp ,00 3. Pengusaha A pada bulan Oktober 2014 jumlah peredaran bruto dan/atau penerimaan brutonya melebihi Rp ,00 maka paling lambat harus melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP tanggal... a. 1 Oktober 2014 b. 31 Okober 2014 c. 30 November 2014 d. 31 Desember Pengusaha B selama satu tahun buku melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak dengan jumlah peredaran bruto dan/atau penerimaan bruto Rp Pernyataan berikut ini yang tepat adalah... a. Pengusaha B wajib dikukuhkan sebagai PKP b. Pengusaha B dilarang dikukuhkan sebagai PKP c. Pengusaha B dapat memilih untuk dikukuhkan sebagai PKP d. Tidak ada jawaban yang benar 5. Berikut ini yang bukan kewajiban pengusaha kena pajak adalah a. memungut pajak yang terutang b. menyetorkan Pajak Pertambahan Nilai yang masih harus dibayar dalam hal Pajak Keluaran lebih besar daripada Pajak Masukan yang dapat dikreditkan serta menyetorkan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang terutang c. melaporkan penghitungan pajak d. melaporkan pengusaha lain yang belum dikukuhkan sebagai PKP 6. Pengusaha kena pajak wajib memungut PPN sejak... a. Mendapat NPWP b. Mendapatkan SK Pengukuhan PKP c. Mendapatkan STP d. Mendapatkan SKP 7. Orang pribadi A yang bertempat tinggal di Bogor mempunyai usaha di Cibinong. Apabila di tempat tinggal orang pribadi A tidak ada penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak, maka a. orang pribadi A hanya wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Cibinong dan Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bogor b. orang pribadi A hanya wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Cibinong c. orang pribadi A hanya wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bogor saja Halaman 18

27 d. orang pribadi A hanya boleh memilih melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Cibinong atau Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bogor 8. Terkait soal diatas, apabila baik di tempat tinggal maupun di tempat kegiatan usahanya orang pribadi A melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak, maka... a. orang pribadi A wajib mendaftarkan diri di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bogor dan Kantor Pelayanan Pajak Pratama Cibinong karena tempat terutangnya pajak berada di Bogor dan Cibinong b. orang pribadi A hanya wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Cibinong saja c. orang pribadi A hanya wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bogor saja d. orang pribadi A hanya boleh memilih melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Cibinong atau Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bogor 9. PT X mempunyai kantor pusat terletak di wilayah kerja KPP Pratama Jakarta Setiabudi, mempunyai cabang terletak di wilayah kerja KPP Pratama Jakarta Grogol Petamburan. a. Dalam hal demikian PTX wajib dikukuhkan sebagai PKP di KPP Pratama Jakarta Setiabudi saja b. Dalam hal demikian PTX wajib dikukuhkan sebagai PKP di KPP Pratama Jakarta Jakarta Grogol Petamburan saja c. Dalam hal demikian PTX wajib dikukuhkan sebagai PKP di KPP Pratama Jakarta Setiabudi dan KPP Pratama Jakarta Grogol Petamburan d. Dalam hal demikian PTX tidak wajib dikukuhkan sebagai PKP 10. PT A mempunyai tiga tempat kegiatan usaha, yaitu di kota Bengkulu, Bintuhan, dan Manna yang ketiganya berada di bawah pelayanan satu kantor pelayanan pajak, yaitu Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bengkulu. Ketiga tempat kegiatan usaha tersebut melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak dan melakukan administrasi penjualan dan administrasi keuangan. a. Dalam keadaan demikian, PT A wajib dikukuhkan di ketiga tempat tersebut b. Dalam keadaan demikian, PT A wajib memilih salah satu tempat kegiatan usaha untuk melaporkan usahanya guna dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, misalnya tempat kegiatan usaha di Bengkulu. PT A yang bertempat kegiatan usaha di Bengkulu ini bertanggung jawab untuk melaporkan seluruh kegiatan usaha yang dilakukan oleh ketiga tempat kegiatan usaha perusahaan tersebut. c. Dalam keadaan demikian, PT A dapat mengajukan pindah KPP d. Dalam keadaan demikian, PT A tidak perlu dikukuhkan sebagai PKP 11. Pengusaha Kecil yang memilih untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak... a. Tidak wajib memungut PPN b. Wajib memungut PPN c. Wajib melaporkan pengusaha besar yang belum dikukuhkan sebagai PKP d. Tidak ada jawaban yang benar 12. Pengusaha Kecil yang memilih untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak... Halaman 19

28 a. Tidak wajib lapor SPT Masa PPN b. Wajib lapor SPT Masa PPN c. Wajib melaporkan pengusaha besar yang belum lapor SPT Masa PPN d. Tidak ada jawaban yang benar 13. Dalam hal pengusaha tidak memenuhi kewajiban melaporkan usaha untuk dikukuhkan sebagai PKP maka... a. apabila diperoleh data dan/ atau informasi yang menunjukkan adanya kewajiban perpajakan tidak dipenuhi pengusaha, Direktur Jenderal Pajak secara jabatan dapat mengukuhkan pengusaha tersebut sebagai Pengusaha Kena Pajak b. tidak perlu memungut PPN c. tidak perlu menyetor PPN d. tidak perlu melapor SPT Masa PPN 14. Dalam hal pengusaha tidak memenuhi kewajiban melaporkan usaha untuk dikukuhkan sebagai PKP maka Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan surat ketetapan pajak dan/atau surat tagihan pajak untuk Masa Pajak a. sebelum pengusaha dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, terhitung sejak saat jumlah peredaran bruto dan/atau penerimaan brutonya melebihi Rp ,00 b. setelah pengusaha dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak c. setelah pengusaha memungut PPN d. setelah pengusaha melapor SPT Masa PPN 15. Pemenuhan keajiban sebagai pengusaha kena pajak pada prinsipnya dilakukan secara... a. Self assessment b. Official assessment c. Individual assessment d. Goverment assessment F. Umpan Balik dan Tindak Lanjut Cocokkanlah jawaban Anda dengan Kunci Jawaban yang terdapat di bagian akhir Bahan Ajar. Hitunglah jawaban Anda yang benar. Kemudian gunakanlah rumus dibawah ini untuk mengetahui tingkat penguasaan anda terhadap materi ini. Rumus : Jumlah Soal Yang Dijawab Dengan Benar Nilai = x 100% Jumlah Soal Dengan hasil penghitungan itu dapat dilakukan klasifikasi penilaian, yaitu : Bila > 80%, Sangat Baik Bila 70% - 79%, Baik Bila 60% - 69%, Cukup Bila < 60%, Kurang Bila Anda mencapai penguasaan diatas 70% atau lebih, Anda dapat meneruskan ke Kegiatan Belajar 3, apabila belum supaya memperdalam terlebih dahulu Kegiatan Belajar 2. Halaman 20

29 Kegiatan Belajar 3 3. OBJEK PPN A. Indikator a. Peserta diklat dapat menjelaskan barang kena pajak dan jasa kena pajak b. Peserta diklat dapat menjelaskan penyerahan yang terutang PPN c. Peserta diklat dapat menjelaskan objek PPN pasal 4 Undang Undang PPN d. Peserta diklat dapat menjelaskan objek PPN pasal 16C Undang Undang PPN e. Peserta diklat dapat menjelaskan objek PPN pasal 16D Undang Undang PPN B. Uraian dan Contoh a. Barang Kena Pajak dan Jasa Kena Pajak 1. Barang Kena Pajak Barang Kena Pajak adalah barang yang dikenai pajak berdasarkan Undang Undang PPN 8. Ruang lingkup Barang menurut Undang Undang PPN meliputi barang berwujud, yang menurut sifat atau hukumnya dapat berupa barang bergerak atau barang tidak bergerak, dan barang tidak berwujud 9. Undang Undang PPN pada prinsipnya menganut prinsip negatif list, artinya semua barang pada prinsipnya merupakan Barang Kena Pajak (dikenakan PPN) kecuali yang ditentukan lain oleh Undang Undang. Sehingga yang diatur secara rinci oleh Undang Undang PPN adalah barang-barang yang tidak dikenakan PPN 10. Dengan demikian, secara otomatis barang-barang lainnya merupakan Barang Kena Pajak. Jenis barang yang tidak dikenai Pajak Pertambahan Nilai adalah barang tertentu dalam 11 kelompok barang sebagai berikut : a. barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya. Barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya yang tidak terutang PPN meliputi: a) minyak mentah (crude oil); b) gas bumi, tidak termasuk gas bumi seperti elpiji yang siap dikonsumsi langsung oleh masyarakat; c) panas bumi; d) asbes, batu tulis, batu setengah permata, batu kapur, batu apung, batu permata, bentonit, dolomit, felspar (feldspar), garam batu (halite), grafit, granit/andesit, gips, kalsit, kaolin, leusit, magnesit, mika, marmer, nitrat, opsidien, oker, pasir dan kerikil, 8 Pasal 1 angka 3 UU No.42 Tahun Pasal 1 angka 2 UU No.42 Tahun Diatur di pasal 4A ayat (2) Undang Undang Nomor 42 Tahun Pasal 4A ayat (2) Undang Undang Nomor 42 Tahun 2009 dan penjelasannya Halaman 21

30 pasir kuarsa, perlit, fosfat (phospat), talk, tanah serap (fullers earth), tanah diatome, tanah liat, tawas (alum), tras, yarosif, zeolit, basal, dan trakkit; e) batubara sebelum diproses menjadi briket batubara; dan f) bijih besi, bijih timah, bijih emas, bijih tembaga, bijih nikel, bijih perak, serta bijih bauksit. b. Barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak. Barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak yang tidak terutang PPN meliputi: a) beras; b) gabah; c) jagung; d) sagu; e) kedelai; f) garam, baik yang beryodium maupun yang tidak beryodium; g) daging, yaitu daging segar yang tanpa diolah, tetapi telah melalui proses disembelih, dikuliti, dipotong, didinginkan, dibekukan, dikemas atau tidak dikemas, digarami, dikapur, diasamkan, diawetkan dengan cara lain, dan/atau direbus; h) telur, yaitu telur yang tidak diolah, termasuk telur yang dibersihkan, diasinkan, atau dikemas; i) susu, yaitu susu perah baik yang telah melalui proses didinginkan maupun dipanaskan, tidak mengandung tambahan gula atau bahan lainnya, dan/atau dikemas atau tidak dikemas; j) buah-buahan, yaitu buah-buahan segar yang dipetik, baik yang telah melalui proses dicuci, disortasi, dikupas, dipotong, diiris, di-grading, dan/atau dikemas atau tidak dikemas; dan k) sayur-sayuran, yaitu sayuran segar yang dipetik, dicuci, ditiriskan, dan/atau disimpan pada suhu rendah, termasuk sayuran segar yang dicacah. c. Makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung, dan sejenisnya, meliputi makanan dan minuman baik yang dikonsumsi di tempat maupun tidak, termasuk makanan dan minuman yang diserahkan oleh usaha jasa boga atau katering. Ketentuan ini dimaksudkan untuk menghindari pengenaan pajak berganda karena sudah merupakan objek pengenaan Pajak Daerah. d. Uang, emas batangan, dan surat berharga. 2. Jasa Kena Pajak Jasa Kena Pajak adalah jasa yang dikenai pajak berdasarkan Undang Undang PPN 12. Ruang lingkup Jasa menurut Undang Undang PPN adalah setiap kegiatan pelayanan berdasarkan suatu perikatan atau perbuatan hukum yang menyebabkan suatu barang, fasilitas, kemudahan atau hak tersedia untuk dipakai, termasuk jasa yang dilakukan untuk menghasilkan 13 barang karena pesanan atau permintaan dengan bahan dan atas petunjuk dari pemesan. Undang Undang PPN pada prinsipnya menganut prinsip negatif list, artinya semua jasa pada prinsipnya merupakan Jasa Kena Pajak (dikenakan PPN) kecuali yang ditentukan lain 12 Pasal 1 angka 6 UU No.42 Tahun Pasal 1 angka 5 UU No.42 Tahun 2009 Halaman 22

31 oleh Undang Undang. Sehingga yang diatur secara rinci oleh Undang Undang PPN adalah jasa-jasa yang tidak dikenakan PPN 14. Dengan demikian, secara otomatis jasa-jasa lainnya merupakan Jasa Kena Pajak Jenis jasa yang tidak dikenai Pajak Pertambahan Nilai adalah jasa tertentu dalam kelompok jasa sebagai berikut: a. Jasa pelayanan kesehatan medis.jasa pelayanan kesehatan medis yang tidak terutang PPN meliputi: 1. jasa dokter umum, dokter spesialis, dan dokter gigi; 2. jasa dokter hewan; 3. jasa ahli kesehatan seperti ahli akupuntur, ahli gigi, ahli gizi, dan ahli fisioterapi; 4. jasa kebidanan dan dukun bayi; 5. jasa paramedis dan perawat; 6. jasa rumah sakit, rumah bersalin, klinik kesehatan, laboratorium kesehatan, dan sanatorium; 7. jasa psikolog dan psikiater; dan 8. jasa pengobatan alternatif, termasuk yang dilakukan oleh paranormal. b. Jasa pelayanan sosial. Jasa pelayanan sosial yang tidak terutang PPN meliputi: 1. jasa pelayanan panti asuhan dan panti jompo; 2. jasa pemadam kebakaran; 3. jasa pemberian pertolongan pada kecelakaan; 4. jasa lembaga rehabilitasi; 5. jasa penyediaan rumah duka atau jasa pemakaman, termasuk krematorium; dan 6. jasa di bidang olahraga kecuali yang bersifat komersial. c. Jasa pengiriman surat dengan perangko. Jasa pengiriman surat dengan perangko yang tidak terutang PPN meliputi jasa pengiriman surat dengan menggunakan perangko tempel dan menggunakan cara lain pengganti perangko tempel. d. Jasa keuangan. Jasa keuangan yang tidak terutang PPN meliputi : 1. jasa menghimpun dana dari masyarakat berupa giro, deposito berjangka, sertifikat deposito, tabungan, dan/atau bentuk lain yang dipersamakan dengan itu; 2. jasa menempatkan dana, meminjam dana, atau meminjamkan dana kepada pihak lain dengan menggunakan surat, sarana telekomunikasi maupun dengan wesel unjuk, cek, atau sarana lainnya; 3. jasa pembiayaan, termasuk pembiayaan berdasarkan prinsip syariah, berupa: a) sewa guna usaha dengan hak opsi; b) anjak piutang; c) usaha kartu kredit; dan/atau d) pembiayaan konsumen; 4. jasa penyaluran pinjaman atas dasar hukum gadai, termasuk gadai syariah dan fidusia; dan 5. jasa penjaminan. 14 Diatur di pasal 4A ayat (3) Undang Undang Nomor 42 Tahun 2009 Halaman 23

32 e. Jasa asuransi. Yang dimaksud dengan "jasa asuransi" adalah jasa pertanggungan yang meliputi asuransi kerugian, asuransi jiwa, dan reasuransi, yang dilakukan oleh perusahaan asuransi kepada pemegang polis asuransi, tidak termasuk jasa penunjang asuransi seperti agen asuransi, penilai kerugian asuransi, dan konsultan asuransi f. Jasa keagamaan. Jasa keagamaan yang tidak terutang PPN meliputi: 1. jasa pelayanan rumah ibadah; 2. jasa pemberian khotbah atau dakwah; 3. jasa penyelenggaraan kegiatan keagamaan; dan 4. jasa lainnya di bidang keagamaan. g. Jasa pendidikan. Jasa pendidikan yang tidak terutang PPN meliputi: 1. jasa penyelenggaraan pendidikan sekolah, seperti jasa penyelenggaraan pendidikan umum, pendidikan kejuruan, pendidikan luar biasa, pendidikan kedinasan, pendidikan keagamaan, pendidikan akademik, dan pendidikan profesional; dan 2. jasa penyelenggaraan pendidikan luar sekolah. h. Jasa kesenian dan hiburan. Jasa kesenian dan hiburan yang tidak terutang PPN meliputi semua jenis jasa yang dilakukan oleh pekerja seni dan hiburan. i. Jasa penyiaran yang tidak bersifat iklan. Jasa penyiaran yang tidak bersifat iklan yang tidak terutang PPN meliputi jasa penyiaran radio atau televisi yang dilakukan oleh instansi pemerintah atau swasta yang tidak bersifat iklan dan tidak dibiayai oleh sponsor yang bertujuan komersial j. Jasa angkutan umum di darat dan di air serta jasa angkutan udara dalam negeri yang menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari jasa angkutan udara luar negeri. k. jasa tenaga kerja. Jasa tenaga kerja yang tidak terutang PPN meliputi: 1. jasa tenaga kerja; 2. jasa penyediaan tenaga kerja sepanjang pengusaha penyedia tenaga kerja tidak bertanggung jawab atas hasil kerja dari tenaga kerja tersebut; dan 3. jasa penyelenggaraan pelatihan bagi tenaga kerja. l. jasa perhotelan. Jasa perhotelan yang tidak terutang PPN meliputi: 1. jasa penyewaan kamar, termasuk tambahannya di hotel, rumah penginapan, motel, losmen, hostel, serta fasilitas yang terkait dengan kegiatan perhotelan untuk tamu yang menginap; dan 2. jasa penyewaan ruangan untuk kegiatan acara atau pertemuan di hotel, rumah penginapan, motel, losmen, dan hostel. m. Jasa yang disediakan oleh pemerintah dalam rangka menjalankan pemerintahan secara umum. Jasa yang disediakan oleh pemerintah dalam rangka menjalankan pemerintahan secara umum yang tidak terutang PPN meliputi jenis-jenis jasa yang dilaksanakan oleh instansi pemerintah, antara lain pemberian Izin Mendirikan Bangunan, pemberian lzin Usaha Perdagangan, pemberian Nomor Pokok Wajib Pajak, dan pembuatan Kartu Tanda Penduduk n. Jasa penyediaan tempat parkir. Yang dimaksud dengan jasa penyediaan tempat parkir adalah jasa penyediaan tempat parkir yang dilakukan oleh pemilik tempat parkir dan/atau pengusaha kepada pengguna tempat parkir dengan dipungut bayaran Halaman 24

33 o. Jasa telepon umum dengan menggunakan uang logam. Yang dimaksud dengan jasa telepon umum dengan menggunakan uang logam adalah jasa telepon umum dengan menggunakan uang logam atau koin, yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun swasta. p. Jasa pengiriman uang dengan wesel pos. q. Jasa boga atau katering. b. Penyerahan yang Terutang PPN PPN terutang atas penyerahan barang kena pajak atau jasa kena pajak. Ruang lingkup pengertian penyerahan barang kena pajak menurut Undang Undang PPN meliputi 15 : a. Penyerahan hak atas Barang Kena Pajak karena suatu perjanjian. Yang dimaksud dengan perjanjian meliputi jual beli, tukar-menukar, jual beli dengan angsuran, atau perjanjian lain yang mengakibatkan penyerahan hak atas barang. b. Pengalihan Barang Kena Pajak karena suatu perjanjian sewa beli dan/atau perjanjian sewa guna usaha (leasing). Penyerahan Barang Kena Pajak dapat terjadi karena perjanjian sewa beli dan/atau perjanjian leasing (sewa guna usaha). Adapun yang dimaksud dengan pengalihan karenapenyerahan Barang Kena Pajak dapat terjadi karena perjanjian sewa beli dan/atau perjanjian sewa guna usaha (leasing). Yang dimaksud dengan pengalihan Barang Kena Pajak karena suatu perjanjian sewa guna usaha (leasing) adalah penyerahan Barang Kena Pajak yang disebabkan oleh perjanjian sewa guna usaha (leasing) dengan hak opsi. Dalam hal penyerahan Barang Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak dalam rangka perjanjian sewa guna usaha (leasing) dengan hak opsi, Barang Kena Pajak dianggap diserahkan langsung dari Pengusaha Kena Pajak pemasok (supplier) kepada pihak yang membutuhkan barang (lessee). c. Penyerahan Barang Kena Pajak kepada pedagang perantara atau melalui juru lelang. Penyerahan Barang Kena Pajak melalui juru lelang merupakan penyerahan Barang Kena Pajak yang dikenai Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah. Pemungutan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas penyerahan Barang Kena Pajak melalui juru lelang dilakukan dengan penerbitan Faktur Pajak oleh pemilik barang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. Dalam hal pemilik barang tidak menerbitkan Faktur Pajak, pemungutan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas penyerahan Barang Kena Pajak melalui juru lelang dilakukan sendiri oleh pemenang lelang melalui Surat Setoran Pajak. d. Pemakaian sendiri dan/atau pemberian cuma-cuma atas Barang Kena Pajak. Pemakaian sendiri Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak merupakan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang terutang Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah. Yang dimaksud dengan "Pemakaian sendiri Barang Kena Pajak" adalah 15 Pasal 1A ayat (1) Undang Undang No.42 Tahun 2009 Halaman 25

34 pemakaian Barang Kena Pajak untuk kepentingan pengusaha sendiri, pengurus, atau karyawannya, baik barang produksi sendiri maupun bukan produksi sendiri. Sedangkan yang dimaksud dengan "Pemakaian sendiri Jasa Kena Pajak" adalah pemakaian Jasa Kena Pajak untuk kepentingan pengusaha sendiri, pengurus, atau karyawannya Pemakaian sendiri Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak tersebut meliputi pemakaian sendiri untuk 16 : a. tujuan produktif; atau b. tujuan konsumtif. Yang dimaksud dengan "Pemakaian sendiri Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak untuk tujuan produktif" adalah pemakaian Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang nyata-nyata digunakan untuk kegiatan produksi selanjutnya atau untuk kegiatan yang mempunyai hubungan langsung dengan kegiatan usaha Pengusaha yang bersangkutan, yang meliputi kegiatan produksi, distribusi, pemasaran, dan manajemen. Sedangkan yang dimaksud dengan "Pemakaian sendiri Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak untuk tujuan konsumtif" adalah pemakaian Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang tidak ada kaitan dengan kegiatan produksi selanjutnya atau untuk kegiatan yang tidak mempunyai hubungan langsung dengan kegiatan usaha Pengusaha yang bersangkutan, yang meliputi kegiatan produksi, distribusi, pemasaran, dan manajemen. Contoh pemakaian sendiri Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak: Pemakaian sendiri Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak untuk tujuan Konsumtif: 1) Pabrikan minuman ringan menggunakan hasil produksinya untuk konsumsi karyawan atau para tamu. 2) Pabrikan sepatu dalam rangka promosi membeli topi dengan logo merek sepatu pabrik tersebut dan sebagian dibagikan kepada karyawannya. 3) Perusahaan telekomunikasi selular memberikan fasilitas bebas biaya telepon selular kepada para direksinya. Pemakaian Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak untuk tujuan produktif yang nyata-nyata digunakan untuk kegiatan yang mempunyai hubungan langsung dengan kegiatan usaha Pengusaha yang bersangkutan: 1) Pabrikan truk mempergunakan sendiri truk yang diproduksinya untuk kegiatan usaha mengangkut suku cadang. 2) Pabrikan minyak kelapa sawit menggunakan limbahnya berupa kulit dari inti sawit sebagai pengeras jalan di lingkungan pabrik. 3) Perusahaan telekomunikasi menggunakan saluran teleponnya untuk kegiatan operasional perusahaan dalam berkomunikasi dengan mitra bisnisnya. Pemakaian Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak untuk tujuan produktif yang nyata-nyata digunakan untuk kegiatan produksi selanjutnya: 1) Pabrikan minyak kelapa sawit menggunakan limbahnya berupa kulit dari inti sawit sebagai bahan pembakaran boiler dalam proses pabrikasi. 16 Pasal 5 PP No.1 Tahun 2012 Halaman 26

35 2) Pabrikan kayu lapis (plywood) menggunakan hasil produksinya berupa kayu lapis (plywood) untuk membungkus kayu lapis (plywood) yang akan dipasarkan agar tidak rusak. 3) Perusahaan telekomunikasi menggunakan sambungan saluran teleponnya untuk melakukan penyerahan jasa provider internet kepada konsumennya. Pemakaian sendiri Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak untuk tujuan produktif tidak dilakukan pemungutan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, kecuali pemakaian sendiri yang digunakan untuk melakukan penyerahan yang: b. tidak terutang Pajak Pertambahan Nilai; atau c. mendapat fasilitas dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai. Transaksi pemakaian sendiri untuk tujuan produktif terutang Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah. Dalam rangka memberikan kemudahan administrasi kepada Pengusaha Kena Pajak, pemakaian sendiri untuk tujuan produktif tidak dilakukan pemungutan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah. Kemudahan administrasi tersebut diberikan karena Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut oleh Pengusaha Kena Pajak atas pemakaian sendiri untuk tujuan produktif merupakan Pajak Masukan yang dapat dikreditkan. Ketentuan ini tidak berlaku dalam hal pemakaian sendiri digunakan untuk kegiatan yang atas penyerahannya tidak terutang Pajak Pertambahan Nilai atau mendapat fasilitas dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai. Perlakuan ini diberikan karena Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut oleh Pengusaha Kena Pajak atas pemakaian sendiri merupakan Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan. Contoh pemakaian sendiri untuk tujuan produktif: Pabrikan ban menggunakan produksi ban sendiri untuk: a. truk yang digunakan untuk pengangkutan ban produksinya; dan b. kendaraan angkutan umumnya. Atas pemakaian sendiri untuk tujuan produktif sebagaimana dimaksud pada contoh huruf a tidak dilakukan pemungutan Pajak Pertambahan Nilai. Namun demikian, atas pemakaian sendiri untuk tujuan produktif sebagaimana dimaksud pada contoh huruf b tetap dipungut Pajak Pertambahan Nilai, karena digunakan untuk penyerahan jasa angkutan umum yang merupakan penyerahan yang tidak terutang Pajak Pertambahan Nilai. Pajak Pertambahan Nilai yang dibayar atas perolehan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak dalam rangka pemakaian sendiri Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak dapat dikreditkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. Dalam hal Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang dipakai sendiri tidak termasuk dalam kategori Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang dibebaskan, Pajak Pertambahan Nilai yang dibayar atas perolehan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak tersebut merupakan Pajak Masukan yang dapat dikreditkan sepanjang memenuhi ketentuan sebagai Pajak Masukan yang dapat dikreditkan. Dengan demikian apabila yang dipakai sendiri adalah Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Halaman 27

36 Kena Pajak yang mendapat fasilitas dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Pertambahan Nilai yang dibayar atas perolehan Barang Kena Pajak dan/ atau Jasa Kena Pajak merupakan Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan. Demikian juga apabila barang dan/atau jasa yang dipakai sendiri termasuk dalam jenis bukan Barang Kena Pajak dan/atau bukan Jasa Kena Pajak, Pajak Pertambahan Nilai yang dibayar atas perolehan barang dan/atau jasa tersebut merupakan Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan. e. Barang Kena Pajak berupa persediaan dan/atau aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan, yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan. Barang Kena Pajak berupa persediaan dan/atau aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan, yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan, disamakan dengan pemakaian sendiri sehingga dianggap sebagai penyerahan Barang Kena Pajak. f. Penyerahan Barang Kena Pajak dari pusat ke cabang atau sebaliknya dan/atau penyerahan Barang Kena Pajak antar cabang. Dalam hal suatu perusahaan mempunyai lebih dari satu tempat pajak terutang baik sebagai pusat maupun sebagai cabang perusahaan, pemindahan Barang Kena Pajak antar tempat tersebut merupakan penyerahan Barang Kena Pajak. Yang dimaksud dengan pusat adalah tempat tinggal atau tempat kedudukan. Yang dimaksud dengan cabang antara lain lokasi usaha, perwakilan, unit pemasaran, dan tempat kegiatan usaha sejenisnya g. Penyerahan Barang Kena Pajak secara konsinyasi. Dalam hal penyerahan secara konsinyasi, Pajak Pertambahan Nilai yang sudah dibayar pada waktu Barang Kena Pajak yang bersangkutan diserahkan untuk dititipkan dapat dikreditkan dengan Pajak Keluaran pada Masa Pajak terjadinya penyerahan Barang Kena Pajak yang dititipkan tersebut. Sebaliknya, jika Barang Kena Pajak titipan tersebut tidak laku dijual dan diputuskan untuk dikembalikan kepada pemilik Barang Kena Pajak, pengusaha yang menerima titipan tersebut dapat menggunakan ketentuan mengenai pengembalian Barang Kena Pajak (retur). h. Penyerahan Barang Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak dalam rangka perjanjian pembiayaan yang dilakukan berdasarkan prinsip syariah, yang penyerahannya dianggap langsung dari Pengusaha Kena Pajak kepada pihak yang membutuhkan Barang Kena Pajak. Contoh: dalam transaksi murabahah, bank syariah bertindak sebagai penyedia dana untuk membeli sebuah kendaraan bermotor dari Pengusaha Kena Pajak A atas pesanan nasabah bank syariah (Tuan B). Meskipun berdasarkan prinsip syariah, bank syariah harus membeli dahulu kendaraan bermotor tersebut dan kemudian menjualnya kepada Tuan B, berdasarkan Undang-Undang ini, penyerahan kendaraan bermotor tersebut dianggap dilakukan langsung oleh Pengusaha Kena Pajak A kepada Tuan B Sedangkan yang tidak termasuk dalam pengertian penyerahan Barang Kena Pajak adalah 17 : a. Penyerahan Barang Kena Pajak kepada makelar sebagaimana dimaksud dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang. Yang dimaksud dengan makelar adalah makelar sebagaimana dimaksud dalam Kitab Undang- Undang Hukum Dagang, yaitu pedagang perantara yang diangkat oleh Presiden atau oleh pejabat yang oleh Presiden dinyatakan berwenang untuk itu. Mereka menyelenggarakan perusahaan mereka dengan 17 Pasal 1A ayat (2) Undang Undang No.42 Tahun 2009 Halaman 28

37 melakukan pekerjaan dengan mendapat upah atau provisi tertentu, atas amanat dan atas nama orangorang lain yang dengan mereka tidak terdapat hubungan kerja. b. Penyerahan Barang Kena Pajak untuk jaminan utang-piutang. c. Penyerahan Barang Kena Pajak dari pusat ke cabang atau sebaliknya atau antar cabang dalam hal Pengusaha Kena Pajak melakukan pemusatan tempat pajak terutang Dalam hal Pengusaha Kena Pajak mempunyai lebih dari satu tempat kegiatan usaha, baik sebagai pusat maupun cabang perusahaan, dan Pengusaha Kena Pajak tersebut telah menyampaikan pemberitahuan secara tertulis kepada Direktur Jenderal Pajak, pemindahan Barang Kena Pajak dari satu tempat kegiatan usaha ke tempat kegiatan usaha lainnya (pusat ke cabang atau sebaliknya atau antarcabang) dianggap tidak termasuk dalam pengertian penyerahan Barang Kena Pajak, kecuali pemindahan Barang Kena Pajak antartempat pajak terutang. d. Pengalihan Barang Kena Pajak dalam rangka penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, dan pengambilalihan usaha dengan syarat pihak yang melakukan pengalihan dan yang menerima pengalihan adalah Pengusaha Kena Pajak. Yang dimaksud dengan pemecahan usaha adalah pemisahan usaha sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang mengatur mengenai perseroan terbatas. e. Barang Kena Pajak berupa aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan, yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan, dan yang Pajak Masukan atas perolehannya tidak dapat dikreditkan karena tidak terkait dengan usaha atau perolehan kendaraan bermotor jenis sedan dan station wagon 18 c. Objek PPN pasal 4 Undang Undang PPN Berdasarkan pasal 4 ayat (1) Undang Undang No.42 Tahun 2009 PPN dikenakan atas delapan objek yaitu : a. penyerahan Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha; b. impor Barang Kena Pajak; c. penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha; d. pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean; e. pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean; f. ekspor Barang Kena Pajak Berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak; g. ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak; dan h. ekspor Jasa Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak. 1. Penyerahan Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean Contoh : PT A sebuah perusahaan bergerak dalam bidang penjualan komputer yang berkedudukan di Bandung menjual sejumlah komputer kepada PT B sebuah perusahaan yang berkedudukan di Surabaya. 18 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (8) huruf b dan huruf c Undang Undang No.42 Tahun 2009 Halaman 29

38 Pengusaha yang melakukan kegiatan penyerahan Barang Kena Pajak meliputi baik pengusaha yang telah dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak maupun Pengusaha yang seharusnya dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak, tetapi belum dikukuhkan. Penyerahan barang yang dikenai pajak harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut : a. barang berwujud yang diserahkan merupakan Barang Kena Pajak; b. barang tidak berwujud yang diserahkan merupakan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud; c. penyerahan dilakukan di dalam Daerah Pabean; dan d. penyerahan dilakukan dalam rangka kegiatan usaha atau pekerjaannya. 2. Impor Barang Kena Pajak Contoh : PT A sebuah perusahaan yang bergerak dalam bidang otomotif berkedudukan di Jakarta melakukan impor kendaraan bermotor dari Jepang Pajak juga dipungut pada saat impor Barang Kena Pajak. Pemungutan dilakukan melalui Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Berbeda dengan penyerahan Barang Kena Pajak pada huruf a, siapapun yang memasukkan Barang Kena Pajak ke dalam Daerah Pabean, tanpa memperhatikan apakah dilakukan dalam rangka kegiatan usaha atau pekerjaannya atau tidak, tetap dikenai pajak. 3. Penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean Contoh : PT A sebuah perusahaan bertempat kedudukan di Jakarta bergerak dalam bidang persewaan kendaraan, menyewakan sejumlah mobil kepada PT B yang berkedudukan di Bandung. Pengusaha yang melakukan kegiatan penyerahan Jasa Kena Pajak meliputi baik pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak maupun pengusaha yang seharusnya dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, tetapi belum dikukuhkan. Penyerahan jasa yang terutang pajak harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut : a. jasa yang diserahkan merupakan Jasa Kena Pajak; b. penyerahan dilakukan di dalam Daerah Pabean; dan c. penyerahan dilakukan dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya. Termasuk dalam pengertian penyerahan Jasa Kena Pajak adalah Jasa Kena Pajak yang dimanfaatkan untuk kepentingan sendiri dan/atau yang diberikan secara cuma-cuma. Terkait dengan transaksi jasa lintas negara Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha yang dimanfaatkan di dalam atau di luar Daerah Pabean. 19 Contoh 1: A Corp. yang berdomisili di Jepang mengirimkan lagu kepada PT B di Indonesia untuk dibuatkan penulisan not balok atas lagu tersebut. Penulisan not balok yang telah selesai dikirim kembali ke Jepang. Atas jasa penulisan not balok yang dilakukan oleh PT B tersebut terutang Pajak Pertambahan Nilai. Contoh 2: Z Corp. yang berdomisili di Korea Selatan berencana memasarkan produknya di Indonesia. Oleh karena itu, Z Corp. menyewa PT DEF di Indonesia untuk melakukan survei pasar di Indonesia. Jasa survei yang dilakukan oleh PT DEF tersebut terutang Pajak Pertambahan Nilai. 19 Pasal 6 PP No.1 Tahun 2012 Halaman 30

39 4. Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Untuk dapat memberikan perlakuan pengenaan pajak yang sama dengan impor Barang Kena Pajak, atas Barang Kena Pajak Tidak Berwujud yang berasal dari luar Daerah Pabean yang dimanfaatkan oleh siapa pun di dalam Daerah Pabean juga dikenai Pajak Pertambahan Nilai. Contoh : Pengusaha A yang berkedudukan di Jakarta memperoleh hak menggunakan merek yang dimiliki Pengusaha B yang berkedudukan di Hongkong. Atas pemanfaatan merek tersebut oleh Pengusaha A di dalam Daerah Pabean terutang Pajak Pertambahan Nilai. 5. Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean Jasa yang berasal dari luar Daerah Pabean yang dimanfaatkan oleh siapapun di dalam Daerah Pabean dikenai Pajak Pertambahan Nilai. Misalnya, Pengusaha Kena Pajak C di Surabaya memanfaatkan Jasa Kena Pajak dari Pengusaha B yang berkedudukan di Singapura. Atas pemanfaatan Jasa Kena Pajak tersebut terutang Pajak Pertambahan Nilai. 6. Ekspor Barang Kena Pajak Berwujud Contoh PT A berkedudukan di bandung telah dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak. Pada suatu waktu PT A melakukan ekspor sejumlah garmen ke Hongkong Berbeda dengan Pengusaha yang melakukan kegiatan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan/atau huruf c, Pengusaha yang melakukan ekspor Barang Kena Pajak Berwujud hanya Pengusaha yang telah dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak. 7. Ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud Contoh : PT Indocinema sebuah perusahaan berkedudukan di Jakarta bergerak dalam bidang produksi film dan sinetron. Pada suatu waktu PT Indoncinema menjual hak pemutaran salah satu film produksinya untuk ditayangkan di bioskop di Kuala Lumpur Malaysia. Sebagaimana halnya dengan kegiatan ekspor Barang Kena Pajak Berwujud, pengusaha yang melakukan ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud hanya pengusaha yang telah dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak. Yang dimaksud dengan "Barang Kena Pajak Tidak Berwujud" adalah : 1) Penggunaan atau hak menggunakan hak cipta di bidang kesusastraan, kesenian atau karya ilmiah, paten, desain atau model, rencana, formula atau proses rahasia, merek dagang, atau bentuk hak kekayaan intelektual/industrial atau hak serupa lainnya 2) penggunaan atau hak menggunakan peralatan/ perlengkapan industrial, komersial, atau ilmiah 3) pemberian pengetahuan atau informasi di bidang ilmiah, teknikal, industrial, atau komersial; 4) pemberian bantuan tambahan atau pelengkap sehubungan dengan penggunaan atau hak menggunakan hak-hak tersebut pada angka 1, penggunaan atau hak menggunakan peralatan/perlengkapan tersebut pada angka 2, atau pemberian pengetahuan atau informasi tersebut pada angka 3, berupa : a. penerimaan atau hak menerima rekaman gambar atau rekaman suara atau keduanya, yang disalurkan kepada masyarakat melalui satelit, kabel, serat optik, atau teknologi yang serupa; Halaman 31

40 b. penggunaan atau hak menggunakan rekaman gambar atau rekaman suara atau keduanya, untuk siaran televisi atau radio yang disiarkan/dipancarkan melalui satelit, kabel, serat optik, atau teknologi yang serupa; dan c. penggunaan atau hak menggunakan sebagian atau seluruh spektrum radio komunikasi; 5) penggunaan atau hak menggunakan film gambar hidup (motion picture films), film atau pita video untuk siaran televisi, atau pita suara untuk siaran radio; dan 6) pelepasan seluruhnya atau sebagian hak yang berkenaan dengan penggunaan atau pemberian hak kekayaan intelektual/industrial atau hak-hak lainnya sebagaimana tersebut di atas. 8. Ekspor Jasa Kena Pajak Termasuk dalam pengertian ekspor Jasa Kena Pajak adalah penyerahan Jasa Kena Pajak dari dalam Daerah Pabean ke luar Daerah Pabean oleh Pengusaha Kena Pajak yang menghasilkan dan melakukan ekspor Barang Kena Pajak Berwujud atas dasar pesanan atau permintaan dengan bahan dan atas petunjuk dari pemesan di luar Daerah Pabean. Ketentuan mengenai batasan kegiatan dan jenis Jasa Kena Pajak yang atas ekspornya dikenai Pajak Pertambahan Nilai diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan. 20 sebagai berikut: a. Jasa Maklon yang batasan kegiatannya memenuhi ketentuan b. jasa perbaikan dan perawatan yang batasan kegiatannya memenuhi ketentuan c. jasa konstruksi, yaitu layanan jasa konsultasi perencanaan pekerjaan konstruksi, layanan jasa pelaksanaan pekerjaan konstruksi, dan layanan jasa konsultasi pengawasan pekerjaan konstruksi, yang batasan kegiatannya memenuhi ketentuan. Batasan kegiatan Jasa Kena Pajak yang atas ekspornya dikenai Pajak Pertambahan Nilai adalah sebagai berikut: a. untuk Jasa Maklon: 1. pemesan atau penerima Jasa Kena Pajak berada di luar Daerah Pabean dan merupakan Wajib Pajak Luar Negeri serta tidak mempunyai Bentuk Usaha Tetap (BUT) sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan dan perubahannya 2. spesifikasi dan bahan disediakan oleh pemesan atau penerima Jasa Kena Pajak; 3. bahan adalah bahan baku, barang setengah jadi, dan/atau bahan penolong/pembantu yang akan diproses menjadi Barang Kena Pajak yang dihasilkan; 4. kepemilikan atas barang jadi berada pada pemesan atau penerima Jasa Kena Pajak; dan 5. pengusaha Jasa Maklon mengirim barang hasil pekerjaannya berdasarkan permintaan pemesan atau penerima Jasa Kena Pajak ke luar Daerah Pabean. b. untuk selain Jasa Maklon: 1. jasa yang melekat pada atau jasa untuk barang bergerak yang dimanfaatkan di luar Daerah Pabean; atau 2. jasa yang melekat pada atau jasa untuk barang tidak bergerak yang terletak di luar Daerah Pabean. 20 Peraturan Menteri Keuangan No 70/PMK.03/2010 jo 30/PMK.03/2011 Tentang Batasan Kegiatan Dan Jenis Jasa Kena Pajak Yang Atas Ekspornya Dikenai Pajak Pertambahan Nilai Halaman 32

41 Saat terutangnya Pajak Pertambahan Nilai atas Ekspor Jasa Kena Pajak adalah pada saat Ekspor Jasa Kena Pajak yaitu pada saat Penggantian atas jasa yang diekspor tersebut dicatat atau diakui sebagai penghasilan. Pengusaha Kena Pajak yang melakukan Ekspor Jasa Kena Pajak wajib membuat Pemberitahuan Ekspor Jasa Kena Pajak pada saat Ekspor Jasa Kena Pajak yang dilampiri dengan invoice sebagai satu kesatuan yang tidak terpisahkan adalah dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak. Atas kegiatan ekspor Barang Kena Pajak yang dihasilkan dari kegiatan ekspor Jasa Maklon oleh Pengusaha Kena Pajak eksportir Jasa Maklon dilaporkan sebagai ekspor Barang Kena Pajak dalam Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai. Pajak Pertambahan Nilai atas: a. perolehan Barang Kena Pajak; b. perolehan Jasa Kena Pajak; c. pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean; d. pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean; dan/atau e. impor Barang Kena Pajak, merupakan Pajak Masukan yang dapat dikreditkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. d. Objek PPN pasal 16C Undang Undang PPN Objek PPN pasal 16C sering disebut dengan istilah PPN Kegiatan Membangun Sendiri (PPN KMS). Berdasarkan Undang Undang PPN 21, Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas kegiatan membangun sendiri yang dilakukan tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaan oleh orang pribadi atau badan yang hasilnya digunakan sendiri atau digunakan pihak lain yang batasan dan tata caranya diatur dengan Keputusan Menteri Keuangan. 22 Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan, PPN Kegiatan Membangun Sendiri terutang bagi orang pribadi atau badan yang melakukan kegiatan membangun sendiri. Yang dimaksud kegiatan membangun sendiri adalah kegiatan membangun bangunan yang dilakukan tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaan oleh orang pribadi atau badan yang hasilnya digunakan sendiri atau digunakan pihak lain. Kriteria bangunan yang terutang PPN Kegiatan Membangun Sendiri yaitu bangunan yang berupa satu atau lebih konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada satu kesatuan tanah dan/atau perairan dengan kriteria: a. konstruksi utamanya terdiri dari kayu, beton, pasangan batu bata atau bahan sejenis, dan/atau baja; b. diperuntukkan bagi tempat tinggal atau tempat kegiatan usaha; dan c. luas keseluruhan paling sedikit 200m2 Pajak Pertambahan Nilai terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif 10% (sepuluh persen) dengan Dasar Pengenaan Pajak. Dasar Pengenaan Pajak untuk PPN Kegiatan Membangun Sendiri adalah 20% dari jumlah biaya yang dikeluarkan dan/atau yang dibayarkan untuk membangun bangunan, tidak termasuk harga perolehan tanah. Dengan kata lain tarif 21 pasal 16C Undang Undang No.18 Tahun Peraturan Menteri Keuangan No. 163/PMK.03/2012 Halaman 33

42 efektif PPN Kegiatan Membangun Sendiri adalah 2% dari jumlah biaya yang dikeluarkan dan/atau yang dibayarkan untuk membangun bangunan, tidak termasuk harga perolehan tanah Saat terutangnya Pajak Pertambahan Nilai atas kegiatan membangun sendiri dimulai pada saat dibangunnya bangunan sampai dengan bangunan selesai. Kegiatan membangun sendiri yang dilakukan secara bertahap dianggap merupakan satu kesatuan kegiatan sepanjang tenggang waktu antara tahapan-tahapan tersebut tidak lebih dari dua tahun. Tempat Pajak Pertambahan Nilai terutang atas kegiatan membangun sendiri adalah di tempat bangunan tersebut didirikan. Pajak Pertambahan Nilai terutang atas kegiatan membangun sendiri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 wajib disetor ke kas negara melalui kantor pos atau bank persepsi paling lama tanggal 15 bulan berikutnya setelah berakhirnya masa pajak. Penyetoran Pajak Pertambahan Nilai terutang dilakukan dengan menggunakan Surat Setoran Pajak yang harus diisi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. Dalam hal tempat bangunan didirikan berada di wilayah kerja Kantor Pelayanan Pajak Pratama tempat orang pribadi atau badan yang melakukan kegiatan membangun sendiri terdaftar, kolom NPWP yang tercantum pada Surat Setoran Pajak diisi dengan NPWP orang pribadi atau badan tersebut. Jika tempat bangunan didirikan berada di wilayah kerja Kantor Pelayanan Pajak Pratama yang berbeda dengan Kantor Pelayanan Pajak tempat orang pribadi atau badan yang melakukan kegiatan membangun sendiri terdaftar, Surat Setoran Pajak diisi dengan ketentuan sebagai berikut : a. kolom NPWP diisi dengan : angka 0 (nol) pada 9 (sembilan) digit pertama; angka kode Kantor Pelayanan Pajak Pratama yang wilayah kerjanya meliputi tempat bangunan tersebut didirikan pada 3 (tiga) digit berikutnya; dan angka 0 (nol) pada 3 (tiga) digit terakhir. b. pada kotak "Wajib Pajak/Penyetor" diisi nama dan NPWP orang pribadi atau badan yang melakukan kegiatan membangun sendiri. Jika orang pribadi yang melakukan kegiatan membangun sendiri belum memiliki NPWP, Surat Setoran Pajak diisi dengan ketentuan sebagai berikut : a. kolom NPWP diisi dengan : angka 0 (nol) pada 9 (sembilan) digit pertama; angka kode Kantor Pelayanan Pajak Pratama yang wilayah kerjanya meliputi tempat bangunan tersebut didirikan pada 3 (tiga) digit berikutnya; dan angka 0 (nol) pada 3 (tiga) digit terakhir. b. pada kotak "Wajib Pajak/Penyetor" diisi nama dan alamat orang pribadi atau badan yang melakukan kegiatan membangun sendiri. Orang pribadi atau badan yang melakukan kegiatan membangun sendiri wajib melaporkan penyetoran Pajak Pertambahan Nilai terutang ke Kantor Pelayanan Pajak Pratama yang wilayah kerjanya meliputi tempat bangunan didirikan dengan mempergunakan lembar ketiga Surat Setoran Pajak paling lama akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya masa pajak. Apabila orang pribadi atau badan yang melakukan kegiatan membangun sendiri telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak dan tempat bangunan didirikan berada di wilayah kerja Kantor Pelayanan Pajak Pratama tempat orang pribadi atau badan tersebut terdaftar, orang pribadi atau badan yang melakukan kegiatan membangun sendiri wajib melaporkan Halaman 34

43 kegiatan membangun sendiri dalam Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai dengan melampirkan lembar ketiga Surat Setoran Pajak Jika orang pribadi atau badan yang melakukan kegiatan membangun sendiri telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak dan tempat bangunan didirikan berada di wilayah kerja Kantor Pelayanan Pajak Pratama yang berbeda dengan Kantor Pelayanan Pajak tempat orang pribadi atau badan tersebut terdaftar, orang pribadi atau badan yang melakukan kegiatan membangun sendiri selain wajib melaporkan penyetoran Pajak Pertambahan Nilai terutang wajib melaporkan kegiatan membangun sendiri dalam Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai dengan melampirkan fotokopi lembar ketiga Surat Setoran Pajak. Apabila hal Pengusaha Kena Pajak terdaftar di Kantor Pelayanan Pajak Madya, Kantor Pelayanan Pajak di lingkungan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Wajib Pajak Besar, atau Kantor Pelayanan Pajak di lingkungan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jakarta Khusus, Pengusaha Kena Pajak tersebut selain wajib melaporkan penyetoran Pajak Pertambahan Nilai terutang wajib melaporkan kegiatan membangun sendiri dalam Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai dengan melampirkan fotokopi lembar ketiga Surat Setoran Pajak. e. Objek PPN pasal 16D Undang Undang PPN Berdasarkan pasal 16D Undang Undang No.42 Tahun 2009 Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas penyerahan Barang Kena Pajak berupa aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan oleh Pengusaha Kena Pajak, kecuali atas penyerahan aktiva yang Pajak Masukannya tidak dapat dikreditkan karena : a. perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang tidak mempunyai hubungan langsung dengan kegiatan usaha 23 b. perolehan dan pemeliharaan kendaraan bermotor berupa sedan dan station wagon 24 Penyerahan Barang Kena Pajak, antara lain, berupa mesin, bangunan, peralatan, perabotan, atau Barang Kena Pajak lain yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan oleh Pengusaha Kena Pajak dikenai pajak. Namun, Pajak Pertambahan Nilai tidak dikenakan atas pengalihan Barang Kena Pajak yang tidak mempunyai hubungan langsung dengan kegiatan usaha dan pengalihan aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan, yaitu kendaraan bermotor berupa sedan dan station wagon, yang menurut ketentuan Pasal 9 ayat (8) huruf b dan huruf c Pajak Masukan atas perolehan aktiva tersebut tidak dapat dikreditkan. Tarif PPN atas penyerahan Barang Kena Pajak berupa aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan adalah 10%. Dasar Pengenaan Pajak PPN atas penyerahan Barang Kena Pajak berupa aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan adalah harga jual. Dengan demikian PPN terutang dihitung 10% x harga jual. Contoh : Pengusaha Kena Pajak A bergerak dalam bidang industri tekstil. Pada suat saat Pengusaha Kena Pajak A menjual aktiva berupa mesin yang selama ini digunakan untuk memproduksi tekstil dengan harga jual Rp ,00. Atas penjualan mesin ini terutang PPN pasal 16D yaitu atas penyerahan Barang Kena Pajak berupa aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan sebesar 10% x atau Rp ,00 23 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (8) huruf b Undang Undang No.42 Tahun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (8) huruf c Undang Undang No.42 Tahun 2009 Halaman 35

44 C. Latihan 1. PT INDOMARET menjual sabun, sikat gigi dan pasta gigi serta sampo kepada pelanggannya 2. PT ALFAMARET menjual sekarung beras kepada pelanggannya 3. PT TIKI JNE menerima pembayaran atas jasa pengiriman paket 4. PT POS INDONESIA menerima pembayaran atas pengiriman surat dengan perangko 5. PT ANEKA TAMBANG menjual sejumlah emas batangan 6. PT JEWELINDO sebuah toko perhiasan emas menjual sejumlah kalung emas 7. PT GERAI DINAR menjual sejumlah koin emas 8. PT MOTORINDO sebuah menjual sejumlah sepeda motor bekas 9. PT GARMINDO sebuah perusahaan yang bergerak dalam bidang home industri pakaian jadi melakukan penyerahan secara konsinyasi kepada PT ROBINSON 10. PT KOMPUTINDO menyerahkan sejumlah komputer kepada PT PEGADAIAN sebagai jaminan utang piutang 11. LBA LIA sebuah lembaga kursus swasta menerima pembayaran jasa pelatihan kursus bahasa Inggris 12. PT LESORENT membuat kontrak leasing tanpa hak opsi dengan PT INDOLESI untuk penyediaan sejumlah mobil box. Setiap bulan PT LESORENT menerima pembayaran atas kontrak tersebut Rp PT LESINDO sebuah pabrik suku cadang kendaraan bermotor pada suatu saat membuat kontrak Sewa Guna Usaha Dengan Hak Opsi dengan PT INDOLESOR FINANCE sebuah perusahaan pembiayaan, untuk pengadaan sebuah mesin bubut. PT INDOLESOR membeli mesin bubut dari PT BUBUTWALUYO selanjutnya oleh PT BUBUTWALUYO mesin langsung diserahkan kepada PT LESINDO. Sehubungan dengan kontrak tersebut PT INDOLESOR FINANCE menerima pembayaran dari PT LESINDO Rp yang terdiri dari pokok leasing Rp sisanya merupakan bunga. 14. Bank NIAGA sebuah bank pemerintah menyewakan beberapa bangunannya kepada pihak lain, salah satunya yang berlokasi di Jakarta Barat kepada PT ABC dengan harga sewa Rp15 milyar selama tiga tahun. 15. Bank NIAGA sebuah bank swasta nasional menerima pembayaran jasa provisi 16. PT JIWARAYA sebuah perusahaan asuransi menerima pembayaran premi asuransi. 17. PT GARMINDO, sebuah perusahaan garmen memberikan sample (contoh) produk secara Cuma-Cuma kepada calon pelanggannya. 18. PT TOA memberikan secara Cuma-Cuma sejumlah alat pengeras suara kepada Masjid Al Insyaf di Komplek Kantor Pajak 19. PT BENUA yang berkantor pusat di Jakarta menyerahkan sejumlah barang ke kantor cabangnya yang ada di Bekasi 20. PT INDOCOPRA sebuah perusahaan pengolah kelapa sawit menyerahkan sejumlah crude palm oil (CPO) dari divisi pengelolahan CPO ke divisi pengolahan minyak goreng untuk diolah lebih lanjut menjadi minyak goreng 21. PT IMPORINDO mengimpor sejumlah kedelai dari Thailand 22. PT INDOMESIN mengimpor sejumlah mesin tekstil dari Jerman Halaman 36

45 23. PT BONGKAR DULU adalah bengkel mobil. Pada suatu saat memperbaiki sendiri mobil derek perusahaan dan mobil direktur perusahaan 24. PT INDOSWEET, mengekspor gula hasil produksinya ke Myanmar. 25. PT DONATINDO membayar franchise untuk pemakaian merek DUNKINDONUT dari DUNKINDONUT CORP yang berkedudukan di Amerika. 26. Tn SUPARMAN adalah orang pribadi yang mengelola sebuah rumah makan di kawasan Serpong. Disamping menjual secara langsung makanan dan minuman melalui rumah makan juga melayani jasa katering. 27. PT BANK BCA menerima pembayaran jasa pengiriman (transfer) uang dari nasabahnya. 28. PT BANK BCA menerima pembayaran jasa safe deposit box. 29. PT SUHARDI, pemilik rumah makan di Surabaya dengan merk dagang Ayam Goreng Suhardi pada suatu masa menerima pembayaran sebesar Rp5 milyar dari PT PELANGI di Jakarta atas pemakaian merk dagangnya. 30. PT GARMINTO, sebuah perusahaan garmen, menyerahkan sejumlah pakaian seragam dengan harga jual Rp25juta berdasarkan pesanan sebelumnya kepada Pemda DKI. 31. Pabrik Jamu NYONA TUA menjual resep ramuan produk jamunya kepada Lee Kong Pte Ltd di Singapura 32. PT GARMINTO, sebuah perusahaan garmen, menyerahkan sejumlah kain perca (by product) kepada pengusaha home industri dengan harga jual Rp4juta. 33. PT BUANA RAYA, sebuah lembaga keuangan bukan bank, telah mengikat perjanjian sewa guna usaha dengan hak opsi (finance lease) dengan seorang nasabahnya. 34. Yayasan KASIH IBU yang mengelola sebuah rumah sakit untuk anak dan ibu melahirkan mempunyai omset sebulan kurang lebih Rp10 Milyar. 35. Apotik ENGGAL SARAS menjual obat kepada konsumen. 36. TVRI menerima pembayaran atas disiarkannya program acara Mari Menabung yang disponsori Bank BRI senilai Rp100juta. 37. PT SERUNI yang mengelola sebuah hotel dengan nama BILIK INN menerima pembayaran atas persewaan ruangan untuk butik selama 2 tahun dari pengusaha butik. 38. PT HERO sebuah supermarket menjual daging segar 39. PT GIAT PRIMA perusahaan anjak piutang menerima penghasilan dari jasa anjak piutang. 40. PT MEBELINDO menjual sejumlah mebel kepada FURNIMART Pte Ltd yang berkedudukan di Singapura 41. PT INDOSHOE sebuah perusahaan sepatu mendapat fee atas proyek pengerjaan pesanan sepatu oleh ADIDUST CORP yang berkedudukan di Amerika Serikat. Dalam kontrak disebutkan spesifikasi sepatu dan bahan baku disediakan oleh ADIDUST CORP. 42. PT INDOMACHINE dalam rangka pameran di Singapura membayar jasa sewa ruangan kepada TRADELAND Ptle Ltd yang berkedudukan di Singapura 43. PT A, pengusaha kena pajak yang bergerak dalam bidang garmen melakukan melakukan penggabungan usaha dengan PT B sebuah pabrik tekstil. Barang persediaan PT A semua diserahkan ke PT B Halaman 37

46 44. PT ABC membuat akad murabahah dengan Bank Muamalat untuk penyediaan sebuah mesin yang diproduksi oleh PT INDOMESIN 45. PT DEF dibubarkan oleh pemerintah, saat dibubarkan terdapat beberapa persediaan yang tersisa 46. PT SECURE PARKING menerima jasa parkir dari Tn Amir yang memarkir mobilnya 47. RS HERMINA membuat kontrak dengan PT SECURE PARKING untuk pengelolaan lahan parkir di kawasan rumah sakit. Atas kontrak tersebut RS HERMINA memperoleh penggantian Rp5 milyar 48. PT GARUDA INDONESIA menerima pendapatan dari penjualan tiket pesawat rute Jakarta-Medan Rp2Milyar, dan rute Denpasar-Darwin Australia Rp1Milyar 49. PT MEGAPLEX menerima pendapatan dari jasa pemutaran film di bioskop 50. Tn Ponari menerima pembayaran dari praktek jasa pengobatan alternatif 51. PT INDOGARMEN sebuah perusahaan garmen menjual sebuah mesin tenun 52. PT REALTINDO sebuah perusahaan real estate membangun sebuah bangunan seluas 300m2 53. PT INDOCORN sebuah perusahaan yang bergerak dalam bidang distributor jagung (NON PKP) menjual sebuah mobil box 54. PT REALTINDO sebuah perusahaan real estate menjual sebuah mobil sedan 55. PT REALTINDO sebuah perusahaan real estate memakai sendiri sebuah bangunan untuk kantor pemasaran 56. PT REALTINDO sebuah perusahaan real estate memakai sendiri sebuah bangunan untuk tempat tinggal direksi 57. PT REALTINDO sebuah perusahaan real estate memberikan Cuma-Cuma 1 unit TV kepada pembeli yang membeli rumah secara tunai Pertanyaan : Apakah transaksi tersebut terutang PPN? Jika tidak terutang, jelaskan alasannya. Jika terutang, jelaskan termasuk objek PPN yang mana : Pasal 4 ayat (1) huruf a : penyerahan Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha; Pasal 4 ayat (1) huruf b : impor Barang Kena Pajak; Pasal 4 ayat (1) huruf c : penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha; Pasal 4 ayat (1) huruf d : pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean; Pasal 4 ayat (1) huruf e : pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean; Pasal 4 ayat (1) huruf f : ekspor Barang Kena Pajak Berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak; Pasal 4 ayat (1) huruf g : ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak; Pasal 4 ayat (1) huruf h : ekspor Jasa Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak. Pasal 16 C : kegiatan membangun sendiri yang dilakukan tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaan Pasal 16D : penyerahan Barang Kena Pajak berupa aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan oleh Pengusaha Kena Pajak Halaman 38

