PENGEMBANGAN KOMODITAS UNGGULAN KABUAPETEN TAPIN KALIMANTAN SELATAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENGEMBANGAN KOMODITAS UNGGULAN KABUAPETEN TAPIN KALIMANTAN SELATAN"

Transkripsi

1 PENGEMBANGAN KOMODITAS UNGGULAN KABUAPETEN TAPIN KALIMANTAN SELATAN M. Rusmin Nuryadin & Syahrituah Siregar Fakultas Ekonomi Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin Abstract The main purpose of this writing is to inform about the potentially leading commodities products bussinesses (KPJU) in Tapin Regency suitable to develop in this time and the fiture. The commodities/product businesses will be leading in terms of their supports to local development, creation of jobs, growth of economy, and advencement of comvetitiveness. The research was taking place in Tapin Regency by taking 8 sample districts trough the purposive sampling mathod. Data was analized by using, Analytical Hierrachy Proses (AHP) method. After analizing the data, we gotthe ressult revealing Tapin s leading commodities/products businesses by sector. In livestock and fishery sector, the leading commodity is cattle. In forestry and plantation sector the leadingcommodity is palm estate. In food crops and horticulture sector the leading commodity is paddy forming. In industrial sector the leading commodity is rattan craft. In trade service sector the leading commodity is hotel/inn. Keyword: commodity, product, bussiness, leading PENDAHULUAN Upaya mendorong pembangunan khususnya pembangunan ekonomi tidak lepas dari adanya pengembangan potensi ekonomi masyarakat baik berupa potensi sumberdaya manusia, potensi sumberdaya alam, potensi sumberdaya finansial, maupun sumberdaya kelembagaan ekonomi. Empat komponen sumberdaya tersebut jika dikelola dengan baik akan merupakan modal besar yang dapat mendorong pembangunan ekonomi daerah dengan cepat dan tepat. Pembangunan ekonomi daerah dapat diartikan sebagai proses dimana pemerintah daerah dan masyarakat mengelola sumberdaya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah daerah dengan sektor swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi dalam wilayah tersebut. Masalah pokok dalam pembangunan ekonomi daerah adalah terletak pada penekanan terhadap kebijakan-kebijakan pembangunan yang didasarkan pada kekhasan daerah yang bersangkutan dengan menggunakan potensi sumberdaya manusia, sumberdaya alam, sumberdaya financial dan bahkan sumberdaya kelembagaan. Orientasi ini mengarahkan kita kepada pengambilan inisiatif-inisiatif yang berasal dari daerah tersebut dalam proses pembangunan untuk menciptakan kesempatan kerja baru dan merangsang peningkatan kegiatan ekonomi. 221

2 Dalam upaya pembangunan ekonomi daerah, inventarisasi potensi wilayah/masyarakat/daerah mutlak diperlukan agar dapat ditetapkan kebijakan pola pengembangan baik secara sektoral maupun secara multisektoral. Salah satu langkah inventarisasi/identifikasi potensi ekonomi daerah adalah dengan mengidentifikasi produk-produk potensial, andalan dan unggulan daerah pada tiap-tiap sub sektor. Produk unggulan daerah menggambarkan kemampuan daerah menghasilkan produk, menciptakan nilai, memanfaatkan sumberdaya secara nyata, memberi kesempatan kerja, mendatangkan pendapatan bagi masyarakat maupun pemerintah, memiliki prospek untuk meningkatkan produktivitas dan investasinya. Sebuah produk dikatakan unggul jika memiliki daya saing sehingga mampu untuk menangkal produk pesaing di pasar domestic dan /atau menembus pasar ekspor. METODE PENELITIAN Penelitian dilaksanakan pada tahun 2009 di delapan kecamatan yang ada di kabupaten Tapin, yaitu kecamatan Binuang, Tapin Selatan, Tapin Tengah, Bungur, Lokpaikat, Tapin Utara, Bakarangan, Candi Laras Selatan, Penetapan delapan kecamatan tersebut sebagai sample dilakukan secara Purposive sampling dengan pertimbangan kecamatan-kecamatan tersebut dapat mewakili karakteristik potensi ekonomi masyarakat. Jenis data yang dikumpulkan berupa data kuantitatif dan kualitatif, sedangkan sumber data berupa data primer dan sekunder. Pengumpulan dan analisis data dilakukan secara bertahap; yakni 1. tahap pembobotan, 2. tahap penentuan komoditi/produk/jenis Usaha 3. Tahap penentuan Komoditi/Produk/Jenis Usaha Unggulan per sector/sub sector di tingkat Kabupaten. Data yang dikumpulkan berupa data perbandingan berpasangan dengan skala Saaty 1 9. Data tersebut kemudian diolah melalui komputasi bobot dan skor mengikuti logika dan kaidah AHP dari Saaty. Sebagai outputnya akan disajikan berbagai KPJU terpilih dengan masing-masing skornya berbagai rujukan tingkat prioritas bagi keunggulannya masing-masing. Tabel 1 Skala Saaty* Tingkat Definisi Kepentingan 1 Sama penting 3 Sedikit lebih penting 5 Jelas lebih penting 7 Sangat jelas lebih Penting 9 Pasti/mutlak lebih penting (kepentingan yang ekstrim) 2,4,6,8 Jika ragu-ragu antara dua nilai yang berdekatan 1/(1-9) Kebalikan nilai tingkat kepentingan dari skala 1-9 *Saaty 222

3 Kemudian dalam penentuan KPJU unggulan di Kabupaten Tapin melalui metode ini dibuat sebuah kerangka alur berpikir tujuan dan faktor penentu keunggulan yakni dalam kontek kepentingan ekonomi secara makro, maka tujuan yang pertama adalah untuk mendukung tercapainya peningkatan pertumbuhan ekonomi (A). kedua adalah dalam kerangka penciptaan lapangan kerja (B). Ketiga, agar dapat meningkatkan daya saing perekonomian ditengah kompetisi yang makin mengglobal (C). Dari kerangka ini, disusunlah kuesioner yang akan ditanyakan kepada sejumlah responden yang telah ditentukan sebelumnya berdasarkan kriteria keahlian dan representasi stakeholders. Untuk menilai seberapa besar suatu KPJU memiliki potensi untuk menjadi unggulan dilakukan analisis atas berbagai faktor dan kriteri keunggulan. Dalam hal ini digunakan 11 macam factor yang dapat menentukan tingkat keunggulan sebagai berikut: skill, bahan baku, modal, sarana produksi/usaha, teknologi, social budaya, manajemen, pasar, harga, penyerapan tenaga kerja, dan peranannya dalam ekonomi. Penilaian setiap alternatif KPJU ditetapkan berdasarkan penilaian/pendapat narasumber yang diperoleh melalui Focus Group Discussion (FGD) dengan narasumber di tingkat kabupaten/kota, misalnya pejabat dinas/instansi, asosiasi Kadin, Bappeda, Perbankan, dan Peneliti perguruan tinggi. Melalui forum FGD, dimintakan pula pendapat dari para narsumber mengenai alternatif kebijakan yang harus diambil dalam rangka pengembangan KPJU unggulan yang telah teridentifikasi. Konfirmasi unggulan KPJU dilakukan minimal pada 4 (empat) KPJU untuk setiap sektor dengan menggunakan metode AHP. Adapun sektor-sektor terpilih terdiri dari sektor peternakan dan perikanan, kehutanan dan perkebunan, industri, perdagangan dan jasa, serta tanaman pangan dan holtikultura. Tujuan Komoditas Unggulan HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam kontek kepentingan ekonomi secara makro, maka tujuan 223 pertama, adalah untuk mendukung tercapainya peningkatan pertumbuhan ekonomi. Tujuan kedua, adalah dalam kerangka penciptaan lapangan kerja, tujuan ketig, dari adanya KPJU unggulan adalah agar dapat meningkatkan daya saing perekonomian ditengah kompetisi yang makin mengglobal. Hasil FGD diperoleh nilai sbb: Tenaga Ahli 1 Tenaga Ahli 2 A B C A B C A A B B C C TOTAL TOTAL

4 Keterangan : A. Pertumbuhan Ekonomi B. Penciptaan Lapangan Kerja C. Peningkatan Daya Saing A B C EV UT A B C EV UT A A B B C C Total Total CI CI RI 0.58 RI 0.58 CR CR Keterangan : EV UT = Eigen Vector Utama CI = Index konsistensi RI = Nilai pembangkit random sesuai dengan ordo matrix n CR = Rasio konsistensi Matriks Pendapat Gabungan ta 1 ta 2 RG VP A B C TOTAL Keterangan : ta 1 = tenaga ahli pertama ta 2 = tenaga ahli kedua RG = rata-rata geometris VP = Vektor Prioritas Pilihan yang dilakukan tenaga ahli yang terpilih nampak bervariasi. Dengan menggabungkan pilihan-pilihan para ahli tersebut yang diseimbangkan menggunakan rataan geometris maka diperoleh pilihan ahli (expert choices) tentang tujuan yang diinginkan. Hasilnya menunjukkan bahwa tujuan yang paling diprioritaskan dari adanya KPJU unggulan adalah tujuan B. Penciptaan Tenaga Kerja dengan bobot 0,643. Jauh dibawahnya adalah tujuan A. Pertumbuhan Ekonomi (0,267) dan diurutan terakhir tujuan C. Peningkatan Daya Saing dengan bobot Ini menandakan bahwa persoalan yang dianggap paling krusial adalah lapangan kerja yang mengungguli kepentingan bagi terciptanya pertumbuhan ekonomi. Sementara itu daya saing yang saat ini semakin penting masih belum menjadi kepentingan yang mendesak dibanding yang lainnya. Faktor Penentu Keunggulan dan Kriterianya Analisis atas berbagai faktor dan kriteri keunggulan agar KPJU memiliki potensi untuk menjadi unggulan, digunakan 11 macam factor yang dapat menentukan tingkat keunggulan sebagai 224

