I. PENDAHULUAN. Menurut UU No. 17 Tahun 2003, anggaran pendapatan dan belanja negara atau

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "I. PENDAHULUAN. Menurut UU No. 17 Tahun 2003, anggaran pendapatan dan belanja negara atau"

Transkripsi

1 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut UU No. 17 Tahun 2003, anggaran pendapatan dan belanja negara atau APBN adalah rencana keuangan tahunan pemerintah negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Pasal 23 Ayat (1) UUD 1945, anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) sebagai wujud dari pengelolaan keuangan negara ditetapkan setiap tahun dengan undang undang dan dilaksanakan secara terbuka dan bertanggung jawab untuk sebesar besarnya kemakmuran rakyat.pasal 23 Ayat (2) UUD 1945, rancangan undang undang angaran pendapatan dan belanja negara diajukan oleh Presiden untuk dibahas bersama DPR dengan memperhatikan pertimbangan DPD. Sumber pembiayaan suatu negara terlihat dari sisi pendapatan yang diperoleh dari pemasukan negara tersebut. Dalam hal ini dimana ada pembiayaan pasti berhubungan dengan pengeluaran pemerintah mengenai belanja negara. Seperti halnya kebutuhan sehari hari di dalam belanja negara juga memiliki kebutuhan yang bersifat primer ada juga yang bersifat sekunder serta kebutuhan yang tidak terduga. Dalam memenuhi kebutuhan tersebut agar antara pemasukan dengan pengeluaran dapat seimbang di

2 2 buat suatu kebijakan penyusunan rancangan anggaran yang kemudian di realisasikan menjadi anggaran. Tabel 1. Ringkasan APBN, (miliar rupiah) Sumber : Data Pokok APBN, Kementerian Keuangan RI Ringkasan APBN dari tahun terdapat kekurangan pembiayaan ditahun 2007 sebesar 7387,2 dan kelebihan pembiayaan ditahun , sedangkan untuk ditahun 2012 dan 2013 APBN Indonesia tidak ada sisa lebih maupun kekurangan pembiayaan sehingga antara pendapatan dan pengeluaran mengalami balance atau seimbang. Secara teoretis, ada empat cara yang dapat ditempuh untuk meningkatkan penerimaan yaitu meningkatkan pajak dan harga sektor publik, mengurangi pengeluaran pemerintah, mencetak uang, dan utang baru pemerintah (Dornbucsh, 1993). Namun, ada beberapa kendala saran teoretis tersebut. Kendala yang dihadapi dalam meningkatkan pajak adalah basis pajak yang sempit, banyaknya transaksi informal,

3 3 dan sulitnya meningkatkan intensifikasi pemungutan. Meningkatkan harga sektor publik selain dapat meningkatkan penerimaan juga mengurangi subsidi sehingga dapat mengurangi distorsi pasar. Kebijakan penurunan subsidi sering menuai penentangan yang besar dari masyarakat dan menstimulasi inflasi. Pencetakan uang selain akan menstimulasi hiperinflasi juga tidak dapat dilakukan karena undangundang menempatkan bank sentral independen dari intervensi pemerintah. Pilihan kebijakan pinjaman juga dihadapkan pada pilihan yang sulit diantaranya : 1. Pinjaman luar negeri menjadi tidak mudah, terutama setelah Indonesia memilih tidak memperpanjang kontrak kerja sama dengan IMF dan itu berarti utang ditumpukan pada sumber dalam negeri. 2. Pasar dalam negeri mungkin memiliki keterbatasan untuk menyerap kebutuhan utang pemerintah. (Abimanyu, 2004). Sehubungan dengan peningkatan pengeluaran pemerintah yang terdapat pada tabel 1 mengenai ringkasan APBN, hal ini dilakukan pemerintah dikarenakan ekspansi fiskal dimana dengan menaikkan belanja negara dengan menurunkan pajak netto untuk meningkatkan daya beli masyarakat disaat perekonomian mengalami depresi dan pengangguran yang tinggi. Paham Keynesian (1936), menyarankan ekspansi fiskal untuk mendorong perekonomian. Keynes memandang ekspansi fiskal melalui proses angka pengganda akan meningkatkan pendapatan nasional. Preskripsi ini telah diterapkan Amerika dan Eropa untuk keluar dari krisis depresi ekonomi dan berhasil.

4 4 Paham Keynesian memandang bahwa aktifitas stimulus fiskal dalam bentuk defisit fiskal ini tidak akan memberi insentif negatif kepada investor. Pada sisi lain, paham Neo Klasik memandang bahwa defisit fiskal akan berdampak crowding out pada investasi dan berakibat menghambat pertumbuhan ekonomi. Karena itu, paham Neo Klasik menyarankan untuk menghindari defisit fiskal dan mengurangi peran langsung dalam perekonomian. Pada masa sebelum krisis, elemen penting dari kebijakan fiskal pada saat itu adalah pengeluaran rutin dibelanjakan dengan penerimaan dalam negeri, baik berupa pajak maupun bukan pajakyang utamanya bersumber dari penerimaan sumber daya alam. Sedangkan pengeluaran pembangunan sebagian dibelanjakan dengan utang luar negeri (utang dalam negeri pemerintah belum ada) yang berupa pinjaman bilateral dan multilateral seperti Bank Dunia dan Bank Pembangunan Asia. Pada tahun 1996, APBN menunjukkan surplus 1,9 persen dari produk domestik bruto, utang pemerintah terhadap luar negeri sebesar US$55,3 miliar atau sekitar 24 persen dari PDB. Pada saat itu, pemerintah belum memiliki utang dalam negeri. Realisasi APBN tahun 1997 Semester I mencatat surplus 1,8 persen dari PDB dan utang pemerintah tidak banyak berubah. Rasio utang luar negeri terhadap PDB sebelum krisis terbilang relatif kecil. Sebagai perbandingan, rasio utang tersebut sedikit lebih rendah dari rata-rata di Asia dan negara sedang berkembang (Boediono, 2004). Situasi saat ini sangat memerlukan fiskal yang berkesinambungan dimana pelonggaran angka defisit wajar terjadi dan memang mau tidak mau harus dilakukan.

5 5 Persoalan defisit anggaran pada dasarnya selalu berkutat pada sumber dana apa yang bisa digunakan untuk menutupi. Dari sisi pengeluaran, pemerintah bisa melakukan efisiensi dengan jalan melakukan penghematan di luar belanja rutin. Sementara itu, dari sisi penerimaan ada dua opsi yang bisa diambil yaitu apakah menggenjot penerimaan dari pajak ataukah menambah utang baru (Nota Keuangan, 2013) Defisit Anggaran * % Defisit LKPP % Defisit APBNP Gambar 1. Perkembangan Defisit Anggaran Indonesia Sumber: Kementrian Keuangan Perkembangan realisasi defisit anggaran Indonesia dalam periode selalu lebih rendah dari defisit yang ditetapkan dalam APBNP. Perkembangan defisit anggaran tahun dan targetnya dalam APBNP 2013 terlihat dalam gambar 1 mengenai perkembangan defisit anggaran tahun Dalam periode tersebut, beberapa faktor yang menjadi penyebab dari kondisi tersebut antara lain realisasi pendapatan negara lebih besar dari target yang ditetapkan, sedangkan realisasi belanja negara lebih rendah bila dibandingkan dengan alokasi anggaran atau realisasi pendapatan negara dan realisasi belanja negara lebih rendah dari target/alokasi yang ditetapkan, namun persentase realisasi pendapatan negara lebih