47 D. Rangkuman Objek PPN diatur dalam tiga pasal yaitu : 1. Pasal 4 Undang Undang PPN, yaitu a. penyerahan Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha; b. impor Barang Kena Pajak; c. penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha; d. pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean; e. pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean; f. ekspor Barang Kena Pajak Berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak; g. ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak; dan h. ekspor Jasa Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak. 2. Pasal 16C Undang Undang PPN yaitu PPN atas Kegiatan Membangun Sendiri. Pajak Pertambahan Nilai terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif 10% (sepuluh persen) dengan Dasar Pengenaan Pajak. Dasar Pengenaan Pajak untuk PPN Kegiatan Membangun Sendiri adalah 20% dari jumlah biaya yang dikeluarkan dan/atau yang dibayarkan untuk membangun bangunan, tidak termasuk harga perolehan tanah. Dengan demikian tarif efektif PPN Kegiatan Membangun Sendiri adalah 2% dari jumlah biaya yang dikeluarkan dan/atau yang dibayarkan untuk membangun bangunan, tidak termasuk harga perolehan tanah. 3. Pasal 16D Undang Undang PPN yaitu penyerahan aktiva tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan. PPN terutang atas terutang penyerahan aktiva tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan sebesar 10% x harga jual. E. Tes Formatif 3 1. Berikut ini yang termasuk barang kena pajak adalah... a. minyak mentah b. gas bumi c. panas bumi d. minyak tanah 2. Berikut ini yang termasuk barang kena pajak adalah... a. batubara b. briket batubara c. bijih emas d. bijih perak 3. Berikut ini yang termasuk barang kena pajak adalah... a. uang b. emas batangan c. surat berharga. d. emas perhiasan 4. Berikut ini yang termasuk barang kena pajak adalah... Halaman 39

48 a. daging b. telur c. susu d. ikan 5. Berikut ini yang termasuk jasa kena pajak adalah... a. asuransi kerugian b. asuransi jiwa c. reasuransi d. agen asuransi 6. Berikut ini yang termasuk jasa kena pajak adalah... a. jasa tenaga kerja; b. jasa penyalur pembantu c. jasa outsourcing d. jasa penyelenggaraan pelatihan bagi tenaga kerja. 7. Berikut ini yang termasuk jasa kena pajak adalah... a. jasa penjaminan b. jasa pegadaian c. jasa anjak piutang d. jasa safe deposit box 8. Berikut ini yang termasuk jasa kena pajak adalah... a. jasa pengiriman surat dengan perangko b. jasa angkutan umum di darat c. jasa angkutan umum di air d. jasa ekspedisi 9. PKP A di Surabaya menjual sejumlah sepatu kepada PKP B di Medan, atas transaksi ini... a. Terutang PPN berdasarkan ketentuan pasal 4 ayat (1) huruf a Undang Undang No.42 tahun 2009 b. Terutang PPN berdasarkan ketentuan pasal 4 ayat (1) huruf b Undang Undang No.42 tahun 2009 c. Terutang PPN berdasarkan ketentuan pasal 4 ayat (1) huruf c Undang Undang No.42 tahun 2009 d. Tidak terutang PPN 10. PKP B di Jakarta menyewakan sebuah gedung yang terletak di Jalan Jenderal Sudirman Jakarta kepada PKP D, atas transaksi ini... a. Terutang PPN berdasarkan ketentuan pasal 4 ayat (1) huruf a Undang Undang No.42 tahun 2009 b. Terutang PPN berdasarkan ketentuan pasal 4 ayat (1) huruf b Undang Undang No.42 tahun 2009 c. Terutang PPN berdasarkan ketentuan pasal 4 ayat (1) huruf c Undang Undang No.42 tahun 2009 d. Tidak terutang PPN 11. PKP E melakukan ekspor sejumlah tekstil dari Indonesia ke Belanda, atas transaksi ini... Halaman 40

49 a. Terutang PPN berdasarkan ketentuan pasal 4 ayat (1) huruf f Undang Undang No.42 tahun 2009 b. Terutang PPN berdasarkan ketentuan pasal 4 ayat (1) huruf g Undang Undang No.42 tahun 2009 c. Terutang PPN berdasarkan ketentuan pasal 4 ayat (1) huruf h Undang Undang No.42 tahun 2009 d. Tidak terutang PPN 12. PKP F perusahaan minuman soft drink di Jakarta memakai merek ColangCaling dari ColangCaling Co yang berkeudukan di Amerika Serikat, atas transaksi ini... a. Terutang PPN berdasarkan ketentuan pasal 4 ayat (1) huru b Undang Undang No.42 tahun 2009 b. Terutang PPN berdasarkan ketentuan pasal 4 ayat (1) huruf d Undang Undang No.42 tahun 2009 c. Terutang PPN berdasarkan ketentuan pasal 4 ayat (1) huruf e Undang Undang No.42 tahun 2009 d. Tidak terutang PPN 13. PKP G perusahaan di Jakarta memakai jasa konsultasi dari SingConsult Pte Ltd sebuah kantor konsultan yang berkedukan di Singapura, atas transaksi ini... a. Terutang PPN berdasarkan ketentuan pasal 4 ayat (1) huru b Undang Undang No.42 tahun 2009 b. Terutang PPN berdasarkan ketentuan pasal 4 ayat (1) huruf d Undang Undang No.42 tahun 2009 c. Terutang PPN berdasarkan ketentuan pasal 4 ayat (1) huruf e Undang Undang No.42 tahun 2009 d. Tidak terutang PPN 14. Kriteria bangunan yang terutang PPN Kegiatan Membangun Sendiri adalah bangunan luas keseluruhan paling sedikit a. 100m2 b. 200m2 c. 300m2 d. 400m2 15. PT A pengusaha yang bergerak dalam bidang industri tekstil. Pada suatu saat menjual aktiva yang dimiliki berupa sebuah mobil truk yang selama ini digunakan untuk distribusi barang dagangan dan sebuah mobil sedan yang selama ini digunakan untuk pemasaran. Atas penjualan mobil yang terutang PPN berdasarkan ketentuan pasal 16D Undang Undang No.42 Tahun 2009 adalah... a. Penjualan mobil truk b. Penjualan mobil sedan c. Penjualan mobil truk dan mobil sedan d. Tidak ada yang terutang PPN Halaman 41

50 F. Umpan Balik dan Tindak Lanjut Cocokkanlah jawaban Anda dengan Kunci Jawaban yang terdapat di bagian akhir Bahan Ajar. Hitunglah jawaban Anda yang benar. Kemudian gunakanlah rumus dibawah ini untuk mengetahui tingkat penguasaan anda terhadap materi ini. Rumus : Jumlah Soal Yang Dijawab Dengan Benar Nilai = x 100% Jumlah Soal Dengan hasil penghitungan itu dapat dilakukan klasifikasi penilaian, yaitu : Bila > 80%, Sangat Baik Bila 70% - 79%, Baik Bila 60% - 69%, Cukup Bila < 60%, Kurang Bila Anda mencapai penguasaan diatas 70% atau lebih, Anda dapat meneruskan ke Kegiatan Belajar 4, apabila belum supaya memperdalam terlebih dahulu Kegiatan Belajar 3. Halaman 42

51 Kegiatan Belajar 4 4. TARIF DAN DASAR PENGENAAN PAJAK A. Indikator a. Peserta diklat dapat menjelaskan tarif PPN dan PPn BM b. Peserta diklat dapat menjelaskan Dasar Pengenaan Pajak B. Uraian dan Contoh a. Tarif 1. Tarif PPN Tarif umum Pajak Pertambahan Nilai adalah 10% 25. Berdasarkan pertimbangan perkembangan ekonomi dan/atau peningkatan kebutuhan dana untuk pembangunan, Pemerintah diberi wewenang mengubah tarif Pajak Pertambahan Nilai menjadi paling rendah 5% dan paling tinggi 15% dengan tetap memakai prinsip tarif tunggal. Perubahan tarif tersebut dikemukakan oleh Pemerintah kepada Dewan Perwakilan Rakyat dalam rangka pembahasan dan penyusunan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 26 Tarif Pajak Pertambahan Nilai sebesar 0% (nol persen) diterapkan atas: a. ekspor Barang Kena Pajak Berwujud; b. ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud; dan c. ekspor Jasa Kena Pajak. 27 Pajak Pertambahan Nilai adalah pajak yang dikenakan atas konsumsi Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean. Oleh karena itu, Barang Kena Pajak Berwujud yang diekspor, Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari dalam Daerah Pabean yang dimanfaatkan di luar Daerah Pabean; atau Jasa Kena Pajak yang diekspor termasuk Jasa Kena Pajak yang diserahkan oleh Pengusaha Kena Pajak yang menghasilkan dan melakukan ekspor Barang Kena Pajak atas dasar pesanan atau permintaan dengan bahan dan atas petunjuk dari pemesan di luar Daerah Pabean, dikenai Pajak Pertambahan Nilai dengan tarif 0%. Pengenaan tarif 0% tidak berarti pembebasan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai. Dengan demikian, Pajak Masukan yang telah dibayar untuk perolehan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang berkaitan dengan kegiatan tersebut dapat dikreditkan. 2. Tarif PPn BM Tarif Pajak Penjualan atas Barang Mewah ditetapkan paling rendah 10% dan paling tinggi 200%. 28 Perbedaan kelompok tarif tersebut didasarkan pada pengelompokan Barang Kena Pajak yang tergolong mewah yang dikenai Pajak Penjualan atas Barang Mewah. 25 Pasal 7 ayat (1) Undang Undang No.42 Tahun Penjelasan Pasal 7 ayat (3) Undang Undang No.42 Tahun Pasal 7 ayat (2) Undang Undang No.42 Tahun 2009 Halaman 43

52 Ekspor Barang Kena Pajak yang tergolong mewah dikenai pajak dengan tarif 0%. Pajak Penjualan atas Barang Mewah adalah pajak yang dikenakan atas konsumsi Barang Kena Pajak yang tergolong mewah di dalam Daerah Pabean. Oleh karena itu, Barang Kena Pajak yang tergolong mewah yang diekspor atau dikonsumsi di luar Daerah Pabean dikenai Pajak Penjualan atas Barang Mewah dengan tarif 0%. Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang telah dibayar atas perolehan Barang Kena Pajak yang tergolong mewah yang diekspor tersebut dapat diminta kembali. b. Dasar Pengenaan Pajak Dasar Pengenaan Pajak adalah nilai yang dipakai sebagai dasar untuk menghitung pajak yang terutang. PPN atau PPn BM yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif dengan Dasar Pengenaan Pajak PPN Terutang = Tarif x Dasar Pengenaan Pajak PPn BM Terutang = Tarif PPn BM x Dasar Pengenaan Pajak Gambar 3. Penghitungan PPN atau PPn BM Terutang Ketentuan PPN 29 mengatur bahwa dalam membuat kontrak atau perjanjian tertulis mengenai penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak paling sedikit memuat: a. nilai kontrak; b. Dasar Pengenaan Pajak; dan c. besarnya Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang terutang. Apabila nilai kontrak atau perjanjian tertulis sudah termasuk Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, dalam kontrak atau perjanjian tertulis wajib disebutkan nilai kontrak atau perjanjian tertulis tersebut termasuk Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah. Sedangkan jika kontrak atau perjanjian tertulis tidak menyebutkan nilai kontrak atau perjanjian tertulis tersebut termasuk Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, nilai kontrak yang tercantum dalam kontrak atau perjanjian tertulis tersebut dianggap sebagai Dasar Pengenaan Pajak. Jika Pajak Pertambahan Nilai menjadi bagian dari harga atau pembayaran atas penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak, Pajak Pertambahan Nilai yang terutang adalah 10/110 dari harga atau pembayaran atas penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak. Apabila penyerahan Barang Kena Pajak juga terutang Pajak Penjualan atas Barang Mewah dan telah menjadi bagian dari harga atau pembayaran atas penyerahan Barang Kena Pajak, penghitungan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah menggunakan rumus sebagai berikut: a. Pajak Pertambahan Nilai = 28 Pasal 8 Undang Undang No.42 Tahun Pasal 10 PP No.1 Tahun 2012 Halaman 44

53 10 x Harga atau pembayaran atas penyerahan Barang Kena Pajak t b. Pajak Penjualan atas Barang Mewah = t x harga atau pembayaran atas penyerahan Barang Kena Pajak t Jenis dasar pengenaan pajak yang dipakai sebagai dasar untuk menghitung Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang terutang terdiri dari : 30 a. Harga jual b. Penggantian c. Nilai impor d. Nilai ekspor e. Nilai lain 1. Harga Jual Harga jual dipakai untuk menentukan dasar pengenaan pajak atas penyerahan barang kena pajak. Harga Jual adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh penjual karena penyerahan Barang Kena Pajak, tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut menurut Undang-undang ini dan potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur Pajak. 31 Yang termasuk dalam pengertian biaya yg merupakan unsur harga jual, antara lain; pengangkutan, asuransi, bantuan teknik, pemeliharaan dan garansi. 2. Penggantian Harga jual dipakai untuk menentukan dasar pengenaan pajak atas transaksi jasa kena dan barang kena pajak tidak berwujud. Penggantian adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh pengusaha karena penyerahan Jasa Kena Pajak, ekspor Jasa Kena Pajak, atau ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud, tetapi tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut menurut Undang-Undang ini dan potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur Pajak atau nilai berupa uang yang dibayar atau seharusnya dibayar oleh Penerima Jasa karena pemanfaatan Jasa Kena Pajak dan/atau oleh penerima manfaat Barang Kena Pajak Tidak Berwujud karena pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean Nilai Impor Nilai Impor adalah nilai berupa uang yang menjadi dasar penghitungan bea masuk ditambah pungutan berdasarkan ketentuan dalam peraturan perundangundangan yang mengatur mengenai kepabeanan dan cukai untuk impor Barang Kena Pajak, tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Barang Mewah yang dipungut menurut Undang- Undang PPN 33. Sejalan dengan ketentuan dalam peraturan perundangundangan yang mengatur mengenai kepabeanan dan cukai, nilai impor dihitung dengan formula sebagai berikut : 30 Pasal 1 angka 17 UU No.42 Tahun Pasal 1 angka 18 UU No.42 Tahun Pasal 1 angka 19 UU No.42 Tahun Pasal 1 angka 20 UU No.42 Tahun 2009 Halaman 45

54 Nilai Impor = Harga Impor (CIF) + Bea Masuk PPN impor = 10% x Nilai Impor Keterangan Harga Impor (CIF) = C + I + F C = Cost / Harga FOB I = Insurance F = Freight 4. Nilai ekspor Nilai Ekspor adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh eksportir 34. Yaitu, nilai yg tercantum dalam dokumen Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB) yang telah difiat muat oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. 5. Nilai Lain Nilai Lain adalah nilai berupa uang yang ditetapkan sebagai Dasar Pengenaan Pajak untuk transaksi tertentu. Transaksi menggunakan nilai lain yang ditetapkan Menteri Keuangan adalah sebagai berikut : a. untuk pemakaian sendiri Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak adalah Harga Jual atau Penggantian setelah dikurangi laba kotor; b. untuk pemberian cuma-cuma Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak adalah Harga Jual atau Penggantian setelah dikurangi laba kotor; c. untuk penyerahan media rekaman suara atau gambar adalah perkiraan harga jual ratarata; d. untuk penyerahan film cerita adalah perkiraan hasil rata-rata per judul film; e. untuk penyerahan produk hasil tembakau adalah sebesar harga jual eceran. PPN menggunakan tarif efektif yaitu = 8,7% dikalikan harga jual eceran, yaitu harga yang tercantum pada pita cukai. (harga bandrol). f. untuk Barang Kena Pajak berupa persediaan dan/atau aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan, yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan, adalah harga pasar wajar; g. untuk penyerahan Barang Kena Pajak dari pusat ke cabang atau sebaliknya dan/atau penyerahan Barang Kena Pajak antar cabang adalah harga pokok penjualan atau harga perolehan; h. untuk penyerahan Barang Kena Pajak melalui pedagang perantara adalah harga yang disepakati antara pedagang perantara dengan pembeli; i. untuk penyerahan Barang Kena Pajak melalui juru lelang adalah harga lelang; j. untuk penyerahan jasa pengiriman paket adalah 10% dari jumlah yang ditagih atau jumlah yang seharusnya ditagih; k. untuk penyerahan jasa biro perjalanan atau jasa biro pariwisata adalah 10% dari jumlah tagihan atau jumlah yang seharusnya ditagih; l. untuk penyerahan Emas Perhiasan dan/atau jasa yang terkait dengan Emas Perhiasan oleh Pengusaha Emas Perhiasan adalah 20% dari harga jual Emas Perhiasan atau nilai penggantian 35.; 34 Pasal 1 angka 26 UU No.42 Tahun PMK No. 30/PMK.03/2014 Halaman 46

55 m. untuk penyerahan jasa pengurusan transportasi (freight forwarding) yang didalam tagihan jasa pengurusan transportasi tersebut terdapat biaya transportasi (freight charges) adalah 10% dari jumlah yang ditagih atau seharusnya ditagih. Terkait dengan perlakuan pajak masukan atas transaksi yang menggunakan nilai lain, pajak masukan yang berhubungan dengan: 1. penyerahan jasa pengiriman paket (huruf j) yang dilakukan oleh pengusaha jasa pengiriman paket; 2. penyerahan jasa biro perjalanan atau jasa biro pariwisata (huruf k) yang dilakukan oleh pengusaha jasa biro perjalanan atau pengusaha jasa biro pariwisata; 3. penyerahan emas perhiasan termasuk penyerahan jasa perbaikan dan modifikasi emas perhiasan serta jasa-jasa lain yang berkaitan dengan emas perhiasan sebagaimana dimaksud dalam (huruf l) yang dilakukan oleh pengusaha pabrikan emas; dan 4. penyerahan jasa pengurusan transportasi (freight forwarding) yang di dalam tagihan jasa pengurusan transportasi tersebut terdapat biaya transportasi (freight charges) (huruf m) yang dilakukan oleh pengusaha jasa pengurusan transportasi, tidak dapat dikreditkan. Nilai Lain Film untuk Cerita Impor Penetapan Nilai Lain untuk penyerahan film cerita tidak termasuk penetapan Nilai Lain untuk film cerita impor. Penetapan Nilai Lain untuk film cerita impor berlaku ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur mengenai Nilai Lain sebagai dasar pengenaan pajak atas pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean berupa film cerita impor dan penyerahan film cerita impor, serta dasar pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 atas kegiatan impor film cerita. Pajak Pertambahan Nilai yang terutang, dipungut pada saat impor media Film Cerita Impor. Dasar Pengenaan Pajak yang digunakan untuk menghitung Pajak Pertambahan Nilai yang terutang adalah Nilai Lain yang telah telah memperhitungkan nilai dari media Film Cerita Impor. Nilai Lain yang digunakan sebagai Dasar Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai adalah berupa uang yang ditetapkan sebesar Rp ,00 per copy Film Cerita Impor. Atas penyerahan Film Cerita Impor oleh Importir kepada Pengusaha Bioskop, terutang Pajak Pertambahan Nilai. Dasar Pengenaan Pajak yang digunakan untuk menghitung Pajak Pertambahan Nilai terutang atas penyerahan Film Cerita Impor tersebut adalah Nilai Lain. Nilai Lain yang digunakan sebagai Dasar Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai tersebut adalah berupa uang yang ditetapkan sebesar Rp ,00 per copy Film Cerita Impor. Pajak Pertambahan Nilai tersebut dipungut hanya sekali untuk setiap copy Film Cerita Impor, yang pemungutannya dilakukan pada saat pertama kali copy Film Cerita Impor tersebut diserahkan kepada Pengusaha Bioskop. Dasar Pengenaan Pajak Transaksi Dengan Mata Uang Asing Apabila pembayaran atau Harga Jual atau Penggantian dilakukan dengan mempergunakan mata uang asing, maka penghitungan besarnya Pajak yang terutang harus dikonversi ke dalam mata uang rupiah dengan mempergunakan kurs yang berlaku menurut Keputusan Menteri Keuangan pada saat pembuatan Faktur Pajak. Halaman 47

56 Dalam hal pembayaran atau Harga JuaI atau Penggantian yang dilakukan sehubungan dengan pelaksanaan Pasal 16A Undang-undang PPN (Pemungut PPN) mempergunakan mata uang asing, maka besarnya Pajak yang terutang harus dikonversi ke dalam mata ang rupiah dengan mempergunakan kurs yang berlaku menurut Keputusan Menteri Keuangan pada saat dilakukan pembayaran oleh Bendahara Pemerintah selaku Pemungut Pajak Pertambahan Nilai C. Latihan Kasus 1 1. PT INDOKOM menjual 10 unit komputer senilai Rp PT INDOKOM menjual 100 unit printer senilai Rp termasuk PPN 3. PT INDOKOM menjual 10 unit scanner senilai dengan diberikan diskon 20% 4. PT INDOCOLD menjual AC (pengatur suhu udara) senilai Rp termasuk pajak. AC yang dijual tersebut termasuk barang kena pajak yang tergolong mewah yang terutang PPn BM tarif 20% 5. PT INDOSOFT menjual software aplikasi gaji pegawai kepada PT INDOMAKMUR. Dalam rangka penjualan tersebut, PT INDOSOFT juga Jumlah yang tercantum dalam tagihan adalah sebagai berikut : Harga software Rp Biaya training/pelatihan calon operator Rp PT DISTRIBUSINDO menjual alat-alat tulis kantor senilai Rp termasuk PPN 7. Apotik Enggal Saras menjual obat-obatan senilai Rp Rumah Sakit Harapan Sehat menagih biaya selama pengobatan pasien yang menjalani rawat inap dengan perincian sebagai berikut Biaya kamar Rp Dokter Rp Obat-obatan Rp Tes laboratorium Rp CV AHAS sebuah bengkel sepeda motor melakukan tagihan biaya servis sebagai berikut ; Olie Rp Busi Rp Kampas rem Rp Jasa Rp CV Motorindo sebuah dealer sepeda motor menjual 1 unit sepeda motor, jumlah yang disepakati dengan pembeli harga sepeda motor Rp Ketika CV Motorindo menyerahkan sepeda motor tersebut diberikan bonus berupa sebuah helm dan jaket yang harga pokok waktu dibeli dulunya Rp PT INDOKOM menjual 10 unit LCD Monitor senilai USD 3, Karena pembeli tidak membawa mata uang USD (dollar amerika serikat) maka pembeli membayar dengan mata uang rupiah dengan kurs konversi yang disepakati USD 1.00 = Rp9.350 padahal Kurs tengah BI saat itu USD 1.00 = Rp9.300 dan Kurs Menteri Keuangan USD 1.00 = Rp9.400 Halaman 48

57 12. PT IMPORINDO mengimpor barang kena pajak yang tergolong mewah. Biaya-biaya yang dikeluarkan sehubungan dengan impor tersebut terdiri dari Harga barang (FOB) USD 10,000.00, Biaya asuransi USD , Biaya pengangkutan USD 8,000.00, Biaya bongkar muat ke gudang PT IMORINDO USD 90.00, Bea masuk tarif 5%, PPh Pasal 22 impor 2,5% PPN tarif 10% dan PPn BM tarif 20%. Kurs tengah BI USD 1.00 = Rp9.200, Kurs Menteri Keuangan USD 1.00 = Rp9.300, Kurs realisasi (saat pembayaran) USD 1.00 = Rp PT FASTFOODINDO memakai memakai merk Mc DONAL untuk jaringan restoran cepat saji yang dimiliki. Dalam rangka penggunaan merk tersebut PT FASTFOODINDO membayar ke DONALD CORP di Amerika serikat senilai USD100, Kurs tengah BI USD 1.00 = Rp9.200, Kurs Menteri Keuangan USD 1.00 = Rp9.300, Kurs realisasi (saat pembayaran) USD 1.00 = Rp PT RETAILINDO sebuah perusahaan dagang memberikan secara cuma-cuma sejumlah barang contoh (product sample) yang senilai sebenarnya Rp Harga pokok barang tersebut Rp PT INOMART menyerahkan sejumlah barang kena pajak ke salah satu cabangnya, harga jual sebenarnya (harga pasar wajar) Rp sedangkan harga pokoknya Rp PT ALPAMART menyerahkan sejumlah barang kena pajak ke salah satu anak usahanya yaitu PT ALPARETAIL sesuai dengan harga pokok Rp Harga pasar wajar barang tersebut Rp PT AQUA sebuah produsen air mineral memakai sendiri 10 gallon air mineral hasil produksi sendiri yang harga jual sebenarnya Rp Dalam harga jual tersebut telah diperhitungkan laba kotor sebesar 20% dari harga pokok produksi 18. PT ABC melelang beberapa barang kena pajak yang dimilikinya melalui Kantor Lelang. Nilai buku barang kena pajak tersebut adalah Rp , harga pasar Rp dan harga lelang Rp PT TITIPAN PETIR sebuah perusahaan pengirman paket memberikan tagihan sebesar Rp kepada pelanggannya 20. PT PARAMATOUR sebuah perusahaan biro perjalanan memberikan tagihan untuk paket perjalanan ke Bali kepada pelanggannya senilai Rp Pertanyaan : a) Apayang digunakan debagai dasar pengenaan pajak (DPP) untuk kasus diatas? b) Hitung Dasar Pengenaan Pajak serta PPN dan/atau PPn BM yang terutang Kasus 2 1. PT INDORENT menyewakan 5 unit mobil operasional kepada PT BENUA dengan jumlah nilai sewa yang disepakati Rp PT SERVISINDO memberikan jasa perbaikan AC (pengatur suhu udara) kepada PT MULTIARTA dengan nilai jasa yang disepakati Rp termasuk PPN. Pertanyaan : a) Hitung dasar pengenaan pajak serta PPN dan/ppnbm yang terutang Halaman 49

58 b) Hitung jumlah pembayaran yang diterima oleh PT INDORENT dan PT SERVISINDO, jika semua pihak yang terkait dalam transaksi melakukan pemotongan dan/atau pemungutan pajak sesuai ketentuan yang berlaku D. Rangkuman Dasar Pengenaan Pajak adalah jumlah Harga Jual, Penggantian, Nilai Impor, Nilai Ekspor, atau nilai lain yang dipakai sebagai dasar untuk menghitung pajak yang terutang. Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif dengan Dasar Pengenaan Pajak. PPN Terutang = Tarif PPN x DPP Pajak Penjualan Barang Mewah (PPn BM) yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif dengan Dasar Pengenaan Pajak. PPN Terutang = Tarif PPn BM x DPP Jenis DPP dalam UU PPN adalah Harga Jual, Penggantian, Nilai Impor, Nilai Ekspor, atau nilai lain. Apabila pembayaran atau Harga Jual atau Penggantian dilakukan dengan mempergunakan mata uang asing, maka penghitungan besarnya Pajak yang terutang harus dikonversi ke dalam mata uang rupiah dengan mempergunakan kurs yang berlaku menurut Keputusan Menteri Keuangan pada saat pembuatan Faktur Pajak E. Tes Formatif 4 1. PKP A di Jakarta menjual sejumlah komputer kepada PKP B di Medan. Atas penjualan ini... a. Terutang PPN 0% b. Terutang PPN 10% c. Terutang PPN 20% d. Terutang PPN 30% 2. PKP B di Jakarta melakukan ekspor sejumlah kain ke Hongkong. Atas ekspor ini... a. Terutang PPN 0% b. Terutang PPN 10% c. Terutang PPN 20% d. Terutang PPN 30% 3. PKP A menjual sejumlah printer ke PKP B dengan harga jual Rp Dasar pengenaan pajak untuk transaksi ini... a. Harga jual Rp b. Harga jual Rp c. Penggantian Rp d. Penggantian Rp PKP C menjual sejumlah komputer ke PKP D dengan harga jual Rp termasuk PPN. Dasar pengenaan pajak untuk transaksi ini... a. Harga jual Rp b. Harga jual Rp c. Penggantian Rp d. Penggantian Rp PKP E menjual sejumlah sepatu ke PKP F dengan harga jual Rp termasuk PPN. PPN terutang untuk transaksi ini... a. Rp Halaman 50

59 b. Rp c. Rp d. Rp PKP A menjual sejumlah kain ke PKP B dengan harga jual Rp PPN terutang untuk transaksi ini... a. Rp b. Rp c. Rp d. Rp Dasar pengenaan pajak untuk pemakaian sendiri Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak adalah... a. Harga jual b. Harga Jual atau Penggantian setelah dikurangi laba kotor c. Harga wajar d. Harga pasar 8. Dasar pengenaan pajak untuk pemberian cuma-cuma Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak adalah... a. Harga jual b. Harga Jual atau Penggantian setelah dikurangi laba kotor c. Harga wajar d. Harga pasar 9. Dasar pengenaan pajak untuk penyerahan media rekaman suara atau gambar adalah... a. perkiraan harga jual rata-rata b. harga jual c. penggantian d. harga pasar 10. Dasar pengenaan pajak untuk penyerahan film cerita adalah... a. harga jual per judul film b. perkiraan hasil rata-rata per judul film c. penggantian per judul film d. laba kotor per judul film 11. Dasar pengenaan pajak untuk penyerahan produk hasil tembakau adalah sebesar... a. harga jual eceran b. harga pasar c. harga pabrikan d. harga distributor 12. Dasar pengenaan pajak untuk Barang Kena Pajak berupa persediaan dan/atau aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan, yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan, adalah... a. Harga jual b. Harga pasar wajar c. Harga Jual setelah dikurangi laba kotor d. Penggantian Halaman 51

60 13. Dasar pengenaan pajak untuk penyerahan Barang Kena Pajak dari pusat ke cabang atau sebaliknya dan/atau penyerahan Barang Kena Pajak antar cabang adalah a. harga pokok penjualan atau harga perolehan b. harga jual c. harga wajar d. harga pasar 14. Dasar pengenaan pajak untuk penyerahan Barang Kena Pajak melalui pedagang perantara adalah a. harga jual b. harga wajar c. harga yang disepakati antara pedagang perantara dengan pembeli d. harga pokok penjualan atau harga perolehan 15. Dasar pengenaan pajak untuk penyerahan Barang Kena Pajak melalui juru lelang adalah a. harga jual b. harga lelang c. harga pokok penjualan atau harga perolehan d. harga wajar 16. Dasar pengenaan pajak untuk penyerahan jasa pengiriman paket adalah a. 20% dari jumlah yang ditagih atau jumlah yang seharusnya ditagih b. 10% dari jumlah yang ditagih atau jumlah yang seharusnya ditagih c. 1% dari jumlah yang ditagih atau jumlah yang seharusnya ditagih d. 2% dari jumlah yang ditagih atau jumlah yang seharusnya ditagih 17. Dasar pengenaan pajak untuk penyerahan jasa biro perjalanan atau jasa biro pariwisata adalah a. 20% dari jumlah tagihan atau jumlah yang seharusnya ditagih b. 1% dari jumlah tagihan atau jumlah yang seharusnya ditagih c. 2% dari jumlah tagihan atau jumlah yang seharusnya ditagih d. 10% dari jumlah tagihan atau jumlah yang seharusnya ditagih 18. Dasar pengenaan pajak untuk penyerahan Emas Perhiasan dan/atau jasa yang terkait dengan Emas Perhiasan oleh Pengusaha Emas Perhiasan adalah a. 2% dari harga jual Emas Perhiasan atau nilai penggantian b. 10% dari harga jual Emas Perhiasan atau nilai penggantian c. 1% dari harga jual Emas Perhiasan atau nilai penggantian d. 20% dari harga jual Emas Perhiasan atau nilai penggantian 19. Dasar pengenaan pajak untuk penyerahan jasa pengurusan transportasi (freight forwarding) yang didalam tagihan jasa pengurusan transportasi tersebut terdapat biaya transportasi (freight charges) adalah a. 10% dari jumlah yang ditagih atau seharusnya ditagih b. 1% dari jumlah yang ditagih atau seharusnya ditagih c. 20% dari jumlah yang ditagih atau seharusnya ditagih d. 2% dari jumlah yang ditagih atau seharusnya ditagih 20. Nilai impor dihitung... a. Harga impor CIF Halaman 52

61 b. Harga impor FOB c. Harga impor CIF + Bea Masuk d. Harga impor FOB + Bea Masuk F. Umpan Balik dan Tindak Lanjut Cocokkanlah jawaban Anda dengan Kunci Jawaban yang terdapat di bagian akhir Bahan Ajar. Hitunglah jawaban Anda yang benar. Kemudian gunakanlah rumus dibawah ini untuk mengetahui tingkat penguasaan anda terhadap materi ini. Rumus : Jumlah Soal Yang Dijawab Dengan Benar Nilai = x 100% Jumlah Soal Dengan hasil penghitungan itu dapat dilakukan klasifikasi penilaian, yaitu : Bila > 80%, Sangat Baik Bila 70% - 79%, Baik Bila 60% - 69%, Cukup Bila < 60%, Kurang Bila Anda mencapai penguasaan diatas 70% atau lebih, Anda dapat meneruskan ke Kegiatan Belajar 5, apabila belum supaya memperdalam terlebih dahulu Kegiatan Belajar 4. Halaman 53

62 Kegiatan Belajar 5 5. FAKTUR PAJAK A. Indikator a. Peserta diklat dapat menjelaskan pengertian faktur pajak b. Peserta diklat dapat menjelaskan bentuk dan jenis faktur pajak c. Peserta diklat dapat menjelaskan informasi dalam faktur pajak d. Peserta diklat dapat menjelaskan pembuatan faktur pajak e. Peserta diklat dapat menjelaskan nota retur dan nota pembatalan B. Uraian dan Contoh a. Pengertian Faktur Pajak Faktur Pajak adalah bukti pungutan pajak yang dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak atau penyerahan Jasa Kena Pajak. 36 Pengusaha Kena Pajak wajib membuat Faktur Pajak untuk setiap: 37 a. Penyerahan barang kena pajak, ekspor barang kena pajak berwujud dan penyerahan aktiva tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan b. Penyerahan jasa kena pajak c. Ekspor barang kena pajak tidak berwujud 40 d. Ekspor jasa kena pajak 41. b. Bentuk dan Jenis Faktur Pajak Faktur Pajak dapat berbentuk: 42 a. Elektronik. Faktur Pajak berbentuk elektronik adalah Faktur Pajak yang dibuat secara elektronik sesuai Peraturan Direktur Jenderal Pajak mengenai tata cara pembuatan Faktur Pajak yang berbentuk elektronik, untuk setiap penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak. Hal-hal yang perlu diketahui terkait dengan e-faktur adalah sebagai berikut: 36 Pasal 1 angka 23 UU No.42 Tahun Pasal 13 ayat (1) UU No.42 Tahun Sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf a atau huruf f dan/atau Pasal 16D UU No.42 Tahun Sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf c UU No.42 Tahun Sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf g UU No.42 Tahun Sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf h UU No.42 Tahun Peraturan Menteri Keuangan No. 151/PMK.011/2013 Halaman 54

63 a) e-faktur berbentuk elektronik, sehingga tidak diwajibkan untuk dicetak dalam bentuk kertas, namun demikian dalam hal diperlukan cetakan kertas baik oleh pihak penjual dan/atau pihak pembeli, e-faktur dipersilahkan untuk dicetak sesuai dengan kebutuhan. b) e-faktur ditandatangani secara elektronik sehingga tidak disyaratkan lagi untuk ditandatangani secara basah oleh pejabat/pegawai yang ditunjuk oleh Pengusaha Kena Pajak. c) e-faktur menggunakan mata uang Rupiah. 43 b. Kertas (hardcopy). Faktur Pajak berbentuk kertas (hardcopy) adalah Faktur Pajak yang dibuat tidak secara elektronik berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak untuk setiap penyerahan dan/atau ekspor Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan dan/atau ekspor Jasa Kena Pajak Jenis-jenis faktur pajak yang dikenal dalam praktik PPN adalah: a. Faktur Pajak 44 b. Faktur Pajak Gabungan adalah Faktur Pajak yang meliputi seluruh penyerahan yang dilakukan kepada pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak yang sama selama 1 (satu) bulan kalender. c. Dokumen tertentu dipersamakan dengan faktur pajak, yaitu : 1) Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB) yang telah diberikan persetujuan ekspor oleh pejabat yang berwenang dari Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dan dilampiri dengan invoice yang merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan PEB tersebut; 2) Surat Perintah Penyerahan Barang (SPPB) yang dibuat/dikeluarkan oleh BULOG/DOLOG untuk penyaluran tepung terigu; 3) Paktur Nota Bon Penyerahan (PNBP) yang dibuatkan/dikeluarkan oleh PERTAMINA untuk penyerahan Bahan Bakar Minyak dan/atau bukan Bahan Bakar Minyak; 4) Bukti tagihan atas penyerahan jasa telekomunikasi oleh perusahaan telekomunikasi; 5) Tiket, tagihan Surat Muatan Udara (Airway Bill), atau Delivery Bill, yang dibuat/dikeluarkan untuk penyerahan jasa angkutan udara dalam negeri; 6) Nota Penjualan Jasa yang dibuat/dikeluarkan untuk penyerahan jasa kepelabuhanan; 7) Bukti tagihan atas penyerahan listrik oleh perusahaan listrik; 8) Pemberitahuan Ekspor Jasa Kena Pajak/Barang Kena Pajak Tidak Berwujud yang dilampiri dengan invoice yang merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan Pemberitahuan Ekspor Jasa Kena Pajak/Barang Kena Pajak Tidak Berwujud, untuk ekspor Jasa Kena Pajak/Barang Kena Pajak Tidak Terwujud; 43 PENG - 01/PJ.02/ Dulu dikenal dengan istilah Faktur Pajak Standar. Setelah berlakunya UU No.42 Tahun 2009 istilah faktur pajak standar tidak digunakan lagi, cukup menggunakan istilah faktur pajak Halaman 55

64 9) Pemberitahuan Impor Barang (PIB) yang mencantumkan identitas pemilik barang berupa nama, alamat dan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan dilampiri dengan Surat Setoran Pajak, Surat Setoran Pabean, Cukai dan Pajak (SSPCP), dan/atau bukti pungutan pajak oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, yang mencantumkan identitas pemilik barang berupa nama, alamat dan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), yang merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan PIB tersebut, untuk impor Barang Kena Pajak; 10) Surat Setoran Pajak untuk pembayaran Pajak Pertambahan Nilai atas pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud atau Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean; 11) Bukti tagihan atas penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak oleh Perusahaan Air Minum: 12) Bukti tagihan (Trading Confirmation) atas penyerahan Jasa Kena Pajak oleh perantara efek;dan 13) Bukti tagihan atas penyerahan Jasa Kena Pajak oleh perbankan d. Faktur pajak pengusaha kena pajak eceran 45, yang dapat berupa: 1) bon kontan, 2) faktur penjualan, 3) segi cash register, 4) karcis, 5) kuitansi, atau 6) tanda bukti penyerahan Pengusaha Kena Pajak Eceran (PKP PE) adalah Pengusaha Kena Pajak yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dengan cara sebagai berikut : a) melalui suatu tempat penjualan eceran seperti toko dan kios atau langsung mendatangi dari satu tempat konsumen akhir ke tempat konsumen akhir lainnya; b) dengan cara penjualan eceran yang dilakukan langsung kepada konsumen akhir, tanpa didahului dengan penawaran tertulis, pemesanan tertulis, kontrak, atau lelang; dan c) pada umumnya penyerahan Barang Kena Pajak atau transaksi jual beli dilakukan secara tunai dan penjual langsung menyerahkan Barang Kena Pajak atau pembeli langsung membawa Barang Kena Pajak yang dibelinya c. Informasi Dalam Faktur Pajak Faktur Pajak harus memuat keterangan tentang penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang paling sedikit mencantumkan : a) nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak yang menyerahkan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak; b) nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak; c) jenis barang atau jasa, jumlah Harga Jual atau Penggantian, dan potongan harga; d) Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut; 45 Dulu dikenal dengan istilah Faktur Pajak Sederhana. Setelah berlakunya UU No.42 Tahun 2009 istilah faktur pajak sederhana tidak digunakan lagi. Halaman 56

65 e) Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang dipungut; f) kode, nomor seri, dan tanggal pembuatan Faktur Pajak; dan g) nama dan tanda tangan yang berhak menandatangani Faktur Pajak. Untuk dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan faktur pajak dalam pembuatannya paling sedikit harus memuat keterangan minimal berupa : a. Nama, alamat dan NPWP yang melakukan ekspor atau penyerahan; b. Jumlah satuan barang apabila ada; c. Dasar Pengenaan Pajak; dan d. Jumlah Pajak yang terutang kecuali dalam hal ekspor. Sedangkan Faktur Pajak atas penyerahan Barang Kena Pajak oleh PKP PE paling sedikit harus memuat keterangan : a) nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak yang menyerahkan Barang Kena Pajak; b) jenis Barang Kena Pajak yang diserahkan; c) jumlah Harga Jual yang sudah termasuk Pajak Pertambahan Nilai atau besarnya Pajak Pertambahan Nilai dicantumkan secara terpisah; d) Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang dipungut; dan e) kode, nomor seri dan tanggal pembuatan Faktur Pajak Faktur Pajak wajib diisi secara lengkap, jelas dan benar serta ditandatangani oleh PKP atau pejabat/pegawai yang ditunjuk oleh PKP untuk menandatanganinya. Faktur Pajak yang tidak diisi secara lengkap, jelas, benar, dan/atau tidak ditandatangani oleh PKP atau pejabat/pegawai yang ditunjuk oleh PKP untuk menandatanganinya sesuai dengan tata cara dan prosedur merupakan Faktur Pajak Tidak Lengkap. Pengisian faktur pajak harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut: a. Alamat harus diisi sesuai dengan alamat yang sebenarnya atau sesungguhnya. Dalam hal alamat PKP yang sebenarnya atau sesungguhnya berbeda dengan alamat dalam Surat Keterangan Terdaftar atau Surat Pengukuhan PKP, maka PKP harus memberitahukan ke Kantor Pelayanan Pajak tempat PKP dikukuhkan untuk meminta perubahan alamat dalam Surat Keterangan Terdaftar atau Surat Pengukuhan PKP agar sesuai dengan keadaan yang sebenarnya atau sesungguhnya. b. Jenis barang atau jasa harus diisi dengan keterangan yang sebenarnya atau sesungguhnya mengenai Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang diserahkan. Dalam hal diperlukan, PKP dapat menambahkan keterangan lain dalam Faktur Pajak dan Nomor Seri Faktur Pajak c. Penandatangan Faktur Pajak. Nama yang berhak menandatangani Faktur Pajak diisi sesuai dengan kartu identitas yang sah, yaitu Kartu Tanda Penduduk, Surat Izin Mengemudi, atau Paspor, yang berlaku pada saat Faktur Pajak ditandatangani. PKP wajib menyampaikan pemberitahuan secara tertulis nama PKP atau pejabat/pegawai yang berhak menandatangani Faktur Pajak disertai dengan contoh tandatangannya, dengan melampirkan fotokopi kartu identitas pejabat/pegawai penandatangan Faktur Pajak yang sah yang telah dilegalisasi pejabat yang berwenang kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak paling lama pada akhir bulan berikutnya sejak bulan pejabat/pegawai tersebut mulai melakukan enandatanganan Faktur Pajak. PKP dapat menunjuk lebih dari 1 (satu) orang pejabat/pegawai untuk menandatangani Faktur Pajak Dalam hal terjadi perubahan pejabat/pegawai yang berhak menandatangani Faktur Pajak maka Halaman 57

66 PKP wajib menyampaikan pemberitahuan secara tertulis atas perubahan tersebut kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak paling lambat pada akhir bulan berikutnya sejak bulan pejabat/pegawai pengganti mulai menandatangani Faktur Pajak. Dalam hal PKP melakukan pemusatan tempat Pajak Pertambahan Nilai terutang, maka pejabat/pegawai yang telah ditunjuk di tempat-tempat kegiatan usaha sebelum pemusatan masih dapat menandatangani Faktur Pajak yang diterbitkan setelah pemusatan yang dicetak di tempat-tempat kegiatan usaha masing-masing. Dalam hal PKP tidak atau terlambat menyampaikan pemberitahuan kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat PKP dikukuhkan atau tempat pemusatan Pajak Pertambahan Nilai terutang maka Faktur Pajak yang diterbitkan oleh PKP sampai dengan diterimanya pemberitahuan merupakan Faktur Pajak Tidak Lengkap. Untuk Faktur Pajak berbentuk elektronik, tanda tangan berupa Tanda Tangan Elektronik. Tanda Tangan Elektronik adalah tanda tangan yang terdiri atas Informasi Elektronik yang dilekatkan, terasosiasi atau terkait dengan Informasi Elektronik lainnya yang digunakan sebagai alat verifikasi dan autentikasi. d. Pembuatan Faktur Pajak 1. Pengadaan Faktur Pajak Bentuk dan ukuran Faktur Pajak disesuaikan dengan kepentingan PKP. Bentuk dan ukuran Faktur Pajak dapat dibuat sebagaimana contoh pada Lampiran IA dan Lampiran IB dari Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER - 24/PJ/2012 Pengadaan Faktur Pajak dilakukan oleh PKP. Faktur Pajak paling sedikit dibuat dalam 2 (dua) rangkap yang peruntukannya masing-masing sebagai berikut : Lembar ke-1, disampaikan kepada pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak. Lembar ke-2, untuk arsip PKP yang menerbitkan Faktur Pajak. Dalam hal Faktur Pajak dibuat lebih dari yang ditetapkan, maka harus dinyatakan secara jelas peruntukannya dalam lembar Faktur Pajak yan bersangkutan. Faktur Penjualan yang memuat keterangan sesuai dengan keterangan dalam Faktur Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai dan pengisiannya sesuai dengan tata cara sebagaimana diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak, dipersamakan dengan Faktur Pajak. 2. Saat Pembuatan Faktur Pajak Faktur Pajak harus dibuat pada: a. saat penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak; b. saat penerimaan pembayaran dalam hal penerimaan pembayaran terjadi sebelum penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau sebelum penyerahan Jasa Kena Pajak; c. saat penerimaan pembayaran termin dalam hal penyerahan sebagian tahap pekerjaan; atau d. saat Pengusaha Kena Pajak rekanan menyampaikan tagihan kepada Bendahara Pemerintah sebagai Pemungut Pajak Pertambahan Nilai. Sedangkan untuk Faktur Pajak Gabungan harus dibuat paling lama pada akhir bulan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak. Secara prinsip Faktur Pajak harus dibuat pada saat terutangnya Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, namun demikian karena suatu hal dapat terjadi keterlambatan penerbitan Faktur Pajak. Atas keterlambatan Halaman 58

67 penerbitan Faktur Pajak dikenakan sanksi sesuai Pasal 14 ayat (1) huruf d juncto Pasal 14 ayat (4) Undang-Undang mengenai Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan tanpa adanya ketentuan mengenai batas waktu keterlambatan. Untuk menjamin kepastian terlaksananya pemungutan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak, perlu adanya pembatasan jangka waktu penerbitan Faktur Pajak. Di samping itu, ketentuan ini dimaksudkan juga untuk menyelaraskan pengakuan penghasilan di dalam menghitung peredaran usaha yang digunakan di dalam menghitung Pajak Penghasilan dengan peredaran usaha yang digunakan untuk menghitung Pajak Pertambahan Nilai. Dengan demikian, saat pembuatan Faktur Pajak ditentukan sesuai dengan prinsip bisnis yang sehat dan harus memenuhi prinsip akuntansi yang berlaku umum serta diterapkan secara konsisten. Termasuk dalam pengertian Faktur Pajak dalam ketentuan ini adalah dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak yang diterbitkan atas penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak. Pembuatan faktur pajak berkaitan dengan saat pajak terutang. Saat pajak terutang diartikan sebagai saat mulai timbulnya utang pajak kepada negara, sehingga bukan merupakan batas akhir pembayaran pajak ke kas negara. Terutangnya Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah terjadi pada saat: a. penyerahan Barang Kena Pajak; b. impor Barang Kena Pajak; c. penyerahan Jasa Kena Pajak; d. pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean; e. pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean; f. ekspor Barang Kena Pajak Berwujud; g. ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud; atau h. ekspor Jasa Kena Pajak. Dalam hal pembayaran diterima sebelum penyerahan Barang Kena Pajak atau sebelum penyerahan Jasa Kena Pajak atau dalam hal pembayaran dilakukan sebelum dimulainya pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean, saat terutangnya Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah adalah pada saat pembayaran. Penyerahan Barang Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada huruf a untuk: a. penyerahan Barang Kena Pajak berwujud yang menurut sifat atau hukumnya berupa barang bergerak, terjadi pada saat: 1. Barang Kena Pajak berwujud tersebut diserahkan secara langsung kepada pembeli atau pihak ketiga untuk dan atas nama pembeli; 2. Barang Kena Pajak berwujud tersebut diserahkan secara langsung kepada penerima barang untuk pemberian cuma-cuma, pemakaian sendiri, dan penyerahan dari pusat ke cabang atau sebaliknya dan/atau penyerahan antar cabang; 3. Barang Kena Pajak berwujud tersebut diserahkan kepada juru kirim atau pengusaha jasa angkutan; atau 4. harga atas penyerahan Barang Kena Pajak diakui sebagai piutang atau penghasilan, atau pada saat diterbitkan faktur penjualan oleh Pengusaha Kena Halaman 59

68 Pajak, sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum dan diterapkan secara konsisten. Saat penyerahan barang bergerak merupakan dasar penentuan saat terutangnya Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dan sekaligus sebagai dasar pembuatan Faktur Pajak. Ketentuan ini dimaksudkan untuk mensinkronisasikan saat terutangnya Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dengan praktik yang lazim terjadi dalam kegiatan usaha yang tercermin dalam praktik pencatatan atau pembukuan berdasarkan prinsip akuntansi yang berlaku umum serta diterapkan secara konsisten oleh Pengusaha Kena Pajak. Dalam praktik kegiatan usaha dan berdasarkan prinsip akuntansi yang berlaku umum, maka: a. penyerahan barang bergerak dapat terjadi pada saat barang tersebut dikeluarkan dari penguasaan Pengusaha Kena Pajak (penjual) dengan maksud langsung atau tidak langsung untuk diserahkan pada pihak lain. Karena itu Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah terutang pada saat hak penguasaan barang telah berpindah kepada pembeli atau pihak ketiga untuk dan atas nama pembeli. b. Perpindahan hak penguasaan atas barang bisa juga terjadi pada saat barang diserahkan kepada pihak kedua atau pembeli atau pada saat barang diserahkan melalui juru kirim, pengusaha angkutan, perusahaan angkutan, atau pihak ketiga lainnya. Oleh karena itu, Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah terutang pada saat barang diserahkan kepada juru kirim atau perusahaan angkutan. Saat penyerahan barang sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b, tercermin dalam prinsip akuntansi yang berlaku umum dalam bentuk pengakuan sebagai piutang atau penghasilan dengan penerbitan faktur penjualan sebagai sumber dokumennya.dalam kegiatan usaha, saat pengakuan piutang atau penghasilan atau saat penerbitan faktur penjualan dapat terjadi tidak bersamaan dengan saat penyerahan barang secara fisik sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b. Oleh karena itu, dalam rangka memberikan kemudahan administrasi terkait dengan saat penerbitan Faktur Pajak, saat penerbitan faktur penjualan ditetapkan sebagai saat penyerahan barang yang menjadi dasar saat terutangnya Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah. Termasuk dalam pengertian faktur penjualan adalah dokumen lain yang berfungsi sama dengan faktur penjualan. b. penyerahan Barang Kena Pajak berwujud yang menurut sifat atau hukumnya berupa barang tidak bergerak, terjadi pada saat penyerahan hak untuk menggunakan atau menguasai Barang Kena Pajak berwujud tersebut, secara hukum atau secara nyata, kepada pihak pembeli. Penyerahan Barang Kena Pajak untuk Barang Kena Pajak tidak bergerak terjadi pada saat surat atau akta perjanjian yang mengakibatkan perpindahan hak atas barang tersebut ditandatangani oleh para pihak yang bersangkutan. Saat tersebut menjadi dasar penentuan saat terutang Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah. Halaman 60

69 Namun demikian, dalam hal penyerahan hak atas barang tidak bergerak tersebut secara nyata telah terjadi meskipun surat atau akta perjanjian yang mengakibatkan perpindahan hak belum ditandatangani, penyerahan Barang Kena Pajak dianggap telah terjadi. c. penyerahan Barang Kena Pajak tidak berwujud, terjadi pada saat: 1. harga atas penyerahan Barang Kena Pajak tidak berwujud diakui sebagai piutang atau penghasilan, atau pada saat diterbitkan faktur penjualan oleh Pengusaha Kena Pajak, sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum dan diterapkan secara konsisten; atau 2. kontrak atau perjanjian ditandatangani, atau saat mulai tersedianya fasilitas atau kemudahan untuk dipakai secara nyata, sebagian atau seluruhnya, dalam hal saat sebagaimana dimaksud pada angka 1 tidak diketahui. d. Barang Kena Pajak berupa persediaan dan/atau aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan, yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan terjadi, adalah pada saat yang terjadi lebih dahulu di antara saat: 1. ditandatanganinya akta pembubaran oleh Notaris; 2. berakhirnya jangka waktu berdirinya perusahaan yang ditetapkan dalam Anggaran Dasar; 3. tanggal penetapan Pengadilan yang menyatakan perusahaan dibubarkan; atau 4. diketahuinya bahwa perusahaan tersebut nyata-nyata sudah tidak melakukan kegiatan usaha atau sudah dibubarkan, berdasarkan hasil pemeriksaan atau berdasarkan data atau dokumen yang ada. Yang dimaksud dengan "persediaan" adalah persediaan bahan baku, persediaan bahan pembantu, persediaan barang dalam proses, persediaan barang setengah jadi, dan/atau persediaan barang jadi. e. pengalihan Barang Kena Pajak dalam rangka penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, dan pengambilalihan usaha yang tidak memenuhi ketentuan Pasal 1A ayat (2) huruf d Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai atau perubahan bentuk usaha, terjadi pada saat: 1. disepakati atau ditetapkannya penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, pengambilalihan usaha, atau perubahan bentuk usaha sesuai hasil Rapat Umum Pemegang Saham yang tertuang dalam perjanjian penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, pengambilalihan usaha, atau perubahan bentuk usaha; atau 2. ditandatanganinya akta mengenai penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan atau pengambilalihan usaha, atau perubahan bentuk usaha oleh Notaris. Yang dimaksud dengan "penggabungan usaha, pengambilalihan usaha, pemecahan usaha, dan peleburan usaha" adalah penggabungan usaha, pengambilalihan usaha, pemisahan usaha, dan peleburan usaha sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang mengatur mengenai perseroan terbatas. Yang dimaksud dengan "pemekaran usaha" adalah pemisahan satu badan usaha menjadi dua badan usaha atau lebih dengan cara mendirikan badan usaha baru dan mengalihkan sebagian aktiva dan pasiva kepada badan usaha baru tersebut yang dilakukan tanpa melakukan likuidasi badan usaha yang lama. Yang dimaksud dengan "perubahan bentuk usaha" adalah berubahnya bentuk usaha yang digunakan oleh Pengusaha Kena Pajak, misalnya semula bentuk usaha Halaman 61

70 Pengusaha Kena Pajak adalah Commanditaire Vennotschap kemudian berubah menjadi Perseroan Terbatas. Saat terutang pajak untuk Impor Barang Kena Pajak terjadi pada saat Barang Kena Pajak tersebut dimasukkan ke dalam Daerah Pabean. Penyerahan Jasa Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c terjadi pada saat: a. harga atas penyerahan Jasa Kena Pajak diakui sebagai piutang atau penghasilan, atau pada saat diterbitkan faktur penjualan oleh Pengusaha Kena Pajak, sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum dan diterapkan secara konsisten; b. kontrak atau perjanjian ditandatangani, dalam hal saat sebagaimana dimaksud pada huruf a tidak diketahui; atau c. mulai tersedianya fasilitas atau kemudahan untuk dipakai secara nyata, baik sebagian atau seluruhnya, dalam hal pemberian cuma-cuma atau pemakaian sendiri Jasa Kena Pajak. Penyerahan Jasa Kena Pajak terjadi pada saat mulai tersedianya fasilitas atau kemudahan untuk dipakai secara nyata, baik sebagian atau seluruhnya. Saat penyerahan Jasa Kena Pajak IIni merupakan dasar penentuan saat terutangnya Pajak Pertambahan Nilai dan sekaligus sebagai dasar pembuatan Faktur Pajak. Namun demikian, dalam praktik kegiatan usaha dan berdasarkan prinsip akuntansi yang berlaku umum, saat pengakuan piutang atau penghasilan, atau saat penerbitan faktur penjualan dapat terjadi tidak bersamaan dengan saat mulai tersedianya fasilitas atau kemudahan untuk dipakai secara nyata, baik sebagian atau seluruhnya. Dalam rangka memberikan kemudahan administrasi terkait dengan saat penerbitan Faktur Pajak, saat penerbitan faktur penjualan dapat ditetapkan sebagai saat penyerahan jasa yang menjadi dasar saat terutangnya Pajak Pertambahan Nilai. Ketentuan ini dimaksudkan untuk mensinkronisasikan saat terutangnya Pajak Pertambahan Nilai dengan praktik yang lazim terjadi dalam kegiatan usaha yang tercermin dalam praktik pencatatan atau pembukuan berdasarkan prinsip akuntansi yang berlaku umum serta diterapkan secara konsisten oleh Pengusaha Kena Pajak. Saat terutangnya pajak untuk Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean terjadi pada saat: a. harga perolehan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak tersebut dinyatakan sebagai utang oleh pihak yang memanfaatkannya; b. harga jual Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dan/atau penggantian Jasa Kena Pajak tersebut ditagih oleh pihak yang menyerahkannya; atau c. harga perolehan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak tersebut dibayar baik sebagian atau seluruhnya oleh pihak yang memanfaatkannya, yang terjadi lebih dahulu. Contoh saat pembuatan Faktur Pajak: 1. Penyerahan Barang Kena Pajak bergerak. Contoh 1: PT Aman menyerahkan Barang Kena Pajak secara langsung kepada Tuan Igna pada tanggal 15 Mei Atas transaksi penyerahan Barang Kena Pajak tersebut PT Aman menerbitkan Faktur Pajak pada tanggal 15 Mei Contoh 2: Halaman 62