5 berikut: skill, bahan baku, modal, sarana produksi/usaha, teknologi, social budaya, manajemen, pasar, harga, penyerapan tenaga kerja, dan peranannya dalam ekonomi. Dari kesebelas faktor tersebut, faktor modal (0,234) dianggap paling menentukan bagi terujudnya KPJU menjadi unggulan. Selanjutnya, penentu keunggulan diikuti oleh bahan baku (0,147), Pasar (0,129), dan Harga (0,123). Faktor-faktor lain berada dibawah kepentingan keempat faktor tersebut. Sementara itu faktor teknologi menempati urutan terakhir dengan bobot terendah (0,022). Tabel 6. Nilai Faktor Penentu Keunggulan dan Kriterianya Faktor Bobot Kriteria Bobot Faktor Bobot Kriteria Bobot A. Skill B.Bahan Baku C. Modal D.Saprodi/ Usaha Keterangan : Tk Pdd Ketersediaan E. Teknologi Pelatihan Kemdhn Pnglm Krj Cr kh lkl F.Sosial 4.Jml Pelath Budaya 19.klgs bdy Ketersediaan Tradisi Dy Tahan Canggih G. Manajemen Kesinmbgn Mudah Mutu Keluasan H. Pasar Kemudhn Kepastian Kebt I awl Stabil I. Harga Kbt M krj Besaing Akses keu J.Peyerapan 27.T Lokal Ketersediaan T.K. 28.T Luar Harga Rnti Prod K.Peran Dlm 15.Kemudh Ekonomi 30.Keb Khlyk Sbg PDRB Tk Pdd =Tingkat Pendidikan 16.Ketersediaan =Tingkat ketersediaan teknologi 2.Pelatihan =Tingkat Pelatihan 17.Kemdhn =Kemudahan teknologi 3.Pnglm Krj =Pengalaman Kerja 18.Cr kh lkl =Ciri khas lokal 4.Jml Pelath =Jumlah Kegiatan Pelatihan 19.klgs bdy =Kelangsungan Budaya 5.Ketersediaan =Ketersediaan Bahan Baku 20.Tradisi =Sejalan dg tradisi 6.Dy Tahan =Daya Tahan Bahan Baku 21.Canggih =Canggih 7.Kesinmbgn =Kesinambungna Bahan Baku 22.Mudah =Mudah diaplikasikan 8.Mutu =Mutu Bahan Baku 23.Keluasan =Keluasan Pasar 9.Kemudhn =Kemudahan Memperoleh Bahan Baku 24.Kepastian =Kepastian Pasar 10.Kebt I awl =Tingkat kebutuhan Investasi Awal 25.Stabil =Kestabilan harga 11.Kbt M krj =Kebutuhan modal kerja 26.Besaing =Harga mampu bersaing 12Akses keu =Akses pada sumber keuangan 27.T Lokal =Tenaga kerja lokal 13Ketersediaan =Ketersediaan Sarana produksi/usaha 28.T Luar =Tenaga kerja dari luar 14.Harga =Harga Sarana produksi/usaha 29.Rnti Prod =Peran dalam rantai produksi ekonomi 15.Kemudh =Kemudahan memperoleh Sarana 30.Keb Khlyk =Peran dalam pemenuhan kebutuhan khalayak Produksi/usaha 31.Sbg PDRB =Peranan dalam besaran PDRB 225

6 Setiap faktor memiliki sejumlah kriteria yang masing-masing memiliki bobot kepentingan pula dalam dalam menentukan keunggulan suatu KPJU. Faktor skill didominasi oleh kriteria pengalaman kerja dengan bobot (0,389). Bahan baku lebih ditentukan oleh ketersediaannya (0,345). Modal lebih dipengaruhi oleh terjaminnya pemenuhan kebutuhan kodal kerja (0,454). Sarana Produksi akan lebih efektif jika harganya dapat terjangkau (0,515). Selanjutnya, dalam hal teknologi dunia usaha lebih mementingkan kemudahannya (0,833) dibanding terbatas pada ketersediaannya. Dalam faktor sosial budaya, dunia usaha menempatkan kepentingan kriteria ciri khas lokal, kelangsungan budaya, dan keterkaitan dengan tradisi secara seimbang, masing-masing dengan bobot 0,333. Seperti halnya teknologi, dalam hal manajemen yang lebih dipentingkan adalah kemudahannya (0,855) sehingga praktis dijalankan ketimbang kecanggihan suatu sistem manajemen. Keluasan pasar dan kepastian pelanggan merupakan unsur kriteria yang memiliki bobot seimbang dalam mendukung peranan pemasaran setiap KPJU, masing-masing memiliki bobot 0,500. Faktor harga lebih ditentukan oleh kestabilanya (0,634), sementara penyerapan tenaga kerja lokal (0,900) menjadi sangat dominan dibanding keperluan untuk penyerapan tenaga luar dalam lapangan usaha produktif. KPJU unggulan akan memiliki ketahanan yang stabil jika terkait dan memiliki rantai produksi yang lebih panjang (0,632). Output KPJU Unggulan di Setiap Sektor a. Peternakan dan Perikanan Dalam sektor peternakan dan perikanan memuat KPJU yang terdiri dari usaha perikanan karamba, tambak ikan, sapi, dan unggas. Masing-masing memiliki keutamaan dan kelebihan dalam berbagai faktor penentu keunggulan. Dari sisi skill (dengan kriteria-kriteria tingkat pendidikan, tingkat pelatihan, pengalaman kerja, jumlah pelatihan), komoditas sapi (0,338) secara tipis mengungguli ikan karamba pada urutan prioritas unggul teratas. Tambak ikan memiliki skor prioritas terendah dengan nilai 0,122 pada faktor skill. Selain dalam hal skill, komoditas sapi nampak unggul dalam lokal-lokal faktor yang lain, yakni bahan baku (0,372), modal (0,523), sarana produksi/usaha (0,487), teknologi (0.350), dukungan sosial budaya (0,369), manajemen (0,367), pasar (0,299), Harga (0,522), dan peran dalam ekonomi (0,337). Hanya dalam hal penyerapan tenaga kerja komoditas ternak sapi diungguli komoditas unggas (0,446). Prioritas Global Peternakan dan Perikanan Dari keseluruhan faktor dan kriteria penentu keunggulan KPJU yang ada maka terlihat jelas komoditas ternak sapi bisa diprioritaskan sebagai unggulan Kabupaten Tapin. Hal ini sejalan dengan 226

7 skor prioritas global ternak sapi yang sangat dominan (0.417) dibandingkan unggas yang memiliki skor 0.239, ikan karamba 0.222, dan tambak ikan yang terkecil dengan nilai 0,122. KPJU Global Priority a Sapi b Unggas c Ikan Karamba d Tambak Ikan Produksi sapi Kabupaten Tapin tahun 2008 mencapai ekor dan daerah penghasil utama berada di Kecamatan Hatungun, Binuang, Tapin Tengah, Salam Babaris, dan Tapin Selatan. Potensi peggemukan sapi untuk Kabupaten Tapin sangat menjanjikan. Hal ini mengingat kebutuhan daging di Kalimantan Selatan Cukup tinggi dimana selama ini kebutuhan tersebut banyak didatangkan dari Jawa dan Nusa Tenggara Barat. Usaha pengembangan Sapi potong di Kabupaten Tapin dapat dikembangkan pada skala kecil dan menengah. Kegiatan pengembangan dapat dilakukan oleh sejumlah peternak kecil secara bersama-sama di dalam koordinasi KUD dengan mengadakan kerjasama kemitraan secara terpadu dengan perusahaan inti (Fedlolotters). Perusahaan inti bisa dibentuk oleh pemerintah sebagai suatu Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), sehingga pola yang digunakan adalah pola inti dan plasma. Kendala dalam usaha penggemukan sapi selama ini adalah kelangkaan pengadaan sapi bakalan, oleh karenanya harus disertai dengan usaha penyediaan sapi bakalan. Perusahaan inti dapat berfungsi sebagai perusahaan pengadaan bakalan meskipun harus dilakukan secara impor. Komoditas unggulan lain yakni unggas, meliputi ayam buras dan ayam ras pedaging. Ayam buras Kabupaten Tapin memiliki kapasitas terbesar mencapai ekor di tahun 2008 dibanding ayam ras pedaging. Penyebaran hampir merata di setiap kecamatan dan terbesar sekaligus baik dijadikan daerah pengembangan berada di Kecamatan Bungur, kemudian Kecamatan Lokpaikat dan Kecamatan Kecamatan Tapin Utara. Binuang. Sementara ayam ras pedaging terbesar di Kecamatan Binuang, kemudian b. Kehutanan dan Perkebunan Dalam sektor kehutanan dan perkebunan memuat KPJU yang terdiri dari usaha perkebuan sawit, komoditas hutan rumbia, nilam, kayu galam, dan kelapa dalam. Masing-masing memiliki keutamaan dan kelebihan dalam berbagai faktor penentu keunggulan secara cukup bervariasi. Dari segi skill, nampak sekali dominasi keunggulan sawit dibanding yang lain. Hal ini terbukti dengan nilai prioritas lokal sawit sebesar keunggulan ini meliputi semua kriteria termasuk tingkat pendidikan, tingakat pelatihan, pengalaman kerja dan jumlah pelatihan. Dari segi bahan baku dominasi sawit tergantikan oleh komoditas kelapa dalam (0,261). Posisi selanjutnya adalah kayu galam (0,233) yang disusul rumbia (0,225) dan sawit (0,195). 227