6 6 tinggi dibandingkan dengan persentase realisasi belanja Negara (Nota Keuangan, 2014). Defisit yang terjadi pada neraca keuangan Indonesia salah satunya diakibatkan oleh utang luar negeri yang masih menumpuk dari tahun ke tahun. Penanggulangan keuangan pemerintah Indonesia ialah dengan diberlakukannya kebijakan pemerintah yaitu melaksanakan defisit pembiayaan anggaran. Kebijakan ini bertujuan untuk menutupi keuangan pemerintah yang defisit, walaupun pada kenyataannya banyak menimbulkan kontroversi. Menurut Kartika (2006), pemerintah mempunyai tiga pilihan untuk menutup defisit anggaran APBN, yaitu dari hasil privatisasi BUMN, pinjaman dalam negeri dan pinjaman luar negeri. Pinjaman dalam negeri dan pinjaman luar negeri ini merupakan hal yang tidak dapat terpisahkan dalam pembangunan ekonomi suatu negara, walaupun sudah banyak upaya pemerintah dalam mengatasi hal ini tetap saja defisit anggaran terjadi dan pinjaman ini harus tetap dilakukan sebagai suatu kebijakan. Seluruh negara maju dan berkembang sudah pasti lebih besar pasak dari pada tiang dimana pengeluaran lebih banyak di bandingkan dengan pemasukan dari sumber dana suatu negara sesuai dengan UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Pinjaman dalam negeri Indonesia dilakukan untuk membiayai pembangunan dari berbagai sektor sehingga dapat memajukan perekonomian Indonesia. Sesuai dengan UU no 54 tahun 2008 tentang tata cara pengadaan dan penerusan pinjaman dalam negeri oleh pemerintah maka pemberi PDN ini antara lain : BUMN, pemerintah

7 7 daerah dan perusahaan daerah yang memberi pinjaman kepada pemerintah dalam bentuk surat berharga negara dan surat berharga syariah negara. Pinjaman dalam negeri Indonesia terdiri dari 2 jenis yaitu obligasi suku bunga tetap (fixed rate) dan obligasi dengan suku bunga yang selalu berubah (variable rate). Pinjaman luar negeri dilakukan untuk menutupi saving investment gap dan dilakukan dengan cara melakukan pinjaman luar negeri. Apabila kebijakan pinjaman luar negeri ini diterapkan maka anggaran mengalami defisit, hal ini terjadi untuk menjaga momentum pertumbuhan ekonomi dengan pemberian stimulus fiskal untuk menjaga kesinambungan fiskal. Pemerintah tetap akan memprioritaskan dan mengoptimalkan sumber-sumber pembiayaan utang dari dalam negeri, yang dilaksanakan bersamaan dengan upaya untuk mengoptimalkan peran serta dari masyarakat, mengembangkan pasar keuangan domestik, dan meningkatkan efek multiplier perekonomian nasional. Kebijakan tersebut ditempuh sejalan dengan terdapatnya risiko utang dalam negeri yang relatif lebih rendah apabila dibandingkan dengan risiko utang luar negeri. Pinjaman luar negeri digolongkan menjadi 2 kelompok, yaitu utang di pasar obligasi atau bond market debt (berupa obligasi RI0014) dan utang luar negeri pemerintah (official debt).

8 8 Tabel 2. Posisi Pinjaman Luar Negeri Pemerintah Indonesia Periode (dalam juta US$) Periode Pemerintah Jumlah Komersial Bukan Komersial ODA Non ODA Sumber : Statistik Ekonomi Keuangan Indonesia Perkembangan posisi pinjaman luar negeri dari tahun dapat dilihat bahwa Indonesia adalah salah satu negara pengutang, masalah utang baik peranannya dalam pembangunan implikasi dan kemauan pembayaran bunga dan cicilan utang merupakan hal yang perlu dikaji lebih lanjut. Dengan mencermati ketahanan ekonomi Indonesia saat ini, sangat sulit mengatakan bahwa ketergantungan Indonesia terhadap utang luar negeri akan berkurang untuk setidak-tidaknya 10 tahun kedepan. Hal ini disebabkan karena masalah utang luar negeri yang dihadapi Indonesia telah mencapai tahap yang demikian kompleks sehingga sulit untuk diupayakan pemecahan dalam waktu yang definitive. Sebagai negara berkembang yang tetap konsisten dalam politik pembangunannya, Indonesia untuk masa mendatang masih bergantung pada komponen ini. Seberapa besar tingkat ketergantungannya, tentu banyak faktor yang mempengaruhinya.

9 9 Di sisi kebijakan moneter menurut Dennis (2004), bahwa portofolio utang yang optimal adalah portofolio utang yang terdiri dari utang luar negeri 100 persen.namun, pemerintah Indonesia harus mempertimbangkan bahwa pinjaman luar negeri menimbulkan biaya kondisionalitas yang cukup besar. Hal ini di sebabkan adanya persyaratan tertentu yang harus dipenuhi oleh pemerintah Indonesia sebagai syarat untuk memperoleh pinjaman dari negara kreditur. Selain itu, pinjaman luar negeri yang cukup besar dapat menimbulkan kesulitan di masa yang akan datang jika nilai tukar rupiah mengalami fluktuasi yang besar. Dalam jangka pendek, pinjaman luar negeri sangat membantu pemerintah Indonesia dalam upaya menutup defisit anggaran pendapatan dan belanja Negara akibat pembiayaan rutin dan pengeluaran pembangunan yang cukup besar. Tetapi dalam jangka panjang, ternyata pinjaman luar negeri pemerintah tersebut dapat menimbulkan berbagai persoalan perekonomian Indonesia. Dalam hal ini,apabila negara Indonesia dapat mengalokasikan pinjaman ini dengan baik maka dampak jangka panjang tersebut dapat di minimalisir. Pinjaman luar negeri atau penerimaan pembangunan hanya disebut sebagai pelengkap dalam pengeluaran pembangunan maupun total APBN, namun semua utang luar negeri Indonesia itu tetap dan terus semakin besar setiap tahun dan setiap pelitanya. Mengenai ketergantungan Indonesia, khususnya dalam APBN pemerintah terhadap pinjaman luar negeri itu utamanya dalam hal pembangunan maupun dalam total APBN pemerintah. Pinjaman luar negeri tersebut tidak semuanya diberikan dalam bentuk rupiah (atau tepatnya mata uang asing tertentu), tetapi dalam bentuk bantuan

10 10 proyek dan bantuan program. Bantuan proyek diberikan dalam bentuk paket pinjaman berupa peralatan-peralatan, barang-barang ataupun jasa (konsultan asing)sedangkan bantuan program diberikan dalam bentuk uang tunai (Nota Keuangan, 2014). Gambar 2.Rasio pinjaman terhadap PDB yang mendorong Credit Default Swap Sumber : Bloomberg 2013 Rasio pinjaman yang rendah terhadap PDB mendorong nilai Credit Default Swap atau perlindungan proteksi atas risiko kredit untuk turun. Faktor fundamental diantaranya inflasi, PDB, keseimbangan fiskal dan neraca berjalan sangat dominan dalam mendorong pergerakan CDS karena kemampuan suatu negara dalam membayar pinjamannya tidak hanya menandakan bahwa negara tersebut cukup sehat secara fiskal, namun juga memiliki manajemen anggaran yang baik serta menjadi informasi yang diperhitungkan oleh pelaku bisnis. Faktor ini sesuai dengan laporan IMF (2013), yang mengkonfirmasi pergerakan spread CDS dipengaruhi oleh faktorfaktor fundamental ekonomi salah satunya adalah rasio utang terhadap PDB.

11 11 Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pemerintah Indonesia belum mampu untuk melepaskan diri dari ketergantungan pinjaman luar negeri untuk pembangunan nasional. Kebijakan mengambil pinjaman baru untuk menutup pinjaman lama telah membawa Indonesia masuk pada perangkap utang (debt-trap) dan berpotensi mengalami debt-crises atau krisis utang. B. Permasalahan Meningkatnya laju pertumbuhan ekonomi artinya pendapatan nasional juga meningkat dan memungkinkan pendapatan perkapita juga meningkat dan berujung pada kesejahteraan masyarakat yang meningkat pula. Sejak krisis ekonomi, Indonesia merupakan salah satu negara yang termasuk melakukan pinjaman luar negeri dengan tujuan untuk memperbaiki perekonomian tetapi sampai saat ini pinjaman luar negeri pembiayaan yang dilakukan justru untuk menutupi pinjaman masalalu yang belum habis. Setiap tindakan ekonomi pasti mengandung berbagai konsekuensi, begitu pula halnya dengan tindakan pemerintah dalam menarik pinjaman, baik pinjaman dalam negeri dan luar negeri. Dalam jangka pendek pinjaman luar negeri dapat menutup defisit anggaran dan hal ini jauh lebih baik di bandingkan dengan mengeluarkan kebijakan pencetakan uang baru yang beredar yang akan mengeluarkan biaya yang cukup tinggi sehingga pengeluaran pemerintah akan berlebih karena membutuhkan banyaknya modal tanpa di sertai dengan efek peningkatan tingkat harga umum.