71 PT Berkah yang berkedudukan di Jakarta menjual Barang Kena Pajak kepada PT Ceria di Surabaya dengan syarat pengiriman (term of delivery) loco gudang penjual (fob shipping point). Barang Kena Pajak dikeluarkan dari gudang PT Berkah dan dikirim ke gudang PT Ceria pada tanggal 10 Juni 2011 dengan menggunakan perusahaan ekspedisi dengan tanggal DO (delivery order) 10 Juni Barang diterima oleh PT Ceria pada tanggal 12 Juni Atas transaksi penyerahan Barang Kena Pajak tersebut, PT Berkah menerbitkan Faktur Pajak pada tanggal 10 Juni Dalam hal pada contoh 1 dan contoh 2 di atas, faktur penjualan (invoice) diterbitkan tidak pada tanggal penyerahan secara langsung atau pada saat diserahkan kepada juru kirim atau pengusaha jasa angkutan karena kondisi tertentu, maka Faktur Pajak wajib dibuat pada saat penerbitan faktur penjualan. Penerbitan faktur penjualan tersebut harus dilakukan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum dan dilakukan secara konsisten. Contoh 3: PT Cantik di Jakarta menjual Barang Kena Pajak kepada PT Sentosa di Semarang dengan syarat pengiriman (term of delivery) franco gudang pembeli (fob destination). Barang dikeluarkan dari gudang PT Cantik dan dikirim ke gudang PT Sentosa pada tanggal 12 Agustus 2011 dengan menggunakan perusahaan ekspedisi. Barang diterima oleh PT Sentosa pada tanggal 13 Agustus PT Cantik menerbitkan faktur penjualan (invoice) pada tanggal 16 Agustus Atas penyerahan Barang Kena Pajak tersebut, PT Cantik wajib menerbitkan Faktur Pajak pada tanggal 13 Agustus 2011 atau paling lama tanggal 16 Agustus Penyerahan Barang Kena Pajak tidak bergerak. Contoh 1: Perjanjian jual beli sebuah rumah ditandatangani tanggal 1 Mei Perjanjian penyerahan hak untuk menggunakan atau menguasai rumah tersebut dibuat atau ditandatangani tanggal 1 September Faktur Pajak harus diterbitkan pada tanggal 1 September Bila sebelum surat atau akta tersebut dibuat atau ditandatangani barang tidak bergerak telah diserahkan atau berada dalam penguasaan pembeli atau penerimanya, maka Faktur Pajak harus diterbitkan pada saat barang tersebut secara nyata diserahkan atau berada dalam penguasaan pembeli atau penerima barang. Contoh 2: Rumah siap pakai dijual dan diserahkan secara nyata tanggal 1 Agustus Faktur Pajak harus diterbitkan pada tanggal 1 Agustus Bila sebelum surat atau akte tersebut dibuat atau ditandatangani, barang tidak bergerak telah diserahkan atau berada dalam penguasaan pembeli atau penerimanya, maka Faktur Pajak harus dibuat pada saat barang tersebut secara nyata diserahkan atau berada dalam penguasaan pembeli atau penerima barang. Contoh 3: Rumah siap pakai dijual dan diserahkan secara nyata tanggal 1 Agustus Perjanjian jual beli ditandatangani tanggal 1 September Faktur Pajak harus diterbitkan pada tanggal 1 Agustus Penyerahan Jasa Kena Pajak. Halaman 63

72 Contoh 1: PT Semangat menyewakan satu unit ruko kepada PT Diatetupa dengan masa kontrak selama 12 (dua belas) tahun. Dalam kontrak disepakati antara lain: - PT Diatetupa mulai menggunakan ruko tersebut pada tanggal 1 September Nilai kontrak sewa selama 12 (dua belas) tahun sebesar Rp ,00. - Pembayaran sewa adalah tahunan dan disepakati dibayar setiap tanggal 29 September dengan pembayaran sebesar Rp ,00 per tahun. Pada tanggal 29 September 2011 PT Diatetupa melakukan pembayaran sewa untuk tahun pertama. Atas penyerahan Jasa Kena Pajak tersebut, PT Semangat wajib menerbitkan Faktur Pajak pada tanggal 29 September 2011 dengan Dasar Pengenaan Pajak sebesar Rp ,00. Contoh 2: PT Toryung mengontrak Firma Cerah Konsultan untuk memberikan jasa konsultasi manajemen dan pelatihan kepada staff marketing PT Toryung selama 6 (enam) bulan dengan nilai kontrak sebesar Rp ,00. Pembayaran jasa konsultasi akan dilakukan setiap bulan. Firma Cerah Konsultan mulai memberikan jasa konsultasi sejak tanggal 1 Juli Pada tanggal 10 Agustus 2011, Firma Cerah Konsultan mengajukan tagihan untuk pembayaran jasa konsultasi bulan Juli sebesar Rp ,00. PT Toryung melakukan pembayaran atas tagihan tersebut pada tanggal 20 Agustus Atas transaksi tersebut, Firma Cerah Konsultan wajib menerbitkan Faktur Pajak pada tanggal 10 Agustus 2011 dengan Dasar Pengenaan Pajak sebesar Rp ,00 (sesuai dengan nilai tagihan) meskipun pembayaran baru diterima tanggal 20 Agustus Penyerahan sebagian tahap pekerjaan (pembayaran termin) Atas penyerahan sebagian tahap pekerjaan, misalnya penyerahan jasa pemborong bangunan atau barang tidak bergerak lainnya, saat penerbitan Faktur Pajaknya dapat dijelaskan sebagai berikut: Umumnya pekerjaan jasa pemborongan bangunan dan barang tidak bergerak lainnya diselesaikan dalam suatu masa tertentu. Sebelum jasa pemborong itu selesai dan siap untuk diserahkan, telah diterima pembayaran di muka sebelum pekerjaan pemborongan dimulai atau pembayaran atas sebagian penyelesaian pekerjaan jasa sesuai dengan tahap atau kemajuan penyelesaian pekerjaan. Dalam hal ini sesuai dengan ketentuan sebagaimana diatur Pasal 11 ayat (2) Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Pertambahan Nilai terutang pada saat pembayaran tersebut diterima oleh Pemborong atau Kontraktor. Selanjutnya setelah bangunan atau barang tidak bergerak tersebut selesai dikerjakan, maka jasa pemborongan seluruhnya diserahkan kepada penerima jasa. Dalam hal ini sesuai dengan Pasal 11 ayat (1) Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Pertambahan Nilai terutang pada saat penyerahan Jasa Kena Pajak IItu dilakukan, meskipun pembayaran lunas jasa pemborongan tersebut belum diterima oleh Pemborong atau Kontraktor. Contoh: 1. Tanggal 1 April 2011, perjanjian pemborongan ditandatangani dan diterima uang muka sebesar 20%. 2. Tanggal 1 Mei 2011, pekerjaan selesai 20%, diterima pembayaran tahap ke Tanggal 1 Juni 2011, pekerjaan selesai 50%, diterima pembayaran tahap ke-2. Halaman 64

73 4. Tanggal 20 Juni 2011, pekerjaan selesai 80%, diterima pembayaran tahap ke Tanggal 25 Agustus 2011, pekerjaan selesai 100%, bangunan atau barang tidak bergerak diserahkan. 6. Tanggal 1 September 2011, diterima pembayaran tahap akhir (ke-4) sebesar 95% dari harga borongan. 7. Tanggal 1 Maret 2012, diterima pembayaran pelunasan seluruh jasa pemborongan. Pada angka 1 sampai dengan angka 4 Pajak Pertambahan Nilai terutang pada tanggal diterimanya pembayaran (tahap), sedang angka 5 sampai dengan angka 7 Pajak Pertambahan Nilai terutang pada tanggal 25 Agustus 2011 atau saat jasa pemborongan (bangunan atau barang tidak bergerak) selesai dilakukan dan diserahkan kepada pemiliknya. Tanggal pembayaran yang tersebut pada angka 6 dan angka 7 tidak perlu diperhatikan, karena tidak termasuk saat yang menentukan terutangnya Pajak Pertambahan Nilai sesuai dengan dasar akrual yang dianut dalam Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai. Cara penghitungan sebagaimana tersebut di atas juga berlaku dalam hal penjualan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak dilakukan dengan pembayaran uang muka, sedangkan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak tersebut dilakukan kemudian Penerbitan Faktur Pajak Melewati Batas Waktu PKP yang menerbitkan Faktur Pajak setelah melewati batas waktu dikenai sanksi administrasi sesuai dengan Pasal 14 ayat (4) Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. PKP yang menerbitkan Faktur Pajak setelah melewati jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak saat Faktur Pajak seharusnya dibuat dianggap tidak menerbitkan Faktur Pajak. PKP Pembeli Barang Kena Pajak atau Penerima Jasa Kena Pajak yang menerima Faktur Pajak tidak dapat mengkreditkan Pajak Pertambahan Nilai yang tercantum di dalamnya sebagai Pajak Masukan.. 3. Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak PKP harus membuat Faktur Pajak dengan menggunakan Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak. Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak terdiri dari 16 (enam belas) digit yaitu : a. 2 (dua) digit Kode Transaksi; b. 1 (satu) digit Kode Status; dan c. 13 (tiga belas) digit Nomor Seri Faktur Pajak yang ditentukan oleh Direktorat Jenderal Pajak. Penulisan Kode dan Nomor Seri pada Faktur Pajak, harus lengkap sesuai dengan banyaknya digit. Kantor Pelayanan Pajak tempat PKP dikukuhkan akan memberikan nomor seri Faktur Pajak ke PKP sesuai dengan tata cara yang telah ditentukan dimulai dari Nomor Seri untuk Faktur Pajak yang diterbitkan tanggal 1 April Untuk tahun 2014 akan dimulai dari nomor seri Faktur Pajak demikian seterusnya. Halaman 65

74 Contoh penulisan Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak sebagai berikut: , berarti penyerahan yang terutang Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan PPNnya dipungut oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP) Penjual yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) dan/atau Jasa Kena Pajak (JKP), Faktur Pajak Normal (bukan Faktur Pajak Pengganti), dengan nomor seri sesuai dengan nomor seri pemberian dari Direktorat Jenderal Pajak , berarti penyerahan yang terutang PPN dan PPNnya dipungut oleh PKP Penjual yang melakukan penyerahan BKP dan/atau JKP dengan status Faktur Pajak Pengganti. Faktur Pajak Pengganti diterbitkan dengan nomor seri sesuai dengan nomor seri Faktur Pajak yang diganti. Tata Cara Penggunaan Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak adalah sebagai berikut : 1. Tata Cara Penggunaan Kode Transaksi pada Faktur Pajak a. Kode Transaksi diisi dengan ketentuan sebagai berikut: - 01 digunakan untuk penyerahan BKP dan/atau JKP yang terutang PPN dan PPNnya dipungut oleh PKP Penjual yang melakukan penyerahan BKP dan/atau JKP. Kode ini digunakan dalam hal bukan merupakan jenis penyerahan sebagaimana dimaksud pada kode 04 sampai dengan kode digunakan untuk penyerahan BKP dan/atau JKP kepada Pemungut PPN Bendahara Pemerintah yang PPNnya dipungut oleh Pemungut PPN Bendahara Pemerintah digunakan untuk penyerahan BKP dan/atau JKP kepada Pemungut PPN Lainnya (selain Bendahara Pemerintah) yang PPNnya dipungut oleh Pemungut PPN Lainnya (selain Bendahara Pemerintah). Pemungut PPN Lainnya selain Bendahara Pemerintah, dalam hal ini adalah Kontraktor Kontrak Kerja Sama Pengusahaan Minyak dan Gas, Kontraktor atau Pemegang Kuasa/Pemegang Izin Pengusahaan Sumber Daya Panas Bumi, Badan Usaha Milik Negara atau Wajib Pajak lainnya yang ditunjuk sebagai Pemungut PPN, termasuk perusahaan yang tunduk terhadap Kontrak Karya Pertambangan yang di dalam kontrak tersebut secara lex specialist ditunjuk sebagai Pemungut PPN digunakan untuk penyerahan BKP dan/atau JKP yang menggunakan DPP Nilai Lain yang PPNnya dipungut oleh PKP Penjual yang melakukan penyerahan BKP dan/atau JKP Kode ini tidak digunakan digunakan untuk penyerahan lainnya yang PPNnya dipungut oleh PKP Penjual yang melakukan penyerahan BKP dan/atau JKP, dan penyerahan kepada orang pribadi pemegang paspor luar negeri (turis asing) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16E Undang- Undang Halaman 66

75 Pajak Pertambahan Nilai. Kode ini digunakan atas penyerahan BKP dan/atau JKP selain jenis penyerahan pada kode 01 sampai dengan kode 04 dan penyerahan BKP kepada orang pribadi pemegang paspor luar negeri (turis asing), antara lain: a. Penyerahan yang menggunakan tarif selain 10%. b. Penyerahan hasil tembakau yang dibuat di dalam negeri oleh Pengusaha Pabrik hasil tembakau atau hasil tembakau yang dibuat di luar negeri oleh importir hasil tembakau dengan mengacu pada ketentuan yang diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 62/KMK.03/2002 tentang Dasar Penghitungan, Pemungutan dan Penyetoran Pajak Pertambahan Nilai atas Penyerahan Hasil Tembakau. c. Penyerahan BKP kepada orang pribadi pemegang paspor luar negeri (turis asing) oleh PKP Toko Retail yang ditunjuk, terkait dengan penerbitan Faktur Pajak Khusus digunakan untuk penyerahan BKP dan/atau JKP yang mendapat fasilitas PPN Tidak Dipungut atau Ditanggung Pemerintah (DTP). Kode ini digunakan atas Penyerahan yang mendapat fasilitas PPN Tidak Dipungut atau Ditanggung Pemerintah (DTP), berdasarkan peraturan khusus yang berlaku, antara lain: a. Ketentuan yang mengatur mengenai Bea Masuk, Bea Masuk Tambahan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dan Pajak Penghasilan Dalam Rangka Pelaksanaan Proyek Pemerintah Yang Dibiayai Dengan Dana Pinjaman/Hibah Luar Negeri. b. Ketentuan yang mengatur mengenai Perlakuan Perpajakan bagi Pengusaha Kena Pajak Berstatus Entrepot Produksi Tujuan Ekspor (EPTE) Dan Perusahaan Pengolahan Di Kawasan Berikat (KB). c. Ketentuan yang mengatur mengenai Tempat Penimbunan Berikat. d. Ketentuan yang mengatur mengenai Perlakuan Perpajakan di Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu. e. Ketentuan yang mengatur mengenai Perlakuan Pajak Pertambahan Nilai atas Penyerahan Avtur Untuk Keperluan Penerbangan Internasional. f. Ketentuan yang mengatur mengenai Toko Bebas Bea. g. Ketentuan yang mengatur mengenai Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah Atas Penyerahan Bahan Bakar Nabati Di Dalam Negeri. h. Ketentuan yang mengatur mengenai Perlakuan Kepabeanan, Perpajakan, dan Cukai Serta Pengawasan Atas dan Pengeluaran Barang Ke dan Dari Serta Berada Di Kawasan Yang Telah Ditunjuk Sebagai Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas. i. Ketentuan yang mengatur mengenai Tata Cara Pengawasan, Halaman 67

76 Pengadministrasian, Pembayaran, serta Pelunasan Pajak Pertambahan Nilai dan/atau Pajak Penjualan Atas Barang Mewah Atas Pengeluaran dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak Dari Kawasan Bebas Ke Tempat Lain Dalam Daerah Pabean dan Pemasukan dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak Dari Tempat Lain Dalam Daerah Pabean Ke Kawasan Bebas. j. Ketentuan yang mengatur mengenai Tata Cara Pemasukan dan Pengeluaran Barang Ke dan Dari Kawasan Yang Telah Ditunjuk Sebagai Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas digunakan untuk penyerahan BKP dan/atau JKP yang mendapat fasilitas Dibebaskan dari pengenaan PPN. Kode ini digunakan atas penyerahan yang mendapat fasilitas dibebaskan dari pengenaan PPN, berdasarkan peraturan khusus yang berlaku antara lain: a. Ketentuan yang mengatur mengenai Impor dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu dan/atau Penyerahan Jasa Kena Pajak Tertentu yang Dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai. b. Ketentuan yang mengatur mengenai Impor dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang Bersifat Strategis yang Dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai. c. Ketentuan yang mengatur mengenai pemberian pembebasan Pajak Pertambahan Nilai dan/atau Pajak Penjualan atas Barang Mewah kepada Perwakilan Negara Asing dan Badan Internasional serta pejabatnya - 09 digunakan untuk penyerahan Aktiva Pasal 16D yang PPNnya dipungut oleh PKP Penjual yang melakukan penyerahan BKP. b. Penyerahan yang menggunakan Kode Transaksi '01' adalah penyerahan yang terutang PPN dan PPNnya dipungut oleh PKP Penjual yang melakukan penyerahan BKP dan/atau JKP yang jenis penyerahannya tidak termasuk dalam kategori: 1) penyerahan yang menggunakan DPP Nilai Lain (Kode 04); 2) penyerahan lainnya dan penyerahan kepada orang pribadi pemegang paspor luar negeri (turis asing) (Kode 06); dan/atau 3) penyerahan Aktiva Pasal 16D (Kode 09). c. Penyerahan yang menggunakan Kode Transaksi '02' atau '03' adalah penyerahan kepada Pemungut PPN yang PPNnya dipungut oleh Pemungut PPN, termasuk atas penyerahan dalam kategori: 1) penyerahan yang menggunakan DPP Nilai Lain (Kode 04); 2) penyerahan lainnya dan penyerahan kepada orang pribadi pemegang paspor luar negeri (turis asing) (Kode 06); dan/atau 3) penyerahan-aktiva Pasal 16D (Kode 09). d. Dalam hal atas penyerahan kepada Pemungut PPN, PPN yang terutang Halaman 68

77 dikecualikan dari pemungutan oleh Pemungut PPN, maka kode transaksi yang digunakan mengacu pada ketentuan sebagaimana dimaksud pada butir b di atas. e. Penyerahan yang mendapat fasilitas PPN tetap menggunakan Kode Transaksi '07' atau '08', termasuk penyerahan kepada Pemungut PPN. 2. Tata Cara Penggunaan Kode Status pada Faktur Pajak a. Kode Status, diisi dengan ketentuan sebagai berikut: 1) 0 (nol) untuk status normal; 2) 1 (satu) untuk status penggantian. b. Dalam hal diterbitkan Faktur Pajak pengganti ke-2, ke-3, dan seterusnya, maka Kode Status yang digunakan Kode Status '1'. 3. Tata Cara Penggunaan Nomor Seri Faktur Pajak a. Nomor Seri Faktur Pajak terdiri dari 11 (sebelas) digit nomor urut yang dipisahkan oleh 2 (dua) digit tahun penerbitan. b. Nomor Seri Faktur Pajak diberikan dalam bentuk blok nomor dengan jumlah sesuai permintaan PKP. Contoh: PKP meminta 100 Nomor Seri Faktur Pajak, maka Nomor Seri Faktur Pajak yang diberikan oleh Direktorat Jenderal Pajak dapat berupa: s.d ; s.d ; s.d , dan sebagainya. c. Nomor Seri Faktur Pajak digunakan untuk penerbitan Faktur Pajak dalam tahun yang sama dengan 2 (dua) digit tahun penerbitan yang tertera dalam Nomor Seri Faktur Pajak. Permohonan Kode Aktivasi Dan Password Untuk mendapatkan Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak, PKP harus mengajukan surat permohonan Kode Aktivasi dan Password ke Kantor Pelayanan Pajak tempat PKP dikukuhkan. Surat permohonan Kode Aktivasi dan Password harus diisi dengan lengkap dan ditandatangani oleh PKP dan disampaikan secara langsung ke Kantor Pelayanan Pajak tempat PKP dikukuhkan dengan menunjukkan asli kartu identitas sesuai dengan identitas yang tercantum dalam surat permohonan. Jika surat permohonan Kode Aktivasi dan Password ditandatangani oleh selain PKP, maka surat permohonan harus dilampiri dengan surat kuasa. Kantor Pelayanan Pajak menerbitkan Kode Aktivasi dan Password ke PKP dalam hal PKP memenuhi syarat sebagai berikut: a) PKP telah dilakukan Registrasi Ulang Pengusaha Kena Pajak oleh Kantor Pelayanan Pajak tempat PKP terdaftar berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER- 05/PJ/2012 dan perubahannya dan laporan hasil registrasi ulang/verifikasi menyatakan PKP tetap dikukuhkan; atau b) PKP telah dilakukan verifikasi berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 73/PMK.03/2012. Dalam hal PKP memenuhi persyaratan diatas, Kantor Pelayanan Pajak akan menerbitkan surat pemberitahuan Kode Aktivasi yang ditandatangani oleh Kepala Seksi Pelayanan atas Halaman 69

78 nama Kepala Kantor Pelayanan Pajak dan dikirim melalui pos dalam amplop tertutup ke alamat PKP. Selanjutnya Kantor Pelayanan Pajak akan mengirimkan Password melalui surat elektronik ( ) ke alamat PKP yang dicantumkan dalam surat permohonan Kode Aktivasi dan Password. Sebaliknya jika PKP tidak memenuhi peryaratan, Kantor Pelayanan Pajak menerbitkan surat pemberitahuan penolakan Kode Aktivasi dan Password. Dalam hal surat pemberitahuan Kode Aktivasi tidak diterima oleh PKP dan kembali pos (kempos), Kantor Pelayanan Pajak akan memberitahukan informasi tersebut melalui surat elektronik ( ) ke alamat PKP yang dicantumkan dalam surat permohonan Kode Aktivasi dan Password. PKP dapat mengajukan kembali surat permohonan Kode Aktivasi dan Password ke Kantor Pelayanan Pajak setelah memenuhi syarat dan/atau telah menyampaikan surat pemberitahuan perubahan alamat ke Kantor Pelayanan Pajak sesuai dengan prosedur pemberitahuan perubahan alamat. Dalam hal PKP tidak menerima Password karena kesalahan penulisan alamat pada Surat Permohonan Kode Aktivasi dan Password, PKP harus melakukan update . Surat pemberitahuan Kode Aktivasi yang hilang dapat dimintakan kembali ke Kantor Pelayanan Pajak dengan menyampaikan surat permohonan cetak ulang Kode Aktivasi dengan melampirkan fotokopi surat keterangan kehilangan dari kepolisian dan fotokopi bukti penerimaan surat dari Kantor Pelayanan Pajak atas surat permohonan Kode Aktivasi dan Password. Kantor Pelayanan Pajak menerbitkan surat pemberitahuan Kode Aktivasi atau surat pemberitahuan penolakan Kode Aktivasi dan Password dalam jangka waktu paling lama 3 hari kerja setelah surat permohonan diterima. PKP harus melakukan aktivasi wadah layanan perpajakan secara elektronik (Akun Pengusaha Kena Pajak) yang disediakan oleh Direktorat Jenderal Pajak dengan menggunakan Kode Aktivasi, melalui: a) Kantor Pelayanan Pajak tempat PKP dikukuhkan dengan menyampaikan surat Permintaan Aktivasi Akun Pengusaha Kena Pajak ; atau b) laman (website) yang ditentukan dan/atau disediakan oleh Direktorat Jenderal Pajak dengan mengikuti petunjuk pengisian (manual user) yang disediakan oleh Direktorat Jenderal Pajak. Aktivasi Akun Pengusaha Kena Pajak dilakukan secara jabatan oleh Direktorat Jenderal Pajak untuk PKP yang telah memperoleh Kode Aktivasi dan Password sebelum 1 Juli Permintaan Nomor Seri Faktur Pajak PKP dapat melakukan permintaan Nomor Seri Faktur Pajak melalui:kantor Pelayanan Pajak tempat PKP dikukuhkan dan/atau laman (website) yang ditentukan dan/atau disediakan oleh Direktorat Jenderal Pajak. Tata cara permintaan Nomor Seri Faktur Pajak adalah sebagai berikut : a. melalui Kantor Pelayanan Pajak tempat PKP dikukuhkan dilakukan dengan menggunakan surat permintaan Nomor Seri Faktur Pajak. b. melalui laman (website) yang ditentukan dan/atau disediakan oleh Direktorat Jenderal Pajak: 1) untuk PKP yang telah memiliki sertifikat elektronik; dan 2) mengikuti petunjuk pengisian (manual user) yang disediakan oleh Direktorat Jenderal Pajak. Halaman 70

79 Nomor Seri Faktur Pajak hanya diberikan kepada PKP yang telah memenuhi syarat sebagai berikut: a) telah memiliki Kode Aktivasi dan Password; b) telah melakukan aktivasi Akun Pengusaha Kena Pajak; dan c) telah melaporkan SPT Masa PPN untuk 3 (tiga) masa pajak terakhir yang telah jatuh tempo secara berturut-turut pada tanggal PKP mengajukan permintaan Nomor Seri Faktur Pajak. PKP yang tidak memenuhi diatas, tidak dapat diberikan Nomor Seri Faktur Pajak. Atas surat permintaan Nomor Seri Faktur Pajak yang disampaikan secara langsung ke Kantor Pelayanan Pajak dan memenuhi syarat, Kantor Pelayanan Pajak menerbitkan surat pemberian Nomor Seri Faktur Pajak ke PKP. Atas permintaan Nomor Seri Faktur Pajak yang disampaikan melalui laman (website) yang ditentukan dan/atau disediakan oleh Direktorat Jenderal Pajak dan memenuhi syarat, PKP akan menerima surat pemberian Nomor Seri Faktur Pajak dalam bentuk elektronik ke PKP. Dalam hal Surat pemberian Nomor Seri Faktur Pajak hilang, rusak, atau tidak tercetak dengan jelas, PKP dapat meminta surat pemberian Nomor Seri Faktur Pajak tersebut ke Kantor Pelayanan Pajak; atau melakukan cetak ulang surat pemberian Nomor Seri Faktur Pajak melalui laman (website) yang ditentukan dan/atau disediakan oleh Direktorat Jenderal Pajak. Sertifikat Elektronik Direktorat Jenderal Pajak memberikan sertifikat elektronik kepada PKP yang berfungsi sebagai otentifikasi pengguna layanan perpajakan secara elektronik yang disediakan oleh Direktorat Jenderal Pajak, berupa layanan permintaan Nomor Seri Faktur Pajak melalui laman (website) yang ditentukan dan/atau disediakan oleh Direktorat Jenderal Pajak dan penggunaan aplikasi atau sistem elektronik yang ditentukan dan/atau disediakan oleh Direktorat Jenderal Pajak untuk pembuatan Faktur Pajak berbentuk elektronik. Sertifikat elektronik tersebut diberikan kepada PKP setelah PKP mengajukan permintaan sertifikat elektronik dan menyetujui syarat dan ketentuan yang ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Pajak. Pengajuan permintaan sertifikat elektronik dapat dilakukan oleh PKP mulai 1 Januari 2015, melalui Kantor Pelayanan Pajak tempat PKP dikukuhkan dengan menyampaikan surat Permintaan Sertifikat Elektronik atau laman (website) yang ditentukan dan/atau disediakan oleh Direktorat Jenderal Pajak dengan mengikuti petunjuk pengisian (manual user) yang disediakan oleh Direktorat Jenderal Pajak. Pemberian sertifikat elektronik dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak kepada PKP melalui Kantor Pelayanan Pajak tempat PKP dikukuhkan atau melalui laman (website) yang ditentukan dan/atau disediakan oleh Direktorat Jenderal Pajak. PKP yang melakukan pemusatan tempat terutang Pajak Pertambahan Nilai dapat mengajukan permintaan sertifikat elektronik melalui laman (website) yang ditentukan dan/atau disediakan oleh Direktorat Jenderal Pajak, untuk: a) tempat kegiatan usaha yang tercantum dalam Surat Keputusan Pemusatan Tempat Terutang Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2) Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai; atau b) tempat kegiatan usaha yang mempunyai Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP Cabang) dalam hal pemusatan tempat terutang Pajak Pertambahan Nilai dilakukan secara Halaman 71

80 jabatan oleh Direktorat Jenderal Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) huruf a Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. 4. Faktur Pajak Pengganti Atas Faktur Pajak yang rusak, salah dalam pengisian, atau salah dalam penulisan, sehingga tidak memuat keterangan yang lengkap, jelas, dan benar, PKP yang menerbitkan Faktur Pajak tersebut dapat menerbitkan Faktur Pajak pengganti. Tata cara pembetulan atau penggantian faktur pajak yang rusak, salah dalam pengisian, atau salah dalam penulisan : 1. Atas permintaan Pengusaha Kena Pajak pembeli atau penerima Jasa Kena Pajak atau atas kemauan sendiri, Pengusaha Kena Pajak penjual atau pemberi Jasa Kena Pajak membuat Faktur Pajak Pengganti terhadap Faktur Pajak yang rusak, salah dalam pengisian, atau salah dalam penulisan. 2. Pembetulan Faktur Pajak yang salah dalam pengisian atau salah dalam penulisan tidak diperkenankan dengan cara menghapus, atau mencoret, atau dengan cara lain, selain dengan cara membuat Faktur Pajak Pengganti sebagaimana dimaksud dalam butir Penerbitan dan peruntukan Faktur Pajak Pengganti dilaksanakan seperti penerbitan dan peruntukan Faktur Pajak yang biasa sesuai dengan Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak yang telah ditetapkan pada Lampiran III Peraturan Direktur Jenderal Pajak. 4. Faktur Pajak Pengganti sebagaimana dimaksud pada butir 1, diisi berdasarkan keterangan yang seharusnya dan dilampiri dengan Faktur Pajak yang rusak, salah dalam pengisian atau salah dalam penulisan tersebut. 5. Faktur Pajak Pengganti tetap menggunakan Nomor Seri Faktur Pajak yang sama dengan Nomor Seri Faktur Pajak yang diganti. Sedangkan tanggal Faktur Pajak Pengganti diisi dengan tanggal pada saat Faktur Pajak Pengganti dibuat. 6. Pada Faktur Pajak Pengganti sebagaimana dimaksud pada butir 1, dibubuhkan cap yang mencantumkan Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak serta tanggal Faktur Pajak yang diganti. Pengusaha Kena Pajak dapat membuat cap tersebut seperti contoh berikut. Kode dan Nomor Seri serta tanggal Faktur Pajak yang diganti dapat diisi dengan cara manual. Faktur Pajak yang diganti : Kode dan Nomor Seri Tanggal :... : Penerbitan Faktur Pajak Pengganti mengakibatkan adanya kewajiban untuk membetulkan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai pada Masa Pajak terjadinya kesalahan pembuatan Faktur Pajak tersebut. 8. Faktur Pajak Pengganti dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai pada Masa Pajak yang sama dengan Masa Pajak dilaporkannya Faktur Pajak yang dilakukan penggantian dengan mencantumkan nilai dan/atau Halaman 72

81 keterangan yang sebenarnya atau sesungguhnya setelah penggantian. 9. Pelaporan Faktur Pajak Pengganti pada Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud pada butir 8 harus mencantumkan Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak yang diganti pada kolom yang telah ditentukan.. 5. Faktur Pajak Hilang Atas Faktur Pajak yang hilang, baik PKP yang menerbitkan maupun pihak yang menerima Faktur Pajak tersebut dapat membuat copy dari arsip Faktur Pajak Tata cara penggantian faktur pajak yang hilang : 1. Pengusaha Kena Pajak Penjual atau Pemberi Jasa Kena Pajak a. Pengusaha Kena Pajak penjual atau pemberi Jasa Kena Pajak dapat mengajukan permohonan tertulis untuk meminta copy dari Faktur Pajak yang hilang kepada Pengusaha Kena Pajak pembeli atau penerima Jasa Kena Pajak dengan tembusan kepada Kantor Pelayanan Pajak di tempat Pengusaha Kena Pajak penjual atau pemberi Jasa Kena Pajak dikukuhkan dan kepada Kantor Pelayanan Pajak di tempat Pengusaha Kena Pajak pembeli atau penerima Jasa Kena Pajak dikukuhkan. b. Berdasarkan permohonan dari Pengusaha Kena Pajak penjual atau pemberi Jasa Kena Pajak, Pengusaha Kena Pajak pembeli atau penerima Jasa Kena Pajak membuat copy dari arsip Faktur Pajak yang disimpan oleh Pengusaha Kena Pajak pembeli atau penerima Jasa Kena Pajak, untuk dilegalisasi oleh Kantor Pelayanan Pajak tempat Pengusaha Kena Pajak pembeli atau penerima Jasa Kena Pajak dikukuhkan. Copy dibuat dalam rangkap 2 (dua), yaitu : - Lembar ke-1 : diserahkan ke Pengusaha Kena Pajak penjual atau pemberi Jasa Kena Pajak melalui Pengusaha Kena Pajak pembeli atau penerima Jasa Kena Pajak. - Lembar ke-2 : arsip Kantor Pelayanan Pajak yang bersangkutan. c. Legalisasi diberikan oleh Kantor Pelayanan Pajak tempat Pengusaha Kena Pajak pembeli atau penerima Jasa Kena Pajak dikukuhkan setelah meneliti asli arsip Faktur Pajak dan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai dari Pengusaha Kena Pajak pembeli atau penerima Jasa Kena Pajak tersebut. d. Kantor Pelayanan Pajak tempat Pengusaha Kena Pajak penjual atau pemberi Jasa Kena Pajak dikukuhkan wajib melakukan penelitian atas Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai dari Pengusaha Kena Pajak penjual atau pemberi Jasa Kena Pajak untuk meyakinkan bahwa Faktur Pajak yang dilaporkan hilang tersebut sudah dilaporkan sebagai Pajak Keluaran. 2. Pengusaha Kena Pajak Pembeli atau Penerima Jasa Kena Pajak a. Pengusaha Kena Pajak pembeli atau penerima Jasa Kena Pajak dapat mengajukan permohonan tertulis untuk meminta copy dari Faktur Pajak yang hilang kepada Pengusaha Kena Pajak penjual atau pemberi Jasa Kena Pajak dengan tembusan kepada Kantor Pelayanan Pajak di tempat Pengusaha Kena Pajak pembeli atau penerima Jasa Kena Pajak dikukuhkan dan kepada Halaman 73

82 Kantor Pelayanan Pajak di tempat Pengusaha Kena Pajak penjual atau pemberi Jasa Kena Pajak dikukuhkan. b. Berdasarkan permohonan dari Pengusaha Kena Pajak pembeli atau penerima Jasa Kena Pajak, Pengusaha Kena Pajak penjual atau pemberi Jasa Kena Pajak membuat copy dari arsip Faktur Pajak yang disimpan oleh Pengusaha Kena Pajak penjual atau pemberi Jasa Kena Pajak, untuk dilegalisasi oleh Kantor Pelayanan Pajak tempat Pengusaha Kena Pajak penjual atau pemberi Jasa Kena Pajak dikukuhkan. Copy dibuat dalam rangkap 2 (dua), yaitu: - Lembar ke-1 : diserahkan ke Pengusaha Kena Pajak pembeli atau penerima Jasa Kena Pajak melalui Pengusaha Kena Pajak penjual atau pemberi Jasa Kena Pajak. - Lembar ke-2 : arsip Kantor Pelayanan Pajak yang bersangkutan. c. Legalisasi diberikan oleh Kantor Pelayanan Pajak tempat Pengusaha Kena Pajak penjual atau pemberi Jasa Kena Pajak dikukuhkan setelah meneliti asli arsip Faktur Pajak dan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai dari Pengusaha Kena Pajak penjual atau pemberi Jasa Kena Pajak tersebut. d. Kantor Pelayanan Pajak tempat Pengusaha Kena Pajak pembeli atau penerima Jasa Kena Pajak dikukuhkan wajib melakukan penelitian atas Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai dari Pengusaha Kena Pajak pembeli atau penerima Jasa Kena Pajak untuk meyakinkan bahwa Faktur Pajak yang dilaporkan hilang tersebut sudah dikreditkan sebagai Pajak Masukan. 6. Faktur Pajak Batal Dalam hal terdapat pembatalan transaksi penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang Faktur Pajak-nya telah diterbitkan, PKP yang menerbitkan Faktur Pajak harus melakukan pembatalan Faktur Pajak. Tata Cara Pembatalan Faktur Pajak : 1. Dalam hal terjadi pembatalan transaksi penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang Faktur Pajak-nya telah diterbitkan, maka Faktur Pajak tersebut harus dibatalkan. 2. Pembatalan transaksi harus didukung oleh bukti atau dokumen yang membuktikan bahwa telah terjadi pembatalan transaksi. Bukti dapat berupa pembatalan kontrak atau dokumen lain yang menunjukkan telah terjadi pembatalan transaksi. 3. Faktur Pajak yang dibatalkan harus tetap diadministrasi (disimpan) oleh Pengusaha Kena Pajak Penjual yang menerbitkan Faktur Pajak tersebut. 4. Pengusaha Kena Pajak Penjual yang membatalkan Faktur Pajak harus mengirimkan surat pemberitahuan dan copy dari Faktur Pajak yang dibatalkan ke Kantor Pelayanan Pajak tempat Pengusaha Kena Pajak Penjual dikukuhkan dan ke Kantor Pelayanan Pajak tempat Pengusaha Kena Pajak Pembeli dikukuhkan. 5. Dalam hal Pengusaha Kena Pajak Penjual belum melaporkan Faktur Pajak yang dibatalkan di dalam Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai, maka Pengusaha Kena Pajak penjual harus tetap melaporkan Faktur Pajak tersebut Halaman 74

83 dalam Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai dengan mencantumkan nilai 0 (nol) pada kolom DPP, PPN atau PPN dan PPnBM. 6. Dalam hal Pengusaha Kena Pajak Penjual telah melaporkan Faktur Pajak tersebut dalam Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai sebagai Faktur Pajak Keluaran, maka Pengusaha Kena Pajak penjual harus melakukan pembetulan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai Masa Pajak yang bersangkutan, dengan cara melaporkan Faktur Pajak yang dibatalkan tersebut dengan mencantumkan nilai 0 (nol) pada kolom DPP, PPN atau PPN dan PPnBM. 7. Dalam hal Pengusaha Kena Pajak Pembeli telah melaporkan Faktur Pajak tersebut dalam Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai sebagai Faktur Pajak Masukan, maka Pengusaha Kena Pajak Pembeli harus melakukan pembetulan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai Masa Pajak yang bersangkutan, dengan cara melaporkan Faktur Pajak yang dibatalkan tersebut dengan mencantumkan nilai 0 (nol) pada kolom DPP, PPN atau PPN dan PPnBM. 7. Pembetulan SPT Masa PPN akibat Pembatalan atau Penggantian Faktur Pajak Penerbitan Faktur Pajak pengganti atau pembatalan Faktur Pajak dapat dilakukan sepanjang terhadap Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai dimana Faktur Pajak yang diganti atau dibatalkan tersebut dilaporkan masih dapat dilakukan pembetulan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku. Pembetulan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai dapat dilakukan sepanjang terhadap Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai dimana Faktur Pajak yang diganti atau dibatalkan tersebut dilaporkan belum dilakukan pemeriksaan, belum dilakukan pemeriksaan bukti permulaan yang bersifat terbuka, dan/atau PKP belum menerima Surat Pemberitahuan Hasil Verifikasi. Pembeli Barang Kena Pajak dan/atau Penerima Jasa Kena Pajak yang telah melakukan pengkreditan Pajak Masukan atas Pajak Pertambahan Nilai pada Faktur Pajak yang diganti atau dibatalkan oleh PKP Penjual, harus melakukan pembetulan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai pada Masa Pajak dimana Faktur Pajak yang diganti atau dibatalkan tersebut dilaporkan, sepanjang terhadap Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai dimana Faktur Pajak yang diganti atau dibatalkan tersebut dilaporkan belum dilakukan pemeriksaan, belum dilakukan pemeriksaan bukti permulaan yang bersifat terbuka, dan/atau PKP belum menerima Surat Pemberitahuan Hasil Verifikasi. 8. Faktur Pajak Elektronik (e-faktur) Faktur Pajak berbentuk elektronik (e-faktur) adalah Faktur Pajak yang dibuat melalui aplikasi atau sistem elektronik yang ditentukan dan/atau disediakan oleh Direktorat Jenderal Pajak. Pengusaha Kena Pajak yang diwajibkan membuat e-faktur adalah Pengusaha Kena Pajak yang telah ditetapkan dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak. Aplikasi atau sistem elektronik yang ditentukan dan/atau disediakan oleh Direktorat Jenderal Pajak dilengkapi dengan petunjuk penggunaan (manual user) yang merupakan satu kesatuan dengan aplikasi atau sistem elektronik tersebut. e-faktur harus mencantumkan keterangan tentang penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang paling sedikit memuat: a. nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak yang menyerahkan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak; Halaman 75

84 b. nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak; c. jenis barang atau jasa, jumlah Harga Jual atau Penggantian, dan potongan harga; d. Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut; e. Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang dipungut; f. kode, nomor seri, dan tanggal pembuatan Faktur Pajak; dan g. nama dan tanda tangan yang berhak menandatangani Faktur Pajak. Tanda tangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf g berupa tanda tangan elektronik. e- Faktur dibuat dengan menggunakan mata uang Rupiah.Untuk penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang menggunakan mata uang selain Rupiah maka harus terlebih dahulu dikonversikan ke dalam mata uang Rupiah dengan menggunakan kurs yang berlaku menurut Keputusan Menteri Keuangan pada saat pembuatan e-faktur. Atas e-faktur yang salah dalam pengisian atau salah dalam penulisan, sehingga tidak memuat keterangan yang lengkap, jelas dan benar, Pengusaha Kena Pajak yang membuat e-faktur tersebut dapat membuat e-faktur pengganti melalui aplikasi atau sistem elektronik yang ditentukan dan/atau disediakan Direktorat Jenderal Pajak. Dalam hal terdapat pembatalan transaksi penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang e- Fakturnya telah dibuat, Pengusaha Kena Pajak yang membuat e-faktur harus melakukan pembatalan e-faktur melalui aplikasi atau sistem elektronik yang ditentukan dan/atau disediakan Direktorat Jenderal Pajak. Atas hasil cetak e-faktur yang rusak atau hilang, Pengusaha Kena Pajak yang membuat e-faktur dapat melakukan cetak ulang melalui aplikasi atau sistem elektronik yang ditentukan dan/atau disediakan Direktorat Jenderal Pajak. Atas data e-faktur yang rusak atau hilang, Pengusaha Kena Pajak dapat mengajukan permintaan data e-faktur ke Direktorat Jenderal Pajak melalui Kantor Pelayanan Pajak tempat Pengusaha Kena Pajak dikukuhkan dengan menyampaikan surat Permintaan data e-faktur. Permintaan data e-faktur terbatas pada data e-faktur yang telah diunggah (upload) ke Direktorat Jenderal Pajak dan telah memperoleh persetujuan dari Direktorat Jenderal Pajak. Dalam hal terjadi keadaan tertentu yang menyebabkan Pengusaha Kena Pajak tidak dapat membuat e-faktur, Pengusaha Kena Pajak diperkenankan untuk membuat Faktur Pajak berbentuk kertas (hardcopy). Keadaan tertentu yang menyebabkan Pengusaha Kena Pajak tidak dapat membuat e-faktur adalah keadaan yang disebabkan oleh peperangan, kerusuhan, revolusi, bencana alam, pemogokan, kebakaran, dan sebab lainnya di luar kuasa Pengusaha Kena Pajak, yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak. Dalam hal keadaan tertentu telah berakhir oleh Direktur Jenderal Pajak, data Faktur Pajak berbentuk kertas (hardcopy) yang dibuat dalam keadaan tertentu diunggah (upload) ke Direktorat Jenderal Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak melalui aplikasi atau sistem elektronik yang ditentukan dan/atau disediakan oleh Direktorat Jenderal Pajak untuk mendapatkan persetujuan dari Direktorat Jenderal Pajak. Bentuk e-faktur adalah berupa dokumen elektronik Faktur Pajak, yang merupakan hasil keluaran (output) dari aplikasi atau sistem elektronik yang ditentukan dan/atau disediakan oleh Direktorat Jenderal Pajak. e-faktur tidak diwajibkan untuk dicetak dalam bentuk kertas (hardcopy). e-faktur wajib dilaporkan oleh Pengusaha Kena Pajak ke Direktorat Jenderal Pajak dengan cara diunggah (upload) ke Direktorat Jenderal Pajak dan memperoleh persetujuan dari Halaman 76

85 Direktorat Jenderal Pajak. Pelaporan e-faktur dilakukan dengan menggunakan aplikasi atau sistem elektronik yang telah ditentukan dan/atau disediakan Direktorat Jenderal Pajak. Direktorat Jenderal Pajak memberikan persetujuan untuk setiap e-faktur yang telah diunggah (upload) sepanjang Nomor Seri Faktur Pajak yang digunakan untuk penomoran e-faktur tersebut adalah Nomor Seri Faktur Pajak yang diberikan oleh Direktorat Jenderal Pajak kepada Pengusaha Kena Pajak yang membuate-faktur sesuai dengan ketentuan yang berlaku. e- Faktur yang tidak memperoleh persetujuan dari Direktorat Jenderal Pajak bukan merupakan Faktur Pajak 9. Sanksi Terkait Faktur Pajak Sanksi Administrasi PKP yang menerbitkan Faktur Pajak Tidak Lengkap dikenai sanksi administrasi sesuai dengan Pasal 14 ayat (4) Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, sebesar 2% x Dasar Pengenaan Pajak. Dikecualikan dari ketentuan pengenaan sanksi sebagaimana diatur dalam Pasal 14 ayat (1) huruf e Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan adalah dalam hal Faktur Pajak tidak memuat keterangan mengenai : a. Nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak; atau b. Nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak, serta nama dan tandatangan yang berhak menandatangani Faktur Pajak untuk Pengusaha Kena Pajak Pedagang Eceran. PKP Pembeli Barang Kena Pajak atau Penerima Jasa Kena Pajak tidak dapat mengkreditkan Pajak Pertambahan Nilai yang tercantum di dalam Faktur Pajak Tidak Lengkap sesuai dengan ketentuan Pasal 9 ayat (2b) dan ayat (8) huruf f Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai. Sanksi Pidana Sesuai pasal 39 A Undang Undang KUP Setiap orang yang dengan sengaja menerbitkan faktur pajak tetapi belum dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 6 (enam) tahun serta denda paling sedikit 2 (dua) kali jumlah pajak dalam faktur pajak paling banyak 6 (enam) kali jumlah pajak dalam faktur pajak. Faktur pajak sebagai bukti pungutan pajak merupakan sarana administrasi yang sangat penting dalam pelaksanaan ketentuan Pajak Pertambahan Nilai. Sehingga setiap penyalahgunaan faktur pajak Pajak Pertambahan Nilai. Oleh karena itu, penyalahgunaan tersebut berupa penerbitan dan/atau penggunaan faktur pajak yang tidak berdasarkan transaksi yang sebenarnya dikenai sanksi pidana.. e. Nota Retur dan Nota Pembatalan Dalam hal Barang Kena Pajak yang diserahkan ternyata dikembalikan (retur) oleh Pembeli, Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dari Barang Kena Pajak yang dikembalikan tersebut dapat mengurangi Pajak Keluaran dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang terutang oleh Pengusaha Kena Pajak Penjual dan mengurangi: a. Pajak Masukan dari Pengusaha Kena Pajak Pembeli, dalam hal Pajak Masukan atas Barang Kena Pajak yang dikembalikan telah dikreditkan; Halaman 77

86 b. biaya atau harta bagi Pengusaha Kena Pajak Pembeli, dalam hal pajak atas Barang Kena Pajak yang dikembalikan tersebut tidak dikreditkan dan telah dibebankan sebagai biaya atau telah ditambahkan (dikapitalisasi) dalam harga perolehan harta tersebut; atau c. biaya atau harta bagi Pembeli yang bukan Pengusaha Kena Pajak dalam hal Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas Barang Kena Pajak yang dikembalikan tersebut telah dibebankan sebagai biaya atau telah ditambahkan (dikapitalisasi) dalam harga perolehan harta tersebut. Dalam hal Jasa Kena Pajak yang diserahkan ternyata dibatalkan, baik sebagian maupun seluruhnya oleh Penerima Jasa, Pajak Pertambahan Nilai dari Jasa Kena Pajak yang dibatalkan tersebut mengurangi Pajak Keluaran yang terutang oleh Pengusaha Kena Pajak Pemberi Jasa Kena Pajak dan mengurangi: a. Pajak Masukan dari Pengusaha Kena Pajak Penerima Jasa, dalam hal Pajak Masukan atas Jasa Kena Pajak yang dibatalkan telah dikreditkan; b. biaya atau harta bagi Pengusaha Kena Pajak Penerima Jasa, dalam hal Pajak Pertambahan Nilai atas Jasa Kena Pajak yang dibatalkan tersebut tidak dikreditkan dan telah dibebankan sebagai biaya atau telah ditambahkan (dikapitalisasi) dalam harga perolehan harta tersebut; atau c. biaya atau harta bagi Penerima Jasa yang bukan Pengusaha Kena Pajak dalam hal Pajak Pertambahan Nilai atas Jasa Kena Pajak yang dibatalkan tersebut telah dibebankan sebagai biaya atau telah ditambahkan (dikapitalisasi) dalam harga perolehan harta tersebut. Pengembalian Barang Kena Pajak dianggap tidak terjadi dalam hal Barang Kena Pajak yang dikembalikan diganti dengan Barang Kena Pajak yang sama, baik dalam jumlah fisik, jenis maupun harganya. Saat Pengembalian Barang Kena Pajak adalah saat Barang Kena Pajak tersebut dikembalikan oleh Pembeli. Saat Pembatalan Jasa Kena Pajak adalah saat dilakukannya pembatalan seluruhnya atau sebagian hak atau fasilitas atau kemudahan oleh pihak Penerima Jasa. Dalam hal terjadi Pengembalian Barang Kena Pajak Pembeli harus membuat dan menyampaikan nota retur kepada Pengusaha Kena Pajak Penjual. Nota retur paling sedikit harus mencantumkan: a. nomor urut nota retur; b. nomor, kode seri, dan tanggal Faktur Pajak dari Barang Kena Pajak yang dikembalikan; c. nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak Pembeli; d. nama, alamat, Nomor Pokok Wajib Pajak Pengusaha Kena Pajak Penjual; e. jenis barang, jumlah harga jual Barang Kena Pajak yang dikembalikan; f. Pajak Pertambahan Nilai atas Barang Kena Pajak yang dikembalikan, atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas Barang Kena Pajak yang tergolong mewah yang dikembalikan; g. tanggal pembuatan nota retur; dan h. nama dan tanda tangan yang berhak menandatangani nota retur. Nota retur harus dibuat pada saat Barang Kena Pajak dikembalikan. Halaman 78

87 Nota retur dibuat paling sedikit dalam rangkap 2 (dua) yaitu: a. lembar ke-1: untuk Pengusaha Kena Pajak Penjual; b. lembar ke-2: untuk arsip Pembeli. Dalam hal Pembeli bukan Pengusaha Kena Pajak, nota retur dibuat paling sedikit dalam rangkap 3 (tiga), dan lembar ke-3 harus disampaikan ke Kantor Pelayanan Pajak tempat Pembeli terdaftar. Pengembalian Barang Kena Pajak dianggap tidak terjadi dalam hal: a. nota retur tidak selengkapnya mencantumkan keterangan; b. nota retur tidak dibuat pada saat Barang Kena Pajak tersebut dikembalikan c. nota retur tidak disampaikan Dalam hal terjadi pembatalan penyerahan Jasa Kena PajakPenerima Jasa harus membuat dan menyampaikan nota pembatalan kepada Pengusaha Kena Pajak Pemberi Jasa Kena Pajak. Nota pembatalan paling sedikit harus mencantumkan: a. nomor nota pembatalan; b. nomor, kode seri dan tanggal Faktur Pajak dari Jasa Kena Pajak yang dibatalkan; c. nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak Penerima Jasa; d. nama, alamat, Nomor Pokok Wajib Pajak Pengusaha Kena Pajak Pemberi Jasa Kena Pajak; e. jenis jasa dan jumlah penggantian Jasa Kena Pajak yang dibatalkan; f. Pajak Pertambahan Nilai atas Jasa Kena Pajak yang dibatalkan; g. tanggal pembuatan nota pembatalan; dan h. nama dan tanda tangan yang berhak menandatangani nota pembatalan. Nota pembatalan harus dibuat pada saat Jasa Kena Pajak dibatalkan. C. Latihan Kasus 1 1. PT Bahtera menyerahkan Barang Kena Pajak secara langsung kepada Tuan Bambang dengan harga jual Rp pada tanggal 15 Mei Atas transaksi penyerahan Barang Kena Pajak tersebut PT Bahtera menerbitkan Faktur Pajak pada tanggal. dengan nilai PPN 2. Tanggal 27 Februari 2014 PT Buana menandatangani kontrak jual beli Barang Kena Pajak dengan PT Pratama dengan harga jual Rp Tanggal 2 Maret 2014 PT Pratama melakukan pembayaran uang muka sebesar Rp Penyerahan barang secara langsung dilakukan tanggal 10 Maret 2014 berikut dibuat tagihan. Pembayaran baru diterima tanggal 21 April Atas transaksi tersebut diterbitkan faktur pajak tanggal. Dengan nilai PPN 3. PT Kelana yang berkedudukan di Bandung menjual Barang Kena Pajak kepada PT Polonia di Medan dengan syarat pengiriman (term of delivery) loco gudang penjual (fob shipping point). Harga jual barang kena pajak tersebut Rp Barang Kena Pajak dikeluarkan dari gudang PT Kelana dan dikirim ke gudang PT Polonia pada tanggal 29 Maret 2014 dengan menggunakan perusahaan ekspedisi dengan tanggal DO (delivery order) 29 Maret Barang diterima oleh PT Polonia pada tanggal 15 April Atas transaksi penyerahan Barang Kena Pajak tersebut, PT Kelana menerbitkan Halaman 79

88 Faktur Pajak pada tanggal. 4. PT Teguh di Jakarta menjual Barang Kena Pajak kepada PT Sentosa di Semarang dengan syarat pengiriman (term of delivery) franco gudang pembeli (fob destination). Harga jual barang kena pajak tersebut Rp Barang dikeluarkan dari gudang PT Teguh dan dikirim ke gudang PT Sentosa pada tanggal 3 Juli 2014 dengan menggunakan perusahaan ekspedisi. Barang diterima oleh PT Sentosa pada tanggal 13 Juli Teguh wajib menerbitkan Faktur Pajak paling lama tanggal.. dengan nilai PPN 5. Terkait soal diatas, apabila PT Teguh menerbitkan faktur penjualan (invoice) pada tanggal 15 Juli 2014, yaitu setelah mendapat kepastian bahwa barang telah sampai kepembeli, maka atas penyerahan Barang Kena Pajak tersebut, PT Teguh wajib menerbitkan Faktur Pajak paling lama tanggal.. dengan nilai PPN 6. PT Bintara Properti membuat perjanjian jual beli sebuah rumah dengan Tn Amir senilai Rp Perjanjian ditandatangani tanggal 1 Mei Saat perjanjian ditandatangani rumah belum selesai dibangun, sehingga PT Bintara Properti membuat perjanjian penyerahan hak untuk menggunakan atau menguasai rumah tersebut pada tanggal 1 September 2014 saat rumah selesai dibangun. Atas transaksi ini harus dibuat faktur pajak paling lambat tanggal dengan nilai PPN. 7. Terkait soal diatas, apabila ternyata rumah tersebut pada tanggal 2 Agustus 2014 telah diserahkan atau berada dalam penguasaan pembeli, maka Atas transaksi ini harus dibuat faktur pajak paling lambat tanggal dengan nilai PPN. 8. PT Bintara Properti menjual sebuah rumah siap pakai dengan Tn Budi senilai Rp Rumah tersebut dijual dan diserahkan secara nyata tanggal 1 Agustus Perjanjian jual beli ditandatangani tanggal 1 September Faktur Pajak harus diterbitkan pada tanggal.. dengan nilai PPN.. 9. PT Lesmana menyewakan satu unit ruko kepada PT Gajah dengan masa kontrak selama 12 (dua belas) tahun. Dalam kontrak disepakati antara lain: a. PT Gajah mulai menggunakan ruko tersebut pada tanggal 1 Agustus b. Nilai kontrak sewa selama 12 (dua belas) tahun sebesar Rp ,00. c. Pembayaran sewa adalah tahunan dan disepakati dibayar setiap tanggal 30 Agustus dengan pembayaran sebesar Rp ,00 per tahun. Pada tanggal 30 Agustus 2014 PT Gajah melakukan pembayaran sewa untuk tahun pertama. Atas penyerahan Jasa Kena Pajak tersebut, PT Lesmana wajib menerbitkan Faktur Pajak pada tanggal dengan PPN sebesar. 10. PT Delima mengontrak Firma Bonafide Konsultan untuk memberikan jasa konsultasi manajemen dan pelatihan kepada staff marketing PT Delima selama 6 (enam) bulan dengan nilai kontrak sebesar Rp ,00. Pembayaran jasa konsultasi akan dilakukan setiap bulan. Firma Bonafide Konsultan mulai memberikan jasa konsultasi sejak tanggal 1 Agustus Pada tanggal 8 September 2014, Firma Bonafide Konsultan mengajukan tagihan untuk pembayaran jasa konsultasi bulan Agustus sebesar Rp ,00. PT Delima melakukan pembayaran atas tagihan tersebut pada tanggal 25 September Atas transaksi tersebut, Firma Bonafide Konsultan wajib menerbitkan Faktur Pajak pada tanggal dengan PPN sebesar Halaman 80