8 Dalam hal faktor-faktor penentu keunggulan selanjutnya yakni modal, sarana produksi/usaha, manajemen, pasar, harga, penyerapan tenaga kerja, dan peranan dalam ekonomi sawit menampakkan keunggulan yang cukup dominan. Pada faktor teknologi keunggulan ditempati kelapa dalam (0,320) dan pada saat yang sama sosial budaya ditempati kayu galam (0,279). Prioritas Global Kehutanan dan Perkebunan Untuk mendapatkan nilai prioritas global maka bobot prioritas lokal (contoh, skill : 0,032) harus diintegrasikan kedalam kerangka global (keseluruhan 11 faktor yang ada). Dengan sendirinya maka setiap bobot kriteria dalam faktor lokal (contoh, tingkat pendidikan : 0,063) yang berhadapatan langsung dengan alternatif-alternatif pilihan mesti disesuaikan dengan bobot lokal integratif dengan metode normalitas keatas (global). Berdasarkan kalkulasi tersebut diperoleh hasil masing-masing KPJU kehutanan dan perkebunan dimana sawit memiliki nilai prioritas keseluruhan (global priority) tertinggi dengan 0,447. komoditas lainnya jauh dibawah dengan skor hampir bersamaan yakni kelapa dalam (0,188), Galam (0,133), Rumbia (0,117), dan Nilam (0,115). KPJU Global Priority a Sawit b Kelapa Dalam c Galam d Rumbia e Nilam Sebagai catatan disektor perkebunan sebenarnya dari berbagai kajian bahwa perkebunan karet merupakan komoditas unggulan utama masyarakat Kabupaten Tapin. Namun demikian dalam kajian ini dikeluarkan dari model supaya diperoleh komoditas lainnya untuk pengembangan lebih lanjut. Kelapa sawit menjadi unggulan utama, meskipun bagi Kabupaten Tapin ini merupakan komoditas perkebunan baru yang dikembangkan setelah sebelumnya karet. Kelapa sawit merupakan komoditas perkebunan utama yang dikelola oleh perusahaan besar swasta/nasional/asing, sedangkan karet dan kelapa dalam, galam, rumbia dan nilam sebagai tanaman utama yang dikembangkan oleh perkebunan rakyat. Melalui paradigma baru dalam pembangunan perkebunan Kabupaten Tapin harus menempatkan orientasi pembangunan perkebunan bukan pada aspek produksi tapi berorientasi pada agribisnis dan menempatkan agribisnis sebagai penggerak utama pembangunan ekonomi Kabupaten Tapin secara keseluruhan. Kedepan sub sistem hilir yang meliputi pengolahan dan pemasaran hasil perkebunan merupakan rangkaian sub sistem yang sangat strategis karena dapat menghela sub sistem lainnya untuk peningkatan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat. Peluang yang dimiliki potensi perkebunan sawit adalah pembangunan industri hilir dan turunannya dari CPO (Crude Palm Oil) 228

9 seperti minyak goreng, sabun, margarin. Langkah ke arah demikian di dalam perencanaan maka reinvestasi perkebunan yang selama ini banyak diperoleh dari hasil tambang harus dialihkan kepada industri perkebunan untuk pembangunan berkelanjutan. c. Tanaman Bahan Makanan dan Hortikultura Dalam sektor tanaman bahan makanan dan hortikultura ini memuat KPJU hasil dari usaha tani padi sawah, padi gunung, kacang tanah, jagung, jeruk, pisang, dan rambutan. Masing-masing memiliki keutamaan dan kelebihan dalam berbagai faktor penentu keunggulan namun nampak sekali komoditas hasil usaha tani padi sawah mendominasi. Dari segi skill, ada 2 (dua) macam komoditas hasil usaha tani yang paling unggul dengan nilai prioritas lokal berada diatas yang lainnya, yakni padi sawah dan padi gunung. Kendati demikian skor tertinggi ada pada padi sawah (0,375) yang disusul padi gunung dengan skor 0,216. Komoditaskomoditas lainnya dalam kelompok tanaman bahan makanan dan hortikultura ini hanya mencapai skor 0,084 kebawah. Dari segi faktor bahan baku, padi sawah semakin nampak mendominasi dengan skor tertinggi 0,433. Hal yang sama juga nampak pada faktor-faktor yang lainnya. Variasi hanya terjadi pada urutan kedua sampai yang terbawah atau kelima. Meski demikian, terdapat pula situasi yang berbeda khususnya pada faktor manajemen dimana komoditas jeruk mencapai skor tertinggi dengan 0,276. Padi sawah dan padi gunung masing-masing hanya memiliki skor 0,114, dibawah pisang dan rambutan. Jeruk juga cukup signifikan untuk unggul jika dilihat dari permodalan dan faktor harga, khususnya pada kemampuan harga untuk bisa bersaing. Akan tetapi pada sebagian besar faktor-faktor penentu keunggulan lainnya jeruk memiliki nilai yang masih rendah. Prioritas Global Tanaman Bahan Makanan dan Holtikultura Berdasarkan kompilasi atas semua faktor dan kriteria penentu keunggulan yang ada padi sawah menduduki urutan teratas (0,378). Urutan kedua sebagai komoditas yang dapat dijadikan unggulan adalah padi gunung dengan skor 0,172. Ini bisa menjadi indikasi awal bagi keduanya untuk lebih dikembangkan menjadi unggulan kabupaten (lampiran 36). Perbandingan prioritas atas berbagai komoditas unggul yang ada secara berurutan dapat dilihat pada tabel berikut ini. KPJU Global Priority a Padi Sawah b Padi Gunung c Jeruk d Kacang Tanah e Jagung f Pisang g Rambutan

10 Padi sawah memenuhi kriteria menjadi produk unggulan. Wilayah potensial tanaman padi sawah dengan rata-rata produksi 4,07 ton per hektar adalah kecamatan-kecamatan Tapin Tengah, Candi laras Utara, Candi Laras Selatan, Tapin Selatan, Bakarangan, Tapin Utara, dan Binuang. Kecamatan Tapin tengah merupakan wilayah paling potensial untuk pengembangan padi sawah dengan tingkat produktifitas mencapai 4,29 ton/ha, dimana kecamatan ini menyumbang 24,58% produksi padi sawah Kabupaten tapin ( ton). d. Industri Dalam sektor industri ini memuat KPJU yang terdiri dari usaha industri kacang jaruk, kripik jintan, kue bawang, rimpi pisang, kerajinan dari rotan, kerajinan anyaman, dan meubel. Masingmasing memiliki keutamaan dan kelebihan dalam berbagai faktor penentu keunggulan sehingga nampak keunggulannya sangat berimbang antara satu dengan yang lain. Dari segi skill ada 3 (tiga) macam industri yang paling unggul dengan nilai prioritas lokal yang hampir bersamaan. Ketiga industri itu adalah kerajian rotan, anyaman, dan meubel. Kendati demikian skor tertinggi ada pada kerajinan anyaman (0,257) Dari segi faktor bahan baku ketiga industri yang tertinggi sebelumnya memiliki skor yang sama persis yakni 0,1659. ini adalah skor paling unggul dibanding industri lainnya yang tersisa. Dari segi modal dan faktor sosial-budaya kerajinan anyaman kembali terlihat paling unggul dibandingkan yang lainnya. Disisi lain kerajinan rotan juga unggul tipis pada faktor sarana produksi dan teknologi. Keduanya unggul dibanding yang lain dalam hal faktor peranan dalam ekonomi yang meliputi rantai produksi, kebutuhan khalayak, dan PDRB. Pada faktor-faktor lainnya yang tesisa nampak keunggulan menjadi seimbang kecuali pada faktor pasar, ketiga industri yang cenderung dominan, yakni kerajinan rotan, anyaman, dan meubel unggul kembali disini. Prioritas Global Industri Secara keseluruhan, meliputi semua fakktor dan kriteria penentu keunggulan, posisi terunggul ditempati bersama-sama oleh kerajinan rotan dan kerajinan anyaman (0,197). Ini sebagai indikasi awal dimana keduanya patut lebih dikembangkan sehingga betul-betul menjadi unggulan kabupaten Tapin. KPJU Global Priority A Ker Rotan B Ker Anyaman C Meubel D Kcg Jaruk E Kripik Jntn F Kue Bawang G Rimpi Pisang