12 12 Besar kecilnya pinjaman yang dilakukan oleh negara berkembang disebabkan karena adanya deficit current account, kekurangan dana investasi pembangunan yang tidak dapat ditutup dengan sumber dana dalam negeri, angka inflasi yang tinggi dan tidak efesien struktur dalam perekonomian. Beban pinjaman luar negeri dapat diukur salah satunya dengan melihat proporsi penerimaan devisa pada neraca berjalan yang berasal dari ekspor yang diserap oleh seluruh debt service yang berupa bunga dan cicilan utang. Jika rasio antara penerimaan ekspor dan debt service menjadi semakin kecil, atau debt service ratio (jumlah pembayaran bunga dan cicilan pokok utang luar negeri jangka panjangdi bagi dengan jumlah penerimaan ekspor) semakin besar, maka beban pinjaman luar negeri semakin berat dan serius. Penelitian ini akan menguji secara empiris instrumen fundamental diantaranya : 1. Apakah inflasi berpengaruh secara signifikan terhadap pinjaman luar negeri Indonesia? 2. Apakah PDB berpengaruh secara signifikan terhadap pinjaman luar negeri Indonesia? 3. Apakah keseimbangan fiskal berpengaruh secara signifikan terhadap pinjaman luar negeri Indonesia? 4. Apakah neraca berjalan berpengaruh secara signifikan terhadap pinjaman luar negeri Indonesia?

13 13 C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian pada penulisan skripsi ini adalah : a. Menganalisis pengaruh inflasi terhadap pinjaman luar negeri Indonesia. b. Menganalisis pengaruh PDB terhadap pinjaman luar negeri Indonesia. c. Menganalisis pengaruh keseimbangan fiscal terhadap pinjaman luar negeri Indonesia. d. Menganalisis pengaruh neraca berjalan terhadap pinjaman luar negeri Indonesia. 2. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat berupa : a. Manfaat penelitian, sebagai salah satu syarat kelulusan penulis untuk mencapai gelar Sarjana Ekonomi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung. b. Manfaat ilmiah, untuk memahami dan mendalami masalah-masalah di bidang ilmu ekonomi khususnya yang berkaitan dengan kebijakan fiskal dan pinjaman luar negeri serta defisit anggaran Indonesia. c. Manfaat praktis, diharapkan penelitian ini dapat bermanfaat sebagai referensi bagi peneliti-peneliti selanjutnya yang tertarik untuk melakukan penelitian yang berhubungan dengan masalah serupa. d. Manfaat kebijakan,diharapkan penelitian ini dapat menjadi bahan pertimbangan pemerintah dalam pengambilan kebijakan, khususnya kebijakan fiskal agar dapat menekan pinjaman luar negeri yang berlebih.

14 14 D. Kerangka Pemikiran Pinjaman luar negeri merupakan konsekuesi biaya yang harus dibayar sebagi akibat pengelolaan perekonomian yang tidak seimbang, ditambah lagi proses pemulihan ekonomi yang tidak komperhensif dan konsisten. Pada masa krisis ekonomi, pinjaman luar negeri Indonesia termasuk pinjaman luar negeri pemerintah telah meningkat drastis. Sehingga, pemerintah Indonesia harus menambah pinjaman luar negeri yang baru untuk membayar pinjaman luar negeri yang lama yang telah jatuh tempo (Kartika, 2006). Akumulasi pinjaman luar negeri dan bunganya tersebut akan dibayar melalui APBN dengan cara mencicilnya pada tiap tahun anggaran. Hal ini dapat menyebabkan berkurangnya kesejahteraan masyarakat dimasa yang akan datang, sehingga akan membebani wajib pajak di Indonesia. Untuk memaksimalkan pemanfaatan kelimpahan sumber daya alam yang dimiliki oleh Indonesia, maka diperlukan modal dan teknologi untuk mengekplorasinya agar kegiatan pembiayaan kegiatan ekonomi dalam negeri tidak hanya tergantung pada pinjaman luar negeri saja. Maka dari itu, pemerintah harus gencar dalam melakukan investasi secara maksimal. Terdapat beberapa indikator pasar keuangan yang digunakan pasar keuangan yang sering digunakan oleh analisis pasar keuangan atau investor dalam menilai pinjaman luar negeri suatu negara penerbit utang. Indikator-indikator tersebut secara umum memberikan gambaran atas pengelolaan pinjaman luar negeri suatu negara. Dalam hal ini, menunjukkan dengan baik tinggi rendahnya risiko gagal bayar. Beberapa

15 15 indikator yang sering digunakan dalam lingkup Internasional antara lain yield dari obligasi global pemerintah, yield dari obligasi global korporasi, yield komposit, spread atau penyebaran Credit Default Swap (CDS), credit rating, credit worthiness, dan rasio keuangan. Yield dari suatu obligasi menggambarkan risiko gagal bayar dari pemerintah atau negara penerbit utang dalam melakukan pembayaran bunga serta utang pokok pada waktu yang telah ditetapkan. Hasil penelitian Reinhart, Rogoff, dan Savastano (2003) membuktikan bahwa batas aman rasio pinjaman luar negeri (pemerintah dan swasta) terhadap PDB negara berkembang adalah persen. Apabila portofolio pinjaman pemerintah Indonesia keseluruhannya (100 persen) dikonversi menjadi pinjaman luar negeri, maka rasio pinjaman luar negeri pemerintah terhadap PDB Indonesia tahun 2004 sebesar 52,2 persen. Angka ini cukup tinggi, sehingga menyebabkan risiko default Indonesia menjadi cukup besar. Kenyataannya rasio pinjaman luar negeri pemerintah terhadap PDB Indonesia saat ini sebesar 24,58 persen. Apabila dibandingkan dengan batas aman rasio utang terhadap PDB menurut Reinhart, Rogoff dan Savastano (2003), angka 24,58 persen ini masih cukup berisiko. Dengan demikian, diperlukan upaya untuk mengkonversi utang luar negeri ke dalam utang dalam negeri untuk menghindari terjadinya risiko krisis pinjaman luar negeri. Dari penelitian yang dilakukan oleh Goldman Sach diperoleh instrumen yang signifikan diantaranya PDB, amortisasi eksternal cadangan luar negeri, rasio hutang luar negeri, tingkat suku bunga internasional dan rasio ekspor terhadap PDB. APBN

16 16 tahun 1996 menunjukkan surplus 1,9 persen dari PDB pinjaman luar negeri pemerintah sebesar US$ 55,3 milyar atau sekitar 24 persen dari PDB. Pada saat itu, pemerintah belum memiliki pinjaman dalam negeri.realisasi APBN tahun 1997 Semester I mencatat surplus 1,8 persen dari PDB dan utang pemerintah tidak banyak berubah (Boediono, 2004). Rasio pinjaman luar negeri pemerintah terhadap PDB sebelum krisis relative kecil. Sebagai perbandingan, rasio utang tersebut sedikit lebih rendah dari rata-rata di Asia dan negara sedang berkembang. Angka pencapaian Indonesia pada waktu itu jauh lebih baik daripada Afrika, Asia tanpa China dan India dan negara-negara pengutang parah (Heavily Indebted Poor Countries).

