PENGEMBANGAN FASILITAS SISI UDARA BANDARA BLIMBINGSARI, KABUPATEN BANYUWANGI

Transkripsi

1 PENGEMBANGAN FASILITAS SISI UDARA BANDARA BLIMBINGSARI, KABUPATEN BANYUWANGI Bayu Surya Dara T, Ir. Hera Widyastuti, MT. PhD., Istiar, ST. MT. Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Institut Teknologi Sepuluh Nopeber (ITS) Jl. Arief Rahan Haki, Surabaya E-ail: 1 Abstrak Wilayah Banyuwangi daratannya terdiri atas dataran tinggi berupa pegunungan yang erupakan penghasil produk perkebunan, dataran rendah dengan potensi produk pertanian, dan juga pantai tiur Banyuwangi sebagai salah satu penghasil ikan terbesar di Jawa Tiur. Untuk itu peerintah setepat terus berupaya eningkatkan investasi dari segala bidang potensi yang ada. Hal itu ebuahkan hasil dengan adanya peningkatan nilai investasi dari tahun 2012 sekitar 20 persen, dari Rp 5 triliun enjadi Rp 5,5 triliun hingga Rp 6 triliun. Guna engibangi pertubuhan ekonoi ini diharapkan juga diikuti dengan pertubuhan dan perbaikan infrastruktur yang ada, salah satunya adalah bandara. Studi kasus pada tugas akhir ini adalah Bandara Blibingsari, Kecaatan Rogojapi, Kabupaten Banyuwangi. Analisa yang dilakukan adalah kebutuhan runway, taxiway dan apron untuk 20 tahun rencana, dari tahun 2013 sapai tahun Faktor yang diperhatikan adalah pertubuhan penupang dan pergerakan pesawat. Rencana pengebangan untuk fasilitas udara ini adalah dengan 2 fase, yaitu asing asing 10 tahun. Adapun jenis pesawat rencana yang digunakan adalah Ebraer E-195 dan Boeing Dari hasil analisa diperoleh kebutuhan runway pada fase 1 adalah eter, sedangkan pada fase 2 adalah eter. Lebar runway asing asing adalah 45 eter. Untuk fasilitas taxiway didapatkan lebar 15 eter, sedangkan kebutuhan diensi apron untuk akhir tahun rencana adalah panjang 253,8 eter dan lebar 51,25 eter. Kata Kunci Bandara, Runway, Taxiway, Apron A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN Banyuwangi adalah sebuah kabupaten yang terletak di wilayah paling tiur Pulau Jawa yang berkoordinat 7,43-8,46 LS dan 113,53-114,53 BT. Dengan luas daerah sebesar 5.782,50 k 2 enjadikan Banyuwangi sebagai kabupaten terluas di Jawa Tiur, bahkan di Pulau Jawa. (Suber: Wilayah Banyuwangi daratannya terdiri atas dataran tinggi berupa pegunungan yang erupakan penghasil produk perkebunan, dataran rendah dengan potensi produk pertanian, dan juga pantai tiur Banyuwangi sebagai salah satu penghasil ikan terbesar di Jawa Tiur. Untuk itu peerintah setepat terus berupaya enggenjot investasi dari segala bidang potensi yang ada. Hal itu ebuahkan hasil dengan adanya peningkatan nilai investasi dari tahun 2012 sekitar 20 persen, dari Rp 5 triliun enjadi Rp 5,5 triliun hingga Rp 6 triliun. Nilai pertubuhan investasi ini cukup besar untuk ukuran sebuah kabupaten. Guna engibangi pertubuhan ekonoi ini diharapkan juga diikuti dengan pertubuhan dan perbaikan infrastruktur yang ada, salah satunya adalah bandara. Saat ini Banyuwangi eiliki sebuah bandara yang terletak di Desa Blibingsari, Kecaatan Rogojapi yang telah dibuka sejak Deseber 2010 dan elayani rute Banyuwangi Surabaya pergi pulang setiap harinya. Dengan lokasi yang berada dekat dengan Selat Bali, bandara ini berpotensi sebagai bandara penyangga antara Bandara Juanda dan Bandara Ngurah Rai untuk asa endatang. Adapun potensi pariwisata di Banyuwangi yang saat ini ulai naik daun, seperti Pulau Merah, Green Bay aupun Taan Nasional Baluran. Diharapkan potensi ini dapat enarik wisatawan baik dala aupun luar negeri dan diproyeksikan sebagai pintu asuk untuk beberapa kabupaten sekitar Banyuwangi yang akan asuk aupun keluar ke Surabaya dan ke Bali. Kondisi bandara yang saat ini eiliki panjang runway 1800 eter asih apu elayani pergerakan pesawat terbesar sejenis ATR Tetapi seiring perkebangan waktu, nilai investasi yang terus tubuh, dan keungkinan pesawat yang lebih besar endarat daya layan bandara akan seakin berkurang. Oleh karena itu perlu dilakukan perencanaan ulang untuk fasilitas bandara terutaa runway, taxiway, dan apron. B. Tujuan Tujuan dari penulisan ini adalah sebagai berikut: 1. Menganalisa kondisi eksisting runway. 2. Menganalisa kebutuhan panjang dan diensi runway untuk kebutuhan 20 tahun endatang. 3. Menganalisa kebutuhan diensi dan jarak taxiway ideal dari runway. 4. Menganalisa kebutuhan luas apron. 5. Menganalisa kebutuhan perkerasan runway, taxiway dan apron sesuai dengan kondisi yang baru.