11 e. Jasa dan Perdagangan Dalam sektor Jasa dan Perdagangan memuat KPJU yang terdiri dari usaha perhotelan, restoran, persewaan bangunan, dan pariwisata. Masing-masing memiliki keutamaan dan kelebihan dalam berbagai faktor penentu keunggulan secara cukup bervariasi. Akan tetapi, nampak persaingan ketat terjadi antara perhotelan dan restoran diberbagai faktor dan kriteria. Dari segi skill, persewaan bangunan nampak dominan dibanding yang lain. Hal ini terbukti dengan nilai prioritas lokal persewaan bangunan sebesar Dari segi bahan baku dominasi dipegang usaha restoran (0,394) yang diikuti oleh perhotelan (0,219). Posisi selanjutnya adalah persewaan bangunan (0,197) yang disusul pariwisata yang tertinggal tipis dengan 0,191. Dalam hal faktor-faktor penentu keunggulan selanjutnya nampak sekali hanya didominasi oleh 2 (dua) KPJU, yakni usaha perhotelan dan usaha restoran secara bergantian. Usaha perhotelan lebih unggul pada modal, teknologi, manajemen, pasar, harga, dan penyerapan terhadap tenaga kerja. Disisi lain, usaha resotoran lebih unggul dalam hal sarana produksi/usaha, sosial-budaya, dan peranan dalam ekonomi. Prioritas Global Jasa dan Perdagangan Berdasarkan kalkulasi integral atas semua faktor dan kriteria keunggulan maka dapat diperoleh nilai masing-masing KPJU Jasa dan Perdagangan yang menjadi petunjuk peringkat antar satu dengan yang lainnya.usaha perhotelan ternyata memiliki nilai prioritas keseluruhan (global priority) tertinggi dengan 0,318. Jenis usaha lainnya yang juga potensial untuk diunggulkan adalah usaha restoran yang memiliki skor 0,271 (lampiran 24). Meskipun demikian, keempat KPJU yang nilai disini semuanya sangat potensial karena sejalan dengan arah pengembangan kabupaten kedepan yang berbasis bisnis dan perdaganan, khususnya diilayah perkotaan. Secara berurutan hasil analisis KPJU unggulan bidang jasa dan perdagangan menggunakan metode AHP dapat dilihat pada tabel dibawah ini. KPJU Global Priority A Perhotelan B Restoran C Pariwisata D Sewa Bangunan Arah Pengembangan Komoditas Unggulan Pola dan arah pengembangan komoditas unggulan di Kabupaten Tapin pada dasarnya merupakan dasar untuk pengembagan kawasan andalan dan sentra produksi. Kebijakan pengembangan komoditas unggulan tersebut bertumpu pada program pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan secara lestari dan berkesinambungan (gamb.1). Mengingat komoditas unggulan yang dikembangakan berdasarkan natural resources base, maka pola dan arahan pada hakekatnya berisi 231

12 tentang arahan-arahan pemanfaatan atau analisis kebijakan oleh pemerintah daerah maupun pemerintah pusat. Gambar 1. Kerangka Pemikiran Tentang Pengembangan Komoditas Unggulan Kabupaten Tapin Kesejahteraan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Tapin Pengembangan Komoditas Unggulan Pengembangan Cluster Industri Perencanaan Pembangunan Dan Pengembangan Komoditas Unggulan Kebijakan Pemerintah Pusat & Daerah Kawasan Sentra Andalan Analisis Kebikan Kebijakan Pengembangan Potensi dan Keunggulan Komoditas Unggulan Prinsip komplementaritas ekonomi dan keterkaitan fungsional akan menjadi pertimbangan dalam rangka memaksimumkan keuntungan (benefit) dari suatu kawasan andalan dan sentra produksi. Pengembangan komoditas unggulan Kabupaten Tapin akan lebih efektif apabila terdapat interaksi antar variabel dan antara kriteria. Interaksi tersebut haruslah interaksi antar beberapa aktivitas pada suatu wilayah dengan wilayah lainnya yang tercipta dan memungkinkan terjadinya perkembangan yang optimal antar unit-unit wilayah maupun dengan wilayah sekitar. Variabel aktivititas ekonomi dalam hal pengembangan sentra produksi dan kawasan andalan akan sangat bergantung pada asfek tenaga kerja, permodalan, pasar dan sumberdaya alam. Jika keempat variabel tersebut saling berkait secara sistem maka akan sangat mendorong pertumbuhan komodits unggulan yang terdapat di Kabupaten Tapin. 232

13 Adapun Penetapan Kawasan sentra dan andalan, harus memperhatikan aspirasi dan isu yang berkembang di masyarakat. Hal ini penting mengingat pelaksanaan dan penerima konsep rencana pengebagan dan analisis kebijakan yang dilakukan adalah masyarakat. Oleh karenannya pengembangan komoditas unggulan harus memperhatikan kelayakan ekonomis maupun analisis performansi seperti yang sudah dilakukan sebelumnya. PENUTUP 1. Kesimpulan Dalam konteks prioritas kepentingan pengembangan ekonomi secara makro tujuan penetapan komoditas, produk, dan jenis usaha (KPJU) unggulan di Kabupaten Tapin berturut-turut adalah penciptaan tenaga kerja, pertumbuhan ekonomi, dan peningkatan daya saing. Adapun faktor penentu terwujudnya KPJU unggulan tersebut lebih ditentukan oleh faktor modal, yang lebih dipengaruhi oleh kebutuhan modal kerja;. Kemudian berturut-turut faktor bahan baku, yang ditentukan oleh ketersediaannya; faktor pasar, yang lebih dipengaruhi oleh keluasan pasar dan kepastian pelanggan; faktor harga, yang dipengaruhi oleh kestabilan harga. Bobot atau prioritas sektor usaha paling unggul berturut-turut menurut sektor perekonomian adalah pada sektor peternakan dan perikanan terdapat komotas peternakan sapi. Pada Sektor kehutanan dan perkebunan adalah komoditas perkebunan sawit disamping karet. Pada sektor tanaman bahan makanan dan holtikultura berupa padi sawah. Pada Sektor Industri adalah Kerajinan rotan, sementara perhotelan menjadi yang terunggul diantara jenis-jenis usaha disektor jasa dan perdagangan. 2. Saran Pola dan arah pengembangan komoditas unggulan di Kabupaten Tapin pada dasarnya merupakan dasar untuk pengembangan kawasan andalan dan sentra produksi. Kebijakan pengembangan komoditas unggulan tersebut bertumpu pada program pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan secara lestari dan berkesinambungan. Pengembangan komoditas unggulan Kabupaten Tapin akan lebih efektif apabila terdapat interaksi antar variabel utama yakni asfek permodalan, pasar, harga, sumberdaya manusia, dan bahan baku. Jika kelima variabel tersebut saling berkait secara sistem maka akan sangat mendorong pertumbuhan komoditas unggulan yang terdapat di Kabupaten Tapin. Diperlukan dukungan teknis, manajerial, dan finansial dari berbagai pihak, selain itu komitmen politis perlu dibentuk dalam suatu peraturan daerah yang secara tegas menetapkan dan mengatur Tentang mekanisme dan dukungan bagi pengembangan mulai dari penentuan prioritas, 233

14 mekanisme pembinaan, dukungan pembiayaan dan produksi sampai dengan promosi dan pemasaran produk KPJU unggulan. DAFTAR PUSTAKA Anonim, Tapin dalam Angka Tahun 2008, BAPPEDA Kabupaten Tapin Kerjasama dengan Badan Pusat Statistik Kabupaten Tapin. Anonim, Rencana Pebangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Tapin Amiruddin, Analisis Pengembangan Komoditas Unggulan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah di Kabupaten Bima NTB, Prosiding Seminar Nasional Dies Natalis UNRAM, Lembaga Penelitian Unram. Dinas Perindustrian Propinsi Kalimantan Selatan, Buku Pedoman Penyusunan Data Komoditas Unggulan Daerah. Saaty, T.L The Fundamental of Decision Making and Priority Theory with the Analytic Hierarchy Proses. Vol.VI of The AHP Series, 478 pp., RWS Publ., 2000 (revised) Todaro, Michael P., 1986, Perencanaan Pembangunan: Model dan Metode, Jakarta: CV Intermedia. 234

IDENTIFIKASI PRODUK/KOMODITAS UNGGULAN. 4.1 Konsep Pembangunan Ekonomi Daerah dan Pendekatan Produk/komoditas Unggulan daerah

IDENTIFIKASI PRODUK/KOMODITAS UNGGULAN. 4.1 Konsep Pembangunan Ekonomi Daerah dan Pendekatan Produk/komoditas Unggulan daerah BAB 4 IDENTIFIKASI PRODUK/KOMODITAS UNGGULAN 4.1 Konsep Pembangunan Ekonomi Daerah dan Pendekatan Produk/komoditas Unggulan daerah Pemberdayaan ekonomi masyarakat merupakan unsur penting dan utama dalam

Lebih terperinci

Perkembangan Ekonomi dan Keuangan Daerah Provinsi Maluku Utara BOX 1

Perkembangan Ekonomi dan Keuangan Daerah Provinsi Maluku Utara BOX 1 BOX 1 LAPORAN HASIL PENELITIAN DASAR POTENSI EKONOMI DAERAH DALAM RANGKA PENGEMBANGAN KOMODITI UNGGULAN USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH (UMKM) DI PROVINSI MALUKU UTARA TAHUN 2007 (BASELINE ECONOMIC SURVEY

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Jumlah petani di Indonesia menurut data BPS mencapai 45% dari total angkatan kerja di Indonesia, atau sekitar 42,47 juta jiwa. Sebagai negara dengan sebagian besar penduduk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. langsung persoalan-persoalan fungsional yang berkenaan dengan tingkat regional.