89 11. PT Telkomindo adalah suatu perusahaan jasa telekomunikasi. PT Telkomindo melakukan penagihan kepada pelanggan sesuai dengan periode pemakaian selama 1 (satu) bulan. Pengumpulan data-data pemakaian dari pelanggan memerlukan waktu beberapa hari, sehingga faktur penjualan baru dapat diterbitkan beberapa hari setelahnya. Untuk pemakaian oleh pelanggan pada tanggal 1-30 Juni 2014, PT Telkomindo menerbitkan faktur penjualan (melakukan penagihan) pada tanggal 5 Juli Untuk kasus ini, Faktur Pajak diterbitkan paling lama tanggal. 12. PT Primakarya membuat perjanjian pemborongan untuk pembangunan sebuah gedung senilai Rp a. Tanggal 1 April 2014, perjanjian pemborongan ditandatangani dan diterima uang muka sebesar Rp b. Tanggal 1 Mei 2014, pekerjaan selesai 20%, diterima pembayaran tahap ke-1 Rp c. Tanggal 1 Juni 2014, pekerjaan selesai 50%, diterima pembayaran tahap ke-2 Rp d. Tanggal 20 Juni 2014, pekerjaan selesai 80%, diterima pembayaran tahap ke-3 Rp e. Tanggal 25 Agustus 2014, pekerjaan selesai 100%, bangunan atau barang tidak bergerak diserahkan. f. Tanggal 1 September 2014, diterima pembayaran tahap akhir (ke-4) sebesar Rp g. Tanggal 1 Maret 2015, diterima pembayaran pelunasan seluruh jasa pemborongan. Dalam kasus ini harus dibuat faktur pajak tanggal.. dengan nilai PPN.. Kasus 2 Tn Hartawan bekerja pada PT ABADI sebuah perusahaan bergerak dalam bidang distributor barang elektronik. Tn Hartawan diminta oleh direktur perusahaan untuk mengurusi semua urusan pajak PT ABADI. Pada tanggal 20 Desember 2013 PT ABADI telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak. Berikut ini adalah transaksi yang dilakukan oleh PT ABADI 1) 21 Desember 2013 melakukan penjualan secara tunai 5 unit televisi kepada PT INDOTEVE dengan harga jual Rp ) 22 Desember 2013 menandatangani kontrak penjualan 30 unit radio kepada PT INDORADIO dengan harga jual Rp /unit. Penyerahan barang dilakukan tanggal 26 Desember 2013 sedangkan pembayaran baru diterima tanggal 30 Desember ) 2 Januari 2014 melakukan penjualan tunai 12 unit rice cooker kepada PT INDORICE dengan harga jual Rp /unit. Dalam rangka promosi awal tahun diberikan diskon 20% 4) 3 Januari 2014 Ditandatangani kontrak penjualan 10 unit kulkas kepada PT INDOKULKAS dengan harga jual yang disepakati Rp /unit. Bersamaan penandatanganan kontrak diterima pembayaran uang muka sebesar Rp Penyerahan barang dilakukan tanggal 5 Januari 2014 sedangkan pembayaran baru diterima tanggal 7 Januari Halaman 81

90 5) 8 Januari 2014 Ditandatangani kontrak penjualan 50 unit blender kepada PT INDOBLEND dengan harga jual yang disepakati Rp /unit. Bersamaan penandatanganan kontrak diterima pembayaran uang muka sebesar Rp Penyerahan barang dilakukan tannggal 10 Januari Pembayaran diterima tanggal 12 Januari dengan diberikan diskon Rp ) 13 Januari 2014 Ditandatangani kontrak pengadaan 4 unit alat pengatur suhu udara (AC) dengan Departemen Dalam Negeri. Harga jual yang disepakati adalah Rp /unit termasuk PPN. Penyerahan barang dilakukan tanggal 15 Januari 2014, penagihan tanggal 16 Januari 2014 sedangkan pembayaran diterima tanggal 17 Januari ) 18 Januari 2014 Penyualan tunai mesin jahit elektrik kepada PT INDOJAHIT dengan harga jual Rp Atas penyerahan ini mendapat fasilitas PPN dibebaskan 8) 19 Januari 2014 Penyualan tunai travo kepada PT INDOTRAVO dengan harga jual Rp Atas penyerahan ini mendapat fasilitas PPN tidak dipungut. 9) 20 Januari 2014 Memberikan hadiah Tn AMIR satu buah mesin cuci yang harga pasarnya Rp Dalam harga pasar tersebut sudah termasuk laba kotor 10% dari harga pokok. 10) 25 Januari 2014 Menjual 1 unit mobil pickup yang selama ini sebagai aktiva tetap untuk keperluan distribusi kepada PT INDOMOBIL dengan harga jual Rp Harga perolehan mobil tersebut Rp sedangkan nilai sisa bukunya Rp Pertanyaan : a. Bagaimana prosedur Tn Hartawan untuk mendapatkan nomor seri Faktur Pajak? b. Kewajiban apa yang harus dilakukan oleh Tn Hartawan sebelum menerbitkan dan/atau menandatangani faktur pajak? Kapan kewajiban ini paling lambat dilakukan? c. Wajib pajak telah diberikan nomor seri faktur pajak sebagai berikut : Tahun 2013 nomor seri : sd Tahun 2014 nomor seri : sd Terkait dengan transaksi diatas, tentukan; Nomor Faktur Pajak, Tanggal Faktur Pajak, Dasar Pengenaan Pajak dan PPN yang tercantum dalam Faktur Pajak. d. Bagaimana perlakuan atas nomor seri faktur pajak yang tersisa di tahun 2013? D. Rangkuman Faktur Pajak adalah bukti pungutan pajak yang dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak atau penyerahan Jasa Kena Pajak. Bentuk dan ukuran formulir Faktur Pajak disesuaikan dengan kepentingan Pengusaha Kena Pajak. Pengadaan formulir Faktur Pajak dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak. Faktur Pajak paling sedikit dibuat dalam 2 (dua) rangkap yang peruntukannya masing-masing sebagai berikut : a. Lembar ke-1, disampaikan kepada pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak. b. Lembar ke-2, untuk arsip Pengusaha Kena Pajak yang menerbitkan Faktur Pajak. Dalam hal Faktur Pajak dibuat lebih dari yang ditetapkan, maka harus dinyatakan secara jelas peruntukannya dalam lembar Faktur Pajak yang bersangkutan Jenis faktur pajak yang dikenal dalam praktik PPN adalah a. Faktur Pajak Halaman 82

91 b. Faktur Pajak Gabungan adalah Faktur Pajak yang meliputi seluruh penyerahan yang dilakukan kepada pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak yang sama selama satu bulan kalender. c. Dokumen tertentu dipersamakan dengan faktur pajak d. Faktur Pajak Pengusaha Kena Pajak Eceran (PKP PE) Faktur Pajak harus dibuat pada: a. saat penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak; b. saat penerimaan pembayaran dalam hal penerimaan pembayaran terjadi sebelum penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau sebelum penyerahan Jasa Kena Pajak; c. saat penerimaan pembayaran termin dalam hal penyerahan sebagian tahap pekerjaan; atau d. saat Pengusaha Kena Pajak rekanan menyampaikan tagihan kepada Bendahara Pemerintah sebagai Pemungut Pajak Pertambahan Nilai. Sedangkan untuk Faktur Pajak Gabungan harus dibuat paling lama pada akhir bulan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak E. Tes Formatif 5 1. Faktur Pajak adalah.yang dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak. a. bukti pemotongan pajak b. bukti pungutan pajak c. bukti pembayaran pajak d. bukti pelaporan pajak 2. Faktur pajak tidak wajib dibuat pada saat a. Penyerahan barang kena pajak b. Penyerahan jasa kena pajak c. Ekspor barang kena pajak berwujud d. Impor barang kena pajak 3. Faktur pajak dapat berbentuk a. Kertas dan elektronik b. Kertas dan virtual c. Virtual dan elektronik d. Elektronik dan virtual 4. Berikut ini faktur pajak yang dikenal dalam praktik pemungutan PPN saat ini a. Dokumen tertentu yang dipersamakan dengan faktur pajak b. Bukti potong c. Invoice komersial d. Packing list 5. Dokumen berikut ini merupakan jenis faktur pajak, kecuali. a. Faktur pajak gabungan b. Faktur pajak Pengusaha Kena Pajak Eceran c. Dokumen tertentu yang dipersamakan dengan faktur pajak d. Faktur penjualan 6. Faktur pajak pengusaha kena pajak eceran, yang dapat berupa: a. PIB Halaman 83

92 b. PEB c. Karcis d. SSP 7. Berikut ini merupakan dokumen terterntu yang dipelakukan sebagai faktur pajak, kecuali. a. Bukti tagihan atas penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak oleh Perusahaan Air Minum b. Bukti tagihan (Trading Confirmation) atas penyerahan Jasa Kena Pajak oleh perantara efek c. Bukti tagihan atas penyerahan Jasa Kena Pajak oleh perbankan d. Bukti tagihan atas penyerahan Jasa Kena Pajak oleh Perusahaan Pembiayaan 8. Berikut ini merupakan informasi yang harus dimuat di dalam faktur pajak, kecuali a. kode, nomor seri, dan tanggal pembuatan Faktur Pajak b. nama dan tanda tangan yang berhak menandatangani Faktur Pajak. c. jenis barang atau jasa, jumlah Harga Jual atau Penggantian, dan potongan harga d. Nomor telepon dan alamat 9. Informasi berikut ini tidak wajib dimuat dalam tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan faktur pajak. a. Nama yang melakukan ekspor atau penyerahan b. Alamat yang melakukan ekspor atau penyerahan c. NPWP yang melakukan ekspor atau penyerahan d. Nama pembeli 10. Faktur Pajak paling sedikit dibuat dalam.rangkap a. 1 b. 2 c. 3 d Penyerahan kepada BUMN yang PPN-nya dipungut oleh BUMN menggunakan kode faktur pajak a. 01 b. 02 c. 03 d Penyerahan kepada Bendaharawan Pemerintah yang PPN-nya dipungut Bendaharawan Pemerintah menggunakan kode faktur pajak a. 01 b. 02 c. 03 d Penyerahan yang mendapat fasilitas PPN tidak dipungut menggunakan kode faktur pajak a. 06 b. 07 Halaman 84

93 c. 08 d Penyerahan yang mendapat fasilitas PPN dibebaskan menggunakan kode faktur pajak a. 06 b. 07 c. 08 d Penyerahan aktiva tujuan semula tidak untuk diperjual belikan menggunakan kode faktur pajak a. 06 b. 07 c. 08 d. 09 F. Umpan Balik dan Tindak Lanjut Cocokkanlah jawaban Anda dengan Kunci Jawaban yang terdapat di bagian akhir Bahan Ajar. Hitunglah jawaban Anda yang benar. Kemudian gunakanlah rumus dibawah ini untuk mengetahui tingkat penguasaan anda terhadap materi ini. Rumus : Jumlah Soal Yang Dijawab Dengan Benar Nilai = x 100% Jumlah Soal Dengan hasil penghitungan itu dapat dilakukan klasifikasi penilaian, yaitu : Bila > 80%, Sangat Baik Bila 70% - 79%, Baik Bila 60% - 69%, Cukup Bila < 60%, Kurang Bila Anda mencapai penguasaan diatas 70% atau lebih, Anda dapat meneruskan ke Kegiatan Belajar 6, apabila belum supaya memperdalam terlebih dahulu Kegiatan Belajar 5. Halaman 85

94 Kegiatan Belajar 6 6. PENGHITUNGAN PPN A. Indikator a. Peserta diklat dapat melakukan penghitungan PPN kurang (lebih) bayar b. Peserta diklat dapatmenjelaskan Pengkreditan pajak masukan c. Peserta diklat dapat menghitung PPN menggunakan Deem Pajak Masukan B. Uraian dan Contoh a. Penghitungan PPN Kurang (Lebih) Bayar PPN yang kurang atau lebih dibayar dihitung dengan mengurangkan pajak masukan dari pajak keluaran. Pajak Keluaran adalah Pajak Pertambahan Nilai terutang yang wajib dipungut oleh Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak, penyerahan Jasa Kena Pajak, ekspor Barang Kena Pajak Berwujud, ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dan/atau ekspor Jasa Kena Pajak 46. Sedangkan Pajak Masukan adalah Pajak Pertambahan Nilai yang seharusnya sudah dibayar oleh Pengusaha Kena Pajak karena perolehan Barang Kena Pajak dan/atau perolehan Jasa Kena Pajak dan/atau pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean dan/atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean dan/atau impor Barang Kena Pajak. 47 Apabila dalam suatu Masa Pajak, Pajak Keluaran lebih besar daripada Pajak Masukan, selisihnya merupakan Pajak Pertambahan Nilai yang harus disetor oleh Pengusaha Kena Pajak. Penyetoran Pajak Pertambahan Nilai oleh Pengusaha Kena Pajak harus dilakukan paling lama akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya Masa Pajak dan sebelum Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai disampaikan. Contoh PKP A pada masa pajak April 2014 mempunyai jumlah pajak keluaran Rp dan jumlah pajak masukan PPN kurang (lebih) bayar dihitung sebagai berikut : pajak keluaran Rp masukan (Rp ) PPN kurang bayar Rp PPN kurang bayar sebesar Rp harus disetor ke kas negara paling lambat tanggal 31 Mei 2014 Apabila dalam suatu Masa Pajak, Pajak Masukan yang dapat dikreditkan lebih besar daripada Pajak Keluaran, selisihnya merupakan kelebihan pajak yang dikompensasikan ke Masa Pajak berikutnya. Atas kelebihan Pajak Masukan tersebut dapat diajukan permohonan pengembalian pada akhir tahun buku. Contoh PKP B pada masa Oktober memiliki pajak 46 Pasal 1 angka 25 UU No.42 Tahun Pasal 1 angka 24 UU No.42 Tahun 2009 Halaman 86

95 keluaran Rp dan pajak masukan Rp Masa November 2014 memiliki pajak keluaran Rp dan pajak masukan Rp Masa Desember memiliki pajak keluaran Rp dan pajak masukan Rp PPN yang kurang (lebih) bayar dihitung sebagai berikut : Masa Oktober 2014 Pajak keluaran Rp Pajak masukan (Rp ) PPN lebih bayar (Rp ) Masa November 2014 Pajak keluaran Rp Pajak masukan (Rp ) Kompensasi lebih bayar masa Oktober 2014 (Rp ) PPN lebih bayar (Rp ) Masa Desember 2014 Pajak keluaran Rp Pajak masukan (Rp ) Kompensasi lebih bayar masa November 2014 (Rp ) PPN lebih bayar (Rp ) Atas kelebihan bayar Rp dapat diajukan pengembalian di akhir tahun buku, yaitu Masa Desember 2014 Khusus untuk pengusaha kena pajak yang melakukan transaksi tertentu dapat diajukan permohonan pengembalian pada setiap Masa Pajak (tanpa menunggu akhir tahun buku) yaitu atas kelebihan Pajak Masukan oleh: a. Pengusaha Kena Pajak yang melakukan ekspor Barang Kena Pajak Berwujud; b. Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak kepada Pemungut Pajak Pertambahan Nilai; c. Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang Pajak Pertambahan Nilainya tidak dipungut; d. Pengusaha Kena Pajak yang melakukan ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud; e. Pengusaha Kena Pajak yang melakukan ekspor Jasa Kena Pajak; dan/atau f. Pengusaha Kena Pajak dalam tahap belum berproduksi Pemgusaha kena pajak wajib meelaporkan PPN yang kurang atau lebih bayar tiap masa pajak dengan menggunakan SPT Masa PPN. SPT Masa PPN wajib disampaikan paling lama akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya Masa Pajak. b. Pengkreditan Pajak Masukan Mengurangkan pajak masukan dari pajak keluaran dikenal dengan istilah pengkreditan pajak masukan. Terkait dengan pengkreditan pajak masukan harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut : a. Pajak Masukan dalam suatu Masa Pajak dikreditkan dengan Pajak Keluaran dalam Masa Pajak yang sama. b. Pajak Masukan yang dapat dikreditkan, tetapi belum dikreditkan dengan Pajak Keluaran pada Masa Pajak yang sama, dapat dikreditkan pada Masa Pajak berikutnya paling Halaman 87

96 lama tiga bulan setelah berakhirnya Masa Pajak yang bersangkutan sepanjang belum dibebankan sebagai biaya dan belum dilakukan pemeriksaan. c. Bagi Pengusaha Kena Pajak yang belum berproduksi sehingga belum melakukan penyerahan yang terutang pajak, Pajak Masukan atas perolehan dan/atau impor barang modal dapat dikreditkan. d. Pajak Masukan yang dikreditkan harus menggunakan Faktur Pajak yang memenuhi persyaratan formal dan material. e. Pengkreditan Pajak Masukan tidak dapat diberlakukan bagi pengeluaran untuk : 1) perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak sebelum pengusaha dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak. Ketentuan memberikan kepastian hukum bahwa Pajak Masukan yang diperoleh sebelum pengusaha dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak tidak dapat dikreditkan.contoh:pengusaha A melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak pada tanggal 19 April Pengukuhan sebagai Pengusaha Kena Pajak diberikan pada tanggal 20 April 2010 dan berlaku surut sejak tanggal 19 April Pajak Masukan yang diperoleh sebelum tanggal 19 April 2010 tidak dapat dikreditkan berdasarkan ketentuan ini. 2) perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang tidak mempunyai hubungan langsung dengan kegiatan usaha. Yang dimaksud dengan pengeluaran yang langsung berhubungan dengan kegiatan usaha adalah pengeluaran untuk kegiatan produksi, distribusi, pemasaran, dan manajemen. Ketentuan ini berlaku untuk semua bidang usaha. Agar dapat dikreditkan, Pajak Masukan juga harus memenuhi syarat bahwa pengeluaran tersebut berkaitan dengan adanya penyerahan yang terutang Pajak Pertambahan Nilai. Oleh karena itu, meskipun suatu pengeluaran telah memenuhi syarat adanya hubungan langsung dengan kegiatan usaha, masih dimungkinkan Pajak Masukan tersebut tidak dapat dikreditkan, yaitu apabila pengeluaran dimaksud tidak ada kaitannya dengan penyerahan yang terutang Pajak Pertambahan Nilai. 3) perolehan dan pemeliharaan kendaraan bermotor berupa sedan dan station wagon, kecuali merupakan barang dagangan atau disewakan. 4) pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean sebelum pengusaha dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak. Ketentuan ini memberikan kepastian hukum bahwa Pajak Masukan yang diperoleh sebelum pengusaha dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak tidak dapat dikreditkan. Contoh: Pengusaha A melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak pada tanggal 19 April Pengukuhan sebagai Pengusaha Kena Pajak diberikan pada tanggal 20 April 2010 dan berlaku surut sejak tanggal 19 April Pajak Masukan atas pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean yang diperoleh sebelum tanggal 19 April 2010 tidak dapat dikreditkan berdasarkan ketentuan ini. 5) perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang Faktur Pajaknya tidak memuat informasi minimal yang harus dicantumkan atau tidak mencantumkan Halaman 88

97 nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak 6) pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean yang Faktur Pajaknya tidak memenuhi persyaratan informasi minimal yang harus dicantumkan 7) perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang Pajak Masukannya ditagih dengan penerbitan ketetapan pajak. Dalam hal tertentu dapat terjadi Pengusaha Kena Pajak baru membayar Pajak Pertambahan Nilai yang terutang atas perolehan atau pemanfaatan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak setelah diterbitkan ketetapan pajak. Pajak Pertambahan Nilai yang dibayar atas ketetapan pajak tersebut tidak merupakan Pajak Masukan yang dapat dikreditkan. 8) perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang Pajak Masukannya tidak dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai, yang ditemukan pada waktu dilakukan pemeriksaan Sesuai dengan sistem self assessment, Pengusaha Kena Pajak wajib melaporkan seluruh kegiatan usahanya dalam Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai. Selain itu, kepada Pengusaha Kena Pajak juga telah diberikan kesempatan untuk melakukan pembetulan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai sehingga sudah selayaknya jika Pajak Masukan yang tidak dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai tidak dapat dikreditkan. Contoh: Dalam Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai dilaporkan: Pajak Keluaran = Rp ,00 Pajak Masukan = Rp ,00 Dari hasil pemeriksaan diketahui: Pajak Keluaran = Rp ,00 Pajak Masukan = Rp ,00 Dalam hal ini, Pajak Masukan yang dapat dikreditkan tidak sebesar Rp ,00, tetapi tetap sebesar Rp ,00 sesuai dengan yang dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai. Dengan demikian, perhitungan hasil pemeriksaan Pajak Keluaran = Rp ,00 Pajak Masukan = Rp ,00 (-) Kurang Bayar menurut hasil pemeriksaan = Rp ,00 Kurang Bayar menurut Surat Pemberitahuan = Rp ,00 (-) Masih kurang dibayar = Rp ,00 9) perolehan Barang Kena Pajak selain barang modal atau Jasa Kena Pajak sebelum Pengusaha Kena Pajak berproduksi 10) Pajak Masukan yang berkenaan dengan penyerahan yang yang tidak terutang PPN atau mendapat fasilitas PPN dibebaskan Halaman 89

98 b. Penghitungan PPN Menggunakan Deem Pajak Masukan 1. Deem Pajak Masukan Bagi PKP Yang Mempunyai Peredaran Usaha Tertentu Pengusaha Kena Pajak yang dapat menggunakan pedoman penghitungan pengkreditan Pajak Masukan adalah Pengusaha Kena Pajak yang mempunyai peredaran usaha dalam 1 (satu) tahun buku tidak melebihi Rp ,00 (satu miliar delapan ratus juta rupiah). Pengusaha Kena Pajak dapat menggunakan pedoman penghitungan pengkreditan Pajak Masukan apabila memenuhi syarat : a. mempunyai peredaran usaha dalam dua tahun buku sebelumnya tidak melebihi Rp ,00 untuk setiap satu tahun buku; b. Wajib Pajak yang baru dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak. Besarnya Pajak Masukan yang dapat dikreditkan yang dihitung menggunakan pedoman penghitungan pengkreditan Pajak Masukan, yaitu sebesar : a. 60% dari Pajak Keluaran untuk penyerahan Jasa Kena Pajak b. 70% dari Pajak Keluaran untuk penyerahan Barang Kena Pajak. Dengan mekanisme ini pengusaha kena pajak yang melakukan penyerahan Jasa Kena Pajak akan berkewajiban menyetor PPN ke kas negara sebesar 4% dari jumlah peredaran bruto. Sedangkan pengusaha kena pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak akan berkewajiban menyetor PPN ke kas negara sebesar 3% dari jumlah peredaran bruto Pengusaha Kena Pajak yang menggunakan pedoman penghitungan pengkreditan Pajak Masukan menurut ketentuan yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan ini tidak dapat membebankan Pajak Pertambahan Nilai atas perolehan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak sebagai biaya untuk penghitungan Pajak Penghasilan. 2. Deem Pajak Masukan Bagi PKP Yang Melakukan Kegiatan Usaha Tertentu Pengusaha Kena Pajak yang melakukan Kegiatan Usaha Tertentu, dalam menghitung besarnya Pajak Masukan yang dapat dikreditkan, wajib menggunakan pedoman penghitungan pengkreditan Pajak Masukan. Kegiatan Usaha Tertentu adalah kegiatan usaha yang sematamata melakukan penyerahan kendaraan bermotor bekas secara eceran. Besarnya Pajak Masukan yang dapat dikreditkan yang dihitung menggunakan pedoman penghitungan pengkreditan Pajak Masukan, yaitu sebesar 90% dari Pajak Keluaran, dalam hal Pengusaha Kena Pajak melakukan penyerahan kendaraan bermotor bekas secara eceran. Dengan mekanisme ini pengusaha kena pajak yang melakukan kegiatan usaha yang semata-mata melakukan penyerahan kendaraan bermotor bekas secara eceran akan berkewajiban menyetor PPN ke kas negara sebesar 1% dari jumlah peredaran bruto Pengusaha Kena Pajak yang menggunakan pedoman penghitungan pengkreditan Pajak Masukan tidak dapat membebankan Pajak Pertambahan Nilai atas perolehan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak sebagai biaya untuk penghitungan Pajak Penghasilan. C. Latihan Kasus 1 PT GARMINDO sebuah perusahaan yang bergerak dalam bidang industri garmen telah terdaftar sebagai wajib pajak di KPP Pratama Cibinong sejak tanggal 25 April 2013 dan dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak tanggal 20 April Berikut ini transaksi yang dilakukan perusahaan. Halaman 90

99 10 April 2014 Pembelian mesin dari PT PRIMA (PKP) senilai Rp April 2014 Pembelian mesin dari PT INDOMESIN (PKP) senilai Rp April 2014 Pembelian benang dari PT LEWEYAN senilai Rp Mei 2014 Penjualan Baju kepada PT MATAHARI Rp Mei 2014 Pembelian kain dari PT KATUNINDO Rp Mei 2014 Pembelian mesin dari PT BUANA Rp Mei 2014 Penjualan kaos kepada PT RAMAYANA Rp Mei 2014 Pembelian bahan pewarna pakaian dari PT INDOCOLOR Rp dalam faktur pajak tidak dicantumkan nama dan NPWP pembeli 18 Mei 2014 Pembelian mobil sedan dari PT ASTRA Rp Mei 2014 Pembelian mobil truk dari PT INDOMOBIL Rp Mei 2014 Penjualan baju ke PT PUTRA PRIMA Rp dalam faktur pajak tidak dicantumkan nama dan NPWP pembeli 25 Mei 2014 Penjualan baju ke PT RAJAWALI Rp dalam faktur pajak tidak dicantumkan tanggal dan nomor seri 26 Mei 2014 Pembelian kain dari PT ABUDABI Rp dalam faktur pajak tidak dicantumkan tanggal dan nomor seri Keterangan : Pihak lawan transaksi dalam kasus ini semua berstatus pengusaha kena pajak Tanggal penerbitan Faktur dilakukan sesuai dengan ketentuan Pertanyaan : a. Hitung PPN Kurang (Lebih)Bayar b. Apakah atas penerbitan faktur tanggal 15 Mei 2014 dan 20 Mei 2014 Penjual dikenakan sanksi? Apakah faktur tersebut dapat dikredirkan oleh pembeli? c. Apakah atas penerbitan faktur tanggal 25 Mei 2014 dan 26 Mei 2014 Penjual dikenakan sanksi? Apakah faktur tersebut dapat dikredirkan oleh pembeli? Kasus 2 PT MAJU bergerak dalam bidang industri dan perdagangan sepatu dan sandal, telah terdaftar dan dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak sejak tanggal 2 Januari Berikut ini transaksi yang dilakukan oleh PT MAJU 3 Agustus 2014 Penjualan sepatu ke PT RAMAYANA Rp dengan diberikan diskon 15% 7 Agustus 2014 Penjualan sandal ke PT MATAHARI Rp termasuk PPN 9 Agustus 2014 Pembelian bahan baku kulit yang sudah disamak dari PT KULITKU Rp Agustus 2014 Pembelian meja kursi untuk dipakai di ruang tamu kantor pemasaran dari PT MEBELINDO Rp Agustus 2014 Pembelian meja kursi untuk dipakai di ruang tamu rumah dinas pegawai pemasaran PT MEBELKU Rp Agustus 2014 Diterima faktur pajak tertanggal 16 Mei 2014 dari PT MEGAH untuk pembelian karet sandal senilai Rp Faktur tersebut belum dikreditkan pada masa pajak Mei 2014 Halaman 91

100 18 Agustus 2014 Diterima faktur pajak tertanggal 30 April 2014 dari PT TALIKU untuk pembelian tali sepatu senilai Rp Faktur tersebut belum dikreditkan pada masa pajak April Agustus 2014 Penyerahan sepatu yang harga jualnya ke cabang medan 21 Agustus 2014 Menyumbangkan sepatu ke panti asuhan yang harga jual seharusnya Rp Agustus 2014 Menyerahkan sepatu cuma-cuma untuk promosi dan sample kepada PT ROBINSON Rp Agustus 2014 Menjual sisa potongan karet kepada pengepul barang bekas Rp Keterangan : Tanggal penerbitan Faktur dilakukan sesuai dengan ketentuan Kebijakan perusahaan laba kotor sebesar Rp 20% dari harga pokok Pertanyaan : a. Hitung PPN Kurang (Lebih)Bayar b. Tentukan batas waktu penyetoran dan pelaporan D. Rangkuman Pajak Masukan dalam suatu Masa Pajak dikreditkan dengan Pajak Keluaran dalam Masa Pajak yang sama. Pajak Masukan yang dapat dikreditkan, tetapi belum dikreditkan dengan Pajak Keluaran pada Masa Pajak yang sama, dapat dikreditkan pada Masa Pajak berikutnya paling lama tiga bulan setelah berakhirnya Masa Pajak yang bersangkutan sepanjang belum dibebankan sebagai biaya dan belum dilakukan pemeriksaan. Bagi Pengusaha Kena Pajak yang belum berproduksi sehingga belum melakukan penyerahan yang terutang pajak, Pajak Masukan atas perolehan dan/atau impor barang modal dapat dikreditkan. Pajak Masukan yang dikreditkan harus menggunakan Faktur Pajak yang memenuhi persyaratan formal dan material Apabila dalam suatu Masa Pajak, Pajak Keluaran lebih besar daripada Pajak Masukan, selisihnya merupakan Pajak Pertambahan Nilai yang harus disetor oleh Pengusaha Kena Pajak. Penyetoran Pajak Pertambahan Nilai oleh Pengusaha Kena Pajak harus dilakukan paling lama akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya Masa Pajak dan sebelum Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai disampaikan.surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai disampaikan paling lama akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya Masa Pajak. Apabila dalam suatu Masa Pajak, Pajak Masukan yang dapat dikreditkan lebih besar daripada Pajak Keluaran, selisihnya merupakan kelebihan pajak yang dikompensasikan ke Masa Pajak berikutnya. Atas kelebihan Pajak Masukan tersebut dapat diajukan permohonan pengembalian pada akhir tahun buku. E. Tes Formatif 6 1. PPN yang kurang atau lebih dibayar dihitung dengan a. mengurangkan pajak masukan dari pajak keluaran b. mengurangkan pajak keluaran dari pajak masukan c. mengurangkan hutang pajak dari kredit pajak d. tidak ada jawaban yang benar 2. PKP A mempunyai pajak keluaran Rp dan pajak masukan Rp pernyatan berikut ini yang benar adalah... Halaman 92

101 a. PPN kurang bayar Rp b. PPN kurang bayar Rp c. PPN lebih bayar Rp d. PPN lebih bayar Rp PKP B mempunyai pajak keluaran Rp dan pajak masukan Rp pernyatan berikut ini yang benar adalah... a. PPN kurang bayar Rp b. PPN kurang bayar Rp c. PPN lebih bayar Rp d. PPN lebih bayar Rp PKP C pada masa Maret 2014 mempunyai pajak keluaran Rp dan pajak masukan Rp pernyatan berikut ini yang benar adalah... a. PPN harus disetor paling lambat 31 Maret 2014 b. PPN harus disetor paling lambat 15 Maret 2014 c. PPN harus disetor paling lambat 30 April 2014 d. Tidak ada yang harus disetor 5. Terkait kasus diatas, PKP C harus melaporkan SPT Masa PPN paling lambat a. paling lambat 31 Maret 2014 b. paling lambat 15 Maret 2014 c. paling lambat 30 April 2014 d. Tidak ada yang harus dilapor 6. PKP D pada Masa Maret 2014 mempunyai pajak keluaran Rp dan pajak masukan Rp pernyatan berikut ini yang benar adalah... a. PKP D dapat mengajukan permohonan kelebihan pembayaran pajak pada masa Maret 2014 b. Kelebihan pembayaran pajak dikompensasi ke masa pajak April 2014 c. PPN harus disetor paling lambat 30 April 2014 d. Tidak ada jawaban yang benar 7. Pajak Masukan yang dapat dikreditkan, tetapi belum dikreditkan dengan Pajak Keluaran pada Masa Pajak yang sama, dapat dikreditkan pada Masa Pajak berikutnya paling lama... bulan setelah berakhirnya Masa Pajak yang bersangkutan sepanjang belum dibebankan sebagai biaya dan belum dilakukan pemeriksaan a. 1 b. 2 c. 3 d Bagi Pengusaha Kena Pajak yang belum berproduksi sehingga belum melakukan penyerahan yang terutang pajak, Pajak Masukan atas perolehan dan/atau impor barang modal... a. dapat dikreditkan b. tidak dapat dikreditkan c. dapat dikreditkan sepanjang ada persetujuan dari Dirjen Pajak d. tidak ada jawaban yang benar Halaman 93

102 9. Pajak Masukan yang dikreditkan harus menggunakan Faktur Pajak yang memenuhi persyaratan... a. Formal saja b. Material saja c. Formal dan material d. Formal dan material serta harus sudah dibayar 10. Pajak masukan atas perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak sebelum pengusaha dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak... a. Dapat dikreditkan b. Tidak dapat dikreditkan c. Tidak dapat dibebankan sebagai biaya d. dapat dikreditkan sepanjang tidak diperiksa 11. PKP A bergerak dalam bidang industri garmen, atas perolehan dan pemeliharaan kendaraan bermotor berupa sedan untuk pemasaran... a. Dapat dikreditkan b. Tidak dapat dikreditkan c. Tidak dapat dibebankan sebagai biaya d. dapat dikreditkan sepanjang tidak diperiksa 12. PKP B bergerak dalam bidang persewaan kendaraan, atas perolehan dan pemeliharaan kendaraan bermotor berupa sedan untuk disewakan... a. Dapat dikreditkan b. Tidak dapat dikreditkan c. Tidak dapat dibebankan sebagai biaya d. dapat dikreditkan sepanjang tidak diperiksa 13. Pengusaha kena pajak yang semata-mata melakukan penyerahan kendaraan bermotor bekas secara eceran... a. tidak wajib menghitung menggunakan deem pajak masukan b. wajib menghitung menggunakan deem pajak masukan c. boleh memilih menghitung menggunakan deem pajak masukan d. boleh memilih menghitung menggunakan deem pajak masukan setelah mendapat persetujuan dari Dirjen Pajak 14. Besarnya Pajak Masukan yang dapat dikreditkan Pengusaha Kena Pajak melakukan penyerahan kendaraan bermotor bekas secara eceran adalah... a. 90% dari Pajak Keluaran b. 80% dari Pajak Keluaran c. 70% dari Pajak Keluaran d. 60% dari Pajak Keluaran 15. Yang dimaksud dengan pengeluaran yang langsung berhubungan dengan kegiatan usaha adalah pengeluaran untuk kegiatan... a. manajemen saja b. produksi dan distribusi saja c. produksi distribusi dan pemasaran saja d. produksi distribusi, pemasaran, dan manajemen Halaman 94

103 F. Umpan Balik dan Tindak Lanjut Cocokkanlah jawaban Anda dengan Kunci Jawaban yang terdapat di bagian akhir Bahan Ajar. Hitunglah jawaban Anda yang benar. Kemudian gunakanlah rumus dibawah ini untuk mengetahui tingkat penguasaan anda terhadap materi ini. Rumus : Jumlah Soal Yang Dijawab Dengan Benar Nilai = x 100% Jumlah Soal Dengan hasil penghitungan itu dapat dilakukan klasifikasi penilaian, yaitu : Bila > 80%, Sangat Baik Bila 70% - 79%, Baik Bila 60% - 69%, Cukup Bila < 60%, Kurang Bila Anda mencapai penguasaan diatas 70% atau lebih, Anda dapat meneruskan ke Kegiatan Belajar 7, apabila belum supaya memperdalam terlebih dahulu Kegiatan Belajar 6. Halaman 95

104 Kegiatan Belajar 7 7. PAJAK PENJUALAN BARANG MEWAH A. Indikator a. Peserta diklat dapat menjelasakan karakteristik PPn BM b. Peserta diklat dapat menjelaskan jenis-jenis barang mewah dan tarif PPn BM c. Peserta diklat dapat menjelaskan mekanisme pengenaan PPn BM B. Uraian dan Contoh a. Karakteristik PPn BM Pajak penjualan barang mewah (PPn BM) adalah pajak yang dikenakan terhadap impor dan penyerahan barang-barang tertentu yang masuk dalam ketegori barang mewah. Seperti halnya PPN, PPn BM mempunyai karakteristik sebagai pajak atas konsumsi dalam negeri, merupakan tidak langsung dan pajak objektif. PPn BM sebagai pajak konsumsi dalam negeri artinya PPn BM dikenakan atas impor dan penyerahan barang mewah yang dilakukan di dalam negeri (dalam daerah pabean). Sebagai pajak tidak langsung artinya dalam transaksi dalam negeri pemikul beban PPn BM adalah pembeli, tapi yang berkewajiban menyetor ke kas negara adalah pihak penjual. Sedangkan PPn BM merupakan pajak objektif artinya PPn BM dikenakan atas peristiwa hukum yang terutang PPn BM (objek PPn BM) tanpa harus memperhatikan kondisi subjeknya. Namun, ada beberapa karakteristik PPn BM yang membedakannya dengan PPN, yaitu : a) PPn BM merupakan pungutan tambahan disamping PPN. Salah satu pertimbangan pengeanaan PPn BM sebagai pungutan tambahan disamping PPN adalah karakteristik PPN sebagai pajak objektif, dimana pengenaan PPN yang tidak memperhatikan kondisi subjeknya menimbulkan dampak regresifitas. 48 Sehingga untuk barang-barang yang masuk dalam kategori barang mewah selain dikenakan PPN juga akan dikenakan PPn BM. Dengan demikian pengenaan PPn BM tidak berdiri sendiri, semua barang yang dikenakan PPn BM pasti dikenakan PPN. Mekanisme pemungutan dan pelaporannya juga ikut dalam mekanisme PPN misalnya dalam penerbitan faktur pajak dan pelaporan SPT. b) PPn BM hanya dikenakan satu kali yaitu saat impor atau saat penyerahan di dalam negeri (dalam daerah pabean) barang kena pajak yang tergolong mewah oleh pabrikan yang menghasilkannya. 48 Yang dimaksud dengan regresifitas adalah semakin tinggi penghasilan seseorang maka beban pajak yang dipikul akan terasa semakin ringan. Contohnya sebuah barang harga jualnya Rp dikenakan pajak 10% yaitu Rp Bagi orang yang penghasilannya Rp beban Pajak IIni terasa lebih berat dibandingkan dengan orang yang penghasilannya Rp Artinya semakin tinggi penghasilan seseorang beban pajak terasa lebih ringan Halaman 96

105 c) PPn BM tidak dapat dikreditkan dengan PPN atau PPn BM. 49 Namun, pengusaha kena pajak yang mengekspor BKP yang tergolong mewah dapat meminta kembali PPn BM yang telah dibayar pada waktu perolehan BKP yang tergolong mewah yang diekspor tersebut. b. Jenis barang mewah dan tarif PPn BM Atas penyerahan Barang Kena Pajak yang tergolong mewah oleh produsen atau atas impor Barang Kena Pajak yang tergolong mewah, di samping dikenai Pajak Pertambahan Nilai, dikenai juga Pajak Penjualan atas Barang Mewah dengan pertimbangan bahwa: a. perlu keseimbangan pembebanan pajak antara konsumen yang berpenghasilan rendah dan konsumen yang berpenghasilan tinggi; b. perlu adanya pengendalian pola konsumsi atas Barang Kena Pajak yang tergolong mewah; c. perlu adanya perlindungan terhadap produsen kecil atau tradisional; dan d. perlu untuk mengamankan penerimaan negara. Undang Undang PPN memberikan kriteria suatu barang dimasukkan dalam kategori Barang Kena Pajak yang tergolong mewah yaitu : a. barang yang bukan merupakan barang kebutuhan pokok b. barang yang dikonsumsi oleh masyarakat tertentu c. barang yang pada umumnya dikonsumsi oleh masyarakat berpenghasilan tinggi; dan/atau d. barang yang dikonsumsi untuk menunjukkan status. Berdasarkan pasal 8 Undang Undang No.42 Tahun 2009 tarif PPn BM ditetapkan paling rendah 10% dan paling tinggi 200%. Sedangkan untuk Ekspor Barang Kena Pajak yang tergolong mewah dikenai pajak dengan tarif 0%. Ketentuan mengenai kelompok Barang Kena Pajak yang tergolong mewah yang dikenai Pajak Penjualan atas Barang Mewah dengan tarif diatur dengan Peraturan Pemerintah. Sedangkan ketentuan mengenai jenis Barang yang dikenai Pajak Penjualan atas Barang Mewah diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan. Dalam pelaksanaannya Barang Kena Pajak yang tergolong mewah dikelompokkan menjadi dua, yaitu : a. Barang kena pajak yang tergolong mewah berupa kendaraan bermotor b. Barang kena pajak yang tergolong mewah selain kendaraan bermotor. Daftar jenis dan tarif Barang kena pajak yang tergolong mewah selain kendaraan bermotor dapat dilihat di lampiran modul ini Adapun kelompok dan tarif barang kena pajak yang tergolong mewah berupa kendaraan bermotor adalah sebagai berikut : Kelompok Barang Kena Pajak yang tergolong mewah berupa kendaraan bermotor yang dikenai Pajak Penjualan atas Barang Mewah dengan tarif sebesar 10% adalah: a. kendaraan bemotor untuk pengangkutan 10 orang sampai dengan 15 orang termasuk pengemudi, dengan motor bakar cetus api atau nyala kompresi (diesel atau semi diesel) untuk semua kapasitas silinder; dan 49 Untung Sukardji. Pokok-Pokok Pajak Pertambahan Nilai Indonesia Edisi Revisi Rajawali Pers 50 Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2013 jo Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2014 Halaman 97

106 b. kendaraan bermotor untuk pengangkutan kurang dari 10 orang termasuk pengemudi selain sedan atau station wagon, dengan motor bakar cetus api atau nyala kompresi (diesel atau semi diesel) dengan sistem 1 gardan penggerak 4x2, dengan kapasitas isi silinder sampai dengan cc. 2. Kelompok Barang Kena Pajak yang tergolong mewah berupa kendaraan bermotor yang dikenai Pajak Penjualan atas Barang Mewah dengan tarif sebesar 20%, adalah: a. kendaraan bermotor untuk pengangkutan kurang dari 10 orang termasuk pengemudi selain sedan atau station wagon, dengan motor bakar cetus api atau nyala kompresi (diesel atau semi diesel), dengan sistem 1 gardan penggerak (4x2), dengan kapasitas isi silinder lebih dari cc sampai dengan cc; dan b. kendaraan bermotor dengan kabin ganda (double cabin) dalam bentuk kendaraan bak terbuka atau bak tertutup, dengan penumpang lebih dari 3 orang termasuk pengemudi, dengan motor bakar cetus api atau nyala kompresi (diesel atau semi diesel), dengan sistem 1 gardan penggerak (4x2) atau dengan sistem 2 gardan penggerak (4x4), untuk semua kapasitas isi silinder, dengan massa total tidak lebih dari 5 (lima) ton 3. Kelompok Barang Kena Pajak yang tergolong mewah berupa kendaraan bermotor yang dikenai Pajak Penjualan atas Barang Mewah dengan tarif sebesar 30% adalah kendaraan bermotor untuk pengangkutan kurang dari 10 orang termasuk pengemudi, berupa kendaraan bermotor untuk pengangkutan kurang dari 10 orang termasuk pengemudi berupa: a. kendaraan bermotor sedan atau station wagon dengan motor bakar cetus api atau nyala kompresi (diesel atau semi diesel) dengan kapasitas isi silinder sampai cc; dan b. kendaraan bermotor selain sedan atau station wagon dengan motor bakar cetus api atau nyala kompresi (diesel atau semi diesel) dengan sistem 2 gardan penggerak (4x4), dengan kapasitas isi silinder sampai cc. 4. Kelompok Barang Kena Pajak yang tergolong mewah berupa kendaraan bermotor yang dikenai Pajak Penjualan atas Barang Mewah dengan tarif sebesar 40% adalah kendaraan bermotor untuk pengangkutan kurang dari 10 orang termasuk pengemudi, berupa kendaraan bermotor untuk pengangkutan kurang dari 10 orang termasuk pengemudi, berupa: a. kendaraan bermotor selain sedan atau station wagon dengan motor bakar cetus api, dengan sistem 1 gardan penggerak (4x2) dengan kapasitas isi silinder lebih dari cc sampai dengan cc; b. kendaraan bermotor dengan motor bakar cetus api, berupa: 1. Sedan atau station wagon; dan 2. selain sedan atau station wagon dengan sistem 2 gardan penggerak (4x4), dengan kapasitas isi silinder lebih dari cc sampai dengan cc; fan c. kendaraan bermotor dengan motor bakar nyala kompresi (diesel atau semi diesel), berupa: 1. sedan atau station wagon; dan 2. selain sedan atau station wagon dengan sistem 2 gardan penggerak (4x4) dengan kapasitas isi silinder lebih dari cc sampai dengan cc. Halaman 98

107 5. Kelompok Barang Kena Pajak yang tergolong mewah berupa kendaraan bermotor yang dikenai Pajak Penjualan atas Barang Mewah dengan tarif sebesar 50% adalah semua jenis kendaraan khusus yang dibuat untuk golf. 6. Kelompok Barang Kena Pajak yang tergolong mewah berupa kendaraan bermotor yang dikenai Pajak Penjualan atas Barang Mewah dengan tarif sebesar 60%, adalah: a. kendaraan bermotor beroda dua dengan kapasitas isi silinder lebih dari 250 cc sampai dengan 500 cc; dan b. kendaraan khusus yang dibuat untuk perjalanan di atas salju, di pantai, di gunung, dan kendaraan semacam itu. 7. Kelompok Barang Kena Pajak yang tergolong mewah berupa kendaraan bermotor yang dikenai Pajak Penjualan atas Barang Mewah dengan tarif sebesar 125%, adalah: a. kendaraan bermotor untuk pengangkutan kurang dari 10 orang termasuk pengemudi, dengan motor bakar cetus api, berupa: 1. sedan atau station wagon; dan 2. selain sedan atau station wagon dengan sistem 1 gardan penggerak (4x2) atau dengan sistem 2 gardan penggerak (4x4), dengan kapasitas isi silinder lebih dari cc; b. kendaraan bermotor untuk pengangkutan kurang dari 10 orang termasuk pengemudi, dengan motor bakar nyala kompresi (diesel atau semi diesel) berupa: 1. sedan atau station wagon; dan 2. selain sedan atau station wagon dengan sistem 1 gardan penggerak (4x2) atau dengan sistem 2 gardan penggerak (4x4),dengan kapasitas isi silinder lebih dari cc; c. kendaraan bermotor beroda 2 dengan kapasitas isi silinder lebih dari 500 cc; dan d. trailer, semi-trailer dari tipe caravan, untuk perumahan atau kemah. Fasilitas untuk Mobil Murah Pemerintah memberikan fasilitas untuk mobil murah (low cost and green car), dengan memberikan pengurangan dasar pengenaan pajak. Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas Barang Kena Pajak yang tergolong mewah yang termasuk dalam kelompok kendaraan bermotor tarif 10%,20%,30%,40% dan 125% dihitung dengan Dasar Pengenaan Pajak sebesar: a. 75% (tujuh puluh lima persen) dari Harga Jual untuk kendaraan bermotor yang menggunakan teknologi advance diesel/petrol engine, dual petrol gas engine (converter kit CNG/LGV), biofuel engine, hybrid engine, CNG/LGV dedicated engine, dengan konsumsi bahan bakar minyak mulai dari 20 kilometer per liter sampai dengan 28 kilometer per liter atau bahan bakar lain yang setara dengan itu; b. 50% (lima puluh persen) dari Harga Jual untuk kendaraan bermotor yang menggunakan teknologi advance diesel/petrol engine, biofuel engine, hybrid engine, CNG/LGV dedicated engine, dengan konsumsi bahan bakar minyak lebih dari 28 kilometer per liter atau bahan bakar lain yang setara dengan itu; dan c. 0% (nol persen) dari Harga Jual untuk kendaraan bermotor yang termasuk program mobil hemat energi dan harga terjangkau, selain sedan atau station wagon, dengan persyaratan sebagai berikut: Halaman 99

108 1. motor bakar cetus api dengan kapasitas isi silinder sampai dengan cc dan konsumsi bahan bakar minyak paling sedikit 20 kilometer per liter atau bahan bakar lain yang setara dengan itu; atau 2. motor nyala kompresi (diesel atau semi diesel) dengan kapasitas isi silinder sampai dengan cc dan konsumsi bahan bakar minyak paling sedikit 20 kilometer per liter atau bahan bakar lain yang setara dengan itu. Pengecualian dan Fasilitas Pembebasan PPn BM PPnBM tidak dikenakan atas impor atau penyerahan: 51 a. Kendaraan CKD; b. Kendaraan Sasis; c. Kendaraan Pengangkutan Barang; d. Kendaraan bermotor beroda dua dengan kapasitas isi silinder sampai dengan 250 cc; dan e. Kendaraan bermotor untuk pengangkutan 16 (enam belas) orang atau lebih termasuk pengemudi. Pemerintah juga memberikan fasilitas pembebasan PPn BM untuk kendaraan tertentu. Kendaraan bermotor yang dibebaskan dari pengenaan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yaitu : a. kendaraan bermotor yang digunakan untuk kendaraan ambulan, kendaraan jenazah, kendaraan pemadam kebakaran, kendaraan tahanan, dan kendaraan angkutan umum; b. kendaraan bermotor yang digunakan untuk tujuan protokoler kenegaraan; c. kendaraan bermotor angkutan orang untuk 10 orang atau lebih termasuk pengemudi, dengan motor bakar nyala kompresi (diesel atau semi diesel) dengan semua kapasitas isi silinder sebagaimana dimaksud dalam yang digunakan untuk kendaraan dinas TNI atau POLRI; dan d. kendaraan bermotor yang digunakan untuk keperluan patroli TNI atau POLRI. Apabila kendaraan bermotor yang dibebaskan dari pengenaan Pajak Penjualan atas Barang Mewah tersebut dalam jangka waktu 5 tahun sejak impor atau perolehannya ternyata dipindahtangankan atau diubah peruntukannya sehingga tidak sesuai dengan tujuan semula, Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang terutang pada saat impor atau perolehannya tersebut wajib dibayar kembali dalam jangka waktu 1 bulan sejak Barang Kena Pajak tersebut dipindahtangankan atau diubah peruntukannya. Apabila dalam jangka waktu 1 bulan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang terutang tersebut tidak atau kurang dibayar, Direktur Jenderal Pajak menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) ditambah sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. c. Mekanisme Pengenaan PPn BM PPn BM hanya dikenakan satu kali yaitu saat impor atau saat penyerahan di dalam negeri (dalam daerah pabean) barang kena pajak yang tergolong mewah oleh pabrikan yang menghasilkannya. Pengenaan Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas impor Barang Kena Pajak yang tergolong mewah tidak memperhatikan siapa yang mengimpor Barang Kena Pajak tersebut serta tidak memperhatikan apakah impor tersebut dilakukan secara terus menerus 51 PMK No. 64/PMK.011/2014 Halaman 100

109 atau hanya sekali saja. Selain itu, pengenaan Pajak Penjualan atas Barang Mewah terhadap suatu penyerahan Barang Kena Pajak yang tergolong mewah tidak memperhatikan apakah suatu bagian dari Barang Kena Pajak tersebut telah dikenai atau tidak dikenai Pajak Penjualan atas Barang Mewah pada transaksi sebelumnya. PPn BM terutang atas penyerahan barang kena pajak yang tergolong mewah oleh pabrikan yang menghasilkannya. Yang termasuk dalam pengertian menghasilkan adalah kegiatan: a. merakit, yaitu menggabungkan bagian-bagian lepas dari suatu barang menjadi barang setengah jadi atau barang jadi, seperti merakit mobil, barang elektronik, dan perabot rumah tangga; b. memasak, yaitu mengolah barang dengan cara memanaskan baik dicampur bahan lain maupun tidak; c. mencampur, yaitu mempersatukan dua atau lebih unsur (zat) untuk menghasilkan satu atau lebih barang lain; d. mengemas, yaitu menempatkan suatu barang ke dalam suatu benda untuk melindunginya dari kerusakan dan/atau untuk meningkatkan pemasarannya; dan e. membotolkan, yaitu memasukkan minuman atau benda cair ke dalam botol yang ditutup menurut cara tertentu; serta kegiatan lain yang dapat dipersamakan dengan kegiatan itu atau menyuruh orang atau badan lain melakukan kegiatan tersebut. Untuk memberikan gambaran pengenaan PPn BM atas transaksi impor dan penyerahan oleh pabrikan dapat disimak ilustrasi berikut ini. Mekanisme PPn BM Impor PT IMPORTIR melakukan impor barang dengan nilai impor Rp Oleh PT IMPORTIR barang tersebut dijual ke PT DISTRIBUTOR dengan harga jual Rp Oleh PT DISTRIBUTOR tersebut dijual ke konsumen akhir dengan harga jual Rp Barang tersebut termasuk kelompok barang kena pajak yang tergolong mewah dikenakan PPn BM tarif 20%. Gambar 4. Mekanisme PPn BM Impor Halaman 101

110 Dalam kasus diatas PPn BM hanya dipungut satu kali saja yaitu pada saat impor oleh PT IMPORTIR. PPn BM yang dibayar oleh PT IMPORTIR saat impor tidak dapat dikreditkan, sehingga menjadi biaya (beban) bagi PT IMPORTIR. Atas penyerahan berikutnya oleh PT IMPORTIR ke PT DISTRIBUTOR dan dari PT DISTRIBUTOR ke KONSUMEN tidak lagi dikenakan PPn BM. Sedangkan untuk PPN, dipungut disemua rantai distribusi, mulai saat impor oleh PT IMPORTIR, penyerahan dari PT IMPORTIR ke PT DISTRIBUTOR dan dari PT DISTRIBUTOR ke KONSUMEN Pajak-pajak yang harus disetor ke kas negara oleh PT IMPORTIR terdiri dari PPN dan PPn BM dengan penghitungan sebagai berikut: Pajak keluaran Pajak masukan ( ) PPN Kurang Bayar PPn BM Pajak yang harus disetor ke kas negara oleh PT DISTRIBUTOR hanya dari PPN saja dengan penghitungan sebagai berikut: Pajak keluaran Pajak masukan ( ) PPN Kurang Bayar Mekanisme PPn BM Penyerahan oleh Pabrikan PT PABRIKAN menghasilkan barang yang termasuk dalak dalam kategori barang mewah. Oleh PT PABRIKAN barang tersebut dijual ke PT DISTRIBUTOR dengan harga jual Rp Oleh PT DISTRIBUTOR barang tersebut dijual ke PT PENGECER dengan harga jual Rp Oleh PT PENGECER barang tersebut dijual ke konsumen akhir dengan harga jual Rp Barang tersebut termasuk kelompok barang kena pajak yang tergolong mewah dikenakan PPn BM tarif 20%. Gambar 5. Mekanisme PPn BM Penyerahan Pabrikan Dalam kasus diatas PPn BM hanya dipungut satu kali saja yaitu pada saat penyerahan dari PT PABRIKAN ke PT DISTRIBUTOR. PPn BM yang dibayar oleh PT DISTRIBUTOR tidak dapat dikreditkan, sehingga menjadi biaya (beban) bagi PT DISTRIBUTOR. Atas penyerahan berikutnya oleh PT DISTRIBUTOR ke PT PENGECER dan dari PT PENGECER ke Halaman 102

111 KONSUMEN tidak lagi dikenakan PPn BM. Sedangkan untuk PPN, dipungut disemua rantai distribusi, mulai penyerahan PT PABRIKAN ke PT DISTRIBUTOR, penyerahan dari PT DISTRIBUTOR ke PT PENGECER dan dari PT PENGECER ke KONSUMEN Pajak-pajak yang harus disetor ke kas negara oleh PT PABRIKAN terdiri dari PPN dan PPn BM dengan penghitungan sebagai berikut: Pajak keluaran Pajak masukan - PPN Kurang Bayar PPn BM Pajak yang harus disetor ke kas negara oleh PT DISTRIBUTOR hanya dari PPN saja dengan penghitungan sebagai berikut: Pajak keluaran Pajak masukan ( ) PPN Kurang Bayar Pajak yang harus disetor ke kas negara oleh PT PENGECER hanya dari PPN saja dengan penghitungan sebagai berikut: Pajak keluaran Pajak masukan ( ) PPN Kurang Bayar C. Latihan Kasus 1 PT IMPORTIR mengimpor 100 unit mesin pengatur suhu udara (AC), biaya yang dikeluarkan sehubungan dengan impor tersebut Harga FOB Rp Asuransi Rp Pengangkutan Rp Biaya pengurusan Rp Bea Masuk 5% Oleh PT IMPORTIR AC tersebut dijual ke PT DISTRIBUTOR senilai Rp Oleh PT DISTRIBUTOR AC tersebut dijual ke PT KONSUMEN senilai Rp Asumsi : AC tersebut termasuk dalam kelompok Barang Mewah yang terutang PPn BM 20% Permasalahan : Hitung dan jelaskan mekanisme PPN dan PPn BM transaksi diatas Kasus 2 PT PABRIKAN memproduksi 100 unit mesin pengatur suhu udara (AC), biaya yang dikeluarkan sehubungan dengan produksi tersebut Pembelian Bahan baku dan komponen dari PT KOMPONEN Rp Biaya Upah Langsung Rp Oleh PT PABRIKAN AC tersebut dijual ke PT DISTRIBUTOR senilai Rp Oleh PT DISTRIBUTOR AC tersebut dijual ke PT KONSUMEN senilai Rp Asumsi : AC tersebut termasuk dalam kelompok Barang Mewah yang terutang PPn BM 20% Permasalahan : Hitung dan jelaskan mekanisme PPN dan PPn BM transaksi diatas Halaman 103

112 Kasus 3 PT. KARPET mengimpor 1000 lembar permadani dari Irak. Permadani tergolong sebagai Barang Kena Pajak yang tergolong mewah, sehingga atas impor permadani terutang PPnBM 40%. Sehubungan dengan itu, PT. KARPET telah membayar Rp yang meliputi Harga Impor (CIF), PPN 10% dan PPnBM 40% dan Bea Masuk 50%. Pada tanggal 7 Januari 2008, importir ini menyerahkan 50 lembar permadani tersebut kepada PT MATAHARI dengan harga kontrak Rp termasuk PPN. Hitung : a. Hitung PPN dan PPn BM ketika PT KARPET melakukan impor tersebut b. Hitung Harga jual permadani dari PT KARPET ke PT MATAHARI c. Hitung PPN dan PPn BM ketika PT KARPET menjual permadani tersebut ke PT MATAHARI Kasus 4 PT MONTORE adalah sebuah importir kendaraan bermotor yang memiliki unit perakitan sendiri. Pemasaran kendaraan bermotor hasil rakitannya dilakukan melalui anak perusahaannya PT MONTORA. Pada akhir Januari 2014, telah masuk di pelabuhan Tanjung Priok 300 unit sedan dalam bentuk CKD yang diimpor dari Korea dengan Harga Impor (CIF) Rp yang terutang Bea Masuk dengan tarif 50%. Setelah selesai dirakit, pada awal Maret 2014 sebanyak 200 unit diserahkan kepada PT Montora dengan harga penyerahan Rp per unit termasuk PPN dan PPnBM masing-masing dengan tarif 10% dan 20%. Kemudian 100 unit di antaranya oleh PT Montora diserahkan kepada sebuah perusahaan persewaan kendaraan bermotor PT SEWAN, dengan memperhitungkan nilai tambah sebesar Rp dalam harga jual per unitnya. Sejumlah 50 unit lagi oleh PT MONTORA diserahkan kepada dealer pada akhir April 2014 dengan memperhitungkan nilai tambah Rp dan diberikan potongan harga Rp per unitnya. Pada saat penyerahan, dealer membayar 30% dari seluruh kendaraan bermotor yang diterimanya. Hitung : a. Berapa PPN/PPnBM yang terutang atas penyerahan 200 unit sedan yang dilakukan oleh PT MONTORE kepada PT MONTORA? b. Berapa PPN/PPnBM yang wajib dibayar ke Bank Devisa sehubungan dengan impor tersebut? c. Berapa PPN yang terutang atas penyerahan 150 unit sedan oleh PT MONTORA? d. Berapa PPn BM yang harus dipungut pada saat penyerahan tersebut pada huruf c? D. Rangkuman Pajak penjualan barang mewah (PPn BM) adalah pajak yang dikenakan terhadap impor dan penyerahan barang-barang tertentu yang masuk dalam ketegori barang mewah. PPn BM mempunyai karakteristik yang membedakannya dengan pajak yang lain, yaitu : a) PPn BM merupakan pungutan tambahan disamping PPN. b) PPn BM hanya dikenakan satu kali yaitu saat impor atau saat penyerahan di dalam negeri (dalam daerah pabean) barang kena pajak yang tergolong mewah oleh pabrikan yang menghasilkannya. Halaman 104