2 2 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Peak Hour Rencana Pergerakan pesawat pada pada ja sibuk perlu dianalisa terlebih dahulu. Menurut Japan International Coorporation Agency (JICA) adalah sebagai berikut: Md Cp Diana: Cp : Faktor ja puncak Md : Pergerakan pesawat harian Mp : Pergerakan pesawat saat ja puncak My : Pergerakan pesawat tahunan B. Perhitungan Panjang Runway 1. Koreksi Elevasi Fe : faktor terkoreksi elevasi h : elevasi bandara 2. Koreksi Teperatur Ft : faktor terkoreksi teperatur h : elevasi bandara T : teperatur bandara 3. Koreksi Keiringan Fs : faktor koreksi keiringan S : keiringan runway (%) 4. ARFL My 365 1,38 Md Mp Md Cp h Fe Ft T h Fs S ARFL Lr Fe Ft Fs Lr : panjang runway rencana Ft : faktor koreksi teperature Fe : faktor koreksi elevasi Fs : faktor koreksi keiringan (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) Tabel 2.1 Aerodroe Reference Code (ARC) Kelopok Bandar Udara Kode Angka ARFL Kode Huruf Bentang Sayap A A 15 B P 1200 B 15 L P 24 L 36 C 1800 C D 36 L E 52 L 65 F 65 L 80 (Suber : SKEP-77-VI-2005 Dirjen Perhubungan) Tipe Tabel 2.2 Data ARFL Wingspan Length MTOW (kg) ATR E B (Suber : ) C. Taxiway Taxiway adalah jalan yang enghubungkan terinal dengan landasan pacu (runway). Lokasi penepatan taxiway harus direncanakan secara tepat agar seua aktivitas yang ada di tepat ini tidak engganggu pergerakan pesawat yang akan lepas landas. Kode Huruf Golongan Tabel 2.3 Diensi taxiway Lebar taxiway Jarak bebas iniu dari sisi terluar roda utaa dengan tepi taxiway A I B II C D III IV 15 A 3 A 18 B 4.5 B 18 C 23 D 4.5 E V F VI Keterangan : a. Bila taxiway digunakan pesawat dengan roda dasar kurang dari 18. b. Bila taxiway digunakan pesawat dengan seperepat roda dasar lebih dari 18. c. Bila taxiway digunakan pesawat dengan roda putaran kurang dari 9. d. Bila taxiway untuk pesawat dengan seperepat roda

3 3 putaran lebih dari 9. (Suber : SKEP-77-VI-2005 Dirjen Perhubungan) D. Apron Persaaan evaluasi apron enurut JICA adalah sebagai berikut: C T N A 60 N = Julah pesawat yang akan parkir di apron C = Julah pesawat saat ja sibuk T = Waktu pesawat enepati area (30-60 enit) A = Cadangan pesawat Diensi apron sebagai berikut: P G 2RG C L L C W (8) (9) (10) G = Julah gate R = Radius putar pesawat C = Jarak pesawat dan pesawat ke gedung terinal (25ft 35ft) L = Panjang pesawat (ft) W = Lebar taxilane (16ft untuk pesawat kecil dan 29ft untuk pesawat berbadan lebar) Jika R tidak tersedia, aka nilai R dapat dihitung dengan ruus : R = (wingspan/2) + (wheel base/tg60) Sehingga akan diperoleh diensi apron iniu yang diperlukan. (Suber : Modul Kuliah Infrastruktur Transportasi RC Lapangan Terbang ITS) III. METODOLOGI A. Identifikasi Identifikasi asalah dala hal ini adalah