17 17 Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara A. Penerimaan Negara dan Hibah B. Belanja Negara C. Keseimbangan Primer I. Penerimaan Dalam Negeri 1. Penerimaan Perpajakan a. Pajak Dalam Negeri b. Pajak Perdagangan Internasional 2. Penerimaan Negara Bukan Pajak II. Hibah I. Belanja Pemerintah Pusat II. Transfer Ke Daerah 1. Dana Perimbangan 2. Dana Otonomi Khusus dan Penyesuaian III. Suspen D. Surplus / Defisit Anggaran (A-B) E. Pembiayaan I. Pembiayaan Dalam Negeri II. Pembiayaan Luar Negeri (netto) Gambar 3. Pos APBN Pemerintah Indonesia Sumber : Nota Keuangan 2014

18 18 INFLASI H1 (+) PDB KESEIMBANGAN FISKAL H2 (+) H3 (-) H4 (-) PINJAMAN LUAR NEGERI INDONESIA NERACA BERJALAN Gambar 4. Kerangka Pemikiran Pengaruh Inflasi, PDB, Keseimbangan Fiskal dan Neraca Berjalan terhadap Pinjaman Luar Negeri Indonesia E. Hipotesis Hipotesis adalah suatu pernyataan mengenai konsep-konsep yang dapat dinilai benar atau salah untuk di uji secara empiris (Cooper dan Emory, 1996). Jadi, dapat diartikan bahwa hipotesis merupakan rumusan mengani hubungan antar variabel independen dengan variabel dependen yang masih belum teruji kebenarannya dan bersifat sementara. Berdasarkan pada landasan teori, penelitian terdahulu, dan kerangka pemikiran teoritis maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

19 19 1. Diduga tingkat inflasi signifikan dan berpengaruh positif terhadap pinjaman luar negeri Indonesia. 2. Diduga PDB signifikan dan berpengaruh positif terhadap pinjaman luar negeri Indonesia. 3. Diduga keseimbangan fiskal signifikan dan berpengaruh negatif terhadap pinjaman luar negeri Indonesia. 4. Diduga neraca berjalan signifikan dan berpengaruh negatif terhadap pinjaman luar negeri Indonesia. F. Sistematika Penulisan Sebagaimana gambaran umum dalam penyusunan skripsi ini sesuai dengan judul, penulis menyusun ringkasan setiap isi, dan bab per bab yang dibagi dalam lima bab yang diawali dari : 1. BAB I : Pendahuluan Pada bab ini diuraikan mengenai latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian,kerangka pemikiran,dan hipotesis dari masalah yang muncul dan sistematika penulisan. 2. BAB II : Tinjauan Pustaka Dalam bab ini diuraikan mengenai landasan teori dan penelitian terdahulu.

20 20 3. BAB III : Metode Penelitian Dalam bab ini berisi deskripsi tentang bagaimana penelitian akan dilaksanakan secara operasional, yang kemudian diuraiakan menjadi variabel penelitian dan definisi operasional variabel, populasi dan sampel, jenis dan sumber data, metode pengumpulan data, dan metode analisis. 4. BAB IV : Hasil dan Analisis Dalam bab ini diuraikan mengenai deskripsi objek penelitian, analisis data, dan interpretasi hasil dan argumentasi terhadap hasil penelitian. 5. BAB V : Penutup Pada bagian ini merupakan bab terakhir yang berisi simpulan dari pembahasan yang diuraikan diatas, keterbatasan penelitian, dan saran yang disampaikan kepada pihak yang berkepentingan terhadap penelitian ini.

BAB I PENDAHULUAN. konsisten, perekonomian dibangun atas dasar prinsip lebih besar pasak dari pada

BAB I PENDAHULUAN. konsisten, perekonomian dibangun atas dasar prinsip lebih besar pasak dari pada BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Utang luar negeri yang selama ini menjadi beban utang yang menumpuk yang dalam waktu relatif singkat selama 2 tahun terakhir sejak terjadinya krisis adalah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang merata baik material/spiritual berdasarkan Pancasila di dalam Negara

I. PENDAHULUAN. yang merata baik material/spiritual berdasarkan Pancasila di dalam Negara I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur yang merata baik material/spiritual berdasarkan Pancasila di dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

faktor yang dimiliki masing-masing negara, antara lain sistem ekonomi, kualitas birokrasi. Sistem ekonomi yang dianut oleh suatu negara akan

faktor yang dimiliki masing-masing negara, antara lain sistem ekonomi, kualitas birokrasi. Sistem ekonomi yang dianut oleh suatu negara akan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberhasilan pembangunan suatu negara sangat ditentukan oleh berbagai faktor yang dimiliki masing-masing negara, antara lain sistem ekonomi, ketersediaan sumber daya, teknologi,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang lebih baik dengan mengubah penerimaan dan pengeluaran pemerintah

I. PENDAHULUAN. yang lebih baik dengan mengubah penerimaan dan pengeluaran pemerintah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebijakan fiskal merupakan salah satu kebijakan ekonomi untuk mengendalikan keseimbangan makroekonomi dan mengarahkan kondisi perekonomian ke arah yang lebih baik dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada tahun memberikan dampak pada

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada tahun memberikan dampak pada 1 I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Krisis ekonomi yang terjadi pada tahun 1997-1998 memberikan dampak pada keuangan Indonesia. Berbagai peristiwa yang terjadi pada masa krisis mempengaruhi Anggaran Pendapatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi suatu negara di satu sisi memerlukan dana yang relatif besar.

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi suatu negara di satu sisi memerlukan dana yang relatif besar. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi suatu negara di satu sisi memerlukan dana yang relatif besar. Sementara di sisi lain, usaha pengerahan dana untuk membiayai pembangunan tersebut

Lebih terperinci

VII. SIMPULAN DAN SARAN

VII. SIMPULAN DAN SARAN VII. SIMPULAN DAN SARAN 7.1. Simpulan Hasil analisis menunjukkan bahwa secara umum dalam perekonomian Indonesia terdapat ketidakseimbangan internal berupa gap yang negatif (defisit) di sektor swasta dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. internasional tidak bisa lepas dari hal-hal yang sedang dan akan berlangsung di

BAB I PENDAHULUAN. internasional tidak bisa lepas dari hal-hal yang sedang dan akan berlangsung di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai negara yang menganut sistem perekonomian terbuka, keadaan dan perkembangan perdagangan luar negeri serta neraca pembayaran internasional tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengalami krisis yang berkepanjangan. Krisis ekonomi tersebut membuat pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. mengalami krisis yang berkepanjangan. Krisis ekonomi tersebut membuat pemerintah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Krisis ekonomi tahun 1997 di Indonesia telah mengakibatkan perekonomian mengalami krisis yang berkepanjangan. Krisis ekonomi tersebut membuat pemerintah Indonesia terbelit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini, perekonomian Indonesia diliput banyak masalah. Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini, perekonomian Indonesia diliput banyak masalah. Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Saat ini, perekonomian Indonesia diliput banyak masalah. Permasalahan tersebut muncul dari faktor internal maupun faktor eksternal. Namun saat ini, permasalahan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perubahan yang menakjubkan ketika pemerintah mendesak maju dengan

I. PENDAHULUAN. perubahan yang menakjubkan ketika pemerintah mendesak maju dengan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Selama tiga dekade terakhir, perekonomian Indonesia sudah mengalami perubahan yang menakjubkan ketika pemerintah mendesak maju dengan melakukan kebijakan deregulasi.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan pinjaman luar negeri merupakan sesuatu yang wajar untuk negaranegara

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan pinjaman luar negeri merupakan sesuatu yang wajar untuk negaranegara 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan pinjaman luar negeri merupakan sesuatu yang wajar untuk negaranegara yang sedang berkembang seperti Indonesia. Keterbukaan Indonesia terhadap modal asing baik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tabungan paksa dan tabungan pemerintah (Sukirno dalam Wibowo, 2012).