113 c) PPn BM tidak dapat dikreditkan dengan PPN atau PPn BM. Latar belakang pengenaan PPn BM adalah: a. perlu keseimbangan pembebanan pajak antara konsumen yang berpenghasilan rendah dan konsumen yang berpenghasilan tinggi; b. perlu adanya pengendalian pola konsumsi atas Barang Kena Pajak yang tergolong mewah; c. perlu adanya perlindungan terhadap produsen kecil atau tradisional; dan d. perlu untuk mengamankan penerimaan negara. Undang Undang PPN memberikan kriteria suatu barang dimasukkan dalam kategori Kriteria Barang Kena Pajak yang tergolong mewah yaitu : a. barang yang bukan merupakan barang kebutuhan pokok; b. barang yang dikonsumsi oleh masyarakat tertentu; c. barang yang pada umumnya dikonsumsi oleh masyarakat berpenghasilan tinggi; dan/atau d. barang yang dikonsumsi untuk menunjukkan status. E. Tes Formatif 7 1. Pernyataan berikut ini yang benar adalah a. PPn BM merupakan pungutan tambahan disamping PPN b. PPn BM hanya dikenakan tiap rantai distribusi c. PPn BM dapat dikreditkan d. PPn BM merupakan pajak langsung 2. Kelemahan sistem PPN sehingga perlu dilakukan pemungutan PPn BM adalah a. Tarif PPN terlalu rendah b. PPN sebagai pajak objektif menimbulkan regresifitas c. PPN pajak tidak langsung d. PPN pajak konsumsi dalam negeri 3. Berikut ini merupakan latar belakang pengenaan PPn BM kecuali.. a. perlu keseimbangan pembebanan pajak antara konsumen yang berpenghasilan rendah dan konsumen yang berpenghasilan tinggi b. perlu adanya pengendalian pola konsumsi atas Barang Kena Pajak yang tergolong mewah c. membantu produsen kecil atau tradisional d. perlu untuk mengamankan penerimaan negara 4. Berikut ini kriteria Barang Kena Pajak yang tergolong mewah kecuali a. barang yang dikonsumsi oleh masyarakat tertentu b. barang yang merupakan barang kebutuhan pokok c. barang yang pada umumnya dikonsumsi oleh masyarakat berpenghasilan tinggi; dan/atau d. barang yang dikonsumsi untuk menunjukkan status 5. Berdasarkan pasal 8 Undang Undang No.42 Tahun 2009 tarif PPn BM ditetapkan paling rendah a. 5% b. 10% Halaman 105

114 c. 20% d. 30% 6. Berdasarkan pasal 8 Undang Undang No.42 Tahun 2009 tarif PPn BM ditetapkan paling rendah 10% dan paling tinggi a. 50% b. 75% c. 100% d. 200% 7. Barang Kena Pajak yang tergolong mewah dikelompokkan menjadi dua, yaitu : a. Barang berwujud dan tidak berwujud b. Barang bergerak dan tidak bergerak c. Barang diproduksi dalam negeri dan luar negeri d. Barang kena pajak yang tergolong mewah berupa kendaraan bermotor dan selain kendaraan bermotor 8. Pernyataan berikut ini yang benar adalah.. a. pengusaha kena pajak yang mengekspor BKP yang tergolong mewah dapat mengkreditkan PPn BM yang telah dibayar pada waktu perolehan BKP yang tergolong mewah yang diekspor tersebut. b. pengusaha kena pajak yang mengekspor BKP yang tergolong mewah dapat meminta kompensasi PPn BM yang telah dibayar pada waktu perolehan BKP yang tergolong mewah yang diekspor tersebut c. pengusaha kena pajak yang mengekspor BKP yang tergolong mewah dapat meminta kembali PPn BM yang telah dibayar pada waktu perolehan BKP yang tergolong mewah yang diekspor tersebut. d. Tidak ada jawaban yang benar 9. Ekspor Barang Kena Pajak yang tergolong mewah dikenai pajak dengan tarif a. 0% b. 10% c. 100% d. 200% 10. Kendaraan berikut ini mendapat fasilitas pembebasan PPn BM kecuali a. kendaraan bermotor yang digunakan untuk kendaraan ambulan, kendaraan jenazah, kendaraan pemadam kebakaran, kendaraan tahanan, dan kendaraan angkutan umum b. kendaraan bermotor yang digunakan untuk tujuan protokoler kenegaraan; c. kendaraan bermotor angkutan orang untuk kurang dari 10 termasuk pengemudi, dengan motor bakar nyala kompresi (diesel atau semi diesel) dengan semua kapasitas isi silinder sebagaimana dimaksud dalam yang digunakan untuk kendaraan dinas TNI atau POLRI d. kendaraan bermotor yang digunakan untuk keperluan patroli TNI atau POLRI 11. Apabila kendaraan bermotor yang dibebaskan dari pengenaan Pajak Penjualan atas Barang Mewah tersebut dalam jangka waktu 5 tahun sejak impor atau perolehannya ternyata dipindahtangankan atau diubah peruntukannya sehingga tidak sesuai dengan Halaman 106

115 tujuan semula, Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang terutang pada saat impor atau perolehannya tersebut a. Wajib dikompensasi b. Wajib direstitusi c. Wajib dibayar kembali d. Wajib dilaporkan 12. Mobil sedan mewah yang digunakan untuk taxi. a. Mendapatkan pembebasan PPN saja b. Mendapatkan pembebasan PPn BM saja c. Mendapatkan pembebasan PPN dan PPn BM d. Tidak mendapatkan pembebasan PPN dan PPn BM 13. PPn BM terutang atas penyerahan barang kena pajak yang tergolong mewah oleh pabrikan yang menghasilkannya. Yang tidak termasuk dalam pengertian menghasilkan adalah kegiatan. a. memasak b. mencampur c. mengaduk d. mengemas 14. Pernyataan berikut ini yang benar adalah a. Dalam transaksi impor PPn BM terutang satu kali yaitu saat penyerahan oleh importir b. Dalam transaksi impor PPn BM terutang satu kali yaitu saat impor oleh importir c. Dalam transaksi impor PPn BM terutang pada setiap rantai distribusi d. Tidak ada jawaban yang benar 15. Pernyataan berikut ini yang benar adalah a. Dalam transaksi penyerahan oleh Pabrikan PPn BM terutang satu kali yaitu saat penyerahan kepada Pabrikan b. Dalam transaksi penyerahan oleh Pabrikan PPn BM terutang satu kali yaitu saat penyerahan oleh Pabrikan c. Dalam transaksi penyerahan oleh PPn BM terutang pada setiap rantai distribusi d. Tidak ada jawaban yang benar F. Umpan Balik dan Tindak Lanjut Cocokkanlah jawaban Anda dengan Kunci Jawaban yang terdapat di bagian akhir Bahan Ajar. Hitunglah jawaban Anda yang benar. Kemudian gunakanlah rumus dibawah ini untuk mengetahui tingkat penguasaan anda terhadap materi ini. Rumus : Jumlah Soal Yang Dijawab Dengan Benar Nilai = x 100% Jumlah Soal Dengan hasil penghitungan itu dapat dilakukan klasifikasi penilaian, yaitu : Bila > 80%, Sangat Baik Bila 70% - 79%, Baik Bila 60% - 69%, Cukup Halaman 107

116 Bila < 60%, Kurang Bila Anda mencapai penguasaan diatas 70% atau lebih, Anda dapat meneruskan ke Kegiatan Belajar 8, apabila belum supaya memperdalam terlebih dahulu Kegiatan Belajar 7. Halaman 108

117 Kegiatan Belajar 8 8. PEMUNGUT PPN A. Indikator a. Peserta diklat dapat menyebutkan pihak-pihak yang ditunjuk sebagai pemungut PPN b. Peserta diklat dapat menjelaskan mekanisme pemungutan PPN oleh Pemungut PPN B. Uraian dan Contoh a. Pihak-Pihak yang Ditunjuk Sebagai Pemungut PPN Secara umum PPN yang terutang atas transaksi penyerahan BKP/JKP dipungut oleh PKP Penjual. Dengan demikian, pembeli BKP/JKP yang bersangkutan wajib membayar kepada PKP Penjual sebesar harga jual ditambah PPN yang terutang (10%). Namun demikian, apabila yang bertindak sebagai pembeli BKP/JKP tersebut berstatus Pemungut PPN (Pembeli Khusus), PPN yang terutang atas transaksi penyerahan BKP/JKP tidak dipungut oleh PKP Penjual, melainkan disetor langsung ke Kas Negara oleh Pemungut PPN tersebut. Dengan demikian, Pemungut PPN hanya membayar kepada PKP Penjual sebesar harga jual, sedangkan PPNnya (10%) disetor langsung ke Kas Negara. Adapun pihak-pihak yang ditunjuk debagai pemgut adalah: a. Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara (KPKN) serta Bendaharawan Pemerintah (Pusat/Daerah) yang dananya berasal dari APBN/APBD b. Kontraktor kontrak kerja sama pengusahaan minyak dan gas bumi dan kontraktor atau pemegang kuasa/pemegang izin pengusahaan sumber daya panas bumi c. Badan Usaha Milik Negara (BUMN) d. Badan usaha tertentu b. Mekanisme Pemungutan PPN oleh Pemungut PPN 1. Bendahara Pemerintah Mekanisme pemungutan PPN oleh bendahara pemerintah dapat digambarkan sebagai berikut ; 1. Pada saat PKP Rekanan mengajukan tagihan, wajib membuat: a) Faktur Pajak dan SSP, dengan ketentuan Faktur Pajak diisi dengan lengkap rangkap 3 dengan peruntukan : - lembar ke-1 untuk Bendaharawan pemerintah sebagai Pemungut PPN - lembar ke-2 untuk arsip PKP Rekanan - lembar ke-3 untuk KPP melalui Bendaharawan Pemerintah. Oleh Bendaharawan Pemerintah yang melakukan pemungutan, pada setiap lembar Faktur Pajak wajib dibubuhi cap Disetor tanggal.. dan ditandatangani oleh Bendaharawan Pemerintah yang bersangkutan. Halaman 109

118 Oleh KPKN yang melakukan pemungutan untuk kepentingan Bendaharawan Pemerintah, pada setiap lembar Faktur Pajak dicantumkan nomor dan tanggal advis SPM. b) SSP yang diisi adalah kolom identitas dan jumlah pajak terutang, sedangkan kolom lainnya tidak perlu diisi. Adapun jumlah lembar SSP dibuat rangkap 5. Setelah PPN dan PPnBM, atau PPN yang terutang disetor ke bank persepsi atau kantor pos, SSP tersebut didistribusikan : - lembar ke-1 untuk PKP Rekanan - lembar ke-2 untuk Kantor Pelayanan Pajak - lembar ke-3 untuk PKP Rekanan, akan dilampirkan pada SPT Masa PPN - lembar ke-4 untuk bank persepsi atau kantor pos. - lembar ke-5 untuk pertinggal Bendaharawan Pemerintah. Pada setiap lembar SSP ini oleh KPKN yang melakukan pemungutan pajak untuk kepentingan Bendaharawan Pemerintah dibubuhi nomor dan tanggal advis SPM. pada SSP lembar ke-1 dan lembar ke-2 dibubuhi cap TELAH DIBUKUKAN oleh KPKN. 2. Faktur Pajak dan SSP merupakan bukti pemungutan dan penyetoran PPN dan PPnBM. 3. Pemungut PPN wajib memungut pajak yang terutang pada saat pembayaran; 4. Penyetoran Pajak yang dipungut. Pajak yang dipungut oleh Bendaharawan selaku Pemungut PPN wajib disetor ke kas negara pajak yang dipungut paling lambat dalam PPN atau PPN dan PPnBM yang dipungut oleh Bendahara Pengeluaran sebagai Pemungut PPN, harus disetor paling lama 7 (tujuh) hari setelah tanggal pelaksanaan pembayaran kepada Pengusaha Kena Pajak Rekanan Pemerintah melalui Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara. 52 Dalam hal tanggal penyetoran jatuh pada hari libur, maka penyetoran dilakukan pada hari kerja berikutnya. PPN atau PPN dan PPnBM yang pemungutannya dilakukan oleh Pejabat Penandatangan Surat Perintah Membayar sebagai Pemungut PPN, harus disetor pada hari yang sama dengan pelaksanaan pembayaran kepada Pengusaha Kena Pajak Rekanan Pemerintah melalui Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara. 5. Pelaporan pajak yang telah dipungut dan disetor. Bendaharawan Pemerintah yang melakukan pemungutan dan penyetoran PPN dan PPnBM atau PPN wajib menyampaikan laporan kepada KPP tempat Bendaharawan Pemerintah terdaftar dengan menggunakan formulir Surat Pemberitahuan Masa Bagi Pemungut PPN Formulir 1107PUT yang dibuat dalam rangkap 2 paling lambat akhir bulan berikutnya setelah bulan dilakukan pembayaran atas tagihan, yang masing-masing diperuntukkan sebagai berikut : - lembar ke-1, dilampiri Faktur Pajak lembar ke-3 untuk KPP ; - lembar ke-2, untuk arsip Bendaharawan Pemerintah. 6. Beberapa pembayaran ini tidak perlu dilakukan pemungutan PPN oleh Pemungut PPN Bendahara Pemerintah, yaitu: a) Pembayaran yang jumlahnya tidak lebih dari Rp ,00 termasuk PPN dan PPnBM, dan tidak merupakan pembayaran yang terpecah-pecah. b) Pembayaran untuk pembebasan tanah. 52 Peraturan Menteri Keuangan No. 242/PMK.03/2014 Halaman 110

119 c) Pembayaran atas penyerahan BKP dan atau JKP yang mendapat fasilitas PPN tidak dipungut atau dibebaskan dari pengenaan PPN. d) Pembayaran untuk penyerahan BBM dan bukan BBM oleh PT (Persero) PERTAMINA. e) Pembayaran atas rekening telepon. f) Pembayaran untuk jasa angkutan udara yang diserahkan oleh perusahaan penerbangan. g) Pembayaran lainnya untuk penyerahan barang atau jasa yang tidak terutang PPN 2. Kontraktor Kontrak Kerja Sama Migas Sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 73/PMK.03/2010 kontraktor kontrak kerja sama pengusahaan minyak dan gas bumi dan kontraktor atau pemegang kuasa/pemegang izin pengusahaan sumber daya panas bumi ditunjuk untuk memungut, menyetor, dan melaporkan pajak pertambahan nilai atau pajak pertambahan nilai dan pajak penjualan atas barang mewah. Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang terutang atas penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak oleh Rekanan kepada Kontraktor atau Pemegang Kuasa/Pemegang Izin dipungut, disetor, dan dilaporkan oleh Kontraktor atau Pemegang Kuasa/Pemegang Izin. Jumlah Pajak Pertambahan Nilai yang harus dipungut oleh Kontraktor atau Pemegang Kuasa/Pemegang Izin adalah sebesar 10% dikalikan dengan Dasar Pengenaan Pajak. Dalam hal penyerahan Barang Kena Pajak selain terutang Pajak Pertambahan Nilai juga terutang Pajak Penjualan atas Barang Mewah, maka jumlah Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang harus dipungut oleh Kontraktor atau Pemegang Kuasa/Pemegang Izin adalah sebesar tarif Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang berlaku dikalikan dengan Dasar Pengenaan Pajak. Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah tidak dipungut oleh Kontraktor atau Pemegang Kuasa/Pemegang Izin dalam hal: a) pembayaran yang jumlahnya paling banyak Rp ,00 termasuk jumlah Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang terutang dan tidak merupakan pembayaran yang terpecah-pecah; b) pembayaran atas penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang menurut ketentuan perundang-undangan di bidang perpajakan mendapat fasilitas Pajak Pertambahan Nilai tidak dipungut atau dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai; c) pembayaran atas penyerahan bahan bakar minyak dan bahan bakar bukan minyak oleh PT Pertamina (Persero); d) pembayaran atas rekening telepon; e) pembayaran atas jasa angkutan udara yang diserahkan oleh perusahaan penerbangan; dan/atau f) pembayaran lainnya untuk penyerahan barang dan/atau jasa yang menurut ketentuan perundang-undangan di bidang perpajakan tidak dikenai Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah. Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang terutang sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf e dipungut, disetor, dan dilaporkan oleh Rekanan sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. Halaman 111

120 Rekanan wajib membuat Faktur Pajak untuk setiap penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak kepada Kontraktor atau Pemegang Kuasa/Pemegang Izin. Faktur Pajak harus dibuat pada saat: a. penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak; b. penerimaan pembayaran dalam hal penerimaan pembayaran terjadi sebelum penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau sebelum penyerahan Jasa Kena Pajak; atau c. penerimaan pembayaran termin dalam hal penyerahan sebagian tahap pekerjaan. Pemungutan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang dilakukan paling lama pada saat: a. penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak; b. penerimaan pembayaran dalam hal penerimaan pembayaran terjadi sebelum penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau sebelum penyerahan Jasa Kena Pajak; atau c. penerimaan pembayaran termin dalam hal penyerahan sebagian tahap pekerjaan. Kontraktor atau Pemegang Kuasa/Pemegang Izin wajib menyetorkan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang telah dipungut ke Kantor Pos/ Bank Persepsi paling lama tanggal 15 bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir. Kontraktor atau Pemegang Kuasa/Pemegang Izin wajib melaporkan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang telah dipungut ke Kantor Pelayanan Pajak tempat Kontraktor atau Pemegang Kuasa/Pemegang Izin terdaftar paling lama pada akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya Masa Pajak. Pelaporan atas pemungutan dan penyetoran Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dilakukan dengan menggunakan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai bagi pemungut Pajak Pertambahan Nilai. Adapun tata cara pemungutan dan penyetoran adalah sebagai berikut: 1. Rekanan wajib membuat Faktur Pajak dan SSP atas setiap penyerahan BKP dan/atau JKP kepada Kontraktor atau Pemegang Kuasa/Pemegang Izin. 2. Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada angka 1 dibuat sesuai dengan ketentuan di bidang perpajakan. 3. SSP sebagaimana dimaksud pada angka 1 diisi dengan membubuhkan NPWP serta identitas Rekanan, tetapi penandatanganan SSP dilakukan oleh Kontraktor atau Pemegang Kuasa/Pemegang Izin sebagai penyetor atas nama Rekanan. 4. Dalam hal penyerahan BKP selain terutang PPN juga terutang PPnBM, maka Rekanan harus mencantumkan juga jumlah PPnBM yang terutang pada Faktur Pajak. 5. Faktur Pajak sebagaimana dimaksud dalam angka 1dibuat dalam rangkap 3 (tiga): 1. lembar kesatu untuk Kontraktor atau Pemegang Kuasa/Pemegang Izin; 2. lembar kedua untuk Rekanan; dan 3. lembar ketiga untuk Kontraktor atau Pemegang Kuasa/Pemegang Izin yang dilampirkan pada SPT Masa PPN bagi Pemungut PPN. 6. SSP sebagaimana dimaksud dalam angka 1 dibuat dalam rangkap 5 (lima) dengan peruntukkan sebagai berikut: 1. lembar kesatu untuk Rekanan; 2. lembar kedua untuk KPPN melalui Bank Persepsi atau Kantor Pos; 3. lembar ketiga untuk Rekanan yang dilampirkan pada SPT Masa PPN; Halaman 112

121 4. lembar keempat untuk Bank Persepsi atau Kantor Pos; dan 5. lembar kelima untuk Kontraktor atau Pemegang Kuasa/Pemegang Izin yang dilampirkan pada SPT Masa PPN bagi Pemungut PPN. 7. Kontraktor atau Pemegang Kuasa/Pemegang Izin yang melakukan pemungutan wajib membubuhkan cap "Disetor Tanggal..." dan menandatanganinya pada Faktur Pajak sebagaimana dimaksud dalam angka Faktur Pajak dan SSP merupakan bukti pemungutan dan penyetoran PPN atau PPN dan PPnBM. Kontraktor atau Pemegang Kuasa/Pemegang Izin selaku pemungut PPN wajib melaporkan pemungutan dan penyetoran PPN dengan mengisi SPT Masa PPN Formulir 1107PUT. Pelaporan dilakukan setiap bulan ke KPP tempat Kontraktor atau Pemegang Kuasa/Pemegang Izin terdaftar paling lama akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya Masa Pajak, dilampiri Faktur Pajak lembar ke-3 dan SSP lembar ke Badan Usaha Milik Negara Badan Usaha Milik Negara ditunjuk sebagai pemungut Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah. Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang terutang atas penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak oleh rekanan kepada Badan Usaha Milik Negara dipungut, disetor, dan dilaporkan oleh Badan Usaha Milik Negara. Jumlah Pajak Pertambahan Nilai yang harus dipungut oleh Badan Usaha Milik Negara adalah sebesar 10% dikalikan dengan Dasar Pengenaan Pajak. Dalam hal atas penyerahan Barang Kena Pajak selain terutang Pajak Pertambahan Nilai juga terutang Pajak Penjualan atas Barang Mewah, jumlah Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang harus dipungut oleh Badan Usaha Milik Negara adalah sebesar tarif Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang berlaku dikalikan dengan Dasar Pengenaan Pajak. Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah tidak dipungut oleh Badan Usaha Milik Negara dalam hal : a) pembayaran yang jumlahnya paling banyak Rp ,00 termasuk jumlah Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang terutang dan tidak merupakan pembayaran yang terpecah-pecah; b) pembayaran atas penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang menurut ketentuan perundang-undangan di bidang perpajakan mendapat fasilitas Pajak Pertambahan Nilai tidak dipungut atau dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai; c) pembayaran atas penyerahan bahan bakar minyak dan bahan bakar bukan minyak oleh PT Pertamina (Persero); d) pembayaran atas rekening telepon; e) pembayaran atas jasa angkutan udara yang diserahkan oleh perusahaan penerbangan; dan/atau f) pembayaran lainnya untuk penyerahan barang dan/atau jasa yang menurut ketentuan perundang-undangan di bidang perpajakan tidak dikenai Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah. Halaman 113

122 Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang terutang sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf e, dipungut, disetor, dan dilaporkan oleh rekanan sesuai dengan peraturan perundangundangan di bidang perpajakan. Rekanan wajib membuat Faktur Pajak untuk setiap penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak kepada Badan Usaha Milik Negara. Faktur Pajak harus dibuat pada saat : a. penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak; b. penerimaan pembayaran dalam hal penerimaan pembayaran terjadi sebelum penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau sebelum penyerahan Jasa Kena Pajak; atau c. penerimaan pembayaran termin dalam hal penyerahan sebagian tahap pekerjaan. Pemungutan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dilakukan pada saat : a. penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak; b. penerimaan pembayaran dalam hal penerimaan pembayaran terjadi sebelum penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau sebelum penyerahan Jasa Kena Pajak; atau c. penerimaan pembayaran termin dalam hal penyerahan sebagian tahap pekerjaan. Badan Usaha Milik Negara wajib menyetorkan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang telah dipungut ke Kantor Pos/Bank Persepsi paling lama tanggal 15 bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir. Badan Usaha Milik Negara wajib melaporkan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang telah dipungut dan disetor ke Kantor Pelayanan Pajak tempat Badan Usaha Milik Negara terdaftar paling lama pada akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya Masa Pajak. Pelaporan atas pemungutan dan penyetoran Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dilakukan setiap bulan dengan menggunakan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai bagi pemungut Pajak Pertambahan Nilai. 4. Badan Usaha Tertentu Badan usaha tertentu ditunjuk sebagai pemungut Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah. Badan usaha tertentu tersebut meliputi: a. badan usaha milik negara yang dilakukan restrukturisasi oleh Pemerintah setelah berlakunya Peraturan Menteri ini, dan restrukturisasi tersebut dilakukan melalui pengalihan saham milik negara kepada badan usaha milik negara lainnya; b. badan usaha yang bergerak di bidang pupuk, yang telah dilakukan restrukturisasi oleh Pemerintah yaitu PT Pupuk Sriwidjaja Palembang, PT Petrokimia Gresik, PT Pupuk Kujang, PT Pupuk Kalimantan Timur, dan PT Pupuk Iskandar Muda; c. badan usaha tertentu yang dimiliki secara langsung oleh badan usaha milik negara yaitu PT Telekomunikasi Selular, PT Indonesia Power, PT Pembangkitan Jawa-Bali, PT Semen Padang, PT Semen Tonasa, PT Elnusa Tbk, PT Krakatau Wajatama, PT Rajawali Nusindo, PT Wijaya Karya Beton Tbk, PT Kimia Farma Apotek, PT Badak Natural Gas Liquefaction, PT Kimia Farma Trading & Distribution, PT Tambang Timah, PT Terminal Halaman 114

123 Petikemas Surabaya, PT Indonesia Comnets Plus, Bank Syariah Mandiri, Bank BRI Syariah, dan Bank BNI Syariah. Dalam hal badan usaha tertentu sebagaimana dimaksud pada huruf b dan huruf c melakukan perubahan nama badan usaha, badan usaha tertentu tersebut tetap ditunjuk sebagai Pemungut Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah. Jika badan usaha tertentu tidak lagi dimiliki secara langsung oleh badan usaha milik negara, badan usaha tertentu dimaksud tidak lagi ditunjuk sebagai pemungut Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah. C. Latihan Kasus 1 PT Batavia Computindo adalah rekanan dari Pemda Kota Depok, telah terdaftar sebagai wajib pajak di KPP Jakarta Tanjung Priok dengan NPWP : Pada tahun anggaran 2014 PT Batavia Computindo mendapat proyek pengadaan komputer untuk Pemda Kota Depok. Sesuai dengan Surat Perintah Kerja (SPK) tanggal 27 Februari 2014 nilai kontrak sebesar Rp termasuk PPN. Penyerahan barang dilakukan PT Batavia Computindo tanggal 10 Maret 2014, tagihan diajukan tanggal 11 Maret 2014 sedangkan realisasi pembayaran baru diterima tanggal 7 April Pertanyaan : a. Jelaskan kewajiban terkait PPN yang harus dipenuhi oleh PT Batavia Computindo selaku rekanan b. Jelaskan kewajiban terkait PPN yang harus dipenuhi oleh Bendahara Pemda Kota Depok selaku Pemungut PPN Kasus 2 Bendahara SD Negeri X pada bulan April 2015 melakukan pengeluaran sebagai berikut: (1) Pembayaran untuk pembelian ATK dari PT GRAMEDIA Rp (2) Pembayaran jasa pemborong kepada PT KONTRUKSINDO untuk pembangunan gedung kelas baru senilai Rp (3) Pembayaran tagihan telepon kepada PT TELKOM sebesar Rp (4) Pembayaran untuk pengadaan buku pelajaran umum kepada PT PENERBIT ERLANGGA Rp Atas penyerahan ini mendapat fasilitas PPN dibebaskan (5) Membayar gaji 10 orang guru masing-masing sebesar Rp Pertanyaan : Jelaskan aspek pemungutan PPN atas pembayaran yang dilakukan oleh Bendahara SD Negeri X D. Rangkuman Secara umum PPN yang terutang atas transaksi penyerahan BKP/JKP dipungut oleh PKP Penjual. Dengan demikian, pembeli BKP/JKP yang bersangkutan wajib membayar kepada PKP Penjual sebesar harga jual ditambah PPN yang terutang (10%). Namun demikian, apabila yang bertindak sebagai pembeli BKP/JKP tersebut berstatus Pemungut PPN (Pembeli Khusus), PPN yang terutang atas transaksi penyerahan BKP/JKP tidak dipungut oleh PKP Penjual, melainkan disetor langsung ke Kas Negara oleh Pemungut PPN tersebut. Dengan demikian, Halaman 115

124 Pemungut PPN hanya membayar kepada PKP Penjual sebesar harga jual, sedangkan PPNnya (10%) disetor langsung ke Kas Negara. Pemungut PPN (Pembeli Khusus) terdiri dari a. Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara (KPKN) serta Bendaharawan Pemerintah (Pusat/Daerah) yang dananya berasal dari APBN/APBD b. Kontraktor kontrak kerja sama pengusahaan minyak dan gas bumi dan kontraktor atau pemegang kuasa/pemegang izin pengusahaan sumber daya panas bumi. c. Badan Usaha Milik Negara (BUMN) d. Badan Usaha Tertentu E. Tes Formatif 8 1. Pihak-pihak berikut ini ditunjuk sebagai pemungut PPN, kecuali.. a. Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara (KPKN) serta Bendaharawan Pemerintah (Pusat/Daerah) yang dananya berasal dari APBN/APBD b. Kontraktor kontrak kerja sama pengusahaan minyak dan gas bumi dan kontraktor atau pemegang kuasa/pemegang izin pengusahaan sumber daya panas bumi. c. Badan Usaha Milik Negara (BUMN) d. Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) 2. Dalam mekanisme pemungutan PPN oleh pemungut PPN, yang berkewajiban menyetorkan PPN ke kas negara adalah a. Pihak penjual b. Pihak pembelii c. Pihak penjual dan pembeli d. Siapa saja boleh yang penting disetor 3. Pemungutan PPN oleh bendahara pemerintah selaku pemungut PPN, harus disetor ke kas negara paling lambat... a. Hari yang sama dengan hari dilakukan pembayaran atas tagihan b. 7 hari setelah tanggal pelaksanaan pembayaran c. 15 hari setelah bulan dilakukan pembayaran atas tagihan d. 30 hari setelah bulan dilakukan pembayaran atas tagihan 4. Pemungutan PPN oleh Kontraktor Kontrak Kerja Sama Migas selaku pemungut PPN, harus disetor ke kas negara paling lama... a. tanggal 7 bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir b. tanggal 15 bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir c. tanggal 20 bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir d. tanggal 30 bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir 5. Pemungutan PPN oleh BUMN selaku pemungut PPN, harus disetor ke kas negara paling lama... a. tanggal 7 bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir b. tanggal 15 bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir c. tanggal 20 bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir d. tanggal 30 bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir Halaman 116

125 6. Pada saat PKP Rekanan mengajukan tagihan kepada Bendahara Pemerintah selaku pemungut PPN, PKP Rekanan wajib membuatfaktur Pajak dan SSP, dengan ketentuan Faktur Pajak diisi dengan lengkap... a. rangkap 1 b. rangkap 2 c. rangkap 3 d. rangkap 4 7. Pembayaran berikut ini oleh Bendahara Pemerintah wajib dipungut PPN a. Pembayaran pembelian beras Rp b. Pembayaran untuk pembebasan tanah Rp c. Pembayaran atas rekening telepon Rp d. Pembayaran pembelian komputer Rp Bendahara pemerintah membayarkan jasa cetering ke Rumah Makan Sari Bundo, atas pembayaran ini.. a. Wajib dipungut PPN oleh bendahara pemerintan b. Wajib dipungut PPN oleh bendahara pemerintan Rumah Makan Sari Bundo c. Tidak dipungut PPN d. Tidak ada jawaban yang benar 9. Bendaharawan pemerintah melakukan pembayaran atas pembelian alat tuis kantor kepada rekanan PKP A sebagai berikut Harga jual Rp PPN Rp Jumlah Rp Atas pembayaran tersebut... a. Wajib dipungut PPN oleh Bendahara b. Tidak perlu dipungut PPN c. Dipungut PPN oleh PKP A d. Tidak terutang PPN 10. Pembayaran berikut ini yang harus dipungut PPN oleh Bendahara Pemerintah adalah... a. Pembayaran atas penyerahan BKP dan atau JKP yang mendapat fasilitas PPN tidak dipungut atau dibebaskan dari pengenaan PPN. b. Pembayaran untuk penyerahan BBM dan bukan BBM oleh PT (Persero) PERTAMINA. c. Pembayaran atas rekening telepon d. Pembayaran pembelian komputer Rp tidak terpecah-pecah 11. Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah tidak dipungut oleh Kontraktor atau Pemegang Kuasa/Pemegang Izin dalam hal pembayaran yang jumlahnya paling banyak... termasuk jumlah Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang terutang dan tidak merupakan pembayaran yang terpecah-pecah a. Rp ,00 b. Rp ,00 c. Rp ,00 d. Rp ,00 Halaman 117

126 12. Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah tidak dipungut oleh Badan Usaha Milik Negara dalam hal pembayaran yang jumlahnya paling banyak... termasuk jumlah Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang terutang dan tidak merupakan pembayaran yang terpecah-pecah a. Rp ,00 b. Rp ,00 c. Rp ,00 d. Rp , Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah tidak dipungut oleh Bendahara Pemerintah dalam hal pembayaran yang jumlahnya paling banyak... termasuk jumlah Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang terutang dan tidak merupakan pembayaran yang terpecah-pecah a. Rp ,00 b. Rp ,00 c. Rp ,00 d. Rp , Rekanan yang melakukan penyerahan barang kena pajak kepada pemungut PPN harus membuat faktur pajak saat... a. Menyampaikan tagihan b. Penyerahan barang kena pajak c. Pembayaran d. Tidak ada yang benar 15. Rekanan wajib membuat Faktur Pajak untuk setiap penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak kepada Badan Usaha Milik Negara. Faktur Pajak harus dibuat pada saat... a. Menyampaikan tagihan b. penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak c. Penandatanganan kontrak d. Tidak ada yang benar F. Umpan Balik dan Tindak Lanjut Cocokkanlah jawaban Anda dengan Kunci Jawaban yang terdapat di bagian akhir Bahan Ajar. Hitunglah jawaban Anda yang benar. Kemudian gunakanlah rumus dibawah ini untuk mengetahui tingkat penguasaan anda terhadap materi ini. Rumus : Jumlah Soal Yang Dijawab Dengan Benar Nilai = x 100% Jumlah Soal Dengan hasil penghitungan itu dapat dilakukan klasifikasi penilaian, yaitu : Bila > 80%, Sangat Baik Bila 70% - 79%, Baik Bila 60% - 69%, Cukup Halaman 118

127 Bila < 60%, Kurang Bila Anda mencapai penguasaan diatas 70% atau lebih, Anda dapat meneruskan ke Kegiatan Belajar 9, apabila belum supaya memperdalam terlebih dahulu Kegiatan Belajar 8. Halaman 119

128 Kegiatan Belajar 9 9. FASILITAS PPN A. Indikator a. Perserta diklat dapat menjelaskan dasar hukum, tujuan dan jenis fasilitas b. Perserta diklat dapat menjelaskan Fasilitas PPN Tidak Dipungut c. Perserta diklat dapat menjelaskan Fasilitas PPN Tidak Dipungut B. Uraian dan Contoh a. Dasar hukum, Tujuan dan Jenis Fasilitas Dasar hukum pemberian fasilitas PPN diatur dalam pasal 16B Undang Undang PPN. Dalam ketentuan tersebut diatur bahwa Pajak terutang tidak dipungut sebagian atau seluruhnya atau dibebaskan dari pengenaan pajak, baik untuk sementara waktu maupun selamanya, untuk: a. kegiatan di kawasan tertentu atau tempat tertentu di dalam Daerah Pabean; b. penyerahan Barang Kena Pajak tertentu atau penyerahan Jasa Kena Pajak tertentu; c. impor Barang Kena Pajak tertentu; d. pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud tertentu dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean; dan e. pemanfaatan Jasa Kena Pajak tertentu dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean, Dalam penjelasan pasal 16B Undang Undang PPN disebutkan bahwa tujuan dan maksud diberikannya kemudahan pada hakikatnya untuk memberikan fasilitas perpajakan yang benarbenar diperlukan terutama untuk berhasilnya sektor kegiatan ekonomi yang berprioritas tinggi dalam skala nasional, mendorong perkembangan dunia usaha dan meningkatkan daya saing, mendukung pertahanan nasional, serta memperlancar pembangunan nasional. Fasilitas dalam pasal 16B diberikan dalam dua bentuk, yaitu : a. Fasilitas PPN tidak dipungut b. Fasilitas PPN dibebaskan Perbedaaan kedua fasilitas ini dari sisi perlakuan pajak masukan, yaitu : Pajak Masukan yang dibayar untuk perolehan Barang Kena Pajak dan/atau perolehan Jasa Kena Pajak yang atas penyerahannya tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai dapat dikreditkan. Sedanngkan Pajak Masukan yang dibayar untuk perolehan Barang Kena Pajak dan/atau perolehan Jasa Kena Pajak yang atas penyerahannya dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai tidak dapat dikreditkan. Adanya perlakuan khusus berupa Pajak Pertambahan Nilai yang terutang, tetapi tidak dipungut, diartikan bahwa Pajak Masukan yang berkaitan dengan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang mendapat perlakuan khusus dimaksud tetap dapat dikreditkan. Dengan demikian, Pajak Pertambahan Nilai tetap terutang, tetapi tidak dipungut. Halaman 120

129 Contoh: Pengusaha Kena Pajak A memproduksi Barang Kena Pajak yang mendapat fasilitas dari negara, yaitu Pajak Pertambahan Nilai yang terutang atas penyerahan Barang Kena Pajak tersebut tidak dipungut selamanya (tidak sekadar ditunda). Untuk memproduksi Barang Kena Pajak tersebut, Pengusaha Kena Pajak A menggunakan Barang Kena Pajak lain dan/atau Jasa Kena Pajak sebagai bahan baku, bahan pembantu, barang modal, ataupun sebagai komponen biaya lain. Pada waktu membeli Barang Kena Pajak lain dan/atau Jasa Kena Pajak tersebut, Pengusaha Kena Pajak A membayar Pajak Pertambahan Nilai kepada Pengusaha Kena Pajak yang menjual atau menyerahkan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak tersebut. Jika Pajak Pertambahan Nilai yang dibayar oleh Pengusaha Kena Pajak A kepada Pengusaha Kena Pajak pemasok tersebut merupakan Pajak Masukan yang dapat dikreditkan dengan Pajak Keluaran, Pajak Masukan tetap dapat dikreditkan dengan Pajak Keluaran walaupun Pajak Keluaran tersebut nihil karena menikmati fasilitas Pajak Pertambahan Nilai tidak dipungut dari negara Berbeda dengan fasilitas PPN tidak dipungut, adanya perlakuan khusus berupa pembebasan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai mengakibatkan tidak adanya Pajak Keluaran, sehingga Pajak Masukan yang berkaitan dengan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang memperoleh pembebasan tersebut tidak dapat dikreditkan. Contoh: Pengusaha Kena Pajak B memproduksi Barang Kena Pajak yang mendapat fasilitas dari negara, yaitu atas penyerahan Barang Kena Pajak tersebut dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai. Untuk memproduksi Barang Kena Pajak tersebut, Pengusaha Kena Pajak B menggunakan Barang Kena Pajak lain dan/atau Jasa Kena Pajak sebagai bahan baku, bahan pembantu, barang modal, ataupun sebagai komponen biaya lain. Pada waktu membeli Barang Kena Pajak lain dan/atau Jasa Kena Pajak tersebut, Pengusaha Kena Pajak B membayar Pajak Pertambahan Nilai kepada Pengusaha Kena Pajak yang menjual atau menyerahkan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak tersebut. Meskipun Pajak Pertambahan Nilai yang dibayar oleh Pengusaha Kena Pajak B kepada Pengusaha Kena Pajak pemasok tersebut merupakan Pajak Masukan yang dapat dikreditkan, karena tidak ada Pajak Keluaran berhubung diberikannya fasilitas dibebaskan dari pengenaan pajak Pajak Masukan tersebut menjadi tidak dapat dikreditkan. b. Fasilitas PPN Tidak Dipungut 1. PPN dan PPn BM Tidak Dipungut Atas Impor Barang Kena Pajak Yang Dibebaskan Dari Pungutan Bea Masuk Dasar Hukum : Keputusan Menteri Keuangan Nomor 231/KMK.03/2001 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 616/PMK.03/2004 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 27/PMK.011/2012 Pada prinsipnya atas impor Barang Kena Pajak yang dibebaskan dari pungutan Bea Masuk tetap dipungut Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah berdasarkan ketentuan perundang-undangan perpajakan yang berlaku. Namun, atas impor sebagian Barang Kena Pajak yang dibebaskan dari pungutan Bea Masuk, tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah.yaitu untuk : Halaman 121

130 a. barang perwakilan negara asing beserta para pejabatnya yang bertugas di Indonesia berdasarkan asas timbal balik; b. barang untuk keperluan badan internasional yang diakui dan terdaftar pada Pemerintah Indonesia beserta pejabatnya yang bertugas di Indonesia dan tidak memegang paspor Indonesia; c. barang kiriman hadiah untuk keperluan ibadah umum, amal, sosial, atau kebudayaan; d. barang untuk keperluan museum, kebun binatang, dan tempat lain semacam itu yang terbuka untuk umum; e. barang untuk keperluan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan; f. barang untuk keperluan khusus kaum tunanetra dan penyandang cacat lainnya; g. peti atau kemasan lain yang berisi jenazah atau abu jenazah; h. barang pindahan Tenaga Kerja Indonesia yang bekerja di luar negeri, mahasiswa yang belajar di luar negeri, Pegawai Negeri Sipil, anggota Tentara Nasional Indonesia, atau anggota Kepolisian Republik Indonesia yang bertugas di luar negeri sekurangkurangnya selama 1 (satu) tahun, sepanjang barang tersebut tidak untuk diperdagangkan dan mendapat rekomendasi dari Perwakilan Republik Indonesia setempat; i. barang pribadi penumpang, awak sarana pengangkut, pelintas batas, dan barang kiriman sampai batas jumlah tertentu sesuai dengan ketentuan perundang-undangan Pabean; j. barang yang diimpor oleh Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah yang ditujukan untuk kepentingan umum; k. perlengkapan militer termasuk suku cadang yang diperuntukkan bagi keperluan pertahanan dan keamanan Negara; l. barang impor sementara; m. barang yang dipergunakan untuk kegiatan usaha eksplorasi hulu minyak dan gas bumi serta panas bumi. Fasilitas tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah dapat diberikan terhadap Barang Kena Pajak barang yang dipergunakan untuk kegiatan usaha eksplorasi hulu minyak dan gas bumi serta panas bumi sepanjang memenuhi ketentuan sebagai berikut: a. barang tersebut belum dapat diproduksi dalam negeri; b. barang tersebut sudah diproduksi dalam negeri, namun belum memenuhi spesifikasi yang dibutuhkan; atau c. barang tersebut sudah diproduksi dalam negeri, namun jumlahnya belum mencukupi kebutuhan industri. Untuk memperoleh fasilitas tersebut, Wajib Pajak harus mengajukan permohonan kepada Direktur Jenderal Bea dan Cukai bersamaan dengan permohonan untuk memperoleh fasilitas pembebasan bea masuk, dengan dilampiri Rencana Impor Barang (RIB) yang telah disetujui dan ditandasahkan oleh Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi atau Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, yang tata caranya mengikuti Ketentuan Perundangundangan Pabean. Halaman 122

131 2. Tempat Penimbunan Berikat Dasar hukum : Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2009 Tempat Penimbunan Berikat adalah bangunan, tempat, atau kawasan yang memenuhi persyaratan tertentu yang digunakan untuk menimbun barang dengan tujuan tertentu dengan mendapatkan penangguhan Bea Masuk. Tempat Penimbunan Berikat dapat berbentuk: a) Gudang Berikat; Gudang Berikat adalah Tempat Penimbunan Berikat untuk menimbun barang impor, dapat disertai 1 (satu) atau lebih kegiatan berupa pengemasan/pengemasan kembali, penyortiran, penggabungan (kitting), pengepakan, penyetelan, pemotongan, atas barangbarang tertentu dalam jangka waktu tertentu untuk dikeluarkan kembali b) Kawasan Berikat; Kawasan Berikat adalah Tempat Penimbunan Berikat untuk menimbun barang impor dan/atau barang yang berasal dari tempat lain dalam daerah pabean guna diolah atau digabungkan, yang hasilnya terutama untuk diekspor. c) Tempat Penyelenggaraan Pameran Berikat; Tempat Penyelenggaraan Pameran Berikat adalah Tempat Penimbunan Berikat untuk menimbun barang impor dalam jangka waktu tertentu, dengan atau tanpa barang dari dalam Daerah Pabean untuk dipamerkan. d) Toko Bebas Bea; Toko Bebas Bea adalah Tempat Penimbunan Berikat untuk menimbun barang asal impor dan/atau barang asal Daerah Pabean untuk dijual kepada orang tertentu e) Tempat Lelang Berikat Tempat Lelang Berikat adalah Tempat Penimbunan Berikat untuk menimbun barang impor dalam jangka waktu tertentu untuk dijual secara lelang. f) Kawasan Daur Ulang Berikat. Kawasan Daur Ulang Berikat adalah Tempat Penimbunan Berikat untuk menimbun barang impor dalam jangka waktu tertentu yang di dalamnya dilakukan kegiatan daur ulang limbah asal impor dan/atau asal Daerah Pabean sehingga menjadi produk yang mempunyai nilai tambah serta nilai ekonomi yang lebih tinggi Penyerahan jasa kena pajak dalam, ke, atau dari Tempat Penimbunan Berikat dikenakan dan dipungut Pajak Pertambahan Nilai sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. Atas pemanfaatan barang kena pajak tidak berwujud dan/atau jasa kena pajak dari luar Daerah Pabean di Tempat Penimbunan Berikat dikenakan dan dipungut Pajak Pertambahan Nilai sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. Pengeluaran barang dari Tempat Penimbunan Berikat dengan tujuan ke luar Daerah Pabean berlaku ketentuan kepabeanan di bidang ekspor. Atas penyerahan barang kena pajak dari Tempat Penimbunan Berikat ke tempat lain dalam daerah, terutang Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah. Atas penyerahan barang kena pajak harus dibuatkan faktur pajak oleh pengusaha. Pengeluaran barang asal impor dari Tempat Penimbunan Berikat ke tempat lain dalam daerah pabean, berlaku ketentuan kepabeanan di bidang impor. Atas pengeluaran barang asal Halaman 123

132 imporharus dilakukan dengan menggunakan pemberitahuan pabean impor yang disampaikan oleh pengusaha Tempat Penimbunan Berikat. a) Gudang Berikat Gudang Berikat adalah Tempat Penimbunan Berikat untuk menimbun barang impor, dapat disertai 1 (satu) atau lebih kegiatan berupa pengemasan/pengemasan kembali, penyortiran, penggabungan (kitting), pengepakan, penyetelan, pemotongan, atas barangbarang tertentu dalam jangka waktu tertentu untuk dikeluarkan kembali Barang yang dimasukkan dari luar Daerah Pabean ke Gudang Berikat: a. diberikan penangguhan Bea Masuk; dan/atau b. tidak dipungut Pajak Dalam Rangka Impor. Barang yang dimasukkan dari Tempat Penimbunan Berikat ke Gudang Berikat yang merupakan barang retur dan/atau rijek: a. diberikan penangguhan Bea Masuk; dan/atau b. tidak dipungut Pajak Dalam Rangka Impor. Dalam hal barang tersebut asal impor dikeluarkan ke tempat lain dalam daerah pabean dengan tujuan diimpor untuk dipakai, pengusaha Gudang Berikat atau pengusaha di Gudang Berikat wajib melunasi Bea Masuk dan Pajak Dalam Rangka Impor. Atas penyerahan barang dari Gudang Berikat ke tempat lain dalam daerah pabean, pengusaha Gudang Berikat dan pengusaha di Gudang Berikat wajib membuat faktur pajak dan memungut Pajak Pertambahan Nilai sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. Barang yang mendapat fasilitas bukan merupakan barang untuk dikonsumsi di Gudang Berikat yang bersangkutan. b) Kawasan Berikat Kawasan Berikat adalah Tempat Penimbunan Berikat untuk menimbun barang impor dan/atau barang yang berasal dari tempat lain dalam daerah pabean guna diolah atau digabungkan, yang hasilnya terutama untuk diekspor. Barang yang dimasukkan dari luar Daerah Pabean ke Kawasan Berikat: a. diberikan penangguhan Bea Masuk; dan/atau b. tidak dipungut Pajak Dalam Rangka Impor. Barang yang dimasukkan dari Tempat Penimbunan Berikat ke Kawasan Berikat: a. diberikan penangguhan Bea Masuk; dan/atau b. tidak dipungut Pajak Dalam Rangka Impor. Terhadap pemasukan barang dari Tempat Penimbunan Berikat ke Kawasan Berikat, pengusaha Tempat Penimbunan Berikat wajib membuat faktur pajak yang dibubuhi cap Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah tidak dipungut. Barang yang dimasukkan dari tempat lain dalam daerah pabean ke Kawasan Berikat tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah. Terhadap pemasukan barang dari tempat lain dalam daerah pabean ke Kawasan Berikat, pengusaha di tempat lain dalam daerah pabean wajib membuat faktur pajak yang dibubuhi cap Halaman 124

133 Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah tidak dipungut. Dalam hal barang tersebut asal impor dikeluarkan ke tempat lain dalam daerah pabean dengan tujuan diimpor untuk dipakai, pengusaha Kawasan Berikat atau pengusaha di Kawasan Berikat wajib melunasi Bea Masuk dan Pajak Dalam Rangka Impor. Atas penyerahan barang dari Kawasan Berikat ke tempat lain dalam daerah pabean, pengusaha Kawasan Berikat atau pengusaha di Kawasan Berikat wajib membuat faktur pajak dan memungut Pajak Pertambahan Nilai sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan di bidang perpajakan. Barang yang mendapat fasilitas bukan merupakan barang untuk dikonsumsi di Kawasan Berikat yang bersangkutan. Barang impor berupa barang modal dan peralatan perkantoran yang dimasukkan ke Kawasan Berikat diberikan penangguhan Bea Masuk dan tidak dipungut Pajak Dalam Rangka Impor. Ketentuan tersebut tidak berlaku terhadap peralatan perkantoran yang habis pakai. Sebagai pelaksanaan ketentuan kawasan berikat diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan berikut ini : Peraturan Menteri Keuangan Nomor 147/PMK.04/2011 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 255/PMK.04/2011 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 44/PMK.04/2012 Kawasan Berikat adalah Tempat Penimbunan Berikat untuk menimbun barang impor dan/atau barang yang berasal dari tempat lain dalam daerah pabean guna diolah atau digabungkan, yang hasilnya terutama untuk diekspor. Sedangkan yang dimaksud dengan Tempat Penimbunan Berikat adalah bangunan, tempat, atau kawasan yang memenuhi persyaratan tertentu yang digunakan untuk menimbun barang dengan tujuan tertentu dengan mendapatkan penangguhan Bea Masuk. Di dalam kegiatan Kawasan Berikat terdapat beberapa pihak, yaitu: Penyelenggara Kawasan Berikat yaitu badan hukum yang melakukan kegiatan menyediakan dan mengelola kawasan untuk kegiatan pengusahaan Kawasan Berikat. Pengusaha Kawasan Berikat yaitu badan hukum yang melakukan kegiatan pengusahaan Kawasan Berikat. Pengusaha di Kawasan Berikat merangkap Penyelenggara di Kawasan Berikat, yang selanjutnya disingkat PDKB, adalah badan hukum yang melakukan kegiatan pengusahaan Kawasan Berikat yang berada di dalam Kawasan Berikat milik Penyelenggara Kawasan Berikat yang statusnya sebagai badan hukum yang berbeda. Perlakuan PPN : Tidak dipungut PDRI (pajak dalam rangka impor) termasuk PPN diberikan terhadap barang yang dimasukkan ke Kawasan Berikat berupa: a. Bahan Baku dan Bahan Penolong asal luar daerah pabean untuk diolah lebih lanjut; b. Barang Modal asal luar daerah pabean dan Barang Modal dari Kawasan Berikat lain yang dipergunakan di Kawasan Berikat; c. peralatan perkantoran asal luar daerah pabean yang dipergunakan oleh Pengusaha Kawasan Berikat dan/atau PDKB; d. barang Hasil Produksi Kawasan Berikat lain untuk diolah lebih lanjut atau dijadikan Barang Modal untuk proses produksi; Halaman 125

134 e. barang Hasil Produksi Kawasan Berikat yang dimasukkan kembali dari luar daerah pabean ke Kawasan Berikat; f. barang Hasil Produksi Kawasan Berikat yang dimasukkan kembali dari Tempat Penyelenggaraan Pameran Berikat (TPPB) ke Kawasan Berikat; g. barang jadi asal luar daerah pabean yang dimasukkan ke Kawasan Berikat untuk digabungkan dengan barang Hasil Produksi Kawasan Berikat yang semata-mata untuk diekspor; dan/atau h. pengemas dan alat bantu pengemas asal luar daerah pabean dan/atau Kawasan Berikat lainnya yang dimasukkan ke Kawasan Berikat untuk menjadi satu kesatuan dengan barang Hasil Produksi Kawasan Berikat. Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atau Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) tidak dipungut atas: a. pemasukan barang dari tempat lain dalam daerah pabean ke Kawasan Berikat untuk diolah lebih lanjut; b. pemasukan kembali barang dan Hasil Produksi Kawasan Berikat dalam rangka subkontrak dari Kawasan Berikat lain atau perusahaan industri di tempat lain dalam daerah pabean ke Kawasan Berikat; c. pemasukan kembali mesin dan/atau cetakan (moulding) dalam rangka peminjaman dari Kawasan Berikat lain atau perusahaan di tempat lain dalam daerah pabean ke Kawasan Berikat; d. pemasukan Hasil Produksi Kawasan Berikat lain, atau perusahaan di tempat lain dalam daerah pabean yang Bahan Baku untuk menghasilkan hasil produksi berasal dari tempat lain dalam daerah pabean, untuk diolah lebih lanjut oleh Kawasan Berikat; e. pemasukan hasil produksi yang berasal dari Kawasan Berikat lain, atau perusahaan di tempat lain dalam daerah pabean yang Bahan Baku untuk menghasilkan hasilproduksi tersebut berasal dari tempat lain dalam daerah pabean, yang semata-mata akan digabungkan dengan barang Hasil Produksi Kawasan Berikat untuk diekspor;atau f. pemasukan pengemas dan alat bantu pengemas dari tempat lain dalam daerah pabean ke Kawasan Berikat untuk menjadi satu kesatuan dengan Hasil Produksi Kawasan Berikat. Ketentuan mengenai perlakuan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atau Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) tidak dipungut atas pemasukan barang harus dipenuhi oleh setiap Pengusaha Kawasan Berikat dan/atau PDKB. Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atau Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) tidak dipungut atas pemasukan barang harus dilakukan oleh Pengusaha Kawasan Berikat dan/atau PDKB dengan menggunakan faktur pajak sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. Dalam hal ketentuan tersebut tidak dipenuhi oleh Pengusaha Kawasan Berikat dan/atau PDKB, atas pembayaran Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atau Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) yang seharusnya tidak dipungut, tidak dapat dikreditkan. Pembebasan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atau Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) diberikan atas pemasukan barang dari Kawasan Halaman 126

135 Bebas yang akan diolah lebih lanjut dan/atau digabungkan dengan hasil produksi di Kawasan Berikat. Untuk mendapatkan fasilitas tersebut pengusaha di Kawasan Bebas harus mendapat izin dari Badan Pengusahaan Kawasan Bebas. Barang tersebut bukan merupakan barang untuk dikonsumsi di Kawasan Berikat, seperti makanan, minuman, bahan bakar minyak, dan pelumas. Peralatan perkantoran yang tidak dipungut PDRI (termasuk PPN) adalah peralatan perkantoran yang memenuhi kriteria sebagai berikut : a. digunakan untuk menunjang administrasi pengelolaan pemasukan dan pengeluaran barang ke dan dari Kawasan Berikat; b. tidak bersifat habis pakai; c. mudah dilakukan pengawasan oleh Petugas Bea dan Cukai; d. dalam jumlah yang wajar; dan e. diberikan dengan mengutamakan kepentingan pengembangan industri dalam negeri. Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atau Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) tidak dipungut atas: a. pengeluaran Hasil Produksi Kawasan Berikat yang Bahan Baku untuk menghasilkan hasil produksi berasal dari tempat lain dalam daerah pabean, ke Kawasan Berikat lainnya; b. pengeluaran Bahan Baku dan Bahan Penolong, cetakan (moulding), dan/atau mesin, dalam rangka subkontrak dari Kawasan Berikat kepada Kawasan Berikat lainnya atau perusahaan industri di tempat lain dalam daerah pabean; c. pengeluaran barang yang rusak dan/atau apkir (reject) asal tempat lain dalam daerah pabean yang sama sekali tidak diproses di Kawasan Berikat ke tempat lain dalam daerah pabean, sepanjang barang tersebut dikembalikan ke perusahaan tempat asal barang; dan d. pengeluaran mesin dan/atau cetakan (moulding) dalam rangka peminjaman ke perusahaan industri di tempat lain dalam daerah pabean dan Kawasan Berikat lainnya, sepanjang mesin dan/atau cetakan (moulding) tersebut digunakan untuk memproduksi barang hasil produksi yang akan diserahkan kepada pemberi pinjaman dari Kawasan Berikat asal. PDRI dipungut atas barang serta hasil produksi asal impor yang dikeluarkan dari Kawasan Berikat ke tempatlain dalam daerah pabean. Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atau Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM)dipungut atas barang asal tempat lain dalam daerah pabean yang dikeluarkan dari Kawasan Berikat ke tempat lain dalam daerah pabean. tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atau Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM diberikan atas pengeluaran barang dari Kawasan Berikat termasuk Hasil Produksi Kawasan Berikat kepada pengusaha di Kawasan Bebas yang telah mendapat izin usaha dari Badan Pengusahaan Kawasan Bebas. c) Tempat Penyelenggaraan Pameran Berikat Halaman 127