peninjauan pokok asalah untuk enentukan batasan pebahasan asalah tersebut. Identifikasi asalah ini dilakukan dengan browsing, dan ebaca edia cetak engenai perasalahan yang terjadi yang akan dibahas pada tugas akhir ini. Pada tahap ini, akan dihasilkan perasalahan yang elatar belakangi perencanaan perpanjangan landasan pacu Bandara Blibingsari, Banyuwangi. B. Pengupulan data sekunder Pada tahap ini dilakukan dengan beberapa cara berikut : Mencari inforasi engenai tepat einja data untuk dijadikan bahan penunjang penyelesaian Tugas Akhir. Mencari data ke instansi/perusahaan yang direkoendasikan dan encari inforasi, serta einta ijin kepada instansi yang bersangkutan untuk einja data guna dijadikan sebagai bahan penunjang penyelesaian Tugas Akhir. Mebuat dan engajukan berkas-berkas yang diperlukan untuk peinjaan data. Dala hal ini berupa surat pengantar dari jurusan untuk pengajuan peinjaan data. Mengupulkan data yang endukung dala penyelesaian Tugas Akhir. Mepelajari seua data yang enunjang. Data data yang diperlukan untuk penyelesaian Tugas Akhir antara lain : 1. Peta lokasi studi 2. Layout bandara 3. Jadwal penerbangan 4. Tipe pesawat 5. Data julah penupang C. Analisa Kondisi Eksisting Tahap enghitung dan eprediksi apakah runway, taxiway dan apron perlu dilakukan perencanaan ulang sesuai dengan syarat dan peraturan yang berlaku. Dala tugas akhir ini tahun rencana diabil 20 tahun endatang. Seakin eningkatnya julah dari pesawat terbang dari tahun ke tahun dan penabahan bobot pesawat yang seakin besar, sehingga diharapkan perkerasan landasan apu elayani beban tersebut dan dapat bertahan laa hingga tahun rencana. Setelah diprediksi bahwa perkerasan landasan perlu diperpanjang, aka dilakukan tahap-tahap perhitungannya yang disesuaikan dengan aturan yang berlaku. Langkah berikutnya yaitu elakukan perhitungan runway, taxiway, apron yang akan direncanakan nantinya. Tahapan ini engacu pada analisis tentang pergerakan pesawat yang beroperasi dan analisis tentang obilisasi penupang, langkah yang dilakukan yaitu dengan encari besar prosentase julah pertubuhan penupang dan pesawat tiap tahunnya dari data pergerakan lalu lintas penerbangan yang ada. Pengolahan ini dilakukan enggunakan progra bantu coputer, yaitu dengan regresi linier sehingga akan didapat persaaan pertubuhannya. D. Perencanaan Tebal Perkerasan Setelah elalui tahap perencanaan diensi kebutuhan panjang runway untuk tahun rencana, aka dilakukan perencanaan tebal perkerasan dengan etode FAA. Seakin eningkatnya julah pesawat terbang dari tahun ke tahun, aka akan diibangi dengan bobot pesawat yang seakin besar. Beban yang diteria pada perkerasan landas pacu oleh bobot pesawat akan disalurkan ke tanah, dan diharapkan dapat bertahan sapai tahun rencana.