BAB I PENDAHULUAN. tabungan paksa dan tabungan pemerintah (Sukirno dalam Wibowo, 2012). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Suatu negara dalam mencapai pertumbuhan ekonomi membutuhkan dana yang relatif besar. Namun usaha pengerahan dana tersebut banyak mengalami kendala yaitu kesulitan mengumpulkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hutang luar negeri Indonesia memiliki sejarah yang sangat panjang.

BAB I PENDAHULUAN. Hutang luar negeri Indonesia memiliki sejarah yang sangat panjang. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutang luar negeri Indonesia memiliki sejarah yang sangat panjang. Selama 30 tahun dimulai dari pemerintahan orde lama, Selama masa orde baru saja jumlah hutang luar

Lebih terperinci

Andri Helmi M, SE., MM. Sistem Ekonomi Indonesia

Andri Helmi M, SE., MM. Sistem Ekonomi Indonesia Andri Helmi M, SE., MM Sistem Ekonomi Indonesia Pemerintah bertugas menjaga stabilitas ekonomi, politik, dan sosial budaya kesejahteraan seluruh masyarakat. Siapa itu pemerintah? Bagaimana stabilitas di

Lebih terperinci

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN Sejak pertengahan tahun 2006, kondisi ekonomi membaik dari ketidakstabilan ekonomi tahun 2005 dan penyesuaian kebijakan fiskal dan moneter yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Hal ini dilakukan karena penerimaan pemerintah yang berasal dari pajak tidak

I. PENDAHULUAN. Hal ini dilakukan karena penerimaan pemerintah yang berasal dari pajak tidak 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemerintah dalam menggunakan pinjaman baik dari dalam maupun dari luar negeri merupakan salah satu cara untuk menutupi defisit anggaran yang terjadi. Hal ini dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kondisi anggaran pendapatan belanja negara (APBN) selalu mengalami budget

BAB I PENDAHULUAN. kondisi anggaran pendapatan belanja negara (APBN) selalu mengalami budget 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai negara sedang berkembang yang tengah menuju tahap kemapanan ekonomi, Indonesia membutuhkan anggaran belanja dalam jumlah besar untuk membiayai berbagai program

Lebih terperinci

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2009 263 ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2009 Tim Penulis

Lebih terperinci

Mandatory Spending, SAL dan Kelebihan Pembiayaan (overfinancing) APBN

Mandatory Spending, SAL dan Kelebihan Pembiayaan (overfinancing) APBN Mandatory Spending, SAL dan Kelebihan Pembiayaan (overfinancing) APBN Pendahuluan Dalam penyusunan APBN, pemerintah menjalankan tiga fungsi utama kebijakan fiskal, yaitu fungsi alokasi, fungsi distribusi,

Lebih terperinci

SUN SEBAGAI INSTRUMEN PEMBIAYAAN DEFISIT APBN

SUN SEBAGAI INSTRUMEN PEMBIAYAAN DEFISIT APBN SUN SEBAGAI INSTRUMEN PEMBIAYAAN DEFISIT APBN Salah satu upaya untuk mengatasi kemandegan perekonomian saat ini adalah stimulus fiskal yang dapat dilakukan diantaranya melalui defisit anggaran. SUN sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi pemicu kenaikan jumlah nominal utang pemerintah Indonesia (DJPU,

BAB I PENDAHULUAN. menjadi pemicu kenaikan jumlah nominal utang pemerintah Indonesia (DJPU, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan pasar keuangan global yang sangat cepat dan semakin terintegrasi telah mengakibatkan pasar obligasi memainkan peranan penting sebagai alternatif sumber

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 mengakibatkan

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 mengakibatkan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan indikator yang sangat penting dalam perekonomian setiap negara, baik di negara maju maupun di negara berkembang. Krisis ekonomi yang terjadi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan di negara-negara berkembang akan melaju secara lebih mandiri

I. PENDAHULUAN. Pembangunan di negara-negara berkembang akan melaju secara lebih mandiri 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan di negara-negara berkembang akan melaju secara lebih mandiri apabila pembangunan itu sebagian besar dapat dibiayai dari sumber-sumber penerimaan dalam negeri,

Lebih terperinci

SEJARAH BANK INDONESIA : MONETER Periode

SEJARAH BANK INDONESIA : MONETER Periode SEJARAH BANK INDONESIA : MONETER Periode 1999-2005 Cakupan : Halaman 1. Sekilas Sejarah Bank Indonesia di Bidang Moneter Periode 1999-2 2005 2. Arah Kebijakan 1999-2005 3 3. Langkah-Langkah Strategis 1999-2005

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 2. untuk mencapai tingkat kestabilan harga secara mantap. 3. untuk mengatasi masalah pengangguran.

BAB I PENDAHULUAN. 2. untuk mencapai tingkat kestabilan harga secara mantap. 3. untuk mengatasi masalah pengangguran. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan jangka panjang yang dilaksanakan di Indonesia bertujuan untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur dengan mengacu pada Trilogi Pembangunan (Rochmat Soemitro,

Lebih terperinci

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN I. Ekonomi Dunia Pertumbuhan ekonomi nasional tidak terlepas dari perkembangan ekonomi dunia. Sejak tahun 2004, ekonomi dunia tumbuh tinggi

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci: PDB, Kurs, Impor, Utang luar negeri

ABSTRAK. Kata kunci: PDB, Kurs, Impor, Utang luar negeri Judul : Pengaruh Kurs dan Impor Terhadap Produk Domestik Bruto Melalui Utang Luar Negeri di Indonesia Tahun 1996-2015 Nama : Nur Hamimah Nim : 1306105143 ABSTRAK Pertumbuhan ekonomi suatu negara dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pertumbuhan ekonomi dunia saat ini adalah sangat lambat. Banyak faktor yang menyebabkan hal tersebut terjadi. Salah satunya adalah terjadinya krisis di Amerika.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pembiayaan alternatif selain pembiayaan melalui perjanjian pinjaman (loan

BAB 1 PENDAHULUAN. pembiayaan alternatif selain pembiayaan melalui perjanjian pinjaman (loan BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Surat Berharga Negara (SBN) dipandang oleh pemerintah sebagai instrumen pembiayaan alternatif selain pembiayaan melalui perjanjian pinjaman (loan agreement). Kondisi APBN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang yang sedang fokus terhadap

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang yang sedang fokus terhadap BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara berkembang yang sedang fokus terhadap pembangunan nasional. Salah satu strategi pembangunan nasional indonesia yaitu melakukan pemerataan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sebagai negara berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang tidak

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sebagai negara berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai negara berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang tidak sedikit jumlahnya di dalam pembangunan nasional. Dalam konteks pembangunan nasional maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebelum krisis bukan tanpa hambatan. Indonesia mengalami beberapa kelemahan

BAB I PENDAHULUAN. sebelum krisis bukan tanpa hambatan. Indonesia mengalami beberapa kelemahan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Kinerja ekonomi Indonesia yang mengesankan dalam 30 tahun terakhir sebelum krisis bukan tanpa hambatan. Indonesia mengalami beberapa kelemahan dan kerentanan

Lebih terperinci

Pembiayaan Defisit pada APBN-P URAIAN Realisasi APBN-P Realisasi APBN SURPLUS/(DEFISIT) (4,1) (129,8) (87,2) (98,0)

Pembiayaan Defisit pada APBN-P URAIAN Realisasi APBN-P Realisasi APBN SURPLUS/(DEFISIT) (4,1) (129,8) (87,2) (98,0) Pembiayaan Defisit pada APBN-P 2010 Sebagai konsekuensi dari Penerimaan Negara yang lebih kecil daripada Belanja Negara maka postur APBN akan mengalami defisit. Defisit anggaran dalam batasan-batasan tertentu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat dilakukan dengan cara pembangunan infrastruktur sebagai pendorong

BAB I PENDAHULUAN. dapat dilakukan dengan cara pembangunan infrastruktur sebagai pendorong BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam menjalankan pembangunan ekonomi, masih banyak pekerjaan rumah yang harus dikerjakan oleh Indonesia. Untuk mencapai sasaran pembangunan yang berkelanjutan ditetapkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan perekonomian. Indonesia sebagai salah satu negara yang sedang