BAB I PENDAHULUAN. langsung persoalan-persoalan fungsional yang berkenaan dengan tingkat regional. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perencanaan regional memiliki peran utama dalam menangani secara langsung persoalan-persoalan fungsional yang berkenaan dengan tingkat regional. Peranan perencanaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan yang dititikberatkan pada pertumbuhan ekonomi berimplikasi pada pemusatan perhatian pembangunan pada sektor-sektor pembangunan yang dapat memberikan kontribusi pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan ekonomi dalam wilayah tersebut. Masalah pokok dalam pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan ekonomi dalam wilayah tersebut. Masalah pokok dalam pembangunan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses di mana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola setiap sumberdaya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan

Lebih terperinci

RINGKASAN EKSEKUTIF HENNY NURLIANI SETIADI DJOHAR IDQAN FAHMI

RINGKASAN EKSEKUTIF HENNY NURLIANI SETIADI DJOHAR IDQAN FAHMI RINGKASAN EKSEKUTIF HENNY NURLIANI, 2005. Strategi Pengembangan Agribisnis dalam Pembangunan Daerah Kota Bogor. Di bawah bimbingan SETIADI DJOHAR dan IDQAN FAHMI. Sektor pertanian bukan merupakan sektor

Lebih terperinci

PENENTUAN PRIORITAS PRODUK UNGGULAN DENGAN MENGGUNAKAN ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (STUDI KASUS : KABUPATEN PURBALINGGA)

PENENTUAN PRIORITAS PRODUK UNGGULAN DENGAN MENGGUNAKAN ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (STUDI KASUS : KABUPATEN PURBALINGGA) PENENTUAN PRIORITAS PRODUK UNGGULAN DENGAN MENGGUNAKAN ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (STUDI KASUS : KABUPATEN PURBALINGGA) Anggara Hayun A Peneliti PPKPDS, BPPT Dosen Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknik,

Lebih terperinci

Boks Penelitian Pengembangan Komoditas/Produk/Jenis Usaha Unggulan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) di Kalimantan Tengah 1.

Boks Penelitian Pengembangan Komoditas/Produk/Jenis Usaha Unggulan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) di Kalimantan Tengah 1. Boks Penelitian Pengembangan Komoditas/Produk/Jenis Usaha Unggulan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) di Kalimantan Tengah 1. Latar Belakang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) dalam perekonomian

Lebih terperinci

BOKS 2. A. Latar Belakang

BOKS 2. A. Latar Belakang BOKS 2 PENELITIAN KOMODITAS/PRODUK/JENIS USAHA (KPJU) UNGGULAN DI PROVINSI BENGKULU TAHUN 2011 A. Latar Belakang Mengingat besarnya kontribusi UMKM terhadap perekonomian baik nasional maupun daerah di

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tinggi secara langsung dalam pemasaran barang dan jasa, baik di pasar domestik

I. PENDAHULUAN. tinggi secara langsung dalam pemasaran barang dan jasa, baik di pasar domestik I. PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan daerah dalam era globalisasi saat ini memiliki konsekuensi seluruh daerah di wilayah nasional menghadapi tingkat persaingan yang semakin tinggi secara langsung

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang tangguh dalam perekonomian dan memiliki peran sebagai penyangga pembangunan nasional. Hal ini terbukti pada saat Indonesia

Lebih terperinci

3 METODE. 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian. 3.2 Jenis, Sumber dan Metode Analisis Data

3 METODE. 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian. 3.2 Jenis, Sumber dan Metode Analisis Data 13 3 METODE 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian meliputi wilayah Kabupaten yang mencakup 10 kecamatan. Pelaksanaan penelitian dilakukan selama 6 bulan yaitu dari bulan Mei sampai Oktober

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang sangat penting dalam perekonomian dan sektor basis baik tingkat Provinsi Sulawsi Selatan maupun Kabupaten Bulukumba. Kontribusi sektor

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pertanian merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pembangunan nasional, yang memiliki warna sentral karena berperan dalam meletakkan dasar yang kokoh bagi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pelestarian keseimbangan lingkungan. Namun pada masa yang akan datang,

I. PENDAHULUAN. pelestarian keseimbangan lingkungan. Namun pada masa yang akan datang, I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan sub sektor pertanian tanaman pangan, merupakan bagian integral dari pembangunan pertanian dan telah terbukti memberikan peranan penting bagi pembangunan nasional,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Kajian Kajian ini dilakukan di Kabupaten Bogor, dengan batasan waktu data dari tahun 2000 sampai dengan 2009. Pertimbangan pemilihan lokasi kajian antar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebijakan pembangunan daerah di Indonesia pada dasarnya didasari oleh kebijaksanaan pembangunan nasional dengan mempertimbangkan karakteristik dan kebutuhan daerah. Kebijaksanaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia.

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peternakan sebagai salah satu sub dari sektor pertanian masih memberikan kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia. Kontribusi peningkatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan perekonomian di Indonesia, hal ini dapat dilihat dari kontribusinya terhadap Produk Domestik Bruto

Lebih terperinci

PERANAN SEKTOR PERTANIAN KHUSUSNYA JAGUNG TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN JENEPONTO Oleh : Muhammad Anshar

PERANAN SEKTOR PERTANIAN KHUSUSNYA JAGUNG TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN JENEPONTO Oleh : Muhammad Anshar PERANAN SEKTOR PERTANIAN KHUSUSNYA JAGUNG TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN JENEPONTO Oleh : Muhammad Anshar Jurusan Teknik Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Sains dan Teknologi ABSTRAK Penelitian

Lebih terperinci

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA Ekonomi rakyat merupakan kelompok pelaku ekonomi terbesar dalam perekonomian Indonesia dan

Lebih terperinci

Penelitian Dasar Potensi Ekonomi Kota Tidore. Muhammad Jibril Tajibu. Abstrak

Penelitian Dasar Potensi Ekonomi Kota Tidore. Muhammad Jibril Tajibu. Abstrak Penelitian Dasar Potensi Ekonomi Kota Tidore Oleh Muhammad Jibril Tajibu Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Hasanuddin Abstrak Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) dalam perekonomian nasional memiliki

Lebih terperinci

RINGKASAN EKSEKUTIF Muhammad Syahroni, E. Gumbira Sa id dan Kirbrandoko.

RINGKASAN EKSEKUTIF Muhammad Syahroni, E. Gumbira Sa id dan Kirbrandoko. RINGKASAN EKSEKUTIF Muhammad Syahroni, 2005. Analisis Strategi Pengembangan Komoditas Unggulan Agribisnis di Kabupaten Dompu Propinsi Nusa Tenggara Barat. Di Bawah bimbingan E. Gumbira Sa id dan Kirbrandoko.

Lebih terperinci

- 2 - II. PASAL DEMI PASAL. Pasal 1 Cukup jelas.

- 2 - II. PASAL DEMI PASAL. Pasal 1 Cukup jelas. - 1 - PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG TATA KELOLA PRODUK-PRODUK UNGGULAN PERTANIAN DAN PERIKANAN DI JAWA TIMUR I. UMUM Wilayah Provinsi Jawa Timur yang luasnya

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II-2011

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II-2011 No. 43/08/63/Th XV, 05 Agustus 20 PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II-20 Ekonomi Kalimantan Selatan pada triwulan II-20 tumbuh sebesar 5,74 persen jika dibandingkan triwulan I-20 (q to q)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Master Plan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Master Plan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Master Plan Latar belakang Penyusunan Cetak Biru (Master Plan) Pengembangan Penanaman Modal Kabupaten Banyuasin secara garis besar adalah Dalam rangka mewujudkan Visi

Lebih terperinci

ANALISIS PERANAN SEKTOR PERTANIAN DALAM PEMBANGUNAN WILAYAH KABUPATEN DEMAK

ANALISIS PERANAN SEKTOR PERTANIAN DALAM PEMBANGUNAN WILAYAH KABUPATEN DEMAK ANALISIS PERANAN SEKTOR PERTANIAN DALAM PEMBANGUNAN WILAYAH KABUPATEN DEMAK Khusnul Khatimah, Suprapti Supardi, Wiwit Rahayu Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta

Lebih terperinci

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013 Nomor Katalog : 9302001.9416 Ukuran Buku : 14,80 cm x 21,00 cm Jumlah Halaman

Lebih terperinci

VI. RANCANGAN PROGRAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN MELALUI PENGEMBANGAN PETERNAKAN

VI. RANCANGAN PROGRAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN MELALUI PENGEMBANGAN PETERNAKAN VI. RANCANGAN PROGRAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN MELALUI PENGEMBANGAN PETERNAKAN Paradigma pembangunan saat ini lebih mengedepankan proses partisipatif dan terdesentralisasi, oleh karena itu dalam menyusun

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN KOMODITAS UNGGULAN UMKM DI KABUPATEN NABIRE, PAPUA 1

PENGEMBANGAN KOMODITAS UNGGULAN UMKM DI KABUPATEN NABIRE, PAPUA 1 PENGEMBANGAN KOMODITAS UNGGULAN UMKM DI KABUPATEN NABIRE, PAPUA 1 Etty Puji Lestari 2 Abstrak Peranan UMKM dalam perekonomian nasional sangat penting dan strategis. Hal ini didukung oleh beberapa data

Lebih terperinci

ANALISIS KOMODITAS UNGGULAN TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA DI KABUPATEN MEMPAWAH. Universitas Tanjungpura Pontianak.