4 4 IV. HASIL ANALISA 1. Analisa Data sekunder yang didapat adalah data pergerakan pesawat yang enggunakan landasan Bandara Blibingsari dan data pergerakan penupang tahun yang didapat dari Dirjen Hubud Satker Bandar Udara Banyuwangi. Tabel 3.1 Data Sekunder Pergerakan dan Penupang Penupang Arr Dep (Suber : Satuan Kerja Bandara Banyuwangi, 2013) Dari data pergerakan di atas yang hanya 2 tahun aka tidak dapat langsung dilakukan perhitungan regresi. Untuk itu dapat enggunakan nilai pertubuhan PDRB Kabupaten Banyuwangi, dengan asusi pertubuhan penupang dan pesawat pada Bandara Blibingsari asa depan saa besar dengan pertubuhan PDRB. Tabel 3.2 Nilai PDRB Kabupaten Banyuwangi Nilai PDRB (Rp) (Suber : ) Dari data tersebut diperoleh pertubuhan rata-rata PDRB Kabupaten Banyuwangi pertahun adalah 7,12%. Nilai ini yang nantinya akan digunakan sebagai angka regresi untuk pertubuhan penupang dan pesawat asa depan di Bandara Blibingsari. Tabel 3.3 Hasil Peraalan Pergerakan Total Dan Penupang Pergera Pergerakan Penupang kan ke- Kedatangan Keberangkatan Tabel 3.3 Hasil Peraalan Pergerakan Total Dan Penupang (lanjutan) Pergera Pergerakan Penupang kan ke- Kedatangan Keberangkatan (Suber : hasil analisa) Selanjutnya data dikonversi dengan 2 tipe pesawat lain dengan kapasitas lebih besar. yang direncanakan adalah Ebraer E-195 yang berkapasitas aksiu 122 penupang, pada tahun rencana Sedangkan pesawat rencana untuk tahun rencana 2033 adalah Boeing dengan kapasitas penupang aksiu 146 penupang. Dasar peilihan Ebraer dala perencanaan adalah selain harga per unit lebih urah, pesawat ini juga eiliki operationalv cost yang lebih urah daripada pesawat sejenis, isalnya Bobardier ilik askapai Garuda. Operational cost rata-rata untuk keduanya hapir saa yaitu $5.000 (suber: ). Akan tetapi dengan kapasitas penupang aksiu yang dapat ditapung berbeda, 100 penupang untuk Bobardier dan 122 penupang untuk Ebraer, aka harga tiket akan lebih urah jika enggunakan pesawat Ebraer. Hal ini diharapkan dapat lebih enarik inat penupang untuk enggunakan pesawat Ebraer. Tabel 3.4 Pergerakan pesawat rencana Pergera Pergerakan Penupang kan Kedatangan Keberangkatan 2023 E E E E E E E E E E B

5 5 Dari data pergerakan tahunan akan disesuaikan enjadi data pada ja puncak. Proses penyesuaian ini akan enghasilkan data peak hour rencana. Untuk endapatkan volue ja puncak aka perlu elakukan perhitungan terhadap volue pergerakan pesawat untuk keberangkatan enurut Japan International Coorporation Agency (JICA). Perhitungan ja puncak dihitung pertahun guna endapatkan kebutuhan panjang runway, yang dala hal ini direncanakan pebangunan dibagi enjadi 2 fase per 10 tahun rencana. Tbel 3.5 Prediksi Volue Ja Puncak Berdasarkan analisa kapasitas penupang pada tahun rencana di atas, digunakan pesawat rencana yang akan beroperasi pada Bandara Blibingsari. Oleh karena itu perlu adanya peningkatan terhadap runway dan fasilitasnya. Tabel 3.6 Spesifikasi Rencana Tipe Ja Puncak (pergerakan) ARFL Wingspan Jenis ATR ATR E E B Length MTOW (kg) ATR E B Analisis panjang runway dibagi enjadi 2 fase pebangunan. Fase 1 dihitiung selaa periode 10 tahun pertaa dari uur rencana, yaitu direncanakan untuk elayani jenis pesawat terbesar Ebraer E-195. Sedangkan fase 2 dihitung selaa periode 10 tahun kedua dari uur rencana, direncakan untuk elayani jenis pesawat terbesar B Dari hasil analisis didapat panjang runway fase 1 adalah eter dan fase 2 adalah eter. Lebar runway dari asing asing fase