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan perekonomian. Indonesia sebagai salah satu negara yang sedang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam menyelenggarakan pemerintahan, suatu negara memerlukan anggaran dana yang memadai untuk memenuhinya guna meningkatkan kesejahteraan ekonomi, sosial, budaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi suatu negara seperti Indonesia. Belanja Pemerintah tersebut dipenuhi

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi suatu negara seperti Indonesia. Belanja Pemerintah tersebut dipenuhi BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Pengeluaran Pemerintah memiliki peran penting dalam pembangunan ekonomi suatu negara seperti Indonesia. Belanja Pemerintah tersebut dipenuhi dari penerimaan negara

Lebih terperinci

SAL SEBAGAI SALAH SATU ALTERNATIF SUMBER PEMBIAYAAN DALAM APBN

SAL SEBAGAI SALAH SATU ALTERNATIF SUMBER PEMBIAYAAN DALAM APBN SAL SEBAGAI SALAH SATU ALTERNATIF SUMBER PEMBIAYAAN DALAM APBN Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran/Sisa Kurang Pembiayaan Anggaran (SiLPA/SiKPA) adalah selisih lebih/kurang antara realisasi penerimaan dan pengeluaran

Lebih terperinci

BAB III PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA INDONESIA DALAM APBN

BAB III PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA INDONESIA DALAM APBN 67 BAB III PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA INDONESIA DALAM APBN 2010-2012 Untuk memperoleh gambaran tentang pengelolaan keuangan Negara dalam APBN Indonesia, maka akan diuraikan sejumlah poin pembahasan menyangkut

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kebijakan fiskal merupakan kebijakan yang diambil pemerintah untuk mengarahkan

I. PENDAHULUAN. Kebijakan fiskal merupakan kebijakan yang diambil pemerintah untuk mengarahkan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebijakan fiskal merupakan kebijakan yang diambil pemerintah untuk mengarahkan kondisi perekonomian untuk menjadi lebih baik dengan melakukan perubahan kebijakan

Lebih terperinci

KRISIS EKONOMI DI INDONESIA MATA KULIAH PEREKONOMIAN INDONESIA

KRISIS EKONOMI DI INDONESIA MATA KULIAH PEREKONOMIAN INDONESIA KRISIS EKONOMI DI INDONESIA MATA KULIAH PEREKONOMIAN INDONESIA Definisi Krisis ekonomi : Suatu kondisi dimana perekonomian suatu negara mengalami penurunan akibat krisis keuangan Krisis keuangan/ moneter

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang sedang berkembang sehingga perekonomian

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang sedang berkembang sehingga perekonomian 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Indonesia merupakan negara yang sedang berkembang sehingga perekonomian masih sangat bergantung pada negara lain. Teori David Ricardo menerangkan perdagangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang artinya masih rentan terhadap pengaruh dari luar. Oleh karena itu perlu adanya fundasi

BAB I PENDAHULUAN. yang artinya masih rentan terhadap pengaruh dari luar. Oleh karena itu perlu adanya fundasi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara membangun yang perekonomiannya masih bersifat terbuka, yang artinya masih rentan terhadap pengaruh dari luar. Oleh karena itu perlu adanya

Lebih terperinci

INDONESIA PADA GUBERNUR BANK PANITIA ANGGARAN SEMESTER

INDONESIA PADA GUBERNUR BANK PANITIA ANGGARAN SEMESTER PANDANGAN GUBERNUR BANK INDONESIA PADA RAPAT KERJA PANITIA ANGGARAN DPR RI MENGENAI LAPORAN SEMESTER I DAN PROGNOSIS SEMESTER II APBN TA 2006 2006 Anggota Dewan yang terhormat, 1. Pertama-tama perkenankanlah

Lebih terperinci

PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH. Lab. Politik dan Tata Pemerintahan, Fakultas Ilmu Administrasi, Universitas Brawijaya

PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH. Lab. Politik dan Tata Pemerintahan, Fakultas Ilmu Administrasi, Universitas Brawijaya PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DR. TJAHJANULIN DOMAI, MS Lab. Politik dan Tata Pemerintahan, Fakultas Ilmu Administrasi, Universitas Brawijaya 1. Pendahuluan - Pengantar - Tujuan - Definisi 2. Ketentuan Pengelolaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. B. Belanja Negara (triliun Rupiah)

I. PENDAHULUAN. B. Belanja Negara (triliun Rupiah) 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang sedang fokus terhadap pembangunan nasional. Menurut data Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal

Lebih terperinci

I.PENDAHULUAN. antar negara. Nilai tukar memainkan peran vital dalam tingkat perdagangan

I.PENDAHULUAN. antar negara. Nilai tukar memainkan peran vital dalam tingkat perdagangan I.PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nilai tukar atau kurs merupakan indikator ekonomi yang sangat penting karena pergerakan nilai tukar berpengaruh luas terhadap aspek perekonomian suatu negara. Saat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun spiritual. Masyarakat seperti ini akan tercapai dengan dihapuskannya

BAB I PENDAHULUAN. maupun spiritual. Masyarakat seperti ini akan tercapai dengan dihapuskannya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi suatu negara memiliki arah dan strategi untuk senantiasa mewujudkan masyarakat adil dan makmur secara merata, baik materiil maupun spiritual. Masyarakat

Lebih terperinci

Perekonomian Suatu Negara

Perekonomian Suatu Negara Menteri Keuangan RI Jakarta, Maret 2010 Perekonomian Suatu Negara Dinamika dilihat dari 4 Komponen= I. Neraca Output Y = C + I + G + (X-M) AS = AD II. Neraca Fiskal => APBN Total Pendapatan Negara (Tax;

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia merupakan negara yang menganut sistem perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia merupakan negara yang menganut sistem perekonomian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang menganut sistem perekonomian terbuka. Hal ini menjadikan Indonesia sebagai negara yang berintegrasi dengan banyak negara lain baik dalam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 merupakan. dampak lemahnya fundamental perekonomian Indonesia.

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 merupakan. dampak lemahnya fundamental perekonomian Indonesia. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 merupakan dampak lemahnya fundamental perekonomian Indonesia. Pada satu sisi Indonesia terlalu cepat melakukan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perbankan. Dimana sektor perbankan menjadi pondasi pembangunan nasional

I. PENDAHULUAN. perbankan. Dimana sektor perbankan menjadi pondasi pembangunan nasional I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perekonomian Indonesia saat ini sudah tidak dapat terpisahkan lagi dengan sektor perbankan. Dimana sektor perbankan menjadi pondasi pembangunan nasional dalam mengumpulkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang menganut sistem perekonomian terbuka, hal ini

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang menganut sistem perekonomian terbuka, hal ini I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang menganut sistem perekonomian terbuka, hal ini ditunjukkan dengan hubungan multilateral dengan beberapa negara lain di dunia. Realisasi dari

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH 3.1. Arah Kebijakan Ekonomi Daerah Berdasarkan strategi dan arah kebijakan pembangunan ekonomi Kabupaten Polewali Mandar dalam Rencana

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi pada dasarnya untuk memenuhi dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat (social welfare) tidak bisa sepenuhnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. iklimnya, letak geografisnya, penduduk, keahliannya, tenaga kerja, tingkat harga,

BAB I PENDAHULUAN. iklimnya, letak geografisnya, penduduk, keahliannya, tenaga kerja, tingkat harga, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setiap negara selalu berbeda bila ditinjau dari sumber daya alamnya, iklimnya, letak geografisnya, penduduk, keahliannya, tenaga kerja, tingkat harga, keadaan struktur

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. Produk Domestik Bruto adalah perhitungan yang digunakan oleh suatu

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. Produk Domestik Bruto adalah perhitungan yang digunakan oleh suatu BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Produk Domestik Bruto Produk Domestik Bruto adalah perhitungan yang digunakan oleh suatu negara sebagai ukuran utama bagi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang tinggi pada arus modal eksternal, prospek pertumbuhan yang tidak pasti. Krisis

BAB I PENDAHULUAN. yang tinggi pada arus modal eksternal, prospek pertumbuhan yang tidak pasti. Krisis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Selama beberapa dekade terakhir, banyak negara di dunia ini mengalami krisis yang didorong oleh sistem keuangan mereka yang kurang dikembangkan, votalitas kebijakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan untuk melakukan hedging kewajiban valuta asing beberapa bank. (lifestyle.okezone.com/suratutangnegara 28 Okt.2011).