136 Tempat Penyelenggaraan Pameran Berikat adalah Tempat Penimbunan Berikat untuk menimbun barang impor dalam jangka waktu tertentu, dengan atau tanpa barang dari dalam Daerah Pabean untuk dipamerkan. Barang yang dimasukkan dari luar Daerah Pabean ke Tempat Penyelenggaraan Pameran Berikat: a. diberikan penangguhan Bea Masuk; dan/atau b. tidak dipungut Pajak Dalam Rangka Impor. Barang yang dimasukkan dari Tempat Penimbunan Berikat ke Tempat Penyelenggaraan Pameran Berikat: a. diberikan penangguhan Bea Masuk; dan/atau b. tidak dipungut Pajak Dalam Rangka Impor. Terhadap pemasukan barang dari Tempat Penimbunan Berikat ke Tempat Penyelenggaraan Pameran Berikat, pengusaha Tempat Penimbunan Berikat wajib membuat faktur pajak yang dibubuhi cap Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah tidak dipungut. Barang kena pajak berupa barang pameran yang dimasukkan dari tempat lain dalam daerah pabean ke Tempat Penyelenggaraan Pameran Berikat tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah. Terhadap pemasukan barang dari tempat lain dalam daerah pabean ke Tempat Penyelenggaraan Pameran Berikat, pengusaha di tempat lain dalam daerah pabean wajib membuat faktur pajak yang dibubuhi cap Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah tidak dipungut. Dalam hal barang tersebut dikeluarkan kembali kepada pengusaha di tempat lain dalam daerah pabean, pengusaha Tempat Penyelenggaraan Pameran Berikat atau pengusaha di Tempat Penyelenggaraan Pameran Berikat wajib membuat faktur pajak dan atas penyerahan barang tersebut dikenakan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan di bidang perpajakan. Dalam hal barang tersebut asal impor dikeluarkan ke tempat lain dalam daerah pabean dengan tujuan diimpor untuk dipakai, pengusaha Tempat Penyelenggaraan Pameran Berikat atau pengusaha di Tempat Penyelenggaraan Pameran Berikat, wajib melunasi Bea Masuk dan Pajak Dalam Rangka Impor. Atas penyerahan barang dari Tempat Penyelenggaraan Pameran Berikat ke tempat lain dalam daerah pabean, pengusaha Tempat Penyelenggaraan Pameran Berikat atau pengusaha di Tempat Penyelenggaraan Pameran Berikat wajib membuat faktur pajak dan memungut Pajak Pertambahan Nilai sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. Barang yang mendapat fasilitas bukan merupakan barang untuk dikonsumsi di Tempat Penyelenggaraan Pameran Berikat yang bersangkutan. d) Toko Bebas Bea Toko Bebas Bea adalah Tempat Penimbunan Berikat untuk menimbun barang asal impor dan/atau barang asal Daerah Pabean untuk dijual kepada orang tertentu. Toko Bebas Bea dapat berlokasi di: Halaman 128

137 a) terminal keberangkatan bandar udara internasional di kawasan pabean; b) pelabuhan utama di kawasan pabean; c) tempat transit pada terminal keberangkatan bandar udara internasional yang merupakan tempat khusus bagi penumpang transit tujuan luar negeri di kawasan pabean; d) pelabuhan utama yang merupakan tempat khusus bagi penumpang transit tujuan luar negeri di kawasan pabean; atau e) dalam kota. Barang yang dimasukkan dari luar Daerah Pabean ke Toko Bebas Bea: a. diberikan penangguhan Bea Masuk ; dan/atau b. tidak dipungut Pajak Dalam Rangka Impor. Barang yang dimasukkan dari Gudang Berikat ke Toko Bebas Bea: a. diberikan penangguhan Bea Masuk; dan/atau b. tidak dipungut Pajak Dalam Rangka Impor. Terhadap pemasukan barang dari Gudang Berikat ke Toko Bebas Bea, pengusaha Gudang Berikat atau pengusaha di Gudang Berikat wajib membuat faktur pajak yang dibubuhi cap Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah tidak dipungut. Barang yang dimasukkan dari tempat lain dalam daerah pabean ke Toko Bebas Bea tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah. Terhadap pemasukan barang dari tempat lain dalam daerah pabean ke Toko Bebas Bea, pengusaha di tempat lain dalam daerah pabean wajib membuat faktur pajak yang dibubuhi cap Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah tidak dipungut. Barang yang mendapat fasilitas bukan merupakan barang untuk dikonsumsi di Toko Bebas Bea yang bersangkutan. e) Tempat Lelang Berikat Tempat Lelang Berikat adalah Tempat Penimbunan Berikat untuk menimbun barang impor dalam jangka waktu tertentu untuk dijual secara lelang. Barang yang dimasukkan dari luar Daerah Pabean ke Tempat Lelang Berikat: a. diberikan penangguhan Bea Masuk; dan b. tidak dipungut Pajak Dalam Rangka Impor. Barang yang dimasukkan dari tempat lain dalam daerah pabean ke Tempat Lelang Berikat tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah. Terhadap pemasukan barang dari tempat lain dalam daerah pabean ke Tempat Lelang Berikat, pengusaha di tempat lain dalam daerah pabean wajib membuat Faktur Pajak yang dibubuhi cap Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah tidak dipungut. Dalam hal barang tersebut dikeluarkan ke tempat lain dalam daerah pabean dengan tujuan diimpor untuk dipakai, pengusaha Tempat Lelang Berikat wajib melunasi Bea Masuk dan Pajak Dalam Rangka Impor. Atas penyerahan barang lelang dari Tempat Lelang Berikat ke tempat lain dalam daerah pabean, pengusaha Tempat Lelang Berikat wajib membuat faktur pajak dan memungut Pajak Halaman 129

138 Pertambahan Nilai sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. Barang yang mendapat fasilitas bukan merupakan barang untuk dikonsumsi di Tempat Lelang Berikat yang bersangkutan. f) Kawasan Daur Ulang Berikat Kawasan Daur Ulang Berikat adalah Tempat Penimbunan Berikat untuk menimbun barang impor dalam jangka waktu tertentu yang di dalamnya dilakukan kegiatan daur ulang limbah asal impor dan/atau asal Daerah Pabean sehingga menjadi produk yang mempunyai nilai tambah serta nilai ekonomi yang lebih tinggi Barang yang dimasukkan dari luar Daerah Pabean ke Kawasan Daur Ulang Berikat: a. diberikan penangguhan Bea Masuk; dan/atau b. tidak dipungut Pajak Dalam Rangka Impor. Barang yang dimasukkan dari Tempat Penimbunan Berikat ke Kawasan Daur Ulang Berikat: a. diberikan penangguhan Bea Masuk; dan/atau b. tidak dipungut Pajak Dalam Rangka Impor. Terhadap pemasukan barang dari Tempat Penimbunan Berikat ke Kawasan Daur Ulang Berikat, pengusaha Tempat Penimbunan Berikat wajib membuat faktur pajak yang dibubuhi cap Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah tidak dipungut. Terhadap pemasukan barang dari tempat lain dalam daerah pabean ke Kawasan Daur Ulang Berikat tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah. Terhadap pemasukan barang dari tempat lain dalam daerah pabean ke Kawasan Daur Ulang Berikat, pengusaha di tempat lain dalam daerah pabean wajib membuat faktur pajak dengan dibubuhi cap Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah tidak dipungut. Dalam hal barang hasil produksi yang dihasilkan oleh pengusaha Kawasan Daur Ulang Berikat dan pengusaha di Kawasan Daur Ulang Berikat dikeluarkan ke tempat lain dalam daerah pabean dengan tujuan diimpor untuk dipakai, pengusaha Kawasan Daur Ulang Berikat dan pengusaha di Kawasan Daur Ulang Berikat wajib melunasi Bea Masuk dan Pajak Dalam Rangka Impor. Atas penyerahan barang dari Kawasan Daur Ulang Berikat ke tempat lain dalam daerah pabean, pengusaha Kawasan Daur Ulang Berikat dan pengusaha di Kawasan Daur Ulang Berikat wajib membuat faktur pajak dan memungut Pajak Pertambahan Nilai sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. Barang yang mendapat fasilitas bukan merupakan barang untuk dikonsumsi di Kawasan Daur Ulang Berikat yang bersangkutan. 3. Entrepot Produksi Untuk Tujuan Ekspor (EPTE) Dasar hukum : Keputusan Menteri Keuangan No 855/KMK.01/1993 Keputusan Menteri Keuangan No 293/KMK.01/1994 Keputusan Menteri Keuangan No 88/KMK.01/1995 Halaman 130

139 Keputusan Menteri Keuangan No 43/KMK.01/1996 Yang dimaksud dengan Entrepot Produksi Untuk Tujuan Ekspor yang selanjutnya disebut EPTE adalah suatu tempat atau bangunan dari suatu perusahaan industri dengan batas-batas tertentu yang didalamnya diberlakukan ketentuan-ketentuan khusus di bidang pabean, perpajakan dan tata niaga impor, yang diperuntukan bagi pengolahan barang dan/atau bahan yang berasal dari luar daerah pabean Indonesia, kawasan Berikat, EPTE lainnya, atau dari dalam daerah pabean Indonesia lainnya, yang hasilnya terutama untuk tujuan ekspor. Fasilitas PPN untuk EPTE berupa : a. Atas impor barang dan/atau bahan untuk diolah dalam EPTE tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPn BM). b. Atas impor barang modal dan peralatan pabrik yang berhubungan langsung dengan kegiatan produksi dalam EPTE tidak dipungut PPN dan PPn BM. c. Pemasukan Barang Kena Pajak (BKP) dari daerah pabean Indonesia lainnya ke EPTE, PPN dan PPn BM yang terutang tidak dipungut. d. Pengiriman barang hasil pengolahan EPTE ke EPTE lainnya atau ke kawasan Berikat untuk diolah lebih lanjut, PPN dan PPn BM yang terutang tidak dipungut. e. Pengeluaran barang dan/atau bahan dari EPTE ke perusahaan industri di daerah pabean Indonesia dalam rangka subkontrak, PPN dan PPn BM yang terutang tidak dipungut. f. Penyerahan kembali BKP hasil pekerjaan subkontrak oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP) subkontraktor di daerah pabean Indonesia lainnya kepada PKP EPTE, PPN dan PPn BM yang terutang tidak dipungut. 4. Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu (KAPET) Dasar Hukum : - Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun Peraturan Pemerintah nomor 147 Tahun 2000 Kepada Pengusaha di Kawasan Berikat, di dalam wilayah KAPET dapat diberikan fasilitas perpajakan berupa Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa, dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah tidak dipungut atas : a. impor barang modal atau peralatan lain oleh PDKB yang berhubungan langsung dengan kegiatan produksi; b. impor barang dan/atau bahan untuk diolah di PDKB; c. pemasukan Barang Kena Pajak dari Daerah Pabean Indonesia Lainnya, untuk selanjutnya disebut DPIL, ke PDKB untuk diolah lebih lanjut; d. pengiriman barang hasil produksi PDKB ke PDKB lainnya untuk diolah lebih lanjut; e. pengeluaran barang dan atau bahan dari PDKB ke perusahaan industri di DPIL atau PDKB lainnya dalam rangka subkontrak; f. penyerahan kembali Barang Kena Pajak hasill pekerjaan subkontrak oleh Pengusaha Kena Pajak di DPIL atau PDKB lainnya kepada Pengusaha Kena Pajak PDKB asal; g. peminjaman mesin dan atau peralatan pabrik dalam rangka subkontrak dari PDKB kepada perusahaan industri di DPIL atau PDKB lainnya dan pengembaliannya ke PDKB asal. Halaman 131

140 5. Proyek Milik Pemerintah Yang Sumber Dananya Berasal Dari Bantuan Luar Negeri Dasar Hukum : PP No 42 Tahun 1995 PP No 63 Tahun 1998 PP No 43 Tahun 2000 PP No 25 Tahun 2001 Penyerahan BKP/JKP sehubungan dengan proyek milik Pemerintah yang sumber dananya berasal dari bantuan luar negeri berupa pinjaman atau hibah, mendapat fasilitas PPN tidak dipungut : a) atas penyerahan BKP/JKP dari kontraktor utama kepada pemilik proyek; b) atas impor BKP c) atas pemanfaatan BKP tidak berwujud atau JKP dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean 6. Penyerahan Avtur Untuk Keperluan Penerbangan Internasional Dasar Hukum : Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2012 Penyerahan avtur kepada badan usaha angkutan udara niaga nasional untuk keperluan angkutan udara luar negeri diberikan fasilitas berupa tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai. Penyerahan avtur kepada perusahaan angkutan udara niaga asing untuk keperluan angkutan udara luar negeri diberikan fasilitas tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai apabila negara tempat kedudukan perusahaan angkutan udara niaga asing tersebut juga memberikan perlakuan sama terhadap badan usaha angkutan udara niaga nasional sesuai dengan asas timbal balik (resiprokal) berdasarkan Konvensi Penerbangan Sipil Internasional yang telah diratifikasi. Penyerahan avtur wajib dibuatkan Faktur Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. Faktur Pajak harus diberi cap atau keterangan yang bertuliskan "PPN tidak dipungut berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2012". c. Fasilitas PPN Dibebaskan 1. Impor Dan Atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu Dan Atau Penyerahan Jasa Kena Pajak Tertentu Yang Dibebaskan Dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai Dasar Hukum : Peraturan Pemerintah Nomor 146 TAHUN 2000 Peraturan Pemerintah Nomor 38 TAHUN 2003 Barang Kena Pajak Tertentu yang atas impornya dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai adalah: 1. Senjata, amunisi, alat angkutan di air, alat angkutan di bawah air, alat angkutan di udara, alat angkutan di darat, kendaraan lapis baja, kendaraan patroli, dan kendaraan angkutan khusus lainnya, serta suku cadangnya yang diimpor oleh Departemen Pertahanan, Tentara Nasional Indonesia (TNI), Kepolisian Negara Republik Indonesia Halaman 132

141 (POLRI) atau oleh pihak lain yang ditunjuk oleh Departemen Pertahanan, TNI atau POLRI untuk melakukan impor tersebut, dan komponen atau bahan yang belum dibuat di dalam negeri, yang diimpor oleh PT (PERSERO) PINDAD, yang digunakan dalam pembuatan senjata dan amunisi untuk keperluan Departemen Pertahanan, TNI atau POLRI; 2. Vaksin Polio dalam rangka pelaksanaan Program Pekan Imunisasi Nasional (PIN); 3. Buku-buku pelajaran umum, kitab suci dan buku-buku pelajaran agama; 4. Peralatan berikut suku cadangnya yang digunakan oleh Departemen Pertahanan atau TNI untuk penyediaan data batas dan photo udara wilayah Negara Republik Indonesia yang dilakukan untuk mendukung pertahanan Nasional, yang diimpor oleh Departemen Pertahanan, TNI atau pihak yang ditunjuk oleh Departemen Pertahanan atau TNI. Barang Kena Pajak Tertentu yang atas penyerahannya dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai adalah: 1. Rumah sederhana, rumah sangat sederhana, rumah susun sederhana, pondok boro, asrama mahasiswa dan pelajar serta perumahan lainnya, yang batasannya ditetapkan oleh Menteri Keuangan setelah mendengar pertimbangan Menteri Pemukiman dan Prasarana Wilayah; 2. Senjata, amunisi, alat angkutan di air, alat angkutan di bawah air, alat angkutan di udara, alat angkutan di darat, kendaraan lapis baja, kendaraan patroli dan kendaraan angkutan khusus lainnya, serta suku cadangnya yang diserahkan kepada Departemen Pertahanan, TNI atau POLRI, dan komponen atau bahan yang diperlukan dalam pembuatan senjata dan amunisi oleh PT (PERSERO) PINDAD untuk keperluan Departemen Pertahanan, TNI atau POLRI; 3. Vaksin Polio dalam rangka pelaksanaan Program Pekan Imunisasi Nasional (PIN); 4. Buku-buku pelajaran umum, kitab suci dan buku-buku pelajaran agama; 5. Peralatan berikut suku cadangnya yang digunakan untuk penyediaan data batas dan photo udara wilayah Negara Republik Indonesia untuk mendukung pertahanan Nasional yang diserahkan kepada Departemen Pertahanan atau TNI." Jasa Kena Pajak Tertentu yang atas penyerahannya dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai adalah: 1. Jasa yang diserahkan oleh kontraktor untuk pemborongan bangunan Rumah sederhana, rumah sangat sederhana, rumah susun sederhana, pondok boro, asrama mahasiswa dan pelajar serta perumahan lainnyadan pembangunan tempat yang semata-mata untuk keperluan ibadah; 2. Jasa persewaan rumah susun sederhana, rumah sederhana, dan rumah sangat sederhana; dan 3. Jasa yang diterima oleh Departemen Pertahanan atau TNI yang dimanfaatkan dalam rangka penyediaan data batas dan photo udara wilayah Negara Republik Indonesia untuk mendukung pertahanan nasional." 2. Pajak Pertambahan Nilai Yang Dibebaskan Atas Impor Dan/Atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu Yang Bersifat Strategis Halaman 133

142 Dasar Hukum : Peraturan Pemerintah No.81 Tahun 2015 Barang Kena Pajak tertentu yang bersifat strategis yang atas impornya dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai meliputi: a. mesin dan peralatan pabrik yang merupakan satu kesatuan, baik dalam keadaan terpasang maupun terlepas, yang digunakan secara langsung dalam proses menghasilkan Barang Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak yang menghasilkan Barang Kena Pajak tersebut, tidak termasuk suku cadang; b. barang yang dihasilkan dari kegiatan usaha di bidang kelautan dan perikanan, baik penangkapan maupun budidaya, sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran Peraturan Pemerintah ini yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Pemerintah ini; c. jangat dan kulit mentah yang tidak disamak; d. ternak yang kriteria dan/atau rinciannya diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan setelah mendapat pertimbangan dari Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pertanian; e. bibit dan/atau benih dari barang pertanian, perkebunan, kehutanan, peternakan, atau perikanan; f. pakan ternak tidak termasuk pakan hewan kesayangan; g. pakan ikan; h. bahan pakan untuk pembuatan pakan ternak dan pakan ikan, tidak termasuk imbuhan pakan dan pelengkap pakan, yang kriteria dan/atau rincian bahan pakan diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan setelah mendapat pertimbangan dari Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kelautan dan perikanan dan Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pertanian; dan i. bahan baku kerajinan perak dalam bentuk perak butiran dan/atau dalam bentuk perak batangan. Barang Kena Pajak tertentu yang bersifat strategis yang atas penyerahannya dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai meliputi: a. mesin dan peralatan pabrik yang merupakan satu kesatuan, baik dalam keadaan terpasang maupun terlepas, yang digunakan secara langsung dalam proses menghasilkan Barang Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak yang menghasilkan Barang Kena Pajak tersebut, tidak termasuk suku cadang; b. barang yang dihasilkan dari kegiatan usaha di bidang kelautan dan perikanan, baik penangkapan maupun budidaya, sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran Peraturan Pemerintah ini yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Pemerintah ini; c. jangat dan kulit mentah yang tidak disamak; d. ternak yang kriteria dan/atau rinciannya diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan setelah mendapat pertimbangan dari Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang Halaman 134

143 pertanian; e. bibit dan/atau benih dari barang pertanian, perkebunan, kehutanan, peternakan, atau perikanan; f. pakan ternak tidak termasuk pakan hewan kesayangan; g. pakan ikan; h. bahan pakan untuk pembuatan pakan ternak dan pakan ikan, tidak termasuk imbuhan pakan dan pelengkap pakan, yang kriteria dan/atau rincian bahan pakan diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan setelah mendapat pertimbangan dari Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kelautan dan perikanan dan Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pertanian; i. bahan baku kerajinan perak dalam bentuk perak butiran dan/atau dalam bentuk perak batangan; dan j. unit hunian Rumah Susun Sederhana Milik yang perolehannya dibiayai melalui kredit atau pembiayaan kepemilikan rumah bersubsidi yang memenuhi ketentuan sebagai berikut: 1. luas untuk setiap hunian paling sedikit 21 m2 (dua puluh satu meter persegi) dan tidak melebihi 36 m2 (tiga puluh enam meter persegi); 2. pembangunannya mengacu kepada Peraturan Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pekerjaan umum dan perumahan rakyat; 3. merupakan unit hunian pertama yang dimiliki, digunakan sendiri sebagai tempat tinggal dan tidak dipindahtangankan dalam jangka waktu sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan di bidang rumah susun; dan 4. batasan terkait harga jual unit hunian Rumah Susun Sederhana Milik dan penghasilan bagi orang pribadi yang memperoleh unit hunian Rumah Susun Sederhana Milik ditetapkan oleh Menteri Keuangan setelah mendapat pertimbangan dari Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pekerjaan umum dan perumahan rakyat. k. listrik, kecuali untuk rumah dengan daya di atas (enam ribu enam ratus) Voltase Amper 3. Pembebasan PPN dan PPn BM Kepada Perwakilan Negara Asing Dan Badan Internasional Serta Pejabatnya Dasar hukum : PP No. 47 Tahun 2013 Atas impor Barang Kena Pajak dan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak kepada Perwakilan Negara Asing serta Pejabat Perwakilan Negara Asing dan Badan Internasional serta Pejabat Badan Internasional dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah. Pembebasan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah kepada Perwakilan Negara Asing serta Pejabat Perwakilan Negara Asing diberikan berdasarkan asas timbal balik. 4. Fasilitas di Kawasan Perdagangan Bebas Dan Pelabuhan Bebas Dasar Hukum : Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2009 Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas, yang selanjutnya disebut sebagai Kawasan Bebas, adalah suatu kawasan yang berada dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Halaman 135

144 Republik Indonesia yang terpisah dari Daerah Pabean sehingga bebas dari pengenaan bea masuk, Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Penjualan atas Barang Mewah, dan cukai. Pemasukan dan pengeluaran barang ke dan dari Kawasan Bebas berada di bawah pengawasan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Pemasukan dan pengeluaran barang ke dan dari Kawasan Bebas wajib dilakukan di pelabuhan atau bandar udara, yang ditunjuk oleh Badan Pengusahaan Kawasan setelah mendapat persetujuan Menteri Perhubungan.Untuk kepentingan pengawasan dan pelayanan, Menteri menetapkan Kantor Pabean dan Kawasan Pabean di pelabuhan dan bandar udara. Pemenuhan Kewajiban Pabean dilakukan di Kantor Pabean dengan menggunakan Pemberitahuan Pabean. Pemberitahuan Pabean disampaikan kepada pejabat bea dan cukai di Kantor Pabean. Pemasukan dan pengeluaran barang ke dan dari Kawasan Bebas yang tidak melalui pelabuhan atau bandar udara yang ditunjuk, dikenai sanksi di bidang kepabeanan. Pemasukan barang dari luar Daerah Pabean ke Kawasan Bebas hanya dapat dilakukan oleh pengusaha yang telah mendapat izin usaha dari Badan Pengusahaan Kawasan. Pengusaha hanya dapat memasukkan barang ke Kawasan Bebas yang berhubungan dengan kegiatan usahanya. Jumlah dan jenis barang yang berhubungan dengan kegiatan usahanya ditetapkan oleh Badan Pengusahaan Kawasan. Pemasukan barang konsumsi untuk kebutuhan penduduk dari luar Daerah Pabean ke Kawasan Bebas, hanya dapat dilakukan oleh pengusaha yang telah mendapatkan izin dari Badan Pengusahaan Kawasan, dalam jumlah dan jenis yang ditetapkan oleh Badan Pengusahaan Kawasan. Pengusaha di Kawasan Bebas tidak perlu dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak. Penyerahan Barang di dalam Kawasan Bebas dibebaskan dari pengenaan PPN. Pemasukan barang tersebut diberikan pembebasan bea masuk, pembebasan PPN, tidak dipungut Pajak Penghasilan Pasal 22, dan/atau pembebasan cukai. Jika pemasukan barang yang tidak memenuhi ketentuan maka: a. dipungut bea masuk, PPN dan/atau Pajak Penghasilan Pasal 22; b. dikeluarkan kembali (reekspor); c. dihibahkan kepada negara; atau d. dimusnahkan. C. Latihan 1. Sebutkan dasar hukum pemberian fasilitas dalam Undang Undang PPN 2. Jelaskan tujuan pemberian fasilitas dalam Undang Undang PPN 3. Sebutkan jenis fasilitas PPN yang anda ketahui 4. Jelaskan perbedaan fasilitas PPN tidak dipungut dan PPN dibebaskan 5. Jelaskan jenis fasilitas untuk peristiwa dibawah ini : a) Penyerahan rumah sederhana oleh PT ABC b) Jasa konstruksi pembangunan rumah sederhana oleh PT ABC c) Penyerahan vaksin polio dalam rangka program PIN d) Penjualan tebu oleh petani tebu e) Penjualan buah jeruk oleh PT Hero f) Penyerahan BKP dari Kawasan Berikat Cakung ke Kawasan Bebas g) Penjualan BKP di Kawasan Bebas h) Impor BKP ke kawasan berikat Halaman 136

145 i) Penyerahan BKP ke Kedutaan Iran j) Penyerahan jasa konsultan dari luar negeri untuk pembangunan jembatan yang dananya berasal dari bantuan luar negeri k) Jasa persewaan kapal diterima oleh PT PELNI l) Jasa perbaikan pesawat diterima oleh PT Garuda Indonesia m) Penjualan pakan ternak n) Penjualan tepung tulang untuk bahan baku pakan ternak o) Barang bawaan penumpang dari luar negeri nilainya $250 p) Impor buku-buku agama q) Impor kapal laut dari Belanda oleh perusahaan pelayaran niaga nasional r) Hibah lokomotif kereta api dari Jepang s) Impor gerbong kereta api dari Jepang t) Persewaan rumah susun sederhana D. Rangkuman Pajak terutang tidak dipungut sebagian atau seluruhnya atau dibebaskan dari pengenaan pajak, baik untuk sementara waktu maupun selamanya, untuk: a. kegiatan di kawasan tertentu atau tempat tertentu di dalam Daerah Pabean; b. penyerahan Barang Kena Pajak tertentu atau penyerahan Jasa Kena Pajak tertentu; c. impor Barang Kena Pajak tertentu; d. pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud tertentu dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean; dan e. pemanfaatan Jasa Kena Pajak tertentu dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean, Pajak Masukan yang dibayar untuk perolehan Barang Kena Pajak dan/atau perolehan Jasa Kena Pajak yang atas penyerahannya tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai dapat dikreditkan. Sedangkan Pajak Masukan yang dibayar untuk perolehan Barang Kena Pajak dan/atau perolehan Jasa Kena Pajak yang atas penyerahannya dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai tidak dapat dikreditkan. E. Tes Formatif 9 1. Pernyataan berikut ini yang benar adalah... a. Pajak masukan terkait dengan penyerahan yang mendapat fasiitas PPN tidak dipungut dapat dikreditkan b. Pajak masukan terkait dengan penyerahan yang mendapat fasiitas PPN dibebaskan dapat dikreditkan c. Pajak masukan terkait dengan penyerahan yang mendapat fasiitas PPN tidak dipungut maupun dibebaskan dapat dikreditkan d. Pajak masukan terkait dengan penyerahan yang mendapat fasiitas PPN maupun dibebaskan tidak dapat dikreditkan 2. Penyerahan barang kena pajak ke Perwakilan Negara Asing mendapat fasilitas... a. PPN tidak dipungut b. PPN dibebaskan c. PPN ditanggung pemerintah Halaman 137

146 d. Tidak terutang PPN 3. Penyerahan barang kena pajak dalam rangka proyek pemerintah yang dananya berasal dari bantuan luar negeri mendapat fasilitas... a. PPN tidak dipungut b. PPN dibebaskan c. PPN ditanggung pemerintah d. Tidak terutang PPN 4. Penyerahan barang kena pajak ke kawasan berikat dari daerah pabean lainnya mendapat fasilitas... a. PPN tidak dipungut b. PPN dibebaskan c. PPN ditanggung pemerintah d. Tidak terutang PPN 5. Penyerahan barang strategis berupa mesin mendapat fasilitas... a. PPN tidak dipungut b. PPN dibebaskan c. PPN ditanggung pemerintah d. Tidak terutang PPN 6. Penyerahan rumah sederhana mendapat fasilitas... a. PPN tidak dipungut b. PPN dibebaskan c. PPN ditanggung pemerintah d. Tidak terutang PPN 7. Penyerahan Vaksin Polio dalam rangka pelaksanaan Program Pekan Imunisasi Nasional mendapat fasilitas... a. PPN tidak dipungut b. PPN dibebaskan c. PPN ditanggung pemerintah d. Tidak terutang PPN 8. Penyerahan buku-buku pelajaran umum, kitab suci dan buku-buku pelajaran agama mendapat fasilitas... a. PPN tidak dipungut b. PPN dibebaskan c. PPN ditanggung pemerintah d. Tidak terutang PPN 9. Penyerahan kapal laut, kapal angkutan sungai, kapal angkutan danau dan kapal angkutan penyeberangan, kapal pandu, kapal tunda, kapal penangkap ikan, kapal tongkang, dan suku cadang serta alat keselamatan pelayaran atau keselamatan manusia yang diserahkan kepada dan digunakan oleh Perusahaan Pelayaran Niaga Nasional mendapat fasilitas... a. PPN tidak dipungut b. PPN dibebaskan c. PPN ditanggung pemerintah d. Tidak terutang PPN Halaman 138

147 10. Penyerahan Jasa yang diserahkan oleh kontraktor untuk pemborongan bangunan Rumah sederhana, rumah sangat sederhana, rumah susun sederhana, pondok boro, asrama mahasiswa dan pelajar serta perumahan lainnyadan pembangunan tempat yang semata-mata untuk keperluan ibadah mendapat fasilitas... a. PPN tidak dipungut b. PPN dibebaskan c. PPN ditanggung pemerintah d. Tidak terutang PPN 11. Penyerahan jasa persewaan rumah susun sederhana, rumah sederhana, dan rumah sangat sederhana mendapat fasilitas... a. PPN tidak dipungut b. PPN dibebaskan c. PPN ditanggung pemerintah d. Tidak terutang PPN 12. Penyerahan barang hasil pertanian oleh petani mendapat fasilitas... a. PPN tidak dipungut b. PPN dibebaskan c. PPN ditanggung pemerintah d. Tidak terutang PPN 13. Penyerahan air bersih yang dialirkan melalui pipa oleh Perusahaan Air Minum mendapat fasilitas... a. PPN tidak dipungut b. PPN dibebaskan c. PPN ditanggung pemerintah d. Tidak terutang PPN 14. Impor barang untuk keperluan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan mendapat fasilitas... a. PPN tidak dipungut b. PPN dibebaskan c. PPN ditanggung pemerintah d. Tidak terutang PPN 15. Barang yang diimpor oleh Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah yang ditujukan untuk kepentingan umum mendapat fasilitas... a. PPN tidak dipungut b. PPN dibebaskan c. PPN ditanggung pemerintah d. Tidak terutang PPN F. Umpan Balik dan Tindak Lanjut Cocokkanlah jawaban Anda dengan Kunci Jawaban yang terdapat di bagian akhir Bahan Ajar. Hitunglah jawaban Anda yang benar. Kemudian gunakanlah rumus dibawah ini untuk mengetahui tingkat penguasaan anda terhadap materi ini. Rumus : Jumlah Soal Yang Dijawab Dengan Benar Halaman 139

148 Nilai = x 100% Jumlah Soal Dengan hasil penghitungan itu dapat dilakukan klasifikasi penilaian, yaitu : Bila > 80%, Sangat Baik Bila 70% - 79%, Baik Bila 60% - 69%, Cukup Bila < 60%, Kurang Bila Anda mencapai penguasaan diatas 70% atau lebih, Anda dapat meneruskan ke Kegiatan Belajar 10, apabila belum supaya memperdalam terlebih dahulu Kegiatan Belajar 9. Halaman 140

149 Kegiatan Belajar RESTITUSI PPN A. Indikator a. Peserta diklat dapat menjelaskan sebab-sebab restitusi PPN b. Peserta diklat dapat menjelaskan mekanisme restitusi c. Peserta diklat dapat menjelaskan restitusi turis asing B. Uraian dan Contoh a. Sebab-Sebab Restitusi PPN Penyebab terjadinya restitusi PPN adalah karena kelebihan pembayaran pajak. Kelebihan pembayaran pajak dapat terjadi karena dua hal yaitu : a. Dalam suatu masa pajak jumlah pajak masukan lebih besar dari jumlah pajak keluaran b. Adanya pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang (kesalahan pemungutan pajak) Jumlah Pajak Masukan lebih besar dari pada jumlah Pajak Keluaran dalam suatu Masa Pajak dapat timbul karena : a. Kegiatan usaha PKP adalah ekspor BKP berwujud, ekspor BKP tidak berwujud atau ekspor JKP. Dalam kasus ekspor atas penyerahannya terutang PPN 0% sehingga pajak keluaran 0, sedangkan pajak masukan yang terkait dengan ekspor dapat dikreditkan sehingga akan terjadi pajak masukan lebih besar dari pajak keluaran b. PKP banyak melakukan penyerahan BKP atau JKP kepada Pemungut PPN. Dalam kasus penyerahan ke pemungut, pajak keluaran dipungut dan disetor sendiri oleh pemungut, sehingga bagi PKP tidak ada pajak keluaran yang harus dipungut atau disetor sendiri, sedangkan pajak masukan dapat dikreditkan, akibatnya akan terjadi pajak masukan yang lebih besar dari pajak keluaran. c. PKP banyak melakukan penyerahan BKP atau JKP dengan fasilitas PPN tidak dipungut. Dalam kasus penyerahan BKP atau JKP dengan fasilitas PPN tidak dipungut, pajak keluaran tidak ada yang harus dipungut sendiri oleh PKP sedangkan pajak masukan dapat dikreditkan, sehingga berakibat pajak masukan lebih besar dari pajak keluaran d. PKP sedang dalam tahap belum berproduksi membeli barang modal yang akan menghasilkan BKP atau JKP. Dalam hal ini belum ada pajak keluaran, namun pajak masukan untuk pembelian barang modal dapat dikreditkan, akibatnya akan terjadi lebih bayar. b. Mekanisme restitusi Kelebihan Pembayaran Pajak Akibat Pajak Masukan Lebih Besar dari Pajak Keluaran Halaman 141

150 Berdasarkan pasal 9 Undang Undang No.42 Tahun 2009 apabila dalam suatu Masa Pajak, Pajak Masukan yang dapat dikreditkan lebih besar daripada Pajak Keluaran, selisihnya merupakan kelebihan pajak yang dikompensasikan ke Masa Pajak berikutnya. Atas kelebihan Pajak Masukan tersebut dapat diajukan permohonan pengembalian pada akhir tahun buku. Untuk pengusaha kena pajak dibawah ini dapat dapat mengajukan permohonan pengembalian pada setiap Masa Pajak (tidak perlu menunggu akhir tahun buku) yaitu: a. Pengusaha Kena Pajak yang melakukan ekspor Barang Kena Pajak Berwujud; b. Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak kepada Pemungut Pajak Pertambahan Nilai; c. Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang Pajak Pertambahan Nilainya tidak dipungut; d. Pengusaha Kena Pajak yang melakukan ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud; e. Pengusaha Kena Pajak yang melakukan ekspor Jasa Kena Pajak; dan/atau f. Pengusaha Kena Pajak dalam tahap belum berproduksi mengkreditkan pajak masukan atas perolehan barang modal Pajak Masukan yang dapat dikreditkan sehingga menimbulkan lebih bayar yang dapat diminta kembali oleh PKP adalah : a. Pajak Masukan yang berasal dari perolehan BKP dan/atau JKP dari BKP yang diekspor. b. Pajak Masukan yang berasal dari perolehan BKP dan/atau JKP dari BKP dan/atau JKP yang diserahkan kepada Pemungut PPN tersebut. c. Seluruh Pajak Masukan yang dibayar untuk perolehan BKP dan/atau JKP yang berhubungan langsung dengan kegiatan usaha melakukan penyerahan kena pajak. d. Dalam hal ekspor BKP Yang Tergolong Mewah, selain kelebihan Pajak Masukan, juga dapat diminta kembali PPnBM yang telah dibayar atas perolehan BKP Yang Tergolong Mewah yang diekspor Pengajuan Permohonan Pengembalian (Restitusi) dilakukan dengan cara sebagai berikut: a. PKP dapat mengajukan permohonan pengembalian kelebihan Pajak dengan menggunakan : b. SPT Masa PPN, dengan cara mengisi (memberi tanda silang) pada kolom "Dikembalikan (restitusi)"; atau c. Surat permohonan tersendiri, apabila kolom "Dikembalikan (restitusi)" dalam SPT Masa PPN tidak diisi atau tidak mencantumkan tanda permohonan pengembalian kelebihan Pajak. d. Permohonan pengembalian kelebihan Pajak diajukan kepada KPP di tempat PKP dikukuhkan. e. Permohonan pengembalian kelebihan Pajak ditentukan 1 permohonan untuk 1 (satu) Masa Pajak. Secara umum restitusi diberikan setelah terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan untuk menetapkan jumlah pajak yang lebih bayar melalui penerbitan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB). Namun dalam hal-hal tertentu dapat dilakukan penelitian yaitu melalui mekanisme pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak. Pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak diberikan untuk : Halaman 142

151 1. Wajib Pajak Patuh. Wajib pajak patuh ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak memenuhi kriteria tertentu 53, yaitu a. tepat waktu dalam menyampaikan Surat Pemberitahuan, meliputi : 1) penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan tepat waktu dalam 3 (tiga) tahun terakhir 2) penyampaian Surat Pemberitahuan Masa yang terlambat dalam tahun terakhir untuk Masa Pajak Januari sampai November tidak lebih dari 3 (tiga) Masa Pajak untuk setiap jenis pajak dan tidak berturut-turut;dan 3) Surat Pemberitahuan Masa yang terlambat telah disampaikan tidak lewat dari batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Masa Masa Pajak berikutnya; b. tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak, kecuali tunggakan pajak yang telah memperoleh izin mengangsur atau menunda pembayaran pajak, meliputi keadaan pada tanggal 31 Desember tahun sebelum penetapan sebagai Wajib Pajak Patuh dan tidak termasuk utang pajak yang belum melewati batas akhir pelunasan. c. Laporan Keuangan diaudit oleh Akuntan Publik atau lembaga pengawasan keuangan pemerintah dengan pendapat Wajar Tanpa Pengecualian selama 3 (tiga) tahun berturut-turut, dengan ketentuan : 1) Laporan Keuangan yang diaudit harus disusun dalam bentuk panjang (long form report) dan menyajikan rekonsiliasi laba rugi komersial dan fiskal bagi Wajib Pajak yang wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan;dan 2) Pendapat Akuntan atas Laporan Keuangan yang diaudit ditandatangani oleh Akuntan Publik yang tidak sedang dalam pembinaan lembaga pemerintah pengawas Akuntan Publik; dan d. tidak pernah dipidana karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dalam jangka waktu 5 (lima) tahun terakhir. 2. Wajib pajak yang memenuhi persyaratan tertentu. 54 Wajib Pajak yang memenuhi persyaratan tertentu yang dapat diberikan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak meliputi Pengusaha Kena Pajak yang menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai lebih bayar restitusi dengan jumlah lebih bayar paling banyak Rp , Pengusaha Kena Pajak berisiko rendah. Untuk ditetapkan sebagai Pengusaha Kena Pajak berisiko rendah harus memenuhi kriteria sebagai berikut : a. Pengusaha Kena Pajak merupakan Perusahaan Terbuka yang paling sedikit 40% (empat puluh persen) dari keseluruhan saham disetornya diperdagangkan di bursa efek di Indonesia; b. Pengusaha Kena Pajak merupakan perusahaan yang saham mayoritasnya dimiliki secara langsung oleh Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah; atau 53 Pasal 17C UU KUP 54 pasal 17D Undang Undang KUP 55 Pasal 9 ayat (4c) UU No.42 Tahun 2009 Halaman 143

152 c. produsen selain Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b, yang memenuhi persyaratan tertentu, yaitu 1) tepat waktu dalam penyampaian Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai selama 12 (dua belas) bulan terakhir 2) nilai Barang Kena Pajak yang dijual pada tahun sebelumnya paling sedikit 75% (tujuh puluh lima persen) adalah produksi sendiri; 3) Laporan Keuangan untuk 2 (dua) tahun pajak sebelumnya diaudit oleh Akuntan Publik dengan pendapat Wajar Tanpa Pengecualian atau Wajar Dengan Pengecualian selain itu, untuk dikategorikan pengusaha kena pajak resiko rendah, pengusaha kena pajak harus tidak pernah dilakukan pemeriksaan bukti permulaan dan/atau penyidikan dalam jangka waktu Direktur Jenderal Pajak dapat melakukan pemeriksaan terhadap Wajib Pajak dan menerbitkan surat ketetapan pajak, setelah melakukan pengembalian pendahuluan kelebihan pajak. Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan Direktur Jenderal Pajak menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, jumlah kekurangan pajak ditambah dengan sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 100% dari jumlah kekurangan pembayaran pajak. Khusus untuk Pengusaha Kena Pajak risiko rendah apabila berdasarkan hasil pemeriksaan, Direktur Jenderal Pajak menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, jumlah kekurangan pajak ditambah dengan sanksi administrasi berupa bunga 2% perbulan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan dan Perubahannya. Kelebihan Pembayaran Pajak yang Seharusnya Tidak Terutang Kelebihan pembayaran pajak dapat terjadi karena adanya pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang (kesalahan pemungutan pajak). Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan pengembalian atas kelebihan pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang kepada Direktur Jenderal Pajak dalam hal: a. terdapat pembayaran pajak oleh Wajib Pajak yang bukan merupakan objek pajak yang terutang atau yang seharusnya tidak terutang. Contoh suatur transaksi di luar daerah pabean (luar negeri) seharusnya tidak terutang PPN terlanjur dipungut PPN b. terdapat kesalahan pemotongan atau pemungutan yang mengakibatkan pajak yang dipotong lebih besar daripada pajak yang seharusnya dipungut. Contoh suatu barang seharusnya terutang PPn BM dengan tarif 20% ternyata terlanjur dipungut PPn BM dengan tarif 30% c. terdapat kesalahan pemotongan atau pemungutan yang bukan merupakan objek pajak. Contoh sebuah barang sebenarnya tidak termasuk dalam kategori barang kena pajak tapi terlanjur dipungut PPN d. terdapat kelebihan pembayaran pajak oleh Wajib Pajak yang terkait dengan pajak-pajak dalam rangka impor. Contoh suatu transaksi impor dipungut PPN impor terlalu besar oleh Ditjen Bea dan Cukai Permohonan untuk memperoleh pengembalian atas kelebihan pembayaran pajak tersebut diajukan atas suatu bukti pembayaran, faktur pajak atau dokumen lain yang dipersamakan dengan faktur pajak. Permohonan harus diajukan secara tertulis dalam bahasa Halaman 144

153 Indonesia. Permohonan harus ditandatangani oleh Wajib Pajak, jika permohonan ditandatangani oleh bukan Wajib Pajak, permohonan tersebut harus dilampiri dengan surat kuasa khusus sesuai Pasal 32 ayat (3) Undang-Undang KUP c. Restitusi Turis Asing Berdasarkan pasal 16E Undang Undang No.42 tahun 2009 Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang sudah dibayar atas pembelian Barang Kena Pajak yang dibawa ke luar Daerah Pabean oleh orang pribadi pemegang paspor luar negeri dapat diminta kembali. Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang dapat diminta kembali tersebut harus memenuhi syarat: a. nilai Pajak Pertambahan Nilai paling sedikit Rp ,00 dan dapat disesuaikan dengan Peraturan Pemerintah; b. pembelian Barang Kena Pajak dilakukan dalam jangka waktu 1 bulan sebelum keberangkatan ke luar Daerah Pabean; dan c. Faktur Pajak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5), kecuali pada kolom Nomor Pokok Wajib Pajak dan alamat pembeli diisi dengan nomor paspor dan alamat lengkap di negara yang menerbitkan paspor atas penjualan kepada orang pribadi pemegang paspor luar negeri yang tidak mempunyai Nomor Pokok Wajib Pajak. Permintaan kembali Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dilakukan pada saat orang pribadi pemegang paspor luar negeri meninggalkan Indonesia dan disampaikan kepada Direktur Jenderal Pajak melalui Kantor Direktorat Jenderal Pajak di bandar udara yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan. Dokumen yang harus ditunjukkan pada saat meminta kembali Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah adalah: a. paspor; b. pas naik (boarding pass) untuk keberangkatan orang pribadi ke luar Daerah Pabean; dan c. Faktur Pajak. C. Latihan 1. Jelaskan penyebab restitusi PPN 2. Jelaskan penyebab kelebihan pembayaran pajak 3. Jelaskan penyebab pajak masukan lebih besar dari pajak keluaran yang umumnya menimbulkan kelebihan pembayaran pajak 4. Jelaskan mekanisme restitusi PPN 5. Jelaskan mekanisme restitusi PPN turis asing D. Rangkuman Penyebab terjadinya restitusi PPN adalah karena kelebihan pembayaran pajak. Kelebihan pembayaran pajak dapat terjadi karena dua hal yaitu : a. Dalam suatu masa pajak jumlah pajak masukan lebih besar dari jumlah pajak keluaran Halaman 145

154 b. Adanya pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang (kesalahan pemungutan pajak). Jumlah Pajak Masukan lebih besar dari pada jumlah Pajak Keluaran dalam suatu Masa Berdasarkan pasal 9 Undang Undang No.42 Tahun 2009 apabila dalam suatu Masa Pajak, Pajak Masukan yang dapat dikreditkan lebih besar daripada Pajak Keluaran, selisihnya merupakan kelebihan pajak yang dikompensasikan ke Masa Pajak berikutnya. Atas kelebihan Pajak Masukan tersebut dapat diajukan permohonan pengembalian pada akhir tahun buku. Untuk pengusaha kena pajak dibawah ini dapat dapat mengajukan permohonan pengembalian pada setiap Masa Pajak (tidak perlu menunggu akhir tahun buku) yaitu: a. Pengusaha Kena Pajak yang melakukan ekspor Barang Kena Pajak Berwujud b. Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak kepada Pemungut Pajak Pertambahan Nilai c. Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang Pajak Pertambahan Nilainya tidak dipungut d. Pengusaha Kena Pajak yang melakukan ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud e. Pengusaha Kena Pajak yang melakukan ekspor Jasa Kena Pajak; dan/atau f. Pengusaha Kena Pajak dalam tahap belum berproduksi E. Tes Formatif Restitusi dapat timbul disebabkan karena a. WP patuh b. WP memenuhi kriteria tertentu c. WP risiko rendah d. Adanya kelebihan pembayaran pajak 2. Kelebihan pembayaran pajak terjadi karena a. Dalam suatu masa pajak jumlah pajak keluaran lebih besar dari jumlah pajak masukan b. Dalam suatu masa pajak jumlah pajak masukan lebih besar dari jumlah pajak keluaran c. Dalam suatu masa pajak jumlah pajak masukan sama dengan jumlah pajak keluaran d. Dalam suatu masa pajak terdapat kompensasi dari masa sebelumnya 3. Kelebihan pembayaran pajak terjadi karena a. Adanya pembayaran pajak yang seharusnya terutang b. Adanya pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang c. Adanya kompensasi dari masa sebelumnya d. Adanya pemeriksaan pajak 4. Pengusaha kena pajak yang kegiatannya semata-mata melakukan ekspor. a. umumnya akan mengalami kelebihan pembayaran PPN karena penyerahannya tidak terutang dan pajak masukan dapat dikreditkan b. umumnya akan mengalami kelebihan pembayaran PPN karena pajak keluaran terutang 0% dan pajak masukan dapat dikreditkan c. umumnya akan mengalami kelebihan pembayaran PPN karena penyerahannya mendapat fasilitas PPN dibebaskan dan pajak masukan dapat dikreditkan Halaman 146

155 d. umumnya akan mengalami kelebihan pembayaran PPN karena penyerahannya mendapat fasilitas PPN tidak dipungut dan pajak masukan dapat dikreditkan 5. Dalam kasus PKP semata-mata melakukan penyerahan ke pemungut umumnya terjadi kelebihan pembayaran PPN karena. a. Dalam penyerahan ke pemungut, pajak keluaran dipungut dan disetor sendiri oleh pengusaha kena pajak penjual, sehingga bagi PKP ada pajak keluaran yang harus dipungut atau disetor sendiri, sedangkan pajak masukan dapat dikreditkan, akibatnya akan terjadi pajak masukan yang lebih besar dari pajak keluaran b. Dalam penyerahan ke pemungut, pajak keluaran dipungut dan disetor sendiri oleh pemungut, sehingga bagi PKP tidak ada pajak keluaran yang harus dipungut atau disetor sendiri, sedangkan pajak masukan dapat dikreditkan, akibatnya akan terjadi pajak masukan yang lebih besar dari pajak keluaran c. Dalam penyerahan ke pemungut tidak terutang PPN dan pajak masukan dapat dikreditkan, sehingga terjadi kelebihan pembayaran PPN d. Dalam penyerahan ke pemungut terutang PPN 0% dan pajak masukan dapat dikreditkan, sehingga terjadi kelebihan pembayaran PPN 6. Penyerahan yang mendapatkan fasilitas PPN tidak dipungut umumnya mengakibatkan kelebihan pembayaran PPN karena a. Dalam kasus penyerahan BKP atau JKP dengan fasilitas PPN tidak dipungut, pajak keluaran terutang 0% sedangkan pajak masukan dapat dikreditkan, sehingga berakibat pajak masukan lebih besar dari pajak keluaran b. Dalam kasus penyerahan BKP atau JKP dengan fasilitas PPN tidak dipungut, pajak keluaran tidak ada yang harus dipungut sendiri oleh PKP sedangkan pajak masukan dapat dikreditkan, sehingga berakibat pajak masukan lebih besar dari pajak keluaran c. Dalam kasus penyerahan BKP atau JKP dengan fasilitas PPN tidak dipungut, pajak keluaran dibebaskan sedangkan pajak masukan dapat dikreditkan, sehingga berakibat pajak masukan lebih besar dari pajak keluaran d. Dalam kasus penyerahan BKP atau JKP dengan fasilitas PPN tidak dipungut, pajak keluaran tidak terutang PPN sedangkan pajak masukan dapat dikreditkan, sehingga berakibat pajak masukan lebih besar dari pajak keluaran 7. Apabila dalam suatu Masa Pajak, Pajak Masukan yang dapat dikreditkan lebih besar daripada Pajak Keluaran, selisihnya merupakan kelebihan pajak yang dikompensasikan ke Masa Pajak berikutnya. Atas kelebihan Pajak Masukan tersebut dapat diajukan permohonan pengembalian a. Pada masa pajak berikutnya b. Pada masa pajak tersebut c. Pada akhir tahun buku d. Kapan saja dapat dimintakan pengembalian 8. Berikut ini pengusaha kena pajak yang dapat meminta pengembalian kelebihan pembayaran tiap masa pajak a. Eksportir beras b. Eksportir jagung c. Eksportir gandum Halaman 147

156 d. Eksportir garam 9. Berikut ini pengusaha kena pajak yang dapat meminta pengembalian kelebihan pembayaran tiap masa pajak a. Pengusaha Kena Pajak dalam tahap sudah berproduksi mengkreditkan pajak masukan atas perolehan barang modal b. Pengusaha Kena Pajak dalam tahap belum berproduksi mengkreditkan pajak masukan atas perolehan barang modal c. Pengusaha Kena Pajak dalam tahap sudah berproduksi mengkreditkan pajak masukan atas perolehan bahan baku d. Pengusaha Kena Pajak dalam tahap belum berproduksi mengkreditkan pajak masukan atas perolehan bahan baku 10. Pengusaha kena pajak A semata-mata melakukan penyerahan ke kawasan berikat. Pengusaha kena pajak. Pernyataan yang benar adalah a. Pengusaha kena pajak A tidak dapat mengajukan restitusi tiap masa pajak b. Pengusaha kena pajak A dapat mengajukan restitusi tiap masa pajak c. Pengusaha kena pajak A harus mengajukan restitusi akhir tahun buku d. Untuk mengajukan restitusi harus ditetapkan terlebih dahulu sebagai wajib pajak patuh 11. Salah satu kriteria wajib pajak patuh yang dapat diberikan pengembalian pendahuluan kelebihan PPN adalah a. penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan tepat waktu dalam 1 tahun terakhir b. penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan tepat waktu dalam 2 tahun terakhir c. penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan tepat waktu dalam 3 tahun terakhir d. penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan tepat waktu dalam 5 tahun terakhir 12. Wajib Pajak yang memenuhi persyaratan tertentu yang dapat diberikan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak meliputi Pengusaha Kena Pajak yang menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai lebih bayar restitusi dengan jumlah lebih bayar paling banyak a. Rp ,00. b. Rp ,00. c. Rp ,00. d. Rp , Direktur Jenderal Pajak dapat melakukan pemeriksaan terhadap Wajib Pajak dan menerbitkan surat ketetapan pajak, setelah melakukan pengembalian pendahuluan kelebihan pajak kepada Pengusaha Kena Pajak risiko rendah. Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan Direktur Jenderal Pajak menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, jumlah kekurangan pajak ditambah dengan sanksi administrasi berupa a. bunga 2% perbulan b. kenaikan 100% dari jumlah kekurangan pembayaran pajak c. kenaikan 50% dari jumlah kekurangan pembayaran pajak d. kenaikan 2% dari jumlah kekurangan pembayaran pajak. 14. Berdasarkan pasal 16E Undang Undang No.42 tahun 2009 Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang sudah dibayar atas pembelian Barang Kena Pajak yang dibawa ke luar Daerah Pabean oleh orang pribadi pemegang paspor Halaman 148

157 luar negeri dapat diminta kembali. Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang dapat diminta kembali tersebut harus memenuhi syarat nilai Pajak Pertambahan Nilai paling sedikit a. Rp5.000,00 b. Rp50.000,00 c. Rp ,00 d. Rp , Dokumen yang harus ditunjukkan pada saat meminta kembali Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah adalah: a. SPT Masa PPN, kartu NPWP, SK Pengukuhan PKP, paspor, boarding pass dan faktur pajak b. Kartu NPWP, SK Pengukuhan PKP, paspor, boarding pass dan faktur pajak c. Kartu NPWP, paspor, boarding pass dan faktur pajak d. paspor, boarding pass dan faktur pajak F. Umpan Balik dan Tindak Lanjut Cocokkanlah jawaban Anda dengan Kunci Jawaban yang terdapat di bagian akhir Bahan Ajar. Hitunglah jawaban Anda yang benar. Kemudian gunakanlah rumus dibawah ini untuk mengetahui tingkat penguasaan anda terhadap materi ini. Rumus : Jumlah Soal Yang Dijawab Dengan Benar Nilai = x 100% Jumlah Soal Dengan hasil penghitungan itu dapat dilakukan klasifikasi penilaian, yaitu : Bila > 80%, Sangat Baik Bila 70% - 79%, Baik Bila 60% - 69%, Cukup Bila < 60%, Kurang Bila Anda mencapai penguasaan diatas 70% atau lebih, Anda dapat meneruskan ke Kegiatan Belajar 11, apabila belum supaya memperdalam terlebih dahulu Kegiatan Belajar 10. Halaman 149

158 Kegiatan Belajar SPT MASA PPN A. Indikator a. Peserta diklat memahami kewajiban pelaporan SPT Masa PPN b. Peserta diklat mampu mengisi SPT Masa PPN Formulir 1111 c. Peserta diklat mampu mengisi SPT Masa PPN Formulir 1111DM d. Peserta diklat mampu mengisi SPT Masa PPN Formulir 1107PUT B. Uraian dan Contoh a. Kewajiban Pelaporan SPT Masa PPN Kewajiban pelaporan atas pemungutan dan penyetoran pajak terutang diatur dalam Pasal 3A Undang Undang PPN dan Pasal 3 Undang Undang KUP. Dalam penjelasan Pasal 3 Undang Undang KUP digariskan bahwa bagi PKP fungsi Surat Pemberitahuan adalah sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan penghitungan jumlah PPN dan PPnBM yang terutang dan untuk melaporkan tentang : a. pengreditan Pajak Masukan terhadap Pajak Keluaran ; b. pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri oleh Pengusaha Kena Pajak dan/atau melalui pihak lain dalam satu Masa Pajak, yang ditentukan oleh ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku ; c. bagi Pemotong atau Pemungut Pajak, fungsi Surat Pemberitahuan adalah sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan pajak yang dipotong atau dipungut dan disetorkannya. Berdasarkan Pasal 4 UU KUP ditentukan bahwa pengisian SPT harus dilakukan dengan lengkap, benar dan ditanda tangani oleh pengurus atau direksi untuk wajib pajak Badan. Dalam hal SPT ditanda tangani oleh orang lain selain yang disebut diatas, harus dilampiri Surat Kuasa Khusus. SPT harus disampaikan dengan lengkap, artinya disertai lampiran yang telah ditetapkan. SPT yang disampaikan tidak lengkap, dianggap SPT tersebut tidak pernah disampaikan. Dalam praktik pelaporan PPN dikenal 3 jenis SPT Masa PPN yang berlaku saat ini, yaitu a. SPT Masa PPN 1111 b. SPT Masa PPN 1111 DM c. SPT Masa PPN 1107 PUT b. SPT Masa PPN 1111 Bentuk Dan Isi SPT Masa PPN 1111 SPT Masa PPN 1111 terdiri dari: d. Induk SPT Masa PPN; dan Halaman 150

159 e. Lampiran SPT Masa PPN, baik dalam bentuk formulir kertas (hard copy) atau data elektronik, yang merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan, yang masing-masing diberi nomor, kode, dan nama formulir (F ) Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai (SPT Masa PPN) Induk SPT Masa PPN AB (D ) A1 (D ) A2 (D ) B1 (D ) B2 (D ) Rekapitulasi Penyerahan dan Perolehan Daftar Ekspor BKP Berwujud, BKP Tidak Berwujud, dan/atau JKP Daftar Pajak Keluaran atas Penyerahan Dalam Negeri Dengan Faktur Pajak Daftar Pajak Masukan yang Dapat Dikreditkan atas Impor BKP dan Pemanfaatan BKP Tidak Berwujud/JKP dari Luar Daerah Pabean Daftar Pajak Masukan yang Dapat Dikreditkan atas Perolehan BKP/JKP Dalam Negeri Lampiran SPT Masa PPN sebagai Sub Induk SPT Masa PPN (memuat keterangan rekapitulasi penyerahan, perolehan dan penghitungan Pajak Masukan yang dapat dikreditkan) Lampiran SPT Masa PPN untuk melaporkan Pemberitahuan Ekspor Barang, Pemberitahuan Ekspor Jasa Kena Pajak/Barang Kena Pajak Tidak Berwujud Lampiran SPT Masa PPN untuk melaporkan: - Faktur Pajak selain Faktur Pajak yang menurut ketentuan diperkenankan untuk tidak mencantumkan identitas pembeli serta nama dan tanda tangan penjual, yang diterbitkan; dan/atau - Nota Retur/Nota Pembatalan yang diterima Lampiran SPT Masa PPN untuk melaporkan Pemberitahuan Impor Barang atas impor Barang Kena Pajak dan/atau SSP atas Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud/Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean Lampiran SPT Masa PPN untuk melaporkan: - Faktur Pajak yang dapat dikreditkan, yang diterima; dan/atau - Nota Retur/Nota Pembatalan atas pengembalian Barang Kena Pajak/pembatalan Jasa Kena Pajak yang Pajak Masukannya dapat dikreditkan, yang Halaman 151