ANALISIS KOMODITAS UNGGULAN TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA DI KABUPATEN MEMPAWAH. Universitas Tanjungpura Pontianak. ANALISIS KOMODITAS UNGGULAN TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA DI KABUPATEN MEMPAWAH ADE IRMAYADI 1), ERLINDA YURISINTHAE 2), ADI SUYATNO 2) 1) Alumni Magister Manajemen Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas

Lebih terperinci

3.1 Penilaian Terhadap Sistem Perekonomian / Agribisnis

3.1 Penilaian Terhadap Sistem Perekonomian / Agribisnis 3.1 Penilaian Terhadap Sistem Perekonomian / Agribisnis 3.1.1 Kelembagaan Agro Ekonomi Kelembagaan agro ekonomi yang dimaksud adalah lembaga-lembaga yang berfungsi sebagai penunjang berlangsungnya kegiatan

Lebih terperinci

JURIDIKTI, Vol. 6 No. 1, April ISSN LIPI :

JURIDIKTI, Vol. 6 No. 1, April ISSN LIPI : Identifikasi Dan Pengembangan Komoditi Pangan Unggulan di Humbang Hasundutan Dalam Mendukung Ketersediaan Pangan Berkelanjutan Hotden Leonardo Nainggolan Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Isu strategis yang kini sedang dihadapi dunia adalah perubahan iklim global, krisis pangan dan energi dunia, harga pangan dan energi meningkat, sehingga negara-negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk memacu pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya dalam rangka. nasional, serta koefisien gini mengecil.

BAB I PENDAHULUAN. untuk memacu pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya dalam rangka. nasional, serta koefisien gini mengecil. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pembangunan ekonomi suatu daerah pada hakekatnya merupakan rangkaian kegiatan integral dari pembangunan ekonomi nasional yang dilaksanakan terarah dan terus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Kota Tasikmalaya dibentuk berdasarkan pada Peraturan Daerah Kota Tasikmalaya nomor 8 tahun 2008 tentang Pembentukan Organisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan usaha yang meliputi perubahan pada berbagai aspek

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan usaha yang meliputi perubahan pada berbagai aspek BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pembangunan merupakan usaha yang meliputi perubahan pada berbagai aspek termasuk di dalamnya struktur sosial, sikap masyarakat, serta institusi nasional dan mengutamakan

Lebih terperinci

5Kebijakan Terpadu. Perkembangan perekonomian Indonesia secara sektoral menunjukkan. Pengembangan Agribisnis. Pengertian Agribisnis

5Kebijakan Terpadu. Perkembangan perekonomian Indonesia secara sektoral menunjukkan. Pengembangan Agribisnis. Pengertian Agribisnis 5Kebijakan Terpadu Pengembangan Agribisnis Perkembangan perekonomian Indonesia secara sektoral menunjukkan kondisi yang makin seimbang. Persentase sumbangan sektor pertanian yang pada awal Pelita I sangat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu kebijakan pembangunan yang dipandang tepat dan strategis dalam rangka pembangunan wilayah di Indonesia sekaligus mengantisipasi dimulainya era perdagangan

Lebih terperinci

PERANAN SEKTOR PERTANIAN DALAM PEMBANGUNAN WILAYAH KABUPATEN BIREUEN PROVINSI ACEH. Mimi Hayatiˡ, Elfiana 2, Martina 3 ABSTRAK

PERANAN SEKTOR PERTANIAN DALAM PEMBANGUNAN WILAYAH KABUPATEN BIREUEN PROVINSI ACEH. Mimi Hayatiˡ, Elfiana 2, Martina 3 ABSTRAK Jurnal S. Pertanian 1 (3) : 213 222 (2017) PERANAN SEKTOR PERTANIAN DALAM PEMBANGUNAN WILAYAH KABUPATEN BIREUEN PROVINSI ACEH Mimi Hayatiˡ, Elfiana 2, Martina 3 1 Mahasiswa Agribisnis Fakultas Pertanian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Distribusi Persentase PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun

I. PENDAHULUAN. Distribusi Persentase PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Bogor merupakan sebuah kota yang berada di Provinsi Jawa Barat. Kedudukan Kota Bogor yang terletak di antara wilayah Kabupaten Bogor dan dekat dengan Ibukota Negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki kontribusi bagi pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB)

BAB I PENDAHULUAN. memiliki kontribusi bagi pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara agraris dimana sebagian besar penduduknya hidup dari hasil bercocok tanam atau bertani, sehingga pertanian merupakan sektor yang memegang peranan

Lebih terperinci

KEMBALI KE PERTANIAN DALAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI RIAU (Upaya Mengembalikan Kemandirian Masyarakat Pedesaan)

KEMBALI KE PERTANIAN DALAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI RIAU (Upaya Mengembalikan Kemandirian Masyarakat Pedesaan) KEMBALI KE PERTANIAN DALAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI RIAU (Upaya Mengembalikan Kemandirian Masyarakat Pedesaan) Agus Sutikno, SP., M.Si. 1 dan Ahmad Rifai, SP., MP 2 (1) Pembantu Dekan IV Fakultas Pertanian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Salah satu kebijakan pembangunan yang dipandang tepat dan strategis dalam rangka pembangunan wilayah di Indonesia sekaligus mengantisipasi dimulainya era perdagangan bebas

Lebih terperinci

Posisi Pertanian yang Tetap Strategis Masa Kini dan Masa Depan Jumat, 22 Agustus 2014

Posisi Pertanian yang Tetap Strategis Masa Kini dan Masa Depan Jumat, 22 Agustus 2014 Posisi Pertanian yang Tetap Strategis Masa Kini dan Masa Depan Jumat, 22 Agustus 2014 Sektor pertanian sampai sekarang masih tetap memegang peran penting dan strategis dalam perekonomian nasional. Peran

Lebih terperinci

Analisis Pertumbuhan Ekonomi Kab. Lamandau Tahun 2013 /

Analisis Pertumbuhan Ekonomi Kab. Lamandau Tahun 2013 / BAB IV TINJAUAN EKONOMI 2.1 STRUKTUR EKONOMI Produk domestik regional bruto atas dasar berlaku mencerminkan kemampuan sumber daya ekonomi yang dihasilkan oleh suatu daerah. Pada tahun 2013, kabupaten Lamandau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bentuk kenaikan pendapatan nasional. Cara mengukur pertumbuhan ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. bentuk kenaikan pendapatan nasional. Cara mengukur pertumbuhan ekonomi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan laju pertumbuhan yang dibentuk dari berbagai macam industri yang secara tidak langsung menggambarkan tingkat ekonomi yang terjadi. Bagi

Lebih terperinci

Strategi dan Arah Kebijakan Penguatan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Kukar Bidang Industri Berbasis Pertanian

Strategi dan Arah Kebijakan Penguatan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Kukar Bidang Industri Berbasis Pertanian Strategi dan Arah Kebijakan Penguatan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Kukar Bidang Industri Berbasis Pertanian TEMA RKPD KUTAI KARTANEGARA 2018 Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara TAHAPAN RPJPD KUKAR 2016-2020

Lebih terperinci

Peningkatan Daya Saing Industri Manufaktur

Peningkatan Daya Saing Industri Manufaktur XII Peningkatan Daya Saing Industri Manufaktur Globalisasi ekonomi menuntut produk Jawa Timur mampu bersaing dengan produk sejenis dari negara lain, baik di pasar lokal maupun pasar internasional. Kurang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Otonomi daerah adalah hak dan wewenang daerah untuk mengatur dan

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Otonomi daerah adalah hak dan wewenang daerah untuk mengatur dan 16 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Otonomi daerah adalah hak dan wewenang daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri. Urusan rumah tangga sendiri ialah urusan yang lahir atas dasar prakarsa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tingkat perekonomian suatu wilayah didukung dengan adanya. bertahap. Pembangunan adalah suatu proses multidimensional yang meliputi

I. PENDAHULUAN. Tingkat perekonomian suatu wilayah didukung dengan adanya. bertahap. Pembangunan adalah suatu proses multidimensional yang meliputi 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tingkat perekonomian suatu wilayah didukung dengan adanya pembangunan ekonomi jangka panjang yang terencana dan dilaksanakan secara bertahap. Pembangunan adalah suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. daerah bersangkutan (Soeparmoko, 2002: 45). Keberhasilan pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. daerah bersangkutan (Soeparmoko, 2002: 45). Keberhasilan pembangunan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi daerah merupakan suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakat mengelola sumberdaya-sumberdaya yang ada, dengan menjalin pola-pola kemitraan

Lebih terperinci

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK SAPI DI LAHAN PERKEBUNAN SUMATERA SELATAN

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK SAPI DI LAHAN PERKEBUNAN SUMATERA SELATAN Lokakarya Pengembangan Sistem Integrasi Kelapa SawitSapi POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK SAPI DI LAHAN PERKEBUNAN SUMATERA SELATAN ABDULLAH BAMUALIM dan SUBOWO G. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemberlakuan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan

BAB I PENDAHULUAN. pemberlakuan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan BAB I PENDAHULUAN 1. A 1.1 Latar Belakang Kewenangan Pemerintah Daerah menjadi sangat luas dan strategis setelah pemberlakuan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan daerah pada hakekatnya merupakan bagian integral dan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan daerah pada hakekatnya merupakan bagian integral dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah pada hakekatnya merupakan bagian integral dan tidak terpisahkan dari pembangunan nasional yang bertujuan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat

Lebih terperinci

REKOMENDASI SEMINAR STRATEGI DAN TANTANGAN PEMBANGUNAN EKONOMI JANGKA MENENGAH PROVINSI JAMBI 22 DESEMBER 2005

REKOMENDASI SEMINAR STRATEGI DAN TANTANGAN PEMBANGUNAN EKONOMI JANGKA MENENGAH PROVINSI JAMBI 22 DESEMBER 2005 BOKS REKOMENDASI SEMINAR STRATEGI DAN TANTANGAN PEMBANGUNAN EKONOMI JANGKA MENENGAH PROVINSI JAMBI 22 DESEMBER 2005 I. PENDAHULUAN Dinamika daerah yang semakin kompleks tercermin dari adanya perubahan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kegiatan agroindustri atau industri hasil pertanian merupakan bagian integral

I. PENDAHULUAN. Kegiatan agroindustri atau industri hasil pertanian merupakan bagian integral I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kegiatan agroindustri atau industri hasil pertanian merupakan bagian integral dari sektor pertanian memberikan kontribusi penting pada proses industrialisasi di wilayah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Dalam konteks ekonomi pembangunan, perluasan terhadap ekspor. merupakan faktor penentu kunci pertumbuhan ekonomi di negara berkembang.