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan untuk melakukan hedging kewajiban valuta asing beberapa bank. (lifestyle.okezone.com/suratutangnegara 28 Okt.2011). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada masa Orde Baru, pemerintah menerapkan kebijakan Anggaran Berimbang dalam penyusunan dan pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), yang artinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesinambungan fiskal (fiscal sustainability) merupakan kunci dari kebijakan

BAB I PENDAHULUAN. Kesinambungan fiskal (fiscal sustainability) merupakan kunci dari kebijakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesinambungan fiskal (fiscal sustainability) merupakan kunci dari kebijakan fiskal pemerintah. Pada dasarnya, kebijakan fiskal mempunyai keterkaitan yang erat dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator untuk menilai

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator untuk menilai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator untuk menilai keberhasilan ekonomi suatu negara. Sebagai negara berkembang, pertumbuhan ekonomi Indonesia masih

Lebih terperinci

Pengaruh utang luar negeri dan defisit anggaran terhadap kondisi makro ekonomi OLEH: Siti Hanifah NIM.F BAB I PENDAHULUAN

Pengaruh utang luar negeri dan defisit anggaran terhadap kondisi makro ekonomi OLEH: Siti Hanifah NIM.F BAB I PENDAHULUAN Pengaruh utang luar negeri dan defisit anggaran terhadap kondisi makro ekonomi OLEH: Siti Hanifah NIM.F 0102058 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dalam menyelenggarakan pemerintahan, suatu negara memerlukan

Lebih terperinci

Prediksi Tingkat Suku Bunga SPN 3 Bulan 6,3%

Prediksi Tingkat Suku Bunga SPN 3 Bulan 6,3% 1 Prediksi Tingkat Suku Bunga SPN 3 Bulan 6,3% Prediksi tingkat suku bunga SPN 3 Bulan tahun 2016 adalah sebesar 6,3% dengan dipengaruhi oleh kondisi ekonomi internal maupun eksternal. Data yang digunakan

Lebih terperinci

1. Tinjauan Umum

1. Tinjauan Umum 1. Tinjauan Umum Perekonomian Indonesia dalam triwulan III-2005 menunjukkan kinerja yang tidak sebaik perkiraan semula, dengan pertumbuhan ekonomi yang diperkirakan lebih rendah sementara tekanan terhadap

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2002 TENTANG SURAT UTANG NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2002 TENTANG SURAT UTANG NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2002 TENTANG SURAT UTANG NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa guna mewujudkan masyarakat adil dan

Lebih terperinci

Sumber : Perpustakaan Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan

Sumber : Perpustakaan Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan Penjelasan UU No.2 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2000 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2000 Menimbang : Mengingat : DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akan sangat mempengaruhi iklim usaha di Indonesia. Para pelaku bisnis harus

BAB I PENDAHULUAN. akan sangat mempengaruhi iklim usaha di Indonesia. Para pelaku bisnis harus BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan kondisi perekonomian baik global maupun regional dalam beberapa tahun terakhir ini mengalami pasang surut, contohnya krisis ekonomi yang terjadi di Eropa

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2002 TENTANG SURAT UTANG NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2002 TENTANG SURAT UTANG NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2002 TENTANG SURAT UTANG NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa guna mewujudkan masyarakat adil dan

Lebih terperinci

ANALISIS KEBIJAKAN FISKAL/KEUANGAN DAN EKONOMI MAKRO TAHUN 2010

ANALISIS KEBIJAKAN FISKAL/KEUANGAN DAN EKONOMI MAKRO TAHUN 2010 ANALISIS KEBIJAKAN FISKAL/KEUANGAN DAN EKONOMI MAKRO TAHUN 2010 Penyusun: 1. Bilmar Parhusip 2. Basuki Rachmad Lay Out Budi Hartadi Bantuan dan Dukungan Teknis Seluruh Pejabat/Staf Direktorat Akuntansi

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN B A B III 1 BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN 3.1. Kinerja Keuangan Daerah Tahun 2010-2015 3.1.1. Kinerja Pelaksanaan APBD Data realisasi keuangan daerah Kabupaten Rembang

Lebih terperinci

Perekonomian Indonesia Pada Masa Reformasi

Perekonomian Indonesia Pada Masa Reformasi Modul ke: 04Fakultas Fakultas Ekonomi dan Bisnis Program Studi S1 MANAJEMEN Sejarah Perkembangan Perekonomian Indonesia Periode Revormasi Krisis ekonomi di Indonesia Fundamental ekonomi nasional pengaruh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jakarta, 2000) Michael P Todaro, Ekonomi Untuk Negara Berkembang (Bumi Aksara:

BAB I PENDAHULUAN. Jakarta, 2000) Michael P Todaro, Ekonomi Untuk Negara Berkembang (Bumi Aksara: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Akumulasi utang luar negeri adalah suatu gejala umum negaranegara dunia ketiga pada tingkat perkembangan ekonomi dimana kesediaan tabungan dalam negeri adalah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. cepat dan terintegrasi dengan adanya teknologi canggih. Perkembangan teknologi

BAB 1 PENDAHULUAN. cepat dan terintegrasi dengan adanya teknologi canggih. Perkembangan teknologi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Perkembangan pesat pasar keuangan global di masa sekarang semakin cepat dan terintegrasi dengan adanya teknologi canggih. Perkembangan teknologi direspon oleh pelaku

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tujuan nasional yang hendak dicapai negara Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tujuan nasional yang hendak dicapai negara Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Salah satu tujuan nasional yang hendak dicapai negara Indonesia sebagaimana ditegaskan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 adalah terwujudnya masyarakat

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH Gambaran pengelolaan keuangan daerah mencakup gambaran kinerja dan pengelolaan keuangan daerah tahuntahun sebelumnya (20102015), serta kerangka pendanaan. Gambaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sehubungan dengan fenomena shock ini adalah sangat menarik berbicara tentang

BAB I PENDAHULUAN. Sehubungan dengan fenomena shock ini adalah sangat menarik berbicara tentang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Guncangan (shock) dalam suatu perekonomian adalah suatu keniscayaan. Terminologi ini merujuk pada apa-apa yang menjadi penyebab ekspansi dan kontraksi atau sering juga

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Globalisasi dan liberalisasi ekonomi telah membawa pembaharuan yang

I. PENDAHULUAN. Globalisasi dan liberalisasi ekonomi telah membawa pembaharuan yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Globalisasi dan liberalisasi ekonomi telah membawa pembaharuan yang sangat cepat dan berdampak luas bagi perekonomian, baik di dalam negeri maupun di tingkat dunia

Lebih terperinci

PINJAMAN LUAR NEGERI DAN KEWENANGAN PEMERINTAH DAERAH. Oleh : Ikak G. Patriastomo 1

PINJAMAN LUAR NEGERI DAN KEWENANGAN PEMERINTAH DAERAH. Oleh : Ikak G. Patriastomo 1 PINJAMAN LUAR NEGERI DAN KEWENANGAN PEMERINTAH DAERAH Oleh : Ikak G. Patriastomo 1 PENDAHULUAN Bantuan luar negeri dapat berupa pinjaman maupun hibah luar negeri. Pinjaman luar negeri lebih mendesak dibahas

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN UTANG INDONESIA

PERKEMBANGAN UTANG INDONESIA PERKEMBANGAN UTANG INDONESIA Utang merupakan bagian dari kebijakan fiskal yang digunakan sebagai salah satu bentuk pembiayaan ketika APBN mengalami defisit dan untuk membayar kembali utang yang jatuh tempo