160 B3 (D ) Daftar Pajak Masukan yang Tidak Dapat Dikreditkan atau yang Mendapat Fasilitas diterbitkan Lampiran SPT Masa PPN untuk melaporkan: - Faktur Pajak yang tidak dapat dikreditkan atau mendapat fasilitas, yang diterima; dan/atau - Nota Retur/Nota Pembatalan atas pengembalian Barang Kena Pajak/pembatalan Jasa Kena Pajak yang Pajak Masukannya tidak dapat dikreditkan atau mendapat fasilitas, yang diterbitkan SPT Masa PPN 1111 ini wajib digunakan oleh setiap PKP selain PKP yang menggunakan pedoman penghitungan pengkreditan Pajak Masukan, untuk pelaporan SPT Masa PPN mulai Masa Pajak Januari Dalam hal SPT Masa PPN 1111 Lebih Bayar dan dimintakan pengembalian (restitusi) denganpengembalian pendahuluan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17C Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009, SPT Masa PPN 1111 harus dilampiri dengan seluruh dokumen dalam bentuk hardcopy berupa: a. Pemberitahuan Ekspor Barang, Pemberitahuan Ekspor Jasa Kena Pajak/Barang Kena Pajak Tidak Berwujud, sebagaimana dilaporkan dalam Formulir 1111 A1; b. Faktur Pajak Keluaran dan Nota Retur/Nota Pembatalan, sebagaimana dilaporkan dalam Formulir 1111 A2; c. Pemberitahuan Impor Barang atas Impor Barang Kena Pajak dan/atau Surat Setoran Pajak atas pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud/Jasa Kena Pajak dari luar daerah pabean, sebagaimana dilaporkan dalam Formulir 1111 B1; d. Faktur Pajak Masukan dan Nota Retur/Nota Pembatalan, sebagaimana dilaporkan dalam Formulir 1111 B2; e. Faktur Pajak Masukan dan/atau Nota Retur/Nota Pembatalan, sebagaimana dilaporkan dalam Formulir 1111 B3. Dikecualikan dari kewajiban melampirkan dokumen dalam bentuk hardcopy diatas dalam hal dokumen tersebut berupa Faktur Pajak yang berbentuk elektronik (e-faktur). SPT Masa PPN 1111 Lebih Bayar Restitusi yang tidak memenuhi persyaratan daiata dianggap SPT tidak lengkap. c. SPT Masa PPN 1111 DM Fungsi Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai (SPT Masa PPN) Bagi Pengusaha Kena Pajak Yang Menggunakan Pedoman Penghitungan Pengkreditan Pajak Masukan. Dalam sistem self assessment, SPT Masa PPN berfungsi sebagai sarana bagi PKP yang menggunakan pedoman penghitungan pengkreditan Pajak Masukan untuk mempertanggungjawabkan penghitungan jumlah PPN atau PPN dan PPnBM yang terutang dan melaporkan tentang: - pengkreditan Pajak Masukan (PM) terhadap Pajak Keluaran (PK); dan Halaman 152

161 - pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri dalam suatu Masa Pajak. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 (Undang-Undang PPN), Undang- Undang KUP, dan aturan pelaksanaan Undang-Undang PPN yaitu: - Peraturan Menteri Keuangan Nomor 74/PMK.03/2010 tentang Pedoman Penghitungan Pengkreditan Pajak Masukan Bagi Pengusaha Kena Pajak Yang Mempunyai Peredaran Usaha Tidak Melebihi Jumlah Tertentu; dan - Peraturan Menteri Keuangan Nomor 79/PMK.03/2010 tentang Pedoman Penghitungan Pengkreditan Pajak Masukan Bagi Pengusaha Kena Pajak Yang Melakukan Kegiatan Usaha Tertentu, maka perlu dibuat SPT Masa PPN khusus bagi PKP yang menggunakan pedoman penghitungan pengkreditan Pajak Masukan untuk memberi kemudahan dalam melaporkan kewajiban perpajakannya, yaitu SPT Masa PPN 1111 DM. SPT Masa PPN 1111 DM ini wajib digunakan oleh PKP yang menggunakan pedoman penghitungan pengkreditan Pajak Masukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (7) dan ayat (7a) Undang- Undang PPN untuk pelaporan SPT Masa PPN mulai Masa Pajak Januari Bentuk Dan Isi SPT Masa PPN 1111 DM Nomor, kode, dan nama formulir SPT Masa PPN 1111 DM adalah sebagai berikut: DM (F ) Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai (SPT Masa PPN) Bagi PKP Yang Menggunakan Pedoman Penghitungan Pengkreditan Pajak Masukan Induk SPT Masa PPN A DM (D ) Daftar Pajak Keluaran atas Penyerahan Dalam Negeri Dengan Faktur Pajak Lampiran SPT Masa PPN untuk melaporkan: - Faktur Pajak selain Faktur Pajak yang menurut ketentuan diperkenankan untuk tidak mencantumkan identitas pembeli serta nama dan tanda tangan penjual, yang diterbitkan; dan/atau - Nota Retur/Nota Pembatalan yang diterima R DM Daftar Pengembalian BKP dan Lampiran SPT Masa PPN Halaman 153

162 (D ) Pembatalan JKP oleh PKP yang Menggunakan Pedoman Penghitungan Pengkreditan Pajak Masukan untuk melaporkan daftar Nota Retur dan Nota Pembatalan yang diterbitkan d. SPT Masa PPN 1107 PUT Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai (SPT Masa PPN) Bagi Pemungut PPN SPT Masa PPN Bagi Pemungut PPN berfungsi sebagai sarana bagi Pemungut PPN untuk mempertanggungjawabkan PPN atau PPN dan PPn BM terutang yang harus dipungut atas penyerahan BKP dan/atau JKP oleh PKP kepada Pemungut PPN dan melaporkan tentang: PPN atau PPN dan PPn BM yang dipungut dan disetor oleh Penerbit Surat Perintah Membayar (SPM) melalui Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara atau KPPN (dahulunya Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara); dan PPN atau PPN dan PPn BM yang dipungut dan disetor sendiri oleh Pemungut PPN. Bentuk Dan Isi Spt Masa Ppn Bagi Pemungut PPN Formulir 1107 PUT SPT Masa PPN Bagi Pemungut PPN bentuk Formulir 1107 PUT terdiri dari : a. Induk SPT Masa PPN Bagi Pemungut PPN; dan b. Lampiran SPT Masa PPN Bagi Pemungut PPN, baik dalam bentuk formulir kertas (hard copy) atau data elektronik; yang merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan. Dalam hal SPT Masa PPN Bagi Pemungut PPN disampaikan oleh Bendaharawan Pemerintah maka yang merupakan bagian tidak terpisahkan adalah Induk SPT Masa PPN Bagi Pemungut PPN dan Lampiran 1 SPT Masa PPN Bagi Pemungut PPN (Formulir 1107 PUT 1). Dalam hal SPT Masa PPN Bagi Pemungut PPN disampaikan oleh selain Bendaharawan Pemerintah maka yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan adalah Induk SPT Masa PPN Bagi Pemungut PPN dan Lampiran 2 SPT Masa PPN Bagi Pemungut PPN (Formulir 1107 PUT 2). Penomoran kode dan nama Formulir SPT Masa Bagi Pemungut PPN adalah sebagai berikut : PUT (F ) PUT 1 (D ) PUT 2 (D ) Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai (SPT Masa PPN) Bagi Pemungut PPN Lampiran 1 Daftar PPN dan PPn BM Yang Dipungut Oleh Bendaharawan Pemerintah Lampiran 2 Daftar PPN dan PPn BM Yang Dipungut Oleh Selain Bendaharawan Pemerintah Induk SPT Masa PPN Bagi Pemungut PPN Lampiran SPT Masa PPN Bagi Pemungut PPN dalam bentuk formulir kertas (hard copy) atau data elektronik Lampiran SPT Masa PPN Bagi Pemungut PPN dalam bentuk formulir kertas (hard copy) atau data elektronik Halaman 154

163 C. Latihan Kasus 1 : SPT Masa PPN Form 1111 (Kasus PPN) PT Indogarmen sebuah perusahaan yang bergerak dalam bidang industri pakaian jadi, telah dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak sejak 2 Januari 2001 dengan data-data sebagai berikut: Nama : PT Indogarmen NPWP : Alamat : Jl Margonda No.17 Kota : Depok Telepon : Kode Pos : Usaha : Industri pakaian jadi KLU : Tahun buku : Januari sd Desember Penanggung Jawab : Hartawan Jabatan : Direktur Penjualan / penyerahan: Tanggal Uraian 1 Maret 2015 Penjualan sejumlah baju ke PT Abadi NPWP : dengan harga jual Rp diterbitkan faktur pajak nomor Maret 2015 Penjualan sejumlah kaos ke PT Benua NPWP : dengan harga jual Rp diterbitkan faktur pajak nomor Maret 2015 Penjualan sejumlah celana ke PT Cahaya NPWP : dengan harga jual Rp diterbitkan faktur pajak nomor Maret 2015 Diserahkan tagihan atas penjualan sejumlah baju dinas ke Bendahara Mabes Polri NPWP : dengan harga jual Rp diterbitkan faktur pajak nomor Maret 2015 Penjualan sejumlah baju seragam ke PT Permina sebuah BUMN pemerintah NPWP : dengan harga jual Rp diterbitkan faktur pajak nomor Maret 2015 PT Indogarmen menggunakan produk sendiri sejumlah baju untuk dibagikan kepada karyawan sebagai bingkisan tahun baru dengan harga pokok Rp diterbitkan faktur pajak nomor Maret 2015 Penjualan sejumlah kain ke PT Dewaruci NPWP : yang berkedudukan di kawasan berikat sebagai bahan baku dengan harga jual Rp diterbitkan faktur pajak nomor Maret 2015 Penjualan sejumlah baju ke Kedutaan Besar Jerman dengan harga juarp diterbitkan faktur pajak nomor Maret 2015 Dijual sebuah mobil truk yang selama ini untuk distribusi kepada PT Prima NPWP : dengan harga jual Rp diterbitkan faktur pajak nomor Maret 2015 Diekspor sejumlah baju ke Hongky Ltd berkedudukan di Hongkong dengan nilai ekspor Rp sesuai PEB Noomor PEB Maret 2015 Diekspor sejumlah celana ke Singky Pte Ltd berkedudukan di Singapura dengan nilai ekspor Rp sesuai PEB Noomor PEB-0016 Halaman 155

164 23 Maret 2015 Dikembalikan sejumlah baju oleh PT Abadi NPWP : dengan harga jual Rp karena cacat produksi sesuai nota retur nomor RET atas penyerahan dengan faktur pajak nomor Maret 2015 Penjualan melalui outlet eceran kepada pembeli yang tidak jelas identitasnya sesuai invoice yang diterbitkan selama bulan Maret 2015 total harga jual Rp Pembelian / pembayaran: Tanggal Uraian 2 Maret 2015 Pembelian sejumlah kain dari PT Kaindo NPWP : dengan harga jual Rp diterima faktur pajak nomor Maret 2015 Pembelian sejumlah benang dari PT Indobenang NPWP : dengan harga jual Rp diterima faktur pajak nomor Maret 2015 Pembelian mobil truk untuk distribusi dari PT Mobilindo NPWP harga jual Rp diterima faktur pajak nomor Maret 2015 Pembelian mobil sedan untuk direktur dari PT Astraindo NPWP harga jual Rp diterima faktur pajak nomor Maret 2015 Diimpor sejumlah kain dari Chaiya Ltd India sesuai PIB Nomor PIB-0034 dengan nilai impor Rp Maret 2015 Diimpor sejumlah benang sutra dari Lee Ltd China sesuai PIB Nomor PIB dengan nilai impor Rp Maret 2015 Dibayar biaya perbaikan mobil station wagon untuk komisaris perusahaan dari Servicindo NPWP dengan penggantian Rp diterima faktur pajak nomor Maret 2015 Diterima tagihan No.252 dengan penggantian Rp atas pemakaian merek dagang dari Ocela Ltd di Inggris. PPN atas pemanfaatan BKP tidak berwujud dari luar daerah pabean telah disetor sesuai SSP tertanggal 15 April 2015 NTPN Informasi tambahan : 1. Selama bulan Maret 2015 perusahaan membangun sebuah gudang seluas 200m 2. Biaya yang dikeluarkan untuk pembangunan tersebut sebesar Rp Berdasarkan data SPT PPN Masa Februari 2015 menunjukkan lebih bayar Rp yang diminta untuk dikompensasikan di bulan berikutnya 3. Wajib pajak telah mendapatkan nomor seri faktur pajak berdasarkan Surat No S- 567/WPJ.07/KP0506/2015 tanggal 28 Februari 2015 mulai Nomor sd Permasalahan : Isilah SPT PPN Masa Maret 2015 dengan benar, lengkap dan jelas! Kasus 2 : SPT Masa PPN Form 1111 (Kasus PPN dan PPn BM) PT NUSANTARA MOBIL sebuah perusahaan yang bergerak dalam bidang industri otomotif. Dalam kegiatan usahanya PT NUSANTARA MOBIL mengimpor, merakit dan memproduksi mobil untuk dijual di dalam negeri maupun di ekspor ke luar negeri. Hasil produksi PT NUSANTARA MOBIL berupa mobil angkutan barang dan mobil angkutan penumpang semuanya menggunakan merek "MONAS". Mobil angkutan barang yang diproduksi PT NUSANTARA MOBIL berjenis truk. Sedangkan mobil angkutan penumpang berjenis sedan Halaman 156

165 yang termasuk dalam kategori kendaraan bermotor yang dikenakan PPn BM tarif 30%. Selain menjual mobil, PT NUSANTARA MOBIL juga menjual suku cadang mobil yang diproduksinya. Tempat kedudukan PT NUSANTARA MOBIL di Jl.Jenderal A Yani No.17 Karawang, Kode Pos Telepon dan terdaftar sebagai Pengusaha Kena Pajak di KPP Pratama Karawang Utara sejak tanggal 20 Juli 2004 dengan NPWP : PT NUSANTARA MOBIL mempunyai sebuah toko suku cadang dan bengkel yang terletak di samping pabrik. Bengkel dan toko suku cadang tersebut dikhususkan untuk melayani penjualan secara eceran tunai secara langsung. Disamping itu perusahaan mengelola sebuah kantin yang menyediakan makanan dan minuman bagi karyawan dan para pengunjung toko sukucadang dan bengkel. Saat ini PT NUSANTARA MOBIL mempunyai sebuah kantor cabang berupa showroom yang terletak di Jl Raya Bogor No 10 Cibinong Jawa Barat dan terdaftar di KPP Pratama Cibinong dengan NPWP : Selama bulan April 2016 PT NUSANTARA MOBIL melakukan transaksi sebagai berikut : Penjualan / penyerahan Tanggal Uraian 01 April 2016 Penjualan tunai sejumlah suku cadang senilai total Rp kepada PT PERSADA April 2016 Melakukan penyerahan 10 unit mobil truk kepada distributor mobil PT DIOMOBIL NPWP senilai total Rp , pembayaran baru diterima tanggal 04 April April 2016 Diterima uang muka penjualan dari PT RAJAMOBIL Rp atas kontrak jual beli 3 unit mobil sedan senilai total Rp Penyerahan barang dilakukan tanggal 8 April 2016, berikut pelunasan dengan diberikan diskon Rp April 2016 Penjualan tunai mobil truk kepada Tn Budiman seharga Rp Tn Budiman seorang pedagang baju di pasar Tanah Baru yang belum memiliki NPWP 11 April 2016 Diterima pembayaran dari PT PRAMEX sebesar $ termasuk PPN dan PPn BM sebagai realisasi pembayaran atas penyerahan 1 unit mobil sedan yang dilakukan tanggal 10 April April 2016 Diekspor sejumlah 8 unit mobil sedan kepada SAAD MOTOR Ltd di Qatar dengan nilai ekspor $ PEB dengan nomor: PEB-475 disetujui / difiat muat oleh Ditjen Bea Cukai tanggal yang sama. 13 April 2016 Dilakukan penyerahan secara tunai 1 unit mobil truk senilai Rp kepada PT SARANA sebuah perusahaan yang terletak di Pulau Batam. Atas penyerahan ini mendapat fasilitas PPN tidak dipungut 14 April 2016 Diekspor sejumlah suku cadang mobil sedan kepada TOHIRUUN MOBIL Ltd di Qatar dengan nilai ekspor $ PEB dengan nomor: PEB-520 disetujui / difiat muat oleh Ditjen Bea Cukai tanggal yang sama. 15 April 2016 Dilakukan penjualan secara tunai 3 unit mobil truk kepada PT KELANA MOTOR sesuai kontrak senilai Rp Dalam kontrak dicantumkan jumlah tersebut termasuk PPN. 16 April 2016 Diserahkan surat tagihan kepada Bendaharawan Dinas Kebersihan DKI atas penyerahan 4 unit mobil truk sampah senilai Rp yang dilakukan pada tanggal 2 April Dalam nilai kontrak tersebut harga sudah termasuk PPN. Pembayaran baru terealisasi tanggal 18 April SSP baru diterima 7 Mei 2016 Halaman 157

166 16 April 2016 Melakukan penyerahan 1 unit mobil sedan kepada PT GARUDA NPWP senilai total Rp , pembayaran baru diterima tanggal 17 April PT GARUDA adalah sebuah BUMN yang lebih dari 51% sahamnya dimiliki pemerintah 17 April 2016 Diterima kembali 1 buah mobil truk senilai Rp dari PT DIOMOBIL karena cacat produksi dengan nota retur nomor NR tertanggal 16 April 2016, atas penyerahan mobil truk yang dilakukan tanggal 02 April April 2016 Penjualan sebuah mobil pick up yang selama ini digunakan untuk distribusi barang dengan harga jual Rp kepada PT BAHTERA MOBIL April 2016 Diberikan secara cuma-cuma sejumlah suku cadang untuk sampel product kepada PT INDOPART seharga sebesar Rp ,-. Nilai terseut termasuk laba kotor 20% dari harga pokok. 20 April 2016 Penjualan tunai sejumlah 1 unit mobil truk dengan harga jual Rp termasuk PPN kepada pembeli yang tidak jelas identitasnya 21 April 2016 Diserahkan sejumlah sukucadang ke PT NUSANTARA MOBIL cabang Cibinong senilai Rp termasuk laba 20% dari harga pokok 22 April 2016 Perusahaan meberikan bonus sebuah mobil sedan kepada seorang karyawan yang berprestasi dengan harga jual termasuk laba 20% dari harga pokok 23 April 2016 Diserahkan 10 unit mobil sedan ke PT NUSANTARA MOBIL cabang Cibinong senilai Rp termasuk laba 20% dari harga pokok 24 April 2016 Diserahkan secara tunai berikut diterima pembayarannya atas pesanan 1 unit mobil sedan anti peluru dari Kedutaan Australia dengan harga jual Rp Mobil sedan ini akan dipakai sebagai kendaraan operasional duta besar. Atas penyerahan ini mendapat fasilitas PPN dibebaskan 25 April 2016 Penjualan tunai secara eceran sejumlah onderdil melalui toko sukucadang dan bengkel dan bengkel dengan bukti pemungutan PPN berupa invoice No.GT-001 dengan harga jual Rp April 2016 Penyerahan jasa servis melalui toko sukucadang dan bengkel dengan bukti pemungutan PPN berupa invoice No.GT-002 dengan penggantian Rp April 2016 Diterima pembayaran atas penjualan 1 unit mobil sedan kepada PT DELIMA MOTOR dengan harga jual Rp Penyerahan mobil sedan kepada PT DELIMA MOTOR telah dilakukan tanggal 28 Maret April 2016 Dijual sebuah mobil type station wagon yang selama ini digunakan sebagai kendaraan operasional perusahaan kepada PT RAHMAT MOTOR dengan harga jual Rp April 2016 Jumlah penjualan tunai makanan minuman melalui kantin (rumah makan) selama bulan April 2016 Rp Pembelian / perolehan Tanggal Uraian 01 April 2016 Dibeli sejumlah ban mobil dari PT INDOBAN NPWP senilai Rp untuk memproduksi mobil truk dan mobil sedan. Faktur pajak nomor April 2016 Sejumlah mesin mobil yang diimpor dari KING KOONG Ltd di Hongkong Halaman 158

167 tiba di Pelabuhan Tanjung Priok. Biaya yang dikeluarkan sehubungan dengan impor tersebut adalah harga barang FOB $15.000, asuransi $500, pengangkutan $4.000 Bea Masuk 2%. PPN atas impor telah dibayar ke BANK MANDIRI pada tanggal 2 April 2016 NTPN sesuai Pemberitahuan Impor Barang Nomor : PIB-0016 tanggal 2 April April 2016 Terkait pesanan mobil sedan anti peluru Kedutaan Besar Australia yang penyerahannya mendapat fasilitas PPN dibebaskan, PT NUSANTARA MOBIL mengimpor sasis mobil anti peluru dari di ARMOR Ltd di Amerika Serikat. Mobil ini nantinya akan dirakit dan kemudian diserahkan ke Kedutaan Besar Australia. Biaya yang dikeluarkan sehubungan dengan impor tersebut adalah harga barang FOB $21.000, asuransi $500, pengangkutan $3.000 Bea Masuk 5%. PPN atas impor telah dibayar ke BANK BCA pada tanggal 3 April 2016 NTPN sesuai Pemberitahuan Impor Barang Nomor: PIB-0017 tanggal 3 April April 2016 Dibeli tunai dari PT KANINDO cat mobil seharga Rp Faktur pajak nomor April 2016 Dibeli tunai 1 unit minibus untuk keperluan marketing dari PT YOTOYA ARTA senilai Rp termasuk PPN 10% dan PPn BM 20%. Faktur pajak nomor April 2016 Dibeli tunai sebuah mobil station wagon dari PT INDOMOTOR senilai Rp termasuk PPN 10% dan PPn BM 30%. Mobil tersebut digunakan untuk keperluan marketing pegawai bagian pemasaran. Faktur pajak nomor April 2016 Dibayarkan kepada DIAMOND MOTOR Corp. di Amerika invoice No.564 dengan penggantian sebesar $ untuk jasa konsultasi manajemen industri otomotif. PPN disetor melalui BANK BNI sesuai dengan batas akhir penyetoran sesuai dengan ketantuan. NTPN : April 2016 Diterima faktur pajak tertanggal 2 Desember 2015 dari PT ASESOR sebagai bukti pembayaran PPN atas pembelian asesoris mobil seharga Rp Faktur pajak nomor April 2016 Ditemukan faktur pajak tertanggal 31 Maret 2016 atas pembelian jok mobil dari PT JOKINDO yang penyerahan barangnya dilakukan tanggal 31 Maret 2016 dengan harga jual Rp Faktur pajak tersebut belum diperhitungkan di SPT PPN Masa sebelumnya. Faktur pajak nomor April 2016 Mengirim kembali sejumlah ban dengan Nota Retur No.NR-003 tertanggal 11 April 2016, sebagian ban kepada PT INDOBAN seharga Rp ,- yang dibeli pada tanggal 01 April 2016, karena cacat produksi 12 April 2016 Terkait pesanan mobil sedan anti peluru Kedutaan Besar Australia yang penyerahannya mendapat fasilitas PPN dibebaskan, PT NUSANTARA MOBIL membeli kaca ant peluru dari PT BULLETPROOF dengan harga jual Rp Faktur pajak nomor April 2016 Dibayar tagihan telepon Rp termasuk PPN kepada PT TELKOM sesuai bukti tagihan pembayaran jasa telekomunikasi Nomor telah diisi informasi dengan lengkap 18 April 2016 Mengimpor 1 unit mobil sedan merek KRISLER sebagai barang dagangan Halaman 159

168 dari di KRISLER Ltd di Jerman. Sedan ini memiliki type yang sama dengan yang diproduksi PT NUSANTARA MOBIL. Biaya yang dikeluarkan sehubungan dengan impor tersebut adalah harga barang FOB $30.000, asuransi $600, pengangkutan $5.000 Bea Masuk 15%. PPN atas impor telah dibayar ke BANK MANDIRI pada tanggal 18 April 2016 NTPN sesuai Pemberitahuan Impor Barang Nomor : PIB tanggal 18 April April 2016 Dibeli tunai dari CV SUMBER KARYA satu unit mesin untuk merakit mobil seharga Rp Faktur pajak nomor Atas pembelian ini mendapat fasilitas PPN dibebaskan dibuktikan PT NUSANTARA MOBIL telah mendapatkan surat keterangan bebas (SKB) PPN. 30 April 2016 PT NUSANTARA MOBIL membangun sebuah gudang dengan menggunakan tukang harian yang diawasi sendiri seluas 300 m2. Biaya yang dikeluarkan selama bulan April 2016 Rp termasuk harga perolehan tanah Rp dan pembelian batu dan pasir Rp Keterangan tambahan : Para pihak berstatus PKP kecuali ditentukan lain Mobil truk dan sedan yang dijual di bulan April 2016 merupakan hasil produksi PT NUSANTARA MOBIL, kecuali disebutkan lain Angka dalam soal tidak termasuk PPN dan PPn BM kecuali ditentukan lain Faktur pajak keluaran dibuat sesuai batas akhir sesuai ketentuan yang berlaku Faktur pajak dibuat dengan menggunakan kode dan nomor seri faktur pajak sesuai ketentuan Peraturan Dirjen Pajak, kecuali untuk penjualan eceran melalui toko suku cadang dan bengkel, bukti pungutan PPN menggunakan invoice dengan nomor sesuai administrasi PT NUSANTARA MOBIL sendiri Sesuai dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-24/PJ/2012 perusahaan telah mendapatkan nomor seri faktur pajak sejak 1 Januari 2016 mulai dengan nomor s.d PT NUSANTARA MOBIL menerbitkan faktur pajak secara berurutan, nomor faktur pajak terakhir yang diterbitkan bulan sebelumnya nomor Asumsi Kurs Menteri Keuangan : o 01 s.d 06 April 2016 $1 = Rp o 07 s.d 12 April 2016 $1 = Rp o 13 s.d 19 April 2016 $1 = Rp o 20 s.d 26 April 2016 $1 = Rp o 27 s.d 31 April 2016 $1 = Rp Dalam SPT Masa PPN Maret 2016 terdapat kelebihan pembayaran PPN sebesar Rp yang diminta untuk dikompensasikan ke masa pajak berikutnya. Pada tanggal 15 Mei 2016 PT NUSANTARA MOBIL pelaporkan SPT Pembetulan Masa Februari 2016, yang menyatakan lebih bayar Rp yang diminta untuk dikompensasikan ke Masa Pajak April 2016 Apabila dari hasil pengisian SPT Masa April 2016 menghasilkan kurang bayar atau ada pembayaran PPN maka SSP disetor sesuai tanggal batas akhir penyetoran. Permasalahan: Saudara sebagai direktur PT NUSANTARA MOBIL diminta mengisi secara benar, lengkap dan jelas SPT Masa PPN masa pajak April 2016 atas nama PT NUSANTARA MOBIL! Kasus 3 : SPT Masa PPN Form 1111DM (Kasus Pengusaha Mobil Bekas) Halaman 160

169 PT MOBIL 99 (NPWP : ) adalah pengusaha yang semata-mata melakukan kegiatan usaha sebagai dealer kendaraan bermotor bekas (KLU : 45104). Penjualan barang dagangan dilakukan melalui sebuah showroom yang terletak di Jl. Cikini Raya No. 12 Jakarta Pusat Kode Pos Telepon PT MOBIL 99 sudah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak sejak 2 Januari PT MOBIL 99 menetapkan laba kotor sebesar 20% dari Harga Pokok Penjualan dan menetapkan Harga Jualnya. Untuk kepentingan penghitungan PPN terutang Masa Pajak Januari 2015 diperoleh data-data penjualan dan pembelian sebagai berikut. Penjualan / penerimaan Tanggal 2 Januari Januari Januari Januari Januari Januari Januari Januari januari Januari Januari Januari Januari 2015 Uraian Penjualan sedan bekas kepada PT ABADI harga jual Rp secara tunai Dijual secara tunai 1 unit mobil Jeep Willis dengan harga jual Rp secara tunai kepada PT MUSEUM MOBIL Menjual satu unit esspass bekas dengan harga jual termasuk PPN Rp kepada CV BUANA Pembayaran baru diterima pada tanggal 5 Februari Menjual satu unit mobil kijang bekas dengan Harga Jual Rp70juta secara tunai kepada Tn Chandra Menjual satu unit sedan bekas dengan Harga Jual Rp kepada PT DELIMA , bersamaan dengan penyerahan mobil diterima uang muka sebesar Rp Sisanya diangsur dua kali pada 8 Februari 2015 dan 8 Maret Menjual satu unit sedan bekas dengan Harga Jual Rp kepada PT FAVORIT dan dibayar tunai. Memutuskan untuk menggunakan sendiri mobil sedan yang semula dimaksudkan untuk dijual sebagai barang dagangan, untuk kendaraan operasional perusahaan. Sedan tersebut dulunya dibeli dengan harga jual Rp Memberikan sumbangan kepada sebuah YAYASAN PANTI ASUHAN sebuah mobil pick up bekas yang awalnya akan dijual sebagai barang dagangan dengan Harga Jual Rp Menjual sebuah mobil minibus yang sebelumnya digunakan sebagai kendaraan operasional perusahaan dengan harga jual Rp kepada PT MENTARI Menjual secara kredit sebuah mobil sedan bekas kepada Tn Hamdan (tidak punya NPWP) dengan Harga Jual sebesar Rp Pembayaran pertama dilakukan tanggal 4 Februari 2015 sebesar Rp Sisanya dilunasi setiap bulan selama dua kali. Memakai sendiri sebuah mobil sedan bekas untuk kepentingan pribadi direktur. Sedan ini semula akan dijual sebagai barang dagangan. Mobil ini dulunya dibeli dengan harga Rp Menjual satu unit minibus dengan Harga Jual Rp kepada PT X- TRANS sebuah travel biro secara tunai. Diterima kembali 1 unit mobil Jeep Willis yang pada tanggal 2 Januari 2015 dijual kepada PT MUSEUM MOBIL, karena tidak ada surat- surat yang lengkap. Nota retur nomor RET-005 tanggal 25 Januari 2015 Halaman 161

170 Tanggal 27 Januari 2015 Uraian Penjualan tunai sejumlah mobil bekas taksi kepada PT KOPAMIJAYA Rp dengan bukti pemungutan PPN menggunakan invoice (tidak menggunakan kode dan nomor seri faktur pajak sesuai ketentuan Peraturan Dirjen Pajak) Data pembelian/pengeluaran Tanggal Uraian 4 Januari 2015 Membeli secara tunai sebuah sedan bekas dari Tn Johnny (non PKP) dengan harga perolehan Rp Januari 2015 Membeli secara tunai sebuah kijang bekas dari Tn Yanto (non PKP) dengan harga perolehan Rp Januari 2015 Membeli secara tunai 3 unit sedan bekas dari PT KALINDO (PKP) dengan Harga Jual Rp per unit dan dipungut PPN sebesar Rp per unit. Faktur pajak nomor Januari 2015 Membayar biaya perbaikan 3 unit mobil sedan yang akan diperdagangkan, kepada PT AUTO , PKP di bidang perbengkelan. Nilai penggantian adalah sebesar Rp Ketiga mobil sedan tersebut merupakan mobil yang diperdagangkan. Faktur pajak nomor Januari 2015 Membeli secara angsuran dua unit sedan dari PT EXDEALER , PKP delaer kendaraan bermotor bekas. Satu sedan dengan Harga Jual Rp akan digunakan bagi kegiatan manajemen dan satu unit dengan Harga Jual Rp akan dijual sebagai barang dagangan. Pada saat penyerahan dilakukan pembayaran uang muka sebesar Rp Faktur pajak nomor Januari 2015 Membayar biaya perbaikan besar 3 unit mobil sedan yang akan diperdagangkan kepada PT BENGKELINDO , PKP di bidang bengkel kendaraan dengan nilai penggantian seluruhnya sebesar Rp Faktur Pajak No Januari 2015 Membayar sewa gudang dari PT GUDANGINDO (PKP) untuk waktu 2 tahun lunas dimulai Januari 2015 sampai dengan Desember Nilai penggantian sewa selama dua tahun adalah sebesar Rp Gudang tersebut digunakan untuk penyimpanan mobil-mobil bekas yang diperdagangkan. Faktur Pajak No Januari 2015 Membayar lunas pembelian 2 unit sedan dari perusahaan taksi PT BURUNG BIRU dengan harga perolehan sebesar Rp Sedan tersebut merupakan sedan bekas taksi. Perusahaan taksi tidak memungut PPN atas penyerahan mobil tersebut. 26 Januari 2015 Membeli satu unit mobil baru berupa sedan dari PT INDOMOBIL , dealer kendaraan bermotor berstatus PKP. Harga jual sedan tersebut sebesar Rp dan akan digunakan untuk operasional. Faktur Pajak No Januari 2015 Membayar biaya atas jasa kebersihan kantor kepada PT SERVICO (PKP) dengan penggantian sebesar Rp Faktur Pajak No Halaman 162

171 Tanggal Uraian 29 Januari 2015 Dikembalikan 1 unit sedan bekas yang dibeli dari PT KALINDO (PKP) , karena surat-suratnya bermasalah. Nota retur diterbitkan nomor RET Januari 2015 PT MOBIL 99 pada bulan Januari 2015 membeli sebidang tanah seharga Rp Diatas tanah tersebut dibangun sebuah bangunan untuk showroom. Pengerjaan pembangunan dilakukan oleh tukang harian yang diawasi sendiri. Biaya yang dikeluarkan sehubungan dengan pembangunan showroom tersebut selama bulan Januari 2015 Rp Keterangan : Para pihak berstatus PKP kecuali ditentukan lain PPN dipungut sesuai ketentuan yang berlaku kecuali ditentukan lain Nilai tidak termasuk PPN kecuali ditentukan lain Faktur pajak keluaran dengan sesuai ketentuan yang berlaku Faktur pajak dibuat dengan menggunakan kode dan nomor seri faktur pajak sesuai ketentuan Peraturan Dirjen Pajak, kecuali ditentukan lain. Wajib pajak diberikan nomor seri faktur pajak oleh KPP mulai 1 Januari 2015 dari nomor sd Permasalahan : Saudara sebagai Direktur PT MOBIL 99 diminta mengisi SPT 1111DM secara benar, lengkap dan jelas! Kasus 4 : SPT Masa PPN Form 1107PUT (Kasus Pemungut Bendahara) Nama : Bendahara Kementerian XYZ NPWP : Alamat : Jl. Merdeka Barat No.1 Jakarta Pusat Nomor Telpon : Berikut ini adalah pembayaran yang dilakukan selama bulan Juni Tanggal Uraian 1 Juni 2015 Melakukan pembayaran atas tagihan jasa perbaikan pengatur suhu udara (AC) tanggal 1 Juni 2015 dari rekanan PT AC GLOBAL NPWP : senilai Rp Faktur Pajak No tanggal 1 Juni Juni 2015 Melakukan pembayaran atas tagihan tanggal 1 Juni 2015 dari rekanan PT KOMPUTINDO NPWP untuk pengadaan komputer senilai Rp termasuk PPN. Faktur Pajak No tanggal 1 Juni Juni 2015 Melakukan pembayaran kepada PT GREMEDIA NPWP untuk pembelian alat tulis senilai Rp termasuk PPN. Bukti tagihan berupa kuitansi tertanggal 3 Juni Juni 2015 Melakukan pembayaran atas tagihan telpon tertanggal 2 Juni 2015 dari PT TELEKOM NPWP senilai Rp termasuk PPN 5 Juni 2015 Melakukan pembayaran honorarium rapat pegawai senilai total sesuai dengan bukti tertanggal 4 Juni Juni 2015 Melakukan pembayaran menggunakan SPM atas tagihan jasa konstruksi tanggal Halaman 163

172 Tanggal Uraian 6 Juni 2015 dari rekanan PT KONSTRUKSINDO NPWP untuk proyek pengadaan gedung baru senilai Rp sesuai dengan kontrak harga sudah termasuk PPN. Pembayaran melalui penerbitan SPM lewat KPPN Jakarta Pusat. Faktur Pajak No tanggal 1 Juni Juni 2015 Melakukan pembayaran menggunakan SPM atas ganti rugi pembebasan lahan berupa tanah kosong milik Tuan Amir senilai Rp Pembayaran melalui penerbitan SPM lewat KPPN Jakarta Pusat 8 Juni 2015 Melakukan pembayaran kepada PT ATRAS NPWP : atas tagihan tertanggal 5 Juni 2015 untuk pengadaan mobil dinas senilai Rp termasuk PPn BM 20%. Faktur Pajak No tanggal 1 Juni Juni 2015 Melakukan pembayaran atas tagihan tanggal 3 Juni 2015 dari rekanan PT MINA TANI, NPWP : untuk pengadaan beras senilai Rp untuk program peningkatan kesejahteraan pegawai honorer. 10 Juni 2015 Melakukan pembayaran atas tagihan tanggal 8 Juni 2015 dari rekanan PT GRESSINDO NPWP : untuk pengadaan kitab suci senilai Rp Faktur Pajak No tanggal 1 Juni Juni 2015 Membayarkan tagihan tertanggal 10 Juni 2015 dari HOTEL ASTON NPWP : atas penggunaan ruangan untuk acara rapat koordinasi Rp Juni 2015 Membayarkan tagihan tertanggal 1 Juni 2015 dari PT ATRAS RENT CAR NPWP : atas jasa persewaan mobil untuk acara kunjungan ke daerah senilai Rp Faktur Pajak No tanggal 1 Juni Juni 2015 Membayarkan tagihan tertanggal 13 Juni 2015 kepada RM SEDERHANA NPWP : senilai Rp atas pembelian nasi bungkus untuk konsumsi petugas jaga. Berdasarkan keterangan RM SEDERHANA bukan Pengusaha Kena Pajak 14 Juni 2015 Membayarkan tagihan tertanggal 13 Juni 2015 kepada CV PRIMA CATERING NPWP : senilai Rp atas kontrak catering untuk acara rapat pimpinan. 16 Juni 2015 Melakukan pembayaran atas tagihan tanggal 15 Juni 2015 dari PT MEBELINDO NPWP : untuk pengadaan almari senilai Rp termasuk PPN. Faktur Pajak No Juni 2015 Melakukan pembayaran atas tagihan tanggal 17 Juni 2015 pembelian 1 unit genset seharga $3, dari rekanan PT ELEKTRINDO NPWP : Informasi Kurs Menteri Keuangan : tanggal 10 Juni 2015 Rp /$1.00 dan tanggal 17 Juni 2015 Rp11.800/$1.00 serta tanggal 7 Juli 2015 Rp11.900/$1.00 Faktur Pajak No tanggal 1 7 Juni 2015 Sebagai informasi tambahan, kami sampaikan hal-hal sebagai berikut Dalam kasus ini harga belum termasuk PPN dan PPn BM kecuali disebutkan lain Bendahara Kementerian XYZ selama ini selalu menyetor PPN dan PPn BM pada batas akhir penyetoran sesuai dengan ketentuan perpajakan Dalam hal pemungutan melalui KPPN, selama ini PPN dan PPn BM diperhitungkan penyetorannya sesuai dengan ketentuan perpajakan Halaman 164

173 Dalam hal terutang PPN dan PPn BM faktur pajak diterbitkan saat pengajuan tagihan, adapun nomor urut faktur pajak diasumsikan sesuai nomor soal Permasalahan: Sebagai Bendahara Bendahara Kementerian XYZ, Isilah SPT Masa PPN 1107PUT dengan benar, lengkap dan jelas! Kasus 5 : SPT Masa PPN Form 1111 (Kasus PKP Orang Pribadi) Tn Hartawan mempunyai usaha home industri yang bergerak dalam bidang produksi sepatu dan sandal. Produk sepatu dan sandal Tn Hartawan berkualitas ekspor, sebagian diekspor ke Timur Tengah sebagian lagi dijual dalam negeri. Dalam kegiatannya Tn Hartawan juga mengelola toko sepatu untuk melayani penjualan secara eceran. Hasil produksi usaha Tn Hartawan berupa sepatu dan sandal, semuanya menggunakan merek Selip. Tempat kedudukan Tn Hartawan di Jl. Kober No. 15 Depok, dan terdaftar sebagai Pengusaha Kena Pajak di KPP Pratama Depok dengan NPWP : Selama bulan Agustus 2015 Tn Hartawan melakukan transaksi sebagai berikut : Penjualan / Penyerahan Tanggal Uraian 1 Agustus 2015 Penjualan tunai sejumlah sandal harga jual total Rp kepada PT ANDALAN NPWP Agustus 2015 Diterima uang muka penjualan dari PT BEKAKA NPWP sejumlah Rp atas kontrak jual beli sepatu dengan harga jual Rp Penyerahan barang dilakukan tanggal 4 Agustus 2015, Pelunasan tanggal 5 Agustus Agustus 2015 Penjualan tunai sejumlah sepatu anak harga jual total Rp kepada PT CERIA NPWP dengan diberikan diskon 20% adari harga jual 7 Agustus 2015 Diekspor sejumlah sandal kepada DIEN LTD di Libanon dengan nilai ekspor $ PEB dengan nomor : PEB-0018 disetujui / difiat muat oleh Ditjen Bea Cukai tanggal yang sama. 8 Agustus 2015 Dilakukan penyerahan secara tunai sepatu harga jual Rp kepada PT EKOJAYA NPWP : harga sudah termasuk PPN. 9 Agustus 2015 Dilakukan penyerahan secara konsinyasi sejumlah sepatu harga jual Rp kepada PT LUMINA NPWP Agustus 2015 Diserahkan surat tagihan kepada Bendaharawan Mabes Polri NPWP : atas penyerahan sepatu dengan nilai kontrak Rp termasuk PPN. Pembayaran baru terealisasi tanggal 22 Agustus SSP baru diterima 9 September Agustus 2015 Diserahkan sejumlah sepatu ke Kedutaan Besar Yordania di Jakarta untuk keperluan seragam satpam dengan harga jual Rp Atas penyerahan ini sesuai ketentuan mendapat fasilitas PPN dibebaskan 15 Agustus 2015 Diserahkan ke PT MERDEKA NPWP pengusaha di kawasan berikat, sejumlah persediaan karet sepatu untuk diolah lebih lanjut dengan harga jual Rp Atas penyerahan ini mendapat fasilitas PPN tidak dipungut 18 Agustus 2015 Diterima kembali sejumlah sandal yang dijual kepada PT ANDALAN pada tanggal 1 Agustus 2015 karena cacat produksi. Nota Retur Nomor RET tertanggal 18 Agustus 2015 dengan nilai PPN Rp Agustus 2015 Dijual secara tunai sebuah mobil box milik perusahaan yang selama ini telah digunakan untuk distribusi barang dengan harga jual Rp kepada PT MOBIL 99 NPWP Berdasarkan data Halaman 165

174 diketahui nilai sisa buku mobil ini Rp Agustus 2015 Tn Hartawan mengambil sejumlah sepatu digunakan untuk kepentingan pribadi sejumlah sepatu secara cuma-cuma. Harga jual sepatu tersebut seharusnya Rp termasuk laba kotor Rp Agustus 2015 Penjualan sejumlah sepatu kepada PT NURIA NPWP dengan harga jual $ Agustus 2015 Hasil penjualan melalui toko sepatu secara eceran kepada pembeli yang tidak jelas identitasnya diterbitkan invoice total sebesar Rp termasuk PPN Pembelian / Perolehan Tanggal Uraian 01 Agustus 2015 Dibeli tunai sejumlah lem sepatu dari PT OLIMO NPWP dengan harga jual Rp Faktur pajak nomor Agustus 2015 Sejumlah karet sepatu yang diimpor dari PLATE Ltd Thailand telah tiba di Pelabuhan Tanjung Priok. Biaya yang dikeluarkan sehubungan dengan impor tersebut adalah Harga barang (FOB) $5.000 Biaya pengangkutan $800 Biaya asuransi $300 Bea masuk 3% PPh pasal 22 impor 2,5% PPN atas impor telah dibayar melalui BANK BNI pada tanggal 2 Agustus 2015 sesuai Pemberitahuan Impor Barang Nomor : PIB-0075 tanggal 2 Agustus Agustus 2015 Dibeli tunai dari PT IQUIN NPWP bahan baku berupa kulit yang telah disamak untuk bahan baku pembuatan sepatu dengan harga jual Rp termasuk PPN. Faktur pajak nomor Agustus 2015 Dibeli tunai 1 unit mobil pick up untuk keperluan distribusi dari PT RESIN harga jual Rp belum termasuk pajak. Faktur pajak nomor Agustus 2015 Dibeli tunai sebuah mobil sedan dari PT TINAMOBIL NPWP senilai Rp termasuk PPN 10% dan PPn BM 30%. Mobil tersebut digunakan untuk keperluan pemasaran. Faktur pajak nomor Agustus 2015 Dibayarkan kepada UNO Ltd di Perancis sebesar $3.000 atas tagihan untuk paten desain sepatu dengan tagihan nomor UNO-77 tanggal tagihan 3 Agustus PPN telah disetor tanggal 15 September Agustus 2015 Diterima faktur pajak nomor tertanggal 3 Juni 2015 dari PT VIKO NPWP sebagai bukti pembayaran PPN atas pembelian tali sepatu harga jual Rp Faktur tersebut belum diperhitungkan dalam SPT Masa sebelumnya. 11 Agustus 2015 Mengirim kembali sejumlah bahan baku kulit dengan harga jual Rp yang dibeli tunai dari PT IQUIN tanggal 4 Agustus 2015 karena spesifikasi tidak sesuai. Nota retur nomor NR-009 tertanggal 11 Agustus Agustus 2015 Membayar biaya jasa periklanan untuk iklan sepatu ke PT SRIKANDI dengan penggantian Rp faktur pajak nomor Agustus 2015 Membayar biaya iklan ke PT WANWAN NPWP dengan penggantian Rp termasuk PPN atas tampilan ucapan selamat kepada Klien yang telah berhasil membuka kantor cabang baru di Depok. nomor Halaman 166

175 31 Agustus 2015 Tn Hartawan membangun sebuah gudang dengan menggunakan tukang harian yang diawasi sendiri seluas 350 m2. Biaya yang dikeluarkan selama bulan Agustus 2015 Rp termasuk perolehan tanah Rp Keterangan tambahan : Para pihak berstatus PKP kecuali ditentukan lain PPN dipungut sesuai ketentuan yang berlaku kecuali ditentukan lain Angka dalam soal tidak termasuk PPN dan PPn BM kecuali ditentukan lain Faktur pajak keluaran dibuat sesuai batas akhir sesuai ketentuan yang berlaku Faktur pajak dibuat dengan menggunakan kode dan nomor seri faktur pajak sesuai ketentuan Peraturan Dirjen Pajak, kecuali untuk penjualan eceran melalui toko sepatu, bukti pungutan PPN menggunakan invoice dengan nomor sesuai administrasi wajib pajak sendiri Sesuai dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-24/PJ/2012 perusahaan telah mengajukan Nomor Seri Faktur Pajak, dan kantor pelayanan pajak telah memberikan nomor seri faktur pajak sejak 1 Agustus 2015 mulai dengan nomor s.d Asumsi Kurs Menteri Keuangan : 20 Agustus sd 2 Agustus $1 =Rp Agustus sd 9 Agustus 2015 $1 =Rp Agustus sd 16 Agustus 2015 $1 =Rp Agustus sd 23 Agustus 2015 $1 =Rp Agustus sd 30 Agustus 2015 $1 =Rp Dalam SPT Masa PPN Juli 2015 terdapat kelebihan pembayaran PPN sebesar Rp yang diminta untuk dikompensasikan ke masa pajak berikutnya. Apabila dari hasil pengisian SPT Masa Agustus 2015 menghasilkan kurang bayar atau ada pembayaran PPN maka SSP disetor sesuai tanggal batas akhir penyetoran. Permasalahan : Saudara diminta mengisi secara benar, lengkap dan jelas SPT Masa PPN masa pajak Agustus 2015 atas nama Tn Hartawan D. Rangkuman Bagi PKP fungsi Surat Pemberitahuan adalah sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan penghitungan jumlah PPN dan PPnBM yang terutang dan untuk melaporkan tentang : e. pengreditan Pajak Masukan terhadap Pajak Keluaran ; f. pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri oleh Pengusaha Kena Pajak dan/atau melalui pihak lain dalam satu Masa Pajak, yang ditentukan oleh ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku ; g. bagi Pemotong atau Pemungut Pajak, fungsi Surat Pemberitahuan adalah sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan pajak yang dipotong atau dipungut dan disetorkannya. Berdasarkan Pasal 4 UU KUP ditentukan bahwa pengisian SPT harus dilakukan dengan lengkap, benar dan ditanda tangani oleh pengurus atau direksi untuk wajib pajak Badan. Dalam hal SPT ditanda tangani oleh orang lain selain yang disebut diatas, harus dilampiri Surat Kuasa Khusus. SPT harus disampaikan dengan lengkap, artinya disertai lampiran yang telah Halaman 167

176 ditetapkan. SPT yang disampaikan tidak lengkap, dianggap SPT tersebut tidak pernah disampaikan. Dalam praktik pelaporan PPN dikenal 3 jenis SPT Masa PPN yang berlaku saat ini, yaitu a. SPT Masa PPN 1111 b. SPT Masa PPN 1111 DM c. SPT Masa PPN 1107 PUT E. Tes Formatif Fungsi SPT Masa PPN adalah a. Bukti pembayaran PPN dan PPn BM b. Bukti penyetoran PPN dan PPn BM c. Bukti pemungutan PPN dan PPn BM d. Sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan penghitungan jumlah PPN dan PPnBM yang terutang 2. Bagi Pemotong atau Pemungut Pajak, fungsi Surat Pemberitahuan adalah a. sebagai sarana mengajukan restitusi b. sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan PPN yang dipotong atau dipungut dan disetorkannya c. sebagai bukti pembayaran PPN d. sebagai bukti pemungutan PPN 3. Pelaporan SPT Masa PPN bagi BUMN selaku pemungut PPN menggunakan.. a. SPT Masa PPN Formulir 1111 b. SPT Masa PPN Formulir 1111DM c. SPT Masa PPN Formulir 1107 d. SPT Masa PPN Formulir 1107PUT 4. Pelaporan SPT Masa PPN bagi pengusaha kena pajak yang semata-mata melakukan penyerahankendaraan bermotor bekas secara eceran menggunakan.. a. SPT Masa PPN Formulir 1111 b. SPT Masa PPN Formulir 1111DM c. SPT Masa PPN Formulir 1107 d. SPT Masa PPN Formulir 1107PUT 5. SPT Masa PPN 1111 harus disampaikan paling lama a. akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya Masa Pajak b. tanggal 15 bulan berikutnya setelah berakhirnya Masa Pajak c. tanggal 20 bulan berikutnya setelah berakhirnya Masa Pajak d. tanggal 10 bulan berikutnya setelah berakhirnya Masa Pajak 6. Rincian transaksi ekspor dalam SPT Masa PPN Formulir 1111 dilaporkan di a. Lampiran 1111 A1 b. Lampiran 1111 A2 c. Lampiran 1111 A3 d. Lampiran 1111 AB 7. Rincian transaksi penyerahan dalam negeri dalam SPT Masa PPN Formulir 1111 dilaporkan di a. Lampiran 1111 A1 Halaman 168

177 b. Lampiran 1111 A2 c. Lampiran 1111 A3 d. Lampiran 1111 AB 8. Faktur pajak pengusaha kena pajak eceran dalam SPT Masa PPN Formulir 1111 dilaporkan di a. Lampiran 1111 A1 b. Lampiran 1111 A2 c. Lampiran 1111 A3 d. Lampiran 1111 AB 9. Rincian pajak masukan impor yang dapat dikreditkan dalam SPT Masa PPN Formulir 1111 dilaporkan di a. Lampiran 1111 B1 b. Lampiran 1111 B2 c. Lampiran 1111 B3 d. Lampiran 1111 AB 10. Daftar pajak masukan dalam negeri yang dapat dikreditkan dalam SPT Masa PPN Formulir 1111 dilaporkan di a. Lampiran 1111 B1 b. Lampiran 1111 B2 c. Lampiran 1111 B3 d. Lampiran 1111 AB 11. Daftar pajak masukan dalam negeri yang tidak dapat dikreditkan dalam SPT Masa PPN Formulir 1111 dilaporkan di a. Lampiran 1111 B1 b. Lampiran 1111 B2 c. Lampiran 1111 B3 d. Lampiran 1111 AB 12. Daftar pajak masukan impor yang tidak dapat dikreditkan dalam SPT Masa PPN Formulir 1111 dilaporkan di a. Lampiran 1111 B1 b. Lampiran 1111 B2 c. Lampiran 1111 B3 d. Lampiran 1111 AB 13. Kompensasi kelebihan pembayaran PPN dari masa sebelumnya pada SPT Masa PPN Formulir 1111 dilaporkan di a. Formulir Induk 1111 b. Lampiran 1111 AB c. Lampiran 1111 A2 d. Lampiran 1111 B2 14. Kegiatan membangun sendiri dalam SPT Masa PPN Formulir 1111 dilaporkan di a. Formulir Induk 1111 b. Lampiran 1111 AB c. Lampiran 1111 A2 d. Lampiran 1111 B2 Halaman 169

178 15. Daftar Pengembalian BKP dalam SPT Masa PPN 1111DM dilaporkan di a. Induk Formulir 1111 DM b. Lampiran Formulir 1111 A DM c. Lampiran Formulir 1111 B DM d. Lampiran Formulir 1111 R DM F. Umpan Balik dan Tindak Lanjut Cocokkanlah jawaban Anda dengan Kunci Jawaban yang terdapat di bagian akhir Bahan Ajar. Hitunglah jawaban Anda yang benar. Kemudian gunakanlah rumus dibawah ini untuk mengetahui tingkat penguasaan anda terhadap materi ini. Rumus : Jumlah Soal Yang Dijawab Dengan Benar Nilai = x 100% Jumlah Soal Dengan hasil penghitungan itu dapat dilakukan klasifikasi penilaian, yaitu : a. Bila > 80%, Sangat Baik b. Bila 70% - 79%, Baik c. Bila 60% - 69%, Cukup d. Bila < 60%, Kurang Bila Anda belum mencapai penguasaan diatas 70% atau lebih supaya memperdalam terlebih dahulu Kegiatan Belajar 12. Halaman 170

179 PENUTUP Anda telah mengikuti semua tahapan kegiatan belajar dari kegiatan belajar 1 sampai dengan kegiatan belajar 12. Untuk melakukan evaluasi semua tahapan kegiatan belajar silahkan mengerjakan Tes Sumatif. Cocokkanlah jawaban Anda dengan Kunci Jawaban yang terdapat di bagian akhir Bahan Ajar. Hitunglah jawaban Anda yang benar. Kemudian gunakanlah rumus dibawah ini untuk mengetahui tingkat penguasaan anda terhadap materi ini. Rumus : Jumlah Soal Yang Dijawab Dengan Benar Nilai = x 100% Jumlah Soal Dengan hasil penghitungan itu dapat dilakukan klasifikasi penilaian, yaitu : a. Bila > 80%, Sangat Baik b. Bila 70% - 79%, Baiks c. Bila 60% - 69%, Cukup d. Bila < 60%, Kurang Bila Anda mencapai penguasaan diatas 70% atau lebih berarti anda sudah baik dalam menguasai materi pelajaran ini, apabila belum supaya memperdalam terlebih harap mempelajari lagi bagian yang dirasakan masih kurang. Halaman 171

180 TES SUMATIF A. PILIHAN GANDA Pilih satu jawaban (a, b, c, atau d) yang Anda anggap benar 1. Meskipun yang dapat dikukuhkan sebagai PKP adalah Pengusaha baik selaku orang pribadi atau badan, namun ternyata PPN bukan pajak atas kegiatan bisnis, yang dapat diketahui dari legal karakter PPN. a. sebagai pajak objektif b. sebagai pajak atas konsumsi dalam negeri c. sebagai pajak tidak langsung d. sebagai consumption type VAT 2. Sesuai dengan refleksi dari salah satu karakteristiknya sehingga PPN mendapat sebutan bukan pajak atas kegiatan bisnis maka ketika BKP atau JKP selaku objek PPN diserahkan antar PKP dan digunakan untuk menjalankan kegiatan usaha melakukan penyerahan kena pajak, maka secara faktual para PKP tersebut sebenarnya. a. membayar PPN yang terutang b. tidak membayar PPN c. berhak mengreditkan Pajak Masukan yang dapat dikreditkan d. wajib memungut PPN yang terutang 3. Pemahaman bahwa suatu penyerahan BKP atau penyerahan JKP di dalam Daerah Pabean dapat dikenakan PPN sepanjang dilakukan dalam kegiatan usaha atau pekerjaan PKP. a. semata-mata diketahui dari penegasan dalam memori penjelasan Pasal 4 ayat (1) huruf a dan huruf c b. diketahui dari Pasal 1 angka 14 dan Pasal 1 angka 15 c. diketahui dari Pasal 4 ayat (1) huruf a dan huruf c kemudian dihubungkan dengan Pasal 1 angka 15 d. diketahui dalam Pasal 4 ayat (1) huruf a dan Pasal 4 huruf c 4. Salah satu karakteristik PPN adalah PPN sebagai pajak objektif yang bermakna bahwa dalam pengenaannya PPN sangat ditentukan oleh adanya objek pajak tanpa memperhatikan kondisi subjektif subjek pajaknya, sehingga PPN. a. memperhatikan asas keadilan karena setiap orang atau badan yang mengonsumsi BKP atau JKP yang sama dikenakan PPN dengan jumlah yang sama b. memperhatikan asas keadilan karena antara anggota masyarakat yang berpenghasilan tinggi dengan masyarakat yang berpenghasilan rendah diperlakukan sama c. tidak memperhatikan asas keadilan karena antara anggota masyarakat yang berpenghasilan tinggi dengan anggota masyarakat yang berpenghasilan rendah diperlakukan sama d. sangat memperhatikan asas keadilan karena tidak bersikap diskriminatif. 5. Salah satu pertimbangan pengenaan PPnBM di samping PPN terhadap anggota masyarakat yang mengonsumsi BKP Yang Tergolong Mewah adalah. a. sesuai dengan karakteristik PPN sebagai pajak atas konsumsi b. untuk mencegah anggota masyarakat tertentu mengonsumsi BKP Yang Tergolong Mewah misalnya minuman mengandung alkohol Halaman 172