I. PENDAHULUAN. Dalam konteks ekonomi pembangunan, perluasan terhadap ekspor. merupakan faktor penentu kunci pertumbuhan ekonomi di negara berkembang. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam konteks ekonomi pembangunan, perluasan terhadap ekspor merupakan faktor penentu kunci pertumbuhan ekonomi di negara berkembang. Gouws (2005) menyatakan perluasan

Lebih terperinci

AGROINTEK Volume 7, No.2 Agustus

AGROINTEK Volume 7, No.2 Agustus AGROINTEK Volume 7, No.2 Agustus 2013 103 PENENTUAN LOKASI INDUSTRI PALA PAPUA BERDASARKAN PROSES HIERARKI ANALITIK (ANALYTIC HIERARCHY PROCESS ) DAN APLIKASI SISTEM PENUNJANG KEPUTUSAN (SPK) DI KABUPATEN

Lebih terperinci

Kerangka Berfikir MENCARI KOMODITI UNGGULAN. Penciptaan Lapangan Kerja. Manajeman Usaha. Sosial Budaya. Teknologi. Ketersediaan

Kerangka Berfikir MENCARI KOMODITI UNGGULAN. Penciptaan Lapangan Kerja. Manajeman Usaha. Sosial Budaya. Teknologi. Ketersediaan SUPLEMEN 3 RESUME PENELITIAN DASAR POTENSI EKONOMI DAERAH DALAM RANGKA PENGEMBANGAN KOMODITAS UNGGULAN USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH (UMKM) PROPINSI SUMATERA SELATAN Bank Indonesia Palembang bekerja

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian di Indonesia merupakan sektor yang terus. dikembangkan dan merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian di Indonesia merupakan sektor yang terus. dikembangkan dan merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pertanian di Indonesia merupakan sektor yang terus dikembangkan dan merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari pembangunan nasional. Sektor pertanian

Lebih terperinci

VI. PERANAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN KABUPATEN SIAK

VI. PERANAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN KABUPATEN SIAK VI. PERANAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN KABUPATEN SIAK 6.1. Struktur Perekonomian Kabupaten Siak 6.1.1. Struktur PDB dan Jumlah Tenaga Kerja Dengan menggunakan tabel SAM Siak 2003

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. banyak kebutuhan lainnya yang menghabiskan biaya tidak sedikit. Guna. sendiri sesuai dengan keahlian masing-masing individu.

BAB I PENDAHULUAN. banyak kebutuhan lainnya yang menghabiskan biaya tidak sedikit. Guna. sendiri sesuai dengan keahlian masing-masing individu. 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN Pemenuhan kebutuhan pokok dalam hidup adalah salah satu alasan agar setiap individu maupun kelompok melakukan aktivitas bekerja dan mendapatkan hasil sebagai

Lebih terperinci

SEMINAR NASIONAL Dinamika Pembangunan Pertanian dan Pedesaan: Mencari Alternatif Arah Pengembangan Ekonomi Rakyat.

SEMINAR NASIONAL Dinamika Pembangunan Pertanian dan Pedesaan: Mencari Alternatif Arah Pengembangan Ekonomi Rakyat. SEMINAR NASIONAL Dinamika Pembangunan Pertanian dan Pedesaan: Mencari Alternatif Arah Pengembangan Ekonomi Rakyat Rumusan Sementara A. Pendahuluan 1. Dinamika impelementasi konsep pembangunan, belakangan

Lebih terperinci

ANALISIS KINERJA SEKTOR PERTANIAN DALAM PEREKONOMIAN WILAYAH KABUPATEN BOGOR JAWA BARAT

ANALISIS KINERJA SEKTOR PERTANIAN DALAM PEREKONOMIAN WILAYAH KABUPATEN BOGOR JAWA BARAT ANALISIS KINERJA SEKTOR PERTANIAN DALAM PEREKONOMIAN WILAYAH KABUPATEN BOGOR JAWA BARAT Kiky Fitriyanti Rezeki, Wiwit Rahayu, Emi Widiyanti Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Sebelas

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bergulirnya wacana otonomi daerah di Indonesia berdasarkan UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah menjadi stimulan berbagai daerah untuk mengembangkan daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. efetivitas rantai pemasok. Menurut Wulandari (2009), faktor-faktor yang

BAB I PENDAHULUAN. efetivitas rantai pemasok. Menurut Wulandari (2009), faktor-faktor yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Lingkungan Eksternal Lingkungan eksternal merupakan bagian yang sangat penting untuk membangun, mempertahankan, dan mengembangkan sebuah bisnis. Lingkungan eksternal juga dapat didefinisikan

Lebih terperinci

5 GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

5 GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 27 Secara rinci indikator-indikator penilaian pada penetapan sentra pengembangan komoditas unggulan dapat dijelaskan sebagai berikut: Lokasi/jarak ekonomi: Jarak yang dimaksud disini adalah jarak produksi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemerintah Indonesia dalam perannya untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas fungsi-fungsi pelayanannya kepada seluruh lapisan masyarakat diwujudkan dalam bentuk kebijakan

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2007

BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2007 BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2007 4.1. Gambaran Umum awa Barat adalah provinsi dengan wilayah yang sangat luas dengan jumlah penduduk sangat besar yakni sekitar 40 Juta orang. Dengan posisi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jawa Barat merupakan salah satu sentra produksi tanaman bahan makanan di

I. PENDAHULUAN. Jawa Barat merupakan salah satu sentra produksi tanaman bahan makanan di I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki lahan pertanian yang sangat luas dan sebagian besar penduduknya bermatapencaharian sebagai petani. Jawa Barat merupakan

Lebih terperinci

4 METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Jenis dan Sumber Data Metode Pengumpulan Data

4 METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Jenis dan Sumber Data Metode Pengumpulan Data 19 4 METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Provinsi Papua Barat. Pemilihan lokasi didasarkan pada pertimbangan bahwa Papua Barat sebagai wilayah yang mempunyai potensi sumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Agribisnis kelapa sawit mempunyai peranan yang sangat besar dalam

BAB I PENDAHULUAN. Agribisnis kelapa sawit mempunyai peranan yang sangat besar dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Agribisnis kelapa sawit mempunyai peranan yang sangat besar dalam perekonomian Indonesia melalui peningkatan nilai tambah, ekspor, pengurangan kemiskinan, dan penciptaan

Lebih terperinci

RUMUSAN RAPAT KOORDINASI PANGAN TERPADU SE KALTIM TAHUN 2015

RUMUSAN RAPAT KOORDINASI PANGAN TERPADU SE KALTIM TAHUN 2015 RUMUSAN RAPAT KOORDINASI PANGAN TERPADU SE KALTIM TAHUN 2015 Pada Kamis dan Jumat, Tanggal Lima dan Enam Bulan Maret Tahun Dua Ribu Lima Belas bertempat di Samarinda, telah diselenggarakan Rapat Koordinasi

Lebih terperinci

TOPIK 12 AGRIBISNIS DAN AGROINDUSTRI

TOPIK 12 AGRIBISNIS DAN AGROINDUSTRI TOPIK 12 AGRIBISNIS DAN AGROINDUSTRI AGRIBISNIS SEBAGAI SUATU SISTEM Sistem agribisnis : Rangkaian kegiatan dari beberapa subsistem yg saling terkait dan mempengaruhi satu sama lain Sub-sistem agribisnis

Lebih terperinci

DIIA IPRODUKlJ P GEMBANGA. _~ -"-l~ ~/ Herla sama \ 1Pf _.: Unlvershas Neuerl Malanu denuan Bank Indonesia ~~.1

DIIA IPRODUKlJ P GEMBANGA. _~ --l~ ~/ Herla sama \ 1Pf _.: Unlvershas Neuerl Malanu denuan Bank Indonesia ~~.1 P DIIA IPRODUKlJ IS P GEMBANGA A GGo A OTA AING 012 _~ -"-l~ ~/ Herla sama \ 1Pf _.: Unlvershas Neuerl Malanu denuan Bank Indonesia ~~.1 ~ PENELITIAN PENGEMBANGAN KOMODITAS/PRODUK/JENIS USAHA UNGGULAN