adalah 45 eter. Sedangkan penentuan diensi taxiway telah eiliki nilai iniu seperti ketentuan SKEP 77-VI-2005 Dirjen Perhubungan. Diensi taxiway untuk pengebangan fase 1 dan 2, untuk kode huruf C, lebar taxiway untuk pesawat dengan roda dasar kurang dari 18 adalah sebesar 15 dan jarak bebas iniu dari sisi terluar roda utaa dengan tepi taxiway adalah 3. Diensi apron yang dibutuhkan adalah 253,8 eter 51,25 eter. 2. Tebal Perkerasan Runway dan Taxiway Dari hasil analisa diperoleh tebal inial perkerasan total yaitu 24 inch (60 c). a. Tebal subbase diperoleh ketebalan 7,5 inch (19 c). Maka ketebalan subbase adalah : (60 19) c = 41 c. b. Uuntuk ketebalan lapis surface daerah kritis adalah 4 inch (10 c), sedangkan daerah non kritis 3 inch (7,5 c). c. Berdasarkan grafik pada gabar 5.2 untuk ketebalan iniu base coarse adalah 7,1 inch (18 c). Maka untuk susunan lapis perkerasan enurut etode FAA adalah : Surface Base Coarse Sub Base Gabar 3.1 Lapisan Perkerasan Lentur FAA eperbolehkan perubahan tebal perkerasan pada perukaan sebagai berikut : Tebal penuh pada seluruh daerah kritis, yang digunakan untuk pesawat yang akan berangkat, seperti bagian tengah runway. Tebal perkerasan 0.7T pada daerah yang jarang dilalui pesawat, seperti tepi luar taxiway dan tepi luar runway. Faktor pengali 0,7T untuk lapisan base coarse. 3. Tebal Perkerasan Apron Dari hasil analisa diperoleh tebal perkerasan kaku untuk apron adalah 29,2 c dan tebal subbase adalah 20 c. V. KESIMPULAN 69 c Hal hal yang dapat disipulkan dari hasil perhitungan dan perencanaan Tugas Akhir ini adalah sebagai berikut: 1. Dari hasil analisa ARFL terhadap kondisi eksisting runway Bandara Blibingsari didapatkan panjang iniu seharusnya adalah 1980 eter. Sedangkan kondisi panjang eksisting runway adalah 1800 eter, sehingga panjang tersebut kurang eenuhi standar enurut ARFL. 2. Panjang runway untuk pengebangan fase 1 adalah eter dengan lebar 45 eter. Sedangkan panjang runway untuk fase 2 adalah eter dengan lebar 45 eter. 3. Kebutuhan diensi taxiway adalah lebar 15 eter untuk tipe runway 4C. Jarak taxiway dari garis tengah runway adalah 176 eter sesuai SKEP 77-VI-2005 Dirjen Perhubungan untuk tipe landasan instruent.

6 6 4. Luas apron untuk pengebangan fase 1 adalah 91,25 eter 126,4 eter. Sedangkan untuk fase 2 adalah 91,25 eter 253,8 eter. 5. Tebal perkerasan runway dan taxiway enurut etode FAA adalah 69 c. Sedangkan tebal perkerasan kaku di apron adalah 29,2 c. DAFTAR PUSTAKA 1. Annex 14 Aerodroes Aerodroe Design and Operations (Volue I). 2. Badan Standarisasi Nasional, SNI Tentang Marka dan Rabu Pada Daerah Pergerakan Udara di Bandar Udara. 3. Direktorat Jendral Perhubungan Udara Standar Manual bagian 139 Aerodroe. Jakarta. 4. Horonjeff, R., and F.X. McKelvey Perencanaan dan Perancangan Bandar Udara (Terjeahan), Edisi Ketiga, Jilid 1, Jakarta, Penerbit Erlangga. 5. Mochtar, I.B Tata Cara Penulisan Proposal dan Laporan Teknik, Surabaya, Jurusan Teknik Sipil FTSP Institut Teknologi Sepuluh Nopeber (ITS). 6. Muttaqin, Aulia., Wardhani Sartono, Hary Christady Analisis Geoetrik Fasilitas Sisi Udara Bandar Udara Internasional Lobok (BIL) Nusa Tenggara Barat Jurusan Teknik Sipil UGM. Yogyakarta. 7. Perana, Sheellfia Juni Studi Perencanaan Pengebangan Landas Pacu dan Landas Hubung Bandara Abdulrachan Saleh Malang. Laporan Tugas Akhir Jurusan Teknik Sipil ITS. Surabaya. 8. Undang-undang No 15 tahun 1992 tentang Penerbangan dan PP No. 70 tahun 2001 tentang Kebandarudaraan.