Lebih terperinci

SAL SEBAGAI SALAH SATU ALTERNATIF PEMBIAYAAN DALAM APBN

SAL SEBAGAI SALAH SATU ALTERNATIF PEMBIAYAAN DALAM APBN SAL SEBAGAI SALAH SATU ALTERNATIF PEMBIAYAAN DALAM APBN Abstract Saldo Anggaran Lebih yang berasal dari Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran dan Sisa Kurang Pembiayaan Anggaran dari Tahun Anggaran yang lalu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dilihat dari pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi merupakan cerminan

BAB I PENDAHULUAN. dilihat dari pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi merupakan cerminan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi adalah suatu proses kenaikan pendapatan total dan pendapatan perkapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan penduduk disertai dengan perubahan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI DISCLAIMER

DAFTAR ISI DISCLAIMER DAFTAR ISI 1. Tujuan dan Kebijakan Pengelolaan Utang 2. Realisasi APBNP 2017 dan Defisit Pembiayaan APBN 3. Perkembangan Posisi Utang Pemerintah Pusat dan Grafik Posisi Utang Pemerintah Pusat 4. Perkembangan

Lebih terperinci

ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA (APBN)

ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA (APBN) ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA (APBN) A. Fungsi dan Peran APBN APBN di negara-negara sedang berkembang adalah sebagai alat untuk memobilisasi dana investasi dan bukannya sebagai alat untuk mencapai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Keberhasilan atau tidaknya pembangunan ekonomi di suatu negara

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Keberhasilan atau tidaknya pembangunan ekonomi di suatu negara BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Pembangunan ekonomi merupakan hal yang harus dilakukan oleh setiap negara terutama negara berkembang seperti Indonesia agar dapat berdiri sejajar dengan negara maju

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Meskipun pertumbuhan ekonomi setelah krisis ekonomi yang melanda

BAB I PENDAHULUAN. Meskipun pertumbuhan ekonomi setelah krisis ekonomi yang melanda 1 BAB I PENDAHULUAN 1. Latar belakang Meskipun pertumbuhan ekonomi setelah krisis ekonomi yang melanda indonesia pada tahun 1998 menunjukkan nilai yang positif, akan tetapi pertumbuhannya rata-rata per

Lebih terperinci

Keuangan Negara dan Perpajakan. Avni Prasetia Putri Fadhil Aryo Bimo Nurul Salsabila Roma Shendry Agatha Tasya Joesiwara

Keuangan Negara dan Perpajakan. Avni Prasetia Putri Fadhil Aryo Bimo Nurul Salsabila Roma Shendry Agatha Tasya Joesiwara Keuangan Negara dan Perpajakan Avni Prasetia Putri Fadhil Aryo Bimo Nurul Salsabila Roma Shendry Agatha Tasya Joesiwara SUMBER-SUMBER PENERIMAAN NEGARA SUMBER PENERIMAAN Pajak Retribusi Keuntungan BUMN/BUMD

Lebih terperinci

PEREKONOMIAN INDONESIA

PEREKONOMIAN INDONESIA Modul ke: 11Fakultas EKONOMI DAN BISNIS Program Studi MANAGEMEN PEREKONOMIAN INDONESIA KEBIJAKAN FISKAL DAN APBN -Arfi laili Ibkari (43114120416) -Puji Warastuti (43114120402) -Wiwit Aryani (43114120411)

Lebih terperinci

Referensi : Struktur Utang Indonesia 2013

Referensi : Struktur Utang Indonesia 2013 Referensi : Struktur Utang Indonesia 2013 Problem Overview : Untuk ukuran negara berkembang, jumlah utang luar negeri pemerintah Indonesia tergolong tinggi. Bila dilihat dari berbagai indikator, hingga

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH Kerangka ekonomi makro daerah akan memberikan gambaran mengenai kemajuan ekonomi yang telah dicapai pada tahun 2010 dan perkiraan tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fenomena yang relatif baru bagi perekonomian Indonesia. perekonomian suatu Negara. Pertumbuhan ekonomi juga diartikan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. fenomena yang relatif baru bagi perekonomian Indonesia. perekonomian suatu Negara. Pertumbuhan ekonomi juga diartikan sebagai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan perekonomian dunia dewasa ini ditandai dengan semakin terintegrasinya perekonomian antar negara. Indonesia mengikuti perkembangan tersebut melalui serangkaian

Lebih terperinci

CATATAN ATAS APBN-P 2015 DAN PROSPEK APBN 2016

CATATAN ATAS APBN-P 2015 DAN PROSPEK APBN 2016 CATATAN ATAS APBN-P 2015 DAN PROSPEK APBN 2016 Yusuf Wibisono Direktur Eksekutif IDEAS Makalah disampaikan pada Public Expose - Dompet Dhuafa, Jakarta, 10 Februari 2016 Reformasi Anggaran Langkah terpenting

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perumahan (subprime mortgage default) di Amerika serikat. Krisis ekonomi AS

BAB I PENDAHULUAN. perumahan (subprime mortgage default) di Amerika serikat. Krisis ekonomi AS BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Krisis global tahun 2008 disebabkan oleh permasalahan pembayaran kredit perumahan (subprime mortgage default) di Amerika serikat. Krisis ekonomi AS terjadi karena

Lebih terperinci

M E T A D A T A INFORMASI DASAR

M E T A D A T A INFORMASI DASAR M E T A D A T A INFORMASI DASAR 1 Nama Data : Operasi Keuangan Pemerintah Pusat 2 Penyelenggara Statistik : Departemen Statistik Bank Indonesia 3 Alamat : Jl. M.H. Thamrin No. 2 Jakarta 4 Contact : Divisi

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2011 TENTANG PINJAMAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2011 TENTANG PINJAMAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2011 TENTANG PINJAMAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk meningkatkan efektivitas dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan biaya yang ditanggung pemerintah untuk melakukan peminjaman, dan

BAB I PENDAHULUAN. merupakan biaya yang ditanggung pemerintah untuk melakukan peminjaman, dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Risiko gagal bayar dari sebuah negara dapat diukur melalui premi risiko dari surat utangnya yang dapat dilihat dari sovereign bond spread 1. Sovereign bond spread

Lebih terperinci

Analisis fundamental. Daftar isi. [sunting] Analisis fundamental perusahaan. Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Analisis fundamental. Daftar isi. [sunting] Analisis fundamental perusahaan. Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas Analisis fundamental Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas Analisis fundamental adalah metode analisis yang didasarkan pada fundamental ekonomi suatu perusahaan. Teknis ini menitik beratkan

Lebih terperinci

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN Perkembangan ekonomi makro bulan Oktober 2004 hingga bulan Juli 2008 dapat diringkas sebagai berikut. Pertama, stabilitas ekonomi tetap terjaga

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. menyediakan sarana dan prasarana,baik fisik maupun non fisik. Namun dalam

PENDAHULUAN. menyediakan sarana dan prasarana,baik fisik maupun non fisik. Namun dalam PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bangsa Indonesia mempunyai cita cita yang luhur sebagaimana tertuang dalam Pembukuan UUD Tahun 1945 adalah untuk memajukan kesejahteraan umum menuju masyarakat adil dan makmur

Lebih terperinci

Dengan Jumlah Hutang Paling Memprihatinkan

Dengan Jumlah Hutang Paling Memprihatinkan SBY Tercatat Sebagai Presiden Jan 6, 2016 Dengan Jumlah Hutang Paling Memprihatinkan http://bataranews.com/2016/01/06/sby-tercatat-sebagai-presiden-dengan-jumlah-hutang-paling-memprihatinkan/ Susilo Bambang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam negeri sehingga akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi.

BAB I PENDAHULUAN. dalam negeri sehingga akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Investasi merupakan modal penting bagi negara-negara berkembang, karena memiliki peranan yang besar dalam proses pembangunan ekonomi. Pembangunan ekonomi yang

Lebih terperinci