Lebih terperinci

REVITALISASI PERTANIAN

REVITALISASI PERTANIAN REVITALISASI PERTANIAN Pendahuluan 1. Revitalisasi pertanian dan pedesaan, merupakan salah satu strategi yang dipilih oleh Kabinet Indonesia Bersatu dalam upayanya mewujudkan pembangunan masyarakat Indonesia,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian memiliki peranan strategis dalam struktur pembangunan perekonomian nasional. Selain berperan penting dalam pemenuhan kebutuhan pangan masyarakat, sektor

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kelapa sawit merupakan komoditi utama perkebunan di Indonesia. Komoditas kelapa sawit mempunyai peran yang cukup strategis dalam

I. PENDAHULUAN. Kelapa sawit merupakan komoditi utama perkebunan di Indonesia. Komoditas kelapa sawit mempunyai peran yang cukup strategis dalam I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kelapa sawit merupakan komoditi utama perkebunan di Indonesia. Komoditas kelapa sawit mempunyai peran yang cukup strategis dalam perekonomian Indonesia. Pertama, minyak

Lebih terperinci

LUARAN PENELITIAN HIBAH BERSAING

LUARAN PENELITIAN HIBAH BERSAING LUARAN PENELITIAN HIBAH BERSAING DESKRIPSI PRODUK-PRODUK UNGGULAN BERBASIS KEARIFAN LOKAL DIPROVINSI LAMPUNG Tahun ke 2 dari Rencana 2 Tahun Nedi Hendri, S.E., M.Si., Akt. (Ketua Tim Pengusul) NIDN. 0020048101

Lebih terperinci

Peran dan fungsi pemerintah pada era otonomi daerah adalah. berupa pelayanan dan pengaturan (fasilitator, regulator dan dinamisator)

Peran dan fungsi pemerintah pada era otonomi daerah adalah. berupa pelayanan dan pengaturan (fasilitator, regulator dan dinamisator) I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peran dan fungsi pemerintah pada era otonomi daerah adalah berupa pelayanan dan pengaturan (fasilitator, regulator dan dinamisator) antara lain dalam memperjuangkan terbitnya

Lebih terperinci

V. HASIL ANALISIS SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2010

V. HASIL ANALISIS SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2010 65 V. HASIL ANALISIS SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2010 5.1. Gambaran Umum dan Hasil dari Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE) Kabupaten Musi Rawas Tahun 2010 Pada bab ini dijelaskan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Industri nasional memiliki visi pembangunan untuk membawa Indonesia

I. PENDAHULUAN. Industri nasional memiliki visi pembangunan untuk membawa Indonesia 1 I. PENDAHULUAN A. Latar belakang dan masalah Industri nasional memiliki visi pembangunan untuk membawa Indonesia menjadi sebuah negara industri yang tangguh dalam jangka panjang. Hal ini mendukung Peraturan

Lebih terperinci

BAB VI INDIKATOR DINAS PERTANIAN YANG MENGACU PADA TUJUAN DAN SASARAN RPJMD RENSTRA D I N A S P E R T A N I A N RENSTRA VI - 130

BAB VI INDIKATOR DINAS PERTANIAN YANG MENGACU PADA TUJUAN DAN SASARAN RPJMD RENSTRA D I N A S P E R T A N I A N RENSTRA VI - 130 RENSTRA 2016-2021 BAB VI INDIKATOR DINAS PERTANIAN YANG MENGACU PADA TUJUAN DAN SASARAN D I N A S P E R T A N I A N RENSTRA 2016-2021 VI - 130 BAB VI INDIKATOR KINERJA YANG MENGACU PADA TUJUAN DAN SASARAN

Lebih terperinci

BAB X PEDOMAN TRANSISI DAN KAIDAH PELAKSANAAN. roses pembangunan pada dasarnya merupakan proses yang berkesinambungan,

BAB X PEDOMAN TRANSISI DAN KAIDAH PELAKSANAAN. roses pembangunan pada dasarnya merupakan proses yang berkesinambungan, BAB X PEDOMAN TRANSISI DAN KAIDAH PELAKSANAAN 10.1. Program Transisii P roses pembangunan pada dasarnya merupakan proses yang berkesinambungan, berlangsung secara terus menerus. RPJMD Kabupaten Kotabaru

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH. 2.1 Perkembangan indikator ekonomi makro daerah pada tahun sebelumnya;

BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH. 2.1 Perkembangan indikator ekonomi makro daerah pada tahun sebelumnya; BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH 2.1 Perkembangan indikator ekonomi makro daerah pada tahun sebelumnya; A. Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi (economic growth) merupakan salah satu indikator yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diberlakukannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang menyebabkan GNP perkapita (Gross National Product) atau pendapatan. masyarakat meningkat dalam periode waktu yang panjang.

BAB I PENDAHULUAN. yang menyebabkan GNP perkapita (Gross National Product) atau pendapatan. masyarakat meningkat dalam periode waktu yang panjang. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara umum pembangunan ekonomi di definisikan sebagai suatu proses yang menyebabkan GNP perkapita (Gross National Product) atau pendapatan masyarakat meningkat dalam

Lebih terperinci

KINERJA DAN PERANAN SEKTOR PERTANIAN DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI KABUPATEN BLORA

KINERJA DAN PERANAN SEKTOR PERTANIAN DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI KABUPATEN BLORA SEPA : Vol. 9 No. 2 Februari 2013 : 201-208 ISSN : 1829-9946 KINERJA DAN PERANAN SEKTOR PERTANIAN DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI KABUPATEN BLORA WIWIT RAHAYU Staf Pengajar Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian/Agrobisnis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat secara ekonomi dengan ditunjang oleh faktor-faktor non ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat secara ekonomi dengan ditunjang oleh faktor-faktor non ekonomi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan suatu proses perubahan yang dilakukan melalui upaya-upaya terencana untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara ekonomi dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan yang dilaksanakan dalam suatu wilayah agar dapat mencapai tujuan yang diharapkan memerlukan perencanaan yang akurat dari pemerintah. Upaya dalam meningkatkan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan dititikberatkan pada pertumbuhan sektor-sektor yang dapat memberikan kontribusi pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Tujuan pembangunan pada dasarnya mencakup beberapa

Lebih terperinci

BAB VI INDIKATOR DINAS PERTANIAN YANG MENGACU PADA TUJUAN DAN SASARAN RPJMD RENSTRA D I N A S P E R T A N I A N RENSTRA VI - 130

BAB VI INDIKATOR DINAS PERTANIAN YANG MENGACU PADA TUJUAN DAN SASARAN RPJMD RENSTRA D I N A S P E R T A N I A N RENSTRA VI - 130 RENSTRA 2016-2021 BAB VI INDIKATOR DINAS PERTANIAN YANG MENGACU PADA TUJUAN DAN SASARAN D I N A S P E R T A N I A N RENSTRA 2016-2021 VI - 130 BAB VI INDIKATOR KINERJA YANG MENGACU PADA TUJUAN DAN SASARAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. beli masyarakat. Sapi potong merupakan komoditas unggulan di sektor

BAB I PENDAHULUAN. beli masyarakat. Sapi potong merupakan komoditas unggulan di sektor 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kebutuhan daging sapi sebagai salah satu sumber protein hewani semakin meningkat sejalan dengan meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap pentingnya gizi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional, terlebih dahulu kita harus menganalisa potensi pada

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional, terlebih dahulu kita harus menganalisa potensi pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan daerah merupakan implementasi serta bagian integral dari pembangunan nasional. Dengan kata lain, pembangunan nasional tidak akan lepas dari peran

Lebih terperinci

SAMBUTAN GUBERNUR KALIMANTAN BARAT PADA ACARA PANEN RAYA PADI DI DESA SENAKIN KECAMATAN SENGAH TEMILA KABUPATEN LANDAK

SAMBUTAN GUBERNUR KALIMANTAN BARAT PADA ACARA PANEN RAYA PADI DI DESA SENAKIN KECAMATAN SENGAH TEMILA KABUPATEN LANDAK 1 SAMBUTAN GUBERNUR KALIMANTAN BARAT PADA ACARA PANEN RAYA PADI DI DESA SENAKIN KECAMATAN SENGAH TEMILA KABUPATEN LANDAK Yang terhormat: Hari/Tanggal : Senin /11 Pebruari 2008 Pukul : 09.00 WIB Bupati

Lebih terperinci

PROFIL DAN KEBUTUHAN INOVASI TEKNOLOGI PRODUK OLAHAN KOMODITAS PERTANIAN DI KALIMANTAN SELATAN

PROFIL DAN KEBUTUHAN INOVASI TEKNOLOGI PRODUK OLAHAN KOMODITAS PERTANIAN DI KALIMANTAN SELATAN PROFIL DAN KEBUTUHAN INOVASI TEKNOLOGI PRODUK OLAHAN KOMODITAS PERTANIAN DI KALIMANTAN SELATAN Retna Qomariah 1, Barnuwati 1, dan Z.Hikmah Hasan 2 1 Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Kalimantan

Lebih terperinci

PENENTUAN PRODUK AGROINDUSTRI UNGGULAN DI KABUPATEN CIANJUR KHOVIVATUL ISTIQOMAH

PENENTUAN PRODUK AGROINDUSTRI UNGGULAN DI KABUPATEN CIANJUR KHOVIVATUL ISTIQOMAH i PENENTUAN PRODUK AGROINDUSTRI UNGGULAN DI KABUPATEN CIANJUR KHOVIVATUL ISTIQOMAH DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015 iii PERNYATAAN

Lebih terperinci