181 c. untuk mengurangi kesenjangan beban pajak yang dipikul oleh anggota masyarakat yang berpenghasilan tinggi dengan anggota masyarakat yang berpenghasilan rendah d. untuk memenuhi karateristik PPnBM selaku pungutan tambahan di samping PPN. 6. PT Teratai Putih sudah dikukuhkan sebagai PKP dengan usaha industri tekstil menyumbang lembar selimut kepada korban gempa bumi. a. terutang PPN karena penyerahan sumbangan ini sekaligus sebagai sarana promosi b. tidak terutang PPN karena dimaksudkan untuk tujuan kemanusiaan c. tidak terutang PPN sepanjang dilakukan secara sukarela d. terutang PPN karena yang disumbangkan berupa BKP 7. Dalam bulan Januari 2014, Tn. Tunggul Wulung mengeluarkan biaya untuk. 1) membeli material bangunan sebesar Rp ,00 termasuk PPN ; 2) Membayar ongkos tukang sebesar Rp ,00 ; untuk membangun rumah dengan luas seluruhnya 320 m2 tidak menggunakan jasa PKP pemborong. Atas kegiatan membangun sendiri ini, untuk bulan Januari 2009 wajib menyetor PPN yang terutang ke kas negara sebesar. a. 10% x 20% x (100/110 x Rp Rp ) = Rp ,00 b. 10% x 20% x Rp ,00 = Rp ,00 c. 10% x 20% x (Rp Rp ) = Rp ,00 d. 10% x 20% x (100/110 x Rp ) = Rp ,00 8. PT Informatika telah dikukuhkan sebagai PKP, ketika menerima pembayaran dari Bendaharawan Pengeluaran Universitas Indonesia atas penyerahan suku cadang komputer. a. PPN yang terutang pasti dipungut oleh Bendaharawan tersebut selaku Pemungut PPN b. PPN terutang dipungut oleh PT Informatika selaku PKP Rekanan dalam hal jumlah pembayaran tidak lebih dari Rp ,00 termasuk PPN c. PPN terutang dipungut oleh PT Informatika selaku PKP Rekanan dalam hal jumlah pembayaran kurang dari Rp ,00 termasuk PPN d. PPN terutang dipungut oleh PT Informatika selaku PKP Rekanan dalam hal jumlah pembayaran sebesar Rp ,00 belum termasuk PPN 9. Dalam tahun 2011, PT Kemukus adalah PKP industri mebel sedang membangun sendiri sebuah gedung untuk gerai seluas 350 m2. Ketika membeli bahan bangunan dari PKP toko bahan bangunan, perusahaan ini minta dibuatkan Faktur Pajak. Berdasarkan ketentuan yang berlaku PPN tersebut merupakan Pajak Masukan yang. a. dapat dikreditkan karena gedung yang sedang dibangun untuk kegiatan usaha b. tidak dapat dikreditkan meskipun gedung yang sedang dibangun untuk kegiatan usaha c. dikreditkan meskipun gedung yang sedang dibangun tidak untuk kegiatan usaha d. dapat dikreditkan karena tercantum dalam Faktur Pajak Standar yang tidak cacat 10. PT Yasa Wisma Utama adalah PKP pemborong bangunan, telah selesai membangun sendiri satu unit gedung seluas 180 m2 untuk rumah dinas Sekretaris Direksi, dengan biaya Rp ,00 belum termasuk PPN atas pembelian material Rp ,00. a. dikenakan PPN sebesar 10% x 20% x Rp ,00 b. dikenakan PPN sebesar 10% x Rp ,00 c. dikenakan PPN sebesar Rp 10% x 20% x Rp ,00 Halaman 173

182 d. tidak dikenakan PPN karena luasnya kurang dari 200 m2 11. PPN yang terutang atas penggunaan merek dagang la Venesia dari Italia yang disetor menggunakan SSP oleh PT Indomebel selaku PKP Pabrikan mebel di Jakarta. a. tidak dapat dikreditkan karena SSP bukan Faktur Pajak b. tidak dapat dikreditkan karena SSP diperlakukan sebagai Faktur Pajak c. dapat dikreditkan karena SSP ini diperlakukan sebagai Faktur Pajak d. tidak dapat dikreditkan karena PPN yang disetor itu merupakan Pajak Keluaran. 12. Atas penyerahan limbah berupa oli bekas oleh bengkel kendaraan bermotor PT Raharja Lancar selaku PKP kepada PT Wiratama selaku PKP industri pelumas untuk didaur ulang. a. tidak dikenakan PPN karena oli bekas tidak memiliki nilai tambah b. tidak dikenakan PPN karena oli bekas tidak ada nilai yang dapat dimanfaatkan c. tidak dikenakan PPN karena oli bekas merupakan BKP. d. dikenakan PPN karena oli bekas merupakan BKP 13. PPN dikenakan atas penyerahan aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan, sepanjang memenuhi syarat. a. penyerahan dilakukan oleh PKP dan aktiva yang diserahkan adalah BKP b. penyerahan dilakukan oleh PKP dan PPN yang dibayar atas perolehan aktiva tersebut dapat dikreditkan c. penyerahan dilakukan oleh PKP dan PPN yang dibayar atas perolehan aktiva tersebut telah dikreditkan d. penyerahan dilakukan dalam kegiatan usaha atau pekerjaan PKP yang bersangkutan dan PPN atas perolehan aktiva tersebut sudah dikreditkan 14. PT Ramandayapati telah dikukuhkan sebagai PKP dengan jenis usaha industri keramik berkedudukan di sebuah kawasan berikat, membeli barang modal berupa mesin dari PT Indomesin Andalan di dalam daerah pabean. a. memperoleh fasilitas PPN tidak dipungut b. memperoleh fasilitas dibebaskan dari pengenaan PPN c. memperoleh fasilitas PPN Ditanggung Pemerintah d. tidak dikenakan PPN 15. Berdasarkan perjanjian waralaba (franchise) Edi membuka usaha restoran fast food menggunakan merek Kominomoto sebuah merek dagang dari sebuah perusahaan restoran di Jepang. Atas royalti Rp 1 Milyar yang ditransfer kepada pemilik merek dagang di Jepang tersebut. a. terutang PPN dan wajib disetor ke kas negara dan Edi wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP b. tidak terutang PPN karena atas transfer royalti ke luar Daerah Pabean sudah dikenakan PPh Pasal 26 c. terutang PPN dan wajib disetor ke kas negara, dan Edi wajib mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP apabila Edi belum memiliki NPWP d. tidak terutang PPN karena pengusaha di bidang restoran telah dikenakan Pajak Restoran oleh Pemerintah Daerah setempat B. PILIHAN GANDA ASOSIASI Halaman 174

183 Pilihlah jawaban A, B, C atau D dengan ketentuan sebagai berikut: A bila pernyataan nomor 1, 2 dan 3 benar B bila pernyataan nomor 1 dan 3 benar C bila pernyataan nomor 2 dan 4 benar D bila semua pernyataan benar 16. Sebagai salah satu jenis pajak yang dipungut oleh Pemerintah Pusat, PPN memiliki serangkaian karakteristik yang saling terkait yaitu pajak atas konsumsi dalam negeri 2. pemikul beban pajaknya adalah konsumen 3. dikenakan dalam daerah pabean 4. pajak objektif 17. Salah satu diantara fasilitas di bidang PPN berdasarkan Pasal 16B UU PPN adalah dibebaskan dari pengenaan pajak yang diberikan atas. 1. pemberian cuma-cuma sejumlah mie instant kepada korban bencana alam 2. penyerahan buku Pajak Penghasilan oleh toko buku Sumber Ilmu kepada pembeli 3. penyerahan obat-obatan oleh PKP Pedagang Besar farmasi kepada RS Harapan Kita. 4. impor barang modal berupa mesin pabrik yang dilakukan oleh pabrik sepatu Bata 18. Dalam rangka memberikan insentif kepada para pemilik modal supaya melakukan investasi di Indonesia, UU PPN memberikan fasilitas pajak yang terutang tidak dipungut.. 1. atas penyerahan BKP untuk diolah lebih lanjut kepada PDKB 2. pembelian mesin dan peralatan pabrik yang dilakukan oleh PKP yang berkaitan dengan kegiatan menghasilkan BKP 3. atas impor mesin dan peralatan pabrik yang dilakukan oleh PKP dalam rangka menghasilkan BKP di PDKB 4. pemanfaatan jasa marketing dari luar Daerah Pabean, di dalam Daerah Pabean 19. Atas penyerahan BKP atau JKP tertentu, pengenaan PPN yang terutang tidak dapat dihitung menggunakan Harga Jual atau Penggantian sehingga dengan Peraturan Menteri Keuangan ditetapkan Nilai Lain sebagai DPP yang meliputi.. 1. penyerahan jasa pengiriman paket 2. penyerahan jasa anjak piutang 3. penyerahan jasa biro perjalanan 4. penyerahan mobil bekas 20. Pemberian fasilitas di bidang PPN tidak semata-mata berdasarkan motivasi ekonomi melainkan tidak jarang terkait dengan motivasi sosial seperti peningkatan kesejahteraan dan menunjang pembinaan mental kerohanian sehingga pembebasan PPN yang terutang juga diberikan atas 1. pembangunan gedung sematamata untuk tempat ibadah 2. jasa persewaan rumah susun sederhana 3. penyerahan buku pelajaran umum, dan agama serta kitab suci 4. jasa pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah maupun swasta. 21. Berdasarkan ketentuan tentang nilai kurs yang digunakan dalam Faktur Pajak atas Halaman 175

184 penyerahan BKP atau JKP kepada Pemungut PPN yang pembayarannya menggunakan valuta asing adalah nilai kurs pada saat pembayaran, maka. 1. dapat dipahami bahwa atas penyerahan BKP atau JKP kepada Pemungut PPN, pajak terutang pada saat pembayaran 2. penyerahan BKP atau JKP kepada Pemungut PPN, oleh PKP Rekanan dilaporkan dalam SPT Masa PPN pada Masa Pajak diterima pembayaran 3. dilakukan penyesuaian terhadap nilai kurs yang digunakan dalam Faktur Pajak yang berbeda dengan nilai kurs yang berlaku pada saat pembayaran dengan cara PKP Rekanan membuat Faktur Pajak Standar Pengganti 4. dalam hal nilai kurs dalam Faktur Pajak berbeda dengan nilai kurs yang berlaku pada saat pembayaran, Pemungut PPN menyesuaikan nilai kurs pada Faktur Pajak dengan cara mencoret angka yang salah kemudian ditulis angka yang sebenarnya dan dibubuhi paraf 22. Karakteristik PPN sebagai Pajak atas konsumsi memberikan suatu pemahaman bahwa selain PPN bukan pajak atas kegiatan bisnis,.. 1. pemikul beban pajaknya adalah konsumen 2. pengenaan PPN harus menyentuh pada mata rantai jalur distribusi yang paling dekat dengan konsumen yaitu penyerahan BKP yang dilakukan oleh pedagang eceran 3. sepanjang BKP atau JKP masing berputar-putar di sekeliling PKP untuk melakukan penyerahan BKP atau JKP, maka selama itu yang terjadi hanya in and out yang merupakan siklus pengreditan Pajak Masukan dengan Pajak Keluaran 4. pengusaha yang dikukuhkan sebagai PKP, yang secara faktual di satu sisi sebagai pihak yang melakukan penyerahan BKP atau penyerahan JKP, dan di sisi lain selaku pihak yang menerima penyerahan BKP atau JKP tersebut, sebenarnya tidak pernah membayar PPN 23. Meskipun Pasal 16A UU PPN hanya menentukan bahwa pajak yang terutang atas penyerahan BKP dan atau penyerahan JKP kepada Pemungut PPN, dipungut, disetor, dan dilaporkan oleh Pemungut PPN, namun sebelum melaksanakan kewajibannya Pemungut PPN wajib memperhatikan persyaratan yang berlaku yang meliputi. 1. yang melakukan penyerahan selaku rekanan harus sudah dikukuhkan sebagai atau menjadi PKP 2. jumlah pembayaran lebih dari Rp ,00 bagi Pemungut PPN Bendaharawan Pemerintah atau lebih dari Rp ,00 termasuk pajak yang terutang bagi Pemungut PPN selain Bendaharawan Pemerintah 3. pembayaran yang tidak memenuhi kriteria pembayaran yang dikecualikan dari pemungutan pajak oleh Pemungut PPN sebagaimana ditentukan dalam peraturan pelaksanaan yang berlaku 4. pembayaran yang dalam surat perjanjian (kontrak) sudah disepakati termasuk pajak yang terutang. 24. Ketika UU PPN menentukan kriteria dan jenis barang atau jasa yang tidak dikenakan PPN menggunakan metode negative list disebabkan. Halaman 176

185 1. pada dasarnya semua barang atau jasa secara naluriah (in nature) adalah BKP atau JKP, kemudian berdasarkan pertimbangan tertentu, dipilahpilah dan dipilih jenis barang atau jasa yang tidak dikenakan pajak 2. apabila menggunakan metode positive list, jenis barang atau jasa yang dikenakan PPN sangat banyak sehingga sulit dituangkan dalam bentuk daftar (list) 3. sesuai dengan definisi BKP dan JKP yang dirumuskan dalam Pasal 1 UU PPN 4. penyerahan barang tidak kena pajak dan penyerahan jasa tidak kena pajak menempati posisi negative terhadap rencana penerimaan pajak dari sektor PPN. 25. Suatu penyerahan barang atau jasa dapat dikenakan PPN berdasarkan Pasal 4 huruf a dan Pasal 4 huruf c UU PPN sepanjang memenuhi persayaratan. 1. yang diserahkan adalah BKP atau JKP 2. dilakukan di dalam Daerah Pabean 3. dilakukan dalam kegiatan usaha atau pekerjaan pengusaha yang melakukan penyerahan 4. pengusaha yang melakukan penyerahan sudah dikukuhkan sebagai PKP Halaman 177

186 Jawaban Tes Formatif 1 1 B 2 D 3 B 4 C 5 A 6 D 7 C 8 B 9 C 10 A 11 A 12 B 13 B 14 D 15 B Jawaban Tes Formatif 2 1 A 2 D 3 C 4 C 5 D 6 B 7 B 8 A 9 C 10 B 11 B 12 B 13 A 14 A 15 A Jawaban Tes Formatif 3 1 D 2 B 3 D 4 D 5 D 6 C KUNCI JAWABAN TES FORMATIF DAN TES SUMATIF Halaman 178

187 7 D 8 D 9 A 10 C 11 A 12 B 13 C 14 B 15 A Jawaban Tes Formatif 4 1 B 2 A 3 A 4 A 5 B 6 A 7 B 8 B 9 A 10 B 11 A 12 B 13 A 14 C 15 B 16 B 17 D 18 D 19 A 20 C Jawaban Tes Formatif 5 1 B 2 D 3 A 4 A 5 D 6 C 7 D 8 D 9 D 10 B 11 C 12 B Halaman 179

188 13 B 14 C 15 D Jawaban Tes Formatif 6 1 A 2 B 3 D 4 C 5 C 6 B 7 C 8 A 9 C 10 B 11 B 12 A 13 B 14 A 15 D Jawaban Tes Formatif 7 1 A 2 B 3 C 4 B 5 B 6 D 7 D 8 C 9 A 10 C 11 C 12 B 13 C 14 B 15 B Jawaban Tes Formatif 8 1 D 2 B 3 B 4 B 5 B 6 C 7 D Halaman 180

189 8 C 9 A 10 D 11 B 12 B 13 A 14 A 15 B Jawaban Tes Formatif 9 1 A 2 B 3 A 4 A 5 B 6 B 7 B 8 B 9 B 10 B 11 B 12 B 13 B 14 A 15 A Jawaban Tes Formatif 10 1 D 2 B 3 B 4 B 5 B 6 B 7 C 8 C 9 B 10 B 11 B 12 D 13 A 14 C 15 D Jawaban Tes Formatif 11 1 D 2 B Halaman 181

190 3 D 4 B 5 A 6 A 7 B 8 B 9 A 10 B 11 C 12 C 13 B 14 A 15 D Jawaban Tes Sumatif 1. B 2. B 3. C 4. C 5. C 6. D 7. C 8. B 9. B 10. B 11. C 12. D 13. A 14. A 15. C 16. D 17. C 18. B 19. B 20. A 21. B 22. B 23. D 24. B 25. A Halaman 182

191 DAFTAR ISTILAH Daerah Pabean adalah wilayah Republik Indonesia yang meliputi wilayah darat, perairan, dan ruang udara di atasnya, serta tempat-tempat tertentu di Zona Ekonomi Eksklusif dan landas kontinen yang di dalamnya berlaku Undang-Undang yang mengatur mengenai kepabeanan. Barang adalah barang berwujud, yang menurut sifat atau hukumnya dapat berupa barang bergerak atau barang tidak bergerak, dan barang tidak berwujud. Barang Kena Pajak adalah barang yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang PPN. Penyerahan Barang Kena Pajak adalah setiap kegiatan penyerahan Barang Kena Pajak. Jasa adalah setiap kegiatan pelayanan yang berdasarkan suatu perikatan atau perbuatan hukum yang menyebabkan suatu barang, fasilitas, kemudahan, atau hak tersedia untuk dipakai, termasuk jasa yang dilakukan untuk menghasilkan barang karena pesanan atau permintaan dengan bahan dan atas petunjuk dari pemesan. Jasa Kena Pajak adalah jasa yang dikenai pajak berdasarkan Undang-undang PPN. Penyerahan Jasa Kena Pajak adalah setiap kegiatan pemberian Jasa Kena Pajak. Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean adalah setiap kegiatan pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean. Impor adalah setiap kegiatan memasukkan barang dari luar Daerah Pabean ke dalam Daerah Pabean. Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean adalah setiap kegiatan pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean. Ekspor Barang Kena Pajak Berwujud adalah setiap kegiatan mengeluarkan Barang Kena Pajak Berwujud dari dalam Daerah Pabean ke luar Daerah Pabean. Perdagangan adalah kegiatan usaha membeli dan menjual, termasuk kegiatan tukar-menukar barang, tanpa mengubah bentuk dan/atau sifatnya. Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap. Pengusaha adalah orang pribadi atau badan dalam bentuk apa pun yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya menghasilkan barang, mengimpor barang, mengekspor barang melakukan usaha perdagangan, memanfaatkan barang tidak berwujud dari luar Daerah Pabean, melakukan usaha jasa termasuk mengekspor jasa, atau memanfaatkan jasa dari luar Daerah Pabean. Pengusaha Kena Pajak adalah Pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang PPN. Menghasilkan adalah kegiatan mengolah melalui proses mengubah bentuk dan/atau sifat suatu barang dari bentuk aslinya menjadi barang baru atau mempunyai daya guna baru atau kegiatan mengolah sumber daya alam, termasuk menyuruh orang pribadi atau badan lain melakukan kegiatan tersebut. Halaman 183

192 Dasar Pengenaan Pajak adalah jumlah Harga Jual, Penggantian, Nilai Impor, Nilai Ekspor, atau nilai lain yang dipakai sebagai dasar untuk menghitung pajak yang terutang. Harga Jual adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh penjual karena penyerahan Barang Kena Pajak, tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut menurut Undang-undang PPN dan potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur Pajak. Penggantian adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh pengusaha karena penyerahan Jasa Kena Pajak, ekspor Jasa Kena Pajak, atau ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud, tetapi tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut menurut Undang-Undang PPN dan potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur Pajak atau nilai berupa uang yang dibayar atau seharusnya dibayar oleh Penerima Jasa karena pemanfaatan Jasa Kena Pajak dan/atau oleh penerima manfaat Barang Kena Pajak Tidak Berwujud karena pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean. Nilai Impor adalah nilai berupa uang yang menjadi dasar penghitungan bea masuk ditambah pungutan berdasarkan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai kepabeanan dan cukai untuk impor Barang Kena Pajak, tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang dipungut menurut Undang- Undang PPN. Pembeli adalah orang pribadi atau badan yang menerima atau seharusnya menerima penyerahan Barang Kena Pajak dan yang membayar atau seharusnya membayar harga Barang Kena Pajak tersebut. Penerima jasa adalah orang pribadi atau badan yang menerima atau seharusnya menerima penyerahan Jasa Kena Pajak dan yang membayar atau seharusnya membayar Penggantian atas Jasa Kena Pajak tersebut. Faktur Pajak adalah bukti pungutan pajak yang dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak atau penyerahan Jasa Kena Pajak. Pajak Masukan adalah Pajak Pertambahan Nilai yang seharusnya sudah dibayar oleh Pengusaha Kena Pajak karena perolehan Barang Kena Pajak dan/atau perolehan Jasa Kena Pajak dan/atau pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean dan/atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean dan/atau impor Barang Kena Pajak. Pajak Keluaran adalah Pajak Pertambahan Nilai terutang yang wajib dipungut oleh Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak, penyerahan Jasa Kena Pajak, ekspor Barang Kena Pajak Berwujud, ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dan/atau ekspor Jasa Kena Pajak. Nilai Ekspor adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh eksportir. Pemungut Pajak Pertambahan Nilai adalah bendahara pemerintah, badan, atau instansi pemerintah yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan untuk memungut, menyetor, dan melaporkan pajak yang terutang oleh Pengusaha Kena Pajak atas penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak kepada bendahara pemerintah, badan, atau instansi pemerintah tersebut. Halaman 184

193 Ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud adalah setiap kegiatan pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari dalam Daerah Pabean di luar Daerah Pabean. Ekspor Jasa Kena Pajak adalah setiap kegiatan penyerahan Jasa Kena Pajak ke luar Daerah Pabean Halaman 185

194 DAFTAR PUSTAKA BUKU : Muhammad Rusjdi, PPN & PPnBM, PT Indeks, Jakarta, Untung Sukardji, Pajak Pertambahan Nilai, cet.-ke-8 PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, Untung Sukardji, Pokok-Pokok Pajak Pertambahan Nilai Indonesia cet. ke-4, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, Untung Sukardji, Analisis Konstruktif Perubahan UU PPN 1984 Dengan UU Nomor 18 Tahun 2000, cet. ke-2, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, Untung Sukardji, Pemungut Pajak Pertambahan Nilai Sebuah Pemahaman dan Tinjauan Yuridis, cet. ke-1, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, PERATURAN : Undang-undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1983 Tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang Dan Jasa Dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2009 Direktorat Jenderal Pajak, Himpunan Peraturan Pajak Pertambahan Nilai Halaman 186

195

196

197

198

199

200

201

202

203

204

205

206

207

208

209

210

211

212

213

214

215

216

217

218 Perhatian Sesuai dengan ketentuan Pasal 3 ayat (7) UU Nomor 6 Tahun 1983 sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan UU Nomor 16 Tahun 2000, apabila SPT Masa yang Saudara sampaikan tidak ditandatangani atau tidak sepenuhnya dilampiri keterangan dan/atau dokumen yang ditetapkan, maka SPT Saudara dianggap tidak disampaikan. DEPARTEMEN KEUANGAN RI DIREKTORAT JENDERAL PAJAK SURAT PEMBERITAHUAN MASA PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (SPT MASA PPN) BAGI PEMUNGUT PPN Bacalah terlebih dahulu Buku Petunjuk Pengisian SPT Masa PPN Beri tanda X dalam yang sesuai FORMULIR 1107 PUT Nama Pemungut : NPWP : Alamat : Masa : s.d. - No. Telp : Pembetulan Ke :.. ( ) Usaha : A. PPN DAN PPn BM YANG DIPUNGUT OLEH BENDAHARAWAN PEMERINTAH 1 PPN yang dipungut oleh Penerbit SPM melalui KPPN Rp 1 PPn BM yang dipungut oleh Penerbit SPM melalui KPPN Rp Jumlah PPN dan PPn BM yang dipungut oleh Penerbit SPM melalui KPPN Rp 2 PPN yang dipungut oleh Bendahara Pengeluaran Rp 2 PPn BM yang dipungut oleh Bendahara Pengeluaran Rp Jumlah PPN dan PPn BM yang dipungut oleh Bendahara Pengeluaran Rp B. PPN DAN PPn BM YANG DIPUNGUT OLEH SELAIN BENDAHARAWAN PEMERINTAH PPN yang dipungut PPn BM yang dipungut Jumlah PPN dan PPn BM yang dipungut Rp Rp Rp 3 Lampiran : Surat Kuasa Khusus SSP 1 PPN sebanyak.. Lembar Rp 2 PPn BM sebanyak. Lembar Rp.. Pernyataan Dengan menyadari sepenuhnya akan segala akibatnya, saya menyatakan bahwa apa yang telah saya beritahukan di atas beserta lampiran-lampirannya adalah benar, lengkap, jelas dan tidak bersyarat,. Kuasa Tanda tangan : Nama Jelas : Bendaharawan/Pengurus Pemungut Jabatan : Kuasa Cap Perusahaan : F

219 DEPARTEMEN KEUANGAN RI DIREKTORAT JENDERAL PAJAK LAMPIRAN 1 DAFTAR PPN DAN PPn BM YANG DIPUNGUT OLEH BENDAHARAWAN PEMERINTAH Masa Pajak : s.d. - Pembetulan Ke- : (.) F O R M U L I R 1107 PUT 1 NAMA PEMUNGUT : NPWP : F A K T U R P A J A K No. Nama Rekanan NPWP Rekanan Kode dan Nomor Seri Tanggal A. PPN dan PPn BM YANG DIPUNGUT OLEH PENERBIT SPM MELALUI KPPN Kode dan Nomor Seri FP Yang Diganti DPP (Rupiah) PPN (Rupiah) PPn BM (Rupiah) Tanggal Bayar Tagihan PPN Tanggal Setor PPn BM dst JUMLAH - dipindahkan ke Formulir 1107 PUT 1 B. PPN dan PPn BM YANG DIPUNGUT OLEH BENDAHARA PENGELUARAN dst JUMLAH - dipindahkan ke Formulir 1107 PUT 2 C. JUMLAH (A+B) D

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Pajak merupakan salah satu wujud nyata secara partisipasi dalam rangka ikut membiayai pembangunan nasional. Adapun definisi pajak menurut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai primadona dalam membiayai pembangunan nasional. Pembangunan nasional

BAB I PENDAHULUAN. sebagai primadona dalam membiayai pembangunan nasional. Pembangunan nasional BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penerimaan pajak dari tahun ke tahun terus meningkat dan memberi andil besar dalam penerimaan Negara. Penerimaan dari sektor pajak selalu dikatakan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri. Dari sektor pajak diharapkan partisipasi aktif masyarakat dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri. Dari sektor pajak diharapkan partisipasi aktif masyarakat dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan negara yang sangat besar pengaruhnya terhadap peningkatan pembangunan dan kelangsungan jalannya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pajak ialah iuran kepada kas negara berdasarkan undang-undang yang dapat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pajak ialah iuran kepada kas negara berdasarkan undang-undang yang dapat BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pajak Pertambahan Nilai 1. Definisi Pajak Definisi pajak menurut Rachmat Soemitro (1990 : 5) menyatakan Pajak ialah iuran kepada kas negara berdasarkan undang-undang yang dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. agar dapat bersaing dengan negara-negara lain. Dalam hal ini peran masyarakat Indonesia,

BAB I PENDAHULUAN. agar dapat bersaing dengan negara-negara lain. Dalam hal ini peran masyarakat Indonesia, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) Pada era globalisasi seperti sekarang, persaingan antar negara semakin ketat. Oleh karena itu, Negara Indonesia dengan gencar

Lebih terperinci

Faktur pajak (tax invoice) merupakan sarana administrasi

Faktur pajak (tax invoice) merupakan sarana administrasi BAB 1 JENIS, FUNGSI, DAN KEWAJIBAN PEMBUATAN FAKTUR PAJAK Pendahuluan Faktur pajak (tax invoice) merupakan sarana administrasi yang sangat penting dalam pelaksanaan ketentuan pemungutan Pajak Pertambahan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. tentang pajak yang dikemukakan oleh para ahli di bidang perpajakan menurut Prof. Dr.

BAB II LANDASAN TEORI. tentang pajak yang dikemukakan oleh para ahli di bidang perpajakan menurut Prof. Dr. BAB II LANDASAN TEORI II.1 Dasar - dasar Perpajakan Indonesia II.1.1 Definisi dan Unsur Pajak Dibawah ini terdapat beberapa definisi-definisi dan unsur pajak yang terangkum tentang pajak yang dikemukakan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1) Menurut Rochmat Soemitro pajak adalah iuran rakyat kepada kas

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1) Menurut Rochmat Soemitro pajak adalah iuran rakyat kepada kas BAB II KAJIAN PUSTAKA 1.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Adapun pengertian pajak menurut para ahli dalam Siti Resmi (2009:1) diantaranya: 1) Menurut Rochmat Soemitro pajak adalah iuran rakyat kepada

Lebih terperinci

iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan undang undang yang dapat dipaksakan

iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan undang undang yang dapat dipaksakan BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Definisi atau pengertian pajak menurut Mardiasmo (2011:1), pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan undang undang yang dapat

Lebih terperinci

BAB II. adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang

BAB II. adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang BAB II LANDASAN TEORI II.1 Pemahaman Perpajakan II.1.1 Definisi Pajak Adriani seperti dikutip Brotodihardjo (1998) mendefinisikan, Pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Pengertian Pajak Definisi Pajak berdasarkan Undang-undang No. 28 Tahun 2007 tentang ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, yaitu sebagai berikut : Pajak adalah kontribusi wajib

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri ( PKLM ).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri ( PKLM ). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri ( PKLM ). Pada era gliobalisasi seperti sekarang, persaingan antar negara semakin ketat. Oleh karena itu, Negara Indonesia dengan gencar

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. pajak berdasarkan Undang-Undang No.28 Tahun 2007 tentang. Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, yaitu sebagai berikut:

BAB II LANDASAN TEORI. pajak berdasarkan Undang-Undang No.28 Tahun 2007 tentang. Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, yaitu sebagai berikut: BAB II LANDASAN TEORI II.1 Pemahaman Pajak II.1.1 Definisi Pajak Definisi pajak berdasarkan Undang-Undang No.28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, yaitu sebagai berikut: Pajak

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI II.1 II.1.1 Kerangka Teori dan Literatur Gambaran Umum Perpajakan II.1.1.1 Pengertian Pajak Banyak definisi tentang pengertian pajak, ada beberapa pendapat dari para ahli, antara

Lebih terperinci

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR 15 /PJ/2010 TENTANG

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR 15 /PJ/2010 TENTANG DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR 15 /PJ/2010 TENTANG PERUBAHAN PERTAMA ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR 29/PJ/2008 TENTANG

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Prof. Dr. P.J.A. Adriani, Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Prof. Dr. P.J.A. Adriani, Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teoritis 2.1.1 Definisi Pajak Ada bermacam-macam definisi Pajak yang dikemukakan oleh beberapa ahli. Menurut Prof. Dr. P.J.A. Adriani, Pajak adalah iuran rakyat kepada

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR 15/PJ/2010 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR 15/PJ/2010 TENTANG PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR 15/PJ/2010 TENTANG PERUBAHAN PERTAMA ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR 29/PJ/2008 TENTANG BENTUK, ISI, DAN TATA CARA PENYAMPAIAN SURAT PEMBERITAHUAN MASA

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Pajak Definisi pajak berdasarkan Undang-Undang No.28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, yaitu sebagai berikut: Pajak adalah kontribusi wajib

Lebih terperinci

EVALUASI PELAKSANAAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI PADA PT REK DI TAHUN PAJAK 2011

EVALUASI PELAKSANAAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI PADA PT REK DI TAHUN PAJAK 2011 Jurnal Ilmiah Buletin Ekonomi ISSN: 1410-3842 Volume 17 No.2 September 2013 EVALUASI PELAKSANAAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI PADA PT REK DI TAHUN PAJAK 2011 Meta Evelin Samosir Rachmat Kurniawan Ganda Hutapea

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat

BAB II LANDASAN TEORI. rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Definisi Pajak dan Fungsi Pajak 2.1.1 Definisi Pajak Menurut Adriani dalam kutipan Soemarso (2007:2), Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang

Lebih terperinci

PERPAJAKAN LANJUTAN. by Ely Suhayati SE MSi Ak

PERPAJAKAN LANJUTAN. by Ely Suhayati SE MSi Ak PERPAJAKAN LANJUTAN by Ely Suhayati SE MSi Ak PPN yang ditetapkan dengan UU no.18 tahun 2000 merupakan pajak yang dikenakan terhadap pertambahan nilai (Value Added) yang timbul akibat dipakainya faktor-faktor

Lebih terperinci

BAB 4. Pembahasan Hasil Penelitian

BAB 4. Pembahasan Hasil Penelitian BAB 4 Pembahasan Hasil Penelitian 4.1 Analisis Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai Sebagai pajak atas konsumsi dalam negeri maka PPN hanya dikenakan atas barang atau jasa yang dikomsumsi di dalam daerah

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. IV. 1 Analisis Mekanisme Pajak Penghasilan Pasal 22 di PT. KAS

BAB IV PEMBAHASAN. IV. 1 Analisis Mekanisme Pajak Penghasilan Pasal 22 di PT. KAS BAB IV PEMBAHASAN IV. 1 Analisis Mekanisme Pajak Penghasilan Pasal 22 di PT. KAS Semua badan merupakan Wajib Pajak tanpa terkecuali, mulai saat didirikan atau saat melakukan kegiatan usaha atau memperoleh

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata CaraPerpajakan

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata CaraPerpajakan BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Pengertian Pajak Menurut Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata CaraPerpajakan Nomor 28 tahun 2007 pasal 1 ayat 1: Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR - 14/PJ/2010 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR - 14/PJ/2010 TENTANG PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR - 14/PJ/2010 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-146/PJ./2006 TENTANG BENTUK, ISI, DAN TATA CARA PENYAMPAIAN SURAT PEMBERITAHUAN

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 8 BAB II LANDASAN TEORI A. Pengertian Pajak Pengertian pajak menurut Andriani yang telah diterjemahkan oleh Santoso Brotodiharjo (Waluyo,2003:3): Pajak adalah iuran kepada Negara (yang dapat dipaksakan)

Lebih terperinci

Pajak. Definisi Pajak Pembagian Jenis Pajak Menurut Sifat Menurut Sasaran Menurut Pengelola

Pajak. Definisi Pajak Pembagian Jenis Pajak Menurut Sifat Menurut Sasaran Menurut Pengelola Pajak Definisi Pajak Pembagian Jenis Pajak Menurut Sifat Menurut Sasaran Menurut Pengelola Sejarah PPN Pajak Pembangunan I (PPb I) tanggal 1 Juni 1947 dikenakan atas Rumah Makan dan Penginapan Pajak Peredaran

Lebih terperinci

pemungutan pajak dimana wajib pajak menghitung sendiri pajak terutangnya serta secara mandiri menyetorkan ke bank atau kantor pos dan melaporkannya

pemungutan pajak dimana wajib pajak menghitung sendiri pajak terutangnya serta secara mandiri menyetorkan ke bank atau kantor pos dan melaporkannya BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang diperjualbelikan, telah dikenai biaya pajak selain dari pada harga pokoknya

BAB I PENDAHULUAN. yang diperjualbelikan, telah dikenai biaya pajak selain dari pada harga pokoknya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Faktur Pajak merupakan bukti pungutan pajak yang dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) atau penyerahan Jasa

Lebih terperinci

Perpajakan 2 PPN & PPnBM

Perpajakan 2 PPN & PPnBM Perpajakan 2 PPN & PPnBM 18 Februari 2017 Benny Januar Tannawi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia 1 Karakteristik PPN 1. Pajak tidak langsung Beban pajak dipikul oleh konsumen akhir. Pengusaha akan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penerimaan Negara dari sektor perpajakan merupakan sumber utama. untuk pembangunan nasional dan penyelenggaraaan pemerintahan.

BAB I PENDAHULUAN. Penerimaan Negara dari sektor perpajakan merupakan sumber utama. untuk pembangunan nasional dan penyelenggaraaan pemerintahan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penerimaan Negara dari sektor perpajakan merupakan sumber utama untuk pembangunan nasional dan penyelenggaraaan pemerintahan. Penerimaan Negara yang terdiri atas penerimaan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Pajak Dalam membahas definisi mengenai pajak, banyak para ahli memberikan batasan tentang pajak, diantaranya pengertian pajak yang dikemukakan oleh Adriani di kutip

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORITIS. 1. Pengertian, Tujuan dan Manfaat Pajak Pertambahan Nilai. yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan tidak

BAB II LANDASAN TEORITIS. 1. Pengertian, Tujuan dan Manfaat Pajak Pertambahan Nilai. yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan tidak BAB II LANDASAN TEORITIS A. Pajak Pertambahan Nilai 1. Pengertian, Tujuan dan Manfaat Pajak Pertambahan Nilai Menurut Andriani dalam Brotodiharjo,(2009:2) menyatakan: Pajak adalah iuran kepada negara (yang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Definisi pajak menurut undang-undang dan pakar pajak sebagai berikut :

BAB II LANDASAN TEORI. Definisi pajak menurut undang-undang dan pakar pajak sebagai berikut : BAB II LANDASAN TEORI II.1. Perpajakan II.1.1. Definisi Pajak Definisi pajak menurut undang-undang dan pakar pajak sebagai berikut : Menurut Undang-Undang No. 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas

Lebih terperinci

Mengenal Lebih Dekat Pajak Pertambahan Nilai

Mengenal Lebih Dekat Pajak Pertambahan Nilai Mengenal Lebih Dekat Pajak Pertambahan Nilai Berbagi informasi terkini bersama teman-teman Anda Jakarta Istilah Pajak Pertambahan Nilai (PPN) bukan suatu hal yang asing bagi masyarakat Indonesia. Namun

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. Analisis Perhitungan Pajak Pertambahan Nilai. IV.1.1 Analisis Perolehan Barang Kena Pajak (Pajak Masukan)

BAB IV PEMBAHASAN. Analisis Perhitungan Pajak Pertambahan Nilai. IV.1.1 Analisis Perolehan Barang Kena Pajak (Pajak Masukan) BAB IV PEMBAHASAN IV.1 Analisis Perhitungan Pajak Pertambahan Nilai IV.1.1 Analisis Perolehan Barang Kena Pajak (Pajak Masukan) Pajak Masukan adalah pajak yang harus dibayarkan oleh Pengusaha Kena Pajak

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut UU No.28 Tahun 2007 Pasal 1 Tentang Ketentuan Umum dan Perpajakan, pajak merupakan suatu konstribusi wajib kepada negara yang terhutang oleh setiap orang maupun

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI II.1 Pemahaman Perpajakan II.1.1 Definisi Pajak Adriani seperti dikutip Brotodihardjo (1998) mendefinisikan, Pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terhutang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan nasional adalah kegiatan berkesinambungan yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Untuk mewujudkan tujuan tersebut maka pemerintah perlu

Lebih terperinci

PAPER. Dibuat Oleh: Annisa Pradita FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS PAKUAN BOGOR

PAPER. Dibuat Oleh: Annisa Pradita FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS PAKUAN BOGOR ANALISIS PERLAKUAN AKUNTANSI ATAS PENERBITAN DAN PEROLEHAN FAKTUR PAJAK SERTA PENGAKUAN ATAS PENYERAHAN DAN PEROLEHAN BARANG KENA PAJAK PADA PT UNITEX TBK TAHUN 2014 PAPER Dibuat Oleh: Annisa Pradita 0221

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemilihan Judul Kementrian Keuangan (2014)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemilihan Judul Kementrian Keuangan (2014) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemilihan Judul Perkembangan dan dinamika kebutuhan masyarakat yang kian meningkat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara menuntut adanya ketersediaan anggaran yang

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. Analisis Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai. Pengusaha Kena Pajak, maka PT. PP (Persero) Tbk mempunyai hak dan

BAB IV PEMBAHASAN. Analisis Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai. Pengusaha Kena Pajak, maka PT. PP (Persero) Tbk mempunyai hak dan BAB IV PEMBAHASAN IV.1 Analisis Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai PT. PP (Persero) Tbk merupakan perusahaan yang bergerak di bidang jasa konstruksi. PT. PP (Persero) Tbk menyediakan berbagai jasa dan solusi

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Mardiasmo (2001:118), Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Mardiasmo (2001:118), Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Menurut Mardiasmo (2001:118), Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (dapat di paksakan) yang langsung dapat

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. Dalam analisa penghitungan dan pelaporan Pajak Pertambahan Nilai, penulis

BAB IV PEMBAHASAN. Dalam analisa penghitungan dan pelaporan Pajak Pertambahan Nilai, penulis BAB IV PEMBAHASAN Dalam analisa penghitungan dan pelaporan Pajak Pertambahan Nilai, penulis melakukan pemeriksaan pajak dengan menguji dan memeriksa ketaatan perpajakan, serta kebenaran jumlah dalam SPT

Lebih terperinci

BAB IV PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA. di bidang perdagangan eceran khusus untuk pelumas/oli industri.

BAB IV PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA. di bidang perdagangan eceran khusus untuk pelumas/oli industri. BAB IV PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA 4.1 Penyajian Data 4.1.1 Sejarah Singkat Perusahaan PT. Limanindo Kawan Sejati adalah perusahaan yang bergerak di bidang perdagangan eceran khusus untuk pelumas/oli industri.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Bhayangkara Jaya. Analisis Perhitungan..., Nurhasanah, Fakultas Ekonomi 2016

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Bhayangkara Jaya. Analisis Perhitungan..., Nurhasanah, Fakultas Ekonomi 2016 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Salah satu sumber utama Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang mempunyai peranan penting dalam pembangunan adalah pajak. Sehingga dalam pelaksanaannya

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. memperoleh atau mendapatkan dana dari masyarakat. Dana tersebut digunakan untuk

BAB II LANDASAN TEORI. memperoleh atau mendapatkan dana dari masyarakat. Dana tersebut digunakan untuk BAB II LANDASAN TEORI II.1 Pemahaman Pajak II.1.1 Definisi Pajak Pajak merupakan salah satu usaha yang dilakukan oleh pemerintah untuk memperoleh atau mendapatkan dana dari masyarakat. Dana tersebut digunakan

Lebih terperinci

BAB I PENAHULUAN. Pajak merupakan kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang

BAB I PENAHULUAN. Pajak merupakan kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang BAB I PENAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pajak merupakan kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang Perpajakan dengan tidak mendapatkan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Apabila membahas pengertian pajak, banyak definisi atau batasan pajak yang

BAB II LANDASAN TEORI. Apabila membahas pengertian pajak, banyak definisi atau batasan pajak yang BAB II LANDASAN TEORI II.1 Pengertian Pajak II.1.1 Definisi Pajak Apabila membahas pengertian pajak, banyak definisi atau batasan pajak yang telah dikemukakan oleh para pakar, yang satu sama lain pada

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 143 TAHUN 2000 (143/2000) TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PERTAMBAHAN NILAI BARANG DAN JASA DAN PAJAK PENJUALAN ATAS

Lebih terperinci

TINJAUAN MATA KULIAH... Kegiatan Belajar 2: SEJARAH PAJAK KONSUMSI SEBAGAI PAJAK NEGARA DAN PERKEMBANGAN

TINJAUAN MATA KULIAH... Kegiatan Belajar 2: SEJARAH PAJAK KONSUMSI SEBAGAI PAJAK NEGARA DAN PERKEMBANGAN iii Daftar Isi TINJAUAN MATA KULIAH... xi Modul 1: KARAKTERISTIK PPN INDONESIA DAN SEJARAH PENGENAAN PPN SEBAGAI PAJAK ATAS KONSUMSI... 1.1 Kegiatan Belajar 1: Karakteristik PPN Indonesia... 1.3 Latihan......

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN SENGKETA FAKTUR PAJAK CACAT DAMPAKNYA BAGI PENGUSAHA KENA PAJAK DAN KERUAGIAN NEGARA

BAB IV GAMBARAN SENGKETA FAKTUR PAJAK CACAT DAMPAKNYA BAGI PENGUSAHA KENA PAJAK DAN KERUAGIAN NEGARA BAB IV GAMBARAN SENGKETA FAKTUR PAJAK CACAT DAMPAKNYA BAGI PENGUSAHA KENA PAJAK DAN KERUAGIAN NEGARA Didalam bab ini akan dilakukan analisis atau pembahasan hasil pemeriksaan, keberatan sampai dengan keluarnya

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. dapat dipaksakan kepada mereka yang melanggarnya.

BAB II LANDASAN TEORI. dapat dipaksakan kepada mereka yang melanggarnya. BAB II LANDASAN TEORI A. Pajak 1. Pengertian Pajak Pajak adalah iuran wajib dari rakyat kepada negara sebagai wujud peran serta dalam pembangunan yang pengenaannya berdasarkan undang-undang dan tidak mendapat

Lebih terperinci

Modul ke: Pertemuan 2. 02Fakultas EKONOMI. Perpajakan I. Program Studi AKUNTANSI

Modul ke: Pertemuan 2. 02Fakultas EKONOMI. Perpajakan I. Program Studi AKUNTANSI Modul ke: 02Fakultas EKONOMI NPWP dan PKP Pertemuan 2 Perpajakan I Program Studi AKUNTANSI Daftar Isi NPWP Tata Cara Pendaftaran NPWP melalui e-registration Cara Pindah KPP Penghapusan NPWP Pengusaha Kena

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Undang Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Undang Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan BAB II LANDASAN TEORI II.1 Pengertian Umum Tentang Pajak II.1.1 Definisi Pajak dan Ciri Ciri Pajak Menurut Undang Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP) No. 6 Tahun 1983 sebagaimana telah

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

BAB II TELAAH PUSTAKA. jawab atas kewajiban pembayaran pajak berada pada masyarakat sendiri untuk

BAB II TELAAH PUSTAKA. jawab atas kewajiban pembayaran pajak berada pada masyarakat sendiri untuk BAB II TELAAH PUSTAKA 2.1. Landasan Teori Membayar pajak bukan hanya merupakan kewajiban, tetapi juga merupakan hak dari setiap warga negara untuk ikut berpartisipasi dalam bentuk peran serta terhadap

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pajak merupakan kontribusi yang diberikan oleh Wajib Pajak (WP) kepada negara yang berdasarkan undang-undang bersifat wajib dan memaksa tanpa ada kontraprestasi (imbalan)

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. undang-undang oleh pemerintah, yang sebagian dipakai untuk menyediakan barang

BAB 2 LANDASAN TEORI. undang-undang oleh pemerintah, yang sebagian dipakai untuk menyediakan barang BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1.1 Definisi Pajak Dalam Suandy (2011:5) Pajak di definisikan sebagai pungutan berdasarkan undang-undang oleh pemerintah, yang sebagian dipakai untuk menyediakan barang dan jasa

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN Evaluasi Terhadap Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai. PT. Mejoi merupakan perusahaan distributor yang bergerak dalam

BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN Evaluasi Terhadap Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai. PT. Mejoi merupakan perusahaan distributor yang bergerak dalam BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN 4.1. Evaluasi Terhadap Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai PT. Mejoi merupakan perusahaan distributor yang bergerak dalam bidang nutrisi anak yang telah dikukuhkan pada tanggal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) Pembangunan Nasional adalah kegiatan yang berlangsung secara terus menerus, berkesinambungan dan bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2007 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2007 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

BAB III PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN) DALAM UNDANG-UDANG NO. 18 TAHUN 2000 TENTANG PAJAK PERTAMBAHAN NILAI BARANG

BAB III PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN) DALAM UNDANG-UDANG NO. 18 TAHUN 2000 TENTANG PAJAK PERTAMBAHAN NILAI BARANG BAB III PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN) DALAM UNDANG-UDANG NO. 18 TAHUN 2000 TENTANG PAJAK PERTAMBAHAN NILAI BARANG DAN JASA DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH A. Pengertian Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

Lebih terperinci

BAB III PEMBAHASAN TENTANG MEKANISME PENGAJUAN RESTITUSI ATAS KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN)

BAB III PEMBAHASAN TENTANG MEKANISME PENGAJUAN RESTITUSI ATAS KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN) BAB III PEMBAHASAN TENTANG MEKANISME PENGAJUAN RESTITUSI ATAS KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN) 3.1 Teori Tentang Pajak 3.1.1 Definisi Pajak Secara umum pajak dapat diartikan sebagai iuran

Lebih terperinci

PERTEMUAN 12 By Ely Suhayati SE MSi Ak. PPN DAN PPnBM

PERTEMUAN 12 By Ely Suhayati SE MSi Ak. PPN DAN PPnBM PERTEMUAN 12 By Ely Suhayati SE MSi Ak PPN DAN PPnBM PAJAK ATAS NILAI TAMBAH PPN yang ditetapkan dengan UU no.18 tahun 2000 merupakan pajak yang dikenakan terhadap pertambahan nilai (Value Added) yang

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN A. Analisis Perhitungan PPN Keluaran Dalam hal menghitung Pajak Pertambahan Nilai atau PPN khusunya Pajak Keluaran yang diterbitkan dan dipungut oleh perusahaan merupakan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI Pajak merupakan alat bagi pemerintah didalam mencapai tujuan untuk mendapatkan penerimaan baik yang bersifat langsung dan tidak langsung dari masyarakat, guna membiayai pengeluaran

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, MEMUTUSKAN :

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, MEMUTUSKAN : PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 143 TAHUN 2000 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PERTAMBAHAN NILAI BARANG DAN JASA DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH SEBAGAIMANA

Lebih terperinci

PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK PENJUALAN BARANG MEWAH PPN dan PPnBM

PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK PENJUALAN BARANG MEWAH PPN dan PPnBM PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK PENJUALAN BARANG MEWAH PPN dan PPnBM UU No.18 Tahun 2000 => 42 Th 2009 Tentang Pengenaan PPN dan PPnBM atas BKP dan JKP yang dikonsumsi di dalam negeri Definisi Pajak

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.13, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEUANGAN. Pajak. Kelebihan Pembayaran. Pengembalian. Tata Cara. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10/PMK.03/2013 TENTANG TATA

Lebih terperinci

Dasar-dasar Studi Kasus Perpajakan

Dasar-dasar Studi Kasus Perpajakan S Modul 1 Dasar-dasar Studi Kasus Perpajakan PENDAHULUAN Suryohadi, S.H., M.M. tudi Kasus Perpajakan adalah suatu kajian mengenai masalah-masalah yang timbul atau yang terjadi di dalam masyarakat berkenaan

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. dan sesudah perubahan Undang-undang No.42 Tahun 2009, penulis melakukan

BAB IV PEMBAHASAN. dan sesudah perubahan Undang-undang No.42 Tahun 2009, penulis melakukan BAB IV PEMBAHASAN Dalam evaluasi penerapan dan perbandingan Pajak Pertambahan Nilai sebelum dan sesudah perubahan Undang-undang No.42 Tahun 2009, penulis melakukan penelusuran atas laporan laba rugi, neraca,

Lebih terperinci

BAB IV PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA

BAB IV PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA BAB IV PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA 4.1 Penyajian Data 4.1.1 Sejarah Singkat Perusahaan CV. Mitra Sinergi merupakan salah satu bentuk perusahaan yang bergerak dalam bidang perdagangan pipa dan bahan bangunan

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. IV.1. Analisis Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai. PT. MRC adalah perusahaan swasta yang bergerak di bidang jasa konstruksi.

BAB IV PEMBAHASAN. IV.1. Analisis Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai. PT. MRC adalah perusahaan swasta yang bergerak di bidang jasa konstruksi. BAB IV PEMBAHASAN IV.1. Analisis Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai PT. MRC adalah perusahaan swasta yang bergerak di bidang jasa konstruksi. Perusahaan ini telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak

Lebih terperinci

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10/PMK.03/2013 TENTANG

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10/PMK.03/2013 TENTANG MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10/PMK.03/2013 TENTANG TATA CARA PENGEMBALIAN ATAS KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK YANG SEHARUSNYA TIDAK TERUTANG

Lebih terperinci

Objek PPN Yang Harus Dibuatkan Faktur Pajak. a. penyerahan BKP di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha

Objek PPN Yang Harus Dibuatkan Faktur Pajak. a. penyerahan BKP di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha Faktur Pajak Objek PPN Yang Harus Dibuatkan Faktur Pajak a. penyerahan BKP di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha b. penyerahan JKP di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha c.

Lebih terperinci

SURAT PEMBERITAHUAN MASA PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (SPT MASA PPN) BAGI PEMUNGUT PPN Bacalah terlebih dahulu Buku Petunjuk Pengisian SPT Masa PPN

SURAT PEMBERITAHUAN MASA PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (SPT MASA PPN) BAGI PEMUNGUT PPN Bacalah terlebih dahulu Buku Petunjuk Pengisian SPT Masa PPN Perhatian Sesuai dengan ketentuan Pasal 3 ayat (7) UU Nomor 6 Tahun 1983 sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan UU Nomor 16 Tahun 2000, apabila SPTMasa yang Saudara sampaikan tidak ditandatangani

Lebih terperinci

SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE - 43/PJ/2010 TENTANG

SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE - 43/PJ/2010 TENTANG SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE - 43/PJ/2010 TENTANG 26 Maret 2010 PENYAMPAIAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER- 14/PJ/2010 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. baik perdagangan besar maupun perdagangan eceran. Sektor perdagangan

BAB I PENDAHULUAN. baik perdagangan besar maupun perdagangan eceran. Sektor perdagangan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Usaha yang berkembang dengan pesat saat ini adalah usaha perdagangan baik perdagangan besar maupun perdagangan eceran. Sektor perdagangan khususnya perdagangan eceran

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Perpajakan 2.1.1 Pengertian pajak Berikut adalah beberapa pengertian Pajak menurut Diaz (2012:2). Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang sehingga

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. yang berbeda tentang definisi dari pajak itu sendiri. Soemitro dalam bukunya Dasardasar

BAB II LANDASAN TEORI. yang berbeda tentang definisi dari pajak itu sendiri. Soemitro dalam bukunya Dasardasar BAB II LANDASAN TEORI II.1 Pemahaman Perpajakan II.1.1 Definisi Pajak Jika kita membahas pengertian dari pajak, banyak ahli yang memiliki pengertian yang berbeda tentang definisi dari pajak itu sendiri.

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN A. Analisis Hasil 1. Penerapan Pajak Pertambahan Nilai pada PT. Perkebunan Nusantara III Medan dengan Surat Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (SPPKP) No: PEM- 00025/WPJ.19/KP.0303/2013

Lebih terperinci

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Direktori Putusan Maia Putusan Pengadilan Pajak Nomor : Put.46597/PP/M.II/16/2013 Jenis Pajak Tahun Pajak : 28 Pokok Sengketa Menurut Terbanding Menurut Pemohon Banding Menurut Majelis : Pajak Pertambahan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

BAB II KAJIAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS BAB II KAJIAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS 2.1. Dasar Dasar Perpajakan 2.1.1. Pengertian Pajak Mengacu pada pasal 1 Undang Undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang Perubahan Keempat atas Undang Undang Nomor

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. tentang Perubahan Ketiga atas Undang-undang Nomor 6 tahun 1983 Tentang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. tentang Perubahan Ketiga atas Undang-undang Nomor 6 tahun 1983 Tentang BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Pengertian Pajak Menurut pasal 1 angka 1 Undang-undang perpajakan No. 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-undang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sebelum kita mengetahui pengertian with holding system kita harus

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sebelum kita mengetahui pengertian with holding system kita harus BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoritis 1. With Holding System a. Pengertian With Holding System Sebelum kita mengetahui pengertian with holding system kita harus mengetahui bahwa with holding system

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. daya dari sektor privat ke sektor publik. Sutedi (2013:1), memahami pengertian

BAB I PENDAHULUAN. daya dari sektor privat ke sektor publik. Sutedi (2013:1), memahami pengertian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Pajak dari perspektif ekonomi diartikan sebagai terjadinya transfer sumber daya dari sektor privat ke sektor publik. Sutedi (2013:1), memahami pengertian

Lebih terperinci

BAB II TELAAH PUSTAKA

BAB II TELAAH PUSTAKA BAB II TELAAH PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pemahaman Perpajakan 2.1.1.1 Pengertian Pajak Membahas mengenai perpajakan tidak terlepas dari pengertian pajak itu sendiri, ada beberapa definisi tentang

Lebih terperinci

Undang-Undang KUP dan Peraturan Pelaksanaannya

Undang-Undang KUP dan Peraturan Pelaksanaannya Untuk keterangan lebih lanjut, hubungi : Account Representative Undang-Undang KUP dan Peraturan Pelaksanaannya Undang-Undang KUP dan Peraturan Pelaksanaannya KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) Dewasa ini bangsa di dunia sedang giat-giatnya melaksanakan pembangunan menuju kemakmuran, begitu juga halnya dengan bangsa Indonesia.

Lebih terperinci

LANDASAN TEORI. dalam buku Perpajakan Indonesia karangan Waluyo (2008, h3),

LANDASAN TEORI. dalam buku Perpajakan Indonesia karangan Waluyo (2008, h3), BAB II LANDASAN TEORI II.1 Perpajakan II.1.1 Definisi Pajak Definisi atau pengertian pajak menurut Dr. Soeparman Soemahamidjaja dalam buku Perpajakan Indonesia karangan Waluyo (2008, h3), Pajak adalah

Lebih terperinci

Self assessment : WP membayar pajak sesuai UU tidak tergantung SKP

Self assessment : WP membayar pajak sesuai UU tidak tergantung SKP Self assessment : WP membayar pajak sesuai UU tidak tergantung SKP Pajak pada prinsipnya terutang pada saat timbulnya objek pajak yang dapat dikenai pajak, tetapi untuk kepentingan administrasi perpajakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penulisan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penulisan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penulisan Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan negara yang sangat besar pengaruhnya terhadap pembangunan di segala bidang. Penerimaan negara dari sektor pajak

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR : PER - 24/PJ/2012 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR : PER - 24/PJ/2012 TENTANG PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR : PER - 24/PJ/2012 TENTANG BENTUK, UKURAN, TATA CARA PENGISIAN KETERANGAN, PROSEDUR PEMBERITAHUAN DALAM RANGKA PEMBUATAN, TATA CARA PEMBETULAN ATAU PENGGANTIAN,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. a. Pengertian pajak berdasarkan Undang-undang Nomor 16 Tahun. atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-undang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. a. Pengertian pajak berdasarkan Undang-undang Nomor 16 Tahun. atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-undang BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pajak 1. Pengertian Pajak a. Pengertian pajak berdasarkan Undang-undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan adalah kontribusi wajib kepada Negara

Lebih terperinci

KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN

KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN SUSUNAN DALAM SATU NASKAH DARI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH TERAKHIR DENGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN. 1.1 Analisis Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai. menyediakan pembuatan alat untuk pembangunan beton di jalan tol.

BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN. 1.1 Analisis Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai. menyediakan pembuatan alat untuk pembangunan beton di jalan tol. BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN 1.1 Analisis Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai PT.DDT merupakan perusahaan yang bergerak dibidang alat berat yang menyediakan pembuatan alat untuk pembangunan beton di jalan

Lebih terperinci